Pencarian

Pendekar Patung Emas 5

Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong Bagian 5


cepat dia memukul jatuh pedang panjang ditangannya, kemudian
mendorong tubuhnya keluar, ujarnya sambil tertawa:
"Pergilah! Asalkan sejak hari ini bisa menyesali dosa-dosa yang
sudah diperbuat mungkin suhumu masih mau mengam puni dosa-
dosamu itu" Hong Mong Ling yang di dalam anggapannya tentu akan binasa
merasa jauh berada diluar dugaannya Ti Then mau melepaskan
dirinya, sesudah melengak beberapa waktu lamanya barulah dia
mundur beberapa langkah ke belakang, dengan pandangan
melongo dia memandang wajah Ti Then dengan sangat tajam
kemudian memungut kembali buntalannya dan meloncat pergi dari
tempat itu. Sesudah itulah Ti Then baru masuk ke dalam gua, tanyanya :
"Nona Wi, kamu tidak terluka bukan?"
Air mata Wi Lian In dengan derasnya mengucur keluar
membasahi pipinya, ujarnya dengan nada setengah penasaran.
"Kenapa kamu tidak bunuh dia?"
"Cayhe tidak punya alas an untuk bunuh dirinya"
"Tetapi kamu juga tidak seharusnya melepaskan dia pergi"
"Heii.." ujar Ti Then sambil menghela napas panjang, "Dari cinta
memang bisa timbul perasaan benci, orang macam ini sering
terdapat di dalam dunia, cayhe rasa orang itu harus dikasihani"
"Tetapi dia menotok jalan darahku dan mau memperkosa diriku"
ujar Wi Lian In sambil melelehkan air matanya.
"Biarlah cayhe yang membebaskan jalan darah nona"
"Kamu tidak membebaskan totokan jalan darahku lalu menyuruh
siapa yang membebaskan diriku?"
Ti Then hanya tersenyum saja, tangannya dengan cepat
bergerak membebaskan totokan jalan darah kaku dari tubuh Wil
Lian In. Begitu jalan darahnya terbebas dengan cepat Wi Lian In
meloncat bangun, tanyanya dengan cepat.
"Dia lari kearah mana?"
"Tidak perduli dia lari kearah mana pun kamu tidak akan sanggup
untuk mengejarnya lagi"
Dengan melototkan matanya Wi Lian In memandang wajah Ti
Then, kemudian sambil mencibirkan bibirnya ujarnya lagi:
"Agaknya kamu merasa simpatik terhadap dirinya, apa artinya
ini?" "Dalam hati cayhe merasa kesemuanya ini dikarenakan kesalahan
cayhe kepada menolong dia pulang ke dalam Benteng, kalau tidak,
tidak akan terjadi keretakan seperti ini"
Wi Lian In menjadi gemas, sambil mendepakkan kakinya ke atas
tanah, ujarnya lagi: "Perkataan apa ini" Apa dia pergi mencintai seorang pelacur juga
karena kesalahanmu?"
Ti Then hanya bisa mengangkat bahunya sahutnya sambil
tertawa tawar. "Pokoknya kalau nona merasa dia seharusnya dihukum mati,
nanti kamu boleh lapor pada hu Pocu, aku percaya dengan kekuatan
orang-orang dari seluruh Benteng tidak sukar untuk menawan dia
kembali untuk dijatuhi hukuman mati"
Sesudah membetulkan pakaiannya barulah dengan langkah
perlahan Wi Lian In berjalan keluar dari dalam gua, ujarnya dengan
gemas. "Sudah tentu aku harus laporkan peristiwa ini kepada Hu Pocu,
Hemm.hemm sungguh tidak kusangka dia berani punya niat untuk
memperkosa aku sesudah dia ditawan kembali aku akan turun
tangan sendiri memberi hukuman mati kepadanya"
Ti Then pun mengikuti berjalan keluar dari gua, tanyanya
mendadak. "Dia sudah meninggalkan Benteng kemarin pagi, kenapa bisa
muncul ditempat ini secara mendadak?"
"Siapa tahu?" ujar Wi Lian In tetap gemas, "Ketika aku melihat
terbenamnya matahari di atas batu cadas tadi mendadak dia muncul
di sana, semula dia minta aku maafkan kesalahannya aku tidak mau
saking malunya dia menjadi gusar dan turun tangan terhadap
diriku" "Heeii..ayahmu tidak tahu kalau dia masih berada di sekitar
tempat ini, dia orang tua sudah bawa orang pergi cari dia"
"Biarlah besok pagi aku minta Hu Pocu untuk kirim orang
memanggil kembali ayahku dan beritahu sekalian peristiwa ini biar
dia orang tua semakin berniat keras untuk tawan dia pulang"
Berbicara sampai di sini tubuhnya yang kecil langsing dengan
cepat meloncat melayang naik ke pinggiran tebing.
Ti Then pun ikut meloncat naik, ujarnya lagi:
"Tadi dia bilang mau membawa batok kepala dari Liuw Su Cen
untuk kau lihat, bisakah dia turun tangan untuk melaksanakannya?"
"Kini dia tidak akan melakukan hal itu, bilamana dia mencari Liuw
Su Cen lagi tentu dia bermaksud membawa dia kabur"
Mendadak dia menoleh kearah Ti Then sambil tertawa pahit,
ujarnya: "Semua perkataan tadi kamu sudah mendengar?"
Ti Then sedikit mengangguk.
Dengan perasaan malu Wi Lian In menundukkan kepalanya
rendah-rendah, ujarnya: "Dia bilang aku sudah berubah hati dan ingin"ingin", sungguh
perkataan kotor dari seekor anying!"
"Tidak ada perkataan yang baik dalam cekcok, nona harap
berlega hati" ujar Ti Then sambil tersenyum.
-ooo0dw0ooo- Jilid 7.1. Wi Lian In diculik
Mendadak Wi Lian In angkat kepalanya, sambil tersenyum manis
ujarnya. "Semula kamu bilang tidak mau keluar, kenapa sekarang
datang ke sini juga?""
"Sewaktu cuaca mendekati gelap cayhe sedang dahar dengan Hu
Pocu di ruangan dalam, ketika itulah Cun Lan datang melapor kalau
nona belum pulang juga, Hu pocu merasa tidak tenteram hatinya,
maka mengajak aku naik ke atas gunung untuk mencari nona".
Ketika Wi Lian In mendengar dia keluar bersama-sama dengan
Hu Pocu seperti juga baru saja meneguk secawan arak yang tidak
punya rasa, senyuman dibibirnya segera lenyap tanpa bekas,
ujarnya dengan nada sedikit tidak senang. "Ooh kiranya begitu,
dimana Hu Pocu?" "Dia berpisah dengan cayhe untuk masing-masing menggunakan
arah yang berlainan menuju ke puncak selaksa Buddha, saat ini
mungkin dia sedang mencari nona di atas puncak"
"Heemm. . buat apa aku pergi ke puncak selaksa Buddha?"
Mendengar perkataan itu Ti Then tersenyum sahutnya:
"Ketika kami tidak menemukan nona di dasar tebing di belakang
kuil puncak emas maka dalam anggapan kita tentunya nona pergi
ke puncak selaksa Buddha"
"Hmm. . ." ujar Wi Lian In sambil mencibirkan bibirnya.
"Bilamana aku mau cari jalan pendek tebing di belakang kuil itu
sudah cukup bagiku, buat apa menaiki puncak selaksa Buddha ini.
." "Tapi aku lihat nona tidak akan mengambil jalan pendek lantaran
dia bukan?"" "Lantaran dia" Hemm aku tidak akan sebodoh itu, pagi tadi aku
sudah bilang sedikit pun hatiku tidak sedih"
"Ayoh jalan, kita harus cari Hu Pocu untuk bersama-sama pulang
ke dalam benteng." Wi Lien In segera mengelitkan tubuhnya ke samping, ujarnya:
"Aku masih tidak ingin pulang, aku mau duduk di sini melihat
bulan." sambil berkata tubuhnya mendekati ke samping sebuah batu
cadas yang besar kemudian duduk di sana tidak bergerak lagi. Ti
Then menjadi melengak, tanyanya.
"Apanya yang bagus melihat bulan?"
"Aku memangnya senang melihat"
"Kalau begitu aku pergi cari Hupocu dulu, kemudian baru
menjemput nona untuk pulang bersama-sama " .
"Kalian tidak usah cari aku lagi, sewaktu hatiku gembira aku bisa
pulang sendiri". Ti Then menjadi geli, ujarnya sambil tertawa.
"Hei Nona selalu bilang hatinya tidak sedih, tetapi jika ditinyau
dari sikap nona sekarang ini ."
"Aku betul-betul tidak sedih" potong Wi Lian In dengan cepat,
"Aku hanya mau duduk di sini melihat bulan, kamu jangan bicara
sembarangan." "Jika pikiran nona menjadi buntu" ujar Ti Then lagi sambil
tertawa "Lalu terjun ke bawah, bagaimana aku harus beri tanggung
jawabnya di depan Hu Pocu, lebih baik ikut aku pulang saja."
Agaknya Wi Lian In sudah ambil keputusan bulat, dengan sikap
seorang nona besar tangannya dikempitkan satu sama lainnya dan
tidak berbicara lagi. Agaknya Ti Then sendiri juga takut kalau dia
terjunkan diri ke dalam jurang.
Karena itu dia tetap berada di sana, dengan perlahan tubuhnya
mulai bergeser dan duduk di samping tubuhnya ujarnya kemudian:
"Baiklah, cayhe akan menemani nona melihat bulan"
"Kau ikut duduk di sini melihat bulan jika sampai diketahui orang
lain, apa kamu tidak takut kata-kata cemoohan?" ujar Wi Lian In
dengan nada menyindir. "Tidak takut" ujar Ti Then terus terang "Kali ini aku keluar bersama-sama dengan Hu pocu untuk mencari nona."
"Tapi aku mau duduk di sini sampai hari terang kembali."
"Tidak ada halangan, sekali pun mau duduk beberapa hari lagi
aku juga tetap akan menemanimu, hanya saja dengan demikian. .."
" Kenapa ?" Ti Then tersenyum, sahutnya dengan keras.
"Dengan demikian semua pendekar di dalam benteng akan tahu
kalau nona masih rindu padanya"
Sebetulnya Wi Lian In merupakan seorang nona yang mem
punyai sifat keras hati tetapi mendengar perkataan ini segera
meloncat bangun ujarnya. "Baiklah, mari kita pulang"
Ti Then tersenyum, dengan cepat tubuhnya bangkit kembali dan
mengikuti dari belakang tubuhnya.
Kedua orang itu dengan cepatnya berlari menuju ke puncak
selaksa Buddha, baru saja memusatkan seluruh perhatian mencari
jejak Huang puh Kian Pek, terlihatlah dari sebuah jalanan kecil
Huang puh Kian Pek dengan cepatnya berlari mendatangi.
Begitu dia melihat Ti Then berhasil menemukan Wi Lian In,
hatinya menjadi sangat girang, ujarnya sambil tertawa. "Hei budak
kamu lari kemana?" "Nona Wi sedang menikmati keindahan bulan dibatu cadas
sebelab sana" ujar Ti Then sambil menunjuk ke arah cadas tersebut.
Huang Puh Kian Pek menjadi tercengang, tanyanya.
"Bagaimana Ti Kiau tauw bisa tahu dia berada di sana?"
"Karena mendengar suara pertempuran yang seru membuat
boanpwe tertarik dan lari ke sana?"
Air muka Huang puh Kian Pek menjadi berubah sangat hebat,
sambil melotot ke arah Wi Lian In tanyanya. "Kamu bertempur
dengan siapa?" "Hong Mong Ling."
"Apa" Dia belum meninggalkan tempat ini?" tanya Huang puh
Kian Pek dengan sangat terkejut. "Bagaimana kamu bisa bentrok
dengan dia?" Segera Wi Lian In menceritakan pengalamannya itu, ketika
bercerita sampai tubuhnya diserat Hong Mong Ling ke dalam gua
tak tertahan lagi dia menangis tersedu-sedu. Huang puh Kian Pek
menjadi sangat gusar, ujarnya kepada Ti Then. "Ti Kiauwtauw
kenapa melepaskan dia pergi?"
"Mong Ling heng sudah salah paham terhadap diri boanpwe, jika
kini boanpwe tidak melepaskan dia pergi maka kesalah pahaman ini
akan semakin mendalam."
"Manusia rendah seperti itu seharusnya Ti kauw tauw tidak usah
memikirkan kesalahan pahaman itu lagi."
Ti Then hanya tersenyum saja tanpa memberikan jawaban.
"Jalan, mari kita pulang ke dalam benteng Lohu akan kirim orang
untuk menawan dia kembali."
Ketika mereka bertiga sampai di dalam benteng Pek Kiam Po hari
sudah menunjukkan tengah malam, Huang puh Kian Pek segera
mengirimkan lima orang pendekar pedang merah untuk mengejar
dan menawan Hong Mong Ling kembali kemudian memerintahkan
pula untuk menyediakan arak dan sayur yang masih hangat,
sesudah dahar bersama-sama dengan Ti Then dan Wi Lian In
masing-masing baru kembali kekamar sendiri-sendiri untuk
beristirahat. Ti Then sekembalinya di dalam kamar tidak langsung buka
pakaian untuk istirahat, karena dalam hatinya dia sudah ambil
keputusan untuk menyelidiki loteng penyimpan kitab itu.
Sesudah memadamkan lampu mulailah dia duduk bersemedi,
dalam hati dia punya rencananya menanti sesudah kentongan
ketiga baru keluar kamar untuk mulai dengan gerakannya.
Tetapi baru saja bersemedi beberapa saat lamanya mendadak
dalam benaknya berkelebat suatu ingatan yang sangat menarik
sekali" Teringat olehnya Wi Ci To atau dalam anggapan Ti Then
merupakan Majikan patung emas itu sudah tidak berada di dalam
benteng, sebaliknya majikan patung emas itu pernah bilang
selamanya akan bersembunyi di dalam benteng Pek Kiam Po ini, dia
pun bilang kalau punya urusan penting harus menyalakan lampu
dan mengetuk tiga kali di depan jendela, kini Wi Ci To sudah tidak
berada di dalam benteng Pek Kiam Po, kenapa dirinya tidak
mengadakan hubungan dengan dia"
Ha ha ha ... . Tentu dia tidak akan tahu kalau aku sedang
mengadakan hubungan dengan dia, dengan demikian dirinya bisa
membuktikan kalau dia adalah majikan "patung emas", lain kali
ketika bertemu dengan dia lagi membikin malu dirinya.
-0000000- Sesudah mengambil keputusan, segera dia meloncat turun dari
atas pembaringan. Dia mencari korek api dan menyulut lampu yang sudah tersedia
di dalam kamar itu, dengan perlahan lampu tersebut dibawa ke
samping jendala dan mulai mengetuk sebanyak tiga kali.
setelah semuanya selesai barulah dia memadamkan kembali
lampu tersebut dan meloncat naik ke pembaringan untuk mulai
bersemedhi kembali, dia merasa perbuatannya ini sangat
menggelikan sekali, dalam hati diam-diam tersenyum, pikirnya. Jika
kamu bisa melihat tandaku ini berarti kau bukan manusia tapi
setan." Ternyata benar juga satu jam sesudah tanda itu dibunyikan
majikan patung emas belum juga dia memunculkan diri untuk
bertemu. saat itu cuaca mendekati kentongan ketiga.
Dengan perlahan dia membuka matanya dan siap turun dari atas
pembaringan. Tetapi baru saja matanya dibuka tubuhnya segera tergetar
dengan sangat kerasnya, bahkan hampir-hampir saking kagetnya
dia menjerit. Kiranya di depan pembaringan berdirilah sebuah patung emas
dengan agungnya. Patung emas itu tetap seperti patung emas yang ditemukannya


Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ketika berada dalam gua cupu- cupu di atas gunung Lo Cin san.
Dengan angkernya dia berdiri di depan pembaringannya tanpa
mengeluarkan sedikit suara pun, keadaannya begitu menyeramkan
membuat seluruh bulu roma Ti Then pada berdiri. Karena dalam hati
Ti Then sudah punya "Perhitungan" karenanya tidak sampai jatuh pingsan saking kagetnya tapi wajahnya tetap sudah berubah
menjadi pucat pasi bagaikan mayat, hatinya berdebar dengan
sangat keras, sama sekali tidak terduga olehnya kalau majikan
patung emas Wi Ci To bisa muncul dengan demikian misterius" Apa
mungkin Wi Ci To bukan majikan patung emas itu.
Baru saja dia pikirkan persoalan ini mendadak dalam telinganya
berkumandang masuk suara yang dikirim dengan menggunakan
ilmu menyampaikan suara, ujarnya: "Ti Then kamu cari aku ada
urusan apa?" Tangan kanan dari patung emas yang berdiri di hadapannya
diangkat sedikit ke atas seperti yang membuka mulut berbicara itu
adalah "Dirinya"
Ti Then angkat kepalanya memandang ke atas, dia sudah dapat
melihat kalau patung emas itu diturunkan dari atas atap. atap di
atasnya kini sudah terbuka lebar tetapi selain sepuluh utas tali
bewarna hitam yang terjulur dari atas atap tak dapat terlihat sedikit
bayangan tubuh dari majikan patung emas itu.
Ketika majikan patung emas yang bersembunyi di atas atap
rumah itu tidak mendengar suara jawaban dari Ti Then di
anggapnya Ti Then masih tertidur, dengan menggunakan patung
emasnya yang dimajukan satu langkah ke depan kaki Ti Then di
tepuknya beberapa kali, ujarnya lagi dengan lembut: "Ti Then,
cepat bangun." Tidak tertahan lagi Ti Then menjadi tertawa geli, ujarnya sambil
menengok ke atas. "Aku tidak tertidur."
Patung emas itu segera ditarik kembali ketempat semula
kemudian terdengar suara dari majikan patung emas itu
berkumandang kembali: " Kalau begitu cepat katakan maksudmu."
Sebetulnya Ti Then memang tidak punya persoalan yang hendak
ditanyakan, mendengar perkataan itu sambil menggaruk-garuk
kepala ujanya: "Aku kira kau sudah keluar benteng."
"Hemm. . kenapa aku harus keluar benteng?"" tanya majikan
patung emas itu dengan dingin.
"Aku kira kau pergi mencari Hong Mong Ling."
Majikan patung emas yang berada di atas atap rumah itu
berdiam diri beberapa saat lamanya kemudian barulah ujarnya
dengan perlahan: "Sungguh lucu ..... sungguh lucu, kau tetap mencurigai aku
adalah Wi Ci To itu" Ti Then tidak mau mengakui kebenaran kata-
kata itu, sahutnya dengan perlahan. "Tidak. aku mengira kau juga
ikut mengejar Hong Mong Ling kemudian membasminya"
"Kamu sudah berhasil merusak perkawinan antara dia dengan Wi
Lian In, buat apa aku harus cari dia?"
"Kamu lihat bagaimana dengan kemajuanku ini?" tanya Ti Then
sambil tertawa. "Tidak perlahan, tetapi agaknya kamu tidak terlalu senang untuk
bergaul kembali dengan Hong Mong Ling, apa maksudmu ini?"
"Hanya dengan berbuat begini nona Wi baru tidak merasa curiga
kalau aku sedang merusak perhubungan cintanya dengan Hong
Mong Ling, dengan begitu barulah dia menaruh simpatik kepadaku,
dia baru tertarik padaku."
"Ehmmm . . baiklah" ujar majikan patung emas sesudah berpikir
sebentar. "Semakin cepat semakin baik, lain kali kalau dia beri tanda
menaruh cinta padamu kamu orang, tidak boleh berpura-pura lagi."
"Aku mau ajak kamu rundingkan sesuatu hal."
"Rundingkan urusan apa?"
"Kamu menyuruh aku memperistri nona Wi sudah tentu punya
tujuan tertentu, tetapi apakah mengharuskan sesudah aku berhasil
memperistri dirinya terlebih dahulu baru bisa mencapai tujuanmu?"
"Tidak salah" "Tujuanmu apa tersimpan didalan loteng penyimpanan kitab dari
Wi Ci To itu" tanya Ti Then lagi.
"Bukan" "Sungguh bukan ?"
"Hmmm . . . harap kamu orang perhatikan, kamu hanya
merupakan sebuah patung emas yang sedang melaksanakan
pekerjaanku, benar atau bukan kamu tidak punya hak untuk
mengetahuinya " "Kamu salah tangkap" ujar Ti Then sambil tersenyum. "Maksudku jika benda yang kamu inginkan terdapat ditengah loteng
penyimpanan kitab itu, aku bersedia carikan benda itu keluar
sehingga tidak perlu merusak dan merugikan nama baik dari
seorang nona" "Tidak mungkin tidak mungkin .... kamu jangan sekali-kali masuk
loteng penyimpan kitab itu"
"Kenapa?" tanya Ti Then tercengang.
"Karena begitu kamu masuk ke dalam jangan harap bisa keluar
dalam keadaan hidup"
" Kenapa?" tanya Ti Then dengan penuh keheranan "Apa di
dalam loteng penyimpan kitab itu tersembunyi alat rahasia yang
sangat lihay?" "Benar" "Asalkan sedikit berhati-hati."
"Sekali pun kamu berhati-hati bagaimana macam pun tidak
berguna" potong majikan patung emas itu dengan cepat, "Loteng
penyimpan kitab itu sampai aku sendiri pun tak berani masuk
apalagi kamu, kecuali kamu sudah bosan hidup,"
"Ooh tidak kusangka sama sekali kalau alat-alat rahasia di dalam
loteng penyimpan kitab itu sangat sukar untuk dilalui sehingga kamu
sendiri pun tak berani masuk .."
"Aku beritahu padamu lagi, Wi Ci To sekarang sedang
bersembunyi di dalam loteng penyimpan kitab itu, begitu kamu
masuk maka semua urusan akan menjadi berantakan"
"Hai" Bukankah Wi Ci To sudah ke luar Benteng?"" tanya Ti Then dengan sangat terkejut.
"Dia pura-pura meninggalkan benteng kemudian secara diam-
diam kembali ke dalam benteng kembali dan bersembunyi di dalam
loteng penyimpan kitab itu."
Dalam hati tidak tertahan lagi Ti Then merasa bergetar dengan
sangat keras, sambil menjerit kaget ujarnya:
"Oooh Thian... apa tujuannya dengan berbuat begitu?"
"Menanti kamu masuk ke dalam jebakan"
"Oooh . ..." "Dia sudah menaruh perasaan curiga kalau Lu Kongou itu adalah
hasil samaranmu, semakin mencurigai kalau tujuanmu berada dalam
loteng penyimpanan kitabnya maka dengan pura-pura beralasan
hendak mengejar Hong Mong Ling dan mengatakan pula kepada Hu
Pocu untuk membuktikan Lu Kongeu apa benar hasil
penyamaranmu, bersama-sama si pedang pemetik bintang Hung
Kun meninggalkan benteng, padahal yang betul-betul ke kota Tiang
An hanya Hung Kun seorang, sedang dia sendiri secara diam-diam
kembali lagi ke dalam benteng dan bersembunyi di dalam loteng
penyimpan kitab itu, karena itulah, jika kamu memasuki loteng
penyimpan kitabnya maka dengan begitu keadaanmu akan segera
tertangkap basah." "Sungguh berbahaya sekali kalau begitu, barang apa yang
disembunyikan di dalam loteng penyimpan kitabnya itu sehingga Hu
pocu serta putrinya sendiri juga tidak boleh masuk?"
"Aku juga tidak tahu"
"Tidak mau beritahu padaku atau tidak tahu?"
"Tidak tahu" "Baiklah" ujar Ti Then kemudian "Baiklah kita bicara persoalan semula, kalau memangnya dia sudah merasa curiga kalau Lu kongcu
itu adalah hasil penyamaranku, bagaimana mau menjodohkan
putrinya kepadaku?" "Dia hanya merasa curiga saja, sampai saat ini juga masih belum
berani memastikan kalau Lu kongcu itu adalah hasil penyamaranmu.
Begitu si pendekar pemetik bintang Hung Kun itu sampai dikota
Tiang An, segera akan diketahui olehnya kalau Lu kongcu adalah
aku" " Urusan ini aku akan uruskan, kamu orang tidak usah
merisaukan" sahut majikan patung emas cepat.
"Kamu mau bunuh itu pendekar pemetik bintang Hung Kun"
"Tidak" sahutnya perlahan. "Bunuh dirinya bukan merupakan penyelesaian yang tepat, terus terang saja aku beritahu padamu
aku sudah kirim orang yang menyamar persis seperti kamu untuk
menyamar sebagai Lu kongcu dan muncul di hadapan Hung Kun,
dengan demikian Hung Kun akan balik ke dalam Benteng untuk
melaparkan pada Wi Ci To kalau Lu Kongcu itu memang persis
seperti kau, dengan demikian Wi Ci To tidak akan mencurigai dirimu
lagi." "Pendapat yang sangat bagus"
"Sekali lagi aku beri tahu pada mu" ujar majikan patung emas itu dengan keren.
" Kecuali Wi Ci To dengan rela hati mengajak kamu memasuki
loteng penyimpanan kitabnya, jangan sekali-kali kamu berani
mencuri masuk." "Baiklah" "Masih ada lagi, jangan bertindak diluar garis yang sudah
ditentukan, hari kedua sesudah kamu memasuki benteng, Wi Ci To
sudah mengirim empat pendekar pedang merah yang siang malam
terus menerus mengawasi gerak gerikmu. sekarang mereka berada
di belakang kamarmu."
"Oooh .... aku tidak sangka dia bisa berlaku demikian . ."
"Pokoknya. ." potong majikan patung emas itu lagi "sejak ini hari asalkan dengan setulus hati dan sejujurnya kamu bergaul dengan
Wi Lian In sudah cukup, jika tidak mendapat petunjukku jangan
bertindak secara gegabah."
"Baiklah" "Ada persoalan lain yang mau ditanyakan lagi ?"
"Ada dua persoalan, Pertama kalau memang Wi Ci To sudah
mengirim empat orang pendekar pedang merah untuk mengawasi
gerak gerikku dari luar kamar bagaimana mereka tidak bisa
menemukan dirimu berada di atas atap kamarku ini ?"
"Hemm . . . kamu berani tanya gerak gerikku."
"Hanya ingin tahu saja"
"Sudah tentu aku punya cara untuk membuat mereka tidak tahu,
apa pertanyaanmu yang kedua?"
"Ehmm ... " sahut Ti Then perlahan, "Kamu bilang Wi Ci To bersembunyi di dalam loteng penyimpan kitab, tahukah kamu dia
akan bersembunyi di dalam loteng penyimpan kitab itn seberapa
lama" "Dia membawa air serta rangsum kering dalam jumlah yang
banyak. kemungkinan selama satu bulan lamanya.
"Tujuannya apa sedang menunggu aku masuk ke sana atau
tidak?"" "Benar" sahutnya sambil tersenyum tawa, begitu dia
membuktikan kalau kamu tidak punya maksud jahat, maka dia
akan menaruh penghargaan tinggi terhadap dirimu, kemungkinan
sekali tanpa membuang banyak waktu akan menjodohkan putrinya
kepadamu." "Begitu kamu teringat sesuatu siasat untuk mencapai tujuanmu
tanpa membutuhkan aku kawin dengan nona Wi, harap cepat-cepat
beritahu padaku." "Sama sekali tidak ada, kamu harus kawin dengan Wi Lian In."
Berbicara sampai di sini dengan cepat majikan patung emas
menarik kembali patung emasnya, siap meninggalkan tempat itu.
Dengan amat teliti sekali Ti Then memperhatikan patung emas
itu ditarik ke atas hingga sampai melihat majikan patung emas itu
menariknya ke atap kemudian terlihat pula dua buah tangan yang
sangat samar menutup kembali atap itu seperti sedia kala. Kedua
tangan itu sudah tentu tangan dari majikan patung emas itu.
Dengan sekuat tenaga Ti Then memandang tajam ke atas, tetapi
tetap tidak berhasil memandang jelas kedua buah tangannya
bahkan dia sama sekali tidak bisa melihat tangan itu milik seorang
pria atau atau milik seorang wanita.
sungguh hingga kini dia lama sekali tidak tahu majikan patung
emas itu seorang lelaki atau perempuan karena nada suara dari
majikan patung emas itu jika didengar boleh dikata mirip seorang
lelaki tetapi boleh dikata mirip seorang perempuan.
Dengan termangu-mangu dia memandang ke atap rumah hingga
majikan patung emas serta patung emasnya hilang lenyap. tapi
dalam otaknya berputar terus, semakin berpikir, semakin bingung . .
. Yang membuat dia paling terkejut adalah Wi Ci To itu ternyata
bukan majikan patung emas itu, selama itu dia selalu menganggap
Wi Ci To adalah majikan patung emas itu,
tetapi sekarang mau tak mau harus mengakui kalau dugaannya
itu sama sekali salah besar, karena jika majikan patung emas itu
adalah Wi Ci To maka dia tidak akan memberitahukan jejaknya
kepada dirinya. Sekali pun hal ini bisa diartikan Wi Ci To takut dirinya menerjang
masuk ke dalam loteng penyimpan kitabnya maka sengaja berkata
untuk menakuti dirinya tetapi jika dirinya benar-benar nekad
menerjang masuk ke dalam loteng penyimpanan kitab itu, walau
pun kemungkinan bisa keluar dalam keadaan hidup, hidup tetapi
dirinya tentu akan diusir keluar, dengan begitu bukankah tujuannya
akan menjodohkan dirinya dengan putrinya itu akan berantakan,
Maka Wi Ci To terbukti bukanlah majikan patung emas itu.
Kalau Wi Ci To bukan majikan patung emas itu, lalu siapakah
majikan patung emas yang sebenarnya" Apa Hu pocu Huang puh
Kian Pek" Tidak. Tadi majikan patung emas sudah bilang kalau Wi Ci To
secara diam-diam kembali ke dalam benteng dan bersembunyi di
dalam loteng penyimpanan kitab pada malam tadi, sebaliknya
malam tadi Huang Puh Kian Pek sedang keluar benteng mencari Wi
Lian In, dia tidak akan tahu kalau Wi Ci To sudah kembali ke dalam
benteng sehingga tidak mungkin pula kalau dia adalah majikan
patung emas. Lalu siapa yang mirip sebagai majikan patung emas
itu?" Jika dia bukan salah satu anggota benteng Pek Kiam Po ini
bagaimana bisa bersembunyi di dalam benteng begitu lama tanpa
ditemui orang lain" Berpikir sampai di situ Ti Then hanya bisa
menggelengkan kepalanya saja, dia merasa sekali pun dipikir lebih
lama juga tidak ada gunanya, dia segera melepaskan sepatu
danpakaiannya untuk beristirahat.
Dia mengambil keputusan untuk mendengar perkataan majikan
patung emas, tidak pergi ke loteng penyimpanan kitab itu.
Suatu pagi hari yang cerah muncul kembali, sinar matahari yang
cerah menyinari kembali seluruh jagat raya.
Ti Then tepat waktunya sudah tiba ditengah iapangan latihan
silat untuk memberi pelajaran silat kepada Wi Lian In serta Yuan Ci
Liong sekalian delapan orang pendekar pedang merah.
Setiap hari dia memberi pelajaran hingga siang hari, sore harinya
para pendekar pedang merah itu melakukan latihannya sendiri-
sendiri, keadaan ini hari pun sama halnya sesudah memberi latihan
hingga siang barulah dia pergi dahar, bersama sama dengan Huang
Puh Kian pek. "Ti kauw tauw" kamu paham main catur?"
"Ahh-sedikit-sedikit saja, cayhe dengar pocu sangat lihay di
dalam permainan catur?"


Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Benar" sahut Huang puh Kian Pek sambil mengangguk.
"suhengku memang sangat gemar main catur, permainannya boleh
dikata sangat lihay sehingga sukar untuk dicarikan tandingannya "
" Kalau begitu, permainan catur Hu Pocu juga tidak jelek" ujar Ti Then sambil tertawa.
"Tidak bisa. . tidak bisa" ujar Huang puh Kianpek sambil
gelengkan kepalanya kembali "Walau suhengku sudah mengalah
tiga biji catur kepadaku, lohu masih tidak sanggup untuk bertahan."
"Jika ini hari Hu Pocu tidak punya kerjaan, bagaimana kalau
memberi petunjuk satu permainan kepada diri boanpwe?"
"Petunjuk dua kata lohu tidak berani terima, mari kita main satu
kali untuk menentukan kelihaian masing-masing saja."
Demikianlah Huang puh Kian Pek segera memerintahkan
bawahannya menyediakan alat-alat catur, dengan Ti Then
memegang biji hitam mereka berdua mulailah bermain catur sambil
bercakap-cakap. Sesudah berjalan puluhan kali, masing-masing saling bertukar
pandangan satu kali dan masing-masing memperlihatkan senyuman
gembiranya. Kiranya permainan catur dari kedua orang itu seimbang, bahkan
masing-masing gemar memainkan catur dengan bany k
penyerangan sehingga dengan demikian semakin bermain semakin
menarik dan semakin menggembirakan.
Dikarenakan permainan catur yang seimbang inilah membuat
mereka berdua tidak ada yang mau mengalah satu tindak pun.,
setiap bertemu dengan keadaan kritis mereka tidak ada yang mau
membuang begitu saja karena itulah begitu satu permainan selesai
harus membuang waktu selama dua jam lamanya.
Akhirnya biji hitam yang memenangkan permainan itu.
Dengan air muka yang sudah berubah merah padam ujar Huang
puh Kianpek: "Ti kauw tauw sungguh pandai baik dalam Bun mau pun dalam
Bu, tidak kusangka permainan catur pun sangat lihai sekali"
"Mana mana . ." ujar Ti Then sambil tersenyum. "sekali pun boanpwe menang satu tindak tetapi jika ditinyau permainannya Hu
Pocu jauh lebih tinggi satu tingkat karena boanpwe bermain terlebih
dulu" Agaknya Huang puh Kian Pek sendiri merasa kalau dirinya
seharusnya memang menang, sambil tersenyum lalu sahutnya:
"Bagaimana kalau bermain satu kali lagi?"
"Baiklah." Huang puh Kian Pek segera memindahkan biji putihnya kepada Ti
Then, ujarnya lagi . "Mari kita bicarakan siapa dahulu siapa terakhir, kali ini
seharusnya kamu memegang biji putih"
Ti Then dengan mendorong kembali biji itu kepadanya, ujarnya
sambil tertawa. "Tidak berani, lebih baik kita main sekali lagi, lihat-lihat bilamana beruntung boanpwe menang lagi barulah kita tentukan"
Huang puh Kian Pek tidak menampik lagi sehingga mereka
berdua sekali lagi bermain catur.
Kali ini Huang puh Kian Pek punya niat untuk memperoleh
kemenangan karenanya permainannya bersungguh-sungguh,
selamanya harus membuang waktu yang lama untuk majukan sebiji
caturnya pun karenanya permainan ini sangat lambat.
Wi Lian In yang mendengar mereka berdua sedang bermain
catur, dengan amat seru datang juga untuk melihat pertempuran
itu, bahkan berkali-kali dia memberi pendapatnya kepada Ti Then,
hanya sayang karena permainannya yang rendah sehingga seluruh
pendapatnya hanya merupakan catur-catur busuk saja. Baru
permainan hingga pertengahan, cuaca sudah mendekati gelap
kembali. Ujar Huang puh Kan Pek mendadak:
"Permainan ini mungkin baru selesai tengah malam, lebih baik
kita dahar dahulu baru melanjutkan permainan ini."
Sudah tentu Ti Then tidak menampik, ke tiga orang itu bersama-
sama pergi dahar di ruangan dalam baru mereka berdahar
datanglah lima orang pendekar pedang merah menghadap Huang
puh Kian Pek. Mereka adalah kelima orang yang menerima perintah untuk
menangkap Hong Mong Ling kemarin malam.
Tanya Huang Puh Kian Pek begitu melihat mereka menghadap di
depannya. "Bagaimana" Sudah menangkap dia kembali?"
"Belum" sahut seorang pendekar pedang merah diantara kelima
orang itu, "Tecu sekalian berpencar mencari di sekeliling ratusan li tetapi tidak menemui jejaknya sama sekali"
"Baiklah, kalian boleh beristirahat" ujar Huang Puh Kian Pek
sambil mendengus dingin. Kelima orang pendekar pedang merah itu sesudah memberi
hormat bersama-sama mengundurkan diri dari ruangan itu. Dengan
gemas ujar Wi Lian In: "Aku tidak percaya kalau dia bisa lari begitu jauh, lewat beberapa
hari kemudian aku mau mencarinya sendiri"
"Lebih baik tunggu ayahmu kembali saja" ujar Huang Puh Kian
pek sambil menghela napas panjang "Asalkan ayahmu punya niat
untuk menawan dia, cukup mengeluarkan perintah "seratus pedang"
maka seluruh pendekar pedang merah yang berkeliaran diluaran
akan segera mengadakan penge pungan, tidak takut dia bisa
terbang meloloskan diri."
"Heii . ." ujar Ti Then pula sambil menghela napas panjang,
"Mong Ling heng berkelana diluaran, cayhe kira bukan
merupakan suatu dosa yang besar, hanya saja niatnya untuk
memperkosa nona Wi kemarin malam merupakan suatu kejadian
yang tidak seharusnya"
"Lohu juga tidak menyangka sama sekali kalau dia berani berbuat
demikian kurang ajarnya, sungguh terkutuk manusia itu."
Sambil berdahar sambil bercakap-cakap sesudah selesai barulah
bersama-sama kembali lagi ke ruangan tamu Wi Lian In yang
menonton jalannya pertempuran yang seru itu dikarenakan
permainan Huang Puh Kian pek yang sangat lama, hatinya tidak
sabar lagi maka dia mengundurkan diri terlebih dulu ke dalam
kamar. Kini ditengah ruangan tamu hanya tinggal Huang Puh Kian pek
serta Ti Then dua orang yang bermain catur dengan tenangnya,
seluruh perhatian mereka berdua di pusatkan pada permainan itu
sehingga tanpa terasa hari semakin larut malam.
Tidak salah lagi permainan catur itu berakhirpada tengah malam
dan hasilnya sama-sama kuat.
Huang Puh Kian pek tersenyum ujarnya.
" Walau pun lohu sudah putar seluruh otak ternyata hasilnya
sama kuat saja, kelihatannya untuk memenangkan dirimu buat lohu
masih merupakan suatu perjalanan yang sangat rumit."
Ti Then hanya tersenyum saja, ujarnya merendah.
"Permainan yang ketiga ini boanpwe tentu akan menemui
kekalahan." "Heeei, sudah larut malam, lebib baik besok pagi saja, kita
bertarung lagi untuk menentukan siapa menang siapa kalah."
Kedua orang itu dengan cepat membereskan biji-biji caturnya
dan bertindak kembali kekamarnya masing-masing, mendadak
dengan air muka terkejut Cun Lan itu budak dari Wi Lian In dengan
tergesa-gesa lari masuk ke dalam ruangan, teriaknya: "Jiya Celaka,
siocia hilang, nona sudah lenyap dari kamarnya" Huang Puh Kian
Pek menjadi melengak sambil mengerutkan alis ujarnya:
"Bagaimana bisa hilang lagi?" Dengan napas terburu-buru ujar Cun Lan lagi:
"sewaktu budakmu mau tidur mendadak dari kamar nona
terdengar suara teriakan keras dengan cepat budakmu mengetuk
pintunya tetapi tetap tidak dibuka, maka budakmu berputar ke
belakang, dari sana melihat pintu jendela terbuka lebar-lebar
sedang siocia sudah tidak ada di atas pembaringannya, agaknya . . .
agaknya dia diculik orang."
Mendengar perkataan itu air muka Huanpuh Kiam Pek segera
berubah hebat, tubuhnya dengan cepat berkelebat menuju ke
halaman dalam, Ti Then pun mengikuti dari belakang menuju ke
dalam, di dalam sekejap mata mereka berdua sudah tiba diluar
kamar Wi Lian In, Huang Puh Kian Pek dengan cepat mendorong
pintu kamar, ketika melihat pintu tersebut tidak bisa dibuka dengan
cepat melancarkan satu serangan dahsyat membuat pintu tersebut
hancur berantakan terkena angin pukulan yang sangat dahsyat itu.
Di dalam kamar hanya terlihat lampu masih bersinar dengan
terangnya. Wi Lian In sudah tidak berada di dalam kamar bahkan selimut
serta kain di atas pembaringan kacau balau tidak karuan, bantalnya
terjatuh di atas tanah sedang jendela belakang terbuka lebar-lebar,
jika ditinyau keadaannya memang benar dia sudah diculik orang.
Air muka Huang Puh KianPek berubah menjadi pucat pasi,
teriaknya dengan keras: "Tentu dia .... tentu dia . ."
"Apa Mong Ling heng ?"?"" tanya Ti Then terkejut.
"Bukan dia siapa lagi ?"" ujar Huang Puh Kian Pek dengan sangat gusar. "Bangsat cilik, ternyata dia berani melakukan pekerjaan ini
..." "Mari kita lihat ke halaman belakang." ujar Tri Then keras
kemudian tubuhnya dengan cepat berkelebat keluar melalui jendela
yang terbuka itu. Diluar jendela itu adalah sebidang kebun bunga
yang sangat luas. JILID 7.2 SIAPA DALANG PENCULIKAN NONA WI"
Huang Puh Kian Pek dengan cepat mengikuti dari belakangnya
sesudah memeriksa dengan teliti setengah harian lamanya tetap
tidak mendapatkan hasil sedikit punjua. Ujar Huang Puh Kian Pek
lagi: "Bukit sian Ciang Yen tidak mungkin bisa didaki olehnya, tentu
dia melarikan diri melalui sebelah kiri atau kanan."
"Apa diluaran tidak ada saudara-saudara kita dari benteng yang
menyaga?" "Ada, di sebelah sana semuanya ada beberapa orang pendekar
pedang hitam yang menyaga malam, hanya saja bangsat cilik itu
memahami keadaan benteng kita dengan sangat jelas sekali,
pendekar-pendekar pedang hitam itu tak akan bisa menemukan dia"
" Urusan tidak bisa berlarut-larut lagi, mari kita mencari dengan
berpisah." sehabis berkata tubuhnya dengan cepat berkelebat menuju
kearah sebelah kanan dari kebun bunga itu.
0000 HUANG PUH KIAN PEK juga tidak berani berlaku ayal lagi,
dengan Cepat tubuhnya berkelebat menuju kearah sebelah kiri dari
kebun bunga itu, dua orang yang satu dari sebelah kiri dan yang
lain dari sebelah kanan dengan kecepatan yang luar biasa dalam
sekejap saja sudah keluar dari Benteng untuk melakukan
pengejaran ke depan. Begitu Ti Then keluar dari tembok benteng sebara diketahui oleh
penjaga malam ditempat itu yaitu seorang pendekar pedang hitam,
di karenakan cuaca yang begitu gelap membuat pendekar pedang
hitam itu tidak sanggup melihat jelas kalau dia adalah Ti Kauw
tauw, mereka sambil mengacungkan pedang panjang bentaknya
dengan keras. "Kawan dari mana harap berhenti."
Dengan cepat Ti Then menghentikan langkah kakinya, sahutnya
dengan perlahan. "saudara aku adanya."
Pendekar pedang hitam itu dengan cepat menubruk datang
tetapi begitu dilihatnya orang itu adalah Ti Kauw tauw mereka
dengan gugup memberi hormat ujarnya: "Ooh kiranya Ti Kauw tauw
adanya maaf . . . maaf."
"Kamu melihat seseorang yang melarikan diri dari sini."
Mendengar pertanyaan itu pendekar pedang tersebut menjadi
sangat terperanyat, sahutnya. "Tidak ada" Apa ada musuh yang
menyerang benteng?" "Benar" sahut Ti Then sambil mengangguk "Nona Wi diculik
orang." "Haaa " siapa yang menculik nona Wi?" tanya pendekar pedang
hitam itu semakin terkejut.
"Tidak tahu, tetapi banyak kemungkinan hasil perbuatan dari
Hong Mong Ling, cepat kumpulkan seluruh saudara yang berjaga
disekitar tempat ini"
Dengan cepat pendekar pedang hitam memasukan jari
tangannya ke dalam mulut membunyikan kedua kali suara suitan
yang tinggi melengking, hanya cukup memakan walau sedikit sekali
terlihatlah tiga orang pendekar pedang hitam dengan kecepatan
yang luar biasa mendatang, melihat ketiga orang itu sudah tiba baru
Ti Then bertanya lagi: "semua sudah kumpul?"
"Masih kurang Fan seng sam seorang" sahut pendekar pedang
hitam itu dengan sikap tidak tenang.
Sinar mata Ti Then dengan eepat berkelebat dengan sangat
tajamnya "Dia berjaga di sebelah mana?"
"Di bukit sebelah sana." sahut pendekar pedang hitam itu sambil menunjuk ke sebuah bukit ditempat kejauhan " sungguh heran,
kenapa sampai sekarang belum datang juga?"
"Benar, mari kita pergi lihat."
sehabis berkata tubuhnya dengan sangat cepat sekali berkelebat
menuju kearah bukit tersebut.
Ketiga orang pendekar pedang hitam yang datang kemudian
sama sekali tidak tahu kejadian apa yang sudah terjadi, sesudah
mendengar cerita dari kawannya ini tidak terlahan lagi pada
menjerit kaget, dengan cepat mereka mengikuti dari belakang tubuh
Ti Then menuju kearah bukit itu.
Lima orang itu hanya di dalam sekejap saja sudah tiba ditengah
hutan di atas bukit itu, terlihatlah d iba wah sebuah pohon besar
pendekar pedang hitam yang disebut Fan seng sam itu duduk
bersandar, agaknya dia sedang tertidur saking ngantuknya.
seorang pendekar pedang hitam dengan cepat maju ke depan
menempak tubuhnya bentaknya dengan keras:
"Hey Fan seng Sam. Kamu orang cari mati yaah?""
Begitu tubuh Fan seng sam itu terkena tendangan, dengan cepat
rubuh ke sebelah samping, saat itulah kelima orang itu baru
menemukan kalau di depan dadanya sudah berubah merah karena
menetesnya darah segar sangat deras, sedang dialas permukaan
tanah pun kelihatan bekas darah yang bercucuran disekeliling
tempat itu. "ooh Thian, dia sudah dibunuh."
Keempat orang pendekar pedang hitam itu tidak terasa lagi pada
menjerit kaget secara berbareng.
Ti Then dengan perlahan berjongkok di samping mayat Fan seng
sam itu dan mendorong tubuhnya hingga rubuh terlentang,
terlihatlah darah segar didadanya masih tetap mengucur keluar
dengan derasnya, melihat hal itu dia menggigit kencang bibirnya,
ujarnya kemudian sesudah berpikir sebentar:
Jantungnya terkena tusukan yang sangat dahsyat bahkan pedang
yang tergantung dipinggangnya belum sempat dicabut keluar, hal ini
membuktikan kalau gerakan pedang orang itu sangat cepat sekali."
Berbicara sampai di sini dia angkat kepalanya memandang
keempat pendekar pedang hitam itu tanyanya:
"Diantara kalian empat orang siapa yang jaraknya paling dekat
dengan dia?" seorang pendekar pedang hitam diantara mereka
segera maju ke depan, sahutnya: "Cayhe jaraknya paling dekat
dengan tempat ini" "Tadi kamu mendengar suara yang mencurigakan tidak?"
"sama sekali tidak dengar" sahut pendekar pedang hitam itu
sambil gelengkan kepalanya.
Dengan cepat Ti Then bangkit berdiri, ujarnya:
"Baru saja Hu Pocu mengejar dari sebelah kiri kebun bunga itu,


Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

salah satu dari kalian cepat kejar dia kembali, sedang yang lain
pergi melapor pada pendekar pedang merah yang ada di dalam
Benteng, katakan kepada mereka kalau musuh melarikan diri dari
sebelah sini." sehabis berkata tubuhnya dengan cepat melayang ke atas dan
berkelebat bagaikan kilat cepatnya diantara pohon-pohon yang
tumbuh rapat disekitar tempat itu untuk mengejar ke depan.
Hatinya kali ini benar-benar merasa sangat cemas sekali karena
kemarin malam Hong Mong Ling memangnya suduh punya rencana
untuk memperkosa diri Wi Lian In, dia tahu jika dia tidak berusaha
menolong secepat mungkin Wi Lian In dari cengkeraman Hong
Mong Ling, maka suatu kejadian yang diluar dugaan akan segera
terjadi. Hong Mong Ling kini sudah berada di suatu sudut yang sangat
terdesak. bukan saja dia bisa merusak perawan dari Wi Lian In,
kemungkinan sekali sesudah memperkosa dirinya akan membunuh
sekalian Wi Lian In untuk melenyapkan jejaknya.
Dengan kejadian ini jika dibicarakan dari sudut Ti Then boleh
dikata dia tidak perlu melaksanakan perintah dari majikan patung
emas lagi atau dengan perkataan lain dia tidak perlu merasa kesal
karena harus memperistri Wi Lian In, tetapi pikiran Ti Then
sokarang tidak mungkin akan berpikir demikian, dia tidak akan
membiarkan seorang gadis yang sangat cantik sekali terjatuh
ketangan seorang manusia seperti srigala ini.
Dengan sekuat tenaga dia mengejar kearah jalan-jalan yang
kemungkinan digunakan Hong Mong Ling untuk melarikan diri,
sehingga gerakannya mirip dengan anak panah yang terlepas dari
busurnya, sambil mengejar ke depan tak henti-hentinya dia
memperhatikan gerak-gerik disekeliling tempat itu tetapi di dalam
perjalanan tersebut sama sekali tidak ditemukan tempat-tempat
yang mencurigakan. Tidak lama kemudian dia sudah mengejar hingga ke bawah kaki
gunuug Go bi san. Di hadapannya terbantanglah sebuab tanah gersang yang sangat
luas tak terlihat ujung pangkalnya.
Dengan cepat dia menghentikan larinya sambil memandang
sekeliling tempat pikirnya: "Hmmm. . dia lari kearah mana?"
sesudah ragu-ragu sebentar dengan cepat dia memutuskan suatu
arah yarg kemungkinan dilalui oleh Hong Mong Ling, dengan tanpa
pikir panjang lagi dia melanjutkan pengejaran kearah sana.
Pengejaran ini tanpa terasa sudah melalui jarak sejauh ratusan
lie hingga sampai diluar kota Hong Yu Sian sedang waktu itu hari
sudah mulai terang. Dia tahu Hong Mong Ling tidak akan berani masuk kota karena
itulah sesudah berputar disekitar luar kota, dia mengambil suatu
jalan kecil mencari kembali hingga atas gunung Go Bi san.
Akhirnya hasilnya sia-sia belaka.
Sekembalinya di dalam benteng Pek Kiam Po waktu menunjuktan
siang hari, agaknya seluruh pendekar pedang dari benteng itu
sudah dikerahkan keluar untuk mengadakan pencarian besar-
besaran, hanya saja mereka mencarinya tidak sejauh Ti Then,
karena itulah mereka jauh lebih pagi tiba di dalam benteng.
Huang Puh Kian Pek juga sudah tiba di dalam Benteng, Kini
melihat Ti Then kembali, segera menyambut ke depan, tanyanya:
"Bagaimana?" "Tidak ketemu." sahutnya sambil gelengkan kepalanya.
Huang Puh Kian Pak menjadi gemas bercampur mangkel, sambil
menggosok tangan ujarnya:
"Lalu bagaimana baiknya" Lalu bagaimana baiknya?", kalau kita
tidak bisa menolong dia kembali. ."
"Hu Pocu" potong Ti Then dengan cepat "Lebih baik kita
rundingkan di dalam rumah saja"
Kedua orang itu segera masuk dalam benteng dan duduk
ditengah ruangan tamu, sedang kedua puluh orang pendekar
pedang merah pun berjalan masuk. air muka pendekar-pendekar
itu kelihatan sekali sangat murung, seperti semut-semut diwajan
panas, Tanya Ti Then kemudian: "Hu Pocu kamu sudah mengejar
sampai dimana?" "Lohu mengejar sampai tepi sungai baru kembali, Ti Kaauw tauw
bagaimana?" "Boanpwe mengadakan pengejaran sampai luar kota Hong
Yusian." Huang puh Kian Pak menunjuk kearah ke dua puluh orang
pendekar pedang merah itu, ujarnya lagi.
"Mereka pun mengadakan pengejaran dengan berpencar tetapi
hasilnya kosong belaka"
"Hee. . dia membawa nona Wi melarikan diri, tentu gerakannya
tidak akan sangat cepat, kita sekalian tidak bisa menemukan dirinya
semuanya dikarenakan jalan yang dilalui untuk melarikan diri kita
semua tidak tahu" "Benar" sahut Huang puh Kian Pek sambil menghela napas
panjang, "Hei bagaimana sekarang?"
"Mari kita merundingkan bersama-sama, menurut Ho Pocu
sesudah dia menculik Nona Wi, bisakah menyembunyikan diri untuk
sementara di sekeliling tempat ini atau mungkin melarikan diri
sejauh-jauhnya" "
Air muka Huang puh Kian Pek sedikit bergerak, sahutnya
kemudian: "Ehmmm, sudah tentu dia melarikan diri sejauh mungkin, tetapi
dia pun harus tahu kalau kita bisa menggerakkan seluruh kekuatan
kita di dalam benteng untuk melakukan pengejaran, maka itulah
untuk sementara waktu dia bisa bersembunyi disekeliling tempat ini"
"Seluruh gunung apa sudah dicari semua?"
"Tidak dicari secara teliti, kemarin malam semua orang mengejar
ke bawah gunung". "Ehmmm. . ." ujar Ti Then sesudah berpikir sebentar. "Kalau begitu sekarang juga kita periksa seluruh gunung, semua pendekar
pedang hitam, putih serta merah harus bergerak semua. Kita
bicarakan lagi sesudah memeriksa dengan teliti semua tempat."
"Benar" sahut Huang Puh Kian Pek segera bangkit berdiri. "Ki Kiam su cepat kamu bunyikan lonceng mengumpulkan seluruh
anggota pendekar pedang yang ada di dalam benteng di tengah
lapangan latihan silat. "
si pendekar pedang pencabut sukma KiTong Hong segera
menyahut dan meninggalkan ruangan itu dengan tergesa gesa.
Tidak lama kemudian serentetan suara lonceng yang mengalun
dengan keras berkumandang di seluruh penjuru benteng.
T i Then serta Huang puh Kian pek sekalian dengan cepat bangkit
menuju ketengah lapangan latihan silat, Dengan tak henti-hentinya
menghela napas panjang ujar Huang puh Kian pek.
"Hei, sungguh menjengkelkan sekali, tak kusangka di dalam
Benteng kita bisa muncul seorang manusia rendah semacam ini.."
"Entah Pocu kita kapan baru kembali ?"" Nyeletuk seorang
pendekar pedang merah yang berada di sampingnya. "Heei .. paling
cepat juga satu bulan lamanya." Mendadak Ti Then tersenyum
ujarnya. "Bagaimana Hu Pocu berani memastikan kalau Pocu baru kembali
satu bulan kemudian?"
saat itu Huang Puh Kian Pek baru teringat kalau sesaat Wi Ci To
hendak meninggalkan Ti Then hendak mengejar Hong Mong Liong,
kalau memangnya untuk mengejar Hong Mong Ling sudah tentu
sangat sukar untuk ditemukan, kapan baru bisa kembali ke dalam
Benteng, karena itulah sahutnya dengan sembarangan:
"Itu hanya merupakan dugaan Lohu saja, sekali pun suhengku
tidak berhasil mengejar Hong Mong Ling, tetapi mungkin dia
mengunjungi beberapa sahabat-sahabatnya"
Ti The hanya mengangguk saja tidak mengucapkan kata-kata
lagi, sedang dalam hati pikirnya:
"Kelihatannya sampai Hu Pocu ini sendiri juga tidak tahu kalau
saat ini Wi Ci To sedang bersembunyi di dalam loteng penyimpan
kitabnya. Hemmm sekarang tentunya Wi Ci To sudah tahu kalau
putrinya diculik tapi dia tetap saja tidak mau keluar dari tempat
persembunyiannya, . . hatinya sungguh kejam. Pada saat pikirannya
sedang berputar itulah semua orang sudah tiba ditengah lapangan
latihan silat. saat itu dua ratus orang pendekar pedang hitam serta pendekar
pedang putih dengan sangat teratur berdiri di hadapan mimbar.
Huang puh Kian Pek segera menaiki mimbar, ujarnya dengan
berat: "saudara-saudara sekalian, sesudah Hong Mong Ling menculik
pergi nona Wi, kemungkinan sekali dia belum meninggalkan daerah
gunung Go bi ini, sekarang marilah kita sekali lagi memeriksa setiap
jengkal dari tanah gunung Go bi ini, setiap tiga orang membentuk
satu kelompik, sesudah mendengar pembagian segera berangkat
mengerjakan perintah ini."
Dia berhenti sebentar kemudian sambungnya lagi:
"Dari pendekar pedang merah Ciauw It Hak. dari pendekar
pedang putih Sha In seng serta dari pendekar pedang hitam The Ci
Ho kalian tiga orang bertanggung jawab atas pencarian sekitar
daerah goa pintu naga kuil selaksa tahun serta sekitar hutan
puncak bangunan cepat pergi"
Cauw It Hak, Sha In seng serta The Ci Ho segera
membungkukkan diri memberi hormat serunya:
"Menurut perintah"
Dengan cepat dipimpinnya barisan masing-masing untuk mulai
melaksanakan tugas tersebut.
"Tong Khie Peng, Jan Liang, Tau it Cin seag kalian bertiga
bertanggung jawab atas pemeriksaan sekitar daerah kuil harimau
tunduk. loteng Cin Eng Ki, batu cadas Hong Cun Peng, goa Kiu Lo
Tong serta sekitar daerah bukit telaga Ki siang Tie."
"Cao Kim Jan, Ie Wan Hiong, Pouw Cing kalian bertiga
bertanggung jawab atas pemeriksaan daerah sekitar Hu sian Cian,
bukit Tiang so Po, kuil In sian si serta sekitar puncak selaksa
Buddha. Tidak seberapa lama seluruh pendekar pedang merah, putih
serta hitam yang ada sudah dibagi untuk melaksanakan tugasnya
masing-masing. Akhirnya ujar Huang puh Kiau Pek kepada Ti Then.
"Lohu juga akan ikut di dalam gerakan pemeriksaan gunung ini,
sedang Ti kauw tauw lohu minta menyagakan benteng ini"
"Tidak. boanpwe seharusnya ikut juga di dalam pemeriksaan
gunung ini." "Ti Kauw tauw tidak paham terhadap jalanan sekitar pegunungan
ini, lebih baik tinggal di dalam Benteng saja menanti sesudah para
pendekar yang memeriksa gunung mendapatkan jejak barulah
pulang beri laporan, saat itu Ti kauw tauw mau pergi masih belum
terlambat" Ti Then yang berpikir alasan ini memang sangat tepat sebera
mengangguk sahutnya. "Baiklah, boanpwe akan menunggu kabar di dalam Benteng,
harap Hupocu pergi dengan berlega hati."
Demikianlah Huang puh Kian Pek cun meninggalkan benteng
dengan tergesa-gesa. seluruh benteng kini hanya tinggal puluhan pelayan saja,
membuat suasana di dalam benteng ini menjadi begitu sunyi serta
tenangnya, dia balik ke dalam ruangan dan duduk kembali, sedang
pikirannya dengan cepat berputar. . teringat kembali akan Wi Ci To
yang menyembunyikan diri dalam loteng Penyimpan kitab. .
Putrinya sudah terjadi suatu peristiwa ternyata dia masih bisa
menahan diri . heei. . bukankah hal ini keterlaluan?"
Hmm" hanya untuk mengawasi gerak-gerikku ternyata tidak
mauperduli lagi nasib keselamatan dari putrinya sendiri, kelihatan Wi
Ci To pocu yang mem punyai nama sangat terkenal di dalam dunia
kangouw ini pun bukankah seorang manusia baik-baik.
Baru saja dia berpikir dengan gusarnya mendadak terlihatlah
pelayan tua yang melayani dirinya si Locia dengan air muka yang
sangat girang berlari masuk ke dalam ruangan, serunya dengan
keras. "Sudah pulang. . sudah pulang."
"Siapa yang sudah pulang?"" tanya Ti Then sambil bangkit berdiri berdiri dengan cepat, "Pocu kami. . Pocu kami sudah pulang."
Baru dia berkata sampai di situ, terlihatlah Wi Ci To dengan lagak
seperti baru saja melakukan perjalanan jauh dengan langkah lebar
berjalan masuk ke dalam ruangan.
Dengan cepat Ti Then maju ke depan menyambut
kedatangannya, ujarnya sambil memberi hormat.
"Pocu sudah pulang."
"Ti kauw tauw." ujar Wi Ci To dengan air muka penuh perasaan
terkejut. "Dimana semua pendekar pedang yang ada di dalam
benteng?" " Kedatangan Pocu sangat cepat sekali, kemarin malam Hong
Mong Ling menyelundup masuk ke dalam benteng dan menculik
pergi nona Wi." "Apa?" teriak Wi Ci To dengan keras. "Binatang itu. dia berani menculik In ji?" sekarang sudah ketemu belum?"
"Belum Kemarin malam boanpwe sudah melakukan pengejaran
hingga jauh diluar benteng, tetapi hasilnya hampa belaka, karena
itu Hu pocu baru saja perintahkan seluruh pendekar pedang yang
ada di dalam Benteng untuk melakukan pemeriksaan yang lebih
teliti diseluruh daerah pegunungan, jika tidak memperoleh hasil
barulah mencarijalan lain"
Kegusaran dari Wi Ci To tidak bisa ditahan lagi, dengan sinar
mata berapi-api teriaknya dengan keras.
"Bangsat cilik, Kamu berani berbuat demikian kurang ajar. .
hmm. .jangan harap bisa lolos dari tanganku"
Sehabis berkata dia putar tubuh dan menerjang keluar dengan
sangat cepat. Ti Then tahu kalau dia pun akan mencari disekitar gunung,
karena itulah tidak sampai mengikuti dari belakang, sesudah melihat
bayangan tubuhnya lenyap dari pandangan, dari air mukanya
segera terlihat terlintas suatu senyuman, pikirnya:
"Ehmm, pandai juga dia berpura-pura, tetapi perasaan cemas
yang terlihatpada wajahnya bukan sengaja diperlihatkan."
Tetapi. . dengan munculnya Wi Ci To kembali ke dalam Benteng,
ini membuat perasaan tidak puasnya terhadap Wi Ci To tersapu
lenyap dari benaknya. Dengan perlahan dia mengalihkan pandangannya kearah Locia si
pelayan tua itu, ujarnya sambil tersenyum.
"Lo cia, kembalinya Pocu kali ini sungguh cepat sekali."
"Benar, untung sekali dia tepat waktunya kembali, kalau tidak
entah apa yang akan terjadi."
Ti Then hanya tersenyum saja, tidak berbicara lagi, sedang
dalam hati pikirnya. "Pelayan tua ini kemungkinan sekali merupakan salah seorang
yang menyelidiki dan mengawasi seluruh gerak gerikku, sejak hari
ini aku harus lebih berhati-hati lagi terhadap dirinya"
"Ti Kauw tauw" ujar si Locia lagi "dengan wajah yang sangat murung, kau lihat bisakah Hong Mong Ling berbuat sesuatu
terhadap siocia kita?"
"Kemarin malam ditengah gunung dia pernah berusaha
memperkosa siocia, karena itulah kali ini dia menculik pergi siocia,
kemungkinan sekali juga mengandung maksud tidak lurus. ."
"Hei, memang benar papatah yang mengatakan, tahu mukanya
tahu orangnya tetapi tidak akan tahu hatinya, siapa sangka seorang
pemuda begitu baik kelihatannya hanya di dalam dua tiga hari saja
sudah berubah menjadi demikian ganas serta kejamnya, boleh


Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dikata mirip dengan hati srigala heeeei... Tidak lebih seperti seekor
binatang" "Tapi persoalan yang pokok karena Pocu membatalkan
perjodohannya deagan siocia."
"Sekali pun begitu" ujar si Locia itu lagi. "Dengan membohongi siocia dia bermain perempuan diluaran sudah tentu pocu kami tidak
setuju kalau putrinya dijodohkan dengan manusia rendah seperti
itu." "Ehmmm, kamu mengikuti pocu sudah sangat lama sekali,
tentunya tahu juga asal usulnya bukan?"?"
"Tentu tahu.." sahut si Locia sambil mengangguk "Dia berasal dari kota Majan di daerah Oh Tong atau Kini daerah Hu Pak.
ayahnya adalah sam Huan sin su atau si tangan sakti bergelang tiga
Hong Tiong Yang, pada waktu itu membuka sebuah piauw kiok di
kota Han Yang yang bernama Liong Hong piauw kiok. akhirnya
karena mengawal barang kiriman mendapat luka dan bersembunyi
ditengah pegunungan yang sunyi sedang putra tunggalnya dikirim
kemari mohon pocu mau menerimanya"
"Ooooh kalau begitu pocu dengan ayahnya si sam Huan sin su
merupakan kawan karib" potong Ti Then cepat.
"Tidak bisa dikatakan merupakan kawan karib, mereka hanya
pernah berkenalan saja. karena pocu melihat bakatnya sangat
bagus dan orangnya tumbuh sangat tampan maka baru sanggup
untuk menerimanya sabagai seorang murid."
"Pada tiga tahun yang lalu ayahnya sudah meninggal."
"Ooh" sahut Ti Then perlahan. "Lalu Ibunya ?"?"
"Ibunya shen si meninggalkan dunia pada tahun kedua sesudah
melahirkan dirinya, dia mati dibunuh orang"
"Dibunuh orang?"" tanya Ti Then sambil memandang tajam
wajahnya. "Benar, jikalau di bicarakan soal ibunya shen si merupakan
seorang yang punya asal usul terkenal. Dia merupakan putri dari
Thiat Ciang Cang sam Kun atau pukulan besi menggetarkan tiga
daerah shen Cing Hong yang pernah menggetarkan dunia
kangouwpada waktu itu, karena itulah sewaktu dia masih nona
sudah mendapatkan seluruh kepandaian dari ayahnya, kemudian
sesudah kawin dengan Hong Tiong Wan membantu suaminya
menyalankan Piauw kiok."
"Pada tahun kedua sesudah melahirkan Hong Mong Ling ada satu
kali suaminya mengawal barang menuju ke daerah Lo kho sedang
dirinya mengawal barang ke Kota Han Yang, tidak disangka
ditengah jalan terjadi suatu peristiwa yang mengakibatkan dirinya
terbunuh hingga binasa, akhirnya Hang Tiong Yan berhasil
membunuh penyahat itu membalaskan dendam bagi istrinya."
"Kalau begitu Hong Mong Ling sekarang hanya seorang diri
saja?" "Aku Kira demikian, tapi aku pernah dengar ayahnya
meninggalkan sejumlah harta benda dikota Han Yang yang sekarang
dijaga oleh pamannya."
" Harta kekayaan apa" pamannya bernama siapa".."
"Agaknya sebuah rumah penginapan sedang pamannya bernama
apa hamba sendiri juga tak tahu".
"Ehmmm..." ujar Ti Then sambil mengangguk. "Aku kira pocu tentu tahu, nanti sesudah dia pulang aku mau tanya dia.."
"Buat apa Ti kauw tauw menanyai hal ini?"
"Jika di atas gunung tidak menemui dia, aku pikir harus pergi ke
kota Han Yang satu kali, paling sedikit juga harus cari pamannya
yang berdiam di sana."
"Tidak salah, tetapi waktu itu kemungkinan siocia sudah
menemui bencana di tangannya"
"He hee hee... tetapi masih bisa juga menangkap dia kembali
untuk dijatuhi hukuman, bukan begitu?"?"
"Heei, semoga saja Thian melindungi kesehatan dan keselamatan
siocia sehingga dia bisa kembali dengan selamat"
"Ehm, sekarang sudah siang?"
"Benar" " Kemarin malam aku sudah melakukan perjalanan sejauh dua
ratus lie lebih, kini perutku merasa lapar, cepat pergi sediakan
makanan" si Lo cia pelayan tua itu segera menyahut dan berlalu dari sana.
Awan gelap mulai menutupi seluruh jagat, malam hari pun tiba
dengan cepat, para pendekar pedang yang dikirim keluar satu
persatu pada pada kembali ke dalam benteng. Tetapi tidak seorang
pun diantara mereka yang membawa kabar baik. Tidak lama
kemudian Wi Ci To serta Huang puh Kian Pek pun kembali.
Seluruh tubnh mereka basah kuyup oleh keringat yang mengucur
mengotori seluruh bajunya hal ini memperlihatkan kalau mereka
sudah memeriksa setiap jengkal tanah seluruh gunung GoBisan itu.
Tetapi. . yang mereka bawa pulang tidak lebih hanya tubuh yang
lelah serta air muka yang murung sedih, gusar serta gemas yang
bercampur menjadi satu. Dengan wajah yang loyo Wi Ci To menyatuhkan diri di atas kursi
dalam ruangan itu, matanya dipejamkan rapat-rapat sama sekali
tidak mengucapkan sepatah kata pun.
Dua puluh tiga orang pendekar pedang merah yang berdiri di
dalam ruangan itu pun pada menundukkan kepalanya rendah-
rendah, air muka mereka kelihatan sekali sangat sedih dan murung.
Seluruh ruangan saat itu diliputi oleh perasaan duka yang amat
sangat, tidak terdengar suara manusia yang bercakap-cakup, hanya
helaan napas panjang sering memecahkan kesunyian yang
mencekam itu, sesudah hening lama sekali barulah terlihat Wi CiTo
membuka kembali matanya, ujarnya dengan perlahan.
"Shia Pek Tha, Ki Tong Hong, Cian su Ci serta ouwyang Huan
kalian berempat bertanggung jawab di dalam pengiriman "Perintah
seratus Pedang" segera kirim perintah itu"
shia Pek Tha, Cian su Ci, Ki Tong Hong serta ouwyang Huan
segera menyahut dan mengambil empat buah panyi kecil yang
bertuliskan kata-kata, "Perintah seratus pedang" dari sebuah tabung ditengah meja sembahyangan di dalam ruangan itu, kemudian
mengundurkan diri dengan tergesa-gesa.
-0000000- TIDAK LAMA KEMUDIAN terdengar suara derapan kuda yang
sangat ramai berkumandang masuk dari luar ruangan yang makin
lama makin menyauh. Wi Ci To termenung berpikir lagi beberapa saat lamanya,
kemudian barulah ujarnya kepada kesembilan belas pendekar
pedang merah lainnya: "Kalian mengundurkan diri untuk makan sesudah dahar segera
berangkat, setiap dua orang dibagi menjadi satu kelompok masing-
masing mengejar secara berpisah sebelum mendapatkan perintah
lohu yang mencabut kembali perintah ini kalian jangan pulang"
Kesembilan belas pendekar pedang merah itu segera menyahut
dengan hormat dan mengundurkan diri dari dalam ruangan.
sesudah itulah Wi Ci To baru menoleh kearah Ti Then, ujarnya
sambil tertawa: "Tadi di tengah jalan Hupocu beritahu pada lohu, katanya
kemarin malam bangsat cilik itu sudah menawan putriku ke dalam
gua untuk melakukan pekerjaan tidak sopan, untung sekali waktu
itu Ti Kiauw tauw datang menolongnya saat itu kenapa Ti kauw
tauw melepaskan dia pergi?"
"Kesemua ini merupakan kesalahan boanpwe" sahut Ti Then
dengan perlahan, "Jika tahu dia akan berbuat demikian tentu
boanpwe tak akan melepaskan dia pergi." Air mata mulai jatuh
berlinang membasahi wajah Wi Ci To, ujarnya dengan sedih.
"Selamanya Lohu mendidik murid dengan sangat keras, tidak
disangka masih muncul juga seorang manusia rendah seperti dia..
Hei.. jika tidak secepat mungkin menolong putriku dari tangannya . .
. namaku selama ini akan ikut hancur berantakan"
"Orang budiman akan mendapatkan bantuan dariThian, boanpwe
percaya putrimu akan kembali dengan selamat"
"Heei.." ujar Wi Ci To sambil gelengkan kepalanya, "Kemarin malam bangsat itu sudah punya maksud jelek terhadap putriku, kali
ini dia berhasil menculiknya tentu tidak akan melepaskannya dengan
begitu saja?" "Tapi. ." ujar Ti Then setengah menghibur. "sesudah dia
menculik putrimu kita sudah mengerahkan seluruh kekuatan yang
ada di dalam benteng untuk mencari dia, aku kira di dalam
beberapa hari ini dia tak akan berani berbuat sesuatu terhadap nona
Wi." "Benar . ." sambung Hung puh Kian Pek dengan cepat "Perkataan Ti kauw tauw sedikit pun tidak salah, asalkan di dalam beberapa
hari ini kita bisa menemui dia, maka In ji tidak akan mendapatkan
bencana." Dengan pandangan kosong Wi Ci To memandang keluar
ruangan, lama sekali dia berdiri termangu-mangu tidak
mengucapkan sepatah kata pun.
"Becana yang diderita nona Wi kali ini seharusnya boanpwe juga
ikut bertanggung jawab, karena itulah boanpwe sudah mengambil
keputusan untuk meninggalkan benteng ikut mencari, sekali pun
tidak bisa menolong Nona Wi sedikit-dikitnya bisa menawan dia
kembali ke dalam Benteng"
Wi Ci To hanya menganggakan kepalanya saja.
"Sore tadi" ujar Ti Then lagi "Boanpwe pernah dengar perkataan dari Locia, katanya dikota Han Yang ayahnya pernah meninggalkan
sebuah rumah penginapan yang sekarang dijaga oleh pamannya,
Pocu tahukah kamu apa nama dari rumah penginapan itu?"
"Rumah penginapan Hok An."
"Lalu siapa nama dari pamannya ?"
"Hong Tiong Peng "
"Selain dia apakah masih ada keluarga lain atau kawan-
kawannya?" "Heei . . ." ujar Wi Ci To sambil menghela napas panjang, "pada usia tiga belas dia masuk benteng ini, agaknya diluaran tidak punya
kawan-kawan lain, sedang dari keluarganya yang paling sering
mengadakan hubungan hanya dari pihak kakeknya- kakeknya
adalah sipukulan besi menggetarkan tiga daerah shen Cin Hong
sudah meninggal beberapa tahun yang lalu, kini hanya tinggal
neneknya saja yang masih ada, dan tahun yang lalu dia masih
datang kemari nengok dia"
"Sebuah dusun kecil didekat Heng sak Than di atas gunung Kiu
kongsan" Ti Then termenung berpikir sebentar, kemudian barulah
ujarnya: "Jika tidak berhasil mendapatkan dirinya, terakhir kita harus pergi juga kerumah neneknya serta rumah penginapan Hok An untuk
mencari berita, karena kedua tempat ini cepat atau lambat, dia akan
ke sana juga" "Kapan Ti Kauw tau mau berangkat ?"
Ti Then yang punya maksud hendak berunding dulu dengan
majikan patung emas, segera sahutnya.
"Bagaimana kalau boanpwe berangkat besok pagi?"
Padahal di dalam hati Wi Ci To sangat mengharapkan dia bisa
berangkat malam itu juga, hanya saja tidak enak untuk diucapkan
keluar, segera dia mengangguk. sahutnya.
"Baiklah, kemarin malam Ti Kauw tauw sudah melakukan
perjalanan satu malaman, seharusnya kini beristirahat lebih dulu"
Dengan segera Ti Then bangkit untuk memohon diri dan kembali
kekamarnya sendiri. Dia memerintahkan pelayan tua si Locia itu menyediakan
segentong air panas untuk mandi, kemudian dahar malam dikamar
sesudah semuanya selesai barulah dia menyulut lampu dan
mengetuk jendela sebanyak tiga kali.
Dia tahu majikan patung emas baru akan muncul pada tengah
malam buta, karena itulah dia tidur terlebih dulu untuk menanti
kedatangan majikan patung emas di tengah malam nanti.
siapa tahu sekali tidur dia telah jatuh pulas dengan nyenyaknya
sampai dia merasa bahunya ditepuk orang barulah sadar kembali
dengan sangat terkejutnya. Yang menepuk bahunya itu tidak lain
adalah patung emas yang pernah di temuinya itu. Dengan cepat Ti
Then bangun dari tidurnya sambil duduk ujarnya: "Hei kawan,
sungguh cepat kedatanganmu kali ini."
Dengan suara yang lembut dan dihantar dengan menggunakan
ilmu menyampaikan suara, sahut majikan patung emas itu dari atas
atap rumah. "Heehehe kentongan ketiga sudah berlalu, kamu kira
masih pagi"." Mendengar perkataan itu Ti Then segera angkat kepalanya
memandang ke atas atap rumah, sahutnya sambil tersenyum:
"sebetuinya aku mau tunggu dengan cara bagaimana kamu
datang, ha ha ha tidak disangka sudah tertidur demikian pulasnya"
"Hemm aku beberapa kali sudah peringatkan dirimu, jangan
coba-coba selidiki jejakku"
"Aku hanya ingin tahu dengan cara bagaimana kamu bisa
menghindarkan diri dari pengawasan orang-orang benteng ini"
sahut Ti Then sambil angkat bahunya. "Kamu anggap aku punya
ilmu untuk melenyapkan diri?"
"Ha ha ha ha tidak sampai begitu jauh" sahut Ti Then sambit
tertawa terbahak-bahak "Tentang nona Wi yang diculik tentu kamu
tahu bukan?" "Ehmmm. .tahu" " Kamu pikir harus bagaimana baiknya sekarang ini?" "Tolong dia pulang"
"Besok pagi-pagi aku mau berangkat, hanya tidak tahu none Wi
sudah diculik kemana, kamu tahu tidak?"
"Aku tidak tahu" sahut majikan patung emas lagi "Bagaimana pun juga kau harus berusaha keras mendapatkan Hong Mong Ling
dan menolong kembali Wi Lian In."
"Kalau tidak berhasil?"
"Asalkan Hong Mong Ling belum bunuh dia pada suatu hari tentu
berhasil juga menolong dia kembali"
"Jika Hong Mong Ling sudah membunuh mati dia?"
"Sekarang tidak usah terlalu banyak pikiran urusan ini."
"Masih ada satu hal lagi yang harus dijelaskan, jika dia sudah
diperkosa oleh Hong Mong Ling lalu aku.."
"Kamu tetap harus memperistri dirinya" potong majikan patung
emas itu dengan cepat. "Hemm" "Kamu adalah patung emasku" sambung majikan patuug emas
itu lagi, "sekali aku katakan padamu, aku mau kamu berbuat apa
saja, kamu harus lakukan"
"Aku mau kamu berbuat apa saja kamu harus melakukan
pekerjaan itu, sekali pun aku mau kamu memperistri seorang
kuntilanak yang bagaimana jelek pun kamu harus memperistri
kuntilanak itu dengan tanpa membantah"
"Hmm" "Masih ada persoalan apalagi yang hendak kamu tanyakan?"
"Kamu ikut aku keluar benteng tidak"
"Ehmm. . kali ini aku punya pikiran untuk tinggal di dalam
benteng saja." "Tapi" ujar Ti Then lagi, "jika ditengah perjalanan aku
membutuhkan petunjuk darimu aku harus berbuat bagaimana"
"Kamu boleh putuskan urusan itu sesuka hatimu"
"Kenapa kamu tidak ikut aku keluar benteng?"
"Jika aku berdiam di dalam benteng, setiap saat bisa
mendapatkan berita mengenai Wi Lian In, asalkan ada orang yang
berhasil menolong dia pulang maka dengan cepat aku akan
beritahukan kepadamu"
"Kamu bisa mencari aku?"
"Bisa." "Bagaimana kamu bisa tahu aku berada dimana?"
"Sudah tentu aku punya cara untuk mengetahuinya"
"Baiklah" ujar Ti Then kemudian.
"Sekarang silahkan kamu sediakan uang untuk aku gunakan,
seratus tahil perak yang waktu itu kamu berikan padaku sudah aku


Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

gunakan hingga habis"
"Hmm kamu jadi orang terlalu royal, kali ini tidak bisa."
"Tidak ada uang sukar berjalan, kalau tidak beri aku uang, suruh
aku pakai apa pergi cari nona Wi"
"Besok sebelum kamu meninggaikan Benteng Wi Ci To tentu
akan kasih kamu uang"
"Tapi..." timbrung Ti Then lagi. "aku melakukan pekerjaanmu sudah seharusnya menggunakan uangmu."
"Peristiwa tertawannya Wi Lian In kali ini tidak termasuk di dalam
dugaanku maka kali ini seharusnya dikatakan kamu membantu Wi Ci
TO menolong pulang putrinya, sudah seharusnya dia yang keluar
uang." " Hmm. . . sungguh cermat perhitunganmu"
Majikan patung emas itu tidak memberi jawaban lagi, dengan
cepat patung emasnya ditarik ke atas atap. kemudian menutup
kembali tempat itu dan berlalu dengan tidak menimbulkan sedikit
suara pun. Ti Then juga tidak bisa berbuat apa-apa lagi, sambil
menghela napas panjang dia membaringkan tubuhnya kembali ke
atas pembaringan, tetapi hingga pagi menjelang kembali dia tidak
bisa tertidur kembali. sampai dari kamar sebelah dia dengar suara
batuk-batuk dari itu pelayan tua si Lo cia barulah dia bangkit dari
pembaringannya dan membuka pintu.
Diruang makan sesudah habis bersantap pagi bersama-sama
dengan Wi Ci To serta Huang Puh Kian pek. terlihatlah dengan
membawa sebungkus uang perak serta sebilah pedang Wi Ci TO
berjalan kearahnya, ujarnya kemudian.
"Pedang ini disebut sebagai "seng shia" yang berarti menang dari segala iblis yang merupakan salah satu pedang wasiat kesayangan
lohu pada masa yang silam, kini lohu hadiahkan pada Ti Kauw tauw
sebagai bekal perjalanan, di samping itu lima ratus tahil uang perak
ini harap Ti kiauw tauw terima sekalian"
000 TI THEN dengan mengucapkan terima kasih menerima hadiah
itu, tanyanya kemudian: "Apakah Pocu juga mau ikut mencari nona
Wi?" "Lohu pikir akan menunggu beberapa hari terlebih dulu di dalam
Benteng, jika tidak ada berita barulah pergi sendiri"
Dengan perlahan Ti Then menoleh pula kearah Huang Puh Kian
Pek tanyanya lagi: "Bagaimana dengan Hu pocu?"
"Lohu juga akan berangkat, nanti kita keluar bersama-sama"
sahut Huang Puh Kian Pek perlahan.
"Kalau begitu" ujar Ti Then sambil bangkit berdiri "biarlah boanpwe balik kekamar untuk mengambil sebentar barang-barang,
kemudian kita berangkat bersama-sama"
sesudah memberi hormat dia mengundurkan diri ke dalam
kamar, sesudah membungkus uang serta pakaiannya menjadi satu
dan menggantungkan pedang pemberian Wi Ci To itu pada
pinggangnya segera dia berjalan ketengah lapangan latihan silat.
Waktu itu Huang Puh Kian Pek sudah menuntun dua ekor kuda
jempolan menanti kedatangannya ditengah lapangan, begitu melihat
dia datang segera memberikan tali les dari seekor kuda jempolan
berwarna merah darah kearahnya, ujarnya sambil tertawa:
"Kuda ini disebut Ang san Khek yang merupakan kuda
kesayangan dari In ji, kini Ti Kauw tauw boleh menggunakanmya
kemungkinan sekali dengan kepandaian kuda tersebut bisa
menemukan kembali jejak dari In ji"
sambil tersenyum Ti Then menerima tali les itu sesudah naik ke
atas punggung kuda tersebut ujarnya: "Ayoh jalan"
-ooo0dw0ooo- Jilid 8.1. Setan Pengecut Berkerudung Penculik Nona Wi
Tali les kudanya ditarik, terdengarlah suara ringkikan kuda yang
panjang, empat buah kakinya mulai bergerak dengan sangat
cepatnya menerjang keluar pintu Benteng.
Huang Puh Kian pek dengan cepat menyalankan kudanya pula
untuk mengejar, tua muda dua orang itu yang satu berada di depan
sedang yang lain berada di belakang dengan mengikuti jalanan
gunung berlari dengan cepatnya ke bawah. Tanya Ti Then
kemudian. "Hu Pocu, kamu orang punya maksud mengambil jalan yang
mana?" "Daerah Siok Pak banyak terdapat gunung, Lohu punya maksud
mencari dari sebelah utara, bagaimana dengan Ti kiauw tauw" "
"Ehm. ." sahut Ti Then sesudah berpikir sejenak, "Boanpwe punya maksud mencari kearah timur dulu kemudian baru memasuki
daerah Oh Tong (kini daerah Hu Pak) kekota Han Yang mencari
pamannya dirumah penginapan Hok An,jika di sana tidak peroleh
hasil baru menuju kedaerah telaga Heng sak Than rumah neneknya"
"Kalau begitu baiklah." ujar Huang Puh Kianpek sambil
mengangguk "Nanti kita berpisah dijalanan bawah gunung. "
Di dalam sekejap mata saja mereka sudah berada disuatu
persimpangan jalan di bawah gunung itu, kedua orang itu segera
berpisah yang satu menuju kearah utara sedang yang lain menuju
kearah timur untuk melakukan pencarian sendiri.
Ti Then yang melakukan perjalanan ke arah timur ditengah jalan
terus menerus mencari berita tentang Wi Lian In, sesudah berjalan
dua hari lamanya ia tetap belum memperoleh sedikit berita pun
tetapi arah tujuannya tetap tidak dirubah karena dia tahu sebelum
memperoleh gambaran dari situasi yang sebetulnya sekali pun
mengubah arah tujuan tetap tidak berguna karena itulah terpaksa
dia melanjutkan perjalanan ke depan.
Di tengah perjalanan ini walau pun tidak berhasil didapatkan
sedikit kabar pun hal ini belum bisa membuktikan kalau Hong Mong
Ling tidak melewati jalanan ini karena sesudah berhasil dia culik Wi
Lian In meninggalkan daerah gunung Go bi kemungkinan sekali
melarikan diri menggunakan kereta kuda yang tertutup sehingga hal
ini membuat dia tidak memperoleh sedikit berita pun.
Pada pertengahan hari kedua dia sudah tiba ditempat daerah
garam yang sangat terkenal yaitu daerah Ci Liuw Cing, segera
dicarinya sebuah rumah makan untuk menangsal perutnya, ketika
sedang enaknya dia dahar datanglah seorang pelayan ke samping
tubuhnya sambil memberi hormat tanyanya: "Tolong tanya apakah
kongcu she Ti?" Mendengar pertanyaan itu hati Ti Then serasa tergetar sangat
keras, sambil memandang sekejap sekeliling tempat itu ujarnya:
"Ehmm tidak salah bagaimana kamu bisa tahu ?""
Dari dalam sakunya pelayan itu mengambil keluar sebuah sampul
surat yang kemudian diangsurkan ke hadapannya, ujarnya:
"Baru saja ada seorang anak kecil yang mengirim surat ini,
katanya surat ini akan dikirim kepada seorang kongcu berbaju hitam
yang mem punyai hati, hamba melihat di atas loteng ini hanya
kongcu seorang yang memakai pakaian hitam. . ."
"Mana itu bocah?" potong Ti Then sambil menyambut sampul
surat itu. "Sudah pergi" "Kamu kenal dia?" tanya Ti Then lagi dengan cemas.
"Hamba tidak kenal" sahut pelayan itu sambil gelengkan
kepalanya . "dia menyerahkan sampul surat itu kepada hamba
sesudah memberi tahu kalau surat ini harus di serahkan kepada
kongcu dengan cepat dia lari pergi."
"Ehmmm. . kamu lihat berapa usia bocah itu ?""
"sepertinya baru berusia sebelas . . dua belas . ."
Segera Ti Then tahu kalau bocah cilik itu pun hanya dititipi oleh
seorang lain saja, segera sahutnya sambil anggukan kepalanya.
"Baiklah . . terima kasih"
Pelayan itu segera mengundurkan dirinya dari hadapan Ti Then.
Sesudah dilihatnya pelayan itu pergi jauh, barulah Ti Then
membuka isi sampul surat itu, di dalamnya terlipat secarik kertas
putih yang berisikan beberapa puluh kata.
" Untuk menolong Wi Lian In datanglah ke gunung Yan siong
san, tetapi dilarang beritahukan urusan ini kepada orang-orang dari
benteng Pek Kiam Po. Melanggar permintaan ini tidak akan ditemui
kembali." Tulisan itu ditulis dengan batu arang, setiap gaya serta
lengkukannya sangat mantap. agaknya dia punya maksud untuk
menutupi gaya tulisan yang sebenarnya.
Ti Then hanya tersenyum saja, sesudah menyimpan sampul surat
itu dia melanjutkan kembali untuk berdahar.
Jika dilihat luarnya kelihatan sekali sikapnya yang tenang tanpa
sedikit emosi. Padahal di dalam hati dia merasa sangat terkejut
bercampur girang, otaknya terus berputar memikirkan kedatangan
surat misterius yang sangat mendadak itu.
Jika ditinyau dari gaya tulisan yang sengaja dipertegas, di dalam
hati dia bisa menduga kalau pihak lawannya merupakan orang yang
sudah dikenal olehnya. Tetapi walau sudah dipikirkan sangat lama, tetap saja tidak
diperoleh gambaran dari orang yang menulis surat kepadanya itu.
Hanya dari hal ini dia bisa diambil suatu kesimpulan, bahwa
orang yang menulis surat itu tidak mungkin adalah Hong Mong Ling.
Karena sesudah Hong Mong Ling menculik pergi Wi Lian In,
tentunya dia tahu kalau dirinya sampai tertangkap kembali ke dalam
Benteng hanya jalan kematian yang di perolehnya, untuk melarikan
diri saja masih merupakan suatu persoalan yang rumit, sudah tentu
tidak akan berani bermain macam-macam dengan dirinya.
Kalau demikian apakah orang yang menculik pergi Wi Lian In
bukan Hong Mong Ling atau mungkin orang yang menulis surat ini
yang melakukan " Jika betul maka tujuannya di dalam menculik pergi Wi Lian In
harusnya adalah Wi Ci To sendiri, tetapi kenapa dia melarang
dirinya memberitahukan hal ini kepada orang-orang dari benteng
Pek Kiam Po" Jika bukan maka pemberitahuannya kepada dia untuk pergi
kegunung Yau Liong san untuk menolong Wi Lian In bermaksud
baik, kalau memangnya begitu kenapa tidak mau menampakkan
diri" Hemm, tidak perduli bagaimana pun aku harus melakukan hal ini
sesuai dengan permintaannya, aku mau lihat di atas gunung Yau
Liong san sudan tersedia mainan macam apa.
Berpikir sampai di sini segera Ti Then membereskan rekeningnya
dan turun dari atas loteng, sesaat meninggalkan pintu rumah makan
itu ditariknya seorang pelayan, sambil bertanya.
"Hey tolong tanya berapa jauh jarak dari sini sampai gunung Yau
Liong san?" "Yau Liang san?"" tanya pelayan itu melengakl
"Benar Gunung Yau Liong san"
"Ooh .... sangat jauh sekali"
"Ehmm . . tentang hal ini biarlah hamba berpikir sebentar.." Dia berhenti dan ber pikir sebentar, "hamba sudah mengingat kembali
seharusnya berada di daerah tenggara, kongcu harus menuju ke
propinsi Ci Kiang dulu (terletak di daerah Su khuan) dari sana
bertanya lagi mungkin baru jelas"
"Terima kasih" Dengan cepat dia meloncat naik ke atas kudanya dan menepuk
pantatnya hingga lari dengan kencangnya ke depan.
Dia percaya orang yang menulis surat itu tentu menguntit dirinya
secara diam-diam tetapi dia tidak punya maksud untuk mencari
tahu siapa pihak lawannya itu, karena menolong orang adalah
terpenting dari urusan itu, tak perduli pihak lawannya itu orang
yang menculik pergi Wi Lian In atau bukan, tidak perduli juga pihak
lawannya punya maksud baik atau jelek. pokoknya menolong Wi
Lian In paling penting dari semua urusan sedang penculiknya
merupakan urusan kedua saja.
Kudanya merupakan seekor kuda jempolan, sehingga larinya pun
bagaikan meluncurkan anak panah terlepas dari busurnya, hari itu
menjelang matahari lenyap di balik gunung dia sudah melakukan
perjalanan mendekati seratus li.
Dua hari kemudian dia sudah berada di bawah kaki gunung Yao
Liong san yang megah itu.
Setibanya ditempat itu Ti Then menjadi sangat bingung, karena
pihak lawannya sama sekali tidak beritahu tempat serta tanggal
pertemuannya, sesudah berpikir sebentar barulah dia menyalankan
kudanya mengitari sekeliling daerah gunung itu, begitu dilihatnya
diantara tempat itu muncul sebuah jalanan kecil dengan cepat
kudanya di larikan ke arah sana.
Sesudah berjalan beberapa saat lamanya melaluijalan itu dari
depannya terlihatlah seorang penebang kayu berjalan mendatang
dengan perlahan sambil tersenyum dia memberi hormat kepada Ti
Then, ujarnya: "Laote ini apa betul bernama si pendekar baju hitam Ti Then"
Ti Then segera menarik tali les sehingga kudanya itu berhenti,
sambil merangkap tangan membalas hormat sahutnya. "Memang
cayhe adanya saudara..."
Penebang kayu berusia pertengahan itu tidak memberi jawaban,
dari dalam sakunya dia mengambil keluar sepucuk surat dan di
angsurkan ke hadapan Ti Then, ujarnya:
"Tadi ada orang yang mentitipkan ini kepadaku untuk di
sampaikan kepada saudara, harap kamu mau terima"
Begitu Ti Then melihat dia diangsurkan sepucuk surat lagi, tidak
terasa alisnya dikerutkan rapat-rapat, sambil menerima surat
tersebut tanya: "Siapa orang itu?"
"Tidak tahu" sahutnya sambil gelengkan kepalanya.
"Dia seorang lelaki atau seorang perempuan" Berapa besar
usianya?" "Tidak tahu" sahut penebang kayu itu sambil gelengkan
kepalanya kembali. "Haa" Apa Loheng tidak melihatnya?" tanya Ti Then sambil
tertawa meringis. "Sudah melihatnya dengan jelas."
" Kalau memangnya sudah melihat dengan jelas bagaimana tidak
tahu dia seorang lelaki atau pun seorang perempuan sudah tua atau
masih muda" "Karena dia sudah beri aku satu tahil perak."
"Oooh . . ." matanya diputar keempat penjuru angin, kemudian
sambungnya dengan suara rendah. "Bagaimana jika aku beri dua
tahil perak lagi?" "Tidak bisa" sahutpenebang itu sambil gelengkan kepalanya.
"walau kamu beri aku dua ratus tahil aku juga tidak berani
menerima." Ti Then jadi menjadi melengak. tanyanya penuh keheranan. "
Kenapa?" "Dia sudah peringatkan aku jika aku berani mengkhianati dia
maka kepalaku ini akan dipotong, sekali pun batok kepalaku ini tidak
laku tapi juga tidak seharga dua tahil perak bukan?"
"Haaa.. haaa .. betul. betul silahkan Loheng lanjutkan perjalanan"
Penebang kayu berusia pertengahan itu segera memikul kayunya
kembali untuk melanjutkan perjalanannya .
Segera Ti Then membuka sampul surat itu dan membaca isi
suratnya, di dalam surat itu tertuliskan:
"Hemm.. sudah aku bilang jangan sembarangan beritahukan
urusan ini kepada orang-orang dari Benteng Pek Kiam Po, kamu
tidak mau dengar juga, kini masih menyuruh orang menguntit
secara diam-diam. Sekali ini aku beri kesempatan terakhir kalinya
untukmu, segera perintahkan orang itu kembali, kemudian menanti
pemberitahuanku selanjutnya"
Sehabis membaca isi surat itu Ti Then mendadak tertegun


Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dibuatnya. Sama sekali tidak disangka olehnya kalau Wi Ci To masih
mengirim orang menguntit dirinya, hari itu ketika masih berada di
dalam benteng Pek Kiam Po sesudah mengetahui dari mulut majikan
patung emas kalau dirinya diawasi oleh empat orang pendekar
pedang merah siang malam hatinya tidak begitu terkejut dan heran
karena dia merasa perbuatan Wi Ci To itu memang seharusnya
tetapi sesudah terjadi berbagai peristiwa Wi Ci To ternyata masih
mencurigai dirinya, bahkan mengirim orang untuk mengawasi
seluruh tindak tanduknya, hal ini berada jauh diluar dugaannya.
Sekarang orang yang menulis surat itu salah menganggap kalau
dia yang mengatur orang untuk menguntit dari belakang, bukankah
urusan ini keterlaluan sekali"
Kini dia memberi perintah kepadanya untuk mengusir orang yang
menguntit dia itu, tetapi dengan cara bagaimana dia bisa
memancing orang-orang itu munculkan dirinya. "Ehmmm. . sudah
ada ?" Di dalam benak Ti Then berkelebat suatu akal yang sangat bagus
sekali, segera dia menyimpan kembali surat itu ke dalam sakunya
dan melanjutkan perjalanan menuju ke arah tengah gunung.
Sesudah berjalan beberapa jauh mendadak seperti tubuhnya
terkena racun, mendadak badannya sempoyongan dan rubuh dari
atas pelana kudanya, tubuhnya dengan tepat terjatuh di samping
jalan dalam keadaan tidak sadarkan diri
Agaknya kuda itu tahu kalau majikannya menemui peristiwa
diluar dugaan, segera terlihatlah sikapnya yang tidak tenang,
dengan tak henti-hentinya dia meringkik panjang.
Permintaan tolongnya ternyata mendatangkan hasil, sekonyong-
konyong dari samping jalan ditengah tumbuhan pepohonan yang
rapat melompat keluar seseorang yang kemudian secara langsung
menuju ke samping tubuh Ti Then yang rubuh tidak sadarkan diri
itu. Seluruh tubuh orang itu memakai baju berwarna hitam,
kepalanya memakai topi lebar yang terbuat dari rumput yang
direndahkan sehingga menutupi seluruh wajahnya, tetapi jika
ditinyau dari bentuk tubuhnya boleh dikata usianya kurang lebih
enam puluh tahunan. Dia berjalan hingga ke samping tubuh Ti Then kemudian
berjongkok membimbing tubuhnya bangun.
Saat itulah Ti Then sudah sadar kembali dari pingsannya.
Dia membuka sepasang matanya lebar-lebar dan memandang
orang tua itu sambil tersenyum, ujarnya kemudian.
"Aku kira siapa yang sudah datang. Eh. . eh, tidak tahunya pocu
sendiri" Orang tua itu tidak lain memang si pedang naga emas Wi Ci To
adanya. Wi Ci To tahu kalau dia tertipu oleh siasatnya, tangan
kirinya yang merangkul pinggang Ti Then dengan cepat ditarik
kembali dan diubah menjadi cengkeraman menguasai jalan darah
Ciang Hia Hiat pada lehernya, ujarnya sambil tertawa. "Ti kauw
tauw kini sudah tahu kalau lohu menguntit dirinya."
Ti Then sama sekali tidak memberikan perlawanannya, hanya
dengan tertawa tawar sahutnya, "Tidak. aku baru tahu ada orang
yang menguntit diriku setelah menerima surat tadi, tidak tahunya
orang itu adalah pocu sendiri"
Air muka Wi Ci To yang penuh dihiasi senyuman segera hilang
lenyap berganti dengan wajah yang keren, sepatah demi sepatah
tanyanya dengan berat: "Siapa orang itu?""
"Tidak tahu." "Hmmm, dia beri kamu orang dua pucuk surat yang kesemuanya
lohu lihat dengan mata kepala sendiri, kenapa tidak bicara terus
terang saja." "Pocu kamu salah paham" ujar Ti Then sambil tertawa pahit.
"Boanpwe bukan satu jalan dengan orang itu."
"Hmmm... hmmm.. kamu mengadakan hubungan secara diam-
diam masih bilang bukan satu jalan?"
"Heeei, waktu itu pocu bilang tidak merasa curiga terhadap
boanpwe, semuanya itu hanya pura-pura saja."
Sinar mata dari Wi Ci To yang melotot ke arahnya semakin
berapi-api, sahutnya dengan tegas.
"Bagaimana lohu tidak merasa curiga terhadap dirimu, sebelum
kau muncul di dalam Benteng Pek Kiam Po, benteng kami
selamanya aman tetapi sesudah munculnya dirimu Benteng Pek
Kiam Po kami selalu saja terjadi urusan..."
" Kalau begitu Pocu sudah pastikan itu ?" sambung Ti Then
dengan cepat. "Tidak salah" "Tapi boanpwe tidak undang Hong Mong Ling pergi ke sarang
pelacur Touw Hoa Yuan untuk main perempuan."
"Hmm, dia pergi main perempuan di dalam sarang pelacur Touw
Hoa Yuan memang urusan yang nyata, tetapi kamu jangan
campurkan urusan ini menjadi satu."
"Jadi maksud Pocu boanpwae menggunakan kekacauan yang
terjadi di sarang pelacur Touw Hoa Yan untuk memasuki Benteng
kalian?" " Kelihatannya memang begitu"
"Apa tujuannya?" tanyanya Ti Then.
"Bekerja sama dengan orang menculik putriku, kemudian
menggunakan putriku sebagai tanggungan memaksa Lohu untuk
menyetujui suatu permintaan kalian"
"Tidak aneh kalau Pocu selalu menguntit dari boanpwe" ujar Ti
Then sambil tertawa pahit.
Air muka Wi Ci To berubah semakin memberat, dengan dingin
ujarnya lagi: "Sekarang beritahu pada Lohu siapa orang yang mengadakan
kerja sama dengan kamu orang" dimana putriku saat ini?"
"Di dalam tubuh boanpwe"
Wi Ci To menjadi gusar, ujarnya keras:
"Lohu tidak punya banyak kesabaran Hem. .jangan bargurau di
hadapan Lohu" "Kawan boanpwe itu sudah beri pada boanpwe dua pucuk surat,
jika pocu melihatnya sendiri bukankah akan menjadi jelas dengan
sendirinya?" Wi Ci TO sesudah mendengar perkataannya ini sangat beralasan
segera merogoh tangannya ke dalam saku Ti Then mengambil
keluar dua pucuk surat itu.
Dengan cepat jarinya menotok jalan darah kaku pada tubuh Ti
Then kemudian membuka kedua pucuk surat itu untuk dibaca.
Sehabis membaca kedua surat itu dia menjadi tertegun
dibuatnya, sama sekali tidak terduga olehnya kalau isi surat tersebut
hanya begitu saja. Dengan air muka yang sudah berubah merah padam
pandangannya dengan perlahan dialihkan ke atas wajah Ti Then,
ujarnya dengan penuh penyesalan: ".. Kiranya. . kiranya Lohu . .Hai.
. heei, sudah salah duga"
Ti Then tersenyum, sahutnya dengan halus. "Manusia tidak akan
luput dari kesalahan, pocu tidak usah terlalu menyesal"
"Lalu. . lalu siapa orang itu?"
"Sebetulnya boanpwe dengan cepat akan tahu siapa dia
sebetulnya, tetapi karena dia tahu Kalau pocu sedang menguntit,
maka sengaja bersembunyi tidak mau bertemu."
Dengan cepat Wi Ci To membebaskan jalan darah kakunya,
sambil berulang kali minta maaf ujarnya:
"Sungguh minta maaf, kesemuanya ini karena ketololan lohu. .
Heei. . hanya minta Ti kauw taw jangan sampai marah karena
kelancangan ini." "Ha . ha.. ha. . sejak dulu boanpwe sudah bilang, Kalau pocu
seharusnya menaruh perasaan curiga kepadaku maka boanpwe
tidak akan menjadi marah."
"Kalau begitu sangat bagus sekali" ujar wi Ci To sambil
menghembuskan napas lega "Heeeei.. " seharusnya lohu tidak boleh
menaruh curiga terhadap Ti kauw taw, tetapi dikarenakan
banyaknya urusan yang terjadi sangat bertepatan maka. . tetapi kini
jauh lebih baik ada dua pucuk surat itu sebagai bukti sudah cukup
membuktikan ketulusan serta kejujuran dari Ti kauw tauw."
Dia berhenti sebentar kemudian dengan suara rendah ujarnya:
"Menurut pandangan Ti kauw tauw, siapa yang bisa menulis
kedua pucuk surat itu?"
"Boanpwe hanya tahu kalau orang itu jelas merupakan seorang
yang sudah kita kenal, sedang siapa sebetulnya orang itu masih
belum memperoleh jawaban"
"Jika dilihat dari nada ucapan kedua pucuk surat ini agaknya dia
mirip orang yang menculik putriku tetapi sepertinya tidak."
"Apa Pocu mengenal gaya tulisan dari surat itu?"
"Tidak kenal" sahut Wi Ci To sambil gelengkan kepalanya Jika
ditinyau dari gaya tulisannya tidak mirip tulisan bangsat cilik itu"
"Orang ini punya maksud sengaja menutupi gaya tulisannya
tetapi boleh dipastikan bukan Hong Mong Ling yang menulis surat
itu" "Hmm. . benar" sahut Wi Ci To sambil mengangguk. "Lohu juga tidak percaya dia punya nyali begitu besarnya"
"Hingga saat ini yang membuat boanpwe merasa tidak paham
adalah orang itu kalau memangnya menculik putrimu, bertujuan
memaksa Pocu menyerahkan sesuatu barang kenapa harus
memberi larangan untuk beritahukan urusan ini kepada orang-orang
dari Benteng Pek Kiam Po?"
"Benar, hal ini membuat orang merasa bingung. ."
"Saat ini maukah Pocu mempercayai diri boanpwe ini?"
"Sudah tentu percaya. . sudah tentu percaya" sahut Wi Ci To
cepat, "Jika lohu tetap mencurigai Ti kauw tauw bukanlah jadi
manusia lagi" "Kalau begitu harap pocu cepat-cepat pulang agar boanpwe bisa
menemui orang itu secepat mungkin"
"Baiklah" sahut Wi Ci To sambil mengangguk. "Tetapi Ti kauw tauw harus berhati-hati, kemungkinan sekali pihak lawan memang
punya satu rencana busuk"
"Sudah tentu boanpwe bisa berhati-hati, harap Pocu berlega hati"
"Ehmm. .jika pihak lawan mengajukan syarat dalam hal uang
emas harap Ti kauw tauw menyanggupi saja, Lohu hanya punya
satu putri ini saja, sudah tentu tidak akan membiarkan dia sampai
menderita luka" "Baiklah" "Kalau begitu semuanya lohu titipkan pada Ti kiauw tauw, kini
lohu mau kembali ke dalam Benteng "
Ti Then segera merangkap tangannya menghantar sambil
tersenyum tambahnya: "Pocu harus betul-betul kembali ke dalam Benteng, kalau tidak
mungkin pihak lawan tidak mau bertemu kembali dengan boanpwe"
"Tentu pulang. . tentu pulang"
Sehabis berkata dia merangkap tangannya membalas hormat dan
memutar tubuh pergi dari sana dengan langkah lebar.
Ti Then sesudah melihat bayangan tubuhnya lenyap dari
pandangan barulah teriaknya dengan suara nyaring:
"Hei kawan Wi Pocu sudah pulang, kini silahkan bertemu
bagaimana?" Dia tahu pihak lawannya tentu bersembunyi disekitar tempat ini
karena itulah dia berteriak.
Tetapi walau sudah ditunggu sangat lama tetap saja tidak
melihat pihak lawan munculkan diriya. Diam-diam pikir Ti Then
dalam hati. "Mungkin dia mau menunggu hingga Wi Ci To jauh meninggalkan
gunung ini baru muncul, lebih baik aku jalan-jalan dulu ke semua
tempat." Sehabis berpikir begitu dia menaiki punggung kudanya kembali
dan melanjutkan perjalanannya melalui jalan gunung yang tersedia,
sesudah berjalan satu dua li jalanan gunung itu sudah sampai pada
ujung, dia menanti beberapa saat lamanya di atas kudanya, tetapi
ketika dilihatnya tidak terdapat gerak gerik sedikit pun segera dia
putar kudanya turun gunung.
Di dalam anggapannya, jika dia tidak munculkan diri di atas
gunung ini sudah tentu ditengah jalanan akan meninggalkan surat
kembali untuk menentukan tempat serta waktu pertemuan, siapa
tahu ditengah jalanan ini keadaan tetap tenang-tenang saja hingga
dia melewati daerah pegunungan Yan Liong san tetap saja tidak
tampak pihak lawan mengirim surat kembali.
Saat itu cuacanya semakin gelap. sedang malam hari pun
menjelang datang. Diam-diam pikirnya lagi di dalam hati.
Jika ditinyau dari keadaan sekarang, tidak mungkin dia mau
munculkan dirinya ini hari, lebih baik aku berusaha mencari tempat
pemondokan terlebih dulu. .
Tali les kudanya dengan cepat disentak sehingga kudanya berlari
mengikutijalan kecil yang terdapat di situ.
Tidak lama kemudian sampailah Ti Then disebuah dusun yang
bernama Siong Kan, sesudah dahar dia melanjutkan perjalanan
mengelilingi dusun itu tetapi walau pun sudah kemana pun tetap
tidak didapatkan sebuah rumah penginapan pun, terpaksa dia
menginap disebuah rumah petani diluar dusun.
Hari kedua sesudah mengucapkan terima kasih pada petani itu,
dia berjalan mengambil kudanya dikandang di samping rumah
tersebut. saat itulah dilihatnya di atas pelana kudanya terselip
secarik kertas. Ehmm. . akhirnya ada surat juga yang datang. Dengan cepat dia
mengambil surat itu dan dibacanya. "Pergilah ke gunung Fan Cing
san." "Hemm seperti majikan patung emas saja lagaknya, mau
menyusahkan aku" Dia menyimpan kembali surat itu ke dalam sakunya kemudian
kepada petani tua yang mengantar tanyanya:
"Tolong tanya jarak dari sini ke gunung Fan Cing san seberapa
jauh?" "Kongcu mau ke gunung Fan Cing san?" tanya petani tua itu
sambil memandang wajah Ti Then, "Jaraknya kurang lebih empat
lima ratus li dari sini."
Begitu Ti Tnen mendengar kalau jarak nya ada empat lima ratus
li tidak terasa menghembuskan napas dingin, makinya..
"Anying busuk. . turunan kere. .jauh lebih hebat dari majikan
patung emas" segera dia mengangguk kepada petani tua itu,
sahutnya sambil tersenyum. "Benar ada seorang kawan sedang
menanti cayhe di atas gunung Fan Cing san."
"Lalu kongcu sudah tahu cara jalannya."
"Sedang menunggu petunjuk dari Lotiang." Petani tua itu
menuding kearah timur laut, ujarnya.
"Arahnya sana, kongcu harus pergi ke Cong An dulu kemudian
tanya jalan menuju ke Wu Cun kini didaerah Kwe Kho. setelah itu
baru ke Eng Kiang, dari sana sudah bisa lihat gunung Fan Cing san
tersebut" "Terima kasih atas petunjuk Lotiang, cayhe mau permisi."
Dengan cepat dia menyalankan kudanya meninggalkan rumah
petani itu menuju ke arah timur laut.
Ditengah jalanan tidak ada peristiwa yang terjadi, pada siang hari
kelima dia sudah tiba didaerah gunung Fan Cing san itu
Gunung Fan Cing san merupakan salah satu gunung yang sangat
terkenal didaerah Cian ceng ini, keadaan gunungnya sangat indah


Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bahkan ke atas gunung banyak terdapat kuil-kuil kuno.
Pada musim semi banyak orang yang naik gunung pasang hio,
mereka segera naik dari selat Kim To Shia kemudian disambung
dengan jembatan udara membuat pemandangan jauh lebih indah.
Waktu itu bukan musim semi, apa lagipada siang hari yang terik.
karenanya orang yang datang berpesiar di atas gunung sangat
sedikit sekali. Sampai saat ini Ti Then tetap belum tahu pihak lawannya mau
mengadakan pertemuan dengannya di tempat mana, dia hanya tahu
pada suatu tempat yang menyolok tentu ada tanda yang
ditinggalkan. Ketika baru saja dia membelok suatu tikungan, tidak salah lagi di
atas tanah tertuliskan sebuah gambar panah, Ti Then tersenyum dia
menyalankan kudanya menurut arah panah itu.
Jalanan berbelok-belok, sesudah berjalan kurang lebih satu li
sampailah dia disebuah persimpangan jalan yang bercabang tiga.
Ketiga buah jalan itu yang satu merupakan jalanan gunung kecil
yang menghubungkan tempat itu dengan tengah gunung, yang satu
lagi menghubungkan sebuah kuil gunung dan yang terakhir
menghubungkan jalan itu dengan sebuah jembatan gantung. Panah
yang tergambar di sana meminta Ti Then melewati jembatan
gantung itu. Segera Ti Then meloncat turun dari kudanya dan melanjutkan
perjalanan dengan berjalan kaki.
Sesudah melewati jembatan gantung, dia harus melalui sebuah
jalan pegunungan lagi yang amat panjang.
Di dalam perjalanan ini sering tampak tanda-tanda panah
penunjuk jalan, dengan mengikuti tanda itu Ti Then melanjutkan
perjalanan ke depan, setelah melewati beberapa jembatan gantung
lagi sampailah dia di puncak gunung Fan Cing san itu Akhirnya
sampailah Ti Then pada sebuah selat yang sangat sempit dan
tersembunyi. Dalam hati Ti Then tahu tempat yang dituju sudah hampir
sampai karena itu gerak-geriknya bertambah waspada, matanya
dengan tajam memperhatikan keadaan sekelilingnya sedang
telinganya memperhatikan suara-suara yang mencurigakan, dia
takut sampai terjerumus ke dalam jebakan pihak musuh. Dia tahu
jika pihak lawannya merupakan orang yang menculik Wi Lian In
maka dia pasti mengandung maksud tertentu dan mem punyai
seorang pembantu, karena sejak dari kota Lauw Ciang hingga sini
dengan tidak henti-hentinya dia memberi petunjuk kepada dirinya,
sudah tentu tidak mungkin membawa serta Wi Lian In. dia pasti
menyerahkan Wi Lian In kepada seseorang untuk dibawa ke sini
terlebih dulu, kalau memangnya sudah ada orang ke sini terlebih
dulu kemungkinan sekali tempat ini sudah dipasangi jebakan.
Batu-batu cadas banyak berserakan di dalam selat itu, rumput
liar tumbuh dengan lebatnya sehingga menutupi pemandangan luas,
setindak demi setindak Ti Then melanjutkan perjalanannya ke
depan, sesudah berjalan kurang lebih setengah li mendadak dari
belakang tubuhnya berkumandang suara tertawa dingin yang
sangat aneh sekali: "He he he..." suaranya parau, rendah dan sangat berat, sedikit pun tidak berbau hawa manusia.
Tubuh Ti Then terasa tergetar dengan keras, dengan kecepatan
yang luar biasa dia memutar tubuhnya, terlihatlah pada jarak lima
kaki dari dirinya, berdiri seorang manusia aneh dengan angkernya.
Seluruh tubuh orang itu memakai jubah berwarna hitam,
kepalanya ditutupi dengan sebuah karung hitam hingga dadanya,
pada depan matanya hanya terlihat dua buah lubang kecil saja,
secara samar-samar terlihatlah dari matanya memancarkan keluar
sinar yang sangat tajam sekali.
Selain itu berapa besar usianya, bagaimana wajahnya bahkan
lelaki atau perempuan tidak sanggup diketahuinya.
Tidak tertahan Ti Then menghembuskan napas dingin, tanyanya.
"Apa saudara yang meminta cayhe kemari?"
"Tidak salah" sahut manusia aneh itu sambil mengangguk.
Dengan perlahan sinar mata Ti Then berkelebat menyapu
keadaan sekeliling tempat itu. samhil tersenyum ujarnya lagi.
"Jika cayhe mau tahu siapa namamu tidak mengapa bukan?"
"Kamu boleh panggil aku sebadai manusia berkerudung."
"Ha ha ha. . nama ini kurang misterius lebih baik cayhe carikan
sebuah sebutan bagimu, kamu kira bagaimana?"
"Bagus sekali" "Tapi kau jangan marah"
"Kalau begitu baiklah" ujar Ti Then sambil tersenyum. "Aku panggil kamu sebagai si setan pengecut saja"
Manusia aneh itu sama sekali tidak menjadi marah oleh
hinaannya ini, sambil tertawa keras ujarnya.
"Bagus sekali makianmu, bagus sekali makianmu ini, dengan
dandananku seperti ini memang patut mendapatkan ejekan sebagai
si setan pengecut. ."
"Jika kamu tidak menolak. sejak hari ini aku mau panggil kamu
sebagai setan pengecut" Manusia aneh itu menganggukkan
kepalanya berulangkali, sahutnya sambil tertawa:
"Bagus. ..baik panggil setan pengecut. . . boleh . . mau panggil
setan pangecut juga boleh. ."
"Dimana nona Wi?""
"Di dalam selat ini" sahut setan pengecut itu singkat. "Kamu setan pengecut yang menculik dia kemari?""
"Benar" "Lalu apa keinginanmu?"
"Ha ha ha. ." sahut setan pengecut itu sambil tertawa terbahak-bahak. "Aku hanya beritahu padamu sebaliknya tidak memberi tahu
pada Wi Ci To, di dalam hal ini sudah tentu kamu tahu tujuanku
adalah pada dirimu."
"Aku tahu." Mendadak nada suara diri setan pengecut itu berubah menjadi
sangat dingin, ujarnya dengan seram:
"Permintaanku kepadamu sangat banyak sekali, mungkin kamu
tidak akan sanggup untuk menerimanya "
"Kamu orang mau nyawaku ini?" tanya Ti Then tenang tenang
saja. "Tidak, tidak berguna aku minta nyawamu"
"Kalau begitu, kamu mau apa?"
"Pada waktu-waktu dekat ini aku pernah dengar dari seorang
yang bisa dipercaya katanya kamu pendekar baju hitam Ti Then
pernah pukul rubuh si pendekar pedang tangan kiri Cian pit Yuan di
dalam Benteng Pek Kiam Po, apa betul ada urusan ini"
"Ha ha ha. . tidak salah"
"Usiamu baru dua puluh tahunan ternyata bisa mengalahkan Cian
pit Yuan boleh dikata kamu pernah memperoleh ilmu silat yang
sangat tinggi dari seorang pendekar aneh"
"Sedikit pun tidak salah" sahut Ti Then sambil mengangguk.
"Sedang menurut apa yang aku ketahui orang itu tidak mungkin
si kakek pemalas Kay Kong Beng."
"Memang bukan dia"
"Kalau begitu" ujar setan pengecut itu lagi. "Kemungkinan sekali orang itu adalah musuh bebuyutanku"
Hati Ti Ten menjadi tergerak sambil memandang tajam
kearahnya tanyanya lagi. .
"Siapa musuhmu itu?"
"Aku tidak bisa mengatakan."
Ti Then menjadi melengak. tanyanya:
"Kenapa tidak bisa dikatakan?"
"Karena bagitu aku sebutkan maka dia juga bisa tahu siapa aku
sebenarnya, sedangkan kepandaian silat yang aku berhasil latih
hingga kini masih kalah satu tingkat dengannya. Aku bicara begini
kamu orang tentu paham bukan?"
"Paham sekali" sahut Ti Then sambil mengangguk.
"Sudahlah, sekarang aku mau bicarakan soal syarat yang aku
ajukan untuk kamu orang, permintaanku ada empat. Kesatu,
Beritahu padaku siapa dia. Kedua, Perlihatkan semua kepandaian
silatnya di hadapanku. Ketiga, Kamu orang harus turun tangin
sendiri memotong lengan sebelahmu. Keempat, bawakan sebuah
sebuah barang untuk dirinya." Dia berhenti sebentar kemudian
sambil tertawa dingin sambungnya lagi:
"Tiga syarat pertama dari antara keempat syarat ini jika kamu
bisa lakukan dengan baik maka nona Wi boleh kamu bawa pulang."
Ti Then yang mendengar diantara keempat syarat itu ada satu
yang minta dia potong lengannya sendiri dalam hati merasa
berdesir, sambil tertawa pahit sahutnya kemudian: "Syarat pertama
dari ke empat syarat yang kamu ajukan aku sudah tidak bisa
lakukan." "Tapi" potong setan pengecut itu sambil tertawa dingin "Aku rasa syarat pertama itu justru syarat yang paling mudah asalkan kamu
mau katakan urusan sudah beres"
"Justru aku tidak bisa bicarakan karena aku sendiri juga tidak
tahu siapa sebetulnya dia."
sinar mata setan pengecut itu berkelebat dengan tajamnya
tanyanya dengan tercengang: "Bagaimana kamu tidak tahu siapa
sebetulnya dia?""
"Bertemu dengan mukanya saja belum pernah, bagaimana bisa
tahu siapa dia?" setan pengecut itu menjadi melengak ujarnya lagi.
" Kalau begitu dengan cara bagaimana menurunkan kepandaian
silatnya?"" "Ehmm. ." sahut Ti Then sesudah berpikir sebentar. "Tentang soal ini aku harus berpikir dulu baru bisa ambil keputusan
memberikan jawaban kepadamu atau tidak?"
"Jika betul-betul kamu orang tidak tahu siapa sebetulnya dia, hal
ini masih tidak mengapa, cukup kamu perlihatkan seluruh
kepandaian silat yang pernah dia ajarkan, dengan cepat aku segera
akan tahu betul tidak dia merupakan musuh besarku" Ti Then
termenung berpikir sebentar, kemudian baru ujarnya: "Aku mau
bertemu dulu dengan nona Wi?"
"Kamu boleh lega hati, dia sama sekali tidak menemui cidera"
"Tapi sekarang juga aku mau temui" ujar Ti Then tetap ketus,
"Aku mau bicara dengan dia, jika kamu tidak setuju semua urusan
tidak perlu bicarakan lagi"
"Hmm hmm. Bangsat cilik, tempat dan saat ini bukan waktumu
untuk bersombong" "Kalau begitu kamu pergi cari Wi pocu saja, nona Wi adalah putri
dari Wi Pocu, Wi Pocu dengan aku tidak punya hubungan apa-apa."
"Tapi kamu sudah jatuh cinta padanya bukan begitu?"
Sehabis berkata dia menuntun kuda tunggangannya siap
meninggalkan tempat itu. Jilid 8.2. Si Setan Pengecut meminta ilmu silat Ti Then
"Baik... baiklah" ujar setan pengecut itu dengan cepat "Aku akan beri perintah untuk bawa dia bertemu muka dengan kamu." sehabis
berkata dia bertepuk tangan tiga kali sebagai tanda:
Ti Then segera angkat kepalanya memandang sekeliling tempat
itu tetapi tidak terlihat sesosok bayangan manusia pun yang
membawa Wi Lian In keluar, tidak terasa dia mendengus dengan
sangat dingin, ujarnya. "Mana orangnya?""
"Sewaktu bertemu dengan dia lebih baik kamu jangan bergerak
sembarangan, kalau tidak hmm, hmm .. aku mau beri perintah
segera binasakan dirinya."
Tidak tertahan alis yang dikerutkan pada wajah Ti Then semakin
mengencang, ujarnya dengan keras. "Aku tanya dimana dia?"
"Di atas lekukan tebing di sebelah kiri belakang tubuhnya."
Ti Then dengan cepat putar tubuhnya memandang ke arah sana,
begitu melihat tidak tertahan lagi hawa amarahnya memuncak,
makinya: "Bangsat cilik, ternyata kamu lagi."
Kiranya orang yang membawa keluar Wi Lian In di atas lekukan
tanah itu tidak lain adalah si naga mega Hong Mong Ling adanya.
Sejak semula Ti Then sudah menduga kalau setan pengecut itu
punya kawan di dalam melaksanakan rencananya ini, tetapi sama
sekali tidak disangka olehnya kalau orang itu adalah Hong Mong
Ling, yang paling dikuatirkan Ti Then adalah Wi Lian In sampai
terjatuh ditangan Hong Mong Ling ini karena begitu Wi Lian In
terjatuh ketangannya walau pun tidak tentu bisa binasa secepatnya.
Hong Mong Ling tentu akan memperkosa dirinya terlebih dulu baru
membunuhnya. Hal ini terhadap dia, terhadap ayahnya bahkan terhadap Ti Tian
sendiri juga merupakan suatu peristiwa yang paling menyiksa.
Dalam hati dia merasa sangat terkejut bercampur gusar, tetapi
tidak berani menerjang ke depan untuk memberi pertolongan,
karena jarak dari permukaan tanah sampai lekukan tebing itu walau
pun hanya setinggi tujuh delapan kaki saja tetapi jaraknya dari
tempat dia berdiri ada lima belas, enam belas kaki jauhnya, tidak
mungkin baginya sekali terjang berhasil mencapai tempat itu. Dia
tahu begitu dirinya turun tangan membunuh Wi Lian In.
Tangan kiri Hong Hong Mong Ling merangkul kencang pinggang
Wi Lian In, memaksa tubuhnya berdiri tegak sedang tangan
kanannya mencekal sebilah pisau belati tajam yang ditempelkan di
depan jantungnya. Agaknya jalan darah dari Wi Lian In sudah tertotok sehingga
tubuhnya tidak bisa bergerak sedikit pun, dengan demikian sama
sekali tidak punya tenaga baginya untuk melakukan perlawanan,
hanya saja air mukanya yang murung serta sedih dengan tidak
henti-hentinya melelehkan air mata memandang kearah Ti Then.
setan Pengecut itu segera tertawa, ujarnya:
"Di belakang lekukan tebing dimana mereka sekarang berdiri
terdapat sebuah gua alam yang sangat indah sekali, di dalam
beberapa hari ini nona Wi berdiam dengan tenangnya di dalam gua
itu." Ti Then segera menggerakkan kakinya berjalan kearah tebing
dimana Hong Mong Ling berdiri.
Melihat hal itu si saten pengecut segera membentak keras:
"Berhenti, jangan kamu ke sana"
"Aku mau bicara dengan dia" ujar Ti Then sambil berhenti.
Seruling Samber Nyawa 1 Pertempuran Di Lembah Bunga Hay Tong Karya Okt Persekutuan Tusuk Kundai Kumala 18
^