Pencarian

Matahari Esok Pagi 10

Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja Bagian 10


"Sari" suara Ki Demang menjadi semakin gemetar "apakah kau tidak hanya sekedar
bermain dengan Kata-kata?"
Kini Sindangsari menghentakkan dirinya. Perlahan-lahan hampir tidak terdengar ia
berkata sejauh dapat diucapkan
"Apakah yang kau kehendaki Ki Demang, semuanya adalah hakmu"
Dada Ki Demang berguncang dengan dahsyatnya. Sejengkal ia bergeser mendekati Sindangsari sambil berdesis
"kau tidak akan ingkar?"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Sindangsari menggeleng "Aku tidak akan ingkar"
Nafas Ki Demang menjadi semakin cepat mengalir, sedang seluruh tubuhnya telah
basah oleh keringat Ditatapnya wajah Sindangsari tajam-tajam, seolah-olah
isterinya itu akan ditelannya bulat-bulat.
Namun tiba-tiba ia meloncat berdiri sambil menggeram
"Tidak, tidak" Sindangsari terkejut. Tanpa sesadarnya ia berdiri "Ki Demang. Apakah yang telah
terjadi" Dengan serta-merta Ki Demang itu menangkap kedua
lengan Sindangsari. Diguncang-guncangnya gadis itu sambil berkata "Kau bohong.
Kau bohong dan berpura-pura. Disini kau menerima aku, tetapi aku tidak tahu apa
yang bermain di dalam angan-anganmu" Kau pasti tidak melihat aku sebagai Demang
di Kepandak Kau hanya mempergunakan aku sebagai peraga angan-anganmu yang
memuakkan dan penuh dengan
dosa itu" "Ki Demang" Sindangsari menjadi semakin bingung "apakah maksudmu" Apakah kau
ingin mengatakan bahwa..."
"Ya" "Ki Demang" Ki Demang memandang Sindangsari dengan tajamnya
Lengan Sindangsari masih dipegangnya erat-erat. Namun sejenak kemudian tangannya
menjadi seakan-akan kehilangan kekuatan. Dilepaskannya lengan Sindangsari sambil
berkata "Sari, kau berhak berbuat apa saja dengan angan-anganmu.
Tidak ada seorangpun yang akan dapat mengetahuinya"
Kini Sindangsari berdiri dengan gemetar. Mulutnya menjadi seolah-olah terkunci.
Ia menunggu saja apa yang akan
dikatakan Ki Demang selanjutnya tentang dirinya. Tentang noda dan dosa yang
telah melumuri tubuhnya tentang
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
keperempuanannya yang kehilangan trapsila. Tentang semuanya. Tetapi Ki Demang tidak menyebutnya satu demi satu.
Ternyata yang dikatakan oleh Ki Demang adalah "Tetapi itu bukan salahmu Sari.
Aku memang sudah mengetahui, bahwa kau mencintai Pamot. Seharusnya aku tidak
menjadi heran, bahwa kau tidak akan dapat melupakannya"
Sindangsari mengerutkan keningnya. Ia benar-benar
merasa berhadapan dengan seorang laki-laki yang tidak dapat dimengertinya.
Sehingga katanya di dalam hati "Macam inikah sebabnya maka tidak seorangpun yang
dapat menjadi isteri Ki Demang untuk waktu yang cukup lama?" Dan dalam keragu-
raguan ia berkata terus di dalam dirinya "Tetapi apakah gunanya meninggalkannya.
Aku tidak akan dapat kembali kepada Pamot. Kalau pada suatu saat Ki Demang sudah
berhasil menenangkan dirinya, maka aku tidak berhak lagi mengharap Pamot
kapanpun juga" Namun Sindangsari terkejut ketika ia mendengar Ki
Demang menggeram. Seperti orang yang sedang diamuk oleh persoalan yang paling
sulit di dalam hidupnya, Ki Demang menjadi gugup. Tetapi akhirnya ia berkata
"Tidurlah Sari. Sayang bahwa malam ini aku mempunyai tugas yang banyak.
Aku harus pergi ke padukuhan-padukuhan yang sudah lama tidak aku lihat"
Sindangsari memandang laki-laki itu dengan herannya.
Bahkan sejenak ia justru terbungkam.
"Tidurlah" "Ki Demang" desis Sindangsari "apakah sebenarnya yang kau kehendaki dariku
"tanpa sesadarnya Sindangsari telah melontarkan pertanyaan yang membelit
hatinya. Ki Demang menggelengkan kepalanya "Malam ini aku ter
lampau sibuk" Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Terasa sesuatu bergejolak di dalam dada Sindangsari. Ia merasa tidak lagi dapat
menguasai keadaan. Di dalam
kecemasannya ia bertanya "Tetapi, tetapi, apakah semuanya itu tidak akan dapat
ditunda sampai besok atau bahkan lusa?"
"Itu kewajibanku Sari"
"Tetapi Ki Demang juga mempunyai kewajiban lain.
Kewajiban sebagai seorang suami"
"Diam. Diam" tiba-tiba Ki Demang membentak "itu adalah persoalanku pribadi.
Tidak ada seorangpun yang dapat
memaksa, kapan aku harus buat sebagai seorang suami.
Bahkan seandainya aku tidak berbuat apapun sebagai seorang laki-laki. tidak
seorangpun yang dapat menuntut. Aku adalah seorang Demang yang paling berkuasa
di Kepandak" Tiba-tiba Sindangsaripun dilanda oleh kecemasan yang
dahsyat. Sehingga di luar sadarnya ia berkata "Tetapi itu tidak adil"
"Diam, diam kau" mata Ki Demang menjadi merah.
Dan Sindangsaripun masih juga menjawab "Tetapi Ki
Demang, bukankah Ki Demang tidak merencanakan untuk
pergi malam ini" Bukankah hanya dengan tiba-tiba saja Ki Demang merasa perlu
untuk meronda" Kalau Ki Demang
memang telah merencanakan hal itu, maka Ki Demang tidak akan menyelarak semua
pintu-pintu dan memadamkan lampu tengah"
"Tutup mulutmu" Ki Demang menjadi marah. Penyakitnya
tiba-tiba pula telah menjangkiti dirinya. Penyakit marahnya.
Katanya "Kau tidak berhak mengatur aku. Kau tidak berhak"
Seperti yang sering dilakukan, Ki Demang bahkan kadang-kadang menyakiti isteri-
isterinya yang terdahulu apabila gejolak yang demikian telah merambati hatinya.
Seakan-akan ada sesuatu yang tertahan di dalam gelora dadanya yang
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
panas. Namun yang meluap adalah sifat-sifatnya yang kasar dan bahkan liar.
Betapa takutnya Sindangsari melihat Ki Demang yang tiba-tiba saja telah berubah.
Matanya yang merah dan wajahnya yang tegang telah membuat Sindangsari gemetar,
Di bagian belakang Kademangan itu, dua orang perempuan duduk dengan hati yang
berdebar-debar pula. Mereka adalah pembantu Ki Demang, dan yang seorang adalah
perempuan yang melayani Sindangsari di saat-saat perkawinannya.
"Apakah hal yang serupa akan terjadi lagi?" perempuan setengah tua itu berbisik.
Pelayan Ki Demang tidak menjawab. Tetapi wajahnya
tampak menjadi suram. "Beberapa kali selalu saja hal itu terulang. Di hari-hari perkawinannya Ki
Demang selalu bertengkar dengan isteri-isterinya. Tetapi kali ini agaknya aku
mengharap terjadi perubahan di dalam dirinya.
Belum lagi ia terdiam, ia mendengar sesuatu di ruang
dalam. Sesuatu yang tidak jelas.
"Hem" ia menarik nafas dalam-dalam. Sebenarnyalah
bahwa Ki Demangpun waktu itu sudah bertengkar pula
dengan Sindangsari. Apalagi Sindangsari sendiri dibebani oleh noda di dalam
dirinya. Ia ingin egera mengakhiri kecemasan yang selalu
mengombang-ambingkan perasaannya. Namun ia tidak segera dapat berhasil.
Tetapi wajah Ki Demang yang merah itu telah membuatnya sangat ketakutan. Dengan
serta-merta ia memutar tubuhnya membelakangi Ki Demang sambil menutup wajahnya
dengan kedua telapak tangannya "O" suaranya terputus oleh sesak nafasnya.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Ki Demang berhenti selangkah di belakang Sindangsari.
Tiba-tiba ia menyadari keadaannya Karena itulah maka iapun menarik nafas dalam-
dalam untuk menenangkan hatinya.
Sejenak kemudian dipaksanya dirinya berkata "Maaf Sari.
Aku tidak ingin menyakiti hatimu. Tidurlah. Aku adalah seorang Demang. Kau harus
menyadari, bahwa kau adalah isteri seorang Demang, sehingga kadang-kadang aku
memang harus meninggalkan rumah ini di malam hari"
Ki Demang tidak menunggu Sindangsari menyahut. Ia
sadar, bahwa darahnya mudah sekali melonjak. Apalagi justru di saat-saat seperti
ini. Sehingga dengan demikian, iapun segera melangkah pergi meninggalkan bilik
itu. Sejenak kemudian Sindangsari mendengar selarak pintu
terbuka dan daun pintu lereg yang bergerit.
"O" tiba-tiba saja Sindangsari telah membanting dirinya di pambaringannya. Ia
tidak dapat menahan tangisnya lagi yang kemudian mengalir seperti bendungan yang
pecah. "Beginilah Ki Demang memperlakukan isteri-isterinya"
"pertanyaan itu selalu melonjak-lonjak di dalam dadanya.
Demikianlah, seperti pada malam-malam sebelumnya,
Sindangsari tergolek di pembaringannya seorang diri. Bahkan seorang diri di
dalam rumah Kademangan yang besar.
Pembantu-pembantu Ki Demang berada di belakang, sedang para peronda berada di
luar. Di malam yang sepi itu, isak tangis Sindangsari telah menyentuh perasaan
perempuan tua yang duduk di
longkangan belakang. Ia tidak menghiraukan lagi embun yang mulai menitik.
Perasaan iba telah melonjak-lonjak di hatinya.
Perempuan itu terkejut ketika pembantu Ki Demang
menegurnya "Kenapa Nyai berada disitu?"
"Kemarilah" bisiknya "dengarlah. Apakah suara itu suara isak tangis?"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Pelayan itupun mendekat. Kepalanyapun kemudian terangguk-angguk kecil "Ya. Isak yang ter tahan-tahan"
"Kasihan, Kasihan Sindangsari. Ki Demang harus menyadari bahwa isterinya kali
ini adalah seorang gadis yang lain dari isteri-isterinya yang terdahulu"
Kedua perempuan yang kini telah melekatkan dirinya pada dinding ruang dalam itu
menjadi bersedih pula. Beberapa kali mereka mengalami hal yang serupa. Bahkan
pernah Ki Demang tidak dapat mengendalikan kemarahannya dan
menyakiti isterinya. "Kasihan, kasihan" desis perempuan itu. Sementara itu Ki Demang bersama dua
orang peronda telah berjalan dengan tergesa-gesa keluar halaman Kademangan,
seakan-akan sesuatu telah mengejarnya. Semakin cepat Ki Demang
melangkah, maka ia merasa semakin gelisah, karena ia tidak segera
berhasil membebaskan dirinya dari kejaran perasaannya sendiri. "Persetan dengan perempuan itu" ia menggeram di dalam hatinya "Aku adalah
seorang Demang yang bertanggung
jawab atas keselamatan seluruh Kademangan. Aku tidak harus sekedar memikirkan
seorang isteri yang betapapun cantiknya.
Keselamatan Kademangan ini lebih penting dari segala-
galanya" Dan Ki Demangpun kemudian melangkah lebih cepat lagi.
sehingga kedua peronda yang mengawaninya menjadi
terheran-heran. Mereka berlari-lari kecil mengikuti langkah Ki Demang yang
semakin lama menjadi semakin cepat.
Ketika mereka sampai di gardu peronda di ujung desa,
maka sebelum para peronda itu menyapa. Ki Demang sudah berteriak "He, kenapa
kalian tidur saja" Apa gunanya kalian berada disini kalau kalian hanya sekedar
akan tidur. Pulang saja. Tidak ada gunanya dipasang peronda-peronda yang hanya
berpindah tidur dari rumahnya ke gardu ini"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Para peronda di gardu itu terkejut. Mereka tidak
menyangka bahwa tiba-tiba saja Ki Demang marah-marah
kepada mereka. Salah seorang mencoba memberi penjelasan
"Ki Demang. Hanya sebagian dari kami yang tidur di gardu ini.
Kami memang sengaja membagi tugas. Sedang mereka yang tidak sedang bertugas kami
perkenankan untuk tidur disini"
Ki Demang mengerutkan keningnya. Namun kemarahan
yang ada sejak ia berada di rumahnya itu masih juga tertuang
"Tetapi kebetulan saja aku lewat. Kalau tidak, maka yang lainpun pasti akan
segera menyusul tidur pula"
Tidak seorang lagi yang berani menjawab. Mereka
menundukkan kepala mereka sambil menahan hati.
"Hati-hatilah" berkata Ki Demang "malam ini aku akan
lewat lagi di muka gardu ini. Kalau kalian tidur semua aku bakar gardu ini
seisinya " Ki Demang tidak menunggu jawaban lagi. lapun melanjutkan perjalanannya dari satu padukuhan kepadukuhan yang lain. Para
peronda yang ditinggalkannya saling
berpandangan sejenak. Salah seorang berdesis "Kenapa Ki Demang tiba-tiba saja
marah-marah?" Kawannya menggeleng-gelengkan kepalanya. Jawabnya
"Entahlah, Kita semuanya tidak tahu. Mungkin memang ada peronda di gardu-gardu
yang semuanya jatuh tertidur,
sehingga membuatnya marah-marah. Sampai di gardu ini, kemarahan itu masih juga
dibawanya" Kawan-kawannya mengangguk-anggukkan kepala mereka
yang sudah terbangun dari tidurnyapun tidak berani lagi berbaring. Mereka
berjalan-jalan saja hilir mudik di muka gardu.
"He, kau lihat manggis di rumahku sedang berbuah" Mari siapa yang ingin makan
manggis untuk mencegah kantuk"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Uh, aku tidak mau sakit perut. Malam-malam begini makan manggis" sahut yang
lain "kalau ada ketela pendem, mungkin aku akan mempertimbangkannya"
"Aku akan mengambil ke rumah sebentar" seorang yang
lain menyahut. Demikianlah maka para peronda itu telah membuat
kesibukan untuk mencegah agar mereka tidak menjadi kantuk dan apalagi tertidur
bersama-sama. Malam itu agaknya telah benar-benar mencemaskan bagi
Sindangsari. Apabila malam-malam yang demikian selalu terulang maka ia akan
menjadi semakin tersiksa karenanya.
Tetapi tidak ada yang dapat dilakukan oleh Sindangsari, selain mengadu kepada
dirinya sendiri sambil menitikkan air mata.
Meskipun di Kademangan itu sudah tidak ada peralatan dan tidak ada pertunjukan
apapun, namun malam itu Sindangsari masih juga tidak dapat tidur. Ia benar-benar
telah dicengkam oleh kegelisahan dan kecemasan.
Bahkan karena kebingungan yang meledak di kepalanya.
Sindangsari telah jatuh ke dalam suatu rencana yang tidak terpuji bagi seorang


Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

perempuan. Demikianlah, maka hari-hari berikutnya sama sekali tidak menarik bagi
Sindangsari. Ia melayani Ki Demang tanpa hati.
Menyediakan makan, minum dan keperluan-keperluannya
yang lain. Noda pada dirinya telah memaksanya menunggu, kapan
malam akan datang lagi. Betapapun lambatnya, namun
akhirnya, Kepandak telah disaput oleh gelapnya malam yang turun perlahan-lahan.
Ketika lampu-lampu di rumah Ki
Demang telah menyala, maka degup jantung Sindang-saripun terasa menjadi semakin
cepat. Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Aku harus meyakinkan Ki Demang, bahwa aku memang
mengharapkannya" berkata Sindangsari kepada dirinya
sendiri. Tetapi iapun tidak juga dapat berbohong, bahwa ia tidak berbuat hal itu
dengan sejujur hatinya. Demikianlah ia pergi mendahului Ki Demang masuk ke
dalam biliknya. Kebingungan dan kecemasan yang memuncak telah membuatnya hampir
berputus-asa, bahwa ia akan
berhasil menyembunyikan dosanya.
Ketika ia mendengar Ki Demang, Sindangsari menunggunya dengan gemetar. Tanpa
berkedip ia memandang pintu yang kemudian bergerak perlahan-lahan.
Dengan ragu-ragu Ki Demang melangkahkan kakinya
memasuki bilik itu. Ia tertegun ketika ia melihat Sindangsari yang duduk di
pinggir pembaringannya. Sindangsari yang sedang berputus-asa dan kehilangan
pikirannya yang bening, karena ia selalu dikejar-kejar oleh pengakuan dosa di
dalam hatinya. "He, apa yang kau lakukan?" Ki Demang hampir berteriak.
"Tetapi, tetapi aku tidak tahu kalau Ki Demang akan
masuk" "Kau tidak menggerendel pintu"
Sindangsari tidak segera menyahut. Sejenak ia duduk
membeku di tempatnya, namun kemudian ia berdesis "Aku sedang berganti pakaian"
Ki Demang berdiri saja seperti patung. Tetapi wajahnya tiba-tiba telah berubah.
Semakin lama menjadi semakin merah dan tegang.
Sindangsaripun telah benar-benar kehilangan akal. Ia tidak lagi memikirkan
kepantasan trapsilanya. Bahkan iapun
kemudian berdiri sambil berkata "Ki Demang, jangan ditinggal aku sendirian. Aku
takut" Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Tubuh Ki Demang kini bergetar seperti orang yang
kedinginan. Ketika Sindangsari maju selangkah lagi, Ki Demang itu kemudian
mundur sambil berkata lantang
"Berhenti. Berhenti disitu. Kalau kau maju lagi, aku bunuh kau"
Sindangsari terkejut mendengar suara Ki Demang. Meskipun ia sendiri seakan-akan telah kehilangan nalarnya yang wajar, namun ia
masih juga dipengaruhi oleh perasaan takut melihat sikap dan sorot mata Ki
Demang di Kepandak. "Ki Demang" berkata Sindangsari kemudian "sudah berapa hari kita menjadi suami
istri. Tetapi sikap Ki Demang tidak dapat aku mengerti. Aku sudah mencoba
menyesuaikan diriku sebagai seorang isteri. Tetapi Ki Demang tidak berbuat
sebagai seorang suami"
"Cukup. Cukup" Ki Demang berteriak "sudah enam kali aku kawin Sari. Aku kira kau
adalah isteriku yang paling baik, yang paling cantik, dan yang paling sopan.
Tetapi ternyata kau adalah isteriku yang paling kasar. Yang paling jauh dari
sopan santun seorang perempuan. Mungkin pengaruh kehidupan
kota telah meresap ke dalam tubuhmu, sehingga kau sendiri tidak menghargai lagi
milikmu yang paling berharga. Sari, apalagi orang lain. Orang lain akan
menganggapmu tidak lebih dari barang yang tidak berharga. Aku jadi muak melihat
kau. Muak" Sejenak Sindangsari terpaku di tempatnya. Dipandanginya wajah Ki Demang yang
membara. Namun kini keputus-asaan telah
benar-benar mencengkamnya sehingga tanpa sesadarnya ia berkata tidak kalah lantangnya "Jadi apa maksudmu membawaku kemari
Ki Demang" Apakah kau
hanya sekedar ingin menyiksa aku dengan memisahkan aku dari ruang yang paling
aku cintai" Atau barangkali kau mempunyai maksud lain yang tidak dapat
dimengerti oleh siapapun" Ki Demang, kalau memang begini tingkah lakumu terhadap
isteri-isterimu yang terdahulu, maka sudah tentu,
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
tidak seorangpun yang akan betah tinggal disini lebih dari seumur bayi di dalam
kandungan" "Jangan kau sebut-sebut, jangan kau sebut-sebut.
"Kenapa" Bukankah kau inginkan anak"
"Tidak, tidak. Tidak"
"Kenapa Ki Demang" Kau tidak ingin mempunyai keturunan bagi pewaris Kademangan
ini" "Tutup mulutmu. Aku bunuh kau"Tiba-tiba Ki Demang
meloncat maju sambil mengembangkan jari-jari tangannya.
Namun ketika jari-jari tangannya itu melekat di leher Sindangsari, terlintaslah
bayangan di kepalanya saat-saat pernikahannya.
"Uh" ia berdesah sambil memalingkan wajahnya. Terbayang beberapa orang prajurit berkuda datang ke rumah anak itu. Mereka
adalah kawan-kawan ayah Sindangsari.
Bagaimanapun juga Ki Demang masih mempertimbangkannya, bahwa prajurit-prajurit dan perwira-perwira itu akan turut
campur apabila ia berbuat kasar terhadap Sindangsari"
"Ki Demang, apakah kau akan membunuhku" tiba-tiba
suara Sindangsari menjadi mapan.
Ki Demang menahan nafasnya yang serasa menjadi
semakin cepat mengalir. Kepalanya kini tertunduk dalam-dalam.
Di belakangnya Sindangsari berdiri tegak justru dengan kepala tengadah. Sekali
lagi ia berkata "Ki Demang, kau akan membunuhku?"
"Tidak" suara Ki Demang menjadi lemah.
"Kenapa tidak?"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Ki Demang tersentak. Sekali lagi ia berpaling, namun
kemudian iapun segera melangkah pergi meninggalkan
Sindangsari di dalam biliknya.
Sekali lagi Sindangsari harus membanting diri di pembaringan dan menangis sejadi-jadinya. Apalagi ketika ia sadar akan dirinya
dan cengkaman keputus-asaannya,
sehingga ia telah kehilangan trapsilanya sebagai seorang perempuan.
Masih terngiang di telinganya suara Ki Demang "Sudah
enam kali aku kawin. Ternyata kau adalah isteriku yang paling kasar, yang paling
jauh dari sopan santun seorang
perempuan" "O, beginikah aku sekarang" Sindangsari mengeluh tajam.
Betapa kecewa dan penyesalan menghentak-hentak dadanya.
Akhirnya Ki Demang itupun meninggalkannya pergi.
"Seandainya nenek tidak pernah berceritera bahwa bunuh diri adalah pekerjaan
yang menjauhkan manusia dari Tuhan, aku pasti akan membunuh diriku" tangis
Sindangsari. Dan betapa ia menjadi sangat malu kepada diri sendiri.
Sejak saat itu, maka hubungannya dengan Ki Demang
menjadi semakin jauh. Meskipun ia masih tetap melayani seperti biasa,
menghidangkan makan, minum dan keperluan-keperluannya yang lain, tetapi lebih
daripada itu. mereka seakan-akan telah dibatasi oleh sebuah benteng yang tidak
tertembuskan. Sindangsari yang menjadi sangat malu akan usahanya yang gagal itupun kemudian
berdiri diatas harga dirinya yang perlahan-lahan tumbuh diatas alas
kecenderungannya pada pasrah diri. Itulah sebabnya, maka ia tidak pernah lagi
berbuat apapun juga, meskipun di dalam remang-remang antara sadar dan tidak,
sebelum ia berusaha untuk jatuh tertidur, ia merasa bahwa
Ki Demang berdiri di sampingnya sambil mengawasinya. Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Apa peduliku" katanya di dalam hati. Dan sikapnya itu ternyata telah membuatnya
agak tenteram. Namun di hari-hari berikutnya, Sindangsari telah diguncang pula oleh keadaan
dirinya. Terasa sesuatu yang lain telah mengganggunya. Mengganggu tubuhnya.
Kepalanya menjadi pening dan perutnya kadang-kadang
menjadi mual. "Ah, kenapa aku ini" bertanya Sindangsari kepada dirinya sendiri
"agaknya aku terlampau lelah dan kadang-kadang cemas. Aku juga kurang tidur"
Tetapi perasaan mual di perutnya telah membuatnya
gelisah. Apalagi disertai dengan tanda-tanda lain seperti yang pernah
didengarnya dari neneknya.
"Apakah .............?" kadang-kadang sebuah pertanyaan telah menggelitik
hatinya. Tetapi Sindangsari tidak berani melihat kemungkinan itu.
Setiap kali ia berusaha untuk menenteramkan dirinya sendiri dengan berbagai
macam alasan. Kurang tidur, lelah, gelisah dan masih banyak lagi yang dapat
disebutnya, yang membuatnya menjadi pening dan mual.
Tetapi tanda yang satu itu" Tanda yang hampir
memberinya kepastian bahwa memang telah terjadi perubahan di dalam dirinya sendiri" Di dalam tubuhnya".
Peristiwa-peristiwa itu benar-benar telah menyiksa perasaan Sindangsari. Siksaan yang hampir tidak tertahankan.
Dalam pada itu, ternyata Sultan Agung di Mataram,
berkeputusan untuk segera memberangkatkan pasukannya
untuk menyerang Betawi. Seperti yang diangan-angankan oleh Sindangsari, saat itu Pamot
telah bertekad untuk berusaha sekuat-kuat kemampuannya, agar iapun dapat mengikuti pasukan yang akan dikirim untuk
mengusir orang asing yang kini mulai menjamah tanah kelahiran ini.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Ternyata usaha Pamot itupun berhasil. Selama ia berada di tempat penempaan, ia
telah menunjukkan kelebihan yang meyakinkan, sehingga iapun terpilih bersama
beberapa orang kawannya dari Gemulung. diantaranya Punta.
Namun ternyata bahwa usaha Pamot untuk dapat ikut serta itu, telah dibantu
sepenuhnya oleh Ki Dipajaya. Bukan dengan penilaian yang diperingan, tetapi
justru di setiap kesempatan Ki Dipajaya sendiri telah membawa Pamot menyingkir
untuk memberinya bekal yang lebih banyak lagi baginya sebelum ia pergi
kepeperangan. "Perjalanan itu pasti bukan perjalanan tamasya Pamot"
berkata Ki Dipajaya. Pamot mengangguk-anggukkan kepalanya "Aku meyakini"
jawabnya. "Bagus" sahut Dipajaya kemudian "jalan yang akan kau
tempuh penuh dengan kesulitan dan penderitaan lahir dan batin"
Sekali lagi Pamot mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Kau akan berperang menghadapi orang-orang asing yang memiliki kelebihan jenis
senjata. Senjata yang tidak pernah kita punyai"
Pamot masih mengangguk-anggukkan kepalanya. Tetapi ia sudah benar-benar bertekad
bulat, bahwa ia akan ikut dengan perjuangan ini. Keadaaan yang khusus pada
dirinya telah mendorongnya dan menjadikannya semakin mantap.
"Aku harus pergi. Aku harus pergi" katanya di dalam hati.
Meskipun kadang-kadang ia masih digelitik oleh perasaannya sendiri "Kau tidak
pergi berjuang Pamot. Tetapi kau sedang lari dari sakit hati yang tidak
tertanggungkan" "Tidak. Tidak" dibantahnya sendiri perasaannya itu "aku benar-benar meyakini
perjuanganku. Bahkan seandainya aku berhasil memperisteri Sindangsari. Aku tahu
benar tujuan Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
perjuangan ini. Karena itu aku akan berangkat dengan penuh keyakinan akan tujuan
keberangkatanku. Bukan sekedar
sebuah pelarian. Mataram harus berhasil mengusir orang-orang bule itu dari bumi
ini" Dan di malam-malam menjelang keberangkatan pasukan
Mataram, Sindangsari seakan-akan tersentuh oleh getaran-getaran yang terpancar
dari tali perasaan yang tanpa disadari masih juga mengikat kedua hati anak-anak
muda itu. Pamot dan Sindangsari.
Selagi Sindangsari berbaring di pembaringan, dan selagi ia merasa dunianya
semakin sepi karena ia selalu seorang diri di rumah yang besar itu, sebuah
bayangan telah terlukis diangan-angannya. "Pamot" perlahan-lahan ia berdesis.
Tanpa sesadarnya Sindangsari telah meraba perutnya.
Seperti benar-benar telah terjadi, dan bukan sekedar di dalam mimpi, bayangan
Pamot itu menjadi semakin jelas berdiri di hadapannya.
Pamot yang kini berpakaian keprajuritan dengan sehelai pedang di lambung dan keris di punggung.
"O"Sindangsari berdesah "kapan kau akan pulang Pamot?"
Sindangsari melihat bayangan itu menggelengkan kepalanya. Hanya menggeleng, tetap sama sekali tidak
menjawab. "Katakan, katakan Pamot, kapan kau akan kembali
kepadaku" Aku selalu disiksa oleh kesepian dan perasaan bersalah. Kita bersama-


Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sama telah melekatkan noda yang tidak lagi dapat aku sembunyikan"
Tetapi Pamot itu berdiri saja seperti patung.
"Pamot, Pamot" ia berdesis "mungkin kau akan berhasil memenangkan perjuanganmu.
Ayahku pernah gagal dan Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
bahkan gugur di peperangan. Mungkin kali ini kau akan menang" Sindangsari
berhenti sejenak "Tetapi akulah yang akan mengalami kekalahan. Dan kalau kau
kelak kembali ke Kademangan ini kakang, mungkin aku sudah di kubur, karena Ki
Demang pasti akan membunuhku"
Bayangan itu semakin lama menjadi semakin kabur oleh air mata yang mengembang di
pelupuk. Namun tiba-tiba semuanya lenyap ketika Sindangsari
tersadar. Di gardu di regol halaman terdengar suara
kentongan yang memecah sepinya malam.
"O" Sindangsari berdesah sambil mengusap matanya yang basah "aku tidak bermimpi.
Aku tidak bermimpi" tetapi Pamot itu sudah tidak ada lagi di dalam biliknya.
Sindangsari tidak dapat menahan tangisnya. Terlintas sebuah kenangan yang tidak
akan dapat dilupakan sepanjang umurnya. Kenangan yang indah, tetapi juga
permulaan dari siksaan yang
dialaminya sampai saat ini.
Sindangsari mengusap matanya ketika ia mendengar pintu ruang dalam bergerit.
Kemudian dipejamkannya matanya, seolah-olah ia sudah tertidur nyenyak. Di
miringkannya tubuhnya membelakangi pintu biliknya. Ia tahu benar, bahwa yang
membuka pintu itu adalah Ki Demang sendiri.
Sejenak kemudian ia mendengar desir langkah mendekati biliknya. Hatinya menjadi
berdebar-debar ketika ia mendengar pintu bilik itupun berderit pula.
Meskipun Sindangsari tidak berpaling, tetapi di dalam angan-angannya ia dapat
melihat seperti kebiasaan yang dilakukan hampir setiap malam oleh Ki Demang di
Kepandak. Berdiri tegak di muka pintu dengan wajah yang tegang
memandang Sindangsari yang tergolek di pembaringannya.
Pada saat yang bersamaan. Pamotpun sedang berdiri tegak dengan wajah yang tegang
mendengarkan penjelasan dari pemimpin kelompoknya.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Sinuhun Sultan Agung sudah memutuskan, bahwa kita
akan segera berangkat" berkata pemimpin kelompok itu "kita tidak akan menunda
waktu lagi. Malam ini kalian harus sudah selesai berkemas. Besok di saat fajar
menyingsing kita akan meninggalkan alun-alun Mataram"
Semua orang di dalam kelompok itu menjadi berdebar-
debar. Dan mereka mendengar penjelasan lebih lanjut "Kita akan singgah di kota-
kota di sepanjang pesisir Utara"
Tidak seorangpun yang bergerak. Tetapi hampir setiap
orang bertanya di dalam hatinya "Apakah pasukan ini kelak juga akan menyerang
Betawi lewat lautan seperti pasukan Mataram hampir setahun yang lalu?"
Tetapi pemimpin kelompoknya menjelaskan "Kita harus
berusaha untuk tidak mengulangi kesalahan dari pasukan yang
gagal itu. Perjalanan lewat laut tidak dapat diperhitungkan waktunya dengan tepat. Mungkin kalian
pernah mendengar, bahwa pasukan penggempur Mataram
telah berhasil memasuki benteng musuh di Betawi dengan berbagai cara. Ada yang
menyamar sebagai pedagang ternak, ada yang menyamar sebagai pedagang sayur-
sayuran, dan cara-cara yang lain. Di saat yang telah ditentukan, mereka telah
berhasil menghancurkan sebagian besar dari isi benteng itu. Bahkan mereka telah
berhasil membuka pintu benteng.
Tetapi pasukan yang harus datang kemudian, memasuki
benteng itu, ternyata terlambat. Bukan kesalahan mereka.
Bukan karena tidak menepati tugas mereka, tetapi unsur angin dan keadaan cuaca
berpengaruh pula. Sehingga
perjuangan itu diakhiri dengan peristiwa yang tidak kita harapkan bersama.
Pasukan penggempur itu akhirnya habis, gugur di dalam perjuangan mereka sebelum
induk pasukan datang. Dan perjuangan mengusir orang asing setahun yang lalu
itupun gagal" pemimpin kelompok itu berhenti sejenak, lalu "Sekarang kita tidak
akan datang ke Betawi melalui laut.
Meskipun cara itu benar-benar telah mengejutkan musuh,
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
karena mereka sama sekali tidak menyangka bahwa kekuatan laut Mataram dapat
dibanggakan. Tetapi kali ini kita akan berjalan melalui daratan"
Semua orang di dalam pasukan itu mengangguk-
anggukkan kepala. Mereka sadar bahwa perjalanan itu adalah perjalanan yang
sangat berat. Jarak yang harus mereka tempuh adalah jarak yang sangat jauh.
Namun tekad yang membara terbayang di wajah setiap orang. Setiap orang yang ada
di dalam pasukan yang harus sudah siap sebelum fajar. Di dalam pasukan itu
terdapat prajurit-prajurit Mataram dan anak-anak muda yang sudah mendapat
tempaan lahir dan batin untuk menghadapi tugas yang terlampau berat itu.
Demikianlah dengan nyala tekad yang berkobar-kobar di dalam setiap dada, maka
Matarampun telah mulai dengan perjuangannya kembali untuk mengusir orang-orang
asing yang telah berani menjamah bumi tercinta.
Betapapun kegagalan pernah dialami oleh Sinuhun Sultang Agung, tetapi hasrat
untuk tetap berdiri tanpa sentuhan tangan-tangan asing itu masih tetap menyala
di dadanya. Bukan hanya di dalam dada Sinuhun Sultang Agung sendiri, tetapi juga di setiap
dada para pemimpin pemerintahan, pemimpin keprajuritan dari yang paling tinggi
sampai yang paling rendah dan bahkan di seluruh hati nurani rakyat.
Ketika semua persiapan sudah selesai, maka seluruh
pasukan yang akan berangkat ke Betawi itupun berkumpul di alun-alun. Hampir
semua penghuni kota yang mendengar
berita keberangkatan pasukan itu, memerlukan keluar dari rumah-rumah mereka dan
pergi ke alun-alun untuk melihat, betapa pasukan Mataram yang kuat telah siap
untuk melakukan tugasnya yang berat.
Di dalam keremangan fajar, alun-alun Mataram telah
berubah menjadi lautan tajamnya senjata. Ujung-ujung
tombak mencuat seperti daun ilalang yang tumbuh memenuhi bagian terbesar dari
seluruh alun-alun. Sedang mereka yang
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
bersenjatakan pedangpun, telah menarik senjata mereka dan mengacu-acukannya.
Bahkan sebagian dari mereka telah
menyentuh perisai-perisai mereka dengan daun-daun pedang, membuat irama yang
khusus. Semakin lama menjadi semakin cepat, seperti anak-anak bermain kotekan.
Tetapi semua suara itupun tiba-tiba terhenti. Alun-alun yang penuh dengan
manusia itu seakan-akan menjadi sepi, sesepi tanah pekuburan. Yang terdengar
kemudian adalah suara gamelan yang meneriakkan tekad perjuangan yang
meledak-meledak, mengiringi hadirnya Sinuhun Sultan Agung.
Dengan dada tengadah Sinuhun Sultan Agung naik
kepanggung yang sudah disediakan. Tanpa mengucapkan
sepatah katapun dipandanginya seluruh pasukannya. Sentuhan matanya seakan-akan telah menumbuhkan kekuatan baru di dalam diri setiap prajurit dan anak-anak muda yang telah
bersiap untuk pergi ke medan itu.
Sejenak kemudian pemimpin tertinggi pasukan Matarampun naik pula ke panggung,
untuk menerima sipat kandel, sebuah pusaka yang berupa tombak sebagai lambang
kepercayaan Sinuhun Sultan Agung kepada pasukannya.
"Aku sertakan Kiai Janur bersama pasukan ini" hanya itulah yang diucapkan oleh
Sultan Agung. Pemimpin tertinggi pasukan itupun menyembah. Kemudian diterimanya tombak pusaka
itu. Kiai Janur, yang sudah tidak berwrangka lagi sebagai pertanda kesia-gaan
pasukan Mataram untuk bertempur di setiap saat.
Sejenak kemudian maka pasukan itupun mulai bergerak. Di paling depan, adalah
beberapa orang terpilih berjalan mendahului pasukan. Kemudian iring-iringan
panji-panji dan umbul-umbul, rontek dan tanda-tanda kebenaran yang lain. Di
belakang tanda-tanda kebesaran itu, seperangkat gamelan yang
dipanggul oleh petugas-petugas yang khusus, bergantungan pada tali-tali yang kuat. Para penabuh dengan
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
pakaian keprajuritan dan senjata di lambung mengayun-
ayunkan alat-alat pemukul mereka dengan penuh gairah, sehingga bunyinyapun telah
menumbuhkan pengaruh bagi
seluruh pasukan. Sentuhan bunyi gamelan itu telah menambah gairah perjuangan yang memang sudah berkobar di dalam setiap dada.
Namun demikian, ada juga satu dua orang, yang berdiri di pinggir-pinggir jalan,
menyaksikan keberangkatan pasukan itu dengan air mata yang berlinang-linang.
Anak-anak mereka, dan mungkin juga suami-suami mereka, berada di dalam
pasukan itu. Seorang ibu yang tidak dapat menahan perasaannya,
bergantung pada pundak saudara laki-lakinya. Air matanya yang menitik, telah
membasahi baju saudaranya itu.
"Jangan menangis"
Perempuan itu mengangguk-anggukkan kepalanya. Tetapi
air matanya masih juga menitik terus.
Bahkan kemudian disela-sela isaknya ia berkata "Setahun yang lalu ayahnya telah
gugur. Sekarang anak itu pergi ke tujuan yang sama"
"Tetapi nasib anak itu berlainan dengan nasib ayahnya "
"Mudah-mudahan "
"Kau harus berdoa, Bukan saja anakmu dapat kembali
dengan selamat, tetapi pasukan itu akan mendapatkan
kemenangan" Perempuan itu menganggukkan kepalanya.
"Tuhan Maha Adil"
Sekali lagi perempuan itu mengangguk-anggukkan kepalanya. Namun ia masih bergumam "Perang selalu
menumbuhkan kesedihan"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Ya. Kesedihan, kecemasan dan ketakutan. Tetapi orang asing itupun menumbuhkan
berbagai macam kemungkinan
yang barangkali jauh Lebih buruk dari perang ini. Kalau pasukan ini berhasil
mengusir mereka, maka kita akan dapat membuat pertimbangan. Berapa banyak korban
yang jatuh Tetapi untuk seterusnya kita tidak akan dihantui lagi oleh kekuasaan
asing dibumi ini" Perempuan itu mengangguk-anggukkan kepalanya pula.
"Kalau kita memandang peperangan ini sepotong-sepotong, maka kita akan
kehilangan keseluruhan dan kebulatan kita sebagai rakyat Mataram. Kalau kau
memandang dari segi gugurnya suamimu saja, tanpa memandang keseluruhan
perjuangan, maka kau akan berontak, seolah-olah suamimu dikorbankan untuk tujuan
yang tidak kau hayati. Tetapi kalau kau berdiri diatas pendirian yang lain,
cinta dan pengabdian, maka kau akan menerimanya dengan hati yang lebih lapang"
Sekali lagi perempuan itu mengangguk. Tetapi bagaimanapun juga kepergian anaknya telah membuatnya
bersedih dan cemas. Pengertiannya tentang peperangan dan perjuangan ini dapat
bersama-sama menghuni hatinya dengan kecemasannya atas anaknya yang pergi dengan
senjata di tangan. Seperti setahun yang lalu, ia melihat iring-iringan pasukan
meninggalkan alun-alun ini. Ketika suaminya hilang di dalam derapnya pasukan
yang semakin jauh, maka ternyata untuk selama-lamanya suaminya itu tidak lagi
kembali kepadanya. Sekarang, anak laki-lakinyalah yang pergi, seakan-akan menyusul
ayahnya yang telah pergi lebih dahulu.
Di saat itu, di saat fajar menjadi semakin terang, di Kademangan Kepandak,
Sindangsari telah tertidur sejenak.
Sekali lagi, seolah-olah tidak di dalam mimpi ia melihat ayahnya melambai-
lambaikan tangannya kepadanya. Tetapi yang mengherankannya, ayahnya itu menjadi
jauh lebih muda dari saat-saat keberangkatannya ke medan perang.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Sindangsari menjadi termangu-mangu di dalam batas
antara sadar dan tidak. Namun tiba-tiba saja ia menjerit ketika ia melihat
ayahnya itu terpelanting jatuh.
Ia masih sempat melihat seorang anak muda berlari-lari berusaha menolong ayahnya
itu, sementara ia merasa seseorang telah menahannya agar ia tidak pingsan. Ketika tubuhnya terguncang-
guncang oleh isaknya, Sindangsari tersadar.
"Kenapa kau Sari" terdengar suara di sisi pembaringannya.
Sindangsari segera berpaling dan membuka matanya. Ki
Demang berdiri dengan cemas di sampingnya.
"Apakah kau bermimpi buruk?" Perlahan-lahan Sindangsari bangkit. Perlahan-lahan
ia menganggukkan kepalanya.
"Kau bermimpi apa Sari?" bertanya suaminya.
"Ayah" desis Sindangsari.
"Kenapa dengan ayahmu?"
Sindangsaripun kemudian berkisar menepi. Dibenahinya
pakaiannya dan rambutnya. Kemudian jawabnya "Aku melihat ayah"
Ki Demang mengangguk-anggukkan kepalanya.
Dengan singkat ia menceriterakan mimpinya kepada Ki
Demang yang masih mengangguk-anggukan kepalanya.
Tetapi Sindangsari tidak mengatakan, bahwa ia masih sempat melihat seorang anak
muda yang berlari-lari mencoba
menolong ayahnya, meskipun ia tidak tahu apakah usaha itu berhasil atau tidak,
karena ia segera tersadar. Dan apalagi mengatakan, bahwa di dalam tangkapan
perasaannya, anak muda itu adalah Pamot.
"Ah" ia berdesah di dalam hatinya "aku masih selalu digoda oleh perasaan itu"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Kau selalu gelisah" berkata Ki Demang kemudian
"berusahalah menenteramkan hatimu"
Sindangsari menganggukkan kepalanya.
"Atau barangkali kau sakit?" bertanya Ki Demang "kau
tampak terlampau pucat"
Sindangsari menggelengkan kepalanya "Tidak Ki Demang
Aku tidak sakit" "Kalau kau masih akan tidur, tidurlah. Kau perlu banyak beristirahat. Agaknya
kau memang tidak sehat"
Sindangsari tidak menyahut. Dipandanginya saja Ki
Demang

Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang melangkah meninggalkan biliknya. Meninggalkannya seorang diri.
Sejenak Sindangsari duduk termangu-mangu di tempatnya Ketika ia memandang
langit-langit, terasa olehnya bahwa fajar sudah
menjadi semakin terang. Karena itu, maka Sindangsaripun kemudian berdiri. Dilipatnya selimutnya, dan dibenahinya
pembaringannya. Seperti yang biasa dilakukan, Sindangsaripun segera pergi ke dapur. Air yang
sudah mendidih mengepul dibelanga.
Pembantunya selalu menunggunya, untuk membuat minuman bagi Ki Demang.
Sindangsari sendirilah yang selalu
menuangkannya ke dalam mangkuk dan menghidangkannya
di pringgitan. Kemudian seperti biasanya pula ia mengambil sapu, dan dibersihkannya ruang
dalam. Kebiasaan itu memang agak lain dari kebiasaan isteri Ki Demang yang terdahulu.
Hampir tidak pernah mereka
menyentuh sapu dan apalagi bekerja di dapur. Mereka yang sudah merasa dirinya
menjadi Nyai Demang, menganggap
bahwa tidak pantaslah bagi mereka untuk berbuat sesuatu yang dapat mengotori
tangannya. Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Karena itulah maka tanggapan para pembantu Ki Demang
terhadap Nyai Demang yang satu ini agak berbeda. Karena pada umumnya mereka
sudah tahu ceritera tentang
Sindangsari, maka mereka menjadi semakin iba melihatnya.
Ki Demang sendiri mempunyai tanggapan yang lain pula
terhadap Sindangsari dari isteri-isterinya yang terdahulu.
Memang kadang-kadang darahnya serasa mendidih sampai
kekepala, seperti yang selalu dialaminya dengan isteri-isterinya yang terdahulu.
Ia memang sering menjadi marah-marah tanpa sebab. Membanting barang-barang dan
bahkan menyakiti isteri-isterinya.
Tetapi ia tidak dapat melakukannya terhadap Sindangsari.
Mula-mula ia dipengaruhi oleh sayap pergaulan ibu
Sindangsari. Prajurit-prajurit kawan ayah Sindangsari agaknya terlampau akrab
dengan keluarga isterinya, sehingga kalau ia berbuat sesuatu atas isterinya itu
tanpa sebab, maka prajurit-prajurit itu tentu akan tergerak untuk berbuat
sesuatu, karena merekapun pasti akan mengetahuinya, bagaimana caranya
mendapatkan isterinya itu.
Namun lambat laun, Ki Demang melihat sesuatu yang
memang lain pada isterinya yang keenam itu. Meskipun
Sindangsari pernah tinggal di kota, tetapi ia adalah seorang isteri yang baik.
Ia sendiri menangani pekerjaan rumah tangga dengan rajin dan tekun. Dituntunnya
pembantu pembantunya untuk melakukan pekerjaan yang sebelumnya hampir tidak
pernah mereka kenal. Sambil menghadapi semangkuk air panas dan beberapa
potong makanan Ki Demang merenungi dirinya sendiri. Sekali ia menarik nafas
dalam-dalam. Tanpa disadarinya kepalanya terangguk-angguk lemah.
"Hem" Ki Demang itu berdesah. Ia berpaling ketika ia
mendengar gerit pintu di-ujung pringgitan.
Dilihatnya Sindangsari kemudian membersihkan lantai dan perabot-
perabot rumah tangganya. Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Sayang sekali" Ki Demang itu seakan-akan mengeluh di dalam hati.
Ketika tanpa disengaja Sindangsari berpaling dan tatapan mata mereka bertemu,
maka Ki Demangpun segera menundukkan kepalanya, sedang Sindangsari melemparkan pandangan matanya ke pintu
biliknya yang terbuka. Namun dada keduanya menjadi berdebar-debar tanpa
mereka ketahui sebabnya. Ki Demang yang duduk di pringgitan itupun mencoba untuk melihat ke dirinya
sendiri. Beberapa kali ia sudah beristeri, tetapi ia tidak pernah menemukan
kebahagiaan yang sebenarnya. Selama ini ia tidak pernah mau melihat apa yang sebenarnya telah
terjadi. Karena itu, maka ia selalu
melemparkan kesalahan kepada isteri-isterinya dan orang-orang lain.
Tiba-tiba Ki Demang menghentakkan giginya. Diambilnya makanan yang terhidang di
hadapannya. Disuapkannya makanan itu ke dalam mulutnya. Dan dikunyahnya makanan itu dengan tergesa-gesa,
seolah-olah kesempatannya menjadi semakin tipis untuk dapat menikmatinya.
Sejenak kemudian Ki Demang
itupun berdiri dengan tergesa-gesa pula. Dipanggilnya Sindangsari dari tempatnya, seperti anak-anak yang berteriak-teriak
memanggil ibunya yang sedang berada di kebun belakang.
Sindangsari terkejut mendengar Ki Demang berteriak-
teriak. Ia yakin bahwa Ki Demang mengetahui bahwa ia ada di ruang dalam.
"Aku akan pergi" katanya lantang.
Sindangsari memandanginya dengan heran. Namun kemudian ditenangkannya hatinya. Ia sudah melihat sikap yang tidak dimengertinya
itu berpuluh-puluh kali, seperti pagi ini.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Kemana Ki Demang" ia mencoba bertanya.
"He, kemana?" Ki Demang membelalakkan matanya "kau
masih juga belum mengerti bahwa kau adalah seorang isteri Demang Kepandak.
Adalah tugasku untuk pergi berkeliling, melihat-lihat dan mengamati apa yang
terjadi di seluruh Kademangan ini. Tugasku tidak hanya sekedar menunggui kau,
meskipun kau adalah seorang isteri yang cantik"
Sindangsari menelan ludahnya. Tetapi iapun menganggukkan kepalanya "Baiklah Ki Demang"
"Seharusnya kau tidak bertanya lagi. Kau harus sudah
mengerti. Aku akan pergi kemana dan kapan aku harus pergi"
Sindangsari menganggukkan kepalanya. Tetapi ia tidak
berkata apapun lagi. Dengan tergesa-gesa Ki Demangpun kemudian melangkah
pergi. Ia tidak menghiraukan lagi, bahwa ia telah melangkahi makanan dan mangkuk
minumannya sendiri. Tetapi tiba-tiba di muka pintu ia berhenti. Perlahan-lahan ia berpaling.
Dipandanginya wajah Sindangsari yang pucat.
Seperti bukan kehendaknya sendiri Ki Demang itu berkata
"Beristirahatlah Sari. Jangan terlampau banyak bekerja.
Bukankah kau mempunyai beberapa orang pembantu yang
dapat membersihkan setiap ruangan di dalam rumah ini?"
Sindangsari mengangkat wajahnya. Ia merasa bahwa
suaminya memang orang yang aneh.
Tanpa menunggu jawaban Sindangsari Ki Demang itupun
menghilang di balik pintu.
Sejenak Sindangsari masih berdiri termangu-mangu. Sekali ia
menarik nafas. Kemudian dilanjutkannya kerjanya, membersihkan ruangan dalam dan bilik-bilik di dalam rumah yang besar itu.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Namun tiba-tiba Sindangsari merasa seakan-akan kepalanya berputar dan perutnya menjadi sangat mual.
Hampir saja ia tidak berhasil bertahan untuk berdiri, sehingga kedua
tangannyapun kemudian berpegangan pada tiang-tiang pintu.
"O, perutku" desisnya.
Namun demikian ia menjadi cemas. Karena itu, maka
dipanggilnya seorang pembantunya yang kebetulan lewat di longkangan belakang.
"Kenapa Nyai?" pembantu itu menjadi cemas.
"Kepalaku pening sekali" desis Sindangsari "tolong, bawa aku ke pembaringan"
Dengan dipapah oleh pelayannya Nyai Demang itupun
kemudian berjalan tertatih-tatih masuk ke dalam biliknya.
Perlahan-lahan ia merebahkan dirinya di amben bambunya.
Namun demikian perasaan mual di perutnya masih saja
bergejolak. Bahkan kemudian Sindangsari tidak dapat
menahannya lagi, sehingga terlontarlah dari mulutnya, hampir seluruh isi
perutnya. "O, kenapa kau Nyai, kenapa?" pelayannya menjadi
semakin bingung. Sejenak kemudian terdengar Sindangsari berdesis "Tolong, panggillah bibi tua di
rumah sebelah" "Baiklah Nyai" sahut pelayan itu sambil dengan tergesa-gesa meninggalkan bilik
Sindangsari. "Kenapa kau he?" bertanya kawannya yang melihatnya
berlari-lari lewat pintu butulan.
"Nyai Demang sakit. Ia muntah-muntah. Ambil ah pasir dan taburkan di bawah
pembaringannya. Aku akan memanggil bibi tua di rumah sebelah"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Pelayan-pelayannya kemudian menjadi bingung. Beberapa orang pembantunya telah
membual minuman panas, meremas kunir dan asam, sedang yang lain mengambil
seonggok pasir. Berlari-lari mereka memasuki bilik Sindangsari yang masih saja berbaring sambil
mengaduh terlahan-tahan. "Minumlah air panas Nyai" berkata salah seorang
pembantunya, sedang yang lain mendesaknya "minumlah
kunir dan asam" Sedang yang lain lagi mengusap kaki dan lengannya dengan minyak
dan berambang. Sejenak kemudian maka orang tua di rumah sebelah, yang dipanggil oleh salah
seorang pembantu Nyai Demang itupun datanglah dengan tergesa-gesa pula. Ketika
ia sudah berdiri disisi pembaringan Sindangsari, maka segera dirabanya dahinya.
"Kau tidak panas ngger" desisnya.
Perempuan tua itupun kemudian duduk di bibir pembaringan. Katanya kepada para pembantu itu "Jangan bingung. Biarlah aku yang
menunggui Nyai Demang. Tinggalkanlah bilik ini supaya udaranya tidak terlampau panas"
Pembantu-pembantu Sindangsari itupun kemudian seorang demi seorang melangkah
pergi meninggalkan bilik itu. Namun di belakang mereka masih juga sibuk
berbicara tentang Nyai Demang yang tiba-tiba saja menjadi sakit.
"He, hari apakah ini?" bertanya salah seorang dari mereka.
"Kenapa?" yang lain ganti bertanya.
"Apakah sesajen di pinggir rumpun bambu peting pelung itu tidak diganti?"
"Sudah. Akulah yang menggantinya dengan yang baru.
Setiap sore aku menaruh sesajen baru di sana. Beberapa polong. makanan dan
secuwil kemeyan" Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Pembantu-pembantu itupun mengangguk-anggukkan kepalanya. Namun mereka masih mencoba mencari sebab,
kenapa Nyai Demang tiba-tiba saja jatuh sakit.
Di dalam biliknya, orang tua di rumah sebelah, merabaraba kening Sindangsari
yang memejamkan matanya. "Kau memang pucat ngger" katanya "tapi kau tidak panas.
Mungkin kau tidak sakit"
Sindangsari tidak menyahut.
"Apakah perasaan mual ini seringkali datang?"
Sindangsari mengangguk. Jawabnya perlahan-lahan "Ya
bibi. Tetapi tidak sekeras kali ini".
Orang tua itu mengangguk-angguk. Kemudian ia bertanya tentang beberapa hal
mengenai Sindangsari. Mengenai
keadaan tubuhnya dan kebiasaannya.
"O" tiba-tiba perempuan tua itu menepuk bahu Sindangsari sambil tersenyum
"jangan cemas. Jangan cemas Kau tidak apa-apa ngger"
Namun kata-kata itu ternyata telah menghentakkan dada Sindangsari. Justru
kecemasannya telah melonjak sampai ke kepala, sehingga sejenak perasaan pening
dan mualnya seakan-akan telah terlupakan.
"Apakah maksud bibi" Sindangsari tidak meneruskannya.
"Kau mengandung ngger. Kau mengandung. Tanda-
tandanya telah lengkap. Dan kau sekarang sedang ngidam"
"O" Sindangsari
menutup wajahnya dengan kedua
tangannya. "Bersyukurlah ngger. Enam kali Ki Demang di Kepandak ini kawin.
Tetapi kaulah satu-satunya isteri yang telah
mengandung" perempuan tua itu berhenti sejenak "Nah,
apakah kau menyadari artinya?"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Sindangsari tidak menjawab. Tetapi gelora di dadanya
menjadi semakin dahsyat menghentak-hentak perasaannya.
"Dengan demikian Ki Demang tidak akan lagi kawin dan
cerai hampir di setiap tahun sekali. Kau akan tetap menjadi isterinya karena kau
akan dapat memberikan anak kepadanya"
"Tetapi, tetapi......" suara Sindangsari terputus.
"Tetapi kenapa ngger?" orang tua itu bertanya. Karena Sindangsari tidak
menjawab, maka ia berkata terus "Tenanglah hatimu. Kegembiraan yang berlebih-lebihan
kadang-kadang dapat mengganggu pula"
Leher Sindangsari serasa telah tercekik oleh kegelisahan.
Namun ia telah berjuang sekuat tenaganya untuk menahan perasaannya. Bahkan
kemudian ia mencoba untuk mengerti apa yang sebenarnya telah terjadi.
"Nyai Demang" berkata orang tua itu "kaulah yang telah mendapat karunia,
menurunkan pewaris Kademangan di


Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kepandak ini. Kalau anakmu laki-laki, maka ia akan menjadi pengganti ayahnya.
Tetapi kalau anakmu perempuan maka kau akan menunggu seorang anak laki-laki yang
mungkin masih akan kau lahirkan. Tetapi kalau kau memang tidak mempunyai anak
laki-laki, maka menantumulah kelak yang akan melakukan tugasnya sebagai seorang
Demang atas nama anak perempuanmu yang sulung"
Sindangsari tidak menjawab. Dadanya menjadi pepat dan kepalanya menjadi semakin
pening. "Tidurlah" berkata perempuan tua itu "jangan terlalu
banyak bekerja. Tanpa sesadarnya Sindangsari menganggukkan kepalanya.
"Sepengetahuanku, kau adalah isteri Ki Demang yang
paling rajin. Yang paling pandai mengatur rumah tangga.
Lihat, betapa rumah ini kini menjadi bersih dan hidup. Itulah agaknya yang
membuat Ki Demang terlampau cinta
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
kepadamu. Dan hanya kaulah ternyata yang akan mendapat keturunan daripadanya"
Kalimat-kalimat itu rasa-rasanya bagaikan ujung sembilu yang menusuk-nusuk
jantung Sindangsari. Tetapi ia tidak dapat memotong dan menghentikannya. Ia
harus tetap membiarkan perempuan tua itu berbicara terus betapapun ia menjadi semakin
tersiksa karenanya. "Sudahlah ngger. Tidurlah. Badanmu akan menjadi agak
baik. Tetapi biarlah salah seorang pembantumu menungguimu di luar pintu. Mungkin
kau memerlukannya" perempuan tua itu berhenti sebentar, lalu "pada umumnya orang
yang ngidam menginginkan sesuatu. Jangan kau tahan. Katakanlah kepada suamimu.
Suami yang baik pasti akan berusaha mendapatkan keinginan itu, supaya bayimu
tidak selalu menitikkan liur"
"Ah" Sindangsari berdesah. Tetapi ia tidak kuasa untuk mengatakan sesuatu.
"Tidurlah. Kau harus banyak tidur. Kau terlampau lelah dan mungkin kurang tidur"
Perempuan tua itu menepuk bahu Sindangsari. Kemudian ia berdiri sambil berkata
"Biarlah pembantumu menungguimu.
Aku akan pulang sebentar. Aku buatkan untukmu air asam dengan gula aren. Mudah-
mudahan dapat mengurangi rasa mual di perutmu"
Sindangsari memandang perempuan tua itu dengan
tatapan mata yang aneh. Namun perlahan-lahan ia menganggukkan kepalanya. "Aku minta diri. Sebentar lagi aku akan kembali"
Sekali lagi Sindangsari mengangguk, dan perempuan tua itupun segera meninggalkan
bilik itu. Seorang pembantu kemudian disuruhnya duduk di muka bilik Nyai Demang,
apabila ia memerlukan sesuatu setiap saat.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Namun sepeninggal perempuan tua itu, Sindangsari tidak dapat menahan diri lagi.
Tangisnyapun segera meledak tanpa dapat dibendungnya lagi.
Pembantunya yang duduk di muka biliknya menjadi
termangu-mangu. Dijengukkannya kepalanya lewat pintu yang tidak tertutup rapat,
tetapi ia tidak berani menegurnya. Karena itu, maka iapun menjadi gelisah
sendiri. Dalam pada itu, perasaan Sindangsari serasa telah
terkoyak-koyak. Ia tidak dapat mengingkari lagi akibat yang tumbuh di dalam
dirinya, karena kekhilafannya yang terjadi saat itu.
"Tidak. Bukan salah Pamot" katanya di dalam hati "akulah yang paling bersalah"
Tangisnyapun menjadi semakin deras mengalir. Air
matanya seperti terperas dari sepasang matanya. Di
Kademangan ini tidak ada orang tempat ia menumpahkan
kepahitan perasaan. Tidak ada ibunya, tidak ada neneknya dan tidak ada kakeknya.
Yang ada disini adalah suaminya, yang seharusnya dapat menjadi pelindungnya,
pengganti orang tuanya. Tetapi sudah tentu, di dalam masalah ini ia tidak akan
dapat mengadu kepadanya. Bahkan di dalam
masalah-masalah yang lainpun, suaminya terasa terlampau jauh dan asing
daripadanya. Karena itu, maka semuanya itu harus ditangguhkannya
sendiri. Ia telah membuat kesalahan, dan kesalahan itu kini harus dipertanggung
jawabkan. Seandainya ia masih berada di rumahnya sekalipun, dapatkah ia
mengadukan hal itu kepada ibu, nenek dan kakeknya".
Betapa pahit jalan kehidupan yang dilaluinya. Karena itu, maka Sindangsari
hanyalah dapat menangis dan menangis.
Menyesal dan kecewa. Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Demikianlah yang dilakukannya sehari-hari. Ketika orang tua di sebelah datang
lagi kepadanya sambil membawa
semangkuk air asam ia mencoba untuk menahan tangisnya.
"Kenapa kau menangis?" orang tua itu bertanya.
"Tidak bibi. Aku tidak menangis"
Perempuan tua itu tersenyum "Kau tidak perlu menangis.
Memang kegembiraan yang melonjak-lonjak di dalam hati dapat menitikkan air mata.
Tetapi kau harus mampu mengendalikan perasaanmu. Jangan berlebih-lebihan supaya kesehatanmu tidak
terganggu. Menangis apapun sebabnya, gembira, menyesal, marah, kalau terlampau
lama dapat membuat jantung menjadi berdebar-debar dan nafas menjadi sesak"
Sindangsari mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Angger Sindangsari" berkata perempuan tua itu "kau harus dapat membuat hati
suamimu senang sekali. Kau dapat
membuat kejutan dengan keadaanmu itu. Dengan tiba-tiba kau katakan kepadanya
sesuatu yang tidak tersangka-sangka.
Nah, ia akan terdiam sejenak seperti patung. Suamimu itu akan memandangmu dengan
penuh keheranan. Namun ketika ia sadar akan apa yang didengarnya, maka ia pasti
akan meloncat memelukmu sambil berlinang-linang" perempuan tua itu berhenti
sejenak, lalu "percayalah kepadaku. Tetapi sudah tentu kau jangan menangis.
Tangismu akan dapat mengurangi gairah kegembiraannya"
Sindangsari mencoba menganggukkan kepalanya betapa
hambar hatinya. "Nah, cobalah bayangkan. Betapa gembira keluarga ini. Kau akan menjadi seorang
ibu muda yang cantik, dan Ki Demang akan menjadi seorang ayah selama beberapa
tahun ia gagal mencobanya"
Sekali lagi Sindangsari mengangguk.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Sekarang" berkata orang tua itu "minumlah air asam ini.
Mudah-mudahan dapat mengurangi perasaan mual"
Sindangsari tidak membantah. Perlahan-lahan ia bangkit dan menerima mangkuk itu.
Diminumnya air asam dengan
gula aren itu sampai tetes yang terakhir.
"Sekarang, tidurlah. Jangan kau pikirkan lagi membersihkan rumah. Jangan kau
pikirkan lagi kerja di dapur. Jangan kau pikirkan apapun. Kau harus beristirahat
lahir dan batin selama kau ngidam. Kalau kau mempunyai keinginan, jangan kau
tahan-tahan. Katakan saja kepada suamimu, ia harus
mencarikannya, asal masih di dalam batas kemungkinan.
Kecuali kalau kau ingin menggigit rembulan, sudah tentu, tidak akan ada
seorangpun yang dapat memenuhinya"
Demikianlah, maka orang tua itupun segera minta diri pula sambil berkata
"Berbahagialah kau nak, eh, Nyai Demang"
"Terima kasih bibi" desis Sindangsari.
Sepeninggal orang tua itu. kembali Sindangsari merenungi nasibnya. Kalau Ki
Demang datang, apakah yang sebaiknya dikatakan kepadanya?"
"O, ia pasti akan sangat marah. Ia akan mencekik dan
membunuhku. Kemudian ia akan berceritera kepada setiap orang di Kepandak, bahwa
ternyata aku telah ternoda ketika aku memasuki Kademangan ini"
Namun akhirnya seperti di saat-saat ia tidak dapat ingkar lagi untuk menjalani
hari-hari perkawinannya, maka tidak ada kemungkinan lain daripada mengatakan apa
yang telah terjadi sebenarnya.
"Lebih baik aku sendiri yang mengatakan kepadanya
daripada orang lain. Aku akan segera melihat akibat
daripadanya. Kalau ia akan membunuh aku, biarlah segera dilakukannya pula"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Demikianlah, maka keputusan Sindangsari telah bulat. Ia harus mengatakannya
kepada Ki Demang di Kepandak. Ia
harus berterus terang bahwa ia telah mengandung.
Mengandung anak yang didapatnya dari Pamot.
Dengan gelisah Sindangsari menunggu Ki Demang pulang.
Tetapi Ki Demang tidak juga segera pulang. Meskipun
matahari kemudian telah menjadi terlampau rendah.
Pelayan-pelayan Ki Demangpun menjadi gelisah pula.
Kemana agaknya Ki Demang pergi. Isterinya yang di rumah tiba-tiba saja telah
menjadi sakit. "Ki Demang sama sekali tidak menghiraukan isterinya
seperti biasanya" berkata salah seorang dari mereka.
"Tetapi kali ini ia seharusnya bersikap lain. Isterinya kali ini adalah seorang
perempuan yang baik. Seorang perempuan yang rendah hati dan cantik. Karena ia
pernah tinggal di kota, maka caranya mengatur perabot rumahpun agak berbeda
dengan isteri-isteri Ki Demang yang terdahulu, yang hanya mengerti menghitung
uang dan mengucapkan makian dan
umpatan" "Ya, perempuan ini tidak pernah marah. Isteri Ki Demang yang terdahulu, terutama
yang keempat, selalu saja marah-marah"
"Apalagi kepada kita, kepada Ki Demang ia berani. Kalau Ki Demang berbuat kasar,
iapun berbuat kasar pula. Bahkan hampir saja ia dibunuh oleh Ki Demang yang
kehilangan kesabaran"
Pembantu-pembantu Ki Demang itu mengangguk- anggukkan kepala mereka. Tetapi mereka hanya dapat
membicarakannya di belakang. Mereka tidak akan berani mengatakannya kepada Ki
Demang sendiri. Ketika para pelayan itu kemudian menyalakan lampu di
segala ruangan, di sudut-sudut rumah dan di regol halaman,
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
serta di gardu perondan, maka barulah Ki Demang berjalan, tertatih-tatih
menyusuri jalan Kademangan pulang ke rumahnya. Beberapa orang yang melihatnya Ki Demang tampak begitu lelah menjadi heran. Para
peronda di gardu halaman rumahnyapun menjadi heran pula. Seseorang memberanikan diri untuk bertanya "Dari
manakah Ki Demang pergi sehari-harian sehingga tampaknya lelah sekali?"
"Nganglang'" sahut Ki Demang singkat.
Para peronda itu tidak berani bertanya lagi. Baru setelah Ki Demang lampau,
mereka saling berbisik "Ki Demang agaknya telah mengelilingi Kademangan sambil
berjalan kaki" "Seorang melihatnya ia berada di rumah Ki Jagabaya" sahut yang lain "dan
kemudian ia pergi bersama Ki Jagabaya pula.
Tetapi kemudian Ki Jagabaya pulang seorang diri. Sudah lewat sedikit tengah
hari" "Lalu kemana saja Ki Demang pergi setelah ia berpisah dengan Ki Jagabaya?"
Kawannya menggelengkan kepalanya "Entahlah"
"Sampai sesore ini ia baru kembali"
Seorang anak muda yang berkumis pendek berbisik
"Kasihan isterinya yang muda itu"
"Hus, kalau Ki Demang mendengar, kau akan dipuntir
kepalamu" "Karena itu aku berbisik saja di telingamu" anak muda itu berhenti sejenak, lalu
"kalau ia menjadi isteri Pamot, tentu keduanya tidak akan pernah berpisah"
"He, masih juga kau teruskan?" Anak muda itu menggeleng
"Sudah. Hanya sampai sekian"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Para peronda itupun kemudian terdiam. Mereka duduk di gardu sambil memandang
langit yang menjadi semakin suram.
Cahaya kemerah-merahan yang tersangkut di ujung batang-batang nyiur telah
menjadi semakin buram, sehingga akhirnya semuanya menjadi hitam.
Dengan ragu-ragu Ki Demang melangkahi tanga-tangga
pendapa rumahnya. Sinar lampu minyak yang terayun-ayun dibelai angin, membuat
hatinya semakin berdebar-debar.
Sejenak ia berdiri di tengah-tengah pendapa, memandangi pintu yang sudah
tertutup meskipun belum terlampau rapat, seolah-olah baru pertama kali itu
dilihatnya. Sekali ia menarik nafas Kemudian diayunkannya kakinya melangkah menuju ke
pringgitan. Gerit pintu pringgitan ternyata telah menyentuh telinga Sindangsari yang sedang
berbaring di pembaringannya. Suara itu serasa telah menghentak isi dadanya. Yang
datang itu pasti Ki Demang, ternyata dari langkah dan desir kakinya.
Sindangsari serasa tidak berani berpaling dan menatap wajah Ki Demang ketika
pintu biliknya terbuka. Beban dosa di hatinya kini dirasanya menjadi terlampau
berat. Ingin ia menjerit sekeras-kerasnya. Tetapi ia tidak berani melakukannya. Ki Demang yang menjenguk dari balik pintu terteguh
sejenak. Ia melihat seonggok pasir di bawah pembaringan Sindangsari. Ketika ia
melihat geledeg di sisi pembaringan, hatinya menjadi berdebar-debar.
Agaknya Sindangsari bernar-benar sakit dan muntah-
muntah. Di dalam mangkuk ia masih melihat reramuan jamu yang sedikit tersisa.
"Apakah kau sakit Sari?" bertanya Ki Demang Sindangsari tidak segera menjawab.
Ia menyadari bahwa pada suatu saat Ki Demang pasti akan mengetahuinya juga.
Daripada ia Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
mengetahui dari orang lain, maka biarlah ia sendiri yang mengatakannya.
Tiba-tiba Sindangsari yang selama ini dicengkam oleh
kecemasan, keragu-raguan dan ketakutan, kini seakan-akan menemukan suatu sikap
yang mantap. "Tidak ada pilihan lain daripada mengatakannya sendiri langsung kepadanya"
katanya di dalam hati, namun kemudian ia mencoba untuk menenangkan hatinya
"Tetapi tidak sekarang. Biarlah Ki Demang beristirahat, supaya hatinya menjadi agak bening"
Karena Sindangsari tidak segera menjawab, maka Ki
Demang mengulanginya "Apakah kau sakit Sari"
Sindangsari mencoba bangkit dari pembaringannya. Wajahnya menjadi semakin pucat dan perutnya masih merasa mual. Tetapi ia tidak
muntah-muntah lagi. "Ki Demang" katanya "sebaiknya Ki Demang beristirahat dahulu. Bukankah Ki Demang
baru saja pulang" Agaknya Ki Demang masih lelah dan barangkali lapar. Biarlah
aku sediakan makan Ki Demang lebih dahulu"
"Jangan bangun Sari. Kalau kau memang sakit, berbaring sajalah. Biarlah orang
lain menyediakan makanku"
Ki Demang sama sekali tidak menyangka bahwa sindangsari justru tersenyum. Aneh sekali. Dan isterinya itu berkata "Itu adalah
kewajiban Ki Demang. Aku sudah tidak sakit lagi. Aku hanya sekedar pening
sedikit"

Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ki Demang berdiri termangu-mangu. Perempuan ini
memang lain dari isteri-isterinya yang terdahulu. Betapapun ia tersiksa oleh
kesepian, namun ia tetap berusaha bersikap manis.
"Silahkan Ki Demang, silahkan membersihkan diri. Mungkin Ki Demang akan mandi
lebih dahulu, kemudian makan dan
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
beristirahat sebentar. Barulah aku akan berceritera tentang diriku"
Ki Demang masih tetap berdiri di tempatnya. Seperti
patung ia melihat Sindangsari membenahi pakaiannya dan rambutnya yang kusut.
"Silahkan Ki Demang" berkata Sindangsari seperti kepada adiknya "jangan mandi
terlampau malam. Nanti Ki Demang menjadi pening"
Ki Demang menarik nafas dalam-dalam. Kemudian dengan
kepala tunduk ia berjalan meninggalkan bilik itu, langsung pergi ke pakiwan
untuk membersihkan dirinya.
Sejenak kemudian Ki Demang telah duduk di ruang dalam, diatas sebuah amben yang
besar. Di hadapannya terhidang makan malamnya serta air panas semangkuk.
"Silahkan Ki Demang" berkata Sindangsari "tetapi hari ini bukan akulah yang
masak, karena aku sedang sakit"
Ki Demang mengangguk-anggukkan kepalanya. Katanya
"Aku sudah biasa makan seperti ini. Lauk yang di masak oleh para pelayan"
"O" sindangsari mengangguk-anggukkan kepalanya "Aku
hanya mencoba untuk memberikan suasana baru selama ini, karena aku adalah isteri
Ki Demang " "O, ya, ya. Begitulah. Maksudku, bukan karena aku lebih senang makan masakan
mereka, tetapi kalau kau sedang
sakit, maka sebaiknya kau beristirahat"
Sindangsari tidak menjawab. Dipandanginya saja Ki
Demang yang sedang mengangkat mangkuknya dan meneguknya. Digigitnya segumpal gula kelapa, dan diteguknya air hangatnya sekali lagi.
"Silahkan Ki Demang makan" berkata Sindangsari.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Apakah kau tidak makan?" bertanya Ki Demang.
Sindangsari tidak menyahut. Tiba-tiba saja bau masakan itu seperti mengaduk isi
perutnya. Betapa ia bertahan, namun seolah-olah tubuhnya telah diombang-
ambingkan oleh banjir sungai Praga.
"Kenapa kau Sari?" bertanya Ki Demang. Sindangsari tidak dapat menjawab. Namun
karena ia tidak dapat menahan diri lagi, iapun segera berlari masuk ke dalam
biliknya. Sebelum ia meletakkan tubuhnya di pembaringannya, maka iapun telah
muntah-muntah lagi. Karena hampir sepanjang hari ia tidak mengisi perutnya sama
sekali maka hanya air sajalah yang dapat dimuntahkannya.
"Sari" Sindangsari mendengar suara Ki Demang di
belakangnya "kau benar-benar sakit. Berbaringlah.
Ketika mual perutnya agak mereda, maka Sindangsaripun kemudian
duduk di pinggir pembaringannya. Tetapi perasaannyalah kini yang bergejolak dengan dahsyatnya, sehingga ia tidak lagi
dapat menahan diri. Air matanya mulai mengalir dan menitik satu-satu
dipangkuannya. Ki Demangpun menjadi bingung karenanya. Ia tidak
mengerti apa yang harus dilakukannya.
Yang dapat dikatakannya hanyalah kata-kata yang paling cepat diketemukannya saja "Tidurlah Sari"
Tetapi Sindangsari menggelengkan kepalanya. Katanya
"Aku tidak sakit Ki Demang"
Ki Demang menjadi heran "Kau muntah-muntah dan pucat"
Sindangsari tidak segera menyahut. Ia mencoba menilai keadaan. Apakah sudah
tepat waktunya untuk mengatakan kenyataan tentang dirinya". Tanpa disadarinya
air matanya menitik semakin lama semakin deras.
"Kau sakit" berkata Ki Demang yang masih berdiri "kau sakit"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Sekali lagi Sindangsari menggeleng "Tidak Ki Demang"
Ki Demang menjadi semakin heran. Dan Sindangsari
berkata selanjutnya "Ki Demang, silahkan duduk. Aku ingin mengatakan sesuatu
tentang diriku" Ki Demang masih terpaku di tempatnya. Dipandanginya
wajah Sindangsari yang pucat. Meskipun dari kedua matanya masih menitik air
mata, tetapi wajah itu tampaknya menjadi bersungguh-sungguh.
Sindangsari seolah-olah telah menemukan suatu kekuatan dan keberanian untuk
berterus-terang apapun yang akan terjadi.
"Ki Demang" suara Sindangsari gemetar "silahkan duduk"
Ki Demang masih termangu-mangu. Bahkan kemudian ia
berkata "Tetapi, bagaimana dengan makanan di amben itu?"
"Kalau Ki demang belum terlampau lapar, aku persilahkan Ki Demang mendengakan
ceriteraku saja dahulu"
Seperti dihisap oleh sebuah pesona yang kuat, Ki
Demangpun kemudian memungut sebuah dingklik kayu di
sudut ruangan, dan iapun kemudian duduk sambil menundukkan kepalanya, seperti seseorang yang akan diadili oleh sidang sesepuh
padukuhan. "Ki Demang" berkata Sindangsari yang telah menemukan
dirinya sebagai suatu kenyataan "sebenarnya selama ini aku tidak
mengerti, bagaimanakah tanggapan Ki Demang
terhadapku" Pertanyaan itu telah mendebarkan dada Ki Demang Ia tidak mengerti, kenapa justru
di hadapan isterinya yang sekarang ia tidak dapat berbuat seperti isteri-
tererinya yang dahulu. Bahkan sekali ia pernah menampar pipi isterinya, dan
terhadap isterinya yang lain, ia pernah mendorongnya
sehingga isterinya itu terjatuh dan kepalanya membentur tiang.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Terhadap Sindangsari ia tidak dapat berbuat demikian. Ia hanya dapat menghentak-
hentakkan kakinya dan berteriak-teriak. Kemudian pergi meninggalkan rumahnya.
Seolah-olah ia ingin lari dari perasaannya sendiri yang menyiksanya. Tetapi
celakanya, bahwa perasaannya itu selalu ikut, kemanapun ia pergi.
"Ki Demang" berkata Sindangsari "menurut anggapanku,
aku adalah isteri Ki Demang"
Tiba-tiba Ki Demang mengangkat wajahnya yang merah
padam "Cukup. Bukankah kau ingin mengatakan bahwa aku terlampau banyak pergi dan
meninggalkan kau seorang diri dalam
kesepian" Bukankah kau ingin mengulangi pertanyaanmu, apakah maksudku membawamu kemari"
Apakah aku hanya sekedar akan menyiksamu" Dan kau akan mengatakan bahwa
seandainya kau menjadi isteri Pamot, maka kau tidak akan kesepian seperti
sekarang" Begitu?"
Jawaban Sindangsari benar-benar telah mengejutkannya.
Dengan dada yang seakan-akan menjadi sesak ia mendengarkan isterinya itu menjawab "Ya. Begitulah. Dan aku belum pernah
mendengar jawaban" "O, gila. Gila. Itukah yang kau maksud dengan ceritera tentang dirimu itu?"
Tetapi kini Sindangsari menggeleng, sehingga Ki Demang benar-benar menjadi
bingung. "Bukan itu Ki Demang" jawab Sindangsari "ada yang lain yang ingin aku katakan.
Mungkin akan mengejutkan Ki
Demang, karena ceritera tentang diriku itu akan lebih dalam dari pertanyaan-
pertanyaan yang telah pernah aku katakan, dan kini Ki Demang telah
mengulanginya" "Apa maksudmu?" bertanya Ki Demang.
"Ki Demang" suara Sindangsari merendah.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Tetapi ia sudah bertekad untuk mengatakannya, seperti Pamot yang sudah bertekad
bulat pula untuk pergi ke medan perang mengusir orang-orang asing yang mulai
menancapkan kuku-kukunya di bumi ini" Kemudian katanya lebih lanjut "aku akan
pasrah diri kepada Ki Demang. Ki Demanglah yang
berhak mengadili aku, apapun yang akan Ki Demang lakukan"
Ki Demang menjadi semakin heran. Titik-titik air mata Sindangsari yang semula
telah kering, kini membasah lagi pelupuk matanya.
"Ki Demang. Lebih dahulu aku mohon maaf. Aku tidak
tahu, betapa besar dosaku dan betapa dalam aku telah
menyakiti hati Ki Demang. Sebenarnyalah aku tidak pantas lagi untuk duduk
berhadapan dengan Ki Demang sekarang ini"
Ki Demang menjadi bingung. Tetapi dibiarkannya Sindangsari berbicara terus.
"Aku mohon maaf bukan karena aku ingin melepaskan diri dari hukuman apapun.
Tetapi aku ingin bahwa aku tidak lagi menanggung dosa yang tidak terlukiskan"
"Aku tidak mengerti" Ki Demang akhirnya bergumam
Sindangsari terhenti sejenak. Terasa lehernya menjadi panas, dan kerongkongannya
seolah-olah tersumbat. Tetapi ia telah memaksa dirinya untuk berkata terus "Ki
Demang. Kini aku akan berterus-terang. Betapa aku mengharap Ki Demang sebagai
seorang suami yang tidak meninggalkan aku di dalam kesepian, yang setiap saat
dapat memberikan ketenteraman lahir dan batin, namun sebenarnyalah bahwa aku
memang sudah tidak berhak lagi"
Ki Demang menjadi semakin bingung "Katakan, katakan
supaya aku segera menjadi jelas. Kau telah menyiksa aku dengan teka-teki yang
tidak kunjung selesai itu"
"Ampun Ki Demang" suara Sindangsari menjadi semakin
lambat. Betapapun tekadnya sudah bulat, namun untuk
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
mengatakannya" ia masih harus berjuang sekuat tenaganya
"aku sebenarnya sudah lama ingin berterus terang. Tetapi aku tidak
mempunyai keberanian untuk mengatakannya" perempuan itu berhenti, sejenak, lalu "Namun kini aku tidak akan dapat ingkar
lari. Berani atau tidak berani aku harus mengatakannya"
Dahi Ki Demang menjadi semakin berkerut-kerut. Hampir ia tidak sabar lagi
menunggu. Tetapi ia masih tetap bertahan duduk di tempatnya.
Ki Demang menjadi semakin heran ketika ia melihat
Sindangsari kini terisak-isak. Namun betapa sulitnya, ia berkata "Sekarang,
agaknya sudah sampai saatnya aku
berkata Ki Demang. Hukumlah aku kalau Ki Demang ingin menghukumnya. Bunuhlah aku
kalau Ki Demang memang ingin membunuhku" "Apakah sebenarnya yang sudah terjadi, apa?" Ki Demang semakin tidak bersabar.
"Kini aku mengerti Ki Demang. Kenapa Ki Demang selalu berusaha menghindar dari
isterinya, dari aku. Agaknya Ki Demang memang sedang menunggu beberapa waktu
untuk membuktikan bahwa aku tidak pantas lagi menjadi isterimu.
Dan kini Ki Demang akan dapat melihat bukti itu. Ki Demang telah menang di dalam
persoalan ini. Betapa aku berusaha untuk mengambil hati Ki Demang, untuk
menundukkan kekerasaan hati Ki Demang, tetapi aku tidak berhasil. Dan kini Ki Demang akan
dapat menikmati kemenangan itu. Aku kini memang harus menyerah"
"Aku tidak mengerti, aku tidak mengerti" Ki Demang tiba-tiba menghentakkan
kakinya. Sindangsari. memandang Ki Demang dengan mata yang
basah oleh titik air mata yang masih meleleh. Tiba-tiba saja ia bersimpuh di
hadapan suaminya. Sambil menangis tersedu-
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
sedu ia berkata "Apakah Ki Demang benar-benar tidak
mengerti maksudku?" "Aku tidak mengerti. Kenapa kau jadi begini. Aku tidak mengerti. Jangan membuat
aku menjadi gila" "Ki Demang" Sindangasari yang kini berlutut di muka Ki Demang itu menengadahkan
wajahnya "selama ini Ki Demang tidak pernah berbuat sesuatu atasku sebagai
seorang suami terhadap seorang isteri. Dan kini Ki Demang dapat melihat, bahwa
aku adalah seorang perempuan yang penuh dosa.
Karena saat ini, aku sebenarnya sama sekali tidak sakit. Yang terjadi atasku
adalah perubahan di dalam diriku, di dalam tubuhku" suara Sindangsari menjadi
semakin gemetar "Aku mengandung Ki Demang"
Kata-kata pengakuan Sindangsari itu di dalam pendengaran Ki Demang bagaikan
petir yang menyambar kepalanya. Justru karena itu, maka sejenak ia membeku di
tempatnya. Jantungnya serasa berhenti berdetak dan hatinya berhenti menanggapi keadaan di
sekitarnya. Dalam pada itu Sindangsari kini menangis sejadi-jadinya di kaki Ki Demang yang
duduk membeku itu. Kata-kata yang telah terlontai dari mulutnya itu bagaikan bendungan yang telah
pecah. Kini air yang selama ini
tertahan-tahan tiba-tiba saja meluap dengan dahsyatnya.
Sesaat ruangan itu menjadi sepi dan tegang. Namun tangis Sindangsari telah
bergejolak memenuhi seluruh bilik. Tubuhnya yang dengan lemahnya bersimpuh di lantai itu telah berguncang-guncang
oleh isaknya yang meledak-ledak.
Ki Demang masih juga membeku di tempatnya. Ia sama


Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sekali tidak menyangka bahwa pada suatu saat ia akan
dihadapkan pada suatu kenyataan yang tidak pernah
diduganya. Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Namun sejenak kemudian jantungnya serasa telah disentuh oleh nyala api yang
dahsyat. Maka tiba-tiba saja dadanya serasa meledak. Bersamaan dengan itu,
meledak pulalah sifatnya yang selama ini tertahan-tahan pula.
Dengan serta-merta disambarnya rambut Sindangsari yang ikal dan yang telah
terurai di bawah kakinya. Sambil menarik rambut itu ia menggeram seperti seekor
harimau lapar "Pengkhianat" Tetapi hanya itulah yang dapat diucapkan. Kalimat yang berjejal-jejal di dadanya
sama sekali tidak dapat dikatakannya.
Namun semuanya itu tersalur lewat tangannya yang gemetar.
Oleh tarikan tangan Ki Demang itu, maka kepala
Sindangsari menjadi terangkat. Sejenak ia mencoba memandang wajah Ki Demang, namun kemudian matanya
dipejamkannya. Mulut di Demangpun menjadi gemetar pula karenanya.
Kemarahan yang menghentak-hentak dadanya tidak dapat
diredakannya, sehingga perlahan-lahan namun sepenuh
tenaga ia meraba leher Sindangsari.
Sindangsari sama sekali tidak mengelak. Diserahkannya dirinya bulat-bulat kepada
suaminya. Hukuman apapun yang akan diterimanya, tidak dihiraukannya lagi. Bagi
Sindangsari kematian yang demikian adalah jauh lebih baik daripada apabila ia
harus membunuh dirinya. Ki Demang seakan-akan telah benar-benar kehilangan
keseimbangannya. Wajahnya menjadi merah padam dan
matanya seakan-akan menyala. Dengan kasarnya ia menghentak-hentakkan leher isterinya. Bahkan ketika ia kemudian meloncat
berdiri, leher itu tidak dilepaskannya.
Sindangsari yang benar-benar telah tercekik tidak dapat bertahan duduk
bersimpuh, sehingga iapun terpaksa berusaha untuk berdiri dengan susah payah,
betapapun ia sudah pasrah. Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Tidak ada seorangpun di dalam rumah itu, selain Ki
Demang suami isteri yang sedang bertengkar itu. Dengan demikian maka tidak ada
orang lain yang akan dapat
melerainya seandainya Ki Demang benar-benar telah mata gelap dan berhasrat tanpa
sesadarnya membunuh isterinya.
Dengan kemarahan yang tidak terkatakan Ki Demang
mengguncang-guncang tubuh isterinya. Disela-sela giginya yang gemeretak,
dipaksakannya berkata dengan sendat
"Pengkhianat. Aku bunuh kau. Aku bunuh kau"
Sindangsari masih ingin menjawab. Tetapi suaranya sudah tidak lagi dapat
menyusup lewat kerongkongannya.
Namun tiba-tiba saja, di dalam keadaan yang seakan-akan sudah tidak akan dapat
dicegah lagi, keadaan yang akan mengakhiri hidup Sindangsari itu, memercik
sesuatu di hati Ki Demang. Seperti memerciknya api di dalam gelapnya malam.
Ketika ia memandang wajah Sindangsari yang pucat dan
pasrah itu, terbayanglah kembali wajah gadis itu yang duduk dengan kepala
tertunduk di belakang ibunya, pada saat pertama-tama ia melihatnya.
Wajah itu kini menjadi sedemikian pucatnya. Wajah itu seakan-akan sudah tidak
berdarah lagi. Namun demikian Sindangsari sama sekali tidak berusaha untuk
membebaskan dirinya dari cekikan Ki Demang yang semakin lama menjadi semakin
keras. Ternyata Ki Demang bukanlah orang yang berhati batu.
Kenangan dan penglihatannya itu telah menyentuh perasaannya. Sebenarnyalah bahwa ia bukanlah seorang yang kasar dan liar. Hanya
karena kekurangan yang ada di dalam dirinya yang seakan-akan telah membunuh
harapan di masa depannya itulah yang telah melonjak mewarnai hidupnya yang
gersang. Di dalam-dalam saat yang paling mendebarkan jantung Ki demang telah menemukan
getaran yang paling dalam di
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
dalam dirinya, yang selama ini telah tertimbun oleh
kekecewaan, kecemasan dan oleh keputus-asaan.
Tanpa sesadarnya, maka perlahan-lahan tangan Ki Demang itu menjadi semakin
kendor. Degup jantungnya yang serasa menjadi semakin keras. Lambat namun pasti,
akhirnya tangan Ki Demang itupun terlepas dari leher Sindangsari.
Tetapi Sindangsari telah menjadi begitu lemahnya. Ketika tangan Ki Demang
terlepas sama sekali, perempuan itu sudah tidak mampu lagi untuk berdiri
sendiri. Karena itu, maka iapun segera terhuyung-huyung. Untunglah bahwa Ki
Demang cepat meraihnya dan dengan hati-hati diletakkannya Sindangsari di
pembaringannya. Ternyata Sindangsari itu telah pingsan.
"Sari, Sari" desis Ki Demang sambil menggerakkan kepala isterinya.
Sindangsari tidak menyabut. Matanya separo terpejam dan nafasnya sudah tidak
teratur lagi. Ki Demang tiba-tiba saja menjadi bingung. Di guncang-
guncangnya tubuh yang tergolek di pembaringan itu sambil berdesis "Sari, Sari.
Apakah kau mati?" Sindangsari tidak menjawab.
Baru saat itulah terasa di dada Ki Demang, bahwa memang telah
sekian lamanya ia mencoba menyembunyikan kekurangan diri. Menyembunyikan kegersangan hidupnya
dengan sikap yang kasar dan keras, ia mencoba melemparkan kesalahan dan
kekurangan yang ada di dalam dirinya kepada orang-orang lain. Kepada isteri-
isterinya yang berganti-ganti.
Sejenak Ki Demang memandang Sindangsari yang masih
terbaring diam. Gejolak hatinya menjadi semakin dahsyat mengguncang-guncang
dadanya. Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Karena itu maka iapun segera berlari-lari ke belakang memanggil beberapa orang
pelayannya. "He, Sindangsari pingsan" katanya kebingungan" panggil ah siapa saja
yang dapat mengobatinya"
Para pelayan itupun menjadi bingung pula. Beberapa orang berlari-larian merebus
air, mencari jeruk pecel dan ada yang memetik dadap srep dan tingkah laku yang
bermacam-macam. Ada diantara mereka yang atas kehendak sendiri telah
pergi memanggil perempuan tua di rumah sebelah.
Perempuan yang dianggapnya mengerti lebih banyak tentang orang-orang yang
memerlukan perawatan, sedang yang lain berlari ke rumah yang lain, memanggil
tetangga-tetangga yang lain pula.
Sejenak kemudian rumah Ki demang menjadi ribut.
Beberapa orang tetangga telah bersamaan datang dengan tergesa-gesa.
Ketika mereka melihat Sindangsari tergolek di pembaringan maka merekapun segera
berbuat apa saja yang menurut
pendapat mereka dapat membuatnya sadar.
Namun tidak seorangpun dari mereka yang mengetahui
apakah sebab yang sebenarnya yang telah membuat
perempuan itu menjadi pingsan.
Beberapa orang segera memijit-mijit tengkuknya. Ada yang membasahi lehernya
dengan air jeruk. Ada yang menggosok-gosok kakinya dengan minyak kelapa dan
berambang merah. Dan masih banyak lagi yang mereka lakukan atas Nyai
Demang yang masih muda itu.
Tetapi ketika seseorang memijit perutnya, perempuan tua di rumah sebelah, yang
hadir juga di tempat itu segera mencegahnya sambil berkata "Jangan. Jangan kau
pijit perutnya" Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Mungkin dapat memperingan pernafasannya yang tampaknya begitu sesak"
"Jangan" perempuan tua itu menjawab "Nyai demang
sedang mengandung muda"
"He" perempuan-perempuan yang mendengarnya seakan-
akan tersentak. Sejenak mereka saling berpandangan. Namun sejenak kemudian
mereka mengangguk-anggukkan kepala.
"Darimana kau tahu?" bertanya seseorang. Perempuan tua itu tersenyum "Siang tadi
aku disini hampir sehari-harian. Aku pasti bahwa ia sedang mengandung muda.
Tanda-tandanya telah cukup"
Sekali lagi perempuan-perempuan itu mengangguk-angguk.
Ki Demang yang ada di dalam bilik itupun menjadi
berdebar-debar. Ternyata perempuan tua itu telah mengetahui bahwa isterinya mengandung. Namun Ki Demang yakin, bahwa perempuan
tua itu tidak mengerti, dari siapa Sindangsari mendapatkan benih kandungannya.
Sejenak kemudian, maka perlahan-lahan Sindangsari mulai bergerak, setiap hatipun
menjadi lega dan berpengharapan lagi melihat perempuan yang pucat pasi terbaring
diam itu. Perempuan tua di rumah sebelah itupun segera duduk di sampingnya. Sambil
menggosok-gosok keningnya ia berbisik
"Nyai Demang, Nyai Demang?"
Perlahan-lahan Sindangsari membuka matanya. Pandangan matanya yang masih kabur
menangkap bayangan yang kehitam-hitaman bergerak-gerak di hadapannya.
"He, dimanakah aku ini "pertanyaan itulah yang pertama-tama meloncat di hatinya
"apakah aku seuang dibayangi oleh hantu-hantu neraka?"
Namun tatapan matanyapun kemudian menjadi semakin
lama semakin terang. Sehingga perlahan-lahan ia dapat
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
melihat satu demi satu perempuan-perempuan yang mengerumuninya. "Nyai Demang, sadarlah" desis perempuan tua di rumah
sebelah. Nyai Demang itupun mengerutkan keningnya. Kini ia sadar bahwa ia sedang
dikerumuni oleh tetangga-tetangganya.
"Kau tidak apa-apa Sari"
Sindangsari terkejut mendengar suara yang berat itu.
Perlahan-lahan ia berpaling. Dilihatnya Ki Demang berdiri termangu-mangu di
belakang perempuan-perempuan yang
mengerumuninya itu. Sindangsari mencoba mengingat-ingat sejenak, apa yang telah terjadiatas dirinya.
Terbayang wajah Ki Demang yang merah padam dan matanya yang menyala, menerkamnya
dan mecekiknya. "Kenapa aku tidak mati?" ia bertanya kepada diri sendiri.
Perlahan-lahan Ki demang melangkah maju, sehingga
perempuan-perempuan itupun menyibak.
"Kau tidak apa bukan, Sari?" bertanya Ki Demang pula.
Sari masih diam saja memandang wajah itu. Namun kini
Sindangsari melihat sorot mata yang jauh berbeda dari sorot mata yang dilihatnya
sesaat sebelum Ki Demang itu
menerkam lehernya. Bahkan perlahan-lahan Ki Demang itu menyentuh dahinya sambil
bertanya pula "Kau tidak apa-apa?"
Sindangsari menggelengkan kepalanya. Larrbat sekali ia menjawab "Tidak Ki
Demang. Aku tidak apa-apa"
"Sokurlah. Sokurlah" Ki Demang mengangguk-angguk.
Perempuan-perempuan yang mengerumuninya pun kemudian meninggalkan bilik itu satu demi satu. Beberapa orang saling bergumam
"Ternyata Nyai Delmang itu sedang
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
mangandung muda. Nah, baru sekaranglah Ki Demang merasa berbahagia. Ia benar-
benar telah mendapatkan seorang isteri yang baik"
"Ya. Mudah-mudahan keadaan isterinya sehat-sehat saja"
Dan yang lain lagi bertanya "He, sejak kapan isterinya itu mengandung?"
Kawan-kawannya menggeleng-gelengkan kepalanya.
Karena mereka menganggap bahwa keadaan Sindangsari
sudah tidak berbahaya lagi, maka perempuan-perempuan
itupun kemudian minta diri untuk pulang ke rumah masing-masing. Bahkan ada
diantara mereka sambil tersenyum
berkata kepada Ki Demang "Selamat Ki Demang. Ki Demang telah memaksa bibirnya untuk tersenyum pula.
Jawabnya "Terima kasih, terima kasih"
Yang berada di dalam bilik Sindangsari tinggallah beberapa orang perempuan saja.
Diantaranya perempuan tua di rumah sebelah. Sambil mengusap-usap lengan
Sindangsari ia berkata "Kau benar-benar harus banyak beristirahat ngger. Kau dengar?"
Sindangsari menganggukkan kepalanya.
"Agaknya kau terlampau letih" Sindangsari mengangguk
sekali lagi. "Di waktu mengandung muda, kau harus berhati-hati.
Sangat berhati-hati. apalagi anak ini adalah anak yang baru pertama kalinya akan
didapat oleh Ki Demang di Kepandak"
Dada Sindangsari berdesir mendengarnya, tetapi ia
mencoba untuk menyembunyikannya. Bahkan kemudian
sambil tersenyum ia menjawab "Ya bibi"


Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"O ngger" berkata perempuan tua yang lain "kau adalah satu-satunya isteri Ki
Demang yang pernah mengandung.
Karena itu kau harus benar-benar menjaga dirimu"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Sindangsari menganggukkan kepalanya. Meskipun ia
tersenyum namun hatinya serasa tertusuk duri.
Ketika keadaan Sindangsari sudah berangsur baik, maka perempuan-perempuan yang
tinggal itupun segera minta diri pula. Perempuan tua di rumah sebelah mendekati
Ki Demang sambil berbisik "Peliharalah isteri Ki Demang dengan sepenuh hati. Ia
telah mengandung. Suatu kebahagiaan yang pasti tidak dapat terbayangkan
sebelumnya bukan, Ki Demang?"
Ki Demangpun mencoba tersenyum "Ya, bibi"
Perempuan tua itu tersenyum pula. Katanya "Kalau Ki
demang memerlukan sesuatu, panggillah aku. Aku akan
membantu Nyai Demang sedapat-dapatnya"
"Terima kasih" Perempuan tua itupun kemudian meninggalkan rumah Ki
Demang bersama beberapa orang yang lain. Di gardu ia
bertemu dengan cucunya yang sedang bertugas ronda.
"Antarkan aku pulang sebentar"
Cucunya tidak menjawab apapun. Kepada kawan-kawannya
ia minta ijin untuk mengantar neneknya dan perempuan-
perempuan yang lain itu. "Sebentar lagi Kademangan ini pasti akan mengadakan
perayaan lagi. Pasti jauh lebih meriah daripada saat Ki Demang kawin" berkata
perempuan tua itu kepada cucunya.
"Kenapa?" cucunya itu bertanya.
Istri KiDemang sedang mengandung. Kalau bayi itu lahir, maka berbahagialah
seluruh Kademangan" Cucunya itu mengangguk-anggukkan kepalanya, tetapi
berita itu baginya bukan berita yang aneh. Nyai Demang kawin dengan Ki Demang.
Bukankah wajar kalau mereka akan mempunyai keturunan.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Namun ketika ia mengatakannya kepada kawannya ronda
setelah ia kembali dari mengantarkan neneknya dan
perempuan-perempuan yang lain, kawannya berkata "He, itu berarti suatu kurnia.
Bukankah sudah lima kali Ki Demang kawin dan baru yang keenam kalinya ia akan
mendapatkan keturunan?"
Cucu perempuan tua itu mengangguk-anggukkan kepalanya, meskipun ia tidak menyahut.
Namun dengan demikian, berita tentang isteri Ki Demang yang mengandung itupun
segera menjadi pembicaraan yang ramai. Perempuan-perempuan yang pulang ke rumah
masing-masingpun segera memperbincangkannya dengan keluarga-
keluarga mereka yang lain.
Sementara itu, sepeninggal tetangga-tetangganya yang
mengeremuninya, Sindangsari menjadi berdebar-debar kembali. Ia tidak mengerti kenapa ia masih tetap hidup.
"Mungkin selagi Ki Demang mencekik aku, seorang
tetangga atau seorang peronda telah mencarinya" katannya di dalam hati "tetapi
bagaimana setelah mereka pergi?"
Tiba-tiba saja dada Sindangsari telah dirayapi oleh
ketakutan dan kecemasan. Kalau semula ia telah pasrah, maka kini ia merasa ngeri
melihat kemungkinan yang dapat datang.
"Apakah Ki Demang akan meneruskan
maksudnya, membunuh aku?" Bulu-bulu Sindangsari meremang ketika terbayang tubuhnya tergolek di lantai dan sudah tidak bernyawa lagi.
Hatinya menjadi terguncang dan darahnya serasa berhenti mengalir ketika ia
melihat selangkah demi selangkah Ki Demang memasuki biliknya. Namun Sindangsari
sama sekali tidak bergeser dari tempatnya. Ia mencoba untuk menemukan kembali
perasaannya yang pasrah. Namun ia kini tidak
berhasil, karena kengerian yang mencengkam hati. Meskipun
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
demikian dipaksanya dirinya untuk tetap di tempatnya dan tidak berusaha untuk
membebaskan diri. Tetapi Ki Demang itu ternyata tidak segera menerkamnya dan mencekiknya. Bahkan
dengan ragu-ragu ia menarik
sebuah dingklik kayu dan duduk di sebelah pembaringannya.
"Bagaimana keadaanmu Sari?" bertanya Ki Demang dengan suara yang parau.
Sindangsari menahan nafasnya. Katanya perlahan-lahan
"Aku tidak apa-apa Ki Demang"
Dan tanpa diduga-duga Ki Demang itu berkata "Aku minta maaf Sari. Aku hampir
saja kehilangan akal. Kehilangan sifat kemanusiaanku. Tetapi kini aku menyadari,
bahwa dengan demikian aku tidak akan mendapatkan kedamaian di dalam hati selama
hidupku" "Jadi" "Lupakan yang sudah terjadi"
"Ki Demang" dengan serta merta Sindangsari bangkit,
seolah-olah ia telah mendapatkan seluruh kekuatannya
kembali. "Apakah maksud Ki Demang?"
"Aku minta maaf atas kekhilafanku Sari. Marilah semuanya ini kita lupakan saja"
"O" Sindangsari tidak dapat meneruskan kata-katanya.
Namun tiba-tiba saja sekali lagi, ia berjongkok di bawah kaki Ki Demang sambil
menangis. "Sari, kenapa kau menangis?"
Tersendat-sendat Sindangsari berkata "Apakah Ki Demang memaafkan aku?"
Ki Demang tidak segera menyahut.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Katakan Ki Demang" desak Sindangsari sambil mengguncang-guncang kakinya "apakah Ki Demang memaafkan aku" Perlahan-lahan Ki Demang menganggukkan kepalanya
"Marilah semuanya kita lupakan. Kita akan menempuh hidup yang baru sama sekali"
"Tetapi, tetapi..." Sindangsari tidak dapat mengatakannya.
Namun tanpa sesadarnya ia meraba perutnya.
"Ki Demang" suara Sindangsari terputus oleh tangisnya.
Dipeluknya kaki Ki Demang erat-erat, seperti tidak akan dilepaskannya lagi.
"Berdirilah Sari. Duduklah yang baik. Kalau ada seseorang yang melihatmu berbuat
demikian, maka kesannya akan
berlainan" berkata Ki Demang kemudian sambil mengangkat Sindangsari dan
mendudukkannya di pembaringannya.
Sindangsari masih menangis. Tetapi kini ia dicengkam oleh perasaan yang aneh. Ia
tidak mengerti, kenapa sikap Ki Demang tiba-tiba saja berubah. Namun di samping
itu, iapun merasa bahagia bahwa ia mendapat kesempatan untuk
memelihara bayi dalam perutnya meskipun bayi itu bukan anak Ki Demang sendiri.
Ki Demang masih duduk membatu di sisi pembaringan
Sindangsari, sedang Sindangsari masih juga menangis
tersedu-sedu. Sejenak kemudian Ki Demang itupun menarik nafas dalam-dalam sambil berkata
"Sudahlah, Seperti kata orang tua-tua beristirahatlah. Kau memerlukan banyak
istirahat di dalam keadaanmu itu"
Sindangsari mengangguk kecil.
Ki Demangpun kemudian berdiri. Ditepuknya bahu isterinya perlahan-lahan sambil
berkata selanjutnya "Tidurlah. Aku akan keluar sebentar"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Sekali lagi Sindangsari menganggukkan kepalanya.
Ki Demangpun kemudian melangkah meninggalkan bilik itu.
Di muka pintu ia berpaling. Tetapi ia tidak berhenti.
Sepeninggal Ki Demang, Sindangsari membanting dirinya diatas pembaringannya. Ia
tidak mengerti, perasaan apakah yang sebenarnya bergolak di dadanya. Kini ia
menjadi benar-benar yakin bahwa ia memang tidak mengerti perasaan, sirat dan
tabiat Ki Demang. Meskipun telah beberapa lama ia berada di rumah itu, namun Ki
Demang baginya adalah rahasia yang seolah-olah tidak terpecahkan.
Betapa lelahnya Sindangsari lahir dan batin saat itu
sehingga tanpa sesadarnya, iapun telah tertidur. Ia tidak menyadari berapa
lamanya ia tidur di dalam biliknya, namun ketika ia terbangun, cahaya pagi telah
menyusup di sela-sela dinding.
Seperti biasanya Sindangsari langsung pergi ke pakiwan setelah bangun dari
tidurnya. Ia menjadi heran melihat wajah pembantunya yang berseri-seri. Seorang
gadis memberanikan diri mendekatinya sambil berkata "Aku senang sekali Nyai
Demang, bahwa pada suatu saat aku akan mendapat
momongan" Sindangsari mengerutkan keningnya "Dari mana kau tahu?"
Semua orang tahu. Semalam perempuan-perempuan yang
datang ke rumah ini tahu, bahwa Nyai Demang benar-benar telah mengandung"
Sindangsari mencoba tersenyum, betapa hambarnya.
"Semua pekerjaan di dapur sudah kami selesaikan" berkata gadis itu "Nyai Demang
sejak sekarang tidak boleh bekerja terlampau banyak"
"Terima kasih" sahut Sindangsari "tetapi aku sudah merasa sehat sekarang"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"O, jangan. Jangan. Silahkan Nyai Demang berada di
dalam" Sindangsari menarik nafas dalam-dalam. Tetapi sambil
tersenyum ia berkata "Terima kasih"
Sindangsaripun kemudian kembali ke dalam biliknya. Tetapi ia memang tidak dapat
duduk bertopang dagu. Karena itu dibersihkannya biliknya yang terlampau kotor
karena keadaannya semalam. Di lantai berhamburan kulit jeruk, beberapa empon-empon dan
lembaran-lembaran dadap serep.
Seonggok pasir dan air yang terpercik di sana-sini.
Tetapi ketika seorang pelayannya melihatnya, dengan
tergopoh-gopoh sapu yang di tangannya itupun segera
diminta sambil berkata "Biarlah kami yang membersihkannya"
Sindangsaripun kemudian duduk di pembaringannya. Ada
suatu perasaan gembira membersit di hatinya, bahwa ia akan mendapatkan seorang
anak. Anak dari seseorang yang paling dicintainya. Tetapi apabila dibayangkannya
nasib anaknya itu kelak, maka iapun menjadi bingung dan cemas.
Sekarang Ki Demang agaknya dapat memanfaatkannya.
Tetapi bagaimana sikapnya terhadap anaknya itu kelak. Kalau anak itu akan disia-
siakan, maka lebih baik anak itu tidak usah lahir.
Sejenak Sindangsari duduk termangu-mangu. Namun
sejenak kemudian iapun bangkit berdiri. Dibenahinya pakaiannya dan di sisirnya rambutnya yang masih kusut terurai.
Setelah selesai semuanya, maka iapun melangkah keluar dari biliknya untuk
melihat, apakah persediaan minum dan makanan Ki Demang sudah disiapkan sebaik-
baiknya. Tetapi langkah Sindangsari tertegun ketika di pendapa ia mendengar Ki Demang
sedang bercakap-cakap. Agaknya Ki
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Jagabaya dan seorang bebahu Kademangan yang lain telah datang.
"Ah, agaknya aku bangun terlampau siang" desisnya.
Tetapi ketika Sindangsari akan melangkah kembali ke dalam biliknya, ia menjadi
tertegun sejenak. Sekilas ia mendengar pembicaraan Ki Demang dengan kedua
pembantunya itu. Berkata Ki Demang "Nah Ki Jagabaya. Katakan sekarang
bahwa akulah yang mandul"
Ki Jaga baya tidak menjawab.
"Aku dapat membuktikan sekarang, bahwa kelima isteri-
isteriku yang terdahululah yang memang perempuan-
perempuan mandul. Ayo, sebutkan sekarang, siapakah
diantara mereka yang sudah beranak?"
Ki Jagabaya masih berdiam diri sambil mengangguk-
anggukkan kepalanya. "Sekarang" berkata Ki Demang "kalian akan melihat, bahwa isteriku yang keenam
telah mengandung" "Selamat Ki Demang" berkata Ki Jagabaya kemudian "Aku ikut
merasa gembira. Mudah-mudahan Nyai Demang dilindungi oleh Tuhan sampai kelahiran bayinya kelak"
"Mudah-mudahan" jawab Ki Demang "hal ini akan menjadi bukti bahwa aku tidak
mandul seperti yang mereka sangka"
Dada Sindangsari berdesir mendengar pembicaraan itu. Ia tidak
mengerti, kenapa Ki Demang dengan bangga mengatakan bahwa isterinya sudah mengandung. Kenapa
justru Ki Demang berbangga karenanya"
Sindangsari tidak berhasrat mendengarkan pembicaraan itu lebih lanjut. Karena
itu iapun segera kembali ke dalam biliknya yang telah selesai dibersihkan sambil
berteka-teki. Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Sedang di pendapa Ki Demang masih juga berceritera
tentang isterinya. Setiap orang yang baru datang, segera diberitahukannya bahwa
isterinya telah mengandung.
"Semalam suntuk aku hampir tidak tidur" berkata Ki
Demang "Sindangsari muntah-muntah hampir semalam
suntuk. Bahkan tiba-tiba ia jatuh pingsan sehingga banyak tetangga yang
berdatangan. Untunglah segera ia sadar. Kalau tidak hal itu pasti akan berbahaya
bagi kandungannya" Orang yang mendengar keterangan Ki Demang itu
mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Sokurlah" berkata salah seorang dari mereka "Ki Demang akan mendapatkan seorang
keturunan yang akan dapat
memperpanjang jabatan Ki Demang di Kepandak"
"Tuhan agaknya memang berbelas kasihan kepadaku"
sahut Ki Demang. "Hampir setiap orang memang menyangka bahwa Ki Demang tidak
akan lagi dapat mendapat anak. Lima kali Ki Demang kawin. Semuanya tidak
mendapatkan anak" "Aku memang sudah merasakan kelainan istriku yang
sekarang dari kelima isteri-isteriku yang dahulu, Ternyata bahwa perasaanku itu
cukup tajam menangkap isyarat itu"
"Nah, kalau begitu Ki Demang pasti akan mengadakan
upacara sokur akan hal ini" berkata Ki Jagabaya sambil tertawa.


Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tentu. Nanti, di bulan ketujuh dari kehamilan isteriku, aku akan mengadakan
peralatan lagi, sesuai dengan adat.
Kemudian apabila kelak bayiku itu lahir, aku akan mengadakan malam tirakatan
selapan hari" Hampir bersamaan beberapa orang menyahut "Aku akan
datang setiap malam"
Demikianlah, kehamilan Sindangsari itu tampaknya menjadikan suatu kebahagiaan bagi Ki Demang. Setiap orang yang dijumpainya
diberitahukannya. Bahkan orang-orang yang
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
hampir tidak berkepentingan sama sekali. Orang tua dan anak-anak muda.
"Isteriku sudah hamil" katanya kepada seseorang yang
ditemuinya di tengah jalan.
Orang itu mengerutkan keningnya. Perlahan-lahan kepalanya terangguk-angguk "Siapakah isterimu?"
"He, gila kau. Apakah kau tidak tidak tahu isteriku"
Orang itu semakin bingung. Namun kemudian ia berkata
"Aku bukan orang Kepandak. Aku belum mengenalmu"
"He?" Ki Demang mengerutkan keningnya "Aku adalah
Demang di Kepandak" "O, maaf Ki Demang. Aku adalah orang Pliridan yang baru pulang dari seberang
sungai Praga. Aku hanya lewat saja di Kademangan ini"
"O, jadi kau bukan orang Kepandak?" bertanya Ki Demang.
Orang itu menggelengkan kepalanya.
"Rupanya aku keliru. Kau mirip benar dengan Supa TriniL
Aku sangka kau adalah Supa Trinil atau adik kembarnya"
Orang itu tersenyum "Memang mungkin sekali beberapa
orang berwajah hampir serupa di dunia ini. Namun demikian aku mengucapkan
selamat bahwa isteri Ki Demang di
Kepandak ini sudah mengandung"
"Terima kasih. Lima kali aku kawin. Kali ini adalah yang keenam.
Semula hampir setiap orang mengejekku. Disangkanya aku tidak akan mendapat keturunan lagi.
Diantaranya menurut pendengaranku termasuk Supa Trinil"
"O, dan sekarang, isteri yang keenam ini agaknya akan memberikan kebahagiaan
kepada Ki Demang" "Ya tentu. Tentu"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Semoga" orang itu mengangguk-anggukkan kepalanya
"sekarang perkenankanlah aku melanjutkan perjalanan"
"Silahkan. Aku minta maaf, bahwa aku sudah keliru"
"Agaknya Ki Demang terlampau gembira"
"Tentu, tentu" Orang itupun kemudian minta diri setelah berulang kali mengucapkan selamat. Ki
Demang mengangguk-angguk kepalanya sambil tersenyum-senyum.
Tetapi ketika orang itu sudah hilang di balik tikungan, tiba-tiba Ki Demang
mulai merenung. Ia sadar bahwa anak di dalam kandungan isterinya itu bukan
anaknya. Anak itu adalah anak
Pamot. Anak gila itu. Tiba-tiba Ki Demang menghentakkan kakinya sambil menggeram "Kalau anak itu kelak pulang hidup-hidup,
aku akan membunuhnya. Ia sudah menodai kesucian keluargaku. Kalau anak itu kelak
lahir, maka di dalam rumahku akan ada setitik noda yang memuakkan.
Aku akan selalu tersiksa oleh anak itu. Apalagi kalau wajahnya mirip dengan
wajah pamot" Namun tiba-tiba kepala Ki Demang tertunduk lesu. Di
dalam hatinya ia berkata "Aku telah membanggakan anak yang ada di dalam
kandungan itu kepada setiap orang. Aku selalu mengatakan bahwa akhirnya isteriku
hamil. Akhirnya aku dapat membuktikan bahwa aku akan mempunyai
keturunan" Ki Demang menarik nafas dalam-dalam. Terbayang wajah-
wajah isterinya yang terdahulu. Apakah kata mereka tentang Sindangsari yang
ternyata telah mengandung apabila mereka mengetahuinya"
Perlahan-lahan Ki Demangpun kemudian melangkahkan
kakinya kembali ke rumahnya. Kadang-kadang ia memang
merasa, bahwa kehamilan Sindangsari dapat dipakainya
sebagai alat kebanggaan. Tetapi ia tidak dapat lari dari
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
kenyataan bahwa anak itu sebenarnya memang bukan
anaknya sendiri. Ki Demang itupun terperanjat ketika ia mendengar
seseorang memanggilnya. Ketika ia berpaling dilihatnya Ki Jagabaya berjalan ke
arahnya. "Agaknya Ki Demang sudah ada disini" desis Ki Jagabaya.
"Berjalan-jalan saja Ki Jagabaya. Aku dengar jalur-jalur parit di padukuhan ini
agak terganggu oleh beberapa orang yang tidak menghiraukan persetujuan
penggunaan air, sehingga agak mengganggu aliran air di bagian bawah"
Ki Jagabaya mengangguk-anggukkan kepalanya "Akupun
mendengar katanya "tetapi semalam semuanya telah aku
selesaikan" "Sokurlah" sahut Ki Demang "akupun baru saja sampai. Aku belum berbuat apa-apa"
"Pagi ini aku memang akan melaporkannya kepada Ki
Demang" "Baik. Marilah kita kembali. Kita dapat banyak berbicara di Kademangan"
Keduanyapun kemudian berjalan kembali ke Kademangan.
Namun pikiran Ki Demang masih saja selalu dicengkam oleh kehamilan
isterinya. Kadang-kadang terlintas diangan- angannya seolah-olah Pamot datang kepadanya, menuntut agar anaknya kelak
diserahkannya kepadanya. Karena itu, maka pembicaraan Ki Jagabaya kadang-kadang tidak di tanggapinya.
Bahkan kadang-kadang ia salah
menjawab dan sama sekali tidak berhubungan dengan
persoalan yang dike mukakan oleh Ki Jagabaya.
Tetapi Ki Jagabayapun cukup mengerti. Sebagai seseorang yang sudah bukan orang
muda lagi ia mengerti, bahwa
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
kehamilan isterinya telah membuat Ki Demang berangan-
angan. "Sudah sekian lama ia merindukan anak" berkata Ki
Jagabaya di dalam hatinya "sekarang agaknya Tuhan telah memperkenankan"
Namun ternyata bahwa Ki Jagabaya yang mencoba untuk
mengerti itu, telah tersesat dugaan. Seperti setiap orang selain Sindangsari dan
Ki Demang sendiri, ia tidak tahu apakah yang sudah terjadi sebenarnya dengan
Sindangsari. Tetapi sebenarnya selain keduanya, masih ada seseorang yang menduga, bahwa hal
itulah yang telah terjadi. Orang itu adalah Lamat. Ketika berita tentang
kehamilan itu sampai kepadanya, maka dadanya telah berdesir tajam sekali.
"Kau, kau dengar bahwa Sindangsari telah mengandung
"pada saatu saat Manguri bertanya kepadanya.
Lamat menganggukkan kepalanya "Ya,
aku sudah mendengar" "Siapa yang mengatakan kepadamu?"
"Setiap orang sudah mengetahuinya. Juru masakpun sudah mengetahuinya pula"
"Gila kau. Sekarang kerjaku menjadi bertambah sulit"
Lamat tidak menjawab. Tetapi ia tidak dapat menghindari bayangan yarg selalu
mengganggunya. tanpa disengajanya ia telah melihat noda-noda itu terpetik pada
hubungan yang tulus antara Pamot dan Sindangsari.
Naga Dari Selatan 8 Pendekar Kembar Karya Gan K L Heng Thian Siau To 7
^