Pencarian

Pedang Naga Kemala 13

Pedang Naga Kemala Giok Liong Kiam Karya Kho Ping Hoo Bagian 13


Admiral itu lalu memanggil enam orang itu dan menerangkan dalam bahasa
Inggeris bahwa pemuda Cina ini berani menghadapi mereka dengan sekaligus
dikeroyok enam orang. Enam orang itu terbelalak, saling pandang dan
kemudian terkekeh-kekeh. Ketika semua perajurit yang tidak mengerti
omongan antara admiral dan Siu Coan tadi mendengar bahwa pemuda itu
berani dikeroyok enam orang jagoan yang dipilih itu, merekapun tertawa-tawa
tidak percaya. Akan tetapi Sui Coan sudah siap untuk memperlihatkan kepandaiannya,
maka dengan sikap tenang dia telah melangkah ke dalam tengah arena itu, lalu
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan berdiri tegak dan bertolak pinggang, lalu berkata dengan suara Inggeris yang
patah-patah. "Tuan-tuan berenam, silahkan maju mengeroyokku!"
Enam orang itu kembali saling pandang dan tertawa-tawa, mereka semua
ragu-ragu dan menganggap Siu Coan dan admiral itu hanya berkelakar saja,
bagaianapun juga mereka adalah juara-juara tinju juara-juara, bermain anggar,
dan bermain bayonet. Bagamana kini mereka berenam disuruh mengeroyok
seorang pemuda Cina yang tubuhnya, dibandingkan mereka, amat kurus dan
kecil itu" Sekali tonjok saja agaknya pemuda itu akan knocked-out dan tidak
akan bangun lagi. "Admiral... apakah ini sebuah perintah?" tanya seorang di antara mereka.
Admiral Elliot yang sedang gembira dan di dalam hati menduga bahwa
enam orang itu belum tentu akan menang, tersenyum dan berkata.
"Aku perintahkan kalian maju mengeroyok pemuda itu, kalahkan dia tetapi
jangan bunuh dia kalau bisa."
"Baik, Admiral. Siap melaksanakan perintah!" jawab mereka berenam
sambil memberi hormat. Sejak tadi mereka itu tidak berbaju yaitu ketika tadi mereka berlatih tinju
dan gumul, dan mereka hanya memakai celana panjang dengan sabuk kulit
putih dan sepatu boot yang tebal. Mereka itu rata-rata memiliki tubuh yang
penuh dengan otot-otot yang kekar dan kuat, dan muka yang bengis, pandang
mata tajam penuh keberanian dan kecerdikan. Setelah memberi hormat,
mereka lalu maju menghampiri Siu Coan yang masih berdiri tegak dengan
kedua tangan di pinggang.
Semua perajurit yang berada di situ merasa gembira dan tegang. Mereka
disuguhi pertunjukan yang luar biasa! Bahkan ada yang berteriak-teriak
menantang teman bertaruh.
"Siapa berani bertaruh sepuluh pond lawan lima puluh pond, aku
berpegang kepada enam orang jagoan kita!"
Biarpun taruhan itu satu lawan lima, tidak ada yang melayani.
"Dua puluh lima pond, dalam waktu kurang dari semenit, pemuda itu tentu
roboh!" Ramailah orang bertaruh, akan tetapi bukan bertaruh atas kemenangan Siu
Coan, hanya bertaruh berapa lama pemuda itu akan dapat bertahan dikeroyok
enam orang itu. Dan admiral itupun hanya tersenyum-senyum saja melihat
kegemblraan anak buahnya, karena dia sendiri juga gembira dan senang.
Enam orang itupun bukan orang-orang biasa saja. Mereka adalah jagoanjagoan berkelahi dan setiap orang jagoan tentu tidak mau begitu bodoh
memandang rendah lawan yang belum dikenalnya. Mereka kini berindap-indap
mengurung Siu Coan yang masih tetap berdiri tegak saja, seolah-olah tidak
tahu bahwa di belakangnya ada dua orang, di depannya dua orang dan di
kanan kirinya masing-masing satu orang. Melihat betapa pemuda itu sama
sekali tidak memperhatikan belakangnya, dua orang yang berada di
belakangnya melihat kesempatan amat baik itu lalu menubruk ke depan. Yang
seorang menonjok ke arah pungung dan seorang lagi menjambak rambut.
Semua orang mengira bahwa sekali serangan itu sudah akan cukup untuk
merobohkan Siu Coan. Akan tetapi seorang ahli silat selihai Siu Coan, murid
dari Thian-tok seorang di antara Empat Racun Dunia, telah memiliki
pendengaran yang terlatih dan amat tajam, juga penasaannya sedemikian
pekanya seolah-olah dia memiliki mata di belakang kepalanya. Oleh karena itu,
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan walaupun dia diserang dan belakang, dia dapat mengikuti setiap gerakan
kedua orang penyerangnya. Dan begitu dia meloncat ke kiri, kedua serangan
itupun luput karena gerakan Siu Coan sedemikian cepatnya sehingga bagi
kedua orang penyerangnya, dia seolah-olah pandai menghilang saja.
Melihat ini, dua orang yang berada di kanan kirinya juga cepat menyerang.
Akan tetapi Siu Coan menangkis dengan kedua tangannya sambil
mengerahkan tenaga. Pada saat yang bersamaan pula, dua orang yang berada
di depannya sudah menyerang dengan pukulan-pukulan yang dahsyat. Sampai
berkerontokan bunyi otot-ototnya di kedua lengannya ketika mereka mengirim
jotosan-jotosan. Akan tetapi, dua kali kaki kanan Siu Coan bergerak dan ujung
sepatunya sudah menotok ke arah lutut mereka, sehingga tanpa dapat dicegah
lagi, kedua orang itu jatuh berlutut, sedangkan dua orang yang ditangkis tadi
kini mengaduh-aduh sambil memegangi lengan mereka yang terasa nyeri dan
kiut-miut rasanya, menusuk-nusuk sampai ke tulang sumsum.
Memang aneh sekali melihat betapa dua tengan yang besar berotot itu,
begitu bertemu dengan tangkisan lengan Siu Coan yang kalau dibandingkan
dengan mereka nampak kecil itu, lalu menjadi kesakitan seperti itu. Dua orang
yang tadi luput menubruk, membalikkan tubuh dan mengirim hantamanhantaman, akan tetapi Siu Coan tidak mengelak, melainkan cepat dari samping
menangkap pergelangan tangan mereka, menarik sambil meminjam tenaga,
dan kedua orang itu telah saling bertumbukan beradu muka. Tentu saja mereka
menjadi kesakitan dan menutupi bidung yang bocor keluar darah karena saling
berciuman terlalu keras. Semua orang memandang dengan bengong, bahkan Admiral Elliot sejak
tadi tidak pernah mengedipkan matanya, kini memandang dengan mata
terbelalak dan mulut celangap. Kalau dia tidak melihat dengan mata sendiri,
tak mungkin dia dapat percaya bahwa seorang pemuda Cina yang demikian
sederhana, dalam satu gebrakan saja mampu merobohkan enam orang
jagoannya yang ahli bermain tinju dan bertubuh kuat sekali. Dia tidak ingat
bahwa mereka roboh karena terpukul bagian anggauta tubuh yang lemah. Dua
orang tertangkis lengannya dengan lengan yang mengandung sinkang
sehingga tulang lengan seolah-olah retak-retak rasanya. Dua orang lagi
tertotok ujung sepatu tepat pada lututnya sehingga tentu saja membuat
mereka jatuh berlutut, dan dua orang pula mukanya diadu sedemikian kerasnya
sampai hindung mereka berdarah.
Admiral Elliot menjadi kagum dan mulai timbul kepercayaannya bahwa
pemuda ini benar seorang pendekar seperti Koan Jit. Dan sudah merasa iri
bahwa Kapten Charles Elliot, saudara sepupunya, telah berhasil
memperhamba seorang ahli silat selihai Koan Jit. Kini ada pemuda ini, kalau
dia sampal dapat menarik pemuda ini menjadi pembantunya, maka dia tidak
kalah oleh saudara sepupu yang masih menjadi orang bawahannya itu.
"Orang muda, siapakah engkau?"
Pertanyaan ini mengandung banyak penyelidikan, bukan sekedar bertanya
nama. Siu Coan juga maklum akan hal itu, maka diapun berterus terang kepada
admiral itu. Setelah menghampiri dan memberi hormat, diapun berkata.
"Tuan besar, nama saya adalah Ong Siu Coan. Seorang pendekar perantau
yang tidak mencampuri urusan pemberontakan. Tentu tuan pernah mendengar
nama Koan Jit, bukan?"
"Tentu! Kau kenal dia?"
"Bukan hanya kenal. Dia adalah kakak seperguruan saya, tuan."
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan "Ohhh"!" Wajah admiral itu menjadi girang bukan main. Dia mendapatkan adik
seperguruan Koan Jit yang lihai itu, yang kini menjadi komandan pasukan
Harimau Terbang yang amat terkenal dan banyak jasanya terhadap kumpeni,
"Jadi engkau adik seperguruannya" Dia menjadi pembantu Kapten Charles
Elliot! Eh. Ong Siu Coan, bagaimana kalau engkau diadu dengan Koan Jit, siapa
yang lebih unggul?" Siu Coan tersenyum. Pertanyaan seperti itu sudah diduganya, dan dia
sudah pula mempersiapkan jawabannya.
"Ah, di antara saudara seperguruan ,tentu saja tidak akan bertanding, tuan.
Akan tetapi, apa yang pernah dipelajari oleh Koan Jit juga pernah saya pelajari.
Di antara kami berdua, boleh dibilang sama kuat. Dia lebih tua dan lebih
berpengalaman, akan tetapi saya lebih muda dan lebih kuat tenaga saya."
Girang sekali hati Admiral Elliot, akan tetapi hatinya masih belum yakin
benar. Koan Jit sudah memperlihatkan kelihaiannya, pernah merobohkan
keroyokan puluhan orang kuli pelabuhan yang kuat-kuat, dan bahkan pernah
pula diuji kemampuannya oleh Peter Dull sendiri, dihujani peluru pistol namun
dapat menghindarkan diri.
"Song Siu Coan, setelah engkau menguji kepandaaianmu, lalu apa yang
kaukehendaki dari kami?"
"Tuan besar, terus terang saja, saya masih menganggur tidak tahu harus
bekerja apa. Saya hanya bisa ilmu berkelahi saja dan saya tidak suka menjadi
tukang pukul, apalagi menjadi penjahat. Kalau sekiranya tuan suka, saya ingin
minta pekerjaan di sini."
"Oho, bagus" bagus..." Admiral Elliot kegirangan.
"Akan tetapi kami belum percaya benar kemampuanmu. Bagaimana kalau
engkau menghadapi enam orang jagoan kami itu, akan tetapi mereka
menggunakan bayonet. Sanggupkah engkau mengalahkan mereka?"
Mendengar ucapan itu, Siu Coan mengerutkan alisnya dan memandang
tajam kepada admiral itu. Pandang matanya demikian mencorong seperti
hendak menembus jantung admiral itu sehingga Admiral Elliot terkejut dan
tidak berani menentang pandang itu.
"Tuan besar, mengapa tuan menyuruh orang-orang untuk membunuh atau
berusaha membunuh aku dengan senapan" Bukankah menurut pelajaran
agama tuan dikatakan bahwa kita harus mencintai sesama hidup kita, bahkan
ada pelajaran yang mengatakan agar mencintai musuh-musuh kita" Kenapa
sekarang tuan hendak membunuh saya yang tidak berdosa?"
Admiral itu membelalakkan matanya.
"Haii! Kau tahu apa tentang Agama Kristen?"
Siu Coan membuat tanda salib dengan tangannya.
"Saya percaya kepada Allah Bapa, Allah Putera, dan Roh Kudus!"
"Ya Tuhan...! Kau" kau" seorang Kristen?"
Siu Coan mengangguk. "Saya banyak berkenalan dengan pendeta Kristen dan banyak menerima
pelajaran tentang Agama Kristen, dan sudah membaca kitab suci."
Admiral Elliot mengangguk angguk, hatinya merasa bertambah girang.
Namun dia masih berhati-hati, tidak percaya begitu saja dan dia lalu
mengajukan beberapa pertanyaan tentang sejarah dalam agama Kristen,
tentang kelahiran Yesus, tentang nabi-nabi Musa, Daud, dan yang lain. Semua
dapat dijawab dengan lancar oleh Siu Coan.
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan "Bagus" Jangan khawatir, maksudku kau melayani serangan anam orang
pembantuku ini yang akan menyerangmu dengan bayonet dengan senapan
yang kosong. Mereka tidak akan menembakmu. Tahukah kau bahwa Koan Jit
akan dapat mengalahkan mereka seperti itu?"
"Baiklah, tuan. Aku percaya penuh kepada tuan, karena menurut
pengetahuanku, seorang Kristen tidak boleh membohong atau menipu. Nah,
aku siap sudah." Dan diapun berdiri memasang kudn-kuda.
Menghadapi pengeroyokan enam orang itu yang tadi menyerangnya
dengan tangan kosong, dan menghadapi mereka dengan senjata senapan
berbayonet walaupun senapan itu tidak diisi peluru, sama sekali tidak boleh
disamakan. Dia tadi sudah melihat ketika mereka berlatih menggunakan
bayonet dan memang mereka itu sigap sekali, pandai menggunakan senjata
itu. Hanya diapun tahu bahwa senjata itu amat kaku, sebenarnya tidak praktis
dipergunakan untuk berkelahi, tidak seperti pedang, golok atau tombak. Maka,
diapun tidak memandang reridah dan kini dia memasang kuda-kuda dengan
gagahnya. Kuat lemahnya pasangan kuda-kuda tidak tergantung dan indah
tidaknya gaya kuda kuda itu, akan tetapi untuk menimbulkan kesan, Siu Coan
sengaja memasang kuda-kuda yang amat gagah gerakan dan gayanya. Dia
berdiri dengan satu kaki kiri, kaki kanannya diangkat dan ditekuk seperti kalau
seekor burung berdiri, tangan kanannya diangkat tinggi di atas kepala dan
tangan kanannya membentuk cengkeraman di depan pusat. Kuda-kuda seperti
ini kalau dilihat oleh seorang ahli silat tinggi tentu akan menggelikan, karena
kuda-kuda ini ringkih sekali walaupun perubahannya dapat dilakukan dengan
cepat. Kini enam orang yang tadi sudah kalah, mengambil senapan tanpa peluru
dan sudah dipasangi bayonet yang amat tajam runcing berkilau tertimpa sinar
matahari pagi. Semua orang yang nonton menjadi semakin tegang. Kini
pemandangan itu bukan hanya mengadu kepala dan tendangan, melainkan
menggunakan bayonet yang tajam. Sekali saja perut tergores bayonet itu, tentu
akan tersayat dan ususnya akan terburai keluar. Leherpun akan dapat terbabat
putus. Apalagi yang mempergunakan bayonet- bayonet itu adalah enam orang
sekaligus, enam orang yang sudah ahli memainkan bayonet-bayonet itu.
Siu Coan juga tidak berani main-main. Begitu enam orang itu mengurung
dan seorang diantara mereka maju menusukkan bayonet ke arah perutnya,
diapun sudah mengeluarkan kepandaiannya yang sungguhnya. Tubuhnya
meloncat ke atas dan dia juga mengeluarkan suara lengkingan nyaring sekali,
itulah lengkingan Sin-houw Ho-kang, yaitu auman seperti suara harimau
mengaum yang dapat membuat jantung lawan tergetar hebat dan membuat
mereka kesima. Memang auman ini diambil dari auman singa atau harimau.
Kalau binatang yang dsebut raja hutan itu berburu mangsa, dengan aumannya
yang menggetarkan jantung itu, dia dapat membuat calon korbannya, kijang
atau binatang lain, seketika menjadi lumpuh tak mampu lari lagi saking kaget
dan takutnya. Ilmu inilah yang ditiru oleh orang-orang lihai seperti juga ditiru
oleh Thian-tok dan yang diturunkan kepada para muridnya.
Begitu Siu Coan mengeluarkan pekik itu, enam orang itu menjadi panik dan
pada saat itu, dengan jurus-jurus Ngo-Heng Lian-hoan Kun hoat, Siu Coan
sudah menyambar-nyambar turun dan dalam waktu singkat saja, dia telah
mampu merampas semua senjata dari tangan enam orang pengeroyoknya itu.
Enam orang itu tentu saja tidak mau senjatanya dirampas dan mereka
mempertahankannya dengan mati-matian, bahkan masih melanjutkan dengan
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan serangan tangan kosong kepada bayangan yang berkelebatan di antara mereka
itu. Akan tetapi kini Siu Coan membagi-bagi tamparan tangan kiri dan
tendangan-tendangan kakinya. Setiap kali menampar atau menendang, orangorang itu tentu mengaduh dan terpelanting roboh. Kemudian Siu Coan
melompat dan sekali tubuhnya melayang, dia sudah berada di dekat Admiral
Elliot dan enam batang senapan berikut bayonetnya itu telah disandangnya di
pundak kanan dengan rapinya!
Semua orang melongo. Belum pernah mereka melihat yang seperti itu. Dan
Admiral Elliot tersenyum gembira sekali, lalu merangkul pundak Su Coan dan
diajaknya pemuda itu memasuki benteng setelah senapan-tenapan itu
dikembalikan kepada enam orang yang masih belum tahu benar apa yang telah
terjadi menimpa diri mereka.
Mulai saat itu, Siu Coan memulai suatu kehidupan yang baru. Dia
memperoleh kepercayaan, menjadi pengawal pribadi Admiral Elliot dan juga
bertugas melatih ilmu bela diri kepada para opsir dan juga sersan dan kopral.
Tentu saja Siu Coan yang tidak ingin ilmu silat dikuasai orang-orang bule itu,
hanya mengajarkan pukulan-pukulan biasa saja, dengan jurus-jurus yang
hanya nampaknya saja hebat akan tetapi sebetulnya tidak ada artinya kalau
dipergunakan untuk membela diri. Akan tetapi dia bersungguh-sungguh
menjadi pengawal pribadi Admiral Elliot, karena dia tahu bahwa dengan dekat
pembesar yang paling berkuasa di antara semua pembesar Inggeris itu, akan
mudah baginya untuk memperoleh kedudukan. Dia bukan mencari kedudukan
di dalam pasukan Inggeris, melainkan mencari jalan untuk menuju kepada citacitanya yang amat tinggi, yaitu membentuk pasukan istimewa yang kelak akan
menjadi balatentara besar dimana dia menjadi kisarnya!
Bberkali-kali Admiral Elliot yang cerdik itu mencoba kesetiaannya, antara
lain dengan menyuruh orang-orang rahasia untuk berusaha menyerang
Admiral Elliot itu. Dan selalu Siu Coan yang turun tangan menyelamatkan


Pedang Naga Kemala Giok Liong Kiam Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

admiral itu dan ancaman semua serangan buatan itu.
Setelah menghambakan diri kepada admiral itu selama beberapa bulan, Siu
Coan telah mendapatkan kepercayaan besar, bahkan memperoleh sebuah
bangunan dalam benteng itu dan hidup mewah. Admiral itu juga bukan orang
bodoh dan dia pandai sekali mempergunakan tenaga yang baik. Segala
keperluan hidup Siu Coan dilengkapi, bahkan berlebihan, dan Siu Coan hidup
dengan penuh kemewahan. Dia memelihara pelayan-pelayan wanita yang
cantik-cantik dalam jumlah belasan orang. Tentu saja bukan pelayan-pelayan
biasa yang hanya mencuci pakaian, membersihkan rumah atau memasakkan
makanan untuknya. Kalau perlu, juga melayaninya di dalam kamar
menemaninya tidur! Hidupnya sudah seperti seorang raja kecil, akan tetapi tentu saja hal ini
masih jauh dari pada memuaskan hati Siu Coan yang bercita-cita menjadi
seorang kaisar yang sungguh-sungguh. Pekerjaannya tidaklah berat sekali.
Kalau admiral sedang berada di kantor, maka dia tidak perlu mengawal.
Kantor itu sudah dikepung oleh pasukan besar jumlahnya yang amat kuat,
Maka tidak perlu lagi dikawal. Hanya kalau admiral tu keluar benteng, selain
dikawal oleh pasukan, Siu Coan juga harus selalu mendampinginya. Dan
latihan yang diberikan kepada para opsir juga tidak setiap hari, cukup dia
memberi satu dua jurus yang dia perintahkan agar mereka itu melatihnya
sampai sempurna, dan cukup sepekan sekali dia menguji dan memeriksa
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan mereka! Karena banyak menganggur ini, Sui Coan mendapatkan banyak
kesempatan untuk memperdalam pengetahuannya tentang Agama Kristen,
yang dipelajarinya dan para pendeta yang bertugas di dalam benteng itu.
Pada suatu hari, Siu Coan dipanggil oleh Admiral Elliot. Setelah pemuda itu
menghadap, pembesar itu berkata.
"Siu Coan, ada pekerjaan penting bagimu."
"Apakah paduka akan keluar benteng dan pergi ke kota lain. Admiral?"
"Tidak, sekali ini bukan bertugas mengawalku."
"Ehh" Lalu tugas apa, Admiral?"
"Menyelidiki kenapa di dusun Boan-ciu, yang sebagian besar penghuninya
tadinya sudah tunduk dan mau masuk menjadi Kristen di bawah pimpinan
Pendeta Allan, kini tiba- tiba saja memberontak."
"Memberontak" Apa yang telah mereka lakukan?" Siu Coan bertanya
terkejut. "Belum serius. Akan tetapi mereka itu membantah kalau diadakan
ceramah, bahkan ada ancaman-ancaman dilontarkan terhadap Pendeta Allan.
Aku khawatir sekali karena hanya dengan agama itulah maka bangsamu dapat
diajak berunding dengan damai. Kau pergilah ke dusun Boan-cui dan coba
selidiki, apa yang terjadi dan siapa biang keladinya. Kalau ada yang memang
menjadi pengacaunya, tangkap atau bunuh saja."
Hati Siu Coan merasa tidak enak, ini merupakan tugas yang lain lagi dan
asing baginya. Dia harus berurusan dengan bangsanya sendiri yang mem
berontak. Mana mungkin" justeru dia sendiri berjiwa pemberontak! Akan tetapi
karena pemberontakan itu ditujukan kepada seorang pendeta Kristen, diapun
cepat berangkat mencari pendeta itu dan minta penjelasan darinya mengapa
ada orang orang di dusun Boan-ciu yang memberontak.
"Bapak Pendeta, apakah sebenarnya yang telah terjadi di Boan-ciu" Saya
menerima tugas dari Admiral untuk melakukan penyelidikan tentang hal itu."
Pendeta yang usianya paling banyak lima puluh tahun itu menarik nafas
panjang. "Baru kurang lebih satu bulan ini, mulai terjadi perubahan itu. Tadinya,
penduduk di sana amat patuh dan selalu dalam keadaan damai dan tenteram.
Gereja pun selalu penuh dengan pengunjung dan banyak malah yang sudah
menjadi Kristen secara sesungguhnya. Akan tetapi kurang lebih sebulan yang
lalu, mulailah terjadi pembangkangan-pembangkangan."
"Dalam bentuk bagaimana?"
"Pertanyaan-pertanyaan aneh dan bantahan-bantahan, bahkan kecamankecaman pedas terhadap bangsa kulit putih. Dan agaknya memang ada
penggeraknya dari belakang. Akan tetapi yang mengajukan kecaman itu
bahkan orang-orang yang tadinya tekun sekali, sehingga sukar bagiku untuk
menyelidiki siapa biang keladinya. Tentu ada orang-orang yang membujuk
mereka dari belakang."
"Baiklah, sekarang katakan, siapa namanya orang-orang yang suka
mengajukan protes dan kecaman-kecaman itu?"
"Banyak, akan tetapi pemrotes-pemrotes yang paling keras adalah dua
orang saja, yaitu Lie Kiat dan Tan Liok. Mereka itu bekerja sebagai tukang ka
yu di Boan-ciu." "Baiklah, nanti pada hari Minggu, saya akan menghadirii ceramah Bapak
dan akan saya buktikan sendiri bagaimana cara mereka itu."
Pada hari Minggu pagi, seperti biasa di sebuah rumah besar yang dijadikan
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan gereja oleh Pendeta Allan, sudah berkumpul tidak kurang dari limapuluh orang,
laki-laki, perempuan, tua muda. Mereka itu rata-rata mengenakan pakaian baru
atau setidaknya pakaian bersih dan rambut mereka tersisir rapi.
Siu Coan duduk di sudut paling belakang sehingga dia dapat mengamati
semua pengunjung dengan cermat. Ketika Pendeta Allan memimpin
sembahyang, semua masih terjadi seperti biasa dan normal. Semua orang ikut
bersembahyang. Juga ketika pendeta itu memimpin nyanyian dengan
suaranya yang lantang namun dengan logat yang kaku, semua orang ikut pula
bernyanyi memuji nama Tuhan.
Akan tetapi setelah pendeta itu mulai berceramah menerangkan ayat-ayat
suci dan memberi penafsirannya dan memberi contoh-contohnya, mulailah
para pengunjung itu nampak gelisah.
"Agama Kristen berdasarkan Cinta Kasih," demikian antara lain pendeta
Allan berkhotbah. "Tuhan Maha Pengasih, Maha Pengampun, dan Maha Murah. Lihat saja,
Tuhan dengan kasih sayang-Nya yang tak dapat diukur oleh pikiran manusia,
telah menurunkan Putera-Nya untuk menyelamatkan manusia di dunia, Yesus
Kristus, Juru Selamat kita, telah membiarkan diri-Nya disiksa, disalib, bahkan
dibunuh. Darah-Nya mengalir dan semua itu untuk siapa" Untuk kita semua.
Untuk menebus dosa-dosa kita yang bertumpuk-tumpuk. Karena itu, siapa
yang percaya kepada Yesus Kristus, siapa yang bertobat akan dosa-dosanya,
siapa membuka pintu hatinya untuk Yesus, dia akan diselamatkan dunia
akhirat. Bertobat akan dosa-dosanya berarti harus mulai hidup baru, menjauhi
dosa, harus penuh cinta kasih terhadap sesama manusia. Kasihilah sesamamu
seperti kalian mengasihi dirimu sendiri!
Demikianlah sabda dari Tuhan. Bahkan lebih dari itu, cintailah musuhmusuhmu! Apabila engkau ditampar pipi kirimu berikanlah pipi kananmu.
Semua itu adalah pelajaran-pelajaran yang mengandung cinta kasih murni, dan
siapa yang beriman dan melaksanakan segala perintah Tuhan, dialah yang
berhak memperoleh tempat di sisi Tuhan, di kerajaan Sorga!"
"Bohong! Bohong besar!"
Tiba-tiba terdengar suara orang, dan Siu-Coan yang sejak tadi menaruh
perhatian dan mengamati, melihat bahwa yang mengucapkannya adalah
seorang nenek, akan tetapi dia tahu bahwa tak jauh dari nenek itu adalah
seorang laki-laki berusia tiga puluhan tahun yang menggerak-gerakkan
bibirnya. Dia terkejut. Gerakan bibir itu seperti orang yang menggunakan Ilmu
Coan-im-jip-bit (Mengirim Suara dari Jauh)! Agaknya orang itulah yang
mengirim suaranya membisikkan kata-kata itu kepada si nenek yang hanya
menirukan saja! Pendeta Allan memandang ke arah nenek itu dan wajannya berubah. Wajah
yang tadinya nampak lembut itu berubah keras dan alisnya berkerut.
"Saudaraku yang baik, kenapa kau berkata bohong" Apanya yang bohong
besar?" Tiba-tiba terdengar jawaban, bukan dan nenek itu, melainkan dan seorang
kakek yang duduk di sudut, suaranya agak gemetar.
"Bohong kalau kita mencinta sesama seperti mencinta diri sendiri. Lebih
bohong besar lagi kalau kita mencinta musuh-musuh kita!"
Tentu saja keadaan menjadi ribut, ada yang pro ada yang kontra. Akan
tetapi Siu Coan sudah melihat bahwa ada seorang laki-laki berusia empatpuluh
tahunan yang berpakaian serba biru, mengajukan pertanyaan tadi. Bersamaan
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan dengan itu, terlihat juga seorang laki-laki tigapuluh tahunan tadi,
menggerakkan bibirnya dengan ilmu mengirim suara dari jauh yang sama, akan
tetapi sekali ini agaknya suaranya dikirimkan kepada kakek itu, sedangkan
yang pertama mengirimkan suaranya kepada si nenek.
Kini Pendeta Allan memandang kakek dan nenek itu bergantian, lalu
mengangkat kedua tangannya ke atas.
"Ya Tuhan, semoga dosa kalian diampuni. Mengapa kalian berdua berani
menyangkal kebenaran Alkitab" Dan siapakah kalian mendapatkan pikiran
yang seperti itu?" "Ini adalah suara bisikan hati saya sendiri," ratap si nenek hampir
menangis. "Saya mendengar bisikan itu jelas sekali di dalam telinga dan hati, tak
dapat dibantah?" "Hemm, itu bisikan setan!" kata Pendeta Allan.
"Dan bagaimana clengan engkau, Lao Ceng?" tanyanya kepada kakek itu,
kakek yang biasanya patuh dalam agama.
Kakek itu mengangguk dan menelan ludah beberapa kali sebelum
menjawab. "Saya juga demikian, saya mendengar bisikan dalam hati saya, maka saya
langsung mengeluarkan saja suara hati saya itu."
"Akan tetapi, nenek dan kakek yang baik, apa alasan kalian mengatakan
bahwa semua pelajaran itu bohong?"
Pada saat itu, selagi kakek dan nenek itu nampak kebingungan, Siu Coan
sudah berjalan maju ke atas mimbar, mendekati pendeta itu dan diapun
berkata sambil memandang kepada dua orang yang tadi bisikkan kata-kata itu
kepada kakek dan nenek. "Orang yang mampu mempergunakan ilmu mengirim suara dari jauh
adalah orang-orang gagah. Akan tetapi perbuatan bersembunyi dan menyuruh
orang-orang lain untuk bicara sedangkan diri sendiri bersembunyi, sama
dengan melempar batu bersembunyi tangan, dan perbuatan itu adalah
perbuatan yang rendah dan pengecut!"
Orang yang memakai baju kuning dan berusia tigapuluh tahun segera
bangkit berdiri dan berkata suaranya lantang.
"Sebaliknya, orang Cina yang membantu orang bule untuk merusak bangsa
sendiri adalah seorang pengkhianat yang tak patut diampuni!"
Siu Coan terkejut dan dia memandang tajam. Biarpun dia tidak teringat
pernah bertemu dengan orang ini, namun dia dapat menduga bahwa tentu
orang ini seorang pejuang yang menyelundup ke dalam gereja dan membuat
kacau. Dia tidak merasa mengkhianati bangsanya, maka ucapan itu tidak
membuat mukanya menjadi merah. Dia masih tersenyum ramah dan menjura
ke arah orang itu. "Aih, kiranya di tempat ini ada seorang pendekar yang berilmu tinggi.
Ketahuilah, saudara" bahwa di dalam gereja tidak ada permusuhan, tidak ada
perbedaan bangsa atau kulit. Di depan Tuhan Allah, semua manusia sama saja,
apapun warna kulitnya. Kalau saudara merasa tidak setuju dengan pelajaran
Agama Kristen dan hendak memprotes, kenapa tidak dilakukan sendiri."
Kini si baju biru yang bertubuh tinggi besar itu bangkit pula dan berkata
Iantang. "Kami bukan anggauta gereja, karena itu terpaksa kami meminjam mulut
anggauta gereja untuk menyatakan rasa penasaran hati kami."
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan Kini Pendeta Allan yang sudah merasa girang karena Siu Coan dapat
membongkar rahasia itu dan menemukan biang keladinya, lalu berseru dengan
suaranya yang halus. "Ya Tuhan, semoga diampuni dosa-dosa kalian! Saudaraku yang baik,
sebetulnya mengapakah anda berdua menyangkal kebenaran ajaran dari
Alkitab?" Kini si baju kuning yang menjawab.
"Kami tidak tahu menahu tentang isi Alkitab, akan tetapi mendengar
ceramahmu, kami sama sekali merasa bahwa semua ceramahmu tu bohong
belaka. Engkau mengajarkan tentang cinta kasih sesama manusia. Apakah
engkau dan bangsamu itu mempunyai rasa cinta kasih terhadap sesama"
Pelajaranmu menganjurkan cinta kasih, akan tetapi apa yang telah kalian
lakukan di tanah air kami" Meracuni bangsa kami, memerangi bangsa kami,
membunuh, menyiksa, menjajah dan menginjak-injak kebebasan bangsa kami.
Kalian mengajarkan cinta kasih, akan tetapi melaksanakan permusuhan dan
kebencian! Bukankah itu berarti bahwa semua ceramahmu itu bohong belaka"
Dan pelajaran tentang mencinta musuh-musuhmu itu. Huh, pernahkah engkau
mencinta bangsa kami yang kalian musuhi?"
Ucapan orang ini demikian penuh semangat, terasa sampai ke dalam hati
para pendengar di dalam gereja itu, sehingga kini pandang mata mereka
terhadap pendeta itu seketika berubah. Diam-diam Siu Coan memuji orang ini
yang pandai sekali melakukan penyerangan dengan kata-kata.
Mendengar ucapan itu, sang pendeta merangkap kedua tangan di depan
dada sambil memejamkan mata dan seperti orang berdoa, kemudian dia
membuka mata dan berkata.
"Saudaraku yang baik. Memang manusia adalah makhluk yang lemah dan
penuh dosa. Karena itulah maka Tuhan menurunkan Yesus ke dunia untuk
menebus dosa dan untuk mengajarkan kebaikan kepada umat manusia. Tidak
hanya terbatas pada Bangsa Cina, juga Bangsa Inggeris, merupakan manusiamanusia penuh dosa yang harus bertobat."
Kini orang berbaju biru segera berseru.
"Kalau begitu, apa perlunya kau mengajarkan kami tentang cinta kasih dan
mencinta musuh" Kami orang-orang tertindas kauajarkan untuk mencinta
musuh, bukankah berarti engkau menyuruh kami diam saja dan mandah
diperlakukan semena-mena dan menderita tekanan dan bangsamu" Daripada
kau mengajarkan cinta kasih kepada kami, kenapa engkau tidak menyuruh
bangsamu itu menghentikan kejahatan mereka, tidak mengedarkan racun
madat kepada bangsa kami, dan meninggalkan tanah air kami dengan aman"
Selama hidup, kami tidak pernah mengganggu bangsamu yang negaranyapun
kami tidak tahu dimana. Adalah bangsa kalian yang datang dan mengganggu
kami, akan tetapi engkau masih menyuruh kami mencinta mereka!"
Siu Coan hampir tak dapat menahan ketawanya ketika melihat betapa
pendeta itu nampak panik, wajahnya sebentar pucat sebentar merah. Dia
merasa kasihan pula, karena bagaimanapun juga, Siu Coan sudah tertarik akan
Agama Kristen. Dia lalu maju, membela pendeta itu dan suaranya lantang
sekali terdengar oleh semua orang.
"Ji-wi enghiong (dua saudara gagah), semua yang ji-wi katakan itu
memang tidak keliru. Akan tetapi kukira tidak pada tempatnya. Harap ji-wi
ketahui bahwa antara agama dan politik, antara agama dan perang, tidak boleh
dicampuradukkan sama sekali. Agama Kristen tidak mencampuri politik, tidak
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan mencampuri perang. Agama ini mengajarkan cinta kasih dan kebaikan kepada
umat manusia, tak perduli berbangsa apa, pintar atau bodoh, kaya atau miskin,
tua atau muda. Yang menimbulkan perang, yang menjual madat, yang
melakukan penindasan bukanlah agamanya. Dan semua orang, baik yang
menindas maupun yang ditindas, baik yang melakukan kejahatan atau yang
dijahati, keduanya tidak lepas dari pada dosa, dan karenanya dosa-dosanya itu
harus dicuci dan ditebus oleh darah Yesus dan hidup baru sesuai dengan jalan
Tuhan. Kalau ji-wi menyerang bapak pendeta Allan ini, sungguh tidak tepat.
Beliau hanya tahu akan pelajaran agama, sama sekali tidak tahu menahu
tentang perang, tentang madat dan sebagainya."
"Akan tetapi, sebelum orang bule datang, sebelum mereka datang, kita
tidak mengenal madat, tidak mengenal agama baru, dan kita hidup dalam
tenteram dan damai!" teriak si baju kuning.
Siu Coan tersenyum. "Benarkah itu" Walaupun mungkin tidak ada banyak madat, namun dari
See-thian sudah berdatangan madat yang diselundupkan. Dan tentang perang,
sejak dahulu kita sudah mengenal perang. Bukankah perang saudara dan


Pedang Naga Kemala Giok Liong Kiam Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

perebutan kekuasaan selalu terjadi sejak jaman Sam Kok" Dan siapa pula yang
kini berkuasa di tanah air kita ini" Harap ji-wi suka berpikir secara mendalam
dan jangan menyalahkan pendeta dan Agama Kristen yang tidak bersalah apaapa."
Dua orang itu memang hendak membubarkan agama yang dibawa orang
bule dan menanamkan permusuhan terhadap orang bule. Mereka adalah
pejuanng-pejuang golongan yang anti orang kulit putih, maka kini mendengar
rencana mereka itu dibantai dan dihalangi oleh Siu Coan yang agaknya
membela pendeta itu, mereka menjadi marah.
"Kalau begitu, engkau adalah seorang pengkhianat besar!" bentak si baju
kuning sambil melompat ke depan dan diikuti oleh temannya yang berbaju biru.
Siu Coan melompat turun dari mimbar menghadapi mereka.
"Ji-wi keliru kalau melakukan kekerasan di sini. Gereja adalah tempat
orang beribadat, tempat orang berbakti kepada Thian, bukan tempat
bertentangan dan berkelahi."
"Pengkhianat!" bentak mereka, dan keduanya sudah menerjang maju dan
mengirim pukulan ke arah Siu Coan.
Pukulan-pukulan itu cukup dahsyat dan Siu Coan menyambut dengan
tenang saja. Dia menggerakkan kedua tangannya, dibuka jari tangannya dan
didorongkan ke depan menyambut.
"Dess!" Dua orang itu terjengkang dan dan mulut mereka mengalir sedikit darah,
tanda bahwa mereka telah menderita luka dalam yang biarpun tidak parah
namun membuat mereka tidak berani maju lagi.
"Siapakah kau?" bentak si baju biru, terkejut heran dan juga penasaran.
"Namaku Ong Siu Coan," jawab Siu Coan sederhana.
Dua orang itu sejenak memandang kepadanya dengan penuh perhatian,
kemudian mereka keluar dan gereja tanpa banyak cakap lagi. Siu Coan lalu
berpamit dan Pendeta Allan yang menyatakan terima kasihnya berkali-kali. Tak
lama kemudian terdengar lagi suara nyanyian dan dalam gereja itu, penuh
semangat dan keharuan. Jasa Siu Coan dalam gereja itu tentu saja disebarluaskan oleh Pendeta
Allan dan tentu saja diketahui oleh Admiral Elliot. Hal ini menambah kejayaan
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan Siu Coan yang semakin dipercaya.
Pada suatu malam, selagi Siu Coan tidur nyenyak setelah tadi ditemani oleh
pelayan wanita yang paling disayangnya dan kini pelayan itu sudah
disuruhnya tidur di kamarnya sendiri, pemuda ini terbangun dengan kaget.
Pendengarannya yang terlatih dan amat peka mendengar sesuatu yang tidak
wajar di atas genteng kamarnya. Sebagai seorang ahli silat yang sudah matang
ilmunya, biarpun dalam keadaan pulas kelelahan, Siu Coan terbangun hanya
karena suara sedikit saja, dan terutama karena ada semacam indriya keenam
yang membisikkan bahwa ada hal yang tidak wajar.
Dengan tenang namun cepat sekali, Siu Coan sudah meloncat turun dan
mengenakan sepatunya, juga bajunya karena tadi dia tidur tanpa baju saking
panasnya hawa udara malam itu. Lalu terdengar suara di atas genteng itu.
"Demi Iblis, anak ini sungguh bernasib luar biasa baiknya!"
Mendengar suara itu, Siu Coan merasa seperti pernah mengenalnya, maka
diapun cepat membuka daun jendela dan sekali tubuhnya mencelat, dia telah
melayang keluar dari jendela dan naik ke atas genteng kamarnya. Dan siapakah
yang dilihatnya di bawah sinar bulan yang suram itu" Bukan lain seorang kakek
tua yang berkepala botak berperut gendut, yang berdiri tegak memandang
kepadanya, dan kakek itu adalah seorang kakek yang luar biasa sekali, karena
bajunya terbuka nampak dada dan perutnya yang amat besar. Tangan kirinya
membawa sebuah ciu-ouw (tempat arak) dan di pinggangnya tergantung
sebuah mangkok dengan tali.
"Suhu!" Siu Coan terkejut sekali ketika mengenal Thian-tok, dan cepat dia
menjatuhkan diri berlutut di atas genteng. Tidak seperti biasanya, kakek ini
mengerutkan alisnya dan wajahnya tidaklah segembira seperti biasanya,
melainkan masih nampak kaget dan terheran-beran.
"Mari kita masuk dan bicara di dalam?" katanya.
"Silahkan suhu," kata Siu Coan yang mendahului gurunya melayang turun,
memasuki kamar melalui jendela lalu membuka pintu kamarnya. Gurunya
melangkah masuk melalui kamar itu dan mereka duduk di dalam kamar.
Siu Coan menepuk tangan dan muncullah belasan orang perajurit yang
menjadi pengawalnya di depan pintunya. Mereka ini tentu saja terbelalak
heran melihat munculnya seorang kakek gendut begitu saja tanpa mereka
ketahui masuknya. "Jangan ganggu aku malam ini. Kalau ada pertanyaan dari Admiral,
katakan bahwa aku kedatangan tamu yaitu guruku. Sudah" kalian jaga di
depan, jangan mendekati kamar ini."
Para perajurit itu memberi hormat dan mereka memandang kagum ke arah
si kakek gendut. Mereka semua tahu akan kelihaian Siu Coan. Kalau kakek
gendut itu gurunya, wah" tentu lebih lihai bukan main. Setelah mereka pergi,
Siu Coan yang tahu akan kesukaan gurunya, berkata.
"Apakah suhu ingin makan minum dulu sebelum bicara?"
Kini kakek itu dapat tersenyum seperti biasa.
"Boleh, boleh. Asal ada arak baik dan masakan lezat."
Siu Coan lalu menarik sebuah tali sutera di dekat pembaringannya. Itulah
tanda bagi para pelayan wanita yang tidur di kamar sebelah bahwa dia
membutuhkan mereka. Tak lama kemudian, berhamburanlah tujuh orang gadis
cantik dengan pakaian yang setengah telanjang dan rambut yang kusut masai
karena mereka tadi sudah pergi tidur, dan agaknya merekapun sedang
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan mengharap-harapkan dipanggil oleh majikan mereka yang muda dan tampan
itu. Maka merekapun datang seperti berlumba! Karuan saja Thian-tok
terbelalak memandangi mereka, dan tujuh orang gadis itupun terkejut
setengah mati melihat bahwa majikan mereka ternyata duduk menghadapi
meja bersama seorang kakek yang gendut sekali!
Mereka menjadi malu-malu dan berusaha menutupi pakaian dan
membereskan rambutnya. Akan tetapi, mana mungkin membereskan pakaian
yang seperti itu" Pakaian mereka itu adalah pakaian tidur yang memang
diharuskan oleh Siu Coan untuk mereka pakai setiap malam. Terbuat dan kain
tipis berwarna muda yang tembus pandang dan di bawah pakaian itu tidak ada
pakaian apa-apa lagi. Juga potongannya sederhana sekali, hanya dibelitkan
pada pundak saja. "Heh-heh-heh, sungguh engkau hidup enak sekali di sini, Siu Coan! Ini
semua selirmu?" Siu Coan tersenyum. "Mereka adalah pelayan-pelayanku, suhu. Akan tetapi kalau suhu
menyukai mereka, suhu boleh memilihnya."
"Ha-ha-ha-ha, sungguh enak sekali hidupmu. Biarlah nanti saja, sekarang
mari kita makan minum lalu bicara."
Siu Coan memerintahkan tujuh orang wanita cantik itu untuk menyediakan
makanan dan arak, dan sebentar saja semua hidangan itu telah dipersiapkan
di dalam kamar itu. Diam-diam Thian-tok merasa kagum. Memang cepat sekali
muridnya ini memperoleh kemajuan dan hidupnya sungguh senang, akan
tetapi dibandingkan dengan apa yang baru saja dilihatnya di atas genteng tadi,
ini masih belum apa-apa! Dilayani oleh wanita-wanita yang cantik dan muda dan berbau harum itu,
Thian-tok makan minum sepuasnya. Setelah semua bekas makanan
dibersihkan, Siu Coan mengajak suhunya untuk bercakap-cakap di sebuah
ruangan dimana tidak akan ada orang lain yang dapat mengintai atau
mendengarkan percakapan mereka.
"Kunjungan suhu yang tiba-tiba ini amat mengejutkan hati teecu. Tentu ada
keperluan penting sekali, suhu."
"Tentu saja. Kalau tidak penting, untuk apa aku susah payah datang ke
sini" Siu Coan, aku datang untuk membunuhmu!"
Kalau ada kilat menyambar kepalanya di saat itu, belum tentu Siu Coan
akan sekaget seperti ketika mendengar omongan gurunya. Mukanya menjadi
pucat sekali dan dia sudah meloncat berdiri, siap untuk melarikan diri atau
memanggil para pengawal untuk membela diri. Biarpun yang akan
membunuhnya itu gurunya sendiri, dia tidak akan sudi menyerah begitu saja.
"Akan tetapi kenapa, suhu?"
Kakek itu tertawa bergelak.
"Ha-ha-ha, jangan khawatir. Aku tidak jadi membunuhmu sekarang,
pikiranku sudah berubah agi."
Siu Coan bernapas lega, akan tetapi mukanya masih pucat. Celaka, kakek
ini sungguh membikin hatinya kecut sekali, nyawanya seperti dipakai mainan
saja! Biarpun dia itu gurunya, kalau sekiranya membahayakan dirinya, dia tidak
akan segan-segan untuk membunuhnya!
"Suhu, sungguh teecu merasa heran bukan main. Apakah dosaku terhadap
suhu maka suhu bersusah payah datang hendak membunuhku?"
Akan tetapi suhunya tidak menjawab, melainkan menatap wajah muridnya
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan itu dengan tajam penuh selidik, lalu bertanya.
"Siu Coan, apakah engkau telah merampas Giok-liong-kiam dari tangan
Koan Jit?" Siu Coan terkejut dan menggeleng kepala.
"Tidak, suhu" sama sekali belum. Bahkan aku belum sempat bertemu
dengan dia. Kedudukannya kuat sekali di dalam pasukan inggeris."
"Dan apakah engkau menyimpan sebuah pusaka lain yang ampuh?"
"Pusaka" Pusaka apa, suhu" Aku tidak mempunyai pusaka apapun."
Gurunya memandangnya penuh selidik.
"Sungguh tidak punya" Mau kau bersumpah bahwa engkau tidak
menyimpan pusaka ampuh di dalam kamar ini?"
"Tidak, suhu. Sunguh mati. Untuk apa aku berdusta kepada suhu?"
"Wah, kalau begitu, kiong-hi (selamat)?"
Dan tiba-tiba kakek gendut itu bangkit berdiri dan memberi hormat kepada
muridnya seperti biasa orang memberi ucapan selamat. Tentu saja Siu Coan
terkejut bukan main dan dia cepat berlutut.
"Suhu, tidak berani teecu menerima penghormatan suhu. Ada apakah maka
suhu bersikap seaneh ini?"
Kakek itu menarik napas panjang.
"Bangkit dan duduklah."
Setelah mereka duduk berhadapan kembali, Thian - tok berkata.
"Siu Coan, ketahuilah bahwa engkau telah ditakdirkan untuk menjadi calon
orang besar, bahkan aku tidak akan heran kalau kelak engkau dapat menjadi
seorang raja besar!"
Ingin Siu Coan tertawa geli. Walaupun cita-cita itu memang ada dalam
batinnya, akan tetapi tanpa hujan tanpa angin, gurunya dapat mengatakan
demikian, bukankah ucapan itu hanya ngawur dan terlalu muluk saja" Akan
tetapi dia tidak berani memperlihatkan kegelian hatinya.
"Terima kasih atas doa restu suhu, akan tetapi bagaimana suhu dapat
menduga demikian?" "Ketahuilah, bahwa tadi aku memang datang dengan maksud untuk
membunuhmu. Siapa tidak dongkol mendengar bahwa engkau telah
menghambakan diri pada orang bule" Aku mengutusmu bersama Gan Seng Bu
untuk menyelidiki Koan Jit dan merampas kembali Giok-liong-kiam. Eh, si Gan
Seng Bu itu malah kawin dengan seorang perempuan bule, dan kabarnya dia
telah tewas di tangan Koan Jit. Dia masih boleh dimaafkan, mungkin dia tewas
dalam usahanya merampas Giok-liong-kiam. Akan tetapi engkau! Engkau
malah enak-enak di sini menjadi antek orang bule dan sama sekali tidak
berusaha untuk merampas Giok-liong-kiam. Hati siapa tidak akan merasa
panas dan marah?" Kembali Siu Coan terkejut sekali. Nyaris dia terbunuh oleh suhunya malam
ini kalau saja tidak telah terjadi sesuatu yang aneh, yang dia sendiri tidak tahu
apa, karena tiba-tiba saja suhunya membatalkan niatnya membunuh itu.
"Akan tetapi suhu, harap jangan salah paham. Aku sama sekali bukan
menghambakan diri begitu saja kepada orang kulit putih. Kedudukan Koan Jit
yang menjadi komandan pasukan Harimau Terbang di pasukan kulit putih,
satu-satunya jalan untuk dapat menyelidiki dan mendekatinya adalah kalau
aku juga menjadi seorang yang dipercaya. Dan aku berhasil dipercaya oleh
Admiral Elliot. Semua ini merupakan usahaku mendekati Koan Jit. Selain itu,
aku juga hendak menyusun kekuatan untuk cita-citaku, suhu."
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan "Cita-cita yang mana?"
"Suhu, aku ingin sekali menyusun kekuatan, membentuk sebuah barisan
besar untuk kelak dapat kupergunakan untuk menumbangkan kekuasaan
pemerintah penjajah Mancu, dan kalau Tuhan menghendaki, kalau sampai
berhasil, aku ingin menjadi kaisar."
"Ha-ha-ha" cocok sekali! Aku yakin engkau akan berhasil!"
Tiba-tiba gurunya berkata dengan gembira bukan main. Kembali Siu Coan
merasa heran dan kaget. "Bagaimana suhu dapat berkata demikian?"
"Dengarkan kelanjutan ceritaku tadi. Aku datang malam ini untuk
membunuhmu. Setelah aku berhasil berada di atas genteng kamarmu, tiba-tiba
saja aku melihat suatu cahaya mencorong yang datang dari atas langit dan
cahaya itu meluncur turun memasuki kamarmu!"
"Aihhh! Apakah itu, suhu?"
"Aku tadinya juga tidak tahu. Akan tetapi cahaya itu memasuki kamarmu
lewat genteng begitu saja, menerobos genteng tanpa suara. Tadinya aku
mengira bahwa itu tentulah pusaka ampuh, dan aku mengira Giok-liong-kiam
sudah berada di sini. Pusaka ampuh kadang-kadang juga mempunyai cahaya
mencorong seperti itu. Karena adanya cahaya itu, dan aku mengira engkau
mempunyai Giok-liong-kiam atau pusaka lain, maka aku membatalkan niatku
membunuhmu dan karena terkejut, aku membuat gerakan sehingga
mengejutkanmu." Kembali Siu Coan bergidik. Kalau tidak ada peristiwa itu sehingga suhunya
terkejut dan membuat gerakan, tentu dia tidak akan tahu dan tentu dia sudah
mati tanpa sempat bangun kembali.
"Suhu, aku tidak mempunyai Giok-liong-kiam atau pusaka lain. Lalu apakah
arti adanya cahaya mencorong itu?"
"Ha-ha-ha, aku tahu sekarang. Itu adalah wahyu!"
"Wahyu?" Selamanya, Siu Coan belum pernah mendengar kata itu.
"Apakah itu, suhu?"
"Menurut dongeng dari See-thian (India), dan juga dongeng dari para kaisar
jaman dahulu, siapa yang akan menjadi kaisar, tentu memperoleh wahyu.
Wahyu itu adalah semacam berkah atau tanda dari Thian yang sudah
menemukan bahwa seseorang akan menjadi raja. Ada kalanya wahyu itu tidak
nampak, ada kalanya nampak. Wahyu yang jatuh kepada dirimu malam ini juga
tidak akan nampak oleh siapapun kalau saja tidak kebetulan aku datang di sini
untuk membunuhmu." "Dan menurut suhu, wahyu itu jatuh kepadaku, dan hal itu membuktikan
bahwa kelak aku akan menjadi raja?"
"Aku yakin akan hal itu, muridku. Karena itu, mulai sekarang aku ingin
membantumu. Aku yakin engkau akan berhasil."
Tentu saja hati Siu Coan girang bukan main mendengar keputusan yang
diambil suhunya ini. Suhunya, biarpun sudah amat tua, akan tetapi lihai bukan
main. Dan kalau dia dibantu suhunya, agaknya cita-citanya akan lebih cepat
terkabul. Dan untuk menyenangkan hati suhunya, mudah saja. Dia tahu bahwa
suhunya ini mata keranjang, suka akan wanita-wanita muda yang mulus dan
cantik, suka pula akan arak yang baik dan masakan lezat, suka akan kehidupan
mewah. Dan dalam kedudukannya yang sekarang, sebagai pengawal pribadi
admiral, sebagai orang terpercaya yang dicukupi semua kebutuhannya, mudah
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan baginya untuk menyediakan semua kegemaran suhunya itu. Dia memberikan
sebuah kamar untuk suhunya, kamar yang dihiasnya dengan indah. Bahkan
untuk tempat tidur suhunya, dia memberikan tempat tidur hadiah Admiral


Pedang Naga Kemala Giok Liong Kiam Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Elliot, yaitu tempat tidur yang memakai tilam kulit harimau besar yang masih
lengkap dengan kepalanya. Dan di antara belasan orang pelayan wanita yang
cantik-cantik itu, dia memilih empat orang pelayan yang sengaja diberikan
kepada suhunya, bukan hanya untuk melayaninya makan, mandi dan
sebagainya, akan tetapi juga melayaninya di tempat tidur.
Mulailah Thian-tok, seorang di antara Empat Racun Dunia, menikmati
kehidupan yang amat mewah dan berlebihan. Si Racun Langit ini hidup seperti
anak kecil saja. Kalau ingin mandi, tinggal tunggu saja. Empat orang pelayan
atau selirnya itu akan menanggalkan seluruh pakaiannya dan akan
memandikannya di bak mandi besar, menyabun dan memberinya minyak
wangi, lalu memakaikan pakaian sutera yang tetap saja tidak mampu menutupi
perut dan dadanya. Kakek ini memang pantang ditutupi dada dan perutnya. Kalau sudah makan
malam yang amat lezat dan kebanyakan minum arak, dia lalu akan rebah
terlentang seperti seekor babi kekenyangan di atas pembaringannya yang
bertilam bulu Harimau. Empat orang selirnya akan merubungnya, ada yang
memijati, ada yang menumbuk-numbuk dengan kepalan tangan, ada yang
membelai sampai akhirnya dia tidur sambil mendekap mereka berempat di
dalam jubahnya yang lebar. Thian-tok lupa segala dan berenang di dalam
lautan kesenangan dan kemewahan yang berlebihan.
Kesenangan hidup merupakan berkah bagi setiap orang manusia yang
terlahir di dunia ini. Semua setelah diberikan kepada manusia. Pada mata
sudah terdapat selera pandangan yang mengenakkan hati, demikian pula pada
semua panca indriya. Dalam kita sudah diberi selera untuk menikmati apa yang
terasa enak oleh mulut kita. Segala yang nampak enak itu, termasuk pula sex
yang juga merupakan berkah bagi setiap orang manusia dan sudah menjadi
hak setiap orang manusia untuk menikmatinya, sudah terbawa sejak kita lahir.
Menikmati itu disebut kesenangan. Dan memang semua itu sudah benar
dan sudah menjadi hak kita utuk menikmati kesenangan yang datang kepada
kita. Akan tetapi, berkah ini segera dapat berubah menjadi suatu bahaya yang
amat besar, yang akan mungkin melahirkan malapetaka dan sengsara seperti
sebuah kutukan! Yaitu pengejaran. Pengejaran akan yang enak-enak itulah
yang merupakan bahaya paling besar di dalam kehidupan kita. Kenikmatan
hidup memang sudah wajar dan menjadi hak kita untuk dapat menikmatinya.
Akan tetapi, kalau kita mengejarnya, didorong oleh si-aku yang ingin
mengulang dan mengulang lagi, maka kita lalu menjadi hamba nafsu.
Kesenangan lalu menjadi cita-cita yang selalu kita kejar, menjadi tujuan
pokok dalam kehidupan kita. Dan kalau sudah demikian halnya, maka terjadilah
penyelewengan-penyelewengan dalam kehidupan ini. Demi mengejar
kesenangan yang menjadi sasaran tujuan, maka kadang-kadang kita
menggunakan segala cara. Sex merupakan anugerah kenikmatan hidup, akan tetapi begitu dikejarkejar, lalu timbullah perjinahan, perkosaan, pelacuran dan sebagainya. Harta
benda merupakan anugerah kenikmatan hidup, namun pengejaran terhadap
harta menimbulkan korupsi, pencurian, penipuan dan sebagainya lagi.
Oleh karena itu, seorang bijaksana tidak akan mengejar kesenangan dalam
bentuk apapun juga. Hal ini sama sekali bukan berarti bahwa seorang
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan bijaksana HARUS MENINGGALKAN atau MENJAUHI KESENANGAN. Sama
sekali tidak demikian. Bukan menolak karena memang sudah menjadi haknya
untuk menikmati kesenangan, melainkan TIDAK MENGEJAR!
Menikmati apa yang ada, itu berarti tidak mengejar sesuatu. Pengejaran
selalu menimbulkan kekecewaan dan perasaan tidak puas terhadap apa yang
ada, karena pengejaran ini dapat diselimuti dengan kata-kata halus seperti
cita-cita, tujuan, harapan, ambisi dan sebagainya lagi. Dan kalau kita mau
membuka mata dengan penuh kewaspadaan, mengamati segala yang
menimpa diri kita TANPA MENILAI SEBAGAI BAlK MAUPUN BURUK, akan
ternyatalah oleh kita bahwa di dalam segala sesuatu itu terkandung keindahan
yang tak dapat dilukiskan dengan kata-kata lagi!
Di dalam apa saja! Dalam sakit, dalam kelaparan, dalam malapetaka, dalam
kematian! Terdapat keajaiban dan kekuasaan yang menggerakkan seluruh isi
alam mayapada ini. Dan kita ini hanya merupakan bagian yang tak terpisahkan
dari itu semua. Sekali kita memisahkan diri dan semua itu karena dorongan
sang aku yang ingin senang sendiri, maka berarti kita telah memasuki neraka
selagi masih hidup. Siu Coan dan Hai-tok adalah orang orang yang selalu tidak pernah puas
dengan keadaan yang ada. Bagi umum yang biasanya memiliki pendapat yang
salah kaprah, sikap demikian itu benar. Orang tidak boleh merasa puas dengan
hidupnya, orang harus selalu mencari kemajuan, demikian nasihat nenek
moyang kita sejak jaman kuno dahulu. Dalam arti kata, orang harus selalu
mengejar sesuatu, bercita-cita, bertujuan, berambisi, mencari sesuatu yang
dianggap sebagai kemajuan! Orang harus mencani kemajuan!
KEMAJUAN! Apakah ini" Menurut umum, kemajuan adalah keadaan yang
lebih baik dari pada keadaan kita sekarang. Dengan demikian, kita harus
SELALU MENCARI kemajuan. Karena kemajuan itu tidak mungkin ada
batasnya, bukan" Dengan demikian, kita akan mencari terus sampai mati,
mencari YANG LEBIH. Dan ini dianjurkan oleh setiap pemerintah, setiap guru,
setiap orang tua. Kita lupa bahwa mencari yang lebih baik itu, berarti tidak puas dengan
keadaan yang ada saat ini! Dan kalau kita sudah membiarkan diri dijangkiti
penyakit mencari ini, maka selama hidup kita tidak akan dapat bahagia, tidak
mungkin dapat menikmati kehidupan ini. Karena yang dapat dinikmati adalah
"SAAT INI", hanya saat inilah yang dapat kita nikmati! Bukan esok atau lusa!
Sekali kita terseret oleh arus mencari kemajuan, sampai matipun kita akan
mencari kemajuan terus, tanpa dapat menikmati kehidupan saat kita hidup.
Menikmati hidup adalah saat ini, sekarang ini, detik demi detik, bukan esok
atau lusa yang hanya berupa khayalan belaka.
Apakah kalau tidak mencari kemajuan, bukan bearti bahwa kita menjadi
mandeg, menjadi statis, menjadi apatis (acuh)" Sama sekali tidak! Tanpa
mencari kemajuan, tanpa mengejar sesuatu yang menjadi tujuan atau cita-cita,
maka yang ada hanyalah perbuatan yang dilakukan dengan dasar kebutuhan
hidup. Tanpa adanya si-aku yang mengejar sesuatu, maka di dalam setiap
pekerjaan kita akan merasakan suara kenikmatan dan kesenangan besar,
karena tanpa adanya aku yang bercita-cita mengejar kemajuan, di dalam
pekerjaan itu terdapat cinta kasih terhadap pekerjaan itu. Dan pekerjaan yang
dilakukan dengan cinta kasih ini tentu saja membawa perbaikan-perbaikan.
Akan tetapi Siu Coan tidak puas dengan apa yang telah dicapainya. Dia
ingin mencapai sesuatu yang lebih tinggi. Apa lagi setelah gurunya berada di
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan situ dan gurunya mengatakan bahwa dia memperoleh "wahyu", maka
keinginannya untuk mengejar cita-citanya menjadi semakin kuat.
"Engkau harus dapat merampas kembali Giok-liong-kiam, Siu Coan. Tanpa
itu, bagaimana engkau akan dapat berhasil menghimpun balatentara yang
besar dan kuat" Balatentara yang besar dan kuat membutuhkan biaya yang
tidak sedikit, dan untuk itu, Giok-liong-kiam harus dapat kita rampas!
"Mengapa Giok-Hong-kiam, suhu" Bukankah pusaka itu hanya sebuah
pedang yang melambangkan keadaan seseorang yang menjadi jagoan nomor
satu di dunia" Kukira itu hanya bualan dari San-tok belaka. Untuk apa" Aku
tidak ingin menjadi jagoan nomor satu. Dan kalaupun pusaka itu merupakan
benda berharga, berapa bisa kita dapatkan kalau dijualnya?"
"Ha-ha-ha-ha, engkau tahu satu tidak tahu dua. Engkau tidak tahu
mengapa dahulu dengan susah payah aku merampas Giok-liong-kiam, dan
tidak segan-segan menggunakan nama Siauw-bin-hud. Pedang itu
mengandung rahasia penyimpanan harta karun yang tak ternilai harganya,
saking banyaknya!" Ong Siu Coan hanya baru mendengar berita angin saja tentang hal itu dan
diapun tidak percaya, yaitu ketika diadakan pertemuan di dalam pesta hari
ulang tahun Hai-tok. "Ah, benarkah hal itu, suhu?"
"Bukan bualan" melainkan yang sesungguhnya demikianlah, muridku.
Giok-liong-kiam itu mengandung rahasia penyimpanan harta karun yang luat
biasa besarnya, cukup untuk membiayai balatentara yang besar."
"Tapi" tapi bukankah pusaka itu sudah lama berada di tangan suhu"
Dengan demikian, tentu harta karun itu sudah berada di tangan suhu!"
Siu Coan memandang suhunya dengan sinar mata penuh perhatian dan
penuh selidik. Hatinya tertarik sekali mendengar tentang harta karun, karena
bagaimanapun juga, gurunya benar. Untuk dapat menghimpun tenaga
balatentara yang besar, dia harus memiliki biaya yang amat banyak pula.
Akan tetapi kakek itu menggeleng kepala, membuat hati Siu Coan yang
tadinya penuh harapan menjadi lemas kembali.
"Sayang sekali, sudah berbulan-bulan aku melakukan penyelidikan, akan
tetapi belum juga dapat kutemukan rahasia itu. Sialan benar! Sudah kuselidiki
dengan teliti, sudah kurendam dalam air sampai berbulan-bulan, namun tetap
tidak dapat kutemukan rahasianya. Sialan! Dan sebelum aku berhasil, benda
itu telah dicuri oleh Koan Jit."
Siu Coan mengerutkan alisnya.
"Aihh, pantas kalau begitu" mengapa si Koan Jit itu mau merendahkan
diri dan menjadi pembantu orang-orang bule. Andaikata dia bisa mendapatkan
harta itu, tak mungkin dia mau merendahkan diri seperti itu. Aku berani
bertaruh bahwa diapun kini kebingungan, tidak tahu bagaimana harus
mendapatkan rahasia pedang Giok-Liong-Kiam itu" dan tidak dapat
menemukan petunjuknya."
"Kupikir demikianlah. Dan hal itu baik sekali, memberi kesempatan yang
cukup bagi kita untuk mencoba merampasnya."
"Merampasnya?" "Kenapa tidak" Sekaranglah kesempatan kita yang paling baik. Aku sudah
kau perkenalkan kepada Admiral dan diapun percaya kepadaku. Kita sudah
memperoleh kepercayaan. Kita mempunyai kesempatan untuk menyerbu ke
markasnya di Kanton dan merampas pedang itu."
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan "Ah, mana begitu mudah suhu" Tentu dia menyembunyikan pedang itu."
"Kita masuk dan menyelidiki. Mustahil kita berdua tidak akan dapat
menemukan benda yang dia sembunyikan di suatu tempat."
"Akan tetapi, dia adalah komandan dari pasukan Harimau Terbang, dan di
sana terjaga dengan ketat dan kuat!"
"Kau takut?" "Tidak, suhu. Aku tidak takut" akan tetapi, kita berdua mana mungkin
dapat menghadapi pasukan yang ratusan orang jumlahnya itu" Aku
mempunyai akal, suhu" dan kalau siasatku dijalankan, kurasa lebih besar
harapannya untuk berhasil merampas pedang pusaka Giok-liong-kiam itu."
"Ha- ha-ha-ha" engkau memang selalu banyak akal dan pandai sekali!
Akal bagaimana itu yang hendak kaujalankan?"
"Begini suhu. Biarpun Koan Jit sudah menguasai pedang pusaka itu, akan
tetapi melihat betapa dia masih saja berada di antara pasukan bule, hal itu
menunjukkan bahwa diapun, seperti suhu, belum mampu memecahkan rahasia
penyimpanan harta karun. Dia berada di dalam markas bule dan membentuk
Pasukan Harimau Terbang, tentu hanya agar kedudukannya kuat dan tidak ada
orang yang akan mampu merampas pedang pusaka itu. Nah, untuk dapat
merampas pedang itu, kita harus mempergunakan siasat memancing harimau
keluar dari sarangnya sambil membawa anaknya."
"Eh, siasat macam apa itu" Kalau siasat memancing harimau keluar dari
sarang" aku sudah tahu, akan tetapi memancing harimau keluar dari sarang
sambil membawa annknya" Bagaimana itu?"
"Begini, kalau seekor harimau merasa terancam keselamatan anaknya,
tentu dia akan melarikan diri keluar sarang dan menyelamatkan anaknya,
membawa anaknya keluar dari dalam sarang yang terancam?"
"Ha-ha-ha-ha"!"
Perut gendut telanjang itu bergoyang-goyang ketika Thian-tok tertawa
bergelak- gelak. "Bagus, bagus! Memang, dengan demikian maka kita tidak perlu repotrepot mencari dimana dia menyimpan pusakanya itu. Coba teruskan,
bagaimana siasatmu itu?"
"Untuk menghadapi ratusan orang Harimau Terbang, kita harus
menggunakan sejumlah pasukan pula."
"Kau hendak menggunakan pasukan bule di sini" Mana mungkin?"
"Tidak, suhu. Ketika aku keluar dan Thian-te-pai, masih banyak anak buah
yang setia kepadaku, dan mereka itu menantiku. Setiap waktu kalau aku
membutuhkan mereka, maka mereka itu semua akan membantuku. Aku sudah
mempersiapkan mereka untuk kelak kalau aku sudah kuat, membentuk sebuah
pasukan besar. Kalau hanya mengumpulkan dua tiga ratus orang saja, tidak
sukar bagiku?" "Hemm, bagus sekali. Lalu bagaimana?"
"Untuk tidak mencurigakan Koan Jit dan untuk memancing agar dia tidak
ragu-ragu membawa keluar Giok-liong-kiam dari tempat persembunyiannya,
sebaiknya kalau kita berdua memasuki markasnya secara menggelap, lalu
bersembunyi dan melakukan pengintaian atas dirinya. Kemudian, biar pasukan
istimewa yang sudah kupersiapkan itu melakukan penyerbuan kepada markas
Harimau Terbang itu. Kalau dilakukan di waktu malam, tentu akan berhasil.
Kepanikan di sana tentu akan memaksa Koan Jit berusaha untuk
menyelamatkan dan menyingkirkan Giok-liong-kiam. Bagaimana pendapat
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan suhu dengan siasat itu"
"Ha- ha-ha-ha, tadinya kukira bahwa hanya Koan Jit muridku yang paling
hebat. Tidak tahunya engkau, malah melebihi dia, Siu Coan. Ah, aku tidak
menyesal melihat wahyu itu dan mengambil keputusan untuk membantumu,
muridku. Siasat itu bagus sekali dan cepat kerjakan. Aku sudah tidak sabar lagi
untuk menanti lebih lama lagi. Aku ingin merampas Giok-liong-kiam dari
tangan Koan Jit, juga ingin merampas nyawanya sekali!"
Siu Coan segera mempersiapkan rencananya. Dia menghubungi bekas anak
buahnya, dan ternyata memang banyak sekali anak buah Thian-te-pang yang
masih setia kepadanya, terutama mereka yang sudah memeluk Agama Kristen
baru yang dipropagandakan oleh Siu Coan. Tidak kurang dari duaratus lima
puluh orang dapat dia kumpulkan dengan rahasia, dan mereka itu rata-rata
memiliki ilmu silat yang lumayan. Rencana diatur masak-masak, dan setelah
dipilih malam yang baik, Siu Coan dan Thian-tok lalu menyelundup ke dalam
markas Harimau Terbang. Hal ini tidak begitu sukar dilakukan karena mereka
berdua memiliki ilmu kepandaian yang tinggi.
Menjelang tengah malam, dua bayangan berkelebat di dalam markas
Harimau Terbang yang sama sekali tidak pernah menyangka bahwa di dalam
markas itu ada dua orang lihai yang menyelundup, juga sama sekali tidak tahu
bahwa markas mereka yang tidak berapa besar itu telah dikepung oleh hampir
tiga ratus orang anak buah Siu Coan.
Siu Coan dan Thian-tok sendiri sudah mengetahui letak kamar Koan Jit.
akan tetapi mereka tidak berani sembrono memperlihatkan diri, hanya
mengintai saja dari tempat gelap untuk nanti melihat reaksi dari gerakan Koan
Jit kalau penyerbuan dimulai. Setelah saat yang ditentukan tiba, guru dan
murid itu berpencar dan tak lama kemudian nampak api bernyala besar sekali
di ujung barat dan di sebelah timur depan. Tentu saja Siu Coan dan gurunya
yang membakar gudang ransum dari gardu itu setelah menyiram tempat itu
dengan minyak yang mereka ambil dari lampu-lampu gantung. Nyala api itulah
yang menjadi tanda bagi pasukan anak buah Siu Coan untuk menyerang.
"Kebakaran! Kebakaran!"
Orang-orang di dalam markas itu berteriak-teriak dan suasana menjadi
panik ketika mereka lari berserabutan untuk membantu memadamkan api. Ada
yang masih setengah telanjang karena terbangun dari tidur.
Koan Jit sendiri meloncat dan keluar kamar setelah mengenakan sepatu
dan pakaiannya. Akan tetapi pada saat itu, orang-orang berteriak karena
datang luncuran anak- anak panah dari empat penjuru memasuki markas itu.
"Api" api harus dipadamkan dulu!"
Suasana menjadi semakin ribut, apalagi ketika kini pasukan anak buah Siu
Coan datang menyerbu. Pintu markas jebol dan banyak pula anak buah Siu
Coan yang berlompatan dari atas tembok. Terjadilah pertempuran mati-matian
di malam buta itu. Melihat ini, tentu saja Koan Jit menjadi terkejut bukan main,
ia tahu bahwa yang menyerbu tentulah para pejuang. Kalau bukan, siapa lagi


Pedang Naga Kemala Giok Liong Kiam Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang berani menyerbu markas Harimau Terbang" Dia segera teringat akan
pusaka-pusakanya. Musuh menyerang dengan panah-panah berapi, dan ada
sebagian bangunan yang sudah menjadi lautan api di samping gudang dan
gardu yang kebakaran tadi.
Tepat seperti yang sudah diduga oleh Siu Coan, Koan Jit tentu saja sayang
kepada pusaka-pusakanya, terutama Giok-Liong-Kiam. Dan tepat pula seperti
yang telah diduga oleh Siu Coan, selama ini Koan Jit dengan sia-sia mencoba
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan untuk mencari tahu akan rahasia Giok-Liong-Kiam, mencari rahasia harta karun
yang kabarnya disimpan di dalam pedang pusaka itu.
Siu Coan dan Thian-tok sudah waspada. Sejak tadi mereka memang sudah
mengintai dan mengamati gerak-gerik Koan Jit. Ketika melihat Koan Jit tidak
cepat mengatur barisannya atau memimpin pemadaman api melainkan lari ke
arah belakang markas, keduanya lalu cepat menyelinap dan membayangi.
Ternyata Koan Jit memasuki sebuah gudang bahan bangunan yang agaknya
sudah tidak terpakai dan pintunya yang tebal itu digembok.
Koan Jit yang memegang kuncinya, dan dia kini membuka pintu gudang
itu, lalu menyelinap masuk. Siu Coan dan Thian-tok sudah siap siaga. Tak lama
kemudian, Koan Jit meloncat ke luar dan di punggungnya sudah nampak
bungkusan yang cukup besar. Tiba-tiba saja, Siu Coan menyerangnya dengan
dahsyat sekali, menghantam ke arah dadanya dengan pukulan maut yang amat
kuat. Koan Jit terkejut, maklum bahwa pukulan yang ditujukan kepadanya
dengan mendadak itu amat berbahaya. Diapun tidak mempunyai lain jalan
kecuali menangkis pukulan yang sudah menyambar dekat itu.
"Desss!!" Akibatnya, tubuh Siu Coan hampir terjengkang, akan tetapi Koan Jit juga
merasa betapa tubuhnya terguncang hebat, dan pada saat itu, tiba-tiba saja
bungkusan di punggungnya itu terlepas.
"Hehh"!" Dia membalik sambil mengirim tendangan, akan tetapi orang
yang merampas buntalannya itu dapat mengelak sambil tertawa bergelak.
Koan Jit memandang dengan mata terbelalak dan mukanya pucat, karena
perampas buntalannya itu bukan lain adalah Thian-tok, gurunya! Dan
penyerangnya tadi adalah Siu Coan, sutenya!
"Kalian manusia-manusia curang!" bentaknya marah sekali.
"Ha-ha-ha-ha" kau masih bisa bicara tentang curang?"
Thian-tok berkata sambil membuka buntalan itu dan melongok isinya. Dia
melihat Giok-Liong-Kiam bersama beberapa batang pedang dan juga hiasan
dan batu giok dan emas permata lainnya.
"Ha-ha-ha, terima kasih" engkau meminjam Giok-liong-kiam dan
mengembalikan berikut bunganya, ha-ha-ha"!"
"Kembalikan itu!"
Koan Jit menyerang dengan ganasnya, menubruk dan menghantam ke arah
gurunya dengan tangan kanan, sedangkan tangan kirinya mencengkeram ke
arah buntalan. "Desss!" Thian-tok menangkis dan guru ini terkejut bukan main. Dia terpelanting dan
hampir roboh. Untung pada saat itu, Siu Coan sudah menyerang lagi sehingga
Koan Jit tidak mampu mendesak gurunya, dan kini Koan Jit berkelahi dengan
mati-matian melawan Siu Coan.
Sementara itu, para anak buah Siu Coan sudah mulai menyerbu ke dalam
dan terjadilah pertempuran yang kacau balau karena benteng itu hanya
diterangi oleh sinar api yang membakar bangunan-bangunan. Dan tiba-tiba
saja terdengar bunyi terompet, tambur dan ledakan-ledakan senapan.
Beberapa orang anak buah Siu Coan roboh terjungkal.
Melihat betapa pasukan bule sudah datang dan tentu saja mereka itu
membantu pasukan Harimau Terbang, Siu Coan maklum bahwa keadaan
mereka amat berbahaya. Juga Thian-tok maklum akan bahaya. Tadipun ketika
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan mengadu tenaga dengan murid pertamanya, dia hampir roboh dan hal ini saja
membuktikan bahwa betapapun lihainya, usianya yang sudah amat tua
mengurangi banyak tenaganya.
"Siu Coan, mari kita pergi!"
Berkata demikian, kekek ini mengeluarkan suara auman yang amat hebat.
Koan Jit yang hendak mengejar, seketika lemas dan tenaga sinkangnya banyak
berkurang karena dia harus mengerahkan tenaga itu untuk menjaga
jantungnya yang tiba-tiba saja terguncang hebat. Gurunya ini memang hebat
sekali Ilmu Sin-houw Ho-kangnya, dan kesempatan itu dipergunakan oleh Siu
Coan untuk menghantamnya.
"Dukk!!" Koan Jit menggunakan Ilmu Kim-siong-ko (Ilmu Baju Besi), semacam iImu
kekebalan, akan tetapi biarpun dia tidak terluka, tetap saja dia terlempar dan
ketika dia meloncat kembali, guru dan murid itu telah lenyap menghilang ke
dalam kegelapan malam. Siu Coan segera memberi aba-aba kepada anak buahnya untuk mundur.
Dan melihat munculnya pasukan bule yang menggunakan lampu senter yang
besar dan terang, juga senapan-senapan yang ampuh, anak buah Siu Coan
mengundurkan diri dan meninggalkan korban yang tidak kurang dari limapuluh
orang banyaknya, walaupun di pihak pasukan Harimau Terbang juga
sedikitnya ada tigapuluh orang yang tewas dan beberapa puluh orang yang
luka-luka! Perang, macam apapun juga adanya perang itu, memang kejam dan juga
menyedihkan sekali. Lihat saja pertempuran antara anak buah Siu Coan dan
pasukan Harimau Terbang, anak buah Koan Jit. Mereka itu berbunuh-bunuhan,
sampai puluhan orang banyaknya, bahkan hampir seratus orang yang menjadi
korban. Untuk apa" Pasukan Harimau Terbang adalah pasukan bayaran dan hal
ini dapat kita maklumi. Mereka memang bekerja untuk perang, walau betapa
keji dan kejampun sifat pekerjaan itu. Mereka akan membunuh siapa saja
karena hal itu adalah pekerjaan mereka, dan untuk itu mereka digaji setiap
bulan. Akan tetapi, biarpun mereka berperang karena itu memang menjadi
pekerjaannya yang dibayar, mereka itu sebetulnya berperang dan
mengorbankan nyawa hanya demi kepentingan seorang Koan Jit saja!
Andaikata tidak ada Koan Jit dan Giok liong-kiam, belum tentu puluhan orang
Harimau Terbang itu tewas pada malam hari itu!
Dan puluhan orang anak buah Siu Coan itu! Mereka juga tewas dan mati
konyol! Untuk apa" Tentu saja merekapun memiliki alasan yang kuat, yang
mendorong mereka untuk nekat dan mati-matian berbunuh-bunuhan dengan
pihak musuh. Mungkin ada yang berdalih agama seperti yang dipropa
gandakan oleh Siu Coan. Memang Siu Coan suka mempergunakan agama untuk
mencapai tujuannya. Mungkin perang di malam hari itu dianggap sebagai
perang suci atau perang salib seperti yang dipropagandakan oleh Siu Coan,
memerangi orang-orang yang jahat.
Atau mungkin, juga Siu Coan mempergunakan propaganda kepatriotan.
Mereka itu dianjurkan untuk memerangi Harimau Terbang karena itu adalah
perbuatan yang patriotik! Membela bangsa, negara dan tanah air, dan orangorang yang menghambakan diri kepada bangsa bule! Dan tentu saja ada pula
di antara mereka yang berperang karena ambisi, karena mengharapkan
kemenangan dan menerima imbalan jasa dari Siu Coan.
Apapun alasannya, apapun propaganda yang diajukan orrang-orang yang
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan berkepentingan untuk mendorong rakyat untuk berperang, untuk berbunuh
bunuhan, adalah keji" Dan celakanya, ini merupakan kenyataan pahit sekali
yang terpaksa harus kita telan, mereka yang mempropagandakan perang itu
dengan dalih agama, potitik, bangsa, negara, tanah air, bendera, atau apa saja,
mereka yang menjadi pendorong-pendorong perang ini sendiri, tidak pernah
ikut berperang! Mereka hanya berkaok-kaok senyaring mungkin untuk mendorong rakyat
seperti orang yang menghasut segerombolan serigala, dan apabila keadaan
membahayakan bagi diri mereka, apabila sudah tidak ada lagi harapan menang
bagi mereka, maka beberapa gelintir manusia ini, paling dulu melarikan diri
sambil tidak lupa membawa barang berharga, menyelamatkan diri tanpa
memperdulikan lagi kepada mereka yang tadinya berperang karena mereka
hasut, dan tidak perduli lagi kepada mereka yang sudah mengorbankan nyawa,
harta dan keluarga! Terkutuklah mereka itu! Dan ini bukan dongeng, bukan pula fitnah,
melainkan dapat kita lihat setiap waktu, dapat kita pelajari dari sejarah, bahkan
peda saat Anda membaca ini, masih terjadi di segala pelosok dunia ini!
Menyedihkan, bukan" Kalau begitu, mengapa kita begini bodoh" Karena
sesungguhnva, kitalah yang bodoh! Kitalah yang membiarkan diri kita menjadi
kerbau kerbau yang dicocok hidungnya dan dituntun ke "rumah jagal".
Bagaimana kalau kita semua, seluruh rakyat di dunia ini, tidak lagi mau
mengangkat senjata. Tidak mau berbunuh-bunuhan" Kalau ada para pembesar,
para kepala negara, dan kepala atau komandan balatentara, ingin perang,
biarlah mereka sendiri yang maju. Jenderal lawan jenderal, kepala negara
lawan kepala negara, menteri lawan menteri. Dan kita, rakyat sedunia, menjadi
penonton saja seperti kalau kita nonton pertandingan tinju. Lucu dan
menyenangkan sekali, bukan"
Serangan di malam hari itu tidak hanya melenyapkan Giok-liong-kiam dan
beberapa benda pusaka dari tangan Koan Jit, akan tetapi bahkan juga
melenyapkan Koan-Jit dalam benteng! Pasukan Harimau Terbang lalu
dibubarkan oleh pasukan lnggeris karena komandannya hilang atau
menghilang. Sebaliknya, Admiral Elliot juga kehilangan Ong Siu Coan yang
pergi tanpa pamit sambil membawa sedikitnya dua puluh buah senapan dan
pistol yang dicurinya bersama gurunya.
Dan mulai saat itu, Ong Siu Coan, dibantu Thian-tok, mulai mengumpulkan
para anak buahnya, bekas anak buah Thian-te-pang yang setia kepadanya,
banyak pula menerima pemuda-pemuda dari luar, dan dia mulai membentuk
sebuah perkumpulan yang diberi nama Pai Sang-ti Hui (Perkumpulan Pemuja
Tuhan). Perkumpulan ini bentuknya seperti perkumpulan Agama Kristen, dan
karena melihat bahwa yang menjadi pemimpin adalah Ong Siu Coan dan
semua anggautanya mengaku sebagai orang Kristen, juga karena Pai Sang-ti
Hui ini nampaknya tidak memusuhi orang-orang kulit putih, maka hubungan
antara perkumpulan ini dengan orang kulit putih nampak baik.
Pai Sang-ti Hui ini hanya bergerak memusuhi pemerintah Ceng saja. Akan
tetapi, karena Ong Siu Coan adalah orang yang sejak kecilnya digembleng ilmu
silat dan Agama Buddha, Taoism, dan juga Khong-hu-cu, maka Agama Kristen
yang dipimpinnya itu sudah banyak menyeleweng dan aselinya, bahkan
berbau mistik! Juga tidak mengharamkan atau melarang perbuatan yang
sifatnya penggunaan kekerasan, karena memang semua anggautanya diajar
ilmu silat dan ilmu perang.
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan -------Seperti telah disangka semula, pasukan Ceng yang marah karena
kegagalan mereka membasmi para pemberontak di dalam guha tepi pantai
lautan dimana diadakan pesta hari ulang tahun Hai-tok, mereka lalu
mengerahkan perahu-perahu dipenuhi pasukan dan berlayarlah mereka
menuju ke Pulau Layar, tempat tinggal Hai-tok dan keluarganya. Diserbulah
pulau itu, akan tetapi ketika mereka tiba di pulau itu, Hai- tok dan keluarganya
telah lama meninggalkan pulau. Karena itu, para tentara Mancu menjadi marah
dan mereka menghancurkan segala yang berada di pulau itu setelah
merampasi semua benda berharga, bahkan lalu membakar semua bangunan
yang berada di pulau. Tak seorangpun anak buah Hai-tok yang tinggal di situ dan tidak jatuh
korban. Dengan kecewa, akan tetapi mengangkut barang-barang perabot
rumah tangga yang lumayan karena Hai-tok yang menjadi majikan pulau itu
merupakan seorang kaya, pasukan Ceng itu pulang ke daratan membawa
barang-barang rampasan mereka.
Kemana perginya Hai-tok, keluarganya dan anak buahnya" Kakek yang
cerdik ini sudah dapat menduga akan datangnya serbuan, maka sebelum
serbuan datang, dia mengajak anak buahnya untuk meninggalkan Pulau Layar
dan mereka bersembunyi di sebuah pulau yang lebih jauh dan terpencil lagi,
pula pulau ini amat berbahaya karena di situ terdapat banyak sekali ular-ular
berbisa. Namun, Hai-tok adalah seorang sakti dan bersama anak buahnya, dia
membasmi dan mengusir ular-ular ini dan tinggal di pulau yang bentuknya
memanjang seperti tubuh ular, melingkar dan karena bentuknya itu, maka
pulau ini disebut Pulau Naga. Memang bukan pulau yang terlalu subur, kalah
baik dengan Pulau Layar, akan tetapi untuk tempat persembunyian, lebih
menguntungkan karena pulau ini dilindungi ombak-ombak yang besar dan
berbahaya sehingga sukarlah bagi musuh untuk menyerangnya. Dan pula, Haitok membawa pula harta bendanya, dan sebagai orang kaya raya, dia tidak
begitu membutuhkan tanah subur. Semua keperluan makan mudah dibeli dan
karena kini mereka kehilangan rumah dan perabot-perabot sehingga harus
mengeluarkan banyak uang, maka Hai-tok dan anak buahnyapun kembali
kepada pekerjaannya yang dahulu, yaitu menjadi bajak laut!
Pada suatu hari, di waktu lautan amat tenang dan matahari amat cerah,
nampak sebuah perahu layar yang cukup besar dan penuh dengan anak buah.
Perahu itu panjang dan bentuknya seperti seekor naga, bahkan kepalanya juga
diukir dengan amat indahnya. merupakan kepala seekor naga yang selain indah
juga nampak seperti hidup saja. Juga bendera besar hitam yang berkibar di
ujung tiang layar itu disulam gambar seekor naga laut yang amat mengerikan,
moncongnya terbuka lebar, matanya mencorong dan cakarnya siap untuk
menerjang. Layarnya sendiripun digambar dengan garis-garis berwarna putih,
hijau dan hitam, lorek-lorek seperti perut naga. Anak buahnya memakai
pakaian seragam pula, gagah-gagah dan bersenjata lengkap. Layarnya
berkembang sampai menggembung ditiup angin laut dan kapal itu meluncur
cepat sekali. Seorang yang bertubuh ramping berdiri sambil memandang jauh ke depan,
tangan kirinya memegang sebatang tongkat putih yang runcing. Itulah tulang
binatang laut yang amat kuat dan keras seperti baja dan mengerikan. Akan
tetapi, orang yang jelas merupakan pimpinan dan anak buah di perahu naga
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan itu ternyata adalah seorang wanita. Masih amat muda lagi, dan amat cantik
jelita. Usianya tidak akan melebihi delapanbelas atau sembilanbelas tahun,
namun sikapnya amat berwibawa.
Pakaiannya ringkas, dan bajunya yang berlengan panjang itu ditutup rompi
yang terbuat dari kulit buaya laut yang melindungi tubuhnya dari pundak
sampai ke lutut. Pingangnya yang kecil ramping memakai sabuk yang lebar
berwarna kuning dan biarpun tubuhnya memakai rompi, namun pakaian
rangkap itu tidak mampu menyembunyikan tonjolan dadanya yang
menggembung keras dan padat. Rambutnya dibiarkan terurai, hanya
kepalanya di atas telinga diikat dengan sehelai kain putih. Tidak ada hiasan
menaburi dirinya, kecuali setangkai bunga dan emas yang menempel di ikat
kepalanya, di atas telinga kiri. Itulah Kiki, puteri tunggal Hai-tok yang kini
menjadi pemimpin bajak laut di atas perahu besarnya yang berbentuk naga
laut! Sejak beberapa bulan, ia malang-melintang di atas lautan, tak pernah
melepaskan perahu-perahu atau kapal-kapal pemerintah Ceng terutama,
walaupun ada pula perahu saudagar dirampas barang-barangnya. Kalau
perahu-perahu saudagar, hanya dirampas barang-barangnya saja. Akan tetapi
jangan harap perahu pemerintah Mancu akan diampuni. Bukan hanya dibajak,
akan tetapi semua orangnya dibunuh dan juga kapalnya dibakar! Bahkan
kadang-kadang, pemimpin bajak yang luar biasa beraninya ini berani
menyerang kapal asing, kapal orang-orang kulit putih sehingga beberapa kali
hampir saja perahunya celaka terkena serangan meriam-meriam orang kulit
putih. Para anak buah perahu layar besar Naga Laut inipun bukan orang-orang
blasa, melainkan anak buah Hai-tok yang pilihan. Mereka itu rata-rata memiliki
ilmu silat yang cukup tinggi, dan terutama sekali, setiap dari mereka itu pandai
sekali berenang dan menyelam, mahir ilmu di dalam air seperti ikan-ikan saja,
walaupun tentu saja kalau dibandingkan dengan Kiki, kepandaian mereka itu
belum ada artinya. Biarpun baru beberapa bulan saja beroperasi sejak pindah
ke Pulau Naga, karena banyaknya korban yang sudah jatuh ke tangan para


Pedang Naga Kemala Giok Liong Kiam Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bajak ini, maka terkenallah nama bajak laut Naga Laut ini, yang mudah dikenal
dari bentuk perahunya dan bentuk benderanya. Para anak buahnya bersenjata
lengkap, ada regu bertombak, regu berpedang, dan ada pula regu golok dan
perisai. Jumlah mereka yang menjadi anak buah Kiki itu tidak kurang dari lima
puluh orang, kesemuanya ahli-ahli silat dan ahli renang yang sudah biasa
berkelahi seperti ikan-ikan hiu yang haus darah.
Tiba-tiba seorang anak buah perahu itu yang tadi memanjat tambang ke
atas puncak layar, berseru.
"Ahoooiiii" perahu besar di depan, samping kanan!"
Mendengar ini, Kiki cepat menoleh ke sana. Memang belum nampak karena
terhalang oleh alunan gelombang, akan tetapi ia cepat memerintahkan agar
perahunya memutar haluan ke kanan. Tak lama kemudian, benar saja nampak
sebuah perahu besar sekali, hampir dua kali lebih besar daripada perahunya
sendiri, sedang berlayar ke arah barat, ke daratan. Dan dari keadaan serta
bendera kapal itu, mudah diduga bahwa kapal atau perahu besar itu milik
pemerintah. Bukan main girangnya hati Kiki. Ia amat membenci pemerintah Mancu.
Bukan hanya membenci karena Bangsa Mancu sudah menjajah sampai ratusan
tahun, bukan pula hanya karena pemerintah Mancu bersikap lemah dan
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan pengecut terhadap orang-orang barat, melainkan pertama karena pemerintah
Ceng membakar Pulau Layar, dan kedua karena ia sudah mendengar bahwa
suhengnya, Lee Song Kim, kini menjadi kaki tangan pemerintah penjajah.
Bahkan ada kabar bahwa Lee Song Kim yang mengkhianati guru sendiri, dan
dialah pelapor kepada pasukan Ceng ketika diadakan ulang tahun ayahnya
sehingga pesta itu digempur dan diserang oleh pemerintah Ceng. Ia benci
pemerintah Ceng. Ia benci suhengnya!
"Tambah kecepatan, dan potong jalan, jangan membiarkan perahu anjinganjing Mancu itu mencapai daratan lebih dulu dan kita!" teriak Kiki dengan
gembira dan seluruh urat di tubuhnya sudah menegang dalam gairahnya untuk
segera turun tangan menyerang perahu musuh itu.
Kiki sama sekali tidak perduli melihat besarnya kapal, walaupun ia dapat
menduga bahwa pasukan yang berada di kapal itu menurut ukuran kapal, tentu
kurang lebih dua kali lebih besar dari pada jumlah pasukannya sendiri. Perahu
Naga itu bentuknya memang dibuat istimewa sehingga dapat berlayar dengan
luar biasa cepatnya. Mereka memotong jalan dari kiri dengan kecepatan yang
membuat perahu itu meluncur seperti terbang. Mereka sudah mendekati
perahu besar berbendera pangkat seorang pejabat tinggi. Dan tentu saja
pasukan yang berada di perahu besar itu sudah melihat munculnya perahu itu,
bahkan sudah mengenalnya sebagai perahu bajak.
Terdengar teriakan-teriakan menyambut Bajak Naga Laut, dan para
perajurit dengan tombak di tangan siap berjajar di tepi perahu. Betapapun
ganasnya bajak itu dikabarkan orang, para perajurit yang merasa lebih banyak
itu tidak takut, apalagi mereka kini sedang mengawal seorang pembesar istana
yang berpangkat Pangeran. Sang Pangeran yang sudah tua itu, di kamarnya
mendengar akan adanya bajak laut dan dengan tenang dia mengatakan bahwa
kalau bisa agar dihindarkan bentrokan, kecuali kalau tidak ada jalan lain.
Pangeran itu bernama Ceng Tiu Ong, seorang pangeran tua yang di kota
raja terkenal sebagai seorang pejabat yang menjadi penasihat kaisar. Pangeran
ini disegani orang karena adil dan berani, akan tetapi karena adil dan beraninya
itu, diapun dibenci banyak pembesar yang korup, dan karena kaisar mengalami
hasutan-hasutan mereka, Pangeran Ceng Tiu Ong ini agak disingkirkan atau
dijauhi sehingga kedudukannya kini tidak penting lagi, hanya pengurus
perpustakaan istana saja, karena dia memang seorang ahli sastera. Pangeran
Ceng Tiu Ong ini seorang peranakan Mancu, ayahnya seorang pangeran Mancu
dan ibunya dari selir, seorang perempuan hari dari utara.
Pada hari itu, dia bertugas mengambil kitab-kitab kuno dari sebuah kuil tua
di Mukden, dan karena penjalanan darat selain jauh melelahkan juga
berbahaya dengan adanya pemberontakan-pemberontakan, maka dari Mukden
dia dikawal sampai ke tepi laut dan kini hendak kembali ke kota raja melalui
lautan, dikawal oleh seratus orang perajurit. Selama dalam pelayaran siang
malam, dia berada di dalam kamar kapal saja mempelajari kitab-kitab kuno
yang amat banyak jumlahnya dan merupakan benda-benda kuno yang amat
besar harganya dan nilainya itu. Ketika dia menerima kabar akan munculnya
perahu Bajak Naga Laut, dia tenang-tenang saja dan masih melanjutkan,
memeriksa buku, hanya memesan kepada anak buahnya agar jangan
menyerang mereka, bahkan kalau mungkin menghindarkan bentrokanbentrokan.
Diam-diam di lubuk hatinya, pangeran ini tidak menaruh kebencian,
sebaliknya malah mengagumi para patriot yang berjuang untuk membebaskan
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan tanah airnya dari penjajah Bangsa Mancu. Pangeran ini, biarpun peranakan
Mancu, namun dari banyak membaca sejarah dan kitab-kitab kuno, tahu betapa
busuknya penjajahan dah betapa menderitanya rakyat yang terjajah. Juga dia
banyak membaca, bahkan berkenalan dengan para pendekar dan patriot
walaupun dia tidak mau mengotori tangannya dengan mencampuri urusan
pemberontakan, apa lagi persekongkolan.
Pada waktu melaksanakan tugas mengambil kitab-kitab dari kuil kuno di
Mukden ini, dia pergi sendirian saja, tidak mengajak keluarganya. Akan tetapi
dia tidak mengenal Kiki dan watak gadis yang seperti ikan hiu ganasnya itu.
Kiki telah memerintahkan orang-orangnya untuk menurunkan perahu-perahu
kecil dan setiap perahu ditumpangi lima orang anak buahnya, kemudian
perahu-perahu kecil yang amat lincah itu didayung cepat-cepat membentuk
formasi yang mengepung perahu besar yang hendak dibajak.
Sebelumnya ia telah mengatur siasat dan kini para anak buahnya, dengan
menumpang delapan perahu, berjumlah empatpuluh orang, sudah berluncuran
mengepung perahu besar. Para perajurit di geladak perahu besar itu sudah siap
dengan tombak mereka dan berteriak-teriak memaki, karena mereka sama
sekali tidak takut melihat jumlah bajak yang hanya setengah jumlah mereka itu.
Akan tetapi Kiki mengeluarkan seruan nyaring disusul oleh tiupan tanduk
yang mengeluarkan suara berdengung dalam dan sampai terdengar jauh, dan
itulah tanda penyerangan bagi dua buah perahu kecil yang berada di depan
kapal lawan. Sepuluh, orang anak buahnya berloncatan dan memanjat tali
kapal itu, menyerang ke atas. Mula-mula ketika mendekati kapal, mereka
berlindung di balik perisai untuk menghindarkan diri dari serangan anak
panah, kemudian setelah memanjat mereka berlindung pada tubuh perahu
lawan. Tentu saja para perajurit yang berada di atas dek berusaha untuk
mencegah mereka naik dengan penyerangan tombak-tombak mereka.
"Sayap kiri maju!"
Kiki membentak sambil menudingkan telunjuk tangan kanannya ke arah
bagian kiri dan tangan kirinya memegangi tombak tulang ikan yang
menggiriskan itu. Pembantunya meniupkan aba-aba itu, dan sepuluh orang
anak buah dan dua perahul lainnya mulai memanjat dan berloncatan ke atas,
disusul pula oleh aba-aba yang dikeluarkan Kiki, sehingga kini empatpuluh
orang anak bahnya secara bertubi-tubi telah mulai menyerang ke atas.
Serangan yang dulakukan dari empat penjuru itu sempat mengacaukan
pertahanan para perajurit yang berlarian ke sana ke mari. Apalagi ketika Kiki
kembali memberi aba-aba, dan sepuluh orang sisa anak buahnya, setelah
perahu naga mendekat, lalu melayangkan anak panah berapi yang tentu saja
membuat suasana di kapal menjadi semakin panik karena ada panah api yang
mengenal layar dan membakar perahu itu!
Tang Ki atau Kiki memang hebat. Ia bukan saja mempelajari ilmu silat tinggi
dan ilmu dalam air dari ayahnya, akan tetapi juga mempelajari siasat
pertempuran dengan kapal, dan dalam kecerdikannya dan kelincahanya, ia
malah tidak kalah oleh ayahnya sendiri.
Kini empatpuluh orang anak buahnya itu telah berhasil naik ke atas perahu
lawan dan sudah terjadi pertempuran yang mati-matian. Iapun cepat menyuruh
anak buahnya mendekatkan perahu dan dalam jarak duapuluh lima meter, ia
sendiri yang memegang tombak itu yang ujungnya berkait dan dipasangi tali
panjang, dan dilontarkannya tombak itu yang tepat mengenai tubuh kapal dan
mengait! Dua perahu itu sudah bergandeng kini dan dengan cara yang
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan demonstratip sekali, setelah anak buahnya menjaga agar tali itu tetap
menegang, Kiki sambil membawa senjatanya lalu meloncat ke atas tambang
menuju ke kapal musuh! Melihat ini, semua anak buahnya kagum, dan pihak musuh terbelalak dan
merasa jerih sekali. Apalagi setelah dengan teriakan peanjang yang
melengking nyaring, Kiki meloncat ke atas geladak perahu musuh, dan begitu
disambut oleh empat orang perajurit, sekali ia menggerakkan tombaknya
derigan putaran cepat, empat orang perajurit itu mengaduh dan terjungkal
tewas! Makin serulah kini perkelahian di atas geladak kapal musuh itu, antara
empatpuluh anak buah bajak melawan seratus orang perajurit di atas perahu
Ceng itu. Akan tetapi amukan Kiki memang hebat. Senjata-senjata tajam yang
menuju ke arah tubuhnya yang terbungkus kulit buaya laut itu dibiarkannya
saja dan bacokan pedang atau golok, tusukan tombak, semua meleset ketika
hinggap di kulit buaya yang melindungi tubuhnya yang ramping. Akan tetapi
setiap tusukan atau pukulan tombak tulang ikan di tangannya itu pasti
merobohkan lawan, karena senjata ini mengandung bisa yang ampuh!
Teriakan-teriakan dan guncangan-guncangan yang terjadi itu mengejutkan
Pangeran Ceng Tiu Ong yang sedang tenggelam di dalam sebuah kitab kuno
yang dipelajari isinya. Dia bukan ahli silat, akan tetapi dari kepandaiannya
membaca huruf-huruf kuno sekali, tahulah dia bahwa kitab yang dibacanya itu
merupakan sebuah kitab rahasia peninggalan pendeta Buddhis Tat Mo Couwsu
yang entah bagaimana dapat terselip di dalam kumpulan kitab-kitab kuno di
kuil Mukden itu! Hatinya merasa girang sekali. Biarpun dia sendiri lebih suka
"bersilat" dalam kitab-kitab kuno, akan tetapi puteri tunggalnya, yang pada
waktu itu berusia sembilanbelas tahun, merupakan seorang ahli silat tingkat
tinggi yang amat disegani orang di kota raja. Bahkan dengan adanya puterinya
itulah, maka sampai sekarang dia selamat karena musuh-musuhnya tidak ada
yang berani sembarangan turun tangan.
Hal ini tidak mengherankan, karena puterinya itu adalah seorang murid dari
keturunan keluarga Pulau Es yang terkenal memiliki ilmu kepandaian silat yang
amat tinggi! "Wah, ini kitab untuk anakku. Tentu ia senang sekali kalau sudah
kuterjemahkan untuknya," pikirnya, dan pada saat itulah dia diganggu
kegaduhan di atas dek. Pangeran Ceng Tiu Ong menyimpan kembali kitab itu dan diapun
melangkah ke luar dari dalam kamarnya. Dapat dibayangkan betapa kagetnya
melihat pertempuran di atas dek itu, lebih kaget lagi melihat mayat-mayat
bergelimpangan dan darah membanjiri dek kapalnya!
"Berhenti! Tahan senjata dan berhentilah berkelahi!" teriaknya.
Para perajurit yang sudah kehilangan seperempat jumlah pasukannya
segera menahan senjata dan mundur.
Melihat munculnya seorang laki-laki yang meneriakkan agar pertempuran
dihentikan, Kiki juga berseru agar orang orangnya mundur dan menahan
senjata mereka. Biarpun di antara orang-orangnya ada yang tewas dan terluka,
namun jumlahnya kurang dari sepuluh orang, berarti bahwa pihaknya sedang
mendesak dan memperoleh kemenangan. Melihat laki-laki itu yang ditaati para
perajurit, ia dapat menduga bahwa tentu itulah pemimpinnya, maka dengan
langkah tegap dan gagah, iapun maju menghampiri dan menghadapi Pangeran
Ceng Tiu Ong. dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan Pangeran ini sejenak memandang dengan heran, kagum dan juga
penasaran. Inikah pemimpin para bajak yang liar dan ganas ini" Sungguh sukar
dipercaya. "Siapakah engkau dan mengapa kalian menyerang perahu kami?"
tanyanya, suaranya halus, akan tetapi Kiki merasakan kewibawaan pada diri
kakek yang nampaknya halus dan sabar.
"Kami adalah bajak laut yang terkenal di sini" Bajak Naga Laut, dan akulah
pemimpinnya. Apakah engkau pemimpin pasukan pemerintah Mancu ini"
Kalau begitu, majulah dan lawanlah aku!" Berkata Demikian, Kiki melintangkan
senjatanya yang istimewa itu.
Kakek itu tersenyum pahit dan memandang ke sekeliling, ke arah mayat
mayat malang melintang itu dengan pandang mata sedih.
"Siancai" orang-orang berbunuh-bunuhan hanya untuk harta. Betapa
rendah dan kotornya! Kalian bajak laut tentu ingin membajak kami dan
mengambil barang-barang berharga kami, bukan" Nah, lakukanlah. Ambillah
semua yang kalian kehendaki, asal seperti buku-buku tua itu jangan kalian
ambil. Ambilah dan jangan melakukan pembunuhan-pembunuhan lagi."
Kiki melongo. Belum pernah selama menjadi pemimpin bajak, ia bertemu
dengan seorang pembesar seperti ini. Menyerahkan saja barangnya untuk
diambil begitu saja. Betapa pengecutnya! Tentu ini seorang pengecut, seorang
penakut yang mungkin sudah terkencing di celananya.
"Huh, tak tahu malu! Engkau takut mati?" bentaknya.
Dan senjata Kiki berkelebat, tahu-tahu ujung senjata yang runcing itu telah
menempel di leher orang tua itu. Pangeran Ceng Tiu Ong merasa betapa benda
itu amat dingin, namun berkedippun dia tidak!
"Nona, engkau masih muda" tidak pandai mengenal orang. Bagaimana
aku yang sudah hidup puluhan tahun ini takut mati" Tidak, kalau engkau
hendak membunuh, bunuhlah. Aku tidak takut mati. Aku hanya merasa kasihan
kepadamu." Senjata itu turun lagi. "Kasihan kepadaku" Maksudmu?"
"Engkau ini seorang gadis yang masih muda belia, akan tetapi melumuri
kedua tanganmu dengan dosa, mengerahkan anak buahmu untuk membunuhi
banyak orang, bahkan mengorbankan nyawa anak buahmu hanya untuk
merampas harta. Nah, aku ingin mengindarkan engkau berbuat dosa lebih
banyak. Kalau ingin harta, ambillah saja."
Wah, kembali Kiki menjadi bengong. Orang ini memang sama sekali tidak
takut dan hampir saja ia menduga bahwa orang ini agaknya memiliki kesaktian.
Kalau tidak, bagaimana nyawanya sudah berada di ujung senjatanya masih
bersikap demikian beraninya"
"Orang tua, siapakah engkau?"
"Aku Pangeran Ceng Tiu Ong dari kota raja," jawab yang ditanya dengan
nada suara datar, sama sekali tidak memperlihatkan kesombongan atau ingin
memperoleh keuntungan dari namanya.
Mendengar ini, anak buah bajak berteriak-teriak.
"Bunuh dia! Bunuh pangeran Mancu!"
"Hemm, kaudengar sendiri, pangeran. Kami bukan hanya bajak biasa. Kami
bajak yang berjiwa pahlawan. Kami memusuhi pemerintah penjajah Mancu dan
orang-orang kulit putih!"
"Ahhh!" dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan Pangeran itu tekejut dan sepasang matanya kini memandang kagum
kepada Kiki. "Kiranya engkau seorang patriot wanita" Wah, kalau begitu, aku tidak
dapat banyak bicara lagi. Terserah kepadamu" akan tetapi, pintaku, kalau aku
mati, peti terisi buku di dalam kamarku itu harap jangan dibakar atau dibuang,
akan tetapi kirimkan kepada seorang puteriku di kota raja. Kitab-kitab kuno itu
penting sekali untuknya. Namanya Ceng Hiang."
Pada saat-itu, para bajak laut sudah menerjang dan menyerang lagi
pasukan itu, dan perkelahian sudah berlangsung lagi, lebih seru dari pada tadi.
Kiki tidak menyerang kakek itu. Entah bagaimana, ia merasa sungkan untuk
menyerang kakek itu dan ia lalu mengamuk di antara pasukan Mancu. Bukan
main hebatnya sepak terjang Kiki, dan mayat-mayat para pasukan Mancu
bergelimpangan. Karena mereka itu semakin terdesak, akhirnya sisa pasukan
itu lari dan benloncatan keluar dari perahu mereka untuk berenang dan
menyelamatkan diri. Anak buah bajak bersorak-sorai karena merasa memperoleh kemenangan,
sama sekali tidak perduli lagi bahwa banyak pula teman mereka yang tewas
atau terluka. Akhirnya hanya tinggal kakek itu sendiri yang masih berdiri


Pedang Naga Kemala Giok Liong Kiam Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan muka membayangkan kengerian melihat pembantaian antara manusia
itu. Dan para bajak itu lalu melempar-lemparkan mayat-mayat dan orang-orang
yang terluka pihak lawan ke dalam lautan. Ada pula yang mulai merampoki
barang-barang berharga di perahu itu.
"Kau pergilah!" kata seorang bajak dan tiba-tiba dia menyeret Pangeran
Ceng Tiu Ong dan melemparkannya ke luar perahu.
"Byuurrr!" Tubuh kakek itu terbanting ke air, dan pada saat itu, sinar bayangan orang
yang kehijauan telah meloncat dan terjun ke air. Orang itu adalah Kiki! Entah
apa yang mendorongnya, melihat kakek ini dilempar ke air, iapun lalu terjun
dan sekali menyelam ia berhasil menarik kakek itu ke atas permukaan air. Ia
lalu menaruh tubuh kakek yang lemas itu ke atas sebuah di antara perahu kecil
bajak. "Kami tidak akan membunuhmu, kaupergilah dengan baik-baik dari sini,"
katanya. Dua orang perajurit juga naik ke perahu itu dan mendayung perahu itu
menjauhi perahu mereka yang dibajak, sedangkan Kiki cepat naik kembali ke
atas perahu dengan pakaian basah kuyup.
Ketika ia melihat anak buahnya ada yang membawa sebuah peti hitam
penuh kitab, ia menghardik.
"Berikan itu kepadaku! Itu bagianku!"
Anak buahnya terkejut dan memberikan peti hitam itu kepada Kiki. Setelah
meneliti sejenak. Kiki mendapatkan bahwa peti itu memang berisi kitab-kitab
kuno yang tulisannya tak dapat ia membacanya. Akan tetapi ia tidak
membuang peti itu dan memerintahkan anak buahnya untuk membawa peti
berisi kitab-kitab itu pulang ke Pulau Naga.
Setelah perahu besar itu dirampok habis, lalu perahu itu dibakar di bawah
sorak-sorai para penjahat itu sampai akhirnya tenggelam. Para bajak banyak
yang merasa kecewa. Perahu besar yang ditumpangi seorang pangeran itu
ternyata tidak membawa banyak barang berharga.
"Pangeran pailit! Pangeran miskin! Hanya kutu buku!"
Mereka mengomel, akan tetapi diam-diam Kiki kagum sekali kepada kakek
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan itu. Kalau seorang kakek macam ayahnya bersikap gagah berani dan tidak
mengenal takut, hal itu tidaklah aneh karena ayahnya seorang pria yang
berilmu tinggi. Akan tetapi kakek pangeran tadi hanya seorang kutu buku yang
lemah. Akan tetapi, sikapnya demikian gagah berani, penuh wibawa
menimbulkan kekaguman hatinya. Diapun merasa gembira dan lega hatinya
bahwa ia telah menyelamatkah kakek pangeran itu dan kematian tenggelam di
lautan. Kalau sampai kakek itu terbunuh, tentu kata-kata kakek itu akan selalu
terngiang di hatinya dan akan selalu mendatangkan perasaan tidak enak.
Bahkan peti terisi kitab-kitab kuno itupun kini mulai mengganggu hatinya.
Bukankah pangeran itu mengatakan bahwa kitab-kitab kuno itu amat penting
bagi puterinya yang bernama Ceng Hiang" Kalau ia bisa mengirimkannya
kepada gadis itu, alangkah akan lega dan senang hatinya!
Banyak ahli filsafat dan para bijaksana yang mengatakan bahwa pada
dasarnya, semua orang itu mempunyai sifat atau watak yang baik. Bagaikan
kertas putih yang masih kosong, maka sejak anak-anak, orang telah dibentuk
oleh yang mengisi kertas putih. Namun, betapapun kotornya kertas itu dicoratcoret, pada dasamya masih ada putihnya dan kadang kadang sifat kebaikan
dan kebersihan ini muncul.
Benar tidaknya pendapat para ahli filsafat ini terserah kepada penilaian kita
sendiri. Yang jelas saja, semua orang ini, kita semua, condong untuk melakukan
kebaikan kepada orang yang mendatangkan kesan baik kepada kita.
Kebanyakan dari kita bersikap dan berbuat baik kepada orang yang
menyenangkan kita, dan yang menyenangkan ini berarti yang menguntungkan,
baik batiniah maupun lahiriah. Dengan demikian, maka segala kebaikan seperti
itu adalah perbuatan munafik belaka, yang pada bakekatnya hanya untuk
menyenangkan diri sendini saja melalui lain orang. Bukankah demiklan"
Untuk dapat melihat ini, kita harus berani menghancurkan lebih dulu
bayangan tentang diri kita sendiri yang kita bentuk dan bangun sejak kecil,
bayangan yang nampak demikian baiknya, bahkan yang terbaik dan terbersih,
dan entah "ter" apalagi. Barulah akan nampak betapa munafiknya kita, betapa
kotornya batin kita selama ini. Dan hanya kita sendirilah yang mampu
mengubahnya. Bagaimana caranya"
Tidak ada caranya, yang terpenting, kalau kita waspada dan melihat
kekotoran menempel pada diri kita, apa yang akan kita lakukan" Kecerdasan
akal budi tentu akan menggerakkan tangan untuk membersihkannya dan
menghentikan segala kegiatan yang menimbulkan kekotoran itu.
Kiki membawa peti berisi kitab-kitab kuno itu ke Pulau Naga. Ayahnya, Haitok Tang Kok Bu yang sekarang tidak begitu kaya raya lagi, memandang
dengan alis berkerut. Dia sendiri tidak mengenal huruf-huruf kuno itu, hanya
mengenal beberapa buah saja yang kalau dirangkai tidak ada artinya.
"Kiki, apakah kau sudah gila" Buku-buku macam itu kaubawa, apakah
hanya untuk dijadikan umpan rayap" Pula, aku mendengar engkau
menyelamatkan seorang pangeran Mancu dari lautan. Apa-apaan pula ini" Kau
malah hendak melindungi bangsawan musuh!"
"Ayah, yang kutolong itu adalah seorang laki-laki tua yang gagah perkasa!
Dia seperti sasterawan yang lemah, akan tetapi kegagahannya tidak kalah oleh
kita. Ketika senjataku menempel di lehernya, dia berkedippun tidak! Dan tidak
pernah marah, bahkan menawarkan seluruh barangnya untuk diambil asal
jangan ada perkelahian bunuh-membunuh. Dia menitip pesan agar kalau dia
dibunuh, peti kitab kitab kuno ini diserahkan kepada puterinya di kota raja yang
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan bernama Ceng Hiang. Aku tertarik dan kagum sekali kepada orang tua gagah
itu, ayah" dan pada saat itu, aku hanya tahu dia seorang mengagumkan,
bukan pangeran atau bangsawan apapun."
"Huh, kau sudah menjadi lemah hati, ahh" tapi ini merupakan kesempatan
baik sekali!" Tiba-tiba Hai-tok memukul telapak tangannya sendiri.
"Kau bisa mengantarkan peti ini ke kota raja, mencari pangeran itu dan
menyerahkan peti ini!"
"Ayah" aku tidak butuh ganjaran!"
"Hushh, bukan itu, anak bodoh. Tapi engkau bisa menyelidiki keadaan Song
Kim, murid murtad itu. Kalau sudah tahu dimana kedudukannya dan dimana
dia, aku sendiri yang akan menghajar dan membunuh dia!" kata kakek itu
penuh geram. Hati Kiki mulai merasa tertarik. Ketika masih kecil, ayahnya pernah
mengajaknya pesiar ke kota raja dan dia samar-samar masih teringat betapa
hebat dan besarnya kota raja. Besar dan indah sekali. Dan kalau ditemukannya
Pangeran Ceng Tiu Ong, tentu dia akan dapat sementara tinggal di dalam
istana pangeran itu. Dan hal inipun akan menambah banyak pengalaman hidup
dan pengetahuannya. "Engkau benar, ayah. Baiklah, nanti kalau sudah ada saat dan kesempatan
yang baik, aku akan mencarinya dan mengantarkan peti ini."
"Kenapa tidak sekarang?"
"Ayah, baru saja aku melakukan pukulan berat kepada pemerintah dengan
membakar sebuah perahunya dan membajak pangeran itu. Di antara anak buah
pasukan, tentu ada yang berhasil meloloskan diri dengan berenang. Kalau
sekarang aku berkeliaran di kota raja dan ketahuan oleh mereka, apakah hal itu
tidak amat berbahaya?"
Hai-tok mengangguk-angguk membenarkan pendapat puterinya. Memang,
kota raja tidak boleh dibuat main-main. Di sana banyak sekali terdapat tokoh
yang amat sakti, bahkan dia sendiri tidak berani sembarangan merajalela di
kota raja. Pihak orang kulit putih merasa marah juga ketika beberapa di antara
perahu-perahu mereka juga tidak luput dari gangguan Bajak Naga Laut. Sudah
ada empat buah perahu mereka dibajak dan dibakar.
Admiral Elliot tersinggung kehormatannya. Walaupun empat buah perahu
yang dibajak dan dibakar itu hanya perahu-perahu kecil dan dia hanya
kehilangan beberapa orang perajuritnya, namun hal itu merupakan pukulan
baginya. Kekuatan pasukannya terletak pada armadanya, dan kini ada perahuperahunya yang dibakar oleh hanya bajak-bajak laut saja. Dia sudah menyuruh
orang untuk melakukan penyelidikan dimana sarang Bajak laut itu.
Orang-orangnya, terutama sekali orang-orang Harimau Terbang, hanya
tahu bahwa sarang bajak laut itu adalah Pulau Layar, dikepalai oleh Hai-tok
Tang Kok Bu. Akan tetapi, ketika mereka ke sana, pulau itu sudah
dibumihanguskan dan tak seorangpun tahu dimana sarang baru dari para bajak
laut yang berani itu. Tentu saja sisa-sisa pasukan Harimau Terbang yang sudah ditinggalkan
Koan Jit itu, dan masih dipergunakan oleh Kapten Elliot atas persetujuan
Admirai Elliot, kini dikerahkan untuk melakukan penyelidikan. Mereka
dianggap lebih paham dan mengenal daerah perairan di lautan itu, juga
mengenal para bajak laut. Dan pasukan Harimau Terbang yang kini sisanya
tinggal kurang lebih limapuluh orang itu dibagi menjadi lima kelompok,
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan masing-masing sepuluh orang menunggang sebuah perahu yang
diperlengkapi meriam untuk mencari bajak laut dan membasminya, atau kalau
mereka merasa tidak kuat, melaporkannya kepada Kapten Elliot yang akan
mengirim kapal untuk menghancurkannya.
Demikianlah, kini mulai nampak perahu-perahu yang memakai hiasan
meriam itu berkeliaran di sepanjang pantai lautan timur. Para anak buah
Harimau Terbang adalah orang-orang yang berilmu silat didikan Koan Jit.
Mereka itu orang-orang kasar yang sudah biasa mengandalkan kekuatan dan
kekerasan, maka tentu saja mereka seringkali bersikap sewenang-wenang
terhadap para nelayan. Kalau tidak merampas ikan-ikan hasil jerih payah
semalam, tentu suka mengganggu wanita-wanita pelayan yang muda dan
cantik. Dengan demikian, nama Harimau Terbang terkenal sebagai
pengganggu keamanan, bahkan mereka itu lebih dibenci oleh kaum nelayan
dari pada para bajak laut sendiri, karena bajak-bajak laut itu tidak pernah mau
mengganggu para nelayan. Pada suatu pagi yang cerah dan air laut amat tenangnya, hanya berkeriputkeriput kecil, nampak sebuah perahu layar kecil yang hanya ditumpangi tiga
orang hilir-mudik di tengah laut, tak jauh dari pantai. Para penumpang perahu
itu agaknya tidak melihat bahwa tak jauh dan pantai, ada sebuah perahu
bermeriam yang mengintai. Itulah perahu yang amat ditakuti para nelayan,
perahu Harimau Terbang. Pada layarnya saja terlukis harimau terbang yang
menyeramkan, dan di atas perahu itu nampak sepuluh orang laki-laki tinggi
besar yang kesemuanya memakai rompi kulit harimau.
Sejak tadi, perahu-perahu nelayan sudah berpencaran melarikan diri karena
ketakutan. Akan tetapi perahu kecil yang ditumpangi tiga orang itu agaknya
tidak mengenal kegalakan perahu Harimau Terbang, atau mungkin juga tidak
memperdulikannya. Sungguh mengherankan, mana ada orang, apalagi hanya
tiga orang, berani tidak memperdulikan pasukan Harimau Terbang yang
terkenal galak, baik di lautan maupun di daratan itu"
Akan tetapi kalau orang mengenal siapa orang yang berada di dalam
perahu layar kecil itu, orang takkan merasa heran lagi. Pemuda tampan yang
berada di perahu itu, yang pakaiannya indah pesolek, menyembunyikan
pedang di punggung dan sepasang pisau belati di balik pinggang, bukan lain
Dendam Iblis Seribu Wajah 23 Kitab Pusaka Karya Tjan Id Misteri Kapal Layar Pancawarna 14
^