Pencarian

Pendekar Aneh Naga Langit 24

Pendekar Aneh Naga Langit Thian Liong Koay Hiap Karya Marshall Bagian 24


"Bukankah ini adalah Utusan Pencabut Nyawa yang selama ini bersimaharajalela dengan membunuhi banyak orang di Tionggoan.....?"
"Siapa engkau.....?" tanya Tam Peng Khek dengan suara parau, tidak merendah tapi juga tidak menyombongkan diri. Sementara itu wajah Mo Hwee Hud terlihat menjadi gelap melihat kedatangan orang-orang itu, dia seperti mengenal mereka, tetapi tetap diam dan membiarkan muridnya yang bertanya. Tentu saja dia masih risih karena dari segi usia, dia jauh di atas semua orang yang berada di arena yang dikelilingi lebih seratus orang Utusan Pencabut Nyawa itu.
"Hmmmm, siapa kami akan kukatakan setelah engkau menjawab pertanyaanku.." jawab si pendatang bersikap rada misterius.
"Apakah ada pentingnya mengenali kami semua setelah kalian membunuhi anak buah kami di bagian depan sana......?" Tam Peng Khek yang belum tahu siapa yang datang itu menjawab dengan hati-hati.
"Mereka Utusan Pencabut Nyawa yang maha ganas itu, dan pemimpinnya ya tokoh-tokoh yang tadinya dengan gagah berani mengeroyok kami bertiga..... Mo Hwee Hud yang terkenal Maha Hebat dengan para murid dan kelihatannya juga datang dengan bininya....." terdengar Sie Lan In yang menjawab karena dia merasa Tam Peng Khek seperti berputar-putar untuk memberi jawaban. Selain itu, Sie Lan In sudah menduga bahwa pendatang-pendatang itu adalah kawan, terbukti karena mereka membunuhi Utusan Pencabut Nyawa. Paling tidak, musuh dari musuhmu kemungkinan besar adalah kawan.
"Hmmmm, terima kasih Kouwnio, tapi lohu saat ini sedang menjajaki apakah mereka cukup punya keberanian untuk mengakui siapa mereka-mereka itu...." berkata si pemimpin para pendatang dengan tak ada sedikitpun rasa takutnya, padahal mereka sedang berhadapan dengan Barisan Utusan Pencabut Nyawa. Bahkan juga sedang berhadapan dengan para pemimpin mereka yang sudah punya nama di dunia Kang Puw, terutama Mo Hwee Hud.
Sementara itu, Mo Hwee Hud yang meihat kedatangan mereka sudah was-was dan akhirnya berkata dalam hatinya sendiri, "hmm, dugaanku benar, perbuatan ceroboh Bu Tek Seng Ong akan berujung begini....... jika Khong Sim Kaypang turun tangan, maka pekerjaan akan menjadi teramat berat.....". Sejak awal dia sudah tidak setuju dengan ide untuk membantai Kaypang, karena dia tahu betul bahwa Kaypang, meski di permukaan terlihat lemah, tetapi sokongannya sangatlah besar. Jumlah mereka besar dan pendukung mereka, terutama Perkumpulan Pengemis rahasia yang terkenal dulu, Khong Sim Kaypang, sangatlah diindahkan orang.
Sementara Mo Hwee Hud tenggelam dalam analisa dan pemikirannya, Tam Peng Khek sudah berkata nada suara bangga;
"Benar, inilah Utusan Pencabut Nyawa yang amat terkenal dan ditakuti di Rimba Persilatan Tionggoan dewasa ini......."
"Dan kalian yang juga ikut dalam peristiwa pembunuhan kaum Kaypang beserta Pangcu Kaypang dan Hu Pangcu Kaypang di Kauw It San, bahkan juga membantai lebih 200 anggota Kaypang disana. Benarkah.....?"
"Sesungguhnya adalah seorang Bu Tek Seng Ong yang melakukan pembantaian besar di Kauw It San pada waktu itu...." berkata Mo Hwee Hud yang sudah menduga jika peristiwa di Gunung Kauw It San bakal sangat besar efeknya sudah menyela sebelum murid kepalanya menjawab.
"Apakah artinya Utusan Pencabut Nyawa berani berkata bahwa mereka tidak ambil bagian dalam pembantaian kaum pengemis Kaypang di Kauw It San waktu itu.....?" bertanya si pemimpin sekali lagi, dan sekali ini dia menghadap dan menatap mata Mo Hwee Hud secara langsung. Sebetulnya diapun sedikit kaget melihat Mo Hwee Hud yang terkenal itu ternyata berada disana, tetapi dia tidaklah terlihat ketakutan. Bahwa ada perasaan jeri terhadap Mo Hwee Hud bisa dipastikan, tapi kelihatannya mereka tidaklah takut kepadanya.
"Mereka hanya mengiringi saja......."
"Hmmm Bu Tek Seng Ong berarti yang bertanggungjawab atas 200 nyawa anggota Kaypang di Kauw It San. Benarkah demikian...." atau karena kalian takut menerima akibat dari perbuatan tersebut.....?" kejar orang itu dengan tetap memandang wajah Mo Hwee Hud meminta kepastian.
Mendengar kata "takut", perasaan dan harga diri Mo Hwee Hud langsung tergelitik dan karena itu, dengan suara gagah dia berkata:
"Utusan Pencabut Nyawa dan para pemimpinnya yang adalah murid-muridku berani berbuat sudah pasti berani bertanggungjawab. Memang benar, Utusan Pencabut Nyawa ikut ambil bagian untuk menghancurkan Kaypang di Kiauw It San, siapa yang takut dan kepada siapa kami takut....?"
"Bagus...... bagus, sungguh beruntung kami bertemu sebagian pembunuh berdarah dingin itu disini, di tempat kami sedang beristirahat. Bentuk Kan Kauw Kai Tin dan mari kita balaskan dendam para saudara kita........ pantangan membunuh dinyatakan dibuka. Sebagaimana mereka menghabiskan saudara-saudara kita di Kauw It San, maka sebegituah mereka akan menerima pembalasannya.... kemanapun Utusan Pencabut Nyawa pergi, kesana Khong Sim Kaypang pergi mengejar......." berkata sang pemimpin sambil mengangkat tangan sebelah kanan. Kelihatannya itu adalah tanda dan isyarat ataupun sejenis komando untuk melakukan sesuatu. Apalagi jika bukan komando menyerang.
Dan benar saja, dalam waktu singkat ketujuh orang pengemis berbaju putih yang dapat belakangan sudah bersedia dan bersiap dalam posisi yang boleh dibilang seperti bukan sebuah tin (barisan). Sebelum mereka bergerak, tiba-tiba pemimpin mereka kembali berteriak dengan suara keras:
"Masing-masing pergunakan karung penangkap anjing, yang kaum perempuan di pihak mereka adalah manusia-manusia yang sangat beracun......"
"Siap......." terdengar jawaban serentak 7 orang pengemis yang sudah membentuk sebuah barisan yang tidak terlihat keteraturannya. Senjata mereka hanya sebuah kantong kecil yang mereka sebut KARUNG PENANGKAP ANJING, entah dari bahan apa, tetapi tidak terlihat istimewa. Nampak seperti karung biasa saja, tetapi berwarna putih berkilau keemasan, disitulah letak keanehannya. Bagaimana tidak aneh, warna karung mereka jelas adalah putih, tetapi kilaunya yang tertangkap mata telanjang justru adalah kilau keemasan. Aneh memang terdengar. Tetapi selebihnya, tidak ada lagi hal yang aneh dan menarik dari benda yang mereka sebut Karung Penangkap Anjing yang menjadi senjata mereka itu. Senjata yang secara khusus untuk menghadapi racun Sam Boa Niocu seperti peringatan pemimpin mereka yang berbicara cukup jelas tadi.
Sementara itu Sie Lan In terlihat kaget dan amat terkejut. Pertama, karena Sie Lan In sama sekali belum pernah mendengar dan tahu adanya kelompok ini, kelompok pengemis yang aneh itu. Dan juga, dia belum pernah meihat ataupun mendengar adanya Karung Penangkap Anjing yang rada aneh dari kaum Kaypang ataupun kelompok pengemis lain. Dan kedua, menjadi pertanyaan Sie Lan In ialah, apakah mampu mereka menahan dan menggempur Utusan Pencabut Nyawa yang pada saat itu berjumah lebih dari nyaris 150 orang itu" bahkan mungkin saat itu ada sekitar 200 orang jumlahnya. Soalnya, pada saat itu hanya 10 orang dari pendatang itu yang akan melakukan perlawanan melawan 200 orang, belum lagi pemimpin atau tokoh Utusan Pencabut Nyawa yang memiliki seorang Mo Hwee Hud.
Memang, meskipun ada 3 tokoh mereka yang lain, tetapi Sie Lan In belum sanggup melihat bahwa ketiga tokoh itu akan mampu dan berkesanggupan menandingi seorang Mo Hwee Hud yang amat digdaya itu. Belum lagi disana ada juga Nenek Sam Boa Niocu yang selain hebat ilmu silatnya, juga memiliki ilmu melepas racun yang sangat hebat dan berbahaya. Dan terakhir, adapula tiga orang lain yang tidak kurang hebat dan berbahayanya. Murid kepala Mo Hwee Hud dan istrinya serta murid keduanya. Hal lain lagi yang juga sedang dipikirkan Sie Lan In saat itu adalah, akan berada dimana posisi mereka bertiga jika dua kekuatan yang bertemu itu melangsungkan pertempuran mati-matian"
Namanya saja karung, tetapi jika seorang Sie Lan In sama sekali tidak tahu dan tidak paham terbuat dari bahan jenis apakah yang dinamakan "karung penangkap anjing" itu. Sama halnya dengan Tio Lian Cu yang juga punya keheranan dan pertanyaan yang sama mengenai para pendatang dan karunbg uniknya itu. Tetapi, dipihak lain, wajah Nenek Sam Boa Niocu terlihat berubah hebat setelah melihat ketujuh orang itu kini sudah membekal "Karung Penangkap Anjing" yang dimaksud. Bahkan, terdengar mulutnya mendesiskan sesuatu yang tidak dapat didengar banyak orang, kecuali hanya terdengar oleh Mo Hwee Hud seorang yang memang berada tepat disamping kirinya:
"Accchhhh, tidak salah lagi, karung mereka itu terbuat dari bahan kulit Kim Lian Su (Ular Emas Beracun) yang sangat langka dan mujijat,,,, tidak akan berguna ilmu racunku menghadapi mereka. Engkau harus mengupayakan jalan lain, adu ilmu, taktik dan kekerasan untuk dapat menang......"
Desisan Sam Boa Niocu membuat Mo Hwee Hud tercekat. Dia sendiri mengerti dan tahu kehebatan kulit ular emas beracun dari istrinya, Sam Boa Niocu ini. Ular langka yang hidup berkelompok, tetapi dapat hidup sampai ratusan tahun, namun sangat sulit ditemukan di tempat biasa. Ular ini sangat beracun, tetapi kulit mereka justru adalah obat mujarab dan anti terhadap segala racun. Tadinya, Mo Hwee Hud sudah berpikir bahwa dia akan meracuni semua lawannya termasuk ketiga lawan muda yang sangat merepotkan itu lewat Sam Boa Niocu. Tetapi, desisan Sam Boa Niocu membuat rencananya itu terlihat menjadi sangat sulit untuk dapat dijalankan. Tokoh licik yang penuh akal muslihat dan penuh pengalaman itu kemudian memutar otak bagaimana menghadapi perkumpulan Khong Sim Kaypang yang dibantu ketiga anak muda sakti yang mereka lawan tadi.
Keadaan bertambah ruwet baginya, karena belum lagi dia memberi perintah kepada anak buahnya apa yang akan dilakukan, lawan justru bertambah lagi kekuatannya dengan pulih dan sembuhnya Khong Yan. Pada saat itu terlihat Khong Yan sudah menyelesaikan konsentrasinya dalam mengobati dirinya sendiri karena lukanya memang tidaklah terlampau berat. Apalagi dia selalu membekal obat mujarab yang diterimanya dari Thian Liong Koay Hiap/Koay Ji. Maka bisa dipahami jika Khong Yan dapat beroleh kesembuhan dalam waktu yang tidak cukup panjang. Dan yang juga amat penting adalah, hawa sinkang Pouw Tee Owe Yap Sian Sinkang seperti juga Toa Pan Yo Hian Sinkang memiliki keampuhan dalam proses penyembuhan. Dengan terutama yang dapat diobati dengan iweekang itu adalah luka-luka dalam atau luka akibat benturan iweekang. Bahkanpun jika beroleh waktu yang cukup panjang dan memadai, justru akan mampu menambah kekuatan iweekang seorang yang terluka parah dan kelak dapat beroleh kesembuhannya.
Tetapi, siapa sebenarnya rombongan yang datang mengacaukan rencana Mo Hwee Hud itu" Rombongan yang bukan hanya mengacaukan, tetapi juga membuatnya menjadi agak khawatir dengan kesuksesan rencana besar mereka. Barisan dan tokoh-tokoh yang datang memang benar adalah kelompok pengemis yang berasal dari Khong Sim Kaypang. Tetapi apa dan siapa kelompok pengemis yang bernama Khong Sim Kaypang ini"
Khong Sim Kaypang (Perkumpulan Pengemis Hati Kosong) adalah perkumpulan pengemis yang usianya sudah sangat tua, bahkan masih mendahului terbentuknya Kaypang yang ada dewasa ini. Lebih 200 tahun silam, ketika kaum pengemis terbagi bagi dalam berapa organisasi pengemis sebelum akhirnya bersatu dibawah nama Kaypang, ada salah satu organisasi Pengemis yang terkenal, yakni Khong Sim Kaypang. Organisasi ini didirikan oleh seorang Pengemis Lihay yang bernama Khong Sim Sinkay (Pengemis Sakti Hati Kosong). Tokoh ini mendirikannya dengan maksud membela kepentingan kelompok dan kaum pengemis yang sering disebut jembel dan dipandang dengan teramat rendah oleh masyarakat. Tetapi, Organisasi ini selalu membantu dan membela kaum pengemis tanpa pamrih, malah sering membantu dari balik kegelapan. Sangat sedikit tokoh yang mengetahui jejak dan keberadaan organisasi misterius ini. Itupun terjadi karena memang organisasi ini menutup diri dari pergaulan dengan dunia luas.
Sejak kehadiran Kaypang yang secara terang-terangan mengumpulkan sekaligus mengorganisasikan kaum pengemis, situasi berubah. Pasang dan surut kehadiran Kaypang dan pembelaan mereka atas kelompok pengemis membuat Khong Sim Kaypang pada akhirnya tidak banyak menonjolkan diri di dunia persilatan. Bahkan belakangan sudah dikira musnah dan lenyap, dan hanya tokoh-tokoh tua belaka yang tahu sejarah dan kisah mereka. Mo Hwee Hud termasuk yang paham serta mengetahui sejarah kelompok ini, dan karena itu dia terlihat rada jeri menghadapi kelompok itu secara langsung.
Kelompok ini sesuai namanya memang tidak punya pamrih kecuali menolong dan membantu kaum pengemis. Hanya sesekali mereka munculkan diri mereka, dan biasanya pada kejadian yang amat menggemparkan. Terakhir mereka munculkan diri adalah pada kurang lebih 70 tahun silam ketika Kaypang mengalami perpecahan dan diserbu atau diganggu oleh pihak luar yang menyusup. Pertarungan antar kaum pengemis membuat nyaris 350 korban tewas diantara kaum pengemis, bahkan mungkin angkanya melebihi 350 korban. Atas kemunculan kelompok Khong Sim Kaypang, pada akhirnya badai besar di Kaypang dapatlah diatasi dan malah merekapun sempat mengutus seorang jago dari Khong Sim Kaypang untuk dapat memimpin sementara Kaypang hingga organisasinya kembali kuat. Setelah itu, tidak ada lagi kabar mengenai kelompok rahasia ini.
Yang membuat organisasi mereka amat rahasia adalah karena sejak awal tokoh-tokoh mereka adalah tokoh-tokoh rahasia yang sangat berbakat dan terpilih secara khusus. Proses keterpilihan mereka bukanlah secara acak ataupun sembarangan, tetapi lewat proses yang ketat dan sangatlah misterius. Sejak jaman dahulu ketika baru didirikan oleh Khong Sim Sinkay sendiri, paling banyak anggota mereka adalah 25 orang dan selalu dipimpin oleh tokoh tertua diantara para anggota. Jumlah mereka yang terbatas dan bergerak misterius tanpa diketahui oleh sesama warga Rimba Persilatan Tionggoan memang luar biasa. Seperti misal tiga orang pemimpin yang datang dan bertemu Mo Hwee Hud, tidak ada yang dapat mengenali ketiganya. Padahal, kepandaian mereka terlihat rata-rata masih setingkat dengan gabungan Tam Peng Khek dan istrinya Gi CI Hoa. Bagaimana mungkin mereka terus dapat bergerak tanpa dapat terlacak siapa saja mereka itu"
Kemunculan Khong Sim Kaypang sekali ini adalah atas kejadian yang sangatlah menggemparkan di Kauw It San, dimana Pangcu Kaypang dan Hu Pangcu terbunuh bersama lebih 200 orang kaum pengemis. Peristiwa yang amat menggemparkan itu sudah membuat Mo Hwee Hud merasa gelisah karena merasa tindakan Bu Tek Seng Ong sudah melampaui batas. Bahkan dia memprediksi tindakan tersebut bakal mengundang dan membangunkan naga tidur. Ddan memang itu yang kemudian dia hadapi saat ini. Sialnya lagi, justru dia orang yang duluan langsung bertemu dan bertarung dengan kelompok misterius Khong Sim Kaypang. Dan mereka yang datang pada saat itu, Tui Hong Khek Sinkay (Pengemis Sakti Pengejar Angin) yang berusia sekitar 55 tahun bertubuh pendek berisi, Tiang Seng Lojin (Kakek Panjang Usia) berusia sekitar 64 atau 65 tahun, bertubuh tinggi namun kurus dan Kim Jie Sinkay (Pengemis Sakti Berjari Emas). Tokoh terakhir ini berdiri di sebelah kanan tokoh tertua dan terlihat wajahnya bercahaya, tanda kepandaiannya pastilah amat hebat dan sakti mandraguna.
Bersama ketiga orang tokoh ini, juga datang 7 orang Pengemis berusia pertengahan dan mereka adalah bagian dari 25 tokoh Khong Sim Kaypang yang amat misterius dewasa ini. Satu hal lagi, semua tokoh Khong Sim Kaypang memiliki kemampuan untuk membentuk barisan yang istimewa bernama Kan Kauw Kai Tin (Barisan Pengemis Pengejar Anjing). Barisan ini pada 70 tahun silam sudah munculkan diri dan biasa dibentuk oleh minimal 7 (tujuh) orang dan paling ampuh jika diisi oleh 9 (sembilan) ataupun 11 (sebelas) orang. Namun diisi 7 orang masih tetap ampuh dan sanggup melawan keroyokan ratusan orang sekalipun merasa tanpa takut akan dapat terkalahkan. Apalagi karena mereka yang membentuk barisan itu rata-rata berkemampuan sangat tinggi dan juga merupakan tokoh-tokoh rimba persilatan yang misterius dan jarang menampilkan diri. Maka, wajar jika Mo Hwee Hud sendiri merasa perlu berhati-hati berhadapan dengan perkumpulan misterius ini. Bahkanpun dia sudah mulai merasa was-was.
"Serang...." dan komando itupun terdengar dari tokoh Khong Sim Kaypang yang ada dan berdiri di tengah, Tiang Seng Lojin (Kakek Panjang Usia). Dan seiring dengan turunnya perintah menyerang itu, tokoh sebelah kiri yang pendek berisi Tui Hong Khek Sinkay (Pengemis Sakti Pengejar Angin) ikut begerak mengiringi Kan Kauw Kai Tin (Barisan Pengemis Pengejar Anjing). Sementara itu, tokoh yang tinggi dan gagah perkasa Kim Jie Sinkay (Pengemis Sakti Berjari Emas) tetap berdiri disamping kanan Tiang Seng Lojin.
Sekilas barisan Kan Kauw Kai Tin bergerak serabutan, mirip sekelompok manusia yang sedang mengejar-ngejar seekor anjing dan akan menangkapnya. Serabutan dan seperti tidak memiliki keteraturan. Tetapi, dalam tempo singkat, tiba-tiba jeritan terdengar di empat titik, karena gerakan pertama mereka sudah berhasil melukai 4 orang lawan dan membunuh 2 orang lainnya. Luar biasa. Mo Hwee Hud yang dapat melihat keanehan barisan lawan sudah dengan segera melirik kearah Tam Peng Khek dan kemudian mengangguk. Dan terdengarlah teriakan Tam Peng Khek guna memberi perintah kepada pasukannya:
"Habisi musuh-musuh kita......."
Seiring dengan teriakan itu, Tham Peng Khek melirik Ong Keng Siang untuk turun ke arena guna membantu barisan Utusan Pencabut Nyawa. Tetapi, jika Barisan Utusan Pencabut Nyawa yang dimainkan secara massal merupakan satu barisan yang baru, maka Barisan Pengemis Pengejar Anjing adalah barisan lama dan sudah menyatu dengan tokoh-tokoh Khong Sim Kaypang. Karena itu, dalam waktu 10 menit saja, sudah 10 orang dari Utusan Pencabut Nyawa yang terbunuh dan ada sekitar 15 orang lainnya terluka. Namun demikian 6 diantara mereka yang terluka masih dapat dan berkemampaun untuk bertempur, sementara 9 diantaranya terkapar tak bisa untuk melanjutkan pertempuran lebih jauh lagi.
Mo Hwee Hud tersentak melihat betapa lihaynya barisan lawan, tidak beraturan dan seperti main-main. Meskipun demikian, dalam waktu yang relatif singkat, Utusan Pencabut Nyawa bertumbangan dan semakin lama semakin banyak. Melihat hal yang tak menyenangkan itu, Mo Hwee Hud akhirnya mengeluarkan teriakan yang terdengar seperti sebuah isyarat. Tetapi, Tiang Seng Lojin berkata:
"Hahahahaha, panggil semua kawananmu, justru lebih baik supaya tugas kami tak lama berkeluyuran di dunia persilatan ini......"
Tetapi Sie Lan In, Tio Lian Cu dan Khong Yan nampak mengerutkan kening. Karena mereka sadar, di pihak lawan terdapat banyak sekali jago lihay dan jika berdatangan semuanya, maka keadaan mereka akan semakin berbahaya. Tetapi, mereka tentu saja tidak akan melarikan diri dalam suasana seperti itu, karena bagaimanapun juga kedatangan kaum pengemis aneh ini sudah membantu mereka bertiga dari bencana yang amat mengerikan. Sepertinya Tiang Seng Lojin memahami kekhawatiran Sie Lan In bertiga, karena itu, Kakek Panjang Usia itu segera menoleh menghadapi mereka dan kemudian berkata dengan suaran ramah, lunak dan terdengar sangat bersahabat di telinga mereka bertiga:
"Janganlah khawatir sahabat-sahabat cilik mereka masih belum memiliki cukup kemampuan untuk dapat membongkar atau apalagi mengalahkan Barisan Pengejar Anjing kami ini. Bahkan ditambah 200-300 orang Utusan Pencabut Nyawa lagi sekalipun. Bagus bagi kami, karena dapat sekaligus menagih rente dari perbuatan mereka di Kauw It San..... hahahaha"
"Tapi Locianpwee, mereka masih memiliki beberapa jago lihay di sekitar tempat ini, karena markas mereka berada tidak jauh di sebelah sana" berkata Sie Lan In sambil arah darimana mereka melarikan diri tadi.
"Hahaha, Pahlawan kami Kim Jie Sinkay (Pengemis Jari Emas) belum turun tangan, kutanggung kemampuannya tidak berbeda jauh dengan kemampuanmu kouwnio. Kalian bertiga sebetulnya jika bertarung dengan tenang, tidak akan dapat diapa-apakan setan Mo Hwee Hud itu, apalagi jika hanya istrinya yang lebih berbahaya racunnya ketimbang ilmu silatnya itu. Tetapi, karena kecerobohan kalian tadi, racun tanpa warna dan tanpa bau sudah menyusup ketubuh kalian, terutama engkau dan engkau (sambil menunjuk Khong Yan dan Tio Lian Cu). Nenek itu terlampau licin jika kalian lawan dengan cara normal, dia punya seratus macam cara untuk melepas racunnya, dan percayalah, kalian tidak tahu kapan dia melepas racunnya...... kalian berdua, segera telan pil ini, dan kelak, temui seseorang yang dapat membersihkan racun itu dari dalam tubuh kalian berdua. Untuk dua bulan sampai tiga bulan ini, racun itu tidak akan bekerja, tetapi lambat laun, pada saatnya, kalian tak akan dapat disembuhkan ketika racun itu mulai bekerja. Ingat temui orang yang berkemampaun untuk membersihkan racun ditubuh kalian itu"
"Bangsat, sungguh lancang engkau.." terdengar Sam Boa Niocu menggerung marah karena siasat liciknya terbongkar lawan. Dia tahu benar, dengan memiliki Kim Lian Su, pastilah kaum Khong Sim Kaypang memiliki penawar racun maut yang dilepas dan ditujukannya kepada Tio Lian Cu, Khong Yan dan Sie Lan In. Hanya, karena Sie Lan In sudah mengerahkan iweekang dan belakangan pedang pusakanya, maka dia tidak sampai terkena pengaruh racun itu. Tetapi Tio Lian Cu dan Khong Yan yang dalam keadaan tidak siaga terhadap racun, tanpa terasa sudah kemasukan racun maut yang sangat berbahaya itu. Bahkan sampai mereka diberitahu oleh tokoh Khong Sim Kaypang itu baru mereka tahu.
Sementara itu, Sam Boa Niocu yang sudah murka, menerjang kearah Tiang Seng Lojin tanpa dapat dicegah oleh Mo Hwee Hud. Mo Hwee Hud pada saat itu sedang memperhatikan arena dan menyaksikan semakin banyak anggota Utusan Pencabut Nyawa terkalahkan, jika bukan mati, ya terluka berat. Tetapi, dia segera tersenyum setelah tahu bahwa bantuan pihaknya sudah akan tiba tidak lama lagi. Tetapi, tetap saja dia terkejut ketika menyadari bahwa Sam Boa Niocu, kekasih ataupun istrinya sudah turun tangan. Dia tidak sempat mencegah. Karena toch, dia juga tahu, Sam Boa Niocu bukanlah tokoh sembarangan. Diapun melirik dan melihat bagaimana Nenek Sam Boa Niocu menyerang dengan pukulan mematikan serta diiringi dengan serangan racun yang amat jahat. Bukan hanya satu jenis racun, tapi berapa jenis racun sekaligus yang ditujukan kepada Tiang Seng Lojin dan Kim Jie Sinkay yang berdiri sebelah menyebelah.
Bukan Tiang Seng Lojin, tetapi Kim Jie Sinkay yang bergerak menyambut sekaligus memukul balik Nenek Sam Boa Niocu. Tokoh itu menggerakkan kedua lengannya secara bergantian, lengan pertama menangkis pukulan Sam Boa Niocu, sementara lengan kedua mengibaskan Karung Penangkap Anjing. Sungguh hebat gerakannya dan juga kekuatan yang dikerahkannya, maka terdengar dua bunyi yang berbeda dalam waktu nyaris bersamaan:
"Dukkkkk,,,,,,, sretttttt,,,,, sretttttttt"
"Racun Tanpa Bayangan, Kim Coa Cee Lwe (Ular Api Emas)...."
"Tong Cu Sin Kang (Tenaga Sakti Anak Perjaka)"
Seruan pertama keluar dari mulut Tiang Seng Lojin, sementara seruan kedua dari mulut Mo Hwee Hud. Memang benar, ada dua racun maha hebat dan sangat jarang muncul di dunia persilatan yang dilepaskan oleh Nenek Sam Boa Niocu, sangat berbahaya dan sangat mematikan. Tetapi Karung Penangkap Anjing memang benar mujarab dan Racun Tanpa Bayangan serta Ular Api Emas yang dilepas Sam Boa Niocu terlihat punah dengan mudahnya. Bahkan Ular Api Emas yang hanya sebesar jari kelingking gadis muda terlihat menggeliat-geliat di tanah dan tak lama kemudian hangus terbakar. Hanya saja, hebatnya ialah nyaris seluruh tumbuhan, rumput atau apapun di sekeliling bangkai ular itu ikut hangus terbakar dan akhirnya terlihat meninggalkan hamparan tanah gersang dengan diameter kurang lebih 30 cm. Bisa dibayangkan betapa berbisanya serta betapa beracunnya ular kecil mungil yang tadi dilepas Nenek Sam Boa Niocu tersebut.
Tetapi, teriakan seorang Mo Hwee Hud sendiripun mendatangkan rasa keterkejutan bagi semua orang di sekitar arena. Tong Cu Sinkang (Tenaga Sakti Perjaka) adalah Iweekang misterius yang dapat dilatih sempurna, berhawa khas Yang Kang atau Keras. Tetapi jika melatih ilmu itu sama dengan merelakan keperjakaan untuk dijaga secara abadi dan sama sekali tidak boleh berhubungan dengan wanita. Jika pantangan itu dilanggar, maka bisa dipastikan bukan hanya iweekang itu akan buyar melainkan juga mengancam organ-organ dalam tubuh manusia. Tingkat yang tadi ditunjukkan oleh Kim Jie Sinkay adalah tanda-tanda tokoh itu sudah mencapai titik sempurna dari Ilmu Sakti Perjaka. Mo Hwee Hud tadi sangat tersentak karena sama artinya dengan dia menemukan lawan setanding dalam diri tokoh yang terlihat gagah perkasa dari Khong Sim Kaypang itu.
Sam Boa Niocu melihat upayanya gagal dan dipastikan memang sudah benar jika Karung Penangkap Anjing terbuat dari Kim Lian Su, menjadi takut dan keder dengan sendirinya. Semua racunnya akan sulit melawan Kim Lian Su yang dianggap lawan dari semua hewan dan benda beracun. Sementara pukulan lawan tadi cukup buat dirinya paham dan tahu bahwa lawan masih sedikit berada di atasnya bahkan bukan tidak mungkin setanding dengan kekasih atau suaminya, Mo Hwee Hud. Sementara itu Kim Jie Sinkay sudah kembali berdiri tegak dan memandang Sam Boa Niocu sambil tersenyum. Tidak nampak dia bangga dan sombong dengan apa yang baru saja dia lakukan. Senyumnya tetap tidak berubah, pandangan matanya tetap saja gagah dan membayangkan kepercayaan dirinya yang tebal. Berbeda dengan Nenek Sam Boa Niocu yang sudah jeri sendirinya.
Sementara itu Mo Hwee Hud terlihat tersenyum karena pada saat bentrokan terjadi antara Sam Boa Niocu dengan Kim Jie Sinkay tadi, dua orang kembali memasuki arena. Bahkan bukan cuma itu, karena bersama dengan dua orang itu, melimpah datangnya Utusan Pencabut Nyawa yang langsung mengurung Barisan Pengemis Pengejar Anjing. Tapi anehnya, meski kedatangan musuh sama banyak dengan yang mereka lawan sebelumnya, atau bahkan mungkin malah lebih banyak lagi, tetapi Barisan Pengemis itu tidaklah terlihat takut ataupun kewalahan. Mereka sudah berhasil menjatuhkan sampai 40 lebih Utusan Pencabut Nyawa saat itu, dan setengah dari jumlah itu sudah binasa, selebihnya terluka dan tak bisa bertarung lebih jauh lagi. Sudah cacat.
Yang membuat Mo Hwee Hud tertawa adalah munculnya Liok Kong Djie bersama dengan Mindra, bantuan yang membuatnya bersemangat kembali karena dua hal. Pertama, kemampuan Liok Kond Djie yang setanding dengannya tentu saja adalah hal yang amat menggembirakan dan diharapkan mampu memukul tokoh-tokoh yang berdiri kokoh dan sombong dihadapannya. Kedua, kemampuan Ilmu Sihir Mindra akan dia manfaatkan untuk mengurangi kegarangan dan kehebatan Barisan mujijat para Pengemis Khong Sim Kaypang itu. Dan terakhir, datangnya bantuan nyaris 200 Utusan Pencabut Nyawa diharapkan mampu menjadi dorongan moril kawan-kawan mereka yang sudah banyak berjatuhan. Sudah nyaris sepertiga dari jumlah awal yang jatuh menjadi korban, dan jika dibiarkan, bakalan sangat berbahaya dan amat riskan karena mengurangi jumlah kekuatan menjelang pertempuran hidup mati di Pek In San kelak, dalam waktu dekat.
"Mindra,,,,,,,, "
"Suhu, siap menerima perintah......" jawab Mindra yang datang bersama Liok Kong Djie dan ratusan Utusan Pencabut Nyawa.
"Dapatkah engkau menggunakan kemampuanmu sihirmu untuk bisa mengacaukan konsentrasi Barisan Pengemis itu,,,,,?"
"Baik Suhu,, akan segera kucoba, mudah-mudahan mereka tidak cukup siap dengan serangan yang mengacaukan konsentrasinya"
Awalnya Tiang Seng Lojin tidak mengerti dan hanya memandangi Mindra yang berjalan ke bagian belakang dengan dilindungi Mo Hwee Hud dan kawan-kawannya. Tetapi, ketika melihat Mindra mulai merapal Ilmu Sihirnya dan suasana magis terasa mulai memenuhi daerah itu, dan secara lebih khusus area bertarung dari Barisan Pengemis Pengejar Anjing, maka sadarlah dia. Apalagi ketika merasakan betapa semakin lama semakin menguatnya arus serangan sihir tersebut, maka dia segera yakin bahwa kekuatan yang sebesar itu masih belum sanggup buat dilawannya seorang diri saja. Tetapi, tentu saja dia tidaklah menjadi terkejut dan panik, justru dengan perlahan dia berbisik kepada Kim Jie Sinkay dan kemudian diapun berteriak kepada Tu Hong Khek Sinkay:
"Masuk kedalam barisan, siapkan Nyanyian Laksaan Anjing Menyalak....." didahului olehnya sendiri dengan meninggalkan Kim Jie Sinkay berempat bersama Sie Lan In, Tio Lian Cu dan Khong Yan. Sebelum masuk ke barisan dia masih sempat berbisik kepada Sie Lan In bertiga:
"Hadapi lawan-lawan kalian secara tenang, jangan sampai terpancing untuk menang secepatnya dan jangan terpancing emosimu. Pertarungan ini akan memakan waktu yang sangatlah panjang, tetapi akan ditentukan oleh Barisan Pengemis Pengejar Anjing. Sekali lagi, Ingat pesan lohu, hati-hati dan tenang, kalian tidak kalah jauh dari tokoh-tokoh bangkotan yang memang sudah sakti sejak dahulu kala. Hanya melalui ketenangan dan menguasai emosi kalian akan mampu bertahan......"
Dan ketika Tiang Seng Lojin dan Tu Hong Khek Sinkay masuk, mereka tidak ikutan dalam sayap yang terus menerus menyerang lawan-lawan mereka, sebaliknya mereka mengambil posisi di tengah barisan. Dan kemudian, terdengarlah seruan orang tua itu dari dalam barisan:
"Nyanyian Laksaan Anjing Menyalak,,,,,,,"
Dan sebelum Barisan Pengemis berbuat lebih jauh, tiba-tiba terdengar seruan yang sangat berwibawa, masih lebih mengaung dan membius ketimbang teriakan Tiang Seng Lojin barusan:
"Hahahahaha, inilah Pasukan Naga Api yang akan membakar dan menghanguskan kalian semua,,,,,,," teriakan yang penuh hawa mujijat itu luar biasa. Kekuatan sihir yang amatlah besar melanda daerah itu, tetapi meskipun secara khusus hanya untuk menyerang Barisan pengemis, tetapi tetap saja orang-orang Utusan Pencabut Nyawa terdekat sejenak ikut-ikutan terpengaruh. Akibatnya merekapun terdiam dan menjadi ngeri melihat munculnya Pasukan Naga Api yang sangat menyeramkan dan siap memangsa siapapun disitu.
Untung saja pada saat itu Barisan Pengemis sudah mulai mengerahkan iweekang dan mulai memasuki unsur kekuatan yang disatukan. Sesuatu sangatlah dibutuhkan untuk dapat mengembangkan Irama Lagu Selaksa Anjing Menyalak, juga sebuah unsur kekuatan sihir yang dimainkan oleh sebuah barisan. Karena itu, meski mereka sempat terpojok dan terpesona dengan munculnya Naga Api yang menyeramkan, tetapi mereka tetap menguatkan hati dan memusatkan pikiran. Tidak lama, karena beberapa saat kemudian, tiba-tiba terdengarlah bunyi yang sangat ramai bergaung dan melawan ilmu sihir Mindra. Suara itu perlahan-lahan mulai menyela bahkanpun kemudian meningkahi suara berwibawa Mindra dan muncullah rabuan anjing menyalak melawan pasukan naga api.
Pertarungan seterusnya menjadi sangat menarik, tetapi jauh lebih merugikan pihak Utusan Pencabut Nyawa. Karena meski bertarung dengan kekuatan sihir, tetapi tetap saja Barisan Pengemis Pengejar Anjing melakukan gebukan, serangan serta bahkan serbuan ke barisan mereka. Akibatnya, kembali dalam waktu singkat ada sekitar 15 orang terbunuh dan terluka, khususnya mereka yang belum siap dan siaga akibat pengaruh sihir yang dilontarkan Mindra. Ditambah dengan irama lagu yang teramat merusak pendengaran, yakni "Laksanaan Anjing Menyalak" maka tambah nelangsalah mereka. Dan sebagai akibatnya, kembali korban berjatuhan yang justru di pihak Utusan pencabut Nyawa. Hanya, nyawa mereka memang tidak dihitung terlampau mahal oleh Mo Hwee Hud, dan dia beranggapan korban tersebut cukup masuk diakal di tengah pertempuran seperti itu.
Dan, pertempuran yang anehpun segera tersaji. Mindra melawan Barisan Pengemis Pengejar Anjir yang merupakan tarung kekuatan sihir disatu sisi, dan juga barisan Pengemis Pengejar Anjing melawan Utusan Pencabut Nyawa. Pertarungan sihir yang seru terjadi antara Tiang Seng Lojin dan Tui Hong Khek Sinkay juga dalam dukungan kekuatan Barisan itu melawan Mindra. Tetapi, karena pada saat bersama Barisan itu melawan Utusan Pencabut Nyawa yang diperankan oleh 7 Pengemis Khong Sim Kaypang, maka pertarungan tersebut menjadi ramai. Secara perlahan Utusan Pencabut Nyawa mulai lebih sedikit berkurang korbannya, tetapi mereka sering kebingungan karena Irama Anjing Menyalak banyak merusak konsentrasi mereka. Untungnya pada saat itu, Barisan Pengemis Penangkap Anjing juga terbagi menjadi dua konsentrasi bertarung mereka. Karena pemimpin mereka saat itu sedang bertarung Ilmu Sihir melawan Mindra.
Jika Barisan Pengemis hanya menyatukan kekuatan melawan Mindra, mereka pasti masih dapat memenangkan pertarungan, tetapi karena harus berbagi konsentrasi melawan Utusan Pencabut Nyawa, maka kekuatan mereka menjadi sama kuat. Bisa dibayangkan hebatnya Ilmu Sihir Mindra yang sendirian melawan paduan Tiang Seng Lojin bersama Tui Hong Khek Sinkay dan masih dibantu oleh efek pengerahan kekuatan bersatu dari Barisan Pengemis Pengejar Anjing. Tetapi, lama kelamaan semakin jelas, bahwa perang Ilmu Sihir dimana Pasukan Naga Api menghadapi Ilmu Irama Anjing Menyalak sulit untuk saling mengalahkan, tetapi terus saling libas dan saling tindih. Sementara pertarungan antara Utusan Pencabut Nyawa melawan 7 pengemis lain dari Barisan Pengemis, tetaplah masih sedikit lebih unggul Barisan Pengemis. Buktinya, meski tidak sebanyak tadi, tetapi tetap saja Utusan Pencabut Nyawa terus menerus jatuh korban dan mengalami kerugian dari waktu ke waktu. Meski lebih lamban dan lebih seidkit korbannya.
Mo Hwee Hud menggeram besar ketika melihat kenyataan itu. Buat Mindra dapatlah dia maklumi, karena seorang diri belaka melawan Barisan Pengemis. Tetapi Utusan Pencabut Nyawa benar-benar membuatnya patah arang, meski jumlah mereka amat besar dan jauh lebih banyak, tetapi tetap saja sulit untuk diandalkan memenangkan pertarungan melawan Barisan Pengemis. Memang, jika menghadapi musuh biasa dari perguruan menengah kebawah, mereka memang sangat berguna besar. Tetapi ketika mereka harus menghadapi lawan seperti Lo Han Tin dan Barisan Pengemis ini, mereka benar-benar masih belum dapat diandalkan. Masih terlampau jauh beda dan jaraknya, karena jika sampai tidak ada Mindra pada saat itu, mereka pasti akan terbasmi habis dalam waktu singkat. Tapi, tentu saja Utusan Pencabut Nyawa harus diselamatkan, demikian yang dipikirkan Mo Hwee Hud.
Sayangnya, langkah Mo Hwee Hud segera tertahan ketika Kim Jie Sinkay bersama ketiga "kawan baru" dari pihak Khong Sim Kaypang, yakni Sie Lan In, Khong Yan dan Tio Lian Cu keburu mencegatnya. Kim Jie Sinkay bahkan sudah berkata dengan suara yang tidak terdengar takut dan malah bernada menantang dan dengan suara gagah berani diapun berkata:
"Locianpwee, biarkan mereka bertarung secara adil. Jika memang Locianpwee amat berkeinginan untuk ikut bertarung, maka ada kami yang dapat melayanimu. Kita boleh bertarung secara adil disini.."
"Hmm, apakah engkau mengira bahwa dengan menguasai Ilmu Tong Cu Sinkang (Tenaga Sakti Perjaka) sudah dapat dan layak engkau menjadi lawanku saat ini.....?" berkata Mo Hwee Hud dengan sombong dan pongahnya. Tetapi Kim Jie Sinkay yang tahu persoalan yang dihadapi agak pelik dan berbahaya diam saja dan berkata dengan suara tenang:
"Belum tentu juga cayhe akan kalah bertarung melawanmu locianpwee,,,,,,," berkata Kim Jie Sinkay dengan wajah tetap tenang. Bahkan kini sikapnya sudah terlihat rada menantang jago tua bangkotan itu.
"Jika begitu, majulah,,,,,," Mo Hwee Hud yang sudah tidak sabar karena Utusan Pencabut Nyawa tetap saja jatuh beberapa korban saat melawan Barisan Pengemis pada akhirnya mengeluarkan tantangan.
"Lopeh, ijinkan aku menghadapi bangkotan tua yang sombong ini....." belum lagi Kim Jie Sinkay bergerak Sie Lan In yang sudah sejak tadi penasaran dan ingin melawan kakek itu sudah bergerak dan langsung menyerang. Tetapi pada saat bersamaan dia berbisik kepada Kim Jie Sinkay, "Nenek Sam Boa Niocu yang lihay itu sungguh sulit dilawan racunnya, menurutku yang tepat untuk melawannya adalah Lopeh, dan harus diupayakan untuk menaklukkannya......."
Benar juga pikir Kim Jie Sinkay. Nenek Sam Boa Niocu dengan ciri khas racunnya yang amat berbahaya terlampau sulit dilawan, karena itu diapun memutuskan untuk melawan si Nenek berangasan itu saja. Sementara itu, Tio Lian Cu sudah sejak awal selalu memperhatikan gerak-gerik Liok Kong Djie, mahluk tua asal Hoa San Pay. Dan dia sangat ingin melawan tokoh tua perguruannya dan sekaligus menjajaki, seperti apa kepandaian tokoh Hoa San Pay yang konon memang tergila-gila belajar ilmu silat dan amat pintar itu. Saking fanatik dan tergila-gila, dia sampai menyalahi aturan dan dikeluarkan dari Hoa San Pay. Tidak mau memperoleh lawan lain, maka akhirnya dia maju selangkah dan menantang:
"Mohon kesediaan Locianpwee Liok Kong Djie untuk melawanku. Dan karena pada saat ini kita sedang berdiri pada posisi yang berlawanan atau berseberangan, maka selaku orang lebih muda, kutantang Locianpwee Liok Kong Djie untuk mengadu kekuatan masing-masing........" sambil berkata demikian Tio Lian Cu maju kedepan menunggu Liok Kong Djie maju menghadapinya.
Sementara itu, melihat Mo Hwee Hud mampu dan bersedia bertarung dengan lawan yang masih muda dan terlihat seperti melawan musuh yang setanding, Liok Kong Dji jadi tertarik. Dia menduga Tio Lian Cu yang berani menantangnya mestinya sama dengan lawan Mo Hwee Hud, berkepandaian tinggi dan mendatangkan rasa ingin bertarungnya. Dan itulah sebabnya dengan tidak ragu diapun maju dan menerima tantangan Tio Lian Cu tanpa menyadari bahwa dia sedang berhadapan dengan tokoh muda dari perguruan asalnya, Hoa San Pay. Bahkan tokoh muda yang adalah Ciangbudjin Hoa San Pay sendiri. Dia baru terkejut ketika akhirnya dia menerima serangan-serangan berbahaya dari Tio Lian Cu yang menggunakan Ilmu Hoa San Pay dengan penguasaan yang amat hebat, sempurna dan sungguh tidaklah jauh berada dibawah pemahaman dan penguasaannya sendiri. Bagaimana Liok Kong Djie tidak kaget dan terkejut"
Khong Yan yang baru sembuh mendapatkan lawan ringan, tidak seberat kedua Nona saudara seperguruannya. Maklum, dia baru sembuh. Kombinasi Tam Peng Khek dan Gi Ci Hoa adalah lawannya, sebelum akhirnya Sam Boa Niocu sendiri turun tangan kembali menghadapi Kim Jie Sinkay. Dalam waktu singkat, tidak ada lagi tokoh yang menganggur di arena itu, pertarungan hebat pecah dan ditingkahi oleh sekali-sekali terluka dan binasanya anggota Utusan Pencabut Nyawa karena tidak kuat menahan Barisan Pengemis yang maju dalam formasi terbaiknya. Maju dengan 9 orang anggota Khong Sim Kaypang yang menopang barisan tersebut, wajar jika Utusan Pencabut Nyawa keteteran dan semakin lama semakin banyak korban yang jatuh di pihak mereka.
Jangan ditanya bagaimana ramainya pertempuran itu. Matahari sudah munculkan diri, sudah ada nyaris 3 jam setelah pertemuan antara Sie Lan In, Khong Yan dan Tio Lian Cu. Beberapa pertempuran sudah berlangsung dan kini, pertarungan tahap yang selanjutnya sudah pecah, sementara hari sudah semakin terang. Pertarungan antara Utusan Pencabut Nyawa melawan Barisan Pengemis Pengejar Anjing kelihatannya meski menang jumlah jauh, tetapi korban di pihak Utusan Pencabut Nyawa justru sudah cukup banyak. Malahan masih terus dan terus jatuh korban dipihak mereka. Dan tidak ada tanda-tanda mereka dapat mendesak dan menindih kekuatan barisan lawan mereka. Sementara pertarungan sihir yang terjadi antara Barisan Pengemis melawan Mindra, terlihat berimbang, tetapi pertarungan mereka jauh lebih melelahkan dan meletihkan.
Pertarungan Mo Hwee Hud melawan Sie Lan In agak ketat, meski memang benar masih kalah pengalaman, tetapi dengan keunggulan ginkang dan juga ketenangan sebagaimana saran Tiang Seng Lojin, dapatlah Sie Lan In menahan gempuran Mo Hwee Hud. Sementara Nenek Sam Boa Niocu bertarung kucing-kucingan melawan Kim Sie Sinkay, dia memang kalah tipis dalam ilmu silat, kalah kuat dalam iweekang, tetapi menang dalam ilmu sihir, ilmu beracun dan juga taktik menyerang secara menggelap. Kim Jie Sinkay harus berhati-hati melawan Nenek itu jika tidak ingin dipermalukan. Tetapi, ketenangan Kim Jie Sinkay memang mengagumkan, dia tidak terburu-buru menyerang, tidak tergesa-gesa menghindar, tetapi melawan dengan penuh ketenangan dan justru Nenek Sam Boa Niocu yang sering kelabakan.
Arena paling ringan adalah Tam Peng Khek dan Gin Ci Hoa melawan Khong Yan yang baru sembuh dari luka dalam. Untungnya dia mendapat lawan paling ringan, dan karena itu dia tidaklah memaksa diri dan bertarung dengan sabar dan tenang. Dan benar saja, dengan cara itu dia dapat melihat banyak lowongan di pihak kedua lawannya, tetapi dia tidak buru-buru menyerang titik lemah lawan. Sebaliknya, dia justru mencari peluang terbaik untuk dapat dengan segera mengalahkan kedua lawan yang bertarung dengan nafsu untuk secepatnya membunuhnya. Tetapi mana mampu keduanya menaklukkan Khong Yan" Untung saja luka dalamnya baru saja sembuh, dan Khong Yan agak berhati-hati dalam pertarungan itu. Jika tidak, maka mereka berdua tidak akan cukup kuat untuk melawan dan meladeni serangan Khong Yan yang sering membuat mereka keteteran.
Dan yang paling seru adalah tokoh tua Liok Kong Djie melawan Tio Lian Cu. Tokoh yang sudah tua itu merasa keheranan melihat bagaimana Tio Lian Cu melawannya justru dengan ilmu-ilmu Hoa San Pay. Tetapi, beda dengan yang dia tahu dan juga pahami, ilmu-ilmu Tio Lian Cu justru lebih lengkap, lebih aneh dan jauh lebih sesuai dengan apa yang selama ini hilang dari angannya. Bertarung dengan Tio Lian Cu dengan Ilmu Silat Hoa San Pai membuatnya seperti melihat bagaimana Ilmu Hoa San Pay dalam puncak kekuatan dan kehebatannya. Sangat effisien, effektif dan membuatnya sering harus menghindar karena takut terserempet serangan Tio Lian Cu yang amat membahayakan.
Melawan Tio Lian Cu dengan Ilmu-Ilmu Hoa San Pay jelas membuat Liok Kong Djie kerepotan, dia harus mengembangkan penguasaan atau ilmu lain baik diciptakannya sendiri ataupun yang disadapnya dari orang lain. Karena berpikir demikian, maka Liok Kong Djie kemudian membuka ilmu-ilmu baru, baik Ilmu Hoa San Pay yang juga sudah dimodifikasinya mau ilmu-ilmu baru ciptaannya atau gubahannya dari ilmu orang lain. Dan Liok Kong Djie memang terkenal kreatif, suka mengutak-atik dan bahkan menciptakan variasinya sendiri. Baru dengan cara begitu dia mampu untuk menandingi dan bahkan perlahan mulai bisa merepotkan Tio Lian Cu. Karena itu, pertarungan mereka boleh dikategorikan amatlah seru dan cukup berimbang, karena masing masing memiliki keunggulan dan kelebihannya.
Tetapi manakala Liok Kong Djie mulai mengeluarkan ilmu-ilmu ciptaannya sekaligus juga ilmu Hoa San Pay gubahannya, pengalaman dan kematangannya baru mulai menampakkan hasil. Dia mulai berbalik mendesak Tio Lian Cu, meskipun sulitlah untuk dapat dikatakan akan menang atas Tio Lian Cu. Apalagi ketika Tio Lian Cu mulai menyelingi dengan Ilmu Mujijat yang belum dikenali oleh Liok Kong Djie, yakni Ilmu Sakti Tiang Kun Sip Toan Kim. Ilmu yang dia tahu nama serta legendanya, tetapi belum dia tahu bentuk, rahasia dan kemujijatannya. Maka dengan Ilmu ini Tio Lian Cu meski sesekali terlihat agak terdesak, tapi Liok Kong Djie tidak akan berani menyimpulkan dia akan menang.
Terlebih karena Tio Lian Cu mulai mampu menyesuaikan cara bersilatnya dengan karakter Liok Kong Djie dalam menyerang dan bertahan dan kemudian menampilkan gaya yang tepat untuk membendung, mengantisipasi dan melawan serangan-serangan Liok Kong Djie tersebut. Karena itu bisa dipastikan pertarungan keduanya bakalan makan waktu panjang, dan kiranya bakalan sangat sulit untuk menerka hasil akhirnya. Baik Liok Kong Djie maupun Tio Lian Cu cukup maklum dengan kondisi tersebut dan masing-masing memiliki kepercayaan diri untuk dapat keluar sebagai pemenang. Terlebih Liok Kong Djie, terlihat sekali dia amat percaya diri sepanjang bertarung dengan Tio Lian Cu.
Tetapi yang pasti dan terus berlangsung adalah, sementara pertarungan lain terus menerus dan saling serang, maka di pihak Utusan Pencabut Nyawa waktu demi waktu meski agak lambat terus jatuh korban. Baik korban nyawa maupun hanya terluka. Dan saat itu sudah ada kurang lebih 100 orang yang terbunuh mati maupun teruka dan sekitar 75 orang diantaranya tewas terbunuh. Begitupun, mereka tidak mampu mendekati dan menyerang Barisan Pengemis yang memiliki kemampuan sangat luar biasa dalam daya tahan dan kerjasama antar unitnya. Hanya saja pada saat itu, Tiang Seng Lojin dan Tui Hong Khek Sinkay terlihat sudah duduk dan berkeringat melawan Mindra yang juga posisinya sudah sangat memprihatinkan. Pertarungan sihir antara Barisan itu melawan Mindra memang masih berlanjut dan ini menguras banyak energi serta semangat kedua belah pihak.
Pada sisi lain, Khong Yan yang bertempur secara amat berhati-hati perlahan-lahan sadar bahwa meski dituntut untuk tidak menghamburkan tenaganya, tetapi ternyata dia memiliki cukup kemampuan untuk mendesak Tam Peng Khek dan Gi CI Hoa. Tapi pengalamannya yang ceroboh melawan Mo Hwee Hud membuatnya memilih sikap berhati-hati dan tidak mau terlampau terbawa arus mengejar kemenangan. Karena itu, dia lebih banyak bertahan dan menyerang dengan mengandalkan Ilmu Thian Liong Pat Pian yang membuat kedua lawannya kalang kabut dan kesulitan menyergapnya. Tetapi Khong Yan tidaklah sekedar bertahan, apalagi dia tahu kedua lawannya yang bergabung, meski meningkat dua kali lipat tapi masih belum setangguh Mo Hwee Hud. Itulah sebabnya Khong Yan perlahan lahan mulai berbalik menekan dan mulai hanya mengandalkan Thian Liong Pat Pian ketika dia menghindari pukulan-pukulan lawan.
. Semakin lama semakin Khong Yan merasa bahwa efek luka dalamnya sudah tidak terlampau menghalanginya lagi. Kesadaran itu mulai mempertebal keyakinan atas dirinya sendiri dan karena itu dia mulai mencoba untuk mengembangkan secara bergantian dua ilmu mautnya untuk mendesak lawan. Yakni Ilmu Tan Ci Sin Thong (Lentikan Jari Sakti) dan juga Ilmu Hud Meh Ciang (Pukulan Menyambar Nadi). Kenyataan mereka mulai didesak Khong Yan membuat Gi Ci Hoa mulai berpikir untuk menggunakan racunnya. Sayang dia belum sehebat Sam Boa Niocu dalam menggunakan dan meracik racun, apalagi menggunakannya dalam sebuah ilmu yang khusus beracun. Padahal, pada saat itu Khong Yan sudah mengerahkan Ilmu wasiat perguruannya, yakni Iweekang Pouw Tee Pwe Yap Sian Sinkang yang juga dapat menjaga dirinya dari racun.
Dengan mulai menyerangnya Khong Yan, perlahan-lahan kondisi mereka yang jika tadi rada seimbang, kini mulai beralih dalam kendali dan penguasaan Khong Yan. Apalagi semakin lama semakin Khong Yan diyakinkan bahwa luka dalamnya sudah sembuh dan tidak lagi mendatangkan halangan dan rasa nyeri jika mengerahkannya dalam takaran lebih. Karena itu, lentikan Tam Ci Sin Thong dan pukulan-pukulan Hud Meh Ciang semakin lama semakin mengancam Tam Peng Khek dan Gi Ci Hoa yang mulai lebih banyak bertahan. Menjadi lebih merepotkan ketika Gi Ci Hoa disadarkan bahwa serangan racunnya ternyata tidak mampu menembus pertahanan iweekang Khong Yan. Sama sekali tidak mendatangkan hasil. Sebaliknya, justru dia sempat terserempet totokan Tam Ci Son Thong pada lengan kirinya dan membuat lengan tersebut serasa mati rasa. Untung saja Tam Peng Khek cepat menolong istrinya dan memberondong Khong Yan dengan serangan maut. Selamatlah mereka berdua dan masih mampu melanjutkan pertarungan.
Jelas Khong Yan tidak mau terluka bersama Tam Peng Khek, karena itu dia sengaja memberi angin kedua suami-istri itu untuk mengambil nafas, sekaligus dia sendiri juga ingin sekali memeriksa dirinya sendiri. Dan ketika merasa tidak ada halangan, maka siaplah Khong Yan untuk mengakhiri perlawanan kedua suami-istri yang juga punya kesan yang tidak baik dimatanya. Apalagi, mereka berdua memang termasuk dalam daftar musuh perguruan dan merupakan lawan yang sudah lama memiliki sejarah panjang dengan Suhunya Bu Te Hwesio. Maka, berada dalam tataran yang menang melawan murid utama musuhnya mendatangkan perasaan bahagia serta senang dalam hati Khong Yan.
Satu arena lagi dimana pihak Mo Hwee Hud rada terdesak adalah pertarungan Kim Jie Sinkay melawan Sam Boa Niocu. Kekalahan telak Sam Boa Niocu adalah dalam hal tenaga iweekang. Menghadapi Tong Cu Sinkang yang sifatnya sangat keras, jelas saja Sam Boa Niocu keteteran dan tidak berani sama sekali untuk adu tenaga dan kekuatan. Dalam hal bergerak, dia juga kalah lincah dan kalah gesit dibanding lawannya. Tetapi, dia menyelingi dan mengisi kekurangannya dengan ilmu-ilmunya yang lain, yakni ilmu beracun dan sesekali ilmu sihir yang dapat sedikit mengurangi tekanan dan desakan Kim Jie Sinkay. Tetapi karena racunnya memang banyak tak berguna, makanya dia tidak mampu mendesak Kim Jie Sinkay lebih jauh dan lebih sering menggunakannya untuk mengurangi desakan Kim Jie Sinkay. Untung bagi Nenek itu, karena Kim Jie Sinkay masih rada grogi menjatuhkannya.
Meskipun memang Kim Jie Sinkay sadar dengan keunggulannya, dan terus saja memberondong Nenek Sam Boa Niocu dengan pukulan-pukulan berat. Dan sudah sekali Nenek itu dengan terpaksa menangkis dan membuatnya meringis kesakitan, meski tidaklah melukainya, tetapi jelas mendatangkan rasa nyeri. Karena itu, selanjutnya Nenek Sam Boa Niocu mati-matian menghindari benturan kekuatan antara mereka berdua. Meski terdesak, dengan dua kelebihan dirinya, Nenek Sam Boa Niocu masih mampu bertahan dan tetap saja Kim Jie Sinkay agak kesulitan untuk menuntaskan tarung seru antara mereka berdua.
Pertarungan sesungguhnya adalah Tio Lian Cu melawan Liok Kong Djie dan juga Sie Lan In melawan Mo Hwee Hud. Pada pertarungan melawan Sie Lan In, akhirnya Mo Hwee Hud harus memperlakukan Sie Lan In seperti ketika dia harus bertarung melawan Lam Hay Sinni. Melawan Lam Hay Sinni dia bertarung serius karena tahu bahwa Rahib Selatan itu adalah lawan hebat, lawan utama yang setanding. Karena itu, dia bisa menyerang dan menangkis dengan penuh perhitungan dan sekaligus menggunakan tenaga dalam yang terukur. Seperti itulah kini dia menghadapi Sie Lan In. Setelah sadar bahwa Sie Lan In tidak lagi terpaut jauh dari kemampuannya dan sudah nyaris setanding dengan Subonya sendiri, si Rahib Selatan, maka Mo Hwee Hud berkonsentrasi penuh untuk melawan dan menaklukkan Sie Lan In. Tapi apa lacur, tidak semuda yang diduganya untuk dapat mengalahkan Sie Lan In yang sudah memiliki kemampuan ginkang setara Subonya. Bukan hanya itu, kekuatan iweekang mujijat dari perguruan Budha yang lembut-lembut mematikan, juga sudah dikuasai secara baik dan sempurna oleh gadis itu.
Keadaan ini mau tidak mau membuat Mo Hwee Hud harus bertarung pada kebisaan yang tertinggi, dan inilah yang mulai mendatangkan tekanan berat dan besar bagi Sie Lan In. Tetapi, gadis itu sendiri tidaklah takut dan tidak kecil hati. Dia sadar betul bahwa Mo Hwee Hud adalah tokoh besar sebanding dengan Subonya, dan masih agak sulit baginya untuk menang. Tetapi, mengetahui bahwa dia mampu bertarung cukup lama dan tidak terkalahkan, menumbuhkan semangat tersendiri. Apalagi dia amat percaya diri dengan kemampuan ginkangnya yang memang sesuai perkataan Subonya, sudah mampu menandingi Subonya itu. Dan inilah modal utamanya untuk tidak kalah bertarung melawan Mo Hwee Hud.
Teramat jarang seorang Mo Hwee Hud jika sampai mengerahkan Ilmu Siau Mo Kang (Ilmu Iblis Tertawa) dan dikombinasikan dengan Ilmu Hua Kut Sin Kang (Ilmu Sakti Penghancur Tulang) yang merupakan ilmu baru ciptaannya. Bahkan, masih juga ditambahnya dengan Ilmu Mo Hwee Hud Ciang Hoat (Ilmu Budha Api Iblis). Tetapi sekali ini, dia bersilat dengan wajah amat serius dan memancarkan sinar mata buas karena sakit hati begitu banyak usaha muridnya dan dirinya dalam memupuk Utusan pencabut Nyawa tetapi yang hari ini dibantai seperti petani yang sedang membersihkan sawahnya dari rumput-rumput yang mengganggu. Telinga dan matanya sesekali melirik bagaimana korban di pihaknya terus berjatuhan namun dia tidaklah mampu berbuat apa-apa. Di arena lain dia melihat murid utamanya terdesak padahal sudah maju dengan istrinya Gi Ci Hoa, sementara kekasih atau istrinya Sam Boa Niocu, juga terdesak. Mindra dalam posisi sama-sama berbahaya alias masih setanding. Hanya arena Liok Kong Djie yang masih menjanjikan, karena itu Mo Hwee Hud mulai berpikir untuk menyelesaikan pertarungannya.
Sie Lan In tahu diri. Meski iweekangnya mujijat, tetapi dia tidak ingin semena-mena bertarung adu iweekang dengan lawannya yang sudah bangkotan dan sarat dengan pengalaman tempur tingkat tinggi. Sangatlah bodoh jika dia sampai menempur dari sisi itu. Satu-satunya jalan adalah mengandalkan ilmu ginkangnya dan menyelingi dengan penggunaan kekuatan iweekang ciri khas mereka, yakni lembut, lunak tapi mampu mementalkan serangan tenaga dalam lawan. Jadinya Sie Lan In berkelabat kesana-kemari untuk menghindar dan sesekali menyerang dengan Ilmu Tay Lo Kim Kong Ciang maupun Kim Kong Ci. Tetapi, menghadapi Mo Hwee Hud, ilmu-ilmu itu tidaklah banyak berguna. Meskipun Sie Lan In ingin menggunakan pedangnya, tapi kesempatan melolos pedang dan menyerang teramat sempit, dan karenanya Sie Lan In banyak bergerak dengan kecepatannya. Dan itu sudah memadai untuk menghindarkannya dari kekalahan.
Sementara Tio Lian Cu melawan Liok Kong Djie tidak jauh beda keadaannya jika dibanding Sie Lan In melawan Mo Hwee Hud. Kematangan, pengalaman sekaligus keunggulan dalam hal waktu memahami dan mendalami Ilmu-Ilmu Hoa San Pay serta kematangan iweekang membuat Liok Kong Djie perlahan mampu mendesak Tio Lian Cu. Tetapi, Tio Lian Cu mampu dan berhasil membebaskan dirinya karena ilmu-ilmu Hoa San Pay yang amat rahasia yang dapat dikuasainya tanpa diketahui oleh Liok Kong Djie. Karena itu, pertarungan merekapun memakan waktu panjang, sulit untuk mengatakan Liok Kong Djie akan menang melawan Tio Lian Cu. Apalagi, karena Liok Kong Djie sendiri merasa yakin, bahwa Tio Lian Cu masih memiliki jenis dan variasi ilmu Hoa San Pay lainnya yang belum dia ketahui.
Semakin Liok Kong Djie menerjang, semakin ulet dan liat serta gesit Tio Lian Cu dalam menghindar dan sekaligus membalas serangannya. Pada akhirnya, jika ada penonton netral, mereka pasti merasa sepertinya sedang menyaksikan sepasang saudara seperguruan yang berlatih ilmu silat. Kematangan di pihak Liok Kong Djie, tetapi keaslian dan kegesitan di pihak Tio Lian Cu. Penguasaan Tio Lian Cu atas Ilmu Sakti Tiang Kun Sip Toan Kim memang agak fital dan menentukan posisinya saat itu. Selain Liok Kond Jie masih menikmatinya dan ingin menyadapnya sekaligus juga karena menyadari bahwa betapapun ada tunas baru di Hoa San Pay yang malah sudah dapat merendenginya. Hanya tinggal kalah pengalaman dan kalah kematangan belaka dibandingkan dnegan dirinya sendiri. Tetapi, Ilmu Mujijat Tiang Kun Sip Toan Kim memang sangat menggodanya, sangat tak disangkanya jikalau di Hoa San Pay masih ada ilmu sehebat itu yang belum dipelajarinya. Jelas diapun ingin menguasai ilmu yang amat hebat itu.
"Darimana engkau mempelajari Ilmu ini,,,,,,," Tidak mungkin Thian Hoat Tosu yang mengajarimu, dia tidak menguasai ilmu ini......" tanya Liok Kong Djie penasaran dan sangat kesengsem. Maklum, sekian lama dia masih belum dapat menemukan sari pati dari Ilmu yang menarik hatinya itu.
"Hikhik, apakah Liok Locianpwee juga ingin merasakan Ilmu lainnya yang bernama Thian Lo Sin Kuay Hoat (Ilmu Silat Tongkat Sakti Jatuh Dari Langit)...?" goda Tio Lian Cu teringat kegemaran dan fanatiknya tokohini atas Ilmu Silat.
"Memangnya engkau mampu memainkannya....?" seperti ditebak Tio Lian Cu dan benar, Liok Kong Djie terpancing.
"Tentu saja,,, tetapi sudah digubah dan dapat dimainkan baik dengan tangan kosong maupun dengan Ilmu Pedang. Tetapi, baiklah kumainkan dengan tangan kosong saja untuk Locianpwee, nacchhhh bersiaplah......"
Secara tiba-tiba Tio Lian Cu bergerak lebih cepat dan gesit, dan kemudian diapun membuka serangan dengan 3 jurus serangan sekaligus; jurus To Tha Kim Ciong (Memukul Jatuh Lonceng Emas) yang menyasar bagian atas tubuh Liok Kong Djie. Dalam kagetnya Liok Kong Djir mundur selangkah dan membiarkan serangan itu lewat di kepalanya, tetapi jurus kedua, yakni jurus Kau Hu Bun Lu (Pencari kayu bakar bertanya jalan) sudah menyusul. Sasaran dan target serangan masih di bagian atas tubuh Liok Kong Djie, tetapi dengan serentak sudah mengancam di lima titik berbahaya. Bukan main kagetnya Liok Kong Djie, sampai tanpa sadar dia mendesis kaget dan tersentak:
"Accccch, hebat........"
Dia masih dapat menghindari rangkaian serangan itu dengan memukul lengan Tio Lian Cu sambil mundur dua langkah. Tetapi Tio Lian Cu tidak membiarkannya, dia mengejar sambil menyerang dalam jurus Sin Hoan Put Ie (Berputar-putar tidak berhenti). Dan sekali ini rangkaian serangannya mengarah 9 titik berbahaya di bagian atas sambil memutari tubuh Liok Kong Djie dalam kecepatan yang amat mengagumkan. Apalagi karena pada saat bersamaan, diapun mengemangkan ginkang Liap In Sut yang hebat dan mujijat sehingga membuat serangannya menjadi dua kali lipat lebih hebat dari yang mestinya dia kuasai.
Liok Kong Djie tahu bahaya, diapun tahu bahwa ilmu yang disebutkan Tio Lian Cu masih merupakan bagian Ilmu Hoa San Pay, kecuali gaya ginkang yang berbeda. Ini membuatnya tersentak dan maklum, bahwa memang masih ada dan mungkin masih banyak khasanah ilmu Hoa San Pay lain yang masih belum diketahuinya. Tetapi, pada saat itu dia harus menetralisasi serangan cepat dan berbahaya yang menuju ke bagian atas tubuhnya. Dia tidak mungkin lagi menerimanya, karena pasti kalah cepat. Karena itu, meski menunjukkan dia terdesak dan sedikit malu karena pilihan yang dibuat, tetapi memang tidak ada cara lain.
Hanya tinggal ada satu cara lagi, dan dia memilih cara itu dengan gerakan Hong Hwie Lu Coan (Bukit melingkar jalan berputar). Pilihan yang membuat dia sendiri merasa agak malu karena harus menggulingkan dirinya dan ikut berputar beberapa saat guna memunahkan serangan berbahaya Tio Lian Cu. Tetapi, dengan cara yang aneh dan membuatnya malu, Liok Kong Djie berhasil memunahkan serangan Tio Lian Cu dan kini beroleh kesempatan memunahkan serangan Tio Lian Cu. Malahan setelah beberapa saat dia kapok memberi keleluasaan kepada Tio Lian Cu untuk kembali menyerangnya. Diapun berkata:
"Hebat memang ilmu itu, masih terasa unsur Hoa San Pay, meski gerakan ginkang sudah bukan milik Hoa San Pay......" desis Liok Kong Djie memaklumi dan mengerti bahwa memang benar bahwa Hoa San Pay masih punya ilmu lain. Tetapi, Liok Kong Djie masih lanjut berkata:
"Engkau maukah mengajariku ilmu tadi.....?" tanya orang tua itu dengan harap-harap cemas meski dia tahu jawabannya.
"Sayang Locianpwee, hanya murid Hoa San Pay yang bisa mewarisi ilmu mujijat tadi dan sejujurnya masih ada beberapa ilmu Hoa San Pay lainnya lagi yang masih belum Locianpwee pahami, harap dimaafkan......"
Liok Kong Djie yang mendengar bahwa masih ada ilmu-ilmu Hoa San Pay lain selain dua ilmu yang baru saja dia hadapi dan dia tahu sangat lihay, menjadi kesengsem. Tetapi, dia merasa tidak berdaya untuk mempelajarinya menghitung dan menyadari buruknya hubungan dia dengan Hoa San Pay dewasa ini. Tetapi, tiba-tiba dia seperti menyadari sesuatu dan berpikir, "jika gadis ini kutangkap dan kupaksa mengajariku, bukankah itu sama saja...?" pikirnya. Karena pemikiran seperti itu, maka tiba-tiba Liok Kong Djie memperhebat serangannya dengan maksud untuk menangkap serta memaksa Tio Lian Cu mengajarinya.
Tetapi sayangnya dia kembali kecele, karena semakin hebat dia menyerang, justru makin alot dan semakin gesit Tio Lian Cu bergerak. Bahkan, semakin hebat pula daya serang balik Tio Lian Cu. Apalagi setelah dia memperoleh kesempatan untuk mencoba dan mengembangkan ilmu-ilmu barunya. Jadinya mereka terus bertarung dengan seru dan meski sedikit terdesak, tetapi Tio Lian Cu semakin memperoleh momentum untuk bertahan. Setidaknya dia paham bahwa dia tidak akan dikalahkan secara mudah. Kesadaran ini membuat dia bertarung lepas dan sekaligus bertemu kesenangan baru karena seperti sedang berlatih saja, meskipun pertarungannya ini sama sekali bukanlah latihan, tapi tarung yang seru.
Waktu setengah jam kembali berlalu, dan Mo Hwee Hud tidak lagi merasa terganggu dengan korban yang susul menyusul di Utusan Pencabut Nyawa. Jika diteliti, dari jumlah gabungan pertama dan kedua, sudah nyaris setengah yang jatuh menjadi korban. Padahal, ada hampir 400 Utusan Pencabut Nyawa yang bergelombang dalam menyerang Barisan Pengemis. Tetapi, sampai nyaris setengah yang jatuh jadi korban, sisanya mulai ketakutan, belum juga ada tanda-tanda Barisan Pengemis akan jatuh atau terkalahkan. Kecuali Mindra melawan Tiang Seng Lojin dan Tui Hong Khek Sinkay yang tambah parah. Pertarungan sihir mereka sudah tidak sekuat dan sehebat tadi, tetapi masih saja mereka tetap berimbang. Posisi mereka bertiga sudah amat parah, bahkan asap putih mulai mengepul dari kepala mereka masing masing, dan jika diteruskan mereka bertiga pasti akan mengalami kesulitan serta luka yang amat parah.
Ketika akhirnya Mo Hwee Hud mengintip kembali lewat sudut matanya, kagetlah dia karena Utusan Pencabut Nyawa tinggal setengahnya dengan daya tarung melemah dipastikan tidak akan mampu menerobos barisna musuh. Sadarlah dia jika posisi mereka sudah akan semakin sulit. Bisa saja kerja keras muridnya yang juga dibantu dengan sekuat tenaganya akan musnah hari ini juga. Toch sudah nyaris setengah pasukan bentukan muridnya yang tumbang, dan lebih banyak yang mati terbunuh ketimbang yang terluka. Sebagian yang terlukapun akan menjadi manusia-manusia cacat. Sungguh bukan main murka dan marahnya Mo Hwee Hud menemukan fakta yang amat memukul perasaan dan hatinya.
Lebih parah lagi, karena meski sudah mendesak lawan mudanya, tetapi tetap saja dia mengalami kesulitan untuk memukul roboh lawannya yang adalah seorang anak gadis, murid musuhnya pula. Sementara anak muridnya yang mengerubuti Khong Yan, justru keadaan mereka lebih menyedihkan, seperti sedang menunggu gebukan terakhir yang akan dilontarkan Khong Yan. Tetapi, untungnya Khong Yan bukanlah tipe orang yang senang mengalahkan orang lain secara sangat memalukan. Karena itu, beruntunglah Tam Peng Khek dan istrinya Gi Ci Hoa. Keduanya sudah sama sekali tidak mampu berhadapan dengan Ilmu Pek In Hoatsut (Tangan Sihir Awan Putih) yang dimainkan secara hebat oleh Khong Yan. Lengan keduanya bergetar hebat dan tenaga mereka seperti tergempur didalam jika mereka berani berenturan dan membentur tenaga pukulan Khong Yan. Celakanya, mereka sudah beberapa kali secara terpaksa menangkis pukulan berat Khong Yan. Keduanya merasa jika lengan mereka sendiripun sudah terluka luar, dan jika dilanjutkan tenaga dalam juga sangat mungkin terluka karena mujijatnya pukulan itu.
Sementara Nenek Sam Boa Niocu bahkan sudah sekali terkena pukulan lawan yang berarti, dia sudah terluka, meski luka ringan belaka. Tetapi yang pasti, sama dengan Tam Peng Khek dan Gi Ci Hoa, Nenek itu tinggal menunggu kepastian kapan akan kalah, meskipun sebenarnya keadaannya masih lebih baik keadaannya dibanding murid-murid suaminya. Tapi Mo Hwee Hud yang melihat keadaan istrinya dan kedua muridnya semakin marah tetapi tidak mampu melampiaskan kemarahannya secara membuta karena sedang berhadapan dengan lawan yang tidak ringan. Apalagi menghadapi Sie Lan In yang memiliki gerakan hantu, teramat cepat dan sulit terlawan, dan karenanya juga sulit untuk dipukul dan dikalahkan. Dia yakin menang jika bertempur sampai ratusan jurus, tetapi untuk saat ini, dia baru mampu mendesak tetapi sulit untuk bisa menang dan memasukkan pukulan telak. Apalagi Sie Lan In sudah memilih lebih banyak bertahan dan menyerang balik ketimbang mencecar Mo Hwee Hud.
Mo Hwee Hud merasa mereka sudah akan kalah. "Sayang Geberz dan Siu Pi Cong justru sedang melakukan perjalanan menuju Pek In San saat ini, coba kalau mereka berada disini, bisa dipastikan kemenangan berada di tangan....." desisnya menyesali keadaan mereka yang runyam pada saat itu.
Kehebatan seorang Mo Hwee Hud adalah bagaimana menilai situasi dan mengambil keputusan yang tidak merugikan. Dia paham betul, saat itu sudah setengah dari 400 Utusan Pencabut Nyawa yang menjadi korban, mengorbankan sisa 200 lagi benar benar sebuah kebodohan. Karena itu, dia bisa mengambil keputusan yang meskipun membuatnya malu, tetapi harus dia ambil. Kemenangan semakin sulit diraih, tetapi jangan lagi menambah banyak korban. Karena berpikir demikian, diapun kemudian membisiki Liok Kong Djie dan Sam Boa Niocu serta Tam Peng Khek suami-istri serta juga Mindra dan Ong Keng Siang. Dia sudah memiliki strategi untuk mundur meski akan mengorbankan puluhan anak buah, Utusan Pencabut Nyawa lainnya. Tetapi, hal itu menurutnya akan jauh lebih baik daripada yang tersisa 200 orang itu juga jatuh menjadi korban pada saat itu.
Beberapa saat kemudian, dia melihat Mindra yang sudah kepayahan mendekati tempat itu, tetapi untungnya dia juga melihat Tiang Seng Lojin dan Tui Hong Khek Sinkay sedang bersamadhi dengan kepala mengepulkan asap. Ternyata Mindra masih lebih hebat, tetapi dia segera sadar jika kondisi Mindra sendiripun tidak jauh berbeda dengan kedua tokoh Khong Sim Kaypang itu. Tetapi, itulah saatnya. Tiba tiba dia melepas ilmu auman yang berisi hawa sihirnya yang sangat kuat, yakni Ilmu Siau Mo Kang (Ilmu Iblis Tertawa). Dan, pada saat bersamaan, Mindra juga ikut menyerang meski dengan sisa-sisa kekuatan yang masih ada dalam dirinya. Inilah yang menggedor semangat banyak tokoh disitu, meski mereka tidak terpengaruh dan tidak guncang secara hebat, tetapi mereka membutuhkan waktu beberapa detik untuk memulihkan semangat mereka. Terutama karena bantuan dan dukungan Mindra yang melepas kemampuan sihir pada kekuatan terakhirnya.
?"Bawa dia........." sentaknya kepada Ong Keng Siang dan kemudian segera berlari kearah Utusan Pencabut Nyawa bersama Liok Kong Djie dan Tam Peng Khek suami istri. Sama seperti tokoh-tokoh lainnya, Barisan Pengemis yang kehilangan perisai atas Ilmu Sihir sempat tersentak sampai beberapa detik, tetapi yang beberapa detik itupun sudah cukup memadai bagi Mo Hwee Hud dan tokoh mereka lainnya untuk pergi menyelamatkan diri mereka. Masih sempat terdengar suara Tam Peng Khek yang memberi perintah kepada Utusan Pencabut Nyawa:
"Yang lain tahan mereka, sisanya ikut kami mempertahankan Markas, disana kita jauh lebih aman menghadapi mereka........"
Beberapa saat kemudian tinggal 20-30 orang yang menahan Barisan Pengemis dan ketiga anak muda itu. Beberapa detik yang berharga sudah membuat Mo Hwee Hud mampu meloloskan dirinya dan sudah berada beberapa puluh meter didepan, tapi mereka dihalangi oleh sekitar 20-30 Utusan Pencabut Nyawa. Kelihatannya mereka sengaja dipasang untuk menghalangi jalan mengejar rombongan Mo Hwee Hud yang sudah melarikan diri balik ke markas mereka.
"Habisi mereka........" teriak Kim Jie Sinkay
Tetapi, belum lagi mereka semua bergerak untuk membunuhi Utusan Pencabut Nyawa yang tertinggal, terutama Barisan Pengemis untuk segera menggempur kembali Utusan Pencabut Nyawa yang tersisa, tiba-tiba terdengar satu bentakan yang penuh wibawa:
"Tahan................."
Bersamaan dengan itu dari balik hutan yang cukup lebat berjalan keluar seorang berumur pertengahan yang cakap wajahnya dan mengenakan jubah berwarna hijau. Tetapi, jubah itu sangat mirip dengan bahan dan bentuk dari pengemis-pengemis Khong Sim Kaypang, hanya berbeda warna belaka. Tetapi, ada seseorang yang tersentak kaget dan menjadi amat terkejut, dan dia adalah orang tertua yang justru menjadi pemimpin dan juga baru saja selesai samadhi. Dia tidak lain adalah Tiang Seng Lojin. Dia memandang takjub kearah si pendatang dan kemudian mendesis dengan suara yang dapat didengar banyak orang:
"Astaga,,,,,,,, benarkah,,,, benarkah lohu sedang berhadapan dengan Sin Ciang Kay Hiap (Pendekar Pengemis Tangan Sakti) Locianpwee...?"
Tokoh yang datang itu berhenti tepat di hadapan semua orang. Umurnya secara fisik tidak terlihat jauh berbeda dengan Kim Jie Sinkay yang memandangnya dengan penuh rasa heran. Bedanya, wibawa pendatang yang disebut atau dipanggil sebagai Sin Ciang Kay Hiap (Pendekar Pengemis Tangan Sakti) oleh Tiang Seng Lojin sungguh luar biasa. Sementara itu, ketika akhirnya mendengar bahwa si pendatang kemungkinan besar adalah Sin Ciang Kay Hiap (Pendekar Pengemis Tangan Sakti) dan kemudian diiyakan, serentak membuat baik Tui Hong Khek Sinkay maupun juga Kim Jie Sinkay tersentak kaget. Sangat kaget malahan. Dan segera pandangan mata keduanya menyiratkan perasaan takjub, nyaris tak percaya dan sekaligus rasa kagum yang tidak tersembunyikan.
Mereka jelas kaget karena merekapun tahu dan mengagumi nama besar tokoh itu yang terpatri indah di benak mereka dan semua warga Khong Sim Kaypang. Meski tokoh itu tidak pernah mereka saksikan, bahkan mereka duga sesuai informasi yang simpang siur, sudah lama meninggal dalam keharuman namanya. Bagaimana tidak kaget jika saat itu mereka justru bertemu atau menemukan tokoh yang selalu dipuja dan dipuji banyak orang mereka" Maka wajarlah jika mereka berdua, sama seperti Tiang Seng Lohin sendiri menjadi sangat kaget antara percaya dan tidak percaya, antara takjub, kagum dan ingin tahu lebih.
"Benar, orang-orang darimana lohu berasal puluhan tahun silam memanggil lohu dengan nama panggilan yang indah itu, tetapi sesungguhnya nama itu sudah nyaris lohu lupakan......" jawaban dengan suara yang amat jernih dan mengetuk sanubari orang itu sontak mendatangkan kehebohan diantara seluruh orang dan anggota Khong Sim Kaypang. Serentak mereka semua berlutut memberi hormat kepada si pendatang sambil berkata:
"Memberi hormat kepada leluhur dan sesepuh Khong Sim Kaypang dan sekaligus Pemimpin Agung Sin Ciang Kay Hiap (Pendekar Pengemis Tangan Sakti) Lie Hu San...." terdengar Tiang Seng Lojin berkata sambil berlutut memberi hormat dengan penuh hikmat. Rasa kagum dan hormatnya benar-benar tidak dia simpan, dan jelas dalam waktu nyaris bersamaan sikap dan perbuatannya diikuti oleh Tui Hong Khek Sinkay dan juga Kim Jie Sinkay. Apa yang dilakukan Tiang Seng Lojin saat itu bagi mereka berdua, sudah pasti benar dan tidak perlu dipertanyakan. Meskipun, masih tetap ada tanda tanya apakah benar atau tidak inilah tokoh termashyur dan amatlah dihormati dikalangan Khong Sim Kaypang. Masalahnya ialah, mengapa tokoh yang sudah berumur seratus tahun lebih itu terlihat tidak jauh berbeda dengan Kim Jie Sinkay, terlihat berusia 40 tahunan.
"Hmmmmm, Lohu sudah lebih 60 tahunan meninggalkan Khong Sim Kaypang, dan engkau masih saja mengingat dan tahu kisah tentang Lohu......?" bertanya Sin Ciang Kay Hiap Lie Hu San dengan suara halus namun terasa menyejukkan dan langsung kena di hati semua pendengarnya. Bahkanpun Sie Lan In, Khong Yan dan juga Tio Lian Cu terpesona mendengar tokoh yang masih terlihat gagah itu sudah berada dan hidup sejak lebih 60 tahun silam. Dan itu berarti, tokoh itu setidaknya berusia seratus tahun atau bahkan lebih.
"Accchhhh, nama dan gambar Pemimpin Agung Lie Hu San yang dikenal sebagai Sin Ciang Kay Hiap diabadikan di salah satu dinding gua Markas Rahasia Khong Sim Kaypang. Dan potongan serta gambaran tentang Pemimpin Agung Lie Hu San di dinding itu, benar-benar mirip dan tidak jauh berbeda dengan aslinya, boanpwe benar-benar bingung. Dan rasanya Kim Jie Sinkay dan Tui Hong Khek Sinkay juga mengalami hal yang sama dengan Boanpwee......" jawab Tiang Seng Lojin yang juga tambah membuat kaget Sie Lan In, Khong Yan dan Tio Lian Cu. Benar, jika memang demikian, tokoh itu sudah berusia seratus tahun lebih, karena usianya dewasa itu dilihat dari fisiknya, tidak lebih dan tidak kurang sama dengan Kim Jie Sinkay yang kini sudah berdiri gagah di hadapan mereka.
"Acccccch, kisahnya sangat panjang. Jika kalian semua melihatku nyaris sama saja dengan gambaranku pada lebih 60 tahun lalu, itu ada sebab-sebab khususnya. Tapi, biarlah untuk saat ini kisah itu tetap menjadi rahasia. Kelak ketika Lohu kembali untuk mengabdikan sisa-sisa hidup Lohu bagi Khong Sim Kaypang, maka hal itu akan tidak menjadi rahasia lagi. Nama Lie Hu San hanya tokoh-tokoh Khong Sim Kaypang yang tahu dan paham siapa dia. Karena itu, mungkin sedikit banyak kalian sudah mengerti siapa dan bagaimana Lohu pada masa lalu di Khong Sim Kaypang dahulu. Sementara itu kalian bertiga anak-anak muda, mohon agar menjaga nama dan jatidiriku di dunia luar, karena selain kalian bertiga, hanya ada 4,5 manusia yang tahu namaku tersebut hingga saat ini. Bahkan dua diantara Suhu kalian yang adalah kenalan-kenalan masa lalu Lohu ittu, sebenarnya merekapun mengenal lohu dengan nama julukan yang berbeda. Mereka tidak tahu dan tidak pernah mengenali nama asli Lohu...... tapi, kalian bertiga, berdirilah, sangat tidak enak bercakap-cakap dalam keadaan kalian seperti itu" dengan ramah dan penuh kehangatan Sin Ciang Kay Hiap menyambut dan mengajak berdiri ketiga tokoh Khong Sim Kaypang yang masih berlutut dihadapannya itu.
Setelah berdiri kembali atau tepatnya diajak berdiri oleh sesepuh mereka itu, pada akhirnya Tiang Seng Lojin terihat kembali ingin berkata-kata atau mungkin tepatnya bertanya. Dia melihat-lihat suasana percakapan terlebih dahulu dan ketika ada waktu yang tepat, diapun bertanya lagi:
"Acccch, benar-benarkah Pemimpin Agung Lie Hu San akan kembali ke Markas kita Khong Sim Kaypang....?"
Sambil tersenyum ramah dan memandangi ketiga orang Khong Sim Kaypang yang juga penerus-penerusnya, Sin Ciang Kay Hiap Lie Hu San mengangguk-angguk. Senyumnya sangat menarik, orangnyapun terlihat luwes, terbukti dengan segera jawaban atas pertanyaan itu dijawabnya:
"Segera setelah tugas-tugas terakhir Lohu selesai, yakni segala hal yang masih terus menggantung selama 60 tahun terakhir ini. Tanpa menyelesaikannya, maka Lohu pasti tidak akan pernah tenang melanjutkan kehidupan. Dan setelah menutup semua hal yang tersisa sejak pada puluhan tahun silam, maka Lohu akan kembali ke Markas Khong Sim Kaypang. Mestinya begitu......."
Tiang Seng Lojin terlihat senang, tetapi Kim Jie Sinkay yang juga senang terlihat ada sesuatu yang sepertinya mengganjal hatinya. Dia tidak meragukan tokoh yang dia tahu betul memiliki sejarah panjang dan sejarah besar di Khong Sim Kaypang, tapi tetap saja ada sesuatu yang mengganjal dihatinya. Sesuatu terkait dengan keadaan tokoh yang mengaku sebagai sesepuh mereka.
"Apakah ada sesuatu yang mengganjal di hatimu Anak Muda....." engkau boleh saja langsung mengungkapkannya karena Lohu harus segera berlalu..." Lie Hu San yang dapat menangkap seri wajah bertanya-tanya Kim Jie Sinkay sudah bertanya sambil senyum-senyum memandang tokoh gagah Khong Sim Kaypang itu. Tetapi, Kim Jie Sinkay adalah seorang yang suka blak-blakan dan tidak ingin menyimpan rasa dan kepenasarannya dalam hati belaka. Karena itu, diapun bertanya:
"Pemimpin Agung Lie, Boanpwee terus terang merasa agak heran, mengapa setelah 60 tahun berlalu, waktu yang tentu saja tidak pendek, bahkan sangat panjang, tetapi dalam hal potongan, wajah dan segala bentuk fisik Locianpwee terlihat sama saja dengan ukiran di dinding gua markas Khong Sim Kaypang. Sepertinya tak ada yang berubah sama sekali. Sejujurnya kami semua pangling......." tanya Kim Jie Sinkay yang juga menjadi pertanyaan semua yang hadir disitu, termasuk Sie Lan In, Khong Yan dan Tio Lian Cu. Mereka jelas heran, karena usia, potongan dan gaya bicara serta bertindak, jelas Pemimpin Agung Lie Hu San tidak jauh berbeda usia atau umurnya dengan Kim Jie Sinkay.
Tetapi pertanyaan Kim Jie Sinkay itu sama sekali tidak membuat Lie Hu San yang sama gagah perkasanya marah ataupun menyimpan perasaan dalam hatinya. Dia malah memandang Kim Jie Sinkay dan berkata:
"Engkau yang demikian gagah perkasa, mestinya adalah murid dari salah satu tokoh Khong Sim Sam Ih Kay (Tiga Pengemis Luar Biasa Dari Khong Sim); Jika lohu tidak keliru, maka mestinya engkau adalah sutitku dan murid dari Ji Sute, Sip Hong almarhum yang adalah Suhumu. Mengapa demikian" karena dialah pewaris tunggal Tong Cu Sinkang. Kakek Gurumu merupakan adik seperguruan Insu yang dikenal sebagai Pengemis Cacat di Khong Sim Kaypang. Tetapi, harus engkau ingat serta camkan baik-baik, catatan hidup penguasa Tong Cu Sinkang ditakdirkan tidaklah akan melewati angka 75 tahun. Itulah sebabnya, meski tidak pernah berjumla lagi, tetapi lohu dapat mengetahui jika ji sute sudah mendahuluiku. Mengenai jalan hidup Lohu, acccchhhh, suatu saat kalian akan mengerti sendiri mengapa di usia yang sudah lebih dari angka 100 ini, Lohu masih terlihat semuda engkau. Tetapi, sayang karena hari ini, Lohu masih belum bisa membuka kisah tersebut selengkapnya, tapi suatu saat kalian akan mengerti sendiri........"
Mendengar penjelasan Lie Hu San, Kim Jie Sinkay tersentak hebat. Memang benar semua yang dikatakan Lie Hu San, bahkan yang mengagetkannya, ternyata tokoh yang sangat harum namanya, bahkan sejajar dengan Khong Sim Sinkay di Khong Sim Kaypang, ternyata masih Supek nya sendiri. Dan memang, Tong Cu Sinkang yang dikuasainya, sebagaimana penjelasan Suhunya yang meninggal kurang lebih 30 tahun silam, tepat seperti penjelasan Lie Hu San. Maka tidak ada alasan untuk meragukan jati diri Lie Hu San.
"Acccch, mohon dimaafkan pertanyaanku yang kurang sopan Supek, mohon maaf sebesarnya. Sesungguhnya almarhum Suhu sangat mengagungkan dan sekaligus mengidolakan Supek, yang menurut beliau juga sempat menurunkan beberapa Ilmu yang hebat kepadanya. Mohon dimaafkan Sutitmu yang sudah bersikap agak kurang ajar dan kurang hormat ini....."
"Hahahahaha, kelakuanmu sungguh mirip dengan Sip Hong Sute, selalu berterus terang, selalu bersikap gagah perkasa dan tidak malu mengakui kesalahannya. Tapi engkau sama sekali tidak bersalah Kim Jie Sinkay, engkau telah berubah sehebat dan segagah Suhumu. Benar-benar Lohu kagum dan merupakan berkat tak terkira bagi Khong Sim Kaypang memilikimu. Nach, jika ingin membantu mengalahkan Bu Tek Seng Pay, kalian boleh berjalan bersama ketiga anak muda itu menuju Thian Cong San. Selaku Pangcu Kaypang yang dahulunya adalah Hu Pangcu, mestinya Tek Ui Sinkay sedikit banyak mengerti dan paham hubungan Kaypang dan Khong Sim Kaypang. Dan kalian berdua (sambil menunjuk Tio Lian Cu dan Khong Yan), di Thian Cong San akan ada yang menolong mengusir sisa racun dalam tubuh kalian. Ceritakan saja kejadian di sini, maka dia akan mengerti, syukur-syukur kalian juga akan mengetahui serba sedikit apa yang terjadi dengan kisah kami 60 tahun dan muncul kembali tetap seperti keadaan kami 60 tahun silam........ Nach, mohon maaf, Lohu masih punya urusan lain,,,,,, jaga diri kalian baik-baik......"
Belum lagi semua orang sadar dan mencerna lebih detail apa yang disampaikan Lie Hu San, tubuh tokoh yang ternyata sudah berusia diatas 100 tahun dan seangkatan dengan Lam Hay Sinni dan tokoh tua lainnya itu, perlahan bergeser ke belakang. Luar biasanya adalah, sama sekali tidak terlihat kakinya melangkah mundur, tetapi tahu-tahu sudah melayang cepat ke belakang dan menghilang demikian pesatnya. Sie Lan In sampai terpana mengikuti daya dan gaya gerak Sin Ciang Kay Hiap yang ternyata adalah tokoh sesepuh Khong Sim Kaypang.
Sedang mereka terpukau, tiba-tiba di telinga mereka semua dan terdengar sangat jernih, satu suara dan pasti dari Lie Hu San:
"Membantai Utusan Pencabut Nyawa seperti membantai ilalang adalah percuma. Biang mereka yang bertanggungjawab sudah pergi bersembunyi, biarkan mereka karena sudah cukup mahal mereka membayar. Dan 3 anak muda tawanan Utusan Pencabut Nyawa sudah dapat diselamatkan, bahkan sekarang mereka beroleh anugerah yang sangat luar biasa. Oleh karena itu, adalah jauh lebih baik langsung menuju Thian Cong San sekarang ini......."
Suara dan terutama kecepatan bergerak atau tepatnya kemujijatan bergerak Lie Hu San benar-benar mengagumkan. Jangankan yang lain, bahkan seorang Sie Lan In sendiripun ternganga serta kagum bukan buatan. Bahkan beberapa saat kemudian terdengar Sie Lam In bergumam lirih:
"Terbang Melayang Bersama Awan,,,,,,,, sungguh-sungguh mujijat, ginkang dan juga iweekangnya sudah menyatu dan mencapai puncak kesempurnaannya. Untuk saat ini, mungkin hanya Subo dan Si Rase Tanpa Bayangan yang entah menyamai atau mendekati tingkatan yang seperti itu........."
Tidak ada seorangpun yang menyangkal, tak seorangpun yang meragukan apa yang dikatakan Sie Lan In. Karena tak satupun dari mereka yang tidak kagum akan ginkang dan kecepatan gerak Sie Lan In. Tapi bahkan seorang Sie Lan In sendiripun nampak kagum dan begitu terpesona dengan gerak pergi meninggalkan mereka dari tokoh tua tadi, apa lagi yang bisa mereka katakan"
Tidak berapa lama kemudian ke-13 orang itu, yang terdiri dari 10 tokoh Khong Sim Kaypang dan juga Sie Lan In, Khong Yan serta Tio Lian Cu bertiga bercakap-cakap dan saling memperkenalkan diri. Percakapan yang penuh rasa saling mengagumi itu berlangsung cukup lama, terlebih karena masing-masing sebenarnya memiliki latar belakang luar biasa di Rimba Persilatan Tionggoan. Adalah wajar sebenarnya jika mereka jadi saling mengagumi, saling memuji dan saling mengucapkan terima kasih satu dengan yang lain. Karena pada dasarnya pertempuran seru yang baru saja berlangsung melawan Utusan Pencabut Nyawa dan para tokohnya, adalah berkat kerjasama mereka yang tidak disengaja. Tanpa kehadiran pihak yang lain, bencana yang akan dihadapi pihak yang tersisa melawan Mo Hwee Hud dan rombongan murid-murid dan Utusan Pencabut Nyawa. Apalagi karena masih ada tokoh dengan kemampuan sihir yang sangat mujijat dan nyaris saja gabungan Tiang Seng Lojin dan Tui Hong Khek Sinkay gagal melawannya.
"Ji Sute, Sam Sumoy, berhubung kalian berdua perlu bertemu Bu San di Thian Cong San untuk mengusir racun yang mengendap dalam tubuh kalian masing-masing, maka jauh lebih baik kalian berdua menemani para Lopeh dari Khong Sim Kaypang. Sebelum menuju Thian Cong San, ada satu hal yang masih ingin kulakukan di Pek In San......." berkata Sie Lan In kepada Khong yan dan Tio Lian Cu yang sontak menjadi kaget setengah mati.
"Ach Suci, itu tindakan yang kurang bijaksana..." berkata Tio Lian Cu, protes dengan niat Sie Lan In yang dikemukakan tadi
"Benar Suci, sangat tidak aman sekarang ini menyatroni Pek In San,,,, tunggulah sebentar, kita dapat bersama pergi kesana bertiga" tambah Khong Yan mendukung ucapan Tio Lian Cu tadi.
"Jangan khawatir, Sute, Sumoy, tentu saja aku tidak akan datang terlampau dekat. Jangan takut, aku hanya akan mengintip dari udara biar pada saatnya kita memiliki gambaran mengenai markas mereka......" jawab Sie Lan In gembira karena merasa dicintai kedua adik seperguruannya.
"Tapi, betapapun engkau harus turun dari udara untuk melihat secara detail, sehebat apapun kemampuanmu dalam hal ginkang Suci...." tolak Tio Lian Cu yang tetap saja berkeberatan dengan ide Sie Lan In
"Tenang saja sumoy, aku memiliki cara khusus yang belum kalian tahu. Tapi, boleh sebentar lagi kalian berdua tahu bagaimana caraku melakukannya dengan tingkat keamanan yang tinggi..... bahkan bukan tidak mungkin aku akan mendahului kalian tiba di Gunung Thian Cong San nanti....."
"Achhhh, bagaimana mungkin Suci...?" Tio Lian Cu tetap tidak percaya, sama halnya dengan Khong Yan sendiri
"Hikhikhik, baiklah, pergilah kalian memandu jalan buat para Lopeh, aku akan lebih dahulu berlalu mendahului kalian semua melakukan perjalanan,,,,, dan maafkan aku akan pamit mendahului" sambil berkata demikian Sie Lan In bersiul keras, nyaring dan melengking hingga bergema.
Tidak berapa lama, hanya sepersekian detik setelah siulan Sie Lan In yang cukup kuat dan nyaring mengudara serta melengking keras itu, tiba-tiba dari arah udara, atau dari ketinggian, terdengarlah teriakan melengking seekor burung dengan suara yang amatlah keras:
"Arrrrrrrrchhhhhhhhhhh ..............."
Dan tidak berapa lama, di dekat Sie Lan In, diiringi dengan hamparan angin yang luar biasa kencangnya, sudah berdiri seekor burung yang luar biasa besarnya. Ada dua kali tinggi Sie Lan In dan bentangan sayapnya mungkin sekitar 3 atau 4 meter. Dan yang amat mengerikan adalah, angin yang ditimbulkan oleh kepakan sayapnya yang dapat membentang lebar itu, amatlah keras dan bagaikan tiupan angin badai saja. Tetapi, begitu hingga di samping Sie Lan In, burung itu jadi jinak dan bahkan langsung bersimpuh seperti sedang meminta Sie Lan In untuk segera duduk di punggungnya. Tak lama kemudian, Sie Lan In melayang pergi tanpa protes apapun dari kawan-kawannya. Semua kini maklum, Sie Lan In pasti akan mampu menyelidiki keadaan Pek In San dari udara.
Tidak berapa lama kemudian, tempat itupun menjadi sunyi dan sepi. Itupun setelah mereka semua bekerja keras menguburkan korban-korban perkelahian tadi yang ternyata korban tewasnya mencapai angka 150an lebih kurang, dan korban luka berat ada nyaris 50 orang. Selebihnya, yang terluka ringan sudah melarikan dirinya kembali ke markas mereka.
"Semoga kawan-kawan kalian datang kembali untuk mengangkut dan mengobati kalian semua....." demikian desisan Kim Jie Sinkay, dan merekapun berlalu. Sekali ini, langsung menuju Thian Cong San.......
==================== Koay Ji semakin mendekati Thian Cong San. Sudah cukup lama rasanya dia turun gunung dari Thian Cong San menuju Gunung Siong San, dan sekarang dia berjalan kembali menuju "rumahnya". Memang, tidak ada tempat lain yang dapat dia anggap sebagai rumah selain THIAN CONG PAY yang terdapat di pinggang gunung Thian Cong San. Maka ketika tiba di kaki gunung Thian Cong San, melayangkan matanya kepuncak, sekaligus melayangkan matanya ke pinggang gunung itu, tak tersangka hatinya tersentuh dalam haru. Disana selama belasan tahun dia menghabiskan masa kecilnya yang penuh derita, tetapi disana dia bertemu orang-orang yang amat sayang dan mendidiknya tanpa pamrih.
Dia terkenang Ang Sinshe, tokoh yang memberi nama panggilan KOAY JI baginya. Dia terkenang dengan Khong Yan, cucu luar Pangcu Thian Cong Pay yang sudah menampungnya pada masa kecil, dan yang kelak bahkan menjadi suhengnya. Dia teringat dengan Nyonya Cu Yu Hwi yang dia paham kurang begitu menyukainya, entah apa sebabnya. Dia sama sekali tidak pernah tahu. Kemudian diapun teringat anak-anak murid dari Cu Yu Hwi yang sering mempermainkannya namun berubah baik pada akhir-akhir kebersamaan mereka. Dan tentu saja dia teringat dua SUHU yang sangat dihormati dan dicintainya.
Dua Suhu yang memeliharanya, melatih dan mendidik dengan penuh kasih hingga menjadi seorang berkepandaian seperti saat ini. Meskipun SUHU pertamanya belakangan dia tahu bernama BU TE Hwesio tapi belum sekalipun pernah bertatap muka dengannya. Dan Suhu pertama ini yang banyak bertanggungjawab atas masa kecilnya, membebaskan dan sekaligus memberinya obat mujijat. Bahkan pada masa kanak-kanaknya sudah dididik dengan iweekang rahasia tokoh itu tanpa sedikitpun merasa keberatan dengan mewariskan ilmu mujijatnya itu.
Suhu kedua adalah BU IN SINLIONG, seorang tokoh pertapa yang amat mujijat dan hebat. Tokoh yang mendidiknya selama sepuluh tahun, menanamkan dasar-dasar kependekaran, dan yang juga memasrahkan banyak hal untuk dia kerjakan kedepan bahkan atas nama sang suhu. Suhu kedua ini tidak banyak bicara hal-hal remeh, tetapi jika bicara, maka dia pasti membicarakan hal-hal penting, baik mengenai ilmu silat, sejarah rimba persilatan, kekhasan tokoh-tokoh silat, dan hal-hal penting lain terkait dirinya. Tetapi, dia sangatlah sadar, meski tidak banyak bicara, tetapi orang tua pertapa itu begitu mengasihinya. Dia dapat merasakannya dari perhatian, dari tatapan mata dan dari harapan yang diberikan kepundaknya. Koay Ji bukan orang bodoh yang mati rasa, sebaliknya dia merasakan betul kasih sayang sang Suhu kepadanya, dan dia sungguh mensyukurinya.
Dan kini, dalam wujud KOAY JI, dan bukan dalam wujud lain dia mulai mendaki lagi, alias PULANG ke rumah satu-satunya yang dia tahu. THIAN CONG PAY dan tentu Gua Pertapaan Gurunya. Hanya tempat itu yang diingatnya dan dia tahu jika menyebut kata PULANG. Kemana lagi memangnya" Sekali ini, bukan pekerjaan berat bagi Koay Ji menemukan kembali tempat masa kecilnya, tempat penuh kenangan yang mendidik dan yang juga membuatnya seperti sekarang ini. Seorang pemuda yang pilih tanding, meski tampil dalam beberapa identitas ketika berkelana di Rimba Persilatan. Dia kadang muncul sebagai Thian Liong Koay Hiap, kadang muncul sebagai pemuda matang usia pertengahan dengan nama TANG HOK. Kadang dia munculkan diri sebagai seorang bernama BU SAN, seorang muda lugu yang tidak pandai silat tetapi anehnya menguasai begitu banyak teori ilmu silat yang hebat-hebat. Namun ketika PULANG, dia muncul sebagai dirinya sendiri, KOAY JI si anak aneh dari Thian Cong San.
Tetapi, alangkah kaget Koay Ji ketika menemukan Thian Cong Pay dalam keadaan yang sungguh jauh berbeda dengan angannya semula. Sebetulnya, tidaklah banyak yang berubah disana secara fisik. Rumah utama memang bertambah besar, tetapi selain perubahan itu serta juga bertambahnya beberapa rumah yang lain, nyaris tidak ada yang berubah lagi. Jadi" Apa yang sebenarnya membuat Koay Ji terkejut dan merasa aneh" Yang membuatnya merasa kaget adalah, tempat tersebut justru terlihat sepi, senyap dan sepertinya tidak banyak lagi orang yang tinggal disitu. Tidak lama waktu yang dibutuhkan Koay Ji untuk paham bahwa hanya di rumah utamalah terdapat manusianya. Tetapi itupun hanya ada sekitar dua atau tiga orang belaka, sementara rumah-rumah lain justru sebagian besar dalam keadaan kosong. Entah mengapa. Kemana semua saudara seperguruannya yang setahunya sudah tiba di Thian Cong San" Kemana pula anak murid Thian Cong Pay"
Dengan digelayuti sejumlah pertanyaan seperti itu, pada akhirnya mulailah Koay Ji melangkah menuju Rumah Utama. Betapapapun juga, bagaimanapun rumah utama itu sudah bertambah besar dan lebih megah, tetapi Koay Ji masihlah kenal dengan rumah itu. Rumah dimana terdapat perpustakaan yang cukup bersejarah baginya, dan juga adalah tempat tinggal Cu Pangcu bersama seluruh keluarga besarnya. Juga anak-anak dan juga cucu Cu Pangcu, termasuk Khong Yan yang adalah teman masa kecilnya, tetapi juga belakangan baru dia tahu sekaligus sudah merupakan adik seperguruannya sendiri. Begitu mulai memasuki rumah besar itu, Koay Ji merasakan suasana yang hening itu sedikit mencurigakan, meskipun tidak terasa membahayakan bagi dirinya sendiri. Tetapi, keanehan itu membuatnya merasa tergelitik. Sebenarnya, ada apa gerangan dengan rumah utama ini" Atau tepatnya, ada apa dengan Thian Cong Pay"
Jawaban baginya segera tersedia ketika beberapa saat kemudian muncul seorang yang sudah rada tua dan tidak dikenalnya. Orang itu langsung menemuinya untuk kemudian bertanya dengan suara serak:
"Kongcu sedang mencari siapakah..?" jelas orang yang bertanya itu tidak menguasai ilmu silat sedikitpun.
"Oooooh, maaf, cayhe Koay Ji dan sedang mencari Cu Pangcu. Berada dimanakah gerangan Cu Pangcu sekarang....?"
Mendengar perkataan Koay Ji, orang yang menjaga rumah utama itu terlihat sedikit gembira dan kemudian berkata:
"Menurut Pangcu bersama seluruh saudara seperguruannya, jika ada yang datang mengaku sebagai Koay Ji ataupun Thian Liong Koay Hiap, maka orang itu mestinya sudah tahu kemana harus pergi mencari. Dan hanya itu belaka yang kutahu, harap maafkan kongcu...." berkata orang tua itu dengan nada dan kata-kata yang terlihat memang sudah lama disiapkan.
"Baiklah,,,,, tetapi pada kemana seluruh anggota perguruan ini....?" bertanya Koay Ji sekali lagi untuk meyakinkan dirinya
"Sejak dua bulan terakhir sudah disuruh turun gunung oleh Cu Pangcu, dan selama ini Rumah Perguruan hanya dijaga 5 orang belaka......"
"Baiklah,,,,, biarlah cayhe langsung mencari Cu Pangcu.." berkata Koay Ji untuk kemudian langsung berjalan pergi. Dia tahu dan bisa menebak, kelihatannya semua saudara seperguruannya berada di gua tempat Suhunya bertapa. Karena Gua itu memang memiliki beberapa ruang yang disiapkan secara khusus sebagai tempat berlatih dan terpisah dari rumah perguruan. Terasa aneh, karena sesungguhnya Gua Pertapaan Suhunya adalah sebuah tempat terlarang. Jangankan murid-murid Tian Cong San, bahkan mereka sesama saudara seperguruan sendiripun dilarang untuk mendekat dan mendatangi Gua ini. Sekarang"
Koay Ji memutuskan untuk segera menuju tempat tersebut. Tempat yang terlindung oleh hutan yang lumayan lebat dan sulit ditemukan oleh mereka yang sama sekali belum mengetahui secara persis letaknya. Ada jarak sekitar 200 meter yang adalah perladangan dan bekas tempat memelihara daun obat Ang Sinshe dan berbatas langsung dengan hutan lebat. Dan panjang hutan lebat hingga tiba ke Gua Suhunya juga cukup panjang, mungkin ada 300 atau 400 meter " sebuah jarak yang cukup panjang sebenarnya. Melewati ladang tanaman obat yang bekas-bekasnya masih terlihat tetapi sudah tidak terurus, Koay Ji bagai dapat mengingat kembali masa kecilnya. Anehnya, mundur ke belakang sebelum diserang Mo Hwee Hud dan si Rase Tanpa Bayangan, dia justru merasa blank dan tidak punya kenangan sama sekali. Setelah melewati perladangan itu, maka bukan perkara sulit bagi Koay Ji untuk dapat menemukan tempat pertapaan Suhunya.
Tetapi, alangkah terkejutnya Koay Ji ketika melangkah masuk ke hutan itu, baru saja semeter dia melangkah masuk tiba-tiba keadaannya sudah berubah seratus delapan puluh derajat. Suara-suara yang mengacaukan pendengaran dan penglihatan yang buram dan membuyar segera tersaji dihadapannya. Dia sontak terkejut setengah mati, karena sesungguhnya dia tahu daerah itu adalah daerah hutan dan sepertinya keadaannya sudah jauh berbeda. Selain itu, hawa mujijat dan pengaruh mitis dan aneh atas kesadaran ketika memasuki hutan, sungguh sangat kuat dan bahkan dia sendiri harus mengatakan terganggu. Suara-suara aneh itu bahkan semakin ribut dan diselingi suara badai dan prahara yang mendatangkan perasaan aneh, tertekan dan perasaan takut dan khawatir.
Tetapi tentu saja Koay Ji paham apa artinya. Kelihatannya daerah itu seperti sudah "ditanam" sejenis kekuatan mujijat ataupun barisan aneh yang dapat mengalihkan dan merusak kesadaran orang. Tetapi kekuatan Barisan itu sungguh-sungguh amat sangat mengejutkan. Karena jika dia sampai terpengaruh dan sempat kehilangan kesadaran, itu berarti barisan mujijat yang dipasang bukanlah barisan biasa. Tetapi sebuah barisan mujijat yang amat hebat. Pengalaman yang mulai banyak membuat Koay Ji sadar dengan apa yang sedang dihadapinya pada saat itu. Dan jelas dia tahu bagaimana menghadapi tekanan dan pengaruh mujijat seperti itu.
Dengan segera dia mengerahkan kekuatan iweekangnya, membersihkan pandang matanya dan kemudian membersihkan daya kekuatan batinnya. Tetapi, luar biasa, karena tidaklah mudah baginya untuk menemukan dan membersihkan kesadaran serta memandang hutan didepan atau didalam dimana dia baru saja masuk. Terlihat seperti hutan biasa, tidak ada yang aneh, tetapi begitu masuk, engaruh yang sangat luar biasa langsung menerjangnya. Dia masih sadar sedang berada dalam hutan, tetapi entah mengapa pandangannya seperti sedang berada di suatu tempat yang amat aneh dan luar biasa. Tidak terlihat hutan, tidak ada pohon besar, yang ada adalah kegersangan dan suasana mencekam karena temaram dan udara yang terasa agak tipis. Selain itu, pengaruh-pengaruh dan hawa mujijat membuatnya amat sulit berkonsentrasi, untuk melakukannya dia membutuhkan usaha, kemauan dan tekad yang kuat.
Padahal, sesungguhnya kekuatan batin Koay Ji sudah cukup hebat pada saat itu, tetapi entah mengapa dalam menghadapi Barisan yang satu ini dia seperti masih belum menemukan kuncinya. Dia masih belum tahu bagaimana menghadapinya dan karena itu dia merasa tertantang guna dapat memahaminya lebih jauh lagi. Tetapi, apa lacur, sudah mengerahkan kekuatan batinnya, sudah mengerahkan iweekang hingga tujuh bagian, dia masih saja belum dapat melihat suasana yang normal. Sebaliknya, justru mulailah terdengar suara-suara menyeramkan dan mengancam keselamatannya. Suara-suara serangan senjata tajam, juga suara-suara serangan senjata rahasia, hingga suara-suara yang berseliweran di telinga fisik dan telinga batinnya. Pada titik itu, Koay Ji sendiripun mulai merasa seram dan malah sempat nyaris kehilangan konsentrasinya.
Di saat-saat dia mulai nyaris kehilangan pegangan dan kesadarannya, dia teringat dengan "Ilmu Hitam" dalam Kitab Mujijat dan teringat percakapannya dengan Kakek aneh dalam perjalanan menuju Thian Cong San. Sontak dia duduk dan melakukan samadhi sambil berusaha lepas dan mengandalkan kekuatan batinnya memandang apa yang terjadi di sekitarnya. Dia kemudian menutup mata, bahkan juga mulai mengabaikan suara-suara yang masuk melalui telinganya. Tetapi, hebat luar biasa, tekanan keadaan dan lingkungan dimana dia berada benar-benar sangat hebat dan sangat kuat, sulit dilawan. Koay Ji memang kemudian mulai mampu melindungi kesadarannya, tetapi tekanan yang memaksanya untuk takut, khawatir dan gelisah sampai bisa kehilangan kesadaran terus dan terus menyerang bagai bergelombang. Meskipun dia sudah melakukan samadhi, bahkan sudah berusaha melepas semua ganjalan di dadanya, semua emosinya, semua ambisinya, tetapi tetap saja teramat sulit untuk melawan arus pengaruh barisan mujijat itu.
Tekanan berat itu berlangsung terus, terus dan terus, dan Koay Ji berusaha untuk bertahan dengan samadhi, hanya bertahan. Bahkanpun dengan kekuatan batinnya, sampai berusaha untuk masuk menelaah ke kedalaman batinnya sendiri, dalam ketenangan itu sendiri dengan coba menerima apa yang sedang terjadi disekitarnya. Kemampuan berkonsentrasi, kemampuan untuk menerima dirinya, dan kemampuan memandang secara teliti keadaan sekitarnya dalam kekuatan batin, semua benar-benar bagaikan menghadapi ancaman langsung, secara berdepan. Semua seperti sulit diaturnya dan dikuasai, tetapi dia tetap berusaha untuk bertahan, bertahan dan mencari cara melalui memeriksa seluruh catatan pelajaran yang dikuasainya. Baik pelajaran agama, pelajaran iweekang bahkan hingga memeriksa khasanah ilmu hitam dan ilmu sihir yang melekat dalam pikiran dan kepalanya melalui sebuah kitab kecil yang dibacanya pada masa kanak kanaknya. Tekanan itu menguat dari waktu ke waktu, tetapi lama-kelamaan Koay Ji mulai merasakan sesuatu yang aneh dan agak lain. Cukup lama dia menimbangnya, cukup lama dia menganalisanya, sampai kemudian dia menyimpulkan:
"Hmmmmm, ini mestinya tekanan yang disengaja untuk membuatku melatih terlebih dalam lagi kekuatan-kekuatan mitis, kekuatan sihir, ketenangan batin, dan sekaligus kemampuan menjaga ketenangan. Juga kemampuan berkonsentrasi. Gelombang tekanan dalam semua aspek, baik aspek kebatinan, aspek emosional, benar-benar terasa seperti "diciptakan" untuk memaksaku mengetahui batasanku. Ach, aku tidak boleh menyerah, harus melawan......" kebandelan Koay Ji yang kenyang dengan penderitaan semasa di tempat yang sama, membuatnya mengeraskan hati serta membuatnya sekaligus bertekad melawan.
Kesadaran itulah yang menghasilkan daya ulet dan daya juang yang luar biasa dan akhirnya membuat Koay Jie tenggelam dalam samadhi. Dia sudah tidak ingat semua yang terjadi di sekitarnya, mata batinnya awas dan terbuka, tetapi justru saat itu, dia sedang tertidur lelap. Dia memasrahkan rasa sakitnya, rasa gelisahnya, rasa was-was dan kekhawatirannya, dan mencoba menerima semua itu agar tidak sampai menghasilkan keputus-asaan dan ketidaktahuan melakukan apapun. "Karena jangan dibiarkan isi kepalamu dikuasai ketidakpastian, jangan biarkan emosimu ditentukan lingkungan dimana engkau berada, jangan sampai tindakanmu semata-mata karena merespons dan menjawab gerakan-gerakan orang,,,,,,, tetapi coba sadarilah semua keterbatasanmu, terimalah, satukan dan tetaplah jaga kewarasanmu, jaga sekaligus kewaspadaan, pelihara ketahanan emosi dan sadar senantiasa dengan kesadaran nuranimu,,,,,, maka engkau akan menemukan banyak, sangat banyak......."
Persekutuan Tusuk Kundai Kumala 14 Hong Lui Bun Karya Khu Lung Jodoh Rajawali 29
^