Pencarian

Matahari Esok Pagi 2

Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja Bagian 2


yang kotor. Kemudian perlahan-lahan berpaling ke arah suara yang menyapanya.
"O, kau Manguri" orang tua itu tersenyum "Ya, kek, Kakek bekerja terlampau
keras" "Sekedar menyiangi" jawab laki-laki tua itu.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Sebaiknya kakek beristirahat seperti orang-orang lain. Di tengah hari kita
beristirahat sebentar. Apabila matahari telah turun, barulah kita memulainya
lagi" Kakek tua itu tertawa. Jawabnya "Kerjaku hanya tinggal kurang sedikit. Kalau aku
pulang untuk makan, maka aku akan malas kembali lagi ke sawah. Tetapi kalau aku
lanjutkan kerja ini, sebentar lagi sudah selesai. Barulah aku dapat pulang
dengan tenang, karena aku tidak perlu pergi lagi ke sawah hari ini"
"Kenapa kakek setiap tengah hari pulang?"
"Makan. Aku tidak biasa makan pagi. Dan bukankah orang-orang lain berhenti
bekerja pula tengah hari"
"Tetapi mereka tidak pulang. Mereka makan di gubug
masing-masing. Laki-laki tua itu tertawa "Ada yang mengirimkan makanan mereka ke sawah"
"Kenapa kakek tidak minta dikirimi makanan"
Kakek itu masih tertawa. Tetapi ia tidak menjawab.
"Bukankah kakek mempunyai seorang anak dan seorang
cucu. Lihat, orang-orang lain juga dikirimi makanan di sawah oleh anak anak
mereka, atau cucu-cucu mereka. Juga gadis-gadis pergi ke sawah membawa makanan
dan gendi air. Kenapa cucu kakek itu tidak mau melakukannya" Itu tidak baik. Anak-anak muda dan
gadis-gadis harus belajar bekerja seperti kebiasaan kita para petani bekerja.
Juga anak dan cucumu itu kek"
Kakek tua itu mengangguk-angguk.
"Dengan demikian kakek tidak kehilangan waktu mondar-
mandir ke sawah meskipun tidak terlalu jauh"
"Perlahan-lahan Manguri. Aku harus mengajari anak dan cucuku itu menjadi petani.
Tetapi tidak dengan tiba-tiba.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Sedikit demi sedikit mereka memang sudah mulai menyesuaikan diri dengan kehidupan petani"
"Kakek terlalu sayang kepada cucumu"
"O, siapa yang tidak sayang kepada anak dan cucunya?"
"Tetapi berlebih-lebihan"
Kakek tua itu hanya tertawa saja.
"Tetapi itupun wajar" tiba-tiba Manguri menyambung
"gadis itu adalah satu-satunya keturunan kakek yang dapat menyambung nama kakek
di masa datang. Anak kakek hanya satu. Menantu kakek sudah mati dan cucu kakek
hanya satu pula Kalau yang satu ini gagal, maka berakhirlah garis keturunan
kakek. Bukankah begitu"
"Ya, begitulah kira-kira"
"Bukan kira-kira. Begitulah yang pasti"
Laki-laki tua itu menganggukkan kepalanya.
"Kalau begitu, Sindangsari harus mendapat tempat yang sebaik-baiknya Bukankah
begitu?" "Demikianlah yang aku harapkan Manguri. Aku memang
ingin melihat Sindangsari bahagia"
Manguri tersenyum. Kemudian katanya "Gadis kakek itu
memang harus berbahagia. Mungkin ia tidak biasa melakukan pekerjaan terlampau
kasar seperti gadis-gadis Gemulung"
"Aku akan mengajarinya. Tetapi sudah tentu sedikit demi sedikit"
"Itu tidak perlu kakek"
Kakek tua itu mengerutkan keningnya "Kenapa ?" ia
bertanya. Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Kalau cucumu itu kelak kawin dengan seorang yang dapat memberinya tempat yang
baik, maka ia tidak perlu turun ke dalam lumpur seperti kakek ini"
Kakek tua itu mengangkat wajahnya. Kemudian terdengar suara tertawanya.
"Aku berkata sebenarnya kek"
"Mudah-mudahan Manguri" jawab kakek tua itu "tetapi
sebaiknya anak itu tidak membayangkan masa depan yang terlalu baik, supaya ia
tidak menjadi kecewa"
Manguri terdiam sejenak. Ia tahu, sawah kakek tua itu tidak begitu luas.
Diseberang jalan adalah sawah Kyai Wratapa yang diterimanya dari Sultan Agung
sebagai penghargaan atas jasa-jasa suaminya. Ki Wiratapa.
"Kalau kakek mempunyai sepasang lembu, aku kira kerja kakek menjadi lebih
ringan. Bahkan mungkin lembu itu dapat disewa oleh tetangga-tegangga kakek di
musim mengerjakan sawah sebelum menanam padi"
"O, tentu Manguri. Sepasang lembu akan dapat membantu sekali. Tetap darimana aku
mendapat sepasang lembu"
"Di rumah kakek ada sepasang lembu yang tidak kakek
pergunakan. Bahkan sama sekali kakek simpan di dalam bilik"
"He" kakek itu terkejut "maksudmu?"
"Jangankan sepasang lembu kek. Apa saja dapat kakek
peroleh, kalau kakek dapat memanfaatkannya"
"Aku tidak mengerti"
"Sindangsari" "He, jadi kau anggap Sindangsari dan ibunya sebagai
sepasang lembu?" Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Manguri tertawa "Jangan salah sangka kek. Bukan
maksudku berkata demikian. Tetapi Sindangsari dapat
mendatangkan tidak hanya sekedar sepasang lembu"
Orang tua itu mengangguk-anggukkan kepalanya. Tetapi
tampaknya ia masih belum memahami benar-benar kata-kata Manguri.
"Apakah kakek membutuhkan sepasang lembu dan bajak?"
Kakek tua itu menarik nafas dalam-dalam.
"Kalau kakek memerlukan, besok di halaman rumah kakek akan terikat sepasang
lembu dan sebuah bajak. Beberapa orang akan bekerja di sana membuat kandang.
Sedang kakek sama sekali tidak perlu menyediakan bahan apapun dan upah apapun"
Kakek tua itu mengangguk-anggukkan kepalanya. Tetapi ia tidak segera menjawab.
Bahkan kemudian ia melangkah
beberapa langkah menepi dan naik ke pematang di sebelah Manguri.
Perlahan-lahan orang tua itu duduk sambil bergumam
"Duduklah Manguri"
Manguri termangu-mangu sejenak. Ia tidak tahu pasti,
tanggapan orang tua itu atas tawarannya. Karena itu, maka dadanya justru menjadi
berdebar-debar. Tetapi iapun kemudian duduk di samping kakek tua itu.
Dentang jantungnya serasa menjadi semakin keras memukul di dadanya, oleh
kediaman orang tua itu beberapa saat lamanya.
"Bagaimana kek" Manguri tidak sabar menunggu orang tua yang masih berdiam diri
itu. "Manguri. Apakah maksudmu, kau akan memberi aku
sepasang lembu dan bajak, tetapi kemudian kau akan
mengambil Sindangsari?"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Manguri tergagap karenanya. Pertanyaan itu terlampau
langsung pada persoalannya sehingga ia menjadi agak
bingung. Namun kemudian kepalanya terangguk perlahan-lahan.
Dan terdengar suaranya datar "Maksudku, aku ingin
mengambil Sindangsari kek. Apapun maskawinnya, aku
sanggup membayarnya"
Orang tua itu mengangguk-anggukkan kepalanya "Sebenarnya aku senang sekali Manguri. Tetapi semua
keputusan berada di tangan Sindangsari sendiri. Aku akan bertanya kepadanya,
kepada ibunya dan kepada neneknya"
Manguri mengerutkan keningnya. Dengan serta-merta ia
menjawab "Tetapi bukankah kepala rumah tangga itu adalah kakek sendiri" Kakek
dapat menentukan segala-galanya"
"Benar Manguri. Tetapi persoalan ini adalah persoalan hari depan yang panjang"
"Kakek dapat memaksa gadis itu. Kakek mempunyai
wewenang. Kemudian apa yang kakek butuhkan, aku akan
memenuhinya" Kakek tua itu menggelengkan kepalanya "Jangan begitu
Manguri. Bukankah kau sudah mengatakan bahwa gadis itu adalah
penyambung garis keturunanku. Kalau aku memaksakan sesuatu yang tidak di senanginya, kemudian gadis itu membunuh diri,
nah, putuslah semua riwayat yang pernah terbentang dari nenek moyangku hingga
anakku dan cucuku itu saja"
"Itu pikiran yang cengeng. Gadis itu tidak akan membunuh diri. Ia akan bahagia
menjadi isteriku. Isteri seorang yang kaya raya. Paling kaya di seluruh
padukuhan Gemulung" "Apakah kebahagiaan itu tergantung pada kekayaan
melulu" "Tetapi itu dapat menjadi unsur utama kek"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Kau keliru anak muda" kakek itu menggeleng "tetapi
biarlah Sindangsari yang menentukannya sendiri"
Wajah Manguri menjadi merah padam. Ternyata kakek tua ini sekeluarga mempunyai
pandangan sendiri, tentang
masalah duniawi. Anaknya perempuan, ibu Sindangsari pernah menolak pemberiannya
untuk gadis itu. Sindangsari sendiri pernah juga menyakiti hatinya, dan sekarang
kakek tua itupun menolak pemberiannya yang tidak terbatas.
"Maaf Manguri. Tetapi aku tidak dapat memutuskan.
Keputusan terakhir ada di tangan cucuku"
Manguri sudah tidak mendengar kata-kata itu dengan jelas.
Iapun kemudian meloncat berdiri sambil berkata "Pertimbangkan, kek. Selagi aku masih memberi kesempatan.
Sawahmu akan bertambah luas dan cucumu akan menjadi
seorang yang kaya" Manguri tidak menunggu kakek itu menjawab. Dengan
tergesa-gesa ia meninggalkan laki-laki tua itu termangu-mangu.
"Hem" orang tua itu berdesah "anak ini memang keras
kepala. Tetapi aku justru menjadi kasihan kepada Sindangsari"
Dan sejenak ia masih berdiri di pematang sawahnya sambil memandangi Manguri yang
berjalan tergesa-gesa, seperti dikejar hantu.
Namun di sepanjang jalan manguri mengumpat tidak habis-habisnya. Agaknya ia
tidak akan dapat pula menembus jalan lewat kakek-kakek tua itu. Semuanya
akhirnya tergantung pada Sindangsari sendiri. Ibunya, kakeknya, semuanya
menyerahkan persoalannya kepada Sindangsari.
"Orang-orang bodoh" ia menggeram.
Namun dengan demikian keinginannya untuk memiliki
Sindangsari apapun tanggapannya atas gadis itu menjadi
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
semakin menyala. Bahkan wajah gadis itu sama sekali tidak mau menghindar dari
pelupuk matanya. "Aku akan menunggu kesempatan" desisnya. Ketika
matahari menjadi semakin condong ke barat, maka kakek Sindangsaripun
meninggalkan sawahnya. Di sepanjang jalan angan-angannya selalu di ganggu oleh
sikap Manguri. "Ibunya harus mengetahuinya" gumamnya.
Dan hal itupun kemudian dikatakannya kepada Nyai
Wiratapa. Ketika mereka duduk bercakap-cakap setelah
makan malam, selagi Sindangsari mencuci mangkuk di
belakang. "Anakmu harus berhati-hati. Mungkin Manguri akan
mempergunakan cara-cara yang lain. Mungkin ia akan
membujuknya, memberinya janji dan apapun juga, sehingga anakmu yang hijau itu
pada suatu saat akan tergelincir"
"Apakah aku dapat berterus terang?" bertanya Nyai
Wiratapa. "Tidak seluruhnya. Kalau kau katakan semuanya itu
sekaligus, mungkin anak itu justru tidak percaya"
Nyai Wiratapa mengangguk-anggukkan kepalanya.
Namun dengan demikian Nyai Wiratapa menjadi semakin
berhati-hati atas anak gadisnya. Setiap kali Sindangsari pergi keluar halaman,
ia selalu berpesan kepadanya, agar ia dapat menjaga dirinya.
Tetapi pesan yang terlampau sering itu justru menjadi terlampau biasa di telinga
Sindangsari. Sebagai seorang gadis, kadang-kadang ia ingin juga bermain-main
dengan kawan-kawan sebayanya. Bahkan kadang-kadang tanpa setahu ibu, kakek dan
neneknya, ia pergi ke sawah kawan-kawannya.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Namun demikian, yang paling menarik perhatiannya adalah suara seruling Pamot.
Apapun yang sedang dikerjakan, apabila ia mendengar suara seruling itu, ia
selalu tertegun sejenak. "He, kau terbius oleh suara seruling itu?" bertanya Kandi.
"Aku senang sekali. Pamot ternyata seorang peniup
seruling yang baik" Tetapi kawan-kawannya sama sekali tidak tertarik kepada anak muda pendiam dan
yang jarang sekali bergaul dengan mereka. Gadis-gadis Gemulung. memang lebih
tertarik kepada Manguri yang sering memberi mereka beberapa keping uang.
"Aku akan belajar meniup seruling" berkata Sindangsari kepada Kandi "bukankah
kau dapat juga berlagu dengan
seruling" "Tetapi aku tidak sepandai Windan. Belajarlah kepadanya"
Sindangsari mengerutkan keningnya. Katanya "Windan
tidak memberikan warna tersendiri. Ia bermain seperti orang-orang lain"
Kandi menjadi heran. Kemudian "Akupun bermain seruling seperti orang lain.
Apalagi aku tidak sepandai Windan"
Sindangsari termenung sejenak. Ia mengangkat wajahnya ketika Kandi berkata
"Maksudmu seperti Pamot yang tidak mengenal gending-gending itu"
Perlahan-lahan kepalanya terangguk "Ya"
"Kalau begitu kau harus belajar kepadanya"
Sindangsari tidak menjawab. Sementara itu gadis-gadis yang lainpun berdatangan
berteduh di pojok desa. "He. Manguri sudah meniti pematang" berkata salah
seorang gadis "sebentar lagi ia akan datang kemari"
"Benar?" Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Ya" Berdesak-desakan gadis-gadis itupun kemudian duduk di atas seonggok padas di
pinggir jalan selain Sindangsari. Ia berdiri sambil tersenyum melihat kelakuan
kawan-kawannya. Hampir berbareng gadis-gadis itu kemudian berdesis "Itu dia"


Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ketika mereka serentak berpaling, maka Manguri telah
berjalan menuju ke arah mereka.
"Siapa yang akan menerimanya kali ini" desis salah seorang dari mereka.
"Entahlah" sahut yang lain.
Gadis-gadis yang duduk berdesak-desakan itu sama sekali tidak menghiraukan
apapun selain Manguri. Mereka tidak mendengar suara seruling yang mengalun di
sela-sela desir angin yang lembut.
"Suara itu" ia berdesis.
Seorang gadis berpaling kepadanya. Dengan ragu-ragu ia bertanya "Apa yang kau
katakan Sari?" "Kau dengar suara seruling itu"
"O" sahut kawannya "sempat juga kau mendengar suara
seruling itu. Jangan hiraukan. Aku haus sekali. Di tikungan ada orang menjual
rujak nanas" Tetapi Sindangsari tidak mempedulikannya. Ia tidak
berkepentingan sama sekali dengan Manguri. Kini pandangannya terhadap Manguri sudah menjadi agak
berubah, sejak sikapnya yang kasar itu, meskipun ia tidak membencinya.
Meskipun demikian ia tetap berdiri di tempatnya. Sambil bersandar dinding batu
ia memandang langkah Manguri yang menjadi semakin dekat.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Dan seperti biasanya, Manguri kemudian berhenti di
hadapan gadis-gadis itu sambil tersenyum. Sekilas ia
memandang wajah Sindangsari dan sejenak kemudian ia
mengambil beberapa keping uang dari kantong ikat
pingganghnya yang besar. "Kalian memerlukan ini?"
"Ya, sahut gadis-gadis itu"
Manguri tersenyum. Ia tahu benar bahwa Sindangsari tidak pernah ikut
mempergunakan uang pemberiannya.
Dengan polah yang dibuat-buat seorang gadis mendekatinya "Buat apakah uang-uang itu Manguri?"
Manguri tertawa "Buat kalian" katanya "tetapi kalau kalian tidak memerlukan
tidak apa. Aku dapat memberikannya
kepada orang lain. Kau tahu, bahwa di Gemulung ini ada lebih dari duapuluh lima
gadis-gadis cantik, duapuluh lima gadis-gadis sedang, dan puluhan gadis-gadis
kebanyakan. Semua itu memerlukan keping-keping uang. Kalau ada diantara kalian
yang menolak pemberianku itu hanya berarti bahwa orang itu akan tersisih dari
pergaulan di padukuhan Gemulung"
Dada Sindangsari berdesir mendengar kata-kata Manguri itu. Wajahnya berkerut dan
tiba-tiba jantungnya berdentang.
Ia merasakan kata-kata sindiran itu. Namun justru karena itu, ia sama sekali
tidak dapat berbuat sesuatu. Seakan-akan darahnya jadi membeku.
Sejenak kemudian ia melihat Manguri mengacungkan
keping-keping uang itu, dan seperti biasanya gadis-gadis itu berebutan untuk
menerimanya. Tetapi karena seorang
diantara mereka telah mendekatinya dengan solah yang
dibuat-buat, maka ia adalah orang yang pertama-tama
menangkap tangan Manguri.
Tetapi tingkah laku Manguri ternyata telah semakin
menyinggung perasaan Sindangsari. Ketika gadis-gadis itu
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
berebutan, justru tangannya tidak segera dibuka. Kepingan-kepingan uang itu
digenggamnya semakin erat.
Terdengarlah gadis-gadis itu memekik dan berteriak-teriak sambil mencoba membuka
tangan Manguri. Mereka berdesak-desakan dan tarik-menarik. Bahkan ada diantara
mereka yang justru menarik Manguri pada lengan dan tangannya.
Akhirnya Manguri membuka tangannya sambil tertawa
berkepanjangan. Katanya "Kalian berebutan untuk mendapatkan uang ini, atau kalian ingin sekedar mendesak-desak aku?"
Gadis-gadis itu tertawa. Salah seorang menjawab "Kedua-duanya"
Sambil memandang Sindangsari yang masih berdiri di
tempatnya Manguri berkata "Kenapa kau tidak ikut?"
Sindangsari terkejut menerima pertanyaan yang tidak
disangka-sangkanya itu. Karena itu tergagap ia menjawab
"Tidak. Aku tidak ikut"
"Aku sudah tahu" sahut Manguri "tetapi kenapa?"
"Aku tidak haus"
Manguri mengerutkan keningnya.
Tetapi gadis-gadis yang berebut uang itu menjadi semakin riuh karena uang
Manguri bertebaran jatuh di tanah. Beberapa orang segera berjongkok memungutnya
dan yang lain bahkan begitu saja bersimpuh di kaki Manguri.
Manguri tersenyum. Seakan-akan ia berkata kepada
Sindangsari "Lihat, gadis-gadis ini telah bersimpuh di bawah kakiku untuk
sekedar mendpat uang sekeping"
Namun Sindangsari telah menundukkan kepalanya untuk
menghindari tatapan mata Manguri itu.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Sindangsari" berkata Manguri kemudian "kau tidak berbuat seperti kawan-kawanmu.
Aku kira kau memang tidak suka berkawan. Karena itu sebenarnya aku segan
menyampaikan pesan kakekmu yang harus aku katakan kepadamu"
Sindangsari mengerutkankeningnya. Dan tiba-tiba ia beranjak selangkah maju "Apakah kakek berpesan sesuatu kepadamu?"
"Ya" "Apakah pesannya"
Manguri mengerutkan keningnya. Kemudian ia berdesis
"Biarlah kakekmu saja nanti menyampaikannya sendiri, atau biarlah ia berpesan
kepada orang lain" "Kalau kakek sendiri dapat menyampaikan kepadaku,
kenapa ia harus berpesan?" bertanya Sindangsari.
"Begitulah agaknya "Manguri berpikir sejenak, lalu "kau nampaknya seperti orang
aing disini Sari" Gadis-gadis yang saling memperebutkan uang itupun kini telah berdiri sambil
mengibaskan pakaian mereka yang kotor oleh debu. Mereka masih saja berteriak-
teriak. Apalagi mereka yang tidak mendapatkannya.
"He" berkata Manguri "bagi adil. Semua harus mendapat bagian"
"Nah dengar. Semua harus mendapat bagian"
"Ya, semua harus mendapat bagian"
Manguri masih berdiri di tempatnya sambil tersenyum
memandangi gadis-gadis yang kini saling mengejar di
sepanjang jalan, berputar-putar sambil tertawa.
"Mereka adalah gadis-gadis periang" desis Manguri.
Sindangsari tidak memperhatikannya kata-kata itu, Bahkan ia bertanya "Apakah
pesan kakek" Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"O, sama sekali tidak penting. Apakah aku harus
mengatakannya" "Penting atau tidak penting, aku ingin mendengar"
"Kau di panggilnya"
Sindangsari mengerutkan keningnya pula.
"Ketika aku lewat di pematang sawah yang berbatasan
dengan sawah kakekmu ia berpesan kepadaku, agar kau
datang ke sawah untuk mencoba mencelupkan kakimu ke
dalam lumpur" "Aku sudah sering melakukannya" jawab Sindangsari.
"Jangan kau katakan kepadaku. Katakanlah kepada
kakekmu. Atau barangkali kau tidak bersedia datang, terserah pula kepadamu. Aku
sudah menyampaikannya meskipun
sikapmu tidak menyenangkan aku"
Sindangsari menarik nafas dalam-dalam. Ia agak ragu-ragu untuk mempercayainya.
Tetapi ia ragu-ragu pula untuk tidak menghiraukannya seandainya kakeknya benar-
benar berpesan kepada anak muda itu.
Manguri yang acuh tak acuh terhadap Sindangsari itu kini melihat gadis-gadis
yang berebutan uangnya itu menghambur kebalik tikungan untuk membeli rujak nanas
atau dawet cendol aren. Bahkan tanpa berpaling lagi Manguripun
melangkah meninggalkan tempat itu.
"Manguri" Sindangsari memanggilnya. Manguri berhenti
sejenak. Di tatapnya wajah Sindangsari yang termangu-
mangu. "Apa perlumu memanggil aku?"
"Apakah benar kakek berpesan kepadamu?"
"Terserahlah kepadamu. Percaya atau tidak percaya"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Sindangsari menggigit bibirnya. Sebelum ia berkata sesuatu manguri telah
melangkah pergi, "Tunggu" panggil Sindangsari pula. Sekali lagi langkah Manguri
tertegun. "Apalagi Sindangsari"
"Maksudku, bagaimana pesan kakek itu. Apakah aku harus datang sekarang"
"Aku tidak tahu, kakekmu hanya berkata begitu. Apakah itu berarti kau harus
datang sekarang atau besok atau kapanpun, aku tidak tahu"
Sindangsari menjadi semakin ragu-ragu. Tetapi ia tidak mendapat penegasan apapun
dari Manguri. Manguri telah melangkah pergi tanpa berpaling lagi.
Sejanak Sindangsari memandangi langkah Manguri. Anak
muda itu berjalan menyusur tanggul parit, dan kemudian hilang di balik batang-
batang jagung muda. "Ia kembali ke sawahnya" desis Sindangsari.
Tetapi pesan yang disampaikannya itu benar-benar
mempengaruhinya. Kalau ia tidak pergi, sedang kakeknya itu benar-benar
mengharapkannya datang, orang tua itu pasti akan menunggunya.
"Ah, apa salahnya aku pergi ke sawah" desisnya. Maka
tanpa berpikir lagi Sindangsaripun segera melangkahkan kakinya, pergi ke sawah
kakeknya. Namun sepasang mata dengan penuh kecurigaan selalu
mengawasinya. Sejak gadis-gadis kawan Sindangsari berebutan keping-keping uang, sepasang mata itu telah memandangi mereka dengan
kening yang berkerut-merut.
Suara riuh, gelak dan tawa yang di dengarnya, serasa
tusukan-tusukan duri yang runcing langsung mengenai
jantungnya. Apalagi pesan yang disampaikan oleh Manguri kepada Sindangsari, yang
ternyata dipercayainya. Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Sementara itu Sindangsari berjalan tergesa-gesa menyusuri pematang ke sawahnya.
Ia sama sekali tidak berprasangka apapun. Apalagi di siang hari. Karena itu,
iapun berjalan tanpa menghiraukan
apapun lagi. Seandainya Manguri membohonginya, kakeknya pasti tidak akan marah kepadanya.
"Biarlah kakek menegur Manguri nanti apabila ia tidak berkata sebenarnya, dan
hanya sekedar mengganggu aku
karena sikapku yang tidak disukainya"
Dengan demikian, maka Sindangsaripun berjalan semakin cepat. Ia tidak dapat
berlari-lari seperti kawan-kawannya yang sudah terlampau biasa. Ia kadang-kadang
masih tergelincir pada bagian-bagian yang agak licin, sehingga ia masih harus
berjalan berhati-hati sekali.
Ketika Sindangsari menjadi semakin dalam terbenam ke
dalam tanaman-tanaman jagung muda itu, terasa panas
matahari semakin menyengat kepalanya. Tanpa sesadarnya ia menengadahkan
kepalanya. Matahari berada tinggi di puncak langit.
"Apakah kakek tidak pulang di saat begini" tiba-tiba saja pertanyaan itu timbul
di hatinya. "Apakah kakek benar-benar berpesan" keragu- raguannyapun mulai merambat di dadanya.
Namun Sindangsari masih melangkahkan kakinya di atas
pematang. Tiba-tiba Sindangsari menjadi berdebar-debar.
Ketika ia memandang berkeliling, ia tidak melihat seorangpun.
Apalagi pandangan matanya dibatasi oleh batang-batang jagung yang hampir
setinggi dirinya sendiri.
"Mereka pasti sedang beristirahat di saat-saat begini. Dan kakekpun pasti sudah
pulang" Sindangsari tertegun sejenak. Hampir saja ia melangkah kembali. Tetapi dalam
keragu-raguan ia berdesis "Tetapi bagaimana kalau kakek justru menunggu aku
sekarang?" Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Dengan demikian maka Sindangsaripun melanjutkan
langkahnya. Namun kini ia berjalan secepat dapat dilakukannya. Tiba-tiba saja langkah Sindangsari itu terhenti. Dilihatnya seseorang muncul
dari balik jagung-jagung muda itu. Manguri.
Terasa darah Sindangsari seakan-akan terhenti mengalir.
Kakinya menjadi gemetar dan nafasnya terengah-engah.
Ketika Manguri kemudian melangkah mendekatinya, Sindangsaripun beringsut beberapa langkah surut.
"Jangan takut Sindangsari" berkata Manguri -aku tidak akan berbuat apa-apa. Aku
bukan termasuk orang yang liar sama sekali meskipun aku bukan seorang yang
terlalu baik. Sindangsari tidak menjawab.
"Aku hanya akan berbicara kepadamu tanpa di dengar oleh orang lain" berkata
Manguri selanjutnya. "Tetapi, tetapi" Sindangsari tergagap "apakah kakek benar-benar berpesan
kepadamu?" Manguri menggelengkan kepalanya "Tidak"
"Jadi kau menipu aku?"
"Bukan maksudku Sari. Tetapi aku hanya sekedar ingin


Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berbicara kepadamu" "Tetapi kenapa kau ambil cara itu Manguri"
"Aku tidak mempunyai cara lain Sari" Manguri berhenti sejenak, lalu "kalau kau
tidak senang dengan caraku, aku minta maaf. Tetapi aku minta kau mendengarkan
kata-kataku selanjutnya"
Sindangsari tidak segera menjawab.
"Sari" suara Manguri merendah "aku sudah menemui
kakekmu. Aku memang berbicara tentang kau. Sebenarnyalah bahwa aku mengharap kau
dapat mengerti perasaanku.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Kakekmu sama sekali tidak berkeberatan. Semuanya tergantung kepadamu sendiri"
Sindangsari menundukkan kepalanya dalam-dalam. Ia tidak bersiap sama sekali
untuk menerima pertanyaan itu.
Dan wajahnya menjadi semakin menunduk ketika anak
muda itu mendesaknya "jawablah Sari"
Sindangsari menjadi semakin berdebar-debar. Terasa
dadanya seakan-akan berguncang-guncang. Dan ia sadar, apapun jawab yang akan
diucapkan, akan menyudutkannya dalam kesulitan.
Tetapi yang terpenting baginya sekarang, adalah melepaskan diri dari keadaan yang mendebarkan ini. Ia harus berusaha untuk
menenangkan hati Manguri tanpa memberikan harapan kepadanya. Tetapi bagaimana ia
dapat memberi jawaban itu kalau hatinya sendiri sedang bergejolak.
"Sari, kenapa kau diam saja?"
Sindangsari menggigit bibirnya.
"Jawablah. Kau tahu banyak tentang diriku. Aku adalah anak tunggal seperti kau.
Ayahku adalah seorang pedagang yang kaya raya. Bukankah ku dapat membayangkan,
siapakah yang akan memiliki kekayaan itu kelak?"
Sindangsari masih belum menyahut.
"Kenapa kau diam saja Sari?"
Sindangsari menjadi semakin cemas. Karena itu, di
usahakannya untuk mengatur perasaannya. Kemudian dengan suara yang patah-patah
ia mencoba menjawab "Jangan kau minta jawaban itu sekarang manguri. Berilah aku
kesempatan untuk berpikir"
"Kesempatan itu sudah cukup lama"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Sindangsari menggeleng "Aku baru mendengarnya sekarang" "Tetapi kau pasti sudah mengerti maksudku sejak aku
mengirimkan seseorang untuk memberikan sepengadeg
pakaian itu" Sindangsari terdiam sejenak. Namun kemudian ia mengulangi jawaban satu-satunya yang dapat diucapkan "Aku tidak dapat menjawab
sekarang. Berilah aku waktu"
"Kau sudah mempunyai waktu yang cukup. Aku yakin
bahwa kau sudah dapat mengambil sikap" Manguri brhenti sejenak "semuanya
terserah kepadamu. Kakek, nenek dan ibumu tidak akan memaksamu untuk berbuat
lain dari keputusanmu sendiri"
Tetapi Sindangsari menggeleng "Aku tidak dapat menjawab sekarang"
"Sari" Manguri menjadi tidak sabar lagi "tidak pernah ada seorang gadispun yang
pernah menolak aku. Kau lihat sendiri, apapun yang akan aku lakukan atas kawan-
kawanmu bermain itu, aku tidak akan mendapatkan kesulitan sama sekali.
Jangankan seorang dari mereka, tiga empat orang sekaligus aku akan
mendapatkannya. Sindangsari tidak menjawab.
Dan Manguri berkata selanjutnya "Tetapi tidak seorangpun dari mereka yang
menarik Sari. Mungkin untuk kawan
bergurau sehari dua hari. Namun aku tahu, bahwa kau tidak dapat diperlakukan
seperti itu. Karena itulah maka akupun memperlakukan kau dengan cara yang lain.
Agaknya benar kata ibuku, bahwa aku sudah dewasa, dan aku harus
memikirkan hidupku di masa mendatang"
Sindangsari menjadi semakin tunduk karenanya.
"Karena itu Sari" berkata Manguri seterusnya "aku
memerlukan kau dengan kesungguhan hati"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Tetapi Sindangsari masih juga menjawab dengan jawabannya yang itu-itu juga "Jangan kau tunggu jawabanku sekarang manguri.
Berilah aku waktu dua tiga hari lagi"
"Ah" Manguri melangkah maju "kau jangan mempersulit
dirimu sendiri. Berkatalah dengan jujur apa yang terbersit di hatimu sekarang"
Karena Manguri maju selangkah, maka Sindangsaripun
surut selangkah pula "Manguri" katanya dalam kecemasan
"jangan kau paksa aku menjawab"
"Aku memerlukan, jawaban itu sekarang. Aku tidak dapat menunggu sampai dadaku
bengkah, atau sampai kau dilarikan orang"
"Tidak Manguri. Aku tidak dapat menjawab sekarang"
"Tidak ada seorangpun yang dapat menolak maksudku
Sari. Ingat. Seluruh padukuhan Gemulung ini telah dikuasai oleh ayahku. Apa yang
dikehendakinya pasti terjadi, dan apa yang aku kehendakipun harus terjadi pula.
Sadari. Aku dapat menempuh jalan dan cara seribu macam untuk mendapatkan apa
yang aku kehendaki itu, termasuk kau"
Sepercik warna merah merambat kewajah gadis itu. Kini kecemasan di dadanya
menjadi semakin memuncak.
"Jawablah Sari" suara Manguri tiba-tiba merendah.
Sari yang menjadi gemetar masih juga menggelengkan
kepalanya dan menjawab "Maaf Manguri. Aku tidak tahu
bagaimana aku akan menjawab pertanyaanmu itu. Karena itu berilah aku waktu"
"Sari" dan tiba-tiba saja nada suara Manguri melonjak naik.
Ia telah benar-benar kehilangan kesabaran" jawab pertanyaanku sekarang. Tidak seorangpun dapat melawan kehendakku. Kaupun tidak.
Aku menghendaki kau menjawab sekarang. Karena itu kau harus menjawab"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Serasa darah Sindangsari berhenti mengalir. Kakinya
menjadi semakin gemetar dan mulutnya justru menjadi
terkunci karenanya. Manguri yang memang telah diketahuinya sebagai seorang anak muda yang kasar itu,
ternyata jauh lebih kasar dari dugaannya. Meskipun ia adalah anak seorang
prajurit yang harus mengutamakan ketrampilan jasmaniah, tetapi ayahnya tidak
sekasar Manguri. "Kau tidak akan dapat melepaskan dirimu Sari" geram
Manguri sambil melangkah maju, sehingga Sindangsaripun mundur beberapa langkah
"apa yang aku ingin darimu harus kau berikan. Sebenarnya aku sangat
menghormatimu. Aku ingin kau menjadi seorang istri yang bahagia. Tetapi kau
tidak mau menjawab pertanyaanku sekarang"
Sindangsari benar-benar telah menjadi ketakutan sehingga ia tidak dapat menjawab
sama sekali. "Aku memang memilih saat ini Sari, sehingga tidak ada orang lain yang dapat
mengganggu kita. Apalagi di tengah-tengah tanaman jagung ini. Aku dapat berbuat
apa saja. Bahkan membunuhmu sekali apabila aku kehendaki" Manguri terhenti sejenak, lalu
dilanjutkannya "Sari. Aku tidak akan gila untuk minta sesuatu yang berlebih-
lebihan dari padamu sekarang.
Tetapi aku hanya minta kau menjawab pertanyaanku. Itu saja"
Tetapi mulut Sindangsari justru terkatub semakin rapat.
"Sari, Sari" Manguri maju selangkah sambil menghentakkan tangannya "jawab. Ayo
jawab" Sindangsari bahkan telah kehilangan kemampuan sama
sekali untuk melakukan apapun juga. Kini ia berdiri saja dengan tubuh gemetar.
"Apakah kau tetap akan membisu?" Suara Manguri menjadi semakin berat di sela-
sela gemeretak giginya. Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Sindangsari yang ketakutan itu tiba-tiba tidak lagi dapat menguasai dirinya.
Ketika ia mencoba melangkah surut tiba-tiba saja ia tergelincir dan jatuh
terbaring di pematang. Dengan wajah yang pucat, Sindangsari menggelepar di atas rerumputan. Namun oleh
ketakutan yang sangat, ia justru mnjadi seakan-akan tidak berdaya untuk bangkit.
TIBA-TIBA mata Manguri menjadi merah melihat gadis
yang seolah-olah berbaring di hadapannya. Kakinya yang mencoba mencari alas
untuk berpijak itu seakan-akan justru memanggilnya untuk mendekat.
Sejenak Manguri terpaku di tempatnya. Perlahan-lahan
sifat-sifatnya mulai merambati dadanya. Sifat yang seakan-akan diturunkan oleh
ayahnya kepadanya. "Sari" terdengar ia berdesis. Suara itu seolah-olah sudah bukan suara Manguri
lagi. Seperti harimau yang akan menerkam korbannya, Manguri melangkah setapak demi
setapak maju, sedang Sindangsari yang ketakutan telah hampir menjadi pingsan
karenanya. Namun dalam keadaan yang demikian itu, selagi Manguri masih berjarak selangkah
dari Sindangsari yang tergolek di tanah, tiba-tiba terdengar gemerisik batang-
batang jagung di sebelah. Sejenak kemudian Manguri melihat seseorang
meloncat ke pematang di belakang Sindangsari sambil
menggenggam sebatang seruling.
Sejenak Manguri berdiri tegak di tempatnya. Namun
sejenak kemudian terdengar suaranya gemetar "Kau Pamot.
Apa maksudmu datang kemari?"
"He" Pamot tersenyum "bukankah sawah di sebelah ini
sawah pamanku?" Manguri terdiam sejenak. Namun gejolak di dadanya
menjadi semakin menggelora.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Aku disuruh oleh pamanku itu menengoknya"
"Kenapa kau" Kau tidak biasa berada di sawah pamanmu
ini" "He" Pamot mengerutkan keningnya "kau selalu berkata
begitu. Ketika kau melihat aku beristirahat di gardu itu, kau juga berkata bahwa
aku tidak biasa berada di gardu itu. Kau juga berkata bahwa aku tidak biasa
berjalan lewat jalan itu sejak kanak-kanak. Sekarang kau juga berkata bahwa aku
tidak biasa berada di sawah pamanku" Pamot berhenti
sejenak, lalu "dengan demikian ternyata bahwa kau tidak mengenal aku dengan
baik" Manguri memotong dengan serta-merta "Tidak ada
seorangpun dari padukuhan Gemulung ini yang mengenal kau dengan baik. Meskipun
aku tahu, kau dilahirkan di sini, tetapi kau seakan-akan menjadi orang asing di
padukuhanmu sendiri" "He" Pamot menyahut "benarkah begitu" Kau keliru
Manguri. Aku memang tidak banyak dikenal di Gemulung ini.
Tetapi oleh gadis-gadis. Bukan oleh anak-anak muda. Adalah sebaliknya dengan
kau. Kau lebih banyak dikenal oleh gadis-gadis daripada oleh anak-anak muda"
"Bohong" teriak Manguri.
"Apalagi aku memang tidak mempunyai terlampau banyak
waktu seperti kau. Setiap hari aku harus bekerja di sawah dan pategalan.
Mengusung kayu bakar, dan kadang-kadang
membawanya kepada mereka yang memerlukannya. Sekali-
sekali juga aku mengantar seonggok kayu bakar ke rumahmu, karena ibumu
membelinya" Pamot berhenti sejenak, lalu
"kemudian setiap sepekan dua kali aku harus berada di Kademangan Kepandak. Nah,
apakah kau tahu bahwa anak-anak muda mendapat kesempatan untuk berkumpul di
Kademangan sepekan dua kali?"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Persetan dengan igauanmu itu. Sekarang aku tidak
membutuhkan kau. Juga aku tidak ingin membeli kayu bakar.
Aku baru berusaha untuk menolong Sindangsari yang terjatuh itu"
Pamot tercenung sejenak. Dipandanginya sekilas Sindangsari yang masih terduduk di tanah.
"Bangkitlah Sari" desis Pamot.
"Aku akan menolongnya" berkata Manguri.
"Jangan sentuh gadis itu" potong Pamot.
"Kau adalah orang yang paling dungu, yang tidak mengenal sopan santun sama
sekali. Adalah seharusnya seorang laki-laki menolong perempuan"
"Tetapi laki-laki itu bukan kau" jawab Pamot "dan bukan pula aku sekarang"
Wajah Manguri menjadi merah padam. Di pandanginya
Sindangsari dan Pamot berganti-ganti. Namun demikian ia masih juga bergeser
maju. "Gadis itu dapat bangkit sendiri" berkata Pamot "nah, bangkitlah Sari"
Kata-kata itu telah menjalar ke dalam jantung Sindangsari, sehingga seolah-olah
ia mendapat kekuatan baru. Meskipun ia masih gemetar, tetapi perlahan-lahan ia
mencoba untuk berdiri. "Nah, bukankah ia dapat berdiri sendiri" desis Pamot
kemudian kepada Sindangsari ia berkata "pulanglah Sari. Kau pasti sudah ditunggu
oleh ibumu" Sindangsari tidak menjawab, dan juga tidak beranjak dari tempatnya.
"Pulanglah Sari" Pamot mengulang kata-katanya.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Kata-kata itu terasa benar pengaruhnya di dada
Sindangsari. Kini ia tidak lagi membeku karena ketakutan.
Kehadiran Pamot yang tiba-tiba itu telah membuatnya sedikit tenteram. Karena
itu, maka dengan gemetar ia melangkah meninggalkan tempat itu dengan pakaiannya
yang kotor. "Sari" tiba-tiba Manguri memanggilnya "jangan hiraukan anak edan ini. Tinggallah


Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

di sini. Aku antarkan kau pulang ke rumah"
Sindangsari tertegun sejenak. Namun sebelum ia berbalik, terdengar Pamot tertawa
"Jangan kau sangka bahwa aku tidak tahu apa yang telah terjadi. Adalah kebetulan
sekali bahwa aku mendengar pembicaraan kalian"
"Kau mengintip?" Manguri hampir berteriak.
"Jangan berteriak Manguri. Kalau ada orang yang
mendengarnya, maka mereka akan berdatangan.
"Apa peduliku kepada mereka. Kau takut barangkali, karena mereka pasti akan
berpihak kepadaku" "Kenapa aku takut" Aku justru kasihan kepadamu. Setiap orang akan mengetahui,
apa yang telah kau lakukan di sini"
Wajah Manguri yang merah menjadi semakin merah. Dan ia mendengar Pamot berkata
"Pulanglah Sari. Supaya tidak tumbuh persoalan apapun, katakan kepada mereka
yang bertanya kepadamu, bahwa kau tergelincir di pematang.
Tergelincir begitu saja, tanpa sebab" Sindangsari tidak menjawab, Bahkan berpalingpun tidak.
Kakinya yang masih saja gemetar segera terayun di sepanjang pematang. Lambat-
lambat, karena ia benar-benar akan
tergelincir beberapa kali. Bukan karena pematang yang licin, tetapi
justru karena kakinya yang gemetar. Manguri yang melihat Sindangsari berjalan terus, memanggilnya sekali lagi "Berhenti kau Sari. Aku akan mengantarkan kau dan
mengatakan kepada ibumu, apa yang telah terjadi"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Tidak perlu Manguri" jawab Pamot "gadis itu berani pulang sendiri"
"Persetan" anak muda itu menggeram "jangan mencampuri persoalanku"
"Tidak, aku memang tidak mencampuri persoalanmu.
Tetapi apabila kau terdorong untuk melakukan tindakan-tindakan yang sesat, aku
wajib memperingatkan kau"
"Apa yang akan aku lakukan" Apa?"
"Kau setidak-t idaknya sudah menakut-nakuti Sindangsari.
Karena itu biarlah ia pulang"
Manguri menjadi marah sekali. Ia sudah tidak dapat
mengendalikan dirinya, sehingga ia berkata lantang "Pamot, minggir kau. Atau aku
harus memaksamu?" "Jangan terlampau kasar Manguri"
"Aku tidak peduli. Pergi. Seharusnya kau tahu, siapa aku"
"Tentu, aku mengerti bahwa kau adalah Manguri, anak
seorang pedagang ternak yang kaya"
"Bukan itu saja. Sebagai laki-laki yang berhadapan dengan laki-laki aku
mempunyai pegangan" Pamot mengerutkan keningnya. Dan tiba-tiba terdengar
suaranya dalam nada yang rendah "Aku tahu. Kau murid Kiai Pencar Jati. Tetapi
kau tinggalkan perguruanmu sebelum kau selesai"
"Huh" jawab Manguri "aku sudah memiliki semua ilmunya.
Apa gunanya lagi aku berada di padepokan terpencil itu"
"Tetapi bagiku Manguri. Apakah kau putera seorang
pedagang yang kaya, apakah kau bekas murid Kiai Pencar Jati, namun tindakanmu
yang tidak sewajarnya itu memang harus dicegah.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Manguri tidak menjawab lagi. Tiba-tiba saja ia meloncat menyerang Pamot. Tetapi
Pamotpun sudah bersedia. Ia sadar, bahwa Manguri pasti akan sampai pada puncak
tindakannya. Karena itu, maka iapun segera menghindarkan dirinya
betapa cepatnya serangan Manguri. Bahkan dengan memutar tubuhnya, kakinya yang
mendatar menyambar lambung
lawannya. Tetapi Manguri memang tangkas. Dengan lincahnya ia berhasil meloncat
selangkah mundur, kemudian bersiap kembali untuk menyerang dengan sepasang
tangannya. Ketika Sindangsari mendengar kegaduhan itu, ia berpaling sejenak. Ia masih
melihat kedua anak muda itu berkelahi.
Namun kemudian ia justru mempercepat langkahnya. Meskipun ia anak seorang prajurit, tetapi jarang sekali ia menyaksikan
perkelahian yang sebenarnya. Yang sering
dilihatnya adalah latihan-latihan sodoran atau perang-perangan di Alun-alun.
Ternyata kedua anak-anak muda itu berkelahi dengan
sengitnya. Masing-masing mempunyai kemampuan yang
cukup. Manguri yang pernah berguru kepada seorang tua di pinggir kali Praga dan
bernama Kiai Pencar Jati itu, memiliki kelincahan yang mengagumkan. Tetapi
lawannya adalah anak muda yang tangguh. Yang mempunyai kekuatan tubuh
melampaui kawan-kawannya.
Namun semakin lama menjadi semakin jelas, bahwa
Manguri tidak dapat mengimbangi kekuatan Pamot, Meskipun setiap kali serangan
Manguri mengena, namun Pamot seakan-akan tidak merasakan apapun juga menyentuh
tubuhnya yang mempunyai daya ketahanan yang luar biasa.
Selingkar batang-batang jagung muda menjadi berserak-
serakan. Tanah yang gembur itu seolah-olah baru saja selesai dicangkul. Bahkan
beberapa batang lanjaran kacang panjang di pematangpun menjadi roboh yang
berbujur lintang tidak keruan.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Tetapi Manguri akhirnya harus menyadari keadaannya.
Meskipun ia tidak segera dapat dikalahkan, namun lambat laun, ia menjadi
kehabisan nafas. Beberapa kali ia berhasil memukul lawannya. Tangannya dapat mengenai di beberapa
bagian tubuh Pamot. Lengannya, dan bahkan dadanya. Namun Pamot seolah-olah tidak
terpengaruh sama sekali. Tetapi apabila terjadi sebaliknya, apabila tangan Pamot
mengenai Manguri, terasa kesakitan yang sangat telah menyengat tubuhnya. Apalagi
ketika pada suatu kali, kelengahan Manguri telah memberi kesempatan kepada Pamot
sebaik-baiknya untuk memasukkan pukulannya tepat mengenai kening.
Manguri terdorong beberapa langkah surut. Sebelum ia
mampu menguasai keseimbangannya, pukulan tangan Pamot yang lain mengangkat
dagunya, sehingga ia terlempar jatuh terlentang.
Kini Pamot berdiri dengan kaki renggang di samping tubuh Manguri yang masih
terbujur di tanah. Di pandanginya wajah yang biru pengab dan pakaiannya yang
kotor oleh lumpur. Manguri yang dengan susah payah bangkit dan duduk di
pematang menggeretakkan giginya. Dadanya serasa hampir meledak karena marah.
Dengan jari-jarinya yang bergetar ditudingnya hidung Pamot sambil mengumpatinya
"Setan kau Pamot. Kau tidak tahu siapa aku"
"Aku sadar dengan siapa aku berhadapan"
"Tunggulah, besok atau lusa, kau pasti akan menyesal"
"Aku tidak akan menyesal. Sudah lama aku menjadi muak melihat tingkah lakumu"
"Kau sudah berani membuat persoalan dengan Manguri,
anak pedagang yang paling kaya di seluruh Gemulung"
"Aku bukan sejenis orang-orang yang dapat kau beli,
Manguri" Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Mungkin kau tidak. Tetapi dengan uangku aku dapat
membeli berapa banyak tenaga yang aku kehendaki untuk melemparkan kau ke
kubangan yang paling kotor"
Pamot tidak segera menjawab. Tetapi ia dapat mengerti, bahwa hal itu memang
dapat terjadi. Tanpa disadarinya ia menarik nafas dalam-dalam.
Perselisihan dengan Manguri memang dapat berarti kesulitan baginya. Orang tuanya
mungkin akan ikut campur. Mungkin juga gurunya, meskipun kemungkinan itu sangat
kecil, karena gurunya sudah di kecewakannya. Ketika terlintas di dalam ingatannya, seorang yang bertubuh tinggi kekar yang
tinggal bersama Manguri, dada Pamot memang berdesir. Orang dungu itu akan dapat
berbahaya baginya. "Jangan menyesal" tiba-tiba Manguri yang tertatih-tatih berdiri berteriak
"Jangan menyesal. Kau harus mengembalikan hutangmu hari ini dengan bunga
berlipat sembilan" "Jangan banyak bicara" bentak Pamot "aku dapat
membunuhmu sekarang"
"Dan kau akan di gantung di halaman Kademangan"
Pamot terdiam. Dan Manguri berkata selanjutnya "Hati-
hatilah kau untuk seterusnya. Kau sudah menggali lubang untuk dirimu sendiri"
"Aku tidak peduli" tiba-tiba Pamot menjawab dengan
lantang "tetapi satu perbuatan yang baik menurut pendapatku sudah aku lakukan.
Aku berhasil mencegah kegilaanmu kali ini, meskipun akibatnya terlampau pahit.
Jangan kau kira aku akan menyerah pada keadaan. Kalau terjadi sesuatu atasku,
setiap orang akan mengetahui sebabnya"
"Tidak seorangpun yang menyaksikan persoalan ini"
"Sindangsari mempunyai mulut juga"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Persetan" geram Manguri sambil berjalan tertatih-tatih meninggalkan tempat itu.
Tetapi langkahnya tertegun ketika tiba-tiba saja mereka melihat seseorang dengan
menyandang pacul di pundaknya berjalan ke arah mereka.
Ketika orang itu melihat wajah Manguri dan pakaiannya yang kotor ia menjadi
heran. Di pandanginya anak muda itu dengan herannya. Kemudian ditatapnya wajah
Pamot yang tegang dan sikapnya yang garang.
"Kalian berkelahi?" bertanya orang itu.
Kedua anak-anak muda itu tidak menjawab.
"Kalian berkelahi he?"
Keduanya masih tetap berdiam diri"
"Sial. Sial sekali. Kalian harus menyadari bahwa perkelahian di antara kalian
dapat membawa bencana bagi padukuhan ini.
Perkelahian dapat membuat tanaman-tanaman padi dan
jagung ini dimakan hama. Ayo, katakan, apa sebabnya kalian berkelahi?"
Keduanya tidak menjawab. Namun orang itu tiba-tiba mengerutkan keningnya.
Perlahan-lahan ia berkata "Aku melihat seorang gadis muncul dari ujung pematang
ini juga" ia berhenti sejenak. Matanya tiba-tiba terbelalak sambil berkata
"Apakah kalian berkelahi karena gadis itu" Sial. Sial sekali. Panenan musim ini
pasti akan morat-marit. Danyang-danyang akan marah oleh
perbuatan yang hina itu"
"Paman" tiba-tiba suara Manguri bergetar "jangan takut pagebluk yang betapapun
dahsyatnya. Di rumahku masih
tersimpan padi dan jagung berlumbung-lumbung. Aku akan memberi kau secukupnya
kalau kau memerlukan"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"He?" sekali lagi mata orang itu terbelalak. Orang itu kenal benar, bahwa ayah
Manguri memang kaya raya. Anak muda itu sama sekali pasti tidak sekedar membual.
"Datanglah ke rumahku apabila tanamanmu benar-benar
dimakan hama. Anak setan itu memang tidak menyadari apa yang dilakukannya"
Orang itu mengerutkan keningnya. Kini dipandanginya
wajah Pamot yang masih tegang "Kenapa kau Pamot?"
"Kami memang berkelahi paman. Sudah tentu, bahwa kami berselisih pendapat"
"Tentang perempuan?"
Pamot tidak segera menjawab.
"Ya. Apaboleh buat" Mangurilah yang menyahut "anak itu mencoba menghalangi
hubunganku dengan gadis yang
barangkali paman lihat"
"Nah, apa kataku. Sawah dan ladang akan kering.
Terutama tanah ini. Di mana kalian berkelahi karena soal perempuan. Tanah ini
akan menjadi sangar. Kau lihat,
tanaman jagung itu sudah menjadi porak-poranda"
"Ini sawah pamanku" jawab Pamot.
"Persetan, sawah setan belang sekalipun" potong orang itu.
"Memang tanah ini akan mendapat kutuk dari danyang-
danyang" desis Manguri "tetapi tidak sawah dan ladangku, karena aku dapat
memberi syarat apapun yang diperlukan"
"Ya, kau tidak. Tetapi Pamotlah yang akan terkutuk
karenanya" "Paman belum mendengar persoalan yang sebenarnya"
"Apakah paman perlu mendengar" potong Manguri.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Orang itu terdiam sejenak. Tetapi terngiang kata-kata Manguri "Kalau paman
memerlukan datang ke rumahku. Di rumahku masih tersimpan padi dan jagung
berlumbung-lumbung" Dan karena itulah maka tiba-tiba ia menjawab "Persetan dengan bualanmu. Tetapi
perkelahian dapat mendatangkan bencana"
Pamot menarik nafas dalam-dalam. Kini ia telah dihadapkan kepada suatu contoh
kebenaran kata-kata Manguri. Ia dapat membeli berapa orang saja yang diperlukan.
"Ayo pergi setan-setan kecil" teriak orang yang membawa pacul
itu"kutuk danyang-danyang dan orang-orang sepedukuhan harus kalian tanggungkan" kemudian suaranya menurun "kecuali bagi
mereka yang dapat memberikan sarana untuk menghindarkan diri dari kutukan
kutukan itu" Manguri tersenyum di dalam hati. Dipandanginya wajah
Pamot yang tegang. Tetapi ia tidak berkata sepatah katapun.
Tertatih-tatih ia melangkahkan kakinya di pematang. Meninggalkan tempat yang telah mengotori pakaian dan
hatinya itu, "Kenapa kau masih berdiri disitu" bentak orang itu ketika ia melihat Pamot masih
tegak di tempatnya. "Aku memang sedang berada di sawah paman ketika
Manguri mencoba mengganggu Sindangsari" jawab Pamot
"dan sekarang aku akan menunggu paman, mengatakan apa yang telah terjadi.
Kerusakan sebagian tanamannya memang harus aku pertanggung jawabkan"
"Anak bengal" gerutu orang itu "kau akan dipukuli
pamanmu nanti" Pamot tidak menjawab. Ia sadar, bahwa orang itu pasti tidak akan mempercayainya.
Ia sudah dikuasai oleh Manguri, meskipun baru dengan janji. Tetapi janji yang
demikian Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
memang dapat melumpuhkan daya pikir seseorang sehingga ia tidak akan dapat
melihat jalan lurus dihadapkannya.
"Hem" Pamot menarik nafas ketika ia melihat orang yang menyandang pacul
dipundaknya itu meneruskan langkahnya.
"Mudah-mudahan paman dapat
mengerti" desahnya kemudian sambil mencoba memperbaiki tanaman-tanaman
yang rusak karena perkelahian itu


Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dengan berdebar-debar Pamot menunggu kedatangan
pamannya. Biasanya meskipun hanya sebentar pamannya
pasti datang ke sawah. Biasanya setelah matahari lewat puncak langit, sesudah
beristirahat dari pekerjaan di sawahnya sebelah susukan yang mulai dibajak,
sebelum ia mulai bekerja lagi.
Sejenak kemudian pamannya itu benar-benar datang. Ia
menjadi terkejut sekali melihat selingkar tanaman jagungnya menjadi rusak,
sedang Pamot duduk sambil bertopang dagu di pematang.
"Apa yang sudah terjadi Pamot?" pamannya bertanya
dengan cemas. Pamot menceritakan apa yang telah terjadi dari awal
sampai akhir. Ia menceritakan pula ancaman-ancaman yang diberikan oleh Manguri
dan sikap seseorang yang dengan mudahnya terpengaruh oleh janji-janji seorang
yang memang mempunyai bekal untuk memberi janji-janji yang demikian.
Pamannya menarik nafas dalam-dalam. Katanya "Kau akan terlibat dalam kesulitan
Pamot. Hati-hatilah. Sebaiknya kau menghindari benturan dengan Manguri itu"
"Aku tidak mempunyai pilihan lain paman. Aku tidak sampai hati membiarkan hal
itu terjadi tanpa berbuat apapun"
Pamannya mengangguk-anggukkan kepalanya,
Tetapi akibatnya akan terasa berat bagimu"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Pamot mengangguk-anggukkan kepalanya. Ia menyadari
sepenuhnya akan hal itu. Tetapi untuk membiarkan hal yang tidak sepatutnya itu terjadi, ia memang tidak akan
sampai hati. Apalagi yang akan mengalami hal itu adalah Sindangsari"
"Kenapa Sindangsari" pertanyaan itu timbul di hatinya dengan tiba-tiba
"Bagaimana kalau gadis yang lain"
Pamot menarik nafas dalam-dalam. Dan ia mencoba
melihat perasaannya sendiri "Seandainya gadis lain sekalipun, aku tidak
akan membiarkannya. Itu sudah menjadi kuwajibanku. Bahkan kuwajiban setiap orang"
Pamotpun kemudian minta diri kepada pamannya setelah ia minta maaf, karena
tanaman jagung yang rusak itu.
"Tanaman ini tidak seberapa nilainya dibanding dengan keselamatanmu sendiri
Pamot" "Aku akan selalu mengingat pesan paman"
Pamannya mengangguk-anggukkan kepalanya.
Ketika kemudian Pamot berjalan menjauh, pamannya
bergumam "Ia menghadapi masalah yang sulit. Ayah dan
ibunya harus mengetahuinya"
Sementara itu Sindangsari berjalan tergesa-gesa pulang ke rumahnya. Di tikungan
ia terkejut, ketika hampir saja ia melanggar kakeknya yang akan berangkat lagi
ke sawah. "He" kakeknya menghentikannya "darimana kau Sari"
Sindangsari tidak segera menjawab. Kepalanya tertunduk dalam-dalam.
"Sari" panggil kakeknya. Tetapi Sindangsari tidak berani memandang wajah
kakeknya. "Kami di rumah menunggumu. Biasanya kau tidak pulang
terlampau lambat seperti hari ini" kakeknya berhenti sejenak.
Ketika ia melihat pakaian Sindangsari yang kotor, maka
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
hatinya menjadi berdebar-debar "Kenapa pakaian sekotor itu Sari"
Sindangsari masih tetap berdiam diri.
"Kenapa pakaianmu kotor?" desak kakeknya.
"Aku terjatuh kakek" jawab Sindangsari.
"Dimana ?" "Aku meniti pematang yang licin"
"Darimana kau Sari" suara kakeknya merendah.
Sekali lagi Sindangsari terdiam.
Ketika sekilas ia memandang wajah kakeknya, dilihatnya wajah itu berkerut merut.
Tetapi yang lebih terkejut lagi adalah kakeknya. Ia melihat setitik air
dipelupuk mata cucunya. "Pulanglah Sari. Ibumu menunggu. Tetapi kenapa kau
sebenarnya?" Sindangsari justru tidak dapat berkata apapun lagi.
Lehernya serasa tersumbat dan matanya menjadi panas.
Namun ternyata kakeknya cukup bijaksana. Ia tahu benar bahwa Sindangsari sedang
mengalami kesulitan yang tidak dapat dikatakannya saat itu. Karena itu maka
katanya kemudian "Sudahlah. Pulanglah"
Kakeknya pura-pura tidak menghiraukannya lagi. Dengan langkah satu-satu orang
tua itu meneruskan perjalanannya, sedang Sindangsaripun dengan tergesa-gesa
pulang ke rumahnya. Ibunya terkejut ketika tiba-tiba saja pintu yang terbuka sedikit itu berderak.
Apalagi ketika ia melihat Sindangsari berlari-lari masuk.
"Sari" sapa ibunya.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Sindangsari tertegun sejenak. Ditatapnya wajah ibunya yang termangu-mangu. Namun
gadis itupun kemudian meloncat berlari memeluknya sambil menangis.
"Sari. Apakah yang sudah terjadi?" ibunya menjadi sangat cemas. Apalagi ketika
ia melihat pakaian anaknya yang kotor itu"
"Sari. Sari" diguncangnya lengan gadisnya sambil bertanya terbata-bata "Kenapa
kau he" Kenapa ?"
Sindangsari menangis semakin keras sambil memeluk
ibunya. Tetapi ia tidak sempat menjawab pertanyaan-
pertanyaan yang mengalir seperti banjir.
"Kenapa kau he" Apakah yang sudah terjadi"
Neneknya yang berada di belakang mendengar suara Nyai Wiratapa dan tangis
cucunya. Karena itu tergopoh-gopoh ia masuk. Yang dilihatnya adalah Sindangsari
menangis sambil memeluk ibunya erat-erat.
Tetapi perempuan tua itu ternyata lebih tenang dari anak-anaknya. Dengan sareh
ia membelai rambut cucunya sambil berkata lirih "Duduklah Sari. Tenanglah. Aku
ingin berbicara" Tetapi Sindangsari masih berpegangan ibunya erat-erat. Air matanya telah
membasahi baju ibunya dan bajunya sendiri yang kotor"
"Sudahlah Sari. Duduklah. Kalau ada persoalan, marilah kita pecahkan.
Dengan menangis kesulitanmu tidak akan terselesaikan" Nyai Wiratapa yang matanya menjadi basah juga
menyambung kata-kata ibunya "Duduklah Sari. Duduklah"
Tetapi Sindangsari masih menangis terus.
Ibunya yang sudah menjadi agak tenang kemudian
membimbingnya perlahan-lahan. Didudukkannya anaknya di
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
atas bale-bale, dan ia sendiri duduk di sampingnya sebelah menyebelah dengan
nenek gadis itu. "Tenanglah Sari" berkata neneknya "kenapa kau tiba-tiba menangis?"
Sindangsari mencoba untuk menahan isak tangisnya.
Dicobanya pula untuk mengatur perasaannya. Sejenak ia menjadi ragu-ragu , apakah
ia akan mengatakan keadaan sebenarnya, atau seperti pesan Pamot, supaya ia
sekedar mengatakan, bahwa ia telah tergelincir di pematang.
Ibunya yang kecemasan mendesaknya "Sari. Apakah terjadi sesuatu atasmu ?"
Sambil terisak Sindangsari menjawab "Aku tergelincir ibu"
Ibunya mengerutkan keningnya "kau tergelincir" ia
mengulangi" "Ya ibu" "Hanya itu ?" "Ya ibu" Nyai Wiratapa terdiam sejenak. Menilik pakaian anaknya yang kotor itu, maka ia
mempercayainya. Tetapi apabila anaknya hanya sekedar tergelincir, kenapa ia
menangis sampai terisak-isak. Sebagai gadis yang sudah dewasa, seandainya ia
hanya sekedar terjatuh di pematang, maka ia tidak akan menangis begitu pedih.
Neneknya yang sudah tua itupun tidak dapat menganggap bahwa jawaban itu adalah
jawaban yang sebenarnya. Karena itu, dengan hati-hati ia bertanya "Dimana kau
jatuh Sari ?" "Di pematang" "Ya, tetapi diarah mana ?"
"Dekat sawah pamannya Pamot"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Neneknya mengerutkan keningnya. Kemudian ia bertanya
"Kau bermain-main sampai kesana Sari " Apakah tidak ada orang yang menolongmu ?"
Sindangsari menjadi bingung. Wajahnya yang gelisah kini tidak dapat
disembunyikannya lagi. "Sari, Sari" ibunya justru menjadi lebih gelisah lagi daripada Sindangsari
sendiri "kenapa kau sampai ke tempat itu Sari ?"
Sindangsari mengusap air matanya "Tidak apa-apa ibu"
"Kau sendiri" Sendiri saja ?"
Sindangsari tidak dapat segera menjawab.
"Katakan Sari. Apakah sudah terjadi sesuatu atasmu ?"
Sindangsari menundukkan kepalanya.
"Sari" suara ibunya menjadi semakin meninggi" katakan yang sebenarnya " Apakah
kau sudah melanggar pesan itu"
Sindangsari terkejut. Tiba-tiba air matanya mengalir pula.
Sambil menelungkupkan kepalanya dipangkuan ibunya ia
berkata "Aku tergelincir ibu"
Tetapi ibunya menggelengkan kepalanya. Sebagai seorang ibu, seolah-olah ada gema
getaran suara hati anaknya di dadanya sendiri. Karena itu terasa juga kepedihan
perasaan gadis itu. "Katakan Sari. Katakan, apakah yang sudah terjadi"
Sindangsari tidak segera menjawab. Namun neneknya ikut pula mendesaknya" katakan
Sari" Mereka berpaling ketika mereka
melihat seseorang memasuki rumah itu pula. Ternyata kakek Sindangsari tidak terus pergi ke
sawahnya, tetapi menilik gelagat cucunya, iapun kemudian berbalik lewat jalan
yang lain pulang ke rumah.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Ya Sari. Sebaiknya kau mengatakan apa yang telah terjadi sebenarnya" berkata
kakek tua itu. Sindangsari tidak dapat ingkar lagi. Perlahan-lahan ia bangkit dan duduk dengan
gelisah. Kini kakeknya sudah duduk di atas sebuah dingklik bambu yang tinggi di
hadapannya. "Katakanlah, supaya kami dapat membantu kesulitanmu
Sari. Kau pasti tidak hanya sekedar tergelincir dan jatuh di pematang. Jika
demikian, kau tidak akan menangis seperti kanak-kanak"
Sindangsari menjadi semakin tersudut, sehingga akhirnya ia tidak dapat berdusta
lagi. Ketika ibunya, kakek dan neneknya semakin mendesaknya, iapun terpaksa
mengatakan apa yang telah terjadi atasnya.
Belum lagi ceriteranya selesai seluruhnya, Sindangsari sudah
tidak dapat menahan tangisnya. Sekali lagi ditelungkupkan wajahnya dipangkuan ibunya.
"Kau harus mengucap sokur Sari, bahwa tidak terjadi
bencana yang mengerikan atasmu" berkata ibunya sambil membelai kepala anaknya.
Tetapi air matanya sendiripun satu demi satu menitik di kepala anaknya. Bukan
saja karena Sindangsari yang hampir saja mengalami nasib yang jelek, tetapi
perempuan itu memandang kenasibnya sendiri. Luka-luka yang tergores di hatinya,
pada saat suaminya meninggal seakan-akan telah kambuh kembali.
"Kalau ayah anak ini masih ada, tidak akan ada seorangpun yang berani
memperlakukan demikian" katanya di dalam hati Sementara itu kakeknya menarik
nafas dalam-dalam. Desisnya "Ya, untunglah ada Pamot. Untunglah. Setidak-tidaknya anak yang bernama
Manguri itu pasti akan memaksamu untuk menyetujui maksudnya. Ia memang sudah menghubungi aku untuk
membelimu dengan apapun yang aku minta. Sepasang lembu dengan bajaknya. Lumbung,
sawah Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
dan apa lagi. Tetapi sudah tentu aku tidak akan melemparkan kau ke dalam neraka
itu" Neneknya hanya mengangguk-anggukkan kepalanya saja.
Sementara kakek tua itu berkata lagi "Meskipun akibatnya akan menjadi sangat
berat bagi Pamot" Tiba-tiba Sindangsari mengangkat wajahnya. Butir-butir air matanya masih
mengambang di pelupuk "Akibat apakah yang dapat terjadi atas Pamot kakek?"
"Ia berhadapan dengan seorang yang kaya raya, yang
dapat mempergunakan kekayaannya untuk segala kepentingannya" Sindangsari menjadi berdebar-debar. Kini ia duduk dengan gelisah memandangi
wajah kakeknya. "Apakah Manguri akan mendendam Pamot ?"
Tetapi orang tua itu menggelengkan kepalanya "Entahlah.
Mudah-mudahan tidak. Tetapi anak itu harus berhati-hati"
Sementara itu, Manguri bergegas masuk ke regol
halamannya. Beberapa orang pembantu rumahnya memandanginya dengan penuh keheranan. Anak muda itu
dilekati oleh lumpur dan kotoran tidak saja pada pakaiannya, tetapi juga pada
tubuhnya. Ketika Manguri sampai di tangga pendapa rumahnya, tiba-tiba ia berteriak "Lamat,
Lamat. Dimana kau ?"
Lamat yang sedang bekerja di sebelah rumah menengadahkan kepalanya. Sekali lagi ia mendengar Manguri memanggil pamanya.
Diletakkannya kapal ditangannya , dan dengan tegesa-gesa pula ia pergi memenuhi
panggilan itu. "Cepat kemari kau dungu" bentak Manguri. Lamatpun
berjalan semakin cepat mendekati Manguri.
"He, kau lihat pakaianku ?"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Lamat tidak segera mengerti maksud Manguri. Meskipun ia melihat pakaian yang
kotor itu, tetapi ia masih tetap berdiam diri.
"Apa kau tuli he " Kau lihat pakaianku ?"
Lamat menganggukkan kepalanya sambil menjawab "Ya.


Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Aku melihat" "Kenapa pakaianku ?"
Lamat mengerutkan keningnya. Dengan suara yang ragu-
ragu ia menjawab "Kotor sekali"
"Nah, kau mampu juga melihat pakaian kotor meskipun kau sendiri selalu kotor.
Kenapa pakaianku kotor he ?"
Lamat tidak dapat menjawab.
"Bodoh, bodoh kau" Manguri mengumpat "dengar, aku
telah berkelahi melawan Pamot"
Sekali lagi Lamat mengerutkan keningnya.
"Kenapa kau diam saja he ?"
"Apakah aku harus menemui Pamot ?"
"Tentu. Aku tidak dapat meremukkan tulang-tulang iganya.
Sayang ada orang yang melihat. Kalau tidak, aku tidak memerlukan kau. Ketika aku
hampir menyelesaikannya, seseorang telah melerai. Tetapi ingat, kau tidak boleh gagal.
Buat anak itu cacat. Buat kakinya timpang atau tangannya lumpuh. Mengerti ?"
Lamat menganggukkan kepalanya.
"Sekarang ?" "Bodoh, bodoh. Kau memang terlalu bodoh. Sekarang ia
berada di rumahnya" Manguri diam sejenak, lalu "tunggu sampai ada kesempatan.
Awasi anak itu. Kalau ia terpisah dari orang lain, apalagi di malam hari, kau
dapat melakukannya. Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Jangan sampai dilihat orang. Jika demikian orang-orang itu akan melerai, dan
bahkan mungkin mereka akan mengambil sikap terhadapmu"
Lamat mengangguk-anggukkan kepalanya "Baik"
"Bagus. Kau akan mendapat hadiah. Aku akan memberimu
sehelai kain panjang"
"Terima kasih" "Sekarang pergilah"
Lamat menganggukkan kepalanya. Dengan wajah yang
beku ia berjalan meninggalkan Manguri yang masih berdiri di tangga pendapa
rumahnya. "Kalau Lamat gagal, aku dapat membeli lima atau sepuluh orang untuk
menyelesaikan anak itu"
Sambil menggeretakkan giginya, Manguripun segera masuk ke dalam rumahnya,
langsung ke biliknya. Sambil mengumpat-umpat ia menukar pakaiannya yang kotor
oleh lumpur. "Baik Pamot maupun Sindangsari harus mengerti, bahwa
Manguri tidak terlawan di seluruh padukuhan Gemulung.
Apapun yang aku ingini pasti akan terjadi"
Lamat yang telah bekerja kembali, sekali-sekali tertegun.
Diletakkannya kapaknya di tanah. Kemudian disekanya
keringat di keningnya. Sambil menarik nafas dalam-dalam ia berdesis "Pamot.
Pamot. Nanti malam aku akan mencarinya"
Pamot sendiri memang menyadari, seperti yang dikatakan oleh pamannya, bahwa
banyak kemungkinan dapat terjadi.
Manguri pasti tidak akan membiarkan dirinya terhina.
Tetapi Pamot bukan seorang pengecut. Ia telah bersiap menghadapi apa saja yang
dapat dilakukan oleh Manguri. Ia masih
berprasangka baik terhadap orang-orang sepedukuhannya. Manguri tidak akan mudah mendapatkan
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
orang-orang yang dapat disewanya untuk menyakiti orang sepedukuhannya.
"Hanya orang-orang gila saja yang akan melakukan hal itu"
desisnya. Tetapi ketika pamannya datang ke rumahnya dan berbicara dengan orang tua Pamot,
mereka berkata "Kaulah yang bodoh Pamot. Untuk mendapatkan orang-orang yang
dikehendaki Manguri tidak akan mendapat kesulitan apapun"
Pamot tidak menjawab. "Kau memang harus berhati-hati. Hindarilah bentrokan-
bentrokan yang akan terjadi kemudian. Hal itu tidak akan menguntungkan kau sama
sekali" Pamot mengangguk-angggukkan kepalanya. Jawabnya
"Baik. Aku akan selalu mencoba menghindarkan diri"
Meskipun demikian Pamot tidak dapat bersembunyi saja di dalam rumahnya. Ia harus
melakukan pekerjaannya saja di dalam rumahnya. Ia harus melakukan pekerjaannya
sehari-hari. Meskipun ia dapat mengerti pesan paman dan orang tuanya, namun ia
tidak berniat sama sekali untuk tetap tinggal di rumah sampai berhari-hari.
"Kalau kau melihat gelagat yang kurang baik Pamot" pesan pamannya "lebih baik
kau segera masuk ke padukuhan atau bergabung dengan orang-orang laih di sawah.
Di malam hari, kau dapat pergi ke gardu perondan, sehingga dengan
demikian kau dapat menghindarkan dirimu dari bahaya"
"Ya paman" jawab Pamot.
Tetapi kemudaannya tidak dapat di kat dengan bayangan-bayangan yang meremangkan
bulu-bulunya. Ia sama sekali tidak merubah kebiasaannya. Malam itu juga Pamot
pergi seperti biasa menyusuri parit untuk mendapatkan air.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Banyak orang berada di sawah menunggui tanamannya"
desisnya "bahkan mungkin anak-anak yang mengintai babi hutan itu masih selalu
berkumpul di perapatan".
Dengan demikian maka Pamot tidak mencemaskan dirinya.
Ia percaya kepada dirinya sendiri. Meskipun kadang-kadang terbersit juga pikiran
"Kalau aku tidak dapat melawan orang-orang yang disewa oleh Manguri, aku adalah
pelari yang baik" Sambil berangan-angan Pamot telah berada di tengah-
tengah sawah, meniti pematang. Bintang-bintang di langit bertaburan dari ujung
sampai ke ujung Gemerlapan seperti saling bersaing.
Namun bagaimanapun juga, terasa debar di jantung Pamot.
Sekali-sekali ia berpaling, kalau-kalau ada seseorang yang mengikutinya.
Dadanya berdesir ketika tiba-tiba saja ia melihat seorang yang bertubuh tinggi
kekar meloncat dari balik batang-batang jagung muda beberapa langkah di
belakangnya. Pamot segera mengenal, orang itu adalah Lamat. Pembantu Manguri
yang paling setia. Pamot menarik nafas dalam-dalam. Orang itupun sudah
diperhitungkannya pula, sebagai orang yang pertama-tama akan melakukan tugas
yang dibebankan oleh Manguri
kepadanya. Tetapi Pamot tidak berhenti karenanya. Ia berjalan semakin cepat. Sekali-sekali
terngiang ditelinganya pesan pamannya, tetapi kadang-kadang darah mudanyalah
yang berbicara. "Apakah benar orang itu bertenaga raksasa seperti yang dikatakan orang" berkata
Pamot di dalam hatinya. Sebagai seorang anak muda Pamot mempunyai kebanggaan
pula atas kekuatannya. Memang seperti apa yang pernah dikatakan oleh
Sindangsari, Pamot mampu melakukan sesuatu yang melampaui kemampuan kawan-kawannya. Tenaga Pamotpun
jauh melampaui kekuatan tenaga orang-orang biasa.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Meskipun tenaganya sembilan kali lipat tenaga manusia biasa tetapi tampaknya
orang itu terlampau dungu" Pamot masih berkata kepada diri sendiri.
Dengan demikian, darah Pamot yang muda itu justru telah menggelitiknya untuk
mencoba kemampuan Lamat. Bahkan
Pamot berkata di dalam hatinya "Kalau aku dapat
mengalahkan orang ini, maka Manguri pasti akan menjadi segan" namun dibantahnya
sendiri "atau ia menjadi semakin sakit hati, dan menyewa limapuluh orang
sekaligus untuk mematahkan tanganku"
Ketika Pamot berpaling, ia masih melihat Lamat berjalan mengikutinya pada jarak
yang tetap. "Setan" tetapi tiba-tiba hatinya menjadi gelisah pula "Aku harus mengambil
tindakan lebih dahulu"
Maka ketika Pamot kemudian berbelok, iapun segera
menyelinap di balik batang-batang jagung. Sambil menahan nafasnya ia menunggu
Lamat. Ia sudah bertekad untuk
menyerang lebih dahulu. Seandainya Lamat benar-benar
mempunyai kelebihan, maka ia tidak akan didahuluinya. Pada serangan yang
pertama-tama dan tiba-tiba ia harus
mengurangi kemungkinan, bahwa lawannya akan dapat
mengalahkannya. Sejenak kemudian ia mendengar langkah Lamat yang berat semakin lama menjadi
semakin dekat. Namun agaknya
langkah itupun telah membuatnya semakin berdebar-debar.
Tetapi Pamot telah bertekad bulat "Aku adalah seorang laki-laki. Aku tidak dapat
selalu menghindarkan diri dari benturan serupa ini. Kalau sekarang kau
menghindar, maka besok atau lusa akhirnya akan terjadi juga. Kalau aku
bersembunyi, maka aku adalah seorang pengecut"
Karena itu, ketika Lamat menjadi semakin dekat, Pamotpun segera mempersiapkan
diri. Ditahankannya nafasnya, agar Lamat tidak mengetahui, bahwa ia berada dalam
bahaya. Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Tetapi agaknya Lamatpun menjadi ragu-ragu. Ketika ia
sampai di tikungan, langkahnya terhenti. Ia merasa kehilangan buruannya.
Sejenak ia berdiri termangu-mangu. Di pandanginya pematang yang membujur memanjang di bawah kakinya, menghunjam
kekegelapan. "Setan" desis Pamot di dalam hatinya, "kenapa ia tidak maju lagi?"
Tetapi Lamat masih berdiri di tempatnya. Sekali-sekali ia memiringkan kepalanya,
seolah-olah sedang mendengarkan sesuatu. Tubuhnya janjang tinggi tegap itu
seakan-akan menjulang semakin tinggi menurut tangkapan mata Pamot yang sedang
bersembunyi di balik tanaman jagung sambil mengintip.
Darah Pamot berdesir ketika tiba-tiba ia mendengar suara raksasa itu datar
"Pamot, kemarilah"
Pamot menggeretakkan giginya.
"Jangan bersembunyi di situ"
Pamot benar-benar merasa terhina. Meskipun jantungnya menjadi kian berdebar-
debar. Ternyata raksasa itu bukanlah terlampau dungu seperti yang dikiranya. Ia
dapat menangkap desah nafasnya, meskipun barangkali belum melihat orangnya. Kini Pamot tidak mempunyai pilihan lain. Ia harus
mendahuluinya. Langsung ke tempat yang berbahaya di
bagian tubuh lawannya. Perlahan-lahan Pamot bergeser maju. Hati-hati sekali.
Meskipun ia sadar bahwa desir kakinya di atas tanah dan sentuhan tubuhnya dengan
daun jagung itu pasti di dengarnya pula. Pamot melihat Lamat menggeser tubuhnya. Tetapi ia masih berdiri tegak di
tempatnya. Dalam keremangan malam Pamot melihat sesuatu mencuat dari ikat
pinggang Lamat. Sarung Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
sebuah golok yang besar. Pamot menjadi ragu-ragu sejenak. Ia tidak bersenjata. Yang dibawanya adalah
sebilah sabit. "Tetapi apakah aku akan melukainya dengan sabit ini?" ia bertanya
kepada diri sendiri. Dalam keragu-raguan itu ia mendengar suara Lamat yang berat "Pamot, kemarilah"
Kini Pamot tidak dapat berlama-lama lagi. Ia harus segera bertindak. Tetapi ia
masih belum berhasrat melukai lawannya dengan sabitnya yang tajam.
"Aku harus memukulnya di pangkal lengannya atau di
tengkuknya" katanya di dalam hati "itu akan mengurangi kemampuannya
melawan untuk seterusnya. Kalau ia mencabut goloknya, apaboleh buat. Aku harus mendahuluinya sekali lagi"
Perlahan-lahan Pamot berkisar semakin dekat. Kini dipegangnya sabitnya dengan tangan kirinya. Ia sudah
bertekad untuk meloncat, dan sekaligus memukul tengkuk orang itu dengan sisi
telapak tangannya. Lamat masih tetap berdiri tegak di tempatnya. Ia hanya berputar sedikit,
kemudian diam lagi. Kini Pamot berada tidak lebih dari tiga langkah. Dengan segala kemampuannya ia
memusatkan segenap perhatiannya kepada orang yang masih berdiri di pematang itu.
Sejenak kemudian maka Pamot menghentakkan dirinya. Dengan
sigapnya ia meloncat berdiri beberapa langkah maju.
Kemudian dengan sebuah tendangan mendatar anak muda itu seolah-olah terbang
menghantam tubuh Lamat. Begitu
cepatnya seperti lontaran anak panah yang kepas dari
busurnya. Tangan kanannya telah siap untuk menghantam tengkuk
lawannya apabila orang itu sedang berusaha memperbaiki keseimbangan karena
dorongan kakinya. Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Lamat yang masih berdiri di pematang itupun terkejut
mendapat serangan yang tiba-tiba dan begitu cepatnya. Ia tidak mungkin lagi
berbuat sesuatu. Serangan yang tidak disangka-sangka
itu langsung mengenai lambungnya, sehingga ia terdorong beberapa langkah ke samping masuk ke dalam gerumbul
tanaman jagung muda. Pamot yang telah siap itupun segera meloncat pula. Kali ini tangannyalah yang
terayun ketengkuk Lamat yang masih
terhuyung-huyung. Tetapi adalah di luar dugaan Pamot, bahwa Lamat
bukanlah seorang raksasa yang dungu. Meskipun ia belum menguasai keseimbangannya
seluruhnya, namun ketika tangan Pamot terayun ke tengkuknya, Lamat justru menjatuhkan dirinya dan berguling beberapa kali. Tetapi Pamot tidak
melepaskannya. Dengan tangkasnya iapun
meloncat maju tanpa menghiraukan batang-batang jagung yang berserakan. Ketika
Lamat meloncat berdiri, maka iapun menyerangnya dengan sekuat tenaganya.
Tetapi kali ini Pamot terperanjat bukan buatan. Ia merasa tangkapan yang kuat
pada pergelangan tangannya, kemudian oleh kekuatannya sendiri, ditambah dengan
sebuah hentakkan yang tidak terlawan ia terlempar ke samping.
Kini Pamotlah

Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang tidak dapat menguasai keseimbangannya sama sekali. Dengan derasnya ia jatuh terjerembab. Wajahnya
membentur sebongkah batu yang
mencuat di pematang. Sekejap matanya menjadi berkunang-kunang.
Bintang-bintang di langit seolah-olah berputaran seperti beras di penampian.
Tetapi Pamot tetap menyadari dirinya, bahwa ia sedang berkelahi melawan Lamat.
Karena itu, maka iapun segera berusaha bangkit, Namun ia menjadi kecewa, ketika
ia sadar, bahwa sabitnya telah terlepas dari tangannya.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Ketika Pamot tertatih-tatih berdiri, dilihatnya dalam kekaburan, Lamat sudah
berdiri tegak di hadapannya.
Sebelum ia dapat menguasai dirinya sepenuhnya, Lamat telah menyentuh dadanya,
sehingga sekali lagi ia terdorong dan jatuh terlentang.
Tetapi Pamot menggeram. Ia tidak menjadi berputus asa.
Meskipun wajahnya yang membentur batu terasa sakit bukan buatan, ia masih
berusaha untuk berguling menjauhi
lawannya, kemudian berusaha pula bangkit berdiri.
Namun seperti yang baru saja terjadi. Ketika ia tegak di atas kedua kakinya yang
masih gemetar, Lamat telah berdiri di hadapannya, seperti batu karang yang teguh
dan tidak tergoyahkan oleh ombak dan badai.
Pamot segera mempersiapkan dirinya. Meskipun ia sudah tidak bersenjata sama
sekali, namun ia tidak mau menyerah.
Ia akan melawan sampai kemungkinan terakhir yang dapat dilakukannya.
Tetapi Pamot menjadi heran. Lamat yang mempunyai
banyak kesempatan itu berdiri saja membeku di tempatnya.
Pandangan mata Pamot yang menjadi semakin jelas, melihat orang itu diam
mematung. Pamot menjadi ragu-ragu sejenak. Sekilas terbayang wajah raksasa yang beku itu.
Agaknya ia dapat berbuat apa saja sekehendak hatinya tanpa mengerutkan
keningnya. Kekejaman yang mengerikan memancar dari mata Manguri
tidak menjawab lagi. Tiba-tiba saja ia meloncat menyerang Pamot. Tetapi Pamotpun
sudah bersedia. Ia sadar, bahwa Manguri pasti akan sampai pada puncak
tindakannya. Lamat, justru karena wajahnya seakan-akan tidak
terpengaruh sama sekali oleh keadaan lawannya. Kakinya yang renggang dan
tangannya yang tergantung di kedua
sisinya membuat Pamot semakin bertanya-tanya di dalam hati
"Apakah yang akan dilakukannya?"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Tetapi Lamat masih berdiri saja di tempatnya. Dipandanginya Pamot yang gelisah itu seperti seekor kucing menatap seekor tikus
yang putus-asa. Namun Pamot sama sekali tidak berputus asa. Ia sengaja membiarkan Lamat berdiri
saja di tempatnya, sementara ia dapat mengatur dirinya. Nafasnya yang tersengal-
sengal, dan pipinya yang serasa bengkak.
"Mungkin ia membiarkan aku mati ketakutan" katanya di dalam hati "atau sedang
berpikir cara yang paling baik untuk melumpuhkan aku. Agaknya Manguri berpesan
sesuatu kepadanya" Karena itu maka sejenak mereka saling berdiam diri.
Betapapun ketegangan mencengkam hati masing-masing,
hamun masing-masing tidak segera berbuat sesuatu.
Sejenak kemudian, Pamot terkejut mendengar suara Lamat yang datar dan dalam
"Kenapa kau menyerang aku Pamot?"
Pamot tidak menyangka, bahwa Lamat akan bertanya
demikian kepadanya, sehingga sesaat ia berdiri saja dengan mulut yang bergerak-
gerak meskipun tidak sepatah katapun yang meluncur dari sela-sela bibirnya.
"Kenapa?" terasa penyesalan mewarnai pertanyaan Lamat.
Pamot tidak segera dapat menjawab pertanyaan itu.
Dipandanginya saja wajah Lamat yang beku.
"Kenapa kau bersikap bermusuhan terhadapku?" Lamat
bertanya pula. Dan Pamot akhirnya merasa bahwa ia memang harus
menjawabnya "Kenapa kau bertanya Lamat" Pertanyaanmu
itulah yang justru terdengar aneh di telingaku"
Lamat mengangguk-anggukkan kepalanya. Jawabnya "Ya,
karena aku adalah budak Manguri"
"Nah, kau sudah tahu jawabnya"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Ya. Aku memang mendapat perintahnya untuk membuat
kau cacat" Terasa dada Pamot berdesir.
"Persetan. Kalau aku tidak belas kasihan padamu, kau
sudah mati pada seranganku yang pertama. Aku memang
tidak mempergunakan sabit itu, karena aku memang tidak ingin membunuh"
"Perintah itu juga tidak untuk membunuh" suara Lamat
masih mendatar. Debar di dada Pamot menjadi semakin keras. Ditatapnya raksasa itu dari ujung
kaki sampai ke ujung kepalanya yang botak.
Sejenak kemudian, terdengar Pamot menggeram "Apakah
yang akan kau lakukan" Kau sangka aku akan menyerahkan diri begitu saja?"
Lamat menarik nafas dalam-dalam.
"Pamot" berkata Lamat masih dalam nada yang datar "kau memang tidak keliru.
Semua orang akan menganggapku
begitu. Mungkin karena bentuk tubuh dan wajahku yang
kasar, sehingga mereka termasuk kau menganggap aku tidak lebih dari seekor
serigala. Itulah penderitaan yang paling pahit yang harus aku telan" Lamat
berhenti sejenak, dan Pamotpun menjadi
terheran-heran. Sejenak kemudian Lamat melanjutkan "Tetapi mungkin juga karena aku adalah
pembantu, bahkan lebih dari itu, seorang budak dari keluarga pedagang yang kaya
raya itu. Adalah wajar sekali kalau kau berprasangka jelek terhadapku"
Pamot kini diam mematung.
"Pamot" berkata Lamat kemudian "aku memang mendapat
perintah dari Manguri untuk membuat kau cacat. Tetapi ketahuilah, bahwa perintah
itu telah membuat aku menjadi
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
semakin berprihatin. Aku semakin merasa bahwa aku adalah manusia yang paling
tidak berguna dan tidak berharga"
Pamot menjadi semakin tidak mengerti.
"Apa yang harus aku kerjakan itu sebenarnya bertentangan dengan kata hatiku
sendiri" berkata Lamat itu selanjutnya.
Kepalanya tiba-tiba tertunduk, dan suaranya menjadi semakin rendah "Tetapi aku
sadar, bahwa tidak seorangpun yang mempercayaiku. Wajahku yang jelek, tubuhku
dan mungkin sorot mataku"
Pamot masih tetap berdiam diri.
"Itulah kenyataanku Pamot. Seharusnya aku tidak perlu heran karena kau telah
menyerangku lebih dahulu. Tetapi kadang-kadang aku ingin meyakinkan diriku
sendiri, apakah aku memang tidak sewajarnya bergaul dengan orang-orang yang
lain, yang tidak berwajah kasar dan barangkali berkesan kejam seperti wajahku"
Suara Lamat menjadi parau "Aku memang sekali-sekali pernah bercermin di dalam
air. Dan aku hanya dapat menerima semuanya yang ada padaku, seperti juga aku
tidak dapat pergi dari rumah Manguri"
"Kenapa?" tiba-tiba Pamot bertanya "kalau apa yang kau lakukan itu sama sekali
bertentangan dengan kata hatimu, kenapa kau tidak pergi saja dari rumah itu?"
Lamat menggelengkan kepalanya "Aku tidak dapat
melakukannya Pamot. Aku sudah berhutang budi kepada
keluarga itu. Sejak kecil aku mendapat makan dan pakaian, kebutuhan hidup dan
apapun yang perlu bagi kelangsungan hidupku"
"Tetapi kau sama sekali tidak berhutang budi Lamat" sahut Pamot "semua itu sudah
kau bayar tunai. Tenagamu sudah kau serahkan. Karena itu, semuanya sudah lunas"
Lamat menggelengkan kepalanya "Tidak Pamot" orang
yang botak itu terdiam. Ada sesuatu yang akan dikatakannya,
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
tetapi kalimat-kalimat yang sudah berada di rongga mulutnya itu seakan-akan
ditelannya. Dengan demikian maka sejenak mereka berdua saling
berdiam diri. Lamat yang bertubuh tinggi tegap berkepala botak dan berwajah
kasar itu menarik nafas beberapa kali, seakan-akan seluruh udara malam di sawah
itu akan dihirupnya. Dan tiba-tiba orang itu terperanjat ketika Pamot bertanya
"Lalu sekarang, apa yang akan kau lakukan" Apakah kau akan melakukannya perintah
itu?" Lamat menggelengkan kepalanya "Tidak Pamot. Aku tidak dapat. Aku yakin bahwa kau
tidak bersalah" "Tetapi apakah dengan demikian Manguri tidak akan marah kepadamu?"
"Kalau ia tahu aku tidak berbuat apa-apa, ia pasti akan marah"
"Jadi bagaimana dengan kau?"
Lamat termenung sejenak. Dan tiba-tiba saja ia bertanya
"Kenapa kau selalu meraba-raba pipimu?"
"Ketika aku kau kibaskan, kepalaku membentur batu"
Lamat memandang wajah Pamot sejenak. Kemudian
katanya "Pamot. Sebaiknya kau tinggal saja di rumah untuk sepekan atau dua
pekan" "Kenapa" Apakah pada waktu-waktu itu Manguri akan
berbuat sesuatu lagi atasku?"
"Tidak. Tetapi aku minta tolong kepadamu, supaya aku
tidak dimarahinya. Aku akan berkata kepadanya, bahwa aku telah mencoba melakukan
perintahnya. Tetapi kau tidak sejinak seekor kambing yang bodoh. Aku akan
memberi kesan kepadanya, bahwa akibat dari perkelahian itu, kau tidak dapat
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
keluar dari rumahmu untuk waktu yang lama, meskipun harus ada kesan pula, bahwa
akupun mengalami cidera"
Pamot mengerutkan keningnya. Namun kemudian ia
berkata "Lamat. Kenapa kau harus berbuat demikian" Kau membuat hidupmu menjadi
semakin sulit. Sebaiknya kau
berterus terang. Kau harus mencoba untuk membaca apa
yang tergurat di dalam hatimu. Kau harus belajar menyatakannya kepada orang lain, meskipun orang lain itu Manguri atau ayah dan
ibunya sekaligus" Lamat menggelengkan kepalanya "Tidak Pamot, aku tidak dapat"
"Kau hidup dalam dunia yang aneh. Kau selalu dibayangi oleh sikap berpura-pura.
Itu tidak jujur Lamat"
"Aku sadar Pamot"
"Kenapa kau biarkan dirimu di belenggu oleh keadaan itu?"
"Jangan kau tanyakan sekarang. Sekarang pulanglah, dan jangan keluar halaman
selama sepekan" Pamot mengerutkan keningnya. Semula darahnya melonjak untuk menolak permintaan
itu. Ia sama sekali tidak perlu bersembunyi. Seharipun tidak. Kalau ia ingin
keluar rumah dan pergi ke manapun tidak ada orang yang dapat menghalangi.
Tetapi ketika terpandang olehnya kepala Lamat yang
menunduk, maka timbullah iba hatinya. Ia tidak harus
bersembunyi, tetapi menurut Lamat, ia harus menolongnya.
"Hidupmu sulit sekali Lamat" tanpa sesadarnya ia berdesis.
"Kau benar Pamot" sahut Lamat "tetapi untuk sementara aku masih harus
menjalaninya" Pamot mengangguk-anggukkan kepalanya. Pipinya memang terasa sakit sekali, seolah-oleh tulangnya menjadi retak. Namun kemudian
iapun berkata "Baiklah Lamat. Aku akan memenuhinya. Aku akan tinggal di rumah
sepekan Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
meskipun itu tidak berarti bahwa aku tidak boleh keluar halaman"
"Aku minta tolong Pamot"
"Baiklah" "Sekarang pulanglah"
"Sabitku terlempar, ketika kau menghentakkan tanganku"
Lamatpun kemudian membantu Pamot mencari sabitnya
dan mencoba memperbaiki batang-batang jagung yang
berserakan. Ketika Pamot telah menemukan sabitnya, maka iapun segera pulang
kembali ke rumahnya. Di sepanjang jalan tangannya tidak henti-hentinya meraba-
raba pipinya yang membengkak. Namun di sepanjang jalan pula, tidak henti-
hentinya ia berpikir tentang Lamat, raksasa yang terbelenggu oleh perasaan
berhutang budi. "Aneh" desis Pamot di dalam hatinya "wajahnya yang kasar itu ternyata tidak
tumus sampai ke dalam hatinya. Ternyata ia seorang perasa yang bahkan agak
cengeng. Apalagi ilmunya sebenarnya termasuk ilmu yang tinggi dan sulit di
mengerti, seperti keadaan hidupnya yang sulit pula di mengerti"
Tetapi Pamotpun mengalami kesulitan pula apabila ia akan mendapat pertanyaan
dari orang tuanya atau kawan-kawannya. Apakah yang akan dikatakannya" Lamat?"
"Hem" ia berdesah "aku tidak akan sampai hati menyebut namanya.
Kalau orang tuaku dan kawan-kawannya mendendamnya, maka hidupnya akan menjadi semakin pahit.
Ia menjadi semakin jauh tersingkir dari pergaulan yang wajar.
Kalau pada suatu saat ia menjadi putus-asa, dan merasa dirinya memang tidak
berharga, ia akan menjadi berbahaya.
Mungkin ia akan benar-benar menjadi seorang yang kejam, justru paling kejam,
karena ia merasa dunia telah berbuat terlalu kejam kepada dirinya"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Dalam keragu-raguan itu langkah Pamot menjadi semakin mendekati pedukuhannya.
Beberapa langkah lagi ia akan sampai ke pojok desa. Kalau kawan-kawannya berada
di gardu, maka mereka pasti akan bertanya kepadanya.
Tiba-tiba Pamot berhenti sejenak. Kemudian ia berbelok dan menyelinap menyusur
pematang. Ia menghindari jalan yang disangkanya akan berjumpa dengan seseorang.
Sehingga dengan demikian, maka akhirnya Pamot sampai
juga ke halaman rumahnya tanpa sebuah pertanyaanpun.
Ketika serombongan peronda lewat, Pamot sengaja berdiri di balik segerumbul
perdu di halamannya sebelum ia kemudian naik ke rumah.
Ternyata bahwa wajah Pamot memang mengejutkan orang
tuanya. Meskipun Pamot tidak mengatakan sesuatu, namun orang tuanya segera
bertanya tentang pipinya yang memang membengkak itu.
Sejenak Pamot berada dalam kesulitan. Ia masih belum
menemukan jawaban. Tetapi ketika orang tuanya mendesak lagi, maka iapun mencoba


Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

untuk membuat jawabnya "Aku
berkelahi" "He, kau berkelahi lagi. Setelah kau berkelahi melawan Manguri, sekarang dengan
siapa lagi kau berkelahi?"
"Sebenarnya tidak dengan orang lain. Ini adalah kelanjutan dari yang pernah
terjadi. Manguri telah menyewa seseorang untuk mencegatku di sawah"
"He" orang tuanya terperanjat, kemudian "bukankah sudah aku katakan, seperti
juga pamanmu telah mengatakannya"
"Tetapi aku tidak kalah" jawab Pamot.
Orang tuanya mengangguk-anggukkan kepalanya. Tetapi
terbayang di wajah-wajah mereka kecemasan yang mendalam. Bahkan kakeknyapun menjadi cemas pula melihat wajah cucunya yang
menjadi biru pengab. Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Siapakah orang yang telah disewa Manguri itu?"
Pamot menjadi ragu-ragu sejenak. Namun kemudian ia
menggelengkan kepalanya "Aku tidak tahu"
"Apakah kau belum mengenalnya?"
Sekali lagi ia menggeleng "Aku tidak tahu"
Kecemasan yang membayangi keluarga itu kini sudah mulai menjadi kenyataan.
Mungkin Manguri tidak akan puas dengan pembalasan dendamnya kali ini, karena
menurut Pamot, ia melawan sekuat-kuat tenaganya sehingga lawannya tidak berhasil
mengalahkannya. "Aku kira iapun mendapat cidera" berkata Pamot kemudian.
"Tetapi kau harus berhati-hati Pamot, mungkin ia masih akan berbuat lebih banyak
lagi" Pamot mengangguk-anggukkan kepalanya. Memang untuk
sepekan ia tidak akan pergi kemanapun, meskipun dengan demikian pekerjaannya
akan terbengkelai. Sementara itu, Lamatpun telah kembali ke rumah Manguri.
Ternyata Manguri masih menunggunya di pendapa. Ketika ia melihat Lamat berjalan
tertatih-tatih memasuki regol, segera ia berjalan menyongsongnya.
"Lamat" Manguri memanggil. Dan Lamatpun kemudian
mendekatinya di tangga pendapa.
"Apa yang sudah kau kerjakan?"
"Aku menemuinya di tengah-tengah sawah"
"Lalu?" Manguri tidak sabar.
"Kami berkelahi"
"Berkelahi" Apakah kau tidak dapat meremasnya begitu
saja sehingga kau membuang-buang waktu untuk berkelahi?"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Ternyata Pamot tidak selemah yang aku bayangkan. Ia
mempunyai kemampuan untuk melawan, sehingga kami harus berkelahi"
"Persetan. Tetapi bagaimana akhirnya?"
"Aku berhasil melukainya. Wajahnya aku kira akan menjad bengkak"
"Cukup" bentak Manguri "apakah kau berhasil mematahkan kakinya, atau tangannya?"
Lamat merenung sejenak. Namun kemudian Jawabnya "Ia
berhasil lari. Tetapi ia pasti akan mendalami cidera.
"He" mata Manguri terbelalak. Dengan tangan gemetar ia menunjuk hidung Lamat
"jadi apa kerjamu he" Tubuhmu yang sebesar gajah itu tidak mampu menangkap dan
meremas tangannya?" Lamat tidak menjawab. Ia memang sudah menduga kalau
Manguri akan marah-marah kepadanya. Tetapi kalau Pamot bersedia memenuhi
permintaannya, maka kemarahan Manguri itu tidak akan berkepanjangan sampai
berhari-hari. "Tidak ada gunanya aku dan ayah memanjakan kau" Kalau kau masih saja malas dan
tidak mau berbuat apa-apa, aku bunuh kau. Nyawamu memang seharusnya sudah tidak
kau miliki lagi, kalau kau tidak diselamatkan oleh ayahku. Kini kau sama sekali
tidak tahu membalas budi. Kau tidak pernah dapat melakukan pekerjaan dengan
baik, seperti yang aku perintahkan" Lamat tidak menjawab. Sudah terlampau biasa Manguri
mengumpat-umpat, sehingga telinganya memang sudah agak kebal., Namun setiap kali
masih juga terasa pedih tergores di dinding jantungnya.
Lamat menggelengkan kepalanya seperti setiap kali ia
menerima pertanyaan serupa itu "Tidak" jawabnya.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Pergi. Pergi ke bilikmu" bentak Manguri.
Perlahan-lahan Lamat melangkah mengitari rumah itu pergi ke biliknya di belakang
longkangan tengah, di samping dapur.
Dengan tarikan nafas yang dalam ia membaringkan dirinya yang masih basah oleh
keringat. Ketika ia menengadahkan wajahnya, dilihatnya anyaman
bambu di langit-langit rumahnya, berjajar rapi, terikat oleh tali ijuk yang
hitam. Setiap kali langit langit itu dilihatnya, dan setiap kali masih seperti
yang kemarin. Tidak ubahnya dengan dirinya sendiri. Sekarang dan kemarin masih
juga serupa. Besok dan lusa. "Apakah untuk seterusnya?" desisnya "setiap orang ingin perkembangan di dalam
hidupnya. Tetapi hidupku serasa mati"
Perlahan-lahan Lamat menarik golok dari pinggangnya.
Kemudian diletakkannya di sisinya. Sebenarnya ia sama sekali tidak memerlukan
senjata itu. Ia sama sekali tidak
berkeinginan untuk mempergunakan senjata, apalagi menumpahkan darah dan melenyapkan nyawa seseorang.
"Ternyata nyawa itu sangat berharga" katanya di dalam hati "aku harus menebus
nyawaku dengan seluruh umurku, tenagaku dan kehormatanku"
Sejenak terbayang masa kanak-kanaknya yang buram.
Ketika padukuhannya diamuk oleh segerombolan perampok yang tidak berperi-
kemanusiaan. Ayahnya yang termasuk orang berada menjadi pusat sasaran para
perampok itu. Maka terjadilah bencana itu. Rumahnya menjadi neraka
oleh api yang berkobar, setelah isinya dirampok habis-habisan bersama beberapa
rumah yang lain. Lamat yang masih kecil waktu itu, tidak tahu apakah yang
selanjutnya terjadi. Panas yang membakar tubuhnya telah membuatnya pingsan.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Ia sadar, ketika ia sudah berada diperjalanan, di dalam sebuah pedati. Ternyata
seorang kawan ayahnya, juga
seorang pedagang ternak telah menyelamatkannya. Orang itu adalah ayah Manguri.
Lamat sama sekali tidak pernah mempersoalkan, kenapa
ayah Manguri itu tiba-tiba saja ada di padukuhannya bahkan di rumahnya dan
berhasil menyelamatkannya.
"Aku wajib berterima kasih kepadanya. Terima kasih tanpa batas, karena ia telah
menyelamatkan nyawaku" desisnya
"Apalagi kemudian aku dipeliharanya sampai aku menjadi orang"
Namun Lamat tidak berani memandang dengan wajah
tengadah, kenyataan yang dihadapinya. Ia selalu mencoba menekan setiap perasaan
yang hendak memberontak atas
keadaan yang dialaminya selama ini.
"Aku harus berterima kasih. Aku harus mengenal budi
orang terhadap diriku"
Sehingga ternyata apa yang telah terjadi itu telah membuat bukan saja tubuh
Lamat yang menjadi cacat oleh jilatan api, tetapi jiwanyapun menjadi cacat pula.
Ia seolah-olah terbelenggu oleh kebaikan hati ayah Manguri.
Lamat adalah seorang raksasa yang dikekang oleh seutas kendali yang sangat kuat.
Perlahan-lahan Lamat bangkit dari pembaringannya. Diraihnya gendi yang berisi air dingin diajuk-ajuk. Terasa betapa segarnya air
yang mengusap kerongkongannya.
Namun kesegaran air itu tidak dapat melepaskannya dari kegelisahan yang
mencengkam. Seandainya Pamot tidak mau memenuhi permintaannya, maka berhari-hari
Manguri pasti masih saja mengumpatinya.
Namun Pamot memang sudah menyatakan kesediaannya
untuk menolongnya. Ketika matahari terbit, Pamot tidak
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
segera bangun dan mandi ke sungai seperti biasanya. Tetapi ia pergi kesumur dan
mandi pula disitu. "Kau tidak pergi ke sungai?" bertanya kakeknya. Pamot menggelengkan kepalanya.
"Bagus, kau memang harus berhati-hati menanggapi
keadaanmu yang agaknya memang tidak terlampau menyenangkan" Dan di luar dugaannya kakeknya itu berkata
"Tetapi kau tidak usah menyesal. Kau sudah berbuat suatu kebajikan, meskipun kau
harus mendengarkan pendapat
pamanmu" Pamot mengangguk-anggukkan kepalanya.
Hari itu, Pamot memang tidak meninggalkan halaman
rumahnya. Betapapun hatinya mendesaknya untuk keluar, tetapi ia selalu bertahan.
Bukan karena ia terlampau hati-hati seperti disangka kakeknya, tetapi ia mencoba
untuk memenuhi permintaan Lamat.
Adalah tanpa disangka-sangka sekali, bahwa tiba-tiba saja Manguri telah berdiri
di muka regol rumahnya. Kali ini dengan wajah
yang dibayangi oleh senyum mengejek ia memanggilnya "Pamot kemarilah"
Sejenak Pamot justru mematung. Dipandanginya Manguri
yang berdiri di luar regol halamannya itu seperti memandang hantu.
"Jangan takut Pamot, kemarilah"
Terasa darah Pamot seakan-akan menjadi semakin cepat
mengalir. Hampir saja ia melompat dan menerkam anak muda yang sombong itu.
Tetapi untunglah bahwa ia segera
menyadari dirinya, sehingga diurungkan niatnya itu.
Agaknya Pamot memang masih segan untuk melakukan
pertentangan terbuka dengan anak pedagang ternak yang kaya itu.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Kanapa kau diam saja?" berkata Manguri kemudian
"kemarilah. Aku ingin berbicara sedikit"
Dengan langkah yang berat Pamot berjalan mendekat pula.
Setiap kali terngiang pesan pamannya, agar ia berhati-hati menghadapi anak orang
kaya raya itu. "Pamot" berkata Manguri ketika Pamot sudah mendekat.
Sambil mengerutkan keningnya Manguri menunjuk pipi Pamot membengkak "Kenapa
pipimu itu Pamot?" Pamot maju semakin dekat. Dipandanginya wajah Manguri dengan tajamnya.
"Apa maksudmu datang kemari Manguri?" bertanya Pamot.
Manguri tersenyum, katanya "Aku tidak sengaja datang
kemari. Aku lewat jalan ini ketika aku melihat kau di halaman"
"Kau tidak biasa lewat jalan ini?"
"He" Manguri mengerutkan keningnya "kau selalu berkata begitu. Kau selalu
menganggap aku tidak pernah lewat jalan yang manapun"
Pamot menggeram ketika ia melihat senyum mengejek di
bibir Manguri. "Baik" jawab Pamot "kenapa kau memanggil aku?"
"Aku ingin bertanya, kenapa pipimu membengkak?"
"Orangmu pasti sudah melaporkannya kepadamu. Raksasa
yang dungu pasti sudah melaporkannya kepadamu"
"Raksasa yang dungu itu memang harus dibunuh.
Diapakannya kau?" "Bertanyalah kepada orangmu itu. Ternyata ia lebih bodoh dari kerbau"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Ah, kasian kau Pamot. Untunglah kau berhasil melarikan diri. Kalau tidak, orang
sebodoh kerbau itu pasti akan meremukkan tulang-tulangmu"
"Itu tidak mungkin" jawab Pamot "kau kira aku terlampau lemah untuk melawannya.
Ia memang lebih kuat daripadaku.
Tetapi ia tidak akan banyak berhasil, karena aku mempunyai otak, dan orang dungu
itu hanya mempunyai tenaga melulu"
Manguri mengerutkan keningnya. Ia melihat kebenaran
kata-kata Pamot. Lamat dipandangan matanya tidak lebih dari seekor kerbau
"Itulah sebabnya Lamat tidak berhasil" desis Manguri. Namun kemudian ia
tersenyum di dalam hatinya
"Aku tidak boleh mengulangi kesalahan ini. Ternyata aku tidak dapat mempercayai
orang dungu itu" "Pamot" berkata Manguri kemudian "ternyata kau masih
mampu menolong dirimu sendiri kali ini. Tetapi bahwa kau sudah terperosok ke
dalam persoalan yang rumit, jangan kau sesali"
Pamot tidak menjawab. Betapa hatinya menjadi sangat
muak, tetapi ia masih selalu menahan hati.
Kemudian Manguripun pergi meninggalkan regol rumah
Pamot. Suara tertawanya yang menyakitkan hati terdengar menggelitik hati. Namun
Pamot masih tetap berdiri tegak di tempatnya.
"Berapa hari kau akan tinggal di rumah Pamot?" bertanya Manguri dari kejauhan.
Pamot tidak menjawab. Bahkan iapun kemudian berbalik
dan masuk ke dalam regol halaman rumahnya.
Baru saja ia masuk, maka dilihatnya kakeknya dengan
tergesa-gesa datang menemuinya sambil bertanya "Apakah yang telah terjadi?"
"Anak gila itu selalu memancing persoalan"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Kau sudah bertindak tepat Pamot. Jangan kau layani"
Pamot mengangguk-angguk meskipun jantung mudanya
tidak mau menerima nasehat itu, sehingga ia berkata di dalam hatinya "Kalau aku
mendapat kesempatan, aku putar leher anak itu"
Dalam pada itu, meskipun Manguri sudah melihat sendiri, bahwa wajah Pamot
menjadi bengkak, tetapi ia tidak puas atas keadaan itu. Kalau Pamot nanti
sembuh, maka ia pasti masih belum jera mencampuri persoalannya.
"Aku masih belum berputus-asa., Aku harus mendapatkan Sindangsari dengan cara
apapun juga" Tetapi yang terjadi kemudian benar-benar telah menyakitkan hati Manguri. Sindangsari yang mendengar, bahwa Pamot kemudian
mendapat cidera di wajahnya, segera dapat menghubungkannya dengan apa yang
terjadi atas dirinya. Dan ternyata peristiwa itu telah mendorong perasaannya semakin dekat dengan anak
yang sering bermain seruling dengan caranya sendiri itu.


Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bersama kakeknya Sindangsari memerlukan pergi ke rumah Pamot. Selain untuk
menyatakan terima kasih mereka yang tidak terhingga, merekapun berhasrat
menengok anak muda itu. Cidera apakah yang sudah dialaminya, akibat dari
usahanya menolong Sindangsari.
"Kami tidak dapat membayangkan, apakah yang terjadi
atas cucu kami apabila Pamot tidak melihat hal itu terjadi dan kemudian
menolongnya, meskipun ia sadar bahwa ia akan selalu dibayangi oleh anak pedagang
yang kaya itu" berkata kakek Sindangsari.
Orang tua Pamot dan kakeknya mengangguk-anggukkan
kepalanya, sedang Pamot yang ikut menemui tamu-tamu
itupun hanya menundukkan kepalanya saja. Sekali-sekali ia
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
mencuri pandang wajah Sindangsari. Tetapi wajah itupun tertunduk dalam-dalam.
"Sekarang hal itu sudah ternyata" berkata kakek
Sindangsari selanjutnya "Pamot telah mengalaminya"
"Tidak seberapa kakek" sahut Pamot dengan nada yang
dalam. "Sokurlah, tetapi untuk selanjutnya kau harus berhati-hati"
Pamot mengangguk-angguk. Semua orang menasehatinya
untuk berhati-hati. "Sementara ini Pamot memang selalu berada di rumah"
berkata kakek Pamot "meskipun agaknya anak itu sendiri tidak menghendaki"
"Ada baiknya juga demikian" sahut kakek Sindangsari.
"Tetapi dengan demikian ayah bekerja terlampau berat"
berkata Pamot. "Sekedar untuk kebaikanmu" berkata ayah Pamot "mudah-
mudahan Manguri segera melupakannya, sehingga kau tidak diancamnya lagi"
Pamot tidak menyahut. Sekilas terngiang kata-kata Manguri di muka regol rumahnya
"kau sudah terperosok ke dalam persoalan yang rumit. Jangan kau sesali"
"Aku tidak menyesal" berkata Pamot di dalam hatinya.
Justru ia sudah terlanjur melakukannya, maka ia tidak akan berhasrat mundur
setapakpun. Kunjungan kakek Sindangsari bersama gadis itu, seakanakan telah meyakinkan
Pamot, bahwa iapun harus berjalan terus. Perlahan-lahan namun pasti, wajah
Sindangsari semakin dalam terpahat di dinding hatinya.
Tetapi Pamot tidak dapat berlaku sekasar Manguri. Dengan hati-hati dan perlahan-
lahan ia mencoba mendekatkan
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
hatinya. Ia tahu Sindangsari senang mendengarkan suara serulingnya, karena itu,
maka setiap kali ia pergi ke rumah Sindangsari sebelum ia turun ke sawah karena
pipinya yang masih biru, selalu dibawanya serulingnya.
Ternyata hati Sindangsaripun telah terbuka pula untuknya.
Kekasaran Manguri justru telah mendesaknya semakin dekat kepada Pamot yang jauh
lebih sederhana dari Manguri sendiri.
Betapapun hal itu dirahasiakan, namun lambai laun
peristiwa yang terjadi atas Sindangsari itupun telah merambat dari
telinga ke telinga. Kawan-kawannya mulai membicarakannya pula. Bahkan satu dua diantara mereka mulai berhati-hati
menghadapi Manguri. Mereka tidak mau menjadi sasaran kekecewaan anak muda itu,
karena ia gagal mendapatkan Sindangsari.
Hal itulah yang membuat Manguri semakin sakit hati.
Hubungan antara Pamot dan Sindangsari yang semakin rapat, dan gadis-gadis yang
mulai menjauhinya. "Pamot memang tidak jera" ia menggeram "usahaku yang
pertama untuk mendapatkan Sindangsari dengan cara apapun adalah menjauhkan Pamot
daripadanya" Tetapi Manguri tidak lagi ingin mempergunakan Lamat.
Meskipun menurut penilaian Manguri, Lamat tidak gagal sama sekali namun Pamot
berhasil melawannya dan melepaskan diri. Kini ia akan mempergunakan tenaga yang
meyakinkan. Pamot harus benar-benar jera.
Dengan demikian, maka Manguri telah mempergunakan
kekayaannya untuk memuaskan hatinya, seperti yang
dikatakannya. Ia dapat menyewa berapa orang saja yang dikehendakinya.
Untuk membuat Pamot jera, Manguri telah memanggil lima orang
yang dianggapnya akan dapat menyelesaikan masalahnya. Mereka harus menangkap Pamot, dan membawanya kelumbung di belakang rumah. Manguri sendiri
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
yang akan memaksanya untuk berjanji, bahwa Pamot tidak akan berhubungan lagi
dengan Sindangsari. "Tetapi hati-hatilah menghadapi anak itu" berkata Manguri
"aku sendiri tidak berhasil mengalahkannya. Bahwa ia dapat melepaskan diri dari
tangan Lamat. Mungkin benar kata Pamot, bahwa Lamat tidak berkelahi dengan
otaknya, ia hanya berkelahi dengan tenaganya saja"
Kelima orang yang telah disewa oleh Manguri itu
mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Sekarang bertanyalah kepada Lamat, apa yang perlu
kalian ketahui tentang Pamot.
Maka Lamatpun kemudian dipanggil oleh Manguri. Ia harus menjawab berbagai macam
pertanyaan tentang Pamot. Dan Lamatpun berusaha menjawabnya, meskipun ia harus
berhati-hati. Tetapi kesan kedunguan di wajahnya, sama sekali tidak menumbuhkan
prasangka apapun apabila ia kadang-kadang menemui kesulitan untuk menjawab
pertanyaan salah seorang dari kelima orang yang telah disewa oleh Manguri itu.
"Nah" berkata Manguri kemudian "kalian sudah mendapat gambaran tentang Pamot.
Kini Pamot telah melakukan
kerjanya sehari-hari seperti sediakala. Di malam hari kalian akan mendapat
kesempatan sebaik-baiknya. Hampir setiap malam Pamot pergi ke gubugnya di tengah
sawah ayahnya. Kalian dapat menemuinya di tengah sawah ayahnya. Kalian dapat menemuinya di
sana. Jangan menunggu terlampau
lama. Besok malam kalian sudah dapat melakukan pekerjaana itu. Ingat, jangan
gagal seperti Lamat yang dungu ini. Malam nanti akurkan melihatnya, apakah ia
berada di gubugnya bersama Lamat"
Kelimanya mengangguk-anggukkan kepala. Pamot, betapapun kuatnya, bagi kelima orang itu sama sekali tidak akan menjadi beban
yang terlampau berat. Seorang demi seorang mereka tidak gentar melawan anak muda
yang kuat Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
itu. Namun untuk menangkapnya dan membawanya ke
Lumbung di belakang rumah, memang diperlukan beberapa orang kawan.
"Sekarang kalian boleh pergi" berkata Manguri "besok siang kalian kembali lagi
kemari sebelum di malam harinya kalian harus melakukan pekerjaan itu. Awas,
kalau kalian gagal, maka tidak sekeping uangpun aku berikan kepada kalian"
"Jangan takut. Apalagi seekor tikus, seekor serigalapun tidak akan lepas dari
tanganku" Sepeninggal orang-orang itu, maka Manguripun berkata
kepada Lamat "Nanti malam kau pergi bersama aku melihat apakah Pamot masih dalam
kebiasaannya, pergi ke gubugnya.
Sekarang pergilah. Kau terlampau bodoh untuk mengerti persoalanku,
sehingga karena itu aku terpaksa mempergunakan orang lain"
Lamat tidak menjawab. Wajahnya yang tampak bengis
namun terlalu bodoh itu tertunduk dalam-dalam. Perlahan-lahan ia meninggalkan
Manguri kembali ke pekerjaannya.
Namun dalam pada itu, sesuatu bergolak di dadanya.
Meskipun ia berusaha untuk tidak menghiraukannya, tetapi setiap kali jantungnya
serasa dituntut oleh suatu keharusan untuk berbuat sesuatu.
Ia sudah terlalu biasa dipergunakan oleh keluarga Manguri untuk menakut-nakuti
orang yang lambat membayar hutang.
Bahkan kadang-kadang dengan sedikit kekerasan. Tetapi kali ini ia tidak dapat
Pendekar Pedang Dari Bu Tong 6 Neraka Hitam Seri Bara Maharani Karya Khu Lung Tujuh Pedang Tiga Ruyung 10
^