Pencarian

Pendekar Aneh Naga Langit 7

Pendekar Aneh Naga Langit Thian Liong Koay Hiap Karya Marshall Bagian 7


Mau tidak mau Siu Pi Cong bergerak cepat, sambil mundur menghalau serangan Koay Ji dalam jurus Ban Hong Cut Cau (Selaksa Tawon Keluar Sarang), dimana kedua kakinya mundur dengan gaya bersilang ke belakang. Namun begitu, kedua lengannya kembali bergerak dan digerakkan dengan jurus Yun Liong Phun Uh (Naga di Awan Menyemburkan Kabut). Dengan demikian, bukannya mundur teratur tapi dia justru memanfaatkan langkah mundur untuk mempersiapkan serangan balik yang cepat dengan memainkan jurus baru yang langsung kembali menyasar banyak tempat di tubuh Koay Ji, khususnya tubuh bagian atas. Tetapi Koay Ji yang sedang kegirangan "berlatih" segera kembali memainkan Jurus Yueh Pan Hong Yen (Asap Ditengah Malam), dari Ilmu Lengan Sakti Bayangan Dewa dan dengan cepat memapak dan menangkis semua serangan lawan hebatnya itu. Dan disaat yang nyaris bersamaan kembali menyerang dengan jurus Thian Kang Lo Cieh (Bu-rung Beterbangan) dari Ilmu Pukulan Cakar Ayam ciptaan sendiri pada masa kanak2nya. Kedua lengannya mengepak sambil memukul dari bagian atas tubuh dan kepala lawan dengan kibasan yang cukup berbahaya jika dibiarkan.
Untuk memunahkannya, Siu Pi Cong bergerak cepat dalam jurus Ku Hoa Cun Ih (Bunga Ku Dimusim Semi) dan dikombinasikan dengan jurus Pit Yun Cian Cang (Gumpalan Awan Merintang). Dengan cara tersebut dia kembali dapat memunahkan serangan Koay Ji dan kembali serang menyerang dengan mengandalkan kecepatan, kekuatan pukulan dan kecerdikan untuk menemukan peluang dalam menyerang. Dalam hal yang ketiga, Koay Ji memang masih tertinggal dari lawannya dan kelihatannya dengan sengaja sedang belajar lebih jauh dari Siu Pi Cong yang memang sudah kawakan dan penuh pengalaman tempur. Koay Ji merasa senang karena dia mampu mendapat dua kali pelajaran luar biasa hari itu dan karena itu memutuskan untuk terus menyerang dan menangkis. Apalagi, entah mengapa Koay Ji memang tidak berniat untuk menjatuhkan kakek ini, kakek yang meski berangasan tetapi tidak dilihatnya terlalu jahat dan licik. Pukulan-pukulannyapun tidaklah berhawa sesat, meski sering menyerangnya di tempat-tempat mematikan.
Kembali banyak jurus mereka lalui, bahkan sudah melewati 200 jurus lebih pertarungan tersebut. Adalah Koay Ji yang beruntung banyak, karena dia benar-benar berlatih dengan lawan yang mengejarnya mati-matian dan berusaha memenangkan tarung mereka tersebut. Bahkan Siu Pi Cong mulai mencecarnya dengan kekuatan hingga 8 bagian tenaga dalam Ilmu Bhi Kong Ciang (Silat Kilat Biru). Sungguh hebat. Sampai sampai Hoat Kek Hwesio dan Hoat Bun Siansu meleletkan lidah mereka menyaksikan pertarungan tingkat tinggi tersebut dan diam-diam mengkhawatirkan keselamatan Koay Ji yang mereka tahu sedang membela Siauw Lim Sie. Bukan cuma sinar biru berkilat yang muncul dari lengan Siu Pi Cong, bahkan sesekali sinar berkilat itu terlontar dari lengan Kakek Lautan Timur dan mencecarnya. Tetapi, kedua tokoh Siauw Lim Sie itu terkejut ketika dengan tenangnya perlahan namun pasti Koay Ji menerima letikan sinar itu dengan lengan telanjang. Pada awalnya dia memukul dari samping, tetapi setelah 3,4 kali, dia berani menerima serangan berwarna kebiruan itu dengan lengan kosong dan tidak terlihat dia terluka.
Padahal, mana Koay Ji tahu bahwa mereka yang mampu dan sanggup menerima serangan Siu Pi Cong dengan Bhi Kong Ciang nya dan pula dengan telapak tangan telanjang, sangatlah jarang. Bahkan sejauh ini, hanya Tokoh-tokoh Dewa yang pernah menerima pukulan tersebut dengan tangan telanjang dan tidak terluka. Wajar jika lama kelamaan Kakek Siu Pi Cong mulai bergidik dan sadar, bahwa lawan muda nya ini bukanlah tokoh yang dapat dianggap enteng. Bahkan, keraguan untuk menang muncul dalam hatinya setelah dengan beraninya Koay Ji menerima pukulan andalannya tanpa celaka dan tanpa terluka sedikitpun. Persis seperti tokoh-tokoh dewa yang pernah melawannya dahulu, Bu Te Hwesio dan Thian Hoat Tosu. Bahkan, lebih dari itu, Kakek itu masih harus mengerahkan tenaga tambahan guna menahan tubuhnya untuk tidak terjerumus ke depan saking kuatnya daya hisap yang muncul akibat tenaga iweekang yang dikerahkan Koay Ji. Pertarungan selanjutnya memang Siu Pi Cong masih terus memburu Koay Ji dengan pukulan-pukulan mautnya, tetapi dia sudah mulai kehilangan pegangan untuk memenangkan pertarungan meski masih menyimpan satu ilmu andalannya. Tetapi, melihat bagaimana kekuatan Koay Ji yang tidak berkurang dan yang semakin lama semakin digdaja, membuat Siu Pi Cong ragu untuk bertarung sampai sedemikian riskannya buat nama dan kebesarannya. Tetapi, untuk mengalah juga terlampau repot baginya yang sedang mengerjakan sesuatu bagi orang yang memintanya turun tangan.
Untungnya suasana runyam yang dihadapi Kakek Siu Pi Cong tertolong. Pada saat itu, dia dalam keraguan apakah akan mengeluarkan Ilmu yang paling diandalkannya, yaitu Ilmu Hu Po Cap Ji Ciang Hoat (Dua Belas Pukulan Menaklukkan Gelombang). Sebuah ilmu pamungkas yang sangat "keras" dan berbahaya", yang bila dilepaskan maka jika bukan lawan yang celaka, diapun pasti akan terluka sangat parah. Repotnya, diapun sangat percaya bahwa Koay Ji sendiri masihlah belum sampai di tingkat puncaknya. Apalagi, karena semakin lama Koay Ji semakin tangguh dan kekuatannya semakin teratur dan semakin lama semakin kuat. Pada saat itulah terdengar sebuah suara yang merdu dan melengking tinggi:
"Rupanya manusia usil ini kembali mengganggu Siauw Lim Sie disiang hari, huhhh, sungguh sombong dan memuakkan ?"."
Awalnya kalimat tersebut masih terdengar cukup jauh, tetapi begitu selesai diucapkan pemilik suaranya sudah tiba dan berdiri tidak jauh atau bahkan dekat dengan arena pertarungan Koay Ji melawan Siu Pi Cong. Keadaan ini menguntungkan Kakek Siu Pi Cong yang dengan cepat menghentikan serangan dan kemudian memandang kearah pendatang yang baru tiba.
"Siapa engkau ?" ech, Siocia dari Lam Hay ?".. apa kabar Nona Sie ,.. apakah Sinni di Lautan Selatan baik-baik saja ?"?"
Awalnya Siu Pi Cong ingin pura-pura murka karena pertarungannya diinterupsi orang. Tetapi, begitu melihat siapa yang datang kemarahannya langsung lenyap. Memangnya siapa sebenarnya pendatang itu" Mengapa Siu Pi Cong begitu segan terhadapnya" Apalagi jika dilihat dari dekat, Nona itu paling banyak berusia 20 tahunan atau mungkin belum mencapai usia 20 tahunan. Mengenakan baju ringkas berwarna biru cemerlang atau biru laut, benar-benar membuat Nona ini terlihat semakin cemerlang sekaligus gemilang dalam kecantikannya. Tetapi, meski begitu wajahnya terlihat memiliki wibawa dalam kecantikannya dan tidak terlihat dia senang dengan umpakan Siu Pi Cong. Karena memang latar belakangnya terhitung "luar biasa".
Siapa yang dimaksud oleh Siu Pi Cong sebagai Nona Sie ?" Dia bukan lain adalah murid salah seorang tokoh dewa dari Lautan Selatan. Namanya adalah Sie Lan In, Long Li Hu Tiap (kupu-kupu di tengah ombak) dan merupakan murid bungsu dan murid kesayangan Rahib Laut Selatan yang sangat terkenal. Bukan hanya terkenal, tetapi melegenda bahkan. Karena Lam Hay Sinni adalah salah satu dari 3 Dewa yang termasyur di Tionggoan meskipun tempat tinggalnya jauh di Lautan Selatan. Tokoh ini bersama dengan Bu In Sin Liong pernah menimba Ilmu pada 2 tokoh yang sama, yakni seorang Bhiksu terpendam di Kuil Siauw Lim Sie dan kepada seorang Bhiksu asal Thian Tok. Mereka masing-masing bertarung melawan Bhiksu tersebut, tetapi jika Lam Hay Sinni muda kalah setengah jurus dari Bhiksu tersebut, adalah Bu In Sin Liong yang mampu mengimbanginya.
Sesungguhnya, mereka berdua memiliki hubungan yang cukup ruwet dan sulit untuk dijelaskan. Dalam dunia persilatan, kelihatannya tak seorangpun yang mengetahuinya selain mereka berdua. Bakat dan kecerdasan mereka memang nyaris setingkat, akar ilmu silat mereka juga sama-sama berasal dari Kuil Siauw Lim Sie. Masa kanak-kanak mereka juga dihabiskan bersama dengan seorang Bhiksu Tua asal kuil Siauw Lim Sie sampai akhirnya mereka berpisah, dimana Bu In Sin Liong masuk menjadi Pendeta Siauw Lim Sie dengan nama Bu In Hwesio, sementara Lam Hay Sinni berkelana dan akhirnya bermukim di Lautan Selatan. Tetapi, diusia pertengahan, keduanya berjumpa lagi dan bertarung dengan seorang Rahib asal Thian Tok. Tak disangka, dari Rahib tersebut mereka kembali berjodoh dengan Ilmu Silat mujijat yang kelak mengangkat mereka menjadi semakin sakti dan digdaja.
"Hmmmm, Subo baik-baik saja Siu Locianpwee, semoga locianpwe juga sehat-sehat selalu. Tetapi, maafkan, sesuai amanat Subo, maka aku harus membantu Kuil Siauw Lim Sie dan orang itu malam sebelumnya kutemukan sedang mengamat-amati dan kemudian menyusup masuk kedalam Kuil Siauw Lim Sie. Maksudnya pasti tidak baik. Hanya orang bermaksud jahat yang melakukan pengintaian menjelang pagi hari " hey, siapa engkau sebenarnya "..?"
"Dia mengaku bernama Thian Liong Koay Hiap Nona dan sepertinya, dia menganggap dirinya yang paling lihay. Apalagi, dia baru saja mempermalukan Barisan Lo Han Tin Siauw Lim Sie dan menantang Ciangbudjin Siauw Lim Sie, entah apa maksud yang sebenarnya dari orang tak dikenal ini ?""
Bukan main kalimat Siu Pi Cong ini. Langsung kena dan termakan oleh Sie Lan In yang memperoleh amanat langsung Subonya untuk membantu Siauw Lim Sie. Dia belum tahu kisah yang sesungguhnya terjadi, sementara para Bhiksu Siauw Lim Sie tentu saja juga merasa risih untuk angkat bicara karena "Ciangbudjin" mereka justru berada disitu. Kalimat tadi sontak membuat Nona Sie menjadi murka dan kesalahpahamannya terhadap Koay Ji menjadi semakin dalam dan semakin menjurus ke sentimen. Entah mengapa sejak memergoki Koay Ji dan tak mampu mengejarnya sudah membuat Nona Sie Lan In menaruh rasa jengkel dan rasa tidak suka. Rasa yang semakin menjadi-jadi ketika mendnegar Koay Ji sudah berhasil menerobos Barisan Lo Han Tin yang dia tahu nama besar dan kehebatan barisan itu.
"Benarkah engkau barus saja mengalahkan Barisan Lo Han Tin dan menantang Ciangbudjin Siauw Lim Sie untuk bertarung ?".?"
Gadis yang sebenarnya masih sebal dengan Koay Ji terkejut setengah mati dengan informasi itu sudah langsung bertanya kepada Koay Ji. Pertanyaannya merepotkan Koay Ji, jelas saja. Tetapi faktanya memang begitu. Sulit untuk menjawab sekedarnya. Karena itu, dia menjadi gagap dan berkata:
"Ini ?" ach, hal ini perlu dijelaskan ".."
"Aku bertanya sekali lagi, apakah memang betul engkau mengalahkan Lo Han Tin dan menantang Ciangbudjin Siauw Lim Sie "..?"
"Ini ".. ech, iya benar ?". tapi ".. tapi"
"Huh, sombong dan pongah ?". Kita belum menyelesaikan pertarungan kita malam itu, entah mengapa engkau melarikan diri dan bersembunyi dalam Kuil Siauw Lim Sie. Tetapi sekarang engkau malah kembali mengacau di Kuis Siauw Lim Sie, menantang Ciangbudjin pula. Kita harus menentukan siapa yang lebih unggul jika demikian, selain itu, akupun ingin membalaskan kekalahan Barisan Lo Han Tin tadi dan membela Kuil Siauw Lim Sie dari orang usilan seperti engkau ?"?"
Sebenarnya sangat sulit bagi Koay Ji untuk marah kepada Gadis baju biru yang baru tiba dan terlihat sangat cantik, lembut dan berwibawa itu. Tetapi, meski begitu, dia kurang senang dengan rasa marah dan sentiment gadis cantik itu terhadapnya. Karena dia paham bahwa kemarahan dan kejengkelan gadis itu terhadapnya jelas sangatlah tidak beralasan. Repotnya, dia memang datang untuk menantang Ciangbudjin Siauw Lim Sie dan menjelaskan posisinya tidaklah mungkin dengan satu atau dua patah kata. Butuh waktu yang panjang dan lama.
"Nona ?".. acccchhh, engkau jelas sudah salah paham. Karena aku sebenarnya sedang membantu pihak Siauw Lim Sie ".."
"Hmmmm, dengan mengalahkan Barisan Lo Han Tin dan bahkan begitu berani mati menantang Ciangbudjin Kuil Siauw Lim Sie, engkau sungguh menganggapku tolol dengan mengatakan aku tak paham heh" ?"."
Sambil berkata demikian, Nona Sie Lan In yang terlihat marah dan kesal dengan apa yang dilakukan Koay Ji sudah menerjang maju dengan kecepatan yang bukan lagi cepat, tetapi istimewa. Hanya dengan refleks dan gerakan istimewa dari Langkah Thian Liong Pat Pian sajalah yang membuatnya terhindar dari terjangan Nona Sie. Meskipun dicecar dan diserang dengan hebat oleh Nona Sie, Koay Ji yang mampu mengelak dengan manis itu man masih sempat mengingatkan:
"Nona, Siauw Lim Sie sedang butuh bantuan kita ?".."
"Hmmmmm dengan menantang Ciangbudjin dan mengalahkan Barisan Lo Han Tin, itu yang engkau maksud ?"?"
"Kita bisa bicarakan masalahnya Nona ?""
"Diam ?" lawan aku jika memang engkau ingin melakukan niat jahatmu ".."
Sambil berbicara, mereka sudah saling bentrok sebanyak 10 jurus saking cepatnya gerakan Sie Lan In dan saking banyaknya langkah mujijat Koay Ji untuk menghindar dan mengelak dari serangan berbahaya Sie Lan In. Keistimewaan kedua orang ini berbeda namun setanding. Sie Lan In memiliki gerakan yang luar biasa cepatnya, melebihi kemampuan Koay Ji sendiri. Tetapi, Koay Ji memiliki keistimewaan pada langkah-langkah mujijat yang kadang atau bahkan sering terlihat tidak masuk akal. Itu sebabnya, meski bergerak sangat cepat, tetapi tetap saja Sie Lan In tak mampu untuk memukul dan mencowel tubuh Koay Ji. Sampai akhirnya, saking cepatnya pergerakan Sie Lan In, Koay Ji memutuskan untuk tidak meladeni gerakan-gerakan cepat yang jelas tidak akan mampu diladeninya dengan kecepatan yang sama.
Untuk mengimbangi kecepatan lawan, Koay Ji memilih ilmu tinju Sam Im Ciang (tiga tinju rahasia). Ilmu ini tidak membutuhkan gerak cepat tetapi jauh lebih kokoh dan mampu digunakan untuk menjaga diri sendiri. Apalagi jika kemudian dikombinasikan dengan gerak-gerak menyerang dari skema Thian Liong Pat Pian. Dan benar saja, dengan memilih kombinasi Ilmu Sam Im Ciang dan kombinasinya dengan Thian Liong Pat Pian, sebentar saja Koay Ji sudah dihujani pukulan dari berbagai penjuru. Tetapi, meskipun demikian, tak ada satupun serangan lawan yang mampu luput dari perhatian Koay Ji dan dengan mudah digebah pergi tanpa mampu mendatangkan bahaya baginya. Hanya mata ahli yang dapat melihat betapa posisi Koay Ji meskipun terdesak, tetapi sebenarnya lawan tidak mampu berbuat apa apa terhadapnya. Bagi yang melihat dari luar, Koay Ji terlihat seperti hanya bertahan saja dengan perbandingan 8:2 dalam menyerang dan bertahan.
Masuk di akal jika Koay Ji kelimpungan meladeni gerak cepat Sie Lan In yang bergerak dengan Ilmu Ginkang mujijatnya Sian-Ing Tun-Sin-Hoat (ilmu bayangan dewa menghilang). Suhunya juga akan berlaku sama jika melawan Lam Hay Sinni, Rahib Sakti dari Lautan Selatan. Kecepatan adalah keunggulan Lam Hay Sinni dan tentu juga diwarisi murid terkasihnya ini. Jadi wajar. Apalagi untuk mendesak Koay Ji nona Sie menggerakkan lengannya dengan ilmu Liu Yun Ciang Hoat (llmu pukulan Awan Terbang), sebuah ilmu yang mengandalkan kecepatan. Karena itu, tubuh Koay Ji bagaikan terkepung oleh bayangan serangan sepasang lengan Nona Sie yang terus memberondongnya dengan pukulan-pukulan maut tanpa henti-hentinya. Tetapi meski demikian, semua serangan tersebut mental balik, baik ketika bertemu dengan tangkisan Koay Ji, maupun terpental ketika bertemu hawa khikang Koay Ji.
Menyadari strategi Koay Ji menjadi susah ditembus, Nona Sie mencoba strategi lainnya dengan menggunakan salah satu Ilmu andalan Subonya, Ilmu To Im Cih Yang (Menyambut Dengan Keras Mendorong Dengan Lunak). Ilmu ini mengandalkan tenaga sakti perguruannya, yakni Hut Men Sian Thian Ki Kong (Tenaga Mujijat), sebuah iweekang warisan Pendeta Tua Siauw Lim Sie. Ilmu Iweekang Mujijat ini baru berhasil disempurnakan Lam Hay Sinni ketika menghadapi Rahib Sakti dari Thian Tok. Saat itu, pada akhir pertarungan merka akhirnya duduk bersama bertukar "filosofi ilmu silat" bertiga dengan Bu In Siansu yang juga bertarung dengan Rahib itu. Mereka masing-masing beroleh manfaat yang luar biasa karena ternyata Rahib Sakti dari Thian Tok yang sudah berusia 100 tahunan waktu itu, merupakan gudang Ilmu Silat aliran Budha Thian Tok. Dari sanalah Bun in Sin Liong dan Lam Hay Sinni menimba tidak sedikit kemajuan yang membuat mereka melonjak jauh dalam oenguasaan Ilmu Dalam beraliran Budha. Selaras dengan warisan Suhu mereka.
Ilmu To Im Cih Yang adalah salah satu ilmu ciptaan Lam Hay Sinni setelah bercakap dengan Rahib Sakti itu. Menjadi lebih hebat lagi terutama setelah dia mampu menyempurnakan Iweekang mujijat yang dikuasainya, yakni Hut Men Sian Thian Khi Kang (Tenaga Mujijat). Ilmu iweekang yang setingkat dengan Toa Pan Yo Hian Kang karena masing-masing adalah puncak dari penguasaan Ilmu-Ilmu Budha. Jika Hut men Sian Thian Khi Kang adalah jalur halus dan lembut, maka Toa Pan Yo Hian Kong adalah jalur kerasnya. Tetapi, tujuan keduanya sebetulnya sama, muaranya sama, karena memang keduanya adalah iweekang mujijat yang berlandaskan ajaran Budha. Kedua jalur iweekang Budha ini sudah sempurna dan mendarah daging bagi kedua tokoh mujijat dunia persilatan itu dan dari mereka turun Ilmu-ilmu turunan berdasarkan iweekang penguasan mereka. Dan repotnya, mungkin tidak pernah diduga kedua tokoh legenda itu, kedua anak murid mereka akan saling bentrok satu dengan yang lainnya. Dan tentu akan menggunakan ilmu-ilmu yang sumbernya sama.
Koay Ji menerjang dengan kokoh, tidak cepat namun tidak lambat dengan jurus Hung Hui Ming Ming (Angsa Terbang Gelap-Gelap). Pada saat itu dengan tiba-tiba dia menerjang dan berusaha menotok jalan darah di lengan kanan dan jalan darah di pundak Nona Sie. Dengan sebat si gadis bergerak menyambut dengan jurus Kim Sih Jauw Wua (Benang Emas Melilit pergelangan Tangan), dan ketika pukulan Koay Ji dia terima, tiba-tiba dia menghentak dengan jurus Kim Kong Ce Kiam (Arhat Menekan Pedang). Jurus tersebut adalah salah satu tipu cemerlang dari Ilmu To Im Cih Ying, tetapi meski berhasil mengagetkan Koay Ji, gadis itu sendiripun tidak kalah terkejut. Mengapa" Karena entah bagaimana, dari tubuh Koay Ji keluar daya hisap yang cukup kuat sehingga dia kehilangan sepersekian detik untuk bertahan baru mengebut dengan tenaga lunak. Pada akhirnya, kalau Koay Ji terkejut dengan hentakan lawan yang seperti tak bertenaga namun tiba-tiba penuh tenaga dan baru dapat dijinakkannya dengan mengalihkan tenaga serangan hawa lunak itu dengan menggunakan Ilmu Pouw Tee Pwe Yap Sian Sinkang; maka Nona Sie kaget karena ternyata Koay Ji cukup sigap dan mampu memunahkannya, bahkan mampu membuatnya terseret nyaris setengah langkah karena juga tidak siap dengan kemujijatan Koay Ji.
Setelah episode itu, keduanya kini saling pandang dengan mata siaga dan sigap. Keduanya kini saling mengerti dan menyadari bahwa mereka sudah bertemu lawan yang sangat tangguh dan belum tentu siapa yang akan dapat menangkan pertarungan tersebut. Tetapi yang pasti, keduanya kini mulai tumbuh sikap saling menghormati karena menemukan kenyataan lawan sungguh-sungguh hebat. Yang untung adalah Koay Ji. Karena melawan Barisan Lo Han Tin dan Kakek Siu Pi Cong, dia seperti menemukan teman berlatih yang tepat dan mampu memancing penguasaan yang lebih dalam atas ilmu-ilmu yang sudah dimilikinya. Terutama melatih kemampuannya dalam menakar penggunaan tenaga iweekang manakala mendorong ilmu-ilmu yang sudah dimilikinya. Melawan Nona Sie tanpa pengalaman tarung sebelumnya, pasti akan membuatnya dalam keadaan repot, keteteran dan terdesak hebat.
Penasaran karena sedikit dibawah angin akibat sempat terseret sedikit oleh hentakan tenaga Koay Ji yang bersifat "menghisap", Nona Sie menjadi murka. Dia memasang pancingan dengan jurus Lang Cien Liu Sah (Ombak Menderu pasir Mengalir), dimana serangannya terlihat berbahaya namun memiliki sejumlah lubang untuk dapat diserang lawan. Dan dia menjadi senang karena pada saat itu benar saja Koay Ji menghindar sambil mendesak balik dengan dua jurus beruntun, yakni jurus Hui Hong Soh Liu (Angin Puyuh Menyapu Pohon), disusul jurus Phing Lan Cih Ie (Bersandar Di pagar Mengirim Kenangan). Jurus pertama merupakan jurus pemunah "serangan palsu" Nona Sie, yakni dengan memukul kesamping lengan lawan, dan begitu Nona Sie menggeser kakinya dua langkah untuk memunahkan tenaga hentakan Koay Ji, segera jurus kedua menghambur dengan mengarah kedua pundak Nona Sie. Tetapi dengan cepat, Nona Sie Lan In bergerak dengan gerak melingkar, perlahan seperti sedang mengumpulkan tenaga dalam gerakan Coa Hang Sam Cun (Ular Melingkar Di Musim Semi). Sedetik kemudian kedua lengannya bergerak indah menyambut lengan Koay Ji yang memukul kearah pundaknya. Kecepatan gerak mereka luar biasa, karena semua berlangsung dalam hitungan kurang dari sedetik.
Bukannya menghindar, Koay Ji justru melanjutkan serangannya sehingga saling melibas dengan gerakan menarik atau menyambut dari Sie Lan In. Tetapi ada yang tidak disadari Sie Lan In sejak awal, yakni bahwa Koay Ji bukan hanya menguasai Ilmu Toa Pan Yo Hian Kang, tetapi juga menguasai ilmu mujijat lainnya yakni Pouw Tee Pwe Yap Sian Sinkang. Iweekang kedua ini boleh dikata mampu mengisi beberapa kemujijatan lain dan melengkapi apa yang sudah dimiliki Koay Ji. Itulah sebabnya, ketika Sie Lan In mengandalkan tenaga Bian Kang (Tenaga Kapas) untuk justru balik melontarkan pukulan mengandalkan kekuatan Koay Ji, dia kecele. Karena Koay Ji pada saat yang sama justru melakukan tipu yang sama dengan ketika mereka berdua bertarung malam sebelumnya. Serangan pertama yang disambut Sie Lan In lebih lemah meski bukan kosong, dan ketika gadis itu menyambutnya dan kemudian ingin membalikkannya, tibalah serangan kedua yang jauh lebih kuat.
Sie Lan In yang tidak menyangka strategi cerdik Koay Ji ini terkejut setengah mati. Tetapi, untungnya dia memang masih lebih berpengalaman dibandingkan dengan Koay Ji dalam pertempuran yang sesungguhnya. Pertama, dia memang mulai merasa curiga ketika serangan pertama Koay Ji terhitung "lemah" atau kurang bertenaga, padahal dia sudah tahu sampai dimana kekuatan Koay Ji setelah mereka bertempur lama. Fakta ini sudah membuat Sie Lan In curiga dan benar saja, kecurigaannya terbukti dan membuat dia masih memiliki waktu sepersekian detik untuk dapat melesat keatas. Akibatnya, hanya rambutnya yang terbang menderu kebelakang tersambar angin pukulan Koay Ji yang lebih bertenaga. Dan lebih untung lagi, keadaan runyam Sie Lan In tidaklah serta merta dimanfaatkan oleh Koay Ji untuk memburunya dengan menyerang lebih gencar guna mendapatkan serta mengejar kemenangan. Sebaliknya, Koay Ji menunggu sampai Sie Lan In benar-benar berdiri tegak dan kokoh kembali sambil terus menerus memandanginya dengan mata yang nyaris tak menyorotkan emosi. Tidak ada rasa menang sedikitpun dari sikapnya yang tetap biasa saja.
Tetapi Sie Lan In sudah menjadi murka. Tiba-tiba lengannya bergerak dan tak lama kemudian sudah tergenggam sebatang pedang berwarna kebiruan, yakni sebuah Pedang Pusaka kenamaan yang dikenal orang dengan nama Pedang Pusaka Naga Kayangan (Thian Liong Po Kiam). Begitu mengeluarkan Pedang itu, barulah sebagian besar sadar jatidiri Sie Lan In:
"Amitabha ?". benar, dia muridnya Lam Hay Sinni ?"" berbisik Hoat Bun Siansu, bisik antara kaget, takjub dan heran melihat murid Lam Hay Sinni berada di Kuil mereka dan konon untuk memberikan bantuan bagi mereka. Bisikan ini sayangnya tidak ada selain mereka berdua, Hoat Bun Siansu dan Hoat kek Hwesio yang berbicara atau saling berbisik satu dengan lainnya.
"Amitabha ".. engkau benar Ji Suheng ?""
Sementara itu di arena, Sie Lan In yang sudah memegang sebatang Pedang Pusaka berwarna kebiruan seperti pakaian yang dikenakannya, sudah berdiri gagah sambil kemudian memandang Koay Ji dan berkata:
"Keluarkan senjatamu, aku mengaku kalah jika bertangan kosong ".. tetapi aku akan sanggup mengalahkanmu jika menggunakan senjata ?""
"Apakah benar-benar perlu kita berdua menentukan hasil pertempuran kita ini dengan pertarungan hidup mati Nona ?""
"Apakah engkau takut ?"?" pernyataan atau pertanyaan yang membuat Koay Ji yang juga masih berdarah panas menjadi penasaran
"Hmmmmm, tidak ada kata takut di kamusku Nona, hanya saja, sayang sekali karena kita mestinya menyelesaikan urusan Siauw Lim Sie ".."
"Langkahi dulu mayatku jika engkau mau melakukannya ?" ayo, mana senjatamu jika engkau memang tidak takut ?""
"Engkau sungguh sombong Nona ".. baik majulah, aku akan melayanimu dengan tangan kosong. Jangan ragu menyerangku nantinya ?""
"Apakah engkau takut menghadapiku dengan senjata ..?"
"Tidak, sedikitpun aku tidak takut menghadapimu dengan senjata. Tetapi aku memang tidak pernah berlatih menggunakan senjata. Karena itu, majulah, aku masih mampu meladenimu dengan senjatamu sekalipun ?""
"Baiklah, banyak orang menjadi saksi jika engkau memintaku menyerangmu dengan menggunakan senjataku. Kuharap engkau tidak menyesal nantinya ".."
"Silahkan Nona ?". aku menunggu seranganmu ".."
Meskipun terlihat tetap tenang, tetapi pada dasarnya Koay Ji sudah mulai mengerahkan kekuatan iweekangnya sambil berkonsentrasi penuh. Pada saat seperti ini, dia merasa harus atau wajib menggunakan pengetahuannya atas sumber dan pokok gerakan manusia berhubung lawan menggunakan senjata tajam. Sampai detik itu, Koay Ji masih belum cukup memahami hingga dimana tingkat kekuatan iweekangnya meski Suhunya pernah menjelaskan kepadanya tempo hari. Tetapi, langsung berada di arena pertempuran dan menghadapi lawan hebat yang menggunakan senjata membuat Koay Ji sedikit goyah. Tetapi, jelas dia tidak takut dan bahkan kini sudah siap. Tanpa ada seorangpun yang tahu, Koay Ji sudah mengerahkan hawa khikang pelindung badan, sebuah khikang istimewa khas Siauw Lim Sie. Yakni khikang yang mulai dikuasainya secara otomatis pada tahun ke-8 dia berlatih dengan suhunya, Kim kong pu huay che sen (Ilmu Badan/Baju Emas Yang Tidak Bisa Rusak). Ketika sebagian besar hawa sakti dalam tubuhnya mulai melebur ke tantian dan dia sanggup menguasai Toa Pan Yo Hiankang, perlahan-lahan hawa khikang itu mulai terbentuk. Semakin banyak hawa itu melebur dan semakin kuat penguasaannya atas Toa Pan Yo Hiankang, semakin kuat pula hawa sakti itu terbentuk.
Dapatlah dibayangkan bagaimana kecepatan Koay Ji dalam berlatih Ilmu Iweekang yang sebetulnya adalah karena paduan antara tenaga pukulan 2 tokoh dewa yang mengeram dalam tubuhnya dan "dimasak" oleh Pil Mujijat Bu Te Hwesio, tokoh dewa yang lainnya lagi. Maka ketika Suhunya mulai mengajar mengumpulkan iweekang, dia melakukan bersamaan dengan upaya meleburkan iweekang dalam dirinya yang sudah bertumbuh berpuluh atau beratus kali lipat itu kedalam tantian. Bahkan ketika akan memulai belajar ilmu silat, semua jalan darah fital untuk berlatih silat dan iweekang, sudah dapa ditembusi semua. Itulah sebabnya, meski hanya dalam jangka waktu 2 tahun, sebetulnya Koay Ji boleh dibilang sudah mengumpulkan khikang mujijat itu untuk latihan setara dengan 20 tahun. Karena itu, hawa khikang tubuh yang tak teracuni dan terlukai khas iweekang puncak Siauw Lim Sie, sebetulnya sudah sangat tinggi tingkat dan kekuatannya dalam tubuh Koay Ji.
Tetapi, menghadapi Sie Lan In, Koay Ji masih belum cukup menyadari kemampuan mujijatnya ini. Meski demikian, bukan berarti dia takut. Karena Koay Ji masih memiliki beberapa andalan lain yang dijadikannya sandaran dan harapan untuk menahan atau bahkan mengalahkan Nona Sie Lan In. Meski untuk mengalahkan gadis itu, Koay Ji merasa berat dan juga tidak sampai hati. Selain memang, dia sendiri sadar jika teramat sulit untuk mengalahkan Gadis Sakti seperti Sie Lan In ini. Koay Ji kini sudah siap dan menjadi lebih siap ketika melihat gaya pembukaan Sie Lan Ini agak berbeda dengan gerakan ilmu pedang Tionggoan rata-rata. Gayanya lebih mirip dengan gaya Thian Tok dengan mengangkat pedangnya sejajar dada untuk kemudian diarahkan kepadanya. Sementara tatap mata Sie Lan In terlihat tenang namun penub percaya diri dan yakin akan apa yang akan dan sedang dilakukannya. Posisi dan ketenangan seperti ini yang justru berbahaya dan membuat Koay Ji makin meningkatkan kewaspadaannya. Dia sadar, serangan Sie Lan In mestinya berbahaya dan karena itu, dia berkonsentrasi penuh dan waspada.
"Awas serangan ?""
Bukanlah teriakan, tetapi hanya seperti bisikan yang terbawa semilir angin. Begitupun membuat Koay Ji semakin awas dan melihat bagaimana kini lengan kanan Sie Lan In bergerak pergelangannya dan pedang kemudian melesat meninggalkan tubuh dan badan Sie Lan In dan terbang mencari sasarannya. "Hebat, ini bukankah Ilmu Pedang Terbang, sungguh hebat Nona itu jika demikian ?"" desis Koay Ji dalam hati. Tetapi karena sudah sangat siap, Koay Ji memutuskan untuk mengandalkan 3 ilmu geraknya sekaligus. Ilmu Langkah Thian Liong pat pian- atau "Naga langit berubah delapan kali" yang membuat gerakan-gerakannya tak terduga, Liap In Sut (Ginkang Mengejar Awan), andalannya untuk bergerak ringan dan cepat serta Ilmu Cian Liong Seng Thian (Naga naik kelangit) untuk lompatan-lompatannya. Selain itu, diapun ikut mengandalkan pemahamannya atas gerak dan kemungkinan gerakan lawan untuk menambah kewaspadaannya. Maklum, Suhunya pernah berpesan, bahwa Ilmu Pedang Terbang hanya dapat dimainkan orang yang sudah memiliki kekuatan dan kemampuan istimewa. Sempurna dalam ginkang dan sudah memiliki kekuatan iweekang yang juga lebih dari memadai, melebihi kemampuan tokoh-tokoh tingkat satu.
Koay Ji tahu bahwa tingkat Ilmu Pedang Terbang hanya dikuasai oleh tidak lebih dari 3 tokoh semata, dan dua diantaranya adalah Thian Hoat Tosu dan Lam Hay Sinni. Thian Hoat Tosu dan murid perempuannya Tio Lian Cu sudah dikenal Koay Ji, apakah gadis ini adalah murid Lam Hay Sinni" Entahlah, karena Koay Ji memang sama sekali tidak mengenalnya. Tetapi, sangat mungkin dia ini murid Lam Hay Sinni, karena ilmu pukulan dan dasar gerakan Ilmunya mirip dengan dirinya sendiri, dan dipastikan berakar pada ilmu silat keluaran Pintu Perguruan Siauw Lim Sie. "Ach, itu sebabnya dia berkata harus membantu Siauw Lim Sie, sama denganku ".." pikir Koay Ji. Tapi saat itu, dia tidak boleh terganggu dengan urusan lain dan karenanya berkonsentrasi penuh untuk menerima serangan maut dari Sie Lan In.
Luar biasa serangan Sie Lan In. Pedangnya menyambar dengan kecepatan tinggi dan langsung menusuk tajam kearah Koay Ji. Tetapi, Koay Ji yang tahu dengan kehebatan Pedang Terbang bergerak dengan langkah-langkah aneh dan didukung dengan daya gerak Liap In Sut. Meski tidak mampu mengimbangi kecepatan mujijat dari Sie Lan In tetapi lebih dari cukup untuk membuat Nona manis itu kerepotan karena teramat sukar untuk mengantisipasi kemana Koay Ji akan bergerak. Karena itu, sepasang lengan Sie Lan In akhirnya bergerak-gerak cepat dan sebagai akibatnya Pedang Pusakanya berkilat-kilat kebiruan menyambar-nyambar kearah Koay Ji. Inilah ilmu Hui-Sian-Hui-Kiam (Pedang terbang memutar) yang digerakkan dengan jurus 'ok miao pok cie' (Kucing galak menubruk tikus).
Kelihatannya Pedang Pusaka Kayangan mengejar-ngejar kemanapun Koay Ji bergerak dan selalu mengancamnya, apalagi karena pedang itu digerakkan dari kejauhan lewat sepasang lengan Nona Sie Lan In. Tetapi, baik Koay Ji maupun Sie Lan In sadar bahwa hanya sejauh itu yang dapat dilakukan. Karena pada kenyataannya, selain sulit untuk mengejar Koay Ji yang memiliki banyak sekali tehnik langkah mujijat dan sulit dijajaki Sie Lan In, juga jikapun lolos, Koay Ji memiliki Ilmu yang mampu membelokkan terjangan pedang tersebut. Koay Ji yang sudah menduga Sie Lan In datang dari Laut Selatan sekaligus menduga bahwa Pedang itu adalah Pusaka langka milik penghuni Lautan Selatan. Karena itu, Koay Ji tidak berani menotok atau menghantam langsung pedang itu disisi tajamnya, tetapi memilih sisi datarnya untuk menutuk atau memukul atau menghantam guna membelokkan arahnya.
Tetapi Ilmu Hui Sian Hui Kiam (Ilmu Pedang Terbang Memutar) memang mujijat dan sudah menghentak serta merontokkan nyali banyak orang. Bahkanpun Kakek Sie Pi Cong kaget melihat tingkat kepandaian Sie Lan In yang ternyata jauh dari perkiraannya. Sungguh tak disangkanya jika Nona itu bahkan sudah mencapai tingkat yang setinggi itu, dan rasanya sudah tidak berada di bawah kepandaiannya sendiri untuk saat sekarang ini. Karena itu, dia mulai berharap Sie Lan In dapat segera dengan cepat untuk membereskan Koay Ji. Bahkan, secara sembunyi-sembunyi dia menyiapkan senjata rahasia untuk membantu Sie Lan In pada waktu yang tepat. Tetapi, dengan keadaan pertempuran yang demikian dahsyat meski Sie Pi Cong tahu keadaannya tidak membahayakan Koay Ji, agak sulit dia menemukan celah melepas senjata rahasia membantu Sie Lan In. Selain itu, Koay Ji bergerak dengan arah yang sangat sukar untuk diantisipasi dan diprediksikannya. Karena itu, dia menonton saja dan menanti saat yang tepat untuk melepas jarum rahasia yang terbuat dari tulang seekor ikan beracun dari Laut Timur.
Bukan hanya Sie Pi Cong seorang, tetapi bahkan Hoat Bun Siansu dan Hoat Kek Hwesio beserta Hwesio-Hwesio Siuw Lim Sie angkatan Hoat, semua terkejut melihat kemampuan Sie Lan In memainkan Ilmu Pedang Terbang. Tetapi, mereka semua, khususnya Hwesio-Hwesio Siauw Lim Sie yang memang angkatan tertinggi di Siauw Lim Sie, dapat melihat bahwa dasar-dasar gerak Tat Mo Sin Kiam jelas sekali disana. Dan mereka semakin teryakinkan bahwa Gadis yang lihay dan cantik luar biasa itu mestinya adalah murid pewaris dari Lam Hay Sinni. Dan tokoh Dewa dari Lautan Selatan itu justru memang punya hubungan khusus dengan Kuil Siauw Lim Sie. Tetapi, yang membuat mereka terkejut dan terus bertanya-tanya adalah, siapa gerangan Koay Ji atau Thian Liong Koay Hiap itu" Mengapa dasar-dasar ilmunya sangat mirip dengan Sie Lan In dan demikian banyak unsur-unsur Siauw Lim Sie meski sudah jauh lebih variatif dibanding dengan Sie Lan In" Tetapi, lebih dari keheranan itu, mereka kagum bukan buatan melihat bagaimana caranya Koay Ji melawan Ilmu Pedang Terbang yang sudah begitu melegenda di Rimba Persilatan. Mereka bahkan sama sekali tidak menduga sebelumnya jika akan dapat menyaksikan Ilmu Silat Rahasia itu di Kuil Siauw Lim Sie. Dan lebih hebatnya lagi, ternyata Ilmu yang begitu melengenda tersebut dapat ditandingi orang lain di depan mata dan hidung mereka.
Kembali ke pertarungan Sie Lan In dan Koay Ji. Melihat betapa Ilmu Mujijat Hui Sian Hui Kiam dapat ditandingi lawan dan tidak mendatangkan keuntungan sedikitpun buat dirinya, Sie Lan In menjadi panas hati. Dia mulai mempertimbangkan untuk melepas Ilmu Pamungkasnya yang sayangnya masih belum dikuasainya secara sempurna. Alasan mengapa Sie Lan In menjadi Pewaris Lam Hay Sinni, adalah karena bakatnya yang menonjol dibandingkan para Sucinya. Dan Nona ini dilatih secara istimewa oleh Subonya hingga mencapai tingkat Sen Hap Kiam (Badan Menyatu dengan Pedang) yang kemudian membuatnya mampu memainkan Ilmu Rahasia Pedang Terbang dan Ilmu Andalan Lam Hay Sinni, yakni Ilmu Kiam Jin Hip It (Pedang dan Tubuh Terhimpun Menjadi Satu). Ilmu Rahasia dan kebanggaan Lam Hay Sinni ini masih terbagi dalam dua bagian. Bagian pertama adalah model Ilmu Pedang Terbang namun dengan "manusianya" ikut terbang bersama pedang dan menciptakan bahaya bukan hanya kecepatan pedang, tetapi juga serangan sebelah lengan yang bahkan memiliki ketajaman setajam pedang, namun dapat menotok dan melepas senjata lainnya.
Bagian pertama dari Ilmu Rahasia ini sudah dapat dikuasai secara sempurna oleh Nona Sie Lan In, namun bagian kedua, yakni memecah tubuh dan pedang menjadi dua alat serang berbeda lain lagi. Karena Pedang yang dilepaskan terbang sendirian, harus didorong oleh satu kekuatan mujijat sehingga sanggup terus menyerang hanya oleh kekuatan sejenis "telepati" sehingga cenderung terlihat seperti Ilmu Sihir. Pada saat yang sama, kedua lengan si penyerang mampu menciptakan hawa pedang yang banyaknya tergantung kesempurnaan si penyerang. Lam Hay Sinni sendiri ketika terakhir munculkan diri di Tionggoan, sudah mampu menciptakan 3 hingga 4 sinar atau hawa pedang yang ketajamannya bahkan melebihi bahaya ketajaman pedang yang sebenarnya. Padahal hawa pedang itu adalah iweekang yang dibentuk dan ditajamkan dengan kesempurnaan iweekang mujijat Lam Hay Sinni, yakni Hut Men Sian Thian Ki Kong. Jika Bagian Pertama sudah dapat dikuasai secara sempurna oleh Sie Lan In, maka Bagian Kedua, masih belum sanggup digunakannya secara baik, atau bahkan masih mentah. Karena meski dia sudah mampu menciptakan 2 hingga 3 hawa pedang, tetapi kekuatan iweekangnya masih belum sanggup melambari jurus pedang terbang sendirian hingga 10 jurus. Padahal, Lam Hay Sinni mampu mengendalikan atau tepatnya mendorong Pedang tersebut terbang sendirian hingga 25 jurus pada saat kemunculannya yang terakhir kali.
Tetapi, waktu sepersekian detik yang digunakan Sie Lan In untuk mempersiapkan diri apakah menggunakan Ilmu Rahasia perguruannya atau bukan, sudah dimanfaatkan dengan cepat oleh Koay Ji. Pada saat itu, karena memperhatikan keselamatan Kuil Siauw Lim Sie, kewaspadaan Koay Ji sungguh patut dikagumi. Dia masih mampu dan dapat melacak pergerakan banyak orang lain di luar Kuil Siauw Lim Sie yang bayangan mereka yang cukup banyak sempat tertangkap olehnya ketika meloncat ke udara. Dan yang membuatnya kaget adalah, mereka adalah kelompok Utusan Pencabut Nyawa dalam jumlah yang cukup besar. Dia tidak mampu menghitung karena terus dicecar oleh Sie Lan In dan tidak boleh membagi konsentrasi. Tetapi, pergerakan kelompok penjahat mengkhawatirkannya. Dan karena itu, dia lebih cepat sedetik untuk ambil keputusan dibandingkan dengan Sie Lan In yang masih menimbang sebelum melepas serangan dengan ilmu rahasia Pendeta Sakti Laut Selatan.
Pada saat sepersekian detik sebelum Sie Lan In menyerang kembali, Koay Ji yang melihat gelagat yang kurang baik segera bertindak cepat. Dia tidak menunggu pedang terbang kembali mencecarnya, tetapi dengan cepat menerjang dengan gerakan bagian menyerang dari Ilmu Langkah Thian Liong Pat Pian dan kemudian mengancam Sie Lan In dengan jurus Jurus Sam Hoan Toh Goat (Tiga Lingkaran Menutupi Bulan) dari Ci Liong Ciu hoat (Ilmu Mengekang Naga). Totokan-totokan mujijat menghambur dan mengancam beberapa titik sekalian dan membuat Sie Lan In mau tidak mau harus bergerak bertahan. Pada saat itu, dengan cepat Koay Ji bergerak dengan Ilmu Sam Hong In Im Ciang (Tiga Pukulan Angin dan Mega), salah satu Ilmu yang digabung dari Thian Hoat Tosu dan Bu In Sin Liong, Suhunya. Dia mengejar Sie Lan In dengan
jurus Gin Ho Heng Tan (Sungai Perak Melintang) dikombinasikan dengan jurus Hui Pok Liu Cua (Air Terjun Mengalir). Jurus pertama memojokkan Sie Lan In untuk tidak bergerak menyerang dan gerakan kedua, menyerang sang Gadis dengan pukulan dan totokan beruntun dan memaksa Sie Lan In untuk mundur dengan gerakan yang cepat dan gesit luar biasa.
Pada saat itu, Koay Ji berkata dengan ilmu menyampaikan suara:
"Nona, Lohu bukanlah musuh, justru sedang membantu Siauw Lim Sie yang Ciangbudjinnya sudah dibunuh penjahat. Dan para penjahat menekan dengan Ciangbudjin Boneka, tokoh tua yang sudah lama menghilang dan mereka kuasai pikiran dan semangatnya melalui Ilmu Sihir. Lawan sudah akan bergerak, jika engkau terus menyerangku, keselamatan Kuil Siauw Lim Sie tidak dapat terjamin lagi ........"
"Siapa engkau ....." bagaimana aku dapat mempercayaimu .....?"
"Aku menyerang penyihirnya, engkau menjaga agar Ciangbudjin Boneka itu tidak mengeluarkan perintah menyuruh para murid Siauw Lim Sie menyerang kita ....."
Tetapi, Koay Ji mulai merancang rencananya, pihak lawan justru sudah bertindak. Itu karena Sie Lan In masih belum percaya sepenuhnya. Hal ini memperlambat semuanya dan memberi peluang lawan bertindak lebih dahulu:
"Amitabha ......... para Murid Siauw Lim Sie ...... tangkah penjahat ......."
Pada saat itu, Bu Sin Hwesio yang sejak kedatangannya berdiri seperti orang yang tidak punya semangat dan matanya bercahaya kosong, terlihat memegang tanda kepercayaannya sebagai CIANGBUDJIN SIAUW LIM SIE dan memerintahkan para Hwesio Siuw Lim Sie untuk menyerang. Sambil berkata-kata, lengannya menunjuk Koay Ji, tanda bahwa Koay Ji atau Thian Liong Koay Hiap harus segera diringkus dan dijadikan tawanan. Perintah yang turun secara mendadak itu membuat semua kalangan tersentak hebat, dan awalnya para Hwesio, terutama angkatan HOAT, enggan untuk mengikuti perintah tersebut. Tetapi, sekali lagi terdengar bentakan:
"Amitabha, tangkah penjahat .......... ini perintah ......."
Para murid Angkatan HOAT, terlihat saling pandang dan kemudian menganggukkan kepala satu dengan yang lain dan kemudian berkata:
"Amitabha ...... menurut perintah ....."
Melihat keadaan dan perkembangan terakhir, Koay Ji mengeluh:
"Achhhhhhh ...... terlambat ......."
Memang terlambat karena pada saat itu kelima Hwesio angkatan HOAT, yaitu masing-masing Hoat Bun Siansu, Hoat Kek Hwesio, Hoat Kong Hwesio, Hoat Ho Hwesio dan Hoat Leng Hwesio sudah maju mengurung arena. Meskipun mengerti bahwa kelimanya bergerak karena pengaruh CIANGBUDJIN BONEKA, tetapi Koay Ji paham bahwa Siauw Lim Sie memang punya aturan ketat. Karena itu dia tidak menyesalkan majunya tokoh-tokoh utama Siauw Lim Sie ini, tetapi kagum terhadap bagaimana mereka begitu fanatik dengan aturan yang berlaku di lingkungan Siauw Lim Sie. Menghadapi mereka berlima bukan sesuatu yang terlampau berat bagi Koay Ji, tetapi persoalannya adalah, bagaimana dia menguasai Ciangbudjin Boneka agar tidak menghadirkan kekisruhan yang semakin besar. Repotnya, dia harus mengalahkan Siu Pi Cong dan si Kerudung Merah yang belum pernah bergerak sejak tadi dan justru yang memegang kunci dalam menguasai Bu Sin Hwesio, Ciangbudjin Boneka yang dikuasainya dengan Ilmu Sihir. Padahal mencapai mereka, dia harus menundukkan kelima Hwesio angkatan Hoat yang kini sedang mengepungnya secara ketat.
Di pihak lain setelah berdiri serius dan sempat kebingungan melihat perkembangan yang terakhir, terlihat wajah sesungguhnya dari Sie Lan In. Sungguh menawan, dengan tubuh yang ramping langsing dan wajah yang ayu mempesona, namun kini bercahaya sangat berwibawa setelah berdiam diri dengan serius. Tetapi, karena beranggapan yang lebih berhak adalah para Hwesio Siauw Lim Sie, maka Nona Sie akhirnya menyingkir ke samping dan memandang mereka dengan wajah serius. Sayang sekali, meski Koay Ji sudah menjelaskan keadaan Siauw Lim Sie tetapi Gadis itu sepertinya masih kurang yakin dan belum bertindak lebih jauh. Kelihatannya masih tetap terus menunggu dan belum begitu percaya dengan dirinya yang dicurigai gadis itu punya maksud buruk terhadap kuil Siauw Lim Sie. Karena Koay Ji kemudian berkata dengan suara keras agar terdengar semua orang:
"Aku tahu, semua karena perintah Ciangbudjin Boneka yang dikuasai orang tersebut, tetapi jika kalian berkeras untuk mengerubutiku, masalah di Kuil Siauw Lim Sie akan makin sulit untuk diselesaikan ......."
"Amitabha ...... tangkah penjahat itu ....."
Terdengar kembali suara Bu Sin Hwesio sambil mengangkat Lencana Pengenal Diirinya yang terus dipegangnya sejak tadi.
"Amitabha ,...... turut perintah ........"
Sambil berkata demikian Bu Sin Siansu kemudian memandang keempat saudara seperguruannya dan kemudian berkata lirih:
"Maafkan kami ......"
"Kouwnio, serang si Kerudung Merah, dia yang menguasai Ciangbudjin Boneka itu dengan Ilmu Sihirnya ......."
"Huhhhhh ....."
Meski susah payah mengingatkan Sie Lan In, tetapi Gadis itu hanya mendengus singkat dan sama sekali tidak mengikuti sarannya. Dan Koay Ji pun akhirnya harus berkonsentrasi menghadapi ke 5 tokoh utama Siauw Lim Sie yang kini menyerangnya atas perintah Bu Sin Hwesio. Tetapi, meski serangan mereka berat dan bervariasi, karena menggunakan Ilmu yang berbeda-beda, segera Koay Ji merasa bahwa mereka memberi dia keleluasaan untuk bergerak. Bukan apa-apa, sejak awal, Hoat Bun Siansu dan Hoat Kek Hwesio masih bersangsi, tetapi melihat kemampuan dan keseriusan Koay Ji mebantu mereka, semua keraguan itu lenyap. Apalagi, jelas sekali mereka melihat jejak-jejak Ilmu Siauw Lim Sie dalam setiap gerakan Koay Ji, baik ilmu Dasar maupun Ilmu-Ilmu pusaka yang dikeluarkan Koay Ji melawan Siu Pi Cong dan Sie Lan In. Mereka makin yakin bahwa Koay Ji sedikit banyak memiliki hubungan dengan Kuil Siauw Lim Sie, entah bagaimana hubungan tersebut.
Sie Lan In yang memperhatikan pertarungan itu segera menemukan kejanggalan tersebut, dan membuatnya semakin keheranan. "Siapa sebenarnya tokoh bernama Thian Liong Koay Hiap itu" Mengapa banyak sekali kemiripan dalam dasar Ilmu kami berdua ....?" bertanya dia dalam hatinya.
Sementara itu, Koay Ji kembali melihat pemandangan yang makin membuatnya kaget setengah mati. Puluhan atau mungkin ada lebih seratusan Utusan Pencabut Nyawa kini mulai memasuki Kuil Siauw Lim Sie. Apakah mereka akan menyerang ...." demikian dia bertanya dalam hati. Tapi, apa boleh buat, dia harus mengambil keputusan. Dengan cepat dia berbisik lirih kepada kelima Hwesio Siauw Lim Sie itu:
"Para Losuhu, maafkan, Utusan Pencabut Nyawa sudah akan turun tangan, aku sangat khawatir bakal banyak korban yang jatuh. Aku akan menyerang si Kerudung Merah buat memutus penguasaannya atas Bu Sin Losuhu, tolong halangi Nona itu agar tidak mengganggu pekerjaanku ...... kita harus bergegas ...."
Mendengar perkataan Koay Ji dan melihat benar saja, ada banyak tokoh tak dikenal yang berada di halaman Kuil Siauw Lim Sie, Hoat Bun Siansu dan Hoat Kek hwesio saling mengiyakan. Dan Hoat Bun Siansu segera balik berbisik:
"Lakukan Sicu, biar Nona Sie kami yang tangani ......"
Mendengar persetujuan tersebut, Koay Ji sangat gembira. Dan tiba-tiba dia bergerak dengan gerakan mujijatnya dalam gerakan Liu-im-cha-san (awan hitam menutupi bukit), gerakan-gerakan mujijat yang bahkan Sie Lan Sin dan Siu Pi Cong tak mampu mengikuti kearah mana dia ingin menyerang. Tetapi, ujungnya tiba-tiba dia bergerak melampaui Hoat Ho dan Hoat Leng Hwesio dan secara tiba-tiba dia bergerak kearah si kerudung Merah sambil menyerang dengan Jurus Leng Miau Pou Su (Kucing sakti menerkam tikus). Sambil menyerbu dia membentak:
"Hmmmmmm penyihir busuk, engkau yang harus bertanggung-jawab ".."
Gerakan Koay Ji boleh dibilang cepat, mujijat dan dengan jurus serangan berbahaya yang diambilnya dari Ilmu Totok Mengekang Naga. Karena itu, dapat dibayangkan hebatnya serangan Koay Ji. Tetapi, Siu Pi Cong dan si Kerudung Merah memang hebat dan penuh pengalaman. Keduanya seperti sudah menduga sejak awal bahwa Koay Ji akan menyasar mereka suatu saat, dan karena itu keduanya sudah sangat siap jika waktu tersebut tiba. Dan benar saja, ketika Koay Ji bergerak aneh dan susah mereka ikuti, keduanya dengan cepat menyiapkan diri dan bersiaga. Karenanya, ketika Koay Ji mencecar dengan serangan berbahaya, lengan Siu Pi Cong cepat menghalanginya sehingga serangan tersebut tidak langsung mengarah si Kerudung Merah. Tetapi, melihat Siu Pi Cong menghalanginya, Koay Ji tidak mengurangi tenaga serangan dan beranggapan apa boleh buat jika Kakek itu terluka. Dia hanya merubah totokan dari yang tadinya untuk memunahkan ilmu silat lawan menjadi totokan untuk melumpuhkan lengan lawan dalam waktu terbatas.
Dengan cepat dia menangkis serangan Kakek Siu Pi Cong tetapi kedua lengannya yang penuh hawa mujijat bergerak dengan cepat, satu memunahkan serangan Siu Pi Cong jurus Gi-san-tiam-hay (memindahkan bukit menimbun samudra). Tangkisan dalam bentuk balik menyerang lengan lawan ini segera disusul dengan lengan satunya lagi bergerak aneh dan kemudian menutuk dalam jurus Hie Jauw Liong Bun' ( ikan mercelat ke pintu naga). Benar Kakek Siu Pi Cong dapat merubah serangan yang ditangkis lawan dalam jurus Memindahkan Bukit Menimbun Samudra, tetapi yang sama sekali tidak diduganya adalah gerakan kedua yang awalnya terlihat tidak berbahya tapi tahu-tahu ternyata berisi hawa yang mujijat. Jemari Koay Ji dengan cepat menutup jalan darah di pangkal lengannya dan dengan cepat lengan itupun terkulai ke bawah dan tak dapat digunakan untuk sementara waktu.
Tetapi waktu yang dimanfaatkan oleh Koay Ji untuk menotok Siu Pi Cong dengan gerak dan jurus serangan yang mujijat, memakan waktu sepersekian detik dan membuat si Kerudung Merah punya waktu sepersekian detik untuk mengatur posisinya. Dengan kata lain, dengan terpaksa si Kerudung Merah membiarkan Siu Pi Cong menjadi korban dan tidak membantunya. Tetapi sebagai ganti, dia punya waktu yang cukup untuk mengatur barisannya dan mengatur rencana untuk segera dilaksanakan. Benar saja, sebelum Koay Ji menyerang kembali, dia sudah berseru:
"Serang ?" "
Dan bersamaan dengan teriakannya itu, seratusan Utusan Pencabut Nyawa terlihat memasuki maju kearah arena dan bersiap menyerang. Pada saat bersamaan terdengar bentakan BU SIN HWESIO, tangkap penjahat ?""..
Tetapi, sekali ini KOAY JI bergerak cepat dan sudah siap. Diapun membentak dengan suara penuh wibawa dan kekuatan batin yang dahsyat:
"DIAAAAAAMMMMMMM >>>>>>>"
Akibatnya Bu Sin Hwesio kembali layu, sementara si Kerudung Merah terdorong sampai dua langkah ke belakang dan terbelalak melihat Koay Ji. Koay Ji yang tahu waktunya sempit segera berteriak:
"Biar aku yang menanggung dosa perlawanan Kuil Siauw Lim Sie kepada Ciangbudjin yang dikuasai musuh. Orang yang akan menyembuhkan Bu Sin Hwesio sudah ada di Kuiol Siauw Lim Sie ?". Waktunya Kuil Siauw Lim Sie melawan sampah persilatan yang mau menggunakan kekuatan Siauw Lim Sie untuk kepentingan yang jahat ?"
Memanfaatkan waktu yang hanya sepersekian detik, Koay Ji menerjang si Kerudung Merah yang terdorong ke belakang dan masih belum siap benar. Sementara Kakek Siu Pi Cong sendiri, sama dengan si Kerudung Merah tercekam sesaat dengan bentakan mujijat Koay Ji. Serangan kilat Koay Ji yang mengarah si Kerudung Merah sebetulnya masih sempat diikuti dan disaksikan oleh Kakek Siu Pi Cong, tetapi sama dengan si Kerudung Merah, posisi dan kedudukannya sudah runyam. Si Kerudung Merah hanya punya waktu sepersekian detik untuk memperbaiki posisinya dari ancaman serangan Koay Ji, sementara Kakek Siu Pi Cong, hanya bisa terperangah melihat ancaman Koay Ji terhadap si Kerudung Merah yang demikian cepat. Untungnya si Kerudung Merah masih sempat membuang dirinya berguling-guling untuk menghindari dan memunahkan bahaya yang mengancam dari serangan totokan berbahaya Koay Ji. Waktu yang cukup bagi Kakek Siu Pi Cong untuk turut membantu si Kerudung Merah agar terbebas dari cecaran dan serangan-serangan berbahaya Koay Ji.
Tetapi, Koay Ji yang sudah menghitung langkah si Kerudung Merah, serta menghitung posisi Kakek Siu Pi Cong, dan waktu menyerangya para UTUSAN PENCABUT NYAWA yang cukup banyak itu, bergerak luar biasa cepat dan anehnya. Dia tidak menyambut Siu Pi Cong yang menyerangnya dari samping kanan, melainkan dengan gerakan manis dan cermat menggunakan gerakan 'Coa ong sim hiat' (Ular mencari liang), dia memutari tubuh kakek Siu Pi Cong. Awalnya si Kerudung Merah dan kakek Siu Pi Cong menduga Koay Ji akhirnya membatalkan serangan, padahal sebaliknya Koay Ji justru sudah menghitung posisi ini secara sangat cermat dengan Ilmu Mujijatnya yang dapat memprediksi gerakan lawan. Kemudian dengan cepat luar biasa dan di luar nalar si Kerudung Merah yang menjadi sasaran dan Kakek Siu Pi Cong yang berada di antara mereka berdua, Koay Ji bergerak menyerang.
Sekali ini dia menggunakan salah satu jurus ampuh dari Ilmu Mengekang Naga yang mujijat dan belum pernah muncul di Tionggoan selama ini. Yakni Jurus Han mo tui ho (Setan kedinginan mengejar api) dengan jari tunggalnya menutuk ke 'hoa-kay-hiat', jalan darah di bagian pundak kiri Kerudung Merah. Kakek Siu Pi Cong tidak menduga jika Koay Ji tidak menyerang dirinya dan bergerak licin memutarinya dengan cepat sementara si Kerudung Merah belum cukup sadar jika sasaran utama tetaplah dirinya. Dia baru mulai sadar ketika totokan dari ilmu Mengekang Naga sudah tinggal beberapa inci saja dari pundak sebelah kirinya. Ketika akhirnya dia berusaha membuang dirinya ke samping untuk tidak membuat pundak kiri tertotok lawan, dia memang masih dapat melakukannya. Tetapi, kagetnya bukan buatan ketika jari tunggal Koay Ji masih tetap memburunya dengan kecepatan tinggi dan bahkan beberapa saat kemudian terdengar dengusan tertahannya yang diikuti dengan tubuhnya yang terbanting dengan bunyi benturan ke bumi yang sangat keras:
"Bukkkkkkk ?".."
Semua terkejut ketika si Kerudung Merah terbanting ke tanah. Tetapi, adalah kakek Siu Pi Cong adalah yang paling kaget. Karena debuman keras dbumi itu bagaikan benturan benda berbobot berat ke bumi. Dan sudah tentu dia menyaksikan tubuh si Kerudung Merah membentur bumi dengan berat tak tertahan. Apakah ?" apakah ".." desisnya dengan hati tergetar. Dan benar, dugaannya memang betul. Debuman keras itu adalah tanda musnahnya kepandaian sejati si Kerudung Merah yang memang menjadi sasaran utama Koay Ji. Karena dialah (Kerudung Merah) yang mengendalikan dan mengatur gerak dan kalimat Bu Sin Hwesio, dalam artian membuatnya seperti boneka mainan. Artinya, tokoh itulah yang selama ini membuat dan mengatur Siauw Lim Sie dengan mengendalikan pikiran dan semangat Bu Sin Hwesio melalui ilmu sihirnya. Dan nyaris saja Kuil Siauw Lim Sie tertimpa bencana besar jika strategi busuknya benar-benar tercapai dengan Bu Sin Hwesio dalam genggamannya. Melalui dia, komplotan mereka dapat mengatur dan memerintahkan anak murid Siauw Lim Sie dalam mendukung gerakan-gerakan dan niat busuk mereka.
Jika diceritakan secara detail, maka sejak bentakan "DIAAAAAAAM" Koay Ji yang penuh hawa mujijat sampai tertotoknya si Kerudung Merah, terjadi dalam hitungan tidak lebih dari 2 detik belaka. Bahkan mungkin kurang dari 2 detik, karena Koay Ji memburu waktu dan sekaligus memanfaatkan posisi tergempurnya si Kerudung Merah melalui bentakan mujijatnya. Koay Ji sendiri sebetulnya masih kurang paham jika bentakannya tadi memiliki daya serang yang sedemikian mujijatnya, dan ini belum pernah diduga sebelumnya. Bukan hanya si Kerudung Merah seorang, karena bahkan Kakek Siu Pi Cong yang hebat sekalipun sempat terdorong dan sampai kehilangan pegangan untuk sepersekian detik lamanya. Dan karena itu, secara otomatis Kakek Siu Pi Cong yang hebat itu tidak lagi memiliki waktu yang memadai untuk berkesempatan dan mampu menyelamatkan posisi si Kerudung Merah yang menjadi demikian rawan. Dan semua kejadian itu terjadi pada saat yang sangat tepat, berlangsung hanya dalam hitungan beberapa detik belaka sebelum akhirnya UTUSAN PENCABUT NYAWA tiba untuk menggempur posisi Koay Ji. Artinya, Koay Ji tinggal menghadapi para Utusan itu tanpa khawatir Bu Sin Hwesio digunakan untuk memerintah para murid Siauw Lim Sie.
Setelah menotok roboh dan memunahkan Ilmu Silat si Kerudung Merah, dengan cepat Koay Ji berkelabat kearah posisi dari Bu Sin Hwesio. Hanya sedetik sebelum para penyerang tiba dan menerjang datang. Dengan cepat dia menotok tubuh Bu Sin Hwesio yang kembali diam mematung dan kehilangan ingatan dan kemudian berteriak kepada Hwesio Hwesio Kuil Siauw Lim Sie:
"Bu Sin Locianpwee sudah kukuasai. Kujamin dia dapat disembuhkan ". tetapi saat ini kita harus melawan para perusuh Kuil Siauw Lim Sie ?"."
Bentakan suara Koay Ji sungguh berpengaruh. Suasana menjadi kacau karena pada saat itu para penyerang sudah menyerbu tiba. Tetapi, Hoat Bun Siansu melihat Koay Ji sudah menguasai Bu Sin Hwesio segera berseru:
"Serang para perusuh ?""
Bahkan dia sendiri ikut maju menyerang diikuti seluruh Hwesio angkatan Hoat. Sesaat berikutnya nyaris seluruh kekuatan Siauw Lim Sie bergerak untuk mengurung Utusan Pencabut Nyawa. Dengan sangat cepat para perusuh itu terkurung di tengah-tengah, bahkan karena Hoat Bun Siansu yang langsung memimpin, dalam waktu singkat para perusuh terjebak dalam Barisan Lo Han Tin. Bukan hanya itu, dalam waktu kurang dari semenit, sudah ada 20an Utusan Pencabut Nyawa yang terpukul jatuh dalam barisan Lo Han Tin. Sementara itu, Kakek Siu Pi Cong dan Nona Sie Lan In terpaku di tempat mereka dan seperti tidak tahu harus melakan apa. Saat itu, Sie Lan In terkejut karena ternyata memang benar Koay Ji datang untuk membantu Kuil Siauw Lim Sie. Tetapi, egonya yang tinggi membuat dia enggan turun tangan membantu. Sementara di pihak Kakek Siu Pi Cong, dia kaget dan terpukul kebanggaan serta harga dirinya. Karena dia melihat jika missinya ke Kuil Siauw Lim Sie untuk membantu si Kerudung Merah boleh dikata sudah nyaris ambruk dengan jatuhnya si Kerudung Merah. Bahkan saat itu Bu Sin Hwesio sudah dapat dikuasai Koay Ji.
Siu Pi Cong tambah nelangsa melihat puluhan Utusan Pencabut Nyawa berturut-turut terpukul jatuh dalam Barisan Lo Han Tin. Tokoh terhebat mereka, si Kerudung Merah sudah terlebih dahulu jatuh keok di tangan Koay Ji, otomatis Barisan Utusan Pencabut Nyawa porak poranda dan mulai kehilangan semakin banyak orang. Sementara barisan tersebut kocar-kacir dan mulai kehilangan banyak anggotanya, tiba-tiba terdengar suara teriakan datang dari kejauhan. Suara itu memiliki wibawa yang luar biasa. Bukan hanya mampu untuk membangkitkan semangat para Utusan Pencabut Nyawa, bahkan Bu Sin Hwesio yang dalam kekuasaan Koay Ji nampak bergerak-gerak gelisah. Tetapi, totokan seorang Koay Ji pada jaman sekarang, boleh dikatakan merupakan totokan yang belum dikenali oleh tokoh-tokoh kelas utama Tionggoan. Mana bisa seorang Bu Sin Hwesio yang kehilangan ingatan membuka totokan mujijat tersebut" Bahkanpun alunan suara yang mujijat itu, tak sampai mampu membuat Bu Sin Hwesio bergerak dan bebas dari totokan Koay Ji, sehebat apapun tokoh Siauw Lim Sie itu.
Tetapi yang hebat adalah, pergerakan Barisan Lo Han Tin terpengaruh dan terlihat melambat, menjadi kurang kokoh. Sementara itu pergerakan para Utusan Pencabut Nyawa justru berubah menjadi semakin garang dan bersemangat. Bahkan dalam waktu singkat ada 4 (empat) orang hwesio terluka berat oleh perlawanan para perusuh yang menghebat itu. Jika dibiarkan, tentunya Barisan Lo Han Tin pasti akan dapat bobol dan mengalami kekalahan hebat. Koay Ji dengan jeli dapat melihat dan memahami sebab dari keadaan tersebut. Tidak salah lagi, ini pasti pengaruh mujijat suara yang sedang mengalun dan mempengaruhi pikiran banyak orang tersebut. Koay Ji yang sudah dapat memastikan bahwa suara yang dilepas dari kejauhan itu mempengaruhi Hwesio Siauw Lim Sie dalam barisan Lo Han Tin, dengan cepat memastikan keadaan Bu Sin Hwesio terlebih dahulu. Dan setelah melihat keadaannya semakin tenang setelah ditotok sekali lagi, maka tiba-tiba Koay Ji melepaskan suara sejenis yang dilepaskan orang dari jauh tersebut. Sebuah serangan menggunakan suara. Atau penyaluran tenaga melalui suara dan mengakibatkan terjadinya pergulatan yang luar biasa, tak lazim terjadi. Tarung antara kekuatan suara yang memiliki perbawa mujijat.
Utusan Pencabut Nyawa yang tadinya mulai kokoh dan sanggup melukai beberapa Hwesio, bahkan baru saja mampu membunuh salah seorang Hwesio Siauw Lim Sie, kembali tiba tiba terserang. Dan karena Barisan Lo Han Tin dengan cepat pulih dan membentengi diri dengan doa-doa Budha, maka Utusan Pencabut Nyawa kembali tak sanggup mengimbangi serangan Barisan Lo Han Tin. Mereka kembali terdesak hebat. Kematian salah satu anggota barisan Lo Han Tin yang kemudian digantikan murid lainnya, membuat Barisan Lo Han Tin menjadi semakin kokoh dan semakin garang. Dalam waktu singkat mereka dapat kembali memukul roboh 5 orang perusuh dan melukai mereka secara berat dan tak dapat bangun lagi. Barisan Lo Han Tin memang tidak membunuh lawan lawan mereka, tetapi dalam keadaan terdesak dan menyangkut keselamatan Kuil, mereka kini bertindak keras. Merski tidak membunuh lawan, tetapi melukai mereka secara hebat.
Tetapi, keadaan pertarungan itu sangat tergantung pertarungan antara Koai Ji dengan lawannya yang tidak nampak. Kakek Siu Pi Cong terlihat sekali-sekali ingin menyerang Koay Ji, tetapi keberadaan Sie Lan In di sana membuatnya repot dan serba salah. Karena meski Sie Lan In seperti tidak bersahabat dengan Koay Ji, bahkan cenderung bermusuhan, tetapi pada saat itu, keduanya sama-sama membela keselamatan Siuw Lim Sie. Itu sebabnya pertarungan antara Koay Ji melawan si penyerang dari jarak jauh, berlangsung cukup seru. Meski Kakek Siu Pi Cong sadar, kalau pihaknya sedikit lebih lemah dibandingkan Koay Ji. Ini terlihat jelas dari pertarungan antara Barisan Lo Han Tin dengan Utusan Pencabut Nyawa. Utusan Pencabut Nyawa lebih sering terdesak dan jumlah mereka terus menerus berkurang, sementara Barisan Lo Han Tin boleh dibilang baru 3 orang yang terluka selama tarung mereka terjadi. Itupun setelah campur tangan serangan suara mujijat dari kejauhan tersebut. Tetapi, kakek Siu Pi Cong paham belaka, posisi mereka sudah teramat runyam. Tinggal menunggu waktu untuk benar-benar terpukul mundur.
Perlahan-lahan alunan suara teriakan Koay Ji menjadi semakin dominan dan mendesak suara lawannya. Hal itu juga terlihat dari semakin jarangnya Utusan Pencabut Nyawa menyerang Lo Han Tin, jikapun mereka dapat menyerang, hanya dalam dua atau tiga jurus belaka. Setelah itu, mereka kembali diserang sampai 10 jurus, dan biasanya setiap putaran mereka dicecar dan diserang itu, ada sekitar 2 atau 3 anggota Utusan Pencabut Nyawa yang jatuh terpukul. Posisi yang sudah terdesak itu tentunya disadari dan diketahui oleh si pendatang misterius yang membantu dengan suara mujijatnya namun ditandingi Koay Ji tersebut. Dalam keadaan yang sudah runyam itu, beberapa saat kemudian alunan suara mujijat berhenti, namun seiring dengan itu terdengarlah bentakan dengan suara menggelegar:
"Tahan ?"?"
Sedetik kemudian, di halaman Kuil Siauw Lim Sie sudah bertambah dengan seseorang yang misterius. Dandanannya persis dan serupa dengan Utusan Pencabut Nyawa dan juga si Kerudung Merah. hanya saja, dia mengenakan kerudung berwarna lain, yakni berwarna UNGU. Dan begitu muculkan diri pandangan matanya langsung mengarah ketubuh si Kerudung Merah. Dan melihat keadaannya, sinar mata dan tindakannya berubah menjadi sangat serius. Bahkan diapun berkata dengan suara berat dan terasa hawa amarah yang tak tertahan:
"Engkau memunahkan kepandaian Ngo sute (Adik perguruan Kelima) "..?"
Wajahnya menoleh kearah Koay Ji dengan mata nyalang dan jelas menyambar dahsyat seakan ingin menghanguskan tubuh Koay Ji dengan pandangan mata marah membara itu. Terasa betul hawa mematikan memancar dari tubuhnya, bahkan sinar matanya memancar bukan hanya membara dan penuh dendam, bahkan menyiratkan hawa mujijat yang pekat. Tetapi dengan tenang Koay Ji menjawab:
"Benar, memang aku yang memunahkan kepandaian manusia yang sangat licik dan berbahaya itu. Apakah engkau keberatan dan ingin melakukan pembalasan" Sudah sangat tepat jika engkau datang menagihnya langsung kepadaku dan bukan kepada orang lain. Itupun jika engkau memiliki kemampuan untuk melakukan upaya pembalasan itu, sebab jika tidak, engkaupun tidak akan dapat berlalu dari tempat ini dalam keadaan selamat ?"."
"Hmmmmm, sayang aku terlambat beberapa waktu lamanya. Sungguh tidak kusangka jika keterlambatanku mengorbankan Ngo Sute ?". Apa boleh buat, sebagai kakak seperguruannya aku harus menagih hutang atas rekening yang engkau timpakan ke pihak perguruanku ".. dan, bukankah engkau yang menamakan dirinya Thian Liong Koay Hiap dan terus menerus menentang dan menjatuhkan banyak korban di pihak Utusan Pencabut Nyawa kami ?".?"
Hebat ?" orang yang mengaku Kakak Seperguruan (Suheng) dari si Kerudung Merah jadi kagum juga. Dia melihat betapa sangat tenang, penuh percaya diri dan tidak takut Koay Ji dalam memandangnya. Karena itu, dia sendiri menjadi kaget dan berusaha untuk menenangkan dirinya sendiri. Pengalamannya menunjukkan, menghadapi tokoh yang sangat tenang dan penuh percaya diri, berarti menghadapi tokoh yang hebat dan memiliki kemampuan yang sangat tinggi. Sekuat tenaga dia memadamkan keangkuhan serta kesombongnnya dan mulai menjadi lebih awas dengan suasana sekelilingnya. Sekejab dia sadar, posisinya sangat sulit karena selain Bu Sin Hwesio kini sudah dikuasai kembali oleh pihak Siauw Lim Sie, jumlah dan kekuatan pihaknya jelas sudah kalah jauh. Dengan jumlah Utusan Pencabut Nyawa yang kini tinggal setengahnya dan hanya berdua dengan Kakek Siu Pi Cong, jelas mereka bukan lawan pihak Kuil Siauw Lim Sie. Jangankan Kuil Siauw Lim Sie, melawan Thian Liong Koay Hiap saja mereka seperti akan kesulitan, apalagi masih ada Nona Sie Lan In yang sekejab ditaksirnya memiliki kepandaian yang bukannya rendah.
"Hahahaha, baiklah, engkau bersiaplah orang aneh, aku akan segera menagih hutang perguruanku dan aku tidak akan main-main ?""
"Hoat Bun Siansu, siagakan semua angkatan HOAT, ada musuh-musuh hebat dan bahkan mungkin sehebat atau lebih hebat dari orang yang mengaku Suheng dari si Kerudung Merah sedang berada di sekitar Kuil Siauw Lim Sie ini. Segera lindungi Bu Sin Hwesio, beliau sudah kutotok dengan totokan khas dan istimewa, hanya aku yang akan dapat melepaskannya nanti. Jika memang bisa, mintalah Nona itu ikut membantu, karena jika Kakek Siu Pi Cong itu sampai ikut membantu menerjang kita, maka keadaan sangat berbahaya ?".."
Sambil bertanya jawab dengan lawannya yang baru, Koay Ji masih sempat memberi peringatan kepada Hoat Bun Siansu. Bukan apa-apa, secara tiba-tiba sementara Koay Ji berkata-kata dan saling intimidasi dengan Suheng si Kerudung Merah; dia merasa sesuatu yang hebat, tidak kurang dari lawan yang berada didepannya seperti berada di sekitar Kuil Siauw Lim Sie. Tidak salah lagi, pihak lawan masih menyimpan seorang atau bahkan mubngkin lebih musuh yang hebat. Dan karena itu dia mengingatkan Hoat Bun Siansu untuk sebaiknya berhati-hati dan bersiaga. Sekaligus juga memberi saran jika memang bisa, agar Nona Sie diajak untuk ikut membantu, tanda bahwa keadaan memang sangat berbahaya.
Saran Koay Ji memang didengar dan diikuti oleh Hoat Bun Siansu. Diapun segera memanggil Hoat Kek Hwesio bersama seluruh sutenya dari Angkatan HOAT untuk secara bersama melindungi Bu Sin Hwesio, toa supek mereka. Pada saat itu, jumlah Utusan Pencabut Nyawa yang berada dalam kurungan Barisan Lo Han Tin tinggal separoh jumlahnya dan merekapun tidak lagi mampu berbuat banyak. Kepungan hebat Barisan Lo Han Tin membuat mereka semakin tak berdaya dan tinggal berusaha untuk menjaga diri masing-masing. Bahkan ketika Hoat Kek Hwesio beranjak pergi menjaga Bu Sin Hwesio, Barisan Lo Han Tin tidak kehilangan kekuatannya dan terus mendesak para Utusan Pencabut Nyawa tersebut.
Sementara itu, sebuah sergapan pukulan dari si Kerudung Ungu sudah mengarah kepada Koay Ji dan kekuatan pukulan itu bahkan tidak kalah dengan pukulan Siu Pi Cong. Atau bahkan mungkin masih berada sedikit di atasnya. Tentu saja Koay Ji tidak mau berayal, dengan cepat gerak mujijatnya yang sudah menyatu dengan tubuh dan semangatnya sudah menggerakkan kakinya. Entah bagaimana, si Kerudung Ungu tak sanggup untuk mengikutinya, tahu-tahu Koay Ji sudah berada di samping kanannya bahkan sekejap kemudian sudah berada di sebelah kanannya. Dan ketika si Kerudung Ungu berusaha terus mengejarnya, sebuah serangan jari Koay Ji dengan serta merta memunahkannya. Keadaan ini membuat si Kerudung Ungu segera mengerti jika sudah bertemu lawan yang setimpal dan berat. Tetapi tentu saja dia tidaklah dengan mudah menyerah. Bahkan dengan cepat dia sudah kembali menerjang dan kini meningkatkan kekuatan iweekangnya untuk mendesak Koay Ji, jika dapat, dalam sekali serang dia ingin segera mencelakai jiwa Koay Ji.
Tetapi sayangnya, Koay Ji yang beroleh pengalaman tempur luar biasa banyaknya sepanjang hari ini, sudah mengalami kemajuan yang luar biasa pesatnya. Bahkan jadi semakin sempurna dengan mengalami serangan dan terjangan si Kerudung Ungu. Hal yang membuatnya mulai menjadi semakin yakin dengan cara menakar kekuatannya dalam memukul ataupun menangkis. Siu Pi Cong dan Sie Lan In tidak pernah menduga bahwa mereka terhitung banyak berjasa bagi Koay Ji, karena ketika melawan mereka berdua, justru adalah momentum yang sangat membantu Koay Ji dalam upaya lebih mendalami, memahami dan menyempurnakan kekuatan ilmu pukulannya. Memahami langkah-langkah mujijatnya serta memahami sampai dimana kekuatan iweekangnya dapat dipergunakan. Bahkan lebih dari itu, diapun mencoba ilmu-ilmu lainnya termasuk ginkang, iweekang, ilmu menotok dan dia menemukan betapa semua ilmu yang dapat digunakan memiliki manfaat yang tidak kecil. Apalagi, yang paling menggembirakan bagi Koay Ji adalah, semua gerakan yang diprediksikannya mengikuti kitab mujijat yang dikuasainya secara sempurna sekarang ini, ternyata tidak meleset. Dia semakin yakin dan percaya dengan pengetahuan gerakan manusia itu.
Pengetahuannya yang terakhir justru semakin mantap dan matang dengan tarungnya melawan si Kerudung Ungu. Entah mengapa dia dapat membaca arah serangan serta perubahan-perubahan yang sangat cepat oleh lawannya yang hebat itu. Dan dengan mudah dia bergerak memunahkan serangan lawan bahkan sekali-sekali dia mendesak serta lebih dahulu menyerang untuk mengantisipasi serangan hebat lawan. Semakin lama Koay Ji semakin asyik sendiri, dan justru semakin menikmati pertarungan itu. Dia kelihatannya seperti terdesak dan lebih banyak menghindar atau memotong semua alur serangan lawan. Tetapi si Kerudung Ungu kaget bukan main karena Koay Ji ternyata tidak dapat diapa-apakannya, karena semua serangannya dapat dielakkan dengan mudah. Bahkan ketika diapun merancang serangan maut, masih dapat dengan mudah diantisipasi dan dipunahkan Koay Ji, bahkan sesekali dilontarkan atau dibelokkan angin serangan dan kekuatan pukulannya. Luar biasa.
Seandainya si Kerudung Ungu tahu bahwa dia seperti sedang melatih Koay Ji menjadi semakin hebat dan istimewa, maka dia tidak akan serampangan mengeluarkan gaya dan jurus-jurus mujijat. Karena dengan cara tersebut, dia seperti memberi kesempatan istimewa kepada Koay Ji untuk berlatih dan semakin menyempurnakan kemampuan dalam bertempur. Adalah Kakek Siu Pi Cong yang pada akhirnya sadar dengan apa yang sebenarnya sedang terjadi. Setelah mengamati sekian lama berlangsungnya pertarungan anata Kerudung Ungu dan Koay Ji, dia menjadi sangat curiga dan mulai mengamati keadaan Koay Ji. Dia melihat bagaimana Koay Ji banyak sekali mengalami kemajuan ketika melawannya dan jelas dapat melihat bagaimana Koay Ji terus dan terus mengamati, menganalisis dan kemudian memukul, menyempurnakan gerakannya sendiri. Dan sadarlah dia apa yang sedang terjadi. Kagetlah dia. Maka dengan suara dalam diapun berkata:
"Kerudung Ungu, lawanmu sedang berlatih dan mengamati jurus serta ilmumu, dia sungguh-sungguh manusia aneh dan mujijat, lebih baik engkau berhati-hatilah. Karena semakin lama dia semakin hebat dan semakin lihay ?".."
Kalimat Siu Pi Cong ini bukan hanya membuat Kerudung Ungu kaget setengah mati, tetapi juga membuat Sie Lan In menjadi sadar sepenuhnya. Kalimat itu membuat Nona Lan In mengerti mengapa seperti ada jeda ketika Koay Ji bertahan dan menyerang hebat meski sebenarnya dapat mendesaknya lebih jauh. Melihat dan mengamati lebih jauh lagi, dia sadar bahwa memang benar, Koay Ji terlihat seperti sedang melatih diri sendiri dalam pertempuran yang sesungguhnya. Hoat Bun Siansu sebagai seorang tokoh besar dari Siauw Lim Sie, juga dapat melihat kejanggalan itu. Memang, semua tertutupi karena Koay Ji memiliki kemampuan gerak yang mujijat dan tak tertandingi. Selain tentu saja kekuatan iweekang yang juga luar biasa kuatnya. Dan paling akhir Kerudung Ungu juga dapat menyadari keanehan Koay Ji sekaligus kemujijatannya, dia jadi tersadarkan atas semua kecurigaannya selama pertarungan ini. Dan diam-diam dia ngeri dengan kemampuan dan kepandaian Koay Ji yang sebenarnya tidaklah banyak menyerang, namun tidak mampu didesak dan dipojokkannya. Bagaimana jika kemudian dia diserang habis-habisan olehnya"
Menyadari kehebatan lawannya dan menyaksikan Utusan Pencabut Nyawa sudah setengahnya lebih jatuh terpukul dalam kurungan barisan lawan, Kerudung Ungu tiba-tiba memekik keras. Pekikan tersebut memberinya kekuatan ekstra, tetapi kelihatannya makna pekikan itu bukan sekedar memberinya semangat. Karena tiba-tiba mengalun sebuah suara yang bahkan lebih hebat pengaruh mujijatnya dibandingkan si Kerudung Ungu. Dan akibatnya hebat dan luar biasa, karena meski sudah nyaris tinggal sepertiga yang bertahan, tetapi Barisan Utusan Pencabut Nyawa terlihat mampu bergerak lebih bersemangat sementara Lo Han Tin gerakannya seperti macet. Dan sebentar saja ada 10 orang Pendeta Siauw Lim Sie terlontar ke belakang dan terpukul binasa. Entah bagaimana para Utusan Pencabut Nyawa bertambah hebat dan jadi beringas, gerakan-gerakan mereka jadi jauh lebih berbahaya dan lebih mematikan.
Koay Ji tahu apa yang sedang terjadi. Lawan yang dipantaunya tadi sudah membantu dari kejauhan dengan kekuatan sihir yang dilontarkan melalui suara dan mempengaruhi semangat Barisan Lo Han Tin yang menjadi "loyo". Tetapi, bagi lawan mereka, yakni Barisan Utusan Pencabut Nyawa, justru menjadi sumber semangat dan menjadi lebih beringas. Untunglah keadaan itu memang sudah diantisipasi oleh Hoat Bun Siansu dan Hoat Kek Hwesio. Mereka sudah cukup awas dan mengerti harus bagaimana berlaku setelah diperingatkan Koay Ji tadi. Di tengah ancaman bahaya karena kembali 5 orang Pendeta Siauw Lim Sie terpukul binasa oleh lawan mereka, tiba-tiba terdengar seruan keras dari Hoat Bun Siansu:
"See thian Hud co (Buddha suci dari langit barat) "."
Dan bersamaan dengan seruan keras itu, kurang lebih 15 Pendeta Siauw Lim Sie ikut memasuki Barisan dan terus menambal kekosongan akibat serangan sihir lawan. Dan kemudian, sesaat setelah masuknya ke 15 pendeta yang menambal lowong Barisan Lo Han Tin tersebut, tiba-tiba terdengar kembali bentakan dari dalam barisan ketika Hoat Ho Hwesio dan Hoat Leng Hwesio datang memimpin 2 pintu utama barisan Lo Han Tin untuk menghadapi lawan mereka yang jadi semakin ganas dan semakin mematikan itu. Bentakan tersebut terdengar nyaring:
"AMITABHA ?".."
Dan bersamaan dengan seruan itu, Barisan Lo Han Tin segera membentuk barisan dan tameng para Pendeta yang dalam sikap menyembah dan mengalunkan suara Budha. Dengan cara tersebut Barisan Lo Han Tin membentuk tameng mujijat dan luar biasa yang sekarang susah ditembus suara sihir dari jauh itu. Cara tersebut membuat suara mujijat dari luar jadi tidak berpengaruh dan kembali mengurung 40 hingga 50an Utusan Pencabut Nyawa dalam barisan. Posisi tersebut lebih sebagai pertarungan sihir dengan Barisan Lo Han Tin menyatukan kekuatan dan semangat dan kemudian mengusir perbawa mujijat yang menyerang dari luar. Beberapa saat kemudian, ada satu lapisan depan Barisan yang bergerak menyerang Utusan Pencabut Nyawa dan tidak dalam pengaruh sihir lawan yang terbentur tembok Barisan Lo Han Tin. Tetapi, karena jumlah mereka terbatas, mereka tak mampu memukul balik dan menyerang serta melukai Utusan pencabut Nyawa. Karena itu, pertarungan dalam barisan jadi semakin seru dan semakin berimbang keadaannya.
Sementara itu, Koay Ji yang bertarung dengan Kerudung Ungu sudah mulai berusaha mendesak dan menerjang Kerudung Ungu dengan sengit. Setelah melihat keadaan yang berbahaya dan masih tetap diamnya Sie Lan in, membuat Koay Ji berpikir untuk menyelesaikan pertarungannya secepat yang dia mampu guna membantu pihak Siauw Lim Sie. Karena itu, dia mulai menggunakan bagian menyerang dari Thian Liong Pat Pian dan berusaha mencecar Kerudung Ungu dengan serangan-serangan maut dari Ilmu Mengekang Naga dikombinasikan dengan Ilmu Pukulan Sam Im Ciu. Bukan main terkejutnya Kerudung Ungu begitu menyadari bahwa Koay Ji ternyata membekal ilmu yang hebat dan sungguh dengan susah payah harus diantisipasinya. Keadaan tersebut membuatnya terdesak hebat dan mundur-mundur kebelakang. Bahkan, sekali waktu dia terpaksa harus menangkis pukulan Koay Ji:
"Bresssss ?".."
Dan akibatnya dia terlontar ke belakang hingga 4,5 langkah ?". namun bersamaan dengan mundurnya Kerudung Ungu, tiba-tiba dia kembali berteriak. Hebatnya, berapa detik kemudian terdengar kembali lengkingan suara yang malah masih lebih hebat lagi ketimbang lengkingan suara Kerudung Ungu dan Kerudung Merah. Lengkingan suara yang sekali ini lebih hebat, nampaknya ditujukan terutama kepada Koay Ji yang benar benar tersentak kaget dan sedikit tergoyahkan dengan serangan lengkingan suara itu. Dia sampai terdiam sekejap meskipun dengan cepat kemudian berusaha menguasai dirinya sendiri, tetapi jelas dia harus berkonsentrasi untuk menghadapi serangan suara yang demikian hebat dan sangat membahayakan itu. Melihat Koay Ji tergoyahkan oleh lengkingan suara yang barusan melengking keras berwibawa itu, si Kerudung Ungu segera bergerak cepat dan membentak hebat memasuki Barisan Lo Han Tin. Barisan itu memang sempat goyah beberapa saat, tetapi dengan cepat berusaha untuk kembali membentuk tembok pertahanan karena menghadapi dua gelombang suara mujijat yang sangat berbahaya dan mujijat itu. Keadaan kembali genting dengan keadaan Koay Ji yang harus melawan kombinasi dua serangan dengan suara mujijat dari kejauhan.
Waktu sepersekian detik memberi saat yang tepat bagi Utusan Pencabut Nyawa untuk keluar dari Barisan Lo Han Tin, apalagi karena secara bersamaan Kerudung Ungu juga membentak memperkuat serangan suara khusus kearah Barisan Lo Han Tin. Sekejap saja puluhan orang Utusan Pencabut Nyawa terbebas dan keluar dari kurungan Barisan Lo Han Tin. Mereka kemudian bergegas melesat pergi kearah luar darimana datangnya suara yang dengan kuat menyerang beberapa orang yang mengurung mereka itu. Pada saat sebelum Barisan Lo Han Tin terbentuk kembali, Sie Lan In akhirnya bergerak mencegat Kerudung Ungu yang terlihat berusaha untuk menyerang Barisan Lo Han Tin yang sedikit goyah itu. Sementara di pihak lain, Kakek Siu Pi Cong berkelabat pergi sambil membawa pergi tubuh Kerudung Merah yang sudah tak berdaya. Di sisi lain Hoat Bun Siansu bersama beberapa Hwesio angkatan Hoat lainnya, tetap disiplin tidak berani beranjak meninggalkan tubuh Bu Sin Hwesio yang masih tertotok itu. Mereka berjaga jangan sampai terjadi sesuatu atas tokoh Siauw Lim Sie itu.
Serangan Sie Lan In yang demikian hebat kearah si kerudung Ungu, memberi peluang bagi Barisan Lo Han Tin terbentuk kembali, meski beberapa Pendeta Siauw Lim Sie sempat kembali menjadi korban. Tidak kurang dari 7 Pendeta Siauw Lim Sie kembali menjadi korban ketika Kerudung Ungu menerjang saat mereka tersentak oleh serangan suara yang demikian kuat dan berwibawa tadi. Apalagi saat bersamaan, para Utusan Pencabut Nyawa juga membuka jalan darah untuk mencari jalan selamat sekaligus melarikan diri. Maka ketika akhirnya barisan itu pulih kembali, sudah ada 10 jurus lebih si Kerudung Ungu bentrok dengan Sie Lan In. Tetapi, jelas sekali si Kerudung Ungu tidak lagi serius dalam melakukan perlawanan dan mencari jalan untuk mencelat pergi. Dan kesempatan itu datang ketika alunan suara mujijat itu kembali menyambar dan merubah sasaran dari Koay Ji kearah Nona Sie Lan In dan Barisan Lo Han Tin. Untung saja Koay Ji saat itu sudah kembali dapat mengendalikan diri. Karena itu, mendengar arah sasaran bergeser dan melihat posisi Sie Lan In sedikit terguncang, dia segera bersiul untuk melawan serangan mujijat suara dari luar Kuil Siauw Lim Sie. Pada saat itulah si Kerudung Ungu mencelat pergi.
Masih beberapa detik tarung suara antara Koay Ji melawan pendatang misterius yang menyergap dari luar Kuil Siauw Lim Sie. Beberapa saat kemudian suara itu sirap dan tidak lagi terdengar. Nona Sie Lan In yang tergetar dan murka dengan bokongan lawan tiba-tiba mencelat pergi, penasaran dengan lawan-lawan yang menyerang Kuil Siauw Lim Sie barusan. Termasuk membokong dengan serangan irama suara. Tetapi, begitu Sie Lan In mencelat pergi, sesuatu yang yang aneh kembali terjadi tanpa diduga-duga. Melihat Sie Lan In mencelat pergi menyusul lawan yang mengundurkan diri, Koay Ji sebenarnya ingin mencegah. Tetapi, mengingat si Nona yang sangat galak terhadap dirinya, akhirnya dia membiarkan saja Nona itu mencelat pergi. Koay Ji kemudian mencelat kearah dimana tubuh Bu Sin Hwesio tergeletak dalam kurungan penjagaan Hoat Bun Siansu dan para tokoh angkatan HOAT lainnya yang tersisa saat itu. Maksudnya ingin melihat dan menengok keadaan tokoh tua itu.
Tetapi, bukan main kagetnya Koay Ji ketika dia mencelat dengan maksud memeriksa keadaan Bu Sin Hwesio, entah darimana dan bagaimana datangnya, disamping tubuh Bu Sin Hwesio yang tergeletak, sudah berdiri 2 orang Pendeta Siauw Lim Sie yang terlihat sama tua dan sama sepuhnya dengan Bu Sin Hwesio. Yang hebat adalah, bahkan para tokoh angkatan HOAT termasuk Hoat Bun Siansu, kurang menyadari jika sudah ada 2 tokoh tua lainnya yang berada di tengah penjagaan mereka itu. Kedua pendeta tua itu berdiri di samping kiri dan kanan tubuh Bu Sin Hwesio yang meringkuk karena tertotok oleh totokan mujijat Koay Ji tadi. Dan begitu Hoat Bun Siansu melirik dan melihat keberadaan mereka, betapa terkejutnya dia dan segera memberi hormat dengan takzim sambil berkata:
"Amitabha ".. Hoat Bun menjumpai Jiwi Susiok ?""."
Bersamaan dengan itu, para tokoh angkatan HOAT pada berdatangan dan mendekati kedua tokoh tua itu sambil memberi hormat dengan sangat takzimnya dan memanggil JIWI SUSIOK. Itu artinya, kedua tokoh tua itu adalah tokoh-tokoh tua seangkatan dengan BU SIN HWESIO yang masih tersisa dan masih hidup serta bertapa di kuil Siauw Lim Sie. Keduanya memandang Hoat Bun Siansu dan kemudian berkata dengan suara yang sangat lirih namun jelas di telinga:
"Amitabha ?" engkau membiarkan saja orang ini mengacau di Kuil Siauw Lim Sie dan bahkan sampai puluhan anak murid kita terbunuh ?".?"
"Amitabha ". Mohon maaf Jiwi Susiok, tapi ?".."
"Bahkan engkau membiarkan Toa Suheng dalam keadaan seperti ini "..?" berkata Pendeta Tua yang satunya lagi sambil menunjuk keadaan Bu Sin Hwesio yang saat itu memang sangat mengenaskan.
"Amitabha ".. Jiwi Susiok, Kuil Siauw Lim Sie sedang menghadapi bencana besar. Bukan hanya banyak anak murid kita yang terbunuh, bahkan CIangbudjin Siauw Lim Sie angkatan sekarang belum ketahuan nasibnya ?". dan tiba-tiba muncul Toa Supek dengan kehilangan semangat dan dikuasai orang ?"?"
"Hmmmmm, siapa yang begitu berani membuat Toa Suheng tertotok seperti ini ".?"
Pertanyaan ini membuat Hoat Bun Siansu kesulitan, tetapi matanya jelas melirik kearah Koay Ji yang berdiri tidak jauh dari tempat mereka bercakap-cakap.
"Hmmmm, dan masih kalian biarkan orang yang menotok Toa Suheng berdiri bebas di halaman Kuil Siauw Lim Sie "..?"
"Amitabaha ?"". Jiwi Susiok, tetapi sesungguhnya dia sedang berusaha keras untuk menolong Kuil Siauw Lim Sie. Sebab jika tidak dengan bantuannya, maka keadaan Kuil kita mungkin sudah ?"."
"Amitabha ?".. Sutit, sebagai pejabat Kuil Siauw Lim Sie engkau terlampau lembek. Kiu Sute, engkau beri pelajaran kepada orang muda yang demikian berani menotok Toa Suheng seperti ini ?".."
Begitu kalimat atau perintah itu dikeluarkan tiba-tiba Pendeta Tua di sebelah kanan mengibaskan lengannya dan sebuah pukulan yang tak membawa kesiuran angin dengan cepat mengarah Koay Ji. Sementara itu, Koay Ji bukan tidak paham apa yang sedang dihadapinya. Hanya saja dia paham jika dua tokoh besar dihadapannya adalah justru para sesepuh Kuil Siauw Lim Sie yang masih hidup. Semestinya, begitu menurut pikirannya, dia memberi hormat dan tunduk kepada kedua Pendeta tua yang sudah nampak teramat sepuh dan tua seperti gurunya sendiri. Sinar mata kedua pendeta tua yang berkilat sangat tajam itu membuat dia tergetar juga. Tetapi begitu, mendengar percakapan mereka, dan bahkan perintah menyerang dirinya turun, ego seorang muda seusia Koay Ji otomatis naik. Dengan tidak berpikir panjang lagti diapun mengerahkan kekuatannya dan menangkis serangan yang diarahkan kepadanya oleh Pendeta tua yang lebih pendek dibandingkan pendeta tua yang memberi perintah menyerang tadi. Dengan berani dia menangkis pukulan itu:
"Bukkkkkkk ?"."
"Eiiitttttt ?""
Tidak terdengar suara benturan keras. Tetapi, tubuh Pendeta tua itu bergoyang-goyang sebagaimana juga Koay Ji yang tubuhnya bergoyang dan harus mengerahkan tenaga untuk menahan agar tidak terdorong mundur. Sementara Pendeta tua yang menyerang tadi, harus mengerahkan kekuatan agar tidak tertarik maju akibat kuatnya daya hisap dan daya lekat yang menyertai tenaga tangkisan Koay Ji tadi.
"Amitabha ?". sungguh luar biasa ,?". " terdengar desis Pendeta tua Siauw Lim Sie yang kaget tak terkira karena tangkisan Koay Ji ternyata mampu mengggoyahkannya dan membuatnya sangat terkejut. Bukan hanya dia, Pendeta tua satunya lagi yang lebih tinggi posturnya dan kelihatannya berusia lebih tinggi dari pendeta tua yang menyerang Koay Ji, juga terlihat ikut mengernyitkan keningnya dan kaget melihat perlawanan Koay Ji yang menggetarkan itu. Perhatiannya tertarik dan membiarkan sutenya untuk terus bergerak menyerang Koay Ji.
Tanpa kenggerakkan kakinya dan meluncur begitu saja di atas tanah, pendeta yang tadi menyerang Koay Ji, sudah kembali menyerang dengan posisi yang membuat mata semua orang terbelalak kaget dan kagum. Betapa tidak, Pendeta tua itu sama sekali tidak melangkahkan kakinya, tetapi dalam posisi tetap berdiri tegak, dia mampu meluncur kearah Koay Ji dan kembali mengibaskan lengannya. Bukan hanya itu, kedua lengannya bergerak perlahan dan akibatnya Koay Ji merasakan tekanan luar biasa yang menekan dan terus menerus mendesaknya dari semua sudut. Mau tidak mau dia harus ikut mengerahkan kekuatan tenaganya sampai 5 bagian. Dan saking besar dan kuatnya desakan lawan, tanpa terasa Koay Ji telah mengerahkan kekuatan Toa Pan Yo Hiankang untuk menandingi tekanan hebat itu. Dan akibatnya luar biasa meski tak teridentifikasi orang-orang lain kecuali mereka berdua dan pendeta tua satunya yang ikut menyaksikan pertarungan beda generasi itu.
Koay Ji yang merasa kesulitan dan kerepotan mau tidak mau bergerak dengan Ilmu Kan Goan Cit Shin Kong (ilmu tenaga sinar jari sakti) sambil mengimbanginya juga dengan Ilmu Mengekang Naga. Bahkan tanpa disadari Koay Ji dia melepas salah satu jurus rahasia dari Kan Goan Cit Shin Kong, yakni jurus Sin liong huan hay(naga sakti menggulung samudra), untuk menawarkan serangan lawan. Sementara gerakan kaki tanpa disadarinya bergerak dengan Thian Liong Pat Pian dan sesekali dengan Liap In Sut (Ginkang Mengejar Awan). Tetapi dengan pilihan ilmu dan jurus itu, dapatlah dia mengimbangi dan membuat serangan Pendeta Tua itu menemui sasaran kosong dan dapat dipunahkan. Bukan hanya itu, sekejap kemudian pendeta tua itu melayang kesisi suhengnya dan keduanya nampak saling pandang dalam kebingungan, dan akhirnya berkata dengan suara lirih dan bernada serius:
"Amitabha ". anak Muda, katakana terus terang, ada hubungan apa engkau gerangan dengan Ji Suheng Bu In Hwesio ".?"
Mendengar pertanyaan Pendeta tua itu Koay Ji mengernyitkan keningnya. Dia sendiri memiliki banyak hal yang membuatnya bertanya-tanya dan keheranan. Yang dia tahu suhunya bernama Bu In Sin Liong dan bukannya Bu In Hwesio atau Bu In Siansu. Suhunya seorang pertapa dan bukan Hwesio. Tetapi, kelihatannya Suhunya memang sepertinya benar berasal dari Kuil Siauw Lim Sie. Tetapi, masalahnya adalah, mengapa suhunya bukan seorang Hwesio" Tetapi, di pihak lain, mengapa pula Suhunya tegas memesan dan mewanti-wantinya untuk membantu Kuil Siauw Lim Sie dan bahkan terus mengutamakan kebesaran nama Siauw Lim Sie" Pertanyaan-pertanyaan ini berputar-putar di kepala Koay Ji dan akhirnya membuatnya tidak dengan segera menjawab pertanyaan Pendeta tua itu.
"Amitabha ". Anak muda ".. apa engkau mendengar pertanyaanku ".." bagaimana sebenarnya hubunganmu dengan Bu In Hwesio ?"..?"
"Maaf ".. maaf ?".. siauwte tidak mengenal Bu In Hwesio ?" tanpa sadar Koay Ji sudah memposisikan diri lebih rendah dari kedua pendeta tua berwibawa dihadapannya entah karena apa. Tetapi jawabannya membuat kedua Pendeta tua itu saling pandang dengan keheranan. Entah apa sebabnya.
"Amitabha ?" Sute, engkau serang dia dengan Tam Ci Sin Thong dan Tay Lo Kim Kong Sin Ciang ?"?"
Begitu kalimat itu selesai, Pendeta yang tadi mencecar Koay Ji kembali menyerang dengan kedua ilmu pusaka Siauw Lim Sie yang dahsyat bukan main. Dimainkan oleh seorang ahli, bahkan sepuh dalam Ilmu mujijat Siauw Lim Sie, otomatis perbawa dan pengaruhnya sangat luar biasa. Tetapi, hebatnya adalah, Koay Ji dapat dengan manis dan seperti sudah mengenal ilmu itu sehingga selalu mampu melepaskan diri dari serangan-serangan si pendeta tua yang luar biasa hebat itu. Sengatan dan letikan totokan yang mematikan serta serbuan serangan dengan jurus-jurus berisikan tenaga yang mujijat membuat arena pertarungan mereka menjadi sangat mendebarkan. Tetapi, segera si pendeta tua satunya lagi mengangguk dan menjadi semakin paham melihat gerakan-gerakan Koay Ji yang sangat ringan, selalu tepat mengambil posisi dan mudah memunahkan serangan-serangan yang berbahaya. Bukan hanya itu, Koay Ji malahan sesekali dapat mengantisipasi dan menotok ke lengan lawannya sehingga jurus maut selanjutnya dapat dipunahkan.
Meski selalu dalam posisi diserang, bukanlah berarti Koay Ji dalam keadaan terdesak. Tetapi, posisinya juga tidak dapat dikatakan mendesak lawan. Selama sepuluh jurus selanjutnya, tanpa disadari Koay Ji, dia sudah mengerahkan tenaga yang sangat besar untuk mengimbangi tekanan pukulan si Pendeta tua. Dia kurang menyadari jika dari tubuhnya mengalir terus dan semakin lama semakin menguat daya hisap yang mujijat dan membuat si Pendeta tua bertanya-tanya. "Ilmu mujijat apa gerangan yang dilatih dan didalami Koay Ji ".. mengapa sehebat ini "..?" desis si pendeta dalam hati. Tapi, kematangan, kesempurnaan tenaga dalam dan juga penguasaan ilmu-ilmu tingkat tinggi Siauw Lim Sie tidaklah membuat si Pendeta Tua keteteran. Dia sebaliknya mampu terus bertahan dan menyerang Koay Ji. Kembali sepuluh jurus berlalu tanpa ada seorangpun diantara keduanya yang bisa saling mendesak. Tetapi, keduanya mengerti jika pengerahan kekuatan iweekang sudah dalam tingkat yang sangat tinggi dan sekali melakukan kesalahan akan berakibat sangat fatal.
Koay Ji sendiri sudah mengerahkan, bukan dalam bentuk latihan tetapi dalam bentuk pertempuran langsung, Ilmu-ilmu andalan perguruannya. Bahkan pengetahuannya atas pergerakan manusia juga mengalami peningkatan dan digunakannya untuk memahami gerakan-gerakan mujijat Pendeta Siauw Lim Sie yang hebat ini. Meski ilmu-ilmunya yang mujijat dikerahkan, tetapi wajah si Kakek tetap teduh dan serius, sesekali kaget dan terkejut. Tetapi selalu dapat mengimbanginya dan gerakan-gerakannya jauh lebih sederhana namun sangat effektif dalam bertahan dan efisien dalam menyerang. Beda dengan Koay Ji yang masih banyak "bunga-bunga" dan gerakan variasi yang memang indah dipandang tetapi kadang tidak bermanfaat, hanya enak dipandang. Itulah salah satu perbedaan mendasar dari yang namanya PENGALAMAN. Tetapi, sejauh 50 jurus Koay Ji tidak pernah dapat didesak lawannya, dan ini membuat kedua Pendeta tua itu tersentak hebat dan semakin kagum dengan Koay Ji.
Tanpa terasa keduanya bertarung hingga jurus ke seratus bahkan kini sudah menanjak melampaui jurus keseratus tanpa ada tanda-tanda salah seorang diantaranya terdesak. Padahal, Tam Ci Sin Thong sudah habis dikerahkan dan Tay Lo Kim Kong Sin Ciang yang hebat mujijat juga sudah dikerahkan. Tetapi, karena pada dasarnya Koay Ji juga dapat memainkan ilmu itu, dengan cepat dia dapat beradaptasi melawannya dengan ilmu-ilmu yang lain. Dia masih ingat dengan jelas pesan Suhunya sebelum berkelana agar tidak sembarangan menggunakan kedua ilmu mujijat dari Siauw Lim Sie itu. Tapi, saat melawan kedua ilmu itu, dia menemukan kenyataan betapa Pendeta tua yang memainkan ilmu itu sungguh hebat dan luar biasa penguasaannya. Cepat dan lamban, namun tepat dan bermanfaat. Baik dalam menyerang, memunahkan serangan lawan maupun mengntisipasi serangan lawan, mengejar musuh, menotok, semua dilakukan dengan tenaga yang tepat dan gerakan sederhana yang langsung ke pokok serangan ataupun pokok pertahanan. Koay Ji seperti sedang diajari, tanpa si Pendeta tua sendiri bermaksud melakukannya bagi Koay Ji.
Memasuki jurus ke-150, tiba-tiba terdengar suara tertawa yang yang sangat luar biasa. Suara ketawa yang sudah bisa dipastikan dilepas dengan ilmu Sai Cu Ho Kang namun dengan nada gembira. Bahkan beberapa saat kemudian sosok tubuh yang berpakaian Pendeta Siauw Lim Sie, kepala tetap gundul namun pakaian pendetanyanya sudah rada mesum, juga tubuhnya seperti jarang dibersihkan, memasuki arena.
"Hehehehehehe, Jiwi sute ?". Rupanya kalian berdua belum mampu duduk diam menikmati ketenangan di rumah Budha ?".. hehehehehehe ?"."
Si pendatang itu entah bagaimana tahu-tahu sudah berada di samping arena Koay Ji yang dicecar si Pendeta tua itu. Tetapi, Pendeta tua satunya yang tidak ikut menyerang Koay Ji terperanjat menyaksikan kedatangan si Mesum yang dalam waktu singkat dan entah bergerak bagaimana, tahu-tahu sudah berada di hadapannya, dipisahkan oleh arena pertarungan Koay Ji dan adik seperguruannya. Pertarungan itu sendiri semakin seru dan semakin memakan tenaga dan konsentrasi yang luar biasa, karena itu Koay Ji dan penyerangnya tak bisa membagi perhatian. Tetapi, lain lagi dengan Pendeta tua yang menonton dari samping arena, dia memandang si pendatang mesum berpakaian pendeta secara seksama. Dan tiba-tiba dia berkata dengan suara dan bibir gemetaran tanda gejolak perasaan yang ditahan-tahan:
"AMitabha ".. Sam Suheng ". apakah, apakah engkau yang datang "..?"
"Hahahaha "IN" terbang pergi dan menghilang bagai awan tertiup angin; "SIN" bagai bersembunyi setelah pergi bertugas; "KEK" berkelana lupa pulang mencari IN dan SIN. Hahahahahaha, tak disangka setelah lebih 30 tahun semua boleh bersua kembali disini, di Kuil Siauw Lim Sie ?""."
Kata-kata dan kalimat si Pendeta Mesum terdengar seperti puisi, tetapi seperti menjadi jawaban bagi pertanyaan Pendeta Tua tadi. Karena itu, dengan perlahan namun pasti diapun bergerak mendekati si pendeta mesum dan perlahan dengan penuh haru diapun berseru dan berkata:
"Amitabha ?".. Sam Suheng, terimalah salam hormat pinto ?".."
"Hahahahaha ......... Chit Sute, engkau lihatlah bagaimana muridnya Ji Suheng ternyata sudah mampu mengimbangi Kiu Sute ".. dan untung saja, bagaimanapun juga Ji Suheng kita itu masih tetap mengingat dan menganggap bahwa Siong San adalah juga rumahnya ?". Hahahahaha"
"Amitabha ?" Sam Suheng ".. maksudmu, dia memang benar muridnya Ji Suheng yang sudah lama menghilang itu "..?"
"Sute, jika bukan Ji Suheng, habis menurutmu siapa lagi yang mampu mencetak dan melatih tokoh muda sehebat dia itu "..?"
Mendengar kalimat yang balik bertanya tetapi menegaskan dugaannya, terhenyak dan kaget Pendeta tua itu. Segera dia berpaling ke arena adik seperguruannya yang terus bertarung melawan Koay Ji dan kemudian berkata:
"Amitabha ?"".. Kiu Sute ".. sudahlah, kita diantara orang sendiri ?"."
Mendengar kalimat itu, baik Koay Ji maupun di Pendeta yang dipanggil "Kiu Sute" itu terkejut tetapi masing-masing sudah paham apa yang sedang terjadi. Pada saat itu kebetulan keduanya baru saja adu pukulan dan pada kesempatan itu Koay Ji melenting menjauh. Dan setelah itu dia menghadapi Hoat Bun Siansu sambil memberi hormat, padahal pada saat itu semua HWESIO angkatan HOAT dan bahkan seluruh anak murid Siauw Lim Sie sedang memandang tegang adegan yang sedang berlangsung. Mereka semua tidak bergerak memandang takjub tampilnya kedua Tianglo mereka yang sudah puluhan tahun tidak muncul. Lebih kaget lagi ketika kedua Tioanglo itu menyebut SAM SUHENG kepada Pendeta Mesum yang baru datang. Dan itu berarti ada 3 sesepuh Siauw Lim Sie dari angkatan di atas HOAT yang sekarang berada di hadapan mereka. Bagaimana tidak semua anak murid Siauw Lim Sie tercengang dan takjub dengan kenyataan yang tersaji dihadapan mereka"
Sementara itu setelah melihat keadaan Siauw Lim Sie yang sudah dapat ditangani dengan baik Koay Ji bermaksud untuk segera mengundurkan diri. Segera dia berjalan menghadap si Pendeta Mesum dan kemudian memberi hormat dan salam:
"Siauwte menjumpai Locianpwee, terima kasih atas pertolongan dan semua bantuan locianpwee. Karena keadaan sudah dapat diatasi, perkenankan siauwte mengundurkan diri dari Kuil Siauw Lim Sie ?"?" begitu berkata demikian, Koay Ji juga memberi salam dan hormat kepada kedua Pendeta Siauw Lim Sie lainnya dan kemudian dengan cepat mencelat menjauh. Tetapi, belum lagi dia bberanjak pergi, dengan tenang dan sedikit tawa, si Pendeta Mesum sudah berkata:
"Koay Ji ?". kembali engkau, sebelum kuijinkan berlalu, jangan harap engkau dapat pergi dengan demikian mudah dari rumah perguruan leluhurmu ?"."
Koay Ji tersentak kaget. Langkahnya terhenti seketika. Karena hanya beberapa orang yang memanggil dirinya dengan panggilan KOAY JI. Hanya Suhunya, Ang Sinshe dan Suhunya yang lain yang tak pernah dilihat wajahnya secara jelas. Kemudian, Thian Cong Pangcu yang juga menjadi Suhengnya serta sudah tentu, juga Pengemis Tongkat Kuning, Suhengnya yang lain. Selebihnya tidak ada yang tahu namanya dan juga tak tahu nama panggilannya itu, hanya orang-orang terbatas itu. Karena itulah, diapun berpaling dan memandang si Pendeta Mesum dengan wajah yang kaget tak terkira. "Darimana dia tahu kalau namaku yang sebenarnya adalah KOAY JI?" desisnya dalam hati dan terpancar dari sinar matanya yang penuh tanda tanya.
"Hahahahahahahaha, Koay Ji, engkau sedang berhadapan dengan 3 orang Susiokmu. Meski suhumu tidak pernah menjelaskan kepadamu, tetapi ketahuilah, orang yang selama ini menjadi Gurumu dan engkau kenal dengan nama Bu In Sin Liong, adalah tokoh SIAUW LIM SIE yang dahulunya bernama Bu In Hwesio. Orang yang menjadi Sam Suheng kami bertiga, karena itu jika engkau tetap berlaku kurang sopan, hati-hati, jangan sampai Sam Susiokmu ini pergi memarahi suhumu di Thian Cong San karena ketidak becusan dan ketidakhormatanmu terhadap angkatan tuamu ?"?"
Suara si Pendea Mesum sekali ini terdengar penuh wibawa, tidak main-main dan jelas sedang berbicara dalam wibawa orang dengan angkatan yang lebih tua ke angkatan yang lebih muda. Dan Koay Ji bukan orang bodoh untuk tidak memahaminya.
"Accchhhhh, maafkan tecu locianpwee ". benarkah, benarkah memang demikian kisah sesungguhnya dari Suhu "..?"
"Hmmmmm, sebelum engkau memanggilku dan mengakuiku sebagai SUSIOKMU, tidak akan engkau peroleh jawaban yang sebenarnya ?""
Koay Ji jelas tahu maksud Pendeta Mesum itu, tetapi fakta sudah semakin jelas jika memang tokoh itu adalah angkatan tuanya. Toch bukan dia yang membuka diri sebagai murid Bu In Sin Liong atau Bu In Hwesio sehingga dia terbebas dari sumpah dan janji kepada suhunya untuk tidak membeberkan rahasia keberadaannya kepada siapapun. Jika para susioknya mengenali jejak suhunya melaluinya, toch tetap bukan kesalahan dan kekeliruannya karena dia tidak pernah mengatakan dan tidak pernah membuka rahasia tentang gurunya itu.
"Baiklah ".. para Susiok, mohon dimaafkan tecu yang bodoh ini ?".." sambil berkata demikian dengan tidak malu-malu lagi Koay Ji kemudian berlutut kearah 3 Pendeta tua yang diyakininya memang merupakan saudara seperguruan Suhunya itu. Pada saat itu, kedua Pendeta Tua yang sebelumnya bentrok dengannya kini memandangnya dengan tatapan penuh kekaguman. Sekaligus menyiratkan banyak sekali pertanyaan yang ingin mereka ajukan kepada Koay Ji.
"Hahahahahaha, anak baik, anak baik ?"... Tidak perlu engkau jelaskan keberadaan Suhumu yang memang sok misterius itu, nanti sebentar akan kujelaskan kepada kedua Susiokmu yang sudah bau tanah ini. Tetapi, ingat pesanku ini ?".. berhati-hatilah engkau terhadap terhadap MO HWEE HUD (Budha Api Iblis), karena salah seorang murid kesayangan tokoh itu sudah engkau punahkan kepandaiannya. Ingat baik-baik, murid utama Iblis itu sudah nyaris sehebat Suhunya sendiri. Dan hari ini engkau sudah menyinggung kehormatan perguruan mereka, kedepan berhati-hatilah. Bisa dipastikan murid utamanya akan mencarimu, bahkan bukan tidak mungkin tokoh Iblis itu yang akan turun tangan sendiri kelak. Nach, sekarang engkau pergilah, jangan sampai Nona cantik murid Lam Hay Sinni itu kenapa kenapa karena mengejar siluman-sliuman itu. Tetapi, ingat, adalah tugasmu untuk datang menyembuhkan Toa Supekmu, tidak ada yang dapat melakukannya di Siauw Lim Sie sekarang ini ?""
Kedele Maut 8 Jodoh Rajawali Karya Kho Ping Hoo Memanah Burung Rajawali 37
^