Pencarian

Anak Rajawali 1

Anak Rajawali Serial Pemanah Rajawali Karya Chin Yung Bagian 1


ANAK RAJAWALI Cerita Silat Anak Rajawali ini
merupakan hasil karya pengarang Chin Yung yang disadur oleh Sin Liong. Hasil
karya ini merupakan bagian
dari Serial Pemanah Rajawali
dan merupakan kelanjutan dari Cersil Biruang Salju.
Serombongan anak-anak berjumlah kurang lebih tujuh
atau delapan orang, tengah bersorak-sorai di belakang seorang
laki-laki berusia empatpuluh tahun lebih. Anak-anak yang berusia
di antara sepuluh atau sembilan tahun itu ramai sekali meneriaki,
mengejek dan mentertawai lelaki tua berpakaian aneh di depan
mereka. "Ayo tangkap kakinya.....!" teriak salah salah seorang anak dengan
suara yang nyaring dan diiringi dengan tertawanya.
1 "Ya, ya, tangkap kakinya!" berseru yang lainnya memperkuat
anjuran tersebut. "Tangannya saja..... ayo tangkap tangannya!" teriak anak kecil
yang lainnya. Maka dua orang di antara rombongan anak-anak itu telah maju dua
orang. Mereka segera menyambar kaki orang berusia empatpuluh
tahun lebih dengan pakaian yang kumal itu. Ke dua anak itu berani
sekali, masing-masing mencekal kaki dari lelaki itu, yang seorang
untuk kaki kiri dan yang seorang lagi kaki kanan, yang mereka
peluk kuat-kuat, sehingga lelaki berpakaian mesum tersebut tidak
bisa melangkah lagi. Keadaan lelaki berusia empatpuluh tahun lebih itu agak luar biasa,
rambutnya awut- awutan dan juga wajahnya tampak penuh oleh
kerut-kerut menyatakan bahwa ia selama hidupnya penuh dengan
penderitaan. Akan tetapi, walaupun diganggu oleh anak-anak yang nakal itu
demikian rupa, tampaknya lelaki berusia empatpuluh tahun lebih
itu tidak menjadi marah. Malah waktu ke dua kakinya diganduli oleh
ke dua anak tersebut, dia telah berhenti melangkah, sambil
menghela napas ia bilang:
2 "Lepaskanlah, nak..... aku harus pergi ke suatu tempat yang jauh
dan perlu cepat-cepat..... Jika kalian memegangi ke dua kakiku
seperti ini bagaimana mungkin aku bisa berjalan" Bagaimana aku
bisa mengurus urusanku itu"!"
Meledak tertawa rombongan anak nakal tersebut, mereka
menganggapnya lucu sekali.
Memang empat hari belakangan ini lelaki dengan pakaian yang
begitu mesum, telah muncul di kampung mereka ini, yaitu kampung
Pang-tat-cung, dan sejak saat itu lelaki tersebut selalu menjadi
sasaran dan korban godaan kenakalan dari anak-anak nakal di
kampung tersebut. Akan tetapi selama empat hari itu, lelaki
berpakaian mesum tersebut berkeliaran di kampung Pang-tatcung, tidak pernah pergi ke manapun, walaupun selalu saja dia
mengatakan ingin pergi ke suatu tempat yang jauh buat mengurus
sesuatu yang penting. Ke dua orang anak lelaki itu, yang mengganduli ke dua kaki lelaki
berpakaian mesum tersebut menggelengkan kepalanya, katanya:
"Tidak! Kami tidak akan melepaskan kakimu! Jika memang kau
dapat, lepaskanlah sendiri!"
3 Lelaki berusia pertengahan baya tersebut menghela napas dalamdalam,
kemudian katanya: "Anak-anak nakal..... sudahlah lepaskan rangkulan kalian, nanti aku akan membagikan kalian
seorangnya satu chie!"
"Mana"! Mana"! Berikan dulu!" teriak beberapa orang anak-anak
lainnya. "A Kie, A Bun, kalian jangan melepaskan dulu kakinya.....
lihatlah, dia ingin mendustai kita! Cekal dan peluk yang keras.....!"
A Kie dan A Bun, ke dua anak lelaki yang mengganduli ke dua kaki
dari lelaki berpakaian mesum tersebut telah mengerahkan seluruh
tenaga mereka buat memeluk kuat-kuat ke dua kaki lelaki
berpakaian mesum itu, muka mereka sampai memerah karena
mempergunakan tenaga yang berkelebihan.
"Ya, ya, begitu, terus cekal yang kuat..... jangan dilepaskan dulu!"
teriak beberapa orang anak-anak lainnya.
Lelaki berpakaian mesum itu mau atau tidak jadi tersenyum melihat
lagak dari anak-anak ini katanya dengan sabar: "Sudahlah.....
lepaskanlah dulu....., aku pasti akan membagikan pada kalian
seorangnya satu chie, bisa kalian pergunakan buat membeli gulagula!"
"Tidak! Berikan dulu!" berteriak beberapa orang anak-anak itu.
4 "Baiklah!" kata lelaki berpakaian mesum tersebut sambil merogoh
sakunya, dia benar-benar mengeluarkan pecahan dan hancuran
uang perak, kemudian dibagi-bagikan kepada anak-anak itu.
Ke dua orang anak itu, A Kie dan A Bun, yang melihat lelaki
setengah baya tersebut telah membagikan uangnya, segera
melepaskan rangkulan mereka masing-masing pada kaki lelaki
berpakaian mesum tersebut, dan meminta bagian mereka. Hanya
saja waktu mereka menerima bagian tersebut mereka tidak puas.
"Tambah!" berseru A Kie. "Kami yang telah mengeluarkan tenaga
berkelebihan buat merangkul kakimu, jelas kami harus memperoleh bagian yang lebih banyak!"
"Ya, tambah!" menimpali A Bun.
Lelaki setengah baya itu tidak mau rewel dia telah menambahkan.
Kemudian dia melangkah lagi, memutar tubuhnya buat meninggalkan rombongan anak-anak itu.
Akan tetapi biarpun tampaknya dia selalu sibuk dan melangkah
dengan tergesa-gesa, seperti ada sesuatu yang hendak dikerjakan, tokh tetap dia berkeliaran di sekitar tempat itu. Sampai
akhirnya dia kembali ke tempat di mana rombongan anak-anak itu
berada. 5 "Nah..... kau kembali lagi!" teriak rombongan anak-anak nakal
tersebut dengan suara yang nyaring. "Nah, harus membagi kami
uang lagi!" Lelaki setengah baya itu memang telah mengangguk, sambil
katanya: "Nanti..... aku nanti akan membagikan kalian uang
lagi.....!" Setelah berkata begitu, lelaki mesum tampaknya agak terganggu
pikirannya tersebut telah duduk di bawah sebatang pohon.
Kemudian tangan kanannya melambai memanggil salah seorang
anak, agar anak itu mendekat padanya.
Karena memang selama empat hari ini lelaki berpakaian mesum
tersebut selalu membagikan uang kepada mereka, sehingga anakanak itu semakin yakin bahwa lelaki berusia setengah baya itu
tidak pernah marah jika digoda dan juga tangannya terbuka.
Anak-anak itupun jadi semakin berani menggodanya. Dengan
demikian anak-anak itupun tidak merasa takut walaupun melihat
keadaan lelaki itu yang berpakaian mesum dan mukanya kotor.
A Kie telah menghampiri lelaki setengah baya tersebut.
6 "Kau ingin membagi padaku uang lagi, bukan?" tanyanya berani
sambil nyengir. Lelaki berusia setengah baya, dengan rambut yang awut-awutan
dan telah ada uban yang tumbuh di sebagian kepalanya itu, terlihat
menggeleng perlahan. "Aku ingin menanyakan sesuatu padamu!"
"Apa yang ingin kau tanyakan"!" tanya A Kie, sedangkan A Bun
dan anak-anak lainnya telah mendekati juga.
"Duduklah dulu disini, nanti aku akan menanyakan sesuatu pada
kalian! Jika memang kalian bisa memberitahukan kepadaku
sesuatu, aku akan membagikan kalian lagi uang, bukan satu chie
lagi, tapi seorangnya sepuluh chie."
Mendengar janji orang setengah baya tersebut, segera juga A Kie
dan A Bun serta anak-anak yang lainnya mendekati. Mereka jadi
tertarik sekali buat mengetahuinya apa yang ingin ditanyakan oleh
lelaki mesum tersebut, yang selama empat hari ini mereka jaili dan
menjanjikan hadiah yang demikian besar pada mereka.
"Ayo katakan, apa yang ingin kau tanyakan"!" tanya A Kie sudah
tidak sabar. 7 "Tunggu dulu..... kalian dengarlah baik-baik!" kata lelaki setengah
baya tersebut. "Yang ingin kutanyakan kepada kalian, apakah
kalian kenal seseorang..... dan jika kalian bisa memberitahukan
alamat orang itu kepadaku, maka jangan kuatir hadiah yang akan
kuberikan kepada kalian sangat besar sekali!"
"Ya, ya, katakanlah, siapa yang sedang kau cari"!" desak A Kie.
Lelaki setengah baya tersebut menghela napas, kemudian dia
bilang dengan suara yang sabar:
"Orang itu she Un bernama Kim Hoa."
"Un Kim Hoa"!" anak-anak itu jadi mengerutkan alisnya saling
pandang satu dengan yang lainnya.
Mereka seperti juga tengah berpikir keras, sampai akhirnya A Kie
berseru nyaring kegirangan dengan menepuk lututnya keraskeras: "Aku tahu! Tentu yang kau maksudkan itu nyonya Un yang
tinggal di sebelah barat kampung ini, bukan?"
Bola mata lelaki setengah baya tersebut mencilak dan mengawasi
anak-anak itu dengan sorot mata yang bersinar, tampak timbul
harapan pada dirinya. 8 "Ya, coba kau jelaskan, nyonya Un itu bagaimana rupanya. Apakah
dia seorang nyonya berusia tigapuluh tahun lebih" Dia memiliki
tubuh yang langsing, dengan lesung pipit yang manis di pipi
sebelah kanan dan juga dengan sebuah tahi lalat yang sebesar biji
kacang hijau di pipi sebelah kirinya ke bawah dekat dagu?"
A Kie jadi bengong sejenak, kemudian lemas sambil menggelengkan kepalanya. "Nyonya Un yang kumaksudkan itu adalah neneknya si Wang
Sin..... Nyonya Un itu telah berusia hampir tujuhpuluh tahun....."
Mendengar penjelasan A Kie, lelaki setengah baya tersebut jadi
lemas dan lenyap semangatnya. Dia pun memandang dengan
mata yang guram lagi. "Bukan, bukan dia..... orang yang kumaksudkan itu seorang wanita
yang cantik, manis, dan juga memiliki bentuk tubuh yang elok,
perangai yang halus, dan juga murah senyumnya. Disamping itu
juga orang itu selalu mengenakan baju berwarna kuning dan
kuntum bunga mawar di sebelah kanan bagian dadanya. Itulah
kebiasaannya, dan kalian bisa cepat mengenalinya, jika melihat
wanita yang memiliki kebiasaan dengan pakaian selalu berwarna
9 kuning dengan kuntum bunga mawar di sebelah kanan bagian
dadanya." Dan setelah berkata begitu, lelaki berpakaian mesum tersebut
menghela napas berulang kali.
A Kie sendiri tampaknya kecewa, ia telah mengawasi lelaki
berpakaian mesum tersebut.
"Jadi yang kau cari itu bukan nyonya Un yang kukatakan tadi"!"
tanya A Kie kemudian Lelaki bermuka mesum tersebut telah menggeleng perlahan.
"Bukan, bukan..... usianya tidak setua itu!" katanya kemudian.
A Kie telah memandang kepada kawan-kawannya, kemudian
katanya: "Coba kalian pikir, apakah kalian tahu wanita yang dicari
oleh orang tua ini"!"
Kawan-kawan A Kie telah saling pandang kemudian mereka
semuanya menggeleng. Tiba-tiba A Bun berseru: "Aku tahu! Aku tahu! Tentu yang
dimaksudkannya itu adalah Bin Hujin, ibu dari Bin An!"
"Bin Hujin (nyonya Bin)"!" tanya anak-anak yang lainnya.
10 A Bun mengangguk. "Ya, memang sering kudengar dari ibuku bahwa Bin Hujin bernama
Un Kim Hoa, itu nama kecilnya, sebelum menikah dengan Bin
Wan-gwe!" menyahuti A Bun.
Muka lelaki berpakaian mesum tersebut jadi terang sedikit dan
matanya bersinar agak terang, dengan sikap yang gelisah dia
bertanya: "Apakah kau..... kau benar-benar mengetahui di mana
beradanya orang yang kucari itu?"
A Bun mengangguk cepat, akan tetapi kemudian dia batal
meagucapkan kata-kata yang hampir meluncur dari mulutnya. Dia
mengulurkan tangannya sambil katanya: "Berikan dulu hadiahmu,
aku yakin pasti Bin Hujin yang tengah kau cari itu!"
Lelaki berpakaian mesum tersebut jadi ragu-ragu, akan tetapi
tangan kanannya telah merogoh sakunya,dia mengeluarkan lima
tail perak diberikan kepada A Bun.
"Jika memang kau menunjukkan orang yang kucari itu dengan
benar, nanti akan ku tambah lagi limapuluh tail perak!" janji lelaki
berpakaian mesum tersebut.
11 Wajah A Bun jadi berseri-seri karena lima tail perak bukanlah
jumlah yang kecil. Apa lagi mendengar janji lelaki herpakaian


Anak Rajawali Serial Pemanah Rajawali Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mesum tersebut yang menyatakan, jika benar Bin Hujin yang
tengah dicarinya, akan diberi hadiah limapuluh tail perak lagi. Maka
segera juga, dengan gembira ia menjelaskan keadaan wajah Bin
Hujin. Semakin mendengar penjelasan A Bun, mata si lelaki setengah
baya tersebut semakin bersinar, pipinya yang semula pucat
kuning, kini memerah, dan wajahnya berseri-seri.
"Sekarang..... sekarang dia berada di mana"!" tanya lelaki
berpakaian mesum tersebut.
A Bun tidak segera menjawab pertanyaan itu, dia malah balik
bertanya, "Benarkah orang yang tengah kau cari itu Bin Hujin
adanya"!" Lelaki berpakaian mesum tersebut mengangguk-angguk.
"Jika memang kau tidak berdusta, di dengar dari ceritamu,
memang dialah yang tengah kucari......!" menyahuti lelaki
berpakaian mesum tersebut. "Ayo cepat tunjukkan kepadaku, di
mana tempat berdiamnya dia......!"
12 "Tunggu dulu....., ceritakan dulu kepada kami, kau masih memiliki
hubungan apa dengan Bin Hujin" Dan juga hadiah sebesar
limapuluh tail perak kau belum lagi memberikan kepada kami, aku
kuatir nanti kau menipu kami!"
Lelaki bermuka mesum itu tersenyum pahit, walanpun dia
berpakaian mesum dan dekil sekali, akan tetapi dia ternyata
memiliki uang yang sangat banyak. Tangannya telah merogoh
sakunya dan memberikan pada A Bun sebanyak limapuluh tail.
Waktu lelaki berpakaian mesum tersebut memberikan uang yang
limapuluh tail yang diambilnya dari dalam sebuah kantong yang
dekil pula. Anak-anak itu melihat lelaki ini masih memiliki uang
yang sangat banyak, muugkin meliputi ratusan tail perak.
"Ayo antarkan aku ke tempat berdiamnya Bin Hujin....!" kata lelaki
berpakaian mesum itu sambil memasukkan kantong uangnya ke
dalam sakunya. A Bun menyimpan uangnya, ia juga bilang; "Kami akan
mengantarkan kau, akan tetapi kami tidak berani terlalu dekat
dengan Gedung Bin Wan-gwe. Kau boleh datang sendiri ke sana!
Bola mata lelaki berpakaian mesum tersebut mencilak.
13 "Kenapa"!" tanyanya tidak sabar.
"Karena tidak ada seorangpun penduduk kampung kami ini yang
diijinkan berada di dekat gedung Bin Wan-gwe.....!" menyahuti A
Kie, mewakili A Bun. "Benar! Benar!" berseru anak-anak yang lainnya. "A Bun dan A Kie
tidak berbohong.....!"
Muka lelaki berpakaian mesum tersebut berobah menjadi marah.
"Bin Wan-gwe itu suami dari..... dari Bin Hujin yang kau katakan"!"
tanya lelaki berpakaian mesum. "Dia suami Un..... Un Kim Hoa?"
A Kie mengangguk. "Benar......!" sahutnya.
"Jangan takut! Jika Bin Wan-gwe itu berani mengganggu kalian,
aku akan menghajarnya!" kata lelaki berpakaian mesum tersebut.
"Ohhh, hebat sekali!" berseru A Kie dan A Bun serta anak-anak itu
sambil tertawa. "Wan-gwe memiliki puluhan orang tukang pukul,
mana mungkin kau yang bertubuh kerempeng dan kurus seperti ini
bisa mengalahkannya"!"
14 Lelaki berpakaian kumal tersebut telah tertawa dingin, mukanya
semakin memerah. "Begitu jahatkah suami Un Kim Hoa, sehingga Kim Hoa selalu
dikurungnya dan tidak diperkenankan bergaul dengan penduduk
kampung ini" Hemm jika memang nanti aku memperoleh
kenyataan Kim Hoa menderita di tangannya, hemm, hemm, akan
kupatahkan seluruh tulang-tulang di tubuh Bin Wan-gwe itu......!"
Sambil berkata begitu, lelaki berpakaian mesum tersebut
menghampiri sebuah batu-batuan yang berbentuk singa-singaan,
dia telah mengayunkan tangan kanannya, memukul dengan
perlahan. Terdengar suara "plakkk!" yang tidak begitu keras, sedangkan
anak nakal itu mengawasi terheran-heran, mereka tidak mengetahui apa yang dilakukan orang berpakaian kumal tersebut.
Mereka hanya mengetahui, jika memang orang berpakaian mesum
tersebut memukul singa-singaan dari batu tersebut, niscaya dia
yang akan menderita kesakitan.
Akan tetapi apa yang terjadi benar-benar mengejutkan anak-anak
itu. 15 Singa-singaan batu itu seketika menjadi hancur berkeping-keping,
seperti juga singa-singaan dari batu tersebut telah dipukul dengan
pukulan besi yang berat dan kuat sekali.
Anak-anak itu jadi memandang bengong akan tetapi akhirnya
mereka telah bersorak dengan gembira.
"Horee..... permainan sihir yang menarik sekali!" berseru A Kie, A
Bun serta anak-anak itu. Sedangkan lelaki berpakaian mesum tersebut, dengan muka yang
masih merah padam telah bertanya: "Bagaimana, apakah tukang
pukul dari Bin Wan-gwe memiliki tenaga yang begitu kuat?"
Anak-anak itu segera bersorak lagi, sambil ada yang berseru juga:
"Mari kita menyaksikan keramaian! Mari kita melihat keramaian!"
A Kie dan A Bun yang menyaksikan bahwa lelaki berpakaian
mesum tersebut ternyata memiliki tenaga yang kuat sekali, telah
timbul keberaniannya, mereka segera juga mengiyakan buat
mengantar orang berpakaian mesum itu ke rumahnya Bin Wangwe.
Waktu mereka ingin berangkat, pemilik rumah tersebut, yang
patung singa-singaan batunya telah dihancurkan oleh orang
16 berpakaian mesum tersebut telah keluar dari dalam rumah karena
mendengar suara ribut-ribut. Betapa terkejutnya dia waktu melihat
singa-singaan batu yang berada di luar rumahnya telah dihantam
hancur seperti itu. "Ohhh, siapa yang telah melakukan perbuatan terkutuk ini" Siapa"
Cepat katakan"!" berseru-seru pemilik rumah tersebut.
Akan tetapi lelaki berpakaian mesum itu telah merogoh sakunya,
kemudian melemparkan uang lima tail perak kepada pemilik rumah
itu: "Pergi kau membeli yang baru, paling tidak hanya dua tail.....
yang tiga tail buat kau!"
Memperoleh ganti rugi seperti itu, pemilik rumah tersebut tidak
rewel lagi, malah sebaliknya dia telah mengucapkan terima kasih,
karena dengan dihancurkan singa-singaan batu tersebut, dia
malah memperoleh untung. Sedangkan lelaki berpakaian mesum tersebut telah mengajak
rombongan anak-anak itu buat meninggalkan tempat itu, menuju
ke rumah Bin Wan-gwe. Begitulah, A Kie dan A Bun yang telah memimpin rombongan anakanak tersebut mengantarkan orang berpakaian mesum itu. Sampai
17 akhirnya mereka telah tiba di muka sebuah gedung yang besar dan
mewah, yang bertingkat dua.
Dan juga di sekeliling gedung itu terdapat pagar tembok yang
cukup tinggi, hampir dua tombak lebih. Pintu gedung tersebut
berwarna coklat tua, dengan diberi garis air emas.
Orang berpakaian mesum itu telah menoleh kepada A Bun.
"Sepi..... tidak terlihat seorang manusiapun juga di rumah itu!" kata
orang berpakaian mesum itu.
A Bun mengangguk. "Ya, mereka berada di dalam.....!" katanya.
"Kau ketuklah, bilang bahwa aku mencari Un Kim Hoa dan ingin
bertemu dengannya!?" kata lelaki berpakaian mesum tersebut.
"Kami yang pergi mengetuknya" Oh, kami berani, bisa-bisa kepala
kami berpisah dari leher kami!" kata A Bun cepat sambil
memperlihatkan sikap ketakutan.
Anak-anak yang lain juga tidak berani.
18 Akhirnya lelaki berpakaian mesum tersebut telah menghampiri
sendiri pintu gedung itu. Dia mengetuknya dengan keras.
Walaupun tangannya tampak digerakan perlahan, tokh ketukannya
menimbulkan suara gedoran yang sangat keras sekali.
Rupanya ketokan yang menyerupai gedoran tersebut mengejutkan
penghuni gedung, di mana telah berlari-lari seorang pelayan yang
membukakan pintu dengan muka cemberut.
"Oh kau....."!" katanya dengan sikap yang sinis sekali waktu
melihat tamu yang datang itu tidak lain dari seorang lelaki
berpakaian mesum dan kotor sekali. "Apa maksudmu datang
kemari" Kau mencari siapa"!"
Lelaki bertubuh kurus dengan pakaian yang mesum tersebut telah
menyahuti: "Aku ingin bertemu dengan Un Kim Hoa!"
"Un Kim Hoa" Siapa dia......"!" tanya pelayan tersebut.
Dan waktu itu muka si pelayan telah berobah merah padam,
dengan mendongkol dia mau meaggabruki pintu buat menutup
kembali. "Lain kali jangan mengetuk pintu sekeras itu, atau
memang kau sudah gila, heh" Lain kali kau harus tahu adat!"
19 Dimaki begitu, lelaki berpakaian mesum tersebut tidak memperdulikan, dan dia telah mengulurkan tangan kanannya buat
menahan pintu yang akan tertutup lagi itu.
Dengan ditahan oleh jari telunjuknya saja, pintu yang digabruki itu
akan ditutup dengan keras oleh pelayan tersebut, jadi tidak bisa
bergerak lebih jauh dan tetap berada di tempatnya, walaupun
pelayan itu telah mengerahkan seluruh tenaganya buat menutup
pintu itu. "Eh, kurang ajar! Di siang hari bolong seperti ini engkau hendak
mengacau dan menggarong rupanya"!" memaki pelayan itu sengit
dan marah. Tetapi orang bepakaian mesum tersebut telah berkata dengan
suara yang dingin: "Aku ingin bertemu dengan Un Kim Hoa!"
"Un Kim Hoa! Un Kim Hoa! Kenalpun tidak aku akan orang itu!
Pergi kau mencari ke tempat lain......!" teriak pelayan itu
mendongkol sekali. Muka lelaki berpakaian mesum itu berobah, dia telah bertanya
bersungguh-sungguh: "Jadi Un Kim Hoa tidak tinggal di rumah ini"
Bukankah dia..... telah menjadi isteri dari Bin Wan-gwe?"
20 Rombongan anak-anak itu, A Bun, A Kie dan juga kawankawannya, waktu melihat pelayan Bin Wan-gwe telah bergusar
seperti itu mereka beramai-ramai meninggalkan tempat tersebut.
Sedangkan pelayan itu sendiri waktu mendengar perkataan
terakhir dari orang berpakaian mesum tersebut, telah bertanya
dengan kaget: "Apa kau bilang" Isteri Bin Wan-gwe" Kau sinting
atau tengah bermimpi..... yang ingin kau jumpai itu Bin Hujin"!"
Lelaki berpakaian mesum itu mengangguk dia mengiyakan.
"Ya, anak-anak itu mengatakan, Bin Hujin adalah Un Kim Hoa.....!"
menyahuti lelaki berpakaian mesum tersebut.
Sedangkan si pelayan telah mengawasi beberapa saat pada lelaki
berpakaian mesum itu, kemudian tersenyum sinis sambil gelenggelengkan kepalanya.
"Benar juga, tampaknya engkau memang seorang yang sinting.....
engkau telah bertindak dan berkata begitu kurang ajar! Hemm, kau
menyebut-nyebut bahwa Bin Hujin adalah Un Kim Hoa dan engkau
ingin bertemu dengannya..... Inilah lelucon yang tidak lucu........!"
Dan pelayan itu menggerakkan tangannya lagi dia telah
mengerahkan seluruh kekuatan dan tenaganya buat menutup pintu
itu. 21 Akan tetapi walaupun dia telah mengerahkan seluruh kekuatannya, tokh dia gagal sama sekali, dia tidak berhasil
menggerakkan daun pintu tersebut.
"Cepat panggilkan Un Kim Hoa!" kata lelaki berpakaian mesum
tersebut. Akan tetapi pelayan itu telah membentak marah: "Cepat kau
menggelinding pergi sebelum nanti kulemparkan kau jauh, anjing
busuk!" Muka lelaki berpakaian mesum itu jadi berobah merah, dia
mendorong daun pintu itu, yang tadi dia tahan dengan jari
telunjuknya. Tampaknya dia menggerakkan tangannya itu perlahan sekali, akan
tetapi kenyataannya yang ada tenaga yang terpancar keluar dari
dorongannya tersebut sangat kuat sekali, karena daun pintu itu
telah menjeblak terbuka dan seketika menghantam muka si
pelayan rumah Bin Wan-gwe, yang tubuhnya terpental dengan
mata yang berkunang-kunang dan juga telah mengucur deras
sekali darah dari hidungnya! Tubuh terpelanting bergulingan di
tanah. 22 Waktu itu tampak lelaki berpakaian mesum itu dengan sikap yang
bersungguh-sungguh berkata: "Cepat kau panggilkan Un Kim Hoa,
katakan aku ingin bertemu.....!"
Pelayan itu jadi kaget dan semangatnya seperti terbang setelah
mengetahui bahwa lelaki berpakaian mesum tersebut memiliki
tenaga yang sangat kuat sekali. Sedangkan pelayan ini memang
seorang yang licik, dia menyadari tidak mungkin dia bisa
menghadapi lelaki berpakaian mesum tersebut, maka dia
mengangguk sambil berusaha tersenyum manis.
"Baik, baik, aku akan segera memanggilnya, kau tunggulah.....!"
kata pelayan itu, seraya cepat-cepat memutar tubuhnya berlari ke
dalam dengan hati yang kebat-kebit takut bercampur marah.
Sedangkan lelaki berpakaian mesum itu telah berdiri di tempatnya
menanti dengan tidak sabar.
Tidak lama kemudian tampak pelayan itu telah kembali keluar
dengan langkah lebar. Di belakangnya tampak mengikuti enam
lelaki bertubuh tinggi besar dan semuanya memiliki potongan
wajah yang mengerikan sekali.
"Itu dia orangnya!" teriak pelayan sambil menunjuk ke arah si lelaki
berbaju kumal dan mesum tersebut.
23 Seorang dari ke enam lelaki bertubuh tinggi besar tersebut telah
menghampiri lelaki berpakaian mesum itu, dan berkata dengan


Anak Rajawali Serial Pemanah Rajawali Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

suara yang parau menyeramkan: "Apa maksudmu menimbulkan
kekacauan seperti ini"!"
"Aku ingin bertemu dengan Un Kim Hoa!" menyahuti si lelaki
berpakaian mesum dengan sikap yang tidak sabar. Sama sekali
dia tidak memperlihatkan perasaan jeri walaupun melihat ke enam
orang bertubuh tinggi besar itu yang tentunya tukang pukul dari Bin
Wan-gwe. "Hemmm," mendengus lelaki bertubuh tinggi besar itu. "Siapa
orang yang ingin kau temui itu" Kami tidak mengenalnya!"
"Un Kim Hoa adalah isteri Bin Wan-gwe!" menyahuti lelaki
berpakaian mesum itu. Kemudian dia menoleh kepada si pelayan yang berdiri cukup jauh,
karena tampaknya pelayan itu takut buat dekat-dekat dengan lelaki
berpakaian mesum tersebut.
"Mana dia Un Kim Hoa, mengapa kau tidak memanggilnya
keluar"!" tanya lelaki berpakaian mesum itu lagi.
24 Sedangkan tukang-tukang pukul Bin Wan-gwe waktu itu terkejut
dan bercampur marah. "Ohhh, sungguh kurang ajar sekali, kau!" kata salah seorang di
antara mereka. "Mulutmu yang kurang ajar seperti itu harus
dirobek! Kami saja tidak mengetahui siapa nama kecil Bin Hujin,
akan tetapi kau begitu kurang ajar berani menduga-duga siapa
nama Bin Hujin dan coba-coba menyebutkan nama sembarangan
saja!" Setelah berkata begitu, tukang pukul yang seorang itu tidak
berdiam diri saja, dia telah melangkah mendekati, dan mengulurkan tangannya menghantam ke mulut lelaki berpakaian
mesum tersebut. Akan tetapi lelaki berpakaian mesum tersebut tidak berusaha
mengelakkan diri dari pukulan yang sebenarnya sangat kuat dan
bisa membahayakan mukanya dan mungkin jika pukulan itu
mengenai sasarannya dengan tepat akan merontokkan seluruh
gigi dari lelaki bertubuh kerempeng dan berpakaian mesum
tersebut. "Mana dia Un Kim Hoa"!" masih juga lelaki berpakaian mesum
tersebut sempat bertanya seperti itu.
25 Dan waktu pukulan dari tukang pukul yang galak itu hampir tiba di
mukanya, dengan gerakan yang cepat sekali dia telah mengangkat
tangan kanannya tahu-tahu dia telah mencekal pergelangan
tangan orang itu. Terdengar suara "Krekkk" dan tukang pukul yang seorang tersebut
menjerit keras sekali, tubuhnya sempoyongan ke belakang,
mukanya pucat pias, karena tulang pergelangan tangannya yang
tadi telah kena, dicekal oleh lelaki berpakaian mesum tersebut
telah hancur. Rupanya cekalan lelaki berpakaian mesum tersebut
seperti juga remasan jari-jari baja.
Lima orang tukang pukul Bin Wan-gwe yang lainnya waktu melihat
keadaan teman mereka seperti itu, segera mengeluarkan bentakan
marah. Mereka telah mencabut senjata masing-masing yaitu
pedang dan golok mereka, yang dipergunakan mengancam untuk
menyerang kepada lelaki berbaju mesum tersebut.
Sedangkan waktu itu tampak lelaki berbaju mesum itu dengan
jengkel, tanpa memperlihatkan perasaan jeri, walaupun ke lima
orang tukang pukul Bin Wan-gwe itu telah mencabut senjata
mereka membanting-banting kakinya.
26 "Cepat panggilkan Un Kim Hoa! Cepat panggilkan! Atau memang
kalian menginginkan aku pergi masuk mencarinya sendiri?"
Sambil berkata begitu, dia juga telah memperlihatkan sikap tidak
senangnya. Akan tetapi ke lima tukang pukul Bin Wan-gwe dengan wajah yang
menyeramkan, telah melompat ke dekat lelaki berbaju mesum
tersebut, golok dan pedang mereka telah menyambar untuk
menikam dan membacok. Gerakan yang dilakukan oleh mereka memang telengas sekali,
karena mereka memang kejam dan berhati bengis terhadap
siapapun juga, karenanya mereka telah menyerang kepada
sasaran yang bisa mematikan dan berbahaya di tubuh lelaki
berbaju mesum tersebut. Sedangkan lelaki berbaju mesum itu sama sekali tidak berkisar dari
tempatnya. Dia hanya berseru-seru agar orang-orang itu mau
memanggilkan Un Kim Hoa keluar dari rumah itu.
Dan waktu dua batang golok tiba lebih dulu ke dekat leher dan
perutnya, cepat sekali dia melakukan gerakan yang aneh sekali, di
mana tangannya seperti juga japit, telah menjapit dengan kuat ke
dua senjata itu, yang kemudian menjadi patah. Waktu orang
27 berpakaian mesum tersebut mengibaskan tangannya, seketika
juga tampak tubuh ke dua penyerangnya itu telah terpental
bergulingan di atas tanah, dari mulut dan hidung mereka telah
keluar darah. Sedangkan ke empat orang kawan tukang pukul dari Bin Wan-gwe,
termasuk tukang pukul yang seorang itu yang pergelangan
tangannya telah dihancurkan dengan remasan lelaki berbaju
mesum tersebut, jadi kaget bukan main. Yang tiga orang segera
menerjang maju dengan terjangan yang hebat sekali, karena
mereka begitu marah dan sudah tidak memperdulikan apakah itu
merupakan serangan senjata tajam mereka itu bisa membinasakan lelaki berbaju mesum ini atau tidak.
Sedangkan lelaki berbaju mesum itu telah berseru: "Mana dia Un
Kim Hoa" Mana dia" Mengapa kalian tidak memanggilnya
keluar"!" Sambil berseru-seru seperti itu, tampak lelaki berbaju mesum
tersebut telah mengibaskan tangannya dengan perlahan, namun
berhasil membuat ke tiga senjata tajam di tangan ke tiga orang
tukang pukul Bin Wan-gwe tersebut terpental terlepas dari cekalan
mereka masing-masing. 28 Lelaki berbaju mesum tersebut tiba-tiba mencelat ringan sambil
menggerakkan ke dua tangannya, tahu-tahu ke tiga batang senjata
dari tukang pukulnya Bin Wan-gwe telah berada dalam tangannya,
yang dicekal menjadi satu di tangan kanannya. Dan malah
kemudian dengan gerakan yang hampir sulit diikuti oleh
pandangan mata manusia biasa, waktu itu senjata di tangan kanan
lelaki berbaju mesum itu bergerak.
Seketika terdengar suara jeritan ke tiga orang tukang pukul Bin
Wan-gwe karena di waktu itu telinga mereka masing-masing telah
terpotong putus, darah mengucur deras sekali. Masing-masing
putus telinga sebelah kanan.....
Tukang pukul Bin Wan-gwe yang tadi tulang pergelangan
tangannya telah hancur segera memutar tubuhnya dan berlari
masuk ke dalam rumah. Pelayan Bin Wan-gwe, yang wajahnya masih dilumuri darah juga
telah memutar tubuhnya berlari dengan keras.
Saat itu tampak orang berpakaian mesum tersebut telah
membuang ke tiga senjata rampasan itu ke atas tanah, dia
menoleh kepada ke lima orang tukang pukul Bin Wan-gwe, yang
belum melarikan diri ke dalam.
29 "Cepat kalian panggil keluar Un Kim Hoa!" katanya.
"Kami....., kami sesungguhnya tidak kenal dengan orang yang kau
maksudkan bernama Un Kim Hoa itu..... karena kami sendiri
sebenarnya memang tidak mengetahui siapa nama kecil dari Bin
Hujin, majikan kami itu.....!" kata salah seorang tukang pukul Bin
Wan-gwe dengan suara tergagap.
"Panggil keluar dulu Bin Hujin itu! Biar nanti aku yang melihatnya
benarkah dia yang bernama Un Kim Hoa atau memang bukan dan
anak-anak itu telah mendustai aku!" kata lelaki berpakaian mesum
itu. Waktu itu dari dalam telah berlari tujuh atau delapan orang tukang
pukul Bin Wan-gwe yang lainnya. Mereka telah mengurung lelaki
berpakaian mesum tersebut.
"Hati-hati....., dia lihay!" memperingati salah seorang kawan
mereka, yaitu tukang pukul yang tadi telah dihajar lelaki berbaju
mesum dan telinga sebelah kanannya telah putus itu.
Tetapi delapan orang tukang pukul Bin Wan-gwe yang baru keluar
itu rupanya sangat sombong sekali, mereka tidak memperdulikan
peringatan kawannya. Berdelapan mereka telah maju mengurung
lelaki berbaju mesum itu.
30 Akan tetapi belum lagi mereka menyerang, waktu itu, dari dalam
gedung telah berlari-lari keluar seorang lelaki bertubuh tinggi
besar, dan berperut buncit, dia berseru: "Siapa yang ingin bertemu
dengan isteriku" Siapa orangnya?"
Tetapi waktu dia telah ke ruangan depan, dan melihat lelaki
berpakaian mesum tersebut, dia merandek dan mengawasi sesaat
lamanya, dengan sikap yang tidak senang.
"Oh..... kau"!" dia bilang. "Kukira siapa, tidak tahunya seorang
pengemis! Apakah pantas seorang pengemis seperti kau ingin
bertemu dengan isteriku yang terhormat dan memiliki kedudukan
yang agung"!" Lelaki berbaju mesum itu tidak memperdulikan ejekan Bin Wangwe, hartawan yang baru keluar dengan bentuk tubuh yang gemuk
besar tersebut. "Aku ingin bertemu dengan Un Kim Hoa cepat panggil keluar.....,
atau memang terpaksa aku harus mencarinya sendiri ke dalam!"
Bin Wan-gwe waktu itu telah mengawasi sekian lamanya lagi pada
lelaki berbaju mesum itu, lalu bertanya: "Siapa kau sebenarnya"
Dan apa maksudmu mencari Kim Hoa, isteriku itu"!"
31 Semua tukang pukul Bin Wan-gwe jadi terkejut dan heran.
Sekarang mereka baru mengetahuinya bahwa nama kecil dari
nyonya majikan mereka memang Un Kim Hoa, dan lelaki berbaju
mesum tersebut tidak berdusta.
Lelaki berbaju mesum itu tertawa sambil memperlihatkan sikap
yang getir karena menelan banyak penderitaan, dengan suara
yang tawar dia bilang: "Aku ingin mencari Un Kim Hoa. Jika kau
bisa menolongku, agar dia mau keluar menemui aku, akan
kuhadiahkan engkau sepuluh tail perak!"
Mendengar perkataan lelaki berbaju mesum tersebut, meledaklah
tertawanya Bin Wan-gwe. "Kau anggap apa aku ini" Akulah Bin Wan-gwe, hartawan terkaya
di kampung ini! Apakah untuk memanggilkan isteriku, maka aku
akan temaha terhadap uang sepuluh tail perakmu itu" Kepalamu
masih dapat kupisahkan dari batang lehermu! Katakan dulu siapa
namamu"!" "Aku..... aku Hok An.....!" menyahuti lelaki berbaju mesum itu
setelah ragu-ragu sejenak, melihat Bin Wan-gwe tertawa bergelakgelak seperti itu.
32 "Lalu..... bagaimana engkau bisa kenal nama isteriku"!" tanya Bin
Wan-gwe. Tiba-tiba wajah orang berbaju mesum tersebut jadi berseri-seri.
"Jadi........ jadi benar bahwa isterimu itu adalah Un Kim Hoa"!"
tanyanya sambil memperlihatkan wajah berseri-seri dan mata
bersinar. Bin Wan-gwe mengangguk terpaksa.
"Ya. Benar!" sahutnya.
"Bagus!" berseru lelaki berbaju mesum itu.
"Apa yang bagus!" tanya Bin Wan-gwe mulai gusar melihat tingkah
laku orang itu. "Bagus sekali! Ternyata tidak sia-sia. Lima tahun lebih aku telah
mencari ke sana ke mari, akhirnya aku berhasil menemui jejaknya
juga..... akh, memang Thian memiliki mata dan telah menuntunku
sehingga bisa mencari tempat dia berdiam, walaupun di tempat
sesepi ini......" Setelah berkata begitu, lelaki berbaju mesum tersebut telah
menekuk ke dua kakinya, dia telah berlutut sambil mengangguk33
anggukan kepalanya kepada langit, seakan-akan juga dia ingin
menyatakan syukur dan terima kasihnya kepada Thian.
Sedangkan Bin Wan-gwe telah mengawasi dengan muak dan
mendongkol. Yang membuat dia jadi gusar, justru orang berbaju mesum tersebut
mengakui bahwa dia kenal dengan isterinya, malah orang ini
mengetahui jelas nama dan she isterinya. Inilah yang mendatangkan kecurigaan pada hati hartawan kaya raya tersebut.
Sedangkan lelaki berbaju mesum yang mengaku bernama Hok An
tersebut telah bangun berdiri, dan dia telah membalikkan tubuhnya
menghadapi Bin Wan-gwe. "Mana dia Un Kiam Hoa?" tanyanya kemudian. "Aku sudah tidak
sabar untuk bertemu dengannya"!"
Muka Bin Wan-gwe berobah semakin tidak enak dilihat, dan dia
gusar sekali. "Jangan kurang ajar seperti itu!" bentak salah seorang tukang pukul
Bin Wan-gwe, waktu melihat kegusaran majikannya. "Nanti
lidahmu akan kupotong......!"
34 Hok An seperti tidak mengacuhkan perkataan tukang pukul
tersebut, dia hanya mengawasi Bin Wan-gwe, sambil katanya:
"Mana dia Kim Hoa"!"
Bin Wan-gwe sudah tidak bisa menahan kemarahannya, dia
membentak gusar: "Apa hubunganmu dengan Kim Hoa"
Bagaimana kau bisa kenal dan mengetahui she dan namanya"!"
"Tentu saja, aku mengetahui she dan nama Kim Hoa, karena dia
adalah calon isteriku.....! Telah lima tahun lebih aku mencaricarinya, tidak habisnya setiap detik aku berdoa kepada Thian, agar
kami dipertemukan, ternyata akhirnya aku bisa menemui tempat
berdiamnya.....!" Muka Bin Wan-gwe merah padam seperti juga kepiting yang
direbus. Dia mengibaskan tangan kanannya sedikit, dengan
gerakan yang hampir tidak terlihat.


Anak Rajawali Serial Pemanah Rajawali Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Akan tetapi semua tukang pukulnya telah mengerti apa arti dari
kibasan tangan majikan mereka.
Dengan diiringi bentakan bengis, ke delapan tukang pukul Bin
Wan-gwe telah menyerang Hok An.
35 Begitu juga dengan ke empat tukang pukul yang tadi telah
disapatkan telinganya dan yang patah tulang pergelangan
tangannya kanannya, mereka menyerang dengan penuh kebencian dan kemarahan. Hok An seperti tidak melihat serangan dari orang-orang itu, dia
masih memandang kepada Bin Wan-gwe dengan tidak hentinya
mulutnya mengoceh: "Mana Kim Hoa"!" tanyanya berulang kali.
Serangan dari tiga orang tukang pukul Bin Wan-gwe telah tiba lebih
dulu. Akan tetapi seperti juga memiliki mata di belakang punggungnya,
maka tampak Hok An telah bergerak lincah dan mengibaskan
tangannya. Terdengar suara jeritan dari ke tiga orang tukang pukul Bin Wangwe, tubuh mereka terpental dan bergelinding di tanah, malah yang
lebih celaka, senjata mereka secara luar biasa telah menancap di
paha masing-masing dalam sekali, sampai senjata itu tembus ke
bagian lainnya! Dengan sendirinya ke tiga orang tukang pukul Bin Wan-gwe tidak
bisa segera bangkit. Sedangkan tukang pukul Bin Wan-gwe yang
lainnya jadi tidak berani sembrono menyerang. Mereka yang
36 tengah menerjang maju telah menahan gerakan tangan dan
senjata mereka. Bin Wan-gwe juga terkejut melihat hebatnya Hok An, yang bisa
merubuhkan ke tiga orang tukang pukulnya dengan satu gerakan
yang begitu mudah. "Bunuh dia!" seru Bin Wan-gwe gusar.
Tukang pukulnya hartawan ini sebenarnya tengah diliputi perasaan
ngeri, karena mereka mulai jeri melihat liehaynya Hok An.
Akan tetapi waktu mendengar bentakan Bin Wan-gwe penuh
kegusaran, mereka juga tidak berani berayal, segera mereka
menyerang. Namun sama seperti nasib ke tiga orang kawan mereka, sisa dari
tukang-tukang pukul Bin Wan-gwe, yang berjumlah enam orang
yang tengah menerjang maju itu, telah dibuat terpental lagi, dan
senjata mereka telah menancap di paha masing-masing.
Sedangkan tiga orang tukang pukul Bin Wan-gwe yang tengah
menyerang, jadi menarik pulang dan membatalkan serangan
mereka. 37 Dalam keadaan seperti ini muka Bin Wan-gwe telah berobah pucat.
Hartawan ini segera meayadarinya bahwa Hok An seorang yang
memiliki kepandaian tinggi, karena dari itu, dia tidak berani
meremehkannya lagi, walaupun melihat pakaian Hok An begitu
mesum. "Mana Kim Hoa!" Cepat suruh dia keluar"!!" teriak Hok An
berulang kali. Bin Wan-gwe mengambil sikap lain, dia telah merangkapkan ke
dua tangannya, membungkukkan tubuhnya sedikit memberi
hormat. "Siapakah sebenarnya Heng-tay" Mengapa Heng-tay mencari
isteriku" Dan juga, apa maksud Heng-tay menimbulkan kerusuhan
di rumahku ini, dengan melukai semua orang-orangku"!" Sabar
suara Bin Wan-gwe, tidak seperti tadi begitu sinis dan bengis.
"Sudah kukatakan..... aku Hok An..... cepat panggil Kim Hoa
keluar..... aku ingin bi- cara dengannya!" kata Hok An kemudian.
Bin Wan-gwe menggelengkan kepalanya.
"Tidak bisa! Sebelum aku mengetahui dengan baik asal usulmu,
tidak dapat istriku bertemu dengan Heng-tay!" kata Bin Wan-gwe.
38 Muka Hok An jadi berobah.
"Apa kau bilang"!" tanyanya. "Kau ingin menghalang-halangi
pertemuan kami"!"
Bin Wan-gwe memaksakan diri tersenyum.
"Sama sekali aku tidak bermaksud menghalang-halangi pertemuan
kalian, akan tetapi selama aku belum mengetahui dengan jelas
asal-usulmu, bagaimana mungkin aku bisa mengijinkan kau
bertemu dengan isteriku"!"
Mendengar jawaban Bin Wan-gwe itu muka Hok An jadi beringas
sekali. Dia telah melompat mendekati Bin Wan-gwe dengan mata yang
memancarkan sinar yang sangat menyeramkan, tubuhnya
menggigil. "Jika kau berusaha menghalang-halangi pertemuan kami..... akan
kubunuh.....!" kata Hok An dengan suara yang bengis dan
gemetar..... Melihat sikap Hok An seperti itu, Bin Wan-gwe jadi ketakutan,
terlebih lagi waktu itu semua tukang pukulnya tengah tidak
39 berdaya, jelas mereka tidak bisa melindungi dirinya. Maka Bin
Wan-gwe telah melangkah mundur dengan muka yang pucat.
Dengan memaksakan diri dia berusaha bersenyum, katanya:
"Tenang..... sabarlah mari kita bicara secara baik-baik!"
Mendengar perkataan Bin Wan-gwe itu Hok An agak berkurang
beringasnya. "Cepat panggil Kim Hoa keluar....., biarkan kami bertemu, banyak
yang ingin kukatakan kepadanya!" kata Hok An kemudian.
Sedangkan Bin Wan-gwe mengangguk beberapa kali sambil
menelan air ludahnya. "Ya, untuk itu mudah saja, aku akan segera memanggilnya keluar.
Akan tetapi katakanlah dulu, siapa kau sebenarnya dan bagaimana
caranya engkau bisa berkenalan dengan isteriku itu?"
Ditanya begitu Hok An seketika terdiam, seperti juga tertegun.
Tetapi akhirnya mukanya memperlihatkan kegetiran dari perasaan
yang tertekan, dengan suara tidak lancar dia bilang: "Sebenarnya..... sebenarnya hal itu akan kau ketahui dengan jelas,
kalau saja aku telah dipertemukan dengan Kim Hoa......!"
40 Bin Wan-gwe memandang curiga, dia menggeleng perlahan,
katanya: "Tidak bisa aku meluluskan permintaanmu itu! Sayangnya
engkau tidak mau memberitahukan asal usulmu dengan jelas,
sehingga aku bisa mempertimbangkannya, apakah aku akan
memperkenankan engkau buat menemui isteriku itu atau tidak.....!"
Setelah berkata begitu, Bin Wan-gwe memberi isyarat kepada
semua tukang pukulnya, maksudnya agar semua tukang pukulnya
itu bersiap-siap buat menghadapi sesuatu yang tidak diinginkan
jika saja Hok An mengamuk.
Benar saja, Hok An telah memperlihatkan sikap yang beringas lagi,
dia telah berseru marah. "Hemmmm, engkau memang seorang manusia jahat yang ingin
merintangi dan menghalangi pertemuan kami!" teriak Hok An
dengan suara bengis dan telah melompat ke dekat Bin Wan-gwe.
Gerakan Hok An begitu gesit, jangankan Bin Wan-gwe memang
tidak mengerti ilmu silat, jika dia memiliki kepandaian yang
lumayan, belum tentu bisa menghindar dari Hok An.
Dengan cepat tangan Hok An pun telah terangkat, dia bersiap-siap
hendak memukul kepala Bin Wan-gwe.
41 Bin Wan-gwe jadi ketakutan bukan main, semangatnya seperti
juga terbang meninggalkan raganya, dia berseru kaget bercampur
takut. Hok An yang sedang mengayunkan tangan melihat betapa Bin
Wan-gwe sangat ketakutan. Hatinya jadi tidak tega, dia
membentaknya lagi: "Katakan, kau masih berusaha menghalangi
pertemuanku dengan Kim Hoa atau tidak!"
Bin Wan-gwe cepat-cepat berseru: "Aku akan segera memanggil
Kim Hoa keluar..... aku akan segera memanggilnya!"
Hok An membatalkan maksudnya buat menghantam tangannya
pada kepala Bin Wan-gwe. Akan tetapi waktu itu dari dalam telah terdengar suara seorang
anak kecil yang bertanya: "Tahan..... apa yang terjadi"!"
Hok An menoleh. Ternyata yang bertanya itu seorang gadis cilik
berusia empat tahun lebih. Wajahnya yang kecil mungil tampak
manis sekali, dengan sepasang mata yang jeli dan senyumnya
yang berlesung pipit. 42 Waktu itu gadis cilik tersebut, yang mengenakan kun warna merah
dengan kombinasi bajunya berwarna kuning, telah menghampiri
Bin Wan-gwe. Ternyata gadis cilik itu adalah puteri dari hartawan she Bin
tersebut. Sedangkan Bin Wan-gwe jadi tambah gugup.
"Kun-jie, cepat masuk..... cepat masuk!" berseru hartawan itu
dengan gugup. Gadis cilik itu telah memandang kepada ayahnya, beberapa saat
kemudian memandang pada Hok An, lalu tanyanya: "Paman,
mengapa kau tampaknya begitu galak" Dan apa yang ingin kau
lakukan terhadap ayahku itu"!"
Ditanya begitu, Hok An tidak menyahuti. Memang sejak tadi
melihat gadis cilik tersebut, entah mengapa perasaan Hok An jadi
tergoncang. Dan juga dia merasakan sesuatu yang aneh menyelusuri hatinya.
Dia jadi begitu menyukai gadis cilik tersebut, yang mirip dengan
seseorang, dan memang sejak tadi Hok An hanya memandang
tertegun saja. 43 Sedangkan gadis cilik tersebut telah menoleh kepada Bin Wangwe, tanyanya: "Thia..... apa yang ingin dilakukan paman ini
terhadapmu"!" kemudian dengan sikap yang manja sekali ia
menggelendot di samping Bin Wan-gwe.
Hok An menghela napas, dilihatnya Bin Wan-gwe telah mengusapusap kepala anak itu.
"Kun-jie, pergilah kau masuk dulu..... ayah akan segera menyusul
masuk ke dalam, sekarang ayah ingin bicara dulu dengan paman
itu!" "Ya! Ya!" kata si gadis cilik tersebut. Dan diapun telah menoleh
kepada Hok An, ka tanya: "Paman, kau tidak boleh menggalakkan
ayahku, karena jika kau galak-galak, aku akan beritahukan pada
ibu, biar ibu menghajarmu nanti!"
Hok An mencoba tersenyum.
"Siapa namamu"!" tanya Hok An, dan wajahnya yang tadi
beringas, kini jadi lembut, berobah sangat ramah sekali.
"Aku biasa dipanggil dengan sebutan Kun-jie, akan tetapi namaku
Sian Kun. Dan tentunya paman mau main-main nanti denganku,
44 memetik bunga atau juga kita bermain petak, lari dan main
sembunyi-sembunyian"!"
Hok An tersenyum mendengar perkataan Kun-jie. Lucu sekali
sikap gadis cilik tersebut.
"Baik! Aku akan menemani kau main-main dan juga memetik
bunga!" kata Hok An kemudian. "Akan tetapi sekarang kau
membantuku dulu.....!"
"Membantumu" Membantu untuk melakukan apa, paman"!" tanya
Kun-jie. "Pergilah kau panggilkan dulu ibumu, agar keluar menemui aku.....
nanti aku akan menemani kau bermain!" janji Hok An.
Gadis cilik tersebut tersenyum girang.
"Jadi, kau juga ingin mengajak ibu bermain-main bersama kita"!"
tanyanya. Hok An mengangguk. "Ya.....!" mengangguk Hok An segera melanjutkan perkataannya
itu: "Dan kita akan bermain gembira sekali!"
45 "Baiklah! Kau tunggulah sebentar.....!" kata Kun-jie kemudian.
"Kun-jie!" bentak Bin Wan-gwe dengan muka yang berobah merah
padam, dia kaget mendengar putrinya ingin memanggil istrinya.
Kun-jie dibentak begitu jadi terkejut menoleh kepada ayahnya.
"Kenapa ayah" Apakah kau tak mengijinkan Kun-jie memanggil ibu
untuk mengajak ibu bermain-main bersama Kun-jie dan paman
itu?" Muka Bin Wan-gwe waktu itu telah berobah merah padam, dia
bilang: "Sekarang kau pergi masuk, nanti aku akan menjelaskannya dan engkau tidak boleh keluar lagi! Orang ini
bukan sebangsa manusia baik-baik, karena dari itu tidak bisa kau
bermain-main dengannya."
Kun-jie mementang sepasang matanya lebar-lebar tampaknya
gadis cilik ini tidak mengerti akan perkataan ayahnya tersebut.
"Jadi....., jadi paman ini bukan orang baik-baik....."!" tanyanya
kemudian, "Akan tetapi apa yang Kun-jie lihat, paman itu sangat
baik dia mau mengajak Kun-jie main-main, mau mengantarkan
Kun-jie memetik bunga dan juga nanti ingin mengajak Kun-jie main
sembunyi-sembunyian. Malah paman itu juga ingin mengajak ibu
46 buat bermain-main bersama kami..... Mengapa ayah menyebut
paman itu bukan orang baik-baik!"
Bin Wan-gwe kewalahan menghadapi anaknya ini, dia telah
memperlihatkan sikap yang sungguh-sungguh, kemudian dengan
suara membentak dia berkata singkat: "Pergilah kau masuk dulu!"
Melihat ayahnya marah seperti itu Kun jie rupanya tidak berani
berayal juga. Dia meleletkan lidahnya, kemudian memutar
tubuhnya untuk masuk ke dalam gedung itu lagi. Waktu menoleh
kepada Hok An, dia telah tersenyum manis dan tampaknya anak
gadis ini sangat menyukai Hok An, yang menurut pandangannya
sangat baik, karena Hok An hendak mengajaknya main-main dan
memetik bunga. "Paman, jika urusanmu dengan ayah telah selesai, kau harus
menepati janjimu, mengajak Kun-jie main-main.....!" katanya
kemudian. "Ya!" menyahuti Hok An.
Sedangkan Bin Wan-gwe telah berkata dengan sikap tidak senang:


Anak Rajawali Serial Pemanah Rajawali Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Sekarang kau katakanlah,
bagaimana caranya kau bisa
mengetahui she dan nama isteriku! Lagi pula, ada hubungan apa
di antara kalian berdua"!"
47 Hok An telah tersenyum. "Kim Hoa adalah calon isteriku......... hanya saja sayang sekali,
telah lima tahun lebih dia menghilang dan aku tidak mengetahuinya
berada di mana. Baru belakangan ini aku mengetahui bahwa dia
berada di gedung ini, maka aku datang buat menjemputnya....."
menyahuti Hok An kemudian dengan suara yang tenang.
Sedangkan muka Bin Wan-gwe telah berobah merah padam, dan
dia rupanya telah diliputi kemarahan.
"Hemm, Un Kim Hoa! Un Kim Hoa!" berseru Bin Wan-gwe. Tampak
jelas betapa dia tengah gusar. "Kukira isteriku tidak begitu rendah
dan hina pernah berhubungan dengan seorang manusia seperti
itu! Mungkin kau telah salah mengenali orang, atau mungkin hanya
disebabkan nama yang bersamaan belaka! Karena isteriku itu
puteri dari keluarga baik-baik dan berpangkat, dia puteri seorang
pembesar negeri yang memiliki pangkat tidak rendah.....!"
Dengan berkata begitu, Bin Wan-gwe ingin memberitahukan
bahwa isterinya itu adalah puteri dari sebuah keluarga berada,
seorang pembesar negeri yang memangku pangkat tinggi,
sehingga tidak ada kemungkinan isterinya itu berhubungan dengan
Hok An, yang tampaknya begitu mesum.
48 Akan tetapi, tidak disangka-sangkanya bahwa Hok An telah
menepuk pahanya sambil berseru:
"Tepat! Memang Un Kim Hoa yang tengah kucari itu adalah puteri
dari seorang pembesar negeri, yang korup..... dan juga jahat!"
berseru Hok An kemudian. "Mana dia" Di mana Kim Hoa"! Jika
memang isterimu itu bernama Un Kim Hoa dan memang benar dia
puteri dari seorang pembesar negeri, memang benarlah dia orang
yang tengah kucari!"
Dan setelah berkata begitu, dengan sikap yang tidak sabar, Hok
An mengawasi Bin Wan-gwe.
Sedangkan hati Bin Wan-gwe semakin tidak tenang. Dia
mengawasi Hok An beberapa saat lamanya, sampai akhirnya dia
berkata, "Baiklah, sekarang kau katakan, jika memang kau telah bertemu
dengan Un Kim Hoa, apa yang ingin kau lakukan"!"
"Aku ingin mengajak dia ikut bersama denganku!" menyahuti Hok
An dengan segera dan nada suaranya itu mengandung kepastian.
"Mengajaknya ikut bersamamu"!" tanya Bin Wan-gwe sambil
mementang matanya lebar-lebar. "Tahukah engkau, bahwa Un
49 Kim Hoa telah resmi menjadi isteriku" Malah kami telah
memperoleh seorang puteri?"
"Aku tidak perduli! Akan tetapi aku yang pasti akan mengajak Kim
Hoa ikut bersamaku," menjawab Hok An dengan segera.
Bin Wan-gwe jadi kewalahan juga menghadapi Hok An, yang
memiliki adat dan sikap beringas serta berandalan. Katanya
kemudian: "Jika engkau bermaksud mengganggu rumah tangga
seorang, apakah engkau sudah tidak takut pada hukum yang ada"
Apakah engkau tidak kuatir kalau kulaporkan hal ini kepada pihak
yang berwajib" Engkau akan ditangkap dan menjalani hukuman"!"
Hok An telah mementang matanya lebar-lebar dan kemudian
berteriak: Aku tidak perduli semua itu! Cepat panggil keluar Kim
Hoa! Mana Kim Hoa" Mana dia"!"
Dan sambil berseru-seru seperti itu, Hok An telah melangkah
mendekati Bin Wan-gwe. "Apakah kau benar-benar tidak ingin memanggilkan Kim Hoa agar
keluar menemui aku" Kau bermaksud menghalangi pertemuan
kami heh"!" tanya Hok An kemudian.
50 Bin Wan-gwe jadi gemetar menahan amarah, dipandanginya Hok
An dengan sorot mata mengandung kebencian.
Hanya saja karena mengetahui bahwa Hok An seorang yang
memiliki kepandaian tinggi, jika mempergunakan kekerasan tidak
mungkin Bin Wan-gwe bisa menghadapinya, karenanya dia jadi
serba salah dalam kemarahannya seperti itu.
Sedangkan Hok An telah menghampiri. Bin Wan-gwe semakin
bingung, sehingga setengah panik dia telah berulang kali memberi
isyarat kepada tukang-tukang pukulnya agar segera mengepung
dan "mengurus" Hok An.
Waktu itu tukang-tukang pukul Bin Wan-gwe telah maju buat
mengurung Hok An, hanya saja mereka tidak berani menyerang.
Mereka telah merasakan tadi betapa dengan hanya sekali
menggerakkan tangannya, maka mereka telah berhasil diporak
porandakan dan dilukai. Karena dari itu, mereka tidak berani untuk
segera menyerang, walaupun melihat majikan mereka tengah
terancam bahaya. Sedangkan Hok An telah menghampiri lebih dekat lagi, di mana dia
telah memperlihatkan sikap yang beringas dan mengancam sekali.
51 Bin Wan-gwe juga menyadarinya bahwa dia tengah terancam, dan
beberapa kali dia telah memberi tanda kepada anak buahnya agar
segera menyerbu maju. Dalam keadaan seperti itu, Hok An rupanya memang sudah tidak
bisa mengendalikan dirinya, dia ingin memaksa Bin Wan-gwe agar
memanggil keluar isterinya.
Ketika sampai di dekat Bin Wan-gwe dan hartawan tersebut masih
juga belum ingin menyatakan kesediaannya buat memanggil
keluar isterinya, Hok An jadi habis sabar. Tiba-tiba sekali dia telah
mengulurkan tangan kanannya, mencekal lengan Bin Wan-gwe.
"Kau tetap tidak mau memanggil Kim Hoa keluar, heh"!" serunya
dengan beringas. "Tunggu dulu..... dengar dulu.....!" kata Bin Wan-gwe tambah
ketakutan, karena dia merasakan betapa cengkeraman tangan
Hok An pada lengannya seperti juga japit besi yang sangat kuat
dan menyakitkan sekali. Sedangkan Hok An telah menggoncangkan tubuh Bin Wan-gwe,
berulangkali dia telah bilang:
52 "Jika memang engkau tidak mau memanggil keluar Kim Hoa,
biarlah nanti aku yang masuk sendiri buat bertemu dengannya,
akan tetapi engkau harus dibinasakan dulu, sebab jika tidak
dibinasakan tentu kau akan jadi penghalang......!"
"Lepaskan dia!" tiba-tiba terdengar suara seorang wanita dari
belakang Hok An. Hok An serasa mengenal suara tersebut dia melepaskan
cengkeraman pada lengan Bin Wan-gwe, kemudian menoleh ke
belakangnya. Untuk sejenak lamanya Hok An jadi berdiri tertegun dengan muka
berobah pucat sekali. "Kim Hoa?" hanya perkataan itu belaka yang meluncur keluar dari
bibirnya. Anakrawali 01.005. Ternyata yang telah mencegah agar Hok An melepaskan
cengkeramannya pada lengan Bin Wan-gwe tidak lain dari seorang
wanita yang cantik jelita. Wajahnya berpotongan tirus daun sirih,
dan juga matanya yang begitu indah, dengan hidungnya yang
53 bangir berisi dan bibirnya yang tipis. Benar-benar merupakan
seorang wanita yang sangat cantik, bagaikan seorang dewi.
Wanita itu memang tidak lain dari Bin Hujin, nyonya hartawan she
Bin tersebut. Dia berdiri agung di tempatnya, walaupun dengan
wajah pucat dan mata yang guram.
Sedangkan waktu itu terlihat betapa Hok An perlahan-lahan
melangkah mendekati, dari mulutnya terdengar ia berulang kali
menyebut: "Kim Hoa..... Kim Hoa....."!"
"Diamlah di situ, jangan mendekat!" tiba-tiba Bin Hujin telah
membentak dengan suara yang nyaring.
Bagaikan bentakan tersebut mengandung kekuatan yang tidak
bisa dibantah lagi, Hok An jadi menahan langkah kakinya, dia
berdiri diam di tempatnya tanpa bergerak.
"Kim Hoa..... ternyata kau disini! Akhhh, kau tetap cantik seperti
dulu, tidak ada perobahan suatu apapun juga pada dirimu.....!"
hanya mulut Hok An tidak hentinya menggumam seperti itu.
Sedangkan Bin Hujin dengan wajah yang dingin dan memucat
telah berkata: "Apa maksudmu mencari-cariku"!"
54 "Kim Hoa..... tidakkah kau menyadari apa yang kualami selama ini"
Aku sangat menderita mencari-carimu, dan telah lima tahun lebih
aku berkelana, barulah sekarang aku bisa bertemu dengan
kau.....!" "Hemm, lalu setelah bertemu denganku, apa yang kau inginkan
dariku"!" tanya Bin Hujin dengan suara yang semakin dingin.
Sedangkan Bin Wan-gwe telah mengasi dengan sorot mata yang
mengandung kecemasan dan kekuatiran, sebab dia kuatir isterinya
yang cantik itu dilukai oleh Hok An.
Hok An telah memperlihatkan wajah yang merana sekali, dia telah
bilang: "Kim Hoa..... seperti kau ketahui, aku sangat mencintaimu....., dan kau......, mengapa kau selalu berusaha
menghindar dariku"! Lihatlah, betapa menderita dan sengsaranya
aku ini..... Kim Hoa.....!"
Wajah Bin Hujin semakin memucat. Dia telah mengawasi Hok An
beberapa saat lamanya, sampai akhirnya dia berkata dengan
suara tawar: "Memang dulu kita pernah saling kenal, akan tetapi
sekarang di antara kita sudah tidak terdapat hubungan apapun lagi!
Pergilah kau.....!" "Kau"!" muka Hok An jadi pucat pias.
55 "Pergilah kau.....!"
"Kau mengusirku"!"
"Kita tidak ada hubungan apa-apa lagi........!"
"Kau sudah tidak mencintaiku"!"
"Sejak dulu akupun tidak pernah mencintaimu!" menyahuti Bin
Hujin. "Ohhh, jika begitu dulu semua janji dan kata-katamu itu hanya
palsu belaka!" berseru Hok An sambil memperlihatkan sikap yang
beringas. "Kau..... kau telah menipuku..... Dulu kau mengatakan
sangat mencintaiku, kau mencintaiku sepenuh hati, tetapi
sekarang" Apa yang kau katakan"!"
Muka Bin Hujin jadi berobah semakin pucat, dia telah bilang: "Jika
memang aku mencintaimu, tentu aku tidak menikah dengan orang
lain! Dan sekarang aku telah resmi menjadi isteri Bin Wan-gwe.....
kami sangat bahagia, dan kami telah memperoleh seorang
anak.....!" Berkata sampai di situ, suara Bin Hujin semakin tersendat,
akhirnya dia menangis. 56 Dengan ke dua tangan menutupi mukanya dan menangis terisak,
Bin Hujin terus juga menangis dan memutar tubuhnya membelakangi Hok An dan Bin Wan-gwe.
Sepasang mata Bin Wan-gwe terpentang lebar-lebar. Dilihat
semua ini memang kenyataan yang ada, benar adanya bahwa Hok
An pernah mengadakan hubungan dengan isterinya. Hanya saja,
sekarang tampaknya Bin Hujin, isterinya itu, tidak mau kenal lagi
pada Hok An. Waktu itu Hok An telah berseru nyaring: "Jadi..... kau memang
sungguh-sungguh tidak pernah mencintaiku"!"
Bin Hujin mengangguk di antara isak tangisnya dan menyahuti
dengan suara sember: "Ya.....!"
Hok An tiba-tiba menjerit dengan suara yang lirih sekali, dia
memutar tubuhnya dan menotolkan ujung kakinya, tubuhnya
melesat meninggalkan tempat tersebut.
Bin Wan-gwe telah berdiri mematung di tempatnya, begitu juga
semua tukang pukulnya. Sedangkan Bin Hujin masih juga
menangis terisak dan kemudian berlari masuk ke dalam gedung,
menghilang dari tatapan suaminya......
57 Hok An yang waktu itu merasakan hatinya sangat hancur. telah
berlari-lari dengan cepat sekali tanpa arah tujuan yang pasti. Dia
berlari-lari ke mana saja ke dua kakinya itu membawanya.
Setelah berlari-lari sekian lama dan telah berada di luar
perkampungan tersebut, Hok An baru berhenti berlari. Dengan
sikap kalap dia memukuli kepalanya.
"Kim Hoa! Kim Hoa! Betapa kejamnya kau!" menjerit-jerit Hok An
beberapa kali. Dan Hok An telah menangis duduk mendeprok di tanah. Waktu itu
terlihat betapa Hok An tengah merenungkan kesedihan hatinya.
Dia tidak menyangka, bahwa setelah lima tahun lebih mencari-cari
Kim Hoa, dan akhirnya dia berhasil bertemu dengan wanita yang
sangat dicintainya itu, dia harus menelan kepahitan seperti
sekarang ini. Karenanya, betapa perih luka di hati Hok An.
Setelah puas menangis, akhirnya Hok An berdiri dan melangkah
perlahan-lahan. Dia bersenandung, membawakan lagu percintaan
yang sangat sedih dan merana sekali..... Suaranya itu tergetar,
bagaikan berada di antara jurang kedukaan dan di antara getar
isak tangisnya. 58 Ketika Hok An tengah melangkah dengan keadaan seperti juga
kehilangan semangat, di saat itulah tampak betapa dari arah
depannya telah mendatangi seseorang, dengan tindakan kaki yang
cepat sekali. Dia seorang pemuda berusia di antara duapuluh empat tahun,
berpakaian sebagai seorang pelajar, dengan kopiah warna coklat
tua, dengan jubah pelajar berwarna abu-abu. Waktu melihat
keadaan Hok An, pemuda pelajar tersebut memperlihatkan sikap
terheran-heran, sampat akhirnya dia berseru nyaring dan bertanya:
"Ohhh, kesulitan dan kesusahan hati apakah yang tengah melanda
dirimu, wahai manusia yang cepat putus asa"!"
Hok An tengah berduka, dan dia jadi tersinggung mendengar
pemuda pelajar tersebut yang dianggapnya tengah mengejeknya.
Dia telah berhenti melangkah, menoleh dengan sorot mata yang


Anak Rajawali Serial Pemanah Rajawali Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

beringas, sampai akhirnya dengan geram dia bilang: "Tidak perlu
kau mencampuri urusanku.....!"
Pemuda pelajar itu tersenyum, dia bilang: "Benar, benar, memang
tidak seharusnya aku mencampuri urusan seseorang yang tidak
kukenal..... Akan tetapi, kulihat, engkau demikian bersedih, apakah
terdapat sesuatu kesulitan yang tidak bisa kau pecahkan"!"
59 Hok An yang tengah bersedih jadi tidak bisa menguasai dirinya,
tahu-tahu dia telah melompat cepat sekali ke dekat pemuda pelajar
itu. "Kau terlalu rewel sekali.....!" bentaknya.
Dan Hok An pun bukan hanya membentak begitu saja, sebab
diapun telah menggerakkan tangan kanannya memukul kepada
pemuda itu. Pemuda pelajar tersebut kaget bukan main, karena dia merasakan,
belum lagi serangan itu tiba, pakaiannya telah berkibaran terkena
angin serangan yang sangat kuat sekali. Maka dia bisa
memakluminya, tentu Hok An bukan orang sembarangan, karena
pada pukulannya tersebut terlihat kekuatan tenaga lweekang yang
dahsyat sekali. Maka cepat-cepat pemuda pelajar tersebut mengelakkan diri
dengan melompat ke samping kanan.
"Ohoi..... betapa berbahaya sekali! Betapa berbahaya sekali!" kata
pemuda pelajar itu kemudian dengan suara bergurau. "Dan,
mengapa kau harus marah-marah beringas seperti itu?"
60 Hok An tampak tambah gusar, karena dia melihat betapa
pukulannya itu dapat dihindarkan oleh pemuda pelajar tersebut
dengan mudah. Dia tidak berkata apa-apa, hanya menyerang lebih
dahsyat pula. Pemuda pelajar tersebut kali ini tidak berkelit, dia menantikan di
saat serangan itu telah menyambar dekat padanya, barulah
pemuda pelajar tersebut menangkisnya.
Tangkisan yang dilakukan oleh pemuda pelajar tersebut berhasil
membuat serangan Hok An tertangkis, malah waktu itu Hok An
merasakan pergelangan tangan kanannya jadi sakit sekali, sampai
dia mengeluarkan seruan tertahan dan melompat mundur
beberapa langkah. Hok An telah melompat mundur lagi dan kemudian menjatuhkan
diri duduk mendeprok di tanah sambil menangis menggerunggerung.
Pemuda pelajar itu jadi memandang tambah terheran-heran atas
sikap Hok An. Tadi dia begitu beringas dan telah menyerangnya
dengan serangan yang hebat sekali. Akan tetapi, sekarang Hok An
menangis menggerung-gerung.
61 Dilihat dari tenaga pukulannya, kepandaian Hok An tentunya
bukan kepandaian yang rendah, dan tidak seharusnya karena
gagal dengan ke dua serangannya itu dia jadi menangis begitu
sedih. "Kenapa kau"!" tanya pemuda tersebut akhirnya karena terheranheran dan terdorong dengan penasaran ingin tahunya.
Akan tetapi Hok An masih juga menangis dengan sedih, seakanakan dia tidak memperdulikan pemuda pelajar itu, dia tengah
melampiaskan kesedihan hatinya.
Dikala itu terlihat si pemuda pelajar tersebut semakin digeluti oleh
perasaan terheran-herannya dan juga perasaan tidak mengerti.
"Apakah memang benar engkau tengah menghadapi kesulitan
yang tidak bisa dipecahkan olehmu sendiri" Jika memang kau mau
menceritakan kesulitan itu kepadaku, siapa tahu aku bisa
membantumu"!" Mendengar pertanyaan terakhir dari pemuda pelajar ini, tiba-tiba
Hok An mengangkat kepalanya.
"Hemmm, engkau hendak membantuku" Benarkah itu"!" tanya
Hok An sambil menyusut air matanya
62 Pemuda pelajar tersebut mengangguk dengan segera dan pasti.
"Ya, kau ceritakanlah, kesulitan apa yang tengah kau hadapi" Jika
memang aku bisa membantumu, tentu aku ingin sekali membantu
kau dari kesulitan yang ada itu.....!"
Hok An tidak segera bicara, dia berdiam dengan air mata yang
terus turun berlinang, setelah menyusut lagi, barulah dia bilang:
"Sebenarnya..... sebenarnya, aku tengah merasa terhina sekali.....
"Merasa terhina" Oleh siapa" Mengapa begitu"!" tanya pemuda
pelajar tersebut. Hok An tidak segera menyahuti, dia mengangkat kepalanya
mengawasi pelajar tersebut. Sampai akhirnya dia menghela napas
dalam-dalam dan menghapus air matanya, karena dia rupanya
memang telah berhasil menguasai dirinya.
"Sebenarnya," kata Hok An akhirnya. "Aku tengah bersakit hati
dihina oleh seseorang.....!"
"Siapa yang menghinamu"!" tanya pemuda pelajar tersebut
dengan perasaan ingin tahunya. "Menurut apa yang kulihat,
engkau mimiliki kepandaian yang cukup tinggi, dan tidak
sembarangan orang bisa menghinamu.....!"
63 Hok An mengangguk. "Benar..... akan tetapi orang itu menghinaku bukan tubuh atau juga
diriku..... dia menghinaku dengan kata-katanya......!" menyahuti
Hok An akhirnya, dengan suara yang tersendat di antara isak
tangisnya. "Mengapa engkau membiarkan begitu saja dirimu dihina oleh
orang itu"!" tanya pelajar tersebut.
"Aku..... aku..... apa yang harus kulakukan"!" tanya Hok An seperti
tergagap. "Mengapa engkau membiarkan dirimu dihina oleh orang itu tanpa
kau berusaha menghajarnya"!" tanya pemuda pelajar itu lagi
sambil mengawasi Hok An berapa saat lamanya.
Hok An menghela napas. "Apa yang bisa kau lakukan..... justru yang telah menghina diriku
itu adalah orang yang sangat kucintai!" kata Hok An pada akhirnya.
"Apa".."!" tanya pemuda pelajar itu tambah terheran-heran lagi
dan tidak mengerti Hok An menghela napas sambil mengangguk.
64 "Ya, orang yang telah menghina diriku itu adalah orang yang
sangat kucintai, akan tetapi dia telah menghina diriku, memperlakukan aku tidak baik, dan juga mendustai diriku sehingga
perasaanku jadi hancur.....!" kata Hok An akhirnya.
Pemuda pelajar tersebut telah mengawasi Hok An beberapa saat,
kemudian barulah dia bilang:
"Jadi menghina dirimu itu seorang wanita?"
Hok An mengangguk. "Ya, wanita yang sangat kucintai!" sahutnya kemudian.
"Jadi kau mencintai wanita itu"!" tanya pemuda pelajar itu lagi.
"Benar!" "Hanya saja wanita itu telah menolak cintamu"!" tanya pemuda
pelajar itu lagi. Hok An tidak segera mengiyakan, dia mengangkat kepalanya
mengawasi pemuda pelajar tersebut beberapa saat lamanya.
Sampai akhirnya dia bilang perlahan-lahan: "Sebenarnya wanita itu
juga sangat mencintai aku.....!"
65 Pemuga pelajar ini tambah terheran-heran.
"Aku tidak mengerti maksud dari perkataanmu, tadi kau
mengatakan bahwa engkau dihina oleh wanita yang engkau cintai
itu, tentunya dia mengeluarkan kata-kata yang kasar dan
menghina. Akan tetapi sekarang engkau mengatakan bahwa
wanita itu juga sangat mencintaimu! Jika memang wanita itu
mencintaimu, mengapa dia bisa menghina dirimu" Menyakiti
perasaan dan hatimu"!"
Hok An tidak segera menyahuti, untuk sementara waktu dia
menghela napas beberapa kali barulah kemudian menjelaskannya:
"Sebenarnya, kami berkenalan enam tahun yang lalu, waktu mana
memang di antara aku dengan wanita itu saling mencintai. Akan
tetapi, suatu hari, aku telah berurusan dengan pihak pemerintah,
sehingga aku ditangkap oleh yang berwajib, dan akhirnya ditahan
selama setahun lebih! "Hal itu terjadi memang atas dasar kesalahanku juga, di mana aku
telah minum arak terlalu banyak sehingga mabok, dan dalam
keadaan mabok seperti itu aku telah bertengkar dengan seorang
tentara kerajaan, sehingga akhirnya aku telah membunuhnya.....
Maka dari itu, aku telah tertangkap dan diadili oleh pihak Tie-kwan,
66 di mana aku ditahan dan dimasukkan ke dalam penjara selama
setahun lebih! "Setelah bebas dari tahanan itu, aku segera mencari wanita yang
sangat kucintai itu. Akan tetapi dia sudah tidak berada di kampung
kami, dia telah pergi entah ke mana! Akhirnya kuputuskan buat
mencarinya sampai dapat menemuinya. Begitulah, selama lima
tahun lebih aku telah mencari-carinya, sampai akhirnya aku
menemuinya, di kampung itu.....!"
Sambil berkata begitu, Hok An telah menunjuk ke arah
perkampungan di dekat mereka, sedangkan si pemuda pelajar
telah mengikuti arah yang ditunjuk oleh Hok An.
"Kemudian bagaimana"!" tanya pemuda pelajar tersebut, yang jadi
sangat tertarik mendengar cerita Hok An seperti itu. "Apakah
wanita itu sudah tidak mencintaimu"!"
"Bukan..... bukan begitu!" menyahuti Hok An cepat dan dengan
nada yang tergetar. "Lalu bagaimana" Mengapa kau bisa mengatakan bahwa wanita
itu akhirnya menghina dirimu"!"
Hok An menghela napas dalam-dalam.
67 "Wanita itu ternyata tidak mencintai aku, aku telah memperoleh
buktinya.....!" menyahuti Hok An.
"Mengapa terjadi begitu"!" tanya pemuda pelajar tersebut.
"Karena waktu aku berhasil menemukan jejaknya, dia telah
menjadi milik orang lain, telah menjadi isteri dari seorang hartawan,
dia telah menjadi nyonya Bin, isteri dari Bin Wan-gwe...... Ooh, dia
telah menipuku dengan semua pernyataannya bahwa dia sangat
mencintaiku..... Oooh, dia telah begitu tega buat mendustaiku.....!"
Dan Hok An menghela napas beberapa kali lagi.
Walaupun Hok An berusaha membendung dan mencegah
mengucurnya air mata, akan tetapi dia tidak berhasil, karena butirbutir air mata itu telah berlinang turun di pipinya.
Sedangkan si pemuda pelajar tersebut jadi menghela napas
dalam-dalam. Dia jadi menaruh rasa iba dan kasihan kepada Hok
An. "Sudahlah!" hiburnya. "Jika memang kau telah memperoleh bukti
bahwa wanita itu tidak mencintaimu, terlebih lagi memang dia
sekarang telah menjadi isteri orang lain, engkau pun tidak usah
memikirkannya lagi, dan engkau pun tidak perlu untuk 68 mengharapkan dirinya lagi..... Engkau boleh memilih wanita lain
yang sekiranya bisa mencintai dirimu.....!"
Hok An cepat-cepat menggeleng waktu mendengar perkataan
pemuda pelajar tersebut. "Kau jangan kurang ajar!" katanya dengan sikap yang beringas dan
sengit. "Mengapa kau mengatakan aku berbuat kurang ajar" Bukankah
aku berkata dengan benar, bahwa engkau tidak usah mengharapkan wanita yang telah menghianati cintamu itu dan kini
telah menjadi isteri orang lain"!" tanya pemuda pelajar itu.
"Hemmm, apakah kau kira cinta itu mudah untuk dilupakan dan
dibuang seperti itu" Hemmm, apakah engkau kira dengan mudah
kita akan segera dapat mencintai wanita lain"!" kata Hok An
bertambah sengit. Pemuda pelajar itu jadi bungkam mendengar perkataan Hok An
seperti itu. Sedangkan Hok An seperti kalap telah berkata: "Ayo, kau katakan,
tidakkah apa yang kubilang itu benar, bahwa cinta itu tidak bisa
sembarangan diberikan kepada siapa saja" Aku telah mencintai
69 wanita itu, walaupun dia telah menjadi isteri orang lain, akan tetapi
aku tetap mencintainya..... Hanya saja dia telah menghina dan
menyakiti hatiku!" Pemuda pelajar tersebut menghela napas.
"Nah, jika memang wanita itu telah menjadi isteri orang lain,
walaupun engkau tetap mencintainya, apa gunanya lagi" Atau
memang engkau masih mengharapkan dirinya" Bukankah jika kau
berusaha memperolehnya, sama saja engkau menghancurkan
rumah tangganya?" "Akan tetapi aku tetap mencintainya..... dan semula..... semula
kukira dia mencintaiku!" kata Hok An kemudian dengan suara yang
sember. "Walaupun apa yang terjadi, aku ingin mengajaknya buat
ikut bersamaku, karena aku tetap mencintainya. Akan tetapi.....
akan tetapi.....!" Suara Hok An semakin sember dan dia tidak meneruskan
perkataannya itu. "Akan tetapi kenapa"!" tanya pemuda pelajar tersebut yang jadi
semakin tertarik ingin mengetahui apa yang telah dialami oleh Hok
An. 70 "Akan tetapi..... tadi..... tadi waktu untuk pertama kali bertemu
setelah lima tahun lebih kami berpisah, dan sekarang dia telah
menjadi milik orang lain, dia baru mengakui bahwa sejak dulu
sampai kini..... dia..... dia tidak pernah mencintaiku..... tidak pernah
mencintaiku." Dan suara Hok An semakin sember, malah air
matanya telah menitik turun deras sekali.
"Ohhh, jadi tadi dia menyatakan bahwa dulu dia tidak pernah
mencintaimu"!" tanya pemuda pelajar itu.
Hok An mengangguk.

Anak Rajawali Serial Pemanah Rajawali Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Bahkan..... dia telah mengusir diriku!" kata Hok An kemudian.
Pemuda pelajar tersebut tertawa.
"Jika demikian, tidak ada harganya kau mencintai wanita seperti
itu!" kata pemuda pelajar tersebut.
Tiba-tiba, bagaikan tersentak oleh gigitan kalajengking, tampak
Hok An telah mengangkat kepalanya dan memandang pemuda
pelajar itu dengan sorot mata yang sangat tajam dan beringas
sekali. 71 "Apa kau bilang"!" tanyanya dengan suara yang mengandung
kemarahan. "Aku mengatakan wanita itu tidak sepantasnya kau cintai!"
menyahuti pemuda pelajar tersebut.
"Ohhh, pemuda terkutuk! Engkau jadi ingin mengejek diriku, heh"!"
tanya Hok An dengan sengit.
"Sabar..... aku sama sekali tidak bermaksud mengejek dirimu.....
akan tetapi memang sepantasnya saja aku memberitahukan
kepadamu, bahwa wanita seperti itu sama sekali tidak ada
harganya kau cintai..... Jika kau telah disakiti seperti itu, dan kau
masih mencintainya, itulah perbuatan yang sangat tolol sekali.....!"
"Kau..... kau berani menyebut diriku tolol"!" teriak Hok An dengan
sikap yang beringas dia telah menghampiri lebih dekat kepada
pemuda itu tampaknya dia bersiap-siap hendak menyerang.
Sedangkan pemuda itu tetah berkata dengan sikap yang tenang:
"Kau tidak perlu marah-marah seperti itu. Mari kita bicara secara
baik-baik, karena aku akan menjelaskan duduk persoalan ini, agar
engkau tidak menjadi korban kekecewaan disebabkan cintamu
yang gagal itu! Hemmm, engkau kulihat memiliki kepandaian yang
72 cukup tinggi, dengan demikian tidak sepantasnya engkau kecewa
dan menjadi begitu lemah hanya disebabkan cintamu ditolak oleh
seorang wanita.....!"
Hok An tampak tertegun, dan dia mengawasi pemuda pelajar itu
dengan sorot mata yang bimbang, sampai akhirnya dia bilang:
"Baiklah, lalu apa maksudmu dengan berkata begitu"!" tanyanya.
"Aku ingin mengartikan bahwa engkau masih dapat melakukan
banyak perbuatan besar..... pekerjaan-pekerjaan penting yang bisa
membawa kebahagiaan dan keuntungan buat orang banyak pada
umumnya.....! Mengapa engkau harus selalu menangisi cintamu
yang kandas dan gagal itu, terlebih lagi engkaupun mengetahui
wanita yang kau cintai itu telah menjadi isteri orang lain....."!"
"Diapun telah memperoleh seorang anak hasil dari perkawinannya
dengan hartawan itu!" kata Hok An akhirnya dengan suara yang
perlahan sekali, seperti juga dia menggumam kepada dirinya
sendiri. "Dan walaupun demikian, aku sangat mencintainya.....
mencintai Un Kim Hoa.....!"
Waktu berkata begitu, tampak Hok An tidak bisa menyembunyikan
kedukaan hatinya. 73 "Un..... Un Kim Hoa"!" tanya pemuda pelajar tersebut seperti
tersentak kaget. "Kau mengatakan wanita yang kau cintai itu
adalah Un Kim Hoa"!"
Hok An mengangguk. "Ya..... kan kini dia telah menjadi Bin Hujin, karena dia telah
menikah dengan hartawan she Bin itu!" menyahuti Hok An.
Wajah pemuda pelajar tersebut semakin berobah memperlihatkan
sikap sungguh-sungguh. "Jadi...... jadi yang kau maksudkan adalah isteri dari orang yang
bernama Bin Ciok Lang?" tanya pemuda pelajar tersebut.
Hok An tidak segera menyahuti, dia merasakan adanya sesuatu
kelainan pada nada pertanyaan dari pemuda pelajar tersebut.
Namun akhirnya dia menggeleng.
"Nama suaminya aku tidak mengetahui, aku hanya mengetahui
shenya saja, dia she Bin.....!" kata Hok An akhirnya.
Pemuda berpakaian sebagai pelajar tersebut telah menghela
napas, katanya dengan suara yang menggumam: "Aneh, mengapa
74 bisa terjadi urusan yang kebetulan seperti ini" Mengapa bisa terjadi
demikian kebetulan"!"
Hok An jadi mengawasi pemuda pelajar itu beberapa saat
lamanya, dia tidak mengerti akan sikap pemuda pelajar tersebut.
Sampai akhirnya dia bertanya: "Apa maksudmu dengan mengatakan semuanya terjadi begitu kebetulan!"
Pemuda pelajar ini telah mengawasi Hok An dengan sorot mata
yang tajam, sikapnya telah berobah dibandingkan dengan tadi.
"Siapakah kau sebenarnya" Siapa she dan namamu"!" tanya
pemuda pelajar itu. "Aku" Aku Hok An.....!" menyahuti Hok An tanpa sangsi sedikitpun
juga. Pemuda pelajar itu termenung sejenak, sampai akhirnya tiba-tiba
dia berkata dengan suara yang bersenandung:
"Langit dengan megah, hujan dengan petir, tanah dengan pohon. Siapakah yang bisa merobah semua itu"!"
75 Dan kemudian dia menoleh kepada Hok An, tanyanya lagi: "Kau
mengetahui di mana rumahnya Bin Wan-gwe itu"!"
Hok An mengangguk. "Ya..... aku baru saja dari rumahnya.....!" menyahuti Hok An.
"Hemm, bisakah kau mengantarkan aku ke sana"!" tanya pemuda
pelajar itu pula. "Mengantarkan kau ke sana"!" tanya Hok An sambil mementang
sepasang matanya lebar-lebar. "Apa maksudmu meminta aku
mengantarkan engkau ke sana"!"
"Untuk menemui Bin Ciok Lang!" menyahuti pemuda pelajar
tersebut. "Untuk apa?""!" tanya Hok An.
"Untuk membunuhnya! Dan jika memang dia telah kubunuh, berarti
isterinya menjadi janda, kau boleh mengambilnya!" menyahuti
pemuda pelajar tersebut. Hok An jadi tersentak kaget, dia telah memandang pemuda pelajar
tersebut dengan sorot mata yang sangat tajam, kemudian katanya:
76 "Ohhh, siapakah kau sebenarnya" Mengapa engkau ingin
membunuh hartawan she Bin itu" Ada urusan apakah antara kau
dengannya"!" Pemuda pelajar itu memperdengarkan suara tertawa yang dingin.
"Hartawan busuk itu harus dibinasakan, dan kau tidak perlu banyak
bertanya. Karena jika usahaku itu telah berhasil, bukankah kau
bebas buat memiliki isterinya, wanita yang kau cintai itu"!"
Muka Hok An berobah jadi pucat, bola matanya memain tidak
hentinya, dan akhirnya dia bilang: "Jika demkian..... jika
demikian..... mari kuantarkan kau ke rumah hartawan she Bin itu!"
Pemuda pelajar itu mengangguk. Begitulah, dia telah mengikuti
Hok An untuk memasuki kampung tersebut lagi.
Hok An telah mengajak pemuda pelajar itu ke depan rumah Bin
Wan-gwe. Waktu itu keadaan di rumah Bin Wan-gwe sangat sunyi sekali,
tidak terlihat seorang manusiapun juga. Rupanya para tukang
pukul dari Bin Wan-gwe tengah merawat diri dari luka-luka yang
mereka derita. 77 "Kau ketuklah pintu...... dan nanti aku yang akan membunuh
hartawan busuk itu!" kata pemuda pelajar tersebut.
Tanpa rewel Hok An mengiyakan dan telah menghampiri pintu,
yang diketuknya dengan kuat. Dia mengetuk sampai pintu itu
tergetar keras. Tidak lama kemudian pintu terbuka, dari dalam melongok
seseorang. Hok An tidak sabar, dia mendorong terbuka daun pintu tersebut.
Karena ditolak dengan dorongan yang mengandung kekuatan
sangat besar, daun pintu itu menjeblak dan telah membuat orang
yang berada di balik daun pintu tersebut kena diterjang daun pintu
itu, sampai dia terjengkang dan bergulingan di tanah beberapa kali.
Hok An kemudian dengan langkah lebar telah memasuki rumah
tersebut. Sedangkan pemuda pelajar itu juga mengikuti di
belakangnya Dari dalam rumah tersebut, telah keluar dua orang tukang pukul
Bin Wan-gwe. 78 Hanya saja, waktu mereka mengenali Hok An, tanpa menegur
sepatah perkataan pun juga mereka telah memutar tubuhnya dan
melarikan diri dengan segera masuk ke dalam lagi.
Pelayan yang tadi membukakan pintu, dan mukanya telah babak
belur karena terhajar oleh daun pintu, dengan hidung berlumuran
darah dan juga gigi yang pada rontok, telah berlari-lari masuk ke
dalam, serta berteriak-teriak, "Ada rampok! Ada rampok!"
Tidak lama kemudian tampak beberapa orang keluar dari dalam
rumah itu, yang ternyata adalah belasan orang tukang pukul Bin
Wan-gwe. Akan tetapi, walaupun mereka berjumlah belasan orang, namun
mereka semuanya memperlihatkan sikap yang merasa takut-takut
dan jeri kepada Hok An. Sedangkan Hok An telah berseru: "Panggil Bin Wan-gwe keluar!"
Pemuda pelajar itu tetap berdiam diri saja, dia hanya mengawasi.
Tidak lama kemudian Bin Wan-gwe memang keluar dengan sikap
takut-takut. Di sampingnya tampak isterinya Bin Hujin, yang
wajahnya masih pucat dan matanya bengul, memperlihatkan
bahwa wanita ini baru saja menangis cukup lama.
79 Waktu itu Bin Wan-gwe sambil keluar telah bertanya: "Kekacauan
apa lagi yang ingin kau timbulkan disini....."!"
Akan tetapi baru berkata sampai di situ, dia telah melibat si pemuda
pelajar, dia tersentak kaget, wajahnya yang memang telah pucat
itu semakin pucat saja. "Kau.....?" serunya. "Kau juga datang kemari?"
Pemuda pelajar itu telah mendengus dingin.
"Hemmm, sekarang telah tiba waktunya buat kau menghadap
Giam-lo-ong, membayar penasaran kedua orang tuaku!" kata
pemuda pelajar itu. Muka Bin Wan-gwe jadi semakin pucat. Dan dia telah berkata
dengan suara tergetar: "Lung Hie, sebenarnya..... sebenarnya.....!"
"Sebenarnya apa"!" tanya pemuda pelajar itu, yang dipanggil
dengan sebutan Lung Hie, tampaknya memang Bin Wan-gwe
dengan pemuda pelajar itu telah saling kenal.
"Sebenarnya memang aku ingin menghubungimu..... hanya saja
aku tidak mengetahui di mana kau akhir-akhir ini berada!" kata Bin
Wan-gwe kemudian dengan sikap yang agak sulit.
80 "Hemm," pemuda pelajar itu telah memperdengarkan suara
tertawa dingin, "Buat apa kau mencoba menghubungiku" Untuk
urusan apa"!!" "Aku..... aku ingin memberikan kepadamu harta yang dititipkan ke
dua orang tuamu kepadaku!" kata Bin Wan-gwe. "Kukira sekarang
tentunya kau telah dewasa, sehingga pantas menerima harta
warisan orang tuamu ini."
Mendengar perkataan Bin Wan-gwe terakhir itu, tiba-tiba meledak
suara tertawa pemuda pelajar itu,
"Hemm, kau terlalu licik, Bin Ciok Lang," katanya dengan penuh
kemarahan, "Sekarang, kau baru mengatakan ingin mengembalikan harta warisan ke dua orang tuaku! Tetapi dulu, kau
telah begitu serakah buat memiliki harta warisan ke dua orang
tuaku! Bahkan ibuku, juga beberapa orang adikku, telah kau
binasakan." Muka Bin Wan-gwe jadi berobah tambah pucat, dia telah berkata
dengan sikap yang gugup: "Jangan kau sampai berkata begitu,
walaupun bagaimana, aku ini tetap pamanmu..... itu hanya fitnah
belaka. Mana mungkin aku sebagai pamanmu sampai hati
mencelakai ibu dan adik-adikmu....."!"
81 Muka pemuda pelajar tersebut berobah merah padam. Dia
membentak gusar: "Bin Giok Lang, dengarlah! Walaupun sekarang
kau mengemukakan seribu macam alasan, tetap saja aku akan
membunuhmu..... karena waktu belasan tahun yang lalu, dengan
kejam dan tanpa perikemanusiaan sedikitpun juga, hanya sekedar
buat menyerakahi harta warisan dari orang tuaku, kau telah begitu
tega membinasakan ibu dan adik-adikku! Hemmm, sekarang kau
bersiap-siaplah buat menerima kematianmu!"
"Lung Hie!" teriak Bin Wan-gwe dengan suara yang nyaring.
"Tunggu dulu, kau dengar dulu penjelasanku.....!"
Akan tetapi pemuda pelajar itu sudah tidak memperdulikan
perkataan Bin Wan-gwe. Dia melompat ke depan Bin Wan-gwe,
dengan maksud buat menghajar binasa padanya.
Namun Bin Hujin waktu itu telah cepat-cepat menyelak ke depan
suaminya, dia menghadapi pemuda pelajar itu dengan berani.
"Jangan kau ganggu suamiku!" katanya dengan wajahnya yang
tetap pucat, akan tetapi nekad.
"Hemmm, engkau ingin melindungi suamimu"!" tanya pemuda
pelajar itu. 82 Sedangkan Bin Wan-gwe sendiri telah memutar tubuhnya, tanpa
kenal malu dia berusaha untuk melarikan diri ke dalam gedungnya.
Tetapi gerakan pemuda pelajar itu, Lung Hie, sangat cepat sekali.
Dia telah melompat ke samping Bin Wan-gwe, kemudian
menghantam dengan telapak tangan kanannya pada punggung
Bin Wan-gwe. Seketika Bin Wan-gwe jadi terjungkal di atas lantai bergulingan.
Sedangkan Bin Hujin menjerit menyaksikan itu dan cepat-cepat
menubruk suaminya yang dipeluknya kuat-kuat seakan juga
nyonya tersebut melindungi suaminya dengan tubuhnya, jika saja
ada sesuatu yang bisa mengganggu keselamatan suaminya.
Bin Wan-gwe sendiri telah memuntahkan darah segar sebanyak


Anak Rajawali Serial Pemanah Rajawali Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tiga kali, darah yang menggenang di lantai begitu mengerikan
sekali, mengiriskan hati. Muka Bin Wan-gwe pucat pias.
Walaupun hanya terhantam satu kali pada punggungnya, akan
tetapi pukulan yang dilakukan oleh pemuda yang bernama Lung
Hie itu memiliki tenaga yang kuat sekali, karena dia bukan
sembarangan memukul belaka, dia memukul dengan disertai
tenaga dalam pada kepalan tangannya. Tidak mengherankan jika
Bin Wan-gwe telah tergempur bagian anggota tubuhnya.
83 "Jangan menganiaya suamiku! Jangan menganiaya suamiku!"
teriak Bin Hujin di antara isak tangisnya.
Belasan orang kaki tangan Bin Wan-gwe melihat apa yang dialami
oleh majikan mereka, segera meluruk akan mengurung Lung Hie,
sebab mereka kuatir kalau-kalau Lung Hie akan menerjang maju
buat menganiaya majikan mereka lagi.
Akan tetapi, walaupun mereka telah mengepung seperti itu, tetap
saja mereka semuanya yang berjumlah belasan orang tersebut,
yang di tangan masing-masing telah mencekal senjata tajam, telah
memandang takut-takut kepada Lung Hie. Mereka menyadari
bahwa pemuda inipun sama halnya dengan Hok An yang tangguh
dan tampaknya memiliki kepandaian sangat tinggi. Karena dari itu,
belasan orang tukang pukul Bin Wan-gwe tidak berani sembarangan bergerak untuk menyerang Lung Hie.
Dengan muka yang merah padam tampak Lung Hie melangkah
mendekati Bin Wan-gwe yang masih dipeluki isterinya. Sikapnya
mengancam sekali. "Lung Hie....., kau..... kau salah paham..... aku..... aku telah
difitnah!" kata Bin Wan gwe bersusah payah, suaranya tidak begitu
jelas, karena dia tengah menderita kesakitan yang hebat. Dan
84 setelah berkata begitu, malah Bin Wan-gwe memuntahkan darah
segar lagi. Bin Hujin menangis terisak-isak.
"Jangan ganggu suamiku..... Mengapa kau hendak menganiaya
suamiku"! Pergilah..... ohhh, apakah sudah kau tidak takut pada
hamba-hamba negara" Aku akan segera melaporkannya kepada
Tie-kwan (hakim) agar kau manusia jahat memperoleh hukuman
yang setimpal dengan perbuatanmu!"
Namun Lung Hie tidak menyahuti, dia melangkah maju terus
dengan wajah yang bengis mengandung ancaman hendak
membunuh Bin Wan-gwe. Belasan orang tukang pukul Bin Wan-gwe masih ragu-ragu, tapi
waktu melihat Lung Hie maju terus dan jaraknya dengan Bin Wangwe sudah tidak jauh lagi, belasan orang tersebut tidak bisa
berdiam diri saja. Dengan mengeluarkan suara bentakan, dua
orang di antara mereka mempergunakan golok masing-masing
buat menyerang dari arah belakang Lung Hie.
Lung Hie melangkah dengan mata memandang tajam kepada Bin
Wan-gwe, seperti juga ia tidak mengetahui datangnya serangan
membokong dari arah belakangnya.
85 Waktu golok salah seorang ke dua penyerangnya itu hampir
mengenai punggungnya, tiba-tiba Lung Hie mandek, dia telah
menekuk sedikit kaki kirinya, tangan kirinya dikibaskan dan
menjapit mata golok orang tersebut dengan ke dua jari tangannya,
dan tangan yang satunya bergerak menyelonong masuk menghantam ulu hati orang itu.
Disertai suara jeritan kesakitan, tubuh orang itu melayang ke
tengah udara, karena hebatnya tenaga pukulan yang dilakukan
Lung Hie, sedangkan goloknya masih tetap terjepit di jari tangan
Lung Hie, sehingga dia melepaskan cekalannya, tubuh orang itu
ambruk di atas tanah sambil mengerang-erang memegangi ulu
hatinya. Dia tak bisa segera berdiri lagi, mukanya pucat pias.
Tenang sekali Lung Hie menggerakkan golok yang dijepitnya buat
menangkis golok yang satunya lagi, yang tengah menyambar ke
arahnya. Benturan terjadi, golok Lung Hie, yang hanya dijepit saja
oleh ke dua jari tangannya itu telah berhasil membuat golok
lawannya patah menjadi dua. Kemudian Lung Hie mematahkan
golok rampasannya. "Siapa yang berani ikut campur urusanku"!" bentak Lung Hie
dengan suara yang menyeramkan, dari matanya memancarkan
sinar yang mengandung hawa pembunuhan.
86 Orang kedua yang tadi gagal menyerang punggung Lung Hie,
malah goloknya telah patah, jadi kaget tidak terkira, namun tetap
saja dia nekad menerjang dengan goloknya yang telah buntung,
dia bermaksud akan menerjang tanpa memperdulikan keselamatan dirinya. Lung Hie menyaksikan sikap orang seperti itu, dia tertawa dingin.
Satu kali kibaskan tangannya, tubuh orang itu terguling ke tempat
yang jauh, sampai empat tombak lebih, dan kepalanya pusing,
matanya berkunang-kunang, kemudian rebah tidak sadarkan diri.
Lima orang lainnya, tidak membuang-buang waktu menyerang
juga, walaupun hati mereka gentar menghadapi pemuda yang
tampaknya memiliki kepandaian yang tinggi itu, akan tetapi
keselamatan majikan mereka tengah terancam, karena dari itu,
mereka nekad menerjang maju.
Lung Hie mudah saja menghadapi mereka, setiap serangan
dielakkannya dan setiap kali tangannya bergerak, dia berhasil
merubuhkan lawannya. Sisanya, tidak berani segera maju, namun mereka masih
mengambil sikap mengurung.
87 Lung Hie setelah merubuhkan ke lima orang itu, melompat ke
samping Bin Wan-gwe, mukanya bengis waktu berkata: "Jika kau
tidak mau menyingkir meninggalkan manusia serakah yang kejam
ini, aku akan membinasakan juga dirimu!"
Bin Hujin masih menangis terisak-isak. "Jika engkau hendak
membunuh suamiku, bunuh aku dulu.....!"
"Perempuan keras kepala!" berseru Lung Hie naik darah, segera
juga tangan kanannya diulurkan, dia mencengkeram lengan Bin
Hujin, sampai nyonya itu menjerit kesakitan. Sekali menghentak
tubuh Bin Hujin telah melambung ke tengah udara.
"Hei, kurang ajar kau!" tiba-tiba Hok An yang sejak tadi berdiam diri
menyaksikan apa yang dilakukan Lung Hie membentak gusar. Dan
Hok An bukan hanya sekedar membentak, karena tubuhnya telah
melayang ke tengah udara, tangannya menyanggahi Bin Hujin,
sehingga wanita itu tidak sampai terbanting di tanah.
"Ohhh, Hok An, tolongilah suamiku! Tolongilah Hok An! Aku mohon
kepadamu, tolongilah dia.....!" sesambatan Bin Hujin yang
menyadari bahwa suaminya tengah terancam jiwanya.
Hok An tadi gusar waktu melihat Lung Hie melontarkan Bin Hujin,
karena Hok An beranggapan Lung Hie berani berbuat lancang dan
88 kurang ajar kepada wanita yang dicintainya. Akan tetapi sekarang
mendengar sesambatan Bin Hujin yang meminta kepadanya agar
segera menolongi Bin Wan-gwe, malah tampaknya dilihat dari
sikapnya itu Bin Hujin sangat menguatirkan sekali keselamatan Bin
Wan-gwe begitu besar perhatian dan kuatirnya, membuat tunuh
Hok An lemas seperti tidak bertenaga, timbul sirik dan bencinya.
"Hemmm, kau tampaknya begitu mencintai suamimu, kau begitu
memperhatikannya dan juga begitu menguatirkan keselamatannya, sehingga engkaupun mempertaruhkan dirimu
sendiri demi keselamatan jiwa suamimu. Tetapi terhadapku, yang
telah menderita dan bersengsara dari tahun ke tahun karena kau
menghianati cinta kita, ternyata kau tidak memperlihatkan
sedikitpun perhatianmu kepadaku! Ohhh, betapa aku memang
tidak bisa menang dari hartawan she Bin itu! Betapa aku hanya
manusia tidak berarti di matanya!"
Dan setelah berpikir begitu, rasa jelus dan siriknya timbul semakin
besar, dengan muka yang merah padam dan suara yang ketus Hok
An berkata: "Jika kau mau menolongi suamimu, pergilah kau menolonginya
sendiri......!" 89 "Hok An.....!" berseru Bin Hujin yang tangisnya semakin menjadijadi dan memandang kepada Hok An dengan mata yang digenangi
air mata. Setelah memandang beberapa saat lamanya akhirnya Bin Hujin
berlari lagi menghampiri suaminya, dia masih berseru-seru:
"Jangan mencelakai suamiku, jika memang kau bermaksud
membunuhnya, bunuhlah aku sebagai gantinya, bunuhlah aku......!" Akan tetapi belum lagi dia tiba di hadapan suaminya, Lung Hie
telah menggerakkan tangan kanannya.
"Plakkk!" pundak Bin Hujin telah dihantam sampai wanita itu
menjerit kesakitan. tubuhnya terjungkal di tanah, kemudian rebah
tidak bergerak, pingsan dengan air mata masih menggenangi
sepasang mata dan pipinya.....!
Hok An yang melihat keadaan Bin Hujin seperti itu kaget tidak
terkira. Dengan mengeluarkan seruan tertahan, dia melompat ke
depan Bin Hujin, dia berjongkok dan kemudian memeriksa
keadaan Bin Hujin. "Ohhh, kau....., kau telah menganiayanya! Kurang ajar! Kau telah
menganiayanya!" menggeram Hok An sambil mengangkat kepala
90 dongak mengawasi Lung Hie dengan sorot mata yang bengis
sekali. Lung Hie tertawa dingin. "Aku sengaja membuatnya pingsan, agar dia tidak menimbulkan
kerewelan dan juga jangan sampai nanti aku lupa diri dan
membunuhnya juga! Kau boleh mengawasinya. Nanti setelah
bangsat ini kubunuh, dia jelas menjadi janda dan akan menjadi
milikmu!" Dingin sekali suara Lung Hie.
Hok An tertegun di tempatnya. Waktu itu terngiang-ngiang
permintaan Bin Hujin yang sesambatan memohon agar dia
menolongi Bin Wan-gwe. Lung Hie waktu itu melangkah mendekati Bin Wan-gwe, yang
berdiri dengan muka pucat dan mulut berlumuran darah dengan
sikap ketakutan. "Kini tibalah giliranmu untuk menghadap ke Giam-lo-ong, karena
dulu waktu kau mengirim ibu dan adik-adikku ke Giam-lo-ong, kau
tidak mempunyai rasa kasihan sedikitpun juga....., semua ini untuk
menebus dosa-dosamu......!"
91 Sambil berkata bengis seperti itu, Lung Hie juga menghantam
mempergunakan tangan kanannya.
Bin Wan-gwe memang sejak tadi telah melihatnya bahwa tidak
mungkin dirinya dapat mengelakkan kematian di tangan Lung Hie,
yang sangat mendendam padanya, maka dia hanya menghela
napas dan menggumam perlahan: "Lung Hie, kau hanya diperalat
orang.....!" Waktu itu tangan Lung Hie meluncur ke arah kepalanya, jika saja
pukulan tersebut mengenai sasarannya, maka Bin Wan-gwe
niscaya akan binasa dengan kepala yang remuk. Dan Bin Wangwe yang melihat anak buahnya sudah tidak berdaya menghadapi
Lung Hie buat melindunginya diapun memejamkan matanya hanya
bibirnya yang bergerak-gerak perlahan seperti juga dia tengah
bicarakan penasaran hatinya!
Disaat yang sangat kritis sekali buat keselamatan jiwa Bin Wangwe, tiba-tiba berkelebat sesosok bayangan dengan gerakan yang
lincah sekali, diiringi dengan bentakkannya: "Jangan ganggu
dia......" "Plakkk!" tangan Lung Hie juga kena ditangkis kuat sekali.
92 Sebenarnya waktu itu Lung Hie memukul dengan mempergunakan
delapan bagian tenaga dalamnya, itulah bukan pukulan yang
ringan akan tetapi akibat tangkisan tangan orang itu, pukulan Lung
Hie terhambat di tengah udara, tidak bisa meluncur terus mencapai
sasarannya. Malah Lung Hie merasakan betapa pergelangan
tangannya agak sakit. Lung Hie mundur dua tindak ke belakang sepasang matanya
dipentang Lebar-lebar mengawasi orang yang telah merintangi
maksudnya. Diwaktu itulah, dia segera mengenali orang tersebut, sampai Lung
Hie berseru gusar: "Kau ....."!"
Orang yang menghalangi Lung Hie membunuh Bin Wan-gwe
ternyata tidak lain dari Hok An. Dia berdiri di depan Lung Hie,
melindungi Bin Wan-gwe. "Sudahlah, kau tidak usah membunuh orang itu!" kata Hok An
sambil menunjuk Bin Wan-gwe. "Akupun sudah tidak mengharapkan jandanya lagi.....!"
Lung Hie tertegun sejenak, kemudian tertawa dingin.
93 "Hemm, apa sangkut pautnya urusanku dengan dirimu"!" kata
Lung Hie dengan suara yang dingin. "Jika memang engkau tidak
menghendaki jandanya, dan juga tidak mau mencampuri urusan
ini, engkau boleh cepat-cepat angkat kaki meninggalkan tempat ini,
sedangkan aku tetap akan mengerjakan pekerjaanku, yaitu akan
membinasakan bangsat itu......!" Waktu berkata begitu, muka Lung
Hie merah padam memancarkan hawa pembunuhan dan nafsu
hendak menganiaya Bin Wan-gwe.
Beberapa orang anak buah Bin Wan-gwe menghampiri majikan
mereka, berdiri untuk bersiap-siap untuk menghadapi sesuatu.
Sedangkan Hok An dengan suara mengandung kedukaan yang
dalam berkata: "Sudahlah jangan banyak rewel lagi, mari


Anak Rajawali Serial Pemanah Rajawali Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tinggalkan tempat ini! Jika kau membunuh orang itu, berarti
isterinya akan berduka sekali. Dan aku tidak mau jika dia berduka.
Mari kita tinggalkan tempat ini. Tidak ada gunanya membinasakan
orang itu, hanya mengotori tanganmu saja!"
Tiba-tiba Lung Hie tertawa bergelak-gelak dengan suara yang
nyaring sekali: "Jika kau ingin pergi, pergilah. Aku akan mengurus
urusanku sendiri!" 94 Hok An membuka matanya lebar-lebar mengawasi Lung Hie,
katanya kemudian. "Jika memang kau membuat dia berduka
karena suaminya dibinasakan dirimu, berarti engkau berurusan
juga dengan diriku!"
"Eh, mengapa begitu"!" tanya Lung Hie tambah gusar dan
mendongkol sekali. "Aku tidak perduli dengan urusanmu, dan aku
hanya akan mengurus urusanku sendiri......"!"
"Sudah kukatakan, jika kau membunuh suaminya dan dia berduka,
maka aku akan berhitungan denganmu!" menyahuti Hok An
dengan tegas. Lung Hie tertawa bergelak-gelak, kemudian katanya dengan suara
yang bengis: "Bagus! Bagus! Kau sama hinanya seperti seekor anjing" Setelah
wanita itu meninggalkanmu, menghianati cinta kalian, kemudian
menikah dengan lelaki bangsat ini, dan sekarang malah engkau
hendak menolonginya! Sungguh hina sekali! Seharusnya, engkau
yang menghantam mampus bangsat ini dan juga menghantam
mati perempuan tidak berbudi itu.....!"
Mendengar perkataan Lung Hie itu muka Hok An berobah pucat,
tampak dia berduka dan bersusah hati.
95 "Jangan bicara sembarangan......!" bentak Hok An kemudian
dengan suara parau. "Memang aku sangat mencintainya, terlalu
mencintainya. Walaupun sekarang aku memperoleh kenyataan dia
tidak mencintaiku, malah tampaknya begitu sayang dan menguatirkan sekali keselamatan suaminya, kupikir, jika suaminya
bisa tetap hidup, dia tentu akan bahagia sekali! Maka demi
kebahagiaannya aku rela melupakannya dan membiarkan diriku
sendiri yang merana dan bersengsara. Tidak perlu ditanya lagi,
demi kebahagiaannya, aku memang rela untuk hidup sendiri dan
merana!" Lung Hie tertawa bergelak-gelak.
"Oh, engkau manusia yang terlalu bodoh di dalam dunia ini, kukira
tidak ada duanya manusia semacam engkau yang demikian
bodoh!" kata Lung Hie.
"Biarlah! Biarlah aku hidup sendiri dan dia menikmati kebahagiaannya! Tokh, jika suaminya kau binasakan, dan dia
berduka, aku tetap tidak akan memperoleh hatinya, tidak
memperoleh kasih sayangnya dan cintanya,
malah akan menambah kedukaanku saja. Buat apa semua itu" Untuk apa"
Terlebih baik, biarlah aku hidup sendiri, biarkanlah aku hidup
sendiri dengan kemeranaanku ini asal dia bisa bahagia.....!"
96 Lung Hie tertegun sejenak tidak disangkanya Hok An yang
tampaknya begitu otak-otakan dan seperti orang sinting, ternyata
memiliki perasaan yang begitu halus. Akan tetapi setelah lenyap
tertegunnya Lung Hie tertawa dingin.
"Hemmm, aku justru tidak mau dihanyutkan oleh jiwa yang begitu
lemah seperti kau! Walaupun bagaimana, tetap saja aku harus
membinasakannya. Aku harus membunuh bangsat itu, untuk
membalas sakit hati ibu dan adik-adikku yang telah dibunuhnya!"
Hok An menghela napas dalam-dalam, matanya memandang
tajam bersinar kepada Lung Hie, karena ke dua matanya itu telah
digenangi air mata. Walaupun Hok An berusaha menahan
turunnya air mata, tetap saja dia tidak berhasil, dan air mata itu
diluar kehendaknya telah menggenangi ke dua matanya itu.
"Apa gunanya kau membunuhnya" Jika kau membunuhnya,
apakah ibumu, adik-adikmu itu bisa hidup kembali" Sudahlah! Mari
kita pergi! Rupanya kita memang memiliki nasib buruk yang sama,
hanya saja berbeda tempat dan kejadiannya, karena dari itu,
alangkah baiknya jika kita menikmati kedukaan kita saja.
Biarkanlah mereka itu mencicipi kebahagiaan mereka dari dasar
penderitaan kita.....!"
97 "Tidak!" berseru Lung Hie dengan sengit dan gusar. "Walaupun
ibuku dan adik-adikku tidak bisa kembali hidup, tetap saja dia harus
dibinasakan, biarlah anaknya kelak merasakan, bagaimana jika
orang tuanya dibinasakan orang lain..... biar dia sendiri juga
menyadarinya, betapa dia telah dibunuh dan berpisah dengan
orang-orang yang dikasihinya.....!"
Mendengar perkataan Lung Hie yang terakhir itu, Hok An menyusut
air matanya. "Kau hendak pergi atau tidak dan membebaskan orang itu dari
tangan mautmu?" pertanyaan Hok An yang terakhir ini diucapkannya dengan angker dan bersungguh-sungguh.
"Hemm, tetap aku harus membunuhnya," menyahuti Lung Hie,
walaupun hatinya agak tergetar melihat keangkeran wajah Hok An.
Hok An tertawa dingin, katanya: "Baiklah! Jika kau tetap hendak
membunuhnya, berarti kita harus bentrok satu dengan yang
lainnya, karena aku harus melindunginya.....!"
Waktu itu Bin Hujin yang mendengar perkataan Hok An seperti itu,
yang baru saja tersadar dari pingsannya, telah cepat-cepat
menjatuhkan dirinya berlutut dan memanggut-manggutkan kepalanya terus-menerus, diapun sesambatan:
98 "Terima kasih Hok An..... terima kasih Hok An, aku tentu tidak akan
melupakan budi kebaikanmu ini..... terima kasih Hok An......!"
Hok An melirik kepada nyonya itu, yang sesambatan sambil
menangis dan juga mengucurkan air mata yang deras, dia bilang
dengan suara yang tawar mengandung kedukaan yang dalam.
"Kim Hoa...... tidak perlu kau berlutut seperti itu..... sudahlah..... aku
memang akan membiarkan kau mencicipi kebahagiaanmu! Tidak
usah kau mengatakan akan mengingat budi kebaikanku....., karena
dulu saja, kau berjanji lebih berat dari itu, di mana engkau
mengatakan ingin sehidup dan semati denganku dengan cinta
kasih yang manis di antara kita berdua. Engkau masih bisa
melanggar dan menghianatinya!
"Apalagi sekarang, hanya untuk ingat budi kebaikanku" Ohhh,
hanya waktu dalam sekejap mata saja kau akan melupakannya.
"Dan juga, aku melindungi suamimu, bukan karena hendak
mengharapkan sesuatu darimu! Tidak! Tidak! Aku cinta padamu!
Dan cinta tidak bisa ditawar atau diperjual belikan. Karena dari itu,
aku tidak bisa merobah pula perkataanku, bahwa aku memang
tetap mencintaimu! Karena aku mencintaimu, walaupun engkau
mengkhianatiku, aku tetap hendak melihat engkau bahagia!
99 "Jika suamimu ini dibunuh oleh pemuda itu, berarti engkau akan
berduka. Dan aku yang sangat mencintaimu, mengasihimu, pasti
akan ikut berduka, dan hatiku lebih merana!
"Biarlah kau mencicipi kebahagiaanmumu itu, nikmatilah hidupmu
yang bahagia bersama suamimu, dan biarkanlah aku hidup sendiri
dengan penderitaan dan kemeranaanku ini......dan kau tidak perlu
bertanya lagi kelak ke mana aku hendak pergi. Aku akan
membawa diriku ke mana saja......!"
Sebal bukan main Lung Hie mendengar dan menyaksikan semua
itu. Hatinya sudah tidak sabar ingin cepat-cepat sekali hantam
membinasakan Bin Wan-gwe.
Maka tanpa menantikan lagi selesainya perkataan Hok An, dia
melompat, tangan kanannya segera bergerak menghantam tukang
pukul Bin Wan-gwe yang sebelah kiri. Kemudian dia mengibas
dengan tangan yang lainnya kepada tukang pukul Bin Wan-gwe
yang lainnya. Ke dua orang tukang pukul Bin Wan-gwe itu terpelanting dengan
keras ke belakang, mereka juga menjerit kesakitan.
Sedangkan tangan kanan Lung Hie masih terus bergerak
menghantam ke arah dada Bin Wan-gwe. Gerakan yang
100 dilakukannya merupakan pukulan yang sangat kuat sekali, karena
Lung Hie merasakan bahwa inilah kesempatan satu-satunya,
karena dari itu, jika saja dia gagal dengan serangannya kali ini,
niscaya akan menyebabkan dia memperoleh kesulitan dari Hok
An. Dalam keadaan seperti itu, Hok An yang sesungguhnya masih
banyak ingin memuntahkan perasaan dan kata-kata yang
tersimpan di dalam hatinya semua ini, telah melihat Lung Hie
mengancam keselamatan Bin Wan-gwe. Cepat sekali dia berseru
nyaring, dia telah menerjang dengan cepat, pundaknya dibenturkan kepada pundak Lung Hie.
Cara itu memang satu-satunya buat menggagalkan maksud Lung
Hie menerjang Bin Wan-gwe. Dan memang ternyata serangan
Lung Hie tidak mengenai sasarannya akibat tubuhnya jadi miring
dibentur oleh pundak Hok An.
Dalam keadaan seperti itu, Bin Wan-gwe sendiri dengan lutut yang
gemetaran, berusaha melarikan diri.
Lung Hie mengeluarkan jeritan penasaran karena pukulannya
yang gagal disebabkan rintangan Hok An. Tanpa memperdulikan
101 Hok An, Lung Hie menjejakkan kakinya, dia melompat mengejar
Bin Wan-gwe. Bin Wan-gwe tidak mengerti ilmu silat, mana mungkin dia bisa
meloloskan diri dari kejaran Lung Hie, hanya beberapa kali
jejakkan kakinya saja, di saat itu Lung Hie berhasil menyusul Bin
Wan-gwe. Waktu itulah terlihat betapa Lung Hie tidak membuang waktu lagi
menghantam ke arah Bin Wan-gwe.
Hok An juga tidak tinggal diam, begitu dia membentur pundak Lung
Hie, segera dilihatnya Lung Hie meluncur mengejar Bin Wan-gwe.
Maka diapun telah melompat lagi, dia mengulurkan tangannya, dia
telah menjambret pundak Lung Hie, kemudian dicengkeramnya
dengan keras. Akan tetapi Lung Hie yang telah diliputi rasa dendamnya pada Bin
Wan-gwe, menyebabkan dia nekad tidak memperdulikan keselamatan dirinya sendiri. Dia tetap mengayunkan tangannya
buat menghantam kepala Bin Wan-gwe tanpa memperdulikan
cengkeraman Hok An. Semangat Hok An seperti terbang dari tubuhnya waktu melihat
Lung Hie tetap dengan serangannya ke kepala Bin Wan-gwe.
102 Dengan begitu jelas keselamatan Bin Wan-gwe sangat terancam,
dan akan membuat dia gagal buat menolongi Bin Wan-gwe.
Dalam keadaan seperti itu, Hok An telah mengambil keputusan
dengan cepat. Jika semula dia hanya ingin merintangi Lung Hie
agar tidak melukai atau membinasakan Bin Wan-gwe, sekarang ini
justru jadi lain. Waktu itu tangannya telah mencengkeram baju di bagian pundak
Lung Hie, dan tidak ada jalan lain buat Hok An, maka dia
mengerahkan tangannya kepada ke lima jari tangannya, cepat luar
biasa dia menggentak dengan kuat. Hentakan itu membuat Lung
Hie jadi tertarik ke belakang dan juga kepalan tangannya pada
kepala Bin Wan-gwe tidak berhasil mengenai sasarannya dengan
tepat. Malah, di saat Lung Hie kehilangan keseimbangan tubuhnya, cepat
sekali Hok An telah membarengi dengan tangan kirinya yang
menotok beberapa jalan darah tubuh Lung Hie.
Lung Hie merasa gusar, penasaran, mendongkol dan kecewa yang
bercampur menjadi satu. Dia telah berusaha untuk meloloskan diri
dari cengkeraman tangan Hok An, akan tetapi cengkeraman Hok
103 An kuat sekali, tidak begitu mudah dia meloloskan diri sekehendak
hatinya. Yang lebih mengejutkan lagi, tangan kiri Hok An menyambar akan
menotok beberapa jalan darah di tubuhnya, membuat Lung Hie
mau atau tidak harus dapat mengelakkan diri dari totokan itu.
Sekali saja dia tertotok, niscaya akan membuat dirinya tidak
berdaya lagi melakukan perhitungan dengan Bin Wan-gwe.
Mati-matian Lung Hie telah menghindarkan diri dari dua totokan
Hok An dengan meliukkan tubuhnya, sikut tangan kanannya
mendorong ke belakang ke arah ulu hati Hok An, sedangkan
tangan kirinya akan menotok ke arah ke dua biji mata Hok An.
Ancaman seperti itu memang bukan ancaman sembarangan buat
Hok An dan tidak mudah buat dia menghindarkan diri dari serangan
Lung Hie. Akan tetapi dalam keadaan seperti ini Hok An telah
bertekad hendak menolongi jiwa Bin Wan-gwe, maka cepat sekali
dia mengempos semangatnya,

Anak Rajawali Serial Pemanah Rajawali Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pundak Lung Hie tetap dicengkeramnya dengan kuat. Cengkeraman mana telah membuat
Lung Hie kesakitan, dan sikut tangan kanannya tidak bisa
mengenai sasaran, karena tenaganya pada tangan kanannya itu
seperti telah lenyap begitu saja.
104 Dalam keadaan seperti ini, segera juga terlihat Hok An
mempergunakan kesempatan ini, mempergunakan kaki kanannya
menendang Lung Hie. Karena jarak mereka terlalu dekat, Lung Hie tidak bisa
mengelakkan diri. Dia tertendang sampai tubuhnya terpelanting,
karena Hok An juga membarengi melepaskan cengkeramannya
pada pundak Lung Hie. Dengan muka yang merah padam karena marah dan kecewa
sebab dia tidak berhasil membinasakan Bin Wan-gwe, Lung Hie
mendelik pada Hok An. "Bagus! Rupanya kau benar-benar manusia hina" Orang she Bin
itu telah mengambil dan merampas kekasihmu yang dijadikan
isterinya..... sekarang malah engkau menolonginya! Engkaulah
manusia yang paling rendah dan hina di dalam dunia ini.
"Kelak aku akan memperhitungkan segalanya dengan kau! Dan
mengenai urusanku dengan orang she Bin tersebut, tetap akan
kulanjutkan, walaupun bagaimana dia tetap harus kubinasakan.....!" Setelah berkata begitu, Lung Hie menjejakkan kakinya, tubuhnya
segera juga mencelat ke tengah udara, di mana dia berjumpalitan
105 dua kali, tanpa menginjak tembok, di saat itu dia telah berada di
luar gedung. Hok An yang telah dimaki seperti itu oleh Lung Hie, jadi berdiri
mematung di tempatnya. Dia berdiam bagaikan patung, sampai
akhirnya dia telah mengeluarkan suara jeritan, menjejakkan
Maling Romantis 2 Romantika Sebilah Pedang Karya Gu Long Hong Lui Bun 4
^