Pencarian

Lentera Maut 6

Lentera Maut (ang Teng Hek Mo) Karya Khu Lung Bagian 6


Setelah habis air kencingnya keluar semua. bocah gelandangan yang botak kepalanya itu mengikat lagi tali celananya yang memang sudah bau. dan dia nyengir kayak kuda kelaparan. maksudnya bersenyum terhadap perempuan gelandangan yang masih mengawasi dengan sinar mata hampa; dan waktu perempuan gelandangan itu melihat si bocah bersenyum. maka dia pun ikut nyengir; jadi kedua duanya sama sama nyengir seperti lagi naksir naksir.
Si bocah gelandangan yang botak kepalanya lalu melangkah mendekati. dan dia menyapa :
"Cici. kau datang cari siapa " atau kau nyasar ditempat yang sepi ini..."
Perempuan gelandangan itu menggelengkan kepala sambil dia menyingkap anak rambutnya yang sedikit terurai dibagian dahi; menyingkap memakai dua ujung jari tangannya sehingga kena dia raba kulit dahinya yang basah dengan keringat bercampur debu dan kena tersapu bagian yang kotor itu mengakibatkan kulit dahi itu berobah kelihatan putih halus.
"Aku justru menetap disini." perempuan gelandangan itu kemudian berkata.
Bocah gelandangan itu tak memperhatikan jawaban yang didengarnya. Perhatiannya lebih banyak dia curahkan pada apa yang dilihatnya yang telah membikin dia jadi sejenak terpesona sebab yakin dibalik muka yang kotor penuh debu berkarat itu tersimpan suatu wajah muka yang cantik putih dan halus kulitnya.
"Cici tinggal disini" ditempat yang menyeramkan ini ?"
"Kenapa menyeramkan ?" balik tanya perempuan gelandangan itu.
"Kau tidak takut nanti ada hantu?"
"Huh! apa itu hantu. Aku kepingin lihat bagaimana macamnya hantu...." sahut perempuan gelandangan itu; ada sedikit lagak manja yang diperlihatkannya.
"Wah! kau benar benar seorang pemberani. Aku senang dengan orang orang pemberani. Aku mau menemani kau tinggal disini"."
Perempuan gelandangan itu tertawa ngikik seperti setan kuntilanak yang kegirangan. setelah itu baru dia berkata: "Bagus kalau kau mau menemani aku; akan tetapi aku tidak mau dengar kau panggil aku cici".
"Baik. aku akan panggil kau nyonya." sahut si bocah gelandangan sehabis sejenak dia diam berpikir.
Perempuan gelandangan itu menggelengkan kepala. Sikapnya kelihatan wajar tidak mengandung kelakar.
"Bagaimana kalau nyonya besar. Toa nay-nay... ?"
"Hm ! tidak bagus..." sahut perempuan gelandangan itu juga sambil dia menggelengkan kepalanya.
Bocah gelandangan yang botak kepalanya itu diam berpikir lagi sambil dia menggaruk garuk kepalanya yang tak ada kutunya; lalu dia teringat bahwa perempuan gelandangan itu masih muda usianya. Memang tidak tepat kaIau dia sebut nyonya sehingga buru buru dia berkata lagi :
"Nona !" seperti berteriak girang si bocah gelandangan itu berkata :
Akan tetapi perempuan gelandangan itu menggelengkan kepalanya; tanpa dia mengucap apa apa.
"Panggil apa dong." seperti putus asa si bocah gelandangan mengeluh ditambah dengan sebelah tangannya yang menggaruk garuk lagi kepalanya yang botak meskipun sebenarnya kepala itu tidak gatal.
"Sumoay !" tiba tiba perempuan gelandangan itu menyarankan.
(sumoay' adik seperguruan; perempuan).
"Sumoay...?" ulang si bocah gelandangan yang botak kepalanya. Dia merasa sangat heran. sebab biasanya kata ganti 'sumoay" hanya pernah dia dengar kalau dia ikut nonton wayang boneka di petak sembilan. eh. dirumah toapekong toa se bio !
Perempuan gelandangan itu manggut dengan muka berseri seri. dan dia berkata lagi.
"Benar. dan aku panggil kau suheng...." ('suheng' yakni kakak seperguruan. laki laki ).
Sejenak si bocah gelandangan yang botak kepalanya terdiam terpesona. dan dia teringat lagi dengan wayang boneka yang pernah dia pernah ikut nonton. sehingga akhirnya dia jadi tertawa. Tawa girang. padahal dalam hati dia berkata :
("aku lupa; dia perempuan sinting..") Dan perempuan gelandangan itu ikut tertawa. Tawa girang bagaikan kuntilanak yang benar benar kegirangan. sebab dia telah menemukan sang suheng ! Setelah keduanya kenyang tertawa maka perempuan gelandangan itu menarik sebelah lengan si bocah gelandangan yang botak kepalanya yang langsung dia ajak memasuki kuil tua yang kosong itu.
'Suheng kau lihat bunga bunga yang aku tanam bagus atau tidak..." perempuan gelandangan itu berkata sambil dia menunjuk kebeberapa sudut ruangan yang banyak dihuni oleh sarang laba laba.
"Hm! sungguh indah bagus untuk dilihat." sahut si bocah yang botak kepalanya. itu seenaknya dia bicara sebab dia merasa perlu membiasakan diri dengan sang sumoay meski pun didalam hati dia berkata.
( akh. dasar orang sinting.."')
"Ini tempat tidurku.." kata lagi perempuan gelandangan itu. waktu mereka memasuki sebuah ruangan dan si bocah botak melihat tempat tidur sang sumoay yakni berupa tumpukan jerami kering yang ditebar seenaknya diatas lantai.
"Bagus kasurnya cukup tebal..." Perempuan gelandangan atau perempuan sinting itu bersenyum. Manis senyumnya sehingga hampir hampir si bocah botak lupa bahwa sang sumoay adalah seorang perempuan sinting !
"Lekas kau sediakan tempat tidurmu..." perempuan sinting itu berkata lagi.
"Dimana aku tidur;..?"
"Terserah dimana kau senang.." sahut perempuan sinting itu tetap menyertai seberkas senyum yang aduhai.
"Disini saja.."
Perempuan sinting itu perlihatkan lagak manja. lagak yang wajar yang bukan dibikin bikin :
"Mummm. suheng tidak boleh tidur sekamar dengan aku.."
"Aku takut kalau tidur sendirian...." sahut si bocah botak. juga wajar suaranya sebab dia memang benar benar penakut.
"Tadi kau katakan senang dengan orang orang pemberani. sekarang kau sendiri yang ketakutan..... !" perempuan sinting itu bersuara menegur. kelihatan marah dan mengangkat tongkatnya seperti hendak memukul.
"Eh. eh ! baik. aku tidur dikamar sebelah !" kata si bocah gelandangan yang tadi ketakutan. lalu dia lari dengan sepasang tangan melindungi bagian kepalanya yang botak takut kena dipukul !
( dasar perempuan sinting - -!) maki si bocah botak didalam hati. selagi dia menyiapkan jerami jerami kering buat tempat dia tidur diruang sebelah.
Waktu sang bulan sudah nongol dan si bocah botak menyalakan api unggun maka perutnya mulai nyanyi minta diisi.
Si bocah botak tidak melihat sang sumoay keluar dari ruang tempat tidurnya; padahal hasrat hatinya si bocah ingin mengajak sang sumoay keluar jalan jalan sambil mencari sisa sisa makanan. sekaligus si bocah hendak membanggakan diri dihadapan kawan kawan. bahwa dia sudah punya teman perempuan alias pacar.
Oleh karena yang ditunggu tunggu tak kunjung keluar; sedangkan perut si bocah tambah keroncongan; maka si bocah melangkahkan kakinya. memasuki ruang tempat sang Sumoay tidur.
Ruang itu memang gelap. akan tetapi ada sedikit sinar yang masuk dari sang bulan dan dari sinar api unggun yang masih menyala.
Samar samar si bocah botak melihat bahwa sang sumoay rebah meringkuk dengan suara menggigil karena menderita penyakit demam.
'Sumoay. kau sakit...' akhirnya si bocah botak berkata. sambil dia melangkah mendekati.
Perempuan sinting itu mengawasi si bocah botak. Dia masih menggigil dan si bocah memang tidak memerlukan jawaban. sebab dia sudah melihat kenyataan.
Setelah berpikir sebentar maka si bocah yang berkata lagi :
'Sumoay. kau jangan pergi pergi. Aku keluar sebentar mencari makanan buat kau....'
Si bocah botak kemudian keluar tanpa dia menunggu jawaban dan perempuan sinting itu tetap mengawasi meskipun hanya bagian punggung si bocah yang masih kelihatan. Ada seberkas sinar keharuan yang sekilas kelihatan pada sinar matanya. setelah itu kembali sinar mata itu menjadi hampa !
Cukup lama si bocah botak pergi meninggalkan perempuan sinting yang sedang menderita penyakit demam itu. dan kepergiannya si bocah botak ternyata tidak sia sia.
Dia datang dengan sebungkus makanan dan sebungkus ramuan obat..
'Sumoay. kau sudah tidur..."' si bocah botak menyapa. selagi perlahan lahan dia memasuki ruangan tempat sang sumoay yang ternyata masih menggigil tak dapat pulas tertidur.
"....sumoay. kau bersabarlah sebentar; aku akan bikin panas makanan buat kau. setelah itu kau makan obat yang akan aku godok."
"Apa itu....?" tanya perempuan sinting itu dengan suara lemah gemetar; sedangkan pandangan matanya samar mengawasi suatu benda yang dipegang oleh si bocah.
'Kaleng kosong buat memasak obat "!" sahut si bocah.
Perempuan sinting itu tersenyum. menganggap sang suheng sedang berlaku jenaka. menggodok obat memakai kaleng kosong yang entah bekas apa !
Si bocah yang botak kepalanya tidak melihat senyum sang sumoay. sebab dia sudah keluar buat panaskan makanan yang dia bawa.
"Nih. makan....!" kata si bocah waktu dia sudah kembali lagi ketempat sang sumoay.
Perempuan sinting itu memaksa diri untuk duduk. dan dia melarang waktu si bocah memegang hendak membantu.
"Ini masakan apa. ?" tanya perempuan sinting itu; waktu dia telah menghadapi makanan yang dibawa oleh si bocah. yang mengeluarkan bau sedap.
"Nasi campur ! Nasi goreng campur nasi putih; ada ikan gurame masak tomat..."
"Mmm. makanan enak. Aduh ! kog banyak tulangnya...!"
"Iyaa. ikannya terlalu gemuk; dagingnya jadi masih ada sisa diantara tulang tulang?"
"Dagingnya dimakan orang orang sinting" perempuan sinting itu bersuara menggerutu. akan tetapi dia makan dengan lahapnya. Lupa mengajak si bocah buat ikut makan.
"Orang orang sinting.." ulang si bocah botak tidak mengerti. dia menambahkan perkataannya :
".. sumoay. aku mau masak obat dulu" dan si bocah yang botak kepalanya itu keluar. membiarkan sang sumoay makan sendirian. sebab untungnya dia sudah makan lebih dulu. sebelum dia membeli obat menghabiskan sisa uang yang ada padanya. hasil dia mengemis sepanjang hari tadi.
Si bocah botak kemudian balik lagi dengan membawa obat yang sudah dia godok. tepat disaat sang sumoay sudah selesai makan; dan si bocah lalu menyerahkan obat itu; sementara dia membereskan bekas bekas sang sumoay makan.
Malam harinya perempuan sinting itu dapat pulas tertidur. akan tetapi dia banyak diganggu oleh mimpi mimpi buruk yang mengakibatkan dia terbangun; bahkan adakalanya dia bersuara seperti orang yang kaget atau ketakutan. akan tetapi tidak sampai didengar oleh si bocah yang botak kepalanya. sebab si bocah terus ngorok bekas siang harinya dia kelelahan.
Esok paginya perempuan sinting itu masih rebah sakit sehingga si bocah botak terpaksa harus keluar sendirian. menyusuri jalan jalan raya mencari sisa sisa makanan sambil dia mengemis uang. sebab dia masih perlu membeli obat buat sang sumoay.
Sampai tiga hari si bocah melakukan tugasnya yang berat itu. akan tetapi dia rela dan tidak mengeluh menolong sang sumoay yang baru dikenalnya.
Banyak kawan kawan si bocah botak yang jadi merasa heran karena melihat si bocah perlu mencari tambahan sisa sisa makanan yang dia bungkus dan bawa. terlebih mereka yang pernah melihat si bocah membeli obat dari hasil uang yang dia peroleh dari mengemis atau meminjam pada kawan kawannya;
"Siapa yang sakit.?" tanya salah seorang temannya yang ikut merasa prihatin; akan tetapi si bocah hanya bersenyum sambil berkata :
"Disuatu saat nanti. kalian akan mengiri kalau melihat temanku itu..." kata si bocah bangga.
"Hayaa ! kau sudah punya pacar tentunya." kata beberapa orang teman si bocah membikin si bocah botak merasa bangga !
Pagi itu angin meniup sepoi sepoi membawa udara sejuk yang segar kedalam halaman kuil tua di bagian belakang.
Perempuan sinting itu sudah sembuh dari derita penyakitnya. Dia merasa segar kena angin pagi yang sejuk dari itu semangatnya bangkit tanpa dia rasa dan dia berlatih ilmu silat tanpa memakai senjata.
Sepasang tangannya bergerak cepat dan lincah juga gerak tubuh dan sepasang kakinya; suara angin pukulannya semakin lama jadi semakin menderu deru berbunyi sedangkan gerak tubuhnya semakin lincah dan gesit sehingga sukar buat seseorang mengikuti pandangan mata.
Disuatu saat perempuan sinting itu menghentikan gerak tubuhnya. Sepasang tangannya tegang merentang bagaikan mengejang sementara perhatiannya dia curahkan pada daun daun diatas pohon yang cukup tinggi dan lebat. Dia sedang mengerahkan tenaganya lalu dia bergerak bagaikan memukul atau mendorong; memukul udara kosong dengan semacam ilmu 'pek kong ciang' atau pukulan udara kosong.
Suara angin pukulannya menderu. daun daun diatas pohon bergerak berbunyi lalu pada berguguran; terbang berhamburan mengikuti arah pukulannya !
Muka perempuan sinting itu kelihatan bersenyum puas; meskipun banyak peluh yang sudah dia keluarkan. Secara samar dia teringat bahwa ilmu pukulan itu dia peroleh dari seorang orang tua kurus bongkok yang aneh kelakuannya.
Kakek bongkok itu dia anggap aneh kelakuannya. sebab kemana saja dia pergi selalu perempuan sinting itu tak lepas dari sikakek yang mengikuti padahal perempuan sinting itu sudah berusaha menghindar. ogah bertemu apalagi bergaul dengan seorang kakek bongkok yang dia jijik melihatnya; dan menganggap si kakek bongkok itu adalah orang sinting !
Akan tetapi kemana pun perempuan sinting itu pergi. selalu dia diikuti oleh kakek bongkok yang aneh dan pada setiap kesempatan bertemu atau berkumpul. perempuan sinting itu dilatih dengan berbagai macam ilmu pukulan dan ilmu melepas senjata rahasia. sampai kira kira ada dua bulan lamanya. si kakek itu lalu menghilang. tanpa pamit dan tanpa mengucap apa apa.
Perempuan sinting itu tak perduli dan memang jadi kehendaknya supaya dia jangan bertemu lagi dengan si kakek bongkok yang dia anggap sinting itu; dan perempuan sinting itu bahkan buru buru pergi jauh jauh tanpa dia menghiraukan bungkusan pakaiannya hilang sehingga untuk seterusnya dia tidak pernah ganti pakaian; bahkan dia tak punya uang buat membeli makanan.
Perempuan sinting itu tak ingat lagi telah berapa lama dia tak mandi. dia benar benar lupa apa arti mandi; akan tetapi dia tak lupa untuk makan; sebab perutnya tak mengenal keadaan. selalu menagih janji dan akan mendatangkan rasa sakit bercampur lemas kalau dia tak makan bahkan akan mengakibatkan dia tak dapat meneruskan perjalanannya. padahal dia perlu jalan dan terus jalan untuk dia mencari seseorang yang tak pernah dapat dia lupakan. Jadi. hanya 'seseorang' itu yang masih sisa didalam pikirannya!
Suatu hal lain yang dia tidak bisa lupakan sebab bisa mendatangkan bencana bagi dia adalah mengenai tongkatnya yang dia bawa-bawa.
Si kakek bongkok yang aneh yang dia anggap sinting. pernah berkata bahwa tongkat yang dia bawa adalah sebatang pedang. sebatang pedang yang banyak orang inginkan untuk memiliki tanpa perduli dengan cara merampas atau mencuri. tak perduli dengan membunuh atau bakal dibunuh !
Ada beberapa kali terjadi. dia dihadang dan diserang orang orang jahat. Dia hampir mati kalau si kakek bongkok tidak selalu mengikuti dan selalu menolong. tepat pada waktunya. Dari itu si kakek lalu berpesan. supaya dia berhati hati. jangan sembarangan perlihatkan pedangnya.
Syukur bagi perempuan sinting itu. bahwa sarung pedangnya kelihatan bagaikan tongkat kayu yang biasa digunakan oleh orang orang yang lumpuh sepasang kakinya. sehingga tidak sembarang orang mengetahul kecuali mereka yang mengetahui tentang kisah pedang yang istimewa itu.
Sementara itu. waktu si bocah botak bangun dan mencari. maka si bocah menemui sang sumoay sedang duduk bersandar pada pohon bekas dia pakai buat melatih tenaga dalamnya tadi.
Si bocah botak melihat bahwa muka sang sumoay sedang cerah. menandakan sang sumoay sudah sembuh dari penyakitnya.
Pakaian yang banyak koyaknya. sudah rapat dijahit oleh perempuan sinting itu. sebab si bocah sudah memerlukan meminjam jarum berikut benangnya pada si A Miauw. temannya; dan si bocah menjadi terpesona waktu dia melihat sang sumoay menjahit. Terpesona sebab cara sang sumoay memegang jarum dan benang itu bagaikan seorang gadis pingitan (cian kin siocia) yang lagi menyulam.
Akan tetapi apa yang dilihat oleh si bocah yang botak kepalanya itu. tidak berani dia memuji dihadapan sang sumoay. sebab dia melihat dengan cara mengintai tanpa diketahui oleh sang sumoay karena sang sumoay harus membuka baju yang dijahit itu. jadi sang sumoay hanya memakai baju dalam sehingga kelihatan bagian bagian tubuh yang.....yang ogah si bocah botak memberitahukan kepada lain orang.
"Suheng kau sudah bangun.....?" tanya perempuan sinting itu. waktu si bocah botak melangkah tambah mendekati.
Si bocah botak manggut sambil dia bersenyum. dan berkata:
"Sumoay; kau sudah baik..?"
Perempuan sinting itu manggut; dan keadaan menjadi hening sejenak; sebab si bocah ikut duduk diam; sampai perempuan sinting itu yang bicara lagi:
"Kau mau ikut aku... ?"
Si bocah yang botak kepalanya jadi merasa girang. Saatnya sudah tiba buat dia membanggakan diri dihadapan kawan kawannya: dari itu dia bersenyum lagi. dan berkata: "Kenapa tidak.....?"
"Aku sudah bosan dikota ini; kita harus pergi ke lain tempat..." perempuan sinting itu berkata lagi sementara sepasang matanya tidak mengawasi si bocah sebaliknya jauh dia memandang hampa.
"Pergi ke lain tempat " jadi kau maksud hendak pergi dan kota ini..?" si bocah yang menanya.
"Kenapa tidak..?" sahut perempuan sinting itu dan ganti dia mengawasi si bocah.
Si bocah yang botak cepat cepat mengulang lagi biasanya menggaruk garuk kepalanya yang tidak gatal; tidak perduli kepalanya sudah botak dan banyak tanda tanda pitak.
"Tetapi kita tidak punya uang buat ongkos..." akhirnya kata si bocah.
"Hi hi hi dasar kau orang sinting. Apakah kalau pergi harus punya uang" apa sekarang kau punya uang " ?"
Sekali lagi bocah menggaruk kepalanya padahal baru saja dia merasa sudah cukup.
"Tetapi. kalau pergi jauh kita kan harus bayar ongkos naik kereta..."
"Hush ! Laki laki tak tahu malu. Kita pergi naik kaki..!"
Pusing kepala si bocah karena dia banyak menggaruk kepalanya. Dia teringat tak boleh mengucap 'takut' termasuk"takut capai'; sebab sang sumoay pasti memaki lagi dengan kata kata 'orang sinting".
"Tapi kita perlu uang; buat membayar hutang waktu membeli obat; dan buat beli jarum menggantikan punya si A Miao ?"
Perempuan sinting itu terdiam. Kata kata 'obat' membikin dia jadi teringat bahwa dia pernah sakit. dan pernah dirawat oleh si bocah.
"Habis bagaimana... ?" tanya perempuan sinting itu.
"Hari ini kita cari uang dulu. kita bayar hutang hutang setelah itu kita baru pergi."
"Cari uang dimana ?" perempuan sinting itu menanya dan mengawasi si botak.
"Kau ikut aku. kau nanti lihat bagaimana caranya aku minta uang. setelah itu kau bantu aku supaya kita cepat dapat banyak."
Perempuan sinting itu menurut maka keduanya lalu meninggalkan kuil tua itu dan memasuki bagian kota Kun beng yang ramai.
Si bocah yang botak kepalanya belum sempat mulai mengemis waktu beberapa orang temannya melihat dia berjalan dengan perempuan muda didekatnya.
"Hay botak; kau punya teman ?" kata yang seorang disamping. disambung dengan yang lain :
"Kenalkan dong dengan kita."
Si bocah kelihatan bingung apalagi waktu dia melihat ada Liok ko diantara kawan kawannya itu. Dan Liok ko ini biasanya galak. sering main pukul dan gemar mengganggu perempuan perempuan muda teman senasib mereka.
"Ini... ini..." kata si bocah botak yang kelihatan gugup sedangkan perempuan sinting itu diam mengawasi tidak mengerti.
"Huh! lagakmu jadi sombong?" kata si Liok ko sambil dia menjamah kepala si bocah. untungnya kepala itu botak sehingga tidak ada rambut yang buat dijambak.
"Kenalkan dia siapa namanya.. !" bentak Liok ko dengan suara geram.
'Dia ; dia..."
"Ha ha ha perempuan sinting mana ada namanya...." tawa seorang lain yang berkata secara menghina.
"Ya. perempuan sinting tanpa nama." berkata yang lain lagi juga menghina. membikin si bocah mendelik sepasang matanya. terhadap yang berkata secara menghina itu. akan tetapi si bocah tidak berdaya bahkan kepalanya yang botak kena ditempeleng oleh Liok ko yang terkenal galak.
Perempuan sinting itu marah; karena melihat kepala si bocah ditempeleng. dia mendekati dan memaki:
"Orang sinting ! kau berikan uangmu." kata perempuan sinting itu yang tak tahu apa apa; dan pikirannya hanya teringat dengan maksud mereka hendak mencari uang.
"Nah ! perempuan ini benar benar sinting !" teriak Liok ko yang jadi tertawa; lalu secara tiba tiba sebelah tangannya bergerak hendak menjamah bagian dada perempuan sinting itu.
Tanpa dapat dilihat kecepatannya sebelah tangan kiri perempuan sinting itu bergerak memegang lengan si Liok ko yang lalu dia putar sampai terdengar bunyi suara tulang yang patah !
Liok ko berteriak seperti babi yang mau dipotong. Tangan kiri memegang tangan kanannya yang patah tulangnya. Dia mundur terbongkok bongkok atau nungging nungging. menahan rasa sakit dengan mulut berteriak-teriak sementara empat orang temannya langsung menyerang perempuan sinting itu akan tetapi secepat itu juga mereka berserakan bergelimpangan di jalan raya. seperti anjing anjing geladak yang kena pentung oleh tongkatnya perempuan sinting itu. termasuk dua orang lagi yang hendak memukul sibocah.
Sejenak si bocah jadi terpesona dengan gerak yang serba cepat dan tangkas dari teman perempuannya itu. kemudian datang rasa takutnya dan dia menarik tangan sang sumoay. yang langsung dibawa lari ke kuil tua tempat mereka mondok.
Sementara itu ditempat kejadian pemukulan tadi segera menjadi ramai. akan tetapi waktu orang orang melihat yang berkelahi adalah sesama orang orang gelandangan yang bahkan mereka anggap orang orang sinting; maka mereka tidak mau ikut memusingkan kepala.
"Sumoay. lain orang kau boleh pukul; akan tetapi si Liok-ko itu...." kata si bocah waktu mereka sudah berada lagi didalam kuil.
"Dia kenapa.... ?" tanya sang sumoay.
"Dia seolah olah merupakan kepala kaum orang-orang gelandangan didalam kota ini. Dia pengemis yang bukan sembarang pengemis. sebab dia adalah anggota Kay pang ?"
"Apa itu Kay pang... ?" tanya lagi perempuan sinting itu. merasa tidak mengerti !
("hayoaa ! Dasar orang sinting.....!" ) seru si bocah. akan tetapi cuma didalam hati sebab dia merasa sia sia memberitahukan sang sumoay tentang orang orang Kay pang dan dia yakin sang sumoay tidak tahu dan tidak mampu berpikir tentang persekutuan kaum pengemis yang kenamaan itu. Akan tetapi. si bocah kemudian jadi teringat dengan sang sumoay yang ternyata pandai ilmu silat.
"Sumoay apakah kau pandai ilmu silat...?"
Perempuan sinting itu tertawa. Tawa gembira. lalu ganti dia menanya :
"Apakah kau mau belajar ilmu silat...?"
"Akh ! Bukan waktunya untuk belajar. Apakah kau bisa lompat tinggi.... ?" tanya Iagi si bocah. agaknya dia teringat lagi dengan cerita wayang boneka; bahwa orang yang pandai ilmu silat dan ilmu meringankan tubuh dengan mudah dapat memasuki rumah rumah orang hartawan.
Perempuan sinting itu lagi lagi tertawa. lalu dia menarik sebelah tangan si bocah; yang dia ajak kebagian belakang kuil dan secara tiba tiba perempuan sinting itu lompat keatas sebuah pohon yang tinggi. meninggalkan si bocah yang dia lepaskan pegangannya tadi.
Si bocah mengawasi terpesona. lalu dia menjadi lebih terpesona waktu secara mendadak dia melihat tubuh sang sumoay melesat ke atas genteng kuil; dan waktu sepasang matanya mengikuti kearah sang sumoay tadi melesat. maka tahu tahu sang sumoay sudah berdiri lagi dihadapannya.
"Hayaaa.." teriak si bocah dengan mengeluarkan lidahnya.
Perempuan sinting itu perlihatkan muka girang. membanggakan kemampuannya dihadapan sang suheng !
"Suheng. bagaimana kau lihat " Apakah kesaktianku bertambah setelah kita lama berpisah..?" demikian dia berkata kepada si bocah yang botak kepalanya.
"Ya. sungguh lihay...!" sahut si bocah memuji. sambil dia mengacungkan dua ibu jarinya; dan si bocah benar benar sangat girang bercampur kagum. sampai dia kurang memperhatikan perkataan yang diucapkan oleh sang sumoay tadi.
"... kau sungguh lihay. tidak susah lagi buat kita mencuri uang. Tidak perlu mengemis karena sering dihina orang. diusir seperti anjing anjing geladak...!" si bocah botak menyambung bicara.
"Mereka adalah orang orang sinting...!" sahut perempuan sinting itu. kelihatan berduka.
"Ya. mereka adalah orang orang sinting sebab mereka suka menghina lain orang.."
"Biar kuhajar mereka.." perempuan sinting itu berkata lagi. perlihatkan muka merah.
"Akh! tidak perlu... !" tukas si bocah yang melarang. merintang sang sumoay yang bergegas hendak pergi; dan dia buru buru menyambung perkataannya:
"...sebaiknya kita atur rencana. nanti malam kita curi uang..."
"Ya. atur rencana..." sahut perempuan sinting itu seenaknya; dan seenaknya juga dia ikut duduk di lantai dekat si bocah yang sudah mendahulukan duduk.
"Aku tahu rumah seorang hartawan yang kikir dan kejam. Tidak pernah kita berhasil kalau mengemis di rumah hartawan itu. tidak perduli waktu patekong naik atau patekong turun..."si bocah mulai menyusun siasat; bicara sambil sepasang tangannya ikut bergerak menerangkan. seperti orang lagi menari sambil duduk.
"Ya. patekong naik atau patekong turun..." kata sang sumoay. juga dengan sebelah tangannya ikut bergerak naik dan bergerak turun; seperti yang dilakukan oleh si bocah botak tadi."Nanti malam aku antar kau kerumah hartawan itu. lalu kau lompat naik keatas genteng. cari kamarnya dan kau curi uangnya."
"Ya; kita curi uangnya buat membayar hutang. Sekarang saja. buat apa mesti tunggu nanti malam.." dan sang sumoay narik sebelah tangan si bocah yang hendak dia ajak pergi.
"Eh; sekarang masih siang. mereka belum tidur.." si bocah membantah.
"Apa salahnya mereka sudah tidur atau mereka belum tidur.... ?"
"Kalau mereka belum tidur; mereka akan mengetahui kedatangan kita....."
"Apakah kau takut dengan orang orang sinting itu... ?" mau ngambek perempuan sinting itu menanya.
"Bukan takut. akan tetapi harus menghindar supaya mereka tidak mengetahui maksud kita. Kalau kita mengambil secara paksa. itu namanya bukan mencuri..."
"Apa dong namanya..."
"Merampok... !"
"Ya. merampok....." ulang sang sumoay sambil sebelah tangannya bergerak seperti merampas sesuatu; menirukan gerak sang suheng atau si bocah yang botak kepalanya.
Si bocah tertawa. Perempuan sinting itu ikut tertawa. akan tetapi buru buru dia berkata :
"Tetapi sekarang perutku lapar ?" dan dia meraba bagian perutnya yang sudah mulai membusung.
Sejenak si bocah menjadi bingung. Tidak berani dia keluar dari kuil tua itu buat mencari sisa sisa makanan. sebab dia yakin si Liok ko sedang persiapkan kawan kawan dan semua kawan itu tentu merupakan anggota Kay pang yang pandai ilmu silat.
"Aku..."
Si bocah tidak sempat meneruskan perkataannya lagi. sebab dari luar sudah menerobos belasan orang orang gelandangan; sambil mereka perdengarkan suara"yang berisik".
"Itu dia kita bunuh saja..." terdengar teriak Liok ko. sambil dia menunjukkan ke arah si bocah berdua.
Benar seperti yang diduga oleh si bocah. bahwa Liok ko mengumpulkan orang orang Kay pang yang semuanya pandai ilmu silat; sebab mereka yang datang ternyata bukan pengemis yang sembarangan pengemis. Mereka bahkan membekal senjata yang biasa digunakan oleh orang orang yang mahir ilmu silat.
Si bocah kaget dan ketakutan. sampai dia merangkak mendekati sang sumoay. dan perempuan sinting itu menjadi marah melihat keadaan si bocah. Dia berteriak nyaring seperti suara kuntilanak melengking. dan tubuhnya melesat mendahulukan menyerang memakai tongkatnya membikin sekaligus dua orang pengemis terpukul mampus. sebab tidak menduga bakal diserang secepat itu.
Lain lain orang orang gelandangan menjadi sangat terkejut semuanya. Mereka tidak melulu terkejut sebab kedua kawannya yang kena dipentung. akan tetapi mereka juga terkejut karena tenaga yang dahsyat dari perempuan sinting itu yang ternyata benar benar memiliki kemampuan yang lihay sehingga mereka saling bertanya didalam hati entah siapa gerangan perempuan sinting itu:
Dipihak perempuan sinting itu; dia sudah siap tempur menghadapi belasan orang orang gelandangan yang sudah mengurung dia. sedangkan si Liok ko yang terkenal galak kelihatan bertambah menjadi garang karena melihat dua kawannya sudah mampus duluan.
Liok ko mencabut goloknya yang dia tempatkan dibagian punggungnya. Golok itu menjadi benda kesayangannya dan yang dia bawa kalau dia menghadapi lawan kuat.
Dengan gerak tipu 'tay sanap teng" atau gunung tay san menindih; maka Liok ko membuka serangan dengan suatu bacokan dengan maksud hendak membelah tubuh lawannya menjadi dua.
Perempuan sinting itu tertawa ngikik seperti kuntilanak mencari laki lalu dia miringkan sedikit tubuhnya. membiarkan golok Liok ko lewat disisinya. sementara ujung tongkatnya yang istimewa menghajar dahi pengemis itu mengakibatkan dahi itu pecah dan Liok ko rubuh tengkurap tak bersuara.
Jilid 11 SERENTAK belasan orang orang gelandangan itu pada menyerang; mengepung perempuan sinting yang mereka anggap sedang mengamuk. dan perempuan sinting itu lagi lagi tertawa mengikik. sekarang seperti suara ringkik kuda betina lalu tubuhnya bergerak cepat seperti daun kering ditiup angin badai sedangkan tangannya yang memegang tongkatnya. bergerak kian kemari seperti 'sun go kong memukul langit ketujuh". lalu beberapa detik kemudian dia berdiri diam sebab semua lawannya tidak ada lagi yang menyerang dia. sebab belasan orang orang gelandangan itu sudah pada rebah bergelimpangan tidak bergerak. entah sudah pada mampus atau cuma berlagak mampus. supaya jangan kena dipentung lagi !
Masih ada tiga orang pengemis yang sejak tadi tidak ikut bertempur. Mereka berdiri bagaikan patung mengawasi perempuan sinting itu yang juga jadi mengawasi mereka bertiga.
Salah seorang dari ketiga pengemis itu bernama Lo Teng Sun. adik kandung Lo Peng Bun yang jadi pemimpin Kay pang cabang kota Tung nam.
Lo Teng sun mahir ilmu silatnya. juga kedua temannya yang berdiri disisinya. Mereka tidak menetap didalam kota Kun beng. sebab mereka hanya kebenaran sedang lewat hendak kekota Tung nam. mereka ikut rombongan Liok ko sebab mereka mendengar ada seorang perempuan gelandangan yang masih muda. namun yang katanya memiliki ilmu silat tinggi. Setelah sekarang mereka menyaksikan sendiri. maka ketiganya yakin tak akan sanggup mengalahkan perempuan gelandangan itu sehingga mereka lalu lari terbirit birit waktu perempuan gelandangan itu bergerak seperti hendak menyerang !
Si bocah botak kepalanya merangkak lagi; buat dia mendekati sang sumoay.
"Celaka celaka! keadaan menjadi semakin keruh" kata si bocah sambil menengadah; mengawasi sang sumoay yang terpaksa harus menunduk buat ikut mengawasi.
"Kau seperti anjing buduk...." kata sang sumoay yang kemudian tertawa mengikik membikin semua bulu bulu si bocah jadi bangun berdiri; seperti duri dari seekor binatang landak.
Sejenak kedua terdiam. Si bocah sekarang terduduk di lantai. Juga perempuan sinting itu ikut duduk seenaknya tanpa dia menghiraukan banyaknya mayat mayat orang orang gelandangan yang bergelimpangan.
"Hayaaa! kita perlu cepat cepat pergi dari kota ini" si bocah bersuara seperti baru tersadar
"Siapa kesudian berdiam lama lama dikota ini... ?" sahut perempuan sinting itu.
Si bocah terdiam lagi tidak mengucap apa apa lalu dia teringat sesuatu dan cepat cepat dia merangkak mendekati mayat mayat orang orang gelandangan yang rebah bergelimpangan dan si bocah merogoh setiap saku para pengemis itu. yang dia ambil isinya; sehingga disaat berikutnya dia berhasil mengumpulkan sejumlah uang ditambah dengan sisa sisa makanan kering yang lalu dia bagikan kepada sang sumoay buat dimakan.
"Sekarang kita tidak perlu mencuri lagi..." kata si bocah. selagi dia mengunyah penganan kering.
"Ya. kita tidak perlu mencuri lagi...:" sahut perempuan sinting itu yang mengulangi perkataan sang suheng; juga sambil dia mengunyah penganan kering.
"Kita sudah punya uang cukup buat kita pergi..." bocah botak berkata lagi.
"Ya. kita sudah punya cukup uang..." sahut perempuan sinting itu tetap sambil dia mengunyah penganan kering.
00:> )'( dwkzOhend ):( 00<>
KOTA HWIE KIANG tidak sebesar dan tidak seramai kota Kun beng akan tetapi di kota Hwie kiang ini terdapat rumah judi "hok-kie' yang banyak dikunjungi orang; baik orang orang setempat maupun para pendatang dari kota lain yang sengaja hendak mengadu nasib.
Rumah judi ini cukup besar dan luas bangunannya. ada lima puluh orang karyawannya; diantara mereka sudah tentu ada yang pandai ilmu silat. ditugaskan buat menjaga keamanan sebab tidak sedikit orang orang yang menjadi nekad kalau kalah berjudi. yang seringkali sengaja membikin keributan.
Hok Tay Kzie adalah nama si pemilik rumah judi itu. Umurnya sudah mendekati lima puluh tahun. akan tetapi tidak beristri sebab katanya dia ogah mempunyai bini sehingga ada yang menuduh dia banci akan tetapi dia tidak perduli sebab yang penting dia hendak mengejar keuntungan memupuk kekayaan. meskipun dalam hal ini dia harus menempuh cara yang tidak halal melakukan berbagai macam kecurangan.
Para pengunjung seringkali menangkap basah; pihak penyelenggara bermain curang akan tetapi mereka tidak berdaya menentang karena banyaknya kauwsu atau tukang pukul dan mereka tidak pula mampu mengadukan kepada pihak alat negara sebab pejabat pemerintah setempat sudah kena didekati oleh Hok Tay Kie.
Orang orang yang merasa sehat pikirannya tentu merasa heran mengapa para pengunjung masih tetap setia berjudi meskipun mereka mengetahui bahwa mereka ditipu. Mereka bahkan tidak segan segan meminjam uang pada pihak penyelenggara padahal mereka tahu bahwa mereka diperas harus membayar bunga pinjaman diatas kemampuan mereka sehingga seringkali mereka kena digebuk setengah mati dan segala miliknya hilang dirampas tidak perduli yang berupa kerbau atau sapi. anak ataupun bini. Jadi. orang orang yang masih tetap datang berjudi itu adalah orang sinting yang akan marah kalau mereka dibilang sinting !
Poei Sie Bok adalah seorang laki laki gagah yang usianya sedikit lebih tua daripada Hok Tay Kie. dan Poei Sie Bok ini juga merupakan penghuni lama dikota Hwie kiang; tapi orang tua ini seringkali melakukan pekerjaan berkelana. meskipun dirumahnya membuka perguruan ilmu silat dengan murid murid yang cukup banyak dari kalangan pemuda setempat.
Dahulu waktu terjadi peristiwa pengganyangan terhadap markas Han bie kauwcu yang merajalela dengan persekutuan Thian tok bun; Poei Sie Bok sempat ikut menjadi salah seorang peserta. sebab secara kebetulan dia sedang berkelana dan bertemu dengan It tin hong Khouw Cie Ya.
Dengan demikian nama Poei Sie Bok dapat digolongkan sebagian orang orang gagah atau pendekar penegak keadilan. akan tetapi herannya dia tidak menghiraukan urusan yang menyangkut dengan rumah perjudian hokkie sehingga secara tidak disengaja dia seolah olah membiarkan murid muridnya ada yang menentang dan ada juga yang bahkan ikut menjadi karyawan dari rumah penjudian itu.
Lauw Kiam Seng adalah murid kesayargan Poei Sie Bok. Umurnya masih muda. baru dua puluh satu tahun. akan tetapi Lauw Kiam Seng satu satunya murid yang sudah menguasai semua ilmu sang guru. sebab dia rajin belajar sejak dia masih kecil bahkan dia sudah dianggap seperti anak. sebab pemuda itu memang merupakan anak yatim.
Pada suatu hari dirumah Poei Sie Bok kedatangan dua orang tamu laki laki yang seorang berpakaian sederhana dari bahan kain katun. tubuhnya agak kurus akan tetapi lincah; umurnya kira kira sudah empat puluh tahun atau lebih sedikit dan yang seorang lagi lebih muda usianya. agak gemuk dan membekal pedang yang digantung dibagian pinggangnya. Kedua tamu itu sebenarnya merupakan orang orang kenamaan di kalangan rimba persilatan. yang kurus dan yang lebih tua usianya adalah si tukang tahu' Tan Si. sedangkan temannya adalah In tay kiamkhek Suma Eng jago pedang dari kota In tay.
Mereka singgah dirumah Poei Sie Bok secara tergesa gesa. Mereka tidak sempat menginap meskipun Poei Sie Bok memaksa supaya kedua tamunya beristirahat sebab mereka katanya harus cepat cepat menuju kekota Tung nam. menyusul kawan kawan mereka yang berangkat secara terpisah.
Hasrat hati sebenarnya Poei Sie Bok ingin menyertai kepergian kedua sahabatnya itu. akan tetapi pada waktu dia merasa kesehatannya agak terganggu. sehingga dia membiarkan kepergian kedua sahabatnya. sambil dia tidak lupa mengucap terima kasih untuk berita yang dia terima dari kedua sahabatnya itu.
Berita itu mengatakan bahwa dikalangan rimba persilatan sedang merajalela seseorang yang menamakan diri sebagai si biang hantu tertawa (kui mo ong); dan si biang hantu ini katanya khusus memusuhi orang-orang yang pernah ikut mengganyang markas si iblis penyebar maut alias Han bie kauwcu. terbukti dengan sudah tewasnya It tin hong Khouw Cie Ya. bekas piauwsu tua Ma Heng Kong; Kanglam hiap Ong Tiong Kun dan beberapa orang tokoh lainnya.
Didekat tubuh mereka yang tewas sebagai korban pembunuhan gelap itu; selalu ditemukan sebuah lencana bergambar biang hantu yang sedang tertawa; dengan tulisan tiga hurup 'kui mo ong'.
Masih ada satu berita lain yang dibawa oleh kedua sahabatnya Poei Sie Bok itu. yakni tentang pihak pemerintah kerajaan Beng sedang berusaha menangkap semua orang orang yang pernah mendukung gerakan Thio Su Seng almarhum; berikut semua anak keluarga mereka dan untuk maksud ini pihak pemerintah kerajaan Beng telah membentuk suatu regu penyelidik yang mereka namakan tiga belas malaikat maut atau Tay lwee sip sam-ciu!
Para pendekar penegak keadilan yang pernah ikut mengganyang markas besar si iblis penyebar maut alias Han bie kauwcu; justru kebanyakan merupakan orang orang yang pernah mendukung gerakan Thio Su Seng. sehingga mereka sedang menghadapi ancaman dari dua pihak musuh; yakni pihak si biang hantu dan pihak Tay lwee sip sam ciu alias tiga belas malaikat maut yang tentunya dibantu sepenuhnya oleh pihak alat negara. di mana saja mereka melakukan tugas mereka !
Meskipun Poei Sie Bok seorang yang gagah perkasa. akan tetapi dia menjadi gelisah waktu menerima berita itu. orang tua ini tidak gentar untuk menghadapi maut; akan tetapi orang tua ini gelisah memikirkan nasib isteri dan seorang anak perempuannya. yang tidak pandai ilmu silat karena memang tidak berbakat dan tidak mempunyai keinginan untuk belajar ilmu silat.
Berkat adanya berita yang dia terima dari kedua temannya. maka Poei Sie Bok lalu memutuskan hendak mengungsikan anak dan isterinya kerumah seorang sanak yang menetap jauh terpisah dari kota Hwie kiang. untuk maksud ini dia mengerahkan duabelas orang muridnya. yang dia minta kesediaannya buat mengawal setelah itu dia memanggil Lauw Kiam Seng. murid kesayangannya.
'Muridku. kau tentu heran melihat aku mengungsikan isteri dan anakku.." demikian Poei Sie Bok mulai bicara dihadapan muridnya. tanpa ada lain orang yang turut hadir dan mendengarkan.
Sang murid duduk diam. perlihatkan sikap yang patuh dan hormat.
"... kau adalah satu satunya muridku yang mempunyai bakat baik. Aku tidak rela meninggalkan kau sebelum aku menyerahkan suatu ilmu yang masih aku rahasiakan.."
"Suhu. apakah suhu juga akan pergi....?" tanya sang murid memutus perkataan gurunya.
Sejenak Poei Sie Bok terdiam seperti berpikir. dia terlepas bicara diwaktu memakai istilah 'meninggalkan' sang murid tadi; dan akhirnya dia merasa sebaiknya dia berterus terang dihadapan murid itu :
'Muridku. kau dengarkan baik baik perkataan gurumu" Poei Sie Bok berhenti bicara. karena dia terbatuk batuk:
".. adalah menjadi suatu kebiasaan di kalangan rimba persilatan. bahwa kalau kau melukai seseorang maka kau akan dilukai juga. atau kalau kau membunuh seseorang. maka kau akan dicari untuk dibunuh juga.." sekali lagi Poei Sie Bok hentikan perkataannya. karena derita penyakit batuk.
"Jadi. ada musuh yang sedang mencari suhu ?" tanya Lauw Kiam Seng; selagi gurunya menunda bicara.
Poei Sie Bok masih terbatuk batuk; akan tetapi dia manggut membenarkan. dan Lauw Kiam Seng yang berkata lagi :
"... dan suhu hendak menghadapi musuh itu. dan suhu hendak tempur?"
"Tentu !" sahut Poei Sie Bok singkat dan gagah sikapnya.
"Aku siap mendampingi dan membantu suhu."
Sang guru menggelengkan kepala melarang dan berkata:
"Justeru ini aku tidak menghendaki. Aku hanya ingin kau benar benar menguasai semua yang aku miliki.."
Lauw Kiam Seng dapat mengerti sikap ksatrya dari gurunya. Seseorang yang berani berbuat harus berani bertanggung jawab. dari itu dia diam tidak mengucap apa apa. sampai kemudian guru itu mengajak dia berIatih. dan sang guru menurunkan sesuatu ilmu yang katanya masih dirahasiakan.
Esok harinya Lauw Kiam Seng berada diantara keramaian orang orang didalam kota Hwie kiang sampai kemudian dia berada didekat tempat perjudian hokkie tepat disaat adanya seorang laki laki tua yang terpental keluar dari pintu tempat perjudian itu disusul kemudian munculnya 6 orang kauwsu atau tukang pukul yang langsung menghajar laki laki tua itu:
'Ampun tayya. ' laki laki tua itu meratap dengan muka dan tubuh penuh luka luka. akan tetapi para kauwsu itu tidak menghiraukan. memukul dan memukul lagi memakai pentungan mereka. sampai laki laki tua itu mampus tanpa ada orang yang berani menolong padahal banyak orang orang yang melihat peristiwa itu.
Lauw Kiam Seng memang pernah dilarang oleh gurunya untuk dia mencampuri urusan ditempat perjudian hokkie akan tetapi peristiwa laki laki tua itu dianiaya sampai mampus; sungguh sungguh tidak dapat membendung semangat untuk dia membela keadilan. Dari itu dia lupa dengan pesan gurunya. dan dia lompat menerkam salah seorang kauwsu yang masih menginjak mayat laki laki tua tadi. dan kauwsu itu kemudian kena kepelan Lauw Kiam Seng sampat dia rubuh terjatuh dengan mulut mengeluarkan darah.
Semua kaudwsu yang lain ikut menjadi marah karena melihat adanya seseorang yang berani mencampuri urusan mereka. sementara Lauw Kiam Seng tidak jadi gentar meskipun para kauwsu itu mengurung dan mengepung dia.
Pemuda itu kemudian dilibat dalam suatu perkelahian. sementara semua orang pada bubar ketakutan; dan Lauw Kiam Seng yang mendadak teringat dengan pesan gurunya; cepat cepat dia mencari kesempatan buat kabur.
Akan tetapi. pihak para kauwsu itu tidak mau membiarkan pemuda itu kabur; mereka langsung mengejar. kemana saja pemuda itu kabur.
Lauw Kiam Seng tidak berani lari pulang kerumah gurunya. dia lari kearah bukit gunung Hie san; dan ditempat yang sunyi ini dia lakukan perlawanan. karena dia marah sebab para kauwsu itu sangat mendesak.
"Kalian sangat keji. kalian telah memaksa aku... !" teriak Lauw Kiam Seng bagaikan dia kemasukan hantu ditengah kepungan lima orang kauwsu yang mengepung.
Pemuda itu mengamuk bagaikan orang sinting. tanpa dia menghiraukan bahwa dia tidak bersenjata; sedangkan pihak kauwsu itu semuanya membawa pentungan dari besi.
Para kauwsu itu mengepung sambil mereka memaki sebab diantara mereka ada yang mengenali Lauw Kiam Seng sebagai muridnya Poei Sie Bok.
Lauw Kiam Seng tambah marah; terlebih waktu dia mendengar nama gurunya ikut kena dimaki oleh para kauwsu itu; dan hal ini mengakibatkan pemuda itu merobah cara berkelahi. melancarkan berbagai pukulan maut karena tak kuasa dia membendung kemarahan.
Pada akhir pertempuran itu; ada tiga orang kauwsu yang rebah tewas; sedangkan yang dua orang lagi kabur terbirit birit dengan langkah kaki pincang. sementara Lauw Kiam Seng berdiri seorang diri. merenung sambil dia mengawasi mayat mayat korban tangannya.
"Aku telah membunuh mereka. sudah pasti suhu akan marah..." dia menggerutu seorang diri. bagaikan seorang sinting. dan sesudah itu dia lari bagaikan orang yang dikejar hantu. lari dan terus lari mendaki gunung Hie san tak berani pulang menemui gurunya tanpa dia menghiraukan hari kemudian menjadi gelap dan dia belum makan sejak siang tadi.
Hujanpun kemudian turun dengan amat lebatnya disertai bunyi suara petir dan kilat yang menyebar memberikan sekedar alat penerang buat Lauw Kiam Seng yang sia sia mencari perlindungan dibawah pohon yang lebat karena air hujan terus menerobos membasahi semua pakaiannya.
Pemuda Lauw Kiam Seng kemudian lari lagi tambah mendaki gunung Hie san; sebab dia teringat adanya suatu bangunan kuil tua yang sudah tak dipakai lagi yang dahulu pernah dia datangi selagi dia masih merupakan seorang bocah yang nakal.
Dia girang waktu kemudian dia melihat kuil tua itu tetap masih berdiri. Keadaannya gelap gulita tetapi kadang kadang ada sinar kilat yang membantu dia buat menemukan letak pintu kuil.
Pemuda Lauw Kiam Seng kemudian memasuki kuil tua. Dia berhati tabah dan tidak percaya adanya hantu didalam dunia ini. Dia hanya bersiaga dari adanya seseorang yang akan menyergap dia. sebab ia merasa bahwa sekarang dia merupakan seorang pelarian yang baru saja melakukan pembunuhan.
Tiba tiba pemuda ini mendengar suara tawa yang mengikik bagaikan ada kuntilanak yang bertemu mangsa laki laki. seperti dalam cerita kakek Lie yang seringkali dia dengar; sebab kakek Lie yang menjadi tetangganya; dan terkenal tukang ngecap di kedai arak si A Kong.


Lentera Maut (ang Teng Hek Mo) Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Akan tetapi. Lauw Kiam Seng tidak percaya adanya kuntianak. seperti dia tidak percaya adanya hantu. hanya suara tawa itu terdengar dan terasa terlalu dekat dari kangzusi.com tempat dia berdiri didalam suatu ruangan kuil tua itu.
Pemuda ini memaksakan pandangan sepasang matanya menerobos kegelapan mengikuti arah suara tawa kuntilanak tadi terdengar. lalu tiba tiba ada sinar kilat yang menyambar tepat selagi kuku kuku runcing dari sepasang tangan sikuntilanak itu hendak mencekik lehernya !
Lauw Kiam Seng berteriak sekeras yang dia mampu lakukan sambil dia bergerak memutar tubuh; lari terbirit birit secepat yang dia mampu lakukan buat dia meninggalkan ruangan kuil tua itu menuju kebagian luar.
Dengan bantuan sinar kilat tadi Lauw Kiam Seng sempat melihat sang kuntilanak yang rambutnya lepas terurai tidak teratur; mukanya nyengir kaya kuda betina yang marah-marah perlihatkan dua baris gigi giginya yang kuning tak pernah dicuci; dan kuntilanak itu masih muda usianya kelihatan tubuhnya yang putih sebab kutilanak itu hanya memakai baju dalam !
Sekali lagi kilat menyambar dan sekali lagi Lauw Kiam Seng sempat melihat adanya setan kecil yang botak kepalanya dan yang menghadang dia dengan sepasang lengan merentang; menghadang tidak memperbolehkan Lauw Kiam Seng lari keluar dari dalam kuil tua itu. Lauw Kiam Seng tambah terkejut. Dibagian belakangnya ada kuntilanak setengah telanjang yang mengejar. di bagian depannya sekarang menghadang setan cilik berkepala botak yang bahkan tubuhnya telanjang sampai kelihatan semua bagian tubuhnya yang ada.
Mau tak mau Lauw Kiam Seng harus berlaku nekad. Dia lompat cukup tinggi dan melesat lewat bagian kepala yang botak milik setan cilik itu dan pemuda ini berhasil lewat lalu cepat cepat dia meninggalkan kuil tua itu tanpa menghiraukan hujan masih turun dengan amat derasnya. sementara didalam hati dia mengucap syukur dengan berkata seorang diri :
'untung setan cilik itu tidak bisa terbang mengejar aku... !'
Dilain pihak. sebenarnya hari sudah lewat magrib waktu perempuan sinting itu memasuki kota Hwie kiang sambil dituntun oleh si bocah gelandangan yang botak kepalanya. Di kota yang cukup besar dan ramai itu siperempuan sinting tidak mau sembarang memilih tempat istirahat padahal katanya dia merasakan perutnya sangat mual entah sakit apa; katanya.
Si bocah yang botak kepalanya terpaksa bertanya tanya kepada sesama orang orang gelandangan tentang kemungkinan adanya sebuah kuil tua didalam kota itu dan mereka mendapat jawaban ada sebuah kuil tua yang letaknya diatas gunung Hie san.
Kemudian menyusuri jalan jalan didalam kota Hwe kiang itu tanpa ada orang orang yang memperhatikan mereka sebab masyarakat sudah terbiasa dengan adanya kaum gelandangan ataupun orang orang sinting; apa lagi di jaman edan seperti waktu itu. banyak orang orang sehat yang mendadak jadi sinting dan banyak orang orang sinting yang mengaku sehat otaknya !
Si bocah yang botak kepalanya mengeluh karena tidak menduga jalan menuju ke kuil tua itu sangat jauh dan mendaki gunung yang tinggi menjulang ke angkasa; akan tetapi perempuan sinting itu memaksa karena katanya hanya mau beristirahat di sebuah kuil tua atau setidaknya disebuah bangunan yang sudah tidak dihuni orang orang sinting
Hujan kemudian turun dengan amat derasnya akan tetapi perempuan sinting itu memaksa untuk terus berjalan; sebab katanya perutnya bertambah mual.
Si bocah yang botak kepalanya sekarang bukan lagi menuntun sang sumoay. sebaliknya sang sumoay yang menuntun dia; bahkan bagaikan menyeret. sebab si botak sudah kehabisan tenaga buat dia mengangkat sepasang kakinya.
Syukur buat si botak. sebab mereka akhirnya berhasil mencapai letak kuil tua itu berada.
Tidak kuat lagi si botak buat melangkahkan kakinya. maka dia terduduk seenaknya tanpa peduli di sudut atau bagian mana dia berada. sementara sang sumoay mencari suatu ruangan terpisah; sempat melarang si botak memasuki ruangan itu. sebab dia hendak membuka bajunya yang basah. untuk dikeringkan.
Si bocah yang botak kepalanya cepat pulas tertidur; karena sangat letihnya keadaannya. dan si botak tidak perduli dia harus tidur telanjang. sebab pakaiannya juga basah. yang dia buka dan gelar dilantai untuk dikeringkan.
Di dalam ruangan yang dipilihnya. perempuan sinting itu juga membuka baju luarnya yang basah. lalu dia rebah beristirahat sambil dia merasakan bagian perutnya yang terasa mual. sampai tiba tiba dia terkejut karena adanya seseorang yang memasuki ruangan tempat dia rebah beristirahat.
Perempuan sinting itu bersuara marah. menduga si bocah membantah larangan tadi: akan tetapi dia ikut menjadi terkejut waktu adanya sinar kilat yang berkilauan; memperhatikan suatu wajah seorang laki laki muda yang dia tidak kenal yang hampir dia cekik mampus.
Perempuan sinting itu kemudian tidak menghiraukan lagi waktu laki laki muda itu kabur ketakutan dan dia kembali merebahkan dirinya sambil meraba bagian perutnya yang kian membusung.
Esok paginya Lauw Kiam Seng sudah cukup jauh terpisah dari letak kuil tua yang ada kuntilanaknya. Kuntilanak nyengir kayak kuda betina ketemu pacar.
Pemuda ini masih tetap berada diatas gunung Hie san akan tetapi dibagian tempat orang orang biasa mencari dan mengambil batu batu gunung buat dijadikan bahan bangunan dan sebagainya.
Lauw Kiam Seng sengaja mendatangi bagian itu sebab dia hendak menemui salah seorang saudara seperguruannya Lie Kim Sui. yang bekerja pada perusahaan pembuat batu nisan.
Pemuda Lie Kim Sui menjadi terkejut. waktu dia sedang mendorong sebuah gerobak kecil yang beroda tunggal buat mengangkut batu; dan mendengar ada suara sang suheng yang memanggil dia.
Lie Kim Sui menunda gerobaknya. dan melihat sang suheng yang berada dibalik sebuah batu besar; menghindar dari penglihatan lain orang.
'Suheng. kau sinting... " kata Lie Kim Sui selekas dia sudah mendekati Lauw Kiam Seng. dan dia menyambung bicara sebelum Lauw Kiam Seng sempat bersuara apa apa.
"...kau sedang dicari oleh orang orang. sebab alat negara hendak menangkap kau yang dituduh menjadi pengacau dan pembunuh sebenarnya apa yang sudah terjadi.. ?"
Lauw Kiam Seng merasa penasaran. akan tetapi dia tidak berdaya; sebab dia tahu pihak alat negara sudah terima uang suap dari pihak rumah judi hok kie'. Kepada adik seperguruannya itu. diceritakannya tentang terjadinya peristiwa kemarin:"... sutee. tolong kau beritahu suhu; aku membunuh mereka sebab mereka sangat sewenang wenang. Aku terpaksa umpatkan diri. dan aku hendak pergi meninggalkan kota maksiat ini."
"Baik. Kau berhati hatilah." sahut Lie Kim Sui yang terpaksa harus cepat-cepat melakukan tugasnya; karena adanya seorang rekannya yang sudah memanggil dia.
Waktu kemudian Lie Kim Sui tiba ditempat dia kerja dengan mengangkut sebuah batu yang besar buat dijadikan batu nisan; maka dia melihat majikannya sedang bicara dengan dua orang tamu yang agaknya hendak memesan sebuah batu nisan.
". jie wie tay ya hendak memilih batu yang mana buat dia jadikan batu nisan pesanan jie wie ?" terdengar antara lain kata si majikan sambil mempersilahkan kedua tamunya memilih.
Kedua tamu itu perlihatkan lagak sombong mengawasi ke berbagai sudut tempat batu batu yang belum atau yang sedang disiapkan untuk dijadikan batu nisan; lalu kedua tamu itu mengawasi pemuda Lie Kim Sui yang masih memegang gerobak berisi batu.
"Yang itu saja..." kata salah seorang dari kedua tamu itu sambil dia menunjuk memakai alat pentungan dari besi yang khas dari orang orang yang bertugas di rumah judi 'hok kie".
Majikan pengusaha batu nisan itu menjadi girang. Dia senang melihat Lie Kim Sui. salah seorang petugasnya memperoleh batu yang bakal cepat menjadi duit.
"Baik. silahkan jie wie berikan contoh yang perlu ditulis pada batu nisan itu..."
Dua tamu itu saling mengawasi diantara mereka. sambil mereka perlihatkan muka dan lagak menghina. Salah seorang dari mereka kemudian mengeluarkan secarik kertas yang sudah ada tulisannya:
'Makam Poei Sie Bok...."
Majikan itu terkejut waktu dia membaca kalimat yang buat ditulis pada batu nisan yang dipesan. sepasang tangannya gemetar seolah olah tak kuat dia memegang kertas yang baru dia baca itu.
'Jie.. wie.. tentu.. sedang bergurau." dan berkata terbata bata.
'Kenapa kami harus bergurau.. ?" sahut salah seorang dari kedua tamu itu. yang mukanya ada sedikit tanda bekas luka kena benda tajam.
'Bukankah. Poei suhu. masih hidup."' Lie Kim Sui ikut terkejut waktu mendengar perkataan majikannya itu. Juga seorang rekannya yang sedang memahat sebuah batu.
"Ha ha ha.. !' tamu yang ada cacad luka pada mukanya itu tertawa. dan dia meneruskan berkata :
".. dia bakal mati. tidak lama lagi.. l'
"Tetapi..."
"Tetapi apa.. "'
"Kami tidak berani menerima pesanan.."
"Kurang ajar.. !' dan laki laki itu memukul memakai pentungan besi; kena punggung pengusaha itu yang jadi tersungkur jatuh dengan mulut mengeluarkan darah. Lie Kim Sui jadi tambah terkejut. sampai dia melepaskan gerobaknya. lalu dia menerkam hendak mencegah laki laki itu mengulang lagi pukulannya terhadap majikannya. akan tetapi pemuda ini yang justru kena dipukul pada lengan kanannya.
Pemuda itu marah sampai dia lupa rasa sakit pada lengannya; sebaliknya kepalan tangan kirinya berhasil memukul dada laki laki itu sampai laki laki itu perlihatkan rupa menahan rasa sakit.
Akan tetapi Lie Kim Sui tidak dapat mengulang serangannya. sebab dari bagian belakang dia dipukul oleh tamu yang lainnya. sehingga punggungnva kena pentungan besi. dan dia tersungkur. lalu sekali lagi dia hendak diserang.
Sebelah kaki Lie Kim Sui bergerak menendang kebelakang cukup tepat dia mencapai sasaran. akan tetapi pemuda ini sudah diserang oleh laki laki yang ada tanda cacad di bagian mukanya.
Sementara itu majikan Lie Kim Sui berteriak teriak supaya jangan terjadi perkelahian; akan tetapi teriaknya itu sia sia belaka. sebab Lie Kim Sui cepat rebah terkulai tak berdaya. dan disaat teman sejawatnya hendak menolong. maka temannya itu pun kena pentungan besi sampai dia pingsan. akan tetapi masih terus dipukul sampai dia mampus seperti Lie Kim Sui yang sudah mampus duluan.
"Lagi tiga hari. kalau pesanan tadi belum selesai. kau ikut mampus seperti mereka.." kata laki laki yang ada tanda cacad luka pada mukanya; mengakibatkan si pengusaha jadi tambah ketakutan; namun tak berani dia mengucap apa apa. dan dia tetap gemetar meskipun kedua tamunya yang ganas sudah lama pergi sedangkan ditempatnya sudah banyak berkumpul para tetangganya. yang tadi menghilang umpatkan diri.
Kedua laki laki yang telah melakukan pembunuhan tadi; dengan perlihatkan lagak garang mereka langsung mendatangi rumah Poei Sie Bok; bahkan langsung mengakui perbuatan mereka yang telah membunuh Lie Kim Sui.
"Hai! kalian adalah orang-orang dari rumah jadi hok kie." kata Poei Sie Bok sambil dia mengawasi pentungan besi yang dipegangi oleh kedua tamu yang tak diundang itu.
"Tidak ! kedatangan kami tak ada hubungannya dengan tempat judi itu; meskipun kami adalah karyawan dari mereka." sahut orang yang cacad pada bagian mukanya.
"Jadi ?" tanya Poei Sie Bok yang menahan rasa marah.
"Kami adalah sisa sisa orang Thian tok bun diatas gunung Kauw it san yang pernah kau ikut ganyang !"
"Oh ! jadi kalian adalah bekas anak buahnya si iblis penyebar maut alias Han bie kauwcu yang sudah masuk neraka?" Poei Sie Bok menanya lagi dengan suara mengejek dan sekaligus untuk menegaskan.
"Persetan dengan perkataanmu itu. Sekarang kami tantang kau akan tetapi kita jangan lakukan pertempuran disini. kita lakukan saja diatas gunung Hie san. supaya tidak ada orang yang melihat dan merintang; sampai diantara kita ada yang mampus.. !"
"Bagus. suatu tantangan yang baik.... !" sahut Poei Sie Bok tidak gentar dan dia lalu mengikuti kedua tamunya yang sudah mendahulukan dia.
Mereka bertiga melakukan perjalanan secara wajar. tanpa menghiraukan adanya orang-orang yang memperhatikan mereka. karena masyarakat kota Hwie Kiang memang sudah banyak yang mengetahui perihal peristiwa Lauw Kiam Seng yang sudah membikin kekacauan. membunuh beberapa orang karyawan rumah judi 'hok kie". sehingga masyarakat merasa iba melihat Poei Sie Bok yang harus mempertanggungjawab perbuatan muridnya itu.
Udara cukup cerah waktu mereka bertiga telah mencapai tempat tujuan mereka. dan kedua laki laki yang mengaku sisa orang orang Thian tok bun itu segera melakukan penyerangan setelah Poei Sie Bok menyatakan siap menghadapi mereka.
Sementara itu didalam hati Poei Sie Bok sebenarnya masih ada beberapa hal yang sedang dia pikirkan.
Pertama adalah mengenai murid kesayangannya. Lauw Kiam Seng. yang katanya telah membunuh beberapa karyawan rumah judi "hok kie" sehingga murid itu dicari oleh pihak alat negara; hendak ditangkap dan dihukum sebagai seorang pembunuh.
Orang tua ini yakin bahwa Lauw Kiam Seng tidak gentar dengan pihak tentara negeri juga tak gentar terhadap orang orang dari rumah judi 'hok kie". sebaliknya murid itu rupanya takut menemui gurunya. takut kena dimarahi. dari itu Lauw Kiam Seng menghilang umpatkan diri. Akan tetapi orang tua ini yakin bahwa disuatu saat sang murid akan pulang menemui dia.
Mengenai pihak rumah judi "hok kie" memang benar Poei Sie Bok melarang murid muridnya menentang dan mencampuri urusan orang orang dari rumah judi itu. sebab sipemilik yang bernama Hok Tay Kie pernah menemui dan mengaku pernah jadi tauwbak persekutuan Ceng liong pang sebagai pembantu dari toa ceecu Poei Sie Ban kakak kandung Poei Sie Bok yang usianya setahun lebih tua.
Jadi Poei Sie Bok tidak mau menentang orang orang dari rumah judi hok kie sebab dia masih menghormati kakak kandungnya saat itu entah berada dimana tak lagi menjadi toa ceecu di Ceng liong pang dan tak lagi diketahui berada dimana akan tetapi Poei Sie Bok yakin bahwa sang kakak masih hidup.
Sekarang mengenai kedua orang yang mengaku sebagai sisa orang orang Thian tok bun. Yang seorang mengaku bernama Kwee Thian Peng yang mukanya cacad; dan temannya mengaku bernama Can Sun Kian.
Kedua orang yang sedang mengepung dia ini boleh saja mengaku bahwa kedatangan mereka tak ada hubungannya dengan urusan rumah judi hok kie; dan hal ini ada baiknya juga bagi Poei Sie Bok buat dia tidak ragu ragu turun tangan. Akan tetapi sekilas terpikir oleh orang tua ini kalau kalau pihak Hok Tay Kie juga sengaja memakai dua orang bekas sisa orang orang Thian tok bun buat menyingkirkan dia yang dianggap sudah mulai menentang berhubung dengan perbuatan Lauw Kiam Seng yang menjadi muridnya.
Sebagai seorang jago kawakan yang sudah banyak pengalamannya Poei Sie Bok tidak gentar dikepung oleh dua orang musuh yang tinggi ilmunya itu. Jago tua ini hanya berhati hati dan waspada oleh karena sebagai orang orang yang menjadi sisa kaum Thian tok bun maka kedua lawannya itu pasti memiliki senjata yang mengandung bisa racun seperti kebiasaan mereka pada waktu Thian tok bun merajalela menyebar maut!
Poei Sie Bok sengaja tidak memakai senjata tajam buat menghadapi kedua lawannya. sebab jago tua ini tetap merasa khawatir dengan senjata lawan yang mengandung bisa racun sebaliknya kedua lawannya ternyata tidak menghiraukan bahwa Poei Sie Bok tidak bersenjata sebab mereka tetap memakai pentungan mereka yang dibikin dari bahan besi. khusus karyawan yang menjaga keamanan rumah judi "hok kie'.
Jago tua ini perlihatkan kelincahan tubuhnya menghindar dari setiap pukulan pentungan besi; akan tetapi disaat yang perlu dia bersedia menangkis memakai lengannya yang ternyata cukup kuat buat dia menahan pukulan pentungan besi itu sementara sepasang kepelannya juga cukup keras seperti palu besi.
Berulangkali Kwee Thian Peng kena gebuk dan kena ditendang; sampai laki laki yang cacad mukanya itu tersungkur jatuh; demikian pula keadaannya dengan temannya yang bernama Can Sun Kian; yang kena dihajar jatuh bangun akan tetapi keduanya bersemangat banteng dan tahan kena gebuk. terus melakukan perlawanan bahkan pentungan besi mereka berhasil pula memukul jago tua itu; akan tetapi sayangnya tidak kena pada bagian yang berbahaya seperti pada bagian kepala yang gesit seperti bisa pindah tempat !
Makin lama mereka berkelahi; makin jelas kelihatan bahwa Kwee Thian Peng berdua temannya kalah tenaga; juga kalah napas dan kalah ilmu; sehingga mereka lebih banyak kena digebuk akan tetapi untungnya mereka menang banyak. sehingga tidak mudah mereka dibikin semaput !
Baik Kwee Thian Peng maupun Can Sun Kian. segera menyadari segi keuntungan mereka yang menang banyak sehingga tenaga mereka seolah olah berlipat dua. dan alangkah baiknya jika mereka dapat bekerja sama dan menggabung tenaga mereka. buat sekaligus menghadapi tenaga lawan.
Sebagai akibat dari hasil kerja sama mereka yang baik. maka kemudian mereka berhasil membikin Poei Sie Bok jatuh bangun setengah mampus; sampai orang tua itu seperti tidak percaya dengan kenyataan yang sedang dia hadapi dan dia lalu mengerahkan sisa tenaganya buat mengadu tenaga dengan lawannya.
Cukup hebat keadaan kesudahan dari usaha jago tua ini. sebab tubuh mereka bertiga saling terpental jatuh. saling meringis menahan rasa sakit.
Adalah pada saat itu selagi Poei Sie Bok terjatuh duduk dan sedang mengurut bagian dadanya yang kena dipukul; maka mendadak melayang sebatang pisau belati yang lalu membenam dibagian dada jago tua itu didekat telapak tangannya yang sedang dia gunakan untuk mengurut.
"Coan yo shin jie.." Jago tua ini bersuara mengeluh. cukup didengar oleh Kwee Thian Peng dan Can Sun Kian; yang juga sedang terduduk menahan rasa sakit. Dan jago tua itu menyadari bahwa dia bakal cepat mampus. sebab Coan yo shin jie atau belati penembus tenggorokan adalah senjata yang khas dari orang orang Thian tok bun yang mengandung bisa racun maut !
Seseorang segera mendekati Poei Sie Bok. dengan didahului oleh suara tawanya. bagaikan tawa hantu kesiangan. Dan seseorang itu adalah seorang laki laki yang usianya kira kira tigapuluh tahun lebih. bermuka pucat. Dia melangkah mendekati sambil sebelah tangan kanannya memegang sebilah pisau belati yang tajam mengkilat!
Hanya sekejap Poei Sie Bok sempat melihat kehadiran laki laki bermuka pucat itu. sebab Poei Sie Bok saat itu segera semaput tidak sanggup menahan pengaruh bisa racun yang menjalar didalam tubuhnya.
Laki laki bermuka pucat itu tertawa lagi. Tawa seperti hantu kegirangan karena mangsanya sudah mampus akan tetapi dia masih tetap melangkah mendekati kemudian tangannya bergerak dan perut Poei Sie Bok robek seperti dibedah ususnya keluar didahulukan oleh darah hitam yang menerobos keluar !
Sekali lagi laki laki itu tertawa seperti hantu mandi darah sebab pisau belati dan telapak tangannya penuh noda darah; lalu dengan tangan kirinya dia meraba mukanya menarik selaput kulit luar sehingga pada lain detik dia berganti ujut menjadi seorang orang tua dan ternyata dia adalah Hok Tay Kie si pemilik rumah judi hok kie.
ooo ):( dwkzOhend ).( coo
ADALAH pada saat itu muncul Lauw Kiam Seng dan sempat pemuda ini melihat keadaan gurunya yang sudah tewas mandi darah dengan perut robek seperti dibedah !
Pemuda ini baru saja menderita kelaparan. Dia bagaikan sudah putus asa dan hendak pulang ketempat gurunya. akan tetapi rasa tidak percaya adanya hantu didalam dunia ini membikin dia jadi kembali ke kuil tua yang dia yakin ada penghuninya. dan kalau ada orang yang menghuni. tentu ada makanan. sehingga kalau kalau ada makanan dia boleh minta. kalau tidak diberi dia akan memaksa atau akan dia curi !
Si bocah yang botak kepalanya sudah pulang habis membeli makanan sedangkan sang sumoay tidak ikut pergi sebab merasakan perutnya yang mual.
Lauw Kiam Seng memasuki kuil tua itu di saat si bocah baru saja kebelakang. kepingin kencing. Alangkah senang hati Lauw Kiam Seng yang melihat adanya beberapa bungkusan makanan. yang lalu dia samber dan dia makan. lupa bahwa makanan itu milik lain orang; atau milik si kuntilanak dan si setan cilik yang botak kepalanya yang semalam membikin dia lari terbirit birit menerobos hujan lebat! Si bocah yang botak kepalanva ngomel panjang lebar; waktu dia menemui makanannya sedang diserobot oleh seorang pemuda gelandangan yang semalam datang mengganggu.
'Setan ! kau berani mencuri makananku. !'
Lauw Kiam Seng menjadi sangat terkejut. Si setan botak muncul dan memaki dia sebagai setan pencuri.
Pemuda ini lari terbirit birit. tetap membawa bungkusan makanan dan mulutnya pun masih tetap mengunyah.
Si bocah botak mengejar; disusul oleh sang sumoay. dan perempuan sinting itu mungkin akan berhasil menangkap Lauw Kiam Seng. karena dia sudah cepat melewati si botak akan tetapi si botak mendadak jatuh terguling guling dan berteriak teriak minta tolong. membikin perempuan sinting itu balik dan menolong si botak berdiri; setelah itu baru dia mengejar lagi sebab dia marah ada orang sinting mencuri makanannya.
Lauw Kiam Seng mahir ilmu ringan tubuhnya. akan tetapi dia terheran heran karena si kuntilanak ternyata dapat lari lebih cepat lagi. seperti terbang dengan pakaiannya yang kotor berkibaran melawan tiupan angin gunung Hie san.
Didalam hati Lauw Kiam Seng berteriak. dia yakin bahwa dia bakal kena dipegang oleh kuntilanak itu. Dia takut bahwa dia bakal dipaksa menjadi lakinya kuntilanak itu. seperti cerita yang sering kali dia dengar.
Untung bagi pemuda ini dia hafal dengan letak dan jalan jalan diatas gunung Hie san itu. sehingga dia sengaja memilih jalan jalan yang sukar dan berhasil dia menyesatkan sang kuntilanak itu sampai kemudian Lauw Kiam Seng menemui keadaan gurunya bahkan sempat dia melihat perbuatan Hok Tay Kie yang sedang mengganti ujut mukanya.
"Manusia biadab! kau lebih ganas dari segala macam hantu.." maki Lauw Kiam Seng sambil dia menyerang memakai sepasang kepelan tangannya:
Hok Tay Kie sempat tertawa. akan tetapi tak sempat dia mengucap apa apa; dia angkat sebelah tangannya yang masih memegang pisau belati. membabat sepasang kepelan pemuda yang sedang menyerang itu.
Lauw Kiam Seng sempat melihat. Berbahaya kalau sepasang kepelannya kena disapu oleh pisau belati yang tajam itu. sehingga kaki kanannya yang mendahulukan dia gunakan buat menendang; dan Hok Tay Kie kena ditendang sampai dia terpental akan tetapi dia cepat dibantu oleh Kwee Thian Peng berdua Can Sun Kian; yang menyerang memakai pentungan besi. membikin Lauw Kiam Seng tidak berkesempatan meneruskan serangannya kepada Hok Tay Kie.
Kwee Thian Peng berdua Can Sun Kian sudah mendapat pengalaman tadi waktu mereka melawan Poei Sie Bok. dari itu mereka berdua cepat cepat mengambil siasat bersatu padu; dan siasat mereka berhasil mengimbangi tenaga Lauw Kiam Seng yang masih utuh.
Dipihak Lauw Kiam Seng dia juga mengganti siasat. tidak mau memberikan kesempatan bagi kedua musuh itu berada saling berdekatan. Dia bergerak gesit seperti seekor kera. lompat kian kemari kadang kadang pindah menyerang Hok Tay Kie yang sudah ikut bertempur. dan kadang kadang dia pindah menyerang Kwee Thian Peng; atau secara mendadak dia beralih kepada Can Sun Kian sehingga siasat pemuda ini berhasil mengacaukan siasat Kwee Thian Peng berdua Can Sun Kian bahkan Hok Tay Kie tidak berdaya padahal orang tua yang licik ini hendak menimpuk memakai pisau belati bekas dia membedah perutnya Poei Sie Bok.
Betapapun halnya. orang orang yang sedang ditempur oleh pemuda Lauw Kiam Seng merupakan tokoh tokoh kawakan dikalangan rimba persilatan. terlebih Hok Tay Kie yang sebenarnya adalah bekas kauwsu atau ketua setempat dari Thian tok bun cabang kota Hong bun.
Tenaga Lauw Kiam Seng lambat laun menjadi berkurang. karena dia menghadapi lawan yang ulet; sedangkan dia merupakan seorang pemuda yang tidak banyak mendapat pengalaman bertempur sehingga beberapa kali dia kena pukulan pentungan besi dari Kwee Thian Peng maupun Can Sun Kian; bahkan baju pemuda itu sudah ada yang robek kena pisau belati Hok Tay Kie.
Disaat Lauw Kiam Seng berada dalam keadaan yang gawat. maka tiba tiba pemuda ini melihat datangnya si kuntilanak yang berlari lari seperti terbang sambil ditangannya dia memegang tongkatnya yang panjang !
('celaka ! mati aku sekali ini.. !') Lauw Kiam Seng berteriak didalam hati akan tetapi tidak ada maksudnya buat melarikan diri. karena dia bertekad hendak melakukan balas dendam atas kematian gurunya.
Akan tetapi diluar dugaannya perempuan sinting itu justeru membantu Lauw Kiam Seng yang dia lihat sedang dikepung oleh tiga orang musuh.
Tongkat perempuan sinting itu yang kira kira berukuran satu meter panjangnya. dan ternyata merupakan tongkat yang istimewa. Lauw Kiam Seng menduga tongkat itu dibuat dari bahan kayu; juga ketiga lawan bertempurnya menduga demikian. Akan tetapi; di saat tongkat itu kena bentur dengan pentungan besi maka terdengar bunyi suara benda-benda logam yang saling bentur. menandakan tongkat itu dibikin dari bahan logam!
Perhatian perempuan sinting kemudian lebih banyak dia alihkan kepada Hok Tay Kie yang bersenjata pisau belati. Dan dia membiarkan waktu Lauw Kiam Seng memilih lawan KweeThian Peng berdua Can Sun Kian. dia mendesak Hok Tay Kie sampai mereka terpisah dari tempat Lauw Kiam Seng bertempur lalu disuatu saat Hok Tay Kie berteriak menyeramkan. dan dia rubuh tewas dengan leher hampir putus bagaikan terkena senjata tajam !
Semua yang mendengar teriakan suara Hok Tay Kie itu menjadi kaget; dan sejenak mereka mengawasi. melihat keadaan Hok Tay Kie yang rebah tewas dengan leher hampir putus. Segera Can Sun Kian menjadi ketakutan setengah mati waktu mendadak dilihatnya kuntilanak itu mendekati dia. Cepat cepat dia bergerak lari. akan tetapi secepat itu juga dia dihadang oleh kuntilanak itu yang memegang tongkatnya yang istimewa sehingga Can Sun Kian menjadi nekad. dan terpaksa harus bertempur melawan kuntilanak yang pakaiannya kotor seperti pakaian orang orang gelandangan.
Dilain pihak Kwee Thian Peng juga mau lari akan tetapi dia kena ditendang oleh Lauw Kiam Seng; sehingga mereka berdua jadi bertempur lagi namun tidak banyak susah lagi buat Lauw Kiam Seng mengalahkan lawannya. yang bahkan dia binasakan dengan memutar kepala Kwee Thian Peng. sampai kedengaran bunyi suara tulang tulang leher yang patah!
Bertepatan pada saat itu Lauw Kiam Seng melihat Can Sun Kian juga sudah binasa dengan kepala remuk. kena dihajar tongkat si kuntilanak yang istimewa.
Sejenak Lauw Kiam Seng berdiri mengawasi. dan pemuda ini masih mengawasi waktu kuntilanak itu juga mengawasi dia akan tetapi tidak lama sebab kuntilanak itu cepat cepat menunduk seperti anak perawan yang malu malu kucing.
(dia tentu bukan kuntianak. dia orang sinting..") pikir Lauw Kiam Seng didalam hati dan pemuda ini batal mengucap terima kasih karena menganggap perempuan sinting itu tentu tidak akan mengerti dengan maksudnya dan kalau dia mendekati kemungkinan perempuan sinting itu salah paham. dan dia akan dihajar mampus memakai tongkat yang istimewa itu.
Tanpa dia mengucap apa apa terhadap siperempuan gelandangan itu. maka Lauw Kiam Seng lalu mendekati mayat gurunya dan pemuda ini lalu menangis sedih didekat mayat sang guru. yang rebah dengan perut pecah bagaikan kena dibedah.
Cukup lama Lauw Kiam Seng menangis. dan cukup lama perempuan sinting mengawasi sambil dia berdiri diam ditempatnya yang tadi.
Sekali lagi Lauw Kiam Seng mengawasi dan sekali lagi pandang mata mereka berdua jadi bertemu. lalu sekali lagi perempuan sinting itu menunduk sehingga Lauw Kiam Seng kemudian menggali liang buat dia mengubur jenazah gurunya.
Setelah selesai mengubur jenazah gurunya maka Lauw Kiam Seng terduduk seenaknya diatas tanah dekat makam gurunya. dan sekali lagi dia menangis sambil dia beristirahat melepas lelah.
Waktu kemudian pemuda ini menengadah. maka dia melihat perempuan sinting itu masih berdiri ditempatnya yang semula masih mengawasi dengan sepasang sinar mata yang hampa akan tetapi waktu pemuda itu menengadah dan mengawasi maka perempuan sinting itu cepat cepat menunduk lagi membawa lagak seperti anak perawan yang malu malu kucing.
Adalah pada saat itu Lauw Kiam Seng melihat dan mendengar kedatangannya si bocah botak. yang muncul sambil dia berteriak teriak.
"Sumoay ! Sumoay...!"
('wah. dia bukan setan cilik. Dia tentu manusia kerdil.. !') kata Lauw Kiam Seng didalam hati.
Perempuan sinting itu ikut mendengar teriak suara si bocah botak. dia mengawasi ke arah si botak yang lagi lari mendatangi; kemudian dia ganti mengawasi si pemuda yang ia anggap cengeng lalu secara mendadak dia tertawa ngikik seperti kuntilanak ketemu laki: dan sepasang tangannya dia angkat. memperlihatkan kuku kuku yang runcing kotor sambil ia melangkah mendekati pemuda yang cengeng itu !
("mati aku dicekik....!") teriak pemuda Lauw Kiam Seng didalam hati dan cepat cepat dia lompat berdiri buat kabur meninggalkan tempat itu akan tetapi dia dikejar perempuan sinting itu yang ikut lari dengan sepasang tangan tetap merentang.
Lauw Kiam Seng lari dan terus lari ketakutan. Dia yakin perempuan sinting itu kambuh penyakit gilanya dan dia akan mati dipentung atau dicekik kalau dia tidak lekas lekas lari.
Perempuan sinting itu terus mengejar; bahkan sambil perdengarkan suara meringkik seperti ringkik seekor kuda betina yang mengejar lakinya sementara tongkatnya dia selipkan dibagian punggung. seperti lagak jagoan perempuan membawa sebatang pedang !
Untung bagi Lauw Kiam Seng; sebab waktu dia menengok dilihatnya perempuan sinting itu sedang berhenti mengejar. sebab dia harus menunggu si bocah botak yang turut lari menyusul; sambil tak hentinya si botak memanggil manggil sang sumoay.
Meskipun demikian; Lauw Kiam Seng terus lari menyusuri gunung Heng san. Pikirannya sedang teringat dengan kematian gurunya. akibat perbuatan dia yang menentang orang orang dari rumah judi "hok kie" dan sekarang pemuda ini hendak mengganyang tempat maksiat itu; buat dia melepas dendamnya setelah itu dia akan menghilang dari kota Hwie kiang.
Masyarakat setempat banyak yang melihat lewatnya Lauw Kiam Seng yang tergesa gesa menyusuri keramaian di jalan raya. mereka merasa heran melihat keadaan pemuda ini yang pakaiannya kotor bahkan ada yang koyak. juga muka dan kaki tangan pemuda itu kelihatan kotor; sebab dia habis berkelahi. habis jatuh bangun dan habis menggali lobang kubur buat jenazah gurunya.
'Kasihan. dia sekarang jadi orang sinting." kata seseorang pada yang lain.
"Dia jadi pemuda gelandangan; sebentar lagi dia jadi orang hukuman.." kata yang lain. karena teringat pemuda itu sedang dicari pihak alat negara sebab sudah membunuh orang.
Demikian masyarakat kota Hwie kiang saling membicarakan pemuda itu; sampai kemudian mereka jadi tambah terkejut dan lari ketakutan sebab katanya pemuda sinting itu sedang mengamuk dirumah judi 'hok kie'. bahkan sudah membunuh lagi beberapa orang karyawan tempat perjudian itu.
Sebagian masyarakat setempat kemudian lari kekantor pejabat pemerintah; membawa laporan tentang si pemuda sinting yang baru mengamuk. membikin pejabat pemerintah itu lalu mengirim sepasukan tentara buat melakukan penangkapan.
Masyarakat mulai merasa lega hati. sebagian ada yang berbelas kasihan kalau sampai Lauw Kiam Seng kena ditangkap dan dihukum mati.
Mereka tinggalkan kantor pejabat pemerintah; ada yang pulang kerumah mereka ada pula yang mendekati rumah judi hok kie. untuk melihat perkembangan selanjutnya. dan ditengah perjalanan mereka itu. sejenak perhatian mereka pindah kepada seorang perempuan sinting yang sedang berjalan tergesa gesa sambil menarik sebelah tangan seorang bocah gelandangan yang botak kepalanya.
'Nah; perempuan sinting itu menarik narik seorang bocah gelandangan. Rupanya si botak suka menunggu perempuan sinting itu." kata yang seorang pada yang lain.
"Mungkin perempuan sinting itu mengira si botak adalah lakinya..." kata yang lain sambil tertawa. diikuti oleh teman teman mereka yang tertawa tak hentinya.
Lauw Kiam Seng setengah tobat menghadapi sedemikian banyaknya musuh yang mengepung dia. Untung pemuda ini membawa pisau belati bekas milik Hok Tay Kie; yang dia temukan menggeletak dekat mayat Hok Tay Kie; dan dengan adanya pisau belati itu. para karyawan yang memegang pentungan besi merasa takut juga untuk mendekati pemuda yang mereka anggap sudah menjadi orang sinting !
Akan tetapi oleh karena banyaknya orang yang mengepung dia maka Lauw Kiam Seng merasa perlu mengamuk memakai pisau belatinya. sehingga lagaknya seperti orang yang sudah benar benar gila bahkan bertambah gila. terlebih ketika beberapa orang karyawan sudah ada yang kena ditikam mampus. bahkan ada pula diantara mereka robek perutnya seperti dibedah sampai ususnya ikut keluar.
Melihat pemuda sinting itu jadi bertambah ganas maka para karyawan pada mengganti senjata mereka memakai berbagai senjata tajam bahkan ada yang panjang berupa tonbak dan sebagainya.
Makin gawat keadaan Lauw Kiam Seng karena semua musuh yang mengepung sudah pada mengganti senjata. Sekali dia lengah maut adalah menjadi bagian dia.
Adalah pada saat itu siperempuan sinting datang sambil sebelah tangan menuntun sibotak dan sebelah tangan lagi memegang tongkatnya.
Perempuan sinting itu melihat pemuda Lauw Kiam Seng yang sedang dalam keadaan gawat. Seorang karyawan rumah jadi tersungkur kedekat dia dan perempuan sinting itu menghantam memakai tongkatnya memaksa karyawan itu rubuh tengkurap dan terus mampus sebab kepalanya pecah kena pentung!
Si bocah yang botak kepalanya menjadi ketakutan waktu banyak musuh yang langsung mengurung mereka berdua akibat sang sumoay tadi sudah membunuh orang.
Sia sia si botak mencari tempat berlindung. dan dia kena tendangan waktu musuh pada menyerang. sampai tubuh si botak mental tinggi lalu nyangkut diatas kaso yang melintang sehingga ditempat itu si botak merasa aman bahkan dapat dia menonton orang orang yang sedang mengamuk dan diamuk !
Lauw Kiam Seng sempat melihat perempuan sinting itu datang menolong dia lagi.
Pemuda ini jadi bertambah heran sebab sudah berulangkali dia diuber uber seperti mau ditelan. akan tetapi kalau sudah saling berhadapan. perempuan sinting itu diam dan tunduk malu malu kucing; seperti janda muda ketemu calon laki.
Tetapi semangat tempur Lauw Kiam Seng waktu itu jadi bangkit lagi; terlebih waktu dia melihat perempuan sinting itu sudah banyak memukul musuhnya bahkan ada yang terus mampus tidak bangun lagi.
Lauw Kiam Seng ngamuk lagi pisau belatinya bertambah ganas. membedah perut lawan dan membongkar isi perut sampai mendadak dia mendengar si botak berteriak teriak dari atas tiang kaso mengajak sang sumoay lari sebab datangnya sepasukan tentara negeri.
Perempuan sinting itu juga mendengar teriak suara si botak. Tubuhnya sangat ringan seperti seekor burung walet waktu dia lompat tinggi menyambar tubuh si botak yang dia ajak turun. dan pada detik berikutnya mereka sudah kabur meninggalkan rumah judi itu disusul oleh Lauw Kiam Seng yang juga ikut kabur dan dia bahkan lari mengikuti arah kedua orang orang sinting itu lari. sehingga banyak orang melihat. adanya tiga orang orang gelandangan yang lari saling susul.
Ketiga orang orang sinting itu ternyata lari dan mendekati gunung Hie san. kembali ke kuil tua tempat kuntilanak itu bersarang bersama si setan kecil yang botak kepalanya.
Lauw Kiam Seng duduk bersandar pada tembok kuil tua yang kotor ada lumutnya. sedangkan dibagian dalam ada perempuan sinting itu bersama si bocah gelandangan yang botak kepalanya.
Pemuda Lauw Kiam Seng juga tidak mengerti. entah apa yang menyebabkan dia lari mengikuti arah yang diambil oleh kedua orang orang sinting itu; akan tetapi akhirnya dia merasa hanya di kuil tua itu dia aman umpatkan diri. akan tetapi dia tidak berani ikut masuk keruangan dalam. Dia hanya duduk bersandar dekat pintu. siap untuk lari kalau perempuan sinting itu hendak mencekik dia lagi.
Sang malam kemudian datang menggantikan siang hari dan perut Lauw Kiam Seng menjadi lapar lagi. padahal sudah beberapa kali dia isi dengan air kali yang terdapat dibagian belakang kuil tua itu.
Dua orang orang sinting yang berada di dalam kuil. mungkin masih marah. sebab Lauw Kiam Seng pernah mencuri makanan mereka sehingga pemuda itu tidak berani masuk buat dia minta makanan. meskipun dia tahu kedua orang orang sinting itu sedang mengisi perut mereka dengan bakpao.
Sekali lagi pemuda ini harus merasakan derita kelaparan. suatu hal yang tidak pernah terjadi selama dia berada didekat gurunya.
Teringat dengan gurunya itu maka sepasang mata Lauw Kiam Seng jadi basah dengan air mata. Dia tidak menduga bahwa akibat perbuatannya. maka gurunya jadi binasa secara penasaran. Pemuda ini menyesali dan memarahi dirinya; sampai dia memukul mukul tembok kuil sambil dia menangis membikin si botak keluar buat melihat; lalu si botak berpendapat bahwa pemuda itu ternyata adalah seorang pemuda sinting; seperti sang sumoay seorang perempuan sinting yang suka menangis maupun tertawa sendirian !
Betapapun halnya; si bocah gelandangan yang botak kepalanya itu tidak sampai hati. Dia merasa ikut menjadi iba karena dia bisa mengetahui pemuda sinting itu tentu kelaparan sebab belum makan; dari itu dia lalu melemparkan sebuah bakpao yang masih utuh. dan si botak itu tidak menghiraukan bahwa perbuatannya itu seperti dia memberikan sisa makanan kepada seekor anjing geladak. sebab sesungguhnya dia takut mendekati pemuda sinting itu. Takut si pemuda mengamuk memakai pisau belati yang tajam. yang bisa membedah isi perutnya !
Lauw Kiam Seng berhenti menangis waktu bakpao itu jatuh diatas pangkuannya. Dia menengadah dan sempat dia melihat si botak. Sebagai tanda terima kasih. pemuda ini nyengir sambil dia manggut manggut; akan tetapi si botak cepat cepat ngepot masuk kedalam kuil. seperti dia ketakutan.
( heran. tetapi dasar bocah sinting..") pikir Lauw Kiam Seng didalam hati. sebab dia heran dengan perbuatan si botak. yang memberikan makanannya tetapi ketakutan dan cepat cepat masuk; sebaliknya kalau makanannya dicuri. setan botak itu jadi marah marah sampai mengejar. Benar benar orang sinting! Dan Lauw Kiam Seng tidak perduli. yang penting perutnya yang lagi lapar dapat diisi. dan sambil mulutnya mengunyah; mulai dia berpikir tentang perempuan sinting yang semula dia anggap kuntilanak penasaran.
Pemuda ini memikirkan tentang kegagahan perempuan sinting yang masih muda usianya itu. Kulit mukanya memang hitam. akan tetapi hitam kotor sebab banyak debu bercampur keringat yang sudah berkarat. Lauw Kiam Seng merasa yakin bahwa perempuan sinting itu berkulit putih; sebab dengan bantuan sinar kilat. dia pernah melihat bagian tubuh yang "
Jilid 12 LAUW KIAM Seng merasa merah mukanya; malu dia memikirkan perbuatannya itu sehingga tidak mau dia memberitahukan kepada lain orang. Akan tetapi, bagaimana kalau perempuan sinting itu sempat mandi; atau kalau perlu dimandikan" Kulit mukanya pasti berobah menjadi putih bersih dan... cantik !
("sialan...") Lauw Kiam Seng memaki dirinya sendiri, cuma didalam hati; sebab bukan soal kecantikan perempuan sinting itu yang harus dia pikirkan akan tetapi adalah soal kesalahannya. Tongkatnya yang istimewa yang paling perlu buat dia pikirkan dan siapakah gerangan dia" apa sebabnya dia menjadi sinting " Nih, hal inilah yang ingin dia ketahui. Dia akan berusaha mencari akal atau mencari daya supaya dia dapat mengetahui rahasia perempuan sinting itu, sementara sekilas terpikir olehnya; bahwa perempuan sinting itu pasti pernah mengalami suatu kemalangan; dan perempuan sinting itu perlu ditolong sebab Lauw Kiam Seng merasa berhutang budi dengan perbuatan perempuan sinting itu; yang meskipun secara tidak disengaja sudah dua kali menyelamatkan nyawanya.
Hampir semalaman suntuk Lauw Kiam Seng tidak tidur, karena dia mencari daya dan cara buat dia berusaha ingin mengetahui rahasia pribadi perempuan sinting itu. Pagi harinya dia terbangun kelabakan, sebab dia kehilangan kedua orang orang sinting yang semalam berada didalam kuil tua itu.
Lauw Kiam Seng mencari dan memberanikan diri memasuki ruangan dalam kuil tua itu, akan tetapi hanya sisa sisa kayu bakar bekas api unggun dan sisa sisa lilin yang dia temukan.
Naluri hatinya mengatakan bahwa kedua orang orang sinting itu tentu sudah pergi buat tidak kembali lagi. Memang aneh akan tetapi Lauw Kiam Seng mengikuti naluri hatinya itu, dan dia lari menyusuri gunung Hie san buat menyusul kepergian dua orang orang sinting itu.
Akan tetapi secara tiba tiba pemuda itu hentikan langkah kakinya. Dia berdiri memikirkan bahwa pihak alat negara tentu akan menangkap dia kalau dia berkeliaran didalam kota Hwie kiang.
Sejenak Lauw Kiam Seng menjadi ragu ragu akan tetapi setelah itu dia mencari tanah basah dan dia memulas mukanya memakai tanah bercampur lumpur seperti seorang pemuda genit yang sedang memakai bedak setelah itu dia lari lagi karena yakin dia bakal tidak dikenal lagi dan selama dia lari sekilas kelihatan dia bersenyum seorang diri karena teringat dengan perbuatannya tadi sebab kalau ada orang yang melihat tentu dia dianggap orang sinting yang lagi pakai bedak. Syukur bagi Lauw Kiam Seng bahwa di dekat kaki gunung Hie san dia melihat perempuan sinting itu yang berjalan bersama si botak tepat disaat mereka menikung kesebelah kiri; mengambil arah selatan yang menuju ke perbatasan kota Hwie kiang.
Lauw Kiam Seng mengikuti terus kedua orang orang sinting itu, yang ternyata tepat seperti kata naluri hatinya, bahwa mereka pasti akan meninggalkan kota Hwie kiang sebab mereka agaknya juga takut ditangkap, akibat perempuan sinting itu sudah ikut menyebar maut dirumah judi "hok kie'.
Cukup jauh mereka lakukan perjalanan mereka, sampai kota Hwie kiang sudah tidak kelihatan lagi akan tetapi mereka masih terus melakukan perjalanan, tanpa menghiraukan terik sinar matahari, dan Lauw Kiam Seng tetap berusaha mengikuti tanpa dilihat oleh kedua orang orang sinting itu, yang berjalan disebelah depan dia. Terasa haus dapat pemuda ini hilangkan dengan minum air kali yang kebenaran mereka melewati; akan tetapi rasa lapar mulai menyerang dia, karena waktu itu sudah lewat tengah hari sedangkan Lauw Kiam Seng tidak mempunyai sedikit uang pun juga, berlainan dengan si bocah yang botak kepalanya, yang ternyata mempunyai uang buat membeli makanan disepanjang perjalanan itu.
Adanya si botak yang ternyata banyak uangnya, terbukti dia membeli makanan yang tidak selayaknya dilakukan oleh orang orang gelandangan sehingga hal itu telah menambah rasa curiga Lauw Kiam Seng dan dia semakin bertambah pula niatnya buat menyelidik rahasia kedua orang orang sinting itu.
Diluar tahu Lauw Kiam Seng, ternyata si bocah yang botak kepalanya itu cukup cerdas menemukan cara mencari duit, sebab dia sudah merogoh dan mengeduk isi kantong Kwee Thian Peng dan semua yang mampus diatas gunung Hie san juga waktu dirumah Judi hok kie sangat banyak uang, yang berceceran tak keruan; akibat Lauw Kiam Seng berdua sang sumoay mengamuk, jadi uang yang sekarang berada dalam bungkusan si bocah botak kepalanya itu tak akan habis buat dia pakai seratus tahun lebih sebab ada juga yang berupa uang emas dan barang barang perhiasan bekas miliknya Hok Tay Kie.
Dipihak pemuda Lauw Kiam Seng rasa lapar yang tak tertahan memaksa pemuda ini mendekati seorang pedagang bakpao yang baru saja dibeli oleh sibotak; dan pemuda ini memberi hormat sambil dia cengar cengir kayak monyet kena terasi :
"Eh lao ko; aku lupa bawa uang tetapi perutku lapar, apa boleh aku utang dua biji bakpao " nanti disuatu saat aku kembali datang melunaskan ,... "
Tukang bakpao itu mengawasi meneliti lelaki muda yang sedang bicara itu yang muka dan pakaiannya kotor; bahkan lebih kotor dari kedua orang orang gelandangan yang baru saja belanja tadi.
Sesudah Lauw Kiam Seng selesai bicara maka tukang bakpao itu menganggap dia sedang berhadapan dengan orang sinting; sehingga cepat cepat memberikan dua biji bakpao yang diminta sebab dia takut orang sinting itu mengacau kalau tidak diberikan.
Lauw Kiam Seng berseri seri dan mengucap terima kasih yang tak sudahnya akan tetapi tukang bakpao itu mengulapkan sebelah tangannya tanda mengusir supaya Lauw Kiam Seng cepat-cepat pergi.
Sesungguhnya Lauw Kiam Seng menjadi sangat girang karena dia tidak menyangka ada orang yang dengan mudah mengasih dia utang dua biji bakpao. Di dalam hati dia berjanji bahwa kapan saja kalau sempat dia bertemu lagi dengan tukang bakpao itu maka dia akan membayar utangnya.
Malam harinya mereka tiba dlsuatu dusun yang tidak perlu Lauw Kiam Seng mengetahui apa namanya sebab perhatiannya sedang dia curahkan kepada orang-orang sinting yang sedang dia ikuti dan dia menjadi bertambah heran sebab kedua orang orang sinting itu sengaja mencari tempat mondok disebuah rumah kosong yang letaknya terpencil tidak mau mereka bercampur dengan kaum gelandangan lain yang banyak tidur didepan rumah rumah orang yang letaknya ditepi jalan raya.
Apakah kedua orang orang sinting itu masih takut ada alat negara yang mencari mereka" Akan tetapi, hal ini tidak mungkin sebab waktu melakukan perjalanan mereka kelihatan tenang tenang saja, tidak takut dikejar oleh pihak tentara negeri dari kota Hwie-kiang.
Tidak mudah buat Lauw Kiam Seng mengetahui maksud atau apa yang menyebabkan kedua orang orang sinting itu membawa cara mereka, dan pemuda ini terpaksa bernaung diatas pohon yang cukup besar dan lebat; menderita kedinginan dan kelaparan untuk melewatkan sang malam.
Esok paginya Lauw Kiam Seng sempat melihat kedua orang orang sinting itu bergegas hendak meninggalkan tempat mereka mondok, dan pemuda ini lalu mengikuti lagi; memasuki arus lalu lintas dusun itu yang cukup ramai dan pemuda ini kembali dibikin keheranan oleh karena hampir setiap kali kedua orang-orang sinting itu berpapasan dengan seorang pemuda yang berpakaian serba ringkas, maka pasti perempuan sinting itu mengawasi dan meneliti, membikin orang yang diawasi atau diteliti lari ketakutan sebab mereka dihadang dan hendak diganggu oleh seorang perempuan sinting !
Sekali lagi Lauw Kiam Seng harus berpikir keras, sebab perempuan sinting itu hanya mengawasi dan meneliti kaum pemuda tidak terhadap orang orang perempuan dan tidak juga terhadap orang orang yang sudah tua, sehingga sekilas terpikir oleh Lauw Kiam Seng bahwa perempuan sinting itu sedang mencari pacarnya yang kabur.
Akan tetapi kalau benar perempuan sinting itu mencari pacarnya yang kabur; mengapa dia tidak mencari diantara sesama kaum gelandangan " Mengapa yang dia teliti adalah pemuda pemuda yang berpakaian bersih, bahkan yang serba ringkas seperti yang biasa dipakai oleh orang orang kaum rimba persilatan. Kejadian ini benar benar merupakan suatu rahasia lain yang ingin diketahui oleh Lauw Kiam Seng sehingga bertambah lagi hasrat hatinya untuk mengetahui rahasia pribadi perempuan sinting itu.
Waktu lewat didekat orang yang menjual kuweh kering maka Lauw Kiam Seng melihat si bocah yang botak kepalanya membeli untuk bekal mereka dalam perjalanan dan Lauw Kiam Seng ikut mampir ditempat tukang kuweh itu lalu sekali lagi Lauw Kiam Seng mengulang perbuatannya mencoba mengutang sehingga berulangkali dia diteliti oleh si pedagang kuweh itu yang kemudian hanya memberikan dia sedikit kuweh kering dan mengusir Lauw Kiam Seng supaya cepat cepat pergi !
Lauw Kiam Seng kelihatan menyesal karena tukang kuweh itu hanya memberikan sedikit kuweh yang boleh dia utang. Pemuda ini tidak menyadari bahwa didalam hati tukang kuweh itu memaki maki, sebab katanya dia menghadapi hari sial baru saja kuwehnya laku; dan dia sudah kedatangan seorang lelaki sinting yang mengacau, minta kuweh dengan berlagak mau ngutang.
Tanpa dirasa dan membawa caranya itu sampai 3 bulan lamanya Lauw Kiam Seng mengikuti perjalanan kedua orang orang sinting itu, sehingga penderitaan pemuda itu sangat berat karena mau tak mau dia menjadi terbiasa hidup sebagai orang gelandangan akan tetapi untungnya dia tidak sampai merasakan makan dari sisa sisa makanan dari tempat sampah atau mengemis minta uang atau sisa sisa makanan kepada seseorang yang dia temui sebab kapan saja dan dimana saja dia berada, dia menganggap ada orang orang baik hati yang mau menberi dia utang meskipun hanya untuk semangkok bubur atau sepotong kuweh; padahal tanpa dia menyadari, orang-orang itu selalu memaki pemuda ini sebagai orang sinting !
Akan tetapi, segala derita yang dihadapi dan dialami oleh pemuda ini tidak mengurangi hasratnya yang hendak mengetahui rahasia kehidupan perempuan sinting yang sedang dia ikuti, disamping pemuda itu memang tidak mempunyai sesuatu tempat tertentu buat dia meneduh tiada sanak maupun keluarga yang hendak dia temui.
Tentang perempuan sinting yang sedang dia ikuti itu; kian lama justeru dia anggap menjadi semakin aneh, sebab perempuan sinting itu menjadi bertambah besar, sehingga sekarang perempuan sinting itu seperti membawa bawa tambur yang dia simpan di balik pakaiannya yang kotor dan bau dan keadaannya itu ternyata jadi menarik perhatian orang orang yang mereka temui di tengah perjalanan; baik orang orang yang mengaku sehat otaknya, maupun orang orang yang dianggap sinting karena pakaian mereka yang robek kotor seperti kaum gelandangan.
Akhirnya Lauw Kiam Seng tersadar, bahwa perempuan sinting yang sedang dia ikuti itu sebenarnya sedang hamil. Akan tetapi kalau benar perempuan sinting itu sedang hamil; maka siapakah suaminya " apakah mungkin yang sedang dicari oleh perempuan sinting Itu adalah suaminya " atau sibotak itu justru adalah suaminya perempuan sinting itu " Jadi sibotak rupanya benar benar merupakan orang kerdil seperti yang dia pernah duga !
("tak mungkin.... !") bantah Lauw Kiam Seng seorang diri; sebab dia lihat sibotak adalah seorang bocah dan dia teringat pernah melihat pusat tempat kencing sibocah waktu malam-malam sibotak telanjang bulat!
Akan tetapi apa sebab sibocah justru memakai istilah sumoay terhadap perempuan sinting itu " Sumoay adalah adik seperguruan artinya usia perempuan sinting itu lebih muda dari sibocah yang botak kepalanya.
('celaka ! tambah pusing urusan ini .!) Lauw Kiam Seng mengeluh didalam hati; selagi dia singgah ditempat seorang penjual bakpao bermaksud hendak ngutang lagi sebab waktu itu mereka berada disuatu kota yang cukup ramai, sedangkan semalaman mereka menginap di sebuah kuil tua yang letaknya agak diluar kota waktu mereka belum memasuki kota itu.
Akan tetapi sekali ini Lauw Kiam Seng mengalami nasib siaI sebab tukang bakpao itu kebenaran orang yang berhati tabah kuat tubuhnya lagipula pemarah; sehingga Lauw Kiam Seng kena dimaki yang menyakitkan hatinya dikatakan orang sinting yang mau mengacau dan tukang bakpao itu bahkan meludahi muka Lauw Kiam Seng.
Seumur hidup baru sekali itu Lauw Kiam Seng merasa dihina orang dan diludahi mukanya sehingga benar-benar jadi lupa diri; menendang terbalik tempat dagang orang yang menghina itu dan waktu tukang bakpao itu justru yang kena dia tendang sampai jatuh celentang !
Tukang bakpao itu jadi bertambah marah dan semakin memaki maki menyebabkan dalam sekejap keadaan ditempat itu menjadi ramai banyak orang yang hendak membantu si tukang bakpao menangkap orang sinting yang sedang mengacau.
Lauw Kiam Seng tidak mau menjadi konyol kena digebuk oleh orang orang yang hendak menangkap dirinya, sehingga kaki tangan pemuda itu bergerak mengakibatkan sejumlah orang orang itu menjadi semakin bertambah kacau !
(odwkz"hendo)
KOTA ITU sebenarnya adalah kota Lan kiao tin, sebuah kota yang cukup ramai dan ada persekutuan kaum Kay pang cabang setempat.
Kay pang adalah perkumpulan para pengemis atau orang orang gelandangan yang anggotanya kebanyakan merupakan bukan sembarang pengemis. Mereka banyak yang mahir ilmu silatnya, dan banyak yang luhur budi pekertinya; bahkan banyak yang jiwanya ksatrya menjadi pembela negara dan bangsa waktu negeri Cina dijajah oleh orang orang Mongolia. Waktu itu kerajaan Beng sedang melakukan pemerintahan secara tegas dan keras sehubungan banyaknya orang orang yang dianggap melakukan aksi pengacauan atau hendak rnerebut kekuasaan pemerintah kekuasaan Beng. Orang orang Kay pang didalam kota Lan kiao tin hidup dari sumbangan masyarakat setempat ; berhubung waktu itu persekutuan Kay pang sedang mengalami krisis keuangan tidak mendapat bantuan atau subsidi dari pihak pemerintah, yang bahkan bersikap memusuhi karena dicurigai tekad orang orang Kay pang waktu itu.
Ada lima orang Kay pang yang sempat melihat Lauw Kiam Seng membikin keributan. Sesuai dengan perintah atasan mereka maka ke 5 orang Kay pang itu biasa berlaku tegas terhadap kaumnya yang mengacau.
"Orang sinting dari mana yang berani mengacau disini ..!" bentak Lo toa: salah satu dari 5 orang Kay pang itu waktu mereka berhasil menyisihkan orang orang yang sedang berkumpul.
Lauw Kiam Seng jadi bertambah marah; sebab sekali lagi ada orang yang menuduh dia sebagai orang sinting, terlebih yang menuduh itu adalah seorang gelandangan !
"Orang orang sinting! Kalian yang sinting atau aku yang sinting.., !" balas pemuda itu memaki, mengakibatkan ada sebagian orang orang yang diam diam menjadi tertawa, melihat orang orang gelandangan saling memaki dan saling menuduh !
Lo toa juga menjadi gusar, juga keempat teman temannya, sebab mereka termasuk dedengkot orang orang gelandangan didalam kota itu; dan sekarang mereka dimaki oleh seorang gelandangan yang masih muda usianya.
Serentak kelima orang orang gelandangan itu berteriak bagaikan orang orang sinting yang siap mengamuk, sehingga masyarakat setempat menyaksikan kejadian itu pada mundur membikin satu lingkaran tanpa mereka sengaja, sementara Lo toa berlima sudah mulai menyerang dan mengepung si pengemis muda yang melakukan perlawanan.
Si pengemis bocah yang botak kepalanya dan perempuan sinting yang menjadi teman seperjalanannya; belum jauh meninggalkan tempat tukang bakpao itu. Dan mereka buru buru balik lagi, sebab adanya keributan itu. Si botak yang merasa heran waktu melihat yang berkelahi itu adalah si pemuda sinting, yang pernah mencuri makanannya.
"Sumoay, mari kita pergi ,... !" ajak dia sambil menarik sebelah tangan perempuan sinting itu; yang juga sedang mengawasi orang orang yang lagi berkelahi, sementara sepasang matanya kelihatan bersinar hampa akan tetapi dia seperti ogah meninggalkan tempat itu, sehingga si botak tidak berhasil menarik sang sumoay.
Kecuali kedua orang orang sinting ini, masih ada lagi tiga orang istimewa yang ikut menyaksikan perkelahian itu, mereka adalah orang orang perantau yang sengaja datang atau singgah dikota Lan kiao tin.
Salah seorang dari ketiga orang laki laki perantauan itu bernama Lim Su Kiang. Dia adalah seorang anggota Kay pang yang sedang menyamar berpakaian seperti seorang karyawan piauwkiok, atau perusahaan pengangkutan; sebab dia lagi mendapat tugas dari wakil pangcu Kay pang yang bernama Gwa Teng Kie buat menyelidiki orang orang Kay pang yang sudah merampok kereta kiriman yang menjadi tanggung jawabnya Hong-yang piauwkiok.
Dua orang teman seperjalanannya adalah Tekz Kun Liong dan Bun Siu Giap. Kedua duanya adalah karyawan Hong yang piauwkiok yang ditugaskan oleh majikan mereka buat menemui wakil biang pengemis Gwa Teng Kie, sampai kemudian mereka ikut Lim Su kiang buat mencari para pengemis yang sudah melakukan perampokan itu.
Usia Lim Su Kiang sudah empat puluh tahun lebih; sudah lama dia menjadi anggota Kay pang, akan tetapi belum pernah dia menemui seorang pengemis seperti Lauw Kiam Seng, dari itu dia menjadi curiga kalau kalau pemuda itu adalah salah satu perampok yang sedang dia cari.
Disaat berikutnya, Lim Su Kiang melihat bahwa orang orang Kay pang pada memakai senjata tajam buat mengepung Lauw Kiam Seng, karena agaknya mereka tidak sanggup menangkap atau mengalahkan pengemis muda itu tanpa mereka menggunakan senjata tajam.
Lauw Kiam Seng ikut mengeluarkan senjatanya, sebatang pisau belati yang dia simpan dibalik kaos kakinya yang sudah kotor dan bau. Diluar tahu pemuda ini pisau belati itu justeru telah membikin Lim Su Kiang menjadi sangat terkejut!
'Coan yo shin jie.....!" terdengar Lim Su Kiang berkata seorang diri dan perkataannya cukup didengar oleh kedua teman seperjalanannya.
Lim Su Kiang tidak ikut dalam aksi pengganyangan markas si iblis penyebar maut alias Han bie kauwcu; akan tetapi dia cukup mendengar perihal pisau belati penembus tenggorokan yang khas menjadi senjata si iblis penyebar maut berikut antek anteknya.
Dua orang seperjalanannya, Tek Kun Liong dan Bun Siu Giap juga sudah tidak asing lagi dengan pisau belati itu, sebab meskipun usia mereka lebih muda, akan tetapi Tek Kun Liong adalah adiknya Tek Kun Eng si lutung sakti yang ikut menjadi peserta aksi pengganyangan terhadap orang orang Thian tok bun dan Bun Siu Giap adalah adiknya Bun Siu Gie yang tewas ditangan si biang hantu tertawa, yang sedang dicurigai sebagai ujut baru dari si iblis penyebar maut alias Han bie kauwcu !
"Kita bantu tangkap dia.., !" akhirnya kata Lim Su Kiang yang mendahului bergerak memasuki arena pertempuran bahkan langsung menggunakan senjatanya yang istimewa; merupakan sebatang tongkat sakti pemukul anjing anjing geladak.
Dua pemuda Tek Kun Liong dan Bun Siu Giap ikut mengepung bahkan dengan memakai senjata mereka, berupa pedang yang tajam dan putih mengkilat, kena sinar matahari yang memantul.
Sudah tentu Lauw Kiam Seng menjadi setengah tobat menghadapi sekian banyaknya jago jago silat yang mengepung dirinya sehingga dia berteriak seperti kemasukan hantu, akan tetapi orang orang yang mendengar teriakan suara itu, menganggap penyakit sintingnya kian menjadi, sehingga orang orang yang tadi menonton, cepat cepat pada kabur menyingkir, takut kena diamuk orang sinting ! Perempuan sinting itu masih mengawasi dengan sinar mata yang kelihatan hampa. Dia tetap tidak mau ikut waktu si botak menyeret hendak mengajak dia pergi.
Naga Naga Kecil 13 Kisah Sepasang Rajawali Karya Kho Ping Hoo Dendam Iblis Seribu Wajah 10
^