Pencarian

Pendekar Lengan Buntung 5

Pendekar Lengan Buntung Karya Kim Tiauw Bagian 5


mengingatkan orang-orang gagah kepada sepasang iblis hitam
dan putih yang pada puluhan tahun yang lalu pernah
menggemparkan dunia persilatan!
Sekarang kita ikuti pengalaman-pengalaman Tiang Le yang
tertawan oleh empat dara jelita dari Sian-li-pay. Sejak kehilangan
lengan kanannya Tiang Le seperti orang tanpadaksa ia tak dapat
memainkan ilmu pedangnya lagi. Oleh sebab itu ia tidak dapat
melepaskan diri dari tawanan empat dara Sian-li-pay yang lihai dan
cantik jelita, dan bersuara merdu!
Dan ke empat dara ini adalah tulang punggung dari pergerakan
Sian-li-pay, mereka itu adalah Sianli-sie-ci-moay (empat kakak
beradik seperguruan Bidadari), berwatak aneh dan galak! Cerewet
seperti nenek-nenek. 320 Seperti diceritakan pada bagian depan, sebetulnya Tiang Le
bermaksud hendak menyelamatkan limaribu tail emas hasil upeti
Kaisar untuk disumbangkan ke Wu-nian bagi penderita korban
kelaparan dan penyakit. Siapa sangka, bukan saja ia tidak dapat
menyelamatkan limaribu tail emas itu, malah dirinya terjirat menjadi
tawanan ke empat dara berkerudung hitam ini"
Ia menyesal sekali tak dapat merampas harta itu, dan yang lebih
disesalkan lagi kebuntungan lengan kanannya ini membawa
kemalangan baginya. Coba kalau ia mempunyai sepasang lengan.
Hemm, tak semudah gadis-gadis itu menawanku, demikian pikir
Tiang Le di dalam gerobak yang didorong oleh si gadis.
Hawa udara begitu panas dan terik, membuat Tiang Le melenggut
dan mengantuk dalam benaman karung-karung yang berisi ikanikan asin dan terasi. Selama dua jam di dalam gerobak ini, ia
menjadi biasa lagi dengan hawa busuk yang semula membuat ia
hampir pingsan! Sekarang malah ia dengan enaknya melenggut
berayun ketika gerobak didorong!
Melihat betapa pemuda buntung ini malah tidur keenakan di dalam
gerobak, gadis yang mendorongnya mengomel, memaki:
"Sialan, aku yang mendorong setengah mampus, engkau
keenakan tidur di situ. Bangun bantu aku mendorong gerobak ini!"
bentak si gadis muka kerudung hitam. Tiang Le menggeliat
bangun. "Bukankah engkau yang melemparkan aku ke sini eh, hendak
dibawa kemana aku ini!!"
321 "Cerewet! Pokoknya kau ikut dengan kami. Habis perkara! Hayo
turun, bantu aku dorong gerobak!!"
Gadis muka kerudung yang mendorong gerobak barang lainnya
menoleh kepada saudaranya dan berkata, "It-sianli suci mengapa
pake ngomel-ngomel, lemparin saja si buntung habis perkara. Bikin
capek hati saja?""
"Hemm, memang dia patut dilempar!"
"Lemparlah kalau kau mau," Tiang Le menantang.
"Jangan banyak tingkah makan ini!" sekali Sepasang pedang
berkelebat tahu-tahu Tiang Le sudah mencelat ke atas, keluar dari
gerobak dan berdiri. "Hayo bantu dorong, kalau tidak ingin ku penggal lehermu," bentak
gadis itu menyarungkan sepasang pedangnya. Melihat bahwa
gadis itu tidak menyerang lagi, Tiang Le terpaksa berjalan dan
mendorong pula gerobak di samping si gadis.
Gadis-gadis yang lain menoleh dan tertawa, "It-sianli suci, hati-hati
nanti dia kabur!" "Coba-coba saja berani kabur, pedangku akan memenggal
kepalanya," sahut It-sianli yang berjuluk Bu-beng-siang-sin-kiamhoat!
"Aduh galaknya".." Tiang Le menggoda sambil mendorong.
322 "Kau kira aku main-main. Kau kira aku tidak berani memenggal
kepalamu?" It-sianli menoleh.
Melihat mata yang cerah dan bening itu, Tiang Le bukannya
menjadi marah akan tetapi, entah mengapa rasanya ia senang
menggoda gadis kerudung hitam di sebelahnya ini!
Demikianlah sepanjang perjalanan mendorong gerobak ini, Tiang
Le dan It-sianli selalu terdengar bertengkar. Terkadang-kadang
nampak sepasang pedang si gadis terkelebat hendak memenggal
leher Tiang Le, terkadang ia mengomel panjang pendek adu debat
dengan pemuda buntung ini!
Hmm, perjalanan yang menyenangkan bagi Tiang Le. Betapa
tidak" Biarpun ia dijadikan tawanan, akan tetapi berdekatan
dengan gadis ini tidak merasa ia sedang ditawan dan sebentar lagi
akan dihadapkan di depan Pay-cu Sian-li-pay nenek sakti Bu-tek
Sianli! Memang lucu sekali hati lelaki. Setiap melihat perempuan cantik
selalu jatuh hati! Anehnya bagi Tiang Le meskipun ia belum melihat
wajah gadis yang selalu tertutup kerudung hitam ini, ia sudah
tertarik dan berkhayal akan keindahan bibir yang mengoceh dibalik
sutera hitam dan hidung mancung bagus! Hanya sepasang mata
itu yang mengoyak-mengoyak hatinya memberikan kepastian
bahwa gadis ini cantik! Gila! Apabila teringat kepada Sian Hwa, Tiang Le memaki dirinya.
Tak boleh aku menghianati Sian Hwa, aku sudah mencintainya dan
iapun mencintaiku. Ah, Sian Hwa di manakah engkau" Teringat
Sian Hwa, sumoaynya yang kedua itu ia menarik napas panjang.
323 "Eh, mengapa kau menarik napas" Apakah kesal?" kata It-sianli
yang berjuluk Bu-beng siang-sin-kiam-hoat sambil menoleh dan
mengawasi pemuda itu. Kali ini Tiang Le tak mau bertemu pandang
dengan mata si gadis, ia menunduk sementara tangannya
mendorong. "Hendak kau bawa kemana aku ini nona?" tanya Tiang Le dengan
mengangkat muka memandang ke depan.
"Tentu saja ke pulau, habis kemana?"
"Masih jauh?" "Tentu, naah tu di depan itu, ada anak sungai".. sebentar lagi kita
akan mengarungi laut Po-hay, ya di seberang laut Po-hay itu pulau
kami, disebut pulau Bidadari!"
Tiang Le menoleh. Pulau Bidadari, aneh mana ada pulau namanya
pulau Bidadari, ada-ada saja gadis-gadis ini. Benarlah seperti apa
yang dikatakan si gadis tidak jauh di depan mengalir sebuah anak
sungai. Sungai ini akan menembus ke laut Po-hay suasana di tepi
sungai ini amat sepi sekali.
Ke empat orang gadis berkerudung hitam menghentikan
gerobaknya. Tiang Le juga berhenti, ia menyeka keringat yang
menitik-nitik di wajahnya..... Cape juga mendorong gerobak ini
pikirnya! Waktu dilihatnya ke empat gadis berkerudung hitam itu,
mereka nampaknya tengah kelelahan juga.
"It-sianli suci, tidak ada perahu....."
324 "Nanti pasti ada yang lewat, sekarang mari kita mengaso! Eh
buntung kau berdiri saja di situ, apakah kau mau jadi patung.
Duduklah!" It-sianli berkata ketus kepada Tiang Le yang masih
berdiri mengawasi air sungai yang mengalir.
Tiang Le menoleh. Melihat mata yang jelita itu ia berkata: "Duduk
di mana?" "Tolol!! Di sini inilah".. di atas rumput ini, habis di atas sungai?" Itsianli membentak.
Ke tiga gadis berkerudung lainnya tertawa cekikikan.
"It-sianli suci".. kau selalu cekcok saja sama si buntung ini!" Heran
salah seorang dari ke tiga gadis itu berkata sambil
menghempaskan dirinya di atas rumput. Sementara angin
bersepoi melelah. Nikmat menghembus-hembus pipinya.
"Aku benci..... benci!" Gadis yang dipanggil It-sianli suci itu berkata
ketus, memandang kepada Tiang Le yang sudah deprok pula di
tanah berumput. "Jangan begitu suci, benci lama-lama jadi cinta, suci".. wah,
barabe!" "Setan! Siapa yang mencintai dia?"
"Itu kan umpama, It-sianli suci, sebab benci dan cinta itu
berdekatan. Biasanya antara benci dan cinta merupakan saudara
kandung yang saling berdekatan, hati-hatilah, jangan-jangan
bencimu itu menjadi cinta!!"
325 "Siiiing!!" Sepasang pedang keluar dari sarungnya.
"Sam-sianli sumoay, lancang mulutmu!!"
"Eh mengapa kau marah?" Memang mulutku ini lancang suci,
naah maafkanlah aku!" kata gadis berkerudung hitam yang
memegang tongkat dan disebut Sam-sianli, dan ia berjuluk Sianlisin-tung-hoat atau bidadari tongkat sakti.
Jie-sianli membuka perbekalannya dan mengeluarkan beberapa
potong roti, kemudian katanya: "Janganlah pada bertengkar, lebih
baik serbu ini!!" "Jie-sianli betul, kita sikat ini baru mengenyangkan perut,
bertengkar melulu apa yang bikin kenyang perut. Eeh! It-sianli suci
kau tawari si buntung itu, dia tentu lapar!"
"Kau saja yang tawari!!"
"Masa aku" Kaukan lebih rapat!!"
"Setan, rapat apanya?"
Mendengar bahwa gadis-gadis aneh itu memperbincangkan
dirinya, Tiang Le menjadi malu dan tak enak hati. Apalagi kini
gadis-gadis itu meributkan soal saling dorong untuk memberikan
roti. Gila! Lebih baik aku pergi saja, pikirnya mengangkat kaki
berlalu. 326 "Eh, eh".. dia kabur, It-sianli suci"... lihatlah si buntung pergi!"
Gadis kerudung ketiga berkata menunjuk Tiang Le sedang berjalan
menjauhi. "Setan, mau kabur ke mana kau?" berkata demikian It-sianli
menggerakkan tubuhnya, tahu-tahu beberapa kali loncatan ia
sudah berdiri di depan Tiang Le.
"Buntung! Hendak kabur ke mana kau?"
Mengkal hati Tiang Le, dikit-dikit gadis ini memanggilnya buntung,
amat menyakitkan sekali! Dengan senyum pahit Tiang Le
menyahut: "Nona, kau memanggilku tidak ada sopannya, namaku
Sung Tiang Le, harap kau menjadi tahu adanya dan jangan
memanggilku buntung, buntung begitu. Tanganku buntung tidak
ada sangkut pautnya denganmu. Harap sedikit kau sopan dan
mempunyai bahasa kalau memanggil orang."
"Oooo, jadi kau harus kupanggil koko, begitu?"
"Bukan begitu, nona, panggil saja namaku!"
"Setan! Siapa yang ingin tahu namamu, eh bun".. Tiang Le, ya
namamu..... kenapa kau kabur?"
Diam-diam Tiang Le mendengar gadis ini tidak jadi menyebutnya
buntung. Diam-diam ia tidak dapat membenci gadis aneh ini!
"Aku tidak kabur nona, cuma tak enak hatiku melihat kalian
makan!" 327 "Justru itu, hayo kembali, biar aku berikan kau roti. Eh tentu kau
lapar ya?" Melihat tingkah laku gadis ini, mau tidak mau Tiang Le menjadi
tersenyum, ia tidak berkata apa-apa kepada gadis ini akan tetapi
melangkahkan kakinya kembali ke tempat gadis-gadis kerudung
hitam yang tengah makan roti.
Melihat kedatangan pemuda lengan buntung ini, keruan saja para
gadis yang lain tertawa cekikikan, malah ada yang nyeletuk: "Itsianli suci hebat, anjing buntung ini jadi jinak di tangannya."
Tiang Le melirik, yang berkata tadi adalah gadis kedua yang
bersenjata cambuk. Tiang Le hanya tersenyum pahit, melirik ke
arah lengannya yang buntung. Memang aku buntung mengapa aku
harus malu dan marah" Ah, Bwe Hwa"... engkau yang
membuatku jadi begini! Jadi seorang pemuda tanpa daksa.
Sayang hanya lengan kananku yang kau penggal mengapa tidak
sekalian kau penggal kepalaku saja. Mati lebih baik dari pada kau
siksa, hidup tanpa guna begini dipermainkan oleh gadis kerudung
hitam! Teringat ini Tiang Le termenung sendiri. Ia menolak roti yang
disodorkan oleh It-sianli. Tentu saja It-sianli tidak mau
memaksanya karena pandangan mata sumoay-sumoaynya
memandang aneh! Pada saat itu sebuah perahu meluncur dengan amat cepatnya.
Nampak dua orang yang tengah mendayung. Melihat perahu itu
sudah hampir lewat, salah seorang dari ke empat gadis
328 berkerudung itu memanggilnya,
kesinilah". kusewa perahu kalian!"
"Hey tukang perahu..... "Hayyaaa..... itu dia gadis-gadis cantik, eh Kong Hwat, anak
gendeng..... Hayo kau putar perahu".. Lihat gadis cantik itu
hendak menyewa perahu kita, jalan".. kita dapat duit lagi".. ha
ha ha! Eh, nona kerudung hitam".. apakah kalian hendak
menyeberang?" Dari tengah-tengah sungai itu si kakek berteriak. Suaranya berat
dan nyaring. Kakek ini sudah tua, usianya ada limapuluh tahun.
Akan tetapi pakaiannya aneh, kembang-kembang campur baur
dan penuh tambalan-tambalan, di telinganya sebelah kiri nampak
anting-anting besar seperti orang India, kepalanya diikat sorban
kuning. Jubahnya penuh kembang-kembang itu lebar berjubrai
seperti pakaian orang Bombai.
Pemuda yang dipanggil Kong Hwat tadi, adalah seorang pemuda
tampan, usianya ada sekitar duapuluh, mukanya agak kehitamhitaman saking tiap hari ia berjemur diri di sungai menjadi nelayan.
"Suhu...... nona muka kerudung itu, tentu anggota-anggota Sian-lipay perkumpulan jahat!" pemuda Kong Hwat meragu untuk
menepikan perahunya ke pinggir.
Si kakek bagaikan acuh tak acuh bersenandung riang sambil
mengeprak-ngeprakan dayung, bututnya memukul air yang
memercik tinggi." "Cik-kicik Pura-pura kibung, bunyi gendang bingung jangan sampai orang
bertalu-talu yang tahu. 329 Tak tak dung, ketak kedung, orang muda tangannya buntung,
Biarkan uang emas terkatung-katung, he he he.
"Kakek gila, hayo bawa kami dan tiga gerobak itu menyeberangi
laut Po-hay. Berapa biaya nanti kami bayar!" Jie-sianli membentak
sambil meluncurkan cambuknya dan begitu cambuk itu melilit pada
tiang perahu, ia membetot keras sehingga perahu itu meluncur laju
ke tepi dan menubruk pinggiran sungai.
"Wa, wa?"! gadis ini galak-galak, berabe Kong Hwat. Benar
orang-orang Sian-li-pay nggak memandang mata, ai, ai kalau
perahuku rusak, kau mesti ganti bocah gendeng!"
"Eh, buntung angkat ini?", ikan-ikan asin tak perlu dibawa, biarin
tinggalin di sini, dan angkat karung yang di bawah itu?"" Samsianli, orang ketiga dari gadis Sian-li-pay berkata memerintah.
Tiang Le, tak berkata apa-apa. Tiang Le mengangkat karungkarung berisi ikan asin dan melemparkan ke samping dan begitu ia
menemukan karung-karung yang di bawah, betapa terkejutnya ia


Pendekar Lengan Buntung Karya Kim Tiauw di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ketika mengetahui bahwa karung-karung di bawah ini adalah
benar-benar berisi uang emas!
Dengan hati-hati, ia mengangkat karung itu ke perahu. Selesai tiga
karung itu diangkut ke perahu, ke empat gadis itu meloncat ke
perahu dan berkata kepada kakek tukang perahu: "Sudah, jalan!"
Maka meluncurlah perahu itu ke tengah mengikuti arus air sungai
yang kelak menumpahkan airnya ke laut Po-hay. Si kakek tukang
perahu bagaikan acuh tak acuh ia berdiri di ujung perahu sambil
bernyanyi-nyanyi tak keruan juntrungannya. Sedangkan pemuda
330 yang bernama Kong Hwat mendayung perahunya sambil berkalikali matanya melirik ke arah buntalan karung di dalam perahu itu.
Melihat betapa yang mendayung adalah pemuda itu sendirian,
tanpa berkata apa-apa Tiang Le mengambil dayung dan
mendayung dengan tangan kirinya. Perahu meluncur lebih cepat.
Air sungai yang berwarna kecoklatan mengeriak bergelombang
kecil dibelah oleh lajunya perahu.
Tiang Le kagum sekali melihat cara pemuda itu mengayuh
dayungnya, bukan saja cepat dan bertenaga akan tetapi juga
hanya dengan mendayung perlahan saja, perahu sudah demikian
cepatnya meluncur. Sekilas saja ia tahulah Tiang Le bahwa tukang
perahu muda dan kakek itu bukan nelayan sembarangan.
Kembali dia menoleh ke arah empat orang gadis itu. Dilihatnya Itsianli tengah memandangnya. Entah mengapa begitu bertemu
pandangan dengannya gadis itu tertunduk lagi pura-pura
menjatuhkan pandangannya ke samping melihat air yang kecoklatcoklatan bergelombang.
"Saudara tukang perahu, di sini ini daerah apakah dan sungai apa
ini?" Tiang Le bertanya untuk menghilangkan kesepian yang
mencekam Kong Hwat menoleh dan tersenyum, kemudian katanya: "Ini sungai
kuning, sebentar lagi kita akan memasuki laut Po-hay. Eeeh
saudara, kau siapa" mengapa kau ditahan oleh gadis-gadis Sianli-pay?"
331 "Mereka itu lihay, aku tak dapat melepaskan diri dari mereka.
Tadinya aku berusaha untuk menyelamatkan limaribu tail emas
yang dipersembahkan oleh kaisar untuk sumbangan ke Wu-nian.
Siapa tahu gadis-gadis itu demikian lihay, hingga aku tak dapat
menyelamatkan itu uang, malahan aku sendiri tidak berdaya
ditangannya!" "Hmm, jadi mereka inikah yang belum lama ini merampok di lereng
gunung itu?" Tiang Le mengangguk. Akan tetapi alangkah herannya dia tiba-tiba perahu yang
ditumpangi itu terbalik dengan amat cepat sekali, dengan gerakan
yang gesit Tiang Le mencelat ke atas membuat pok-say tiga kali
dan begitu ia turun di atas perahu yang terbalik, ia tidak melihat lagi
Kong Hwat dan kakek nelayan itu. Dan dari kejauhan ia mendengar
suara orang berkata, "Orang muda buntung, selagi masih ada
kesempatan mengapa tidak meloloskan diri dari tangan gadisgadis Sian-li-pay?"
Itu suara pemuda tukang perahu, entah bagaimana caranya, tahutahu pemuda itu sudah lenyap. Dan ia bengong sendiri di atas
perahu yang mengambang. Bagaimana ia dapat melarikan diri,
perahu yang terbalik ini tidak lagi bisa melaju mengambang di
tengah sungai. Sedangkan dilihatnya ke empat gadis berkerudung
hitam itu tengah berenang menepi sambil menyumpah-nyumpah:
"Sialan, pemuda tukang perahu keparat!"
Tentu saja Tiang Le tidak tahu betapa orang muda tukang perahu
itu adalah Kong Hwat dan kakek itu adalah Koay Lojin. Ke dua
332 orang ini tentu saja terkenal dengan sebutan setan air. Maka tadi
begitu mendengar tentang emas yang hendak disumbangkan oleh
kaisar direbut oleh gadis-gadis Sian-li-pay, dengan gerakan ajaib
Kong Hwat membalikkan perahunya dan bagai kilat tangannya
menyambar tiga buntalan limaribu tail emas dan menyelam ke
dasar sungai di ikuti oleh Koay Lojin yang tertawa terkekeh-kekeh
memanggul dua buah karung berisi uang mas!
Dan untuk seterusnya dua orang nelayan itu sambil menyelam
berjalan di bawah air sampai jauh dan tahu-tahu dengan basah
kuyup dan tertawa-tawa, dua orang itu menuju ke Wu-nian dengan
amat cepatnya untuk menyerahkan sumbangan korban kelaparan
dan bahaya penyakit. Sementara itu Tiang Le yang memang tidak bisa berenang.
Terapung-apung di tengah-tengah sungai menggapai-gapaikan
tangannya ke arah gadis-gadis Sian-li-pay yang sudah mendarat
dan tengah menguras pakaiannya yang basah.
"Hey?"!" Dari seberang sungai nampak It-sianli berkata kepada sumoaynya
jie-sianli yang berjuluk Sianli-eng-cu: "Sam-sianli sumoay, kau
tolonglah pemuda buntung itu!"
"Hemm, suci mulai tertarik kepadanya, ya?"
"Jie-sianli! Kau bicara sembarangan, hayo tolong dia."
Ke tiga gadis itu mengakak geli mentertawakan It-sianli. Tak habis
heran ke tiganya ini mengapa sucinya yang terkenal galak kepada
333 setiap lelaki, eh hari ini demikian memperhatikan pemuda buntung
itu. Sayang, kalau saja sucinya jatuh cinta kepada pemuda lengan
buntung yang meskipun kelihatan tampan, akan tetapi
tanpadaksa!! Meskipun hatinya kurang senang, Jie-sianli yang berjuluk Sianlieng-cu mengeluarkan cambuknya. Tiga kali cambuk yang panjang
itu meluncur ke tengah sungai dan dengan sabetan luar biasa,
cambuk di tangan Sianli-eng-cu sudah membelit tubuh Tiang Le
dan dengan sekali sentak saja, tubuh Tiang Le melayang ke darat
jatuh tepat di depan It-sianli.
"Nah, sudah kutunaikan tugasku, suci, sekarang hendak kau
apakan pemuda buntung itu terserah!" begini kata Sianli-eng-cu
menggulung cambuknya dan menyelipkan ke pinggangnya.
It-sianli menghampiri Tiang Le yang sudah berdiri dan katanya
ketus: "Hayo ikut dengan kami ke pulau!"
"Nona, aku tidak bersalah apa-apa, mengapa kau memaksaku ke
pulau?"" "Ahh cerewet, hayo jalan ikuti kami!" setelah berkata demikian ia
mengikuti ketiga sumoaynya yang sudah jalan duluan. Terdengar
Sianli-eng-cu menggerutu: "Celaka, limaribu tail emas itu
tenggelam"... Sianli tentu akan marah, eeh bagaimana baiknya?"
"Buat apa musti bingung, bilang saja si Buntung itu yang bikin garagara sehingga kita kehilangan tiga kantong emas, laporkan saja
kepada Sianli. Biar si buntung yang menanggung hukumannya,"
sahut gadis keempat yang berjuluk Sianli-toat-hun-kiam (bidadari
334 pengejar nyawa) yang biasa dipanggil Sie-sianli (bidadari
keempat). Tiang Le tersenyum kepada gadis yang berkata tadi. Celaka,
rupanya aku ini yang hendak mereka jadikan kelinci percobaan.
Sialan benar aku ini, bertemu dengan gadis-gadis cantik berwatak
seperti setan! Demikianlah, sekarang dengan berjalan kaki Tiang Le digiring oleh
ke empat dara jelita dari Sian-li-pay ini, tanpa dapat meloloskan
diri. Mengikuti saja ke mana gadis ini membawanya!
Setelah berhari-hari mereka menyusuri sungai, maka pada hari
yang keempat berlayarlah mereka berlima menyeberangi laut Pohay, perahu yang sengaja dibeli oleh gadis-gadis ini untuk
perjalanannya dari seorang nelayan. Akhirnya setelah hampir
senja barulah perahu mereka melewati laut Po-hay dan memasuki
sebuah telaga dan mendarat di sebuah pulau yang mereka
namakan pulau bidadari di tengah telaga.
Pulau ini tidak berapa besar akan tetapi nampak indah sekali
pemandangannya. Di tengah-tengah pulau nampak sebuah taman,
terdapat tiga buah pondok peristirahatan Bu-tek Sianli. Bangunanbangunan yang besar-besar berdiri dengan megah dan
mewahnya. Nampak di pantai telaga perahu-perahu kecil sebagai penghubung
untuk menyeberang melintasi laut Po-hay! Inilah pulau yang
disebut pulau bidadari! 335 Tiang Le merasa heran dan kagum. Waktu mereka mendarat, dua
sosok tubuh berlarian mendatangi dengan gesit sambil berkata:
"Selamat datang Sian-li-sie-cie-moay?". Pay-cu, selalu menanti
kalian!" Tanpa berkata apa-apa lagi ke empat gadis itu berlari
meninggalkan pantai. Tiang Le berlari pula mengikuti gadis-gadis
aneh itu. Begitu mereka tiba di pintu gerbang, mereka disambut
oleh sepasang bidadari cantik tanpa penutup muka lagi. Amat
cantik-cantik sekali gadis-gadis ini, patut menjadi bidadari-bidadari
di sini, pikir Tiang Le. Seorang dari ke dua gadis itu berlari masuk ke dalam melaporkan
kepada Sianli dan seorang lagi mengantarkan ke ruang dalam.
Tiang Le digiring perlahan memasuki pulau dengan perlahan,
diiringi sepasukan dara-dara cantik dan oleh empat orang dara
yang masih menutup mukanya dengan kerudung.
Tak lama kemudian rombongan ini berhenti, dari depan nampak
serombongan dara-dara berjalan dengan cepat. Tiang Le
belalakan mata memandang penuh perhatian. Bukan main, entah
dari mana Pay-cu Sian-li-pay ini mengumpulkan gadis-gadis cantik
seperti bidadari-bidadari turun dari kayangan! Ia melihat barisan
wanita-wanita muda cantik yang gagah sikapnya, memegang
pedang telanjang di tangan berjalan dengan teratur di kanan kiri.
Di tengah-tengah nampak berjalan seorang wanita tua yang
berkulit agak kehitaman dan pakaiannya biarpun terdiri dari sutera
mahal, akan tetapi tidak serasi dengan kulit tubuhnya yang
336 kehitaman. Pakaiannya berkembang amat menyolok dengan kulit
hitam itu. Akan tetapi meskipun nenek itu berpakaian yang aneh dan lucu,
biarpun sudah kelihatan tua dan penuh kerisut, nampak wajah
yang agung itu berseri-seri menyambut ke empat muridnya yang
mendatangi. Tongkat yang berbentuk kepala bidadari terpegang
dalam genggaman tangan kanannya.
Tempat itu kini penuh dengan anggota Sian-li-pay dan semua
orang memandang Tiang Le dengan penuh perhatian. Mereka
bersikap hormat ketika Bu-tek Sianli muncul, semua dara-dara
jelita memberi hormat dengan berlutut, hanya ke empat dara yang
disebut Sianli-sie-cie-moay ini saja yang hanya menganggukkan
kepalanya sebagai ucapan menghormat.
Pandangan matanya Bu-tek Sianli untuk sejenak menjelajahi Tiang
Le dari rambut sampai ke kaki dan apabila terbentur oleh lengan
buntung itu, si nenek mengerutkan keningnya dan berkata, "Untuk
apa pemuda buntung ini dibawa ke mari, mana".. uang limaribu
tail emas!?" "Maaf, Sian-li Pay-cu"... sengaja kami membawa si buntung ini
kemari, karena gara-gara dia sehingga kami gagal dalam usaha
merebut limaribu tail emas itu!"
"Hemm, jadi kalian tidak becus mengalahkan orang, Kim-coa-pay
itu?" Bu-tek bertanya dengan nada dingin.
337 "Bukan begitu Sianli?". berkata Sianli-eng-cu, murid kedua:
"Sebetulnya kami sudah berhasil merampas limaribu tail emas itu,
eh datang si buntung ini membawa kawannya dan?".."
"Hemm, kalian tidak dapat mengatasi kawan-kawan si buntung
ini?" "Begitulah Sianli?".!"
Nenek pay-cu Sian-li-pay mendengus marah: "Hem, menghadapi
bocah ini saja kalian tidak becus!"
"Dia membawa teman-teman Sianli," Sian-li-eng-cu membohong
lagi. Pandangan Bu-tek Sianli menyambar lengan buntung Tiang Le
kemudian berkata kepada muridnya yang lain: "Betulkah pemuda
buntung ini membawa teman-teman sehingga kau gagal?"
Kini murid ke empat yang menyahut: "Oleh sebab itulah kami
menghadapkan dia kepada Pay-cu Sianli, menanti keputusan
Sianli tentang hukumannya dari Pay-cu!"
"Hemm, bocah buntung ini berani mengacau rencanaku, apalagi
hukumannya selain mampus! Biar aku sendiri yang
membunuhnya!" Tangan Nenek itu bergerak, terdengar angin
berciutan ketika angin pukulan menyambar ke arah dada Tiang Le.
Pemuda ini kaget bukan main. Hebat pukulan ini, untung ia tidak
dibelenggu atau ditotok sehingga dengan cepat ia menggerakkan
kaki melompat cepat ke kiri.
338 "Srett!" Lengan bajunya yang buntung tersambar angin pukulan,
pecah dan hancur berantakan. Wajah Tiang Le berubah. Ia
maklum ketua Sian-li-pay ini merupakan lawan yang berat,
seorang yang amat lihay ilmunya.
"Setan! Kau berani mengelak?" Bu-tek Sianli memekik marah
untuk yang kedua kali tangannya bergerak, sekarang angin yang
berciutan itu menyambar ke arah leher Tiang Le.
Pemuda itu cepat mengelak, akan tetapi kurang cepat sehingga
pundaknya terhajar. Baiknya ia segera mengerahkan tenaga sakti
di pundak, kalau tidak akan remuk tulang-tulang pundaknya.
Bergidik Tiang Le, hebat nenek ini, ganas dan lihay!
Melihat bahwa pemuda buntung ini dua kali dapat menghindari
pukulannya, Bu-tek Sianli jadi marah. Dengan keluarkan lengking
panjang merupakan jeritan maut, tangannya bergerak ke atas.
Inilah sebuah jurus dari Ilmu pukulan Sin-kun-bu-tek yang sudah
dikenal oleh murid-muridnya.
Melihat bahwa Pay-cu nya hendak menggunakan jurus maut ini, Itsianli menjadi pucat wajahnya, sekali berkelebat ia sudah berlutut
di depan Bu-tek Sianli sambil menangis: "Sianli Pay-cu....... mohon
ampuni dia"..!"
"Apa" Kau hendak mintakan ampun untuk dia ini?" Suara Nenek
Bu-tek Sianli tergetar, memandang heran kepada murid
pertamanya yang tengah tertunduk berlutut.
"Bwe Lan apakah kau sudah gila?"
339 "Sianli....... mohon ampun untuk dia....... teecu tidak tega melihat
dia......., dia dihukum seperti itu......., jangan Sianli....... kalau kau
mau membunuh dia....... kau bunuhlah aku....... dia tak
bersalah.......!" "Bwe Lan?".. kau?"
Ke tiga muridnya yang lain menghampiri Pay-cu itu dan Sianli-engcu berkata: "Pay-cu....... sudah kami duga bahwa enci Bwe Lan
telah jatuh hati sama pemuda buntung ini. Selama perjalanan,
sikapnya selalu aneh! Hemm, benar apa kataku....... benci,
benci....... nggak tahunya datang cinta suci!"
"Eh, anak gila! Bwe Lan.......benar kau mencintai si buntung ini?"
Suara Bu-tek Sianli tajam. Akan tetapi aneh, sungguh membuat
Tiang Le sendiri menjadi melengak tak mengerti ketika gadis itu
menyahut dengan suara yang pasti.
"Benar Sianli....... teecu mencintai dia ini!"
Terdengar suara mengikik dari ke tiga sumoaynya. Kedua kaki
Tiang Le bergetar. Benarkah itu suara yang keluar dari gadis yang
bersuara merdu seperti bidadari!
"Bwe Lan, mari masuklah kau.......!" Bu-tek Sianli memerintah dan
membalikkan tubuhnya berjalan meninggalkan dara-dara Sin-lipay ini.
Serombongan gadis memasuki gedung Sian-li-pay yang megah.
Dari luar sudah nampak tiga orang tetamu yang tengah mengobrol
ditemani oleh gadis-gadis cantik yang melayaninya. Mereka itu
340 adalah Bong-goanswe, Hok Losu dan Leng Ek Cu yang sudah


Pendekar Lengan Buntung Karya Kim Tiauw di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lebih dulu sampai ke tempat itu.
Seperti telah kita ketahui di bagian depan, tiga orang sakti ini
sengaja membawa Sian Hwa, gadis tawanannya untuk diserahkan
kepada Sian-li-pay. Tentu saja karena mereka itu berjalan
demikian cepat tidak berhenti-henti maka ia lebih pagi datang ke
tempat pulau bidadari ini!
Tiang Le memasuki ruangan itu, dan melihat seorang tua
berpakaian jenderal, dan seorang hwesio tua dan tokoh Kongthong-pay yang tidak dikenalnya! Tiang Le memandangnya acuh
tak acuh. It-sianli yang bernama Bwe Lan, berjalan di samping Tiang Le
dengan wajah ditundukkan. Melihat gadis itu meneteskan air mata,
terharu juga hati Tiang Le, entah perasaan apalagi yang
mengaduk-aduk hatinya saat itu.
Di tengah-tengah ruangan itu nampak seorang gadis sebaya
dengan wajah tertutup sutera hitam. Ia tertotok di tengah-tengah
ruangan. Menggeletak di situ. Tentu saja karena gadis itu ditutup
mukanya, Tiang Le tidak mengenali gadis sumoaynya itu yang tak lain adalah
Liem Sian Hwa adanya. Kalau saja Sian Hwa tidak berkerudung
mukanya, maka pasti Tiang Le akan terkejut dan kebenaran
melihat gadis itu berada di tempat itu, tetapi karena Tiang Le tidak
mengenali dan mengira bahwa gadis itu adalah salah seorang dari
anak buah Sian-li-pay yang berkerudung mukanya, maka iapun
341 acuh tak acuh terhadap gadis kerudung hitam yang menggeletak
di tanah dalam keadaan tertotok.
Akan tetapi sebaliknya Sian Hwa dapat mengenal Tiang Le. Kalau
ia tidak dalam keadaan tertotok ingin sekali ia memanggilnya. Ingin
sekali. Ah, lama sudah ia mencari-cari pemuda ini, tidak
disangkanya Tiang Le masih hidup, hidup dalam keadaan buntung
lengan kanannya. Terlalu memang Bwe Hwa, pikirnya, ia tak dapat banyak pikir
sebab pada saat itu nenek Bu-tek Sianli sudah duduk kembali di
tempatnya dan memerintahkan It-sianli yang bernama Bwe Lan
untuk maju ke depan: "Ke marilah kau!"
Bwe Lan melangkah dengan perlahan. Sekali tongkat nenek itu
bergerak, kerudung muka Bwe Lan sudah terlepas, dan nampak
sebuah wajah yang cantik jelita. Halus dan putih. Bibirnya yang
agak pucat itu indah sekali nongkrong di sela-sela mulutnya yang
kecil bagus. Mata yang bening itu berkilauan laksana mutiara, bertebaran
tertimpa cahaya matahari. Tiang Le yang melihat kecantikan Bwe
Lan menjadi kagum dan entah mengapa dadanya jadi bergetar
lebih keras lagi. Nampak gadis jelita itu tertunduk.
"Bwe Lan?"!" suara nenek Bu-tek Sianli tegas dan ketus: "Kau
tahu bukan" Apa yang kau lakukan setelah engkau melanggar
sumpah Sian-li-pay?"
"Teecu mengerti Sianli," suara Bwe Lan juga lemah.
342 "Nah, setelah kau mengerti kenapa kau tidak lakukan sekarang?"
sebuah pisau menyambar gadis yang tengah tundukkan kepala
tetapi dengan cekatan tanpa melihat tangan si gadis menyambar
dan tahu-tahu pisau kecil itu telah ada di tangannya. Pucat wajahwajah dara-dara jelita yang hadir di tempat itu.
Sementara itu Tiang Le hanya menduga-duga saja dan tidak
mengerti. Bong Bong Sianjin, Hok Losu dan Leng Ek Cu, tenangtenang saja melihat pertunjukkan yang akan berlangsung ini, entah
pertunjukkan apa, mereka ini tidak tahu!
"Bwe Lan! Apakah kau masih ragu-ragu untuk melaksanakan
hukuman, apakah tanganku sendiri yang harus melaksanakannya"
Ang Hwa, coba kau sebutkan hukum kelima dari Sian-li-pay!"
Gadis yang dipanggil Ang Hwa adalah Sam-sianli, gadis yang
bersenjata tongkat di tangan menghampiri Pay-cu Sian-li-pay dan
berkata dengan suara nyaring: "Hukum kelima bagi murid-murid
Sian-li-pay yang melanggar yaitu yang telah menjatuhkan hatinya
kepada seorang pria, ia itu harus menjalani hukuman tusuk belati
dihadapan Pay-cu dan murid-murid Sian-li-pay! Sebaliknya bagi
pihak pria yang telah berani mencoba-coba merayu atau mencintai
murid Sian-li-pay, harus dihukum picis (hukum beset kulit) yang
dilakukan oleh gadis yang mencintainya itu!"
"Gila!" Tiang Le berteriak dalam hati. "Peraturan apa ini yang
mengadakan peraturan sedemikian rupa. Hukuman bunuh diri?"
Mata Tiang Le membelalak memandang Nenek Bu-tek Sianli.
Bong Bong Sianjin dan Hok Losu serta Leng Ek Cu sebaliknya
tertawa senang seakan-akan menghadapi sebuah permainan yang
343 menarik hati: "He he he, Sianli cukup streng (tegas) dan sebuah
peraturan yang keras dan aneh!"
Bu-tek Sianli menoleh kepada tamunya Leng Ek Cu yang berkata
tadi: "Itu adalah salah satu dari peraturan di sini Leng-tayhiap!"
Kemudian Nenek Sian-li Pay-cu menghampiri Tiang Le. Begitu
cepat tongkat itu bergerak sehingga tahu-tahu Tiang Le merasa
tubuhnya demikian lemas dan beberapa saat kemudian ia sudah
jatuh menggeloso di tanah dalam keadaan tertotok.
"Bawa dia ke ruang belakang dan buka bajunya, biar Bwe Lan yang
melaksanakan hukuman!" perintah Bu-tek Sianli kepada gadisgadis Sian-li-pay.
Dengan amat cekatan tiga orang gadis cantik menghampiri Tiang
Le dan menyeretnya ke belakang. Bwe Lan berlutut dan menangis
di depan Bu-tek Sianli. "Pay-cu" te".. teecu" tak sanggup berbuat ini".. kau ampuni
dia" biarlah teecu yang melaksanakan hukuman ini".." dua tetes
air mata berjatuhan ke tanah.
"Bwe Lan, laksanakan itu!!"
"Teecu... tak sanggup....... menyakiti dia". Pay-cu."
"Anak gila! Hayo lakukan!"
"Teecu". ahh, Pay-cu." mengapa menyiksa hati teecu, biarlah
teecu yang mati saja" harap Pay-cu tidak menghukum Tiang
344 Le", teecu amat mencintainya....... Pay-cu".., biar teecu yang
melaksanakan hukuman ini......." Bwe Lan memandang dengan
pandangan basah dan sekali mengelebatkan pisau belati kecil
berkelebat ke arah lehernya sendiri. Terdengar bentakan marah
dari Pay-cu Sian-li-pay, sinar hitam menyambar memanjang dan
tahu-tahu pisau belati kecil terlempar menimbulkan suara
berdenting nyaring. "Bwe Lan kau anak setan, kau mau membunuh diri sebelum
melaksanakan tugasmu....... hayo kau laksanakan tugas itu, baru
kau boleh mati bersama belati itu!"
Semakin deras air mata Bwe Lan mengalir, ia tak dapat berkata
apa-apa lagi. Pandangannya menantang tatapan tajam dari Bu-tek
Sianli. Melihat murid pertamanya memandang seperti ini, Bu-tek Sianli
terkejut. Biasanya tak pernah ada murid-murid yang berani
melawan, Bwe Lan ini, terlalu!
Bu-tek Sianli mendengus marah: "Hem, berani kau menentang
perintahku! Bwe Lan, sejak kapan kau mulai membandel
terhadapku?" Bwe Lan mengangkat muka, memandang dengan mata basah.
"Pay-cu..... teecu tidak membandel, tidak ingin melanggar
perintahmu, akan tetapi Pay-cu, jangan kau suruh teecu menyiksa
Tiang Le. Tak kuat hati teecu!"
345 "Hm, dasar perempuan sudah jatuh di kaki lelaki, berbicara seperti
itu, baik! Kalau kau tidak mau melakukan itu, sekarang aku
kepingin lihat apakah kau sudah bosan hidup mencintai pemuda
buntung itu. Hayo lakukan!"
"Baik Pay-cu"... teecu bersedia mati untuk Tiang Le, akan tetapi
berjanjilah bahwa kau takkan menghukum Tiang Le," sahut Bwe
Lan dengan suara tersendat dalam isaknya.
"Anak setan! Jangan banyak bicara. Hayo lakukan hukuman.
Tentang pemuda itu kau tak perlu tahu!"
"Pay-cu Sian-li-pay".., percuma saja aku mati, kalau kau masih
mau mengganggu Tiang Le........!"
"Ah, cerewet kau, kalau begitu mampuslah!" tangan nenek Bu-tek
Sianli mendorong ke depan. Suara angin terdengar berciutan
menyambar tubuh Bwe Lan yang masih berlutut, amat dekat
jaraknya. Dan dapat dibayangkan apa yang terjadi kalau kepala yang
tertunduk itu dihantam pukulan dari atas yang beratnya lebih dari
limaribu kati. Akan hancur leburlah tubuh itu melesak ke tanah.
Memang bagi Bwe Lan tak mau ia melawan Pay-cu ini, ia mati tak
mengapa. Akan tetapi ia tak rela kalau Tiang Le mati oleh sebab
peraturan gila di Sian-li-pay. Maka itu ia tidak menangkis atau
mengelak, membiarkan pukulan itu mampir di atas kepalanya.
Akan tetapi pada saat yang amat berbahaya bagi Bwe Lan tahutahu dengan amat cepatnya sesosok tubuh berkelebat menyambar
346 tubuh gadis yang masih berlutut itu. Suara keras terdengar
menggetarkan dinding tembok waktu pukulan maut Bu-tek Sianli
menghantam tanah tempat Bwe Lan berlutut tadi.
Terkejut dan heran sekali Nenek sakti ini melihat sesosok tubuh
telah menolong Bwe Lan. Ia menoleh ke kiri, dilihatnya yang
menolong muridnya yang pertama itu adalah gadis berkerudung
hitam Liem Sian Hwa. Meskipun hancur hatinya Sian Hwa mendengar pengakuan murid
Sian-li-pay yang terang-terangan mencintai Tiang Le, akan tetapi
ia menjadi terharu juga melihat gadis ini mau berkorban untuk
Tiang Le, oleh sebab itu begitu ia terbebas dari totokan dan
mengerahkan tenaga saktinya, melihat nenek iblis ini begitu kejam
hendak menjatuhkan tangan maut kepada muridnya, dengan
sekali enjot tubuh Sian Hwa sudah berkelebat dan berhasil
menolong gadis cantik murid Sian-li-pay ini!
"Ooo kau turut campur tangan, bagus! Kalau begitu biarlah engkau
ke dua-duanya mati di sini!" dengan membentak demikian tangan
kanannya sudah diputar-putarkan di atas kepalanya, salah satu
dari jurus-jurus Sin-kun-bu-tek menerjang ke dua gadis ini.
Sian Hwa berdiri di depan gadis Sian-li-pay dan berkata: "Kau
mundurlah nona".. biar aku menghadapi nenek galak ini!"
Bwe Lan memandang gadis muka kerudung hitam ini.
"Adik, kau tak kan menang.....!" katanya.
347 "Hemm, aku tahu aku takkan menang, tetapi nenek ini hendak
membunuh kita, mengapa aku tidak melawan" Biarpun nenek gila
itu mempunyai kepandaian setan sekalipun aku tidak takut,
minggirlah Nona!" Tiba-tiba angin besar menyambar. Cepat Sian Hwa mengelak
sambil mendorong tubuh Bwe Lan dari sambaran angin pukulan
nenek Pay-cu Sian-li-pay ini memang amat hebat, maka iapun lalu
cepat menggerakkan kaki tangan memainkan ilmu silat Tiang-pekkiam-sut sambil mengerahkan tenaga sin-kang di tangan kanan
dan kiri membalas serangan-serangan nenek sakti Sian-li-pay ini.
Akan tetapi ia menjadi kaget setengah mati begitu merasa pukulanpukulan nenek ini terasa membawa hawa panas yang kadangkadang melumpuhkan kedua tangannya. Terkejutlah ia bahwa
nenek Bu-tek Sianli ini demikian hebat!
Akan tetapi, Sian Hwa bukanlah gadis sembarangan. Ia adalah
murid kelima dari Swie It Tianglo, ketua Tiang-pek-pay yang sakti,
yang semenjak kecil telah menggemblengnya dengan ilmu pedang
Tiang-pek-kiam-sut yang terkenal. Sedangkan kedua tangan dan
kirinya mengeluarkan uap putih yang menyambar-nyambar
merupakan segulungan awan putih yang menggulung-gulung!
Bagaimanapun lihainya Sian Hwa, ia kini berhadapan dengan Butek Sianli, nenek sakti kepalan dewa tanpa tandingan yang telah
kesohor pukulan-pukulan tangan kanan dan kirinya. Sebentar saja
Sian Hwa mulai terdesak hebat.
"Hemm, biarlah kubikin mampus dulu bocah ini, baru setelah itu
kami akan mengurus urusan dalam!" Bu-tek Sianli membentak
348 keras dan tahu-tahu tangan kanannya mendorong mengeluarkan
suara angin berciutan. Pada pukulan pertama saja Sian Hwa sudah
terhuyung-huyung, dan menghadapi pukulan tangan kiri yang luar
biasa ini, tak tahan ia begitu tangan kanannya bertemu terdengar
suara keras. "Dess! Wutt!" tubuh Sian Hwa terlempar sejauh lima meter.
Tubuhnya membentur tiang dinding dengan amat keras sekali,
untuk seketika ia menggigil dan muntahkan darah segar.
Bu-tek Sianli yang sudah dibuat marah gadis muka kerudung hitam
ini menyerbu dengan tongkat di tangan. Tongkat bidadari
berkelebat menyambar kepala gadis ini.
Terdengar jeritan Bwe Lan melihat Pay-cunya benar-benar hendak
membinasakan gadis yang telah menolongnya ini, sekali
berkelebat ia sudah mencabut sepasang pedangnya dan dengan
cepat bagaikan kilat tongkat di tangan Bu-tek Sianli sudah tertahan
oleh jepitan sepasang pedang.
"Kau?"" Bu-tek Sianli menggeram saking marahnya.
"Pay-cu, jangan kau membunuh dia!"
"Anak durhaka, anak setan! Kau mencari mampus," kali ini tongkat
Bu-tek Sianli bergerak menyabet pinggang Bwe Lan, tentu saja ia
mengenal jurus ini dan dengan amat mudahnya ia miringkan tubuh
ke belakang menghindarkan sabetan tongkat yang menggeletarmenggeletar di tangan Bu-tek Sianli.
349 "Hemm, kau mau melawanku" Mampuslah kau!" saking sengitnya
nenek ini dibuat permainan oleh dua orang gadis muda yang
menjengkelkan ini membuat ujung tongkatnya bergetar-getar dan
mengeluarkan suara bercuitan saking kerasnya gerakan-gerakan
tongkat itu. Pada saat itu selagi Bwe Lan terdesak hebat oleh terjangan tongkat
di tangan ketua Sian-li-pay sebuah bayangan putih menyambar
laksana kilat menyerbu ke tengah-tengah pertempuran, sinar kilat
hitam berkelebat dan tahu-tahu tongkat Bu-tek Sianli sudah
tertangkis oleh sebuah suling hitam di tangan seorang muda tinggi
kurus. Dan bersamaan dengan itu, seorang dara anggota Sian-li-pay
berlari-lari melapor: "Celaka, Pay-cu! Pemuda lengan buntung
hilang, ditolong oleh seoraag gadis dan telah meninggalkan pulau!"
"Apa" Pemuda buntung telah lenyap. Tolol kalian ini! Hayo kejar.
Kepung seluruh pulau ini, jangan ia lolos!" berkata demikian Bu-tek
Sianli menatap pemuda tinggi kurus yang bukan lain adalah Ho
Siang adanya yang sudah mendarat ke pulau bidadari bersama
dengan Nyuk In. Kalau Ho Siang menyerbu ke gedung Sian-li-pay ini, adalah Nyuk
In begitu melihat seorang pemuda buntung lengan kanannya diikat
di tiang dengan baju luar dibuka siap untuk dikuliti tubuhnya
melaksanakan hukum picis. Dengan cepat tanpa buang waktu lagi
Nyuk In menggerakkan kipasnya. Dan betapapun lihay gadis-gadis
Sian-li-pay ini menghadapi dorongan angin pukulan yang
menyambar dari kipas hitam itu membuat mereka terhuyung
350 mundur dengan sekali mengelebatkan pit panjang tahu-tahu tubuh
Tiang Le telah bebas dari totokan dan terlepas dari ikatan di tiang
gantungan itu. Dengan cepat Tiang Le memakai bajunya dan maju menyerbu
dara-dara Sian-li-pay yang sedang mengeroyok Nyuk In. Hebat
sekali sepak terjang Nyuk In ini, kipas di tangan kanannya
bergerak-gerak terbuka mengibaskan menimbulkan gelombang
angin pukulan yang dapat mementalkan pedang lawan. Dan
beberapa kali pit panjangnya itu bergerak, sebentar saja ke lima


Pendekar Lengan Buntung Karya Kim Tiauw di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dara Sian-li-pay sudah tertotok roboh, dan dengan cekatan Nyuk
In menarik tangan Tiang Le dan berlarian meninggalkan pulau.
"Nona..... nanti, di gedung" itu"..?"
"Jangan pikiri mereka. Hayo yang penting kita dapat meloloskan
diri".. jangan sia-siakan waktu. Itu di depan ada perahu, cepat!"
Dengan beberapa kali loncatan saja Nyuk In dan Tiang Le sudah
sampai di pantai. Dua orang gadis Sian-li-pay menerjang maju
akan tetapi sekali kipas dan pit Nyuk In berkelebat dara-dara ini
juga sudah roboh dalam keadaan tertotok!
Nyuk In dan Tiang Le melompat ke dalam perahu, dan cepat-cepat
mereka mendayung ke tengah. Dari kejauhan berlari-larian dengan
sangat cepatnya serombongan gadis-gadis Sian-li-pay mengejar!
Akan tetapi Nyuk In dan Tiang Le sudah jauh meninggalkan pulau.
Sementara itu Ho Siang yang sudah berhasil menolong Bwe Lan
dari serangan tongkat maut nenek Bu-tek Sianli, berdiri dengan
kaki terpentang lebar dan suling hitam di tangan.
351 Yang terkejut adalah Bong Bong Sianjin, Hok Losu dan Leng Ek
Cu melihat pemuda tinggi kurus ini. Hem, tidak tahunya orang ini
mengikuti kami" pikir mereka.
Hok Losu, hwesio tua dari Siauw-lim-pay turun dari kursinya dan
menghampiri pemuda itu sambil mengomel: "Bocah lancang dan
totol, mencari kematian memasuki sarang naga dan harimau, hayo
kau berlutut di depan pinceng tujuh kali!"
Ho Siang mendengus dan menoleh ke arah Hok Losu: "Hwesio
sesat! Pakaianmu saja seperti orang-orang suci dan kepala
dibotakin, percuma kalau hatimu melebihi hati iblis yang banyak
dipenuhi keinginan-keinginan setan!"
"Lancang!" "Hok-taysuhu (guru besar), jangan turun tangan. Urusan ini adalah
urusan rumah tangga Sian-li-pay, biar aku yang memberi hukuman
kepada bocah yang sudah bosan hidup ini. Harap kau orang tua
tidak mencapekan tangan....... biarlah orang-orangku yang
menghadapi pemuda gila ini. Hey, sam-sianli kalian bertiga hadapi
pemuda itu, biar aku bereskan murid murtad ini!" sambil berkata
demikian Bu-tek Sianli menghampiri Bwe Lan dan menudingkan
telunjuknya, "Anak kurang ajar?". Murid murtad, berlutut kau!"
Tongkat di tangan Bu-tek Sianli terangkat.
Sekali mengenjot tubuh Ho Siang sudah berdiri lagi di depan Butek Sianli, akan tetapi tiga orang gadis murid-murid utama Bu-tek
Sianli menerjang maju: 352 "Pemuda kurang ajar, rasakanlah tongkatku!"
"Rasakanlah cambukku!"
"Mampuslah di ujung pedangku!"
Hebat sekali serangan-serangan ke tiga orang gadis ini yang
bermainkan senjatanya berlainan. Sian-li-eng-cu menyerang
dengan cambuk di tangan, dibarengi dengan timpukan-timpukan
sianli-tok-ciam (jarum beracun bidadari), sedangkan gadis ketiga
yang dijuluki sianli-sin-tung-hoat (bidadari tongkat sakti) menerjang
ganas dengan terjangan-terjangan tongkat mautnya yang kuat dan
menimbulkan suara angin bersiulan, sedangkan gadis keempat
yang bermain toat-beng-kiam-sut lebih hebat dan ganas lagi.
Pedang Toat-beng-kiam yang luar biasa itu berkelebatan
menyilaukan mata dan mengeluarkan cahaya aneh kehijauan!
Tentu saja menghadapi ke tiga gadis-gadis Sian-li-pay yang
berkepandaian tinggi, ia menjadi sibuk bukan main. Suara
mengaung yang terdengar dari ujung suling menggetarkan
ruangan di situ. Membuat Bu-tek Sianli memandang keheranan
dan mengalihkan pandangan kepada Hok Losu, yang tersenyum
lebar sambil berkata, "Tidak heran".., pemuda itu murid tunggal
Nakayarvia?"" "Ooo!" kagum Nenek sakti kepalan dewa ini. Melihat betapa
demikian gesitnya pemuda itu menghindari serangan-serangan
dari ke tiga murid-muridnya membuat Nenek Bu-tek Sianli ini
teringat sekarang akan seorang pertapa di lndia yang bernama
Nakayarvia. 353 Hmm, kalau pemuda ini sudah sampai ke tempat ini, sangat
berbahaya sekali kedudukan pulaunya, entah siapakah yang
memberi tahu letak pulau bidadari ini. Diam-diam Bu-tek Sianli
menjadi marah kepada Bwe Lan muridnya yang dianggapnya telah
murtad dan merendahkan partainya yang telah begitu gila untuk
mencintai pemuda lengan buntung.
Kalau seandainya pemuda bersuling ini yang dicintai oleh Bwe Lan,
hemm, betapapun ia akan pikir-pikir! Akan tetapi Bwe Lan
mencintai pemuda lengan buntung yang kelihatannya lemah itu.
Amat memalukan benar! Saking marahnya ia tanpa terasa lagi Bu-tek Sianli menghampiri
Bwe Lan dan bertanya: "Bwe Lan....... sungguh-sungguh kau
mencintai pemuda buntung yang bernama Sung Tiang Le itu?"
Melihat betapa Pay-cu ini berkata dengan lembut dan tidak marah
seperti tadi, Bwe Lan menoleh dan berkata, "Benar Sianli Paycu....... teecu mencintai."
"Hemm," Bu-tek Sianli mendengus dingin: "Tidak bisa dirobah
pendirianmu itu" Kulihat pemuda yang bermain suling hebat sekali
kepandaiannya, kalau kau mengalihkan cintamu terhadapnya.......
tentu akan kupikir-pikir!"
"Sianli Pay-cu ketua Bidadari".. teecu bertekad untuk mencintai
Tiang Le." "Ahh kau memang bandel Bwe Lan, mengapa dia yang kau cintai,
mengapa si buntung itu?" tanya Nenek ini penasaran.
354 Bwe Lan terdiam. Hatinya tegang.
"Bwe Lan...!!!"
Bwe Lan meooleh ke arah Pay-cu Sian-li-pay.
"Kalau begitu biarlah tanganku ini yang mencabut nyawamu!"
berkata demikian tongkat di tangan Bu-tek Sianli berkelebat
menyabet dengan gerakan kilat.
Bwe Lan terkejut bukan main, cepat ia miringkan kepala ke
samping menghindari sabetan tongkat yang meluncur di atas
kepalanya. Akan tetapi begitu cepatnya tongkat itu bergerak, tak
urung pundak kirinya terserempet tongkat dan Bwe Lan
terjengkang sambil mendekap dadanya yang terasa amat sakit dan
nyeri. Dengan menyeringai laksana iblis yang haus darah, Nenek Bu-tek
Sianli menerjang lagi. Bwe Lan mencelat ke atas dan mencabut
sepasang pedangnya. "Hemm, kau hendak melawanku"!" Bu-tek Sianli bertanya geram.
"Sianli Pay-cu".., jangan kau mendesakku, aku tak berani
melawanmu," Bwe Lan berkata lemah.
Pundak kirinya terasa nyeri sampai ke jantung. Tahulah ia bahwa
pukulan tongkat nenek tadi telah melukai pundaknya dan
jantungnya tergetar. Rasanya ingin ia muntah, akan tetapi cepat ia
mengerahkan lwekang ke dada dan jantung untuk tidak muntahkan
darah! 355 Merah wajah nenek Bu-tek Sianli ini melihat muridnya telah
mencabut sepasang pedangnya. Dengan menggeram keras ia
hendak menerjang maju, tangannya diputar di atas kepala. Jurus
sin-kun-bu-tek (kepalan sakti tanpa tandingan), akan tetapi pada
saat itu terdengar bentakan berwibawa: Wiwi".. tahan!"
Dari arah pintu berjalan seorang kakek tua sambil menyeringai
membawa sebuah dayung besar yang diseret di atas tanah
sehingga menimbulkan bekas pada jubin-jubin di tanah. Dan di
belakangnya berjalan seorang pemuda tampan, tinggi tegap,
berpakaian sederhana. Dia itulah Kong Hwat dan gurunya Koay
Lojin (Kakek Aneh)! "Wiwi" kau gila! Apa-apaan kau hendak mengemplang kepala
muridmu sendiri. Benar-benar kau sudah gendeng. Heng San
sahabatku sudah kau buntungi......., eh, sekarang kau mau
mengemplang kepala murid sendiri....... memang kalian ini orangorang gila!"
Bukan saja Bu-tek Sianli yang terkejut melihat kakek yang
berbicara nggak keruan ini, juga Bong Bong Sianjin, Hok Losu dan
Leng Ek Cu sampai berdiri dari tempat duduknya. Orang itu yang
membawa dayung tentu saja mereka kenal. Koay Lojin! Kakek gila
dari gunung Fu-niu yang terkenal!
"Ayaaa....... ngak tahunya orang-orang gila dari kotaraja juga hadir
di sini, eh, itu si botak hwesio dari Siauw-lim juga hadir, wah" tentu
ada pesta ya. Ya, ya tentu ada pesta ya, hey, Kong Hwat biar kita
menamu di sini, kita sikat makanannya....... he he!" sambil tertawa
seperti orang miring otaknya ini.
356 Koay Lojin menjura kepada Bu-tek Sianli dengan kedua tangan
terangkat di depan dada, "Kionghie (selamat) Wiwi"... biarin dah
aku jadi tetamu hehehe!!"
"Suhu" gadis ini"., terluka," Kong Hwat yang melihat Sian Hwa
menggeletak dekat tiang penglari cepat mendekati gadis itu dan
memeriksa. Memang Sian Hwa sedang pingsan akibat muntahkan darah terlalu
banyak tadi. Melihat gadis itu hanya pingsan saja dan tidak terluka
berat, cepat Kong Hwat menotok Sian Hwa, untuk beberapa detik
kemudian Sian Hwa sadar dari pingsannya.
Dilihatnya pemuda bersuling masih seru dikeroyok tiga orang gadis
Sian-li-pay. Melihat betapa di situ muncul Koay Lojin dan Kong
Hwat, cepat Ho Siang memainkan sulingnya lebih cepat lagi
gerakan-gerakan kilatnya bagaikan guntur menyambar dan begitu
sulingnya ke atas bergerak cepat menulis huruf "Thian", tahu-tahu
tiga gadis itu sudah terlempar ke belakang dengan senjata terlepas
dari pegangan. Bu-tek Sianli terkejut sekali melihat gerak yang aneh ini, sampai ke
tiga tamunyapun memandang dengan mata terbelalak.
"Luar biasa?".!" tanpa terasa lagi memuji Hok Losu, hwesio tua
Siauw-lim-pay, kalau tidak memandang dengan tuan rumah ingin
sekali ia memuji kehebatan suling pemuda itu! Memang sudah
menjadi lazim bagi tokoh-tokoh kang-ouw apabila melihat ilmu silat
aneh dan luar biasa, timbul dihatinya, untuk mencobanya seperti
Hok Losu ini. 357 Sementara itu melihat betapa tiga orang dara Sian-li-pay tidak lagi
menyerangnya, cepat Ho Siang menghampiri Sian Hwa dan Bwe
Lan sambil berkata: "Nona, mari kita keluar dari neraka ini!"
"Orang muda, kau hebat..... akan tetapi tak kita dilepas dari pulau
ini!" kata Bwe Lan. "Kita mesti mencari jalan keluar nona, jangan kuatir tentang
pemuda buntung itu, tentu sudah dapat lolos meninggalkan pulau
bersama kawanku, hayo kita keluar! Ikuti aku!" berkata begitu Ho
Siang berjalan ke luar diikuti oleh kedua gadis ini.
Sian Hwa berjalan dengan terhuyung-huyung! Cepat Bwe Lan
menggandengnya keluar. Akan tetapi beberapa bayangan
berkelebat dan tahu-tahu Bu-tek Sianli, Bong Bong Sianjin, Hok
Losu dan Leng Ek Cu sudah menghadang di depannya.
"Ha ha ha, Wiwi".. kau ini sudah gendeng, mengapa bermainmain sama orang muda. Biar mereka keluar!" Koay Lojin
mendorong kedua tangannya dan tahu-tahu tubuh Ho Siang, Bwe
Lan dan Sian Hwa terpental jauh dan bergulingan keluar. Daradara bidadari mengejar keluar, akan tetapi begitu kedua tangan
Koay Lojin bergerak entah bagaimana caranya lima dara Sian-lipay melayang kembali ke tempat semula!
"Kong Hwat, kau ikutlah orang muda itu!" Koay Lojin memerintah.
Dengan gesit Kong Hwat mengejar tiga orang muda yang berlarian
ke pantai. Beberapa dara mengejarnya, akan tetapi begitu mereka
menyerang, tangan Ho Siang bergerak dan tahu-tahu ke tiga dara
Sian-li-pay sudah roboh tertotok.
358 Kong Hwat mendorong perahu besar, perahu yang tinggal satusatunya di pulau itu. Ho Siang, Sian Hwa dan Bwe Lan melompat
ke dalam perahu! Dengan sekali dorong perahu itu sudah meluncur
cepat sekali meninggalkan pulau. Melihat betapa di pulau itu tidak
ada perahu, cemas hati Ho Siang mengingat Koay Lojin yang
masih tertinggal di gedung Sian-li-pay.
"Saudara Kong Hwat, bagaimana dengan gurumu locianpwe Koay
Lojin?" tanya Ho Siang.
"Dia".. gampang! Suhu terkenal sebagai setan air sudah barang
tentu dapat mengatasi kesulitannya. Eh, twako, kau hebat
permainan sulingmu membuat aku kagum, siapakah namamu?"
tanya Kong Hwat sambil mendayung.
"Namaku Ho Siang, she Khu," memperkenalkan Ho Siang sambil
melirik ke arah dua orang gadis yang belum diketahui namanya.
Melihat isyarat ini, Bwe Lan yang perasa tahu dan berkata: "Terima
kasih Ho Siang twako, kau sudah menolong kami. Namaku Bwe
Lan, tidak mempunyai she keturunan. Aku sebatang kara dan
ini".. eh, namamu?"
"Aku she Lim namaku Sian Hwa!" memperkenalkan Sian Hwa.
"Nampaknya kau terluka nona, biar aku memeriksa lukamu,"
berkata Ho Siang. Dan dengan amat cekatan ia memeriksa Sian Hwa. Sudah tentu
sebagai murid Nakayarvia pertapa dari India sedikit banyak Ho
Siang dapat mengerti hal pengobatan luka atau luka-luka yang
359 beracun dan begitu ia memeriksa luka di pundak Sian Hwa ia
tersenyum sambil berkata,
"Ah, jantungmu tergetar, untung pertahanan di tubuhmu kuat, kalau
tidak jantungmu pasti akan pecah, nah, kau makanlah ini!" Ho
Siang mengeluarkan sebuah pil merah diberikan kepada Sian
Hwa. Demikian juga luka di pundak Bwe Lan. Hampir serupa dengan
yang dialami oleh Sian Hwa, akan tetapi Bwe Lan tidak begitu
menguatirkan. Sin-kang di tubuhnya lebih matang dari Sian Hwa
dan dengan dorongan tenaga sakti itu sebetulnya iapun dapat
menyembuhkan lukanya, akan tetapi ia menerima saja pil yang
diberikan Ho Siang dan menelannya.
Akan tetapi belum lama mereka meninggalkan pulau, tiba-tiba
sebuah perahu meluncur dengan amat cepatnya di dayung oleh
seorang gadis. Gadis Sian-li-pay yang berjuluk Sian-li-eng-cu!
Tentu saja Bwe Lan mengenalnya, sumoaynya ini dan berkata:
"Ahh".. sumoayku mengejar."
Kong Hwat mengangkat mukanya. Dilihatnya tidak berapa jauh
meluncur sebuah perahu kecil di dayung oleh seorang gadis jelita.
Melihat yang datang adalah seorang gadis cantik, Kong Hwat jadi
tertawa: "Biarlah ia serahkan kepadaku!"
Sehabis berkata begitu Kong Hwat menyerahkan dayung kepada
Ho Siang: "Ho Siang Twako, tolong kau pegang dayung ini, biar
aku membereskan bidadari dari Sian-li-pay!"
360 Ho Siang tertawa sambil menerima dayung: "Hati-hati Hwat-te!
Jangan kau jatuh terpeleset menghadapi bidadari yang cantik
itu?", ha ha ha!"
"Beres!" Sebuah papan dilempar oleh Kong Hwat dan sekali berkelebat
tubuhnya melesat berdiri di atas papan dan meluncur menghampiri
perahu si gadis. Sian-li-eng-cu terkejut bukan main melihat
pemuda itu berjalan di atas air. Matanya membelalak dan begitu
Kong Hwat dekat dan meloncat ke atas perahu, nampak di bawah
kakinya sebuah papan mengambang.
Hebat! Diam-diam gadis ini kagum kepada Kong Hwat. Akan tetapi


Pendekar Lengan Buntung Karya Kim Tiauw di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mulutnya membentak sambil mengeluarkan cambuknya: "Kunyuk,
berani kau mengacau di pulau"!!"
"Tar tar tar!" Tiga kali cambuk itu melecut hampir saja kepala Kong
Hwat hancur dihantam cambuk yang ganas menyambar kepalanya
kalau ia tidak cepat mengelak ke kiri dan meloncat ke ujung
perahu. "Nona yang cantik, sabar! Lebih baik kita damai. Jangan marahmarah begitu," Kong Hwat mencelat lagi ketika perkataannya
disambut oleh serangkum jarum sianli-tok-ciam yang menancap di
tiang perahu. Bergidik Kong Hwat melihat keganasan gadis ini.
"Nona tahan!" seru Kong Hwat mencelat lagi menghindarkan
lecutan-lecutan cambuk yang bertubi-tubi menggeletar.
361 Melihat pemuda itu dengan amat mudahnya dapat menahan
serangan-serangannya Sian-li-eng-cu bertambah panas hatinya.
Pecutnya semakin menggila laksana ular panjang menyambarnyambar mencari mangsa.
Sudah barang tentu Kong Hwat yang terkenal sebagai murid si
kakek gila dari Fu-niu-san dapat menandingi gadis liar ini.
Sebetulnya ingin sekali ia menggunakan jurus-jurus Fu-niu-santung-hoat dan mengeluarkan tongkat kecilnya namun ia merasa
sayang melukai gadis jelita yang sekali lihat saja sudah begini amat
menggemaskan dan membuat hatinya merasa sayang.
Oleh sebab itu, ia hanya meloncat-loncat saja menghindarkan
serangan pukulan-pukulan cambuk yang bertubi-tubi amat
ganasnya. Hanya sekali-sekali Sian-li-eng-cu menyambitkan
dengan sianli-tok-ciamnya, entah mengapa untuk kedua malu
rasanya ia menggunakan jarum beracun kepada lawan yang cuma
mengelak meskipun hatinya menjadi panas dan gemas kepada
pemuda yang diam-diam mengagumkan hatinya ini.
Ia mainkan ilmu cambuknya lebih dahsyat lagi dan ingin cepatcepat menundukkan pemuda yang cuma mengelak tanpa
membalas ini. Sombong! Pikir Sian-li-eng-cu sengit!
"He, kunyuk! Jangan mengelak-elak begitu kaya monyet
berloncatan. Hayo balas serang!" Sian-li-eng-cu membalas
menyerang dengan ganas sehingga di udara terdengar suara
lecutan cambuk mengguntur laksana petir yang siap
menghancurkan tubuh pemuda tinggi tegap yang mengelak ke
sana ke mari. 362 Perahu bergoyang menerima tubuh kedua orang muda yang
tengah bertarung dengan amat serunya. Sementara Ho Siang
mendekati perahu itu dan menonton dari jarak yang tiada berapa
jauh. Bwe Lan memandang sumoaynya yang bertempur melawan Kong
Hwat dengan kuatir. Akan tetapi setelah Ho Siang berkata bahwa
gadis sumoaynya itu takkan menang melawan Kong Hwat, dan
nampaknya Kong Hwat pun tidak ingin mencelakakan gadis itu.
Tenanglah hati Bwe Lan. Akan tetapi tidak setenang hati Sian Hwa saat itu. Entah perasaan
apa yang tengah mengaduk-aduk di hatinya. Sebentar saja
pikirannya menerawang ke arah sam-suhengnya yang bernama
Sung Tiang Le yang buntung lengan kanannya.
Teringat itu ibalah hatinya. "Kasihan kau Tiang Le koko, gara-gara
suci engkau kehilangan lenganmu! Ahhh... koko, masih mending
kehilangan sebelah lengan dari padaku, wajahku.....!"
Mengingat wajahnya yang rusak dan amat menakutkan dari balik
kerudung suteranya itu menitik air mata si gadis. Tentu saja ini
tidak terlihat oleh Bwe Lan atau Ho Siang karena muka gadis itu
tertutup kerudung hitam! Setelah menghadapi gadis galak ini lebih dari limapuluh jurus.
Kong Hwat mendapat akal yang jitu. Begitu cambuk si gadis
menyambar cepat menyabet kakinya, ia tidak mengelak. Sian-lieng-cu girang sekali cambuknya membelit kaki pemuda itu,
dengan tertawa mengejek ia membetot keras. Tentu saja Kong
Hwat tertarik dan terjengkang ke belakang.
363 Pada saat itulah bagaikan orang gugup Kong Hwat berguling dan
keccbur ke laut! Terdengar pekik lirih dari Sian-li-eng-cu, melihat
bayangan Kong Hwat terus tenggelam menimbulkan pusar-pusar
air yang membawa tubuhnya ke bawah!
Akan tetapi, tiba-tiba gadis itu terhuyung. Perahu kecilnya
berguncang keras dan terbalik! Keruan saja gadis ini menjerit
ketika ada sebuah tenaga yang amat kuat membetotnya dan
kecebur masuk ke dalam air sungai!
Bwe Lan dan Sian Hwa melihat dua orang muda itu tercebur dan
tenggelam ke dalam laut. Keduanya siap melompat ke dalam air
menolong mereka, akan tetapi Ho Siang mencegahnya.
"Mereka tidak apa-apa!" katanya.
Dan begitu mereka memandang, benar saja tidak berapa jauh
nampak Kong Hwat berenang menuju perahunya sambil
memanggul tubuh Sian-li-eng-cu yang kelihatan sudah pingsan!
"Ho Siang twako"!" Kong Hwat memanggil menggapaikan tangan.
"Oiyy".. Hwat-te (adik Hwat)!" Ho Siang berseru mengayuh
dayungnya lebih cepat lagi.
Perahu meluncur ke arah Kong Hwat dan Kong Hwat naik ke atas
perahu dengan dibantu oleh Ho Siang yang menarik tangan
pemuda itu. Begitu naik ke atas perahu Kong Hwat tertawa kepada
teman-temannya. 364 "Gadis ini lihay dan galak, hampir saja cambuknya merenggut
nyawaku. Entah siapakah dia?" Kong Hwat mengusap mukanya
yang basah! "Dia sumoayku yang kedua namanya Han Soan Li, berjuluk Sianli-eng-cu," menyahut Bwe Lan sambil memapah gadis Sian-li-pay
yang bernama Han Soan Li itu yang masih pingsan. Dibawanya ke
bilik perahu untuk berganti pakaian, diikuti pula oleh Sian Hwa.
Melihat gadis-gadis itu sudah masuk ke dalam bilik perahu, Kong
Hwat membuka bajunya dan menukar dengan yang kering.
Sementara itu tak habis-habisnya pemuda murid Koay Lojin
memuji-muji gadis yang bernama Han Soan Li, gadis Sian-li-pay
yang telah mengobrak abrik pertahanan hatinya.
Memang cinta itu aneh, ia dapat tumbuh dalam waktu yang singkat!
Tentu saja Ho Siang yang berpandangan tajam ini memaklumi
bahwa diam-diam pemuda kawannya ini sudah jatuh hati kepada
gadis lawannya, Han Soan Li
Kita tinggalkan orang-orang muda yang lihay di dalam perahunya
yang telah mengarungi laut Po-hay dalam usaha melarikan diri dari
Pulau Bidadari. Kita kembali ke pulau itu menjenguk kakek aneh
Koay Lojin. Tentu saja kakek ini dikepung oleh Bu-tek Sianli dan banyak anak
muridnya, malah ke tiga orang tamunya sudah turun tangan pula
karena tak tahan ia gatal-gatal tangan melihat kakek aneh yang
sakti ini. Maka dikeroyok oleh tokoh-tokoh sakti, diam-diam kakek
gila mengeluh di dalam hatinya.
365 Meskipun mulutnya mengoceh nggak keruan: "Curang....... main
keroyokan.......wah, wah....... orang-orang Sian-li-pay curang.......!!!" "Jangan banyak bacot, kau orang tua gila mengacau di tempat
kami. Biar jiwa kalian menggantikan orang-orang muda yang
sudah kabur! Kau harus mampus!"
Bu-tek Sianli menerjang dengan pukulan-pukulan Bu-tek-sin-kun
yang amat lihay bukan main. Sementara permainan jubah Hok
Losu membuat Koay Lojin terhuyung-huyung dan kacau gerakan
kakinya, apalagi ditambah oleh serangan-serangan pukulan jarak
jauh dari Bong Bong Sianjin dan tokoh Khong-thong-pay Leng Ek
Cu. Bukan main. Kasihan kakek gila ini, meskipun kagum melihat
gerakan-gerakannya yang aneh dan lucu yang kadang-kadang
seperti orang-orang mabuk, terhuyung-huyung dan seperti orang
hendak jatuh akan tetapi anehnya, dengan langkah-langkah ajaib
seperti ini semua pukulan-pukulan dari tokoh-tokoh sakti dapat
dihindarkannya dengan baik. Meskipun berkali-kali jubah Hok Losu
sudah berhasil menyentuh pundaknya, namun kakek sakti ini
benar-benar kebal! Biar gila, kakek ini tahu akan bahaya. Melihat bahwa lawanlawannya ini demikian tangguh dan tak mungkin ia dapat
dikalahkan, Koay Lojin mencari jalan keluar dan terdengar
pekiknya yang dahsyat meruntuhkan dinding tembok dan banyak
di antara gadis-gadis Sian-li-pay mencelat mundur mengerahkan
366 sin-kang di dada untuk melawan serangan jeritan kakek Koay Lojin
yang lihay. Hanya Bu-tek Sianli, Hok Losu dan Bong Bong Sianjin yang tidak
terpengaruh oleh kakek gila ini, meskipun demikian seranganserangan mereka menjadi mengendur karena sebagian tenaga
dikerahkan untuk menolak suara yang menggetarkan jantung.
Melihat kesempatan ini, sambil menggereng keras Koay Lojin
mencelat ke atas dan terdengar suara genteng dan eternit di atas
bobol terhantam tubuh Koay Lojin yang sudah melompat keluar.
"Kejar dia!!" Bu-tek Sianli mengejar ke luar diikuti oleh muridmuridnya dan tiga orang tamu, Bong Bong Sianjin, Hok Losu dan
Leng Ek Cu. Akan tetapi secepat itu mereka mencelat keluar dari
lobang yang tadi dibobolkan oleh Koay Lojin, mereka terheran
karena tidak melihat lagi kakek gila, bayangannyapun tidak
kelihatan! "Dia hebat".. biarkan dia pergi!" berkata Hok Losu yang tidak ingin
meneruskan permusuhan ini dengan kakek gila itu.
"Tak mungkin ia bisa menghilang begitu tiba-tiba, hemm," sambil
mendengus Bu-tek Sianli memerintahkan dara-dara jelita Sian-lipay untuk mengejar ke pantai.
Dan apa yang mereka lihat di pantai itu, memang benar, Koay Lojin
berlarian terus berlari memasuki di atas air yang mengeriak jernih.
Tidak ada perahu lagi di pantai. Tentu saja gadis itu dibuat heran
karenanya. "Gila, mana ada manusia dapat berjalan di atas air?"
367 Sesungguhnya tidak demikian. Memang Koay Lojin itu aneh dan
sakti. Akan tetapi tak mungkin ia mampu berjalan, malah berlarilari di atas air kalau tidak dibantu oleh sebilah papan kecil tempat
berpijak kakinya. Dan dengan gin-kang yang tinggi itulah kakek ini berhasil berlari di
atas air dengan bantuan sebilah papan di bawah kakinya. Dan
sebentar saja ia sudah dapat mengejar orang-orang muda yang
melarikan diri dengan berperahu. Sambil tertawa-tawa girang
kakek Koay Lojin itu naik ke atas perahu yang didayung oleh Kong
Hwat dan Ho Siang. Sementara Sian-li-eng-cu Han Soan Li tengah bersungut-sungut
dihadapan sucinya Bwe Lan. Sedangkan Sian Hwa tenggelam
dalam lamunannya. Pikirannya menerawang ke arah Sung Tiang
Le dan Bwe Lan. Hemm, bermacam-macam perasaan yang mengaduk-aduk hati
gadis itu sekarang. Ada sedikit perasaan cemburu kepada gadis di
depannya ini yang bernama Bwe Lan yang secara terang-terangan
berani mati telah mencintai Tiang Le dan ahh........ banyak lagi
perasaan-perasaan hati itu. Sian Hwa kasihan kau!
"Y" 10 Air laut mengeriak tenang. Sementara matahari sudah mulai
tenggelam merupakan bola bulat merah di ujung laut. Nyuk In dan
Tiang Le mengayuhkan dayung lebih cepat lagi menuju ke darat
karena takut kemalaman di tengah laut. Meskipun Tiang Le
368 buntung lengan kanannya akan tetapi ia dapat membantu gadis ini
mendayung dengan tangan kirinya.
Selama perjalanan di tengah laut itu Tiang Le jarang sekali berkatakata. Baru setelah udara mulai agak gelap mereka sudah sampai
ke pantai, dengan cepat sekali Tiang Le mengikuti Nyuk In
meloncat dari perahu dan berlarian di sebuah dusun mencari
rumah penginapan. Karena hari sudah gelap, Tiang Le dan Nyuk In tidak tahu lagi
dusun apa gerangan tempat ini. Akan tetapi dusun ini cukup besar
dan mudah bagi mereka mencari rumah penginapan.
Sebelumnya mereka memesan makanan kepada seorang pelayan
rumah penginapan ini. Begitu hidangan tersedia di meja, Nyuk In
berkata kepada Tiang Le, "Setelah makan kita harus bermalam di
sini, o ya, aku lupa menanyakan namamu!"
"Namaku Tiang Le"... Sung Tiang Le," sahut Tiang Le
menyambung sambil melirik ke arah gadis ini.
Usia gadis ini tidak lebih dari duapuluh tahun. Cukup cantik akan
tetapi angkuh, pikirnya. Memang sejak perjalanan di laut itu
sebetulnya jarang Nyuk In berbicara. Entah mengapa berjalan
dengan pemuda buntung ini, ia merasa canggung dan kikuk.
Lain waktu berjalan dengan Ho Siang, rasanya dengan Ho Siang
ia lebih cocok. Sudah barang tentu! Sebab dengan Ho Siang ia
sudah jatuh hati dan karenanya berjalan dengan orang yang
dicintai sangat membawa kesan dan menyenangkan!
369 Kini menghadapi pemuda buntung yang bernama Tiang Le itu ia
merasa amat kikuk sekali, meskipun demikian ia memperkenalkan
juga dirinya, "Namaku Nyuk In she Cung?", hemm aku sudah
lapar sekali?". mari kita makan!"
Tiang Le mengangguk dan dengan sinar matanya itu ia
menyatakan rasa terima kasih. Heran, kenapa menghadapi gadis
ini ia merasa amat rendah diri" Ah, betapa malunya ia apabila
pandangan gadis itu membentur lengannya yang buntung! Ia
merasa dirinya amat rendah dan tiada berharga!
"Bwe Lan, gara-gara engkaulah aku jadi begini," mengeluh Tiang
Le dalam hati. Sedikit sekali Tiang Le makan karena perasaannya tidak enak.
Nyuk In heran melihat Tiang Le makan sangat sedikit, akan tetapi
ia tak bertanya. Ia diam saja sambil menyikat makanan yang di atas
meja. "Saudara Tiang Le, aku sudah pesan kamar untuk kita. Kau di
kamar nomor tujuh dan aku di kamar nomor delapan saling
menyebelah. Mari kita ke sana!" berkata Nyuk In bangkit dari
duduknya diikuti oleh Tiang Le yang tidak berkata apa-apa.
Begitu mereka hendak memasuki kamarnya masing-masing
sebelumnya Nyuk In berkata kepada Tiang Le: "Selamat
beristirahat saudara Tiang Le, sampai berjumpa lagi besok pagi."
Tiang Le menjura menyatakan terima kasih, lalu ia memasuki
kamarnya dengan diikuti oleh seorang pelayan, "Ini kamarnya
370 kongcu (tuan), kalau ada apa-apa, kongcu dapat memesannya
kepada pelayan"!"
Tiang Le mengangguk, "Baiklah lopek nanti kalau aku ada perlu
seauatu akan kupanggil kau!"
Si pelayan membungkuk dan keluar dari kamar.
Tiang Le sendirian di kamar itu.
Nyuk In juga sendirian di kamar sebelah. Setelah meletakkan
perbekalannya di atas meja, ia merebahkan dirinya di atas
pembaringan tanpa membuka sepatu. Matanya menatap langitlangit kelambu! Pikirannya menerawang jauh.
Teringat kepada Ho Siang, ia jadi melamun sendiri. Ah, Nyuk In
kau betul-betul telah jatuh cinta kepada murid Nakayarvia itu. Kau
lemah".. Memang aku lemah, bisik Nyuk In, aku mengagumi Ho
Siang. Ia tampan, gagah dan bersikap sederhana, simpatik.
Hemm, Ho Siang". Ho Siang-koko, Nyuk In berbisik sendirian.
Ia menoleh mengawasi lilin yang menyala menerangi samar-samar
kamar ini. Angin bertiup perlahan dan ujung api itu bergoyang


Pendekar Lengan Buntung Karya Kim Tiauw di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lincah bermain-main. Nyuk In memperhatikan kamar yang
berbentuk empat persegi ini sambil merebahkan diri. Akan tetapi
tiba-tiba telinganya yang tajam membuat ia meniup api lilin dan
mencelat ke luar. Di atas genteng itu betapa terkejutnya ia ketika melihat ada lima
orang tua telah mengurungya. Di antara ke lima orang tua itu
nampak seorang setengah tua yang memakai sorban kuning dan
371 berkepala botak seperti hwesio. Tubuhnya gendut dan pendek,
sepasang lengannya berbulu nampak mengerikan sekali. Inilah dia
tokoh dari dunia barat yang disebut Thay-lek-hui-mo (Iblis Terbang
Bertenaga Seribu Kati) murid Nakayarvia yang pertama.
Dan ke empat orang yang lainnya adalah tokoh-tokoh biasa suku
bangsa Han, yang bongkok itu adalah tokoh Bu-thong-pay yang
bernama Bhong Cu Siang, terkenal dengan permainan senjatanya
yang berbentuk arit. Sedangkan tiga orang lainnya adalah anak
buah dari Hek-lian-pay (Perkumpulan Bunga Teratai Hitam).
"Nona, harap kau menyerahkan diri dan jangan mencari mampus,"
bentak Thay-lek-hui-mo dengan suara yang berat. Dan cahaya
bulan yang tinggal sepotong itu, Nyuk In dapat melihat tokoh
bersorban ini. Ia tidak mengenal Thay-lek-hui-mo.
Memang harus diakui, karena gadis ini belum lama turun gunung
dan belum banyak mengenal tokoh-tokoh kang-ouw.
"Kalian ini siapakah malam-malam begini menghadang aku?"
tanya Nyuk In. Seorang dari ketiga anak buah Hek-lian-pay menyahut: "Gadis liar
kau telah mengacau pulau bidadari, mana bisa kau hendak
meninggalkan pulau itu seenaknya saja. Hayo turut kami kembali
ke pulau.......!" Nyuk In memandang tajam. "Hemm, kiranya orang-orang ini
adalah kaki tangan Sian-li-pay, pantas," berpikir demikian Nyuk In
menarik kipas dan pit. Sambil tersenyum ia berkata: "Ahh, kalian
ini adalah antek-antek Sian-li-pay, ya?"
372 "Kami dari Hek-lian-pay! Hayo menyerah......." jawab kakek
bongkok sambil mengacungkan aritnya.
"Pantes, tidak tahunya kalian ini orang-orang Hek-lian-pay sama
jahatnya dengan Sian-li-pay. Kalian hendak menangkapku, boleh
kalau kalian dapat mengalahkanku!" tantang Nyuk In.
"Straatt"," kipasnya telah terbuka.
"Kalian mencari mati. Bocah sombong!" sambil membentak
demikian kakek bongkok Bong Cu Siang mengabitkan aritnya.
Nyuk In tersenyum mengejek dan menarik kaki kirinya
menghindarkan sambaran arit yang amat kuat sehingga
menimbulkan angin berciutan. Akan tetapi baru saja ia
menghindari serangan dari kakek bongkok ini tahu-tahu
serangkum hawa dingin menyambar belakangnya.
Nyuk In terkejut sekali! Cepat mengibaskan kipasnya ke belakang,
tangan kanannya yang memegang pit menangkis pukulan arit
kakek bongkok yang sudah menerjangnya lagi. Karena ia tidak
menduga serangan pukulan dari belakang itu demikian hebatnya
begitu ia mengebutkan kipasnya terdengar suara keras: "Brett"...
kerak" kerakkk!! Desss!"
Hebat sekali pukulan jarak jauh hwesio bersorban kuning ini.
Bukan saja kipas Nyuk In robek dan hancur berantakan, juga tanpa
dapat dicegah lagi tubuh Nyuk In terlempar jauh. Cepat ia
bergulinggan berpok-sai turun dari atas genteng. Begitu ia
menginjak tanah, terasa dadanya menjadi nyeri dan sakit.
Terkejutlah ia! 373 "Ha ha ha, bocah begini saja sudah berani mengacau Sian-li-pay?"
Sambil tertawa Thay-lek-hui-mo menggelundung ke bawah seperti
karet bal jatuh, disusul dengan berkelebat bayangan lain.
Nyuk In sudah berdiri lagi. Tidak berapa jauh darinya terdengar
suara hiruk pikuk senjata beradu. Tahulah ia bahwa Tiang Le juga
sedang dikeroyok oleh orang-orang Hek-lian-pay. Tiga kali pitnya
bergerak, tahu-tahu Nyuk In sudah merangsek kakek bongkok
yang bersenjata arit dan menggerak-gerakkan tangan kanannya
memukul sambil mengerahkan hawa sakti.
Sebagai murid Bu-beng Sianjin tentu saja Nyuk In pantang
menyerah menghadapi lawan-lawan meskipun tangguh seperti
setan. Semakin lihay lawannya, semakin sengit Nyuk In
menggerak-gerakan pitnya dan pukulan-pukulan tangan
kanannya. Bentakan-bentakan yang keluar dari mulut gadis ini
membuat lawan-lawannya yang tiga orang ini menjadi keder dan
jeri. Terasa jantung mereka menggetar mendengar bentakan dari gadis
itu. Permainan pedangnya mengendur. Akan tetapi tentu bagi
Thay-lek-hui-mo dan si kakek bongkok Bong Cu Siang tidak
terpengaruh oleh bentakan-bentakan gadis itu.
"Bocah setan, tidak lekas menyerah mau tunggu kubikin
mampus?" Thay-lek-hui-mo membentak menggerakkan kedua
tangannya memukul ke depan.
Ia maklum bahwa, lawannya ini tentulah seorang yang pandai,
pantas saja gadis ini dapat meloloskan diri dari Sian-li-pay.
374 Kemantapan dari gerakan pitnya itu saja sudah membayangkan
tenaga lwekang yang hebat.
Ia tidak berani memandang ringan lagi, maka diloloskan cambuk
pemberian suhunya Nakayarvia. Cambuk itu hitam warnanya,
panjang dan berat, tapi di tangan hwesio gendut itu terasa ringan
dan enak. Tentu saja selama beberapa tahun ia bermain-main
cambuk ini! Melihat bahwa hwesio gendut sudah mengeluarkan cambuk yang
menggeletar-geletar memekakkan anak telinga. Cepat Nyuk In
mengeluarkan pedang dari balik jubahnya. Inilah pedang tipis pekliong-pokiam yang jarang ia keluarkan menghadapi lawan. Akan
tetapi sekarang menghadapi kakek bersorban ini, mau tidak mau
ia harus keluarkan pedangnya, karena kipas yang biasanya ia
andalkan sudah hancur disambar pukulan lawannya tadi.
"Hemm, kalian memaksaku. Baik aku, murid Bu-beng Sianjin, tak
akan mundur setapakpun!" Pedang Pek-liong-pokiam berkelebat
menyilaukan mata. Terkejut sekali lawan-lawannya ini. Hebat, pantes demikian lihai,
tahunya gadis ini adalah murid Bu-beng Sianjin, pertapa sakti dari
puncak Thang-la! Akan tetapi tentu saja bagi Thay-lek-hui-mo dan
Bong Cu Siang mereka tidak menjadi gentar, malah semakin hebat
mendesak lawan. "Nona, kami tidak ingin mencelakakanmu. Harap kau menyerah
saja dan supaya kami bawa kau ke pulau bidadari, Ketahuilah kami
dengan suhumu Bu-beng Sianjin, tidak ada permusuhan apa-apa,
menyerahlah! Kami jamin kau tidak akan dipersakiti oleh Sianli,"
375 kata Bong Cu Siang membujuk. Segan memang ia untuk
berurusan dengan kakek pertapa Thang-la, oleh sebab itu kalau
bisa dibujuk gadis ini, itu lebih baik!
Akan tetapi Nyuk In bertambah marah.
"Tak usah banyak cerewet, lihat pedang!" gadis ini menggerakkan
pedangnya dan berkelebat sinar perak menyilaukan mata.
Bong Cu Siang kaget dan bingung seketika karena gerakan
pedang itu hebat dan menyilaukan. Thay-lek-hui-mo yang sudah
menjadi marah membentak keras dan kedua tangannya bergerak
mendorong. Inilah pukulan Gin-san-ciang yang belum lama ini ia
pernah terima dari gurunya Nakayarvia, amat hebat dan
mengeluarkan hawa panas dan berapi.
Merasa hawa pukulan ini sangat panas dan membara, tak berani
Nyuk In menangkis dengan pukulan pula. Waktu sabit di tangan
Bong Cu Siang menyabet dan tiga orang anggota Hek-lian-pay
menggerakkan pedangnya, dengan cepat luar biasa Nyuk In
mencelat ke atas menggunakan gin-kangnya.
Sambaran angin pukulan Thay-lek-hui-mo lewat di bawah kakinya
dan terdengar jeritan mengerikan dari ketiga orang anggota Heklian-pay yang tidak keburu mengelak dari serangan Gin-san-ciang
kakek bersorban yang lihay itu. Untuk seketika jeritannya itu
berganti dengan tubuh mereka yang berkelojotan mati dengan
muka hangus dan mendelik. Inilah hebat. Nyuk In sampai bergidik
sekali. 376 "Anak setan! Kau mampuslah!" Thay-lek-hui-mo berseru marah,
jubahnya berputaran menimbulkan angin puyuh.
Untung saja pada saat itu bulan bersinar terang sehingga Nyuk In
dapat menangkap gerakan-gerakan pukulan lawan. Berkali-kali
pukulan Gin-san-ciang kakek bersorban itu menyentuh, tubuhnya
terasa panas dan nyeri menyesakkan dada. Oleh karena itu ia
mainkan pedangnya dengan jurus-jurus Pek-liong-kiam-sut lebih
hebat lagi. Pada saat itu berkelebat banyak bayangan berlarian.
Tahu-tahu Bu-tek Sianli telah berada di hadapan Nyuk In. Terkejut
sekali gadis ini melihat nenek Pay-cu Sian-li-pay yang telah berada
di tempat ini. Bagaimana boleh jadi. Tentu saja ia tidak tahu.
Setelah nenek ini kehilangan Koay-lojin dengan marah, cepatcepat ia mengejar, sebelumnya ia melepaskan burung posnya
mengabarkan berita kepada kaki tangannya di luar pulau bidadari.
Oleh sebab itulah mengapa orang-orang Hek-lian-pay sudah dapat
menangkap berita itu sebelum ke dua orang muda itu masuk ke
dalam penginapan. Melihat gadis muda berjalan dengan pemuda buntung, tentu saja
orang-orang memandang ringan kepada Tiang Le, melainkan
mengarahkan perhatiannya kepada gadis bernama Nyuk In yang
dikabarkan sangat lihay tak heran kalau Thay-lek-hui-mo, Bhong
Cu Siang dan tiga orang Hek-lian-pay mengeroyok gadis cantik ini.
Sebaliknya dengan mengandalkan banyak orang Hek-lian-pay,
orang-orang ini menyerbu Tiang Le.
377 Untung bagi Tiang Le ia cuma dikeroyok oleh orang-orang kasar
seperti ini, sehingga dengan mudahnya ia dapat menghindari
serangan-serangan dan balas memukul dengan tangan kirinya.
Akan tetapi tak lama kemudian, siapa sangka muncul tiga orang
bidadari dari Sian-li-pay yang sudah sampai ke tempat ini bersama
Bu-tek Sianli. Terkejut bukan main Tiang Le. Apa lagi permainan pedang daradara Sian-li-pay ini demikian ganas dan lihay. Maka dengan
mengandalkan keringanan tubuhnya ia mencelat ke sana ke mari
menghindari sambaran pedang dari dara-dara Sian-li-pay yang
lihay ini. Diam-diam Tiang Le mengeluh tadinya ia ingin menolong gadis
yang bernama Nyuk In itu, yang tengah dikeroyok oleh kakek
bersorban kuning, sekarang jangankan untuk membantu. ia sendiri
merasa kewalahan menghadapi lawan-lawannya yang lihay ini.
Semakin banyak orang Hek-lian-pay yang mengeroyoknya
semakin payah Tiang Le. Lama kelamaan ia menjadi lelah juga
mengelak ke sana ke mari. Jalan satu-satunya adalah membuka
jalan darah. Melihat bahwa yang mengeroyoknya adalah orang-orang Hek-lianpay yang tidak begitu lihai, ia mendesak orang-orang yang
mengurungnya itu, menggerakkan tangan kakinya, menendang
dan memukul. Tiga orang Hek-lian-pay menjerit roboh
menghantam pukulan tangan kiri Tiang Le, dengan cepat Tiang Le
mencelat menjauhi berlari.
378 "Anjing buntung mau lari kemana kau?" salah seorang dari ke tiga
gadis Sian-li-pay itu membentak sambil mengejar cepat. Sebuah
sabuk sutera meluncur dengan amat luar biasa cepatnya dan tahutahu menjirat kaki Tiang Le dan keruan saja Tiang Le jadi terguling
dibuatnya. "Tar tar tar!" Lecutan sabuk sutera itu terdengar nyaring bertubitubi di atas kepalanya, disusul berkelebat bayangan tiga orang
gadis mengejarnya. Terkejut sekali Tiang Le. Ia tidak boleh
tertangkap oleh gadis ini, celaka kalau ia dibawa kembali ke pulau
bidadari! Oleh sebab itu, begitu sabuk itu terlepas dari kakinya, ia
membiarkan sabuk sutera melecut memukul pundaknya
mengerahkan tenaga sakti di pundak.
Tiang Le mengeluh, akan tetapi ia mencelat lagi, sebuah bayangan
gesit mengirim tendangan, Tiang Le terjungkal dan terasa sejuta
bintang berputar-putar di atas kepalanya. Terdengar suara bidadari
membentak, "Anjing buntung! kau tidak dapat melarikan diri...... hik
hik!" Tiang Le menjadi kalap sekali. Ia menerjang, gadis itu mengirim
pukulan yang ngawur karena kepalanya menjadi puyeng, sebisabisanya ia memukul. Terdengar suara tertawa nyaring disusul
berkelebatnya sinar pedang siap menusuk leher Tiang Le.
"Trang!" sinar pedang itu menghantam cambuk.
Si gadis yang memegang pedang menoleh, "Kenapa"!!" tanyanya
heran. 379 "Jangan bunuh dia, tangkap hidup-hidup, bawa kembali ke pulau!"
terdengar suara gadis yang memegang sabuk sutera.
Tiang Le melompat bangun. Terhuyung-huyung.
"Ha ha ha, anjing buntung sudah mabok. Sebentar lagi ia akan
jatuh dan kita tinggal menggaet kakinya, ha ha ha!!"
Tiang Le menjadi panas. Tangan kirinya terbuka menggeletar dan
menerjang maju. "Ihhh," gadis yang memegang cambuk menjerit lirih, menggeser
kakinya ke samping tubuh Tiang Le meluncur dan bergulingan
jatuh. "Tar tar tar!" Tiga kali sabuk sutera melecut, tubuh Tiang Le
menggeliat-geliat menahan sakit pada punggung yang terhantam
cambuk. Bulan di atas tiba-tiba menjadi suram, bersembunyi di
balik awan hitam. Suasana menjadi remang-remang.
Si gadis melecutkan sabuknya sambil tertawa-tawa mengejek. Tak
tertahan lagi rasa nyeri yang menggerogoti punggung dan
mukanya yang tersambar lecutan cambuk. Suara-suara bidadari
terdengarnya seperti suara-suara hantu neraka yang menyiksanya
setengah mati. Tiba-tiba dirasakannya dunia ini berputar, tubuhnya melayang
jatuh semangatnya turun melayang, terayun-ayun. Dan tak
sadarkan diri lagi. 380 "Minggir!" si gadis memegang cambuk sutera mencelat ke
belakang ketika tanah yang dipijaknya jadi longsor. Suara gemuruh
mengiringi tubuh Tiang Le yang tergulung pula oleh tanah longsor.
Tempat itu sangat gelap sekali. Gadis-gadis cantik ini seketika
kehilangan pemuda buntung. Orang-orang Hek-lian-pay turut
membantunya mencari, akan tetapi karena tempat itu kini menjadi
gelap dan takut kalau-kalau tanah yang dipijaknya menjadi longsor
lagi, maka orang-orang Hek-lian-pay melapor: "Tidak ada, pemuda
itu tentu sudah mampus masuk jurang!"
"Baik," sahut gadis Sian-li-pay yang memegang pedang, "kita
laporkan kepada Pay-cu!"
Ke tiga gadis Sian-li-pay dan orang-orang Hek-lian-pay berlari-lari
menemui Pay-cu yang telah menanti dengan wajah bersungut,
"Goblok, kalian?", menghadapi pemuda buntung saja tidak
becus!" Bu-tek Sianli marah-marah. Tentu saja ia menjadi rungsing
bukan main, baru saja ia dan teman-temannya tidak berhasil
menangkap gadis lihay itu, kini pemuda buntung itu juga lolos.
"Benar-benar terlalu!" nenek ini mengepalkan tinjunya.
"Kembali ke pulau!" perintahnya singkat. Dan malam itu juga Butek Sianli kembali ke pulaunya. Karena tiga orang tamu dari
kotaraja, yaitu Bong Bong Sianjin, Hok Losu dan Leng Ek Cu masih


Pendekar Lengan Buntung Karya Kim Tiauw di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menanti di sana! Mengapa nenek sakti ini tidak berhasil menangkap Nyuk In,
padahal ia dibantu oleh Thay-lek-hui-mo dan Bhong Cu Siang yang
lihay" 381 Seperti kita ketahui memang menghadapi Thay-lek-hui-mo ini,
Nyuk In sudah kewalahan setengah mati apa lagi ditambah oleh
Bhong Cu Siang dan munculnya Bu-tek Sianli, benar-benar Nyuk
In terancam nyawanya! Pukulan sakti Bu-tek Sianli yang langsung
menerjangnya membuat beberapa kali gadis ini terlempar jauh
muntahkan darah segar. Parah sekali keadaannya Nyuk In bahaya sekali ia tidak cepatcepat mengerahkan tenaga murni ke dada, ia menekan dadanya
yang terasa sesak dan nyeri. Pandangannya menjadi nanar, ia
terhuyung-huyung. Thay-lek-hui-mo tertawa mengakak melihat
lawannya sudah hampir roboh. Arit di tangan Bhong Cu Siang
menyambar leher si gadis dibarengi dengan pukulau tangan kanan
Bu-tek Sianli yang menggeletar dahsyat.
Nyuk In tak kuasa lagi mengelak begitu pitnya menangkis arit
Bhong Cu Siang terasa tangannya bergetar hebat, dalam keadaan
yang hampir setengah sadar ia menggerakkan kakinya
menghindarkan diri dari dari sambaran jubah kakek bersorban,
akan tetapi sebuah pukulan tangan Bu-tek Sianli tak dapat ia
hindari lagi. Cepat ia mengerahkan sin-kang di dada menerima
pukulan dahsyat ini. Desss!" Tubuh Nyuk In terlempar jauh, pingsan sambil muntah
darah segar. Bhong Cu Siang memburu dengan arit di tangan dan
mengelebatkan aritnya. Pada saat yang mengancam keselamatan
gadis itu, sebuah benda menyambar dan arit Bhong Cu Siang
menyeleweng ke samping. Sesosok tubuh berkelebat dengan
amat gesitnya menyambar tubuh Nyuk In.
382 "Kejar?"!" Bu-tek Sianli memerintah.
Ke tiga orang itu memburu bayangan hitam berlari dengan amat
cepatnya ke selatan. Berkali-kali tangan kiri Bu-tek Sianli
mengayun melempar Sianli-tok-ciam dan nampak sinar halus
menyambar bayangan di depan, akan tetapi betapa terkejut hati
mereka melihat jarum-jarum runtuh sebelum menyentuh bayangan
hitam yang terus lenyap di balik sebuah pohon yang besar.
Dalam beberapa detik ke tiga orang yang mengejar sudah sampai
di bawah pohon besar yang agak gelap. Tiba-tiba Bu-tek Sianli
melempar jarumnya ke atas. Akan tetapi tidak terdengar suara
apapun, Thay-lek-hui-mo menjadi marah, dengan geram kedua
tangannya terangkat dan mendorong ke depan. Terdengar suara
keras batang pohon yang sebesar pelukan itu roboh dan semua
daun-daunnya rontok hangus tersambar pukulan Gin-san-ciang
luar biasa itu! "Tidak ada disini!" bisik Thay-lek-hui-mo. Tentu saja kalau memang
orang yang menolong gadis itu bersembunyi di pohon ini, tentu
akan hangus pula tersambar pukulannya yang dahsyat!
Demikianlah hati penasaran dan uring-uringan ke tiganya kembali
ke markas Hek-lian-pay. Bu-tek Sianli kembali ke pulau dan Thaylek-hui-mo dan Bong Cu Siang terus menyelidiki sekitar dusun
mencari ke dua orang muda, akan tetapi yang dicari lenyap
bagaikan ditelan bumi! "Y" 11 383 Tiang Le merasa tubuhnya dihentakkan oleh tenaga yang luar
biasa ke alam lain. Ia melihat tempat yang begitu gelap pekat, panas dan
menyesakkan rongga pernapasannya. Ia merasa bermimpi yang
amat menakutkan. Mimpi yang dirasakannya dunia ini menjadi
kiamat, bulan di atasnya jatuh menimpa bumi.
Tiang Le menjerit ngeri ketika melihat banyak manusia-manusia
menangis dan meratap digiring oleh sebuah makhluk yang
berkepala sembilan dan bertangan duabelas. Manusia apakah itu
atau malaikatkah yang meogiringi orang-orang yang sudah mati.
Di tempat apa ini" Di neraka" Tiang Le menjerit sekuat-kuatnya ia dapat
mengeluarkan jeritannya. Akan tetapi aneh, tiada terdengar suara
jeritannya itu. Matikah aku ini" Sekali lagi ia menjerit sekuatkuatnya. Tiada suara.
Tiba-tiba sinar terang menyilaukan matanya. Berputar-putar
membentuk sesosok tubuh manusia. Ia melihat seorang laki-laki
nelayan yang amat sederhana, namun berwajah tampan,
didampingi oleh wanita cantik yang wajahnya diliputi kedukaan.
Mereka tersenyum-senyum kepadanya dan melambaikan tangan.
Tiang Le menangis hendak mengikuti kedua orang tua yang
semakin lama semakin hilang dari pandangan matanya. Ia
memangil: "Ayah....... ibu!"
Akan tetapi orang yang dipanggil sudah hilang disapu awan yang
menjemputnya. Ingin ia terbang. Akan tetapi dirasakannya tubuh
384 demikian kaku dan nyeri. Kembali sejuta bintang berputar di
kepalanya, membuat tubuhnya terayun-ayun nikmat sekali, ia
memejamkan mata. Kembali gelap itu bukan main menghantui hidupnya. Ia merasa
seperti di neraka. Api neraka membakarnya, ia berteriak ngeri
waktu dirasakannya tubuhnya terbanting jatuh masuk ke dalam
kawah api yang menyala-nyala luar biasa panasnya. Ia
menyebutkan nama Tuhan dan Tuhan datang meniup api-api yang
menakutkan itu. Serasa Tuhan berkata lembut kepadanya:
"Diamlah....... tenanglah....... kau terserang penyakit demam yang
hebat?"" Suara itu. Bukan. Bukan suara Tuhan. Suara itu seperti suara
bidadari demikian lembut dan menyejukkan hatinya. Ia melihat
sebuah wajah yang cantik jelita. Wajah seorang gadis. Ia bingung
dan tidak mengenal wajah gadis ini.
Wajah aneh, sebentar seperti wajah Sian Hwa, kemudian berubah
seperti wajah Bwe Lan yang tadinya amat galak kepadanya,
sebentar lagi........ hanya samar-samar, seperti....... seperti Pei
Pei....... seperti Cia Pei Pei! Oh, Pei Pei! Bibirnya bergerak
menyebut nama gadis itu. Heran, jauh sekali ia mendengar Pei Pei
berkata: "Tiang Le koko......., tenangkanlah hatimu."
Mendadak semua bayangan itu menjadi lenyap. Tiang Le
menyesal bukan main, di dalam gelap ia mencari-cari! Akan tetapi
gadis-gadis yang membayang tadi tidak nampak lagi. Hilang
ditelan kabut yang amat hitam pekat!
385 Akan tetapi, telinganya mendengar suara seorang gadis berkata
lembut, suara itu seperti yang didengarnya tadi di dalam gelap:
"Tiang Le koko?", tenangkanlah hatimu!"
Bagaikan tersentak dari mimpi yang amat buruk Tiang Le
membuka matanya. Pertama-tama yang dilihatnya adalah sebuah
wajah yang sangat jelita. Untuk sejenak ia memandang wajah ini.
Serasa ia pernah mengenalnya.
"Syukurlah kau sudah siuman, koko! Tadinya aku kuatir bukan
main," wajah itu menampakkan sebuah senyuman.
"Kau.......?" Tiang Le berusaha hendak bangun, akan tetapi pundak
kirinya terasa sakit sekali dan ketika tangan kirinya meraba, kiranya
di pundak kiri sebelah belakang sudah terbalut oleh kain putih
bersih. Teringatlah ia kini bahwa sabuk di tangan gadis Sian-li-pay yang
lihay itu membuat luka-luka pada kulit pundaknya. Akan tetapi
mengapa ia berada di tempat ini dan gadis itu" pikirnya heran.
"Koko".... aku Cia Pei Pei, belum lama kita berpisah, agaknya kau
sudah lupa padaku, Koko....... aku Pei Pei!"
Tiang Le berusaha bangun. Akan tetapi sebuah tangan meraih
pundaknya, "Eeee....... tidak boleh bangun dulu, kau harus
rebah?", wah badanmu panas seperti api, koko rebahlah dulu!"
Tiang Le menarik napas panjang, membiarkan tangan si gadis
merebahkan tubuhnya: "Pei Pei"... ahh, lagi-lagi kau yang
386 menolongku betapa besarnya budimu terhadapku, entah dengan
cara bagaimana kubalas kebaikanmu."
"Diamlah koko"... diam, jangan kau bicara soal itu?" jangan
bicara tentang budi".." suara Pei Pei hampir menangis, menangis
menahan haru di dadanya yang menyesak.
Memang semenjak ia berpisah dengan Tiang Le beberapa bulan
yang lalu, entah mengapa hidup ini dirasakannya menjadi sunyi
dan hampa. Siang malam ia berharap akan kembalinya Tiang Le,
siapa sangka ia dapat bertemu dan kembali dalam keadaan yang
seperti dulu. Ia dapatkan Tiang Le sudah pingsan di antara gundukan tanah
longsor di samping rumahnya. Memang karena malam kemarin
udara demikian gelap pekat, tentu saja gadis-gadis dari Sian-li-pay
tidak mengetahui bahwa tanah yang longsor itu jatuh di dekat
samping sebuah rumah. Dan Pei Pei yang terkejut mendengar suara berisik disamping
rumahnya segera keluar dan apa yang dilihat" Ya Allah, kiranya
sesosok tubuh yang sedang pingsan itu adalah tubuh Tiang Le
pemuda lengan buntung yang selama ini dirindukannya sepanjang
siang dan malam. Demikianlah sepanjang malam dan siang hari itu Tiang Le pingsan
dan selama itu Pei Pei merawatnya dengan hati berkuatir. Berkalikali ia mengompres kening Tiang Le dengan air dingin, karena
wajah pemuda itu panas membara.
387 Sebetulnya Pei Pei sudah memanggil Kwa-shinse, akan tetapi
sayang sekali orang tua tukang obat itu tidak berada di tempat,
maka Pei Pei inilah sendirian merawat Tiang Le sebisanya. Dan
hatinya lega ketika siang hari itu Tiang Le siuman. Dan panasnya
telah menurun banyak. Dengan menahan rasa sakit, Tiang Le bangun lagi, tak perduli
akan cegahan gadis itu. "Eh, jangan bangun"... kau mau apa?" Pei Pei bertanya
memegang lengannya. "Aku"... aku harus pergi dari sini!"
"Eh, jangan!" Kau masih lemah, lihat badanmu masih panas
begini. Demammu belum sembuh betul. Kau hendak pergi dari sini,
pergi kemanakah?" "Aku harus menolong, gadis temanku, ia dikeroyok oleh......... eh,
sesungguhnya apa yang terjadi denganku. Bukankah aku juga
dikeroyok oleh gadis-gadis Sian-li-pay mengapa aku di sini?"
"Tiang Le koko, kau tenanglah. Duduklah"... biar aku ceritakan
kepadamu," sambil memegang tangan kiri pemuda itu menyuruh
duduk, berceritalah Pei Pei.
"Semalam....... aku dikejutkan oleh bunyi berisik di samping
rumahku. Kukira ada pohon yang rubuh. Eh, nggak tahunya cuma
tanah longsor doang, tebing di sebelah sana itu longsor dan aku
menjadi terkejut melihat engkau sudah pingsan dalam timbunan
tanah longsor, untung cepat-cepat aku menolongmu."
388 Tiang Le mengangguk-angguk. Tahulah ia bahwa tanah longsor itu
yang menolongnya. Kalau ia tak ikut terjatuh tanah longsor, tentu
ia akan tertangkap di tangan gadis-gadis Sian-li-pay yang lihay itu.
Melirik ke arah tangan kanannya Tiang Le menarik napas panjang.
Ia menyesal tangan kanannya buntung, sehingga tidak dapat
bermain pedang. Heran apabila teringat kepada lengan buntungnya ini, teringat pula
ia kepada Bwe Hwa. Tiang Le menarik napas berat: "Setelah
lenganku buntung ternyata aku menjadi cacat tanpa daksa.......
hemm." Pei Pei terharu sekali melihat wajah yang murung itu. Lama ia
memandangi wajah itu. "Tiang Le......." bisiknya.
Tiang Le mengangkat mukanya. Terkejut ia melihat mata gadis itu
telah menjadi basah. "Pei-moay, mengapa kau menangis?"
"Koko".. aku kasihan melihatmu....... nasibmu malang....... bukan
saja kau kehilangan lengan....... dan menjadi begini....... tapi selalu
dikejar bahaya koko......."
"Pei-moay memang nasibku begini....... aku menjadi pemuda cacat
tanpa daksa..., percuma suhu melatihku...., sedangkan aku jadi
begini, aku tak bisa bermain pedang lagi, ahhh......." Tiang Le
mengeluh perlahan. Mukanya tertunduk tangan kirinya menutupi
muka itu, dari cela-cela tangan itu menetes airmata Tiang Le.
Pei Pei memandang dengan mata basah.
389 "Koko untuk apa kau bermain pedang".., untuk apa kau
melibatkan diri dalam permusuhan yang tak ada habis-habisnya?"
"Aku harus membalas dendam mendiang suhu, Pei-moay, harus!
Kalau tidak ah".. memalukan benar suhu mempunyai murid
sepertiku ini".. murid yang tak berguna, tak berguna!" Tiang Le
mengelepak kepalanya. Pei Pei menubruk sambil menangis,
"Koko?". jangan begitu ah," tangan yang halus itu mengusap
kepala pemuda itu. Tiang Le terharu melihat perbuatan gadis ini. Sepasang tangannya
dipegangnya oleh tangan kiri Tiang Le.
"Pei-moay kau baik sekali," sepasang tangan halus kecil milik Pei
Pei didekapnya dalam benaman dadanya.
Semakin membanjir air mata si gadis.
"Tiang Le koko, aku?" aku cinta padamu."
Bagaikan disentak oleh ular berbisa, Tiang Le melepaskan
sepasang tangan itu pada dadanya. Ia mengangkat muka
memandang dan pandangannya bertemu dengan sebuah telaga
yang jernih airnya meluap membanjir.
Melihat pandangan Pei Pei begitu sayu dan basah, tak tega hati
Tiang Le buat menyakitinya. Menyesal ia merenggut sepasang
tangan itu. Tangan yang kini berjuntai bagaikan tak bertenaga.
390 "Pei-moay, jangan kau mencintaiku?" aku....... aku".."
"Koko!" Pei Pei menjerit lirih menerima tubuh Tiang Le yang rubuh
pingsan. Ternyata saking hebatnya tekanan bathin yang
menyerangnya dan tanpa ia dapat tolak membuat Tiang Le
menjadi demikian lemah. Dan pandangannya berkunang-kunang.
Tak tahu lagi ia, begitu ia tak tahu diri, Pei Pei memburu dan
memeluknya sambil menangis, memapahnya ke tempat
pembaringan. Lima menit kemudian Tiang Le sadar lagi. Begitu ia membuka mata
dilihatnya Pei Pei masih menangis duduk di sampingnya di
pembaringan sambil tangannya mengusapi kain dingin pada
keningnya. "Pei Pei....." Tiang Le memanggil lemah.
Pei Pei menarik tangannya. Menyusut air mata yang meleleh di
pipi. Memandang pemuda itu.
"Pei Pei..... kau...... maafkanlah aku!"
Pei Pei menggeleng-gelengkan kepala, air matanya semakin
membanjir membasahi dada Tiang Le.
"Jangan menangis Pei-moay...... aku tidak

Pendekar Lengan Buntung Karya Kim Tiauw di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sengaja menyakitimu"..." tangan Tiang Le terangkat mengusap lembut
pipi yang basah itu! Pei Pei menggigit bibirnya, menahan air mata yang membucahbucah.
391 Ia tidak bisa berkata apa-apa, hanya mengguguk perlahan.
Tiba-tiba terdengar pintu rumahnya diketok orang. Pei Pei
menengok dari jendela kamar. Tiba-tiba ia menoleh kepada Tiang
Le, wajahnya menjadi pucat seperti kertas.
"Ada apa?" Tiang Le bertanya heran.
"Celaka, jangan-jangan?" yang datang itu adalah orang-orang
Hek-lian-pay"." suara Pei Pei terdengar kuatir.
"Biar aku yang sambut," Tiang Le bangun.
Akan tetapi, Pei Pei sudah menubruknya sambil menangis:
"Jangan koko, jangan kau menampakkan diri" bahaya".. bagi
keselamatanmu, diamlah kau di sini koko".. biar aku yang
menghadapi mereka itu".."
"Hemm......," Tiang Le menarik napas berat. Tubuhnya terasa
masih lemah dan sakit-sakit. Ia membiarkan Pei Pei keluar, akan
tetapi diam-diam ia mengikuti gadis itu.
Memang yang datang itu adalah orang orang Hek-lian-pay.
Begitu pintu dibuka, mereka menjadi melongo melihat seorang
gadis cantik berkata dengan halus: "Kalian ini hendak mencari
siapakah?" Orang yang bercambang bauk dan kasar tertawa cengir kuda
sambil suaranya dibuat-buat: "Eh".. anu?" kami dari Hek-lianpay, barang kali ada".. seorang pemuda yang buntung lengannya
392 bersembunyi di sini"... ini, hanya barangkali nona, harap jangan
marah!" Pei Pei tersenyum manis: "Pemuda buntung?"
"Ya, pemuda buntung....... semalam telah bertempur di atas tebing
itu dengan orang-orang kami, akan tetapi kabarnya hilang ditelan
longsor. Pay-cu kami memeriksa dusun ini!"
"Oooo, jadi kalian maksudkan pemuda buntung itu bersembunyi di
sini, mana mungkin! Aku tidak pernah melihatnya!"
"Hayya, twako.......mengapa meladeni gadis ini" Periksa saja ke
dalam, barang kali dia bersembunyi di dalam siapa tahu?" Orang
yang satu lagi berkata ketus sambil mendorong gadis yang di
depan pintu itu. Pei Pei pucat sekali wajahnya, sepucat mayat, akan tetapi nampak
demikian manis bagi pandangan orang-orang kasar ini.
"Maaf nona, kami harus memeriksa ke dalam!" berkata si cambang
bauk yang memegang golok besar di tangan.
Pei Pei ingin mencegahnya, akan tetapi tak kuasa membuka mulut.
Hanya wajahnya saja semakin pucat dan kuatir.
Ke tiga orang Hek-lian-pay itu memasuki ruangan dalam,
pandangan matanya menyapu segala apa yang ada di situ. Sampai
di depan kamar yang tertutup itu, seorang di antaranya, yang
berkumis tikus bertanya pada Pei Pei: "Kamar ini?"?"
393 "Ini kamar saya......." sahut Pei Pei menekan suaranya yang
bergetar. Keringat dingin membasahi wajahnya. Melihat orang
kasar itu mendorong daun pintu dan suara berderit keras memecah
keheningan. Kalau saja, ke tiga orang Hek-lian-pay itu menoleh kepada gadis di
belakangnya, tentu mereka akan melihat betapa wajah Pei Pei
semakin pucat dan mengigil. Akan tetapi sebentar cuma orangorang itu melongok ke dalam. Tidak didapat yang dicari, si
cambang bauk berkata hormat kepada Pei Pei, "Nona maafkan
kami!" Pei Pei tidak berkata apa-apa. Hatinya lega melihat Tiang Le tidak
ada di kamarnya. Ia mengantarkan orang Hek-lian-pay sampai di
depan pintu dan mengawasi orang-orang itu berjalan dengan amat
cepatnya. Terdengar orang yang berkumis tikus berkata sambil tertawa: "Ha
ha ha....... twako, hari ini mujur ketemu gadis cantik, bagaimana
kalau besok kita datang lagi"!"
"Huss".. jangan main-main?" kau?" inikan tugas, bukan
waktunya untuk mencari pacar!"
"Ha ha ha, twako alim-alim sembuk! Cewek begitu cantik masa
dilepas begitu saja".. Biar kalau twako nggak mau, nanti aku yang
gantiin".. Bagaimana Ouwyang-te (adik Ouwyang)?"
"Akur beeng, ada kesempatan mengapa tidak digunakan. Nanti
kalau udah direbut orang baru nyaho, betul tidak twako?" jawab
394 orang yang bernama Ouw-yang sambil menepuk-nepuk pundak
twakonya yang bercambang bauk.
Ketiganya sudah menjauh. Tak terdengar lagi oleh Pei Pei. Diamdiam ia kuatir sekali, takut orang-orang itu akan datang lagi.
Dengan perasaan cemas Pei Pei menutup daun pintu dan berjalan
menuju kamarnya. Dilihatnya Tiang Le tidak ada.
"Koko.......!" panggil Pei Pei
"Tiang Le koko?"." panggilnya lagi.
"Kokooo.......!" Kuatir kalau-kalau Tiang Le sudah pergi dan
meninggalkan dia. Ia berlari keluar, masuk lagi ke kamar. Tiba-tiba
ia dikejutkan oleh sesosok tubuh yang mencelat turun dari atas
langit-langit kamar. Tiang Le tertawa.
"Sudah pergi setan-setan itu?" tanyanya.
Tiang Le melihat Pei Pei tersenyum manis dan tiba-tiba gadis itu
berlari merangkulnya: "Ah.... kokoo kau membuat hatiku kuatir
saja" kukira kau sudah pergi!"
"Pei-moay".."
"Kokooo..." Kini kedua-duanya saling berangkulan, Tiang Le mengangkat
sedikit dagu si gadis ke atas. Sepasang mata memandangnya sayu
dan berkaca-kaca, merupakan cermin hati yang mengungkapkan
perasaan cinta kasih. 395 Pemuda ini merasai hal yang aneh di dalam hatinya, perasaan
aneh yang pernah ia rasakan ketika pada hujan-hujan lebat di
dalam pondok bersama Sian Hwa waktu berpelukan, waktu untuk
pertama kali ia mengecup Sian Hwa dan Sian Hwa membalasnya
dengan perasaan cinta kasih.
Perasaan aneh ini kembali mengejar-ngejar waktu memandang
mata Pei Pei yang basah. Seluruh isi dadanya serasa bergejolak,
darahnya berdenyar-denyar dan bergelora. Semangatnya
sebagian melayang naik ke sorga, rasa nyeri di pundaknya tak
terasa lagi. Hemm, memang demikianlah adanya. cinta dapat menghilangkan
rasa sakit, dapat melenyapkan kesedihan hati! Karena cinta itu
merupakan kekuatan yang mujijat dalam diri manusia!
Dengan cinta orang yang berputus asa mempunyai harapan dan
gairah hidup kembali, dengan cinta orang yang kuat menjadi lemah
dan yang lemah menjadi kuat. Aneh!
Demikianlah sejak kejadian-kejadian itu, Tiang Le tinggal bersamasama Pei Pei, dan lukanya di pundak semakin hari semakin
sembuh. Pei Pei merawatnya ini dengan telaten dan penuh cinta
kasih. Ah betapa bahagianya Tiang Le, untuk sejenak lupalah ia
akan segala tugas-tugasnya.
Di samping Pei Pei dunia ini seakan-akan menjadi begitu indah.
Senyum Pei Pei membawa kekuatan yang baru di hati yang hilang
semangat itu. 396 Di tempat sunyi ini Tiang Le menemui kebahagiaan yang baru kali
ini ia rasakan. Hari demi hari dilaluinya dengan sendah gurau dan
bisikan-bisikan cinta kasih kepada Pei Pei. Hati Tiang Le demikian
terisi, lama kelamaan hati itu penuh dengan cinta kasih kepada Pei
Pei. Dan Pei Pei tidak bertepuk sebelah tangan. O, hari-hari yang
dilaluinya begitu indah dan romantis!
Pada suatu hari ketika Tiang Le sedang memancing ikan di kolam
tidak jauh dari rumah Pei Pei, tiba-tiba telinganya yang tajam
mendengar suara tertawa parau yang datang dari rumah Pei Pei.
Tiang Le menjadi tertarik dan menoleh ke belakang.
Alangkah herannya ia ketika melihat tiga orang kasar menariknarik tangan Pei Pei dan memeluknya. Untuk yang kedua kali
telinganya mendengar Pei Pei berteriak: "Tiang Le kokooo...!"
Mendengar suara ini bagaikan terbang tubuh Tiang Le mencelat
dan sekali dua kakinya bergerak, tahu-tahu ke tiga orang kasar
yang memegang tangan si gadis terpental dan untuk beberapa
lama tidak dapat bangun saking hebatnya tendangan Tiang Le
yang meloncat ke dekat Pei Pei.
"Hem, bajingan-bajingan ini hendak mengganggumu, biar
kumampusin sekalian," tangan kiri Tiang Le siap memukul ke
depan. Ingin sekali saat itu ia membunuh ke tiga orang kasar yang
telah mengganggu Pei Pei, entah mengapa hatinya menyadi panas
dan marah. Kalau pundaknya tidak disentuh oleh Pei Pei tentu ke tiga orang ini
telah mampus oleh Tiang Le. Untungnya Pei Pei mencegahnya:
"Jangan koko....... mereka itu adalah anak buah Hek-lian-pay!"
397 "Hemm anak buah Hek-lian-pay kek, setan neraka kek, pokoknya
siapa saja yang menganggumu, tanganku ini yang akan merenggut
nyawanya," berkata Tiang Le menghampiri ke tiga orang itu.
"Anjing Hek-lian-pay, tidak lekas minggat mau tunggu
kumampusin?" Kaki Tiang Le mencongkel dan tiga orang kasar itu
telah berdiri dan memandangnya dengan mata mendelik.
"Siapa kau"!!"
"Twako".. ini dia pemuda buntung yang tempo hari dicari-cari oleh
Pay-cu, hayo kita lapor!" Orang yang berkumis tikus berkata keder.
Tak berani ia melawan pemuda buntung yang tadi sudah dirasai
kelihaiannya. Orang yang dipanggil twako itu pun tidak berani lagi
main-main, pandangannya berapi-api menatap Tiang Le.
Ke tiga orang inilah yang beberapa waktu yang lalu memeriksa
rumah Pei Pei dan tidak disangkanya pemuda buntung yang dicaricarinya itu berada di sini. Dengan geram orang kasar yang
bercambang bauk itu berkata, "Tunggu pembalasan kami
buntung!" Setelah berkata demikian ke tiga orang anggota Hek-lian-pay itu
berlari terpincang-pincang, seperti anjing kena gebuk kakinya.
Tiang Le hanya tersenyum mengejek,
"Celaka koko?" mereka mengetahui kau disini, jangan-jangan
nanti ia akan memanggil teman-temannya!" kata Pei Pei dengan
cemas dan memegang tangan kiri pemuda itu.
Tiang Le menoleh dan melihat senyum Pei Pei.
398 "Jangan kuatir Pei-moay, ada aku di sini?""
"Bagiku sih nggak takut koko, akan tetapi dirimu sendiri.......
mudah-mudahan kau dapat mengatasi mereka, mereka itu
terkenal kejam dan banyak teman-temannya."
"Mari masuk Pei Pei!" Tiang Le menggandeng tangan Pei Pei
masuk ke dalam rumah. "Kau tidak apa-apa bukan?"
"Maksudmu?" "Tadi kulihat kau diganggu oleh bajingan-bajingan tengik itu!"
"Ya, untung ada kau koko".., mereka itu laki-laki ceriwis mau
menggangguku?". memaksa.
"Makanya aku tadi kepingin tidak memberi ampun kepada mereka,
kalau mereka itu sudah berani kepadamu tentu kepada
perempuan-perempuan lain juga mereka merajalela," Tiang Le
berkata sengit! Pei Pei menyentuh lengan pemuda itu dan menariknya masuk.
"Sudahlah koko....... kau lupakanlah itu, mari kita makan, hidangan
sudah kusediakan," Pei Pei tersenyum manis.
Tiang Le mengusap bibir itu dengan telunjuknya, mata si gadis
bersinar-sinar cerah. Sungguh merupakan sepasang merpati yang
ideal dan serasi. Yang lelaki meski kehilangan lengan kanannya
399 akan tetapi nampak gagah dan tampan, dan yang perempuan,
hemm, cantik jelita! Pei Pei mengajak Tiang Le kemeja makan.
Makanan memang sudah disediakan sejak tadi.
Pei Pei menyendok nasi ke mangkok dan disodorkan kepada Tiang
Le dan Tiang Le menerimanya. Kalau kita melihat kerukunan dari
orang muda ini kelihatannya seperti sebuah rumah tangga yang
Pahlawan Dan Kaisar 13 Riwayat Lie Bouw Pek Karya Wang Du Lu Hina Kelana 22
^