Pencarian

Raja Silat 22

Raja Silat Lahirnya Dedengkot Silat Karya Chin Hung Bagian 22


bakal habIs diatas telapak putera dart Ang In Sin Pian itu.
Lam Yang Jie Kongcu yang bersama-sama mencabut keluar
pedangnya untuk melancarkan serangan kearah Pouw Siauw
Ling, belum berhasil menolong hweeshio dari Siauw lim pay itu
lolos dari bahaya, mendadak dari sisi tubuhnya berkumandang
datang suara tertawa dingin yang amat menyeramkan.
"Heeee . heee . , . cari mati !"
Suara tersebut yang amat dingin dan seram membuat
setiap orang yang mendengar merasa hatinya bergidik.
Lie Loo jie jadi amat terperanjat, belum lagi tubuhnya
bergerak maju kedepan mendadak dihadapannya berkelebat
cahaya hitam yang menyilaukan mata disusul suara jeritan
kaget dari Lam Yang Jie Kongcu.
Dengan cepat ia alihkan pandangannya ke depan.
tampaklah seorang yang berbadan sebagai rakyat kampung
dengan menyekal sebilah pedang hitam yang menyilaukan
mata telah berhasil membabat putus pedang panjang dari Lam
Yang Jie Kongcu. Lie Loo jie segera mengetahui asal usul darl pedang itu,
hatinya jadi amat terperanjat, kakinya sedikit menutul
permukaan tanah lalu laksana tiupan angin berlalu dia
menggulung kearah depan. Tetapi gerakannya kembali terlambat ..,.suara jeritan ngeri
yang menyayatkan hati bergema memenuhi angkasa, tubuh
Lam Yang Jie Kongcu sudah rubuh keatas tanah dengan
bermandikan darah. Kedua jeritan ngeri tadi hampir-hampir saja meledakkan
hati Lie Loo jie seketika itu juga ruangan upacara perkawinan
berubah jadi medan pejagalan yang yang mengerikan.
Suasana dalam ruangan Cie Ing Tong kacau-balau, rakyat
kampung Ie Han San Cung pada melarikan diri terbirit-birit.
Waktu ini Lie Loo jie tak ada perhatian lagi untuk mengurus
rakyat kampung le He, San Cung yang kacau balau. kini dia
hanya memperhatikan pedang hitam yang bagaikan samberan
ular beracun serta angin pukulan Pouw Siauw Ling yang
menderu-deru mendesak Ciat Siauw sianseng kepojokan
tembok sehingga keadaannya sangat berbahaya sekali.
Lie Loo jie tak bisa berdiam diri lagi ia salurkan hawa
murninya keseluruh tubuh kemudian meloncat maju kedepan.
"Pouw Siauw Ling kau berani!"
Suara bentakannya ini keras sekali bagaikan sambaran
geledek disiang hari bolong membuat Pouw Siauw Ling jadi
sangat terperanjat. Pada saat itulah Lie Loo jie sudah menubruk datang,
sepasang telapak tangannya dengam menggunakan jurus. "Jie
Lang Tan San" atau Jie-lang memikul gunung yang kiri
menangkis serangan pedang hitam sedangkan tangan yang
kanannya membabat tubuh Pouw Siauw Ling.
Pouw Siauw Ling yang merasa dari belakang tubuhnya
menyambar datang segulung angin pukulan dahsyat. Buruburu
meloncat ke samping untuk menghindar.
Mengambil kesempatan itu Ciat Siauw siansu menarik
napas panjang-panjang, tubuhnya melayang mundur sejauh
lima langkah kebelakang. Walaupun begitu napasnya sudah
ngos-ngosan sedangkan matanya melotot bulat-bulat.
Pouw Siauw Ling yang melihat Lie Loojle berhasil menolong
Ciat Siauw siansu lolos dari bahaya, ia segera tertawa tiada
hentinya. "Kauw-cu !" serunya. Lebih baik kita bereskan dulu anjing
tua ini !" Tangannya dibalikkan mencabut keluar cambuk Pek Kut
piannya kemudian dengan disertai sambaran angin tajam
menyapu kedepan. Kiranya orang yang mencekal pedang hitam itu bukan lain
adalah Sin Beng Kauw cu Boe Beng Tok Su adanya.
Tampak dengan perlahan ia melepaskan topengnya yang
berwajah seram dan melepaskan pula pakaian rakyat
kampung yang dikenakan sehingga muncullah sebuah jubah
hitam yang berukiran patung arca berwarna merah darah.
Ia sama sekali tidak menggubris terhadap kata-kata dari
Pouw Siauw Ling, mendadak Boe Bang Tok su, kauw cu, dan
Sin Beng Kauwcu ini bersuit nyaring sehingga menggetarkan
seluruh ruangan Cie Ing Tong.
Begitu suara suitan berkumandang keluar, didalam sekejap
mata saja dari luar ruangan Cie Ing Tong bermunculan empat
orang tua berbaju hitam yang mencekal senjata tajam dan
pada jalan darah "Thay Yang Hiat" di keningnya pada
menonjol keluar, jelas mereka telah berhasil meyakinkan
tenaga dalamnya paling sedikit puluhan tahun latihan
Kiranya Boe Beng Tok su telah membawa keenam orang
Siangcunya kini empat orang sudah masuk kedalam ruangan
dan dua orang sisanya tertinggal didepan pintu.
Belum saja mereka berempat tegak Boe Beng Tok su sudah
kebatkan pedangnya menuding Lie Loo jie.
"Tangkap dia," perintahnya.
Sejak munculnya Pouw Siauw Ling dan terjadinya
perubahan-perubahan yang diluar dugaan ini Liem Tou sama
sekali tak ambil gubris dengan tenangnya ia berdiri ditengah
ruangan diantara apitan sigadis cantik pengangon kambing
serta Lie Siauw agaknya merasa urusan tersebut bukanlah
suatu urusan yang berat. Keempat orang siangcu berbaju hitam itu bagaikan
menerima perintah dari kaisar dengan cepat menggerakkan
senjata tajamnya mengurung Lie Loo jie rapat-rapat.
Mereka adalah anak buah Chiet Cie Tauw Thouw tempo
dulu setiap orang bukan saja memiliki pengalaman bertempur
yang luarbiasa bahkan bersikap dingin dan tidak gugup.
Sekalipun Lie Loo jie mempunyai kepandaian silat yang
lebih tinggi, bilamana terkurung oleh beberapa orang itu untuk
sesaatpun tak bisa berbuat apa-apa.
Dengan cepatnya suatu pertempuran sedarah yang amat
seru berlangsung dalam ruangan Cie Ing Tong tersebut.
Ditambah pula mereka berempat sama sekali tidak
mencari-cari jasa, dengan sabarnya keempat orang itu
bertempur secara bergilir sehingga memaksa Lie Loo jie
menjadi camas dan sulit untuk meloloskan diri.
Boe Beng Tok su yang rnelihat Lie Loo jie sudah terkurung
dengan perlahan baru menoleh kearah Liem Tou, tetapi
dengan cepatnya ia sudah dibuat tertegun oleh sikap sang
pemuda yang begitu tenang dan angkernya.
Hatinya jadi ragu-ragu untuk bertindak maju, bisiknya
kemudian kepada Pouw Siauw Ling:
"Pouw siangcu, coba kau lihat sikap dari Liem Tou si
bangsat cilik itu, tentu dibalik kesemuanya ini ada hal-hal yang
tidak beres?" Pouw Siauw Line pun waktu itu mengerti maksud hati dari
Boe Beng Tok su; dia tahu dia sengaja melepaskan diri Lie Loo
Jie justru dikarenakan hendak mencari balas dengan tujuan
mereka yang utama, Liem Tou.
"Menurut penglihatanku agaknya tidak ada siasat apa-apa
dibalik itu, tetapi biarlah aku mencobanya terlebih dulu,
kemudian kauwcu baru turun tangan," sahut Pouw Siauw Ling.
Boe Beng Tok su segera mengangguk.
"Liem Tou ! Kembalikan kepala ayahku," bentak Pouw
Siauw Ling kemudian dengan suaranya yang keras.
Tubuhnya dengan cepat menubruk kedepan sedangkan
cambuknya dengan menimbulkan suara desiran yang tajam
menyapu tubuh Liem Tou. Seluruh cambuk itu dipenuhi dengan duri yang tajam
ditambah pula permainan cambuk yang lihay dari Pouw Siauw
Ling, membuat cambuk Pak Kut Pian itu dengan membawa
suara desiran yang tajam menghajar kedepan.
Tubuh Liem Tou kelihatan gemetar keras, selintas hawa
amarah berkelebat pada wajahnya; tetapi hanya sebentar saja
telah lenyap tak berbekas, paras mukanya kembali tenang.
Sinar matanya yang tajam dan memancarkan cahaya
berkilat perlahan-lahan menyapu sekejap kearah musuhnya.
Pouw Siauw Ling yang sinar matanya terbentur dengan
sinar mata pemuda itu dengan cepat merasakan suatu daya
pengaruh yang mendebarkan hati mendesak dirinya hingga
menusuk kedalarn tulang sumsum, hal ini memaksa ia tak
kuasa lagi dan menarik kembali serangan cambuk Pak Kut
Piannya dan mundur dua langkah kebelakang.
Tubuh Liem Tou tetap tenang dan tak bergerak dari tempat
semula. Liem Tou bisa bersabar sebaliknya kedua orang pengantin
perempuan tak bisa menahan kegusaran dihatinya mereka
bersama-sama melepaskan pakaian pengantin sehingga
munculnya seperangkat pakaian singsat yang menutupi
tubuhnya Pouw Siauw Ling terdengar Lie Siauw Ie membentak
dengan nada gusar. "Liem Tou sudah lama mengunci tangan
dengan perbuatanmu ini hari apakah masih bisa disebut
perbuatan seorang jagoan Bu lim.?"
Sebaliknya sigadis cantik pengangon kambing yang melihat
ayahnya terkurung dengan cepat enjotkan badan hendak
menubruk kedepan membantu ayahnya tetapi keburu dicegah
oleh Liem Tou. "Wan moay jangan pergi !" katanya halus.
" Tetapi engkoh Liem ayahku terkurung," teriak si gadis
cantik pengangon kambing dengan hati cemas.
Baru saja perkataan itu di ucapkan Pouw Siauw Ling yang
melihat Liem Tou sama sekali tidak memperlihatkan gerakan
apa-apa, rasa jerinya telah lenyap. Cambuk Pek Kut Pian-nya
dengan dahsyat kembali melancarkan serangan menusuk
kedada sang pemuda. Melihat datangnya serangan itu Liem Tou hanya melirik
sekejap dia sama sekali tidak menghindar, didalam hati ia
sudah mengambil keputusan tidak perduli siapa pun yang
melancarkan serangan kearahnya dia tak akan menyingkir.
Lie Siauw Ie yang melihat kejadian itu jadi terkejut.
"Adik Tou cepat menyingkir" teriaknya cemas
Sambil berkata ia rnenyambar tangan Liem Tou untuk
ditarik kesamping siapa sangka mendadak Liem Ton angkat
tangannya keatas dan tersenyum mesra kearahnya sehingga
hal ini membuat sambaran dari Lie Siauw Ie mencapai pada
sasaran yang kosong. Kini cambuk Pek Kut pian dari Pouw Siau Ling telah
mencapai beberapa cun diatas dada sang pemuda. Lie Siauw
Ie yang melihat Liem Tou tak ada maksud untuk menghindar
bahkan melepaskan diri dari pertolongannya, saking cemas
wajahnya berubah jadi menghijau dan melototkan matanya
lebar-lebar. Akhirnya ia menjerit keras tubuhnya nubruk kehadapan
Liem Tou dan bermaksud hendak menerima datangnya
serangan Pouw Siauw Ling itu. Dengan badannya sigadis
cantik pengangon kambing yang melihat Lie Siauw Ie telah
turun tangan pada mulanya ia sendiri tak melakukan gerakan
apapun, kini setelah dilihatnya Liem Tou tidak ingin di tarik
oleh Lie Siauw Ie bahkan dengan rela menerima datangnya
serangan cambuk lawan dengan cepat kebaskan tangannya
melepaskan diri dari cekalan sang pemuda.
Tangannya yang lain dengan kecepatan bagaikan kilat
menjepit datangnya serangan cambuk dari Pouw Siauw Ling.
Didalam pandangannya Pouw Siauw Ling adalah
pengalaman yang pernah menderita kekalahan ditangannya
karena itu ia bermaksud hendak menjepit cambuk tersebut
dan merebutnya. Barpikir akan hal itu mendadak telapak kirinya
menghantam kedepan; bersamaan itu pula tangan kanannya
mengerahkan tenaga dalam bermaksud hendak pukul lepas
cambuk Pek Kut Pian ditangan Pouw Siauw Ling.
Dimana angin pukulan menyambar datang Pouw Siauw
Ling tertawa dingin, separuh badannya berputar setengah
lingkaran untuk menghindarkan dari angin serangan setelah
itu diam-diam ia mengerahkan ilmu "Kioe-Im Tong Ci Loo Han
Cin Kang" nya. Kontan saja sigadis cantik pengangon kambing merasakan
segulung hawa pukulan yang sangat dingin dengan cepat
menghajar tangannya bagaikan kena stroom lengannya jadi
kaku dan buru-buru lepas tangan untuk mundur.
Melthat tindakan dari gadis itu, Pouw Siauw Ling
membentak keras. Cambuk Pek Kut Plannya didorong kedepan laksana seekor
ular putih langsung menghantam tubuh si gadis cantik
pengangon kambing. Lie Wan Giok sama sekali tidak menduga hanya didalam
setahun saja perpisahannya dengan itu kini Pouw Sauw Ling
sudah jadi sedemikian lihay, saking terkejutnya ia menjerit
keras: "Hiaaa "!"
Belum habis ia menjerit ujung cambuk dari Pouw Siauw
Ling sudah menyambar datang.
Pada saat-saat yang sangat kritis itulah mendadak
mendengar Lie Siauw Ie membentak keras.
"Pouw Siauw Ling, kau berani..!"
Bersama waktunya pula, tubuh sigadis cantik pengangon
kambing telah didorong seseorang sehingga mundur satu
langkah kebelakang sebuah pundak yang lebar tahu-tahu
telah menghalang di hadapannya.
Sedangkan Pouw Siauw Ling pun buru-buru mengundurkan
dirinya beberapa kaki kebelakang.
"Bluuum". !" dengan menimbulkan suara yang amat keras,
kedua gulung angin pukulan itu dengan tepat berhasil
menghajar permukaan tanah tidak jauh dari tempat itu.
Ketika sigadis cantik pengangon kambing menoleh dan
memperhatikan lebih teliti maka terlihatlah angin pukulan itu
adalah hasil dari pukulan Lie Siauw Ie yang membokong diri
Pouw Siauw Ling, sedang Liem Tou entah sejak kapan tahutahu
sudah menghadang dihadapannya darah segar tiada
henti menetes keluar dari pundaknya yang lebar tentunya
pundak tersebut berhasil dilukai oleh Pouw Siauw Ling.
Waktu itulah sigadis cantik pengangon kambing baru sadar
bilamana dirinya sama sekali tidak terluka justru dikarenakan
Liem Tou tanpa memperdulikan keselamatannya sudah
unjukkan diri untuk menolong.
"Engkoh Liem kau tak usah mengurusiku lagi," teriaknya
kemudian dengan alis dikerutkan rapat-rapat. Mereka sama
sekali tidak mengikuti peraturan Bulim kaupun boleh
melanggar sumpah untuk turun tangan untuk balas


Raja Silat Lahirnya Dedengkot Silat Karya Chin Hung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

melancarkan serangan !"
Agaknya dalam hati ia merasa amat terharu sehingga titiktitik
air mata mengucur ke luar dengan derasnya.
"Wan moay kau tak usah bersedih hati," hibur Liem Tou
sambil menoleh dan tertawa pahit. "Kau serta enci le baik
baiklah berjaga diri kalian tak usah mengurusi diriku lagi.
Sekalipun bencana yang akan kualami pada hari ini akan
berubah, jadi bagaimanapun aku tidak akan melanggar
sumpah." "Adik Tou, perkataan dari Wan moay memang benar,"
timbrung Lie Siauw Le dari samping dengan suara yang keras.
"Musuh yang munculkan diri pada saat ini luar biasa kosennya,
bilamana kau tidak juga turun tangan mungkin".."
Perkataan selanjutnya ia telah kembali karena
tenggorokannya terasa seperti tersumbat.
Tetapi Liem Tou hanya tundukkan kepalanya saja tanpa
mengucapkan sepatah kata.
Mendadak sigadis cantik pengangon kambing mengangkat
kepalanya dan memandang kearah depan, waktu itu Lie Loo
lie dengan sekuat tenaga lagi melancarkan serangannya
melawan serangan-serangan gencar dari ke empat orang
berbaju hitam itu, walaupun tidak sampai terkalahkan tetapi
dari keningnya sudah mengucurkan keringat sebesar kacang
kedelai. Ketika memandang pula kearah keempat orang berbaju
hitam itu, mendekati senjata tajam mereka tak berhasil
mendekati Li Loo jie tetapi kerja samanya sangat erat.
Suatu ingatan dengan cepat berkelebat dalam benaknya.
"Bilamana ia harus bergebrak terus seperti ini, lama
ketamaan bukankah tenaga murninya akan menemui kerugian
dan akhirnya kalah?" pikirnya dihati.
Tanpa terasa lagi hatinya sudah berdebar keras.
"Engkoh Liem !" teriaknya kemudian dengan cemas.
"Apakah kau tidak mau turun tangan juga sehingga
mengharuskan ayahku mati ditangan orang lain "
Sekalipun Liem Tou mempunyai ketenangan yang tinggipun
setelah mendengar perkataan itu hatinya terasa seperti
digodam dengan martil besar, hawa murninya dengan cepat
mengalir dari pusar membuat darah lega mengucur keluar
dengan derasnya dari mulut luka dipundaknya.
Wajahnya mendadak berubah menghijau ia berdiri
terkesima dan untuk beberapa saat lamanya tak mengerti apa
yang harus dilakukan. Karena hatinya kacau, maka ketetapan hatinya pun ikut
goyang, nafsu membunuh mulai berkelebat memenuhi
wajahnya. bilamana ada orang yang membakar hatinya sekali
lagi mungkin ia segera akan turun tangan!
Ketika itulah mendadak terdengar suara bentakan yang
amat keras dari Ciat Siauw siansu itu Hong tiang dari partai
Siauw lim pay ; "Lie Siang ! aku datang membantu."
Bersamaan waktunya pula tampak seorang hweesio muda
memutarkan tubuhnya ditengah udara kemudian bagaikan
sebatang anak panah yang terlepas dari busur menubruk
kesisi tubuh Lie Loo jie yang terkurung didalam kepungan
keempat orang siancu dari perkumpulan Sin Beng Kauw itu.
Dengan demikian situasi pertempuran pun segera berubah
sekalipun sukar untuk menentukan siapa yang menang siapa
yang kalah tetapi kedua belah pihak sama-sama ngotot itu
untuk bertahan pada posisinya masing-masing.
Si gadis cantik pengangon kambing yang melihat situasi
pertempuran sudah berubah dalam hati baru bisa
menghembuskan napas lega, sedang Liem Tou pun kembali
jadi tenang. "Suhu aku akan mendengarkan perkataanmu !" dalam
batinnya. Baru saja ia selesai berpikir, mendadak suara tertawa keras
yang amat menyeramkan kembali berkumandang masuk
kesamping telinganya diikuti Boe Beng Tok su mengayunkan
tangan kirinya sambil membentak nyaring :
"Liam Tou! apakah selama ini kau baik-baik saja" tentunya
kau orang masih ingat dengan aku Ay Lauw?"
Liem Tou sudah tentu tak akan melupakan diri Ay Lauw
Hek Tiauw atau sirajawali hitam dari gunung Ay Lauw Hek
san, Sun Ci Si, ketika melihat jari tangan kirinya yang tinggal
empat buah itu ia tertawa sedih.
"Sun Ci Si ! sebenarnya aku ada janji satu tahun dengan
dirimu, untuk melakukan pembalasan dendam, tetapi aku
sendiripun sama sekali tidak menduga kalau pada setahun
yang lalu diatas puncak pertama gunung Cing Shia dihadapan
jago-jago Bulim aku orang sudah mengunci tangan.
Yaaa ". sekarang akupun tidak ingin banyak bicara lagi,
kau ingin potong kepala atau turun tangan kecil cepatlah
turun tangan aku tidak akan balas menyerang."
Walaupun Sun Ci Si sendiri pernah juga mendengar
bilamana Liem Tou telah mengunci tangan, tetapi selama ini ia
tidak percaya, didalam anggapannya berita itu tentunya berita
bohong atau siasat dari Liem Tou guna menghindarkan diri
dari kepungan-kepungan musuh tangguhnya.
Tetapi kini, sesudah mendengar pengakuan dari pemuda
itu sendiri, ia baru terkesima; untuk beberapa saat lamanya
tak sepatah katapun, bisa diucapkan keluar.
Liem Tou yang melihat wajah Boe Beng Tok-su
memperlihatkan sikap yang serba saIah segera tertawa
terbahak-babak, sambungnya kembali.
"Sun Ci Si, bilamana aku melihat dandananmu serta tanda
pada dadamu mungkin kaulah kauw-cu dari Sin Beng Kauw
yang namanya mulai terdengar di dalam Bulim " Aku dengar
kau sudah mengangkat dirimu sebagai kauw cu dengan
julukan Boe Beng Tok su. Jika ditinjau dari hal ini tentunya
kau sudah ada persiapan untuk menjagoi seluruh kolong langit
bukan?" Boe Beng Tok su melirik sekejap ke arah Liem Tou,
kemudian ia mendengus dengan beratnya.
Pouw Siauw Ling yang ada disisinya ketika mendengar
perkataan dari Liem Tou. mendadak sadar bilamana pemuda
itu sudah mengandung suatu maksud tertentu, buru-buru
selanya: "Kauw cu, bilamana kau tidak cepat-cepat bereskan Liem
Tou si bangsat cilik ini; bagaimana mungkin dirimu bisa
tancapkan kaki didalam dunia persilatan ?"
"Pouw Siauw Ling !" Maki Lie Siauw Ie dengan gusar. "Kau
tidak usah banyak bacot disini. Bilamana adik Tou sungguhsungguh
ada maksud untuk mencabut nyawamu, pada
setahun yang lalu kau musnah dari bumi. Apakah kau tidak
malu pada perbuatanmu pada saat ini?"
Pouw Siauw Ling jadi amat gusar.
"Liem Tou sudah membunuh ayahku bahkan memenggal
batang lehernya, bilamana dendam ini tidak kubalas,
bagaimana aku bisa bertanggung jawab terhadap arwah
ayahku?" Mendengar perkataan itu Liem Tou segera tertawa
terbahak-bahak dengan kerasnya, dia mencegah perdebatan
sengit antara Lie Siauw le dengan Pouw Siauw Ling lalu
terhadap Boe Beng Toksu ujarnya:
"Sun Ci Si aku orang she Liem sudah berkata kalau diriku
pada saat ini telah mengunci tangan, sekalipun ada orang
yang bermaksud untuk membunuh dirikupun, aku tidak akan
membalas. Tetapi aku sebelumnya, aku ingin memperingatkan
kepadamu. bilamana kau ingin tancapkan diri didalam Bu lim
dalam kedudukan terhormat maka janganlah sekali-kali
melanggar peraturan Bu lim; kalau tidak kendati aku Liem Tou
mati ditanganmu pun kau tak bakal punya muka lagi untuk
munculkan diri didalam Bu lim."
Pouw Siauw Ling yang mendengar perkataan itu sampai
disitu wajahnya kontan berubah hebat. dalam hari ia benarbenar
terasa takut bilamana hati Boe Bang Tok-su benarbenar
kena dibakar sehingga meninggalkan tempat itu.
Karena pergaulannya selama beberapa buIan ini sudah
cukup baginya untuk bisa meraba sifat dingin dan sifat
kesombongan darl Boe Beng Tok su, biarpun dalam saat gusar
ia sangat berbahaya dan bisa bertindak keji, tetapi perubahan
sikapnya luar biasa pula.
Bilamana dibiarkan terus dan digosok pula oleh Liem Tou,
mungkin sekali ia bisa angkat kaki.
Pouw Siauw Ling yang takut kejadian itu sampai terjadi,
segera angkat cambuknya menghantam kedepan.
"Liam Tou ! Kau berani memaki kauw-cu kami!" bentaknya.
Cambuknya dengan disertai sambaran angin yang tajam
menyapu datang tetapi baru saja cambuknya meluncur sampai
ditengah jalan mendadak batok kepalanya terasa seperti
ditekan dengan segulung angin pukulan yang maha dahsyat
hal ini membuat dia jadi menjerit kaget dan meloncat mundur
kearah belakang. Ditengah ruangan Cie Ing Tong mendadak melayang turun
Oei Poh itu akan murid dari si Cing Liong To Si Piauw tauw
wajahnya sukar untuk dilukIskan dan dengan tajam ia melototi
Pouw Siauw Ling sambil bertertak:
"Kau tidak usah berlagak jago! Kau tidak usah berlagak
jago !" SambiI berkata mendadak dia putar badan dan mengirim
satu pukulan kearah Liem Tou.
"Liem Tou !" bentaknya keras, "Asalkan aku bisa
melampiaskan kemangkelan hatiku maka urusan bakal beres
sudah, kau terimalah pukulanku ini !"
Lie Siauw Ie serta si gadis cantik pengangon kambing sama
sekali tidak menduga dia bisa melancarkan serangan secara
tiba-tiba, didalam keadaan terperanjat mereka berdua buruburu
mendorongkan sepasang telapaknya untuk memunahkan
datangnya serangan tersebut.
Siapa sangka ilmu pukulan yang digunakan Oei Poh pada
waktu itu adalah ilmu pukulan "Sian Hong Cian" dari Heng san
pay. Walaupun angin pukulannya menyambar dari depan
tetapi kekuatan serangannya memutar dari belakang tubuh.
Baru saja sepasang telapak Lie Siauw Ie serta sigadis cantik
pengangon kambing dilancarkan kedepan, terdengarlah Liem
Tou mendengus berat tubuhnya terjengkang maju satu
langkah kedepan. Walaupun begitu sang pemuda tidak sampai memuntahkan
darah segar; jelas Oei Poh sudah turun tangan ringan
terhadap dirinya. Oei Poh yang melihat serangannya berhasil mencapai pada
sasarannya dengan amat gembira ia tertawa tergelak,
kemudian meloncat ketengah udara sambil serunya.
"Liam Tou; untuk ini hari urusan diantara kita aku permisi
sampai disini dulu!"
Tubuhnya yang ada ditengah udara berjumpalitan
beberapa kali kemudian laksana sambaran kilat meluncur
kearah Pouw Siam Ling. Pouw Siauw Ling ketika melihat Oei Poh memiliki gaya
gerakan yang begitu indah buru-buru melintangkan cambuk
Pek Kut Pian-nya keatas kepala untuk menantikan datangnya
serangan dari pihak musuh.
Hanya didalam sekejap saja seluruh ruangan sudah
dipenuhi dengan bayangan Oei Poh seorang diri yang
menyambar kian kemari, sedang jagoan lainnya pada berdiri
melongo-longo disisi kalangan.
Sebaliknya Lie Siauw Ie serta sigadis cantik pengangon
kambing dengan cemas membimbing bangun tubuh Liem Tou.
"Kau sudah terluka" Bagaimana dengan keadaan lukamu?"
Tanya kedua gadis itu dengan hampir berbareng.
Air muka Liem Tou pada saat itu amat pucat sedang
keadaannya rada payah kepalanya terasa amat pening sedang
dadanya mual, untung saja tenaga dalam yang dimilikinya
sudah mencapai pada taraf kesernpurnaannya. Setelah
mengatur pernapasan beberapa saat lamanya perasaan itu
berhasil ditekan keluar dari dalam tubuhnya.
"Aaakh ?" tidak mengapa !" sahutnya kemudian sambil
tertawa ketika mendengar pertanyaan dari dua orang gadis
itu. "Oei Poh tidak akan bertindak kejam. Kemungkinan pula ia
bukan hanya sekali saja mendatangi perkampungan Ma Mo
san cung kita ini !"
Jilid 42 : Isi peti mati "Jenazah dari Liem Tou"
SETELAH mendengar perkataan tersebut Lie Siauw Ie serta
si gadis cantik pengangon kambing baru merasa lega.
Waktu itulah mendadak".
"Pergi bentak Lie Loo jie dengan suara amat keras. "Braaak
..!" salah satu dari keempat orang berbaju hitam yang
mengepung diri Lie Loo jie sejak tadi itu berhasil kena
dihantam sehingga terpental keluar dari kalangan dan rubuh
tidak bisa bangun lagi. "Tia. jangan lepaskan mereka barang seorangpun." Teriak
si gadis cantik pengangon kambing,
Mendengar teriakan itu Liem Tou jadi kaget, ia tahu urusan
akan berubah semakin ruyam lagi.
Sedikit pun tidak salah, mendadak terdengar Boe Beng Tok
su mendengus dingin kemudian mengangkat pedang hitamnya
keatas dan melototi sekejap kearah si gadis cantik pangangon
kambing. "Liem Tou, siapakah orang itu," tanyanya kepada sang
pemuda dengan nada dingin.
Yang ditanya oleh Boe Bang Tok cu bukannya si gadis
cantik pengangon kambing melainkan Oei Poh.
Kiranya Oei Poh dengan mengandalkan ilmu meringankan
tubuhnya yang sangat sempurna berhasil berkelebat kesana
kemari dengan gesitnya hal ini membuat Pouw Siauw Ling jadi
kelabakan dan untuk beberapa saat lamanya tak sanggup
untuk melakukan tindakan sesuatu apapun.
Liem Tou yang dicintai lantas saja tahu bilamana Boe Beng
Tok su ada maksud pinjam alasan tersabut untuk turun
tangan, karenanya ia lantas tertawa.
"Sun Ci Si ! Jadi kau anggap dia adalah jagoan yang aku
sewa untuk membantu diriku?" akhirnya ia tertawa.
Liem Tou tahu keadaannya pada saat ini amat berbahaya
sekali, didalam pikirannya ia terus-menerus mencari jalan
guna menjepit diri Boe Beng Tok su sehingga dia tak sanggup
lagi untuk turun tangan, setelah usahanya ini berhasil maka
baru berusaha untuk menolong Lie Loo jie meloloskan diri dari
kurungan dan menghindar bencana ini.
Siapa sangka Boe Beng Tok su bukanlah seorang manusia
bodoh, tampak dia orang sambil tertawa dingin dengan


Raja Silat Lahirnya Dedengkot Silat Karya Chin Hung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

perlahan maju mendekati diri sang pemuda.
"Liem Tou teriaknya, "Bagaimana juga aku tak akan
melepaskan dirimu !"
Sembari berkata pedangnya dilintangkan di depan dada
dan bertindak maju, walaupun begitu matanya sama sekali
tidak memperhatikan sang pemuda, jelas dia orang tak
memandang sebelah mata pun terhadap diri Liem Tou.
Waktu itu kembali Oei Poh melancarkan dua buah serangan
gencar kearah Pouw Siauw Ling kemudian melayang kembali
ketengah udara, Sekali loncatkan badan tubuhnya berhasil
melayang sejauh dua kaki dari diri Siauw Ling. Mendadak"
cahaya hitam berkelebat memenuhi angkasa Boe Beng Toksu
bersuit nyaring sehingga membuat suasana didalam ruargan
Cie lng Tong diliputi oleh napsu membunuh yang semakin
menebal. "Sungguh keji siasat dari bangsat ini !". Batin Liem Tou
yang berdiri disisi kalangan. Kiranya mengambil kesempatan
sewaktu Oei Poh melayang mundur kebelakang, Boe Beng
Toksu telah meloncat maju kedepan sambil memainkan
pedang hitamnya sedemikian rupa beberapa kaki
disekelilingnya dengan cepat kena terkurung dibawah
sambaran hama pedang yang tajam.
Kepandaian yang paling diandalkan oleh Oei Poh adalah
meloncat dan menyambar di tengah udara kemudian mencari
kesempatan yang bagus untuk melukai orang, kini Boe Beng
Toksu telah mendahului dirinya dengan merebut posisi yang
lebih menguntungkan kemudian melancarkan serangan
pedang yang menimbulkan desiran tajam seketika itu juga
membuat hatinya jadi amat terperanjat.
Keringat dingin membasahi seluruh tubuh, tenaga
dalamnya segera disalurkan kesatu titik dan siap-siap dibabat
kearah depan. Tiba tiba " Bayangan hijau berkelebat disusul segulung angin pukulan
yang maha dahsyat menyambar kearah Boe Beng Tok su.
"Tahan !" Boe Beng Toksu tak berani berlaku gegabah, buru-buru ia
menarik kembali pedang hitamnya dan melayang beberapa depa ke
belakang setelah itu ia baru
pentangkan matanya lebar-lebar untuk memandang kearah
orang yang baru datang itu. Kiranya dia hanyalah seorang gadis berbaju hijau yang
masih muda saat itu dengan hati yang amat cemas gadis itu
lagi berteriak kearah Liem Tou:
"Cepat lari, Boen Ing telah datang !"
Sejak semula Liem Tou sudah mengetahui kalau orang itu
adalah Cing jie ia kerutkan alisnya rapat-rapat tanpa bergerak
dari tempatnya semula. Boe Beng Tek su yang berhasil mengurung Oei Poh
dibawah kurungan hawa pedangnya tetapi kini kena
digagalkan oleh Ceng jie hatinya jadi amat gusar!
Pedang hitam dilintangkan kedepan dada, lalu bagaikan
segulung angin taufan manggulung kearah Cing jie.
Cing jie yang mencekal pedang Lan Beng Kiam sudah tentu
tidak akan takut terhadap ketajaman pedang musuhnya,
melihat ujung pedang dari Boe Beng Tok su hampir mendekati
tubuhnya dengan gesit ia menyentakkan pedangnya kedepan
untuk merangkis. "Traaaang ".!" dengan menimbulkan suara bentrokan
laksana pekikan naga dan bunga-bunga api memecik
keangkasa dan masing-masing pihak pada meloncat mundur
kebelakang. Baik Boe Beng Tok su maupun Cing jie dengan hati
terparanjat buru-buru memeriksa pedangnya masing-masing
ketika melihat pedangnya tak cedera kembali mereka bergerak
jadi satu dengan serunya.
Hanya didalam sekejap mata seluruh angkasa telah
dipenuhi dengan berkelebatnya cahaya hitam serta cahaya
putih yang saling melibat, saling mengejar dengan ramainya.
Keadaan pada waktu itu benar-benar amat menegangkan.
Lie Siauw Ie serta sigadis cantik pengangon kambing sama
sekali tidak kenal dengan Cing jie tetapi melihat gadis tersebut
kenal dengan Liem Tou, dengan hati penuh tanda tanya ia
bertanya dengan suara yang lirih:
"Siapakah gadis berbaju hijau itu?"
"Puteri It Tiap Cing jie dari gunung Heng san yang telah
memperoleh seluruh kepandaian silat aliran Heng san pay"
"Dan siapa pula Boen Ing yang dimaksudkan?" tanya Lie
Siauw Ie sesudah termenung sebentar.
"Anak murid dari It Tiap Cing jie perempuan siluman itu
amat keji buas dan cabul!"
Baru saja ia selesai berkata dari arah luar ruangan Cie Ing
Tong tiba2 melayang datang sesosok bayangan tubuh yang
bukan lain adalah Boen Ing siperempuan langsing dan
menawan hati itu . Melihat kejadian itu tak kuasa lagi Lie Si auw Ie berseru
memuji . "Oooo", seorang gadis yang amat cantik sekali!"
Sebaliknya Liem Tou jadi amat kaget, mukanya berubah
menegang dan kini kelihatan amat serius sekali.
Air muka Boen Ing diliputi oleh suatu sikap yang seperti
tertawa tapi tidak mirip dengan tertawa dengan sepasang
mata yang jeli dan mempesonakan ia memandang kearah
Liem Tou. Terhadap pertempuran yang sedang berlangsung ditengah
kalangan dia orang sama sekali tidak mengambil perduli -
selangkah demi selangkah perempuan itu semakin mendekat
diri Liem Tou. Ketika Boen Ing sudah berada sangat dekat sekali dengan
pemuda itu, sigadis cantik pengangon kambing yang ada di
sisinya tak bisa menahan sabar lagi.
"Apa yang hendak kau lakukan?" bentaknya.
Sambil tersenyum Boen Ing melirik sekejap kearah sigadis
cantik pengangon kambing, ia sama sekali tidak menjawab,
bahkan melanjutkan kembali langkahnya kedepan.
Melihat kejadian tersebut Lie Siauw Ie serta sigadis cantik
pengangon kambing bersama-sama membentak keras lalu
melayang ke hadapan Liem Tou.
Saat itulah Boen Ing baru menghentikan gerakannya.
"Aduuuh . . !" teriaknya kaget, "apakah kalian berdua
merasa ada tenaga untuk menghalangi diriku" Liem Tou, lebih
baik kau ikuti saja diriku tanpa membangkang; Karena kau
hingga kini aku sampai belum juga merasakan nikmatnya
kawin!" Liem Tou tahu bila Lie Siauw Ie serta gadis cantik
pengangon kambing bukanlah tandingannya karena takut
mereka berdua bakal mendapat cidera.
Buru-buru ia mendesak maju kehadapan kedua orang gadis
itu. Sambil memandang kearah Boen lng, lalu pikirannya
dalam hati: "Tidak aneh kalau anak murid dari partai Heng san
pay pada terjebak kedalam perangkapnya. Tarnyata ia
mempunyai wajah yang begitu menawan hati.
Belum sempat ia memberikan jawaban mendadak dari sisi
kiri kembali berkelebat datang sesosok bayangan abu-abu
yang langsung menerjang kearah diri Boen lng.
Dengan ketajaman mata Liem Tou sekilas pandang saja ia
sudah bisa lihat kalau orang itu bukan lain adalah Lie Loo jie
dari Hang san Jie Yu tampaklah dengan wajah yang diliputi
oleh kegusaran dan dengan geram ia menerjang diri
perempuan itu. Ketika tubuhnya tiba disamping perempuan itu, sepasang
telapaknya bersama-sama didorong kedepan dan melancarkan
satu pukulan yang maha dahsyat.
Boen Ing hanya tersenyum terhadap datangnya serangan
itu dan dia orang sama sekali tidak menggubrisnya.
"Nona Boen, kau hati-hati !" teriak Pouw Siauw Ling yang
berada disamping dengan amat cemas.
Sejak munculnya Boen Ing tadi, Pouw - Siauw Ling sudah
mengenalkan kembali dan diam-diam hatinya merasa amat
girang. Cuma saja disebabkan selama ini Boen -Ing hanya
memperhatikan Liem Tou terus menerus maka untuk
beberapa waktu dia orang sama sekali tidak menyapa dirinya.
Liem Tou yang melihat Heng san Loo jie secara mendadak
melancarkan serangan bokongan dalam hati jadi amat kaget,
tak kuasa lagi ia pun sudah berteriak keras,
"Boen jie jangan !"
Tetapi waktu sudah tidak mengijinkan lagi, baru saja angin
pukulan dari Heng san Loo jie menyambar keluar mendadak
Boen-ing tekuk pinggang lantas berputar.
Kecuali Liem Tou sendiri, orang-orang lain sama sekali tidak
dapat melihat dengan menggunakan cara apakah perempuan
itu turun tangan, tahu-tahu terdengar Heng san Too jie
berteriak keras. Dengan sifat yang berangasan dan ingin menang dari Heng
san Too jie, dia orang mana mau mandah digebuk, sambil
menggigit kencang, bibirnya mendadak tubuhnya meloncat
kembati kedepan. Kendati tubuhnya masa sempoyongan, matanya melotot
lebar-lebar sedang mulutnya tiada bentinya memaki dengan
kata-kata yang kotor. "Anak jadah, sundal tengik ...! perempuan cabul, Loo toa
ku sudah kau bawa kemana " bilamana kau tidak suka bicara
yang jelas ini hari juga aku Loo jie akan mengadu jiwa dengan
dirimu !" Sembari berkata tubuhnya kembali menerjang kearah
tubuh Boen lng. Perempuan itu hanya tersenyum saja tanpa
memperlihatkan gerakan apapun juga menanti tubuh Heng
san Loo jie hampir mendekati tubuhnya mendadak ia kebutkan
ujung jubah kirinya kedepan.
Segulung angin sambaran yang amat keras kontan
menggulung tubuh Loo jie dan melemparkannya kebelakang.
Heng San Loo jie yang sudah terluka parah kini tak
sanggup lagi untuk menghindar. Kelihatannya ia bakal mati
dibawah serangan yang maha dahsyat itu.
Pada saat yang amat kritis itulah mendadak tampak
bayangan hitam dan putih yang sedang bertempur sengit
saling berpisah. Cahaya putih laksana serentetan pelangi langsung
meluncur kearah tubuh Boen Ing yang lagi melancarkan
serangan. Melihat datangnya serangan tersebut Boen Ing buru-buru
menarik kembali serangannya dan menangkis cahaya putih
itu, melihat munculnya Cing jie dengan gusar ia membentak:
"Bangsat kiranya kau kembali rasakanlah pukulanku."
Tubuhnya dengan gesit meloncat ke tengah udara
kemudian memancarkan sebuah serangan gencar kedepan.
Cing jie tidak jadi gugup; pedang Lau Beng Kiam
ditangannya dikebaskan membentuk bunga-bunga pedang
yang dengan cepat mengguIung ketubuh Boen Ing.
Hanya didalam sekejap mata mereka berdua sudah saling
bergebrak dengan sengitnya.
Ketika itulah Pouw Siauw Ling melihat suatu kesempatan
yang amat bagus" "Kauwcu !" teriaknya dengan cepat, "Bilamana kita tidak
bergerak pada saat ini, kau man tunggu sampai kapan lagi?"
Sambil berkata cambuk Pek Kui Pian di tangannya
dimainkan sehingga menimbulkan suara angin pukulan yang
menderu-deru dan menggulung seluruh tubuh Oei Poh.
Boe Beng Tok su yang mendengar suara teriakan tersebut
kontan menjadi tersadar kembali.
"Liem Tou, hutang kita pada setahun yang lalu kita
bereskan sekarang juga !" bentaknya dingin.
Ditengah berkelebatnya cahaya hitam, tubuhnya dengan
dahsyat menubruk kearah dirinya Liem Tou.
Melihat perubahan situasi itu sang pemuda baru merasa
bilamana waktunya telah tiba; sambil menghela napas dia
segera menutup matanya rapat rapat.
Suara bentakan gusar dari Lie Siauw le serta sigadis cantik
pengangon kambing berkumandang saling susul-menyusul
mengiringi suara tertawa dingin dari Boe Beng Tok-su.
"Breet.. !", Liem Tou hanya merasakan dadanya perih dan
amat sakit sekali; pikiran pertama begitu berkelebat didalam
benaknya buru-buru ia berteriak keras.
"Enci Ie ! Adik Wan cepat lari ! Jangan urusi diriku lagi !"
Ketika ia membuka matanya kembali tampaklah dadanya
sudah tergores. Sebuah luka sepanjang beberapa coen oleh
babatan pedang hitam Boe Beng Tok su sehingga mengenai
tulang dadanya, darah segar mengucur keluar dengan amat
derasnya. Pada saat yang bersamaan dari luar perkampungan
berkumandang datang suara teriakan yang ramai disertai
suara tangisan dari bocah serta kaum perempuan yang
memilukan hati, dan dari jendela ruangan Cie Ing Tong dapat
terlihat api berkobar dengan besarnya membakar seluruh
perkampungan. Hatinya semakin sedih seperti diiris-iris, lalu gumamnya
seorang diri: "Angin topan melanda dari empat penjuru, api
lilin sirap dan ruangan hancur", asap mengepul dan
membuyar tertiup angin ?"
Teringat akan hal itu tak kuasa lagi seluruh tubuhnya
gemetar dengan amat keras, air mata mengucur keluar
membasahi wajahnya. Mendadak terdengar suara dengusan kerbau yang
memanjang menyadarkan kembali pemuda itu dari
lamunannya, ketika menoleh kekalangan pertempuran
terlihatlah Lie Siauw Ie serta sigadis cantik pengangon
kambing dengan mengandalkan tangan kosong sedang
bergebrak melawan Boe Beng Tok su. Keadaannya amat kritis
dan berbahaya sekali. Walaupun kini ia sudah terluka parah tetapi pikirannya
masih juga memikirkan keselamatan dari kedua orang gadis
itu dengan paksakan diri ia menarik napas panjang dan
serunya kepada kerbaunya yang ada diluar:
"Engkoh kerbau cepat kemari dan tolonglah enci Ie serta


Raja Silat Lahirnya Dedengkot Silat Karya Chin Hung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

adik Wan keluar dari sini."
Tiba tiba bayangan hitam kembali berkelebat datang
disusul segulung angin sambaran yang tajam menghajar
lengannya tahu-tahu tangan kirinya sudah kena tersayat oleh
pedang Boe Beng Toksu sehingga darah segar mengucur
semakin deras. "Liem Tou kenapa kau masih belum juga pergi !" teriak Lie
Siauw Ie serta si gadis cantik pengangon kambing berbareng
ketika melihat keadaannya yang amat mengenaskan itu.
"Apakah kau rela mati dibunuh oleh mereka itu ?"
Walaupun dalam hati Liem Tou merasa sedih bagaikan
ditembusi dengan beribu-ribu batang anak panah tetapi ia
tetap menuruti atas perkataan suhunya.
Ia merasa bahwa kejadian ini adalah takdir yang tak
mungkin dapat dihindarkan oleh tenaga manusia.
Karenanya ia cuma tundukkan kepalanya sambil
menggeleng dan memandang kucuran darah segar yang
mengalir keluar dari luka pada dada serta lengannya itu.
Pada saat saat yang amat kritis itulah mendadak ditengah
ruangan kembali bertambah dengan dua orang yang bukan lain adalah Thian
Pian Siauw cu serta Thiat Bok Taysu, mereka berbisik sebentar, kemudian
secara mendadak bersama-sama menubruk ke arah Lie Loo jie.
"Haa"ha"haa.. Lie Loo jie," teriak Thian Pian Siauw cu
sambil tertawa seram, "Baiknya ini hari kita saling adu kepandaian !"
Didalam sekejap mata angin pukulan menderu-deru
diselingi suara suitan serta jeritan melengking yang
menyeramkan dari Thiat-Bok Taysu membuat keadaan diri Lie
Loo jie semakin berbahaya.
Sejak munculnya Thian Pian Siauw cu serta Thiat Bok
Taysu di tengah kalangan perhatian dari sigadis cantik
pengangon kambing sudah bercabang ia mulai menguatirkan
keselamatan diri ayahnya Lie Lojie disamping itu harus pula
menahan serangan-serangan gancar dari Boe Beng Toksu
teriaknya tibatiba dengan suara keras; "Tia ! Kau orang tua jangan bergebrak dengan mereka..!"
Lie Lojie yang mendengar suara teriakan dari sigadis cantik
pangangon kambing dalam anggapannya gadis itu sudah
terbunuh ditangan pihak musuh didalam keadaan amat
terperanjat pikirannya jadi bercabang.
Mengambil kesempatan sangat baik itulah Thian Pian
Siauwcu melancarkan satu pukulan yang amat dahsyat
kedepan bersamaan waktunya pula ketiga orang berbaju
Hitam lainnya bersama-sama menggerakkan senjatanya
membacok kearah tubuh siorang tua itu.
Lie Loo jie jadi gelagapan dibuatnya.,
"Braak !" tidak ampun lagi dadanya kena dihajar dengan
keras oleh pukulan dari Thian Pian Siauwcu itu sehingga sang
tubuh dari siorang tua tak kuasa untuk berdiri tegak lagi
kepalanya terasa pening dadanya terasa mual, tubuh terpukul
mundur selangkah kebelakang dengan sempoyongan.
Karena tubuhnya mundur kebelakang dengan tepat sudah
menyongsong datangnya tusukan ketiga bilah golok dari
ketiga orang si angcu dari perkumpulan Sin Beng Kauw.
Terdengar salah seorang siangcu membentak keras
tangannya mendorong kedepan senjatanya dengan cepat
menusuk punggung Lie Loo jie sehingga menembus
kedadanya. Lie Loo jie menjerit ngeri darah segar muncrat keluar dari
mulutnya kemudian rubuh ke arah depan.
Siangcu yang baru saja berhasil menusuk Lie Loo lie ketika
mendengar suara jeritannya itu saking kagetnya tanpa
mencabut kembali pedangnya buruburu
mundur kebelakang. Sedang Thian Pian Siauw cu segera tertawa terbabakbahak
dengan kerasnya. "Haa ?" haa Lie Sang biarlah aku orang she Ke beri satu
kematian yang wajar untuk dirimu !" teriaknya.
Ketika tubuhnya maju kedepan hendak menambahi lagi
satu pukulan, Thiat Bok Taysu yang ada disisinya tiba-tiba
mencegah. "Ke Siauw cu, buat apa kau orang harus turun tangan
sendiri ?" Sembari berkata tubuhnya maju selangkah kedepan,
sepasang telapak tangannya yang sudah kehilangan kesepuluh
jarinya dengan cepat diangkat dan siap siap dibabat kebawah.
Tetapi mimpipun ia tidak pernah menyangka secara tiba
tiba Lie Loo jie meloncat bangun, ditengah menyemburnya
darah segar sepasang telapaknya bersama sama didorong
kedepan. Thiat Bok Taysu jadi gugup setengah mati, belum sampai
pikiran kedua melayang didalam benaknya Thiat Bok Taysu
sudah menjerit ngeri, tubuhnya terlempar jauh beberapa kali
ketengah udara, Kiranya hweesio itu sudah termakan oleh pukulan terakhir
Lie Loo jie yang menggunakan seluruh tenaga dalam yang
dimilikinya sehingga isi perutnya hancur berantakan. Sepasang
matanya yang hijau melotot keluar sedang darah segar
mengucur keluar terus dari panca inderanya. Seketika itu juga
Thian Bok thaysu menemui ajalnya.
Lie Loo jie pun sesudah melancarkan pukulannya yang
terakhir ia menghembuskan napas panjang, tubuhnya dengan
perlahan-Iahan melemas untuk berbaring kembali keatas
tanah dan akhirnya jago tua menghembuskan napas yang
penghabisan. Demikian seorang jagoan yang dihormati olen seluruh
orang-orang Bulim telah menemui ajalnya dibawah serangan
gabungan dari Thiau Pian Siauw cu serta orang-orang dari
perkumpulan Sin Bang Kauw, Lie Loo jie mati dalam keadaan
mata melotot lebar-lebar agaknya ia merasa tidak rela dengan
kematiannya itu. Dengan kematiannya ini, Hong tiang dari Siauw lim pay,
Ciat Siauw siansu yang selama ini bertempur mendampingi
dirinya mendadak menggigit kencang bibirnya dan
melancarkan tiga buah pukulan gencar kedepan, menanti
musuhnya terdesak mundur tubuhnya buru-buru maju
kedepan mendekati mayat dari Lie Loo jie.
Dengan hati terharu teriaknya keras:
"Lie Sang heng, kematianmu sungguh mengenaskan sekali
! Aku pasti akan membalaskan dendam bagimu !"
Selesai berkata ia enjotkan badannya malayang sejauh tiga
kaki kemudian meluncur ke luar dari jendela dan lenyap tak
berbekas. Si hweesio cilik yang selama ini mengikuti jejak Hong
tiangnya pun buru buru mengikuti jejaknya berlalu dari sana.
Sekali lagi Thian Phian Siauw cu tertawa panjang, setelah
melihat Thiat Bok Thaysu tidak tertolong lagi ia putar badan
menghadapi Liem Tou yang sudah bermandikan darah, sekali
lagi ia tertawa terbahak-bahak dengan seramnya.
Ketika itu didalam ruangan Cie Ing Tong kembali
berdatangan segerombolan manusia.
Ketika Thian Pian siauwcu menoleh kearah gerombolan
orang-orang itu mendadak ia tertawa keras kembali.
"Haaa . . haaa Loo Ciang kau sudah datang terlambat satu
tindak; Le Sang sudah pergi !" teriaknya.
Kiranya orang dua yang baru datang bukan lain dialah Auw
Hay Ong, Ciang Cau suami istri bersama anak buahnya.
"He he hee he ! Ke hong. kau jangan keburu bangga disini
masih ada Liem Tou," teriak si Auw Hay Ong Ciang Cau sambil
menyapu kearah pemuda tersebut.
Baru saja ia selesai berkata mendadak terdengar suara
dengusan keras dari sang kerbau yang berada diluar ruangan.
Auw Hay Ong yang mengetahui betapa dahsyatnya kerbau
tersebut dalam hati jadi amat cemas.
"Cepat bereskan Liem Tou !" teriaknya.
Ditengah suara bentakan yang amat ramai para jago dari
Kiem Tien Pay pada bubarkan diri dan bersama-sama
menerjang kedepan. Liem Tou yang pada waktu itu sudah dipenuhi dengan luka,
sekalipun tenaga dalamnya tinggi tetapi berhubung banyaknya
darah yang mengalir keluar, tubuhnya sudah sempoyongan
sedang pemandangannyapun mulai buram, apalagi sesudah
Lie Loo jie menemui ajalnya, kejadian ini membuat hatinya
terasa terjerumus kedalam gudang salju
Tubuhnya gemetaran amat keras, wajahnya berubah pucat
pasi bagaikan mayat sedang matanya mendelong memandang
ketempat ke jauhan, dalam hati ia mulai merasa menyesal,
menyesal karena ia harus mengunci tangan dan mengucapkan
sumpah yang berat sehingga kini walaupun ada tenaga tak
kuasa untuk memberikan perlawanan.
Si gadis cantik pengangon kambing yang melihat ayahnya
terbunuh tak bisa menahan goncangan dihatinya lagi, ia
menjerit ngeri dan rubuh tak sadarkan diri diatas tanah.
Kini tingggal Lie Siauw Ie seorang saja sambil menahan
kepedihan dihati tetap melanjutkan pertempurannya
bergebrak mati-matian menahan seranganserangan
dari Boe Beng Tok-su. Tetapi sejak kemunculan orang-orang Kiem Tien Pay tibatiba
saja Boe Beng Tok su mengundurkan dirinya kesamping.
"Liem Tou !" katanya dingin. "Aku lihat Iukamu tidak
ringan, untuk melarikan diri pun tak bakal sanggup biarlah
orang-orang yang tertinggal disini untuk bereskan dirimu.
Hutang piutang diantara kitapun sampai disini saja kita
selesaikan." "Baiklah, Sun Ci Si" sahut Liem Tou sambil tertawa sedih.
"Semoga, saja kau bisa membahagiakan dunia persilatan,
hutang piutang diantara kitapun sudah sampai disini."
Baru berbicara sampai disitu mendadak kakinya jadi lemas
sehingga tubuhnya rubuh setengah berlutut, tetapi dengan
alis yang dikerutkan rapat-rapat ia berusaha bangun kembali
lalu memandang kearah Boe Beng Tok su sambil tersenyum.
Boe Beng Tok su mengangguk, baru saja dia putar tubuh
mendadak satu ingatan barkelebat didalam benaknya.
Matanya menyapu sekejap kearah si gadis cantik
pengangon kambing yang menggeletak diatas tanah, tubuhnya mendadak maju
kedepan dan membopong tubuh gadis tersebut. "Sun Ci Si. kau ingin berbuat apa ?" bentak Liem Tou
dengan gusar. "Heee..heee " Liem Tou, kau boleh berlega hati ! ! Aku
Boe Beng Tok su paling tidak suka bermain perempuan."
Selesai mengucapkan beberapa patah kata itu tanpa perduli
diri Liem Tou lagi; ia putar badan dan bersuit dengan nyaring.
Pouw Siauw Ling yang mendengar suara suitan tersebut
hatinya jadi cemas. "Kauw cu, apakah kau hendak melepaskan Liem Tou
dengan begitu saja ?"" teriaknya.
Tubuhnya dengan cepat menubruk kedepan; cambuk
ditangannya laksana kilat menyambar keatas menghajar
tulang punggung dari pemuda itu, disusul tangannya yang lain
menarik kebawah, cambuk bertulang putih yang dipenuhi
dengan duri itu kontan saja menggores pada punggung
pemuda dengan beberapa liang Iuka yang dalam dan panjang.
Saking sakitnya kembali Liem Tou rubuh keatas tanah
sambil menggigit kencang bibirnya. Ia menahan suara rintihan
yang rasanya hendak meloncat keluar dari ujung mulut.
Agaknya Pouw Siauw Ling tak rela melepaskan Liem Tou
begitu saja cambuknya kembali diayunkan siap menghajar
mati pemuda tersebut. "Pouw Siancu !" Bentak Boe Beng Toksu dengan gusar.
"Apakah kau orang hendak melanggar perintah dari kauwcu
mu ?" Mendengar suara bentakannya yang begitu dingin Pouw
Siauw Ling merasa hatinya bergidik cambuk Pek kut Pian yang
telah diayunkan ketengah udara diletakkan kembali akhirnya ia
meludahi tubuh pemuda itu sembari teriaknya gemas:
"Bilamana aku tidak terhasil menghancurkan tubuhmu
dendam hatiku tak bakal dapat lenyap !"
Dengan gemasnya ia jejakkan kakinya keatas tanah,
bersama-sama dengan Boe BengTok su berlalu melalui
jendela. Dengan sekuat tenaga Liem Tou berusaha untuk bangun
duduk, tetapi ia tak ada tenaga lagi untuk berdiri; melihat Lie
Siauw Ie masih juga bertempur mati-matian melawan orangorang
dari partai Kiem Tien Pay, tak tertahan lagi pemuda jadi
menghela napas panjang. "Enci Ie!! cepatlah kau pergi dari sini!! Urusan sudah jadi
begini . . . !! " Berbicara sampai disitu, titik-titik air mata mulai mengucur
keluar membasahi wajahnya.
Mendadak matanya melotot lebar-lebar; dengan geram dan
wajah menyengir seram teriaknya dengan keras.
"Biarkan aku mati! Biarkan aku mati! kenapa kalian tidak
biarkan aku mati saja?"
Setelah melihat peristiwa yang terjadi didepan mata, dalam
hati dia semakin menyesali atas sumpah berat yang pernah
diucapkan sewaktu mengunci tangannya, kalau semisalnya
dulu ia tidak bersumpah berat maka kini hari tak bakal terjadi
peristiwa yang menyedihkan ini.
Ketika kepalanya didongakkan tampaklah Thian Pian
Siauwcu serta Auw Hay Ong suami isteri dengan tenangnva
berdiri di tengah-tengah ruangan Cie lng Tong, mereka tidak
turun tangan, juga tidak berlalu dari sana.
Cuma saja anak buah dari partai Kiem Tien Pay dengan
gencarnya menyerang terus kearah Liem Tou membuat Lie
Siauw Ie terpaksa harus memberikan perlawanan dengan
sepenuh tenaga. "Liem Tou !", terdengar Oei Poh berteriak secara tiba tiba
"Dahulu kau pernah menolong nyawaku, aku tidak akan
berhutang budi terhadap dirimu lagi".
Sembari berkata tubuhnya menerjang ke depan sembari
mengeluarkan ilmu simpanannya aliran "Heng San Pay"
Sepasang telapaknya dengan melancarkan pukulan berputar


Raja Silat Lahirnya Dedengkot Silat Karya Chin Hung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hanya didalam sekejap saja menghantam tubuh berpuluhpuluh
orang jagoan dari partai Kiem Tien Pay sehingga kocarkacir
Iari tunggang-langgang. tak seorang pun yang berhasil
mendekati badannya. Melihat kejadian itu, Auw Hay Ong Bo jadi teramat gusar
sepasang matanya melotot bulat-bulat; sembari mengetrukkan
tongkatnya keatas tanah ia berteriak kearah Thian Pin-
Siauwcu: "Hey Ke Hong kenalkah kau orang dengan bangsat cilik ini"
Ilmu pukulannya sungguh kukoay!"
"Bagaimanapun pengetahuan Thian Pian - Siauwcu jauh
lebih luas jika dibandingkan dengan Auw Hay Ong Bo,"
terdengar dia menjawab dengan keras.
"Itulah ilmu pukulan Siang Hong Ciang Hoat dari partai
Heng San Pay, lebih baik itu orang sedikit berhati hati."
Dengan hampir bersamaan waktunya Auw Hay Ong serta
Auw Hay Ong Bo bersama-sama menjejakkan kakinya keatas
tanah kemudian laksana sambaran kilat masing-masing
melancarkan satu pukulan gencar memaksa Oei Poh terdesak
dan mundur kebelakang. Tenaga dalam yang dimiliki Oei Poh sebetulnya biasa-biasa
saja dan hanya boleh dihitung sebagai jagoan kelas satu
didalam dunia persilatan. Selama ini ia bisa begitu dahsyat dan
hebatrya kesemuanya ini tidak lain hanya mengandalkan
keampuhan dari ilmu pukulan Sian Hong Ciang serta kedua
buah jurus sakti yang terukir diatas batu didalam lembah matihidup.
Saat ini walau pun untuk menghadapi serangan musuh
yang sangat gencar ini dia bisa mengeluarkan ketiga buah
jurus sakti Lang -Gong Sam Cat nya, tetapi dengan
perbuatannya itu sudah tentu Liew Tou pun akan ikut
menemui ajalnya. Menghadapi situasi yang amat mendesak dan kritis ini Oei
Poh tak urung jadi kelabakan juga, untuk sesaat ia merasa
kebingungan apa yang harus dilakukan untuk menghadapi hal
tersebut. Pada detik detik terakhir tiba-tiba terdengar suara
dengusan dari sang kerbau disusul derapan kaki yang amat
keras merasa menerjang masuk kedalam ruangan Cie Ing
Tong. Melihat munculnya kerbau tersebut Auw Hay Ong suami
isteri tadi sangat terperanjat.
"Ke Hong, tahan binatang itu !" gembornya keras
Thian Pian Siauw cu yang belum pernah merasakan
bagaimana dahsyatnya kekuatan kerbau itu, mendengar
peringatan itu ia lantas tertawa ringan.
"Loo ciang kau boleh legakan hati buat apa urusan yang
sekecil itu kau ributkan?"
Sembari berkata ia putar badannya sambil mengirim satu
pukulan kearah binatang itu. Siapa cangka kerbau itu sangat cerdik sekali, bukan saja
kulitaya keras laksana baja. bahkan setelah memperoleh
didikan selama satu tahun lamanya dalam hal tenaga dalam
kini ia boleh dikata sudah merupakan seekor kerbau yang
benar-benar Ajaib. Dimana angin pukulan Thian Pilan Siauwcu mnenyamnbar
lewat, kerbau itu dengan sebatnya menundukkan kepalanya menghindar,
ditengah suara dengusan gusar yang amat keras tanpa perduli
segala rintangan dengan cepatnya ia menubruk kearah depan
. Thian Pian Siauw cu sudah tentu tidak pernah menyangka
bilamana kerbau itu bisa sedemikian lihaynya tubuhnya buruburu
manekuk kemudian manyingkir kesamping .
"Sreeet .!" dengan menimbulkan suara - desiran yang
tajam tahu-tahu kerbau itu sudah lewat dari sisi rubuhnya kemudian
langsung mempersiapkan tanduknya menerjang kearah Auw Hay Ong suami isteri.
"Binatang kau berani cari gara-gara dengan aku orang ?"
Teriak Auw Ong Bo dengan gusarnya."Sekarang juga aku kirim
kau pulang keasalmu !"
Tongkat besi ditangannya dengan menggunakan jurus Lek
Pit Hoat San" atau membabat hancur gunung Hoa san
menghantam kearah bawah dengan kerasnya.
Dia cepat, kerbau itu jauh lebih cepat tahu-tahu binatang
itu sudah memutar kesamping ekornya yang panjang laksana
sebuah cambuk lemas dengan menimbulkan desiran angin
serangan yang menajam menggulung - kearah besi di tangan
Auw Hay Ong Bo. Auw Hay Ong Bo yang mempunyai tenaga dalam hasil
latihan selama sepuluh tahun lamanya ketika melihat
perbuatan dari kerbau itu hatinya jadi teramat girang pikirnya:
"Hmm ! tongkat besi dari Loo nio sangat berat sekali,
asalkan aku gunakan sedikit tenaga untuk menekan kebawah maka kau binatang
celaka tak bakal bisa lobos dari kematian !"
Diam-diam hawa murninya disalurkan ke seluruh tangan,
baru saja ia bermaksud untuk menekankan tongkat besinya
kebawah, mendadak sang kerbau ini mendahului setindak dari
dirinya. Ditengah dengusan yang amat keras, ekornya yang
panjang ditampar kesamping dengan kecepatan laksana kilat.
Auw Hay Ong Bo kontan merasakan telapak tangannya
tergetar amat keras. hampir hampir saja tongkat besi
ditangannya tergetar lepas dari cekalannya.
Gerakan dari sang kerbau ini tidak berhenti sampai disitu
saja; mengambil kesempatan yang sangat baik ini sepasang
kaki belakangnya dengan kecepatan penuh menendang
kearah lambung musuhnya. Seluruh geraknya ini dilakukan dalam waktu sekejap mata,
bagi Auw Hay Ong Bo sadar tentu tak ada waktu lagi untuk
menghindar. "Aduuh"!", ditengah suara jeritan ngeri yang mendirikan
bulu roma, lambungnya sudah kena tendangan sehingga
tubuhnya rubuh keatas tanah dengan bermandikan darah
segar. Agaknya kerbau itu masih menaruh rasa benci terhadap
perempuan itu, tubuhnya itu kembali kebelakang dan
menginjak injak beberapa kali keatas tubuh Auw Hay Ong Bo
yang menggeletak diatas tanah.
Kejadian ini kontan saja membuat para jagoan dari partai
Kiem Tien Pay pada ketakutan dan mengundurkan diri
beberapa, kaki jauhnya dengan wajah pucat pasi.
Sehabis merubuhkan seorang musuh kerbau itu dengan
gagah dan sepasang mata berwarna merah darah berdiri
tegak di tengah kalangan kelihatannya ia siap siap hendak
melancarkan serangannya kembali kearah musuh.
"Engkoh kerbau, cepat bawa adik Tou menyingkir dari sini,"
teriak Siauw Ie dangan cepat.
Dengan terburu-buru gadis itu menarik lengan Liem Tou
untuk menaikkan keatas punggung kerbaunya.
Kiranya Liem Tou sama sekali tidak jatuh pingsan cuma
saja disebabkan lukanya terlalu parah, maka tubuhnya sama
sekali tidak bisa bergerak lagi.
Waktu itu pemuda itu pun merasa bilamana dirinya
diangkat oleh Lie Siauw le ke atas punggung kerbaunya,
mendadak dengan mata membelalak lebarlebar teriaknya
setengah mendesis. "Enci le, kau pergilah ! Kau hendak menyingkir dengan cara
apa ?" "Sesudah kau pergi, aku bisa mencari akal sendiri,
legakanla hatimu !" "Tidak Enci le ! kau harus maningggalkan tempat ini
bersama-sama diriku kita bersama saja naik kerbau ini !"
Bantah Liem Tou sambil goyangkan kepalanya berulang kali.
"Tidak bisa jadi. kerbaumu tak bakal sanggup untuk
mengangkat kira berdua apa lagi musuh tangguh ada
dibadapan mata. Kerbau itu sembari melarikan diri harus
menahan pula serangan musuh !"
Air mata yang mengucur keluar dari kelopak mata Liem Tou
kini telah berubah jadi cucuran darah segar, ketika melihat
pertempuran sengit yang sedang berlangsung antara Cing jie
dengan Boen lng dimana beberapa kali Boen Ing hendak
mengejar kedepan untuk merebut dirinya tetapi setiap kali
pula tertahan oleh serangan gadis itu, hatinya jadi tergerak.
Sambil menarik napas panjang tiba-tiba saja teriaknya keras.
"Oei Poh ! nona Cing ! aku Liem Tou merasa sangat
berterima kasih sekali atas budi pertolongan kalian yang
begitu besar. Kini aku sudah terlalu parah dan tidak bisa
bergerak lagi, jika kalian berdua suka menolong aku tolonglah
sampai selesai, sampai kalian suka menjagakan keselamatan
dari Lie Siauw le anak murid diri Lie Sang serta gadis cantik
pengangon kambing yang telah diculik oleh Sin Beng Kauw cu
untuk itu asalkan aku Liem Tou tidak sampai mati dikemudian
hari tentu akan kubalas budi kebaikan kalian ini."
Menanti nada ucapannya sudah lemah dan sama sakali tak
bertenaga, dalam pikirannya mendadak teringat kembali akan
nasib dari si perempuan tunggal Tauw Hong, cuma sayang
akhirnya ia tak sempat untuk mengucapkan hal itu, karena
darah yang mengucur ke luar terlalu banyak, akhirnya pemuda
tersebut jatuh tak sadarkan diatas punggung kerbau.
Lie Siauw le yang melihat kejadian ini tak mau banyak
berpikir panjang lagi. "Engkoh kerbau, cepat pergi," teriaknya keras.
Dengan keras ia tabok pantat dari sang kerbau tersebut,
Diantara suara dengusan yang memberat, kerbau itu
jejakan kakinya keatas tanah lalu dengan kecepatan bagaikan kilat menerjang
keluar dari ruangan Cie Eng Tong. Melihat Liem Tou yang tak sadarkan diri dengan
menunggang kerbau Thian Pian siauw Cu segera tertawa
dingin, tubuhnya dengan cepat meloncat kedepan
menghadang didepan pintu.
Sang kerbau yang bertujuan menolong majikannya sama
sekali tak menggubris keadaan disekelilingnya, dengan
dahsyat ia tundukkan kepalanya dan menerjang kedepan.
Thian Pian Siauw -cu yang melihat gerak- gerik kerbau itu
segera membentak keras, dengan amat dahsyat ia mengirim
dua pukulan sekaligus menghantam keatas kepala binatang
tersebut. Agaknya kerbau itu mengerti bila kekuatan pukulan
tersebut amat dahsyat. ia meraung keras tubuhnya buru-buru
mundur beberapa kaki kebelakang. Tetapi kerbau tersebut
tidak berhenti sampai disitu saja setelah mundur, dengan
garangnya kembali menerjang kearah depan. Thian Pian
siauwcu bukanlah seorang manusia yang bodoh, serangan
demi serangan dilancarkan tiada hentinya memaksa kerbau
tersebut berulang kali harus mengundurkan dirinya
kebelakang. Lama kelamaan kerbau itu jadi gusar juga, sifat
kebinatangannya mulai meliputi kembali. Ia mendengus gusar
dengan kerasnya sehingga membuat seluruh ruangan Cie Eng
Tong tergetar hebat. Pada saat itu "Ia" berdiri kurang lebih dua kaki didepan
tubuh Thian Pian siauwcu matanya yang besar berwarna
merah melotot kedepan tak berkedip. Ekornya yang tegak
lurus bagaikan pit menegak laksana tombak sedang dari ujung
mulutnya menyiarkan hawa panas yang diiringi gerengan
marah . .. Disebelah belakang, sejak kematian Auw Hay Ong Bo
terinjak injak oleh sang kerbau beberapa kali Auw Hay Ong,
Ciang Cau bermaksud hendak menerjang kedepan tetapi
setiap kali kena terhadang oleh serangan-serangan Oei Poh
serta Lie Siauw le. . Pedang Boen Ing pun kena terhadang oleh Cing Jie, hal ini
membuat siapa pun sulit untuk memisahkan diri guna ikut
campur didalam bentrokan antara sang kerbau dengan Thian
Pian siauwcu. Si Thian Pian siauwcu yang mengerti bagaimana lihaynya
sang kerbau tersebut sedikit pun tidak berani berlaku
gegabah, demikianlah akhirnya sang binatang serta sang
manusia berdiri saling berhadapan tanpa ada pihak lain yang
mulai bergerak. Mendadak suatu ingatan terkelebat didalam benak Thian
Pian siauwcu,, pikirnya dalam hati:
"Yang aku maui adalah nyawa dari Liem Tou si bangsat cilik
itu, asalkan aku berhasil membinasakan dirinya sehingga
membabat bibit bencana dikemudian hari, maka keadaan
bereslah sudah, buat apa kau orang harus ngotot bergebrak
terus dengan kerbau itu ?"
Berpikir akan hal itu, mendadak tubuhnya meloncat
kesamping memberikan satu jalan bagi kerbau itu untuk
melewati pintu tersebut. Didalam hatinya ia bermaksud apabila kerbau itu
menerjang keluar melalui sisi tubuhnya, mengambil
kesempatan tersebut Thian Pian siauwcu hendak meloncat
ketengah udara dan mencengkeram tubuh Liem Tou seperti
gerakan diri burung elang menyambar anak ayam sewaktu
gerakan itu berhasil bukankah persoalan mudah dibereskan.
Setelah mengambil keputusan didalam hatinya ia mulai
tersenyum dan melirik kearah kerbau itu dengan maksud
memancing. Kembali sang kerbau mendengus berat kakinya
yang didepan disepak sepak berulang kali tetapi tubuhnya
sama sekali tidak menerjang kedepan, agaknya iapun sedang
memikirkan sesuatu. Thian Pian siauwcu yang melihat kerbau itu kendati sangat
marah tubuhrya tidak juga suka bergerak, dalam hati merasa
amat mendongkol. Ia mulai ada maksud untuk mengusiknya mendadak
telapak kirinya dibabat kedepan mengirim satu pukulan tajam
menghajar tubuh sang kerbau tersebut.
Sedikitpun tidak salah agaknya kali ini sang kerbau itu tak
bisa menahan sabar lagi. Kepalanya ditundukkan rendahrendah,
dari mulutnya mengeluarkan busa putih. Akhirnya
dengan gerakan yang amat ganas ia menerjang maju
kedepan. Thian Pian siauwcu yang melihat kerbau tersebut kena
terpancing oleh siasatnya dalam hati merasa sangat girang.


Raja Silat Lahirnya Dedengkot Silat Karya Chin Hung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tetapi sebentar kemudian ia sudah menjerit kaget, kiranya
kerbau tersebut sama sekali tidak menerjang kearah pintu
luar. sebaliknya dengan ganas dan garangnya menerjang
kearahnya. Laksana sambaran kilat ia menjejakkan kakinya keatas
permukaan tanah kemudian melayang keluar sejauh beberapa
depa dari tempat semula. Mengambil kesempatan itulah sang kerbau menggoyanggoyangkan
ekornya yang panjang, tanpa menoleh lagi
menerjang dari ruangan Cie Eng Tong tersebut.
Dengan kecepatan yang penuh, binatang itu lari menuruni
gunung Ha Mo san dengan melalui tiga rintangan, Tanpa
banyak membuang waktu lagi, setelah tiba dibawah gunung
segera lari menjauh. Hanya didalam sekejap saja
bayangannya telah lenyap tak berbekas.
"Thian Pian siauwcu yang melihat gagal total dan
sebaliknya malah memberikan kesempatan bagi kerbau itu
untuk menerjang keluar dari dalam ruangan, hatinya merasa
teramat gusar, ia bersuit keras memanggil burung elangnya
kemudian tanpa banyak waktu lagi dengan menunggang
diatas punggung burung peliharaannya ia melakukan
pengejaran cepat terhadap kerbau itu.
Sang kerbau kesayangan Liem Tou ini sambil membawa
tubuh majikannya, menggerakkan keempat kakinya terus
menerus jauh meninggalkan gunung Ha Mo san, terhadap
kuntitan dari Thian Pian siauwcu ia sama sekali tidak
mengambil gubris. Thian Pian siauwcu yang menunggang burung elangnya
pun tidak suka melepaskan mangsanya dengan begitu saja, ia
menguntit terus dari atas udara kemana kerbau itu pergi.
Ditengah perjalanan Liem Tou pernah tersadar satu kali
tetapi badannya pada saat terasa amat sakit. seperti hancur
berantakan sedikitpun tak bisa berkutik.
Apabila badannya bukan dilibat erat-erat oleh ekor sang
kerbau tersebut mungkin sejak tadi ia sudah rubuh terjungkal
keatas tanah. Akhirnya pemuda itu jatuh pingsan kembali "
menanti ia tersadar untuk kedua kalinya pikirnya jadi terang
kembali atau paling sedikit ia sudah merasa bila dirinya kena
ditolong oleh kerbaunya dan kini sedang melarikan diri dari
kejaran musuh. Tubuhnya yang mendeprok diatas punggung kerbau hanya
bisa melihat permukaan tanah, yang berlalu dengan cepat
bersamaan itu pula ia mulai merasakan luka didadanya yang
terkena sabetan pedang Boe Beng Toksu terasa amat sakit
seperti ditusuk-tusuk dengan beribu ribu bilah golok tajam
sakitnya luar biasa. Akhirnya ia tak kuat menahan diri lagi dari mulutnya mulai
memperdengarkan suara rintihan yang amat lirih. Sang kerbau
seketika mendengar suara rintihan dari Liem Tou, larinya
mulai perlahan, Tetapi berhubung Thian Pian siauwcu
mengikutinya terus ia tak
berani berhenti. Dengan kejadian itu maka rasa sakit didada pemuda itupun
rada jauh berkurang, ia mulai teringat kembali dengan
peristiwa yang baru saja terjadi diruangan Cie Eng Tong,
bagaikan baru sadar dari impian buruk keringat dingin
mengucur keluar dengan derasnya Terakhir is cuma bisa
bergumam perlahan "Oooo". suhu ! akhirnya aku
berbuat seperti apa yang kau pesan."
Baru saja ia selesai bergumam mendadak ekor kerbau itu
menyambar badannya dan dengan gerakan yang manis
melemparkan badannya ketengah udara.
"Aduh" !" teriak pemuda itu saking kaget nya.
Tubuhnya yang jauh terlempar setinggi dua depa dengan
cepat berjumpalitan beberapa kali, dan akhirnya dengan
empuk berhasil duduk tenang diatas pantat kerbau kembali.
Saat itulah sang pemuda baru mengerti maksud tujuan dari
kesayangannya ini. Liem Tou yang berhasil duduk enak; pikirannya mulai
teringat kembali dengan obat yang ada didalam sakunya.
Dengan bersusah payah dan mengeluarkan banyak tenaga
akhirnya Liem Tou berhasil juga mengeluarkan obat itu; tetapi
pada saat itu juga tangannya yang merogoh kedalam saku
telah terbentur dengan suatu benda. Ia mulai teringat kembali
semua pesan yang diberikan suhunya Thiat sie poa kepada
dirinya, disamping itu iapun mulai memahami apa yang harus
dikerjakan sesuai dengan pesan suhunya itu.
Kiranya sewaktu Thiat sie poa hendak berlalu pernah
memberi pesan wanti wanti
supaya pemuda itu dengan penemuan anehnya sewaktu
ada dilembah mati hidup digunung Heng san, pada waktu itu
tak terpikirkan olehnya penemuan aneh apa yang sedang di
maksudkan suhunya. Tetapi kini, ketika tangannya merogoh
ke dalam saku, mendadak jari tanganrya sudah tersentuh
dengan daun pohon. ia mulai teringat kembali
pengalamannya sewaktu Cing jie menghadiahkan daun
tersebut kepadanva sewaktu untuk pertama kali ia mendatangi
lembah mati hidup itu. Waktu itu tak terpikirkan olehnya apa kegunaan daun
tersebut, tetapi kini ia terasa daun itulah obat yang paling
tepat untuk menyembuhkan seluruh lukanya.
Karena untuk menuntut balas atas dendam dari Lie Lo jie
serta sitelapak naga Lie Kian Pao untuk mencari kembali
sigadis cantik pengangon kambing; siperempuan tunggal
Touw Hong serta Lie Siauw le sekalian ia harus memulihkan
kembali seluruh kepandaian ilmu silatnya.
Tetapi kembali pemuda itu teringat dengan sumpahnya
yang pernah diucapkan waktu mengunci tangan, sebelum
dirinya mati walaupun memiliki kepandaian ilmu silat yang
lihay pun tak mungkin bisa digunakan.
Karena itu ia harus menggunakan daun mati hidup itu
untuk mati satu kali, setelah mati setahun lamanya ia bisa
bangkit kembali untuk menuntut balas.
Dengan cepat kerbau itu melakukan perjalanan persis
seperti apa yang dilalui kemarin, baru kurang lebih satu
setengah jam kemudian sampailah mereka dimulut lembah
berkabut tersebut . "Engkoh kerbau cepat terjang masuk kedalam lembah
kabut itu," bisik Liem Tou dengan lirih.
Agaknya kerbau itu mengerti apa yang diucapkan oleh Liam
Tou; ekor yang membelit diatas tubuh pemuda tersebut
dilibatkan semakin kencang lagi, lalu membelok pada ujung
tebing dihadapannya. Seperti juga halnya kemarin hari kerbau
itu langsung menerjang masuk kedalam lembah yang penuh
diliputi oleh kabut tebal itu.
Pada waktu itulah tengah angkasa berkumandang datang
suara pekikan keras dari burung elang diikuti suara teriakan
tajam dari Thian Pian siauwcu:
"Liem Tou! Liem Tou ".."
Dari balik kabut yang tebal pada saat yang bersamaan
berkumandang pula suara panggilan yang amat keras . "Liem
Tou! Liem Tou!..... Agakrya Thian Pian siauwcu pun mendengar pula yang
muncul dari dalam lembah berkabut itu . "Siapa kau?" tegurnya keras
"Siapa kau ?" dari dalam lembah berkumandang pula suara
seseorang yang menirukan ucapannya. "Haaa" haaa" aku siorang tua adalah Thian Pian siauwcu"
Ke Hong adanya !" "Hmmm! manusia yang tak tahu malu !"
Mendadak dari dalam lembah berkumandang keluar suara
seorang perempuan diikuti menyambar datangnya tiga buah
batu cadas yang laksana sambaran kilat menerjang keluar dari
balik kabut. Diantara suara desiran angin serangan yang amat tajam
batu-batu cadas itu langsung meluncur ketengah udara
menyerang kearah burung elang yang ditunggangi Thian Pian
siauwcu itu. Mendengar adanya desiran tajam menyampok udara Thian
Pian Siauwcu segera sadar bila ada serangan senjata rahasia
mengarah dirinya, kakinya buru-buru mengempit burung
elangnya kencang-kencang lalu menyingkir kesamping.
Dua buah batu cadas berhasil menyambar lewat dengan
tajamnya dari sisi tubuhnya tapi batu cadas yang ketiga
bagaimanapun juga tak bisa dihindari lagi.
Tanpa ampun batu itu dengan amat keras menghajar
lambung burung elang tersehut membuat burung peliharaan
dari Thian Pian Siauwcu ini
berpekik kesakitan dan kebaskan sayapnya semakin
mengencang, hanya dalam sekejap saja mereka sudah
menerjang masuk kebalik awan dan lenyap tak berbekas.
Thian Pian Siauwcu yang melihat kelihaian orang itu
didalam hal manyambitkan senjata rahasia, dalam hati sadar
bila dirinya sudah bertemu dengan musuh tangguh ia tak
berani berlaku gegabah lagi, buru-buru burungnya
diterbangkan kebalik awan dan tidak menerjang turun lagi.
Liem Tou yang menunggang diatas punggung kerbau
menerjang masuk kedalam lembah berkabut walaupun
matanya tidak dapat melihat tetapi telinganya masih bisa
menangkap pembicaraan dari Thian Pian Siauwcu, lapun
mendengar pula bila suara panggilan terhadap namanya itu
berasal dari mulut sang burung beo.
Kerbaunya setelah menerjang hingga dasar lembah segera
menghentikan gerakannya dan berdiri tenang ditempat itu.
"Liem Tou kau sudah datang! kau sudah datang!"
terdengar kedua ekor burung beo itu berteriak tiada hentinya.
Kerbau itu setelah menghentikan gerakannya mulai
berpekik dan jongkokkan sang badan untuk meletakkan tubuh
Liem Tou keatas tanah. Agaknya ia tahu bila didalam lembah
berkabut ini pasti ada penghuninya dan orang itu menaruh
maksud baik terhadap majikannya, karena itu ia berpekik
dengan tiada hentinya minta bantuan.
"Liem Tou ! sekarang semuanya sudah berlalu," terdengar
perempuan itu berkata dengan tenangnya dari balik dinding yang berotan
seperti juga keadaan kemarin. "Bencana ini tidak ada seorang manusia pun yang bisa
menolongimu, orang-orang yang tidak tersangkut didalam
bencana ini kau boleh legakan hati; mereka telah berada
didugaan suhumu sejak semula ".. kau mengerti bukan
perkataanku ini ?" Seluruh tubuh Liem Tou telah dipenuhi dengan luka
bacokan pedang yang amat parah, saat ini badannya yang
terbaring diatas tanah sama sekali tak dapat berkutik.
Ketika mendengar perkataan tersebut ia merasa bahwa
saat untuk menelan daun mati-hidup telah sampai, tetapi
didalam pikirannya mulai terbayang kembali dengan banyak
persoalan. Ia berpikir, jika ia menelan daun mati-hidup itu maka
sewaktu tersadar kembali. satu tahun telah berlalu, pada saat
itu bagaimanakah keadaan dari si gadis cantik pengangon
kambing yang ditawan oleh Boe Beng Tok su, bagaimana pula
nasib dari Lie Siauw Ie serta siperempuan tunggal Touw Hong
" hatinya mulai merasa amat khawatir sekali. Teringat akan
persoalan itu ia tak bisa menahan golakan dihatinya lagi;
sambil mengerahkan hawa murninya ia berteriak keras :
"Nasib Nasib . . . tolong tanya apakah enci Ie, adik Wan
serta Hong Susiok itu juga termasuk orang-orang yang
tersangkut didalam bencana ini ?"
Perempuan yang ada dibalik dinding berotan itu sewaktu
mendengar pertanyaan sagera menghela napas panjang,
"Heeei..! sudah tentu." merekapun termasuk didalam
orang-orang yang terkena bencana, cuma . . ."
Liem Tou segera merasakan hatinya seperti mau meledak
saking sedih dan tergoncangnya tanpa perduli badannya
terluka parah ia mencak-mencak dengan keras.
"Apa " cuma kenapa ?" teriaknya laksana gemuruh disiang
hari bolong. "Ouw". Thian kenapa aku tidak termasuk diantara orangorang
yang mendapat bencana kematian ?"
Karena goncangan itu seluruh mulutnya juga jadi pecah
dan sakitnya luar biasa tetapi tidak ambil perduli sambil
menggigit kencang bibirnya ia bertahan terus.
"Kau tidak usah bersedih hati !" hibur perempuan itu
dengan suara yang perlahan. "Siapa yang bilang kau tidak
termasuk orang yang harus menemui bencana kematian "
badanmu sudah terluka parah dan segera berbaring kedalam
peti mati yang disediakan oleh suhumu itu. Apakah soal ini
bukan termasuk bencana kematian ?"
Ia berhenti sebentar, kemudian dengan tenang dan kalem
sambungnya kembali, "Cuma walaupun enci le, adik Wan serta Hong susiok mu
termasuk didalam orang-orang yang terkena bencana, tetapi
mereka tidak termasuk didalam golongan orang orang yang
terkena bencana kematian."
"Kalau mereka tidak termasuk didalam bencana kematian,
lalu mereka seharusnya dikatakan terkena bencana apa"
apakah ..?" seru Lien Tou dengan air mata bercucuran.
Ketika teringat akan suatu akibat yang jauh lebih
mengerikan ia jadi tertegun dan menghentikan
pembicaraannya. "Tidak! Tidak ! Liem Tou, kau jangan berpikir begitu
banyak," teriak perempuan secara mendadak. "Aaakh..
suhumu masih berpesan agar sebelum kau mati makanlah
dulu seutas tali obat, dengan berbuat begitu maka sewaktu
kau bisa melihat matahari lagi keadaanmu akan pulih seperti
sedia kala. Kalau tidak maka diatas badanmu akan
meninggalkan banyak sekali bekas-bekas luka, hal itu akan
menyeramkan sekali."
Sampai saat itu Liem Tou tidak bisa banyak berbicara lagi,
dengan gerakan yang sangat payah ia menelan dulu seutas
tali obat kemudian baru menelan daun mati-hidup tersebut.
Sebelum napasnya berhenti dan mati untuk setahun
lamanya, ia masih sempat bergumam sendiri.
"Oooow".. selamat tinggal semuanya kita berjumpa lagi
dikemudian hari." Ia mulai merasakan matanya memberat dan merasa sangat


Raja Silat Lahirnya Dedengkot Silat Karya Chin Hung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lelah napasnya semakin lama semakin ringan akhirnya ia jatuh
tidak sadarkan diri memejamkan mata dan mati.
Tidak selang lama setelah pemuda itu mati dari balik
dinding, yang tertutup tumbuhan rotan muncullah seorang
gadis berbaju hitam. Tampak gadis tersebut dengan wajah penuh air mata
menggendong mayat dari Liem Tou dan dengan perlahan
berjalan masuk kerumah gubuk tersebut. Ia membuka
penutup peti berwarna hitam itu untuk meletakkan jenazah
Liem Tou ke dalamnya setelah itu ia meletakkan pula
pedangnya itu didasar punggungnya.
Setelah semua pekerjaannya selesai gadis itu baru
mengangkat penutup peti mati tersebut untuk ditutupkan
diatasnya. "Adik Tou !" gumam gadis itu kemudian sambil meletakkan
beberapa kuntum bunga diatas peti mati, "Kau beristirahatlah
dengan lega hati, kini adik Ie ada susah, aku tidak bisa tinggal
disini untuk mengawasi terus jenazahmu, aku harus pergi
membantu adik meloloskan diri dari bahaya, aku sangat
berterimakasih sekali kepadamu, karena tempo dulu kau suka
mendengarkan perkataanku dan tidak membunuh mati
engkohku, setahun kemudian, aku masih menghadapkan kau
suka melepaskan dirinya, waktu itu sekalipun harus mati
akupun bisa mati dengan mata meram !"
Air mata bercucuran semakin deras sehingga mirip sekali
dengan hujan deras yang sedang melanda. Beberapa saat
kemudian perlahan-lahan ia baru bangun berdiri untuk
mengundurkan diri dari dalam gubuk tersebut. Yang aneh,
ternyata ia tidak menutup pintu itu sebaliknya membiarkannya
terbuka lebar lebar. Akhirnya gadis tersebut berjalan keluar dari lembah.
Setelah menggape kedua ekor burung beonya agar hinggap
diatas pundaknya kepada sang kerbau yang berdiri tenang
disana ujarnya: "Kerbau yang baik ! baik-baiklah kau menjaga jenazah dari
majikanmu, aku mau pergi !"
Selesai berkata tubuhnya dengan cepat berlalu dari tempat
itu dengan membawa serta kedua ekor burung beonya.
Hanya dalam sekejap mata bayangan tubuhnya sudah
lenyap ditengah kabut yang tebal.
Tidak lama la meninggalkan tempat itu dari balik kabut
tampak bayangan putih berkelebat dan muncullah seorang
gadis yang amat cantik sekali.
Sewaktu melihat adanya kerbau itu disana bagaikan
memperolen harta kekayaan yang berlimpah-limpah
mendadak ia tertawa terkekeh-kekeh.
"Hiii hii . Liem Tou!" teriaknya, "Ternyata kau bersembunyi
di sini, jejak kaki kerbaumu adalah suatu petunjuk jalan yang
paling baik buatku, aku tahu lukamu sangat parah tetapi tidak
sampai membahayakan nyawamu aku bisa menunggu hingga
lukamu menjadi sembuh kembali."
Sinar matanya perlahan-lahan menyapu ke arah peti mati
berwarna hitam yang ada di dalam rumah gubuk itu, bahkan
terhadap mengamuknya sang kerbau yang siap menerjang
kearahnya itu Boen Ing sama sekali tidak ambil perduli.
Tubuhnya sedikit bergerak dan tahu-tahu sudah melayang
turun didepan peti mati tersebut.
Tetapi sewaktu dapat mellhat kata-kata yang ada diatas
tutup peti mati tersebut ia jadi menjerit keras.
"Hal ini tidak mungkin, hal ini tidak mungkin ?"
Kiranya perempuan tersebut sudah manemukan kata-kata
yang bertuliskan: "Jenazah dari Liem Tou !"
Berbagai ingatan dengan cepat berkelebat didalam
benaknya, mendadak ia mengangkat telapak tangannya siapsiap
melancarkan serangan menghajar peti mati tersebut.
Tetapi sebentar kemudian ia sudah berpikir kembali :
"Hmm ! lebih baik aku periksa dulu sebenarnya apa yang
ada didalam peti mati ini "
"Ia berjalan mendekati peti mati itu, ketika dilihatnya
penutup peti mati tersebut tidak terpaku dengan cepat
diangkat dan disingkirkan kesamping.
Untuk menjaga segala kemungkinan, begitu kayu penutup
peti mati itu terbuka dengan kecepatan yang paling tinggi, ia
mengundurkan diri untuk manantikan kemungkinan yang
bakal terjadi. Jilid 43 : Mati sekali barulah hidup setahun
kemudian PADA SAAT itulah sang kerbau dengan gusarnya kembali
melancarkan serudukan ke arahnya, hal ini membuat
perempuan itu jadi rada marah, segera ujung jubahnya
dikebutkan kedepan mengirim satu pukulan dahsyat.
Sang kerbau yang merasakan datangnya serangan dahsyat
segera mendengus panjang; ia pernah merasakan bagaimana
dahsyatnya pukulan Thian Pian siancu, buru-buru tubuhnya
mengundurkan diri sejauh dua kaki lebih,
Boen Ing yang melihat dari dalam peti mati itu sama sekali
tidak menimbulkan suatu apa pun rasa curiga didalam hatinya
mulai mereda. Perlahan-lahan ia berjalan mendekat sebentar kemudian ia
sudah menemukan tubuh Liem Tou yang putih keabu-abuan
dan berbaring terlentang didalamnya.
Tangannya dengan cepat meraba kearah dada pemuda
tersebut tetapi sebentar kemudian ia sudah menemukan kalau
kematian Liem Tou adalah kematian yang benar-benar.
Hatinya mulai merasa kecewa.
Lama sekali perempuan itu dengan mata melo!ot
memperhatikan tubuh sang pemuda yang berlepotan darah
itu. Mendadak sinar matanya membentur dengan serentetan
cahaya hijau yang muncul dari atas wajahnya yang kuning
pucat itu sinar tersebut amat tipis bila diperhatikan oleh
kacamatanya yang benar-benar sempurna sukar untuk
ditemukannya. Dalam hati ia merasa rada bergerak dan menjadi sadar
kembali apa yan g sudah terjadi.
"Haa". Haa". kiranya kau lagi berpura-pura mati,"
teriaknya sambil tertawa terbahak-bahak, "Bilamana berganti
sama orang lain. mungkin berhasil kau dikibuli, tetapi terhadap
diriku apa kau anggap dengan mudah bisa kau bohongi?"
Selesai berkata kembali ia tertawa terkekeh kekeh,
pikirannya mulai berputar;
"Akh, daun mati hidup itu memang tak ada cara yang bisa
menolongnya, selembar berarti setahun, selamanya tak bakal
lewat, tetapi dia sudah menelan berapa lembar daun
tersebut?" Hatinya mulai merasa kecewa kembali.
Pada waktu itulah sang kerbau yang ada dibelakarg
tubuhnya mulai mendengus dan menerjang datang kembali
tubuhnya dengan cepat berputar sambil mengirim satu
pukulan kedepan, Kerbau itu dengan ketakutan cepat-cepat mengundurkan
dirinya kembali kebelakang.
"Baiklah !" gumamnya kemudian setelah lama berdiri
disana . "Tahun depan aku akan datang menengok dirinya
kembali." Perlahan lahan ia menutup kembali kayu penutup peti mati
ketempatnya semula kemudian berlalu dari gubuk kecil
tersebut. ==mch== WAKTU berlalu bagaikan aliran air, hanya dalam sekejap
mata setahun sudah berlalu .
Hari itu tepat pada waktunya Boen Ing sudah munculkan
dirinya kembali didalam lembah berkabut.
Kerbau tersebut jauh lebih kurusan jika dibandingkan
dengan setahun yang lalu, dengan amat tenangnya dia
berbaring didepan pintu rumah gubuk itu.
Sewaktu meIihat munculnya Boen lng untuk kedua kalinya,
seperti hatinya merasa terperanjat, mendadak ia mendengus
panjang mengirin tanda bahaya sedang tubuhnya dengan
sebatnya meloncat bangun dan melototi diri Boen Ing tajamtajam.
Perempuan itu tetnyata sama sekali tidak berjalan menuju
kesana, sambil berdiri tegak teriaknya.
"Liem Tou ! Liem Tou ! Kau bangunlah !"
Dari balik ruangan gubuk itu sama sekali tidak terdengar
suara sahutan, perlahan-latan tubuhnya berjalan maju
mendekat sambil memukul mundur kerbau itu.
Sewaktu tangannya hendak mengangkat kayu penurup peti
mati itu, mendadak dari baIik peti mati berkelebat keluar
cahaya tajam disusul munculnya tubuh Liem Tou mencelat
keluar. "Bunuh!" teriaknya keras.
Ditengah berkelebatnya cahaya tajam suara jeritan ngeri
yang menyayat hati berkumandang memenuhi seluruh lembah
tersebut. Liem Tou sambil menenteng pedang sudah meloncat keluar
dari dalam peti mati, pedangnya kini berhasil menembusi ulu
hati Boen Ing; membuat darah segar berceceran memenuhi
permukaan tanah. Tubuh perempuan itu perlahan-lahan jadi lemas dan
akhirrya rubuh keatas tanah dalam kedaan tak bernyawa lagi.
Sang kerbau itu sewaktu melihat majikannya hidup
kembali, dengan penuh kegirangan, ia mendengus panjang
dan menggoyang-goyangkan ekornya.
Dari kelompok matanya yang besar manetestah titik-titik
airmata kegirangan. Liem Tou yang hidup untuk kedua kalinya didalam kolong
langit walaupun dalam hati merasa amat girang tetapi iapun
rada termangu mangu, dengan dengan pikiran kosong ia
menengadah keatas memandang awan yang berlalu dengan
cepat hatinya merasa amat sedih.
Melihat bekas darah yang telah menghitam serta wajahnya
yang kusut dengan rambut terurai tidak karuan, hatinya
semakin sedih apa yang pernah terjadi pada waktu yang lalu
kembali terbayang didalam benaknya.
Supeknya sicangkul sakti Lie Sang sudah terbunuh mati!
sitelapak naga Le Kian Poo juga mati sigadis cantik pengangon
kambing di culik Boen Bong Tok Su jajak enci le nya tidak
diketahui.........." masih ada lagi lanyapnya Hong Susiok ?".
sewaktu teringat dengan beberapa orang itu hatinya semakin
pedih rasanya, ia menyadari bahwa orang-orang itu menderita
semuanya disebabkan dia sendiri.
Hatinya jadi kecut, sepasang matanya jadi semakin basah
oleh air mata yang mengalir keluar dengan deras.
Kepingin sekali ia menangis sekeras kerasnya pada waktu
itu, apalagi ketika dilihatnya sang kerbau itu sedang
mengucurkan air mata. Mendadak suatu perasaan yang maha aneh bergolak
didalam hatinya, kontan saja air mukanya berubah hebat.
"Engkoh kerbau !" mendadak bentaknya dengan amat
gusar. "Apa yang sedang kau tangisi ?"
Tubuhnya mulai gemetar amat keras, air mata hampirhampir
saja manetes keluar, tetapi ia berusaba
mempertahankan diri, tubuhnya gemetar semakin keras,
akhirnya... Sekonyong konyong Liem Tou memutar badan, pedang
ditangan kirinya dengan cepat digerakkan membentuk bungaTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
bunga pedang yang; amat banyak sedang telapak kanannya
dibalik mengirim satu pukulan kedepan.
"Aku akan membalas dendam.........." teriaknya murka.
"Aku mau membalas dendam .... ."
Ketika suara teriakan yang ketiga baru saja meluncur keluar
dari mulutnya mendadak terdengar suara gemuruh yang amat
keras berkumandang memenuhi angkasa.
Gubuk kecil yang digunakan pemuda itu untuk beristirahat
selama setahun pada saat ini sudah hancur berantakan
terkena hajaran angin pukulannya itu.
Melihat kejadian itu pada mulanya pemuda tersebut rada
melengak tetapi sebentar kemudian ia sudah tertawa
terbahak-bahak. "Haha, haaa dunia kangouw". Haa" haaa.. suatu
peraturan Bu lim yang tak patut dipercayai. Aku mati
mengobrak-abrik seluruh dunia persilatan; teriaknya keras,
"Aku tidak malui lagi kepercayaan dunia kang-ouw. Haha"
haa...aku mau bunuh habis mereka."
Selesai berkata kembali ia ayunkan telapak tangannya
melancarkan satu pukulan ke depan.
Walaupun kelihatannya ia sama sekali tidak gunakan
banyak tenaga serta desiran angin pukulannya tidak tajam
tetapi laksana menggulungnya ombak dahsyat ditengah
samudra sekali lagi ia menghajar gubuk serta peti mati itu
membuat benda-benda tersebut semakin hancur berkepingkeping
..! Pada waktu itu kerbaunya sudah menarik kembali rasa
gembiranya, matanya terbelalak lebar-lebar memperhatikan
diri Liem Tou tanpa berkedip .
Setelah melancarkan dua serangan Liem Toa baru berjalan
menuju kedepan sebuah air terjun, ia mulai mencuci mukanya
dan minum sepuas-puasnya.
Menanti kesadarannya mulai pulih kembali perlahan ia baru
duduk diatas tanah dan memikirkan banyak urusan.
Satu jam"; dua jam ... menanti sang surya sudah lenyap
diufuk sebelah Barat dan magribpun telah tiba pemuda
tersebut masih juga duduk terpekur disana.
Lama.. lama sekali menanti sang rembuIan sudah
menyinari seluruh jagat Liem Tou baru bangun berdiri dan
berjalan kesisi tubuh kerbaunya.
"Engkoh kerbau, "mari kita pergi ........." serunya lembut.
Wajahnya pada waktu ini sudah kelihatan dingin kaku dan
tawar, sambil menuntun sang kerbaunya perlahan-lahan ia
berjalan keluar dari lembah tersebut.
Sejurus kemudian ia sudah keluar dari balik kabut yang
tebal dan kini berdiri dibawah sorotan sinar rembulan yang
cemerlang. Dengan langkah yang sangat perlahan pemuda itu berjalan
terus kedepan, menanti pagi hari hampir menyingsing dia baru
tiba dibawah gunung Ha Mo san.
Dengan termangu-mangu dia memandang keatas gunung
tersebut, mendadak tubuhnya meloncat naik keatas punggung


Raja Silat Lahirnya Dedengkot Silat Karya Chin Hung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kerbaunya dan membentak dengan suara rendah.
"Engkoh kerbau, mari kita naik dan menengok sejenak."
Selama satu tahun lamanya kerbau itu belum pernah
melakukan perjalanan jauh, kini mendengar majikannya
mengajak ia untuk berlari dengan girangnya la lantas
mendengus ditengah suara derapan kakinya yang amat ramai
dengan amat cepat mereka menerjang naik keatas gunung Ha
Mo san. Dengan tanpa membuang banyak tenaga Liem Tou berhasil
metewati Sungai kematian, Tebing maut serta Jembatan
pencabut nyawa tetapi sewaktu tiba diatas gunung hatinya
jadi amat terperanjat sekali.
Lama sekali ia terdiri tertegun disana kiranya diatas gunung
itu sams sekali sudah tak terlihat adanya dusun serta rumah
tinggat penduduk lagi pada saat ini yang tersisa cuma bekasbekas
puing yang berserakan dimana-mana.
Liam Tou tak bisa menahan rasa kesedihan dihatinya lagi
air mata bercucuran dengan amat derasnya.
"Karena aku rakyat perkampungan le Hee San Cung, jadi
tersiksa dan menderita dengan adanya kejadian ini bagaimana
aku masih punya muka untuk menemui rakyat kampung "
sekalipun badanku harus hancurpun tidak mungkin bisa
manebus dosa yang demikian besarnya ini."
Mendadak hatinya rada bergerak, sewaktu kepalanya
menoleh kebelakang maka tampaklah diatas jembatan
percabut nyawa pada saat ini sudah terpancang sebuah
jembatan kayu yang amat besar sedang diatas tebing maut
itupun terdapat sebuah tali yang menggantung kebawah.
Dalam hati Liem Tou mulai sadar, para penduduk
perkampungan tersebut tentu sudah pada turun gunung
berhubung rumah mereka kena dimusnahkan.
Dengan hati sedih akhirnya ia putar mengelingi seluruh
perkampungan dalam hati diam-diam pikirnya:
"Aku harus membangun kembali perkamnungan Ie Hee san
cung, aku mau sambut lagi semua penduduk yang ada, aku
akan membahagiakan mereka dan hidup dengan gembira."
Akhirnya sampailah pemuda itu didepan kuburan ayahnya
si pancingan sakti Liem Cong, mendadak ia menemukan pula
disisi kuburan ayahnya terdapat pula sebuah kuburan baru.
Dengan cepat ia bergerak mendekati kuburan itu, tetapi
sebentar kemudian ia sudah menjerit dan berlutut diatas
tanah. Kiranya kuburan tersebut kuburan dari si cangkul pualam
Lie Sang adanya. "Sapek........... teriaknya keras
Air mata bercucuran dengan amat derasnya, lama
kelamaan yang mengucur keluar bukan air lagi melainkan
darah ! Kesadarannya mulai punah.
Tepat pada saat yang bersamaan terdengar kerbau itu
mendengus panjang disusul suara pekikan nyaring dari dua
ekor burung elang, Liem Tou jadi tersadar kembali, hawa
murninya buru-buru disalurkan mengelilingi seluruh tubuh
sedang semangatnyapun mulai berkobar kembali.
Ketika kepalanya didongakkan maka tampaklah diatas
kuburan Lie Sang berdiri tegak sekor burung elang raksasa
yang sedang memandang kearah pemuda itu dengan penuh
kegusaran. Liem Tou mengenali kembali kalau burung elang itu adalah
burung yang berhasil ia menangkan sewaktu bertempur
melawan Thian Pian siauwcu ia masih teringat pula bila ketiga
ekor burung itu sudah dihadiahkan kepada Lie Siauw Ie.
Semangatnya semakin berkobar mendadak sambil
melompat bangun teriakrya keras:
"Enci le!" Suara teriaknya kali ini disertai dengan hawa murni yang
sempurna kedahsyatanrya benar-benar luar biasa sekali.
"Bukan saja suara itu menggetarkan seluruh angkasa
disekeliling tempat itu bahkan dari ketiga puluh enam puncak
gunung Cing Shia pun berkumandang suara pantulan.
Kehebatan tenaga dalamnya yang mamperoleh kemajuan
yang sangat pesat ini kontan saja membuat sang kerbau yang
ada disisinya jadi terperarjat bahkan ia sendiripun merasa
tidak percaya dengan hasil yang diperolehnya pada saat ini.
Untuk beberapa saat lamanya ia jadi terkesima dan berdiri
mematung. Tetapi bayangan dari Lie Siauw Ie sama sekali tidak
kelihatan. Burung elang pun mendadak mengebaskan sayapnya,
terbang ketengah angkasa, hanya di dalam sekejap mata telah
lenyap tak berbekas. "Apakah burung-burung itu sudah jadi binatang liar
kembali?" gumam pemuda itu tak tertahan
Liem Tou tak ada maksud untuk memikirkan burung itu
kembali, ia mulai duduk disana dan membayangkan kembali
kejadian tempo hari. Ia teringat bila si gadis cantik pengangon
kambing kena ditawan oleh Boe Bang Toksu, tetapi Lie Siauw
Ie telah pergi kemana" Sewaktu dirinya tertolong oleh
kerbaunya di dalam ruangan Cie Eng Tong masih ada orangorang
dari Kiem Tien Pay serta Thian Pian Siauwcu.
Bilamana dikatakan ada orang yang menculiknya maka dia
tentu bukan lain adalah orang partai Kiem Tien Pay, atau
mungkin juga perbuatan dari Than Pian Siauwcu"
Berpikir akan hal itu hatinya berdebar-debar sangat keras,
ia mulai teringat kembali dengan pesan yang diucapkan
suhunya Thian Sie Poa sesaat meninggalkan dirinya.
"Liem Tou. sewaktu kau bertemu kembali dengan kitab Toa
Loo Cin Keng, waktu itu pula untuk bertemu kembali dengan
diriku". Yang jelas kitab pusaka Toa Loo Cin Keng itu hanya dimiliki
oleh supeknya dari partai Toen Si Pay dan tak mungkin
terjatuh ketangan orang lain.
Bilamana kitab itu tidak dibawa oleh supek, maka benda
tersebut tentu ditinggal di gunung Gobie-san, dengan
demikian menunjukkan pula kalau suhunya tentu ada disana.
Semakin berpikir ia semakin gembira. Liem Tou adalah
seorang yang sangat cerdik. Mendadak ia jadi tersadar
kembali dan berteriak keras:
"Aduuuh celaka".!"
Selagi ia ada maksud hendak meloncat bangun, mendadak
dari balik hutan disisi tubuhnya berkumandang, datang suara
dari seorang gadis yang menyambung perkataannya: "Apanya
yang celaka ?" Kau sudah membiarkan saudara sendiri
dibunuh orang tanpa mencegah; apanya yang patut celaka
lagi?"" Beberapa patah perkataan itu laksana sebilah pisau belati
yang tajam menusuk kedalam hatinya membuat tubuh
pemuda tersebut gemetar sangat keras. Wajahnya yang putih
bersih perlahan-lahan menunjukkan keadaan yang tersiksa
dan terkesima. Lama sekali ia memandang kearah hutan
dengan termangu-mangu: Sejenak kemudian ia baru menghela napas panjang,
wajahnya putih kembali seperti sedia kala.
"Giok jie" tegurnya dengan suara halus, "Perkataanmu
sedikitpun tidak salah. Aku tidak manyalahkan dirimu, aku
sudah menemukan dirimu, kau keluarlah !"
"Empek Le, enci Ie serta enci Wan sangat baik terhadap
dirimu tetapi mereka sudah kau celakai semua, aku tidak ingin
bertemu lagi dengan dirimu."
Untuk sesaat Liem Tou jadi kheki juga mendengar
perkataan itu, mendadak bentaknya:
"Apa maksud dari perkataan itu" Peristiwa terbunuhnya
supek memang kenyataan, tapi enci Ie serta adik Wan mana
mungkin bisa ikut mati" Giok kau cepat keluar aku ada
perkataan yang hendak ditanyakan kepadamu !"
"Hee ... hee ... walaupun enci le tidak mati
diperkampungan Ie Hee sin Cung tetapi sudah ditawan orang
!" seru Giok jie dengan ucapannya yang sangat dingin. Coba
kau bayangkan bilamana dia sampai tersiksa apakah enci Ie
serta enci Wan bisa tahan" apakah sampai ini hari masih
bernyawa?" Perkataan dari Giok jie ini benar-benar menusuk hati Liem
Tou. "Giok jie ! kau tidak usah bicara lagi" teriaknya gusar
"Bilamana enci Ie serta adik Wan menemui cidera kau lihat
saja, aku Liem Tou akan mengobrak abrik seluruh dunia
persilatan!" "Hee.. hee.. lebh baik kau jangan bicara besar, aku ingin
menunggu kau disini dan melihat dengan cara apa kau hendak
mengobrak abrik seluruh dunia persilatan". ejek Giok jie
kembali sambil tertawa dingin.
Mendadak sinar mata Liem Tou menajam. "Giok jie jangan
pergi dulu; eku ada perkataan yang hendak ditanyakan
kepadamu" teriaknya keras.
Giok jie sama sekali tidak menyahut.
Liem Tou rada melengak; tetapi sebentar kemudian ia
sudah merasa amat gusar, tubuhnya berkelebat laksana
sambaran kilat menerobos masuk kedalam hutan.
Hanya didatam sekejap saja ia sudah menemukan
bayangan tubuh Giok jie yang memakai baju merah itu sedang
berlari kedepan dengan cepat dan gesit.
Tetapi bila ia hendak membandingkan ilmu meringankan
tubuhnya dengan Liem Tou, masih terpaut sangat jauh.
Tanpa meninggalkan jejak hanya didalam sekejap saja
pemuda itu sudah berhasil mengejar sampai dibelakang
tubuhnya kemudian mencengkeram ujung baju sebelah
belakangnya. Sedikit menggunakan tenaga tubuh bocah perempuan itu
sudah kena diangkat tangan kirinya dengan gerakan gesit
segera mencengkeram pergelangan tangannya.
"Aaaah!" teriak Giok jie saking kagetnya mendadak ia
menoleh kebelakang. Liem Tou hanya merasa pandangannya jadi kabur, seorang
gadis yang amat cantik sekali sudah muncul dihadapan
matanya, Ternyata Giok jie yang waktu itu masih bocah kini sudah
jadi seorang gadis yang sangat cantik sekali, pada saat ini ia
sedang memanclang kearah Liem Tou dengan melongo-longo
tak sepatah katapun yang bisa diucapkan keluar.
"Giok-jie aku ada perkataan yang hendak ditanyakan
kepadamu" ujar Liem Tou sambil melepaskan cekalannya.
"Enci Ie, sudah kena tertawan oleh siapa?"
Gadis itu menggeleng tidak menjawab.
"Lalu sewaktu terjadinya peristiwa itu pada tahun yang lalu
kau ada dimana " apakah kau sudah bertemu dengan Thian
Pian Siauw cu," tanya pemuda itu lagi.
Giok jie tetap menggeleng mendadak dengan nada yang
amat dingin ujarnya: "Aku melihat burung rajawalinya terbang kesana kemari
waktu itu aku sedang menjaga ketiga ekor burung elang
sehingga jangan sampai mengikuti mereka pergi sewaktu
mereka membakar habis seluruh perkampungan Ie - Hee san
Cung. aku bersembunyi didalam tebing batu dibelakang
perkampungan. Liem Tou perlahan-lahan mengangguk "Giok jie mereka
semua sudah pergi kenapa kau tidak ikut pergi ?" tanyanya
lagi. "Aku mau menjaga kuburan dari empek Lie disamping itu
enci le ada kemungkiran juga bisa pulang aku mau menunggu
mereka, kaulah yang sudah mencelakai mereka."
Perkataan dari Giok jie yang secara langsung dan terbuka
ini membuat Liem Tou merasa semakin sedih sekalipun begitu
dalam hati ia merasa rada kheki juga.
"Giok-jie ujarnya dengan nada berubah, "Kau tidak boleh
berkata demikian aku sama sekali tidak bermaksud hendak
mencelakai mereka. Lain kali kau tidak boleh berbicara begitu
lagi. Baiklah ! Demikian saja ini hari kau ikut diriku turun
gunung untuk mencari jejak enci Ie. Bagaimana?"
Dengan pandangan yang sangat dingin Giok-jie
memandang wajah Liem Tou tajam-tajam ia tetap
membungkam. Melihat sikapnya tersebut pemuda itu keheranan.
"Kenapa kau tidak menjawab " Kenapa kau menganggap
aku sebagai musuh?" tanyanya cepat,
"Hmm! Kau ingin pergi kemana untuk mencari mereka,"
tegur gadis itu dingin. Liem Tou yang mendengar gadis itu sudah menyetujui
untuk ikut turun gunung bersama-sama dirinya teringat pula
saat kitab pusaka Toa Loa Cin Keng seperti yang diucapkan
oleh suhunya, dalam hati terasa amat gelisah dan cemas.
Buru-buru ia meroleh memanggil kerbaunya ia Ialu
berseru: "Cepat panggil burung-burung elangmu. Kita melanjutkan
perjalanan dengan menunggang kerbau."
Giok jie tetap tidak bergerak, dengan pandangan ragu-ragu
ia melototi diri Liem Tou tajam-tajam.
"Giok jie kau jangan ragu ragu lagi, ayo-jalan !" teriak
pemuda itu dengan cepat. Tidak menanti si gadis itu menunggu jawabannya lagi ia
menarik tangan Giok jie untuk dinaikkan keatas punggung
kerbaunya lalu teriaknya.
"Puncak Leng Ay puncaknya digunung Go bie, cepat
berangkat." Tangannya dengan cepat menghajar pantat kerbau itu.
Ditengah suara dengusan berat, kerbau tersebut menurut
perintah dan laksana gulungan angin cepatnya ia berlalu dari
sana. Menanti kerbau itu sudah lenyap dari pandangan Liem Tou
baru berkelebat kedepan kuburan ayahnya serta kuburan dari
Lie Loojie sesudah bersembahyang mendadak ujarnya,
"Tia Supek! Kalian baik-baiklah beristirahat disini, putramu
yang tak berbakti segera akan mencari enci le serta adik Wan,
sebelum berhasil membasmi semua musuh-musuhku aku tak
akan pulang ke perkampungan Ie Hee San Cung ini!"
Selesai berkata ia mendongakkan kepalanya bersuit nyaring
kemudian ditengah gerakan tubuhnya yang gesit hanya
didalam sekejap saja bayangan tubuhnya sudah lenyap tak
berbekas. ==mch== BULAN delapan tanggal enambelas, cuaca amat cerah
diatas jalan raya yang menghubungkan gunung Cing Shia


Raja Silat Lahirnya Dedengkot Silat Karya Chin Hung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan gunung Go bie mendadak muncul tiga titik bayangan
hitam yang terbang dengan sangat cepatnya di angkasa .
Diatas permukaan tanah muncul pula segulung debu
kuning yang mengepul laksana tiupan angin taupan.
Siang itu, disebuah kota Pek Tiang Sian muncullah tiga
orang pemuda berbaju Hitam yang baru saja keluar dari dalam
rumah penginapan, mereka bertiga pada menunggang kuda
yang dijalankan perlahan-lahan; ditinjau dari keadaannya jelas
ketiga orang itu sedang dimabokkan oleh air kata-kata.
Mendadak dari belakang tubuh mereka berkumandang
datang suara derapan kaki yang amat ramai sekali disusul
mengepulnya debu warna kuning yang menggulung laksana
air topan, hal ini membuat ketiga orang itu jadi sangat
terperanjat. "Aduh celaka ! cepat menyingkir kesamping !"
Pada saat ketiga orang itu baru saja menyingkir kesisi jalan,
dari sini tubuhnya berkelebat segulung angin kencang yang
disertai dengan debu mengepul memenuhi angkasa.
Hanya dalam waktu yang amat singkat bayangan debu itu
sudah tidak kelihatan lagi, hanya terdengar suara derapan kaki
yang sangat ramai dan memberisikkan telinga, semakin lama
pun semakin menjauh. Melihat kejadian itu ketiga orang berbaju hitam itu jadi
terpesona, terdengar seorang lelaki berbaju Imam yang ada
disebelah kiri menoleh kearah kawannya yang ada ditengah
sambil bertanya : "Than cu, apakah kau dapat melihat jelas binatang apakah
itu " mengapa larinya begitu cepat ?"
Orang berbaju hitam yang ada ditengah pada dadanya
tersulam sebuah gambar arca yang berwarna biru.
Diatas dada kedua orang yang ada disisinya pun
bersulamkan sebuah lukisan arca berwarna putih, jelas
mereka adalah orang-orang dari perkumpulan Sin beng Kauw.
Tampak orang itu mengerutkan alisnya dan menggelengkan
kepalanya. "Jika ditinjau dari derapan kaki mirip sekali dengan derap
kaki kuda, tetapi dikolong langit pada saat ini apa ada kuda
yang bisa berlari sedemikian cepatnya ?" jawabnya perlahan.
"Sekalipun kuda jempolan yang dihasilkan dari gunung Thian
san serta gurun pasir pun tidak mungkin bisa berlari cepat.
Mungkin sekali bukan kuda tetapi semacam binatang aneh
yang bisa berlari cepat !
"Thancu !" terdengar si orang berbaju hitam yang ada
disebelah kanan mendongakkan kepalanya memandang
kearah orang yang ada ditengah itu. "Kau berkata kuda
jempolan yang barnama Hiat Tui Im Kauw, sebenarnya
macam apakah kuda tersebut ?"
"Akh Apakah kau tidak tahu tentang hal ini" kuda itu adalah
semacam kuda yang bisa mengucurkan keringat merah seperti
darag, sewaktu lari kecepatannya luar biasa sekali dan
merupakan kuda yang sangat jempolan."
"Akh ! Kalau begitu kemungkinan sekali binatang yang baru
saja lewat itu adalah binatang ini;" seru orang berbaju hitam
yang ada disebelah kanan. "Tadi agaknya aku melihat sesosok
bayangan merah bergerak lewat bukankah apa yang aku lihat
persis seperti apa yang diterangkan pada saat ini?"
Agaknya Than cu tersebut rada merasa tidak percaya tetapi
iapun tidak tahu binatang apakah itu, akhirnya sambil
kerutkan alisnya rapat-rapat, gumamnya seorang diri,
"Aneh! Sungguh aneh!"
Mendadak didalam benaknya terlintas suatu ingatan, sinar
matanya jadi berkilat. "Dikolong lagit pada saat ini," katanya "ada semacam
binatang yang amat buas dan garang, larinya sangat
cepat.Hianti berdua apakah tahu binatang apakah itu?"
katanya mendadak kepada kedua orang yang ada disisinya
dengan nada serius. Mendengar perkataan tersebut kedua orang itu rada
tertegun setelah berpikir sejenak terdengar orang berbaju
Imam yang ada disebelah kanan sambil menggeleng
menyahut; "Tidak mungkin Than-cu hal itu tidak mungkin terjadi aku
dengar majikan dari binatang buas itu sudah terluka parah
bahkan ada kemungkinan sudah mati atau cacad untuk
selamanya" bagaimana mungkin binatang tersebut bisa
muncul disana!" "Yang kalian maksudkan apakah seekor kerbau!" terdengar
orang berbaju hitam yang ada disebelah kiri menyambung
"Aduuh mungkin benar-benar memang binatang tersebut
kecuali dia dikolong langit pada saat ini ada binatang apa lagi
yang bisa lari dengan begitu cepatnya?"
Berbicara sampai disitu mereka berdua bersama-sama
bungkam, diri hati mereka mulai terasa berdebar-debar sangat
keras." Akhirnya terdengartah si Thian cu itu buka suara; tanyanya
dengan suara rendah: Menurut Hian ti berdua apakah mungkin munculnya kerbau
ini ada hubungan yang sangat erat dengan kedudukan kauwcu
kita perlukah kita melaporkan hal ini kemarkas besar,?"
Mendengar perkataan itu untuk beberapa saat lamanya
kedua orang itu bungkam diri.
Lewat baberapa saat kemudian silelaki berbaju hitam
disebeiah kanan yang agaknya pikirannya jauh lebih tajam
menjawab . "Didalam menghadapi urusan ini kita tidak boleh
bertindak secara gegabah; kita tidak melihat jelas dan ada
kemungkinan juga sudah salah melihat, bilamana semisalnya
berita kita sama sekali tidak benar dan Cong Than cu
menyalahkan kita bukankah kedudukan Than-cumu itu sukar
untuk dipertahankan lebih lanjut?"
Agaknya sang Than-cu itu merasa perkataan tersebut
sedikitpun tidak salah, ia mengangguk,
"Kalau begitu aku tidak usah menggubris lagi binatang
apakah itu, ayoh lalan !" serunya kepada kedua orang
kawannya itu sambil tertawa.
Tali les kudanya disentakkan keras untuk kemudian
melanjutkan kembali perjalanannya
Mendadak dari belakang tubuh mereka muncul seorang
pengemis yang amat dekil dengan kaki telanjang, badan
bungkuk serta membawa sebuah tongkat warna hijau.
selangkah demi selangkah pengemis itu berjalan mendekat.
Melihat munculnya orang itu sang Than-cu mendadak
menahan larinya kuda dan putar badan menghadang didepan
tubuh pengemis tersebut, cambuknya dengan dahsyat lantas
dipecutkan keatas kepadanya.
Pengemis itu jadi sangat terperanjat tubuhnya buru-buru
menjatuhkan diri ke belakang sedang mulutnya dengan gusar
memaki, "Anak kura-kura, cucu anjing!! Ditengah hari bolongpun
kau ingin menganiaya aku si pengemis yang tak punya uang,
matamu sudah buta apa ?""
Sebenarnya Than-cu tersebut hendak menanyakan sesuatu
kepadanya, kini setelah mendengar suara makian tersebut
hatinya jadi teramat gusar.
Sepasang Pedang Iblis 15 Pedang Naga Kemala Karya Kho Ping Hoo Suling Naga 1
^