Pencarian

Pendekar Aneh Naga Langit 28

Pendekar Aneh Naga Langit Thian Liong Koay Hiap Karya Marshall Bagian 28


"Cuwi sekalian, sahabat-sahabat dari Khong Sim Kaypang, Tio Ciangbudjin, mari kita bercakap-cakap lebih enak dalam Thian Cong Pay kami. Biarkan kami menjamu cuwi sekalian sambil bercakap-cakap bebas dan kemudian bisa beristirahat dan melanjutkan percakapan malam nanti,,,,, mari, selaku Pangcu Thian Cong Pay, lohu mengundang saudara-saudara sekalian....." suara Cu Ying Lun terdengar akrab dan menyambut para tamunya dengan senang hati.
Sambil berjalan, dengan dikawal Bun Kwa Siang, Koay Ji dihujani pertanyaan baik oleh Khong Yan maupun juga oleh Tio Lian Cu. Bahkan terdengar Tio Lian Cu yang merasa penasaran bertanya kepada langsung kepada Koay Ji tentang sesatu yang membawanya ke Thian Cong Pay:
"Koay Ji, kenalkah engkau dengan tabib muda Bu San yang datang kemari bersama dengan Sam Suhengmu beberapa waktu yang sudah lewat.." benar-benarkah dia mampu dan memiliki kemampuan sebagai tabib meski masih amat muda tetapi sudah amat hebat dan mujijat itu.....?"
"Benar, tetapi dia sedang ada pekerjaan yang lain di sebuah tempat terpisah. Tetapi, kemungkinan besar malam ini kita bisa mengundangnya datang, tenang saja akan kuundang dia kemari untuk bertemu kalian berdua. Tapi, apa gerangan yang bisa dia lakukan untuk kalian berdua saat ini?" jawab Koay Ji menjawab hanya setengah bagian pertanyaan Tio Lian Cu
"Ach, baguslah jika memang demikian.. tetapi, apa benar dia mampu mengobati kami yang sedang keracunan" terdengar Tio Lian Cu menjawab dan menjadi tenang mendengar Bu San juga berada di Thian Cong Pay.
"Apakah engkau juga mencari Bu San itu Khong sute....?" tanya Koay Ji kepada Khong Yan yang berjalan disampingnya, tetapi masih belum nejawab pertanyaan Tio Lian Cu mengenai kehebatan Bu San
"Benar suheng, kenal baikkah engkau dengannya...?" jawab Khong Yan atas Koay Ji yang bertanya tentang keperluannya. Padahal, Khong Yan sendiri juga ingin tahu jawaban atas pertanyaan Tio Lian Cu.
"Boleh dibilang begitu.... kenal, dan memang kemampuannya dalam hal pengobatan boleh dibilang sangat hebat dan handal, tidak ada jenis racun yang memusingkan bagi dia. Sejauh ini dia memang hebat" jawab Koay Ji yang membuat Khong Yan dan To Lian Cu terlihat menarik nafas panjang.
"Baguslah jika demikian...... tetapi Suheng, tentang titipanmu melalui Thian Liong Koay Hiap, apakah memang benar bahwa"
"Memang benar Khong sute, apakah engkau sudah menguasainya dengan baik dan sempurna sekarang ini....?"
"Syukurlah memang begitu, Suheng dan terima kasih banyak atas semua bantuan suheng untuk kemajuanku ini....."
"Malam ini dia akan mengunjungi kalian di rumah istirahat di Thian Cong Pay, tanggung kalian nanti puas bertemu dan bercakap dengannya...." berkata Koay Ji merancang waktu dan pertemuan dengan Khong Yan dan Tio Lian Cu malam nanti. Sambil dalam hati dia tersenyum geli. Dia membayangkan bagaimana mengerjai kedua tokoh muda yang menjadi sahabatnya saat ini.
Tetapi Tio Lian Cu justru merasa sangat aneh. Dia melihat ada beberapa hal yang rada aneh dari Koay Ji dan beberapa itu membuat keduanya, Koay Ji dan Bu San terasa rada-rada mirip. Yang terutama adalah pandang mata Koay Ji yang terlihat sama bening dengan tatap mata dari Bu San. Ini yang paling menonjol dan sulit untuk dapat dibedakan. Tatap mata keduanya sama bening dan bagai tatap mata bayi yang masih tak punya dosa itu, bening. Jika Bu San tidak memiliki kesaktian, maka tatap matanya wajar, tetapi Koay Ji, sejak berapa tahun lalu dia tahu sudah memiliki kemampuan silat yang amat hebat. Apalagi karena menurut suhunya, Thian Hoat Tosu, bahwa suhu Koay Ji, Bu In Sinliong dikenal sebagai tokoh nomor satu di Tionggoan saat itu. Bahkan masih berada di atas tingkatan suhunya sendiri. Jadi, wajar jika Koay Ji memiliki kepandaian silat dan kesaktian yang memang hebat. Tapi Bu San" Sama sekali tidak mampu bersilat. Meski dia juga tidak yakin-yakin amat dengan ketidakmampuan Bu San itu.
Tetapi, jelas Tio Lian Cu tidak dapat mengatakan apa-apa, dan hanya beberapa hal kecil yang mereka percakapkan sepanjang jalan. Lagipula, disitu masih ada Khong Yan dan juga masih ada Bun Kwa Siang yang selalu mengawal dan mengekor kemanapun Koay Ji pergi dan melangkah. Boleh dibilang, Koay Ji memiliki sejenis bayangan dalam diri Kwa Siang. Kemanapun Koay Ji pergi, Kwa Siang dengan amat setia mengekor dan mengikuti. Tetapi, Koay Ji juga terlihat sangat menghargai dan sangat menyayangi Kwa Siang.
"Khong Sute, engkau menempati rumah yang mana" Ibu dan saudara-saudaramu yang lain tinggal di tempat yang aman dan dirahasiakan. Terutama karena bakalan banyak tamu dan kemungkinan bisa ada yang menyusup dan menyerang kemari. Itu sebabnya keluarga Cu Pangcu tinggal di tempat rahasia. Kurasa engkau tidak perlu bersembunyi dan bisa menemaniku untuk menjaga wilayah Thian Cong Pay ini. Bagaimana...." dan engkau Tio Kouwnio, rumah untuk istirahatmu berada di sebelah rumah istirahat Khong sute dan juga dekat dengan sahabat-sahabat yang berasal dari Lembah Cemara. Keluarga dari Nenek Khong sute, mereka juga sudah berada disini sejak minggu yang lalu....."
"Hari-hari begini Thian Cong San nampaknya demikian ramai, terlampau ramai malahan...." keluh Khong Yan
"Hahahaha, engkau harus mulai menyesuaikan dengan keadaan dan status dari gwakongmu yang adalah sute dari Bengcu Tionggoan Khong sute..... bisa jadi dan sangat mungkin kedepan akan semakin ramai disini..." jawab Koay Ji yang membuat Khong Yan menjadi gelisah. Dia lebih menyenangi Thian Cong San yang senyap dan sepi, tidak ramai seperti saat itu.
"Nach Tio Kouwnio dan engkau Khong Sute, kalian boleh beristirahat terlebih dahulu dan membersihkan diri, kutunggu di Rumah Utama untuk bercakap-cakap lebih jauh. Karena kita sedang menghadapi persoalan, tetapi sebentar akan kuberitahukan kepada kalian berdua,,,,,,"
"Baiklah,,,,," sama-sama Khong Yan dan Tio Lian Cu menjawab dan beberapa saat kemudian keduanya berpisah menuju dua rumah yang berdekatan, disana mereka akan beristirahat dan tinggal selama beberapa hari kedepan.
Sebetulnya Koay Ji ingin menanyakan keberadaan Sie Lan In, tetapi entah mengapa mulutnya terkunci untuk menanyakan kabar Nona yang satu itu. Tetapi dia berniat untuk menanyakannya langsung kepada Khong Yan nanti saat mereka tinggal berdua bercakap-cakap. Toch waktu masih ada, demikian pikiran Koay Ji dan terus berjalan menuju ke rumah utama Thian Cong Pay yang sudah berubah fungsi menjadi tempat pertemuan.
Pertemuan pada siang itu dibagi dua karena ruangan pertemuan memang terbatas. Tetapi Cu Ying Lun dengan ditemani Tek Ui Sinkay menjamu sahabat-sahabat Khong Sim Kaypang bersama Tio Lian Cu dan Khong Yan, serta tentu saja juga hadir Koay Ji. Pertemuan kedua terjadi di ruangan berbeda diantara keluarga Lembah Cemara, namun bergabung dengan mereka Oey Hwa dan Pek Bwe Li yang mencoba membangun komunikasi dengan Tio Cui In dan Hua Hun. Tetapi, jika Nenek Tio Cui In lebih luwes, maka Nenek Hua Hun lebih misterius dan terkesan tidak mau banyak bercakap. Nenek Hua Hun itu entah mengapa seperti kehilangan kegembiraan dan terlihat bingung.
Berbeda lagi dengan Kang Siauw Hong cucunya yang malah sangat membantu dan banyak bercengkerama dengan Oey Hwa dan Pek Bwe Li. Bertiga mereka terlihat akrab dan banyak materi percakapan mereka yang membuat mereka terlihat agak akrab satu dengan yang lainnya. Tanpa disadari oleh Siauw Hong, Pek Bwe Li dan Oey Hwa banyak terlihat saling lirik satu dengan yang lain, dan beberapa saat mereka berdua terlihat tersenyum satu dengan yang lain. Tentu saja, mereka berdua memang memiliki missi khusus bertemu dengan Siauw Hong, meski sebenarnya hal itu tidaklah perlu-perlu amat.
Sementara itu, di pertemuan lain, perkembangan siang itu cukup mendatangkan banyak kesan, baik bagi Khong Yan dan Tio Lian Cu, maupun Tek Ui Sinkay dan Cu Ying Lun yang bersama Khong Sim Kaypang menjadi semakin optimis. Mereka memang sedang menghadapi dua soal besar; terutama bagi Tek Ui Sinkay dan juga Cu Ying Lun. Tetapi kedua soal itu menjadi bertambah ringan dengan kemunculan Khong Sim Kaypang dengan kekuatan mereka yang cukup besar dan hebat, pasti akan menjadi kekuatan hebat bagi serangan ke Pek In San. Pertemuan sepanjang siang benar-benar membawa optimisme bagi banyak orang.
Sementara itu seusai pertemuan dan hari terus merambat berubah menjadi gelap dan malam, Sebagaimana yang dijanjikan oleh Koay Ji, malam harinya Bu San munculkan diri dengan diantar langsung oleh Tek Ui Sinkay. Sementara Koay Ji menurut penuturan Tek Ui Sinkay, sedang ditugaskannya untuk mengamati keadaan di luar lembah karena ada kabar bahwa pihak musuh berusaha untuk menyusup. Waktunya sedang diselidiki oleh Koay Ji yang sudah berangkat bertugas menjelang hari menjadi gelap.
"Accch, kami bisa membantu Koay Ji suheng sebenarnya Locianpwee,,," berkata Khong Yan yang menyesal karena Koay Ji tidak mengajak mereka berdua dengan Tio Lian Cu, tetapi mereka sadar bahwa lebih penting mereka berobat pada saat itu ketimbang melakukan perondaan dan penjagaan.
"Tidak mengapa Khong Sicu, toch setelah sehat kembali kalian berdua masih bisa bergabung bersamanya nanti, nach, biarlah Bu San kutinggalkan untuk mengobati kalian berdua. Jika tidak keliru, pengobatannya tidak akan berlangsung lama, jadi, cobalah memulihkan diri secepatnya....."
"Baiklah, terima kasih Locianpwee......" Khong Yan berkata sebelum Tek Ui Sinkay meninggalkan mereka untuk diobati.
"Bagaimana keadaan kalian Tio Kouwnio dan Khong Sicu.." kudengar kalian berdua keracunan, apa memang benar demikian keadaannya?", terdengar Bu San bertanya dan kini perlahan-lahan masuk kedalam ruangan dengan langkah yang memang seperti biasanya, terlihat tak bertenaga. Khong Yan dan Tio Lian Cu memandang kearahnya dan tersenyum penuh persahabatan, kecuali Tio Lian Cu yang terbersit rasa ingin tahunya yang besar.
"Saudara Bu San, senang sekali bertemu denganmu kembali, bagaimana kabarmu sejak ikut dengan Bengcu Tionggoan Tek Ui Pangcu...?" tanya Tio Lian Cu gembira melihat kedatangan Bu San yang memang rada-rada aneh dan misterius itu. Aneh karena memiliki ilmu tabib yang amat hebat mandraguna, juga menguasai teori ilmu silat lihay yang amat hebat dalam dirinya, tetapi tidak memiliki ilmu silat sedikitpun. Benar-benar aneh dan membingungkan. Hal yang membuat Tio Lian Cu tertarik untuk menyelidikinya, tetapi masih saja belum sanggup dan mampu melakukannya. Malam ini, justru dia diobati Bu San.
"Terima kasih banyak Tio Kouwnio, kabarku baik-baik saja, tetapi akhir-akhir ini sedang bekerja keras untuk dapat meramu sebuah pil mujijat untuk keperluan nanti. Yakni keperluan untuk melawan para durjana dan para penjahat kejam, begitu menurut penuturan dari Tek Ui Pangcu, Bengcu Tionggoan. Karena itu, hari-hariku selama disini sungguh sangat membosankan.... untung udara dan pemandangannya memang amat indah untuk dinikmati, dan selain itu, dapat membantu para pendekar sungguh membuatku merasa sangat senang....."
"Baguslah jika memang demikian, lain kali kuajak menikmati bagian lain yang jauh lebih indah lagi Bu San....."
"Hahahaha, terima kasih Khong Sicu,,,,, bagaimana, apakah aku sudah bisa untuk memeriksa keadaan kalian saat ini....?" tanya Bu San kemudian sambil memandang Khong Yan dan juga Tio Lian Cu
"Mari, engkau boleh memeriksaku terlebih dahulu....." Khong Yan menyediakan diri untuk diperiksa terlebih dahulu. Dan untuk itu Khong Yan segera bersiap dan juga memberi sela dan ruang bagi Bu San untuk mendekatinya dan sekaligus memulai pemeriksaan atas keadaan dirinya.
Dan ternyata tidak lama Koay Ji memeriksa Khong Yan, karena hanya beberapa menit belaka, dia sudah berkata:
"Racun yang hebat, tetapi saat ini belum bereaksi. Menunggu racun ini bereaksi, maka mencari obatnya sudah sangat terlambat. Tetapi, untungnya kalian sudah memakan pil mujijat yang akan bisa menahan racun itu untuk tidak bekerja sampai tiga bulan kedepan. Dan untungnya lagi, racun itu tidak melukai jalan pernafasanmu sehingga tidak mengganggu iweekangmu..... nach, Khong Sicu, sudah kusediakan obat mujarabnya, hanya dengan beberapa tetes air obat ini, tanggung racun maut itu akan bisa ditawarkan. Tetapi, karena pengobatan dengan air mujijat ini, maka amat kusarankan agar engkau langsung beristirahat, karena bisa dipastikan hal ini jauh berkhasiat baik baik penawar racunnya maupun bagi iweekangmu. Racun tersebut akan mengalir menjadi kotoran selepas tengah malam, kotoran kalian nanti akan berwarna hitam pekat, itulah tanda racunnya sudah ditawarkan......"
Setelah berkata demikian, Koay Ji kemdian menuangkan dua sampai tiga tetes air dari sebuah botol kecil yang dibawahnya, dituangkan kedalam wadah kecil dan kemudian diminumkan kepada Khong Yan. Dan setelah itu, Bu San berkata kepada Khong Yan dengan suara halusnya:
"Tunggu sekitar setengah jam, jalankan pernafasan baru kemudian memulai untuk segera beristirahat. Dan kemudian, tunggu hingga lepas tengah malam barulah kalian boleh beraktifitas, boleh melatih pernafasan dan iweekang, bahkan juga boleh bertempur......" tegas Bu San kemudian.
Setelah itu diapun melakukan proses yang sama dengan Tio Lian Cu, dan memang ternyata keduanya kemasukan racun yang sama. Dan karena itu, prosesnyapun sama belaka. Tidak lama, Tio Lian Cu sudah berangkat ke kamarnya dan sudah langsung beristirahat sebagaimana permintaan dan perintah Bu San sebagai tabib mereka pada malam itu. Sepeninggal Tio Lian Cu, Bu San mendekati Khong Yan dan kemudian bertanya:
"Kupikir Nona Sie bersama-sama dengan kalian...." kenapa dia tidak terlihat datang bersama ke Thian Cong San...?" tanya Bu San sambil pura-pura menata serta juga mengatur posisi dan cara berbaring Khong Yan. Samar saja dan tidak ada yang menyolok dan berubah dari Bu San ketika bertanya.
"Hmmmmm, Sie Suci memutuskan untuk mengintip pek In San dari udara, dia punya kendaraan untuk melakukannya......" jawab Khong Yan ringan dan sama sekali tidak menaruh rasa curiga dengan pertanyaan Koay Ji
"Ha,,,, maksud Khong Sicu dia sudah pergi sendirian menuju ke Pek In San dengan menggunakan kendaraan burungnya...?" Bu San yang kaget setengah mati tanpa sadar membuka rahasia kecilnya. Khong Yan berpikir, "darimana dia tahu Sie Suci memiliki seekor burung....?" tetapi karena lelah dan akan segera beristirahat Khong Yang tidak menanyakannya lebih jauh. Sebaliknya dia hanya mengangguk dan berkata, menjawab pertanyaan Bu San:
"Iya, benar demikian,,,,,,,,"
"Hmmm, baiklah, beristirahatlah Khong Sicu, kita akan bertemu berapa hari kedepan karena Tek Ui Locianpwee memberiku tugas yang lain......"
Turun dari kamar istirahat Khong Yan, perasaan Bu San atau Koay Ji terlihat agak bergejolak. Bukan apa-apa, dia tahu benar kekuatan Pek In San, dan kini, justru gadis atau wanita pujaannya menuju kesana seorang diri. "Celaka,,,, meski punya burung besar tetapi tetap saja keadaannya sangat berbahaya...." desisnya menjadi gelisah. Tetapi, pada saat yang sama, dia justru sedang membantu kedua suheng, yakni Tek Ui Sinkay dan Cu Ying Lun untuk menahan para penyusup yang akan segera menyerang. "Sungguh berabe", desisnya karena tak dapat meninggalkan Thian Cong Pay saat itu juga.
Dia memutuskan untuk bergegas balik menuju ke Gua Suhunya ketika dia bertemu dengan Siauw Hong yang terlihat agak gelisah. Melihat wajah gadis itu, dia sadar sesuatu akan segera terjadi:
"Ada apa.... ech Kouwnio?" nyaris saja, lupa bahwa dia masih berdandan sebagai Bu San, bukan sebagai Koay Ji.
"Ech, siapa engkau.....?" Kang Siauw Hong kaget dan terkejut karena dia merasa belum mengenal Bu San sama sekali.
"Ech, Kouwnio, aku Bu San, tabib di Thian Cong Pay ini. Baru saja mengobati Khong Yan Sicu dan sahabatnya, sekarang sedang berusaha mencari sahabat baikku Koay Ji, tetapi masih belum juga dapat kutemukan pemuda itu, entah kemana dia pergi dan bersembunyi....." pancing Bu San
"Acccch, engkau juga sahabat toakoku itu,,,,," Baguslah, jika bertemu dengannya beritahu bahwa Kang Siauw Hong adiknya sedang mencarinya. Ada kabar yang amat sangat penting untuk segera dapat dia ketahui saat ini....." berkata Siauw Hong dengan rona kegelisahan yang membayang dari wajahnya. Koay Ji merasa bahwa mungkin saatnya sudah tiba, dan intuisinya juga mengatakan hal yang sama. Maka dengan cepat dia berkata lagi kepada Siauw Hong;
"Tadi sebelum berpisah, Koay Ji berkata akan menuju Barisan, atau seperti itu yang dia katakan, entah dimana Barisan itu dan entah apa maksudnya mengatakan hal tersebut,,,,,,,," Bu San sedikit berbohong, tapi dia memang bermaksud menggiring Kang Siauw Hong kesana.
"Kapan engkau bertemu dengannya terkahir kali.....?" tanya Siauw Hong kaget dan langsung bertanya dengan antusias
"Kurang lebih setengah jam lalu,,,,," jawab Bu San dengan roman sedikit meringis karena kesakitan dengan tekanan lengan Siauw Hong.
"Ooooohh, baiklah Bu San, aku akan mencarinya.... maaf untuk yang tadi" Siauw Hong akhirnya melepaskan pegangannya dan terus pergi
"Baik, hati-hati kouwnio......"
Meski sedikit merasa aneh dan ada banyak bagian mirip antara Bu San dan Koay Ji, tetapi Siauw Hong yang sedang tegang dan gelisah tidak memperhatikannya sama sekali. Karena dia ingin untuk dapat cepat bertemu dengan Koay Ji. Hal ini karena keadaan yang sudah agak berbahaya saat itu, sesuatu akan segera terjadi. Maka diapun segera menuju ke Barisan itu dan langsung memasukinya. Sementara itu, Bu San, setelah merasa keadaan sudah aman, dia segera melepaskan samarannya dan kemudian menyusul Kang Siauw Hong kedalam Barisan Pembingung Sukma. Masuk sebagai Koay Ji.
Tidak lama kemudian dia menemukan Siauw Hong dalam ruang rahasia ketiga yang sudah dia bukakan rahasianya untuk Siauw Hong. Dan dia langsung menyapa serta menegur gadis itu:
"Bu San tadi berkata bahwa engkau mencariku dan perlu segera bertemu, ada apa gerangan adikku yang manis,,,,?"
"Mereka akan menyusup masuk menjelang pagi, sasarannya adalah Tek Ui Sinkay dan Cu Ying Lun bersama saudara seperguruanmu. Menjelang pagi, mereka akan langsung pergi lagi....."
"Hmmm, tahukah engkau siapa yang akan datang,,,,?" tanya Koay Ji dengan suara tenang dan terlihat tidak panik, hal yang luput dari pandangan Siauw Hong yang sedang khawatir dan tegang
"Konon ada Paman Guru dari gwakong yang tentu saja berkepandaian amat hebat, kemudian ada juga adik seperguruan gwakong dan seorang tokoh lainnya yang tidak sehebat dua orang pertama tadi,,,,," berkata Kang Siauw Hong dengan nada masih tegang. Tetapi segera jelas bagi Koay Ji bahwa Kang Siauw Hong sedang bicara apa yang dia memang tahu.
"Hmmmm, baiklah, biarlah toakomu yang akan menyambut kedatangan mereka dan mengusir mereka pergi,,," berkata Koay Ji sambil menarik nafas panjang. Betapapun dia menghargai upaya Siauw Hong yang berusaha memberitahunya apa yang bisa dan dapat dia ketahui sejauh ini.
"Tapi toako,,,,,," perkataan Siauw Hong menggantung, tetapi Koay Ji tahu apa serta paham apa yang akan dia katakan. Karena itu dengan penuh pengertian dan juga dengan perasaan maklum dia berkata dengan suara lembut, guna menenangkan dan juga menetramkan Siauw Hong.
"Engkau sebaiknya tenang saja adikku, akan ada orang yang langsung mengurus mereka tanpa ada yang mencurigaimu nanti"
"Apakah engkau yakin toako,,,,?" tanya Siauw Hong yang bagaimanapun juga masih tetap ragu dan khawatir
"Tenang saja, Nenek Hua Hun tidak akan menduganya...." Koay Ji menegaskan dan memandang Siauw Hong untuk meyakinkannya.
"Baiklah, kuserahkan kepadamu saja toako...."
"Baiklah, nach, lebih baik engkau pulang dan beristirahat. Toako akan bekerja untuk menyambut musuh besok pagi...."
"Baiklah toako,,,,"
Selepas berpisah dengan Siauw Hong, Koay Ji segera bertemu dan juga mengatur strategi bersama dengan Tek Ui Sinkay dan Cu Ying Lun. Bahkan beberapa saat kemudian mereka bertemu dan melibatkan Tiang Seng Lojin dan Kim Jie Sinkay dari Khong Sim Kaypang. Tetapi sebelumnya Koay Ji sudah menyaru menjadi TANG HOK dengan sepengetahuan Tek Ui Sinkay dan Cu Ying Lun. Karena menurut Siauw Hong para penyusup hanya berjumlah beberapa orang, maka merekapun memilih untuk tidak melibatkan jumlah yang banyak. Bahkan perjumpaan dengan para penyusup akan diatur tidak di mulut Lembah yang akan dijaga oleh Koay Ji, tetapi akan memergoki mereka di dalam perkampungan dan perumahan Thoan Cong Pay. Semua itu diatur Koay Ji untuk menyelamatkan Siauw Hong agar tidak sampai dicurigai oleh Nenek Hua Hun.
Malam terus bergulir, Tek Ui Sinkay dan Cu Ying Lun sudah membangunkan dan memberitahu Khong Yan dan Tio Lian Cu, sebab menurut Koay Ji mereka berdua adalah tenaga yang amat penting malam itu. Sementara Tang Hok, samaran dari Koay Ji berjaga di pintu masuk atau di Lembah yang sebetulnya juga sudah cukup terjaga. Selain ada barisan pendam dari para anggota Kaypang, juga pintu masuk diatur dengan sebuah Barisan lain yang pada dasarnya cukup hebat. Tetapi Koay Ji sangat paham, bahwa Barisan itu pastilah tidak akan mampu menghalangi seorang sehebat Nenek Hua Hun.
Koay Ji atau Tang Hok tidak terlampau tegang menantikan kedatangan musuh, dia bahkan berada tidak jauh dari barisan mulut lembah dan menunggu para penyusup disana. Waktu terus bergulir, selepas tengah malam dan sudah mulai jauh mendekati subuh, dalam Markas Thian Cong Pay sudah menunggu Tek Ui Sinkay, Cu Ying Lun, Tio Lian Cu dan Khong Yan bersama juga Tiang Seng Lojin, Tui Hong Khek Sinkay dan Kim Jie Sinkay. Hanya mereka belaka yang bersiaga untuk menyambut kedatangan musuh menjelang subuh. Meskipun sebenarnya sewaktu-waktu Barisan Pengemis Pengejar Anjing dari Khong Sim Kaypang juga siaga untuk bertugas, tinggal menunggu komando kelak.
Waktu terus berjalan, Tang Hok tetap berdiam diri mengawasi mulut lembah dan kesunyian terus melingkupi pegunungan Thian Cong San. Sampai kemudian, tak berapa lama, dengan tidak mengeluarkan suara, nampak bergerak 3 orang dengan kecepatan tinggi. Melewati Barisan Pendam yang memang tak terlacak dengan santai dan memasuki Barisan juga tanpa halangan. Koay Ji nyaris bergerak, tapi batal karena seperti dapat merasakan kekuatan lain yang aneh di belakang ketiga pendatang. Tetapi, tidak terlihat orang lain lagi, bahkan setelah ditunggu sejenak, juga tidak terlihat adanya gerakan orang lain. Tetapi Koay Ji mampu merasakan adanya tokoh lain dengan kekuatan yang hebat. Bahkan dalam intuisi dan nalurinya masih lebih hebat dari tokoh-tokoh yang sudah menyusup masuk itu.
Akhirnya, toch tokoh itu berlalu dan Koay Ji kemudian membuntuti ketiga lawan yang bergerak dengan kekuatan dan kepandaian ginkang yang memang diatas rata-rata. "Hmmmmm, Sam Suheng dan Chit Suheng bakalan kesulitan bertarung melawan dua diantara musuh-musuh itu..... lawan memang benar-benar sangat hebat, untung saja ada Tio Kouwnio dan Khong Sute, jadi masih ada kekuatan yang memadai untuk dapat mengatasi lawan......" demikian desis Koay Ji dalam hati dan terus saja membuntuti lawan sambil mengamati arah mereka.
Sesuai dengan strategi awal, maka ketiga pendatang ini awalnya menuju ke Gua rahasia pertapaan Bu In Sinliong, tetapi adanya gerakan disengaja dari Barisan membuat mereka membatalkan niatan. Merekapun memutuskan menuju ke rumah istirahat dan mencoba menemukan dan menemui Tek Ui Sinkay yang memang punya satu kamar disana. Sayangnya kamar tempat istirahat Tek Ui Sinkay juga kosong, dan ini mengagetkan ketiga pendatang itu. Bahkan mereka sampai diam sejenak di rumah tinggal Tek Ui Sinkay sampai kemudian seseorang berkata dengan nada tertahan dan kaget:
"Hmmmm, Tek Ui Sinkay tidak beristirahat malam ini, kemungkinan besar dia berada di Rumah Utama menyusun strategi dan siasat. Tetapi, jika berada disana, apalagi sedang Rapat, maka kekuatan mereka disana mestinya tidak sedikit. Apalagi, ada beberapa jago lain yang datang ke Thian Cong Pay siang tadi..... kita harus agak berhati-hati agar tidak konangan....."
"Hmmm, Rumah Utama nampaknya ada beberapa orang dalamnya. Kelihatannya Nenek Hua Hun keliru menyimpulkan waktu-waktu penting dari tokoh-tokoh dalam Thian Cong Pay ini,,,,,, buktinya semua sasaran kita sulit untuk diserang. Apakah tidak lebih baik missi ini kita batalkan saja...?" tanya-jawab antara mereka bertiga terjadi, dan belum ada keputusan bertindak.
"Jangan, setidaknya kita membunuh salah satu tokoh dalam Thian Cong Pay ini, agar mereka mengalami ketakutan karena mampu kita terobos,,,,," sebuah usulan yang luar biasa, memukul emosi dan kepercayaan diri lawan memang sangatlah penting dalam kondisi lawan yang sudah berhadap-hadapan. Antara Pek In San dan Thian Cong San, dua kutub yang akan bentrok dalam beberapa hari kedepan.
"Iya, begitu juga baik. Tetapi, mana target yang tepat untuk kita serang itu" Dan dimana dia tinggal untuk kita datangi....?"
"Coba engkau jajaki, siapa-siapa yang berada dalam Rumah Utama sekarang ini" tanya si tinggi besar, entah siapa.
"Hmmmm, ada satu, dua, tiga, tujuh orang semuanya. Dan mereka semua bukanlah lawan yang ringan, akan agak repot jika harus melawan mereka bertujuh, karena resiko kegagalan amatlah besar......"
"Dimana kamar Nenek Hua Hun...." biar kita bertanya kepadanya, sasaran mana yang mudah untuk kita serang....." bertanya lagi seseorang dari mereka bertiga dan berencana menemui Nenek Hua Hun
Mereka terus bercakap-cakap tanpa ada keputusan sampai kemudian memutuskan untuk menemui Nenek Hua Hun terlebih dahulu. Dan hebatnya, mereka menebak atau malah mungkin tahu dan menemukan kamar Nenek itu dengan cepat. Tetapi, pada saat Nenek itu membuka jendela kamarnya dan mulai bercakap secara rahasia dengan para penyusup itu, Tang Hok memilih untuk beraksi. Diapun memilih untuk berdiri di tengah wuwungan rumah terdekat dari rumah yang dihuni Nenek Hua Hun. Menunggu mereka bercakap-cakap selama beberapa saat dan terlihat bersikap amat rahasia, maka kemudian Tang Hok memperdengarkan suara tertawanya dan berkata dengan suara cukup keras:
"Hahahahaha, ternyata kalian bertiga menyusup untuk bertemu dengan Nenek Hua Hun... tapi siapa gerangan kalian bertiga yang begitu berani mati datang menyatroni Thian Cong Pay dan bersiasat dengan Nenek Hua Hun...." bahkan mencari info dari Nenek Hua Hun rumah mana yang bisa kalian serang..." kalian sungguh gegabah sahabat....." tawa dan tegurannya tidak terlampau keras, tetapi jelas terdengar orang banyak. Bahkan juga termasuk rombongan Lembah Cemara yang tinggal dan juga beristirahat di rumah yang sama serta juga didalam rumah yang wuwungannya ada Koay Ji berdiri saat itu.
"Ech, setelah ketahuan baru ingin membungkam mulutku ya.....hahahaha, tidak semudah itu kalian menyatroni Thian Cong Pay dimalam seperti ini sahabat. Nachh, mundur kalian...." sambil berkata demikian Koay Ji atau Tang Hok mendorongkan sebelah tangannya menyambut serangan salah satu diantara ketiga pendatang yang kelihatannya memiliki kekuatan hebat itu.
"Duaaaaarrrrrrr................." benturan mereka tidak terhindarkan dan mendatangkan suara yang cukup keras menggelegar.
Hebat akibatnya. Si penyerang terdorong mundur dan melayang turun di tanah, sementara Koay Ji atau Tang Hok terlihat sekedar bergoyang-goyang tubuhnya. Cukup jelas bahwa dia masih menang kuat. Atau bisa juga karena si penyerang harus melompat untuk menyerang Tang Hok, sehingga kalah dalam dasar dan landasan dibandingkan dengan posisi Koay Ji. Tetapi, repotnya bagi para penyusup, suara Tang Hok tadi mengundang banyak orang, termasuk rombongan Lembah Cemara yang merasa terganggu. Apalagi, karena mendengar bahwa mereka para penyusup itu bersekutu dengan Nenek Hua Hun. Dan Nenek itu terlihat pucat pasi ketika bermunculan anggota keluarganya dari dalam rumah, termasuk juga Siauw Hong yang kebingungan karena melihat di atas wuwungan bukannya Koay Ji tetapi orang lain yang tidak dikenal.
"Hmmmmm, semua kekuatan Kaypang sudah dikerahkan di Thian Cong San, sejak memasuki mulut lembah jejak kalian sudah konangan. Hanya, kami ingin tahu, siapa target utama kalian dan siapa kalian sebenarnya...... hahahaha, tidak tahunya kalian memiliki mata-mata melalui Nenek Hua Hun..... nach sobat, sebutkan siapa kalian yang sebenarnya..." mengapa berani mati menyatroni Thian Cong Pay....?" tanya Tang Hok atau Koay Ji dengan suara keras. Dan bersamaan dengan itu, muncul pula Tek Ui Sinkay dan kawan-kawan lainnya, mereka kini berhadapan dengan pihak penyusup yang sudah konangan.
"Menjumpai Pangcu,,,,,,,, cayhe menemukan orang-orang ini menyatroni Thian Cong Pay di tengah malam dan bersiasat dengan nenek Hua Hun mencari korban yang paling mudah untuk mereka habisi......."
"Hmmmm, pekerjaanmu sangat baik dalam menjaga Thian Cong Pay malam ini Tang Hok, bagus sekali......" berkata Tek Ui Sinkay memperkuat sandiwara mereka tanpa menjelaskan siapa Tang Hok yang sesungguhnya. Setelah berkata demikian, Tek Ui Sinkay kemudian berpaling kearah tiga orang yang membuatnya tercekat, karena diantara ketiga lawan itu, terdapat seorang kakek tinggi besar yang dia tahu sangat sakti dan sangat berbahaya. Kemampuannya amat tinggi. Dia adalah tokoh yang pernah dijumpai dulu, bernama Geberz.
"Acccccch, ternyata tokoh-tokoh dari Pek In San, tidak salah, engkau tentu Geberz yang pernah pula menyerang kami di Benteng Keluarga Hu,,,,, hahahaha, masak kalian tidak sabar menunggu beberapa hari lagi,,,,,, dan engkau, tidak salah lagi, engkau adalah tokoh bernama Siu Pi Cong, tokoh timur yang berkhianat. Hahahaha, entah siapa kawan kalian yang satu lagi. Tapi, sudah bisa kupastikan gerombolan Pek In San yang sudah tidak sabar......"
"Hmmmm, kami tidak khawatir menghadapi keroyokan kalian,,," berkata Siu Pi Cong sok gagah dan pahlawan, padahal lama kelamaan dia khawatir juga dengan kondisi mereka saat itu. Awalnya mereka menduga hanya murid-murid Bu In Sinliong yang berbahaya, termasuk Tek Ui Sinkay, tetapi, Tang Hok yang tadi menangkis pukulan Geberz, ternyata juga sangat lihay. Bahkan lebih dari yang mereka perkirakan, tidak kalah lihay dari Geberz sendiri, dan itu sudah dibisikkan Geberz ke telinga mereka beberapa saat yang lalu. Tetapi, hebat memang, Siu Pi Cong terlihat masihlah tetap tenang karena dia merasa amat yakin berhubung datang bersama dua orang yang berkepandaian hebat dan amat mujijat. Mereka berdua yang dimaksudkan adalah, Geberz dan kawan mereka yang satunya lagi, orang yang nampak agak misterius itu dan masih belum ketahuan nama dan identitasnya. Orang itupun masih tetap berdiam diri dan tidak pernah buka suara sedikitpun dan membuat orang-orang merasa cukup kaget dengan diamnya.
"Memangnya siapa yang akan melakukan pengeroyokan...?" bertanya Tek Ui Sinkay dengan santai, bahkan keyakinannya cukup tebal.
"Apakah kalian berani menahan kami satu lawan satu disini....?" tanya Siu Pi Cong merasa mendapat angin.
"Sudah jelas kalian datang dan bersekutu dengan Nenek itu untuk mencari tahu siapa lawan di Thian Cong Pay yang mudah untuk kalian bunuh. Memangnya kalian datang kemari malam-malam untuk pibu....?" jawab Tek Ui Sinkay yang membuat Kakek Siu Pi Cong bungkam seribu bahasa
Sementara itu, Hoan Thian Khek sudah berada di tengah arena dan memandang kearah istrinya Hua Hun dengan wajah tidak mengerti. Maka perlahan-lahan diapun kemudian bertanya meminta kejelasan:
"Istriku, siapa gerangan mereka ini......?" tanyanya dengan penuh tanda tanya, tetapi yang ditanya menunduk malu tanpa tahu bagaimana menjelaskannya. Dia terdiam seribu basa dan salah tingkah.
"Soh Hun Ciang (Si Pukulan Maut) Hoan Thian Kheng Locianpwee, jika tidaklah keliru, mereka saling memanggil nama dengan akrabnya. Bahkan, sempat kudengar mereka menyinggung kakak Nenek Hua Hun yang ternyata adalah Hua Bong, tokoh yang dahulu bergelar Pek Kut Lojin. Dan tokoh tua bernama Geberz itu adalah paman guru dari Pek Kut Lojin, pentolan dari Pek In San yang sedang mengganas dan pada membunuhi banyak orang di Tionggoan, termasuk membunuh anak dan juga menantumu dari Lembah Cemara......" terdengar Tang Hok berkata dengan menjelaskan siapa penyusup yang mengganggu malam itu dan bagaimana mereka berhubungan dengan Nenek Hua Hun.
Mendengar penjelasan itu, Nenek Hua Hun terlihat semakin terdesak dan berkata dengan suara terbata-bata:
"Engkau, engkau, bagaimana bisa mengetahui semua itu...?" tanya si Nenek dengan suara parau dan nada yang penuh dengan kegelisahan. Kini jelas, karena sikapnya sudah membenarkan atau bahkan sekaligus menjelaskan kebenaran tuduhan Tang Hok yang diutarakan tadi.
"Sejujurnya, pertemuan kalian sebelumnya pernah kupergoki dan hebatnya, engkau masih bisa terus-terusan bersandiwara sedemikian lamanya tanpa suamimu bisa mengetahui siapa jatidirimu yang sesungguhnya. Untungnya engkau masih belum mendatangkan bencana bagi Keluarga Lembah Cemara, kecuali hanya dengan terbunuhnya anak tirimu...... hmmmm" tambah Tang Hok, yang terakhir ini jelas hanya rekaannya, karena sejelasnya dia sama sekali tidak tahu dan tidak mengerti. Tetapi, keluarga Lembah Cemara sudah sama terlanjur murka mendengar siapa adanya Nenek Hua Hun.
"Istriku, untuk terakhir kalinya aku bertanya...... apakah benar semua tuduhan yang dilontarkan orang itu kepadamu.....?" tanya Hoan Thian Kheng dengan nada suara yang mulai keras dan mulai beraroma kemarahan. Jelas saja dia marah dan murka dengan jati diri istrinya, apalagi menimbang bencana yang mereka hadapi hingga membuat mereka berada di Thian Cong Pay saat ini.
Hua Hun si Nenek yang ketahuan itu mulai terlihat panik, tiba-tiba dia sadar untuk masalahnya itu, sulit menemukan orang yang akan dapat membelanya. Sayangnya dia sudah mencoba bermain api dengan perguruan kakaknya dan meski belum jatuh korban, tetapi pihak Lembah Cemara pasti akan curiga habis-habisan kepadanya. Berharap kepada Geberz dan sahabat-sahabatnya saat itu, sama saja dia harus dan mesti memutuskan hubungan dengan Lembah Cemara. Baru sekarang dia sadar bahwa yang dia miliki di Lembah Cemara sebenarnya adalah sebuah keluarga yang luar biasa indah dan nikmatnya. Masih bisakah surga itu dimilikinya" Tidak, kini, dia ragu apakah masih akan dapat memiliki kembali keluarganya tersebut dengan sekali "berselingkuh" dengan pihak jahat"
"Suamiku, tentu sulit buatmu memahami keadaanku, tetapi memang benar bahwa, Hua Bong yang bergelar Pek Kut Lojin adalah kakak laki-lakiku. Tetapi nama itu nyaris tidak pernah ada orang yang tahu, termasuk tragedi kehidupan kakakku yang malang itu. Kusembunyikan identitas yang sebenarnya bersama cucu kakakku agar tidak menjadi sasaran amukan orang-orang rimba persilatan dan tetap bersembunyi dengan aman di Lembah Cemara. Sayang, aku memang pernah memiliki sebuah hubungan masa lalu dengan keluarga perguruan kakakku, dan mereka memerasku untuk memberitahu cara menyelusup kedalam Thian Cong Pay ini. Hal yang sangat terpaksa kulakukan, karena jika tidak, mereka akan membuka rahasiaku kepadamu dan aku tidak tahu lagi apa yang akan terjadi kelak......." terdengar pengakuan Hua Hun yang jujur, nenek yang adalah adik kandung dari Hua Bong yang bergelar Pek Kut Lojin, tokoh hitam yang sangat ditakuti pada puluhan tahun silam. Jelas saja semua terkejut dan kaget dengan pengakuan itu.
"Hmmm, dan apakah kematian anakku Swi Liang ada hubungannya dengan semua hubungan gelapmu dengan pihak mereka...?" tanya Hoan Thian Khek kembali dengan paras muka dan hati terluka
"Mereka belum mengetahui identitasku pada waktu itu, tetapi dalam perjalanan menuju Thian Cong Pay ini, mereka baru tahu identitasku yang sebenarnya dan mulai menekanku untuk membantu upaya mereka. Dan jika tidak, maka mereka mengancam akan segera membuka rahasiaku dan membunuh semua keluarga Lembah Cemara......" tegas si Nenek Hua Hun dengan tidak punya rasa takut lagi. Kelihatannya Nenek Hua Hun malah sudah pasrah dengan apa yang sedang dan akan dia hadapi. Jelas, dengan mengetahui rahasia dirinya, hubungannya dengan Geberz yang sedang memanfaatkannya dengan mengancam, memang tidak ada lagi harapannya. Dia sadar dengan posisinya itu.
"Apakah kata-katamu dapat kami pegang....?" tanya Hoan Thian Khek dengan muka yang jelas kurang yakin. Meskipun hati kecilnya sudah membisikkan kata-kata jika penjelasan Nenek Hua Hun yang selama ini menjadi istrinya yang baik, bahkan juga melahirkan anak-anaknya adalah benar.
"Apakah engkau sedang menunggu korban lain baru percaya dan baru akan turun tangan suamiku....?" tiba tiba terdengar suara Nenek Tio Cui In yang hubungannya dengan Nenek Hua Hun memang kurang begitu baik selama ini. Dan kata-katanya sungguh sangat telak dan sulit untuk ditangkis oleh siapapun. Bahkan Tang Hok sendiripun menjadi salah tingkah, karena tanpa disadarinya, dia justru sudah menempatkan Nenek Hua Hun dalam posisi yang tidak mungkin kembali lagi. Artinya, pada saat itu, hanya ada satu jalan keluar bagi Nenek Hua Hun, dan jalan itu ujungnya adalah....... MATI.
Tetapi, menghadapi masalah yang seberat itu, secara tiba-tiba Nenek Hua Hun malah menjadi sangat tenang. Setelah terbayang ujung jalannya, dia justru menjadi pasrah dan tidak ingin lagi berdebat lebih panjang. Dia memang sudah mulai sadar bahwa persekutuannya meski terpaksa dengan bekas keluarga perguruan kakaknya akan membawa maut. Tetapi, dia memang sulit menghindar karena memang susah mencari jalan keluarnya. Karena itu, dia kemudian berpaling dan memandang Hoan Thian Kheng dan berkata:
"Engkau boleh turun tangan suamiku. Tapi engkau perlu tahu, selain kejadian malam ini yang memang sangat memalukan, sebagai istrimu aku tidak pernah berbuat hal yang keliru dan membuat nama keluarga kita dipermalukan. Tetapi sebelum engkau menghukumku, biarlah kuberitahukan kepadamu, keluarga besar kita sedang dalam ancaman besar dan berat. Jangan biarkan mereka bertiga keluar hidup-hidup dari Thian Cong Pay sini, karena jalan masuk menuju Lembah Cemara sudah mereka pahami. Dan mengenai Kang Siauw Hong, dia bukanlah cucumu dan bukan pula cucuku, dia adalah keturunan langsung Hua Bong kakakku dan nama aslinya adalah Sie Soat Ang. Karena orang tuanya akan menyingkir maka kubawah dia ke Lembah Cemara dan kuasuh dengan menjadi anak angkat putri kita. Setelah hari dan malam ini, kutitipkan anak-anak dan cucu kita kepadamu, engkau maafkan aku yang sudah mempermalukan Keluarga Lembah Cemara. Jika mungkin, balaskan dendamku dan dendam kakakku kepada manusia-manusia terkutuk itu...... nach, selama tinggal suamiku, mungkin ini caraku membalas semua kebaikanmu kepadaku sepanjang usiaku yang tak lagi berguna ini......" semua kata-kata Nenek Hua Hun sangatlah tajam menohok, tetapi tidak ada yang memperhatikan bagian akhirnya, bahkanpun suaminya sendiri Hoan Thian Khek. Padahal, bagian akhir kata-katanya sudah jelas bahwa dia sudah merelakan hidupnya, merelakan nyawanya. Maka ketika dia pada akhirnya mengayunkan lengan memukul kepalanya sendiri, tidak ada yang mampu menahannya lagi, bahkanpun Koay Ji yang sudah tidak sempat lagi berbuat apa-apa untuk mencegah tragedi itu.
"Prakkkkk,,,,,,,"
"Nenek,,,,,,,,"
"Ach istriku,,,,,,"
Bunyi kepala retak dan tangisan Kang Siauw Hong serta keluhan Hoan Thian Kheng nyaris bersamaan terdengarnya. Adalah Kang Siauw Hong yang masih sempat memayang tubuh neneknya dan memeluknya sebelum tubuh Nenek itu benar-benar terkulai. Tetapi dia masih sempat berbisik kepada cucunya:
"Keluargamu bersembunyi di In Lam, temukan disana. Hua Li adalah nama ibumu dan Sie Kong adalah nama ayahmu.. jadilah orang baik cucuku, seperti yang selama ini engkau jalani di Lembah Cemara"
Dan ketika suaminya mendekat, Nenek Hua Hun yang dalam pelukan Siauw Hong kemudian berbisik kepada suaminya:
"Jangan khawatir, sebagai istrimu aku tetap suci dan tidak pernah berbuat serong. Hanya, maafkan kesalahanku yang satu-satunya dan terakhir ini, aku harus menjaga keselamatan keluarga kita di Lembah Cemara,,,,,, selamat tinggal suamiku...." lemah suara terakhir Hua Hun yang ditangisi oleh Siauw Hong dan juga Hoan Thian Kheng. Kakek itu menyesal meragukan kesetiaan istrinya itu, meskipun memang perbuatan yang menyusupkan musuh sungguh sulit untuk diterima. Tetapi, sesuai pesan sang istri, dia menebus semua kesalahan itu karena juga menjaga keselamatan Lembah Cemara. Bagaimana tidak menyesal dan sedihnya seorang Hoan Thian Khek yang kembali kehilangan seorang istrinya..."
Tang Hok juga terlihat sangat menyesal karena sudah menuduh secara berlebihan meskipun memang juga tidak terlampau keliru. Tetapi, menyaksikan meninggalnya Nenek Hua Hun yang salah satunya karena andilnya membuat Koay Ji atau Tang Hok merasa sangat menyesal. Diapun menetapkan hatinya untuk membawa dan melindungi Siauw Hong setelah kejadian di Thian Cong Pay ini.
Keadaan yang amat menyesakkan dada bagi semua, sudah menurunkan semangat dan kegagahan Kakek Hoan Thian Kheng. Dia memeluk jasad Nenek Hua Hun istrinya dan menangisinya dengan penuh kesedihan. Tetapi adegan penuh rasa sedih itu berubah kembali ketika Geberz mencoba untuk mencari celah pergi dari sana dan tertangkap gerakannya oleh Tio Lian Cu yang cepat berteriak sambil berkata dengan suara nyaring:
"Mau kemana.......?"
Sambil berkata demikian Tio Lian Cu menerjang langkah Geberz diikuti Siu Pi Cong dan tokoh yang satu lagi. Karena tiga orang yang bergerak dari pihak lawan, maka Khong Yan dan Kim Jie Sinkay sama ikut bergerak untuk membantu Tio Lian Cu. Dan terdengarlah benturan yang luar biasa hebatnya dengan hasil yang berbeda-beda satu dengan yang lain. Tetapi yang pasti, benturan mereka sangtalah keras dan mendebarkan semua yang berada disitu.
Tio Lian Cu yang menjegal pelarian Geberz menahan gempuran mahluk sakti itu dan membuatnya melangkah ke belakang, kalah tenaga. Tetapi, kekuatannya dalam menahan Geberz tidak sia-sia, karena kakek itu tertahan langkahnya dan kembali berada dalam kurungan pihak lawannya. Dia memandang Tio Lian Cu dengan tatap mata marah, tetapi juga kagum. Hanya itu yang dapat dia lakukan, selebihnya dia menatap Tio Lian Cu dengan mata nyalang dan marah.
Sementara itu, Khong Yan menahan kepergian tokoh yang satu lagi, masih belum bisa dikenali, tetapi yang bergerak dengan sama hebatnya dengan Geberz sendiri. Dan ketika pada akhirnya mereka saling adu kekuatan, sama seperti Tio Lian Cu, Khong Yan juga tergetar tanda kekuatannya masih kalah matang. Hanya saja, dia tidak takut dan tidak gentar, karena kalah matang bukan berarti kalah dan harus tunduk. Dia masih memiliki keyakinan atas dirinya. Apalagi karena jelas, keduanya, termasuk lawannya tersentak kaget karena memang bertemu lawan yang sudah pasti tidaklah ringan.
Satu-satunya yang mengalami kerugian adalah Kakek Siu Pi Cong yang ditahan langkahnya oleh Kim Jie Sinkay. Kekuatan Kim Jie Sinkay memang bukan olah olah hebatnya, dan jelas Siu Pi Cong sadar diri. Sadar bahwa kemampuannya sendiri masih belum merupakan tandingan sepadan dari si Pengemis Muda yang amat hebat dan bertenaga itu. Dia sampai terdorong mundur 3,4 langkah ke belakang baru dapat berdiri tegak kembali.
"Hmmm, Pek In San memang dipenuhi orang-orang tak punya malu. Setelah kalian menimbulkan prahara disini dan mengancam keselamatan Lembah Cemara, dan sekarang kalian ingin berlalu begitu saja...." sungguh orang-orang pengecut yang tidak punya rasa tanggung-jawab, memalukan. Bahkan untuk urusan kegagahan kalian belum nempil dengan Nenek yang kalian manfaatkan dan kalian ancam itu. Laki-laki macam apa kalian bertiga ini" pengecut...." desis Tang Hok yang dapat di dengar oleh semua orang di arena itu.
"Hei bangsat, memangnya engkau mampu menahan kepergian kami" Beraninya teriak-teriak dari sana, turunlah kemari jika memang engkau memiliki kemampuan untuk menahan kami pergi...." tantang Geberz yang mulai marah dengan Tang Hok yang memaki-maki mereka dari wuwungan rumah.
"Hmmm, kalian sudah memiliki lawan masing-masing dan belum tentu kalian akan menang melawan mereka. Memintaku untuk ikut membekuk kalian akan semakin membuat kalian susah melepaskan diri. Sabarlah, yang paling penting buat kalian saat ini adalah memikirkan cara kalian melarikan diri dari Thian Cong Pay, karena kesempatan itu semakin menyempit...... hahahahaha..."
"Hmmmm, belum tentu,,,,,,,," sesumbar Geberz sambil mulai kembali menyerang tetapi sebelum dia ditandingi kembali oleh Tio Lian Cu, Khong Yan sudah terlebih dahulu maju. Meskipun maju menyambut Geberz, bukan berarti Khong Yan yakin akan menang, tetapi karena dia merasa risih Tio Lian Cu maju duluan ketimbang dirinya. Dia sadar betul bahwa Geberz bukanlah lawan ringan, karena itu diapun sadar harus bagaimana mestinya melawan musuh yang dia paham memiliki ilmu silat sehebat Geberz itu.
Bukan main kagetnya Cu Ying Lun melihat cucunya maju melawan Geberz yang dia sendiri rasanya tidak akan mampu melawannya. Tetapi, setelah menyaksikan Khong Yan menahan semua serangan Geberz dan tidak terlihat terlampau kesulitan, dia mulai merasa senang dan bangga.
"Cucumu itu benar-benar sudah terdidik secara hebat dan ketat oleh Bu Tee Hwesio, lihat, dia mampu menandingi kakek yang hebat itu....."
Sedang keduanya, Tek Ui Sinkay dan Cu Ying Lun saling mengagumi kehebatan Khong Yan, tiba-tiba terdengar makian Geberz:
"Hehehe, sedangkan Suhumu Bu Te Hwesio masih berpikir-pikir untuk melawanku sekarang engkau bermimpi mengalahkanku....?" terang dia berusaha memprovokasi dan merusak konsentrasi Khong Yan. Tetapi, Khong Yan cukup cerdik untuk tidak terbawa arus provokasi lawan yang bakal membuatnya jatuh dalam kesulitan. Sebab melawan musuh sehebat Geberz diperlukan konsentrasi dan ketenangan, hal yang sudah dialami dan dipelajari Khong Yan ketika melawan Mo Hwee Hud beberapa waktu yang baru lewat.
Sementara Tek Ui Sinkay dan Cu Ying Lun kaget mendengar bahwa Geberz malah masih setingkat dengan Bu Te Hwesio suhu Khong Yan sendiri. Seandainya mereka tahu bahwa Geberz adalah adik seperguruan dari suhu Pek Kut Lojin, maka mereka berdua akan tahu bahwa Khong Yan memang memilih lawan yang teramat hebat pada saat itu. Tapi, untung saja kemampuan Khong Yan memang sudah meningkat dengan sangat hebatnya. Hal yang sampai membuat Suhunya kehilangan waktu setahun untuk menghimpun lagi semangat dan kekuatan yang terbuang untuk membentuknya menjadi sehebat saat ini. Jadi, wajar saja bila Khong Yan sanggup meladeni tokoh sehebat Geberz.
Sementara itu, Tang Hok dapat melihat dan menyaksikan betapa keluarga Lembah Cemara mulai membawa masuk jasad Nenek Hua Hun. Semua warga Lembah Cemara, bahkan termasuk Nenek Tio Lian Cu yang kini sudah sadar siapa saingannya Hua Hun, terlihat sangatlah sedih dan menyesal. Mereka semua mulai beranjak masuk kedalam rumah istirahat mereka. Sekali lagi Tang Hok terlihat sedih dengan apa yang baru saja terjadi, dia sungguh menyesal karena ternyata masih ada kisah tersembunyi lainnya yang luput dari jangkauan berpikirnya. Tetapi, Kang Siauw Hong sendiri memang tidak menceritakannya, sehingga hal-hal lain yang juga cukup penting luput dari pengetahuannya. Korbannya adalah nyawa Nenek Hua Hun yang menebus kesalahannya dengan nyawa.
Meski sedih, Koay Ji tetap sangat awas dengan lingkungan sekelilingnya. Apalagi karena entah mengapa, firasatnya mengatakan ada tokoh yang amat hebat yang juga masuk dan sudah berada dalam lingkungan Thian Cong Pay ini. Dan dia makin yakin dengan firasatnya saat itu, firasat yang membisikinya adanya seorang tokoh lain yang juga maha hebat. Karena itu, diapun segera mengirimkan pesan dengan menggunakan Ilmu Menyampaikan Suara dari jarak jauh kepada Tek Ui Sinkay dan juga Cu Ying Lun berdua:
"Sam Suheng, Chit Suheng, kita kedatangan tamu yang kepandaiannya bahkan kelihatannya masih mengatasi Geberz dan kawannya yang satu lagi itu. Kawannya yang misterius mungkin masih sedikit di atas kemampuan Geberz sendiri, tetapi sudah jelas bahwa yang datang jelas sangat hebat. Kita mesti benar benar siaga dan siap menghadapinya, perhatikan lingkungan dan arena sekitar, jika dia muncul dia pasti akan menyasarku......."
Tek Ui Sinkay dan Cu Ying Lun berdua yang sudah teramat sering menyaksikan kehebatan Koay Ji menjadi kaget setengah mati dengan bisikannya itu. Betapa akan berbahaya jika benar masih ada lagi tokoh yang sehebat atau malah lebih hebat dari Geberz. Lebih mengagetkan mereka lagi karena malah menurut Koay Ji, tokoh hebat itu sudah masuk dan berada dalam Thian Cong Pay mereka saat itu. Jika demikian, maka mereka harus mempersiapkan diri lebih baik lagi. Itulah sebabnya maka, Tek Ui Sinkay kemudian mendekati Tang Seng Lojin bertiga serta juga Tio Lian Cu dan berbisik dengan suara perlahan dan memandangi wajah mereka satu demi satu dalam ketegangan:
"Masih ada seorang lagi dengan kepandaian yang malah lebih hebat lagi, tetapi masih belum mau munculkan dirinya, kita harus cepat menangani mereka ini. Lebih cepat tentunya lebih baik....."
Kim Jie Sinkay saling lirik dengan Tio Lian Cu dan kemudian saling mengiyakan. Berhubung perintah ataupun permintaan kepada mereka berdua bahwa sebaiknya pertempuran dilakukan secepatnya, maka mereka berdua sama tahu bahwa lawan yang paling mudah ditaklukkan adalah Siu Pi Cong. Maka Tio Lian Cu berbisik kepada Kim Jie Sinkay:
"Kim Jie Locianpwee, silahkan menaklukkannya secepatnya, biar yang satunya lagi kutahan dengan semampuku nanti...."
"Hmmm, baiklah Kouwnio, akan kulakukan secepatnya....." Kim Jie Sinkay setuju dan mengangguk dengan usulan Lian Cu.
Maka secara bersamaan, Tio Lian Cu mencari lawan yang tadi bentrok dengan Khong Yan, orang yang masih agak misterius. Sementara Kim Jie Sinkay kembali mencecar Siu Pi Cong yang kewalahan karena merasa kekuatan Kim Jie Sinkay agak sulit untuk dilawannya. Terutama kekuatan kerasnya yang amat mujijat dan hebat itu. Tetapi, mau tidak mau dia harus bertarung, karena untuk bebas dari Thian Cong pay memang membutuhkan kepandaian. Jika tidak, sama saja menyerahkan diri dan mungkin nyawa. Diam saja sama dengan menyerah. Karena itu, maka Siu Pi Cong sendiripun memutuskan untuk bertarung dengan segenap kemampuannya meskipun dia sadar kemenangan agak sulit untuk dapat diraihnya.
Jika Kim Jie Sinkay agak menang di atas angin bahkan semakin lama semakin dapat menekan Siu Pi Cong, maka Tio Lian Cu sebaliknya. Posisinya sedikit dapat didesak lawan, tetapi tidak akan kalah dalam waktu yang singkat. Kelihatannya, tokoh yang misterius ini, menurut pengamatan Tang Hok, malah masih tipis diatas Geberz yang berusia jauh lebih tua. Tetapi, gerakan-gerakan mereka memang mirip. Hanya saja, iweekangnya masih lebih hebat ketimbang Geberz, dan inilah sebabnya Tio Lian Cu merasa sedikit kesulitan. Untungnya, Tio Lian Cu mengenakan pakaian mestika yang menahan efek kekuatan pukulan lawan, pakaian yang sama dengan milik Koay Ji sebetulnya. Tetapi, justru inilah yang membuat Tio Lian Cu mampu dan sanggup menahan semua gempuran lawan tanpa takut terluka. Dan dengan cara itu dia mampu bertahan dari serangan lawan.
Sementara itu, menyaksikan pertarungan Khong Yan melawan Geberz, justru yang semakin lama semakin seru. Apalagi ketika Khong Yan mulai mengeluarkan Ilmu Thian Liong Pat Pian yang sebenarnya merupakan Ilmu Perguruan Geberz sendiri. Namun, yang dikuasai Khong Yan, masih lebih lengkap dan lebih luas lagi karena sudah ditambahi sekian banyak jurus baru, gerakan baru oleh Koay Ji. Dengan Ilmu tersebut, Khong Yan dapat membuat pertahanannya lebih mantap, dan serangannya menjadi jauh lebih berbahaya dan lebih tajam.
Meskipun memang tenaga iweekang Geberz lebih matang, tetapi kedalaman dan kemurnian iweekang Khong Yan justru adalah kekuatannya. Pengalaman adalah kelebihan lain Geberz, tetapi kesegaran dan kreatifitas menjadi kekuatan Khong Yan dalam pertarungan itu. Wajar jika mereka terlihat seimbang dan saling serang, saling menghindar dan sama-sama berusaha keras untuk mencari lowongan menang dari lawannya itu. Tetapi, semakin lama semakin jelas bahwa sangat sulit untuk dapat memenangkan pertarungan dimana masing-masing memiliki kelebihan dan juga kekurangan. Seru, sudahlah pasti.
Tang Hok terus mengamati pertarungan, tetapi yang paling membuatnya tegang bukan pertarungan itu, tetapi daya pengaruh lawan tersembunyi yang semakin lama semakin kuat. Artinya, lawan kuat yang bahkan dalam taksirannya masih di atas Geberz dan kawan misteriusnya, sudah sedang mendekat dan mendekat. Tetapi, dia juga nampaknya rada khawatir dengan pancaran kekuatan serupa yang memancar dari tubuh dan wibawa Tang Hok ataupun Koay Ji. Karena itu, posisi mereka masih tetap seperti itu, saling tahu dan saling incar tetapi masih belum mau saling memperlihatkan diri.
Tetapi, dalam waktu yang tidak terlalu lama, Kim Jie Sinkay yang bertarung gagah memperlihatkan keunggulannya atas Kakek Siu Pi Cong. Dia terus memaksa Siu Pi Cong untuk adu kekuatan, adu tenaga, adu keras lawan keras, dan karena diapun unggul dalam gerakan ginkang, gagah dan lebih cepat, maka semakin repotlah Siu Pi Cong dalam bertahan. Bahkan Tang Hok atau Koay Ji sudah meramalkan jika kurang dari 100 jurus kedepan, Kim Jie Sinkay sudah akan dapat menaklukkan Siu Pi Cong dan mengalahkannya.
Jika Khong Yan bertarung imbang, dan Kim Jie Sinkay lebih unggul, maka Tio Lian Cu justru sedikit kerepotan, sedikit kewalahan. Lawannya lebih muda dari Geberz, tetapi kelihatannya bahkan masih lebih hebat dari Geberz sendiri. Hal ini memaksa Tio Lian Cu untuk meningkatkan kemampuannya dan bertarung terus pada puncak kemampuannya. Sementara lawannya terlihat masih mampu untuk meningkatkan kemampuannya lebih jauh lagi, tapi ilmu dan jurus perlawanan Tio Lian Cu memang cukup memusingkannya. Itu sebabnya dia tak mampu meninjau daya perlawanan kawan-kawannya, dan kurang menyadari jika perlawanan seorang Siu Pi Cong sudah semakin redup dan sudah dalam sangat berbahaya. Tio Lian Cu sadar bahwa lawannya memiliki kemampuan hebat, karena itu diapun memilih ilmu-ilmu hebat untuk bertahan dan balas menyerang, meski kesempatan menyerangnya lebih sedikit dari lawannya.
Sesuai ramalan Koay Ji, sebelum jurus ke-100, tepatnya pada jurus ke 89, Kim Jie Sinkay berhasil menjebak dan menutup semua pintu lari dari Siu Pi Cong. Dan saat itu segera dimanfaatkan Kim Jie Sinkay yang dalam posisi bagus memaksakan adu pukulan dengan kekuatannya yang amat besar.
"Dukkkkkk, Dukkkkkk, Dukkkkkk...... huaaaakkkkkk"
Apa boleh buat, dalam keadaan kejepit, Siu Pi Cong menahan tiga buah pukulan berat dan bertenaga besar dari Kim Jie Sinkay. Pukulan pertama dan kedua masih dapat dia tahan meski dengan kesakitan yang dalam. Tetapi pukulan ketiga benar benar sulit untuk dia tahan lagi karena pada pukulan pertama dan kedua, dia sudah mengerahkan segenap kekuatannya. Akibatnya, dia menahan pukulan ketiga dalam dorongan dan dukungan tenaga yang sudah menyusut dan otomatis tidak lagi memadai. Padahal, justru pukulan ketiga adalah pukulan puncak dan penuh dengan tenaga murni Tong Cu Sinkay yang dikerahkan dan dilontarkan oleh Kim Jie Sinkay untuk menyelesaikan pertempuran mereka.
Setelah memuntahkan darah segar yang cukup banyak, Siu Pi Cong terduduk tanda sudah kalah. Apalagi karena dia memuntahkan darah segar yang cukup banyak sebagai tanda bagian dalam tubuhnya sudah terpukul dan terluka samatlah parah. Melihat lawan sudah terkapar dan terpukul seperti itu, Tang Hok segera melompat kearah Siu Pi Cong. Kakek itu hanya memandang sekejap kepadanya dan kemudian berusaha menutup mata dan memusatkan perhatian untuk mengobati lukanya. Tapi terdengar Koay Ji mendesis perlahan:
"Percuma Locianpwee, semakin engkau melawan pukulan sinkang Tong Cu Sinkang dan berusaha mengobatinya, semakin dalam dia merusak bagian dalam tubuhmu. Lebih baik engkau berusaha menerima luka itu sehingga tidak lebih memperburuk keadaanmu pada saat ini...."
Mendengar petuah Koay Jie dan mendengar bahwa dia terluka oleh sinkang mujijat yang sudah lama tidak terdengar di dunia persilatan, perlahan-lahan Siu Pi Cong membuka matanya dan heran memandangi Tang Hok yang tidak dikenalinya. Tapi dia seperti mengenali tokoh muda itu, entah dimana.
"Hmmm, kita bertemu di Siauw Lim Sie tempo hari Locianpwee...." bisik Koay Ji yang maklum dengan tanda tanya diwajah tokoh tua itu. Dan hal itu membuat Siu Pi Cong sadar sepenuhnya meski sebentar,
"Acccch, engkau Thian Liong Koay Hiap itu,,,,,, ach betul.... terima kasih anak muda, engkau mengingatkan aku bahwa upayaku itu sia-sia. Ajalku memang layak segera datang, tolong engkau bawa abu jenasahku ke daerah Laut Selatan dan taburkan disana....." susah payah Siu Pi Cong berbicara, karena mulutnya kembali berdarah dan akan seperti itu sampai dia ajal.
Tetapi, beberapa saat kemudian, secara ajaib dan amat aneh, Siu Pi Cong terlihat memperoleh kembali kesadarannya. Tetapi, Koay Ji maklum apa artinya. Inilah sisa-sisa tenaga dan daya kehidupan seorang Siu Pi Cong, setelah itu, maka dia akan seperti layang-layang putus, atau lampu kehabisan minyak. Melihat kenyataan itu, maka Tang Hok atau Koay Ji kemudian memegang lengan kakek yang akan segera mati itu dan berbisik kepadanya:
"Bicaralah locianpwee, aku mendengarkan...."
"Anak muda,,,, Aku membantu Bu Tek Seng Pay sebenarnya karena nasib dari anak perempuanku yang menjadi boneka mereka disana, tepatnya di Istana Bu Tek Seng Ong. Tolong bebaskan putriku itu, dia adalah Pek Seng Kwee Lan Hoa dan menjadi murid kepala Lam Hay Sinni. Namanya yang sebenarnya adalah Sui Lan Hoa, dia adalah putri tunggalku, keturunan satu-satunya. Mereka bertiga, murid-murid Dewa Tionggoan sedang berada dalam pengaruh sihir yang teramat mujijat. Temukan disakuku ada kisah mengenai putriku itu, hanya kemampuan sihir mujijat lainnya, ataupun khasiat Gin Cui Ouw yang dapat merebut kembali kesadaran mereka bertiga. Jika putriku bisa diselamatkan, maka sampaikan kisah mengenai ayahnya yang sudah kutulis tersimpan di dalam saku. Mohonkan maaf kepada sahabat-sahabatku yang lain, tidak ada yang bisa diakukan seorang ayah yang mencinta putrinya, selain memberi nyawa dan jika memang perlu, harga dirinya. Dan semua sudah kulakukan...... mohon bantuan dan pertolonganmu anak muda....... dan catat, Bu Tek Seng Ong yang sebenarnya belum munculkan dirinya, yang ada sekarang adalah penyaruannya belaka. Yang asli, justru masih lebih hebat lagi, maka berhati-hatilah.... berhati-hati..... archghhhhhh"
Belum sempat Kakek Siu Pi Cong menyelesaikan perkataannya, jiwanya sudah terlanjur putus. Tetapi dia terlihat puas karena dapat meninggalkan pesan kepada Koay Ji tentang anak perempuannya dan sebab dia harus bergabung dengan Bu Tek Seng pay. Sungguh kisah mengharukan.
"Achhhh, terlampau banyak drama dan korban dari perguruan maut itu, jika tidak cepat dibasmi, akan semakin banyak korban mereka....." desis Koay Ji menyesalkan nasib dan kematian Siu Pi Cong itu. Seorang Pendekar bernama besar yang harus rela namanya menjadi bahan nistaan orang tanpa tahu apa sebenarnya yang melatari perbuatannya itu. Salahkah seorang ayah yang berusaha membebaskan anaknya dari lumpur nista akibat perbuatan orang"
Koay Ji menenangkan pikirannya sejenak, takut dia salah bertindak karena emosi yang disebabkan kematian Siu Pi Cong, seorang tokoh besar dari daerah selatan. Setelah mampu menguasai dirinya, diapun berdiri kembali dan memandang kedua arena yang berada di kanan dan kirinya. Sekali pandang dia melihat keadaan Khong Yan masih lebih baik karena mampu menyerang dan diserang dengan kuantitas atau jumlah yang sama. Artinya mereka setanding. Tetapi, jika diberi waktu lebih lama, Khong Yan akan menang karena menang nafas dan daya tahan, Koay Ji yakin dengan hal itu. Apalagi, sutenya itu sudah menguasai Singkang Pouw Tee Pwe Yap Siankang, dan dia tidak khawatir dengan keadaannya.
Keadaan Tio Lian Cu sedikit lebih berbahaya, meskipun dia tidak akan kalah dalam waktu dekat. Perlawanan Tio Lian Cu sungguh amat mengagumkan, Ilmu Mujijatnya sudah dikerahkan sehingga bisa dan mampu menyesuaikan dengan gerakan lawan. Tetapi, lebih teliti melihat ilmu lawan Tio Lian Cu membuat Koay Ji kaget, karena langkah kaki lawan jelas adalah ilmu langkah Tian Liong Pat Pian. Meski masih lebih sederhana daripada yang dikuasainya, tetapi tetap saja mampu membuat Tio Lian Cu kerepotan untuk mengejar dan menyerangnya. Maka Tio Lian Cu sedikit lebih terdesak dibandingkan lawannya yang leluasa menyerang dan beberapa kali membuat Lian Cu merasa terdesak.
Koay Ji akhirnya berdiri dan bersiap untuk memasuki arena, dia sudah memutuskan untuk menggantikan Tio Lian Cu dan menangkap atau jika perlu memunahkan ilmu silat lawan Tio Lian Cu itu. Tetapi, ketika dia akan mulai bergerak, tiba-tiba hatinya berdesir hebat, tanda ada lawan hebat disekitar tempat mereka berada. Diapun berpaling ketika mendengar suara:
"Tahan anak muda........."
Mendengar suara yang mengetuk dinding sanubarinya dengan keras, Koay Ji jadi menahan langkahnya. Tidak salah lagi, lawan berat itu sudah munculkan dirinya. Tapi, siapakah dia gerangan"
"Hmmmm, engkau rupanya,,,,, "desis Koay Ji, tetapi sambil dengan kekagetan yang tak tersembunyikan ketika melihat orang yang munculkan dirinya, bukan saja sudah pernah bertemu, tetapi bahkan juga membawa seseorang yang bukan lain adalah Kang Siauw Hong yang sedang dalam keadaan tertotok. Jika sudah demikian, yaaa apalagi jika bukan sebagai sandera.
"Tentu saja, apakah engkau sudah melupakan lohu anak muda.... hahahaha" tawa yang agak menjengkelkan
"Hmmmm, susah melupakan Ban Bin Kiau Hua (Pengemis Berlaksa Wajah) Phoa Tay Teng, apalagi setelah pertempuran 15 jurus tempo hari...... tetapi, untuk apa Locianpwee membawa-bawa sandera seorang anak gadis orang....?" bertanya Koay Ji dengan nada sedikit menyindir.
Mendengar disebutnya nama Ban Bin Koau Hua (Pengemis Berlaksa Wajah) Phoa Tay Teng, bukan main terkejutnya Teik Ui Sinkay bersama semua tokoh Khong Sim Kaypang. Inilah tokoh puluhan tahun lalu yang amat ganas tetapi sangat misterius, konon lebih sering berkelana ke luar daratan dan ke Thian Tok, tetapi jika muncul di Tionggoan biasanya penuh kejahatan. Ini tokoh besar itu rupanya. Dan tokoh itu kelihatannya sudah pernah bentrok dengan Koay Ji. Mereka semua jadi tertarik mengikuti apa yang dipercakapkan tokoh itu dnegan Koay Ji.
"Hahahahaha, engkau tidak bisa menyindirku anak muda, berpakaian dengan jenis apapun, menyaru dengan cara apapun, engkau dapatlah kukenali. Anak gadis ini" Ach, dia adalah cucu murid toa suhengku, tentu saja aku berhak membawanya pergi bukan" Daripada disia-siakan orang-orang Lembah Cemara itu....."
"Ha, engkau apakan mereka ....?"
"Mereka tidak ada hubungannya denganku dan perguruanku, bahkan mengetahui lohu membawa cucunya saja dia kurang tahu..... Huh, belum cukup pantas dia untuk menjadi lawanku. Bahkan untuk mengenalku sajapun masih belum kurasa pantas. Tetapi engkau anak muda, mau tidak mau engkau harus mengijinkan lohu pergi bersama dua orang itu......"
"Hmmm, sudah jelas bagiku, memang mestinya ada hubungan Locianpwee dengan kedua orang itu...?" Koay Ji terkejut dan merasa kaget ketika akhirnya Phoa Tay Teng meminta Geberz dan manusia misterius yang satu untuk ikut dengannya. Tetapi, sekaligus dia mengerti hubungan mereka.
"Ji Suheng, buat apa engkau ribut dengannya" Bantulah kami, lawan-lawan kami sangat hebat dan berat......" terdengar Geberz berteriak kepada Phoa Tay Teng yang ternyata adalah kakak seperguruannya. Ya, hubungan mereka memang adalah hubungan perguruan, dan teriakan Geberz sudah menegaskan apa yang diduga dan disangka oleh Koay Ji tadi.
"Tunggulah sebentar sam sute, bodohmu sendiri malas belajar, anak muda inipun amat hebat dan harus dilawan dengan sangat berhati-hati....." jawab Phoa Tay Teng yang membuat semua tokoh Khong Sim kaypang kaget, termasuk Tek Ui Sinkay. Malah dia sampai mendesis dalam hatinya, kaget sendiri, "sampai dimana sebenarnya suhu mendidik siauw sute ini" Bahkan tokoh sehebat Phoa Tay teng sendiripun jerih menghadapinya....?"
"Oooooh, rupanya sute dari Phoa Locianpwee, sayang mereka sudah membuat onar di tempat ini, tidak akan mudah mereka kulepaskan pergi begitu saja....." kini Koay Ji yang mendapat angin, tetapi kakek itu tersenyum saja. Dia seperti tidak khawatir apakah akan kepas dari sana atau tidak.
"Hahahaha, lohu dapat memerasmu dengan mempergunakan gadis ini. Tetapi, lohu tidak akan menggunakan cara itu. Ada cara lain yang lebih baik dan lebih seru serta mendebarkan. Entah engkau bersedia ikut ataukah tidak...?" tantang Phoa Tay Teng dengan nada suara misterius.
"Hmmmm, permainan apa lagikah yang Locianpwee siapkan kali ini....?" tanya Koay Ji dengan kaget dan merasa tidak pasti.
"Engkau takut anak muda...." hohohoho....." tantang Kakek tua yang amat misterius dan jelas amat sakti itu.
"Jika belum paham aturan mainnya, takutnya engkau menipu dan mempermainkan aku yang muda...." jawab Koay Ji.
"Sembarangan, apa engkau pikir setua aku masih mau berpikir untuk menipumu dan juga mempermainkan kalian orang muda......?" suara si kakek sontak terdengar menjadi marah dan melengking mengejutkan.
"Baik, bagaimana aturan permainanmu Locianpwee....?" tanya Koay Ji penuh rasa penasaran, karena dia tidak mau tertipu, betapapun keadaan dan kondisi mereka masih jauh lebih baik.
"Kita bertarung sampai 50 jurus saja, tetapi engkau kularang mempergunakan Ilmu Perguruanku. Aku akan berusaha mendesakmu dan mengalahkanmu selama 50 jurus tersebut, jika engkau hanya terdesak saja, maka kita hitung saja pertarungan itu seri. Jika engkau kalah, maka kami akan berlalu dari tempat ini tanpa syarat. Nach, bagaimana anak muda....?"
"Dan bagaimana jika engkau yang terdesak Locianpwee,,,," Apakah dapat kuhitung engkau kalah dan kalian kukurung di Lembah kami ini....?" tanya Koay Ji sedikit provokatif sekaligus menantang emosi Phoa Tay Teng.
"Hmmmm jika engkau mampu mendesakku, maka akan kuhitung engkau sebagai pemenangnya, tetapi jangan harap engkau mampu....... hahahaha, bagaimana anak muda, bukankah permainan ini lebih menantang....?" tantang Kakek Aneh Phoa Tay Teng yang maha hebat itu. Jelas Koay Ji tidak takut, tetapi masih ada beberapa hal yang belum jelas baginya.
"Hmmmm, baiklah, jika memang demikian, maka cayhe bersedia bertanding kembali dengan Locianpwee dengan taruhan tadi..... tapi, apakah mereka bersedia untuk diikat dalam pertaruhan ini.....?" tanya Koay Ji sambil menunjuk kearah Geberz dan kawannya yang jauh lebih muda itu. Pada saat itu, pertarungan di dua arena lainnya sudah otomatis terhenti, dan kini mereka sudah ikutan memperhatikan Koay Ji dalam wujud Tang Hok berhadapan dengan Phoa Tay Teng.
"Tentu saja, yang satu adik seperguruanku, yang satu adalah sutitku, otomatis mereka harus mendengarkan perkataanku. Nach, apakah engkau yakin akan mau bertarung dan bertaruh melawanku anak muda....?"
"Baiklah, tantangan bertaruh itu kuterima..... tetapi jika kita bertanding seri, maka ada satu permintaan yang perlu Locianpwee penuhi" jawab Koay Ji penuh dengan keyakinan untuk bertarung melawan kakek itu.
"Apa permintaanmu itu....." tanya Phoa Tay Teng antara perduli atau tidak, antara setuju ataupun juga tidak.
"Tinggalkan adikku Kang Siauw Hong itu......" jawab Koay Ji
"Tahukah engkau siapa dia....?" tanya Phoa Tay Teng terkejut
"Tahu, karena dia adalah adik angkatku....."
"Oooooch, jadi dia yang membuat penyusupan ini gagal....?"
"Tidak perlu engkau tahu locianpwee....... bagaimana, engkau setuju...?" tantang Koay Ji memanasi si kakek.
"Baiklah, kita hitung demikian, meski untuk menghadapiku dan seri masih teramat sulit buatmu anak muda....."
"Kita lihat saja nanti Locianpwee....." Koay Ji tetap tenang dan punya pegangan, dia memang banyak mengandalkan Ilmu Pat Bin Ling Long, tetapi yang belum diketahui lawannya, bahwa diapun menguasai ilmu-ilmu suhunya yang tidak kalah hebatnya, yakni Ilmu-ilmu mujijat dari Bu In Sinliong suhunya. Dan dalam pertarungan kali ini, dia memutuskan akan menggunakan kombinasi ilmu kedua suhunya itu, dan dia jelas sangat percaya diri dengan kemampuannya. Paling tidak, untuk bertarung serta mampu bertahan dan tidak kalah, dia memiliki pegangan.
"Hahahahaha, engkau memang anak muda paling menarik yang pernah kutemukan. Sayang sekali si Budha sialan itu sudah lebih dahulu memungutmu sebagai murid terlebih dahulu. Nach, sudah siapkah engkau anak muda....?"
"Mari, silahkan Locianpwee, cayhe sudah siap sejak tadi......" jawab Koay Ji dengan gagah berani, dan memang dia sudah siap lahir dan batin dan mempersiapkan diri sejak bertemu Kakek itu berapa waktu lalu. Diapun ingin menguji dirinya sendiri, apakah ada kemajuannya selama beberapa hari ini. Dan lawan yang tepat untuk mengujinya, siapa lagi jika bukan kakek ini"
"Hmmmm, 50 jurus saja anak muda, mari kita lihat siapa bisa mendesak siapa tanpa engkau mempergunakan Ilmu Perguruanku, nach, mari, lohu akan mulai menyerang dan memukulmu, hati-hati anak muda......"
Belum habis bicaranya, pukulannya sudah datang menerpa Koay Ji. Tetapi karena dasarnya Koay Ji sudah siap, maka seluruh syaraf di tubuhnya sudah siap, bahkan khikang pelindung badannyapun sudah siaga. Karena itu, dengan mudah dan ringan saja dia menggetarkan kedua lengannya dan serangan menggunakan sejenis ilmu mujijat bernama Ilmu Ling Khong Huan In Cam (Pukulan Tanpa Bayangan) dari lawannya itu sudah punah dengan sendirinya. Bukan apa-apa, sekali ini Koay Ji sudah melandaskan ilmunya pada paduan Pouw Tee Pwe Yap Siankang dan Toa Pan Yo Hian Siankang. Satu gabungan yang pada pertarungan mereka sebelumnya masih belum sempat digunakan oleh Koay Ji. Dan kini dia gunakan bukan hanya untuk bertahan tetapi juga untuk menyerang.
Sadar bahwa bertahan justru dapat membahayakannya, maka Koay Ji kemudian balas menyerang dengan menggunakan Ilmu Sakti Tie Liong Ciu atau Ilmu Sakti Tangan Mengekang Naga yang berbeda dengan Ilmu Ci Liong Ciu Hoat. Jika Ciu Liong Ciu Hoat dari Pat Bin Ling Long merupakan rangkaian totokan mujijat, maka ciptaan Bu In Sinliong ini merupakan ilmu tangan kosong yang penuh dengan hawa serangan mujijat. Jelas sekali bedanya. Juga kegunaannya. Terbukti dengan ilmu ini Koay Ji mampu memunahkan serangan-serangan Phoa Tay Teng dan bahkan juga dapat balas menyerang dengan sama bahayanya. Phoa Tay Teng terkejut ketika menerima serangan yang amat berbahaya, tidak jauh berbeda dengan kehebatan ilmu perguruannya sendiri. Repotnya lagi, dia malah belum pernah melihat serta melawan ilmu yang dikembangkan Koay Ji. Dia seperti mengenal tetapi seperti juga belum mengenal, tetapi yang sudah pasti, sangatlah hebat.
Dalam waktu lima jurus saja, mereka sudah saling serang dengan hebatnya dan dengan iweekang yang amat luar biasa kuatnya. Keduanya terkejut setengah mati ketika paham bahwa kemampuan iweekang lawan memiliki ciri khas yang amat berbeda, namun sangat alot dan sulit saling menjinakkan. Koay Jipun haruslah mengakui, bahwa dengan kemampuannya sekarang, ternyata dia belum mampu menangkap, menggiring dan melontarkan iweekang lawan yang amat aneh namun juga mujijat itu. Sementara Phoa Tay Teng juga kaget, karena diapun tak mampu merusak dan memutus arus serangan iweekang lawan dan membuatnya menjadi tidak berguna dalam pertarungan.
Dalam lima jurus, keduanya bahkan sudah sempat saling menyadari kelebihan dan kekurangan masing-masing. Meski iweekang Koay Ji sudah meningkat jauh, tetapi dia masih tetap kalah tipis, bukan kalah kuat, tetapi kalah tipis penguasaan kekuatan iweekang mujijatnya. Sementara Phoa Tay Teng sendiri sudah menyelami semua kemujijatan dalam tenaga dalamnya sendiri. Maklum, usianya sudah memang jauh lebih banyak. Serta pengalaman lebih kaya dan lebih bervariasi, membuatnya mampu mengoptimalkan semua kelebihan yang terkecil sekalipun. Untungnya, Koay Ji memang memiliki keanehan yang amat mujijat bahkan sejak masa kecilnya. Karena itu, meski sedikit kalah, tetapi ditambah keuletan dan sikap ngototnya, dapatlah dia mengisi kekurangan dan menambalnya hingga membuat pertarungan mereka tetap seru dan imbang.
"Hebat, engkau sungguh hebat anak muda....." puji Phoa Tay Teng secara tulus melihat bagaimana Koay Ji memberinya perlawanan yang sudah sangat sulit untuk ditemukan dalam petualangannya akhir-akhir ini. Perlawanan dan kehebatan Koay Ji justru membuatnya merasa lebih hidup dan bergairah untuk mencari dan mencapai kemenangan melalui kepandaiannya. Hal yang sulit ditemukannya lagi selama tahun tahun belakangan seiring dengan semakin sempurnanya ilmu silatnya.
Tentu saja Koay Ji tidak menjadi sombong dengan pujian itu, karena dia sadar si kakek masih mampu mengembangkan kemampuannya lebih hebat lagi. Dan dia sendiripun masih mampu melakukan hal yang sama. Maka selama lima jurus kedepan, keduanya kembali adu kepintaran, aduk strategi, adu kekuatan, kelincahan serta juga kehebatan jurus serangan dan jurus bertahan masing-masing. Tetapi semua itu hanyalah menambah rasa kagum dan penasaran bagi mereka masing-masing. Yang justru kaget dan melongo adalah para penonton, karena pertarungan keduanya membawa pengaruh yang amat luar biasa. Terutama ketika dari tubuh Koay Ji, dalam tingkat pengerahan iweekang yang sudah amat tinggi, mulai muncul kekuatan mengisap yang amat hebat dan luar biasa. Hal yang juga rupanya mulai disadari oleh Phoa Tay Teng......
"Accchhhh, sungguh banyak kemujijatanmu anak muda, bahkan Bu Tee Hwesio sendiripun belum tentu sehebat engkau sekarang ini..... luar biasa, sudah lama lohu merindukan pertarungan seperti ini......" desisnya dan dengan terpaksa memperkuat iweekangnya dan menambah kesulitan baginya untuk menang karena gangguan daya hisap yang entah bagaimana semakin menguat dari Koay Ji. Semakin lama, semakin hebatlah pengerahan iweekangnya, terutama pengerahan paduan kedua iweekang suhunya, Bu In Sinliong dan Bu Tee Hwesio.
Sebetulnya Koay Ji sendiri tidak begitu mengetahui mengapa orang melawannya selalu berhadapan dengan kekuatan menyerap dan menghisap yang hebat darinya. Lagipula, kekuatan itu baru muncul ketika dia mulai melatih secara lebih sempurna paduan dua iweekang mujijat. Ternyata, selain semakin mengokohkan kekuatan khikang mujijat Kim Kong Pu Huay Che Sen (Ilmu Badan/Baju Emas Yang Tidak Bisa Rusak) juga belakangan, membuat daya hisap tubuhnya semakin hebat dan kuat. Inilah yang membawa kesulitan bagi lawan-lawan Koay Ji manakala Koay Ji masuk pada tahap pengerahan iweekang pada puncaknya. Dan ini pula yang mulai membuat Phoa Tay Teng merasa kesulitan, karena Koay Ji kelihatannya tidaklah kesulitan meski daya hisap itu semakin menguat. Justru dia semakin terlihat gagah dan semakin hebat bertarung.
Sekejap kemudian 15 jurus sudah berlalu, sementara tidak terlihat siapa mendesak siapa, baik Koay Ji maupun Kakek Phoa Tay Teng jelas menyadari keadaan ini. Penontonpun menahan nafas menyaksikan p-ertarungan yang semakin melebar arenanya karena tarung keduanya membawa angin dahsyat yang sangat menusuk dan sangat berbahaya. Pada saat itu Koay Ji sendiri mulai menggunakan ginkang andalannya, Ginkang Liap In Sut (Ginkang Mengejar Awan) yang membuiatnya jadi lebih cepat dan pesat dalam bergerak. Baik ketika menyerang maupun ketika dia sedang bertahan. Sekaligus pada saat bersamaan, dia menyerang lawan dalam Ilmu Thian Liong Cap Jit Sik (Tujuh Belas Gerakan Naga angit), sebuah Ilmu hebat dalam menyerang lawan dari ketinggian.
Tiga jurus serangan beruntun dengan kecepatan luar biasa dilepaskan Koay Ji yakni masing-masing diawali dengan jurus Kio Hwi Ih Thian (Burung Camar Menjulang Ke langit), yang mengangkat tubuhnya ke udara. Tetapi, pada saat bersamaan kekuatan mengisap dan serangan sepasang lengannya membawa kekuatan yang amat hebat hingga menggetarkan sekeliling arena hingga beberapa meter. Kakek Phoa Tay Teng menyambutnya sebat dengan jurus Mo In Jan Jan (Bayangan Iblis Berkelabat), yang mengebaskan kekuatan pukulan Koay Ji. Tetapi dengan sedikit menggeliat, Koay Ji sudah menukar jurus dan menjadi jurus Han Kang Ih Wi Kiu (Camar Terbang Melintasi Sungai), tetap menyerang lawan dengan dua sentilan jarinya kearah kepala dan leher. Kakek Phoa Tay Teng kehilangan jejak dan waktu untuk balas menyerang, sekali lagi bergerak cepat menghindar. Tetapi, tetap saja belum mampu menyerang kembali karena pada saat bersamaan Koay Ji menyerang dengan jurus Jiang Liong Jip Hay (Naga menukik ke laut), yang kini menyasar banyak titik serangan di tubuh lawan.
Pada saat itu Kakek Phoa Tay Teng merasa penasaran, jika serangan Koay Ji tak dapat diputuskannya, maka dia akan terus bergerak terdesak, padahal sudah 20 jurus berlalu. Artinya, dalam keadaan seperti itu, dia akan terkalahkan, hal yang tentu saja membuatnya terkejut dan marah. Menghadapi serangan dari atas oleh Koay Ji, dengan cepat dia mengantisipasi dengan jurus Tok Jing To Sim (Ular Berbisa Menjulurkan Lidah), dan kedua lengannya bergerak lincah membarengi tangkisan dan juga mempersiapkan serangan balik setelah tiga kali berturut turut dia didesak pukulan Koay Ji.
"Hiyaaaaaaa....."
Kini sambil memutus alur dan arus serangan Koay Ji, dengan terpaksa Kakek Phoa Tay Teng mundur tiga langkah dan kemudian bergerak cepat menyerang dengan jurus Toan Bing Jao hun (Kehilangan Nyawa Sukma Tersiksa), tepat ketika Koay Ji mendarat di bumi. Tetapi, dengan cepat dan ringan serangan berbahaya dan berbau magis dari Kakek Phoa Tey Teng dapat dia hindari, tetapi dengan cepat lengan kakek itu mengejarnya kemanapun bergerak. Apa boleh buat, Koay Ji mau tidak mau harus menangkis juga dengan jurus Hian Hong It Sek (Sejurus Angin Lesus). Tetapi, tangkisannya membuat Kakek Phoa Tay Teng merubah arah dan jurus serangan menjadi jurus To Pian Toan Tui (Mengayun Pecut Memutus Air), yang mengejar kemana Koay Ji menghondar.
Pilihan jurus yang tepat membuat keduanya kembali slaing tukar menukar serangan dan membuat keduanya semakin mengagumi lawan. Kakek Phoa Tay Teng sadar, tanpa menggunakan Ilmu Perguruan merekapun, Koay Ji tetap lawan yang sukar untuk dia taklukkan dengan mudah. Karena bukan sekali atau dua kali Koay Ji juga mengancam dan mendesaknya, dan dengan susah payah baru dia dapat kembali menyesuaikan pertarungan mereka menjadi imbang lagi. Kesadaran di pihak Phoa Tay Teng datang dan mensyukuri karena pertarungan hanya dibatasi sampai 50 jurus belaka, karena kalau tidak dibatasi, maka bukan tidak mungkin dia bakalan kalah karena putus nafas. Jelas dari segi daya tahan dia akan kerepotan, karena tidak setahan usia muda dan usia puncak Koay Ji. Sementara jika adu kekuatan iweekang, meski dia menang matang, tetapi dia akan keluar dalam keadaan cacat permanen jika adu kekuatan dengan Koay Ji, meski menang.
Phoa Tay Teng menyadari itu, dan Koay Ji juga menyadarinya. Meski dia sendiri sudah semakin matang dan sempurna, tetapi dia paham betul, iweekang yang dia latih ternyata dapat ditandingi dengan baik oleh iweekang lawan. Bahkan, karena lawan lebih berpengalaman, maka lawan lebih matang dan mampu mengeksploitasi kelebihannya itu dengan baik. Itulah sebabnya Koay Ji tidak berani terus menerus adu kekuatan iweekang dengan lawannya yang maha hebat itu. Dan diapun sadar, inilah lawan terhebat yang dia hadapi sejauh ini, entah kedepannya. Yang jelas, dia dapat didesak meski juga dapat mendesak lawan, dan keduanya saling mendesak hingga memasuki jurus ke-40.
Jelas, keduanya merasa penasaran, karena jurus-jurus dan ilmu andalan sudah mereka coba, tetapi tetap saja kedudukan mereka tidak dapat dikatakan menang ataupun kalah. Artinya, 10 jurus kedepan akan sangat menentukan, apakah mereka nantinya kalah ataupun menang, dan keduanya mulai mempersiapkan diri memasuki fase yang sangat menentukan itu.
Kakek Phoa Tay Teng tiba-tiba mendesis dengan nada suara aneh tetapi membuat semua orang di sekitar arena merasakan suasana magis yang amat pekat. Jelas jika dia mulai memainkan Ilmu Sihirnya, karena dia memang menguasai sejenis Ilmu Sihir yang amat hebat, bernama Ilmu Li Seng Toan Hun Lui (Ilmu Nada Suara Mematikan Roh). Satu Ilmu yang diserapnya dari Thian Tok dan dia campurkan lagi dengan salah satu Ilmu Perguruannya hingga menjadi lebih kental nuansa magis dan nuansa sihirnya. Pada saat itu dia berpikir, bahwa dalam usia mudanya, Koay Ji tidaklah mungkin akan mampu menghadapinya dalam pengerahan Ilmu Sihir tingkat tertingginya. Maka dengan pertimbangan tersebut, sebelum memasuki jurus yang ke 41, diapun berteriak dengan nada suara yang amat aneh dan mengandung hawa mujijat yang teramat kuat dan mencengkeram perasaan orang-orang sekitarnya. Jangankan Koay Ji, sekeliling arena itu, termasuk kakak seperguruannya, juga Tio Lian Cu dan Khong Yan sampai tergetar. Getaran mujijat itu membuat keduanya tergetar hebat dan sadarlah keduanya, bahwa lawan Koay Ji saat itu bahkan masih berada di atas kemampuan mereka. Jika demikian, sampai dimana gerangan tingkat kemampuan Koay Ji itu...."
"Gila, ilmu sihir apa ini" Apa sute mampu menahannya...?" desis Pek Ciu Ping kaget dan wajahnya sedikit memucat saat mendesis dan kemudian memandangi adik-adik seperguruannya. Mereka yang dipandangi, juga sama sangat kaget dan terpengaruh oleh suara yang memang amat mujijat itu.
"Hmmm, Ilmu Sihir,,,," desis Koay Ji maklum dan siap. Tetapi, selain karena sejak awal dia sudah bersiap pada bagian akhir pertarungan mereka, juga diapun sudah amat yakin bahwa kakek sakti itu bakalan mendesaknya sedemikian rupa selama 10 jurus yang terakhir. Maka ketika Kakek Phoa Tay Teng mulai menggereng dan melepaskan kekuatan magisnya, Koay Ji sudah teramat siap. Tetapi, diapun sadar bahwa tentu saja serangan sihir itu hanyalah awal, karena yang lebih hebat lagi akan segera menjelang datang. Dapat dimaklumi, karena memang 10 jurus terakhir akan snagat menentukan seperti apa hasil akhir pertarungan keduanya.
Tetapi, beda dengan dugaan awal Pakek Phoa Tay Teng, ternyata Koay Ji sama sekali tidak merasa takut dan tidak terganggu konsentrasinya. Dia hanya tidak tahu bahwa, pertama, Koay Ji sudah memasuki gerbang mujijat dan aneh luar biasa sejak bertemu dengan tokoh aneh yang bernama Lie Hu San; Dan, kedua, suhu dari Koay Ji sendiripun meninggalkan sebuah ilmu yang amat hebat, sebuah ilmu batin tingkat tertinggi dan Koay Ji sudah mampu menguasainya; Sementara yang ketiga atau terakhir, Koay Ji sendiri sudah mengasah kemampuan menguasai semangat dan batinnya dalam sebuah barisan yang amat mujijat, dan dilakukan nyaris setiap saat selama beberapa waktu terakhir ini di Thian Cong San.
Dan karena paham bahwa pertarungan terakhir akan sangat menentukan siapa yang menang dan siapa yang bakalan kalah, ataupun siapa yang terdesak, siapa yang mendesak, maka Koay Ji secara otomatis siap. Dia secara serius kemudian menyiapkan dirinya dengan segenap kemampuan dan mengerahkan segenap hawa kesaktian yang dikuasainya. Lebih dari itu, pada dasarnya, Koay Ji sendiri sudah amat siap untuk memasuki tahapan terakhir. Tahapan yang menentukan. Dan bukan hanya itu, kepercayaan dirinya meningkat semakin tebal.
Ilmu iweekang gabungan miliknya dikerahkan hingga ke tingkat pamungkas dan diapun menjaga dirinya dengan kekuatan batin yang membutuhkan kesempurnaan konsentrasi. Keadaannya seperti saat ini, bahkan masih belum pernah dilakukannya selama turun gunung, sejak dilepas oleh Suhunya. Karena itu, dapatlah dibayangkan betapa mujijat keadaan Koay Ji pada waktu itu. Sekujur tubuhnya, sudah dipenuhi oleh hawa gabungan yang menggeletar dan dalam konsentrasi tertinggi. Karena itu, wajar jika kemudian dalam waktu bersamaan, Kakek Phoa Tay Teng merasakan tenaga hisapan yang amat dahsyat dan luar biasa dari tubuh Koay Ji. Satu tenaga menghisap yang amat mujijat ini, biasanya keluar secara otomatis dari tubuh Koay Ji, dan mampu merusak konsentrasi menyerang dengan kekuatan mujijat di pihak Kakek Phoa Tay Teng. Tapi, untungnya, Kakek Phoa Tay Teng sendiripun memang sudah amat siap untuk memasuki babakan menentukan...........
Tetapi karena pengaruh tenaga menghisap Koay Ji yang amat kuat, maka saat kakek Phoa Tay Teng akan membuka serangan, justru adalah saat ketika Koay Ji menumplakkan tiga serangan beruntun yang amat mujijat. Dan ketiga jurus mujijat tersebut, sungguh dipenuhi oleh hawa mujijat sebagai akibat dari pengerahan ilmu iweekang gabungannya yang maha hebat. Maka bergeraklah dia dengan 3 jurus mujijat yang khusus dia ciptakan akhir-akhir ini, yakni Ilmu Hian Bun Sam Ciang (Tiga Jurus Pukulan Maha Sakti) yang juga sudah diturunkannya kepada Kang Siauw Hong beberapa hari silam. Teriakan Phoa Tay Teng menjadi tidak berguna, karena justru dia yang terserang terlebih dahulu. Dan oleh karena itu dapatlah dikatakan, justru hentakan sihirnya menjadi hal yang berdampak buruk bagi dirinya sendiri. Karena membawa posisi terserang dari yang seharusnya dalam posisi untuk segera menyerang lawannya itu. Dalam artian, justru adalah Koay Ji yang berhasil memanfaatkan waktu sepersekian detik untuk memulai dan mengawali dengan serangan yang tidak kalah dahsyat:
"Awas locianpwee, berhati-hatilah engkau, karena Ilmu ini sengaja kunamakan Ilmu Hian Bun Sam Ciang (Tiga Jurus Pukulan Maha Sakti). Hati-hati karena akan segera kumainkan secara berangkai, mulai dari jurus Hu Houw Tio Jang (Harimau Mendekam Menghadap Matahari), jurus kedua yakni jurus Lok Yap Kui Ken (Daun jatuh kembali keakar) dan terakhir jurus Boan Thian Kai Te (Langit penuh tertutup tanah). Jaga dan berhati-hatilah...."
Memang benar, keadaan itu membuat semakin terkejut Phoa Tay Teng. Tetapi dia bagaimanapun adalah seorang tokoh besar dengan seabrek pengalaman yang amat kaya dan mumpuni. Bahkan dia tidaklah terlampau terkejut lagi dengan kegagalan menyerang dengan hawa sihirnya tadi, tetapi yang justru mengejutkannya adalah posisinya yang malahan kini berubah menjadi mengalami desakan Koay Ji yang repotnya mengawali sepuluh jurus terakhir mereka. Padahal, seharusnya dia yang tadi berusaha untuk masuk dalam posisi menyerang, terutama segera setelah dia melepas kekuatan sihirnya. Awalnya dia tahu sudah bahwa kekuatan sihirnya sangat hebat, dan mestinya bisa menggoyahkan Koay Ji untuk beberapa detik. Tetapi ternyata, dia yang terkejut karena masih tidak dapat menggoyahkan keseimbangan Koay Ji yang masih muda. Justru dia yang kehilangan sepersekian detik, dan mau tak mau diapun bersilat dalam Ilmu Mujijatnya melawan tekanan Koay Ji yang makin membadai dan jurus serangan berangkai.
Dan sekarang, karena kehebatan lawan mudanya itu, untuk pertama kalinya selama 15 tahun terakhir ini dia sampai harus mengerahkan sbeuah Ilmu andalannya, yakni Ilmu Hu Deh Lo Khi (Hawa Sakti Pelindung Badan). Ilmu khas dan juga menjadi andalannya jika harus berhadapan dan menahan serangan lawan yang hebat dan amat luar biasa. Bukan apa-apa, pengaruh tenaga mengisap Koay Ji sudah berada pada puncak kekuatannya sehingga sempat menggoyahkan posisi Phoa Tay Teng tadinya. Belum lagi menyadari bahwa Koay Ji kini menerjangnya dengan Ilmu Maha Sakti yang mau tidak mau juga harus dipunahkannya, dan dia mesti amat berhati-hati. Karena bagaimanapun juga dia tahu pasti, bahwa Koay Ji akan menerjangnya secara hebat dan beruntun.
Maka upaya mengerahkan Ilmu Hu Deh Lo Khi yang mujijat dan hebat itu, terpaksa dilakukan karena dia mesti menata rencana untuk jurus-jurus sesudah Koay ji menyerang. Artinya, meskipun dia dalam posisi diserang, tetapi diapun sudah mesti menghitung dan merencanakan bagaimana caranya guna menyerang balik posisi Koay Ji. Dan untuk melakukannya, selain menghadapi serangan berbahaya Koay Ji dia juga merancang dengan ilmu apa kelak dia melakukan serangan balik agar dia tidak dihitung terdesak dan kalah. Mereka berdua kini dalam hitung-hitunan cermat untuk bertahan dan menyerang, setidaknya tidak sampai kalah dalam sepuluh jurus terakhir. Maka, bentrokan hebatpun, adu strategi dan adu kepintaran berlangsung dengan cepat dan menentukan.
Tetapi Koay Ji sudah datang dengan terjangan dari bawah keatas, pukulannya amat menggetarkan karena membawa kekuatan bagai gugur gunung. Dan selain itu, juga gelombang serangan iweekang yang sungguh amat menggetarkan hati, memuat si tokoh tua itu mengernyitkan kening. Langsung Phoa Tay Teng terkejut karena dapat mengetahui bahwa gelombang kekuatan itu akan mampu menerobos masuk dan memukulnya seandainya dia terlambat bergerak. Maksudnya, jangan sampai dia terlambat dalam mengerahkan Ilmu Hawa Sakti Pelindung Badan (Hu Deh Lo Khi), yang hanya dia dan toa suhengnya yang mampu untuk menguasainya hingga ke tingkat yang paing sempurna dan tuntas. Meskipun demikian, dia tetap saja terkejut karena ilmu Koay Ji tersebut benar-benar ilmu menyerang yang amat luar biasa dan hebat. Dia benar-benar harus mengerahkan kemampuan tertinggi untuk sampai dapat menetralisasi badai serangan maut Koay Ji.
Belum lagi dia memikirkan membalas menyerang setelah mampu memunahkan jurus yang pertama, Koay Ji sudah menerkamnya dengan jurus kedua, yakni jurus Lok Yap Kui Ken (Daun jatuh kembali keakar). Berbeda dengan jurus pertama, maka jurus kedua ini menyerangnya dari arah sebaliknya, yakni dari atas menuju ke bagian bawah tubuhnya. Tetapi, yang mengerikan adalah, bersamaan dengan jurus kedua ini, suara-suara yang memekakkan memenuhi telinganya dan diapun segera maklum. "Hmmm, ternyata lawan muda ini malahan sudah memiliki kemampuan hebat dalam menguasai ataupun mempengaruhi sukma yang rada-rada mirip dan sama dengan kemampuan sihirnya sendiri. Maka tidak mau terlambat lagi, diapun dengan segera dia berteriak dalam nada keras:
"Hiyaaaaaaaaatttttttttttttt......"
Bersamaan dengan itu, dari telapak tangannya meluncur serangan menahan alur serangan Koay Ji yang semakin berat dan semakin berbahaya. Serangan yang jika dibiarkan akan melibasnya, dan sekali terlibas, maka sulit untuk menemukan jalan keluarnya nanti. Sekali ini mereka berdua seperti melihat tidak ada jalan yang lain selain dengan terpaksa adu kekuatan:
"Blaaaaaaarrrrrrrrrrrrrrrrrr......"
Luar biasa dahsyatnya benturan keduanya, karena semua yang menontonnya merasakan getaran yang amat kuat meski sudah berjarak lebih kurang 15 meter dari arena. Meski sejauh itu, tetapi tetap saja mereka terdorong kuat dan harus bertahan dengan ilmu mereka agar tidak sampai terdorong terhuyung-huyung ke belakang. Tetapi, sekitar arena tersebut kini mulai dipenuhi warna merah dan putih yang saling berkejaran dan kadang saling berbenturan dan menghasilkan suara yang sangat memekakkan kuping mereka semua. Padahal, Koay Ji dan Phoa Tay Teng hanya saling sambut dua sampai tiga pukulan dan kemudian keduanya sama terpental ke belakang, dan kembali saling pukul.
"Kim Jie heng, di kalangan kita kelihatannya harus meminta bantuan Ceng San Sinkay baru dapat mengimbangi kedua orang ini......" desis Tiang Seng Lojin sambil melirik dan meleletkan lidah menyaksikan pertarungan kedua tokoh beda generasi namun kehebatan mereka setanding dan amat mujijat.
"Hmmmmm, aaaach, Lojin, engkau benar, bahkan terus terang saja, siauwte sendiri masih belum berkemampuan melawan salah satu dari mereka,,, hanya angkatan tua kita yang mampu menandingi mereka. Tapi, Tang Hok atau Koay Ji itu ternyata amat hebat dan mujijat, sungguh hebat....."
"Engkau Benar Kim Jie heng, tetapi lawannya juga bukanlah lawan sembarangan. Dikalangan kita, sulit menemukan tandingan mereka berdua itu...."
Sementara itu, di arena, tubuh Koay Ji melenting sempurna dan lanjut dengan jurus terakhir, sebuah jurus ketiga yang juga bernama jurus Boan Thian Kai Te (Langit penuh tertutup tanah). Sebuah jurus berbahaya yang penuh kekuatan mujijat dan yang cepat disadari oleh Phoa Tay Teng. Si tokoh tua mujijat itu. Bahwa jurus yang ketiga ini mestinya amat berbahaya dan lebih berbahaya ketimbang dua jurus yang sudah dikeluarkan menyerang dirinya sebelumnya. Dan dia memang benar dalam menduga dan mengantisipasi. Kekuatannya melonjak lagi dibandingkan dengan jurus yang kedua tadi, dan dapat dia rasakan dari gedoran maut yang juga ikut mempengaruhi semangatnya dan sukmanya. Seperti ada gelombang ataupun gelitik rasa takut muncul dari dalam sanubarinya. Tetapi dia terlampau hebat untuk dapat segera dijatuhkan dengan ilmu yang seperti itu. Dengan senyum dan dengan penuh percaya diri dia bersiap dan melakukan perlawanan.
Sadar bahaya, maka Phoa Tay Teng sekali ini mulai mengerahkan kombinasi Ilmu Hu Deh Lo Khi (Hawa Sakti Pelindung Badan) dengan Ilmu Pi Ki Hu Hiat (Tutup Hawa Lindungi Jalan Darah). Dia tahu benar, tanpa kombinasi kedua ilmu ini dia dapat saja terpukul jatuh oleh lawannya yang masih amat muda, namun ternyata memiliki kemampuan yang sama sekali tidak dibawahnya. "Jika lohu selamat sekali ini, maka engkaupun harus kusuruh untuk merasakan dan mengalami sendiri posisi sulit seperti diriku ini anak muda,,," desisnya dalam hati, dengan menghalau semua rasa marah, kesal dan gelisah, dan membuat dirinya tetap tenang. Tetapi, sambil pada saat yang bersamaan, diapun mulai menyiapkan ilmu balasan atas posisi yang dia sendiri rasakan amat menyedihkan dan membuatnya bertekat membalas nanti. Harus sepadan dan membuat lawan muda itu juga kerepotan. Karena sudah amat jelas, bahwa posisinya sudah kalah jika berhenti sampai pada jurus keempat puluh tiga ini, untung saja masih belum selesai. Masih belum selesai.
Phoa Tay Teng terkejut ketika seluruh arena sudah tertutup oleh getaran ilmu hawa iweekang yang amat luar biasa. Bahkan warna pijaran yang menyakitkan matanya membuat dia tergedor tetapi masih tetap bisa bertahan dengan kokoh. Masih saja dia kokoh dan tidak goyah. Dia tahu bahwa tak ada jalan keluar dalam posisi seperti itu, sementara hawa pukulan lawan bagaikan petir menjilat-jilat sekujur tubuhnya, dari kepala bahkan hingga ke ujung mata kakinya. Untung saja dia juga memiliki kombinasi kedua ilmu pelindung badan yang teramat hebat, dan inilah yang dapat membuatnya bertahan kokoh dan bahkan bertarung kekuatan iweekang secara dahsyat dengan Koay Ji.
Pada saat itu, keduanya adu keuletan dan adu kekuatan untuk dapat mengikat dan memelesetkan daya pukulan iweekang lawan masing-masing. Pertarungan antar keduanya, menjadi tarung adu kesaktian dan kematangan ilmu iweekang, karena posisi mereka sudah saling libas satu dengan yang lainnya. Dalam posisi seperti itu keduanya tak akan mampu mengerahkan kekuatan jurus-jurus penyerang, tetapi hanya bersandar pada kemujijatan ilmu iweekang masing-masing. Juga tergantung pada kematangan dan sekaligus kesempurnaan penguasaan iweekang masing-masing. Hanya, keunggulan masing-masing juga tetap tak mampu menghasilkan pemenang, karena keduanya tidak mampu saling libas dan saling dorong, tetap saja kokoh pada posisi mereka masing-masing.
Setelah beberapa menit, keduanya tak mampu saling unggul dan tetap saja dalam posisi sama kuat. Koay Ji sebenarnya merasa sedikit memiliki keuntungan, karena lawan hanyalah sebatas membuat iweekangnya terpeleset, sementara dia memiliki kemampuan menarik, menyedot dan menggiring serta mementahkan ataupun juga menggiring iweekang lawan. Tetapi, luar biasa, karena iweekang lawan tak mampu untuk dia kuasai, selalu saja terpeleset dan tak memiliki cukup kekuatan untuk dapat ataupun mampu menguasai iweekang lawan. Bagaikan sedang berusaha untuk bisa menggenggam seekor belut yang dilumuri minyak, sungguh sulit. Meskipun juga, lawannya sama saja, tidak dapat menguasai iweekangnya, selalu berubah antara mementalkan, mempelesetkan disatu sisi dengan mendorong, menggiring ataupun menyedot pada sisi lainnya. Dan keduanya lama-kelamaan merasa yakin, bahwa kemenangan tidaklah akan dapat diraih dengan cara tersebut.
Seolah sepakat, keduanya pada saat yang nyaris bersamaan saling mengerahkan kekuatan iweekang mendorong. Dan karena itu, kembali keduanya terdorong tetapi sama sekali tidak terluka, meski semua yang menjadi penonton dapat menyaksikan betapa kekuatan raksasa mendorong keduanya terlontar ke belakang. Hal ini karena memang keduanya memiliki khikhang pelindung badan yang sama-sama alot, kuat dan juga amat ampuh melindungi tubuh mereka. Tetapi, begitu keduanya terdorong ke belakang, sekali ini adalah seorang Phoa Tay Teng yang siap untuk segera dapat menyerang Koay Ji, hal yang memang sudah dirancangnya sejak tadi. Dan segera terdengar bentakan kerasnya;
"Awas anak muda,,,,,,,, inilah Pat Mo Hwee Ciang" teriak Phoa Tay Teng yang tiba-tiba lengannya berubah menjadi merah membara dan mengejar kemanapun tubuh Koay Ji bergerak. Karena dari telapak tangannya memberondong keluar cahaya kemerahan yang berpijar saking panasnya. Ada dua kali lengannya menggeletar dan melepaskan 4 buah cahaya kemerahan, masing-masing dua dari sepasang lengan dalam dua gerakan. Tetapi, Koay Ji tidak terlampau kesulitan, meski pada akhirnya dia terlihat selalu saja diserang, apalagi ketika gagalnya serangan dengan percikan cahaya kemerahan tadi segera disusul dengan serangan jurus Ho Hay To Liong (Mengaduk Laut Membunuh Naga).
Jurus tersebut memang rada berbahaya karena serangan sepasang lengan dan juga tendangan Phoa Tay Te ng memberondong semua jalan bergerak Koay Ji. Tetapi meskipun demikian, Koay Ji memantapkan hatinya dan memunahkannya dengan satu gerakan sederhana dalam jurus Hou Gim Toau (Burung Tiong Mengangguk) namun hanya mampu mengurangi tekanan karena lawan menyusul menyerang lagi dengan jurus Liu Sing Kam Gwat (Bintang Jatuh Mengejar Rembulan). Keadaan ini membuat Koay Ji merasa harus segera melakukan serangan balasan karena jika tidak, berbalik dia yang akan mengalami tekanan dari gelombang serangan lawan yang bergelombang datang menyerang. Padahal, pertarungan mereka berdua sisa berapa jurus serangan belaka. Koay Ji tentu saja tidak mau kalah.
Berpikir demikian, Koay Ji segera bergerak dengan jurus Sin Liong Jip Hay (Naga Sakti Menyusup Kedalam Laut), kedua lengannya menyambut serangan lawan dan disusul dengan gerakan mencengkeram dari Ilmu In Pat Jiauw (Ilmu Delapan cengkeraman angin dan Mega). Ilmu terakhir yang digunakannya berasal dari Thian Hoat Tosu, dan wajar jika kemudian Tio Lian Cu tergerak hatinya karena amat mengenal gerakan itu. Kaget karena sangatlah bingung, mengapa Koay Ji mampu memainkannya" Dan dalam satu jurus Hong Biau Lok Hoa (Angin Meniup Bunga Berguguran) Koay Ji berbalik menyerang dan mencecar Phoa Tay Teng yang terpaksa mundur karena kekuatan pukulan lawan yang amat aneh membuat dia menjadi siaga. Maka akhirnya dengan jurus Tiap Bu Ing Hui (Kupu-kupu Menari Burung Kenari Terbang), diapun akhirnya mencoba memunahkan semua sergapan berbahaya yang dilakukan oleh Koay Ji.
Masih beberapa kali mereka bertukar pukulan dan sekaligus saling menangkis serta menghindar, tetapi keduanya sudah maklum belaka bahwa waktu dan jumlah jurus sudah berlalu. Karena itu, serangan dan pertarungan mereka yang sesungguhnya sudah lewat, namun karena keasyikan, keduanya masih melanjutkan sampai jurus ke 60 namun tetap saja dalam kedudukan yang sama dan seimbang. Masing-masing merasa sulit untuk memenangkan pertarungan. Karena itu, pada akhirnya keduanya meloncat ke belakang dan terlihatlah jika kondisi Koay Ji masih cukup tenang, maka Phoa Tay Teng yang dimakan usia, sebaliknya terlihat lebih cepat dan lebih memburu nafasnya. Tetapi, bagaimanapun, selama 50 bahkan sampai 60 jurus pertarungan mereka, sangat jelas bagi semua yang hadir, bahwa kedudukan akhir adalah tetap saja seimbang.
"Hmmmm, engkau hebat anak muda, tetapi engkau harus hati-hati jika berhadapan dengan Toa Suhengku kelak. Dia masih lebih hebat lagi dibandingkan diriku, maka engkau berlatihlah lebih baik lagi.... tetapi setelah pertarungan ini, lohu berjanji tidak akan terlibat di Pek In San kelak" desis Phoa Tay Teng sambil kemudian berpaling kearah Geberz dan seorang lagi untuk berkata dengan suara perlahan namun jelas terdengar oleh semua orang yang berada di sekitar situ:
"Mari, kita harus segera pergi...."
Keduanya sudah akan bergerak ketika terdengar suara keren dan penuh wibawa dari Koay Ji yang menahan langkah mereka:
"Ban Bin Kiau Hua (Pengemis Berlaksa Wajah) Phoa Tay Teng Locianpwee, kami persilahkan untuk dapat segera berlalu, tetapi mohon maaf, ini berlaku hanya untuk Locianpwee dan kedua teman locianpwee, tetapi sesuai perjanjian tadi, maka tentang yang satu hal lagi......"


Pendekar Aneh Naga Langit Thian Liong Koay Hiap Karya Marshall di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kaki Tiga Menjangan 10 Gelang Kemala Karya Kho Ping Hoo Gelang Kemala 5
^