Pencarian

Pendekar Aneh Naga Langit 21

Pendekar Aneh Naga Langit Thian Liong Koay Hiap Karya Marshall Bagian 21


"Accchhhh, sebulan sudah berlalu Ji Suheng, dan kelihatan sekali jika engkau sudah maju sedemikian jauhnya........" puji Tio Lian Cu meski Khong Yan sadar jika Tio Lian Cu jauh lebih membutuhkan pujian dirinya daripada dirinya memuji Khong Yan. Tapi Khong Yan yang memang tulus, lebih terbiasa dengan sopan-santun berhadapan dengan orang lain jika dibanding dengan Koay Ji ataupun juga dengan Tio Lian Cu. Karena itu, dia dengan mudah dapat menebak kebutuhan Tio Lian Cu untuk dipuji: Tidak ragu diapun berkata:
"Tio Sumoy, sesungguhnya kemajuanmu masih lebih jauh lagi. Kemampuanmu yang dapat menyelesaikan samadhi lebih cepat dan mencapai tempat ini sepersekian detik mendahuluiku adalah tanda yang tak bisa diabaikan......" sahut Khong Yan tetap merendah, meski dia sudah dapat mengukur bahwa kemajuan mereka berdua membuat mereka tetap sulit atau malah tidak dapat saling mengalahkan. "Entah dengan Sie Suci kelak....." pikir Khong Yan.
Tetapi, Tio Lian Cu meski memang bangga dengan umpakan Khong Yan, tidaklah kemudian menaruhnya dalam pikiran. Meski kemudian dia merasa sudah sedikit ada diatas kemampuan Khong Yan, tetapi tidaklah membuatnya merasa sudah jauh lebih berada ditingkatan atas dibanding dengan Khong Yan dan Sie Lan In. Karena dia paham betul, apa yang terjadi hanya membuat dia seurat tipis saja diatas dan sama sekali tidak akan membuatnya menang secara mutlak. Dia tahu dan amatlah oaham sudah sampai dimana kemampuan Khong Yan dan juga tentunya Sie Lan In meski dia masih kurang jelas saat itu. Sedangkan bagi Khong Yan di sisinya sendiri, merasa bahwa tingkatan kemampuan mereka tidak lagi amat berarti, meski sesekali dia juga ingin menang. Tetapi menang atas Sie Lan In atau Tio Lian Cu bukan lagi menjadi ambisi ataupun mimpinya pada saat itu.
Justru mimpi dan ambisinya adalah ingin menandingi ataupun malah mengalahkan tokoh-tokoh sekelas Liok Kong Dji, Mo Hwee Hud ataupun Bu Tek Seng Ong yang dia tahu betul kemampuan dan kesaktiannya. Tetapi anehnya, terhadap Koay Ji dan juga Thian Liong Koay Hiap yang sangat dihormatinya dan sangat diindahkan kemampuannya seperti juga dia mengagungkan Suhunya sendiri, tidak terdapat rasa ingin menang melawan mereka. Dia paham bahwa pada saat itu kemampuan dan tingkatnya sudah nyaris imbang dengan musuh-musuh yang amat berbahaya itu. Karena itu, Khong Yan menempatkan musuh itu sebagai tolok ukur dimana atau ditingkat mana dia mesti berusaha mencapainya. Bukan lagi Tio Lian Cu ataupun Sie Lan In lagi yang menjadi tolok ukur perkembangan kemajuan ilmu silatnya. Wajar jika dengan rendah hati dia menjawab dan seperti sengaja memberi peluang jika Lian Cu merasa sudah melampaui kemampuannya.
"Engkau terlalu merendah Ji Suheng, sekilas aku tahu kalau perbedaan kita tetap saja terlampau tipis. Entah siapa kalah dan siapa menang tapi tidak ada yang akan berjalan tegak dari arena, untung saja engkau masih suhengku, sebab akan agak repot jika tidak....." balas Tio Lian Cu yang memperilhatkan sikap dan sifat ksatria gadis ketua Hoa San Pay yang tersohor itu.
"Marilah sumoy, kita perlu bergerak cepat dengan bertanya kepada Hu Pocu apa atau kemana kita harus menyusul kawan-kawan kita...." Khong Yan segera bergerak untuk menunjukkan jalan. Dan Tio Lian Cu mengiyakan karena teringat bahwa benar tugas mereka memang rada berat dan banyak. Sebulan terakhir bagaimana kabar dan perkembangan, mereka sama sekali belum tahu.
Tetapi, alangkah kagetnya Khong Yan dan Tio Lian Cu ketika berbelok ke arah gedung utama dari tepi sungai, mereka melihat gedung besar yang biasanya banyak orang atau banyak pelayan bergerak kini terlihat sunyi senyap. Bukan cuma itu, ada sesuatu yang terasa aneh dan mengganjal karena suasana yang sunyi sepertinya teramat mencekam dan seperti ada sesuatu yang sudah terjadi disana. Tetapi entah apa. Karena berpikir demikian, keduanya secara otomatis saling pandang, dan saling mengerti jika sesuatu yang aneh sedang ataukah sudah terjadi. Dan mereka akan segera mengetahui apa gerangan penyebab, mengapa kesunyian yang demikian mencekam amat terasa. Setelah saling mengangguk keduanya dengan cepat sudah bergerak mendekati gedung besar yang terdapat dalam Benteng Keluarga Hu, tidak jauh dari tempat mereka saat itu.
Kekagetan mereka semakin menjadi-jadi karena mereka menemukan beberapa mayat yang bergelimpangan begitu mereka mendekati pintu masuk. Sekali pandang mereka tahu jika itu adalah orang-orang yang selalu bertugas sebagai penjaga gerbang Benteng keluarga Hu. Dan begitu mereka masyk, mereka bahkan menemukan mayat hingga ke halaman gedung utama. Dan di pintu gedung utama merekapun melihat ada berapa mayat yang sudah menggeletak, dan sepertinya mayat-mayat itu belum terlampau lama terbunuh. Melihat itu Tio Lian Cu sudah bergumam dengan kegeraman tertahan:
"Celaka, ada apa dan berada dimana gerangan keluarga Hu Pocu saat ini.....?" kalimat tanya ini diutarakan sambil menengok wajah Khong Yan yang sudah berubah menjadi sama dengannya, sama-sama gelisah dan cemas. Jelas mereka khawatir dengan keadaan keluarga tuan rumah.
"Celaka, kita harus secepatnya masuk ke dalam gedung, sesuatu yang menakutkan sepertinya baru saja terjadi...." ujarnya sambil berkelabat dengan kecepatan amat tinggi mendekati gedung dimana biasanya Hu Sin Kok menerima tamu. Tentu saja dalam sekejap mereka sudah memasuki ruangan yang sudah mereka kenali itu. Tetapi tetap saja mereka tidak menemukan Hu Sin Kok serta Sam Kun juga kerabat Hu Sin Kok lainnya dalam gedung itu. Khong Yan dan Tio Lian Cu saling pandang tetapi tidak lagi panik, tetapi terlihat berpikir keras untuk memecahkan persoalan yang mereka hadapi. Terlebih karena mereka kembali menemukan sejumlah mayat dalam jumlah lumayan, ada sekitar 7,8 mayat dalam ruangan tersebut, dan keadaan mereka mirip dengan mayat di luaran. Tidak pelak lagi, bencana sudah menerjang datang dan sepertinya pihak Benteng Keluarga Hu seperti tidaklah cukup siap. Dibuktikan dengan banyaknya anggota Benteng Keluarga Hu yang terbunuh oleh serangan lawan, entah siapa.
"Ada apa gerangan" Dimana Hu Pocu....?" desis Tio Lian Cu yang tidak beroleh jawaban dari Khong Yan yang sedang dalam keadaan sama penasarannya dan dan juga sama penasaran dengannya.
"Terlambat...... kita terlambat..." desis Khong Yan setelah memperhatikan serta juga mengamati mayat-mayat dalam ruangan itu secara lebih saksama. Dan ketika Tio Lian Cu memandang kepadanya, diapun kembali melanjutkan:
"Perhatikan luka dan keadaan tubuh mereka sumoy, meski masih cukup hangat, tapi sebetulnya sudah lebih dari sejam meski masih kurang dari tiga jam mereka semua terbunuh. Lawan mestinya belum pergi jauh, tetapi repotnya, kita harus menolong atau menemukan Hu Pocu terlebih dahulu......."
Mendengar penjelasan Khong Yan, Tio Lian Cu yang meski tidak mau kalah tetapi memiliki cukup kelapangan mengakui ketelitian orang, beberapa saat kemudian berjongkok dan meraba nadi serta tubuh mayat terdekatnya. Dan bebetapa saat kemudian sambil menarik nafas panjang diapun bergumam menyetujui analisisi dan penjelasan Khong Yan sebelumnya:
"Engkau benar Suheng, benar sekali. Musuh dengan demikian tidak lagi berada di sini, tetapi kemana Hu Pocu dan keluarganya berada...."
"Sebaiknya kita berpencar mencari, sumoy......" baru saja Khong Yan selesai berkata tiba-tiba hampir secara bersamaan, keduanya mendengar suara yang sudah teramat lemah dan nyaris sulit untuk didengarkan oleh telinga manusia biasa. Tetapi mereka yang sudah memiliki kemampuan untuk menangkap suara maupun erangan kecil sebagaimana suara yang mereka dengarkan saat itu, paham ada orang yang selamat meski sekarat. Serentak keduanya menerjang kearah belakang dan benar, keduanya dapat menemukan sesosok tubuh yang terluka amat parah namun masih ada nafasnya meski sudah amat lemah. Keduanya segera mendekatinya dan menemui si korban, tentu saja mereka bermaksud menolong agar informasi apa yang terjadi boleh didapatkan.
Tetapi, sekali pandang saja, Khong Yan sudah angsung maklum dengan keadaan si korban. Sebagai seorang yang pernah cukup dekat dengan Ang Sinshe dan melalui Koay Jie (terutama sejak Koay Ji kemudian menghilang) berhubungan cukup dekat dengan tabib itu, Khong Yan tentunya cukup mampu menilai keadaan orang sekarat yang baru mereka temukan.
"Gawat, tak lama lagi dia akan putus nafas....." desisnya sambil bergegas mendekati orang sekarat itu. Tanpa ragu sedikitpun Khong Yan segera menyalurkan kekuatan iweekangnya guna membantu orang sekarat itu. Atau tepatnya, membantunya guna beroleh informasi meski serba sedikit tentang bencana yang terjadi di Benteng Keluarga Hu yang mereka temukan saat itu. Ada kurang lebih 2 ataupun 3 menit Khong Yan berusaha membantu menyalurkan kekuatan iweekangnya agar orang tersebut dapat siuman meski hanya sejenak. Dan setelah beberapa menit berlalu kelihatannya upaya Khong Yan berhasil.......:
"Aduuuuhhhh, tolong,,,,,, Thian Liong Koay Hiap membantai penghuni Benteng Keluarga Hu, membunuh Hu Bengcu.... dan..... dann........."
Hanya sepenggal informasi itu yang ditinggalkannya. Karena setelah itu diapun meregang nyawa tanpa Khong Yan mampu menghentikannya lagi. Siapa memang yang dapat menahan nafas orang yang sudah sedang meninggalkan raganya dan sudah saatnya menghadap sang khalik". Tetapi kematian orang yang meninggalkan informasi serba sedikit itu membuat Tio Lian Cu dan Khong Yan menjublak seakan tidak percaya dengan apa yang mereka dengarkan. THIAN LIONG KOAY HIAP yang melakukan pembantaian mengerikan di Benteng Keluarga HU sampai tidak ada seorang lagipun yang hidup" Sungguh luar biasa informasi itu. Susah dipercaya tetapi jelas mereka mendengarkannya. Telinga mereka lebih dari sehat untuk dapat mendengar dan menyimpulkan kalimat terakhir yang disampaikan oleh orang yang baru saja meregang nyawa itu.
"Thian Liong Koay Hiap.." masak siy.....?" desah Khong Yan sungguh tidak percaya. Apalagi, karena tokoh itu justru adalah yang telah mengajarkannya setengah bagian atau bagian penyerangan dari Ilmu Langkah Ajaib warisan suhengnya. Dan juga Suhunya amat percaya dan menghargai tokoh itu. Mana bisa dia percaya begitu saja dengan desahan di ujung usia orang itu"
Sementara Tio Lian Cu sendiripun berada pada posisi antara percaya dan tidak percaya sama sekali. Seorang selevel Thian Liong Koay Hiap, ada motivasi apa gerangan sampai harus membunuh serta juga membinasakan seisi rumah Hu Bengcu yang baru berapa waktu lalu dia tinggal disitu" Sungguh amat sulit untuk dipahami. Tapi, justru itu yang mereka dengarkan. Bagaimana mereka berdua tidak kaget dan terpana dengan berita yang serba sedikit dan amat terbatas untuk mereka dapat membuat kesimpulahn sendir"i
"Mari, kita masih harus mengumpulkan bukti-bukti lebih jauh....." Khong Yan berkata sambil mengajak Tio Lian Cu untuk mencari jejak dan petunjuk lebih jauh. Terutama, dia ingin menemukan Hu Sin Kok untuk membuktikan bahwa apa yang dia baru saja dengarkan itu adalah berita keliru. Tetapi, begitu jauh mereka hanya menemukan mayat yang berserakan dan tetap tidak menemukan Hu Sin Kok ataupun anggota keluarga Hu Pocu itu di sekitar kompleks Benteng Keluarga Hu yang cukup luas itu. Hal yang menambah rasa penasarannya.
"Ji Suheng, kelihatannya kita harus pergi meneliti ke jalan rahasia keluarga Hu Pocu. Bukan tidak mungkin mereka justru masih bersembunyi disana....?" duga Tio Lian Cu meski tidak yakin-yakin amat dengan dugaannya. Tetapi, berharap pada saat itu bukanlah sebuah kesalahan.
"Baik, mari kita mencarinya........."
Tetapi, kemana mereka mencari" karena mereka kurang tahu dan kurang paham letak pintu rahasia dari dalam benteng. Mereka dibawah ke ruang rahasia melalui pintu masuk khusus di tepi sungai, tetapi ujung atau pintu masuk dari ruang keluarga Hu Pocu, mereka sangat tidak paham dimana letaknya.
"Hmmmm, jika tidak berada di kamar keluarga, maka mestinya berada di ruang baca Hu Pocu" duga Khong Yan.
"Betul, mari kita periksa satu persatu........"
Di kamar keluarga, mereka tidak menemukan jalan rahasia. Tetapi, mereka justru menemukan mayat Hu Sian Li putri kedua Hu Sin Kok bersama dengan suaminya Kwee Hok suaminya dan Kwee Lan putri tunggal mereka. Disana juga terlihat Oh Kun putra tunggal putri bungsu Hu Sin Kok, Hu Wan Li dengan Oh Ci Kui. Mereka semua terbunuh dalam keadaan yang amat mengerikan, tersayat-sayat pedang dan penuh dengan luka-luka di sekujur tubuh dan badan mereka berempat. Tetapi tidak ditemukan adanya mayat Hu Sin Kok dan juga saudara angkatnya yang selalu ada bersamanya, Sam Kun.
"Astaga,,,,,,, sungguh biadab. Tetapi, tidak pernah kulihat ada potensi Thian Liong Koay Hiap melakukan pekerjaan sebiadab dan sekejam seperti ini. Selain itu, Tokoh aneh itu tidak pernah terlihat menggunakan pedang dan yang lebih meragukan lagi adalah, sudah jelas ini bukan pekerjaan satu orang saja. Padahal, Thian Liong Koay Hiap selalu bekerja seorang diri dan tidak dengan kawanan tertentu. Ini jelas bukan perbuatannya, tetapi siapa gerangan" Sungguh sangatlah mencurigakan...." desis Khong Yan semakin tambah curiga dengan apa semua yang ditemukannya dan tidak berkaitan dengan tokoh aneh yang dihormatinya itu. Tetapi, mengapa justru pengawal tadi menyebut nama itu"
"Engkau benar Ji suheng, nyaris mustahil ini dilakukan Thian Liong Koay Hiap. Mesti ada sesuatu yang dapat menjelaskan semua kejadian ini......."
Khong Yan dan Tio Lian Cu kemudian dengan cepat memburu ke kamar pribadi atau kamar baca Hu Sin Kok. Tetapi mereka tidak menemukan siapa-siapapun disana, hanya saja, amat jelas bahwa kamar itu pernah didatangi orang yang tak dikehendaki. Terlihat dari betapa amat berantakannya tempat tersebut, buku-buku berserakan, bahkan senjata-senjata koleksi Hu Sin Kok seperti pedang, kapak, tombak, kaitan, dan banyak jenis lainnya juga bergelimpangan di lantai. Juga terdapat jejak-jejak perkelahian dalam ruangan tersebut yang memang cukup luas dan lebar itu. Tetapi, ruangan tersebut kini sudah sunyi dan terkesan membuat bulu kuduk mereka berdua sampai merinding saking sunyi dan senyapnya.
"Tunggu, ada sesuatu di sekitar sini" desis Tio Lian Cu sambil terlihat berkonsentrasi untuk memperjelas "sesuatu" yang dicurigainya itu. Dan Khong Yan juga kemudian ikut-ikutan berusaha melacak apa yang terlebih dahulu dilacak Tio Lian Cu, dan kini keduanya sama-sama mencari. Saat itu, keduanya memang sudah menanjak amat jauh sehingga suara nafas seseorangpun dapat mereka lacak dari jarak beberapa meter jauhnya dari lokasi mereka.
"Hmmmm, memang benar, ini tarikan nafas seseorang yang sudah terluka. Meski berusaha menahannya, tetapi jelas sudah terluka......." desis Khong Yan yang juga dianggukkan dan disetujui Tio Lian Cu.
"Kelihatannya dekat daerah sini......." desis Tio Lian Cu sambil mendekati dinding sebelah timur dengan amat berhati-hati sambil terus berkonsentrasi untuk melacak asal suara nafas yang berat tadi.
"Betul.... dari arah situ..... tapi kelihatannya berada di bawah....." tambah Khong Yan dan membuat keduanya saling pandang. Sebentar kemudian keduanya terihat saling mengangguk seperti tanda saling setuju bahwa mereka mereka sudah menemukan apa yang mereka curigai tadi. Bahwa memang benar ada jalan rahasia menembus tempat yang selama sebulan terakhir mereka tempati untuk berlatih. Dan tempat atau jalan rahasia itu berada dalam kamar pribadi atau kamar baca atau kadang juga menjadi kamar menerima tamu Hu Pocu.
Khong Yan terlihat memandang sekeliling mencoba mencari tahu dimana gerangan letak tombol rahasia. Tetapi Tio Lian Cu sudah bertindak jauh lebih cepat lagi dan ketika dia menghentak-hentak lantai dan menemukan gaung di bawah lantai maka dengan segera diapun menambah kekuatan tenaga hentakannya. Dan, betul juga segera nampak hasilnya dengan suara keras....
"Brakkkkkk...................."
Menyusul kemudian sebuah lubang atau tepatnya liang yang membawa mereka ke ruang bawah tanah segera muncul di hadapan mereka berdua. Dan Tio Lian Cu segera berkata sambil bergegas meloncat masuk kedalam, atau lebih tepatnya dia meloncat ke bawah:
"Ini, pastilah ini jalannya......."
Tetapi, baru saja dia turun ke bawah, Lian Cu segera merasakan sesuatu yang agak aneh. Perasaan yang mengatakan bahwa dia tidak sendirian di jalan rahasia itu, dan orang lain sudah pasti bukan Khong Yan, karena Khong Yan masih berada di atas di ruangan pribadi Hu Pocu dan belum lagi turun.
"Tecu Tio Lian Cu, apakah ada orang di dalam........?" pada akhirnya Tio Lian Cu berkata dengan suara yang cukup jernih. Dan setelah perkataannya itu, akhirnya Tio Lian Cu mendengar orang bernafas atau tepatnya menarik nafas panjang dan lega. Bahkan kemudian disusul dengan suara yang agak lemah:
"Lohu Kim Shia (Si Sesat Bercahaya Emas) Sam Kun, tetapi sedang terluka yang cukup parah..... engkau tolonglah terlebih dahulu cucu-cucu sahabatku ini" terdengar suara seseorang yang cukup dikenal Tio Lian Cu. Ternyata dalam jalan rahasia yang berbentuk terowongan itu bersembunyi Sam Kun, saudara angkat Hu Pocu yang sedang terluka itu. Dengan cepat Tio Lian Cu berjalan mendekat, ada sekitar 10 meter jarak mereka dan segera menemukan Sam Khun yang sedang berbaring terluka cukup berat. Dan dalam jarak kurang dua meter darinya, Tio Lian Cu yang dengan cepat sudah direndengi Khong Yan, melihat dua orang bocah berumur 12 dan 10 tahun yang juga berbaring dalam keadaan tertotok. Mereka bukan lain adalah cucu-cucu dari Hu Pocu, yakni Hu Kong dan juga Hu Lan.
Keduanya adalah putra dan putri dari Hu Sin Tiong Pat Ciu Thian Cun (Malaikat Tangan Delapan) yang juga adalah putra sulung dari Hu Pocu dan istrinya Hoa San Sian Li (Dewi dari Hoa San) Kho Sian Lian. Boleh dibilang, kedua bocah itu masih merupakan keponakan Tio Lian Cu berhubung Kho Sian Lian adalah juga anggota Hoa San Pay. Tetapi, keduanya juga sekaligus adalah keponakan murid dari Khong Yan, karena Hu Sin Tiong pernah ikut selama setahun kepada Bu Tee Hwesio dan diaku juga sebagai murid.
"Keduanya terpaksa lohu totok karena tidak mau mengikuti perintah kakeknya dan lohu, sebentar lagi totokan mereka pasti akan segera terlepas. Harap kalian berdua, untuk coba mengejar Hu Pocu yang dibawah oleh Thian Liong Koay Hiap dengan gerombolan yang bersamanya. Meski susah diterima akal, tetapi memang dia tokoh yang tadi menyerang Benteng Keluarga Hu, mereka membawa Hu Toako kurang dari dua jam yang lalu....... pergilah, lohu masih dapat bertahan......" sambil berkata demikian, Sam Kun terlihat meringis tetapi memang masih cukup kuat.
Mendengar keterangan Sam Khun, Tio Lian Cu dan Khong Yan saling berhadapan. Khong Yan bertindak cepat, dia mengeluarkan sebutir pil dan menyerahkan kepada Sam Kun dan kemudian berkata:
"Pil ini amat ampuh dari perguruanku, pasti akan amat membantu. Locianpwee pasti dapat bertahan, kami berdua akan mencoba mengejar penjahat...." sambil berkata demikian Khong Yan berdua Tio Lian Cu segera bergerak. Tetapi mereka sempat mendengtar Sam Kun berkata:
"Mereka membawanya pergi ke arah utara........."
Tetapi, setelah setengah jam lebih mereka mencari, tidak satupun mereka temukan jejak dari Thian Liong Koay Hiap dan Hu Sin Kok. Tetapi, mereka justru mendengar percakapan orang disebuah kedai yang menyebutkan ditemukan sesosok mayat ke arah barat yang dipantek di sebuah pohon yang daunnya sudah pada layu. Dan memang benar, mereka, para penyerang Benteng Keluarga Hu, pergi ke arah yang salah, bukan keutara menurut Sam Kun tadi, tetapi kearah timur, atau barat dari posisi Khong Yan saat di kedai itu. Lian Cu dan Khong Yan tidak terlampau detail memperhatikan info yang salah dari Sam Kun. Mereka berdua hanya menduga bahwa kemungkinan orang tua itu memang benar memberi jawaban, tetapi pihak lawan kemudian merubah arah ketika dalam perjalanan.
Dan kurang dari 10 menit kemudian, Tio Lian Cu dan Khong Yan menemukan mayat Hu Sin Kok yang terpantek di sebuah pohon yang cukup besar dan di bawah pohon sudah terlihat beberapa anak buah Kaypang. Keterkejutan Khong Yan dan Tio Lian Cu sama besar dengan orang-orang yang kelihatannya juga baru menemukan mayat Hu Sin Kok terpantek di sebatang pohon besar yang mulai mengering itu. Daun-daun pohon itu bahkan sudah mengering dan jatuh layu. Mayat Hu Sin Kok berada kurang lebih 3 meter dari permukaan tanah dan terpantek di batang pohon yang daun-daunnya sudah gugur dan runtuh sehingga menyolok mata orang yang lewat sekitar daerah itu.
"Sungguh biadab......." desis Tio Lian Cu berdesis sambil kemudian bergerak dan berkelabat cepat dan sudah melayang ke arah mayat Hu Sin Kok yang secara kasar dan biadab dipantek ke pohon itu.
"Sam sumoy, perlahan dulu......" Khong Yan ikut berkelabat dengan kecepatan yang tidak kalah dengan Tio Lian Cu karena melihat ada sesuatu yang rada-rada aneh dengan posisi tubuh Hu Sin Kok yang sudah almarhum itu.
"Hei,,,,,, siapa kalian......." serentak orang-orang atau anggota Kaypang yang ada kurang lebih tujuh orang bergerak, tetapi tidak dapat berbuat apa-apa melihat betapa cepat dan tinggi kemampuan Khong Yan dan Tio Lian Cu. Sampai akhirnya mereka hanya saling pandang menunggu apa yang akan dilakukan kedua tokoh muda yang gerakan dan kemampuan mereka amat cepat itu. Dan mereka semakin terpana saat melihat Khong Yan dan Tio Lian Cu yang tiba dan mendarat di kedua cabang kecil yang sudah rapuh dekat tubuh mendiang Hu Pocu.
"Ada apa Ji suheng......." tanya Lian Cu begitu mereka sama-sama mendarat di pohon rapuh pinggiran hutan itu.
"Perlahan sumoy, jangan sampai kita menghancurkan bukti dan jejak...." Khong Yan mengingatkan dan dan diiyakan oleh Lian Cu.
Dan mereka berdua benar menemukan sesuatu yang sebetulnya memang dibuat secara mencolok mata di dekat tubuh atau mayat Hu Pocu. Mayat Hu Pocu atau juga Bengcu Tionggoan sebelumnya sebetulnya masih dalam keadaan yang utuh. Tetapi yang menyayat hati dan menimbulkan amarah tokoh persilatan adalah tubuh tokoh itu justru dipantek di pohon rapuh dekat hutan dan masih berada di pinggiran jalan. Dan di atas mayat tokoh persilatan itu ada tulisan tangan yang akan cukup membuat orang gentar, ditulis dengan tangan di batang pohon yang sudah rapuh. Tulisannya jelas terbaca oleh Lian Cu dan Khong Yan:
"HUKUMANKU ATAS TOKOH PERSILATAN YANG MUNAFIK......"
THIAN LIONG KOAY HIAP "Buat apa Thian Liong Koay Hiap Locianpwee membunuh dan meninggalkan jejak sedemikian mencolok" Bahkan lawan-lawannya dari Bu Tek Seng Pay saja tidaklah dibunuhnya, hanya dipunahkan kepandaian mereka. Hmmmmm, benar-benar bodoh si pemfitnah ini...." gerutu Khong Yan yang tidak terima dengan dengan fakta betapa tokoh yang dihormatinya difitnah sedemikian rupa.
"Benar Ji Suheng, kupikir kerjaan ini sama sekali bukan hasil karya locianpwee itu. Lebih tepat yang melakukan ini adalah gerombolan Bu Tek Seng Pay..... tetapi, mari kita kuburkan terlebih dahulu mayat Hu Pocu baru kemudian kita menemui Sam Khun Locianpwe untuk meminta keterangan......."
Karena adanya sejumlah anggota Kaypang, Khong Yan dan Tio Lian Cu akhirnya malah beroleh bantuan yang mereka amat butuhkan, sekaligus beroleh berita lain yang cuckup penting. Ketujuh anggota Kaypang itu ditugaskan Tek Ui Pangcu untuk segera menyusul Thian Liong Koay Hiap guna memberitahukan sebuah berita penting yang ditulis dalam sebuah surat. Sayang surat itu tidak boleh dibuka. Tetapi, salah seorang anggota memberitahu, amat mungkin untuk meminta bantuan tokoh aneh itu tentang hilang dan terculiknya ketiga orang muda, yakni Kwan Kim Ceng, Oey Bwee dan Nadine. Besar kemungkinan ketiga tokoh muda ini diculik kawanan Bu Tek Seng Pay, tetapi masih belum dapat segera dipastikan dan sedang diselidiki. Untuk itu Thian Liong Koay Hiap diminta untuk segera balik guna bertemu Pangcu Kaypang. Berita yang membuat Khong Yan dan Tio Lian Cu menjadi tertarik dan saling pandang penuh arti. Karena mereka memang harus segera menyusul Bu San segera setelah sebulan lewat, dan mencari Bu San, konon harus dengan menemui Pangcu Kaypang saat ini, Tek Ui Sinkay. Apa salahnya mereka yang menempuh atau menggantikan si tokoh aneh untuk menyelamatkan ketiga anak muda itu" Toch latihan merekapun sudah selesai.
Tetapi meski sudah muncuol niat dalam hati merekia, tetapi tentu saja sebelum melakukannya, mereka berdua harus terlebih dahulu menyelesaikan urusan yang berkaitan dengan mayat Hu Pocu. Tetapi Tio Lian Cu segera memperoleh akal dan tanpa menunggu Khong Yan diapun berkata:
"Cuwi sekalian, terima kasih, selaku Ciangbudjin Hoa San Pay kami mohon bantuan cuwi untuk memakamkan puluhan anggota Benteng Keluarga Hu. Kami berdua akan memakamkan Hu Pocu dan sesudah itu mencari kedua cucunya yang masih hilang serta mengobati Sam Khun Locianpwee. Jika cuwi semua tidak keberatan, maka sebaiknya segera juga kabarkan berita ini kepada Tek Ui Pangcu. Kabarkan juga kami berdua akan segera turun tangan untuk membantu menyelidiki kejadian ini, sementara yang lainnya bisa langsung melanjutkan perjalanan untuk mencari Thian Liong Koay Hiap hingga bertemu ......."
"Baiklah Tio Ciangbudjin, kami bersedia membantu........"
Selesai urusan memakamkan semua anggota keluarga Hu Sin Kok, Khong Yan dan Tio Lan Cu kembali menemui Sam Kun dan kedua cucu Hu Sin Kok. Kini mereka sudah aman di ruang rahasia milik Hu Pocu, berdekatan dengan tempat yang berapa waktu lalu digunakan Khong Yan dan Tio Lian Cu untuk berlatih. Tidak berapa lama mereka sudah menemukan ruangan itu, tetapi Sam Khun masih dalam posisi samadhi, sementara kedua cucu Hu Sin Kok terlihat sedang tertidur. Atau tepatnya ditotok oleh Sam Kun agar tertidur mengingat keadaannya yang sangat berat, terluka dan tidak bisa melakukan apa-apa.
"Tidak mungkin Thian Liong Locianpwee yang melakukannya..... hmmmm, mestinya ada orang lain yang menggunakan namanya....." gumam Khong Yan yang memang punya hubungan dengan tokoh aneh itu, meski dia sama sekali belum mengenal bahwa adalah Koay Ji yang menyaru sebagai tokoh aneh itu. Yang penting baginya, bukan Thian Liong Koay Hiap.
"Akupun merasa amat banyak kejanggalan dibalik peristiwa ini..... apalagi, menurut anggota Kaypang tadi, adalah Tek Ui Kaypangcu yang meminta dan menugaskan si orang aneh itu untuk tugas yang cukup jauh dari sini....... dan, bukan gaya locianpwe itu untuk main bunuh dan memamerkan korbannya dijalanan..... hal ini tentu saja amat mengherankan dan sungguh aneh...." jawab Tio Lian Cu menyahuti perkataan Khong Yang yang memang juga menjadi bahan perenungannya.
"Tidak menjadi aneh jika mengingat bahwa kita dengan locianpwee itu dewasa ini sedang berhadapan dengan kekuatan luar biasa dari pihak Bu Tek Seng Pay...." desis Khong Yan yakin
"Ach, engkau benar Ji Suheng... hal itu memang sangat tidak bisa kita abaikan. Tapi, tetap saja kita butuh bukti"
"Hmmmm, dengan mata telanjang lohu jelas-jelas menyaksikan si bangsat Thian Liong Koay Hiap itu. Kepandaiannya, wajah dan gerak-geriknya, sudah pasti adalah si tokoh bangsat itu...... awas kalau bertemu lohu....." tiba-tiba terdengar suara keras Sam Kun yang ternyata sudah siuman.
"Achhh Sam Kun Locianpwee,,,, bagaimana keadaanmu sekarang, apakah sudah rada baikan....?" tanya Khong Yan melihat Sam Kun meski masih sedikit agak pucat wajahnya tetapi sudah jauh lebih bugar.
"Lukaku teramat parah, pukulan bangsat itu memang luar biasa. Kelihatannya lohu masih harus berlatih sampai setahun baru bisa pulih kembali...... acccchh, memang hebat pukulan manusia munafik itu......"
"Locianpwee,,,, benarkah......?"
"Sudah pasti, mata tua lohu pasti tak akan salah. Postur tubuh, kehebatan ilmunya, semua adalah tanda-tanda manusia munafik berjulukan Thian Liong Koay Hiap. Satu hal kupesankan, jangan membunuh bangsat itu sampai lohu kembali setahun kedepan,,,,,, harus kusembelih bangsat itu dengan tanganku sendiri........" wajah dan eskpresi murka Sam Khun sungguh mengerikan. Belum lagi Khong Yan kembali bertanya, terdengar dia berkata atau tepatnya bertanya lagi,
"Bagaimana, apakah siauwhiap berdua menemukan jejak Hu Toako...?" pertanyaan yang membuat baik Khong Yan maupun Tio Lian Cu terdiam. Untung saja karena penerangan dalam ruangan rahasia itu memang terbatas, maka akhirnya perubahan wajah mereka tak terlacak oleh Sam Kun. Tetapi, Khong Yan tetap saja sambil menarik nafas panjang menjawab dengan berhati-hati....
"Locianpwee,,,, kami berdua memang melakukan pengejaran dengan secepatnya beberapa jam sebelumnya. Tetapi, mohon maaf Locianpwee, karena kami hanya dapat menemukan mayat Hu Pocu dan baru saja kami memakamkannya dengan bantuan beberapa anak murid Kaypang......."
Dan mendengar jawaban Khong Yan, diluar dugaan kedua anak muda itu, Sam Kun hanya terlihat tercenung sebentar, tidak emosional. "Sungguh hebat, dia dapat menguasai dirinya dengan baik" desis Khong Yan dalam hati. Karena memang, bukannya meluap emosinya sebagaimana dugaan Khong Yan dan Lian Cu semula, sebaliknya Sam Kun justru terlihat menarik nafas panjang dan dengan wajah penuh duka, setelah berkali-kali menarik nafas duka, dia berkata dengan suara yang jelas namun agak perlahan:
"Terima kasih jiwi siauwhiap sudah memakamkan toakoku, sejak awal sudah kuduga dia mestinya lebih banyak celakanya ketimbang selamat. Dan mendegar sejelasnya nasibnya, maka sudah saatnya lohupun mengundurkan diri dari tempat yang penuh kenangan ini. Lohu harus merencanakan untuk membuat persiapan pembalasan, tetapi, mohon jiwi siauwhiap coba melakukan penyelidikan lebih jauh lagi. Karena, diantara para penyerang yang semuanya sama menggunakan topeng,,,,,, rasanya lohu mencurigai keterlibatan Mo Hwee Hud atau mungkin lebih tepatnya, anak-anak muridnya. Kelak, biarkan Lohu melakukan pembalasan sendiri, atau kelak anak cucu toako harus melakukannya......."
"Sam Kun Locianpwee, percayalah, kami berdua akan melakukan penyelidikan itu. Bahkan kami akan ikut untuk melakukan pembalasan atas apa yang para penjahat itu sudah lakukan kepada keluarga Hu Pocu..........." terdengar Tio Lian Cu ikut nimbrung gara gara dia sendiri memang sudah amat murka dan sedih dengan apa yang menimpa keluarga Hu Pocu yang dia hormati. Apalagi, salah satu keluarga Hoa San Pay, juga adalah anak menantu dari Hu Pocu yang anak-anaknya kini berada di dalam ruang rahasia itu bersama dengannya.
"Baiklah, tentu saja Lohu percaya dengan ucapanmu berdua. Apalagi engkau selaku Hoa San Ciangbudjin maupun engkau selaku murid Bu Te Hwesio. Karena itu, maka ijinkan lohu pergi sekarang guna melakukan proses penyembuhan luka-luka lohu ini. Amat tidak mungkin kulakukan di tempat ini, karena besar kemungkinan mereka akan memburuku hingga kemari karena berhasil meloloskan kedua cucu toakoku ini. Mengenai kedua cucu toako ini, adalah lebih baik kubawa serta, kelak setahun kedepan kami akan munculkan diri kembali di Tionggoan. Harap jiwi siauwhiap beritahukan kepada kedua orang tua mereka bahwa Lohu membawa mereka dan akan tinggal di rumah lamaku....."
"Dimana gerangan tempat tinggal lama locianpwee, biar akan kusampaikan kepada Hu suheng ketika bertemu nanti.....?" tanya Khong Yan yang memang belum begitu kenal dengan Sam Kun, beda dengan Tio Lian Cu yang beberapa kali hadir dalam rapat bahkan sebelum perayaan ulang tahun Hu Pocu. Bukannya menjawab, Sam Khun malah berjalan menjauh dan mendekati ranjang tempat kedua cucu Hu Pocu berada. Pada titik itulah terlihat sekilas sinar mata Tio Lian Cu bersinar aneh, dan dalam sepersekian detik dia kemudian berseru:
"Locianpwee, perlahan dulu...." sayang sekali, kekurang pengalaman Tio Lian Cu justru membuat suaranya bergetar. Mendengarkan nada suara bergetar itu, bukannya berhenti, justru "Sam Khun" terlihat melangkah jauh lebih cepat lagi. Dan pada saat itu Tio Lian Cu mengambil keputusan yang cepat dan tepat. Tubuhnya berkelabat dalam kecepatan yang amat tinggi sambil dengan suara teramat tegas dan keras terdengar dia berkata:
"Hmmmm, sudah kukatakan perlahan locianpwee......"
Pada saat yang sangat singkat itu terjadi tiga kejadian yang berentetan, bahkan jika dihitung terjadi dalam waktu kurang dari dua detik. Ketika mendengar bentakan dari Tio Lian Cu, Sam Kun terlihat bergegas, bergerak cepat dan tangannya mengibas kearah dua bocah cilik yang berjarak sekitar 3,4 meter darinya. Sedang Tio Lian Cu mengejar dan melihat gerakan mengibas Sam Kun yang berjarak sekitar 4 meter darinya, tangannya segera bergerak mengirimkan serangan maut. Pada saat yang nyaris bersamaan, Khong Yan yang selalu awas dengan kedua anak suhengnya, juga bergerak cepat dengan melontarkan dua buah kerikil dengan kekuatan pukulan iweekang Pouw Tee Pwe Yap Sian Sinkang.
"Blaaaaarrrrrr, tukkkk..... tukkkkkkk......."
Sam Kun memang berhasil menghindar, tetapi kedua senjata rahasianya terpukul melenceng oleh Khong Yan. Tetapi, untung bagi Sam Kun, dengan menghindar kekiri, dia menuju ke lubang keluar yang lain, cabang jalan rahasia yang lain yang justru mengantarnya langsung ke tepi sungai. Sementara Tio Lian Cu yang ingin mengejar tertahan oleh seruan Khong Yan:
"Biarkan Sam Kun bangsat itu pergi sumoy, lain kali kita bisa menemukannya. Saat ini, lebih penting menolong orang........"
Memang benar, lebih penting menolong kedua anak kecil yang nyaris menjadi korban keganasan Sam Kun. Tetapi Tio Lian Cu berkata:
"Dia bukan Sam Kun, ada berapa bagian yang mirip, tetapi gelagatnya dia bukan Sam Kun Locianpwee yang kukenal....." gumam Tio Lian Cu yang kemudian segera mengikuti langkah Khong Yan mendekati ranjang batu dimana kedua anak kecil Hu Kong dan Hu Lan putra dan putri Hu Sin Tiong suheng Khong Yan.
"Untung mereka hanya tertotok dan tidur dengan nyenyak karenanya......" berkata Khong Yan setelah melihat dan meneliti keadaan kedua keponakan muridnya itu. Tapi, dalam waktu yang nyaris bersamaan dengan Tio Lian Cu, Khong Yan melihat sesuatu atau tepatnya seseorang berada di belakang ranjang batu setinggi nyaris satu meter itu. Dan sesosok tubuh itu amat mirip dengan "Sam Khun" yang baru melarikan diri beberapa waktu lalu.
"Echhhh, ada orang......" desis Khong Yan kaget, lebih kaget lagi melihat seseorang dibalik ranjang itu ternyata adalah Sam Kun. Dan segera dia menjadi paham dengan sendirinya dan saling pandang dengan Tio Lian Cu yang juga mengangguk kearah dirinya dan tersenyum. Tetapi, untuk berjaga-jaga Lian Cu mendekat dan kemudian bertanya dengan suara tegas:
"Jika tidak keliru, ini pasti adalah Sam Khun Locianpwee yang asli. Benarkah demikian Locianpwee.....?" berkata atau bertanya Tio Lian Cu yang dengan cepat mengenali Sam Khun namun memandang wajahnya untuk meminta penegasan. Sam Kun atau orang dibalik ranjang batu itu terdengar batuk beberapa kali setelah urat gagunya dibebaskan
"Uhuk, uhuk...... kalian berdua boleh menanyakan langsung kepada kedua cucuku itu apa yang terjadi......" jawab Sam Kun sambil menunjuk kedua orang anak yang masih tertidur nyenyak sejak tadi.
"Hmmmm, kelihatannya memang harus demikian sumoy, kita haru bertanya kepada kedua ponakan murid kita ini. Maafkan kami Locianpwee, bagaimanapun kami harus berjaga-jaga.." berkata Khong Yan sambil kemudian bergerak untuk membangunkan Hu Kong dan Hu Lan kedua keponakan muridnya. Dan tidak berapa lama kemudian kedua anak itupun sadar dan bangun dari tidurnya:
"Jiwi sutit... bagaimana keadaan kalian.....?" tanya Khong Yan dengan lembut sambil mengawasi kedua anak malang itu.
"Accchhhh Khong Susiok....... bagaimana keadaan kong-kong dan kedua adikku yang lain......" ach, Suhu (keduanya memang memanggil Sam Kun sebagai Suhu), bagaimana keadaanmu....?" Hu Kong yang lebih dewasa meski masih gagap tapi lebih tenang ketimbang Hu Lan yang terus menangis dalam pelukan Tio Lian Cu sejak dia siuman tadi.
"Sutit,,,,,,, kenalkah engkau dengan Sam Locianpwee ini.....?" tanya Khong Yan hati hati untuk tidak menyinggung Sam Kun.
"Ecchhhh, Suhu memang bisa melukai musuh tinggi besar itu dengan parah, tetapi musuh itu lihay dan bisa berpura-pura mati dan ketika Suhu lengah dia berhasil menotok suhu dan meletakkannya dibalik ranjang kami" berkata Hu Kong sekaligus meredakan kecurigaan Khong Yan dan Tio Lian Cu kepada Sam Kun. Tidak salah lagi, penjelasan Hu Kong mempertegas dan memperjelas status Sam Kun yang identitasnya sempat dicuri dan dipalsukan oleh "Sam Kun" palsu sebelumnya. Dan tidak ragu keduanya minta maaf kepada Sam Kun asli.
"Suhu, Susiok, bagaimana keadaan kakek dan ibu........?" bertanya Hu Lan diiringi tangis yang tak tertahankan. Memang, Hu Lan selain dekat dengan ibunya, juga dekat dengan Sam Kun yang menjadi saudara angkat kakeknya, sekaligus juga menjadi Suhu mereka berdua kakak beradik. Uniknya, selain dengan Hu Sin Kok, Sam Kun hanya merasa dekat dan bisa bermain-main secara bebas dengan Hu Kong dan Hu Lan dan sangatlah menyayangi kedua cucu sahabatnya itu.
"Sudahlah Lan ji........" bisik Sam Kun sambil membujuk Hu Lan tetapi kehabisan kata kata untuk menjawab pertanyaannya.
"Sam Kun Locianpwee...... siapa gerangan para penyerbu yang ganas itu..." Lian Cu bertanya dengan berbisik, menggunakan ilmu khusus yang ditujukan kepada Sam Kun. Tetapi, sayangnya Sam Kun sendiripun masih belum dapat menebak siapa gerangan musuh yang dapat dilukainya meskipun harus secara menggelap karena dia lebih paham jalan rahasia ini. Karena itu orang tua itu berkata kepada Lian Cu dengan suara biasa:
"Tidak salah lagi, mereka adalah anak murid Mo Hwe Hud meski gembong iblis itu sendiri tidak datang. Tetapi, mereka jika lohu tidak salah, masih dibantu oleh orang orang atau tokoh dari Tiang Pek Pay. Dan ini membuat posisi Hu Pocu serta lohu sampai sangat kewalahan. Selain itu, jika tidak salah, tokoh yang melukaiku dan kemudian menyamar sebagai diriku bernama Jamukha, seorang jago luar biasa dari daerah Mongol. Entah mengapa tokoh itu juga munculkan diri di Tionggoan. Ach, naga-naganya persoalan akan semakin rumit......."
"Hmmmm, jelas ini perbuatan Bu Tek Seng Pay....." desis Khong Yan murka dengan penyerbuan dan pembantaian di benteng Keluarga Hu.
"Benar anak muda,,,,,,,, mereka mencoba merusak nama Thian Liong Koay Hiap, tapi sayang masih ada kami bertiga yang dapat menjadi saksi......." jawab Sam Kun dengan suara mantap.
"Acchhhhh, kita harus bergegas....." bisik Tio Lian Cu
"Hmmmmmm, benar Tio Ciangbudjin.... untuk berhasil upaya mereka, maka pastilah Jamukha akan memanggil bala bantuan. Sebetulnya lohu bisa melukainya secara berat, tapi entah mengapa dia sembuh demikian cepatnya......." keluh Sam Kun yang membuat Khong Yan merasa amat bersalah. Tetapi, posisi mereka yang berbahaya membuatnya harus dengan cepat mengambil keputusan:
"Mari, kita dapat bersembunyi di tempat rahasia satunya lagi. Tetapi, sayang aku kurang paham dimana jalannya......" keluh Khong Yan yang sangsi dan kini menatap Sam Kun mohon pertimbangan.
"Lohu paham, mari kita segera kesana.....", cepat Sam Kun mengerti apa maksud tatapan Khong Yan kearahnya.
Baru selesai Sam Khun berkata dan mereka bersiap untuk dapat berlalu, tiba-tiba terdengar ribut-ribut meski masih sayup, dan jelas suara itu berasal dari pintu masuk dan mengarah jalan rahasia itu.....
"Mereka sudah datang..... ayo cepat....." bisik Tio Lian Cu sambil menggendong Hu Lan sementara Hu Kong berada dalam perlindungan Khong Yan. Di depan adalah Sam Kun yang mengambil jalan memimpin mereka semua meski berjalan dengan sedikit sempoyongan karena. Dapat dimaklumi, karena memang dia masih belum pulih total setelah sekian lama ditotok dan dibebaskan jalan darahnya dari totokan oleh Tio Lian Cu. Tetapi karena kondisi darurat, dapat juga Sam Kun terus melaju ke depan, kemudian berbelok kekanan ke arah dimana Jamukha tadi berlalu. Tetapi hanya kurang lebih 10 meter, diapun kemudian menekan sebuah tombol yang amat sulit dicari dengan mata biasa kecuali memang tahu betul letaknya. Dan sebuah pintu yang lain terbuka, berjalan sekitar 20 meter lagi, tibalah mereka di ruang yang selama sebulan terakhir menjadi tempat berlatih Khong Yan dan Lian Cu.
"Jangan ribut dan jangan bersuara..... kelihatannya mereka membawa banyak orang dan bala bantuan, bukan tidak mungkin ada yang memiliki kepandaian setingkat Jamukha yang berlalu tadi...." bisik Khong Yan mengingatkan kepada semua orang agar lebih berhati-hati.
"Hmmmm, jika mereka terus berusaha mencari, maka besar kemungkinan tempat ini bakal mereka temukan. Berbahaya bagi Kong Ji dan Lan Ji, karena itu, sebaiknya kualihkan mereka dari dalam terowongan rahasia ini....." berkata Tio Lian Cu dan tanpa menunggu persetujuan siapapun dia melangkah mencari pintu keluar.
"Sumoy, terlalu berbahaya......" desis Khong Yan yang mencoba untuk mencegak kepergian Tio Lian Cu meski dia tahu pasti akan gagal.
"Hmmmm, aku tidak akan berhadapan muka dengan mereka suheng, hanya akan berusaha mengalihkan perhatian agar pencarian mereka di jalan rahasia ini segera berakhir......" desis Lian Cu sebagai jawaban
"Baiklah, tapi hati-hati......", dengan terpaksa Khong Yan menyetujui, karena sekali lagi, memaksa Tio Lian Cu tidak akan ada gunanya.
Tapi benarkah Lian Cu hanya sekedar ingin mengalihkan perhatian para pemburu itu" Entahlah. Yang pasti dengan cepat dia keluar dari jalan rahasia di tepi sungai sebagaimana dia tadi berapa jam sebelumnya juga keluar dari situ, dan kini kembali memasuki rumah yang memiliki jalan rahasianya.
Tetapi sebelum memasuki rumah itu, selagi masih berada di halamannya yang memang terhitung cukup luas itu, dia sudah berhadapan dengan beberapa orang yang mengenakan pakaian yang semuanya nyaris mirip. Mereka semua rata-rata mengenakan topeng, terkecuali 3 orang yang wjahnya dicat seperti besi dan pandangan mata mereka persis seperti robot. Tiada cahaya, tidak ada sinar, dan tidak bergerak sama sekali, persis seperti robot yang berdiri tegak tidak bergerak dan menunggu berintah belaka. Entah siapa mereka gerangan" Tetapi sayangnya tak ada satupun yang dapat dikenali oleh Tio Lian Cu. Tetapi dari cara orang terdepan berdiri dan menyambutnya, dia langsung tahu jika berhadapan dengan tokoh yang cukup berisi dan tangguh.
"Hmmmm, engkau tentu salah satu yang lolos di jalan rahasia itu........?" bertanya si tinggi besar yang kini menghadapi Tio Lian Cu dan memandangnya penuh curiga tetrapi juga terlihat sangat merendahkan.
"Hikhikhik, jika benar bagaimana.......?" tanya Lian Cu jenaka, padahal dalam hati sudah panas membara dan siap menerjang. Tetapi, menghadapi pertanyaan lawan, sudah tentu Tio Lian Cu berpikir seribu kali untuk tanpa babibu menyerang orang. Meski dia tahu benar orang dihadapannya adalah orang jahat. Meski sesungguhnya dia sudah sangat ingin maju menerjang dan jika memungkinkan akan memukul roboh binasa lawan yang sombong itu.
"Hmmm, jika benar, maka engkau membawa dirimu ke pambantaian Nona. Sayang sekali masih semuda dan secantik engkau tetapi harus kami tawan....."
"Mampukah engkau" hikhikhihik... atau jangan-jangan hanya besar dimulut belaka?" goda Tio Lian Cu yang jahilnya tiba-tiba muncul mendengar begitu takaburnya lawan tinggi besar dihadapannya itu.
"Hmmmm, engkau cukup sombong Nona, maju, tangkap dia hidup-hidup...." perintah si tinggi besar sambil menoleh kepada 5 orang yang tinggi dan besarnya nyaris mirip satu dengan yang lainnya dan sejak tadi berdiri di sampingnya. Dan perintah itu dengan cepat sudah bersambut disertai dengan teriakan mengguntur:
"Awas serangan........."
Tapi, meskipun Tio Lian Cu sedikit kaget akibat serbuan kelima orang itu, bukanlah berarti dia kerepotan dan terdesak. Lian Cu rada kaget karena kepandaian kelima orang yang menyerangnya secara bersamaan sedikit diluar perkiraannya. Awalnya dia mengira kepandaian mereka masih rendah, tetapi ketika mereka mengadakan perlawanan dengan saling membela, maka kekuatan mereka ternyata dapat berlipat ganda. Tio Lian Cu cepat sadar bahwa keistimewaan mereka adalah dalam hal bekerja sama, karena jika maju seorang demi seorang, dia merasa pasti akan dengan mudah menang. Tetapi ketika mereka maju bersama, berlima dengan saling bela, saling bantu satu dengan yang lain, serta terlebih mereka maju dengan satu ilmu kerjasama atau barisan yang tertib, maka Lian Cu merasa tidak boleh pandang enteng atas lawan-awannya itu.
Tetapi, setelah berlatih satu bulan, bukan hanya kemampuannya dalam menguasai ilmu silat dan iweekang yang melonjak jauh. Selain itu, ketajaman dan kepekaannya dalam memandang serta mengevaluasi kemampuan lawan, kecepatan, daya serang lawan serta pertahanan lawan, meningkat amat jauh. Oleh karena itu, Tio Lian Cu dengan cepat mampu menyesuaikan daya tarungnya, baik dalam hal pertahanan, menyerang, jurus jurus serangan dan pertahanan serta pengerahan iweekangnya. Maka setelah dicecar lawan selama 10 jurus dan lebih banyak mengelak sambil menilai dan memperhatikan keistimewaan lawan-lawannya, dengan tiba-tiba Lian Cu menerjang balik hingga mengejutkan kelima lawannya. Mereka tidak menduga dan menyangka jika lawan mereka yang masih muda itu dapat dengan cepat merubah keadaan, dari terserang berbalik menyerang.
Serangan Tio Lian Cu bukan hanya cepat, tetapt dan terukur, tetapi yang terutama kekuatan yang terkandung dalam pukulannya memang bukan main kuatnya. Lian Cu belum begitu menyadari jika kekuatannya saat ini sudah melaju jauh dibandingkan sebulan sebelumnya. Wajar jika dia mengerahkan kekuatan yang terlampau hebat hingga mengakibatkan kelima lawannya menjadi jerih dan segera berkurang jauh kejumawaan mereka. Benturan antara mereka mengakibatkan kerugian bagi kelima orang itu dan sampai membuat mereka semua terdorong 4,5 langkah ke belakang. Untung saja Lan Cu masih belum berniat burut terhadap mereka dan belum cukup paham dengan akibat benturan antara mereka. Coba seandainya dia berniat untuk segera menang dan mengalahkan kelima lawannya itu.
Seandainya Lian Cu mengerti bahwa kelima lawannya adalah tokoh-tokoh maut pada saat itu, dia pasti akan girang luar biasa. Kelima lawannya adalah Tiang Pek Ngo Ong (Lima Raja dari Tiang Pek), tokoh-tokoh puncak hanya dibawah Pangcu Tiang Pek Pay yang misterius. Bahkan, jika mereka bergabung, mereka masih akan mampu sedikit diatas kemampuab Pangcu mereka sendiri meski jika maju seorang demi seorang kekuatan mereka justru merosot jauh. Tetapi saat itu, Lian Cu mampu mendorong dan menyudutkan mereka berlima meski dia sendiri masih sedikit tergetar. Memang pada saat itu Tio Lian Cu memainkan Ilmu Hong In Pat Jiauw (ilmu Delapan cengkeraman angin dan Mega) andalan Suhunya dan Ginkang Liap In Sut (Ginkang Mengejar Awan) hadiah Bu In Sinliong. Ginkang ini pada gilirannya jadi favorit utamanya dan sudah menjadi landasan bergerak andalannya melampaui ginkang ajaran suhunya sendiri.
Kedua ilmu itu tanpa disadari Lian Cu sudah memberi dampak yang jauh melampaui kemampuannya sebulan sebelumnya. Cengkeraman yang dengan cepat berubah menjadi dorongan dengan kekuatan iweekangnya mampu menggempur kelima lawan hebat itu. Hal yang sebenarnya patut dibanggakan tetapi karena Lian Cu tidak mengerti siapa lawannya sehingga tidak mendatangkan kegembiraan baginya. Coba jika dia tahu siapa lawannya"
Menyadari jika lawan mereka ternyata adalah seorang Nona yang berisi, membuat kelima Raja Tiang Pek itu menjadi terangsang untuk bertarung secara lebih hebat lagi. Pada saat itu Pangcu Perguruan Misterius Tiang Pek Pay, yang bukan lain adalah Ki Leng Sin Ciang (Raksasa Telapak Tangan Sakti) Ma Hiong, belum begitu sadar dengan kehebatan Tio Lian Cu. Dia masih memandang dengan remeh meskipun Lian Cu dapat menggedor kelima wakilnya dalam gebrakan pertama tadi. Begitupun dia masih beranggapan bahwa itu disebabkan anak buahnya yang lalai dan terlampau memandang remeh gadis cantik yang masih terlampau muda untuk menjadi lawan berat mereka semua. Dia hanya tidak sadar saja, atau masih belum bisa mengetahui jika Gadis Muda yang cantik itu justru adalah Ciangbudjin Hoa San Pay pada saat itu. Ciangbudjin termuda dalam sejarah Ho San Pay. Seandainya dia tahu, sangat mungkin dia masih tetap memandang remeh sebelum dia merasakan secara langsung sengatan gadis didikan Thian Hoat Tosu itu.
Kelima anak buahnya pada saat itu sudah sadar jika lawan mereka yang masih muda itu bukanlah lawan ringan. Pukulan gadis itu yang mendorong mereka, sempat mereka tangkal dengan kekuatan iweekang mereka tetapi masih juga tetap memberi dampak buruk. Mereka terdorong berapa langkah ke belakang. Ach, tapi itu sangat mungkin karena kelengahan belaka. Mungkin begitu cara berpikir mereka berlima. Dan sekarang, mereka membuka serangan dengan gaya dan cara yang amat serius, berbahaya dan sangat mematikan. Memandang Tio Lian Cu sebagai lawan berat yang harus diawan secara serius. Melihat keseriusan kelima anak buah andalannya itu, barulah sang Pangcu tergetar dan mulai memperhatikan arena pertarungan dengan lebih serius. Jika kelima anak buahnya sampai seserius itu, maka lawan mereka mestinya bukanlah lawan sembarangan. Ini yang menyentak dan mengejutkan sang Pangcu.
Pada saat itu Tiang Pek Ngo Ong (Lima Raja dari Tiang Pek) sudah bergerak dengan mengembangkan Ilmu Langkah dan Ginkang khas mereka, yakni Ngo Sing Pou (Langkah Lima Bintang). Ilmu ini aslinya dari Ilmu Jit Sing Pou (Langkah 7 Bintang) yang merupakan ginkang khas Tiang Pek Pay yang dimiliki oleh Ma Hiong. Tetapi, para sesepuh Tiang Pek San secara khusus telah menggubah ilmu ini guna menjadi ciri khas 5 Raja Tiang Pek yang selalu berganti setiap generasi, dan justru jika dimainkan berlima kehebatannya menjadi meningkat. Ketika bergerak dengan gaya indah yakni Kim Lun Hoan Sin (Roda emas menggelinding), dan disertai pukulan Tok Liong Ciang Hoat (Ilmu Telapakan Tangan Naga Berbisa) dalam gaya Han Mo Tui Ho (Setan Kedinginan Mengejar Api), kehebatan mereka segera terasa oleh Tio Lian Cu. Apalagi karena tingkatnya saat ini sudah cukup tinggi dan mampu merasakan adanya hawa aneh beracun dari lontaran pukulan kelima lawan yang bergerak secara hebat itu.
"Hmmmmm, racun...... sungguh ilmu gabungan berlima yang luar biasa...." desis Tio Lian Cu dalam hati. Tetapi, bukannya takut, gadis manis ini justru menjadi semakin bersemangat dan sontak kekuatannya yang sebenarnya mulai meluncur begitu saja berkat perlawanannya terhadap lima pengeroyoknya yang memang hebat dalam pertempurannya di arena saat itu.
Tetap bergerak dengan Liap In Sut (Ginkang Mengejar Awan), tetapi kini dia mulai menyelinginya dengan kedua ilmu pusakanya, yakni ilmu Hong In Pat Jiauw (Ilmu Delapan cengkeraman angin dan Mega) dan juga Ilmu Pa Hiat Sin Kong (Ilmu sakti menotok jalan darah). Menghadapi terjangan berbisa lawan, dengan cepat dia bergerak dalam gaya indah khas seorang perempuan, yakni Liang Cie Yauw (Dua Sayap Bergoyang), disusul dengan indah yang dinamakan Gerakan Giok Li Touw Kang (Wanita elok menyeberang sungai). Kedua gerakan tersebut sengaja dilakukan bersambung berhubung kelima lawannya bergerak bersamaan dalam lima titik meruncing dan menyerang secara bergantian. Tetapi sambil gadis itu bergerak menghindar, pukulan dan totokan yakni Thian Ki Hiat' di iga kanan seorang lawan disusul dua buah totokan Hoa Kay Hiat' jalan darah di bagian pundak kiri kedua lawan lainnya juga dilakukannya secara gesit. Akibat totokannya secara beruntun dalam Ilmu Pa Hiat Sin Kong (Ilmu sakti menotok jalan darah) membuat kelima lawannya harus bergerak cepat menghindar dan menyerang.
Dengan segera dan amat cepatnya kelima orang itu, bergerak dalam gaya unik Kim Lun Hoan Sin (Roda emas menggelinding) yang membuat seluruh totokan Lian Cu buyar. Dan bahkan tiga serangan beruntun serentak dilakukan dalam jurus yang sama, dengan gerak tipu Tiat Le Koan Jit (Baju besi menutup matahari). Dari terserang mereka balik menyerang, dan diawali dengan bergeraknya mereka dalam berlima secara bersamaan sehingga bisa menyamarkan serangan yang mereka bangun. Tetapi sayangnya, Tio Lian Cu yang baru muncul kembali setelah sebulan berlatih keras sudah memiliki bayangan serta kesadaran baru atas kemampuannya. Bahkan naluri serta pemahamannya atas gerak ilmunya juga meningkat secara luar biasa. Jurus menghindar yang lemas sekaligus efektif yakni jurus Thian Lie Kay Tay (Bidadari meloloskan sabuk) membuatnya mampu menghindar dengan indah dan cantik. Tetapi lebih dari sekedar menghindar diapun bergerak cepat dan lemas sambil menyerang ketiga lawannya sekaligus dalam jurus Bwee Swat Tiauw Goat (Kembang Bwee mekar menghadapi rembulan). Dengan gerakannya ini, bukan saja dia dapat menghambat serangan ketiga lawannya, tetapi malahan juga mampu menyerang balik dengan kekuatan yang menggetarkan kelima lawan dari Tiang Pek itu. Sontak serang menyerang dan saling mencari kesempatan terjadi dengan amat seru dan silih berganti.
Belum cukup dengan itu, pada saat sebelum kelima lawannya bergerak bersamaan dia mencecar dengan ilmu pusaka Hoa San yang amat lihay, yakni dengan jurus toya yang sudah digubah menjadi pukulan. Aslinya adalah jurus Liong Pang Heng Ouw (Toya naga melindungi telaga) dari Ilmu Pusaka Thian Lo Sin Kuay Hoat (lmu silat tongkat sakti jatuh dari langit). Cecarannya yang terakhir sungguh luar biasa, karena memang berasal dari ilmu ampuh Hoa San Pay yang sudah lama tidak lagi dimainkan di daratan Tionggoan. Kelima lawannya sempat tercerai berai dan sempat bergerak secara kacau tidak lagi dalam irama dan barisan sebagaimana biasanya. Dan kondisi ini jelas memberi peluang besar bagi Tio Lian Cu untuk mendesak kelima lawannya dengan lebih hebat. Tetapi, bukannya mencecar mereka hingga kalah, sebaliknya justru Tio Lian Cu memberi mereka waktu untuk bersatu kembali guna melanjutkan pertarungan mereka.
Ada apa" Apakah Lian Cu tidak tahu bahwa dia berada pada titik yang bakalan memenangkan pertempuran jika melanjutkan serangannya" Sebenarnya bukan karena Lian Cu tidak paham. Tetapi lebih karena dua alasan: Pertama, dia merasa senang karena kelima lawannya mampu memancingnya mengeluarkan ilmu pusaka perguruan dan mengeluarkan kemampuan terbaiknya. Kelima lawannya bukanlah lawan lemah, dan sebenarnya dia belumlah akan menang, hanya memenangkan peluang untuk berbalik mendesak kelima lawannya. Kedua, dia melirik sebentar guna memastikan kemunculan Sam Khun dan Khong Yan yang bertugas untuk mengamankan kedua cucu Bu Pocu yang sudah menjadi korban lawan. Dan kedua alasan itu yang membuat Lian Cu memberi kesempatan dua hingga tiga detik lawan mengambil nafas dan kembali dalam barisan. Mereka sadar, lawan muda yang juga seorang gadis itu adalah lawan berat, sangat berat, tetapi kelihatannya seperti masih kurang pengalaman. Benarkah"
Sementara itu, kesimpulan yang sama juga berkelebatan di benak Ma Hiong. Pangcu Tiang Pek Pay itu beranggapan sama, bahwa Lian Cu yang mengagetkan itu ternyata masih mentah. Meski memang benar kesimpulannya tentang Lian Cu yang masih mentah, tetapi kesombongannya menutupi fakta bahwa dalam gebrakan awal, Lian Cu telah membobol barisan kebanggan perguruannya. "Ach, mungkin amat kebetulan dia membuat anak buahku keteteran, dan mereka berlima jelas amat memandang enteng Nona itu....." simpul Ma Hiong. Kesimpulan yang wajar, siapa yang dapat dengan rela menerima kekalahan pihaknya ketika berhadapan dengan pihak yang jelas-jelas terlihat berada dibawah kemampuan mereka" dan kesimpulan keliru namun wajari ini, juga diidap oleh Ma Hiong yang tak rela perguruannya kalah oleh gadis muda yang belum dikenal ini.
"Maju, serang dengan menggunakan Ilmu Ko bok ciang (Pukulan Kayu Kering). Serang dia secara bergantian niscaya kemenangan di pihak kita......"
Tidak menunggu lama, kelima lawan Lian Cu kembali maju menyerang. Sekali ini lebih cepat dan lebih tertata karena maklum, lawan mereka bukanlah lawan yang dapat dengan mudah mereka tundukkan. Sebaliknya, mereka sudah merasakan kopi pahit dari lawan yang masih muda itu. Dengan cepat dan beruntun merekapun menyerang dengan jurus Hui Hong Soan Tah (Angin puyuh mengitari pagoda) dan disusul dengan jurus Lam Hay Liu Sui (Air mengalir dari Laut Selatan). Jurus pertama sepertinya mengandung kekuatan mitis yang mempengaruhi gerak dan terutama pikiran orang, dan pada saat guncang mereka menyerang dengan gaya dan cara yang cerdik. Membuka pintu utara dan menutup pintu selatan, menyerang satu arah namun dengan lima pukulan dari lima orang secara bergantian. Itulah makna dan maksud utama jurus Hui Hong Soan Tah.
Yang berbahaya bukan hanya konsentrasi yang terpecah, tetapi juga hawa beracun yang dikombinasikan dengan iweekang yang amat kuat yang mendorong pukulan itu mengarah ke sejumlah titik mematikan. Tetapi, untungnya Lian Cu sudah menguasai Ilmu Tot Ing Sam Ciang sejenis Ilmu Suara atau sejenis Ilmu Sihir melalui Suara yang baginya saat itu berfungsi sebagai IImu Ampuh pemunah Ilmu Sihir. Menyadari adanya getaran yang aneh dan istimewa, Tio Lian Cu yang sudah amat waspada sejak awal segera berteriak sambil bergerak dengan jurus Thian Lie Pian In (Bidadari menari di dalam awan),
"Haiiiiittttt....."
Sebanyak tiga kali dia mengelak dengan gerakan indah atas lima buah pukulan beracun lawan. Pukulan yang tidak membuatnya takut karena dia mengenakan pusaka pelindung yang dihadiahkan Bu In Sinliong pada masa kanak-kanaknya. Pusaka pelindung yang juga dimiliki oleh Koay Ji, bahkan bahannya sebenarnya berasal dari Koay Ji yang bersahabat dengan para monyet di hutan sekitar gua dimana Bu In Sinliong bertapa. Setelah tiga kali mengelakkan serangan pukulan lawan yang mendatangkan hawa amis itu, Lian Cu menjadi jemu dan dengan cepat dia kemudian bergerak ringan dengan langkah kaki meliuk dan secepatnya bergerak dalam jurus Siang Liong Coan Tah (Dua Naga Menembus Menara) dan ketika bebas, dia balik menyerang lawan dengan mengarah ke bagian-bagian yang rada berbahaya. Yang repot adalah 2 penyerang terakhir, karena mereka bukannya pada membuat Lian Cu repot, justru mereka yang kewalahan dan harus dilindungi ketiga kawan mereka dan membuyarkan kepungan dengan jurus Angin Mengitari Pagoda tadi. Kini, kepungan mereka justru berusaha melindungi kawan-kawan mereka yang di serang, tetapi Lian Cu tidaklah bodoh.
Menghadapi lawan yang saling membela, Lian Cu kembali menyerang dengan tipu Siao Khauw Tek Ko (Anak monyet petik buah) dan bahkan disusul dengan jurus Lian Hoan Tui Kong (Tendangan berantai di angkasa). Gerakan yang amat indah ketika dia mengejar lawan dengan jurus dan gerakan monyet (diapun memiliki ilmu dan gaya ini, sama dengan Koay Ji yang mempelajari dari Suhunya). Tetapi gaya lucu itu menjadi berbahaya ketika susulannya berupa tendangan berantai dengan segera mencecar mereka berlima. Untungnya, kerjasama mereka memang sangat efektif dan membuat mereka mampu membela diri. Meski tidak terdesak, tetapi jelas bahwa mereka akan kesulitan untuk mengalahkan Lian Cu. Bukan hanya mereka berlima, tetapi bahkan Ma Hiong juga semakin jelas melihat bahwa anak buahnya masih tidak akan mampu mengalahkan gadis itu. Kekuatan iweekangnya hebat, gaya dan jurus serangannya bervariasi dan membawa tipu yang luar biasa. Serta sekaligus pandai menggunakan jurus sederhana yang tepat waktu dan momentum dalam menggunakannya, sehingga mendatangkan hasil yang hebat. Dengan cermat Ma Hiong meneliti dan mendapatkan kesimpulan, bahwa meski tidak akan kalah dalam waktu dekat, tetapi lama kelamaan anak buahnya akan kerepotan. Hal yang makin lama makin jelas terlihat.
Selesainya Ma Hiong menilai, anak buahnya kembali bergerak dan kini dengan jurus berbeda, menggunakan jurus Liu Sui Pian Lou (Air mengalir berubah arah). Dan memang kehebatan mereka adalah bisa menyesuaikan dengan cepat dan berganti arah dengan sama cepatnya baik ketika sedang menyerang maupun sedang dalam posisi bertahan. Menghadapi serangan-serangan Tio Lian Cu yang mulai mencecar mereka, dengan cepat mereka berubah arah serangan dan arah gerakan bersama. Dan jurus tersebut segera memberi mereka peluang untuk bertahan dan bahkan sesaat punya peuang untuk menyerang. Dan ketika itupun mereka manfaatkan dengan menyerang melalui jurus Hay Tee Tan Cu (Mencari mutiara di bawah laut) disusul dengan jurus Hui Hong Lam Hay (Angin puyuh yang datang dari selatan). Seperti sebelumnya, pukulan kayu kering yang mereka lontarkan selalu disertai atau membawa hawa beracun yang amat berbahaya. Berbahaya sekaligus mematikan lawan yang tak paham racun.
Tetapi atas kerubutan mereka yang mencecar banyak tempat mematikan itu tidaklah membuat Tio Lian Cu Panik. Karena secara tiba-tiba tubuhnya meletik ke udara dan bergeraklah kedua lengannya dalam jurus Thian Lie Tek Hoa (Bidadari memetik kembang) sembari membagi-bagi serangan sambil juga mengelakkan serangan serangan lawan-lawannya. Dan ketika dia kembali menjejak tanah, dia bererak cepat dengan jurus Kim So Heng Kong (Rantai emas melintangi sungai). Gerakan-gerakannya ini membuat serangan yang dirancang lawan terhenti dan membuat mereka mau tidak mau kembali dalam barisan untuk saling menolong menghadapi serangan beruntun Tio Lian Cu.
Tetapi pada saat itu, tiba-tiba terlintas keinginan "liar" dalam diri Tio Lian Cu untuk mencoba dirinya sampai dimana batasnya. "Hmmmm, saat yang tepat melatih Ilmu Mujijat Tiang Kun Sip Toan Kim. Kapan lagi" Mereka berlima adalah ujian yang tepat dan lebih dari hebat untuk saat ini......" pikirnya. Dan seusai berpikir demikian, Lian Cu kemudian memilih Ilmu tersebut, ingin mengujinya bagaimana bergerak sesuai dengan bagaimana cara lawan bergerak. Prinsip ilmu mujijatnya memang sederhana tapi cukup beresiko, tergantung kematangan dan kesempurnaan serta juga ketabahan. Semakin lawan cepat bergerak, semakin engkau gesit, semakin lawan kuat, semakin engkau licin dan lemas".. semua tanpa batas, melawan dengan cara yang tepat, dengan gaya yang sesuai......
Pertarungan selanjutnya menjadi seperti sebuah ujian bagi Lian Cu, tetapi semakin lama bertarung, semakin dia merasa sangat senang. Dia bergerak lincah, gesit, dan terkadang bagai sedang menari di tengah kerubutan lima lelaki yang dengan galak dan menyeramkan mengejarnya. Tetapi, sampai 25 jurus berlalu, saat dimana Ma Hiong menikmatinya dengan senyum kemenangan, tetap saja dia tidak tersentuh. Kadang cepat dan amat cepat, kadang gesit dan lincah meski tidak terlalu cepat, kadang gemulai dan terlihat sedikit lamban tetapi tetap tak tersentuh oleh serangan kelima lawannya itu. Setelah 25 jurus berlalu, Ma Hiong mulai mengernyitkan kening dan berpikir dengan kaget:
"Jika dia tidak terdesak, Ilmu Mujijat apa gerangan yang sedang dimainkannya dan sukses menghadapi kami......?"
Pertanyaan yang tepat. Pertanyaan itu pula yang mulai mendatangkan keraguan bagi kelima Raja Tiang Pek itu. Ketua merekapun akan keteteran menghadapi jika mereka maju berlima dalam barisan Raja Tiang Pek. Tetapi, gadis muda ini, terlihat tenang, menikmati saat dengan garang mereka menghujaninya dengan sejumlah pukulan berat dan mematikan. Berulang kali mereka merubah jurus, merubah jurus cepat nan mematikan dengan jurus lambat berkekuatan gajah, tetapi tetap saja gadis muda itu berhasil menghadapi mereka. Tidak nampak rasa jerihnya, tidak juga terlihat rasa takutnya, justru semakin lama dia semakin tenang dan terlihat percaya diri. Sesekali saja dia menangkis ataupun mendorong pukulan, selebihnya dia balas menyerang untuk memunahkan serangan, bergerak diantara sela pukulan lawan dan kemudian kadang seperti gemulai menari-nari.
Dengan cepat lebih 50 jurus berlalu dengan Lian Cu belum pernah sedikitpun oleh lawan dapat didesak. Sebaliknya, ada beberapa kali dia membuat lawan-lawannya keteteran dan harus saling bantu dalam barisan untuk bertahan. Selewatnya 25 jurus lagi, Ma Hiong, Ke 5 Raja Tiang Pek akhirnya sadar, mereka tidak bakalan mampu menerobos dan menjatuhkan Lian Cu. Mungkin bisa jika dilakukan dalam waktu yang amat panjang dan lama. Tetapi untuk saat itu, mereka tidak mampu mendesak dan mengalahkan Lian Cu. Mereka tidak tahu, jika Lian Cu juga berpikir demikian. "Hmmmm, meski bisa mendesak mereka, tetapi butuh waktu panjang guna mengalahkan mereka berlima....... tapi, biar kutunggu Khong Suheng sebelum menerjang mereka, biar mereka mengejar-ngejarku dulu......"
Tetapi, baru saja Kelima Raja Tiang Pek itu bergerak memukul, tiba-tiba terdengar suara yang lantang dan menggedor dada banyak orang:
"Tahan..........."
Seiring dengan itu, tiba-tiba di depan Tio Lian Cu sudah berdiri seorang pemuda. Dan ternyata adalah Khong Yan yang sudah menyambut gebrakan kelima orang penyerang dengan mendorong kedua lengannya sekaligus kedepan dan kemudian menggerak-gerakkannya. Kelihatannya dia sepertinya mengatur sesuatu dengan gerakan kedua lengannya itu. Dan akibatnya, berbeda dengan Tio Lian Cu yang hanya mampu mendorong mereka hingga beberapa langkah kebelakang " sekali ini, mereka sampai terhuyung-huyung ke belakang. Bukan karena Khong Yan jauh lebih hebat dan kuat sebenarnya, tetapi karena mereka berlima belum mengerahkan kekuatan sepenuhnya untuk menyerang lawan yang baru datang. Sementara Khong Yan, sebetulnya dalam hal iweekang, justru masih sedikit melebihi kekuatan Tio Lian Cu. Karena itu, sangat wajar jika kemudian Kelima Raja Tiang Pek itu terhuyung-huyung ke belakang setekah benturan hebat itu.
Setelah mendorong kelima orang itu mundur, Khong Yan kemudian berbalik untuk menghadapi Lian Cu sambil menegur:
"Sumoy, sudah kubilang jangan sampai terlibat pertempuran......." terdengar suara Khong Yan seperti menyesalkan Lian Cu.
"Hikhikhik, suheng, tanganku gatal-gatal untuk mencoba apa yang kupelajari selama sebulan terakhir. Ternyata hasilnya amat memuaskan........ aku barusan melatih ilmu khususku dan ternyata mereka tak mampu menyentuhku, tidak mampu memukul dan juga tak mampu mengejarku......." girang terdengar suara Tio Lian Cu manakala menjelaskan kepada Khong Yan yang baru datang.
Tetapi, belum lagi Khong Yan berkesempatan untuk menjawab atau merespons perkataan Tio Lian Cu, tiba-tiba terdengar bentakan dari dalam rumah yang tadinya sedang dituju oleh Lian Cu:
"Kurang ajar, itu mereka para pengganggu yang usilan itu...... mana Sam Kun si manusia mau mati dan kedua bocah cilik itu...?" teriak orang yang menjadi pemimpin para pendatang itu, dan sekali lihat Tio Lian Cu dan Khong Yan sudah tahu jika yang datang adalah si penyaru Sam Khun. Tapi, dandanannya sudah berantakan dan tidak begitu mirip Sam Kun lagi seperti ketika Khong Yan dan Lian Cu bertemu dengannya sebelumnya. Sam Kun palsu segera melompat mendekati arena sambil menuding Khong Yan dan Tio Lian Cu yang hanya sekedar menoleh tetapi kemudian lanjut bercakap antara keduanya.
"Suheng, bagaimana dengan Sam Khun locianpwee dan kedua ponakan muridmu" Apa mereka selamat....?" tanya Lian Cu
"Tenang sumoy, Sam Kun Locianpwee sudah membawa mereka pergi. Kelak pada saatnya, biar kita bersama Hu Suheng pergi mencari mereka...... Locianpwee itupun sudah menjelaskan alamatnya"
"Acccch, syukurlah......"
"Sudah saatnya kita pergi dari sini......" bisik Khong Yan
"Hmmm, tapi aku ingin memberi mereka sedikit pelajaran suheng....."
Belum lagi mereka mengambil keputusan, tokoh yang tadinya menyaru sebagai Sam Khun terlihat sudah saling angguk dengan Ma Hiong. Dan tak lama terdengar diapun memberi komando sambil memandang 3 orang yang sejak tadi terlihat seperti robot, amat kaku gerakannya seperti robot tapi cepat dalam bergerak;
"Serang mereka......." sambil menunjuk ke arah Khong Yan dan Lian Cu. Tetapi karena Khong Yan membelakangi mereka, adalah Tio Lian Cu yang kemudian memapak mereka dan pecah pertempuran baru. Sementara itu, Kelima Raja Tiang Pek yang didorong mundur oleh Khong Yan, segera menyerang kembali dan sekali ini dengan penuh perhitungan dan kekuatan. Dalam waktu singkat, pertarungan kini berubah menjadi dua arena, dan segera Lian Cu dan Khong Yan maklum mengapa sampai Sam Khun terpukul kalah dan Hu Pocu sampai terbunuh.
Pertarungan antara Khong Yan melawan Kelima Raja Tiang Pek berlangsung seru, tetapi berbeda dengan Lian Cu, Khong Yan memiliki keampuhan terutama dalam hal iweekang. Selain itu, jika ingin mengelak dan menghindar, dia mampu melakukan secara lebih menakjubkan berbeda dengan Lian Cu yang kalah seperti kalan, tetapi tidak dapat mereka sentuh sama sekali. Tetapi, Khong Yan yang lebih serius jikalau dibanding dengan Lian Cu, langsung menghadapi Kelima Raja Tiang Pek itu dengan serius, keras dan tidak mengalah. Oleh karena itu, Kelima Raja Tiang Pek merasa melawan seorang yang lebih kuat, lebih berbahaya ketimbang Tio Lian Cu.
Di arena sebelah, Tio Lian Cu memperoleh kenyataan yang amat mengagetkan. Dia menghadapi gerakan-gerakan kaku namun cepat dari lawan-lawannya. Tetapi, hal itu belum seberapa. Dia beberapa kali berhasil memukul lawan-lawannya berjumlah 3 orang itu, tetapi dia seperti memukul besi atau baja. Dia melihat sehebat apapun pukulannya, tetap tidak mampu melukai ketiga lawannya itu, untungnya diapun juga memiliki kekebalan serupa. Keuntungan lainnya, ketiga lawannya kali ini bergerak tidaklah secepat dan serapih kelima lawan sebelumnya. Tetapi, karena dipukul tapi tidak mendatangkan efek apapun, membuat Lian Cu menjadi kaget dan terhenyak kaget. "Siapa manusia-manusia ini gerangan?" pikirnya tak habis mengerti.
Kembali ke Khong Yan, sejak awal dia sudah tahu jika kelima lawannya bukan orang orang lemah. Karena pengetahuan itu, maka dia sudah memainkan Ilmu Iweekang andalan Suhunya, Pouw Tee Pwe Yap Sinkang yang memiliki keampuhan yang bahkan sudah menyamai suhunya sendiri. Kemampuannya dalam menyedot dan mengurangi kekuatan iweekang lawan serta menggiring iweekang lawan hingga juga membenturkannya dengan kawan dari lawannya membuat kelima lawannya benar benar keteteran. Dalam 10 jurus pertama saja Ma Hiong sudah langsung sadar bahwa kerjasama kelima murid atau anak buahnya tidak akan mempan melawan Khong Yan. Berbeda dengan Tio Lian Cu yang banyak memberi mereka angin guna berlatih, maka Khong Yan tidaklah demikian. Khong Yan jauh lebih serius dan paham bahwa dia harus menggertak lawan agar dapat meninggalkan tempat itu tanpa harus mengalami kerugian. Apalagi begitu dia melihat posisi Lian Cu yang meski tidak terdesak tapi sering nampak keheranan dengan lawan yang susah untuk dilukai dengan pukulan apapun.
Keseriusan Khong Yan terutama karena dia sendiripun sama dengan Tio Lian Cu sangat ingin menguji kemampuannya. Sampai dimana gerangan kemampuannya jika menggunakan Iweekang Pouw Tee Pwe Yap Sian Sinkang, dan begitu saatnya dia melakukannya, dia sendiripun girang. Meski tidak mengetahui siapa lawannya, tapi dia sangatlah paham bahwa sebulan sebelumnya, dia pasti akan kesulitan jika harus melawan kelima orang ini. Tetapi fakta bahwa dia mampu merepotkan bahkan membuat kelimanya terdesak membuatnya gembira dan senang, tanda bahwa dia sudah mengalami kemajuan yang tidak sendikit. Apalagi ketika dia mencoba pukulan andalan suhunya Ilmu Hud Keng Ciang (Ilmu Pukulan Tenaga Budha) dan juga sesekali memainkan ilmu hadiah suhengnya, Ilmu Langkah Thian Liong Pat Pian (Naga Langit Berubah Delapan Kali). Semuanya sangat memuaskan hatinya, dan tumbuhlah rasa percaya dirinya yang semakin tebal dan semakin membuatnya punya sandaran dan andalan untuk bertindak.
Diawali dengan jurus sederhana jurus Yap Te Tou Ko (Dibalik daun mencuri buah) disusul kemudian dengan Jurus Yu Liong Tam Jiau (Naga memain ulur kukunya) Khong Yan mencecar kelima lawannya. Dengan dorongan Iweekang Budha miliknya yang sudah maju sangat jauh itu, dengan cepat dia membagi bagi pukulannya kepada kelima lawannya itu. Dan ketika mereka dalam posisi yang amat runyam, Khong Yan melepas jurus berbahaya untuk menyelesaikan pertarungan yang memang hebat itu dengan jurus Lian Tay Pay Hud (Di atas panggung teratai menyembah Budha). Apa boleh buat, kelima lawannya terpaksa haruslah saling bantu dan bahkan memusatkan kekuatan iweekang mereka untuk tidak nanti terpukul roboh lawan. Keadaan mereka agak berat, dan jika terpukul meski belum terluka tetapi pasti akan amat memerosotkan daya juang mereka. Dan dalam posisi berbahaya ituah terdengar suara:
"Awas........" Terdengar suara bentakan dari samping kirinya, dan Khong Yan agak kaget, karena kekuatan pukulan lawan yang datang justru jauh melampaui kekuatan salah satu dari kelima lawannya. Dalam terkejutnya, Khong Yan akhirnya bergerak cepat dalam sebuah ilmu andalannya, yakni Ilmu Langkah Thian Liong Pat Pian (Naga Langit Berubah Delapan Kali). Tentu saja Khong Yan tidak mau keberhasilan pukulannya terhadap Kelima Lawan Tiang Pek harus dia bayar dengan luka akibat menerima pukulan lawan. Karena itu, dengan cepat dia bergerak, angin pukulannya memang tetap menerjang lawan tapi kekuatan pukulan sudah jauh berkurang. Karena itu, nyaris tidak ada efek merugikan yang dirasakan kelima lawannya, dan hal ini tentu membuat mereka senang. Tadinya mereka sudah paham bahwa mereka kalah tenaga dan bisa terpukul luka meski luka ringan. Tetapi merasa mereka justru tidak terluka dan mendapati Pangcu mereka turun tangan dan tidak meminta mereka untuk berhenti, membuat mereka sadar bahwa lawan memang hebat.
Dengan cepat mereka bersiap dan melihat Khong Yan kini bertarung seru melawan Ma Hiong, Pangcu mereka dari Tiang Pek San. Mereka sadar, Pangcu merekapun masih belum lawan sepadan, masih kalah seurat. Karena itu, bukannya mundur, kelima orang itu justru bersiap untuk kembali mengeroyok Khong Yan. Apalagi, dalam beberapa saat, merekapun melihat Ma Hiong sendiripun tidaklah ungkulan melawan Khong Yan dan selalu terdesak. Dalam sebuah kesempatan, terlihat jelas bagaimana pukulan Ma Hiong meleset kesamping dan dengan segera dia terancam pukulan Khong Yan. Posisi yang amat kritis, tetapi dengan manisnya Ma Hiong menghindar dan mundur ke dekat kelima anak buahnya. Bahkan diapun segera berkata dengan suara serak:
"Bentuk Liok Sing Pou Tin (Barisan Langkah 6 Bintang)........"
Tidak menunggu lama, terbentuklah sebuah barisan dengan Ma Hiong di depan dan kelima anak buahnya membentuk segi lima. Kini bersama mereka menghadapi dan menunggu serangan Khong Yan. Tetapi setelah melihat lawan dalam satu barisan, Khong Yan cukup sadar jika perlawanan mereka mestinya bakalan jauh lebih alot dan lebih berbahaya. Tetapi tentu saja dia tidak menjadi takut dan tidak menjadi gentar meski tidak langsung memutuskan menyerang lawan. Semakin hebat lawan, justru semakin baik baginya untuk mengukur sampai dimana tingkat kemajuannya setelah dikeram atau mengeram diri selama sebulan. Sejauh ini dia sudah gembira dengan kemajuan yang dicapainya, dan sekarang adalah kesempatan mengetahui sampai dimana batas kemampuannya.
"Serang........"
Menunggu serangan Khong Yan tidak datang-datang juga, Ma Hiong akhirnya membuka kebekuan dengan mengeluarkan perintah menyerang. Dan Khong Yan yang ingin tahu batasnya dengan cepat memapak mereka dengan ilmu langkah yang sangat dipercayainya sejak dahulu, langkah pertahanan dari Ilmu Langkah Thian Liong Pat Pian (Naga Langit Berubah Delapan Kali). Dan akibatnya amat hebat, karena kini Khong Yan dicecar dari seluruh penjuru dan seakan-akan tidak ada lagi jalan keluar baginya dari kepungan itu. Pukulan demi pukulan berseliweran namun dengan cerdik dan dengan cara yang sulit dipercaya lawan, Khong Yan dapat menghindar, bergerak licin dan tidak dapat dijangkau keenam lawannya. Tapi setelah 10 jurus meliuk-liuk, berkelabat maju, mundur, kekiri ataupun kekanan, malah juga melompat tinggi dan melenting di udara, tiba-tiba Khong Yan bergerak menguji daya serang dari Ilmu langkahnya.
Dengan dua langkah mengagetkan, yakni dalam gerak Hian Niauw Kwat Se (Burung elang menyapu pasir) disusul gerak Tok Bong Cut Siat (Ular berbisa keluar dari lubang) Khong Yan tiba-tiba merubah dirinya dari terserang dan kini pada posisi dapat menyerang. Dengan cepat dia menggerakkan kaki kanan sejauh setengah langkah dan membuka jurus Lok Jit Cay Sia (Matahari terbenam memancarkan sinar) dan jurus To Ta Kim Cung (Palu memukul genta) dari Ilmu Pukulan Hud Meh Ciang (Pukulan Menyambar Nadi). Kedua jurus gerakan awal tadi bukan hanya menghindar dari sergapan berantai tetapi sekaligus membuka posisi lawan untuk dapat diserang. Belum lagi Ma Hiong dan anak buahnya sadar, tiga dari mereka sudah dalam posisi terserang. Memang mereka masih dapat dalam sistem saling membantu dan saling melindungi terhindar dari sergapan Khong Yan, tetapi tidak berapan lama Khong Yan melontarkan 6 totokan sekaligus dengan ilmu mujijat Tan Ci Sin Thong (Lentikan Jari Sakti).
Tetapi, keenam lawannya memang bukan lawan mudah, secara serentak mereka bertahan dan saling melindungi dengan jurus Liong Coa Hui Bu (Naga dan ular terbang sambil menari) dan Lek Pek Hua San (Tenaga dahsyat membelah gunung). Harus dikatakan memang, meski menyerang setelah beberapa lama dalam kurungan lawan, ternyata Khong Yan mampu menggetarkan nyali keenam lawannya. Dan memang mereka beruntung, Khong Yan masih belum cukup mampu mengantisipasi peluang bagus dalam menyerang yang diciptakan oleh Ilmu Langkah Mujijatnya. Berbeda jika misalnya Koay Ji yang memainkannya. Tetapi, Khong Yan saat itu sudah mulai dapat memahami dan menyelami bagian penyerangan yang memang belum sempat didalami dan dipraktekkannya dalam pertempuran. Hari ini, dia berkesempatan guna memakai dan menilai jurus-jurus tersebut dan mendapati betapa mujijatnya bagian penyerangan itu. Boleh dikata, bertahan hebat, menyerang juga amat tajam serta juga membahayakan lawan yang kurang siap.
Setelah Kong Yan melakukan serangan balik yang membuat kocar-kacir barisan lawan, diapun mengendorkan lagi serangannya dan masih ada 3 kali kejadian serupa yang pada gilirannya membuat keenam lawannya menjadi lebih berhati-hati. Meskipun memang harus diakui oleh Khong Yan jika lawannya sekali ini memang benar-benar amat hebat dan sangat bermampuan menguras kemampuannya. Hanya untungnya, dia juga sudah mengalami kemajuan amat hebat dan semakin lama bertarung, semakin dia sadar dengan batas kemampuan serta kehebatannya. Bahkan juga sadar bahwa pada sebulan sebelumnya, dia bakal tidak akan mampu melawan kombinasi keenam orang ini. Menghadapi kelima orang saja ataupun Ma Hiong seorang, dia mungkin masih berkemampuan bertahan ataupun menang tipis. Tapi jika menghadapi barisan mereka berenam, Khong Yan merasa tak bakal ungkulan, sulit untuk menandingi apalagi menang. Karena memang kombinasi kekuatan mereka berenam sangatlah besar, selain kerjasama yang memang saling mengisi. Dan untuk menghadapi mereka saat ini, Khong Yan membutuhkan Ilmu Mujijat ajaran Koay Ji yang dititipkan melalui tokoh aneh Thian Liong Koay Hiap dan kekuatan iweekang Pouw Tee Pwe Yap Sian Sinkang yang sempurna baru dapat mengatasi kombinasi mereka berenam.
Setelah paham bahkan semakin paham dengan Ilmu Langkah Mujijat pada Bagian penyerangannya dan mengetahui sampai dimana kemampuan iweekangnya, Khong Yan merasa cukup puas dengan kemajuannya saat itu. Bahkan diapun akhirnya menggunakan saat pertarungan itu untuk dapat menyempurnakan pemahamannya atas ilmu tersebut, serta mengasah diri dalam penggunaan aspek-aspek mendalam dari iweekangnya. Karenanya dia mampu menemukan hal yang benar-benar amat menyenangkan hatinya karena kemampuan menyerap, mendorong serta menggiring serangan tenaga lawan juga semakin dapat dia sempurnakan. Kelima lawannya tidak menyadari jika Khong Yan sedang menempa diri dan terus saja menyerang setelah Khong Yan mengendor. Dan itulah sebabnya Khong Yan merasa yakin dan melatih diri terus menerus dalam arena yang pada akhirnya dia merasa dan juga menyadari bahwa memang sudah dikuasainya ilmu tersebut.
Sementara itu Tio Lian Cu sedikit merasa kerepotan dengan ketiga lawan "robotnya" tanpa dia tahu, mereka bertiga memang termasuk dalam Pasukan Robot Bu Tek Seng Pay. Pasukan Robot adalah pengawal khusus Bu Tek Seng Ong yang juga dikepalai oleh Jamukha, murid tunggal dari Bu Tek Seng Ong yang adalah orang Mongol. Pasukan Robot Bu Tek Seng Pay terdiri dari 25 orang dengan pakaian dan tutup kepala yang terbuat dari baja ringan yang diolah dan dimasak khusus dengan sejenis getah pohon dari daerah Persia. Dengan olahan tersebut, besi atau baja bisa ditempa menjadi lebih tipis dan ringan tetapi memiliki kemampuan menangkal serta menepis kekuatan iweekang. Bahan itu menjadi sangat istimewa karena memang memiliki keistimewaan lainnya dalam hal tahan tusukan maupun tebasan senjata tajam seperti golok maupun pedang.
Tio Lian Cu sudah puluhan kali memukul ketiga orang anggota Pasukan Robot itu. Baik dengan pukulan perguruannya hingga Sam Im Ciang yang ampuh, tetapi tetap saja tidak mempan untuk menembus dan melukai Manusia Robot. Setelah bertarung hingga 50 jurus, diapun paham bahwa kelemahan Pasukan atau Manusia Robot itu hanyalah pada setiap sambungan di lengan, kaki ataupun di sekitar mata. Selain titik titik itu, tidaklah mempan terhadap terjangan pukulan lawan. Karena menemukan ide seperti itu, maka Tio Lian Cu kemudian merubah cara bertempurnya dengan lebih banyak mengutamakan ilmu totoknya. Ilmu Pa Hiat Sin Kong (Ilmu sakti menotok jalan darah) adalah salah satu ilmu totokan yang ampuh dan terkenal di Tionggoan dan merupakan kebanggaan Thian Hoat Tosu. Dengan ilmu tersebut dan senantiasa ditujukan ke tempat-tempat berbahaya, maka hanya dalam waktu beberapa menit kemudian lengan salah seorang Pasukan Robot itu sudah terkulai tak berdaya.
Tapi yang mengagetkan adalah, dengan lengan kanan terkulai kesmaping, manusia robot itu masih tetap bertarung seakan sama sekali tidak merasakan adanya rasa sakit di sekujur tubuhnya. Lengan kanan masih tetap berbahaya. Tetapi, Tio Lian Cu sudah merasa senang karena berhasil menemukan titik lemah keampuhan Pasukan Robot dan bahkan pada menit kesepuluh, kedua lengan Manusia Robot yang satu sudah terkulai lemas. Anehnya, meski hanya dengan kedua kakipun, manusia robot itu masih tetap maju mengeroyok Lian Cu dan mengandalkan tendangan untuk dapat terus menyerang. Sungguh mengherankan dan sampai membuat Lian Cu mengernyitkan kening dengan hebat dan nekadnya manusia robot milik Bu Tek Seng Pay yang luar biasa itu.
Pertarungan selanjutnya baik Tio Lian Cu maupun Khong Yan yakin bahwa mereka sudah menguasai arena, tetapi musuh masih amat membahayakan dengan adanya Jamukha dan pasukan yang sudah mereka kenal. Yaitu Utusan Pencabut Nyawa. Jamukha meski sehebat Ma Hiong, tetapi belum sembuh benar, sementara ada 10 orang lain yang dapat maju membantu kawan-kawan mereka. Artinya, keadaan mereka berdua sebetulnya tidak terlalu untung karena musuh masih dapat melawan dengan kekuatan yang masih tersedia dengan jalan menambah kawan mengeroyok kedua anak muda itu. Apalagi Jamukha jelas melihat bahwa keadaan mereka lebih lemah, dan dia sudah bersiap untuk menurunkan pasukan terakhir guna membantu pihaknya yang sedang sedikit terdesak di dua arena berbeda itu. Dan memang benar, komando untuk memperkuat kawan dengan mengerahkan sisa kekuatan kelihatannya akan segera turun.
"Maju, bunuh atau tahan mereka sebisanya sampai kawan-kawan kita yang lain tiba kemari........" demikian akhirnya Jamukha mengeluarkan perintah.
Meski sedang sibuk dalam menghadapi lawan-lawan yang cukup berat, tetapi Khong Yan dengan kemampuan Iweekang Pouw Tee Pwe Yap Sian Sinkang dan Tio Lian Cu dengan Ilmu Mujijat Hoa San Pay masih cukup leluasa mengendalikan lawan-lawannya masing-masing. Tetapi begitupun, meski berdua, Khong Yan dan Lian Cu memiliki rasa "marah" dan murka terhadap para pembunuh keluarga Hu Pocu,i masih dapat cukup waras menilai situasi pada saat itu. Apalagi mendengar bahwa pihak lawan masih akan ada bantuan yang akan menjelang datang. Dan jika memang benar, mereka juga meyakininya, mereka tidak dapat menebak dan tidak tahu siapa-siapa gerangan yang akan datang. Tetapi, mereka sadar, pihak lawan memiliki jago-jago yang bahkan beberapa menyamai atau bahkan melebihi lawan mereka saat itu. Karena itu, mereka berdua merasa sudah cukup untuk saat itu. Lagipula, mereka sudah mengetahui siapa musuh dan lawan serta kemana mereka dapat menagih atas perbuatan licik lawan. Karena itu, Khong Yan melalui ilmu suara yang khusus menyampaikan kepada Lian Cu:
"Sumoy,,,, kita tinggalkan urusan pembalasan kepada yang berhak.... sudah saatnya kita pergi dari tempat ini. Kedua sutit sudah berada di tempat aman dan terlindungi secara baik oleh Sam Kun Locianpwee, mari...."
"Baik suheng, tetapi aku ingin memberi mereka peringatan dan hukuman, bersiaplah kita segera pergi......" jawab Lian Cu yang hanya mereka berdua yang tahu karena dalam percakapan khusus.
Begitu selesai perkataan Tio Lian Cu, tiba-tiba dia bergerak dengan jauh lebih pesat dan cepat dalam ginkang Liap In Sut yang kini menjadi salah satu kebanggaannya. Dan menyusul kemudian dalam waktu yang amat singkat terdengar benturan serta suara berderak patah beberapa kali:
"Krrrk ..... krrrrk...... krrrkkkkk..... krrrrk"
Dan bersamaan dengan itu, ketiga tubuh lawannya yang tadinya teramat sulit untuk dia pukul roboh dengan ilmu pukulan jenis apapun, kini mereka semua terdorong ke belakang. Bukan hanya sekedar terdorong ke belakang, karena sebenarnya, setelah mengetahui kelemahan ketiga lawannya itu, Tio Lian Cu mengerahkan kekuatannya melalui totokan-totokan tangannya dan menyerang sambungan tulang tangan serta kaki lawan. Akibatnya, terengar suara-suara tulang berderak, tanda terlepas dan malah hancurnya tulang-tulang di sambungan lengan dan kaki lawan. Dan pada saat itulah kemudian Tio Lian Cu berkata kepada Khong Yan:
"Nach, sekarang, mari kita pergi Suheng......."
Tanpa perlu diminta sekali lagi, Khong Yan menyusul sambil menggeleng-geleng kepalanya. Dia sadar apa yang baru saja dilakukan Tio Lian Cu itu, tetapi dia tidak protes karena sesungguhnya diapun setuju dengan apa yang baru saja dilakukan adik seperguruannya itu. Karena kebetulan pada saat bersamaan dia membenturkan tenaganya dengan pukulan lawan-lawannya hingga mereka kehilangan waktu sekian detik untuk menemukan keseimbangan lagi. Tetapi pada saat bersamaan, manakala mereka siap untuk menerjang pergi, sejumlah Utusan Pencabut Nyawa mencoba untuk merintangi jalan lari mereka berdua. Tetapi Tio Lian Cu dan juga Khong Yan yang masih murka, segera mengibaskan kedua lengan mereka masing-masing yang justru masih sedang penuh dengan kekuatan iweekang sambil dalam nada murka dan sebal mereka membentak:
"Pergi kalian manusia-manusia busuk......"
Akibatnya 7 orang dari Utusan Pencabut Nyawa bagai tersambar petir dan terlontar ke belakang meregang nyawa. Sementara tiga sisanya yang lain merasa beruntung karena hanya sempat terserempet saja kekuatan pukulan Kong Yan dan Tio Lian Cu yang sedang murka. Khong Yan masih sempat memperhatikan mereka yang terluka dan mencoba bangkit, tetapi kemudian segera menyusul Lian Cu yang sudah loncat berlalu dengan kecepatan tinggi. Dengan segera Khong Yan mengerahkan ginkangnya dan menyusul Lian Cu dengan kecepatan yang tidak kurang. Ada sekitar setengah jam mereka seakan berlomba berlari dengan kecepatan yang amat tinggi, karena Lian Cu sebetulnya sedang berlari dalam kecepatan yang amat luar biasa. Dia sengaja sedang menguji kemampuan Khong Yan dalam ilmu berlari cepat. Tetapi, secepat apapun dia berlari, tetap saja Khong Yan terlihat dalam jarak yang sama dengannya sejak awal, dan keadaan ini mengirim sinyal kepadanya bahwa kemampuan mereka setanding dalam ginkang.
Menemukan kenyataan itu, antara kesal dan tidak kesal, senang dan tidak senang, Tio Lian Cu yang dalam usia mudanya memang masih berdarah panas dan lebih suka menang dan dipuji, tiba-tiba menghentikan langkahnya. Saat itu mereka sudah berada jauh terpisah dari lawan-lawan mereka tadi, dan Lian Cu sengaja mengambil jalan ataupun arah yang berseberangan atau berlawanan dengan tempat dimana mereka menemukan mayat Hu Sin Kok beberapa jam lalu. Tentu saja, karena mereka amat mungkin bertemu lawan yang lain. Dan ketika mereka akhirnya tiba di tempat yang sudah agak lega itu, tiba-tiba Tio Lian Cu berbalik serta langsung dengan senyum dikulum berkata kepada Khong Yan yang masih cukup kaget dengan perkembangan terkini:
"Ji Suheng, aku masih ingin berlatih lebih jauh. Berlatih denganmu akan membuatku lebih mengerti dan memahami tingkat kemajuan yang telah kita capai terakhir ini, terutama setelah kita berdua selama sebulan terakhir ini berlatih dengan amat tekun di gua rahasia mendiang Hu Pocu....... mari........"
Khong Yan kontan menjadi kaget setengah mati, tapi untung saja dia tidak melihat sinar amarah dimata Lian Cu. Hanya mata yang setengah usil, setengah penasaran, dan setengah tak mau kalah dan mengalah darinya. Dia sudah cukup mengenal diri dan keadaan Tio Lian Cu dan kenyataan itu cukup melegakan hatinya. Bukan karena Lian Cu tersinggung, tetapi karena ingin "dipuji" dan ingin membuktikan diri sendiri. Karena itu diapun berkata dengan tenang dan dalam suara yang rendah sambil bersiap atau menyiapkan dirinya:
"Jika memang engkau senang demikian, mari silahkan sumoy. Tapi ingat, kita sudah bersepakah untuk membantu Thian Liong Koay Hiap guna menemukan Kwan Kim Cu hengte dan sekaligus kedua nona yang dikawalnya itu. Karenanya, cukup dalam 50 jurus saja, setelah itu kita pergi........"
"Hihikhik, bertarung dan berlatih dalam 50 jurus itupun sudah lebih dari cukup bagi kita berdua untuk saling menyelami dan slaing mengetahui kemajuan ataupun kemunduran masing-masing suheng...... awas......"
Tajuknya memang hanya sekedar latih-tanding belaka, tetapi faktanya betapa amat sangat seru pertarungan keduanya. Memang benar, sejatinya seorang Khong Yan memiliki tingkat kedewasaan yang lebih, tetapi ketika menyebut latih-tanding, maka seorang Khong Yan tidak mungkin membiarkan nama perguruannya mengalami jatuh merek. Hanya karena ingin mengalah dan memuaskan kepenasaran Lian Cu atas hasil latihan mereka. Selain itu, dia sendiripun ingin tahu sejelasnya, hingga simana gerangan tingkat kemajuan mereka setelah sebulan menyekap diri" Itulah sebabnya dua gaya mereka kembali beradu, gaya tenang, kokoh, mantap dan bertenaga, melawan variasi serangan lewat jurus-jurus serangan yang teramat hebat, dinamis dan kreatif. Gaya mantap dan kokoh bertenaga Khong Yan yang mewakili gaya Siauw Lim Sie atau Perguruan Budha, melawan gaya dinamis penuh variasi dari Perguruan Hoa San Pay. Jelas seru.
Perbedaan itu menjadi semakin jelas setelah pertarungan mereka memasuki jurus-jurus keduapuluhan. Manakala seorang Tio Lian Cu mulai menghamburkan jurus-jurus rahasia dan amat berbahaya dari khasanah Ilmu Pusaka perguruannya, Hoa San Pay. Tetapi sebetapa berbahaya dan sehebat apapun rangkaian ilmu mujijat yang dilontarkan seorang Tio Lian Cu, mulai dari ilmu pukulan Jit gwat it sian kun (pukulan matahari dan rembulan satu garis), Ilmu Leng Wan Sip-pat Pian (delapan belas jurus ilmusilat Kera Sakti) bahkan hingga Ilmu Sam Im Ciang warisan Bu In Sin Liong hingga andalan Thian Hoat Tosu Ilmu Hong In Pat Jiauw (ilmu Delapan cengkeraman angin dan Mega), tetap tak sanggup mengalahkan atau bahkan menempatkan Khong Yan dalam keadaan terdesak. Apalagi kalah. Keunggulan Khong Yan dalam Pouw Tee Pwe Yap Sian Sinkang dan Ilmu Langkah Thian Liong Pat Pian (Naga langit berubah delapan kali) membuatnya mampu bertahan dan menyerang dengan tidak kurang bahayanya.
Bahkanpun ketika Tio Lianc Cu dengan menggunakan rangkaian Ilmu Pedang Hoan Ki Bun Kiam Hwat (Ilmu pedang sungsang balik) dan ditopang oleh Pedang Toa Hong Kiam (Pedang Angin Badai) dikombinasikan lagi dengan Ilmu Mujijat Tiang Kun Sip Toan Kim, tetap saja Lian Cu tidak beroleh apa-apa. Mereka masih tetap saling serang, saling bertahan dengan ketat, sulit untuk mendapatkan peluang mendesak lawan. Padahal, selama 40 jurus, Khong Yan lebih banyak ataupun lebih sering bertahan dan menahan diri dan emosinya. Hanya sesekali dia keluar untuk menyerang guna membuyarkan serangan Lian Cu yang membadai dan semakin membahayakan. Hal itu bukannya tidak disadari oleh Tio Lian Cu, tetapi dia juga beryakinan bahwa jika memang Khong Yan menyerang secara serius, dia memiliki bekal memadai untuk bertahan dan tidak sampai terkalahkan.
Dan memang, yang akhirnya membuat Khong Yan bertahan penuh adalah ketika Pedang Pusaka Angin dan Badai ikut masuk dalam pertarungan mereka. Mulailah Khong Yan lebih banyak banyak bertahan dan hanya sekali berbanding sepuluh menyerang balik. Tetapi meskipun sedikit terdesak dan dicecar Tio Lian Cu selama kurang lebih 5 jurus, Khong Yan tidak benar-benar dalam keadaan terdesak hebat. Karena ilmu langkah mujijat membuatnya mampu bertahan dan sesekali dengan tepat mengganggu dan menggagalkan serangan Lian Cu. Keadaan ini berlangsung hingga lima jurus dan membuat Lian Cu penasaran:
"Hmmmm, sayang belum kukuasai juga jurus pamungkas itu......" desis Tio Lian Cu merasa penasaran meskipun masih dapat ditahannya.
Dicecarnya kembali Khong Yan dengan Pedang Pusakanya, tetapi pada lima jurus terakhir, entah bagaimana Khong Yan menjadi lebih berani. Bahkan lengannyapun secara perlahan mulai tertutup kabut awan putih pekat meski tipis saja, dan dengan begitu, dia tidak lagi begitu khawatir untuk melawan Pedang Pusaka. Meskipun juga, Khong Yang masih tidak berani untuk menerima dengan lengan kosong secara langsung serangan Pedang Pusaka itu. Tidak salah lagi, Khong Yan kini sedang memainkan salah satu Ilmu Wasiat dari Suhunya Bu Tee Hwesio yang bernama Pek In Hoat Sut (Ilmu Sihir Awan Putih). Sebuah Ilmu Mujijat yang sungguh hebat dalam tingkat tertentu bakalan memiliki kemampuan dalam menandingi senjata tajam dengan tangan kosong belaka. Dan dengan kombinasi ilmu-ilmu mujijat itu, pada akhirnya Khong Yan mampu menandingi dan "berlatih" melakukan perlawanan secara amat ketat, seru serta juga imbang.
Sebetulnya keadaan seimbang tidak sesederhana dalam mengatakan dan sekaligus menggambarkannya. Karena sesungguhnya prosesnya sangatlah menegangkan dan amat membahayakan masing-masing Tio Lian Cu maupun Khong Yan di pihak lain. Khong Yan sendiri sangatlah sadar dengan apa yang sedang melilit mereka berdua, tetapi untungnya dia memiliki Ilmu yang mampu menandingi kemampuan sumoynya yang semakin hebat itu. Karenanya pada ujungnya, persis jurus yang ke-limapuluh, Khong Yan pada akhirnya membentak dengan suara penuh wibawa, seperti terkandung auman sihir disana:
"Cukup sumoy.........."
Bentakan yang mengandung suara "Auman Singa" itu cukup ampuh dan membuat Tio Lian Cu mampu menemukan dan akhirnya menahan diri. Hingga kemudian diapun menghentikan serangannya, menarik nafas panjang dan kemudian berkata kepada Khong Yan dengan suara sedikit menyesal:
"Suheng, kita berdua memang sudah maju teramat jauh, tetapi sejauh dan setinggi itupun kemajuan kita, tetap tidak ada seorang diantara kita yang dapat mengalahkan seorang dengan yang lain. Kemungkinan besar Sie Suci sendiripun keadaannya tak akan jauh berbeda dengan kita berdua......."
Ada pengakuan kehebatan mereka berdua, meski juga ada sedikit penyesalan terkandung dalam nada suara itu karena dia, Tio Lian Cu, Ciangbudjin termuda Hoa San Pay saat ini, tetap saja tidak mampu untuk mengalahkan seorang Khong Yan. Sebenarnya bukan maksud Tio Lian Cu mengalahkan Khong Yan dan kemudian menyombongkan dirinya, hanya ego dan sejenis kebanggaan diri karena betapapun dia kini adalah Ciangbudjin Hoa San Pay. Tapi fakta itu tidaklah merusak emosi dan mental Tio Lian Cu, juga tidak membuatnya terganggu dan merasa dendam dengan Khong Yan dan juga Sie Lan In. Tidak. Dia tetap mampu menerima kenyataan itu karena diapun paham, bahwa Khong Yan dan juga Sie Lan In, memang memiliki Guru yang sama hebat dengan gurunya sendiri.
"Engkau benar sumoy,,,,,, kemajuan kita memang luar biasa, tetapi tetap saja apa yang kita capai sekarang ini adalah ciptaan tiga orang Suhu dan Subo kita pada masa lalu. Tentu saja sulit bagi kita untuk saling mengalahkan dan jika dipaksakan engkau mungkin akan dapat mengalahkanku atau Sie Suci, tetapi engkau juga tentu sadar, bahwa engkau sendiri atau juga Sie Suci, tidak akan mungkin keluar dari arena dengan tidak membawa luka yang amat parah dan sangat mungkin tidak tersembuhkan......" berkata Khong Yan yang sebetulnya menyembunyikan fakta, bahwa keunggulannya dalam kekuatan iweekang menjadi lebih signifikan dewasa ini. Tetapi, inipun sangat boleh jadi terutama setelah dia menemukan fakta betapa Ilmu Langkah Mujijat titipan Suhengnya, membawa pengaruh yang luar biasa. Jika dia mau, dia bisa saja menang melawan seorang Tio Lian Cu, tetapi meskipun begitu, dia juga masih tetap sadar bahwa dia harus melakukan itu dengan juga bakal mengalami terluka parah, bahkan mungkin kematian karenanya. Kesadaran itulah yang membuat Khong Yan tetap menjaga dirinya, menjaga kewarasannya dan juga tidak membiarkan dirinya tenggelam dalam persaingan mereka bertiga.
"Acccchhh, engkau benar Suheng. Tetapi sudahlah, bagaimanapun juga, senang bisa mengukur kemampuan setelah berlatih serius selama lebih sebulan terakhir ini. Sekarang, adalah jauh lebih baik kita segera melanjutkan rencana yang semula Suheng. Kita pergi membantu untuk menemukan Kwan Kim Cu dan kedua anak gadis yang dikawalnya itu......."
"Ach benar, memang lebih baik demikian Tio Sumoy. Toch untuk menemukan Thian Liong Koay Hiap akan bakalan memakan waktu panjang, karenanya, lebih baik kita yang mencoba menemukan mereka....."
"Baik, ayolah......"
Setelah melakukan latihan yang sebenarnya riskan bagi mereka berdua, Tio Lian Cu dan Khong Yan kini memastikan diri untuk melanjutkan perjalanan. Keduanyapun bersepakat untuk menggantikan Thian Liong Koay Hiap untuk berusaha menemukan dan membebaskan Kwan Kim Cu, Nadine dan Oey Bwee. Konon, ketiganya justru menghilang dalam perjalanan pulang kembali ke rumah keluarga Oey Bwee dan hingga saat itu, belum lagi ketahuan. Tetapi, penyelidikan para anggota Kaypang menemukan titik terang yang sudah dijelaskan kepada mereka berdua, dan karena itu, untuk menghemat waktu, mereka berdua akhirnya memutuskan menggantikan Thian Liong Koay Hiap. Mereka kini menuju tempat yang dijelaskan oleh anggota Kaypang sebagai tempat dimana Kwan Kim Cu bertiga ditawan.
Sementara itu, kabar pembantaian di Benteng Keluarga Hu dan sekaligus juga berita kematian Hu Sin Kok, Bengcu Tionggoan sebelumnya, dengan amat cepat meluas. Hal yang sudah dapat ditebak sejak awalnya oleh Khong Yan dan Tio Lian Cu jika mengingat ketokohan dan popularitas seorang Hu Sin Kok pada masa hidupnya. Dan seperti yang sudah dapat diperkirakan, peristiwa itu membangkitkan kemarahan meluas dikalangan para pendekar karena memang tokoh tua itu memiliki relasi yang luas dengan kawan kawannya dari dunia persilatan Tionggoan. Bahkan, diapun sangat sering dimintai pertolongan pihak Kerajaan berkaitan dengan tingkah dan perbuatan kaum rimba persilatan yang dirasa rada mengganggu jalannya roda pemerintahan. Karenanya, berita pembunuhan yang amat mengejutkan tersebut betul-betul menimbulkan gejolak. Nama dan darah Thian Liong Koay Hiap pun disebut-sebut halal untuk ditumpahkan.
Tetapi dalam waktu beberapa hari saja, ternyata persoalan yang menimpa Benteng Keluarga Hu dan kebinasaa Hu Sin Kok, secara nyaris bersamaan juga dialami oleh Hoa San Pay serta dua perguruan silat lainnya. Meski dua perguruan lain yang disebut tidaklah begitu dikenal orang, tetapi mereka memiliki cukup banyak anggota. Sehingga pembunuhan disana, jelas adalah pembunuhan massal karena sampai sekitar 300 nyawa anak murid mereka bahkan mungkin lebih melayang. Dan kedua perguruan itu adalah Pek Houw Pay (Perguruan Harimau Putih) di dekat daerah Cin Ling San, serta Hui Hong Pay (Perkumpulan Burung Hong Terbang) yang berjarak sekitar setengah hari perjalanan berkuda kearah timur dari Benteng Keluarga Hu. Kedua perguruan yang disebut terakhir mengalami pembantaian sadis hingga boleh dikatakan punah karena selain markas besarnya dibakar habis, juga semua anak muridnya terbunuh. Tetapi, entah bagaimana, tidaklah ditemukan jejak-jejak Bu tek Seng Pay dikedua perguruan yang dibantai tersebut.
Rahasia Istana Terlarang 2 Sepasang Naga Lembah Iblis Karya Kho Ping Hoo Pendekar Super Sakti 4
^