Pencarian

Pendekar Aneh Naga Langit 38

Pendekar Aneh Naga Langit Thian Liong Koay Hiap Karya Marshall Bagian 38


"Tapi toako, memang benar-benarkah kakek tua lawanmu itu memang sehebat itu dan sampai mampu melukaimu...?" tanya Siauw Hong penasaran, karena baginya, Koay Ji adalah manusia terhebat. Pandangan Kang Siauw Hong terhadap Koay Ji memang sangatlah berlebihan, tetapi wajar, karena apapun dan bagaimanapun buat gadis itu, toakonya adalah yang terhebat.
"Sesungguhnya memang demikian, kemampuannya masih di atas Phoa Tay Teng, dan kemungkinan memiliki tingkat sehebat Suhu dan juga Lie Locianpwee, manusia berjubah hijau yang juga tokoh hebat itu...." jawab Koay Ji yang membuat semua orang disitu terhentak kaget.
"Koay Ji, memang benarkah demikian....?" tanya Sie Lan In kaget dan membutuhkan penegasan atas apa yang baru saja dia dengar. Sie Lan In sendiri, setelah menjadi kekasih Koay Ji, memang memandang kemampuan Koay Ji sebagai yang terhebat, meski dia sendiri adalah tokoh hebat. Begitulah cinta, orang yang dicintai cenderung akan ditinggikan, dianggap hebat. Paling hebat jika perlu. Apalagi, Koay Ji memang mempunya potensi seperti itu.
"Memang benar demikian Sie Suci, dan malam ini harus kupikirkan secara detail bagaimana kelak menghadapinya...... karena belum kumiliki cukup keyakinan untuk dapat mengalahkannya dalam pertempuran satu lawan satu kelak. Sejujurnya, dia terlampau hebat, kemampuan iweekangnya sudah sempurna....." desis Koay Ji dan sekali lagi menyentak semua orang disitu.
"Ooooh sehebat itukah dia....?" desis Siauw Hong antara percaya dan tidak percaya dan seterusnya keadaan dan suasana menjadi hening. Tentu saja semua agak kaget mendengar penjelasan Koay Ji mengenai kakek tua lawannya itu.
"Benar-benarkah engkau belum dan tidak akan mampu mengalahkan kakek tua itu suheng?" tanya Khong Yan yang juga sama kagetnya mendengar bahwa lawan Koay Ji ternyata memang hebat.
"Hmmm, untuk mengalahkannya biarlah kupikirkan selama waktu yang tersedia, tapi persoalan yang kita hadapi bukan hanya dia Khong sute. Rajmid Singh adalah tokoh setingkat dengan dia, tadi dia tidak mampu berbuat banyak karena dilibas oleh Mindra dalam imu sihir. Tapi jika dia tampil dalam pertarungan kelak, maka kita akan kerepotan menghadapinya, kemampuannya setara dengan kakek tua lawanku itu. Selain mereka berdua, ada tokoh lain akan dapat kita hadapi dalam keadaan imbang atau jikapun menang sangatlah tipis. Selain mereka berdua, sedikit dibawah mereka berdua adalah Bu Tek Seng Ong, pemimpin Bu tek Seng Pay yang tingkatnya juga sudah amat hebat dan sudah amat tinggi...." jelas Koay Ji.
"Acccch, bukankah jika demikian untuk mengalahkan mereka kita masih belum cukup kuat dan belum cukup orang....?" tanya Tio Lian Cu yang juga ikut merasa penasaran dengan kekuatan lawan.
"Sesungguhnya mereka memang amat kuat Tio kouwnio, selain ketiga tokoh tadi, mereka juga masih memiliki tokoh-tokoh hebat lainnya. Tokoh-tokoh seperti Liok Kong Djie, Mo Hwee Hud dan Sam Boa Niocu dipihak mereka juga sangat hebat, tetapi akan dapat kalian hadapi. Karena itu waktu yang tersedia sekarang, adalah waktu yang harus dimanfaatkan untuk mempersiapkan diri kalian menghadapi lawan-lawan itu. Sedikit waktu yang ada, haruslah kita manfaatkan meningkatkan kemampuan kalian semua. Karena hanya pemenang dalam pibu penentuan yang memungkinkan kita untuk dapat menang dan membubarkan Bu tek Seng Pay yang culas itu. Untuk saat ini, ketiga lawan berat harus kita carikan lawannya, kakek tua lawanku, Rajmid Singh dan Bu Tek Seng Ong. Tek Ui Bengcu menyerahkan kepadaku untuk mengurus pibu itu kelak, tetapi kita semua yang akan menghadapi tokoh-tokoh itu: Liok Kong Dji haruslah dihadapi oleh Tio Lian Cu, karena dia berasal dari Hoa San Pay. Mo Hwee Hud akan dihadapi Khong Yan, karena ada persoalan perguruan yang mesti mereka selesaikan. Sam Boa Niocu yang sakti dan beracun biar akan dihadapi oleh Kim Jie Sinkay. Lawan yang lain, akan kita perhitungkan siapa yang akan menjadi lawan sepadannya, nach, waktu dan kesempatan yang ada, sebaiknya kita manfaatkan sebaik-baiknya....."
Semua mendengarkan dengan hikmat dan tanpa menyela saat Koay Ji menjelaskan serta membeberkan apa dan bagaimana yang akan mereka lakukan kedepan. Tapi, mereka masih tetap terdiam meski Koay Ji sudah berhenti berbicara, dan karena itu Koay Ji kemudian memandangi mereka satu persatu. Terutama memandangi Sie Lan In dan Siauw Hong yang masih belum ditentukan siapa yang akan mereka hadapi kelak. Keduanya tidak berbicara atau belum berbicara, tetapi karena mereka berdua sudah memasrahkan saja kepada Koay Ji memutuskan apa yang mereka akan lakukan kelak. Karenanya, mereka berdua tenang saja sikapnya. Keadaan tersebut terus berangsung hening, sampai akhirnya Koay Ji yang kemudian kembali berbicara kepada mereka semua:
"Sebaiknya kita tidak berdiskusi lebih panjang malam ini, tetapi pesanku kepada kita semua: Tio kouwnio, lawanmu jelas masih lebih unggul dalam pengalaman dan kematangan iweekang. Sempurnakan gerak langkah dan juga kegesitanmu, ini yang akan menentukan kemenanganmu kelak. Bekal Sam Ciang Hian Bun, jika dimainkan pada saat yang tepat dan cepat, dengan dorongan ilmu gerak yang sempurna akan menentukan kemenangan...... Khong sute, engkaupun sudah maju cukup jauh dan memiliki potensi mengalahkan Mo Hwee Hud. Yang perlu dan dapat engkau lakukan saat ini adalah menyempurnakan jurus-jurus serangan dan memadukannya dengan Ilmu gerakmu. Kalian berdua akan bertarung lama dan juga panjang, tetapi disitulah keunggulan kalian nantinya, hanya jangan sampai termakan oleh pancingan lawan. Bertarunglah dengan sabar dan pancing mereka untuk menyerang secara hebat dan penuh kekuatan. Dan engkau Siauw Hong, pengalaman bertarungmu sangat cetek, karena itu mudah dikibuli lawanmu, padahal ilmu dan iweekangmu sudah maju amat jauh.... waktu-waktu yang tersedia, asah kemampuan bertarungmu itu. Melawan tokoh Tiang Pek Pay mestinya engkau masih bisa menang, tetapi jangan terpancing emosimu saat menghadapinya..... sebaiknya, malam ini kalian semua berlatih, karena akupun juga akan berlatih......"
"Koay Ji, bagaimana denganku.....?" tanya Sie Lan In yang masih belum disinggung siapa yang akan menjadi lawannya.
"Kita perlu berbicara beberapa saat lamanya Sie Suci, setelah yang lain-lain pergi. Ada satu hal penting yang perlu kusampaikan....."
"Baiklah....." Setelah pada akhirnya semua meninggalkan ruangan itu, Koay Ji menatap Sie Lan In dan jelas sekali bagi Sie Lan In, jika Koay Ji pada saat itu masih belum memiliki pegangan untuk memenangkan pertarungan dengan lawan hebatnya. Murid tertua dari anak murid tunggal pewaris Pat Bin lin Long. Keduanya saling pandang sejenak, sampai kemudian Koay Ji berkata:
"Sie suci, engkau yang harus mengambil kesempatan bertarung melawan Bu Tek Seng Ong. Tetapi, sebelumnya, engkau perlu melatih lebih sempurna penggunaan ketiga jurus mujijat itu, dan juga ilmu penawarnya yang sudah kuajarkan kepadamu. Selain itu, masih ada rangkaian lain, yang meski belum sempurna tetapi akan dapat menjadi bekalmu untuk menghadapinya....... tingkat kemampuannya sudah setingkat diatas Mo Hwee Hud dan Liok Kong Djie. Pengalamannyapun masih mengatasimu, tetapi dalam hal ginkang engkau jauh mengunggulinya dan dalam hal ilmu serangan, engkau akan dapat mengunggulinya nanti. Karena keunggulan masing-masing yang sangat tipis itu, dan untungnya dalam hal ginkang engkau unggul cukup jauh atas dia, maka tinggal kita memikirkan bagaimana dengan aspek pertahanan untuk bisa meraih kemenangan. Meski kemenangan tipis sekalipun. Mestinya, 3 ilmu utama yang sudah kuajarkan akan mampu merepotkan dan bahkan mendesaknya, tetapi dibutuhkan penyempurnaan dengan memanfaatkan kemampuan ginkangmu. Soal ini yang kupikirkan akan menentukan........"
"Koay Ji, apakah memang sehebat itu Bu tek Seng Ong saat ini....?" tanya Sie Lan In yang merasa penasaran karena pada dugaannya semula, dia sudah akancukup berkemampuan memenangi pertarungan dengan tokoh misterius itu. Tetapi, apa yang diuraikan oleh Koay Ji barusan cukup menyentaknya, tidak dia sangka jika Bu Tek Seng Ong sehebat itu. Memang, dia sempat menyaksikan bagaimana Siauw Hong didesak Bu Tek Seng Ong, tetapi dia belum melihat keistimewaan tokoh itu pada tarung tersebut.
"Kupastikan, tingkat kemampuan kalian berbeda sangat tipis saat ini. Tapi setelah Sie Suci dapat menguasai ketiga ilmu terakhir itu secara sempurna, maka hal perbedaan kalianpun teramat tipis dan sulit menentukan siapa yang kalah dan siapa yang akan menang nantinya. Karena itu, maka saat pertarungan melawannya, Sie Suci harus menggunakan sesuatu yang bakal banyak membantu menahan kekuatan pukulannya. Bahkan lebih dari sekedar ginkang......" kalimat Koay Ji menggantung dan membuat Sie Lan In terkejut.
"Koay Ji, apa maksudmu..... benda apakah itu...?" tanya Sie Lan In terkejut dan tidak paham maksud Koay Ji.
"Insu dahulu pernah menyebutkannya kepadaku, dan apa boleh buat, kita akan sangat membutuhkannya untukmu nanti....."
"Tetapi, benda apakah itu....?" kejar Sie Lan In yang merasa sangat penasaran gara-gara Koay Ji yang belum bersedia menjelaskannya.
"Besok, saat benda itu berada disini, akan kujelaskan Sie Suci. Malam ini, biarlah engkau berlatih dibawah pengawasanku langsung, berlatih ketiga ilmu terakhir itu yang kebetulan adalah warisan terakhir Suhu. Terutama dalam bagaimana detail teorinya, kekuatannya dan bagaimana berusaha agar dapat lebih pas dan saling mendukung dengan dorongan kekuatan iweekangmu dan lebih terutama kecepatan ginkangmu. Semoga kita bisa menemukan lebih dari yang kita duga dan bayangkan pada saat sekarang ini...."
"Baiklah......" meski masih penasaran Sie Lan In pada akhirnya mengiyakan apa yang dikatakan Koay Ji.
Dan malam itu, Koay Ji berlatih bersama Sie Lan In dan juga menunjukkan semua rahasia Ilmu Hian Bun Sam Ciang (Tiga Jurus Pukulan Maha Sakti), sebuah Ilmu menyerang yang sangat berbahaya dan mematikan. Selain itu, juga mereka berlatih bersama jurus-jurus pamungkas yang dikemas dan dimainkan sekaligus dalam satu rangkaian, yaitu jurus pusaka Tam Ci Sin Thong, Kim Kong Cie dan Tay Lo Kim Kong Ciang. Dalam keadaan khusus, larangan menggunakan Ilmu Mestika Siauw Lim Sie itu, sudah dicabut oleh Bu In Sin Liong dan membuat Koay Ji bebas untuk mengembangkannya. Dari rangkaian tersebut, kemudian Bu In Sin Liong melatih dan mencipta sebuah ilmu maha hebat yang bernama Ilmu Liu Hud Jiu Toh Cu (Tangan Budha Bergerak Merebut Mustika). Ilmu ini, diyakini sedang coba dicari antinya oleh pihak perguruan Pat Bin Lin Long.
Pada dasarnya ilmu itu adalah rangkaian adu pintar dengan anak murid Pat Bin Lin Long, dan karena itu, jurus-jurusnya terbatas dan mirip dengan penakluk ilmu Pat Bin Lin Long. Ilmu tersebut terdiri dari jurus Liu Thian Jiu (Tangan Langit Mengalir) dari Tam Ci Sin Thong, kemudian dari gerak Can Liong Chiu (Gerak Menabas Naga) dari Tay Lo Kim Kong Ciang; terakhir jurus Hud Kong Boh Ciau (Sinar Budha Memancar Luas) dari Kim Kong Cie. Jurus gabungan pertama yang kemudian menjadi ilmu tersendiri adalah sebuah jurus Sam Liong Toh Cu (3 Naga Berebut Mustika), merupakan saripati dari keistimewaan ketiga jurus dari ilmu mestika Siauw Lim Sie. Dan puncaknya adalah Jurus Hud Jiu Can Liong Boh Ciau (Tangan Budha Menebas Naga Memancar Luas), jika jurus pertama adalah jurus ciptaan Bu In Sinliong, maka jurus baru ini adalah penataan yang diakukan dan juga dikembangkan oleh Koay Ji.
Koay Ji sengaja belum menurunkan ilmu kedua yang merupakan ciptaannya dalam dasar kepentingan memunahkan jurus dan ilmu suhunya. Dia sudah mampu secara teori memunahkan jurus-jurus tersebut di atas dengan menciptakan ilmu yang dia dasarkan atas keistimewaan ilmu gerak Pat Bin Lin Long, dan dia menamakannya
Ilmu Sam Ciang Soan Hong Jiu (Tiga Jurus Pukulan Kitiran Angin). Bahkan, dia sudah mulai merancang ilmu perguruannya untuk memunahkan ilmu ciptaannya sendiri yang dirancang menaklukkan ilmu suhunya. Sesungguhnya cukup rumit memang kerjaan Koay Ji, tetapi itulah pandangan dan pesanan suhunya, yang untungnya memang Koay Ji memiliki bekal. Dengan memiliki Kitab Rahasia gerak manusia, Koay Ji justru mampu mengantisipasi dan menyambung gerakan-gerakan dengan menerka maksud dari gerakan yang dimaksudkan.
Ketika kemudian Koay Ji berlatih bersama Sie Lan In, pada saat itu dia sendiri sedang dipenuhi benaknya dengan gerakan-gerakan tempur Geberz dan Panglima Arcia. Entah mengapa, melihat Sie Lan In memainkan dua ilmu ciptaannya dan juga ciptaan suhunya, dia melihat banyak sekali kemungkinan baru. Bahkan, baik ilmu Hian Bun Sam Ciang maupun Ilmu Liu Hud Jiu Toh Cu (Tangan Budha Bergerak Merebut Mustika) justru memperoleh penyempurnaan. Lebih dari itu, Koay Ji juga membuat beberapa penyesuaian sehingga keunggulan Sie Lan In dapat semakin membuat ilmu ciptaannya menjadi lebih hebat dan lebih membahayakan. Beberapa sisipan yang dia lakukan sambil mendiskusikannya dengan Sie Lan In, bukan saja berguna bagi Sie Lan In, tetap semakin lama semakin membentuk sebuah rangkaian baru di kepala Koay Ji. Maka, setelah lebih 2 jam mereka berlatih bersama, tiba-tiba Koay Ji berkata kepada Sie Lan In. Meski berkata-kata, tetapi matanya terlihat bercahaya aneh, dan pikirannya seakan sedang mengembara:
"Sie Suci, cobalah engkau mainkan kembali rangkaian semua ilmu yang kita coba sempurnakan itu, sebaiknya dimulai dari Ilmu Hian Bun Sam Ciang baru kemudian menyusul rangkaian ilmu lainnya...."
"Baik, langsung kumulai Koay Ji....."
Sie Lan In segera bergerak, cepat, indah, tetapi sengatannya sungguh berbahaya, dan entah bagaimana, Koay Ji seperti masuk dan berada dalam pusaran gerakan Sie Lan In. Beberapa kali dia tersenyum puas, beberapa kali dia mengernyitkan kening dan kemudian tidak lama kembali tersenyum. Pada kesempatan yang lain dia seperti sedang mengingat-ingat sesuatu, dan kesempatan berikutnya lengannya ikut bergerak mengikuti permainan Sie Lan In. Pada kenyataannya hanya Sie Lan In yang bergerak, tetapi sesungguhnya, tidak kurang lelah dan seriusnya adalah Koay Ji yang mengamati dari samping. Maka, keduanya terlihat berlatih dalam cara dan gaya yang berbeda, tetapi kemajuan keduanya justru jauh lebih hebat karena Koay Ji mampu menemukan formula lain, terutama dalam kecepatan dan bagaimana kecepatannya didukung oleh iweekang dan gerak khasnya.
Tidak terasa, setengah jam atau bahkan lebih berlalu. Koay Ji segera tersenyum begitu Sie Lan In menghentikan gerakannya dan berkata:
"Sie Suci, beberapa gerakan masih bisa disempurnakan, tetapi pada peralihan jurus kedua dan ketiga, mungkin gerak dan tarikan nafas perlu lebih selaras. Hal ini agar kekuatan pukulan bertambah, tetapi kesempatan melejit pergi juga terbuka dengan peluang menyerang secara lebih hebat juga sangat mungkin...." Koay Ji berkata sambil mempraktekkannya di hadapan Sie Lan In dan beberapa varian yang dia maksudkan. Dan hal itu segera disambut Sie Lan In;
"Hmmmm, benar juga, gerakan itu membuat pergantian nafas menjadi lebih ringan dan kesempatan meningkatkan kekuatan pukulan lebih besar....."
"Nach, engkau dapat berlatih dan menyempurnakannya Sie Suci.... untuk malam ini, sudah cukup. Besok kita dapat melanjutkannya lagi....."
"Baik Koay Ji, sebaiknya kita beristirahat sekarang....." berkata Sie Lan In pada akhirnya meskipun dia sudah memutuskan untuk melanjutkannya sendiri. Tanpa dia tahu bahwa Koay Ji sendiripun memang sedang penuh ide dan membutuhkan waktu untuk menyendiri menuntaskan ide-ide itu.
"Baik Sie Suci...."
Tidak lama kemudian Koay Ji tinggal sendirian dalam ruangannya. Tetapi, dia sama sekali tidak sedang beristirahat. Sebaliknya, entah mengapa matanya mencorong tajam, konsentrasinya sungguh penuh, dan matanya yang mencorong itu seperti sedang berpikir, mengingat dan bekerja keras. Dan sepanjang malam hingga jelang pagi, keadaan Koay Ji tetap seperti itu, tidak banyak bergerak dan terlihat seperti sedang mengerjakan sesuatu dalam pikirannya. Menjelang pagi, baru dia menarik nafas panjang, masih terlihat penasaran, meskipun dia tidak terlihat kecewa. Malah sempat dia bergumam lirih:
"Sudah sangat dekat, sudah sangat dekat.... tetapi, sebaiknya aku beristirahat dulu, sebentar lagi pagi menjelang datang" kata-kata atau rangkaian kalimat yang kaya makna dan sekaligus paham batasnya.
Dan memang, Koay Ji beristirahat. Tetapi, keadaan seperti dirinya, cukup satu atau dua jam beristirahat dan berkonsentrasi mengembalikan kebugarannya sudahlah lebih dari cukup. Maka, tiga jam kemudian, diapun keluar dari kamarnya, menuju ke ruangan bertemu dengan Tek Ui Sinkay untuk menikmati teh gunung di pagi hari. Tetapi, kedatangannya yang masih pagi-pagi benar tu sungguh bertepatan dengan laporan pagi hari yang sedang disampaikan secara langsung kepada Tek Ui Bengcu, di tempat dia menghirup teh pagi hari. Dan kelihatannya laporan itu masih belum banyak berbeda dengan semalam;
"Bengcu, mereka berlatih sejak pagi-pagi benar, meskipun tidak banyak yang dapat kami pantau. Paling banyak hanya 6, 7 orang yang berlatih, selebihnya tetap saja bersembunyi dalam gedung dan tidak memperlihatkan diri mereka. Setelah berlatih selama 2-3 jam, merekapun kembali masuk kedalam gedung, tetapi anehnya, suasana dalam gedung, meski sebenarnya banyak penghuninya, namun terasa aneh dan lengang. Kami belum berani mengintai dari jarak yang amat dekat... tapi, kami yakin, rumah tinggal mereka seperti semakin lengang....."
"Adakah laporan tokoh yang keluar masuk area penjagaan kita....?" tanya Tek Ui Bengcu sekedar bertanya
"Sejak kemarin, tidak ada lagi tokoh yang berani keluar masuk Bengcu...." jawab si pemberi laporan dengan suara penuh keyakinan.
"Baguslah jika demikian.,,,,,,, kutunggu laporan lebih jauh sejam kedepan" ujar Tek Ui Sinkay dalam kebingungan.
"Siap Bengcu...."
Dan pagi itu, suasana berubah menjadi semakin ramai, karena kemudian menyusul datang Kim Jie Sinkay, Cu Ying Lun, Tiang Seng Lojin, Tui Hong Sin Kay, Tio Lian Cu, Ciangbujin Siauw Lim Sie, serta juga beberapa saudara seperguruan bengcu lainnya. Kedatangan Koay Ji membuat suasana lebih ceria lagi dan percakapan pagi itu lebih lepas dan tidak terlihat ada ketegangan diantara mereka. Dengan kata lain, mereka mencoba untuk membuat suasana lebih santai agar tidak membebani mental dan moril mereka memasuki pertarungan menentukan.
Hal itu sepertinya memang menjadi kesepakatan semua, Tek Ui Bengcu sudah menjelaskan, bahwa menjelang pertempuran menentukan adalah lebih baik mereka bersikap santai. Tidak tegang, agar kemampuan fisik dan moril mereka meningkat dari saat kesaat. Dan itulah yang mereka lakukan, bercakap santai seakan tidak sedang menghadapi pertarungan mati hidup dengan lawan yang berjarak sangat dekat dengan posisi mereka berada pada saat itu. Dan keadaan seperti itu jikapun lawan mengintai apa yang sedang mereka lakukan, pasti akan mendatangkan rasa heran karena pihak pendekar sepertinya santai saja menghadapi tarung mati hidup yang akan terjadi beberapa saat lagi.
Koay Ji sendiripun senang dengan keadaan itu. Suasana yang dibuat santai dan tidak tegang, melupakan sejenak pertarungan yang akan terjadi, membuat situasi mereka menjadi lebih ringan. Membuat mereka bisa menceritakan dan berdiskusi hal-hal lain yang juga terjadi di daerah lain. Jadilah percakapan pagi itu menjadi serupa percakapan lepas, tukar menukar informasi di antara sesama pendekar dan saling mengeratkan hubungan satu dengan yang lainnya. Bahkan tidak ada yang menjadi pemimpin diskusi, masing-masing bebas memilih kawan bicara dan bisa bicara apa saja.
Dan selama percakapan santai mereka itu, masih ada dua kali lagi laporan masuk, dan laporan terakhir menyebutkan bahwa semakin lengangnya gedung atau rumah utama. Koay Ji sendiri sebetulnya sudah mulai curiga sejak awalnya, tetapi karena memang dia lebih perduli dengan persiapan mereka untuk bertarung, maka dia tidak memberi perhatian lebih terhadap laporan tersebut. Seperti juga laporan terakhir, meski dia menaruh rasa curiga, tetapi tetap saja belum berniat untuk menyelidiki kecuigaannya, melainkan menugaskan para pengintai untuk mengintai dua titik masuk ke jalan rahasia yang dia ketahui dengan baik. Siapa tahu jalan rahasia di bawah tanah sudah diketahui pihak lawan.
Setelah percakapan santai itu, dan setelah mereka bubar, Koay Ji sendiripun kemudian meninggalkan persoalan tersebut dan kembali berlatih dengan anak muda lainnya yang memang sudah lama melakukan hal tersebut dengannya. Betapapun percakapan santai tadi menyegarkan pikirannya. Juga membawa perspektif segar dan baru baginya, bahwa dunia persilatan bukan hanya persoalan pertarungan dan adu kekuatan serta siapa lebih hebat. Tetapi ada aspek lain, yaitu persahabatan, kekeluargaan dan saling menjaga kepercayaan satu dengan lainnya dan komitmen untuk selalu menegakkan kebenaran.
Dan latihan hari itu, Koay Ji memperoyeksikan Tio Lian Cu dan Khong Yan melawan dua tokoh utama lawan. Dan karena dia tahu mereka sudah setingkat atau bahkan mulai tipis berada diatas lawan mereka, maka Koay Ji tinggal membantu mereka untuk menyisipkan jurus-jurus lain guna semakin mempertajam ilmu mereka berdua. Demikian juga dengan Kang Siauw Hong dan Bun Kwa Siang. Khusus dengan Kwa Siang, Koay Ji melatihnya lebih jauh dengan tata gerak dan ilmu ginkang, dalam hal ini dia dapat memperoleh kemajuan yang cukup hebat. Gerak-geriknya menjadi lebih cepat, lebih gagah dan lebih tangkas lagi, dan sudah dapat diandalkan untuk lawan kelas satu. Kekuatan kekebalan Kwa Siang coba diselidiki oleh Koay Ji, dan dia menjadi kaget, karena dia tidak dapat menjelaskan secara masuk akal apa yang sebenarnya terjadi dan dialami oleh Kwa Siang. Sampai ketika dia memukulpun, Kwa Siang tidak terluka dan hanya merasa sakit fisik. Luar biasa.
Sedangkan untuk Siauw Hong, Koay Ji sendiri memang sudah memiliki rencana, bahwa dia belum akan bertarung dengan tokoh puncak lawan. Maklum, ini adalah pertarungan mati hidup. Tidak mungkin dia membahayakan nyawa adiknya yang masih sangat cetek pengalaman bertarungnya. Memang benar, iweekang dan juga ilmunya sudah hebat, tetapi sayang, dia masih kaku dalam memainkan semua ilmu yang dia kuasai. Masih kurang pengalaman tempur. Karena itu, Koay Ji memikirkan lawan lunak bagi adiknya itu. Tetapi, siapa lawan yang dia maksud, masih belum terbayang di kepala Koay Ji.
Tetapi dengan Sie Lan In, Koay Ji berlatih jauh lebih serius, karena dia merasa Sie Lan In membutuhkan kemajuan penting guna menandingi Bu Tek Seng Ong. Jika melawan Hong Tin Kie Su (Cendekiawan Serba Bisa), Yap Jeng Cie dan Rajmid Singh dia tidak punya pegangan, maka lawan-lawan lainnya dia memiliki keyakinan cukup kuat. Melawan Yap ceng Jie, dia kurang merasa yakin dan kurang mendapat pegangan, meskipun juga mulai merasa percaya diri bahwa dia tidak akan kalah. "Bisa-bisa pertarungan akan kembali berimbang, kecuali jika strategi seperti yang dia terapkan kemaren, menguras tenaganya berjalan lancar". Sedang menghadapi Rajmid Singh, Koay Ji sudah memiliki pilihan, pilihan yang dia sadar tidak akan dapat memenangkan pertarungan, meskipun tidak mengorbankan nyawa pihaknya. Dan untuk satu hal ini sudah diperhitungkan secara cermat oleh Koay Ji sampai hari itu. Jika demikian, maka pilihan atas lawan dari Sie Lan In akan agak ruwet karena sangat berimbang, sementara dia yakin kemajuan Tio Lian Cu dan Khong Yan akan bisa membawa kemenangan pihaknya. Setidaknya potensi kemenangan mereka bisa dia prediksi. Demikian juga dengan Kim Jie Sinkay dan juga Siauw Hong, dia merasa mereka memiliki peluang menang yang cukup besar.
"Sie Suci, bagaimana dengan latihan semalam....?" tanya Koay Ji begitu mereka akhirnya beroleh kesempatan berlatih bersama sore hari, itupun setelah Koay Ji pada kesempatan sebelumnya kembali berlatih bersama Tio Lian Cu dan Khong Yan dan puas dengan kemajuan dan kemampuan yang mereka tunjukkan. Dan hal yang sama dia rasakan ketika menilik Siauw Hong dan Kwa Siang, khususnya untuk Siauw Hong dia meminta untuk banyak berlatih tanding dengan Kwa Siang, Tio Lian Cu dan juga Khong Yan.
"Sepertinya kemajuannya cukup menggembirakan Koay Ji, kecepatanku bertambah sementara kekuatan pukulan juga bisa ditingkatkan. Rasanya seperti mengalami peningkatan yang cukup untuk pertarungan nanti....." jawab Sie Lan In puas dengan latihan sendiri yang dia lakukan malam hingga menjeang pagi. Padahal, sekali pandang saja Koay Ji sudah tahu bahwa Sie Lan In masih melanjutkan latihannya sampai menjelang subuh, sama seperti dirinya.
"Hmmm, Bu Tek Seng Ong masih tipis di atas Geberz susioknya sendiri, berarti tingkatan kalian boleh dibilang sejajar. Tetapi, saat ini suhunya berada bersamanya, dan pasti diapun akan berlatih habis-habisan sebagaimana kita berdua saat ini. Oleh karena itu, kedua ilmu terakhir haruslah engkau kuasai dengan sempurna, dan oleh karenanya, latihan sore dan malam hari ini harus bisa membuatmu memainkannya dengan lebih baik dan lebih sempurna. Tidak boleh ada celah masuk dia nantinya saat ilmu itu dimainkan. Maka jika memang demikian, peluang kita untuk menang bertambah besar....." berkata Koay Ji dengan suara serius, sementara Sie Lan In sendiri memang sudah berusaha sekuatnya.
"Engkau sendiripun masih harus meningkatkan kemampuanmu, jangan sampai lukamu malah lebih parah lagi setelah pertarungan dengan kakek tua itu......" balas Sie Lan In yang membuat perasaan Koay Ji menjadi hangat. Disaat berdua dengan Sie Lan In, jelas dia merasa bahagia memperoleh perhatian khusus dari kekasih, meski di saat-saat menegangkan.
"Sudah pasti Sie Suci, setelah berlatih denganmu, ada beberapa kunci perubahan lain yang kutemukan, hanya saja semakin dekat justru semakin sulit untuk dapat dirangkai. Semakin banyak terasa semakin sedikit, semakin kulihat semakin kurasa mudah dilupakan. Tetapi, pada saatnya nanti, pasti dapat kutemukan jalan untuk sesuatu yang lebih dan lebih hebat itu....." jawab Koay Ji yang diaminkan oleh Sie Lan In, karena dia mengenal Koay Ji tentunya.
"Kuyakin engkau mampu Koay Ji....." desis Sie Lan In penuh rasa, dan dia sadar serta tahu bahwa luapan rasanya itu tidak akan terbaca oleh Koay Ji yang sama seperti dirinya sedang dilanda ketegangan. Hanya, perasaan perempuan memang selalu lebih peka dan lebih mudah tergugah. Dan dia benar, Koay Ji tidak memberi perhatian atas kalimat penuh rasa yang baru saja dia kemukakan, tetapi begitupun dia tidak kecil hati. Keci hati buat apa" Bukankah mereka berdua sedang berunding bagaimana memenangkan pertarungan nanti"
"Terima kasih Suci....."
"Ingat, kita masih akan mengalami pertarungan berat sebentar lagi....." tegas Sie Lan In seperti mengingatkan.
"Benar, karenanya engkau dan aku perlu berlatih kembali Suci..... mari...." ajak Koay Ji yang segera diiyakan Sie Lan In.
Ketika Sie Lan In memainkan kembali ilmu-ilmu keluarga perguruan mereka, Koay Ji kembali dapat menangkap dan merangkai jalinan ilmu yang lain, tetapi setelah dia sanggup merangkainya, segera dia melupakannya lagi. Ketika memainkan ilmu kedua yang notabene ciptaannya, dia membayangkan sedang melawan serta juga memainkan ilmu yang belum diajarkannya kepada Sie Lan In. Tidak atau belum dia ajarkan karena memang waktu yang terbatas, selain gerak-geriknya berdasarkan ilmu Pat Bin Lin Long. Dia menamakan ilmu ciptaannya dengan nama Ilmu Sam Ciang Soan Hong Jiu (Tiga Jurus Pukulan Kitiran Angin), gerak-gerik yang dia dasarkan pada ciri khas Pat Bin Lin Long, tetapi iweekangnya campuran kedua suhunya. Dan dengan cara itu, dia mempu meyakinkan dirinya sendiri bahwa dia menemukan "penawar" atas ilmu lain yang dia ciptakan. Dia memang maju setapak lebih, karena Sie Lan In belum melatih ilmu yang dia latih dalam angan sambil dia memandang Sie Lan In berlatih.
Tetapi secara keseluruhan, ketika dia membayangkan bagaimana menawarkan ilmu ketiga itu, Ilmu Sam Ciang Soan Hoang Jiu, dia menemukannya dalam rangkaian yang panjang dan kemungkinan yang terbatas. Bukan apa. Ilmu ciptaannya memang merupakan jawaban atas ilmu ciptaannya juga, berdasarkan ilmu-ilmu perguruannya yang berasal dari Siauw Lim Sie. Kedua ilmu ciptaannya itu saling genggam dan saling cengkeram, maka bagaimana dia menaklukkan ilmu ciptaannya yang terakhir menghadirkan kemungkinan yang sangat terbatas. Tetapi, perspektif lain dan baru yang dia saksikan ketika Geberz bertarung dengan Panglima Arcia, juga masukan dari Lie Hu San yang dia simpulkan dalam "banyak tapi tidak ada, diingat tetapi sudah dilupakan", dan terakhir menengok bagaimana Sie Lan In memainkan ilmu ciptaannya, membuat semua rangkaian dalam kepalanya mulai berbentuk. Benar, berbentuk tetapi seperti kabut, cepat sekali menguap pergi entah kemana, tetapi dia rasakan berada dan menyatu dengan dirinya.
Seperti biasanya, setelah Sie Lan In selesai berlatih, semua rangkaian yang sudah terbentuk dalam kepalanya, entah mengapa menguap dan hilang kembali. Tetapi, sekali ini Koay Ji tidak lagi merasa penasaran, sebaliknya memiliki keyakinan bahwa yang dia rangkai itu sudah ada di kepalanya, meskipun sudah dia lupakan dan sudah hilang lagi dari ingatannya tetapi ada dalam dirinya. Entah mengapa Koay Ji diam saja, tidak lagi berusaha untuk mengingatnya, tetapi menganggapnya sudah tenggelam di alam bawah sadarnya dan kelak bisa dia panggil jika dibutuhkan. Koay Ji masih sedang tersenyum tenang dan senang ketika Sie Lan In datang serta langsung menegurnya karena sekian lama dia terdiam dan tersenyum sendiri. Karena memang ada yang membuatnya demikian;
"Koay Ji, bagaimana, apakah kau temukan sejumlah kekurangan yang perlu untuk diperbaiki dan disempurnakan lebih jauh lagi....?" tegur Sie Lan In, tetapi dalam kaget dan setengah kesal, dia melihat Koay Ji tetap saja dalam keadaan diam dan terus menerung. Keadaan Koay Ji yang seperti sedang melamun dan tidak sedang mendengar apa yang dia katakan barusan. Merasa sedikit kesal tentunya Sie Lan In dan seperti sedang diabaikan.
"Koay Ji, bagaimana.....?" bentaknya, dan karena dia sedikit menggunakan tenaga iweekang dalam bentakkannya, maka sekali ini dia mamou menyadarkan dan juga menggugah Koay Ji yang sedang tenggelam dalam alam pikirannya sendiri. Dalam kaget Koay Ji segera berseru,
"Ach, ech..... kenapa Sie Suci.....?"
"Hmmmm, rupanya engkau tidak memperhatikan.Koay Ji, bagaimana, apakah kau sudah menemukan sejumlah kekurangan yang masih amat perlu untuk diperbaiki dan disempurnakan lebih jauh....?" sekali lagi Sie Lan In bertanya dan sekali ini dengan nada suara yang sedikit kurang senang. Siapa yang senang jika diabaikan oleh seorang yang dikasihi, padahal mereka sedang berhadapan dan berada dalam jarak yang demikian dekat"
"Oooooccch, maaf Sie Suci,,,,, memang justru untuk itulah aku tenggelam dalam diam dan merangkai sejumlah kemungkinan yang lebih kuat dan lebih sulit untuk dilawan oleh Bu Tek Seng Ong kelak...." berkata Koay Ji dengan setengah berdusta, karena dia sesungguhnya sedang memikirkan "sesuatu" yang lain. Tetapi untung saja, memang benar, dia sudah memikirkan penyempurnaan pada beberapa aspek yang membuat kecepatan ginkang Sie Lan In menjadi lebih menentukan sifatnya. Dan hal itu akan segera dia utarakan.
"Ach, benarkah....?" bertanya Sie Lan In dengan antusias, lupa dia bahwa barusan dia menegur Koay Ji dengan nada kurang senang.
"Benar suci, mari kutunjukkan, ada beberapa perubahan dalam ketiga jurus itu guna membuat kecepatanmu menjadi menentukan dan sulit bagi lawan untuk menahan dan menjinakkannya. Tetapi, untuk itu, engkau membutuhkan pengerahan iweekang yang juga agak besar, karena perubahan gerakmu adalah perubahan yang tidak wajar dan tidak biasa.." sambil memberi petunjuk Koay Ji kemudian memperagakan dalam gerak perlahan, dan pada gerak-gerak tertentu, memang gerakannya amat tidak biasa. Inspirasi itu diperoleh Koay Ji dari cara tarung orang Mongol dan Persia yang benar-benar diluar nalar orang Tionggoan. Sie Lan In tertegun dan sedikit agak kaget melihat formasi yang ditunjukkan Koay Ji.
Tetapi begitupun Sie Lan In yang mengikutinya, merasa tidak kesulitan, meskipun dia sangat sadar, bahwa untuk melakukan gerakan itu dalam kecepatan tinggi, benar-benar membuatnya mesti mengerahkan iweekang dalam takaran yang lebih dari biasanya. Atau dengan kata lain, dia harus mampu menyelesaikan pertarungan secara cepat agar dia sendiri tidak kehabisan tenaga iweekang, apalagi karena lawannya memiliki iweekang yang juga setakar dan setingkat dengan dirinya dan dengan kemampuannya. Dan dengan antusias dia menimbang serta memikirkan perubahan yang diusulkan Koay Ji baginya, perubahan hebat yang dilakukan pada 4 gerakan utama pada 3 jurus yang sudah dia kuasai. Dan setelah dia paham, Koay Ji kemudian memintanya kembali berlatih:
"Cobalah engkau latih kembali Suci, jika keadaan seperti kemaren, maka kupastikan Bu Tek Seng Ong tidak akan mampu lari dari dua perubahan besar itu, dia pastilah bukan hanya keteteran, tetapi pada titik perubahan ketiga, akan terpukul secara telak dan terkalahkan. Jikapun dia lolos dari perubahan ketiga, maka perubahan yang terakhir akan menjebak dia untuk tidak bisa kemana-mana......" jelas Koay Ji dengan wajah sumringah.
"Ach, sehebat itukah Koay Ji......?" tanya Sie Lan In, bukannya ragu, tetapi merasa girang dengan bayangan Koay Ji atas kehebatan perubahan terhadap jurus-jurus ilmu yang baru dia kuasai itu. Terutama pada perubahan ketiga dan keempat yang diproyeksikan menyelesaikan pertarungan mereka nanti. Pertarungan Sie Lan In melawan Bu Tek Seng Ong.
"Jika suhunya tidak menggemblengnya lebih jauh, maka yang kukatakan tidak akan mungkin banyak meleset suci,,,,,"
Sie Lan In akhirnya kembali berlatih, dan memang benar saja, pada bagian-bagian perubahan itu, setelah dia memainkannya, membuatnya mengeluarkan peluh yang luar biasa. Bahkan dia merasa teramat sangat letih, padahal dia hanya mencoba memainkan dua ilmu ajaran Koay Ji saja. Bagaimana jika iweekangnya sudah lebih dahulu terkuras habis sebelum mengeluarkan kedua ilmu mujijat itu" Sie Lan In jadi sadar, bahwa memang benar, dia mesti berhitung secara cermat jika bertarung melawan tokoh-tokoh hebat seperti Bu Tek Seng Ong. Menghemat tenaga dan stamina sangat penting, dan untungnya dia memiliki ginkang yang luar biasa dan bisa membuatnya bertarung dengan tidak terlampau banyak mengeluarkan tenaga iweekang dalam pertarungan ketat.
Karena berpikir demikian, maka Sie Lan In, kemudian melatih kembali ilmunya setelah beristirahat sebentar dan memulihkan kekuatan staminanya. Sementara Koay Ji, terlihat masih merenung dan tidak banyak memperhatikan keadaan luar, keadaan sekitarnya. Melihat keadaan Koay Ji, Sie Lan In segera sadar jika Koay Ji sedang tenggelam dalam memahami beberapa hal penting lainnya, tapi pasti tidak akan jauh dari ilmu silat. Dan karena itu, tanpa mengatakan apa-apa kepada Koay Ji, Sie Lan In kembali sudah berlatih, sekali ini dengan mematangkan semua ilmu silat perguruannya, termasuk mencoba formula terkahir ilmu perguruannya yang ternyata masih tetap sulit untuk dia mainkan. Sebuah jurus pedang istimewa yang menjadi warisan rahasia subonya. Meskipun, sudah mampu memecahkan sampai setengah jalan, tetapi untuk mencapai titik sempurna, masih tetap belum mampu dia lakukan. Belum dapat dia memainkannya, karena dia dapat merasakan betapa kekuatan iweekangnya, meski memadai tapi mengalir tidak lancar.
Ada apa dengan Koay Ji sendiri...." sebenarnya bukan sesuatu yang luar biasa, karena dia sering melakukannya. Yang luar biasa adalah perspektif dalam dirinya. Jika sebelumnya ilmu penawar ciptaannya ketiga coba dipandang sekedar untuk menaklukkan dan mengalahkan ilmu itu, maka dia mencoba mengembangkan lebih jauh berdasarkan apa yang dialaminya selama beberapa hari terakhir. Dia merasa "terprovokasi" dengan jawaban LIE HU SAN ketika tokoh itu bertanya kepadanya dalam nada yang sangat serius, meski diluarnya seperti biasa saja: "Apa yang engkau pelajari dari pertarungan tadi....?".
Pertanyaan sederhana Lie Hu San itu, dimaklumi Koay Ji, karena ketika tokoh tua nan misterius itu mengajaknya seorang diri untuk mendekati arena Panglima Arcia yang sedang bertarung hebat melawan Geberz, dia sudah merasa aneh. Padahal, masih banyak tokoh lain disana, tetapi dengan keras dia melarang agar jangan ada yang datang sedekat dia dengan Koay Ji ke arena maha hebat itu. Larangan itu yang membuat Koay Ji merasa yakin, bahwa ada sesuatu yang dikehendaki oleh manusia aneh yang senang membantunya itu. Meski tidak dia minta dan tisak dia duga sebelumnya. Secara samar dia dapat menebak dan menduga apa yang dikehendakinya. Maka, ketika Lie Hu San bertanya meski terlihat sepintas lalu, Koay Ji secara jujur menjawabnya:
"Ada cukup banyak atau malah terlalu banyak hal yang amat menarik Locianpwee, sulit untuk dapat diuraikan dala, waktu singkat" jawab Koay Ji sambil melirik tokoh hebat yang banyak membantunya itu.
"Adakah yang bisa secara khusus untuk engkau sebutkan.....?" tanya Lie Hu San lagi dengan tetap tidak memandang matanya.
"Yang lebih khusus dan juga hebat adalah, semua yang kulihat dan kucatat tadi, sekarang sudah bisa kulupakan, karena sebetulnya hanya bisa berguna pada saat dan waktu yang tepat. Menghadapi situasi sulit, mungkin formula gerak tadi akan dapat muncul dan kugunakan, dan di waktu yang juga tepat untuk digunakan demi manfaat yang dapat diprediksi sejak sangat awal....." jawab Koay Ji yang juga kini sama memandang ke kejauhan.
Rekaman tanya jawab dengan Lie Hu San di atas, kembali terngiang di benak Koay Ji. Dia memang menjawab secara JUJUR, bahwa dia mencatat banyak, tetapi semua yang dia lihat sudah dia lupakan, karena semua itu berguna hanya pada saat yang tepat, tidak pada semua momen yang didapatkan. Gerakan Geberz dan Arcia yang MAHA HEBAT, tidak akan berguna pada setiap kesempatan, tetapi berguna pada kesempatan-kesempatan tertentu belaka. Dan jawaban KOAY JI yang jujur ini, justru mendapatkan respons yang luar biasa dari LIE HU SAN yang menurut Suhu Koay Ji sendiri, Bu In Sinliong, adalah salah satu manusia mujijat yang seangkatan dan sama hebat dengan gurunya itu. Dan sampai sekarang, terus menerus dan masih tetap terngiang jawaban dan komentar Lie Hu San atas jawabannya sebelum dia pergi meninggalkan Pek In San:
"Melihat, mengingat, mencatat, mengetahui manfaatnya untuk kemudian mencoba dan mampu melupakannya........ engkau sudah lebih dari cukup untuk kutinggalkan dan kubiarkan terus berkembang. Engkau entah mengapa, mampu menjadi mutiara yang sanggup menggosok kotorannya sendiri dan memancarkan kilaunya, dan kemudian kini semakin memancarkan sinar gemilangnya. Kemampuan mengingat, mencatat dan melupakan yang engkau saksikan tadi, sesungguhnya adalah tahapan luar biasa yang kelak akan membuatmu mampu menentukan apa yang tepat. Sesuatu yang sederhana bukan berarti tidak berguna, karena justru mampu menjawab pada saat dan waktu yang tepat. Ilmu dan jurus menjadi relatif, karena setiap saat engkau mampu menciptakan ilmu dan jurus baru..... selamat anak muda......"
Bagian percakapan inilah yang memprovokasi Koay Ji dan terus terbawa dalam upayanya membantu, terutama Sie Lan In, sejak sehari sebelumnya. Lahirnya dia sedang menyempurnakan ilmu maupun jurus yang dimainkan Sie Lan In, tetapi jauh dalam dirinya, dia sedang merenungkan apa yang disampaikan Lie Hu San kepada dirinya secara langsung. Hal ini memang kurang diketahui Sie Lan In, meski dia sadar Koay Ji sedang memikirkan formula baru. Formula baru entah dalam bentuk Ilmu ataupun jurus baru guna dipakai dalam pertarungan melawan Bu tek Seng Pay sebentar lagi. Entah malam ini ataukah besok. Entahlah. Sie Lan In belum tahu, bahkan bertanya ke Koay Ji pun, jawabannya belum pasti. Yang pasti adalah, bahwa pertarungan itu akan terjadi.
Setelah percakapan dengan Lie Hu San semalam, Koay Ji memang mencoba untuk merenungi tahapan itu. Melihat, mencatat, mengingat dan melupakan. Semuanya berguna pada saat khusus, tidak ada yang sederhana dan mudah, karena yang sederhana juga bermanfaat pada momen yang tepat. Dengan demikian, Koay Ji menyimpulkan, semua gerak bermanfaat, yang harus dia pahamkan dan kemudian yakini adalah, kemampuannya memprediksi dan memastikan gerakan menyerang lawan seperti apa, sehingga gerak responsnya seperti apa. "Bukankah ini butuh ginkang hebat dan ilmu memprediksi gerak lawan melalui kitab itu....?" tanya Koay Ji dalam hatinya, dan terus memeriksa semua yang sudah dia ingat, dia kuasai, dia hafalkan dan catatkan dalam benaknya.
"Hmmm, dibutuhkan pengalaman, dibutuhkan pemahaman, dibutuhkan kemampuan ilmu silat tinggi, dibutuhkan khasannah gerakan silat dan jurus, dibutuhkan sejenis ginkang dan kemudian ketenangan tingkat tinggi untuk sampai pada proses itu. Bukan sesuatu yang mudah, meski bukan sesuatu yang mustahil..... apakah ini yang suhu maksudkan dengan ketenangan dan keteguhan batin melalui kekuatan batin yang diterapkan dalam ilmu silat...." hmmm, sangat mungkin seperti itu. Jika mampu maka menurut Lie Locianpwee, perkembanganku memasuki tahapan yang baru, tingkatan yang baru....... hmmmm, mudah-mudahan memang demikian. Tetapi, apa dengan demikian tingkatan yang suhu maksud sudah kucapai....?"
Tanpa disadarinya Koay Ji menyimpulkan sesuatu yang memang benar, selangkah maju lagi dalam ilmu silatnya. Dengan kemampuannya saat ini, maka sedikit orang yang mampu menghadapi dan mengalahkannya, bahkan yang terhebat sekalipun sudah dia hadapi meski dia terluka parah. Dengan perspektif yang baru mulai dia yakini ini, Koay Ji mulai memandang ilmu silatnya, meskipun memang baru pada tahap awal belaka. Karena menyadarinya, maka dia tetap melanjutkan memberikan petunjuk penyempurnaan atas imu-ilmu Sie Lan In, dan juga pada kesempatan lain kepada Tio Lian Cu, Khong Yan, Siauw Hong, Bun Siok Han yang bergerak maju paling cepat serta Bun kwa Siang dengan ajaran khusus. Perspektif baru itu juga membuatnya mengevaluasi ilmu-ilmunya, termasuk ilmu cakar ayam sakti yang juga ciptaannya pada masa kecil dan Ilmu monyet warisan Thian Hoat Tosu. Semua dia pandang dan nilai dari manfaatnya, dan gunanya digunakan pada momen seperti apa. Gerak sederhana untuk waktu yang tepat, bermanfaat besar. Tidak semua ilmu hebat berguna, tidak semua jurus maut dan mematikan berfaedah dan penting dalam semua kesempatan dan momentum.
Tak disadarinya, jika orang yang paling sibuk selama dua hari terakhir adalah dirinya yang meladeni semua orang. Karena, Tek Ui Sinkay, juga sering datang dan mohon diskusi dengannya berkaitan dengan laporan terakhir yang mengatakan bahwa sebuah gedung sudah senyap sama sekali dan tidak ada aktifitas lain lagi. Sedang gedung kedua, juga semakin senyap, tetapi belum ada informasi lebih jauh apa yang sesungguhnya sedang terjadi. Karena, menurut laporan, tidak ada gerakan manusia sedikitpun yang keluar dari gedung, padahal gedung itu diawasi selama 24 jam, dan yang mengawasi, juga bukan tokoh-tokoh lemah.
"Besok, kuyakin ketiga gedung itu sudah kosong, dan akan kupastikan besok pagi. Kurasa sam suheng sudah bisa menebak mereka kemana...." jawab Koay Ji dengan memandang sam suhengnya sambil tersenyum. Saat itu, Tek Ui Sinkay sendiri sebetulnya sudah memiliki dugaan yang sama, dan dia benar tersenyum setelah Koay Ji mengatakan apa yang berada dalam pikirannya. Tetapi, dia masih merasa penasaran dan kemudian bertanya;
"Apa mereka mengetahui jalan rahasianya sute....?"
"Jika kita memiliki, masakan mereka tidak mampu menemukannya atau setidaknya membuatnya sebagai jalan guna menyelamatkan diri dalam kesempatan seperti sekarang ini....?" tebak Koay Ji, yang juga sebenarnya kurang yakin. Padahal, satu saat tebakannya bisa saja terbukti benar, tetapi entahlah.
"Engkau benar, kemungkinan besar jalan rahasianya berada didalam gedung itu, dan masih belum kita tahu kemana arahnya......" tebak Tek Ui Sinkay asal-asalan tetapi padahal memang begitu yang mereka ketahui akhirnya.
"Mereka berada di bawah tebing suheng.." Koay Ji berkata dengan penuh keyakinan dan membuat Tek Ui Sinkay tercenung dan berkata
"Ya, kupikir juga demikian....."
Dengan pengawasan ketat tookoh-tokoh hebat dan tidak terlihat ada yang keluar dari gedung itu, maka hanya ada beberapa kemungkinan. Mereka sudah pergi jauh dari gedung itu, atau sudah bersembunyi di bawah tebing melalui jalan rahasia. Apalagi, Koay Ji dan Tek Ui Sinkay sudah tahu bahwa ada jalan rahasia yang juga tembus hingga ke markas lawan. Jika mereka, tokoh-tokoh itu menemukan jalan rahasia, maka Koay Ji pasti tahu, karena kawanan monyet sahabatnya pasti akan memberitahunya apa yang sebetulnya terjadi. Teringat kawan-kawan monyet, Koay Ji seperti memperoleh sebuah inspirasi, dan karena itu, tiba-tiba dia berkata kepada sam suhengnya, tek Ui Sinkay:
"Sebentar suheng, coba kutanyakan kawan-kawanku, apa mereka punya informasi kemana gerangan tokoh-tokoh lawan pergi, aku butuh beberapa saat untuk tahu kemana mereka pergi....."
"Sute, apa maksudmu....?" Tek Ui Sinkay bertanya curiga, tetapi dia segera paham ketika Koay Ji menjawabnya dengan jawaban yang sebenarnya juga sudah dia tahu sejak beberapa waktu yang lewat.
"Kawan-kawanku pasti punya informasi itu....." dan segera Tek Ui Sinkay paham, karena cara Koay Ji mengatakan "kawan-kawan" kepada kawanan monyet berbeda dengan gayanya memaksudkan kawan-kawan manusianya.
"Baiklah, aku menunggumu nanti....."
Tidak berapa lama Koay Ji sudah menemui kawan-kawan monyet yang selama ini terus dan selalu membantunya. Bahkan, sebagian sudah menganggapnya sebagai pemimpin, karena pengaruh, kepemimpinan dan kebaikan Koay Ji dalam mengobati dan berkawan dengan mereka secara tulus.
"Kawan-kawan, siapa yang punya informasi kemana kawanan penjahat itu pergi" Sebagian dari mereka sudah pergi dari rumah atau gedung satu dan dua, entah siapa yang tahu kemana mereka pergi...." Koay Ji bertanya sambil memandangi kawanan monyet itu. Melihat mereka saling pandang dan tidak mengerti padahal mereka mengawasi jalan rahasia itu siang dan malam, maka Koay Ji sudah paham sebagian besar yang ingin dia tahu.
"Tidak ada dari mereka yang menuruni gunung Pek In San, tetapi tidak ada juga yang memasuki jalan rahasia ini..." lapor monyet paling besar yang biasa menjadi pemimpin kalangan monyet itu. Kedua monyet kawan baik Koay Ji juga terlihat mengangguk tanda membenarkan pernyataan kawan mereka itu. Dan semakin sah dan meyakinkan apa yang dalam pikiran Koay Ji.
"Hmmm, jika demikian, mereka pasti masih berada dalam gedung dan bersembunyi, atau sudah menuruni tebing itu untuk bersembunyi disana. Bisakah salah satu atau beberapa dari kalian mencoba menyelidiki keadaan di bawah tebing itu....?" tanya Koay Ji meminta bantuan kawan-kawan monyetnya itu. Permintaan bantuan yang pasti akan dijawab segera.
Benar saja, permintaan Koay Ji dijawab dengan kesediaan semua monyet yang berada disitu, bahkan mereka seperti berebut untuk melakukannya. Karena itu, Koay Ji kemudian berkata kepada mereka:
"Cukup dua saja, karena jika terlampau banyak, maka justru akan mendatangkan kecurigaan bagi mereka jika mereka benar berada di bawah tebing...." putus Koay Ji dan membuat semua kawan monyetnya diam.
"Betul, biar aku yang menetapkan siapa yang akan ke bawah...... engkau, dan juga engkau, pergi selidiki ke bawah tebing...." monyet pemimpin akhirnya mengambil alih dan menunjuk dua ekor monyet untuk bertugas. Dan tanpa menunggu lama, mereka sudah berlalu melaksanakan tugas.
"Kutunggu beritanya malam ini di gedung itu...." seru Koay Ji kepada kedua monyet yang sudah melesat pergi melakukan tugas.
Malamnya, Koay Ji kembali bercakap-cakap dengan Tek Ui Sinkay di tengah banyak orang yang sedang makan malam. Percakapan mereka berdua tidak banyak orang yang mengikuti, karena semua sedang bersenda gurau dan bercakap-cakap dalam kelompok-kelompok yang berbeda. Seperti paginya, mereka tidak banyak bercakap hal-hal yang mendatangkan ketegangan, melainkan hal-hal remeh yang justru membangkitkan kebersamaan diantara mereka.
"Bagaimana dengan laporan terakhir sute...." kedua gedung sudah kosong, masih ada gedung ketiga yang terdiri dari orang-orang yang tidak begitu penting. Gedung ketiga didiami oleh Pasukan Robot, tinggal gedung itu yang masih ada aktifitasnya, kedua gedung yang lain sudah kosong......"
"Yang pasti, tidak ada yang turun gunung, karena semua sudut sudah ada kawanan monyet yang berjaga dan mengintai. Keterangan terakhir sedang kita tunggu malam ini, membuktikan kemana mereka pergi suheng" belum lagi habis Koay Ji menjawab pertanyaan Tek Ui Sinikay, telinganya yang tajam menangkap suara minta bertemu dua ekor monyet. Dan dia tahu siapa mereka. Siapa lagi jika bukan kedua kawan monyet yang dia tugaskan kebawah"
"Sebentar suheng, mereka sudah tiba....."
Setelah berkata demikian, Koay Ji kemudian berjalan keluar dan tidak berapa lama sudah bertemu dengan kedua sahabatnya itu. Kedua monyet itu berebut memberi salam dan berebut memberi laporan.
"Bagaimana penyelidikan kalian kawan-kawan....?" sapa Koay Ji dengan bersahabat dan membuat kedua monyet yang sudah bekerja keras itu merasa hangat dan juga bangga bersahabat dengan Koay Ji.
"Mereka memiliki jalan rahasia sendiri, muncul di tengah tebing, dan sejak sore tadi ada beberapa orang yang merambat turun ke bawah..... di bawah tebing, sudah ada beberapa orang yang menunggu mereka turun.... sudah ada banyak orang di bawah tebing sana. Mereka sudah dibawah sana....." demikian laporan kedua monyet itu dan berita itu sudah cukup, Tapi Koay Ji masih bertanya,
"Mereka turun dari tengah tebing....?"
"Benar, mereka muncul dari sebuah lubang di tengah tebing, sepertinya ada jalan sendiri yang mereka bangun...."
"Hmmm, memang benar, ada jalan rahasia lain dalam gedung itu....." desis Koay Ji dan kini yakin bahwa dugaannya benar. Untung mereka menguasai jalan rahasia lain yang justru langsung ke bawah tebing, meski ketinggiannya ada lebih dari 500 meter hingga ke bawah.
"Baiklah kawan-kawan, terima kasih atas pekerjaan kalian yang sangat membantu. Kita akan berjumpa lagi tidak lama kedepan........ pergilah menemui kawan-kawan yang lain disana....." perintah Koay Ji setelah jelas dan yakin kemana kawanan penjaha Bu tek Seng Pay berada.
Tidak berapa lama, setelah makan malam berakhir, saat semua tokoh masih berada di ruangan makan, berdasarkan informasi Koay Ji, Tek Ui Sinkay memutuskan untuk memberi informasi kepada semua orang;
"Cuwi sekalian, ada sebuah informasi penting yang perlu kusampaikan. Perubahan terjadi, pertarungan pamungkas melawan gerombolan Bu Tek Seng Pay mengalami perubahan. Pertarungan itu akan terjadi besok hari, dan kita akan perlu melakukan persiapan baru untuk itu. Perlu cuwi ketahui, arena pertarungan akan mengalami perubahan dan sedang kami persiapkan sejak malam ini. Besok pagi, cuwi semua akan mengetahui arena tersebut, pertempuran juga secara otomatis mengalami tingkat kesulitan yang lebih. Besok pagi, atau selambatnya siang hari, akan kami beritahu arena pertarungan setelah orang kita menemui mereka mengenai arena pertarungan. Malam ini sudah cukup, biarlah kita beristirahat dan melakukan semua persiapan yang kita butuhkan nanti....."
Beberapa orang terlihat ingin bertanya, tetapi Tek Ui Sinkay menegaskan bahwa semua akan menjadi jelas dan terang besok pagi. Meskipun sebenarnya baik Koay Ji maupun Tek Ui Sinkay sudah tahu apa yang akan ditemukan orang yang mereka utus besok pagi. Sebuah gedung yang kosong.
Tetapi, malam itu Koay Ji memahami sesuatu dan mengerti bahwa semua kawan-kawannya mengalami kemajuan yang membuatnya merasa sangat optimist. Sesuai janjinya, setelah dia menilik dan melatih kembali semua kawannya, terakhir Siauw Hong dan Kwa Siang yang memakan waktu panjang, Sie Lan In yang pada akhirnya muncul menuntut janjinya. Padahal waktu saat itu sudah hampir tengah malam, tapi memang dia berkepentingan dengan Sie Lan In, selain juga mencari jalan dan cara untuk menyempurnakan keyakinannya.
"Koay Ji, apa gerangan yang engkau sembunyikan atau rahasiakan itu dan yang menurut pendapatmu sangatlah penting buatku guna nanti melawan Bu Tek Seng Ong yang hebat itu besok.....?"
Koay Ji memang sudah siap, karena itu, menerima pertanyaan dari Sie Lan In yang mengingatkan dia tentang apa yang sudah dijanjikan semalam, membuat Koay Ji kemudian melangkah perlahan. Ia berjalan mendekati lemari khusus di ruangan itu sambil mengeluarkan sesuatu. Kelihatannya Koay Ji memang sudah lebih dahulu mempersiapkan, sehingga "benda" yang selama ini melekat dengan dirinya, sudah dia lepaskan. Memang benar, benda yang layaknya kaos dalam berwarna hijau muda dan dahulu adalah hadiah suhunya sudah dia siapkan dan kemudian kembali mendekati Sie Lan In sambil menyodorkannya. Selain itu, diapun berkata dengan suara yang amat perlahan:
"Sie suci, besok engkau menghadapi lawan dengan kekuatan yang berimbang, akan sangat sulit mengetahui hasil akhir pertarungan kalian. Karena itu, kusiapkan jubah ular putih yang berasal dari Ular Mahkota Daun, sebuah pusaka yang dibentuk dan juga dihadiahkan suhu buatku. Satu jubah atau tepatnya kaos ular putih ini, juga dimiliki oleh Tio Lian Cu, dihadiahkan oleh suhu ketika dia pada masa-masa kecilnya mengunjungi suhu bersama Thian Hoat Tosu di Pek In San. Jangan mengira bahwa kaos ini sederhana saja seperti yang nampak dimata kita, sesungguhnya, kaos ini memiliki manfaat yang luar biasa. Karena kaos ini sesungguhnya punya kemampuan untuk mengurangi kekuatan pukulan lawan, meskipun tidak cukup kuat namun bisa engkau andalkan besok, selain juga mampu tahan senjata tajam dan peka terhadap serangan beracun. Semua pukulan yang mengarah ke badanmu nanti, akan mengalami pengurangan yang cukup, sehingga aku tidak akan merasa khawatir ketika Sie suci bertarung melawan Bu Tek Seng Ong besok. Engkau kenakan, dan jangan khawatir, karena saat dikenakan warna kaos ini akan berubah dan menjadi sama dengan warna kulitmu..... dengan kaos pusaka ini, kekuatan iweekangnya akan menjadi sama denganmu. Sehingga kemenangan siapapun, akan ditentukan oleh ilmu silat dan bukan semata kekuatan iweekang..... nach, engkau kenakan Sie suci. Besok, akan banyak hal yang kupikirkan bersama sam suheng, bisa jadi perhatianku berkurang ketika engkau sedang bertarung, tetapi dengan kaos mujijat ini, semua kekhawatiranku akan lenyap......"
Bukan main kaget dan terharunya Sie Lan In dengan pemberian Koay Ji, kekasih yang kini sudah secara terbuka diakuinya. Apalagi, dia tahu, justru lawan kekasih ini yang jauh lebih hebat besok, hal yang membuatnya khwatir sejak kemaren. Tetapi, justru dia yang diserahi kaos mestika itu, dan bukannya dipakai sendiri untuk memasuki arena berbahaya besok hari. Bukankah mereka berdua akan memasuki babakan pertarungan yang sangat menentukan besok" Mengapa pula hanya dia yang diperhatikan keselamatannya" Berpikir demikian Sie Lan In menjadi kurang enak hati dan juga mengkhawatirkan Koay Ji. Meski, disatu sisi, hatinya terasa manis, semanis madu.
"Koay Ji, engkau... bukankah engkaupun sangat membutuhkannya..." sedikit terisak Sie Lan In saking terharunya. Sekaligus khawatir dengan keadaan dan kondisi Koay Ji dalam pertarungan nanti.
"Ach, tahukah engkau jika aku sudah mencapai titik mujijat Kim Kong Pu Huay Che Sen (Ilmu Badan/Baju Emas Yang Tidak Bisa Rusak).." hal yang membuat kaos mujijat itu menjadi tidak banyak berguna buatku....." belum lagi, selama dua hari ini, banyak hal yang sempat kusempurnakan, sehingga tidak terlampau repot kelak menghadapi kakek tua itu lagi...." tolak Koay Ji secara halus dan memaksa agar Sie Lan In yang mengenakannya.
"Tapi, mengapa engkau sampai terluka kemaren itu....?" tanya Sie Lan In tetap amat khawatir dengan keadaan Koay Ji.
"Tenang Suci, jika bukan karena serangan sihir yang menghantam titik pengerahan iweekang utamaku, tidak akan kakek itu mampu menembus batas kemampuan khikangku....." ujar Koay Ji rada sedikit berdusta, karena sesungguhnya, kekuatan lawan memang amat luar biasa dan mampu menembus khikang mujijatnya. Bukan apa-apa, sesungguhnya Koay Ji dan kakek itu memang memiliki kemampuan berbeda amat tipis belaka. Keampuhan iweekang kakek itu mampu menembus khikangnya, meski memang benar fakta itu terjadi karena gangguan ilmu sihir Rajmid Singh. Tapi, jika dilakukan dalam keadaan biasa, meski kekuatan pukulan lawan hebat, tetapi Koay Ji merasa masih memiliki cukup kemampuan untuk menahan pukulan iweekang kakek mujijat itu.
"Benarkah demikian Koay Ji.....?" tanya Sie Lan In sendu, dan jelas sekali terlihat kekhawatiran dan ketakutannya jangan sampai terjadi sesuatu yang mengerikan bagi Koay Ji. Jelas sekali kekhawatiran tergambar di matanya.
"Tenang Suci, kupastikan apa yang kukatakan barusan... engkau mesti mengenakan kaos itu, anggaplah sebagai tanda perjodohan kita. Karena hanya itu benda pusaka peninggalan suhu yang kujaga dengan segenap jiwa dan ragaku. Mengenakan kaos itu membuatku tidak perlu terlampau khawatir lagi, dengan ginkangmu, ilmu mujijat kita, maka teramat sedikit yang akan mampu menyerangmu sampai akan sangat membahayakan keselamatan dirimu....." berkata Koay Ji kini sambil mendekati Sie Lan In, menyerahkan kaos pusaka itu dan kemudian dengan yakin dan tidak malu, dia membelai pipi kekasihnya itu. Meyakinkannya dan menunjukkan rasa sayang dan pedulinya kepada kekasihnya itu.
"Baiklah Koay Ji...." bisik Sie Lan In lemah, senang, terharu dan semakin bertambah rasa cintanya kepada Koay Ji. Betapa tidak, saat keduanya terancam bahaya dalam pertarungan nanti, Koay Ji tetap mendahulukan dirinya dan tidaklah egois dengan kebutuhan dan kemenangan diri sendiri.
"Sekarang engkau kenakan kaos pusaka itu, boleh engkau gunakan ruangan dalam dibalik lemari besar itu untuk mengenakannya suci.....", Koay Ji menyuruh Sie Lan In untuk mengenakan kaos itu.
Dan setelahnya, Koay Ji kembali tenggelam dalam pemikiran yang sama pada saat Sie Lan In berlatih. Bahkan, kemudian, setelah Sie Lan In selesai mengenakan kaos itu, untuk membuat efek ilmu yang dilatih semakin terasa, Koay Ji mengajak Sie Lan In berlatih dalam hutan, dekat dengan pintu keluar dua dalam markas itu. Di alam terbuka, Sie Lan In mampu memainkan semua ilmunya dan pada bagian terakhir memainkan dua ilmu terakhir yang merupakan gubahan Bu In Sinliong dan Koay Ji. Khusus di bagian kedua, ia memainkannya secara serius, berbeda dengan sehari sebelumnya, dia memainkan dengan tenaga terukur dan kecepatan yang sesuai dengan tuntutan ilmu itu. Sie Lan In melihat atau sempat melirik keadaan Koay ji, dan menemukan anak muda itu memperhatikan seperti tidak memperhatikan, serius seperti tidak terlihat serius.
Memang, pada bagian pertengahan latihan Sie Lan In, Koay Ji sendiri merangkum dan kembali memproyeksikan dalam bayangannya formula ketiga dan keempat dan kemudian dipertentangkannya. Moment-moment penting dia proyeksikan atau lebih tepatnya dia simulasikan dan dipertentangkan satu dengan yang lain. Hanya saja, tanpa dia sangka, dia tidak lagi memakai formula awal, tetapi memakai perspektif yang baru: gerakan sederhana sesuai dengan tuntutan. Dan karena itu, semua yang dia bayangkan dapat dia temukan gerakan pemunahnya, dan semakin lama ketika dia mencoba menerapkan dalam menerima serangan Sie Lan In, semakin lama semakin cepat dia menemukan gerakan pemunah. Dengan cara seperti itu Koay Ji melatih dirinya dan memperkuat perspektif barunya dalam sebuah pertarungan, juga termasuk mencipta ilmu dan jurus baru.
Semakin cepat Sie Lan In bergerak, kadang semakin lambat justru bagi Koay Ji membayangkan dan memproyeksikan pergerakannya. Hanya, semakin cepat dia menemukan dan menyadari gerak pemunahnya, dan seperti itu semakin lama makin cepat gerak pemunah ditemukannya. "Ach, kemajuan berarti" desis Koay Ji dalam hati namun merasa senang. Dan karena pemikiran itu, diapun memutuskan untuk menamai ilmu terakhir yang diciptakannya dengan nama yang aneh, nama yang sebelumnya tidak ada dalam angannya. Dia memberi nama pukulan terakhir yang dia ciptakan sebagai Ilmu Poan Liong Ciang Hoat (Ilmu Pukulan Naga Melilit). Di benaknya, Koay Ji beranggapan, ilmu terakhirnya itu adalah saripati dari semua ilmu yang dipelajari dan dipahami serta diciptakannya, hanya saja, karena secara khusus diperuntukkan menandingi ilmu Pat Bin Lin Long, maka dia menemukan sebuah upaya khusus untuk menahan serangan lawan sejak pada awalnya. Ilmunya itu lebih seperti seekor naga yang melilit mangsanya dan membuat sang mangsa tidak mampu untuk banyak bergerak secara leluasa, meski sang naga tidak memangsa lawannya, lebih melilit secara terus menerus.
Karena prinsipnya itu, maka gerakan-gerakan yang dipkirkannya adalah gerakan yang bersifat mencegah dan menekan lawan mengeluarkan kemampuan terbaiknya, tetapi jikapun terlanjut dilepaskan, maka dia mampu dan siap mengantisipasi dan menundukkan semua gerakan itu. Prinsipnya itu dia temukan dalam prinsip NAGA MELILIT, dalam semua keadaan ilmu dan jurus yang diingatnya bersifat menekan, membuat lawan tidak punya ruang pukul, dan semua jurusnya mendahului gerakan lawan untuk bisa menyerang. Itulah prinsip "NAGA MELILIT" yang secara hebat dipikirkan oleh Koay Ji dan diciptakannya "tanpa jurus". Bahkan proses untuk jurus bertahan maupun jurus menangkis yang baku dan tersusun rapih, tidaklah dia susun sebagaimana jurus lainnya. Yang ada adalah prinsip sederhana namun sangatlah dalam: bergerak sederhana pada saatnya, sedikit bergerak untuk menekan yang banyak bergerak, dan memutus ataupun menggugurkannya sebelum serangan lawan diluncurkan atau dilepaskan.
Tanpa disadari, keduanya menemukan kemajuan hebat. Khusus untuk Sie Lan In, dengan tambahan Kaos atau Jubah Ular Putih, maka kemampuannya meningkat dengan pesat. Kecepatan dan kekuatan pukulannya sudah memperoleh sentuhan istimewa dari mekanisme NAGA MELILIT, menyesuaikan gerakan dengan ilmu dan jurus lawan, memanfaatkan kekuatan dan kecepatan. Meskipun memang, ilmu dan jurusnya masih seperti formula biasa yang tersusun rapih dan berurutan. Dengan demikian, Sie Lan In sendiri sudah memperoleh perasan beberapa prinsip baru Koay Ji tanpa dia dapat memahami mengapa dan bagaimana dia dalam tahapan seperti itu. Boleh dibilang, bentuknya justru adalah awal dari apa yang sedang dibangun dan diciptakan Koay Ji.
Yang jelas, ketika keduanya kemudian beristrahat, Koay Ji terlihat mulai tersenyum puas dan Sie Lan In juga terlihat sama. Keduanya seperti menemukan kemajuan yang cukup hebat dan mendatangkan rasa percaya diri yang kuat dan tebal guna memasuki pertarungan pada keesokan harinya. Bahkan Sie Lan In ketika menutup latihannya dengan ringan dan senang sudah berkata kepada Koay Ji dalam nada yang penuh rasa percaya diri;
"Koay Ji, nampaknya kemajuanku sungguh hebat, karena kecepatan dan kekuatan pukulanku terasa membawa angin pukulan yang amat kuat dan mematikan. Selain itu, kecepatanku, juga sudah meningkat hebat, dan pasti membuat lawan akan makin keteteran jika menghadapinya...."
"Itu sebabnya engkau harus bersifat dan bersikap amat hati-hati dikala memainkan ilmu-ilmu tersebut, karena efeknya memang sangat hebat dan membutuhkan orang yang berkemampuan istimewa untuk dapat menahanmu. Rangkaian jurus-jurus itu memang tercipta untuk kemampuan mendesak dan memojokkan lawan dalam satu rangkaian yang mengalir. Karena itu, ingat baik-baik pesanku ini Suci, harap dicatat dalam hati agar digunakan pada saat yang tepat......" jawab Koay Ji ringan sambil memperingatkan agar hati-hati menggunakan ilmu itu.
"Baiklah Koay Ji, semua itu tentu saja kucatat dalam hati, apalagi karena hari untuk memulai pertarungan sudah menjelang datang...."
"Benar Suci, karena itu kita harus menggunakan jam tersisa untuk beristirahat. Pulihkan kembali kekuatan dan semangatmu, masih ada beberapa jam sebelum kita nanti beraksi besoknya....."
"Baiklah Koay Ji, mari kita sudah cukup berlatih malam ini.....", ajak Sie Lan In guna mengakhiri latihan bersama mereka berdua dan tidak lama kemudian, mereka sudah berada di ruangan masing-masing.
Tetapi tidaklah benar jika Koay Ji akan beristirahat, karena sesungguhnya dia malah bekerja lebih keras untuk memantapkan Ilmu yang baru saja dia susun dengan pola yang tidak biasa. Dia memberi nama Ilmu Pukulan Naga Melilit hanya dalam hal pola dan prinsip, tidak dalam rangkaian jurus-jurus yang membentuk sebuah ilmu. Yang dia lakukan adalah prinsip menekan lawan untuk tidak sampai mengeluarkan jurus menyerang. Prinsip yang mirip dengan Ilmu Thian Liong Pat Pian yang selalu saja menghindar dan menghindar, maka sekali ini dia menciptakan ilmu yang selalu menekan lawan untuk tidak bisa keluar menyerang. Beda utamanya adalah, Ilmu Thian Liong Pat Pian tersusun dari rangkaian jurus yang jumlahnya sudah dua kali lipat dari ilmu aslinya di tangan Koay Ji.
Sementara Ilmu Pukulan Naga Melilit, justru masih belum memiliki atau memang diciptakan tanpa jurus tertentu. Melainkan jurusnya datang dari inspirasi dengan melihat jenis serangan apa yang akan dilontarkan lawan. Hadang dan buat lawan tidak mampu mengeluarkan jurus serangannya, dan buat lawan tidak mampu berbuat apa-apa bagai tubuhnya dililit seekor naga. Formulanya dengan demikian bebas dan mengalir, tergantung bagaimana lawan bergerak menyerang, pada saat itu Koay Ji keluar menekan untuk tidak sampai jurus menyerang lawan terlontar. Tapi, ketika serangan tetap terlontarpun, prinsip ilmu itu tetap saja berjalan, yakni dengan mematikan secepat mungkin serangan itu dan kembali membuat lawan mesti berganti jurus. Dalam keterdesakan atau keterpaksaan.
"Apakah ini tidak riskan" bagaimana jika tidak kutemukan antisipasi atas jurus lawan pada saat yang tepat..." meski memiliki kitab rahasia bergerak manusia, tetapi apa itu sudah cukup dan memadai...." sudah mencakupi seluruh kecenderungan serta juga pola gerakan secara keseluruhan...?" ini yang menjadi persoalan Koay Ji dan yang juga membuatnya tetap berpikir dan bekerja sampai jauh malam. Bahkanpun dia masih tetap merenung sampai menjelang pagi hari, meskipun perlahan-lahan dia mulai memahami banyak hal. Prinsip-prinsip utama mulai tersusun di kepalanya dan semakin mengendap menjadi sesuatu yang adalah bagian dari dirinya. Tetapi, memang belum terumuskan detail. Kemampuannya yang banyak, gaya bergerak Sie Lan In, gaya tarung Geberz dan terutama Panglima Arcia, dan desisan Lie Hu San saat sebelum mereka berpisah yang terakhir kali. "Melihat, mencatat, mengingat, dan kemudian melupakan semuanya......".
"Meskipun belum sepenuhnya dapat kupahami, tetapi rasanya sudah cukup dan sudah memadai. Biarlah ilmu terakhir itu berkembang dengan sendirinya, dan juga menjadi lebih sempurna seiring perjalanan waktu..... toch tidak ada ilmu yang begitu diciptakan sudah langsung sempurna, tetapi akan terus mengalami perubahan dan juga penyempurnaan seiring perjalanan waktu....." demikian akhirnya Koay Ji pada akhirnya menutup perenungannya yang diakhir dengan senyum. Ya, dia paham dia tidak perlu mengejar sesuatu yang bisa berlangsung perlahan dalam perjalanan waktu. Sebab tidak ada ilmu yang begitu diciptakan langsung sempurna dan tidak memiliki celah lagi, tetap butuh waktu.
Sesuatu yang hebat dalam dirinya, dalam diri Koay Ji adalah menyadari batasnya dan tidak hidup hanya dan untuk ilmu silat belaka. Rasa ingin tahunya memang luar biasa, kepenasarannya menciptakan sesuatu sangatlah hebat. Tetapi ketika tahu batasnya, maka semua yang dia miliki akan menjadi lebih masuk akal dan tidak menerjang dirinya. Inilah yang membedakan Koay Ji dengan seorang Liok Kong Djie misalnya. Tokoh hebat yang maniak ilmu silat, yang menjadi tawanan dan menjadi budak dari nafsu dan juga rasa penasarannya untuk menemukan sesuatu. Rasa penasaran untuk menjadi manusia sempurna, padahal tidak ada batasan tertinggi untuk sebuah upaya menjadi lebih baik.
Batas ilmu silat langit yang tiada batas. Selalu di atas langit ada langit yang lain, tidak ada satu orangpun yang bisa mengklaim sebagai yang paling hebat, raja diraja dari Ilmu Silat. Mengetahui batas adalah penting. Sangat penting malahan. Liok Kong Djie tidak memiliki pemahaman seperti ini, karena dia hidup demi dan untuk ilmu silatnya. Dia memahami banyak hal, tetapi tidak pernah mencoba mengerti dan mencari kedalaman dibalik semua tata gerak yang bisa dia ciptakan dengan hadil yang megah dan gebat.
Pagi harinya, selesai makan pagi, sesuai dugaan Koay Ji dan Tek Ui Sinkay, datang laporan bahwa ketiga gedung sudah sepi. Sangat sepi. Tetapi untuk meyakinkan dirinya dan juga semua pendekar yang sudah berada disitu, Tek Ui Sinkay kemudian memutuskan untuk mengutus wakilnya menyelidiki. Beberapa orang anggota Kaypang sekaligus ditugaskan untuk segera datang dan mengunjungi ketiga gedung serta menyampaikan bahwa waktu bertarung hari itu akan segera dimulai. Dengan demikian, ada alasan jika mereka dipergoki lawan, tetapi jika tidak, mereka akan tahu apa yang sesungguhnya sedang terjadi. Benarkah lawan bersembunyi atau sudah berlalu dari markas mereka. Jika sudah jelas tidak berada dalam gedung lagi, tinggal satu soal, kemana mereka pergi"
"Bun Pek, engkau pergi dan sampaikan bahwa keputusan kita hari ini adalah, bahwa pertarungan akan dilakukan pada hari ini juga. Engkau datang dan sampaikan pesanku kepada mereka, bahwa kita semua akan segera datang menyerang siang ini, beberapa jam lagi kedepan....."
"Baik bengcu....."
Orang yang dipanggil Bun Pek, yang juga anggota Kaypang segera menerima pesan itu dan bersama 4 orang lainnya segera berangkat menuju ke gedung dimana pihak lawan beristirahat. Koay Ji dan Tek Ui Sinkay sebenarnya sudah tahu serta menduga bahwa mereka akan membawa berita bahwa gedung itu memang benar sudah kosong. Tetapi keduanya sudah sama memiliki rencana cadangan yang akan langsung diturunkan dan dilaksanakan hari itu juga. Karena mereka tahu dan sudah menduga berada dimana musuh-musuh itru pergi dan bersembunyi. Artinya, tidak akan menunggu hari lain untuk menuntaskan pertempuran.
Benar saja, berselang satu jam kemudian, Bun Pek datang kembali dengan wajah penuh keheranan dan kekagetan. Dan tidak menunggu lama, diapun langsung melaporkan apa yang dia temukan:
"Bengcu, ketiga rumah itu sudah kosong. Tidak ada lagi tanda-tanda kehidupan, tapi kami menemukan sebuah kertas dengan tulisan yang cukup besar dan mencolok dan ditujukan kepada Bengcu......"
"Hmmm, baiklah. Coba, serahkan surat itu dan biar kita bersama tahu apa gerangan maksud mereka" berkata Tek Ui Sinkay dengan suara mantap dan tidak terlihat sama sekali kekagetan dalam sikapnya. Banyak orang mau tidak mau menjadi kagum akan sikapnya saat itu.
"Baik, ini suratnya Bengcu...." ujar Bun Pek sambil mengeluarkan sehelai kertas yang tidak dimasukkan dalam sebuah amplop, tetapi sebuah surat yang sengaja dibuat dan ditulis terbuka biar semua orang dapat membacanya. Ketika Tek Ui Sinkay akan mengambil surat itu, tiba-tiba seseorang menyela dengan suara awas dan mengagetkan semua yang hadir:
"Tahan bengcu, sebentar..." orang yang menyela itu bernama Bu Ta Kuang, sahabat Tek Ui Sinkay sejak muda dan merupakan salah seorang anggota Kaypang yang sangat gemar dengan racun. Tokoh itu sudah muncul sejak sebelum pertarungan puncak menyerbu markas Bu Tek Seng Pay, dan berperan sangat besar dalam menghadapi serangan beracun yang dilepas Sam Boa Niocu beserta murid serta juga cucu muridnya yang memang amat berbahaya.
"Koay Ji, yang lainnya menjadi tugasmu......" sambil berkata demikian, Bu Ta Kuang mengambil surat itu dan benar saja lengannya terlihat berpijar karena dia sudah melumuri lengannya dengan salep anti racun yang juga buatannya sendiri. Dan setelah memegang surat itu, diapun kemudian menggerak-gerakkan lengannya seperti mengibas, sementara Koay Ji sudah berherak mendekati Bun Pek dan langsung bertanya kepadanya:
"Siapa saja yang sudah memegang surat beracun itu...?" tanya Koay Ji, tetapi belum lagi ada yang sempat menjawab perntanyaannya, Bu Ta Kuang sudah menyela dan berkapa kepadanya dengan suara keras:
"Tidak usah ditanya Koay Ji, mereka semua yang baik yang sempat masuk masuk maupun yang tidak sempat masuk kedalam gedung itu, sudah bisa dipastikan telah keracunan. Beberapa dari mereka atau bahkan mungkin mereka semua, hanya dalam hitungan beberapa menit belaka, akan segera melayang jiwanya secara sia-sia. Karena itu, lebih baik bergeraklah dengan cepat...." sambil berkata demikian, Bu Ta Kuang kemudian mendekati Tek Ui Sinkay dan segera menyerahkan surat itu sambil berkata kepada Tek Ui Sinkay:
"Bengcu, silahkan, surat ini sudah tidak beracun lagi...." sementara Tek Ui Sinkay mengambil surat itu, Koay Ji sudah mengobati orang-orang malang yang keracunan itu, dan sebentar kemudian wajah mereka yang ketakutan berubah menjadi tenang kembali. Setelah Bu Ta Kuang melirik mereka dan menyatakan sembuh, merekapun keluar ruangan dengan rasa syukur tak terhingga, sambil bergidik karena nyawa mereka tadinya nyaris melayang. Dan saat itulah Tek Ui Sinkay membacakan surat itu bagi semua orang:
"Bengcu Tionggoan, KAMI BELUM KALAH. hati-hatilah, kami pergi dulu. Tetapi kami berjanji akan segera kembali dalam waktu tidak lama dengan kekuatan yang jauh lebih besar lagi....... hari itu, tidak akan ada tawar menawar, Rimba Persilatan Tionggoan akan berubah menjadi neraka mengerikan...."
BU TEK SENG ONG Singkat dan jelas ancaman ancaman. Pihak lawan yang tadinya sudah terdesak ternyata dapat menemukan jalan mundur dan kini bersembunyi entah kemana. Benar-benar ancaman bahaya yang sangat mengerikan. Bagaimana jika mereka mengunjungi perguruan silat satu demi satu dan menghancurkannya" Bukankah akan banyak korban yang jatuh" Bagaimana menemukan mereka yang kini sudah tidak berada dalam gedung itu" jika mereka lolos, benar bahwa mara bahaya yang amat hebat akan mengancam Rimba Persilatan. Karena tokoh-tokoh lawan yang meloloskan diri itu, semuanya adalah TOKOH UTAMA, sekutu utama dari maha iblis Bu Tek Seng Ong yang membentuk dan memperkuat Bu Tek Seng Pay. Benarlah, sebuah ancaman maha hebat.
"Kurang ajar, mereka benar-benar licik,,.." maki si tua Hek Man Ciok yang tetap coba ditenangkan oleh anaknya. Kedua tokoh hebat anak beranak itu tetap tinggal dan bergabung untuk menghajar kawanan Bu tek Seng Pay. Meski lawan utama mereka, Utusan Pencabut Nyawa sudah ratusan yang modar dan sudah membubarkan diri, tetapi mereka berdua masih tetap berkomitmen mengejar para perusuh yang amat membahayakan keselamatan rimba persilatan Tionggoan.
"Benar sungguh licik...." suara tokoh pendekar lainnya mendukung geraman si tokoh tua yang menjadi sangat murka karena kehilangan semua tokoh penjahat yang tadinya sudah kejepit itu. Geraman keduanya mewakili perasaan kaget dan juga was-was semua tokoh persilatan yang berada disana.
Tek Ui Sinkay memandang Koay Ji yang mengangguk kepadanya dan kemudian diapun berkata dengan suara keras:
"Cuwi sekalian, harap tenang. Mereka tidak akan lari jauh, kita akan dapat mengejar mereka karena kami tahu dan paham mereka berada dimana. Hanya, harap cuwi sekalian menahan diri, beberapa orang dari kita akan bekerja keras untuk menyusun strategi mengejar dan menghajar mereka. Akan dimulai dari ketiga gedung itu, malam ini selambatnya, pertarungan dengan mereka akan dilakukan.... maka, sekali lagi harap cuwi sekalian tenang. Beberapa dari kita akan segera bekerja keras untuk dapat memastikan dimana pertarungan itu dilakukan......"
"Bengcu, kemana para penjahat itu pergi....?" terdengar teriakan Hek Man Ciok yang benar-benar merasa amat penasaran. Saking penasarannya dia memotong Tek Ui Sinkay yang sedang memberi penjelasan.
"Kami punya dugaan kuat, mereka tidak berada jauh dari sini. Karena itu, harap kita semua tetap tenang dan tetap bersiaga...... Kuang heng akan tetap berjaga disini, sementara beberapa orang akan menyelidiki rumah atau gedung mereka...... harap cuwi sekalian sabar menunggu" sambung Tek Ui Sinkay dengan sebelumnya juga menjawab pertanyaan emosional Hek Man Ciok.
"Sampai kapan kita menunggu...." tanya tokoh lain lagi memastikan waktu mereka untuk tetap sabar menunggu.
"Selambatnya sore kita sudah tahu mereka berada dimana...." Tek Ui Sinkay tetap meladeni dengan sabar.
"Apakah pertarungan akan dilakukan hari ini....?"
"Tetap akan kita lakukan...."
"Bagaimana aturan pertarungannya....?"
"Kita atur kemudian, kesepakatan awal sudah mereka cederai, maka kita berhak untuk menentukan bagaimana pertarungan nanti...."
Dan sibuklah Tek Ui Sinkay meladeni semua pertanyaan bernada penasaran pada saat itu. Kepenasaran yang dapat dimaklumi. Masalahnya, jika lawan meloloskan diri dengan semua tokoh utamanya yang memiliki kepandaian yang luar biasa hebatnya, maka sama saja upaya mereka yang sudah banyak makan korban akan sia-sia. Bahkan, ancaman yang lebih besar kini secara langsung akan menimpa mereka jika tokoh-tokoh itu muncul dan meluruk ke rumah perguruan masing-masing. Jika sudah begini, siapa yang tidak akan merasa ketakutan" Tidak ada cara lain selain saat itu menemukan dan menghentikan tokoh-tokoh hitam yang diketahui sebagian besar adalah tokoh berdarah dingin. Tokoh yang biasa dan mampu membunuh dengan cara mengerikan dan tidak punya welas asih.
Melihat betapa Tek Ui Sinkay keteteran memberi penjelasan kepada banyak orang yang penasaran dengan raibnya musuh didepan mata, maka Koay Ji sadar bahwa dia harus membantu suhengnya. Betapapun dia juga memilki beberapa informasi dan bahkan juga pengetahuan lengkap tentang apa yang sedang semua hadapi dan takutkan itu. Maka dengan mengerahkan kekuatannya, kemudian berkata dengan suara penuh rasa penasaran:
"Jika cuwi sekalian berdebat seperti ini, maka tidak akan ada yang dapat dikerjakan dalam menghadapi persoalan yang di depan mata..... dibanding berdebat, sebaiknya cuwi memberi kesempatan kepada Bengcu untuk bekerja. Mari kita semua bekerja sesuai dengan kebisaan kita..." perkataan Koay Ji yang mulai dipandang dan juga dilihat dengan cara menghormat oleh banyak orang termasuk menyentak. Dan itu yang akhirnya menyadarkan semua orang.
Apalagi karena nada suara Koay Ji agak berat dan serius sehingga menutupi semua suara penasaran yang masih ingin bicara dan tetap ingin pendapatnya didengarkan. Tetapi, seperti biasanya, bahwa semakin banyak orang semakin banyak usul dan ide, dan akan semakin sulit memutuskan apa yang akan dikerjakan. Sentilan Koay Ji dengan kekuatan mujijatnya membuat banyak orang sadar akan hal tersebut. Benar, bahwa menghujani Tek Ui Sinkay dengan pertanyaan, sama saja dengan menahan Bengcu itu untuk memutuskan dan mengerjakan sesuatu yang akan cepat memulai pekerjaan mencari mereka yang menghilang dan sembunyi. Pada akhirnya semua diam dan memberi kesempatan Tek Ui Sinkay untuk berbicara:
"Cuwi sekalian, terima kasih bisa mendengarkan lohu bicara seklai lagi. Kemana lawan-lawan kita pergi, sebenarnya sudah dalam perkiraan kami, tetapi masih akan kami lacak biar dapat segera memastikannya. Bisa dipastikan, mereka memiliki jalan rahasia dibawah gedung itu, kemana ujungnya sudah kami dapat tebak. Tetapi, beri kami waktu untuk melacak jalan rahasia itu, baru setelahnya kami akan memutuskan cara untuk mengejar lawan. Jangan takut, kemana mereka pergi kemungkinan besar masih belum ada jalan keluarnya, karena itu bersabarlah karena mereka tidak akan kemana-mana. Untuk sekarang ini, berilah kami waktu untuk memastikan apa yang akan kita lakukan....."
Pidato terakhir Tek Ui Sinkay membuat semua orang sadar, bahwa Bengcu bukan berdiam diri dan bukannya bodoh dikibuli lawan. Perlahan-lahan mereka paham dan satu persatu kemudian meninggalkan ruangan pertemuan dengan memperoleh janji bahwa apa yang akan dilakukan, akan dijelaskan setelah makan siang nanti. Atau selambatnya sore hari. Jika memang bisa e bih cepat dari itu, tentunya lebih baik lagi. Menunggu Tek Ui Sinkay bekerja untuk menemukan jalan rahasia dan bersikap apa terhadap jalan rahasia tersebut, bisa dilakukan di tempat mereka beristirahat. Itu sebabnya banyak yang pergi kembali beristirahat ataupun berkelompok sambil juga bercakap-cakap satu dengan yang lain.
Pada akhirnya, tertinggal Koay Ji bersama dengan Tek Ui Sinkay, Kim Jie Sinkay, Ciangbudjin Siauw Lim Sie, Cu Ying Lun Pangcu Thian Cong Pay, Ciangbudjin Hoa San Pay, Khong Yan dan Sie Lan In yang berada dalam ruangan tersebut. Bu Ta Kuang, juga masih ada dalam ruangan karena sejak awal dia memang duduk dan membiarkan urusan dunia persilatan diatur oleh sahabatnya saja, Tek Ui Sinkay. Beberapa saat, mereka semua dalam ruangan sama bersikap diam dan menunggu Tek Ui Sinkay untuk membuka percakapan. Dan untuk itu, mereka tidak perlu menunggu lama, karena setelah semua saling pandang, terdengar Tek Ui Sinkay, bengcu Tionggoan membuka suara:
"Kuang heng, mohon memeriksa gedung itu dengan ditemani oleh Khong sutit dan juga Sie Kouwnio serta Tio Ciangbudjin. Kita perlu mengetahui jalan rahasia yang mereka buat, yang jika tidak keliru ada di ketiga gedung tersebut. Selain bahaya racun, bukan tidak mungkin ada lawan tersembunyi disana, karena itu sebaiknya disertai oleh Barisan Lo Han Tin dari Siauw Lim Sie..... kita perlu segera memastikan dimana jalan masuk agar dapat segera membuat keputusan.....", itu perkataan dan perintah pertama yang keluar dari mulut Tek Ui Sinkay setelah dia berdiam diri untuk beberapa saat lamanya. Tidak ada yang menolak dan tidak ada yang menentang apa yang sudah diperintahkannya.
Karena memang, perkataan Tek Ui Sinkay sekali ini sudah bersifat perintah karena keadaan yang sudah agak genting. Karena itu, Khong Yan, Tio Lian Cu dan Sie Lan In tidak membantah, mereka langsung berdiri dan menyatakan kesiapan dengan ditemani atau menemani seorang tokoh atau ahli racun bernama Bu Ta Kuang. Bahkan, Ciangbudjin Siauw Lim Sie sendiripun sudah menurunkan perintah agar Lo Han Tin juga menyertai rombongan itu, dan rombongan yang lain dari Kaypang juga sudah siap. Tugas mereka bukan hanya menemani, tetapi juga untuk membongkar atau menyelidiki ketiga gedung yang tadinya dihuni tokoh-tokoh pihak lawan. Tidak menunggu terlalu lama, semua yang disebutkan atau diperintahkan Tek Ui Sinkay sudah pergi melaksanakan tugasnya.
"Amitabha, Bengcu,,,,, kemana sebetulnya tokoh-tokoh utama lawan kita pergi dan berada sekarang ini....?" adalah Ciangbudjin Siauw Lim Sie yang membuka suara dalam nada yang penuh hormat dan tetap lembut. Pertanyaan yang berada di benak semua yang hadir pada saat itu. Atau pertanyaan yang ingin diungkapkan banyak orang hanya mereka semua saling menunggu. Maklum, keadaan tiba-tiba menjadi agak tegang sejak Koay Ji bersuara tadi.
"Ciangbudjin Suhu, sekarang ini tinggal ada satu tempat. Tapi, kami pastikan mereka berada di bawah tebing sana..... karena penyelidikan awal menunjukkan kesana mereka pergi. Jangan ditanya darimana informasinya, mereka yang pergi menyelidiki ke gedung itu, sedang berusaha mencari jawaban bagaimana caranya pihak lawan menuruni tebing itu....." jawab Tek Ui Sinkay dan membuat semua yang belum tahu merasa kaget.
"Astaga, tebing yang bawahnya konon tidak terlihat.....?" tanya Kim Jie Sinkay dalam nada bertanya, bukan nada meragukan.
"Benar Kim Jie heng, memang benar, bahkan cara kita menuruni tebing itu sudah kami siapkan sejak beberapa hari yang lalu. Kita hanya sedang mencari tahu, cara apa yang dilakukan lawan untuk menuruni tebing, karena kita harus menutup akses itu agar mereka tidak punya jalan melarikan diri saat kita justru sedang mengejar mereka dari jalur yang lain......" tegas Tek Ui Sinkay.
"Hmmm, ada baiknya jika kita semua membantu mereka mencari jalan rahasia di bawah gedung itu...." usul Kim Jie Sinkay.
"Usul yang menarik dan perlu dipertimbangkan Sam Suheng,,,," terdengar Cu Ying Lun juga berbicara mendukung usulan Kim Jie Sinkay.
"Jika memang kita ingin secepatnya menemukannya, kita akan pergi membantu. Hanya, biarkan Bu Ta heng mengerjakan bagiannya terlebih dahulu, membersihkan racun di ketiga gedung itu. Sebab jika tidak, justru akan terjadi sesuatu yang tidak kita inginkan bersama..."
"Baiklah, kita tetapkan demikian...." terdengar Kim Jie Sinkay kembali bersuara dan diiyakan semua orang. Betapapun memang benar, sudah terbukti, serangan senyap dengan menggunakan racun, nyaris memakan nyawa beberapa orang. Untung saja ada Bu Ta Kuang dan Koay Ji. Kalay tidak"
"Jika demikian, mari sekarang kita menuju ketiga gedung itu" ajak Tek Ui Sinkay dan kemudian diikuti semua orang. Sementara Koay Ji juga beranjak menuju keluar, tapi tidak lama, dia kemudian mengambil jalan lain yang agak melebar dan tidak menuju ke tiga gedung tujuan bersama dengan rombongan itu. Tek Ui Sinkay sempat tahu Koay Ji memisahkan diri. Tetapi dia tetap melanjutkan langkahnya karena paham bahwa kemungkinan Koay Ji akan melakukan hal lain yang tidak kurang penting dan strategisnya dengan apa yang sedang mereka hadapi. Kepercayaan Tek Ui Sinkay kepada Koay Ji memang sangat tebal.
Tetapi, sementara itu, Koay Ji yang berjalan menyimpang dari semua rombongan tidak menyadari jika langkahnya diikuti oleh Siauw Hong, Kwa Siang dan Siok Han. Mereka bertiga mengiringi langkahnya dari belakang hingga dia mencapai sebuah tempat yang pernah dia ketahui bukan bagian luarnya tetapi bagian jalan masuknya. Ya, tempat itu dia ketahui merupakan sebuah pintu masuk kedalam penjara yang tidak banyak orang yang tahu. Bahkan, dari kawan-kawannya, hanya dia sendiri yang paham bahwa penjara bawah tanah itu terhubung dengan jalan rahasia bawah tanah, dan juga jalan rahasia menuju ke tebing bagian bawah. Kesanalah Koay Ji menuju, dia tahu ada yang mengikutinya tetapi dia paham benar siapa-siapa saja mereka yang mengikutinya.
Sesuai dugaannya, penjara bawah tanah itu sudah tidak ada lagi yang menjadi penjaganya. Semua penjaga sudah melarikan diri, atau memilih turun gunung. Dan ketika dia ingin masuk kedalam penjara tersebut, dia melirik ketiga orang yang mengikutinya di belakangnya dan kemudian mengajak mereka semua masuk. Sebuah pos jaga masih ada disana, tetapi sudah kosong melompong. Tentu saja. Tetapi, pintu masuk tetap saja tertutup oleh rangkaian besi yang cukup tebal dan alot untuk dibuka dan diterjang. Tetapi, meski begitu, bukan perkara yang sulit bagi Koay Ji untuk membobol dan membuka pintu penjara bawah tanah tersebut. Dengan mengerahkan kekuatannya, Koay Ji memukul dan kemudian menarik pintu besi itu, dan tidak lama kemudian jebol. Maka terbukalah pintu masuk ke dalam penjara bawah tanah tersebut.
Juga amat mudah ditebak, bahwa sebagian besar mereka yang berada di penjara bawah tanah, sudah meninggal dan ruang tahanan merekapun sudah kosong. Jika masih ada yang tersisa, kemungkinan juga sudah sakit ataupun sudah sekarat. Setelah 2 hari ditinggalkan para penjaga, masih adakah yang dapat bertahan dalam penjara itu dalam keadaan hidup". Karena bukan tidak mungkin mereka sudah dibunuh oleh para penjaga sebelum meninggalkan penjara tersebut. Tetapi, entah, oleh semua pertimbangan itu Koay Ji tetap menyusuri terus sampai ke ujung ruang tahanan. Batas ruang penjara bawah tanah adalah yang dituju oleh Koay Ji, karena disana ditahan bekas ketua Pek Lian Pay yang paham akan semua jalan rahasia bawah tanah. Dia ingin mengetahui apa yang terjadi dengan orang yang sudah amat tua dan juga sudah sekarat itu.
Tetapi, sayang sekali, ketika Koay Ji sampai di ruangan tersebut dia tidak bertemu dengan siapapun karena ruangan tersebut sudah KOSONG. Benar dugaannya, dia pasti akan dibawah dan diperas keterangannya. Tetapi, bisa jadi juga orang tua itu sudah tewas atau sudah dibunuh. Entah mana yang benar. Tetapi, keadaan waktu itu agak membuat Koay Ji tercenung. Khawatir jika sampai kakek itu dibawa para penjahat dan dipaksa untuk melakukan atau mengatakan apa yang dia pahami dan ketahui tentang jalan rahasia bawah tanah. Bukankah mereka bisa menggunakan ilmu sihir, hipnotis atau bahkan menyiksa kakek itu untuk memberitahu rahasia jalan bawah tanah itu" Koay Ji agak khawatir.
Saat itu, entah mengapa, naluri Koay Ji mengatakan bahwa dia akan "memperoleh" sesuatu dalam ruang bawah tanah itu. Atau lebih khusus lagi, ruang tahanan kakek tua yang menjadi salah satu tokoh Pek Lian Pay itu seperti memanggilnya dengan maksud yang dia tak pahami. Karena itu, dia membuka ruang khusus tersebut dan dia kaget, karena ruangan itu masih bersih dan belum banyak berdebu. Satu tanda bahwa dia yang menghuninya baru "meninggal" atau baru dipindahkan belum lama. Koay Ji berdiri dalam ruangan sel itu dan kemudian berusaha memeriksa ruangan tersebut, utamanya daerah yang dalam jangkauan kakek tua yang sudah tidak lagi mampu berbuat apa-apa itu. Apakah yang menarik dari ruangan itu sehingga dalam hati atau nalurinya terketuk menyelidiki ruangan itu"
Koay Ji memandang berkeliling, bahkan beberapa saat kemudian dengan sengaja dia memusatkan konsentrasinya dan kekuatan batinnya. Bukan apa-apa, saat itu dia merasa bahwa kakek tua itu pasti ingin mengatakan sesuatu kepadanya. Nalurinya sudah amat tajam sekarang. Karena itu, diapun berusaha keras mencari tahu, serta membuka dirinya untuk "panggilan" dalam jiwanya itu. Beberapa saat kemudian, Koay Ji membuka matanya, dan tidak lama, matanya yang tajam memandang berkeliling ruangan itu dalam radius yang dia sempitkan. Dan benar saja, dia tak lama kemudian menemukan apa yang dia cari. Sesuatu yang nampaknya dengan sengaja disembunyikan dari mereka yang akan memindahkan "tubuh ataupun juga mayatnya". Biasanya para petugas memang akan melakukannya tanpa berlelah dan tanpa usaha mencari sesuatu yang rahasia.
Di bekas lantai dimana kakek tua itu biasanya berbaring dan terduduk, ada sesuatu yang terlihat tidak normal dan seperti berbeda dengan lantai dasar. Dan terutama, terlihat seperti belum lama keadaan tersebut terjadi atau dibuat orang. Koay Ji jadi segera paham, bahwa kakek tua itu memang ingin memberinya pesan terakhir, dan kakek itu yakin Koay Ji akan mencarinya. Karena memang, Koay Ji pernah berjanji kepada kakek itu bahwa dia akan kembali untuk mengetahui keadaan kakek tua itu dan jika bisa menyelamatkanya. "Luar biasa, kakek tua itu sepertinya sangat yakin dan percaya dengan perkataan dan janjiku..... sungguh mengharukan..." dalam hati Koay Ji terharu dengan kepercayaan kakek itu.
Setelah berpikir demikian, setelah sekali lagi memandangi dan meneliti semua sisi dalam ruangan itu, tanpa berpikir panjang dengan diiringi tatapan penuh tanda tanya dari Siauw Hong dan Siok Han, diapun kemudian mencungkil lantai yang agak menonjol sedikit keluar. Dia yakin dan percaya dengan temuan dan kecurigaannya atas keadaan lantai yang sedikit aneh tersebut. Dan benar saja, disana ada sebuah kain, jika tidak keliru, merupakan kain bekas jubah kakek tua itu. Dan kain bekas itu terlihat adad tulisan dari darah, dan hanya singkat saja, tanpa disertai nama, tapi mudah dibaca dan diingat oleh Koay Ji. Mudah diingat karena memang merupakan satu petunjuk yang amat penting bagi Koay Ji, dan kelak juga petunjuk yang amat penting bagi para pendekar:
"Dibawah sana, satu jalan hidup, liang persis dibawah air terjun...".
"Jika melihat keadaannya, pihak lawan belum tahu jalan keluar yang dimaksud. Tapi, bukan tidak mungkin mereka akan mencarinya untuk menyelamatkan diri, meski tidak mungkin dalam waktu dekat. Mereka pasti sudah memastikan jalan masuk atau turun ke lembah di bawah tebing tidak akan mungkin ditemukan orang, dan pasti akan bertahan di bawah sana untuk waktu yang panjang. Jelas bahwa mereka memang memastikan jika tidak akan mungkin orang menemukan jalan ke bawah, karena itu kakek tua itu kemungkinan besar sudah dibunuh. Jika mereka belum tahu jalan keluar dari bawah tebing, kakek itu bisa saja belum dibunuh, karena masih dibutuhkan pengetahuannya tentang keadaan di bawah.
"Tidak ada lagi yang dapat kita temukan disini, mari kita keluar....." berkata Koay Ji setelah membaca sobekan kain bertulisan darah yang kemudian dia hancurkan. Dan setiba di luar, dia memperoleh kabar yang menegaskan perkiraannya, yaitu adanya jalan rahasia di bawah kedua gedung utama, namun jalan rahasia itu sudah buntu atau sengaja dibuat buntu. Pintu masuk ke jalan rahasia itu sudah runtuh dan jelas tidak akan dapat dilalui. Ini berarti, orang-orang yang menuju ke bawah tebing masih membawa si kakek tua yang mengetahui jalan keluar di bawah sana, dan Koay Ji tahu, waktu mereka tidak akan banyak. Karena itu, diapun menemui Tek Ui Sinkay dan langsung berkata kepada sang suheng:
"Sebaiknya saat ini juga kita segera turun ke bawah tebing, jangan sampai mereka mampu membuat kakek tua tokoh Pek Lian Pay itu, buka rahasia. Karena jika dia sampai buka suara dan bicara bahwa ada jalan keluar satu-satunya dari lembah di bawah tebing itu, maka repotlah keadaan kita kedepan. Karena jika itu terjadi, maka bahaya yang sebenarnya akan benar-benar menjadi kenyataan, tidak akan ada lagi dari kita merasa aman....."
"Siauw sute, apakah engkau yakin dengan kata-katamu....?" tanya Tek Ui Sinkay yang tiba-tiba menjadi tegang dan sedikit gelisah. Jelas sutenya itu menemukan sesuatu petunjuk penting di bawah sana.
"Benar suheng, kakek tua itu meninggalkan pesan rahasia kepadaku, dan nampak sekali, dia dipaksa ikut turun dan akan dipaksa buka mulut. Keberanian mereka dalam memutus jalan hubung mereka ke dunia luar, membuktikan bawah mereka optimis bisa keluar dari tebing, entah bagaimana caranya....." jawab Koay Ji yang membuat Tek Ui Sinkay terdiam.
"Celaka, jika demikian kita harus segera bertindak......" saat berbicara, Tek Ui Sinkay sudah tahu apa yang akan dan harus segera mereka lakukan. Tidak lain perintah dan rencana untuk segera bertindak. Perintahnya sudah jelas dan sudah bisa ditebak " TURUN KE BAWAH TEBING.
"Kita pilih kekuatan yang akan mampu mengalahkan lawan, tinggalkan dua barisan utama di atas sini. Lo Han Tin dan Kaypang Cit Ti Sat (7 Algojo Akhirat dari Kaypang), semua tokoh Hoa San Pay dan pasukan Kaypang biar kita tinggalkan dan berjaga di sini, sisanya kita bawa masuk untuk melakukan pertarungan di bawah sana. Jika terjadi sesuatu di atas, biar para suheng dan suci yang menangani, mereka bisa mengirim kabar ke bawah, Sie suci akan membantu dengan kecepatan naik dan turun burung rajawali saktinya......"
"Hmmm, engkau benar sute, jika mereka sampai menemukan jalan keluar itu, benar sangat berbahaya. Sama dengan melepas harimau turun gunung. Mari, engkau persiapkan segera untuk memasuki jalan rahasia, sementara perintah berjaga di atas akan segera kuturunkan setelah berbicara dengan toa suheng. Segera setelah persiapan di atas selesai, semua yang akan turun mengejar akan menuju ke jalan rahasia itu, engkau menunggu disana Sute...."
"Baik sam suheng......"
Segera setelah Tek Ui Sinkay berlalu, Koay Ji memanggil Sie Lan In dan langsung saja berkata dengan suara tegas:
"Sie Suci, sebaiknya sekarang bersama dengan Tio Kouwnio menggunakan rajawali sakti guna turun mendahului kita sekalian. Tetapi, jangan dulu menggebah musuh, mereka masih sedang berupaya keras untuk mencari jalan keluar di bawah tebing sana. Jalan keluarnya berada tepat di bawah air terjun, sebuah gua rahasia yang sengaja dibuat oleh para pejuang dulu. Kalian berdua awasi dan jaga akses menuju ke air terjun itu. Kawan-kawan yang lain akan segera kuajak pergi kebawah tebing melalui jalan rahasia bawah tanah......"
"Sekarang Koay Ji...?" tanya Sie Lan In memastikan, dan dia kaget mendapati wajah Koay Ji yang agak tegang
"Iya, sekarang, tetapi bukan menerjang musuh, hanya gunakan jalan berputar untuk pergi dan berjaga di sekitar air terjun....."
"Baiklah, biar segera kupanggil Tiauw ko....." berkata Sie Lan In yang kemudian memanggil Tio Lian Cu dan segera berlalu. Mereka berdua turun ke tebing terlebih dahulu dengan menggunakan burung rajawali.
Tidak lama kemudian, Tek Ui Sinkay datang mendekat bersama dengan Kim Jie Sinkay, Tiang Seng Lojin, Tui Hong Khek Sinkay, Hek Man Ciok dan anaknya Hek King Yap, Khong Yan, Siauw Hong, Kwa Siang, Bun Siok Han, Cu Ying Lun, Bu Ta Kuang, Hoan Kun, Mindra dan Barisan Pengemis Pengejar Anjing dari Khong Sim Kaypang. Kemudian, rombongan itu masih disusul juga dengan seorang tokoh Hoa San Pay lainnya, Bok Hong Ek. Sementara yang berjaga di atas adalah Ciangbudjin Siauw Lim Sie bersama Barisan Lo Han Tin, pasukan Kaypang yang berjumlah ratusan berpadu juga dengan barisan khusus Kaypang dipimpin dua orang sesepuh mereka dan keempat saudara seperguruan Tek Ui Sinkay dan Koay Ji. Kekuatan di atas cukup hebat, dan dirasa lebih dari mampu untuk menangkal jika tokoh-tokoh lawan meluruk ke atas.
Tidak menunggu lebih lama, Koay Ji kemudian membawa rombongan yang terdiri dari tokoh-tokoh utama rimba persilatan itu memasuki penjara bawah tanah. Dan kurang lebih dua jam, mereka semua sudah berada di bawah tebing, meskipun masih berada dalam gua alam. Adalah Tek Ui Sinkay bersama dengan Cu Ying Lun dan juga Koay Ji yang kini memimpin barisan terdepan. Ketika turun dengan tali atau rotan buatan para monyet, nafas menjadi agak sesak, berhubung udara yang tipis. Namun ketika tiba di ruang gua bagian bawah, kurang lebih 500 atau 600 meter dari ketinggian tebing, udara agak banyak dan menjadi jauh lebih nyaman. Meskipun demikian, mereka agak berdesak-desakan karena ruang yang hanya muat untuk 10 orang maksimal, sementara jumlah mereka sudah lebih dari 20an manusia. Wajar jika udara menjadi tipis, meski masih lebih baik ketika mereka berada atau saat sedang turun dengan tali rotan.
"Cuwi sekalian, tali atau rotan untuk kembali ke tebing di atas, disangkutkan agak ke atas oleh kawanan monyet. Saat butuh, mereka siap membantu kita.... sebentar lagi kita akan melakukan penyerbuan keluar. Jika tidak keliru, maka tempat yang cukup nyaman ditinggali berjarak kurang lebih 200 meter dari tempat ini, berada di dekat dengan lokasi air terjun. Begitu keluar kita akan langsung merangsek kesana, dan tunggu aba-aba, bagaimana sebaiknya pertarungan dilangsungkan....." demikian penjelasan Tek Ui Sinkay yang diiyakan semua. Sebetulnya, semua mereka ingin segera keluar dari gua.
Tidak lama kemudian, Koay Ji yang berada di pintu masuk lubang tersebut seperti sedang melakukan sesuatu, dan tidak lama setelah itu, terdengar teriakan burung rajawali yang cukup keras dan masuk ke telinga semua orang:
"Kraaaaachhhhhh ...... kraaaaaaaaaachhhh .... kraaaaaaach"
Koay Ji terlihat terdiam tetapi Tek Ui Sinkay mendengar suara di telinganya yang berbisik lembut namun tegas;
"Saatnya suheng, mereka sedang berkumpul dan terlihat menyusun rencana lebih jauh di dekat air terjun...... jumlah mereka kurang lebih 30an orang...." jelas itu suara yang berasal dari Koay Ji.
Mendengar laporan tersebut, Tek Ui Sinkay kemudian segera menurunkan komando dengan suara lirih;
"Cuwi sekalian, mari, sudah saatnya kita menemui kawan-kawan yang berusaha melarikan diri dari kita...... ayo"
Dengan dipimpin langsung oleh Tek Ui Sinkay dan Koay Ji, merekapun keluar dari gua itu dan langsung berjalan menuju ke punggung tebing, sedikit menanjak dari gua tempat mereka bersembunyi. Dan sambil berjalan, mereka mau tidak mau jadi kagum dengan bentang alam yang agak unik di bawah tebing. Lembah dimana mereka sedang berada saat itu, dikelilingi oleh tebing yang tingginya luar biasa, sampai ujungnya tidak nampak oleh mata karena tertutup kabut yang cukup pekat. Boleh dikata, tempat tersebut selalu lembab, karena amat jarang sinar matahari menerobos masuk guna mencurahkan sinarnya ke bagian bawah lembah. Dengan kabut yang selalu menutupi, maka wajar jika suasana dan tanah di bawah selalu basah dan agak lembab.
Bara Diatas Singgasana 14 Misteri Bayangan Setan Karya Khu Lung Tangan Berbisa 14
^