Pencarian

Matahari Esok Pagi 17

Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja Bagian 17


akan mudah diketahui oleh orang lain"
"Tetapi bagaimana aku harus menghubunginya"
"Setiap kali akan ada seseorang yang memberitahukan
kepadamu disini" "Tetapi kami harus menetap. Kami akan hidup seperti
manusia sewajarnya. Tidak seperti seekor burung yang
membuat sarangnya di sembarang tempat dan berpindah-
pindah" Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Tentu. Tetapi kau memerlukan waktu. Setelah semua
orang melupakannya, kau dapat menetap di suatu tempat yang kau pilih dari antara
sekian banyak yang ditentukan oleh ayahmu"
Manguri mengangguk-anggukkan kepalanya. Tetapi kapan
waktu itu akan datang. Kapan semua orang akan melupakan hilangnya Nyai Demang di
Kepandak" Sejenak Manguri berdiam diri. Ternyata tidak semudah
yang disangkanya untuk memperisteri Sindangsari. Tidak sekedar melarikannya dan
menyingkir dari lingkungan orang-orang Kepandak. Ternyata untuk waktu yang lama
orang- orang Kepandak pasti masih berusaha menemukan Nyai
Demang yang hilang. Apalagi kini Pamot telah tiba kembali di Kademangan.
Bagaimanapun juga ia pasti akan ikut campur di dalam persoalan ini.
Tetapi ia sudah bertekad, bahwa ia tidak akan mundur
setapak. "Mungkin aku akan tetap tinggal disini. Aku akan dapat mengunjunginya setiap
pekan sekali" berkata Manguri di dalam hatinya. Tetapi kemudian "Tidak mungkin.
Siapakah yang akan menungguinya selama aku tidak ada di tempat itu.
Tidak seorang perempuanpun yang dapat dipercaya untuk mengatasi kekerasan hati
Sindangsari. Ia pasti akan berusaha melarikan dirinya. Tetapi tidak seorang
laki-lakipun yang dapat dipercaya menunggui perempuan secantik Sindangsari.
"Gila" akhirnya Manguri mengumpat-umpat. Dalam kebingungan ia berkata di dalam dirinya "Biarlah aku akan memaksanya secara
kasar. Kalau semuanya sudah terjadi, ia tidak akan dapat lari lagi. Ia justru
akan merasa malu menjumpai orang-orang yang sudah dikenalnya. Dan ia akan tetap
bersembunyi di tempat yang sudah disediakan itu"
Demikianlah saat itu Manguri harus menerima keadaan
yang masih belum dapat dibayangkan, apa yang akan terjadi
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
kemudian. Namun bahwa Sindangsari sudah sampai di tempat yang jauh, ia sudah
menjadi agak tenteram. Di hari-hari mendatang, tinggal mengatur apakah yang akan
dilakukannya atas perempuan itu.
Meskipun demikian, malam itu Manguri tidak dapat tidur dengan tenteram. Kadang-
kadang ia bangkit dan berjalan hilir mudik di dalam biliknya. Ia tidak pergi
bersama Lamat ke sawah untuk mengairi tanamannya yang sedang tumbuh.
Hatinya selalu terganggu oleh bayangan-bayangan yang
kadang-kadang sangat mencemaskan.
Hampir tengah malam Manguri tidak dapat menahan
kegelisahannya. Tiba-tiba saja ia menyambar pedang yang tergantung di dinding.
Perlahan-lahan ia berjalan keluar dan pergi ke belakang. Di pintu bilik Lamat ia
mengetuk perlahan-lahan sambil memanggilnya "Lamat, Lamat?"
Tidak ada yang menyahut. Sedang di dalam bilik itu tampak masih gelap.
"Orang ini masih belum pulang" desis Manguri. Untuk
menghilangkan kegelisahannya, maka Manguripun kemudian menggeram "Apakah ia
tertidur di tengah sawah"
Tiba-tiba saja Manguri berhasrat untuk menyusulnya.
Tanpa minta diri kepada siapapun ia berjalan keluar dari regol halamannya dan
dengan tergesa-gesa pergi ke sawah.
Di depan gardu peronda, seorang anak muda menghentikannya sambil bertanya "Siapa?"
"Apakah kau belum mengenal aku?" sahut Manguri.
Anak muda itu mengerutkan keningnya "O, kau. Tetapi aku tidak melihat wajahmu di
kegelapan" Manguri tidak menyahut lagi. Ia berjalan terus menuju kebulak yang terbentang di
sebelah padukuhan Gemulung.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Anak itu masih saja sangat sombong" desis anak muda
yang menyapanya. "Kaulah yang kurang kerja malam ini. Kenapa kau sapa
anak gila itu" Diantara kami tidak ada lagi orang yang sempat menyapanya"
"Di dalam kegelapan, aku tidak begitu mengenalnya"
"Kau memang agak mengantuk. Langkahnya dari jarak
seratus patok sudah dapat dikenal, bahwa ia adalah Manguri yang perkasa"
Kawan-kawannya yang lain tertawa, sedang anak muda
yang menyapanya itu diam tersipu-sipu.
Dalam pada itu Lamat yang berada di sawah sedang sibuk membendung air yang
mengalir diparit yang menyusuri kotak-kotak sawah ayah Manguri. Mumpung air yang
mengalir cukup banyak ia mengharap bahwa semalam nanti sawahnya akan mendapat
air yang cukup. Ketika air sudah mulai mengalir masuk ke dalam kotak
sawah, maka Lamatpun menggeliat sambil menekan lambungnya dengan telapak tangannya. Dipandanginya air yang gemericik di bawah
kakinya itu sejenak. Setelah mencuci cangkulnya, maka iapun kemudian
meninggalkan bendungan kecil itu menuju ke gubug di tikungan pematang.
Tetapi alangkah tertegunnya ketika ia melihat bayangan seseorang yang berjalan
menyusuri pematang ke arahnya.
Tampaknya agak ragu-ragu dan sangat hati-hati.
"Siapa?" desis Lamat di dalam hatinya.
Dan bayangan itu semakin lama menjadi semakin dekat
sehingga akhirnya Lamat dapat mengenalnya juga.
"Kau Pamot" sapa Lamat perlahan-lahan
"Ya" sahut Pamot ragu-ragu.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Ternyata kau kembali dengan selamat meskipun kau
tampak agak kurus" "Ya Lamat. Semua yang ada di dalam pasukan itu menjadi kurus. Aku juga, Punta
juga dan yang lain juga"
Lamat mengangguk-anggukkan kepalanya. Desisnya "Beruntunglah kau, bahwa kau sudah mendapat kesempatan untuk memberikan sesuatu
kepada Tanah Mataram"
"Kelak akan datang giliranmu"
Tetapi Lamat menggelengkan kepalanya "Aku adalah
sekedar kerbau penarik pedati. Tidak pantas bagiku untuk membawa senjata di
bawah panji-panji kebesaran Mataram"
Pamot tidak menyahut. "Marilah" ajak Lamat "kita duduk di gubug itu.
Pamot ragu-ragu sejenak. Tetapi kemudian ia menggeleng
"Aku hanya sebentar"
Lamat mengerutkan keningnya. Lalu "Tetapi sebaiknya kita duduk. Duduklah disini.
Tetapi pematang sawah di Gemulung masih tetap kotor Pamot"
Pamot menarik nafas dalam-dalam.
"Duduklah diatas batu itu"
Pamotpun kemudian duduk diatas sebuah batu di samping Lamat.
"Aku senang sekali dapat bertemu dengan kau sekarang, selagi Manguri tidak ada
He. kau dapat memilih waktu dengan tepat"
"Aku melihat kau berjalan sendiri. Aku berada di belakang gardu ketika kau
lewat" Lamat mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Kenapa Manguri tidak pergi?"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Jarang sekali Manguri pergi ke sawah sekarang"
"Kenapa?" Lamat tidak menyahut. Tetapi kemudian ia berkata
"Berceriteralah tentang perjalananmu Pamot. Aku ingin sekali mendengarkan"
"Perjalanan yang sangat berat. Apalagi bagi kami, anak-anak muda dari padukuhan
yang kurang terlatih. Tetapi perjalanan itu memberikan kebanggaan juga bagiku"
"Ceriterakan" "Tetapi, aku memerlukan keteranganmu juga Lamat"
Lamat mengerutkan keningnya pula. Semakin dalam. Ia
sudah merasa bahwa arah percakapan Pamot pasti akan
bergeser ke arah yang mendebarkan jantung baginya.
Karena itu ia masih ingin mengelak "Ceriterakan saja
dahulu perjalananmu. Di Gemulung tidak ada peristiwa yang menarik seperti
perjalanan itu" "Ada Lamat. Justru sangat menarik"
"Ah, tetapi itu bukan urusan kita. Aku ingin mendengar kau menceriterakan,
betapa panjangnya pasukan Mataram ketika mulai berangkat dari alun-alun. Dan
betapa pula panjangnya pasukan itu setelah melampaui daerah Kadipaten Pesisir
Utara. Di sepanjang jalan pejuang-pejuang yang akan
mengusir orang asing itu pasti semakin bertambah-tambah.
Gamelan yang menurut pendengaranku mengiringi pasukan itu pasti akan menambah
gairah perjuangan di setiap dada"
"Ya. Kau sudah tahu semuanya Lamat. Dari siapa kau
mendengarnya?" Lamat menundukkan kepalanya "Aku mendengar dari
orang-orang yang berbicara di sebelah simpangan parit di seberang jalan. Kami
telah membagi air untuk malam ini di
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
sana. Dan mereka berbicara tentang pasukan yang pergi ke Betawi.
"Ya. Seperangkat gamelan telah dibawa dan ditabuh di
sepanjang jalan" "Alangkah megahnya perjalanan itu"
"Tetapi, aku memerlukan keteranganmu Lamat"
Lamat terdiam. "Aku kira kau mengerti meskipun tidak seluruhnya"
"Apa yang ingin kau tanyakan Pamot"
"Apakah kau tahu serba sedikit, atau mendengar dari
orang-orang yang sering berkumpul disimpangan parit
diseberang jalan tentang Sindangsari?"
Dada Lamat menjadi berdebar-debar. Meskipun ia sudah
menduga, tetapi pertanyaan itu masih mengetuk jantungnya keras-keras.
"Bagaimana mungkin Sindangsari itu hilang?"
"Pamot" suara Lamat tiba-tiba menurun "aku tidak ubahnya seperti seekor binatang
peliharaan seperti aku katakan.
Bagaimana mungkin aku dapat mengerti tentang Sindangsari"
"Kau juga mendengar ceritera tentang pasukan yang
berangkat itu. Kau mendengar ceritera tentang seperangkat gamelan yang ikut
bersama pasukan mataram. Jadi tidak mustahil kalau kau mendengar juga ceritera
serba sedikit tentang Sindangsari. Mungkin dari orang-orang yang membagi air
tetapi mungkin juga dari Manguri. Aku tahu bahwa Manguri juga mencintai
Sindangsari. Bahkan dengan segala macam cara ia ingin memilikinya sebelum
Sindangsari menjadi isteri Ki Demang di Kepandak. Bila perlu Manguri tidak
segan-segan mempergunakan kekerasan"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Lamat menarik nafas dalam-dalam. Katanya "Aku tidak
mengerti Pamot. Aku mengerti tentang Sindangsari di saat terakhir kau menemuinya
dan terjadi hal yang terkutuk itu sehingga kemudian Sindangsari telah
mengandung" "Lamat" potong Pamot "tetapi bukankah Sindangsaritelah menjadi isteri Ki Demang"
Lamat tidak menyahut. "Aku berharap kau tidak menyebutkan hal itu lagi. Sudah aku katakan sejak itu,
bahwa aku menjadi sangat menyesal.
Tetapi menurut pendengaranku, hidup Sindangsari menjadi baik dan rumah tangganya
cukup tenteram menurut pengamatan orang di luar rumah itu. Tetapi kenapa tiba-tiba saja perempuan itu
hilang" Lamat menggelengkan kepalanya "Aku tidak tahu sama
sekali" "Lamat" berkata Pamot kemudian "selama ini kau tetap
berada di Kademangan Kepandak. Sebelum aku pergi kau
menaruh banyak perhatian atas hubungan kami. Maksudku aku dan Sindangsari.
Ketika tiba-tiba saja perempuan itu hilang, aku kira kau memerlukan mendengar
dugaan orang tentang hal itu.
"Tidak seorangpun yang dapat menduga, kemana Nyai
Demang itu pergi. Apakah ia pergi atas kehendaknya sendiri atau diambil oleh
orang lain. Bahkan selama ini Ki Demang telah mengerahkan orang-orangnya,
termasuk para pengawal Kademangan. Ki Jagabaya, Ki Reksatani dan bebahu
Kademangan yang lain untuk mencarinya. Tetapi sampai saat ini, sama sekali tidak
ada kabar beritanya"
Pamot mengangguk-anggukkan kepalanya. Dan Lamat
berkata selanjutnya "Barangkali yang aku dengar tidak lebih banyak dari yang
didengar oleh ayahmu atauoleh tetangga-tetanggamu"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Pamot tidak menyahut. Ketika ia memandang wajah Lamat, dilihatnya wajah itu
tertunduk dalam-dalam. Tetapi di dalam gelapnya malam Pamot tidak dapat melihat,
betapa. wajah Lamat menjadi pucat dan matanya seakan-akan telah padam sama
sekali. "Baiklah Lamat" berkata Pamot kemudian "selama ini aku percaya kepadamu, karena
kau adalah orang yang paling banyak memberikan pertolongan kepadaku. Memang aku
mendengar juga dari orang-orang lain. Tetapi aku baru puas setelah aku
mendengarnya darimu. Aku tahu, kepadaku kau tidak pernah berbohong. Bahkan sejak
Sindangsari masih menjadi seakan-akan rebutan di Gemulung"
Lamat tidak dapat menjawab. Terasa kerongkongannya
menjadi kering. Kering sekali.
Dalam pada itu, Manguri berjalan tergesa-gesa menyusuri jalan simpang. Kemudian
ia meloncati sebuah parit dan kemudian melangkah di sepanjang pematang. Ia
menjadi demikian tergesa-gesa seakan-akan ada sesuatu yang harus segera diselesaikannya,
sehingga kadang-kadang ia hampir tergelincir karenanya.
Sekali-sekali angin malam yang berhembus dari Selatan telah mengusap wajahnya.
Terasa dinginnya menyentuh kulit.
Tetapi karena langkahnya yang cepat, maka Manguri dapat mengatasi rasa
dinginnya, dan bahkan tubuhnya mulai basah oleh keringat
Di kejauhan kunang-kunang berkeredipan pada batang-
batang padi muda, sedang suara cengkerik berderik bersahut-sahutan.
Sejenak kemudian Manguri telah sampai di ujung
sawahnya. Langkahnya semakin lama menjadi semakin cepat.
Ia merasa selalu dikejar oleh kegelisahan yang menghentak-hentakkan dadanya,
sehingga ia harus melarikan dirinya, ke tengah tengah sawah yang gelap dan sepi.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Sebelum Manguri sampai ke gubug yang berdiri diatas tiang yang agak tinggi, ia
sudah memanggil "Lamat, Lamat apakah kau ada disitu?"


Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Manguri terlonjak ketika ia mendengar jawaban dekat di sampingnya "Aku ada
disini" "Anak Setan" ia menggeram "kau membuat aku terkejut"
"Aku sudah menjawab perlahan-lahan sekali"
Manguri memandangnya dengan tegang. Namun kemudian
iapun menarik nafas dalam-dalam.
"Kenapa kau menyusul?" tiba-tiba saja Lamat bertanya.
Pertanyaan itu ternyata telah membuat Manguri menjadi bingung. Setelah ia sampai
di tengah sawah, ia tidak tahu lagi, apa yang akan dilakukannya.
Namun kemudian ia menjawab "Ya. Aku tidak dapat tidur.
Udara terlampau panas. Aku ingin tidur di gubug itu saja"
Lamat mengangguk-anggukkan kepalanya "Tidurlah. Aku
sedang menunggui air. Aku mengharap bahwa air akan dapat menggenangi seluruh
kotak sawah kita malam ini"
"Ya. Tungguilah air yang hanya sedikit itu, kalau-kalau dicuri orang di bagian
atas" "Kami sudah membagi. Kita akan mendapat bagian sampai tengah malam, kemudian
kita akan memberikan kepada
kotak-kotak sawah di bawah"
"Kenapa mesti diberikan" Biar saja sawah mereka menjadi kering. Sebelum sawah
kita cukup, kita tidak akan menutup pematang itu. Mungkin kau dapat menghapus
bendungan kecil itu, tetapi pematang kita, biar saja tetap terbuka"
Lamat tidak menjawab meskipun hal itu berarti menyalahi persetujuan. Namun,
Manguri pasti tidak akan menunggui pematang semalam suntuk. Ia pasti akan
tertidur juga di Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
gubug itu. Sedang menurut perhitungannya, apabila aliran air diparit itu tetap,
maka sawahnya akan cukup tergenang.
Sepeninggal Manguri yang kemudian pergi ke gubug,
Lamat menarik nafas dalam-dalam. Dengan isyarat ia
menyuruh Pamot yang bersembunyi diantara batang-batang padi yang subur untuk
segera merangkak pergi. "Hampir saja" desis Lamat "kalau Manguri melihat Pamot disini, ia pasti akan
segera menjadi curiga. Semuanya akan menjadi kacau, dan segala macam prasangka
akan timbul" Dan kini Lamat dapat mengelus dadanya karena Pamot
telah berhasil menyingkir tanpa diketahui sama sekali oleh Manguri.
Namun sepeninggal Pamot Lamat duduk merenung diatas
sebuah batu di pinggir parit sambil memandangi air yang mengalir. Tidak
terlampau banyak seperti di musim basah.
Tetapi cukup memberi kesegaran kepada tanamannya.
Ternyata pertemuannya dengan Pamot telah membuatnya
berangan-angan. Perasaannya menjadi kisruh, seperti daun ilalang yang tertiup
angin pusaran. Meskipun tubuhnya kuat seperti raksasa, dan tenaganya seperti
seekor kerbau jantan, namun ia tidak dapat bersikap sekuat tubuhnya. Hatinya
justru terlampau lemah dan kadang-kadang tidak mempunyai sikap sama sekali.
"Aku telah tersiksa oleh diriku sendiri, justru karena aku menyadari
kelemahanku" katanya di dalam hati "dan kini aku sampai pada puncak kebingungan
yang hampir tidak tertanggungkan. Mungkin aku harus memilih, apakah aku akan mengorbankan seisi
Kademangan Kepandak, atau aku tetap berdiam diri dan mengorbankan Sindangsari"
Tetapi Lamat tidak juga mendapat pemecahan di dalam
dirinya. Ia tetap masih dicengkam oleh kebimbangan yang hampir tidak teratasi,
sehingga dengan demikian maka
dunianya serasa menjadi semakin gelap.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Lamat menarik nafas dalam-dalam. Perlahan-lahan ia
berdiri dan berjalan menyusur pematang. Ketika ia sampai pada kotak terakhir
dari hamparan sawah Manguri, maka ia mengangguk-anggukkan kepalanya. Agaknya air
telah cukup banyak menggenangi sawahnya. Karena itu, maka iapun
segera pergi ke pintu air yang dibuatnya pada pematang sawah itu.
Ketika ia menengadahkan kepalanya, dilihatnya bintang gubug penceng di ujung
Selatan sudah mulai condong ke Barat, sehingga Lamat dapat mengetahui, bahwa
tengah malam memang telah lampau.
Seperti yang sudah saling disetujui, maka Lamatpun segera membuka bendungan
kecil yang menahan air parit dan
membelokkannya ke dalam kotak-kotak sawah Manguri.
Tetapi ia memang tidak segera menutup pematangnya.
Ditunggunya barang sejenak, dan dibiarkan air yang gemercik masih masuk ke dalam
sawah. Tetapi sebagian terbesar dari air parit itu sudah mengalir terus, ke
sawah yang lain seperti yang
sudah disetujuinya. Bahkan sejenak kemudian, pematangnyapun telah ditutupnya sama sekali, karena air telah jauh daripada
cukup. Lamatpun kemudian perlahan-lahan pergi ke gubug pula. Di dalam kekeruhan
pikiran, ia tidak melihat, jalan keluar yang paling baik baginya.
Lamat yang bingung itu hanya dapat menarik nafas sambil berdesis "Untunglah
bahwa Manguri tidak melihat Pamot dan untung pulalah, bahwa Manguri yang tidak
mengetahui kehadiran Pamot sama sekali tidak menyebut tentang Nyai Demang di Kepandak yang
disembunyikannya itu. Seandainya karena tidak diketahuinya, ia menyebutnya
barang sepatah kata saja, maka Pamot pasti akan segera mengambil
kesimpulan. Namun langkah Lamat itupun kemudian tertegun. Sekali
lagi ia melihat sesosok bayangan yang berjalan tergesa-gesa
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
diatas pematang. Semakin lama menjadi semakin cepat.
Namun ia yakin bahwa yang datang itu sama sekali bukan Pamot.
Setelah bayangan itu menjadi semakin dekat, maka iapun kemudian berdesis tanpa
sesadarnya "Ki Reksatani"
Ki Reksatani berhenti sejenak. Lalu katanya "Kau mengenal aku di dalam gelapnya
malam?" "Ya Ki Reksatani. Ki Reksatani sudah cukup dikenal oleh semua orang Kepandak.
Apalagi akhir-akhir ini Ki Reksatani sering mengunjungi rumah kami"
Ki Reksatani mengangguk-anggukkan kepalanya "Ya. Tetapi dimana Manguri?"
"Ia ada di gubug itu"
"Aku ingin menemuinya"
"Silahkan. Mungkin ia sudah tidur"
"Aku baru datang dari rumahnya. Aku mencarinya di sana, tetapi ia tidak ada di
dalam biliknya, tidak seorangpun yang tahu.
Tetapi ibunya mengatakan bahwa mungkin ia
menyusulmu ke sawah"
"Ya, ia telah menyusul aku"
"Dimana anak itu. Aku sudah menyusup di jalan-jalan
sempit untuk menghindari kecurigaan orang. Kalau ada
seorangpun yang melihat aku menemui Manguri, maka rahasia kita akan terbongkar.
Lambat atau cepat" Lamat mengangguk-anggukkan kepalanya. Tetapi kecemasan yang tajam telah menyengat hatinya. Ia tidak tahu pasti, apakah Pamot
benar-benar sudah meninggalkan tempat itu dan pergi jauh. Kalau ia masih ada di
sekitar tempat itu, maka ia pasti akan mencurigai Ki Reksatani dan Manguri.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Sejenak kemudian Ki Reksatanipun menyusur pematang
pergi ke gubug yang berada diatas empat buah tiang bambu.
Di dalam gubug itu Manguri membaringkan dirinya diatas sehelai tikar pandan yang
sudah menjadi kekuning-kuningan.
Angin malam yang sejuk telah membuatnya seakan-akan,
terbius. Sehingga tanpa disadarinya, iapun telah jatuh tertidur.
Manguri terkejut ketika gubugnya itu terguncang. Kemudian sebuah kepala tersembul di dalam keremangan
malam. Dan orang yang naik itu ternyata bukan Lamat.
"O, kau Ki Reksatani" desis Manguri sambil bangkit dan duduk.
"Ya. Aku memerlukan menemui kau. Aku mempunyai waktu
sedikit. Aku dan isteriku masih berada di Kademangan.
Agaknya kakang Demang benar-benar akan menyambut
kedatangan anak-anak itu dengan berbagai macam upacara dan keramaian"
Manguri mengangguk-anggukkan kepalanya. Namun dalam
pada itu Ki Reksatanipun kemudian bertanya "Manguri.
Agaknya kedatangan anak-anak muda beserta Pamot itu akan berpengaruh juga.
Mereka pasti akan segera ikut serta mencari Sindangsari. Beberapa lama mereka
berada di medan yang sulit. Sudah tentu itu akan sangat mempengaruhi
mereka. Jiwa mereka dan tabiat merekapun sedikit banyak akan mengalami sentuhan-
sentuhan dari pengalaman mereka yang pahit. Dengan demikian, maka mereka akan
dapat banyak berbuat sesuai dengan pengaruh yang mereka dapat selama ini"
Manguri mengerutkan keningnya. Namun kemudian iapun
mengangguk-anggukkan kepalanya "Ya, aku mengerti" katanya. "Karena itu, penyingkiran Sindangsari harus benar-benar tidak memungkinkan lagi,
salah seorang dari mereka
menemukannya" Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Aku bertanggung jawab" sahut Manguri
"Dimana perempuan itu sekarang?"
"Ia sudah berada di tempat yang jauh"
"Ya, dimana" Turi atau Kepanjen atau tlatah Menoreh?"
Manguri menggelengkan kepalanya "Bukan"
"Ya. Tetapi dimana?"
"Perempuan itu kini berada di Sembojan"
"Sembojan?" Ki Reksatani mengulang. Manguri menganggukkan kepalanya. Terbayang di dalam angan-angan suatu padukuhan kecil
yang jauh. Ia sudah pernah pergi ke Sembojan di kademangan Prambanan karena
kebetulan sekali ia mempunyai seorang kenalan yang bertempat tinggal di Temu
Agal. Ketika ia berkunjung ke rumah kenalannya it u, ia dibawanya ke rumah orang
tuanya di Sembojan. Sambil mengangguk-anggukkan kepalanya Ki Reksatani
bergumam "Sebuah padukuhan kecil. Di sebelah Utara
padukuhan itu masih terdapat sebuah hamparan hutan yang rindang. Kemudian di
seberang hutan masih terdapat
beberapa padukuhan lagi, sebelum sampai ke daerah hutan yang lebat di kaki
gunung Merapi" "Apakah Ki Reksatani pernah menjelajahi daerah itu?"
"Ya. Aku pernah mencari sebatang pohon Manca Warna
bersama seorang kenalan yang tinggal di padukuhan Temu Agal. Kami menyusur di
sepanjang tepi hutan itu"
Manguri tidak menyahut. Namun Ki Reksatani berkata
seakan-akan kepada diri sendiri "Tetapi aku tidak menemukan pohon Manca Warna
seperti yang dikatakan orang. Aku hanya melihat tidak lebih dari sebatang pohon
beringin" Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Tiba-tiba Ki Reksatani itu menggeram "Aku akan melihat pohon itu sekali lagi.
Pohon yang dapat memberikan
gambaran tentang nasib seseorang"
"Bagaimana mungkin?" bertanya Manguri.
"Kalau aku melihat pohon itu berbunga lebih dari tiga macam, itu pertanda bahwa
nasibku baik. Orang yang nasibnya sangat baik dapat melihat bunga pohon Manca
Warna itu sampai tujuh macam. Dan orang yang akan
mendapat derajad yang luhur, ia akan dapat melihat diantara macam-macam bunga
itu, sekuntum bunga melati susun"
Manguri mengangguk-anggukkan kepalanya. Tetapi ceritera itu tidak begitu menarik
perhatiannya. Yang membuatnya termenung justru kedatangan anak-anak muda
anggauta pengawal khusus itu. Mereka pasti akan membantu Ki Demang menjelajahi seluruh
dataran di sebelah Selatan Gunung Merapi ini.
"Manguri" berkata Ki Reksatani kemudian "pada suatu saat kita harus melihat,
apakah tempat persembunyian itu benar-benar dapat dipertanggung jawabkan"
"Kapan kita akan pergi?"
"Sudah tentu kita tidak akan dapat pergi bersama-sama Aku harus menunggu sampai
saat-saat penyambutan itu
selesai. Mungkin Kakang Demang akan mengadakan keramaian meskipun hatinya sendiri sedang terluka. Itu hanya sekedar sikap
lahiriahnya saja. Mungkin tiga hari. Mungkin hanya sehari. Sesudah itu aku akan
mendapat kesempatan. Aku yakin sebelum saat-saat itu, anak-anak itupun tidak akan sempat keluar
Kademangan, apalagi mencari Sindangsari"
Manguri mengangguk-anggukkan Kepalanya. Tetapi ia
menjawab "Sebenarnya Ki Reksatani tidak perlu merisaukan Sindangsari.
Aku akan bertanggung jawab. Serahkan semuanya kepadaku dan aku harap Ki Reksatani dapat
mempercayai aku" Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Ki Reksatani mengerutkan keningnya. Namun bagaimanapun juga ia tidak dapat melepaskan begitu saja dan memberikan
kepercayaan sepenuhnya kepada Manguri. Kalau terjadi kegagalan, maka iapun akan
terlibat dan justru ia akan dituntut oleh kakaknya dan rakyat Kepandak sebagai
seorang pengkhianat. Bahkan sejenak kemudian terbersit pikiran di kepalanya
"Yang paling baik bagiku adalah melenyapkan perempuan itu.
Aku tidak akan selalu diganggu lagi oleh kecemasan dan kegelisahan sepanjang
hidupku. Meskipun untuk waktu yang lama perempuan itu tidak diketahui, namun
apabila pada suata saat anaknya muncul di Kepandak beberapa puluh tahun yang
akan datang, maka ia pasti akan merupakan duri bagi anak-anakku yang aku
harapkan dapat menguasai jabatan kakang Demang"
Namun demikian Ki Reksatani masih tetap menyimpannya
di dalam hati. Bagaimanapun juga ia berusaha, tetapi pikiran itu masih saja
tetap melonjak-lonjak di dadanya.
Sejenak kemudian, ketika bintang Gubug Penceng semakin condong ke Barat, maka Ki
Reksatanipun berkata "Sudahlah.


Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Aku akan kembali ke Kademangan, supaya tidak ada orang yang mencurigaiku. Untuk
sementara Sembojan cukup jauh bagi persembunyian Sindangsari. Namun pada suatu
saat aku akan membuktikannya sendiri supaya aku menjadi tenang.
"Percayalah kepadaku, dan percaya pulalah kepada ayah"
"Tetapi sudah tentu ayahmu tidak akan dapat tenggelam di dalam persoalan ini
selama-lamanya. Ia harus bekerja, mencari nafkah dan melanjutkan usahanya di
dalam perdagangan ternak yang ternyata telah memberinya
kekayaan yang melimpah. Kalau ia terpancang pada
persoalanmu, maka usahanya pasti akan mundur, dan kalian akan jatuh miskin"
"Aku sedang memikirkannya"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Ki Reksatani mengangguk-anggukkan kepalanya. Sejenak
kemudian maka iapun segera meninggalkan gubug itu dan kembali ke Kademangan.
Sepeninggal Ki Reksatani ternyata Manguri menyesal,
bahwa ia sudah mengatakan tempat persembunyian Sindangsari. Sampai saat-saat terakhir" agaknya Ki Reksatani masih saja berusaha
untuk melenyapkan perempuan itu.
"Ia tidak akan berani melakukannya" desis Manguri
"dengan demikian ia pasti akan segera dihancurkan oleh Ki Demang. Ia pasti
memperhitungkan, bahwa aku akan
membuka rahasianya kalau ia menggagalkan niatku, memperisteri perempuan itu"
Namun demikian Manguri telah menjadi sangat gelisah,
sehingga di luar sadarnya ia berteriak memanggil "Lamat, Lamat"
Dan sekali lagi ia terkejut ketika ia mendengar jawaban justru dari bawah
gubugnya "Aku disini"
"Gila kau. Kemari. Naiklah"
Lamatpun kemudian naik ke gubug itu pula. Sambil
mengusap titik embun yang membasahi ikat kepalanya iapun duduk di hadapan
Manguri yang gelisah. "Aku terlanjur menunjukkan tempat persembunyian Sindangsari di Sembojan" berkata Manguri.
Lamat mengangguk-anggukkan kepalanya. Jawabnya "Aku
mendengar percakapan kalian"
"Kau mendengarkannya?"
"Ya, Aku berada di bawah gubung ini"
"Bagaimana menurut pendapatmu?"
"Sebaiknya kita ikut serta, apabila pada suatu Ki Reksatani akan pergi ke
Sembojan" Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Aku belum mengatakannya"
"Kita dapat menghubunginya. Kita minta, agar Ki Keksatani memberi tahukan
apabila ia akan pergi. Sudah tentu kita tidak akan keluar dari Kademangan ini bersama-sama. Tetapi kita berjanji bertemu disuatu tempat"
Manguri mengangguk-anggukkan kepalanya. Katanya "Pikiranmu baik juga. Dengan demikian Ki Reksatani tidak akan dapat berbuat apa-
apa terhadap Sindangsari"
"Ya" "Semakin cepat semakin baik" gumam Manguri kemudian
"aku harus segera mendapatkannya. Kalau perlu aku dapat mempergunakan kekerasan,
sehingga ia tidak akan berniat untuk lari lagi karena ia merasa tidak akan
mendapat tempat lagi, baik di Kademangan maupun di rumah Pamot"
Terasa bulu-bulu di seluruh tubuh Lamat meremang. Ia
pernah menyaksikan hubungan badaniah antara Pamot dan Sindangsari yang didorong
oleh perasaan cinta mereka yang tidak terkendali, apalagi pada saat itu mereka
dihadapkan pada suatu saat yang sangat menegangkan. Pamot dengan hati yang
tersayat minta diri untuk meninggalkan Kepandak dan Sindangsari untuk waktu yang
tidak terbatas. Seandainya Pamot masih sempat juga pulang, maka Sindangsari
sudah menjadi isteri orang.
Pada saat itu, ia sudah merasa berdiri diatas seonggok bara. Hatinya meronta
hampir tidak terkekang lagi. Dan saat ini ia mendengar Manguri akan melakukannya
dengan kekerasan untuk mengikat Sindangsari agar tidak meninggalkannya. "Gila. Itu suatu pendirian yang gila. Apakah aku dapat membiarkannya terjadi?"
Lamat menangis di dalam hatinya.
Tetapi ia tidak dapat berbuat apa-apa pada saat itu. Ia harus tetap diam dan
duduk dihadapan Manguri. Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Kita harus segera menentukan saat itu" desis Manguri kemudian "nanti kita
pikirkan. Kau harus mengatur hubungan dengan Ki Reksatani. Sudah tentu bukan kau
sendiri. Tetapi kita dapat mengirim salah seorang dari para pengawal ternak yang
tidak banyak dikenal di padukuhan dan di Kademangan ini"
Lamat menganggukkan kepalanya.
"Sekarang pergilah. Aku akan tidur"
Lamatpun segera turun dari gubug itu. Betapa hatinya
serasa tersayat mendengar rencana Manguri. Sambil berjalan di sepanjang pematang
ia merenungi nasib Sindangsari.
Perempuan itu dihadapkan pada dua kemungkinan yang
sama-sama pahit, la tidak akari dapat memilih satu diantara dua.
Menjadi korban ketamakan Ki Reksatani dan menyerahkan nyawanya atau menjadi korban nafsu Manguri yang menggelagak sampai
keubun-ubunnya. "Alangkah buruk nasib perempuan itu" desis Lamat "jauh lebih buruk dari nasibku
sendiri" Dengan kepala tunduk Lamatpun kemudian duduk di
pematang sawahnya yang basah. Dibelainya tangkai cangkulnya sambil memandang jauh ke dalam kegelapan.
Tiba-tiba ia tersentak. Sebuah bayangan berjalan menjauh dengan cepatnya.
Kemudian hilang menyuruk di dalam
rimbunnya dedaunan yang hijau gelap.
Namun demikian matanya yang tajam masih menangkap,
siapakah orang yang mencoba untuk menyingkir itu.
"Hem" desisnya "ternyata Pamot masih ada di sekitar
tempat ini. Apakah ia mengetahui bahwa yang datang itu adalah Ki Reksatani"
Jarak dari tempatnya bersembunyi cukup jauh. Adalah kebetulan sekali bahwa aku
melangkah mendekati tempat persembunyiannya"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Sejenak Lamat menjadi termangu-mangu. Seandainya ia
tidak ditahan oleh kebimbangan, maka bagi Lamat, tidak akan terlampau sulit
apabila ia meloncat dan mengejar bayangan itu. Ia yakin bahwa ia pasti akan
dapat menangkap Pamot. Tetapi memang ada sesuatu yang menahannya setangga ia masih tetap duduk di
tempatnya dengan dada yang berdebar-debar.
Meskipun demikian, terasa di hati Lamat, bahwa sesuatu masih akan terjadi. Pamot
bukan seorang anak muda yang mudah berputus asa. Ada dua hal yang mendorongnya
untuk berusaha menemukan Sindangsari. Ia sendiri mencintai
perempuan itu. Bagaimanapun juga ia tidak akan sampai hati membiarkan
Sindangsari menjadi korban perbuatan apapun juga, meskipun ia tidak mungkin lagi
akan mendapatkannya. Juga Pamot pasti ingin menghilangkan segala kecurigaan siapapun
juga kepadanya. Ia pasti akan berusaha membuktikan bahwa bukan dirinyalah yang telah mengambil Sindangsari dari
Kademangan. Dan kini Pamot ternyata telah berkeliaran di sekitar sawah Manguri yang mungkin
juga di sekitar rumahnya. Sudah pasti, bahwa di dalam hatinya ada sepercik
kecurigaan kepada Manguri meskipun secara resmi Manguri sudah dinyatakan bersih
dari segala tuduhan, karena Ki Jagabaya sendiri telah datang ke rumahnya dan
tidak menemukan apapun juga.
Persoalan itu menjadi semakin rumit bergulat di kepala Lamat. Namun kemudian ia
berdesis "Entahlah. Terserahlah apa yang akan terjadi. Mungkin aku akan dibakar
juga oleh akibat perbuatanku di dalam persoalan ini, atau mungkin seluruh
Kademangan akan menjadi bara"
Tiba-tiba Lamat menggeretakkan giginya. Ia berusaha
mengusir segala macam persoalan itu. Ia ingin beristirahat barang sejenak. Ia
ingin mendapat ketenangan dan menyingkir dari kejaran perasaan yang sangat menggelisahkannya. Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Tetapi Lamat tidak pernah berhasil. Ia selalu dibayangi oleh gambaran-gambaran
tentang Sindangsari, Ki Rekstani dan bahkan kadang-kadang Kademangan Kepandak
yang seakan-akan telah menyala dibakar oleh pertengkaran yang
memuakkan. "Gila" Lamat mengumpat di dalam hatinya "apakah aku
harus mengorbankan kata nuraniku sekedar untuk tahu budi karena aku telah
diselamatkan hidupku?"
"Ya Harus" terdengar suara di dalam hatinya "orang yang paling baik adalah orang
yang mengenal dan bahkan membalas budi orang lain kepadanya"
"Juga untuk melakukan kejahatan seperti ini?"
"O" akhirnya Lamat serasa menjadi lemah dan tidak
bertenaga. Ia duduk terkulai bersandar tangkai cangkulnya. Di bawah kakinya air
parit mengalir gemericik mengusik sepinya malam yang merayap terus menjelang
fajar. Manguri turun dari gubugnya ketika matahari mulai
membayang di ujung Timur. Sejenak ia mengusap matanya, kemudian mulai berteriak
memanggil "Lamat, Lamat"
Lamat masih duduk di tempatnya. Perlahan-lahan ia
mengangkat wajahnya. Kemudian iapun bangkit berdiri
dengan malasnya. "Kita harus segera pulang"
Lamat menganggukkan kepalanya. Sekali lagi dilihatnya air di sawahnya. Kemudian
dibetulkannya pematang sawah yang belum tertutup rapat.
Sejenak kemudian maka Lamat itupun melangkah mengikuti Manguri yang dengan tergesa-gesa pulang ke
rumahnya, seakan-akan ia tidak mau tersentuh oleh sinar matahari dipagi yang
cerah itu. Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Ketika burung-burung bersiul dipepohonan, maka di
halaman Kademangan telah disiapkan tiga ekor kuda. Ki Tumenggung Dipanata dan
pengawalnya akan segera meninggalkan Kademangan Kepandak, kembali ke Mataram
setelah ia menunaikan tugasnya menyerahkan anak-anak
Kepandak itu kembali, meskipun tidak seluruhnya seperti ketika mereka berangkat.
"Apakah Ki Tumenggung tidak menunggu sampai besok"
Kami bermaksud untuk menyelenggarakan keramaian, menyambut anak-anak kami yang telah kembali. Meskipun tidak seluruhnya dapat
melihat kampung halamannya, tetapi kami ingin menunjukkan kebanggaan kami atas
mereka" "Terima kasih" jawab Ki Tumenggung "kami masih
mempunyai tugas-tugas lain yang harus kami selesaikan. Kami sudah menyerahkan
anak-anak Ki Demang itu kembali. Dan perlakukan mereka seperti anak-anak Ki
Demang pula. Tidak ada kecualinya. Kalau ada persoalan sebaiknya dilihat dengan
saksama dan dengan hati yang bening supaya Ki Demang
tidak salah langkah. Bagaimanapun juga, kami, para prajurit, pernah berjuang
bersama mereka, sehingga diantara kami dan anak-anak muda Kepandak itu seakan-
akan telah terikat oleh kesatuan nasib di medan yang ganas"
Ki Demang di Kepandak mengangguk-anggukkan kepalanya. Ia segera dapat menangkap maksud Ki Tumenggung, sehingga Ki Demang itupun kemudian menjawab "A ku akan mencobanya. Aku akan mencoba
mengamati hatiku yang sedang buram saat ini"
Ki Tumenggung Dipanata tersenyum. Kemudian setelah ia merasa bahwa tugasnya
benar-benar telah selesai, iapun segera minta diri kepada Ki Demang dan bebahu
Kademangan yang ada di pendapa itu pula, termasuk Ki Reksatani.


Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sejenak kemudian, diantar oleh Ki Demang dan paru
bebahu itu sampai ke regol, Ki Dipanayapun meninggalkan halaman Kademangan
Kepandak bersama pengawalnya. Di
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
tikungan ia masih berpaling. Namun kemudian kudanya
berpacu semakin cepat meninggalkan padukuhan itu. Di ujung Kademangan Ki
Tumenggung Dipanata sempat bergumam
"Kasihan Demang di Kepandak itu. Anak yang selama ini di dam-idamkannya, tiba-
tiba hilang bersama ibunya selagi masih di dalam kandungan"
Kedua pengawalnya tidak menyahut. Namun mereka dapat
mengerti, kenapa Ki Demang mencurigai Pamot dan seperti yang mereka dengar
selama di Kademangan, ia mencurigai juga Manguri.
Sepeninggal Ki Tumenggung, meskipun dengan hati yang
muram Ki Demang memerintahkan juga para bebahu dan
adiknya Ki Reksatani menyiapkan keramaian. Bahan-bahan yang semula disediakan
untuk menyambut bulan ke tujuh dari kehamilan
Sindangsari, kini dipergunakannya untuk menyelenggarakan keramaian menyambut anak-anak Kepandak yang kembali dari medan. Namun Ki Demang
berkata kepada Ki Reksatani. "Aku hanya ingin mengadakan keramaian semalam saja"
Dan seperti yang dikatakan oleh Ki Demang, di hari
berikutnya keramaian itu memang hanya dilakukan semalam.
Bukan saja karena Ki Demang sedang bersusah hati, namun wajah-wajah dari anak-
anak Kepandak yang baru pulang
itupun tidak secerah wajah-wajah mereka sebelum mereka berangkat karena ada
diantara mereka yang tidak pulang bersama mereka. Bayangan tubuh mereka yang
terbujur di medan itu selalu menyertai mereka, meskipun sedang berada di tengah-
tengah keramaian sekalipun.
"Semalam sudah cukup" berkata Ki Reksatani kepada Ki
Demang di Kepandak "sebenarnya kita harus mengadakan
upacara berkabung karena ada diantara mereka, bahkan
beberapa, tidak dapat kembali ke rumah masing-masing"
Ki Demang mengangguk-anggukkan kepalanya. Ia menganggap bahwa kata-kata adiknya itu memang lepat.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Apalagi kakang Demang sendiri sedang mengalami
kesulitan" "Ya" Ki Demang mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Kehidupan yang wajar harus segera pulih kembali di
Kademangan ini, setelah dikejutkan oleh hilangnya mBok-ayu dan kedatangan anak-
anak itu" Ki Demang mengerutkan keningnya. Namun Ki Reksatani
cepat-cepat meneruskan "Bukan berarti usaha kila mencari mBok-ayu terhenti.
Tetapi justru supaya usaha itu tidak terganggu oleh bermacam-macam persoalan"
Ki Demang tidak menyahut. Tetapi direnunginya dedaunan yang bergerak-gerak
disentuh angin di luar pendapa. Sejenak hatinya diguncang oleh keragu-raguan.
Namun kemudian ditetapkannya niatnya untuk menemukan isterinya yang hilang itu. Maka katanya
"Ke Reksatani. Aku kira, setelah semuanya dapat berjalan sewajarnya, datanglah
saatnya, aku dengan sungguh-sungguh mencari isteriku. Itu adalah terutama
kewajibanku. Bukan kewajiban orang lain. Karena itu iku ingin mengatakan
kepadamu, lakukanlah tugasku sehari-hari
sebagai Demang di Kepandak. Aku akan pergi untuk waktu yang tidak tertentu. Aku
harus menemukan mBok-ayumu yang hilang itu"
Dada Ki Reksatani berdesir. Ia belum sempat melihat
sendiri, dimana Sindangsari disembunyikan. Ia belum sempat mengatur segala
sesuatu yang berhubungan dengan itu. Dan Ki Reksatani sama sekali lidak mengira,
bahwa Ki Demang akan begitu cepat mengambil keputusan untuk meninggalkan
Kepandak. "Apakah kau dapat mengerti?" bertanya Ki Demang
kemudian karena Ki Reksatani tidak segera menjawab.
"Kakang Demang" berkata Ki Reksatani agak tergagap
"agaknya kakang Demang menjadi terlampau tergesa-gesa.
Bukankah kakang Demang merencanakan untuk mencarinya
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
di Kademangan di sekitar Kepandak" Kakang Demang dapat membawa beberapa orang
bebahu dan pembantu, sementara aku akan mencarinya dengan sungguh-sungguh pula
di tempat yang lain" "Ki Demang di Kepandak menggelengkan kepalanya.
Katanya "Niat itu aku batalkan. Aku tidak ingin menumbuhkan geseran-geseran
dengan tetangga, Kalau kita datang dengan sekelompok bebahu dan pengawal,
seakan-akan kita akan melakukan tindak kekerasan di daerah tetangga. Setelah aku
renungi, maka niat itu sebaiknya aku batalkan saja. Yang akan aku lakukan
kemudian adalah perbuatan seorang suami,
bukan seorang Demang. Aku harus menemukan isteriku tanpa menimbulkan benturan-
benturan dan apalagi korban-korban yang tidak bersalah.
Ki Reksatani menjadi semakin cemas. Ternyata Ki Demang telah menemukan
ketenangan sehingga ia dapat memikirkan cara yang sebaik-baiknya dan bahkan
dengan sikap seorang laki-laki. Meskipun demikian Ki Reksatani masih berusaha
"Baiklah kakang. Tetapi kakang tidak perlu segera berangkat.
Apakah artinya Reksatani sebagai seorang saudara muda. Aku akan mencobanya lebih
dahulu" "Aku lebih berkewajiban"
"Benar kakang. Tetapi ada kewajiban kakang yang lain
sebagai seorang Demang. Aku minta waktu sepuluh hari.
Kalau di dalam sepuluh hari aku tidak dapat menemukan mBok-ayu Sindangsari, maka
terserahlah kepada kakang
Demang. Apa yang akan kakang Demang lakukan. Namun
demikian setiap saat aku akan melakukan perintah kakang apabila kakang
menghendaki. Ki Demang mengangguk-angguk sambil berkata "Terima
kasih Reksatani. Aku kira aku dapat memenuhi permintaanmu Tetapi tidak lebih
dari sepuluh hari supaya aku tidak terlambat apabila kau gagal menemukannya"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Serasa setitik embun jatuh di hati Ki Reksatani yang
gersang. Ia mendapat waktu sepuluh hari. Di dalam waktu sepuluh hari itu ia
dapat pergi kemanapun tanpa kecurigaan sama sekali. Dan di dalam waktu yang
sepuluh hari itu ia akan dapat
berbuat banyak sekali atas Sindangsari
yang disembunyikan di Sembojan.
"Baiklah kakang" berkata Ki Reksatani kemudian "aku akan mempergunakan waktu
yang sepuluh hari itu sebaik-baiknya.
Aku akan berusaha untuk menemukan mBok-ayu. Di dalam
waktu yang sepuluh hari itu aku dapat menjelajahi seluruh daerah Selatan ini.
Bahkan sampai ketelatah Mangir dan Menoreh"
Demikianlah, maka Ki Reksatani merasa bahwa ia harus
memanfaatkan waktu itu sebaik-baiknya. Sesudah sepuluh hari,
kalau kakaknya benar-benar akan meninggalkan
Kademangan, maka ia pasti akan terikat oleh jabatan yang akan dipangkunya,
meskipun jabatan itulah yang selama ini di mpikan.
"Di dalam pengembaraannya itu, mungkin sekali kakang
Demang akan dapat menemukan Sindangsari" katanya di
dalam hati. Karena itu, maka kecemasan yang melonjak-lonjak selalu menggetarkan
dadanya. "Yang paling baik bagiku adalah menyingkirkan Sindangsari. Menyingkirkan sejauh-jauhnya, sehingga tidak mungkin lagi seseorang
dapat menemukannya" tiba-tiba saja ia menggeram.
Memang bagi Ki Reksatani tidak ada jalan yang paling baik daripada membunuh
perempuan itu. Bahkan kemudian "Kalau perlu bersama Manguri dan ayahnya sama
sekali. Tidak akan ada orang yang mencarinya seandainya untuk beberapa lama
Manguri tidak tampak di Gemulung. bahkan seandainya ia dibicarakan orang, maka
setiap orang pasti justru akan mencurigainya, melarikan Sindangsari dan tidak
kembali lagi ke Kademangan Kepandak.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Ki Reksatani yang menyadari kelebihannya, sama sekali tidak mencemaskan
kemampuan ayah beranak itu. Bahkan
Lamat yang bertubuh raksasa itu sama sekali tidak
dihiraukannya. Menurut pengertian Ki Reksatani. Lamat adalah raksasa yang kuat,
tetapi betapa bodohnya. Pada hari itu Ki Reksatani minta diri kepada kakaknya untuk meninggalkan
Kademangan. "Besok aku akan berangkat kakang" berkata Ki Reksatani
"karena itu, biarlah isteriku pulang menunggui anak-anaknya"
Ki Demang di Kepandak mengangguk-anggukkan kepalanya. Katanya "Hati-hatilah di perjalanan. Jangan lengah tetapi juga jangan
tergesa-gesa menentukan sikap apapun.
Dengan demikian kau tidak akan mudah masuk perangkap, tetapi juga tidak mudah
terjerumus ke dalam kekeliruan.
Mungkin kau sendiri tidak akan mendapat cidera karena kekeliruanmu itu. Tetapi
apabila kau sudah terlanjur bertindak atas seseorang, maka korbanmu itu akan
mengutukmu sepanjang abad" Ki Reksatani mengangguk-anggukkan kepalanya "Baiklah
kakang. Sekaligus aku minta diri. Selama sepuluh hari aku tidak berada di
Kademangan. Bendungan yang sedang digarap itupun akan aku tinggalkan untuk
sementara. Tetapi beberapa orang sudah akan dapat mengurusnya"
Ki Demang mengangguk-anggukkan kepalanya. Tanpa
curiga sama sekali ia menjawab "Baiklah. Aku sekali-sekali akan menengok
bendungan yang sedang kau garap itu"
Ki Reksatanipun kemudian meninggalkan Kademangan itu
bersama isterinya, pulang ke rumahnya. Ia harus mempersiapkan diri untuk menghadapi tugas yang cukup
berat baginya. "Aku akan melihat perkembangan keadaan" katanya
kepada isterinya ketika mereka sudah berada di rumah "kalau
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
aku menganggap bahwa tidak mungkin lagi menyembunyikan Sindangsari, apaboleh
buat" "Tetapi jangan dibunuh perempuan itu. Ia sedang
mengandung" "Justru karena ia mengandung. Kandungannya itulah yang akan menjadi duri selama
hidupku. Kalau anak di dalam kandungan itu harus mati, lebih baik membunuhnya
sekarang, sebelum ia lahir dan hidup"
"Kita akan berdosa"
"Itu lebih baik. Dosa kita akan berlipat kalau kita menunggu bayi itu lahir"
Nyai Reksatani tidak dapat
menjawab lagi. Tetapi kepalanya tertunduk. Hatinya adalah hati perempuan.
Bagaimanapun juga, terasa bahwa jalan yang diambah
suaminya adalah jalan yang sesat. Tetapi ia tidak kuasa untuk berbuat lebih
banyak dari memberinya peringatan.
Namun di dalam hatinya sendiri, kadang-kadang tumbuh
juga keinginan seorang ibu. Keinginan melihat anak-anak nya nanti menjadi orang
yang terpandang, seperti dikehendaki oleh suaminya.
Benturan-benturan itulah yang membuatnya kadang-
kadang kehilangan kemampuan berpikir lagi, sehingga
kadang-kadang ia bergumam "Aku tidak tahu. Terserahlah apa yang akan terjadi"
Demikianlah, maka dengan hati yang berdebar-debar Ia
melihat suaminya mempersiapkan dirinya. Keris pusakanya selalu disiapkannya di
lambung meskipun ia masih akan berangkat besok.
"Aku harus membawa Manguri" katanya di dalam hati
"kalau perlu aku akan dapat membunuhnya sekali"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Adalah kebetulan sekali, bahwa sebelum ia memberitahukan keberangkatannya kepada Manguri, seorang pesuruh anak muda itu
telah datang kepadanya dan bertanya kapan ia akan pergi ke Sembojan.
"Aku akan pergi besok" berkata Ki Reksatani "kalau Manguri akan pergi juga,
suruhlah ia menunggu di luar Kademangan ini, supaya tidak ada orang yang melihat
sehingga dapat menumbuhkan kecurigaan"
Demikianlah maka pesuruh itupun segera pulang dan
menyampaikannya kepada Manguri.
"Lamat" berkata Manguri kemudian "besok kita akan pergi"
Lamat mengangguk-anggukkan kepalanya. Ia merasakan
perbedaan nada kata-kata Manguri Kali ini Manguri tampak bersungguh-sungguh dan
bukan sekedar ingin membentak-bentak saja. Berkata anak muda itu pula "Kita
harus berhati-hati. Banyak hal dapat terjadi"
Lamat mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Kita akan menunggu di luar Kademangan Kepandak. Dan
kita akan pergi bersama-sama dengan Ki Reksatani"
Lamat menarik nafas dalam-dalam. Terbayang di rongga
matanya, suatu perjalanan yang tegang dan mendebarkan.
Setiap saat Ki Reksatani dapat berubah pendirian. Apalagi Ki Reksatani adalah
seorang yang tidak bedanya seperti Ki Demang di Kepandak sendiri. Ia adalah
orang yang tidak terlawan.
"Kita akan berangkat sebelum terang tanah, supaya tidak seorangpun yang melihat
kita. Apalagi apabila orang itu melihat pula Ki Reksatani meninggalkan
Kademangan ini" "Ya" Lamat mengangguk.
"Selain kau, aku akan membawa dua tiga orang kawan
yang lain. Mungkin mereka kita perlukan di perjalanan"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Kita akan berangkat berlima atau enam bersama-sama?"
"Tentu tidak. Biarlah orang-orang itu mendahului kita berpencaran. Tetapi kita
berjanji untuk bertemu di luar Kademangan ini"
Lamat mengangguk-anggukkan kepalanya. Ia sadar, bahwa ia harus mempersiapkan
semuanya. Kuda, memilih orang-orang terbaik dan menyiapkan senjata yang akan


Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mereka bawa, dan senjatanya sendiri.
Demikianlah, Lamat yang selalu diguncang oleh perasaannya itu menjadi semakin bingung. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi di
perjalanan. Mungkin Ki Reksatani sudah puas melihat persembunyian Sindangsari.
namun mungkin karena kecemasannya, tiba-tiba saja tumbuh keinginannya membunuh
Sindangsari. "Kalau Ki Reksatani ingin membunuh Sindangsari" berkata Lamat di dalam hatinya
"sudah pasti, ia yang termasuk orang-orang yang dapat menjadi saksi dari
pembunuhan itu akan dimusnahkannya pula"
Tanpa sesadarnya Lamat meraih sehelai golok di dinding biliknya. Jarang sekali
golok itu dibawanya keluar. Kadang-kadang ia hanya sekedar membawa sehelai
parang. Tetapi kali ini, tiba-tiba saja tumbuh keinginannya untuk membawa
goloknya. Meskipun golok itu tidak terlampau panjang, tetapi beratnya hampir dua
kali lipat dari berat pedang biasa Bahkan selain golok itu, Lamat telah
menyisipkan pula sehelai pisau belati kecil dipinggangnya. Ia sendiri tidak
tahu, kenapa ia menganggap perlu untuk membawa senjata-senjata itu.
Bahkan ketika malam menjadi gelap, dan Lamat masih
harus pergi ke sawah, senjata-senjata itu sudah dibawanya pula selain cangkul di
pundaknya. Seolah-olah di tengah sawah telah pula menunggu bahaya yang akan
mengancam jiwanya. Jiwanya yang seolah-olah telah tergadaikan itu.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Malam ini aku akan beristirahat di rumah" berkata Manguri
"Besok kita akan berangkat lagi. Kaupun harus segera pulang dan tidur. Kita
tidak boleh terlambat bangun"
Lamat mengangguk "Aku akan segera pulang apabila
sawah itu sudah penuh. Mungkin kita akan meninggalkan dua tiga hari, sehingga
kita tidak akan dapat mengairinya selama itu. Aku kurang yakin bahwa orang-orang
lain, para pekerja itu dengan sungguh-sungguh akan melakukan pekerjaan yang
menjemukan ini" "Terserahlah kepadamu. Tetapi besok kita akan berangkat menjelang fajar. Kita
akan menunggu Ki Reksatani di luar Kademangan"
Dengan kepala tunduk Lamatpun kemudian melangkahkan
kakinya menyelusuri jalan padukuhan pergi ke sawah. Ia hanya menganggukkan
kepalanya saja apabila ia bertemu dengan anak-anak muda Gemulung. Hubungannya
dengan anak-anak muda itu tidak begitu baik seperti juga Manguri Tetapi anak-anak muda
Gemulung menganggap bahwa Lamat hanyalah sekedar lembu perahan yang bodoh dan
tidak bersikap apapun juga. Dengan demikian, maka anak-anak muda Gemulung justru tidak
menumpahkan kebencian mereka kepadanya. Bahkan ada beberapa diantara mereka yang
merasa kasihan kepada raksasa yang tidak lebih dari seorang budak itu.
Seperti biasanya, orang-orang di Padukuhan Gemulung
berusaha untuk menghindarkan pertengkaran berebutan air.
Karena itu, setiap kali mereka saling berbincang,
bagaimana malam nanti mereka akan membagi air yang tidak terlampau
deras mengalir. Dengan demikian, maka pertengkaran akan dapat dihindari sejauh-jauhnya. Setiap orang tidak berniat
sama sekali untuk mengingkari persetujuan mereka sehingga dengan demikian semuanya
dapat berlangsung dengan lancar dan baik.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Setelah mendapat ketetapan pembagian air, maka Lamatpun segera pergi ke gubugnya. Ia mendapat pembagian air sedikit lewat
tengah malam, sehingga karena itu, ia akan dapat tidur barang sejenak.
"Mudah-mudahan aku tidak terlanjur tertidur sampai pagi"
desisnya. Tetapi apabila seseorang tertidur dan membiarkan air yang menjadi bagiannya
lewat, kadang-kadang tetangga-tetangga yang
mengetahuinya membangunkannya juga. Karena merekapun mengetahui, betapa besarnya nilai air di musim yang kering ini.
Tetapi ketika Lamat baru saja membaringkan dirinya, ia merasa gubugnya bergerak-
gerak. Karena itu, maka iapun segera bangkit dan memperhatikan keadaan di
sekitarnya dengan saksama.
Telinganya yang tajam segera menangkap desah nafas di bawah gubugnya. Perlahan-
lahan. Tetapi cukup jelas baginya.
Dengan dada yang berdebar-debar Lamat menunggu.
Siapakah yang sedang berdiri di bawah gubugnya itu. Sudah pasti bukan Manguri.
Kalau yang datang itu Manguri, ia akan segera berteriak memanggil, atau dengan
segera meloncat naik. Lamat masih menunggu sejenak. Tetapi orang yang berada di bawah gubugnya itu
masih tetap berada di tempatnya.
Akhirnya Lamat tidak menunggu lagi. Dari sela-sela alas gubugnya ia mencoba
mengintip. Namun ia tidak dapat
melihat dengan jelas siapakah yang berada di bawah
gubugnya itu. Ia hanya melihat seseorang berdiri bersandar tiang.
Lamat menjadi ragu-ragu sejenak. Namun kemudian iapun mencoba menyapa "Siapa
yang di bawah?" Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Sejenak tidak ada jawaban, sehingga Lamat mengulanginya
"Siapa yang di bawah itu?"
Ketika orang itu kemudian menengadahkan wajahnya,
Lamat dapat menduganya, bahwa orang itu adalah Pamot.
"Aku Lamat" terdengar jawaban.
Lamat menarik nafas dalam-dalam. Ia mencoba-menahan
gelora yang melonjak-lonjak di hatinya. Tiba-tiba saja Pamot kini menjadi hantu
yang menakutkan baginya. "Siapakah yang kau cari disini?" Lamat bertanya.
"Aku mencarimu Lamat"
"Aku?" "Ya. Turunlah, atau aku akan naik?"
Lamat menjadi ragu-ragu sejenak. Ia sadar, bahwa
pertanyaan Pamot akan berkisar di sekitar Sindangsari.
Sehingga karena itu, iapun kemudian menjawab "Aku lelah sekali. Aku ingin tidur"
"Aku ingin berbicara sedikit saja Lamat. Kalau aku naik, dan Manguri datang
setiap saat, maka aku akan diketahuinya datang menemui kau"
"Pergilah" berkata Lamat kemudian. Detak jantungnya
serasa menjadi semakin cepat mengguncang isi dadanya "aku tidak sempat berbicara
apapun sekarang" "Sebentar saja. Atau aku akan berteriak dari bawah"
"Pergi. Pergilah Pamot, Jangan membuat aku marah"
Pamot mengerutkan keningnya. Namun ia tidak segera
pergi. Bahkan ia berkata pula "Kau tentu bersedia turun sejenak. Hanya sejenak.
Aku akan segera pergi supaya aku tidak mengganggumu disini"
"Pergilah sekarang"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Aku harap kau turun sejenak Lamat, aku tidak mempunyai tempat lagi untuk
bertanya Aku menganggap bahwa
pertanyaan ini dapat aku sampaikan kepadamu. Dan aku
mengharap kau masih bersedia menolongku"
"Cukup. Pertolonganku kepadamu sudah cukup banyak.
Sekarang kau jangan mengganggu aku lagi. Aku tidak tahu apa-apa tentang
Sindangsari. Aku tidak tahu apa-apa tentang dunia luar dinding halaman rumah
Manguri. Aku tidak tahu apa-apa. Bahkan keadaan di dalam halaman itupun aku
tidak mengetahui banyak"
"Tetapi aku tidak bertanya tentang Sindangsari Lamat"
Terasa desir yang tajam tergores di dada Lamat. Sejenak ia merenung. Bahkan
kemudian ia menjengukkan kepalanya.
Dilihatnya Pamot kini berdiri di depan tangga.
"Kenapa kau selalu menggelisahkan aku Pamot. Kau tahu siapa aku. Tidak
seharusnya kau selalu mengejar aku dan menghantui aku dengan pertanyaan-
pertanyaanmu yang tidak aku mengerti"
"Apakah kau tidak akan turun?" bertanya Pamot.
Lamat menarik nafas dalam-dalam. Namun iapun kemudian bergeser menepi. Katanya
"Baiklah. Aku akan turun. Tetapi jangan bertanya tentang Sindangsari, tentang Ki
Demang dan persoalan-persoalan yang bersangkut paut dengan itu"
"Ya" "Kau berjanji?"
"Ya" Lamat terdiam sejenak. Namun kemudian iapun menuruni
tangga gubugnya menemui Pamot yang masih berdiri di
bawah. "Cepat bertanyalah" berkata Lamat.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Lamat" sahut Pamot "Kenapa kau sekarang berubah"
Ketika aku berada di dalam kesulitan, di saat-saat aku akan meninggalkan
Gemulung, kau selalu melindungi aku. Bahkan kadang-kadang di luar dugaanku dan
dapat membahayakan dirimu sendiri. Tetapi sekarang kau bersikap sangat berbeda.
Apakah aku sudah berbuat kesalahan yang menyinggungmu"
Atau barangkali, kau tidak dapat melupakan dosa yang telah aku lakukan di luar
sadarku itu?" Dada Lamat menjadi semakin berdebar-debar. Namun
kemudian ia memotongnya "Cepat katakan keperluanmu"
"Apakah kau tidak mau lagi berbicara dengan tenang dan baik seperti dahulu"
"Diam" Lamat tiba-tiba membentak "cepat katakan dan
cepat tinggalkan tempat ini. Sebentar lagi Manguri akan datang kemari. Kau tidak
akan dapat bersembunyi lagi"
Pamot menarik nafas dalam-dalam.
"Ya. Memang mungkin sekali kau sudah terlampau muak
kepadaku. Malam itu kau masih dapat menahan hati. Kau masih sempat memberi
kesempatan aku bersembunyi"
"Ya. Sekarang aku sudah benar-benar muak melihat
wajahmu. Aku tidak dapat melupakan noda yang memercik di hatimu. Aku tidak dapat
melupakan betapa jahatnya kau malam itu. Kau sudah berbuat sesuatu yang tidak
pantas dilakukan oleh orang-orang beradab"
"Baiklah. Aku minta maaf sekali lagi"
"Kenapa kau minta maaf kepadaku. Aku sama sekali tidak berkepentingan dengan
kau, dengan Sindangsari dan dengan Ki Demang yang isterinya telah kau nodai. Aku
tidak berkepentingan apapun"
"Baiklah Lamat. Baiklah. Tetapi apakah aku boleh bertanya sesuatu kepadamu.
Sebuah pertanyaan saja"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Lamat memandang Pamot dengan mata yang gelisah. Dan
tiba-tiba ia membentak "Cepat, katakan pertanyaanmu itu"
"Lamat" suara Pamot merendah "kenapa Ki Reksatani pada malam itu datang menemui
Manguri?" Pertanyaan itu serasa menghentakkan seluruh isi dada
Lamat. Sejenak ia membeku di tempatnya. Namun sejenak kemudian ia membentak pula
"Kau sudah berjanji, kau tidak akan bertanya tentang Sindangsari, Ki Demang atau
yang bersangkut paut dengan itu. Kenapa kau melanggar janjimu?"
"Aku tidak bertanya tentang Sindangsari, tentang Ki
Demang dan yang bersangkut paut dengan itu Lamat. Tetapi aku bertanya, kenapa Ki
Reksatani memerlukan menemui
Manguri di malam hari?"
Pamot hampir tidak dapat menyelesaikan kalimatnya ketika tiba-tiba saja terasa
tangan Lamat menampar pipinya,
sehingga Pamot terputar ke samping. Bahkan karena kakinya tergelincir, maka
iapun kemudian terjatuh di tanah berlumpur.
Sebelum ia sempat bangkit, maka tangan Lamat yang kuat telah menerkam bajunya
dan menariknya. "Kau gila Pamot. Kau sudah melanggar janjimu. Kau
membuat hidupku yang pahit ini menjadi semakin parah"
Betapa geramnya tangan Lamat mengguncang tubuh
Pamot yang seakan-akan tidak berdaya sama sekali.
"Kau tidak berhak memaksa aku menjawab pertanyaanmu
yang manapun juga. Karena itu, kau harus segera pergi. Kau jangan membuat aku
menjadi gila dengan pertanyaan-pertanyaan serupa itu. Atau aku harus membunuhmu
sebelum aku benar-benar menjadi gila?"
Sebelum Pamot menjawab, maka didorongnya tubuh anak
muda itu sehingga sekali lagi ia terlempar dan jatuh di dalam lumpur.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Pergilah. Dan jangan bertanya apapun juga"
Tertatih-tatih Pamot berusaha bangkit. Apalagi setelah ia menjadi bagian dari
pasukan Mataram yang melawat ke
Betawi. Oleh seorang perwira ia mendapat tuntutan khusus di dalam olah
kanuragan. Namun Pamot sama sekali tidak
berusaha melawan. Ia sadar sepenuhnya, bahwa ia tidak akan dapat menang apabila
ia sengaja melawan raksasa itu. Tetapi lebih daripada itu, Pamot memang tidak
berhasrat sama sekali untuk bertengkar dengan Lamat.
"Baiklah Lamat" berkata Pamot kemudian "ternyata yang aku jumpai sekarang bukan
Lamat yang dahulu" "Diam, diam kau"
"Ya, ya Lamat. Aku akan diam. Selamat malam. Aku akan pergi. Aku tidak akan
kembali lagi kepadamu, supaya kau tidak merasa terganggu, meskipun aku tidak
berniat demikian" Lamat sama sekali tidak menjawab. Ia sama sekali tidak mau lagi memandang wajah
Pamot yang kotor oleh lumpur.
Bahkan hampir seluruh tubuh dan pakaiannya.
"Aku akan pergi Lamat"
Lamat sama sekali tidak menjawab. Tetapi ketika Pamot mulai melangkahkan
kakinya, Lamat menggeram "Seharusnya aku bunuh kau. Kau dapat menimbulkan salah
paham. Kalau kau memang melihat Ki Reksatani menemui Manguri, itu
karena Ki Reksatani mencurigainya. Dan setiap saat selalu mendesaknya agar
Manguri mengaku bahwa ia telah ikut
terlibat di dalam masalah itu"
Pamot memandang Lamat dengan tajamnya. Tetapi ia tidak berkata sepatah katapun.
"Tetapi dugaan itu sangat bodoh. Manguri tidak memerlukan perempuan itu. Perempuan yang sudah mengandung karena kau dan yang sudah menjadi isteri orang
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
pula. Manguri dapat mengambil gadis yang manapun juga.
Yang jauh lebih cantik dari Sindangsari"'
Pamot mengangguk-anggukkan kepalanya. Seakan-akan


Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tanpa disadarinya ia berkata "Ya Lamat. Memang Ki Reksatani bodoh sekali di
dalam hal ini" "Diam, diam kau. Kau tidak usah turut berbicara"
Pamot menarik nafas dalam-dalam. Namun dengan
demikian ia melihat kegelisahan yang memuncak pada diri Lamat. Kegelisahan yang
tidak dapat disembunyikannya lagi.
Sambil menarik nafas dalam-dalam Pamot
berkata "Sudahlah Lamat. Aku akan pergi. Aku tidak akan mengatakan kepada siapapun bahwa
aku melihat Ki Reksatani datang ke tempat ini dan memaksa Manguri untuk mengakui
sesuatu yang tidak dilakukannya"
"Diam, diam" Lamat hampir menjerit. Berbareng dengan
itu sekali lagi tangannya menampar pipi Pamot, sehingga Pamot sekali lagi
terputar dan jatuh ke dalam lumpur.
Perlahan-lahan Pamot berdiri. Kini terasa darahnya mulai menjadi panas.
Bagaimanapun juga, ia tidak akan dapat membiarkan dirinya dipukuli tanpa berbuat
sesuatu. Sebelum ia sempat bangkit, maka tangan Lamat yang kuat telah menerkam bajunya
dan menariknya. Tiba-tiba Pamot menggeretakkan giginya. Selangkah ia
maju sambil berkata "Lamat. Aku percaya bahwa kau dapat membunuh aku. Kenapa hal
itu tidak kau lakukan" Aku kira itu akan menjadi lebih baik daripada kau seakan-
akan benar-benar telah gila. Apakah kau sadari kelakuanmu itu" Nah.
Kalau kau ingin membunuh aku, lakukanlah. Ketika aku datang untuk pertama
kalinya di Kepandak, selagi aku masih berada di dalam barisan berkuda itu, Ki
Demang juga akan melakukannya. Ki Demang menuduh aku melarikan Sindangsari dan menuntut agar aku diserahkannya kepadanya.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Tetapi Ki Tumenggung Dipanata tidak mau karena ia tahu, bahwa aku tidak
bersalah. Sekarang kau yang agaknya sudah menjadi gila itu akan membunuh aku
pula, karena aku melihat Ki Reksatani datang menemui Manguri dan memaksa Manguri
untuk mengakui tanpa melakukan kesalahan seperti, aku"
Pamot berhenti sejenak, lalu melangkah lagi ia mendekat
"lakukanlah. Kau malam ini membawa senjata yang
mengerikan itu. Sekali ayun, leherku akan lepas dari tubuhku.
Kau tinggal menyeret mayatku dan melemparkannya ke kali.
Tidak akan ada orang yang akan menuduhmu. Semua orang pasti akan menyangka bahwa
Ki Demanglah yang telah melakukannya atau orang-orang yang disuruhnya seperti ketika aku merayap ke
rumah Sindangsari sebelum aku pergi"
"Cukup, cukup" Lamat tiba-tiba menutup kedua telinganya dengan tangannya. Sama
sekali tidak seperti yang diduga oleh Pamot. bahwa Lamat itu akan marah sekali
dan mencekiknya sampai mati. Tetapi tiba-tiba Lamat menjatuhkan dirinya dan
duduk di pematang sambil menutup telinganya rapat-rapat.
Pamot menjadi heran. Karena itu, maka iapun justru
terdiam. Perlahan-lahan ia mendekati Lamat yang duduk sambil menundukkan
kepalanya dalam-dalam. Sejenak mereka saling berdiam diri. Pamot masih berdiri termangu-mangu, sedang
Lamat duduk terpekur seakan-akan merenungi air di bawah kakinya.
"Maaf Lamat Apakah aku menyakiti hatimu?" desis Pamot kemudian "baiklah, aku
akan diam. Aku hanya akan minta diri kepadamu kalau kau tidak ingin membunuh ku.
Aku tidak akan mengganggumu lagi"
Lamat tidak menjawab. Ia masih menekurkan kepalanya.
Namun dalam pada itu, dadanya bergejolak dahsyat sekali. Ia sedang diamuk oleh
keragu-raguan dan hampir kehilangan kesadarannya tentang dirinya sendiri, Lamat
hampir tidak dapat mengenal lagi kata-kata hatinya sendiri. Ia tidak tahu,
apakah sebenarnya yang kini dikehendakinya, di nginkannya
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
dan persoalan yang dihadapinya. Dan bahkan ia tidak lagi dapat membedakan, mana
yang benar dan mana yang tidak benar menurut nuraninya.
"Aku sudah menjadi gila Pamot. Benar-benar gila" desisnya.
Pamot mendekatinya dan seperti tanpa disadarinya ia
duduk di samping raksasa itu "Aku tidak mengetahui dengan pasti, apakah yang
sedang bergolak di hatimu. Tetapi kalau semuanya itu karena singgungan kata-
kataku, pertanyaanku dan barangkali kecurigaanku, aku minta maaf. Mudah-mudahan
kau dapat melupakannya"
Lamat tidak menjawab. Tetapi kata-kata Pamot itu justru membuatnya semakin
bingung. Hatinya seakan-akan telah menjadi gelap pekat. Ia tidak tahu lagi jalan
yang harus dilaluinya. "Aku memang sudah gila. Aku benar-benar sudah gila. Aku hanya tinggal mengenal
nama-nama orang, namamu, nama
Manguri, Ki Reksatani, Ki Demang, Sindangsari, tetapi aku tidak akan dapat
mempunyai tanggapan apapun juga"
Pamot mengangguk-anggukkan kepalanya. Ia melihat
beban yang terlampau berat di hati raksasa yang jinak itu.
"Pamot" tiba-tiba Lamat berkata dalam nada yang dalam
"kalau kau berdiri di simpang jalan, jalan yang manakah yang akan kau pilih?"
Pamot menjadi bingung mendengar pertanyaan itu. Karena itu ia ganti bertanya
"Aku tidak mengetahui maksudmu
dengan pasti Lamat. Dan aku tidak mengenal kedua ujung dari jalan simpang itu,
sehingga aku tidak akan dapat memilih"
Lamat mengangguk-anggukkan kepalanya. Katanya "Ya,
kau tidak mengenal ujung jalan simpang itu. Tetapi manakah yang lebih baik
bagimu. Membalas budi atau menyelamatkan jiwa seseorang. Aku berhutang budi
kepada seseorang yang telah menyelamatkan jiwaku Pamot, tetapi kini aku melihat
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
jiwa seseorang sedang terancam. Mungkin ia akan mati
terbunuh, tetapi seandainya tidak, maka jiwa itupun akan di rampas oleh
malapetaka sepanjang hidupnya seperti hidupku sendiri. Bahkan lebih parah lagi"
Pamot tidak segera menjawab. Di wajahnya membayang
keheranannya yang memuncak.
"Pamot" berkata Lamat kemudian "apakah sebaiknya yang akan
kulakukan seandainya Manguri menyuruh aku membunuhmu, sedang kau tidak bersalah?"
Dada Pamot berdesir mendengar pertanyaan itu. Dengan
serta merta ia bertanya "Jadi kau mendapat perintah Manguri untuk membunuh aku?"
"Tidak" "Jadi" Pamot mendesak "jadi bagaimana"
"Seandainya, hanya seandainya. Aku telah berhutang budi kepada Manguri karena
ayahnya telah menyelamatkan
nyawaku di masa kanak-kanak. Padahal aku tahu bahwa kau sama sekali tidak
bersalah. Hal itu hanya dilakukan sekedar untuk kesenangannya saja"
"Kesenangan?" "Ya. Sekedar kepuasan karena ia ingin melihat kau mati"
Pamot tidak menyahut. "Pamot, apakah yang akan kau lakukan?" Apakah karena aku berhutang budi, maka
aku harus membunuhmu tanpa
pertimbangan" Atau aku harus mencegahnya, meskipun
akibatnya akan membuat aku tidak lagi dapat membalas budi"
"Persoalanmu memang aneh Lamat" berkata Pamot "aku
tidak dapat membantumu memecahkan parsoalan itu. Tetapi kalau ayah Manguri benar
seorang yang baik, ia tidak akan menuntut balas budi dari pertolongannya itu.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Maksudmu aku dapat melupakannya dan tidak memperhitungkannya lagi di dalam setiap tindakanku?"
"Bukan begitu. Tetapi sampai dimanakah batasnya
seseorang harus membalas budi?"
Lamat tidak menyahut. Kepalanya yang tunduk menjadi
semakin tunduk. Sejenak ia membeku seperti itu. Bahkan kemudian terasa tubuhnya
menjadi dingin sekali. Pamot yang duduk di samping Lamat membiarkannya
duduk terpekur. Namun dada Pamot menjadi berdebar-debar ketika ia mendengar
nafas Lamat yang semakin cepat. Bahkan kemudian
terengah-engah seakan-akan Lamat sedang melakukan pekerjaan yang sangat berat.
Sebenarnyalah, di dalam hati raksasa itu sedang terjadi benturan yang dahsyat.
Suatu pergolakan perasaan yang hampir tidak teratasi.
Dengan sekuat kemampuannya Lamat mencoba mengatasi.
Sambil mengatupkan giginya rapat-rapat Lamat memeras
perasaan di dadanya. Sebuah pemberontakan yang tidak
tertahankan telah meledak di dadanya.
Tiba-tiba Lamat itu menghentakkan kakinya sehingga
Pamot terkejut karenanya. Apalagi ketika Lamat itu menggeram "Tidak. Aku harus berdiri diatas nuraniku sendiri.
Aku masih tetap mempunyai pribadi. Aku bukan seekor
kerbau. Aku bukan seekor lembu perahan yang tidak berhak menentukan sikap"
Pamot bergeser setapak menjauh. Dipandanginya Lamat
yang perlahan-lahan mengangkat wajahnya.
Ditatapkan kepekatan malam dengan mata yang seakan-
akan menyala. "Aku telah menemukannya. Aku telah
memutuskannya apapun yang akan terjadi. Aku tidak dapat membiarkan kegilaan itu
berkepanjangan" Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Pamot masih duduk diam, Sejengkal lagi ia bergeser
menjauh tanpa menghiraukan pakaiannya yang semakin kotor karena lumpur pematang.
Bahkan kemudian ia menjadi cemas melihat Lamat.
"Apakah Lamat telah benar-benar menjadi gila?"
Pamotpun kemudian berdiri ketika ia melihat Lamat berdiri.
Ia harus bersiap menghadapi setiap kemungkinan di dalam kegilaan itu, apabila
Lamat benar-benar menjadi gila.
Lamat yang berdiri tegak itu menjadi terengah-engah.
Tubuhnya menjadi gemetar dan bibirnya bergerak-gerak.
"Lamat" suara Pamot perlahan-lahan "apakah yang sudah terjadi atasmu?"
Lamat tidak menjawab. Kini mulutnya terkatub rapat-rapat.
"Lamat, apakah ada sesuatu yang telah mengguncangkan
hatimu" "Ya" tiba-tiba Lamat menjawab "Aku telah berusaha
menguasai diriku sendiri" Lamat berpaling. Dipandanginya wajah Pamot yang tegang
"Pamot. Aku bersumpah bahwa aku adalah Lamat. Aku manusia juga seperti kau,
seperti Manguri, seperti Ki Reksatani, meskipun aku pernah berhutang budi.
Bukankah aku tetap seorang yang berpribadi?"
Tanpa mengetahui maksudnya Pamot mengangguk "Ya"
desisnya. "Ya. Dan aku akan bersikap sebagai seseorang yang
berpribadi. Aku tidak dapat membiarkan semuanya itu terjadi"
"Apa yang akan terjadi Lamat?"
Perlahan-lahan Lamat menarik nafas. Tangannya yang
menggenggam perlahan-lahan terurai. Sekali lagi ia memandang kekejauhan sambil berkata "Apakah kau masih percaya kepadaku Pamot?"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Ya" Pamot menjawab dengan serta-merta sebelum ia
sempat berpikir. "Baiklah Pamot. Kalau kau masih percaya kepadaku,
dengarlah" Lamat berhenti sejenak. Sekali lagi ia menarik nafas. Kemudian
katanya "Duduklah"
Pamot tidak menjawab. Tetapi ketika Lamat duduk di
pematang yang basah itu, Pamotpun segera duduk pula di sampingnya.
"Pamot" suara Lamat menurun "Apaboleh buat. Aku harus mengkhianati kebaikan
budinya" "Apa yang sebenarnya telah terjadi atasmu Lamat"
"Kau tidak usah tahu Pamot" Lamat berhenti sejenak, lalu
"Pergilah kau besok pagi-pagi ke Sembojan"
"Sembojan" Dimanakah Sembojan itu?"
"Pergilah sebelum fajar. Kau harus mendahului kami"
"Tetapi apakah kepentinganku?"
"Sindangsari berada di Sembojan"
Betapa terkejut Pamot mendengar keterangan yang tidak disangka-sangka itu,
sehingga rasa-rasanya darahnya berhenti mengalir. Sejenak ia justru membeku.
Dipandanginya Lamat dengan mulut ternganga.
"Bukankah kau masih percaya kepadaku?" bertanya Lamat.
"Ya, ya" jawab Pamot terbata-bata "Aku masih percaya
Tetapi apakah aku dapat mempercayai pendengaranku. Kau berkata bahwa Sindangsari
berada di Sembojan?"
"Ya. Aku memang berkata demikian. Besok sebelum fajar, aku harus mengantar
Manguri pergi ke padukuhan itu. Selain kami, Ki Reksatanipun akan pergi pula.
Apakah kau dapat mengerti?"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Pamot tidak menyahut. Keringat dingin telah mengembun di seluruh tubuhnya.
"Ki Reksatani dan Manguri telah bersepakat mengambil
Sindangsari dari Kademangan. Itulah sebabnya, maka hampir tidak
seorangpun dapat membayangkan, bagaimana perempuan itu dapat hilang begitu saja. Akulah yang
membawanya meloncat pagar batu di halaman belakang,
setelah Nyai Reksatani berhasil memancingkan kebawah
rumpun pering petung"
Pamot masih saja membeku. Sebuah kejutan yang dahsyat telah membuatnya seolah-
olah tidak mampu lagi berpikir untuk sejenak.
"Pamot" desis Lamat "keduanya bertemu pada suatu
kepentingan Sindangsari harus pergi dari Kademangan.
Manguri masih menginginkannya, sedang Ki Reksatani ingin menyingkirkannya,
karena Sindangsari, mengandung, dan akan memberikan keturunan yang kelak dapat
mewarisi jabatannya" "Gila. Itu perbuatan gila" tiba-tiba Pamot menggeram "dan kau tidak berusaha
mencegahnya" Malahan kau membantu
menculik perempuan itu" tiba-tiba Pamot berdiri dan


Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menuding wajah Lamat. "Sekarang kaulah yang menjadi gila" sahut Lamat.
Ketenangan Lamat telah membuat Pamot menyadari dirinya.
Ia mengangguk dan menjawab "Ya, kita bergantian menjadi gila. Sesudah kau,
sekarang aku" "Kau harus dapat memandang persoalan ini dengan
tenang. Ingat, besok mereka akan pergi ke Sembojan, di daerah Kademangan
Prambanan, sebelah Timur Hutan
Tambak Baya" Pamot mengangguk-anggukkan kepalanya.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Kau harus mendahului kami. Banyak hal dapat terjadi
Mungkin pembunuhan, sesuai dengan kepentingan Ki
Reksatani, tetapi mungkin juga perkosaan menurut kebutuhan Manguri yang ingin
memperisterikannya, meskipun dengan paksa"
Terdengar gigi Pamot gemeretak. Tiba-tiba ia berkata "Aku akan menghadap Ki
Demang" "Jangan. Kita masih belum yakin, apakah kita dapat
menemukan Sindangsari. Kalau Sindangsari tidak ada di Sembojan, maka Ki Demang
akan menuduhmu mengada-ada"
"Jadi apa yang harus aku lakukan?"
"Bawalah beberapa orang kawan yang kau percaya. Jangan terlampau banyak supaya
tidak menumbuhkan kecurigaan di sepanjang jalan. Kau dapat menghubungi anak-anak
muda di Sembojan, barangkali ada juga yang baru pulang dari
tugasnya, seperti yang kau lakukan?"
Pamot mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Kalau kau sampai di Sembojan lebih dahulu, kau dapat mencari anak-anak muda itu
dan minta bantuan mereka apabila kau perlukan. Tetapi ingat, tunggu apa yang akan terjadi. Kau harus
mencari tempat Sindangsari disembunyikan, dan kau harus dapat mengamati apa yang
akan terjadi. Dengan bantuan anak-anak muda Sembojan, aku yakin kau dapat melakukannya"
Pamot mengangguk-anggukkan kepalanya. Katanya kemudian "Terima kasih Lamat Aku masih tetap percaya
kepadamu. Aku yakin bahwa ujud lahiriahmu tidak sejalan dengan ujud batinmu. Aku
berhutang budi kepadamu sejak aku belum berangkat ke Betawi"
"Jangan kau sebut-sebut tentang hutang budi. Aku
menolongmu dengan ikhlas sehingga aku tidak merasa
mempunyai piutang yang akan aku tagih setiap waktu. Hutang
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
budi itu akan mengikatmu seperti aku telah terikat olehnya pula"
"Tetapi itu tidak berarti bahwa kita tidak tahu budi. Yang harus kita timbang
adalah nilai dari harga diri kita masing-masing dengan bagaimana kita harus
membalas budi. Kita harus menentukan keseimbangan di dalam saat-saat seperti
yang kau hadapi itu"
Lamat mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Betapapun besar hutang budiku kepada seseorang, tentu aku tidak akan dapat
mengorbankan pribadiku, seperti aku tidak akan dapat menyerahkan isteriku
misalnya, kepada orang itu. Tetapi adalah harga seseorang itupun dapat dilihat
bagaimana ia menghargai budi seseorang"
Lamat masih mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Nah, Lamat sebaiknya, aku berangkat sekarang. Aku akan membawa beberapa orang
kawan dari Gemulung. Tiga atau empat orang. Aku akan berusaha menghubungi anak
anak muda di Sembojan. Aku kira pasti ada juga yang ikut di dalam barisan Mataram,
karena aku mendengar juga anak-anak
muda berdatangan dari Prambanan dan sekitarnya"
"Hati-hatilah. Kau harus dapat memilih saat dan keadaan yang tepat. Kalau kau
salah hitung, maka kau pasti hanya akan mendapatkan mayat Sindangsari. Kau
mengerti?" Pamot mengangguk. Katanya "Aku akan berusaha. Aku
harus mendahului mereka"
Pamotpun dengan tergesa-gesa meninggalkan sawah
Manguri Ketika ia menengadahkan kepalanya, ia melihat bintang Gubug Penceng
telah condong ke Barat. Tengah
malam baru saja dilampaui. Karena itu, ia harus segera mendapat kawan yang dapat
dipercayanya untuk bersama-sama pergi ke Sembojan. Ia harus keluar lebih dahulu
dari Kademangan sebelum Manguri dan Ki Reksatani. Apalagi
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
mereka mengetahui, bahwa Ki Reksatani adalah seorang yang tidak terlawan di
samping Ki Demang di Kepandak sendiri.
Sepeninggal Pamot, maka Lamatpun segera berkemas pula.
Ia sudah menentukan suatu sikap, sehingga iapun harus bersedia menanggung
akibatnya. Manguri baginya kini bukan lagi seorang yang akan dapat mengikatnya,
setelah ia berhasil mematahkan
ikatan perasaan yang selama ini membelenggunya. Sehingga tiba-tiba saja Lamat merasa
dirinya seorang yang bebas, yang tidak terikat lagi. Ia tidak perlu lagi selalu
menundukkan kepalanya apabila Manguri membentak-bentaknya.
Tetapi Lamat sadar, bahwa ia tidak dapat berbuat demikian dengan tiba-tiba,
sehingga dapat menimbulkan kecuriaan Manguri kepadanya. Bagaimanapun juga ia
harus bersikap seperti biasa, merendahkan diri dan menahan hati, apabila anak
muda itu memperlakukannya seperti budak belian di jaman negeri antah berantah.
Sambil menjinjing cangkulnya Lamat berjalan menyelusuri pematang. Ia harus
segera pulang untuk menenangkan
hatinya, sebelum ia berangkat bersama Manguri keluar
Kademangan Kepandak. Namun ketika ia meloncati parit, dilihatnya air yang
gemericik. Tiba-tiba saja ia teringat pada pembagian air yang sudah saling
disetujui. Lewat tengah malam adalah bagiannya.
"Persetan dengan sawah iblis kecil itu" geramnya. Dan Lamatpun melangkah terus.
Tetapi ketika dilihat batang-batang padi muda yang seolah-olah tertunduk lesu
karena kehausan, maka timbul ah
perasaan iba di hatinya. Meskipun yang dihadapi hanyalah sekedar tumbuh-tumbuhan
dan bukan sejenis makhluk yang dapat merasakan betapa hausnya kekeringan air,
namun Lamat tidak juga sampai hati untuk membiarkan tumbuh-
tumbuhan itu layu. Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Lamat berhenti sejenak termangu-mangu. Namun ia
terpaksa melangkah kembali. Dibendungnya parit kecil dan dialirkannya air parit
itu ke dalam kotak-kotak sawah.
Meskipun ia sama sekali tidak ingin lagi bekerja untuk Manguri namun tanaman-
tanaman yang masih muda itu memang
memerlukan air. Sejenak Lamat duduk menunggui air yang mengalir masuk ke dalam sawah, seperti
yang sudah saling disetujui. Lewat sedikit tengah malam adalah bagiannya. Dan
Lamat masih juga sempat mempergunakan kesempatan itu. Bahkan
kemudian Lamat menunggui percikan air itu sambil bertopang-dagu.
"Kalau aku belum datang, Manguri pasti belum akan pergi.
Biar Pamot sempat membawa kawan-kawannya meninggalkan Kademangan beberapa saat
mendahului. Kalau Manguri dan apalagi Ki Reksatani sempat menyusulnya, maka
akibatnya akan menjadi semakin parah" berkata Lamat di dalam hatinya.
Demikianlah, meskipun setiap kali Lamat menengadahkan kepalanya, memandang
langit yang menjadi kemerah-merahan, namun ia masih tetap duduk di pematang
menunggui air yang telah memenuhi sawahnya.
Lamat terkejut ketika ia mendengar langkah yang tergesa-gesa mendekatinya.
Ketika ia berpaling dilihatnya Manguri bergegas mendapatkannya. Sambil
menghentakkan kakinya anak muda itu mengumpat "He, Lamat, apakah kau sudah
menjadi gila?" Lamat tidak menjawab, Kali ini ia memaksa dirinya untuk tetap diam, agar Manguri
tidak mencurigainya. "Apa kau tidak melihat langit yang sudah semakin merah?"
Lamat menengadahkan wajahnya "Kurang sedikit, Sawah
ini hampir penuh" Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Tinggalkan saja sawah itu terbuka Nanti airnya akan
penuh dengan sendirinya"
"Tetapi menjelang fajar, aku harus membuka parit itu
untuk sawah di sebelah"
"Apa pedulimu dengan sawah orang lain"
"Kami sudah saling berjanji"
"Tutup mulutmu" Manguri membentak "kalau kau takut
kepada tetangga, tutup saja air yang mengalir ke sawah kita.
Aku kira airnya juga sudah cukup banyak"
Lamat tidak menyahut Dengan malasnya ia berdiri dan
membuka parit serta penutup pematang sawahnya.
"Cepat kita pulang" desis Manguri "Kita harus segera
berangkat, sebelum Ki Reksatani mendahului kita"
Keduanyapun kemudian berjalan tergesa-gesa meninggalkan sawah mereka. Mereka masih harus pulang
dahulu, berkemas dan dengan hati-hati
meninggalkan padukuhan. Mereka harus membawa kuda mereka perlahan-
lahan agar tidak menumbuhkan kegaduhan dan kecurigaan tetangga-tetangga mereka
yang memang tidak begitu senang kepada keluarga Manguri itu.
Selagi Manguri dan Lamat mempersiapkan diri, setelah
mereka makan pagi karena mereka akan menempuh
perjalanan yang tidak menentu, maka Pamotpun telah
mendahului keluar dari padukuhan. Bersama tiga orang
kawannya mereka berkuda tanpa menimbulkan kecurigaan
orang lain. Mereka berempat kemudian berpacu di tengah-tengah bulak yang
memisahkan padukuhan-padukuhan kecil di Kademangan Kepandak. Namun, mereka
memilih jalan yang meskipun agak melingkar, namun sejauh-jauh mungkin dari
padukuhan-padukuhan itu, sehingga tidak mengejutkan dan membangunkan penghuni-
penghuninya yang masih tidur
nyenyak. Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Kita menempuh jalan Utara" berkata Pamot.
"Kenapa?" bertanya Punta yang ikut pula bersama mereka.
"Kita harus menghindari, andaikata Manguri ternyata telah lebih dahulu daripada
kita menunggu Ki Reksatani"
Punta mengangguk-anggukkan kepalanya. Katanya "Ya.
Perhitunganmu baik sekali. Mungkin Manguri juga berangkat sebelum fajar"
Keempat orang itupun kemudian berpacu semakin cepat.
Angin malam yang dingin menampar wajah-wajah mereka
yang tegang. Suara cengkerik masih juga berderik bersahut-sahutan dengan suara
bilalang di rerumputan. "Aku mengenal seorang anak muda yang ikut pergi ke
Betawi" berkata Punta "Adalah kebetulan kalau aku bertanya kepadanya, dimana
rumahnya" "Dimana?" "Kali Mati. Tidak begitu jauh dari Sembojan. Juga termasuk Kademangan Prambanan.
Ia anak muda yang baik dan
bertanggung jawab" "Jadi maksudmu?"
"Apakah kita dapat datang kepadanya dan minta
bantuannya. Kita tidak mengenal pimpinan pengawal
Kademangan Prambanan. Kita juga tidak mengenal dan tidak dikenal oleh bebahu
Kademangan Prambanan. Kalau kita
keliru sepatah kata saja, mungkin justru kitalah yang dicurigainya"
Pamot mengangguk-anggukkan kepalanya. Katanya "Baiklah. Kita datang kepadanya. Kita akan melihat perkembangan keadaan sebelum kita mengambil sikap
tertentu. Tetapi aku kira hal itu akan menjadi lebih baik daripada kita berbuat
sesuatu tanpa petunjuk apapun"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Punta mengangguk-anggukkan kepalanya. Namun sejenak
kemudian tidak ada seorangpun diantara mereka yang
berbicara. Mereka berpacu terus di jalan persawahan yang gelap, meskipun
kemudian mata mereka menjadi semakin
biasa dan lambat laun seakan-akan malam menjadi semakin remang-remang. Apalagi
karena langit di Timurpun menjadi semburat merah pula. Fajar telah hampir
menerangi malam yang kelam. Namun anak-anak muda Gemulung itu telah
keluar dari telatah Kademangan Kepandak.
Dalam pada itu, setelah mempersiapkan diri dengan
tergesa-gesa, maka Manguri dan Lamatpun keluar dari regol halaman rumah mereka.
Betapapun gelisah hati Manguri, tetapi mereka harus tetap berjalan perlahan-
lahan. Merekapun sadar, bahwa kejutan kaki-kaki kuda yang berderap terlampau
cepat, akan dapat menumbuhkan pertanyaan yang aneh di dalam hati tetangga-
tetangganya. "Berapa orang yang yang telah mendahului kita?" bertanya Manguri kepada Lamat.
"Seperti yang kau perintahkan. Hanya tiga orang termasuk pesuruh ayahmu itu"
Manguri mengangguk-anggukkan kepalanya. Tetapi keningnya kemudian berkerut-merut. Katanya "Apakah sudah cukup" Apabila kita
menghadapi sesuatu, kita memerlukan banyak tenaga"
"Bersama ayahmu masih ada empat orang lagi di sana"
sahut Lamat. "Tetapi bagaimana dengan Ki Reksatani" Apakah ia tidak membawa banyak orang
bersamanya?" Lamat merenung sejenak, namun kemudian jawabnya "Aku
kira tidak. Kita masih belum tahu pasti, apa yang akan dilakukannya. Kita hanya
saling mencurigai" Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Manguri mengangguk-anggukkan kepalanya. Meskipun
demikian ia masih juga ragu-ragu. Tiga orang-orangnya yang terpercaya telah
disuruhnya mendahului dan menunggu di luar Kademangan. Mereka akan bersama-sama
menunggu pula Ki Reksatani yang sudah berjanji akan pergi bersama mereka ke
Sembojan. Ketika mereka telah keluar dari padukuhan, maka
merekapun segera berpacu pula. Namun setiap kali mereka memasuki
padukuhan berikutnya, maka derap kuda merekapun harus diperlambat.
Betapapun perjalanan itu terasa menjengkelkan sekali, tetapi akhirnya merekapun


Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sampai juga di luar Kademangan.
Di tempat yang sudah ditentukan tiga orang kepercayaan Manguri telah berada di
tempat itu. Mereka menambatkan kuda- kuda mereka agak jauh dari jalan, di
belakang gerumbul. Seorang diantara mereka duduk diatas rerumputan, sedang dua orang yang
lain berbaring beralaskan rumput-rumput kering. Bahkan seorang diantaranya telah
tertidur dengan nyenyaknya.
Ketika Manguri menghampiri mereka, maka orang yang
berbaring tetapi tidak tertidur itu menguap sambil menggeliat
"Apakah kita masih akan menunggu lagi?"
"Apakah kalian sudah melihat Ki Reksatani lewat?" bertanya Manguri kepada salah
seorang dari mereka yang tidak tertidur.
Orang yang duduk diatas rerumputan itu menjawab
"Belum. Aku belum melihat seorangpun lewat"
Manguri mengangguk-anggukkan kepalanya. Katanya "Ya,
kalau begitu kita harus menunggu lagi"
Orang yang berbaring itu berdesah "Memang sebaiknya aku tidur saja dahulu"
"Tidurlah" sahut kawannya yang masih tetap duduk
"Mudah-mudahan mimpimu menarik"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Aku tidak akan mimpi" jawabnya.
Manguri dan Lamatpun kemudian mengikat kuda-kuda
mereka pula, serta duduk diantara orang-orang yang telah mendahului mereka itu.
"Lebih baik kita menunggu daripada kita harus mengejarnya" "Tentu tidak" jawab Lamat "kalau Ki Reksatani mendahului ialah yang akan
menunggu kita" Manguri mengangguk-anggukkan kepalanya. Iapun kemudian bersandar sebatang pohon perdu di pinggir jalan yang sepi.
Meskipun ia tidak memejamkan matanya, namun seolah-
olah anak muda itu tidak melihat apapun juga. Angan-angan nyalah yang terbang
menyerawang ke dunia yang lain.
Hatinya yang selalu cemas dan gelisah kini serasa semakin menyempit Ia tidak
tahu, apakah yang bakal terjadi kemudian di Sembojan. Mungkin ia dapat mengatasi
keadaan dan benar-benar mengikat Sindangsari. Tetapi mungkin pula Ki Reksatani
menjadi gila, dan mencoba membunuhnya, Atau. masih ada seribu kemungkinan yang
bakal terjadi. Lamat duduk tepekur di samping Manguri. Ia masih tetap berlaku sebagai Lamat
yang dahulu. Namun, meskipun Lamat telah bertekad untuk menyelamatkan
Sindangsari, tetapi hatinya masih juga tetap bergolak. Ia tidak tahu, apa yang
bakal terjadi, seperti juga Manguri. Selain itu Lamatpun berpikir pula tentang
Pamot. Apakah Pamot sudah berangkat mendahului atau ia kini sedang mempersiapkan
diri dengan kawan-kawannya yang baru berhasil dihubunginya.
"Kalau Pamot lewat jalan ini pula, maka kami pasti akan bertempur disini. Kami
tidak akan sampai ke Prambanan"
Katanya di dalam hati "tetapi mudah-mudahan ia sudah
mendahului kami disni"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Tanpa sesadarnya Lamat menarik nafas dalam-dalam.
Tidak ada rencana yang masak dapat disusunnya. Tetapi mudah-mudahan, baik Pamot
maupun dirinya sendiri, berhasil menyesuaikan diri dengan keadaan, sehingga
akibatnya tidak justru mencelakakan Sindangsari. Baik dicelakai oleh Ki
Reksatani maupun oleh nafsu Manguri.
Demikianlah setelah sejenak mereka menunggu, dan langit di Timur telah menjadi
semakin terang, barulah mereka melihat tiga orang berkuda datang dari jurusan
Kepandak. "Agaknya mereka itulah Ki Reksatani" berkata Manguri.
"Belum tentu" sahut salah seorang kawannya "sebaiknya kita bersembunyi. Terutama
Manguri. Aku belum banyak
dikenal disini" Manguri tidak segera menjawab. Ditatapnya wajah Lamat, seakan-akan ia ingin
mendapat pertimbangan daripadanya.
Ketika ia melihat Lamat mengangguk kecil, maka iapun
kemudian beringsut beberapa langkah surut dan berlindung di balik gerumbul jarak
yang tumbuh di pinggir jalan. Lamatpun kemudian berbuat serupa pula, bersembunyi
di belakang dedaunan. Sejenak kemudian maka tiga orang berkuda itupun menjadi semakin dekat.
Lamat dan Manguri yang mengintip dari sela-sela
gerumbul, ketika kuda-kuda itu berhenti, ia segera melihat bahwa mereka adalah
Ki Reksatani dengan dua orang
pengawalnya. Manguripun kemudian meloncat keluar, sedang Lamat
menyuruk perlahan-lahan dari balik dedaunan.
"Kenapa kalian bersembunyi?" bertanya Ki Reksatani.
"Kami disini belum yakin, bahwa Ki Reksatanilah yang
datang" jawab Manguri.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Kalian cukup berhati-hati. Berapa orang kalian semuanya?"
"Lima orang" Ki Reksatani mengerutkan keningnya.
"Ki Reksatani hanya bertiga?"
"Aku masih harus menunggu tiga orang lagi"
"Kenapa masih harus menunggu?"
"Kami tidak dapat berangkat bersama-sama. Karena itulah maka aku berangkat dulu,
sedang tiga orang yang lain akan menyusul kemudian"
"Dan kami akan menunggu disini?"
"Ya. Tetapi tidak akan terlampau lama. Mereka akan segera datang"
Manguri tidak menjawab. Iapun kemudian duduk kembali
bersandar sebatang pohon. Sedang Lamat, masih saja duduk diatas rumput.
Kawan Manguri yang tertidur justru telah terbangun. Tetapi ia masih tetap
berbaring diam. Ki Reksatani sendiri sama sekali tidak turun dari kudanya.
Demikian juga kedua pengawalnya. Dengan gelisah mereka menunggu tiga orang yang
akan mengawani mereka pergi ke Sembojan.
Ternyata mereka memang tidak usah menunggu terlampau
lama. Sejenak kemudian di dalam keremangan malam tampak tiga orang berkuda
berpacu di sepanjang jalan.
"Marilah" berkata Ki Reksatani kemudian "mereka telah datang"
Manguripun kemudian berdiri sambil memandang ketiga
ekor kuda yang berlari mendekat. Kemudian iapun melangkah kekudanya sambil
berkata "Marilah-Lamat"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Dengan malas Lamatpun berdiri pula. Demikian juga
kawan-kawan Manguri. Apalagi orang yang telah tertidur nyenyak. Sambil menguap
ia bangkit Kemudian menggeliat sambil berkata "Aku masih ingin tidur beberapa
lama lagi" "Tidurlah" sahut kawannya.
Tetapi keduanyapun kemudian melangkah juga kekuda
masing-masing. Sejenak kemudian mereka telah berpacu beriringan ke
Sembojan. Mereka tidak melewati Pusat Pemerintahan
Mataram, tetapi mereka menembus jalan-jalan padukuhan yang sepi, agar tidak
menumbuhkan pertanyaan, apalagi apabila mereka berjumpa dengan beberapa pasukan
pengawal dan prajurit. Dalam pada itu, jauh di depan mereka Pamot juga berpacu bersama kawan-kawannya.
Keempat orang itu tidak langsung pergi ke Sembojan, tetapi mereka pergi ke Kali
Mati. Keempat anak-anak muda itu melampaui hutan Tambak
Baya setelah matahari merayap di kaki langit. Sinarnya telah mulai menggatalkan
kulit. Namun mereka berpacu terus.
Mereka meminta di jalan sempit di sebelah Timur Cupu Watu ke arah Utara. Di
hadapan mereka Gunung Merapi yang hijau kemerah-merahan berdiri tegak seakan-
akan batas yang menyekat dua bagian dunia yang asing. Di sebelah Selatan dan di sebelah Utara.
Pamot dan kawan-kawannya sempat juga menarik nafas
dalam-dalam, menghirup kesejukan udara pagi. Derap kaki kuda mereka ternyata
telah menghalau burung-burung yang berterbangan di pohon-pohon perdu yang
rendah. Di kejauhan terdengar burung tekukur memanggil-manggil anaknya.
Sedang diatas kepala mereka, di sebatang dahan, burung jalak bersiut tanpa
menghiraukan derap kaki-kaki kuda dan debu yang putih.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Setelah menyeberangi sebatang sungai yang landai, maka merekapun
melintasi beberapa bulak kecil.
Kemudian beberapa saat mereka menyusuri hutan yang rindang, sampai ke ujungnya.
Berbatasan dengan sebuah pategalan di ujung hutan yang rindang itulah terletak
sebuah padukuhan kecil yang disebut Kali Mati.
Mereka tidak menemui kesukaran apapun untuk mencari
kawannya yang dikenalnya selama perjalanan. Di ujung
padukuhan mereka bertanya kepada seorang anak muda yang menyandang cangkul
dibahunya. Maka segera anak muda itu menjawab "O, Rajab yang ikut di dalam
pasukan Mataram ketika menyerang Betawi"
"Ya. Rajab atau Mudai, aku kenal keduanya" sahut Punta.
"Yang masih tinggal adalah Rajab. Mudai gugur di
peperangan" "O" Punta mengangguk-anggukkan kepalanya. Di perjalanan kembali ia memang tidak bertemu dengan
keduanya. Untunglah bahwa masih ada salah seorang dari mereka yang hidup
"Sayang" desis Punta "Mudai adalah anak yang baik. Tetapi baiklah, aku ingin
bertemu dengan Rajab"
"Pergilah ke ujung padukuhan. Kalau kau jumpai sebuah rumah limasan, berhalaman
penuh dengan pohon so dan
sepasang kelapa gading. Regolnya sudah agak rusak, karena sepeninggal Rajab,
regol itu tidak terpelihara. Sampai saat ini agaknya Rajab masih belum sempat
mengganti selain diperbaiki saja di beberapa bagian"
"Terima kasih" sahut Punta.
"Apakah kau kawannya di dalam pasukan itu" Punta
mengangguk "Ya. Terima kasih atas segala petunjuk Ki Sanak.
Aku akan mencarinya di ujung padukuhan"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Demikianlah mereka melanjutkan perjalanan. Tetapi jarak yang terbentang di
hadapan mereka tinggal beberapa puluh langkah saja karena mereka telah sampai ke
padukuhan yang mereka tuju.
Kehadiran Punta dan kawan-kawannya ternyata telah
mengejutkan Rajab. Baru saja ia bersiap untuk pergi ke sawah sambil menuntun
lembunya untuk membajak. Tetapi ia
melihat beberapa ekor kuda, maka iapun segera mengurungkan niatnya. Sejenak Rajab berdiri termangu-mangu. Namun kemudian
ia berteriak "He, bukankah kau Punta yang pergi ke Betawi itu juga?"
Punta dan kawan-kawannya meloncat turun dari kuda
mereka. Sambil tersenyum Punta menjawab "Apakah kau
masih ingat?" "Tentu, Marilah"
Punta dan kawan-kawannyapun kemudian menuntun kuda
mereka memasuki halaman. Setelah mereka mengikat kuda mereka, maka merekapun
segera dipersilahkan masuk ke
dalam rumah limasan tua yang besar. Di bagian depan dari rumah itu terbuka,
berdinding hanya setinggi lambung.
"Duduklah" Rajab mempersilahkan "mimpi apa aku
semalam. Hari ini aku menerima tamu dari jauh"
Punta, Pamot dan kawan-kawanyapun kemudian duduk
diatas tikar yang dibentangkan diatas sehelai kepang bambu.
"Aku sama sekali tidak menyangka bahwa kalian akan
datang hari ini. Apakah kalian semuanya ikut pada saat itu?"
"Ya" sahut Punta "semuanya kami ikut. Apakah kau tidak dapat mengenal kami?"
Rajab mengangguk-anggukkan kepalanya. Katanya "Ya,
mungkin aku sudah melihat kalian. Tetapi di dalam pasukan
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
sebesar itu, kadang-kadang kita tidak saling berkenalan.
Kebetulan aku mengenal Punta saat itu"
"Memang suatu kebetulan"
"Ternyata kau memenuhi janjimu untuk datang berkunjung kemari"
"Kami sedang mencoba kuda-kuda kami"
Rajab tersenyum "Kudaku kemarin dulu aku pacu
mengelilingi Gunung Merapi"
"He, kau tidak singgah ke Kepandak?"
Rajab tersenyum "Maaf, aku tidak sempat saat itu. Aku berpacu melawan beberapa
orang. Kami bertiga mengelilingi Gunung Merapi dengan putaran ke kanan, sedang
tiga orang yang lain berpacu mengelilingi dengan putaran kekiri"
"Menarik sekali" sahut Punta "kalau aku tahu, aku ikut di dalam pacuan itu"
"Di hutan Sela kami berhenti sejenak, karena kami dengan tiba-tiba telah
berhadapan dengan seekor harimau"
"Dahsyat sekali" Punta hampir berteriak. Demikianlah
mereka kemudian berceritera tentang pengalaman masing-masing. Pembicaraan mereka
berkembang sampai kepada persoalan-persoalan yang aneh-aneh. Namun agaknya Punta menyadari hal itu,
sehingga perlahan-lahan ia berhasil membawa pembicaraan mereka kepada tujuannya.
Pembicaraan mereka terputus sejenak ketika adik Rajab menghidangkan minuman
panas dengan gula kelapa dibarengi dengan beberapa macam makanan.
Baru kemudian Punta berkata "Rajab, apakah kau pernah pergi ke Mataram selama
ini?" Rajab menggelengkan kepalanya "Aku hanya lewat di
sebelah Utara Kota, ketika aku berpacu kemarin dulu"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Punta mengangguk-angguk. Lalu "Apakah kau sering pergi ke Sembojan?"
"Sembojan?" Rajab mengerutkan keningnya "kenapa
dengan Sembojan" Apakah hubungannya Mataram dan
Sembojan?" Punta tersenyum, ia tidak ingin mengejutkan kawannya
dengan sebuah pertanyaan yang tampaknya dengan tiba-tiba berubah menjadi
bersungguh-sungguh. "Tidak apa-apa. Aku pernah dengar, bahwa rumahmu dekat Sembojan"
"Ya. Padukuhan di sebelah itulah Sembojan. Di sebelah hutan kecil dan pategalan
buah-buahan" "Jadi, diantara sebuah hutan?"
"Sebenarnya bukan sebuah hutan. Tetapi daerah yang
kurang menguntungkan untuk digarap, sehingga dibiarkannya menjadi bera dan tidak
terpelihara Meskipun demikian, kita dapat berburu kijang dihutan itu"
Punta mengangguk-anggukkan kepalanya.


Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kenapa Sembojan lebih terkenal dari padukuhanmu ini?"
Rajab mengerutkan keningnya. Jawabnya "Aku tidak tahu.
Aku tidak melihat kekhususan dari padukuhan itu"
Punta mengangguk-anggukkan
kepalanya. Tetapi ia berkata "Ada beberapa orang yang lewat padukuhan
Kepandak. Mereka yang datang dari Menoreh dan sekitarnya.
Menurut keterangan mereka, mereka akan pergi ke Sembojan menengok keluarganya.
Apakah hanya suatu kebetulan bahwa satu dua orang saudaranya tinggal di
Sembojan. Tetapi belum lagi lewat sehari, ada tiga orang yang katanya dari
Sungapan Kali Praga yang akan pergi ke Sembojan pula"
Tiba-tiba Rajab tertawa. Katanya "Tentu mereka adalah saudara orang gila yang
sekarang berada di Sembojan itu"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Orang gila?" "Ya" jawab Rajab "di Sembojan ada seorang perempuan
gila yang membuat keluarganya menjadi terlampau sibuk.
Mungkin mereka telah memberi kabar keluarga mereka yang bertempat tinggal di
Menoreh dan di Sungapan Kali Praga itu"
Punta mengerutkan keningnya. Dipandanginya Pamot
sejenak. Tampaklah ia menjadi kecewa. Ternyata yang
menarik perhatian Rajab adalah seorang gila. Bukan
kedatangan orang yang tidak mereka kenal di daerah
Sembojan yang sedang menyembunyikan Sindangsari.
"Lucu sekali" berkata Rajab "kebetulan sekali, aku sedang berada di Sembojan, di
rumah bibi, ketika orang gila itu berlari-lari dikejar oleh beberapa orang
keluarganya" Pamot menarik nafas dalam-dalam. Dipandanginya Punta
sejenak. Tetapi Puntapun menjadi kecewa. Tetapi mereka tidak
dapat memotong Rajab berceritera "Menurut keluarganya yang menunggui orang gila itu, tidak seorangpun saudara-saudaranya
yang mau menerima orang gila itu di rumahnya, selain kakak perempuannya di
Sembojan itu" Pamot, Punta dan kawan-kawannya mengangguk- anggukkan kepalanya, sekedar mengangguk-angguk. Ceritera itu sama sekali tidak
menarik baginya. Tidak hanya di Sembojan, hampir di setiap padukuhan ada orang
yang kurang waras. Tetapi kalau ia sekedar gila karena
kesadarannya yang tidak lengkap itu sama sekali tidak dapat dipersoalkan. Tetapi
orang-orang gila yang menyadari
kegilaannya itulah yang berbahaya, seperti Manguri Ki Reksatani dan orang-
orangnya. Meskipun demikian, meskipun Punta, Pamot dan kawan-
kawannya sama sekali tidak tertarik, namun Rajab masih berceritera terus sambil
tersenyum-senyum "Kalau seorang yang gila berlari-lari di sepanjang padukuhan
sambil berteriak-teriak, sama sekali tidak menarik perhatianku. Itu adalah hal
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
yang wajar. Tetapi hampir setiap orang menaruh belas kepada orang gila itu
justru karena orang gila itu sedang
mengandung, dan agaknya laki-laki yang seharusnya bertanggung jawab, tidak mau menerimanya. Mungkin karena perempuan itu gila"
"Jadi orang gila itu perempuan?" bertanya Pamot dengan serta merta. Terasa
dadanya tergetar dan wajahnya
menegang "Apakah kau pernah melihat?"
Perhatian yang tiba-tiba itu justru telah membuat Rajab menjadi heran. Apalagi
ketika ia melihat wajah-wajah kawan Pamot yang tiba-tiba menjadi bersungguh-
sungguh. "Kenapa dengan perempuan gila itu?"
"Maksudmu, apakah perempuan itu masih muda"
"Ya. Masih muda dan cantik. Tetapi ia terlampau kusut karena kegilaannya"
"Ia tidak gila. Ia bukan orang gila" Pamot hampir berteriak.
Tetapi Punta menggamitnya sambil berkata "Tenanglah
Pamot, kita berbicara dengan tenang, supaya Rajab tidak menjadi bingung"
Rajablah yang kemudian menjadi terheran-heran.
"Rajab" berkata Punta kemudian "apakah kau pernah
melihat perempuan yang kau katakan gila itu?"
"Ya. aku melihat. Keluarganya sendirilah yang mengatakan bahwa ia gila ketika
perempuan itu mencoba melepaskan diri dari rumahnya dan berlari-lari di
sepanjang padukuhan sambil berteriak-teriak"
"Apakah yang diteriakkannya?"
"Perempuan itu memanggil ibunya, kakek dan neneknya"
Dada Punta menjadi berdebar-debar pula. Apalagi Pamot.
Wajahnya yang tegang menjadi merah padam.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Maaf Rajab" berkata Punta "agaknya kau dapat
memberikan beberapa keterangan tentang perempuan itu?"
"Ya, beberapa yang aku ketahui. Aku tidak terlampau
sering pergi ke Sembojan"
"Apakah perempuan itu memang tinggal di Sembojan sejak lama?"
Rajab menggeleng "Belum, belum lama. Baru saja ia
dibawa kepada kakak perempuannya di Sembojan.
"Dan kau katakan bahwa perempuan itu mengandung?"
"Ya. Mengandung. Aku tahu betul, dan semua orang justru mempercakapkan karena ia
mengandung" "Apakah kau tahu namanya"
Rajab menggelengkan kepalanya "Tidak seorangpun yang
tahu namanya" "Keluarganya tidak pernah mengatakannya?" Rajab menggeleng pula. Sejenak mereka berdiam diri. Terbayang diangan-angan
Pamot Punta dan kawan-kawannya saat itu Ki Reksatani dan Manguri di kuti oleh
beberapa orang kepercayaannya sedang berpacu ke Sembojan, atau barangkali mereka
telah sampai di padukuhan itu saat ini.
Rajab benar-benar menjadi heran melihat sikap tamu-
tamunya. Agaknya perempuan gila di Sembojan itu benar-benar telah menarik
perhatian mereka sehingga mereka
dengan sungguh-sungguh ingin mengetahui beberapa persoalan tentang orang gila itu.
"Rajab" berkata Punta sejenak kemudian "Maaf kalau akan selalu bertanya tentang
perempuan itu. Maksudku, perempuan yang kau sangka gila itu"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Bukan aku menyangka perempuan itu gila" sahut Rajab
"Tetapi keluarga merekalah yang mengatakan bahwa perempuan itu gila. Memang sikapnya agak aneh dan pakaian serta rambutnya yang
kusut itu memberikan kesan, bahwa ia dalam keadaan terganggu kesadarannya"
Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang 7 Si Bayangan Iblis Karya Kho Ping Hoo Sastrawan Cantik Dari Lembah Merak 1
^