Pencarian

Raja Silat 17

Raja Silat Lahirnya Dedengkot Silat Karya Chin Hung Bagian 17


adalah menggantungkan tenaga dari jari, pergelangan tangan,
pinggang serta kaki lalu bersama sama mendorong ke depan,
kalau tidak begitu kau bakal kalah, oleh karena itu pikiran
barus tenang hati harus mantap sehingga dengan demikian
baru bisa menangkan pertandingan babak ini."
Karena lukanya belum sembuh dan sekarang dia harus banyak
berbicara napas dari Lie Loo jie jadi tersengal sengal, dengan
perlaban dia mengundurkan diri dua langkah ke belakang.
"Ingat! Pantangan yang penting hati tak boleh tegang !"
peringatnya. Agaknya Thian Pian siauw cu sudah merasa tidak sabaran lagi,
dia segera lertawa dingin tiada hentinya.
"Lie Sang, kedahsyatan tenaga dalam Liem Tou apa perlu kau
ajari lagi ?" ejeknya.
"Ke Hong, kau bangsat berhati licik apa ini yang disebut
pertandingan tenaga pukulan?" Balas ejek Lie Loo jie sambil
tertawa dingin. "Bilamana sungguh sungguh mengadu tenaga
pukulan, cukup satu setengah jurus saja sudah lebih dari
cukup untuk mencabut nyawamu"
Thian Pian Siauw cu tidak suka beribut lagi dengan Lie Loo jie.
dia segera menoleh dan memandang ke arah Liem Tou yang
siap siap hendak menyambitkan batunya.
Liem Tou ternyata menurut saja apa yang sudah dinasehatkan
oleh Lie Loo jie pikiran nya segera dipusatkan hawa murninya
disalurkan ke seluruh badan lalu dikerahkan ke arah jari
tangan kanannya serta pergelangan tangannya.
Seluruh jalan darah maupun urat urat nadi penghalang
tubuhnya sudah berhasil ditembusi, sudah tentu hawa
murninya dengan amat lancar sakali berhasil disalurkan ke
arah pinggang serta kakinya.
Setelah pikirannya berhasil ditenangkan, hawa murninya
disalurkan keseluruh tubuh kemantapan hatinya semakin
bertambah, rasa tegang yang semula meliputi hatinyapun jadi
lenyap tak berbekas Mendadak ". . . !
"Enci Ie, lihat baik baik 1" teriaknya keras.
Tubuhnya maju dua langkah ke depan pinggangnya sedikit
ditekuk tangannya diayunkan ke depan.
Sreeet . . . dengan disertai suara desiran yang amat tajam
batu itu bagaikan berkelebatnya sinar kilat dengan cepatnya
meluncur ke depan. Hanya dalam sekejap saja batu itu sudah melampaui batas
dari Thian Pian siauw cu dan jatuh beberapa puluh kali di
depannya. Lie Siauw Ie yang melihat kejadian ini saking girangnya lalu
berteriak teriak: Akh . . . adik Tou kau menang . " . . kau menang teriaknya
keras. Semangat Lie Loo jien pun berkobar kemboali, karena hatinya
lega badanpun tak kuasa lagi jatuh terduduk kembali ke atas
tanah Liem Tou sendirpun segera menghembuskan napas panjang,
keringat yang membasahi keningnya setetes demi setetes
meluncur keluar hagaikan curahan hujan. membuat seluruh
pakaiannya jadi basah kuyup.
Dengan kemenangan ini ketegangan yang mencekam seluruh
hati Liem Tou pun jadi buyar dia lalu menoleh memandang
kearah Thian Pian siauw cu yang lagi berdiri termangu
manggu. Wajahnya kelihatan amat kesal, kini tinggal satu babak saja.
bila dia menang masih tidak mengapa, bila kalah . . .
Untuk pertama kalinya pada ujung bibir Liem Tou tersungging
satu senyuman. Ke siauw cu sekarang menang kalah sudah seimbang, dan kini
aku ingin menjajal barisan burung terkutukmu itu ujarnya
sambil tertawa. Heee .... heee .... baik kau jangan memandang rendah burung
burung eangku. me reka bisa menghancurkao selurub
tubuhmu hingga koyak koyak Teriak Thian Pian siauw cu
sambil tertawa dingin. Saat ini semangat dari Liem Ton sudah berkobar kobar
mendengar perkataan itu dia lantas tertawa terbahak bahak
dengan amat nyaringnya. Haaa . . . haaa . . . Ke siauw cu. aku
lihat binatang binatang berbulu itu semuanya panya sifat
ganas dan buas, aku mau tinggali seekor saja untuk kau bawa
pulang. Mendadak pikiran licik kembali berkelebat di dalam benak
Thian Pian Siauw cu denggan meminjam kesempatan inilah
dia kepingin mencari kemenangan di dalam babak yang
terakhir ini. Bagus sekali, kita putuskan demikian saja, bentaknya dengan
suara yang keras. Bilamana kawanan burung elang itu kau
basmi sehingga ketinggalan seekor saja maka angaap saja aku
yang kalah sejak ini hari Thian Piaa siauw cu tidak bakal
muncul kembali di dalam Bu lim, bilamaaa masih ada seekor
saja yang berhasil terbang di angkasa maka kaulah yang bakal
kalah. Begitu perkataan tersebut diucapkan keluar. Lie Loo jie. Lie
Siauw Ie maupun si gadis cantik pengangon kambing jadi
merasa terkejut. Burung elang adalah jago dari ratusan burung, merekapun
bisa terbang bagaikan kilat cepatnya di angkasa, sekalipun
kepandaian silat dari Liem Tou sangat tinggi jangan harap bisa
basmi kawanan burung itu hingga musnah, kecuali dia bisa
terbang pula. Lie Loo jie tahu bilamana Liem Tou dengan tanpa berpikir
menerima juga tantangan ini, maka hal ini sama saja dengan
bunuh diri. Tanpa banyak pikir lagi dia lalu meloncat kedepan, bentaknya,
"Ke Hong ! Kau manusia tidak tahu main, hmmm ! Mukamu
suegguh tebal sekali sehingga perkataan seperti inipun bisa
kau ucapkan keluar, bilamana Liem Tou adalab seorang
malaikat yang bisa terbang di atas la-git dia pun tak akan
bertanding kepandaiaa dengan kau keledai tua yang bermuka
tebal" Thian Pian siauw cu yang melihat Lie Loo jie kembali mau ikutikutan,
dalam hati merasa amat gusar.
"Lie Sang, aku bukannya lagi bertanding dengan dirimu buat
apa kau banyak bicara" bentaknya dengan keras.
"Janji diantara kita belum diselesaikan apakah kau ingin
diselesaikan sekarang juga" bilamana kau memang punya
nyali ayoh sekarang juga kita mulai".
Perkataan dari Thian Pian siauw cu ini sungguh licik sekali.
terang terangan dia tahu luka Lie Loe jie masih belum sembuh
dan tak dapat bertanding tapi dia sengaja memanasi hatinya.
Lie Loo jie mana bisa kuat menahan bakaran hatinya. dia
lantas kebutkan ujung jubahnya ke depan dan membentak
keras. "Baik, K.e Hong! terimalah seransanku ini Sepasang tangannya
di pentangkan lebar lebar dengan menggunakan jurus "Shia
Yang Lok Ing.' atau jalan bengkok menjatuhkan elang
menubruk kearah Thian Pian siauw cu.
Tbian Pian Siauwcu yang melihat datang nya serangan itu
segera tenawa dingin, tubuhnya merendah ke bawah
sepasang telapaknya diangkat siap siap melancarkan satu
pukulan mematikan. Liem Tou yarg melihat Lie Loojie tanpa memikirkan nyawanya
sendiri sudah menubruk ke depan hatinya jadi anat terkejut.
'Supek! jangan . .. bentaknya keras.
Tubuhnya dengan menubruk ke depan, tangannya den?gn
amat tepat sekali merangkul pinggang Lie Loojie lalu bersalto
di tengah udara dan kembali ke tempat semula.
Supek luka dalammu belum sembuh saat ini tak leluasa untuk
oergerak dengan orang ujarnya kepada Lie Loojie.
Walaupun Thian Pian Siauwcu berhati kejam tetapi sutit
percaya masih bisa menangkap dirinya, harap supek sudah
menonton saja di samping.
Lie Loojie masih tak mau tahu, air muka nya sudah berobah
jadi hijau membesi. Aku benar benar merasa tak tahan melihat kelicikan dari Ke
Hong bangsat tua itu bagaimana mangkin kau bisa membasmi
burungnya yang begitu banyak apalagi ada di tengah udara ".
Supek soal ini sutitmu sudah punya perhitungan sendiri aku
pasti tidak akan meninggalkan barang seekor burungpun yang
bisa dibawa pulang, aku percaya bila menghadapi mereka,
mungkin sekarang supek masih tidak percaya coba nanti
lihatlah sendiri. Walaupun dalam hati Lie Lo jie masih me rasa ragu ragu tetapi
mau tidak mau terpaksa dia harus mengangguk juga dan
duduk kem bali ke atas tanah.
si gadis cantik pengangon kambing dengan cepat bantu dia
kembali untuk melancarkan jalan darahnya.
Setelah itu Liem Tou baru putar badannya dan berkata kepaia
Thian Pian Siauwcu dengan suara nyaring.
"Ke Siauwcu, menang kalah harus ditentukan oleh babak
ketiga ini sekarang kau boleh kerahkan seluruh tenagamu!".
Dalam hati diam diam Thian Pian siauw cu merasa amat
girang sekali melihat siasatnya termakan oleh pemuda itu.
Mendadak dia angkat tangan kanannya ke atas kemudian
disusul suara pekikan burung rajawali yang amat keras.
Tampak dua orang bocah cilik satu putih satu merah dengan
masing masing membawa sebuah panji kecil berlari
mendatang. Yang lelaki membawa panji hitam sedang yang perempuan
membawa panji kuning masing masing berdiri disebelah Timur
serta sebelah Barat dari puncak pertama itu.
Liem Tou yang takut kawanan burung elang itu melukai orang
orang yang menonton di samping apalagi terhadap diri Lie Loo
jie, dia lantas berseru memberi peringatan:
"Saudara saudara Too yu dari Bu tong pay sekarang harap
berhati hati! binatang buas dari Ke siauw cu sudah
mendapatkan latihan yang keras dan memilliki kecepatan yang
luar biasa, sedikit salah epasang mata dapat terhajar buta.
badan terkoyak koyak. barang siapa yang membawa ssnjata
rahasia lebih baik siap siap di tangan saja untuk menghadapi
suatu menungkinan". Setelah itu kepada Lie Siauw Ie serta si gadis cantik
pangangon kambig ujarnya:
Enci Ie, Wan moay baiklah lindungi supek jangan sampai
ditunggangi kesempatan itu oleh kawanan burung elang,
senjata rahasia Kioe Cu Gin Ciam dari enci Ie pun boleh
digenggam di tangan untuk siap siap menghadapi musuh.
Thian Pian siauw cu yang melihat sikap tegang dari Liem Tou
tidak kuasa sudah tertawa ringan.
Liem Tou lebih baik tidak usah merasa kuatir buat orang lain,
aku tidak akan menggunakan kesempatan ini menyerang
mereka ejeknya dengan suara keras.
Sekarang kau bersiap siaplah. kedatangan dari burung burung
elangku amat cepat jangan dikata dibasmi hingga habis cukup
untuk menghadapipun belum tentu kau bisa.
Terimakasih atas peringatanmu sahut Lirm Tou dengan
jengkel Terhadap barisan burungmu ini aku Liem Tou sudah
pernah menemuinya. Thian Pian siauw cu tidak menjawab lagi dia cuma tertawa
ringan kemudian mengulapkan tangannya.
Kiem jie serta Giok jie keduanya orang bocah cilik itu segera
mengangkat tinggi tinggi panji kuning serta panji hitam
tersebut. Setelah ditringi suara pekikan burung rajawali yang amat
besar, dari empat penjuru sisi puncak pertama gunung Cing
Shia ini segera terdengar suara dengungan yang amat keras
menubruk mendatang. Melihat hal itu Liem Tou segera bersuit nyaring sehingga
suaranya terpantul keseluruh penjuru, tetapi dengan suara
suitannya yang amat nyaring ini pula semua orang diam diam
memuji atas kesempurnaan dari tenaga dalam Liem Tou.
Sehabis bersuit nyaring Liem Tou segera gerakan badannya
berlari menubruk kearah kawanan burung elang yang ada
disisi puncak itu. Kawanan burung elang itu sama sekali tidak menggubris
bahkan sebaliknya terbang kembali ke angkasa.
Beribu ribu burung elang seketika itu juga memenuhi seluruh
angkasa sehingga suasana dengan sendirinya ikut jadi gelap
pula. Para jago yang hadir di atas puncak pertama gunurg Cing
Shia sewaktu melibat kejadian ini semuanya dibua tercengang.
sebaliknya saking bangganya Thian Pian siauw cu tertawa
tergelak tiada hentinya. Di dalam pandangan semua orang Liem Tou lagi menubruk
kearah kawanan burung elang, padahal yang sebetulnya dia
sedang berlari menuruni puncak pertama untuk menuju ke
puncak kedua dimana tumbuh pohon siong yang amat besar
itu. Dia tahu kawanan burung elang yang amat banyak itu
bilamana hendak dibasmi dengan menggunakan tenaga
pukulan serta ilmu me ringunkan tubuh tidak mungkin bisa
berhasil, karenanya dia lari menuju ke pohon siong yang amat
besar itu untuk memungut jarun jarum pohon siong.
Tidak lama kemudian dia sudah tiba d bawah pohon siong itu
dan naik keatas pohon untuk kemudian dengan menggunakan
jubahnya membungkus satu buntalan besar jarum jarum
pohon siong, bilamana menurut jumlahnya dia ada persediaan
satu kali lipat lebih banyak dari burung elangnya.
Setelah itu Liem Tou baru berlari kembali ke atas puncak
pertama. Thian Pian siauw cu yang melihat Liem Tou memungut
sebegitu banyak jarum pobon siong air mukanya segera
berubah sangat hebat, beberapa bulan yang lalu kawanan
burung elangpun kebanyakan musnah dibawah serangan
jarum itu. kini melihat Liem Tou hendak menggunakan cara
yang sama untuk musnahkan kawanan burung elangnya hal
ini membuat dia jadi terperanjat.
"Liem Tou, kau hendak menggunakan cara yang paling kejam
dan tak berbudi ini untuk menghadapi kawanan burung
elangku ?" tanya dengan suara gemetar mendengar perkataan
itu Liem Tou jadi melengak.
"Bukankah dia lagi bertanding dengan aku " Kenapa dia
mengucapkan kata kata ini ?" pikirnya.
Dia lantas menduga kalau kawanan burung elang ini ada
kemungkinan setiap hari bergaul dengan Thian Pian Siauw cu


Raja Silat Lahirnya Dedengkot Silat Karya Chin Hung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sehingga hatinya tidak tega melihat kawan kawannya itu
dibasmi. Berpikir sampai disini tidak kuasa lagi dia lantas tertawa
terbahak bahak. "Haa - -haa - -Ke siauw cu. kau merasa tidak tega dengan
nyawa nurung burung elangmu ini bukan ?"
Thian Pian siauw cu tahu dia sudah salah bicara, karenanya
sekalipun mendengar perkataan itu mulutnya tetap
membungkam. Saat ini kawanan burung elang sudah mengitari tiga kali ke
puncak gunung Cing Shia ini, kelihatannya sebentar lagi
mereka akan melancarkan serangannya.
Pada saat itulah tiba tiba Liem Ton tei ingat kembali dengan
kata kata dari si orang tua berambut putih dari Heng san pay,
tanpa terasa hatinya jadi tergetar amat keras.
"Thian Pian Siauw cu Bentaknya secara tiba tiba. "Kalau
memanguya kau mmpunyai ikatan persahabatan dengan
kawanan burung elangmu itu akupun tidak akan memaksa.
Aku Liem Tou tidak akan banyak membunuh, aku cuma
melukai kawanan burung burung elangmu saja tanpa sekalian
mencabut nyawanya, bagaimana ?"
Thian Pian siauw cu segera merasakan hatinya tergetar,
dengan cepat .dia anggukkan kepalanya berulang kali
Liem Tou selama hidupnya aku belum pernah menaruh rasa
kasihan kepada siapa. Tidak disangka ini hari menaruh rasa
tidak tega terhadap kawanan burungku, ada kemungkinan ini
disebabkan karena mereka adalah aku sendiri yang piara.....
baiklab sikapmu yang begitu baik hati ini hatiku jadi rasa
dikalahkan, kalau begitu kau harus barhati-hati.
Selesai berkata dia lantas bersiul kembali, seketika itu juga
muncullah tiga ekor burung elang yang amat besar dari ujung
langit yang kemudian mengitari di atas kepala Thian Pian
siauw cu dan masing masing dengan memencar di Timur,
Barat dan Selatan berputar putar di sekeliling tempat itu.
Semakin lema kepungan dari kawanan burung elang itupun
semakin menyempit sepasang cakar yang runcing dari
kawanan burung elang itupun dengan tiada hentinya
mengancam tubuh Liem Tou yang berada di tengah kalangan.
Dengan cepat Liem Tou meraup dua genggam jarum pohon
siong untuk siap siap menghadapi musubnya. . terdengarlah
burunp elang yang ada disebelah Timur berpekik nyaring
disusul panji hitam dari bocah le aki itu dikibarkan dengan
dipimpin oleh burung elang raksasa yang ada di Timur
kawanan bnrung itu mulai menerjang datang ke atas kepala
Liem Tou kurang lebih lima kaki tinginya.
Walaupun kawanan burung itu berada kurang lebih lima kaki
tingginya dari atas permukaan tanah tetapi rumput pada
bergoyang tersambar sayap yang kuat dari burung burung
tersebut. Menanti setelah kawanan elang dari seluruh penjuru mulai
bergerak, udara jadi gelap, angin menyambar dengan
kencangnya membuat hati setiap orang tergetar seperti
hendak copot, sungguh lidak disangka barisan burung elang
yang disusun oleh Thian Pian siauw cu bisa demikian ganas
dan dahsyatnya. Setelab ketiga ekor rajawali besar itu lewat mendadak si
bocah lelaki itu mengerakkan kembali panji kuningnya dan
menunjuk ke arah utara. ,
Tiga ekor burung elang yang rada kecil dengan kecepatan
yang luar biasa menerjang ke atas kepala Liem Tou Lalu
mencar menjadi dua arah dari kiri dan kanan mulai
menunjukkan gaya yang menakjupkan.
Liem Tou yang melihat kejadian itu lantas tersenyum.
"Ke siauw cu !" ujarnya sambil tertawa. "Tidak aneh kalau
kau orang merasa begitu sayang terhadap kawanan burung
itu, kiranya merekapun sangat menyenangkan sekali."
Kedua ekor burung elang itu semakin lama terbang semakin
rendah, saat ini jaraknya tinggal beberapa kaki saja.
Barn Saja Liem Tou hendak memuji kembali mendadak kedua
ekor burung elang itu menutup kembali sepasang sayapnya
lalu bagaikan kilat cepatnya meluncur ke arah Liem Tou.
Liem Tou jadi amat terperanjat, untuk malancarkan serangan
dengan menggunakan jarum pobon siong sudah tak sempat
lagi dengan terburu buru sepasang matanya dipejamkan rapat
rapat. 'Binatang kau sungguh licik sekali . .makinya. ,
Tetapi belum habis dia berkata mendadak kepalanya terasa
amat sakit sepeiti dipukul martil besar dan sakitnya luar biasa.
'"Aduh .... !' teriaknya tak tertahan lagi, jarum jarum ditangan
kirinya dengan serabutan segera disambitkan kedepan.
Entah serangan itu mencapai hasilnya atau tidak tetapi dia
dapat mendengar pada waktu itu Thian Pian siauw cu lagi
tertawa tergelak-gelak dengan amat kerasnya.
Liem Tou merasa kebanyakan sarangannya tadi tidak
mencapai pada hasilnya sewaktu matanya dipentangkan
kembali tampaklah sepasang burung elang tersebut sudah
kembali lagi ke tempatnya semula.
Dalam hati Liem Tou benar benar merasa amat gusar, dia
lantas menoleh ke arah Thian Pian Siauwcu.
' Ke Siauwcu bentaknya dengan keras Kau jangan tertawa
dulu, ketiga ekor burung elang itu aku mau nyawanya !".
Sekali lagi Thian Pian Siauwcu tertawa tcrbabak bahak.
"Asalkan kau punya kepandaian. butung burung elang yang
ada di angkasa boleh kau tangkap semua".
Di tengah suara tertawa panjangnya yang amat keras itulah
sepasang tangannya kembali diangkat ke atas.
Panji hitam yang ada di tangan bocah putih itupun segera
dikebutkan berulang kali.. Dari sebelah timur, barat serta
selatan segera terdengar suara pekikan burung elang yang
amat keras sekali berkumandang datang disusul berkelebatnya
berpuluh-pulub bayangan hitam di atas kepala Liem Tou.
Kawanan burung elang itu dengan memecah jadi empat
kelompok dan masing masing kelompok memecah jadi tiga
tingkat bersama sama terbang mendatangi dan semakin
terbang semakin rendah. Dengan mencekil kencang-kencang dua genggaman jarum
pohon siong Liem Tou dengan tenangnya menanti serangan
musuh dia tak berani berlaku gegabah lagi.
Seluruh perhatian dari para jago yang hadir di atas puncak
pertama gunung Cing Shia pun mulai tersedot keatas kawanan
burung itu, suasana menjadi sunyi senyap tak kedengaran
sedikit suarapun. Diam diam dalam hati Liem Tou mulai berpikir.
"Aku tadi sudah menyanggupi untuk tidak menyambut nyawa
kawanan burung itu melainkan cuma melukai saja, tapi jarum
jarum ku disambitkan kebagian mananya sehingga tidak
sampai membuat kawanan burung itu jadi pada mati"
Setelah berpikir pulang balik akhirnya dia merasa bahwa
melukai sayap adalah jauh lebih baik lagi. apalagi asalkan
setiap sayap terhajar sebatang jarum maka burung burung
elang itu tidak bakal terbang.
Baru saja dia berpikir sampai disitu, tingkat yang paling bawah
dari kawanan burung burung elang itu sudah berada kurang
lebih sepuluh kaki di atas kepala Liem Tou. Asal saja sedikit
menerjang ke bawah maka hanya di dalam sekejap saja
mereka akan mencapai pada sasarannya.
Liem Tou yang melihat kejadian itu jadi tidak sabaran lagi,
mendadak dia dongakkan kepalanya membentak :
Hey burung elang mulai serang, Liem Too sudah menanti tidak
sabar lagi. Baru saja dia selesai berteriak dari antara kawanan burung
elang itu ada salah seekor burung yang berkaok kaok
beberapa kali dan dikepalai oleh burung itu bersama sama
dengan kawanan burung lainnya segera menyeraug ke bawah,
bahkan keempat rombongan itu bersama sama menerjang k
ebawah. "Bagus sekali kedatanganmu !" Bentak Liem Tou dengan keras
Menanti burung elang itu sudah ada pada dua kaki tingginya
mendadak sepasang telapak tangannya bersama sama
menyambar ke depan dua genggaman jarum pohon siong
dengan disertai suara desiran yang amat keras segera
menyambar ke arah atas. Kawanan burung elang yang lagi terbang di atas kepala Liena
Tou pun bersama sama berpekik keras lalu berjatuhan ke atas
tanah. Ketepatan dari serangan Lien Tou ini sungguh luar biasa
sekali. bagian yang kena hajar bukan lain adalah kedua belah
sayapnya sehingga sebagian besar kawanan burung elang itu
pada rontok. Pentolan burung elang yang mengeluarkan suara pekikan
tadipun terkena hajar sayap-nya, dia berusaha untuk terbang
kembali ke angkasa tetapi walaupun sudah berusaha beberapa
waktu tidak berhasil juga, akhirnya sang tubuh tidak kuat lagi
dan jatuh ke dalam semak belukar.
Lapisan pertama gagal kembali lapisan ke dua menerjang
ke bawah bahkan jumlahnya kali ini jauh lebih banyak dari
lapisan pertama. Beribu ribu ekor burung elang bersama sama menerjang
kebawah. terpaksa Liem Tou meraup jarum jarum itu tiada
hentinya sambil menghajar burung burung elang itu.
Bagaikan curahan hujan kawanan burung elang itu pada
rontok jatuh ke tanah dan ke dalam semak belukar.
Sisanya dua lapis sewaktu melihat kawan kawannya tidak
berhasil juga melukai Liem Tou mereka tidak terbang jauh
sebaliknya beterbangan disekeliling tempat itu.
Dengan demikian Liem Tou jadi terkurung dari empat penjuru,
di atas kepalanyapun masih ada tiga lapis kawanan elang yang
berjumlah ribuan mendesak terus kebawah.
Di dalam sekejap saja, sambaran angin berkelebat memenuhi
angkasa, udara jadi gelap sehingga membuat hati setiap
orang jadi berdebar debar.
Wektu itu ketiga ekor burung elang dan rajawali yang ada di
Utara, Selatan, Timur Barat pun ikut memperkuat barisan,
panji hitam yang ada di tangan anak lelaki itupun di
goyangkan semakin keras lagi membuat suasa hati jadi
sedemikian tegang dan jadi semakin gaduh.
Liem Tou berdiri ditengah kalangan tak bergerak, seluruh
perhatiannya dipusatkan ke arah burung itu, tangannya erat
erat mencekal jarum pobon siong dan matanya mendelong tak
berkedip. Kembali terdengar suara pekikan nyaring dari burung rajawali,
kawanan burung elang yang ada di lapisan kedua bagaikan
menerima perintah bersama sama menubruk ke bawah
dengan dahsyatnya. Hanya didalam sekejap saja beribu ribu ekor burung bersama
sama menyerbu kebawah sehingga suasana menjadi amat
ramai Liem Tou yang melihat serangan dari kawanan burung itu
makin lama semakin gencar dia takut tidak dapat menguasai
waktu lagi maka dengan terburu buru dia menyambitkan
segenggam jarum menghajar jatuh puluhan burung elang
yang ada di paling depan.
Bersamaan itu pula tangan kirinya meraup buntalan itu dan
mengundurkan diri dari situ.
Dengan berturut turut dia menyambitkan kembali senjata
jarumnya ke atas sehingga menghajar pecah satu lapisan.
dengan mengambil kesempatan itulah dia mengerahkan ilmu
meringankan tubuhnya untuk berkelebat keluar dari
kepungan. Melihat Liem Tou meninggalkan kalangan di dalam anggapan
Thian Pian Siauw cu dia sudah ketakutan.
"Haaa . . . haaa .... Liem Tou." ejeknya. "Kawanan bururgku
belum mati separuh, bagaimana kau sudah melarikan diri "
Kalaa begitu omongan besarmu tadi tidak lebih hanya seperti
kentut belaka !" "Hmnjm ! Kau tidak usah banyak omong, nanti lihat saja
hasilnya," seru Liem Tou sambil mengnndurkan diri dari situ.
Kiranya walau Liem Tou sudah meninggalkan kalangan tapi
dia tidak pergi jauh sebaliknya cuma berputar disekeliling
tempat itu. Sudah tenlu kawanan burung elang tidak mau melepaskan
mangsanya dengan begitu saja, dengan tiada hentinya mereka
mengejar dan mengurung diri Liem Tou.
Dengan mergambil kesemratan itulah sembari lari Liem Tou
melancarkan serangan mautnya, hanya didalam sekejap saja
kembali beratus ratus burung elang rontok ke bawah.
Dengan adanya kejadian itu kawanan burung elang lainnya
tidak berani terbang terlalu mendekat, setiap ada kesempatan
mereka baru menerjang ke bawah dan bilamana tidak hanya
terbang saja di angkasa menunggu saatnya.
Tidak Lama kemudian Liem Tou bisa juga melihat sikapnya itu,
kepercayaan pada dirinya sendiripun semakin bertambah,
mendadak sambil putar tubuh bentaknya keras :
"Kau binatang berbulu, ayoh pada turun semua !". Di antara
suara bentakan yang keras bukannya dia mengundurkan diri
sebaliknya malah semakin mendesak ke depan, jarum jarum
ditangannya dengan tiada hentinya menghajar kedepan
sehingga hanya dalam sekejap saja kembali beratus ratus ekor
burung rontok ke atas tanah.
Dengan kejadian ini semangat bertempur dari kawanan elang
lainnyapun jadi rontok, dengan disertai suara pekikan yang
amat keras mereka pada putar badan dan mengundurkan diri
dari sana. Melihat akan kejadian ini Thian Pian siauw cu jadi jengkel, dia
membentak keras lalu bersuit panjang, bocah cilik yang
membawa panji hitam itu pun lantas meloncat ke tengah
udara lantas menggoyang goyangkan panji tersebut dengan
keras sebanyak tiga kali.
Ketiga ekor burung rajawali serta ketiga elang besar itupun
lalu berpekik nyaring parub dan cakarnya yang tajam
dipentangkan, sayapnya dikibas kibaskan dengan keras
kemudian dengan ganasnya melukai kawanan elang yang
mundur itu hingga koyak koyak.
Kawanan elang lainnya yang melihat kejadian ini jadi
serabutan terpaksa mereka balik kembali untuk menyerang
Liem Tou. Melihat ptristiwa ini Liem Tou jadi gusar, dengan kerahkan
tenaga murninya dia melancarkan seranean menghajar ketiga
ekor rajawali serta ketiga ekor burung elang yang ada
dibelakang kawanan burung rajawali itu.


Raja Silat Lahirnya Dedengkot Silat Karya Chin Hung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tetapi elang elang itu ada puluhan kali tingginya, sekallpun
sudah kerahkrn tenaga sepenuhnya jarum jarum itu tak
berhasil juga mengenainya. melihat hal itu hatinya jadi sedikit
bergerak. Dengan tanpa banyak pikir lagi dia memungut beberapa
pecahan batu lalu sambil bersuit panjang dia meloncat ke atas
dan melancarkan serangan ke depan
. "Binatang. kau masih tidak suka menyerah!" bentaknya.
Dengan memisah jadi tiga jurusan pecahan batu itu meluncur
ke depan bagaikan kilat menyambar.
Siapa tahu ketiga ekor burung rajawali itupun amat cerdik,
sambil kerah paruh, atau cakar atau pukulan sayapnya burung
burung itu memukul jatuh datangnya serangan batu itu.
Liem Tou sama sekali tidak menyangka kalau rajawali itu
demikian pandaiannya, serangan yang dilancarkan dengan
begitu dahsyatnya bagaimana mungkin bisa mereka pukui
jatuh dengan begitu mudahnya " sekalipun jagoan
berkepandaian tinggi dari Bu lim belum tentu bisa
melakukannya. Lism Tou yang melihat serangannya tidak mencapai hasil,
tnbuhnyapun dengan kecepatan meluncur ke bawah, tetapi
sewaktu dia menundukkan kepala - - - permukaan tanah
sudah tak kelihatan karena tertutup oleh kawanan burung
elang yang amat rapat dan berjajar menutupi pandangan
tersebut. Kini tubuh Liem Tou ada di tengah udara dan mendapatkan
gencetan serangan dari enam penjuru, apalagi ketiga ekor
burung rajawali serta ketiga ekor burung elang raksasa itu.
Sewaktu dilihatnya tubuh Liem Tou masih mengambang di
tengah udara, dengan bangganya mereka lantas berpekik
nyaring lalu menubruk ke depan dengan amat dahsyatnya.
Di tengah kebutan sayap yang amat keras, tiupan angin
kencang melanda datang, dengan hebatnya. Liem Tou tahu
keadaannya pada saat ini sangat berbahaya sekali.
Tangannya segera diayunkan ke bawah menyambitkan
segenggam jarum ke arah bawah sehingga terbuka satu
lubang kecil. Dengan meminjam kesempatan itulah tubub nya lantas
berjungkir balik dan meluncur ke arah bawah dengan
mengambil jalan lubang yang baru saja dibuka dengan paksa
itu. Walaupun dia cepat gerakan burung burung elang itu jauh
lebih cepat lagi, lubang kosong yang baru saja berhasil dia
tembusi kini sudah tertutup rapat kembali,
Liem Tou jadi amat terperanjat, telapak tangannya dengan
cepat dihancamkan ke bawah. Ksemudian tubuhnya pun
mendesak turun. Tetapi pada saat itulah bayangan hitam berkelebat dengan
terburu buru Liem-Tou miringkan kepalanya ke samping,
sebuah cakar besi dengan cepat menyambar datang lewat di
samping badannya. Liem Tou benar benar dibuat terperanjat.
"Untung !" teriak diam diam. 'bilamana aku kurang waspada
sepasang mataku sudah kena dihajar."
Ketika dia menoleh kearah mana datangnya serangan,
tampaklah olehnya kembali salah seekor burung elang di
antara ketiga elang yang tadi mematuk kepalanya. hatinya
benar benar jadi gusar bercampur mendongkol.
Bersamaan waktunya elang raksasa yang kedua kembali
menyerang datang. melihat kedatangannya yang amat ganas
dan kuat Liem Tou merasa hatinya bergerak.
Dilihatnya burung itu berada di atas kepalanya kurang lebih
satu kaki sedang kini tubuhnya sendiripun sudah mulai
meluncur kebawah Diam diam dia tarik napas panjang
kemudian dengan ujung kaki kiri menutul kaki kanan tubuhnya
dengan amat cepat nya dia meluncur naik setinggi dua kaki ke
atas. Dengan demikian burung burung elang raksasa yang semula
terbtmg di atas kepalanya kini malab terbang di bawah
kakinya. Tepat sewaktu burung elang itu terbang lewat di kakinya
dengan megambil kesempatan ini Liem Tou lantas kerahkan
ilmu bobot seribu katinya sehingga tuhubnya dengan amat
tepat terjatuh di atas punggung elang itu, tangan kirinya
mencekal bungkusan jarum tangan kanannya mencekal
kencang-kencang leher elsng tersebut.
Elang itu sama sekali tidak menyangka Liem Tou bisa
menggunakan cara tersebut di dalam keadaan terkejut.
Sayapnya dihantam hantamkan dengan serabutan, pekikan
nyaring bergema tiada henttnya dan barusaha melemparkan
tubuh Liem Tou dari atas punggungnya.
Tetapi Liem Tou kini sudah mantapkan hatinya, sekalipun
meronta-ronta Liam Tou temp memegang leher elang itu tak
lepasnya. 'Haaa . . . haaa ayoh sekarang keluarkan pula
keganasanmu aku mau lihat kau bisa ganas seperti apa !" seru
Liem Tou dengan amat bangga.
Elang raksasa yang tak berhasil melepaskan diri dari cekalan
Liem Tou jadi kelabakan dibuatnya, dengan diiringi suara
pekikan yang amat nyaring dia segera mementangkan
sayapnya lebar lebar dan menerjang ke tengah udara.
Liem Tou yang baru untuk pertama kali-nya menungang
burung elang raksasa segera merasakcan kesenangan yang
luar biasa hatinya amat kegirangan.
Tetapi sewaktu melihat burung elang itu semakin terbang
menjauh hatinya jadi berdesir juga, pikirnya :
"Kalau aku dibawa pergi maka kawanan burung elang lainnya
tak dapat aku hancurkan semua" bukankah dengan demikian
aku sudah menemui kekalahan di tangan Thian Pian Siauw cu
?" ?". Teringat akan hal ini hatinya jadi amat cemas, teriaknya
dengan amat gugup "Hey binatang, ayoh cepat kembali, ayoh cepat kembali!'.
Tetapi burung elang itu sama sekali tidak menggubris, dengan
cepatnya dia menerjang terus ke tengab awan.
Saat inilah Liem Tou baru merasakan badannya amat dingin
sehingga terasa menusuk tulang. Keadaan di sekelilingnya
cuma kelihat awan yang menebal setinggi langit yang tak ada
ujung pangkalnya, sedikit bayangan daratanpun tak kelibatan.
Dalam hati Liem Tou merasa amat cemas sepasang kakinya
mendadak menjepit perut elang itu lalu membentak keras :
"Cepat kembali, kalau tidak aku segera bereskan nyawamu".
Si elang raksasa yang merasa kesakitan bukannya melayang
ke bawah sebaliknya malah menerjang semakin ke atas,
kecepatannyapun semakin bertambah.
Sedangkan Liem Tou sendiri waktu itu hatinya benar benar
merasa amat kacau, bilamana dirinya sungguh menggencet
mati burung elang raksasa ini bukankah dengan begitu
tubuhnyapun akan ikut jatuh dari tengah udara?"" waktu itu
apakah nyawanya masih ada.?"
Mendadak teringat kembali sepasang mata dari elang itu, satu
ingatan berkelebat di hati nya, dengan cepat dia tekan leher
burung elang raksasa itu ke bawah sehingga memaksa
penglihatan burung itupun jadi ke bawah. Burung elang
raksasa itu segera meronta tetapi tak ada hasilnya, untuk
berhenti bergerakpun tidak mungkin karenanya dengan cepat
dia merubah arah jadi menerjang ke arah bawah.
Liem Tou yang melihat percobaannya berhasil hatinya menjadi
girang sekali. Dengan cepat dia paksa elang itu menoleb ke kiri dengan
sendirinya burung itupun belok ke kiri.
Dengan adanya penemuan ini dalam hati Liem Tou merasa
semakin mantap lagi, dia tahu bagaimanapun juga elang itu
sudah menuruti perintahaya.
Daya meluncur dari elang raksasa itu pun semakin cepat
berpuluh puluh kali lipat. hanya di dalam sekejap saja dia
sudah menembus keluar dari lapisan awan sehingga terlihatlah
kembali bayangan puncak puncak gunung yang berjajar
bahkan kelihatan pula beribu ribu ekor burung elang
beterbangan di antara puncak.
Dengan terburu buru Liem Tou segera mengalihkan buntalan
jarum itu ke antara lutut nya setelah itu dengan menggunakan
tangan kirinya memegang leher elang untuk memberi
petunjuk arah, tangan kanannya mulai meraup segenggam
jarum pohon siong. Pikirnya diam diam dihati:
"Kali ini walaupun kawanan barung elang itu jauh lebth
banyakpun jangan harap bisa lolos dari jarunku."
Hatinya jadi teramat girang, dengan nyaringnya dia bersuit
nyaring dan menerjang masuk ke dalam ronbongan kawanan
elang itu dan menerjang sana menghantam ke sini, jarum
jarum di sebelah tangan kanannyapun
dengan cepat di sambit ke depan dan berulang kali sehingga
kawanan burung itu seketika itu juga jadi kacau balau.
si gadis cantik pengangon serta Lie Siauw Ie yang semula
melihat Liem Tou melancarkan serangannya dengan
menggunakan batu candas di dalam anggapan mereka
serangannya ini pasti mencapai hasil.
Siapa sangka bukannya burung elang itu terluka sebaliknya
kawanan burung elang itu segera bergerombol menutupi
pandangan sehingga bayangan dari Liem Tou jadi lenyap.
Mereka cuma mendengar suara pekikan nyaring serta
bentakan Liem Tou yang amat keras membuat keringat dingin
mulai mengucur keluar membasahi tububnya.
Dan terakhir setelah kawanan burung elang itu memisah
bayangan tubuh dari Liem Tou lenyap tak berbekas, di dalam
ingatan mereka segera menganggap Liem Tou sudah dikoyak
koyak oleh kawanan burung elang itu kemudian didaharnya
sampai habis. Saking kaget dan takutnya mereka pada melongo, air
mukanya berubah pucat pasi bagaikan mayat dengan nada
yang amat sedih teriaknya kepada Lie Loo jie.
Tia - -suhu - !" dimana engkoh Liem" adik Tou " dia sudah
pergi kemana ?" Lie Loo jie sendiripun tidak mengetahui apa yang terjadi. Di
dalam hati diapun merasa terkejut bercampur gusar.
mendadak mata nya bisa menangkap seekor burung elang
dengan cepatnya meluncur ke tengah angkasa ke mudian
menembus awan dan lenyap dari pandangan.
Lie Loo jie bisa melihat di atas panggung burung elang itu
terdapat setitik bayangan hijau, kemungkinan itu adalah
buntalan jarum pohon siong yang dibawa Liem Tou.
"Ie jie Wann jie kalian jangan cemas "Teriak nya dengan keras
sambil menuding keatas. "Coba kau lihat bukankah Liem Tou
dengan menunggang burung elang itu sedang meluncur ke
tengah angkasa " Tunggu sebentar, dia segera akan kembali
lagi." Wal&upun Lie Siauw Ie serta si gadis cantik pengangoan
kambing tidak melihat elang itu meluncur ke angkasa tetapi
mereka pun mau setengah percaya setengah tidak dan
memandang ke angkasa dengan melongo.
Ssbaliknya Thian Pian siauw cu yang melihat bayangan tubuh
Liem Tou sudah lenyap tak berbekas dia tidak memeriksa lebih
teliti lagi, di dalam anggapannya Liem Tou sudah terkubur di
dalam perut kawanan burung elangnya sehingga hatinya
merasa amat bangga. "Haa - -haa - Liem Tou. Liem Tou" ejeknya sambil tertawa
terbahak bahak "Walau pun kepandaianmu sangat tinggi
tetapi jangan harap bisa menangkan kawanan burung
elangku, tidak disangka kau sudah menemui ajal sehingga
tulangpun ikut lenyap - sungguh sayang ! sungguh sayang !
sungguh patut dikasihani !"
Mendengar ejekan itu Lie Siauw Ie segera merasakan hatinya
seperti digodam dengan martil besar.
"Hey orarg she-Ke, kau bilang apa ?" bentaknya dengan
gusar. "Haaa . , . haaa . . tentunya kau adalah kekasih dari Liem Tou
bukan" seru Thian Pian siaw cu sambil tertawa keras. "Terus
terarg aku beritahu padamu, dia sudah habis disikat oleh
kawanan burung elangku, dan selamanya tak akan kembali
lagi, lebih baik kau mencari kekasih yang lain saja !"
Lie Siauw Iem ana bisa kuat mendengar ejekan yang menusuk
telinga ini, saking jengkelnya seluruh tubuh sudah gemetar,
air mukanya berubah pucat pasi bagaikan mayat untuk
beberapa saat lamtnya tak sepatah katapun bisa diucapkan
keluar. Dengan cepat si gadis cantik pengangon kambing
membimbing dirinya lalu memberi nasehat dengan suara
perlaban. Lie Loo-jie yang mendengar perkataan menghina dari Thian
Plan siauw cu ini hatinya merasa amat gusar.
"Ke Hong!" bentaknya dengan keras. 'Kau sebagti seorang
yang mempunyai nama bear di dalam Bulim juga bisa bisanya
berbicara begitu kotor dengan seorang dari angkatan muda".
Haaa .... haaa . . . Lie Sang aku bilang Liem Tou sudah
terkubur di dalam perut kawanan elang itu dan selamanya
tidak akan kembali lagi. apakah perkataanku ini adalah salah "
Teriak Thian Pian siauw cu sambil tertawa terbahak bahak.
Lalu apa itu maksudnya mencari kekasih ?"" ayo cepat jawab
maki Lie Loo jie lagi. Baru saja Thian Pian siauw cu hendak menjawab, mendadak
terdengar si gadis cantik pengangon kambing sudah menjerit
jerit lagi. ' Coba lihat engkoh Liem sudah kembali."
Saking girangnya tidak tertahan lagi dia lantas berteriak
memanggil. Enkoh Liem engkoh Liem ! Engkoh Liem !"
Thian Pian siauw cu, Lie Loo jie serta Lie Siauw Ie segera
menoleh kearah dan sedikit pun tidak salah terlihatlah Liem
Tou dengan memegang elang raksasa itu bagaikan kilat
cepatnya sudah meluncur ke bawah kemudian menerjang ke
arah kawanan burung elang.
Bersama itu pula beratus ratus ekor burung elang pada rontok
ke atas tanah tak bergerak lagi.
Tidak sampai seperminum teh lamanya kawanan burung elang
itu sudah ada separob bagian yang musnah, Thian Pian
Siauwcu jadi amat terperanjat, dia tahu sebentar kemudian
kawanan elangnya pasti akan terbasmi habis oleh Liem Tou.
Sepasang tangannya dengan cepat diulapkan berulang kali


Raja Silat Lahirnya Dedengkot Silat Karya Chin Hung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

panji panji kuning serta hitam ditangan kedua oiang bocah
cilik itupun dikibarkan berulang kali.
Ketika kawanan burung elang itu melihat dikibarnya bendera
kuning, bagaikan mendapat karunia dengan disertai suara
pekikan yang amat nyaring pada bubaran ke angkasa Kiranya
panji hitam yang ada d tangan bocah lelaki itu digunakan
sebagai tanda menyerang sedangkan panji kuning digunakan
untuk nengundurkan burung-burung tersebut.
Kawanan burung elang yang lagi dibantai kocar kacir oleh
Liem Tou begitu melihat dikibarnya panji kuning segera pada
terbang menyingkir. Liem Tou yang ada di atas burung elang sewaktu melihat
kawanan burung elang lainnya pada bubaran hatinya jadi
kaget teringat akan janjnya dengan Thian Pian siauwcu tadi
asalkan ada seekor saja yang lolos maka, dia terhitung kalah
dalam hati semakin cemas lagi.
Didalam keadaan seperti ini Liem Tou segera membentak
keras dengan cepat dia putar leher elang tunggangnya secara
serabutan sedang jarum ditangannya pun disambitkan secara
telengas. Hanya didalam sekejap saja kawanan burung elang yang ada
disekeliling tempat itu sudah tersapu habis, kini tinggal
beberapa puluh ekor elang saja yang sudah keburu bubaran.
Pada saat itulah Thian Pian siauwcu tanpa pakai aturan lagi
segera memerintahkan bocah perempuan itu untuk
mengebutkan panji kuning itu tiga kali.
Melihat tanda tersebut kawanan elang lainnya lantas pada
meluncur kebawah dan bersembunyi ditempat tempat yang
terlindung. "Liem Tou jadi amat gusar, makinya dari atas punggung
elang itu. '"Ke Siauw cu kau orang sungguh licik sekali, bilamana kau
tidak melepaskan kawanan burungmu jargan dikata aku Liem
Tou sekalipun dewa malaikat pun jangan harap bisa mengapa
ngapakan kawanan burung tersebut!
'Haaa . .. haaa . .. Liem Tou ! itukan salahmu sendiri. apa
sangkut pautnya dengan aku" ' teriaknya Thian Pian Siauw cu
sambil tertawa. Liem Tou sekalipun tahu dirinya kena ditipu tapi dia tak bisa
berbuat apa apa. 'Baru saja dia bermaksud untuk meloncat turun dari punggung
burung elang itu dan ribut dengan Thian Pian siauw cu,
mendadak tampaklah olehnya kedua orang bocah cilik berbaju
putih dan merah yang ada dipuncak gunung.
Satu ingatan segera berkelebat dihatinya. dengan cepat dia
tepuk elangnya untuk menyambat ke depan.
Si bocah lelaki yang diserang secara mendadak hatinya jadi
amat gusar. "Buat apa kau jual lagak" Coba lihat aku tahan dirimu"
makinya dengan keras. Tangannya dengan cepat digape mengundang bocah
perempuan itu. 'Giok moay ! teriaknya. 'Mari kita bersama sama turun tangan
menawan dirinya, coba lihat dia bisa jual lagak tidak".
Sewaktu bocah perempuan itu melihat kawanan burung
burung mereka sudah hampir sebagian besar terluka di tangan
Liem Tou sehingga kini cuma tingpal beberapa ekor saja
dalam hati sudah merasa jengkel.
"Kiem koko... betul sekali perkataanmu' Teriaknya setuju.
"Bocah cilik ini sangat kurang ajar sekali, kau didepanlah biar
aku yang ada dibelakang. Bilamana dia berani datang lagi
jangan kasih dia meloloskan diri.
Waktu itu Liem Tou dengan menunggang elang itu sudah
menyambar datang lagi. Kiem jie serta Giok jie dua orang hersama sama segera
membentak keras, tubuhnya berkelebat menghalangi
datangnya sambaran dari Liem Tou itu.
Thian Piauw siauw cu yang ada ditempat kejauhan sawaktu
melihat kejadian ini dalam hati merasa amat terkejut,
teriaknya dengan keras: Kiem jie Giok jie, jangan. Liem Tou sangat lihay.
Tetapi keadaan sudah terlambat. Kiem jie serta Giok jie sudah
meloncat ke atas Haaa " . . haaa .. . Ke Siauw cu, sudah terlambat, lebih baik
kau cepat cepat lepaskan kawanan burungmu itu seru Liem
Tou sambil tertawa keras Sehabis berkata dia meloncat turun dari punpgung elang
tersebut dan menyambar tubuh Giok jie, setelah itu baru
meloncat kembali ke atas punggung elang itu dan melayang
kembali ke tengah angkasa.
Tiba tiba . .. Akh, celika .. . teriaknya tertahan.
Dengan cepat dia memutar burung elangnya menuju ke
arah Lie Loo jie. Lie Siauw Ie serta si gadis cantik pengangon
kambing. kemudian mengitari di atas kerala mereka tiada
hentinya, telapak tangannya sudah disilangkan di depan dada
siap melancarkan serangan.
Thian Pian Siauw cu yang melihat Liem Tou menawan Giok
jienya dalam hati jadi tercenpang, tapi sebentar kemudian
hawa marah sudah berkobar di hatinya.
Dengan cepat diapun bsrmaksud untuk menerjang ke arah Lie
Siauw Ie serta si gadis cantik pengangon kambing untuk
menawan salah satu di antara mereka untuk paksa Liem Tou
melepaskan diri Giok jie.
Siapa tahu sejak semula Liem Tou sudah memikirkan sampai
disitu sehingga dia lalu memutar tubuh elangnya dan terbang
keliling diatas kepalanya untuk melindugi mereka bertiga.
Thian Pian siauw cu merasa kecundang di dalam hatinya jadi
amat gusar sekali, bentaknya.
Liem Tou. iiu terhitung kepandaian macam apa" ayoh cepat
lepaskan Giok jie" 'Ha . . . ha ... Ke siauw cu, kau sendiri yang mulai main akalakalan,
bilamana ini bari kau tidak melepaskan kawanan
burung elang itu akupun tidak bakal melepaskan Giok jie,
kalau tidak ..." Sekali lagi dia tertawa terbahak bahak. sebaliknya Giok jie
yang kena ditawan menangis semakin keras, ditengah suara
tangisan itu secara samar samar membawa rasa sakit yang
luar biasa. Thian Pian siauw cu segera merasakan hatinya seperti diiris
iris, dengan gusar nya dia meraung, kemudian tanpa
memperdulikan semuanya lagi segera menerjang ke arah Lie
Loo jie. Liem Tou yang menunggang burung elang di angkasa selama
ini terus menerus memperhatikan keadaan dari Lie Lo jie, kini
melihat Thian Pian siauw cu dengan mengandung rasa gusar
menerjang ke depan dengan gesitnya dia lantas kirim satu
pukulan ke bawah Thian Pian Siaiw cu segera merasakan segulung angin pukulan
yang amat dahsyat menghajar badannya, dia mendengus
berat, telapak tangannya dengan cepat diangkat menangkis
datangnya serangan tersebut.
Siapa tshu baru saja dia kirim satu pukulan mendadak angin
pukulan yang amat lunak tadi kini sudah berubah jadi keras,
dia jadi sangat rerperanjat.
ULtuk menarik kembali serangannya tak sempat, terpaksa
dengan keras lawan keras dia menerima serangan tersebut.
"brak. ,..!." dengan menimbulkan suara bentrokan yang
sangat keras, tubuhnya mundur tiga langkah ke belakang.
Sekali lagi Liem Tou tertawa terbahak-bahak. "Ha . . . .ha .
. . Ke Siauw cu ! kau masih jauh ketinggalan . . . lebih baik
kau pulang gunung dulu untuk berlatih kembali tiga tahun,
ada kemungkinan waktu itu kau baru punya harapan".
Pikiran Thian Pian Siauw cu yang tajam dengan cepat berputar
, mendengar perkataan dari Liem Tou itu dia jadi amat girang.
"Liem To, apakah pekataanmu itu sungguh sungguh ?"
teriaknya. Liem Ton sama sekali tidak menyangka kalau Thian Pian
Siauw cu kembali meng-atur jebakan, dia lantas tertawa
terbahak bahak. "Siapa yang berkata lagi main main dengan kau orang."
Dengan Cepat Thian Pian siauw cu loncat mundur sejauh
tiga kaki lalu menjura kepada diri Liem Tou.
"Terima kasih atas kesudianmu untuk menarik kembali
pertandingan ini dan mengijinkan aku Ke Hong untuk
bertanding kembali tiga tahun kemudian, anggap saja dalam
babak ketiga ini kembali aku orang menemui kekalahan."
Burung burung elang sisanya tidak usah kau hancurkan lagi
dan sekarang harap kau suka melepaskan Giok jie, aku Ke
Hong bersumpah selama tiga tahun tidak akan keluar gunung.
Mendengar perkataan itu kembali Liem Tou merasa dirmya
tertipu, tetapi perkataan sudah diucapkan untuk menarik
kembalipun tidak leluasa karenanya dia cuma bisa memaki
atas kejujuran dirinya sendiri sehingga setiap kali harus
menemui kerugian. Dergan gemasnya dia menghela napas panjang dan lepaskan
Giok jie ke atas tanah, mendadak teringat olehnya akan satu
hal sehingga tak terasa teriaknya keras.
"Kalau memangnya Ke Siauwcu bermaksud begitu. perkataan
yang sudah kukatakan selamnya tidak akan ditarik kembali,
tetapi ketiga ekor burung elang itu harus kau tinggalkan disini.
apa yang aku Liem Tou katakan selamanya tidak bisa berubah
kembali." Walaupun Thian Pian siauw cu menyayangkan ketiga ekor
burung elang itu tapi untuk kcelamatannya sendiri dia tidak
bisa untuk tidak serahkan keluar.
Setelah termenung sebentar mendadak dia bersuit sedih,
mendengar suara suitan itu ke tiga ekor burung elang itu
dengan gagahnya segera terbang mendatang dan berdiri di
atas telapak tangan Thian Pian siauw cu.
Dengan suara yang halus Thian Pian siuw cu mengucapkan
beberapa patah kata kepada burung burung elang itu.
Liem Tou yang mengetahui atas kelihyan burung burung elang
itu segera berseru dengan keras:
"Ke siauw cu, cepat kau ikat burung elang itu erat erat !"
Terpaksa Thian Pian siauw cu melakukan seperti apa yang
diminta. Setiap bangsa burung bilamana sepasang kakinya sudah diikat
maka sekalipun ada sayap tak akan bisa terbang.
Liem Tou lantas suruh si gadis cantik pengangon kambing
menerimanya dan melepaskan Giok jie ke atas tanah.
Thian Pian siauw cu yang melihat G;ok jie sudah dilepaskan
dia lattas menggape ke arahnya :
"Giok jie, kau kemarilah !" Giok jie yang melihat air muka
Thian Pian siauw cu sudah berubah jadi hijau membesi
sehingga jelek dilihat, dalam hati merasa agak gemetar,
selamanya tidak pernah dia melihat perubahan air muka dari
Thian Pian siauw cu sehingga sedemikian rupa.
Walaupun di dalam hati Giok jie merasa hatinya bergidik dia
pun tidak berani untuk tidak maju kedepan, selangkah demi
selangksh dia berjalan ke hadapan Thian Pian siauw cu lalu
tekuk lutut dan jatuhkrn diri berlutut dihadapannya dan
menangis tersedu sedu. Dengan sepasang mata yang sudah berubah memerah lama
sekali Thian Pian siauw cu melototi diri Giok jie, mendadak
teriaknya dengan keras: "Giok jie, meninggalkan tempat tugas tak mendengarkan
perintah guru .... . tahukah apa dosanya ?"
Dengan jatuhkan diri mendekam di atas tanah, Giok jie
menangis tiada hentinya membuat Kiem ji yang ada ditempat
kejauhan pun tidak terasa lagi ikut melelehkan air mata.
si gadis cantik pengangon kambing serta Lie Siauw Ie yang
melihat bocah itu amat bagus dan memiliki dasar belajar silat
yang kuat pula membuat hati rada menaruh kasihan,
Thian Pian siauw cu yang tidak mendengar jawaban dari Giok
jie, hatinya semakin gusar lagi.
"Giok jie ayoh kau bilang ! tahukah dosa mu ?"
Terpaksa Giok jie menganggukkan kepalanya.
Kalau sudah tahu berdosa ayoh angkat kepalamu !" Bentak
Thian Pian Siauw cu lagi . Giok jie menurut dan angkat kepalanya tampaklab diatas
pipinya yang putih dan halus sudah penuh dibasahi air mata.
Dengan dinginnya Thian Pian siauw cu memandang sekejap
kearahnya. alisnya dikerutkan rapat rapat lalu melengos
kesamping. Beberapa saat kemudian dia baru menoleh kembali dengan
wajah yang buas. "Giok jie!' Teriaknya dengan ketus. "Tahukah kau orang
hampir hampir suhumu tidak punya muka untuk bertemu di
depan orang ?" Giok jie menangis semakin menjadi. Tak sepatah katapun
yang dijawab olehnya. Mendadak Thian Pian siauw cu maju dua langkah ke denan,
sepasang matanya melotot lehar lebar sedaag telapak tangan
kananpun dengan perlahan lahan diangkat ke atas.
Lie Siauw Ie maupun si gadis cantik pengangon kambing yaag
melihat kejadian ini diam diam merasa amat terkejut.
"Ke Siauw cu, kau mau berbuat apa ?" Tiba tiba terdngar Liem
Tou membentak. Sehabis membentak tubuhnya dengan kecepatan bagaikan
kilat berkelebat menerjang ke arah depan.
Tetapi pada saat itulah bagiikan meng-gulung ombak ditengah
samudra dengan dahsyatnya Thian Pian siauw cu melancarkan
satu pukulan ke arah depan.
Liem Tou yang dalam hati ingin menolong orang melihat
datangnya pukulan itu dia lantas kiiim pula satu pukulan ke
arah depan. Brack * - dengan disertai suara bentrokan yang amat keras
tubuh Thian Pian-siauw cu tergetar mundur sejauh tujuh,
delapan langkah jauhnya sehingga jatuh terduduk.
Tetapi angin pukulan yang dilancarkan olehnya kedepanpun
segera mendatangkan satu angin taufan yang menghajar atas
permukaan tanah, pasir serta batu pada beterbangan
membuat Giok jie yang masih ada disitu terkena hajaran
sebuah batu cadar dan jatuh tidak sadarkan diri.
Lie Siauw Ie maupun si gadis cantik pengangon kambing tidak
terasa lagi sudah pada berebut maju ke depan untuk
menolong Giok jie. Keadaan jadi amat kacau masing masing pada turun tangan


Raja Silat Lahirnya Dedengkot Silat Karya Chin Hung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menolong diri Giok jie yang jatuh pingsan.
Di sebelah sana Liem Toa yang berhasil memukul mundur
Thian Pian siauw cu ke arah belakang segera membentak
dengan amat gusar. "Ke siauw cu aku sama sekali tidak menyangka kalau
hatimu sebenarnya amat kejam apa salahnya dia orang
dengan dirimu" Kenapa kau turus tangan kejam terhadap
dirinya ?" Thian Pian siauw cu yang tergetar mundur ke belakang,
setelah berhasil menenangkan pikirannya dia lantas salurkan
hawa murninya mengelilingi seluruh tubuhnya satu kali,
setelah ditemui kalau dirinya tidak terluka sambil mengerutkan
alisnya rapat rapat dia baru berteriak gusar :
"Liem Tou ! Soal itu kan urusan pribadiku, apa sangkut
pautnya dengm dirimu" Kau orang sungguh keterlaluan sekali.
Ini hari sekalipun harus bermandikan darah diatas pun cak
gunung Cing Shia ini aku Ke Hong juga akan adu jiwa dengan
dirimu !" Sehabis berkata dia kerahkan hawa murninya sehingga
membuat tulang tulang di seluruh badannya bergerutuk amat
nyarng, telapak tangannya mendadak membesar beberapa
kali lipat kemudian dengan menggunakan sepuluh bagian
tenaga murni bagaikan tiupan angin taufan dia menghajar ke
arah depan. Melihat datangnya serangan tersebut Liem Tou segera tertawa
dmgin. "Ke siauw cu !" Bentaknya dengan keras "Aku Liem Tou sudah
buka satu jalan kehidupan buat dirimu. bilamana kau tidak
suka menurut janganlah salahkan aku Liem Tou akan turun
tangan telengas." Sehabis berkata dia menyingkir beberapa kaki ke samping,
angin pukulan dari Thian Pian siauw cu pun segera menghajar
ke atas tanah sehingga kembali menimbulkan sambaran angin
tajam yang membuat pasir dan tanah pada beterbangan.
Jilid 33 : Mengunci tangan menebus dosa
KECUALI sipenjahat raga merah serta Thiat Bok Thaysu
semua orang yang hadir di atas gunung Cing Shia ini terutama
para Toosu Bu tong pay tiada seorangpun yang tak
menjulurkan lidahnya melihat kedahsyatan tersebut.
Thian Pian siauw cu yang melihat serangannya tak
mencapai pada hasil hatinya merasa tak puas. sainbil bersuit
panjang sekali lagi dia menubruk kearah Liem Tou.
"Ke Siauw cu, tahan!" Sekali lagi bentak Liem Tou dengan
amat gusar. Tetapi waktu ini pikiran Thian Pian siauw cu lagi kacau,
mana dia orang suka mendengar perkataannya.
Tubuhnya merendah kuda kudanya diperkuat mendadak
sepasang telapak tangannya di-dorong kedepan melancarkan
satu pukulan yang maha dabsyat.
Sampai pada detik itu Liem Tou tak bisa menahan sabar
lagi, ilmu saktinya lalu dipentangkan dengan tanpa
menghindar lagi dia menyambut datangnya angin pukulan itu.
Pada saat itulah mendadak terdengar Lie-Loojie
membentak keras : "Sutit! jangan turun tangan jahat."
Liem Tou jadi terperanjat dengan terburu-buru hawa
pukulannya yang delapan bagian dikurangi dengan dua
bagian, tetapi pada saat yang bersamaan pula dua gulung
angin pukulan bertemu menjadi satu . . .
"Bluumm .. . ," disertai suara getaran yang amat keras
Liem Tou yang harus menarik kembali dua bagian tenaganya
kontan tergetar mundur tiga langkah kebelakang
Tetapi Tbian Pian siauw cu yang melancarkan serangan
dengan sepenuh tenaga segera menjerit ngeri tubuhnya
tergetar mundur tujuh delapan langkah kebelakang lalu
disertai suara jeritan yang keras tubuhnya tak kuasa untuk
berdiri lebih lama dan jatuh keatas tanah.
Air mukanya pada sat ini sudah berubah jadi pucat pasi
bagaikan mayat, dadanya berombak sedang sepasang
matanya terbelalak lebar-lebar, lama sekali dia
mempertahankan dirinya dan terakhir tak kuasa dari mulutnya
muntahkan darah segar. Pada saat itulah Kiem jie sudah berlari mendatang dia yang
melihat luka Thian Pian siauw cu amat berat segera menangis
tersedu-sedu. "Suhu! suhu . ." Giok jie yang ada dipelukan sigadis cantik
pengangon kambingpun segera meroata coba berlari
kesamping Thian Pian siauw cu, tetapi keburu dicegah oleh
sigadis cantik pengangon kambing.
"Giok jie kau jangan pergi." ujarnya dengan suara yang
amat halus, "luka suhumu tak terlalu berat, cuma hawa
murninya saja yang tsrbuyar karena hatinya lagi jengkel,
asalkan mau beristirahat dulu untuk beberapa hari dia pasti
akan sembuh dengan sendirinya. Kau jangan kesana walaupun
saat ini dia terluka tetapi untuk memukul kau sampai mati
bukanlah satu pekerjaan yang sukar baginya"
Akhirnya Giok jie berhasil dicegah kepergiannya oleh si
gadis cantik pengangon kambing tetapi sudah menangis
tersedu-sedu dengan amat sedihnya.
Saat itu Thian Pian siauw cu pun berusaha meronta untuk
bangun tetapi berhasil dicegah oleh Kiem jie .
"Suhu kau orang tua terluka lebih baik jangan sembarangan
bergerak" Teriaknya. "Untuk sementara baik baiklah kau
beristirahat sehingga hawa murni bisa berkumpul kembali."
Akhirnya Thian Pian siauw cu gelengkan kepala kemudian
dengan paksakan diri bangkit berdiri lalu menghembuskan
napas panjang panjang. Tangannya diangkat dengan perlahan keatas dan digoyang
goyangkan dua kali. Kiem jie yang melihat sikap suhunya amat aneh dia jadi
tercengang . "Suhu kau sudah terluka apa maumu ?"
Air muka Thian Pian siauw cu yang sudah berubah pucat pasi
kini jadi kehijau hijauan, mendengar perkataan itu matanya
lantas melotot lebar- lebar.
"Kiem jie apa kaupun tidak suka mendengarkan perkataan
suhumu" kau juga sudah tidak mau nyawamu lagi?"
Kiem jie tidak dapat berbuat apa apa terpaksa dia
goyangkan dua kali panji hitam itu.
Terdengarlah suara pekikan burung rajawali, kawanan burung
elang yang tidak sampai terluka dan pada tersebar kini mulai
mengumpul kembali. Bukan begitu saja bahkan kawanan elang yang terluka dan
tersembunyi diantara rerumput atau liangpun pada berjalan
keluar dan berlari mendekati diri Thian Pian siauw cu.
Ketiga ekor burung elang yang terikat dan ada di tangan Lie
Siauw Ie pun meronta sekencang-kencangnya.
Thian Pian siauw cu sungguh tidak malu disebut sebagai
seorang ahli didalam binatang, ternyata burung burung itu
berhasil dia latin sehingga begitu terlukapun asalkan melihat
tandanya lantas pada berkumpul mendatangi.
Kepandaian dan mujijat dari Thian Pian siauw cu ini
seketika itu juga membuat suasana di puncak pertama gunung
Cing Shia jadi sunyi senyap, sampai Liem Tou sendiripun,
dengan termangu mangu memandang dirinya, dia ingin
melihat apa yang hendak dikerjakan olehnya terhadap
kawanan burung elang tersebut.
Jelas pada saat ini Thian Pian siauw cu dibuat terharu oleh
kesetiaan burung burung elangnya. lama sekali dia berdiri
termangu-mangu ditempat sedang dari kelopak matanya tiada
hentinya menetes keluar titik titik air mata.
Menangisnya Thian Pian siauw cu boleh dikata merupakan
satu peristiwa yang amat besar didalam dunia persilatan.
Tiba tiba, dengan sedihnya Thian Pian siauw-cu
membentak. "Laaaa Kaaa Caaa... , Cau CiO Koook Cii Soou , , , Hu Loo Heei
haaa hiii ..." Semua orang yang mendengar suara itu pada melengak dan
dibuat tercengang semuanya tetapi kawanan burung elang
yang ada disana sesudah mendengar suara tersebut mulai jadi
gaduh. Si gadis cantik pengangon Kambing yang mendengar suara
itupun dibuat melongo-longo, buru buru dia bertanya kepada
Giok-jie. "Giok jie, apa yang dikatakan oleh suhumu?"
Giok jie yang semula memang lagi menangis kini telah
mendengar suara aneh dari Thian Pian siauwcu itu menangis
semakin keras lagi. Dengan gugup si gadis cantik pengangon kambing segera
menasehati dan menghibur dirinya. setelab lewat beberapa
saat lamanya baru dia berhenti menangis,
Suhu bilang "Kalian sudah ikut aku Ke-Hong selama
beberapa puluh tahun lamanya, kini aku ke Hong menemui
kekalahan ditangan orang lain apalagi melukai diri kalian aku
benar benar merasa amat berdosa. sekarang aku mau pulang
dan tak dapat mengobati dirimu lagi, kalian boleh pergi bebas
! menanti setelah luka kalian bisa disembuhkan terbanglah
kembali ke gunung asalmu !"
Thian Pian Siauwcu, yang melihat kawanan burung itu
berpekik dan hiruk pikuk tiada hentinya air mukunya segera
berubah membesi. "Kooook Laaa hiii , . ! Huuu Haaaa Suuu Hii !!" bentaknya.
Dia bilang : "Bosan, kalian cepat pergi !' ujar Giok jie
menjelaskan. Kawaran burung elang yang kena dimaki terpaksa pada
bubaran dan mencari keselamatannya sendiri-sendiri.
Setelah dilihatnya kawanan burung elang itu sudah pada
bubaran Thian Phian siauw-cu baru menggapai kearah ketiga
ekor burung elang raksasanya.
Setelah burung itu mendekat Thian Piaa siauw cu serta Kiem
jie masing masing menungcang seekor burung dan menoleh
sekejap kearsh Giok-jie. "Suuhuu . !" Teriak Giok-jie dengan sedihnya.
"Hmm! Aku sudah tidak maui murid seperti kau, kapan saja
bilamana aku bertemu kembali dengan dirimu saat itulah
waktu kematian bagimu !" ancam Thian Pian siauw-cu sambil
mendengus dingin. Setelah itu kepada Liem Tou dengan bencinya dia
menambahkan: "Liem Tou! Dengan sakit hati ini lain kali pasti akan aku
balas!" "Ke Siauw cu! Tiga tahun kemudian aku bisa datang mencari
dirimu tetapi bilamana didalam tiga tahun ini aku mendengar
kau melakukan perjalanan di Bu-lim.,, heee heee,,. jangan
dikata diujung langit sekalipun diluar angkasa aku Liem Tou
bisa pergi mencari dirimu untuk bikin perhitungan !"
Thian Pian siauw cu tertawa serak dengan sedikit
goyangkan tangan ketiga ekor burung burung elang itupun
lantas terbang keangkasa diikuti oleh kawanan burung elang
yang tidak terluka dari belakangnya.
Setelah Thian Pian Siauw cu pergi dari sana, dengan
sedihnya Liem Tou segera menghela napas panjang. Tetapi
sebentar kemudian dia teringat kembali akan diri Thiat Bok
Thaysu serta sipenjahat naga merah.
"Hmm ! Kedua orang bajingan tua ini jauh lebih buas sepuluh
kali lipat jika dibandingkan dengan Thian Pian Siauw cu, aku
harus basmi dirinya sehingga di Bu lim pun kekurangan dua
orang pentolan penjahat lagi."
Karenanya tanpa banyak berbicara lagi dia lantas
menggapai kearah Tniat Bok Thay su serta sipenjahat naga
merah. "Mari - - - mari - - mari - - ! Bukankah kalian lagi mencari aku
Liem Tou untuk bikin perbitungan " Aku tidak mau banyak
cakap lagi, kalian mau berkelahi satu demi satu ataukah dua
orang maju berbareng ?"
Si penjahat naga merah maupun Thiat Bok Thaysu yang
mendengar perkataan tersebut pada merasa jeri.
Liem Tou pukul rubuh Thian Pian siauw-cu dengan
mengandalkan tenaga Iweekangnya yang amat linay apalagi
dengan menggunakan jarum pohon siong menghancurkan
kawanan burung elang hal ini membuktikan bagaimana
kedahsyatan ilmu silat yang dimiliki olehnya karenanya sudah
tentu baik si penjahat naga merah maupun Thiat Bok Thaysu
merasa nyalinya dibuat pecah oleh kejadian itu.
Seballknya Liem Tou yang didalam hati sudah punya
maksud untuk melenyapkan kedua orang pengacau dunia
kangouw itu melihat mereka berdua rada ketakuran tanpa
banyak cakap lagi segera maju kedepan dengan langkah
lebar, sembari berjalan gumamnya :
"Aku tak dapat meninggalkan kedua orang ini disini. mereka
bardua adalah pengacau Bu~lim yang harus dibasmi !"
"Liem Tou tunggu dulu !" tiba tiba terdengar si penjahat
naga merah membentak keras. "Coba kau dengarkaa dulu !
Baru saja kau bergebrak dengan Thian Phian siauw cu.
walaupua behasil menangkan pertempuran ini tetapi
tenagamu sudah berkurang, kami tidak ingin menggunakan
cara roda berputar untuk gencet dirimu, aku lihat lebih baik
lain kali saja kita baru bertempur !"
Liem Tou yang mendengar perkataan tersebut segera
mengetahui kalau mereka berdua sudah merasa jeri tapi malu
untuk mengutarakannya keluar, tak kuasa lagi dia sudah
tertawa terbahak bahak dengan kerasnya.
"Haaa . . . haaa . . . Hey penjahat naga merah, bajingan tua
Thiat bok lebih baik jangan gunakan cara seperti ini" serunya
dengan wajab berubah adem. 'Perduli kalian mau bergebrak
atau bakal melepaskan ilmu silat kalian yang kejam itu,
terutama bajingan tua Thiat Bok !"
Sembari berkata tubuhnya sudah menerjang kehadapan
sipenjahat naga merah serta Thiat Bok Thaysu.
Thiat Bok Thaysu dengan sepasang mata yang sudah berubah
menghijau dengan tajamnya memperhatikan terus diri Liem
Tou, mendadak bentaknya keras :
"Cie Liong sutit, cepat lari !"
Bersamaan waktunya sepasang cengkeramannya dilancarkan
kedepan, tampaklah sepuluh gulung hawa hitam dengan
cepatnya meluncur kedepan.
Liem Tcu dengan tergesa gesa kebutkan tangannya kedepan,
segulung angin pukulan yang dahsyat segera menyambar
kedepan memunahkan datangnya angin serangan berwarna
hitam ini. Si penjahat naga merah yang secara tiba-tiba mendengar


Raja Silat Lahirnya Dedengkot Silat Karya Chin Hung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Thiat Bok Thaysu suruh dia pergi semula rada tertegun
dibuatnya, dan didalam sekejap mata itu pula Thiat Bok
Thaysu sudah turun tangan.
Dia tahu Thiat Bok Thaysu yang memiliki kepandaian silat
amat tinggipun masih merasa rada takut terhadap Liem Tou,
dia tahu sekalipun dirinya ada disana juga sama sekali tak
berguna. "Susiok, sutit turut perintah !" teriaknya kemudian.
Dia lantas putar tubuh dan meloncat sejauh dua kaki.
Empat orang Tocsu dari Bu tong sewaktu melihat
sipenjahat naga merah itu hendak melarikan diri segera
berteriak keras dan pada mengurung kedepan menghalangi
jalan perginya. "Siapa yang berani menghalangi aku, mati, yang tahu diri
cepat singkirkan diri kesamping" bentaknya keras.
Tangannya dengan cepat berputar mencabut keluar
cambuk naga merahnya lalu dengan menggunakan jurus 'Tok
Coa Jui Tong" atau ular berbisa keluar dari gua serta jurus
"Ban Liong Yu Sin' atau naga perkasa berputar badan. Satu
menyerang yang satu berjaga sehingga kelihatan sangat
dahsyat sekali. Waktu itu ada seorang Toosu yang sama sekali tidak
menduga datangnya sambaran cambuk yang amat dahsyat
dari sipenjahat naga merah berkumandang keluar, terdengar
suara jeritan ngeri yang menyayatkan hati berkumandang
keluar sepasang matanya sudah kena ditembusi sehingga
darah segar memancar keluar dengan amat derasnya.
Para Toosu Bu tong pay yang melihat serangan mereka
tidak mempunyai hasil malah sebaliknya terluka, dengan
gusarnya segera membentak keras kemudian bersama-sama
menerjang kedepan. Pedang panjang mereka dengan menggunakan gerak
menusuk, membabat, membacok, menorok menerjarg
kedepan, hawa pedang memeruhi angkasa diselingi suara
teriakan serta bentakan yang memekikkan telinga. suasana
benar benar sangat ramai.
Tetapi si penjahat naga merah yang sudah mempunyai
psngalaman didalam menghadapi musuh musuhnya yang
sama sekali tak terpengaruh oleh teriakan teriakan tersebut.
Saat ini dia tak ingin bergebrak lebib lanjut, sambil
mendengus dingin tubuhnya yang besar dan gemuk itu segera
berkelebat ketengah udara dan melayang pergi melalui atas
kepala para Toosu Bu tong pay.
"Kau mau lari kemana !" bentak Ciat Siauw Thaysu itu
ciangbunjien dari Bu tong pay dengan cepat.
Ujung jubahnya segera dikebutkan kedepan melancarkan satu
pukulan yang amat dahsyat sekali.
Siapa tahu justru dengan meminjam tenaga pukulan itulah
tubuh si penjahat naga merah berkelebat semakin menjauh
hal ini membuat Ciat Siauw thaysu jadi berieriak-teriak gusar.
"Heng dan jie Yu cepat halangi dirinya, jangan beri
kesempatan buat dia orang untuk melarikan diri. nyawa dari
Leng Cu Ci dari Bu tong pay tidak dapat lenyap dangan sia sia
ditangannya !" Heng san Jie Yu yang ada disudut Timur tanpa banyak
cakap lagi segera meloncat keluar dari sisi sebelah kanan lalu
bersama-sama mendorongkan telapak tangannya melancarkan
satu pukulan dahsyat yang mematikan.
Si penjahat naga merah sudah tentu tak merasa takut
terhadap mereka berdua. melihat datangnya pukulan dari
mereka berdua dia lantas salurkan tenaga murninya siap-siap
menghajar kedua orang itu.
Mendadak , .. Suara teriakan ngeri yang meyayatkan hati bergema datang
dari diri Thiat Bok Thaysu dia jadi sangat terperanjat dan
cepat cepat menoleh kebelakang.
Tampaklah bayangan tubuh yang kurus dan hitam dari
Thiat Bok Thaysu dengan cepatnya berlari mendatang
kearahnya, kesepuluh jarinya masih meneteskan darah segar.
"Susiok !" teriak sipenjahat naga merah dengan keras.
Pada saat itulah angin pukulan yang keras dan Heng san
Jie Yu sudah menyambar datang dan menusuk wajahnya
dengan terburu buru sipenjahat naga merah balas
melancarkan satu pukulan kedepan.
Pukulan yang dilancarkan tanpa pemusatan mana mungkin
mendatangkan tenaga yang penuh" Tubuhnya seketika itu
juga terpukul mundur sejauh empat langkah dengan
sempoyongan. Pada waktu itulah si Thiat Bok Thaysu sudah menubruk
datang, wajahnya yang berwarna hitam pekat sudah berubah
jadi keabu-abuan. "Aaa - - aaku - - aku sudah cscad" serunya dengan suara
gemetar. Si penjahat naga merah segera memperhatikan dirinya
lebih teliti lagi terlihatlah kesepuluh jari Thiat Bok Thaysu
sudah pada putus semua. Tidak ragu-ragu lagi ilmu jari Hek
Khie Ci Kang yang paling diandalkan olehnya sudah
dipunahkan oleh Liem Tou.
Melihat hal itu sudah tentu sipenjahat naga merah tak
berani bertempur lebih lanjut dengan gemasnya dia melototi
sekejap diri Heng San Jie Yu lalu sambil menarik ujung baju
Thiat Bok Thaysu bagaikan tiupan angin berlalu cepat-cepat
lari turun dari puncak. Pada saat itulah terdengar suara bunyian Sie poa yang
dipukul pulang pergi disusul munculnya tiga orang diatas
puncak bukit tersebut sembari bernyanyi nyanyi:
"Membaca buku selaksa jilid, melakukan perjalanan selaksa li.
Sebuah sie poa menghitung selaksa peristiwa."
Tampaklah munculnya sisiucay buntung, si pengemis
pemabok serta Thiat Sie sianseng disana.
Si penjahat naga merah yang melihat ditempat itu sudah
kcdatangan lagi tiga orang musuh lamannya bagaikan seekor
kerbau giia dengan gusarnya segera berteriak keras:
"Bagus sekali kedatanganmu !"
Cambuknya bagaikan kalap menubruk kedepan, melihat
kehebatan tersebut didalam hati sisiucay buntung, sipengemis
pemabok serta Thiat Sie sianseng tahu bilamana mereka harus
satu melawan satu pasti bukanlah tandingan dari sipenjahat
naga meiah, karena mereka bertiga lantas bersama-sama
tertawa terbahak bahak, kipas, sie poa serta tongkat Tah
Kauw Pang bersama-sama menyambar ke depan menghalangi
perjalanannya. Ssketika itu juga cambuk naga merah kipas, sie poa serta
tongkat Tah Kauw Pang bertemu menjadi satu.
Si siucay buntung, si pengemis pemabok serta Thiat Sie
sianseng hanya merasakan telapak tangannya menjadi sakit
dan amat linu sebaliknya si penjahat naga merah sendiri
terpukul mundur satu langkah kebelakang sepasang matanya
melotot lebar lebar. Pada saat itulah Heng san Jie Yu mendadak muncul
dibelakang tubuhnya. "Hantam !" teriak mereka dengan keras.
Walaupun kesepuluh jari tangan Thiat Bok thaysu sudah
dipunahkan oleh Liem Tou tetapi kepandaian silat maupun
lweekangnya tidak sampai ikut punah, dan bagaimana pun
kepandaiannya jauh lebih tinggi dari pada si penjahat naga
merah, mendengar suara bentakan tersebut bagaikan kilat
cepatnya dia sudah meloncat kesamping.
Tetapi si penjahat naga merah rada terlambat satu tindak .
. . "Braak . , ,!" dengan amat dahsyatnya dia sudah kena
dihantam hawa pukulan yang amat dahsyat dari Heng san Jie
Yu kemudian diiringi suara teriakan kesakitan yang amat keras
tubuhnya rubuh keatas tanah.
Si pengemis pemabok yang berada paling dekat dengan dia
orang dengan cepat hantamkan toya Tah Kaw Pang keatas
tubuhnya. "Anjing tua. kembalikan dendam satu pukulan semasih ada
digunung Wu san !" bentaknya keras,
Dengan menggunakan jurus 'Thay san Ya Ting' atau
gunung thay san menekan bumi dia hantam tubuhnya Si
penjahat naga merah segera mendengus berat, tubuhnya
kelejetan sebentar kemudian menghembuskan napas panjangpanjang
"Ouww , , mati aku !" serunya tersengkal sengkal.
Pinggangnya menarik kebelakang kakinya lurus kedepan
napasnya seketika berhenti !
Pada waktu itulah dari atas gunung ditempat kejauhan
secara samar samar terdengar suara teriakan yang amat
menyeramkan. 'Cie Liong sutit . , Cie Liong sutit. ,"
Tetapi si penjahat naga merah sudah mati, siapa yang mau
menyahut " siapa yang bisa menyahut " suasana yang amat
sunyi disekeliling puncak itu seketika itu juga diramaikan oleh
suara teriakan serta suara pantulan
tersebut membuat separuh puncak gunung Cing Shia
seketika itu juga dipenuhi suara panggilan Cie Liong sutit.
Lewat beberapa saat kemudian suara teriakan tersebut baru
berhenti, tampaklah sesosok bayangan hitam dengan amat
cepatnya meluncur kebawah puncak.
Semua orang dapat melihat kalau bayangan tersebut bukan
lain adalah Thiat Bok Tbaysu yang sudah pergi kini balik
kembali. Sewaktu dilihatnya si penjahat naga merah sudah msnemui
ajalnya dia lantas memperdengarkan suara jeritan setan yang
amat mengerikan sekali. Sebentar kemudian tubuhnya sudah meloncat bangun lagi lalu
menubruk kearah Liem Tou yang berdiri termangu mangu
diatas Puncak gunung. "Kembalikan nyawa keponakan muridku, kembalikan nyawa
keponakan muridku!" jeritnya dengan suara yang keras.
Kini kesepuluh jari tangannya sudah putus bilamana dia
ngotot melancarkan serangan juga maka darah yang mengalir
didalam tubuhnya akan ikut mancur kedepan dengan demikian
bukan saja pukulan itu sia-sia belaka ada kemungkinan
darahnya akan memancur deras dan akhirnya mengancam
keselamatannya. "Bajingan tua Thiat Bok! aku sudah membuka satu jalan
kehidupan untukmu apa kau merasa tidak cukup " bilamana
aku harus menghitung pula dengan kematian dari sucouwku
"Auw Hay Siang hiap" Hay Cong maka kau tidak ada hak
untuk hidup ayoh cepat pergi !"
Thiat Bok Thaysu saat ini sudah hilang kesadarannya gerak
geriknya lebih mirip dengan seorang gila, dia orang mana mau
mendengarkan nasehat dari Liem Tou tunuhnya dengan cepat
berputar dengan menggunakan gerakan 'Oei Li Kuk' menubruk
kearah Liem Tou. Dengan gesitnya Liem Tou segera menyingkir beberapa
depa kesamping untuk menghindarkan diri dari serangannya
itu. "Bajingan tua Thiat Bok!" bentaknya keras.
"Aku lihat lebih baik kau orang suka mendengarkan nasehatku
saja!" Dengan seramnya Thiat Bok Thaysu bersuit panjang
serangannya semakin gencar lagi meneter diri sang pemuda.
Lama kelamaan Liem Tou jadi gusar juga melihat sikapnya
yang tidak mau tahu itu, pikirnya:
"Aku tidak mau bunuh dirinya hal ini dikarenakan aku tidak
ingin terlibat didalam soal pembunuhan maksudku Cuma
memunahkan ilmu jari beracunnya lalu lepaskan jalan
kehidupan buat dirinya adalah satu maksud yang baik kenapa
dia orang begitu tidak tahu diri dan sengaja mau mencari
mati" Baiklah, biarlah aku kabulkan permintaannya,
bagaimanapun manusia semacam ini tiada berguna untuk
tetap tinggal di dunia lebih lama."
Setelah mengambil keputusan, napsu untuk membunuh
semakin meliputi wajah sang pemuda.
"Bajingan tua Thiat Bok!" serunya kemudian dengan dingin,
"Sebenarnya aku Liem Tou punya maksud untuk melepaskan
satu jalan kehidupan buat dirimu tetapi bilamana kau tidak
mau juga jangan salahkan aku turun tangan kejam
kepadamu!" Thiat Bok Thaysu yang dikarenakan ilmu jari Hek Khie Ci Kang
yang dilatihnya selama tiga puluh tahun berhasil dipunahkan
oleh Liem Tou ditambah pula melihat si penjahat naga merah
menemui ajal dibawah kerubutan Tionggoan Sam Koay serta
Heng San Jie Yu hatinya benar-benar tertusuk dan kena
rangsangan sehingga kepingin sekali dia menubruk diri Liem
Tou. Kini mendengar perkataan tersebut bukannya menjadi
takut sebaliknya malah menubruk semakin ganas lagi
memaksa Liem Tou kembali harus berteriak keras.
"Baiklah, aku akan kabulkan permintaanmu itu."
Sehabis berkata mendadak tubuhnya maju satu langkah
kedepan, telapak tangannya dengan perlahan didorong
kesamping siap-siap melancarkan satu pukulan yang
mematikan. Tetapi bersamaan waktunya pula terdengar suara pekikan
burung rajawali berkumandang.
"Hey Liem Tou! terdengar Thiat sie sian seng berteriak
secara mendadak. 'Waktu ajalnya masih belum tiba, Ke siauw
cu datang kembali !"
Angin pukulan ypng hendak dihantamkan ketubuhnya dengan
cepat ditarik kembali, ketika dia dongakkan kepalanya keatas
tampaklah Thian Pian siauw cu dengan menunggang seekor
burung rajawali dan melayang pula rajawali lain tak
berpenumpang. Dia meiayang berputar satu kali diatas puncak itu kemudian
ayunkan sebuah benda kearah Liem Tou.
Dengan terburu buru Liem Tou mundur satu langkah
kebelakang, tangannya dengan cepat menyambar menerima
benda itu yang bukan lain adalah separuh bagian mutiara
yang diberikan Liem Tcu kepadanya.
Liem Tou yang menerima sambitan mutiara tersebut rada
tertegun dibuatnya. "Liem Tou !" terdengar Thian Pian siauw cu sudah membuka
mulut berkata: "Sudah tentu kau tahu bukan apa maksudku" Thiat Bok
hweeio aku bawa pergi!"
Liem Tou yang mendengar perkataan tersebut semakin
tertegun lagi dibuatnya, mendadak dia melemparkan kembali
separuh bagian mutiara itu keatas.


Raja Silat Lahirnya Dedengkot Silat Karya Chin Hung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Sebenarnya aku tidck ingin mencabut nyawa bajingan tua
Thiat Bok itu, kau bawalah dia pergi. Ssedang barang ini aku
kembalikan kepadamu ada kenungkinan bisa menolong satu
kali nyawamu, Dikemudian hari bilamana kau buang dengan
demikian saja bukankah terlalu sayang?"
Thian Pian siauw cu menerimanya dltaangan tapi sebentar
kemudian dia sudah tertawa seram.
"Siapa yang mau barangmu yang jelek ini" teriaknya.
Dengan cepat tangannya diayunkan kedepan separuh
bagian mutiara tersebut dengan menimbulkan suara dssiran
yang amat keras segera menyambar kearah Giok-jie yang ada
disamping tubuh si gadis cantik pengangon kembing itu.
"Wan moay, hati-hati!" teriak Liem Tou dengan sangat
terperanjat. Si gadis cantik pengangon kambing yang melihat
munculnya kembali Thian Pian siauw cu disana sejak semula
sudah berjaga jaga akan hal tersebut.
Sejak kecil dia sudah berlatih tenaga dalam, walaupun psda
saat ini tidak bisa menandingi diri Thian Pian siauw cu tetapi
senjata rahasia yang disambitkan oleh Thian Pian siauw cu itu
bertenaga dalam yang cukup dahsyat.
Dengan gesitnya si gadis cantik pengangon kambing
menyambut sambitan tersebut, hatinya benar benar merasa
teramat gemas. 'Enoi Ie !" terisknva mendadak.
"Cepat kau kasih beberapa batang Kioe Cu Gien Ciam
kepadaku sebagai hadiah !"
"Wan moay. sudahlah tidak usah ! biarkanlah dia orang untuk
kali ini" cegah Liem Tou dengan cepat
Pada saat itulah burung elang yang ada di samping Thian
Pian siauw cu sudah menyambar kebawah dan cengkeraman
bajanya itu dengan amat cepat mencengkeram tubuh Thiat
Bok thaysu lalu dibawa terbang ke angkasa.
Kedua ekor burung rajawali itu dengan cepat melayang
jauh meninggalkan permukaan dan semakin lama semakin
menjauh hingga akhirnya lenyap dibalik awan.
Peristiwa yang terjadi digunung Cing shia kini sudah
selesai, Liem Tou pun bisa menghembuskan napas panjang.
Tionggoan sam Koay, Heng san Jie Yu serta Ciat siauw thaysu
sekalian segera pada berdatangan memberi selamat kepada
Liem Tou. teiapi Liem Tou yang ada dipuncak gunung dengan
termangu-mangu memandang keangkasa. wajahnya sama
sekali tak berperasaan. Semua orang jadi merasa keheranan, Cuma Thiat si
sianseng seorang saja yang dengan diam diam
menganggukkan kepalanya, tetapi ada kalanya pula gelengkan
kepalanya berulang kali. Lewat seperminum teh kemudian mendadak Liem Tou
putar badannya dan berjalan menuju kesisi Lie Loojie yang
masih duduk diatas tanah itu dia tetap tak mengucapkan
sepatah katapun. Pertama pertama pemuda itu kerahkan dulu tenaga
dalamnya untuk melancarkan jalan darah didalam dadanya
setelah dirasanya luka tersebut tak terganggu dengan
seriusnya dia mundur tiga langkah kebelakang lalu jatuhkan
diri berlutut diatas tanah.
"Supek!" ujarnya dengan nada kesedihan, "Sutit sudah
berbuat banyak kesalahan banyak melakukan pembunuban
yang sangat berdosa. Supek! harap kau orang tua suka mengijinkan keponakanmu
untuk mengunci telapak tanganku dan bersumpah selamanya
tidak bakal melukai siapapun kemudian aku mau berangkat
menuju kegunung Heng san guna minta maaf kepada siorang
tua berambut putih itu."
Sejak semula Liem Tou sudah merundingkan urusan ini
dengan Lie Loojie, tetapi Lie Siauw Ie beserta sigadis cantik
pengangon kambing sama sekali tidak tahu kini mendengar
perkataan tersebut dalam hati merasa rada diluar dugaan.
"Engkoh Liem, apa kau sudah gila ?" teriak sigadis cantik
pengangon kambing tidak bertahan lagi.
Liem Tou cuma berlutut saja didepan Lie Loojie tanpa
mengucapkan sepatah katapun. dia sama sekali tidak
menggubris perkataan dari dara itu,
"Tia ! jangan sekali lagi kau orang tua gubris dirinya." teriak si
gadis cantik pengangon kambing lagi kepada diri Lie Loojie.
"Seorang lelaki sejati buat apa belajar ilmu silat kalau tidak
digunakan untuk berkelahi" apalagi menolong orang yang
lemah dan menindas yang kuat adalah satu pekerjaan mulia
dan tugas kita sebagai kaum pendekar, dia masih berusia
begitu muda bagaimana dapat mengunci telapak tangannya
untuk mengundurkan diri dari dunia Kang ouw " bukankah hal
itu sama sekali tidak pantas ?"
Beberapa perkataan ini seketika itu juga membuat Liem
Tou jadi merasa semakin menyesal lagi, alisnya dikerutken
rapat rapat, tetapi tak sepatah katapun yang diucapkannya
keluar. "Wan jie tutup mulut, kau mengerti soal apa ?" bentak Lie
Loojie kepada puterinya. Si gadis cantik pengangon kambing segera mencibirkan
bibirnya. "Aku tidak mengerti ya, tidak mengerti, sejak jaman dahulu
ada siapa yang pernah mengunci tangannya sendiri dengan
usia sebesar engkoh Liem" apalagi musuh besarnya sangat
banyak. Tidak mengunci tangan saja keadaannya sudah amat
berbahaya apalagi setelah dia mengunci tangannya bagaimana
kalau musuh musuh tangguhnya pada berdatangan mencari
balas?" Beberapa perkataan yang dikatakan sigadis cantik
pengangon kambing ini pun diucapkan keluar karena merasa
kuatir terhadap keselamatan dari Liem Tou hal ini membuat
Lie Lo jie yang mendengarpun merasa hatinya ikut berdebar
debar. "Sibocah perempuan ini kiranya benar sudah jatuh cinta
kepada Liem Tou. ternyata dia pikirkan terus buat
keselamatannya" demikian plkirnya dihati.
"Suhu !" terdengar Lie Siauw Ie yang selama ini bungkam
pun kini angkat bicara. "aku lihat hati adik Tou pun rada raguragu
harap suhu suka pikirkan tiga kali sebelum bertindak."
Lie Loo-jie segera mengangguk, dia termenung berpikir
sebentar sedang wajahnya memperlibatkan rasa ragu ragu
yang tidak menentu, Waktu itu Tionggoan Sam Koay. Heng san Jie Yu, Thiat
siauw thaysu serta para toosu dari Bu tong pay sudah pada
mengerubung datang suasana jadi sunyi senyap mereka
semua lagi mendengarkan perkataan dari Lie-Loo jie.
Lama tekali Lie loo jie termenung berpikir keras, mendadak
bertanya : "Liem Tou, apakah kau benar benar sudah mengambil
keputusan untuk berbuat begini" perkataan dari Wan-jie tadi
sangat beralasan sekali. kau harus pikir masak masak !"
Sejak memukul rubuh siorang tua berambut putih dari
gunung Heng san, selama ini Liem Tou merasakan dalam
hatinya tidak tenang, kini setelah mendengar perkataan
tersebut dia lantas anggukkan kepalanya berulang kali, air
mata mulai mengucur keluar dengan amat derssnya.
"Keponakanmu Liem Tou mengerti kaiau aku sudah berbuat
salah dan selama beberapa hari ini aku selalu merasakan
hatiku tidak tenang. Sejak semula supek sudah mengetahui
akan urusan ini dan sekarang peristiwa di-atas gunung Cing
sia sudah selesai harap supek suka mengabulkan
permintaanku ini" Dengan perlahan dia lantas menoleh ke-arah Lie Siauw Ie
serta si gadis cantik pengangon kambing.
"Enci Ie, adik Wan ! Bilamana aku tidak berbuat demikian,
tidur maupun makan tak akan tenang !"
Lie Siauw Ie serta si gadis cantik pengangon kambing yang
melihat biji mata Liem Tou memperlihatkan rasa cinta dan
harapannya yang besar tidak kuasa lagi sudah dibuat tergerak
hatinya, mereka berduapun lantas turut meneteskan air mata.
Lie Loo jie yang melihat keadaan dari mereka berdua
hatinya rada tergerak mendadak dia menarik bangun diri Liem
Tou. "Sutit ! Urusan ini lebih baik kita undur-kan beberapa saat
kemudian, aku masih ada beberapa perkataan yang diucapkan
dulu kepadamu," katanya.
Liem Tou jadi melengak dibuatnya. mendadak terasalah Lie
Loo jie yang lukanya sudah sembuh teiah menarik badannya
menjauhi tempat itu lalu membisikkan sesuatu ke telinga sang
pemuda. Orang orang yang berada disebelah sisi cuma bisa melihat
air muka Liem Tou sebentar berubah memerah sebentar lagi
berubah menjadi pucat, sebentar murung, ada kalanya dia
sedikit mengangguk ada kalanya dia gelengkan kepalanya,
hanya didalam sekejapan saja dia telah berubah berpuluh
puluh kali, akhirnya dia mengangguk dan tundukkan
kepalanya. Semua orang tidak mengerti sebenarnya telah terjadi
urusan apa dengan kedua orang itu, dengan mata melotot
mereka pada memandang kearah pemuda tersebut.
Cuma Thiat sie sianseng seorang saja yang wajahnya
diliputi senyuman, dia memandang diri Lie loo-jie lalu
memandang pula Liem Tou. Setelah itu sepasang matanya dialihkan keatas wajah Lie
Siauw Ie serta si gadis cantik pengangon kambing dan
mulutnya memuji tiada hentinya.
Si gadis cantik pengangon kambing yang hatinya masih
polos sama sekali tak pikirkan urusan ini, dia cuma
memandang kearah Lie loo-jie serta Liem Tou tanpa
menunjukkan reaksi. Sebaliknya Lie Siauw Ie yang lebih waspada tak terasa sudah
melirik sekejap ke arah Thiat Sie sianseng.
Thiat Sie sianseng yang melihat Lie Siauw Ie lagi
memandang kearahnya dia lantas menunjukkan muka setan
kepadanya. Lie Siauw Ie segera merasakan hatinya rada jengkel, dengan
gemasnya dia melototi dirinya lalu melengos ke samping.
Thiat Sie sianseng sama sekali tidak jadi tersinggung,
matanya kembali dialihkan keatas wajah sang pemuda.
Mendadak, senyuman yang menghiasi wajahnya lenyap
dengan perlahan lahan, diganti dengan wajah yang serius dan
tegang, gumamnya: 'Terang terangan wajahnya bercahaya dan merupakan waktu
yang amat baik buat dirinya disegala bidang, kenapa
mendadak hawa hitam kembali msnyelimuti wajahnya"'
Waktu itu Lie Loo jie sambil tertawa gembira menggandeng
tangan Liem Tou untuk berjalan mendekat, semua orang
dengan ributnya lantas menanyakan sudah terjadi urusan apa
. . kenapa mereka harus berbisik bisik"
"Saudara saudara kalian tidak usah bertanya lagi, sampai
waktunya kalian bakal tahu dengan sendirinya" seru Lie Loojie
sambil tertawa. Sehabis berkata mendadak dia menuding kearah utara dan
sambungnya lagi: "Tetapi aku boleh beritahu kepada saudara-saudara sekalian
asal-usul dari Liem Tou ada kemungkinan kalian belum
mengetahui jelas, dia adalah putra dari sute-ku si pancingan
sakti, tempo hari karena sute menemui kekalahan di tangan
Ke Hong sejak itu dia berdiam di perkampungan Ie Hee Cung
di gunung Ha Mo san dan jadi guru ilmu sastera disana.
karenanya sejak itu dia sudah menjadi pendaduk
diperkampungan Ie Hee Cung, tidak disangka tahun yang lalu
dia sudah meninggal, sedang Liem Tou pun diusir turun
gunung oleh cungcu tiga tahun kemudian pada bulan Tiong
Ciu adalah waktu baginya untuk kembali ke perkampungan,
sampai waktunya bagaimana kalau kita memberi selamat
kepadanya dengan secawan arak "*.
Semua orang pada berteriak setuju dan berdatangan untuk
memberi selamat kepada Liem Tou.
Diantara mereka cuma Thiat sie sianseng seorang saja yang
tertawa terbahak bahak. "Haaa .... haaa hey si cangkul pualam Lie Sang, kau tak usah
banyak jual mshal, sie poa rongsokan ini sudah bisa tahu apa
yang sedang kau pikirkan pada saat ini, tetapi aku rasa urusan
ini tidak bakal dapat selancar yang kau duga, sampai
waktunya pasti akan terjadi sesuatu . ."
"Thiat Sie, aku selamanya paling percaya kepadamu,
sebenarnya akan terjadi urusan apa ?" tanyanya dengnn
keras. Thiat sie sianseng cuma menjulurkan lidahnya dan gelengkan
kepalanya berulang kali. 'Nasib . nasib ! Rahasia langit tak boleh dibocorkan, tetapi aku
setuju bila Liem Tou mengunci tangannya pada saat ini untuk
menebus dosanya, walaupun didepan mata akan terjadi satu
peristiwa seru tetapi cuma agak terkejut tanpa gangguan
sedikit apapun.' Selesai berkata mendadak dia menoleh kearah Liem Tou
dan teriaknya kembali dengan suara yang keras :
"Liem Tou, kau jangan takut ! Orang budiman tentu akan
dilindungi oleh Thian, asal hati lurus segalanya pasti akan
berhasil. Baiklah ! Biar besok saja ikut minum arak
kegiranganmu. Sekarang kita mohon diri lebih dahulu !"
Selama ini Liem Tou selalu memandang Thiat sie sianseng
seperti dewa dan selama ini pula Thiat sie siangseng sebagai
seorang cianpwee yang benar benar membekas dihatinya.
Setelah mendengar perkataannya tadi dia mengangguk
berulang kali. Kini mendengar dia orang hendak pergi dia segera
merasakan hatinya rada menyesal tidak kuasa lagi dua titik air
mata segera mengucur keluar dengan amat derasnya.
"Tunggu dulu!" teriaknya mendadak.
Dengan cepat dia maju beberapa langkah kaki ke depan
dan berlutut di hadapan Thiat Sie sianseng.
"Budi yang cianpwee berikan kepada Liem Tou benar-benar
membuat aku merasa berterima kasih sekali, kini boanpwee
belum punya suhu, mohon kau orang tua suka menerima
diriku sebagai muridmu!"
Tidak kuasa lagi air mata bercucuran dengan derasnya,
tetapi dengan kejadian inilah seketika itu juga dapat membuat
semua orang yang ada di kalangan jadi melengak dibuatnya.
Lie loojie serta Thiat Sie sianseng sendiripun sama sekali


Raja Silat Lahirnya Dedengkot Silat Karya Chin Hung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tidak menyangka kalau pemuda tersebut telah bertindak
demikian. Seketika itu juga suasana didalam kalangan jadi sunyi tak
kedengaran sedikit suara pun, berpuluh puluh pasang mata
dengan tajamnya mempersilahkan diri Liem Tou.
Sedang Liem Tou sendiri dengan tiada hentinya
menjalankan penghormatan besar.
Setelah termenung beberapa saat lamanya Lie Loojie-lah yang
pertama-tama terbahak-bahak.
"Liem Tou kalau memangnya betul betul berhasrat untuk
angkat kau sebagi gurunya, Thiat Sie! kau terimalah sudah !
bukankah dengan demikian kita bakal jadi satu keluarga!"
Selama ini sie-phoa dari Thiat Sie sianseng amatlah cocok
dan liehay, tetapi walaupun sudah dipukul pulang pergi amat
lama tidak berhasil juga untuk memperoleh jawaban.
Setelah berdiri tertegun beberapa saat lamanya mendadak
diapun tertawa terbahak-bahak,
"Haaaa . , . haaaa . . . muridku kau bangunlah !"
Liem Tou yang mendengar dia orang sudah menyetujui
hatinya jadi amat girang sekali, dengan cepat diapun memberi
hormat kepada siucay buntung serta sipengemis pemabok
setelah itu baru berjalan dengan perlahan menuju ke puncak,
berlutut dan memberi hormat ke atas langit.
"Liem Tou sejak ini mengunci tanganku. kalau tidak mati tidak
akan aku gunakan !" ujarnya kepada semua orang dengan
suara yang amat nyaring. Begitu perkataan tersebut diucapkan keluar mendadak
Thiat Sie sianseng berteriak keras.
"Muridku sumpahmu ini terlalu berat !" sembari berkata air
matanya mulai mengucur keluar dengan amat derasnya.
Melihat kejadian tersebut, semua orarg jadi keheranan
dibuatnya, pada saat itulah dengan secara mendadak dari sisi
puncak berkelebat datang berpuluh-puluh sosok manusia.
"Liem Tou aku mau lihat kau orang hendak lari kemana
lagi" bentaknya dengan keras.
Diikuti munculnya berpuiuh puluh orang dari golongan Kiem
Tien Pay yang pada mengerumun datang. Dengan dipimpin
oleh "Auw-Hay Ong". Ciang Cau serta Auw Hay Ong Bo
mereka bersama sama mengerubut datang.
Dua orang empat bilah telapak tangan bersama-sama
melancarkan serangan dahsyat menghajar Liem Tou yang ada
diatas puncak. Dengan cepat Liem Tou meloncat menyingkir dari tekanan
hawa pukulan tersebut, teriaknya :
"Ciang loocianpwee dan Auw Hay Tie Ong, kedatanganmu
sudah terlambat, maaf aku Liem Tou tak dapat melayani
dirimu lagi karena aku sudah mengunci tanganku dihadapan
umum !" "Liem Tou aku tidak akan perduli kau sudah mengunci
tangan atau tidak, ini hari aku harus lenyapkan kemangkelan
hatiku" seru Ciang Cau sambil membentak dengan suara yang
keras. Sembari berkata telapak tangannya membalik melancarkan
satu pukulan dahsyat yang memekikkan telinga sedang Auw
Hay Ong Bo melancarkan satu pukulan menghantam dari sisi
Liem Tou. Sekali lagi Liem Tou meloncat mundur sejauh dua kaki lebih.
Saat itulah mendadak terdengar si pengemis pemabok
sudah memhentak keras. "Loo ciang, kenapa kau begitu tidak tahu diri " Liem Tou
sudah mengunci tangannya di hadapan umum seharusnya
boleh dikata dia sudah mengundurkan diri dari dunia Kang
ouw tetapi kenapa kau masih juga mau pukul dirinya"
sekalipun kau Loo ciang berhasil memukul mati Liem Tou apa
kau kira wajahmu masih bersinar ?"
Sembari berkata bersama-sama dengan si-pengemis pemabok
si siucay buntung serta Thiat sie sianseng bergerak maju
kedepan. "Liem Tou sudah mengunci tangannya dihadapan umum
dan kita semua adalah saksinya" sahut si pengemis pemabok.
"Siapa saja yang berani melancarkan serangan dengan
menggunakan kesempatan sewaktu dia lagi mengunci
tangannya kami akan turun tangan membantu dirinya."
Kiem Thien Ong, Ciang Cau yang melihat secara mendadak
Tionggoan Sam Koay munculkan dirinya walaupun mengetahui
kalau kepandaian silat mereka sangat tinggi dan tidak dapat
diganggu geraknya tapi bagaimana mungkin mereka merasa
takut kepadanya" Mendengar perkataan tersebut dia lalu mendengus berat,
baru saja hendak menjawab tampaklah Ciat Siauw thaysu
telah munculkan dirinya. "Walaupun pinceng tolol. tapi selamanya tak pernah bicara
bohong," ujarnya sambil merangkap tangannya memberi
hormat. " Liem-Tou kini sudah benar benar tutup tangannya,
bilamana Ciang sicu punya ganjalan sakit hati apa apa
janganlah turun tangan pada saat ini, harap kau orang suka
memegang peraturan Bu lim dan bersabar untuk sementara !"
"Ciang sicu kalau bisa berbuat demikian maka rejeki bakal
banyak diterima olehmu"
Siauw lim pay merupakan suatu partai dari golongan lurus
yang angkat nama bersama-sama dengan Bu-tong-pay, walau
pun pada saat ini namanya tidak begitu cemerlang tetapi
sebagai ciangbunjien dari Siauw Lim pay dengan
kedudukannya yang amat tinggi tidak bisa dipandang begitu
saja. Ditambah lagi hubungan persahabatan antara Siauw Lim
pay, Bu tong pay serta Heng san pay sangat erat sekali,
bilamana mengharuskan satu memusuhi tiga partai peristiwa
ini bukanlah satu persoalan yang mudah untuk diselesaikan.
Auw Hay Ong Bo yang melihat Ciat Siauw Thaysu pun
mengajukan diri untuk membela Liem Tou segera merasakan
urusan tidaklah semudah apa yang dipikirkan, tidak terasa dia
mulai termenung berpikir keras sepasang matanya
dibentangkan lebar memperhatikan diri Tionggoan Sam-koay
serta Ciat Siauw thaysu empat orang, dalam hati mulai
mengambil suatu keputusan.
Kebanyakan urusan akan hancur di tangan perempuan,
Auw Hay Ong Bo yang melihat suaminya tidak mengambil
tindakan apa apa bahkan hatirya mulai merasa ragu ragu
mendadak menghantam toyanya kearah depan dengan sekuat
tenaga, teriaknya: "Eeeeei, dimanakah kegagahanmu tempo hari?"
Tidak perduli segala-galanya lagi, toyanya segera
dihantamkan kedepan mengancam Tionggoan Sam Koay serta
Ciat siauw thaysu empat orang.
"Yang kami cari adalah Liem Tou. Siapa yang suruh kalian
banyak ikut campur dalam urusan ini?" makinya dengan gusar.
"Cepat mundurkan diri kebelakang, kalau tidak Loo-nio akan
segera hancurkan kalian semua."
Tionggoan Sam Koay, serta Ciat siauw thaysu yang berada
dalam keadaan tidak siap sedia mendadak diserang secara
serabutan dalam hati jadi terperanjat dengan cepat mereka
mengundurkan diri tiga langkah ke belakang dan berdiri
tertegun. "Haa, siapa yang suka menghalangi perbuatanmu ?" seru
Thiat sie sianseng secara tiba tiba. 'Terus terang saja aku
memberitahukan kepada kalian; Liem Tou adalah anak
muridku, siapa saja yang berani mengganggu barang seujung
rambutnya pun, aku lihat kalian dari pihak Kiem Tien Pay
apakah masih bisa banyak bacot lagi !'
Auw Hay Ong Bo sudah angkat toyanya keatas, baru saja
perkataan Thiat Sie sianseng selesai diucapkan toyanya segera
dihantamkan kedepan, bersamaan pula tangan kirinya tanpa
membuang waktu sudah melancarkan ilmu jari "Yen Yie Toan
Hun Ci' untuk menghajar tubuh Thiat Sie sian seng.
Thiat Sie sianseng sudah lama berkelana didalam dunia
kang ouw. pengetahuannyapun amat luas, bagaimana
mungkin tidak mengetahui kelihayan dari ilmu tunggal Kiem
Tien Pay ini, tubuhnya segera miring kesamping untuk
menghindar. Tetapi baru saja dia berhasil meloloskan diri dari sambaran
toya tersebut totokan jari mendadak datang.
Sie poa ditangannya bagaikan kilat cepatnya disilangkannya
didepan dada 'Tak" dengan menimbulkan suara yang amat
nyaring totckan jari tangan itu sudah terhajar diatas sie poa
tersebut sehingga terasalah segulung tenaga tekanan
mendorong tubuhnya kebelakang.
Tubuhnya segera tergetar amat keras, dengan cepat dia
meloncat kesemping untuk menghindarkan diri. sedang dalam
hati diam diam pikirnya. "Nenek gila ini sungguh lihay sekali !"
Auw Hay Ong Bo sama sekali tidak mau menggubris
keadaan dihadapan matanya dia tetap mengejar kearah Thiat
Sie sianseng. Siucay buntung serta sipengemis pemabok yang ada
disamping mana suka melepaskan dia dengan begitu saja,
kipas serta toya Tah Kauw Pangnya dengan cepat
dihadangkan ke depan. 'Ong Bo kau jangan marah dulu; apakah urusan ini tak dapat
dirundingkan kembali"'
'Siapa yang suka berunding dengan kalian"' teriak Auw Hay
Ong Bo sambil melototkan matanya lebar lebar, "Puteriku
menemui ajalnya ditangan Liem Tou, apa kalian kira setelah
dia mengunci tangannya lalu urusan bisa dibereskan dengan
begitu saja " Hmm! Urusan didalam dunia ini tiada yang bisa
diselesaikan dengan begitu mudahnya !"
Toya berkepala naganya ssgera diangkat siap siap
dihantamkan kembali kedepan.
Loojie dari Heng San Jie Yu yang sifatnya paling berangasan,
sejak semula sudah merasa tidak puas atas tindakan Auw Hay
Ong Bo yang sama sekali tidak pakai aturan itu, tidak kuasa
lagi mendadak teriaknya keras:
"Saudara saudara dari Bu tong pay, ayoh serbu ! ini hari kita
harus membasmi habis para bajingan dari partai Kiem Tien
pay yang tidak pakai aturan dan merupakan manusia-manusia
kasar ini mari kita hancurkan mereka dan lihat apakah mereka
bisa melakukan perbuatan jahat lagi."
Setelah mendengar suara teriakan tersebut, maka seluruh
kalangan jadi gempar, para toosu dari Bu tong pay benarbenar
mendengar perkataan dan mulai menyebar membentuk
barisan Ngo heng Pek Lo tin dan mengurung rapat-rapat
kesepuluh orang dari partai Kiem Tien Pay.
Orang dari pihak Kiem Ten Pay sendiri pun sama sekali
tidak menyangka kalau orang yang ditemuinya di puncak
pertama gunung Cing shia semuanya pada membela Liem Tou
bahkan situasi berubah dengan demikian cepatnya ditambah
pula beberapa orang pentolannya bukan lain adalah jago-jago
berkepandaian tinggi yang sudah terkenal didalam dunia
kangouw, bilamana sungguh-sungguh bertempur ada
kemungkinan mereka bakal mendapat kerugian yang amat
besar. Orang-orang dari golongan Kiem Tien Pay dengan rasa
amat terperanjat dan rasa tegang pada memandang kearah
tengah kalangan, sedang Auw Hay Ong Bo sendiri pun
mengetahui keadaan yang dihadapinya saat ini sangat tidak
menguntungkan dirinya. Demi keselamatan dari orang-orangnya bagai ayam jago
yang kalah bertanding dengan lemasnya dia turunkan kembali
tongkatnya kebawah, sepasang matanya dengan tidak
hentinya memperlihatkan keadaan disekeliling tempat itu.
Kiem Tien Auw Hay Ong, itu Ciang Cau pun jadi rada
kebingungan menghadapi situasi seperti ini, saat inilah terlihat
olehnya Lie-Loo jie dengan diapit oleh Lie Siauw Ie serta
sigadis cantik pengangon kambing sudah maju kedepan
sambil tertawa gembira. "Loo Ciang, aku lihat didalam urusan ini lebih baik sudahlah"
katanya. "Bilamana pada mulanya puteri kesayanganmu itu
tidak terlalu memaksa Liem Tou dia pun tidak sampai
membinasakan puterimu, apalagi Liem Tou pun tidak terlalu
jelek hubungannya dengan kau orang serta partay Kiem Tien
Pay, coba kau pikirlah. sewaktu pertempuran si luar kota Tang
Yang tempo hari apakah Liem Tou melukai orang orangmu "
waktu itu aku bisa melihat seluruh kejadian itu dengan amat
jelas sekali.' Berbicara sampai disini mendadak dia berhenti dan tidak
dilanjutkan kembali. Auw Hay Ong Ciang Cau, merasa pikirannya menjadi sedikit
terang, dia tahu kepandaian silat yang dimilikinya amat jauh
berbeda dengan kepandaian silat yang dimiliki Liem Tou.
wajahnya tidak terasa menjadi panas, lama sekali dia tidak
mengucapkan sepatah katapun.
"Tia, dimana engkoh Liem ?" tiba tiba terdengar si gadis
cantik pengangon kambing menyela.
Beberapa perkataan itu segera dapat didengar oleh Auw Hay
Ong suami isteri serta Tionggoan Sam Koay. mereka bersama
sama menoleh kebelakang. Tetapi bayangan tubuh dari Liem
Tou sudah lenyap tak berbekas. entah sejak kapan dia telah
meninggalksn tempat itu. Semua orang tanpa terasa lagi pada saling berpandangan
tanpa mengucapkan sepatah katapun, diam diam mereka
merasa amat menyesal. Tetapi pada saat itu pula terdengarlah dari kejauhan
berkumandang datang suara dengusan kerbau.
'Aaah, kerbau dari engkoh Liem !" teriak sigadis cantik
pengangon kambing lagi tak terasa,
Hanya didalaam sekejap saja Liem Tou dengan
menunggang diatas kerbaunya sudah munculkan dirinya
diatas puncak kedua gunung Cing Shia. dari tempat kejauhan
dia menggoyang goyangkan tangannya. Kepada Thiat Sie
sianseng Lie Loo jie, Lie Siauw Ie serta sigadis cantik
pengangon kambing, "Harap kalian suka jaga diri baik-baik, aku pergi dulu."
terdengar suara dari Liem Tou berkumandang datang,
Diikuti suara dengusan kerbaunya yang amat keras. hanya
didalam sekejap saja dia sudah lenyap tak berbekas,
Gunung Heng-san bernama Lam Gak letaknya disebelah
barat Siang Kang yang berhubungan dengan bagian tengah
dari Auw Lam- Ketujuh puluh dua puncaknya berdiri dengan
gagahnya memanjang dari kota Tiang Sah hingga ke kota
Heng Yang.

Raja Silat Lahirnya Dedengkot Silat Karya Chin Hung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pemandangan diatas gunung Heng san amat terkenal dan
sebagai tempat pemandangan ketiga ysng paling indah
diatasnya ada air terjun Pek Liong Than yang memancarkan
airnya dengan amat deras, disamping itu terdapat pula tempat
terkenal seperti Hok Yen Si, Hauw Pauw Sian, perpustakaan
Jip Hauw Su Yuan. Mo Cing Thay, Pan San Ting, kuil Sian Tok
Koan, tebing Si Ci Yen, pintu Lam Thian Boen dan tempat
tempat lain yang indah. Kesemuanya ini hanya pancak Coe Yong-Hong yang paling
curam dan berbahaya, bilamana berdiri diatas puncak tersebut
maka seluruh pemandangan disekeliling tempat itu bisa
kelihatan dengan amat jelas.
Gunung Heng san penuh diliputi oleh hutan belantara yang
amat lebat disamping tebing-tebing yang curam dengan batuTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
batu cadas yang tajam, diatas puncak yang penuh di liputi
dengan rumput putih dengan batu cadas yang tajam
tampaklah sesosok bayangan manusia berjalan kedepan
dengan langkah perlahan disusul dengan seekor kerbau yang
amat kuat, orang itu sudah tentu Liem Tou adanya.
Sejak Liem Tou meninggalkan gunung Cing shia dan keluar
dari daerah Chuan Tiong masuk Siang Hoay, selama didalam
perjalanan tidak pernah membuang waktu lagi, dia terus
melanjutkan perjalanannya ke gunung Heng san.
Dia sudah ada sstu bulan lamanva berada diaras gunung
Heng san dan mrnjajaki kurang lebih dua ratus lie jauhnya di
sekeliling gunung tersebut tetapi bayangan dari orang tua
berambut putih itu msih tidak ketemu.
Selama sebulan ini dia merasa badannya sudah amat lelah,
untung saja diatas gunung Heng san itu banyak terdapat kuil
kuil apalagi ada pula kerbaunya yang bisa ditunggangi, kalau
tidak ada kemungkinan walaupun dia memiliki kepandaian silat
yang amat tinggi juga tidak bakal kuat untuk menahannya.
Saat ini dibawah sorotan sinar rembulan yang remang dia
berjalan mengikuti tebing tebing yang curam. setapak demi
setapak dia maju terus kedepan sedang dalam hati tiada
hentinya menghibur dirinya:
"Luas gunung Heng-sa tidak lebih Cuma dua ratus lie saja
kecuali dia tidak punya maksud untuk bertemu muka dengan
diriku, kalau tidak aku pasti bisa menemukan dirinya."
Sembari berpikir dia maju terus kearah depan.
Tetapi dia sama sekali tidak tahu kalau di belakang
tubuhnya pada sat ini sudah mengikuti terus dua ekor gorilla
yang amat besar sekali seperti manusia. Kelihatannnya kedua
ekor gorilla itu sangat cantik sekali, gerak-geriknya amat
lincah dan membuntuti sang pemuda itu dengan amat berhatihati.
Karena itulah selama ini Liem Tou sama sekali tidak
merasakan akan bahaya tersebut, dia melanjutkan
perjalanannya kedepan. Sedangkan kedua ekor gorilla itupun agaknya tidak
bermaksud untuk mencelakai diri Liem Tou tetapi mereka
mengikuti terus tiada hentinya.
Liem Tou yang pikirannya cuma mengetahui untuk
mendapatkan kakek berambut putih diatas gunung Heng san
sama sekali tidak pernah memikirkan akan hal ini, walaupun
kini Liem Tou sudah mengunci tangannya tetapi terhadap
binatang yang biasa dia masih bisa menghadapinya.
Setelah berjalan kembali beberapa saat lamanya mendadak
dihadapannya muncul sebuah lembah yang tidak begitu
dalam, didalam lembah itu tumbuhlah berbigai bunga serta
dedaunan yang segar dan indah.
Walaupun saat ini Liem Tou masih agak jauh dari lembah
tersebut tetapi bau harum bunga sudah terasa amat menusuk
hidung membuat semangatnya jadi berkobar kembali, sambil
memandang kelembah itu dengan terpesona dalam hati dia
menghela napas tiada hentinya
"Aaah. lembah ini sungguh indah sekali laksana di sorga, aku
Liem Tou bilamana bisa berada disini sekalipun mati juga tak
akan menyesal." Tidak terasa lagi dia sudah berdiri termangu-mangu
memandang lembah tersebut dengan terpesona, sedang sang
kerbau sewaktu dilihatnya didalam lembah itu tersebar
rerumputan demikian segarnya tak terasa mulai mendegus
perlahan. Sewaktu Liem Tou lagi memandaag ke arah lembah dengan
terpesona itulah mendadak tampak serentetan sinar keperak
perakan ber kelebat keluar dari dalam lembah disusul sebuah
benda yang amat panjang menerjang datang.
Liem Tou jadi sangat terperanjat, dia tahu benda itu
pastilah seekor ular yang berwarna keperak perakan dan
sangat berbisa tidak terasa lagi seluruh perhatiannya ssgera di
pusatkan menjaga terjadinya sesuatu.
Lentera Maut 6 Anak Pendekar Mu Ye Liu Xing Seri Thiansan Karya Liang Ie Shen Panji Wulung 8
^