Pencarian

Pendekar Aneh Naga Langit 8

Pendekar Aneh Naga Langit Thian Liong Koay Hiap Karya Marshall Bagian 8


"Sam Susiok ?" ada yang akan menyembuhkan Toa Supek, orang itu berada di kuil Siauw Lim Sie sekarang ini ?""
"Yaaaaaa sudahlah, aku tahu maksudmu ". cepatlah pergi ?""
"Baik, sutit mohon diri ?"."
=============== Kurang lebih sebulan ".. !!! Kuil Siauw Lim Sie sudah normal kembali. Kejadian dimana mereka dalam cengkeraman yang sangat berbahaya oleh Utusan Pencabut Nyawa dan tampilnya CIANGBUDJIN BONEKA yang sampai membuat kedua Tianglo mereka yang berusia 80tahunan munculkan diri, sudah berlalu. Dan hari itu, dari gerbang kuil itu terlihat ada 3 orang yang keluar dari gerbang dan diiringi atau tepatnya diantarkan langsung oleh Hoat Bun Siansu yang kini secara resmi sudah menjadi Ciangbudjin Siauw Lim Sie. Ketiga orang itu adalah Nona Sie Lan In, murid kesayangan Lam Hay Sinni namun jarang orang yang mengenalinya sebagai pewaris tokoh dewa itu. Kemudian yang kedua adalah murid Bu Kek Hwesio, si Pendeta Gelandangan yang kini sudah kembali menetap di Kuil Siauw Lim Sie setelah memperoleh jejak Bu In Hwesio atau Bu In Sin Liong. Nama muridnya adalah Kwan Kim Ceng dan sudah berusia sekitar 27 atau 28 tahun, tubuhnya tinggi gagah, dan jalannya tegap seperti jalannya seorang pahlawan. Tetapi karena dilatih di tempat terpencil oleh Suhunya, maka meski berkepandaian sangat tinggi tetapi Kwan Kim Ceng cenderung kurang pergaulan dan nampaknya sangat pendiam. Namun, pengalamannya di dunia Kang Ouw terhitung banyak, meski dia masih tidak dikenal karena memang berkelana dengan tidak boleh meninggalkan jejaknya sebagai murid Siauw Lim Sie.
Orang yang ketiga adalah seorang pemuda yang juga tinggi dan gagah namun tidak setinggi Kwan Kim Ceng. Bahkan, dari langkahnya terlihat jika anak muda yang seperti masih belum menginjak usia 20 tahunan itu seperti tidak memiliki kemampuan Ilmu Silat. Tetapi, pemuda itu memiliki sinar mata yang bening dan polos, namun lebih banyak bicara dibandingkan Kwan Kim Ceng dan senang sekali melakukan perjalanan dengan menikmati pemandangan yang indah. Berbeda dengan Kwan Kim Ceng yang pendiam namun memiliki banyak pengalaman, maka pemuda ini memiliki banyak pengetahuan namun kurang pengalaman dan seperti tidak memiliki kesaktian. Pemuda inilah yang memasuki Kuil Siauw Lim Sie bersama dengan Kakek Siu Pi Cong dan cucunya. Tapi, jangan salah, pemuda yang kelihatan tidak tahu utara dan selatan dunia persilatan adalah tabib yang luar biasa hebatnya.
Dialah yang menyembuhkan Bu Sin Hwesio dari kehilangan ingatan. Tetapi, karena sudah lebih 20 tahunan kehilangan ingatan dan apalagi mendengar bahwa dia sempat dijadikan CIANGBUDJIN BONEKA, membuat tokoh ini memutuskan untuk menutup diri. Sejak disembuhkan, seminggu lamanya tokoh itu jadi lebih banyak berdiam diri. Selain itu tidaklah banyak yang dapat diingatnya selama 20 tahun terakhir. Dan karena itu, Pendeta itu, Bu Sin Hwesio akhirnya mohon ijin kepada Ciangbudjin Siauw Lim Sie untuk menutup diri dan bertapa. Namun sebelum menutup diri, dia sempat berbicara seharian dengan Koay Ji dan Bu Kek Hwesio. Sejak saat itu Bu Sin Hwesio yang menghilang selama lebih 20 tahun kembali menghilang, namun sekali ini bukannya menghilang kemana, melainkan menutup diri di Kuil Siauw Lim Sie.
Tidak ada seorangpun yang mampu menyembuhkan Bu Sin Hwesio, namun oleh Koay Ji atau Thian Liong Koay Hiap, pemuda ini ditunjuk memiliki kemampuan istimewa dalam hal pengobatan. Tidak heran, karena sesungguhnya, pemuda itu adalah wujud asli dari Koay Ji yang lebih memilih tampil sebagai manusia berusia pertengahan dalam topeng kulit jika sedang beraksi. Tetapi, Koay Ji sangat kebingungan, karena entah bagaimana paman gurunya si Pendeta Mesum Bu Kek Hwesio mengetahui samaran dirinya. Untung saja paman guru itu tidak memberitahu dan tidak membuka rahasianya sehingga tak ada seorangpun yang tahu di Kuil Siauw Lim Sie jika Koay Ji atau Thian Liong Koay Hiap berada di Kuil Siauw Lim Sie dan menjadi Pemuda dengan nama Bu San. Dia dengan sengaja memilih she BU untuk samarannya, dan karena tidak punya ide sama sekali, akhirnya diapun menggunakan kata SAN (Gunung) sebagai namanya. Dan satu-satunya yang tahu jati dirinya di Kuil Siauw Lim Sie adalah Bu Kek Hwesio seorang. Belakangan Bu Sin Hwesio juga tahu.
Selama 3 minggu mengobati Bu Sin Hwesio, hampir setiap malam Koay Ji bertemu dan berdiskusi dengan Bu Sin Hwesio dan Bu Kek Hwesio. Awal-awalnya hanya berbicara seputar masalah Suhunya, tetapi belakangan mereka banyak mendiskusikan ilmu silat. Bahkan seminggu terakhir, Koay Ji berdiskusi berempat dengan Bu Kong Hwesio dan Bu Hong Hwesio tentang Ilmu Silat. Sedangkan Bu In Hwesio atau Bu In Sin Liong suhunya sendiri kagum dengan kemujijatan Koay Ji, apalagi dengan ketiga Susioknya itu. Mereka benar-benar kagum dan merasa kaget dengan kemampuan Koay Ji dalam menganalisis, memberi masukan dan juga menutup kekurangan-kekurangan gerakan dan jurus serangan mereka semua. Pada dasarnya, Koay Ji menggunakan dasar-dasar Ilmu perguruannya, Siauw Lim Sie, tetapi karena menambah dengan pengetahuan dasar dan kecenderungan pergerakan manusia, maka dia memiliki perspektif lebih luas ketimbang ketiga paman gurunya.
Bisa dimaklumi jika ketika berada di Kuil Siauw Lim Sie, Koay Ji justru semakin matang, semakin maju ilmunya. Bukan hanya itu, kekuatan iweekangnya semakin matang dan semakin melebur. Boleh dibilang kemajuannya selama sebulan berada di Kuil Siauw Lim Sie sungguh luar biasa pesatnya. Dia kini dibawah bimbingan Bu Kek Hwesio menjadi lebih sadar dengan kemampuan mengisapnya, lebih paham dengan iweekang dan kekuatan tenaga dalamnya. Dan karena itu boleh dibilang kedatangan Koay Ji ke Kuil Siauw Lim Sie adalah ibarat mematangkan dirinya. Karena melawan Barisan Lo Han Tin, Sie Lan In, Siu Pi Cong dan si Kerudung Ungu dan terakhir kedua Paman Gurunya, membuat matanya terbuka lebih lebar. Membuat banyak simpul yang belum dipahaminya akhirnya dapat dimengertinya secara lebih baik hingga pada akhirnya membuat dirinya paham penuh atas kemampuan dirinya sendiri. Kemajuan serta kemujijatan Koay Ji membuat Bu Kek Hwesio dan kedua sutenya terheran-heran dan pusing memikirkan sampai dimana kelak Koay Ji akan maju dalam ilmu silatnya itu. Berbareng dengan itu, selain sering berlatih dan bertukar pikiran, bukan sekali tokoh tua itu menasehati Koay Ji agar menjaga tingkahnya dan menjaga agar terus menjadi orang yang tahu diri. Pengalaman selama beberapa minggu dengan Koay Ji membuat bu Kek Hesio mengasihi Koay Ji bagai muridnya sendiri.
Sementara itu, Sie Lan In sendiri disisi lain, meski tidak berlatih dengan Koay Ji yang memang menyimpan diri dan identitasnya, juga mengalami kemajuan lain yang tidak kalah hebatnya. Berada di Kuil Siauw Lim Sie dan bertemu Bu Kek Hwesio, Bu Kong Hwesio dan tokoh-tokoh sepuh Siauw Lim Sie dimanfaatkannya untuk menimba pelajaran dan pengalaman yang tidak sedikit. Bahkan Bu Kek Hwesio tidak pelit untuk membantu si Nona untuk melatih lebih dalam ilmu iweekangnya hingga mengalami kemajuan yang tidak sedikit. Tetapi yang membuat si Nona betah di Kuil Siauw Lim Sie adalah karena keberadaan Bu San. Dia sungguh kagum dengan si pemuda yang sopan, meski tidak memiliki ilmu Silat tetapi memiliki Ilmu Pengobatan yang sungguh dalam dan luar biasa.
Awalnya, tak ada sama sekali perhatian dan ketertarikannya terhadap Bu San. Pemuda lemah yang tidak mengerti Ilmu Silat, meski secara fisik terlihat tinggi dan cukup gagah. Tetapi, menyaksikannya mampu mengobati Bu Sin Hwesio, mengerti tata letak jalan darah, dan bahkan membantunya memahami beberapa rahasia tubuh manusia dan ilmu totok, membuat matanya terbuka. "Sayang dia tak paham ilmu silat", desisnya dalam hati. Bukan sekali dua kali dia meminta Bu Kek Hwesio melatih Bu San, tetapi jawabannya adalah senyum dan lirikan aneh dari si Pendeta Mesum yang kini sudah jauh lebih rapih, bersih dan sangat terurus. Kata-kata dan kalimat-kalimat Bu San yang terpelajar dan berisi semakin lama semakin menarik buat Sie Lan In, dan karena itu diapun akhirnya memutuskan untuk berjalan bersama Bu San untuk turun gunung. Dan ketika mereka akhirnya memutuskan turun gunung, Hoat Bun Siansu ikut menugaskan salah seorang murid Siauw Lim Sie, yakni Kwan Kim Ceng untuk mengawal Bu San. Kwan Kim Ceng adalah murid bungsu dari Bu Kek Hwesio dan baru beberapa hari terakhir menyusul suhunya ke Kuil Siauw Lim Sie. Ada dua maksud Bu Kek Hwesio mengusulkan murid bungsunya untuk turun gunung; Pertama, karena konon saat itu Dunia Persilatan sedang tegang dengan kejadian-kejadian aneh yang semakin lama semakin sering dan mulai meresahkan.
Alasan yang kedua adalah karena Bu San, yang diketahui memiliki ilmu pertabiban yang ulung, juga diminta untuk mengunjungi Kota Han Im. Karena ada seorang tokoh Pendekar Siauw Lim Sie non Pendeta yang sedang terluka berat disana dan butuh perawatan. Padahal, tokoh tersebut adalah tokoh yang sering dan banyak membantu Kuil Siauw Lim Sie serta memiliki Perusahaan Ekspedisi yang cukup maju. Tokoh itu sudah cukup lama menderita sakit dan masih belum dapat disembuhkan, sehingga kedatangan Koay Ji diharapkan dapat menyembuhkan tokoh tersebut. Maklum, selain sebagai murid Siauw Lim Sie, tokoh itu sangat dikenal sebagai penyumbang bagi Kuil Siauw Lim Sie dan juga dermawan bagi masyarakat sekitarnya. Juga sekaligus adalah tokoh Kang Ouw yang cukup disegani kawan, apalagi karena latar belakangnya yang punya hubungan dengan Siauw Lim Sie. Dan alasan lain yang juga sangat penting adalah, tokoh itu justru masih seangkatan dengan Ciangbudjin Siauw Lim Sie dewasa ini, yakni Hoat Bun Siansu.
Tak terasa ketiga orang muda itu sudah akan memasuki sebuah kota kecil bernama Pa Koan setelah 2 hari berjalan. Jika dalam keadaan normal, mereka yang memiliki Ilmu Silat tinggi dapat mencapainya dalam waktu kurang dari seharian, tetapi karena Bu San yang tidak memiliki kemampuan ginkang, maka mereka menempuhnya nyaris 2 hari. Pa Koan sesungguhnya adalah kota kecil. Namun demikian, karena merupakan kota terakhir menuju Kuil Siauw Lim Sie, maka kota tersebut terhitung cukup ramai. Hari sudah menjelang siang ketika Bu San, Sie Lan In dan Kwan Kim Ceng tiba di simpang tiga. Jalan menuju ke kota lain berbelok kekanan, sementara lurus, berjarak kurang dari 500 meter sudah memasuki kota Pa Koan. Tetapi, di pojok persimpangan tersebut ada sebuah rumah makan sederhana yang diwaktu siang hari sangatlah ramai dikunjungi orang. Termasuk para pelancong.
Restoran tersebut bernama Soe San Tjun. Tidaklah besar bangunannya, tetapi yang menarik adalah, di bawah banyak pohon rindang ditempatkan beberapa meja dengan tempat duduk sederhana. Artinya, halaman terbuka menjadi bagian dari restoran dan hanya ditempatkan tempat duduk seadanya untuk menyiasatinya, termasuk meja yang juga meja sederhana. Herannya, jauh lebih banyak pengunjung yang memilih untuk duduk dan makan dibawah pohon rindang ketimbang memesan tempat makan di dalam bangunan yang tidak cukup besar itu. Adalah Sie Lan In yang memilihkan sebuah meja makan yang masih belum ditempati orang tepat di bawah sebatang pohon yang cukup rindang. Tempat pilihan merekapun masih sepi dan belum cukup banyak orang yang berdatangan untuk makan di resto alam terbuka tersebut. Tetapi, menjelang makanan dihidangkan, tempat duduk kosong di sekitar mereka sudah menjadi penuh terisi. Dan sebagian besar adalah tokoh persilatan seperti mereka.
Yang membuat Resto itu menjadi nyaman adalah, meskipun di tempat terbuka tetapi sama sekali tidak ada kaum pengemis yang merangsek masuk. Jikapun ada, mereka berada di luaran dan dijalanan, dan kelihatannya paham jika masuk ke restoran mereka akan mendatangkan rasa kurang nyaman bagi pengungjung. Karena itu, meski tempat terbuka, resto itu justru mendatangkan rasa nyaman serta rasa lega dan membuat para pengunjung dapat menikmati makanannya dengan tenang. Bukannya tidak ada kaum pengemis disitu, sebaliknya cukup banyak terlihat diluaran. Namun sepertinya pemilik resto sudah memiliki kesepakatan dengan kaum pengemis sehingga tidak ada yang masuk dan meminta-minta di restoran itu. Atau entah bagaimana pengaturan pemilik restoran sehingga terlihat apik dan rapih serta tenang.
"Sie Kouwnio ?". meski di tempat terbuka tetapi restoran ini nampaknya justru sangat tenang, nyaman dan bersih ?"?" berkata Bu San sambil memandang wajah Sie Lan In yang jelita itu. Wajah Bu San terlihat kemerahan seperti orang yang kelelahan habis melakukan perjalanan panjang dan melelahkan.
"Hmmmm, setidaknya kita dapat beristirahat disini sebelum memasuki kota Pa Koan. Kabarnya makanan disini digemari banyak orang San te?" Bukan Sie Lan In yang menjawab tetapi Kwan Kim Ceng.
"Benar demikian Ceng ko ".?" kejar Bu San
"Menurut kabar memang demikian, buktinya restoran ini selalu penuh pada jam-jam tertentu seperti sekarang ini ?""
Pada saat itu, sekitar meja makan mereka memang sudah nyaris tidak ada lagi yang kosong, hampir semua sudah terisi. Sementara Bu San dan Kim Ceng bercakap-cakap Sie Lan In terlihat memandangi sekeliling mereka dengan pandang mata serius. Hal yang kemudian memancing rasa ingin tahu Bu San dan kemudian berbisik:
"Sie Kouwnio, apa yang sedang engkau cari "..?"
Mengetahui jika gelagatnya memancing perhatian orang, Sie Lan In menjadi sadar dan kemudian perlahan memandang Bu San dan menjawab:
"Entahlah Bu San, senang saja karena dapat duduk di restoran seperti ini dan berada di udara terbuka. Hanya saja, lama kelamaan menjadi terlalu ramai ?"."
Memang demikianlah keadaannya. Ketika makanan akhirnya tersaji, masih terus berdatangan tamu yang ingin bersantap. Dan pada akhirnya, saat mereka mulai makan, nyaris tidak ada lagi meja dan kursi yang kosong. Sampai makanan tersaji dan mulai menyantap makanan restoran tersebut, tidak terjadi hal-hal yang tidak mereka inginkan. Bahkan, beberapa saat kemudian mereka justru mendengarkan percakapan yang cukup menarik perhatian. Sebuah kabar terakhir meski dalam bentuk desas-desus dari Rimba Persilatan Tionggoan yang sedang memanas, dipercakapkan orang-orang yang mejanya terpisah tidak jauh dari mereka.
"Ssssshh, kabarnya pergerakan terakhir sudah semakin berani. Mereka bahkan berani meluruk dan menyerang ke Kuil Siauw Lim Sie ". tetapi, setelah sangat yakin akan berhasil mencaplok Siauw Lim Sie, justru mereka terpukul kalah total disana. Menurut kabar, sudah muncul seorang tokoh baru yang sangat misterius dan hebat, namanya disebutkan Thian Liong Koay Hiap. Tokoh itu yang membantu Siauw Lim Sie dengan memukul kalah gerakan mereka para Utusan Pencabut Nyawa itu. Selain itu, juga ikut muncul disana Pendekar Jelita Long Li Hu Tiap (Kupu-Kupu di Tengah ombak), Sie Lan In dari Lam Hay. Mereka berhasil memukul kalah secara telak para Utusan Pencabut Nyawa, bahkan konon kabarnya salah seorang pemimpin serta lebih separoh Utusan Pencabut Nyawa hancur di tangan kedua tokoh hebat itu. Kabarnya mereka semua kembali bergerak secara sembunyi dan target mereka akan berubah ?". entah apa yang akan mereka lakukan kemudian ?""
Sesungguhnya percakapan yang dilakukan berada beberapa meter dari meja Koay Ji dan Sie Lan In. Apalagi, meja orang-orang yang bercakap itu agak ke pojok dan terdiri dari 5 orang berdandan sebagai pendekar kelana. Tetapi, telinga tajam keduanya, Sie Lan In dan Koay Ji, mampu menangkap percakapan yang dilakukan dengan suara lirih dan takut terdengar orang lain itu;
"Tetapi, lebih dua minggu setelah mereka kalah telak, konon Murid utama Mo Hwe Hud sang diraja Iblis itu munculkan diri dan ingin membalaskan kekalahan salah seorang adik seperguruannya. Malahan kemana-mana dia menantang-nantang agar Thian Liong Koay Hiap tampilkan diri untuk menghadapinya. Tetapi hingga sekarang ini, Pendekar Aneh itu sendiripun seperti lenyap ditelan bumi dan tidak ketahuan kemana perginya ".. Dan anehnya pula, aktifitas Utusan Pencabut Nyawa yang belakangan banyak mengacau itu entah mengapa selama sebulan terakhir ini setelah kekalahan di Siauw Lim Sie seperti tenggelam ".."
Orang yang berbicara terakhir berbicara lebih lirih, tanda kemampuannya lebih hebat dari lawan bicara sebelumnya. Dan dia duduk sambil membelakangi Bu San dan Sie Lan In yang sambil makan terus mengikuti percakapan mereka. Nampaknya, meski terlihat lebih berat, Kwan Kim Ceng juga sedng mengikuti percakapan tersebut. Hanya Bu San alias Koay Ji yang kelihatan seperti tidak perduli, padahal sebenarnya juga mengikuti secara jelas arah dan topik percakapan di meja seberang mereka itu. Adalah karena dia dalam samaran sebagai pemuda yang tak pandai bersilat maka dia akhirnya harus berlaku atau bertindak hati-hati seakan orang yang memang tidak paham ilmu silat. Mengikuti percakapan orang-orang itu jelas membuat baik Sie Lan In maupun Koay Ji terkejut karena mereka ternyata sudah dihitung dan dipercakapkan orang. Terlebih bagi Koay Ji, mendengar namanya disebut dan ditantang orang membuat dia tersentak dan kaget bukan main. Tetapi, sekali lagi dia harus berlaku seakan-akan tidak paham sama sekali dan tidak mendengar serta otomatis tidak tahu apa yang sedang diperbincangkan di meja tersebut.
"Padahal selentingan kabar beberapa bulan lalu sebelum kekalahan mereka di Siauw Lim Sie, mereka konon sudah bersiap untuk selanjutnya merecoki dan kemudian juga menguasai Kaypang. Tetapi konon karena keburu Hu Pangcu Tek Ui Sinkay mencium upaya pembusukan dari dalam Kaypang, maka pada akhirnya mereka membatalkan atau menunda rencana mereka di Kaypang itu. Hanya, konon setelah murid utama Mo Hwee Hud berkoar-koar menantang Thian Liong Koay Hiap, rencana menaklukkan Kaypang kelihatannya dimulai kembali. Informasi rahasia yang kami dengar mereka akan bergerak di Kaypang selepas mengganggu perayaan Ulang Tahun Hu Sin Kok berapa bulan kedepan ?"."
"Hmmmm, sejak lama kehadiran Tek Ui Sinkay memang selalu merepotkan Utusan Pencabut Nyawa. Tidak heran jika Kaypang akan mereka sasar nanti ?""
Mendengar kalimat terakhir, Bu San tiba-tiba sedikit tersedak, namun dengan cepat mengendalikan diri. Tetapi, Sie Lan In dan Kwan Kim Ceng memandanganya dengan pandangan berbeda dan tatapan aneh.
"Ada apa denganmu saudara Bu San ?".?" tanya Sie Lan In dengan pandangan penuh selidik dan penuh perhatian. Sementara Kwan Kim Ceng memandangnya dengan tatapan yang aneh.
"Tidak apa, tidak apa apa Nona Sie ?".. hanya makanannya terasa sedikit pedas buatku "." Jawab Bu San cerdik meski tidak menghilangkan rasa aneh dalam hati Kwan Kim Ceng dan mungkin juga Sie Lan In.
"Dengan perayaan Ulang Tahun Hu Pocu yang tinggal 3 bulan kedepan, rasanya akan banyak keramaian yang bakalan terjadi. Baik sebelum perayaan ulang tahun tersebut dan terutama rasanya pada saat perayaannya itu sendiri. Hal ini dapatlah dipastikan, terutama dengan tantangan terbuka terhadap Thian Liong Koay Hiap ?"."
"Benar sekali, kelihatannya keramaian akan terjadi di Ulang Tahun Hu Pocu. Bahkan lebih dari itu, dengan ketidaksiapan akibat adanya masalah-masalah besar secara kedalam bagi Perguruan-Perguruan Besar, maka sesungguhnya memancing gerakan Utusan Pencabut Nyawa untuk segera mulai mengaduk-aduk dunia persilatan. Bahkan, bukannya tidak mungkin mereka akan ikut "mengacau" persis di ulang tahun Hu Pocu sebelum memutuskan menyerang Kaypang ".."
Jelas saja Koay Ji atau Bu San tersentak mendengar disebutnya nama Tek Ui Sinkay. Maklum tokoh yang menjadi Hu Pangcu Kaypang itu adalah orang yang sangat dekat dan sangat dihormatinya selain suhunya. Bukan hanya karena dia memang adalah Sam Suhengnya sendiri, tapi karena tokoh itulah yang berjasa besar atas perjalanan hidupnya hingga dapat menjadi murid terakhir dari Suhunya. Karena itu, berita yang menyangkut serta bahkan membahayakan seorang Tek Ui Sinkay, pastilah membuat Koay Ji kaget. Bukan hanya kaget, tetapi kelak akan berupaya sekerasnya memberikan bantuan serta menunjukkan keperduliannya.
Percakapan 4 orang itu terus berlangsung, tetapi kadar informasinya terus berkurang. Koay Ji bisa melihat jika Nona Sie Lan In dan Kwan Kim Ceng mulai santai kembali, tetapi itu tidak berlangsung lama. Karena tiba-tiba, seorang dari 4 orang yang tadinya tidak pernah memberikan komentar dan pendapatnya berbisik dengan suara lirih. Dan bisikannya teramat lirih jauh berbeda dengan 3 orang kawannya yang percakapan dan dialog mereka mudah disadap. Tokoh keempat ini nampaknya memiliki kelebihan jika dibandingkan dengan teman-temannya yang lain:
"Jangan berisik ?". sebentar lagi sahabat-sahabat kita yang lainnya tiba ?"."
Dan benar saja, tidak lebih dari semenit, terlihat dua orang mendatangi meja makan mereka dan kemudian langsung duduk bergabung. Dan Koay Ji menjadi sangat kaget dan terperanjat melihat salah seorang dari kedua pendatang baru yang justru amat dikenalnya itu. Dia bukan lain adalah Kakek Ong, tokoh yang sempat ditolongnya sebulan yang lalu karena terluka dalam kejaran Utusan Pencabut Nyawa. Dan tokoh ini yang tadinya memegang tanda pengenal Ciangbudjin Siauw Lim Sie yang terluka dan akhirnya ditolongnya namun tertap saja tidak terselamatkan. Bagaimana bisa Kakek Ong muncul disitu" Dan dimana pula cucunya He ji yang lucu dan baik itu" Koay Ji menjadi sangat tertarik dengan perkembangan terakhir. Tak sengaja dia menjadi tegang dan memancing perhatian Nona Sie Lan In:
"Bu San, ada apa dengan dirimu" Mengapa engkau menjadi demikian tegang melihat kedatangan dua orang baru itu ".?"
"Acccchhhh, tidak, tidak Sie Kouwnio, kukira tadinya aku mengenal salah seorang dari mereka yang baru datang, setelah kuteliti ternyata tidak. Kelihatannya hanya mirip belaka ?"." Dan sambil berkata demikian Koay Ji kembali melanjutkan makannya dan berlagak tidak mendengar dan mencari tahu apa yang terjadi di meja sebelah. Sie Lan In mau tidak mau percaya saja. Berapa kali dia curiga dengan polah Koay Ji atau Bu San yang meski memang jelas tidak menguasai Ilmu Silat kecuali teorinya dan memang tak memiliki tenaga iweekang, tetapi menunjukkan gelagat yang aneh dan misterius. Hal yang beberapa kali disesalkan nona itu. "Seandainya dia memilki Ilmu Silat atau mau beratih Ilmu Silat ?"?"
Kedatangan kedua tokoh baru itu sesungguhnya tidak menarik perhatian. Toch karena sebagian besar orang yang singgah dan makan di resto tersebut adalah pelancong atau tokoh persilatan. Kedatangan mereka dengan demikian tidak menarik perhatian orang, tetapi memancing rasa ingin tahu Sie Lan In, Kwan Kim Ceng dan tentu saja Bu San yang berada dekat mereka.
"Selamat datang Lamkiong Locianpwee, Tan Locianpwee ".. silahkan, silahkan duduk" sambut si tokoh misterius yang cukup mengejutkan Bu San karena ternyata selama duduk dan berdiam diri tadi, tokoh itu menyembunyikan diri. Ternyata dia adalah tokoh hebat yang tidak mau menonjolkan diri.
Karena tidak mau menonjolkan diri mereka, maka Kakek Ong bersama sahabatnya sudah langsung mengambil tempat duduk. Begitu duduk, Kakek Ong langsung berkata dengan nada suara serius:
"Jika Pak Thian Ciang Seng (Malaikat Pukulan Langit Utara) Hoa Kiam Cu sampai datang menyusul ke daerah Siong San ini, mestinya ada kabar menarik dan penting untuk disampaikan ?"?" berkata Kakek Ong dengan nada suara serius, tetapi sangat lirih dan pasti tidak terdengar telinga orang biasa. Bahkan, sudah menggunakan ilmu mendengar jarak jauhpun belum tentu dapat mendengarkan percakapan Kakek Ong. Dan barulah Koay Ji sadar jika Kakek Ong lebih banyak berpura-pura ketika terluka dan mendapatkan pertolongannya dahulu itu. Dari nada suaranya, jelas Kakek Ong adalah tokoh hebat dan bukannya tokoh kelas satu belaka "..
"Hmmmm, siapa yang berani meragukan Siau-Yau-Soan-Hong Khek (jago angin puyuh yang suka bebas) Lamkiong Giok" Apalagi jika bertugas bersama dengan seorang Cian Seng Khi Si (sastrawan aneh seribu bintang) Tan Tiong "." Acccch, Jiwi Locianpwee akan terlalu sungkan jika demikian ?".?"." Terdengar tokoh yang dipanggil Pak Thian Ciang Seng (Malaikat Pukulan Langit Utara) Hoa Kiam Cu membantah dan menyebut serta memuji kehebatan kedua pendatang.
Kalimat itu membuat Koay Ji akhirnya mengerti jika ternyata tokoh yang ditolongnya dahulu itu bernama Siau Yau Soan Hong Khek, Lamkiong Giok. Dan dia datang dengan Sastrawan Aneh Seribu Bintang Tan Tiong. Sayangnya Koay Ji masih belum cukup punya banyak pengalaman di dunia persilatan, sebab jika tahu, maka dia akan kaget karena kedua tokoh itu adalah tokoh besar dewasa ini. Ketika melirik Kwan Kim Ceng, Koay Ji kaget melihat pemuda itu tersentak mengetahui bahwa yang datang adalah Lamkiong Giok dan Tan Tiong. Siapa mereka gerangan" Mengapa sampai seorang Kwan Kim Ceng sampai terkejut sedemikian rupa" Koay Ji menduga jika keduanya pasti adalah tokoh terkenal dunia persilatan. Karena itu dia mencatat nama mereka berdua dalam hatinya. Termasuk orang yang menunggu mereka dan tadi disebut nama dan julukannya sebafgai Malaikat Pukulan Sakti Langit Utara.
Kedatangan kedua orang yang langsung duduk dan bercakap-cakap membuat wajah Kim Ceng menjadi mengkerut. Kelihatannya dia tetap berusaha mengikuti percakapan mereka, sementara sama seperti Koay ji, Nona Sie Lan In tetap sambil menikmati makanan dan terus mendengarkan percakapan orang. Menjadi lebih sulit dibandingkan sebelumnya, karena kedua pendatang berbicara jauh lebih lirih dan kelihatannya sengaja tidak diperdengarkan kepada orang lain.
"Hoa lote ".. sesungguhnya Utusan Pencabut Nyawa benar-benar dikalahkan secara telak oleh seorang tokoh yang masih sangat baru. Bahkan salah seorang pemimpin utama Utusan Pencabut Nyawa di kalahkannya dan dipunahkan ilmunya. Sejujurnya, akupun baru melihat, mengenal dan bertemu dengan tokoh itu dalam perjalanan menuju ke Siauw Lim Sie. Tetapi, belakangan, begitu tahu siapa Suhunya, akupun segera maklum ?".. tokoh yang mengaku bernama Thian Liong Koay Hiap itu masih terhitung sebagai anak murid Bu Te Hwesio. Salah seorang Tokoh Dewa. Setidaknya begitu menurut pengakuan Locianpwee lihay itu sendiri kepadaku ?"?"
Sekali ini adalah Sie Lan In yang bereaksi seperti jemu mendengar nama Thian Liong Koay Hiap. Entah mengapa, pertemuan di Siauw Lim Sie tidak membuat Nona Sie jadi punya pandangan yang baik terhadap Thian Liong Koay Hiap. Tokoh yang tidak dapat dikalahkannya meski juga tidak dapat mengalahkannya. Tetapi, posisi itu membuat Sie Lan In seperti selalu sentiment dan tidak senang mendengar nama itu disebut. Apalagi jika disebut dengan penuh nada kagum ".. untungnya Sie Lan In cepat dapat menahan dirinya, karena mereka sedang di depan banyak orang. Dan sekaligus dia mencatat jika ternyata Thian Liong Koay Hiap adalah murid Bu Te Hwesio " pantas saja dia lihay, pikir Nona Sie Lan In maklum.
Sementara itu, Koay Ji kaget sendiri. Benarkah Bu te Hwesio, seorang tokoh yang juga dikagumi Suhunya mengakui dirinya sebagai muridnya" "Achhh, ada-ada saja, kapan aku bertemu dengan tokoh dewa itu ".?" gumamnya dalam hati. Tapi anehnya, hati kecilnya seperti mengiyakan bahwa dia adalah murid dari Bu Te Hwesio. Entah kenapa dan sangat sulit untuk dijelaskannya.
"Sedemikian hebatnya orang itu" Sungguh sangat disayangkan, karena lohu sangat sangat terlambat datang ke Siong San sehingga tidak memiliki kesempatan untuk ikut menyaksikan pertarungan yang hebat itu ?".." keluh kawan seperjalanan Kakek Ong atau tepatnya Lamkiong Giok.
"Tan hengte, sesungguhnya aku sendiripun tidak menyaksikan secara langsung pertarungan yang konon maha hebat itu. Hanya sempat mengikuti dari kejauhan karena menurut Bu Te Hwesio, seorang diri saja dan dengan dibantu Nona Sie Lan In, murid kesayangan Lam Hay Sinni, seorang tokoh dewa lainnya, mereka sudah cukup dan akan mampu untuk menanggulangi masalah Kuil Siauw Lim Sie. Dan benar saja, mereka berdua memang mampu memukul mundur dan kemudian mengusir para penjahat itu dari Kuil Siauw Lim Sie. Jika tidak, akan sangat sulit membayangkan nasib Siauw Lim Sie yang dikuasai seorang Ciangbudjin Boneka yang sudah menghilang puluhan tahun dan kehilangan ingatan itu ?"."
"Bukan hanya itu Lamkiong Locianpwee, menurut penuturan Utusan Pencabut Nyawa yang menarik diri dari Siauw Lim Sie beberapa hari silam, Thian Liong Koay Hiap itu bahkan mampu melewati Barisan Lo Han Tin. Bertarung dengan sobat tua kita dari Lautan Timur, Siu Pi Cong dan bahkan tidak kalah diserang murid Lam Hay Sinni. Kemudian, juga dikerubuti para pemimpin Utusan Pencabut Nyawa dan terakhir juga sempat bertarung dengan salah seorang Tianglo Siauw Lim Sie tanpa terkalahkan. Dan, menurut analisis mereka, Ilmu Thian Liong Koay Hiap tidak semuanya mirip dan berasal dari Bu Te Hwesio. Ada beberapa unsur ilmu Siauw Lim Sie, tetapi cukup banyak gerakan dan ilmunya yang sangat aneh, mujijat dan entah darimana asalnya. Ini membuat mereka sangat penasaran ?"" terdengar tokoh Utara, Malaikat Pukulan Langit Utara bersuara
Diam-diam Koay Ji bangga mendengar pergunjingan mengenai dirinya. Sementara itu, rasa kesal Nona Sie Lan In meski sudah terkontrol tetapi tetap saja wajahnya terlihat keruh dan tanda tidak senang. Diam-diam Koay Ji juga bingung, dimana dia membuat si gadis cantik nan ayu ini marah dan tidak senang dengan samarannya sebagai Thian Liong Koay Hiap" Sungguh membingungkan. Sementara itu, Malaikat Pukulan Langit Utara sudah melanjutkan kembali:
"Celakanya, konon salah seorang murid Mo Hwee Hud terluka dan dipunahkan ilmunya oleh tokoh aneh itu. Dan belakangan, murid kepala Mo Hwee Hud, To Seng Cu (Tunggal di Atas Tanah) Tam Peng Khek yang sudah terkenal kesombongan dan kekejamannya sedang mencari dan menantang-nantang Thian Liong Koay Hiap itu. Bukan hanya itu, bahkan istrinya yang hebat itupun, Tok sim Siancu (dewi berhati racun) Gi Ci Hoa ikut juga munculkan diri. Jika mereka berdua melibatkan diri, maka pertarungan antar Perguruan dari masing-masing tokoh Dewa akan sulit dihindari. Kelihatannya, kejadian ini akan menambah kisruh dan kelamnya Tionggoan ?"."
Kaget juga Koay Ji mendengar bahwa kini dia dicari-cari oleh murid kepala Mo Hwee Hud (Budha Api Iblis). Tetapi, tak sedikitpun dia jeri dan apalagi takut. Setelah melalui dan mengalami pertarungan hebat bulan lalu, kemudian beberapa hari terakhir berlatih dengan para Susioknya, Koay Ji semakin percaya diri.
"Jika murid kepala Mo Hwee Hud sampai munculkan diri, kemungkinan besar mereka akan mendukung gerakan Utusan Pencabut Nyawa. Karena menurut Bu Te Hwesio, para pemimpin Utusan Pencabut Nyawa adalah murid-murid dari Mo Hwee Hud. Dan itu sebab mengapa Bu Te Hwesio tidak murka dengan tangan keras yang diturunkan muridnya si pendekar Aneh itu. Tetapi, persoalan lebih jauh adalah, nampaknya persoalan Utusan Pencabut Nyawa yang sekarang mengganas, ada kaitannya dengan masalah lama di dunia Kang Ouw. Lohu pikir, sebentar lagi kita akan membuktikan dugaan ini ?". sayang sekali sahabat kita dari Timur lebih memilih bergabung dengan lawan yang mengacau Kang Ouw, entah apa yang menjadi alasannya, sungguh sangat mengejutkan ?" Lamkiong Giok kembali berbicara dengan nada menyesal, karena rupanya mereka masih ada hubungan persahabatan dengan Kakek Siu Pi Cong.
"Sudahlah ?". Lebih baik kita segera kembali dan melaporkan kejadian di Siauw Lim Sie secara lengkap kepada Hu Pocu. Kita sudah beroleh banyak sekali keterangan dan informasi mengenai Utusan Pencabut Nyawa. Bahkan juga dapat mengetahui jika akan ada bentrokan hebat antara tokoh-tokoh Dewa, selain juga tanda-tanda bahwa Kaypang akan diserang. Jika benar perkiraan Hu Pocu, maka kekacauan akan segera meledak dalam waktu dekat ?"".." terdengar akhirnya Tan Tiong mengusulkan
"Begitu juga baik ".. dengan begitu kita dapat segera mempersiapkan diri menyambut Perayaan Ulang Tahun Hu Pocu ?" tambah Hoa Kim Cu, dan seterusnya percakapan jadi hambar dan tidak lagi diikuti Sie Lan In, Kwan Kim Ceng dan Koay Ji. Bahkan beberapa saat kemudian merekapun meninggalkan restoran tersebut.
Tetapi dalam perjalanan memasuki kota, Kwan Kim Ceng berkata:
"Sie Kouwnio, San te, jika mendengar percakapan tokoh-tokoh tadi, kita beristirahat cukup sehari saja di kota ini, dan besoknya kita perlu memburu waktu ke menuju Kota Han Im. Perjalanan seperti sekarang akan membutuhkan waktu sebulan lebih, dan kita tidak akan dapat pergi ke Benteng Keluarga Hu kelak. Karena itu, kuusulkan besok kita memacu waktu dengan menyewa kuda menuju kota Han Im. Dengan demikian, kita dapat mencapai Kota Han Im dalam waktu kurang lebih seminggu ?" bagaimana menurutmu Nona "..?"
Sie Lan In menatap bingung sejenak kearah Koay Ji. Dia seperti ragu apakah Koay Ji mampu menunggang kuda ataukah tidak ".. apalagi, karena perjalanan akan dilakukan dengan lebih cepat dan menggunakan atau menunggang seekor kuda. Tetapi, Koay Ji yang dipandang, dengan ringan berkata:
"Jangan khawatir Sie Kouwnio, jika hanya menunggang kuda rasanya masih dapat kulakukan dengan baik ?"."
"Begitu juga baik ?" tetapi, setelah dari Kota Han Im, tepat sebulan kedepan, harus kupenuhi pertemuan dengan dua orang kawan yang lain. Untungnya dari Kota Han Im tidaklah begitu jauh ?"" berkata Sie Lan In dengan lega. Apalagi, dia sendiri memang harus memburu waktu untuk memenuhi janji Subonya dalam sebuah pertemuan di kawasan Cui Lok San, cukup sehari berkuda dari kota Han Im.
"Jika memang demikian, aku akan mencari penyewaan kuda setelah kita mendapat tempat beristirahat nanti ?"" Kwan Kim Ceng gembira karena memang tugasnya turun gunung memang selain menuju kota Han Im, juga ditugaskan untuk mengamati perkembangan rimba persilatan. Terutama karena menurut Suhunya, kelihatannya persoalan di Siauw Lim Sie banyak berhubungan dengan kemelut rimba persilatan yang rasanya akan segera meletus.
Ketika memasuki kota, mereka rada terkejut karena banyak orang berebutan menuju ke satu arah yang sama. Sepertinya ada pertunjukkan. Tetapi ketiganya tidaklah begitu tertarik menuju keramaian tersebut. Apalagi karena mereka memang sedang berusaha menemukan tempat menginap berhubung hari mulai semakin sore. Tetapi, ada saja kejadian yang mengusili mereka.
Sedang mereka berusaha menghindari keramaian tersebut, tiba-tiba mata Koay Ji yang tajam melihat sebuah tangan yang bergerak cepat menggerayangi Kwan Kim Ceng. Tidak terasa mencurigakan bagi Pemuda Siauw Lim Sie itu karena memang pada saat itu banyak sekali orang yang berjalan ke satu arah dan berdesakan di jalanan. Koay Ji sadar bahwa tangan itu adalah tangan jahil, apalagi dia melihat tangan itu mengambil sesuatu dari kantong Kwan Kim Ceng. Dengan cepat dia bergerak menangkap tangan itu, tetapi pada saat bersamaan dia ingat kalau dia sedang menyaru menjadi pemuda BU SAN yang tidak pandai Ilmu Silat. Karena itu, bersamaan dengan lengannya yang bergerak cepat, diapun membanting diri kedepan mengikuti arah bergeraknya si copet bertangan lihay itu:
"Aduuuuuhhhhhhh ?".." rintihnya sambil tubuhnya terseret ke depan. Kejadian yang cepat itu memancing reaksi yang tidak kalah cepatnya dari Kim Ceng dan Lan In yang kaget dengan sebab berbeda. Lan In kaget dengan jatuh atau terseretnya Koay Ji kedepan, sementara Kim Ceng sadar sesuatu raib dari kantongnya. Karena itu, jika Lan In menangkap lengan Koay Ji yang sudah nyaris terjerembab dan berkutetan dengan lengan si pencopet yang masih dipegangnya erat, maka Kim Ceng, langsung menotok lengan si tukang copet yang ketahuan oleh Koay Ji.
Tetapi, rupanya si tukang copet datang dengan beberapa kawannya sebagai sebuah komplotan. Melihat kawan mereka ketahuan dan bahkan diserang oleh Kwan Kim Ceng, dan target mereka melakukan perlawanan, tiba-tiba mereka ikut menyerang. Mengeroyok langsung. Ada 4 orang termasuk si tukang copet yang menjadi komplotan mereka itu. Tetapi, sayang sekali, kepandaian mereka terlampau jauh jika dibandingkan dengan Sie Lan In dan Kwan Kim Ceng. Dengan gerakan-gerakan sederhana saja keduanya, yakni Sie Lan In dan Kwan Kim Ceng melontarkan mereka ke belakang. sementara Kwan Kim Ceng sekaligus merebut kembali barang yang dicopet dan menyimpannya kembali dengan segera. Sie Lan In, sambil bergerak memukul, juga dengan cepat menarik tubuh Koay Ji hingga berdiri dengan sempurna. Nona Lan In langsung bertanya kepadanya:
"Bu San, engkau tidak apa-apa ".?" tanyanya khawatir, meski dengan tanda tanya mengapa si anak muda yang tak berilmu dapat melihat gerakan si tukang copet yang sangat cepat, sementara Kim Ceng tidak menyadarinya"
"Syukurlah engkau cepat menolongku Sie Kouwnio ?"" tidak apa-apa, aku baik baik saja ?"" dengan sengaja Koay Ji membuat wajahnya memerah seperti mengalami kejutan atau terkejut setengah mati dengan kejadian barusan.
"San te, terima kasih karena engkau melihat gerakan tangan si pencopet ". Jadinya barangku dan bekal kita tidak tercuri orang ?"" Kim Ceng berkata sambil lengannya bergerak kembali dan memukul keempat orang yang kembali datang mengerubutinya. Dan bertepatan dengan kalimatnya selesai, terdengar suara gedebukan ketika keempat kawanan copet itu kembali terbanting ke belakang dan sekali ini dengan hadiah pukulan yang lebih berat dan keras.
"Angin keras ?". lari ?"."
Melihat lawan terlampau hebat dan kuat, termasuk bahkan gadis cantik yang tadinya ingin mereka godai, akhirnya keempat pemuda itu mengambil langkah seribu dengan hadiah gepokan dari Kim Ceng dan Lan In.
Tidak sulit menemukan penginapan di Kota Pa Kou. Karena posisinya yang dekat ke Kuil Siauw Lim Sie yang sangat terkenal dan termasyur, membuat Kota Pa Kou ditata sebagai kota untuk persinggahan. Karena itu, banyak penginapan yang kemudian dibangun dan bermunculan disana. Mulai dari penginapan dengan fasilitas yang cukup seadanya sampai ke fasilitas yang cukup mewah untuk ukuran kota kecil Pa kou. Kwan Kim Ceng memilihkan sebuah hotel yang cukup bagus fasilitasnya sebagai tempat mereka menginap selama semalam. Karena keesokan harinya mereka berencana untuk melanjutkan perjalanan menggunakan kuda.
"Bu San ?" apakah engkau kelelahan "..?" bertanya Lan In setelah Kwan Kim Ceng minta ijin pergi keluar untuk mencari tempat menyewa ataupun membeli kuda buat perjalanan keesokan harinya.
"Tentu saja tidak Nona Sie ?". ada apakah gerangan ?"?" tanya Koay Ji keheranan dengan teguran dan sapaan Sie Lan In saat mereka berjalan menuju kamar hotel yang disewa untuk semalam itu
"Maukah engkau bercakap-cakap sejenak sambil kita menikmati suasana kota Pa Kou ini sebelum beristirahat ?"?"
"Baik, baik Nona Sie, dengan senang hati ".."
"Kalau demikian, biarlah kita membersihkan badan sebentar terlebih dahulu sebelum nanti bertemu di resto hotel ?""
"Begitu juga baik Nona Sie ?""
Dan tidak sampai sejam kemudian keduanya sudah berada di teras hotel yang sekalian difungsikan sebagai tempat menikmati kota Pa Kou menjelang senja. Pertunjukan yang membuat banyak orang berlalu lalang tadi kelihatannya sudah dimulai dan kota Pa Kou sudah jauh lebih lengang meski hari belum lagi gelap. Sesungguhnya, sebagai kota di pegunungan, hawa sore hari di kota Pa Kou sudah cukup dingin, apalagi di sore hari menjelang malam. Penduduk kota sudah mulai beristirahat dan yang masih lalu lalang biasanya adalah para pelancong yang sedang mencari tempat menginap. Atau mereka yang memiliki kegiatan di malam hari, entah apa. Sebentar, ketika pertunjukan bubar, tentu jalanan akan kembali ramai oleh mereka yang pulang ke rumah masing-masing. Karena itu, pemandangan dari hotel tempat menginap Lan In dan Koay Ji menjadi tidak terganggu oleh suara lalu lalang manusia dan bahkan dapat menangkap suasana dan nuansa senja hari yang cukup lengang. Kebetulan resto di lantai 2 tempat keduanya menikmati senja berada dalam posisi yang cukup strategis guna mengamati banyak sudut kota Pa Kou sehingga mendatangkan rasa senang bagi keduanya "..
"Bu San ?" mengapa engkau tidak mempelajari Ilmu Silat padahal engkau memiliki bakat yang bahkan sangat hebat dan sudah menguasai jalan darah di tubuh manusia?" tiba-tiba Lan In memecah keheningan dengan sebuah pertanyaan. Tepatnya pertanyaan yang sebetulnya mengekspressikan rasa penasarannya atas diri Koay Ji yang menurutnya sangat aneh.
"Sie Kouwnio " ketika berada di pegunungan Thian Cong, aku tinggal dan dibesarkan oleh seorang Tabib, namanya Ang Sinshe. Orangnya sangat baik dan mengajarkanku banyak hal, terutama mengajarku secara teliti dalam ilmu pengobatan dan juga tata letak jalan darah manusia serta fungsinya masing-masing. Ini yang sejak awal menyita perhatian dan membuatku sangat suka mempelajarinya ?"." jawab Koay Ji dengan tidak berbohong, meski sebenarnya tidak seluruhnya sesuai dengan kisah sebenarnya. Karena sesungguhnya pada akhir-akhirnya Ang Sinshe yang jadi kebingungan, siapa suhu siapa murid dalam hal pengobatan jadi tidak jelas. Terutama setelah Koay Ji dapat menguasai buku mujijat secara sempurna.
"Ach sayang sekali ". bukankah itu sama dengan setengah jalan mempelajari Ilmu Silat" Aku yakin jika engkau ingin, dengan mudah engkau dapat mempelajari Ilmu Silat" berkata Sie Lan In sambil melanjutkan pertanyaannya, masih belum paham atau yang tepat penasaran dengan keadaan Koay Ji
"Nona Sie, sesungguhnya akupun mempelajari banyak sekali teori ilmu silat melalui sebuah kitab dalam bahasa Thian Tok dan bahasa kuno lainnya. Karena selain belajar ilmu pengobatan, akupun cukup tekun mempelajari sastra dan huruf-huruf kuno. Tetapi yang terutama adalah, karena tiada orang yang membimbingku untuk mempelajarinya. Sehingga semua teori ilmu silat tersebut hanya tetap tinggal teori yang melekat dalam ingatanku, dan masih belum pernah aku berlatih secara serius semua ilmu silat yang yang ada dalam ingatanku tersebut ...." Koay Ji kembali menjawab, namun sekali ini perkataannya sebagian besar tidaklah sesuai kenyataan. Malahan, sejak masa kecil dia sudah belajar dan bahkan mencipta sebuah ilmu.
"Engkau menguasai banyak teori ilmu silat" benarkah begitu ,,,?" Kejar Nona Sie Lan In dengan sangat antusias dan membuat Koay Ji terkejut karena sadar jika dirinya sudah salah menjawab pertanyaan Nona Sie.
"Semua hanya kudapat dari membaca dan mengingat kitab belaka Nona ?"" kilahnya untuk mengurangi antusiasme Nona In
"Accchhhh, tahukah engkau teori ilmu silat mana itu ?"?"
"Sama sekali tidak ada namanya, karena Kitab tua itu sudah sangat kuno dan lapuk. Bahkan pembungkusnya sudah tidak ada dan sebagian isinya juga sudah diambil orang, disobek begitu saja. Tetapi isinya justru menuliskan banyak hal mengenai ilmu silat, jurus-jurusnya, menerangkannya secara baik serta juga menjelaskan cara untuk menilai, menganalisis atau bahkan sekaligus menggunakannya .." Koay Ji yang sudah terlanjur salah di awal percakapan tadi, perlahan seperti membuka rahasia dirinya meski tetap membuat Nona Sie Lan In bingung. Namun sesungguhnya semakin curiga dengan jati diri dan keberadaan Koay Ji.
"Masak engkau tidak pernah mempelajarinya Bu San "..?" tanya Lan In nyaris tidak percaya dan jelas tambah curiga
"Memang tidak atau tegasnya belum, karena memang tidak pernah tertarik sebelumnya Nona. Tetapi aku dapat mengingat dan mampu mendalami bagian tentang cara untuk menganalisis dan cara menilai sebuah ilmu atau jurus serangan maupun pertahanan. Seorang Pendeta yang sudah sangat tua dan sepuh pernah lama berdiskusi denganku di dalam hutan di gunung Thian Cong San. Ketika aku sedang mencari daun obat, dia melihat dan memanggilku untuk sekedar bercakap-cakap. Ternyata dia sedang terluka yang cukup parah, pada akhirnya akupun berusaha membantunya merawat bahkan sampai dia sembuh kembali. Belakangan dia menawariku bantuan untuk mempelajari teori-teori silatku, tetapi sayang waktunya hanya setahun. Padahal, menurutnya, aku butuh waktu minimal 10 tahun baru berhasil. Akhirnya akupun menolak dan akhirnya beliau kemudian lebih banyak membantuku untuk memahami dan mendalami bacaan dan pengetahuanku atas kitab mujijat itu. Dia sebetulnya sempat berkeras melatihku selama beberapa minggu awal, tetapi aku lebih memilih medalami Ilmu pengobatanku. Sampai akhirnya dia menyerah dan pergi meninggalkaku ".."
Sie Lan In kaget dan bertanya dengan suara antusias:
"Engkau mengenal Pendeta itu ?"?"
"Sama sekali tidak. Beliaupun tidak meninggalkan namanya, karena menurutnya TIDAK PERLU, dan kalau jodoh pasti akan bertemu kembali. Tetapi, Pendeta itu sudah sangat tua dan sepuh kelihatannya ?""
"Berapa lama kalian berdua berdiskusi ".?"
"Pendeta itu tinggal disana hampir setahun atau mungkin lebih. Masih lama dia berada disana meski sebenarnya sudah sembuh, tetapi karena senang berdiskusi denganku dalam ilmu silat, maka dia bertahan sampai setahun bercakap-cakap denganku ".."
"Sayang sungguh sayang, karena engkau sesungguhnya menyia-nyiakan pengetahuan dan juga bakatmu dalam Ilmu Silat Bu San ".."
"Aku lebih memilih Ilmu Pengobatan Nona ?""
Sie Lan In terlihat gemes dan geregetan dengan jawaban Koay Ji. Maklum, dia menilai dirinya dari sudut ilmu yang dikuasainya dan tidak melihat dari sisi yang berbeda. Karena itu dia berkali-kali gemas sendiri. Meski sebenarnya, jika nona itu tahu cerita sesungguhnya, dia akan kaget sendiri.
"Acccch sudahlah Bu San ".. sayang memang engkau memilih tidak mendalami Ilmu Silatmu itu ?". tetapi, ilmu apa sesungguhnya yang engkau baca dalam kitab Kuno yang engkau ceritakan itu "..?" Lan In bertanya sambil lalu
"Sayang sekali pembungkusnya dan berapa halaman sudah disobek orang. Tetapi, kata Pendeta Tua itu, kitab itu mencakup banyak sekali ulasan tentang ilmu tinggi baik di Tionggoan, Thian Tok maupun Persia dan berapa tempat lain ?""
"Haaaaa, benarkah demikian adanya "..?"
"Menurut Pendeta tua itu memang demikian nona .." karena tanggung sudah berbohong Koay Ji sudah susah untuk mundur lagi. Dia kurang tahu bahwa keadaan ini akan memancing minat besar mereka yang belajar ilmu silat. Untung yang terpancing adalah Nona Sie Lan In yang masih punya harkat dan martabat sebagai pendekar, coba jika yang mendengar adalah mereka yang maniak ilmu silat"
"Apakah engkau mampu menganalisa satu ilmu pukulanku jika kutunjukkan kepadamu Bu San ".?" awalnya Sie Lan In hanya bergurau, tetapi alangkah kagetnya dia ketika Bu San mengiyakan dan berkata:
"Jika Nona Sie berkenan, aku akan mencobanya sebisaku. Tetapi, tolong jangan Nona menertawakan kebisaanku itu ?"."
Sie Lan In nyaris tak bisa berkata apa-apa. Tetapi karena dia yang memulai, maka dia mau tidak mau harus mencoba mempertunjukkan salah satu ilmu pukulan kepada Koay Ji terlebih dahulu sebelum menilai lebih jauh.
"Baiklah ?" engkau perhatikan gerakan tanganku ini ?"."
Dengan tetap duduk di kursi, Sie Lan In kemudian menggerakkan kedua lengannya dengan kecepatan tinggi dan percaya, bahwa Koay Ji tak akan sanggup mengikuti semua gerakan tangannya. Dia memainkan dua jurus lengan kosong, yakni Jurus Bwee Swat Tiauw Goat (Kembang bwee mekar menghadapi rembulan) dilanjutkan dengan gerakan 'Coa Ong Sim Hiat' (Ular mencari liang). Gerakan cepat itu semua ditujukan ke jalan darah di pundak dan kepala lawan. Dan kemudian dengan tehnik yang cukup sulit dan rumit menyerang dan menyudutkan lawan. Sie Lan In percaya Koay Ji akan kebingungan. Tapi, begitu selesai dia memainkan kedua jurus itu, dia kaget mendengar kalimat Koay Ji:
"Jika kedua jurus itu tidak ditopang dengan kecepatan dalam mengelabui mata lawan, dan juga tidak disertai dengan pergerakan hawa murni yang tepat ke ujung jemari, kemudian disertai gerak lenggokan kepala untuk memanipulasi mata lawan, pada dasarnya kedua ilmu itu tak akan ada gunanya sama sekali ?""
"Apa ".. tak ada gunanya sama sekali?"
"Melawan musuh yang jauh lebih lemah pasti akan terasa dan terlihat indah, tetapi melawan musuh yang setingkat dibawah Nona, pasti tidak akan ada gunanya. Jurus itu tepat untuk menakut-nakuti orang yang baru belajar Ilmu Silat, tetapi menghadapi tokoh yang setanding atau bahkan sedikit saja dibawah kemampuan nona, maka akan menjadi tidak ada gunanya ?"."
Sie Lan In gemas namun tak berdaya karena penjelasan Koay Ji sangat tepat. Akibatnya tanpa disadarinya, Sie Lan In sendiri yang justru terpancing. Maka dengan cepat dia kembali menggerakkan lagi kedua tangannya, sekali ini dalam jurus 'Thian lie pian in' (Bidadari menari di awan). Kedua lengannya bergerak cepat, lemas namun penuh tenaga untuk mencecar masih, bagian atas tubuh lawan. Sekilas tidak ada jalan keluarnya, apalagi ketika sedetik kemudian gerakannya berubah menjadi jurus 'Thian lie kay tay' (Bidadari meloloskan sabuk). Kedua lengannya secara berganti-ganti mencecar lengan serta bagian tengah tubuh lawan untuk memojokkannya agar perlawannya terhenti. Tetapi, kembali Lan In terperangah ketika dengan cepat Koay Ji berkata dengan suara jelas:
"Mudah ". sangat mudah, cukup dengan dua jurus mudah dan sederhana, yakni 'Hui Niauw Cut Lim' (Burung terbang keluar hutan) dan tanpa pengerahan tenaga yang besar, dilanjutkan dengan gerak tipu Tiat-ie-koan-jit ('Baju besi menutup matahari) maka serangan Nona musnah. Bahkan jika dilanjutkan dengan menggerakkan kaki kearah timur dengan jurus serangan dasar sederhana ok miao pok cie' (Kucing galak menubruk tikus), sebaliknya kedua jalan darah di lengan Nona dalam ancaman balik musuh. Sebaiknya tipu Tiat Ie Koan jit diganti segera dengan jurus 'Hay-tee-lo-got' (Di dasar laut meraup rembulan), sehingga kembali lawan yang terserang. Semua jurus dan gerakan diatas tidak membutuhkan kekuatan besar dan belum membutuhkan daya gerak secepat kilat, tetapi efektif memunahkan serangan Nona ?""
Jawaban Koay Ji yang kembali sangat tepat dan akurat membuat Nona Sie Lan In menjadi semakin sengit. Dia lupa kalau Koay Ji atau Bu San yang berada di depannya adalah Tabib, dan bukannya seorang jago silat. Setelah dua jurus serangannya secara telak dan mudah saja dipunahkan oleh Koay Ji, dia kemudian memilih sebuah jurus serangan yang lebih berbahaya serta sangat khas perguruannya. Ajaran langsung dari Subonya, Lam Hay Sinni.
"Aku menyerang kembali, melanjutkan jurus Hay Tee Lo got, kini menggunakan jurus serangan Ciau Yun Sih Hoan (Gumpalan Awan Berputar Balik). Hati-hati, jurus ini menggunakan kekuatan 4 bagian dan mengurung jalan keluarmu, jaga semua bagian tubuh bagian atas dan pundakmu ....."
"Nona .... jurus itu memiliki kekurangan pada pengerahan hawa murni untuk menerobos baris pertahanan lawan yang menggunakan jurus Sia Hong Sih Ih (Gerimis Di Saat Angin Berhembus). Bahkan, engkau akan terancam kehilangan waktu sepersekian detik jika saja lawan menggunakan tendangan melingkar untuk mengantisipasi jalan pergimu untuk menghindari serangan lawan tersebut. Mau tidak mau, lenganmu pasti akan berbenturan dengan kaki lawan dan engkau akan kekurangan tenaga untuk menahan tendangan maut yang berbahaya itu. Tetapi, ada jalan lainnya, engkau boleh mundur sampai 3 langkah, tetapi akibatnya Nona kehilangan tempo untuk menyerang dan berbalik didesak lawan ......"
Sampai disini Lan In berhenti dan memandang wajah Koay Ji secara seksama dengan maksud menyelidik. Tetapi, anehnya dia hanya melihat wajah polos Koay Ji yang tetap bersinar seperti mata bayi, mata orang yang sama sekali tak mengerti ilmu iweekang. "Ataukah sudah malah sudah setarap kemampuSubo ....." ach, tapi mana mungkin begitu ......" Tetapi semua jurus yang disebutkannya secara telak dapat membuatku tersudutkan. Mana bisa demikian .....?". meski dalam hati berpikir demikian, tetapi di mulut dia bertanya heran:
"Bu San ...... benarkah engau tidak pernah belajar Ilmu Silat ......?" tanyanya sengit dan dengan mata menyelidik. Koay Ji cukup sadar bahwa keadaannya saat itu, dapat saja melahirkan salah paham yang sangat parah dan berlarut-larut. Karena itu dia berpikir cepat dan mencari jawaban yang pas
"Nona, sudah kukatakan, aku belajar Ilmu Pertabiban dan hanya menguasai banyak teori ilmu silat dari sebuah Kitab Kuno, dan dilanjutkan dengan diskusi rutin selama satu tahun dengan seorang Pendeta tua. Tetapi, sejujurnya, teori-teori itu jadi melekat dalam benarkku gara-gara pertarunganku dengan Pendeta Tua itu secara lisan ......."
Sie Lan In menarik nafas panjang. Entah penasaran entah bingung dan perasaan lain yang membuatnya kebingungan. Tetapi, tiba-tiba dia berkata kembali:
"Bu San, apakah engkau dapat menilai kepandaianku dalam satu ilmu secara lengkap jika kumainkan ilmu itu dihadapanmu .....?"
Koay Ji paham jika Sie Lan In sedang penasaran dan kebingungan dengan bekal dan kemampuannya yang dia tunjukkan. Tetapi, karena sudah tanggung, maka diapun pada akhirnya menggguk dan berkata kalem:
"Silahkan Nona Sie, mudah-mudahan aku mampu melakukannya ...."
Secara jelas dan cepat Sie Lan In kemudian menyebutkan rangkain 9 jurus Ilmu Thian Li Kun Hwat (Ilmu Pukulan Bidadari), satu Ilmu yang sebetulnya sudah dikuasainya dengan baik dan sempurna. Karena itu, dia dapat dengan mudah menyebutkan secara sangat detail. Tetapi, setelah menjelaskan semua jurus dari ilmu tersebut, dia kembali kaget dan bingung dengan penjelasan Koay Ji:
"Nona Sie, sayang aku tak dapat melihat bagaimana Nona memainkan Ilmu Silat yang sangat hebat itu. Intisarinya ada dalam kecepatan, kelemasan dan bagaimana menata arus iweekang yang tepat guna mendorong gerakan-gerakan tangan yang gemulai dalam tata tarian yang memiliki efek serangan berbahaya. Semakin cepat dan semakin gemulai, semakin berbahaya ilmu tersebut. Tetapi, jika inti bahaya serangan itu terletak pada kecepatan dan kelemasan organ tubuh, maka efek dan bahayanya bagi lawan lebih terletak pada kemampuan untuk mengolah hawa murni "IM". Semakin mampu Nona menguasai dan mengaturnya, semakin berbahaya efek ilmu itu bagi lawan. Pada tingkat tertingginya, maka semua gerakan gemulai memiliki efek berbahaya bagi organ tubuh lawan, karena mampu menyelewengkan atau bahkan membalik kekuatan lawan untuk menyerang tubuh lawan sendiri ......."
"Bu San ...... engkau ..... engkau seperti bukan manusia ......" sambil berkata demikian Sie Lan In yang mengalami kekagetan luar biasa segera berdiri dan kemudian berjalan menuju kamarnya tanpa berkata apa-apa lagi. Pada saat Koay Ji ingin mengejarnya, dia mendengar suara sapaan Kim Ceng:
"Bu San hengte ....... engkau belum beristirahat ....?"
"Accchhhhh, Kim Ceng toako, engkau sudah kembali ....." bagaimana, apakah tersedia kuda buat perjalanan kita besok ....?"
"Syukurlah, ada peternakan kuda disini dan memiliki cabang di Kota Han Im. Sehingga kita tidak perlu membeli kuda, tetapi dapat menyewa saja dan kelak dapat dikembalikan di kota Han Im begitu kita tiba disana ......"
"Acccch, jika demikian kita akan menunggang kuda dalam perjalanan besok hari .....?" tanya Koay Ji pura-pura girang, padahal tepatnya untuk menutupi kegalauannya karena ditinggalkan Nona Sie Lan In begitu saja. Dia jadi heran dan bingung karena si nona cantik itu pergi begitu saja dengan rupa seperti marah tetapi bukan marah, atau kesal tapi bukan kesal. Entahlah .....
"Baiklah, mari kita beristirahat di kamar saja, sekalian boleh sambil berbicara apa yang sebaiknya kita lakukan kedepan ......."
Sampai esok harinya Koay Ji tidak lagi bertemu dengan Sie Lan In tetapi menghabiskan waktu dengan Kwan Kim Ceng. Ternyata meski terlihat pendiam tetapi Kwan Kim Ceng adalah sahabat yang hangat dan mampu membuat Koay Ji seperti memiliki seorang kakak. Terlebih karena Kim Ceng banyak menasehatinya bagaimana berkelana dalam dunia persilatan, bagaimana berlaku dan bersahabat, serta tata krama yang lebih bebas ketimbang dalam pergaulan di kota. Selain itu, Kim Ceng juga mengisahkan keadaan rimba persilatan terkini, termasuk menjelaskan tokoh-tokoh terkenal. Juga kisah mengenai Perguruan-perguruan besar dan terutama di Tionggoan, sampai ke tokoh-tokoh utama masing-masing perguruan dewasa ini. Pendeknya, dalam semalam, banyak hal baru yang diperoleh Koay Ji dari percakapannya dengan Kwan Kim Ceng. Hal yang akhirnya membuatnya sangat mengindahkan dan menghormati Kim Ceng yang bahkan dianggapnya sebagai kakak sendiri.
Keesokan harinya Sie Lan In berlaku seperti tidak terjadi apa-apa sebelumnya. Ketika makan pagi, tak sedikitpun dia menyinggung persoalan kemarin ketika berdiskusi soal ilmu silat dengan Bu San. Bahkan ketika ditinggal sejenak oleh Kwan Kim Ceng untuk mengurus kuda yang akan mereka pergunakan melakukan perjalanan, tetap saja Nona Sie Lan In tidak menyinggungnya sama sekali. Dan untuk tidak membuat suasana hati Nona manis itu kembali berubah seperti kemaren sore, Koay Ji juga sama sekali tidak menyinggung-nyinggung lagi masalah tersebut. Sebaliknya, Koay Ji banyak bertanya soal perjalanan mereka nanti dan urusan yang hendak dikerjakan oleh Nona Sie di dekat Kota Han Im:
"Apakah urusan Sie Kouwnio kelak adalah urusan perguruan dan tidak dapat kami temani menuju kesana ......?" tanyanya perlahan
"Benar sekali Bu San ....... sayang sekali, perjanjiannya hanya menyangkut kami bertiga dan tidak boleh ada pihak luar yang ikut campur ......"
"Accccch, sayang sekali jika memang demikian ... tapi, apakah kita masih akan bertemu lagi setelah urusanmu beres Nona .....?"
"Mungkin kita harus berpisah sebentar Bu San ...... aku harus melaporkannya kepada Subo, tetapi pasti kita akan bertemu kembali, tidak akan lama ....."
Percakapan mereka terhenti ketika Kwan Kim Ceng kembali dan meminta mereka berdua untuk bersiap melanjutkan perjalanan. Dan tidak lama kemudian keluar dari Kota Pa Koan tiga orang muda degan laju perjalanan yang tidak menyolok, tidaklah bergegas. Mudah ditebak mereka bertiga adalah Sie Lan In yang kini berdandan seperti seorang Pria namun tetap dalam balutan pakaian dominan berwarna biru; kemudian Kwan Kim Ceng yang selalu berjalan tertinggal di belakang; dan terakhir Koay Ji yang berjalan sambil menikmati pemandangan sekelilingnya. Benar saja, meski tidak sangat cepat dan tidak memaksakan lari kuda yang pesat, tetapi perjalanan mereka lebih menyingkat waktu perjalanan.
Bahkan selama 3 hari berjalan, mereka sama sekali tidak beristirahat di dalam kota dengan membayar atau menyewa hotel. Mereka selalu memilih beristirahat di dalam hutan. Hal ini ada kisahnya, diawali dari hari pertama mereka beristirahat dalam hutan. Pada saat itu Nona Sie kembali menyinggung kemahiran Koay Ji dalam menganalisis Ilmu Silatnya. Meski mendiamkannya selama ini, ternyata Sie Lan In tetap penasaran, namun sekaligus juga kagum karena Koay Ji yang tak mampu bersilat tetapi menguasai teori ilmu silat yang cukup banyak dan harus diakuinya cukup dalam. Bahkan dia merasa sangat penasaran dengan kemampuan Koay Ji. Selama dua hari terakhir dia menganalisis dengan sangat penasaran kata-kata dan penjelasan Koay Ji. Dan dia sungguh kaget, karena ternyata penjelasan Koay Ji memang sangat masuk diakal. Sangat tepat dab akurat. Bahkan, dia menemukan kenyataan yang mengagetkan, yakni penjelasan Koay Ji membuat penguasaan ilmu yang sudah ditunjukkannya kepada Koay Ji, justru menjadi semakin sempurna. Karena itu, ketika mereka memutuskan beristirahat dalam sebuah hutan, dan kebetulan menemukan sebuah pohon yang sangat besar dan juga rindang, maka terbukalah kesempatan baik bagi Sie Lan In. Kesempatan untuk kembali menguji dan membuktikan pegetahuan dan koleksi teori silat Koay Ji yang membuatnya sangat penasaran.
"Koay Ji, masih ingatkah engkau dengan petunjuk dan penjelasanmu mengenai ilmuku yang bernama Thian Li Kun Hwat ...?"
"Acccch, sudahlah Nona Sie ....... aku jadi malu ......."
"Bukan .... justru sebaliknya Bu San .... penjelasanmu sangat masuk diakal. Bahkan setelah kulatih lagi mengikuti semua penjelasan dan petunjukmu, ternyata kemajuannya sangat mengagetkan, sungguh hebat ......."
"Apa yang sedang kalian percakapkan ......" ada apa Nona Sie .....?" Kwan Kim Ceng yang kurang paham dengan apa yang dipercakapkan Koay Ji dan Sie Lan In bertanya dalam nada suara penasaran.
"Kim Ceng toako, meski Bu San tidak mampu bersilat, tetapi dia ternyata menyimpan banyak sekali teori ilmu silat dan mampu menganalisis Ilmu Silat yang kumainkan. Salah satunya adalah menilai Ilmuku Thian Li Kun Hoat ........"
"Astaga .....benar demikian San te .......?"
"Acccchhhh, Nona Sie membutku menjadi malu hati toako ...... tidak, aku tidak memiliki kemampuan sehebat penjelasan Nona Sie ......"
"Achhh, aku tidak mengatakan bahwa engkau memiliki Ilmu Silat tinggi Bu San, hanya menegaskan bahwa engkau memiliki pengetahuan teori-teori Ilmu Silat yang cukup banyak dan bervariasi. Bahkan engkau membantuku lebih maju selangkah ....."
Koay Ji jadi malu hati dan karena itu dia sampai tak sanggup mengatakan satu halpun. Sementara Kim Ceng memandangnya dengan heran dan kurang percaya dengan apa yang dijelaskan Sie Lan In barusan.
"Nona ..... benarkah demikian .......?" Kim Ceng jadi kaget dan semakin tertarik, pada dasarnya diapun mencurigai keberadaan Koay Ji.
"Apakah engkau ingin mencobanya Kim Ceng ......?"
"Hmmmmm, menarik jika memang bisa dicoba ......."
"Bu San, bisakah engkau melihat lebih jelas jika kumainkan secara lengkap Ilmu Thian Li Kun Hoat dan melihat apa sajakah gerangan yang sudah berubah dan semakin disempurnakan di beberapa bagiannya ......?"
"Acccchhhh, engkau terlampau memandang tinggi diriku Nona Sie ......" Koay Ji jadi menyesal sudah membuka peluang hal ini terjadi. Dia tidak menyangka bahwa dirinya akan terus dikejar dan dicecar Sie Lan In dalam soal teori ilmu silat.
"Hmmmm, apa engkau tidak suka Bu San ......?"
"Bukan begitu, aku ..... aku ..... aku hanya merasa tidak memiliki kemampuan setinggi yang Nona katakan tadi itu ....."
"Baiklah, kita bisa mencobanya. Kan nanti Kwan Kim Ceng toako akan bisa menilainya sendiri. Yang penting engkau melakukan tepat seperti kemarin memberikan penjelasan terhadap titik-titik kelemahan dari jurus-jurus serta juga ilmu-ilmu yang akan kumainkan dan juga dimainkan Kim ceng toako ..... bagaimana ......?"
Koay Ji terlihat termenung antara setuju atau tidak. Tetapi melihat Sie Lan In mendesak sedemikian rupa dan Kwan Kim Ceng yang sudah sangat penasaran, akhirnya diapun mengangguk dan kemudian berkata dengan suara rendah:
"Baiklah .......... jika demikian, biar kupertontonkan kebodohanku ini. Tapi tolong kalian berdua janganlah menertawakan kebodohanku ....."
Mendengar Koay Ji pada akhirnya mengatakan persetujuannya, Nona Sie Lan In kemudian berpaling kearah Kwan Kim Ceng dan kemudian berkata perlahan-lahan namun sangat terang dan jelas:
"Toako, engkau perlu membuat api itu menyala lebih terang lagi, agar Bu San dapat mengikuti gerakanku dengan lebih cermat ......"
Kim Ceng memandang Koay Ji yang akhirnya mengngguk tanda menyetujui apa yang dikatakan Lan In barusan.
"Baik ......... tunggu sebentar ......."
Dengan gerak cepat Kim Ceng mengumpulkan kayu bakar dan bahan-bahan kering lain yang dapat membuat nyala api lebih besar dan membuat cahaya yang dihasilkannya juga lebih terang. Dan sebentar kemudian benar saja, nyala api menjadi semakin terang benderang dan karena itu, diapun akhirnya menoleh kepada Sie Lan In dan Koay Ji berdua sambil berkata:
"Rasanya sudah cukup ...... engkau boleh mulai Nona Sie ....."
Sie Lan In melirik kearah Koay Ji dan kemudian berkata dengan suara serius, berbeda dengan hari sebelumnya yang semula hanya bercanda dan cenderung ingin mencoba kebisaan Koay Ji belaka:
"Bu San, aku akan kembali memainkan Thian Li Kun Hoat ........... cobalah sekali lagi engkau melihat dan menganalisanya ....."
Meski sudah lebih meyakini kemampuan Bu San yang sungguh diluar dugaannya, tapi sesungguhnya Sie Lan In masih sangat penasaran. Karena itu, selesai berkata-kata dia langsung memainkan Thian Li Kun Hoat (Ilmu Bidadari Langit) dengan cepat namun gemulai bagai seorang bidadari yang sedang turun ke bumi dan menari dengan begitu indahnya. Tetapi, jangan salah, ini merupakan tarian membawa maut dan sangatlah berbahaya. Karena sesekali gerakan-gerakan indah itu secara tiba tiba mengeluarkan desiran angin yang yang keras dan tajam. Dalam waktu yang tidak terlampau lama Sie Lan In menyelesaikan semua rangkaian jurus Ilmu Silatnya dan yang terus dipelototi secara serius oleh Koay Ji. Terlihat jelas jika sesekali alis mata Koay Ji mengernyit tanda ada sesuatu yang cukup mengganggu penglihatannya. Dan begitu Nona Sie Lan In selesai bersilat, Nona itupun langsung melirik Koay Ji yang sedang memandangnya dengan tatap mata serius. Ketiganya kemudian terdiam, tetai tatap wajah Sie Lan In dan Kwan Kim Ceng semua tertuju kewajah Koay Ji.
"Hmmmmm, kena engkau sekali ini ......." begitu mungkin pikiran Sie Lan In, karena dia tadi bersilat dengan kecepatan tinggi, kekuatan yang sesuai takaran dan juga sesuai dengan yang diingatkan dan disarankan oleh Koay Ji berapa hari silam. Tetapi, diapun sebenarnya secara sengaja ingin menguji apakah benar Koay Ji mampu melakukan "telaahnya" secara baik sebagaimana yang dilakukan berapa hari sebelumnya itu. Atau, jangan-jangan yang kemaren itu hanya kebetulan"
Tetapi, Lan In jadi terkejut bukan main ketika Koay Ji berbalik memandang kearah Kim Ceng dan kemudian berkata singkat sambil kembali duduk di tempatnya mengaso tadi, di bawah pohon yang paling besar dan rindang:
"Toako, sebaiknya api itu dikecilkan saja kembali ......."
"Haa ..... apa maksudmu Bu San ....?" Kwan Kim Ceng tersentak kaget dan kemudian bertanya penuh keheranan. Sama dengan Sie Lan In yang juga tersentak kaget dengan perkataan Koay Ji barusan.
"Nona Sie Lan In sebenarnya kurang percaya dan kurang puas kepadaku, karena itu dia bukannya memainkan Thian Li Kun Hoat menurut deretan jurus yang disebutkannya berapa hari lalu, melainkan secara sengaja sudah merubah beberapa gerakan dan jurus sehingga menjadi banyolan, namun yang terlihat seakan serius ......"
Bukan main kagetnya Nona Lan In. Maksudnya dengan telak tertebak oleh Koay Ji. Karena memang benar, tadi dia dengan sengaja merubah berapa gerakan, terutama di jurus ketiga, kelima dan juga jurus ketujuh. Gerakan-gerakan yang bukan hanya kosong, tetapi boleh dibilang merupakan lelucon yang tidak lucu. Dan jika digunakan dalam pertarungan sesungguhnya, dengan mudah akan ditaklukkan dapat orang. Dan Koay Ji dengan telak mengetahuinya dan menuduhnya tidak serius dan sedang main-main. Sontak Lan In memandang Koay Ji dan kemudian dengan suara lembut dan dalam nada serius pada akhirnya berkata:
"Acccccch, engkaupun bahkan mengetahuinya Bu San ...." Acccch, engkau maafkan Encimu ini Bu San ..... sesungguhnya aku belum terlampau yakin jika engkau akan bermampuan dalam mengikuti semua gerakanku dengan begitu baiknya. Terlebih karena pergerakanku sangat cepat dan akan sangat sulit diikuti pandang mata orang biasa .... tapi, sekali lagi engkau maafkan aku ...." sambil berkata demikian Sie Lan In mendekati Koay Ji yang duduk ngambek.
Tapi, begitu mendengar permintaan maaf yang tulus dari Lan In, Koay Ji jadi tak tega dan kekesalannya dengan demikian cepat mencair. Apalagi karena sekali ini Sie Lan In, kini membahasakan dirinya sendiri sebagai ENCI (usianya memang lebih besar sekitar setahun). Karenanya diapun menyambut Sie Lan In, berdiri dan kemudian berkata dengan suara normal kembali:
"Sudahlah Enci Sie ....... sebetulnya, bergerak cepatpun masih tetap dapat kutangkap semua gerakanmu. Pendeta Tua itu setelah tak bisa memaksaku berlatih Ikmu Silat, akhirnya memaksaku untuh melatih Ilmu bersamadhi. Dan dia memang benar, karena samadhi itu sangat penting dan membantu menyehatkan tubuh serta menghangatkan badan dikala menghadapi hawa dingin. Katanya penting untuk memahami lebih cermat tulisan-tulisan dalam Kitab Kuno itu. Jika memang engkau mau, enci boleh mengulang kembali, terutama di jurus ketiga, kelima dan ketujuh yang bukan hanya tidak benar, tetapi bahkan boleh dibilang gerakan "bunuh diri" ......."
"Hikhikhik, baru sekarang encimu percaya kalau engkau memang mampu dan memiliki kemampuan yang aneh dan mujijat Bu San. Baiklah, aku akan bersilat kembali. Engkau perhatikan baik-baik dan harus dengan teliti"
Sehabis berkata demikian dengan cepat, jauh berbeda dengan tadi, Lan In bersilat dengan kecepatan yang luar biasa. Tetapi beberapa saat kemudian terlihat seperti lagi menari, tetapi gerakan-gerakan indah itu menyimpan maut, terutama karena tenaga dan kecepatan Lan In yang luar biasa. Sebentar saja, lengkap sudah 9 jurus dimainkan Lan In, dan diapun menghadap Koay Ji dengan senyum dikulum:
"Bagaimana menurutmu adik Bu San .....?"
"Enci ...... dalam tingkatan yang sudah seperti ini, menurutku kecepatan akan bukan lagi kerangka utama Thian Li Kun Hoat. Sebab meski akan mampu menipu pandangan banyak orang, tetapi apabila melawan tokoh yang memiliki kepandaian setingkat, maka dengan cepat dia akan melihat banyak cela untuk bisa melakukan perlawanan yang tepat. Jika kecepatan itu diganti dengan tipuan-tipuan lewat gerakan-gerakan menari dan setiap gerakan lengan membawa kekuatan yang cukup, maka Ilmu ini akan jadi jauh lebih berbahaya. Sebagai contoh dalam gerakan di jurus ketiga. Yakni rangkaian tipu Giok-li-to-sou (gadis perawan memegang jarum) yang kemudian dilanjutkan dengan tipuan Giok li cuan soh (gadis suci memasukkan jarum). Gerak yang diambil dari jenis tarian gadis perawan ini sekilas bukanlah tipu serangan berbahaya. Tetapi, coba enci ikut menggerakkan kaki selangkah kekanan dan kemudian dilanjutkan dengan tipu kedua sambil menyisipkan gerakan Hua liong-tiam-cing (melukis naga menulis mata). Kutanggung tokoh yang lebih hebat dari encipun akan terkejut dan kehilangan tempo menghadapi kejutan seperti itu ?" demikian juga pada jurus ke enam, jika enci dapat lebih bersabar dan memancing lawan untuk memasuki tarian yang penuh gerak tipu berbahaya itu, dan juga memadukan tiga gerakan tipuan seperti di jurus ketiga, maka Ilmu ini akan memiliki setidaknya 2 jebakan mematikan yang sangat sulit diantisipasi lawan", demikian Koay Ji mengulas Ilmu yang baru saja dipertontonkan kepadanya itu.
"Apakah maksudmu seperti ini Adikku Ji "..?"
Sambil berkata Lan In kembali bersilat di jurus ketiga, tidak secepat tadi, tetapi indah sekaligus berbahaya. Selipan yang diusulkan Koay Ji tadi dengan sangat cepat dapat ditangkap saripatinya oleh Lan In dan memainkannya menjadi tarian mematikan yang indah dipandang tetapi banyak jebakan mautnya. Demikian juga perubahan pada jurus keenam, ketika dimainkan Lan In, justru terlihat seperti tidak punya efek apa-apa, malah mengurangi kecepatannya tetapi menambah kegemulaian dan juga keindahannya. Tetapi, adalah Sie Lan In yang dapat cepat menyadari apa maksud dari selipan Koay Ji ini. Bukan hanya membuat lawan mati langkah, tetapi bahkan jika berupaya ngotot, justru akan membuat lawan kehabisan jalan keluar dan terperangkap oleh jurus itu. Bukan main herannya Lan In. Diapun berhenti bergerak dan kemudian menatap mata Koay Ji sambil berkata:
"Luar biasa ?". engkau seperti bukan Tabib muda, tetapi lebih terlihat juga sebagai seniman silat muda adikku. Jujur, Enci sulit memahami keadaanmu ini ".."
"Sebentar enci ?".. sebentar ?"." Sambil berkata demikian, terlihat Koay Ji seperti sedang berpikir. Bahkan kedua lengannya seperti bergerak-gerak sendiri karena mata dan pandangannya tetap menerawang. Lan In tidak mengganggunya tetap membiarkan Koay Ji dalam keadaan seperti itu. Sementara itu, Kwan Kim Ceng mendekati Sie Lan In dan kemudian berbisik-bisik lirih dengan Nona itu. Kelihatan dia kaget bukan main mendengar penjelasan Sie Lan In dan kini matanya terus memandang Koay Ji dengan pandang mata keheranan. Bahkan takjub.
"Dapat ?" dapat enci ?" hahahahaha" terdengar suara kegirangan Koay Ji dan Lan In otomatis berpaling sambil memandang Koay Ji tidak mengerti.
"Apa maksudmu adikku "..?" tanyanya penasaran
"Enci ". bukankah Ilmu ini berdasarkan tenaga "IM" dan sering berusaha memunahkan serangan lawan dengan mengutamakan KELEMBUTAN dan KELUWESAN" Biasanya Ilmu seperti ini dipandang kurang berbahaya. Padahal, justru letak kehebatannya ada di tipuan-tipuan maut yang dengan cepat dapat merontokkan kegarangan ilmu yang cepat dan kuat. Aku tiba-tiba teringat dengan tarian Persia dan gerakan bantingan bangsa Mongol ?" jika inti sari gerakan mereka diringkas dalam serial Gerakan Thian-li-hui-ko (perempuan langit menangkis tombak), Cuan-im-teh gwat (menembusi awan memetik rembulan) dan kemudian ditutup dengan gerakan terakhir, yakni It Huan Bu Tok (menyeberang dengan perahu layar), maka enci dapat membuat sebuah jurus pamungkas yang bakalan sangat berbahaya dan sangat sulit untuk ditangkis orang. Syaratnya adalah, mengurangi kecepatan, melawan ilmu keras langsung di sumbernya dan pengerahan hawa IM yang lebih besar dari dibagian awal. Begini, Kira-kira tenaga IM sebesar 7 bagian, dibuat menjadi luwes dan lemas, dan mengaliri sepasang lengan enci dengan kekuatan menghisap dan kemudian berubah mengggiring sehingga lawan kehilangan landas pijakan dan mudah ditaklukkan ?".."
"Bu San adikku, apa ". apa maksudmu ?"?"
"Aku hanya memikirkan untuk membantu menyusun sebuah rangkaian gerak yang kutiru dari tari perempuan Persia dan ilmu gulatnya kawan-kawan Mongol Enci Sie yang baik ?". rangkaian gerak aneh mereka, dapat menjadi jurus pamungkas Ilmu Thian Li Kun Hoat. Dengan kekuatan IM yang enci miliki sekarang, akan membuat ilmu itu menjadi 10 kali lebih berbahaya ?""
Mendengar penjelasan Koay Ji, tanpa sadar Sie Lan In merenung dan merancang rangkaian gerakan yang disebutkan Koay Ji urutannya tadi didalam kepalanya. Setelah merenung selama kurang lebih 5 menit, wajahnya menjadi cerah tetapi sekaligus tambah bingung. Diapun berkata:
"Bu San .. sesungguhnya, engkau belajar dari Kitab Pusaka atau karena engkau adalah Pendekar berilmu tinggi "..?"
"Enci, engkau cobalah. Kitab Pusaka yang tanpa pembungkusnya lagi itu mengajarkan banyak sekali pemahaman atas gerak manusia, baik dasar gerakan di Thian Tok, di Persia, di Mongol dan bahkan banyak dasar gerak manusia lainnya dari beragam tempat. Termasuk di luar perbatasan, di laut selatan dan semua tempat yang sulit. Sayang bagian terakhir Kitab Mujijat itu sudah hilang. Coba jika tidak, mungkin aku sudah menjadi Pendekar Besar sekarang ini ?".."
"Baik, akan kucoba "." Sie Lan In berkata antara percaa atau tidak dengan penjelasan Koay Ji, tapi yakin dengan rangkaian yang diusulkan Koay Ji.
Sie Lan In kembali bersilat dari awal hingga memasuki jurus yang kesembilan, dan kemudian memasukkan gerakan selipan yang diajarkan Koay Ji. Akibatnya dia merasa lebih ringan, tetapi dia sadar bahwa serangannya jadi lebih berbahaya dan bisa berarti maut bagi lawan jika dia menginginkannya. Untungnya, dia sudah mampu tiba di tahap menggerakkan hawa murni dan pukulan sesuai keinginan hatinya. Dan pada bagian terakhir, setelah jurus kesembilan, dia kemudian mencoba bergerak menurut pejelasan dan urutan yang disebutkan Koay Ji untuk menjadi rangkaian terakhir sekaligus Jurus Pamungkas Ilmu Thian Li Kun Hoat. Gerakannya jadi lambat, perlahan, tetapi anehnya, gerakan tangannya seperti mengikuti saja, karena memang berasal dari rangkaian jurus terakhir Ilmu itu. Dan secara perlahan dia bergerak menurut tiga gerakan yang disatukan, dan pada akhirnya dia kemudian menutup Ilmu itu dalam diam dan seperti sedang mengatur nafasnya ?"..
"Engkau belum mampu mengatur aliran hawa IM dalam takaran 7 bagian di penghujung Ilmu itu Enci ?" jika engkau mampu mengerahkan hawa IM sepenuhnya di lengan, maka kehebatannya akan berlipat ganda ?""
Sie Lan In beberapa saat kemudian sadar dan tentu saja mendengar apa yang Koay Ji katakan dan jelaskan untuknya. Sama seperti Kwan Kim Ceng yang juga ikut mendengarkan apa yang dijelaskan Koay Ji.
"Engkau benar sekali adikku, tetapi landas gerakan di jurus terakhir memiliki tata gerak berbeda dengan aliran tata gerak perguruanku. Karena itu, aku membutuhkan latihan beberapa waktu untuk menyesuaikan ?""
"Tidak harus seperti itu Enci ?" cobalah sekali lagi, atur Hawa IM dari TAN TIAN dan kemudian hantarkan terpusat di bagian tengah sebelum memecahnya dalam gerakan pertama. Pada gerak kedua, terpusat di lengan kanan atau kiri dan kemudian kembali di pecah ke kedua lengan untuk menutupnya ". Pergerakan "NAGA" dalam diri kita, jika mengikuti alur gerak lengan, justru mencapai puncak kekuatan pada gerak yang paling akhir. Puncak kehebatannya ditentukan disana ?" engkau cobalah sekali lagi "."
Sie Lan In kurang paham, jika Koay Ji sebenarnya menuntunnya untuk lebih sempurna menggiring kekuatan HAWA IM melalui gerakan-gerakan yang sesuai guna mewadahi pergerakan Hawa itu. Bahkan, secara terperinci, Koay Ji kemudian menuntunnya untuk menggiring hawa itu melalui jalan darah penting di bagian dada ?" dan beberapa saat kemudian, Sie Lan In selesai dan wajahnya jauh lebih cerah ?"
"Adikku ". siapa sebenarnya engkau ?"" Mengapa kekuatan iweekang perguruanku seperti bertambah satu kali lipat hanya dengan mengikuti giringan hawa mengikuti alur gerakan yang engkau atur itu ?"?"
"Hahahaha, kionghi jika demikian enci ?" aku hanya merancang dan menyebutkan jalannya, yang melakukan latihan dan memperoleh pencapaian kan enci sendiri. Luar biasa, sekali lagi kuucapkan selamat ?"."
Mana Koay Ji paham, jika dia sebenarnya sedang mengatur jalan bagi Sie Lan In untuk dapat secara sempurna memahami dan menguasai Ilmu Pamungkas perguruannya" Tetapi begitulah kisahnya. Bahkan Kwan Kim Ceng sendiripun menjadi tertarik dan ikut "berlatih" dalam arahan Koay Ji. Dia memilih salah satu Ilmu Perguruannya untuk dinilai dan disempurnakan Koay Ji, dan lebih mudah bagi Koay Ji karena mereka pada dasarnya melatih dasar iweekang yang sama. Sementara Lan In berlatih sendiri untuk menyempurnakan latihannya. Baru tengah malam mereka beristirahat, tetapi paginya sebelum melakukan perjalanan, mereka kembali berlatih. Begitulah selama hampir seminggu mereka terus berlatih dan tidak lagi beristirahat di hotel, tetapi secara sengaja memilih berlatih dalam hutan. Sampai mereka kemudian tiba di Kota Han Im.
Tetapi, perjalanan seminggu lamanya, pada akhirnya membuat kedekatan antara mereka bertiga menjadi demikian erat. Sie Lan In dan juga Kwan Kim Ceng mengalami peningkatan Ilmu Silat yang luar biasa dan terasa ganjil bagi mereka. Sampai-sampai mereka mencecar Koay Ji, tentang siapa dia yang sebenarnya, serta siapa pula Pendeta Tua yang dimaksud Koay Ji, dan mengapa dia sendiri tidak belajar Ilmu Silat. Tetapi, sampai seminggu mereka berjalan dan berlatih serta memperoleh kemajuan bagai belajar selama 2-3 tahun, tetap saja Koay Ji seperti sebelum mereka melakukan perjalanan bersama. Tetap menjadi Tabib bagi mereka dan pada malam hari menjadi sumber Ilmu dan Jurus baru yang membuat mereka mampu meningkat secara hebat selama dalam perjalanan bersama.
Seminggu mereka dalam perjalanan membuat Koay Ji mampu menilai sampai dimana kemampuan masing-masing. Apalagi karena setiap hari, ada dua kali mereka berlatih bersama, malam dan pagi harinya. Selama itu, Koay Ji dapat mengetahui jika tingkat kepandaian Sie Lan In sudah sedemikian tingginya, bahkan masih di atas kemampuan Kwan Kim Ceng yang menguasai Ilmu-Ilmu Siauw Lim Sie melalui Bu Kek Hwesio. Kesitimewaan Sie Lan In adalah gerak cepatnya, iweekangnya yang luar biasa. Bahkan Koay Ji sendiri takluk dengan Ilmu Ginkang yang membuat Gadis Cantik molek itu dijuluki Long Li Hu Tiap (kupu-kupu di tengah ombak). Bahkan diapun kaget karena kekuatan Hawa Im yang dimiliki gadis itu bukanlah main-main, iweekang murni yang terkumpul dalam tubuh gadis itu sungguh hebat. Itulah sebabnya latihan ilmu silat tidak lagi mempengaruhi bentuk tubuhnya menjadi seperti laki-laki, ataupun kulit tebal di lengan dan kaki, tetapi menjadi kembali seperti gadis biasa lainnya.
Yang mereka berdua, Sie Lan In dan Kwan Kim Ceng tetap tidak tahu adalah bahwa Koay Ji sendiri sebenarnya mengalami kemajuan yang bukannya tidak sedikit. Dalam hal pemahaman dan pengetahuannya atas gerakan-gerakan dasar manusia semakin lama menjadi semakin sempurna. Dan hal ini secara otomatis membuatnya jadi jauh lebih sempurna dan lebih matang lagi dalam hal bagaimana menghadapi sebuah pertempuran. Selebihnya, kekuatan iweekangnya juga terus-menerus bertambah kuat dan sempurna karena setiap kali beristirahat di alam terbuka, maka semalaman dia melakukan samadhi tanpa harus takut ketahuan kedua kawannya. Karena Sie Lan In dan Kwan Kim Ceng sudah paham belaka bahwa Koay Ji memahami dan berlatih ilmu pernafasan yang dimaksudkan untuk membuatnya mampu menahan hawa dingin dan cukup beristirahat setelah samadhi.
================ Gin Houw Piaukiok adalah salah satu Piauwkiok yang sangat terkenal dan teramat jarang ada yang berani membegalnya. Bukan apa-apa, karena ada nama besar dibalik perusahaan eskpedisi ini, nama besar itu adalah SIAUW LIM SIE. Meski sebenarnya bukanlah usaha langsung dari Kuil Siauw Lim Sie, tetapi Piauwkiok ini didirikan oleh Pat Pie Gin Houw (Harimau Perak Lengan Delapan) Nyo To yang merupakan tokoh dunia persilatan yang sangat harum namanya. Nyo To adalah tokoh Siauw Lim Sie yang masih seangkatan dengan Ciangbudjin Siauw Lim Sie angkatan HOAT. Namun Nyo To merupakan murid Siauw Lim Sie non Pendeta (murid preman, murid yang bukan pendeta), maka tetap saja namanya sangat harum dan diperhitungkan. Apalagi, karena kepandaian silatnya sendiri tidaklah lemah sebagai anak murid Kuil Siauw Lim Sie.
Tetapi, ada keistimewaan Nyo To yang baru berkembang sejak usianya yang ke 35. Yakni dia menemukan bakat berdagang yang justru lebih hebat dari kemampuannya dalam ilmu silat. Ketika memulai usaha sebagai Pemimpin Perusahaan Ekspedisi, dia menemukan kenyataan betapa MEREK Siauw Lim Sie sangat membantu dan membuat banyak penjahat takut membegalnya. Usaha inipun berkembang pesat dan bahkan menjadi salah satu yang terbesar di daerah selatan dan selalu menjadi rujukan untuk mengirimkan barang. Dalam waktu 10 tahun, usaha Eskpedisinya segera diikuti dengan usaha-usaha lain di kota Han Im dan di usianya yang ke-55, dia telah menjadi seorang terkaya di kota itu. Bersahabat dengan semua pemimpin kota Han Im dan jadi penguasa banyak kegiatan bisnis disana.
Keberhasilan usahanya membuat Nyo To tidak melupakan Kuil Siauw Lim Sie darimana dia berlatih dan menjadi anak murid. Sejak keberhasilan usahanya, dia sudah selama 20 tahun terakhir terus menerus menjadi penyumbang yang sangat royal dan loyal ke Kuil Siauw Lim Sie. Setiap anak murid Siauw Lim Sie yang melewati kota Han Im pasti akan menuju rumah Hartawan Nyo To yang sangat terkenal di kota itu. Dan sudah bisa dipastikan bakalan diterima dengan tangan terbuka. Bukan hanya tokoh Siauw Lim Sie, bahkan para pendekar Kang Ouw yang kebetulan melewati kota Han Im, pasti akan menyempatkan diri untuk menemuinya dan berbincang-bincang suasana dunia Kang Ouw. Maklum, karena sesungguhnya Nyo To sendiri adalah bagian dari kaum pendekar sebelum memulai usaha bisninya. Kebiasaannya ini membuat Nyo To sangat dihargai oleh tokoh-tokoh Rimba Persilatan dan selalu dilindungi kaum pendekar kemanapun barang antarannya ditujukan. Tidak heran jika usaha ekspedisinya berkembang sangat pesat. Boleh dibilang, selain Siauw Lim Sie, banyak tokoh dunia persilatan yang dengan rela hati akan membantu dan melindungi perjalanan piauwkiok ini. Dan memang, perusahaan ekspedisi Inilah yang merupakan usaha yang terhitung paling berhasil dari seluruh usaha Nyo To.
Di kota Han Im, Nyo To memiliki beberapa rumah. Sudah tentu salah satunya adalah kantor perusahaan Ekspedisi yang kini dipimpin oleh salah seorang anaknya yang bernama Nyo Kun, anak sulungnya. Meski berlatih Ilmu Silat, tetapi Nyo Kun kurang berbakat sehingga dia akhirnya mewarisi dan memimpin perusahaan ekspedisi, khusus di kantornya. Karena untuk mengawal antaran penting, adalah murid-murid utama Nyo To yang melaksanakannya. Nyo Kun lebih mewarisi jiwa dagang dan bisnis ayahnya dan bukannya bakat Ilmu silat. Ditangannya perusahaan ekspedisi berkembang pesat dan menjadi semakin besar, semakin menggurita di Han Im. Dan bahkan kini sudah memiliki cabang dan jaringan di nyaris semua Kota Besar di Tionggoan.
Justru adalah putri Nyo Kun yang bernama Nyo Bwee yang mewarisi bakat ilmu silat kakeknya. Pada usianya yang ke-20, gadis manis ini malahan sudah jauh melampaui kemampuan ayahnya. Bahkan menurut kakeknya, cucu perempuannya yang hebat dan cantik jelita ini sudah sanggup mengejar dan menyamai kemampuannya ketika akan memulai bisnisnya pada usia ke-35.
Selain kantor ekspedisi dimana Nyo Kun tinggal, sebuah rumah besar di sudut timur kota dan dekat dengan perkantoran pemerintah, berdiri sebuah rumah besar, megah dan khas bangunan petinggi atau bangsawan. Di rumah besar itulah Nyo To tinggal bersama istrinya dan anak keduanya yang bernama Nyo Keng. Anak kedua inilah yang membantu Nyo To menjalankan bisnis lainnya, membuka tokoh pakaian yang sampai berjumlah 3 buah di kota Han Im dan mengurus tokoh lainnya di kota terdekat. Selain juga membuka beberapa usaha lain terkait dengan keperluan dan kebutuhan kantor pemerintahan di kota Han Im. Pada dasarnya masih tetap Nyo To yang menjalankan usaha itu, dan adalah putra keduanya ini yang membantu segala keperluan dalam usaha menjalankannya sehari-hari.
Selain rumah besar dalam kota Han Im, di dalam hutan sebelah barat kota, dimana ada telaga kecil yang mengalir memasuki kota Han Im, Nyo To juga memiliki rumah peristirahatan yang cantik dan memiliki pemandangan yang sangat indah. Di luar jam-jam sibuk berbisnis atau ketika menerima tamu-tamu dunia persilatan, lebih sering Nyo To menggunakan pesanggrahan Keluarga Nyo itu. Karena selain memiliki sampai 10 buah kamar cantik dan asri, juga terdapat ruangan-ruangan khusus keluarga disana dan dijaga oleh murid-murid terpercaya Nyo To sendiri. Pendeknya Nyo To adalah tokoh terpandang dan juga memang memiliki sumber kekayaan yang tidak sedikit dari lini usahanya yang beragam dan bahkan menyebar ke banyak kota lain di Tionggoan. Selain itu, memang Nyo To juga memiliki nama besar dan nama baik di kalangan dunia persilatan. Nama Pat Pie Gin Houw (Harimau Perak Lengan Sembilan) adalah nama julukan yang punya merek di dunia Kang Ouw.
Koay Ji memasuki kota dengan gaya "kampungannya". Maklum, ini adalah kota yang jauh lebih besar daripada Pa Kou, dan inilah kota terbesar pertama yang dimasukinya. Karena memasuki kota di siang hari, maka mereka menemukan suasana kota yang sedang ramai-ramainya orang berlalu lalang, baik yang untuk berbelanja maupun untuk kepentingan-kepentingan lain. Mata Koay Ji sedikit terbelalak ketika memandangi kemeriahan serta bangunan-bangunan yang jauh lebih rapih, indah dan yang jelas, besar-besar. Belum lagi toko toko yang berjualan dengan barang-barang yang cukup banyak serta terutama tokoh pakaian yang menjual demikian banyak pakaian pakaian yang terlihat indah dari luar.
Tetapi untuk tidak terlampau "kampungan", Koay Ji hanya sampai pada melirik, tidaklah sampai bertanya ini dan itu. Tetapi senyum dan tatap matanya menunjukkan perasaan senang dan gembira dengan semua yang disaksikannya. Kwan Kim Ceng dan Sie Lan In juga terlihat bersikap sama, terutama Kim Ceng. Sampai mereka lupa bahwa semestinya mereka harus segera turun dari kuda begitu memasuki kota yang cukup ramai. Adalah Lan In yang menyadarinya dan yang pertama turun dari kuda tunggangannya sambil berkata kepada Kwan Kim Ceng:
"Toako, kita sudah berada di kota Han Im, terlampau banyak manusia dan tidak sopan jika kita memasuki kota yang sedang ramai dengan berkuda ?"."
Kwan Kim Ceng langsung ikut meloncat turun dari kudanya karena langsung tahu diri sudah berkata kepada Koay Ji:
"Adik Bu San, turunlah ,,,,,, aku akan mencari cabang persewaan kuda di kota ini untuk mengembalikan kuda sewaan kita ?"."
Baru setelah Kwan Kim Ceng berkata demikian, Koay Ji kemudian bersedia turun dari kuda tunggangannya. Karena sesungguhnya dia tadi merasa sangat gagah saat sedang berkuda memasuki keramaian kota. Menjadi pusat perhatian karena kudanya memang gagah besar, meski dia heran karena banyak yang justru memandang dengan pandangan aneh. Memandangnya aneh karena tidak biasa dan tidak sopan berkuda di keramaian, di dalam kota pula. Tetapi, karena perkataan Kwan Kim Ceng, diapun akhirnya dengan rela hati meloncat turun dari kuda dengan hati-hati dan kemudian menyerahkan kuda kepada Kim Ceng.
"Lebih baik kita singgah sebentar untuk makan siang sekedarnya sebelum berusaha mencari rumah Nyo To suheng ".." tawar Kim Ceng dan kebetulan mereka berada di depan sebuah rumah makan yang cukup besar tetapi masih sepi. Maklum, karena jam makan siang masih ada satu atau dua jam lagi. Karena itu wajar jika rumah makan itu masih cukup sepi dan belum ramai.
"Baik, rumah makannya cukup bersih, kita makan siang disini saja ".." Lan In berkata sambil mendahului memasuki restoran tersebut. Langsung mendapat tempat duduk di pojok dan memesan makanan. Tetapi, setelahnya Kim Ceng mohon diri untuk mencari tempat penyewaan kuda. Dia bertanya kepada pelayan dan kemudian beranjak pergi dengan membawa ketiga kuda sewaan mereka. Sementara itu, meski masih sepi, tetapi sesungguhnya ada beberapa meja yang sudah digunakan beberapa orang untuk makan. Untungnya penampilan Bu San dan Lan In yang dalam dandanan ringkas mirip laki-laki, tidaklah menarik banyak perhatian. Maklum, Bu San lebih terlihat bagai anak sekolahan yang sedang "kaget masuk kota", sementara Lan In seperti laki-laki bukan, perempuanpun bukan. Jadilah mereka berdua dengan santai menikmati makanan dan nyaris selesai ketika akhirnya Kim Ceng bergabung untuk makan.
"Ternyata pemilik penyewaan kuda di Han Im adalah Nyo Suheng ?"" bisik Kim Ceng begitu duduk dan mulai menikmati makan siangnya.
"Accchhhh, yang benar toako "..?" Tanya Koay Ji heran
"Engkau akan kaget kalau tahu jika Nyo Suheng ternyata adalah salah satu tokoh yang paling kaya di kota ini Bu San ?" tetapi, sepertinya sedang ada masalah dengan Nyo Suheng. Dapat kurasakan dari para pekerja di penyewaan kuda yang pada takut untuk berbicara lebih banyak denganku ?"" tegas Kim Ceng
"Jelas saja toako, bukankah Nyo lopeh memang sedang sakit ?"" Lan In ikut berbicara dengan suara lirih, takut didengar orang.
"Hmmmm, tapi itu tidaklah berarti pekerjanya takut membicarakan masalah beliau Sie Kouwnio ".." jawab Kim Ceng setelah berpikir sejenak
"Jadi, menurut Toako kita harus bagaimana ?"?" tanya Koay Ji cepat
"Sebaiknya kita mencari penginapan terlebih dahulu baru kemudian mengunjungi Nyo Suheng di rumah kediamannya," jawab Kwan Kim Ceng sambil terus makan dan terus dipandangi Koay Ji.
"Bukankah menurut toako suhengmu itu memiliki banyak sekali rumah dan bahkan juga pesanggrahan yang indah di kota ini "..?" kejar Lan In yang seperti kurang puas untuk menginap di hotel kota Han Im
"Jika semua urusan sudah beres, kita pasti akan menginap di Pesanggrahan itu Sie Kouwnio, tetapi saat ini ada hal yang menurutku rada mencurigakan "."
"Mencurigakan bagaimana toako ".?" kejar Sie Lan In penasaran
"Aku tak dapat menjawabnya disini ?" jika engkau perhatikan Nona Sie, ada berapa pandang mata mencurigakan kearah kita. Bukan tidak mungkin pihak lawan sedang mengincar kita ?". pertama soal para pekerja di pengawasan yang tak mau bicara soal Nyo suheng, kedua " aku dikuntit sejak dari penyewaan kuda, ketiga, sejak aku masuk, pembicaraan kita seperti sedang disadap orang ?" Kim Ceng berbicara kepada Sie Lan In melalui ilmu menyampaikan suara dari jarak jauh.
"Baiklah jika demikian, aku ikut saja keputusanmu toako ?""
Begitu keluar dari restoran, ketiganya langsung sadar jika ada yang mengikuti dan terus mengikuti mereka sampai memasuki penginapan. Berbeda dengan di kota Pa Kou, di kota Han Im penginapannya lebih rapih dan lebih bersih lagi. Bahkan Kim Ceng sengaja mencari hotel yang lebih bagus dibandingkan dengan hotel yang mereka sewa di kota Pa Kou sebelumnya. Setelah memasuki penginapan, barulah para pengintai yang terus menerus mengikuti mereka melepaskan mereka dan menghilang di tengah keramaian kota. Tetapi mereka bertiga berkumpul kembali di sebuah kamar besar yang sengaja disewa untuk tempat menginap sekaligus tempat mereka berunding bertiga. Disitulah mereka berunding untuk memikirkan strategi menghadapi dan mengunjungi Nyo To yang sedang sakit dan sepertinya sedang menghadapi persoalan. Entah apa.
Kurang lebih 3 jam kemudian, menjelang sore, terlihat tiga orang muda yang berjalan perlahan mendekati sebuah gedung yang sangat besar di sebelah timur kota. Di Kota Han Im, gedung tersebut terbilang megah dan berada di daerah elite. Bukan hanya itu, gedung itu kelihatannya dijaga oleh sejumlah penjaga yang dengan sigap akan langsung menanyai siapapun yang akan masuk secara teliti. Dan memang, tak lama kemudian mereka bertiga yakni Kwan Kim Ceng, Sie Lan In dan juga Bu San, sudah ditanyai di gerbang masuk ke gedung besar nan megah itu. Padahal mereka sedang mengagumi kemegahan gedung itu waktu ditanyai:
"Nyo Wangwe sedang sakit dan sedang beristirahat ?".."
"Sampaikan saja bahwa utusan dari Kuil Siauw Lim Sie yang membawa serta tabib untuk pengobatan Nyo wangwe sudah tiba ?".." berkata Kim Ceng dengan nada yang sopan dan mengikuti tata karma.
Mendengar disebutnya Kuil Siauw Lim Sie, para penjaga sontak terdiam dan terus memandangi mereka bertiga secara seksama. Kemudian salah seorang dari mereka, berjalan masuk sebentar dan tak lama keluarlah orang yang nampaknya adalah kepala dari para penjaga itu. Berwajah tegap serta berbadan tinggi besar, petugas yang terlihat memelihara kumis lebat itu berusaha keras untuk menggagah-gagahkan dirinya. Begitu melihat 3 tamu orang muda dan bukannya BHIKSU, pandang amatanya berubah sinis dan menjadi tidak bersahabat:
"Benarkah kalian bertiga berasal dari Kuil Siauw Lim Sie ?"?" pertanyaan dan gaya yang sangat nyelekit dan membayangkan senyum yang sinis dan sombong, segera membuat Koay Ji dan Sie Lan In menjadi jemu. Apalagi Lan In yang terbiasa dihormati orang karena kedudukan tinggi Subonya.
"Benar ?" dapatkah disampaikan kepada Nyo Suheng, siauwte Kwa Kim Ceng dari Siong San berkenan untuk berkunjung atas perintah Ciangbudjin ?""
Mendengar kata-kata Kwan Kim Ceng yang sopan dan menghormat serta apalagi juga membawa-bawa nama Ciangbudjin Siauw Lim Sie, membuat si penjaga langsung mati gaya sejenak. Tetapi, mungkin dia ragu dengan penampilan ketiga orang muda yang tidak terlihat sebagai orang yang berilmu tinggi. Apalagi, mereka bukanlah BHIKSU, padahal yang terkenal dari Siauw Lim Sie adalah pesilat yang adalah sekaligus Bhiksu di kuil Siauw Lim Sie.
"Nyo Suheng ?". Apa maksudmu Nyo Wangwe adalah suhengmu ?"?"
"Benar sekali " bisakah diberitahu kepada Nyo Suheng kedatanganku mewakili Kuil Siauw Lim Sie dari Siong San "..?"
"Toako, penjaga-penjaga ini kepandaiannya tidaklah seberapa, tetapi hawa sihir cukup pekat di rumah Nyo Suhengmu ?" kita mesti hati-hati ".." terdengar suara Lan In disampaikan dengan lirih, melalui ilmu menyampaikan suara.
"Baiklah ".. semoga kalian benar-benar berasal dari Siong San ?". A Bun, beritahu kedalam ada tamu dari Kuil Siauw Lim Sie" terdengar perintah si tinggi besar berkumis menyuruh anak buahnya melapor kedalam.
Tetapi, setelah ditunggu cukup lama, tak ada satupun berita dari dalam. Padahal sudah sekitar 15 menit waktu berlalu, tetapi tetap belum juga ada gerakan dari dalam. Apakah mereka diterima masuk ataukah tidak. Tetapi, bagamanapun Kim ceng, Lan In dan Koay Ji cukup tahu diri untuk tidak menerobos masuk kedalam. Tetapi, semakin lama mereka semakin kehilangan kesabaran. Dan dipuncaknya, Nona Sie Lan In akhirnya bersiap untuk bertindak. Terutama dipicu oleh pongahnya si penjaga tinggi besar yang tidak memandang sebelah mata terhadap kedatangan mereka. Untung saja, sedetik sebelum Sie Lan In bertindak karena kekesalannya, tiba-tiba terdengar langkah kaki dari balik tembok penjagaan. Beberapa saat kemudian, seseorang nampak keluar dari balik tembok dan si penjaga dengan cepat memberi salam dan hormat:


Pendekar Aneh Naga Langit Thian Liong Koay Hiap Karya Marshall di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tuan Muda Nyo ?"?"
"Hmmmm, siapakah gerangan yang datang mewakili Kuil Siauw Lim Sie mau bertemu dengan ayahku ".?" sambil berkata demikian orang yang baru datang, berpakaian indah dan berwibawa itu mengedarkan pandangan mata dan kemudian berhenti di atas wajah Kwan Kim Ceng:
"Kwan Kim Ceng mewakili Ciangbudjin Siauw Lim Sie datang berkunjung sekaligus guna menengok keadaan Nyo Suheng ?"."
Mendengar kalimat Kim Ceng yang mewakili Ciangbudjin Siauw Lim Sie, wajah orang yang baru dari dalam segera berkata:
"Oooooh, perkenalkan namaku Nyo Keng ?" mohon dimaafkan, karena ayah sedang sakit dan sulit menerima tamu. Tetapi, jika membutuhkan bantuan " maka "."
"Nyo Lopeh ".. kami tidak membutuhkan bantuan apa-apa ". Kami diutus untuk dapat membantu menyembuhkan ayahmu. Tetapi jika engkau tidak berkenan, mohon maaf karena kami akan segera berlalu ?"" Sie Lan In yang sudah mengkal dan kesal sejak awal menjadi panas dan langsung memotong percakapan Nyo Keng. Bukan main malu dan bahkan marahnya Nyo Keng dengan kalimat yang tajam serta menusuk dari anak muda di depannya itu. Belum lagi dia berkata, Sie Lan In sudah melanjutkan kata-kata dan semburannya yang menusuk itu:
"Kami sudah mendengar nama besar Nyo Wangwe, Pat Pie Gin Houw, hebat, ramah dan selalu bertangan terbuka. Heran jika ternyata kenyataannya sungguh berbeda, karena bahkan mewakili Rumah Perguruannya, kami masih tidak dianggap. Sudahlah, toako kita kembali saja ke hotel, apa mereka kira kita akan menginap gratis di rumah besar mereka yang terhormat ini ?"?" selesai berkata demikian Sie Lan In segera berbalik dan mulai berjalan pergi dengan menahan kesal yang teramat sangat. Tetapi Bu San dan Kwan Kim Ceng masih sempat mendengar keluhan lirih Nyo Keng tepat ketika mereka mulai melangkahkan kaki:
"Maafkan ".. maafkan, demi keselamatan ayahku ".."
Malamnya ?"?". Koay Ji yakin sekali jika Kim Ceng dan Lan In pergi menyatroni rumah besar Nyo Wangwe. Keduanya tidak berada di kamar, dan di luar juga tidak ditemukannya. Karena berpikir begitu, maka tidak berapa lama kemudian diapun berganti rupa dan kini menjadi sesosok yang lain lagi. Dia tidak mengenakan kedok wajah Thian Liong Koay Hiap, tetapi menggunakan kedok karet lainnya dan kini berubah menjadi tokoh berusia 30 tahunan. Berbeda dengan kedok Thian Liong Koay Hiap yang berusia 50 tahunan, sekali ini dia lebih memilih kedok yang rada muda yang sengaja buat menghindari bentrok dengan Lan In.
Sebetulnya Koay Ji ingin menyelidiki keberadaan dan kesehatan Nyo To, tetapi disana sudah pasti ada Sie Lan In. Adalah lebih baik dia memilih target yang lain dan berbeda agar bisa mengetahui secara lebih lengkap. Selain itu, Koay Ji memiliki maksud yang lain, sesuatu yang mengganjal selama beberapa hari terakhir yang tak dapat dikerjakannya dalam samaran sebagai Bu San. Karena itu, Koay Ji memutuskan untuk mengerjakan sesuatu yang lain. Sesuatu yang memang sudah dipersiapkannya. Dan begitu tiba di tengah kota "sesuatu" itupun dilepaskannya dalam jumlah yang sudah disiapkan sejak dari hotel. Apakah itu"
Dan setelah menyebarkannya diapun menuju ke arah yang lain, sekali ini bukannya pergi ke rumah Nyo To, Pat Pie Gin Houw, tetapi menuju ke kantor ekspedisi dimana anak sulungnya Nyo Kun berada. Tak berapa lama karena sudah mengetahui letaknya berdasarkan keterangan penjaga hotel, Koay Ji sudah melihat gedung tersebut dari kejauhan. Memang tidak sebesar dan semegah rumah tinggal Nyo To, tetapi kalau dibandingkan dengan gedung lain disekitarnya, tetap saja cukup besar dan megah. Dan meski sudah malam, Koay Ji dapat melihat tetap ada kegiatan mengangkut barang di belakang gedung. Sementara di bagian tengah yang menjadi tempat tinggal, terlihat tidak ada lagi aktifitas. Maklum, hari sudah jauh malam dan penghuninya, keluarga Nyo Kun, pastilah sudah beristirahat. Tetapi, kesanalah Koay Ji menuju.
Pedang Bunga Bwee 4 Si Racun Dari Barat See Tok Ouw Yang Hong Tay Toan Karya Jin Yong Tokoh Besar 5
^