Pencarian

Raja Silat 23

Raja Silat Lahirnya Dedengkot Silat Karya Chin Hung Bagian 23


"Pengemis busuk, apa kau kata ?"" bentaknya keras. "Kau
berani memaki diriku kurang ajar!! Agaknya kau mencari
mati". Sembari berkata cambuknya diayunkan ke depan dan
dihajarkan kembali kearah tubuh pengemis tersebut.
Kelihatannya cambuk itu akan segera mengenai badannya
yang dekil, mendadak ia menarik kembali serangannya dan
memandang sekejap kearah pengemis tersebut.
"Hey pengemis buruk" tegurnya dingin, "Untuk sementara
aku ampuni dirimu sekarang aku mau bertanya; apakah
barusan kau pun melihat lewatnya seekor keledai atau kuda
ditempat ini?" "Hmm! agaknya perkataanku, tadi yang memaki matamu
sudah buta sedikitpun tidak salah," maki pengemis itu sambil
melototkan matanya. "Terang terangan seekor kerbau
bagaimana mungkin bisa kau katakan sebagai seekor keledai
atau kuda", diatas punggung kerbau itu duduk seorang gadis
berbaju merah apakah kau tidak bisa melihat juga kerbau
itu..?" Mendengar perkataan itu air muka dari si Than-cu dengan
cepat berobah hebat, mendadak tubuhnya meloncat turun dari
atas kuda diikuti dua orang lainnya.
Melihat tindakan dari ketiga orang itu si pengemis tersebut
jadi kebingungan dibuatnya.
"Hey Looheng, kau jangan bergurau" tegur sang Than cu
sambil mendesak maju beberapa langkah kedepan. "Apakah
perkataanmu itu sungguh coba kerbau yang kau lihat itu
bagaimanakah bentuknya?" "
"Sudah ada dua hari aku tidak makan nasi, siapa yang
banyak waktu senggang untuk mengucapkan kata-kata
bohong," seru pengemis itu keras. "Jikalau kalian sampai
menanyakan begaimanakah bentuk dari seekor kerbau,
pertanyaan ini semakin mengherankan lagi, apakah kau orang
sejak lahir sampai saat ini belum pernah melihat kerbau?"
Than cu yang kena batu untuk kedua kalinya kontan saja
membuat air mukanya berubah membesi.
Lo heng," serunya dengan serius. Aku sedang bertanya
kepadamu dengan sungguh-sungguh hati, harap kau jangan
menyindir diriku lagi. Kalau tidak". heee aku takut mayatmu
akan tertelentang ditengah jalan tanpa ada yang suka
mengurusinya." Pengemis itu memandang sekejap keatas wajah Than-cu
tersebut, mendadak sambil tertawa dingin ia melengos dan
melangkah pergi dari sana.
Melihat pengemis itu mau pergi. Than cu tersebut dengan
cepat menggerakkan badan menghadang dihadapannya.
"Loo heng, jangan pergi dulu," teriaknya keras. Coba kau
terangkan dulu bagaimana bentuk dari kertau tersebut "
warnanya hijau atau hitam ?"
Tongkat bambu yang ada ditangan pergemis itu sedikit
menutul permukaan tanah entah dengan cara yang
bagaimana tahu-tahu tubuhnya sudah lewat dari sisi tubuh
Than cu tersebut tanpa menoleh lagi ia melanjutkan
perjalanannya kedepan. Kali ini Than cu dari ketua cabang perkumpulan Sin Beng
Kauw ini benar-benar dibuat mendongkol sampai mencakmencak
dengan gusarnya, bentaknya keras :
"Pengemis busuk, aku akan bunuh kau dan suruh kau
merasakan bagaimana kalau mayat-mayat menggeletak
ditengah perjalanan tanpa ada yang mengurusinya ......."
Tubuhnya maju beberapa langkah kedepan telapak
tangannya dengan cepat melancarkan satu pukutan dahsyat
menghantam punggung dari pengemis tersebut.
Pengemis itu mendengus dingin, mendadak tubuhnya
membalik, bambu ditangannya dicukil dan tepat menutul
diatas urat nadinya. Mendadak dari sepasang mata pengemis itu memancarkan
cahaya tajam, dimana tangan-menyambarnya terdengar Than
cu itu menjerit kesakitan.
Lengannya kontan kena dihantam sehingga hancur
berantakan. Biji mata pengemis itu berputar, sesosok tongkat bambu
laksana sambaran naga sakti kembali berkelebat kearah
depan. Kedua orang anggota Sin Beng Kauw yang menjerit
kesakitan, tau-tau telinganya sudah kena dibabat hingga
putus. Pada saat itulah pengemis itu baru membentak dengan
wajah yang dingin, "Hmm ! Kalian gentong-gentong nasi yang tak berguna
belum becus kalau mau melawan diriku kalian jangan
menganggap kalau aku tidak tahu bila kalian adalah murid
murid murtad dari perkumpulan Sin Beng Kauw, laporkan
kepada kauwcu kalian tidak lama kemudian aku bisa datang
mencari balas terhadap dirinya."
Selesai berkata tongkat bambunya diayunkan ke belakang,
tubuhnya laksana sambaran kilat hanya didalam sekejap saja
sudah melesat jauh tiga puluh kaki kemudian diiringi dengan
suara tertawa dinginnya yang sangat menyeramkan tubuhnya
melayang jauh. Kini tinggal tiga orang anggota Sin Bang Kauw yang berdiri
termangu-mangu ditempat semula sambil memandang kearah
dimana bayangan pengemis itu lenyapkan diri.
Ternyata pengemis tersebut adalah hasil penyamaran dari
Liem Tou. Setelah meninggalkan beberapa orang anak murid
perkumpulan Sin Berg Kauw sepanjang jalan pemuda itu
mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya yang paling
sempurna untuk berangkat ke gunung Go bie.
Pikirnya setelah ada ditengah jalan.
"Dengan perbuatanku ini maka Sun Ci Si tentu akan tahu
pekerjaan itu adalah hasil perbuatanku. sebelum aku
murculkan diri hatinya pasti akan selalu tak tenteram:
Diam-diam Liem Tou merasa amat bangga sekali dengan
perbuatannya ini, dengan mengerahkan tenaga murninya ia
semakin mempercepat gerakannya melesat kearah gunung Go
bie . Satu jam kemudian rentetan pegunungan Go bie sudah
terbentang didepan mata; sedang Giok jie yang menunggang
kerbau itu pun mulai kelihatan didepannya.
Pemuda itu semakin mempercepat gerakannya, hanya
didalam sekejap saja ia sudah berlari sejajar dengan kerbau
tersebut. Giok jie yang melibat Liem Tou berhasil mengejar datang
dengan keras tanyanya: "Gunung apakah ini" apakah enci Le
ada.di sana?" "Walaupun enci Ie tak ada digunung Go bie tetapi
kemungkinan sekali kita bakal mengetahui jejaknya" sahut
Liem Tou sambil tertawa. Giok jie agak tidak percaya tetapi tidak mengulangi lagi
pertanyaannya. Liem Tou pun membungkam agaknya ia sendiri tidak ada
maksud untuk memberi penjelasan atas perkataannya itu.
Dengan cepatrya kedua orang itu sudah memasuki daerah
pegunungan yang curam, walaunun dataran disana tinggi
rendah tidak menentu, ditambah pula tebing-tebing yang
curam dan sukar tetapi bagi kerbau itu sama sekali tidak
menemui kesukaran. Bagaikan Iari ditanah dataran yang rata saja mereka
melanjutkan perjalanannya.
Liem Tou yang melihat sikap Giok jie sewaktu menunggang
kerbau tersebut, mendadak hatirya tergerak dan teringat
kembali akan diri Thian Pian Siauw cu,
"Giok jie" tegurnya tiba tiba "Sudah ada berapa lama kali
mengikuti diri Thian Pian Siauwcu."
"Aku sendiripun tidak tahu sudah ada berapa lama; yang
pasti sejak aku mengerti urusan, diriku sudah berkumnul
dengan dia," sahut Giok jie dengan wajah murung.
"Kalau begitu sifat dari Ke Hong tentu kau sangat
memahami bukan " sebetulnya tinggal dimana" dan
bagaimana sifatnya ?"
Giok-jie termenung berpikir sebentar akhirnya ia
menjawab.: "Dia tinggal diatas sebuah pulau kecil pulau ini tak ada
penduduk lainnya, ia menyebut pulaunya sebagai "Thian Pian
Hu Ping" atau ombak diujung langit, menurut apa yang aku
ketahui Siauw cu adalah seorang manusia yang suka
menyediri, ia cuma suka bergaulan dengan burung-burung
elangnya saja " Mendengar perkataan itu agaknya Liem Tou merasa urusan
rada ada diluar dugaan. "Kalau begitu tentunya dia seorang yang amat kejam ?"
tanyanya kembali. "Aaakh tidak, aku belum pernah melihat dia orang
melakukan pekerjaan yang kejam" bantah Giok jie sambil
menggeleng. "Yang benar, sewaktu burung elang sakit atau
terluka, dengan sabar dan penuh kasih sayangnya ia
mengobati dan merawat mereka, dikolong langit agaknya tak
ada seorangpun yang bisa menandingi keramah-tamahannya
ini." Dengan rasa keheranan Liem Tou berdirl termangu-mangu
ditempatnya, ia sama sekali tidak menyangka kalau Thian Piau
siauw cu yang disebut sebagai iblis pembunuh manusia dan
manusia berhati kejam sebenarnya adalah seorang yang
sangat ramah terhadap seorang bocah.
Perlahan-lahan Liem Tou mengangguk lama sekali ia tidak
belbicara. Pada saat itu hanya terdengar suara derapan kaki kerbau
yang memecahkan kesunyian siapapun diantara mereka
berdua tak ada yang mengangkat bicara terlebih dulu.
Waktu dengan cepatnya berlalu mendadak terdengar Liem
Tou bertanya kembali, "Kalau begitu kau tentu mengetabui asal-usul dari Ke Hong
bukan " pernahkah kau menemui isterinya ?"
"Aku tidak tahu selamanya dia orang belum pernah
mengungkap soal ini," jawab Giok jie sambil menggeleng.
"Diatas pulau ada sebuah rumah bangunan kecuali dia
dilarang untuk masuk kedalam. Katanya dtdalam rumah
bangunan itulah tinggal istrinya yang tercinta" apa yang
sebenarnya ada disana kami tidak ada yang tahu ! bahkan
tempo dulu aku serta Kiem jie sering merasa curiga bila di
dalam ruangan itulah tersimpan rahasia yang paling besar dari
Thian Pian Siauwcu."
Liem Tou menganggukkan kepalanya berulang kali
walaupun dia adalah seorang yang cerdik, tetapi pemuda
inipun tak dapat menebak rahasia apa yang terkandung
didalam rumah tersebut, walaupun begitu ia mengingat ingat
perasaan itu didalam hatinya
Tidak lama kemudian dihadapannya sudah terbentang
sebuah puncak gunung yang sangat tinggi, puncak gunung
itulah letaknya puncak Leng Ay.
"Giok jie puncak Leng Ay sudah ada didepan mata, tempat
itulah dabulu empek Lie -berlatih diri." ujar Liem Tou sambil
menuding kearah depan. Selesai berkata mereka kembali melanjutkan perjalanannya
kearah puncak tersebut. Pada saat itulah diatas puncak mendadak berkumandang
datang suara tertawa terbahak-bahak disusul suara teguran
dari seseorang; Haaa".. haa , haahaa . Liem Tou kau bocah cilik ternyata
sungguh-sungguh datang, permainan sepoa dari Thiat Sie
heng benar-benar amat mengagumkan sekali, Hey sibuntung
tua coba kau lihat Liem Tou pada saat ini sudah berubah jadi
bagaimana " sinpoa rongsokan bilang bencana dunia kangouw
dalam tubuhnya, apakah Liem Tou si bocah cilik ini benarbenar
akan menjadi seorang pembunuh yang kejam ?"
Mendengar nada suara tersebut Liem Tou segera mengenal
kembali kalau ucapan itu berasal dari sipengemis pemabok
ketika kepalanya didongakkan maka nampaklah dua sosok
bayangan manusia dengan kecepatan luar biasa meluncur
turun dari atas puncak. Dengan ketajaman mata Len Tou sejak semula ia sudah
dapat melihat jelas akan ke dua orang itu, tetapi sewaktu
melihat gerakan mereka yang begitu cepat hatinya merasa
rada tertegun juga dibuatnya.
Pikirnya dalam hati : "Sejak kapan sisiucay buntung serta sipengemis pemabok
berhasil memperlajari ilmu meringankan tubuh Hwee Si Liuw
Im dari partai Toen Sin Pay.
Ketika memperhatikan lagi gerakan dari kedua orang
susioknya itu, iapun mulai merasakan bila tenaga dalam dari
kedua orang itu sudah memperoleh kemajuan yang amat
pesat. Telapi sebentar kemudian ia sudah menjadi sadar kembali
tentunya kedua orang telah mempelajari ilmu dari kitab
pusaka Toe Loo Cin Keng sehingga kepandaian silatnya
memperoleh kemajuan yang amat pesat.
Pada saat itulah mendadak hatinya terasa rada bergetar
buru-buru ia menoleh kearah Giok jie dan teriaknya ;
"Grok jie cepat, kau bawa kerbau itu untuk sementara
menyingkir dulu aku ada urusan hendak berangkat selangkah
lebih cepat setengah jam kemudian aku akan menanti
kedatanganmu diatas puncak Leng Ay !"
Walaupun selama ini Giok jie merasa kurang senang tetapi
ia sangat penurut mendengar perkataan tersebut tanpa
membantah atau mengucapkan sesuatu sambil menuntun
kerbaunya buru-buru ia menyingkir ke bawah gunung.
Menanti kerbau itu sudah pergi jauh Liem Tou secara
mendadak meraup segenggam pasir lalu berkelebat
menyongsong kedatangan dari sisiucay buntung serta si
pengemis pemabok. Kiranya sisiucay buntung serta sipengemis dari atas puncak
telah melihat munculnya sang kerbau jauh dibawah puncak di
dalam anggapan mereka tentu Liem Tou sudah datang, maka
dengan kecepatan bagai kilat mereka berdua meluncur
kebawah untuk menyambut kedatangannya.
Siapa sangka mereka sama sekali tak menduga bila Liem
Tou sudah menyaru sebagai seorang pengemis.
Kini sewaktu dilihatnya dari bawah gunung meluncur


Raja Silat Lahirnya Dedengkot Silat Karya Chin Hung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

datang seorang pengemis, hati mereka rada bingung juga
dibuatnya. Menanti mereka sadar kembali dari lamunan, jaraknya
dengan pengemis itu tinggal dua kaki saja.
"Lihat senjata I' terdengar Liem Tou membentak keras.
Pasir yang digenggam diatas tangan dengan cepat diayun
kedepan menyebar seluas tujuh delapan kaki lebih, bahkan
setiap batu kerikil itu menyambar dengan diiringi sambaran
yang tajam. Sisiucay buntung serta sipergemis pemabok segera
merasakan lihaynva serangan tersebut mereka bersama-sama
pentangkan telapak tangannya.
Dengan menggunakan jurus 'Kong Cio Kay Peng! dari kitab
puaaka "Toa Loo Cin Keng.' kedua orang itu bersama-sama
melancarkan satu pukulan dahsyat kedepan.
Liem Tou segera mengetahui bila sisiucay buntung serta si
gpengemis pemabok sudah mempelajari isi dari kepandaian
silat Toa Loo Cin Keng dalam hati diam-diam merasa amat
terperanjat pikirnya, "Kecuali mereka berdua bersama sudah masuk kedalam
perguruan Toen Sin Pay kalau tidak hasil ini tentu didapatkan
dari cara mencuri dan peristiwa ini tak bisa dihindari lagi tentu
ada hubungan dengan suhu Thiat Sie Sianseng tetapi
mengapa ia berbuat demikian tololnya ?"
Pikiran dengan cepat berkelebat didalam benak ini ia tak
menggubris lagi terhadap datangnya serangan dari kedua
orang itu. Mendadak tubuhnya mencelat setinggi beberapa kaki
kemudian didalam beberapa kaki jumpalitan saja tubuhnya
sudah berada jauh ratusan kaki dari kedua orang itu.
Menanti sisiucay bantung serta sipengemis pemabok
merasa kehilangan jejak dari sipengemis tersebut, saking
gusarnya mereka baru berkoak-koak kegusaran.
"Huh ! sungguh sialan, disiang hari bolong juga bertemu
dengan setan" teriak sipengemis pemabok dengan marahnya.
"Binatang itu sungguh kurang ajar sekali "! Aaakh ! apakah
kita lagi bermimpi ?"
Sisiucay buntung melengak dan berdiri melongo-longo,
lama sekali ia saling bertukar pandangan dengan kawannya.
Pada saat kedua orang itu dibuat tertegun Liam Tou
dengan gerakan yang amat cepat sudah berkelebat mencapai
atas puncak gunung tersebut.
Sinar matanya yang tajam dengan cepat, menyapu sekejap
sekeliling tempat itu, ketika dilihatnya ditempat itu tampak
bayangan manusia lain, pemuda tersebut rada merandak.
Tetapi dengan cepatnya ia sudah menerjarg kembali masuk
kedalam ruangan batu yang pada saat ini terpentang lebarlebar.
==mch== DIDALAM ruangan batu itu sangat terang benderang;
didepan meja duduklah seorang nikouw tua yang amat ramah
dan lagi tersenyum kearah Liem Tou disamning nikouw tua itu
duduklah suhunya Thiat Sie sianseng dengan wajah serius.
Liem Tou agak malengak hatinya terasa berdebar-debar
amat keras. Tetapi sebentar kemudian ia sudah berkelebat
maju dan menjatuhkan diri berlutut dihadapan suhunya.
Belum sempat ia mengucapkan sesuatu, Thiat Sie sianseng
sudah goyangkan tangannya berulang kali.
"Muridku, Cepat unjuk hormat buat sucouwmu," tegurnya
perlahan. Mendengar perkataan ini Liem Tou jadi melengak, tetapi
sewaktu pikirannya teringat kembali dengan suhunya
siperempuan tunggal Touw Hong. Salah satu dari Auw Hay
Siang Hap yang pernah menggetarkan seluruh Bu-lim, hatinya
jadi tergetar keras. Tubuhnya baru-buru menjatuhkan diri berlutut dihadapan
Nikouw tua tersebut. Pada waktu itulah dari ruangan batu berkelabat datang
bayangan manusia disusul suara bentakan gusar dari sisiucay
buntung serta si pengemis pemabok.
"Pengemis liar, kiranya kau berani juga datang mencari
gara-gara diatas puncak Leng Ay di gunung Go bie."
Tubuh mereka berdua berpisah, mendadak satu dari
sebelah kiri yang lain dari sebelah kanan bersama-sama
melancarkan satu pukulan dahsyat menghajar tubuh Liem
Tou. Nikouw tua yang ada dihadapannya masih tetap tersenyum
ramah, ia sama sekali tidak mengucapkan sepatah katapun.
demikian pula. halnya dengan Thiat Sie sianseng, ia tetap
duduk ditempat semula sambil memandang tajam wajah Liem
Tou dangan air muka serius.
Hanya didalam sekejap saja angin pukulan dari sisiucay
buntung serta sipengemis pemabok sudah menyambar datang
dengan kekuatan tenaga pukulan mereka yang telah
menggunakan dalapan bagian hawa lweekangnya ini keadaan
benar benar sangat dahsyat sekali.
Tetapi Liem Tou sama sekali tidak mengambil gubris akan
datangnya hawa pukulan itu, setelah menggunakan "To Kong
simhoat-nya, untuk melindungi seluruh tubuh ujarnya tenang.
"Susiok berdua kalian jangan marah dengarlah perkataan
dari keponakanmu Liem Tou."
Ketika sisiucay buntung serta sipengemis pemabok
mendengar pengemis yang ada di hadapan mereka bukan lain
adalah Liem Tou, kelihatan rada tertegun pukulan yang
dilancarkanpun buru-buru ditarik kembali.
Sekalipun begitu Liem Tou secara mendadak hanya
merasakan segulung hawa tekanan yang maha dahsyat
mengurung seluruh tubuhnya.
Pemuda itu jadi terperanjat, dengan cepat hawa murninya
dikerahkan keluar mengelilingi seluruh tubuh.
Tenaga yang semula cuma tiga bagian kini sudah berubah
menjadi delapan bagian; sudah tentu hasilnya lebih dahsyat
lagi; "Akh ...! sungguh tak kusangka tenaga dalam dari sisiucay
buntung serta pengemis pemabok kedua orang susiok hanya
didalam satu tahun saja sudah memperoleh kemajuan yang
sangat pesat," pikirnya dihati.
Tenaga murni yang dihasilkan oleh Too-Kong Sin Kang
benar-benar luar biasa sekali, ketika kedua gulung angin
pukulan itu bentrok menjadi satu mendadak terdengar Thiat
Sie sianseng menjerit keras :
"Muridku, kau hendak berbuat apa ?"
Tubuhnya dengan cepat meloncat bangun, sepasang
telapak tangannya bersarna sama melancarkan satu pukulan
yang amat hebat menggulung tubuh pemuda tersebut.
Buru-buru Liem Tou menarik kembali serangannya dan
meloncat mundur dua kaki ke belakang, sinar mata yang jeli
dengan penuh kebingungan menyapu sekejap kearah
beberapa orang itu. "Muridku tidak tahu diri sehingga melukai kesehatan suhu,
tecu rela menanggung dosa tersebut!" terdengar Thiat sie
sianseng berkata dengan suara perlahan.
Hati Liem Tou jadi bergerak, dengan cepat ia mengalihkan
pandangannya ketengah ruangan.
Tampaklah wajah Gong Gong sin nie pucat-pasi bagaikan
mayat, ia segera menjadi sadar bila tekanan yang berat tadi
ternyata berasal dari serangan sucouwnya; dalam hati mulai
merasa bergidik. Sepasang lututnya terasa lemas sehingga tidak kuasa lagi ia
jatuhkan diri berlutut dihadapannya.
"Cucu murid Liem Tou merasa sangat berdosa dan patut
mendapat hukuman, harap Sucouw suka mengambil
tindakan," teriaknya keras.
Si Nikouw tua Gong Gong Nie cuma memejamkan matarya
rapat-rapat tidak berbicara maupun bergerak sehingga
sisiucay buntung serta sipengemis pemabok yang melihat
kejadian tanpa terasa pada ikut jatuhkan diri berlutut.
Sejenak kemudian Gong Gong Nie baru membuka matanya
memandang sekejap kearah Thiat Sie sianseng, sisiucay
bantung, si pengemis pemabok, serta Liem Tou yang sedang
berlutut dihadapannya. Selintas terlihatlah senyuman yang
amat sedih berkelebat diatas wajahnya.
"Kalian bangunlah semua," katanya dengan suara rendah.
"Soal ini tidak bisa menyalahkan Tou jie. Tenaga dalam yang
ia miliki memang benar-benar luar biasa tingginya.
Sebenarnya Loo nie tadi ada maksud untuk mencoba
kekuatannya tidak disangka tenaga lweekang yang berhasil ia
latihpun ternyata sangat tinggi dan jauh berada diluar dugaan
Loo nie semula. Bahkan kelihatan ia belum mengerahkan
seluruh tenaga dalamnya, Partai kita beruntung sekali bisa
memperoleh seorang akhli waris seperti dia. kenapa kita harus
berbicara yang bukan-bukan?"
Selesai berkata dengan paksaan diri ia bangun berdiri dan
membimbing Liem Tou. "Liem Tou !" bentak Thiat Sie sianseng dengan keras "Ayoh
cepat ucapkan terima kasih atas terpunahnya dosa yang
menimpa dirimu, lain kali kalau berbuat sesuatu lebih baik
jangan sembrono dan berangasan."
Liem Tou mengiyakan sambil manggut.
"Sudah ....... sudahlah !" seru Gong Gong Nie kemudian.
"Aku tak menyalahkan dirimu ayoh cepat bangun!"
Empat orang sama-sama pada bangun berdiri Gong Gong
Nie pun dengan memperhatikan diri Liem Tou dari ujung
rambut sampai kebawah kaki kemudian dengan wajah serius
ujarnya lagi; "Liem Tou ! Setelah kau hidup dan terjunkan dirimu dalam
kalangan persilatan, haruslah mulai berhati-hat atas segala
tindakanmu sewaktu turun tangan, peristiwa tempo duru
diatas gunung Cing Shia bilamana bukannya suhumu
mempunyai kepandaian untuk melihat kejadian yang akan
datang, hampir-hampir saja partai kita akan menemui bencana
kemusnahan. Dan kini Thiat Sie Poa, sisiucay buntung serta si
pengemis pemabok tiada masuk kedalam aliran kita, sudah
seharusnya mereka merupakan susiok yang sesungguhnya,
suhumu serta kedua orang susiokmu akan tetap tinggal disini
untuk tutup diri selama tiga tahun lamanya guna
memperdalam ilmu silat aliran kita, sedang kau sekarang
boleh turun gunung untuk mencari suci, sumoay serta Hong
susiok........... ,"
Berbicara sampai disini ia rada merandek sejenak, agaknya
napasnya rada tersengal-sengal. Jelas kalau luka dalamnya
agak parah. tetapi setelah mengatur pernapasannya sejenak,
akhirnya ia menyambung kembali:
"Dendam sakit hati diantara orang orang kangouw
denganmu boleh kau selesaikan dengan bijaksana. Tetapi kau
harus ingat bila Thian mengutamakan kebajikan kau orang
janganlah melakukan pembunuhan semuanya."
Selesai berkata ia menyapu sekejap keatas wajab Liem Tou
kemudian perlahan-lahan memejamkan matanya.
Dengan amat hormat Liem Tou menjatuhkan dirinya
berlutut dan memberi hormat.
"Cucu murid tentu akan mendengarkan pesan dari sucouw,
dan tidak sampai melanggar pesan perguruan." katanya
perlahan. Pada waktu itulah dari bawah tebing Leng Ay secara samar
samar terdengar dengusan kerbau yang memanjang.
"Muridku........... ujar Thiat Sie sianseng tiba-tiba, "tahun
lalu sewaktu terjadi kekacauan di atas gunung Cing Shia
tahukah kau orang mengapa kau kalian buru-buru
meninggalkan tempat itu" Karena bilamana aku tidak berbuat
demikian, maka kitab pusaka Toa Loo Cin Keng akan terjatuh
ketangan Ke Hong. Untung saja tempo dulu aku serta kedua
orang susiokmu tiba terlebih dulu di atas gunung Go bie dan
bersama sama mencoba menahan serbuan Ke Hong yang
ingin merebut kitab pusaka itu. Setelah bergerak satu hari
satu malam lamanya untung sekali sucouwmu datang dan
dapat dengan segera melenyapkan mara bahaya kalau tidak
maka partai Toe Si pay bakal musnah orangnya mati semua.
Coba bayangkan bagaimanakah bila sampai terjadi keadaan
macam itu?" "Suhu mengetahui keadaan bahaya dari partai kita terlebih
dahulu. Tentu Lie supek yang ada diakhirat mengetahui akan
hal ini dan membantu kita untuk menegakkan kecemerlangan
partai kita," kata Liem Tou dengan amat sedih.
Teringat akan sikap yang baik dari Lie Loo-jie terhadap
dirinya bahkan menganggap ia sebagai putrarya sendiri. tak
kuasa lagi titik air mata mengucur keluar dengan amat deras.
"Suhu! tecu mau pergi " katanya kemudian sambil
perlahan-lahan bangun berdiri. "Sucauw, suhu serta susiok
berdua apakah masih ada pesan-pesan lain lainnya?"
Gong Gong Nie yang selama ini pejamkan matanya rapatrapat
mendadak membuka matanya kembali.
"Setelah menolong kembali suci serta sumoaymu, mereka
boleh beralih menjadi anak murid Hong susiokmu" katanya
halus. "Menurut perhitunganku," ujar Thiat pie sianseng pula,
"Ada kemungkinan Lie Siauw-Ie terjatuh didaerah Tiem Lam
ditangan partai Kiem Tien Pay, sedang Hong susiokmu kena
terbokong oleh Ke Hong, sebaliknya Lie Wan Giok ............... "
"Sewaktu Wan moay kena diculik oleh Sun Ci Si tecu
melihatnya dengan sangat jelas sekali !" sela Liem Tou dengan
cepat. "Sun CI Si sebagai anak murid dari Chiet Ci Tauw Tou
tempo dulu setelah berhasil mempelajari racun beribu macam
dan mendirikan pula perkumpulan Sin Beng Kauw yang
pengaruhnya semakin hari semakin meluas serta mencelakai
orang-orang Bu lim semakin menghebat, satelah tecu turun
gunung narti tecu pikir ingin sekali mencari Sun CI Si terlebih
dulu untuk melenyapkan bencana dari Bu lim.
Thiat sie sianseng termenung berpikir beberapa lamanya,
akhirnya ia menggeleng. "Bilamana Wan jie dilIndungi oleh Thian maka sekalipun
keadaannya pada saat ini rada tersiksa tetapi tidak akan
sampai membahayakan, aku rasa keadaan diri enci le serta
Hong susiokmu yang lebih berbahaya, maka kau harus cepat
cepat menolong mereka untuk keluar dari ancaman bahaya."
Pada waktu itu kerbaunya yang ada dibawah tebing
kembali mendengus memandang.
Mendengar suara tersebut Liem Tou segera mengerutkan
alisnya rapat-rapat. "Binatang kenapa kau terus mendengus terus ?" bentaktya
"sebentar lagi aku pasti datang."


Raja Silat Lahirnya Dedengkot Silat Karya Chin Hung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Muridku kau pergilah !" kata Thiat Sie-sianseng. Ingatingat
saja perkataan dari sucouwmu, jangan sembarangan
membunuh, tiga tahun kemudian setelah selesai berlatih ilmu
silat aku serta kedua orang susiokmu mendatangi sendiri
perkampungan Ie Hee San Cung untuk mencari dirimu.
Sekali lagi Liem Tou jatuhkan diri memberi hormat, sedang
dalam hati diam-diam butatkan tekad untuk membangun
kembali perkampungan Ie Hee San Cung didalam tiga tahun
ini guna menyambut kedatangan suhu serta susioknya
dikemudian hari. Sisiucay buntung serta sipengemis pemabok pun pada
bangun berdiri, tampaklah sipengemis pemabok sambil
tertawa sehingga mulutnya terperanjat, terpentang lebar lebar
katanya kepada pemuda tersebut.
"Hey Liem Tou, jika ditinjau dari potongan pakaianmu kau
memang rada mirip seperti anak murridku ! heee ,...........
heee ". Buntung tua, mari kita antar dia sampai ditengah
jalanan." Liem Tou yang melihat cakap dari sipengemis pemabok
masih juga sekonyol dulu tak tahan lagi ia lantas tertawa,
demikianlah mereka bertiga segera berjalan keluar.
Waktu itu kerbau tersebut telah menanti di lapangan
batuan diatas puncak Leng Ay. Giok jie pun sudah turun dari
tunggangannya dan menanti disamping dengan tenang,
sedangkan ketiga ekor burung elangnya berputar putar terus
diangkasa. "Liem Tou ! sekarang aku mau bertanya kepadamu," tibatiba
secepat sambaran kilat sipengemis pemabok melancarkan
cengkraman mencekal urat-nadi dari pemuda tersebut.
"Kenapa sewaktu berjumpa dibawah puncak tadi secara
mendadak kau turun tangan membokong kami" sekarang kau
harus memberikan penjelasan yang memuaskan hati."
Semula Liem Tou rada terkejut tetapi setelah mendengar
jelas apa yang sedang dibicarakan ia tertawa tawar.
"Susiok, kau jangan ribut dulu kaupun harus bertanya pada
dirimu sendiri kitab pusaka Toa Loo Cin Keng merupakan
kepandaian silat dari "Toen Si Pay" yang tidak pernah
diturunkan kepada orang lain," katanya perlahan. "Dan kini
susiok sudah berhasil mempelajari sebelum urusan ini terjadi.
Akupun tidak tahu kalau susiok sudah mengangkat su-couw
sebagai guru oleh karena itu hal ini mudah sekali
menimbulkan kesalah-pahaman. Saat itu aku tidak lebih cuma,
ingin membuktikan apakah susiok benar-benar berhasil
mempelajari isi dari kitab pusaka Toa Loo Cin Keng atau tidak
maka dari itu aku menggunakan batu serta pasir untuk
mengadakan percobaan."
Sipengemis pemabok melototkan matanya bulat bulan ia
mendengus dengan dingin. "Kau anggap aku dan si buntung tua manusia macam apa"
apakah kita kita berdua paling suka mencuri rahasia orang lain
?". Diam-diam Liem Tou menggerutu, ia tak menyangka kalau
sipengemis pemabok bisa begitu gusarnya, terpaksa pemuda
tersebut tertawa paksa. "Susiok harap jangan marah-marah !" katanya. Bilamana
susiok menegur tentang soal ini sutit sudah tentu tak ada
perkataan lain lagi yang bisa diucapkan, kau hendak
menjatuhkan hukuman macam apa kepadaku, silahkan
diberitahukan saja !"
Jilid 44 : Bersama Giok-jie ke Liong Chuan
Kembali si pengemis pemabok mendengus dingin, air
mukanya berubah jadi amat kering.
"Yang lain tidak usah kita bicarakan lagi," ujarnya. "Selama
hidup aku si pengemis tua kecuali menderita rugi di tangan si
penjahat naga merah si bangsat tersebut, boleh dikata Ke
Hong bangsat cilik itulah yang memaksa aku menderita
kecundang untuk kedua kalinya. Pada saat ini aku memang
mengakui tenaga dalam dari aku si pengemis tua tidak dapat
menandingi dirinya, tetapi tiga tahun kemudian aku si
pengemis tua pasti akan mencoba-coba kepandaiannya, kau
tentu mengerti maksudku bukan?"
"Tidak paham !"
Si pengemis mabok kontan mendelikkan matanya bulatbulat,
teriaknya keras. "Tinggalkan nyawa Ke Hong untuk diriku agar kemudian
hari aku si pengemis tua berhasil melampiaskan rasa
mangkelku, paham bukan . ..?"
Liem Tou segera mengangguk kendati dalam hati ia merasa
rada keberatan karena dialah pembunuh supeknya Lie Sang.
Dengan kejadian ini maka ia jadi tak dapat membalas
dendam dengan tangannya sendiri, karena itu tanpa terasa
lagi matanya melirik sekejap ke arah si siucay buntung.
Waktu itu orang tua tersebut hanya tersenyum, melihat
akan hal itu hatinya tiba-tiba saja jadi tergerak.
"Perkataan dari susiok tentu akan sutit ikuti," jawabnya
kemudian, "tetapi... bila mana Ke Hong menderita luka dalam
perlawanannya karena hendak sutit tangkap, waktu itu aku
harus berbuat bagaimana?"
"Kalau sampai terjadi peristiwa itu maka aku akan mencari
sutit untuk diminta pertanggungan jawab. Waktu itu ilmu
kepandaian dari kitab pusaka Toa Loo Cin Keng serta ilmu
kepandaian dari kitab pusaka Toa Kong Pit Liok akan
memperlihatkan siapa yang lebih unggul," teriak si pengemis
pemabok dengan keras. Dalam hati Liem Tou menganggap dirinya sedang
bergurau, maka itu ia tak sampai memikirkan hal tersebut,
didalam hati ia tersenyum.
"Sutit tentu akan menurut perintah ! " sahutnya Kemudian
dengan sangat hormat. Mendadak dengan wajah tidak senang Giok jie berjalan
mendekat, teriaknya kepada pemuda itu.
"Eeei.... sebenarnya apa yang kau lakukan di gunung Go
bie san" jejak Ie tak ada di sini !"
"Kalau tidak mendatangi gunung Go bie bagaimana bisa
tahu kalau enci Ie ada di mana ?" sahut Liem Tou sambil
melirik sekejap ke arahnya. "Baiklah! kita segera
meninggalkan tempat ini; tetapi di tengah perjalanan kita
harus saling menyebut sebagai kakak beradik untuk
menghindari percakapan yang bukan-bukan dari orang lain,
dan lagi pada pakaianmu yang berwarna merah darah baiknya
diganti saja." Si siucay buntung serta si pengemis pemabok pernah
menemui Giok jie sewaktu ada di gunung Cing Shia, sudah
tentu mereka tahu pula kalau dia adalah anak murid dari Ke
Hong tempo dulu. Saat itu tak tertahan lagi teriak Si siucay buntung:
"Ada perempuan ini disini, untuk mencari tempat
persembunyian dari Ke Hong rasanya tidak begitu sukar lagi
bukan?" "Sutit melakukan perjalanan bersama-sama dirinya justeru
mempunyai maksud begini," sahut Liem Tou mengangguk.
"Susiok berdua ada pesan apa lagi" kalau tak ada sutit segera
akan berangkat ke pantai pasir emas di lautan Auw Hay guna
mencari enci Ie, setelah itu mencari Ke Hong. Dengan begitu
jejakku sejak kini pun tak menentu, harap susiok sekalian suka
baik-baik saja berjaga diri."
Si siucay buntung serta si pengemis pemabok berdiam diri
beberapa waktu lamanya, agaknya mereka sudah tak ada
perkataan lain la gi untuk dibicarakan.
Liem Tou segera menyuruh Giok jie menunggang kerbau,
setelah berpisah dengan si siucay buntung serta si pengemis
pemabok dengan membawa gadis itu Liem Tou melakukan
perjalanan turun gunung. Kedua orang itu setelah menuruni puncak Leng Ay di
gunung Go bie dengan menyusuri sungai melanjutkan kembali
perjalanannya menuju ke pantai laut Auw Hay.
Perjalanan kali ini lebih banyak melalui sungai-sungai
dengan aliran yang deras. Selama beberapa hari ini Liem Tou
serta Giok-jie melakukan perjalanan ke arah barat keluar dari
tanah pegunungan memasuki daerah Liong Chuan.
Walaupun hanya beberapa hari perjalanan saja tetapi baik
bagi Liem Tou maupun Giok jie sudah memperlihatkan tanda
tanda kepayahan. "Giok jie !" ujar Liem Tou kemudian. "Kita sudah ada
beberapa hari memasuki daerah Liong Chuan yang berarti
jarak dari Auw Hay tidak jauh lagi, untuk sementara kita
beristirahat di kota kemudian baru melanjutkan perjalanan
kembali." Giok jie selama ini memang tidak banyak bicara,
mendengar perkataan tersebut ia segera mengangguk,
wajahnya amat kasihan sekali !
"Bilamana aku masuk ke dalam kota dengan membawa
kerbau serta ketiga ekor burung elang itu maka para rakyat di
sana tentu akan beranggapan kami adalah rombongan penjual
silat," pikir Liem Tou di dalam hatinya. Bila sampai dikerumuni
maka gerak-gerikku jadi kurang leluasa, lebih baik mencari
sebuah rumah penginapan yang terasing dan jauh di luar kota
saja, hal ini bisa menghindari semua kesulitan !"
Sesudah mengambil keputusan, ia tidak jadi masuk ke
dalam kota sebaliknya mencari sebuah rumah penginapan di
luar kota. Baru saja ia melangkah masuk ke dalam pintu rumah
penginapan itu, siapa sangka sang pelayan yang melihat
bentuk Liem Tou seperti seorang pengemis ternyata sama
sekali tidak ambil perduli.
Dalam hati pemuda tersebut merasa amat gusar, baru saja
ia mau mengumbar hawa amarahnya mendadak si pelayan itu
dapat melihat adanya seekor kerbau di belakang tubuh
pemuda tersebut. Air mukanya berubah hebat, sikapnya sangat mencurigakan
sekali. Tanpa banyak cakap ia putar tubuh dan buru-buru lari
masuk ke dalam. Sudah tentu Liem Toh merasa keheranan, ketika
ditunggunya beberapa saat maka tampaklah dari dalam rumah
penginapan itu berjalan keluar seorang laki-laki berusia
pertengahan yang agaknya merupakan pemilik rumah
penginapan itu. Setelah memandang beberapa saat seluruh tubuh sang
pemuda, tiba-tiba dengan wajah penuh senyuman, ujarnya:
"Khek koan! Kau hendak menginap disini" Rumah
penginapan kami mempunyai kamar kamar bagus yang
tenang dan bersih. Silahkan masuk!"
Sebetulnya Liem Tou lagi mendongkol, tetapi melihat
sikapnya yang sangat hormat itu rasa gusarnya pun kontan
hilang. Bersama-sama dengan Giok-jie ia lantas masuk ke dalam
rumah penginapan tersebut.
"Eeei ... kerbau ini tolong dirawat baik-baik. Nanti sewaktu
menagih rekening dihitung sekalian ongkos-ongkosnya,"
ujarnya kepada Ciang Kwee.
"Sudah tentu ... sudah tentu !"
Tetapi mendadak ia seperti teringat akan sesuatu urusan,
pada paras mukanya memperlihatkan perasaan serba salah
dan memandang Liem Tou dengan termangu-mangu.
"Apakah kau tidak suka melakukannya?" tanya pemuda
tersebut keheranan. "Bukan begitu! Bukan begitu !" teriak Sang Ciang kwee
dengan saugat terkejut. "Hanya saja kerbau dari Khekkoan ini
bisa melukai orang atau tidak ?""
"Akh ... soal itu sih tidak tentu, asalkan kau tidak mengusik
dan mencari gara-gara dengan dirinya, sudah tentu ia tak ada
alasan untuk melukai orang."
"Oooow..." si pemilik rumah penginapan itu dengan cepat
memerintahkan sang pelayan untuk menuntun kerbau
tersebut ke dalam istal. Baru saja kerbau itu melangkah masuk ke kandangnya, dua
ekor kuda yang semula ada di dalam istal itu tiba-tiba saja
meringkik panjang dengan teramat gusar, bahkan
menggunakan kaki belakangnya melancarkan serangan ke
arah kerbau tersebut. Agaknya kerbau serta kuda tak dapat
menjadi satu. Dengan sombong dan gagahnya kerbau milik Liem Tou ini
berdiri dengan tegak, terhadap datangnya serangan dari sang
kuda ia tidak ambil gubris.
Kedua ekor kuda itu semakin gusar lagi, binatang itu
meringkik tiada hentinya.
Dengan adanya peristiwa ini, sang pelayan itu tidak berani
memasuki kandang untuk mencegah. Ia hanya berdiri di
pinggir istal sambil menonton kemarahan dari sang kuda.
Lama kelamaan kerbau tersebut tidak dapat menahan rasa
gusarnya lagi, ia tundukkan kepala sambil mendengus
panjang. Agaknya kedua ekor kuda itu tidak mengerti lihaynya
musuh, binatang itu masih melanjutkan serangannya semakin
ganas. Mendadak sang kerbau berpekik nyaring, tubuhnya
menerjang ke depan dengan ekornya menyapu dahsyat ke
arah lambung kuda tersebut.
Seorang jagoan lihay dari kalangan Bulim pun belum tentu
bisa menerima datangnya sapuan ekornya itu, apalagi cuma
seekor kuda. Suara ringkikan yang mengerikan segera berkumandang
memenuhi angkasa, kuda tersebut rubuh binasa di atas tanah,
dari mulutnya mengucurkan darah segar dengan derasnya.
Kiranya sejak kerbau itu menerima bantuan dari Liem Tou
guna belajar tenaga Iweekang. sapuan ekornya ini boleh
dikata mempunyai kekuatan ribuan kati, sudah tentu kuda itu
tak bakal bisa menahan datangnya hajaran tersebut.
Seluruh isi perutnya hancur remuk, dan seketika itu juga
menemui ajalnya. Liem Tou yaug ada di dalam kamar ketika mendengar
kerbaunya mendengus panjang hatinya menjadi heran, belum
sempat ia mengambil sesuatu tindakan mendadak tampaklah
pelayan rumah penginapan itu berlari mendatangi dengan
tergesa gesa. "Khek koan!" teriaknya keras. "Kerbaumu sudah
membinasakan seekor Kuda. Kuda itu pun merupakan kuda
milik tamu yang dititipkan di sana, sekarang sudah mati oleh
terjangan kerbaumu, apa yang harus diperbuat?"
Mendengar perkataan tersebut Liem Tou jadi melengak.


Raja Silat Lahirnya Dedengkot Silat Karya Chin Hung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tadi aku pernah berkata, bilamana kuda itu tidak
menyerang dirinya terlebih dulu, maka dia pun tidak akan
mencelakai kuda tersebut..." serunya setelah termenung
sebentar. "Siapakah pemilik kuda itu " Coba kau bawalah aku
pergi menemui dirinya."
Baru saja ia selesai berbicara, mendadak di luar kamar
terdengar suara bentakan dari seseorang yang sangat kasar.
"Kau orang kalau ada maksud membuka rumah penginapan
kenapa tidak baik-baik mengurusi kuda daripada tetamunya"
Aku mau lihat apakah kau bisa mengganti kuda jempolan itu !'
"Kbek koan kau jangan marah dulu," terdengar suara dari
sang Ciang kwee berusaha meredakan hawa amarah orang
itu. "Rumah penginapan kami kalau cuma mengganti seeekor
kuda biasa sih masih mampu tetapi aku tidak percaya kalau
kuda tersebut adalah seekor kuda jempolan. Walaupun
pengetahuan dari aku si Ciang kwee sangat rendah tetapi
terhadap sifat serta kemampuan seekor kuda jempolan masih
mengetahui walaupun sedikit. Jangan dikata cuma seekor
kerbau, sekalipun seekor macan pun belum tentu bisa
membinasakan dirinya, mana mungkin kudamu itu sampai
mati oleh terjangan kerbau" Aku benar-benar tidak mengerti
dan tidak mau percaya."
Si orang yang bersuara amat kasar itu agaknya kena
terdesak bungkam oleh omongan si pemilik rumah penginapan
yang amat tajam dan pintar itu. Tetapi sebentar kemudian ia
sudah membentak keras : "Kurang ajar! Kau orang sungguh kurang ajar sekali.
Kudaku sudah mati, masih untung aku si orang tua cuma
minta ganti harganya saja! Apa kau tidak mau membayar"
Terus terang aku kasih tahu padamu, di daerah Can Tian ini
siapa yang tidak kenal dengan nama "Say Sian Hong" atau si
angin puyuh Toan Bok Si dari Auw Hay?"
"Plaak ! plaak !" disusul suara gaplokan yang sangat keras.
"Khek koan, kau cepat unjukkan diri untuk membereskan
persoalan ini, kalau tidak maka Ciang kwee kita bakal dihajar
terus oleh orang itu," teriak si pelayan dengan amat cemas.
Liem Tou cuma tersenyum saja kepadanya seperti tidak
terjadi sesuatu urusan, ia tetap duduk tenang di tempat
semula. Pada waktu itulah terdengar si pemilik rumah penginapan
itu kembali tertawa dingin tiada hentinya.
"Bagus .... bagus ! Kau berani memukuli orang si Angin
puyuh Toan Bok Si dari Auw Hay memang sudah lama aku
dengar, tetapi apakah kau pernah dengan Liong Chuan ?"
Belum habis ia berkata mendadak ucapannya diputus.
Hal ini menambah kegusaran dari si angin puyuh Toan Bok
Si. "Hm!" dengusnya dingin. "di daerah Liong Chuan tidak lebih
cuma ada seorang Kiem Sah Ong yang menjagoi tempat
tersebut, tapi kau cuma seorang pemilik rumah penginapan
yang sangat kecil, apakah kau mirip sebagai dirinya" Manusia
yang tidak tahu malu! Kuda ini harganya tiga ratus tahil perak,
kau harus mengganti harga tersebut kepadaku, kurang sedikit
saja aku mau lihat kau suka melanjutkan hidup atau tidak ?"
Si angin puyuh Toan Bok Si dari Auw Hay itu mempunyai
perawakan tubuh yang kekar seperti kerbau, kepalanya mirip
kepala macin dengan sepasang mata yang besar.
Ia memakai seperangkat pakaian singsat warna ungu
menambah kegagahan serta keangkerannya.
Di sisi tubuhnya berdirilah seorang yang berperawakan
pendek dengan sepasang mata tajam seperti tikus. Ia pun
memakai pakaian ringkas cuma saja selama ini tak sepatah
kata pun yang diucapkan. Jelas mereka berdua merupakan
kawan sejalan. Mendengar perkataan tersebut agaknya si pemilik rumah
penginapan itu merasa amat tidak terima, tetapi dia orang
sama sekali tidak menjadi terkejut maupun gugup, sekali
pandang sudah cukup diketahui bila ia adalah seorang yang
sangat berpengalaman. Terdengar orang itu mendengus dingin. "Hmm! Harga
tersebut rupanya merupakan harga kuaa yang termahal di
kolong langit dewasa ini," serunya dingin. "Baiklah ! Kalau kau
orang tidak pakai aturan akupun tak ingin banyak bicara
dengan dirimu pada saat ini. Dua jam kemudian aku akan
menunggu kedatanganmu untuk menerima uang tersebut di
bangunan bssar dekat lapangan kuda dari Kiem Sah Ong, kau
berani datang tidak" Heee... heee... aku mau lihat manusia
yang disebut sebagai si angin puyuh Toan Bok Si yang tak
takut langit tidak takut bumi apa benar-benar punya nyali?"
"Baik! pergi ya pergi" siapa yang bisa menahan diriku orang
she Toan Bok?"?"
Mendadak si pemilik penginapan itu bangun berdiri dan
melangkah keluar dari pintu rumah penginapan tersebut.
"Tunggu sebentar!" mendadak terdengar Toan Bok Si
membentak keras. Si pemilik rumah penginapan itu tidak tahu apa yang telah
terjadi. Dia menghentikan langkahnya dan melototi orang
tersebut. Toan Bok Si segera mengerling memberi tanda kepada si
lelaki pendek yang ada di sisinya.
Orang itu setelah mendapatkan tanda dengan acuh tak
acuh melangkah maju ke depan, tanpa banyak bicara lagi
mendadak tangannya diayunkan ke depan dengan kecepatan
yang luar biasa mengirim beberapa kali tamparan yang keras
ke arah pipi si pemilik rumah penginapan tersebut.
"Plaaak! Ploook!" Karena gaplokannya ini dilakukan sangat
keras, maka pipi si pemilik rumah penginapan tersebut kontan
saja berubah jadi bengkak, dan mulutnya mengucurkan darah
segar, sedangkan dua buah gigi depannya kena terpukul lepas
! Tetapi ia tidak mengucapkan sepatah kata pun, dengan
gemas dan bencinya Sang Ciang kwee melirik sekejap ke arah
kedua orang itu kemudian tanpa menoleh lagi ia melangkah
pergi dari situ. Tetapi baru saja ia melangkah beberapa tindak, kembali
dari belakang tubuhnya berkumandang datang suara teriakan
dari seseorang ; "Tahan ....! Ayo kembali!!!"
Walaupun sang pemilik rumah penginapan itu adalah
seorang yang mempunyai pengalaman sangat luas tetapi ia
tidak mempunyai sedikit kepandaian silat pun, mendengar
suara panggilan tersebut tidak urung tubuhnya gemetar juga
sangat keras. Tak terduga olehnya setelah ia putar badan kali ini,
kejadian apa yang bakal menimpa dirinya. Tetapi iapun
mengerti jelas bilamana dirinya tidak ambil gubris dan dengan
keraskan kepala melarikan diri dari sana maka ia bakal
menderita suatu akibat yang jauh lebih hebat lagi.
Karena itu setelah mendengar teriakan tadi terpaksa sang
Ciang Kwee tersebut menghentikan langkahnya dan perlahanlahan
putar badan. Tampaklah Liem Tou sedang berdiri di ruangan rumah
penginapan tersebut, agaknya teriakan terakhir tadi muncul
dari mulut sang pemuda itu.
Menanti sang pemilik rumah penginapan itu sudah putar
tubuh sehingga kelihatan pipinya yang membengkak bekas
gablokan, Liem Tou baru mendengus dingin.
"Hey pengemis busuk, ada soal apa yang patut kau
dengusi?" tiba-tiba si angin puyuh Toan Bok Si membentak
dengan sangat gusar dan sombongnya.
Liem Tou sama sekali tidak menggubris maupun melirik ke
arahnya, sebaliknya pemuda itu malah menoleh ke arah Ciang
kwee yang lagi berdiri tertegun.
"Aku dengar kerbauku sudah membinasakan seekor kuda
orang lain, apakah sungguh-sungguh telah terjadi peristiwa
semacam ini?" tanyanya.
"Entah mengapa yang jelas si pemilik rumah penginapan
tersebut menaruh rasa yang amat jeri terhadap Liem Tou,
mendengar pertanyaan tadi sikapnya sama sekali berubah. Di
atas pipinya yang bengkak mendadak terlintaslah satu
senyuman yang sangat jelek dipandang.
"Memang benar-benar telah terjadi peristiwa ini.... memang
benar-benar telah terjadi peristiwa ini," sahutnya berulang
kali; "Tetapi urusan ini sama sekali tidak ada sangkut pautnya
dengan Khek koan. Hal tersebut terjadi karena kelalaian dari
pelayan kami." Wajah Liem Tou kembali berubah jadi keren. Ia
menganggukkan kepalanya lalu bertanya lagi:
"Apakah pemilik kuda itu benar-benar minta ganti rugi tiga
ratus tahil perak kepadamu?"
Si pemilik rumah penginapan melirik sekejap ke arah Toan
Bok Si berdua, akhirnya ia pun manggut-manggut.
"Benar!" "Eehmm...! Tidak mahal?" seru Liem Tou perlahan.
Dari dalam sakunya ia lantas mengambil keluar tiga buah
kepingan uang emas dan diserahkan kepada sang Ciang kwee.
"Di sini ada tiga puluh tahil uang emas, tolong Ciang kwee
suka berikan kepada pemilik kuda itu sebagai ongkos ganti
rugi," katanya. Melihat perbuatan dari Liem Tou ini baik Si pemilik rumah
penginapan maupun Toan Bok Si berdua jadi tertegun untuk
beberapa waktu lamanya. "Setelah membinasakan kud'a milik orang lain sudah
seharusnya diganti, cepat berikan kepadanya," bentak Liem
Tou mendadak. Sejak semula si pemilik rumah penginapan itu sudah tak
ada cara yang lain terpaksa ia menyambut uang tersebut dan
diserahkan ke hadapan Toan Bok Si.
"Tiga puluh tahil emas nilainya sama dengan harga yang
kau minta sebanyak tiga ratus tahil perak, kalian berdua tidak
akan merasa rugi bukan?" serunya kembali.
Toan Bok Si tertawa dingin tiada hentinya dengan cepat ia
merebut uang tersebut dan diselipkan ke dalam sakunya
sendiri. "Koei heng, ayoh pergi!" serunya mendadak terhadap lelaki
kate itu. Sambil berkata mereka berdua bersiap-siap hendak
meninggalkan rumah penginapan itu.
"Saudara berdua harap tunggu sebentar," seru Liem Tou
sambil tersenyum. "Bukankah masih ada sedikit hutang yang
belum kalian lunasi?"
Toan Bok Si adalah salah seorang murid kesayangan Auw
Hay Ong dari antara ke empat orang murid kesayangan
lainnya dan boleh dikata dialah merupakan anggota partai
Kiem Tien Pay yang memiliki kedudukan paling tinggi pada
saat ini. Mendengar teriakan tersebut, Toan Bok Si jadi rada kheki.
"Hey pengemis busuk, apakah kau ingin cari mati?"
bentaknya dengan amat keras.
Liem Tou hanya tertawa tawar.
"Tadi disebabkan cayhe merasa kerbauku sudah
membinasakan kuda dari Loo heng maka hatiku merasa
kurang enak sehingga mengganti kerugian harga kuda itu
tetapi perbuatan dari Loo heng berdua yang sudah turun
tangan menampar orang lain, apakah tidak seharusnya
diperhitungkan sekalian?""
Si angin puyuh Toan Bok Si jadi sangat murka.
"Aku lihat kau si pengemis busuk bisa berbuat apa ?"
bentaknya. Kembali Liem Tou tersenyum, ia tak menjawab sebaliknya
malah menoleh ke arah si pemilik rumah penginapan itu.
"Ciang kwee! apakah kau ada petunjuk ?"" tanyanya.
Si pemilik rumah penginapan itu tidak menjawab sebaliknya
dengan mata terbelalak dan mulut melongo memandang ke
arah Liem Tou dengan kesima.
"Jika dipandang dari pipimu yang bengkak merah karena
digaplok apakah kau merasa rela dirimu dihajar sanpai jadi
begitu rupa?" tanya pemuda itu kembali.
"Hmmm ! Siapa yang suka dihajar orang sampai
sedemikian rupa?" teriak si pemilik rumah penginapan itu
dengan gemas. "Kalau mengikuti pikiran di dalam hatiku,
kepingin sekali akupun balas menghajar pipinya sehingga jadi
membengkak dan giginya pada rontok semua !"
Si angin puyuh Toan Bok Si yang mendengar nada
ucapannya mengandung rasa mendongkol dan apa boleh
buat, tak terasa lagi sudah tertawa terbahak-bahak.
"Haaa ... haaa ... soal ini karena kau jadi orang suka terlalu
sungkan !!" teriaknya.
Siapa tahu suara perkataannya baru saja meluncur keluar
dari ujung bibir dan suara tertawanya belum sirap kedua belah
pipinya terasa amat sakit disusul suara gaplokan yang amat
nyaring bergema memenuhi angkasa.
"Plaaaaaaakkk ! Ploooookk !"
Saking kerasnya gaplokan tersebut membuat giginya ada
tiga biji terhajar rontok, pipinya sembab amat besar sekali.
"Akh .. sudah... sudahlah!" teriaknya tanpa terasa.
Tubuhnya dengan cepat merendah ke bawah tanpa melihat
jelas lagi siapa yang sudah menghajar dirinya sang telapak
dengan amat dahsyat sudah mengirim satu pukulan dahsyat
membabat badan sang Ciang Kwee tersebut.
Melihat munculnya serangan itu, dengan sebat Liem Tou
menyambar tangan si pemilik rumah penginapan dan
melemparkannya ke arah luar pintu.
Kemudian tubuhnya kembali berputar cepat, di antara
berkelebatnya sang tangan tahu-tahu pipi si lelaki kate itu pun
mendapat giliran untuk dihadiahi dengan beberapa buah
gaplokan keras. Kecepatan geraknya benar-benar luar biasa sekali, di
tengah berkelebatnya bayangan manusia suara nyaring
bergema memenuhi angkasa, wajah dari si angin puyuh Toan
Bok Si kembali berhasil kena ditampar beberapa kali.
Tamparan keras kali ini kontan saja membuat Toan Bok Si
memegangi pipinya rapat-rapat dan gembar-gembor seperti
orang kalap. Liem Tou sebaliknya malah tertawa terbahak-bahak dengan
sangat kerasnya. "Haaaa ... haa ... sebutan dua kali pengemis busukmu
mendapat ganti dengan dua kali tempelengan. Aku rasa hal ini
tidak akan terasa rugi lagi!" teriaknya.
Pada saat itulah si lelaki kate telah mencabut keluar


Raja Silat Lahirnya Dedengkot Silat Karya Chin Hung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

goloknya dan meloncat keluar dari rumah penginapan
tersebut. "Toan Bok heng! Cepat lari keluar !" teriaknya.
Toan Bok Si yang disadarkan oleh perkataan tersebut
dengan cepat meloncat ke tengah udara dan melayang keluar.
Sewaktu tubuhnya terputar dan mencelat ke tengah udara
itulah pedang jarinya dengan sebat dan lihaynya melancarkan
totokan ke arah Liem Tou.
Ilmu jari pengejar sukma Yen Wie Tui Hun Tjie dari partai
Kiem Tien Pay sudah terkenal sebagai ilmu tunggal yang
disegani banyak para jagoan Bu lim. Sewaktu Liem Tou
terjunkan dirinya ke dalam Bu lim untuk pertama kalinya, ia
sudah pernah merasakan kelihaiyan diri ilmu jari si nona dari
kedua keluarga Tjiang. karena itu terhadap bagaimanakah
perubahan gerak dari ilmu tersebut ia sudah rada memahami.
"Haaa ... haa ..." terdengar dia orang tertawa terbahak
bahak: "Kendati ilmu jari Yen Wie Tui Hun Tjie dari partai
Kiem Tien Pay sangat lihay, apakah kau kira bisa mengapaapakan
diriku?"" Sembari berkata tanpa menghindari lagi dari datangnya
serangan tersebut, ia melanjutkan langkahnya keluar dari
rumah penginapan itu. Toan Bok Si yang melihat serangan jarinya berhasil
mengenai tubuh Liem Tou dan ternyata tidak mendatangkan
hasil apa pun, dalam hari tak terasa lagi mulai menggerung.
"Ini hari aku betul-betul sudah ketemu dengan setan,
kenapa sampai ilmu silatku pun sampai tidak manjur lagi?"
pikirnya dalam hati. Buru-buru ia menyalurkan hawa murninya ke arah seluruh
badan, serangan jarinya berubah menjadi serangan telapak,
dengan menimbulkan deruan angin pukulan yang kencang ia
menghajar tubuh Liem Tou yang sudah ada di luar rumah
penginapan itu. Melihat kejadian tersebut, Liem Tou hanya tersenyun, ia
tidak berkelit, tidak menghindar maupun menangkis, langkah
kakinya masih tetap seperti sediakala.
Dimana angin pukulan si angin puyuh berkelebat terasalah
suara hawa yang hampa menyambar lewat dan terasa tak
terhalang oleh sesuatu benda apapun.
Rasa terkejutnya kali ini benar-benar luar biasa sekali,
tubuhnya segera mencelat ke tengah udara lalu mundur
beberapa kaki ke belakang.
Sepasang matanya melototi Liem Tou tajam-tajam, selama
beberapa waktu lamanya tak sepatah kata pun yang bisa
diucapkan keluar. Di dalam benaknya pada waktu itu mulai terbayang
macam-macam ingatan, apa mungkin Liem Tou bukan
manusia tetapi setan atau roh halus?" Tetapi pipinya yang
pedas sakit dan bengkak membuktikan kalau dia adalah
manusia! Pada jarak dua kaki dari kedua orang itu Liem Tou
menghentikan langkahnya, sambil tertawa tanyanya:
"Aku terka kalian berdua tentunya jago lihav yang
dibanggakan oleh partai Kiem Tien Pay sehingga memperoleh
pelajaran ilmu jari Yen Wie Tui Hun Tjeng dari Loo Tjiang.
Tolong tanya apakah Loo Tjiang pada saat ini ada di tepi
pantai pasir emas?""
Pada waktu itu si angin puyuh Toan Bok Si baru
mengetahui bila si pengemis busuk tersebut memiliki
kepandaian silat yang luar biasa lihaynya, karena itu sikapnya
tak berani gegabah lagi, sinar matanya perlahan-lahan melirik
sekejap mata ke arah kawannya si lelaki kate itu.
Dengan rasa yang gemas dan penuh rasa mendongkol si
lelaki kate itu segera alihkan sinar matanya ke arah Liem Tou,
bentaknya ketus : "Buat apa kau tanyakan persoalan itu "
siapakah kau ?" Liem Tou hanya tersenyum tak menjawab.
Tetapi sebentar kemudian air mukanya sudah berubah
hebat tanyanya tiba tiba:
"Siapakah Kiem Sah Ong dari Liong Chuan itu" Apa sangkut
pautnya dengan perkumpulan Sin Beng Kauw?"
Mendengar perkataan itu, baik si lelaki maupun si Angin
Puyuh Toan Bok Si merasa sangat terperanjat.
"Soal ini aku sendiripun tidak tahu," sahutnya cepat.
"Hanya saja Kiem Sah Ong adalah jagoan dari daerah dan
merupakan tukang pemeras rakyat sekitarnya, boesu-boesu
yang dipeliharanya sangat banyak bahkan merupakan kaki
tangan yang setia di dalam menjalankan prakteknya.
Mendengar perkataan tersebut Liem Tou segera
mendengus dingin, mendadak terlihatlah bibirnya bergerakgerak
tapi tidak kedengaran suaranya, jelas pemuda itu
sedang menggunakan ilmu untuk menyampaikan suaranya
memanggil Giok-jie. Bibirnya sudah bergerak beberapa saat lamanya, pemuda
tersebut baru berkata kembali:
"Kalian pulanglah dan beritahu kepada Loo Ciang ketua
partai Kiem Tien Pay kalian asalkan dia orang tidak sampai
mencelakai nona Lie yang dia tawan dari gunung Cing Shia,
perkataan apa pun bisa kita rundingkan, kalau tidak . . . Hmm!
Hmm! Bilamana cuma mengandalkan beberapa macam
kepandaian silatnya itu aku rasa masih belum cukup untuk
menahan terjangan dariku, aku akan paksa melihat
bagaimanakah ngerinya bila mana pantai emasnya dinodai
dengan banjir darah. Hee...... sampai waktu itu janganlah
menyalahkan kalau aku bersikap terlalu telengas."
"Kurang ajar . . . kurang ajar ...!" teriak si Angin Puyuh
Toan Bok Si dengan keras. "Kau si pengemis busuk manusia
macam apa" Hmm...! Sungguh tak tahu diri. Di dalam dunia
persilatan sama sekali tidak kedengaran nama besarmu tetapi
berani juga kau bicara besar" Jangan dikata membuat pantai
emas banjir darah. sekalipun sebutir pasir dari pantai emas
pun jangan harap kau orang bisa menginjaknya. Siapa kau
sebetulnya?" Liem Tou sama sekali tidak menyalahkan dirinya sebaliknya
malah tertawa geli. "Haaa .... haaa .... kau orang masih belum kehilangan jiwa
gagah dari seorang manusia berangasan, setelah menderita
kerugian besar masih berani juga bicara banyak! Sekarang aku
tanya padamn, siapakah yang paljng dibenci oleh Loo Tjiang
kalian" dan siapa pula yang paling dia takuti?""
"Hmm! yang paling dibenci adalah Liem Tou si bangsat cilik
itu, sedang yang paling ditakuti pun Liem Tou si bangsat cilik
itu," sahut Toan Bok Si lagi tanpa terasa dengan sepasang
mata melotot lebar-lebar. "Cuma saja Liem Tou si bangsat cilik
itu kemungkinan sekali pada saat ini sudah tinggal
kerangkanya saja. Hee ... hee ... orang kedua yang paling
ditakuti adalah ..."
Belum habis ia berkata, Liem Tou sudah menyambung
dengan cepat : "Si perempuan tunggal Touw Hong bukan?" Toan Bok Si
jadi sangat terperanjat, ia memandang Liem Tou tajam-tajam
tanpa berkedip. "Urusan dari pantai emas kami ternyata banyak sekali yang
kau ketahui !" teriaknya kheki. "Hmm! Hmm! Si perempuan
tunggal Touw Hong yang sudah melupakan budi selama
setahun ini selalu saja muncul dan lenyap di daerah sekitar
pantai emas sehingga membuat suhu membencinya setengah
mati. Kalau tidak nona Lie kemuugkinan sekali sudah menjadi
Auw Hay Ong Ho yang kedua !"
Mendengar perkataan tersebut, Liem Tou segera
merasakan jantungnya tergetar keras, saat ini ia baru tahu
kalau Auw Hay Ong Ciang Cau sebetulnya menaruh maksud
tidak baik terhadap diri Siauw Ie.
Tetapi sewaktu didengarnya si perempuan tunggal Touw
Hong sering kali munculkan dirinya di sekitar pantai emas,
hatinya semakin terkejut bercampur keheranan.
"Kalau memang ia munculkan diri dan lenyap sukar untuk
diraba, bagaimana kalian bisa tahu kalau ia adalah si
perempuan tunggal Touw Hong ?" tanyanya kemudian.
"Dia adalah seorang perempuan berpakaian serba hitam
dan cuma kelihatan sepasang matanya yang jeli, kecuali si
perempuan tunggal Touw Hong masih ada siapa lagi ?" seru
Toan Bok Si dengan keras.
Pikiran Liem Tou jadi tenang kembali, teringat bayangan
hitam yang pernah ditemuinya sewaktu di Lembah Kabut,
dalam hati lantas punya dugaan kalau perempuan tersebut
tentu adalah dia. Perempuan yang ada di lembah Kabutpun
pernah berkata kalau ia hendak pergi menolong Lie Siauw Ie
lolos dari mara bahaya, tidak terasa lagi pikirannya jadi
tersadar kembali. "Ciangkwee sudah datang membawa orang untuk mencari
balas, kalian berdua cepat-cepatlah pergi !" katanya segera.
"Beritahu kepada Loo Ciang, tiga hari kemudian aku pasti akan
datang mencari dirinya !"
Sembari berkata pemuda itu melemparkan satu kerlingan
ke arah samping; si Angin puyuh Toan Bok Si serta si lelaki
kate itu deugan cepat mengikuti kerlingan tadi menoleh ke
arah samping jalanan itu menuju ke arah kota itu.
Tampaklah dari hadapan mereka muncul berpuluh-puluh
orang Boesu yang kelihatan kekar sekali.
Ketika itu para rakyat yang sedang berjalan hilir mudik di
sekitar tempat tersebut ketika melihat situasi yang sangat
tidak menguntungkan, cepat-cepat pada membubarkan diri
dan jauh-jauh menghindarkan diri dari tempat itu.
"Jumlah sedikit sulit untuk memenangkan jumlah banyak,
lebih baik kalian berdua cepat-cepat pergi saja ! Kalian mau
tunggu sampai kapan lagi?" tegur Liem Tou kembali.
Si Angin puyuh Toan Bok Si pun agaknya dapat melihat
situasi rada tidak menguntungkan dirinya, tetapi bukannya dia
tinggal pergi sebaliknya ia jadi marah.
"Kau anggap aku manusia macam apa ?" teriaknya dengan
amat keras. '"Aku Toan Bok Si disuruh berangkat ke air
ataupun ke api, selamanya tidak menolak. Kenapa saat ini
harus merasa jeri?" Diam-diam Liem Tou manggut-manggut. Dia tahu benar
orang ini seorang lelaki sejati yang keras kepala. Kendati
begitu, ujarnya juga: "Terhadap Kiem Sah Ong memang kalian tidak perlu
merasa jeri, tetapi apakah kalian tidak melihat bila di antara
mereka terdapat juga orang-orang dari perkumpulan Sin Beng
Kauw" Kiem Sah Ong sudah bersekongkol dengan
persekutuan Sin Beng Kauw. Dia memang tidak mirip dengan
pentolan daerah yang biasa."
"Haa . . . haa . . . perguruan Kiem Tien Pay kami di sekitar
daerah Cian Tien sudah ada dasar puluhan tahun lamanya
sebuah perkumpulan Sin Berg Kauw yang hanya
mengandalkan nama busuk dari si iblis Chiet Cioe Loo Mo dan
baru didirikan dua tahun yang lalu berani juga hendak
menyebarkan pengaruh di sekitar daerah sini ... Hmm! Mereka
belum punya kekuatan untuk tancapkan kaki!"
Siapa sangka baru saja perkataan itu selesai diucapkan
mendadak dari dalam rumah penginapan itu berkumandang
datang suara tertawa keras yang amat menyeramkan.
Haaa ... haaa ... besar benar omonganmu itu! Di daerah
Ciang Tien bukan saja di segala tempat terdapat cabangcabang
dari perkumpulan Sin Beng Kauw, bahkan daerah
pantai emas pun kemungkinan sekali sudah ada di bawah
genggaman kami orang perkumpulan Sin Beng Kauw !"
Bersamaan dengan selesainya perkataan itu mendadak dari
dalam rumah penginapan itu muncul dua orang kakek tua
yang sudah lanjut usia dan dari sepasang matanya
memancarkan cahaya tajam.
Pada waktu yang hampir berbareng orang orang dari kedua
belah sisi jalan raya pun mulai mendesak semakin mendekat,
dengan begitu posisi mereka jadi terjepit dari tiga jurus an
yang berlainan. Sebetulnya kedua orang kakek tua itu munculkan dirinya
secara bersama-sama dari balik rumah penginapan itu, sedang
Liem Tou waktu itupun berdiri di luar pintu, tetapi bukannya
mereka berdua langsung mendekati sang pemuda sebaliknya
malah berjalan langsung mendekati si angin Puyuh Toan Bok
Si. Walaupun begitu perjalanan mereka kena terhadang juga
oleh Liem Tou ! Toan Bok Si serta si lelaki kate itu sewaktu melihat dari tiga
jurusan yang berlainan muncul serombongan musuh dalam
jumlah banyak, air mukanya berubah jadi amat serius. Dengan
memusatkan seluruh perhatiannya, mereka siap-siap
menghadapi serangan total dari pihak musuh terutama sekali
serangan dari kedua orang kakek tua itu.
Sewaktu Toan Bok Si berdua dapat melihat si pemilik
rumah penginapan itu pun terdapat di antara mereka, rasa
gusar di hati semakin memuncak lagi hingga memenuhi
seluruh benaknya. Ketika itulah Sang Ciangkwee dengan marah menuding ke
arah mereka berdua : "Mereka berdua itulah orangnya! Dia tidak memandang
sebelah mata pun terhadap Kiem Sah Ong serta perkumpulan
Sin Beng Kauw !" "Bangsat yang sangat licik sekali !'" diam-diam pikir Liem
Tou di dalam hati. "Agaknya mereka sengaja datang kemari
untuk mengantar kematiannya sendiri."
Si Ciang kwee itupun membisikkan sesuatu ke samping
telinga si orang lelaki berusia pertengahan yang memakai
tanda tanda sebagai anggota perkumpulan Sin Beng Kauw, hal
ini terlihat jelas dari sinar matanya yang semula menyapu
tubuh si Angin Puyuh Toan Bok Si pada saat ini sudah beralih
ke atas tubuhnya. Liem Tou adalah seorang manusia yang luar biasa lihaynya,
di dalam hal tenaga lweekang boleh dikata sudah dapat
melebihi siapa pun juga. Walaupun mereka sedang berbisikbisik
dengan sangat lirih tetapi dengan ketajaman telinga
pemuda tersebut ia dapat menangkap semua pembicaraan
tersebut dengan amat jelas.
Terdengar orang berkata: "Si pengemis itu adalah hasil penyaruan dari Liem Tou,
kerbaunya pada saat ini ada di dalam istal. Selama beberapa
hari ini Kau cu selalu mencari jejak beritanya tidak disangka ia
sudah munculkan dirinya di tempat ini."
Anggota dari perkumpulan Sin Beng Kauw itupun dengan


Raja Silat Lahirnya Dedengkot Silat Karya Chin Hung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

suara rendah menjawab: "Coba kau racuni dulu makanan dari sang kerbau tersebut,
kerbau itu sangat kuat sekali bahkan bisa menahan terjangan
dari jago-jago lihay; Auw Hay Ong Bo justeru terluka di bawah
injakan binatang tersebut."
"Hal ini sudah tentu, hal ini sudah tentu," sahut si pemilik
rumah penginapan itu, "Mereka tidak bakal berhasil
meloloskan diri dari cengkeramanku."
Liem Tou yang mendengar beberapa perkataan itu hawa
amarahnya segera meluap, ia mendengus dingin tetapi tak
nenunjukkan gerakan apa pun.
Dengan pandangan yang sangat dingin ia menyapu sekejap
ke seluruh orang-orang yang ada di sana, dalam hati ia ada
maksud hendak melihat orang-orang itu hendak menggunakan
cara apa untuk menghadapi dirinya.
Kedua orang kakek tua yang pada waktu itu sudah berjalan
keluar dari rumah penginapannya mendadak berpencar
menjadi dua bagian, satu dari sebelah kanan, dan yang lain
dari arah sebelah kiri, kemudi'n dengan melalui kedua belah
sisi Liem Tou lalu memutar, mereka berjalan mendekati Toan
Bok Si serta si lelaki kate itu.
Dengan amat tenang Liem Tou berdiri tak bergerak,
lagaknya mirip dengan orang yang tidak menemui suatu
persoalan. Ketika dilihatnya kedua orang kakek tua itu sudah bergerak
dari sisi tubuhnya mendadak...
Kedua orang itu secara tiba-tiba saja berteriak dan
meloncat-loncat saking kagetnya.
Selagi Liem Tou menoleh dengan terperanjat pada waktu
itulah kedua orang kakek tua itu sudah putar badan sambil
membentak keras: "Liem Tou, kau hendak lari kemana?"
Liem Tou segera merasakan dua gulung hawa pukulan
yang maha dahsyat dengan cepat menekan seluruh tubuhnya.
Di mana pikirannya berkelebat tubuhnya segera menyingkir
ke samping dengan gerakan sebat, bahkan menggunakan
gerakan yang paling cepat laksana kilat.
"Braak ...!" Kedua orang kakek itu tak bisa menghindarkan
diri lagi, mereka masing-ma sing saling mengadu pukulan
dengan amat kerasnya. Kontan saja tubuh mereka berdua tergetar keras hingga
mundur dua langkah ke belakang tetapi pada saat yang
bersamaan pula dari beberapa orang anak murid perkumpulan
Sin Beng Kauw yang bagian dadanya bersulam lukisan arca
sudah menjerit ngeri, dari tujuh lubangnya mengucurkan
darah segar dan kontan seketika itu juga ada tiga orang yag
menemui ajalnya. Menanti kedua orang itu berhasil menenangkan pikirannya
dan menoleh ke arah peristiwa itu, tampaklah Liem Tou masih
berdiri di tempat semula dengan sangat tenangnya, lagaknya
seperti tidak pernah terjadi suatu peristiwa apa pun.
Tetapi di pihak orang orang Sin Beng Kauw serta busubusu
Kiem Sah Ong yang datang bersama-sama si pemihk
rumah penginapan itu keadaannya sudah kacau balau, bahkan
ada di antara mereka yang mulai berteriak-teriak dengan
gaduh dan ramainya. "Aaakh! Ada orang yang terbunuh, ada orang yang
terbunuh cepat tangkap pembunuhnya."
Ada pula beberapa orang yang berdiri mematung di
tempatnya masing-masing saling bertukar pandangan tanpa
mengucapka sepatah kata, mereka tidak mengerti dan merasa
bingung, siapa yang sudah turun tangan membinasakan ketiga
orang anggota perkumpulan Sin Beng Kauw itu.
Si lelaki berusia pertengahan yang berbisik bisik dengan
sang pemilik rumah penginapan tadi merupakan salah satu
korban yang menemui ajalnya. Terlihatlah kematiannya sangat
mengerikan sekali, dengan mata melotot lebar-lebar ia sedang
memperhatikan si pemi lik rumah penginapan itu.
Hal ini sudah tentu membuat sang Ciang kwee jadi
terperanjat saking takutnya, tak kuasa lagi ia jadi terkencingkencing.
Perlahan-lahan Liem Tou berjalan mendekati ke arahnya
kemudian menepuk-nepuk pundak dari pemilik rumah
penginapan yang masih belum merasa akan kedatangan
pemuda itu. "Eeei Ciang kwee !" tegurnya, "beberapa waktu ini kau
telah pergi kemana" kau membuat aku harus tersiksa
menantikan kembali dirimu ...!"
Ciang kwee itu segera menoleh ke belakang tetapi sewaktu
dilihatnya orang itu ada lah Liem Tou, air mukanya segera
berubah pucat pasi bagaikan mayat.
"Aakh...!" dia berteriak keras, sepasang lututnva terasa jadi
sangat lemas sehingga tak terasa ia sudah nenjatuhkan diri
berlutut dan mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Ya... ya... ampun! Ya... ya... ampun!" teriaknya berulang
kali. Keadaan pada saat ini jika dibandingkan dengan sikapnya
semula sewaktu menghadapi si Angin puyuh Toan Bok Si
boleh dikata mirip dengan dua orang yang berlainan.
Melihat sikapnya itu Liem Tou tersenyum, dengan cerat dia
membimbing orang itu untuk bangun.
"Kenapa kau harus menjalankan penghormatan yang begitu
besarnya ....?" tanya sang pemuda sambil tertawa. Siapakah
orang orang yang datang mengikuti dirimu itu?"
Berbicara sampai disitu mendadak ia mempertinggi
suaranya. Dengan nada yang keras gembornya :
"Hanya sedikit urusan yang kecil buat apa harus
mengerahkan Boesu-Boesu yang begitu banyaknya! Suruh
mereka pulang saja!"
Ia lepas tangan dan sambil tertawa bisiknya pula :
"Kau pun ikut pulang saja . . ."
Di tengah berputarnya sang tubuh kembali ia
mengundurkan diri ke hadapan si kakek tua itu.
Pada waktu tubuhnya hampir mendekati di tubuh si orang
tua itulah mendadak si pemilik rumah penginapan tersebut
dengan tidak mergeluarkan sedikit suara pun rubuh ke atas
tanah dalam keadaan lemas. Dari ke tujuh buah lubang
inderanya nengucur darah segar, kembali selembar nyawa
lenyap menuju ke dunia Baka.
Sampai waktu itulah semua orang yang hadir di tempat itu
baru merasa amat terperanjat sehingga air mukanya pada
berubah amat hebat, terutama sekali kedua orang kakek tua
itu, mereka benar-benar kagetnya luar biasa.
Perlahan-lahan Liem menoleh ke arah ke dua orang kakek
itu lalu tertawa, mendadak dengan wajah berubah amat keren
bisiknya lirih : "Jauh sebelum kejadian peristiwa ini, aku sudah memberi
kabar kepada kauwcu kalian bila setelah urusanku selesai
maka aku orang akan segera pergi mencari dirinya. Kenapa
dia harus secara diam-diam main kuntit dan pula selalu main
bokong " Beberapa orang yang sudah mati itu anggap saja
merupakan suatu peringatan bagi kalian semua dan cepat
kamu orang kembali ke markas untuk beritahu kepada sang
kauwcu, si perempuan cantik pengangon kambing yang
berada di tempatnya bilamana memperoleh perlakuan yang
sangat baik maka aku masih suka mengajak dia berunding
secara baik-baik, kalau tidak . . . Hmm! Bilamana seorangpun
dari anggota Sin Beng Kauw berhasil meloloskan diri dari
cengkeramanku, aku orang she Liem merasa malu jadi
manusia." Selesai berkata dengan wajah serius pemuda itu menggigit
lidahnya sendiri sehingga mengucurkan darah segar kemudian
disemburkan ke atas wajah salah seorang kakek tua itu.
"Beritahu kepadanya inilah sumpah darah dari Liem Tou,"
kembali bentaknya keras. Sepasang tangannya segera direntangkan dan perlahanlahan
mengebut ke arah depan. Kedua orang kakek tua itu segera merasa badannya tak
dapat berdiri tegak lagi, tubuhnya kena tergulung oleh selapis
tenaga lweekang yang amat dahsyat sehingga terpental
sejauh tiga kaki ke arah depan.
Walaupun begitu mereka sama sekali tidak menderita luka,
hanya saja pada tubuh mereka berdua kena terbanting
dengan sangat keras di atas tanah.
"Pergilah!" pada waktu itulah terdengar sua ra dari Liem
Tou berkumandang masuk ke dalam telinga mereka.
Ketika kedua orang kakek tua itu menoleh kembali ke
tempat semula, jejak dari Liem Tou sudah lenyap tak
berbekas. Melihat kejadian itu kedua orang kakek tua tersebut hanya
bisa saling berpandangan dengan hati terkesima.
"Aaakh... kiranya dia orang adalah Liem Tou si bangsat
ci..." kata si Angin puyuh Toan Bok Si kepada kawannya si
lelaki kate. Kata-kata 'Cilik' belum selesai diucapkan mendadak hatinya
sudah merasakan sesuatu, akhirnya dia orang tidak berani
melanjutkan kata-kata itu lagi.
Menggunakan kesempatan sewaktu semua orang tidak
bersiap sedia, tubuhnya segera menggenjot meloloskan diri
dari kepungan para boesu-boesu Kiem Sah Ong kemudian
dengan langkah lebar berlalu dari sana tanpa menoleh lagi.
Kedua orang kakek tua itupun tersadar kembali dari rasa
kejutnya, buru-buru mereka ulapkan tangan untuk memimpin
orang-orang meninggalkan tempat tersebut.
Liem Tou dengan mengandalkan kecepatan serta
kegesitannya, setelah berhasil meninggalkan pintu depan
rumah penginapan dengan cepat bergerak mencari diri Giok
jie. Di dalam hati ia merasa heran mengapa suara
panggilannya dengan menggunakan ilmu untuk
menyampaikan suara sama sekali tidak digubris oleh gadis
tersebut " peristiwa apa yang sudah terjadi "
Tubuhnya dengan cepat menerjang masuk ke dalam
kamarnya. ketika pintu terbuka keadaan dalam kosong tak
nampak sesosok bayangan manusia pun.
Hatinya jadi tergerak, dengan perasaan cepat dan buruburu
dia mengundurkan diri dari sana.
Ketika itulah kebetulan sekali ia sudah bertemu dengan
seorang pelayan yang di atas tangannya membawa sebuah
buntalan besar dan berlalu dengan sangat tergesa-gesa.
Tetapi sewaktu melihat Liem Tou ada di sana seluruh
tubuhnya gemetar amat keras, hampir-hampir sepatah
katapun tak sanggup untuk diucapkan keluar.
Dalam hati Liem Tou tahu, tentunya pelayan ini telah
melihat keadaan di luar rumah penginapan sehingga orang itu
merasa amat takut terhadap dirinya.
"Eeee ... kau jangan takut!" buru-buru katanya dengan
wajah ramah. "Aku tidak akan melukai kamu, cepat beritahu
kepadaku dimana nona cilik itu pergi "
"Dia... dia... dia ada di... di istal ... sedang memberi... maa
... makan kerbau buas tersebut."
Liem Tou segera enjotkan kepalanya melayang sejauh
beberapa kaki kemudian menerjang keluar dan langsung
menuju istal. Sedikitpun tidak salah, waktu itu Giok jie sedang memberi
makan pada sang kerbaunya sedang kerbau itu sambil
tundukkan kepala dengan amat tenangnya mengunyah
rumput itu. Liem Tou tidak tahu dari manakah Giok jie
memperoleh rumput rumput tersebut dan tidak tahu pula
apakah pelayan pelayan di sana merupakan sekomplotan
dengan orang itu atau tidak, hatinya jadi amat cemas sekali.
Tubuhnya belum tiba, sebuah pukulan yang amat dahsyat
sudah dibabat ke depan dimana angin pukulan menyambar
lewat, rumput di tangan Giok jie sudah tergulung jatuh
berantakan. "Giok jie !" teriak Liem Tou dengan cepat. "Darimana kau
dapatkan rumput itu untuk makanan sang kerbau " Apakah
kau tidak pernah berpikir kalau rumput itu sudah diracuni ?"
Pada waktu itu hubungan Giok jie dengan Liem Tou sudah
agak lama sehingga sikapnya pun jauh lebih baikan.
"Kau boleh berlega hati," sahutnya sambil tertawa.
"Tentang soal itu Giok jie masih punya sedikit pengalaman. "
Mendengar perkataan tersebut Liem Tou baru bisa
melegakan hatinya. "Orang-orang perkumpulan sin Beng Kauw sudah
melakukan penguntitan terus sehingga jejak kita dapat
diketahui, sekarang waktu sdah senja, mari segera kita
melakukan perjalanan malam sehingga bisa terhindar dari
berbagai kesulitan !"
Giok jie mengangguk, kerbau tersebut dengan cepat
dibawa keluar dari istal Ialu menuju keluar dari rumah
penginapan tersebut. Tetapi baru saja ia melangkah keluar dari pintu, nendadak
dari tengah udara tercium suatu bau yang amat aneh sekali.
"Giok jie, cepat mundur," teriaknya dengan keras.
Dua orang manusia dan seekor kerbau dalam waktu yang
bersamaan pada meloncat mundur ke belakang dan masuk
lagi ke dalam rumah penginapan tersebut.
"Sejak Sun Ci Si berhasil mempelajari ilmu Pek Tok Toh, ia
sudah amat pandai di dalam menggunakan beratus-ratus
macam racun, sehingga mendapatkan julukan sebagai Boe
Beng Tok su," kata Liem Tou. "Bau aneh yang baru saja kita
tercium ada kemungkinan sekali sengaja dilepaskan oleh
orang yang dikirim kemari, lain kali kita harus jauh lebih
berhati-hati lagi!" Baru ia menyelesaikan kata-katanya; mendadak terasa
segulung hawa dingin yang sangat menggidikkan menerjang
masuk ke dalam hatinya. Ia jadi amat terperanjat, buru-buru hawa murninya
disalurkan ke seluruh tubuh untuk paksa racun tersebut keluar
dari dalam badan. Sedikitpun tidak salah, sebentar saja peluh berwarna
kuning sudah mulai mengucur ke luar membasahi seluruh
tubuhnya. Sejurus kemudian ia sudah tertawa dingin tiada hentinya.
"Hee. . . heee. . . Liem Tou tidak bakal teracuni oleh
keganasan bisa yang bagaimana pun, lebih baik kalian tidak
usah buang-buang tenaga lagi. Giok jie, untuk sementara kau
tunggulah di sini, aku akan pergi sebentar," serunya.
Baru saja perkataannya selesai diucapkan tampak
bayangan manusia berkelebat lewat dan hanya di dalam


Raja Silat Lahirnya Dedengkot Silat Karya Chin Hung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sekejap saja terdengar suara benturan keras berkumandang
datang. Dan dalam rumah penginapan itu melayang datang sesosok
bayangan manusia yang langsung dibanting ke atas tanah
tanpa mengeluarkan sedikit pun suara.
Baru saja Giok jie merasa kaget, kembali terdengar suara
bantingan yang amat keras bergema datang. Setelah itu baru
muncullah bayangan dari Lien Tou.
"Permainan semacam ini pun hendak dipamerkan di
hadapanku," omelnya dengan nada keras. "Sungguh
memalukan sekali Perkumpulan Sin Beng Kauw mana bisa
berbuat suatu pekerjaan yang besar jika selalu saja bertindak
semacam ini?" Selesai berkata ia memerintahkan Giok jie untuk melakukan
perjalanan kembali keluar dari rumah penginapan itu.
Bukannya masuk ke dalam kota Tiam Tzuan sebaliknya
langsung melanjutkan perjalanan malam.
Menanti siang hari telah menjelang kembali pada keesokan
harinya, kedua orang itu telah tiba di kota Ping Tzuan. Setelah
lewat beberapa puluh li lagi maka mereka akan tiba di kota
Hong Ih di tepi lautan Auw Hay.
"Membawa Giok jie di samping tubuhnya bagaimanapun
merepotkan sekali," diam-diam pikir Liem Tou pada waktu itu.
"Lebih baik di sekitar kota Ping Tzuan ini aku mencari tempat
persembunyian saja lalu suruh dia serta sang kerbau menanti.
Sedang aku pergi menyelidiki seorang diri ke pantai emas!"
Demikianlah mereka berdua lalu berjalan masuk ke dalam
kota Ping Tzuan. Liem Tou yang merasa jejaknya telah diketahui sekalipun
menyamar percuma saja maka dia orang lantas memulihkan
kembali wajahnya yang asli. Kemudian mengadakan
kunjungan ke pantai emas itu.
Bagaimanapun situasi dan peristiwa yang bakal terjadi ia
harus menerjang ke sana, kendati pun pantai emas tersebut
merupakan gunung pedang serta lautan golok.
Setelah mengambil keputusan maka pertama-tama ia pergi
ke toko pakaian untuk membeli seperangkat baju berwarna
hijau kemudian sesudah bertanya jelas letak dari rumah
penginapan yang terbesar lalu mereka beristirahat di sana.
Kali ini untuk menghindari jangan sampai terulang kembali
suatu peristiwa yang tidak diinginkan, Liem Tou membawa
kerbaunya ke dalam kamar; untuk beristirahat satu kamar
dengan dirinya. "Giok jie," ujar Liem Tou kemudian sewaktu senja telah
menjelang datang. "Kau serta kerbau ini untuk sementara
waktu berdiamlah beberapa hari di sini, pada kentongan
pertama nanti malam aku hendak berangkat ke pantai emas
untuk menolong enci Ie. Sebelum aku kembali bermainlah
dengan sang kerbau serta ketiga ekor burung elang itu!"
Semula Giok jie merasa sangat terperanjat, lama sekali ia
memandang ke arah muka Liem Tou.
"Bila aku berangkat bersama-sama denganmu, apakah
bakal merepotkan saja?" tanyanya kemudian.
"Aku meninggalkan dirimu di sini bukannya bermaksud
begitu. Walaupun pusat kekuatan dari partai Kiem Tien Pay
kemungkinan sekali sangat berbahaya terhadap banyak
jagoan lihay tetapi Liem Tou tidak akan jeri terhadap mereka,
apalagi kepergianku kali ini adalah terang-terangan ingin
bertemu, jika aku bawa serta dirimu kemungkinan sekali
banyak pekerjaan yang malah tak bisa aku kerjakan."
Perkataan dari Liem Tou ini walaupun kedengarannya enak
didengar, tetapi jelas mengartikan bila membawa Giok jie
turut serta kemungkinan sekali malah mengakibatkan
terjadinya banyak persoalan.
Terpaksa Giok jie si gadis cilik itu menganggukkan
kepalanya. "Baik kau pergilah," sahutnya kemudian. "Tetapi, kau harus
kembali dengan membawa enci Ie. Kalau tidak, aku tidak akan
menggubris dirimu lagi."
"Hal itu sudah tentu," sahut sang pemuda sambil tertawa;
Asalkan enci Ie masih hidup aku pasti akan berhasil mencari
dirinya kembali !" Selesai berkata Liem Tou lantas berteriak minta disediakan
santapan, kemudian mereka berdua lantas bersantap di dalam
kamar. Ketika kentongan pertama tiba, Liem Tou bersiap hendak
berangkat. "Giok-jie, aku berangkat," serunya kemudian kepada gadis
cilik itu. Setelah meninggalkan rumah penginapan tersebut terlebih
dulu Liem Tou berputar-putar di dalam kota, sesudah
dirasanya tak ada orang yang bakal menguntit dirinya pemuda
tersebut baru meninggalkan kota berangkat menuju ke arah
barat dengau menggunakan ginkangnya yang luar biasa
lihaynya itu. Dengan kekuatan gerak dari Liem Tou pada saat ini, jarak
puluhan lie telah berhasil dilalui tak sampai satu jam lamauya.
Sebentar kemudian dia orang sudah sampai di tepi lautan
Auw Hay. Ketika sinar matanya menyapu sekejap ke sekeliling
tempat itu maka terlihatlah yang tampak hanyalah air melulu,
sebuah perahupun tak nampak bahkan rumah pendudukpun
tiada jejaknya. "Walaupun lautan Auw Hay kecil tetapi tidak dapat
dipandang dengan kekuatan mata," pikirnya. Pantai emas itu
terletak di sebelah tenggara dari lautan Auw Hay tetapi
dimanakah letaknya yang persis " Aku harus meuanyakan
dulu, tentang soal ini."
"Di sebelah utara kota Lam Hong Ih adalah Tiam Tzuan,
bilamana aku menyeberangi lautan Auw Hay ini langsung ke
depan mungkin bisa sampai di Tayli," pikirnya kembali,
"Asalkan aku tidak meninggalkan perbatasan dari Auw Hay
perduli ke Barat atau ke Timur paling cuma meliputi duapuluh
lie saja." Sesudah mengambil keputusan di hati, Liem Tou segera
mengerahkan ilmu ginkangnya untuk melakukan perjalanan di
atas permukaan air. Diri pantai Timur Lautan Auw Hay menuju ke pantai Barat
jaraknya tidak lebih hanya sepuluh lie, hanya di dalam sekejap
saja pemuda itu sudah tiba di tengah perjalanan.
Mendadak sinar matanya yang tajam telah bertemu dengan
sebuah perahu yang sedang bergerak di permukaan air, di
atas perahu itu lampu lentera memancarkan cahaya dengan
terang benderang. Suatu pikiran dengan cepat melintas di dalam benak Liem
Tou, ia segera menyambut kedatangan perahu tersebut
dengan gerakan yang cepat.
Siapa tahu sewaktu Liem Tou tiba kurang lebih sepuluh kaki
dari perahu tersebut mendadak sinar lampu di atas perahu itu
dipadamkan. Dalam hati pemuda itu merasa terperanjat, dengan cepat ia
kerahkan ilmu Hwee Yeu im Hong-nya laksana kilat meloncat
naik ke atas geladak perahu.
Pada waktu itulah dari dalam ruangan perahu terdengar
suara seseorang yang sedang berbisik:
"Apakah kau benar-benar melibat di atas permukaan air
ada orang sedang lewat?"
"Sedikitpun tidak salah, terang-terangan aku melihat ada
seorang yang memakai jubah berwarna hijau dan merupakan
seorang pemuda yang gagah sedang berjalan mendekat,
bagaimana aku bisa salah lihat?""
"Lalu pada saat ini ia sudah pergi kemana?"
Lama sekali suasana jadi hening sejurus kemudian,
terdengar orang itu berbicara lagi:
"Menurut perhitungan, ini hari ulang tahun yang keenam
puluh dari Loo Ciang. Orang-orang yang dikirim partai Kiem
Tien Pay ke tempat luaran pun kebanyakan sudah pulang
kembali untuk ikut merayakan hari ulang tahun tersebut. Siapa
sangka secara mendadak perayaan itu dibatalkan dan katanya
ada seseorang yang pada waktu dekat ini bakal mendatangi
pantai emas untuk menyatroni, coba kau lihat siapakah yang
bisa membuat partai Kiem Tien Pay jadi begitu tegangnya?"
"Kauwcu mengirim kita lima orang Siang-cu untuk
menyelidiki pantai emas menurut Hong sian-cu katanya Loo
Ciang sudah ada maksud untuk masuk menjadi anggota Sin
Beng Kauw kita, cuma saja katanya pada saat ini ia sedang
berpikir masak-masak. Kali ini perduli siapa orang yang
hendak menyatroni dirinya asalkan Loo Ciang kena terpukul
maka ada harapan dia orang suka menggabungkan diri
dengan kita. Dengan begitu pengaruh kita di daerah Cian Tien
pun jadi semakin kuat. Kenapa kita tidak menggunakan
kesempatan gelapnya suasana pada saat ini untuk melakukan
suatu tindakan sehingga siasat ini bisa berhasil ?"
"Bagus!" mendadak dari dalam ruangan berkumandang
keluar suara seseorang. "Cara ini sangat bagus sekali. Tidak
kusangka kau bsa mendapatkan cara semacam ini."
Agaknya orang-orang di dalam ruangan perahu itu sudah
melupakan diri Liem Tou, mendadak tampaklah dua orang
berjalan keluar dau mulai menggerakkan sang dayung uutuk
memperkencang lajunya sang perahu menuju Utara.
Buru-buru Liem Tou menyusupkan badannya bersembunyi
di tempat kegelapan, pada saat ini ia sudah tahu bila orangorang
yang ada di dalam ruangan perahu pada saat ini adalah
beberapa orang Siangcu dari perkumpulan Sin Beng Kauw
yang sedang melakukan perjalanan menuju pantai emas.
Diam-diam dalam hati Liem Tou mulai berpikir :
"Aku akan ikut mendarat bersama sama mereka dan ingin
aku lihat dengan menggunakan cara apa mereka hendak
menghantam Auw Hay Ong. Bilamana terpaksa akupun bisa
turun tangan menawan mereka sehingga dengan begitu aku
malah berjasa terhadap Auw Hay Ong sekalian."
Perahu tersebut bergerak dengan amat cepatnya, tidak
sampai seperminuman teh lamanya mereka sudah mulai
melihat pepohonan di tempat kejauhan yang secara samar
samar memancarkan cahaya lampu!
Pada waktu itulah dari dalam ruangan perahu terdengar
suara seorang berbicara lagi:
"Para Siangcu sekalian, lebih baik pada saat ini juga kita
mengenakan kerudung kita sehingga tidak sampai membuat
kalian merasa gugup pada saatnya."
Baru saja perkataannya selesai diucapkan mendadak
ratusan kaki dari perahu mereka berkumandang datang suara
terpukulnya ombak yang sangat ramai disusul munculnya
sebuah perahu menyongsong kedatangan perahu itu.
"Siangcu sekalian berhati-hatilah, kita segera akan
hancurkan mereka," terdengar orang yang ada di dalam
ruangan itu memberi tanda lagi.
Tidak lama kemudian perahu peronda itu sudah tiba kurang
lebih tiga kaki dari mereka.
"Siapakah orang yang ada di dalam perahu?" bentaknya
keras. "Toaya kami sengaja datang hendak memberi selamat buat
Ong ya!" sahut Siang cu yang pegang kemudi itu.
Di atas perahu peronda itu semuanya berjumlah tiga orang
yang memakai pakaian ringkas dengan senjata tercekal di
tangan. Mendengar perkataan tersebut mendadak salah seorang
yang berdiri di ujung perahu peronda itu berteriak keras.
"Loo Thia, hati-hati! Aku dengar orang-orang yang sengaja
datang untuk memberi selamat kepada Ong ya kita sudah tiba
di sana. Bagaimana mungkin di tengah malam buta kembali
muncul orang yang datang memberi selamat" Hati-hati,
jangan sampai kena siasat liciknya."
Jilid 45 : Berkunjung ke Kiem Tien Pay
KEDUA BUAH perahu itu dengan cepat berdempetan
menjadi satu. Baru saja orang-orang yang berada di atas
perahu ronda tersebut hendak meloncat naik ke atas perahu
itu guna mengadakan pemeriksaan, mendadak dari dalam
ruangan terdengar suara tertawa dingin yang amat
menyeramkan berkumandang keluar memecahkan
keheningan. Dua sosok bayangan hitam dengan kecepatan laksana kilat
meluncur ke arah perahu peronda itu, dimana angin
pukulannya menyambar lewat dua orang peronda kena
dihantam sehingga rubuh binasa di atas geladak.
Salah seorang di antara mereka sewaktu melihat keadaan
tidak menguntungkan, dengan cepat berteriak keras lalu
terjunkan dirinya ke dalam air.
Kedua orang siang-cu dari Sin Beng Kauw yang tidak
mengerti akan ilmu di dalam air dengan gemasnya lantas
berteriak: "Waaah... kena lolos satu orang!"
"Justeru kita harus berbuat demikian. Kalau tidak;
bagaimana rencana semula bisa terlaksana ?" sambung salah
seorang siang-cu sambil tertawa.
Melihat semua peristiwa itu, diam-diam Liem Tou tertawa
dingin tiada hentinya. "Hmm! Mereka bersenang-senang mengira rencananya
pasti akan berhasil. Siapa sangka di belakang mereka sudah
ada orang yang mengintai, aku ingin melihat bagaimanakah
caranya mereka di dalam melaksanakan siasat jahatnya itu,"
pikirnya dalam hati. Sembari berpikir, diam-diam Liem Tou menerjunkan pula
dirinya ke dalam air. Kepandaiannya di dalam air boleh dikata sangat sempurna
sekali, hanya di dalam sekejap saja tubuhnya sudah meluncur
sejauh beberapa kaki dan telah berhasil menangkap bayangan
dari orang yang sedang berenang di hadapannya.
Untuk sementara waktu Liem Tou sama sekali tidak
mengambil sesuatu tindakan apa pun terhadap orang
tersebut, ia membuntuti terus orang itu menuju ke pantai
emas. Sebenarnya sepasang mata dari Liem Tou sudah dilatih
hingga bisa melihat di tempat kegelapan seperti di siang hari
saja, walaupun di dalam air sangat gelap suasananya dia tetap
bisa memandang seluruh keadaan di situ.
Saat ini dia tak ada maksud untuk menangkap orang itu
sebaliknya dengan kencang membuntuti dirinya terus
sehingga tak sampai lolos dari pengawasan, di samping itu
setiap saatpun dia harus mengawasi perahu-perahu yang hilir
mudik dengan ramainya di atas permukaan air.
Kepandaian menyelam dari orang itu sangat jelek sekali,


Raja Silat Lahirnya Dedengkot Silat Karya Chin Hung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bukan saja berkali-kali harus munculkan dirinya untuk berganti
napas gerakan pun sangat lambat sehingga perahu cepat yang
ditumpangi beberapa orang Siang cu dari perkumpulan Sin
Beng Kauw berhasil jauh melampaui di depannya.
Melihat kejadian itu, Liem Tou merasa sangat cemas,
mendadak ia meluncur ke depan dan mencengkeram tangan
orang itu untuk kemudian ditarik ke depan.
Peristiwa yang terjadi di luar dugaan ini segera membuat
orang itu merasa sangat terperanjat, sedikit kurang hati-hati,
air sungai mengalir masuk ke dalam mulutnya.
Liem Tou sama sekali tidak menggubris akan hal-hal yang
tiada berarti itu, tubuhnya dengan cepat menyusup keluar dari
permukaan air kemudian mendekati tubuh orang itu.
Agaknya manusia tersebut hatinya benar-benar merasa
sangat terperanjat, saking takutnya sehingga tenaga untuk
meronta pun sama sekali tak ada.
Begitu munculkan diri di permukaan air, Liem Tou
menemukan bila orang-orang yang berada di atas perahu
sudah tidak kelihatan jelas lagi. Dengan cepat ia membentak
keras: "Aku beritahukan kepadamu, kawan-kawanmu itu terluka
oleh orang-orang yang dikirim oleh perkumpulan Sin Beng
Kauw. Mereka hendak melakukan suatu tindakan dengan
wajah berkerudung. Cepat kembali ke markas dan beritahu
kepada Loo Ciang. Janganlah dia orang sampai terkena siasat
yang sengaja diatur oleh orang-orang Sin Beng Kauw."
Orang itu rada tertegun, sesaat kemudian baru kedengaran
ia berseru dengan nada terputus-putus.
"Kau . . kau ..."
"Sudah tentu aku bukan anak buah perkumpulan Sin Beng
Kauw," jawab Liem Tou serius. "Bahkan beberapa orang anak
buah perkumpulan Sin Beng Kauw itu akan kutangkap semua
kenudian membawanya menghadap Loo Ciang. Cuma saja
sampai waktunya kau harus mengajukan dirimu untuk
bertindak sebagai saksi."
Sewaktu melihat tangannya dicengkeram oleh Liem Tou
dan melihat pula ilmu dalam air dari pemuda tersebut sangat
lihay sehingga walaupun harus membawa seorang tanpa
membuang banyak tenaga gerakannya masih cepat, dalam
hati orang itu benar-benar sangat kagum.
Dengan termangu-mangu ia memandangi. Ia memandangi
wajah Liem Tou, walaupun dalam hati mengerti jika Liem Tou
tiada maksud jahat terhadap dirinya, tak urung tanyanya juga:
"Lalu siapakah kau?"
"Kau tidak usah bertanya terlalu banyak lagi sampai
waktunya kau akan tahu sendiri. Ilmu berenangmu pun
sebetulnya tidak jelek. Cepat pulang untuk beri laporan."
Sambil berkata ia lepaskan cengkeramannya.
"Terima kasih atas pemberitahuanmu. Aku pasti akan
melaporkan hal ini kepada Ongya!" sahut orang itu terharu.
Liem Tou tersenyum, sedikit pundaknya bergerak tahu-tahu
tubuhnya sudah lenyap di balik permukaan air.
Dengan gerakan yang cepat ia lantas menyusul perahu
yang ditumpangi beberapa orang siangcu dari Sin Beng Kauw
itu kemudian menangkap ujung perahu tersebut dan ikut
mendarat ke tepi pantai. Siangcu-siangcu dari Sin Beng Kauw tersebut tidak berani
membuang banyak waktu lagi, dengan tergopoh-gopoh
mereka berlari naik ke darat dan menuju ke arah depan.
Mendadak, tampaklah dua sosok bayangan manusia
berkelebat datang dengan amat gesit. "Siapa?" bentaknya
keras. "Peronda dari tengah samudera ada urusan penting hendak
melapor pada Ongya !" sahut salah seorang anggota Sin Beng
Kauw yang ada di dalam perahu.
Sreeet! Sreeet ! Dengan diiringi cahaya gemerlapan dua
titik senjata rahasia segera menyambar ke arah depan dengan
gencarnya. Orang yang berada di tepi pantai itu agaknya merupakan
anak murid Kiem Tien Pay yang belum lama diterima sebagai
anggota, kepandaian silatnya tidak tinggi, pengalaman di
dalam dunia kangouw pun sangat cetek.
Sudah tentu menghadapi serangan bokongan yang
datangnya secara mendadak itu merasa sulit untuk
menghindarkan diri. Di tengah suara jeritan ngeri yang menyayatkan hati,
mereka rubuh di atas tanah tak berkutik lagi.
Dari atas perahu segera bermunculan tiga sosok bayangan
manusia meloncat ke tepi pantai, terdengar orang yang masih
berada di dalam perahu itu berseru setengah berbisik ;
"Cepat pergi, cepat kembali, jangan serakah terhadap
pahala." Ketiga orang yang berada di tepi pantai itu tidak menyahut,
setelah berunding sejenak masing masing dengan memencar
ke arah tiga penjuru berangkat jauh memasuki pantai Sah
Kiem Than. Liem Tou karena takut orang-orang itu telah pergi jauh,
tubuhnya segera meloncat naik ke atas perahu. Melihat orang
itu masih berdiri di atas geladak tanpa mengeluarkan sedikit
suarapun ia lantas melancarkan serangan menotok jalan
darahnya sehingga rubuh tak berkutik lagi di atas perahu.
Melihat orang itu sudah rubuh, Liem Tou pun buru-buru
melayang kembali ke tepi pantai.
Ketika itu ketiga orang anggota perkumpulan Sin Beng
Kauw sudah berlari masuk ke dalam sebuah hutan yang amat
lebat di sisi pantai. Liem Tou pun tidak berpikir panjang lagi, tubuhnya
langsung menubruk masuk ke dalam hutan tersebut.
Beberapa saat kemudian ia mulai merasa hutan itu semakin
dilalui semakin lebat, hatinya jadi ragu-ragu mungkinkah
dirinya telah salah jalan "
Selagi hatinya merasa ragu-ragu itulah mendadak dari
tempat di hadapannya berkumandang datang suara bentrokan
senjata tajam yang sangat ramai sekali.
Liem Tou segera meloncat naik ke atas pohon dan bergerak
maju lebih ke depan, mendadak dari atas dahan pohon terlihat
olehnya empat orang sedang bertempur dengan serunya,
sedang seorang Sin Beng Kauw siangcu berdiri di sisi
menonton jalannya pertempuran tersebut.
Kedua orang anak murid dari partai Kiem Tien Pay itu jelas
bukanlah tandingan dari kedua orang anggota perkumpulan
Sio Beng Kauw, melihat semakin diserang dirinya semakin
terdesak di bawah angin mereka jadi kheki dan akhirnya
menyerang dengan kalap dan mengadu jiwa.
Mendadak salah satu diantara mereka meloncat keluar dari
kalangan pertempuran sambil berteriak keras :
"Kalian berdua bukanlah tandinganku, lebih baik suruh Loo
Ciang keluar saja untuk membereskan hutang-hutang lama
kita!" Sembari berkata sepasang kakinya melancarkan tendangan
berantai membuat tubuh anak murid partai Kiem Tien Pay itu
mencelat sangat jauh dan jatuh tertelungkup ke atas tanah.
"Aku dengar Loo Ciang ada maksud untuk menggabungkan
diri dengan perkumpulan Sin Beng Kauw, apa benar berita
ini?" sambungnya kembali. "Hmm! kalau benar begitu aku
semakin tidak boleh melepaskan dirinya lagi."
Liem Tou yang mendengar perkataan tersebut dalam hati
merasa gusar, pikirnya: "Hmm! Suatu siasat mengadu domba yang sangat bagus
sekali, bilamana bukannya secara tidak sengaja aku
mendengar siasat jahat ini, dengan sifat Loo Ciang yang
barangasan ia pasti akan terjebak oleh siasat mereka."
Tak terasa lagi pemuda itu tertawa dingin tiada hentinya,
selagi tubuhnya siap-siap hendak turun dari atas pohon guna
menguasai ketiga orang-orang perkumpulan Sin Beng Kauw
itu, mendadak telinga Liem Tou yang tajam dapat menangkap
suara langkah manusia yang sangat ramai bergerak
mendatang. Agaknya siang-cu yang berdiri di samping kalangan pun
berhasil menangkap suara tersebut, mendadak terdengar ia
berseru keras: "Angin kencang. Lepaskan saja mereka untuk berlalu!"
Kedua orang anggota Sin Beng Kauw itu segera menarik
kembali serangan senjatanya sambil mengirim sebuah totokan
meughajar jalan darah kedua orang dari anak murid partai
Kiem Tien pay sehingga rubuh ke atas tanah.
Belum sempat ketiga orang Siangcu itu meninggalkan
tempat tersebut, mendadak terdengarlah suara bentakan yang
amat keras bergema datang.
"Berhenti !" Dari sebelah kanan hutan dengan cepatnya berkelebat
datang tiga orang lelaki berusia pertengahan yang salah satu
di antara mereka berdandan sebagai seorang Toosu.
Liem Tou yang melihat munculnya Toosu tersebut segera
merasakan wajah orang itu sangat dikenal olehnya, cuma saja
entah dimanakah ia pernah berjumpa dengan orang itu,
pikirnya : "Siapakah toosu itu" Agaknya aku pernah mengenal
mereka.... Heeei! dengan munculnya ketiga orang ini,
semisalnya terjadi pertempuran kembali maka keadaannya
tidak akan mengenaskan seperti tadi lagi."
Agaknya ketiga orang Siangcu dari perkumpulan Sin Beng
Kauw itupun akan dapat melihat kepandaian silat mereka tidak
lemah dari gerakan tubuhnya barusan.
Sebenarnya mereka bertiga ada maksud meninggalkan
tempat itu, siapa sangka urusan sudah berubah sangat cepat
ditambah pula gerakan dari ketiga orang itu jauh berada di
luar dugaan mereka. Bilamana saat ini harus membubarkan
diri malah kemungkinan mendatangkan ketidakberuntungan
baginya. Oleh karena itu, ketiga orang siang-cu itupun berdiri
tak berkutik lagi. Dengan cepatnya ketiga orang partai Kiem Tien Pay itu
sudah tiba di hadapan mereka, tetapi sewaktu melihat wajah
ketiga orang itu berkerudung mereka rada tertegun dibuatnya.
Mendadak terdengarlah salah satu diantara mereka menegur
dengar suara yang keras : "Lelaki sejati tidak takut muncul
dengan wajah yang sebenarnya, siapakah diantara kalian
bertiga yang bernama Liem Tou ?"
Liem Tou yang saat ini sedang bersembunyi di atas dahan
pohon, ketika mendadak mendengar orang itu menyebutkan
namanya, dalam hati lantas berpikir:
"Namaku Liem Tou sudah diketahui oleh semua orang yang
ada di dalam dunia Kang-ouw. Ia bisa menyebut namaku pun
bukan suatu peristiwa yang aneh. Hmm ! Kemungkinan sekali
kali ini orang-orang dari perkumpulan Sin Beng Kauw sudah
ketemu batunya." Siapa sangka ketiga orang siangcu dari perkumpulan Sin
Beng Kouw itu cukup licik Mendengar pertanyaan ini mereka
cuma tertawa tiada hentinya.
Mendadak di tengab suara bentakan yang amat keras,
mereka bertiga bersamasama melancarkan satu pukulan ke
arah depan. Tiga gulung hawa pukulan yang sangat dahsyat dengan
cepatnya menerjang ke arah dada pihak lawan. Perubahan
yang terjadi secara mendadak ini kontan saja membuat ketiga
orang dari partai Kiem Tien Pay itu kalang kabut dan
gelagapan setengah mati. Buru-buru mereka balas mengirim
satu pukulan untuk menerima datangnya serangan tersebut.
Siapa sangka baru saja angin pukulan dari ketiga orang
siangcu itu menyambar keluar mendadak disusul pula
melayangnya senjata rahasia bagaikan curahan hujan
menyambar ke depan dengan sangat gencar.
Seketika itu juga ada dua orang di antara mereka yang
menjerit kesakitan karena terhajar oleh senjata rahasia itu
sehingga mundur dua kaki jauhnya ke belakang dengan
sempoyongan. Melihat musuhnya berhasil dilukai oleh serangan
bokongannya ketiga orang siangcu dari perkumpulan Sin Beng
K.auw tersebut segera tertawa terbahak-bahak dengan
kerasnya. Belum habis mereka tertawa, Liem Tou sudah melayang
turun dari atas pohon dan di dalam sekejap mata ia sudah
memerseni satu tamparan keras di wajah ketiga orang siangcu
dari perkumpulan Sin Beng Kauw itu disusul satu totokan
membuat mereka tak berkutik.
"Hmm ! Liem Tou adalah seorang lelaki sejati yang gagah
perkasa, dia orang mana mau berkawan dengan kalian
pencoleng-pencoleng tikus ?" bentaknya nyaring.
Sambil berkata ia menyambar lepas kain penutup di atas
wajah ketiga orang siangcu perkumpulan Sin Beng Kauw itu,
kemudian tambahnya : "Kenalkah kau orang dengan ketiga orang ini ?"
"Bukankah mereka adalah kawan-kawan lama dari ongya" "
teriak salah seorang anggota Kiem Tien Pay yang tidak terluka
itu dengan perasaan terperanjat.
Terdengarlah Liem Tou tertawa dingin tiada hentinya.
"Apa" kawan lama ongyamu" terang-terangan kalau
mereka bertiga adalah siangcu dari perkumpulan Sin Beng
Kauw, bagaimana mungkin kau bisa katakan mereka adalah
kawan" senjata rahasia yang dilepaskan mereka adalah
mengandung racun yang sangat ganas, maka cepatlah kalian
geledah saku mereka mencari obat pemunah guna menolong
kedua orang kawanmu itu."
Selesai berkata tanpa menggubris lagi orang itu Liem Tou
lantas berkelebat menembusi hutan.
Dan selama dalam perjalanan selanjutnya beberapa kali ia
selalu bertemu dengan gerombolan orang-orang partai Kiem
Tien Pay tetapi berhubung larinya yang sangat cepat sekali
maka tak seorang pun d antara mereka yang menemukan
jejak pemuda ini. Maka sejurus kemudian dengan sangat mudahnya ia
berhasil tiba di pusat jantung pantai emas tanpa cepat
diketahui oleh orang. Kurang lebih seperminuman teh kemudian kembali ia sudah
melewati dua buah hutan yang lebat.
Ketika kepalanya didongakkan ke atas maka tampaklah di
hadapannya saat ini sudah muncul sebuah bangunan besar
yang mentereng megah dan mewah bermandikan cahaya
lampu yang terang benderang, bentuk bangunan ini benarbenar
luar biasa indahnya sehingga mirip sekali dengan istana


Raja Silat Lahirnya Dedengkot Silat Karya Chin Hung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kaisar. Liem Tou yang melihat akan keindahan banguuan tersebut,
tak terasa lagi dalam hati telah memuji tiada hentinya.
"Woooow.... suatu bangunan istana yang benar-benar
mentereng dan megah," gumamnya.
"Bilamana Loo Ciang masih belum puas dengan apa yang
dipunyai saat ini. Waah, napsu serakahnya benar-benar patut
dikutuk dan dimaki."
Maka dengan semangat berkobar-kobar dan dada
dibusungkan ke depan pemuda itu kembali melanjutkan
perjalanannya dengan langkah lebar menuju ke depan.
Pintu istana yang berwarna keemas-emasan itu kiranya
pada saat ini terbuka lebar-lebar sehingga dari pintu depan
saja sudah dapat melihat pintu-pintu istana di dalamnya yang
tersusun-susun dan rangkap merangkap entah berapa
banyaknya. Dan di samping setiap pintu di dalam istana tersebut
tampaklah beberapa orang lelaki kasar dengan senjata
tersoren di pinggang berdiri dengan sikap yang gagah penuh
berwibawa. Di pintu yang paling depan tampaklah delapan orang lelaki
kasar dengan berdiri tegak melakukan sikap penjagaan, dan
sikap mereka rada tegang penuh kewaspadaan.
Di dalam sekali pandangan saja Liem Tou sudah menduga
bila orang-orang itu hanya memiliki ilmu silat pasaran saja,
sehingga boleh dikata merupakan jagoan pasaran yang biasabiasa
saja. Sudah tentu di dalam pandangan Liem Tou mereka
ini tak ada harga sama sekali.
Lama sekali Liem Tou berdiri tegak termenung di depan
istana itu, akhirnya dengan mengerahkan tenaga saktinya
mendadak dia memperdengarkan suara tertawanya yang
sangat nyaring. "Liem Tou datang mengunjungi pantai emas ini, untuk
menyambangi si tua bangka she Ciang. Harap kalian cepatcepat
memberi laporan." Suara tertawa dari Liem Tou amat nyaring sehingga
mengetarkan seluruh isi ruangan itu
Ketika ditunggunya brberapa saat dari dalam ruangan
istana itu masih belum juga kelihatan sedikit gerakanpun,
dalam hati Liem Tou mulai merasa kheki, sehingga sekali lagi
teriaknya; "Hey tua bangka she Ciang. Aku Liem Tou sudah
melaporkan diri hendak bertemu muka dengan dirimu, tapi
kau tidak juga mau keluar untuk menyambut kedatanganku.
Jangan salahkan aku segera akan masuk sendiri."
Sembari berkata dengan langkah lebar, ia segera berjalan
masuk ke dalam ruangan. Begitu melihat munculnya seorang pemuda yang hendak
menerobos ke dalam istana, para pengawal yang ada di
sekeliling tempat itu pada mencabut keluar pedangnya
menghadang di depan pintu.
Terlihatlah Liem Tou hanya tersenyum, tanpa banyak bicara
lagi telapak tangannya segera disodorkan ke depan.
Keempat orang pengawal itu tak mungkin bertahan diri
lagi. Mereka telah terdorong oleh angin pukulan tersebut
sehingga pada mundur ke belakang dengan sempoyongan
Liem Tou melanjutkan kembali langkahnya menuju ke arah
ruangan istana tersebut. Siapa sangka baru saja Liem Tou berjalan sepuluh tindak,
suara genta di dalam ruangan itu sudah berbunyi bertalu-talu
dan semakin lama semakin samar sehingga sehingga seketika
itu juga seluruh pandai pasir emas sudah digemparkan oleh
bunyi genta. Begitu suara genta dibunyikan; seluruh ruangan istana jadi
terang benderang disusul dengan munculnya bayangan
manusia dari empat arah delapan penjuru bersama-sama
meluruk ke tempat itu. Liem Tou adalah seorang pemuda yang berkepandaian dan
bernyali besar, maka ia sama sekali tidak dibuat jeri oleh
kejadian tersebut sebaliknya dengan langkah lebar kembali
melanjutkan perjalanannya ke arah dalam.
Cuma saja pada saat ini hawa murninya sudah disalurkan
mengelilingi seluruh tubuh. Dan setiap langkah ia maju ke
depan, di atas lantai pun tertera pula sebuah bekas telapak
kaki yang sangat nyata. "Hey si tua bangka she Ciang !" teriaknya keras. "Aku
hendak memberi tahu dulu kepadamu, jikalau dalam seratus
langkah kau masih belum juga mau munculkan diri, maka
jangan salahkan aku Liem Tou akan bertindak kurang ajar
terhadap kalian." Kembali selangkah demi selangkah ia melanjutkan
perjalanannya ke depan, tetapi walaupun sudah mencapai
delapan puluh langkah tidak nampak juga munculnya sesosok
bayangan manusiapun yang menghalangi perjalanannya,
dalam hati ia mulai merasa gugup, pikirnya ;
"Jikalau aku tidak kasih melihat sedikit ke lihayan buat
mereka lihat, tentu mereka akan anggap aku Liem Tou tidak
berani bertindak." Berpikir akan hal itu, diam-diam hawa murninya segera
disalurkan mencapai tarap tujuh bagian sehingga setiap
langkahnya walaupun semakin lambat tetapi tentu akan
meninggalkan sebuah retakan yang amat dalam sekali
sepanjang satu depa. Kepandaian silat yang demikian saktinya ini benar-benar
membuat setiap orang yang melihat merasakan hatinya
Jejak Di Balik Kabut 36 Tangan Berbisa Karya Khu Lung Bende Mataram 35
^