Pencarian

Pendekar Patung Emas 20

Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong Bagian 20


mengenal diri kita lagi?"
"Tetapi Cuo It Sian kenal dengan kuda serta anying ini" sahut Ti
Then. Sambil menuding kearah kuda Ang Shan Khek serta sianying Cian
Lie Yen. "Kalau kita tidak membawanya masuk ke dalam kota bukankah
hal ini sudah beres?" desak Wi Lian In lebih lanjut.
"Sekali pun dititipkan diluar benteng hal ini juga tidak aman.
Bukankah kau tahu sendiri kalau Cuo it Sian mem punyai banyak
lumbung padi diluar kota?"
"Hmmmm. Kau terlalu tidak bernyali" Seru Wi Lian In sambil
mencibirkan bibirnya. "Ayahmu beberapa kali memesan wanti-wanti agar usaha kita ini
jangan sampai diketahui oleh Cuo it Sian, demi kebaikan lebih baik
kita tidak usah melewati kota Tiong Cing Hu saja,"
"Tetapi ayahku sama sekali tidak tahu kalau kita sudah
mendapatkan kembali pedang pendek itu, bilamana tidak memberi
kabar kepada dia orang tua..."
"Ayahmu pasti tahu" potong Ti Then dengan cepatnya.
"Bagaimana bisa jadi?" seru Wi Lian In melengak.
"Setelah Cuo It Sian mengetahui dia sudah kehilangan sebelah
pedang pendek. Coba kau pikir dia bisa berbuat bagaimana?"
"Pertama-tama dia akan pergi ke mana-mana untuk mencari diri
sipencuri tiga tangan Kauw Ban Li."
"Tidak salah," sahut Ti Then membenarkan. "Tetapi dia tidak
tahu sipencuri tiga tangan adalah manusia dari daerah mana,
menurut keadaan pada waktu itu dia tidak mungkin bisa pergi
mencari diri sipencuri tiga tangan, maka itu akhirnya dia bisa
teringat untuk pergi kembali ke Benteng Pek Kiam Po kita."
Dia berhenti sebentar, lalu sambungnya lagi.
"Sewaktu da mengambil keputusan untuk pergi mengadakan
penyelidikan di dalam Benteng Pek Kiam Po maka dia tentu akan
pergi dulu ke kota Tiong Cing Hu, karena bagaimana pun dia pasti
akan lewat dikota tersebut bahkan ada kemungkinan dia harus
membawa beberapa orang pembantu..."
"Lalu bagaimana?" tanya Wi Lian In.
Setelah dia kembali kekota Tiong Cing Hu maka hal ini pasti akan
diketahui oleh ayahmu, sedang ayahmu cukup melihat sedikit
perubahan wayahnya saja maka dia bisa tahu kalau kita sudah
berhasil mendapatkan hasil, saat itu sudah tentu ayahmu akan
langsung kembali ke Benteng dengan sendirinya.
Bilamana Tia ditemukan oleh Cuo It Sian"
Hal itu tidak usah dikuatirkan lagi. Kepandaian silat dari ayahmu
jauh lebih tinggi dari kepandaian Cuo It Sian, sekali pun datang lagi
beberapa orang juga tidak bakal bisa menandingi dirinya.
We Lian In temenung berpikir sebentar. Akhirnya dia
mengangguk. Baiklah kita tidak usah pergi ke kota Tiong Cing Hu.
Sekembalinya ke dalam Benteng. Kita harus baik-baik
menyembunyikan kuda Ang Shan Khek serta anying Cian Li Yen itu
kalau tidak bilamana sampai diketahui oleh Cuo It Sian kalau sikuda
Ang Shan Khek serta anying Cian Li Yen ada di dalam benteng kami
maka dia segera akan tahu kalau Si tikus pembuat lubang Bun In
serta si kucing Bun Giok Kiauw yang ditemuinya hari itu dirumah
petani adalah kita orang.
Padahal Tia tidak seharusnya merasa takut terhadap dirinya,
jikalau dia diharuskan bertempur melawan orang dari benteng Pek
Kiam Po kita boleh dikata kepandaiannya masih terpaut sangat jauh
sekali. Serangan terang-terangsan bisa ditangkis, serangan bokongan
sukar terhindar, dia tahu bertempur secara terang-terangan tidak
bakal menangkan kita sudah tentu dia akan bisa secara sembunyi
menculik orang kita. "Bilamana membicarakan sampai soal ini aku teringat kembali
akan satu persoalan," ujar Wi Lian In kemudian. "Kalau memangnya
pedang pendek ini adalah milik Cuo It Sian kenapa ayahku harus
merebutnya sedangkan Cuo It San yang tahu pedang tersebut
sudah diambil oleh ayahku kenapa dia tidak minta kembali secara
terbuka?" "Di dalam hal ini sudah tentu ada persoalannya. Cuma saja kita
tidak tahu" ujar Ti Then tertawa.
"Masih ada lagi" ujar Wi Lian In lebih lanjut. "Ayahku
mendapatkan pedang pendek itu pasti ada gunanya, tetapi sebelum
Cuo It Sian merebut kembali pedang pendeknya itu kenapa Tia
sama sekali tidak pernah menggunakan pedang itu untuk melakukan
sesuatu pekerjaan." "Bagaimana kau bisa tahu tidak pernah," bantah Ti Then dengan
cepat. "Selama beberapa tahun ini aku merasa semua pekerjaan yang
dilakukan oleh Tia sama sekali tidak ada hubungan dengan pedang
pendek tersebut." "Kali ini kita berhasil mencuri kembali pedang pendek, aku rasa
ayahmu pasti bisa menceritakan seluruh kejadian kepada kita."
"Semoga saja demikian."
Pada wajahnya secara tiba-tiba tersungginglah satu senyumam
yang kemalu-kemaluan ujarnya.
"Semoga juga setelah urusan selesai kita bisa hidup dengan
tenang dan bahagia."
"Benar," sahut Ti Then mengangguk. "Sejak aku menyabat
sebagai Kiauw tauw sampai hari ini belum pernah secara sungguh-
sungguh menurunkan pelajaran ilmu silat kepada jago pedang kita,
aku rasa hal ini sungguh patut disesalkan."
"Hal ini tidak dapat menyalahkan dirimu, omong terus terang saja
selama setengah tahun apabila tidak ada kau maka benteng Pek
Kiam Po kita entah sudah berubah jadi bagaimana?"
"Omong sebaliknya," ujar Ti Then sambil tertawa. "Bilamana
tidak ada aku maka hubunganmu dengan Hong Mong Ling tidak
bakal retak. Sedangkan benteng Pek Kiam Po- pun tidak bakal
terkena serangan dari sianying langit rase bumi, kau tidak boleh
menyalahkan orang lain, semua bencana ini akulah yang membawa
datang." "Omong kosong," seru Wi Lian In dengan manyanya. "Kalau kau
berkata demikian, berarti juga kau senang kalau aku kawin dengan
Hong Mong Ling manusia jahanam itu?"
"Aku tidak mengartikan demikian...."
"Jikalau kau tidak suka dengan aku omonglah. Terus terang
karena Tia ada kemungkinan sudah akan mengambil keputusan."
"Kau marah lagi," seru Ti Then sambil tertawa.
"Sudah tentu aku sangat marah." seru Wi Lian In sambil
mencibirkan bibirnya. "Kau orang sungguh membingungkan, kau
selalu menganggap kaulah yang sudah merusak hubunganku
dengan Hong Mong Ling."
"Sudah..... sudahlah, kita tidak usah membicarakan lagi soal ini."
"Bilamana kau sungguh suka padaku maka tidak seharusnya kau
merasa sedih dan menyesal dikarenakan persoalan tersebut.
Seharusnya kau menganggap kau telah menolong aku loloskan aku
dari mulut macan." Di dalam hati diam-diam Ti Then tertawa pahit.
"Tidak." pikirnya di dalam hati, "Bilamana kau sungguh-sungguh
bisa kawin dengan Hong Mong Ling hal itu sungguh bagus sekali
dan tidak bakal terjadi urusan apa pun. Tetapi bilamana kau mau
kawin dengan aku hal itu benar-benar seperti juga menghantar kau
kemulut macan." Wi Lian In yang melihat dia tidak mengucapkan sepatah kata pun
segera memandang dirinya tajam-tajam.
"Lain kali kau tidak akan membicarakan perkataan ini lagi
bukan?" tanyanya. "Tidak." Sahut Ti Then sambil tertawa paksa.
"Aku sebetulnya sedang amat gembira, mendengar perkataanmu
itu sekarang aku merasa seluruh perutku jadi kotor dan mual
rasanya." "Baik, siauw-jin memang berdosa dan patut menerima hukuman
mati." Seru Ti Then dengan cepat.
"Hmmm..." Dengus Wi Lian In, tetapi sebentar kemudian dia
sudah tertawa cekikikan. Ti Then- pun tertawa, tapi dia tidak mengucapkan sepatah kata
pun. "Di dalam hati aku sudah mem punyai perhitungan. Entah kau
setuju atau tidak?" ujar Wi Lian In kemudian.
"Coba katakanlah."
"Setelah kita kembali ke dalam Benteng dan menyerahkan
pedang pendek Bian Hun Kiam itu kepada ayahku, bagaimana kalau
kita pergi kekota Tiang An untuk bermain dan sekalian membeli
sedikit barang?" "Setuju," seru Ti Then dengan amat girangnya. "Cuma saja ada
kemungkinan ayahmu tidak setuju. jikalau ayahmu menjetujui kita
pergi sudah tentu aku amat setuju sekali."
"Hal ini sukar untuk dikatakan."
"Coba kau bilang Tia ada alasan apa melarang kita pergi?"
"Alasannya ada dua, Pertama kita harus menyaga di dalam
benteng untuk bersiap-siap menghadapi serbuan dari Cuo It Sian
yang hendak merebut kembali pedangnya, Kedua, haaa... haaaa...
sesudah aku bicara kau jangan marah lho."
"Kau bicaralah."
"Hari itu sewaktu ada di dalam kebun bunga di dalam Benteng
kau pernah beritahu kepadaku katanya ayahmu bermaksud hendak
menjodohkan dirimu kepadaku, maka aku duga setelah kita kembali
ke dalam Benteng kemungkinan sekali ayahmu segera mengambil
keputusan, dengan demikian kita bukankah tidak bisa pergi?"
"Soal pertama aku tidak berani bicarakan, soal kedua kau tidak
perlu kuatir" seru Wi Lian In dengan malu lantas dia melototi dirinya
dengan gemas. "Sekali pun ayahku mengumumkan pernikahan kita
tetapi belum tentu langsung diadakan perayaannya, dia bisa
menunggu sesudah kita kembali dari kota Tiarg An kemudian
mencarikan satu hari yang amat bagus."
"Kalau memangnya bisa begitu hal itu amat bagus sekali," ujar Ti
Then tersenyum. "Aku pun sudah kepingin sekali pergi kekota
Tiang An untuk menarik uang lima belas laksa itu untuk dibagikan
kepada fakir miskin, uang kertas dari Giok Bian Lang-cun itu sudah
aku bawa selama berbulan-berbulan lamanya, kalau tidak cepat-
cepat diambil mungkin kertasnya akan hancur sendiri."
"Dapatkah kau mengambil sedikit diantara uang itu untuk
membelikan satu hadiah buat aku," tanya Wi Lian in sambil tertawa.
"Hal ini boleh saja, cuma saja kau akan menganggap hadiahku
sangat tidak berharga."
"Kau punya rencana hendak menghadiahkan aku apa?"
"Jikalau diharuskan menggunakan uang lima belas laksa maka
tidak perduli mau beli barang apa pun tidak boleh lebih satu tahil
perak." "Iih..... satu tahil perak?" tanya Wi Lian In tertegun.
"Benar satu tahil perak," sahut Ti Then sambil mengangguk.
"Aduuhh... kikir benar kau ini," teriak Wi Lian In dengan amat
keras. "Kalau uang sebesar lima belas laksa ini milikku maka aku boleh
menggunakan seluruh uang itu untuk membelikan hadiah buatmu."
"Hmmm, tidak kusangka kau jujur benar," seru Wi Lian In sambil
tertawa pahit. 00odwo00 Setelah menempuh perjalanan selama sembilan hari lamanya
akhirnya pada siang hari itu juga sampailah mereka di dalam
Benteng Pek Kiam Po dalam keadaan selamat.
Shia Pek Tha sekalian yang melihat Wi Lian In pulang bersama-
bersama Ti Then jadi merasa terkejut bercampur girang, mereka
masing-masing pada mengerubung maju untuk menanyakan
bagaimana caranya dia bisa menemukan kembali Ti Then.
Wi Lian In lantas menceritakan apa yang dirasanya boleh
dibicarakan, setelah itu baru kembali ke dalam kamarnya.
"Saudara-Saudara sekalian." ujar Ti Then kemudian kepada para
jago pedang merah yang ada di sana. "Tentunya kalian ingin
mengetahui apa yang telah siauwte kerjakan sewaktu keluar dari
Benteng ini bukan" tetapi dikarenakan Pocu sudah pesan wanti-
wanti kepada siauw-te untuk jangan membocorkan rahasia ini maka
maaf siauw-te tidak dapat menceritakan hal ini kepada saudara
sekalian. Satu-Satunya hal yang bisa siauw-te katakan adalah tugas yang
diserahkan kepada siauw-te oleh Pocu sudah siauw-te laksanakan
dan mencapai hasil yang diinginkan."
"Pocu kita kapan baru bisa kembali ke dalam benteng?" tanya
Shia Pek Tha kemudian. "Menurut dugaan siauw te, ada kemungkinan paling lambat
sepuluh hari kemudian Pocu baru kembali."
"Pocu kami telah pergi kemana" Dapatkah Ti Kiauw tauw
memberitahukan kami?" sambung Ki Tong Hong lebih lanjut.
"Tidak bisa," sahut Ti Then sambil tersenyum. "Karena apabila
siauwte mengatakan kemana Pocu sudah pergi berarti pula telah
membocorkan rahasia ini."
"Sudahlah... sudahlah," ujar Shia Pek Tha kemudian sambil
tertawa lalu menarik tangan Ti Then. "Tidak perduli Ti Kiauw tauw
mendapatkan tugas yang bagaimana pun untuk diselesaikan
ditempat luaran. Kali ini dia bisa pulang ke dalam Benteng dalam
keadaan selamat kita harus merayakannya, ayoh jalan, kita pergi
minum arak." Malam ini setelah bersama-bersama bersantap malam Ti Then
berserta Wi Lian In yang dikarenakan lelah melakukan perjalanan
jauh segera bersama kembali ke kamar masing-masing untuk tidur.
Ti Then tahu pada tengah malam nanti patung emas bisa
munculkan dirinya. Tetapi dia yang dikarenakan sudah tidak merasa
terperanyat oleh kemisteriusan dari majikan patung emas maka itu
tidak sampai memikirkan kembali urusan itu di dalam hati, tidak
lama setelah dia naik ke atas pembaringan dia sudah tertidar
dengan amat pulas. Ternyata sedikit pun tidak salah, baru saja lewat kentongan
ketiga majikan patung emas sudah munculkan dirinya.
Dengan tanpa mengeluarkan sedikit suara pun dia sudah
membuka atap rumah lantas menurunkan patung emasnya
kesampng pembaringan Ti Then.
"Ti Then, kau bangunlah" seru majikan patung emas dengan
mengerahkan ilmu untuk menyampaikan suaranya.
Dengan terkejut Ti Then sadar dari pulasnya, sambil menggosok
matanya dia bangkit duduk.
"Selamanya tanpa kuundang kau datang sendiri," serunya
dengan menggunakan ilmu untuk menyampaikan suara.
"Apanya yang tidak benar?" tanya majikan patung emas sambil
tertawa. "Aku baru bisa tidur pulas setelah tiba di dalam benteng, tetapi
kau selalu saja tidak membiarkan aku tertidur dengan nyaman dan
enak." "Aku mau tahu selama sebulan ini patung emasku sudah berbuat
pekerjaan apa saja ditempat luaran."


Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Seharusnya kau telah tahu dengan sendirinya bukan?"
"Apa maksudmu?"
"Apa dia belum pulang?"
"Siapa yang kau maksudkan dengan "dia?""
"Manusia berkerudung baju biru yang kau kirim untuk mengawasi
seluruh gerak gerikku itu."
Agaknya majikan patung emas merasa sangat kaget sekali.
"Kau... kau sudah bertemu dengan dirinya?" tanyanya cepat.
"Benar," sahut Ti Then tenang. "Bahkan kita pernah bercakap-
cakap." "Harus dibunuh, harus dibunuh." Seru majikan patung emas
sambil mendengus dingin. "Ternyata dia tidak melakukan
pekerjaannya sesuai dengan perintahku."
"Kecuali kau perintahkan dirinya untuk mengawasi aku secara
diam-diam kau masih perintah dia untuk melakukan pekerjaan apa
lagi?" "Tidak ada," sahut majikan patung emas. "Aku cuma perintah dia
untuk mengawasi seluruh gerak gerikmu secara diam-diam karena
aku takut kau sengaja mengulur-ulur waktu dan tidak langsung
pergi mencuri pedang itu."
"Sebetulnya dia adalah apamu?"
"Kau tidak tahu?"
"Walau pun kami pernah bercakap-cakap tetapi dia sama sekali
tidak membocorkan rahasiamu."
"Kalau begitu bagus sekali."
"Sebenarnya dia adalah apamu?" sekali lagi Ti Then bertanya.
"Kau tidak perlu tahu."
Ti Then segera tersenyum.
"Sskali pun kau tidak berbicara kemungkinan sekali aku bisa
menebaknya sendiri."
"Sekali lagi aku memberi peringatan kepadamu, jika kau berani
menyelidiki sesuatu yang menyangkut diriku, aku tidak akan berlaku
sungkan lagi terhadap dirimu."
"Dia adalah putramu?" Ti Then tidak perduli tetapi bertanya
terus. "Bukan." "Kalau begitu anak muridmu?"
Majikan patung emas segera menggerakkan patung emasnya
dengan gaya hendak menyerang.
"Kau cari mati?" tanyanya dengan gusar.
"Sekali pun aku kepingin mati belum tentu kau membiarkan aku
mati," seru Ti Then mengejek.
"Kau sudah salah menduga" seru majikan patung emas tertawa
dingin. "Aku boleh gagal di dalam rencanaku tetapi aku tidak akan
membiarkan kau mengetahui siapakah aku orang."
"Kau tidak berani membiarkan aku tahu, siapakah kau orang
tetapi berani membiarkan dia tahu, kalau memang demikian pada
waktu semula kenapa kau tidak menyuruh dia mewakili diriku?"
"Ada bermacam-macam persoalan, dia tidak bisa mewakili kau
untuk masuk ke dalam Benteng Pek Kiam Po."
"Kelihatannya dia masih amat muda," seru Ti Then membantah.
"Kepandaian silatnya- pun tidak jelek, ada alasan apa dia tidak bisa
menggantikan diriku?"
"Alasannya tidak bisa diutarakan keluar."
"Aku tahu," ujar Ti Then kemudian sambil tertawa. "Wajahnya
tentu tidak mendatangkan rasa simpatik dari orang lain, jikalau dia
yang disuruh masuk ke dalam Benteng Pek Kiam Po, Wi Lian In
tentu tidak suka kepadanya, bukan begitu?""
"Yangan banyak omong lagi," potong majikan patung emas
dengan gusar. "Sekarang aku mau kau beritahu kepadaku, dimana
kau sudah menemukan dirinya sedang membuntuti dirimu" apa
yang sudah kalian bicarakan?""
"Sebetulnya aku tidak menemukan kalau dia sedang membuntuti
diriku, dialah yang munculkan diri dengan sendirinya."
"Kenapa dia mau munculkan dirinya untuk bertemu muka dengan
dirimu?" "Alasannya dia bisa munculkan diri dikarenakan hendak
menolong nyawaku, karena sewaktu ada di atas gunung Bu Leng
san secara tidak sengaja sudah terjatuh ke tangan sipendekar
tangan kiri Ciat Pit Yuan."
"Iiih.... sipendekar pedang tangan kiri Cian Pit Yuan bersembunyi
di atas gunung Bu Leng san?" tanya majikan patung emas dengan
sangat terperanyat. "Benar," sahut Ti Then membenarkan. "Dia sudah menerima
seorang murid yang bernama Kwek Kwan San, guru murid dua
orang berdiam di dalam sebuah rumah gubuk di atas gunung
tersebut. Waktu itu aku lewat di sana dan bertemu dengan muridnya Kwek
Kwan San, semula tidak tahu kalau dia adalah anak murid dari si
Cian Pit Yuan itu, sehingga menerima undangannya untuk menginap
satu malam di rumah gubuknya."
Segera dia menceritakan semua kejadian yang sudah dialaminya
sewaktu ada di dalam rumah gubuk tersebut.
"Demikianlah akhirnya dia munculkan dirinya dan menolong aku
untuk membebaskan diri dari totokan jalan darah." Ujar Ti Then
mengakhiri kisahnya. Sehabis mendengar kisahnya itu majikan patung emas baru bisa
menghela napas panjang. "Oooh.... Kiranya demikian," ujarnya. "Kalau begitu di dalam
keadaan seperti itu memang ada keharusan untuk munculkan
dirinya untuk menolong dirimu lolos dari bahaya maut, aku tidak
bisa menyalahkan dirinya."
"Kemungkinan sekali dia bakal dengan cepat kembali kerumah."
Ujar Ti Then dengan mengambil kesempatan ini.
"Benar....." sahut majikan patung emas tanpa terasa.
Tapi sebentar kemudian dia sudah merasa kalau dia sudah salah
ngomong, cepat-cepat bantahnya.
"Aaaah.... tidak... tidak. Dia tidak mungkin bisa masuk ke dalam
Benteng Pek Kiam Po ini."
Mendengar perkataan tersebut diam-diam Ti Then merasa amat
geli sekali, pikirnya. "Perduli kau adalah seekor rase tua berusia ribuan tahun,
akhirnya keterlanjur ngomong juga. Hmmm... hmmm.... sekarang
aku sudah tahu kalau kau mem punyai seorang anak buah yang
menyelinap di dalam Benteng Pek Kiam Po ini."
Walau pun di dalam hatinya dia berpikir demikian tetapi pada
mulutnya dia sudah menyawab.
"Kalau begitu bagaimana kalian bisa bertemu dan saling
berhubungan berita?"
"Soal ini adalah rahasiaku. Kau tidak perlu tahu."
"Rahasiamu sungguh tidak sedikit," seru Ti Then tertawa.
"Tidak usah banyak omong lagi, sekarang teruskanlah
laporanmu." "Setelah meninggalkan gunung Bu Ling san aku cepat-cepat
melakukan perjalanan menuju kegunung Cun san, setelah
mengetahui tempat tinggal dari Cu Kiam Lo jin, Kan It Hong adalah
di dalam gua naga serta gua macan maka aku segera berangkat
menuju kegua naga dan punya maksud untuk mencari dari gua itu
terlebih dulu, siapa tahu baru saja memasuki gua tersebut
mendadak dari dalam gua sudah berkumandang keluar suara orang
yang sedang berbicara...."
Majikan patung emas yang mendengar secara tiba-tiba Cuo It
Sian turun tangan membinasakan diri Cu Kiam Lojin dengan amat
terperanyatnya dia menjerit kaget.
"Nama besar serta sifat kependekaran Cuo It Sian sudah
memenuhi seluruh angkasa dan tersebar luas didalan Bu lim, tidak
kusangka sama sekali dia bisa melakukan pekerjaan yang demikian
rendahnya, kenapa dia turun tangan membinasakan diri Cu Kiam Lo
jin?" "Dia tidak mengharapkan ada orang yang tahu kalau dia pernah
membetulkan pedang ditempatnya Cuo Kiam Lojin. Atau dengan
perkataan lain dia tidak ingin orang orang dari Bu lim mengetahui
kalau pedang pendeknya itu pernah patah jadi dua bagian."
"Alasannya?" tanya majikan patung emas.
"Tidak tahu." "Ehmmm... kalau dikata mungkin Cuo It Sian pernah
menggunakan pedang itu untuk...." ujar majikan patung emas
setelah termenung berpikir keras, tetapi setelah sampai ditengah
jalan dia bungkam sekali.
Ti Then yang mendengar dia tidak melanjutkan kembali kata-
kata-nya segera bertanya.
"Kenapa?" "Tidak mengapa." Sahut majikan patung emas kemudian setelah
termenung berpikir keras bsberapa saat lamanya. "Lalu akhirnya
bagaimana?" "Dia menyeret jenasah dari Cu Kiam Lojin ke dalam gua dan
menguburnya. Karena aku sudah memperoleh larangan dari Wi Ci To untuk
munculkan diri merampas barang itu, secara diam-diam aku
membuntutinya terus dari belakang, aku punya maksud untuk
mencari kesempatan yang baik, malam itu setelah dia melakukan
perjalanan sejauh lima puluh li, mungkin dikarenakan telah lelah
maka akhirnya dia duduk beristirahat di atas tanah tidak lama
kemudian mendadak muncul kembali seorang yang melakukan
perjalanan malam." "Siapa?" timbrung majikan patuag emas dengan cepat.
"Tahukah kamu orang di dalam Bu lim ada seorang yang
bernama sikakek pedang baja Nyio Sam Pak?"
"Tahu," sahut majikan patung emas. "Nama besar dari sikakek
pedang baja Nyio Sam Pak jauh di atas dari Cuo It Sian, apakah
orang yang melakukan perjalanan malam itu adalah Nyio Sam Pak?"
"Bukan, orang yang melakukan perjalanan malam itu adalah anak
murid dari Nyio Sam Pak yang bernama silang sakti Cau Ci Beng."
Mendengar perkataan tersebut majikan patung emas jadi sangat
terperanyat. "Apakah mereka sudah mengadakan pertemuan ditempat itu?"
"Bukan." Bantah Ti Then kemudian. "Si elang sakti Cau Ci Beng
cuma lewat ditempat itu saja. Ketika dia menemukan Cuo It Sian
ada di sana dia segera berhenti dan memberi hormat, karena dia
pun kenal dengan dirinya, kiranya Cuo It Sian dengan suhunya Nyio
Sam Pak adalah kawan lama. Menurut apa yang aku dengar, pada
waktu yang lalu Cuo It Sian pernah membantu Nyio Sam Pak
menghindarkan diri dari suatu bencana, untuk membalas budi itu,
Nyio Sam Pak lantas menghadiahkan satu pedang Biat Hun
kepadanya, pedang itu adalah pedang yang dibawa Cuo It Sian
untuk disambung kembali di rumahnya Cu Kiam Lo jin."
"Kalau demikian adanya rahasia yang menyelubungi pedang
pendek itu ada kemungkinan mem punyai sangkut pautnya dengan
diri Nyio Sam Pak," ujar majikan patung emas memberikan
pendapatnya. "Aku kira tidak ada."
"Bagaimana kau bisa tahu?"
Demikianlah akhirnya Ti Then menceritakan kembali bagaimana
Cuo It Sian membinasakan diri silang rajawali Cau Ci Beng...
akhirnya dia menambahkan.
"Ditinyau dari hal ini bilamana pedang pendek Biat Hun itu ada
rahasia yang mem punyai sangkut paut dengan diri Nyio Sam Pak
tidak seharusnya Cuo It Sian turun tangan membinasakan dirinya."
"Heee.... heee...." terdengar majikan patung emas tertawa
dingin. "Di dalam satu hari berturut-turut membinasakan dua orang,
hati Cuo It Sian benar-benar amat kejam sekali."
"Dia pernah bergumam seorang diri katanya semua ini adalah Wi
Ci To yang memaksa sehingga dia berbuat serong."
"Menurut perkataan yang diucapkan itu aku menduga tentunya
dia pernah menggunakan pedang pendek itu untuk melakukan satu
urusan yang jahat, sehingga sewaktu Wi Ci To memperoleh pedang
tersebut, dia jadi kelabakan dengan sendirinya."
"Soal ini aku pun pernah memikirkannya, tetapi aku rasa tidak
mirip....." "Kalau tidak, apa lagi alasan yang cocok?"
"Aku sendiri juga tidak tahu," ujar Ti Then setelah ditanyakan
oleh majikan patung emas itu.
"Aku rasa agaknya Wi Ci To belum sampai memegang semua
buktinya, karena menurut perkataan dari Wi Ci To sendiri dia sudah
menyimpan potongan pedang itu selama tiga tahun lamanya, jikalau
dikata Wi Ci To sudah mencekal satu bukti yang nyata kenapa
selama tiga tahun ini dia tetap merahasiakannya?"
"Mungkin Wi Ci To hendak menggunakan kesempatan ini untuk
memaksakan sesuatu dengan dirinya, atau kemungkinan juga
setelah didesak beberapa kali akhirnya Cuo It Sian jadi nekat dan
mengambil tindakan untuk merebut kembali potongan pedang itu."
"Tidak." "Kau menganggap Wi Ci To tidak bisa melakukan pekerjaan ini?"
tanya majikan patung emas sambil tertawa.
"Benar," sahut Ti Then singkat.
"Kau tidak merasa Wi Ci To adalah seorang manusia yang amat
misterius?" "Tetapi aku percaya dia adalah seorang yang jujur dan berhati
lurus," sambung Ti Then cepat.
"Sudahlah, sekarang lanjutkan laporanmu, secara bagaimana kau
bisa mencuri kembali pedang pendek tersebut."
Ti Then- pun segera menceritakan bagaimana disebuah rumah
penginapan dikota Hoa Yong Sian secara tidak sengaja dia sudah
bertemu dengan Wi Lian In dan bagaimana dengan menggunakan
ketajaman penciuman dari sianying Cian Li Yen melakukan kejaran
terhadap diri Cuo It Sian dan akhirnya kurang sedikit ketahuan
rahasianya sewaktu ada dirumah petani diluar kota Kong An Sian.
Dan paling akhir dia bagaimana menyuruh sipencuri tiga tangan
untuk mencuri kembali pedang pendek itu.....
Selesai mendengarkan kisah tersebut majikan patung emas
segera tertawa. "Cuo It Sian dengan membuang banyak akal dan tenaga
bersusah payah untuk merebut kembali potongan pedang itu kini
tercuri kembali oleh kalian, bilamana dia tahu saking cemasnya
mungkin bisa jadi gila dengan sendirinya."
"Aku sama sekali tidak menaruh simpatik kepadanya."
"Lalu pedang Biat Hun Kiam itu apakah sekarang ada
dibadanmu?" tanya majikan patung emas tiba-tiba.
"Benar." "Bagaimana kalau diperlihatkan sebentar kepadaku."
"Tapi kau tidak boleh bawa lari lho."
Majikan patung emas tertawa.
"Bilamana aku bermaksud membawa lari bukankah sama saja
mendatangkan kerepotan buat diriku sendiri?"
Di dalam hati Ti Then tahu dia benar-benar sangat
mengharapkan dirinya bisa memperoleh penghargaan dari Wi Ci To
sehingga berhasil mempersunting Wi Lian In sebagai istrinya,
karena itu dia tidak mungkin dia mau membawa lari pedang pendek
Biat Hun tersebut karena bilamana dia sampai berbuat demikian
bukankah sama saja merusak rencana kita sendiri" Karena itu dia


Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

segera melepaskan pedang pendek itu dan diberikan kepada patung
emas yang ada di hadapannya tersebut.
Majikan patung emas segera menarik patung emasnya itu ke atas
dan melihat sebentar pedang pendek itu.
"Pedang pendek ini kelihatannya biasa saja, tidak ada
keistimewaannya apa pun," ujarnya kemudian.
"Benar," sahut Ti Then membenarkan. "Aku pun tidak bisa
melihat adanya satu keistimewaan."
"Tetapi aku benar-benar merasa kagum atas kelihayannya dari
Cu Kiam Lojin yang bisa menyambung pedang itu sehingga tidak
kelihatan sedikit bekas pun."
"Benar." Majikan patung emas segera meletakkan pedang pendek itu ke
atas pergelangan tangan dari patung emasnya lagi dan
mengereknya turun ke bawah.
"Ini terimalah kembali," serunya.
Setelah menerima kembali pedangnya, Ti Then lantas berkata
lagi. "Eeei. aku mau pergi tidur, bagaimana kalau malam ini sampai di
sini saja?"" "Tidak, aku masih ada perkataan yang hendak ditanyakan
kepadamu, kapan Wi Ci To baru kembali?"
"Mungkin sepuluh hari lagi." Sahut Ti Then dengan cepat.
"Aku dengar perkataan dari para jago yang ada di dalam Benteng
katanya Wi Ci To sudah memberikan putrinya kepadamu, maka itu
setelah dia pulang ke dalam Benteng dia pasti mengumumkan
pernikahan kalian." "Kalau tidak, kau jangan menyalahkan aku lho."
"Kecuali secara diam-diam kau main setan, kalau tidak pasti
berhasil," ujarnya majikan patung emas dengan suara berat.
"Aku tidak sedang main setan, maksudku bilamana sampai terjadi
lagi suatu peristiwa kemungkinan sekali Wi Ci To akan
menangguhkan perkawinan diantara kita. Hal ini jelas adalah suatu
alasan yang betul." "Setelah pedang pendek itu direbut kembali kau rasa bisa terjadi
peristiwa apa lagi?" tanya majikan patung emas.
"Hal ini sukar untuk dibicarakan, setelah Cuo It Sian menemukan
kalau pedang pendeknya sudah tercuri sudah tentu dia akan
menaruh curiga kalau pekerjaan ini pasti hasil perbuatan dari Wi Ci
To, maka itu aku menduga Cuo It Sian pasti datang. "
"Dia tidak punya bukti. Bagaimana berani datang kebenteng Pek
Kiam Po untuk mencari gara-gara?"
"Untuk merebut kembali pedang pendek itu dia sudah
membinasakan berpuluh-puluh orang banyaknya. Kau pikir kali ini
dia tidak berani memperlihatkan satu permainan setan lagi?"
"Bilamana dia berani datang mencari gara-gara lagi, hal ini
berarti pula hendak merusak rencanaku. Saat itu aku tidak akan
berlaku sungkan-sungkan lagi terhadap dirinya," ancam majikan
patung emas dangan keren.
"Kau ingin berbuat apa?"
"Bunuh dirinya berarti juga membantu Bu lim melenyapkan satu
sumber bencana kau setuju bukan kalau aku turun tangan
membinasakan dirinya?"
"Aku tidak menolak."
"Bagus sekali," sahut majikan patung emas dengan girang. "Jika
tidak datang yaaa sudahlah, bilamana datang maka aku surah dia
tidak dapat kembali kekota Tiong Cing Hu lagi."
Berbicara sampai di sini dia segera menarik patung emasnya ke
atas, menutup atap rumah dan lenyap tak berbekas.
Ti Then pun segera jatuhkan diri ke atas pembaringan dan sekali
lagi tertidur dengan amat pulasnya.
Tiga hari kemudian sipedang naga emas Wi Ci To sudah kembali
ke dalam Benteng Pek Kiam Po.
Begitu sampai di dalam Benteng dengan cepat dia
memerintahkan Ti Then untuk menghadap ke dalam kamar
bacanya. "Ti Kiauw tauw, kau berhasil?" tanyanya.
"Benar..." sahut Ti Then sambil mengangguk. "Untung boanpwe
berhasil mencuri kembali pedang Biat Hun ini."
Sambil berkata dia mengambil keluar pedang pendek itu dan
diangsurkan ke depan. Wi Ci To setelah menerima pedang ini lantas dengan telitinya
diperiksa sebentar. Tetapi sebentar kemudian air mukanya berubah
sangat hebat. "Secara bagaimana kau pergi mencuri pedang pendek ini?"
tanyanya sambil mengangkat kepalanya.
Ti Then segera menceritakan seluruh kisahnya dengan amat jelas
sekali.... Ketika dilihatnya Wi Ci To sedang mengerutkan alisnya rapat-
rapat dia jadi merasa heran.
"Ada apanya yang tidak beres?" tanyanya.
Wi Ci To tertawa pahit lantas mengangkat pedangnya ke depan.
"Kau sudah tertipu," serunya.
"Tertipu?" tanya Ti Then melengak.
"Benar, tetapi hal ini tidak bisa salahkan dirimu..."
"Pedang pendek itu adalah palsu?"
"Benar," sahut Wi Ci To mengangguk, "Walau pun bentuk serta
besar kecilnya persis seperti pedang Biat Hun tersebut tetapi di atas
pedangnya tidak terdapat tulisan Biat Hun dua kata."
Ti Then segera merasakan wajahnya amat panas sekali, matanya
terbelalak lebar-lebar. "Apa mungkin tulisan itu sudah jadi lumer sswaktu Cu Kiam Lojin
menyambung kembali potongan itu?" tanyanya.
"Pasti tidak." Kening yang dikerut Ti Then semakin mengencang, dengan
gemasnya dia berseru, "Tentulah sipencuri tiga tangan yang sudah main setan dengan
aku, dia tidak berani mencopet pedang pendek Cuo It Sian lantas
mencarikan satu pedang pendek lalu menipu diriku, bangsat cilik..."
"Tidak benar..." potong Wi Ci To sambil gelengkan kepalanya.
"Pasti bukan sipencuri tiga tangan yang main setan, karena dia
belum pernah melihat pedang Biat Hun tersebut sehingga tidak
mungkin pula baginya untuk pergi mencari sebilah pedang pendek
yang persis untuk menipu dirimu."
"Kalau begitu boanpwe yang kena ditipu oleh Cuo It Sian
bajingan tua itu?" ujarnya Ti Then sambil membelalakan matanya.
"Benar, kemungkinan sekali sewaktu dia mengenal kembali kuda
Ang Shan Khek sewaktu ada dirumah petani itu dalam hatinya
sudah timbul rasa curiganya, karena itu dia segera
menyembunyikan pedang Biat Hun yang asli dan sengaja
mencarikan satu yang palsu untuk dibawa dibadannya."
Mendengar penjelasan tersebut Ti Then segera tertawa pahit.
"Bagaimana pun jahe yang tua jauh lebih pedas, boanpwe sama
sekali tidak menyangka kalau dia bisa berbuat demikian" ujarnya.
"Dia memang benar-benar pinter sekali, sekali ini hampir-hampir
saja lohu- pun kena ditipu olehnya."
"Apakah di dalam kota Tiong Cing Hu dia sudah pasang seorang
penggantinya?""
"Benar, bagaimana kau bisa tahu?" tanya Wi Ci To melengak.
"Hal itu boanpwe ketahui setelah memikirkan dan mencocok-
cocokkan semua kejadian yang ada, beberapa bulan yang lalu
dikarenakan boanpwe menaruh curiga dialah yang sudah melakukan
jual beli dengan Hu Pocu, pernah bersama-bersama dengan Lian In
pergi menyambangi dirinya. Dia yang melihat boanpwe menaruh
curiga terhadap dirinya dia segera mengeluarkan satu bukti yang
amat kuat sekali, dia bilang setiap hari penduduk dikota Tiong Cing
Hu melihat dia ada di dalam kota dan minta boanpwe mengadakan
penyelidikan, saat itu boanpwe sudah tentu amat percaya."
-ooo0dw0ooo- Jilid 31 IA BERHENTI sebentar untuk tukar napas lalu sambungnya lagi
"Dikemudian hari setelah boanpwe benar-benar yakin dialah yang
membinasakan diri Hong Mong Ling maka di dalam pikiranku segera
berkelebat satu ingatan. Boanpwe merasa pastilah ada seseorang
yang menyamar sebagai dirinya dan setiap hari ada dirumahnya
dikota Tiong Cing Hu untuk melindungi seluruh gerak geriknya, kali
ini dia pergi ke tempat Cu Kiam Lojin untuk membetulkan
pedangnya bahkan mem punyai maksud untuk membunuhnya pula,
sudah tentu dia menyuruh orang yang menyamar sebagai dirinya itu
untuk setiap hari berlalu lalang di dalam kota Tiong Cing Hu agar
semua orang melihatnya, dikemudian hari apabila ada orang yang
menaruh curiga terhadap dirinya dan menudub dialah yang sudah
membunuh Cu Kiam Lojin maka saat itulah dia akan meminta
penduduk disekitar kota Tiong Cing Hu untuk bertindak sebagai
saksi kalau dia orang sama sekali belum pernah meninggalkan kota
Tiong Cing Hu barang setapak pun."
"Memang demikian adanya " sahut Wi Ci To sambil mengangguk.
"Kali ini Lohu pergi kekota Tiong Cing Hu setiap hari bisa melihat dia pergi main catur di dalam sebuah rumah penyual teh, selama itu
Lohu selalu tidak mengetahui kalau dia adalah Cuo It Sian palsu,
sampai pada tengah malam suatu hari di sana untuk keempat
kalinya Lohu masuk ke dalam rumahnya untuk mencuri pedang
pendek itu mendadak Lohu sudah menemukan ada dua orang Cuo
It Sian muncul di tanah lapangan halaman belakangnya saat itulah
Lohu baru tahu dia orang sebenarnya punya seseorang yang
sengaja menyamar sebagai dirinya . . "
"Waktu itu apakah pocu tidak mendengar dia membicarakan soal
dia orang sudah menggunakan sebilah pedang pendek yang lain
ditukar dengan pedang Biat hun Kiam yang asli?" tanya Ti Then
kemudian. "Tidak!" sahut Wi Ci To sambil gelengkan kepalanya." Hal itu boleh dikata adalah kesalahan Lohu sendiri yang terlalu bernapsu
dan gegabah, ketika Lohu mendengar Cuo It Sian mengatakan
"Sudah dicuri dikota Hok Hong Sian" maka di dalam anggapanku
kau sudah berhasil mendapatkannya. karena itu secara diam-diam
aku sudah mengundurkan diri dari sana, dan tidak melanyutkan
mencuri dengar pembicaraan mereka."
"Lalu seharusnya bagaimana baiknya ?"
Wi Ci To termenung berpikir sebentar mendadak sambil
menengok kearah depan pintu ujarnya :
"Lian In, kau masuklah!"
Mendengar perkataan tersebut Ti Then jadi melengak, tetapi
sebentar kemudian dia sudah tertawa.
"Aaaaah ..... kiranya Lian In sedang mencuri dengar diluar kamar
.. " Tampak pintu kamar dengan perlahan-lahan didorong ke dalam
kemudian tampaklah Wi Lian In dengan wajah yang masih diliputi
oleh rasa malu berjalan masuk ke dalam kamar baca itu.
"Tia. " serunya malu, "Pendengaranmu sungguh tajam sekali, aku
baru saja samppai ditempat ini."
"Kalau begitu orang yang mencuri dengar diluar kamar sejak tadi
tentunya bukan kau orang melainkan budak setan lainnya," ujar Wi
Ci To sambil tertawa gemas.
Ait muka Wi Lian In seketika itu juga berubah memerah.
"Hmm." dengusnya, "Tia sungguh pintar sekali memaki orang
dengan jalan berputar, aku tidak cuma berdiri sebentar saja diluar
kamar." "Apa yang aku bicarakan dengan Kiauwtauw kau sudah
mendengar semuanya, sekarang aku mau bertanya kepadamuo kau
punya akal apa yang baik?" ujar Wi Ci To sambil tertawa.
"Hal ini harus melihat maksud hati dari Tia, jikalau Tia sudah
mengambil keputusan untuk merebut kembali pedang Biat Hun
Kiam itu maka aku bsserta Ti Kiauw tauw terpaksa harus pergi
mencuri lagi" "Sudah tenta lohu punya maksud hati untuk merebut kembali
pedang pendek itu. Cuma saja jikalau kita tidak mencarikan satu akal yang bagus
rasanya tidak akan mudah mendapatkan hasil."
Tiba-tiba tampak Ti Then bangkit berdiri dan berjalan menuju ke
pintu kamar untuk menengok sebentar keadaan ditempat luaran,
setelah dilihatnya tidak ada jagoan pedang dari Benteng yang
berada disekeliling tempat itu dia baru berputar kembali dan berkata
dengan suara yang amat lirih sekali :
"Boanpwe punya satu akal, cuma saja tidak dapat dibicarakan
secara terus terang"
"Coba kau katakanlah," ujar Wi Ci To sambil memandang tajam
wajahnya. Ti Then segera maju satu langkah mendekati badannya lantas
bungkukkan badannya membisikkan sesuatu ketelinganya, akhirnya
dia menambahkan : "Pocu rasa bagaimana dengan siasat ini?"
Air muka Wi Ci To segera memperlihatkan rasa girangnya,
dengan cepat dia mengangguk.
"Siasat ini bagus sekali, kita boleh coba. . . , Coba . . . kita boleh coba-Coba!" Serunya.
"Cuma saja tidak tahu bagaimana dengan perawakan badannya?"
"Lohu sendiri pun sudah ada tujuh, delapan tahun lamanya tidak
pernah bertemu dengan dirinya, bagaimana perawakan badannya
lohu sendiri juga tidak begitu jelas, tetapi bagaiamana pun kita
harus pergi melihatnya pula, sampai waktunya kita mengambil
keputusan kembali." "Eeeei. . . . sebetulnya ada urusan apa?" tanya Wi Lian In tidak
sabaran lagi. "Lian In!" ujar Wi Ci To tersenyum dan menoleh kearah putrinya.
"Siasat dari Ti Kiauw-tauw yang begitu baik untuk mencuri kembali
pedang itu, untuk kali ini terpaksa kau tidak boleh mengikutinya."
"Asalkan aku mengetahui alasan yang melarang aku ikut pergi
sudah tentu aku tidak akan pergi !" Seru Wi Lian In sambil
mencibirkan bibirnya. "Sudah tentu mem punyai alasan yang tidak memperbolehkan
kau ikut, bilamana kali ini kau tetap ngotot untuk ikut maka semua
siasat dari Ti Kiauw tauw tidak bisa dijalankan lagi."
Wi Lian In segera kirim satu kerlingan mata yang amat gemas
terhadap diri Ti Then tanyanya dengan wajah yang penuh rasa tidak
senang. "Apa tokh sebetulnya siasat yang kau usulkan itu?"
"Bila kau menyanggupi untuk tidak ikut pergi maka aku baru
beritahu kepadamu" sahut Ti Then tersenyum,
"Kau tidak mau bicara juga tidak mengapa" teriak Wi Lian In
semakin tidak senang, "Pokoknya aku masih punya seekor anying
Cian Li Yen untuk membuntuti dirimu."
Mendadak air muka Wi Ci To berubah jadi amat keren sekali,
"Kali ini jikalau kau menggunakan anying Cian Li Yen untuk
membuntuti lohu serta Ti Kiauw tauw lagi maka aku tidak akan
mengakui sebagai putriku lagi."
Wi Lian In yang melihat ayahnya berbicara dengan demikian
serius dan keren tidak terasa lagi dia jadi bergidik.
"Tia, kau hendak pergi bersama-sama dengan Ti Kiauw-tauw ?"
tanyanya terperanyat. "Benar, kami mau pergi menyambangi seseorang kemudian baru
pergi kekota Tiong Cing Hu untuk mencuri pedang."
"Mau menyambangi siapa ?" tanya Wi Lian In lebih lanjut,
"Kau kemarilah, aku akan memberitahukan siasat dari Ti


Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kiauwtauw itu." Wi Lian In segera berjalan mendekati ayahnya. Wi Ci To pun
lantas memberitahukan siasat dari Ti Then itu dengan suara yang
amat lirih. Selesai mendengar Wi Lian In mengangguk.
"Kira-kira harus membutuhkan beberapa lama?" tanyanya.
"Paling cepat juga satu setengah bulan," sahut Wi Ci To setelah
berpikir sebentar. "Aku setuju tidak ikut pergi, tetapi tentunya aku boleb pergi
ketempat lain untuk jalan-jalan bukan ?"
"Kau ingin pergi kemana?"
"Tiang An" "Mau berbuat apa?"
"Aku sudah sebesar begini tetapi selamanya belum pernah pergi
kekota Tiang An, aku ingin mencari pengalaman sekalian membeli
barang aku dengar katanya barang yang ada di-ibu kota jauh lebih
baik dari barang-barang di kota lain."
"Kalau mau main, kesempatan di kemudian hari masih amat
banyak" ujar Wi Ci To tertawa. "Sedangkan mengenai pembelian
barang, jikalau barang itu adalah keperluan untuk perkawinanmu
nanti, kau boleh berlega hati aku bisa kirim orang untuk pergi beli
barang-barang tersebut buatmu."
Air muka Wi Lian In segera berubah memerah sambil
mendepakkan kakinya ke atas tanah ujarnya.
"Siapa yang mau pergi beli barang keperluan kawin, aku cuma
ingin membeli sedikit barang saja."
"Tidak perduli kau hendak membeli barang apa pun sebelum
lohu berhasil merebut kembali pedang pendek Biat Hun Kiam itu kau
dilarang meninggalkan benteng seorang diri, jikalau kau tidak mau
mendengar omonganku maka aku tidak akan menyayangi dirimu."
Wi Lian In segera mencibirkan bibirnya.
"Tia, kau takut aku terjatuh kembali ke tangannya Cuo It Sian
bajingan tua itu?" "Benar." "Soal ini sebetulnya Tia tidak perlu kuatir, perjalanan putrimu kali
ini menuju kekota Tiang An adalah . .."
Medadak Wi Ci To ulapkan tangannya memotong pembicaraan
selanjutnya. "Biarlah lohu beritahu satu persoalan lagi kepadamu. . "
Sehabis berkata dia menarik dirinya ke samping badannya lalu
membisikkan sesuatu perkataan kepadanya.
Selesai mendengar perkataan tersebut air muka Wi Lian In
segera berubah merah padam, dengan rasa amat malu sekali dia
menutupi wajahnya sendiri.
"Tidak, aku tidak mau."
Dengan menundukkan kepalanya dia lari keluar dari kamar baca
tersebut. Wi Ci To segera tertawa terbahak-bahak.
Ti Then yang melihat perubahan wajah antara ayah beranak itu
dia segera mengetahui tentunya Wi Ci To sudah mengatakan
sesuatu kepada putrinya, sehingga membuat dia merasa malu
sekali. "Pocu, kau orang tua memberitahukan soal apa kepadanya ?"
tanyanya sambil tertawa paksa.
"Lohu beritahu kepadanya, bilamana dia tidak baik-baik tinggal di
dalam Benteng maka aku tidak akan membiarkan dia kawin"
Ti Then segera tersenyum, lalu dengan cepat mengalihkan bahan
pembicaraannya. "Pocu punya rencana berangkat kapan ?"
"Bagaimana kalau besok pagi ?"
"Boanpwe ikuti saja keputusan dari Pocu."
"Kalau begitu kita berangkat besok pagi saja."
"Baikiah," ujar Ti Then sambil merangkap tangannya menjura.
"Pocu silahkan beristirahat, boanpwe ...."
"Ti Kiauw-tauw, silahkan duduk lagi" tiba-tiba Wi Ci To mengulap
tangannya memutuskan perkataan selanjutnya. "Lohu masih ada
perkataan yang hendak dibicarakan dengan dirimu."
Terpaksa Ti Then duduk kembali. "Pocu ada petunjuk apa?"
tanyanya. Dengan sinar mata yang amat tajam Wi Ci To memperhatikan
wajahnya, dia tersenyum, "Ada satu persoalan yang selama ini Lohu belum pernah
menanyakan kepadamu, pernahkah kau kawin?" tanyanya.
"Belum" sahut Ti Then dengan hati berdebar-debar amat keras
sekali. "Kalau begitu bagus sekali" seru Wi Ci To kegirangan. "Aku mau
tanya satu persolan lagi, bagaimana pandanganmu terhadap putriku
itu?" Wajah Ti Then segera berubah jadi merah padam seperti kepiting
rebus saking malunya. "Lian In ba . . . bagus sekali," sahutnya sambil tertawa malu-
malu. "Selama hidupku lohu cuma mem punyai seorang putri dia saja,
maka itu rasa sayangku kepadanya amat berlebih-lebihan, tetapi
jika dilihat dari tindak tanduknya sifatnya boleh dikata tidak jelek."
"Benar, benar . . "
"Bilamana Ti Kiauw-tauw tidak menampik, bagaimana kalau Lohu
jodohkan saja kepadamu"
"Boanpwe tidak becus di dalam sega1a-galanya, mungkin tidak
memadai untuk mendapatkan diri Lian In," sahut Ti Then sambil
menundukkan kepalanya rendah-rendah.
"Ti Kiauw tauw tidak usab terlalu merendahkan diri, pemuda
yang demikian baiknya seperti dirimu boleh dikata selama hidupku
lohu baru untuk pertama kali menemuinya maka bilamana kita
bicarakan memadai atau tidak seharusnyalah putrikulah yang tidak
memadai," "Tidak berani, pocu terlalu memuji."
"Bilamana kau mem punyai perhatian khusus terhadap putriku
maka setelah berhasil mencuri pedang pendek itu, lohu segera akan
menguruskan perkawinan kalian, tetapi bila kau tidak punya
perhatian juga tidak mengapa, bagaimana?"
"Pocu bisa memandang tinggi boanpwe . boanpwe merasa
sangat berterima kasih sekali," seru Ti Then dengan gugup. "Cuma
saja , , Cuma saja . ,"
"Cuma saja bagaimana?"
"Cuma saja boanpwe bisa jadi seorang Kiauw tauw yang baik
tetapi belum tentu bisa jadi seoraog menantu yang baik"
Mendengar perkataan tersebut Wi Ci To segera tertawa
"Soal ini Lohu tidak akan merasa kuatir, omong terus terang saja
Lohu sudah memperhatikan dirimu lama sekali, terhadap seluruh
tindak tandukmu lohu boleh dikata sudah mengetahui amat jelas
sekali." "Tapi boanpwe merasa.. . merasa boanpwe bukanlah . . bukanlah
seorang manusia baik" seru Ti Then tertawa pahit.
"Tidak" seru Wi Ci To dengan tegas, "Kau adalah seorang
pemuda yang amat bagus dan berhati jujur, walau pun dalam
hatimu ada kemungkinan sudah tersembunyi satu rahasia yang
tidak dapat diberitahukan kepada orang lain tetap! tidak perduli
apakah rahasia itu lohu berani memastikan kalau kau adalah
seorang manusia yang dapat dipercaya."
Dalam hati Ti Then merasa semakin menyesal lagi.
"Dugaan dari Pocu sedikit pun tidak salah, Boanpwe mem punyai
suatu rahasia yang tidak dapat diberitahukan kepada orang lain . . "
serunya terharu. Wi Ci To segera goyangkan tangannya mencegah dia orang
untuk melanjutkan kembali perkataannya.
"Kalau memangnya tidak boleh diberitahukan kepada orang lain
lebih baik tidak usah dibicarakan lagi" ujarnya sambil tertawa
ramah, "Lebih baik sekarang kita bicarakan soal perkawinan saja,
bilamana tidak setuju maka Lohu tetap adalah Pocu-mu sedangkan
kau pun tetap merupakan Kiauw-tauw diri Lohu,"
Sampai keadaan seperti ini boleh dikata situasi dari Ti Then
seperti naik di atas pungguag macan mau turun pun tidak sanggup
lagi. Terpaksa dia menigggalkan tempat duduknya dan jatuhkan diri
berlutut dihadapas Wi Ci To lantas menyalankan penghormatannya.
"Gakhu, ada dia di atas, terimalah satu penghormatannya."
Wi Ci To benar-benar merasa sangat girang sekali, dengan cepat
dia ulur tangannya membimbing dia bangun kemudian tertawa
terbahak-bahak dengan amat kerasnya.
"Haaa , . ha. bagus sekali. lain kali setelah kembali ke dalam
Benteng lohu pasti akan mencarikan satu hari yang bagus untuk
kawinkan diri kalian."
Ti Then segera bangkit berdiri, tangannya dilurus ke bawah dan
berdiri tidak bergerak, dia tidak tahu haruskah hatinya merasa
murung atau girang, keadaannya amat mengenaskan sekali.
"Satu-satunya syarat yang harus kau terima adalah setelah kau
kawin dengan putriku maka kalian harus tetap tinggal di dalam
benteng, dan kau pun tetap menyabat sebagai Kiauw tauw dari
Benteng Pek Kiam Po" sambung Wi Ci To lagi sambil tertawa.
"Baik" "Kau punya usul lain?" tanya Wi Ci To lagi.
"Tidak ada" "Kalau begitu sekarang kau boleh kabarkan berita bagus ini
kepada Wi Lian In bersamaan pula peringatkan kepadanya untuk
jangan meninggalkan benteng setelah kita pergi, jika kau yang
mengatakannya dia malah mau mendengar, pergilah!"
Ti Then segera menyahut dan mengundurkan diri dari kamar
baca itu setelah menyalankan penghormatan kembali.
Setelah itu dia baru berjalan menuju kamar Wi Lian In.
Sesampainya di depan kamar Wi Lian In tampaklah pada waktu
itu si budak Cun Lan sedang berjalan keluar dari dalam ruangan.
Dia segera menghentikan langkah kakinya.
"Siocia ada di kamar?" tanyanya.
"Ada," sahut Cun Lan singkat.
"Tolong panggil dia keluar."
"Ti Kiauw tauw kenapa kau tidak mau masuk sendiri ke dalam?"
ujar Cun Lan sambil tertawa.
"Aaa . . . aku . aku boleh masuk ?" tanya Ti Then malu-malu.
"Sudah tentu boleh." sahut Cun Lan sambil tertawa geli.
Selesai berkata bukannya masuk ke dalam kamar untuk melapor
sebaliknya malah lari keluar.
Ti Then tak dapat berbuat apa-apa lagi terpaksa dia melanjutkan
langkah kakinya masuk ke dalam kamar.
"Lian In . , , , Lian In , ," teriaknya berulang kali.
"Siapa ?" Suara dari Wi Lian In berkumandang keluar dari dalam kamar,
jika didengar dari nada suaranya jelas membawa serta tertawa yang
ditahan-tahan agaknya dia sudah tahu Ti Then yang datang tetapi
sengaja bcr pura-pura tolol.
"Aku" sahut Ti Then sambil menghentikan langkah kakinya.
"Siapa kau?" tanya Wi Lian In lagi tetap tidak munculkan dirinya.
"Si tikus membuat lubang Bun Ih" sahut Ti Then tertawa.
"Kau hendak cari siapa ?"
"Mau cari calon istriku . ."
"Siapa calon isterimu itu ?"
"Wi Lian In" "Sungguh besar nyalimu, jikalau didengar Tia mulutmu tentu
akan ditampar sampai keluar darah,"
"Aku tidak takut, aku memangnya mendapat peritah dari ayahmu
sengaja datang mencari calon istriku."
Ketika Wi Lian In mendengar perkataannya yang terakhir ini
bagaikan segulung angin kencang dengan cepatnya berlari keluar,
jelas sekali kelihatan biji matanya yang jeli mengandung rasa girang
yang bukan alang kepalang.
"Kau . .kau bilang apa?" tanyanya girang bercampur malu-
"Aku mendapat perintah dari Gakhu dia orang tua untuk datang
kemari mencari calon istriku." seru Ti Then sambil menepuk
dadanya sendiri. Di hadapan Ti Then, Wi Lian In tidak merasa malu lagi seperti
sewaktu ada di hadapan ayahnya, mendengar perkataan ini dia
segera menarik tangan Ti Then,
"Tia bilang apa?"
"Dia orang tua tanya aku maukah mengawini dirimu sebagai
isteriny, bilaman mau maka dia menyuruh aku berlutut dan
menyalankan penghormatan besar kepadanya "
"Lalu kau sudah jalankan?" tanya Wi Lian In dengan sangat
cemas. "Sudah," sahut Ti Then mengangguk.
Wi Lian In jadi amat girang sekali.
"Lalu bagaimana?" tanyanya cepat.
"Dia bilang setelah kita berhasil mendapatkan pedang pendek itu
maka dia akan mengawinkan kita berdua, tetapi ada satu syarat."
"Syarat apa?" "Sebelum kita balik kembali ke dalam Benteng kau dilarang
meninggalkan Benteng, kalau berani melanggar batal."
"Aku tidak pergi sudahlab, buat apa kau membicarakan soal itu
demikian seriusnya" seru Wi Lian In sambil tertawa,
"Kau adalah putri kesayangan dari ayahmu, kau tidak boleh
membuat dia merasa kuatir, begitulah tindakan seoraag anak yang
berbakti kepada orang tuanya."
Wi Lian In segera mengangguk.
"Aku bersumpah tidak akan keluar pintu benteng barang
selangkah pun," serunya kemudian.
"Jika di dalam Benteng kau merasa megganggur bolehlah kau
bantu aku membuatkan beberapa stel pakaian, sekarang apa pun
aku tidak punya sampai waktunya kswin kalau diharuskan memakai
baju yang kuno dan jelek bukankah akan menggelikan para tamu
saja?" "Baiklah," sahut Wi Lian In sambil mengangguk berulang kali.
"Aku bisa pergi ke dalam kota untuk membeli bahan kain yang
paling bagus untuk membuatkan tiga lima stel pakaian buat dirimu,
ada lainnya?" "Tidak ada" "Kapan kau berangkat?"
"Besok pagi." Wi Lian In yang mendengar kekasihnya hendak berangkat
meninggalkan dirinya Begitu cepat jelas dari air mukanya memperlihatkan rasa
keberatannya, "Aku ada banyak persoalan yang hendak dibicarakan dengan
dirimu, bagaimana kalau kita duduk-duduk di dalam kebun burga?"
tanyanya. "Baiklah." Sesampainya di dalam kebun bunga akhirnya Wi Lian In tidak
berbicara terlalu banyak, mereka berdua dengan berdiam diri saling
berpelukan dengan mesranya.
Malam itu sehabis bersantap malam Wi Ci To mengumpulkan
semua jago pedang merah yang ada di dalam Benteng dan
mengumumkan kalau besok bendak keluar Benteng bersama-sama
dengan Ti Then untuk membereskan satu urusan sesudah memesan


Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

wanti-wanti dan menyerahkan seluruh pekerjaan yang ada di dalam
Benteng kepada anak muridnya dia membubarkan semua orang dan
mengundurkan diri ke kamar untuk beristirahat.
Ti Then pun kembali ke dalam kamarnya sendiri, si pelayan tua
Locia dengan matanya yang sipit berjalan masuk ke dalam kamar
membawa seteko air teh panas.
"Ti Kiauw tauw, aku dengar kau hendak keluar benteng lagi?"
tanyanya. "Tidak salah, besok harus berangkat."
"Kali ini kau hendak pergi kemana?"
"Rahasia ini tidak boleh dibocorkan."
"Aku budak tua masih mendengar satu berita bagus lagi, berita
baik ini tentunya Ti Kiauw-tauw boleh membocorkannya bukan?"
"Berita baik apa?" tanya Ti Then pura-pura bodoh-
Si Locia segera tertawa haa haa hi hi, "Aku dengar katanya Pocu
telah menjodohkan sio-cia kepadamu, bukan begitu?"
"Kau dengar berita ini dari siapa?" tanya Ti Then sambil tertawa tawar.
"Semua jago pedang yang ada di dalam benteng sudah pada
tahu." "Mereka dengar dari siapa?"
"Katanya Sio-cia memberitahukan soal ini kepada Cun Lan, dan
Cun Lan lah yang membocorkan ke tempat luaran."
'Hmmm! budak itu memang sangat cerewet sekali!"
Si Lo-cia segera tertawa.
"Peristiwa yang patut digirangkan oleh siapa pun ini, kenapa Ti
Kiauw-tauw mengelabuhi kita juga ?" ujarnya.
"Teringat akulah yang merusak hubungan perkawinan antara
dirinya dengan Hong Mong Ling aku merasa sedikit tidak enak"
Senyuman yang menghiasi bibir Lo-cia segera lenyap tak
berbekas diganti dengan satu wajah yang serius,
"Ti Kiauw-tauw bagaimana bisa berkata demikian ?" ujarnya
keras. "Bangsat cilik itu sudah terpikat oleh kecantikan wajah
seorang pelacur rendahan hal ini sudah merupakan satu persoalan
yang amat memalukan sekali, bagaimana kau bisa berkata dirimulah
yang telah menghancurkan ikatan perkawinan mereka ?"
"Jago-jago pedang yang ada di dalam Benteng setelah
mendengar berita ini, bagaimana tanggapan mereka.?"
"Semuanya setuju, mereka menganggap sio-cia memang paling
pantas kalau dijodohkan dengan diri Ti Kiauw-tauw!" Sahut Si Lo-cia
dengan cepat. "Tidak ada seorang pun yang merasa tidak setuju ?"
"Tidak ada! Tidak ada !" Sahut Lo-cia dengan cepat gelengkan
kepalanya. "Baiklah, Lo-cia, kau kembalilah ke kamarmu untuk beristirahat
aku pun mau pergi tidur."
" Baik .... baik . . , " sahut Lo-cia tertawa lalu bungkukan
badannya memberi hormat. "Ti Kiauw-tauw pun. silahkan
beristirahat" Sehabis berkata dia segera mengundurkan diri dari sana.
Ti Then berjalan mendekati depan jendela, setelah mendengar
Lo-cia telah kembali ke kamarnya sendiri dia baru mengambil lampu
dan mengetuk di depan jendela tiga kali, selesai memadamkan
lampu dia baru naik ke atas pembaringan untuk tidur.
Dia berbaring di atas pembaringan tidak bergerak sedikit pun,
tetapi dalam hati dia merasa pikirannya amat tajam sekali, bahkan
benar-benar membingungkan hatinya.
Wi Ci To mengatakan pedang pendek itu adalah palsu walau pun
hal ini berada diluar dugaannya semula tetapi dia merasa sangat
gembira sekali, karena dengan demikian dia bisa melarikan diri lagi
dari waktu yang sudah ditetapkan, dia tidak takut untuk dikawinkan
cepat-cepat dengan Wi Lian In tetapi di hadapan Wi Ci To sudah
bilang mau menjodohkan putrinya kepadanya, hal ini membuat
harapannya jadi musnah! Dia selalu mengharapkan Wi Ci To bisa
menghapuskan maksud hatinya ini.
Sekarang akhirnya datang juga kenyataan tersebut.
"Siasat serta rencana" yang disusun oleh majikan patung emas
akhirnya jadi kenyataan juga, setelah lewat satu setengah bulan
kemudian dia bakal jadi suami istri dengan Wi Lian In. Sewaktu dia
sudah jadi suami dari Wi Lian In maka majikan patung emas bisa
memerintahkan perintahnya yang kedua, apakah perintahnya itu"
Mencuri sebuah barang dari Wi Ci To yang sama sekali Tidak
berharga" "Benar !" Majikan patung emas berkata demikian, tetapi
perkataan ini tidak tentu benar, jikalau apa yang diminta majikan
patung emas adalah semacam barang yang sama sekali "Tidak
berharga" kenapa dia tidak memintanya sscara terbuka kepada diri
Wi Ci To " Sebaliknya menyusun rencana yang demikian ruwetnya
untuk menyalankan maksudnya itu"
Maka itu satu-satunya kesimpulan yang bisa diambil olehnya
adalah : Barang yang diminta majikan patung emas itu tentulah barang
yang paling disayang dan paling disenangi oleh Wi Ci To!
Kalau memangnya barang itu adalah barang yang paling
disayangi oleh Wi Ci To jikalau dirinya mengikuti perinlah dari
majikan patung emas dan mencuri barang tersebut bukankah
dengan demikian sudah membuat dosa terhadap mertuanya Wi Ci
To" merasa berdosa dengan istrinya Wi Lian In"
Berdosa terhadap Wi Ci To masih tidak begitu memberatkan,
tetapi kalau berdosa terhadap Wi Lian In hal ini merupakan satu
kesalahan yang maha besar bagaimana aku boleh merusak
kebahagian dari seorang nona!
Satu-satunyanya jalan adalah segera meninggalkan benteng Pek
Kiam Po, tidak lagi menjadi patung emasnya majikan patung emas,
tetapi dengan demikian majikan patung emas pasti tidak akan
melepaskan dirinya dengan begitu saja,
Kalau dirinya mati memang sama sekali tidak perlu disayangkan,
tetapi bagaimana dengan kerugian yang diderita oleh Yuan
Lociaopwe gara-gara dirinya"
Teringat akan diri "Yuan Locianpwe" .... orang tua penjual silat
itu ... hatinya semakin merasa seperti diiris-iris, sangat menderita
sekali, karenanya sekali pun sudah bolak-balik lama sekali dia tidak
bisa tidur juga. Kurang lebih mendekati kentongan ketiga itulah dia baru dengan
perlahan tertidur dengan pulasnya.
Tetapi pada saat itu juga mendadak terdengar suara dari majikan
patung emas berkumandang masuk ke dalam telinganya.
"Ti Then, ada urusan apa kau mencari aku?" tanyanya.
Ti Then segera membuka matanya kembali, tampak majikan
patung emas sudah menurunkan patung emasnya ke samping
pembaringannya, dia segera bangun duduk.
"Apa kau tidak mendengar sedikit berita pun?" tanya Ti Then
dengan mengerahkan ilmu untuk menyampaikan suara pula.
"Aku cuma tahu Wi Ci To sudah pulang, lainnya sama sekali tidak
tahu," "Kalau begitu sekarang aku mau beritahu kepadamu satu berita
baik dan satu berita jelek, harap setelah kau mendengar berita baik
itu jangan kelewat girang dan setelah mendengar berita jelek
jangan kelewat marah."
"Hmmmm!" dengus majikan patung emas dengan dingin. "Kau
bangsat cilik pinter juga putar-putar dulu kalau bicara. cepat
katakanlah!" "Aku beritahu dulu berita jelek . . . besok pagi aku mau
meninggalkan Benteng Pek Kiam Po lagi"
"Mau apa " tanya majikan patung emas cepat,
Ti Then tidak menyawab melainkan melanjutkan kembali kata-
katanya "Wi Ci To minta aku pergi bersama-sama dirinya, paling cepat
satu setengah bulam kemudian baru pulang."
"Mau apa?" desak majikan patung emas lebih lanjut.
"Cari pedang." "Eehmm?" "Pergi ke kota Tiong Cing Hu untuk mencuri pedang pendek Biat
hun Kiam milik Cuo it Sian itu lagi !"
"Hmm ! apakah Cuo It Sian mem punyai pedang pendek Biat Hun
Kiam yang kedua ?" "Tidak ada, dia cuma ada sebilah saja."
"Kalau memang cumanya sebilah, bukankah pedang tersebut
sudah kau curi kembali?"
"Tidak, aku sudah kena tertipu oleh siasatnya Cuo It Sisn,
pedang yang aku curi pulang bukanlah pedang pendek Biat Hun
Kiam yang sebenarnya."
"Bagaimana bisa terjadi ?"
"Cuo It Siaii menduga tentu kami bisa berusaha uatuk mencuri
kembali pedang pendek itu maka dia menyembunyikan pedang Biat
Hun Kiam yang asli sebaliknya membawa satu pedang tiruan yang
persis seperti Biat Hun Kiam di dalam badannya, kami tidak
menduga dia bisa berbuat demikian- karenanya sudah tertipu."
"Wi Ci To yang memecahkan rahasla ini ?"
"Benar." "Kalian bakal mencuri kembali pedang Biat Hun Kiam asli dengan
menggunai cara apa ?"
"Wi Ci To bilang setelah sampai di kota Tiong Cing Hu baru
mencari akal lagi..." sahut Ti Then dengan cepat,
"Harus membutuhkan satu setengah bulan lamanya ?"
"Benar, kau tahu Cuo It Sian adalah seorang rase tua yang amat
licik, dia tidak akan menyembunyikan pedang-pendek Biat Hun Kiam
itu di suatu tempat yang mudah dicuri orang lain."
"Hmmm ! sungguh banyak urusan yang terjadi !"
"Sekarang aku mau memberitahu satu berita yang baik, ini hari
Wi Ci To sudah menjodohkan Wi Lian In kepadaku"
"Dia bicara bagaimana ?"
"Dia tanya kepadaku maukah aku memperistri putrinya, jikalau
aku mau maka aku disuruh menyalankan upacara penghormatan
terlebih dulu maka aku melaksanakan permintaannya itu."
"Dia bilang kapan baru melaksanakan perkawinan kalian?"
"Sudah tentu setelah berhasil mencuri pedang pendek Biat Hun
Kiam dan kembali ke dalam Benteng"
"Apakah dia tidak mengucapkan syarat apa?"
"Ada, dia minta aku tetap tinggal di dalam Benteag Pek Kiam Po
dan melanjutkan menyabat sebagai Kiauw-tauw, dan aku sudah
setuju." "Soal ini sedikit pun tidak jelek"
"Apa yang kau rencanakan sudah bakal jadi kenyataan bukan?"
sindir Ti Then. "Ehmm . . ." "Sekarang kau beleh beritahu apa tujuanmu yang sebenarnya?"
"Tidak dapat." "Lebih baik kau beritahu kepadaku saja barang apa yang kau
inginkan itu jikalau aku merasa bisa kuambilkan sekarang juga aku
bisa pergi mencurinya untukmu, kalau barang itu tidak dapat aku
ambil sekali pun aku sudah kawin dengan Wi Lian In juga sama
saja tidak bakal bisa ambilkan buat dirimu"
"Barang yang aku kehendaki cuma bisa diambil setelah kau
menikah deagan Wi Lian In" seru majikan patung emas dengan
tegas. "Kalau besitu tidak ada halangannya bukan kalau
memberitahukan sekarang juga kepadaku?" desak Ti Then lebih
laajut. "Waktunya belum tiba, tidak berguna memberitahukan urusan ini
kspadamu" "Kalau waktunya sadah tiba tetapi aku tidak mengambilkan
buatmu kau mau berbuat apa?"
"Kalau demikian adanya maka kau tidak bakal lolos dari
krmatian." "Jikalau kau menghendaki aku melakukan satu pekerjaan yang
merugikan Wi Ci To ayah beranak aku lebih baik mati saja."
"Sejak dulu aku sudah bilang barang yang aku minta sama sekali
tidak bakal mencelakai Wi Ci To ayah beranak beserta seluruh jago
pedang yang ada di dalam Benteng Pek Kiam Po, kau takut apa?"
bentak majikan patung emas dengan gusar.
"Kalau tidak bakal mendatangkan bencana buat mereka kenapa
kau tidak minta kepada Wi Ci To dengan terbuka saja?"
"Persoalannya maukah Wi Ci To menyerahkan barang itu
kepadaku" "Hal ini membuktikan kalau barang itu sama sekali bukanlah
suatu barang yang sama sekali tidak berharga."
"Terhadap dirinya boleh dikata barang itu sama sekali tidak
berharga, lain kali kau bakal bisa tahu kalau perkataanku ini sama
sekali bukan omong kosong."
"Aku lihat, lebih baik kau turun saja kemari dan bunuh diriku."
"Hmm, kau kepingin melawan?" teriak majikan patung emas
dengan gusar. "Benar." "Kenapa?" "Karena aku tidak mau berbuat sesuatu pekerjaan yang
menyalahi diri Wi Ci To beserta putrinya,"
"Kau sama sekali tidak mau percaya terhadap tanggungan yang
aku ucapkan?" "Jikalau barang yang kau minta itu sama sekali tidak bakal
mendatangkan bencana buat Wi Ci To ayah beranak beserta seluruh
jago pedang yang ada di dalam Benteng Pek Kiam Po maka
sekarang kau tidak ada keharusannya untuk menyembunyikan
urusan tersebut, sebaliknya kini kau tidak mau memberitahu dengan
berterus terang hal ini membuktikan kalau barang yang kau mintai
itu pasti bakal mendatangkan bencana buat Wi Ci To ayah beranak
serta seluruh jago pedang dari Benteng Pek Kiam Po-"
"Kau sama sekali sudah salah menduga"
"Tapi aku percaya dugaanku sedikit pun tidak salah."
"Apakah kau sudah mengambil keputusan sekali pun mati tidak
bakal melakukan pekerjaanku?"
"Benar." "Kalau begitu terpaksa aku harus membunuh mati dirimu"
"Hem, jangan ngomong terus, ayoh cepat turun kemari dan mulai
turun tangan." "Aku tidak perlu turun, cukup dengan menggunakan patung
emas ini saja sudah lebih dari cukup untuk mencabut nyawamu."
ocoOooo "KALAU BEGITU silahkan mulai turun tangan."
"Aku mau pergi bunuh dulu dua orang kemudian baru datang
kemari lagi untuk membunuh dirimu."
Berbicara sampai di sini majikan patung emas segera menarik
kembali patung emasnya ke atas.
Ketika Ti Then mendengar dia mau pergi membunuh dua orang
terlebih dulu hatinya jadi sangat terperanyat sekali,
"Kau mau pergi bunuh siapa?" tanyanya.
"Wi Ci To ayah beranak" sahut majikan patung emas sepatah
demi sepatah dengan amat dinginnya.
Seluruh tubuh Ti Then segera tergetar dengan amat kerasnya.
"Tidak, tunggu dulu" teriaknya terperanyat.
"Ada apa?" tanya majikan patung emas tertawa dingin.


Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kau berdasarkan alasan apa mau pergi membunuh mati mereka
ayah beranak?" "Tanpa alasan."
"Kau sedang menggertak diriku?"
"Tidak" potong majikan patung emas dengan suara yang amat
dingin sekali. "Sebetulnya aku hendak menggunakan cara yang amat halus
untuk mendapatkan barang itu, tetapi kalau memangnya kau tidak
ingin jadi patung emasku lagi terpaksa aku harus pergi dengan
menggunakan kekerasan, kejadian ini terpaksa harus aku lakukan."
"Mau pergi merampas belum tentu harus membunuh mati
mereka ayah beranak" tiba-tiba Ti Then nyeletuk, "Terang-terangan
kau sedang menggertak diriku."
"Kalau memangnya menggertak dirimu kau mau apa?" seru
majikan patung emas itu sambil memperdengarkan suara
tertawanya yang amat menyeramkan-
Dalam hati Ti Then benar-benar merasa amat bingung dan sedih
sekali, pikirannya kacau tak terhingga.
Dia tahu pihak musuhnya sedang menggertak dirinya dan
memaksa dirinya untuk melanjutkan mendengarkan perintahnya lagi
tetapi bilamana dirinya tidak mau menurut-dia bisa sungguh-
sungguh pergi membunuh mati Wi Ci To ayah bcranak dengan
kepandaian silat yang demikiao tingginya dari majikan patung emas,
Wi Ci To pasti bukan tandingannya.
Di dalam benaknya segera berkelebatlah berbagai ingatan
kemudian dengan cepatnya mengambil satu keputusan.
Jikalau dirinya menerima perintahnya terus pergi kawin dengan
Wi Lian-In, pergi mencurikan semacam barang milik Wi Ci To walau
pun mendatangkan satu bencana terhadap diri Wi Ci To ayah
beranak tetapi bagaimana pun juga bencana masih jauh lebih
ringan daripada ancaman membunuh yang dilancarkan majikan
patung emas pada saat ini.
Karena itu diam-diam dia menghela napas panjang.
"Baiklah," ujarnya kemudian dengan menggunakan ilmu uutuk
menyampaikan suara, "Boleh dihitung kau cukup ganas, aku
menyerah." Majikao patung emas segera tertawa,
"Lain kali kau bisa tahu kalau aku orang sama sekali tidak ganas,
justru karena aku tidak ingin mencelakai mereka ayah beranaklah
maka aku baru suruh kau pergi mencuri barangnya, jikalau berganti
dengan orang lain, dia tidak akan bersikap demikian."
"Sudah . , sudahlah kau pergi sana, aku mau tidur" usir Ti Then
sambil mengulapkan tangannya.
"Aku mau memberi peringatan lagi kepadamu, jikalau kau berani
secara diam-diam merusak semua rencanaku maka segala akibat
harus kau tanggung sendiri."
Sehabis berkata dia menutup kembali atap rumah dan lenyap tak
berbekas. Dengan gemasnya Ti Then menggerutuk giginya, diam-diam
dalam hati makinya. "Iblis, kau benar-benar iblis tua yang banyak berdosa."
Dia tidak berhasil memadamkan rasa gusar yang membakar
hatinya, sepasang matanya dengan berapi-api memandang ke atas
atap, dari gelap berubah jadi terang dia sama sekali tidak pernah
memejamkan matanya sedikit pun.
Setelah terang tanah dia baru turun dari pembaringan untuk cuci
muka kemudian berjalan menuju ke ruang makan untuk bersantap
pagi bersama-sama dengan Wi Ci To. Wi Ci To yang melihat
sepasang matanya merah membengkak jadi merasa keheranan.
"Ti Kiauw tauw, kemarin malam kau tidak bisa tidur?" tanyanya.
"Benar, teringat sudah kana tipu oleh Cuo It Sian selama satu
malaman aku tidak dapat tertidur barang sekejap pun." sahut Ti
Then sambil tertawa malu.
"Cuma sedikit urusan saja tidak perlu kau pikirkan terus di dalam
hati," "Baik" "Setelah bersantap kita segera akan berangkat, . kali ini kau
harus tukar dengan kuda yang lain, kau tidak dapat menunggang
kuda Ang San Khek lagi"
"Benar." Sahut Ti Then membenarkan. "Masih ada satu persoalan
lagi, boanpwe duga Cuo It Sian kemungkinan sekali sudah kirim
orang untuk mengawasi gerak-gerik kita dari luar Benteng, maka
setelah kita keluar dari pintu Benteng ada kemungkinan dibuntuti
oleh mereka, maka itu lebih baik kita sedikit berganti wajah saja
kemudian jangan keluar dari pintu sebelah depan."
"Baik, kita berbuat demikian saja" sahut Wi Ci To sambil
mengangguk. Demikianlah setelah bersantap pagi mereka berdua segera
kembali ke dalam kamarnya masing-masing untuk menyamar, Wi Ci
To menyamar sebagai seorang sastrawan tua sedangkan Ti Then
menyamar sebagai seorang siucay muda.
Demikianlah setelah memilih dua ekor kuda jempolan di bawah
hantaran Shia Pek Tha serta para jago pedang merah lainnya Wi Ci
To serta Ti Then meninggalkan benteng dengan melalui pintu
benteng sebelah belakang.
Setelah mengitari satu lingkaran besar mereka baru memilih satu
jalan gunung untuk kemudian melanjutkan perjalanannya kembali.
Satu jam kemudian tua muda dua orang itu sudah jauh
meninggalkan benteng Pek Kiam Po dan melanjutkan perjalanan
menuju kearah sebelah utara,
Ditengah perjalanan Wi Ci To tiba-tiba menoleh ke belakang
lantas ujarnya "Agaknya tidak ada orang yang sedang membuntuti kita bukan ?"
"Kita sudah berganti wajah apa lagi turun gunung dengan
menggunakan jalan lain, bilamana ada orang juga yang membuntuti
diri kita maka pihak lawan boleh dikata pendengarannya amat luas."
"Benar juga perkataanmu."
"Apakah pedang pendek itu dibawa serta?"
"Sudah kubawa" sahut Wi Ci To sambil menepuk-nepuk
badannya. "Pedang Biat Hun Kiam dari Cuo It Sian itu apakah ada sarung
pedangnya?" "Sebetulnya ada cuma saja kemungkinan sudah hilang."
"Semoga saja kali ini kita bisa berhasil mendapatkan pedang
tersebut dengan lancar."
"Siasatmu amat bagus sekali" ujar Wi Ci To. "Asalkan tidak terjadi
urusan lain lagi seharusnya kita bisa mendapatkan hasil."
"Setelah mendapatkan kembali pedang pendek itu, dapatkah
boanpwe mengetahui Gak-hu hendak berbuat apa?"
Wi Ci To termenung berpikir sebentar akhirnya sahutnya:
"Pertama-tama Lohu cuma bisa beritahu padamu sedikit saja,
setelah Lohu dapatkan pedang pendek tersebut pada bulan
permulaan tahun depan aku mau membawanya ke atas gunung Hoa
San untuk mengadakan pertemuan dengan si kakek pemalas Kay
Kong Beng, Yuan Kuang Thaysu dari Siauw lim Pay serta
Ciangbunyin dari Bu tong Pay Leng Cing Ceng Tojin."
"Kalau begitu pedang pendek Biat Hun Kiam ini ada sangkut paut
yang amat erat sekali dengan pertemuan di atas gunung Hoa san
itu?" "Lohu tidak dapat menyawab pertanyaanmu lagi," sahut Wi Ci To
tersenyum. "Benar," sahut Ti Then dengan gugup. "Sejak kini boanpwe tidak
akan menanyakan urusan ini lagi"
"Bukannya sengaja Lohu memperlihatkan kemisteriusan
sebaliknya hal ini meyangkut keselamatan dari Bu lim, makanya
tidak boleh bocor barang sedikit pun"
"Setiap diadakannya pertemuan puncak para jago di atas
gunung Hoa san apakah mengharuskan Gak hu serta si kakek
pemalas Kay Kong Beng, ciangbunyin dari Siauw lim Pay dan
ciaogbunyin dari Bu tong Pay untuk mengikutinya?" tanya Ti Then
mengalihkan bahan pembicaraan selanjutnya,
"Benar," sahut Wi Ci To mengangguk, "Sebetulnya pertemuan itu
cuma satu tempatnya berkumpul para kawan lama dan bukannya
tempat satu pertenuan yang bermaksud merebut gelar jagoan."
"Tempo hari boanpwe dengar dari ciangbynyin Siauw lim Pay
berkata, agaknya di atas pertemuan Hoa san ini juga khusus untuk
membereskan pertikaian yang terjadi di dalam Bu lim?"
"Benar, kami empat orang saling berjanyi untuk setiap tiga tahun
berkumpul satu kali di atas gunung Hoa san, sebenarnya tujuan
kami cuma untuk mempererat persahabatan diantara kita sendiri,
hal ini disebabkan karena kecuali si kakek pemalas Kay Kong Beng
seorang di antara kami bertiga mem punyai anak murid yang sangat
banyak sekali dan sering terjadi keributan di dalam Bu lim, karena
itu kami sebagai pemimpinnya harus mem punyai satu ikatan
persahabatan yang erat sehingga dengan demikian suatu percek-
cokan diantara anak buah kita bisa diselesaikan dengan baik-baik."
Dia berhenti sebentar untuk tukar napas kemudian sambungnya.
"Tetapi waktu serta tempat berkumpulnya kami berempat
semakin lama semakin di ketahui oleh orang banyak, demikianlah
diantara mereka ternyata banyak yang sudah naik ke atas gunung
memohon kita membereskaankesukaran yang mereka hadapi, lama
kelamaan pertemuan Hoa san ini dari hubungan empat partai kini
jadi satu pertemuan Bu lim yang amat ramai sekali."
"Bukankah hal itu bagus sekali?" seru Ti Then cepat.
Wi Ci To segera tertawa pahit.
"Benar," sahutnya, "Tetapi kadang-kadang kami menghadapi
juga persoalan yang benar-benar membuat orang sukar untuk
memecahkannya." "Dengan nama besar serta kedudukan dari Gak-hu serta tiga
orang cianpwe lainnya apakah masih ada juga persoalan yang tidak berhasil
diselesaikan?" "Benar, ada kalanya urusan yang kami hadapi bukanlah dapat
dibereskan cuma dengan kepandaian serta nama kita."
"Gak-hu sering membereskan pertikaian yang terjadi di dalam Bu
lim, sudah tentu banyak kenal dengan orang-orang Bu lim bukan?"
"Benar" sahut Wi Ci To mengangguk-"Orang yang sedikit punya
nama tentu Lohu kenal, buat apa kau menanyakan urusan ini?"
"Aku ingin sekali mengetahui di dalam Bu lim pada saat ini
apakah ada orang yang memiliki kepandaian silat seperti yang
dimiliki si kakek pemalas Kay Kong Beng?"
"Ada seorang" "Siapa?" "Sayang lohu sendiri juga tidak kenal" sahut Wi Ci To tertawa.
"Siapakah nama serta sebutan orang itu?"
"Bu Beng Lojin."
Ti Then jadi melengak tapi sebentat kemudsan wajahnya sudah
berubah memerah. "Kepandaian silat dari suhuku apakah benar-benar ada di atas
kepandaian dari si kakek pemalas?" ujarnya tertawa.
Kiranya pada beberapa bulan yang lalu sewaktu tidak lama dia
memasuki benteng Pek Kiam Po, Wi Ci To pernah menanyakan
tentang asal-usul perguruannya,dia tidak dapat mengatakan
gurunya adalah majikan patung emas makanya dia lantas
menyebutkan seorang kakek tua tanpa nama yang sudah mewarisi
kepandaiannya itu, kini mendadak Wi Ci To menyebut kembali "Bu
Beng Lojin" empat buah kata membuat hatinya rada sedikit tidak
tenang. "Tidak salah," sahut Wi Ci To mengangguk. "Walau pun Lohu
belum pernah bertemu dengan suhumu tetapi lohu berani
memastikan kalau kepandaian silat dari suhumu jauh berada di atas
dari kepandaian si kakek pemalas Kay Kong Beng."
"Perkataan dari Gak-hu ini apakah diambil kesimpulan dari
kepandaian yang boanpwe miliki ?"
"Benar, kau sendiri terhadap kepandaian silat yang kau miliki
apakah masih merasa tidak jelas ?"
"Boanpwe merasa tenaga dalamku masih terlalu rendah . . ."
"Tidak" seru Wi Ci To sambil gelengkan kepalanya. "Dengan
kepandaian yang kau miliki saat ini sebenarnya sudah jauh melebihi
dari lohu sendiri." "Gak-hu, kau jangan bicara demikian, sedikit kepandaian dari
boanpwe ini mana berani dibandingkan dengan diri Gak-hu" seru Ti
Then dengan gugup. Wi Ci To tersenyum. "Sungguh," serunya. "Kau pernah mengalahkan si pendekar
pedang tangan kiri Cian Pit Yuan di dalam kurang dari seratus jurus
sedangkan tingkatan lohu dengan Cian Pit Yuan kira-kira terpaut
sedikit saja, bilamana lohu bermaksud hendak mengalahkan dirinya,
kecuali harus bertempur mati-matian sebanyak tiga-lima ratus jurus
jangan harap bisa memperoleh hasil, maka itu dengan kepandaian
silat yang kau miliki sekarang ini boleh dikata jauh berada di atas
kepandaian dari Lohu."
Dia berhenti sebentar untuk menghela napas panjang kemudian
sambungnya lagi: "Sedangkan perbedaan antara Lohu dengan si kakek pemalas
Kay Kong Beng cuma satu tingkat saja, karena itu dengan
kepandaian silat yang kau miliki sekarang sekali pun tidak bisa
melampaui diri si kakek pemalas Kay Kong Beng tetapi suhumu pasti
jauh lebih dahsyat dari diri si kakek pemalas Kay Kong Beng."
"Omong terus terang saja sekali pun kepandaian dari boanpwe
tidak rendah tetapi pernah dikalahkan di tangan seorang pemuda
yang satu tingkat dengan diriku" ujar Ti Then tiba-tiba.
Wi Ci To sedikit melengak.
"Sungguh?" tanyanya sambii memandang tajam wajahnya.
"Sungguh !" sahut Ti Then mengangguk.
"Siapakah dirinya ?"
"Si "Hong Liuw Kiam Khek" Ing Peng Siauw !"
"Aaaah .... kiranya dia orang !"
"Gak hu tahu tentang orang ini bukan ?"
"Tahu !" sahut Wi Ci To mengangguk, "Dua tahun yang lalu lohu pernah bertemu satu kali dengan dirinya dan dengan mata kepala
lohu sendiri bisa melihat dia mengalahkan dua orang jagoan
berkepandaian tinggi dari kalangan Hek to, tetapi jika dilihat dari
gerakan tubuhnya itu agaknya tidak seberapa lihay jika
dibandingkan dengan dirimu."
Ti Then tidak ingin mengatakan kalau sewaktu dia dikalahkan
oleh si "Hong Liuw Kiam Khek" Ing Peng Siauw belum belajar
kepandaian silat dari majikan patung emas, karenanya dia segera
berbohong: "Kemugkinan sekal dia sengaja menymbunykan kekuatan yang
sesungguhnya sehingga Gak hu sama sekali tidak dapat
melihatnya," "Ehmm . . . kemungkinan sekali memang demikian," sahut Wi Ci
To mengangguk. "Tetapi . . Lohu selalu merasa bahwa sekali pun
dia adalah seorang jagoan muda yang amat menonjol tetapi jika
dibandingkan dengan bakat serta keadaanmu agaknya dia tidak
dapat menandingi dirimu, bagaimana kau bisa dikalahkan olehnya ?"
Ti Then segera tertawa pahit.
"Kemungkinan sekali dikarenakan dia terjun di dalam dunia
kangouw rada pagian sehingga pengetahuannya jauh lebih matang
dari diri boanpwe sendiri " ujarnya.


Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Siapakah suhumu ?"
"Tidak tahu!" sahut Ti Then sambil gelengkan kepalanya,
"Boanpwe pernah mengadakan penyelidikan kepada banyak orang
tetapi tidak ada seorang pun yang mengetahui asal-usul
perguruannya." "Kenapa kau dikalahkan olehnya?"
"Setahun yang lalu!"
"Kenapa kau bergebrak dengan dirinya?"
"Persoalan ini jika dibicarakan terlalu panjang sekali" ujar Ti Then sambil menghela napas ringan" Tempo hari Gak-hu pernah bertanya
kepadaku apakah boanpwe ada rahasia yang tidak dapat diutarakan
keluar, lebih baik sekarang juga boanpwe ceritakan urusan ini . . "
Wi Ci To yang mendengar dia hendak menceritakan rahasia yang
selama ini terpendam di dalam hatinya tidak terasa lagi air mukanya
sedikit berubah. "Jikalau kau merasa hal ini tidak leluasa untuk dibicarakan lebih
baik tidak usah diucapkan saja. Lohu pernah berkata kepada Wi Lian
In tidak perduli kau mengandung rahasia yang macam apa pun
Lohu percaya kau adalah seorang pemuda yang berhati lurus dan
jujur." "Tidak, urusan ini sebetulnya tidak ada halangannya untuk
diberitahukan kepada Gak-hu, sebenarnya mau menceritakan
urusan ini kepada Gak-hu tetapi karena boanpwe takut urusan ini
sampai tersiar ditempat luaran sehingga mendatangkan satu
kekacauan maka selama ini boanpwe tidak pernah
membicarakannya," Dia bcrhenti sebentar lantas sambungnya lagi:
"Di dalam kota Tiang An dahulu pernah ada sebuah perusahaan
ekspedisi "Yong An-Piauw-kiok" yang merupakan perusahaan
terbesar diseluruh negeri tentu Gak-hu tahu bukan ?""
"Tahu!" sahut Wi Ci To mengangguk, "Piauw-tauw dari Yong An
Piauw-kiok itu bernama Kim Kong So atau si tangan baja Yuan
Siauw Ci, aku dengar kepandaian silat yang dimilikinya tidak lemah
selamanya barang kawalannya belum pernah gagal bahkan menurut
apa yang lohu dengar dagangannya bagus sekali."
"Cuma sayang Yong An Piauw-kiok pada setahun yang lalu sudah
hancur dan tutup" Wi Ci To jadl melengak. "Iiih .... kenapa tentang urusan ini lohu belum pernah mendengar
orang berkata ?" tanyanya.
"Heey . . . tidak lama berselang piauw kiok itu sudah ditutup
gara-gara perbuatan dari seorang piauw-sunya."
"Siapakah piauw su itu ?" tanya Wi Ci To sambil memandang
tajam wajahnya. "Dialah boanpwe sendiri."
Agaknya Wi Ci To merasa berita ini berada diluar dugaannya,
dengan amat terperanya dia bertanya:
"Aaaa, . . kiranya kau pernah menjadi piauw-su di perusahaan
ekspedisi Yong An Piauw-kiok ?"
"Benar !" sahut Ti Then mengangguk "Ada satu kali secara
kebetulan boanpwe bisa berkenalan dengan si tangan baja Siauw Ci,
dia mengundang boanpwe untuk bekerja di perusahaan
ekspedisinya, semula boanpwe menolak tetapi akhirnya setelah
mendapatkan desakan berulang kali akhrnya boanpwe menerimanya
juga." "Nama besar dari perusahaan ekspedisi Yong An Piauw-kiok
sudah menggetarkan seluruh kolong langit, setiap piauw-su yang
ada diperusahaannya boleh dikata merupakan jago-jago pilihan, ada
banyak orang yang mau masuk pun tidak dapat kini si tangan baja
Yuan Siauw Ci ternyata mengundang kau untuk memasuki
perusahaannya hal ini jelas membuktikan kalau dia amat
memandang tinggi dirimu."
"Benar" Sahut Ti Then membenarkan, "Piauw-su di dalam
perusahaan itu semuanya berjumlah tujuh puluh orang banyaknya,
masing-masing semuanya merupakan jagoan Bu-lim yang berilmu
tinggi dan memiliki pengalaman yang amat luas sekali,
sembarangan mengirim seorang pun sudah dapat membereskan
satu urusan maka itu barang siapa ssya yang bisa jadi piauw-su di
dalam perusahaan tersebut namanya segera akan terkenal di dalam
Bu-lim" "Kau bekerja berapa bulan di perusahaan tersebut?" tukas Wi Ci
To. "Cuma tiga bulan lamanya dan melidungi dua buah barang
kawalan, yang pertama aku mengikuti seorang piauw-su pergi
mencari pengalaman dan kedua kalinya pergi mengawal sendiri
sebuah barang kawalan rahasia, siapa tahu baru saja meninggalkan
kota Tiang An selama tiga hari peristiwa ternyata sudah terjadi.."
"Sebetulnya barang apa?" tanya Wi Ci To terkejut bercampur
heran. "Satu peti mutiara, intan serta permata yang berharga seratus
dua puluh laksa tahil perak"
"Ooouuw, . . suatu barang kawalan yang begitu berharganya !"
Seru Wi Ci To sambil menghembuskan napas panjang.
"Benar, pemilik barang itu adalah seorang pembesar negeri yang
mem punyai pangkat tinggi, tujuannya adalah kota Thay Yuan Hu
yang semuanya ada seribu li jauhnya, dikarenakan jumlah yang
terlalu besar itulah apalagi perjalanan yang demikian jauhnya ini
Yuan Piauw-tau merasa untuk melindungi barang kawalan secara
terang-terangan terlalu bahaya maka itu dia mengambil keputusan
untuk melindungi barang kawalan tersebut secara diam-diam, dia
bertanya kepada para Piau-su yang ada di dalam perusahaan siapa
yang berani melindungi barang itu, mungkin dikarenakan jumlah
yang terlalu besar ternyata diantara piauw-su piauw-su itu tidak ada
yang berani menerima. ."
"Lalu kau beranikan diri untuk menerima?"
"Benar" Sahut Ti Then mengangguk, "Saat itu Yuan Piauw-tauw
pun sangat setuju kalau boanpwe yang bertanggung jawab,
alasannya karena boanpwe belum lama memasuki perusahaan
tersebut, sehingga orang yang mengetahui pun belum banyak,
karena hal itulah ada kemungkinan pcrhatian dari semua orang tidak
bisa dicurahkan kepada boanpwe semuanya."
"Hal ini sedikit pun tidak salah!"
"Tetapi Yuan Piauw-tauw jadi orang ternyata amat teliti sekali,
dia kirim dulu seorang piauw-su yang pura-pura sedang melindungi
barang kawalan itu melakukan
perjalanan, setelah lewat dua hari kemudian dia baru
mengijinkan boanpwe untuk meninggalkan kota Tiang An dengan
mengawal barang-barang tersebut."
Dengan sedihnya dia menghela napas panjang tambahnya:
"Demikianlah pada hari ketiga sewaktu ada dikota Cong Koan,
ternyata aku sudah bertemu dengan si Hong Liuw Kiam Khek Ing Peng Siauw..."
"Sebelum kejadian itu diantara kalian apa saling kenal ?" tanya
Wi Ci To. "Ada satu kali kami memang pernah bertemu, karena boanpwe
melihat kepandaian silatnya menonjoi jadi orang pun sangat bagus
maka di dalam hati aku sudah timbul rasa simpati, maka itu ketika
untuk kedua kalinya bertemu muka di sebuah rutnah makan dikota
Cong-kwan kami saling bersantap di dalam satu meja, dia bilang dia
mau pergi ke Thay Yuan Hu untuk mencari encinya sedang
boanpwe pun bilang ada urusan mau pergi ke kota Thay Yuan Hu
pula, demikianlah dia lantas mau berjalan bersama-sama dengan
boanpwe, boanpwe yang merasa dia adalah seorang dari kalangan
lurus maka dengan hati girang meluluskannya..."
"Apakah kau pernah memberitahukan soal kawalan barang
berharga itu ?" timbrung Wi Ci To tiba-tiba.
"Tidak" sahut Ti Then gelengkan kepalanya.
"Atau mungkin secara tidak berhati-hati kau sudah
memperlihatkan barang berharga itu kepadanya ?"
"Juga tidak, sebelum dia memperlihatkan wajah aslinya yang
menyengir kejam selamanya tidak pernah memandang sekeap pun
terhadap buntalan yang ada pada punggung boanpwe!"
"Jikalau demikian adanya dia tentu dari tempat lain berhasil
mendapatkan kabar kalau kau sedang mengawal sejumlah barang
kawalan menuju ke kota Thay Yuan Hu, maka itu sengaja
munculkan dirinya dikota Cong Kwan."
"Kemungkinan sekali memang demikian" sahut Ti Then
membenarkan." Tetapi yang aneh sewaktu Yuan Piauw-tauw
menerima barang kawalan itu mereka membicarakan di dalam
suasana yang amat rahasia sekali, kecuali Piauw-su yang ada di
dalam perusahaan sampai anak buah lainnya pun tidak tahu,
bagaimana mungkin dia bisa memperoleh berita ini ?"
"Kemungkinan sekali Piauw-su yang ada di dalam perusahaan
itulah yang sudah membocorkan keluar."
"Tidak . . . tidak mungkin !" sahut Ti Then sambil gelengkan
kepalanya." Walau pun Yong An Piauw-kiok mem punyai tujuh puluh
orang Piauw-su tetapi setiap piauwsu sudah pernah memperoleh
pengawasan yang amat lama sekali dari Yuan Piauw-tauw,"
Setelah merasa aneh Wi Ci To segera tertawa dingin.
"Lohu tidak percaya kalau si Hong liuw Kiam Khek Ing Peng
Siauw mem punyai ilmu untuk meramal kejadian yang akan
datang." "Hal ini sudah tentu, karena itulah boanpwe baru merasa sangat
keheranan" "Kau bilang majikan dari pemilik barang itu adalah seorang
pembesar, siapakah namanya" dan apa jabatannya ?"
"Sampai saat ini boanpwe sendiri juga tidak tahu siapakah
sebenarnya orang itu karena dia pernah memohon kepada Yuan-
Piauw tauw untuk merahasiakannya, orang yang bekerja sebagai
pengawal barang memang mem punyai kewajiban untuk
merahasiakan namanya karena itu Yuan Piauw-tauw selama ini
selalu tidak mau menyebutkan siapakah nama yang sebenarnya."
"Bagus, sekarsng lanjutkanlah lagi"
"Hari itu menunjukkan siang hari setelah kami bersantap dirumah
makan tersebut ternyata dia sudah berebut untuk membayar
rekening makanan setelah itu kita bersama-sama keluar kota, baru
saja berjalan enam, tujuh puluh li hari sudah menjadi gelap,
boanpwe segera usulkan untuk mencari penginapan sebaliknya dia
bilang malam hari hawanya amat nyaman sekali dan mau
melanjutkan kembali perjalanannya sejauh puluhan li lagi, boanpwe
tidak curiga kepadanya maka itu menurut saja permintaannya dan
melanjutkan kembali perjalanan ke depan.
Siapa tahu baru saja berjalan empat lima li jauhnya dan tiba
disatu tempat yang amat sunyi dia menghentikan langkah kakinya,
sambil mendougakkan kepalanya memandang rembulan ujarnya
"Ti heng, malam ini tanggal berapa ?"
"Tanggal empat."
"Kalau begitu masih ada sebelas hari itu sampai batas waktu
yang terakhir." "Urusan apa ?" "Siauw-te sudah tertarik dengan seorang nona, dia adalah
seorang Putri hartawan dengan memiliki potongan wajah yang amat
cantik menarik, siauw-te kepingin memperistri dirinya tetapi
hartawan itu mengatakan siauw-te terlalu miskin, dia tidak mau
mengawinkan putrinya kepadaku.."
"Lalu bagaimana baiknya?"
"Nona itu menaruh rasa cinta yang mendalam sekali terhadap diri
siauw-te dan sanggup untuk lari dari rumah bersama-sama dengan
siauwte tapi sudah Siauw-te tolak maksudnya ini, siauw-te bilang
kalau lari dari rumah hal itu sangat memalukan sekali"
"Betul, perkataan dari Ing-heng ini sedikit pun tidak salah"
"Akhirnya Siauw-te pergi menemui ayahnya, begitu bertemu
Siauw- te segera bertanya dia mau minta uang berapa banyak baru
mau mengawinkan putrinya kepadaku, coba kau terka dia bilang
bagaimana?" "Dia bilang apa?"
"Hmmm, dia minta seratus laksa tahil perak!"
"Oooohh...Thian!"
"Benar! ternyata jauh lebih mahal dari emas"
"Lalu akhirnya bagaimana?"
"Siauw-te mengabulkannya"
"Aaaah. . . Ing-heng punya seratus laksa tahil perak?"
"Tidak punya" "Lalu, . . . lalu . . . Ing-heng punya rencana pergi meminyam
seratus laksa tahil perak?"
"Tidak salah, ternyata dia tidak jelek juga, dia sudah memberi
batas waktu selama satu bulan kepada Siauwte untuk pergi
meminyam." "Aku rasa tidak mudah untuk memperolehnya."
"Siauw-te kira belum tentu."
"Ehmmm?"" "Asalkan Ti-heng suka meminyamkan kepada Siauw-te. ....."
"Ing-heng jangan berguyon!"
"Sungguh, sekarang Ti-heng pinyamkan dulu kepada Siauw-te,
dua tahun kemudian dari seperti ini juga Siauw-te akan kembalikan
semua uangmu itu beserta bunganya! Perkataan yang sudah Siauw-
te katakan selamanya tidak pernah diingkari"
"Haaaaa ... . haaa . . . cuma sayang Siauw-te tidak punya
Seratus laksa tahil perak!"
"Intan permata yang ada dibadan Ti-heng itu bukankah berharga
di atas seratus laksa tahil perak ?"
Waktu itu boanpwe yang mendengar perkataannya ini diam-diam
merasa sangat terperanyat sekali, boanpwe lantas tanya dia tahu
darimana kalau boanpwe membawa intan permata yang bernilaikan
lebih dari seratus laksa tahil perak, dia tertawa dan menyawab kalau
mendengar dari orang lain lalu boanpwe tanyai pula apa dia
bermaksud merampok barang kawalanku, dia bilang kalau boanpwe
tidak pinyamkan kepadanya maka dia akan turun tangan merampok
barang kawalan tersebut".
Berbicara sampai di sini wajah Ti Then segera tersungginglah
satu senyuman dengan perlahan-lahan sambungnya
"Boanpwe yang melihat perkataannya seperti tidak sedang guyon
dengan cepat cabut keluar pedang siap menghadapi serangannya,
dia yang melihat sikap boanpwe itu segera tertawa terbahak-bahak
dan berkata:"Bagus . . . bagus sekali, kita boleh bertanding dengan pedang, kita lihat siapa lebih lihay diantara kita, bilamana siauw-te
kalah maka aku segera akan lari pergi dari sini-tetapi bilamana Ti-
heng yang secara tidak beruntung aku kalahkan maka minta
permata-tersebut harus kau tinggal . . . , demikianlah pada waktu
itu juga kami segera bertempur dengan amat serunya . ."
"Dia membawa pembantu tidak?" tukas Wi Ci To lagi,
"Tidak, sejak permulaan sampai terakhir dia mengalahkan
boanpwe sama sekali tidak pernah kelihatan munculnya orang yang
ketiga !" "Kepandaian silatnya jauh lebih tinggi darimu?" tanya Wi Ci To lagi.
"Hal ini tidak begitu menyolok, ditengah pegunungan yang amat
sunyi itu bertempur dengan susah payah sebanyak seribu jurus
lebih, ketika mendekatinya
terang tanah akhirnya boanpwe dikalahkan satu jurus dan
terkena tusukan pedangnya pada bagian kakiku"
"Tidak dapat mengetahui asal-usul ilmu silatnya?"
"Benar, tidak tahu"


Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Akhirnya harta kekayaan tersebut berhasil dia rampas?"
"Benar, sewaktu boanpwe terkena tusukannya dan rubuh ke atas
tanah dengan mengambil kesempatan itulah dia merebut buntalan
yang berisikan intan permata itu, sesaat sebelum meninggalkan
tempat itu dia berkata bahwa dua tahun kemudian dia akan
mengembalikan barang itu beserta bunganya, dia berjanyi dengan
boanpwe untuk bertemu kembali dua tahun kemudian, di tempat ini
juga, setelah itu dia segera berkelebat pergi dari sana."
Wi Ci To segera menghela napas panjang.
"Heeei ..... sungguh tidak disangka si Hong Liuw Kiam Khek, Ing
Peng Siauw sebenarnya adalah manusia semacam itu akhirnya kau
berhasil menemukan dirinya?"
"Tidak" sahut Ti Then tertawa pahit, "Sejak dia berhasil
memperoleh harta kekayaan itu jejaknya lantas lenyap tak
berbekas, walau pun boanpwe serta seluruh piauw-su yang ada di
dalam perusahaan ekspedisi Yong An Piauw kiok sudah dikerahkan
semuanya dan mencari ke semua tempat tetapi tidak menemukan
jejaknya juga." "Lalu bagaimana tanggungjawab orang she Yuan itu terhadap
pemilik barang tersebut?"
"Dikarenakan persoalan inilah seluruh harta benda dari Yuan
Piauw-tauw jadi ludas untuk mengganti kerugian tersebut, dengan
demikian perusahaan Yoang An Piauw-kiok pun hancur berantakan"
"Tidak aneh kalau setiap hari keadaanmu amat murung sekali,
kiranya kau merasa tidak tenang dikarenakan sudah
menghancurkan kejayaan dari Yong An Piauw kiok."
"Yang membuat boanpwe merasa lebih sedih adalah seorang
Piauw tauw yang mentereng dari sebuah perusahaan ekspedisi yang
besar ternyata kini sudah terlantar di dalam Bu lim dengan menjual
silat sebagai biaya hidup."
"Hei . . hal ini memang patut menerima simpatik dari orang lain"
seru Wi Ci To sambil menghela napas panjang.
"Maka itu boanpwe pernah bersumpah untuk mencari dapat
harta yang sudah di rampok oleh Ing Peng Siauw itu, sebelum
berhasil mencapai maksudku ini aku tidak akan berdiam diri"
"Bilamana sejak semula kau menceritakan urusan ini kepada diri
Lohu maka lohu bisa perintahkan seluruh jago pedang yang ada di
dalam Benteng untuk bantu kau mencarikan kabar dari dirinya"
"Justru boarpwe takut kalau berita ini sampai tersiar didaiam Bu-
lim sehingga memancing datangnya incaran dari jago-jago kalangan
Hek-to, dengan demikian bukankah urusan jadi semakin berabe?"
"Asalkan pesan wanti-wanti kepada mereka untuk jangan
membocorkan rahasia ini bukankah urusan sudah beres?"
Ti Then segera mengerutkan alisnya rapat-rapat.
"Boanpwe ingin sekali pergi mencari dirinya sendiri, kemudian
mengajak dia bertempur hingga salah satu diantara kita ada yang
mati." "Dia bilang dua tahun kemudian hendak dikembalikan entah
perkataannya itu sungguh-sungguh atau cuma bohong belaka."
"Hmmm.. sudah tentu omongan setan" seru Ti Then sambil
tertawa dingin. "Menanti setelah urusan yang menyangkut diri Cuo It Sian ini
bisa dibikin beres maka lohu segera akan menggerakkan semua
jago pedang merah yang ada di dalam Benteng untuk pergi mencari
jejaknya, lohu tidak percaya kalau jejaknya tidak dapat ditemukan
kembali . . oooh, kalau memangnya ini hari kau sudah membuka
rahasiamu itu kepadaku, lohu mau tanyakan kembali satu persoalan
yang mencurigakan hatiku, tempo hari sewaktu lohu mengutarakan
maksudku hendak membantu dirimu kau pernah bilang asalkan lohu
mau berkelahi kemudian mengalahkan dirimu hal ini sama juga
sudah membantu kau membereskan satu persoalan yang rumit,
sebetulnya apa maksud dari perkataanmu itu?"
Ti Then segera tertawa malu.
"Padahal hal itu sebetulnya tidak mengandung maksud yang
mendalam, semula Gak hu masih menganggap boanpwe adalah Lu
Kong-cu yang pernah pergi ke sarang pelacuran Touw Hoa Yuan,
karena di dalam hati boanpwse ingin sekali meninggalkan Benteng
Pek Kiam Po, sedang waktu itu pun Gak-hu memaksa boanpwe
untuk tinggal beberapa hari di sana boanpwe tidak mendapatkan
cara untuk manolak permintaan itu karenanya sengaja boanpwe
berkata demikiao agar Gak-hu menaruh rasa curiga semakin
mendalam lagi terhadap boanpwe, dengan begitu boanpwe bisa
meninggalkan tempat itu dengan leluasa."
"Oooh ... kiranya begitu .." seru Wi Ci To sambil tertawa.
Mendadak Ti Then menuding kearah tempat kejauhan.
"Coba lihat" serunya. "Bukankah itu kota Tan Leng Sian?"
Wi Ci To segera angkat kepalanya memandang ternyata sedikit
pun tidak salah di hadapannya muncul sebuah kota yang cukup
besar, dia segera mengangguk.
"Tidak salah, itu memang kota Tan Leng sian," sahutnya. "Ini
hari kita sudah melakukan perjalanan sejauh seratus li."
Dengan perlahan-lahan Ti Then menengok ke sebelah Barat, dia
lantas berkata lagi: "Sang surya sudah turun gunung, hari ini kita mau menginap di
kota Tan Leog sian ataukah melakukan perjalanan malam?"
"Kita beristirahat saja."
Hari berlalu dengan amat cepatnya, tidak terasa sepuluh hari
sudah berlalu tanpa terasa, siang hari itu mereka sudah tiba ditepi
gunung Lak Ban san didaerah Gong Si.
Dengan termangu-mangu Ti Then memandang kearah rentetan
pegunungan Lak Ban san yang lenggak lenggok dengan terjalnya
itu. "Tempat ini boanpwe baru untuk pertama kali datang ke sini,
pemandangannya sungguh tidak jelek" ujarnya.
"Lohu sudah ada dua kali ke sini, perkam pungan Thiat Kiam san
ada diseberang gunung yang paling atas itu."
"Bagaimana hubungan persahabatan antara Gak hu dengan si
kakek pedang baja Nyio Sam Pek?" tanya Ti Then.
"Tidak begitu rapat, tetapi juga tidak punya ganyaian sakit hati
apa-apa." "Menurut berita yang tersebar katanya ilmu pedangnya amat
lihay?" "Tidak salah" sahut Wi Ci To mengangguk. "Di dalam Bu lim pada
saat ini namanya boleh dikata termasuk di dalam kesepuluh nama
jagoan yang terkenal di Bu lim, tetapi dia sudah sangat lama
mengundurkan dirinya, jarang sekali orang-orang yang menyebut
namanya lagi," "Berapa banyak anak muridnya?"
"Anak muridnya yang menonjol cuma ada puluhan orang saja
tetapi baik lelaki Perempuan, tua muda kecil semuanya pada berlatih ilmu silat,
pangaruhnya amat besar sekali."
"Kita harus mengembalikan wajah kita yang asli bukan ?"
"Benar." Tua muda dua orang segera turun dari atas kuda dan mencari
sebuah sumber air untuk mencuci bersih penyamarannya, setelah
masing-masing berganti pakaian mereka baru melanjutkan kembali
perjalanannya menuju ke atas gunung.
-ooo0dw0ooo- Jilid 32 Di Perkampungan Pedang Baja
KEISTIMEWAAN dari gunung Lak Ban san ini adalah curam serta
terjalnya gunung serta jalan kecil yang menghubungkan tempat itu,
bukan saja berliku-liku bahkan merupakan tempat berlindung yang
amat bagus sekali, pada jaman dahulu tempat. ini merupakan satu
tempat persembunyian yang amat bagus sewaktu berlindung.
Setelah berhenti sebentar untuk melihat keindahan alam. Mereka
segera melanjutkan perjalanannya naik keatas gunung Lak ban san
itu. Dari kejauhan tampaklah tiga ekor kuda datang mendekati
mereka berdua. Diatas kuda tersebut duduklah tiga orang lelaki berpakaian
singsat dengan sebilab pedang tersoren pada punggungnya, jelas
kelihatan sikap mereka yang amat gagah dan mengagumkan sekali.
Melihat datangnya orang-orang itu Wi Ci To segera merarik tali
les kudanya untuk menghentikan tunggangannya.
"Orang-orang dari perkampungan Thiat Kiam San sudab datang."
ujarnya cepat kepada Ti Then.
Ti Then pun segera menghentikan kuda kemudian duduk sejajar
dengan Wi Ci To. Hanya di dalam sekejap saja ketiga orang penunggang kuda itu
sudab mendekati diri merekaberdua.
Tampaklah ketiga orang itu sudah berusia empat puluhan sedang
yang ada di tengah mempunyai wajah yang amat keren sekali.
Setelah mendekat sejauh tiga kaki dari mereka berdua, lelaki
yang berwajah keren itu segera maju tiga langkah kedepan
kemudian terhadap Wi Ci To dia merangkap tangannya menjura.
"Yang datang bukankah Wi toa pocu dari Benteng Pek Kiam Po?"
tanyanya. "Lobu benar adanya," sahut Wi Ci To sambil balas menjura.
"Cayhe Nyio Si Ih tidak mengetahui kalau Wi Toa Pocu mau
datang menyambangi, maaf tidak dapat menyambut kedatangan
Pocu dengan cepat" ujar lelaki berusia pertengahan itu lagi.
"Tidak berani..tidak berani" jawab Wi Ci To tersenyum. "Kiranya
Lo-te adalah putera ketiga dari Nyio Lo Cung-cu, beberapa tahun
yang lalu sewaktu Lohu datang menyambangi ayahmu di gunung
Lak ban san ini kebetulan lote tidak ada di dalam perkampungan."
"Benar" sahut Nyio Si Ih dengan amat hormatnya.
Dengan perlahan Wi Ci To mengalihkan pandangannya kearah
dua penunggang kuda lainnya disamping Nyio Si Ih.
"Lalu, apakah mereka juga adalah..."
"Dia adalah Su sute dari boanpwe Huan Ceng Hong, sedang yang
ada disebelah kanan adalah Ngo sute dari boanpwe Cia Pu Leng."
Huan Ceng Hong serta Cia Pu Leng dengan cepat pada maju
memberi hormat; "Menghunjuk hormat buat Wi Toa Pocu" serunya berbareng.
Wi Ci To tersenyum. "Oooh..kiranya Liong Hauw Ji Kiam (Dua jagoan pedang naga
dan harimau) yang namanya sudah menggetarkan dunia persilatan,
selamat bertemu..selamat bertemu.." serunya.
"Pujian dari Wi Toa Pocu, boanpwe berdua tidak berani
menerimanya," jawab Huan Ceng Hong serta Cia Pu Leng terburu-
buru. Wi Ci To lantas menuding kearah Ti Then yang ada
disampingnya. "Lohu juga mau perkenalkan kepada Lo-te bertiga, dia adalah Ti
Then, Ti Kiauw-tauw dari Benteng kami"
Ti Then yang masih duduk diatas kudanya sambil mengangguk
tersenyum ramah. Mendengar perkataan tersebut air muka mereka segera
memperlihatkan rasa terkejutnya yang bukan alang kepalang,
sesudah melototi diri Ti Then beberapa saat lamanya mereka baru
merangkap tangannya memberi hormat.
"Nama besar dari Ti Kiauw-tauw laksana meledaknya guntur di
siang hari bolong, ini hari bisa berkenalan sungguh kami merasa
sangat bangga sekali."
Ti Then yang melihat sikap mereka sangat ramah dia pun dengan
terburu-buru turun dari kuda lalu membalas hormatnya itu. Wi Ci To
lantas melanjutkan bertanya.
"Kalian bertiga apakah ada urusan mau turun gunung?"
"Tidak" bantah Nyio Si Ih sambil menggelengkan kepalanya,
"Boanpwe mendapat perintah dari ayah untuk menyambangi
seorang sahabat, Wi Toa Pocu, kami akan antar kalian ke atas
gunung sebentar..." "Eeii...bagaimana ayahmu bisa tahu kalau lohu mau datang?"
tanyanya keheranan. "Bukan..bukan..setelah Wi Toa Pocu serta Ti Then naik keatas
gunung kami baru memperoleh kabar" sahut Nyio Si Ih tertawa.
Mendengar perkataan tersebut Wi Ci To baru jadi paham
kembali. "Oooh..kiranya begitu...keadaan dari ayahmu apakah baik-baik
saja?" oooOOOooo 54 "Berkat lindungan Thian-dia orang tua berada dalam keadaan
baik-baik saja" Sahut
Nyio Si Ih dengan hormat.
"Karena ini karena lohu serta Ti Kiauw-tauw ada urusan lewat sini
karena teringat sudah lama lohu tidak bertemu dengan ayahmu,
maka sekalian naik ke gunung untuk menyambangi dirinya"
"Terima kasih atas kemurahan hati Wi Toa Pocu mau
menyambangi ayah, mari ikuti boanpwe naik keatas.." sahut Nyio Si
Ih lagi. "Baiklah" Demikianlah Nyio Si Ih bertiga segera naik keatas kuda untuk
memimpin jalan di depan, sedangkan Wi Ci To serta Ti Then
mengikuti dari belakang. Kurang lebih berjalan kembali selama setengah jam lamanya
akhirnya mereka baru tiba di puncak yang teratas dari gunung Lak
Ban san tersebut. Setelah melewati sebuah hutan pohon siong yang lebat
tampaklah sebuah perkampungan yang amat besar dan megah
muncul di hadapan mata. Di luar pintu besar di depan perkampungan tersebut terlihatlah
sudah ada tujuh delapan orang berdiri disisi pintu menanti
kedatangan tamu terhormat, diantaranya tampaklah seorang kakek
tua yang rambut serta jenggotnya sudah pada memutih semuanya.
Tidak usah dibicarakan lagi, sudah pasti kakek tua itu bukan lain
adalah si kakek pedang baja Nyio Sam Pak, begitu dia melihat
rombongan yang datang sambil tertawa tergelak dia maju
menyambut. "Ha..ha..sungguh gembira hati ini, entah angin apa yang
membawa Wi Pocu sudi berkunjung ke perkampungan kami ini..."
Dengan cepat Wi Ci To meloncat turun dari atas kuda, dia pun
tertawa terbahak-bahak. "Wajah Nyio-heng penuh dengan cahaya merah kelihatan sekali
amat segar bugar, sungguh patut digirangkan! sungguh patut
diselamatkan!" Serunya sambil merangkap tangannya menjura.
Si kakek pedang baja Nyio Sam Pak segera angkat kepalanya dan
memperlihatkan sebaris giginya yang sudah tinggal tak seberapa
banyak itu. "Coba kau lihat" ujarnya. "Gigiku sudah pada rontok semua, bagaimana kau bisa
bilang masih kelihatan segar bugar?"
Wi Ci To tersenyum, "Usia dari Nyio-heng sudah ada sembilan puluh enam, cuma
rontok beberapa buah gigi bukanlah satu urusan yang berat, ada
orang bilang begitu usia manusia mula menginjak tua bukan saja
giginya pada rontok bahkan telinganya akan tuli matanya akan buta,
kalau tidak dialah seorang bajingan."
"Haaaa .... haaaa .... haaaaa : . . kenapa tidak. , . . kenapa tidak"


Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Seru si kakek pedang baja Nyio Sam Pak tidak tertahan sambil
tertawa terbahak-bahak. "Untung sekali lolap bukanlah bajingan!
haaaa .... haaaa . . . "
Setelabt tertawa keras beberapa saat lamanya mendadak dia
menuding kearah Ti Then, dan tanyanya : "Siapakah bocah ini ?"
"Kiauw-tauw dari Benteng kami, dia bernama Ti-Then."
Dengan cepat Ti Then maju kedepan untuk memberi hormat.
"Boanpwe Ti Then menghunjuk hormat buat Nyio Locianpwe,"
Air muka Si-kakek pedang baja Nyio Sam Pak segera
memperlihatkan rasa terkejut kemudian dengan telitinya dia
memperhatikan tubuh Ti Then dari atas sampai ke bawah, setelah
itu dengan tak henti-hentinya dia memperdengarkan suara
keheranannya. "Usianya masih begitu muda tetapi sudah berhasil manjadi
Kiauwtauw dari Benteng Pek Kiam Po, sungguh mengagumkan sekali . ...
sungguh mengagumkan sekali !" serunya berulang kali.
"Aku orang she Wi serta Ti Then dikarenakan ada sedikit urusan
melewati tempat ini, mendadak aku teringat kspada Nyio-heng yang
sudah ada bebeapa tahun tidak bertemu karenanya sengaja aku
naik keatas gunung untuk menyambangi diri Nyio-heng, harap
kedatangan dari lohu ini tidak sampai mengganggu ketenangan dari
Nyio-heng." "Mana .... mana " sahut Si kakek pedang baja Nyio Sam Pak
dengan serius. "Silahkan masuk kedalam untuk minum teh... silahkan !"
Serombongan orang-orang itu segera berjalan masuk kedalam
ruangan tengah, setelah duduk ditempat masing-masing dan
pelayan menghidangkan air teh Nyio Sam Pak baru buka mulut
berbicara, "Wi Pocu tadi bilang ada urusan melewati tempat ini entah
urusan apa itu?" "Sebetulnya bukan satu urusan yang besar, Cuma dikarenakan
anak murid dari orang she Wi yang bernama Cu Han Seng banyak
meninggalkan Benteng beberapa tahun yang lalu sampai kini
jejaknya tidak jelas dan baru-baru ini aku orang she Wi dengar di
dekat kota Kiu Sian ada orang pernah menemui dirinya maka aku
orang segera menyusul kesana untuk mencarinya, aku orang she Wi
takut dia sudah menemui satu peristiwa yang diluar dugaannya,"
"LaIu apa sudah ketemu ?" tanya Nyio Sam Pak memperhatikan
dirinya. "Belum !" "Wi Pocu rasa sudah terjadi urusan apa dengan dirinya ?"
Wi Ci To menghela napas panjang,
"Urusan sebetulnya adalah begini, dia adalah salah seorang
pendekar pedang putih dari Benteng kami, aku orang she Wi pernah
menentukan satu peraturan barang siapa diantara pendekar pedang
merah dia baru berhak untuk berkelana diluaran, sedangkan Ciu
Han Seng ini tidak lama setelah naik menjadi pendekar pedang
putih sudah meninggalkan Benteng, Hal ini berarti pula sudah
melanggar peraturan yang sudah aku orang she Wi tentukan . ."
"Karenanya Wi Pocu bermaksud menangkap dirinya pulang ke
Benteng untuk menjatuhi hukuman ?" Sambung Nyio Sam Pak
kemudian, "Benar" sahut Wi Ci To mengangguk.
"Tetapi sebab yang utama adalah tak takut dia sudah menemui
kejadian yang diluar Dugaan, karena dia mempunyai satu dendam kesumat, orang
tuanya sudah dibunuh oleh majikan ular Yu Toa Hay dan dia terus
menerus ingin pergi mencari Yu Toa
Hay untuk membalas dendam, tetapi dengan kepandaian yang
dimiliki sekarang ini sebetulnya dia masih bukan tandingan dari Yu
Toa Hay itu." Dengan perlahan Nyio Sam Pak mengangguk,
"Kiranya masih ada bermacam-macam alasan yang demikian
ruwetnya, muridmut Ciu Han Seng tentunya kepingin cepat-cepat
Rahasia Peti Wasiat 6 Pendekar Pemetik Harpa Karya Liang Ie Shen Petualang Asmara 13
^