Pencarian

Matahari Esok Pagi 12

Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja Bagian 12


mengerti" Manguri mengerutkan keningnya. Namun kemudian ia
berbisik "Lamat, aku menghubungkan kehadirannya dengan ceritera ibu"
Lamat mulai tertarik. "Menurut ibu, yang selalu aku desak, agar ibu dapat
mengambil langkah sesuatu untuk mengambili Sindangsari dari sisi Ki Demang,
usaha itu memang sudah dilakukan. Laki-laki yang sering datang itu mengatakan,
bahwa ia sedang berusaha memisahkan Sindangsari dari suaminya. Ia telah
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
berusaha dengan mengungkat perasaan cemburu. Seorang
anak muda telah dipanggilnya untuk mengganggu ketenangan rumah tangga Ki Demang"
Terasa dada Lamat berdesir tajam, meskipun wajahnya
sama sekali tidak berkesan sesuatu.
"Aku tidak menolak cara apapun yang akan dilakukannya.
Tetapi kalau laki-laki itu adalah anak muda yang bernama Puranta, aku sama
sekali tidak akan dapat menerima"
Dada Lamat menjadi semakin berdebar-debar. Dan Manguri berkata seterusnya "Malam
ini rencana itu akan dilakukan.
Semuanya sudah teratur"
"Apa yang akan terjadi malam ini?"
"Aku tidak tahu pasti. Tetapi kalau benar kata ibu, bahwa anak itulah yang akan
dijadikannya alat, maka untuk
selamanya Sindangsari tidak akan terlepas dari tangannya.
Aku tidak akan dapat mengharapkan apa-apa lagi selain kekecewaan yang membara"
"Apakah itu bukan sekedar perasaan cemburu dan
katakanlah semacam persaingan yang mengendap di dalam dada dan tiba-tiba saja
kini terangkat?" "Aku tidak tahu pasti. Mungkin juga demikian. Tetapi aku menghubungkan ceritera
ibu itu dengan kehadiran anak muda itu di Kademangan ini. Aku sudah pernah
melihat sekali lewat di bulak. Untung aku masih sempat mengendalikan diri.
Hampir saja aku menyergapnya"
"Itu tidak menguntungkan sama sekali. Kalau kalian
berkelahi di tengah sawah, dan anak-anak muda Gemulung melihat perkelahian itu,
namamu akan menjadi semakin
dijauhi, karena pasti satu dua orang anak muda Gemulung pernah juga mengenal
Puranta" Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Manguri mengangguk-anggukkan kepalanya "Kau benar.
Tetapi sekarang, marilah kita lihat, apakah laki-laki itu benar-benar akan
lewat" Lamat menarik nafas dalam-dalam. Kalau anak itu lewat, maka persoalannya pasti
akan berkepanjangan. Tetapi ia tidak dapat menolak ketika sekali Manguri berkata
"Berpakaianlah. Kita pergi" Keduanyapun kemudian berjalan dengan tergesa-gesa
meninggalkan padukuhan mereka, pergi ke persawahan.
Mereka sama sekali tidak menghiraukan lagi air parit yang menjadi
semakin susut karena musim kering yang berkepanjangan. "Aku tidak dapat menerima kekalahan ini" desis Manguri.
"Kenapa ini kau anggap sebagai kekalahan?"
"Apakah yang aku dapat adalah hasil usaha Puranta. Tetapi aku kira aku justru
tidak akan mendapatkan apa-apa lagi.
Karena itu, usaha dengan cara ini harus di hentikan"
Lamat tidak menyahut. Dipandanginya jalur jalan yang
membujur membelah bulak yang menjadi semakin kelam.
Selagi keringat mereka masih membasah di punggung,
darah mereka serasa semakin cepat mengalir ketika mereka melihat seseorang yang
berjalan semakin lama semakin dekat.
Sambil menggamit Manguri, Lamatpun beringsut, dan
berlindung di balik dedaunan.
"Benar setan itu" desis Manguri. Hampir saja ia meloncat, tetapi Lamat telah
menahannya. Sejenak mereka menahan nafas ketika Puranta berjalan
cepat melintas di hadapan mereka.
"Kenapa kau menahanku" bisik Manguri ketika Puranta
telah membelakanginya. Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Jangan tergesa-gesa. Kita belum pasti, bahwa ada
hubungan antara anak itu dengan rencana seperti yang
dikatakan ibumu" "Aku yakin. Tidak ada orang lain. Apalagi kali ini ia mendapat bantuan dari
orang dalam. Sedang tanpa orang lainpun ia sanggup melakukannya. Ia mengetahui
benar, bahwa Sindangsari tidak mencintai Ki Demang di Kepandak"
"Tetapi itu belum merupakan kesimpulan. Kalau Sindangsari tidak mencintai Ki Demang, itu bukan berarti bahwa Sindangsari akan
dengan mudahnya tergelincir. Kau tahu, betapa kuatnya hati gadis itu bahwa
sebelum ia terikat oleh Pamot"
Manguri mengerutkan keningnya. Memang apa yang
dikatakan oleh Lamat itu dapat dimengertinya.
Meskipun demikian, ia masih tetap merasa curiga atas
kehadiran Puranta itu di Kademangan Kepandak, apalagi setelah ia
mendengar rencana laki-laki yang sering mengunjungi ibunya itu. Sebenarnya, Lamat sendiri telah dicengkam oleh kecurigaan pula. Jalan pikiran Manguri dapat di mengertinya pula. Tidak ada
orang lain yang lebih baik untuk melakukan pekerjaan itu selain Puranta, atau
Manguri sendiri. Tetapi di dalam hal ini, tentu Manguri tidak akan dapat
melakukannya sendiri. "Lamat" berkata Manguri "bagaimanapun juga aku tetap
mencurigainya. Karena itu, aku akan menyusulnya, melihat apa yang dikerjakannya
di Kepandak" "Jangan kau" berkata Lamat "kau sudah dikenalnya dengan baik"
"Maksudmu?" "Biarlah aku yang pergi mengikutinya"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Kau kira anak itu tidak akan segera mengenalmu?"
"Aku akan berusaha. Sedang masalah yang mungkin dapat timbul tidak akan segera
menodai nama keluargamu apabila seseorang melihatnya. Apalagi di dalam hal ini
menyangkut nama Sindangsari"
Manguri berpikir sejenak. Namun Lamat mendesaknya
"Mumpung anak itu masih belum terlampau jauh. Apakah aku diperbolehkan
menyusul?" Manguri tidak sempat berpikir terlampau lama. Karena
Lamat sudah mulai melangkahkan kakinya, iapun kemudian berkata "Pergilah. Tetapi
hati-hati. Jangan berbuat bodoh, karena kau hanya mampu mempergunakan tenagamu,
tidak otakmu" Lamat berpaling sambil mengangguk "Aku akan mencoba"
jawabnya. Sejenak kemudian Lamatpun telah hilang di dalam
gelapnya malam yang menjadi semakin kelam.
Sementara itu Puranta berjalan semakin lama semakin
cepat. Ia sama sekali tidak menyangka, bahwa seseorang telah mengikutinya. Ia
sudah tahu pasti, kemana ia harus pergi. Ia tidak perlu singgah lagi ke rumah Ki
Reksatani. Tetapi ia akan langsung pergi ke rumah yang hanya berjarak beberapa patok saja
dari rumah Ki Reksatani itu.
Kecurigaan Lamatpun semakin lama menjadi semakin
besar, ketika ia mulai menduga, bahwa Puranta telah pergi ke jurusan yang
mendebarkan. Puranta telah pergi ke padukuhan tempat tinggal Ki Reksatani.
"Apakah benar yang dikatakan oleh Manguri?" desisnya.
Dengan demikian, semakin dekat mereka dengan padukuhan tempat tinggal Ki Reksatani. Lamatpun menjadi semakin yakin, bahwa
orang yang dimaksud oleh ibu Manguri adalah Puranta itu.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Sekali Lamat menarik nafas dalam-dalam. Ia melihat suatu permainan yang keji.
Sebenarnyalah bahwa Lamat
bukanlah orang yang terlampau dungu. Berdasarkan atas beberapa kenyataan, iapun menarik suatu
kesimpulan, bahwa Ki Reksatani memang telah membuat suatu rencana yang sangat
baik baginya. Ia akan dapat memenuhi keinginan ibu Manguri, namun
sekaligus menyingkirkan isteri Ki Demang yang sudah mulai mengandung itu,
sehingga Ki Demang tidak akan mendapat keturunan yang akan dapat menerima
pelimpahan jabatannya. "Tetapi apakah Ki Demang mengetahui hubungan yang
sudah terlampau jauh antara isterinya itu dengan Pamot?" ia bertanya kepada diri
sendiri. "Namun bagi Ki Reksatani, siapapun yang ada di dalam kandungan
Sindangsari, pasti akan menjadi hambatan baginya dan keturunannya" desisnya
kemudian. Akhirnya Lamat tidak sangsi lagi, bahwa demikianlah yang terjadi. Puranta itu
adalah laki-laki yang dikatakan, sebagai alat untuk mengungkat kecemburuan Ki
Demang. "Pasti ada sesuatu yang akan terjadi malam ini seperti yang dikatakan oleh
Manguri" berkata Lamat di dalam hatinya
"tetapi dalam bentuk apakah sesuatu yang terjadi itu?"
Lamat sendiri tidak dapat membayangkan, apa yang akan terjadi. Tetapi dengan
demikian maka niatnya untuk
mengetahui kemana anak itu pergi menjadi semakin besar.
Dengan hati-hati Lamat mengikutinya terus. Sekali-sekali ia terpaksa berjongkok
melekat gerumbul di pinggir-pinggir jalan, atau pagar-pagar pategalan, kalau
tiba-tiba saja Puranta berhenti sejenak.
Dada Lamat menjadi semakin berdebar-debar ketika
merekapun kemudian memasuki padukuhan tempat tinggal Ki Reksatani.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Anak itu pasti akan menemui Ki Reksatani untuk menerima petunjuk-petunjuknya
"ia bergumam kepada diri sendiri.
Tetapi Lamat mengerutkan keningnya ketika Puranta itu berhenti di sebuah regol
halaman rumah yang lain. Bukan rumah Ki Reksatani
"He, apa yang akan dilakukan oleh anak itu?" Lamat
mendekat dengan tergesa-gesa ketika
Puranta kemudian hilang di balik regol.
Dengan hati-hati Lamat mengintip ke halaman. Ia masih melihat Puranta mendekati
pintu. "Aku harus mendekat" desisnya. Tetapi Lamat tidak berani melintasi halaman
supaya Puranta tidak melihatnya. Karena itu, ketika Puranta lagi asyik mengetuk
pintu, Lamat meloncat pagar batu samping dan dengan hati-hati mendekati rumah
itu. Ia menahan nafasnya ketika dari dalam rumah itu ia
mendengar seseorang berkata "O, kau akhirnya datang juga.
Marilah, masuklah. Lamat berdiri melekat dinding rumah itu ketika pintu
kemudian berderit. Ia berusaha menemukan sebuah lubang yang dapat
dipergunakannya untuk mengintip ke dalam.
Tetapi ia tidak berhasil.
"Siapakah perempuan itu?" Ia bertanya kepada diri sendiri.
Namun debar jantungnya serasa menjadi semakin
menghentak-hentak dadanya ketika ia mendengar Puranta itu berkata "O, kau sudah
ada disini pula Sari"
Sejenak tidak terdengar jawaban, sementara nafas Lamat menjadi semakin sesak.
"Sindangsari itu sudah ada disini. Apakah benar begitu mudahnya Sindangsari
terperosok ke dalam keadaan ini"
berbagai pertanyaan telah menghentak-hentak dada Lamat. Ia
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
mencoba untuk mengerti, betapa kekecewaan telah melanda hati perempuan muda itu
pada saat ia ditinggalkan oleh Pamot, kemudian kawin dengan Ki Demang di
Kepandak yang umurnya jauh lebih tua dari padanya. Apalagi Lamat sendiri
menyangsikan kemungkinan Ki
Demang untuk masih mendapatkan anak lagi, karena sudah lima kali ia j kawin tidak seorang dari
isteri-isterinya yang pernah mengandung.
"Sindangsari mengandung oleh benih yang didapatkannya dari Pamot" katanya di
dalam hati. Dalam pada itu hatinya masih tetap bergejolak. Ia tidak dapat menerima kenyataan
kehidupan Sindangsari itu sebagai alasan untuk berbuat demikian tercela.
Ia menahan nafas pula ketika ia mendengar seorang
perempuan berkata "Ia sudah menunggumu sejak senja"
"Tidak" sahut suara yang lain. Dan Lamat segera mengenal suara itu. Suara
Sindangsari. "O, kenapa tidak" bertanya suara perempuan yang
pertama. "Aku datang untuk memenuhi undanganmu" sahut
Sindangsari "bukan dengan maksud yang lain. Kalian Ki Reksatani dan kau tidak
memaksa aku bermalam di rumah ini, aku tidak akan datang"
Yang terdengar adalah suara tertawa perempuan yang lain yang menurut dugaan
Lamat orang itu pastilah Nyai
Reksatani. Dan dugaan itu ternyata tidak keliru.
"Tetapi kenapa di rumah ini" bertanya Lamat di dalam
hatinya. Demikianlah keinginannya untuk dapat mengintip isi rumah itu menjadi semakin
besar, sehingga akhirnya ia bergeser mendekati pintu. Usahanya ternyata dapat
berhasil. Dari daun pintu yang tidak tertutup rapat, ia memang dapat melihat,
siapa saja yang berada di pringgitan.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Anak muda yang bernama Puranta, Nyai Reksatani dan
Sindangsari yang telah keluar dari dalam bilik tenun, dan duduk sambil
menundukkan kepalanya. "Jangan begitu mBok-ayu" berkata Nyai Reksatani "ia
sudah datang di malam yang gelap ini. Kenapa tiba-tiba saja kau bersikap
begitu?" "Ah" desis Sindangsari. Tetapi ia tidak dapat melanjutkan kata-katanya.
"Sari" berkata Puranta "kesempatan untuk bertemu dengan kau selalu aku tunggu-
tunggu. Kali ini kesempatan itu aku peroleh. Jangan terlampau kaku. Bukankah aku
tidak berbuat apa-apa di sini?"
Sindangsari tidak menyahut.
"Aku datang sekedar untuk memandang wajahmu. Hanya
memandang saja. Sorot matamu dan apalagi apabila sekali-sekali kau tersenyum,


Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memberikan sesuatu yang terasa asing di dalam hatiku. Aku tidak dapat mengatakan
Sari. Perasaan apakah itu sebenarnya"
Sindangsari sama sekali tidak dapat menjawab. Nafasnya serasa menjadi sesak oleh
perasaan yang tidak menentu.
Sejak Pamot meninggalkannya, ia tidak pernah mendengar kata-kata serupa itu.
Ketika tanpa sesadarnya ia mengangkat wajahnya dan
menatap mata Puranta, dadanya berdesir tajam. Seakan-akan hatinya telah
terbentur oleh sorot mata yang langsung meremukkan perasaannya, sehingga dengan
tergesa-gesa ia melemparkan tatapan matanya keatas anyaman tikar alas duduknya.
Puranta yang mempunyai pengalaman yang hampir
lengkap tentang sifat-sifat perempuan segera menemukan suatu kelemahan pada
Sindangsari yang hidupnya terlampau gersang itu. Sambil tersenyum ia beringsut
maju tanpa Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
menghiraukan lagi Nyai Reksatani yang masih juga duduk, disitu "Aku melihat
sesuatu yang lain padamu Sari. Kalau kau ini sebuah telaga yang berair sejernih
batu permata, maka kau adalah telaga yang terbentang di padang yang kering dan
gersang, tanpa sehelai daunpun yang melindungimu. Dengan demikian semakin lama
airmu akan menjadi semakin susut sebelum dinikmati oleh para perantau yang
kehausan dan kepanasan"
Tubuh Sindangsari seakan akan telah membeku. Ia sama
sekali tidak kuasa berbuat apapun juga. Bahkan ia sudah tidak kuasa lagi untuk
beringsut dari tempatnya ketika Puranta duduk semakin dekat.
Nyai Reksatani sama sekali tidak
mengganggunya. Dibiarkannya saja semua itu terjadi di hadapan hidungnya.
Apabila datang waktu yang tepat, dan ia yakin bahwa hal yang dihadapkannya itu
dapat terjadi, ia harus berlari pulang dan memberitahukannya kepada suaminya
yang pasti sudah menyediakan seekor kuda. "Sindangsari" suara Puranta menurun "kenapa kau diam
saja?" Sindangsari yang seakan-akan telah kehilangan dirinya sendiri itu hanya dapat
menundukkan kepalanya dalam-dalam.
Bahkan kemudian tumbuhlah pengakuan di dalam hatinya, bahwa hidupnya selama ini
adalah gersang. Bagai telaga yang ada di padang yang kering. Semakin lama akan
menjadi semakin susut airnya tanpa arti. Sudah kira-kira setengah tahun ia berada di
rumah Ki Demang. Bahkan kandungannya itu sudah hampir waktunya di selamati pada
bulan ke tujuh. Namun ia sama sekali belum pernah merasa bahwa ia adalah seorang isteri dari
seorang suami. Yang selama ini terjadi di rumah Kademangan, seakan-akan hanyalah sekedar hidup
bersama-sama dengan Ki Demang di Kepandak. Bahkan mirip dengan seorang kemanakan
yang Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
melayani pamannya, sekedar menyediakan makan dan
minum. "Sindangsari" terdengar suara Puranta langsung menyentuh dinding hatinya "kenapa
kau diam saja?" Sindangsari benar-benar tidak kuasa untuk menolak
cengkaman perasaan yang semakin kuat. Bahkan ketika
Puranta duduk semakin dekat. Terasa pakaian anak muda itu telah mulai menyentuh
ujung kain panjangnya yang berjuntai di bawah lututnya. Dan ternyata sentuhan
itu seakan-akan merambat lewat saluran darahnya menggetarkan seluruh urat
nadinya. Lamat yang berdiri di luar pintu mengintip dengan dada yang berdebar-debar.
Apakah yang akan terjadi kemudian"
Hampir saja ia menghentakkan tangannya dan meninggalkan tempat itu ketika terbersit kata-kata di dalam hati "Persetan
perempuan gila itu. Aku kira ia jatuh ke dalam noda yang paling kotor bersama
dengan Pamot karena ia terseret oleh cintanya yang tulus. Tetapi kalau sekali
lagi ia menyerahkan dirinya kepada setan itu, aku tidak perlu mempedulikannya
lagi. Ia tidak lebih dari seorang perempuan yang lemah. Terlampau lemah dan
bahkan mungkin ia memang seorang perempuan yang berhati binal, meskipun secara lahiriah ia adalah
seorang perempuan yang luruh.
Disinilah letak teka-teki alam yang tidak mudah terpecahkan.
Orang-orang biasanya menilai seseorang dari bentuk dan ujud lahiriahnya"
Tetapi sebelum hal itu terjadi, sebelum Lamat meninggalkan tempatnya, ia mendengar suara Nyai Reksatani
"Ah, sebaiknya aku pergi. Aku tidak boleh mengganggu kalian.
Aku akan menyiapkan makan dan minuman kalian, sementara kalian dapat berbuat apa
saja disini. Aku berkata sejujur-jujurnya. Aku akan senang sekali kalau tamuku
mendapatkan kesenangan dan kegembiraan yang setinggi-tingginya di rumah ini.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Sejenak Puranta dan Sindangsari terdiam. Mereka hanya memandang saja wajah Nyai
Reksatani yang kemerah-merahan.
"Duduklah kalian berdua. Aku akan merebus air" Lalu
kepada Sindangsari ia berkata "mBok-ayu, kalau kau ingin belajar
menenun, belajarlah. Puranta pandai juga mengajarimu. Silahkan mempergunakan alat tenunku di dalam bilik itu"
Tanpa sesadarnya Sindangsari berpaling ke pintu bilik yang masih terbuka. Di
pandanginya sebuah alat tenun yang ada diatas sebuah amben yang besar, terlalu
besar untuk sekedar tempat alat tenun itu saja.
"Marilah" desis Puranta "aku ajari kau menenun Jangan kau sangka bahwa aku kalah
cekatan mempermainkan coba dari Nyai Reksatani"
"Silahkan mBok-ayu, silahkan"
"Marilah Sindangsari"
Suara itu rasa-rasanya berputaran di kepalanya sehingga sejenak
ia memejamkan matanya. Dicobanya untuk mencernakan apa yang sedang didengarnya.
"Sari" suara Puranta tiba-tiba saja telah berdesing
terlampau dekat di telinganya.
"Silahkan mBok-ayu"
Sindangsari mencoba sekali lagi. Dipusatkannya segenap perhatiannya kepada
dirinya yang sedang diombang-ambingkan oleh ketidak tentuan yang tidak di
mengertinya itu. Dengan sepenuh kekuatannya ia mencoba melihat apa yang sebenarnya telah terjadi.
"Kenapa kau diam saja mBok-ayu. Marilah, berdirilah"
Sindangsari merasa Nyai Reksatani menarik tangannya, dan ketika ia sudah berdiri
perempuan itu telah membimbingnya.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Di sampingnya berdiri Puranta dengan nafas yang terengah-engah.
"Jangan ragu-ragu. Jangan ragu-ragu" berkata laki-laki itu.
Namun tiba-tiba Sindangsari menemukan sesuatu di dalam dirinya. Ia tertegun
ketika di kejauhan terdengar suara kentongan di gardu perondan. Suara kentongan
dalam nada dara-muluk. Semakin lama semakin tinggi, semakin tinggi.
Rasa-rasanya suara itu telah menghentak-hentak dinding jantungnya.
Sindangsari tidak tahu, apa yang sebenarnya telah
memaksanya untuk melangkah maju setapak lagi. Kali ini bukan saja Nyai Reksatani
yang membimbingnya, tetapi terasa tangan Puranta telah meraba pundaknya. Ketika
suara kentongan itu sampai ke puncak iramanya, terbayanglah beberapa orang anak-anak
muda yang duduk terkantuk-kantuk di gardu perondan itu. Dan tiba-tiba saja
Sindangsari menutup wajahnya yang menjadi kemerah-merahan. Sekilas terbayang
wajah Pamot diantara para peronda yang
berkerudung kain panjang di malam yang dingin.
"Sari" terdengar suara Puranta berdesis. Dekat sekali di sisi telinganya. Bahkan
kemudian sekali lagi. Wajah anak muda itu telah menyentuh daun telinganya "Sari"
Tiba-tiba saja Sindangsari menghentakkan dirinya.
"Jangan, jangan"
Puranta dan Nyai Reksatani terkejut. Mereka tidak
menyangka bahwa tiba-tiba saja Sindangsari melangkah surut.
Dengan mata yang merah dan wajah yang tegang ditatapnya wajah Nyai Reksatani dan
Puranta berganti-ganti. Sejenak kemudian terdengar suaranya gemetar "Apa yang akan kalian lakukan
atasku?" Nyai Reksatanipun menjadi tegang sejenak. Wajahnya
membayangkan kecemasan yang luar biasa.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Seakan akan rahasianya telah dapat terbongkar pada saat itu juga.
Namun tiba-tiba ia mendengar Puranta tertawa. Perlahan-lahan sekali Katanya
"Kenapa kau seperti orang yang
ketakutan melihat hantu di sawah. Kami hanya mencoba
menunjukkan kepadamu, bagaimanakah cara menenun yang
paling baik. Kalau kau bersedia, marilah. Kalau tidak, silahkan duduk kembali.
Karena itu, sebaiknya kau menjawab setiap pertanyaan kami,
sehingga kami tahu, apakah yang sebenarnya kau kehendaki. Menilik tanggapan wajahmu kau benar-benar ingin
mempelajari cara bagaimana kita dapat menghasilkan kain tenun yang sebaik-
baiknya. Dan aku dapat menunjukkan cara itu"
Sindangsari berdiri membeku di tempatnya. Ia seolah-olah telah dilanda oleh
kebingungan yang sangat, sehingga ia tidak mengerti lagi apa yang sebaiknya
dilakukan. "Ah, mungkin kau tertidur mBok-ayu, sehingga kau
bermimpi buruk. Duduklah. Aku akan menyediakan air panas.
Mungkin kau akan segera sadar, apa yang sebenarnya kau hadapi"
"Aku tidak akan pergi. Aku hanya akan merebus air di
dapur" "Aku akan melakukannya. Duduklah. Akulah yang akan
merebus air" "Ah, kenapa kau selalu berkata begitu?" bertanya Nyai Reksatani.
"Biarlah. Temuilah tamumu"
"Jangan menjadi bingung mBok-ayu. Agaknya kau benar-
benar telah mengantuk. Karena itu, duduklah sebentar, aku akan merebus air.
Atau, barangkali kau akan tidur sejenak?"
"Ya" bertanya Puranta pula. Sindangsari tidak menjawab.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Baiklah, durlah sejenak. Kau akan menjadi segar kembali.
Marilah, masuklah ke dalam bilik itu"
"Atau aku harus menunjukkan tempatnya" desis Puranta.
Dada Lamat seakan-akan telah bergejolak dahsyat sekali, sehingga hampir saja ia
tidak dapat menahan diri. kini ia sadar, bahwa Sindangsari sedang di dalam suatu
perjuangan. Ia sedang berjuang untuk mempertahankan dirinya sebagai seorang perempuan yang
setia kepada keadaannya. Ia adalah seorang isteri. Apapun yang terjadi atasnya,
Namun demikian Lamat sempat juga bertanya kepada diri sendiri "Apakah sebenarnya
yang dikehendakinya" Kalau ia berjuang atas dasar kesetiaan yang seharusnya
dilakukan oleh seorang isteri tanpa dorongan dari dalam dirinya, maka ia adalah
seorang yang hanya pandai berpura-pura"
Tetapi Lamat terkejut ketika Sindangsari itu kemudian mundur selangkah sambil
bergumam "Nyai, jangan seret aku ke dalam keadaan yang akan menyiksaku. Kalau
Nyai dapat melakukannya tanpa menumbuhkan beban apapun pada diri Nyai,
lakukanlah. Aku tidak akan berkhianat. Tetapi aku tidak dapat Nyai. Bukan karena
aku seorang perempuan yang
bersih, atau berpura-pura bersih dan mencoba menekan nafsu di dalam diri. Tidak.
Tetapi segala perbuatan yang hanya akan menambah beban siksaan batinku yang
selama ini serasa telah mengoyak-menyayat hati, sebaiknya aku tidak melakukannya" Nyai Reksatani menjadi semakin tegang. Tetapi kini ia sadar, bahwa Sindangsari
masih belum tahu benar peranan yang dilakukannya. Karena itu, iapun justru
tertawa sambil berkata "Memang mBok-ayu. Untuk pertama kali rasa-rasanya kita
selalu disiksa oleh perasaan kita. Kita kadang-kadang merasa menyesal dan
dikejar-kejar oleh kecemasan. Tetapi, kalau kesepian itu mencekik kita kembali,
maka terulanglah hal yang serupa. Semakin lama hal itu akan terasa menjadi suatu
kebiasaan" Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Tubuh Sindangsari serasa menggigil seperti orang kedinginan. Dalam keadaan itu, justru bayangan Ki Demang seakan-akan muncul
diambang pintu sambil menunjuk
wajahnya. Namun bayangan itupun kemudian lenyap tertutup oleh bayangan yang
lain. Bayangan seorang anak muda yang dicintai dengan sepenuh hatinya.
Perlahan-lahan ia mendengar suara dari dasar hatinya
"Jangan kau khianati suamimu. Ia akan dapat membunuhmu.
Dan jangan pula kau khianati cintamu. inta yang kau anggap sebagai cinta yang
tulus" Demikianlah maka di saat terakhir itu, Sindangsari justru menemukan kekuatannya
kembali, sebagai seorang isteri dan sebagai seorang perempuan yang mendambakan
cintanya kepada seorang laki-laki.
"mBok-ayu" terdengar kemudian suara Nyai Reksatani
"apakah kau mengerti?"
Sindangsari tidak menyahut.
"Kau salah sangka Sari" berkata Puranta kemudian dalam nada yang dalam "semuanya
terserah kepadamu sendiri.
Tetapi sebaiknya kau jujur terhadapmu sendiri. Aku akan menolongmu. Bukan
sekedar mengisi kekosongan seperti yang kau bayangkan. Tetapi juga dalam hal-hal
yang lain, belajar menenun misalnya" Bukankah begitu?"
Sindangsari masih berdiam diri.
Sebenarnya Lamat sendiri telah dicengkam oleh kecurigaan pula. Jalan pikiran
Manguri dapat di mengertinya pula. Tidak ada orang lain yang lebih baik untuk
melakukan pekerjaan itu selain Puranta, atau Manguri sendiri.
"Atau kau terlampau pening" Kenapa kau tidak menyuruhku memijit keningmu, supaya perasaan sakitmu itu berkurang?"
Sindangsari masih belum menjawab.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Puranta yang melihat kelemahan telah merambati hati


Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sindangsari kembali, merasa mendapat kesempatan baru.
Karena itu ia berkata seperti kepada anak-anak yang sedang merengek "Marilah
Sari. Kau agaknya sedang sakit. Biarlah aku mencoba mengobatinya"
Lamat yang berdiri di luar pintu tidak dapat menahan
hatinya lagi. Ia sadar, bahwa Puranta adalah iblis yang paling licik. Setelah ia
mendengar pengakuan Sindangsari, bahwa sebenarnya ia sama sekali tidak
menghendaki apapun terjadi sadarlah Lamat, bahwa hampir saja ia salah menilai
perempuan itu. Ternyata sikap Sindangsari adalah sikap yang matang, meskipun
sebagai seorang gadis yang hidup di dalam ketidak tentuan, ia masih juga dilanda
oleh kelemahan-kelemahan perasaan. Karena itu, maka ia berkata di dalam hatinya
"Apapun yang akan terjadi, aku harus menyelamatkannya" Demikianlah, ketika Puranta berusaha sekali lagi membujuk Sindangsari, bahwa
kemudian membimbingnya melangkah,
tiba-tiba seisi rumah itu telah dikejutkan oleh suara orang tertawa tertahan-
tahan di balik dinding. Puranta dengan serta merta melepaskan Sindangsari.
Sejenak ia berdiri tegak untuk mencoba menangkap suara yang seakan-akan telah
membekukan darahnya itu. "Ki Reksatani" ia berdesis.
"Tentu bukan" Nyai Reksatani menyahut.
Selangkah demi selangkah Puranta maju mendekati pintu di kuti oleh Nyai
Reksatani. Sedang Sindangsari berdiri dengan tubuh yang semakin gemetar.
"Bagaimana dengan Ki Reksatani" Puranta berbisik.
"Ia menunggu aku. Begitu kau berhasil, aku akan
memberitahukan kepadanya. Ia pasti sudah siap dengan
kudanya sekarang, dan bahkan pasti sudah menunggu aku"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Siapa yang tertawa di luar?"
Nyai Reksatani menggelengkan kepalanya. Dalam pada itu suara tertawa itupun
terdengar lagi. Perlahan-lahan dan tertahan-tahan.
Puranta yang berdarah muda itupun tidak sabar lagi
menunggu. Segera ia menyingsingkan kain panjangnya, dan disangkutkannya pada
ikat pinggangnya. Ia merasa bahwa sesuatu yang tidak wajar telah terjadi.
Dengan hati-hati ia memutar keris yang terselip dipunggungnya ke samping. Perlahan-lahan dengan penuh kewaspadaan. Ia melangkah
ke pintu. Ia tertegun sejenak ketika ia mendengar suara tertawa itu kembali. Tidak
terlampau jauh. Di muka pintu Puranta berdiri dengan tegangnya.
Kemudian perlahan-lahan ia menyapa "Siapa di luar?"
Suara tertawa itupun terputus. Dan malampun menjadi
hening kembali. Hanya desah nafas Sindangsari yang
menggigil terdengar berkejar-kejaran lewat lubang hidungnya.
Puranta menunggu sejenak. Tetapi masih tidak terdengar jawaban.
"Siapa di luar" ia mengulang. Tetapi masih juga tidak ada jawaban.
Puranta benar-benar tidak sabar lagi. Dipusatkan pendengarannya untuk menangkap desah nafas seseorang di luar. Ternyata ia tidak
mendengar sesuatu di belakang pintu.
Karena itu, maka dengan hati-hati ia meraba daun pintu lereg.
Sejenak ia diam. Sekali lagi ia mencoba menangkap setiap bunyi. Ketika ia yakin
bahwa di luar pintu pringgitan itu tidak terdapat seseorang yang berdiri melekat
daun pintunya, maka dengan serta-merta ia menyentakkan daun pintu lereg itu.
Sejenak kemudian ia sudah meloncat an berdiri di luar pintu.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Puranta berdiri dengan tegangnya. Tetapi matanya vang tajam
masih menangkap bayangan seseorang yang menghilang di balik dedaunan di halaman.
"He siapa kau?" bertanya Puranta, meskipun ia tidak
berteriak terlalu keras, supaya tetangga-tetangga sebelah menyebelah tidak
terbangun karenanya. Sejenak ia menunggu. Tetapi sama sekali tidak ada
jawaban. Puranta menjadi semakin berdebar-debar. Jelas bahwa
orang itu pasti bukan Ki Reksatani ia pasti tidak akan membuat pertanda yang
aneh-aneh dan menyingkir ketika ia keluar dari rumah itu. Apalagi usahanya untuk
menerkam Sindangsari justru hampir berhasil.
"Siapa kau" Puranta mengulangi.
Meskipun ia menunggu lagi, tetapi ia sama seikali tidak mendengar jawaban
apapun. Puranta menjadi sangat marah karenanya. Usaha yang
hampir berhasil itu tiba-tiba telah gagal. Sudah tentu Sindangsari tidak akan
dapat lagi dibujuknya pada malam ini.
Kejutan suara tertawa itu membuat Sindangsari menjadi semakin jauh dari padanya.
Dengan gigi gemeretak ia melangkah perlahan-lahan di
halaman menuju ke tempat bayangan itu menghilang.
"Apakah justru Ki Demang sendiri?" tiba-tiba Puranta telah diganggu oleh
pertanyaan itu. Karena itu maka langkah Purantapun segera terhenti ia berdiri sambil termangu-
mangu. Kalau bayangan itu Ki
Demang di Kepandak, maka itu suatu alamat, bahwa umurnya sudah akan sampai
kebatas. Apalagi saat itu Ki Reksatani masih belum hadir.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Tentu bukan" geramnya kemudian "kalau orang itu Ki
Demang, maka ia tidak akan dapat menahan hati. Ia pasti akan langsung memecah
pintu dan mencekik aku atau
Sindangsari. Atau ia menunggu sejenak, untuk membuktikan bahwa isterinya memang
bersalah" Akhirnya Puranta itu menghentakkan kakinya sambil
berkata di dalam hati "Persetan. Siapapun orang itu, aku harus menangkapnya.
Hidup atau mati" Dengan hati-hati Puranta melangkah maju. Tangannya
telah meraba hulu kerisnya.
"Siapa kau?" ia berdesis. Tidak ada jawaban.
"Siapa kau?" Masih tidak ada jawaban. Selangkah Puranta maju lagi. Kini ia berdiri beberapa langkah saja dari gerumbul
itu. Sejenak ia memusatkan perhatiannya, namun sejenak kemudian seakan-akan anak
muda itu melenting ke belakang gerumbul yang gelap itu.
Sejenak Puranta berdiri tegak bagaikan patung batu yang beku. Ia melihat
seseorang berdiri di dalam bayangan
dedaunan yang gelap. Tetapi ia tidak segera dapat
mengenalnya. "Siapa kau?" anak muda itu menggeram "dan apakah
sebenarnya maksudmu?"
Bayangan itu sama sekali tidak menjawab.
"He, apakah kau bisu atau tuli, atau kau memang sudah mati membeku?"
Perlahan-lahan bayangan itu bergerak. Ketika bayangan itu maju selangkah,
Purantapun surut melangkah pula.
"Apakah maksudmu he" Sebaiknya kau berkata berterus
terang. Aku tahu bahwa kau tidak akan lari. Kalau kau ingin
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
melarikan diri atau bersembunyi, kau pasti tidak akan membuat suara yang sangat
menyakitkan hati itu"
"Ya" bayangan itu menjawab "aku memang tidak akan lari"
"Siapa kau?" "Apakah kau belum mengenal aku?"
Puranta tidak segera menyahut. Dengan tajamnya di
pandanginya bayangan itu. Tetapi ia masih juga belum
mengenalnya. "Tidak ada gunanya kau mengenal aku, tetapi seandainya kau mengenal,
pengaruhnyapun tidak ada sama sekali. Tetapi ketahuilah, bahwa aku adalah salah
seorang penduduk Kademangan Kepandak"
"Apa maksudmu?"
"Aku sudah mengenalmu Mengenal pokal dan kegemaranmu. Karena itu, aku terpaksa mengikuti kau
kemana kau pergi selama kau berada di Kademangan ini"
"Apa pedulimu?"
"Kalau kau melakukannya di luar Kademangan ini, aku tidak akan menghiraukannya
sama sekali. Tetapi kalau kau berbuat sedeng di Kademangan ini,
kami, seluruh penduduk Kademangan ikut bertanggung jawab. Apalagi kedua perempuan yang ada di rumah in adalah Nyai Demang di
Kepandak dan Nyai Reksatani adik Ki Demang di Kepandak"
"Persetan dengan mereka. Apakah salahnya kalau mereka yang memerlukan aku?"
"Aku mendengarkan percakapan mereka. Mungkin Nyai
Reksatani tidak lagi menjadi persoalan bagimu, tetapi Nyai Demang di Kepandak,
bukan orangnya yang dapat kau bujuk dengan rayuan iblismu itu"
"Aku tidak membujuknya. Perempuan itu kesepian"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Bayangan di dalam gelap itu tertawa "Kau sangka aku tidak mendengar seluruhnya"
Jangan menipu aku. Ki dan Nyai
Reksatani yang agaknya sudah jatuh ke tanganmu itu sedang sibuk membujuk agar
Sindangsaripun terjerumus ke dalam neraka jahanam ini. Mungkin Nyai Reksatani
yang kecewa dan menyesal, mencoba mengurangi tekanan perasaannya dengan
mengumpankan orang lain. Dengan kawan yang semakin
banyak di dalam neraka, maka panas api neraka akan serasa semakin berkurang.
Tetapi itu tidak akan mungkin. Nyai Demang adalah seorang perempuan yang kuat"
"Bohong" "Memang tampaknya kau hampir berhasil. Tetapi jangan
mimpi. Dan ternyata kau memang tidak akan berhasil. Tanpa akupun kau tidak akan
berhasil tanpa mempergunakan
kekerasan" "Omong kosong. Ia sudah menyerah"
Bayangan itu tertawa lagi "Kau yang omong kosong.
Apakah kita akan membuktikan, menemui Nyai Demang dan bertanya kepadanya?"
"Gila. Ia tentu akan ingkar. Betapapun liarnya seorang perempuan, tetapi ia
tidak akan dengan begitu saja mengakui keliarannya"
"Ternyata kau benar-benar memahami perasaan seorang
perempuan. Tetapi kali ini kau jangan membohongi aku, karena aku mendengar
sendiri kau membujuknya" bayangan itu berhenti sejenak, lalu "Tetapi lebih
daripada itu, jangan kau sangka bahwa aku tidak tahu latar belakang dari
perbuatanmu kali ini. Kau akan mendapat keuntungan
rangkap dengan segala perbuatanmu ini.
Kau akan mendapatkan Nyai Demang yang masih terlalu muda itu, dan sekaligus kau pasti
akan mendapat penghargaan apapun
bentuknya dari Ki Reksatani"
"Kenapa?" Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Sudahlah. Hal itu sebaiknya tidak usah kita persoalkan sekarang. Aku hanya
minta kau meninggalkan tempat ini.
Urungkan niatmu yang terkutuk itu, karena dengan demikian kau sudah merusak
sendi-sendi kehidupan berumah tangga.
Dan apalagi bagi Ki Demang di Kepandak. Ki Demang akan merasa kehilangan segala-
galanya apabila kau berhasil"
"Persetan dengan ocehanmu"
"Aku berjanji untuk tetap berdiam diri, kalau kau bersedia mengurungkan niatmu.
Tetapi kalau kelak, pada suatu saat kau akan mengulanginya, maka aku tidak akan
segan-segan membuka rahasia ini"
"Diam kau" Puranta tiba-tiba membentak.
"Sudahlah. Jangan berteriak-teriak supaya kau tidak
membangunkan banyak orang"
Puranta terdiam sejenak. Ditatapnya bayangan hitam yang berdiri tegak itu.
Semakin biasa matanya berada lidalam gelap, maka semakin jelaslah ujud orang
yang berdiri di dalam kegelapan itu.
"Kau" desis Puranta kemudian.
"Kau mengenal aku?"
Puranta tidak segera menjawab. Tetapi ia menjadi sangat gelisah. Agaknya orang
ini tahu benar bahwa ia sedang melakukan tugas yang dibebankan oleh Ki
Reksatani. "Orang ini terlampau berbahaya" desis Puranta "meskipun ia berjanji untuk tetap
berdiam diri, namun pada suatu saat ia akan dapat berkata tentang aku"
"Apakah kau setujui tawaranku?"
"Apa?" "Kau mengurungkan niatmu dan meninggalkan maksudmu
untuk menodai Sindangsari buat selama-lamanya?"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Puranta tidak segera menjawab. Tetapi ia kini seolah-olah telah berdiri di
hadapan ujung tombak yang mengarah ke jantungnya. Kalau ia lengah maka ujung
tombak itu pasti akan menembus dadanya.
"Kalau orang itu masih ada, aku tidak akan dapat berbuat apa-apa lagi di saat-
saat mendatang terhadap Nyai Demang di Kepandak. Bukan soal upah yang akan aku
lerima. Soalnya Puranta tidak akan pernah gagal. Pertempuran itu sudah terlanjur
mengungkat nafasku, yang pasti tidak akan
terkendali lagi" Puranta mengerutkan keningnya, lalu "orang ini harus
dilenyapkan. Ia akan dapat menjadi rintangan seumur hidupnya.
"Aku tidak peduli darimana ia mendengar rahasia tentang maksud ini. Tetapi
setiap orang yang mengetahui rahasia ini harus dilenyapkan. Termasuk orang ini"
Dengan demikian, maka kini Puranta tidak dapat berbuat lain. Ia tidak saja
menolak permintaan orang itu, tetapi orang itulah yang harus dilenyapkan.
"Bagaimana?" bertanya bayangan itu "apakah kau
sependapat" Aku berjanji, bahwa aku tidak akan membuka rahasiamu"
Puranta menggeretakkan giginya. Dengan garangnya ia
menggeram "Darimana kau tahu rahasia tentang hal ini, meskipun pertanyaan ini
bukan berarti bahwa aku telah membenarkannya"
"Kau tidak perlu tahu darimana aku mendengarnya. Tetapi yang penting, aku
mendengar rahasia itu"
Sejenak Puranta bergeser maju. Sambil menuding wajah
bayangan itu, ia menggeram pula "Aku telah mengenal kau.
Kau adalah kawan anak Gemulung yang bernama Manguri itu"
"Ya. Kalau kau ingin tahu, namaku Lamat"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/


Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ya. Namamu Lamat. Aku ingat sekarang. Kau yang
mencegah perkelahian yang hampir saja terjadi antara aku dan Manguri. Sayang kau
mencegahnya saat itu. Kalau tidak aku pasti sudah membunuhnya"
"Bukan sekedar persoalan Manguri. Tetapi kau pernah
bertengkar pula dengan ayahnya.
"Ya. Ayah Manguri. Setan tua itu" Puranta maju semakin dekat "sekarang kau mau
apa" Apakah mereka, Manguri dan ayahnya ada disini juga" Aku bukan Puranta yang
dahulu. Aku sekarang pasti sanggup menghadapi mereka berdua dan
bertiga dengan kau orang bodoh"
"Jangan marah-marah. Tawaranku cukup baik"
"Aku tidak peduli. Sekarang aku tahu, bahwa sebenarnya kalian sedang diamuk oleh
perasaan cemburu" "Bukan Puranta. Kali ini bukan persoalan Manguri. Tetapi persoalan seluruh
Kademangan Kepandak, karena perempuan itu adalah Nyai Demang di Kepandak.
Soalnya akan berbeda pula kalau Nyai Demang itu sendirilah yang memang berniat
mengundangmu datang kepadanya. Tetapi kali ini juga tidak"
"Lamat" suara Puranta tiba-tiba merendah "kini aku tahu, bahwa kau dan mungkin
juga Manguri telah mengetahui
rahasia yang masih belum dapat kau buktikan kebenarannya itu. Karena itu,
menyesal sekali. Aku tidak mempunyai cara lain
untuk menyelamatkan diriku sendiri daripada melenyapkan kau dan kemudian Manguri. Adalah kebetulan sekali kalau Manguri itu
berada disini pula saat ini"
"Jangan berkata begitu. Kau dapat mengambil cara yang semudah-mudahnya tanpa
membunuh seseorangpun"
"Sudah aku katakan, menyesal sekali bahwa kau sudah
mencoba untuk mencampuri persoalanku"
Lamat menarik nafasdalam-dalam. Ditatapnya wajah
Puranta dalam-dalam, namun semakin lama ia Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
memandanginya, maka tanpa disadarinya, Lamatpun menjadi semakin muak.
"Anak ini memang anak iblis" desisnya di dalam hati.
"Ayo" geram Puranta "panggil Manguri dan ayahnya sekali.
Hadapi aku bersama-sama. Jangan seorang demi seorang.
Kalian pasti akan menyesal sekali"
"Jangan berkata begitu Puranta" berkata Lamat yang masih berusaha menahan diri
"kau tidak tahu hubungan yang
sebenarnya ada diantara kita. Hubungan yang sangat berbelit-belit. Hubungan
antara kau dan Ki Reksatani, antara Ki Reksatani dengan Manguri dan antara
kalian berdua dengan Sindangsari. Hubungan itu memang merupakan hubungan
yang kisruh. Karena itu, batalkan niatmu. Apakah itu untuk kepentingan nafsu
kelaki-lakianmu yang tidak terkendali, atau nafsu ketamakanmu akan upah yang
akan kau terima" "Cukup,cukup" "Masih ada sedikit yang aku katakan. Marilahkita membuat janji. Kau batalkan
perbuatan ini, kau pulang saja ke rumahmu. Kita masing-masing akan menutup
mulut. Aku tidak akan mengatakannya kepada siapapun, kepada Manguripun tidak.
Tetapi kau juga tidak usah bercerita tentang aku"
"Tidak. Tidak demikian. Kau memang akan menutup untuk seterusnya. Tetapi aku
tidak. Kau akan segera mati sedang aku akan segera mendapatkan Nyai Demang di
Kepandak. Kalau usahaku dengan membujuk dan merayunya gagal oleh pokalmu itu, maka aku
akan mempergunakan kekerasan. Aku tidak peduli. Seandainya Ki Demang marah
sekalipun, aku tidak akan takut. Pada dasarnya aku memang bukan anak Kepandak"
Bagaimanapun juga Lamat menyabarkan diri, namun terasa jantungnya berdebaran
semakin cepat, seperti juga darahnya mengalir semakin cepat pula
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Agaknya anak ini memang tidak akan dapat diajak
berbicara" berkata Lamat di dalam hatinya. Dengan demikian maka iapun segera
manyiapkan dirinya menghadapi setiap kemungkinan.
Di dalam rumah itu, Sindangsari menjadi bingung. Ia
menggigil semakin keras. Kali ini ditambah lagi dengan ketakutan yang
mencengkam. Tetapi bukan saja Sindangsari yang ketakutan, namun Nyai Reksatani menjadi
kebingungan juga. Ia tidak tahu apa yang telah terjadi. Agaknya sesuatu yang
sama sekali tidak dapat diperhitungkannya sebelumnya. Sehingga dengan demikian
untuk sesaat ia kehilangan pegangan apakah yang sebaiknya dilakukannya.
Dalam kebingungan itu, kemudian di ngatnya suaminya.
Apapun yang akan terjadi, maka cara yang paling baik untuk menyelesaikan masalah
ini, harus diserahkannya kepada suaminya.
"mBok-ayu" katanya "agaknya sesuatu yang tidak kita
kehendaki sudah terjadi. Seseorang dengan sengaja telah mengganggu ketenteraman
kita disini" Sindangsari sama sekali tidak menyahut.
"Karena itu, aku akan mencari Ki Reksatani sejenak. Aku akan mengajaknya kemari"
"Dimanakah Ki Reksatani sekarang?" bertanya Sindangsari.
"Tentu di rumah"
"Aku ikut" "mBok-ayu tinggal disini sebentar"
"Aku takut" Keduanya menjadi ragu-ragu sejenak.
"Kalau kau pergi aku ikut pergi bersamamu"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Tetapi" Nyai Reksatani menjadi bimbang. Apa bila ia pergi bersama Sindangsari,
ia tidak akan dapat mengatakan
keadaan itu seluruhnya. Ia tidak akan dapat menyebut-nyebut nama Puranta.
"Aku takut" Sindangsari justru malah berpegangan
tangannya. "Kau disini. Akulah yang akan pergi"
"Tidak" Nyai Reksatani berpikir sejenak. Katanya di dalam hati "Aku dapat berbicara
dengan Ki Reksatani di tempat yang terpisah.
Itu akan lebih baik daripada aku tetap berada disini"
Karena Sindangsari tidak mau melepaskannya, maka
akhirnya Nyai Reksatani berkata "Baiklah. Marilah, cepat"
Keduanyapan kemudian berjalan tergesa-gesa meninggalkan ruangan itu. Tetapi mereka tidak berani
berjalan lewat halaman depan. Karena itu, maka melalui pintu butulan mereka
menerobos halaman belakang dan keluar
melalui regol samping, turun ke sebelah jalan sempit.
Dalam pada itu, baik Lamat maupun Puranta sudah tidak dapat menahan diri lagi.
Apalagi Puranta yang merasa
usahanya yang sedang akan berhasil telah terganggu.
Karena agaknya lawannya benar-benar telah siap menghadapinya tanpa gentar sama sekali, mulailah ia
menyerang sepenuh tenaganya.
Tetapi Lamat yang benar-benar telah muak melihat wajah Puranta, telah siap pula
menghadapinya. Karena itu maka iapun dapat memperhitungkan serangan yang datang
dengan tiba-tiba itu, sehingga dengan tangkasnya, ia berhasil mengelakkan
dirinya. Puranta benar-benar telah dibakar oleh nyala di dalam hatinya. Iapun segera
menyerang dengan serangan-serangan
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
beruntun. Tetapi Lamat sama sekali tidak menjadi bingung.
Justru serangan-serangan itu telah memberinya petunjuk, betapa besarnya kekuatan
lawannya itu Namun dalam pada itu Lamatpun menyadari, bahwa
Puranta bukannya anak-anak yang dapat diabaikannya. Ia memiliki kecepatan
bergerak yang mengagumkan, sehingga Lamat bergumam di dalam hatinya "Seandainya
Manguri benar-benar berkelahi di tengah sawah, maka ia tidak akan dapat memenangkan
perkelahian itu. Puranta benar-benar telah mendapat banyak pengetahuan tentang
ilmu bela diri yang cukup rumit"
Demikianlah, maka Lamatpun merasa harus berhati-hati
menghadapinya, meskipun Lamat sendiri memiliki cukup
kemampuan. Kali ini ia berkelahi bukan sekedar untuk
kepentingan Manguri, tetapi lebih dari itu. Orang-orang seperti Puranta memang
harus dibuat jera. Namun demikian sempat juga terbersit pengakuan di
hatinya "Aku benar-benar tidak jujur menghadapi persoalan ini. Aku mencoba untuk
mencegah Puranta. Tetapi aku tidak berbuat apa-apa terhadap Manguri"
Pikiran itulah yang kemudian mengendorkannya. Kemarahannya yang semula telah menjalari seluruh darahnya, seakan-akan dengan
perlahan-lahan telah menurun kembali.
Meskipun demikian ia sama sekali tidak ingin mengubah niatnya membatalkan
perbuatan Puranta, tidak saja kali ini, tetapi untuk seterusnya. Ia harus
mendapat jaminan, bahwa Puranta telah menjadi benar-benar menjadi jera.
Dengan demikian, maka Lamat masih tetap berhasil
menguasai dirinya. Kini ia menjadi semakin tenang dan penglihatannya atas
lawannya menjadi semakin bening"
Namun agaknya Puranta menjadi salah tangkap. Ia
menyangka bahwa Lamat memang sudah mencapai puncak
kemampuannya. Dengan demikian maka ia menjadi semakin
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
berbesar hati. Orang yang tinggi besar itu akan segera dapat ditundukkannya dan
dibungkamnya untuk selama-lamanya.
"Tetapi kalau orang ini mati kemana mayatnya harus aku sembunyikan?" pertanyaan
itulah yang tersirat di hatinya.
Tetapi Puranta menjadi heran, bahwa serangannya sama
sekali masih belum berhasil menyentuh tubuh lawannya.
Setiap kali ia gagal. Lamat masih saja dapat mengelak dan kadang-kadang
menangkis. "Aku harus segera mengakhirinya" katanya di dalam hati.
Dengan demikian mata Purantapun kemudian melepaskan
segenap kemampuan yang ada padanya. Ia bergerak semakin cepat. Tangannya
menyerang berpasangan. Bahkan kemudian seakan-akan menjadi berpuluh-puluh pasang
yang mematuk dari segala arah. Bahkan kakinyapun rasa-rasanya menyambar-nyambar seperti sekelompok ular di dalam
sarangnya. Lamat menarik nafas dalam-dalam. Bahkan katanya di
dalam hati "Ternyata orang ini memiliki-llmu yang mantap juga"
Dengan demikian maka perkelahian itu semakin lama
menjadi semakin sengit. Meskipun demikian, karena kelincahan kedua belah pihak, maka langkah mereka hampir-hampir tidak
menimbulkan suara dan apalagi keributan.
Keduanya dapat tanpa membangunkan seorang tetanggapun.
Yang gelisah menunggu pada saat itu adalah Ki Reksatani.
Waktu yang ditentukan sudah jauh lewat. Namun isterinya masih belum datang juga
memberitahukan, bahwa Puranta telah berhasil menjerat Sindangsari.
"Anak itu memang agak sulit" katanya untuk menenteramkan hatinya sendiri "tetapi aku yakin, Puranta akan berhasil. Puranta
adalah seorang laki-laki yang seolah-
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
olah mempunyai daya mengikat yang tidak terlawan oleh perempuan yang manapun"
Sejenak Ki Reksatani dapat menenangkan hatinya. Namun sejenak kemudian
kegelisahannyapun telah tumbuh kembali.
Kadang-kadang ia tidak dapat
menahan perasaannya, sehingga dengan gelisahnya ia berjalan hilir mudik di halaman.
"Apakah setan ini mengingkari kesanggupannya?" geramnya. Sementara Ki Reksatani berjalan hilir mudik di halaman maka Nyai Reksatani dan
Sindangsari berjalan dengan
tergesa-gesa menyusuri jalan-jalan sempit di dalam padukuhannya. Jarak kedua rumah itu sebenarnya tidak
begitu jauh. Tetapi karena mereka menempuh jalan yang berbelit-belit, maka
mereka memerlukan waktu juga untuk sampai ke rumah Nyai Reksatani itu.
Ki Reksatani terkejut melihat isterinya datang, tetapi tidak seorang diri.
Sehingga sepercik pertanyaan melonjak di hatinya "Kenapa ia membawa
Sindangsari?" Sebelum ia bertanya, Nyai Reksatani sudah mendahuluinya
"Kakang. Rumah kami telah dirampok orang"
"He, apa katamu" Dirampok orang?"
"Aku tidak tahu pasti, tetapi, tetapi..." Nyai Reksatani menjadi ragu-ragu.
Kemudian katanya "Marilah kita masuk.
Aku takut. Takut sekali"
Ki Reksatani menjadi heran melihat sikap isterinya.
Isterinya tahu benar, bahwa ia adalah seseorang yang pasti tidak akan takut
terhadap rampok yang manapun juga. Karena itu, segera ia menangkap semacam
isyarat bahwa sesuatu yang kurang wajar telah terjadi. Karena itulah maka ia
sama sekali tidak membantah ketika Nyai Reksatani kemudian mengajaknya masuk.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Dengan tergesa-gesa ketiganyapun kemudian naik keatas pendapa dan langsung masuk


Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ke pringgitan. Setelah mereka duduk, tiba-tiba Nyai Reksatani bangkit kembali
berkata "Dimana barang itu kau simpan?"
"Barang apa?" bertanya Ki Reksatani.
Tetapi Nyai Reksatani tidak menghiraukannya. Iapun
segera melangkah masuk ke dalam biliknya.
Ki Reksatani yang kebingungan segera menyusulnya. Ia
tidak mengerti, apakah sebenarnya yang dimaksud isterinya.
Ketika Ki Reksatani sudah masuk ke dalam bilik pula, maka isterinya segera
menangkap tangannya dan menariknya
semakin dalam ke sudut bilik.
"Ada apa" Ada apa?" Ki Reksatani bertanya
"Ssst" isterinya menyentuh bibirnya dengan jari iri unjuk
"kemarilah. Dengarlah"
Ki Reksatani menjadi semakin bercuriga sehingga dengan dada yang berdebar-debar
ia maju semakin dekat lagi kepada isterinya.
"Celaka kakang" desis isterinya.
"Kenapa?" "Sesuatu yang tidak pernah kita perhitungkan lelah terjadi"
"Apa?" "Campur tangan pihak ketiga"
Wajah Ki Reksatani menegang "Siapa" Siapa yang telah
berani mencampuri persoalanku?"
"Aku tidak tahu kakang "
"Tetapi darimana kau mendapat keterangan, bahwa ada
pihak lain yang mencampuri urusan ini?"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Nyai Reksatani menelan ludahnya. Dicobanya untuk
menenangkan hatinya sejenak. Kemudian,
mulailah ia menceriterakan apa yang sebenarnya telah terjadi.
"Puranta sudah hampir berhasil" katanya "ketika tiba-tiba terdengar suara
tertawa itu" Sorot mata Ki Reksatani seolah-olah menyala karenanya, melampaui nyala lampu
minyak yang tergantung di sudut ruangan.
"Siapa orang itu?"
"Aku tidak tahu"
"Lalu, apakah yang dilakukan Puranta?"
"Ia lari mengejar suara itu"
"Apakah ia berhasil?"
"Aku tidak tahu. Aku segera bermaksud memberitahukan
kepadamu kakang. Tetapi Sindangsari yang ketakutan selalu berpegangan tanganku
Saja" "Lalu kau bawa ia kemari?"
"Ya. Aku tidak mau terlambat"
Ki Reksatani terdiam sejenak. Tetapi wajahnya tampak
menjadi tegang. Tiba-tiba saja ia kemudian menggeram "Aku akan pergi dan melihat apa yang telah
terjadi" Tanpa menunggu jawaban Ki Reksatani menyambar
kerisnya yang tergantung di dinding. Diselipkannya kerisnya itu di lambungnya.
Kemudian dengan tergesa-gesa ia
melangkah tlundak pintu dan melintasi pringgitan.
"Duduklah disini mBok-ayu. Jangan takut, aku akan melihat apa yang telah
terjadi" Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Sindangsari tidak sempat menjawab karena Ki Reksatani kemudian hilang di balik
daun pintu pringgitan. Sepeninggal Ki Reksatani isterinyapun kemudian duduk di hadapan Sindangsari.
Wajahnya masih membayangkan
kegelisahan hati. "Apakah Ki Reksatani akan pergi ke rumah itu?" bertanya Sindangsari.
"Ya. Kakang Reksatani akan melihat apa yang telah terjadi"
Wajah Sindangsari menjadi pucat. Dengan suara yang
bergetar ia bertanya "Tetapi bagaimanakah akibatnya, kalau Ki Reksatani
menemukan Puranta di sana?"
Pertanyaan itu membuat Nyai Reksatani agak gugup.
Tetapi kemudian ia menjawab "Mudah-mudahan ia sudah
pergi" "Seandainya belum?"
"Kakang Reksatani belum mengenalnya dengan baik.
Apalagi ia tidak menemukan anak itu bersama kita"
"Tetapi ia dapat bertanya kepadanya. Apabila anak itu berkata terus terang,
apakah Ki Reksatani tidak akan marah kepada kita berdua?"
"Ah" sahut Nyai Reksatani "jangan hiraukan anak itu.
Biarlah Ki Reksatani menyelesaikannya. Mudah-mudahan anak itu dapat menempatkan
dirinya, bagaimanapun caranya"
Sindangsari menjadi terdiam karenanya. Meksipun masih banyak sekali masalah-
masalah yang mendesak di dalam
dadanya, namun ia sudah tidak bertanya lagi. Yang terasa kemudian adalah
penyesalan yang tiada taranya"
"Kalau aku tidak bermalam di rumah ini, aku tidak akan mengalami persoalan
serupa ini" ratapnya di dalam hati.
Tetapi semuanya sudah terlanjur sehingga ia tidak akan cepat berbuat apa-apa
lagi. Ia hanya dapat menunggu, apa yang
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
akan terjadi. Bahkan menunggu suatu kemungkinan anak
muda yang bernama Puranta itu telah menyeret namanya pula ke dalam kesulitan.
Sementara itu, selagi Ki Reksatani berlari-lari kecil menuju ke rumah yang
dipergunakannya untuk menjerat Sindangsari, di halaman rumah itu Lamat masih
juga berkelahi dengan sengitnya melawan Puranta yang mengamuk seperti seekor
serigala lapar. Namun ketenangan Lamat selalu berhasil mengatasi, serangan yang
betapapun dahsyatnya, Bahkan yang terjadi adalah sebaliknya dari yang diduga oleh Puranta sendiri.
Ternyata ia tidak segera dapat
menundukkan Lamat. Yang terjadi adalah, sekali-sekali serangan Lamat telah
mengenainya. Kadang-kadang di
tempat-tempat yang berbahaya,
"Setan manakah yang telah memberinya kemampuan
begitu besar sehingga melampaui kemampuan Manguri dan barangkali juga kemampuan
ayahnya?" ia mengumpat di
dalam hatinya. Bahkan kemudian betapa ia berusaha
menyembunyikan, namun terbersit pula pengakuan, bahwa ia tidak akan segera dapat
menundukkannya. Karena itu, karena Puranta merasa bahwa ia sudah terlalu lama berkelahi, dan ia
ingin segera menyelesaikannya, untuk kemudian dengan cara apapun menerkam
Sindangsari yang disangkanya masih ada di dalam rumah itu, segera memeras
kemampuannya. Bahkan kemudian dengan gemetar tangannya meraba hulu kerisnya
"Apakah kau benar-benar ingin mati?" ia berdesis.
"Akulah yang seharusnya bertanya" sahut Lamat "apakah kau benar-benar ingin
membunuhku" "Ya" Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Adalah wajar apabila aku harus membela diri" berkata Lamat kemudian "tetapi
kalau kau mau menerima tawaranku, maka persoalan kita akan segera selesai"
Puranta tidak menyahut. Tetapi tiba-tiba saja di tangannya yang gemetar telah
tergenggam sebilah keris.
"Kau akan mati malam ini" ia menggeram.
Lamat tidak sempat menjawab, karena tiba-tiba saja.
Puranta telah meloncat sambil menjulurkan kerisnya kelambung Lamat yang masih berdiri termangu-mangu.
Lamat tidak menduga sama sekali bahwa Puranta akan
dengan tiba-tiba saja menyerangnya begitu cepat. Karena itu, betapapun juga
Lamat terkejut karenanya, sehingga ia tidak mempunyai banyak kesempatan untuk
mempertimbangkan tata geraknya kemudian. Itulah sebabnya maka ketika keris itu hampir saja
mematuk lambungnya, Lamatpun segera bergeser setengah langkah sambil memiringkan
tubuhnya. Pada saat yang bersamaan, ketika keris Puranta terjulur dekat sekali
di sisinya, dengan serta-merta Lamat menangkap pergelangan tangan Puranta.
Dengan sekuat tenaganya Lamat melontarkan tangan itu sambil memutarnya, sehingga
Puranta sama sekali tidak berdaya untuk melawannya.
Yang terjadi adalah di luar dugaan Lamat sendiri. Ketika Lamat mendengar tulang
Puranta berderak, hatinya telah berdesir tajam. Apalagi ketika ia melihat
lontarannya yang hampir di luar sadarnya.
Puranta yang terpelanting itu terputar sekali di udara.
Kemudian dengan kerasnya kepalanya membentur dinding
batu halaman. Dalam pada itu, keris yang di tangannya tidak dapat
dikuasainya dengan baik, sehingga di luar kemampuannya untuk mencegah, ternyata keris itu telah menggores perutnya
sendiri. Keris yang dipeliharanya baik-baik dengan warangan yang tajam, sehingga
karena luka-luka di kepala dan racun dan kerisnya sendiri, Puranta tidak akan
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
dapat menghindarkan diri dari terkaman maut. Ia hanya dapat menggeliat sekali.
Kemudian ia terdiam untuk selamanya.
Lamat yang melihat akibat dari perkelahian itu berdiri mematung. Wajahnya
menjadi pucat dan jantungnya serasa berhenti berdetak. Ia sama sekali tidak
sengaja untuk membunuh lawannya. Membunuh sesamanya. Melawan
penjahat yang paling jahatpun, tidak pernah terlintas suatu kesengajaan untuk
membunuh, seperti jiwanya sendiri yang telah diselamatkan oleh seseorang.
"Alangkah mahalnya jiwa seseorang" ia berdesis "tetapi kini tanpa aku sengaja,
aku telah membunuh. Tiba-tiba saja tubuh Lamat menjadi gemetar. Perlahan-
lahan ia mendekati Puranta dan berjongkok di sampingnya.
Tetapi Puranta itu telah mati. Mati. Dan tidak ada kekuatan yang dapat
menghidupkannya lagi, selain keajaiban dari Yang Maha Kuasa sendiri.
Wajah Lamat yang pucat itupun tertunduk dalam-dalam.
Dirabanya tubuh Puranta yang masih basah oleh keringat dan embun malam yang
menitik dari dedaunan. Selagi Lamat merenungi mayat itu, tiba-tiba telinganya yang tajam telah
menangkap langkah seseorang yang dengan tergesa-gesa mendekati halaman rumah
itu. Karena itu, maka iapun segera mencoba menyadari keadaannya. Dengan
tergesa-gesa pula ia merangkak melekat dinding di balik sebatang pohon perdu.
Demikian seseorang memasuki regol, maka Lamatpun
segera meloncati pagar batu, terlindung oleh rimbunnya daun perdu, sehingga
orang yang memasuki halaman itu sama
sekali tidak melihatnya, dan tidak mendengar langkahnya yang sudah dijaganya
baik-baik. Meskipun demikian Lamat masih mencoba menjengukkan
kepalanya. Dan ia melihat bahwa orang yang memasuki
halaman rumah itu adalah Ki Reksatani.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Tidak ada jalan lain baginya daripada menghindarkan diri.
Meskipun Lamat belum pernah melihat sendiri, betapa tinggi ilmunya, namun di
dalam keadaan serupa ini, lebih baik baginya untuk menghindar. Karena itu, maka
dengari hati-hati ia merayap surut menjauhi pagar batu itu. Kemudian setelah ia
berada di tempat yang terlindung, segera ia berjalan secepat-cepatnya
meninggalkan tempat itu. "Apakah yang akan aku katakan kepada Manguri nanti?"
gumamnya di sepanjang jalan. Sedang jantungnya masih juga berdebaran apabila
terbayang olehnya mayat Puranta yang terbujur di halaman itu dibasahi oleh
keringat, embun dan darahnya yang mengalir dari luka oleh senjatanya sendiri
Dalam pada itu, Ki Reksatani melangkah dengan hati-hati memasuki halaman. Tetapi
halaman itu tampak sepi. Tidak ada seseorang yang dilihatnya, Puranta tidak dan
apalagi orang lain. Sejenak ia berdiri mematung. Dicobanya untuk menangkap setiap bunyi. Tetapi
bunyi nafas yang halus sekalipun tidak didengarnya sama sekali. Apalagi langkah-
langkah orang yang sedang bertempur.
Kalau Puranta menemukannya, pasti terjadi sesuatu.
Tiba-tiba dada Ki Reksatani serasa berguncang. Sebuah pertanyaan telah terbersit
pula di hatinya. "Kalau orang itu orang sewajarnya, maka Puranta pasti akan dapat menyelesaikan.
Setidak-tidaknya ia mempunyai kesempatan yang cukup untuk mempertahankan diri"
nafas Ki Reksatani tiba-tiba menjadi tertahan-tahan "apakah justru kakang Demang
di Kepandak?" Ingatan itu telah membuat tubuhnya menjadi gemetar.
Tanpa disadarinya ia melangkah maju, semakin lama semakin dalam memasuki halaman
rumahnya. Tetapi ia masih tetap tidak mendengar sesuatu.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Namun tiba-tiba langkahnya tertegun ketika ia melihat sebatang pohon perdu yang
ranting-rantingnya berpatahan.
Dengan wajah yang tegang Ki Reksatani mendekatinya.
Diamat-amatinya pohon perdu itu dengan saksama. Semakin lama semakin nyata
baginya, bahwa memang telah terjadi sesuatu di halaman rumah ini. Apalagi ketika
tampak olehnya, beberapa batang pohon yang lainpun agaknya telah menjadi rusak
pula karenanya. "Hem" ia berdesah "setan manakah yang telah mengganggu rencanaku" Namun sekali lagi melintas ingatannya kepada Ki Demang di Kepandak sendiri.
Ki Reksatani terperanjat bukan buatan ketika ia kemudian melihat sesosok tubuh
yang tergolek di dekat pagar. Dengan tergesa-gesa ia mendekatinya. Darahnya
serasa berhenti mengalir ketika ia kemudian mengenalinya. Puranta yang sudah
menjadi mayat. Dengan tangan gemetar ia menyentuh tubuh itu. Masih
belum menjadi dingin. Sedang darahnya masih Juga belum mengering.
"Aku terlambat sedikit" desisnya.
Dengan tangan yang bergetar Ki Reksatani memungut
sebilah keris yang terletak di dekat jari-jari tangan Puranta yang mengembang.
Keris itu masih basah oleh darah.
"Keris inilah agaknya yang telah melukainya" desis Ki Reksatani.
Maka dengan saksama ia mengamati keris itu, kalau-kalau ia sudah mengenalnya.
Beberapa keris kakaknya ia sudah pernah melihat, karena Ki Demang sering
menunjukkannya kepadanya.
"Aku belum pernah melihat keris ini. Agaknya bukan keris kakang Demang"
desisnya.

Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Tetapi tatapan matanyapun kemudian menangkap wrangka
keris yang masih terselip di lambung Puranta. Wrangka yang sudah tidak lagi
menyimpan wilahannya. Ketika wrangka itu diambilnya dan dicobanya untuk
merangkum keris yang masih bernoda darah itu, dada Ki Reksatani menjadi semakin
berdentangan. Ternyata keris itu adalah keris Puranta sendiri.
"Setan alas" ia mengumpat "pasti bukan orang kebanyakan yang telah datang
mengganggu. Mungkin kakang Demang.
Mungkin orang lain" Ki Reksatanipun kemudian meloncat berdiri sambil menggeretakkan giginya "Siapapun yang melakukannya,
Reksatani telah siap menghadapinya. Bahkan seandainya kakang Demang sendiripun
aku tidak akan gentar. Apaboleh buat. Aku sudah terlanjur basah di tengah-tengah
bengawan. Aku tidak dapat kembali. Aku harus menyeberang terus"
Dengan wajah yang tegang, sorot mata yang membara Ki
Reksatani membelai hulu kerisnya. Nafasnya yang terengah-engah serasa akan
terputus di tenggorokan. Namun sejenak kemudian Ki Reksatani itu menyadari
keadaannya. Ia kini berdiri seorang diri di hadapan mayat Puranta.
Ki Reksatani menarik nafas dalam-dalam. Sambil menundukkan kepalanya ia mulai berpikir.
"Mungkin aku dapat berhadapan dengan Ki Demang
seorang dengan seorang. Tetapi apakah alasan yang dapat aku kemukakan kepada
rakyat Kepandak" Kepada Ki Jagabaya yang dungu itu. Aku dapat membunuh kerbau
yang bodoh itu. Tetapi ia tidak berdiri sendiri. Bersama-sama bebahu yang lain mereka akan
menangkap aku, atau membunuhku seperti
rampokan macan di alun-alun Mataram.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Ki Reksatani kini berdiri dengan tegangnya. Sejenak ia menjadi kebingungan.
"Persetan" geramnya kemudian "sekarang aku harus
berbuat sesuatu atas mayat ini supaya besok tidak
menumbuhkan keonaran di padukuhan ini"
Ki Reksatani tidak mau membiarkan rahasianya diketahui oleh seorangpun. Karena
itu, maka iapun segera mencari cangkul di dapur rumah itu.
Dengan diam-diam. ia menggali lubang yang dalam untuk mengubur mayat Puranta di
halaman rumah itu juga tanpa upacara apapun juga bersama dengan kerisnya sama
sekali. "Mudah-mudahan tidak ada orang yang melihatnya. Hanya orang yang membunuhnya
sajalah yang tahu bahwa disini telah terjadi raja pati. Dalam waktu yang singkat
aku akan tahu siapakah yang telah membunuh anak ini.
Sebentar kemudian, maka Ki Reksatani telah selesai
mengubur mayat Puranta di sudut halaman itu. Dengan nafas terengah-engah maka
disimpannya cangkulnya. Tetapi ia tidak segera kembali ke rumahnya. Ia sendiri
menjadi bingung menanggapi peristiwa yang terjadi dengan tiba-tiba tanpa diduga-
duganya sama sekali itu. "Besok aku akan tahu. Kalau yang membunuh Puranta itu kakang Demang sendiri,
akupun akan segera mendapat
penjelasan. Kakang Demang pasti akan memanggil aku dan minta pertanggungan jawab
bahwa hal ini telah terjadi. Tetapi kalau yang membunuh orang lain, aku akan
berusaha untuk menemukannya diantara orang-orang yang berkepentingan dengan anak
ini atau Sindangsari"
Dalam pada itu, maka Nyai Reksatani dan Sindangsari telah menunggu dengan
gelisah karena Ki Reksatani tidak juga segera pulang. Berbagai angan-angan telah
hilir mudik di kepala mereka. Apalagi Nyai Reksatani. Bahkan kemudian timbullah
niatnya untuk menyusul suaminya.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Kau tinggal disini saja mBok-ayu. Aku akan mengajak dua orang pembantu untuk
mengantarku" "Tidak. Aku takut. Aku ikut kemana kau pergi"
"Jangan. Persoalannya nanti akan menjadi berlarut-larut karenanya"
"Tidak. Aku tidak mau"
Nyai Reksatani menjadi bingung dan ragu-ragu. Kadang-
kadang ia berusaha untuk menenangkan saja hatinya sambil menunggu.
Tetapi kadang-kadang dadanya bergejolak terlampau cepat. Namun sebelum Nyai Reksatani mengambil keputusan,
mereka terkejut mendengar pintu pringgitan bergerit.
Serentak mereka berpaling, dan merekapun melihat Ki
Reksatani melangkah masuk.
"Bagaimana kakang?" dengan serta-merta Nyai Reksatani bertanya.
Ki Reksatani tersenyum "Bukan apa-apa" jawabnya
"memang mungkin kau benar Perampok yang belum
mengenal bahwa rumah itu adalah rumah Ki Reksatani.
Namun agaknya mereka tidak menemukan sesuatu di rumah itu. Semua barang-barang
masih utuh. Dan sudah barang tentu mereka tidak akan merasa perlu membawa alat-
alat tenun yang besar itu.
Nyai Reksatani mengangguk-anggukkan kepalanya. Meskipun berbagai macam pertanyaan berdesakan di
dadanya, namun ia terpaksa menyimpannya.
Demikian juga agaknya Sindangsari. Ia tidak berani
bertanya apakah yang sudah terjadi dengan Puranta. Dan iapun tidak berani
bertanya, apakah Puranta itu selamat atau mengalami apapun juga.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Jangan hiraukan lagi" berkata Ki Reksatani "tetapi aku menyesal, bahwa hal itu
pasti sudah mengganggu ketenangan mBok-ayu disini"
Sindangsari sama sekali tidak dapat mengucapkan jawaban sepatahpun juga.
"Sudahlah. Bawalah mBok-ayu tidur" berkata Ki Reksatani kepada isterinya "besok
sajalah belajar menenun"
Sindangsari hanya dapat menganggukkan kepalanya saja, sementara Ki Reksatani
langsung pergi ke ruang dalam. Tetapi ia tidak berhenti di sana. Ia masih
membuka pintu belakang dan pergi ke pakiwan untuk membersihkan dirinya.
Nyai Reksatani segera menyusulnya setelah menyelarak
pintu. Ia melihat pakaian Ki Reksatani yang kusut, bahkan kotor sekali. Karena
itulah maka ia tidak dapat menahan perasaannya lagi. Ia ingin segera tahu, apa
yang telah terjadi sebenarnya dengan Puranta dan orang yang tertawa di luar
dengan nada yang mengerikan itu.
"Kakang" desis Nyai Reksatani yang berdiri termangu-
mangu diambang pintu belakang. Ia agak ragu-ragu untuk langsung turun ke dalam
gelapnya malam. "He" sahut suaminya.
"Dimana kau?" "Pakiwan" Nyai Reksatani yang tidak dapat bersabar lagi segera
menyusulnya. Dengan nada yang dalam terbata-bata ia
bertanya "Apa yang telah terjadi kakang"
Ki Reksatani segera keluar dari pakiwan.
Sambil menggeleng-gelengkan kepalanya ia menggeram "Ada setan yang mengganggu usaha
kita" "Bagaimana dengan Puranta?"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Ki Reksatani menjadi ragu-ragu sebentar. Namun kemudian ia menyahut "Jangan
hiraukan lagi anak itu. Kita tidak dapat menggantungkan kepercayaan kita
kepadanya" "Kenapa?" "Di dalam keadaan yang gawat ia tidak akan dapat
menyelesaikan masalah ini. Ia adalah seorang laki-laki yang haus akan kehangatan
perempuan. Itu saja. Di dalam masalah yang lebih jauh dari masalah perempuan, ia
memang tidak berarti apa-apa"
"Tetapi bagaimana dengan anak itu sekarang" Apakah ia berhasil menangkap orang
yang telah mengganggu usahanya"
"Aku tidak dapat mengharap apa-apa lagi daripadanya.
Katakanlah bahwa usaha kita dengan cara ini sudah gagal.
Gagal sama sekali. Kalau ada satu orang saja yang
mengetahui, maka semuanya tidak akan berarti lagi"
"Apakah ada orang yang mengetahui?"
"Ada. Orang yang mengganggu itu dan Puranta.
"Jadi, jadi bagaimana kalau mereka berkhianat dan
mengadukan hal ini kepada kakang Demang"
"Jangan takut. Aku dapat menganggap semua ceritera yang tidak dapat dibuktikan
sebagai fitnah" "Tetapi, bagaimana kalau Sindangsari juga berceritera tentang Puranta?"
"Tidak. Ia tidak akan berani berceritera tentang hal itu kepada kakang Demang.
Ia akan tetap menutup mulutnya"
Nyai Reksatani menjadi termangu-mangu sejenak.
"Kita membuat rencana yang lain. Rencana yang sudah
pernah aku katakan" "Jadi, maksud kakang, kita tidak dapat menempuh jalan lain?"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Ki Reksatani menggelengkan kepalanya "Sayang, aku tidak melihat jalan itu"
"Jangan kakang. Jangan"
"Aku tidak dapat mengurungkan niat ini. Semua jalan
sudah aku coba. Hanya jalan yang satu inilah yang belum aku lakukan"
"Jangan. Aku tidak sependapat"
"Kau jangan terikat oleh perasaanmu yang cengeng" mata Ki Reksatani menjadi
merah "kesempatan itu kini telah terbuka"
"Sekarang?" "Aku sedang mempertimbangkannya"
"Tidak. Itu tidak mungkin. Ia pergi ke rumah ini bersama kita dan atas ijin Ki
Demang. Kalau kau kehilangan akal dan melakukannya sekarang, maka kau akan gagal
lagi. Kegagalan yang mutlak dan yang akan menjerat seluruh keluargamu"
suara Nyai Reksatani menjadi gemetar "aku masih mengharap kau mencari jalan lain
kakang. Jalan lain yang dapat kita tempuh dengan aman"
Ki Reksatani berdiri saja mematung. Sekali-sekali dilontarkannya pandangan matanya ke arah bintang-bintang yang bertaburan di
langit. Kemudian kembali mendarat
kewajah isterinya yang kecemasan.
"Apakah kau benar-benar kehilangan akal kakang?"
Ki Reksatani menggelengkan kepalanya "Aku masih tetap sadar"
"Karena itu pertimbangkan semua perbuatan ini baik-baik.
Jangan sekedar terburu nafsu. Kakanglah yang agaknya telah hanyut dalam arus
perasaan yang tidak terkendali. Bukan aku"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Ki Reksatani menarik nafas dalam-dalam. Seolah-olah ia ingin menemukan
ketenangan di dalam hati.
"Hilangkan niat itu sekarang. Kita masih mempunyai waktu"
"Aku tidak tahu, apa saja yang akan dilakukan oleh orang yang telah mengganggu
usaha Puranta itu. Aku juga tidak tahu,
siapakah orang itu. Dengan demikian, banyak kemungkinan yang dapat terjadi atas kita"
"Apakah kakang menduga orang itu kakang Demang
sendiri?" "Mungkin. Tetapi mungkin juga bukan"
Nyai Reksatani menjadi tegang.
"Tetapi jangan cemas. Apapun yang akan terjadi, sudah aku siapkan. Aku akan
menghadapinya, seandainya orang itu Ki Demang sekalipun"
"Apa yang akan kakang lakukan"
"Sudahlah. Serahkan semuanya kepadaku"
"Tetapi jangan lakukan itu sekarang. Aku tidak mau. Aku tidak mau"
Ki Reksatani tidak menyahut.
"Jangan kakang. Berjanjilah Aku akan membantu segala
usaha kakang. Tetapi tidak untuk melakukannya sekarang"
Ki Reksatani masih termenung sejenak. Lalu katanya
"Baiklah, Aku tidak akan membunuhnya sekarang. Tetapi aku tidak mempunyai jalan
dan cara lain. Sindangsari harus dibunuh. Akan lebih baik apabila hal itu
dilakukan tanpa diketahui oleh kakang Demang, dan kita dapat menghilangkan
jejak. Tetapi kalau tidak sekali lagi, apaboleh buat"
"Kau sudah melakukan pemberontakan kakang"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Aku akan mencari alasan yang paling baik. Aku akan
menghubungi orang yang tidak puas. Mungkin ayah Manguri, mungkin orang-orang
lain lagi. Orang-orang kaya dan orang-orang yang mempunyai kekuatan yang cukup"
"Mengerikan sekali" desis Nyai Reksatani sambil menyembunyikan wajahnya di balik kedua telapak tangannya.
"Terpaksa" "Apakah hari depan kita dan anak-anak kita cukup bernilai untuk ditukar dengan
korban-korban jiwa yang mungkin dapat jatuh?"
Ki Reksatani tertawa pendek "Nyai, untuk kepentingan hari depan kita, apa
salahnya kita mengorbankan jiwa orang-orang bodoh yang dapat kita peralat" Aku
sudah sampai pada suatu kesimpulan, bahwa cara apapun akan aku tempuh untuk
mendapatkan kedudukan yang aku kehendaki. Aku tidak akan mempedulikan lagi
korban-korban yang bakal jatuh. Ita adalah akibat dari kebodohan mereka, dan
justru juga ketamakan. Kalau mereka dapat aku bujuk dengan upah, dengan uang dan kedudukan, maka orang
itu adalah orang yang tamak seperti kita. Kita sama sekali tidak akan merasa
kehilangan apabila mereka akan binasa di dalam geseran keadaan itu.
Akupun tidak akan menyesal apabila kelak aku akan berdiri pada kedudukanku
beralaskan bangkai-bangkai orang-orang yang dungu, tamak dan bodoh itu"
"O, mengerikan sekali. Mengerikan sekali"
"Sayang Nyai. Aku tidak mempunyai jalan lain. Pada suatu saat hal itu akan
terjadi" Ki Reksatani berhenti sejenak, lalu
"sekarang kembalilah kepada perempuan yang ketakutan itu.
Biarlah ia menikmati hidupnya yang masih tersisa. Aku tidak dapat memaafkannya
lagi. Semakin lama kedudukannya akan menjadi semakin baik. Apalagi kalau ia
sudah beranak" Nyai Reksatani tidak menyahut. Tetapi ia mengusap
matanya yang

Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

basah. Sebenarnya ia tidak dapat Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
menyesuaikan dirinya dengan rencana suaminya. Tetapi ia tidak dapat berbuat
apapun juga. Ia hanya seorang
perempuan, yang hanya dapat menempatkan diri di dalam segala lingkaran suaminya
Sorga atau neraka, sekedar
mengikut. Setelah matanya yang basah itu kering, Nyai Reksatanipun kemudian melangkah
perlahan-lahan masuk ke ruang dalam, kemudian memasuki pringgitan. Dilihatnya
Sindangsari masih duduk di tempatnya, meskipun seakan-akan ia sudah dibakar oleh
kegelisahan. "O, Kau lama sekali meninggalkan aku ketakutan" katanya.
"O, maaf mBok-ayu. Aku harus menyediakan minuman
panas buat kakang Reksatani. Biasanya di malam hari, apabila ia datang
darimanapun juga, kakang memerlukan minuman panas"
Sindangsari mengangguk-anggukkan kepalanya. Tetapi ia tidak menjawab.
"mBok-ayu, hari telah terlampau jauh malam. Marilah aku persilahkan mBok-ayu
tidur saja" Sindangsari menjadi ragu-ragu.
"Silahkanlah" desak Nyai Reksatani.
"Aku takut" desis Sindangsari.
"Kenapa takut. Di rumah ini ada kakang Reksatani, mBokayu tidak usah takut"
Sindangsari tidak menjawab, tetapi ia masih tetap ragu-ragu.
"Marilah" Nyai Reksatani mendesaknya pula "silahkanlah"
Akhirnya Sindangsari bangkit pula dan berjalan ke bilik yang ditunjukkan oleh
Nyai Reksatani untuknya. Betapa ia
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
diamuk oleh bimbang dan ragu-ragu, namun ia masuk pula ke dalam bilik itu.
Ki Reksatani yang kemudian masuk pula ke ruang dalam
menjenguk ke dalam bilik itu sambil berkata "Aku disini mBokayu. Kalau ada apa-
apa, panggil aku" Sindangsari menganggukkan kepalanya. Jawabnya perlahan-lahan "Terima kasih"
"Sekarang, silahkanlah tidur. Tidak akan ada apa-apa lagi di rumah ini"
Sindangsari menganggukkan kepalanya sekali lagi. Tetapi hatinya terasa menjadi
semakin berdebar-debar. Apalagi ketika kemudian Ki Reksatani suami isteri
meninggalkannya seorang diri di dalam bilik yang hanya diterangi oleh lampu
minyak kelapa dengan cahayanya yang kekuning-kuningan.
Namun sejenak kemudian Sindangsari berhasil menenangkan hatinya sendiri. Agaknya rumah ini memang tidak akan mendapat
gangguan apapun juga. Meskipun
demikian, sebuah penyesalan telah melonjak lagi di dadanya.
"Kalau saja ada Ki Demang" desisnya perlahan-lahan sekali.
Dalam keadaan yang demikian terasa,
betapa ia memerlukan Ki Demang di Kepandak. Bagaimanapun juga,
laki-laki yang dingin itu dapat memberinya ketenangan.
Meskipun Ki Demang di Kepandak tidak pernah berbuat
apapun juga sebagai seorang suami, tetapi dalam keadaan yang berbahaya ia pasti
tidak akan tetap tinggal diam. Ia pasti akan berbuat sesuatu untuk
melindunginya, Ketika Sindangsari sudah berbaring, terlintas juga di dalam angan-angannya anak
muda yang bernama Puranta. Kadang-kadang terasa juga sentuhan-sentuhan pada
perasaannya sebagai seorang perempuan muda. Tetapi kemudian terasa betapa bulu-
bulunya meremang. Laki-laki itu membuatnya sangat gelisah.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Ketika kemudian terbayang di angan-angannya wajah
Pamot, Sindangsari menarik nafas dalam-dalam. Kenangan atas anak muda itulah
yang sebenarnya telah membantu
menahannya untuk tidak terjerumus ke dalam jurang yang lebih dalam lagi.
Namun angan-angannya pecah ketika ia mendengar kokok
ayam yang bersahut-sahutan. Agaknya semalam suntuk ia sama
sekali tidak tertidur. Karena ketegangan dan kecemasannya, ia tidak merasa, bahwa sebenarnya malam telah berlangsung hampir
seluruhnya. Dan kini agaknya fajar telah membayang pula di ujung Timur.
Dalam pada itu, Ki Reksatani masih juga duduk di pinggir pembaringannya,
selagi isterinya berbaring dengan gelisahnya. "Aku harus segera mulai" berkata Ki Reksatani "kalau tidak aku akan terlambat"
"Kakang" bisik isterinya "kenapa tidak kita lepaskan saja angan-angan itu?"
"Tidak mungkin lagi. Tidak mungkin lagi"
"Kakang tidak mau memikirkan akibatnya"
"Nyai" berkata Ki Reksatani "dengarlah. Aku masih akan menempuh jalan yang
paling aman. Aku akan mengambil
perempuan itu. Kalau kakang Demang tidak mengetahui
bahwa aku yang mengambilnya, maka apa yang kau
bayangkan itu tidak akan pernah terjadi. Kakang Demang pasti justru akan meminta
bantuanku untuk mencari isterinya"
"Tetapi laki-laki yang datang mengganggu usaha Puranta itu?"
Ki Reksatani menarik nafas dalam-dalam.
"Dan apakah Puranta sendiri untuk seterusnya akan diam"
Agaknya ia benar-benar telah terjerat oleh Sindangsari.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Sebagai seorang laki-laki ia akan berusaha untuk mendapatkannya. Kau upah atau tidak"
"Ia tidak akan dapat mengganggu Sindangsari lagi. Atas permintaan kita atau
tidak" "Kakang" tiba-tiba Nyai Reksatani bangkit.
"Kenapa dengan anak itu" ia bertanya.
"Puranta sudah mati" jawab Ki Reksatani.
"Kenapa?" "Aku tidak tahu. Agaknya orang yang mengganggu usaha
Puranta itulah yang sudah membunuhnya"
"Siapa" Siapakah orang itu?"
"Aku tidak tahu" Ki Reksatani menggelengkan kepalanya.
"O, apakah itu berarti bencana bagi kita" Bagi keluarga kita?"
"Aku tidak tahu pasti. Itulah sebabnya aku berpendirian, bahwa aku tidak akan
dapat melangkah surut lagi. Aku harus berjalan terus, apapun yang akan aku
hadapi. Aku sudah terlanjur mulai dengan rencana ini"
"Tetapi, aku menjadi takut kakang"
"Jangan takut" Ki Reksatani mencoba menenteramkan hati isterinya. Namun terasa
kata-katanya mengandung keragu-raguan.
"Rencanamu membuat aku tidak akan dapat tidur
sepanjang waktu" "Dengarlah Nyai" berkata Ki Reksatani "memang hatiku
masih selalu melonjak-lonjak. Kadang-kadang timbul ah keinginanku untuk mencekik
saja Sindangsari itu. Tetapi sudah tentu kau tidak akan sependapat. Karena itu,
sudah aku katakan. Aku masih akan menempuh jalan yang paling aman.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Sementara aku berusaha menemukan orang yang telah
membunuh Puranta itu"
Nyai Reksatani menarik nafas dalam-dalam. Tetapi ia masih tetap dicengkam oleh
kegelisahan, sehingga iapun sama sekali tidak dapat memejamkan matanya sampai
cahaya fajar membayang pada lubang-lubang dinding biliknya.
Nyai Reksatani tidak dapat berbaring terus di dalam
biliknya. Iapun kemudian bangkit untuk pergi ke dapur, selagi anak-anaknya
masih tidur nyenyak ditunggui oleh pembantunya. Tetapi ia terkejut ketika ia melihat pintu belakang sudah terbuka, dan
pembantunya sudah ada di dapur.
"Siapakah yang membuka selarak pintu?" ia bertanya.
"Aku Nyai" jawab pembantunya.
"Sepagi ini?" "Nyai Demang membangunkan aku"
"Dimana ia sekarang?"
"Di pakiwan" Nyai Reksatanipun kemudian melangkah keluar. Dilihatnya langit telah menjadi
semakin cerah. Ayam-ayam telah turun ke halaman dan burung-burung liar sudah
mulai berkicau bersahut-sahutan menyambut cahaya matahari yang telah mewarnai langit.
"Kau sudah bangun mBok-ayu" Nyai Reksatani bertanya.
"Aku sama sekali tidak dapat tidur sekejappun" jawab
Sindangsari dari dalam pakiwan.
"O, apakah kau masih ketakutan?"
"Ya" Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Di rumah ini mBok-ayu sebenarnya tidak usah takut. Di sini ada Ki Reksatani"
"Tetapi ...." Sindangsari tidak melanjutkannya.
"Tetapi apa?" Nyai Reksatani mendekati dinding pekiwan
"apakah kau takut kalau anak itu menyusulmu kemari?"
"Ya" Nyai Reksatani tertawa. Tetapi ia tidak menjawab.
Ditinggalkannya Sindangsari yang masih ada di dalam pakiwan untuk membersihkan
dirinya. Namun, ketika suara tertawa Nyai Reksatani itu terhenti, terasa dadanya sendiri
menjadi sakit. Bahkan timbul pula pertanyaan dalam hatinya "Kenapa aku tertawa?"
Nyai Reksatani mengusap dadanya dengan telapak
tangannya. Tanpa sesadarnya ia mengeluh perlahan-lahan.
Seharusnya ia tidak akan dapat tertawa lagi. Sama sekali tidak.
Nyai Reksatani terkejut ketika tiba-tiba saja Sindangsari yang sudah selesai
membersihkan dirinya berdiri di
belakangnya. Sambil menggamit pundaknya ia berkata "Aku minta diantar pulang
pagi ini" katanya. "He" Kenapa tergesa-gesa" bertanya Nyai Reksatani.
"Aku takut. Aku takut sekali"
"Bukankah hari sduah siang?"
"Tetapi banyak sekali sebab yang membuat aku ketakutan di rumah ini"
"Nantilah sebentar. Nanti aku antarkan"
"Tidak. Jangan hanya kau sendiri. Aku minta kau antarkan berdua dengan Ki
Reksatani" Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Ah, aku tidak tahu apakah kakang Reksatani mempunyai waktu untuk mengantarkan
mBok-ayu" "Aku minta. Aku minta dengan sangat. Aku tidak berani pulang sendiri"
Nyai Reksatani tidak segera menjawab. Tetapi kebimbangan yang tajam membayang di wajahnya.
"Cobalah. Katakan kepada Ki Reksatani. Apakah ia dapat mengantar aku sekarang"
Nyai Reksatani mengangguk-anggukkan kepalanya. Akhirnya ia berkata "Baiklah. Aku akan minta kepadanya.
Tetapi bagaimana kalau kebetulan kakang Reksatani sedang sibuk"
"Kalau Ki Reksatani sedang sibuk, biarlah ia berkuda
sejenak ke Kademangan. Biarlah kakang Demang menjemputku" Nyai Reksatani mengangguk-anggukkan kepalanya. Katanya "Baiklah. Aku akan bertanya kepadanya"
Sementara Nyai Reksatani menemui suaminya, maka
Sindangsaripun berpakaian di dalam biliknya. Ia sudah memutuskan untuk segera
kembali ke Kademangan. Pagi ini juga.
Ki Reksatani yang mendengar permintaan Sindangsari
itupun menjadi berdebar-debar. Sekilas terbayang di dalam angan-angannya, bahwa
semalam Ki Demanglah yang telah datang mengamati isterinya, dan kemudian
membunuh Puranta, karena ia tahu, bahwa Purantalah yang telah
membujuk-bujuk isterinya, sedang isterinya tidak bersedia melakukannya.
"Kenapa harus aku?" ia bergumam.
"Kalau kakang berkeberatan maka ia minta kakang ke
Kademangan sejenak, untuk memanggil Ki Demang"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Itu sama saja"
"Tidak. Kakang dapat berpacu diatas punggung kuda
sejenak" Ki Reksatani mengerutkan keningnya. Tiba-tiba ia berkata
"Biarlah aku yang mengantarkannya"
"Aku ikut bersamamu kakang"
"Itu akan membuang waktu. Tanpa kau aku akan dapat
berjalan cepat, selagi aku pulang"
"Tetapi aku ingin ikut"
"Kau takut aku membunuhnya di jalan"
Nyai Reksatani tidak menyahut. Tetapi kepalanya tertunduk dalam-dalam.
"Sudah aku katakan. Aku tidak akan membunuhnya karena kau tidak sependapat,
bahwa aku melakukannya sekarang, meskipun aku sudah siap menghadapi setiap
kemungkinan. Apakah aku harus berbohong, membuat eeritera ceritera palsu, atau aku harus
berkelahi"

Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Isterinya tidak segera menyahut.
"Bagaimana?" Namun isterinya menjawab "Aku ikut kakang"
Ki Reksatani menarik nafas dalam-dalam. Katanya "Baiklah.
Seharusnya kau menunggui anakmu. Setiap hari anakmu kau tinggal, dan kau
percayakan saja kepada pembantu-pembantu"
"Tetapi bukankah kepergianku juga dalam rangka rencana kakang" Bahkan aku harus
menghina diri sendiri dengan berpura-pura melakukan perbuatan sedeng dengan
Puranta?" "Sudahlah, sudahlah" potong Ki Reksatani "cepatlah
berkemas" Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Nyai Reksatanipun kemudian mengenakan pakaiannya
setelah mandi. Ia tidak sampai hati membiarkan Ki Reksatani yang mendendam itu
mengantarkan Sindangsari seorang diri.
Setelah kedua perempuan itu selesai,
maka Nyai Reksatanipun mengajak Sindangsari untuk makan lebih dahulu sebelum mereka
berangkat. Tetapi leher Sindangsari itu serasa tersumbat, sehingga hampir tidak
mampu untuk menelan butiran-butiran nasi hangat.
Namun bukan saja Sindangsari yang menjadi gelisah. Ki Reksatanipun telah
dicengkam oleh kegelisahan pula. Ia selalu dikejar-kejar
oleh pertanyaan "Apakah yang akan dikatakannya, kalau semalam, orang yang membunuh Puranta itu Ki Demang sendiri?"
Karena Ki Reksatani tidak mampu mengatasi kegelisahannya, maka ketika mereka siap untuk berangkat, diselipkannya keris
pusakanya di lambungnya, sambil bergumam "Aku tidak tahu, apakah aku akan menjumpai
bahaya di sepanjang jalan"
Ketiganyapun kemudian berangkat ke Kademangan, ketika matahari telah bertengger
diatas punggung bukit. Cahayanya yang cerah memancar keseluruh permukaan bumi.
Daun-daun yang hijau kekuning-kuningan tampak menjadi semakin
kuning. Sedang parit-parit yang kering seolah-olah menjadi bertambah kehausan.
"Semakin siang, udara akan menjadi semakin panas" desis Ki Reksatani "rasa-
rasanya kita akan berjalan diatas perapian.
Kalau dalam beberapa pekan mendatang hujan tidak turun, maka tanaman di sawah
akan menjerit kekurangan air"
Isterinya dan Sindangsari tidak menyahut. Mereka hanya mengangguk-anggukkan
kepalanya saja, meskipun tanpa
mereka sadari, merekapun menebarkan pandangan mata
mereka menyapu tanah persawahan yang terbentang di
hadapan mereka. Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Ketika Ki Reksatani yang berjalan di belakang kedua
perempuan itu, agak terpisah jauh, maka Nyai Reksatanipun kemudian berbisik di
telinga Sindangsari "mBok-ayu, apakah mBok-ayu nanti akan mengatakan semuanya
dengan berterus-terang kepada Ki Demang?"
Pertanyaan itu telah membingungkan hati Nyai Demang di Kepandak, sehingga untuk
sesaat ia tidak mampu untuk
menjawab. "mBok-ayu" berkata Nyai Reksatani "sekali-sekali kita memang harus berbohong.
Tidak semua kebohongan itu
salah. Suatu ketika akupun berbohong kepada anak-anakku.
Kadang-kadang aku tidak berkata terus terang, bahwa aku akan bepergian. Kadang-
kadang aku berkata, bahwa aku akan berobat kedukun, agar anak-anak tidak ingin
ikut serta" Nyai Reksatani berhenti sejenak, lalu "Akupun berbohong kepada Ki
Reksatani, bahwa aku mengenal seorang laki-laki yang
bernama Puranta. Kebohongan kepada suami, kadang-kadang dapat menimbulkan
ketenteraman rumah tangga. Kau
mengerti" Kalau suami kita tidak tahu bahwa sekali-sekali kita memilih jalan
simpang, maka hal itu tidak akan menumbuhkan persoalan. Tetapi kalau kita
berterus terang, dengan jujur, meskipun kita bersimpuh di bawah kakinya, belum
tentu kalau rumah tangga kita dapat terpelihara baik"
Sindangsari tidak menyahut. Tetapi bulu-bulu tengkuknya serasa meremang.
Terbayang sejenak, bagaimana Ki Demang menjadi marah, dan hampir saja
membunuhnya ketika ia berterus terang, apa yang sudah terjadiatasnya sebelum mereka kawin.
"Dengan demikian persoalan itu akan selesai. Ia tidak lagi dibebani oleh siksaan
batin yang tidak ada henti-hentinya.
Sepanjang saat, kecuali apabila ia sedang tertidur"
"Kalau aku mengatakan persoalan ini dengan berterus
terang, tetapi kakang Demang menjadi salah paham, apakah
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
ia akan dapat memaafkan aku untuk kedua kalinya?"
pertanyaan itu terlontar di dalam hati Sindangsari.
Dalam pada ituNyai Reksatani mendesaknya "Apakah kau
mengerti mBok-ayu" Kalau kita tidak berbuat jujur kita sebenarnya bermaksud
baik" Sindangsari masih berdiam diri. Tetapi dadanya bergolak semakin cepat. Ia tidak
mengerti sepenuhnya maksud Nyai Reksatani, meskipun terasa, betapa liciknya cara
itu. "Tetapi terserahlah kepadamu" berkata Nyai Reksatani
kemudian "Aku hanya menasehatkan kepadamu, berdasarkan pengalamanku"
Sindangsari masih tetap berdiam diri. Sementara kaki-kaki mereka melangkah
semakin cepat. Ki Reksatani yang berjalan di belakang kedua perempuan itu tidak menghiraukan
apa yang sedang mereka percakapkan.
Kegelisahan yang semakin memuncak telah mencekam
dadanya. "Apakah benar yang telah membunuh Puranta itu kakang
Demang sendiri" Di padukuhan ini sukar agaknya untuk
menemukan orang yang dapat mengalahkan Puranta dengan mudah. Apalagi Puranta
mempergunakan keris. Dan bahkan agaknya kerisnya sendiri itulah yang sudah
tergores di tubuhnya" ia selalu menimbang-nimbang di dalam hatinya.
Tetapi akhirnya ia menggeram "Persetan. Aku tidak peduli.
Dan aku bukan pengecut"
Ki Reksatani mencoba menggeretakkan giginya untuk
mengatasi kecemasan di dadanya. Namun masih juga terasa debar jantungnya yang
menggelora. Semakin dekat mereka dengan rumah Kademangan, hati Ki Reksatani menjadi semakin
berdentangan. Bahkan tanpa
sesadarnya tangannya telah menyentuh hulu kerisnya. Tetapi ternyata tangan itu
gemetar. Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Apalagi ketika mereka sudah berada diambang regol
halaman. Ketika isterinya dan Sindangsari sudah melangkah memasuki halaman.
Sejenak ia termangu-mangu. Dilihatnya dua orang peronda masih ada di dalam
gardu. Dan yang lebih mendebarkan dadanya, di pendapa dilihatnya Ki Jagabaya
sudah duduk menghadapi semangkuk air panas. Ketika Ki Jagabaya melihat kedatangan Nyai Demang dan Ki Reksatani berdua, iapun
segera berdiri. Sambil mengerutkan keningnya, orang yang kekar itu melangkah
menyongsongnya. "He, sepagi ini kalian sudah datang" ia menyapa ramah.
Dalam pada itu Nyai Reksatani berbisik "Ingat mBokayu.
Sebaiknya mBok-ayu tidak mengatakan apa-apa. mBok-ayu mengatakan ingin pulang
tanpa sebab. Itu saja. Kalau mBokayu mengatakan sesuatu, maka kakang Demang akan
bertanya lebih banyak lagi, sehingga pada suatu saat, mBokayu terpaksa
mengatakan, bahwa mBok-ayu telah berjanji untuk menemui seorang laki-laki
bernama Puranta" "He" Sindangsari terkejut. Tetapi sebelum ia berkata
sesuatu. Nyai Reksatani sudah mendahului "Karena itu jangan mengatakan apa-apa"
Mereka tidak dapat berbincang lebih banyak lagi, karena mereka telah berdiri di
hadapan Ki Jagabaya, yang sekali lagi bertanya "Pagi pagi kalian sudah datang?"
Nyai Reksatani tersenyum. Sejenak ia berpaling kepada suaminya yang tertawa.
Tetapi sebelum suaminya menjawab, Nyai Reksatani berkata lirih "Ah seperti kau
tidak tahu saja Ki Jagabaya. Bukankah mBok-ayu Demang ini masih termasuk
pengantin baru?" Ki Jagabaya tertawa berkepanjangan seperti juga Ki
Reksatani, sedang Sindangsari menundukkan kepalanya
dalam-dalam. Agaknya suara tertawa mereka telah terdengar oleh Ki
Demang, sehingga iapun kemudian menjengukkan kepalanya.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Ketika dilihatnya isterinya diantar oleh Ki Reksatani suami isteri, maka iapun
segera mendapatkannya. "Aku kira kau akan pulang siang nanti. Aku sudah berpikir apakah aku akan
menjemputmu pagi ini. Tetapi akhirnya aku memutuskan, bahwa aku akan pergi agak
siang nanti, menjelang matahari sampai ke puncak"
"mBok-ayu tidak kerasan berada di rumah kami.
Semalaman ia tidak dapat tidur" sahut Nyai Reksatani.
"Kenapa?" "Kenapa kakang Demang masih bertanya" Di rumahku
tidak ada kakang Demang. Itulah sebabnya begitu fajar menyingsing, mBok-ayu
sudah mulai merengek, minta diantar pulang"
"Ah" Ki Demang hanya dapat tersenyum..
"Sudah aku katakan kepada Ki Jagabaya, mBokayu masih
termasuk penganten baru"
"Ada-ada saja kau Nyai" desis Ki Demang "mari, marilah masuk"
"Ki Reksatani hanya tertawa-tawa saja. Tetapi sebenarnyalah bahwa dadanya telah terguncang-guncang. Ia masih juga dicemaskan
oleh dugaannya, bahwa ada
kemungkinan orang yang membunuh Puranta itu adalah Ki Demang sendiri.
Tetapi menilik sikap dan kata-kata Ki Demang, agaknya dugaan itu tidak benar.
Agaknya Ki Demang sama sekali tidak mengetahui, apa yang sudah terjadi di rumah
adiknya. Ketika mereka kemudian berbicara, bersama Ki Jagabaya, maka setiap kali Ki
Reksatani menarik nafas dalam-dalam.
Semakin lama iapun menjadi semakin yakin, bahwa bukan Ki Demanglah yang telah
melakukannya. Dengan demikian,
maka ia menjadi malu sendiri, bahwa ia telah membawa
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
kerisnya, seolah-olah ia sedang berhadapan dengan bahaya yang mengancam jiwanya.
"Agaknya memang demikianlah seorang isteri yang sedang mengandung" berkata Nyai
Reksatani kemudian "semalam
saja ia tidak bersama suaminya, rasa-rasanya sudah seperti bertahun-tahun"
Ki Demang hanya dapat tersenyum saja. Sekali-sekali
memang dicobanya untuk memandang wajah isterinya yang tunduk. Namun kemudian
dilemparkannya tatapan matanya jauh-jauh.
"Tetapi kami tidak dapat berlama-lama disini kakang"
berkata Ki Reksatani "kami akan segera kembali. Sebenarnya aku mempunyai
pekerjaan di rumah, mengawasi pembuatan bendungan itu. Tetapi mBok-ayu tidak
dapat menunda sesaatpun, meskipun kakang Demang sudah berjanji untuk menjemputnya.
"He-he, kenapa tergesa-gesa. Apakah kalian sudah
makan?" bertanya Ki Demang.
"Terima kasih. Setiap kali aku datang kemari, aku pasti dijamu makan" jawab Ki
Reksatani. "Aku tahu, kau senang sekali makan"
Ki Reksatani tertawa dan Ki Jagabayapun turut tertawa juga.
"Tetapi, sebaiknya aku tinggal disini sebentar kakang"
potong Nyai Reksatani. Ki Reksatani mengerutkan keningnya. Dipandanginya
isterinya sejenak. Namun ketika terpandang olehnya sorot matanya ia menarik
nafas dalam-dalam sambil berdesah
"Baiklah. Kalau kau akan tinggal disini, tinggal ah"
"Aku masih lelah. Kalau kakang ingin pergi ke bendungan pergilah. Di rumah
akupun hanya seorang diri"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Bagaimana dengan anak-anak?" bertanya Ki Reksatani.
"Pembantu itu sudah tahu benar, bagaimana ia harus
melayani anak-anak kita"
Ki Reksatani mengangguk-anggukkan kepalanya "Baiklah
kalau kakang Demang berdua tidak berkeberatan"
"Tentu tidak" sahut Ki Demang "biarlah isterimu tinggal disini. Nanti sore kau
dapat menjemputnya" "Nanti siang aku akan datang kakang. Kasihan anak-anak yang terlalu lama
menunggu ibunya" Ki Reksatanipun kemudian minta diri dan meninggalkan
rumah Kademangan. Di sepanjang jalan ia mencoba untuk mencari kemungkinan,
siapakah yang telah melakukan
pembunuhan itu. Ternyata Ki Demang sama sekali tidak tahu menahu.
"Pasti bukan orang kebanyakan" desisnya. Memang ada
juga pikiran di kepalanya, bahwa kemungkinan yang lain adalah Manguri atau
ayahnya. "Tetapi Manguri seharusnya mendukung rencana ini.
Rencana untuk memisahkan Sindangsari dari Ki Demang di Kepandak, karena dengan
demikian kemungkinannya untuk mendapatkan perempuan itu menjadi semakin besar"
Ki Reksatani menarik nafas dalam-dalam. Teka-teki itu adalah teka-teki yang
cukup rumit. Namun akhirnya ia jatuh ke dalam suatu kesimpulan "Aku harus mengambil jalan
lain. Jalan yang pasti. Bukan sekedar mencoba-coba seperti yang dilakukan selama
ini" "Aku akan mengambilnya. Sebentar lagi kakang Demang
akan melakukan upacara Mitoni kalau kandungan genap tujuh bulan. Agaknya
peralatan itu akan dilakukannya dalam waktu yang dekat. Dalam saat itu akan
mendapat kesempatan"
berkata Ki Reksatani di dalam hatinya "tetapi sebelum itu aku
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
harus sudah siap. Aku harus dapat menyusun bebahu
tandingan buat Kademangan ini. Apabila keadaan memaksa, maka aku akan siap
menghadapinya. Sebagian terbesar dari rakyat Kepandak sendiri pasti tidak akan
dapat bersikap. Aku dapat memberikan alasan apa saja untuk mengelabuhi
mereka. Tetapi akan lebih baik. kalau kakang Demang tidak tahu, bahwa akulah
yang telah mengambil isterinya. Dengan demikian tidak akan terjadi keributan
apa-apa, sementara niatku untuk menghapus keturunan Kakang Demang dapat
terlaksana" Dalam pada itu sekilas teringat pula olehnya keinginan Manguri untuk mendapatkan
Sindangsari. Tetapi bagi Ki Reksatani melenyapkan Sindangsari adalah tujuan yang


Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

paling utama baginya, Kepentingannya pasti berada diatas kepentingan orang lain. Kecuali apabila ada pertimbangan-pertimbangan yang
saling menguntungkan. "Bagaimana kalau Manguri itu minta lewat ibunya, supaya Sindangsari dihidupi,
tetapi disembunyikan, untuk selanjutnya diperisterikannya?" pertanyaan itu
memang tumbuh juga di hatinya.
"Tetapi itu seperti menyimpan bara di dalam sekam. Setiap kali asapnya pasti
akan tampak juga. Kecuali kalau pada suatu saat kakang Demang sudah tidak ada"
Ki Reksatani kemudian menghentakkan kakinya. "Yang
harus aku lakukan adalah menyingkirkan Sindangsari dan anaknya dari Kademangan.
Kakang Demang harus kehilangan keturunannya"
Ki Reksatanipun kemudian mempercepat langkahnya. Ia
sadar bahwa ia harus mulai sejak hari itu. Ia tidak boleh menunda-nunda waktu
lagi. Setiap saat kini akan sangat berharga baginya. Apalagi ia masih harus
berhadapan dengan orang yang tidak diketahuinya. Orang yang telah membunuh
Puranta. Bagaimanapun juga, orang itu harus Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
dipertimbangkannya. Setiap saat orang itu dapat dengan tiba-tiba saja muncul
dengan pukulan maut atasnya.
"Tetapi kalau aku berhasil menyusun kekuatan, aku tidak akan gentar menghadapi
siapapun juga" katanya di dalam hati. Dan bahkan tiba-tiba saja tumbuh suatu
pikiran "Kenapa aku tidak terang-terangan saja mengusir kalang Demang?"
"Ah" pikiran itu dibantahnya sendiri "itu terlampau kasar.
Bukan saja rakyat Kepandak yang akan menilainya, tetapi juga para pemimpin dari
Mataram. Kalau aku dapat menyiapkan alasan yang sebaik-baiknya barulah aku dapat
melakukannya" Ki Reksatani menjadi tegang. Ia telah dihadapkan pada suatu sikap yang
memerlukan banyak sekali pertimbangan dan perhitungan. Tetapi niatnya sudah
bulat, menyingkirkan Sindangsari untuk memotong garis keturunan Ki Demang di
Kepandak. Apapun akibatnya, meskipun ia merasa perlu
membuat perhitungan-perhitungan untuk menghadapinya.
Sementara itu, di Kademangan Kepandak, Nyai Reksatani selalu berusaha untuk
menuntun setiap pembicaraan sehingga sama sekali tidak menyinggung apa yang
sudah terjadi di rumahnya, meskipun hanya sebagian kecil. Sindangsari
seolah-olah memang ingin pulang karena ia tidak dapat pergi terlampau lama
meninggalkan rumahnya. Ki Demang sama sekali memang tidak menaruh kecurigaan apapun. Bahkan kemudian
seperti biasanya, ia pergi memutari beberapa padukuhan bersama Ki Jagabaya.
Dalam kesempatan itulah Nyai Reksatani dapat memberikan banyak sekali petunjuk-petunjuk, bagaimana ia harus membohongi
suaminya. Sejak hari itu, maka Ki Reksatani sudah mulai dengan
usahanya mencari pengikut. Banyak sekali masalah yang dipergunakannya untuk
mendapatkan dukungan. Terutama
kelemahan Ki Demang sudah enam kali kawin itu, terletak pada kesewenang-
wenangannya mendapatkan isteri. Selain itu
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Ki Reksatani dapat menceritakan apa saja yang dapat
menumbuhkan ketidak senangan dan ketidak puasan rakyat kepada Ki Demang di
Kepandak. Tetapi lebih daripada itu, ia masih selalu berusaha
menemukan orang yang telah membunuh Puranta dan
mencari kesempatan menyingkirkan Sindangsari.
Tetapi pada suatu saat, Ki Reksatani tidak lagi dapat menghindarkan dirinya dari
sebuah pembicaraan yang langsung menyangkut Sindangsari.
Selama ini ternyata bukan saja Ki Reksatani yang selalu dirisaukan oleh
Sindangsari. Setiap kali Manguripun selalu memikirkannya. Ketika pada suatu saat
Lamat berkata kepadanya bahwa Puranta gagal melakukan peranannya untuk meruntuhkan keteguhan
hati Sindangsari. Manguri selalu berusaha
untuk menemukan jalan, bagaimana ia mendapatkan perempuan itu.
"Kenapa kau bunuh anak itu?" bertanya Manguri.
"Aku sama sekali tidak sengaja" jawab Lamat.
"Kalau orang yang menyuruhnya mengetahui, maka kau
akan diancamnya" "Tidak seorangpun yang mengetahuinya kecuali kau"
"Bagaimana kalau aku mengatakan hal itu kepadanya.
Kepada orang yang menyuruh Puranta datang ke rumah itu?"
Lamat memandang Manguri dengan wajah yang aneh.
Tetapi sejenak kemudian wajah itu sudah menjadi tenang kembali.
"Bagaimana?" desak Manguri.
"Aku mungkin akan dibunuhnya juga"
"Tentu. Jadi bagaimana?"
"Aku tidak berkeberatan"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Gila kau. Kau memang gila. Kau adalah seorang raksasa tetapi raksasa yang
pengecut" Lamat tidak menyahut. "Apakah kau tidak akan melawan?"
Lamat tidak menyahut. Ia tidak mengerti apa yang harus dikatakannya, karena ia
tidak mengerti maksud Manguri yang sebenarnya.
Tetapi Manguri tidak bertanya lagi kepadanya. Bahkan dia sekedar berkata kepada
diri sendiri "Aku harus berkata kepadanya, bahwa akulah yang akan memiliki
Sindangsari. Bukan orang lain. Dan bukan untuk dimusnahkan"
Lamat masih tetap berdiam diri. Ia tidak merasa wajib untuk menjawabnya.
Demikianlah Manguri telah datang lagi kepada ibunya.
Tetapi ia tidak mengatakan apa yang telah terjadi dengan laki-laki yang telah
mencoba untuk memisahkan Sindangsari
dengan Ki Demang di Kepandak. Meskipun usaha itu
nampaknya paling aman dilakukan, tetapi perasaan cemburunya yang meluap-luap telah menolaknya, sehingga akibatnya justru lebih
jauh dari yang diharapkannya, Puranta telah mati. Tetapi kematian itu tetap
dirahasiakannya. "Ibu" berkata Manguri kepada ibunya "dalam kesempatan serupa ini, selagi ayah
pergi untuk beberapa hari, biasanya laki-laki itu datang. Kalau ia tidak datang,
maka ibulah yang memanggilnya"
"Manguri, kau selalu menyakiti hati ibu"
"Kali ini aku sama sekali tidak bermaksud begitu ibu. Tetapi sebagai seorang
anak, aku merengek di hadapan ibu"
"Apalagi Manguri. Usaha itu sudah dilakukannya"
"Tetapi ibu dapat menanyakannya kepadanya, apakah
usahanya yang terakhir ini dapat berhasil"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Aku yakin, bahwa ia akan berhasil Manguri"
"Bertanyalah kepadanya ibu,. Kalau berhasil, bersukurlah kita semua. Kalau
tidak, apakah ibu tidak berkeberatan kalau aku berbicara kepadanya"
"Manguri, itu sama sekali tidak bijaksana"
"Aku tidak menghiraukan siapa laki-laki itu, dari apa.
hubungannya dengan ibu. Tetapi laki-laki itu dapat "ku bawa berbicara tentang
Sindangsari. Itulah yang penting. Ibu jangan mempergunakannya sebagai alasan.
Marilah kita jujur di dalam kegelapan ini. Kalau ibu ingin melanjutkan,
lanjutkanlah. Dan biarlah ayah juga memilih jalannya sendiri.
Tetapi sebaiknya ibu juga memberi kesempatan aku mencari jalanku"
Ibunya tidak menjawab. Tetapi kepalanya menjadi tertunduk dalam. "Ibu, beri aku kesempatan untuk mempersoalkannya"
Ibunya tidak segera menjawab.
"Aku mengharap bahwa dengan demikian persoalan ini
akan segera selesai"
Ibunya masih belum menjawab. Kepahitan yang dalam
telah menerkam hatinya. Tetapi semuanya itu memang sudah terjadi. Dan Manguri
Pendekar Asmara Tangan Iblis 1 Rahasia Kunci Wasiat Karya Khu Lung Pendekar Pemetik Harpa 7
^