Pencarian

Pendekar Aneh Naga Langit 30

Pendekar Aneh Naga Langit Thian Liong Koay Hiap Karya Marshall Bagian 30


Maka meski pertempuran keduanya sudah makan waktu satu jam atau mungkin bahkan lebih, tetapi tetap saja aroma pertarungan adalah maut. Begitupun masih saja belum terlihat siapa yang terdesak atau siapa yang lebih unggul diantara mereka berdua. Kelebihan dan kekurangan masing-masing sudah mereka pahami, dan karena itu sedapat mungkin keduanya berupaya menemukan kelengahan lawan untuk memaksimalkan peluang itu buat kemenangan pihaknya. Meskipun keduanya sangat sadar, bahwa menunggu peluang itu amatlah sukar serta sulit, dan jikapun datang, belum tentu mereka mampu memanfaatkannya karena lawanpun memiliki perhitungan tersendiri dan kehebatan tersendiri.
Di sisi yang lain, Yu Lian semakin menguasai arena pertarungan. Dia sudah sempat memasukkan satu pukulan yang menyerempet pundak kanan Mo Pit Siu Sin Bu. Sayang memang, karena pukulan itu tidak mendatangkan luka parah dan hanya membuat Sin Bu sedikit meringis, meski gerakan-gerakan lengannya menjadi sedikit terganggu dalam pertarungan mereka yang selanjutnya. Dua buah jurus serangan beruntun dengan kekuatan besar, digunakan susul menyusul dan mencecar Lu Kun Tek. Sebuah sergapan keras dan berbahaya dalam jurus Lui Tian Kauw Cak (Kilat Dan Geledek Menggelegar) membuat Lu Kun Tek gopoh dan amat kesulitan untuk menghindar. Adalah Sin Bu yang datang menangkis serangan tersebut yang sedang mengarah ke bagian jalan darah di dada kiri Lu Kun Tek. Tetapi belum lagi tangkisan itu berhasil menangkis dan memunahkan serangan lawan, tiba-tiba jurus Si Siang Pik Sen (Empat Penjuru Pasti Muncul) sudah dikembangkan Yu Lian dengan sangat cepat dan kuat.
Jurus serangan terbaru ini membuat Sin Bu terisolasi dan langkahnya terputus dari jangkaun bantuan karena Lu Kun Tek sendiri sudah terlanjur melangkah menyingkir. Sementara pada saat itu kedua lengan Yu Lian sudah mencecar Sin Bu dengan jurus-jurus maut lebih jauh lagi. Lu Kun Tek berhasil diselamatkan oleh Sin Bu dan kemudian menyingkir mati langkah, tidaklah dia mungkin sempat lagi membantunya. Padahal Sin Bu kini terancam 4 buah serangan berbahaya Yu Lian dan menutup semua jalan larinya dan jalan mundurnya. Maka, dengan sangat terpaksa, Sin Bu membiarkan sebuah pukulan yang paling ringan, yakni bagian pundak kanannya. Terdengar suara yang tidak terlampau keras sebenarnya:
"Dukkkk....." meski tidak terlampau keras, tetapi jelas saja menghajar ego serta juga harga dirinya, belum lagi rasa sakitnya.
Memang benar, meski tidak melukai bagian dalamnya, tetapi tentu tetap saja perih terasa pada saat dia berusaha mengerahkan tenaga buat menangkis ataupun saat menyerang. Dan untungnya lagi, setelah terpukul, Lu Kun Tek segera dengan cepat maju menyerang, sehingga serangan susulan Yu Lian tidak membawa luka yang lebih lagi berat bagi kawannya itu. Dan kembali mereka saling serang satu dengan yang lainnya, dengan kendali masih saja tetap di tangan Yu Lian. Dengan cederanya pundak kanan Sin Bu, maka dia mulai lebih membatasi serangannya, karena ketika dipakai untuk menyerang, rasa nyeri sangat terasakan olehnya. Dan itulah sebabnya kini serangan mereka berdua perlahan-lahan atau semakin lama semakin sedikit dan semakin berkurang. Dan bahkan setelah 50 jurus lagi, mereka sudah lebih berkonsentrasi bertahan ketimbang menyerang, atau sudah tidak lagi berani keluar untuk menyerang. Meski beberapa kali Yu Lian memberi mereka peluang, tetapi mereka bertahan untuk menutup diri, dan tidak mau ambil resiko.
Tentu saja Yu Lian memahaminya, dan diapun tahu bahwa dia sudah diambang kemenangan. Tetapi, mereka berdua, dia dan juga kakaknya, tidak sekedar mencari kemenangan lewat pertarungan yang seru ini. Karena mereka harus menghukum pengkhianatan lawan-lawan mereka, dan sekaligus menghukum musuh keluarga yang menumpahkan darah ayah, ibu dan adik-adik mereka lainnya. Karena itu, Yu Lian bukannya mengurangi tekanannya, justru semakin memperberat kekuatan pukulannya dan tambah membuat kedua lawannya keteteran. Dan dengan terus-menerus berkonsentrasi dalam pertahanan, mereka kini semakin parah keadaannya dan tinggal menunggu gebukan terakhir dari Yu Lian. Sayangnya, gebukan terakhir itu belum datang juga, karena Yu Lian menunggu saat yang tepat untuk mengakhiri kedua lawan itu sehingga membuatnya puas.
Yu Lian terus menerjang dengan nafsu bukan sekedar ingin menang, tetapi untuk menghukum dan membalaskan dendam keluarga mereka. Entah motivasi mana yang lebih besar dalam dirinya, tetapi yang pasti kini, secara tiba-tiba kedua lawan yang menghadapinya menjadi amat kaget dan terkejut. Karena pada saat itu, tiba-tiba memancarlah cahaya kehijauan dan hawa panas yang luar biasa mengiringinya. Tanpa tertahan kedua lawannya mendesis kaget dan merasa sangat khawatir, jelas mereka amat mengenal pukulan Yu Lian ini. Dan segera jelas juga, bahwa Yu Lian sudah memutuskan untuk segera mengakhiri pertarungan:
"Ha,,,,, Ilmu Ceng Hwee Ciang.....?"
Memang benar, pada saat itu Yu Lian sudah memutuskan untuk mengerahkan Ilmu Ceng Hwee Ciang (Ilmu Api Hijau), salah satu ilmu mujijat Hong Lui Bun yang sudah dia kuasai lebih baik dan sempurna. Sebetulnya pada saat turun gunung, dia masih belum menguasai Ilmu ini secara sempurna. Dia baru sampai tingkat 5 dan bahkan kakaknyapun baru sampai pada tingkatan 8 masih belum mampu mencapai tingkat pamungkasnya. Kini, dia justru sudah mampu menguasai Ilmu itu hingga pada tingkat ke-sembilan, tingkat tertinggi setelah iweekangnya bertambah. Tentu seusai dia dapat disembuhkan lewat persetubuhan oleh Koay Ji beberapa waktu yang sudah lalu. Gerakannya menjadi cepat tapi lamban dan lamban tapi juga cepat. Hebat luar biasa dan mendatangkan hawa mematikan bagi kedua lawannya yang merasa terkunci menghadapi ilmu maut itu.
Dalam jurus Liu Sing Hua Khong (Meteor Menembus Angkasa), dia mencecar kedua lawannya yang semakin gentar mendapati Yu Lian yang mulai memainkan salah satu Ilmu paling rahasia dari Hong Lui Bun. Parahnya lagi, kelihatannya Yu Lian memainkan ilmu itu pada tingkat penguasaan tertinggi sehingga membuat mereka tambah susah melawan. Susah bergerak dan bahkan susah bernafas. Mereka sudah mengetahui dan mengenal ilmu ini, tapi belum mampu menguasai seutuhnya, baru setengah bagian belaka, baru sampai pada tingkat kelima. Meskipun demikian, mereka tahu bagaimana efek ketika menghadai Ilmu itu pada tingkat pamungkasnya. Dan repotnya, kelihatannnya Yu Lian justru sudah sempurna menguasai Ilmu Rahasia yang hebat itu, ini terbukti dengan lengannya yang mengeluarkan panas dan pijar panas kehijauan dari lengannya. Bagaimana mereka tidak menjadi takut dan panik" Bagaimana mereka tidak tergetar dengan semua yang kini tersaji dihadapan mereka"
Dengan kerepotan dan sedikit tergesa-gesa karena khawatir dan nyali sudah ciut, Sin Bu menggeser langkah ke belakang, sementara Lu Kun Tek maju menyerang dengan ragu. Jelas, tidak ada lagi kemantapan dan ketetapan hati mereka dalam bertarung melawan Yu Lian, semangat mereka sudah goyah. Dan dengan sangat cepat, Sin Bu tergempur mundur sementara Yu Lian melangkah maju dua langkah dan masuk dengan cepat memapak tubuh Sin Bu dengan jurus Hai Kou Ciok Lan (Laut Lapuk Batu Berlubang). Sin Bu yang sudah takut dan gerakannya yang sedikit kaku karena nyeri di pundak kanan, dan Lu Kun Tek yang terdorong mundur oleh hempasan pukulan Yu Lian, membuka peluang amat lebar bagi Yu Lian memukul dengan telak. Dan memang, dia tidak tanggung dan tanpa belas kasihan memasukkan pukulan maut yang dengan telak bersarang di perut Sin Bu, yang langsung menjerit kesakitan:
"Bukkkkkkk,,,,,,, oaaachhhhhh ........"
Tubuh Sin Bu terlontar jauh kebelakang dan bisa dipastikan dia tewas termakan pukulan Ceng Hwee Ciang yang mujijat. Bahkanpun Tiat Eng Sin Siu (Kakek Sakti Elang Baja) Tian Sin Su tidak memperdulikan Sin Bu karena sudah tahu pasti, jika lawan sudah langsung tewas. Apalagi dia melihat tubuh Sin Bu melayang mundur dengan cepat dan tidak terlihat ada hambatan dan tahanan, posisi tubuh gontai dan leher tertekuk. Dan memang begitu keadaannya. Terkena telak di bagian perut dengan Ilmu sehebat Ceng Hwee Ciang, mana bisa Sin Bu bangun lagi" Sekali pukul Sin Bu langsung menghadap giam lo ong.
Tetapi jeritan kematiannya menghentikan semua pertempuran. Karena Lu Kun Tek meloncat mundur dan menjauh, merasa takut dna ngeri melawan Yu Lian sendirian. Sementara Si Tiok Gi juga heran dengan kekalahan kawannya, tidak masuk akal pikirnya saat itu. Padahal lawannya cuma seorang Yu Lian belaka. "Mana bisa kalah hanya melawan seorang gadis seperti Yu Lian yang masih belum matang ilmunya itu...?" pikirnya tidak habis mengerti. Hal yang amat wajar, karena perhatian Si Tiok Gi sepenuhnya tercurah pada perlawanannya terhadap Yu Kong dan tidak pernah menengok kedua kawannya yang bertarung melawan musuh "ringan". Memang, sebelum pertempuran ini, Yu Lian adalah yang paling rendah kemampuannya, tetapi sekarang, mengapa malahan Sin Bu tewas terpukul"
Dia masih menduga, bahwa kesaktian Yu Lian masih tetap seperti dulu, masih jauh dibawah kepandaian kedua wakilnya jika maju berbareng untuk mengeroyok. Karena sesungguhnya, dia sendiripun masih akan kerepotan jika harus menghadapi keroyokan kedua wakilnya itu. Setahunya, jika maju satu lawan satu bisa setanding, atau malah masih kalah tipis pihak Yu Lian. Tetapi, fakta yang tersaji dihadapannya sekarang ialah, kawannya sudah tewas dalam pertempuran, dan kini keadaan mereka berbalik menjadi sangat terancam dan jelas amatlah berbahaya. Jika pada awalnya dia yakin bisa memenangkan pertarungan, sekarang dia mulai khawatir dengan peluang mereka untuk menang. Persoalan utamanya dan masih belum bisa terpecahkan adalah, mengapa Yu Lian bisa mengalami peningkatan sehebat itu dan bahkan juga bisa mengalahkannya.
Tetapi beberapa saat kemudian nyalinya bangkit lagi karena beberapa saat sebelum pertarungan dilanjutkan, tiba-tiba terdengar bentakan keras dari belakang kelompok Hong Lui Bun pimpinan Si Tiok Gi itu:
"Sungguh berani mati ... siapa gerangan mereka yang berani mengacau di daerah gunung Pek In San..?" dan bersamaan dengan itu, muncullah seorang tokoh yang lain, tokoh yang cukup penting di Bu Tek Seng Pay. Dia adalah Jamukha, seorang tokoh hebat yang menjadi salah satu pimpinan atau tepatnya Hu Pangcu Bu Tek Seng Pay, setingkat dengan Si Tiok Gi. Kepandaiannya memang setingkat, tetapi yang sangat menonjol dan berbahaya dari seorang Jamukha adalah, bahwa dia merupakan Pemimpin atau Panglima Pasukan Robot yang sulit untuk dilukai dan sulit untuk dibunuh. Dan kemunculan Si Tiok Gi dibarengi dengan kemunculan 5 orang anggota pasukan robot yang rupanya sedang bertugas dengan Jamukha di sekitar Gunung Pek In San saat itu. Dan memang, jika bertugas, Jamukha sering membawa 5 orang anggota Pasukan Robot untuk mengawal dan melindungi dia selama dalam penugasannya itu.
"Jamukha Hu Pangcu,,,,, accchhhh terima kasih atas bantuanmu sekarang ini, lawan lawan kami ini sungguh amat berbahaya, baik bagi kami juga bagi Bu Tek Seng Pay kita......" desis Si Tiok Gi jadi gembira melihat kedatangan kawannya. Apalagi datang bersama dengan 5 orang dari Pasukan Robot yang jelas dia tahu kelihayan mereka. Karena meski hanya berjumlah sekitar 30 orang lebih, tetapi karena susah dibunuh dan sulit untuk dilukai, maka Pasukan Robot menjadi amat berbahaya dan sangatlah diandalkan oleh pihak Bu Tek Seng Pay.
"Hmmmm, kita harus cepat bereskan mereka bertiga, jika tidak mereka akan bisa mengganggu pekerjaan kita yang masih sangat banyak...... ayo, mari kita selesaikan mereka secepatnya..." desis Jamukha memberi perintah untuk cepat menyerang dan membunuh lawan-lawannya. Tetapi perintahnya tentu saja tidaklah berlaku terhadap Pasukan Robot, karena mereka tidaklah cocok untuk bertarung secara acak seperti keadaan arena saat itu. Pasukan Robot akan efektif jika mereka hanya melawan satu orang ataupun banyak orang tetapi sudah jelas posisi lawan-lawannya. Jika ada beberapa lawan dan yang mengeroyok banyak orang, maka Pasukan Robot menjadi sangat tidak bermanfaat, kurang efektif, sebaliknya bisa merugikan diri sendiri. Atau merugikan kerjasama mereka sendiri.
Maka dalam waktu singkat, kembali terjadi pertempuran hebat. Si Tiok Gi kembali lagi bertarung melawan Yu Kong. Sementara itu Jamukha memberi isyarat kepada kelima anggota Pasukan Robot untuk melawan Tiat Eng Sin Siu (Kakek Sakti Elang Baja) Tian Sin Su. Setelah lama menganggur, akhirnya Tian Sin Su dapat lawan juga, tetapi sekali ini sekaligus 5 lawan yang agak lain dengan yang lain. Lawan yang susah dilukai dan dibunuh. Karena sekujur tubuh mereka terlindung dengan bahan khusus, dan mereka, meski tidak cukup cepat dalam bergerak, tetapi kebal pukulan. Makanya susah dilukai dan dibunuh. Dan tidak lama kemudian, Tian Sin Su merasa kerepotan karena melawan 5 orang yang terasa berat untuk dapat dikalahkan karena sulit dilukai.
Yang ramai adalah ketika Jamukha ikut terjun ke arena pertarungan menerjang Yu Lian, ikut membantu Lu Kun Tek. Paduan mereka berdua tentu saja berbeda jauh dengan paduannya dengan Sin Bu yang sudah tergeletak binasa akibat termakan secara telak oleh Pukulan Ceng Hwee Ciang. Jamukha memiliki kepandaian yang jauh melebihi Sin Bu dan Lu Kun Tek, sehingga terjangannya berbeda jauh dengan pengeroyokan sebelumnya. Kepandaian Jamukha setanding dengan Si Tiok Gi, tapi variasinya memang lebih banyak. Karena itu, wajar jika Lu Kun Tek kini merasa lebih aman dan lebih tenang karena mendapat kawan bertarung dengan lawan yang tadi dia agak jeri untuk maju lagi.
Tetapi ternyata, menghadapi paduan Jamukha dan Lu Kun Tek, dua tokoh dari pihak lawan, tidak membuat Yu Lian takut dan kemudian keteteran. Sebaliknya, justru dia merasa kepandaiannya menjadi lebih mampu dikeluarkan dan mengalir terus karena mendapatkan tandingan yang hebat. Bukannya terdesak, dia justru mampu dan terus sanggup menahan kedua lawannya dengan baik, tidak terdesak dan mampu berusaha mencari cela untuk menerjang lawan-lawannya. Dan Yu Lian semakin senang karena memang benar, kemajuannya sangatlah mengagumkan dan sedikit membuatnya kaget. Mampu dan sanggup membunuh Sin Bu tentu membuatnya seangat senang karena dapat membalas dendam keluarganya. Tetapi, menghadapi lawan lain yang lebih hebat dari Sin Bu, dan dia sanggup meladeni dan tidak merasa terdesak, membuatnya lebih gembira lagi. "Sampai dimana sebenarnya kepandaian silatku saat ini....?" bertanya dia dalam hati. Sekaligus, mulai tumbuh rasa percaya diri yang tebal dalam dirinya.
Memang benar, dia kini sudah dapat dan mampu menahan imbang kakaknya yang dia tahu dahulu cukup jauh di atasnya kemampuan sang kakak. Tetapi, selebihnya dia masih buta, masih belum paham dan tahu banyak. Dan sekarang ini, tepatnya tadi setelah membunuh Sin Bu, benar-benar membuatnya gembira. Dan menjadi lebih gembira lagi saat menemukan kenyataan ketika melawan Jamukha, diapun tidak kalah, tidak terdesak, malah mampu menekan kedua lawannya. Setidaknya, dia tidak merasa terdesak dan harus melawan secara mati-matian untuk sekedar menangkis ataupun menghindari serangan lawannya. Ketika mencoba menyerang, dia menemukan kenyataan jika dia mampu memundurkan kedua lawannya dan kini kekuatannya membuat dia yakin bahwa kemamuannya sudah meningkat dengan cukup hebat. Cukup dapat diandalkan.
Jamukha sendiri kaget setengah mati menemukan kenyataan bahwa ternyata, gadis yang menjadi lawannya tidak selemah yang dia duga sebelumnya. Karena dia hanya sekilas mengamati kepandaian Yu Lian sebelumnya. Kini, menghadapinya secara langsung dan masih ada pula yang membantu, justru tidak terlihat membuat dan mampu mendesak seorang Yu Lian. Kenyataan ini sungguh membuatnya sangat kaget dan terkejut. "Ternyata dia hebat juga..... bisa-bisa terganggu pekerjaan kami hari ini..." gerutunya dalam hati. Dan mulailah dia was-was, karena pekerjaan besar mereka bisa terganggu dengan pertarungan ini.
Tetapi Yu Lian setelah mendapat angin dan kepercayaan dirinya meningkat jauh, kini tidak menyia-nyiakan kesempatan dan juga peluangnya. Meski tidak berniat untuk membunuh Jamukha, tetapi dia bersemangat untuk mengejar Lu Kun Tek dan selalu menyerangnya dengan kekuatan besar dan mematikan. Lama kelamaan Lu Kun Tek jadi ngeri dengan sendirinya, karena dia amat sadar jika nyawanya dalam intaian lawan. Terlebih dia dapat membaca niat Yu Lian dari besarnya serangan dan terjangan yang hampir semua mengarah diri dan bagian tubuhnya yang berbahaya. Mau tidak mau dia mulai menjaga langkah dan tidak membiarkan dirinya berada terlampau dekat dan masuk dalam jangkauan pukulan berbahaya dari Yu Lian. Dan secara otomatis, dia seperti sengaja lebih banyak membiarkan Jamukha untuk bisa berhadapan dan menempur Yu Lian secara langsung.
"Entah darimana Gadis ini, muncul-muncul sudah dengan kepandaian yang malah bisa menyamai Buncu.... sungguh sangat sial..." gerutu Lu Kun Tek dalam hari dan mulai merasa khawatir dengan nasibnya kedepan. Jelas saja, sangat tidak nyaman dan tidak menyenangkan punya musuh dengan kepandaian sehebat Yu Lian, dan musuh itu, malah sedang mengejarnya untuk membalas dendam keluarga. Sungguh sangat repot, menyebalkan dan tentu saja amat menakutkannya. Tanpa terasa, pertempuran mereka sudah berjalan nyaris setengah jam, sudah cukup lama waktu tersita untuk pertempuran itu. Jamukha sudah gelisah, dan ini mempengaruhi gaya dan cara bertempurnya dan menggoyahkan perlawanan mereka.
Jamukha menyaksikan semua arena dan mendapati, pertarungan itu akan sulit untuk mereka menangkan dalam waktu dekat. Dia melihat Yu Kong masih menang tipis, posisinya bersama Lu Kun Tek juga relatif imbang jika bukan sedikit terdesak. Hanya satu yang agak sedikit menggembirakan, yaitu arena keroyokan 5 Pasukan Robot yang terus menerus mendesak posisi Tian Sin Su saat itu. Tapi, sangat jelas mereka kerepotan untuk bisa menang dalam waktu yang singkat. "Jika begini terus, banyak urusan bakalan terbengkalai...." desisnya. Bukan hanya sampai menilai keadaan yang memang sudah sulit buat keadaan mereka saat itu, tapi Jamukha bahkan bertindak lebih jauh lagi.
Menyadari bahwa banyak waktu mereka bakal banyak terbuang habis padahal adanya mereka di kaki gunung Pek In San dengan missi khusus, membuatnya sigap dan dengan segera mengambil keputusan yang penting. Dan diapun segera bersiap. Keputusannya saat itu adalah, memanggil bantuan langsung dari Markas Utama Bu Tek Seng Pay di gunung Pek In San. Markas utama mereka hanya berjarak satu jam perjalanan dalam keadaan normal. Itu artinya, bala bantuan mereka akan bisa tiba guna memberi bantuan dalam waktu relatif singkat. Karena berpikir demikian, diapun segera bertindak dan mengirimkan isyarat butuh bantuan.
Tetapi, bersamaan dengan isyarat dilontarkan dan diteriakkan oleh Jamkuha, saat itu juga muncul satu rombongan baru. Rombongan itu dipimpin oleh dua orang yang kelihatannya cukup hebat, sementara dibelakang mereka, ada 10 orang lain lagi yang bertindak sebagai pengikut. Sepuluh pendatang itu langkah kaki mereka biasa saja, tetapi dua pemimpin mereka terlihat cukup hebat dan cukup berisi. Apalagi, kelihatannya juga bukan orang baru, karena mereka adalah dua tokoh Hoa San Pay yang ikut bergabung dengan pihak Bu Tek Seng Pay. Mereka adalah Suma Cong Beng dan yang seorang lagi adalah Liu Beng Wan yang merupakan murid utama Liok Kong Djie dan yang juga memiliki julukan Si Hun Koay Sat Jiu (Tangan Aneh Pembetot Sukma). Pemuda hebat ini bahkan pernah muncul dan bertarung dengan Tio Lian Cu di Hoa San Pay, usianya sekitar 30 tahunan dan bertampang gagah. Mereka berdua datang dan memasuki arena bersama sepuluh orang lain yang adalah anggota Hoa San Pay pembelot.
Sesungguhnya, tokoh inilah yang amat mengenal Liok Kong Djie karena sejak umur 7 tahun, dia sudah bersama suhunya yang kukoay. Tetapi, karena bakat dan juga kegemarannya akan ilmu silat sama dengan suhunya, maka diapun bisa tahan dengan keanehan suhunya. Bahkan bisa memahami gerak-gerik dan juga perangai suhunya yang rada-rada aneh dan sering eksentrik . Soal kepandaian, jangan lagi dikata. Bahkan seorang Suma Cong Beng sendiri masih belum cukup sanggup untuk meladeninya seorang diri. Karena dia sudah mewarisi semua ilmu Liok Kong Djie yang sama-sama fanatik berlatih silat, hanya saja Lui beng Wan masih lebih tenang dan jauh lebih waras. Sejak kedatangan Suma Cong Beng dia tersisih, karena Suma Cong Beng sangat pandai berkata-kata dan sering mampu membujuk Liok Kong Djie melakukan kehendaknya.
Pemuda ini sesungguhnya memiliki nama cemerlang di dunia persilatan, tapi jarang yang tahu jika dia adalah murid seorang tokoh Hoa San Pay yang rada gila dan fanatik itu. Watak dan perangainya adalah diam dan tenang, tidak menonjolkan diri sendiri dan jauh berbeda dengan Suhunya sendiri yang suka meledak-ledak. Karena tahu posisi Suhunya, maka posisinya terhadap Hoa San Pay dan Bu Tek Seng Pay juga ikut suhunya saja. Tetapi, dia sama sekali tidak mau melibatkan diri dalam kejahatan, meski sesekali membantu Suhunya atas dasar hubungan anrara Suhu dan Murid. Dan pada sisi ini, dia memang tetap menghargai dan menghormati sang Suhu meski sang Suhu bertindak secara keliru. Lui Beng Wan ada dalam posisi yang unik, berada di pihak Bu Tek Seng Pay, hanya karena menghargai Suhunya, tapi dia tidak pernah mau disuruh melakukan kejahatan.
Begitu memasuki arena, Lui Beng Wan dan Suma Cong Beng langsung mengamati arena dan Suma Cong Beng langsung berkata:
"Engkau bantu menghadapi gadis itu saja Suheng, biar aku yang membantu Hong Lui Buncu untuk melibas lawannya yang kelihatan hebat itu...." sekilas saja Suma Cong Beng paham bahwa melawan Yu Kong, Si Tiok Gi sedikit dibawah angin, meski masih belum kalah. Tetapi, keadaannya pada saat itu sudah membutuhkan bantuan, karena semakin didesak oleh Yu Kong. Suma Cong Beng memilih arena ini karena berpikir dapat beroleh bantuan lain pada masa yang akan datang. Otak licik Suma Cong Beng memang cepat bekerjanya.
"Baik Sute,,,,, tapi, bagaimana mungkin mengeroyok seorang gadis....?" tanya Lui Beng Wan ragu, bagaimana mungkin dia mengeroyok seorang gadis yang terlihat gagah perkasa itu" sungguh repot. Kegagahannya masih cukup dominan dan jelas dia merasa jengah dan merasa kurang enak hati jika harus mengeroyok dan juga mengalahkan seorang gadis muda. Meski, dia dapat menyaksikan bahwa memang kepandaian gadis itu cukup hebat juga. Masih belum tentu dia dapat mengalahkan gadis itu, meski juga tidak akan kalah. Setidaknya itu yang ada dalam pikiran Lui Beng Wan pada saat itu.
"Engkau maju saja, nanti juga Lu heng akan mundur dengan sendirinya, engkau dapat melawannya dengan lebih baik. Kulihat kepandaiannya cukup hebat, mungkin malah setanding denganmu suheng" tambah Suma Cong Beng memanasi Lui Beng Wan, dan untuk yang satu itu dia sukses, karena dia melihat kerutan penasaran di wajah Lui Beng Wan. Dan Suma Cong Bengpun tersenyum dingin, licik dan lumayan memualkan mereka yang melihatnya.
Sementara itu Jamukha memandang bala bantuan dengan wajah berseri. Jelas dia gembira dengan bantuan dari pihak Hoa San Pay dan dipimpin Suma Cong Beng dan Lui Beng Wan yang dia tahu kehebatan mereka. Dia tahu Lui Beng Wan yang baru bergabung beberapa hari ini cukup kuat dan cukup hebat, dan akan mampu menandingi lawan wanita yang hebat dan alot itu. Karenanya, dia memutuskan untuk tidak maju ke arena lagi dan membiarkan Lui Beng Wan dan Suma Cong Beng untuk mengambil alih tanggungjawab melawan mereka yang mengganggu dan menghabiskan waktu itu. Apalagi, satu jam paling lama, bantuan dari Pek In San akan juga tiba. "Habislah mereka, desisnya....."
Benar saja, Lui beng Wan akhirnya maju membantu Lu Kun Tek meskipun dengan memberi peringatan terlebih dahulu:
"Nona, awas serangan......"
Sadar bahwa lawan meski seorang perempuan tetapi terlihat hebat, Lui Beng Wan sudah langsung menyerang dengan mengerahkan sinkang andalannya Siauw Thian Sin Kang (Tenaga Sakti Membakar Langit) menyerang dengan Ilmu Pa Hiat Sin Kong (Ilmu Sakti Menotok Jalan Darah). Yu Lian jelas saja kaget. Lawan yang maju ini rasanya lebih alot dan kuat dari Jamukha, dan ketika lengan keduanya berbenturan, keduanya merasakan mengalirnya aliran iweekang yang sama kuat dan membuat lengan keduanya kesemutan. Otomatis Yu Lian berpaling dan sama saling pandang dengan Lui Beng Wan:
"Hmmmm, engkau hebat,,,,,," desis Yu Lian ketika melihat sinar mata Lui Beng Wan agak beda dengan lawan-lawan yang lain. Agak tenang dan tidak terlihat sinarnya yang licik dan jahat disana.
"Engkau juga hebat Nona...." balas Lui Beng Wan sama memuji lawannya yang juga mampu menggetarkan lengannya itu. Dan itu tanda bahwa si Nona memang juga hebat dan tidak akan muda dikalahkannya.
Sekejap keduanya terlibat dalam pertarungan seru dan Yu Lian segera maklum jika dia menghadapi lawan yang benar-benar tangguh. Sama dengan Lui Beng Wan yang juga merasa sudah bertemu lawan hebat yang mampu membuatnya harus segera mengerahkan kekuatan dan ilmu-ilmu andalannya. Beberapa kali keduanya adu kekuatan, dan Yu Lian sadar dia tidak bisa menempuh strategi itu, karena lawan sama kuat namun jelas lebih segar darinya yang sudah bertarung selama beberapa jam melawan orang-orang Hong Lui Bun sendiri. Maka, tanpa banyak buang waktu, diapun mulai mengembangkan ginkang dan menyerang dengan mengandalkan kecepatan dan mulai mengurangi benturan iweekang. Lui Beng Wan tentunya sadar dengan strategi itu, tetapi dia memang tidak mau mencederai Yu Lian, tetapi harus tetap menunjukkan keberpihakannya.
Sementara itu, posisi Yu Kong mendadak menjadi runyam ketika Suma Cong Beng yang licik dengan memang tidak tahu malu sudah terjun kedalam pertarungan tanpa sedikitpun memberi peringatan terlebih dahulu. Di sisi lain, Si Tiok Gi meski ingin protes tetapi tidak dapat. Bahkan selanjutnya, bukannya protes dia malah berterima kasih, karena memang dia merasa mulai berat mengalahkan Yu Kong. Dan dia juga berpikir, terlampau lama waktu yang mereka habiskan untuk menghadapi tiga orang pengkhianat dari Hong Lui Bun ini. Karena itu, pada akhirnya diapun membiarkan Suma Cong Beng iktu membantu dan keduanya mengeroyok Yu Kong yang kaget dengan tindakan Cong Beng ini.
Dengan cepat kedudukan mereka berubah. Meski Yu Kong mulai terdesak, tetapi dia masih dapat melakukan perlawanan yang ketat dan yakin tidak akan terkalahkan dalam waktu yang singkat. Malah, sesekali dia masih mampu mengancam Suma Cong Beng yang memang ilmunya lebih lemah dibandingkan dirinya dan juga Si Tiok Gi. Tetapi, dengan masuknya dia, justru memberi angin Si Tiok Gi dan mulai mampu bernafas lega serta mulai menyerang lebih banyak dengan juga sesekali membantu Suma Cong Beng.
Secara tiba-tiba, kini kedudukan Yu Kong dan Yu Lian justru terbalik menjadi amat berbahaya karena keduanya terdesak. Mengharapkan Tian Sin Su juga sama saja. Karena, dia kerepotan menghadapi Pasukan Robot yang susah dilukai meski sudah berkali kali dia memasukkan pukulan, tetapi tetap saja mereka bangkit kembali dan menyerang tanpa terluka sedikitpun. Lama kelamaan posisi dan keadaan seperti itu membuatnya terkejut dan mulai kewalahan juga. Karena ketidakmampuannya untuk menemukan cara melukai lawan-lawan yang terus menerus mengerubutinya dan menyerang dengan tidak memperdulikan keselamatan sendiri. Memang itulah ciri khas Pasukan Robot, susah dilukai dan menyerang serabutan dan juga menyerang dalam gaya dan cara tidak menjaga diri. Menyerang secara nekat dan tidak perduli dengan keselamatan diri sendiri.
Sementara pertarungan terus berlangsung dengan seru, tiba-tiba terdengar seruan atau teriakan yang mirip dengan apa yang dilakukan Jamukha tadi. Mendengar itu, Jamukhapun dengan gembira berkata;
"Desak mereka terus, paling lama sejam bantuan yang lain akan tiba.... jangan ragu, jika harus membunuh, bunuh saja daripada menghambat gerakan kita..." perkataan ini benar-benar memukul semangat lawan. Yu Kong, Yu Lian dan Tian Sin Su sadar bahwa bahaya mulai mengancam mereka. Karena dalam keadaan mereka yang sulit, mereka masih mengetahui kabar bahwa pihak lawan akan kedatangan bala bantuan yang lebih segar lagi dan mungkin lebih hebat kemampuan mereka. Dan korbannya segera jatuh, adalah Tian Sin Su yang agak gopoh karena mendengar seruan Jamukha menjadi lamban dan pada akhirnya termakan pukulun keras salah satu dari anggota pasukan robot:
"Bukkkkk, aaaacchhhhhh...."
Tubuhnya telak terkena pukulan lawan, untungnya kekuatan iweekangnya masih lebih kuat ketimbang iweekang lawan yang memukulnya. Dan karenanya, lukanya sebenarnya tidak begitu parah. Tetapi bagaimanapun luka tetaplah luka. Meski tidak membuatnya tidak dapat bertempur lebih jauh, tetapi dapat mengurangi langkah dan perlawanannya. Dan untuk mengurangi parahnya luka akibat pukulan lawan, maka dengan sengaja dia tidaklah melakukan perlawanan hingga tubuhnya melayang jatuh cukup jauh dari tempatnya tadi. Tetapi bersamaan dengan itu, pada saat dia jatuh ke tanah, justru muncul dua orang yang lain lagi. Tian Sin Su otomatis terkejut. Awalnya dia menduga bala bantuan lawan, tetapi hanya sebentar dia kaget karena salah seorang yang masih sedikit muda, dari dua pendatang baru itu, bertanya dengan nada suara hambar langsung kepadanya:
"Apakah lawan-lawanmu yang pengecut itu adalah para penjahat yang bermarkas di gunung Pek In San dan dinamakan Bu Tek Seng Pay itu....?"
Harapan Tian Sin Su bangun karena dia dapat menduga kedua orang yang dia rasa lebih lihay dari dirinya sendiri kelihatannya adalah lawan dari musuh-musuhnya. Secara cerdik dia dapat menilai dari pertanyaan tokoh yang lebih muda tadi. Akalnya yang panjang jadi teringat satu prinsip " MUSUH DARI MUSUHKU BISA JADI ADALAH KAWAN. Sangat boleh jadi meski bukan kawan, tetapi dua orang ini memiliki musuh yang sama dengan pihaknya. Dan itu berarti, mereka sangat bisa bekerjasama meski hanya untuk sesaat belaka. Berpikiran demikian, maka Tian Sin Su kemudian berkata sambil mengangguk:
"Benar sekali, mereka-mereka itu adalah bagian dari gerombolan Bu Tek Seng Pay yang licik dan kejam yang mengganggu ketentraman rimba persilatan dan main bunuh banyak orang selama ini......"
"Hmmmm, terima kasih......" sambil berkata singkat seperti itu, dengan hanya melirik Tian Sin Su yang masih bisa berdiri sendiri, diapun melirik orang tua yang datang bersamanya dan kemudian berkata:
"Ayah, kita bertemu musuh. Sudah saatnya kita membalas. Mari kita berpesta untuk membalaskan dendam kita"
"Benar anakku, mari kita mulai berpesta....."
Sementara itu, melihat kemunculan dua orang asing, Suma Cong Beng yang jeli dan licik, mundur dari arena dan kemudian mencoba menyapa kedua pendatang baru. Tetapi, dia terkejut begitu melihat siapa yang datang;
"Acccccch, rupanya To Kak Thi Koay (Kaki Tunggal Tongkat Besi) Hek Man Ciok Locianpwee bersama Thie Tauw Eng Jie Lo (Si Garuda Kepala Besi) Hek King Yap (47) yang gagah perkasa. Sungguh, angin apa gerangan yang meniup sampai Locianpwee bersama putra tunggalmu mengunjungi gunung Pek In San, jauh-jauh dari daerah utara dari sekitar Gunung Bu Ki San sana.....?" suaranya lemah lembut, karena dia berharap dapat menarik mereka berdua ke pihaknya. Karena tokoh dari Bu Ki San di daerah utara ini sangat terkenal, meski jarang beraktifitas di dunia kang ouw. Jelas banyak orang yang takut kepada orang tua ini, tetapi itu terutama terjadi didaerah utara. Sikap Suma Cog Beng membayangkan bahwa kedua pendatang baru ini bukanlah tokoh biasa.
"Hmmmm, apakah engkau dapat berbicara mewakili Bu Tek Seng Pay dan juga Utusan Pencabut Nyawa yang konon sekarang bermarkas di gunung Pek In San sini?" tanya tokoh yang lebih muda, yang ternyata bernama Hek King Yap, langsung menatap Suma Cong Beng menunggu jawaban.
"Acccch, memang benar, lohu bisa saja berbicara mewakili Bu Tek Seng Pay, tetapi tergantung keperluan locianpwee berdua. Jika ada urusan yang amat penting, maka lohu bisa meminta salah seorang Hu Pangcu untuk mewakili pihak kami dari Bu Tek Seng Pay. Nach, apakah gerangan keperluan locianpwee mengunjungi gunung Pek In San yang menjadi markas kami ini....?"
"Hmmmm, membunuh semuat bangsat rendah dari Utusan Pencabut Nyawa dan Bu Tek Seng Pay yang memaksa dan kemudian membunuh anakku Hek Hong Bu karena sudah menolak masuk dan bergabung dengan Bu Tek Seng Pay. Nach, karena engkau ternyata cukup berani untuk mewakili Bu Tek Seng Pay, boleh saja engkau yang kami antarkan duluan guna menghadap giam lo ong, membuka jalan bagi yang lainnya untuk menyusul sebentar lagi....." terdengar Hek King Yap berkata dan bahkan sudah langsung menyerang Suma Cong Beng yang untungnya sudah siap sedia melihat gelagat kurang baik dari dua manusia didepannya itu. Jika ayal sedikit saja, maka dia pasti jadi korban.
Tetapi, alangkah terkejutnya Suma Cong Beng karena kekuatan pukulan lawan rasanya masih berada diatas kemampuannya, setanding dengan suhengnya yang lebih muda usia, yaitu Lui Beng Wan. Atau mungkin malah melebihinya. Dan melihat serta merasakan adanya bahaya, Jamukha dengan cepat dan segera memberi isyarat sehingga majulah kelima anggota Pasukan Robot untuk menyambut Hek King Yap. Tetapi sebelum mereka menyerang Hek King Yip, tokoh yang datang bersamanya dan merupakan ayahnya, berusia cukup tua, menyambut pasukan itu dengan sebatang tongkat besi sebagai senjatanya. Kelihatannya memang seperti bambu, padahal isi tongkat itu sesungguhnya adalah sebuah besi yang amat keras. Nach dengan tingkatnya itu, dia mampu menahan serangan kelima manusia robot yang tidak bisa dilukai dan seperti tidak memiliki rasa sakit itu. Maka, kembali arena pertarungan bertambah dengan masuknya dua orang itu.
Sementara itu, Suma Cong Beng kini sudah dibantu oleh Jamukha dan melawan Hek King Yap dengan sama serunya. Hebatnya, kemampuan Hek King Yap ternyata bisa sehebat Yu Lian maupun juga Lui Beng Wan, karena dia mampu menandingi Jamukha dan Suma Cong Beng dengan sangat baik. Pada akhirnya, pertarungan kembali menjadi seimbang meski bantuan di pihak Bu Tek Seng Pay masih ada, yakni pasukan Hoa San Pay yang berkhianat dan para murid Hong Lui Bun. Tetapi, mereka lebih baik berjaga, karena lawan teramat hebat untuk mereka hadapi. Jika berkeras, meskipun jumlah mereka lebih banyak, tetapi sangat berpotensi terluka atau bahkan terbunuh pihak lawan.
Berbeda dengan Tian Sin Su, maka Hek Man Ciok yang sudah tua dengan senjata tongkat besinya, berhasil menemukan cara melukai Pasukan Robot itu. Persis sama dengan bagaimana Sie Lan In menghadapi mereka dahulu, yakni menotok mereka pada tempat-tempat sambungan jubah pelindung tubuh mereka. Dengan cara itu, meski tidak jatuh, tetapi Pasukan Robot rada terlambat bergerak karena sambungan tulang ataupun sambungan otot mereka sering jadi sasaran totokan tongkat besi sang tokoh tua yang ternyata sehebat anaknya yang masih mudaitu. Malah, berkali-kali tokoh tua itu menotok mereka dan membuat Pasukan Robot kocar-kacir. Tetapi karena tidak terluka, dengan gagah berani dan tidak sedikitpun kenal takut, mereka maju lagi mengeroyok kakek itu. Begitu seterusnya, meskipun melawan Hek Man Ciok, mereka kurang sukses seperti ketika melawan Tian Sin Su.
Begitu seterusnya, sampai hampir setengah jam kembali sudah berlalu. Dan mereka yang sedang bertarung, jelas tidak lagi sadar akan waktu, lupa bahwa teriakan isyarat dari Pek In San tadi tentu saja sudah semakin mendekat. Tetapi, pada saat itu, tiba-tiba muncul Sie Lan In dalam keadaan terburu-buru dan begitu memasuki arena, dia langsung mendekati Yu Lian. Tetapi dia memandangi sekeliling arena dan mendapati bahwa penentuan kalah dan menang benar-benar memakan waktu yang amat lama, karena masing-masing yang bertarung, sedang dalam posisi yang nyaris seimbang semuanya. Maka diapun memilih untuk mendekati arena dimana Yu Lian bertarung dan kemudian berbisik:
"Bala bantuan Bu Tek Seng Pay yang lain sedang datang, mereka yang akan muncul adalah tokoh-tokoh hebat dan bahkan banyak yang melebihi tokoh mereka yang sudah berada disini lebih dahulu...... kita harus menyingkir terlebih dahulu. Jika terlambat, maka bahaya maut bakal mengancam kita semua. Engkau beritahu segera toakomu, kita menghindar, balas dendam akan dapat kita lakukan lain waktu selama gunung masih menghijau...."
Yu Lian yang saling menghormati dengan lawannya Lui Beng Wan mengerti dengan maksud Sie Lan In yang bisa dia kenali dari dandanannya. Karena memang lawan saat itu adalah Lui Beng Wan yang hanya sekedar "ikut-ikutan", maka mudah dia melepaskan diri dari Lui Beng Wan dan mendekati kakaknya. Dia menyerang kearah Si Tiok Gi tapi dihalangi murid-murid Hong Lui Bun, tetapi dengan beberapa jurus hebat, anak murid itu terpental kesana kemari. Hanya, dia tetap sulit ikut menyerang Si Tiok Gi karena halangan murid-murid Hong Lui Bun. Untung dia masih sadar, bahwa mereka hanya terpengaruh Si Tiok Gi semata, coba kalau tidak. Dia bakalan menurunkan tangan kejam.....
"Toako, kita harus segera pergi, lawan yang datang sebentar lagi adalah tokoh-tokoh berat dari pihak mereka....... biarlah pembalasan buat bangsat-bangsat itu kita tunda sementara. Kita harus bergegas pergi sekarang....." demikian dia menyampaikan suara ke telinga kakaknya yang melirik kearahnya dan dia dapat menyetujui rencana mereka itu. Meski dia sebenarnya rada berat untuk meninggalkan musuh utama keluarganya, tetapi penasehat mereka disana, juga sudah terluka, sementara bala bantuan lawan akan segera tiba. Karena itu, dia juga sama berpikir, bahwa tak ada cara lain yang lebih baik selain menyingkir terlebih dahulu, dan dapat kelak mempersiapkan untuk menyerang lagi di kemudian hari. Karena berpikir demikian maka diapun segera menoleh kearah adiknya, dan kemudian dengan suara tetap dan gagah dia berkata:
"Baik adikku, kita segera bersiap......"
Yang repot adalah ayah dan anak Hek Man Ciok dan Hek King Yap, karena mereka berkeras untuk melanjutkan pertempuran meski sudah diingatkan oleh Sie Lan In beberapa kali. Bahkan, Sie Lan In kemudian berkata:
"Jika jiwi terbunuh, masihkah mampu melakukan pembalasan" beberapa hari lagi, rombongan pendekar akan tiba disini menyerbu mereka, saat itulah yang tepat untuk melakukan pembalasan. Sekarang ini, pasukan mereka ada seribuan, Pasukan Robot mereka cukup amat banyak, belum Utusan Pencabut Nyawa. Dan ada pula Mo Hwee Hud di pihak mereka..... jika jiwi bertahan, bukankah mempertaruhkan nyawa secara percuma....?" pada akhirnya Sie Lan In membentak sebagai ganti membujuk mereka melalui ilmu menyampaikan suara. Maklum, dia kesal karena kedua tokoh itu keras kepala dan terus bertahan untuk membunuh semua lawan yang berada di sekitar situ.
"Bahkan yang kalian lawan hanya murid-murid mereka, belum tokoh-tokoh utama yang kepandaian mereka lebih hebat lagi....... tinggal dan berkelahilah membawa nyawa kalian, tapi maaf, kami harus menyingkir untuk menantikan rombongan para pendekar datang menyerang beberapa hari lagi....." pada akhirnya Sie Lan In datang dengan kata-kata seperti itu karena kesal dengan kedua ayah beranak yang tetap keras kepala melanjutkan pertarungan.
Mendengar perkataan Sie Lan In dan melihat bagaimana Sie Lan In bertempur melawan Lui Beng Wan dan membagi serangannya terhadap Jamukha dan lawan lain yang mengeroyoknya, sadarlah Hek Man Ciok. Jika tokoh muda sehebat itu saja masih mengalah dan membujuk mereka sadar akan kehebatan lawan yang sedang datang, maka pastilah lawan memang hebat. Mempertimbangkan hal tersebut, maka akhirnya lunak jugalah hatinya, dan diapun menyerang dan menotok sampai lima kali untuk kemudian berkata:
"Anakku, kita ikut mundur, lawan akan terlalu kuat......"
"Baik ayah......" hanya itu jawaban singkat Hek King Yap, meski dia sendiri sudah sangat terbakar oleh dendam dan bertarung untuk membunuh lawan yang selalu datang menerjangnya. Tetapi, memang benar, nyawa mereka terancam jika nekat melakukan perlawanan sementara musuh yang lebih hebat akan segera tiba. Lebih baik mundur sejenak dan maju lagi kelak.
Mereka semua, Yu Kong yang sudah memapah Tian Sin Su, Yu Lian yang sudah siap sejak tadi, sampai kemudian Hek Man Ciok dan Hek King Yap terkejut melihat ketika dalam kecepatan yang amat luar biasa Sie Lan In bergerak. Dia membagi pukulan kearah Si Tiok Gi, Jamukha, Suma Cong Beng dan Liu Beng Wan, juga menotok 3 Pasukan Robot yang sudah dia tahu kelemahan mereka. Ketika semua mundur akibat terjangan hebat Sie Lan In, terdengar Sie Lan In kemudian berkata dengan suara yang nyaring:
"Mari kita mundur kearah selatan, musuh-musuh kuat sedang mengejar kemari. Ke selatan kita bisa bertemu kawan-kawan pendekar yang sedang berkumpul di sekitar Gunung Thian Cong San sana......."
Yu Kong dan Yu Lian cepat tanggap, merekapun bergerak menyerang rombongan Hoa San Pay dan Hong Lui Bun. Meski agak lunak terhadap anak murid Hong Lui Bun, tetapi keras terhadap rombongan bawaan Suma Cong Beng. Gebrakan mereka membuka jalan mundur, apalagi tokoh-tokoh mereka didesak dalam kecepatan luar biasa oleh Sie Lan In. Sementara, Lui Beng Wan sendiri terkesan tidak mati-matian melawan, maklum, dia kurang setuju dengan tindakan gurunya yang menurutnya hanya mengekor dan tunduk kepada bujukan Suma Cong Beng. Entah apa tujuan dan motif Suma Cong Beng mengajak suhunya yang sudah tua itu. Tetapi, memang, tetap saja dia tidak tega meninggalkan suhunya dalam kubangan persekongkolan Bu Tek Seng Pay yang menurutnya tidak genah itu.
Beberapa saat kemudian mereka berenam sudah terpisah sampai 10-15 meter dari lawan yang agak ragu apakah mengejar atau tidak. Saat mereka mengejar, mereka masih harus menghitung kelebihan Sie Lan In yang amat hebat bergerak dan kuat dalam memukul itu. Karenanya, mereka memutuskan untuk lebih baik menunggu tokoh mereka yang lain tiba baru menerjang dan menyerang dengan lebih gencar lagi. Sementara Sie Lan In justru bertindak menghindari tokoh-tokoh yang sedang turun dari gunung Pek In San itu. Maka, yang terjadi adalah adu strategi dan adu kepandaian bagaimana pergi dari tempat itu di pihak Sie Lan In dan bagaimana mencegah atau memperlambat gerakan mundur musuh di pihak Jamukha. Strategi dan cara bertempur kini berubah, tetapi tetap saja menegangkan menunggu siapa yang berhasil dengan strateginya yang baru itu. Yang pasti, Sie Lan In sudah memutuskan untuk membawa kawan-kawannya dan melangkah mundur memilih arah yang jelas, yakni kearah selatan. Disana dia berharap dapat bertemu dengan rombongan pendekar yang menurut hitungannya mulai berkumpul.
"Tahan dan perlambat mereka....." seru Jamukha tetapi dia sendiri tidak bergerak maju untuk menyerang, sehingga otomatis kawan-kawannya yang lain juga jadi rada ragu untuk menyerang rombongan lawan. Bukan apa-apa, kedatangan Sie Lan In benar benar mengejutkan dan merubah keseimbangan, mengejar lawan yang hebat dalam kekuatan pas-pasan, sama saja dengan mencari kekalahan. Baik Si Tiok Gi, Suma Cong Beng maupun Lui Beng Wan menyadari keadaan ini, karena itu mereka sama tidak bergerak mengejar dengan serius. Tetapi, mereka tetap membayangi namun tidak secepat langkah pergi Sie Lan In dan kawan-kawan yang berusaha menyingkir secepatnya dari lawan-lawan mereka itu. Otomatis merekapun, Jamukha dan rombongannya, semakin tertinggal jauh dan lawan sudah beberapa jauh di depan dan tak lama kemudian menghilang dibalik hutan lebat sana.
Maka, proses kejar-mengejar, proses berburu segera dimulai. Meski awalnya para pemburu agak takut-takut, tetapi berselang setengah jam kemudian proses berburu itu benar-benar mulai terjadi. Hal tersebut boleh jadi karena setengah jam berselang kawan-kawan yang dimaksudkan sebagai "bala bantuan" oleh Jamukha, beberapa waktu yang lewat, sudah pada berdatangan. Dan mereka adalah tokoh-tokoh utama yang berada di Markas di gunung Pek In San yang sudah ikut turun untuk mengejar serta memburu lawan. Bahkan diantara mereka terlihat adanya tokoh-tokoh berat, yakni Liok Kong Djie, Ki Leng Sin Ciang (Raksasa Telapak Tangan Sakti) Ma Hiong Seng dari Tiang Pek Pay dan masih ditambah dengan Lima Raja Tiang Pek San dan tokoh-tokoh utama dari Pek Lian Pay. Bahkan menurut Ma Hiong Seng, jika dibutuhkan Dewi Alehai akan menurunkan titah agar rombongan yang lebih besar dan kuat untuk ikutan guna mengejar dan memburu lawan.
Tetapi, sayangnya lawan yang ingin ditangkap sudah cukup jauh berlari didepan, bahkan sudah menghilang masuk kedalam hutan yang memang cukup lebat. Karena itu, upaya menangkap kini berubah menjadi missi untuk memburu lawan yang sudah masuk kedalam hutan terlebih dahulu. Terlihat Jamukha segera memutuskan untuk memberikan perintah agar segera memburu mereka yang masuk hutan dan untuk itu dia menjadikan anak murid Pek Lian Pay sebagai bidak di barisan depan. Bukan apa-apa, karena mereka memang menguasai medan di sekitar gunung Pek In San jika dibandingkan orang lain. Memiliki anak murid Pek Lian Pay menguntungkan mereka, karena anak murid perguruan itu jelas cukup menguasai medan yang akan mereka tempuh. Ini akan memudahkan proses melacak kemana perginya lawan-lawan yang sudah berapa waktu lalu masuk kedalam hutan.
Mengapa Sie Lan In muncul belakangan padahal dia menyaksikan sejak amat awal yaitu saat pertarungan memuncak antara Yu Kong dan Yu Lian melawan para tokoh pengkhianat Hong Lui Bun" Ada apa gerangan" atau apa yang terjadi sampai dia muncul belakangan dan memperingatkan akan muncul tokoh-tokoh hebat dari pihak lawan mengejar mereka semua" Untuk mengetahuinya baiklah kita mundur sejenak kebelakang guna mengetahuinya.
Sebetulnya adalah sebuah kebetulan ketika Sie Lan In mampu melacak kedatangan seorang tokoh hebat di pihak lawan yang belakangan dikenal sebagai Dewi Alehai. Melihat kedatangan tokoh yang cukup dihormati lawan-lawannya itu, dia kemudian hanya mengintip sebentar pertarungan Yu Lian dan Yu Kong menghadapi lawan-lawan mereka. Dia sempat menyaksikan betapa Dewi Alehai itu, hanya menggeleng-gelengkan kepala gelisah dan kemudian meninggalkan tempat itu dengan wajah yang kurang sedap dipandang. Tetapi Sie Lan In justru merasa curiga dengan tindak tanduknya yang meninggalkan arena kawan-kawannya bertarung. "Kemana dia akan pergi...?" desis Sie Lan In dalam hatinya. Curiga, membuat Sie Lan In dengan kemampuan ginkangnya, memutuskan untuk menguntit kemana gerangan si Dewi Alehai sedang menuju. Dan ternyata dia bertemu dengan Jamukha dan percakapan mereka berdua amat mengagetkan Sie Lan In:
"Usaha kita untuk memasang jebakan beracun pada setiap Barisan di 6 titik yang mungkin mereka gunakan sebagai pintu masuk, akan terancam gagal total jika terus menerus begini keadaannya. Bagaimanapun, engkau harus segera bertugas serta turun tangan guna membantu Hong Lui Buncu dan bunuh saja dua pengganggu itu, mereka sungguh menyebalkan datang di saat seperti ini....."
"Memangnya sudah sejauh mana tugas memasang jebakan beracun terlaksana sejauh ini Dewi Alehai...?" terdengar Jamukha bertanya serius kepada Dewi Alehai yang terlihat agak kurang senang dengan perkembangan terakhir. Terutama ketika Dewi Alehai berbicara kepada dirinya sambil juga mengungkit ancaman gagalnya missi mereka untuk membuka atau memasang jebakan pada pintu masuk yang akan dilewati lawan. Padahal, itu tanggungjawab mereka berdua.
"Baru tiga yang terpasang sementara tiga lainnya syukurlah terletak agah jauh dari arena pertempuran itu sehingga tidak terlampau terganggu, tetapi jebakan sihir sudah terpasang semuanya pada tempatnya. Sulitnya, ketiga yang terakhir, justru terletak dekat area ini...." desis Dewi Alehai murka
"Hmmm, dengan jebakan beracun dan dengan jebakan sihir dalam Barisan, berapa banyak korban lawan yang kira-kira jatuh..." tanya Jamukha masih belum beranjak pergi dan masih terus bertanya.
"Sebetulnya cukup untuk membunuh semua lawan, tapi taruhlah setidaknya tiga perempat jumlah lawan, sudah cukup memadai...... sisanya, tentu lebih mudah untuk kita tangani, bahkan cukup dengan Pasukan Robot dan Utusan Pencabut Nyawa" jawab Dewi Alehai merasa optimist.
"Tapi, mampukah barisan seperti ini menahan kehebatan seorang yang bernama Thian Liong Koay Hiap itu....?" tanya Jamukha dengan rada jerih ketika menyebut nama Thian Liong Koay Hiap
"Untuk dia sudah ada yang akan menangani, engkau tenang saja...." jawab Dewi Alehai santai dan tidak terlihat khawatir. Berbeda dengan Jamukha yang memang sudah berapa kali melihat dan bentrok dengan Thian Liong Koay Hiap yang semakin mendatangkan rasa seram di pihak lawan.
"Tapi masih ada 3 tokoh muda lihay lainnya, bahkan konon ada tokoh lain bernama Koay Ji yang juga memiliki kemampuan menahan tokoh mujijat kita. Artinya, ternyata ada cukup banyak lawan hebat yang sangat mungkin menyerbu kemari, dan bersiap diri adalah jauh lebih baik....."
"Tenang saja, akan ada yang menahannya kelak. Seng Ong sudah menegaskannya, bahkan Seng Ong sendiri akan mulai bekerja langsung di lapangan dalam waktu satu atau dua hari nanti...."
"Sebaiknya memang begitu...."
"Sudah saatnya engkau membereskan mereka...."
"Baiklah biar aku membawa 5 Pasukan Robot membantu mereka" jawab Jamukha yang akhirnya setuju dengan perkataan dan pembagian tugas oleh Dewi Alehai. Dan tugasnya adalah segera turun tangan membunuh musuh yang mencoba masuk dan yang sekarang sedang bertarung dengan Hong Lui Buncu.
"Begitupun bagus, jika memang masih kesulitan, engkau segera kirimkan sandi tanda bahaya, niscaya akan ada yang turun membantu. Aku akan memeriksa tiga Barisan yang sudah dipasangi jebakan racun dan menjemput Cen Soat Ngo untuk mulai memasang jebakan beracun di tiga barisan lain..."
"Baik, kita sepakati seperti itu......"
"Tapi, siapa lagi yang berada di Markas jika kubutuhkan bantuan...?" Jamukha bertanya untuk sekedar memastikan apakah ada cadangan bantuan baginya ketika lawan ternyata cukup alot dan hebat.
"Ada Liok Kong Djie, ada Hek, Pek dan Kim Seng, ada tokoh-tokoh Tiang Pek Pay, masih ada banyak tokoh hebat, jangan khawatir....."
"Baiklah jika memang demikian, aku pergi dulu....."
Sepeninggal Jamukha, Sie Lan In berpikir keadaan Yu Kong dan Yu Lian masih belum sangat terancam. Mereka memiliki bekal yang memadai untuk melakukan perlawanan, bahkan bisa menang melawan ancaman lawan. Karena berpikir begitu, diapun memilih untuk melanjutkan menguntit perjalanan Dewi Alehai. Benar saja, dia kini memandangi sebuah jalan masuk ke atas yang paling baik, meskipun sangat memungkinkan dan kelihatannya seperti itu, jebakan juga dipasang di titik ini. Tidak berapa lama, terlihat Alehai berjalan menjauh bersama dengan seorang yang dikenal sebagai murid Sam Boa Niocu yang juga amat beracun, dia adalah Cen Soat Ngo. Kakek berusia 60 tahun dan lihay dalam ilmu racun.
Sie Lan In menguntit terus sampai tiba di satu lagi jalan masuk, dan seperti jalur sebelumnya, jalur inipun terlihat memang pas untuk bisa naik ke atas. Dan setelah dia berhasil mencatat tempat-tempat yang sudah dia curigai, tiba-tiba terdengar isyarat dari Jamukha. "Hmmmm, mereka butuh bantuan lagi sepertinya.....", desis Sie Lan In. Dan dugaan Sie Lan In itu memang benar, karena dia mendengar Dewi Alehai menggerutu dengan suara sebal:
"Masak mereka masih butuh bantuan juga...... haaaaaai, musuh ternyata hebat juga. Kelihatannya Liok Kong Djie dan tokoh-tokoh hebat lainnya perlu meregangkan otot dan mengasah tenaga,,....."
Kaget juga Sie Lan In mendengarkan gumaman Dewi Alehai. Jika Liok Kong Djie dan tokoh hebat lainnya muncul, maka orang-orang tadi bakalan dalam keadaan yang berbahaya. "Sudah cukup yang kutemukan, waktunya menyelamatkan orang sebelum jadi terlambat....." demikian akhirnya Sie Lan In memutuskan. Dan tanpa sepengetahuan Dewi Alehai, baik sewaktu menguntit maupun sewaku pergi, Sie Lan In kemudian berkelabat kembali ke tempat pertarungan tadi.
Kembalinya Sie Lan In pas seperti yang dituliskan di depan, dan diapun memimpin jalan mundur mereka mencari jalan menuju ke Thian Cong Pay. Tetapi, musuh rupanya mengincar mereka, apalagi karena tahu salah seorang lawan sudah terluka dalam pertempuran tadi. Jadi, mereka tahu persis bahwa perjalanan lawan pastilah akan terkendala dan tidak mungkin melaju dalam kecepatan yang tak terkejar. Itulah sebabnya Jamukha dipaksa menunjukkan jalan dan para anak murid dan tokohPek Lian Pay yang kemudian menjadi penunjuk jalan. Dan dugaan mereka memang amat tepat, semakin lama mereka tahu semakin mendekat dengan sasaran, karena Tian Sin Su memang terluka dan berjalan amat perlahan.
Adalah Sie Lan In yang menyadari bahaya yang mengancam datang. Tetapi diapun menyadari bahwa hari semakin gelap, dan ini membuatnya semakin percaya diri untuk bisa menghindari pengejaran lawan:
"Lebih baik kita mempergunakan situasi kegelapan untuk menghindari pengejaran lawan..." usul Sie Lan In
"Tapi, lawan masih tetap dapat melacak kita. Sebaiknya kita mencari tempat istirahat dan memelihara tenaga sehingga jika perlu, kita bisa melawan dengan kekuatan yang memadai....." terdengar Hek King Yap mengusulkan.
"Bagaimana jika kita terus berjalan sampai beberapa saat lagi, dan ketika hari gelap kita mencari tempat persembunyian. Dalam keadaan gelap, baik mereka maupun kita akan sangat kesulitan untuk saling menemukan, dan jikapun saling menemukan, posisi mereka jauh lebih rawan, karena selain jumlah kita lebih sedikit posisi kita juga jauh lebih menang. Karena posisi kita yang berada dibalik kegelapan, tentunya akan membuat mereka berpikir panjang untuk menyerbu...." saran Sie Lan In
"Baiklah, akupun setuju kouwnio......"
Tepat seperti perkiraan Sie Lan In, tidak lama kemudian malampun datang. Tetapi, baik pengejar maupun mereka kini kesulitan saling menemukan, meskipun pada dasarnya mata mereka terlatih memandang dalam kegelapan. Tetapi Sie Lan In memilih memimpin rekan-rekannya mencari tempat bersembunyi namun tak dapat mereka temukan satupun goa disitu. Adalah Yu Kong yang menemukan sebuah pohon yang amat besar dan daunnya amatlah rindang. Sebuah tempat bersembunyi yang baik, meski masih dapat ditemukan lawan;
"Sebaiknya kita beristirahat dan bersembunyi di atas pohon ini. Dahannya besar dan daunnya amat rindang. Meski memang benar dapat mereka temukan, tetapi akan jauh lebih cepat kita untuk menerjang mereka jika memang mereka sampai dapat menemukan persembunyian ini....."
"Hmmmm, engkau benar, pohon ini sungguh tempat yang ideal....." terdengar Hek King Yap bergumam tanda setuju. Dan ketika semua mereka akhirnya setuju, maka tidak lama mereka mencari dahan-dahan besar untuk tempat mereka beristirahat. Selewatnya 15 menit, pohon itupun menjadi pohon biasa dan sulit diketahui apakah ada yang bersembunyi disitu ataukah tidak. Yang pasti, keadaan disitu kembali normal, bagai tak ada manusia yang berada disitu sebelumnya. Malampun teruslah merambat perlahan, meski beristirahat, tetapi kawanan pendekar itu sesungguhnya merasa tegang karena sangat sadar bahwa lawan sedang terus menerus memburu untuk menemukan posisi mereka.
Padahal, pada dasarnya hutan itu demikian tenang malam itu, suasananya seperti malam-malam sebelumnya, tetapi tentunya bagi mereka yang diburu dan memburu, keadaannya agak lain. Meskipun merasa tegang, tetapi sampai hari menjelang pagi, tidak ada diantara mereka yang saling menemukan. Baik yang memburu maupun yang diburu. Kelihatannya karena semua sadar bahwa memaksakan diri bergerak di kegelapan malam akan banyak bahayanya. Karena itu, ada akhirnya malam yang rada menegangkan itupun berlalu dengan sisa-sisa ketegangan yang erat melekat di hati. Menjelang terang tanah, semua yang berada di pohon mulai sadar dari samadhi dan Tian Sin Su sendiri sudah merasa lebih baik setelah beristirahat dan makan sejenis obat dari Sie Lan In. Meski tahu sudah saatnya kembali bergerak, tapi belum ada yang berinisiatif bergerak.
"Sekarang bagaimana.....?" bertanya Yu Kong setelah semua sudah siap bergerak tetapi masih belum ada yang berinisiatif untuk memberikan perintah dan sekaligus memaparkan strategi mereka untuk hari itu. Setelah semua terdiam dan istirahat selama beberapa ketika, akhirnya terdengar Sie Lan In membuka suara dan sudah langsung memaparkan saran dan usulnya:
"Kita tetap lanjut menuju gunung Thian Cong San, karena disana para pendekar sudah mulai berdatangan dan akan bertemu untuk menerjang kemari, ke markas Bu Tek Seng Pay......" Sie Lan In mengusulkan
"Tetapi, merekapun pasti tahu sasaran dan arah kita, maka bisa dipastikan mereka akan berusaha untuk memotong jalan pergi kita bertemu kawan-kawan Pendekar..." terdengar Hek Man Ciok memberi pendapat dan tidak menunggu ada yang memberi tanggapan, kemudian dilanjutkannya lagi,
"Jika kalian semua setuju, mari kita mengambil jalan sebaliknya sambil mencari tempat persembunyian menunggu kawan-kawan kalian datang dan kita kelak dapat bergabung dengan mereka. Mungkin ini lebih baik karena akan dapat menyesatkan perkiraan mereka dan memberi kita waktu lebih panjang....."
"Hmmmm, tempat paling aman adalah tempat dimana asal bahaya itu datang,,, hmm benar, strategi itu cukup cerdik....." berdesis Tian Sin Su mendengar usulan yang rada berbahaya tapi masuk akal dari Hek Man Ciok
"Berapa lama lagi kawan-kawan pendekar akan dapat terkumpul dan kemudian turun tangan menyerang gunung Pek In San markas Bu Tek Seng Pay itu......?" bertanya Hek Man Ciok kepada Sie Lan In, dan membuat keduanya saling pandang dan saling berpikir akan jawaban pertanyaan itu.
"Mestinya paling lama 6,7 hari lagi....." berkata Sie Lan In setelah berpikir dan juga menghitung-hitung selama beberapa ketika. Tetapi, sebenarnya Sie Lan In masih belum amat yakin dengan waktu itu.
"Hmmmm, bersembunyi selama lima hari memang sangat tidak menyenangkan. Tetapi, itulah pilihan yang paling realistis pada saat seperti sekarang ini......" desis Hek Man Ciok yang dari usia dan pengalamannya jelas lebih tenang dan lebih bisa menahan diri dan emosinya. Pada saat yang amat menegangkan seperti saat itu, memang pengalaman yang dimiliki tokoh setua Hek Man Ciok sangatlah dibutuhkan. Dan semua sadar hal itu.
"Tetapi masalahnya, kita hanya dapat mengandalkan hutan di kaki gunung dan tidak boleh naik ke atas gunung, karena jika kita lakukan itu, bakalan butuh waktu panjang untuk kembali menemukan jalan bertemu kawan-kawan kita yang kelak akan datang menyerang itu......" berkata Sie Lan In dengan suara jernih dan jelas dapat terdengar semua orang pada saat itu. Dan bisa ditebak, semua orang yang berada disana paham dan mengerti dengan usulannya, karenanya semua mengangguk dengan usulan Sie Lan In, tapi ada yang bertanya juga,
"Kenapa begitu Kouwnio.....?" tanya Yu Kong yang ingin memperoleh gambaran lebih jelas mengenai kemungkinan sahabat yang akan bersama menyerang markas lawan di gunung Pek In San itu.
"Karena semua jalan masuk menuju ke atas, sudah disiapkan jebakan berupa Barisan dengan hawa sihir tebal. Dan bahkan masih belum cukup, mereka juga sudah menyiapkan jebakan-jebakan beracun dari tokoh beracun yang terkenal, Sam Boa Niocu melalui muridnya Cen Soat Ngo. Cukup dengan itu, maka kita semua sudah dapat membayangkan betapa sulitnya mendaki gunung itu saat sekarang ini. Karena itu, lebih baik kita menunggu." berkata Sie Lan In dan membuat semua orang jadi pada mengangguk. Kini setuju sepenuhnya setelah tahu bahaya apa yang menunggu mereka jika nekat mendaki Pek In San saat itu.
"Hmmmmm, jika memang demikian, hutan inipun sudah memadai untuk menjadi tempat persembunyian kita..." berkata Hek Man Ciok dengan suara tenang, meski keadaan mereka sebenarnya cukup runyam.
"Tetapi tidak mungkin kita tidak bergerak dan tinggal di pohon selama lima hari nanti, belum lagi mencari makanan kita....." protes Yu Lian, biasanya wanita memang lebih detail dalam menilai situasi
"Jika memang demikian, mumpung sudah mulai terang tanah, mari kita mencari tempat yang lebih tepat untuk menjadi persembunyian kita...... tetapi, tidak perlu untuk mengarah ke Thian Cong San, lebih baik kita mengarah ke samping tetapi jangan terlampau jauh dari jalanan utama. Hal ini penting agar kelak lebih mudah kita untuk bergabung dengan rombongan yang datang dari Thian Cong San...." desis kakek Hek Man Ciok, dan memang benar, pilihan itu cukup masuk diakal dan yang kemudian dapat disetujui bersama.
Meski Sie Lan In dan Yu Lian sudah saling mengagumi sejak awal bertemu, tetapi barulah pada pagi hari ini mereka bisa bercakap-cakap dan berkenalan secara lebih dekat. Maklum, sejak kemarin mereka berada pada posisi diburu dan meski Sie Lan In sudah bisa melihat bagaimana Yu Lian bertarung dengan hebat dan gagah perkasa, tetapi dia masih belum bisa mengutarakan keluar secara langsung. Maka, pada hari ini, mereka berdua pada akhirnya bisa berkenalan dan kemudian malah bisa berbicara lebih leluasa satu dengan yang lainnya. Dan tentu, keadaan ada pagi itu membuat keduanya menjadi lebih dekat:
"Engkau bertarung hebat kemaren enci Lian....."
"Accccch, tetapi sejujurnya, gerakan ginkangmu belum pernah kusaksikan seumur hidupku. Justru encimu ini yang ingin mengatakan bahwa, engkau ini sungguh amat hebat dan luar biasa adikku....." jawab Yu Lian sambil tersenyum.
"Sesungguhnya banyak yang bisa melakukannya, hanya engkau belum pernah melihat mereka saja enci, aku sudah melihat dan berhadapan setidaknya dua orang dengan kemampuan yang hebat seperti itu....."
"Apakah engkau maksudkan Si Rase Tanpa Bayangan yang juga terkenal sebagai raja atau ratu ginkang itu adikku....?"
"Sesungguhnya, dia hanya salah satunya saja enci, beberapa waktu lalu aku sudah bertemu dengannya, dan sejujurnya, dia memang sangat hebat....."
"Masih ada yang lain lagikah....?" tanya Yu Lian nyaris tidak percaya jika masih ada tokoh sehebat Lam Hay Sinni dan Si Rase Tanpa Bayangan.
"Selain Subo, memang masih ada yang lain Enci....."
"Acccchhhh hebat jika demikian....."
Demikian kedua gadis itu semakin lama jadi semakin akrab, dan dalam pelarian itu adalah mereka berdua yang bergantian mengurusi Tian Sin Su yang sudah mulai lebih baik. Sudah bisa bertarung lagi, tetapi memang masih akan kesulitan jikalau bertarung melawan musuh dengan kepandaian yang setingkat. Tetapi, setidaknya sudah jauh lebih baik ketimbang keadaannya kemaren. Tidak hentinya Tian Sin Su mengucapkan terima kasih kepada Sie Lan In dan juga tentu saja Yu Lian yang masih orang sendiri di Hong Lui Bun.
Sementara itu, dengan berhati-hati, mereka berlima melanjutkan "pelarian" dengan mengambil jalan agak menyamping sesuai saran Hek Man Ciok. Tetapi, Sie Lan In dan juga Hek Man Ciok lama kelamaan mulai cepat menyadari jika lawan tetap mampu mencium kemana mereka melarikan diri. Adalah Sie Lan In yang mulanya merasakannnya dan kemudian dia memilih untuk berbisik dan bercakap dengan tokoh tua yang dia tahu juga hebat itu. Dan, dia tidak terkejut ketika mengetahui jika tokoh tua itu, juga sudah menyadarinya:
"Hek Locianpwee, kelihatannya mereka membawa ahli mencari jejak yang cukup hebat dan lihay, karena jika siauwte tidak keliru maka mereka masih terus memburu kita dan mengejar ke tempat yang benar dan tepat. Bahkan kurasa rombongan semakin mendekat, meski masih terpisah jarak cukup jauh, tetapi kupastikan mereka akan mampu menyusul kita nantinya. Apakah locianpwee memiliki pandangan dan strategi lain guna menghadapi keadaan seperti ini,," Khususnya saat akhirnya rombongan kita harus berhadapan secara terbuka dengan rombongan mereka yang lebih besar. Ditambah dengan kenyataan bahwa kemungkinan besar, mereka juga datang dengan kekuatan yang lebih besar, lebih banyak dan juga dengan beberapa tokoh lebih sakti daripada sebelumnya....."
"Engkau benar Kouwnio, mereka semakin mendekat. Jika lohu tidak keliru, mereka amat menguasai daerah ini dan karena itu mereka masih lebih cepat beberapa saat dibandingkan dengan perjalanan kita. Mereka akan bisa menyandak kita pada sore hari jika kita benar-benar tidak mampu menemukan tempat bersembunyi yang cukup baik...." jawab Hek Man Ciok, meski dia juga merasa tegang tetapi sebagai orang tua dia tidak ingin memperlihatkan rasa takutnya. Dan hal itu bermanfaat, karena Sie Lan In menjadi bertambah berani dengan sikapnya itu. Atau, boleh dikata, keduanya jadi sama-sama saling mendukung untuk lebih tabah dan berani menghadapi apa yang mungkin ada di depan mereka nanti.
"Hmmmm, apakah tidak lebih baik kita berjalan sedikit melingkar agar membuat perhatian mereka dapat teralihkan meski hanya sejenak....." Karena sejauh ini tidak kutemukan tempat bersembunyi yang pas untuk kita semua....." tanya dan sekaligus usul Sie Lan In setelah menimbang-nimbang sebentar apa yang sebaiknya mereka lakukan menghadapi ancaman lawan.
"Biar kita pertahankan jalur ini, baru pada malam nanti, kita bergerak memutar dan kembali menuju tempat semula, berada pada jalur perjalanan ke Thian Cong San. Untuk saat ini, sebaiknya kita pertahankan jalur perjalanan kita dulu...... mereka pasti akan sedikit kebingungan dalam memikirkan strategi kita itu..." jawab Hek Man Ciok mengusulkan setelah berpikir sekian lama mencari-cari strategi alternatif yang dapat mereka lakukan di sisa waktu yang sempit.
"Baik Locianpwee.... kita tetapkan saja seperti itu, nanti locianpwee bisa memberi penjelasan kepada kawan-kawan sebentar"
Boleh dibilang mereka sedang adu strategi dan kepintaran, meski penguasaan area amat menentukan. Yu Lian bisa menangkap kegalauan dari percakapan antara Sie Lan In dengan Kakek Hek Man Ciok. Maka setelah selesai percakapan kedua orang itu, diapun memutuskan untuk mendekati Sie Lan In dan sekalian bertanya dengan suaranya yang lemah lembut:
"Ada masalah adik In........?" tanyanya dengan wajah biasa saja, tetapi perhatian dan juga pertanyaannya yang penuh kehangatan membuat Sie Lan In merasa dekat dan tidak merasa ditekan untuk menjawab.
"Mereka semakin mendekat Enci Lian, aku dapat merasakan pergerakan mereka. Kelihatannya mereka sangat menguasai area dimana kita berada, karenanya dapat memperpendek jarak dengan kita....."
"Apakah kita harus bersiap untuk bertarung....?"
"Kelihatannya memang seperti itu...."
"Biarlah kuberitahu toako......"
"Sebaiknya begitu enci,,,, sebelum gelap mereka akan bisa menemukan kita semua dan nyaris bisa dipastikan terjadi pertempuran jika memang kita bertemu dengan mereka, dimanapun di bagian hutan ini...."
Dan memang benar seperti dugaan Hek Man Ciok itu. Karena pada sore harinya mereka akhirnya bisa bertemu, atau tepatnya rombongan Sie Lan In dapat terkejar atau tersusul rombongan lawan. Hanya untungnya memang sudah saat menjelang matahari tenggelam dan kegelapan sudah menjelang datang. Lawan yang mengejar memang tokoh-tokoh yang cukup hebat tetapi tidak sebanyak rombongan kemaren. Yang muncul hanyalah Liok Kong Djie serta Ki Leng Sin Ciang (Raksasa Telapak Tangan Sakti) Ma Hiong Seng sebagai tambahan tenaga yang baru. Selebihnya adalah tokoh-tokoh yang kemarin sudah saling bentrok dengan mereka. Mereka itu adalah Liu Beng Wan, Jamukha, Suma Cong Beng, Si Tiok Gi, Lu Kun Tek dan juga 5 orang Pasukan Robot. Selain mereka, ada juga 2 orang lain, kepandaian mereka biasa saja, tetapi mereka berpakaian seperti tokoh Pek Lian Pay. Kemungkinan, keduanya adalah pencari jejak yang menuntun rombongan pengejar memburu Sie Lan In dan kawan-kawannya hingga terkejar.
Mungkin saja tokoh-tokoh yang lainnya dari pihak lawan sudah kembali ke Gunung Pek In San, ke tempat dimana Markas mereka berada. Karena memang ada tugas-tugas lain yang harus mereka kerjakan dan selesaikan menjelang pertempuran besar-besaran disana. Sie Lan In yang sudah sempat mendengar rencana kejam mereka dengan melumuri Barisan yang menjebak dengan racun, selain dengan ilmu sihir, merasa bahwa tokoh-tokoh yang tidak muncul pasti mengerjakan rencana busuk Bu Tek Seng Pay itu. Keadaan itu jelas bukan hal menyenangkan serta bukan hal yang baik bagi pertarungan dalam waktu dekat.
Begitu bertemu, Liok Kong Djie langsung bergerak dengan diarahkan dan dipanas-panasi oleh Suma Cong Beng. Dan sadar setelah melihat kehebatan kakek itu, Sie Lan In langsung majukan dirinya dan menghadapinya dengan tidak sedikitpun merasa takut. Semua pada awalnya terkejut melihat Sie Lan In yang maju, tetapi ketika lima gebrakan awal mereka mampu melihat bagaimana Sie Lan In dapat menandingi dan membuat Kakek itu geram, semua berbalik dari khawatir menjadi kagum. Liu Beng Wan sendiri kaget, karena dia tidak menyangka suhunya kembali bertemu lawan gadis muda yang sakti dan mampu menandinginya seperti dahulu Tio Lian Cu mampu menghadapi Liok Kong Djie. Satu lagi seorang tokoh muda selain Tio Lian Cu dapat menandingi Suhunya.
Melihat pertarungan Sie Lan In yang mampu menandingi Liok Kong Djie yang paling hebat dipihak lawan, barulah semua sadar bahwa Sie Lan In tidak hanya sekedar sanggup dan hebat dalam ilmu ginkang, tetapi juga dalam ilmu silat lainnya. Hanya kakek Hek Man Ciok yang maklum dan tahu, karena kemampuan Sie Lan In melacak kedatangan lawan jelas menunjukkan kemampuan iweekang dia yang sudah amat tinggi. Hal yang memang juga dapat dilakukannya, tetapi bagi seorang seperti Sie Lan In, jelas dibutuhkan kematangan iweekang dan penguasaan yang sudah "nyaris" sempurna.
Sementara itu, sebentar saja masing-masing sudah memilih lawannya sendiri- sendiri. Yu Kong sudah kembali menghadapi lawan dan musuh keluarga dan perguruannya, yakni Si Tiok Gi yang kini maju dengan dibantu juga oleh Lu Kun Tek dalam melawannya. Dan kemudian Liu Beng Wan kembali bertarung hebat dan ketat dengan Yu Lian, melanjutkan pertarungan ketat mereka sehari sebelumnya yang masih belum tuntas. Ma Hiong Seng si pendatang baru dari Tiang Pek Pay sudah maju untuk menghadapi Hek King Yap dan masih dibantu Suma Cong Beng yang licik dan banyak akalnya. Sementara Jamukha menghadapi kakek sakti Hek Man Ciok bersama dengan atau dibantu oleh 5 Pasukan Robotnya yang kemaren keteteran menghadapi kakek itu. Sebentar saja pertarungan seru pecah di tengah keheningan hutan yang masih perawan itu. Tetapi, mana para petarung itu masih sempat sadar dengan hutan yang masih perawan itu"
Tetapi pertarungan paling menarik adalah Sie Lan In melawan Liok Kong Djie, seru dan amat luar biasa karena kemampuan mereka memang masih mengatasi kawan mereka yang lain. Keunggulan Sie Lan In dalam ginkang diimbangi dengan tenaga yang lebih matang dikuasai dan pengalaman tempur yang amat banyak oleh Liok Kong Djie yang sudah banyak makan asam garam. Tetapi tidak terlampau sulit dan menyulitkan Sie Lan In, hal ini dikarenakan banyaknya kesamaan dengan ilmu Tio Lian Cu. Dan dari pertarungannya dahulu dengan Tio Lian Cu, dia sudah berkenalan langsung dengan ilmu-ilmu pusaka dari Hoa San Pay, sumber ilmu Liok Kong Djie. Bahkan, Tio Lian Cu lebih asli, lebih murni dan lebih berbahaya, meskipun tenaga dalam dan variasi Liok Kong Djie lebih kreatif. Maka pertempuran mereka menjadi yang paling mendebarkan dibandingkan arena lainnya.
Liok Kong Djie bertarung ganas namun tetap tenang setelah menyadari bahwa lawan muda yang adalah seorang gadis muda, ternyata benar-benar sangatlah hebat dan juga amat alot. Bahkan dapat merepotkannya sekalipun. Selain amat sulit diserang dan selalu bergerak dengan kecepatan yang amat sulit untuk dapat dia tandingi, daya serangnya juga cukup menyengat dan merepotkannya. Fakta ini yang kemudian membuatnya memutuskan untuk tidak banyak bergerak melainkan tetap kokoh. Dengannya dia mengganti strategi bertempur dan berusaha bertahan kokoh dengan menyiapkan serangan balasan yang mematikan. Strateginya memang tepat dan membuat dia, Liok Kong Djie terlihat seperti terus menerus diserang dan hanya sesekali menyerang. Tetapi, meski begitu, Sie Lan In tidak mampu berbuat apa-apa terhadap kakek yang maha hebat itu. Kekuatan iweekangnya memang sudah dilatih sangat baik dan masih lebih matang penguasaannya dibandingkan dengan Sie Lan In yang masih amat muda itu.
Tetapi Sie Lan In juga amat cerdik. Dia tahu jika adu tenaga maka dia kewalahan, tetapi memanfaatkan kehebatan ginkangnya, dengan cerdik dia memainkan strategi pukul lari. Dia bergerak bagai burung yang mematuk dari udara, begitu diserang dia mencelat lagi, memukul lagi dan terbang lagi dan begitu seterusnya. Sayang, Liok Kong Djie adalah penggemar fanatik ilmu silat, karena itu diapun mampu membaca strategi lawan dengan cermat. Itu sebabnya pada akhirnya Sie Lan In perlahan harus juga mengandalkan iweekangnya yang sesungguhnya tidak kalah-kalah amat. Hanya, memang Liok Kong Djie masih lebih matang darinya mengeksploitasi setiap kelebihan, termasuk dalam hal iweekang. Itulah sebabnya pertarungan keduanya kini lebih variatif, Sie Lan In juga sulit jika hanya mengandalkan ginkangnya, tetapi tetap harus melawan dengan segenap kekuatannya.
Yu Lian melawan Lui Beng Wan juga sama saja, pertarungan mereka sejak kemaren memang amat seru dan berlangsung seimbang. Sulit bagi keduanya untuk saling mendesak, selain Lui Beng Wan memang tidak berniat melukai lawannya sementara Yu Lian juga paham bahwa lawannya tidak terlampau serius bertarung. Mereka berduapun terus bertarung, terlihat menggunakan ilmu-ilmu hebat tetapi sebetulnya tidak benar-benar saling mengancam posisi lawan. Mereka berdua seperti sekedar bertarung agar dilihat kawan-kawan mereka, keduanya tidak berpangku tangan dan tidak tinggal diam saja. Hal yang membuat Yu Lian dapat leluasa mengamati serta juga sekaligus melihat keadaan di arena lainnya, termasuk arena Yu Kong kakaknya dan Sie Lan In yang bertarung hebat.
Yang seru adalah pertarungan antara Yu Kong melawan Si Tiok Gi dan Lu Kun Tek, pertarungan mereka adalah pertarungan balas dendam dan pertarungan musuh dalam perguruan. Karena itu, pertarungan mereka sesungguhnya merupakan juga pertarungan mempertaruhkan banyak hal, yakni dendam maupun juga sekaligus untuk membersihkan perguruan. Tidak heran jika mereka bertiga bertarung hebat pada puncak kekuatan masing-masing, serta saling intai untuk bukan sekedar melukai tetapi juga membunuh. Tetapi, meski dikeroyok dua, karena Lu Kun Tek memang kemampuan masih dibawah, maka dia terkesan hanya pelengkap untuk mengganggu konsentrasi Yu Kong.
Meski, yang sebenarnya dia menjadi sejenis pengganggu bagi kedua lawannya sekaligus. Kadang Yu Kong mempergunakannya untuk menghindari desakan Si Tiok Gi yang membadai, dan sebaliknya, Si Tiok Gi juga melakukan hal yang sama sekali sekali, meski tidak sering. Sewaktu-waktu Lu Kun Tek dapat menjadi korban dari pertarungan kedua tokoh utama Hong Lui Bun saat ini yang keduanya sama-sama merasa sah pewaris Buncu Hong Lui Bun.
Baik Si Tiok Gi maupun Yu Kong sudah meningkat dengan cepat dan bahkan sudah mulai menggunakan Ilmu Ceng Hwee Ciang yang mujijat itu. Tahapan yang pada akhirnya membuat Lu Kun Tek berdebar-debar, karena ilmu maut itu sudah meminta nyawa sahabatnya Sin Bu kemaren. Jangan sampai dia juga terkena pukulan itu di tengah dua orang yang sama-sama ampuh dalam memainkannya. Dan hawa panas menyengat segera menyergahnya, tetapi dia tidak mungkin lagi mundur karena sudah terlibas dalam lingkaran dan jangkauan hawa panas dan sengatan ilmu maut Hong Lui Bun itu. Mau tidak mau, diapun harus ikut menyerang dan terutama ikut bertahan, sebab jika tidak keadaannya akan benar-benar konyol. Ketimbang mati konyol, dia memilih untuk bertarung dengan segenap kemampuannya, dan karena itu Yu Kong mulai melirik dan memperhatikan pergerakannya.
Tian Sin Su memperhatikan pertarungan itu, dan membiarkan Yu Lian terus dalam sandiwara dengan Lui Beng Wan. Dia menjaga agar keroyokan Si Tiok Gi dan Lu Kun Tek tidak merugikan tuan mudanya, Yu Kong. Dia belum turun gelanggang karena memang Yu Kong belum memintanya. Dan dia paham dengan karakter dan watak Yu Kong yang sangat tidak ingin pertarungannya direcoki oleh siapapun. Kawannya sekalipun. Tetapi, syukurlah dia bisa melihat bahwa Yu Kong bertarung gagah dan hebat dan sama sekali tidak dalam keadaan berbahaya, sebaliknya dia bisa sewaktu-waktu mengirim nyawa Lu Kun Tek ke singgasana giam lo ong. Tapi, anehnya, Yu Kong tidak pernah terlihat sungguh-sungguh ingin melukai ataupun membunuh Lu Kun Tek. Ada apa gerangan"
Tarung lain antara Hek King Yap melawan Ma Hiong Seng dibantu Suma Cong Beng sedikit agak berat bagi Hek King Yap, karena kemampuannya setingkat dengan Ma Hiong Seng atau hanya tipis diatas. Tetapi, bantuan Suma Cong Beng yang licik dan tidak segan-segan dan tidak jarang bermain curang, benar-benar membuatnya sedikit terdesak karena harus banyak-banyak dan sering-sering memperhatikan gerakan Suma Cong Beng yang berbahaya itu. Dalam Ilmu silat, Suma Cong Beng sebenarnya tidak hebat-hebat amat, paling setanding dengan Lu Kun Tek belaka. Tapi dalam soal kelicikan dan kecurangan dia ini juaranya, dan ini yang perlu amat diperhatikan oleh Hek King Yap.
Menjadi lebih penting bagi Hek King Yap, karena lengannya sudah sempat tergores sebuah pisau terbang kecil yang dilontarkan Suma Cong Beng pada saat dia lengah. Untungnya pisau itu tidak beracun, karena dia menggunakan sebuah pisau dari Hoa San Pay yang memang tidak begitu ahli dalam penggunaan senjata beracun. Pisau itupun bukan miliknya, hanya kebetulan dia, Suma Cong Beng pinjam dari seorang anak murid Hoa San Pay untuk digunakan membokong lawan. Boleh dibilang, masih mujur bagi Hek King Yap.
Bisa dimaklumi jika kemudian pertarungan itu sedikit berat bagi Hek King Yap. Dia bertarung sambil membagi perhatian, wajar jika Ma Hiong Seng sedikit bisa berada di atas angin dan terus menerus mendesaknya. Sementara Suma Cong Beng, sejak berhasil dalam melukai meski hanya menggores lengan Hek King Yap belaka, kini rajin mencari peluang untuk dapat kembali membokong lawannya itu. Dia berharap hasil yang lebih besar, yakni dapat membunuh tokoh itu meski dengan membokong. Sungguh aneh dan menyedihkan Hoa San Pay bisa melahirkan tokoh selicik dan serendah Suma Cong Beng. Tapi, memang begitulah saat ini keadaannya. Si licik terus menerus mengintai, meski untungnya Hek King Yap sudah menutup diri rapat agar tidak lagi terbokong lawan liciknya itu. Karena ancaman bokongan ini, Hek King Yap lebih banyak menutup diri dan keluar menyerang jika kondisi dan keadaannya sudah matang untuk keluar menyerang.
Dan arena terakhir juga amat ketat, tetapi karena Jamukha hadir mengawal lima orang Pasukan Robotnya, maka berbeda dengan kemaren, lebih sulit bagi Hek Man Ciok berbuah seenaknya. Jamukha selalu ada untuk melindungi pasukannya dan tidak jarang ikut menyerang dengan sama hebatnya. Karena itulah, pertarungan merekapun sulit untuk didefinisikan atau digambarkan siapa yang lebih mendesak siapa. Yang pasti pertarungan mereka menjadi lebih seru, Kakek Hek Man Ciok jadi harus banyak-banyak dan sering-sering memperhatikan bagian pertahanannya, beda dengan kemaren. Kemaren dia lebih sering menyerang dan bahkan akhirnya menemukan cara untuk membuat Pasukan Robot kesulitan sendiri dan menyerang mereka hingga kocar-kacir.
Dengan bantuan Jamukha, kini serangan Hek Man Ciok dapat dihalau dan bahkan dikurangi, sehingga tarung mereka menjadi sedikit lebih seimbang. Keadaan inilah yang membuat Kakek ini mulai menimbang cara berbeda untuk melawan mereka. Tetapi, ketika dia melihat kenyataan betapa hari menjadi semakin gelap, diapun jadi menundanya dan lebih memilih untuk memikirkan strategi mundur kembali ke balik kegelapan hutan. Hal yang sudah dia bicarakan dengan Sie Lan In, dan Sie Lan In sudah mendiskusikannya dengan Yu Lian dan kawan mereka lainnya. Setidaknya, sehari kembali sudah bisa mereka lewati, dan tidak ada seorangpun dari mereka dirugikan pihak lawan. Tetapi sebaliknya, lawan juga tidak dapat mereka desak dan tidak ada kerugian yang mereka alami. Sehingga, posisi sebetulnya masih tetap seimbang seperti kemaren.
Dalam posisi yang semua imbang, Hek Man Ciok kemudian mengirim suara kepada Sie Lan In yang juga pada saat yang sama memang sudah mulai menimbang untuk menerapkan strategi yang sama:
"Nona, sudah saatnya..... gelap semakin menjelang datang...." Sie Lan In yang juga tahu hari mulai gelap tahu artinya. Bahwa sudah saatnya mereka kembali masuk hutan dan bersembunyi disana.
"Benar Locianpwee, mari kita segera persiapkan, biar siauwte memberitahu kawan kawan yang lain untuk juga bersiap......"
Dan tidak berapa lama kemudian, tiba-tiba telinga Hek Man Ciok mendengar pesan dari Sie Lan In yang berkata:
"Semua menunggu komando Locianpwee, arah pergi kita sudah disiapkan Lopeh Tian Sin Su, dan dia sudah siap menunggu perintah. Bahkan juga alat rintangnya sudah beliau siapkan dibalik hutan, maka silahkan Locianpwee untuk segera memberi komando kepada kita semua........"
Mendengar kesiapan semua kawan-kawannya dan diperhatikannya posisi Tian Sin Su yang berada tepat di sebelah kanannya, maka diapun mengebut dan menyerang dengan tongkat andalannya secara hebat. Dan disusul tiba-tiba gerakan memukul dan menotoknya menghebat menerjang sekelilingnya, sementara pada saat yang bersamaan keluarlah seruan dari mulutnya:
"Sekarang waktunya......."
Pada saat lawan-lawannya terdorong mundur dan Jamukha juga meloncat mundur, diapun menerjang kearah Hek King Yap dan membantu putranya mendorong lawan lawannya. Dalam hitungan sepersekian detik, merekapun meloncat ke sisi Tian Sin Su yang menerjang lawan-lawan Yu Kong dengan senjata rahasia, dan sebentar saja mereka semua sudah berkumpul. Hanya dalam hitungan 1 menit, merekapun sudah menghilang masuk kedalam hutan dan meninggalkan lawan-lawan mereka yang masih bingung harus melakukan apa terhadap lawan yang masuk kedalam hutan yang gelap gulita. Tetapi, mereka sadar, tokoh satunya yang tidak ikut dalam pertempuran pasti sudah menyiapkan jalan mereka untuk meloloskan diri. Hal yang membuat mereka semua menjadi gusar, tetapi sekalian juga penasaran karena lawan memang cukup kuat dan masih sulit mereka tundukkan;
"Hmmmm, mengejar lawan dalam kegelapan sungguh berbahaya, tetapi bagaimana pendapat kawan-kawan sekalian....?" terdengar Jamukha bersuara dalam nada kesal karena masih belum berhasil juga menangkap lawan-lawan mereka. Menjadi semakin kesal dirinya, karena dia tidak beroleh jawaban apa yang sebaiknya mereka lakukan dari kawan-kawannya. Maklum, karena mereka semua amat sadar, adalah standar bagi mereka untuk tidak mengejar lawan yang sudah masuk ke dalam hutan, apalagi di waktu malam hari.
"Kita akan mengorbankan beberapa orang jika berkeras masuk, karena sebetulnya kepandaian mereka tidak lebih rendah dari kita. Dalam keadaan normal, kita tidak perlu takut, tetapi dibantu dengan kegelapan, sangat berbahaya bagi kita untuk masuk, karena sama dengan menyerahkan diri kita diserang...." terdengar Si Tiok Gi berkata dengan nada penasaran. Tetapi, juga realistis karena bahaya yang tidak kecil jika berkeras menerobos masuk. Hal yang sama juga ada di kepala Suma Cong Beng, tetapi dia memilih diam.
"Bagaimana yang lain.....?" tanya Jamukha sambil menoleh memandang Suma Cong Beng yang biasanya memiliki akal cerdik dan licik. Dan Suma Cong Beng sadar apa yang dikehendaki Jamukha, maka diapun berkata,
"Biarkan orang-orang Pek Lian Pay bekerja melacak mereka, saat mereka bergerak menjauh, kita akan menyusul masuk dan mengejar mereka, tetapi pada saat mereka berhenti, kita juga mesti berhenti dan menunggu peluang terbaik...." terdengar Suma Cong Beng memberi usul
"Benar juga, dengan demikian kita bisa menyandak mereka besok..." desis Jamukha setuju dengan usulan Suma Cong Beng, dan disambut dengan senyum tipis yang tidak terlihat di bibir Suma Cong Beng.
"Tetapi, sejujurnya, hampir semua arena kita seimbang, sulit menentukan kalah dan menang, padahal masih ada satu orang dari mereka yang belum turun tangan. Dia memang terluka, tetapi kelihatannya sudah banyak sembuh, dan jika dia ikut turun tangan, posisi kita akan cukup sulit......" terdengar Si Tiok Gi berkata atau tepatnya menganalisis karena dia tahu dan kenal Tian Sin Su.
"Tetapi, mendatangkan tambahan bantuan juga amat sulit, kecuali menunggu kawan kawan lain menyelesaikan urusan di tempat lain, atau mereka menyelesaikan untuk membentuk Barisan dan Jebakan Racun. Itu Artinya hanya kita yang bisa berusaha menawan mereka berenam....." desis Jamukha yang jelas amat penasaran karena masih juga belum berhasil, padahal banyak pekerjaan di Pek In San. Waktu yang mereka gunakan sudah cukup panjang.
"Saat ini mereka sudah bergerak cukup jauh kedalam hutan, dan masih tetap terus bergerak masuk ke dalam hutan....." terdengar tiba-tiba suara dari dua orang pencari jejak andalan Pek Lian Pay.
"Kalau begitu, ayo kita mengejar..." Jamukha terdengar bersemangat lagi, dan sudah langsung memimpin kelima pasukan robotnya untuk bergerak memasuki hutan yang serba gelap dan menyeramkan di malam hari itu. Di depan mereka berjalan kedua orang pencari jejak asal Pek Lian Pay sebagai penunjuk jalan. Tetapi, baru sekitar 20 meter mereka berjalan masuk, tiba-tiba terdengar jeritan menyayat hati dari dua orang yang berjalan di bagian depan, jeritan itu dipastikan berasal dari dua orang murid Pek Lian Pay yang bertindak sebagai penunjuk jalan;
"Aaaaachhhhhh...... brukkkk.... brukkkk...." tidak salah lagi, keduanya kena serangan telah dari musuh-musuh dalam hutan.
"Kurang ajar, awas......" terdengar bentakan kakek Liok Kong Djie, tetapi bersamaan diapun mengumpat dengan suara kasar:
"Haiiiitttttt, sungguh kurang ajar......." diapun ikut menggunakan kecepatannya guna menghindar ketika merasakan adanya senjata rahasia yang menyerangnya, dan ada beberapa buah yang mengejarnya.
"Hikhikhik.... makan hadiahku itu kakek busuk......." terdengar suara dari dalam hutan yang semakin lama semakin menjauh.
Dan selanjutnya tidak terdengar suara apa-apa lagi, karena Tian Sin Su dengan bantuan Sie Lan In sudah berkelabat pergi. Menjauh. Sementara itu, nampak posisi dan wajah Jamukha yang termangu-mangu memandangi kedua pencari jejak yang kini tergeletak tak berdaya dengan kedua kaki mereka tertusuk senjata rahasia lawan. Artinya, untuk berjalan dan bekerja guna melacak lawan, mereka berdua harus ada yang menolong, atau tepatnya menggendong. Tapi siapa yang bisa melakukannya" Sementara Pasukan Robot tidak punya kemampuan seperti itu, hanya punya kemampuan bertarung, bertarung dan bertarung. Mana ada kemampuan menggendong orang"
"Lu heng, engkau menggendong dia....... sementara yang satunya....?" terdengar Si Tiok Gi memerintah Lu Kun Tek, tetapi bingung siapa yang harus menggendong yang satunya lagi itu...?"
"Biar engkau tinggal disini, kelak kami akan menjemputmu, ayo kita kejar...." adalah Jamukha yang kemudian memberi keputusan.
"Mereka sudah cukup jauh masuk kedalam....." terdengar desahan lemah dari si pencari jejak yang kedua kakinya terpukul senjata rahasia Tian Sin Su. Meski sudah terluka tetapi dia masih mampu melacak jejak buruan mereka, tetapi rasa sakit di kakinya benar-benar mengganggu.
"Ayo, kita kejar....... tetapi, hati-hati bokongan lawan...." terdengar komando lagi dari mulut Jamukha yang kemudian diikuti yang lain-lainnya.
Di tempat yang lain sementara itu, memang benar, setelah melindungi Tian Sin Su memukul kedua pencari jejak dengan jarum rahasia sebagai senjata rahasia, Sie Lan In yang mempersiapkannya sejak awal sudah menggandeng Tian Sin Su dan berkelabat menjauh. Tidak berapa lama mereka berdua kembali bergabung dengan rombongan dan disambut dengan pertanyaan:
"Bagaimana, apakah berhasil.....?" adalah Yu Lian yang menyambut dan bertanya dengan nada suara amat penasaran.
"Berhasil, kedua pencari jejak mereka kini sudah tidak bisa berjalan, ini pasti akan bisa menghambat mereka mengejar kita....."
"Tapi, bukankah masih bisa digendong orang lain.." terdengar Hek Man Ciok berkata dengan nada suara tenang meyakinkan, dan suaranya membuat Tian Sin Su jadi menyesal karena sudah bermurah hati tadi. Bukan apa-apa, tadinya Tian Sin Su rada ingin membunuh mereka, tetapi ditolak Sie Lan In.
"Accchhh benar juga, tahu begitu sudah kuarahkan ke bagian mematikan..." desis Tian Sin Su terlihat menyesal dan memutuskan untuk tidak menyalahkan Sie Lan In yang saat itu sedang menatapnya.
"Hmmm, memang aku yang memintanya untuk tidak sembarangan membunuh", Sie Lan In yang dilindungi Tian Sin Su, justru membuka rahasia jika dia yang memaksa Tian Sin Su tidak sembarangan membunuh.
"Ach, sudahlah, jauh lebih baik untuk kita terus bergerak...." ajak Hek King Yap yang sudah langsung mengambil jalan bagian depan dan kemudian menerobos lebih jauh kedalam, semakin meninggalkan pengejar mereka di belakang.
Strategi Sie Lan In dan Tian Sin Su cukup berhasil dan kembali menjauhkan mereka dari para pengejar. Tetapi, sebagaimana strategi awal, di tengah hutan mereka kembali memutar namun dengan memilih beristirahat terlebih dahulu, persis seperti sehari sebelumnya. Mereka memilih beristirahat di atas sebuah pohon, dan dengan kepandaian setingkat mereka, tidak terlampau sulit untuk melakukannya. Tetapi, karena yakin dapat melepaskan diri dan lawan tertinggal cukup jauh di belakang, malam itu Yu Lian kembali lebih banyak bercakap-cakap dengan Sie Lan In. Keduanya memang makin lama semakin lama semakin menjadi dekat satu dengan yang lainnya. Bahkan mempercakapkan banyak hal yang lain.
"Jadi engkau sudah engkau naksir seorang pemuda yang sama sekali tidak pandai ilmu silat In moy..." waaaaah, sungguh sebuah kejutan..." bisik Yu Lian nyaris tak percaya dengan pengakuan Sie Lan In.
"Benar enci, tetapi terus terang penguasaannya atas teori-teori ilmu silat sungguh amat luas, bahkan masih melebihi khasanah pengetahuanku atas ilmu silat dan daya gerak seorang manusia....." bela Sie Lan In
"Acccch, masakan demikian adikku..." enci tidak percaya jika ada manusia seperti dia itu, sedemikian anehnya...."
"Tetapi memang benar begitu adanya enci, beberapa teman-teman kami mengenal dia seperti itu adanya. Bahkan, kemajuan ilmuku dan beberapa kawan yang lainnya, justru karena mendapat petunjuk dan sekaligus penyempurnaan teorinya dari dia Enci, memang sungguh aneh dan sulit dipercaya...." bela Sie Lan In memamerkan keanehan Bu San pria yang dicintainya.
"Accccchhh, sungguh-sungguh aneh. Enci jadi ingin benar-benar bertemu dengan pemuda yang sedemikian anehnya...." Yu Lian benar-benar merasa penasaran dengan gambaran Bu San yang diceritakan Sie Lan In.
"Suatu saat akan kuperkenalkan dengan enci...."
"Janji ya In moy...."
"Janji enci, pasti....."
Cukup lama mereka bercakap-cakap dengan penuh rasa gembira, meski sesekali Yu Lian termenung seperti sedang memikirkan sesuatu. Tetapi karena gelap dan memang dia dengan sengaja menyembunyikannya, Sie Lan In sama sekali tidak melihat dan apalagi memperhatikannya. Cukup lama mereka bercakap-cakap malah sampai mereka akhirnya mereka memutuskan untuk beristirahat baru berhenti. Dan keesokan harinya, merekapun bangun kembali menjelang terang tanah, saat mereka sudah harus kembali bergerak.
"Sie Kouwnio, lawan yang mengejar sekali ini lebih hebat lagi..... mereka kini sudah bergerak lebih dahulu dan bisa menyandak kita lebih cepat. Kita mesti memikirkan strategi lain jika lawan lebih kuat lagi....." berkata Hek Man Ciok yang sekali ini dapat didengar mereka semua
"Kita pikirkan sambil berjalan, tetapi dalam keadaan bertarung dalam hutan, maka kita dapat membentuk sebuah tameng atau barisan melawan mereka. Jangan lagi melawan seorang lawan seorang, karena akan agak berbahaya, apalagi jika kawan mereka yang lain ikutan datang......" desis Sie Lan In.
"Atau, jika tidak kita melawan mereka secara sembunyi-sembunyi.... serang lari, serang dan lari..... sambil terus mengulur-ulur waktu..... jika memang benar bahwa kekuatan mereka sekali ini lebih hebat lagi....." saran Yu Kong.
"Sie Kouwnio benar, mari kita maju sambil memikirkan jalan keluarnya, lawan sudah semakin mendekat...." ajak Hek Man Ciok, dan merekapun tidak lama kemudian sudah melanjutkan perjalanan. Kini arah mereka sedikit melengkung dan berusaha mencapai jalan kearah Thian Cong Pay, bahkan rencanya akan masuk kembali ke jalur mereka mulai melakukan pelarian. Tetapi, memang benar perkataan Hek Man Ciok, pengejar semakin hebat dibandingkan yang mereka hadapi sebelumnya. Ketika alur melengkung mereka kembali mendekati kaki gunung Pek In San, mereka justru akhirnya terkejar lawan.
Jarak mereka pada saat itu ada sekitar 1 km dari tempat mereka mulai melarikan diri, tetapi sudah kembali berada di kaki gunung Pek In San. Mereka sudah akan memasuki hutan di kaki gunung Pek In San ketika mereka akhirnya terkejar, tepat siang hari. Dan memang benar dugaan Hek Man Ciok, mereka yang datang untuk memburu sudah bertambah lagi kekuatannya dan masih lebih hebat lagi. Kini, ada juga di rombongan itu Tham Peng Khek dan juga istrinya yang datang bersama dengan sejumlah besar Utusan Pencabut Nyawa dan juga seorang tokoh lain yang belum dikenal. Dan melihat kedatangan mereka, Sie Lan In sudah langsung sadar bahwa pertarungan besar akan segera pecah sebentar lagi. Pertarungan yang akan lebih sulit lagi bagi mereka melihat kekuatan lawan yang semakin bertambah besar. Tetapi meskip memang demikian keadaannya, tentu saja tidaklah sampai membuat Sie Lan In merasa takut.
"Hahahahahaha, masih mau lari kemana sekarang..." jika kalian keburu masuk ke hutan di kaki gunung Pek In San, maka sama saja kalian masuk ke sarang kami. Jika melarikan diri dan tidak memutar, sebenarnya peluang kalian lebih besar, tapi hari ini sungguh-sungguh apes bagi kalian semua sehingga dapat terkejar oleh kami......" terdengar Jamukha menyambut dan mengejek mereka. Memang apa yang dikemukakannya terdengar masuk akal, meskipun sulit untuk mendebatnya karena toch mereka sudah saling bertatap muka. Dia hanya tak tahu, bahwa Sie Lan In dan Hek Man Ciok sudah memiliki pertimbangan mereka sendiri untuk mengambil jalur memutar seperti ini secara sengaja.
Sie Lan In yang sudah paham dengan kehebatan mereka yang baru bergabung sudah saling lirik dengan Yu Kong dan Yu Lian, dan kemudian berkata kepada Hek Man Ciok, tokoh tertua diantara mereka:
"Murid kepala Mo Hwee Hud sudah munculkan diri, bukan tidak mungkin Utusan Pencabut Nyawa sudah bergabung di gunung Pek In San, artinya mereka sudah siap untuk pertarungan puncak. Saat ini akan amat sulit melawan mereka, karena tambahan kekuatan mereka bukan tokoh-tokoh yang akan mudah untuk dihadapi. Meskipun demikian, apa boleh buat, kita harus melepas larangan membunuh untuk mengurangi jumlah lawan......"
"Hmmmm, lohu memang datang untuk membunuh. Tetapi masih belum ingin untuk dibunuh saat ini, mau tidak mau kita harus segera membuka jalan darah...." desis Hek Man Ciok sambil menyiapkan tongkatnya dan melirik putranya Hek King Yap. Dan keduanyapun saling lirik dan bukannya takut, malahan keduanya justru saling tersenyum satu dengan yang lain. Rupanya mereka sudah siap untuk bertempur sampai titik darah penghabisan, apalagi mendengar munculnya Utusan Pencabut Nyawa yang sangat mereka benci. Maka, tidak ada percakapan lagi.
"Marilah, kali ini kami tidak akan main-main lagi, silahkan tangkap jika kalian mampu, kami sudah sangat siap untuk meladeni kalian semua....." tantang Sie Lan In yang membuat semua lawan mereka tercengang. Karena bukannya merasa takut, Sie Lan In justru mempersilahkan mereka untuk maju menyerang. Suasana yang hingga beberapa detik menahan Jamukha menurunkan perintah menyerang.
Sambil berkata demikian, Sie Lan In berbisik kepada kawan-kawannya dalam nada suara lirih tak terdengar lawan:
"Akan kutahan Liok Kong Djie, usahakan pertarungan di medan terbuka, sehingga kemungkinan mengurangi jumlah lawan terbuka, tidak usah terlampau bernafsu guna membunuh, lakukan secara perlahan-lahan dan jangan sampai terpancing guna meninggalkan kelompok kita sendiri....."
Setelah berkata demikian, diapun melayang maju menantang dan memapak Liok Kong Djie yang juga sudah maju menerjang menyambutnya. Pertempuran mereka berduapun kembali berlangsung dengan seru, saling serang dan saling bertahan dengan sama baik dan sama hebatnya. Tentu saja agak sulit untuk menentukan siapa yang akan menang antara mereka berdua. Sementara pertarungan lainnya justru lebih ramai, namun yang pasti, mereka berada di tengah medan pertarungan terbuka, siapa saja boleh melawan musuh yang paling dekat, dan lebih cepat melukai lawan atau membunuh, justru lebih baik. Maka pertarungannya benar-benar tidak teratur, kecuali Sie Lan In melawan Liok Kong Djie dimana keduanya saling mencari dan saling intai.
Namun karena mereka berdua memang berada di lingkaran pertempuran yang agak semrawut itu, maka mereka berduapun tidak banyak dapat saling mendesak lawan sampai kepepet. Sulit untuk membuat lawan mereka ketiadaan jalan keluar untuk melawan, karena memang aran mereka bergerak sangatlah sempit dan terbatas. Mereka akhirnya lebih banyak menilik arena pertarungan itu sambil terus menerus menyerang dan menghindar ataupun bertahan dengan ketat. Sampai akhirnya keduanya paham, tingkat kemampuan mereka tidaklah berbeda jauh, karena itu mereka memutuskan sambil bertarung sesekali menilik keadaan sahabat mereka yang lain. Arena tidak memungkinkan mereka saling serang dan saling memojokkan, karena terlampau banyak gangguan. Suasana yang memang persis diprediksikan oleh Sie Lan In dan Hek Man Ciok. Anehnya, Liok Kong Djie rada berbeda dengan pertempuran-pertempuran sebelumnya, tidak seganas biasanya dan seperti kurang bersemangat bertarung lebih lanjut.
Sementara itu, Hek Man Ciok justru bertarung ganas, karena tombak besinya menerjang Pasukan Robot dan Tiang Pek Ngo Ong atau 5 Raja dari Tiang Pek dengan maksud meminta korban. Sendirian dia berhasil menahan Pasukan Robot dan 5 Raja Tiang Pek, tetapi jelas terlihat kalau kakek itu kini sudah bertarung dalam puncak kekuatannya. Maklum, lawan-lawan saat itu memang amat hebat dan lebih banyak jumlahnya. Karena itu, totokan-totokannya membawa suara yang sangat menyeramkan dan berdesing mampu memutus besi sekalipun. Itulah sebab yang membuat Tiang Pek Ngo Ong tertahan kerutalan mereka, sementara Pasukan Robot satu orang mundur karena cedera parah yang menembus pelindung baja di dada, perut dan bagian vital lainnya.
Pertarungan berubah menjadi cukup semrawut dan memang disengaja seperti itu karena lawan berjumlah banyak. Garis pertahanan para pendekar dibuat sedemikian rupa sehingga pengeroyokan tidak membuat mereka kelabakan, dan lawan tidaklah nanti menyerang mereka secara bebas. Dengan banyaknya pengeroyok, maka lawan kehilangan ruang untuk mempersiapkan ilmu-ilmu hebat mereka. Dan hal itu langsung terasa, kecuali dalam arena Sie Lan In melawan Liok Kong Djie yang memang paling hebat dari antara lawan-lawan itu. Dalam pertarungan semrawut, pihak lawan yang banyak membawa anggota pasukan yang kurang sakti, justru banyak menjadi korban. Sudah ada berapa mayat lawan yang bergelimpangan di arena pertarungan yang makin panas itu.
Otomatis, tokoh-tokoh seperti Si Tiok Gi, Tam Peng Khek dan juga istrinya, hingga Jamukha, Suma Cong Beng, Lui Beng Wan, Ma Hiong Seng kerepotan memilih melepaskan serangan. Karena juga di arena mereka masih ada Lima Raja Tiang Pek Pay dan malah juga 5 Pasukan Robot. Belum lagi Utusan Pencabut Nyawa yang untungnya tidak ikut menyerang tetapi menjaga jalan lari lawan-lawan mereka. Meski secara khusus Hek Man Ciok menghadapi 10 orang itu, tetapi karena berada pada arena yang sama, arena sempit karena dekat hutan, maka siapapun kurang leluasa bertarung. Dan hal ini sangatlah disadari kedua belah pihak, dengan secara khusus pihak pendekar sudah memperhitungkannya secara matang sebagai cara untuk bertahan melawan demikian banyaknya musuh yang terus menerjang dan menyerang berusaha membunuh mereka.
Pedang Keramat Thian Hong Kiam 1 Perjodohan Busur Kumala Karya Liang Ie Shen Pendekar Remaja 3
^