Pencarian

Pendekar Aneh Naga Langit 37

Pendekar Aneh Naga Langit Thian Liong Koay Hiap Karya Marshall Bagian 37


Maka, pertarungan keduanyapun penuh aroma dendam sehingga membuat mereka berdua saling menyerang dan membela diri dengan kekuatan yang tidak ditahan-tahan. Melepas serangan dengan jurus-jurus maut, bertahan dengan jurus-jurus lihay dan kekuatan iweekang yang melandasi semua gerakan juga amatlah kuatnya. Sesungguhnya, kehebatan arena merekapun tidak jauh berbeda dengan arena Koay Ji melawan si kakek aneh. Kehebatan Geberz sudah dikenal, kehebatan Panglima Arcia, sungguh mengagumkan dan mengagetkan, karena dia mampu mendesak dan memojokkan Geberz. Tetapi, karena Geberz bertarung mati-matian, maka bukan hal mudah bagi Panglima Arcia menaklukkan lawan yang nekat ini. Sebaliknya, sesekali Geberz menyelinap keluar dan menyerang Panglima Arcia, sehingga mereka sama bertarung hebat dan seru mencari kemenangan.
Sementara itu, begitu nampak bagi banyak orang Koay Ji dan si Kakek terdorong ke belakang dan masing-masing terluka dan muntah darah, Sie Lan In sudah akan segera memasuki arena. Tetapi sebelum dia bergerak melakukannya, tiba-tiba terdengar bentakan lain yang sungguh sangat berwibawa dan mampu membuat siapapun tidak berani bergerak melanggarnya. Termasuk Sie Lan In sendiri terkejut dan kaget dengan bentakan bepnuh wibawa tak tertahan itu:
"Tahan..................."
Bentakan itu ternyata bukan hanya dari satu orang, melainkan tampaknya bentakan dua orang yang sama dikerahkan dengan kekuatan pendorong yang amat hebat dan amat kuat. Dan saking hebatnya, tidak ada orang yang berani melanggarnya gara gara sama tertahan oleh wibawa yang terkandung dalam suara itu. Bersamaan dengan bentakan itu, tiba-tiba dalam arena sudah berdiri dua orang yang tampilan fisik mereka amat bertolak belakang. Namun, Tio Lian Cu dan Khong Yan serta Siauw Hong sama sama kaget melihat salah seorang diantaranya. Tokoh yang sudah mereka kenal sebelumnya. Sementara Bu Tek Seng Ong dan Rajmid Singh, Mo Hwee Hud dan kawan-kawan mereka, terlihat tersenyum gembira melihat kakek yang berada dalam atau di tengah arena. Merekapun kelihatannya mengenal salah satu dari tokoh dalam arena itu. Benar tokoh yang datang adalah sahabat mereka, kenalan mereka yang tak kalah hebat dengan kakek yang baru bertarung melawan Koay Ji dan sama terluka itu. Siapakah dia"
Apakah semua kaget dan gentar dan tidak lagi ada gerakan" Sebenarnya tidak juga. Karena, masih ada satu arena yang pertempurannya sangat hebat dan sangatlah menggetarkan, terjadi kurang lebih 70 atau 80 meter dari arena Koay Ji melawan kakek aneh tadi. Pertempuran yang sedang berlangsung itu dikelilingi tidak banyak orang namun demikian berlangsung tidak kurang hebatnya dengan pertarungan hebat antara Koay Ji melawan kakek mujijat itu. Pertarungan mereka tidak berhenti, pertarungan hidup dan mati bagi Geberz yang sedang menghadapi Liga Pahlawan Bangsa Persia dalam pertarungan satu lawan satu melawan Panglima Arcia. Dan tentu mereka terus saja bertarung dan tidak berhenti oleh bentakan tadi, bentakan yang membuat kedua pihak bertikai berhenti dan tidak segera dapat memulai kembali tarung massal mereka.
"Bu Tek Seng Ong,,,,,, " terdengar desisan yang seperti panggilan dari kakek yang berada di tengah arena itu. Kakek yang membuat Tio Lian Cu dan Khong Yan kaget karena mereka kenal dan tahu keampuhannya yang luar biasa dan masih seimbang dengan Koay Ji. Kemunculannya jelas saja sangat mengagetkan karena sadar dia adalah tokoh hebat yang sangatlah berat untuk dilawan, apalagi karena Koay Ji yang bisa melawannya terlihat sudah terluka. Cukup parah pula. Tetapi, mereka semua yang sedang tegang memilih menunggu apa yang akan terjadi, karena masih ada orang lain atau orang kedua di arena tersebut. Orang kedua itu, terlihat tidak kurang wibawa dan hebatnya dengan tokoh pertama, dia berdiri tenang, penuh percaya diri dan terus mendampingi orang pertama yang ternyata sudah dikenali oleh Tio Lian Cu dan juga Khong Yan.
Secara fisik, tokoh kedua itu terlihat kira-kira berusia pertengahan, mungkin sekitar 40 tahunan atau jikapun lebih hanya satu atau dua tahun belaka, dan dan berdiri tenang di dekat Koay Ji yang sedang terluka parah itu. Posisi dan keadaannya terlihat seperti sedang menjaga dan menunggui Koay Ji, dan karenanya pemuda itu dapat segera berusaha untuk mengobati dan memulihkan diri sendiri itu. Tokoh yang berpakaian hijau itu cukup rapih dan bersih dengan gayanya yang rada-rada dekat dan mirip dengan tokoh-tokoh Kaypang. Tetapi meski terlihat agak sama, segera jelas jika ada perbedaan yang cukup menyolok, karena rapih dan sangat bersih justru pakaian yang dikenakannya. Meski berusia jauh lebih muda dibandingkan tokoh pertama yang tadi memanggil BU TEK SENG ONG, tetapi baik wibawa dan juga perbawanya, tidaklah kalah dengan kakek yang datang bersamanya. Bahkan dia tidak risih, tidak terlihat takut atau merasa rendah diri dengan kakek tua yang datang bersamanya memasuki arena pertarungan tersebut. Tentu saja keadaan dan kedatangannya yang berani berdiri dalam arena tarung, ketenangan dan wibawanya, mengagetkan banyak orang. Mereka memandangnya takjub dan kagum sambil juga bertanya-tanya, siapa dia gerangan"
Mengapa mengagetkan" Karena tokoh itu tidak banyak dikenali orang. Jikapun ada, kelihatannya hanya segelintir tokoh yang tahu dan kenal dengannya, terutama dari kelihatannya dari kalangan kaum Pengemis. Baik Kaypang, maupun Khong Sim Kaypang. Sementara kakek tua yang datang bersamanya, yang juga sudah dikenali beberapa orang, memang benar adalah Kakek Phoa Tay Teng yang bagi baik itu Khong Yan maupun juga Tio Lian Cu, sangat mengerti dan tahu jelas, jika dia sama sekali bukanlah tokoh sembarangan. Mereka sudah membuktikannya beberapa hari sebelumnya ketika kakek itu bertarung dengan hebat dengan Koay Ji, dan mereka sadar jika tokoh itu memang mujijat.
Kakek Phoa Tay Teng atau yang juga dikenal memiliki nama Tibet sebagai, HULISA sudah sangat lama terkenal dan dikenali dengan nama julukan Ban Bin Kiau Hua (Pengemis Berlaksa Wajah). Dan, tentu saja tidak ada yang akan dengan berani meragukan kemampuannya, karena dia salah satu cucu murid dari tokoh legendaris ratusan tahun silam, Pat Bin Lin Long. Dan dia merupakan ji suheng dari Geberz yang sedang bertarung di arena yang satu lagi. Jika Geberz sudah hebat, maka sang ji suheng ini, lebih hebat lagi kepandaiannya meskipun sangat jarang muncul di rimba persilatan Tionggoan. Bukti kehebatannyapun sudah dipamerkan ketika dia munculkan dirinya dengan si tokoh berjubah hijau, karena suara bentakannya dengan sahabatnya yang datang, mampu merontokkan nyali, konsentrasi dan juga keberanian banyak orang disitu.
Sementara itu, di pihak lain, yakni pihak Khong Sim Kaypang, sama-sama sedang memandangi tokoh berusia 40 tahunan itu dengan takjub. Sepertinya mereka sangat mengenal tokoh tersebut, tokoh berusia pertengahan namun yang punya wibawa sangat hebat dan luar biasa itu. Bahkan tidak kurang hebat dan wibawa dengan kakek yang datang bersamanya itu, meski usia mereka berbeda amat jauh. Tetapi mereka tidak berani buka suara sedikitpun karena sedang mengamati keadaan arena dan keadaan Koay Ji. Tokoh berusia pertengahan dan berjubah hijau itu, berdiri dalam posisi menjaga Koay Ji yang kini sudah sedang melakukan samadhi dan terlihat wajahnya mulai normal kembali. Koay Ji sendiri baru berani melakukan samadhi setelah terlontar ke belakang dan terluka parah, saat melihat tokoh berusia 40 tahunan itu. Dan sempat mendesiskan ucapan dengan lemah:
"Terima kasih banyak, Locianpwee......"
Tokoh itu tersenyum lembut dan mengangguk kearah Koay Ji, baru setelahnya, Koay Ji bergerak lemah dan mengambil sesuatu dari balik jubahnya diiringi senyum dan juga anggukan kepala si manusia berjubah hijau. Keadaan itu memperjelas bagi semua orang, bahwa dia dan Koay Ji sudah saling mengenal dengan cukup dekat. Situasi di arena kembali tenang namun jelas sangat menegangkan, karena masing-masing, Phoa Tay Teng telah berdiri di sisi kakek tua yang dia jaga, sementara Koay Ji juga ada penjaganya. Kakek tua yang kita kenal sebagai Phoa Tay Teng begitu datang sudah langsung mendekati kakek aneh lawan Koay Ji dan bahkan kemudian berkata lemah tanpa seorangpun sadar dan tahu apa yang dikatakan kakek Phoa Tay Teng itu kepada si kakek yang terluka.
Tetapi kalimat dan perkataannya itu sungguh amat mengejutkan. Apa pasal" Karena suara dan perkataannya itu seperti membuka tabir siapa sebenarnya lawan mujijat Koay Ji yang amat hebat dan mampu melukainya. Kakek Phoa Tay Teng datang dan mendekati kakek lawan Koay Ji dan berkata;
"Toa suheng, engkau sungguh kelewatan... sembuhkan dirimu, sutemu tidak mampu berbuat banyak, urusan disini harus diselesaikan, entah bagaimana caranya. Tetapi, apapun dan bagaimanapun itu kelak, jauh lebih baik jika terlebih dahulu sembuhkan dirimu secepatnya, waktu sangat berharga......"
Perkataan itu membawa akibat yang besar, karena kakek tua yang bertarung hebat dengan Koay Ji ternyata adalah toa suheng Phoa Tay Teng. Dan kakek tua yang sama terluka dengan lawan mudanya itu, terlihat sama dengan lawannya Koay Ji, segera mengambil sesuatu dari balik jubahnya dan kemudian tersenyum lemah kearah Phoa Tay Teng dan menelan apa yang dia ambil itu. Tentunya obat. Dan seterusnya, tidak menunggu lama diapun sudah bersamadhi guna memulihkan dirinya. Tetapi, banyak orang bertanya-tanya, siapa gerangan orang tua yang baru datang itu" dan jika kakek hebat yang terluka melawan Koay Ji itu ada hubungan dengan dia, seperti apa hubungan mereka"
Pertanyaan tersebut tentu membuat banyak orang merasa sangatlah penasaran dan ingin segera mengetahui siapa gerangan orang tua misterius yang sangat hebat dan digdaya itu. Memang, setelah Phoa Tay Teng menyebut dan memanggilnya TOA SUHENG, maka jelas dia inilah cucu murid tertua dari Pat Bin Lin Long, sekaligus suhu dari Pek Kut Lodjin. Tetap saja tidak banyak orang yang tahu dan kenal, karena memang, keluarga perguruan mereka jarang bergaul dan memperkenalkan diri. Terlebih sejak menghilangnya Pat Bin Lin Long pada kurang lebih 200 tahun silam, menambah misteriusnya keluarga perguruan mereka. Meskipun demikian, banyaklah tokoh-tokoh hebat dan sepuh dari kedua belah pihak, segera paham dan tahu siapa lawan dari Koay Ji yang maha hebat itu. Hal yang membuat mereka merasa segan dan sekaligus sungkan, bahkan ada yang ketakutan.
Memang benar, tokoh inilah yang bernama julukan Hong Tin Kie (Cendekiawan Serba Bisa), Yap Jeng Cie, cucu murid tertua Pat Bin Lin Long. Tokoh yang sangat berbakat dan juga menemukan murid yang sangat hebat dalam diri Pek Kut Lodjin yang sempat mengganas pada puluhan tahun silam. Pek Kut Lodjin, belakangan kita tahu, meski hebat dan sangat berbakat, sayangnya dimanfaatkan secara keliru dan menjadi boneka suhunya dalam melakukan banyak kekejian dan kejahatan. Tetapi, dia sendiri, Yap Jeng Cie, sebetulnya adalah seorang tokoh maha hebat dan mujijat, bahkan masih mengatasi ji sutenya, Phoa Tay Teng dan juga sam sutenya Geberz yang banyak bergerak di Tibet. Meski hebat, tetapi sang toa suheng, Yap Jeng Cie, amat jarang berkelana dan apalagi bertindak secara terbuka di rumba persilatan, dia lebih memilih jalan menggelap seperti dalam kasus mengganasnya Pek Kut Lodjin. Wajar jika dia dikenal terbatas, tetapi tokoh-tokoh sepuh dan hebat dari Tionggoan jelas tahu dan mengenal keberadaannya.
Sementara Kakek Yap Jeng Cie yang hebat dan sakti mandraguna menyembuhkan diri, juga Koay Ji sedang melakukan upaya yang sama, pertarungan hebat antara Geberz melawan Panglima Arcia juga terus berlangsung seru, terlihat Phoa Tay Teng mendekati si manusia jubah hijau. Keduanya saling berpandangan dalam sinar mata yang sama-sama sukar untuk ditafsirkan dan sulit untuk dapat diterjemahkan, apalagi oleh orang luar. Tetapi, orang luar yang tadi dipanggil LOCIANPWEE oleh Koay Ji yang memang sudah mengenalnya, terus menerus tersenyum sementara Phoa Tay Teng terlihat seperti meringis. Keadaan itu sukar dipahami, meskipun sudah sedikit memberi gambaran apa yang terjadi antara mereka berdua. Jelas ada sesuatu yang membuat keduanya berada di tempat itu, masing-masing memiliki kepentingan dengan arena maut tersebut.
"Lie hengte, bagaimana pertimbanganmu dengan keadaan mereka sekarang ini" jelas korban sudah teramat banyak di kedua pihak, meski kerugian Bu Tek Seng Pay jelas jauh lebih besar......"
"Hmmmm, wajar, karena bara dan bencana ini memang mereka sendiri yang ciptakan. Penentuan akhir haruslah tidak boleh lagi memakan banyak korban, harus diantara yang terlibat dan merancangnya. Sebagaimana janjiku Phoa hengte, tidak sekalipun kami akan melibatkan diri dalam pertikaian ini. Tetapi, kamipun tidak akan membiarkan perbuatan biadab toa suhengmu terus membakar Tionggoan dengan melibatkan begitu banyak tokoh asing. Pertarungan penentuan, biarlah dilakukan tidak dengan menggunakan orang-orang yang tidak tahu apa-apa dan dibunuhi demi ambisi pihak kalian. Pihak toa suhengmu tentunya. Karena itu, silahkan pertarungan menentukan dilakukan secepatnya, oleh semua yang terlibat dalam kekejian, harus bertanggungjawab dan tidak boleh lepas tangan..... pihakmu lebih beruntung, karena hanya engkau yang tidak boleh terlibat, sementara kami berdua tidak akan turun tangan. Undurkan semua anak buah sutitmu dan toa suhengmu ke dekat tebing, dan semua pendekar akan mundur ke dekat pintu gerbang. Tapi, siapapun yang sudah terlibat, dilarang melarikan diri dari tempat ini, kami akan menjaganya di semua pintu masuk. Dan setelah masing-masing pihak siap, maka pertempuran penentuan boleh segera dilanjutkan lagi........" si manusia pertengahan yang namanya disebut sebagai Lie hengte itu sudah bersuara dan kelihatannya mereka, bersama dengan Phoa Tay Teng seperti sudah ada perjanjian lebih dahulu dan melibatkan bukan hanya mereka berdua. Dan perjanjian mereka yang entah apa itu, benar-benar merupakan bantuan tak terhingga bagi Koay Ji dan lawannya. Karena jika bukan karena kedatangan mereka berdua, maka arena pertarungan bisa berbeda ceritanya.
"Hmmmm, cukup adil........" desis Phoa Tay Teng sambil menengok keadaan toa suhengnya yang masih butuh waktu untuk memulihkan diri. Sama seperti Koay Ji yang juga sama masih sedang samadhi guna mengembalikan kebugarannya itu. Tetapi, pemulihan Koay Ji pada dasarnya lebih cepat, kepercayaannya melihat Lie Hu San sudah berada disitu dan menjaganya, membawa dampak positif. Karena tokoh yang juga sangat dia hormati, mampu membuatnya melupakan semua apa di sekitarnya. Juga lupa dengan pertarungan antara Geberz melawan Panglima Arcia tidak jauh dari posisinya. Keadaan Koay Ji jauh berbeda dengan pemulihan lawan tuanya yang berlangsung cukup lama. Bukan apa-apa, bukan karena Koay Ji jauh lebih sakti dibandingkan dengan lawannya yang sudah tua, tetapi karena pengaruh dari air mujijat yang direndam di Guci Pusaka.
Itu dan keadaan penjaganya yang maha hebat, membuat Koay Ji menjadi pulih lebih cepat, lukanya sudah sembuh total dengan meminum air dari pusaka guci perak. Tetapi, sadar dengan keadaan yang berbahaya, Koay Ji langsung berusaha memulihkan diri, dan kelihatannya sebentar lagi dia akan menyelesaikan samadhi dan kembali bugar seperti sedia kala. Keadaannya itu tidak membuat si baju hijau jadi kaget dan terkejut, tetapi melirik Koay Ji sambil tersenyum, karena dia seperti tahu dan sadar dengan apa yang dialami oleh anak muda itu. "Apalagi jika bukan karena guci pusaka itu...?" desis Kakek Lie Hu San dan kembali mengamati seputar arena dan akhirnya memandangi juga arena pertarungan
"Dan bagaimana dengan mereka....?" tanya Phoa Tay Teng menunjuk arena Geberz melawan Panglima Arcia. Pertarungan besar yang kini sudah banyak ditonton orang melibatkan adik seperguruannya yang paling muda, Geberz, tokoh Persia yang dia tahu sangat banyak menimbulkan masalah di Persia. Saking banyaknya, dia menjadi buronan disana dan karena itu, pada akhirnya tertangkap setelah kekuatan utama Liga Pahlawan Bangsa Persia ditugaskan untuk turun tangan. Bahkan, sang Guru Agung Bangsa Persia turun tangan membekuk Geberz. Dan Guru Agung itulah yang kemudian menaklukkan dan mengalahkan Geberz dan membuatnya takluk kepada Guru Agung itu. Tetapi setahunya, itulah untuk terakhir kalinya Maha Guru Spenta Amaity turun gelanggang menangkap pesakitan dan kemudian memenjarakannya, setelah menangkap Geberz, tokoh itu tidak lagi aktif dan cenderung menghilang dari keramaian dengan orang banyak.
Memang, Geberz terhitung sangat ugal-ugalan dan juga sangat ambisius, sampai dia menyalahi Liga Pahlawan Bangsa Persia, dan kira-kira 10 tahun yang lewat, setahunya sudah ditangani, ditangkap dan kemudian disekap oleh mereka. Karena tahu kebinalan dan kesalahan besar Geberz tersebut, kedua suhengnya memilih tidak campur tangan. Selain memang kesalahan ada di pihak adik seperguruan yang binal itu, keduanya juga tahu kehebatan dan kesaktian dari Guru Agung Bangsa Persia yang sering diagulkan sebagai tokoh pilih tanding dan tak terlawan. Itulah sebabnya Geberz disekap dna dihukum sampai dia akhirnya bisa meloloskan diri dan dikejar lawan-lawannya dari Persia. Mengetahui pengejarnya tidak termasuk Guru Agung, membuat Geberz menjadi berani dan pada akhirnya melakukan juga tarung mati hidup di Pek In San.
"Apakah engkau benar-benar merasa sanggup menghadapi kerubutan Barisan Liga Bangsa Persia yang mendatangkan Panglima Ilya dan Panglima Shouroushi untuk menjaga pertarungan itu, Phoa heng" Dan, ingat tarung mereka adalah tarung yang diakibatkan kesalahan dan kejahatan siauw sutemu itu. Jika engkau ingin bergabung membantu saudara seperguruanmu, silahkan, lohu tidak akan mencampurinya sama sekali. Tapi, setahuku disana masih ada 2 orang panglima mereka yang juga masih menganggur, belum lagi Barisan Liga Pahlawan Persia yang termasyur, engkau tahu sendiri kekuatan mereka itu. Jika boleh kusarankan, biarkan mereka menyelesaikan urusan pribadi mereka, dan kita masing-masing mengundurkan dua kekuatan yang bertarung dan tidak mencampuri urusan kawan-kawan Persia. Malam nanti atau besok, setelah kita mengundurkan diri dan yang penting buat lohu, jiwa yang kita selamatkan sangat banyak, baru pertarungan menentukan boleh dilanjutkan lagi. Tetapi, ingat, sesuai kesepakatan kita, semua Utusan Pencabut Nyawa suruh turun gunung dan sudah harus dibubarkan. Sebab jika tidak, banyak dari antara mereka yang akan menjadi sasaran pembantaian dari banyak orang yang mendendam. Tetapi semua yang terlibat dalam pertikaian, silahkan untuk tetap boleh bertahan dan diurus dengan cara rimba persilatan........."
"Hmmmm, baiklah. Urusan siauw sute, biarlah dia mengurusnya sendiri, karena urusannya memang urusan pribadi dengan pihak Persia. Untuk urusan Bu Tek Seng Pay, biarlah kupanggilkan sutitku yang akan menjawab permintaanmu sesuai kesepakatan kita bersama......"
"Baik, silahkan....... jika memang ingin terus bertarung, juga terserah..." jawab Lie Hu San santai dan wajahnya tetap tersenyum melihat Phoa Tay Teng yang kemudian memanggil ponakan muridnya, tokoh yang disebutkannya dengan nama hebat, Bu Tek Seng Ong. Beberapa tokoh yang mengikuti percakapan mereka berdua sampai mengerutkan kening, terutama mengetahui bahwa Phoa Tay Teng terkesan banyak mengalah kepada si manusia jubah hijau. Ada apa gerangan dibalik kedatangan kedua tokoh hebat itu memisahkan pertikaian berdarah yang sedang berlangsung" Entah, masih sulit untuk ditebak.
Tidak berapa lama kemudian, Phoa Tay Teng sudah mendatangkan Bu Tek Seng Ong dan kemudian membawanya berbicara dengan Lie Hu San. Tokoh yang sejak awal kehadirannya selalu dipandangi penuh rasa takjub oleh Kim Jie Sinkay, Tiang Seng Lojin dan kelompok Khong Sim Kaypang lainnya. Maklum, dia sebetulnya memang merupakan tokoh hebat dan terkenal dari Khong Sim Kaypang. Tokoh yang pada masa lalu pernah menjadi Pangcu Khong Sim Kaypang dikenal dengan nama harum Sin Ciang Kay Hiap (Pendekar Pengemis Tangan Sakti). Tetapi, rimba persilatan Tionggoan mengenal tokoh ini dengan nama julukan yang berbeda, yakni dengan nama julukan hebat, yakni Ceng San Sin Kay (Pendekar Pengemis Sakti Jubah Hijau) Lie Hu San. Repotnya, Kim Jie Sinkay dan pihak Khong Sim Kaypang belum dapat menyapa dan mendatangi tokoh besar mereka itu, tokoh yang angkat nama pada puluhan tahun silam.
"Ciok Sutit, meski kutahu engkau hanya menjadi boneka toa suheng, tetapi engkau tetap wajib untuk memberi kepastian terhadap tokoh mujijat didepanmu. Apakah akan terus bertarung dan mengorbankan banyak anak buah masing-masing padahal sudah sampai 500-600 orang menjadi korban, ataukah akan melakukan pertarungan terakhir, dengan cara kaum rimba persilatan sebagai penentuan siapa yang unggul dan menang.." tanya Phoa Tay Teng dengan nada suara serius sambil memandang mata sutitnya itu dalam nada pandang serius.
Bu Tek Seng Ong yang dipanggil CIOK SUTIT oleh Phoa Tay Teng terlihat terdiam. Dia sendiri masihlah cukup bugar dengan pertarungan tadi meski bertarung hebat melawan Siauw Hong. Tetapi dia sadar bahwa kekuatan mereka sudah susut sangat jauh, meski tokoh-tokoh utama belum banyak yang kalah, tewas ataupun terluka berat. Tetapi, untuk menyerah, dia sangat takut dengan suhunya. Dia tahu betul apa yang bakal terjadi jika dia menyatakan menyerah tanpa bertanya atau meminta pendapat suhunya. Tetapi, akan lain jika yang menyarankan ji susioknya, Phoa Tay Teng yang dia tahu juga sama hebat dan sama sakti dengan suhunya. Dan sangat kebetulan, susioknya itu sudah berada bersama mereka. Bantuan yang tidak kecil, bahkan sudah membuatnya merasa yakin akan menang. Tetapi, mengapa justru sang susiok menyarankan agar pertarungan dihentikan"
Meskipun demikian, mendengarkan usul bahwa pertarungan antar jago masing-masing pihak bakalan menjadi penentuannya, sudah membawa lagi harapan bagi pihaknya dan pihak Bu Tek Seng Pay untuk menang. Dan dia merasa yakin dengan peluang mereka setelah ji susioknya juga ikut muncul karena bakalan memperkuat pihak mereka. Kehadiran susioknya akan membuat sang susiok tidak mempunya lawan setimpal, kecuali mungkin si jubah hijau. Tetapi, masih terlalu muda untuk jadi tandingan susioknya. Dengan kata lain, kemenangan sudah hampir pasti akan jadi milik mereka. Karena berpikir seperti demikian, dengan cerdik dia memikirkan untuk mengembalikan keputusan itu kepada susioknya dan karena itu diapun kemudian berkata dengan suara tegas;
"Ji susiok tentu paham dengan tingkah laku suhu. Tetapi, jika memang usulan agar pertarungan penentuan dilakukan tanpa mengorbankan banyak orang, maka kami akan siap melakoninya......"
"Apakah dengan demikian engkau setuju para prajurit dibubarkan dan disuruh turun gunung sesuai permintaan Pendekar Lie...?" kejar Phoa Tay Teng yang dia tahu apa maksudnya yang sesungguhnya dari sutitnya itu. Jika dia tidak mengenal karakter sutitnya yang satu ini, maka dia sudah pasti mudah masuk kedalam lubang jebakan halus yang dipasang ponakannya itu.
Bu Tek Seng Ong kaget, tetapi setelah berpikir sejenak dan tahu bahwa meski butuh waktu lama tetapi tidak terlampau sulit mengumpulkan semua anak buahnya yang bakalan tercerai berai itu, maka diapun kemudian menjawab susioknya dengan nada suara penuh keyakinan;
"Siauwte setuju saja Ji Susiok, meskipun kepada Suhu, mohon ji susiok yang nanti menjelaskan dan menerangkannya....."
"Hmmm, baiklah,,,, kita tetapkan secara demikian......" berkata Phoa Tay Teng dan kemudian menghadap Lie Hu San dan berkata,
"Baiklah, biarlah penentuan mereka lakukan dengan cara-cara orang dari Rimba Persilatan. Kalah dan menang ditentukan secara demikian....."
"Hmmmm, sepakat jika memang demikian, kaum pendekar akan mudah diberi pemahaman. Bagaimana Tek Ui Bengcu, apakah engkau juga sepakat..?" tanya Lie Hu San kepada Tek Ui Sinkay yang sudah mengenal siapa tokoh itu dan sejak tadi terus berdiri di belakangnya.
"Sebagai Bengcu Tionggoan, kami nyatakan setuju dengan pengaturan sesepuh Lie yang terhormat..." jawab Tek Ui Bengcu cepat. Tentu saja, meski dia memang benar merupakan Bengcu Tionggoan dan sekaligus juga adalah Pangcu Kaypang, tetapi dia sudah memperoleh gambaran dan hal itu pasti, siapa sesungguhnya tokoh yang berjubah hijau itu. Koay Ji pernah menyinggung keberadaan tokoh ini, dan sedikit banyak dia mulai bisa meraba, siapa gerangan Lie Hu San itu.
"Baiklah, gencatan senjata kita berlakukan dengan segera kecuali pertikaian antara Bangsa Persia dengan Geberz. Pertikaian mereka tidak ada hubungannya dengan pertikaian di Tionggoan, biarlah mereka menentukan nasib mereka sendiri dan jangan kita campuri. Pertempuran penentuan akhirnyanya akan segera kita lihat, apakah besok ataukah dua hari lagi, biarlah pemimpin masing-masing yang akan sama memutuskannya......... kita boleh segera melaksanakan kewajiban masing-masing, dan setelah itu tidak ada yang menghuni markas yang sudah menjadi puing ini. Pertarungan terakhir akan dilakukan segera....."
Tidak lama kemudian, Lie Hu San menyingkir dan memberi kesempatan Tek Ui Bengcu untuk mengatur para pendekar, sementara Phoa Tay Teng memberikan kepercayaan membubarkan anak buah Bu Tek Seng Pay kepada Bu Tek Seng Ong yang ternyata adalah keponakan muridnya. Tidak berapa lama, di markas yang tadi sangat seru dan juga saling bunuh, tertinggal pertarungan antara Geberz melawan Panglima Arcia yang semakin seru dan semakin mendebarkan. Tetapi, pertarungan mereka tidak ada yang mencampuri, bahkan penontonpun menyaksikan dari jarak jauh, dari tempat masing-masing beristirahat. Kecuali tentu saja Liga Pahlawan Persia dan Jamukha yang tetap berdiri mengitari arena tarung itu.
Tidak berapa lama kemudian, banyak orang yang sudah mulai turun gunung sesuai kesepakatan yang dibuat, dimana Bu Tek Seng Ong membubarkan para Utusan Pencabut Nyawa yang menjadi landas pasukannya. Utusan Pencabut Nyawa, kini mulai turun gunung dengan sukacita, karena mereka tidak menjadi korban dalam pertarungan brutal yang membuat jumlah mereka berkurang drastis, tinggal 30% belaka. Pasukan Robot yang hanya sedikit, tidak terlihat turun bersama mereka, mungkin masih akan tetap ikut bertarung nanti di pertempuran penentuan. Tetapi, dari kedua belah pihak, banyak sekali yang mulai turun gunung sehingga suasana hingar bingar mulai terurai. Dan tidak berapa lama kemudian, hanya suara deru pertarungan hebat dan seru yang masih tertinggal. Meski mulai sepi, tetapi bukan berarti ketegangan tidak lagi merayapi semua yang masih berada dan tinggal di dekat markas Bu Tek Seng Pay.
Sementara itu, Koay Ji pada akhirnya menyelesaikan samadhinya lebih dahulu jika dibandingkan dengan kakek tua lawannya. Tidak berapa lama setelah banyak Utusan Pencabut Nyawa turun gunung, dia mendahului lawannya, Kakek Yap Jeng Cie dan sudah melompat berdiri segar bugar dan langsung menemui Lie Hu San. Menyapa dan memberinya hormat;
"Sekali lagi Locianpwee sudah membantu dan juga menyelamatkan boanpwee, terima kasih banyak, terima kasih banyak......"
"Hahahaha, itu urusan sepele anak muda. Lebih baik engkau bersiap, karena tetap saja tarung kalian harus diselesaikan, cuma, tidak akan lagi melibatkan banyak pihak yang tidak bersalah. Putuskan dengan cara-cara kaum Rimba Persilatan, dan jangan mengorbankan orang banyak yang tidak tahu persoalan sesungguhnya" jelas, tegas dan singkat saja perkataan Lie Hu San, tetapi Koay Ji sudah dengan cepat menangkap dan memahaminya. Karena itu, diapun segera melirik Tek Ui Sinkay, sam suhengnya dan terlihat sam suhengnya mengangguk sambil tersenyum kepada dia. Dan Koay Ji segera maklum. Maklum bahwa sam suhengnya sudah punya rencana dan tinggal melaksanakannya nanti.
"Jika memang demikian keputusannya, maka urusan selanjutnya boanpwee akan serahkan kepada Tek Ui Bengcu saja,,,,, tetapi atas pengasihan Locianpwee selama ini, boanpwee sekali lagi berterima kasih....." Koay Ji berkata sambil memberi hormat secara khusyuk kepada Lie Hu San.
"Sudahlah anak muda, itu urusan sepele. Tugasmu masih banyak dan pekerjaanmu harus dituntaskan, jangan lagi bekerja setengah-setengah seperti Suhumu yang sok bekerja dari balik layar itu....."
"Baik Locianpwee, boanpwee mengerti....." kesal juga sebenarnya Koay Ji ketika mendengar sindiran si manusia jubah hijau kepada suhunya. Tetapi, dia tetap diam karena tahu, itu bukan makian. Selain itu, diapun tahu dan sadar bahwa manusia dihadapannya ini adalah tokoh seangkatan suhunya sendiri. Tokoh yang hebat dan sakti mandraguna, tokoh yang luar biasa.
"Bagus jika engkau mengerti,,,,, nach, lohu ingin menyaksikan pertarungan hebat disana itu. Apakah engkau mau ikut....?" ajak Lie Hu San setelah tahu bahwa Koay Ji sudah bugar dan tidak terkendala lagi.
"Boanpwee mengikuti Locianpwee saja...." jawab Koay Ji mengikuti undangan Lie Hu San yang hanya ditujukan kepadanya.
"Baik, mari, engkau temani Lohu menuju ke dekat arena mereka....." ajak Lie Hu San dan kemudian beranjak mulai berjalan mendekati arena. Beberapa saat kemudian, mereka melewati rombongan Khong Sim Kaypang, Kim Jie Sinkay dan tokoh-tokoh mereka serentak berdiri tegak dan memberi hormat. Tiang Seng Lojin yang berdiri diapit Kim Jie Sinkay dan Tui Hong Khek Sinkay, sudah dengan penuh hormat datang dan segera berkata dengan suara nyaring;
"Menjumpai sesepuh......"
Tetapi Lie Hu San mengangkat lengannya, tersenyum simpul dan kemudian berkata kepada Tiong Seng Lojin, Kim Jie Sinkay dan Tui Hong Khek Sinkay dan ditujukan kepada semua anggota Khong Sim Kaypang yang berada disitu dengan suaranya yang lembut namun penuh wibawa;
"Lohu masih ada urusan dengan arena disana bersama anak muda ini, kita nanti akan bicara sebentar. Bersabarlah......."
Setelah berkata demikian, Lie Hu San berjalan seakan sedang menunjukkan jalan atau seperti sedang membuka jalan bagi Koay Ji. Maka keduanyapun kemudian melangkah mendekati arena tarung yang berlangsung semakin hebat dan seru itu. Sementara itu, Kim Jie Sinkay dan para tokoh Kaypang dan Khong Sim Kaypang terpesona sekaligus bertanya-tanya heran, seperti apa gerangan hubungan Koay Ji dengan sesepuh mereka itu" mengapa sesepuh mereka seperti sangat menganak-emaskan Koay Ji" apakah gerangan maksud dan kehendak sesepuh mereka melerai pertarungan di markas Bu Tek Seng Pay ketika pihak lawan justru sudah sedang terdesak hebat" Banyak pertanyaan yang ingin segera mereka dapatkan jawabannya. Maklum, Lie Hu San atau Sin Ciang Kay Hiap (Pendekar Pengemis Tangan Sakti) merupakan salah satu tokoh kebanggaan mereka, dan terhitung sangat legendaris. Maka sangat wajar jika mereka ingin bertanya dan juga ingin mengenali lebih jauh dan lebih dekat lagi.
Merekapun memandangi dengan penuh tanya melihat sambil berjalan Lie Hu San bersikap ramah dan bercakap-cakap santai dengan Koay Ji. Meskipun, merekapun dapat melihat betapa Koay Ji, meski benar diperlakukan istimewa oleh Lie Hu San, sesepuh Khong Sim Kaypang itu, tetapi tetap bersikap penuh hormat dan begitu mengindahkan. Percakapan mereka dapat diikuti tokoh-tokoh hebat Khong Sim Kaypang meski dilakukan dalam suara lirih oleh Lie Hu San dan Koay Ji menambah rasa penasaran dan keingintahuan lebih jauh;
"Mestinya ada banyak yang menarik dari pertarungan hebat itu anak muda, mari kita menonton dan menyaksikan pertarungan hebat itu....."
"Tapi, sepengetahuan boanpwee, Panglima Arcia memiliki kemampuan yang cukup untuk mengalahkan kakek Geberz itu.." sela Koay Ji sambil terus mengiringi langkah kaki si tokoh berjubah hijau itu.
"Bisa jadi anak muda, tetapi tidak akan semudah persangkaanmu itu. Mari kita lihat bersama dan kemudian menganalisa secara langsung, karena mestinya banyak hal menarik akan terjadi disana...."
"Hmmmm, Geberz sedikit terdesak Locianpwee, tetapi masih belum kalah..." berkata Koay Ji dan semakin dekat mereka ke arena tetapi mereka terus saja melangkah sampai hampir 10-15 meter dari arena.
"Tapi, engkaupun tahu dia tidak akan mudah menyerah anak muda, lihat, dia akan terus berusaha bertahan dan menyerang....."
"Benar, ilmu langkahnya memang mujijat dan jelas bakalan membuat pertarungan mereka berdua menjadi panjang..."
"Tepat sekali....."
"Tapi seberapa lama dia akan mampu bertahan.....?"
"Mestinya engkau mampu menjawabnya....."
Begitulah percakapan Koay Ji dan Lie Hu San yang sebagiannya terdengar para pemimpin Khong Sim Kaypang. Percakapan yang semakin membuat mereka jadi pusing dan merasa penasaran tentang bagaimana sebenarnya hubungan Koay Ji dengan sesepuh mereka itu. Mengapa sesepuh mereka memperlakukan Koay Ji dengan perlakuan yang sangat istimewa, dan Koay Ji sendiri meski tetap bersikap menghormat, tetapi bisa berdiskusi demikian akrab. Mau tidak mau merekapun jadi melihat Koay Ji dalam cara pandang yang jauh lebih berbeda, menjadi lebih hormat dan sekaligus kagum dengan anak muda itu. Kehebatannya mereka sudah melihat dan mengetahuinya, dan bertambah kagum karena bahkan dia ternyata mengenal dan bisa berbicara akrab dengan sesepuh mereka yang sudah puluhan tahun lamanya menghilang dan kini muncul kembali.
Sementara itu, Lie Hu San dan Koay Ji sudah tiba di tepi arena, berjarak beberapa meter belaka dari kedua tokoh yang sedang bertarung dengan kekuatan penuh. Angin pukulan Geberz dan lawannya Panglima Arcia menyambar-nyambar dengan kuat dan amat hebatnya, sampai-sampai Lie Hu San dan Koay Ji haruslah sama-sama mengerahkan kekuatan keduanya untuk menahannya. Tetapi hebatnya, meski sebenarnya mereka berdua mengerahkan kekuatan hebat, tetap saja tidak terlihat jika keduanya sedang menahan beban berat terjangan angin pukulan kedua tokoh hebat yang terus bertarung itu. Betapapun keduanya memang tokoh hebat, dan jika hanya angin pukulan yang menyerempet, maka keduanya masih sanggup dengan mudah menghalau dan menahannya.
Koay Ji dan juga Lie Hu San, tidak memahami apa gumaman dan seruan baik itu Geberz maupun Panglima Arcia yang sesekali mengumpat dan saling berbicara dalam nada saling ejek dalam bahasa Persia. Tetapi, keduanya paham bahwa Geberz dan Panglima Arcia bertarung dan saling berusaha menjatuhkan semangat lawan melalui saling umpat dan saling membakar emosi lawan. Hal tersebut menjadi nyata dalam peningkatan penggunaan kekuatan masing-masing dan angin pukulan yang semakin kuat dan tajam menyambar-nyambar.
"Menyerahlah kakek tua, dan kembalikan semua benda curianmu, maka nyawamu akan kupertimbangkan untuk diampuni,,,,,, meskipun tidak menghapuskan hukuman kurunganmu kelak di Persia......"
"Hehehehe, kalahkan aku terlebih dahulu, dan jangan banyak mulut......." bentak Geberz murka dengan provokasi Panglima Arcia.
"Hahahaha, lihatlah, semua pasukan pendukungmu sudah mengundurkan diri, harus dirimu sendiri yang membela diri, kami dari Persia tidak membutuhkan keroyokan untuk menaklukkanmu....." tambah Panglima Arcia, dan ini memang benar sehingga Geberz tidak lagi banyak bicara tetapi mulai bertarung lebih serius berhubung dia lebih banyak ditekan ketimbang menekan.
Memang benar, Panglima Arcia memang sudah disiapkan suhunya di Persia untuk keluar mengejar Geberz. Dan pertarungan mereka membuktikan, bahwa persiapan yang dia lakukan memang memadai, dan kini dia mampu mendesak Geberz meski tetap saja tidak mudah untuk dapat memenangkan pertarungannya dengan cepat. Geberz memiliki ilmu gerak yang mujijat dan menurut Suhunya, membutuhkan waktu dan kecerdasannya untuk menemukan cara menaklukkannya dalam arena tarung dengan Geberz. Itulah sebabnya, meski mendesak, tetapi panglima Arcia tetap tahu dan sadar, bahwa kemenangannya membutuhkan waktu panjang dan dia masih tetap harus bersabar. Pergerakan Geberz memang cepat, tepat dan terlihat tidak butuh kekuatan dan tenaga besar untuk melakukannya.
Pertarungan keduanya memang berat sebelah, Geberz terlihat terdesak tetapi tetap saja Panglima Arcia kesulitan menyelesaikan pertarungan. Sudah cukup lama posisi seperti itu berlangsung dan Panglima Arcia berusaha keras untuk menemukan titik lemah lawannya. Meski demikian, diapun menyadari bahwa meski dia dipersiapkan dengan mempelajari kelemahan-kelemahan Geberz, tetapi sesungguhnya rentang beda kemampuan mereka tidak jauh. Ilmu dan jurus-jurusnya memang anti dari dari ilmu utama Geberz, tetapi meski demikian, ada faktor lain yang juga mempengaruhi pertarungan mereka. Kematangan, pengalaman, kecerdasan dan pemanfaatan waktu yang tepat mempengaruhi jalannya pertarungan. Ini yang membuat mereka terus bertarung dengan seru dan meski Geberz lebih banyak terdesak, tetapi bukan berarti dia sudah kalah dan kehilangan kesempatan.
Kondisi ini jelas diketahui mereka berdua, dan karena itu, pada tahapan selanjutnya tinggal kematangan dan kecerdasan yang menentukan. Dan mereka masing-masing memiliki kelebihan pada kedua sisi berbeda itu. Geberz jelas lebih matang, tetapi Panglima Arcia lebih cerdas. Sisi manakah yang akan menentukan hasil akhir dari pertempuran seru ini"
"Bagaimana anak muda, menurut penilaianmu siapa yang akan memenangkan tarung seru ini....?" tanya Lie Hu San sambil senyum-senyum.
"Panglima Arcia akan memenangkannya Locianpwee....." jawab Koay Ji mantap dan yakin dengan pilihannya itu.
"Engkau memiliki alasannya.....?" tanya Lie Hu San dengan wajah biasa saja, tidak terpengaruh oleh emosi pilihan mana yang menang atau kalah.
"Pertama, Geberz meski lebih matang tetapi kekuatan fisiknya sudah semakin lama semakin melemah, sementara dia terus bergerak yang meskipun benar tidak banyak menguras iweekang, tetapi sedikit banyak menekan kekuatan fisiknya yang tidak muda lagi. Dan yang kedua, tidak lama lagi Panglima Arcia akan menyadari bahwa formula langkah mujijat Geberz masih memiliki banyak cela, tinggal tungguh waktu dia menyadarinya. Pada saatnya, meski tetap saja masih cukup lama, Geberz akan mulai terdesak lebih hebat dan Panglima Arcia akan menemukan cela yang tepat guna mengalahkan lawannya," Koay Ji menganalisis dengan memperhatikan secara cermat pertarungan hebat itu. Dia melihat betapa pergerakan Geberz pada titik yang optimal akan mengganggu fisiknya, dan menentukan kekalahannya.
"Hmmm, dan bagaimana seandainya Geberz masih memiliki ilmu simpanan yang lain lagi...?" tanya Lie Hu San dengan kening berkerut tetapi tidak menolak analisis Koay Ji. Dengan kata lain, dia seperti membenarkan analisis Koay Ji, tetapi masih meragukan beberapa hal yang masih belum dapat dia buktikan. Dugaannya hanya selintas dilontarkan, tetapi keduanya, dia dan Koay Ji sadar bahwa memang sangat mungkin kenyataannya demikian.
"Kitapun patut menduga bahwa Panglima Arcia juga memiliki hal yang sejenis, dan itulah faktor mengapa mereka berdua pasti akan mengalami luka parah baik menang maupun kalah dalam pertarungan itu...."
"Hmmmm, engkau benar. Dan kelihatannya, dalam menganalisis dan mencermati pertarungan engkau masih lebih hebat dibandingkan lohu..... karena dalam usiamu sekarang, lohu masih belum cukup matang dalam memeriksa dan menganalisis pertarungan secermat engkau...... hmmmm, dugaan lohu tidak keliru..." desis Lie Hu San dengan suara lirih.
"Boanpwee tidak berani....."
"Engkau memang tidak perlu terlampau bangga dengan hal itu anak muda. Karena justru baik jika tetap membumi tidak merasa bangga berlebihan, itu adalah kunci utama berlatih dengan terus menggali dan mencari..."
"Terima kasih Locianpwee...."
"Lebih baik engkau perhatikan bagaimana Panglima Arcia itu bergerak nantinya, dia akan mulai memainkan jurus dan gerak rahasia kaum Persia. Itu pasti akan sangat membantu dan meningkatkan kreasi kita dalam memandang gerak dan jurus serta ilmu silat sehingga lebih lengkap....."
"Baik Locianpwee,,,,, ech, dia sudah mulai....."
Selanjutnya, Lie Hu San dan Koay Ji terdiam dan menyaksikan pertarungan yang kembali mulai berlangsung dalam gaya berbeda. Berbeda karena memang Geberz sebagaimana dikatakan Lie Hu San, mulai bergerak dalam ilmu berbeda, tidak lagi sekedar mengandalkan ilmunya Ilmu Lam Hay Peng Po Leng Im Sin Hoat (Ilmu Gerak Tubuh Menyeberangi Awan Tenang di lautan Selatan) yang disebut Thian Liong Pat ian oleh Koay Ji. Sekarang, oleh keterdesakkannya, Geberz memulai lagi dengan Ilmu Loh Ing Ciang Hoat (Pukulan Tangan Bintang Jatuh). Ilmu ini rada khas perguruan mereka, salah satu ilmu pukulan ciptaan Pat Bin Lin Long, dan oleh Koay Ji masih belum dia tahu dan kenal. Memang, ilmu pukuan itu tidak tercantum dalam buku peninggalan Pat Bin Lin Long, tetapi ditinggalkan turun-temurun kepada anak murid tokoh mujijat itu.
Tetapi, gaya dan karakter Pat Bin Lin Long cukup kental disana, yakni memainkan ilmu hawa berdasarkan penguasaan semangat, sehingga tidaklah cukup memakan tenaga iweekang. Tetapi, jangan salah, efek dan akibat ilmu itu, cukup hebat dan juga mematikan karena secara khusus pada saat akan mengenai bagian tubuh lawan yang mematikan, kekuatan tenaga pemukulnya akan berubah sangat keras dan bagai kekuatan sebuah "bintang jatuh". "Cukup hebat.." desis Koay Ji dalam hati setelah mengamati dan mencatat dibenaknya semua gerakan Geberz, yang dengan ilmu itu mulai merasa sedikit lebih bagus posisinya. Padahal, posisi seperti itu baru didapat Geberz dengan terutama mengkombinasikannya dengan variasi gerakan menyerang yang mujijat dari ilmu geraknya.
"Tapi, dia akan memasuki situasi buruk, karena gerakan-gerakan khas kaum Persia memang unik, kita tunggu saja...." seperti dapat membaca pikiran Koay Ji, tiba-tiba Lie Hu San bergumam lirih sambil mencermati arena dan tidak melirik Koay Ji barang sedikitpun. Jelas sekali diapun tertarik dengan pertarungan Geberz melawan Panglima Arcia yang semakin menghebat.
"Benar, tidak akan sampai 15 jurus dia akan terjerumus pada keadaan yang makin runyam, dan kekalahannya akan mendekat....."
Geberz saat itu memang terus menggebu, dari posisi terdesak dia memainkan jurus menyerang karena memperoleh peluang karena memainkan langkah mujijatnya dalam jurus simpanan keluarga perguruannya. Mendapatkan peluang itu, Geberz cepat bergerak menggeser selangkah kedepan dan menyerang dengan serangan panjang dalam jurus Thian li hui ko (gadis langit mengayunkan tombak). Dalam lengan terulur panjang dan menotok dari atas ke bawah mengarah titik-titik yang mematikan di bagian atas lawan. Tetapi gerakan sederhana Panglima Arcia, dalam jurus Bang hong jut ciau (selaksa kumbang dari sarang), bisa memunahkan jurus serangan Geberz. Prosesnya cukup cepat dan sederhana, Panglima Arcia tidak hanya bergerak secara sederhana, tetapi juga ampuh, cukup dengan sebuah langkah sederhana bergeser ke samping, dan kemudian mendoyongkan tubuhnya sambil bergerak lagi untuk balik menyerang dalam sebuah jurus Hui tim cing tam (mengebut debu mencari ketenangan).
Tidak mau kalah, Geberz kini bergerak dengan cepat menggunakan jurus Heng im toan gak (lapisan awan memotong perbukitan), dan langsung melanjutkan jurus serangan ke arah Panglima Arcia menggunakan gerakan Toan hun yu si (benang-benang halus pemutus nyawa). Kelihatannya Geberz mulai merubah strateginya dengan keluar menyerang dengan memanfaatkan ilmu gerak mujijatnya, dan ini memang cukup tepat dan juga hebat. Koay Ji menyadari bahwa Geberz dan semua saudaranya, saudara seperguruannya, mestilah memahami bagaimana ilmu langkah itu membuat mereka mencari dan menemukan posisi-posisi yang strategis dalam bertahan dan juga menyerang. Kini, dia melihat Geberz memanfaatkan pengetahuan tersebut dan berbalik mampu dalam mengimbangi lawan untuk menyerang dengan hebat. Gerakan-gerakannya gesit, tidak terduga, dan selalu mencari cela untuk menemukan tempat yang tepat untuk menyerang.
Ketika Panglima Arcia bergerak menghindari pukulan maut nan berbahaya Geberz sebelumnya, Geberz sendiri kelihatannya sudah menduga dan bersiap dengan jurus susulan. Dan benar, dengan segera dia kembali menyerang dalam totokan dengan jurus Siau ci thian lam (sambil tertawa menuding langit selatan). Jurus tersebut terhitung berbahaya dan mematikan, memanfaatkan serangan hawa mematikan dan jika sampai menyentuh titik yang disasar, bisa mendatangkan lubang bagai ditusuk jarum. Efeknya bisa segera dan mematikan. Panglima Arcia akan terlampau bodoh jika tidak mengetahui bahaya serangan lawan, tetapi sebagaimana tebakan Koay Ji dan juga Lie Hu San, dia sebentar lagi akan menampilkan gerakan-gerakan khas nan mujijat dari Persia. Dan itu kelihatannya sudah akan dimulai, karena geliat dan gerakan Panglima Arcia sesudahnya, sungguh-sungguh tak dikenal di Tionggoan, meski Koay Ji mampu mengenalinya dan membuatnya tersenyum kagum. "Benar, dia segera memulainya...." desis Koay Ji dan disambung lagi,
"Ach, begitu rupanya......." desis Koay Ji lirih, namun terdengar jelas oleh Lie Hu San dan membuatnya memandang sekilas dan tersenyum misterius.
Sementara itu, meski sampai dengan 3 jurus Gebers terus menerus menggebrak dan lebih mendesak Panglima Arcia, tetapi tidaklah berarti Panglima Arcia berada dalam situasi runyam. Koay Ji dan kelihatannya Lie Hu San paham apa yang akan segera terjadi di arena dengan suasana yang berubah dan menempatkan Geberz yang biasanya terdesak menjadi pihak penyerang. Tetapi, Panglima Arcia yang dalam posisi diserang, tidak terlihat panik, khawatir dan bertindak tidak perhitungan dan ceroboh. Sebaliknya, terlihat senyum tipis di bibirnya dan sinar matanya justru menjadi bercahaya senang dengan keluarnya Geberz mencecar dan menyerangnya dengan jurus-jurus maut dan mematikan.
"Sekarang saatnya......"
Desisan yang tidak dijawab Lie Hu San selain senyum dikulum mengembang di bibirnya seperti menjadi titik baru tarung Panglima Arcia melawan Geberz. Setelah lebih sepuluh jurus namun kurang 15 jurus Geberz selalu menekan dan mengejar lawannya, tiba-tiba satu gerakan aneh dilakukan Panglima Arcia. Gerakan itu seperti gerakan tidak ada polanya, tetapi terkesan mirip seperti gerakan-gerakan ritual penyembahan kepada sosok atau tokoh yang dianggap suci. Sederhananya, seperti gerakan menyembah tapi bukan menyembah, seperti gerakan tarian massal penyembahan dewa-dewi tetapi dilakukan seorang diri. Panglima Arcia berubah seperti menjadi seorang pemimpin kelompok penyembah dewa-dewi dan bergerak-gerak secara aneh dalam lompatan lompatan ringan dengan lengan teracung bergantian kiri dan kanan ke atas. Tepat, seperti gerakan penari dalam ritual-ritual keagamaan guna menyembah dewa atau dewi yang sangat dihormati.
Jangan salah, itu bukan sekedar gerakan penyembahan atau komando dalam satu ritual keagamaan biasa, tetapi sebuah Ilmu khas Persia yang disusun dari gaya untuk menyembah Dewa Api Bangsa Persia. Ilmu ini bahkan sudah dikembangkan menjadi Ilmu Barisan, meski sejatinya adalah salah satu ilmu mujijat para Pendekar dan Pahlawan Bangsa Persia. Dan gerakan-gerakan aneh Panglima Arcia ini cukup ampuh dan membuat semua serangan Geberz kini mengalami kegagalan dan sulit menembus pertahanan Panglima Arcia yang kini dikelilingi arus kekuatan yang amat panas membakar. Kondisi seperti itu sama artinya dengan Panglima Arcia sudah memutuskan menggunakan atau meningkatkan kekuatan iweekangnya, karena jurus yang dia keluarkan memang jurus dari rangkaian ilmu berat bangsa Persia. Geberz sendiri sepertinya mengetahui hal itu, dan karenanya, wajahnya terlihat cukup serius dan mulai sadar bahwa mereka akan memasuki tarung tahapan lanjut yang bakalan menguras kekuatan dan stamina lebih jauh.
"Perhatikan baik-baik anak muda, meski Geberz belum sehebat kedua suheng atau kakak seperguruannya, tetapi sedikit banyak dia memiliki rahasia-rahasia ilmu yang mengangkat nama perguruan mereka. Engkau beruntung bisa menyadap dua gerak berbeda sekaligus, dan bermanfaat digunakan sebelum memasuki pertarungan yang sangat menentukan besok atau dua hari kedepan....."
Benar bisikan Lie Hu San, tiba-tiba Geberz mengeluarkan suara-suara mendesisi yang agak aneh. Dan Lie Hu San berbisik lirih:
"Hmmmm Ilmu Li Seng Toan Hun Lui (Ilmu Nada Suara Mematikan Roh) dia juga bisa memainkannya, sudah hebat jika demikian...."
Dan memang, adalah sebuah ilmu silat berbalur ilmu sihir kuat yang kemudian mulai dikembangkan oleh Geberz. Maklum, gerak silat Panglima Arcia juga sama mulai berselaput kekuatan mujijat yang amat kuat mencengkeram dan mulai menyerang konsentrasi lawan. Geberz memainkan gerak Jurus Liu-an-hoa-beng (Pepohonan gelap bunga terang) dan kemudian menindih pengaruh mitis gaya Persia, bahkan lanjut kemudian dengan jurus Peng-sabu-jang (Pasir datar tiada batas). Lengan kanannya mengibas, sementara lengan kirinya menarik atau menyedot, pada saat bersamaan dia memainkan dua jenis pukulan yang amat hebat. Satu untuk kembali menguasai konsentrasinya dan satu lagi melakukan serangan balasan dengan ilmu yang berisi kekuatan besar.
Tetapi, meski Geberz memainkan ilmu hebatnya, pada saat itu, Panglima Arcia juga sudah dalam pengerahan kekuatan yang amat besar, dan dia tidak takut. Bahkan wajahnya terlihat sedikit tersenyum, tanda bahwa apa yang sedang terjadi dalam pertarungan mereka saat itu sudah berada dalam jangkauan perencanaannya. Maka diapun bergerak dalam jurus aneh khas Persia, sejenis gerak jurus Kui-ong-pat-hwee (Raja setan mengendalikan api). Gerakannya terlihat saling libas dengan sedotan kekuatan iweekang lawan, tetapi dengan gerakan mengendalikan api, dia justru mengerahkan arus kekuatan panas itu untuk disedot oleh Geberz. Tetapi, saat itu Geberz sendiri sadar bahaya, dan memang naluri jago sehebat mereka sangatlah patut dibanggakan, sangat hebat.
Dengan cepat dia merubah gerakan dan juga daya kekuatan iweekangnya dalam gaya jurus Houw-siau-san-lim (Harimau bersiul di gunung dan di hutan) yang juga kemudian dia masih kombinasikan dengan jurus Lui-tong-ban-bu (Halilintar menggoyangkan selaksa benda). Hasilnya luar biasa, dalam waktu singkat baik Geberz maupun Panglima Arcia mengadu kekuatan iweekang namun tidak saling berbenturan, tetapi saling menyedot dan saling memelesetkan ataupun berusaha untuk menindih kekuatan iweekang lawan. Ketika Geberz kemudian bergerak cepat dan dalam jurus Ya-can-pat-hong (Bertarung malam dari delapan arah) dia berusaha menyasar dan menyerang sambil mengelilingi Panglima Arcia, tokoh Persia itu tak terlihat ketakutan. Melainkan bergerak dengan kekuatan iweekang penuh, terus saja meladeni serangan Geberz yang merubah serangan dengan jurus Tiang-hong-koan-jit (Pelangi menembus matahari).
"Pertarungan yang sungguh menguras tenaga, Geberz bakalan segera keteteran" desis Lie Hu San dan diiyakan dengan segera oleh Koay Ji yang tidak bersuara apa-apa selain hanya sekedar mengangguk. Dengan begitu dia membenarkan pendapat tokoh berbaju hijau yang kelihatannya sangat dia hormati itu. Apa yang didengarnya memang persis sama dengan apa yang disaksikannya di arena tarung yang semakin memanas dan berkekuatan raksasa itu.
"Hmmm, engkau perhatikan, itu salah satu ilmu mujijat perguruan mereka, namanya Ilmu Pat Mo Hwee Ciang (Pukulan 8 Iblis Sakti). Engkau harus hati-hati jika kelak dalam pertarungan terbuka menghadapi ilmu tersebut...... apalagi jika dimainkan ji suhengnya, Phoa Tay Teng atau terlebih hebat lagi jika sang toa suheng dari Geberz sendiri yang memainkannya....." kembali Lie Hu San mendesis, ujarannya jelas dia tujukan kepada Koay Ji. Dan beberapa saat setelah menyaksikan pukulan itu dilepaskan Geberz, mau tidak mau Koay Ji menjadi sangat kagum dan terpikat. Tanpa sadar diapun berkata:
"Hmmmm, kelihatannya memang menakjubkan Locianpwee. Sungguh hebat malah, tapi resikonya Geberz akan semakin terkuras kekuatannya, akan membahayakan dirinya sendiri, tenaganya bakalan terkuras habis dengan lebih cepat lagi..." Koay Ji menanggapi dengan suara lirih dan kagum melihat pukulan Geberz yang memang hebat. Penuh gerakan mujijat dan kekuatan pukulan yang menderu. Tapi, seperti dugaan mereka berdua, Geberz akan semakin habis kekuatan fisiknya, sementara aspek tenaga ini yang akan menjadi unsur penentu.
"Engkau benar, dia akan mampu bertahan dan sangat susah dikalahkan Arcia jika usianya masih lebih muda. Sungguh amat disayangkan......" desis Lie Hu San yang seperti tidak rela Geberz dikalahkan.
"Iya, dan proses kekalahannya sudah akan segera dimulai Locianpwee, Panglima Arcia sepertinya terus menerus memberi peluang untuk Geberz terus menyerang dan mendesaknya. Kurasa sebentar lagi dia sudah akan memulai proses menyerang balik dan mengalahkan Geberz... tidak akan lama lagi...."
Dan memang seperti itu yang terjadi. Kekuatan pukulan Geberz sungguh luar biasa, menghentak dan membuat posisi Panglima Arcia seperti selalu tertekan. Tetapi, baik Lie Hu San maupun Koay Ji dapat melihat betapa Panglima Arcia meskipun terlihat terdesak, tetapi matanya dan sikapnya masih sangat tenang dan penuh percaya diri. Sama sekali tidak terlihat cahaya panik dan khawatir dimatanya, bahkan terlihat ada tersungging senyum dibibirnya. Inilah indikasi yang justru menguatkan dan lebih meyakinkan Koay Ji maupun Lie Hu San akan dugaan, bahwa keadaan seperti itu sebenarnya sudah dalam hitungan Panglima Arcia. Panglima Liga Pahlawan Bangsa Persia yang memang cerdas dan hebat itu.
"Sayangnya, Ilmu Pat Mo Hwee Ciang itu memang sifatnya keras, jika tidak dalam kekuatan puncak, maka ilmu itu justru bakalan kehilangan pamor setengahnya. Geberz memang sanggup menyeimbangkan atau bahkan sedikit merebut posisi untuk sementara waktu, tetapi dia pada saatnya dia justru kehilangan besar dan bakalan terkalahkan secara tragis....."
Koay Ji nampak berdiam diri, karena dia memang belum mengenal ilmu pukulan Geberz yang memang hebat meski sayang banyak memakan kekuatan iweekang si pelepas pukulan itu. Dan Geberz yang diberi keadaaan "menang" dan "mendesak" oleh lawannya itu, seperti tidak mampu lagi mengendalikan diri. Sikap dan gayanya bertarung sangatlah beringas dan terlihat emosi yang susah dikendalikan, serta bawaannya terus menerus memburu lawan. Matanya berkilat tanda dipenuhi emosi untuk segera memukul dan membunuh lawan, dan biasanya jika mata seperti itu, berarti bahwa dia tidak lagi dikuasai oleh pikiran, tetapi jauh lebih oleh emosi dan rangsangan berlebih untuk meraih kemenangan.
"Atau jangan-jangan bukan Geberz yang mengendalikan pukulan itu, tetapi emosi dan "jiwa" pukulan itu yang menguasainya sehingga tidak menyadari batasan ilmu iweekang yang dikerahkan...." desis Koay Ji menduga, karena buat dia yang cukup mengenal Geberz, orang tua itu biasanya cerdik dalam berkelahi. Terasa agak mengherankan melihatnya bertempur dengan gaya seperti saat ini, seperti bukan Geberz yang sejati, atau seperti orang lain yang sedang bertarung. Bukan tidak mungkin jika keadaannya seperti itu adalah akibat ataupun bawaan sebuah ilmu yang melibatkan unsur emosi dalam memainkannya.
"Hmmmm, sejak dahulupun lohu sudah memiliki dugaan yang demikian, dan jika engkaupun melihat seperti itu dengan indikasi gaya tarung Geberz, maka itu bagus. Dan harus kita berikan kredit point kepada Arcia, karena memang cara perlawanan Panglima itu sungguh sangat tepat. Meskipun bukannya tidak ada cara lain yang mungkin bisa jauh lebih effektif...."
"Benar Locianpwee,,,,," desis Koay Ji, karena memang benar, di benaknya sekarang berisi demikian banyak formula menangkal pukulan berhawa iblis yang kelihatannya menguasai pikiran dan emosi Geberz. Pukulan hebat itu memang membawa angin pukulan yang melebihi pukulan Geberz sebelumnya, dan memang saat itu mampu mendesak Panglima Arcia. Bukan sekedar Panglima Arcia yang memberi angin, tetapi memang perbawa dan kekuatan ilmu itu sangatlah hebat dan sungguh luar biasa. Tetapi, Panglima Arcia sepertinya sudah menduga dan juga mengenali ilmu dan permainan Geberz itu, dan karena itu membiarkan Geberz menguasai arena dan memancingnya terus menerus menyerang dengan kekuatan maha besar itu. Cara Panglima Arcia sepertinya memang sudah dia persiapkan jauh-jauh hari, itulah sebabnya dia tersenyum dan wajah kemenangan memancar darinya.
Dan ulasan serta tebakan Koay Ji maupun Lie Hu San segera menjadi kenyataan setelah Geberz menyerang hebat selama 20 jurus. Kegesitan dan kekuatan pukulan Geberz setelah kurang lebih 20 jurus mengejar dan mendesak lawan, perlahan-lahan mulai menyusut. Bahkan sinar mata kelelahan mulai terlihat jelas, dan sudah tentu keadaan ini juga tercium dan terlihat oleh Panglima Arcia. Tetapi, hebatnya, Panglima Arcia tidak dengan segera mencecar Geberz balik, tetapi tetap memancing Geberz untuk terus menyerang meski kini sudah menggunakan Ilmu Pukulan yang lain. Sekali ini Geberz memainkan Ilmu Ling Khong Huan In Cam (Pukulan Tanpa Bayangan), meski sama hebat tetapi dengan iweekang yang mulai menyusut dan kegesitan yang mulai terganggu, maka ilmu hebat itu tidak bisa lagi optimal.
Mengapa tidak optimal, karena sesungguhnya, Ilmu Pukulan Tanpa Bayangan yang dimainkan Geberz membutuhkan cecaran kekuatan pukulan yang hebat serta juga banyak variasinya. Dan biasanya pukulan-pukulan atau jurus-jurus utama yang hebat dan mematikan, tidaklah mudah teridentifikasi oleh lawan. Tetapi, dengan kondisi dan keadaan Geberz, perbawa asli dan utama dari ilmu itu justru redup dan tidak muncul. Yang muncul adalah serangan-serangan yang berusaha mendesak lawan, tetapi daya tekan dan daya desaknya sudah berkurang banyak. Hal yang juga sudah disadari oleh Arcia.
Dalam keadaan begitu, toch Panglima Arcia tetap saja terus-menerus membuat Geberz berusaha mendesak dan menyerangnya. Tetapi, jelas bahwa Panglima Arcia berlaku dan beraksi dengan sangat hebat, menyesuaikan keadaan lawan dan tidak terpancing segera masuk. Dia tetap saja berlaku seakan-akan sudah terdesak hebat sejak Geberz menyerang dengan Ilmu Maut Pat Mo Hwee Ciang, sehingga ketika menggunakan Ilmu Pukulan Tanpa Bayangan, Geberz tidak berniat untuk mengendorkan penggunaan iweekangnya. Geberz berharap dan berpikir bahwa dia sudah akan segera menang, maka diapun menghamburkan pukulan-pukulan maut disertai kekuatan iweekang yang maha hebat. Dan sontak kekuatannya yang tersisa tergerus terus padahal dia sudah bertarung berjam-jam melawan Siauw Hong dan kemudian Tio Lian Cu sebelumnya. Dan kini masih harus menghadapi Panglima Arcia yang juga tidak kalah hebat dan sakti. Sementara pada sisi lainnya, usianya sudah amat lanjut, dan tentu saja daya dukung fisiknya juga sudah terbatas, tetapi sayangnya sekarang dia peras habis-habisan. Sama saja dengan dia menyerang untuk dikalahkan lawannya.
Karenanya, sangat wajar jika kemudian seorang Panglima Arcia mengembangkan senyuman yang semakin meriah karena dia sudah menduga ujung pertarungan akan segera datang. Memang dari segi iweekang mereka tidak berbeda jauh, tetapi jelas kebugaran fisik karena usia yang berbeda jauh, juga membedakan mereka berdua secara jelas dan jomplang. Geberzs sayangnya luput melihat ini. Karena memang terutama dia sudah lama bertarung dan masih belum beristirahat secara cukup memadai. Dalam keadaan lelah secara psikhis, kini diperhadapkan dengan tarung mati hidupnya melawan tokoh Persia yang hebat dan tidak kalah darinya. Maka ketika akhirnya Panglima Arcia menggereng dan kini bersiap melakukan serangan menentukan, Lie Hu San segera mendesis:
"Sudah selesai........ tinggal melihat bagaimana cara Panglima itu menaklukkan Geberz tanpa membunuhnya....."
"Geberz sudah terlampau lelah untuk melawan dan melukai Panglima Arcia secara hebat Locianpwee,,,,, pertarungan sudah usai...." analisis Koay Ji membenarkan perkataan Lie Hu San sebelumnya.
"Engkau benar, tetapi Geberz harus mereka bawa ke Persia hidup-hidup, ini yang membuat pertarungan tetap menarik. Setidaknya kita bisa menyaksikan dan juga sekalian menikmati strategi Panglima Arcia untuk memenangkan pertarungan tanpa membunuh lawannya itu....."
Tiba-tiba baik Koay Ji maupun Lie Hu San merasakan menyambarnya angin pukulan berhawa sangat panas dan membuat keduanya saling pandang dan sama-sama mengangguk. Tidak salah, Panglima Arcia sudah mulai memainkan strategi paling akhir guna menyelesaikan pertarungan yang sudah berlangsung sangat lama itu. Artinya, sekarang ini, dia sudah mulai menyerang balik dan mulai berusaha keras untuk memojokkan Geberz. Geberz tiba-tiba jadi amat terkejut karena lawannya ternyata masih menyimpan energi yang cukup besar untuk menyerangnya. Bukan cuma itu, kekuatan pukulan Panglima Arcia, kini meningkat secara luar biasa dan membuat dia tidak memiliki cukup tenaga lagi untuk melawan dan membenturnya. Karena kaget dengan keadaan itu, jadilah Geberz tinggal menyandarkan diri dengan ilmu geraknya yang memang hebat dan mujijat meski belum selengkap milik Koay Ji, tetapi dengan emosi, fisik dan juga kecepatan yang sudah terkuras, ilmu tersebut menjadi tidak sehebat saat dia memainkannya di awal tarung. Sudah jelas posisinya semakin susah dan semakin tertekan.
Kini Geberz seperti lebih banyak berlari, menghindar dan berusaha keras dicegat oleh Panglima Arcia dengan pukulan-pukulan hebat. Lebih dari itu, ilmu pukulan dan jurus serangan Panglima Arcia, berbeda jauh dengan sebelumnya, kini berubah jauh lebih cepat dan jauh lebih bertenaga. Keadaan itu jelas membuat Geberz keteteran dan segera sadar, bahwa waktunya sudah tiba. Kekalahan menjelang datang. Pada saat dia sudah nyaris kehabisan tenaga dan fisiknya sudah terkuras habis oleh pertarungan panjang, lawan ternyata masih menyimpan ilmu dan tenaga yang hebat. Kekalahan sudah mulai membayang, dan Geberz segera menyadarinya, sehingga langkah mujijatnya mulai tidak mujijat dan mulai tidak cukup ampuh lagi. Sudah berapa kali dia nyaris termakan pukulan lawan, tetapi memang kekuatannya sudah sungguh-sungguh terkuras.
Pada sebuah kesempatan, Panglima Arcia mencegat langkah dan gerak mujijat Geberz dengan dua gerakan hebat, yakni sebuah kombinasi jurus Kui-ong-pat-hwee (Raja setan mengendalikan api) dengan jurus Lui-tong-ban-bu (Halilintar menggoyangkan selaksa benda). Jurus dan gerakan pertama, dia mengerahkan kekuatan besar dengan mengurung seluruh jalan keluar Geberz dengan kekuatan hawa pukulan maha panas. Bersamaan dengan itu, diapun mempersiapkan sebuah pukulan hebat ketika Geberz kebingungan memilih arah untuk menyembunyikan diri dari kepungan hawa panas itu. Kombinasi kedua jurus itu, mau tidak mau membuat Geberz kembali harus beradu dua kali pukulan dengan Panglima Arcia dengan jurus Houw-siau-san-lim (Harimau bersiul di gunung dan di hutan). Dan hebat akibatnya, dua kali mereka adu kekuatan:
"Dukkk, Dukkkk....."
Lie Hu San maupun Koay Ji sampai bergidik membayangkan benturan pukulan kedua tokoh itu, karena maklum, Geberz sudah teramat repot dan sulit keadaannya. Sudah terkuras fisik dan iweekangnya, juga emosinya. Jelas adu pukulan seperti itu merugikannya, tetapi keduanya sama melihat betapa dengan cerdik Panglima Arcia membangun kondisi dimana Geberz tidak mungkin menghindari adu kekuatan itu. Tidak sempat dan tak mampu lagi.
Memang Geberz belum kalah, tetapi akibat benturan tersebut, dia terdorong sampai tiga langkah ke belakang dan untungnya, gerak mujijat yang melekat di memorinya menyelamatkan keadaannya. Gerak dan jurus yang memang sudah menyatu dengan dirinya, karena terlatih dan sering menyelamatkannya dalam keadaan yang berbahaya. Tetapi, dalam cara yang sama, setelah kurang lebih 7 atau 8 jurus lagi kedepan, kembali mereka adu pukulan. Atau tepatnya, kembali terjadi kondisi atau keadaan dimana mau tidak mau Geberz harus melawan dan menahan kembali pukulan Panglima Arcia. Karena seperti kejadian sebelumnya, dia kehabisan jalan menghindar dan harus menangkis pukulan lawan. Dan keadaan tersebut berulang nyaris setiap kurang dari 10 jurus serangan, sehingga semakin lama semakin sering mereka adu kekuatan pukulan.
Memang harus dipuji seorang Geberz, yang meski sudah tua namun masih mampu meladeni Panglima Arcia yang baru bersusia 50 tahunan. Tetapi setelah kembali mereka adu pukulan yang kesekian kalinya, kini dia terdorong mundur dan mulai terhuyung-huyung. Tidak lagi terdorong mundur, tetapi mundur dan kesulitan dalam mengontrol tubuhnya yang terkena hempasan kekuatan lawan. Maklum, dia harus terdorong sampai 6,7 langkah dan dengan kondisi yang semakin lama semakin menyedihkan. Dan, ketika dia terhuyung-huyung, kelihatannya Geberz sudah mulai terluka di bagian dalam tubuhnya. Geberz tentu menyadarinya dan Panglima Arcia juga sudah bisa melihat keadaan lawan yang semakin tidak mampu meladeninya. Beberapa kali adu pukulan dipaksakan Panglima Arcia, dan semakin lama itu makin membuat geberz menderita dan akhirnya terluka. Sampai pada posisi itu, Panglima Arcia memberi kesempatan dengan berkata:
"Geberz, menyerahlah dan ikut kami ke Persia....." serunya membuka kesempatan namun nada suaranya tegas.
"Menyerah kepadamu...." hhhhhh, haram kulakukan..." desis Geberz murka ketika Panglima Arcia menawarinya untuk menyerah. Sebuah penghinaan atas nama besar yang sudah dia pupuk bertahun-tahun. Menyerah adalah penginaan baginya, adalah pencorengan atas prestasinya.
Panglima Arcia sendiri sebenarnya sadar bahwa sukar memang membuat Geberz menyerah. Tetapi, dia masih ingat jika ini di Tionggoan, dan dia tidak ingin terjadi hubungan buruk dengan kawan-kawannya di Tionggoan. Karena menganggap para kawannya, maka bujukan dia keluarkan, meski tahu Geberz akan menolaknya. Karena itu, diapun mulai mempersiapkan diri melakukan penyerangan terakhir dan bisa dipastikan bakalan dapat mengakhiri pertarungan itu. Koay Ji dan Lie Hu San dapat melihat jelas bahwa Panglima Arcia sudah mengambil keputusan. Keputusan yang menentukan bagi Geberz.
"Dia akan segera melakukannya, engkau perlu melihatnya secara jelas, karena ini pasti akan sangat menarik untukmu...." desis Lie Hu San meski Koay Ji merasa heran, apanya yang menarik. Bukankah keadaan dan kondisi Geberz memang sudah terdesak dan tinggal durobohkan"
Tetapi pada saat itu Panglima Arcia sudah bergerak menyerang dengan cepat dan kokoh. Yang menarik adalah, pertama kedua belah telapak tangannya yang seperti memancarkan pijaran dan kilat yang berwarna keputihan. Sebuah puncak kekuatan hawa panas yang mampu menggeletarkan lengan pemukulnya dan tentunya teramat panas karena mengeluarkan pijaran yang amat menggetarkan itu. Kemudian hal kedua yang menarik adalah langkah kaki Panglima Arcia yang bergerak melingkar dan bergerak seperti lenggang-lenggok seekor ular dan mendekati lawannya dengan cepat dan mengelilinginya. Kemudian, entah dari mana kedua lengannya akan dia gunakan untuk segera menyerang dan menyengat lawan, tetapi pastilah sengatan tersebut bakalan membahayakan dan menentukan.
Geberz bergerak menghindar, tetapi sayang sudah kehilangan kecepatan, sehingga dengan mudah, gerak bagai ular dari Panglima Arcia kembali mendekatinya dan kemudian mengancamnya. "Ini hebat, mungkin ilmu ayam emas dan ilmu monyetku harus disempurnakan sehingga bisa sehebat ilmu Panglima Arcia ini...." desis Koay Ji dalam hati dan memperhatikan serangan panglima Arcia dengan amat teliti. Sama dengan yang juga sedang dilakukan oleh Lie Hu San yang berdiri tepat di samping Koay Ji dan menikmati tarung hebat itu. Mereka berdua tenggelam dalam kondisi menganalisis, sementara Geberz semakin kesulitan dan terdesak, sedang Panglima Arcia terus menganalisis arah lawan menghindar. Sebagian besar dapat ditebak dan berakhir buruk bagi Geberz yang keadaannya semakin memburuk, sudah semakin terdesak dan tidak akan lama pasti terkalahkan. Lukanya semakin lama semakin parah dan mulai menghambat gerakannya.
Gerakan-gerakan bagai ular yang cepat luar biasa, selalu bergeser sendiri, dan sepertinya kaki tidak melangkah namun bergeser sendiri, membuat gerak langkah mujijat Geberz yang sudah melamban mulai tidak effektif. Dalam keadaan terdesak seperti itu, mau tidak mau Geberz haruslah juga melindungi diri dengan memukul atau menangkis jurus serangan lawan. Tetapi, kali ini dia meringis kesakitan karena puncak kekuatan Panglima Arcia yang sudah dia lepas dan digunakan menyerang Geberz sungguh menyakitinya. Sekali lagi terjadi adu kekuatan yang terpaksa dilakukan Geberz dan terlihat membuat Geberz terluka, dan luka itu sudah dapat dilihat dengan mata telanjang oleh Koay Ji maupun Lie Hu San. Waktunya semakin dekat, Geberz sudah habis.
"Sudah cukup, kurasa engkau bisa belajar banyak, bukan mencangkok pelajaran ilmu lawan, tetapi membuka perspektif bertarung lawan..." masih sempat-sempatnya Lie Hu San bersabda dan memberi petunjuk.
Koay Ji tidak menjawab karena masih terpaku terhadap pertarungan yang semakin menuju akhirnya. Geberz sudah jelas kalah, dalam beberapa pukulan lagi dia sudah mesti menyerah, bukan karena ilmunya kalah, tetapi karena memang dia sudah lanjut usia dan teramat lelah bertarung. Selisihnya dengan Panglima Arcia hanya tipis belaka, tetapi usia tidak akan pernah berdusta. Dan itu yang terjadi sangat jelas dan menonjol dari tarung itu. Meskipun, selain itu, tentu saja Panglima Arcia sendiri memang memiliki kemampuan hebat dalam ilmu silat gaya dan khas Persia yang sudah dikuasainya secara matang itu.
Tidak lama kemudian, setelah 10 jurus, adu pukulan ketiga kalinya terjadi dan sudah akan segera dituntaskan oleh Panglima Arcia yang sudah siap dengan pukulan atau tepatnya totokan terakhir yang mengakhiri pertarungan itu. Segera setelah Geberz terdorong ke belakang, gerakan bagai ular Panglima Arcia bergerak mengiringinya secara cepat, dan belum lagi kedua lengan Geberz sigap untuk menangkis, sudah datang serangan keras yang menerpanya. Kedudukan Geberz sudah amat sulit, dia masih sempat mengibas tanpa kemampuan menghindar, dan kembali tubuhnya terdorong ke belakang dan terhuyung-huyung. Tetapi, karena kekuatannya memang sudah susut teramat jauh, Panglima Arcia tidak lagi mampu dia dorong ke belakang. Oleh karena itu, Panglima Arcia tetap mengiringinya yang mundur ke belakang dan terus mengancam dan menyerangnya.
Geberz sadar bahwa dia sudah kalah. Karena itu, dia memutuskan untuk menyerang diri sendiri dan menotok ke arah kepalanya, tetapi Panglima Arcia yang awas dan sudah menduganya bergerak sangat cepat. Dia mendorong dengan kekuatan penuh kearah lengan Geberz dan kemudian memukulnya terkulai ke bawah, dan dengan cepat kemudian menutup pertarungan itu dengan menotok Geberz. Selesai. Tokoh hebat asal Persia itu akhirnya berhasil dibekuk lewat sebuah pertarungan panjang yang sangat melelahkan keduanya.
Panglima Arcia segera menoleh kearah Panglima Ilya dan Panglima Shouroushi yang cepat bergerak dan tidak lama kemudian Geberz yang tertotok sudah dalam keadaan tak berdaya. Selain tertotok, juga sudah dalam belenggu khas Persia yang terhitung sulit untuk diepaskan, bahkan meski dengan kekuatan iweekang sekalipun. Terlihat Panglima Arcia berdiri kokoh, namun keletihan dan kelelahan yang sangat tidaklah dapat dia sembunyikan. Betapapun, dia menang bukan hanya karena kehebatan ilmunya, tetapi juga karena kelelahan sangat yang dialami oleh lawannya. Tetapi, betapapun itu sudah lebih dari cukup, karena dengan demikian, tugasnya dapat diselesaikan dengan baik dan boleh dikata berhasil dengan gemilang. Senyum mengembang dibibirnya tetapi tidak lama karena dia segera sadar bahwa ada dua tokoh hebat di dekatnya.
"Terima kasih banyak karena kedua sahabat sudah berdiri membantu sehingga kawan-kawan Geberz tidak berani memasuki arena ini....." ucapnya dengan dibantu Panglima Ilya sebagai penterjemah. Lie Hu San hanya tersenyum dan tidak berkata-kata kalimat apapun juga. Dia sepertinya secara sengaja membiarkan Koay Ji yang menjawabnya. Koay Ji awalnya melirik Lie Hu San yang mengangguk kepadanya, sebagai isyarat untuk berbicara atas nama mereka berdua yang berhadapan dengan Panglima Arcia secara langsung.
"Acccch, sungguh pertarungan yang luar biasa.... banyak selamat karena sudah menyelesaikan missi di Tionggoan, Panglima Arcia..." ucap Koay Ji yang kemudian diterjemahkan Panglima Ilya.
"Terima kasih banyak Thian Liong Koay Hiap,,,,,,, undangan dari Maha Guru atau Guru Agung Bangsa Persia tetap berlaku, kapan saja engkau memutuskan untuk datang berkunjung ke Persia, akan kami sambut dengan penuh kemeriahan dan juga penuh persahabatan....." ucap Panglima Arcia yang membuat Koay Ji kaget meski tidak sangat terkejut. Karena ternyata pihak Persia sudah mengenali dia dan samarannya sebagai Thian Liong Koay Hiap..... hebat, awalnya dia tidak paham dan tidak melihat ada tanda mereka sudah mengenali samarannya. Untungnya, kalimat Panglima Arcia diterjemahkan secara lirih belaka oleh Panglima Ilya.
"Terima kasih sudah mencoba memahami kesulitanku dalam penyamaran selama ini, tetapi ada cukup banyak alasan untuk hal itu. Mengenai UNDANGAN dari Guru Agung Persia, pasti akan kami penuhi dengan senang hati......" balas Koay Ji juga dalam nada suara lirih sehingga tidak terdengar oleh orang banyak yang sedang terus memperhatikan mereka semua.
"Baiklah, Thian Liong Koay Hiap, kamipun mohon diri. Dan ada satu hal yang ingin kusampaikan, tetapi biarlah melalui tulisan ini......" berkata Panglima Arcia sambil menyerahkan sebuah surat kepada Koay Ji yang heran dengan isi surat dan maksud surat yang disampaikan Tokoh Persia itu.
"Acccchhhh, apa maksud surat ini Panglima......?" kaget Koay Ji menerima sepucuk surat dari Panglima Arcia, langsung.
"Sebuah kenang-kenangan kecil dari kami.... dan ucapan terima kasih karena sudah membantu kami selama di Tionggoan. Dan jika engkau tidak mengunjungi kami di Persia, maka berarti engkau bukan sahabat kami yang baik......"
"Acccch, pasti akan kukunjungi Persia suatu saat nanti, Panglima. Tunggulah aku disana, pasti akan datang berkunjung...."
"Baiklah, terima kasih atas persahabatanmu, terima kasih buat perhatian kalian semua. Pada hari ini juga Liga Pahlawan Bangsa Persia akan melakukan perjalanan pulang, kembali ke Persia. Missi dan pekerjaan kami sudah tuntas. Tetapi, sahabat-sahabat dari Tionggoan akan selalu kami kenang kedepannya..... sampaikan salam kepada Tek Ui Bengcu...."
Sambil berkata demikian, Panglima Arcia kemudian menurunkan perintah dan tidak lama rombongan dari Persia kemudian berjalan pergi dengan membawa serta Geberz sebagai tawanan dan setidaknya ada 6 atau 7 dari rombongan itu yang mati dalam tugas. Terutama tewas dalam pertempuran di Pek In San.
Setelah semua mereka memberi hormat kepada Koay Ji dan juga Lie Hu San, dan menjura kearah seluruh Pendekar Tionggoan yang masih berada disitu, maka tidak lama kemudian, rombongan Liga Pahlawan bangsa Persia itupun berjalan pergi. Cukup lama Koay Ji memandangi rombongan Persia berjalan pergi, sambil terus memegang surat yang ditinggalkan untuknya. Tetapi dia masih belum berniat untuk membacanya, karena ada suara yang disampaikan kepadanya agar membaca surat itu secara pribadi. Dia baru sadar ketika Lie Hu San berbisik:
"Apa yang engkau pelajari dari pertarungan tadi......?" desisnya sambil memandang jauh dan bukan memandang mata Koay Ji, tetapi meski begitu Koay Ji merasakan bahwa pertanyaan itu penting dan dalam. Karena itu, dia berpikir sejenak kemudian menjawabnya dalam jawaban serius.
"Ada cukup banyak atau malah terlalu banyak hal yang amat menarik Locianpwee, dan tentunya sulit untuk dapat diuraikan dalam waktu yang amat singkat ini" jawab Koay Ji sambil melirik tokoh hebat yang banyak membantunya itu. Tetapi, Lie Hu San, tokoh jubah hijau itu tetap memandang jauh kedepan, seakan jawaban Koay Ji tadi tidak dia dengarkan. Tetapi, bukan demikian yang sebenarnya, karena segera kembali terdengak kalimatnya;
"Hmmm, tetapi tentu saja ada yang bisa secara khusus untuk engkau sebutkan bukan.....?" tanya Lie Hu San lagi dengan tetap tidak memandang matanya, tetapi nada suaranya amat serius.
"Sudah tentu demikian Locianpwee. Jika disebutkan, maka yang lebih khusus dan juga tentunya hebat adalah, semua yang dapat kulihat dan juga kucatat tadi, masuk dalam ingatanku, sekarang semuanya sudah bisa kulupakan. Mengapa demikian, karena pada akhirnya semuanya itu hanya bisa berguna pada saat dan waktu yang tepat. Menghadapi situasi sulit, mungkin formula gerak tadi akan dapat muncul dan kugunakan, dan di waktu yang juga tepat untuk digunakan demi manfaat yang dapat diprediksi sejak sangat awal....." jawab Koay Ji yang juga kini sama memandang ke kejauhan. Seakan jawabannya keluar begitu saja.
"Melihat, mengingat, mencatat, mengetahui manfaatnya untuk kemudian mencoba dan bahkan mampu untuk melupakannya........ engkau sudah lebih dari cukup untuk kutinggalkan dan kubiarkan terus berkembang. Engkau entah mengapa, mampu menjadi mutiara yang sanggup menggosok kotorannya sendiri dan memancarkan kilaunya, cukup dengan sedikit saja bantuan, dan bahkan kemudian kini semakin memancarkan sinar gemilangnya. Kemampuan dalam melihat, mengingat, mencatat dan melupakan yang engkau saksikan tadi, sesungguhnya adalah tahapan luar biasa yang akan membuatmu mampu menentukan apa yang tepat pada saat yang juga tepat. Sesuatu yang terlihat sederhana bukan berarti tidak berguna, karena justru mampu menjawab pada saat dan waktu yang tepat. Ilmu dan jurus menjadi relatif, menjadi semua, karena sesungguhnya setiap saat engkau bisa dan mampu menciptakan ilmu dan jurus baru. Yang sesuai dengan situasi dan kebutuhan yang khusus.... maka, pantas jika pada kesempatan ini kuucapkan kepadamu ucapan yang juga sederhana, tetapi penting: banyak selamat anak muda......" panjang serta dalam sebenarnya makna kata-kata Lie Hu San, disampaikan secara serius dalam suasana yang lain daripada yang lain.
Meskipun disampaikan dalam cara yang sedemikian anehnya, tetapi Koay Ji seperti memperoleh pengajaran dan malah pendidikan yang setara dengan pendidikan dan pengajaran selama bertahun-tahun. Bukan apa-apa, memang benar, mereka berdua bercakap biasa saja, tetapi sejak dia diajak mendekati tarung Geberz melawan Arcia atau Panglima Arcia, dia sudah merasa ada sesuatu yang aneh. Secara sederhana dan nyaris tak terasa, Lie Hu San memancingnya menggunakan kecerdasannya. Baik untuk mengamati, mencatat, menganalisa, mengingat dan menekankan bagian bagian penting baginya. Untungnya, dia sangat serius menanggapinya, dan akhirnya diapun sadar, secara luar biasa dia dididik oleh Lie Hu San, melalui sebuah cara yang menurutnya snagat luar biasa. Dan jujur dia menyebutkan: banyak yang dia dapat lihat, catat, ingat, temukan, tetapi jika diminta menyebutkan dia menjadi LUPA, tetapi ada dalam pikirannya. Maka dengan tulus dan penuh rasa terima kasih, Koay Ji kemudian bergumam;
"Terima kasih atas semua bimbingan dan bantuan Locianpwee. Sungguh tidak dapat kuantisipasi pada bagian awalnya, tetapi manfaatnya langsung terasa....." ujar Koay Ji dengan ucapan terima kasih yang amat tulus, sekaligus menonjolkan kerendahan hatinya dengan mengakui kehebatan Lie Hu San.
"Hahahaha, engkau terlalu merendah dan menempelkan emas dimukaku. Tetapi, Hmm, masih ada beberapa tugas berat yang perlu engkau selesaikan dalam waktu mendatang ini. Dan semua hal berat tersebut akan berlangsung secara beriringan, entah bagaimana engkau mengerjakannya satu demi satu. Tetapi, yang berada di depan matamu adalah menyelesaikan pertikaian dengan Bu Tek Seng Ong atau sesungguhnya dengan perguruan Pat Bin Lin Long. Lebh aneh lagi, karena secara mujijat engkau mewarisi sebagian besar kepandaian tokoh aneh nan mujijat itu. Hanya, tidak akan ada cara yang lain selain menaklukkan tokoh utama yang menjadi biang keladinya, seorang tua yang hebat mujijat dan amat sangat berbakat, namun sayangnya gila dan sangat ambisius. Bagaimana kelak engkau menyelesaikannya", terserah kepadamu, tetapi sudah kusepakati dengan Phoa Tay Teng, waktunya adalah besok atau mungkin lusa.... pertarungan dengan gaya dan cara pendekar di Tionggoan. Tetapi, Phoa Tay Teng dan Lohu tidak akan berada dan tidak akan masuk dan terlibat dalam pertikaian yang bersifat menentukan itu. Satu hal patut engkau catat, setelah tarung tersebut sesungguhnya masalah belum selesai bagimu dan juga bagi perguruan itu, masih tetap akan ada ekor panjang persoalan yang akan menyeretmu dan menyertai penyelesaian persoalan itu kelak. Karena itu, tetap dan teruslah berhati-hati dan jangan pernah puas dengan apa yang engkau sudah miliki pada hari ini di hari-hari mendatang. Tetapi satu hal yang pasti, Lohu sudah berhasil membalas budi kebaikanmu dan karena itu, akan melepasmu ke medan tarung dengan perasaan sangat bangga, karena kini engkau sudah lebih dari siap menghadapinya..... nach, Lohu akan mohon diri darimu. Tetapi sebelumnya perlu untuk sekedar menyapa dan bercenkerama dengan kaum Khong Sim Kaypang sebelum meninggalkan tempat ini......"
"Locianpwee....."
"Cukup Koay Ji atau Thian Liong Koay Hiap...... ada soal, ada jalan keluar, selalu berpatokan pada skema itu, dengan mengutamakan keadilan dan kebersihan hati, maka engkau tidak akan tersesat jalan. Sekali lagi, kebersihan hati. Dan ingat apa yang lohu sudah tegaskan. Waktu lohu disini sudah selesai, Phoa Tay Teng tidak akan ikut campur, dia tidak terlibat kegilaan toa suhengnya meskipun terus menerus diminta untuk membantu gerakan toa suhengnya. Sisanya, entah bagaimana, harus engkau yang selesaikan. Meski memang berat, sangat berat, tetapi dapat engkau carikan jalan keluarnya. Tidak ada masalah tanpa jalan keluar. Nach, lohu akan berlalu, Phoa Tay Teng juga akan segera berlalu menyusul, pesan lohu, selesaikan secara baik........ selamat tinggal...."
Setelah berkata demikian, Lie Hu San segera berlalu dengan terlebih dahulu pergi menemui para tokoh Khong Sim Kaypang, juga tokoh-tokoh dan sesepuh Kaypang yang berada bersama. Mereka bercakap-cakap, dan nampak jelas betapa mereka semua sangat menghormati Lie Hu San, si pengemis sakti yang sangat legendaris pada masa lalu itu. Tetapi, mereka tidak lama bercakap, karena Lie Hu San sudah segera minta diri dan tidak lama kemudian berlalu. Terlihat jelas betapa kaum Khong Sim Kaypang dan juga para sesepuh Kaypang sangat menghormati dan sangat bangga bertemu tokoh bernama Lie Hu San itu.
Sementara itu, sepeninggal Lie Hu San, Koay Ji segera ditemani dan didatangi oleh Tek Ui Sinkay, sam suheng sekaligus yang bertugas dan bertindak selaku Bengcu Tionggoan. Tetapi, belum sempat mereka berdua, atau tepatnya bertiga karena segera menyusul datang suheng ketujuhnya, Cu Ying Lun, tiba-tiba tanpa diduga, seorang tokoh tua sudah berada di dekat mereka bertiga. Dia bukan lain Kakek sakti bernama Phoa Tay Teng, tokoh hebat yang bertarung dengan Koay Ji beberapa waktu lalu di Thian Cong San. Koay Ji bisa mengetahui dan meraba kedatangan Phoa Tay Teng yang begitu datang langsung berkata;
"Urusan disini bagi lohu sudah selesai, pihak Bu Tek Seng Pay meminta waktu untuk pertarungan terakhir pada selambatnya dua atau tiga hari kedepan. Pertarungan itu bersifat penentuan bagi semuanya. Mereka akan mengirim kabar secepatnya, dan seperti juga Lie heng tadi, maka tugas lohupun sudah selesai. Karena itu, selesaikan yang perlu diselesaikan secara jantan dan tidak mengorbankan banyak pihak yang sebenarnya tidak bersalah dan hanya ditekan serta dipaksa. Lohu mohon diri. Untuk engkau anak muda, kemajuanmu sungguh hebat, bahkan toa suheng sampai terluka parah menghadapimu...... tapi, baik-baiklah menjaga diri" kata-kata yang setengah bersifat pujian disampaikan kepada Koay Ji dengan tatap mata kagum, selain juga beberapa informasi menyampaikan penyelesaian dengan pihak Bu Tek Seng Pay. Hal yang sama dan juga ada dalam pikiran Koay Ji dan kedua suhengnya, sehingga mau tidak mau Koay Ji mengangguk saat tokoh tua itu berlalu.
"Terima kasih atas bantuan Phoa Locianpwee, semoga kami bisa menyelesaikan semuanya dengan cara sebijaksana mungkin" jawab Koay Ji yang disampaikan lewat ilmu mengirimkan suara. Tetapi, setelahnya tidak ada jawaban dari Phoa Tay Teng, karena dia sudah pergi jauh. Telinga tajam Koay Ji masih menangkap suara lirih di telinganya: "Lohu percaya kepadamu anak muda...."
Sebagaimana Lie Hu San, Phoa Tay Teng juga pergi setelah menyelesaikan semua urusan dengan pihak Bu tek Seng Pay, yang memang memiliki hubungan perguruan dengan dirinya. Dan sekarang, kakek itu sudah berkelabat pergi dan sebentar saja bayangannya sudah tidak nampak lagi. Phoa Tay Teng pergi meninggalkan Lie Hu San yang masih bercakap beberapa saat dengan pihak Khong Sim Kaypang dan kemudian juga menyusul berlalu. Koay Ji tercenung dan bertanya-tanya, seperti apakah gerangan hubungan antara Lie Hu San, tokoh hebat yang terlihat seperti masih berusia muda atau pertengahan itu, dengan Phoa Tay Teng.
Kedua tokoh itu jelas tokoh tua yang punya kepandaian mujijat, dia sendiri kesulitan ketika bertarung melawan Phoa Tay Teng dan sangat sadar bahwa Lie Hu San, bahkan kemunkinan besar masih lebih hebat lagi dibanding Phoa Tay Teng. Kedua tokoh hebat itu, bersama dengan kakek tua lawannya tadi yang membuatnya terluka parah, adalah tokoh-tokoh seangkatan. Bahkan juga seangkatan dengan Suhunya sendiri, juga kemungkinan dengan Lam Hay Sinni. Pusing juga Koay Ji memikirkan semuanya, hubungan kedua tokoh tadi, tetapi kebingungannya buyar karena tidak lama kemudian sam suhengnya Tek Ui Sinkay bertanya;
"Siauw sute, bagaimana sekarang" apakah lukamu tidak lagi berhalangan dan sudah sembuh kembali.....?" tanya Tek Ui Sinkay agak khawatir meski dia melihat sesugguhnya sutenya itu sudah sehat kembali. Hal yang sesungguhnya sangatlah menyenangkannya, melihat siauw sutenya sudah sembuh. Bukan apa-apa, Koay Ji baginya sama dengan anaknya sendiri, tetapi sekarang bertumbuh s ebagai tempat dia bertanya dan bertukar pikiran. Selain sandaran utama untuk menyelesaikan kisruh di rimba persilatan Tionggoan.
"Sesungguhnya sejak awal sudah sehat kembali suheng, dengan air dari guci perak lukaku sudah sembuh, tetapi mumpung ada Lie Locianpwee, jadi kumanfaatkan sekalian untuk memulihkan semangat dan fisikku. Jangan khawatir, sudah tidak ada halangannya sama sekali suheng.." Koay Ji maklum, bahwa keadaan dan kesehatan dirinya penting bagi sam suheng. Bahkan dia juga sadar bagaimana kasih dan juga perhatian sang suheng kepada dirinya, hal yang dia rasakan berlangsung bahkan sejak dia masih kecil.
"Syukurlah jika memang demikian..... kita masih memiliki waktu yang cukup, yakni selama 2 atau 3 hari kedepan untuk sebuah persiapan pertarungan satu lawan satu. Dan kita akan amat perlu mempersiapkan siapa-siapa yang kelak akan turun tanding dengan mempertimbangkan lawan-lawan yang kemungkinan turun gelanggang guna mewakili pihak Bu Tek Seng Pay....." berkata Tek Ui Sinkay yang sudah mulai memikirkan pertarungan puncak.
"Benar suheng, lebih baik kita menarik semua kekuatan dan beristirahat secukupnya sambil mempersiapkan diri. Rasanya, kekuatan kita cukup memadai untuk melawan mereka dalam pertarungan yang adil, satu lawan satu, jadi janganlah terlampau khawatir. Meskipun memang di pihak mereka, masih sangat mungkin tetap ada tokoh tersembunyi yang masih belum lagi keluar dan turun tangan. Tetapi, selama dua hari ini, biarlah akan kukerjakan yang terbaik bagi mereka yang kelak akan turun bertarung melawan kekuatan Bu tek Seng Pay mereka itu....." berkata Koay Ji sambil menyarankan menarik semua pendekar dan beristirahat sambil memikirkan strategi pertarungan kedepan.
"Hmmm, Phoa Tay Teng di pihak mereka, jika beliau bergabung bakalan sangat berbahaya, tetapi untungnya kita juga memiliki Lie Locianpwee. Ngomong-ngomong, bagaimana engkau sampai mengenal sesepuh Khong Sim Kaypang yang sangat legendaris itu sute...?" bertanya Tek Ui Sinkay dalam nada penasaran. Apalagi dia melihat betapa Lie Hu San seperti sangat perhatian dan memperlakukan Koay Ji dalam cara yang sangat istimewa.
"Sesungguhnya, Lie Locianpwee sudah berkali-kali membantuku suheng, hanya saja dia melakukannya secara rahasia dan secara diam-diam. Akan tetapi, menjelang "kepergian" Suhu, dia orang tua sudah sempat menjelaskan bahwa Lie Locianpwee itu adalah seorang "sahabat" Suhu, dan dia pastilah tidak akan mungkin memiliki berniat buruk kepada kita sebagai murid Suhu....." jelas Koay Ji antara menjawab dan juga tidak menjawab apa yang ditanyakan Tek Ui Sinkay. Tetap saja Tek Ui Sinkay merasa sangat penasaran.
"Hmmmm, sama saja engkau tidak menjawab pertanyaanku sute...." desis Tek Ui Sinkay yang menggerutu namun maklum, karena sutenya sudah membawa-bawa nama SUHU mereka. Hal yang bermakna bahwa, tidak bisa ada pertanyaan lebih jauh mengenai tokoh yang dikenal sebagai LIE HU SAN itu. Baik identitasnya maupun hal-hal lain terkait tokoh itu. Tek Ui Sinkay sendiri hanya tahu serba sedikit mengenai tokoh itu melalui informasi dari pihak Khong Sim Kaypang. Karena bagaimanapun tokoh itu, ternyata masih punya kaitan secara tidak langsung dengan sejarah panjang Kaypang mereka itu. Sebagai Pangcu Kaypang, tentunya dia tahu kisah Khong Sim Kaypang, dan bahwa Lie Hu San adalah salah satu pemimpin yang legendaris dari perkumpulan rahasia kaum pengemis yang selalu membantu dan perhatian dengan keselamatan kaum Kaypang.
"Maaf suheng, tetapi sesungguhnya, pengetahuanku tentang Lie Locianpwee itu memang masih serba terbatas. Kenyataan bahwa beliau beberapa kali membantu, adalah benar, namun juga dengan memperkenalkan diri secara terbatas. Dan lagi, Suhu sendiri juga tidak cukup banyak menceritakan mengenai keberadaan serta juga identittas tokoh itu. Itulah sebabnya, tidaklah dapat kukisahkan hal yang lebih dari yang mampu kusampaikan kepadamu suheng....." berkata Koay Ji saat dia paham dan mengetahui bahwa sam suhengnya sadar bahwa dia memang tidak banyak berbicara mengenai tokoh yang dipanggil sebagai Lie Locianpwee tadi. Meskipun sesungguhnya, dia memang paham beberapa hal yang lebih detail, tetapi diapun masih merasa belum waktu yang tepat untuk membuka hal-hal yang sudah dia tahu terlebih dahulu itu.
"Hmmm, baiklah sute, jika memang demikian, mari.... sudah saatnya kita menemui dan membicarakan rencana kita dengan kawan-kawan pendekar yang lain. Arena tarung nanti, jauh berbeda dengan yang baru saja kita lalui, dan jelas membutuhkan kesiapan yang lebih berbeda....."
"Baik, mari suheng....." Koay Ji kemudian mengikuti Tek Ui Sinkay dan juga suheng yang lain, Cu Ying Lun yang tidak banyak bicara sejak awal. Tetapi, Cu Ying Lun tetap memperhatikan percakapan kedua saudara seperguruannya itu, serta paham tentang tokoh yang baru saja berlalu itu.
Ketiga orang saudara seperguruan itu akhirnya melangkah mendekati rombongan para pendekar yang memandang dari jarak seratus-meteran dari posisi mereka tadi. Memang, sebagaimana pesan Koay Ji, Tek Ui Sinkay melarang siapapun mendekati arena pertempuran Geberz melawan Panglima Arcia. Selain, dia sendiri juga sudah memperoleh bisikan Lie Hu San untuk tidak datang mendekat ke arena yang sangat berbahaya itu. Itu sebabnya, hanya Tek Ui Sinkay dan Cu Ying Lun yang datang mendekat ke arena setelah Lie Hu San akhirnya meninggalkan tempat itu. Maka, ketika mereka bertiga kakak beradik seperguruan akhirnya datang untuk berkumpul bersama dengan para pendekar, segera laporan datang disampaikan kepada Tek Ui Sinkay sebagai Bengcu Tionggoan;
"Lapor Bengcu, mereka, Bu Tek Seng Pay, menggunakan rumah terdekat ke tebing di belakang gunung dan semua lokasi lain sudah bersih dari anak buah Bu Tek Seng Pay. Semua anak murid Pek Lian Pay dan Utusan Pencabut Nyawa yang menyerah, sudah pada berlalu dan turun gunung sambil memberikan janji mereka untuk tidak melakukan kejahatan lagi kedepan....."
"Hmmm, baiklah. Apakah seluruh jalan keluar dari gunung ini sudah dijaga secara ketat dan dengan kekuatan yang cukup memadai....?" tanya Tek Ui Sinkay yang langsung masuk ke persoalan bagaimana menjaga setiap celah agar tidak ada tokoh lawan yang meloloskan diri.
"Tidak ada lagi celah untuk turun gunung, karena semua kekuatan kita sudah berada di posisi yang mungkin menjadi jalan mereka melarikan diri. Selain itu, jalan turun dari Markas inipun, memang sangat terbatas...."
"Baik, jika demikian, sebaiknya saat ini kita gunakan untuk segera beristirahat. Tetapi, siapkan segera kelompok pengintai dan kelompok mata-mata untuk dapat selalu mengawasi dan mengetahui semua gerak-gerik pihak lawan dan laporkan perkembangannya setiap satu jam...."
"Baik bengcu....."
Tidak lama kemudian arena yang tadinya menjadi pertarungan di markas Pek Lian Pay yang digunakan juga sebagai markas Pek Lian Pay menjadi sepi. Tidak banyak mayat di arena itu, berbeda dengan arena pintu masuk dan pintu penjagaan yang memakan korban ratusan nyawa. Tetapi, pertarungan di dalam markas Bu Tek Seng Ong lebih berimbang dan lebih hebat, karena melibatkan tokoh-tokoh puncak yang memiliki kepandaian sangat tinggi. Tanpa diperintah, semua mayat yang menjadi korban di semua arena sudah dibersihkan oleh kelompok Kaypang yang bertindak sebagai pendukung utama Bengcu Tionggoan.
Hanya tinggal beberapa gedung megah yang tertinggal, dari puluhan yang dibangun, hanya tinggal 6 atau 7 gedung belaka yang tertinggal dan tidak terbakar. Gedung gedung tersebut kini digunakan oleh dua pihak yang bertikai, 5 gedung yang dekat dengan tebing, luput dari pembakaran karena jauh di dalam, dan dua lainnya ada di dekat hutan. Dan dua yang tersisa kini digunakan oleh kaum pendekar, sementara kelompok Bu Tek Seng Pay menggunakan 3 gedung lainnya yang tertinggal. Semua itu sesuai dengan laporan yang masuk kepada Tek Ui Sinkay yang kebetulan juga Koay Ji berada disana;
"Para tokoh utama lawan mendiami gedung megah dekat dengan tebing, sementara sisanya menggunakan dua gedung lainnya yang berada dekat dengan gedung dimana para tokoh mereka tinggal" demikian laporan kepada Tek Ui Sinkay selepas makan malam, dan didengar oleh semua tokoh utama Kaypang, Hoa San Pay, Kun Lun Pay, Siauw Lim Sie serta Khong Sim Kaypang yang masih tinggal. Juga berada disana para pendekar muda yang berlelah memimpin dan melakukan perlawanan atas para gerombolan Bu Tek Seng Pay. Laporan tersebut terhitung yang kedua kali kepada Tek Ui Sinkay, dan setiap jam selalu ada yang masuk memberikan laporan kepada sang Bengcu.
"Hmmm, apakah ada pergerakan lain dari pihak mereka sejak sore hingga malam ini...." atau mereka semua sedang beristirahat menunggu hari pertarungan yang sudah ditetapkan bersama....?" tanya Tek Ui Sinkay setelah mendengarkan laporan terakhir perkembangan di pihak lawan.
"Tidak ada Bengcu, ketiga gedung yang mereka diami, duanya sunyi senyap dan tidak ada pergerakan, sedangkan gedung ketiga cukup ramai. Tetapi, sampai saat ini tidak ada satupun dari mereka yang terlihat meninggalkan gedung, semua saat ini nampaknya sedang istirahat....."
"Hmmm, baiklah........ satu jam lagi, kutunggu laporan selanjutnya...." perintah Tek Ui Sinkay kembali kepada anak buahnya.
"Baik bengcu....."
Demikianlah, setiap satu jam kedepan, laporan mengenai keadaan gedung lawan selalu disampaikan. Tetapi sampai besok harinya, tetap tidak ada laporan bahwa ada pergerakan di pihak lawan. Bahkan hingga laporan terakhir di pagi harinya, juga tetap saja sunyi sepi, dan tetap belum terlihat ada satu pergerakan di pihak lawan. Pelapor menyimpulkan mereka sedang beristirahat.
"Bagaimana sute....?" tanya Tek Ui Sinkay dengan berbisik setelah para pelapor dan pengintai beranjak keluar. Dia menginginkan analisis Koay Ji atas perkembangan terakhir dimana lawan sedang berdiam diri. Hal yang sebenarnya tidak biasa, tetapi mereka tidak tahu apa yang sednag terjadi.
"Memang sedikit mencurigakan, tetapi kita tidak memiliki informasi yang lengkap dan detail apa yang sedang mereka lakukan dalam gedung itu....." desis Koay Ji yang terlihat sedang memikirkan sesuatu, dia ingin berkata lebih jauh tetapi terihat batal dan kemudian memilih melirik sam suhengnya dan kemudian melanjutkan lagi perkataan dan analisanya,
"Biarlah besok saja kita intai apa yang sedang mereka lakukan. Karena dalam keadaan seperti sekarang ini, tidak akan ada yang mau dan dapat mereka lakukan selain beristirahat. Kurasa, besok baru mereka akan mulai berunding, yang penting buat kita adalah, selalu ada yang mengintai dan melihat apa yang sedang dan akan mereka lakukan di markas mereka saat ini....."
"Benar sute, dan kita juga membutuhkan istirahat malam ini. Biarlah perundingan kita lakukan besok saja...... bagaimana cuwi sekalian...?" tawar Tek Ui Sinkay yang segera disetujui semua orang, dan tidak lama kemudian, tempat pertemuan yang cukup mewah itupun hening.
Tetapi, tidak sepenuhnya demikian dengan beberapa ruangan yang lain, termasuk ruangan dimana Koay Ji beristirahat. Karena tidak berapa lama setelah dia masuk ke kamar yang sangat besar dan luas, meski tidak seluas kamar Tek Ui Sinkay suhengnya, tiba-tiba ikut menerobos masuk Siauw Hong, adik angkatnya. Tanpa berkata apa-apa, dia masuk mengikuti Koay Ji, dan di belakangnya ikut dengan ragu Bun Kwa Siang. Koay Ji hanya melirik sejenak mereka berdua, tidak berkata apapun dan tidak melarang keduanya untuk masuk ke ruangannya, karena memang dia perlu berkata dan bercakap dengan kawan-kawannya. Dia bahkan tahu, sebentar lagi pastilah Tio Lian Cu, Sie Lan In, Khong Yan juga akan menyusul mencarinya. Karena memang, dia yang paling banyak tahu apa yang sudah dan telah terjadi sepanjang pertarungan hebat siang tadi.
"Toako,,,,,, bagaimana keadaanmu..." beum lagi selesai pertanyaan Siauw Hong, Koay Ji sudah memberi isyarat agar diam, karena dia tahu sebentar lagi ada orang lain lagi yang akan memasuki ruangannya. Dan memang benar demikian, karena tak lama kemudian Sie Lan In bersama Tio Lian Cu, Khong Yan dan bahkan Bun Siok Han sudah memasuki ruangannya. Mereka seperti sudah bersepakat terlebih dahulu sebelum datang mengunjungi Koay Ji.
"Nach, aku akan menjawab pertanyaanmu Hong moi, karena pasti semua datang untuk salah satunya karena pertanyaan yang engkau ajukan tadi itu. Selain tentunya ada pertanyaan-pertanyaan yang lain seputar bagaimana dan apa yang akan kita kerjakan besok atau mungkin dua hari kedepan. Hal yang tentu saja tergantung apa dan bagaimana mereka akan melakukan pertarungan itu pada waktu yang mereka tetapkan nanti..... tetapi, kita memang mesti bersiap, entah besok atupun kapan mereka mengatakan siap melakukan pertarungan yang menentukan...." jawab Koay Ji dengan masih tetap menggantung.
Semua saling pandang, Sie Lan In memandang Siauw Hong yang sedang dalam tatapan penuh tanya kepada Koay Ji. Dan Tio Lian Cu , Khong Yan dan yang lain juga sama, mereka memang benar datang untuk mencari tahu apa yang terjadi dan bagaimana sebaiknya mereka menghadapi perkembangan terakhir. Dan kepada Koay Ji mereka semua sepakat untuk mencari jawabannya. Karena mereka sadar dan tahu betapa Tek Ui Sinkay, meski sejatinya adalah SAM SUHENG dari Koay Ji dan bahkan adalah bengcu Tionggoan, tetapi nyaris selalu bercakap dan berdiskusi dengan Koay Ji sebelum mengambil keputusan. Karena itu, tidak peru kemana-mana untuk mencari tahu keadaan yang sebenarnya, cukup datang dan menemui Koay Ji, dan mereka akan beroleh informasi,nya.
"Baiklah, bagaimana jika toako yang baik dan maha pintar mulai saja menceritakan apa yang sebenarnya terjadi dan juga kira-kira apa yang akan terjadi nantinya... dan bagaimana sampai toako yang sangat lihay luar biasa tenryata masih bisa terluka dan nyaris tewas tadi itu....?" kejar Siauw Hong yang memang penasaran dengan apa yang terjadi siang tadi. Semua jadi tersenyum, termasuk Sie Lan In, karena juga itu adalah pertanyaannya.
"Sebetulnya semua sudah kami perhitungkan hong moy. Sejak sangat awal, enci Sie dan toakomu ini sudah menghitung berapa lama waktu yang dibutuhkan sampai semua kekuatan kita masuk ke markas lawan. Yang berada di luar perkiraan adalah, ternyata Rajmid Singh dan kakek tua itu bisa bekerja-sama sehingga membuatku terluka. Untungnya ada kawan-kawan monyet yang mengganggu si penyihir itu dan memberiku cukup waktu sampai akhirnya kakek Mindra muncul. Jika tidak, memang keadaan kita teramat sangat berbahaya. Meskipun demikian, tetap saja ada hal yang menggembirakan bagi pihak kita, yakni kita semua sudah mengenali kekuatan utama pihak musuh dan jika saatnya tiba kelak, kita bisa mengukur kekuatan lawan sehingga pertarungan nanti kita memiliki peluang lebih besar untuk menang. Yakni dengan mengalahkan dan sekaligus menghancurkan kekuatan Bu Tek Seng Ong hingga ke tokoh-tokoh utama dan andalan mereka. Tapi, janganlah dulu bertanya bagaimana pengaturannya, karena hal itu adalah wewenang Tek Ui Bengcu untuk mengaturnya kelak bagi kita semua......" Koay Ji menjelaskan dengan suara jernih dan didengar semua yang datang menemuinya.
Badai Laut Selatan 16 Naga Merah Bangau Putih Karya Kho Ping Hoo Laron Pengisap Darah 1
^