Pencarian

Matahari Esok Pagi 9

Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja Bagian 9


"Setan betina itu benar-benar telah menyiksaku" desisnya.
Sambil bersungut-sungut Ki Reksatani menyelusuri jalan padukuhan "Gila" ia
mengumpat "kenapa aku tidak membawa kuda?" sejenak ia ragu-ragu "Apakah aku akan
kembali mengambil kuda siapa saja yang dapat aku pinjam?"
Tetapi niatnya itupun diurungkannya "Besok aku harus
mengembalikannya. Lebih baik tidak usah"
Maka Ki Reksatanipun mempercepat langkahnya untuk
menghilangkan dingin malam. Sambil bersilang tangan di dadanya ia berjalan
diatas jalan berbatu-batu.
Tetapi ketika langkahnya sampai ke simpang tiga di dalam padukuhan Gemulung itu
ia tertegun sejenak. Dipandanginya lorong yang bercabang di hadapannya.
Ki Reksatani menarik nafas dalam-dalam. Ditengadahkannya wajahnya ke langit. Dilihatnya bintang-bintang yang bertaburan
memenuhi udara berkeredipan tidak henti-hentinya. Ketika ia memandang ke
Selatan, dilihatnya bintang gubug penceng masih condong ke timur.
"Belum tengah malam" desisnya.
Dan tiba-tiba saja Ki Reksatani mengerutkan keningnya.
Dipandanginya lorong yang menusuk gelapnya malam di
hadapannya. Ia menjadi ragu-ragu sejenak. Namun kemudian dengan tergesa-gesa ia
mengayunkan kakinya. Ia memilih jalan simpang yang sebelah kanan. Dan jalan itu
sama sekali bukan jalan pulang.
Dalam pada itu Sindangsari masih saja terbaring di dalam biliknya meskipun
matanya tidak terpejam. Meskipun bukan didorong oleh perasaannya, namun nalarnya
mengharap agar Ki Demang malam itu datang kepadanya. Tamu-tamu sudah
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
tidak terlampau banyak yang harus ditemuinya. Biarlah kakeknya menemui orang-
orang tua itu di serambi rumahnya.
"Kalau ia akan mencekik aku, biarlah sekarang selagi aku masih ada di rumah ini.
Biarlah kakek, nenek dan ibuku mengetahui apa yang sudah terjadi. Kalau mereka
sempat bertanya kepadaku biarlah aku berkata berterus terang sebelum Ki Demang
membunuhku. Meskipun demikian hatinya menjadi berdebar-debar ketika ia mendengar desir
langkah seseorang mendekati pintu
biliknya. Ketika pintu itu berderit, Sindangsari berpaling.
Dalam keremangan lampu minyak yang redup ia melihat
bayangan Ki Demang memasuki bilik itu.
Terasa jantung Sindangsari berdentang semakin keras.
Dadanya serasa menjadi sesak dan nafasnya menjadi semakin cepat mengalir.
Ditatapnya langit-langit rumahnya dengan hati yang
kosong. Bahkan kemudian ia berkata didiam dirinya "Apakah aku hanya akan dapat
menatap langit-langit rumah ini untuk yang terakhir?"
Sejenak kemudian sekali lagi pintu biliknya berderit. Ketika berpaling lagi,
dilihatnya pintu itu sudah tertutup rapat.
Perlahan-lahan Ki Demang melangkah mendekati pembaringannya. Namun setiap langkah, terasa sebagai
sebuah sengatan yang sakit di hati Sindangsari.
Bahkan tiba-tiba tubuhnya menjadi gemetar dan darahnya serasa semakin cepat
mengalir sampai ke ubun-ubunnya.
Meskipun demikian ia mencoba menghentakkan perasaannya oleh pertimbangan nalarnya "Terjadilah kalau akan terjadi sekarang
ini" Sindangsaripun kemudian memejamkan matanya. Tetapi ia berdoa, agar ia diampuni
oleh sumber hidupnya. Bukan karena
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
ia takut dicekik, tetapi agar ia mendapat keringanan apabila api neraka kelak
akan menjilatnya. Sindangsari menahan nafasnya ketika desir langkah Ki
Demang berhenti di sisi pembaringannya. Meskipun ia ingin melihat, apa yang
sedang dilakukan oleh laki-laki itu, tetapi Sindangsari tidak berani membuka
matanya. Sejenak ruangan itu menjadi sepi senyap. Yang terdengar adalah suara nafas Ki
Demang yang memburu. Dengan
tajamnya ia berdiri di samping pembaringan isterinya.
Dipandanginya tubuh Sindangsari yang membujur menelentang sambil memejamkan matanya.
Terasa sesuatu telah bergetar di dalam dada laki-laki itu.
Darahnyapun semakin lama menjadi semakin cepat mengalir.
Sindangsari adalah seorang gadis yang cantik. Kulitnya yang kuning langsat,
disaput oleh cahaya lampu minyak yang kemerah-merahan, membuatnya seakan-akan
membara. Ki Demang menarik nafas dalam-dalam. Seperti patung ia berdiri tegak di samping
pembaringan Sindangsari. Ketika hatinya serasa akan meledak, maka perlahan-lahan ia membungkukkan
badannya. Disentuhnya tangan gadis itu perlahan-lahan dengan tangannya yang
kasar. Sindangsari merasakan sentuhan itu. Tiba-tiba saja terasa seluruh tubuhnya
meremang. Hampir saja ia meloncat dan berlari meninggalkan bilik itu. Untunglah
bahwa ia masih berhasil menguasai dirinya. Namun dengan demikian matanyapun menjadi semakin terpejam.
Tetapi alangkah kagetnya, ketika tiba-tiba ia mendengar Ki Demang
menghentakkan kakinya sambil menggeram, sehingga tanpa sesadarnya Sindangsari membuka matanya. Ia melihat Ki Demang itu
memutar tubuhnya sambil meremas jari-jari tangannya sendiri.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Sepercik keheranan melonjak di dada Sindangsari. Ia tidak mengerti perasaan
apakah yang membersit di hati Ki Demang.
Namun kemudian ia melihat Ki Demang melangkah menjauhinya. Dengan desah nafas yang panjang laki-laki itu membanting dirinya
pada sebuah dingklik kayu di sudut ruangan.
Dada Sindangsari menjadi berdebar-debar. Bahkan rasa-
rasanya seluruh tulang-tulangnya telah dilolosi.
"Apakah Ki Demang sudah mengetahui, bahwa aku bukan
perawan lagi?" pertanyaan itu membelit hatinya semakin kuat.
"Tentu bukan karena itu" ia membantah "ia belum berbuat apa-apa. Ia baru berdiri
saja di samping pembaringan ini"
Namun ia membantah sendiri "Tetapi mungkin pengawas
pengawasnya telah melihatnya"
Kini tubuh Sindangsari benar-benar telah menggigil.
Meskipun demikian ia masih mencoba membela diri terhadap dirinya sendiri "Tetapi
sikap Ki Demang ini begitu tiba-tiba.
Kalau ia sudah mengetahui sebelumnya, maka sikapnyapun tidak akan sebaik kemarin
dan kemarin dulu. Ia mungkin akan membatalkan perkawinan ini sambil menjatuhkan
hukuman yang paling berat kepadaku dan kepada Pamot"
Selagi goncangan-goncangan perasaan itu mengamuk di
dadanya, Sindangsari mendengar Ki Demang beberapa kali mengeluh sambil
menundukkan kepalanya. Bahkan kemudian iapun berdiri dengan tergesa-gesa. Dengan
langkah yang panjang ia tiba-tiba saja meninggalkan Sindangsari di dalam bilik
itu sendiri. Heran, cemas, takut dan berbagai perasaan berkecamuk di dalam dada Sindangsari.
Bahkan tanpa sesadarnya ia bangkit dan duduk ditepi pembaringannya.
"Apakah yang telah mendorong Ki Demang meninggalkan
bilik ini?" ia bertanya kepada diri sendiri "apakah aku
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
dianggapnya kurang sopan karena aku tidak menyapanya"
Atau barangkali aku dianggap telah menghinanya" Atau, atau
.." tetapi Sindangsari tidak dapat memilih manakah yang paling mendekati
kebenaran. Ki Demang yang meninggalkan bilik Sindangsari itupun
segera melangkah keluar. Tanpa berpaling ia turun ke
halaman dan berjalan ke dalam gelap malam. Di bawah
sebatang pohon mlandingan ia berhenti Sambil menggeretakkan giginya ia mengusap dadanya, seolah-olah hendak menenangkan
jantungnya yang sedang bergelora.
Kakek Sindangsari yang melihat Ki Demang itu berjalan dengan tergesa-gesa
menjadi terkejut karenanya. Ia tahu bahwa Ki Demang memasuki bilik cucunya.
Karena itu, tumbuhlah berbagai macam pertanyaan di kepalanya. Bahkan kemudian ia berkata
kepada dirinya sendiri di dalam hati
"Bukan salah gadis itu kalau ia menolak. Sejak semula ia sudah menyatakan
sikapnya" Namun sejenak kemudian ia melihat Ki Demang berjalan
perlahan-lahan mendekati serambi depan yang selama
berlangsung peralatan dindingnya telah dibuka. Perlahan-lahan ia naik dan sambil
menarik nafas dalam-dalam ia ikut serta duduk diantara orang tua-tua.
"He Ki Demang" bertanya kakek Sindangsari "dari manakah Ki Demang ini tadi?"
Ki Demang tidak menjawab. Dipaksakannya bibirnya untuk tersenyum "Dari halaman
kek" jawabnya. Kakek Sindangsari mengerutkan keningnya. Tetapi iapun kemudian tersenyum pula
"Dari kegelapan?"
"Ki Demang mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Apakah Ki Demang tidak beristirahat saja dahulu" Mungkin Ki Demang sudah
terlampau lelah. Apalagi Ki Demang akan tidak sempat tidur dalam tiga malam
mendatang. Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Terima kasih kek. Aku terlampau biasa tidak tidur Dalam keadaan yang wajar
sekalipun, tanpa peralatan, aku juga hampir tidak pernah tidur nyenyak. Aku
selalu meronda berkeliling Kademangan dengan Ki Jagabaya, atau dengan anak-anak
yang sedang bertugas di Kademangan"
Kakek Sindangsari mengangguk-anggukkan kepalanya. Ia
menjadi heran bahwa Ki Demang malam itu lebih senang
duduk bersama orang-orang tua daripada berada di dalam bilik isterinya yang baru
saja melangsungkan perkawinannya itu.
Sindangsari yang duduk di pinggir pembaringannya masih saja diamuk oleh berbagai
macam perasaan. Kebingungan yang sangat telah melanda dinding hatinya, sehingga
tanpa disadarinya, air matanya telah membayang dipelupuk
matanya. Apa yang dialaminya ini sama sekali jauh berbeda dari ceritera neneknya tentang
seorang pengantin baru. Apalagi apabila pengantin laki-laki bukan lagi seorang
jejaka, tetapi seorang duda seperti Ki Demang yang sudah terlampau sering kawin.
"Mungkin aku adalah seorang pengantin yang paling
malang" desis Sindangsari sambil mengusap air matanya.
Bahkan kemudian ia berjanji kepada dirinya sendiri, bahwa apabila Ki Demang
nanti masuk kembali ke dalam bilik ini ia akan bersikap baik, Ia akan menyapanya
sebagai seorang isteri terhadap suaminya.
Tetapi Ki Demang tidak masuk ke dalam bilik itu kembali.
Betapa ia menunggu dengan hati yang berdebar-debar,
namun sampai terdengar kokok ayam jantan untuk yang
terakhir kalinya, tidak seorangpun yang menyentuh daun pintu biliknya.
Ketika sinar matahari pagi mulai membayang diatas atap rumahnya, Sindangsari
yakin, bahwa Ki Demang tidak akan
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
datang lagi sampai saatnya ia diboyong ke Kademangan sore nanti.
Dengan hati yang kesal, bingung dan tidak berketentuan Sindangsari keluar dari
biliknya, langsung pergi ke pakiwan untuk mencuci mukanya. Namun bagaimanapun
juga, ibunya dapat mengetahuinya bahwa puterinya itu menangis semalam.
Hati Nyai Wiratapapun terasa seolah-olah tersayat. Hati seorang ibu yang
mengetahui penderitaan batin puterinya, tetapi ia tidak dapat berbuat apa-apa.
Ketika Sindangsari melangkah kembali ke dalam biliknya, ia berpapasan Ki Demang
di muka pintu. Tetapi ketika ia
berhasrat untuk menegurnya, mulutnya menjadi seakan akan terbungkam.
Ia menjadi bingung ketika justru Ki Demang yang bertanya kepadanya "Apakah kau
semalam dapat tidur Sari?"
Sindangsari menggelengkan kepalanya "Tidak"
"Kenapa?" Sindangsari tidak dapat menjawab. Hanya kepalanya
sajalah yang tertunduk dalam-dalam.
"Di Kademangan malam-malam yang sibuk akan terulang
lagi. Kau harus berusaha beristirahat sebelum malam nanti dan dua malam
berikutnya, kita harus menemui tamu-tamu yang akan datang bergantian"
Sindangsari menganggukkan kepalanya.
"Beristirahatlah dan tidurlah siang ini kalau mungkin"
berkata Ki Demang. Sekali lagi Sindangsari menganggukkan kepalanya. Ki
Demangpun kemudian melangkah pergi.
Beberapa saat kemudian Sindangsari berpaling. Tetapi Ki Demang sudah tidak
tampak. Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Dalam pembicaraan-pembicaraan singkat, ternyata Ki
Demang bukanlah orang yang menakutkan seperti yang
dibayangkannya. Ia sama sekali bukan orang yang rakus sedang kelaparan. Kata-
katanya cukup sopan dan matang, sebagai seorang yang telah tidak muda lagi.
Bahkan kadang-kadang seperti kata-kata seorang ayah kepada anaknya.
Tetapi Sindangsari tetap tidak mengerti, dengan orang macam apakah ia sedang
berhadapan. Bagaimanapun juga
yang ada di dalam hatinya hanyalah kecemasan, kebingungan dan penyesalan.
Tetapi malam terakhir ia tinggal di rumah itu sudah
lampau. Nanti malam ia sudah tidak akan berada di rumah itu lagi. Nanti malam ia
harus mengulangi upacara-upacara perkawinan yang melelahkan. Tamu-tamu akan
berdatangan untuk mengucapkan selamat kepadanya dan kepada suaminya. Ki Demang di Kepandak.
Dalam kesibukan itu, suaminya pasti tidak akan sempat beranjak dari pendapa
Kademangan yang besar. Tamu-tamunya pasti jauh labih banyak dari tamu-tamu yang


Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

datang di rumahnya selama tiga hari tiga malam.
Terbayang di dalam angan-angannya bahwa ia pasti akan merasa kesepian. Tidak ada
ibunya kakek dan neneknya di rumah yang besar itu. Tetapi yang membuatnya
terlampau cemas adalah keadaan dirinya sendiri. Tiga malam ia pasti akan disiksa
oleh kegelisahan yang pahit. Kalau hal itu terjadi di malam berikutnya, selagi
Ki Demang sedang lelah dan kesal, maka ia tidak dapat membayangkan apa yang
terjadi atas dirinya. Jika Ki Demang kemudian mengetahui bahwa ia bukan lagi
seorang gadis seperti yang dibayangkan oleh Ki Demang di Kepandak itu. Sedangkan
apabila terjadi sesuatu atas dirinya, ia tidak lagi berada di rumahnya.
Tetapi Sindangsari tidak dapat berbuat lain. Ia hanya dapat duduk sambil
merenung di dalam biliknya.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Suasana rumah itu semakin lama menjadi semakin ramai.
Persiapan untuk upacara boyong penganten sudah mulai
dipersiapkan. Para tetangga telah mulai berdatangan pula untuk membantu menyiapkan makan mereka yang nanti sore akan
ikut serta mengantarkan penganten ke Kademangan.
Semakin siang rumah itu menjadi semakin sibuk, meskipun tidak sesibuk dua tiga
hari yang lampau. Namun dengan demikian hati Sindangsari menjadi semakin
gelisah. Ki Demang sendiripun tampaknya menjadi gelisah pula.
Ketika ia melihat Ki Reksatani datang maka segera ia bertanya
"Bagaimana persiapan-persiapan yang ada di Kademangan?"
"Semuanya sudah beres kakang. Semuanya berlangsung
dengan baik seperti rencana kakang Demang semula"
Ki Demang mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Dimana Ki Jagabaya sekarang?"
"Di Kademangan. Ia harus memimpin segala persiapan"
"Tetapi apakah ia tidak akan kemari?"
"Tentu kakang. Ia akan ikut mengiring kakang nanti sore dari rumah ini kembali
ke Kademangan" "Ki Demang mengangguk-anggukkan kepalanya "Bagus.
Aku berterima kasih kepadamu, kepada Ki Jagabaya dan
kepada semua perabot yang lain.
Ki Reksatani tidak menyahut Tetapi dengan lesu iapun
kemudian duduk diatas tikar yang sudah terentang.
"Aku lesu sekali"
Ki Demang tidak menyahut, Itu adalah wajar sekali setelah beberapa malam Ki
Reksatani itu selalu sibuk. Bahkan disiang haripun kadang-kadang ia ikut sibuk
mempersiapkan segala sesuatunya untuk keperluan malam berikutnya.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Apakah kau akan tidur dahulu?" bertanya Ki Demang
kepada adiknya. Ki Reksatani ragu-ragu sejenak. Tetapi ia menggelengkan kepalanya "Terima kasih
kakang. Aku akan duduk-duduk saja Aku sudah tidur meskipun hanya sekejap"
Ki Demang mengangguk-anggukkan kepalanya "Terserahlah kepadamu. Kalau kau mau makan, makanlah.
Disini banyak makanan yang tersedia untukmu"
"Baiklah kakang. Nanti aku akan ke dapur. Barangkali aku masih menemukan jeroan
ayam" Ki Demang tersenyum. Lalu ditinggalkannya adiknya duduk bersandar tiang sambil
menyilangkan tangannya di dadanya.
Sejenak matanya menjadi terpejam oleh kantuk yang tidak tertahankan lagi.
Sementara itu, di rumah Manguri, anak muda itu duduk di hadapan ibunya yang
gelisah. Sambil mempermainkan ujung jarinya anak muda itu bertanya "Tetapi
bukankah ibu sudah mengatakan kepadanya?"
"Manguri" sahut ibunya "kau telah menyiksaku"
"Tidak ibu. Itu adalah permintaan wajar dari seorang anak.
Bukankah laki-laki itu datang semalam"
"Darimana kau tahu?"
"Aku mendengar suara ketukan pada dinding luar bilik ibu, lima kali berturut-
turut. Semalam agaknya laki-laki itu harus mengulang tiga kali karena ibu tidak
segera terbangun" "Gila, gila kau Manguri"
"Aku sama sekali tidak sengaja ibu. Bukan salahku kalau aku dapat mendengarnya.
Ayah menyuruh aku melatih
inderaku. Pendengaran, peraba pencium dan yang lain-lain"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Tetapi, kau sudah menyiksaku. Kau membuat hatiku sakit Manguri" suara ibunya
menurun "aku tidak dapat menolaknya.
Semua sudah terjadi bertahun-tahun"
"Aku tidak mempersoalkan itu lagi ibu. Aku sudah tahu bahwa itu sudah terjadi
sejak bertahun-tahun seperti ayahpun bukan seorang laki-laki yang jujur. Dan
itupun sudah terjadi bertahun-tahun. Aku juga bukan anak muda yang baik sejak
aku meningkat remaja" Manguri berhenti sejenak lalu "tetapi bukan itu yang aku
persoalkan. Aku adalah putera ibu yang ibu lahirkan. Itu pasti. Aku tidak dapat
mengatakan bahwa ibuku adalah orang lain. Berbeda tentang ayah"
"Manguri" ibunya membentak keras-keras.
Manguri menarik nafas dalam-dalam "Maaf ibu. Sekali lagi aku katakan, bahwa aku
tidak mempersoalkan itu lagi" ia berhenti sejenak, lalu "yang akan aku sampaikan
kepada ibu adalah permintaan seorang anak. Aku datang kepada ibu sebagai seorang
anak yang datang kepada orang tuanya. Ibu, seperti anak kecil yang melihat buah
yang masak di cabang sebatang pohon. Aku tahu. ibu mempunyai galah. Aku tidak
mempersoalkan lagi darimana ibu mendapatkan galah itu Tetapi aku adalah anak-
anak yang merengek kepada ibu
minta agar ibu mengambil buah itu untukku"
Ibunya menarik nafas dalam-dalam. Dipandanginya wajah Manguri sejenak, lalu
"Kenapa kau masih saja mengganggu ketenteramanku Manguri. Aku sudah menjadi
semakin tua. Aku ingin hidup tenteram. Tanpa persoalan-persoalan yang tidak dapat aku
pecahkan seperti yang kau berikan itu"
"Tetapi kepada siapa aku harus mengajukan segala
kesulitanku kalau tidak kepada ibu dan ayah. Agaknya dalam hal ini ayah sudah
tidak mempunyai jalan lagi, Sedang jalan yang ada pada ibu masih dapat dicoba"
"Tidak Manguri. Aku tidak dapat. Dan aku tidak akan
bertemu lagi dengan laki-laki itu"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Bukankah ia baru datang mengunjungi ibu?" tiba-tiba
suara Manguri merendah "darimana ia tahu kalau ayah pergi.
Bukankah orang itu sekarang lagi sibuk?"
"Gila. Gila kau Manguri" Mata ibunya mulai basah "kau adalah anak yang paling
durhaka terhadap ibunya. Kau tahu kelemahan
yang ada padaku. Dan kau telah mempergunakannya untuk memaksakan kehendakmu"
"Tidak ibu. Tidak. Ibu selalu salah sangka. Karena ibu merasa bersalah, maka
setiap persoalan yang sebenarnya tidak ada sangkut pautnya dengan masalah itu,
selalu saja ibu hubungkan dengan kesalahan ibu itu"
Ibunya mengerutkan keningnya, dan mengusap air setitik dipelupuknya.
"Sudah aku katakan. Aku tidak mempersoalkan hubungan itu.
Tetapi apakah aku tidak dapat minta kepada ibu sesuatu yang ibu mungkin dapat
melakukannya?" Ibunya menarik nafas dalam-dalam. Dan kemudian ia
menjawab lambat "Manguri, sebenarnya akupun sudah
mengatakannya. "Nah "Manguri mengangkat wajahnya sambil tersenyum
"bukankah ibu melihat kemungkinan itu pula"
"Ibunya menganggukkan kepalanya.
"Apa katanya?" "Sulit Manguri. Untuk saat-saat ini pasti tidak akan ada jalan untuk memisahkan
keduanya. Kali ini Ki Demang
agaknya berhasrat untuk beristeri sungguh-sungguh"
Manguri mengerutkan keningnya "Lalu apa nasehatnya?"
"Tidak ada yang dapat dikatakannya. Tetapi ia sendiri berhasrat pula untuk
memecah perkawinan itu pada suatu saat"
"Pada suatu saat. Kapan saat itu datang?"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Aku tidak tahu Manguri"
"O" Manguri memegang keningnya "saat itu akan datang
kelak apabila aku sudah ubanan. Apabila aku sudah tidak dapat lagi berbuat apa-
apa. Bahkan kelak itu adalah waktu yang labih dari setiap batasan tertentu"
"Siapapun tidak akan dapat berbuat dengan tergesa-gesa.
Semuanya harus diatur sebaik-baiknya.
Manguri tidak segera menjawab. Perlahan-lahan ia berdiri dan berjalan mondar
mandir di hadapan ibunya.
"Aku tidak dapat menunggu lagi"
"Itu tidak mungkin. Kalau kau memang benar-benar tidak dapat melepaskan niatmu
untuk mendapatkannya, maka kau harus memperhitungkan setiap kemungkinan. Setiap
langkah harus kau pikir masak-masak. Bukankah kau pernah
terperosok ke dalam kesulitan karena kau berhubungan
dengan Suro Sapi" Itu adalah suatu contoh bahwa ketergesa-gesaan itu tidak akan
menguntungkan" Manguri mengangguk-anggukkan kepalanya. Tetapi kemudian sambil menegangkan lehernya ia berkata "Tetapi masalahnya bukan masalah
yang dapat ditunda-tunda ibu.
Kalau aku berselisih tentang tanah, tentang pategalan atau tentang ternak
sekalipun, aku tidak akan demikian tergesa-gesa. Tetapi masalahnya adalah
masalah seorang gadis"
"Manguri" berkata ibunya "Sindangsari sudah menjadi isteri Ki Demang. Apakah kau
masih juga berbicara tentang seorang gadis?"
Wajah Manguri menjadi merah. Tetapi kemudian ia
menjawab "Aku mencintainya ibu. Kali ini berbeda dengan perempuan-perempuan yang
pernah aku sebut namanya.
Semakin jauh Sindangsari daripadaku, aku menjadi semakin merasa kehilangan
meskipun aku belum pernah memilikinya"
"Apakah kau benar-benar jatuh cinta?"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Manguri mengangguk "Perasaanku lain dari yang pernah
tumbuh di hatiku terhadap gadis-gadis yang lain. Karena itu, meskipun
Sindangsari bukan lagi seorang gadis, aku akan tetap berusaha untuk
mengambilnya" "Kau benar-benar menjadi gila. Tetapi jangan tergesa-gesa"
Manguri menganggukkan kepalanya. Sekali ia menarik
nafas dalam-dalam, kemudian katanya "Baiklah ibu. Aku percaya bahwa ibu akan
dapat menolong aku. Aku tidak
mempersoalkan cara yang dapat ibu tempuh"
Ibunya tidak menyahut. Tetapi iapun merasa kasihan
melihat anaknya yang seakan-akan kehilangan segenap gairah masa mendatang.
Bagaimanapun juga Manguri adalah
anaknya. Anak yang dilahirkannya setelah dikandungnya sembilan bulan.
"Mudah-mudahan dari hari kehari ia akan melupakannya"
gumam ibunya sepeninggal Manguri "itu adalah penyelesaian yang paling baik.
Mengambil gadis itu dari Ki Demang adalah pekerjaan yang sulit sekali, kecuali
kalau dalam sebulan atau dua bulan anak itu tidak diperlukan lagi, dan dicerai
oleh Ki Demang seperti isteri-isterinya yang lain"
Ibu Manguri itu mengerutkan keningnya ketika terngiang kata-kata laki-laki yang
datang kepadanya itu "Sindangsari tidak boleh melahirkan anak"
Tetapi Nyai Sukerta, ibu Manguri itu mencibirkan bibirnya
"Kalau ia melahirkan anak sekalipun, bukan anakkulah yang akan dirugikannya"
Dan tiba-tiba saja melonjaklah sifat wanitanya "Persetan dengan isterinya.
Mudah-mudahan Sindangsari mempunyai banyak anak, sehingga perempuan itu tidak
memberi kesempatan orang lain menguasai jabatan Demang di
Kepandak" Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Nyai Sukerta kemudian bangkit berdiri. Tetapi ia masih bergumam "Aku tidak
peduli apapun yang akan terjadi. Tetapi aku berharap mudah-mudahan Manguri dapat
melupakannya, meskipun aku harus menukarnya dengan sepuluh gadis
sekalipun" Sementara ibu Manguri dibingungkan oleh anaknya laki-laki dan Kademangan
Kepandak mulai riuh dengan persiapan
untuk menerima sepasang Penganten dari Gemulung yang
akan datang sore hari, maka seorang Perwira yang sudah agak lanjut usianya,
sedang mencari-cari seseorang diantara anak-anak muda yang datang dari beberapa
daerah Kademangan di sekitar kota Kerajaan Mataram.
"Dimana anak-anak dari Kepandak di tempatkan?" bertanya perwira itu kepada
bawahannya yang bertugas mengurusi anak-anak muda yang akan mendapat
latihan-latihan keprajuritan. "Di sana Tuan. Mereka di tempatkan digandok rumah Ki
Derpanala. Di sana ada tiga kesatuan. Satu diantaranya dari Kepandak"
Perwira itu mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Apakah tuan memerlukan seseorang?" Perwira itu
menganggukkan kepalanya. "Apakah aku dapat memanggilnya?"
"Aku akan datang sendiri ke tempat itu?" Perwira itupun kemudian pergi ke rumah
Ki Derpanala untuk mencari tempat penampungan anak-anak muda dari Kepandak.
"Aku mencari anak Gemulung. Namanya Pamot" berkata
perwira itu. Sejenak kemudian maka Punta, tetua anak Gemulung telah membawa Pamot menghadap
perwira yang mencarinya. Dengan hati yang berdebar-debar mereka, selangkah demi selangkah mendekati
perwira yang masih berdiri di halaman
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
bersama perwira yang mendapat tugas memimpin katiga
pasukan anak-anak muda dari tiga Kademangan itu.
"Tuan memanggil kami?" bertanya Punta.
"Apakah kau bernama Pamot?"
"Bukan aku tuan. Tetapi kawanku ini. Aku adalah tetua anak muda Gemulung.
Barangkali tuan memerlukan kami
berdua" Perwira itu mengerutkan keningnya. Kemudian katanya
"Terima kasih. Tetapi ini adalah persoalan pribadi. Aku hanya memerlukan Pamot"
"O" Punta menganggukkan kepalanya "apakah aku
diperkenankan kembali ke tempat kami?"
"Ya. Terima kasih"
Puntapun kemudian meninggalkan Pamot sendiri dengan
termangu-mangu. Ia sama sekali belum pernah melihat
perwira itu, apalagi mengenalnya.
"Aku memerlukannya sebentar" berkata perwira yang
sudah agak lanjut usia itu kepada perwira yang bertanggung jawab atas anak-anak
muda yang berada di halaman itu.
"Silahkan" jawabnya.
Pamotpun kemudian diajak duduk di tangga pendapa
rumah yang besar itu. Dan tanpa membantah, Pamot hanya dapat mengikutinya dan
kemudian duduk dengan kepala
tunduk. "Kau datang dari Gemulung?" bertanya perwira itu.
"Ya tuan" "Panggil aku Ki Dipajaya"


Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ya Ki Dipajaya"
"Aku baru saja mengunjungi bibimu"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Bibi?" Pamot menjadi heran "siapakah yang tuan
maksud?" "Di Gemulung. Bukankah bibimu baru sibuk mengadakan
peralatan pengantin?"
Pamot menjadi bingung. "Aku adalah sahabat pamanmu. Di medan perang aku
selalu bersama-sama. Pamanmu adalah prajuritku yang paling aku percaya"
"Tetapi siapakah paman itu?"
Ki Dipajaya menjadi heran "Coba ingat-ingatlah. Ada
berapa orang pamanmu yang menjadi prajurit Mataram?"
Sejenak Pamot mencoba mengingat-ingat. Namun kemudian ia menggelengkan kepalanya "Tidak seorangpun dari paman-pamanku yang
menjadi prajurit" "Eh, kau masih semuda itu sudah menjadi pelupa. Aku baru saja mengunjungi
bibimu. Bibimulah yang memberitahu
kepadaku, bahwa kau ada disini"
Pamot menjadi semakin bingung.
"Baiklah kalau kau benar-benar sudah pikun. Aku baru
datang mengunjungi bibimu meskipun aku dan beberapa
orang kawan yang lain tidak diundang dalam peralatan
perkawinan puterinya yang diperisteri oleh Ki Demang di Kepandak"
Dada Pamot tiba-tiba berdesir.
"Apakah kau ingat?"
"Tetapi, tetapi" Pamot tergagap "isteri Ki Demang itu bernama Sindangsari"
"Nah, kau akhirnya teringat juga. Ibu Sindangsarilah yang berkata kepadaku,
bahwa seorang kemanakannya ada di
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
dalam kelompok pengawal khusus dari Kepandak yang dibawa ke Mataram dalam
persiapan perlawanan kami ke Barat"
"O" Pamot mengangguk-anggukkan kepalanya. Tetapi
hatinya masih saja bergolak.
"Kenapa ibu Sindangsari itu menyebutku sebagai kemanakannya laki-laki?" pertanyaan itu melonjak-lonjak di dadanya.
"Bibimu berkata kepadaku, bahwa ia menitipkan kau
kepada bekas sahabat-sahabat pamanmu" perwira itu berkata selanjutnya "apakah
kau tahu apa yang sudah dikerjakan oleh pamanmu?"
Pamot yang menjadi semakin bingung itu tiba-tiba saja menggelengkan kepalanya
sambil menjawab "Tidak tuan. Aku tidak tahu yang sudah dikerjakannya"
"Pamanmu adalah prajurit yang luar biasa. Berani, tangguh dan tidak mementingkan
keselamatan sendiri di peperangan"
Pamot mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Tetapi karena itulah maka ia gugur di peperangan"
Pamot masih mengangguk-angguk. Tetapi di dadanyapun
menjadi semakin berdebar-debar.
"Sekarang ternyata kau mengikuti jejaknya. Agaknya
karena Ki Wiratapa sendiri tidak mempunyai anak laki-laki Anaknya hanya seorang.
Perempuan lagi" Pamot masih saja mengangguk-angguk.
"Sayang, ia harus kawin dengan Ki Demang di Kepandak
yang sudah pernah kawin untuk yang kesekian kalinya"
"Kalau tidak salah, keenam kalinya" tanpa sesadarnya
Pamot menyela. "Sayang sekali. Apakah kau, atau orang tuamu tidak diajak berbicara mengenai
perkawinan itu?" Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Kini Pamot benar-benar kebingungan. Tetapi ia berusaha untuk menyesuaikan
dirinya, sehingga jawabnya "Tetapi pembicaraan dengan keluarga yang lain itu
sama sekali tidak menentukan"
"Kenapa" "Kakek, nenek dan ibu Sindangsari sendiri sebenarnya tidak setuju atas
perkawinan itu" "Apakah laki-laki itu pilihan Sindangsari sendiri?"
"Juga bukan tuan" terasa kata-katanya menjadi semakin sendat "tetapi, bukankah
Ki Demang di Kepandak mempunyai kekuasaan"
Ki Dipajaya menarik nafas dalam-dalam.
"Ya, kita memang pernah mendengar bahwa Ki Demang di
Kepandak kakak beradik mempunyai ilmu yang tinggi. Dengan demikian, selain
kekuasaanya sebagai seorang Demang, maka sudah tentu tidak seorangpun yang
berani melawan kehendaknya sebagai orang yang tidak terkalahkan di
Kepandak" Pamot mengangguk-anggukkan kepalanya. Tetapi di dalam hati ia bertanya Apakah
seandainya ada orang yang
mengalahkannya, secara pribadi, hal itu akan dapat menolong Sindangsari?" Namun
kemudian dijawabnya sendiri "Itupun tidak. Ayah Manguri mempunyai apa saja.
Lamat pasti tidak akan dapat dikalahkan oleh Ki Demang. Selain itu uang. Tetapi
Manguri tetap tidak dapat merebut Sindangsari"
"Tetapi bagaimanapun juga, perkawinan itu kini sudah
berlangsung, desis Ki Dipajaya.
"Ya" sahut Painot dengan suara parau. Sekilas terkenang olehnya, peristiwa yang
telah membebani perasaannya sampai saat ini, bahkan mungkin tidak akan terhapus
dari hatinya. Saat-saat ia lupa akan dirinya, sehingga terjadilah perbuatan
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
yang terkutuk itu. Dan kini Sindangsari telah menjadi isteri Ki Demang di
Kepandak. "Apakah yang akan dialami oleh anak itu, apabila Ki
Demang dengan cara apapun dapat mengetahui, bahwa hal itu sudah terjadi" Apakah
mungkin Sindangsari akan dicekik sampai mati?"
Hati Pamotpun kemudian menjadi gelisah karenanya.
Tetapi ia kini tidak akan dapat berbuat apa-apa lagi.
"Seandainya hal itu terjadi, itu adalah karena salahku"
katanya di dalam hati. Pamot terkejut ketika ia mendengar Ki Dipajaya berkata kepadanya "Nah Pamot,
biarlah perkawinan yang sudah terjadi itu berlangsung terus. Mudah-mudahan anak
pamanmu itu menemukan kebahagiaannya" Ki Dipajaya berhenti sejenak, lalu
"sekarang, bagaimana dengan kau" Apakah kau ingin menjadi seorang prajurit
seperti pamanmu, atau kau ingin tetap dalam keadaanmu sekarang, Pasukan sukarela
dari anak-anak muda Kademangan Kepandak di samping anak-anak muda dari
Kademangan-Kademangan yang lain?"
Pamot menjadi bingung mendapat pertanyaan itu. Ia tidak sempat membuat
pertimbangan-pertimbangan yang mapan,
sehingga jawabnya "Tuan, aku menjadi bingung dengan
pertanyaan itu". Ki Dipajaya tersenyum. Katanya kemudian "Tentu, karena kau tidak bersedia
menerima pertanyaan itu. Tetapi jawabnya tidak tergesa-gesa kau ucapkan
sekarang. Kau masih mempunyai waktu. Aku akan tetap berada diantara kelompok-kelompok anak-anak muda
yang akan bertugas sebagai
prajurit-prajurit yang akan melawat ke Barat, karena aku adalah
sebagian dari prajurit-prajurit Mataram yang ditugaskan untuk itu"
Pamot menundukkan kepalanya. Jawabnya lirih "Ya tuan
Aku akan mencoba berpikir untuk beberapa saat"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Baiklah. Tetapi aku berharap bahwa aku dapat membantumu. Tentu saja untuk kebaikanmu. Sebagai seorang prajurit seseorang
memang harus memiliki bekal yang cukup"
Ki Dipajaya berhenti sejenak, lalu "di dalam latihan-latihan yang akan segera
diadakan aku akan segera melihat, apakah kau mempunyai bekal jasmaniah dan
rokhaniah untuk menjadi seorang prajurit apabila kau kehendaki"
"Ya tuan" jawah Pamot
"Tetapi, sebagai sahabat Ki Wiratapa, aku ingin melihat kemampuanmu dalam saat-
saat yang khusus. Untuk tidak
menimbulkan pertanyaan-pertanyaan pada kawan-kawanmu
dan juga anak-anak muda dari Kademangan yang lain,
sebaiknya kita mencari tempat yang lain"
"Maksud tuan?" Perwira itu tersenyum "Sebenarnya aku merasa berhutang budi kepada pamanmu.
Bukan aku saja, tetapi beberapa orang yang saat itu bersama-sama bertempur dalam
suatu arena yang sempit yang merupakan bagian kecil dari seluruh
pertempuran yang terjadi"
Pamot mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Hanya dengan cara itulah aku dapat membalas budi
pamanmu yang telah mendahului kami itu. Selanjutnya apabila kau kehendaki aku
akan berusaha menempatkan kau sebagai seorang prajurit. Sudah tentu melalui
cara-cara yang dimungkinkan, dan dengan syarat-syarat yang dapat kau penuhi"
Pamot tidak dapat menyahut untuk sesaat. Ia belum
mempunyai gambaran yang jelas, apakah yang sebenarnya sudah terjadi atasnya dan
kesempatan yang terbuka baginya.
Pamot mengangkat wajahnya ketika ia merasa punggungnya ditepuk oleh perwira yang bernama Dipajaya
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
itu. Sambil berdiri ia berkata "Kau masih mempunyai
kesempatan berpikir"
"Ya Tuan" jawab Pamot terbata-bata.
"Nah, cobalah mempertimbangkan" Dipajaya berhenti
sejenak lalu "sekarang, aku mempunyai keperluan yang lain.
Kalau pada suatu saat kau mendapat keputusan, katakanlah kepadaku"
"Ya tuan. Sebelumnya aku mengucapkan terima kasih atas perhatian tuan"
Dipajaya tersenyum. Sambil mengangguk-anggukkan kepalanya ia berkata "Kalau kau bersungguh-sungguh, aku melihat kemungkinan-
kemungkinan yang baik buat hari
depanmu" Pamot mengangguk-anggukkan kepalanya. Dan sekali lagi ia hanya dapat berkata
"Terima kasih tuan"
Ketika Dipajaya kemudian meninggalkannya. Pamot tanpa sesadarnya terduduk
kembali di tempatnya. Ia terperanjat ketika seseorang dengan tiba-tiba saja
telah duduk di sampingnya.
"Kau Punta" Punta mengangguk "Siapakah perwira itu?" ia bertanya.
"Ki Dipajaya" "Dimana kau mengenalnya?"
"Aku belum pernah mengenalnya. Baru kali ini aku
melihatnya" "Apa perlunya ia mencari kau?"
"Itulah yang aneh bagiku. Agaknya ia baru saja menghadiri perkawinan
Sindangsari" "O" Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Tetapi itu tidak penting. Yang aneh bagiku, kenapa ibu Sindangsari berkata
kepada Ki Dipajaya, bahwa aku, salah seorang
pengawal khusus dari Kepandak, adalah kemenakannya" "He?" Punta mengerutkan keningnya.
"Aku tidak tahu maksud ibu Sindangsari. Namun dengan
demikian, aku mendapatkan perhatian khusus dari Ki
Dipajaya, karena Ki Wiratapa, ayah Sindangsari adalah kawan Ki Dipajaya di
peperangan ketika pasukan Mataram dan
pasukan dari pantai Utara melakukan serangan pertama
gelombang kedua ditahun yang lalu"
Punta mengangguk-anggukkan kepalanya. Terasa bahwa
sebenarnya Pamot telah berhasil mengadakan hubungan batin dengan keluarga
Sindangsari. Hanya karena kekuasaan Ki Demang sajalah,
maka hubungan antara Pamot dan
Sindangsari itu harus dipisahkan.
"Lalu, apa saja yang dikatakannya?" bertanya Punta pula.
Dengan singkat Pamot mengatakan, tawaran yang sudah
diberikan oleh Ki Dipajaya seandainya, ia ingin memasuki lapangan keprajuritan
seperti ayah Sindangsari.
Punta masih saja mengangguk-anggukkan kepalanya.
Perlahan-lahan ia berkata "Kau mempunyai kesempatan
Pamot. Pikirkanlah baik-baik. Ternyata bahwa hari depan masih menyimpan banyak
kemungkinan. Kegagalan pada satu segi, akan dapat di mbangi dengan kemungkinan
lain yang mungkin lebih baik"
Pamot tidak menjawab. Tetapi kepalanya terangguk-
angguk kecil. Sejenak kemudian maka keduanyapun segera kembali ke
tempat mereka, diantara anak-anak Kepandak yang lain.
Kepada kawan-kawannya Pamot dan Punta hanya mengatakan, bahwa perwira itu adalah seorang yang pernah
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
mengenal keluarga Pamot. Mereka tidak mengatakan tentang ibu Sindangsari dan
tawaran-tawaran yang telah diterimanya.
Namun ketika matahari terbenam di ujung Barat, dan anak-anak muda itu kemudian
telah terbaring di tempat masing-masing diatas tikar yang begitu saja
dibentangkan diatas lantai. Pamot mulai dibayangi oleh berbagai angan-angan
tentang dirinya sendiri. Tentang hari depannya, tentang pesan ibu Sindangsari
kepada Ki Dipajaya dan terkilas pula bayangan Sindangsari yang duduk bersanding
dengan Ki Demang di Kepandak.


Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pamot yang menjadi gelisah itu mencoba untuk menghapus bayangan-bayangan itu.
Sekali ia miring kekanan, kemudian miring kekiri. Bahkan kemudian ia
menelungkupkan tubuhnya sambil menyembunyikan wajahnya diantara tangannya yang
bersilang. Tetapi bayangan itu tidak juga dapat hilang dari kepalanya.
Akhirnya Pamot tidak dapat lari lagi. Ia terpaksa menelusuri dunia yang lain,
yang hanya ada di dalam angan-angannya itu. Sehingga perlahan-lahan ia justru
menelentangkan dirinya sambil menatap langit-langit.
Pada malam itu juga, di Kademangan Kepandak memang
sedang berlangsung upacara ngunduh penganten. Penganten perempuan telah dibawa
oleh suaminya, ke rumahnya.
Penganten perempuan dengan demikian akan terpisah dari keluarganya sendiri,
mengikuti suaminya sebagai seorang isteri. Sebagai seorang yang sepenuhnya akan
mengurusi rumah tangga sendiri.
Ketika iring-iringan penganten mulai bergerak meninggalkan rumah Sindangsari, maka ia tidak dapat
menahan lagi titik-titik air yang mengambang di pelupuknya membasahi pipinya.
Bagaimanapun juga ia mencoba pasrah diri, tetapi terasa hatinya meronta.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Jangan menangis Sari" bisik ibunya "kau adalah orang yang sedang berbahagia
hari ini. Lihatlah, beberapa hari sebelum berlangsung perkawinan ini, berapa
orang yang telah bekerja dengan sibuknya. Berapa ratus orang yang sudah tergerak
untuk mengunjungi peralatan ini, di hari-hari perkawinan dan di hari-hari yang
akan datang di rumah Kademangan. Semuanya itu sekedar menghormati kau.
Menghormati hari-hari bahagiamu"
Sindangsari tidak menjawab. Dengan ujung jarinya ia
mengusap titik air di sudut matanya.
"Senyumlah. Semua tamu akan tersenyum pula"
Sindangsari mengangguk-angguk. Tetapi ia sama sekali
tidak tersenyum. Ketika tanpa sesadarnya ibu Sindangsari memandang
wajah menantunya, tampaklah wajah itupun menjadi suram.
Bukan wajah seorang lalaki yang meskipun dengan cara
apapun, berhasil mengawini seorang perempuan yang
dikehendaki. Akhirnya, dengan luka-luka di dalam hati, Sindangsaripun berjalan di samping Ki
Demang di Kepandak, meninggalkan halaman rumahnya menuju ke Kademangan.
Sorak sorai anak-anak Gemulung yang melihat iring iringan itu serasa air yang
tersiram pada luka di hati. Semakin pedih.
Dalam kesuraman senja, arak-arakan penganten itu
menyelusuri jalan di Gemulung menuju ke Kademangan
Kepandak. Ki Demang sengaja merencanakan iring iringan itu berjalan kaki disenja
hari, sesuai dengan saat yang telah dipilih oleh orang-orang tua. Tetapi juga
suatu cara dari Ki Demang untuk membuat Kadema-ngannya menjadi sangat
meriah. Jalan-jalan yang akan dilewati oleh sepasang penganten itu menjadi ramai
seperti hari-hari merti desa. Bahkan Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
melampaui. Di setiap regol terpasang obor-obor yang besar untuk menerangi jalan.
Di simpang-simpang tiga dan simpang empat. Setiap tikungan dan bahkan hampir di
setiap jengkal. Ikut dalam iring-iringan itu, selain orang-orang tua yang mewakili keluarga dari
kedua belah pihak, ikut pula Ki Reksatani, Ki Jagabaya dan beberapa orang bebahu
Kademangan yang lain. Namun demikian beberapa orang sempat memperhatikan
wajah kedua pengantin yang berjalan perlahan-lahan itu.
Seorang perempuan muda menggamit kawannya sambil
berbisik "He, wajah-wajah kedua pengantin itu begitu suram seperti suramnya
senja ini" "Sudah tentu, Bukankah Sindangsari tidak mencintai Ki Demang di Kepandak. Gadis
itu mencintai kawan se padukuhannya. Kau kenal Pamot bukan?"
Jangan sebut gadis. Ia bukan gadis lagi. Ia sudah bersuami sejak lima hari yang
lalu" "Ah kau" desis kawannya, kemudian "dan sekarang Pamot itu sudah pergi. Ia ikut
bersama anak-anak muda yang lain ke Mataram"
"Ya, aku sudah tahu. Tetapi lihat, wajah Ki Demangpun tampak begitu suram"
"Tentu ia kecewa, isterinya tidak menjadi gembira dalam hari-hari perkawinan"
"Bukankah hal itu sudah diketahuinya"
"Kalian salah nak" terdengar suara perempuan tua yang berdiri di belakang
mereka. Kedua perempuan yang sedang berbincang itu terkejut, sehingga serentak
merekapun berpaling. "Ah bibi" desis perempuan muda itu.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Setiap kali Ki Demang kawin, wajahnya selalu muram. Aku pernah melihat ia kawin
beberapa kali. Seperti kalian, akupun selalu memperhatikan wajahnya. Dan wajah
itu selalu muram" perempuan tua itu berhenti sejenak, lalu "ketika ia kawin untuk yang keempat dan
kelima kalinya, wajah isterinya berseri-seri
seperti anak-anak yang akan mendapat berbahagia, bahwa mereka akan menjadi Nyai Demang di
Kepandak. Tetapi pada saat itu wajah Ki Demangpun
semuram wajahnya kini"
Kedua perempuan yang mendengarkannya mengangguk-
anggukkan kepalanya. Tetapi mereka tidak sempat menjawab, karena iring-iringan
penganten itu sudah lawat sampai orang yang terakhir sehingga orang-orang yang
berdiri di pinggir jalanpun telah mulai bubar, meninggalkan tempatnya, masing-
masing. Hanya beberapa orang anak-anak sajalah yang
mengikuti iring-iringan itu sambil berteriak-teriak.
Demikianlah, maka setelah mereka berjalan beberapa saat, melampaui
beberapa padukuhan, akhirnya merekapun memasuki padukuhan Kepandak. Padukuhan ini tampak lebih meriah dan ramai dari
padukuhan-padukuhan lainnya. Apalagi senja telah disabut oleh gelapnya malam
yang menjadi semakin kelam. Maka cahaya obor yang kemerah-merahan
membuat suasana menjadi semakin hidup.
Bukan saja orang-orang yang akan menyaksikan penganten yang sedang diarak itu
sajalah memenuhi jalan: tetapi orang-orang yang berjualanpun telah berderet
berjajar di sekitar halaman Kademangan.
Di pendapa Kademangan memang sudah dipersiapkan
upacara penyambutan penganten,
yang akan segera diteruskan dengan keramaian dan pertunjukan semalam
suntuk tiga malam berturut-turut Tetapi semuanya itu sama sekali tidak mempengaruhi hati Sindangsari yang gelap.
Disepanjang jalan, ia hanya sempat merenungi dirinya sendiri. Ia tidak melihat
sama sekali, Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
kawan-kawannya melambai-lambaikan tangannya kepadanya.
Dan ia tidak melihat orang-orang tua tersenyum sambil bergumam "Sindangsari
memang gadis yang cantik sekali"
Demikianlah maka upacara yang diselenggarakan di
Kademanganpun sama sekali tidak menggerakkan hatinya. Ia berbuat apa saja yang
harus dilakukan dengan hati yang kosong. Kemudian dengan hati yang kosong pula
ia duduk di tengah-tengah ruang dalam bersanding dengan Ki Demang.
Sejak ia memasuki halaman, kepalanya selalu tertunduk dalam-dalam, sehingga ia
tidak melihat siapa saja yang berada di pendapa menghormati kehadirannya.
Upacara yang berlangsungpun sama sekali tidak menarik perhatiannya. Ia tidak
mendengar jelas kalimat demi kalimat, bagaimana wakil dari orang tuanya
menyerahkannya kepada keluarga suaminya yang diterima oleh seorang yang telah
ubanan dan berkumis putih pula.
Debar dijantungnya menjadi semakin keras berdentang
ketika upacara-upacara semuanya telah lalu. Oleh dua orang perempuan setengah
baya ia digandeng memasuki bilik yang sudah disediakan. Kemudian masuklah
seseorang yang tadi telah meriasnya.
"Kau terlampau lelah nak" katanya "karena itu segeralah beristirahat. Tetapi
sebaiknya kau bertukar pakaian dan melepas pakaian pengantenmu"
Sindangsari tidak menyahut. Seperti golek kayu ia menurut saja apa yang harus
dilakukannya dan diperlakukan atasnya oleh juru riasnya.
Ketika juru riasnya itu sudah selesai melepas perhiasan-perhiasan pengantinnya,
dan kini ia sudah berpakaian yang lebih sederhana, maka perempuan setengah baya
yang membawanya berkata "Nah, sekarang kau boleh beristirahat.
Kau dapat berbuat sesuka hatimu disini ngger. Rumah ini adalah rumahmu.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Dada Sindangsari berdesir mendengar kata-kata itu. Rumah ini adalah rumahnya.
Dan ia dapat berbuat sekehendaknya di rumah ini.
"Nah, kalau kau ingin beristirahat, beristirahatlah. Tetapi kalau kau ingin
melihat tontonan di pendapa, itupun akan lebih baik, karena kau akan segera
berkenalan dengan orang-orang terdekat dari Ki Demang, dan perempuan-perempuan
yang akan menjadi tetanggamu nanti"
Semuanya itu terdengar aneh ditehnga Sindangsari Ia akan berkenalan dengan
perempuan yang dekat dengan Ki
Demang. Mungkin dengan keluarga dan saudara-saudaranya.
Juga dengan perempuan-perempuan yang akan menjadi
tetangganya. Belum lagi ia menemukan ketenangannya, tiba-tiba seorang perempuan masuk sambil
menggendong seorang bayi dan
menggandeng seorang anak laki-laki.
Perempuan-perempuan yang sudah ada di dalam ruangan
itu segera berdiri dan mempersilahkannya dengan hormat.
Tanpa sesadarnya Sindangsaripun berdiri pula dan membungkukkan kepalanya seperti perempuan-perempuan
yang lain. "Ah mBok Ayu" perempuan itu berkata "aku adalah adikmu"
Sindangsari menjadi terheran-heran. Perempuan itu pasti sudah labih tua
daripadanya. Apalagi ia sudah mempunyai beberapa orang anak. Tetapi ia menyebut
dirinya sebagai adiknya. Selagi Sindangsari terheran-heran, perempuan itu tertawa
"Aku memang ingin memperkenalkan diriku. Kita akan segera menjadi keluarga
terdekat. Aku adalah isteri Ki reksatani adik Ki Demang di Kepandak. Bukankah
aku harus menyebut mBok Ayu kepadamu"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Sejenak Sindangsari tidak dapat mengatakan sesuatu.
Dipandanginya Nyai Reksatani itu sejenak,
kemudian perempuan-perempuan lain yang ada di dalam bilik itu.
"Kau adalah mBok Ayuku yang paling cantik yang pernah aku kenal" berkata Nyai
Reksatani kemudian "Aku sudah mengenal lima, dan kini menjadi enam orang isteri
kakang Demang. Tetapi kau adalah isteri yang paling cantik dan muda. Mungkin
karena kau sudah lama hidup di kota,
sehingga kau mempunyai beberapa kelebihan dari perempuan-perempuan desa.
Sindangsari menjadi semakin bingung. Hanya karena
keinginannnya untuk menanggapinya ia mengangguk kecil sambil berkata "Ah, akupun
seorang gadis desa" "He" sahut Nyai Reksatani "kau bukan seorang gadis lagi"
Dada Sindangsari berguncang mendengar jawaban itu.
Tetapi Nyai Reksatani melanjutkan "Kau sekarang menjadi Nyai Demang di Kepandak.
Biasakan dengan sebutan itu Nyai Demang"
Sindangsari tidak segera dapat menyahut. Apalagi ketika ia melihat Nyai
Reksatani itu kemudian tertawa berkepanjangan.
Katanya kemudian "Apakah sebutan itu janggal di telingamu"
Memang mula-mula kau akan merasa janggal. Mungkin kau labih senang disebut Rara
Sindangsari. Tetapi nama itu harus kau simpan. Namamu kemudian adalah Nyai
Demang di Kepandak" Bukan saja Nyai Reksatani yang kemudian tertawa, tetapi kedua perempuan separo
baya itupun tersenyum pula.
"Nah mBok Ayu. Biasakan dengan rumah ini. Rumah ini
memang pernah dihuni oleh lima orang perempuan isteri kakang Demang berganti-
ganti. Aku mengenal mereka
semuanya dengan baik. Tetapi memang tidak seorangpun
yang secantik itu" Nyai Reksatani terdiam sejenak lalu "Namun demikian mereka
adalah perempuan-perempuan yang baik.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Mereka segera kenal dengan seisi rumah ini tanpa malu-malu.
Meskipun kemudian menjadi Nyai Demang di Kepandak, tetapi mereka tetap rendah
hati. Dengan senang hati mereka pergi ke dapur. Membantu para pembantu dan para
tetangga yang sibuk menyiapkan hidangan bagi tamu seperti malam ini Mereka tidak
perlu dilayani secara khusus di dalam bilik seoerti seorang permaisuri. Tiba"
tiba saja dada Sindangsari
bergejolak. Ia tidak mengerti maksud Nyai Reksatani Sekilas memang terasa semua
itu sebagai suatu sindiran.
Kedua perempuan separo baya itu kini sudah tidak
tersenyum lagi. Bahkan juru rias yang masih ada di dalam bilik itupun
mengerutkan keningnya. "Eh, agaknya aku terlampau banyak berbicara" berkata
perempuan yang mendukung anaknya itu "kalau mbok Ayu
memang belum selesai silahkanlah. Aku akan melanjutkan kerjaku" ia berhenti
sejenak, lalu "tidak, akupun tidak berbuat apa-apa. Aku hanya sekedar
mempersilahkan para tamu untuk duduk di pendapa"
Sindangsari masih berdiri seperti patung.
"Selama ini aku tidak sempat ikut kakang Reksatani ke Gemulung. Aku terpaksa
mengurusi rumah ini selama
persiapan hari-hari yang meriah ini.
Sindangsari masih tetap berdiam diri. Bahkan mulutnya kini serasa terbungkam.
Sambil tertawa pendek Nyi Reksatani segera melangkah
keluar. Namun ia masih sempat berkata "Kali ini kakang Demang mendapatkan
seorang isteri yang lain. Isteri yang berasal dari kota. Tetapi barangkali
memang isteri semacam inilah yang dicarinya selama ini. Dan Kademangan ini akan
segera menjadi segar oleh sekuntum bunga yang indah.
Bunga perhiasan" Hati Sindangsari serasa tergores oleh tajamnya sembilu. Ia tidak menyangka bahwa


Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

di hari pertama ia tinggal di rumah
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
suaminya ia telah mengalami perlakuan yang menyakitkan hati.
Tetapi sepeninggal Nyai Reksatani, perempuan yang sudah separo baya itu berkata
lirih "Jangan hiraukan. Aku tidak mengerti kenapa Nyai Reksatani tiba-tiba saja
berubah. Sebenarnya ia adalah perempuan yang baik. Ia tidak pernah bersikap sekasar itu
kepada siapapun juga. Apalagi kepada orang yang baru saja dikenalnya"
Dan perempuan yang lain menyambung "Mengherankan
sekali. Tetapi sebagai seorang perempuan ia mungkin sekali menjadi iri melihat
kau ngger. Bukan maksudku menyindir seperti Nyai Reksatani, tetapi kau memang
cantik sekali. Jauh lebih cantik dari Nyai Reksatani itu sendiri"
"Ah" Sindangsari hanya dapat berdesah.
"Aku berkata sesungguhnya. Bertanyalah kepada juru paes yang sudah beratus kali
merias penganten di Kepandak ini.
Aku yakin bahwa ia belum pernah menjumpai penganten
secantik kau" "Jangan memuji bibi" jawab Sindangsari kemudian "tetapi aku kira sikapku memang
telah memuakkan bagi Nyi Reksatani. Sebaiknya aku memang pergi ke dapur"
"O. tentu tidak. Jangan pergi ke dapur. Itu tidak perlu sama sekali. Bukan hanya
Nyai Reksatani saja yang pernah melayani penganten disini sampai enam kali.
Akupun selalu ada di rumah ini kalau Ki Demang kawin. Bahkan Nyai Reksatani
termasuk orang baru pula di dalam keluarga Ki Demang. Ia termasuk keluarga Ki
Demang setelah ia kawin dengan Ki Reksatani"
"Tetapi, tetapi apakah aku tidak menjadi terlampau manja dengan sikapku sekarang
ini?" "Tidak, tidak. Kau terlampau baik. Percayalah. Bukan
seharusnya kau pergi ke dapur. Kalau kau mau keluar dari
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
dalam bilik ini, pergilah ke pendapa. Kau akan segera mengenal perempuan-
perempuan di sekitarmu"
"Tetapi.." Sindangsari menjadi ragu-ragu.
"Jangan hiraukan Nyai Reksatani. Kaulah yang mempunyai wewenang disini. Kau
dapat berbuat sesuka hatimu. Tidak ada orang lain yang lebih berkuasa daripada
kau disini, selain Ki Demang itu sendiri. Dan Ki Demang itu adalah suamimu.
Sadari ini" Sindangsari mengangguk-anggukkan kepalanya. Beruntunglah ia bahwa di rumah ini ada perempuan yang sudah agak lanjut usia
yang baik hati. "Jadi. Apakah kau akan pergi ke pendapa?" bertanya salah seorang dari mereka.
Tanpa sesadarnya Sindangsari menganggukkan kepalanya.
"Marilah, aku akan mengantarmu. Aku akan berbuat
sesuatu kalau Nyai Reksatani masih saja menyindir-nyindir kau"
Sindangsari mengangguk pula. Karena itu, maka diantar oleh kedua perempuan itu
Sindangsari keluar dari dalam biliknya. Sedang juru paesnya masih membenahi
beberapa macam perhiasan dan pakaian penganten yang baru saja
dilepasnya. Ketika Sindangsari melangkahi pintu pendapa, semua orang berpaling ke arahnya.
Di sebelah kiri beberapa orang laki-laki memandangnya dengan penuh perhatian.
Sekali-sekali mereka berpaling kepada Ki Demang yang duduk diantara mereka.
Kemudian kepada mempelai perempuan itu.
Tetapi sejenak kemudian Sindangsaripun dibawa masuk
kembali. Di pringgitan Sindangsari duduk diantara beberapa orang perempuan. Diantara
mereka terdapat beberapa orang yang
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
masih ada sangkut-paut kekeluargaan dengan Ki Demang, sedang yang lain adalah
isteri para bebahu Kademangan dan beberapa orang tetangga.
Kehadiran Sindangsari mereka sambut dengan riuhnya.
Beberapa orang yang masih termasuk muda. segera
menyapanya dan memperkenalkan diri mendahului orang tua-tua.
"Kami merasa senang sekali bahwa di rumah Kademangan
ini akan segera menjadi segar kembali.
Manguri tidak segera menjawab. Perlahan-lahan ia berdiri dan berjalan mondar-
mandir di hadapan ibunya.
Beberapa saat Kademangan ini terasa sepi, karena tidak ada seseorang yang
mendampingi Ki Demang di Kepandak.
"Sebentar lagi rumah ini pasti akan bercahaya, karena di dalamnya akan tinggal
seorang isteri yang cantik" berkata seseorang.
Kawan-kawannyapun mengangguk-anggukkan kepala mereka sambil menyambung "Ya, tentu. Tentu"
Sindangsari tahu benar, bahwa mereka hanya sekedar
berkelakar. Nadanya agak berlainan dengan nada ucapan Nyai Reksatani. Itulah
sebabnya ia mencoba untuk tersenyum menanggapi kata-kata itu. Namun betapa
hatinya yang pedih menjadi bertambah pedih.
Orang-orang tuapun kemudian menyebut dirinya masing-
masing. Sebagian besar dari mereka adalah orang-orang yang tampaknya baik hati
dan bersikap jujur terhadapnya.
"Mudah-mudahan kau kerasan tinggal di rumah ini" berkata seorang tua yang sudah
tidak bergigi lagi. "Mudah-mudahan"
suara Sindangsari hampir tidak terdengar. Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Aku adalah tetanggamu yang terdekat" orang tua itu
melanjutkan "rumahku adalah rumah di sebelah rumah Ki Demang ini. Memang masih
ada hubungan keluarga meskipun sudah agak jauh. Kalau kau memerlukan sesuatu
panggil ah aku" "Terima kasih" jawab Sindangsari "aku akan selalu minta pertolongan dan
petunjuk" Orang tua itu mengangguk-anggukkan kepalanya. Tampaknya ia masih akan berbicara, namun kemudian
diurungkannya. Dalam pada itu di luar suara gamelan telah menggelagar diantara suara riuh anak-
anak di sekitar pendapa. Mereka menunggu pertunjukan yang akan diselenggarakan
di pendapa. Beberapa orang penari terbaik dari Kademangan kepandak akan
mempertunjukkan beberapa jenis tari-tarian, yang diambil dari lakon Panji
Asmarabangun. Pertunjukan itu tidak akan diselenggarakan di pendapa tetapi justru di halaman,
mengitari lampu obor yang
terpancang pada sebuah ajug-ajug. Halaman rumah Ki
Demang itu semakin malam menjadi semakin riuh. Anak-anak yang berlari-larian
sambil berteriak-teriak tidak henti-hentinya bersimpang-siur silang menyilang.
Para penjual makanan duduk terkantuk-kantuk sambil menunggui dagangan mereka.
Sekali-sekali mereka terkejut oleh anak-anak yang menyodorkan uang mereka untuk membeli beberapa jenis
makanan. Riuhnya anak-anak di halaman. Serasa membuat hati
Sindangsari semakin kisruh. Tetapi diantara perempuan-perempuan yang ada di
pringgitan Sindangsari merasakan sikap-sikap yang baik dan hormat kepadanya,
sebagai seorang isteri Demang. Meskipun Sindangsari tidak tahu, apa yang
tersimpan di hati mereka, namun menilik sikap dan kata-kata mereka, mereka sama
sekali tidak berpura-pura.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Agaknya hanya Nyai Reksatani sajalah yang bersikap lain terhadapku" desis
Sindangsari di dalam hatinya.
Ketika pertunjukan di luar kemudian dimulai, tamu-tamu perempuan di pringgitan
seorang demi seorang mulai
meninggalkan pertemuan. Mereka sebagian adalah orang-
orang yang sehari-harian sudah menunggui rumah Ki Demang dan menyiapkan
peralatan perkawinan itu.
"Kita akan selalu berhubungan di setiap hari" orang tua yang sudah tidak bergigi
itu berkata kepada Sindangsari sambil minta diri.
"Ya, aku mengucapkan diperbanyak terima kasih"
"Jangan malu-malu dan jangan segan. Aku senang sekali mempunyai seorang tetangga
yang cantik sekali" Kemudian ia berbisik "Belum pernah ada seorang perempuan
secantik kau tinggal di rumah ini. Meskipun kelima puteri Ki Demang yang
terdahulu, termasuk perempuan-perempuan yang cantik di Kademangan ini, tetapi
mereka adalah orang-orang desa ini pula.
Sebagian dari mereka menjadi mabuk karena kesempatan mereka menjadi Puteri seorang Demang. Mereka bersikap aneh dan
berlebih-lebihan. Tetapi kau adalah perempuan yang cantik dan luruh"
"Ah" Sindangsari berdesah.
"Umurku menjelang tiga perempat abad. Aku sudah
mengenal banyak sekali orang-orang dengan segala macam wataknya. Pertemuan ini
menunjukkan kepadaku, bahwa kau seorang yang baik meskipun kau mempunyai banyak
kelebihan. Bukankah sudah lama kau tinggal di kota"
Wajah Sindangsari menjadi merah. Tetapi ia berterima
kasih kepada Tuhan, bahwa di dalam kepahitan hidupnya, ia telah dipertemukan
dengan orang-orang tua yang baik. Di rumah ini ia berada jauh dari orang-orang
tuanya. Ibu, kakek dan neneknya yang kadang-kadang masih menganggapnya
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
sebagai seorang gadis kecil. Yang kadang-kadang masih membelai keningnya dan
rambutnya. "Aku harus mendapatkan ganti orang-orang tuaku" katanya di dalam hati.
Maka sejenak kemudian pringgitan itu menjadi semakin
sepi. Mereka yang tidak minta diri untuk pulang ke rumah masing-masing, telah
pergi ke dapur untuk menyiapkan
hidangan bagi para tamu dan para penari.
Akhirnya Sindangsaripun bertanya kepada kedua orang-
orang tua yang mengawaninya "Apakah aku sudah boleh
beristirahat?" "Tentu. Tentu. Kau dapat berbuat sesuka hatimu. Orang-orang lainlah yang harus
menyesuaikan dirinya. Seandainya kau masih menghendaki orang-orang lain duduk di
pringgitan, kau berhak memanggilnya. Bahkan kau dapat menentukan
apa yang harus mereka lakukan di rumah ini"
Sindangsari menarik nafas dalam-dalam. Tetapi ia mempercayai mereka. Tetapi belum lagi Sindangsari meninggalkan tempat itu, Nyai Reksatani tiba-tiba telah masuk ke pringgitan.
Kali ini ia sudah tidak lagi menggendong anaknya.
"Ah lelahnya" ia berdesah sambil duduk di sebelah
Sindangsari yang justru sudah hampir berdiri "berapa hari aku bekerja keras di
rumah ini. Akulah yang seolah-olah menjadi penanggung jawab dari peralatan ini,
atau bahkan seolah-olah akulah yang telah menyelenggarakan peralatan"
Sindangsari tidak menyahut. Dipandanginya wajah kedua orang tua yang
mengawaninya itu sejenak, namun kemudian ia menundukkan kepalanya.
"Malam ini barulah malam yang pertama" desis Nyai
Reksatani kemudian "masih ada dua malam lagi. Oh, tanganku sudah serasa patah"
tiba-tiba ia berpaling kepada Sindangsari
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"mBok Ayu. Semuanya ini sekedar untuk merayakan hari
perkawinanmu. Semua orang yang sibuk tanpa henti hentinya selama beberapa hari
ini semata-mata karena kau"
Sindangsari mengerutkan keningnya. Tetapi ia sama sekali tidak dapat menjawab.
Mulutnya serasa terbungkam dan
hatinya menjadi semakin bergejolak.
"Nyai Reksatani" orang tua yang mengawani Sindangsari itulah yang menyahut
"bukankah sudah sewajarnya demikian"
Aku misalnya, Aku adalah seorang anggauta keluarga besar dari Ki Demang di
Kepandak, meskipun hubungan darah itu sudah jauh. Aku berbuat seperti apa yang
aku lakukan sekarang ini oleh kehendakku sendiri"
Nyai Reksatani mengerutkan keningnya. Katanya "O, tentu.
Tentu. Semuanya melakukannya atas kehendak mereka
masing-masing. Maksudku, agar mBok Ayu itu mengetahui, apa saja yang sudah
dilakukan orang untuknya. Apakah
dengan demikian ia akan dapat menutup mata dan tinggal saja duduk merenung?"
"Maksudmu Nyai?" bertanya perempuan yang lain.
Nyai Reksatani tidak segera menjawab. Ditatapnya
perempuan itu sejenak, lalu "Tidak. Aku tidak bermaksud apa-apa"
Sindangsari menjadi semakin tidak senang mengalami
perlakuan itu. Tetapi ia tidak perlu mengucapkan sendiri, karena seakan-akan
mengetahui apa yang terkandung di
dalam hatinya, perempuan tua yang mengawaninya itu
berkata "Bukan salah Nyai Demang. Ia tidak mengharapkan apa-apa. Bukankah ia
orang baru disini". Kalau hal ini perlu disinggung-singgung
maka katakanlah saja kepada Ki
Demang, atau Ki Reksatanilah yang harus mengatakan, bahwa Ki Demang harus
berterima kasih kepada semua orang yang menjadi sangat lelah karenanya, sehingga
ia tidak akan dapat menutup mata"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Ah kau" potong Nyai Reksatani "bukan itu maksudku. Kau salah menangkap maksud
kata-kataku" Perempuan tua itu mengerutkan keningnya.
"Aku hanya ingin mengatakan bahwa orang-orang di sekitar ini memang orang-orang
yang baik. Mereka dengan senang hati membantu peralatan ini"
Perempuan-perempuan tua itu tidak menjawab lagi. Salah seorang dari mereka
berkata "Marilah. Kau perlu beristirahat"
"Beristirahatlah" Nyai Reksatani menyahut "biarlah aku sendiri yang
menyelesaikan urusan dapur dan para tamu itu"
Sindangsari menjadi bingung. Tetapi perempuan- perempuan itu kemudian membimbingnya dan membawanya
masuk ke ruang dalam, kemudian langsung ke biliknya.
Nyai Reksatani memandang langkah Sindangsari sambil
mencibirkan bibirnya. Iapun kemudian pergi meninggalkan pringgitan. Di depan
pintu ia berpapasan dengan suaminya. Ki Rekstani.
"Apakah perempuan itu nampaknya akan kerasan tinggal


Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

disini?" bertanya laki-laki itu.
"Aku belum tahu" jawab isterinya.
"Usahakan, agar ia mendapat kesan yang jelek untuk
pertama kali ia tinggal disini. Buatlah anak itu marah, atau sakit hati atau
menangis atau apapun. Kesan yang pertama kali bagi seseorang di tempat
tinggalnya yang baru sangat berpengaruh baginya untuk seterusnya"
Sekali isterinya mengangguk.
Ki Reksatanipun kemudian melangkah pergi sambil berkata
"Aku masih harus mengawasi orang-orang yang menyediakan minuman"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Kenapa kakang sendiri yang melakukannya" Apa tidak ada orang lain"
"Itu lebih baik bagiku daripada aku harus duduk di pendapa terus-menerus. Aku
menjadi sangat lelah. Biarlah Ki Jagabaya menemani kakang Demang disana. Aku
akan menunggui orang-orang di belakang sambil tidur" ia berhenti sejenak, lalu
"he, apakah nasi sudah masak"
Isterinya mengangguk. "Aku lapar. Sediakan makanku. Aku akan makan di
belakang. Aku tidak tahan menunggu makan bersama para tamu nanti tengah malam.
Jangan lupa. brutu ayam"
Ki Reksatani itupun kemudian meninggalkan isterinya
berdiri termangu-mangu. Ternyata tugas yang dibebankan suaminya kepadanya itu cukup berat baginya.
Apalagi ketika ada orang-orang lain yang mencampuri persoalannya. Kedua
perempuan tua itu telah mengganggu usahanya untuk membuat Sindangsari gelisah
dan sakit hati. Untunglah bahwa Nyai Reksatani tidak menyadari, bahwa sebenarnya hati
Sindangsari telah tersayat sejak lama. Kalau ia dapat menguasai masalah perasaan
seseorang, maka ia akan dapat menempuh jalan yang paling pendek, untuk
membuat Sindangsari semakin kehilangan gairah masa
depannya. Kalau Nyai Reksatani itu menunjukkan perasaan iba dan terharu, serta sedikit
menyinggung masalah Pamot dan isteri-isteri Ki Demang yang lain yang pernah
menghuni rumah ini dengan cara yang sebaliknya dari cara yang ditempuhnya
sekarang, maka hati Sindangsaripun pasti akan semakin pedih.
Luka itu pasti akan terkorek semakin dalam, sehingga akan menjadi semakin parah
pula karenanya. Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Justru karena sikapnya yang kasar itu, maka Nyai Reksatani tidak segera mencapai
sasarannya. Kedua orang yang
mengawani Sindangsari itu selalu berusaha untuk memantapkan hati isteri baru Ki Demang itu. Dan di dalam hati Sindangsaripun
sebenarnya telah tumbuh pula semacam perlawanan atas perlakuan yang menyakitkan
hati itu. "Meskipun aku sama sekali tidak menghendaki, tetapi aku adalah isteri Ki Demang
disini" katanya di dalam hati "seperti kata kedua perempuan itu. akulah yang
paling berkuasa disini, selain Ki Demang sendiri"
Dalam pada itu malampun menjadi semakin malam. Juru
paes yang telah merias Sindangsaripun telah pulang ke rumahnya, dijemput oleh
suaminya. "Beristirahatlah" berkata perempuan yang mengawani
Sindangsari "kami berdua akan pergi ke dapur. Kalau Nyai Reksatani itu datang
kemari, jangan hiraukan kata-katanya "ia berhenti sejenak, lalu "sebenarnya aku
tidak sampai hati mengatakannya, tetapi apaboleh buat. Ia sebenarnya menjadi
iri-hati kepadamu Karena itu anggaplah semua kata-katanya itu sebagai angin
saja" Sindangsari menganggukkan kepalanya "Baiklah. Aku akan mencobanya "
"Kau harus percaya kepadaku. Aku mengenal semua isteri Ki Demang. Dan kaulah
isteri yang agaknya akan menjadi paling baik"
"Ah" "Yakini. Dan jangan hiraukan ipar Ki Demang itu"
Kedua perempuan itupun kemudian meninggalkan Sindangsari di dalam biliknya. Perlahan-lahan ia membaringkan dirinya sambil menyelusuri jalan hidupnya yang berliku-liku.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Sekali Sindangsari menarik nafas dalam-dalam. Tetapi
ketika terasa matanya menjadi panas, ia mengatupkan
bibirnya rapat-rapat. "Aku tidak boleh menangis" katanya di dalam hati. Dan iapun ternyata berhasil.
Di luar suara gamelan menjadi semakin lama semakin keras dan cepat. Iramanyapun
menjadi semakin panas pula.
Sedangkan teriakan kanak-kanak sudah
menjadi jauh berkurang. Sebagian dari mereka duduk di seputar arena sambil melihat tari-
tarian yang semakin ramai pula. Mereka menjadi terharu melihat Kleting Kuning
yang tersia-sia, dan mereka menjadi benci kepada Keleting Abang yang kejam
terhadap adik angkatnya. Sedang anak-anak yang lebih kecil ternyata telah banyak yang jatuh tertidur di
tangga pendapa, di emper gandok dan di gardu regol halaman, sehingga para
peronda tidak mendapat tempat lagi untuk duduk.
Tetapi anak-anak itupun kemudian tersentak ketika
gamelan tiba-tiba mengejut keras sekali. Merekapun segera bangkit dan berlari-
larian kearena pertunjukan. Ternyata di tengah-tengah lingkaran penonton di muka
rancakan gamelan, seorang raksasa berambut gimbal sedang menari-nari.
"He, raksasa itu buas sekali" desis seorang anak
perempuan yang berdiri di dekat gamelan.
"Itu bukan raksasa" jawab yang lain.
"Apa?" "Gendruwo. Lihat matanya merah dan bulat sebesar biji benda"
Anak perempuan yang pertama-tama menyebutnya sebagai
raksasa itupun terdiam. Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Tetapi seorang yang lebih besar lagi dari mereka berkata
"Kalian salah. Yang menari melonjak-lonjak itu bukan raksasa dan bukan pula
gendruwo. Tetapi itu adalah Yuyu Kangkang"
"Yuyu" Yuyu sebesar itu?"
"Tentu bukan yuyu biasa. Tetapi Yuyu Kangkang"
"Apakah artinya Yuyu Kangkang" Nama atau jenis
binatang?" "Yuyu. Memang itu Yuyu Raksasa bernama Yuyu Kangkang.
Ia dapat berbicara seperti manusia"
Kedua anak-anak yang berbicara tentang yuyu dan
menyangkanya sebagai raksasa dan gendruwo itupun
mengangguk-anggukkan kepalanya. Tetapi mereka tidak
dapat membayangkan, betapa seekor yuyu dapat berbicara dan menari.
Sejenak kemudian para penontonpun menjadi semakin
mendesak maju. Mereka kini melihat Kleting Abang. Keleting Biru. Kleting Ijo dan
Kleting Ireng menghampiri Yuyu
Kangkang itu. Mereka minta tolong agar mereka diseberangkan sungai yang sedang banjir, yang merintangi jalan mereka menuju ke
rumah Ande-Ande Lumut, seorang pemuda yang tampan.
Lamat-lamat Sindangsari mendengar para penari itu
bersenandung dengan suara yang merdu, diselingi oleh
senggakan yang kadang-kadang agak miring dan bahkan
lekoh. Tanpa disadarinya lewat diangan-angannya bayangan
seorang anak muda yang semakin lama menjadi semakin jelas Pamot.
"Dimanakah ia sekarang" suara itu berdesis di hatinya.
Tetapi harapannya untuk dapat bertemu kembali dengan
anak muda itupun menjadi semakin lama semakin pudar
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
meskipun ada sesuatu yang kini tidak akan dapat hilang dari dirinya.
Sindangsari itu terperanjat ketika ia mendengar gerit pintu biliknya terbuka.
Ketika ia berpaling, dilihatnya Ki Demang berdiri di muka pintu.
Tiba-tiba saja Sindangsari bangkit dari pembaringannya. Ia tidak mau melukai
hati laki-laki itu, seperti di saat-saat ia datang ke biliknya semalam, ketika
masih berada di rumahnya. Tetapi sebelum ia sempat berbicara apapun. Ki Demang
itupun berkata "Tidurlah. Kau memang lelah sekali"
Dengan mengerahkan segenap keberanian yang ada di
dalam dirinya Sindangsari menjawab "Aku tidak akan tidur Ki Demang"
"Kenapa?" Ki Demang bertanya dengan herannya "apakah
suara gamelan itu mengganggumu?"
"Tidak. Tetapi aku memang hanya akan beristirahat
sejenak. Aku masih akan menemui para tetangga yang
membantu di dapur" "O" Ki Demang mengangguk-anggukkan kepalanya.
Selangkah ia maju. Ditatapnya Sindangsari yang masih dilapisi dengan atal yang
berwarna kekuning-kuningan itu dan
membuatnya seolah-olah menjadi semakin cantik.
Ki Demang menarik nafas dalam. Dalam sekali. Namun
kemudian ia berkata "Tetapi kalau kau memang ingin
beristirahat, beristirahatlah. Di belakang sudah ada Nyai Reksatani yang
mewakili kau" "Tetapi agaknya lebih baik aku berkenalan dengan mereka"
"Kau tadi sudah ada di pringgitan"
"Ya. Dan aku memang sudah berkenalan dengan sebagian
dari para tetangga yang datang"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Ki Demang mengangguk-angguk. Tetapi matanya kini
seolah-olah telah lekat pada tubuh Sindangsari. Dari ujung kaki sampai ke ujung
rambutnya anak itu tidak bercacat. Di dalam hati Ki Demang mengakui, bahwa
perempuan ini adalah isterinya yang paling cantik dari kelima isterinya yang
lain. Sindangsari yang merasakan tatapan mata yang tajam itu hanya dapat menundukkan
kepalanya. Namun demikian terasa bahwa kulitnya meremang. Meskipun demikian, ia
memang mengharapkan sesuatu dari Ki Demang. Bukan karena ia
benar-benar telah pasrah dan menerima keadaannya dengan ikhlas. Tetapi ia ingin
melindungi noda yang telah melekat pada dirinya. Dan seandainya noda itu akan
tampak pada suaminya, biarlah segera ia melihatnya dan menghukumnya apabila
dikehendaki. Tetapi Ki Demang itupun kemudian melangkah pergi sambil berkata
"Beristirahatlah. Jangan hiraukan para tetangga yang bekerja di dapur"
Sindangsari tidak menjawab. Tetapi ia menjadi kecewa.
Seandainya ia mempunyai cukup keberanian, dan seandainya ia tidak terikat oleh
tata susila sebagai seorang perempuan, maka ia pasti sudah menarik Ki Demang
yang sedang melangkahi pintu itu. Namun Ki Demang itu kemudian ternyata dibiarkannya
pergi. Meskipun demikian, sepeninggal Ki Demang, kembali
kegelisahan yang sangat telah menerkam jantungnya. Noda yang melekat pada
dirinya itu ternyata telah membebaninya terlampau berat, sehingga ia seakan-akan
melupakan, betapa pahitnya perpisahan yang dialaminya dari Pamot.
Ternyata kegelisahan itu telah mendorong Sindangsari
meninggalkan biliknya. Dengan ragu-ragu ia pergi ke dapur untuk sekedar mengisi
waktunya. Dengan berbaring dibiliknya, maka perasaannya dapat dipengaruhi oleh
angan-angannya Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
yang selalu hilir mudik tidak berketentuan, mengembara di sepanjang daerah yang
gersang. Kedatangannya di dapur telah mengejutkan perempuran-
perempuan yang sedang bekerja. Salah seorang dari orang tua yang mengawaninya,
segera mendatangi sambil bertanya
"He, kenapa kau pergi ke dapur?"
"Aku tidak dapat tidur. Aku menjadi gelisah dan kesepian sendiri"
Tiba-tiba beberapa perempuan muda tertawa kecil
tertahan-tahan. Salah seorang dari mereka berbisik "Apakah Ki Demang tidak
mengawaninya?" Sementara itu, perempuan tua itupun mempersilahkannya duduk Katanya "Tetapi
tempatnya tidak pantas untuk seorang yang lagi dipersandingkan. Terlampau kotor"
"Aku biasa berada di dapur. Akulah yang melayani ibu
apabila ibu sedang masak"
"Tetapi kau sekarang sedang menjadi permaisuri sehari, eh, tiga hari" sahut
seorang perempuan yang lain "silahkan duduk di ruang dalam saja"
"Terima kasih. Biarlah aku disini" berkata Sindangsari.
Akhirnya mereka terpaksa membiarkan Sindangsari duduk diantara mereka yang
sedang mengatur makanan yang akan dihidangkan kepada para tamu yang duduk
menonton di pendapa, yang seolah-olah mengalir tidak henti-hentinya.
Setiap ada seorang tamu, maka beberapa ancak makanan
harus dihidangkan. Semangkuk air panas dengan beberapa potonggula kepala.
Dalam pada itu, ketika Nyai Reksatani melangkahi pintu dapur, ia terkejut
melihat Sindangsari benar-benar berada di dapur. Karena itu, maka diurungkannya
niatnya, dan segera ia berbalik pergi.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Anak bodoh" ia menggerutu "tetapi aku harus membuatnya tidak kerasan di rumah ini. Aku masih
mempunyai kesempatan beberapa hari lagi. Selama tiga hari ini aku masih akan
tetap tinggal di Kademangan. Mungkin satu dua hari lagi, selama rumah ini diatur
kembali seperti semula, dan membenahi semua perkakas yang sedang dipergunakan
ini" Demikianlah selagi Sindangsari mencari pengisi waktunya di dapur, dan selagi Ki
Reksatani suami isteri mengumpat-umpat maka para tamu di pendapapun menjadi
semakin sedikit. Satu-satu mereka minta diri, sedang yang lain, masih
menyaksikan pertunjukan yang memetik lakon Panji yang setelah digubah menjadi
lakon Ande-ande lumut itu.
Selagi lakon Ande-ande Lumut itu menjadi semakin ramai, karena Yuyu Kangkang


Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menolak menyeberangkan Kleting
Kuning yang jelek, setelah Yuyu Kangkang itu bersedia menyeberangkan kakak-kakak
angkatnya, Kleting Abang dan ketiga saudaranya, maka dua orang berjalan dengan
kepala tunduk di jalan yang membujur di
muka halaman Kademangan. Seorang yang bertubuh raksasa berkata perlahan-lahan
"Apakah kita akan singgah melihat keramaian itu"
"Bodoh kau" jawab yang lain "aku tidak ingin menonton apapun"
O0oodwoo0O Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Matahari Esok Pagi Karya : SH Mintardja Sumber DJVU http://gagakseta.wordpress.com/
Convert by : Dewi KZ Editor : Dino
Ebook oleh : Dewi KZ http://kangzusi.com/ http://dewi-kz.info/
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Jilid 5 ORANG yang bertubuh raksasa dan berkepala botak itu
mengerutkan keningnya dan bertanya "Lalu, kenapa kita datang kemari malam ini?"
Kawannya, Manguri hampir saja berteriak mengumpatinya kalau ia tidak segera
menyadari, bahwa di sekitarnya banyak terdapat para penjual dan anak-anak yang
menghilangkan kantuknya dengan membeli makanan.
"Lamat" desisnya kemudian "kau memang orang yang
paling bodoh yang pernah aku kenal. Kau sangka aku
berkepentingan dengan tontonan yang tidak bermutu itu"
Buat apa aku melihatnya" Ande-ande Lumut yang menjemukan" Manguri berhenti sejenak, lalu "seharusnya kau mengerti, bahwa
kepentinganku bukanlah sama dengan
kepentingan anak-anak ingusan itu"
Lamat mengangguk-anggukkan kepalanya "Ya" desisnya
"maksudku, apakah kita akan melihat suasana perkawinan itu dari dekat, diantara
para penonton pertunjukan di halaman itu?"
"Ah, kau memang benar-benar gila. Apakah kau kira tidak ada yang segera dapat
mengenal kau dan aku" Disini keadaan cukup gelap. Tetapi di halaman itu?"
Lamat tidak menjawab lagi. Ia melangkah mengikuti
langkah Manguri semakin lama semakin menjauhi halaman Ki Demang di Kepandak.
Ketika mereka sudah berada di tempat yang kelam, maka Manguripun segera berhenti
dan Lamat yang termangu-mangu berdiri di sampingnya.
"Perkawinan itu benar-benar telah berlangsung" desis
Manguri. Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Tidak malam ini" sahut Lamat "sudah lima hari yang
lampau. Malam ini adalah sekedar upacara ngunduh
penganten" "Gila. Laki-laki itu tidak segera dapat memberikan jalan"
Lamat menarik nafas dalam-dalam. Iapun mengerti bahwa laki-laki itu telah datang
ke rumah Manguri selagi ayahnya tidak ada di rumah.
"Apa katanya?" bertanya Lamat dengan suara yang dalam.
Manguri menggeleng-gelengkan kepalanya "Aku tidak tahu, apakah aku masih dapat
mengharap bantuannya"
Lamat tidak bertanya apapun lagi. Kini ia berdiri saja bersandar dinding batu di
pinggir jalan, sedang Manguri berdiri termangu-mangu. Ia sendiri tidak mengerti,
kenapa ia pergi juga ke rumah Ki Demang malam ini.
"Kita pulang" geramnya kemudian.
Dan Lamatpun mengangguk kosong. Dengan tergesa-gesa mereka kemudian berjalan menyusuri
lorong-lorong yang gelap pulang ke rumah Manguri. Anak muda itu tidak henti-
hentinya mengumpat-umpat di sepanjang jalan. Tetapi suaranya tidak begitu jelas
terdengar. Sedang Lamat berjalan saja dengan kepala
tertunduk dalam-dalam. Sementara itu malampun menjadi semakin dalam. Perlahan-lahan cahaya kemerah-merahan mulai membayang di ujung Timur, disambut
oleh kokok ayam jantan yang
bersahut-sahutan. Di arena kini terjadi pertemuan yang mengharukan antara Ande-
Ande Lumut dan Kleting Kuning, yang sebenarnya adalah suami isteri Panji
Asmarabangun dan Dewi Candrakirana. Sedang mBok Randa nDadapan berdiri termangu-
mangu menyaksikan anak angkatnya laki-laki, yang dikenalnya bernama Ande-ande
Lumut itu kini telah berubah menjadi seorang kesatria dan Kleting Kuning yang
jelek dan berpakaian kumal itu menjadi seorang Puteri secantik
bidadari" Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Di sekitar arena pertunjukan itupun ternyata sudah menjadi semakin sepi. Anak-
anak sudah tidak telaten lagi melihat adegan-adegan berikutnya.
"Perangnya sudah habis" teriak salah seorang dari mereka.
"Pulang saja. Aku sudah kantuk" teriak yang lain tanpa menghiraukan, bahwa
suaranya itu dapat mengganggu
tembang para pemain di arena.
Beberapa orang perempuan sibuk mencari anak-anaknya
yang terpisah, sedang ibu-ibu yang menunggui rumah, bangkit dari pembaringannya
dan pergi ke halaman Kademangan
untuk mencari anaknya yang belum pulang.
Seorang ibu yang kebingungan mencari anaknya hampir
saja menangis. Pertunjukan itupun akhirnya selesai juga.
Halaman itu menjadi kian sepi. Tetapi anak laki-lakinya yang berumur tujuh tahun
belum diketemukan. Tetapi ketika penabuh gong berdiri dari tempatnya, ia terkejut. Hampir saja ia
jatuh terlentang ketika kakinya menyentuh tubuh seorang anak yang tertidur tepat
di belakangnya. "He, anak siapa yang tidur disini?" ia berteriak. Ibu yang kebingungan
dan hampir menangis itu berlari-lari mendekatinya. Ternyata anak itu adalah anaknya yang dicari-carinya.
"O ngger, ngger. Hampir pingsan aku mencarimu" desah
ibu itu, yang dengan serta-merta telah mengangkat anaknya yang tertidur itu
sehingga anak itu terkejut bukan buatan.
Tetapi ketika anak itu sudah terbangun, maka tiba-tiba ibunya membentak "He,
semalam suntuk kau tidak pulang he"
Sampai pertujukan sudah selesai, dan semua orang sudah pulang, kau masih saja
tidur mendekur disini"
Anak itu tidak menjawab. Diusapknya matanya, kemudian tertatih-tatih ia berjalan
pulang diikuti oleh ibunya.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Ketika suara gamelan sudah tidak terdengar lagi, maka suara burung-burung yang
berkicaupun segera menghias pagi yang mulai merekah. Sambil berloncatan dari
dahan yang besar oleh embun kedahan yang lain, suaranya memancar seperti
pancaran cahaya merah di Timur. Semakin lama
semakin meriah. Sindangsari yang ternyata semalam suntuk hanya dapat
tidur sekejab, segera pergi ke pakiwan uhtuk membersihkan dirinya. Dengan air
wayu, ia mandi untuk menghapus warna kuning atal di kulitnya.
Terasa betapa segarnya air wayu. Tetapi kemudian
ternyata bahwa tubuhnya terasa meriang. Keningnya menjadi pening, sehingga ia
terpaksa untuk berbaring sejenak di pembaringannya.
Sindangsari terkejut ketika tiba-tiba saja pintu biliknya terbuka. Dilihatnya
Nyai Reksatani melangkah masuk. Namun langkahnyapun
kemudian tertegun ketika ia melihat Sindangsari di pembaringan.
"He, sepagi ini kau berbaring mBok ayu?" ia bertanya.
Sindangsari bangkit dan duduk di pinggir pembaringan.
Jawabnya "Kepalaku pening"
Tetapi Nyai Reksatanipun tertawa berkepanjangan. Katanya
"Ah, sudah menjadi kebiasaan penganten baru. Pening, panas dingin, sakit perut
dan macam-macam lagi" ia berhenti sejenak, lalu "kau masih kantuk mBok Ayu?"
"Ah?" "Tentu. Akupun begitu juga waktu itu. Lihat, kakang
Demang masih juga tidur di gandok kulon"
Dada Sindangsari berdesir. Ternyata Ki Demang sempat
juga tidur. Tidak di bilik ini, tetapi di gandok kulon.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Kenapa?" ia bertanya kepada diri sendiri. Tetapi jawaban yang diucapkan
"Semalam suntuk ia tidak masuk ke bilik ini"
Suara tertawa Nyai Reksatani seakan-akan meledak.
"He, kenapa kau seperti malu begitu" Jangan berpura-pura.
Itu sudah biasa. Tidak apa-apa"
Sindangsari mengerutkan keningnya. Tetapi ia menjawab lagi.
"Silahkan" berkata Nyai Reksatani kemudian "kau tentu kantuk,
lelah dan lungkrah. Memang sebaiknya kau beristirahat. Penganten baru memang harus banyak beristirahat" Kata-kata itu benar-benar telah menyentuh perasaan
Sindangsari. Tetapi ia masih bertanya pula "Apakah sudah lajimnya penganten baru
mendapat ejekan dari kawan-kawan dan saudara-saudaranya" Tetapi maksudnya tentu
hanya sekedar bergurau. Tidak lebih"
"Lebih baik aku pergi ke dapur" berkata Nyai Reksatani seterusnya "tugasku,
penganten yang sudah hampir lapuk ini, bekerja di dapur, sedang penganten baru,
sebaiknya berada di pembaringan"
Nyai Reksatani tidak menunggu jawaban. Iapun segera
melangkah pergi. Terdengar kemudian pintu bergerit, dan perempuan itupun hilang
di balik daunnya yang tertutup.
Sejenak Sindangsari merenung. Ia tidak tahu pasti, maksud kata-kata Nyai
Reksatani Apakah ia menyindir, atau sekedar bergurau.
"Ah, baik juga aku mendengarkan nasehat orang-orang tua itu. Sebaiknya kata-
katanya aku anggap angin lalu. Kalau aku menghiraukannya, hatiku akan menjadi
semakin sakit" Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Maka Sindangsaripun kemudian berbaring kembali, Dipijit-pijitnya keningnya yang
sakit, sementara angan-angannya hanyut ke dunia yang asing.
Namun Sindangsari tidak dapat lama berbaring. Ketika
matahari menjadi semakin tinggi, di Kademangan itu telah terjadi kesibukan-
kesibukan baru. Tamu-tamu dari tempat yang jauh berdatangan. Seorang demi
seorang, tidak putus-putusnya.
Sindangsari, sebaga. penganten puteri, maupun sebagai isteri Ki Demang terpaksa
menemui mereka, sehingga hampir sehari penuh ia duduk di pringgitan tanpa dapat
bergeser Sedang di pendapa, Ki Demangpun menemui tamunya
berganti-ganti. Sejak ia terbangun dari tidurnya dan
membesihkan dirinya, ia sama sekali tidak sempat meninggalkan tempatnya. Demikianlah ketika malam datang, dan pertunjukan yang lain berlangsung, semuanya
seolah-olah telah terulang kembali. Duduk di pringgitan, menemui tamu-tamu dan
kemudian mengisi waktunya duduk di dapur meskipun hanya sekejap beristirahat
menjelang pagi. Maka betapa lelahnya Sindangsari selama tiga hari tiga malam di rumah Ki Demang,
setelah di rumahnya sendiri iapun
hampir tidak pernah beristirahat, sejak hari perkawinannya. Namun yang lebih mengganggu bagi Sindangsari, sama
sekali bukanlah kelelahannya, tetapi sikap Nyai Reksatani yang kadang-kadang
sangat menyakitkan hati. Untuk mengatakannya ha! itu kepada Ki Demang,
Sindangsari masih belum terucapkan. Tetapi untuk membiarkannya berkepanjangan, hatinya serasa menjadi
semakin pedih. Di hari-hari terakhir dari kerja yang panjang itu. Nyai Reksatani memang tampak
menjadi terlampau sibuk. Ia harus
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
membenahi semua perkakas yang dipergunakannya selama
berlangsung keramaian tiga hari tiga malam. Alat-alat yang dipinjam Jari orang
lain harus dikembalikannya, sedang alat-alatnya
Kademangan sendiri harus dibersihkan dan disimpannya kembali seperti sediakala.
Menghadapi kerja yang sibuk itu, Sindangsari menjadi
bingung. Apakah ia harus membantu, atau justru tidak. Ia merasa bahwa apa yang
dilakukannya serba salah. Ketika ia mencoba membantu menghitung belanga tembaga,
Nyai Reksatani berkata "Jangan mengotori tanganmu mBok Ayu.
Sayang, perempuan secantik kau tidak pantas bekerja di dapur"
Sindangsari mengerutkan keningnya. Dan ia mencoba
menjawab "Aku sudah biasa bekerja di dapur"
"Tetapi sebelum kau menjadi Nyai Demang" sahut Nyai
Reksatani yang kemudian menyambungnya "atau barangkah kau takut kalau barang-
barangmu ada yang hilang, pecah atau aku bawa pulang?"
"Ah" Sindangsari berdesah, tetapi tiba-tiba mulutnya
seakan-akan malahan terkunci.
Yang dapat dilakukan adalah menyaksikan Nyai Reksatani bekerja terus tanpa dapat
berbuat sesuatu. Tubuhnya rasa-rasanya menjadi kejang dan


Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kehilangan cara untuk menanggapinya. Tetapi di hari berikutnya, Sindangsari hampir tidak dapat menahan hatinya.
Berdasarkan atas sikap Nyai Reksatani itu, maka Sindangsari memutuskan untuk
tidak mengganggunya lagi.
Ketika Nyai Reksatani menyelesaikan kerjanya, Sindangsari berada saja di dalam biliknya.
"Alangkah manisnya menjadi penganten baru" berkata Nyai Reksatani sambil
menjengukkan kepalanya ke dalam bilik
"kalau lagi berada di dalam biliknya, apapun yang terjadi di
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
luar, sama sekali tidak menarik perhatian. Biar sajalah orang-orang lain ribut
sendiri, mengatur dan membersihkan dapur"
Hampir saja Sindangsari menjerit. Untunglah ia masih
dapat menahan hati. Ditenangkannya sendiri perasaannya.
Katanya di dalam hati "Perempuan itu tidak akan selamanya tinggal di rumah ini"
Tetapi tiba-tiba Sindangsari itupun menjadi semaian
berdebar-debar. Semalam di Kademangan ini sudah hampir tidak ada tamu lagi.
Pertunjukan di halaman sudah selesai.
Namun Ki Demang sama sekali tidak ada di dalam bilik ini. Ia hanya menjenguk,
kemudian meninggalkannya berbaring
seorang diri. Sindangsari menjadi semakin bingung menanggapi isi
Kademangan ini. Namun demikian ia berjanji, bahwa lambat laut ia akan mencoba
menyesuaikan dirinya. Tetapi yang paling mencemaskannya adalah keadaan
dirinya sendiri. Sampai pekan yang kedua telah lawat, ia masih belum dapat
meyakinkan dirinya, bahwa Ki Demang
sebenarnya masih belum mengerti, apa yang telah terjadi sebelum hari-hari
perkawinan itu. Namun hal itulah yang justru membuatnya selalu gelisah.
"Mungkin masih ada satu dua orang tamu yang harus
dilayaninya "Sindangsari mencoba menghibur dirinya sendiri.
Namun kalau teringat olehnya tingkah laku Ki Demang di rumahnya, di malam-malam
yang tertuang, setelah tiga hari tiga malam menunggui keramaian, debar
jantungnya justru menjadi semakin cepat.
Meskipun tanpa keikhlasan hati, ia sudah pasrah, apapun yang akan terjadi atas
dirinya. Justru semakin cepat semakin baik. Dosa yang membebani perasaannya,
tidak akan dapat terlampau lama disimpannya. Tetapi malam-malam itu berlalu
begitu saja tanpa kesan apapun. Dan Sindangsari masih tetap
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
dibebani oleh kegelisahan karena noda yang telah melekat pada dirinya.
Ketika malam berikutnya mendatangi Kademangan Kepandak, maka suasana rumah itu sudah menjadi jauh
berbeda. Tratak-tratak sudah dibuka, dan dinding-dinding yang dilepas sudah
dipasang kembali. Di pendapa sama sekali sudah tidak ada tamu lagi selain para
peronda yang duduk di tangga.
Dengan kaku Sindangsari duduk di pringgitan bersama Ki Demang dan adiknya, suami
isteri. "Kami berdua akan mohon diri kakang" berkata Ki
Reksatani "sekian lama kami berdua berada di Kademangan, terutama isteriku,
bahkan dengan anak-anak"
"Akulah yang seharusnya mengucapkan diperbanyak
terimakasih. Kalian berdua sudah menyelenggarakan perayaan perkawinan kami
dengan baik" "Itu adalah kewajiban kami" sahut Nyai Reksatani.
"Kalau tidak ada kalian, maka semuanya pasti tidak akan dapat berjalan dengan
lancar" berkata Ki Demang kemudian
"sejak kami berdua masih berada di Gemulung, kalian berdua sudah bekerja keras
siang dan malam" Ki Reksatani tersenyum. Katanya "Pada suatu saat kamilah yang akan minta tolong
kepada kakang Demang berdua"
"Tentu kami tidak akan berkeberatan" jawab Ki Demang.
Ki Reksatani suami isteri itupun kemudian minta diri.
Mereka merasa bahwa tugas mereka sudah selesai dan
mereka sudah tidak diperlukan lagi berada di Kademangan.
"Kenapa tergesa-gesa?" bertanya Ki Demang.
"Saat-saat berikutnya, kami hanya akan mengganggu saja"
sahut adiknya. Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Ah, kau" gumam Ki Demang. Namun wajahnyapun
kemudian berkerut sejenak.
"Lain kali kami akan datang menengok kakang berdua"
berkata Ki Reksatani "anak-anak sudah pulang lebih dahulu bersama pengasuhnya.
Kalau kami tidak pulang malam ini, mereka pasti akan merengek sepanjang malam"
Maka Ki Reksatani itupun kemudian meninggalkan rumah
Kademangan pulang ke rumah mereka sendiri.
"Nyai" berkata Ki Reksatani setelah mereka meninggalkan halaman Kademangan
"apakah usahamu berhasil" Tampaknya Sindangsari mempunyai kesan yang baik atas
rumah ini. Menilik hubungannya dengan Pamot saat itu, maka malam-malam pengantinnya pasti akan selalu dibasahi oleh air
matanya. Tetapi ternyata sama sekali tidak. Dan apakah kau tidak dapat
membuatnya marah atau kesal?"
"Akulah yang menjadi kesal" sahut isterinya "tetapi tentang hubungannya dengan
Pamot, memang sangat mengherankan.
Banyak sekali orang yang membicarakannya. Pada saat itu, seolah-olah Sindangsari
sudah tidak akan dapat berpisah lagi dari anak muda itu. Tetapi ternyata
Sindangsari terlampau cepat melupakannya"
Reksatani mengangguk-anggukkan kepalanya "Rumah yang
besar, perabot yang cukup, telah membelokkan kenangan Sindangsari atas Pamot.
Malanglah nasib anak muda itu.
Mungkin Pamot sampai saat ini masih selalu dibayangi oleh wajah Sindangsari.
Tetapi ternyata Sindangsari sedang menikmati malam-malam pengantinnya"
"Apakah perempuan yang demikian termasuk perempuan
yang tidak setia menurut penilaianmu?" bertanya isterinya.
Ki Reksatani mengangkat bahunya "Aku tidak mengerti.
Mungkin ia memang perempuan yang tidak setia. Cintanya cepat hanyut oleh harta
dan benda-benda lahiriah. Tetapi mungkin juga ia justru seorang gadis yang sudah
berhasil Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
menguasai perasaannya dengan nalarnya. Dengan tabah ia melihat kenyataan, bahwa
ia tidak akan dapat memilih jalan yang lain"
Isterinya mengangguk-angguk. Kemudian ia bertanya "Lalu bagaimana pertimbangan
kakang sekarang?" Ki Reksatani tidak segera menjawab. Ia berjalan lambil menundukkan kepalanya.
Sekali-sekali ia menarik nafas dalam-dalam, lalu berdesah panjang.
"Kita hanya dapat menunggu perkembangan keadaan"
berkata Ki Reksatani kemudian "sudah lima kali kakang Demang kawin. Hampir
semuanya adalah perempuan-perempuan yang masih terlalu muda. Tetapi kelimanya
tidak mempunyai keturunan. Kalau ketiadaan keturunan itu
disebabkan oleh kemandulan isteri-Isterinya, maka aku kira tidak akan lima orang
semuanya kebetulan mandul"
Isterinya mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Mudah-mudahan Sindangsaripun tidak akan dapat memberikan keturunan kepada suaminya apapun sebabnya, agar aku tidak usah
mengambil jalan yang sulit untuk
memotong garis keturunan kakang Demang dan memindahkan kegaris keturunanku sendiri" berkata Ki
Reksatani kemudian. Isterinya tidak menjawab Namun kalau mula-mula ia tidak begitu tertarik kepada
ceritera tentang kedudukan. Demang di Kepandak, lambat laun ia mulai
memikirkannya. "Alangkah senangnya kalau salah seorang anak-anakku
kelak akan menjadi seorang Demang di Kepandak. Hampir setiap niatnya dapat
dipenuhi. Bahkan kawin untuk keenam kalinya dengan seorang gadis yang masih
remaja" berkata Nyai Reksatani di dalam hatinya.
Di Kademangan, sepeninggal Nyai Reksatani, Sindangsari menarik nafas dalam-
dalam. Dadanya serasa menjadi lapang.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Perempuan yang jauh lebih tua dari padanya itu, dan yang memanggilnya mBok Ayu
karena ia kawin dengan kakak
iparnya, telah membuat katinya selama ini menjadi bertambah-tambah pedih. Kepergiannya akan dapat mengurangi sakit hatinya oleh kata-katanya yang tajam
seperti ujung duri. Namun dengan demikian, Kademangan itu kini menjadi
sepi. Yang ada di ruang dalam hanyalah Ki Demang dan
Sindangsari. Beberapa orang pembantunya selalu ada di belakang, dan hanya masuk
ke dalam apabila ada sesuatu yang harus dikerjakannya.
Dengan demikian, maka ketika Ki Reksatani suami isteri itu telah meninggalkan
rumah Kademangan, tinggal ah Ki
Demang duduk berdua saja di ruang lengan dengan
Sindangsari. Karena itu, maka suasanapun menjadi kaku.
Sindangsari hanya dapat menundukkan kepalanya, sedang Ki Demang setiap kali
hanya mengangguk-anggukkan kepalanya.
Tetapi Ki Demang tidak membiarkan kekakuan suasana itu kemudian menjadi tegang.
Sehingga karena itu, maka ia telah berkata sekenanya "Apakah kau lelah Sari?"
Dada Sindangsari tiba-tiba saja menjadi berdebar-debar.
"Apakah kau tidak ingin tidur?"
Sindangsari menganggukkan kepalanya dan menjawab
dengan suarau gemetar "Ya, aku akan tidur"
"Tidurlah. Aku akan menyelarak pintu-pintu"
Dada Sindangsari menjadi semakin berdebar-debar. Sekilas terbayang wajah Pamot
di saat terakhir mereka bertemu.
Seolah-olah terasa kehangatan nafasnya menyentuh lehernya yang jenjang. Sedang
dekapan tangannya yang kuat, rasa-rasanya tidak akan terurai untuk seumur
hidupnya. Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Tetapi Pamot kini tidak ada lagi. Yang ada, dan yang akan menggantikan tempatnya
adalah seorang laki-laki yang jauh labih tua daripadanya. Ki Demang di Kepandak.
Kulit di seluruh tubuh Sindangsari meremang karenanya Tetapi ia tetap menyadari
keadaannya dan kenyataan yang di hadapinya.
Karena Sindangsari masih belum beranjak dari tempatnya, maka Ki Demang
mengulanginya "Sari. Kau tentu lelah sekali.
Tidurlah. Semua orang yang ikut di dalam peralatan kita sudah sejak malam
kemarin beristirahat sepenuhnya. Agaknya kau masih belum mendapatkan kesempatan
itu" Sindangsari menganggukkan kepalanya, katanya lirih "Ya.
Aku akan tidur Ki Demang"
Sindangsaripun kemudian bangkit berdiri. Perlahan-lahan ia berjalan meninggalkan
pringgitan masuk ke ruang dalam dan langsung ke biliknya. Tetapi karena ia
merasa, bahwa Ki Demang selalu memandanginya, maka langkahnyapun menjadi semakin berat. Namun dengan demikian, tanpa disengaja, langkah
Sindangsari bagaikan lambaian tangan, memanggil Ki Demang untuk mengikutinya.
"Hem" Ki Demang berdesah sambil meraba janggutnya.
Ketika Sindangsari sudah hilang di balik pintu, maka Ki Demangpun segera berdiri
pula. Dengan langkah yang berat ia pergi menyelusuri semua pintu, melihatnya
sekali lagi, kalau pembantunya kurang teliti memasang selarak.
Baru sejenak kemudian ia melangkah dengan kaki yang
teramat berat memasuki biliknya.
Dadanya bergelora ketika ia melihat Sindangsari sudah terbaring di tempatnya.
Seperti yang dilihatnya ketika ia masih ada di Gemulung. Sindangsari itu
bagaikan golek yang cantik tiada tara bandingnya.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Perlahan-lahan Ki Demang itupun mendekatinya. Desir
langkahnya membuat jantung Sindangsari semakin cepat
berdentang. Tetapi kini ia tidak mau membuat hati laki-laki itu menjadi sakit.
Karena itu, dipaksanya juga tubuhnya bangkit dan duduk ditepi pembaringannya.
Namun demikian, mulutnya seakan-akan masih saja
tersumbat. "Kau belum tidur?" bertanya Ki Demang yang masih berdiri di tengah-tengah
ruangan. Sejenak Sindangsari berusaha menguasai perasaannya.
Namun kemudian terlontar jawabnya "Belum Ki Demang"
Ki Demang mengangguk-anggukkan kepalanya. Selangkah
ia maju, namun kemudian iapun berdiri mematung.
Sindangsari duduk dengan wajah yang tunduk. Debar
jantungnya telah membuat tubuhnya menjadi gemetar pula.
Apalagi ketika ia mendengar langkah Ki Demang mendekat.
Tanpa sesadarnya ia telah berkisar sejengkal ketika Ki Demang duduk di
sebelahnya. Sejenak mereka berdua saling berdiam diri. hanya nafas meraka sajalah yang
terdengar saling memburu.
Dalam keheningan itulah kemudian terdengar Ki Demang
bertanya "Sindangsari, apakah kau kerasan tinggal disini?"
Sindangsari tidak menyangka bahwa ia akan mendapat
pertanyaan itu. Karena itu, maka sekenanya saja ia menjawab
"Ya, Ki Demang. Aku kerasan"
Ki Demang mengangguk-anggukkan kepalanya. Namun
tiba-tiba ia mengerutkan keningnya "Apakah kau berkata sebenarnya?"
"Aku berkata sebenarnya" Sindangsari menjadi heran.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Ki Demang memalingkan wajahnya. Kini dipandanginya
sinar lampu minyak yang terletak pada ajug-ajugnya yang melekat dinding.
"Kau berbohong Sindangsari?" suara Ki Demang menjadi
dalam sekali. Namun demikian kata-kata itu telah mengguncang dada Sindangsari.
"Kau pasti merasa terpaksa tinggal di rumah ini. Kau
merasa bahwa aku telah merampas kebebasanmu.


Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sindangsari tidak menyahut.
"Benarkah begitu?"
Sindangsari masih tetap berdiam diri.
"Tetapi aku memang terlampau cinta padamu. Sejak aku
melihat kau untuk yang pertama kalinya, aku merasa sangat tertarik kepadamu"
Sindangsari menjadi semakin tunduk karenanya.
"Kau memang cantik sekali"
Selapis warna merah membayang di pipi Nyai Demang
yang masih terlampau muda itu. Tetapi kemudian ia
terperanjat, sehingga ia tergeser pula sejengkal "Apakah kau masih teringat
kepada Pamot?" Pertanyaan itu telah mengorek luka di hatinya. Tetapi Sindangsari tetap
bertahan, agar ia tidak menitikkan air matanya meskipun hanya setetes.
"Apakah kau masih selalu membayangkannya?"
Sindangsari tiba-tiba mengatupkan giginya rapat-rapat, untuk mengungkat
keberanian yang ada di dalam dirinya.
Sejenak kemudian iapun menjawab "Ki Demang. Aku memang masih teringat kepada
kakang Pamot kadang-kadang. Bukankah itu wajar, seperti aku teringat kepada ibu, kepada kakek dan nenek.
Kepada orang orang yang pernah aku
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
cintai?" Sindangsari berhenti sejenak "tetapi aku sekarang sudah ada disini. Aku
sekarang adalah isteri Ki Demang"
suaranya terputus oleh serak dikerongkongannya. Hampir saja ia tidak dapat
bertahan lagi. Namun akhirnya ia berhasil juga setelah menahan nafas beberapa
saat lamanya. "Tetapi, apakah kau pada suatu saat akan dapat mencintai aku?"
Terasa darah Sindangsari menjadi semakin cepat mengalir.
Sebuah pertanyaan tiba-tiba terbersit di hatinya ".....Apakah kepada isteri-
isterinya yang terdahulu Ki Demang bertanya seperti ini pula" Atau barangkali
karena isteri-isteri yang terdahulu belum pernah berhubungan dengan laki-laki
lain?" Namun tiba-tiba hatinya melonjak "Apakah Ki Demang
sedang menyindir aku, karena ia mengetahui, apa yang telah terjadi"
Tiba-tiba hatinya meronta. Kenapa Ki Demang itu Sidak berterus terang saja
mengatakan apa yang sebenarnya
dikehendaki" Kenapa Ki Demang dengan perlahan-lahan
sengaja menyakiti hatinya" Inikah yang sebenarnya dikehendakinya?" Tetapi ia menjadi bertambah bingung ketika Ki Demang
kemudian berkata "Sindangsari. Mungkin hari ini kau belum dapat mencintai aku.
Tetapi kalau kita menjadi terbiasa dalam satu hubungan yang tidak sekedar
hubungan badaniah, maka perasaan itu akan tumbuh dengan sendirinya. Seperti ayah
dan ibumu dahulu, mungkin mereka sama sekali belum
mengenal sebelumnya ketika mereka kawin. Tetapi akhirnya lahir pula kau"
Sindangsari tiba-tiba pula menganggukkan kepalanya dan berkata "Aku mengerti Ki
Demang. Dan aku sudah mencoba menyesuaikan diriku dengan kenyataan ini. Aku
memang mengharap bahwa kita akan mempunyai anak kelak"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Wajah Ki Demang menjadi tegang sejenak. Lalu "Bohong
kau Sari. Bohong" Sindangsari menjadi bingung "Kenapa aku berbohong"
Apakah aku dapat berbuat lain dari menerima hal ini sebagai suatu kenyataan?"
Wajah Ki Demang menjadi semakin tegang. Namun
sebaliknya daripada itu, perlahan lahan Sindangsari menemukan kemantapan sikap menghadapi orang yang
selama ini dirasanya aneh.
"Tetapi aku tidak percaya" Ki Demang hampir berteriak
"kau hanya berusaha menyenangkan hatiku"
"Tidak Ki Demang. Aku berkata sebenarnya. Aku adalah
isteri Ki Demang" suaranya tiba-tiba menjadi gemetar. Hampir saja ia tidak kuasa
mengucapkannya, seandainya tidak ada desakan yang lebih dahsyat dari dalam
dirinya. Kecemasannya tentang noda yang ada di dalam dirinya, sehingga terloncat
pula kata-katanya "Sebagai seorang isteri aku harus melakukan segala
kewajibanku sebaik-baiknya "
Tubuh Ki Demang menjadi bergetar karenanya. Dadanya
menjadi bergelombang semakin cepat,
secepat detak jantungnya yang panas. Tetapi Ki Demang untuk sejenak terdiam. Meskipun
demikian Sindangsari dapat merasakan, bahwa pembaringannya bergetar. Meskipun Sindangsari masih terlampau muda. tetapi ia
tidak pernah membayangkan, bahwa Ki Demangpun menjadi gemetar seperti anak-anak
muda. Seperti pada saat Pamot pertama kali menyentuh kulitnya. Seperti Pamot
sesaat sebelum kehilangan pengamatan dirinya dan seperti dirinya sendiri di
saat-saat nafas kegadisannya terguncang.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Diantara desah nafasnya yang semakin cepat Ki Demang
berkata "Apakah kau berkata sebenarnya Sari, sebenarnya bahwa kau akan mencoba
mencintai aku dan sudah tentu
akan melupakan Pamot?"
Sindangsari menganggukkan kepalanya.
"Jangan kau berpura-pura"
"Aku tidak berpura-pura Aku memang sedang berusaha
seperti yang aku katakan. Karena itulah kenyataan yang aku hadapi"
"Aku tidak memerlukan kata-katamu melulu"
Jantung Sindangsari serasa berdesir. Tetapi segera ia berusaha menguasai dirinya
dengan nalar. Dicobanya untuk mengendalikan perasaannya sejauh-jauh dapat
dilakukannya. Betapa dahsyat guncangan-guncangan yang melanda dinding dadanya, tetapi ia
mencoba menjelaskan kepada diri sendiri
"Kecemasanmu tentang noda yang ada di dalam dirimu harus dibatasi. Sekarang
saatnya kau mengakhirinya. Apapun yang akan terjadi"
Sejenak Sindangsari membeku di tempatnya, namun di
dalam dadanya telah terjadi pergumulan yang dahsyat.
Perasaannya melawan nalarnya. Namun akhirnya Sindangsari tidak menemukan sikap
yang mantap. Ia hanya sekedar
menundukkan kepalanya tanpa berbuat sesuatu.
Raja Pedang 4 Kemelut Di Ujung Ruyung Emas Karya Khu Lung Bende Mataram 31
^