Pencarian

Pendekar Aneh Naga Langit 18

Pendekar Aneh Naga Langit Thian Liong Koay Hiap Karya Marshall Bagian 18


"Kita akan mempercakapkannya kelak, tetapi tidak disini dan juga tidak pada saat ini. Untuk sekarang ini, karena semua kerumitan sudah dapat diatasi dengan baik, maka pertama-tama, engkau Phang Cen Loan, engkau harus meminta maaf atas semua yang tindakan dan kata-kata yang engkau keluarkan dan tindakan yang kau lakukan tadi. Minta maaf karena sudah menghina ketiga perguruan di Kota Liang Ping ini, khususnya kepada ketiga Pangcu dari tiga perguruan tersebut. Nach, Engkau boleh lakukan sekarang...."
"Engkau memang sudah mengalahkanku, kuakui itu, tetapi tetap engkau masih belum berhak untuk mengatur apa yang seharusnya kulakukan dan apa yang tidak boleh kulakukan....." berkata Phang Cen Loan dengan tetap mengeraskan hatinya. Nadanya tetap ketus dan susah untuk ditundukkan dengan kata-kata. Dia masih tetap berkeras untuk tidak meminta maaf atas apa yang dikatakan dan dilakukannya beberapa saat yang baru saja lewat itu.
"Phang Cen Loan, terus terang lohu tidak akan meminta dengan mengancam atas kekangan iweekangmu yang lohu lakukan. Tetapi meminta dan mengusulkan pilihan dengan mengatasnamakan tata krama Rimba Persilatan dan sopan-santun Rimba Persilatan Tionggoan. Sebab jika engkau berkeras untuk tidak melakukannya, maka lohu akan datang menemui Suhu dan Subomu. Dan akan langsung untuk meminta mereka berdua untuk meminta maaf terhadap para tokoh persilatan di Kota Liang Ping ini. Engkau boleh pikirkan mana yang lebih baik...."
Kata-kata dan kalimat Koay Ji ini langsung mengena dan membuat wajah Phang Cen Loan memucat. Bahkan ketiga saudara seperguruannya, termasuk suaminya, juga terlihat gelisah bukan main. Mereka jadi salah tingkah dan memandangi Phang Cen Loan untuk melihat apa yang akan dikatakannya dan dilakukannya. Tetapi, Phang Cen Loan sendiri sedang sama galau, gelisah dan keki dengan mereka bertiga. Sampai akhirnya, adalah Bun Siok Han yang kembali mencoba untuk menawar karena melihat Phang Cen Loan dan ketiga saudara seperguruannya pada terdiam gelisah dan tidak tahu mau berbuat apa:
"Locianpwee, bukankah boanpwee sudah menyanggupi untuk meminta maaf atas nama Phang Sumoy berhubung boanpwee yang memang menjadi biang atau dalang dari kerusuhan disini.....?"
"Anak muda, yang berbuat bukan engkau, meski mungkin saja benar behwa engkau memang terlibat dalam kisruh ini sejak dari awalnya. Sayangnya, semua orang yang berada di tempat ini, menjadi saksi dan mengalaminya secara langsung. Menurut kepantasan dan tata krama Rimba Persilatan Tionggoan, maka siapa yang berani berbuat, siapa yang begitu gegabah dan sombong serta menghina pihak ataupun orang lain, atau malah perguruan lain, maka dia yang harus bertanggungjawab dan memohon maaf atas semua yang dilakukannya......"
"Engkau tidak berhak mengancam mengadukanku kepada Suhu. Lagipula, belum tentu Suhu mengenal engkau...." ketus jawaban Pohang Cen Loan. Masih juga tetap keras kepala dan tidak minta maaf. Koay Ji untungnya masih sadar bahwa Phang Cen Loan ini adalah keponakan muridnya, jika tidak, mungkin sudah dihadiahkannya hukuman yang lebih menyakitkan sejak tadi. Sekali ini dia mengeluarkan Kimpay dari Pangcu Kaypang, mengangkatnya tinggi-tinggi dan berkata:
"Baiklah Phang Cen Loan, pada hari ini, selaku Tianglo Kaypang, dimana Kaypang Pangcu Tek Ui Sinkay adalah Bengcu Tionggoan, maka Lohu, Thian Liong Koay Hiap memutuskan turun tangan dan bertugas untuk menegakkan aturan Rimba Persilatan. Sekarang juga engkau boleh memilih Nyonya. Apakah akan memaksaku menuju Kota Cing Peng guna meminta pertanggungjawaban secara langsung kepada Suhu dan Subomu, ataukah engkau sendiri yang akan menyelesaikannya dengan pihak-pihak yang engkau sakiti disini....."
Bersamaan dengan itu, secara khusus kepada 5 orang keponakan muridnya, Koay Ji mengirimkan suara dengan Ilmu Menyampaikan Suara dari jarak jauh: "Bengcu Tionggoan saat ini, dijabat oleh Tek Ui Sinkay yang adalah Sam Suheng dari Suhu dan Subo kalian Siau Ji Po Tayhiap dan Oey Hwa Lihiap dari Kota Cing Peng. Mudah-mudahan kalian semua sudah mengetahuinya, atau jika belum, segera pulang dan beritahukan Suhu kalian jika Lohu akan datang...."
Kata-kata Thian Liong Koay Hiap barusan bagaikan guntur di siang hari. Terutama bagi kelima keponakan murid Koay Ji yang mendengar bisikannya barusan. Wajah Phang Cen Loan kini benar-benar berubah memucat, dan memandang Thian Liong Koay Hiap dengan pandangan aneh. Kini mereka mulai sadar dan paham meski masih samar dan sebenarnya keliru sangka, mengapa Thian Liong Koay Hiap begitu mengenal ilmu-ilmu mereka. Meskipun dugaan mereka masih keliru memang, karena bukannya dari Tek Ui Sinkay Koay Ji yang menyaru Thian Liong Koay Hiap belajar ilmu2 mereka. Tetapi karena Koay Ji atau Thian Liong Koay Hiap adalah murid penutup dari kakek guru mereka. Dengan kata lain, Koay Ji atau yang menyaru sebagai Koay Hiap itu, justru masih merupakan paman guru kelima orang yang sekarang berdiri serba salah itu.
"Hek It Kaucu, Ang Liong Pangcu, Ceng Liong Pangcu, dan semua tokoh serta anggota 3 (tiga) perguruan Kota Liang Ping, tecu, Bun Siok Han atas nama kami belrima, dengan penuh kerendahan meminta maaf atas semua keributan yang kami timbulkan disini. Tecu sesungguhnya yang menjadi dalang dari keributan disini dan tecu sadar perbuatan kami benar-benar keliru dan salah. Karena itu, tecu merasa berdosa dan siap menerima hukuman atas apa yang sudah kami lakukan secara tidak layak di tempat yang terhormat ini. Buat cuwi sekalian yang merasa terhina, sekali lagi, tecu mohon maaf......"
Kata-kata dan permohonan maaf Bun Siok Han memang tulus. Dan dia melakukan serta mengucapkannya dengan sangat baik serta bisa diterima semua orang, khususnya dari 3 perguruan itu. Tetapi, sayangnya, sekali lagi sayang, bukan dia orang yang diharapkan meminta maaf ataupun mohon maaf atas semua perkataan menghina dan merendahkan tadi. Karena bukan Bun Siok Han yang menghina dan merendahkan para pendekar Kota Liang Ping. Adalah Phang Cen Loan yang membuat banyak orang merasa kesal, terhina dan sangat murka. Dan dialah yang diminta dan dituntut untuk meminta maaf.
"Lohu masih tetap menunggu pernyataan dari Phang Cen Loan. Tetapi baik sekali engkau sudah memberi contoh buatnya Anak muda. Dengan demikian diapun tidak akan kesulitan dalam menirukan perbuatanmu dan menunjukkan penyesalan secara bersungguh-sungguh, serta yang penting tidak mengulanginya lagi......"
Semua mata kini memandang Phang Cen Loan. Wajahnya kini sudah berubah menjadi tidak segarang dan sesombong tadi lagi. Bahkan kini terlihat menjadi sangat mengenaskan. Dan pada saat itu, terlihat suaminya, Siau Hok Ho yang juga adalah putra sulung Suhu dan Subonya, sedang berbisik bisik di telinganya. Keduanya terlihat saling pandang dan berkata-kata antara mereka berdua sampai pada akhirnya Phang Cen Loan berkata dengan berat hati:
"Cuwi sekalian, khususnya Ang Liong Pangcu, Hek It Kaucu, dan juga Ceng Liong Pangcu, bersama seluruh tokoh dan anggota 3 (tiga) perguruan di Kota Liang Ping ini, saya, Phang Cen Loan dengan penuh kerendahan hati meminta maaf atas semua keributan disini. Sesungguhnya kami melakukannya karena memang sedang berusaha mati-matian untuk mengupayakan kesembuhan putra tunggal kami. Namun tanpa sadar justru sudah menerbitkan keonaran yang cukup besar di Kota Liang Ping ini. Sesungguhnya kami semua, termasuk cayhe sendiri amat sadar jika perbuatan disini adalah keliru dan salah. Buat cuwi sekalian yang merasa terhina, mohon maaf sekali lagi......."
Mendengar permohonan maaf Phang Cen Loan yang pada pertengahan kalimatnya disampaikan dengan nada sedikit terisak, mau tidak mau Koay Ji tersentuh dan juga terharu. Apalagi mendengar bahwa tindakannya ternyat ada hubungannya dengan anak tunggalnya yang sedang sakit. Hal yang membuat Koay Ji menjadi sadar jika kemungkinannya ada sebab lain dibalik kejadian tidak menyenangkan di Markas Hek It Kau ini. Dan kejadian itu kelihatannya berkaitan dengan mengapa sampai para keponakan muridnya berlaku begitu gegabah disitu. Tetapi bagaimanapun, dia perlu mengatakan sesuatu untuk saat itu:
"Baiklah,,,, pihak Phang Cen Loan sudah mengemukakan permohonan maafnya dan sudah cuwi sekalian dengarkan. Dan engkau, Phang Cen Loan, untuk anakmu yang sakit lohu pasti bersedia mengobatinya. Jika Thian berkehendak, maka mudahlah untuk lohu menyembuhkannya. Cuwi sekalian, warga 3 perguruan Kota Liang Ping, khususnya Hek It Kaucu, Ang Liong Pangcu dan Ceng Liong Pangcu, terima kasih atas kesediaan bergabung kelak ke Pek In San. Pada saatnya kita akan berjumpa disana. Saat ini, setelah semua urusan sudah dapat diselesaikan dengan baik, maka lohu mohon diri dari sini, dan silahkan, selamat berpesta dan menikmati jamuan makan malam dari Hek It Kaucu......."
Setelah memberi hormat dan menyapa seluruh pemimpin 3 perguruan Kota Liang Ping, Koay Ji berpaling kearah 5 keponakan muridnya dan berkata:
"Kalian berlima, mari ikut lohu. Kita selesaikan hal-hal yang perlu diselesaikan, dan lohu perlu mendengar keadaan anak dari Phang Cen Loan.... mari...." Setelah berkata demikian, Koay Ji menunggu kelima ponakan muridnya berpamitan dan seusainya merekapun berangkat pergi mengikuti di belakang Koay Ji.
Mendengar bahwa Koay Ji atau Thian Liong Koay Hiap akan berdaya upaya untuk menyembuhkan anak mereka, Phang Cen Loan berubah menjadi jinak. Meskipun, masih tetap dia belum percaya sepenuhnya kepada Koay Ji. Namun, mendengar ada sedikit peluang bagi anaknya, dengan cepat dia berubah menjadi lebih baik dan lebih menurut. Merekapun berjalan pergi mengikuti di belakang Koay Ji yang tak berapa lama bertemu dengan beberapa anggota Kaypang dan terlihat bercakap cakap sebentar dan menunjuk-nunjuk ke sebuah tempat.
"Baik, lohu akan menggunakan tempat itu. Lohu tidak ingin ada seorangpun yang mendengar dan mendekati tempat itu, karena itu panggil kawan-kawanmu dan berjaga di sekitarnya. Saat ini Lohu sedang ada urusan yang sangat penting dan harus segera diselesaikan..."
"Baik, siap Tianglo ....."
Dan tak berapa lama kemudian, mengikuti petunjuk para pengemis itu, Koay Ji menuju kearah timur dan akhirnya menemukan sebuah rumah yang sudah berada dekat dengan pinggiran kota. Rumah tersebut cukup besar tetapi sudah tak terurus dan karenanya digunakan oleh kaum pengemis menjadi salah satu markas tak resmi mereka di Kota Liang Ping. Meski kondisi fisiknya sudah tak terurus dilihat dari luar, tetapi rupanya, bagian dalamnya karena sering digunakan oleh kelompok Kaypang, jadi sedikit terurus. Apalagi bagian ruang depannya. Ruangan itu mungkin adalah area paling bersih dari rumah markas Kaypang di sebelah timur kota itu.
"Nach, baiklah, disini kita aman. Anak muda, engkau mulailah bercerita. Dan kalian, khususnya engkau Phang Cen Loan, sebagaimana janji lohu, urusan kesembuhan anakmu akan menjadi urusan lohu nanti. Tetapi, biar bagaimanapun kita harus mulai menyelesaikan urusan yang dihadapi satu demi satu. Harus dimulai dari engkau yang berhutang kisah dan alasan menghadirkan kekisruhan di markas Hek It Kau anak muda....." Koay Ji berkata sambil berpaling dan memandang Bun Siok Han yang menyatakan menjadi dalang kekisruhan. Dan mendengar perkataan Koay Ji, Bun Siok Han yang kelihatannya sudah sangat siap, dengan tegas dan tanpa putus putus berkata dan menjelaskan:
"Baiklah,,,,, sebelumnya boanpwee mengucapkan terima kasih karena membantu kami menghindari kekisruhan yang lebih parah. Meskipun urusan dan alasan sampai kami nekat melakukan tindakan tidak terpuji itu kemungkinan tidak akan dapat kami selesaikan alias sudah gagal, setidaknya sampai saat ini. Padahal, kami semua pada dasarnya amat membutuhkannyai. Tetapi, bagaimanapun....."
"Langsung saja anak muda, kita lihat nanti apa yang gagal dan apa yang berhasil dari semua yang sudah terjadi...."
"Baik locianpwee..... sesungguhnya mereka semua, saudara seperguruanku tidak akan nekat melakukan kerusuhan tadi jika bukan tanpa alasan. Tetapi, penyebabnya juga tidak jauh-jauh dari hutang Hek It Kau kepada toko dan usaha Ngo Susiok di Kota Cing Peng. Kurang lebih dua tahun lalu, ketika Hek It Kau terancam bangkrut dan sudah nyaris menutup pintu perguruan mereka, susiok dengan amat rela hati memberikan pinjaman kepada Hek It Kau. Dan mereka kemudian berjanji bahwa dalam waktu 6 (enam) bulan kelak, hutang tersebut akan dikembalikan. Dan syukur bagi mereka, Hek It Kau, karena dengan modal baru dari toko Ngo Susiok, mereka berhasil bangkit kembali dan bahkan menjadi semakin makmur dan jaya. Tetapi, sayangnya, sudah lebih setahun mereka mangkrak dan tidak pernah terlihat berusaha untuk melunasi hutang yang membuat mereka bangkit kembali. Mereka, saudara seperguruanku sudah hampir sepuluh kali bolak-balik menagih hutang itu, tetapi tetap saja gagal. Sampai akhirnya, Suhu menderita penyakit yang sudah 3 bulan terakhir ini tidak dapat beliau sembuhkan. Juga tak dapat disembuhkan oleh tabib-tabib yang didatangkan, termasuk yang dikirimkan oleh Ngo Susiok. Padahal, menurut Suhu, dia orang tua harus memenuhi undangan terakhir yang akan datang dalam waktu dekat atas nama Kakek Guru..... karena...."
"Apa..." maksudmu Suhe...... ech Jit yang Sin sian (Dewa Sakti Jit Yang) Pek Ciu Ping sedang sakit" apa parah luka beliau...?" nyaris saja Koay Ji membuka samaran dan jati dirinya, untung dia cepat sadar.
"Benar Locianpwee, sudah berapa bulan terakhir Suhu tidak dapat lagi bangun dari pembaringannya. Tetapi, yang membuatnya sangat kecewa dan mempersiapkan boanpwe adalah, karena pertemuan terakhir sesama saudara seperguruan yang konon atas prakarsa langsung dari sukong. Pertemuan itu dalam perhitungan dan peneerawangan beliau, akan dilaksanakan dalam waktu sebulan atau dua bulan kedepan. Itu sebabnya boanpwee datang mengunjungi Ngo Susiok di Cing Peng setelah sebelumnya berkunjung ke sekitar Gunung Ciauw San. Tahu-tahu, putra tunggal Phang sumoy ternyata juga sedang sakit dan hingga sekarang belum ketahuan penyakit dan obatnya. Kurang lebih setahun atau dua tahun silam, Suhu pernah bercerita tentang sebuah benda mujijat yang dapat menjadi ada obat dengan kemampuan dapat menyembuhkan banyak penyakit, termasuk juga menyembuhkan penyakit-penyakit yang amat susah untuk diobati. Benda mujijat itu adalah Gin Ciu Ouw atau Guci Arak Perak sekepalan tangan manusia dewasa, yang sayangnya sudah menghilang sejak lebih 60 tahun silam. Konon menurut kisah Suhu, air apapun yang dimasak atau direndam lebih semalam di guci pusaka itu, dapat menyebuhkan banyak penyakit parah. Amat kebetulan, menurut informasi yang kami dapatkan sebulan terakhir, Hek It Kau nampaknya menemukan sebuah benda pusaka berbentuk guci kecil pada dua bulan silam. Tetapi, sepertinya Hek It Kaucu masih tidak tahu dan mengerti dengan khasiat dari guci pusaka tersebut. Atau, bisa jadi memang bukan Gin Ciu Ouw. Itu sebabnya kami berlima bersekongkol untuk meminta ganti hutang Hek It Kau dengan guci tersebut, tetapi sayang Locianpwee sudah membuat kami gagal......" mendengar keterangan Bun Siok Han, Koay Ji tersentak kaget. Sangat kaget malahan.
Karena dia sendiri sesungguhnya, sudah pernah membaca kisah tentang Gin Ciu Ouw dalam sebuah kitab kuno di Thian Cong San. Tetapi, dikisahkan, Guci Perak itu lebih sebagai LEGENDA, dan selama seratus tahun terakhir tak ada seorangpun yang dilaporkan memiliki ataupun melihat benda pusaka itu. Lebih dari itu, Koay Ji juga membaca dan menjadi tahu bagaimana cara membuktikan dan membuat Guci Pusaka itu, jika memang Guci yang dimaksud adalah Gin Ciu Ouw, mengeluarkan kemujijatannya. Bukan hanya menjadi bahan obat-obatan, khususnya obat karena sakit akibat pukulan iweekang dan bukan obat untyuk sakit biasa seperti demam, batuk dan sejenisnya. Selain itu, minum dari guci tersebut dengan tidak terputus selama setahun atau bahkan lebih, akan membuat orang atau manusia menjadi awet muda dan berusia panjang.
"Hmmmm, lohu mengerti sekarang. Satu yang lohu sesalkan dan pastilah juga akan disesalkan Suhumu anak muda, dan juga disesalkan susiokmu Siau Ji Po, yakni keputusan kalian yang kurang bijaksana. Meskipun tujuan kalian memang baik bagi perguruan, bagi suhu dan anak, tetapi cara yang kalian tempuh sungguh keliru dan mendatangkan rasa sesal. Kalian tidak menimbang nama besar perguruan, padahal kalian memiliki seorang Susiok yang sangat pandai dalam hal pengobatan. Jika kalian meminta kepada Sam Susiok, Tek Ui Sinkay, maka pasti dia akan mengutus Siauw Susiok kalian yang masih amat muda. Karena susiok kalian yang masih muda itu, Koay Ji, adalah tabib hebat dan pasti bersedia untuk datang mengobati suhumu dan juga cucu dari Siau Ji Po. Tetapi, tidak apalah, lohu akan mewakilinya untuk memeriksa, karena lama bergaul dengan siauw susiok kalian, maka kami berdua sering saling belajar dan melatih ilmu dan bahkan juga termasuk ilmu pengobatan. Jika memang hanya itu masalahnya, maka tidak akan terlampau sulit untuk dapat menyelesaikannya. Biarlah besok kita melakukan perjalanan ke Kota Cing Peng, karena lohu harus menyampaikan sebuah surat kepada Siau Ji Po, dan juga setelah itu menyampaikan surat kepada Suhumu anak muda......"
"Tapi, apakah Siau Susiok kami, echhh, namanya aneh, Koay Ji, benar-benar akan mampu menyembuhkan anakku Locianpwee....?" terdengar Siau Hok Ho bertanya dengan nada penuh harapan. Kabar bahwa mereka memiliki Siauw Susiok yang hebat dalam pertabiban mendatangkan harapan baru bagi suami istri itu. Saat suaminya bertanya, jelas sekali terlihat betapa Phang Cen Loan juga menyiratkan rasa penasaran yang sama terhadap kemungkinan pengobatan sang Siauw Susiok. Padahal, siauw susiok itu, sedang berada bersama mereka.
"Mungkin tidak mesti menunggu Koay Ji, susiok kalian, lohu akan mencoba untuk mengobatinya sesampainya di Kota Cing Peng nanti. Jika lohu gagal, baru akan kupanggil Koay Ji untuk datang mengobati anak keponakan muridnya. Dia pasti bersedia untuk mengobati anak kalian itu nanti, apalagi karena memang hatinya baik dan penuh welas asih itu....."
"Acchhh, terima kasih jika demikian susiok......"
"Selain itu, kita tidak boleh berharap terlampau banyak kepada Guci Pusaka yang disebutkan tadi. Memang benar, ada benda mestika bernama Gin Ciu Ouw yang memiliki khasiat luar biasa. Tetapi khasiatnya terutama mengobati penyakit yang disebabkan oleh luka tenaga dalam, racun tertentu tetapi tidak semua racun, sementara penyakit lain, Guci itu belum tentu punya khasiat menyembuhkan. Selain itu, belum tentu guci yang ditemukan pihak Hek It Kau adalah guci wasiat tersebut. Karena itu, baiklah besok pagi kalian semua lebih dahulu pulang kembali ke kota Cing Peng, lohu akan menyusul dalam waktu dekat karena memang harus bertemu dengan suhu kalian. Bahkan juga nanti menemui Suhumu anak muda, karena memang benar, panggilan perguruan sedang menunggu mereka semua. Dan justru lohu yang menerima dan mendapat tugas dari Tek Ui Sinkay, Pangcu Kaypang dan juga Bengcu Rima Persilatan Tionggoan untuk menyampaikan undangan antara sesama seperguruan itu....."
Setelah menyelesaikan percakapan bersama kelima keponakan muridnya, tanpa mereka tahu siapa sebenarnya Thian Liong Koay Hiap, Koay Ji kemudian membantu memperkenalkan mereka dengan anak murid Kaypang. Betapa gembiranya masing masing setelah tahu bahwa mereka ternyata masih memiliki hubungan yang rada dekat. Karena bagaimanapun Tek Ui Sinkay, Pangcu Kaypang, adalah saudara seperguruan dari suhu kelima orang itu. Malam itu, berkuranglah rasa marah dan kesal Koay Ji terhadap Phang Cen Loan yang berubah menjadi jauh lebih jinak setelah percakapan di markas Kaypang.
Dan benar juga, besoknya, kelima keponakan muridnya sudah langsung melakukan perjalanan bersama, pulang kembali menuju ke kota Cing Peng. Bun Siok Han memutuskan untuk kembali bersama ke Kota Cing Peng, sementara Koay Ji akan menyusul kemudian. Dia memutuskan menyusul karena merasa ada hal yang ingin dikerjakannya terlebih dahulu. Yakni, Koay Ji ingin menemui Hek It Kaucu untuk memastikan satu urusan lain yang tiba-tiba mengusik ketentraman hatinya. Dan itu langsung dilakukan besok paginya:
"Selamat pagi Hek It Kaucu, mohon waktumu sebentar untuk sebuah urusan yang harus kupastikan kebenarannya...." Koay Ji yang memang ternyata kembali ke markas Hek It Kau dan menjadi tamu Hek It Kaucu di pagi hari.
"Acchhhh, sebuah kehormatan besar menjadi tuan rumah bagi Thian Liong Koay Hiap, seorang pendekar yang namanya tiba-tiba menjulang tinggi ke angkasa. Amat kebetulan karena lohu belum sempat menyampaikan ucapan terima kasih atas bantuan Koay Hiap semalam...... karena itu, terimalah ucapan terima kasihku secara khusus atas nama Hek It Kau dan juga atas nama 3 perguruan silat di Kota Liang Ping ini...." sambil berkata demikian, Hek It Kau membungkuk dan memberi hormat dan ucapan terima kasih kepada Koay Ji. Sebuah ucapan terima kasih yang tulus dan Koay Ji bisa merasakannya.
"Sudahlah, tidak usah terlampau berlebihan Hek It Kaucu. Lohu datang kemari untuk mempercakapkan beberapa persoalan, jika Kaucu tidak keberatan dan cukup punya waktu tentu saja....." berkata Koay Ji
"Sudah tentu punya waktu, tetapi, bagaimana jika kita bercakap-cakap sambil menikmati teh di pagi ini Koay Hiap....?" undang Hek It Kau, karena memang adalah waktu yang tepat pada pagi hari untuk minum teh.
"Dengan senang hati Kaucu......"
Tidak berapa lama Hek It Kaucu memberi perintah kepada bawahannya dan teh panaspun terhidangkan menemani percakapan mereka di pagi itu. Apa sebenarnya yang ingin disampaikan Koay Ji....."
"Kaucu, ada dua hal yang ingin kubicarakan dan kusampaikan. Yang pertama, ucapan terima kasih kepada Kaucu dan juga 2 perguruan silat lainnya yang sedia untuk berjuang bersama kawan-kawan perguruan silat lainnya. Atas nama Tek Ui Pangcu, lohu mengucapkan terima kasih atas kesediaan dan semangat Kaucu dan kawan-kawan di Liang Ping ini......"
"Accchhhh, sudah sepantasnya sebagai sesama insan persilatan Koay Hiap. Kami di sini rata-rata bersyukur karena bukan hanya boleh bertemu dan bertatap muka dengan Koay Hiap, tetapi bahkan sudah menerima bantuan dari Koay Hiap. Sungguh berkah yang tak terhingga bagi kami....."
"Syukurlah semua boleh berakhir dengan kekeliruan yang tidak bertambah parah. Setidaknya, ketika ketiga perguruan bergabung ke Pek In San kelak, tidak dengan membawa ganjalan dari sini. Kapan kiranya rombongan dari Kota Liang Ping akan melakukan perjalanan bertemu rombongan pendekar lainnya....?"
"Kami merencanakan untuk berangkat sebulan kedepan Koay Hiap. Apakah ada petunjuk lain buat kami....?"
"Jika memang Kaucu tiba lebih dahulu disana, temui dan kemudian sampaikan juga pesanku kepada Tek Ui Kaucu, Bengcu kita dan juga semua sahabat-sahabat pendekar yang sudah berkumpul disana. Kepada Tek Ui Pangcu, kabarkan juga bahwa kita sudah bertemu disini dan bahwa lohu masih melanjutkan perjalanan untuk tugas yang lain lagi. Pada saatnya pasti lohu akan datang untuk bergabung dengan rombongan pendekar dan selanjutnya bersama-sama membasmi Bu Tek Seng Pay...." tegas Koay Ji.
"Baik Koay Hiap, hal itu pasti akan kulakukan..." ujar Hek It Kaucu sambil mengambil gelas teh dan meminumnya. Sementara Koay Ji terlihat sedikit berat memasuki percakapan pada topik yang kedua. Tetapi, karena memang dia merasa amat penting, maka diapun mau tidak mau harus membuka percakapan seputar soal tersebut. Karena itu, diapun membuka percakapan soal tersebut:
"Kaucu, persoalan kedua yang ingin lohu kemukakan adalah persoalan yang dapat dilihat sepele, tetapi juga dapat dipandang sangat penting. Tetapi, untuk sekarang ini terus terang saja lohu belum dapat memastikannya......" berkata Koay Ji dengan sengaja menggantung maksudnya di ujung kalimatnya itu. Tapi, benar saja, kata-kata tersbeut memanding Hek It Kaucyang yang menjadi penasaran dan bertanya untuk mencari tahu apa maksud dari kalimat "menggatung" Koay Ji tadi. Kalimat pada kata-kata terakhir Koay Ji.
"Soal apa gerangan Koay Hiap....?" Hek It Kaucu bertanya sambil melepaskan kembali gelas berisi teh yang diminumnya.
"Soal tersebut berkaitan sangat erat dengan maksud utama kedatangan murid-murid Siau Ji Po ke markas Hek It Kau...."
"Acccchhh, masalah itu" Hmmmm, jika Koay Hiap juga sampai memberi perhatian atas soal tersebut, maka, kami sebetulnya sudah akan membayar beberapa waktu yang lalu, tetapi sayang......"
"Bukan persoalan itu yang penting Kaucu,,,,,,, ada soal lain yang justru penting atau sangat penting namun belum dapat kupastikan....." kata-kata Koay Ji ini membuat Hek It Kaucu menjadi penasaran.
"Acccch, jika bukan soal hutang kami, masalah apa gerangan Koay Hiap?" Hek It Kaucu mau tidak mau bertambah penasaran.
"Hmmmm, kuharap Kaucu tidak kecil hati jika kusampaikan, karena lohu sendiripun jadi berkepentingan untuk memeriksa persoalan ini....."
"Lohu sendiri menjadi bingung jika demikian, bolehkah Koay Hiap menjelaskan lebih terang dan jelas buat lohu....?"
"Begini Kaucu, benarkah waktu-waktu belakangan ini Kaucu atau anak buah Hek It Kau menemukan sebuah Guci kecil yang berwarna keperak-perakan....?" Koay Ji bertanya sambil menatap wajah dan mata Hek It Kaucu dengan tatap mata serius. Tidak terlihat sedikitpun adanya perubahan di seri wajahnya itu, tetap tenang dan bahkan tidak terlihat terkejut dengan pertanyaan Koay Ji barusan. Kelihatannya Hek It Kaucu seperti tidak terlampau memberi perhatian terhadap benda yang ditanyakan Koay Ji. Atau memang tidak tahu benda itu apa selain sebuah guci.
"Accccchhh, kiranya soal pekerjaan kami Koay Hiap. Iya, memang benar, Hek It Kau memiliki spesialisasi dan keahlian yang terus kami kembangkan dari waktu ke waktu hingga saat ini. Yakni, mencari, mengejar benda-benda purbakala dan benda pusaka dan kemudian kami pedagangkan dengan pihak yang memiliki selera dalam mengoleksi benda-benda antik tersebut. Entah jika ada anak buah kami yang benar menemukan benda tersebut...... apakah mendesak sekali buat Koay Hiap saat ini untuk mengetahui tentang Guci Perak tersebut......?" tegas Hek It Kaucu dan balik bertanya kepada Koay Ji. Koay Ji yakin dengan seri wajah Hek It Kau jika Kaucu itu sama sekali tidak berdusta.
"Jika Kaucu berkenan, lohu ingin tahu lebih jelas seputar benda tersebut. Entah Kaucu bersedia membantu lohu.....?"
"Hmmmm, tentu saja. Jika Koay Hiap memang memerlukannya, baiklah lohu coba menanyakannya kepada murid kepala yang menemukannya pada beberapa minggu yang lalu, masih belum terlampau lama...., sebentar Koay Hiap...." sambil berkata demikian, Kaucu Hek It Kau memanggil keluar penjaga ruangan pribadinya dan memberi perintah untuk memanggil seseorang, kelihatannya murid kepala yang disebutkannnya barusan yang dipanggilnya untuk menghadap.
Butuh waktu beberapa lama sampai akhirnya murid kepala Hek It Kaucu yang bernama Li Hi Ko. Begitu masuk, tokoh yang bertubuh gempal dan sudah berusia 42 tahunan segera memberi hormat kepada Hek It Kaucu dan juga kepada Koay Ji yang dikenalnya semalam;
"Menjumpai Kaucu dan Koay Hiap Locianpwee......."
"Bangun dan duduklah Li Hi Ko...... ada sesuatu urusan yang ingin ditanyakan oleh penolong kita, Thian Liong Koay Hiap....."
"Accchh, seandainya dapat membantu, pasti menyenangkan untuk membantu dan menyumbang sedikit tenaga buat Koay Hiap Locianpwee..." berkata Li Hi Ko dengan kekaguman yang tak tersembunyiakan kepada Koay Ji, tentu saja dalam wujudnya sebagai Thian Liong Koay Hiap.
"Hmmmm, lohu berterima kasih sekali seandainya Li-heng dapat membantu dengan informasi mengenai sebuah benda yang konon beberapa waktu lalu ditemukan. Benda tersebut adalah sebuah guci yang berwarna perak. Benarkah Li heng baru baru ini menemukan sebuah benda seperti itu...." bertanya Koay Ji dengan nada biasa saja dan tidak sangat antusias sehingga membuat orang menjadi tidak tegang dan malah menjadi rileks sehingga tidak menduga yang bukan-bukan.
"Acccch, akhirnya ada juga yang bertanya dan tertarik dengan Guci Perak kecil itu. Locianpwee, selama berburu di Go Bi San (Gunung Go Bi), sampai bulan lalu, kami sampai Ban Hud Teng (Bukit Selaksa Budha). Pada hari-hari terakhir, kami sempat menyusuri sebuah bukit sebelah utara yang baru saja mengalami longsor yang parah. Hujan dan angin yang sangat besar membuat sebuah bukit sampai longsor, bahkan tebingnya sampai terbelah dan runtuh ke jurang. Sungguh mengerikan. Tetapi hasil dari menjelajah daerah longsor itu, hanyalah sebuah Guci Perak yang sampai saat ini tidak ada orang berminat membelinya. Koay Hiap Locianpwee jadinya adalah satu satunya orang yang menanyakannya sampai sekarang ini, padahal sudah lewat sebulan lebih sejak kami menemukannya. Karena tidak ada gunanya, maka pada akhirnya Suhu menyerahkannya kepadaku dan sekarang kusimpan di dalam kamarku. Apakah Koay Hiap ingin melihatnya.....?" berkata atau tepatnya melaporkan Li Hi Ko sesuai pertanyaan yang diajukan Koay Ji tadi. Dan tentu saja Koay Ji ingin melihatnya.
"Jika Li heng dan Kaucu tidak keberatan, maka lohu ingin melihanya..." berkata Koay Ji dengan nada suara tenang dan tidak mendesak.
"Baiklah, sebentar kuambilkan Koay Hiap Locianpwee....." setelah berkata demikian, Li Hi Ko keluar dari ruangan itu dan tidak berapa lama, tidak sampai sepuluh menit sudah kembali dengan membekal sebuah guci perak di tangannya. Dan begitu sampai, langsung dia menunjukkannya dan berkata:
"Benda inilah yang kami temukan di Go Bi San. Dan sampai sekarang, tidak ada satupun orang yang tertarik membelinya, bahkan menyimpannyapun nyaris tidak ada yang berminat...." berkata Li Hi Ko sambil menyerahkan Guci Perak itu kepada Koay Ji yang langsung menerimanya dan berkata:
"Hmmmm, guci sebesar kepalan manusia ini sebetulnya cukup unik karena ukuran dan ukirannya jelas berbeda dengan guci norma yang lain. Murid kepala Jit Yang Sin Sian (Dewa Sakti Jit Yangg) mencari guci ini entah dengan maksud apa. Justru karena itulah dia bekerjasama dengan saudara seperguruannya untuk meminjam benda ini. Tetapi, menurutnya, dia sendiripun tidak tahu sebetulnya latar belakang guci itu, hanya Suhunya yang minta dicarikan suatu saat nanti tanpa batas waktu. Tetapi, juga tidak menjelaskan untuk apa mencari benda ini. Apakah Li heng tidak menemui benda lain selain Guci Perak ini di lokasi penemuannya.....?"
"Sama sekali tidak Locianpwee,,,,, nyaris tidak ada yang istimewa dan menarik dan karena itu, kami semua cenderung mengabaikannya. Benda ini ditemukan diantara lumpur akibat guguran tanah di salah satu tebing terjal Ban Hud Teng (Bukit Selaksa Budha). Dan sampai saat ini, tidak terlihat ada sesuatu yang antik dan unik selain ukurannya yang memang lebih kecil dan layak menjadi hiasan....." berkata Li Hi Ko menjelaskan apa yang dia ketahui.
"Hmmmm, lohupun bingung. Tetapi, untuk mengatasi kebingungan itu, apakah lohu boleh meminjam sebentar Guci Perak ini dan menunjukkannya kepada Jit Yang Sin Sian. Kelak, pada saat bertemu kembali di Pek In San, Guci Perak ini akan nanti kukembalikan langsung kepada Hek It Kaucu. Bagaimana menurut pikiran Li Heng dan terutama engkau Kaucu.....?" Koay Ji tidak berpikiran apapun mengenai Guci Perak dan murni hanya ingin memperlihatkannya kepada toa suhengnya belaka. Karena itu, dia memakai kata "meminjam".
"Accccchhhhh, sudahlah Locianpwee, benda unik itu, Guci Perak itu, biarlah lohu hadiahkan kepada Thian Liong Koay Hiap. Kelak, di Pek In San, Locianpwee tidak perlu mengmbalikannya kepada lohu..... Li Hi Ko pasti setuju dan malah sangat senang dengan menghadiahkan Guci itu kepada Locianpwee...." maksud hati untuk meminjam, ecchhhh, tahu-tahu guci perak itu justru dihadiahkan kepadanya. Meski pengetahuan tentang guci itu, hanya samar di kepalanya.
"Accchhhh, bukan maksud lohu meminta,,, bukan begitu, maafkan lohu. Sebenarnya lohu hanya ingin melihat dan menyimpan bentuk dan ciri khasnya. Memilikinya sama sekali bukanlah niat lohu ......."
"Sudahlah Thian Liong Koay Hiap Locianpwee, lohu justru dengan sangat rela hati menghadiahkan dan menyerahkannya untuk Koay Hiap miliki. Tidak perlu kelak dikembalikan lagi, anggaplah menjadi hadiah pertemuan dan hadiah atas bantuan locianpwee yang sangat berarti..... jika locianpwee enggan menerimanya, justru kami yang akan menjadi kecil hati....." Hek It Kaucu tetap mendesak dan memaksa Koay Ji menerima guci perak yang terlihat agak unik dan antik itu.
"Accchhhhm, bukan maksud lohu..... bukan maksud lohu,,,,, tapi, aaaiii, baiklah, biarlah saat ini Guci Perak ini untuk sementara kusimpan. Kelak, kita lihat saja nanti di kemudian hari....." Koay Ji pada akhirnya menerimanya dan kemudian menyimpan Guci Perak itu dikantongannya. Dia tidak sadar jika Guci Perak itu memiliki sejarah lebih dari yang pernah dibacanya, bahkan akan menghadirkan kehebohan yang lebih menggegerkan lagi di Tionggoan.
"Hek It Kaucu, sampai lohu selesai menyelidiki Guci Perak ini, siapapun dia orangnya atau pihak dari manapun kelak yang bertanya tentang keberadaan Guci ini, maka terangkan dengan segera dan sejelasnya bahwa Guci Perak ini sedang berada di tangan lohu......"
"Baiklah, lohu senang dan bersyukur karena dapat memberi tanda mata dan hadiah yang Locianpwee senangi......" berkata Hek It Kaucu
"Cayhe juga merasa gembira dapat memberikan tanda mata dan kenang-kenangan kepada Koay Hiap, sungguh peristiwa luar biasa yang akan cayhe selalu kenang sepanjang hidupku....." Li Hi Kok juga menjelaskan perasaan hatinya yang dapat memberi sesuatu kepada Thian Liong Koay Hiap.
Koay Ji merasa berterima kasih dengan kedua orang itu, tetapi entah mengapa dia merasa sangat was-was dengan keselamatan mereka. Tetapi, sampai semua hal berkaitan dengan Guci Perak itu selesai, Koay Ji merasa tidak dapat berbuat apa-apa. Hanya, untuk mengurangi perasaan was-was dan rasa tidak enak dengan kedua orang yang rela memberinya secara cuma-cuma Guci Perak itu, Koay Ji kemudian memikirkan sesuatu dan berkata:
"Hek It Kaucu, mengenai hutang kalian kepada pihak Siau Ji Po serta Toko Keluarga Oey, sudah lohu selesaikan. Dan mereka tidak akan pernah datang meminta dan menuntutnya lebih jauh lagi, hanya tidak perlu dan tidak usah bertanya ataupun mencari tahu lebih jauh mengenai pelunasan hutang tersebut. Tetapi, kelak lohu akan jelaskan mengapa......"
"Accchhhh, banyak terima kasih Thian Liong Koay Hiap. Sebetulnya hutang tersebut sudah akan kami bayarkan, tetapi masih belum sempat kami kirimkan berhubung persiapan acara pada hari ini......." berkata Hek It Kaucu dengan perasaan sedikit menyesal atas keterlambatan pembayaran hutangnya.
"Sudahlah, lohu sudah menyelesaikan semua itu dengan pihak Toko Keluarga Oey, bahkan hari inipun lohu akan menemui Siau Ji Po. Kelak, dia Pek In San, lohu akan mempertemukan Kaucu dengan Siau Ji Po.... jangan khawatir. Kita semua berharap tidak ada masalah dan ketidaknyamanan karena persitiwa itu"
Hari itu juga, Koay Ji berangkat menuju Kota Cing Peng setelah menerima Guci Perak, menyimpannya dan kemudian mengambil kudanya dan bergegas menuju ke Kota Cing Peng. Menemui Siau Ji Po, kakak seperguruannya yang keempat. Tetapi, kedatangannya terlambat lebih dua jam dibandingkan dengan kepulangan Phang Cen Loan dan saudara seperguruan lainnya termasuk suaminya. Kedatangan Koay Ji bertepatan dengan berakhirnya pertemuan di rumah tinggal Siau Ji Po. Sepertinya Kam Song Si dan ketiga sutenya ditambah dengan Bun Siok Han melaporkan apa yang terjadi di Kota Liang Ping. Meski tentu saja dengan versi mereka dan tidak melaporkan bentrokan dan insiden yang terjadi disana. Wajar saja, mereka tidak akan mungkin menceritakan versi aslinya, bahkanpun Bun Siok Han yang ikut datang menemui Susiok dan Sukouwnya itu.
Untuk itu, Phang Cen Loan dengan terpaksa harus mengarang cerita terkait dengan keadaannya yang terluka. Dia melaporkan ada seorang tokoh bernama Thian Liong Koay Hiap yang menghalangi mereka menuntut pembayaran atas hutang Hek It Kau dan bahkan melukainya. Hal yang membuat panas bukan hanya Oey Hwa, tetapi juga Siau Ji Po yang biasanya lebih sabar dan lebih teliti. Tetapi, entah mengapa, sekali ini mereka tidak merasakan adanya kelemahan atas cerita Phang Cen Loan. Mereka langsung tersinggung. Meski memang, Guru mana yang tidak tersinggung jika anak muridnya dilukai tokoh lain" Sementara Bun Siok Han yang melihat Oey Hwa sudah menjadi murka, segera berkata:
"Susiok, Sukouw, meski demikian, tokoh bernama Thian Liong Koay Hiap berjanji akan datang menemui Susiok dan Sukouw. Anehnya, dia mampu bersilat dengan menggunakan jurus-jurus dan ilmu perguruan kita dengan kemampuan penguasaan yang sangat hebat. Dan selain itu, tokoh itu juga berjanji akan berusaha untuk menyembuhkan ponakanku yang sedang sakit itu....... bahkan, hari ini, dia akan menyusul datang untuk keperluan itu....."
"Hmmmm, bagus jika memang dia datang, ingin kulihat bagaimana bentuk manusia lancang dan berani mati menghukum muridku......" berkata Oey Hwa yang membuat Bun Siok Han terdiam dan tidak berani bicara lagi. Sementara Siau Ji Po sendiri terlihat juga agak tersinggung namun tidak sampai mengeluarkan kata-kata atau kalimat yang mengeskpresikan perasaannya itu. Tokoh ini hanya menarik nafas panjang, terutama setelah tahu bahwa dia tidak mampu menyembuhkan muridnya yang juga adalah menantunya.
Dan begitu pertemuan mereka bubar, belum lagi mereka keluar dari ruangan tempat mereka berbincang-bincang, tiba-tiba seorang pelayan rumah datang dan mohon bertemu dengan Siau Ji Po:
"Loya..... ada seorang tamu yang mengaku bernama Thian Liong Koay Hiap mohon untuk bertemua. Dia menunggu petunjuk loya, apakah akan diundang masuk, atau harus dijelaskan ba......"
"Ijinkan dia masuk, antarkan langsung kesana....." Oey Hwa yang menjawab sambil menunjuk Lian Bu Thia (ruangan berlatih silat) yang terletak berdampingan dengan tempat pertemuan mereka. Pelayan itu langsung pergi dan tidak lama kemudian membawa masuk Koay Ji dalam samaran sebagai Thian Liong Koay Hiap. Hanya, Koay Ji menjadi heran karena dia ternyata dibawa masuk ke ruangan berlatih silat dan bukannya ruangan tamu. "Ada apa gerangan....?" desis Koay Ji dalam hati, heran dan bertanya-tanya kurang mengerti. Tetapi, dengan diantarkan memasuki Lian Bu Thia, tanda bahwa akan ada "pertarungan", entah sebagai perkenalan, ataupun ujian. Koay Ji bertanya-tanya dalam hati.
"Lohu, Thian Liong Koay Hiap mohon bertemu dengan Siau Ji Po dan Oey Hwa, jika tidak keliru, tentu saudara berdua adalah tokoh yang hendak lohu temui sesuai dengan perintah dari Tek Ui Pangcu......." Koay Ji berkata dengan suara sopan sambil menatap Siau Ji Po dan Oey Hwa, kedua kakak seperguruannya yang baru sekali itu dia temui. Tetapi, alangkah kaget Koai Ji ketika Oey Hwa justru berkata dengan suara yang terkesan dingin dan agak marah:
"Hmmmm, jadi engkau yang demikian tega melukai dan kemudian membuat muridku sampai bercacat seperti ini. Bagaimana bisa engkau beraninya menghadapi dan menganiaya seorang muda Thian Liong Koay Hiap....." hmmmm, tokoh baru rimba persilatan kelihatannya. Nach, engkau jelaskan, siapa gerangan engkau, dan mengapa engkau begitu lancang untuk mengurusi pintu perguruan ornag lain" Bahkan konon mengalahkan muridku dan keponakan muridku dengan ilmu perguruan kami...?" tajam suara Oey Hwa, wajar Koay Ji terkejut dengan sambutan yang kurang ramah itu.
"Maafkan... maafkan, tetapi sebelumnya terimalah salam hormatku, Thian Liong Koay Hiap. Datang kemari sebagai utusan Tek Ui Sinkay, Pangcu Kaypang, Bengcu Rimba Persilatan Tionggoan yang baru untuk menemui Siau Ji Po Tayhiap dan Oey Hwa Lihiap di Kota Cing Peng......" sambil berkata demikian Koay Ji memberi salam dan bahkan lebih menghormat lagi dibandingkan sebelumnya. Bukan karena takut kepada ancaman Oey Hwa, tetapi karena memang saat itu dia melakukannya secara takzim kepada kedua orang Kakak Seperguruannya yang baru saat itu dapat dia temui. Itupun dia temui dalam samaran sebagai orang lain, sebagai Thian Liong Koay Hiap, dan terlibat dalam keadaan yang kurnag mengenakkan.
Kata-kata Koay Ji sudah langsung membuat wajah Siau Ji Po berubah menjadi agak heran, apalagi mendengar Sam Suhengnya itu sudah menjadi BENGCU Tionggoan. Dan tokoh yang berada dan bertamu kepadanya hari ini, justru adalah utusan sang Suheng. Karena itu, jelas nilai KOAY JI atau THIAN LIONG KOAY HIAP tidaklah main-main. Sebagai utusan suhengnya saja sudah penting, apalagi justru datang dalam status UTUSAN BENGCU. Tentu saja dia, Siau Ji Po, tahu keseriusan dan perjuangan Suhengnya yang memang amat teguh dalam prinsip dan benar-benar teguh mengikuti garis yang ditegaskan oleh Suhu mereka, Bu In Sinliong. Oey Hwa sendiripun melengak, tetapi hanya sekejap. Sebelum suaminya berkata-kata, dia sudah lebih dahulu berbicara:
"Hmmmmm, utusan Sam Suheng rupanya....... baiklah, salam dan hormatmu serta salam titipan Sam Suheng kami terima. Tetapi, meski demikian tetap saja engkau berhutang penjelasan kepada kami, mengapa begitu lancang melukai anak murid kami, Phang Cen Loan, dan bahkan juga ponakan murid kami Bun Siok Hun. Konon engkau menggunakan ilmu perguruan kami, Sam In Ciang dan Sian In Sin Ciang dalam mengalahkan mereka berdua. Apa memang benar begitu kejadiannya di Kota Liang Ping, Thian Liong Koay Hiap ....?" bertanya Oey Hwa, meski nada tajam dan marahnya berkurang, tetapi masih tetap belum ramah.
"Memang begitu Oey Lihiap, mohon maaf jika sudah melukai muridmu, tetapi lohu dapat mengembalikannya seperti sedia kala. Lagipula, lohu melakukannya untuk alasan yang tepat, dan bukan untuk gagah-gagahan. Mengenai mengalahkan mereka dengan Ilmu Perguruan Oey Lihiap dan Siau Tayhiap, lohu akan dapat menjelaskannya, tetapi tidak menjelaskannya dihadapan para murid Siau Tayhiap dan Oey Lihiap. Mohon dimengerti......"
"Koay Hiap, atau entah siapa engkau sebenarnya, urusan kami berdua dengan Sam Suheng kami boleh ditunda sebentar. Kami pasti akan mengindahkannya. Tetapi, urusan dengan murid kami dan ponakan murid kami yang engkau kalahkan dengan ilmu perguruan kami sendiri, biar kita bicarakan terlebih dahulu. Engkau siapa sebenarnya dan mengapa mampu memainkan Ilmu Sam In Ciang dan Sian In Sin Ciang" yang padahalnya, ilmu tersebut hanya diajarkan secara rahasia kepada kami, 7 orang saudara seperguruan dan diturunkan resmi kepada murid-murid penerus kami masing-masing...." apakah mungkin engkau adalah murid salah seorang suheng kami atau siapa sebenarnya engkau ini....?" tanya Oey Hwa yang sudah kembali berubah menjadi sengit.
"Oey Lihiap,,,,, untuk saat ini lohu hanya dapat mengatakan bahwa lohu memiliki hubungan yang cukup erat baik dengan Oey Lihiap dan Siau Tayhiap. Mengenai diri lohu sejelasnya, meski nanti belum atau tidak akan semuanya, tetapi akan lohu jelaskan. Hanya saja, lohu hanya akan menjelaskannya dalam pertemuan bertiga kepada Oey Lihiap dan Siau Tayhiap....."
"Hmmmm, apakah Sam Suheng sudah menerima murid yang lain dan baru sekali ini datang bertemu kami...." ataukah, achhh, tidak mungkin Ji Suheng atau Liok Suci yang mendidikmu, atau Cu Siau sute..... baiklah, engkau boleh menjelaskannya nanti. Tetapi, engkau sudah tahu jika mereka ini ada hubungan perguruan dengan dirimu, mengapa engkau sampai melukai mereka....?" bertanya Oey Hwa dengan nada suara penasaran yang belum habis. Dan ini menyulitkan Koay Ji, karena dia harus menjelaskan dengan tidak memberitahu latar perbuatan yang kurang baik dari para keponakan muridnya. Sudah cukup dia menghukum dan membuat missi mereka gagal, jika harus membuat mereka terhukum oleh Guru mereka, bukankah ini akan sangat rumit..."
"Oey Lihiap, lohu sudah menjelaskan, bahwa sebagai utusan Tek Ui Bengcu, dengan berat hati lohu harus mencampuri urusan yang melibatkan perguruan silat ataupun tokoh silat yang sedang dalam masalah dan pertikaian. Lohu memutuskan untuk membantu Hek It Kau dan setelah itu akan datang menemui Oey Lihiap dan Siau Tayhiap untuk menjelaskan dan sekaligus meminta maaf. Begitu cara kerja yang diminta Tek Ui Bengcu kepada lohu......" kata-kata Koay Ji membuat Bun Siok Han menjadi kagum. Juga membuat Phang Cen Loan menjadi tidak enak hati meski masih kesal. Cara Koay Ji memancing sikap perwira dalam hati Siok Han, tetapi dia kesulitan mengucapkan apa yang berada di kepalanya karena situasi cepat berubah dengan munculnya Koay Ji berhadapan langsung dengan kedua adik seperguruan dari suhunya yang budiman.
"Hmmmm, memakai nama Sam Suheng tidak berarti memutus dan menghapuskan kesombonganmu dalam mencampuri urusan perguruan kami. Permintaan maafmu kami boleh terima, tetapi melukai dan memutus aliran tenaga iweekang murid kami sungguh sulit kami terima, siapapun dirimu....." berkata Oey Hwa dengan suara tegas dan Siau Ji Po terlihat manggut-manggut.
"Oey Lihiap..... dalam berkelana Lohu hanya mengutamakan dan menegaskan pentingnya menjunjung tinggi kegagahan dan bersikap adil. Semua apa yang lohu lakukan, sama sekali tidak bertentangan dengan liangsim, seturut dengan amanat Tek Ui Bengcu dan juga seturut dengan pesan Suhu...... hanya itu yang lohu ingin tegaskan, selain meminta maaf kepada Oey Lihiap dan Siau Tayhiap...." Koay Ji tetap dalam sikapnya dan merasa pantas menghukum Phang Cen Loan, meski dia mengakui dan mohon maaf dengan sikapnya itu. Tetapi bukan berarti mengakui bahwa tindakannya itu keliru,
"Thian Liong Koayhiap, engkau meminta maaf tetapi tidak berani mengakui jika engkau bersalah. Siapapun engkau, apapun hubunganmu dengan Sam Suheng, tetapi tindakan menghukum muridku sungguh tidak dapat kami terima. Apa boleh buat, menggunakan cara rimba persilatan, maka kami akan melakukan hal yang sama kepadamu, membalas hukuman dan penghinaanmu dengan cara yang sama dengan yang engkau lakukan terhadap murid kami. Terserah kepadamu, apakah engkau akan mengadakan perlawanan atau menerima hukuman kami suami-istri sebagai balasan atas keteledoran dan kecerobohanmu mencampuri urusan rumah perguruan orang lain....." tegas Oey Hwa berbicara, maklum bagaimanapun Phang Cen Loan adalah menantu mereka, ibu dari cucu pertama mereka. Dan susahnya, cucu tunggal saat itu, juga sedang sakit. Ini membuat banyak pertimbangan lain tidak dapat dengan jernih dicerna baik oleh Oey Hwa maupun suaminya Siau Ji Po yang sebetulnya adalah dua pendekar berkemampuan tinggi.
"Sayang sekali Oey Lihiap, apa yang lohu kerjakan dan lakukan sudah seturut dengan liangsim dan tugas yang sedang lohu emban. Karena itu, jika ada yang menyalahkan lohu dan akan menghukumku untuk tindakan benar yang kulakukan, sudah pasti tidak akan dapat lohu terima dengan baik....." Koay Ji bersikap jantan, bukannya menantang tetapi menegaskan bahwa sikap dan perbuatannya sudah benar. Sudah sesuai dengan norma yang berlaku.
Tetapi baik Oey Hwa maupun Siau Ji Po menjadi tidak senang. Mereka sebenarnya sudah menganggap Koay Ji atau Thian Liong Koay Hiap, adalah murid salah seorang saudara seperguruan mereka. Tetapi, sikap Koay Ji yang bertahan tidak bersalah dalam menghukum Phang Cen Loan, membuat keduanya menjadi amat tidak suka dan mengesampingkan pertimbangan lain. Kondisi ini, ditambah dengan keadaan keluarga yang sedang "stress" dengan cucu pertama yang tak kunjung sembuh. Belum lagi masih ditambah dengan berita bahwa Toa Suheng yang sangat mereka hormati juga sedang sakit parah, membuat keduanya menjadi amat sensitif. Gampang jadi tersinggung dan cepat mengambil keputusan tanpa meneliti kejadian sebenarnya secara lebih teliti dan cermat.
"Baik, jika memang begitu, kita selesaikan dengan cara orang Rimba Persilatan" sambil berkata demikian Oey Hwa sudah menyerang, dan begitu turun menyerang langsung dengan menggunakan Sam In Ciang. Gerakannya jelas saja jauh lebih cepat dan tangkas dibandingkan dengan Phang Cen Loan dan tidaklah gampang bagi Koay Ji untuk menaklukkannya. Bukan tidak bisa, tetapi dia merasa tidak pantas untuk mengalahkan Ngo Sucinya itu dengan cara yang tidak layak. Akan lebih hebat lagi akibatnya jika dia sampai melakukannya, karena bahkan Sam Suhengnyapun pasti akan menyalahkannya.
Karena berpikir demikian, maka Koay Ji akhirnya mengalah dengan bergerak pesat serta lincah dalam Liap In Sut. Dan dengan lincah, kokoh dan gesit dia bergerak menghindar dan sesekali menghalau serangan Sucinya itu menggunakan ilmu yang lain, ilmunya sendiri Ci Liong Ciu Hoat (Ilmu Mengekang Naga). Ilmu totok mujijat yang dipelajari dan dikembangkannya dari Kitab milik Pat Bin Ling Long, dan itu sebabnya Oey Hwa sama sekali tidak mengenali ilmunya itu. Tetapi, gerakan-gerakan Liap In Sut jelas sangat dikenalnya meskipun dia merasa jika Koay Ji seperti memiliki gaya dan ciri yang khas.
Yang sangat mengagetkan bagi Oey Hwa dan juga Siau Ji Po adalah, gerakan, kematangan, variasi serta juga ketenangan Koay Ji yang sungguh sangatlah mengagumkan. Bahkan Siau Ji Po sudah langsung paham jika istrinya tidak akan mampu mengapa-apakan Koay Ji dalam waktu yang akan amat panjang. Untunglah, tidak nampak gerak-gerik Koay Ji yang bertujuan melukai atau mempermalukan Oey Hwa. Karena itu Siau Ji Po tidak menjadi tegang tetapi mengamati pertarungan dengan jauh lebih lega, karena lebih terlihat sebagai latih-tanding antar saudara seperguruan. Dan karena itu jugalah, maka diapun mulai menaruh rasa simpati dan hormat terhadap Koay Ji.
Hanya, makin lama semakin Siau Ji Po kebingungan. Karena dia sungguh tidak mampu mengukur sampai dimana gerangan kemampuan Koay Ji sampai saat itu. Karena meskipun saat itu Oey Hwa sudah menyerang dan mempergunakan jurus-jurus ampuh dan berbahaya dari Sam In Ciang dan bahkan juga Sian In Sin Ciang, tidak ada sedikitpun hasilnya. Tetap saja dengan amat mudahnya seorang Koay Ji menghadapinya, memunahkan serangan atau menghindarinya sehingga Oey Hwa tidak mendapatkan apa-apa dari serangannya itu. Padahal serangan-serangan beruntun yang dilakukannya sudah menggunakan jurus-jurus yang mematikan dan amat berbahaya dari ilmu perguruan mereka. Dengan cepat, ringan dan penuh perhitungan Koay Ji menghadapinya dan Siau Ji Po melihat dengan jelas jika Koay Ji tidak merasa kerepotan sedikitpun untuk menghadapi istrinya.
Semakin Oey Hwa bergerak cepat dan semakin meningkatkan kekuatan iweekang untuk menekan Koay Ji, semakin Koay Ji gesit, cepat dan kuat. Apalagi, Koay Ji sengaja menggunakan iweekang Bu Te Hwesio untuk menandingi iweekang Oey Hwa. Dan sesekali dia menggunakan totokan dari kitab mujijat yang memusingkan Oey Hwa karena selalu memunahkan serangannya di tengah jalan. Dengan jalan itu, baik Siau Ji Po maupun Oey Hwa kesulitan untuk menentukan dari aliran mana gerangan Koay Ji. Yang jelas, mereka melihat dan merasa betapa unsur ilmu dan varian jurus yang dikerahkan Koay Ji sangat dekat dengan perguruan mereka. Liap In Sut jelas adalah landas gerakan Koay Ji, ilmu pukulan Sam Im Ciang sesekali dipergunakannya. Kekuatan iweekangnya amat aneh, namun jelas berdasarkan iweekang aliran Budha. Jadi, siapa gerangan Thian Liong Koay Hiap ini..."
"Awas ..... hati-hati engkau, jagalah Ilmu Pa Hiat Sin Kong (Ilmu Sakti Menotok Jalan Darah) ini" desis Oey Hwa sambil mengerahkan kekuatan iweekang menotok dan mendesak Koay Ji. Bahkan pada saat bersamaan karena saking penasaran, Oey Hwa juga mengkombinasikannya dengan Thian Lion Cap Jit Suk (17 langkah gerakan Naga Langit). Kombinasi kedua ilmu ini terbilang hebat dan sangatlah berbahaya. Tetapi, karena Koay Ji memahami dengan sangat, maka semua jurus serangan Oey Hwa dengan amat mudah dia halau, dielakkan ataupun dipunahkan sebelum menyerangnya secara langsung. Dengan demikian, keduanya jadi lebih sering adu cerdik dan mencari cela, karena Oey Hwa dan Siau Ji Po melihat jika Koay Ji juga mengerti dengan kedua ilmu tersebut. Terbukti karena sesekali Koay Ji tepat mengantisipasi dan kedua lengannya secara cepat mampu menghalau totokan jemari sakti Oey Hwa.
"Awas ......" sambil berteriak Oey Hwa menyerang dengan jurus Tok Hong Keng Thian (Puncak Tunggal Mengejutkan Langit), jemari pada kedua tangannya terlihat bergerak menyerang bagian kepala dan leher Koay Ji. Belum lagi Koay Ji bergerak mengantisipasi dengan jurus Giok Hong Can Pheng (Burung Phoenix Mengembangkan Sayap), Oey Hwa sudah menyusulkan dengan satu pukulan baru dari Hud Bun Kim Kong Tay Yok Ciang (Ilmu Pukulan Sakti Arahat Emas). Sebuah ilmu selingan khas Bu In Sinliong yang merupakan kembangan dari Ilmu-Ilmu asli berasal Kuil Siauw Lim Sie. Tetapi dengan gerakan ringan saja dalam jurus Nuh Hou Eng Cit (Harimau Marah Meloncat), Koay Ji dapat mengantisipasi dan memunahkan serangan berantai dan hebat tersebut. Masih tetap Oey Hwa susah untuk menekan dan mendesak Koay Ji.
"Haiiiittttt......." sebuah jurus It Ci Keng Thian (Satu Kali Tunjuk Mengejutkan Langit) dikerahkan dengan mengarah 5 jalan darah sekaligus. Tetapi dengan cerdik Koay Ji bergerak dalam jurus Siang Hong Cak Yun (Dua Puncak Menembus Awan). Gerakannya ini merupakan salto dua kali dan mumbul keangkasa guna membuat serangan Oey Hwa menjadi kurang bermanfaat karena dia kehilangan jejak musuhnya. Tidak mau kalah pamor, kembali Oey Hwa menukar jurus sesuai dengan kondisi lawan, yakni dengan jurus Sam Hoan Toh Goat (Tiga Lingkaran Mengelilingi Bulan). Sebetulnya merupakan serangan berantai bergelombang tiga, atau ada tiga gelombang serangan yang bisa sangat merepotkan karena datangnya susul menyusul. Tahu kehebatan serangan lawan, Koay Ji mengembangkan jurus Giok Thou Yang Yok (Kelinci Giok Menyebarkan Obat), sebuah langkah untuk menghindar secara pas dan tepat.
Tepat ketika Koay Ji pada langkah ketiga menghindarkan diri, diapun mengibaskan lengannya dalam ilmu Hong In Pat Jiauw (Ilmu Delapan Cengkeraman Angin dan Mega) yang merupakan hadiah Thian Hoat Tosu. Dan kibasan yang penuh dengan desiran angin itu dengan amat mudahnya membuat semua serangan Oey Hwa menjadi mubasir. Bahkan akibat susulan yang kurang diperhitungkan Koay Ji adalah sucinya itu sampai harus membuang setengah langkah hanya untuk memunahkan dorongan angin kibasan lengannya itu. Tetapi, pada saat itu, belum lagi Oey Hwa sempat maju dan mencecar Koay Ji dengan serangan-serangan dalam jurus baru, terdengar suara Siau Ji Po:
"Mundur istriku, diapun bisa memainkan Ilmu Kepandaian Tian Hoat Tosu. Kini beri kesempatan dan giliran buatku......." sambil berkata demikian, Siau Ji Po sudah melayangkan sebuah pukulan keras dengan kekuatan iweekang yang membuat Koay Ji sampai terkesiap. "Hmmmm, dia bahkan tidak kalah dengan kekuatan Sam Suheng...." desisnya dalam hati dan kemudian dengan sigap bergerak kembali dalam ginkang Liap In Sut. Tapi, Siau Ji Po sudah menghitungnya, karena itulah, dengan cepat kedua lengannya kembali bergerak cepat dan dalam kagetnya Koay Ji sadar.... "aaachhh Tie Liong Ciu (Ilmu Sakti Tangan Mengekang Naga), rupanya Siau Suheng sudah mampu menguasai secara sempurna ilmu peninggalan Suhu yang terakhir. Bahkan tingkatnya tidak kurang hebat dengan permainan Sam Suheng sendiri...... " desis Koay Ji dalam hatinya dengan penuh perasaan kagum. Kagum dengan Ngo Suhengnya itu.
Sebagaimana Oey Hwa dan memang sudah diduganya sejak awal, Siau Ji Po tahu bahwa majunya dia sendiripun belum tentu akan mengekang ataupun mengalahkan Koay Ji. Karena paham dengan hal itu, maka dia menyerang dengan kekuatan yang tidak tanggung, jauh lebih serius dan lebih kuat dibandingkan dengan istrinya, Oey Hwa tadi. Tetapi, sebagaimana dugaannya, meski sudah menggunakan ilmu yang dititipkan terakhir buat mereka sesama saudara perguruan oleh suhu mereka, tetap saja tidak mempan mendesak dan mengalahkan Koay Ji. Bahkan dengan heran dia menyadari, jika Koay Ji masih belum melawannya dengan kekuatan sesungguhnya dan saat itu sedang berusaha menjaga gengsi dan kebesaran namanya. Karena itu, Koay Ji tidak terasa seperti sedang menyerang dan mengalahkannya. Sebaliknya, justru terasa banyak mengalah dan memberi muka mereka berdua suami-istri yang kebetulan bertarung dihadapan anak murid mereka sendiri.
Siau Ji Po sadar, jika mereka terlampau mendesak, bukan tidak mungkin mereka akan semakin kehilangan muka dan gengsi. Dia sudah mencoba dengan jurus jurus hebat yang dilatihnya selama dua tahun terakhir, dan merasa sudah menguasai ilmu-ilmu terakhir peninggalan guru mereka tersebut. Tetapi, tetap saja Koay Ji mampu dengan gesit dan halus menghindar dengan tidak berusaha mengalahkan mereka. Siau Ji Po yang memang berwatak gagah dan lebih sabar, sudah merasa cukup dan yakin bahwa Koay Ji lebih banyak mengalah dan tidak mau membuat mereka malu dihadapan anak murid sendiri. Dan benar saja, setelah bertarung sampai 25 jurus lebih, Siau Ji Po merasa sudah lebih dari cukup, dan karena itu diapun berkata dengan suara halus:
"Sudah cukup anak muda...... meski lohu belum mampu mengetahui detail siapa Suhumu, tetapi lohu bisa memastikan bahwa engkau tidak memiliki niat buruk. Kami menerima kunjunganmu Koay Hiap......"
"Suamiku,,,,,, " jerit Oey Hwa diiringi pandangan tidak mengerti dari Phang Cen Loan dan Kam Song Si serta berapa saudara seperguruan mereka. Hanya Bun Siok Han yang merasa rada senang dengan keputusan Sam Susioknya yang dia anggap sudah cukup tepat dengan situasi tersebut. Lagipula, Bun Siok Han sudah menanam rasa kagum dan simpati kepada Koay Ji.
"Istriku,,,,, kita akan bicara bertiga...... Thian Liong Koay Hiap, lohu percaya engkau adalah utusan Sam Suheng. Karena itu, mari lohu mengundangmu berbicara bertiga bersama istriku...... dan kalian, tunggu kami bertiga disini. Siok Han, engkau temani Kam suhengmu untuk memastikan perintahku ini......." Siau Ji Po berkata dengan suara tegas. Dan Oey Hwa paham, suara dan keputusan Siau Ji Po dalam nada seperti ini bersifat TIDAK BOLEH DIBANTAH, karena menyangkut urusan yang amat serius. Sama dengan suaranya soal usaha dan bisnis mereka yang tidak bisa dibantah jika dia sudah bersuara dan mengambil keputusan. Menyadari hal tersebut, Oey Hwa terdiam dan memandang suaminya dengan sinar mata penasaran, tapi tetap saja menuruti dan mengikuti kemauan suaminya.
Siau Ji Po memimpin Koay Ji berjalan di depan dengan direndengi Oey Hwa, istrinya dan memasuki ruangan yang tadinya menjadi tempat mereka bercakap-cakap dengan empat orang anak murid mereka ditambah dengan Bun Siok Han, ponakan murid. Setelah tiba di dalam ruangan, Siau Ji Po sendiri yang menutup pintunya dan kemudian mempersilahkan Koay Ji duduk dengan suara tenang dan penuh percaya diri. Tidak terlihat kegelisahannya. Tak berapa lama:
"Thian Liong Koay Hiap, silahkan engkau menunjukkan surat dari Sam Suheng dan sekaligus memperkenalkan dirimu. Permainanmu dalam Ilmu Tie Liong Ciu (Ilmu Sakti Tangan Mengekang Naga) masih setingkat di atas kemampuan Sam Suheng dan karena itu, engkau bukanlah anak muridnya. Bukan juga anak murid Ji Suheng dan apalagi Toa Suheng. Seingatku menurut Sam Suheng, Suhu menerima murid penutup, tetapi murid penutup itu masih berusia sangat muda dan memasuki usia ke-20 pada tahun ini. Karena itu, Thian Liong Koay Hiap, siapakah engkau yang sesungguhnya....?" suara dan kalimat suaminya ini menyadarkan Oey Hwa bahwa ada sesuatu yang lebih serius. Sementara Koay Ji dengan cepat menyadari bahwa dia tidak boleh main-main menghadapi kedua kakak seperguruannya ini. Karena berpikiran demikian, maka dengan cepat Koay Ji berutut di hadapan keduanya sambil berkata dengan suara penuh haru:
"Ngo Suheng, Liok Suci, tecu Koay Ji murid penutup Insu Bu In Sinliong yang untuk kepentingan Sam Suheng sebagai Bengcu Rimba Persilatan Tionggoan yang baru, terpaksa harus terus melanjutkan penyamaran sebagai Thian Liong Koay Hiap. Maafkan jika siauwte sudah mengagetkan dan mendatangkan perasaan kurang enak di hati Ngo Suheng dan Liok Suci. Karena sesungguhnya belum setahun ini siauwte merantau setelah dilepas Suhu untuk mengembara dan diminta membantu perjuangan Sam Suheng...." sambil berlutut, Koay Ji kemudian berusaha untuk melepas penyamarannya sebagai Thian Liong Koay Hiap dan tidak berapa lama kemudian dihadapan Siau Ji Po dan Oey Hwa, sudah muncul seorang anak muda berusia 20 tahunan dalam ujud asli sebagai Koay Ji. Dan betapa kagetnya Siau Ji Po melihat dan menyadari jika anak muda yang memberi hormat kepadanya dalam potongan seperti Koay Ji. Seperti tidak berkepandaian tetapi dia sendiri sudah mencoba tadi, dan anak itu tidak dapat dikalahkannya.
Melihat perubahan wujud Thian Liong Koay Hiap menjadi anak muda gagah berusia 20 tahunan yang demikian menghormat mereka berdua, dengan cepat Oey Hwa tersentuh hatinya dan langsung jatuh sayang kepada Koay Ji. Belum lagi Siau Ji Po bersuara, Oey Hwa sudah langsung mendekati Koay Ji dan kemudian memegang lengannya serta mengajaknya berdiri. Dipandanginya roman wajah Koay Ji dengan teliti dan tidak berapa lama kemudian, diapun tertawa dan berkata:
"Hikhikhikhik, Suhu benar-benar kelewatan sekali ini. Masakan beliau menerima murid bungsu yang lebih pantas menjadi anak kita suamiku....." dan lihat, siapa yang akan menduga jika Thian Liong Koay Hiap yang engkau puja-puji itu justru adalah siauw sutemu sendiri....." hikhikhik, sungguh-sungguh Suhu membuat kita semua kaget setengah mati. Tapi, siauw sute, terus terang sucimu ini sangat gembira memiliki sute termuda seperti engkau, meskipun engkau cukup nakal mempermainkan kami berdua ini......"
Bukan main terharunya Koay Ji, bahkan untuk sesaat dia nyaris menangis dan sedikit air matanya sempat tumpah mendapatkan perhatian dan kasih sayang untuk pertama kalinya dari seorang wanita yang layak menjadi ibunya. Apalagi, karena selain memegang lengannya, mengangkatnya berdiri, menatapi dan melihatnya dengan penuh takjub, dan kemudian Liok Sucinya itu merangkul dia dengan rasa sayang yang tidak tersembunyikan. Belum pernah Koay Ji diperlakukan sedemikian mesra oleh seorang wanita seusia layaknya ibunya, dan sekali ini, memperoleh kasih sayang sedemikian dari sucinya, bukan main terharunya Koay Ji. Dan Siau Ji Po sungguh teliti memperhatikan keadaan dan gelagat Koay Ji, sempat sekilas melihat air mata Siauw Sutenya menetes meski hanya sedikit. Dia heran sejenak, tetapi mengingat kisah Sam Suhengnya mengenai keadaan Koay Ji, diam-diam diapun menarik nafas panjang dan kemudian berkata:
"Koay Ji, Sam Suheng pernah menceritakan mengenai keadaanmu. Jangan engkau khawatir, engkau boleh menganggap kami berdua, suheng dan sucimu sebagai pengganti orang tuamu. Sebagaimana Sam Suheng menganggapmu bukan sekedar adik seperguruan yang paling kecil, tetapi bahkan putra angkatnya sendiri. Engkau boleh menganggap dan bahkan memiliki kami sebagai keluargamu sendiri, ayolah, mari kita bercakap-cakap..." Oey Hwa tiba-tiba sadar dengan kata-kata suaminya, bahwa adik seperguruan mereka yang paling kecil ini adalah manusia yang tidak memiliki keluarga, orang tua dan bahkan namanya sendiri. Karena itu, sekali lagi dia menatap wajah siauw sutenya itu dan melihat sinar mata bahagia dan senang disana, meski jejak air mata sudah tidak terlihat lagi disana. Semakin bertambah sayanglah Oey Hwa dengan adik bungsunya itu.
"Benar sekali Siauw sute,,,,,,,, kami adalah suheng dan sucimu, tetapi juga adalah keluargamu sendiri sekaligus. Karena itu, ayolah engkau ceritakan dan sampaikan apa yang mesti engkau sampaikan kepada kami......." lembut sekali nada suara Oey Hwa sekarang. Dan memang dengan perbedaan usia mereka yang begitu jauh, membuat Oey Hwa dapat memperlakukan Koay Ji yang haus kasih sayang secara naluriah bagaikan ibu kepada anaknya.
"Terima kasih Liok Suci,,,,,,, siauw sutemu memang tidak pernah tahu dan mengenal keluarga selain Sam Suheng dan Suhu sendiri. Itulah sebabnya mengetahui Suci begitu lembut menyayang seperti sekarang, rasa-rasanya seperti memiliki seorang ibu yang sebenarnya......" berkata Koay Ji dengan perasaan hati dan emosi yang seperti diaduk-aduk, tetapi saat itu dia merasa bahagia dan seperti memiliki keluarga sendiri. Hal yang memang sangat dirindukannya di alam bawah sadarnya. Hal yang dengan mudah dilihat dan dimaklumi Siau Ji Po dan Oey Hwa.
"Baiklah siauw sute..... adalah bagus jika engkau bisa menganggap kami sebagai keluargamu. Nach, apa yang selanjutnya ingin engkau sampaikan kepada kami berdua dalam hubungan dengan Sam Suheng.....?" Siau Ji Po mengembalikan suasana menjadi serius setelah memberi kesempatan kepada Koay Ji untuk menata kembali emosi dan perasaannya. Dan Siau Ji Po kembali menjadi kagum karena sute termudanya itu dapat dengan cepat menekan perasaannya dan kembali konsentrasi dalam percakapan yang serius.
"Suheng, Suci..... selain diminta memperkenalkan diri ke Suheng dan Suci, juga kelak siauwte harus berangkat ke Gunung Ciauw San. Dan selain itu, siauwte juga membawa pesan tertulis dari Sam Suheng sendiri. Konon menurut Sam Suheng, ada juga pesan terakhir peninggalan suhu yang terdapat dalam suratnya, tetapi sutemu ini dilarang untuk mengetahui dan membacanya sampai saat yang sudah ditentukan oleh Suhu sendiri......"
"Hmmmm, seserius itu...." tapi tidak sering Sam Suheng bertindak seperti ini. Karena itu, dugaanku persoalan ini adalah persoalan yang sangat berat dan karena itu jugalah dia sampai mengutusmu menemui semua saudara seperguruan. Baiklah Sute, mana surat yang ingin engkau sampaikan itu....."
Koay Ji kemudian mengeluarkan surat yang dituliskan oleh Tek Ui Pangcu yang konon dalamnya ada salinan surat yang disampaikan oleh Suhu mereka secara langsung. Entah bagaimana Tek Ui Pangcu mengerjakannya, Koay Ji sama sekali tidak ikut campur, tidak paham kapan suhengnya itu menuliskan surat itu. Dan satu hal lagi, karena dia memang dilarang keras oleh Tek Ui Sinkay mengetahui isi surat Suhunya, dan itu sesuai dengan perintah Suhu mereka sendiri. Bahwa Koay Ji hanya boleh mengantarkan surat dan tidak boleh mengetahui apa isi salinan surat suhu mereka, Bu In Sinliong.
"Acchhhh, baru lohu mengerti sekarang......." gumam Siau Ji Po sambil memandang Oey Hwa istrinya yang juga mengangguk-angguk paham. Keduanya kemudian memandang Koay Ji dengan wajah dan tatapan yang sulit diterjemahkan artinya oleh Koay Ji sendiri. Semakin pusing Koay Ji ketika Oey Hwa kemudian berkata atau tepatnya bergumam:
"Accccchhhh, begitu gerangan. Pantas...... pantas......." Oey Hwa bergumam untuk kemudian memandang Koay Ji dengan tatapan yang sulit diartikan dan kemudian juga memandang suaminya yang sama mengangguk.
"Koay Ji, demikian panggilanmu menurut Sam Suheng. Menurut Sam Suheng, kepandaianmu saat ini malahan jauh melampauinya dan bahkan menurut Suhu sendiri, lebih hebat lagi. Karena engkau sudah setingkat dengan kepandaian Suhu pada saat Suhu memutuskan untuk menutup diri selamanya lebih 20 tahun silam seusai mengalahkan Pek Kut Lodjin. Bisa engkau bayangkan betapa kagetnya kami siauw sute" Ini bukan menurut Sam Suheng, tetapi menurut Suhu sendiri....." Siau Ji Po berkata dengan penuh rasa takjub dan sama sekali tidak merasa iri ataupun dengki dengan apa yang baru diungkapkannya. Ungkapan kalimat dan perasaannya menunjukkan rasa takjub akan apa yang bisa dicapai oleh adik seperguruannya yang paling bungsu ini.
"Acccch, Suhu dan Sam Suheng terlampau melebih-lebihkan saja Ngo Suheng. Tidak benar seperti itu......." elak Koay Ji yang jengah dengan pujian suhengnya, juga dengan pandang takjub sucinya.
"Mana bisa melebih-lebihkan jika banyak orang menyaksikanmu mampu menahan gempuran seorang Mo Hwee Hud yang bahkan masih dibantu oleh Liok Kong Dji, dan terakhir masih ada pula Sam Boa Niotju. Jika mendengar saja, suheng dan sucimu tidak akan percaya siauw sute, tetapi masalahnya Sam Suheng sekaligus menyertakan siapa-siapa yang menyaksikannya......."
"Achh, sudahlah suheng, suci. Membicarakannya hanya membuat sutemu menjadi pusing belaka. Itulah, surat dari Sam Suheng sudah kusampaikan. Hal terakhir yang ingin siauw sute sampaikan adalah, persoalan dengan Hek It Kau dan apa yang terjadi disana. Hek It Kau bersama Ang Liong Pang dan Ceng Liong Pang di Liang Peng, mengadakan pertemuan untuk menjawab undangan Sam Suheng selaku Bengcu Rimba Persilatan Tionggoan. Tetapi, murid-murid Suheng dan Suci datang kesana menagih hutang saat mereka masih berkumpul. Rupanya, mereka paham jika kemungkinan Hek It Kau sudah menemukan Guci Perak yang merupakan mestika yang mampu mengobati banyak penyakit. Meski mereka belum tahu bahwa Guci itu palsu atau asli. Mengetahui bahwa mereka berbuat itu untuk kesembuhan Toa Suheng dan cucu suheng dan suci, maka setelah melarang mereka melakukan keributan, sudah kupinjam Guci Perak itu dari Hek It Kau....."
"Gin Ciu Ouw maksudmu sute.....?" desis Siau Ji Po dan Oey Hwa sangat senang dan penuh harap.
"Benar,,,,,,,, tetapi, karena sejarah dan kandungan kisah yang sangat penting terkait Guci Perak ini, maka sudah kupinjam guci itu untuk diselidiki lebih jauh. Tetapi, sutemu sudah lancang menyebutkan bahwa dengan meminjam guci ini, maka hutang Hek It Kau kepada Toko Keluarga Oey dinyatakan lunas. Apakah Suci bisa memaafkan kelancanganku itu.....?"
"Acccccchhhh, hutang itu kita anggap sudah tidak perlu dibayar sebenarnya. Jika mereka meminjamkan Guci Perak, maka mereka minta pinjaman lagipun akan kuberikan dengan ikhlas, yang penting Ling Ji bisa disembuhkan. Tidak, apa yang engkau lakukan sudah tepat sute......" Oey Hwa menjawab dengan cepat dan tegas, tak ada keraguan sedikitpun.
"Baiklah, jika demikian urusan kedua dapat dianggap selesai. Hanya, karena sutemu perlu memastikan keaslian Guci Perak itu, maka untuk kesembuhan cucu suheng dan suci, biarlah kutangani secara langsung. Guci Perak ini akan sutemu bawa dan kelak akan diperlihatkan kepada Toa Suheng, tetapi keasliannya dapat mulai kuselidiki selama berada di Kota Cing Peng ini. Bersamaan dengan itu, sutemu akan memeriksa dan berusaha mengobati dan menyembuhkan cucu suheng dan suci. Bagaimana menurut Ngo Suheng dan Liok Suci....?" tanya Koay Ji sambil memandang dan memohon persetujuan Siau Ji Po dan Oey Hwa.
"Siauw sute, apakah engkau mengerti ilmu pengobatan.....?" bertanya Oey Hwa dengan suara serius.
"Sejak kecil siauwte belajar ilmu pengobatan dari Ang Sinshe, bahkan meracik obat anti racun untuk melawan racun dari daerah Biauw yang dipergunakan Bu Tek Seng Pay di Benteng keluarga Hu. Untuk mengobati penyakit dari cucu suheng dan suci, maka biarlah kukuras habis kebisaanku dalam mengobati......"
"Tapi, sakitnya sudah lebih dari dua bulan, semua tabib di kota ini sudah menyerah dan tidak sanggup menemukan apa penyakit dari cucuku itu. Apakah engkau yakin akan mampu menyembuhkannya sute....?" tanya Siau Ji Po.
"Sanggup atau tidak, biarlah kuperiksa dahulu suheng. Tanggung, jika memang tidak sanggup, maka kita akan mengandalkan Guci Perak ini setelah kuteliti dan kuselidiki terlebih dahulu benar atau tidak berkhasiat sebagaimana yang digembar-gemborkan secara amat rahasia itu" jawab Koay Ji cepat.
"Baiklah, engkau boleh langsung memeriksanya sebentar lagi sute...... tetapi untuk saat ini, kita perlu menemui anak-anak yang berada di luar. Dan, oh ya, engkau apakan Phang Cen Loan sampai kehilangan kekuatan iweekangnya....?" tanya Oey Hwa melirik Koay Ji sambil tersenyum. Koay Ji maklum, bagaimanapun Phang Cen Loan adalah menantu mereka.
"Sebenarnya dia tidak kehilangan kekuatannya Suci, hanya menahan pengerahan dan penyalurannya. Justru setelah sembuh sebulan kedepan, dia akan memiliki kekuatan dua kali lipat dari sekarang ini. Tetapi, dia harus mengikuti petunjuk yang akan kuajarkan kepadanya malam atau pagi nanti, terutama bagaimana berusaha mengendalikan emosi dan kesabaran. Sejak awal sutemu sudah tahu siapa mereka, karena itu, meski diluar menghukum, tetapi sebenarnya juga membuka kesempatan mereka untuk lebih maju....."
"Ach, benarkah demikian sute....." bagaimana engkau bisa melakukannya...?" kejar Oey Hwa dengan heran dan penasaran.
"Sutemu memahami peredaran jalan darah, arah dan arus iweekang, dan paham bagaimana mengendapkannya untuk membuatnya melonjak hebat kekuatannya. Jangan khawatir suci, sutemu tidak bicara bohong....."
"Tidak, bukan begitu sute, bukan tidak percaya kepadamu. Tetapi kemampuanmu dalam ilmu silat, ilmu pertabiban dan pengetahuan yang baru engkau jelaskan sungguh membuat sucimu kaget dan kagum....." jawab Oey Hwa dengan masih tetap kaget dan kagum.
"Sudahlah, marilah suci, kita memeriksa keadaan cucu dari suheng dan suci. Biarlah Phang Cen Loan kubekali malam atau besok pagi saja, toch keadaannya akan lebih baik kelak. Dan satu hal lagi, kumohon Suheng dan Suci tetap menganggap dan memanggilku sebagai Thian Liong Koay Hiap. Ada kesulitan siauwte dan juga Sam Suheng untuk menampilkan siauwte sebagai Koay Ji, karena itu beliau memintaku tetap sebagai Thian Liong Koay Hiap. Hanya sesama saudara seperguruan untuk sementara ini yang mengetahui jati diriku yang asli dan sebenarnya. Bahkan mohon murid-murid suheng dan suci, juga tetap mengetahui dan mengenaliku sebagai Thian Liong Koay Hiap sampai saatnya nanti...", kata-kata Koay Ji membuat Siau Ji Po dan Oey Hwa terdiam sebentar, mereka memandangi Koay Ji sampai beberapa lamanya baru kemudian mengangguk.
Bun Siok Han, Kam Song Si, Siau Hok Ho dan Phang Cen Loan serta Ho Tek Siu menahan nafas saking tegangnya ketika melihat Siau Ji Po, Oey Hwa dan Thian Liong Koay Hiap keluar dari ruangan khusus. Tetapi, mereka menjadi gembira dan senang karena tidak terlihat ada sinar mata murka dan marah dari Siau Ji Po dan Oye Hwa. Sebaliknya mereka keluar dari ruangan tersebut, menemui mereka dan terlihat sepertinya suasana hati mereka, termasuk juga Thian Liong Koay Hiap sedang amat riang gembira dan sering melempar senyum. Begitu dekat, Siau Ji Po sudah berkata kepada mereka semua:
"Kita bertemu kembali malam nanti, Koay Hiap ingin memeriksa keadaan Liong Ji dan akan mengupayakan pengobatannya. Hutang pihak Hek It Kau selanjutnya kita nyatakan sudah dilunasi dan jangan lagi mencari urusan dengan pihak mereka. Dan engkau Siok Han, 3 hari kedepan selambatnya harus menemani kami bertiga untuk menemui suhumu. Nach, cukup sampai disini, malam kita bertemu lagi. Loan Ji, engkau mendahului dan persiapkan Ling Ji karena Koay Hiap berkenan untuk memeriksa dan mengobatinya...."
"Accchhh, baik suhu......" tanpa banyak bicara Phang Cen Loan segera berlalu dengtan ditemani suaminya, dan tidak berapa lama kemudian mereka semuapun bubar dari Lian Bu Thia.
Sore menjelang malam.....
Dalam kamar yang cukup luas itu terlihat Siau Ji Po, Oey Hwa, Siau Hok Ho dan Phang Cen Loan serta yang terakhir disamping Siau Ling yang sakit, adalah Siau Lan putri bungsi Siau Ji Po dan Oey Hwa. Kelihatannya Koay Ji sudah selesai melakukan pemeriksaan, keningnya berkerut dan kemudian memandang Oey Hwa dan Phang Cen Loan diapun bertanya:
"Kapan terakhir kali Ling Ji sehat sebelum jatuh sakit seperti sekarang ini....?" jelas pertanyaan ditujukan kepada Phang Cen Loan. Tentu saja, adalah seorang ibu yang tahu jelas apa saja yang dilakukan anaknya.
"Sehari sebelum Ling Ji sakit, dia bermain bersama teman-temannya dan sempat berenang di sungai hingga sore hari. Sore hingga malam, Ling Ji tidak bermain di luar lagi, tetapi malamnya suhu badannya sudah mulai panas dan semakin lama semakin memburuk. Terhitung sejak hari itu, sudah dua bulan hingga saat ini, Ling Ji dalam keadaan seperti sekarang, dengan tubuhnya semakin lama menjadi semakin kurus...." jawab Phang Cen Loan sambil menahan tangis dan air matanya. Maklum, Siau Ling adalah putra tunggal mereka sejauh ini.
"Siau Locianpwee, kelihatannya kita perlu bermain ke sungai itu besok. Ling Ji kemasukan "racun lemas" yang bekerja dalam waktu yang panjang dan lama. Jika tidak memperoleh pengobatan yang tepat, maka racun itu akan berubah menjadi sebuah benda padat sebesar biji kelereng dan akan meracuni isi perut. Akan amat sulit melacak racun ini, karena tidak berada di aliran darah Ling Ji, racun ini masuk melalui air atau makanan yang tercemar dan mengencap di lambung. Jika tidak keliru, awal bulan kedua, kotorannya mulai berubah warna menjadi lebih cair dan berwarna kebiru-biruan. Apakah benar dugaan lohu....?" bertanya kembali Koay Ji kepada Phang Cen Loan yang langsung mengangguk dan memandangnya penuh harap. Karena baru sekali ini ada "tabib" yang menebak tepat apa yang sedang terjadi dan bukan bertanya kepadanya.
"Benar Locianpwee, sejak dua minggu lalu, kotoran Ling Ji memang mulai berubah warna, semakin lama semakin jelas warna kebiruan itu muncul dan nafsu makan Ling Ji mulai turun secara drastis, sementara sebaliknya panasnya senantiasa naik dan turun nyaris setiap 3 jam...... Apakah anakku benar-benar akan dapat diobati Locianpwee....?" tanya Phang Cen Loan penuh harap sambil memegang lengan suaminya dengan erat.
"Jika tidak segera diobati, bulan ketiga kotorannya akan berubah berwarna ungu dan akhir bulan ketiga adalah akhir segala-galanya. Racun itu akan membesar dan meracuni seluruh makanan yang masuk sampai akhirnya meracuni seluruh darah yang kemudian berubah menjadi ungu. Jika lohu tidak keliru, racun ini berasal dari hewan khas sejenis siput bercangkang ungu yang sudah cukup langka. Racunnya tidak mematikan secara cepat, susah dideteksi karena tidak berada di aliran darah. Untuk memastikannya, maka lohu dan Siau Locianpwee akan menyelidiki sungai itu besok. Jika beruntung, kita akan menemukan seekor siput bercangkang ungu. Obat racun siput ungu berada di bagian tubuh lainnya dari binatang itu, tepatnya bagian daging dalam cangkang yang tidak bersentuhan dengan pusat racunnya. Pusat racun adalah liur sang siput. Tetapi, jikapun kami tidak menemukan seekor siput cangkang ungu, maka, lohu akan mengobatinya dengan cara yang berbeda, jauh lebih sulit, tetapi mampu membersihkan tubuh Ling Ji. Kita akan mencoba cara yang lebih muda besok...... tapi Phang toanio, engkau tenangkan hatimu, sebagaimana janji lohu hari yang lewat, kesehatan anakmu adalah janjiku untuk mengobatinya. Lohu tidak akan berlalu dari sini sebelum tubuhnya bersih dari racun....." berkata Koay Ji yang membuat Siau Ji Po dan Oey Hwa terhenyak. Berapa banyak kebisaan adik seperguruan mereka yang masih muda dan penuh misteri ini"
"Terima kasih Locianpwee, apapun yang engkau minta pasti akan kuturuti" sahut Phang Cen Loan cepat dan sangat antusias.
"Tidak perlu sampai sebegitunya Phang toanio. Engkau bersama suamimu perlu bersama malam ini, meskipun kelak baru akan engkau latihkan setelah Ling Ji sembuh kelak. Tetapi, karena kebutuhan yang mendesak, malam ini juga akan kuturunkan sesuatu untuk penyembuhanmu. Tetapi, ingat baik-baik, tunggulah saat Ling Ji sembuh baru engkau mulai melatih dirimu, karena perhatian yang terpecah akan membuat engkau menderita lebih parah. Malam nanti kutunggu kalian berdua untuk memulai penyembuhan Phang toanio....."
"Baik.... baik Locianpwee, akan kuperhatikan....."
Demikianlah malam itu Koay Ji menurunkan petunjuk untuk melepaskan diri dari totokan pengekang iweekangnya. Sebetulnya, mudah buatnya untuk membuka totokan, tetapi secara sengaja, dia ingin mendidik suami-istri itu untuk lebih mampu menahan diri. Rasa tinggi hati dan kesombongan Phang Cen Loan amat memmbuat Koay ji sebal, untung saja dia melakukannya untuk anaknya yang sedang sakit. Itulah yang membuat Koay Ji melunak dan memilih jalan berlatih iweekang untuk mengekang emosi dan melatih kesabaran suami dan istri putra Siau Ji Po suhengnya itu. Dan keesokan harinya, diapun menyusuri sungai dengan suhengnya, sementara sang suci seperti biasa mengurusi toko mereka.
"Ngo Suheng..... mohon dimaafkan, sebetulnya sutemu bisa melepaskan totokan atas menantu suheng. Tetapi, ledakan emosi dan latihan kesabarannya terlihat agak tipis ketika berada di Hek It Kau untuk mengejar Guci Perak itu. Karenanya, malam tadi, sutemu memberi mereka jalan untuk melepaskan totokan sembari melatih lebih dalam iweekang mereka berdua. Semoga suheng tidak menyesalkan sutemu ini karena memilih tindakan seperti itu....."
"Hahahahaha, engkau terlampau sungkan sute. Apakah engkau sungguh mengira bahwa suhengmu tidak dapat menduga sampai kesana" Bahkan Bun Siok Han sudah menjelaskan apa yang sesungguhnya terjadi, dan jika suhengmu dalam posisi sepertimu, mungkin akan turun tangan lebih keras lagi. Melihat engkau begitu bijak dan murah hati, menantuku sudah takluk luar dan dalam. Kini hanya ucapan terima kasih yang bagaimana kelak diberikannya kepadamu......... percayalah, suhengmu paham dengan tindakanmu atas mereka....."
"Terima kasih Suheng....."
"Tapi, apakah kisahmu tentang Siput Cangkang Ungu adalah hal yang serius atau juga hanya bualanmu belaka....?" bertanya Siau Ji Po sambil tersenyum.
"Hahahaha, Ngo Suheng seakan bisa meraba isi hatiku. Tetapi, untuk sumber racun di tubuh Ling Ji, memang benar berasal dari siput langka tersebut. Jika kita memakai Guci Perak, maka racun itu akan ditawarkan dan kemudian menjadi zat tak berguna atau kotoran yang harus kita keluarkan dari dalam tubuh. Padahal, air liur atau racun dari air liur siput tersebut adalah racun berhawa dingin yang justru bisa berguna untuk daya tahan dan kesehatan darah dan otot Ling Ji. Karena itu, kita harus berusaha untuk menemukan siput langka tersebut, kelak ketika suheng mendidik Ling Ji di kemudian hari, kecepatannya belajar akan dua kali lipat dari anak biasa. Terlebih dalam pemeriksaanku semalam, anak itu memiliki struktur tulang yang memudahkannya berlatih ilmu silat. Jadi, biarlah sutemu bercapek-capek sehari dua hari untuk keuntungan cucumu kelak suheng. Dan jika gagal menemukan siput langka itu, sutemu masih memiliki cara lain, meski tidak seampuh dengan daging sang siput, tetapi tetap saja berkhasiat memudahkannya kelak berlatih silat. Hanya itu yang dapat sutemu jelaskan sekarang...."
"Accchhhh, banyak sekali pertimbangan strategismu dan lebih banyak lagi ternyata pengetahuanmu. Tidak heran jika Suhu dan Sam Suheng sampai begitu memujikan dirimu sute, tidak heran......"
"Achhh, yang benar suheng...." mana bisa Suhu melakukannya......" selama berlatih bersama Suhu, sangat jarang dia orang tua berbicara memuji sutemu ini...." berkata Koay Ji sambil mengenangkan suhunya yang budiman.
"Hahahahaha, itu rahasia langit sute......"
Demikianlah, kedua kakak beradik seperguruan itu berjalan sepanjang hari untuk menemukan siput langka yang dimaksudkan. Jika Koay Ji pulang dengan tangan hampa setelah sejak pagi sampai sore berburu, maka Siau Ji Po pulang dengan membawa banyak sekali siput. Tetapi tidak ada satupun siput bercangkang ungu. Hanya saja, ketika akan dibuang, Koay Ji tertarik dengan salah satu dari siput yang hendak dibuang kembali itu:
"Sebentar suheng......." perlahan-lahan Koay Ji memegang siput kecil yang hendak dibuang itu. Diapun mengamati dengan membolak-balikkan siput itu, kulitnya bukan berwarna ungu, tetapi warna biru terang tetapi karena bercampur dengan siput lain, jadi warna birunya tertutup oleh lumpur. Setelah mengamatinya beberapa saat, Koay Ji kemudian berkata dengan nada gembira:
"Dapat Suheng, siput langka itu memang berada di sungai. Ini adalah salah satu anak siput tersebut. Berbeda dengan siput lain, siput yang satu ini hanya sanggup menjadikan atau membesarkan "satu" anak siput di setiap 3 bulan. Berarti 4 anak siput dalam hitungan setahun. Melihat posisi dan besarnya anak siput cangkang ungu ini, maka induknya pasti masih berada di sekitar sungai tadi. Kita harus mengembalikannya saat ini juga, dan menunggu kedatangan induk siput itu untuk menjemput anaknya. Mari suheng......"
"Koay Hiap..... apakah engkau yakin......?"
"Pasti, marilah....."
Dan kembali kedua kakak beradik seperguruan itu berburu siput ke sungai. Untungnya, ketajaman mata mereka memang diatas rata-rata sehingga tidaklah terlampau kerepotan hanya dengan bantuan obor. Dan seperti dugaan Koay Ji, mereka harus menunggu sampai pagi baru menemukan induk siput cangkang ungu yang mereka cari-cari. Dan tidak sulit mereka menangkap siput yang ukurannya tidak beda dengan siput biasa. Dan hari itu, Koay Ji habiskan dengan membedah siput cangkang ungu, memisahkan air liur beracunnya dan kemudian memisahkan "daging" sang siput. Setelahnya, diapun menyeduh obat, atau tepatnya bahan-bahan obat dari daun obat yang selalu dibekalnya. Baru setelah makan malam dia siap dan kemudian mengobati cucu Siau Ji Po dan Oey Hwa. Pengobatannya sendiri amat mudah, yaitu dengan memberi makan daging siput mentah dan dilanjutkan dengan obat-obatan racikan Koay Ji.
Setelah itu, Koay Ji membantu dengan mengerahkan tenaga dalamnya untuk membantu memperkuat tubuh anak yang sudah lemah akibat mulai dimakan racun bagian dalam tubuhnya. Bantuan obat-obatan dan iweekang Koay Ji, memperkuat organ dalam si anak dan sekaligus menjaga agar efek netralisasi racun tetap akan bermanfaat. Namun, karena organ-organ dalam sudah lemah, jadi perlu diperkuat agar benar racun yang ditawarkan berubah menjadi zat positif yang memperkuat organ tubuh dan bahkan tulang-tulang sang bocah. Untuk melakukan proses itu, Koay Ji membutuhkan waktu cukup panjang, hampir enam jam dia berkutat dan mengawasi proses penyembuhan. Sampai akhirnya sang anak memuntahkan zat-zat tidak berguna menjelang pagi hari. Muntah yang berwarna ungu pekat. Tetapi Koay Ji tetap mengawasi proses penyembuhan sang anak sampai pagi hari, saat dimana akhirnya dia melihat tidur si bocah sudah nyaman dan tidak lagi gelisah. Saat itulah Koay Ji meninggalkannya dengan memberi sekali lagi resep kepada Phang Cen Loan untuk diminumkan menjelang tengah hari, begitu si bocah bangun dari tidurnya siang nanti.
Dan ketika akhirnya siang hari menjelang makan siang Koay Ji bugar kembali, dia segera menuju kamar si bocah dan menemukan disana ada Siau Ji Po, Oey Hwa, Phang Cen Loan dan Siau Hok Ho, Siau Lian dan suaminya Ho Tek Siu. Begitu melihat kedatangan Koay Ji, segera Oey Hwa menyambutnya dengan gurauan sekaligus bernada ucapan terima kasih:
"Sungguh tak kusangka engkau sekaligus adalah tabib yang sangat jempolan Koay Hiap, sungguh hebat dan luar biasa. Keluargaku benar-benar tidak cukup hanya dengan sekedar berterima kasih kepadamu ...."
"Hmmmm, apakah Oey Lihiap beranggapan lohu mengerjakannya untuk sebuah ucapan terima kasih"..... hahahahaha" Koay Ji menyambutnya dengan ucapan atau gurauan yang sama dengan Oey Hwa. Dan saling pandang dengan sucinya untuk kemudian sama-sama tersenyum.
"Tapi, memang benar, engkau banyak membantu keluarga kami sekali ini Koay Hiap. Kelihatannya kelak suamiku itu, akan benar kerepotan untuk meladenimu nanti.... hikhikhik.."
Tetapi Koay Ji tidak lagi mengindahkan kelakar Oey Hwa dan langsung mengalihkan perhatian kepada keadaan si bocah. Diapun memandang Phang Cen Loan yang terlihat sangat letih dan bertanya sambil mengambil sebuah pil dari balik jubah yang dia kenakan saat itu:
"Bagaimana keadaannya Phang toanio, apakah sejak pagi dia tidak lagi mengalami suhu badan yang meningkat tinggi .....?" bertanya Koay Ji dengan suara lembut kepada sang ponakan murid, ibu dari anak yang diobatinya.
"Sudah semakin baik semua, suhu badanya sudah normal, sementara kotoran terakhir yang keluar sudah kembali berwarna normal dan tidak lagi keungu-unguan seperti kemaren. Hanya keadaannya masih terlihat agak lemas, masih butuh banyak istirahat..." jawab Phang Cen Loan.
"Hmmm, berarti racunnya sudah bersih, tetapi kebugarannya memang akan butuh waktu lama mengembalikannya. Untuk engkau, Phang toanio, makanlah pil ini dan beristirahatlah barang sejam atau dua jam, niscaya engkau akan segar kembali seperti sediakala....." Koay Ji berkata sambil menyerahkan pil penambah tenaga buatan resep Ang Sinshe yang sudah disempurnakannya.
"Loan Ji, benar kata Koay Hiap, engkau beristirahatlah, biar adikmu Siau Lan yang akan menjaga Ling Ji untuk beberapa saat ini...." berkata Oey Hwa yang merasa kasihan melihat menantunya benar-benar terkuras tenaga dan fisiknya menjaga anak tunggal mereka yang dalam pengobatan. Dan setelah beberapa saat, tidak lupa memandang Koay Ji, diapun berkata:
"Baiklah, aku beristirahat sebentar Ibu, Locianpwee ......." dan diapun pergi dengan diantarkan suaminya, Siau Hok Ho.
================ Kita tinggalkan Koay Ji yang sedang menghabiskan waktu dan hari-harinya dengan keluarga Suheng dan Sucinya. Mari kita ikuti perjalanan Sie Lan In yang bertugas mendatangi dan mengantarkan surat Tek Ui Sinkay kepada Pek Sim Nikouw atau dahulunya Ci Yan (Walet Ungu) Pek Bwe Li yang sudah berusia 60 tahunan. Sama usianya dengan Tek Ui Sinkay dan juga Siau Ji Po. Masih berjarak dua tahun dengan orang kedua yang akan ditemuinya, yakni Cing San Khek (Jago Berbaju Hijau) Tiat Kie Bu yang sudah berusia 62 tahun.
Sesuai dugaan Koay Ji, Sie Lan In memang menggunakan "kendaraan istimewa" berupa Burung Rajawali Besar berwarna Hitam dan Putih ketika mendaki Gunung Ciauw San. Dengan bersiul dalam lengkingan panjang yang bergaung di udara,tak lama kemudian muncullah dua ekor burung besar dari angkasa. Satunya berwarna PUTIH dan satu lagi berwarna HITAM. Setelah melengking sekali lagi, melayanglah tubuh Sie Lan In dan hinggap di atas Burung Rajawali Berwarna Hitam, dan tidak lama kemudian baik Burung Rajawali maupun Sie Lan In sudah menghilang ke angkasa raya. Tahu-tahu, tidak berapa lama kemudian, Sie Lan In muncul kembali bersama Burung Rajawali Hitam dari angkasa. Dan sekali ini mereka berada di bagian Gunung Ciauw San sebelah utara, tepatnya berada di sebuah Mulut Lembah dan dalam Lembah terlihat sebuah biara yang dibangun disana. Sie Lan In sudah paham, bahwa itulah Kwan Im Bio atau Biara Dewi Kwan Im dimana Pek Sim Nikouw menjadi Kepala Biara atas sejumlah Nikouw muridnya.
Tempat dan lokasi Pelk Sim Nikouw atau Ci Yan (Walet Ungu) Pek Bwee Li sudah diberitahukan oleh Tek Ui Sinkay. Karena itu, tidak rumit dan mudah saja Sie Lan In menemukan kuil Kwan Im Bio, yang sekaligus adalah tempat tinggal dari orang atau tokoh yang sedang dicarinya itu. Beberapa saat kemudian Sie Lan In memutuskan untuk memasuki Lembah dimana berdiri Kuil Dewi Kwan Im yang sudah terlihat sejak masih di mulut lembah. Karena paham berada di rumah orang, maka Sie Lan In bertindak agak berhati-hati dan berusaha mencari tahu dimana adanya para penjaga yang menjaga pintu masuk lembah. Tetapi, dia sama sekali tidak bertemu orang lain sampai melangkah masuk ke dalam lembah.
Ketika akhirnya dia mulai mendekati bangunan berbentuk kuil itu, barulah Sie Lan In bertemu dengan beberapa Bhiksu Perempuan yang dengan sopan menjumpainya dan bahkan menanyainya dengan baik-baik:
"Amitabha....... ada apakah gerangan Kouwnio mengunjungi biara kami yang jauh terpencil di Gunung Ciauw San ini...?" salah seorang Bhiksu perempuan yang sudah berusia pertengahan, mungkin lebih dari 40 tahun menyapanya dengan penuh senyum yang meneduhkan hati. Sie Lan In mau tidak mau menyesuaikan dan menyapa sambil menjawab dengan sopan:
"Siauwte Sie Lan In dari Laut Selatan, berkeinginan menjenguk Pek Sim Subo. Jika berkenan, bisakah memberitahu beliau mengenai kedatanganku ini....?"
"Amitabha.......... kunjungan dari jauh, tetapi perkenankan kami menyampaikan kehendakmu kepada subo di dalam sana.... mohon menunggu kouwnio...."
Salah seorang Bhiksu Perempuan ditugaskan masuk menyampaikan permohonan bertemu, sementara bhiksu perempuan yang lain menemani Sie Lan In berbicara dengan amat ramahnya. Dan, beruntunglah Sie Lan In karena ternyata maksud dan keinginannya bertemu dengan Pek Sim Nikouw ternyata dikabulkan. Maka, tidak lama kemudian, diapun diantarkan masuk untuk bertemu dan bercakap-cakap dengan Pek Sim Nikouw.
"Tecu Sie Lan In, membawa salam dari Tek Ui Sinkay dan mengucapkan terima kasih bersedia menerima tecu disini....." Sie Lan In memberi hormat sambil langsung memberitahu siapa yang mengutusnya datang Ui Sinkay dan mengucapkan terima kasih bersedia menerima tecu disini....."
"Amitabha .....duduklah anakku......" ujar Nikouw yang menerima Sie Lan In dalam sebuah ruangan khusus untuk samadhi. Kelihatannya ruangan tersebut memang secara khusus digunakan oleh Pek Sim Nikouw untuk bersamadhi karena sangat terbatas peralatan yang terdapat didalamnya.
"Terima kasih Pek Sim Subo......." ujar Sie Lan In sambil bersila berhadapan dengan Nikouw yang menyuruhnya untuk duduk, meski dia merasa heran karena Nikouw yang menerimanya berusia tidak sebanyak Pek Sim Nikouw. Menurut Tek Ui Sinkay, Pek Sim Nikouw sudah berusia skeitar 60 tahun, sementara yang menerimanya saat ini paling usianya 50 tahunan.
"?mitabha...... Sie Kouwnio, perkenalkan, loni Leng Bin Nikouw, bertugas sebagai wakil dari Pek Sim Nikouw dan sekaligus murid dari Pek Sim Subo. Hari in, pagi-pagi benar, Subo menerima kunjungan dari seseorang yang tidak disebutkannya. Tetapi, setelah menerima tamu tersebut, Subo memutuskan untuk pergi dan memintaku untuk menggantikan dirimnya bersamadhi di tempat ini agar murid-murid tidak menjadi kalang kabut. Dan Subo hanya meninggalkan pesan bahwa dalam 2 hari kedepan dia akan kembali karena urusannya tidaklah jauh dari Gunung Ciauw San kami ini..... menyesal sekali Nona Sie, karena jika engkau ingin bertemu Subo, engkau harus menunggu sehari atau dua hari lagi. Karena setidaknya baru saat itu subo sudah kembali dari perjalanannya itu......."
"Acccchh, begitu rupanya. Tapi, apakah Pek Sim Nikouw tidak menyebutkan alamat tujuannya di Gunung Ciauw San ini.....?" sedikit kecewa Sie Lan In, tetapi dia masih berusaha mencari tahu lebih jauh. Jika tahu dimana keberadaan Pek Sim Nikouw, Sie Lan In memutuskan akan menyusulnya kesana.
"Amitabha..... sama sekali tidak, kecuali mengatakan bahwa beliau tidak akan pergi jauh, dan urusnanya hanya di sekitar Gunung Ciauw San ini....." berkata Leng Bin Nikouw dengan suara lembut, sementara Sie Lan In terlihat berpikir lama sebelum akhirnya dia memutuskan sesuatu dan berkata:
"Baiklah Leng Bin Nikouw, jika memang demikian tecu akan menunggu sampai kedatangan Pek Sim Nikouw....."
"Amitabha,,,,,, baiklah Nona Sie. Jika membutuhkan tempat beristirahat, Kuil kami memiliki ruangan yang cukup memadai di sebelah utara, seorang anak murid kami akan mengantarkan Nona kesana......."
"Terima kasih Leng Bin Nikouw, terima kasih....."
Mau tidak mau Sie Lan In harus menunggu, tetapi menghabiskan dua hari tanpa melakukan apa-apa sungguh membuatnya bosan. Karena itu, keesokan harinya Sie Lan In memutuskan untuk naik ke puncak dan menikmati indahnya pemandangan dari ketinggian. Tetapi karena medan menuju puncak Ciauw San cukup menantang dan bahkan terdapat jurang-jurang dalam yang tak nampak dasarnya, Sie Lan In memutuskan memanggil Hek Tiauw. Dan jadilah dia selama dua hari menikmati liburan tak diduga di Gunung Ciauw San dan ketika malam hari, dia terus mendalami ilmunya. Terutama mencari-cari tanpa menemukan apa yang dipercakapkannya dengan Bu San ketika pesiar di telaga Kun Beng Ouw.
Tetapi, setelah ditunggu sampai dua hari Pek Sim Nikouw belum pulang juga, pada akhirnya Sie Lan In memutuskan untuk pergi ke bagian lain Gunung Ciauw San, menemui Cing San Khek (Jago Berbaju Hijau) Tiat Kie Bu. "Toch dapat saja nanti balik lagi ke Kwan im Bio setelah menyelesaikan urusan di tempat lain Gunung Ciauw SanDan, jangan-jangan Pek Sim Nikouw sedang menuju kesana..." accch, mengapa aku kurang menganalisanya dan malahan asyik bermain-main sendiri di puncak Gunung Ciauw San ini.....?" setelah berpikir demikian, akhirnya Sie Lan In memutuskan untuk segera berangkat, hari itu juga setelah menunggu dua hari di Kuil Kwan Im Bio tanpa hasil.
Setelah memberitahu Leng Bin Nikouw, Sie Lan In langsung minta diri mengarahkan tujuannya ke lereng Gunung Ciauw San di sebelah barat. Tempat yang dia tuju teramat terbatas informasinya, meski sudah ada petunjuk Tek Ui Sinkay mengenai tempat itu. "Jika mereka saudara seperguruan, sangat mungkin Pek Sim Nikouw sedang melakukan sesuatu atau merembugkan sesuatu dengan Tiat Kie Bu", demikian analisis Lan In. Analisis yang nyaris benar, meski tidak sepenuhnya. Memang benar Pek Sim Nikouw sedang mengunjungi tempat Tiat Kie Bu, tetapi bukannya berkunjung untuk berembug, tetapi untuk sesuatu yang menegangkan. Apa gerangan yang sedang dilakukan murid kedua dan murid keempat dari Bu In Sinliong pada saat itu"
Hanya kurang dari satu ujam waktu yang dibutuhkan Sie Lan In untuk menemukan atau sampai di daerah yang ditunjukkan Tek Ui Sinkay sebagai tempat yang kemungkinan besar dimana Tiat Kie Bu tinggal. Tetapi, persoalannya adalah, tidak begitu mudah untuk menemukan tempat yang menjadi rumah dan juga sekaligus perladangan tokoh bernama Tiat Kie Bu itu. Karena lereng sebelah barat gunung Ciauw San bukanlah tempat atau daerah yang kecil dan sempit untuk dengan mudah menemukan satu daerah yang dituju. Berpikir demikian, maka Sie Lan In akhirnya memutuskan untuk segera turun dari tunggangannya dan melakukan pencarian langsung di daratan.
Dan membutuhkan kurang lebih 3,4 jam baru akhirnya Sie Lan In menemukan tempat tinggal Tiat Kie Bu, sebuah rumah sederhana yang dikelilingi begitu banyak tanaman. Baik tanaman berupa buah buahan, bumbu makanan maupun tanaman-tanaman obat yang dikelompokkan secara khusus dan sesuai kategorinya oleh si Petani Sakti. Diam-diam Sie Lan In mengagumi hasil karya Tiat Kie Bu melihat betapa tanaman-tanaman tersebut membentang demikian luas dan teratur. Dan hebatnya lagi, ada beberapa tanaman berupa buah-buahan yang sedang berbuah dengan lebatnya dan tanaman tersebut berbaris rapih hingga mendekati hutan yang lebat sebagai batasnya. Kelompok buah-buahan yang beragam macam jenisnya dikelompokkan secara khusus dan berbatasan langsung dengan hutan lebat yang mengarah ke puncak Gunung Ciauw San.
Di tengah beraneka ragam tanaman yang membentang luas, bahkan di sisi Barat terlihat tanaman-tanaman tumbuh sampai "mendaki" sisi bukit, Sie Lan In dapat melihat sebuah rumah. Persis berada di tengah lahan pertanian yang sangatlah luas membentang dihadapannya dan terlihat kecil dari kejauhan. Tetapi, begitu berjalan sampai dekat dengan bangunan tersebut, Sie Lan In mau tidak mau kagum juga. Karena rumah tersebut benar-benar bercita-rasa petani, terdapat alat-alat pertanian yang berjejer tepat di halaman. Dan kemudian di bagian belakang, dia mendengar ada suara-suara hewan peliharaan, tetapi Sie Lan In tidak tertarik untuk menengok dan meneliti hewan hewan tersebut lebih jauh. Dia jauh lebih tertarik dengan rumah yang tidak terlampau besar dibandingkan lahan pertanian itu, tetapi rasanya memiliki cukup banyak ruangan dan kamar tidur. Meski kecil di tengah lahan, tetapi sebagai rumah tinggal, bangunan itu lebih tepat disebut sebuah rumah yang besar, meskipun terkesan sederhana penataan dan bentuknya.
Tetapi, belum lagi Sie Lan In memutuskan untuk mengetuk pintu rumah ataupun mengecek ada tidaknya manusia dalam rumah tersebut saat itu, tiba-tiba dia melihat adanya bayangan yang bergerak cepat mendekati tempatnya berada. Bersamaan dengan cepatnya pergerakan bayangan itu, tidak berapa lama kemudian, terdengar suara seorang wanita:
"Hmmmm, siang-siang seperti ini, tamu darimana gerangan yang datang berkunjung ke ladang kami....?" meski masih jauh, tetapi suara itu berkumandang nyaring dan terdengar jelas di telinga Sie Lan In. Tanda bahwa perempuan yang berbicara itu memiliki kemampuan yang cukup hebat. Mau tidak mau, diapun menjadi kagum dan bergumam dalam hatinya: "Hmm bukan kepandaian buruk......."
Dan tak berapa lama kemudian, muncul dihadapan Sie Lan In seorang wanita yang memiliki paras yang cukup cantik, dan jika ditaksir kelihatannya sudah berusia di atas 30 tahunan. Mungkin sudah sekitar 35 tahunan, tetapi gerak-geriknya sangat gagah, lincah, bertenaga dan pastilah seorang tokoh perempuan yang memiliki kepandaian yang tidaklah memalukan. Dan menyusul perempuan tersebut, setelah beberapa saat kemudian, muncul seorang laki-laki yang datang bersama dengan seorang anak gadis berusia kurang lebih 6 atau 7 tahunan. Menunggu mereka semua sudah berdiri dan memandangnya keheranan tepat di hadapannya, barulah Sie Lan In menyapa dengan hormat:
Misteri Kapal Layar Pancawarna 7 Hancurnya Sian Thian San Seri Pengelana Tangan Sakti Seri Ke Iv Karya Lovelydear Pedang Hati Suci 10
^