Pencarian

Pendekar Patung Emas 15

Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong Bagian 15


sedikit pun tidak salah pintu itu sudah kelihatan mulai mengendor
dari engselnya, Mendadak terdengar lelaki berkerudung itu tertawa terbahak
bahak, "Hey Bun Jin Cu" teriaknya mengejek. "Kau bersembunyi terus di
dalam ruangan bukanlah suatu cara yang bagus lebih baik kau
orang cepat bukakan pintu buat aku?"
Wi Lian In menjadi melengak, medadak di dalam benaknya
berkelebat suatu ingatan dengan menirukan nada suara dari Bun Jin
Cu teriaknya "Hey siapa kau orang?"
Lelaki berkerudung itu sama sekali tidak mengerti kalau Bun Jin
Cu sudah mati, karenanya dia orang sama sekali tidak mencurigai
pula kalau suara itu bukan suara dari Bun Jin Cu sendiri, kakinya
sekali lagi menendang pintu batu itu dengan berat-berat lalu
tertawa terbahak-bahak. "Jika kau orang mau tahu siapakah Lohu kenapa tidak membuka
pintu mempersilahkan aku orang masuk saja?"
"Tidak, aku tidak akan membukakan pintu sebelum kau orang
menjelaskan siapakah adalah kau orang"
"Kau boleh berlega hati" teriak lelaki berkerudung itu. "Lohu
bersumpah tidak akan mengganggu seujung rambut pun dirimu.
Lohu sengaja datang kemari untuk membicarakan kerja sama kita
untuk menghadapa Wi Ci To"
"Bagus, bagus sekali" sahut Wi Lian In dengan menirukan lagak
dari Bun Jin Cu. "Tetapi aku orang masih tidak mengetahui siapa
ssbenarnya kau, bagaimana aku bisa menyetujui untuk bekerja
sama dengan dirimu?"
"Lebih baik kita bicarakaa soal ini setelah berhadap-hadapan
muka, di samping itu lohu pua bisa memberitahukan namaku"
"Hee . hee . aku tidak akan tertipu oleh pancinganmu" Seru Wi
Lian In mendadak sambil tertawa dingin. "Jika mau membicarakan
soai ini leoih baik kau berdiri saja di pintu luar"
"Omong yang mudah saja lohu hendak menggunakan putrinya
serta bangsat cilik she-Ti itu untuk memaksa Wi Ci To menyerahkan
sebuah barang" "Kau akan memaksa Wi Ci To untuk menyerahkan barang apa ?"
desak Wi Lian In lebih lanjut. f
"Sebuah barang yang sangat tidak berharga untuk dibicarakan."
"Kalau memangnya tidak berharga, buat apa kau mencari barang
tersebut?" "Barang itu sangat tidak berharga, sampai dijual pun tidak laku,"
"Sebetulnya barang apa yang sedang kau cari?" desak Wi Lian In
terus. "Lohu tidak bisa memberitahukan hal ini kepadamu."
"Hal ini berarti juga kau sama sekali tidak bermaksud sungguh-
sungguh untuk bekerja sama dengan diriku."
"Lohu akan segera memberikan uang sebesar seratus ribu tahil
perak untuk membeli tawaranmu itu."
Wi Lian In segera tertawa dingin.
"Aku orang sama sekali tidak tertarik dengan uang seratus ribu
tahil perakmu itu." "Tapi Lohu masih bisa membantu dirimu untuk menghadapi Wi Ci
To, dengan tenaga gabungan dari kita berdua Wi Ci To pasti bisa
diringkus dengan mudah" ujar lelaki berkerudung itu coba memaksa
Bun Ji Cu untuk tertarik.
"Sekarang aku sudah punya tiga orang tawanan, buat. apa aku
orang takut dengan Wi Ci To lagi?"
"Kau terlalu memandang rendah dirinya, dia tidak akan mau kau
kuasai dengan begitu mudahnya"
"Oooh benar?" Seru Wi Lian In sambil tertawa terbahak-bahak.
"Coba kau bilang tegakah dia orang melihat putrinya, dia masih
mem punyai berpuluh puluh orang pendekar pedang merah yang
memberikan bantuannya. Kau tidak akan bisa bertahan melawan
kerubutan mereka." "Hii . . hiii . " .hii . , . menunggang keledai membaca not lagu,
kita lihat saja bagaimana hasilnya nanti, " Sela Wi Lian In kemudian
sambil tertawa. "Tidak perduli bagaimana pun apa kau sudah ambil keputusan
untuk tidak mau bekerja sama dengan Lohu ?" Tiba-tiba ancam
lelaki berkerudung itu sambil tertawa dingin.
Wi Lian In menoleh memandang sekejap kearah Ti Then, ketika
dilihatnya dia masih mengerahkan tenaga dalamnya untuk membebaskan jalan
darahnya yang tertotok lalu ujarnya lagi,
"Di dalam keadaan seperti ini aku punya beberapa syarat, jika
kau bisa penuhi syarat-syarat tersebut aku baru mau bekerja sama
dengan dirimu" "Cepat kau katakana!"
"Pertama, sebutkan siapa kau orang. Kedua, katakan barang apa
yang hendak kau paksakan dari Wi Ci To untuk diserahkan kepada
dirimu" "Hmmm " dengus lelaki berkerudung itu dengan kurang senang,
"Buat apa kau tertarik dengan urusan ini?"
"Tertarik?" Mendadak Wi Lian In tertawa terbahak-bahak "Sifat
manusia memang demikian"
"Jikalau lohu tidak mau berbicara apakah kau tidak ingin
menerima permintaan dari lohu untuk mengadakan Kerja sama?"
Seru lelaki berkerudung itu dengan amat dingin.
Wi Lian In tidak memberikan jawaban secara langsung, dia
segera tertawa. "Jikalau kau mau bsrbicara terus terang, aku orang pasti akan
merahasiakannya bahkan tidak mau pula barang yang hendak kau
hadiahkan kepadaku, kau lihat bagaimana?"
"Tidak" potong lelaki berkerudung itu dengan tegas,
"Permintaanmu itu lohu tidak sanggup untuk memenuhinya,aku
cuma minta kau mau menyetujui kerja sama diantara kita kalau
tidak lohu segera akan menerjang masuk ke dalam ruanganmu ini"
Dia berhenti sebentar lalu sambungnya sambil tertawa seram :
"Jikalau Lohu berhasil mendobrak pintu ini sampai waktu itu
sekali pun ingin bekerja sama dengan Lohu aku pun tidak akan
mau" Wi Lian In yang melihat jalan darah dari Ti Then belum berhasil
juga dibebaskan hatinya merasa amat cemas sekali nada ucapannya
segera berubah amat halus sahutnya
"Jikalau aku orang menyanggupi kau hendak menggunakan cara
apa untuk membantu diriku untuk menghadapi Wi Ci To?"
"Sewaktu besok pagi dia naik ke atas gunung dia orang tentu
membawa banyak sekali pendekar pedang merah. Lohu membantu
dirimu membasmi semua pendekar pedang merah lalu bersama-
sama bergabung tenaga menghadapi dirinya."
"Kau punya pegangan kuat untuk mengalahkan para pendekar
pedang merah itu?" "Sama sekali tidak ada soal" jawab lelaki berkerudung itu singkat.
"Tetapi aku pun percaya tanpa bantuan dari dirimu aku masih
sanggup untuk menghadapi para pendekar pedang merah itu dan
membasminya semua" "Hmm" terdengar lelaki berkerudung itu tertawa dingin, "Kau
hendak menggunakan cara apa untuk membasmi seluruh pendekar
pedang merahnya?" "Asalkan aku berhasil memanctng mereka untuk memasuki
ruangan di bawah tanah ini maka aku bisa menggerakkaa alat
rahasia untuk membasmi para pendekar pedang merah itu"
Mendengar perkataan itu lelaki berkerudung itu segera terbahak
bahak. "Cuma sayang kedelapan belas alat rahasiamu itu sudah aku
hancurkao semua, coba pikirlah jika aku tidak berhasil menghancurkan alat-alat
rahasia itu bagaimana Lohu bisa sampai di sini dalam keaadaan
selamat?" "Haaa.. kau berhasil melewati kedelapan belas alat rahasiaku
itu?" teriak Wi Lian In pura-pura kaget.
"Sedikit pun tidak salah" jawab lelaki berkerudung itu sambil
tertawa tergelak. "Karena Lohu melihat si menteri pintu lama sekali tidak kembali
juga, di dalam keadaan cemas terpaksa aku menerjang kemari
seorang diri, sekarang kedelapan belas alat rahasiamu itu sudah
berhasil Lohu hancurkan"
"Hmmm, tidak kusangka kau lihay juga"teriak Wi Lian In semakin
terperanyat. "Maka itu sekarang kau cuma ada satu jalan saja ....
menyanggupi untuk bekerja sama dengan Lohu"
"Soal ini aku harus pikirkan terlebih dulu, sudah tentu kau harus
memberi waktu buat aku orang berpikir sebentar bukan?"
"Tidak" tolak lelaki berkerudung itu ketus, "Jika kau tidak mau
menerima maka Lohu segera akan menerjang pintu batumu ini"
"Jikalau kau orang benar-benar punya maksud untuk bekerja
sama dengan aku sudah tentu membiarkan aku untuk berpikir
sebentar". Lelaki berkerudung itu termenung berpikir sebentar, akhirnya dia
baru menyawab "Baiklah, cepat kau berpikir"
Ketika Wi Lian In mendengar dia orang sudah menyetujui untuk
mcmberi waktu kepada dirinya untuk berpikir hatinya menjadi agak
lega, segera kepada Ti Then tanyanya dengan suara perlahan.
"Hey, kau harus menunggu berapa waktu lagi baru berhasil
membebaskan diri dari totokan jalan darah?"
Ti Tben tetap bungkam tidak mengucapkan sepatah kata pun.
"Jangan ganggu dia, waktu masih belum tiba sekali pun kau ribut
juga tidak Berguna" Tiba-tiba Suma San Ho menimbrung dengan suara
yang perlahan. Wi Lian In mengerutkan alisnya rapat-rapat, dia tidak berbicara
lagi. Beberapa saat kemudian terdengarlah suara teriakan dari lelaki
berkerudung berkumandang lagi agaknya dia sudah merasa tidak
sabaran. "Bun Jin Cu, kau sudah mengambil keputusan belum?"
"Kau jangan ribut,aku sedang barpikir masak-masak" seru Wi
Lian In dengan gugup. "Hmm jika kau mau cepat-cepatlah bilang kalau tidak mau yaa
cepat menolak buat apa berpikir lama-lama?" teriak lelaki
berkerudung itu dengan amat gusar.
"Aku sedang memikirkan satu urusan jikalau aku setuju untuk
bekerja sama dengan dirimu nanti setelah kau mendapatkan barang
yang kau dapatkan apakah kau orang masih melanjutkan untuk
bekerja sama dengan dirimu" ataukah kita berjalan berpisah?"
"Jika kau orang senang untuk bekerja sama terus dengan lohu
sudah tentu lohu akan membantu kau untuk mendirikan istana
Thian Teh Kong kembali."
"Kalau begitu bukankah kita orang akan menduduki sebagai
pemimpin baru dari istana Thian Teh Kong?"
"Haaaa . . . haaa . , , jika lohu yang menduduki puncak
pimpinan hal ini tidak akan merendahkan nama besar dari dirimu."
"Tadi aku dengar dari si menteri pintu serta pembesar jendeia
katanya kepandaian silatmu amat tinggi sekali, tetapi saudara bukan
apaku bagaimana kau orang bisa menduduki tempat puncak
pimpinan dari istana Thian Teh Kong?"
"Hiii.. hiii ,. jika kau mau, lain kali kita bisa hidup bersama untuk
selama- lamanya," "Baiknya sih baik cuma aku takut di tertawai orang lain" seru Wi
Lian In tertawa malu-malu.
Lelaki berkerudung itu segera tertawa terbahak-bahak,
"Usiamu masih sangat muda, jika kawin lagi memang
sepantasnya siapa yang berani mentertawakan dirimu?"
"Tetapi . ,Heeey." tak tertahan lagi Wi Lian In menghela napas
panjang, "Aku masih tidak bisa melupakan suamiku yang terdahulu."
"Orang yang sudah mati tidak akan bisa hidup kembali, buat apa
kau begitu rindu kepadanya?"
"Semasa hidupnya dia terlalu baik kepadaku, bagaimana aku
orang tidak memikirkan dirinya?"
"Kalau begitu" ujar lelaki berkerudung itu kemudian sambil
tertawa serak. "Kau ingin menyanda untuk selamanya?"
"Tentang soal ini untuk sementara waktu aku masih belum
mengambil keputusan"
"Jika kau tidak ingin kawin lagi yah sudahlah, setelah kita bekerja
sama untuk melenyapkan benteng Pek Kiam Po kita bisa berjalan
menurut jalannya masing-masing"
"Tunggu dulu" tiba tiba Wi Lian In berteriak dengan suara berat,
"Aku hendak menanyakan suatu urusan kepadamu"
"Ada urusan apa lagi?" tanya lelaki kerudung itu sambil
mendengus dingin. "Ini tahun kau umur berapa?"
"Sudah enam puluh tahun lebih."
"Aih . . ." Teriak Wi Lian In dengan amat keras. "Sudah berumur
enam puluh tahun ?" "Kenapa ?" "Usiamu sudah terlalu tua"
Lelaki berkerudung itu menjadi amat gusar sekali setelah
mendengar perkataan dari Wi Lian In itu, kakinya dengan hebat
melancarkan satu tendangan kilat ke arah pintu batu itu, sedang
mulutnya dengan amat gusar membentak:
"Jika kau orang tidak punya maksud kawin dengan Lohu buat
apa ikut campur dengan bertanya-tanya umurku?"
"Aaaah . . . . jangan marah dulu, jangan marah dulu" seru Wi
Lian In dengan gugup "Aku masih belum mengambil keputusan"
"Kau siluman rase sungguh amat licik kau hendak mengulur ulur
waktu ?"" teriak lelaki berkerudung itu sambil melancarkan
tendangan kembali menghajar pintu batu itu.
Wi Lian In yang mendengar dia melancarkaa serangan kembali
menghajar pintu batu itu dalam hati merasa sangat cemas sekali,
apalagi saat ini jalan darah dari Ti Then belum berhasil dibebaskan,
terpaksa teriaknya dengan amat keras:
"Aku mau bertanya kembali tentang satu urusan, kau sudah
beristri belum?" Lelaki berkerudung itu tidak mau memberikan jawabannya lagi,
dengan sekuat tenaga dia melancarkan tendangan menghajar pintu
batu itu sehingga membuat seluruh ruangan siksa menjadi tergetar
dengan amat kerasnya. Situasi sudah mencapai pada tarap sangat kritis sekali.
Saat ini Ti Then masih tetap memejamkan matanya untuk
mengatur pernapasan dari atas kepalanya tampak butiran keringat
sebesar kacang kedelai dengan derasnya menetes keluar, wajahnya
merah padam agaknya dia sudah mencapai pada puncak
latihannya. ooo00ooo 38 Tak tertahan lagi Wi Lian In berseru dengan suara yang
perlahan, "Ti Kiauw tauw, cepat sedikit dia dan hampir berhasil
mendobrak pintu tersebut"


Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Baru saja perkataannya selesai mendadak terdengar suara
jatuhnya benda besi ke atas tanah . . . pantek dari pintu batu itu
sudah berhasil digetarkan hingga terlepas dari tempatnya.
Bersamaan dengan membukanya pintu batu itu bagaikan kilat
cepatnya lelaki berkerudung itu berkelebat masuk ke dalam
tubuhnya tegak sepasang tangannya disilangkan di depan dada,
lagaknya sedang siap menerima serangan musuh.
Tetapi ketika dilihatnya di dalam ruangan siksa itu sama sekali
tidak tampak bayangan dari Bun Jin Cu dia menjadi tertegun,
bersamaan pula tubuhnya berdiri tegak matanya dengan amat
tajam sekali menyapu sekejap ke arah diri Ti Then, Wi Lian In serta
Suma San Ho bertiga. "Dimana Bun Jin Cu?" tanyanya dengan suara berat.
"Dia sudah lari." Cepat-cepat sahut Suma San Ho.
"Heee , he , .. dia lari kearah mana?" Seru si lelaki berkerudung
itu sambil tertawa dingin.
"Tadi aku lihat dia orang berlari menuju ke belakang dinding batu
itu." Sepasang mata lelaki berkerudung itu dengan cepat msnyapu
sekejap kesekeliling tempat itu, ketika dilihatnya pada dinding batu
pada bagian belakang dari ruang siksa itu tampak sebuah lubang
besar dia segera menjerit tertahan.
"Dia melarikan diri melalui dinding batu itu?" tanyanya lagi.
"Tidak salah" Mendadak lelaki berkerudung itu berkelebat menuju ke samping
dinding batu itu dan menengok ke dalam ruangan jalan rahasia
yang ada di balik dinding, waktu itu lah dia menemukan pada
kurang lebih tiga kaki di dalam ruangan rahasia itu menggeletak dua
sosok mayat yang dia orang bisa melihat dengan jelas orang
tersebut bukan lain adalah Bun Jin Cu serta si menteri pintu
tubuhnya segera terasa bergetar dengan amat keras.
"Iiilh . . dia sudah mati?" serunya tertahan.
"Siapa yang sudah mati?" tanya Suma San Ho pura-pura merasa
terperanyat. "Bun Jin Cu serta si menteri pintu, mereka suduh menginyak alat
rahasia dan kini sudah binasa ditengah jalan rahasia itu terhajar
hujan panah" "Tidak aneh sewaktu kau berhasil menerjang pintu dan
memasuki ruangan ini kita mendengar suara teriakannya, kiranya
dia sudah terkena alat rahasia . . haa.. . haaa hal ini sungguh
menyenangkan sekali, tidak kusangka sama sekali Bun Jin Cu pun
bisa menemui ajalnya terkena alat rahasia yang dipasangnya
sendiri" Lama sekali lelaki berkerudung itu memandang tajam mayat Bun
Jin Cu yang menggeletak di atas tanah, mendadak dia mengambil
sebuah batu cadas yang besar dan disambitkan tepat menghajar
mayatnya yang menggeletak di atas tanah.
Batu cadas itu dengan amat kerasnya terjatuh ke atas tubuh Bun
Jin Cu sehingga mengeluarkan suara yang amat keras sekali.
Ketita batu itu mengggelinding ke samping dengan tepat
membuat wajah Bun Jin Cu tertoleh kearah luar.
Kiranya dia takut Bun Jin Cu sedang berpura-pura mati
karenanya sengaja dia menyambitkan batu itu untuk memeriksa
apakah Bun Jin Cu benar-benar sudah binasa, kini ketika dilihatnya
dia orang benar-benar sudah menemui ajalnya seketika itu juga
hatinya menjadi sangat gembira sambil mendongakkan kepalanya
tertawa terbahak serunya:
"Tidak salah, tidak salah, dia orang memang betul-betul sudah
binasa, haaa . .haa baaa . . - berarti juga kalian bertiga kini sudah
menjadi barang di dalam kantong lohu"
Ditengab suara tertawanya yang amat keras tubuhnya melayang
menuju ke hadapan Ti Then bertiga.
Melihat lelaki berkerudung itu melayang mendekati mereka
bertiga,, Suma San Ho menjadi kuatir, ujarnya dengan cepat.
"Kita bertiga harus terjatuh ketangan saudara hal ini sungguh
merupakan suatu tejadian j?ng sangat beruntung"
"Oooh benar?" teriak leliki berkeru dung itu sambil tertawa
tergelak. "Sedikit pun tidak salah" sahut Suma San Ho membenarkan. "Bun
Jin Cu menawan kami dikarenakan mau membalas dendam
sedangkan saudara cuma hendak menggunakan kami untuk
merebut semacam barang saja"
"Tetapi jikalau Wi Ci To tidak mau menyerahkan barang yang
Lohu minta itu maka kalian pun jangan harap bisa hidup" ujar lelaki
berkerudung itu sambil tertawa seram.
"Sekali pun perkataanmu sedikir pun tidak salah tetapi saudara
pun tidak akan membinasakan kita pada saat ini, bukan begitu?"
Lelaki berkerudung itu tidak memberikan jawabannya, dengan
langkah perlahan dia berjalan menuju kehadaoan Ti Then lalu
mengangkat kepalanya yang tertunduk dengan lemasnya itu.
Ketika dilihatnya sepasang mata Ti Then terpejam rapat-rapat,
sepertinya sedang jatuh tidak sadarkan diri tak terasa lagi dia sudah
tertawa dingin. "Kenapa dengan bangsat cilik ini?"
"Dia sudah terpukul rubuh oleh Bun Jin Cu" sahut Suma San Ho
berbohong. Dengan amat teliti sekali lelaki berkerudung itu memeriksa kedua
buah tiang kayunya yang terpatahksn, melihat ini dia menghela
napas panjang. "Hey"tenaga dalamnya sungguh tidak lemah, kayu yang begitu
kuatnya dia masih bisa mematahkannya"
"Karena dia memutuskan kayu tiang itulah Bun Jin Cu baru
memukulnya hingga jatuh tidak sadarkan diri, pukulannya sungguh
amat kejam sekali." Dengan langkah perlahan lelaki berkerudung itu beralih ke
hadapan Wi Lian In ejeknya sambil tertawa.
"Hee"hee..agaknya kau pun sudah merasakan sedikit deritamu
juga?" Wi Lian In melengos, mulutnya tetap ditutup rapat-rapat.
Lelaki berkerudung itu pun segera beralih ke depan tubuh Suma
San Ho. "Bun Jin Cu bersiap-siap mau melarikan diri kenapa dia tidak mau
membunuh dirimu terlebih dulu?" ujarnya sambil tertawa.
"Kemungkinan sekali dia tidak bermaksud uniuk melarikan diri
meninggalkan istana Thian Teh Kong ini, agaknya dia berusaha
untuk membawa si menteri pintu bersembunyi di suatu tempat lalu
baru balik kemari membawa kita semua meninggalkan ruangan
siksa, siapa sangka mereka sudah tidak kebentur dengan alat
rahasia sehingga menemui ajalnya."
Agaknya lelaki berkerudung dia sama sekali tidak mencurigai
perkataan dari Suma San Ho ini, dia segera mengangguk.
"Sebetulnya Lohu punya maksud sungguh-sungguh untuk
bekerja sama dengan dirinya, asalkan dia mau menyanggupi diri
Lohu maka dia pun tidak akan menerima kematiannya dengan
demikian mengenaskan"
"Sebetulnya saudara bermaksud meminta barang apa dari Pocu
kami?" tiba-tiba tanya Suma San Ho.
"Soal ini kalian tidak perlu tahu" sahutnya ketus.
"Apakah kitab pusaka Ie Cin Keng itu?"
Mendengar disebutnya kitab pusaka Ie Cin Keng lelaki
berkerudung itu segera terbahak-bahak.
"Kitab pusaka Ie Cin Keng itu sekali pun kalian hadiahkan untuk
Lohu sebagai kertas pembersih pantatku. Lohu belum tentu mau."
"Apakah dikarenakan sebuah lukisan?" tiba-tiba timbrung Wi Lian
In, Agaknya lelaki berkerudung itu dibuat melengak, tapi sebentar
kemudian sudah tertawa kembali.
"Haaa . . . haaa . , , haaa , . . bagaimana kalian bisa pikirkan
tentang lukisan" apakah di dalam loteng penyimpan kitab dari
ayahmu itu sudah tersimpan sebuah lukisan yang sangat berharga
sekali?" "Di dalam loteng penyimpan kitab ayahku kecuali kitab serta
lukisan tidak ada barang yang berharga lagi."
"Lobu tidak menghendaki kitab-kitab serta lukisan-lukisan dari
ayahmu itu" ujar lelaki berkerudung itu sambil tertawa. " Sekali pun
kitab serta lukisan lukisan itu lebih berharga lohu tidak akan
memandang barang sekejap pun"
"Lalu kau orang menghendaki barang apa?" Desak Wi Lian In.
"Soal ini kalian tidak perlu tahu" Potong lelaki berkerudung itu
sambil gelengkan kepalanya. "Bukankah lohu tadi sudah bilang
kalian tidak usah ikut mengetahui persoalan ini?"
Tiba-tiba Wi Lian In menghela napas panjang ujarnya,
"Aku sangat haus dapatkah kau orang carikan secawan teh buat
diriku?" "Ditempat ini mana ada teh?" ujar lelaki berkerudung itu sambi
menyapu sekejep kesekeliling tempat itu. "Aku pun tidak tahu, coba kau keluarlah dari sini tolong
membantu aku carikan"
Perasaan curiga segera menyelimuti wajahnya, mendadak dia
tertawa seram. "Heee . . hee , . sekarang aku tahu, bukankab kau sedang
menipu lohu untuk keluar dari sini lalu dengan mengambil
kesempatan itu melarikan diri dari tempat ini?"
"Jikalau kami mem punyai cara untuk melarikan diri tidak akan
menanti sampai sekarang, buat apa kau orang banyak curiga?"
"Tapi kekasihmu segara akan sadar kembali" ujar lelaki
berkerudung itu sambil menuding kearah Ti Then, "Dia sudah
berhasil memutuskan tiang kayu yang mengikat tubuhnya maka
setelah dia sadar kembali dengan cepat dia akan berhasil
melepaskan otot kerbau yang mengikat badannya, bukan begitu?"
"Dia baru saja dipukul dengan amat kejam, tidak mungkin dia
orang bisa sadar kembali dengan cepat" ujar Wi Lian In sambil
menghela napas panjang dengan amat sedihnya.
Lelaki berkerudung itu tak bias menahan gelinya, dia segera
tertawa keras. "Jika kau mau minum the boleh saja, tetapi Lohu harus menotok
jalan darah kakunya dulu"
"Kalau begitu sudahlah, aku tidak jadi minum" teriak Wi Lian In
dengan gugup. "Hal ini semakin membuktikan kalau kau sedang menipu diri
Lobu, sekarang Lohu harus menotok jalan darah kakunya terlebih
dulu" Selesai berkata jari tangannya dipentangkan lalu dengan
kecepatan bagaikan kilat menotok jalan darah kaku pada tubuh Wi
Lian ln. Wi Lian In yang melihat permainannya yang pura-pura malah jadi
berantakan tak terasa lagi menjadi sangat gusar, makinya:
"Bajingan tua, kau tunggu saja setelah ayahku datang tentu ada
tontonan yang bagus buat kau orang"
Lelaki berkerudung itu tertawa terbahak-bahak, kakinya mulai
bergerak mendekati diri Ti Then.
"Lohu memang kepingin sekali kalau ayahmu bisa datang kemari
dengan cepat" Sambil berkata jari tangannya pun dengan cepat diangkat
menotok jalan darah kaku pada tubuh Ti Then.
Pada saat jari tangannya hendak mendekati jalan darah kaku
pada tubuh Ti Then itulah mendadak sepasang tangan dari Ti Then
diangkat, tangan kirinya dengan kecepatan bagaikan kilat
membabat kearah lambungnya.
Seketika itu juga lelaki berkerudung itu mendengus berat,
tubuhnya dengan sempoyongan mundur tiga langkah ke belakang
lalu berjongkok sambil memegangi lambungnya yang kena hajar.
Hal ini memperlihatkan kalau serangan dari Ti Then tadi dengan
amat tepat sekali berhasil menghajar lambungnya sehingga dia
mendapatkan luka dalam yang tidak ringan.
Dengan cepat Ti Then bungkukkan badannya melepaskan otot
kerbau yang mengikat kakinya, dia harus cepat-cepat melepaskan
ikatan kakinya ini untuk meloloskan diri, karena sebentar lagi lelaki
berkerudung itu tentu akan melancarkan serangan ke arahnya.
Tetapi baru saja dia berhasil melepaskan belenggu pada kaki
kanannya lelaki berkerudung itu sudah bangkit berdiri.
Dengan disertai suara bentakan yang amat kerasnya menubruk
maju ke depan, telapak tangan kanannya dipentangkan sehingga
tampaklah lima jarinya yang bagaikan cakar burung elang dengan
amat dahsyat menghajar jalan darah "Yu Bun hiat" pada dada
sebelah kirinya. Datangnya serangan ini sangat dahsyat sekali, agaknya dia
hendak membinasakan Ti Then sebelum terlepas dari ikatan karena
itu tubuhnya pun tidak sanggup untuk meloloskan diri dari tiang
kayu tersebut melihat datangnya serangan pihak musuh terpaksa
tubuhnnya menyingkir ke samping bersamaan pula kaki kanannya
dengan sekuat tenaga menjejak permukann tanah sehingga
tubuhnya akan sedikit meleng, dengan bersusah payah akhirnya dia
berhasil juga menghindarkan diri dari serangan musuh.
Tangannya dengan cepat menyambar otot kerbau yang semula
digunakan untuk mengikat tangannya itu dengan menggunakannya
sebagai cambuk dia melancarkan serangan melilit leher pihak lawan.
Tubuhnya yang harus memikul sebuah tiang kayu yang amat
berat tetapi berhasil juga menghindarkan diri dari satu serangan
dahsyat jeng dilancarkan oleh lelaki berkerudung itu bahkan berhasil
pula menggunakan otot kerbau sebagai cambuk balas melancarkan
serangan membuat Wi Lian In serta Suma San Ho yang melihatnya
merasa sangat kagum, tak terasa lagi mereka berteriak mcmuji.
Sebaliknya gerakan silat dari lelaki berkerudung itu pun tidak
bodoh, bukannya mundur tubuhnya semakin mendesak maju ke
depan, tubuhnya yang sebelah atas membungkuk untuk
menghindarkan diri dari ancaman otot kerbau dari Ti Then
sedangkan sepasang telapak tangannya bersama-sama membabat
ke depan menghajar pinggang dari Ti Then.
Kecepatan geraknya amat mengagumkan sekali laksana
berkelebatnya sinar kilat di tengah udara.
Ti Then segera bersuit panjang mendadak dengan membawa
serta tiang kayu yang mengikat badannya dia meloncat sejauh lima
enam kaki jauhnya ke ujung kanan dari dinding batu itu.
Di bawah dinding batu itu tersedialah bermacam-macam alat
siksa yang diantaranya tergantung sebuah rantai besi.
Dengan cepat Ti Then menyambar rantai besi itu kemudian
digetarkan dan menyapu ke tubuh lelaki berkerudung yang saat itu
datang mengejar. Melihat datangnya serangan rantai lelaki berkerudung itu segeta
tertawa dngin kakinya menggelincir ke samping, tubuhnya dengan
cepat rebah kekiri, telapak tangan kirinya bagaikan kilat cepat
menyambar datangnya serangan rantai dari Ti Then itu.
Ti Then mana mau membiarkan rantainya tertangkap, dengan
cepat tangannya digetarkan kembali, rantai besi itu mendadak
bagaikan seekor ular dengan licinnya beputar-putar lalu dengan
dahsyatnya menusuk ke dada pihak lawan.
Agaknya lelaki berkerudung itu sama sekali tidak menyangka
kalau Ti Then bisa memainkan rantai itu sehingga demikian


Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sempurnanya, untuk sesaat dia tidak sanggup untuk memecahkan
jurus tersebut terpaksa dengan cepat tubuhnya melayang mundur
kembali ke belakang. Ti Then berhasil mendesak mundur pihak lawannya dengan cepat
dia meloncat kembali ketengah udara kemudian memepetkan tiang
kayunya pada dinding batu.
Kiranya dia sudah menemukan kalau di atas dnding itu
tergantung sebuah golok baja, dia berharap bisa memperoleh golok
baja itu sehingga bisa digunakan untuk memutuskan otot kerbau
yang mengikat kakinya. -ooo0dw0ooo- Jilid 23 : Wi Ci To datang memenuhi janji
Sudah tentu lelaki berkerudung itu pun mengetahui maksud
hatinya, karena itu setelah tubuhnya terdesak mundur ke belakang
disertai dengan suara bentakan yang amat keras tubuhnya sekali
lagi menubruk ke arah depan.
Ti Then yang meloncat kearah dinding di mana tergantung golok
baja itu sama sekali tidak segera mencabut keluar golok tersebut.
Mendadak dia membentak keras, rantai besi ditangannya dergan
sekuat tenaga diobat-obitkan ke depan lalu meluncur terlepas dari
tangannya. Rantai besi itu bagaikan seutas tali dengan kecepatan tinggi
meluncur dengan dahsyatnya menghajar tubuh lelaki berkerudung
itu. Agaknya lelaki berkerudung itu sama sekali tidak menyangka Ti
Then bisa melakukan hal itu, untuk sesaat lamanya dia terdesak
untuk menyingkir ke samping kiri menghindar diri dari sambitan
rantai besi itu. Dan pada saat yang amat singkat itulah Ti Then sudah berhasil
mencabut keluar golok baja yang tergantung di atas dinding lalu
dengan beberapa kali bacokan berhasil memutuskan otot kerbau
yang mengikat kaki kirinya.
Dengan demikian dia sudah bebas dari belenggu.
Setelah tidak ada tiang kayu yang mengganggu gerakannya pun
semakin bebas lagi, serangan yang dilancarkan kearah lelaki
berkerudung itu menjadi semakin gencar siapa tahu pada saat dia
hendak menggerakkan golokya melancarkan serangan itulah lelaki
berkerudung itu sudah berhasil meloncat ke hadapan Wi Lian In.
Telapak tangan lelaki berkerudung itu dengan cepat ditekan ke
atas batok kepala dari Wi Lian ln sembari membentak mengancam :
"Jangan bergerak, sedikit kau bergerak saja Lohu segera akan
menyagal budak ini" Ti Then sama sekali tidak menyangka kalau orang berkerudung
itu bisa menggunakan cara yang paling rendah untuk mempersalahi
dirinya, dia segera menghentikan langkahnya.
"Heee . . heee - . beranikah kau bertempur secara jujur dengan
diriku?" tantangnya dengan wayah adem.
Ketika lelaki berkerudung itu melihat ternyata dia benar-benar
tidak berani bergerak maju hatinya merasa agak lega, dia pun
tertawa dingin dengan amat seramnya,
"Aku tidak ada keperluan untuk berbuat demikian." serunya.
"Tidak kusangka di dalam Bu lim ternyata masih ada juga
manusia yang tidak tahu malu seperti kau" Dengus Ti Then dengan
amat gusar. Lelaki berkerudung itu segera menyengir kejam.
"Lohu tidak malu, yang aku takuti cuma tujuanku yang tidak
mencapai sukses" "Sekarang kau tidak akan bisa mencapai tujuanmu lagi, jikalau
kau ingini nyawamu cepatlah bergelinding dari sini,"
"Hmm, sekarang Lohu masih ada di atas angin, kenapa harus
menggelinding dari sini ?" Serunya dengan nada mengejek.
Mendadak suaranya berobah menjadi amat keren, dengan
gusarnya dia membentak: "Lepaskan golokmu, kalau tidak jangan salahkan lohu tidak
berlaku sungkan-sungkan lagi terhadap budak ini "
"Ti Kiauw tauw,jangan perduli dirinya " Teriak Wi Lian In dengan
cepat, "Cepat kau serang dia orang, kau tidak usah mengurusi diriku
lagi." Telapak tangan kiri dari lelaki berkerudung itu dengan cepat
dipentangkan di depan dadanya dengan gaya hendak meraba
teteknya. "Kau surgguh-sungguh tidak takut ?" ancamannya sambil tertawa
menyengir dengan kejamnya.
Seketika itu juga air muka Wi Lian In berubah pucat pasi, dia
tidak berani membuka mulut lagi.
Ketika lelaki berkerudung itu melihat dia tidak berani berteriak
lagi kepalanya dengan perlahan ditoleh kearah Ti Then.
"Kau dengar tidak" Lohu perintah kau untuk melepaskan golok
tersebut" Walau pun Ti Then tahu kalau pihak lawannya tidak akan turun
tangan jahat dengan membinasakan diri Wi Lian In tetapi dia pun
tidak berani menggunakan taruhan nyawa Wi Lian In untuk
menempuh bahaya, segera dengan hati uring-uringan dia
melemparkan goloknya ke atas tanah, tetapi mulutnya tetap
memperdengarkan suara tertawa dingin yang tak henti-hentinya,
"Sekali pun golok ini aku lepaskan tetapi kukira kau belum bisa
mengapa-apakan diriku ?"
"He.. hee kau bangsat cilik lihat saja nanti'" seru lelaki
berkerudung itu sambil tertawa seram.
Sehabis berkata mendadak tangan kirinya diulur memeluk
pinggang dari Wi Lian In dengan membawa sekalian tiang kayunya
dia berjalan menuju ke pintu depan.
Ti Then yang tidak tahu dia orang hendak berbuat apa terhadap
Wi Lian ln ketika melihat dia membawa pergi Wi Lian In dari sana
hatinya menjadi amat cemas tak terasa lagi tubuhnya maju satu
langkah ke depan teriaknya dengan gusar:
"Kau mau berbuat apa terhadap dirinya?"
Telapak tangan kanan dari lelaki berkerudung itu dengan cepat
ditekankan kembali ke atas batok kepala Wi Lian In,
"Jangan bergerak." teriaknya kasar, "Apakah kau ingin melihat
budak ini menemui ajalnya ditanganku ?"
"Kau hendak membawa dirinya kemana ?"
"Tidak akan meninggalkan ruangan siksa ini. Lohu sudah datang
dengan membawa seorang pembantu."
Diam-diam Ti Then merasa amat terperanyat sekali, tak terasa
lagi dia sudah bertanya :
"Kau sudah membawa pembantu " "
"Benar, dia sekarang berada di depan pintu ruangan siksa ini ?"
sahut lelaki berkerudung itu dtngaa amat bangga.
Sambil berkata dengan menyeret tubuh Wi Lian In dia
mengundurkan diri dari pintu batu itu.
Pada saat dia mengundurkan diri ke depan pintu batu itulah
dengan amat gesit tangannya rnelancarkan cengkeraman
mengangkat sesosok tubuh manusia ke atas.
Orang itu bukan lain adalah Liuw Khiet yang membawa dia orang
memasuki ruangan siksa ini.
Sudah tentu Ti Then tidak kenal dengan Liuw Khiet, ketika
dilihatnya tubuh orang itu amat kaku dia orang segera mengerti
kalau orang tersebut sudah tertotok jalan darahnya oleh lelaki
berkerudung itu, dalam hati dia merasa semakin heran.
"Orang inikah pembantumu?" tanyanya perlahan.
"Tidak salah" sahut lelaki berkerudung sambil mengangguk. "Jika
dia menginginkan nyawanya sudah tentu harus menjadi pembantu
lohu" "Siapakah sebenarnya dia orang?" tanya Ti Then kembali.
"Dia bernama Liuw Khiet, yang semula merupakan salah seorang
anak buah dan istana Thian Teh Kong yang bekerja di ruang alat
rahasia " "Tentang hal ini aku sama sekali tak menduga, kiranya di tempat
ini masih ada dia seorang yang belum meninggalkan istana Thian
Teh Kong ini" "Tidak" bantah lelaki berkerudung itu dengan cepat "Dia sudah
pergi dari sini tapi Kembali lagi untuk mencuri harta kekayaan dari
Bun Jin Cu, akhirnya dia tidak untung sudah berhasil Lohu tangkap"
Dia melepaskan tubuh Liuw Khiet itu ke atas tanah lalu dengan
kerennya dia membentak. "Hey Liuw Khiet, kau ingin mati atau hidup ?"
"Mau hidup . . mau hidup" sahut Liuw Khiet dengan suara
gemetar, "Hamba mau menjadi pembantu dari kau orang tua"
"Kalau begitu sangat bagus sekali"sahut lelaki berkerudung itu
sambil tertawa, "Apa yang Lohu perintahkan kau harus
melakukannya dengan cepat, tahu tidak ?"
"Tahu . . tahu . , tahu."
"Kau orang bisa menotok jalan darah ?" tanya lelaki berkerudung
itu. "Sedikit-sedikit saja."
"Kalau begitu kau pun kenal letaknya jalan darah di tubuh
manusia bukan ?" tanya lelaki berkerudung itu lagi dengan suara
yang amat dingin. "Kenal ... kenal"
"Bagus sekali " seru lelaki berkerudung itu dengan amat
gembira. "Sekarang Lohu mau membebaskan jalan darahmu yang
tertotok lalu kau pergi menotok jalan darah kaku dari bangsat cilik
itu, berani tidak ?"
"Asalkan kau orang tua masih menguasai nona Wi itu hamba
sudah tentu berani" "Bagus sekali" teriak Ielaki berkerudung itu lagi dengan amat
gembiranya. "Baik-baiklah kau membantu Lohu untuk menguasahi
ketiga orang itu, setelah urusan selesai Lohu pasti akan perseni
dirimu banyak-banyak bahkan melepaskan kau dari sini."
"Baik .. baik terima kasih atas kebaikan budi kau orang tua."
"Tetapi bilamana kau orang berani memperlihatkan permainan
busuk seketika itu juga Lohu akan mencabut nyawamu saat itu
juga" "Baik ,. baik, hamba tidak berani" seru Liuw Khiet berulang kali.
Telapak tangan dari lelaki berkerudung itu segera menepuk ke
atas badannya membebaskan jaian darah kakunya yang tertotok.
"Nah sekarang bangunlah."
Liuw Khiet berdiam diri sebentar lalu baru bangkit berdiri, dengan
gaya yang amat hormat ujarnya:
"Sekarang aku harus pergi menotok jalan darahnya ?"
"Tidak salah" sahut lelaki berkerudung itu mengangguk.
"Sewaktu turun tangan kau harus melancarkannya dengan sekuat
tenaga" "Dia tidak akan melawan bukan?" tanya Liuw Khiet lagi dengan
ketakutan sambil melirik sekejap kearah Ti Then.
"Tidak mungkin berani" sahut lelaki berkerudung itu tertawa,
"Jika dia berani melawan maka nona Wi inilah yang akan menderita
terlebih dulu" Mendengar perkataan tersebut nyali Liuw Khiet jadi bertambah
besar, dengan gaya seekor anying hendak menggigit manusia
dengan langkah perlahan dia berjalan mendekati tubuh Ti Then.
"Liuw Khiet" seru Ti Then sambil tertawa. "Kau sungguh amat
bodoh, sewaktu kau berhasil menotok jalan darah kakuku maka dia
akan turun tangan membinasakan dirimu,, dia selamanya tidak
pernah melepaskan siapa pun "
"Cuh, kau bangsat cilik tidak usah banyak omong lagi" Bentak
Liuw Khiet dengan amat gusar "Pandanganku orang tua jauh lebih
terang dari dirimu, siapa yang bisa dipercaya aku baru
menentukannya sendiri"
"Jikalau kau orang tidak parcaya terhadap omonganku,
silahkanlah untuk cepat turun tangan" sahut Ti Then kemudiaa
sambil tertawa serak, "Angkat tanganmu ke atas." Bentak Liuw Khiet dengan cepat.
Ti Then tertawa dia menurut saja, perintah tersebut dengan
mengangkat tangannya ke atas,
Jari telunjuk serta jari tengah dari Liuw Khiet dengan amat
tepatnya menghajar jalan kaku dari Ti Then.
Seketika itu juga Ti Then rubuh ke atas tanah.
Saat itulah lelaki berkerudung itu baru bisa menghembuskan
napas lega, dia segera meletakkan tubuh Wi Lian In ke atas tanah
lalu tertawa ter-babak-bahak.
"Bagus .... bagus sekali. sekarang seret dia orang kemari lalu
mengikat tangan serta kakinya dengan menggunakan otot kerbau
tersebut, " Liuw Khiet menyahut dan menarik sepasang kaki Ti Then untuk
dibawa menuju ketengah itu antara tubuh Wi Lian In serta Suma
San Ho, setelah itu memungut otot kerbau yang menggeletak di
atas tanah. Dengan perlahan dia memungut dua utas otot kerbau, baru saja
tubuhnya hendak berjalan menuju ke samping tubuh Ti Then
mendadak air mukanya berubah sangat hebat, sambil
membelalakkan matanya lebar-lebar dia memandang ke depan pintu
itu lalu berteriak dengan amat keras
"Iiiih siapa kau?"
Ssbenarnya saat ini telaki berkerudung itu sedang berdiri
membelakangi pintu batu tersebut, mendengar perkataan itu
dengan amat terkejut sekali dia putar badannya ke belakang lalu
melancarkan satu serangan dahsyat ke depan.
Perubahan yang dilakukan amat cepat sekali, laksana
berkelebatnia kilat, siapa tahu setelah melancarkan serangannya itu
dia segera menemukan kalau di depan pintu batu itu sama sekali
tidak menemui jejak musuh.
Sedang saat dia merasakan kalau di depan pintu tidak tampak
adanya orang itulah mendadak punggungoja sudah terhajar oleh
satu pukulan yang amat dahsyat sekali.
Orang yang melakukan serangan dahsyat itu bukan lain adalah Ti
Then sendiri. Kiranya Liuw Khiet tadi sama sekali tidaksecara sungguh-sungguh
metotok jalan darah kakunya, sedangkan di dalam ruangan siksa itu
pun sama sekali tidak terdapat manusia lain.
Setelah lelaki berkerudung itu merasakan punggungnya kena
hajar dengan amat keras itulah dia segera merasa dirinya sudah
kena tipu, tubuhnya dengan cepat berjumpalitan keluar dari pintu
batu itu lalu dengan amat cepatnya melayang keluar dari ruangan
bawah tanah itu. Ti Then segera membentak keras, tubuhnya meloncat ke atas
melakukan pengejaran dari belakang.
Liuw Khiet pun dengan tergesa-gesa memungut golok yang ada
di atas tanah lalu meloncat ke samping tubuh Wi Lian ln dengan
menggunakan golok itu dengan cepat dia memutuskan otot kerbau
yarg mengikat tangan kakinya setelah itu menyusul memutuskan
otct kerbau yang mengikat tangan serta kaki dari Suma San Ho.
Perubahan yang terjadi secara mendadak ini benar benar berada
diluar dugaan dan Wi Lian In mau pun Suma San Ho sendiri, Wi
Lian In dangan membelalakan matanya memandang kearah Liuw
Khiet serunya dengan amat terkejut bercampur girang.
"Kau . . . kau tidak menotok jalan darah kakunya?"
Liuw Khiet setelah memutuskan otot kerbau yang mengikat
tangannya Suma San Ho dia segera berjongkok memutuskan otot


Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kerbau yang mengikat kakinya., saat itu dia segera tertawa
sahutnya. "Tidak, bukankah tadi hamba sudah bilang pandangan hamba
jauh lebih jelas siapa yang bisa dipercaya siapa yang tidak bisa dipercaya,"
"Bagus sekali" teriak Wi Lian In dengan amat girang sekali. "Kau
jadi manusia tidak jelek juga, nanti kami tentu baik-baik
mengucapkan terima kasih kepadamu"
Berbicara sampai di situ tubuhnya sudah menerjang keluar dari
ruangan siksa tersebut. Saat ini Liuw Khiet sudah berhasil memutuskan seluruh otot
kerbau yang mengikat tubuh Suma San Ho.
Dengan cepat Suma San Ho meloncat kearah dinding sebelah kiri
untuk mencabut keluar sebilah pedang yang tergantung di sana.
Baru saja dia hendak menerjang keluar dari ruangan itu untuk
menyusul diri Wi Lian In mendadak tampak Wi Lian In sudah balik
kembali ke dalam ruangan siksa itu.
"Kenapa kau?" seru Suma San Ho tertegun.
"Sungguh cepat sekali." teriak Wi Lian In dengan wayah amat
terkejut, "Mereka sudah berlari meninggalkan tempat ini dengan
amat cepatnya," Air muka Liuw Khiet segera berubah sangat hebat.
"Kalau begitu tentu mereka sudah berlari masuk ke dalam
ruangan bawah tanah yang pernah dipasangi dengan alat-alat
rahasia itu. kalau tidak mereka tidak akan lari dengan cepatnya."
Mendengar perkataan tersebut Wi Lian In menjadi sangat
terperanyat sekali. "Dua buah jalan rahasia itu yang mana baru menuju ke tempat
alat rahasia itu" tanyanya dengan cemas.
"Jalan di bawah tanah yang berbelok ke kanan dan terus
lempeng itu merupakan jalan di bawah tanah yang sudah dipasangi
dengan delapan belas buah alat rahasia"
"Bukankah tadi bajingan tua itu bilang sudah berhasil merusak
kedelapan belas buah alat rahasia tersebut?"
"Dia sedang omong kosong." seru Liuw Khiet dengan cepat.
"Kalau begitu" ujar Wi Lian In kembali "Bagaimana dia sampai di
dalam ruangan siksa ini dengan selamat tanpa melewati kedelapan
belas alat rahasia tersebut?""
"Dia memaksa hamba untuk membawa dia masuk kemari dengan
mengambil jalan rahasia yang lain."
"Kalau begitu" ujar Wi Lian In dengan keheranan, "Kenapa dia
tidak melarikan diri dengan melalui jalan rahasia yang semula?"
"Pada ujung jalan rahasia itu terdapat sebuah alat rahasia yang
digunakan untuk naik turun" ujar Liuw Khiet menerangkan,
"Mungkin dia melihat waktunya untuk mencapai jalan tersebut tidak
sempat lagi makanya dia memilih jalan rahasia yang dipasangi
dengan delapan belas alat rahasia itu untuk melarikan diri " . .cepat,
kita pergi lihat " Selesai berkata dia berlari terlebih dahulu memimpin yang lain
untuk berlari ke depan. Wi Lian In serta Suma San Ho yang mengikuti dari belakang
bersamaan sudah bertanya.
"Kau memahami jalan di sini?"
"Paham" sahutnya cepat, "Aku cuma takut tidak sempat
menyusul mereka, alat rahasia yang berada di paling depan
bernama "Siang Sek Sin Peng " atau sepasang batu mengepres kue,
alat tersebut amat libay sekali"
"Apa itu Siang Sek Sin Peng,?" tanya Suma San Ho kebingungan.
"Jikalau kita tidak mengerti bagaimama cara jalannya melalui
tempat itu maka bilamana kita menyenggol alat rahasia dari kedua
belah dinding akan muncul batu besar, yang bersama-sama
menggencet menjadi gepeng, itulah yang dinamakan Siang Sek Sin
Peng." Wi Lian In yang mendengar kelihayan dari alat rahasia itu hatinya
segera merasa berdebar debar.
"Jika bajingan tua itu berhasil digencet mati itulah paling bagus,
cuma aku takut .. takut Ti Kiauw tauw pun ikut menemani dirinya."
"Semoga saja merekajangan sampai begitu ... " Sela Liuw Khiet
dengan ce pat. Selesai berkata dengan amat cepatnya dia berlari ke depan,
mendadak dengan wayah terperanyat dan muka pucat dia
menghentikan langkahnya. "Kenapa?"" tanya Wi Lian In dengan cepat sewaktu dilihatnya dia
orang ketakutan. "Coba kajian libat" serunya sambil menuding ke depan.
Wi Lian In serta Suma San Ho dengan cepat mengalihkan
pandangan matanya, mengikuti arah yang dituding oleh Liuw Khiet
itu. tampaklah kurang lebih tiga kaki dari mereka berdiri jalan
rahasia tersebut sudah terhalang oleh dua buah pintu batu yang
amat rapat sekali, Wi Lian menjadi bingung, tanyanya.
"Kau tidak bisa membuka pintu batu yang besar itu?"
"Itu bukan pintu batu" seru Liuw Khiet dengan cepat sembari
menarik napas panjang-panjang. "Itulah yang tadi hamba
maksudkan sebagai alat rahasia Siang San Sin Pek, kedua buah batu
itu merupakan batu yang digunakan untuk menggencet ke tengah.
Sedang saat ini kedua buah batu besar itu sudah merapat satu
sama lainnya hal ini sudah tentu berarti juga kalau alat rahasia itu
sudah menggencet sesuatu."
Wayah Wi Lian In segera berubah amat hebat, serunya,
"Jadi maksudmu, mereka sudah tergencet di dalam?"
" Kemungkinan sekali memang demikian .. " sahut Liuw Khiet
mengangguk. Wayah Wi Lian In segera berubah menjadi amat sedih sekali,
sambil mencekal tangan Liuw Khiet serunya dengan suara setengah
menangis. "Apa betul-betul tidak ada jalan untuk meloIoskan diri?"
Liuw Khiet segera tertawa pahit.
"Panjang kedua buah batu ini ada lima kaki, jikalau sewaktu
mereka menyenggol alat rahasia itu dapat segera meloncat mundur
kemungkinan sekali bisa lolos . ..tetapi menurut apa yang sudah
sering terjadi mereka tidak mungkin berhasil mencapai lima kaki
jauhnya di dalam satu kali loncatan saja."
Mendengar keterangan itu Wi Lian In menjadi amat sedih,
mendadak dia menutupi wayahnya dengan tangan lalu menangis
terseduh-seduh dergan amat sedihnya.
"Eeeeh jangan menangis,jangan menangis" seru Suma San Ho
dengan gugup, "Kita sama sekali tidak mendengar kalau mereka
sudah memperdengarkan suara yang mencurigakan, kemungkinan
sekali sebelum kedua buah batu besar itu menggencet ketengah
mereka sudah berhasil meloncat keluar dari jalan rahasia ini."
"Kaujangan menghibur diriku," seru Wit Lian In sambil menangis
semakin keras, "Tidak perduli siapa pun tidak mungkin berhasil
meloncat sejauh lima kaki hanya di dalam satu kali loncatan saja,
dia, . . . dia tentu sudah tergencet di tengah."
"Dapatkah kau memisahkan kedua buah batu besar itu ?" tanya
Suma San Ho kemudian kepada Liuw Khiet.
"Dapat .... dapat " jawab Liuw Khiet mengangguk. " Tetapi
hamba harus berputar satu jalan yang amat panjang sekali baru
bisa sampai di dalam kamar alat rahasia tersebut, aiat untuk
membuka alat rahasia "Siang Sak Sia Peng " ini pun berada di
dalam kamar rahasia tersebut"
"Kalau begitu bagaimana kalau kau pergi membuka alat rahasia
ini terlebih dulu ?" ujar Suma San Ho dengan gugup.
"Baiklah, kalian harap tunggu sebentar di sini "
Selesai berkata dengan cepat dia putar badan meninggalkan
tempat itu. Suma San Ho dengan perlahan menoleh kearah Wi Lia n In dan
hiburnya dengan kata-kata yang halus:
"Sumoay untuk sementara waktu lebih baik kaujangan bersedih
hati dulu, " Ie-heng percaya Ti Kiauw tauw tidak mungkin menemui
bencana, dari wayahnya jelas memperlihatkan kalau dia orang
bukanlah seorang yang pendek usia . ."
"Sungguh ?" tanya Wi Lian In mendadak sambil angkat kepalanya
yang sudah dibasahi oleh butiran air mata itu.
"Sungguh" jawab Suma San Ho mengangguk. "Alisnya panjang
sekali hal ini membuktikan kalau dia orang termasuk orang yang
panjang umur, dia tidak mungkin bisa mati dengan begitu
mudahnya," "Kau bisa meramal ?" tanya Wi Lian In tertegun.
"Benar" sahut Suma San Ho sambil tertawa paksa, "Cuma hanya
paham sedikit kulitnya saja"
Wi Lian In menundukkan kepalanya kembali sambil menangis
tersedu-sedu. "Jika dia mati aku pun tidak ingin hidup lebih lanjut, kau tahu
tidak dia jadi orang amat baik, dia sangat baik sekali terhadap
diriku, bahkan kita . . kita , , ."
"Benar, orang budiman akan selalu di lindutgi Thian, dia tidak
akan mati" coba hibur Suma San Ho sekali lagi, tak urung nada
suaranya menunjukkan kesedihan hatinya pula.
"Tetapi aku mengetahui dengan amat jelas kepandaian silat yang
dimilikinya, tak mungkin bisa sekali loncat mencapai sejauh lima
kaki" Jika seseorang mencapai pada saat kritis yang mengancam
jiwanya kadang kala bias muncul suatu tenaga gaib yang sesuatu
luar biasa sekali, Ie-heng percayaTi Kiauw tauw pasti lolos dari mara
bahaya ini" Mendadak Wi Lian In meloncat ke hadapan kedua buah batu
raksasa itu lalu berteriak menghadap ke arah celah yang ada di
tengahnya: "Ti Kiauw tauw" Ti Kiauw tauw, kau berada dimana?"
Selesai berteriak dia menempelkan telinganya kearah celah-celah
tersebut untuk pusatkan perhatiannya mendengar.
Tetapi dia segera menjadi kecewa, dia sama sekali tidak
mendengar sedikit suara pun dari Ti Then.
Suma san Ho segera maju ke depan menariknya ke belakang.
"Kemungkinan sekali dia sudah jauh meninggalkan tempat ini"
ujarnya. "Karena itu dia orang sudah tidak mendengar suara
teriakanmu itu" "Jalan rahasia ini adalah lurus, jikalau dia masih hidup sudah
seharusnya mendengar suara teriakanku ini"
"Tadi Liuw Khiet sudah berkata kalau di dalam jalan rahasia ini
dipasang delapan belas buah alat rahasia, jikalau alat rahasia
tersebut sudah mulai bergerak belum tentu jalan rahasia ini masih
tetap lurus seperti semula"
"Itu Liuw Khiet sudah pergi amat lamanya tidak ada beritanya
lagi" Apa dia sudah melarikan diri?" gumam Wi Lian In kemudian.
"Tidak mungkin, dia memberi bantuan dulu kepada kita tidak
mungkin dia orang akan melarikan diri"
"Aku ada satu hal yang tidak paham" ujar Wi Lian In
mengemukakan keberatan hatinya. "Kenapa dia orang bias berdiri di
pihak kita?" "Karena dia tahu kita tidak akan membinasakan dirinya"
"Sungguh sayang sekali Ti Kiauw tauw tidak berhasil melukai
bajingan tua itu dengan pukulannya tadi" seru Wi Lian In sambil
menghela napas panjang. "Jikalau pukulannya tadi berhasil
membinasakan dirinya maka sudah tentu tidak akan terjadi peristiwa
semacam ini" "Kenapa tidak?" sambung Suma San Ho. "Tetapi hal ini tidak bias
dikatakan karena tenaga dalam Ti Kiauw tauw terkuras pada saat itu
dia melancarkan serangan dengan berbaring sudah tentu tenaga
dalamnya tidak dapat dikerahkan sepenuh tenaga, apalagi bajingan
tua itu?" Perkataannya belum selesai mendadak terdengar suara
berderiknya batu-batuan yang amat ramai, kedua belah batu
raksasa yang merapat tadi dengan perlahan mulai bergeser kekanan
dan kekiri. Di dalam sekejap saja batu tersebut sudah kembali menjadi
sebuah jalan rahasia. Walau pun jalan rahasia itu amat gelap tetapi mereka berdua
hanya di dalam sekali pandang saja bisa melihat pada batu cadas
yang ada di sebelah kanan terbanting sesosok mayat manusia yang
kini sudah d buat gepeng oleh gencetan batu.
Dengan suara yang amat keras Wi Lian In menjerit ngeri
tubuhnya menjadi lemas seketika itu juga dia jatuh tidak sadarkan
diri di atas tanah. Suma San Ho menjadi amat terperanyat, dengan gugup dia
membangunkan badannya kembali sambil berteriak dengan suara
yang amat cemas : "Sumoay, sumoay, kau bangunlah."
Wi Lian In sedikit pun tidak berkutik, biji matanya yang setengah
terbuka dan setengah tertutup itu berputar kearah atas, tubuhnya
amat lemas jelas sekali dia memang sudah jatuh tidak sadarkan diri.
Suma San Ho berteriak lagi beberapa kali tetapi dia tetap jatuh
tidak sadarkan dirinya, terpaksa dia meletakkan kembali tubuhnya
ke atas tanah lalu berlari memasuki jalan rahasia tersebut
keadaasnya saat ini amat bingung sekali karena dia tahu orang yang
sudah kena gencet mati itu pasti Ti Then, dia bisa mengambil
kesimpulan ini karena ada sebuah alasan yang amat kuat. Sewaktu
alat rahasia itu muIai berjalan lelaki berkerudung itu berlari dipaling
depan sehingga dia masih mem punyai harapan untuk meloloskan
diri, sebaliknya Ti Then yang melakukan pengejaran di belakang
pasti sukar untuk meloloskan diri, hal ini sudah terang jelas sekali
dan masuk diakal. Tetapi sekali pun begitu dia masih mem punyai satu harapan, dia
mengharapkan orang yang sudah kena gencet mati itu bukanlah Ti
Then. Dengan langkah yang amat cepat dia terlari mendekati mayat itu,
terlihatlah seluruh tulang dari mayat itu sudah kena gencet sehingga
gepeng laksana selembar kertas saja, keadaannya penuh dilumuri
dengan darah sehingga karena amat menyeramkan sekali.
Dikarenakan keadaan di dalam ruangan bawah tanah itu amat
gelap untuk beberapa saat lamanya dia tidak bisa membedakan
yang mati itu Ti Then atau si lelaki berkerudung itu, tiba-tiba dia
teringat kembali dengan lampu lentera yang tergantung di dalam
ruangan siksa, tubuhnya dengan cepat berlari balik mengambil
lampu lentera itu kemudian kembali lagi ke tempat semula.
Dengan meminyam sinar lentera itu dia melakukan pemeriksaan
dengan amat telitinya terhadap mayat tersebut sudah lama
membeku, hatinya menjadi sangat girang sekali, dengan cepat dia
meloncat balik, ke sampinng tubuh Wi Lian ln sembari teriaknya
keras : "Sumoy! cepat bangun, orang yang kena gencet mati itu bukan
Ti Kiauw-tauw. " Perkataan ini ternyata amat manjur sekali jika dibandingkan
dengan obat mujarab lainnya, seketika itu juga Wi Lian ln sadar
kembali dari pingsannya. "Kau bilang apa ?" tanyanya dengan cemas.
"Ti Kiauw-tauw tidak mati" seru Suma San Ho dengan amat
girang-

Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Sungguh" " teriak Wi Lian ln sambil meloncat bangun.
"Sungguh." Dengan cepat Wi Lian ln merebut lampu lentera yang ada
ditangannya dan berlari menuju ke ruangan bawah tanah itu.
Ketika dia dapat melihat " Lembaran " mayat itu tak terasa lagi
hatinya menjadi bergidik, dengan ketakutan teriaknya :
"Aduh ,.. sungguh sukar sekali untuk dilihat, dia . .orang siapa " "
"Dia bukan Ti Kiauw-tauw juga bukan bajingan tua itu"
"Bagaimana kau bisa tahu kalau dia bukan bajingan tua itu?"
teriak Wi Lian In dengan terperanyat.
"Coba kau lihat darah dari mayat itu sudah lama membeku," ujar
Suma San Ho sambil menuding kearah mayat tersebut, jikalau yang
mati adalah Ti Kiauw-tauw atau bajingan tua itu maka orang yang
baru saja mati kena gencet darah yang mengalir keluar tidak
mungkia bisa langsung membeku,"
"Tidak salah." Sahut Wi Lian In setelah memeriksa dengan teliti
mayat itu,"Bahkan baju yang dia pakai pun tidak mirip dengan
pakaian yang d pakai oleh Ti Kiauw tauw. tetapi siapakah orang ini"
" "Aku duga dia orang tentu salah satu dari anak buah Bunn Jin
Cu, kemungkinan sekali orang ini meminyam kesempatan sewaktu
semua orang memberontak memasuki ruangan bawah rahasia ini
untuk mencari harta siapa tahu sudah kena gencet alat rahasia
hingga menemui ajalnya"
Sekali lagi Wi Lian In mengangguk dengan perlahan matanya
beralih kearah depan. "Kalau begitu Ti Kiauw tauw setelah pergi kemana?" tanyanya.
"Sudah tentu berada di jalan rahasia sebelah depan, nanti biarlah
kita tunggu Liuw Khiet datang dulu kemudian kita baru?"
Baru saja dia berbicara sampai di situ mendadak terdengar dari
dalam ruangan bawah tanah itu berkumandang datang suara
seseorang. "Kalian berdua harap berlega hati seluruh alat rahasia yang ada
di dalam ruangan bawah tanah ini sudah hamba tutup"
Suara dari Liuw Khiet dengan amat ringannya berkumandang
datang dari suatu tempat yang agaknya amat jauh sekali.
Suma San Ho menjadi melengak, dengan cepat dia menyuruh Wi
Lian In mengangkat tinggi lampu lentera itu, saat itulah mereka
baru menemukan di at as dinding atap ruangan tersebut terdapat
sebuah lubang yang bulat kecil, segera dia angkat kepalanya
berteriak : "Liuw Khiet, kaukah " "
"Benar" sahut Liuw Khiet dengan keras, "Kalian berdua sekarang
sudah berada di tengah-tengah alat rahasia Siang Sek Sia Peng ini.
apakah kalian menemukan sesuatu ?"
"Di sini sudah kena gencet seseorang, tetapi dia bukan Ti Kiauw-
tauw juga bukan orang berkerudung itu" teriak Suma San Ho
dengan keras. "Oooh ,. kalau tidak siapa yang sudah kena gencet sehingga mati
?" seru Liuw Khiet dengan terperanyat.
"Aku tidak kenal, tetapi darah dari mayat sudah membeku,
kelihatannya dia sudah mati dua hari yang lalu."
"Kalau begitu dia tentulah orang dari istana Thian Teh Kong . . "
"Hey Liuw Khiet. kau berada di dalam kamar alat rahasia?" teriak
Wi Lian In bertanya. "Benar" "Kau yang berada di dalam kamar rahasia dapatkah melihat
semua keadaan alat-alat rahasia tersebut?"
"Aku tidak bisa melihatnya secara langsung, tetapi dari
perubahan yang terjadi di sini aku bisa tahu alat rahasia mana
sudah mulai jalan . ."
"Kalau begitu" potong Wi Lian In dengan cepat. "Sebelum kau
menutup semua alat-alat rahasia yang sudah berjalan" "
ooo O ooo "Sudah ada tiga macam alat rahasia yang bekerja, yaitu" Siang
Sek Sia Peng, Thay San Ya Ting - serta - ln Sian Wan", alat rahasia "
Thay San Ya Ting " itu terletak jalan rahasia depan kalian, hamba
sudah menaikkannya."
Tidak menanti dia bicara habis Wi Lian In sudah bertanya
kembali dengan cemas "Apakah yang dimaksud sebagai Thay San Ya Ting serta In Sian
Wang itu ?" "Yang dimaksud sebagai Thay san Ya Ting adalah sebuah plat
besi yang beratnya dua ribu kati bergerak dari atas atap di jalan
rahasia ini menuju ke bawah dan dapat membuat orang menjadi
hancur" "Lalu adakah orang yang kena kena ditindih mati oieh alat
rahasia Thay San Ya Ting itu ?" tanya Wi Lian In terperanyat,
"Tidak ada,, tetapi di dalam alat rahasia In Sian Wang agaknya
sudah menawan seorang, hamba tidak tahu orang yang ada di
dalam alat rahasia In Sian Wang itu Ti siauw hiap atau lelaki
berkerudung itu karenanya hamba tidak berani . , . . aduh ."
Perkataannya belum selesai diucapkan mendadak dia sudah
menjerit kaget. Suma San Ho menjadi cemas, tanyanya dengan cepat .
"Liuw Khiet, kau kenapa ?"
"Ti, . . , tida .... tidak mengapa . .tidak mengapa ....." seru Liuw
Khiet tetapi suara jelas rada gemetar.
"Lalu kenapa kau menjerit kaget ?" tanya Suma San Ho menjadi
curiga. "Seee . . . seekor tikus . . .. baru saja dia berlari melalui atas
kakiku . . . ." Walau pun pada saat ini dalam hati Wi Lian In sedang merasa
kuatir atas keselamatan dari Ti Then, ketika mendengar perkataan
ini tak urung dia tertawa cekikikan juga.
"Hmm" godanya. "Kau orang adalah lelaki berbadan gede,
kenapa sama seekor tikus yang begitu kecil juga takut " "
Liuw Khiet segera ikut tertawa, tetapi lertawanya sangat
dipaksakan. "Sudah tentu hamba tidak takut dengan tikus, hamba kira sudah
kedatangan musuh" "Hey alat rahasia In Sian Wang itu terletak di mana " sebetulnya
permainan apa itu " " sela Suma San Ho.
"Alat tersebut terletak di depannya Thay San Ya Ting yang
merupakan sebuah jala besar yang tidak mungkin bisa diputus
dengan menggunakan senyata tajam, sekarang di dalam jala itu
agaknya sudah menangkap seseorang, kalian cepatlah pergi lihat ke
sana. " Wi Lian In segera berlari dengan amat cepatnya menuju ke
depan. Sumai San Ho pun mengikuti dengan cepat dari belakang,
mereka berdua setelah berlari beberapa saat lamanya mendadak
merasakan permukaan di hadapan mereka agak melesak masuk
beberapa Cun ke dalam. Wi Lian In segera mengangkat lampu lenteranya untuk
memeriksa, tampak di atas dinding jalan rahasia itu terdapat sebuah
besi plat yang amat besar sekali, tak terasa lagi ia menghembuskan
napas dingin. "Mungkin inilah yang disebut sebagai alat rahasia Thay San Ya
Ting itu?" " Tidak salah" sahut Suma San Ho mengangguk. "Jika plat baja
yang demikian besarnya terjatuh dari atas tentu seketika itu juga
membuat orang tergencet jadi hancur"
Wi Lian ln tidak mau membuang banyak waktu lagi ditempat itu,
dengan cepat dia berlari ke depan sambil serunya.
"Hayo cepat kiia melihat alat rahasia In Sian Wang itu"
Mereka berdua berlari kembali beberapa puluh kaki jauhnya,
mendadak di hadapan mereka terlihatlah sebuah jalan rahasia yang
melesak dalam sekali, disekeliling tempat liang itu tampaklah jeriji-
jeriji besi yang dengan amat rapatnya mengurung tempat tersebut.
Wi Lian In serta Suma San Ho cepat-cepat berlari mendekati
liang itu dan melongok ke bawah mendadak mereka menemukan
dalam liang terkurung sesosok bajangan hitam yang di atasnya
tertutup oleh sebuah jala, orang tersebut tidak lain adalah Ti Then.
"Ti Kiauw tauw" teriak Wi Lian ln dengan cepat.
Ti Then yang sedang meronta di dalam In Siang Wan itu ketika
melihat Wi Lian In serta Suma San Ho sudah pada datang menjadi
amat girang sekali, teriaknya :
"Lian In, Suma Heng, cepat kalian tolong aku keluar dari sini "
"Kau tidak terluka bukan ?" tanya Wi Lian In dengan hati yang
cemas. "Tidak, tetapi jala ini sangat kuat sekali, aku tidak berhasil
menjebolnya...." "Kau tunggulah sebentar, biar kusuruh Liuw Khiet segera
mengereknya ke atas"
Dia segera angkat kepalanya ke atas, ketika dilihatnya di atas
tempat itu tidak terdapat adanya lubang untuk berbicara dengan
nada mencoba dia segera berteriak:
"Hey Liuw Khiet, kau dengar suaraku bukan?"
Agaknya di ruangan sebelah atas terdapat juga lubang untuk
mendengarkan percakapan yang ada di bawah, terdengar suara dari
Liuw Khiet segera bergema mendatang.
"Dengar, apakah orang yang yang ada di dalam jala itu adalah Ti
Siauw hiap?" "Benar." seru Wi Lian In dengan amat girang, "Cepat kau
gerakan alat rahasia itu dan menggereknya ke atas"
Liuw Khiet segera menyahut dengan perlahan jala itu dikerek
naik ke atas sedang tubuh Ti Then yang terjerumus ke dalam liang
itu pun naik ke atas, dengan perlahan permukaan tanah yang
tadinya berliang dengan tanpa mengeluarkan sedikit suara pun
sudah balik kembali seperti keadaan semula.
Dengan tergesa-gesa Wi Lian In serta Suma San Ho membuka
jala itu menolong Ti Then keluar.
Ti Then yang berhasil meloloskan diri dari dalam jala In Sian
Wang dengan amat gemasnya melancarkan satu tendangan
menghajar jala itu. "Permainan apa ini." teriaknya gemas.
"Bukannya menangkap bajingan tua itu malahan menahan aku
orang" "Sebenarnya sudah terjadi urusan apa?" tanya Suma San Ho
sambil tertawa. Ti Then garuk garuk kepalanya.
"Aku mengejar bajingan tua itu dengan berturut turut melewati
dua buah alat rahasia, tidak disangka sewaktu aku mengejarnya
sampai di sini mendadak permukaan tanah yang aku inyak sudah
menurun ke bawah dan terjatuh ke dalam sebuah jala yang amat
besar, masih untung bajingan tua itu hanya memikirkan untuk
melarikan diri saja sehingga tidak melihat kalau aku sudah terjebak
di dalam alat rahasia itu, jikalau dia melihat aku terjatuh ke dalam
jala sudah tentu dia tidak akan melepaskan aku dengan demikian
mudah" "Kalau begitu bajingan tua itu sudah berhasil meloloskan diri dari
jalan rahasia ini" timbrung Suma San Ho.
Ti Then menjadi melengak.
"Bagaimana Suma heng bisa tahu kalau dia orang telah lolos dari
jala di bawah tanah ini?" tanyanya keheranan.
"Liuw Khiet sekarang masih ada di kamar alat rahasia, dia bilang
dari ke delapan belas alat rahasia cuma ada tiga buah saja yang
sudah bergerak, dari hal ini jelas membuktikan kalau bajingan tua
itu sudah berhasil meloloskan diri dari sini "
"Nyawanya sungguh betuntung sekali " tak tertahan lagi Ti Then
menghela napas panjang, "Pukulanku tadi ternyata sama sekali
tidak berhasil merubuhkan dirinya"
"Tadi dengan cara apa kau berhasil meloloskan diri dari Siang
Sek Sia Peng itu?" sela Wi Lian In tiba-tiba.
"Apa yang dimaksud Siang Sek Sia Peng itu?" tanya Ti Then
melengak. "Dua buah batu raksasa yang bisa menggencet barang yang ada
ditengahnya, bagaimana kau bisa meloloskan diri dari gencetan batu
besar yang ada lima kaki panjangnya itu?"
"Oooh kiranya barang itu yang dinamakan Siang Sek Sia Peng"
seru Ti Then sambil tertawa. "Hmm, si anying Iangit rase bumi
sungguh lucu sekali, ternyala dia orang sudah menyamakan
manusian dengan kue"
"Sebenarnya kau menggunakan cara apa untuk meloloskan diri
dari sana?" desak Wi Lian In lebih lanjut.
"Gampang sekali, walau pun di dalam satu kali loncatan aku
tidak berhasil mencapai lima kaki jauhnya tetapi asalkan sebelum
kedua buah batu besar itu merapat aku bisa menutulkan kakiku ke
permukaan tanah di tengah batu lalu meloncat lagi keluar bukankah
sudah lolos?" "Oooh , , . kiranya begitu, tadi aku betul-betul merasa sangat
kuatir sekali," ujar Wi Lian In sambi! tertawa,
"Tadi sewaktu sumoay melihat di dalam Siang Sek Sia Peng itu
tergencet mati seorang dia sudah mengira Ti Kiauw-tauw .,". sudah
mati, di dalam keadaan yang amat terperanyat dia sudah jatuh tidak
sadarkan diri" sambung Suma San Ho dengan cepat.
"Lalu ?" seru Ti Then kaget.
Suma San Ho segera tertawa terbahak-bahak. "Akhirnya setelah
mengetahui kalau orang yang mati itu bukan Ti Kiauw-tauw dia segera sadar kembali."
Wayah Wi Lian In segera terasa amat panas, dengan gemasnya
dia pelototi diri Suma San Ho.
"Sudah . . sudahlah,jangan bicarakan soal itu lagi" teriaknya
cepat dengan hati mendongkol.
"Sewaktu aku lewat di sana tadi aku pun dapat melihat di atas
dinding batu ada sesosok mayat, siapakah orang itu ?"
"Orang itu sudah mati dua hari yang lalu aku kira tentulah anak
buah dari istana Thian Teh Kong."
"Ehmmm , . . " dengan perlahan Ti Then angkat kepalanya
memandang kearah jalan rahasia itu. "Sepertinya tadi aku dengar
suara Liuw Khiet ada di atas, apakah dia berada di sana ?"
"Benar" dia berada di dalam kamar alat rahasia, dia berbicara
dengan kita melalui sebuah corong kecil.
"Hey Liuw Khiet, kau meadengar suaraku tidak ?" teriak Ti Then
dengan keras. "Dengar, apakah kau adalah Ti Siauwhiap ?" terdengar suara dari
Liuw Khiet berkumandang kembali dari atas ruangan.
"Benar, aku seharusnya mengucapkhn banyak terima kasih
kepadamu, bilamana bukannya kau bisa membedakan yang mana
jahat yang mana baik kita bertiga tentu akan sukar untuk
meloloskan diri dari cengkeraman bajingan tua itu."
"Aaaah Ti Siauw-hiap tidak usah sungkan-sungkan"
"Bajingan tua itu sudah meloloskan diri dari dalam jalan rahasia
ini, kau harus berhati-hati."
"Baik, hamba bisa.. hamba bisa berhati-hati"
Ti Then segera merasa nada suaranya sangat mencurigakan
sekali, dalam hati dia merasa keheranan, segera kepada Wi Lian In
serta Suma San Ho ujarnya dengan suara lirih:
"Sungguh aneh sekali, kenapa pada waktu berbicara kenapa


Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

suaranya rada gemetar"
"Tadi dia dibikin terkejut oleh seekor tikus, mungkin rasa
kagetnya belum hilang" sahut Wi Lian In sambil tertawa.
"Kaget karena seekor tikus?" seru Ti Then keheranan.
"Dia yang bilang sendiri, tadi sewaktu Suma Suheng bercakap-
cakap dengan dirinya di dekat alat rahasia Siang Sak Sia Peng
mendadak dia menjerit kaget lalu Suma suheng tanya kepadanya
ada urusan apa dia jadi kaget, dia bilang baru saja ada seekor tikus
meloncat kakinya yang dia kira ada musuh datang sehingga menjadi
terperanyat, haa haaa seorang lelaki segede itu ternyata bisa dibuat
terperanyat hanya karena seekor tikus saja, sungguh lucu sekali "
Ti Then segera mengerutkan alisnya rapat-rapat.
"Tetapi tidak mungkin dia bisa terperanyat sampai seperti itu?"
Berbicara sampai di sini dia segera angkat kepalanya berteriak.
"Liuw Khiet, kau tidak mengapa bukan?"
Liuw Khiet tidak menyawab, lewat beberapa saat kemudian dia
baru menyawab. "Tidak mengapa, tidak mengapa"
"Kami mau mengejar musuh lagi, kau lihat lebih baik kami
melalui jalan mana sehingga terasanya aman?"
Liuw Khiet tidak langsung menyawab lewat beberapa saat
kemudian baru sahutnya. "Hamba sudah menutup semua alat rahasia yang ada di dalam
jalan rahasia ini, kalian bertiga boleh berjalan terus ke depan, tidak
selang lama segera akan menemukan kembali jalan keluar"
"Baiklah, sekarang kita baru berada di perjalanan melewati alat
rahasia In Sia Wang, di sebelah sana lagi merupakan alat rahasia
apa?" "Alat rahasia selanjutnya bernama "Thian Ciang Kan Liem'
"Permainan macam apa itu"' tanya Ti Then tertawa.
"Sewaktu alat rahasia ini digerakkan dari atas atap dinding akan
memancar keluar air lima racun atau Ngo Tok Swe, barang siapa
yang terkena air beracun ini seketika itu juga akan menemui
ajalnya" "Tempat itu ada seberapa jauh letaknya dari tempat kita
sekarang berada?" "Kurang lebih dua puluh langkah, tetapi hamba sudah menutup
alat rahasia tersebut kalian bertiga boleh lewat dengan berlega
hati," "Baiklah sekarang kami juga akan pergi ke sana"
Selesai berkata dengan menggape kearah Wi Lian In serta Suma
San Ho dengan dia berjalan dipaling depan mereka melanjutkan
perjalanannya kembali. Berjalan kurang lebih lima belas langkah mendadak dia
menghentikan langkahnya tidak bergerak lagi kepada Suma San Ho
yang ada di belakangnya dia berkata dengan suara yang amat lirih:
"Suma San Ho tolong pinyamkan pedangmu itu kepada siauw
te?" Suma San Ho segera mencabut pedangnya dan diserahkan
kepadanya, "Ti Kiauw tauw kau mau berbuat apa?" tanyanya keheranan.
Ti Then tidak menyawab, setelah menerima pedang tersebut dia
segera angkat pedang itu dan dilemparkan kearah jalan rahasia
yang ada di depannya, "Braaak "dengan menimbulkan suara yang nyaring pedang itu
segera menggetarkan di atas tanah sehingga menimbulkan suara
yang ribut. Seketika itu juga Suma San Ho mengerti maksud dari Ti Then,
dia segera tertawa ringan.
"Apakah Ti Kiauw tauw tidak ....percaya dengan Liuw Khiet lagi "
" tanyanya. "Segala sesuatu lebih baik berhati-hati, bukan begitu?" bisik Ti
Then sambil tertawa. "Sekarang boleh lewat bukan " "
"Tidak," cepat Ti Then sambil gelengkan kepalanya. "Kita coba
satu kali lagi, coba kau lemparkan sarung pedang itu ke depan."
Suma San Ho segera mencabut keluar sarung pedangnya dengan
mengerahkan tenaga dalamnya dia menyambitkan sarung pedang
itu ke depan. Sarung pedang itu jatuh ke atas tanah dengan
menimbulkan suara yang nyaring tetapi alhasil sama saja seperti
keadaan semula dari dalam jalan rahasia itu sama sekali tidak
memperlihatkan gerak-gerik apa pun.
"Sekarang kita boleh maju ke depan" ujar Ti Then kemudian
sambil tertawa. Mereka bertiga setelah berjalan kembali tiga puluh langkah
jauhnya dan dirasakannya sudah berlalu dari alat rahasia "Thian
Ciang Kan Liem" terdengar Wi Lian In sudah bertanya :
"Entah selanjutnya merupakan permainan macam apa?"
"Coba aku Tanya" Ujar Ti Then sambil menghentikan langkah
kakinya. "Hey Liuw Khiet." teriaknya dengan keras.
"Ti Siauw hiap kau ada perintah apa lagi?" terdengar suara dari
Liuw Khiet berkumandang keluar dari atas ruangan.
"Kita sudah melalui alat rahasia Thian Ciang Kan Liem ,coba
katakanlah alat rahasia apa lagi yang ada di depan?"
"A!at rahasia itu dinamakan Ong Cong Coat Pit atau menangkap
kura-kura di dalam kendi."
"Apa itu yang dimaksud dengan menangkap kura-kura di dalam
kendi ?" "Sewaktu alat rahasia itu bergerak maka ada dua buah terali besi
yang akan meluncur turun ke bawah sehingga orang yang ada di
dalamnya kena kurungan"
"Hmmm aku tahu alat rahasia ini sama sekali tidak kelihatan
keistimewaannya," "Benar" sahut Ti Then membenarkan. "Sewaktu si anying langit
rase Bumi bermaksud hendak menangkap musuhnya dalam keadaan
hidup maka dia akan menggunakan alat rahasia ini."
"Alat rahasia itu terletak dimana?"
"Berada kurang lebih sepuluh langkah dari tempat kalian
sekarang berada, hamba sudah menutup seluruh alat rahasia itu
kalian boleh maju terus dengan berlega hati"
"Baiklah, aku akan segera melewati tempat itu."
Dia orang segera mengangkat pedang panjangnya dan
disambitkan kembali ke arah depan.
"Traaang" sekali lagi pedang itu dengan mengeluarkan suara
yang amat nyaring terjatuh di atas tanah kurang lebih sepuluh
langkah di atas permukaan jalan rahasia itu.
"Braak . .. Braaak " tidak lama suara pedang yang jatuh ke atas
tanah itu bergema diikuti dua buah suara yang amat keras
menggeletar memenuhi seluruh ruangan, dua buah terali besi yang
amat besar sudah terjatuh ke atas tanah satu terjatuh pada sepuluh
langkah di depan mereka sedang yang lain jatuh pada dua puluh
langkah dari mereka berdiri.
Wi Lian In yang nampak hal ini menjadi teramat gusar baru saja
dia mau membuka mulut untuk memaki Ti Then terburu-buru sudah
menutupi mulutnya. "Jangan marah dulu. sebentar lagi kita baru memaki," ujarnya
suara yang lirih. Sehabis berkata tubuhnya dengan cepat meloncat ke depan terali
besi itu dan menggoyangkannya dengan amat keras, sembari
mendorong sembari teriaknya.
"Hey Liuw Khiet, kau orang sudah berbuat apa?"
"Haaa . . . ha . , haa . ."
Suara tertawa yang amat keras dan nyaring sekali bergema
datang dari ruangan di atas jalan rahasia itu.
Wi Lian In yang ikut meloncat ke tepian terali besi itu setelah
mendengar suara tertawa tersebut air mukanya segera berubah
sangat hebat, serunya dengan kaget.
"Aaah . . . dia"
"Tidak salah" sahut lelaki berkerudung itu sambil tertawa amat
keras "Memang Lohu adanya, haa . .haa . . Liuw Khiet sudah
menjual kalian kepadaku"
"Cepat" teriak Ti Then dengan suara amat keras: "Kita bersama-
sama coba mengangkat terali besi Ini"
Pada mulutnya berteriak-teriak dengan amat ribut padahal
badannya tetap berdiri tidak bergerak, agaknya dia berteriak-teriak
secara demikian bertujuan agar lelaki berkerudung yang ada di atas
ruangan itu mepgira kalau mereka bertiga sudah terkurung di dalam
terali besi itu. Suma San Ho serta Wi Lian In segera mengetahui maksud hati
dari Ti Then mereka pun segera ikutan berteriak dengan suara
yang amat lantang. "Mari, kita angkat terali besi ini,.."
Pada hal mereka sendiri pun tetap berdiri tidak bergerak.
Sekali lagi terdengar lelaki berkerudung itu tertawa terbahak
bahak. "Lohu nasehatkan kepada kalian lebih baik duduk saja dengan
tenang-tenang di sana, kedua buah pintu terali itu sudah tertutup
mati, kecuali kalian mem punyai kekuatan selaksa kati hee . . . heee
. kalau tidakjangan harap kalian berhasil mengangkat terali besi ini"
"Hey keledai tua, " maki Wi Lian In dengan gusar."Jika kau
punya nyali ayoh turun bergebrak satu lawan satu dengan kami"
"Sudah tentu Lohu akan turun" ujar lelaki berkerudung itu sambil
tertawa. "Ayoh kalau mau turun cepat menggelinding ke sini."
Lelaki berkerudung itu sama sekali tidak memberikan
jawabannya, hal ini jelas memperlihatkan kalau dia orang
meninggalkan kamar alat rahasia itu untuk berangkat menuju ke
kamar alat rahasia menangkap kura-kura di dalam kendi ini.
"Hey keledai tua, kau dengar suaraku tidak?" teriak Wi Lian In
kembali. "Nona Wi, dia orang sudah turun ke sana" terdengar suara Liuw
Khiet bergema mendatang. "Kau , . Liuw Khiet " seru Wi Lian ln tertegun. "Kau sudah
"menjual kami kepadanya"
"Tidak, hamba tidak akan berani menjual kalian kepadanya "
jawab Liuw Khiet ketakutan. "Peristiwa ini terjadi di luar dugaan
hamba, tadi secara mendadak dia menerjang masuk ke dalam
kamar alat rahasia ini lalu menangkap hamba dan hamba memaksa
untuk mendengarkaa perintahnya, kalau tidak . , "
"Cepat bilang, dia akan muncul sebelah mana" " potong Ti Then
dengan cepat. "Dia berjalan masuk dari jalan rahasia di depan kalian, kurang
lebih sekarang sudah ada ditengah jalan "
Dia berhenti sebentar untuk tukar napas lalu tambahnya.
"Sungguh maaf sekail saat ini jalan darah hamba sudah tertotok
aku orang tidak bisa menggerakan alat rahasia itu untuk menolong
kalian keluar dari jebakan tersebut"
"Terus terang saja aku beritahukan kepadamu" ujar Ti Then
dengan cepat, "Kami sama sekali tidak terkurung di dalam
kerangkeng besi itu."
Mendengar perkataan itu Liuw Khiet menjadi teramat girang.
"Sungguh" tanyanya kaget. "Kalian berada dimana?"
"Kami ada di dekat alat rahasia Thian Ciang Kan Liem ini."
"Bagus sekali" seru Liuw Khiet dengan cemas. "Kalian cepat
mundur kembali keluar pintu ruangan siksa lalu memutar dengan
mengambil jalan rahasia yang berbelok kesebeiab kanan dan
berjalan sampai di ujung, pada dinding ujung jalan itu bakal ada
sebuah batu yang bisa terlepas kalian cepat mendorong batu itu ke
dalam maka segera kalian akan menemukan dua buah tombol alat
rahasiayang berwarna putih serta hitam, kalian tekanlah tombol
hitam terlebih dulu maka akan ada sebuah papan meluncur turun ke
bawah kalian cepat-cepat berdiri di atas papan tersebut lalu tombol
berwarna putih, maka papan itu dengan ce pat akan membawa
kalian keluar dari ruangan Khie le Tong - . . cepat,"
Ti Then dengan cepat mengingat kata-kata tersebut lalu
menggape ke arah Suma San Ho serta Wi Lian In untuk berlari
dengan cepat-cepatnya melalui jalan rahasia semula.
Di dalam sekejap saja mereka bertiga sudah tiba di depan pintu
ruangan siksa itu lalu berputar ke kanan dan berlari lagi beberapa
kaki hingga mencapai pada ujung jalan.
Dengan diterangi Iampu lentera yang dibawa oleh Wi Lian In Ti
Then segera memeriksa di sekitar tempat itu,
Ternyata sedikit pun tidak salah mereka segera menemukan
sebuah batu yang sudah kendor, dengan cepat batu itu didorong.
"Kraaak . " dengan secara otomatis batu itu menyusup ke dalam
dinding sehingga muncullah dua buah tombol yang berwarna putih
serta hitam. Dia agak ragu-ragu sebentar lalu ujarnya:
"Tadi Liuw Khiet mengatakan suruh menekan tombol yang hitam
dulu bukan ?" "Tidak salah, menekan yang hitami dulu"
Ti Then segera menekan tombol itu, terdengar sedikit suara yang
amat perlahan sebuah papan seluas tiga depa dengan perlahan-
lahan meluncur turun ke bawah.
Serentetan sinar terang menyorot masuk ke dalam ruangan
bawah tanah, sudah tentu sinar itu berasal dari ruangan Khie le
Tong dekat dengan istana Thian Teh Kong itu.
Ketika papan yang sedang meluncur turun ke atas permukaan
tanah itu mencapai kurang lebih dua kaki dari pintu keluar Ti Then
segera menggape ke arah Suma San Ho serta Wi Lian In, ujarnya.
"Mari kita meloncat keluar "
Wi Lian In menyahut, tubuhnya dengan cepat melayang ke atas
lalu meloncat keluar dari pintu ruangan itu dan hinggap di tengah
sebuah ruangan yang amat besar dari ruangan Khie Ie Tong.
Suma San Ho pun dengan cepat ikut meloncat keluar. Ti Then
segera menekan tombol putih itu untuk menggerakkan papan itu
naik kembali ke atas sedang dirinya pun ikut meloncat keluar.
Kecepatan meluncur dari papan itu jauh lebih cepat naik ke atas
dari pada turun ke bawah, tidak selang lama Ti Then berhasil keluar
dari mulut ruangan tersebut papan itu sudah menutupi permukaan
tanah, dan tertutup mati.
Waktu itu adalah tengah malam dari hari ketiga, mereka bertiga
dengan hati penuh kegirangan memperhatikan keadaan di sekeliling
tempat itu lalu memperlihatkan senyuman yang amat gembira.
"Mungkin saat ini keledai tua itu sudah menemukan kalau kita
orang sudah tidak berada di dalam terali besi itu" ujar Wi Lian In
sambil tertawa, "Aduh . . . celaka." Mendadak teriak Ti Then dengan kaget, "Aku
sudah lupa menanyakan kepada Liuw Khiet dimana letaknya kamar
alat rahasia itu jikalau bajingan tua itu menemukan kalau kita
berada di dalam jebakan tersebut sudah tentu dia bisa benci
terhadap Liuw Khiet dan membinasakan dirinya."
"Tidak salah," sahut Suma San Ho dengan serius. "Hati orang
tidak jelek, kita harus berusaha untuk menolong dirinya."
"Tetapi di dalam istana Thian Teh Kong ini terdapat begitu
banyak kamar-kamar, untuk sesaat lamanya aku kira sukar bagi kita
untuk menemukan kamar alat rahasia itu, lebih baik aku turun lagi"
Baru saja berbicara sampai di sini mendadak dia melihat ke
depan pintu ruangan Khie le Tong itu tampak sesosok bajangan


Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

manusia berkelebat dengan amat cepatnya dengan segera
tangannya menyambar sebuah pot bunga dan disambitkan ke
arahnya dengan amat keras.
Suma San Ho serta Wi Lian In melihat adanya musuh yang
muncul di sana segera lintangkan telapak tangannya di depan dada
siap menghadapi sesuatu. Tetapi, pada saat Ti Then menyambitkan pot bunga itulah dia
bisa melihat dengan jelas wayah dari orang tersebut, tak terasa lagi
dia sudah menjerit kaget.
Kiranya orang yang baru saja datang itu bukannya lelaki
berkerudung melainkan itu Pek Kiam Pocu dari benteng seratus
pedang, Wi Ci To adanya. Ti Then takut pot kembang yang disambit olehnya mengenai
tubuhnya, segera dengan hati cemas serunya
"Cepat menghindarkan."
Dengan sama sekali tidak gugup Wi Ci To memukul jatuh pot
bunga itu lalu berjalan memasuki ruangan Khie Ie Tong.
"Kalian pun sudah datang semua ?"tanyanya.
Tetapi di dalam satu kali pandangan itulah dia bisa melihat baik
Ti Then mau pun Suma San Ho pada setengah telanyang bahkan
melihat pula pada tubuh Ti Then sudah dipenuhi bekas cambukan
yang penuh dinodai oleh darah yang sudah membeku, air mukanya
segera terlintas suatu rasa yang amat kaget sekali.
"Eeeeh ..kalian kenapa?" tanyanya terperanyat.
Wi Lian In yang melihat ayahnya sudah datang dengan cepat
berlari menyambut, teriaknya sambil tertawa.
"Tia, kau pun sudah datang"
Dengan cepat Wi Ci To menarik tangan putrinya dan
memperhatikan seluruh tubuhnya dengan amat teliti.
"Lian In" ujarnya dengan terkejut, "Agaknya kau pernah dipukuli
dengan menggunakan cambuk?"
"Ehmmm . . . tadi aku dipukuli oleh Bun Jin Cu, kami secara tidak
sengaja sudah kena alat rahasianya dan di tawan di ruangan
siksanya" "Mana Bun Jin Cu itu bangsat perempuan?" Serunya dengan
wajah amat gusar sekali, sedangkan matanya menyapu sekejap ke
sekeliling tempat itu. "Dia sudah mati "
"Aaaah?" dengan perlahan sinar matanya dialihkan kearah Ti
Then lalu tanyanya: "Apakah dia orang dibunuh oleh Ti-Kiauw tauw?"
"Bukan" sahut Ti Then sambiI memberi hormat. "Urusan ini sulit
untuk diceritakan secepatnya, biarlah setelah urusan ini beres
semua boanpwe baru laporkan urusan ini dengan lebih teliti lagi,
sekarang boanpwe harus menolong nyawa seseorang yang berada
di dalam keadaan yang sangat berbahaya . "
"Nyawa siapa orang yang sedang berada dalam keadaan bahaya"
" tanya Wi Ci To dengan pandangan tajam.
"Seorang anak buah dari istana Thian Teh Kong yang bernama
Liuw Khiet, dia sudah menolong boanpwe bertiga meloloskan diri
dari cengkeraman seorang lelaki berkerudung yang tidak jelas asal
usulnya, sedangkan dia orang sekarang sudah tertotok jalan
darahnya oleh orang itu dan rubuh di dalam kamar alat rahasia."
"Kemungkinan sekali lelaki berkerudung itu hendak pergi
membinasakan dirinya karena dia sudah menolong kita, cuma saja
boanpwe tidak tahu kamar alat rahasia itu terletak di bagian mana
dari istana ini, Pocu agaknya jauh lebih memahami hal-hal tentang
alat rahasia, dapatkah kau orang tua membawa kami menuju ke
kamar alat rahasia itu?"
Walau pun Wi Ci To cuma mendengar sedikit penjelasan saja
tetapi melihat sikap Ti Then yang amat serius segera mengetahui
kalau urusan ini tidak bisa ditunda lagi, dengan cepat dia putar
badannya menuju keluar. "Kalian cepat ikut Lohu."
Dengan memimpin diri Ti Then, Suma San Ho serta Wi Lian In
dia berjalan keluar dari ruangan Khi Ie Tong itu dan memasuki
sebuah ruangan dalam yang amat lebar dan indah sekali.
"Kamar alat rahasia itu berada di bawah ruangan ini" ujarnya
kemudian sambil menghentikan langkahnya.
"Tia, bagaimana kau orang bisa tahu?" tanya Wi Lian in dengan
amat girang. "Kemarin sewaktu aku orang berjalan kemari di tengah jalan
sudah bertemu dengan seorang jagoan berkepandaian tinggi dari
istana Thian The Kong, dia beritahu kepada Lohu kalau istana Thian
Teh Kong sudah mengalami penghinaan bahkan memberitahukan
kepadaku juga kalau Bun Jin Cu sudah berada di dalam istana
bersiap-siap menggunakan alat rahasia untuk menghadapi diriku, di
samping itu dia pun menjelaskan letak keadaan dari berbagai alat
rahasia yang dipasang di dalam istana Thian Teh Kong ini dan
menjelaskan pula letak dari kamar alat rahasianya"
"Bagaimana orang itu mau membocorkan banyak urusan kepada
Tia?" tanya Wi Lian In keheranan,
Wi Ci To segera tertawa dingin.
"Semula aku orang juga merasa bingung dengan kejadian ini,
akhirnya setelah aku orang pikir masak-masak baru aku ketahui
kemungkinan sekali dia orang sudah merampok barang-barang
berharga dari istana Thian Teh Kong dalam jumlah yang amat
banyak, dikarenakan takut Bun Jin Cu datang mencari balas
kepadanya sengaja dia hendak menggunakan tangan Lohu untuk
membinasakan dirinya"
"Bagaimana kalau sekarang Wi Pocu terangkan dahulu jalan
masuk ke dalam kamar alat rahasia itu?" sela Ti Then dengan hati
cemas. "Di dalam sebuah kamar kosong di dalam ruangan ini, kalian
masuklah untuk melihat-lihat" ujar Wi Ci To sambil menuding kearah
belakang ruangan itu. Sambil berkata dia berjalan memasuki pintu ditengah ruangan
tersebut. Ternyata sedikit pun tidak salah, di belakang ruangan itu
terdapat sebuah kamar kosong yang amat besar sekali, saat ini
pintu itu tertutup rapat.
Wi Ci To segera mendorongnya dan berjalan masuk menuju
kesebuah dinding di samping ruangan.
Dengan amat teliti sekali dia orang memperhatikan goretan-
goretan yang ada di sana lalu dengan mengarah satu tujuan telapak
tangannya melancarkan satu pukulan ke depan,
Batu pada dinding itu dengan cepat terpukul masuk sedalam tiga
cun tetapi sebentar kemudian sudah mental kembali seperti sedia
mula. Dan pada saat itulah mendadak dinding tembok itu merekah
menjadi dua bagian yang setengah bagian bergeser ke sebelah kiri
dan yang lainnya bergeser ke sebelah kanan dan muncullah sebuah
ruangan rahasia. Ditengah ruangan rahasia itu terdapat rentetan anak tanggayang
terus memantang ke dalam, suasananya amat gelap sekall sehingga
sulit untuk melihat lebih teliti seberapa dalam ruangan bawah tanah
itu. "San Ho," terdengar Wi Ci To berseru "Ditengah ruangan tadi ada
sebuah lampu lentera coba kau ambil dan bawa kemari"
Suma San Ho segera menyahut dan mengundurkan diri tidak
lama kemudian dengan membawa sebuah lentera dia berjalan
kembali ke dalam kamar itu.
Wi Ci To segera menerima lampu itu dan berjalan masuk kedakm
ruang rahasia tersebut, tanyanya.
"Kalian tadi bilang lelaki berkerudung itu masih ada di dalam
kamnr rahasia ?" "Semula ada di jalan rahasia tetapi saat ini kemungkinan sekali
sudah kembali ke dalam kamar rahasia itu" sahut Ti Then sembari
berjalan mengikuti dari belakangnya.
Suma San Ho serta Wi Lian In pun dengan cepat mengikuti dari
belakang Ti Then setindak demi setindak berjalan menuruni anak
tangga tersebut. "Apakah dia bukan orang dari istana Thian Teh Kong?" tanya Wi
Ci To lagi. "Bukan, dia merupakan orang dari aliran lain."
"Bagaimana dengan kepandaian silatnya?"
"Tidak jeiek, pendekar pedang merah dari benteng kita tak
seorang pun yang bisa melawan dirinya."
"Kenapa dia dataog kemari mencari gara-gara dengan kalian?"
"Omong yang gampang saja, dia pingin penawan diri Lian In
serta hamba untuk dijadikan barang tanggungan untuk memaksa
Pocu . . . " Saat itu Wi Ci To sudah mulai menuruni tangga yang bawah
ketika mendengar perkataan tersebut seketika itu juga dia
menghentikan langkahnya. "Dia mau memaksa Lohu?" tanyanya dengan sinar mata yang
berkelebat tajam. "Dia orang tidak memberikan penjelasan yang seterang-
terangnya" sahut Ti Then tertawa, tetapi bilamana kita nanti
berhassil menawan dirinya sudah tentu akan menjadi jelas apa yang
sebenarnya dicari" Wi Ci To termenung berpikir sebentar lalu tidak berbicara lagi,
dengan langkah lebar dia berjalan memasuki ruangan bawah tanah
tersebut. Setelah menuruni tengah-tengah sampailah mereka disebuah
jalan rahasiayang amat lebar, tua muda empat orang segera
melanjutkan perjalanannya kembali dan tiba di depan sebuah pintu
besi. Pintu besi itu cuma dirapatkan saja.
"Inilah yang dinamakan sebagai kamar alat rahasia" ujar Wi Ci To
kemudian sambil menuding ke arah pintu besi itu.
Selesai berkata dengan tendangan kilat dia melancarkan
serangan kearah pintu besi itu.
Tangan kirinya dia membawa lampu sedang tangan kanannya
disilangkan di depan dada lalu dengan sangat berhati-hati sekali
berjalan masuk ke dalam, Dangan mengikuti geseran lampu terlihatlah sebuah kamar alat
rahasia yang dipenuhi roda-roda bergerigi serta rantai yang malang
melintang tidak karuan muncul di hadapan mereka berempat.
Dikarenakan banyaknya alat yang ada di dalam kamar itu untuk
beberapa saat lamanya mereka tidak bisa melihat apakah di dalam
kamar itu ada orang atau tidak, Wi Ci To segera berkata kepada diri
Ti Then bertiga: "Kalian bertiga berjaga-jagalah di pintu keluar ini biar lohu
seorang diri mencari-cari ke dalam"
"Tia, kau harus sedikit hati-hati" ujar Wi Lian ln kemudian
memberi peringatan. Wi Ci To segera menyahut dan dengan langkah yang sangat hati-
hati dia berjalan memasuki ruangan itu,
Lampu lenteranya diangkat tinggi-tinggi sehingga bisa menerangi
ruangan jauh lebih luas lagi, dengan berjalan melewati berbagai
macam alat rahasia dia melakukan pemeriksaan terus akhirnya
sampailah di sebuah roda bergigi yang amat besar dan berhenti
bergerak. "Iih . . di sini berbaring seseorang"
"Hamba . . hamba Liuw Khiet, kau .." terdengar suara dari
seseorang bergema datang.
Ketika Ti Then mendengar suara itu segera berseru. "Pocu, dialah
Liuw Khiet, dia orang tidak terluka bukan?"
"Tidak, cuma jalan darahnya ter totok"
Liuw Khiet yang mendengar suara dari Ti Then segera berteriak.
"Ti Siauw-hiap cepat kemari tolong"
Sinar mata dari Wi Ci To menyapu sekejap ke sekeliling tempat
itu lalu baru bungkukkan badannya membebaskan jalan darah dari
Liuw Khiet. "Dimana telaki berkerudung itu?" tanyanya.
"Sudah lari." "Lari kearah mana ?" tanya Wi Ci To lagi sambil mengerutkan
alisnya rapat-rapat. Dengan berusaha keras akhirnya Liuw Khiet berhasil berdiri juga,
ujarnya kemudian sambil menuding kearah sebuah pintu di tengah
ruang alat rahasia tersebut.
"Agaknya setelah dia orang tahu kau datang kemari segera
berlari masuk ke dalam kamar alat rahasia ini dan membuka alat
rahasia"Menangkap kura-kura di dalam kendi, setelah itu dengan
terburu-buru melarikar diri ke arah jalan keluar yang ada di dekat
ruangan Khie Ie Tong"
Ti Then,yang mendengar perkataan tersebut dengan cepatnya
dia berlari menu ju keluar ruangan depan dan berlari ke arah
ruangan Khie Ie Tong. Jarak antara ruangan Khie Ie Tong sampai ruangan dalam itu ada
dua puluh kaki jauhnya karena itu hanya di dalam beberapa kali
loncatan saja dia sudah berada di dalam ruangan Khie Ie Tong,
dengan cepat dia berlari ke samping meja panjang itu.
Terlihatlah papan bergerak sudah menurun ke bawah, jika dilihat
dari keadaannya kemungkinan sekali lelaki berkerudung itu sudah
melarikan diri keluar dari ruangan Khie Ie Tong ini kemungkinan
juga dia baru akan meloncat keluar dari jalan rahasia itu.
Ti Then dengan cepat melongok ke dalam tetapi tidak terlihat
adanya bajangan dari lelaki berkerudung itu hatinya diam-diam
berpikir. "Aku kira dia sudah melarikan diri dari sini, biar aku periksa sekali
lagi" Begitu pikiran itu berkelebat di dalam benaknya dengan cepat dia
orang meloncat masuk ke dalam.
Dia percaya kepandaian silatnya masih bisa menangkan pihak
lawannya karena itu hatinya sama sekali tidak merasa takut, setelah
meloncat masuk ke jalan bawah tanah dengan langkah lebar dia
berjalan maju ke depan. Setelah berjalan puluhan langkah banyaknya sampailah dia di
depan sebuah jalan rahasia yang bercabang, belok sebelah kanan
adalah ruangan siksa sedang belok sebelah kiri adalah jalan rahasia
yang dipenuhi dengan alat-alat rahasia.
Dia menengok ke arah kedua belah samping tetapi tidak tampak
bajangan dari lelaki berkerudung itu juga, segera tubuhnya dengan
cepat berkelebat menuju ke kamar siksa untuk memeriksanya
terlebih dahulu. Langkah kakinya amat ringan sekali, dengan perlahan-lahan dia
berjalan mendekati pintu ruangan siksa itu lalu dengan cepatnya
menerjang masuk ke dalam ruangan sedangkan sinar matanya
menyapu ke sekeliling tempat itu.
Tetapi dengan amat cepatnya dia sudah menemukan kalau
ruangan siksa itu kosong melompong tak tampak sesosok manusia
pun, tubuhnya dengan cepat mendekati dinding menyambut keluar
sebilah golok dan menerjang keluar kembali menuju ke jalan rahasia
yang terpasang alat-alat rahasia itu.
Setelah melewati alat rahasia Siang Sek Sia Peng, Thay san Ya
Ting, In Siang Wang serta "menangkap kura-kura di dalam kendi"
empat buah alat rahasia terlihatlah kedua buah terali besi yang
tadinya menutupi jalan rahasia kini sudah diangkat kembali, segera


Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

teriaknya dengan keras: "Hey Liuw Khiet, Liuw Khiet, kalian masih ada di dalam kamar
alat rahasia ?" "Masih," sahut Liuw Khiet dari atas ruangan. "Apakah Ti siauw
hiap sudah menemukan sesuatu ?"
"Tidak, sekarang aku berdiri di dekat alat rahasia "Menangkap
kura-kura di dalam kendi" itu mau mencoba periksa ke tempat a!at-
alat rahasia yang lain apakah semua alat sudah ditutup?"
"Biarlah aku periksa sebentar. ."
Sebentar kemudian dia baru menyawab:
"Sudah ditutup semua, Ti siauw hiap silahkan lewat dengan hati
lega." Dengan langkah yang cepat Ti Then segera berlari ke depan,
terlihatlah jalan rahasia itu ada yang lebar ada yang sempit bahkan
diantaranya terdapat pula beberapa ruangan yang mewah dan
sebuah gua yang amat besar, setelah lewat gua itu dia melewati
beberapa jalan tikungan yang membingungkan dan akhirnya
sampailah di depan sebuah pintu dan muncul kembali di dalam
kamar alat rahasia itu. Wi Ci To masih memeriksa seluruh ruangan kamar alat rahasia itu
dengan amat teliti ketika dilihatnya Ti Then muncul kembali ke
dalam kamar itu dia agaknya dibuat tertegun.
"Bagaimana?" tanyaya.
"Pocu tidak usah mencari kembali, dia sudah melarikan diri dari
sini" "Dia melarkan diri dengan mengambil jalan melalui pintu ruangan
Khie Ie Tong itu?" timbrung Liuw Khiet dengan cepat.
"Benar," sahut Ti Then mengangguk, "Sewaktu aku sampai di
depan ruangan Khie IeTong di pintu keluar sudah terbuka, aku kira
dia teatunya sudah melarikan diri dari sini"
Wi Lian In yang sedang berjaga di pintu depan segera
mendepakkan kakinya ke atas tanah saking gemasnya.
"Aku kira dia belum lari jauh, mari cepat kita kejar"
Sehabis berkata dia mau putar badan untuk mengejar.
"Lian In kembali, jangan kejar lagi!" bentak Wi Ci To dengan
cepat. Mendengar suara bentakan dari ayahnya Wi Lian In segera
menghentikan langkahnya: "Kenapa tidak dikejar?" tanyanya sambil putar badan, "Keledai
tua itu jauh Iebih jahat dari Bun Jin Cu, seharusnya kita pergi
menawan dia orang untuk tanyai lebih jelas lagi"
"Sewaktu Ti Kiauw-tauw mengejar ke ruangan Khie Ie Tong dia
sudah melarikan diri" sahut Wi Ci To menerangkan, "Saat ini
kemungkinan sekali dia sudah berada jauh beberapa li dari sini,
apalagii kita pun tidak tahu dia melarikan diri dengan mengambil
arah yag mana, lebih baik tidak usah dikejar lagi"
"Hmmm, berka!i-kali dia membokong Ti Kiauw tauw serta
putrimu, bagaimana kita bisa melepaskan dirinya begitu saja " "Seru
Wi Lian In dengan gemas. -ooo0dw0ooo- Jilid 24 : Lelaki berkerudung lolos.
"Jangan cemas" ujar Wi Ci To dengan perlahan. "Lebih baik kita
keluar dari tempat ini terlebih dahulu lalu kalian ceritakan kejadian
yang sudah kalian alami kepadaku, kemungkinan sekali aku bisa
menebak siapakah orang itu"
Demikianlah mereka berlima segera berjalan keluar dari kamar
alat rahasia itu dan menuju keruangan luar, setelah mengadakan
pemeriksaan kembali dengan teliti dan memastikan kalau lelaki
berkerudung itu benar-benar sudah merat dari istana Thian Teh
Kong mereka baru berkumpul dan duduk-duduk di dalam ruangan
Khie Ie Tong. "Eeei di mana baju Ti Kiauw tauw serta San Ho ?" tanya Wi Ci To
kemudian. "Masih ada di dalam ruangan siksa" sahut Ti Then cepat.
"San Ho" seru Wi Ci To memberi perintah. "Coba kau turun ke
bawah dan ambil pakaian kalian kemari lalu kita harus cepat-cepat
atur langkah kita selanjutnya.
Suma San Ho segera menyahut dan meninggalkan tempat itu
untuk balik kembali ke daIam jalan rahasia.
"Tia " ujar Wi Lian In kemudian. "Janyi pertempuran kita adalah
besok pagi, bagaimana tia ini hari sudah sampai ?"
"Aku dengar orang bilang katanya di dalam istana Thian Teh
Kong sudah terjadi pemberontakan karena itu sengaja aku lebih
pagi datang kemari, , . - eeehm tadi kalian bilang Bun Jin Cu sudah
mati, sebenarnya dia mati ditangan siapa?"
"Dia sudah bunuh diri," sahut Ti Then.
"Kenapa dia harus bunuh diri ?" tanya Wi Ci To keheranan.
"Saking kehekinya karena pengkhianatan dari si menteri pintu
yang mengingini harta kekayaannya, ternyata dia orang telah
mengambil kesempatan sewaktu dia orang tidak siap sudah
menotok jalan darah dirinya dan paksa dia untuk mengakui tempat
penyimpanan harta kekayaannya, setelah dia orang memberitahu
tempat penyimpanan harta kekayaan itu si menteri pintu segera
menawan dia untuk mengikuti dirinya masuk ke dalam, akhirnya
sudah kena senggol alat rahasia sehingga mereka berdua sama-
sama terbinasa di tengah hujan anak panah ..."
oooOOooo Baru saja dia membicarakan sampai di situ tampaklah Suma San
Ho dengan membawa pakaiannya sudah meloncat keluar dari dalam
ruangan rahasia. Ti Then segera menerima pakaiannya dan mengenakannya lalu
sekali lagi menceritakan kisahnya sejak meninggalkan benteng Pek
Kiam Po. sewaktu dia menceritakan sudah bertemu dengan Hong
Mong Ling di atas gunung Kim Teng san di mana dia orang sudah
terbinasa kena sambitan batu, air muka Wi Ci To berubah sangat
hebat, timbrungnya: "Siapa yang sudah turun tangan terhadap dirinya"
"Boanpwe tidak melihatnya, tetapi. ."
"Apa mungkin sikakek pemalas Kay Kong Beng yang turun
tangan?" potong Wi Ci To kembali.
"Tidak mungkin!" sambung Wi Lian In dengan cepat. "Sewaktu Ti
Kiauw tauw mengejar turun gunung putrimu menyusul ke bawah
bersama-sama dengan si kakek pemalas Kay Kong Beng, sebelum
dia dan diriku menemukan mayatnya Hong Mong LIng dia orang
belum pernah meninggalkan diriku barang selangkah pun"
" Kalau begitu menurut kalian siapa yang sudah menyambit mati
diri Hong Mong Ling?" tanya Wi Ci To.
"Menurut boanpwe pastilah lelaki berkerudung yang baru saja
melarikan diri dari istana Thian Teh Kong itu"
"Apa alasanmu?" seru Wi Ci To sambil memandang tajam
wajahnya. "Menurut pengakuan Hong Mong Ling dikarenakan Hu pocu
sudah menerima jual beli dengan orang lain maka dia sengaja
perintahkan Hong Mong Ling untuk mencuIik pergi nona Wi, waktu
Hong Mong Ling mau menyebutkan nama orang yang melakukan
jual beli itu ternyata dia sudah dihajar mati oleh sambitan batu itu,
dari hal ini saja sudah jelas menunjukkan kalau orang yang turun
tangan membinasakan dirinya adalah orang yang mengadakan juai
beli Hu pocu itu sebetulnya Ielaki berkerudung itu terus menerus
menyusun siasat untuk menawan nona Wi serta boanpwe juga
bertujuan untuk mengadakan jual beli dari soal inilah boanpwe
berani memastikan kalau orang yang melakukan pembunuhan
terhadap Hong Mong Ling pastilah lelaki berkerudung hitam itu"
Air muka Wi Ci To segera berubah menjadi amat keren.
"Apakah dia orang terus menerus berusaha menawan kalian
berdua?" "Benar" sabut Ti Then mengangguk, "Setelah baanpwe serta
nona Wi meninggalkan gunung Kim Teng San selama dalam
perjalanan kami terus menerus, berpikir siapa lagi yang bisa
membayat uang tebusan sebesaf sepuluh laksa tahil perak di dalam
Bu lim pada saat ini"
Akhirnya kami teringat pada seseorang, dialah itu pembesar kota
atau Sian Thay ya Cuo It San,"
Begitu Wi Ci To mendengar disebutnya nama Sian Thay ya Cuo It
Sian air mukanya segera berubah sangat hebat, seketika itu juga dia
bungkam dalam seribu bahasa. Terdengar Ti Then melanjutkan
kembali pembicaraannya: "Boanpwse sudah lama mendengar sifat yang lurus dan berbudi
dari itu Sian Thay ya Cuo It Sian dan menganggapnya tidak
mungkin orang semacam ini melakukan kejahatan, tetapi teringat
kembali persahabatannya yang amat rapat sekali dengan Hu Pocu
kecuali dia, orang lain sekali pun mem punyai uang tebusan yang
lebih banyak pun belum tentu Hu Pocu mau menerimanya, karena
itu kami segera mengambil keputusan untuk pergi ke kota Tiong Jin
Hu mencari Cuo It Sian guna membicarakan persoalan ini .
Segera dia pun menceritakan kisahnya ketika bertemu dengan
Cuo It Sian lalu dimana didaiam kuii Sam Cing Kong termakan obat
pemabok dan ditawan di bawah ruang sebuah rumah petani di
dusun Thay Hung Cung beserta bagaimana kemudian berhasil
meloloskan diri dari kurungan mereka.
Semakin mendengarkan kisah ini air muka Wi Ci To berubah
semakin hebat, dari matanya memancarkan sinar yang amat tajam
sekali, ujarnya dengan suara yang berat.
"Perkam pungan petani itu apakah merupakan lumbung padi dari
Cuo It Sian" " "Tidak salah" sahut Ti Then sambil mengangguk.
"Salah satu di antara ketiga orang berkerudung itu sebelum
meninggalkan tempat itu apakah sungguh-sungguh mengaku anak
buah dari Cuo It Sian?" tanya Wi Ci To kembali.
"Benar, dia orang berkata begitu."
Wi Ci To segera mengerutkan alisnya rapat-rapat.
"Jika cuma berdasarkan hal itu saja kita belum bisa memastikan
kalau orang berkerudung tadi adalah Cuo It Sian bahkan
menyawabnya dengan tenang saja kemungkinan sekali mereka
memang mem punyai rencana untuk mencelakai diri Cuo It Sian,
tetapi kemungkinan juga orang yang melakukan jual beli itu adalah
Cu It Sian sendiri, sedangkan orang itu sengaja mengaku terus
terang kemungkinan sekali bermaksud agar di dalam hati kita timbul
perasaan ke balikannya terhadap mereka dan menganggap Cuo it
Sian pastilah bukan pemimpin mereka."
Wi Ci To termenung berpikir sebentar, akhirnya dia baru
menyawab. "Jadi menurut pendapat Ti Kiauw tauw lelaki berkerudung tadi
pastilah Cuo It Sian?"
"Benar atau bukan boanpwe tidak berani memastikannya."
Tiba-tiba dengan sedikit pun tidak ragu-ragu ujar Wi Ci To
dengan suara tegas. "Tetapi Lohu dapat memberitahukan kepada kalian, lelaki
berkerudung itu bukanlah Cuo It Sian. "
"Lalu siapakah dia ?"
"Lohu sendiri pun tidak tahu" sahut Wi Ci To sambil gelengkan
kepalanya. "Tia, dengan berdasarkan apa kau orang tua berani memastikan
kalau lelaki berkerudung itu bukanlah Cuo it Sian ?" timbrung Wi
Lian In. "Alasannya ada dua, pertama: Cuo lt Sian adalah seorang
pendekar tua yang sifat mau pun tindak tanduknya amat jujur dan
berbudi. Lohu sangat memahami dirinya, orang semacam dia tidak
mungkin bisa melakukan pekerjaan seperti ini. Kedua, Jika Cuo It
Sian mau melaksanakan niatnya ini dia tidak akan berani
menggunakan lumbung padinya sendiri untuk berbuat sesuatu."
"Betui." Seru Ti Then. "Tetapi boanpwe masih ada satu persoalan
yang masih merasa tidak paham, yaitu gudang di bawah tanah yang
digunakan untuk mengurung kami ... "
"Orang yang mem punyai gudang di bawah tanah bukan cuma
satu dua oran g saja." Cepat sela Wi Ci To sambil tersenyum.
"Tidak salah. Kebanyakan rumah, gudang di bawah tanah itu
dipergunakan untuk menyimpan barang-barang keperluan tetapi
gudang di bawah tanah yang digunakan untuk mengurung kami
sangat berlainan sekali dengan gudang-gudang yang lain, di dalam
gudang tersebut sudah tertanam tiang besar yang malang melintang
tidak keruan dan sangat berbeda dengan tiang besi lainnya, pada
dasarnya ada empat buah cabang besi yang satu sama lainnya
saling sambung menyambung, jelas sekali tempat itu khusus
digunakan untuk menawan jago-jago berkepandaian tinggi dari Bu
lim" Terhadap pertanyaan ini agaknya Wi Ci To tidak dapat
memberikan jawabannya, dia cuma mengerutkan alisnya rapat-
rapat sambil gelengkan kepalanya berulang kali.
"Coba bayangkan" ujar Ti Then kembali, "Bilamana lelaki
berkerudung itu bukan Cuo It Sian bagaimana di dalam gudang
orang lain sudah disediakan peralatan seperti ini?"
"Tidak salah" sambung Wi Lian ln pula."Orang lain tidak akan
tahu kalau di bawah gudang rumah petani itu sudah dipasang
perlengkapan seperti ini"
Wi Ci To jadi termenung lama sekali dia berpikir keras akhirnya
ujarnya kembali. "Waktu itu aku orang merasa sangat gusar sekali, sehingga
sudah salah mengira kalau setelah menaruh simpatik kepada Mong
Ling dan sama sekali tidak menyelidiki lebih lanjut"
Soal ini sudah tentu membuat orang merasa kebingungan, tetapi
lohu percaya lelaki berkerudung itu pasti bukanlah Cuo It Sian.
"Tia berani memastikan kalau lelaki berkerudung itu bukan Cuo It
Sian. sudah tentu Tia telah tahu siapakah lelaki berkerudung itu
bukan?" "Aku betul-betul tidak tahu." sahut Wi Ci To sambil gelengkan
kepalanya. "Lalu sebelum Hu Pocu bunuh diri apakah dia orang tidak
memberitahukan sesuatu kepada Tia?" tak tertahan lagi desak Wi
Lian In lebih lanjut. " Tidak," sahut Wi Ci To sambil gelengkan kepalanya, "Dia cuma
bilang merasa malu terhadap Tia, sedangkan karena apa dia mau
bekerja sama dengan Hong Mong Ling untuk menculik dirimu dia
orang sama sekali tidak mau memberi tahu."
"Jikalau memangnya begitu, tidak seharusnya Tia membiarkan
dia orang lalu bunuh diri"
Agaknya Wi Lian In merasa sangat tidak puas terhadap
penjelasan dari ayahnya, tiba-tiba sambil mencibirkan bibirnya
ujarnya kepada Liuw Khiet:
"Liuw Khiet, di dalam istana ini apakah masih ada makanan yang
bisa didahar?" " Hamba tidak begitu jelas, mungkin masih ada sedikit," sahut
Liuw Khiet dengan sangat hormatnya.
"Kalau begitu kau pergilah cari sedikit, kalau ada bawalah kemari
perutku terasa agak lapar.
Liuw Khiet sgera menyahut dan berlalu dari sana.
Wi Lian In memandang hingga bayangan tubuh Liuw Khiet
lenyap dari ruangan Khie le Tong lalu baru menoleh kembal kearah
ayahnya. "Tia," ujarnya dengan perlahan. "Tujuan lelaki berkerudung itu


Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menculik Ti Kiauw tauw serta purtimu sebetulnya hendak memaksa
Tia untuk menyerahkan semacam barang ?"
Tidak menanti orang selesai berbicara Wi Ci To sudah gelengkan
kepalanya. "Lohu tidak paham barang apa yang di minta oleh dia orang."
"Dia bilang barang itu sama sekali tidak berharga. Tia, tentunya
tahu bukan barang apa yang sama sekali tidak berharga yang
disimpan di dalam loteng penyimpan kitab tetapi baginya
merupakan barang yang maha penting ?"
"Lohu banyak menyimpan kitab-kitab serta lukisan-lukisan yang
kelihatannya sama sekali tidak berharga padahal merupakan barang
yang amat penting sekali."
"Tetapi dia bilang tidak mau kitab-kitab serta lukisan itu."
Wi Ci To tertawa pahit. "Kalau begitu lohu semakin tidak tahu barang apa yang
sebenarnya dimaui dirinya."
Wi Lian ln sekali lagi mencibirkan dirinya, dengan nada yang
amat manya serunya "Tia, kau sungguh-sungguh tidak tahu ataukah memang sengaja
tidak mau beritahu kepada kami ?"
Air muka Wi Ci To segera berubah amat keren.
"Loteng penyimpan kitab yang ada di dalam benteng Pek Kiam
Po bukankah kau orang sudah melihatnya sendiri?" serunya dengan
nada kurang senang, "Di dalam sana selain kitab serta lukisan apa
pun tidak ada lagi" "Kalau begitu urusan ini sungguh aneh sekali, walau pun lelaki
berkerudung itu tidak mengatakan nama dari barang itu tetapi jika
didengar dari nada ucapannya jelas dia tahu kalau dia pun
mengetahui barang yang dimintanya itu "
"Lalu kenapa dia tidak mau bicara terus terang?" balik tanya Wi
Ci To. "Dia tidak mau bicara terus terang sudah tentu ada sebabnya.
"Sudah ., sudahlah, kau tidak usah berpikir sembarangan lagi "
sela Wi Ci To kemudian kurang sabar. "Teniunya dia orang sudah
mendengar orang lain bilang kalau lohu mem punyai sebuah loteng
penyimpan Kitab yang tidak memperkenankan orang lain masuk
atau melihatnya karena itu sudah menganggap di dalam loteng
penyimpan Kitab lohu itu sudah tersimpan semacam barang pusaka
yang sangat berharga sekali lalu timbullah niatnya untuk merebut."
"Tidak mungkin begitu." bantah Wi Lian In dengan cepat.
"Jikalau dia orang sama sekali tidak mengetahui barang apa yang
Manusia Harimau Jatuh Cinta 7 Senja Jatuh Di Pajajaran Trilogi Pajajaran Karya Aan Merdeka Keris Pusaka Sang Megatantra 4
^