Pencarian

Pendekar Pedang Pelangi 9

Pendekar Pedang Pelangi Karya Sriwidjono Bagian 9


tidaknya ingin tahu, siapa sebenarnya engkau ini?" Bok Kek Ong bertanya.
A Liong terhenyak. Matanya terbuka lebar, seolah-olah pertanyaan itu sangat aneh
dan mengejutkannya. Tapi rasa kaget itu hanya sekejap. Di lain saat kepalanya telah tertunduk
kembali. "Siapa sebenarnya... Aku" Ah, Suhu! Bukankah aku anak gelandangan yang tak punya
ayah ibu" Aku lahir di tempat sampah, seperti teman-temanku yang lain. Lalu, apa
yang harus dicari?" Bok Kek Ong tertawa sambil menggoyangkan tangannya. "Aaah, pendapat itu terlalu
picik dan tidak masuk akal, A Liong. Mungkin kawan-kawanmu memang anak keturunan
pengemis yang lahir di tempat sampah. Tapi..., kau" Rasanya tak seorangpun mau
percaya kalau kau katakan dirimu seorang gelandangan yang tidak memiliki ayah
ibu, apalagi lahir di tempat sampah seperti katamu tadi. Sikap dan kepribadianmu
sama sekali tak mencerminkan hal itu.
Kami justru beranggapan bahwa kau memiliki asal-usul yang menarik. Kau bukan
keturunan manusia sembarangan. Dari gambar tatto naga itu bisa diduga bahwa kau
berasal dari keluarga atau golongan yang punya nama di tengah-tengah masyarakat
ramai. Kau... atau teman-temanmu seharusnya tahu atau berpikir tentang hal itu."
A Liong tertegun. Matanya terbelalak lebar menatap wajah gurunya. Ucapan orang
tua itu 664 bagaikan kilatan petir yang tiba-tiba menyeruak menerangi otaknya. Benarkah apa
yang dikatakan orang tua itu"
"Maaf, Suhu. Siau-te... siau-te memang tak pernah memikirkannya. Kami, anak-anak
pengemis, tidak pernah berpikir tentang kehidupan. Setiap hari kami hanya
berjuang untuk tetap hidup, dan tak pernah berpikir tentang asal-usul kami.
Apalagi harus berpikir tentang hari esok. Kami sudah pasrah pada nasib yang
telah diberikan kepada kami." A Liong berhenti sejenak. Kemudian dengan nada
yang agak bersemangat ia meneruskan. "Tapi ucapan Suhu tadi, rasanya... ada
benarnya juga. Kadangkala terlintas iuga dalam pikiran siau-te tentang hal itu.
Benarkah aku ini anak seorang pengemis" Kalau benar, mengapa keadaanku banyak
berbeda dengan anak-anak pengemis lainnya" Mengapa hanya aku yang memiliki
gambar tatto naga ini" Mengapa hanya aku pula yang memiliki benjolan aneh di
bawah perut" Dan... mengapa hanya aku juga yang mempunyai tubuh sehat dan kuat" Suhu benar!
Seharusnya aku sudah memikirkan sejak dulu, dan tidak terlena oleh anggapan
tentang anak sampah itu. Tidak mungkin manusia lahir dari sampah. Aku tentu
mempunyai ayah ibu...."
Soat Ban Ong beringsut mendekati A Liong dan menepuk pundaknya. "Nah, kalau kau
bisa keluar dari tempat ini, kau selidikilah asal-usulmu! Jangan 665
sampai kau menyesal di kemudian hari! Siapa tahu orang tuamu masih mencarimu
sampai sekarang!" "Suhu...?"?" A Liong berseru dengan wajah pucat.
"Sudahlah! Kau tak usah memikirkannya sekarang!
Setelah tamat belajar silat nanti, kau boleh memikirkannya lagi! Sekarang
duduklah! Biar kami meneliti keadaan di dalam tubuhmu. Mudah-mudahan kami bisa
menemukan rahasia kehebatanmu tadi, sehingga kami dapat menemukan cara yang
tepat dalam memberi tuntunan silat kepadamu."
"Benar, kau tak usah memikirkannya sekarang.
Kini bersiap sajalah untuk kami periksa keadaan di dalam tubuhmu ...!" Bok Kek
Ong menambahkan. Demikianlah dengan sangat hati-hati, kedua orang tua itu mencoba mencari, di
mana letak rahasia tenaga sakti A Liong. Soat Ban Ong duduk di depan sambil
menempelkan kedua telapak tangannya di dada A Liong. Sedangkan Bok Kek Ong
bersila di belakang dengan tangan melekat di punggung pemuda itu.
Masing-masing berusaha menyusupkan tenaga dalamnya ke tubuh A Liong dengan hati-
hati. Begitu ada perlawanan dari tenaga dalam A Liong, mereka cepat-cepat
menariknya kembali, dan berpindah ke bagian lain.
Keringat mulai menitik di dahi Soat Ban Ong dan Bok Kek Ong. Meskipun tidak
sedang bertempur, namun cara mereka mengerahkan tenaga dalam secara khusus itu
benar-benar menguras tenaga mereka. Dan semakin turun mendekati pusar A Liong,
loncatan 666 tenaga balik yang diakibatkan oleh daya tolak pemuda itu semakin kuat. Sedikit
saja tenaga dalam kedua orang tua itu tersalur, maka sebuah kekuatan yang maha
dahsyat segera menyembur keluar dari bawah pusar A Liong! Terlambat sedetik saja
menarik saluran tenaga mereka, nyawa merekalah taruhannya!
Untunglah dengan cara dari muka dan belakang, otomatis tenaga dahsyat itu
terbelah menjadi dua jurusan. Namun demikian tetap saja mereka berdua tak kuasa
menghadapinya. Ketika sampai di bawah pusar, di mana benjolan sebesar ibu jari itu berada,
telapak tangan Soat Ban Ong bergetar dengan hebat. Belum juga tenaga dalam orang
tua itu tersalur, tempat itu sudah bergolak seperti kepundan gunung api!
Mata Soat Ban Ong terbeliak ketakutan! Tangannya yang menempel di atas benjolan
itu tiba-tiba seperti tersedot ke dalam perut A Liong!
Untunglah Bok Kek Ong yang berada di belakang A Liong, segera tanggap akan
bahaya yang menimpa sahabatnya! Kedua jari telunjuknya buru-buru ditekuk,
kemudian menekan jalan darah keh-ping-hiat di kanan kiri tulang pinggul A Liong!
Untuk sedetik daya sedot dari perut A Liong seperti terhambat. Dan kesempatan
tersebut tidak disia-siakan oleh Soat Ban Ong. Kakek itu cepat menarik tangannya
hingga terlepas! Soat Ban Ong dan Bok Kek Ong bangkit berdiri sambil menyeka keringat mereka.
Hampir saja mereka 667 mendapat kesulitan lagi. Untung mereka bisa menyelamatkan diri.
Kedua orang tua itu memandang A Liong dengan kagum sekali. Sekarang mereka sudah
mengetahui rahasia kekuatan A Liong. Pemuda itu memiliki sesuatu yang aneh di
dalam perutnya, yang membuat tenaga dalamnya menjadi berlipat ganda kekuatannya.
Tapi mereka tidak tahu, benda apa yang tersimpan di sana. Dan hal ini semakin
meyakinkan mereka, bahwa asal-usul A Liong tidaklah seperti yang diceritakannya.
Tentu ada rahasia tersembunyi dalam asal-usulnya, yang tidak diketahui oieh anak
muda itu sendiri. "A Liong...! Sekali lagi kau membuat kaget kami berdua! Ternyata di dalam
perutmu tersimpan barang aneh, yang membuat tenaga saktimu (sinkang) menjadi
tidak terukur tingginya! Kami tidak tahu barang apa itu, tetapi yang jelas
barang tersebut telah berada di dalam perutmu sejak kau lahir di dunia. Dan kami
yakin benda itu tidak berada begitu saja di dalam badanmu. Tentu ada orang yang
sengaja memasukannya. Dan orang itu tentu mempunyai hubungan dekat denganmu.
Mungkin orang tuamu yang aseli, atau keluargamu yang lain. Dan... mereka tidak
mungkin orang biasa, apalagi seorang pengemis atau gelandangan! Benda-benda
langka seperti itu biasa dimiliki oleh tokoh-tokoh sakti atau orang-orang yang
memiliki kedudukan tinggi di masyarakat!"
668 A Liong menatap gurunya dengan wajah kosong.
Semua yang dikatakan orang tua itu merupakan hal-hal baru yang belum pernah
dipikirkannya. Namun demikian apa yang mereka katakan itu terasa mengandung
kebenaran. Bahkan pikiran dan perasaannya dapat menerimanya.
"Suhu maksudkan... Suhu maksudkan benjolan di bawah pusarku ini" Memang dari
sinilah bau amis itu bermula...."
Baik Soat Ban Ong maupun Bok Kek Ong
menganggukkan kepalanya. "Ya! Untunglah selama ini tak ada orang yang berusaha
mengambilnya. Benda itu merupakan sumber bahaya bagimu, sebab setiap orang tentu ingin
memilikinya. Terutama orang-orang dari dunia persilatan!"
"Aaah...!"A Liong berdesah ketakutan.
Tapi Soat Ban Ong cepat mengelus pundak A Liong. "Jangan khawatir, A Liong! Kami
akan mengajarimu mengendalikan kekuatan itu. Setelah kau mampu mengendalikannya,
hmmmmm... tak seorangpun di dunia ini dapat mengalahkanmu.
Termasuk kami berdua, bahkan Ketua Pondok Pelangi sendiri! Meskipun ilmu
silatnya sangat sempurna, tapi kekuatannya takkan bisa menandingimu!"
"Ketua Pondok Pelangi" Siapakah dia, Suhu?" A Liong bertanya kaget.
Soat Ban Ong terbelalak. Ternyata tanpa disadari mulutnya telah kelepasan omong.
Sebenarnya dia dan Bok Kek Ong tidak ingin bercerita tentang ketua 669
Pondok Pelangi. Tapi kata-kata itu telah terlanjur keluar dan tak bisa
dijilatnya kembali. Memang sebenarnya mereka enggan bercerita tentang Pondok Pelangi. Selain mereka
berdua berasal dari tempat itu, mereka juga memiliki keluarga dan sanak saudara
di sana. Bahkan mereka berdua mempunyai kedudukan tinggi dalam sistim
pemerintahan di kepulauan kecil itu.
"Suhu, mengapa Suhu diam saja" Apakah dia musuhmu" Apakah dia pula yang
mengasingkan Suhu ke mari?"
Soat Ban Ong dan Bok Kek Ong tersentak. "Ah, tidak...! Bukan begitu...!" Mereka
buru-buru menerangkan. Demikianlah, karena tak ingin terjadi salah pengertian pada A Liong, maka kedua
orang tua itu terpaksa berbicara tentang Pondok Pelangi!
Kepulauan kecil yang jauh terpencil dari dunia ramai itu hanya berpenduduk
sekitar dua ribu orang. Mereka hanya terdiri dari tiga nama keluarga, yaitu Soat, Souw, dan Bok. Masing-
masing marga atau keluarga itu mempunyai seorang Kepala Marga, yang sangat
dijunjung tinggi oleh marganya. Mereka adalah orang yang paling dituakan dan
paling tinggi ilmu silatnya di antara warganya. Dan sebagai kepala pemerintahan
atau Pemimpin dari Negeri Kepulauan itu dipilih salah seorang dari tiga Kepala
Marga tersebut. Orang itu akan bertindak sebagai raja di kepulauan kecil
tersebut. 670 Hampir sepanjang tahun negeri itu dibalut oleh udara dingin. Hanya beberapa
bulan saja mereka melihat wajah matahari. Mereka biasa beternak rusa dan anjing,
sementara kaum wanitanya menanam rumput laut, jamur-jamur karang, dan tanaman
obat-obatan. Penduduk kepulauan itu memiliki sebuah keistimewaan, yaitu ilmu silat keturunan
yang hanya bisa diwarisi oleh kalangan mereka sendiri. Ilmu silat keturunan itu
telah berabad-abad diwariskan kepada mereka oleh nenek moyang Keluarga Soat,
Souw dan Bok. Ilmu silat keturunan itu diciptakan berdasarkan kekhususan daerah
itu, yaitu kabut pelangi yang selalu menyelimuti kepulauan tersebut. Nenek
moyang mereka menyebut ilmu silat itu dengan Ilmu Silat Cahaya Pelangi! Konon
khabarnya ilmu silat itu merupakan sumber dari segala ilmu silat Tiongkok asli,
sebelum Tat-mo Cou-su membawa ilmu silat baru dari India.
Sayang sekali, sekitar lima abad yang lalu salah seorang warga mereka melarikan
diri dari kepulauan itu. Warga mereka yang bernama Souw Gi itu menjadi nekad
karena patah hati. Cintanya ditolak oleh gadis dari Marga Bok. Tapi kepergian
Souw Gi itu ternyata dengan membawa Pedang Pusaka kaum mereka, yaitu Pedang
Pelangi! Semua itu bisa terjadi karena ayah Souw Gi adalah Kepala Marga Souw
yang terpilih sebagai Ketua Pondok Pelangi!
671 Ayah Souw Gi membentuk pasukan khusus untuk mencari pedang pusaka serta anaknya.
Pasukan pilihan yang terdiri dari sepuluh orang itu berangkat dengan perahu-
perahu kecil. Mereka menyebar ke segala penjuru.
Namun bertahun-tahun kemudian, hingga ayah Souw Gi meninggal, dan digantikan
oleh ketua yang baru, pasukan pilihan itu tidak pernah kembali. Begitu pula
ketika Ketua yang baru membentuk pasukan pilihan lagi, dan mengirimkan mereka
keluar pulau, tidak seorangpun kembali pulang.
Sejak itu setiap pergantian Ketua, terjadi semacam tradisi untuk mengirimkan
utusan khusus untuk mencari pedang pusaka tersebut. Tapi seperti halnya yang
terdahulu, utusan-utusan itu tidak pernah kembali pula.
Demikian pula halnya yang terjadi pada empat puluh tahun lalu. Saat itu terjadi
pergantian Ketua, karena ketua yang lama telah meninggal, Kebetulan terpilih
sebagai utusan khusus adalah Soat Ban Ong dan Bok Kek Ong!
Pada saat itu Soat Ban Ong dan Bok Kek Ong baru berusia dua puluh tahun.
Keduanya memiliki bakat alam yang hebat, sehingga dalam usia muda mereka telah
menyempurnakan ilmu silatnya. Kebetulan pula mereka adalah putera Kepala Marga
mereka masing-masing. Sebenarnya tugas itu sangat menyedihkan keluarga mereka, apalagi masing-masing
sudah menikah pula. 672 Tapi di lain pihak tugas itu juga membuat keluarga mereka merasa bangga. Utusan
khusus untuk mencari pedang pusaka itu merupakan tugas suci dari warga Pondok
Pelangi. Oleh karena itu sebelum berangkat mereka berpesan kepada keluarga
masing-masing, agar supaya anak mereka yang belum lahir bisa dikawinkan satu
sama lain bila ternyata lelaki dan perempuan.
Demikianlah, Soat Ban Ong dan Bok Kek Ong berangkat dengan sebuah jukung kecil
tanpa layar. Mereka berlayar ke selatan, menuju ke daerah panas, karena mereka berpendapat
bahwa seorang yang lari dari pulau mereka tentu menuju ke daerah panas.
Tidak mungkin menuju ke kutub atau ke laut lepas.
Namun seperti halnya pendahulu-pendahulu mereka, mereka berdua pun ternyata tak
kuasa melawan keganasan alam. Belum juga keluar dari daerah pusaran air, jukung
mereka telah dihantam gelombang laut hingga pecah dan terdampar di gugusan pulau
itu. Sudah empat puluh tahun Soat Ban Ong dan Bok Kek Ong bertahan di gugusan pulau
karang itu. Mereka terjebak di dalam lingkungan daerah berbahaya yang tidak mungkin bisa
dilalui oleh manusia. Daerah itu adalah daerah berbahaya, di mana beberapa arus
laut lewat dan bertemu. Badai laut pun setiap saat juga selalu melanda daerah
itu. Bahkan badai salju pun sering menyerang daerah itu pula.
673 Tanpa memiliki perahu besar tak mungkin bisa lewat di tempat itu. Namun dengan
ketekunan dan latihan keras, disertai pengamatan lingkungan yang teliti,
akhirnya mereka berdua bisa bermain-main agak jauh dengan sampan buatan mereka.
Meskipun demikian mereka tetap belum dapat keluar dari daerah berbahaya itu.
Sampan kecil itu tak dapat bertahan terhadap badai laut. Celakanya, di kawasan
berbahaya itu juga banyak dihuni oleh ikan hiu dan cucut, yang besarnya sepuluh
atau lima belas kali lipat besar sampan mereka. Mudah saja bagi binatang itu
untuk melahap mereka! "Begitulah A Liong...!" Empat puluh tahun kami hidup di tempat ini. Setiap, hari
yang kami lakukan hanyalah berlatih silat dan mencari jalan, keluar dari tempat
ini." "Dan... Suhu berdua belum mendapatkan jalan itu?"
Soat Ban Ong saling pandang dengan Bok Kek Ong, lalu menganggukkan kepala. "Kami
hampir menemukannya. Tapi karena jalan keluar itu menuju ke timur, kami tak
berani mencobanya. Kata orang di tempat matahari terbit itu tak ada kehidupan.
Seluruhnya hanya terdiri dari air yang tak berujung pangkal. Tak mungkin manusia
bisa hidup di sana, apalagi hanya dengan sampan kecil seperti milik kami."
"Kami lalu mencoba jalan yang lain lagi. Kami mencoba bersampan melawan arus
menuju ke selatan...." Bok Kek Ong meneruskan cerita 674
sahabatnya. "Semula memang sangat sulit sekali.
Bayangkan! Arus itu deras sekali! Dengan segala kekuatanku aku bisa mengayuhnya
maju. Tapi sekejap saja aku berhenti mengayuh, sampan itu sudah kembali ke
tempat semula. Nah, akibatnya seharian penuh sampan itu hampir tak dapat
bergerak maju...." "Tapi... Suhu bisa mengayuhnya sampai jauh ke selatan, ke tempat Suhu menemukan
aku itu." A Liong memotong cerita gurunya.
"Tentu saja, karena kami telah berlatih selama sepuluh tahun untuk melakukan hal
itu. Latihan keras untuk menaklukkan arus itu membuat tenaga dalam kami tumbuh
berlipat ganda. Kalau semula sekali kayuh kami hanya dapat maju setombak
jauhnya, kini sekali kayuh kami bisa meluncur sepuluh atau dua belas tombak ke
depan!" Soat Ban Ong tersenyum bangga.
"Maka kami benar-benar kaget ketika tenaga gabungan kami tak dapat
mengalahkanmu! Kami berdua benar-benar tak percaya, karena dengan tingkat kami
sekarang, rasanya Ketua Pondok Pelangi sendiri takkan mampu mengalahkan kami!"
Tiba-tiba Bok Kek Ong menyela perkataan sahabatnya.
"Ah, Suhu... Jadi Jiwi Suhu tetap yakin bahwa menentang arus itu merupakan jalan
keluar satu-satunya?" A Liong mengalihkan pembicaraan tentang dirinya itu dengan
bertanya kepada Bok Kek Ong.
"Yah, hanya itu jalan keluarnya. Di luar jalur arus adalah daerah berbahaya.
Mengikuti arus, sama saja 675
pergi ke daerah tak berujung-pangkal alias... mati.
Maka menurut kami, hanya menentang aliran arus itulah satu satunya jalan
kebebasan. Tapi sekarang niat itu kami tangguhkan dulu. Kami akan mengajarimu
ilmu silat, agar kau juga bisa mengikuti kami keluar dari tempat ini."
A Liong cepat berlutut di depan Soat Ban Ong dan Bok Kek Ong. Wajahnya sangat
terharu.

Pendekar Pedang Pelangi Karya Sriwidjono di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Terima kasih, Suhu...."
Betapa gembiranya hati A Liong mendengar kesanggupan gurunya. Tak terasa
terngiang kembali janjinya kepada Siau In, bahwa pada suatu saat dia akan
menjadi jago silat nomer satu. Dan tampaknya janji itu kini sudah mulai terasa
di dalam genggamannya. Demikianlah, hari itu A Liong selalu teringat kepada Siau In, gadis cantik yang
telah menolongnya dari keganasan orang-orang Hun. A Liong sama sekali tak
menyangka bahwa gadis itu berada dalam cengkeraman penghuni kuburan.
KITA kembali lagi ke kuburan tua di balik bukit itu. Siau In yang dikurung di
dalam ruangan gelap di bawah tanah masih saja merenungi nasibnya. Ruangan itu
sama sekali tak ada pintu keluarnya.
"Cici, maafkan aku." Rintihnya perlahan. "Aku...
aku, hah" Bau apa ini?"
676 Tiba-tiba hidung Siau In terasa membaui asap masakan yang enak, sehingga
otomatis perutnya menjadi lapar sekali.
"Nenek tua itu sedang memasak dan asapnya menjalar sampai di sini. Hmm, berarti
ada ruangan lain di dekat ruangan ini. Baik, aku akan mencarinya...."
Seperti seekor anjing pelacak Siau In lalu menggunakan hidungnya untuk mencari
asal asap masakan itu. Dan ternyata kegigihannya membawa hasil pula. Ketika ia
menunduk di samping peti-peti yang paling ujung, bau asap itu terasa makin
menyengat. Siau In segera menggeser peti mati itu ke tengah.
Sinar terang tampak menyorot ke luar dari sebuah lobang besar di bawahnya.
Ternyata lobang itulah pintu keluarnya, tempat di mana nenek tua itu keluar
masuk ke dalam ruangan tersebut.
Siau In menjenguk ke dalam. Ia melihat sebuah gua besar di balik lubang itu. Gua
yang sudah ditata rapi dan diratakan lantainya. Bahkan berbagai macam perabotan
sederhana tampak tersusun pula dengan teratur. Almari, tempat tidur, meja kursi,
semuanya terbuat dari kayu kasar. Sebuah lampu minyak terletak di atas meja.
Dengan hati-hati Siau In masuk ke dalam. Bau masakan tetap menyengat hidung,
tetapi tak seorang pun tampak di dalam ruangan itu. Ruangan itu benar-benar
bersih dan rapi. Beberapa potong pakaian 677
wanita tampak tergantung di dekat almari. Pakaian model lama tapi masih
kelihatan terawat baik. Di dekat almari itu terlihat lobang besar, yang
tampaknya adalah pintu keluar dari ruangan tersebut. Dan dari lubang itulah
datangnya bau masakan tadi.
Siau In bergegas menuju ke lubang besar itu. Bau masakan makin menusuk hidung.
"Siapakah kau..." Mengapa kau bisa sampai ke sini?" Tiba-tiba terdengar suara
wanita menyapa di dalam ruangan itu. Suaranya amat jelas dan nyaring, suatu
tanda kalau orang itu memiliki tenaga dalam yang sangat tinggi.
Siau In hampir melompat saking kagetnya.
Otomatis seluruh uratnya menegang, siap menghadapi segala kemungkinan. Matanya
berputar, mencari arah suara itu. Aneh, tak seorang pun dilihatnya.
"Aku... aku tidak melihatmu. Di manakah k-kkau...?" Siau In menjawab dengan
suara gemetar. Bayangan nenek tua itu kembali menghantuinya.
"Jawab dulu pertanyaanku, baru aku keluar menemuimu!"
Siau In mulai ketakutan. "Namaku... Tio Siau ln, dari aliran Im-yang-kau. Aku
tersesat dan tidak dapat keluar dan tempat ini!"
"Tersesat" Siapa yang membawamu ke mari?"
"Lhoh...?" Siau In tertegun. Ternyata orang itu bukan Si Perempuan Tua yang
menculiknya itu. Hening sejenak. Berdebar hati Siau In menantikan jawaban orang itu. Kalau bukan
penculiknya, lalu 678 siapakah orang ini" Wah, jangan-jangan yang ini justru hantu sungguhan!
"Jawablah! Mengapa diam saja?" Suara itu kembali berdentang.
"Eh-oh... aku Tio Siau In, murid ketua Cabang Im-yang-kau wilayah Timur. Guruku
bernama Giam Pit Seng." Siau In tersentak kaget dan buru-buru menjawab dengan
suara gemetar. "Anggota aliran Im-yang-kau?"
"Yah... kau pernah mendengarnya?"
"Ya, tapi aku tidak mengenal tokoh-tokoh yang baru. Apakah Toat-beng-jin yang
biasa disebut Lo-jin-ong itu masih hidup?"
Siau In mengerutkan dahinya, lalu mengangguk.
Perasaannya menjadi tidak enak karena orang itu menanyakan tokoh yang paling
dihormati di dalam aliran Im-yang-kau.
"Ah... tentu sudah tua sekali. Eeem, lalu...
bagaimana dengan... Kau Cusi (Pengurus Agama) Tong Ciak?"
Tong Ciak merupakan orang kepercayaan mendiang Kaisar Chin Si Hong-te, seperti
halnya mendiang Jendral Beng Tian. Setelah kaisar terakhir Dinasti Chin tersebut
runtuh dan kerajaan jatuh ke tangan Kaisar Liu Pang, Tong Ciak kembali lagi ke
tempat asalnya, yaitu ke aliran Im-yang-kau. Karena sejak semula tingkat
kedudukannya memang sudah tinggi, maka ia segera diangkat menjadi Pengurus
Agama. Dan itu terjadi pada tiga puluhan tahun yang 679
lalu, saat Tong Ciak masih berumur tiga puluh delapan tahun.
Hati Tio Siau In semakin kecut. Ternyata orang itu juga sudah mengenal Tong Ciak
pula. Bahkan caranya menyebut seperti kepada sahabat atau orang yang memiliki
kedudukan setingkat. "Beliau juga dalam keadaan baik. Tapi... sekarang beliau menjabat sebagai Ketua,
bukan sebagai Pengurus Agama lagi."
"Oh... ya" Sekarang Ilmu Silat Kulit Dombanya tentu telah mencapai puncaknya.
Kata orang, lima belas tahun lalu dia sudah berada di tingkat ke sebelas."
Dada Siau In semakin berdebar-debar. Orang itu juga mengenal ilmu silat Aliran
Im-yang-kau yang sangat dirahasiakan. Padahal Ilmu Silat Kulit Domba hanya
diketahui oleh tokoh-tokoh puncak mereka.
Gurunya sendiri yang sudah berkedudukan cukup tinggi, juga belum di-ijinkan
untuk mempelajari ilmu rahasia tersebut.
"Locianpwe... si-siapakah?" Di dalam keraguannya Siau In bertanya. Ia tidak
berani bersikap sembarangan lagi.
"Kau ingin tahu... siapa aku" Baik! Lihatlah...!"
Siau In tersentak dan hampir saja menjerit ketika tiba-tiba di depannya telah
berdiri seorang wanita yang sangat cantik. Cantik dan matang!
Dilihat dari rambutnya yang telah bercampur uban, usianya tentu sudah lebih dari
empat puluh tahun. 680 Tapi kalau dilihat dari kulit wajahnya yang tetap licin dan segar, orang takkan
percaya kalau dikatakan umurnya lebih dan tiga puluh tahun. Pakaiannya yang
longgar dan panjang itu hampir menutupi seluruh tubuhnya yang tinggi langsing.
Hampir saja Siau In mengira bahwa ia sedang berhadapan dengan Souw Giok Hong,
gadis ayu yang dijumpainya di atas pohon itu. Wajah mereka sangat mirip satu
sama lain. Hanya umur dan penampilan mereka saja yang berlainan.
"Kau terkejut" Mengapa" Kau pernah bertemu dengan aku?" Wanita cantik itu
bertanya. Suaranya nyaring berwibawa.
Siau In menggeleng. Mulutnya belum bisa menjawab.
"Jangan takut! Aku tidak akan berbuat jahat kepadamu. Aku hanya ingin tahu,
bagaimana kau bisa sampai ke tempat ini. Hmm, siapakah namamu tadi"
Tio Siau In" Benarkah?"
Siau In mengangguk. Mulutnya tetap terkunci.
"Baiklah! Tenangkanlah dulu perasaanmu! Atau...
kita keluar dulu" Marilah, akan kuperkenalkan kau dengan saudaraku!"
Wanita cantik itu lalu menggandeng lengan Tio Siau In dan membawanya keluar
melalui lubang besar tadi. Mereka menyusuri lorong panjang yang di kanan kirinya
banyak dipasangi lampu minyak, sehingga tempat tersebut tampak terang benderang.
Hembusan angin dingin menerpa tubuh Siau In, seolah-olah dinding gua itu
mempunyai banyak lubang angin.
681 Lorong itu berbelok-belok, naik turun, dan kadang-kadang menembus ke lubang gua
yang lain. Demikianlah, setelah beberapa saat lamanya mereka berjalan, akhirnya Siau In
melihat sinar terang di kejauhan. Ternyata ujung lorong itu menembus ke
permukaan tanah. Begitu keluar yang terlihat oleh Siau In adalah air terjun. Curahan air yang
menebar panjang itu bagaikan selembar daun pintu yang menutupi pintu gua. Dan
persis di mulut gua itu terlihat seorang wanita yang tidak kalah cantiknya
dengan wanita yang datang bersama Siau In. Bahkan usia mereka pun tampak sebaya
pula. Hanya bedanya, perawakan wanita yang kini baru memasak itu lebih kecil dan
agak lebih pendek. Penampilannya juga tampak lebih sabar dan lembut.
"Lan-moi, lihatlah... siapa yang kubawa ini" Aku hampir saja salah lihat. Kukira
kau yang berada di Bilik Semadhi, ternyata... dia! Lihat wajahnya, mirip
denganmu, bukan?" Wanita cantik yang sedang memasak itu agak kaget juga melihat kehadiran Siau In.
Bibirnya tersenyum, tapi senyumnya segera hilang begitu melihat wajah Siau In.
Matanya terbuka lebar seolah-olah ada sesuatu yang menarik perhatiannya. Tetapi
kemudian mata itu kembali meredup, bahkan mulai berkaca-kaca.
"Kau benar... Cici. Aku benar-benar terkejut melihatnya. Siapakah dia..." Ah,
kalau saja Cu Hua 682 masih hidup...." Wanita berwajah lembut itu bergumam perlahan.
"Maafkan aku, Lan-moi. Aku tidak bermaksud membangkitkan ingatanmu pada Cu Hua."
Wanita yang datang bersama Siau In itu cepat meminta maaf.
Wanita berwajah lembut itu menghela napas panjang sekali. Bahkan kepalanya
menggeleng beberapa kali, seperti ingin melepaskan diri dari kabut kenangan yang
menyedihkan. "Tidak apa, Cici. Melihat sikapmu kepada anak itu, aku juga tahu... bahwa kau
pun ingat kepada Han Sui pula. Anak ini memang sebaya dengan kedua anak kita
itu. Sayang bocah-bocah manis itu telah mendahului kita."
Wanita cantik yang datang bersama Siau In itu tiba-tiba juga menarik napas
panjang. Bahkan ia buru-buru berpaling untuk menyembunyikan matanya yang mulai
memerah. "Ah, Lan-moi... sudahlah. Bagaimana dengan masakanmu" Sudah siap belum" Ayolah,
kita bersantap bersama. Kita jamu tamu kita ini sambil...
kita tanyakan asal-usulnya." Katanya kemudian untuk mengalihkan suasana yang
kurang menyenangkan itu. Demikianlah, tiga orang wanita itu lalu makan bersama-sama. Matahari sudah naik
hampir di atas kepala, membuat ruangan sempit di mulut gua itu terasa segar dan
nyaman. Suasana itu membuat nafsu makan Siau In menjadi semakin bertambah,
sehingga tanpa malu-malu lagi gadis itu menyerbu hidangan 683
yang tersedia. Tingkahnya yang bebas tanpa kendali, namun wajar serta alami itu,
justru sangat menyenangkan tuan rumah.
Dan pada saat makan itulah Siau In baru menyadari kalau tangan kiri wanita
cantik yang sudah mulai beruban rambutnya itu, hanya sebatas siku saja
panjangnya. Tampaknya lengan itu cacat atau terputus karena kecelakaan.
Namun demikian wanita cantik itu bergerak dengan leluasa. Cacat tubuhnya sama
sekali tidak membuatnya kikuk. Sikapnya juga kelihatan biasa saja dan wajar.
"Tio Siau In, ketahuilah... kami berdua telah lebih dari sepuluh tahun tinggal
di guha ini. Riwayat hidup kami sangat menyedihkan sehingga kami tidak ingin
mengingatnya lagi. Kau boleh menyebutku Bibi Lian, dan memanggil adikku itu...
Bibi Lan. Kau boleh tinggal bersama kami... kalau mau."
Siau In tersenyum sambil mengucapkan terima kasih.
"Lan-moi, anak ini bernama Tio Siau In. Gurunya adalah Ketua Cabang Im-yang-kau
wilayah timur. Katanya dia diculik seorang wanita bongkok dan dibawa masuk ke lubang kuburan di
atas sana." "Im-yang-kau...?" Wanita cantik berwajah lembut yang disebut Bibi Lan itu
tersedak. Matanya yang redup dan sayu menatap wajah Siau In dengan tajamnya.
684 "Apakah Bibi Lan juga sudah mengenal Lo-jin-ong dan Tong Kaucu?" Tak terduga
Siau In bertanya lebih dulu dengan suara lucu. Dia berkata sambil melirik ke
arah Bibi Lian. Wanita yang disebut Bibi Lan itu tiba-tiba menundukkan wajahnya. Bibirnya yang
tipis bergumam perlahan. "Tentu saja. Bukankah aku dan Bibi Lian bersaudara" Apa yang dia kenal, tentu
aku ketahui pula. Aku mengenal Lo-jin-ong seperti mengenal kakekku sendiri. Ah,
apakah dia masih hidup?"
"Dia memang masih hidup, Lan-moi. Katanya tubuh Lo-jin-ong sudah bongkok, tetapi
masih tetap bersemangat mendampingi Kau Cu-si Tong Ciak, yang kini telah
diangkat menjadi Kau-cu."
"Benarkah...?" Wanita berwajah lembut itu berdesah pendek, kemudian menundukkan
mukanya kembali. Matanya terpejam seperti ada sesuatu yang mengganjal di
hatinya. Mereka lalu terdiam untuk beberapa saat, sehingga kesempatan itu segera
dipergunakan Siau In untuk menceritakan pengalamannya selama ini. Dia bercerita
tentang tugas yang diberikan gurunya, serta pengalamannya bersama A Liong,
Kedua wanita cantik itu saling berpandangan.
Wajah mereka sedikit berubah. Bahkan Bibi Lan bergumam, tapi tak jelas.
"Lo-jin-ong mencari pemuda bertato. Pihak kerajaan juga mengumpulkan pemuda
bertatto naga" 685 Oh, apakah mereka masih tetap mencari keturunan Pangeran Liu Yang Kun?"
"Pangeran Liu Yang Kun" Siapakah dia, Bibi?"
Lagi-lagi kedua wanita cantik itu menarik napas panjang. Keduanya tidak segera
menjawab. Tampaknya seperti ada sesuatu yang mereka pikirkan.
"Pangeran Liu Yang Kun adalah putera mendiang Kaisar Liu Pang yang lenyap ketika
akan dinobatkan menjadi Kaisar. Ah, sudahlah! Lanjutkan saja ceritamu! Tak ada
hubungannya dengan ceritamu."
Akhirnya Bibi Lian menerangkan dengan suara berat.
Meski tidak puas tapi Siau In tidak berani bertanya lebih lanjut. Dia lalu
meneruskan ceritanya. Dia bercerita tentang Wanita Bongkok yang membawanya ke
liang kuburan. "Kaumaksudkan... di atas Ruang Semadi itu ada Kamar Mayatnya" Eh, mengapa tidak
kaukatakan sejak tadi" Lan-moi, mari kita lihat!" Bibi Lian tiba-tiba berseru.
Tiba-tiba saja kedua wanita cantik itu menghilang dari depan Siau In! Sepintas
hanya terlihat bayangan mereka, berkelebat masuk ke dalam gua! Siau In sampai
melongo saking kagumnya! Gerakan mereka sama cepatnya dengan gerakan pemimpin
rombongan orang Hun yang membantai prajurit kerajaan itu.
Siau In bangkit sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Timbul perasaan kagum dan
perasaan ingin dapat menjadi seperti mereka. Alangkah bahagia hatinya bila dapat
menjadi murid wanita-wanita sakti 686
itu. Sambil melamun Siau In melangkah mengikuti mereka.
Namun baru selangkah kakinya menapak, Siau In mendengar suara nyaring di balik
tumpahan air terjun. Dengan tangkas Siau In membalikkan tubuh dan berjalan keluar mendekati air
terjun. Sambil berlindung dari semburan air yang memercik ke mana-mana, Siau In
berusaha mengintip keluar.
Suara teriakan yang disertai desau angin pukulan terdengar semakin jelas. Tapi
Siau In tetap tak bisa melihatnya, karena curahan air , menimpa bebatuan di
depan gua itu amat deras sekali. Percikan air seolah-olah menyelimuti tempat itu
sehingga semuanya tampak remang-remang. Kadang-kadang memang kelihatan bayangan
di luar air terjun. "Wah, tampaknya ada pertempuran di luar sana.
Tapi lubang gua ini tidak ada jalan keluarnya. Jalan satu-satunya hanya
menerobos air terjun itu...."
Siau In mengawasi batu-batu besar yang berserakan di depan gua, di mana air
terjun itu tercurah dari atas.
Batu-batu itu kelihatan licin dan berbahaya, sementara air yang menimpanya tentu
memiliki kekuatan yang dahsyat pula.
"Apa boleh buat... kalau ingin keluar memang harus berani mencobanya!"
Tapi sebelum kakinya melangkah, tiba-tiba terdengar suara panggilan yang
berdengung di lubang telinganya.
687 "Siau In...!" Suara itu bergetar jelas melalui gelombang ilmu Coan-im-ji-bit.
"Wah, Bibi Lian memanggilku...." Siau In bergumam dan terpaksa mengurungkan
niatnya untuk menerobos air terjun.
Siau In lalu masuk kembali ke lorong gua dengan tergesa-gesa. Setelah beberapa
kali berbelok, serta melewati beberapa buah gua, Siau In sampai ke sebuah lorong
kecil yang menanjak ke atas.
Di tempat itu baru Siau In sadar bahwa dia tersesat.
Lorong itu bukan jalan menuju Ruang Semadi.
"Ah, seharusnya aku sudah sadar ketika tidak melewati lorong berlampu minyak


Pendekar Pedang Pelangi Karya Sriwidjono di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

itu...! Aduh, bagaimana sebaiknya" Oh, ada sinar terang di ujung lorong ini.
Tentu ada lampu di sana. Baiklah, aku berjalan terus saja."
Karena lorong itu terlalu sempit, Siau In terpaksa merangkak. Beberapa saat
kemudian telinga Siau In mendengar desau angin dan burung berkicau. Udara yang
berhembus pun terasa lebih segar.
"Hei... ini jalan keluar!" Siau In bersorak gembira.
Otomatis Siau In menjadi bersemagat. Dan benar juga dugaannya. Sebentar kemudian
mata Siau In menjadi silau oleh sorot matahari.
Siau In segera melompat keluar. Ternyata lubang keluar itu berada di antara dua
batu besar di tepi sungai. Lubang itu hampir tidak kelihatan karena tertutup
ilalang dan lebarnyapun hanya setebal tubuh manusia dewasa.
688 Siau In melesat ke kanan dan ke kiri. Tempat itu benar-benar sepi. Sungai di
depannya juga besar dan lebar, di mana airnya mengalir dengan tenang tanpa riak
yang berarti. "Sungai ini tentu dalam sekali dan... aha, kalau aku mengikuti alirannya, tentu
akan sampai di air terjun itu! Bagus, aku akan ke sana!"
Dengan wajah riang Siau In berlari di antara batu-batu yang berserakan di
pinggir sungai. Sebentar saja ia sudah mendengar suara gemuruh itu.
"Nah, apa kataku" Lorong gua tadi memang berada di bawah sungai ini. Air terjun
itu... wah!" Tiba-tiba mulut Siau In ternganga. Aliran sungai itu sekonyong-konyong terputus
dan meluncur turun dengan derasnya. Air sungai yang dalam dan lebar itu bagai
ditumpahkan ke bawah begitu saja! Dan ketika Siau In mencoba melongok ke bawah,
kakinya buru-buru ditarik kembali ke belakang.
Ternyata air terjun itu cukup tinggi. Mungkin ada tiga belas atau lima belas
tombak tingginya. Untuk menuruninya Siau In harus berjalan memutar cukup jauh,
karena dinding tebing yang membatasi air terjun itu sangat terjal dan licin
berlumut. Sampai di bawah Siau In semakin berhati-hati.
Pengalamannya selama ini telah mengajarkan kepadanya, agar dia selalu waspada di
manapun juga berada. Dia belum tahu siapa yang sedang berkelahi, tapi mengingat
suara teriakan mereka yang mampu menindih, bahkan dapat mengalahkan suara air
terjun, 689 Siau In yakin bahwa mereka bukan orang sembarangan.
Ternyata benar juga dugaan Siau In. Dia segera mengenal orang-orang yang sedang
berkelahi itu. Mereka adalah orang-orang yang dilihatnya di kuburan pagi tadi, yaitu Si Wanita
Bongkok dan tiga orang aneh berkain belacu kasar itu.
Sendirian Wanita Bongkok itu melawan tiga orang lawannya. Meskipun sudah tua
namun gerakannya tetap luar biasa lincahnya. Tubuhnya yang sudah melengkung itu
melenting ke sana ke mari. Dia tidak membawa senjata apa-apa, tapi dari kedua telapak tangannya selalu tersembur angin tajam yang memburu lawan- lawannya. Dan bau aneh seperti bau dupa wangi menyebar sampai ke tempat Siau In. Tapi ketiga orang lawannya juga tidak kalah pula lincahnya.
Mereka justru bergerak dengan cara yang lebih aneh 690
dan mengerikan. Setiap kali kaki mereka menapak di tanah, tubuh mereka tampak
terhuyung-huyung seperti orang mabuk berat. Namun setiap kali hendak jatuh tubuh
mereka segera melenting lagi dengan tangkasnya.
Demikianlah, pertempuran mereka benar-benar seru dan menegangkan. Dibandingkan
dengan pertempuran di tepi Pantai Hang-ciu, pertempuran itu memang belum
seberapa. Namun demikian pertempuran ini memiliki kesan tersendiri bagi Siau In.
Cara dan gaya mereka berkelahi sama sekali berbeda dengan ilmu silat kebanyakan.
Ternyata pada puncak pertempuran mereka, kedua pihak mempergunakan ilmu yang
sama. Mereka bergerak kaku dan selalu bergoyang, seperti layaknya orang yang
berdiri di atas geladak kapal. Entah mengapa, cara mereka bersilat yang aneh itu
lama-lama menimbulkan perasaan seram dan ngeri di hati Siau In. Gadis itu serasa
melihat sebuah acara ritual para pengikut setan. Bau dupa wangi serta kabut
tipis tampak menyelimuti tubuh mereka, seperti halnya acara persembahan atau
acara memanggil roh. Bahkan suasana segar dan cerah tadi tiba-tiba juga berubah menjadi sunyi
mencekam. Suara gemuruh air yang semula terasa bising, mendadak juga mereda.
Sebaliknya telinga Siau In seperti mendengar suara nyamuk yang mendenging tiada
henti-hentinya. 691 "Aduuuuh...!" Sekonyong-konyong Siau In mendekap kepalanya. Mulutnya meringis
menahan sakit. Ternyata suara mendenging itu semakin lama semakin kuat dan tajam, hingga
telinga Siau In menjadi sakit. Dan sebelum gadis itu sempat menutup telinganya,
mendadak suara itu melengking makin kuat. Akibatnya seperti ada ribuan jarum
yang tiba-tiba menyusup ke dalam telinga Siau In dan menyerang otaknya!
"Hentikan...!!!" Karena tidak tahan lagi, maka Siau In berteriak sambil meloncat
keluar dari persembunyiannya.
Tapi apa yang dilakukan gadis itu benar-benar suatu kesalahan besar. Rasa kaget
membuat orang-orang itu cenderung untuk membela diri. Otomatis semuanya bergerak
menyerang Siau In. Ada yang melontarkan jarum-jarum kecil. Ada yang
menghembuskan asap beracun. Dan ada pula yang menerjang dengan pukulan penuh
tenaga sakti! Serangan tak terduga itu menyambar dengan cepat sekali dan tidak mungkin Siau In
bisa mengelakkannya. Apalagi kepandaian mereka rata-rata memang berada jauh di
atas gadis itu. Disertai jerit kesakitan tubuh Siau In terpental ke belakang. Sesaat gadis itu
mencoba untuk bangkit kembali, namun gagal. Tubuhnya kembali terhempas ke tanah
dan pingsan. Semua serangan lawannya tidak ada yang meleset. Semua. mengenai
tubuhnya. 692 Sejenak pertempuran itu berhenti. Masing-masing melihat korban serangan mereka.
Tapi ketika tidak seorang pun di antara mereka yang mengenal Siau In, mereka
saling bercuriga satu sama lain.
"Kukira Kwa Yung Ling, ternyata... bukan! Hemm, siapakah gadis ini, Tai-bong
Kui-bo (Kuntilanak dari Kuburan Besar)?" Salah seorang dari tiga lelaki berbaju
putih itu bertanya kepada Wanita Bongkok.
"Mana aku tahu" Aku juga mengira dia kawan yang kaubawa dari Tai-bong-Pai
(Partai Kuburan Besar). Sejak dulu kalian, Giam-lo Sam-kui (Tiga Hantu Akherat), tak pernah pergi
sendirian. Selalu saja bertiga atau mencari kawan yang lain." Wanita Bongkok
yang mempunyai julukan Tai-bong Kui-bo itu mengejek.
Orang tertua dari Giam-lo Tai-bong-pai itu mendengus. Wajahnya yang pucat itu
tampak semakin kusam. "Kurang ajar, perempuan tua tak tahu diri! Sudah dekat liang kubur, masih juga
bersikap sombong! Ayolah, kita teruskan lagi pertempuran kita! Jangan harap kau dan Kwa Yung Ling
bisa melepaskan diri dari hukuman Tai-bong-pai! Lihat serangan...!"
"Bagus! Kalau kalian memang bisa mengalahkan aku, akan kukatakan di mana Kwa Yu
Ling berada!" Maka pertempuran pun pecah kembali. Masing-masing tak mau mengalah lagi. Begitu
bergebrak mereka segera mengeluarkan kemampuan
693 sepenuhnya. Sekali lagi tempat itu menjadi ajang pertempuran yang dahsyat.
Meskipun dari perguruan yang sama tapi kemampuan mereka memang berbeda. Sejak
kecil Tai-bong Kui-bo ikut keluarga mendiang Ketua Tai-bong-pai lama, Kwa Eng
Ki. Meskipun tidak diambil sebagai murid, tapi Kwa Eng Ki juga memberinya
pelajaran silat. Ketika Kwa Eng Ki meninggal dan diganti Kui Mo Siang, sutenya, Tai-bong Kui-bo
diangkat menjadi Pengurus Rumah Tangga Perguruan. Meskipun demikian Tai-bong
Kui-bo tetap berada di rumah keluarga Kwa Eng Ki. Wanita itu tetap mengasuh Kwa
Yung Ling, cucu perempuan Kwa Eng Ki.
Malapetaka timbul setelah Kui Mo Siang meninggal dunia. Penggantinya Yok Si Ki,
murid Mo Siang sendiri. Tapi watak mereka benar-benar bertolak belakang. Yok Si
Ki sangat kejam dan licik.
Usianya yang masih terhitung muda, ditambah dengan ilmu silatnya yang tinggi
membuat wataknya menjadi sombong dan sewenang-wenang. Lebih celaka lagi Yok Si Ki memiliki watak hidung belang dan
suka main perempuan. Banyak wanita dan gadis baik-baik yang menjadi korban kebiadabannya, diantaranya
adalah Kwa Yung Ling, cucu Kwa Eng Ki sendiri. Padahal saat itu Kwa Yung Ling
masih terlalu muda. Hanya karena menolak menjadi isteri mudanya, Kwa Yung Ling
ditangkap dan dimasukkan ke dalam penjara. Dan di 694
dalam penjara itu berkali-kali Kwa Yung Ling diperkosa dan dihina, sehingga
akhirnya ia melahirkan seorang bayi perempuan.
Dua belas tahun lamanya Kwa Yung Ling terkurung bersama anaknya. Dan selama itu
pula pengasuhnya, Tai-bong Kui-bo, tak pernah kelihatan batang hidungnya.
Perempuan itu menghilang sejak dikalahkan oleh pengawal-pengawal Yok Si Ki.
Selama dua belas tahun itu pula Yok Si Ki selalu menyebar anak buahnya untuk
mencari Tai-bong Kui-bo, karena wanita itu ternyata menghilang bersama buku
pusaka Tai-bong Pit-kip. Tetapi usahanya tak pernah berhasil. Tak seorang pun di
antara orang-orangnya yang dapat menemukan perempuan itu. Tai-bong Kui-bo
seakan-akan sudah lenyap ditelan tanah.
Maka Yok Si Ki benar-benar tidak menduga ketika dua tahun yang lalu Tai-bong
Kui-bo tiba-tiba muncul di gedung penjara, membunuh para penjaga, kemudian
membawa pergi Kwa Yung Ling dan anaknya!
Bahkan ketika Tai-bong Kui-bo yang kini sudah tua dan bongkok itu kepergok
dengan Hiat-tok Mo-li (Iblis Wanita Darah Beracun), dia masih bisa mengecoh dan
meloloskan diri. Padahal Hiat-tok Mo-li merupakan orang nomor tiga di partai
Tai-bong-pai setelah Yok Si Ki dan Mo-gan Wan-ong (Si Raja Kera Bermata Iblis).
Sebab itulah selama dua tahun ini Yok Si Ki benar-benar mengerahkan seluruh
kekuatannya untuk memburu Tai-bong Kui-bo. Seluruh pelosok negeri 695
diaduknya. Puluhan orang kepercayaannya tersebar hampir di segala tempat. Tak
heran kalau akhirnya jejak perempuafr tua itu dapat ditemukan juga. Giam-lo Sam-
kui, tiga orang Petugas Hukum dari Tai-bongpai, berhasil mencium jejak
persembunyiannya. Dan sekarang ketiga Iblis Neraka itu berusaha untuk
meringkusnya. Kepandaian Giam-lo Sam-kui memang masih di bawah Mo-gan Wan-ong maupun Hiat-tok
Mo-li. Tapi di dalam Partai Tai-bong-pai, kedudukan Giam-lo Sam-kui sangat dihormati.
Mereka bertiga adalah Pengawas Hukum di dalam Partai Tai-bong-pai.
Kedudukan mereka sejajar dengan Pengurus Partai, yang kini dipegang oleh Mo-gan
Wan-ong. Oleh karena itu tidak mengherankan bila mereka bertiga mampu melayani
Tai-bong Kui-bo dengan baik.
Sebenarnya kepandaian Tai-bong Kui-bo sendiri juga sulit diduga pula. Selama dua
belas tahun bersembunyi, ditambah dengan dua tahun dalam pelariannya bersama Kwa
Yung Ling, kesaktiannya benar-benar lain dengan Tai-bong Kui-bo dahulu.
Dengan mempelajari Buku Pusaka Tai-bong Pit-kip yang berisi rahasia Ilmu Silat
Tai-bong-pai, ilmunya telah meningkat berlipat ganda. Sayang sekali cacat pada
tulang punggungnya, akibat keroyokan pengawal Yok Si Ki lima belas tahun lalu,
membuat dia tidak bisa mempelajari Tai-bong Pit-kip secara tuntas.
Itulah sebabnya dalam pertempuran sekarang, Tai-bong Kui-bo tampak sangat geram
kepada Giam-lo 696 Sam-kui, karena ketiga Iblis Neraka tersebut termasuk pula di antara para
pengeroyoknya pada waktu itu.
Demikianlah, pada lima belas tahun lalu memang mudah bagi Giam-lo Sam-kui untuk
mengalahkan Tai-bong Kui-bo. Tapi sekarang mereka tidak dapat melakukannya lagi.
Kini ilmu silat Tai-bong Kui-bo telah sejajar dengan ilmu silat mereka. Bahkan
tenaga dalam perempuan tua itu juga sudah mencapai tingkatan tertinggi pula.
Oleh karena itu pertempuran mereka tidak mungkin selesai dalam waktu pendek.
Masing-masing sudah saling mengenal ilmu silat lawannya. Mereka hanya bisa
mengandalkan kemujuran saja, siapa tahu lawan mereka lengah atau salah langkah.
Demikianlah, lima puluh jurus telah berlalu. Dan matahari pun mulai bergeser ke
arah barat. Tubuh mereka telah mulai basah dengan keringat, sementara kekuatan
mereka telah berimbang. Namun menginjak jurus ke sembilan puluh, tiba-tiba perimbangan kekuatan mereka
mulai berubah. Sedikit demi sedikit gerakan Tai-bong Kui-bo kelihatan melemah. Bahkan setiap
kali beradu tenaga, mulut perempuan tua itu tampak menyeringai kesakitan. Malah
sesekali perempuan tua itu terhuyung seolah-olah kehilangan tenaga.
Ternyata perbedaan usia dan jumlah lawan berpengaruh juga pada daya tahan
mereka. Walaupun berkepandaian tinggi tetapi tulang dan otot Tai-bong Kui-bo
tidak sekuat dan sesegar tubuh Giam-lo Sam-697
kui yang masih muda. Apalagi Tai-bong Kui-bo memiliki cacat pada punggungnya,
sehingga ia selalu merasa kesakitan setiap kali beradu kekuatan.
Semakin lama perimbangan kekuatan mereka juga semakin berat sebelah. Pelan
tetapi pasti perbedaan kekuatan itu membuat Tai-bong Kui-bo mulai terdesak.
Malah beberapa saat kemudian satu dua pukulan mulai mendarat pada tubuh bongkok
itu. "Iblis pengecut...!" Perempuan tua itu menjerit-jerit.
"Sudahlah, Kui-bo! Lebih baik kau menyerah saja dan katakan di mana Kwa Yung
Ling berada!" "Persetan! Kalian tidak mungkin... aduuuh!"
Sebuah sabetan kaki mengenai pinggang perempuan itu sehingga tubuhnya terlempar
jauh. Tapi dengan gin-kangnya yang tinggi Tai-bong Kui-bo mampu mendaratkan kakinya di
atas tanah kembali. Meskipun demikian tendangan itu tetap melukai bagian dalam
perutnya. "Ayoh, cepat katakan! Di mana Kwa Yung Ling, hah...?" Saudara tertua dari Giam-
lo Sam-kui membentak seraya menahan dua saudaranya untuk memberi kesempatan
kepada lawannya. Namun Tai-bong Kui-bo tak menjawab. Matanya justru mendelik penuh hawa
pembunuhan. Dan itu sudah cukup bagi Giam-lo Sam-kui untuk segera mengakhiri
pertempuran mereka. Oleh karena itu Giam-lo Sam-kui segera mempersiapkan diri
mereka untuk menggempur perempuan itu dengan kekuatan penuh.
698 Meski sedang goyah, tapi Tai-bong Kui-bo menyadari bahaya yang hendak
menimpanya. Dalam keadaan terdesak itulah timbul kenekatannya. Lebih baik mati
daripada jatuh ke tangan lawannya.
Tiba-tiba Tai-bong Kui-bo bergeser mundur, berbareng dengan itu kedua tangannya
terayun ke depan dan belakang bergantian. Serentak dari kedua telapak tangannya
berhembus angin berputar mengelilingi tubuhnya, membentuk sebuah benteng untuk
melindungi diri dari sergapan lawannya.
Pusaran angin yang keluar dari telapak tangan Tai-bong Kui-bo makin lama terasa
semakin kuat, sehingga pengaruhnya mulai melanda pinggiran air terjun itu.
Semak-semak mulai bergoyang, sementara dedaunan juga mulai tanggal dan
bertebaran ke segala penjuru.
Tapi ke tiga iblis itu hampir tak terpengaruh oleh kedahsyatan ilmu Tai-bong
Kui-bo tersebut. Mereka bertiga tetap menerjang ke depan, menerobos benteng
angin itu. Di dalam puncak ilmu mereka, Giam-lo Sam-kui benar-benar memiliki
kekuatan seperti iblis. Ketiga pasang tangan mereka bagaikan palu godam yang menggedor benteng
pertahanan Tai-bong Kui-bo. Dan akibatnya sungguh mendebarkan!
Dhuuuuaaaaaarrrr! Tubuh Tai-bong Kui-bo terpental balik bagaikan layang-layang putus! Sebaliknya
salah seorang di antara lawannya juga jatuh terduduk di atas rumput!
699 Ternyata benturan kekuatan itu telah membawa korban!
"Kui-bo...!" Tiba-tiba terdengar jeritan dari jauh.
"Kwa Yung Ling!" Tiga Iblis dari Neraka itu menggeram bersama-sama. Salah
seorang dari Giam-lo Sam-kui yang jatuh tadi telah dapat berdiri kembali.
Sekejap kemudian seorang wanita cantik berusia tiga puluh satu atau tiga puluh
dua tahun, datang ke tempat itu dan menubruk tubuh Tai-bong Kui-bo yang


Pendekar Pedang Pelangi Karya Sriwidjono di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tergeletak lemah di atas tanah. Darah segar tampak mengalir deras dan mulut
perempuan tua itu. "Kui-bo, bertahanlah! Aku akan mengobati lukamu...!" Wanita yang tidak lain
memang Kwa Yung Ling itu menangis di samping Tai-bong Kui-bo.
Dia sama sekali tidak mempedulikan Giam-lo Sam-kui yang berdiri garang di
sekelilingnya. Mata yang terpejam itu terbuka. Ketika melihat kehadiran Kwa Yung Ling, mata
yang telah mulai meredup itu tampak kaget. Dengan segala kekuatan yang masih
tersisa bibir itu dipaksakan untuk berkata.
"Ce-cepatlah... 1-laari!" Bibir itu bergetar lemah, kemudian terkatup rapat
kembali. Nyawa tua itu keburu lepas dari tubuhnya.-
"Kui-bo...!!!" Sekali lagi wanita yang baru tiba itu menjerit pilu dan memeluk
tubuh Tai-bong Kui-bo. "Diam! Kau tidak perlu menangis lagi! Sekarang berikan buku itu dan ikut kami ke
Tai-bong-pai!" Tiba-tiba orang tertua dari Giam-lo Sam-kui menghardik dan menyambar lengan Kwa
Yung Ling. 700 Tapi dengan tangkas wanita cantik itu menghindar.
Walau sedang menangisi pengasuhnya, namun Kwa Yung Ling tetap waspada terhadap
lawan-lawannya. Maka ketika tangan Giam-lo Sam-kui menyambar, dia buru-buru melompat ke samping.
Di lain saat ia telah berdiri tegak di hadapan lawan-lawannya. Bahkan tangan
kanannya telah memegang selendang putih yang tadi membelit di pinggangnya. Di
kedua ujung selendang itu terpasang gelang kecil dan besar.
"Kalian bertiga memang bukan manusia baik-baik.
Kalian telah mengkhianati sumpah kalian terhadap Tai-bong-pai. Kalian mengabdi
kepada Si Iblis Yok Si Ki, yang telah berbuat makar terhadap Tai-bong-pai.
Sebagai pejabat Pengawas Hukum seharusnya kalian tahu bahwa Yok Si Ki telah
menginjak-injak peraturan dan adat istiadat Tai-bong-pai, yang selama ini
dijunjung tinggi oleh leluhur kita."
Wajah Giam-lo Sam-kui yang putih pucat itu untuk sesaat berubah menjadi merah
padam. Namun rasa malu justru membuat mereka menjadi marah sekali.
Dengan pandangan mengerikan ketiga iblis itu mengangkat tangannya. Terdengar
suara berkerotokan ketika lengan itu mengeluarkan asap tipis berwarna kemerahan.
Sebagai seorang anggota partai Tai-bong-pai, Kwa Yung Ling segera tahu apa yang
sedang dilakukan lawannya. Cepat ia mengerahkan segala kemampuannya, semua ilmu
yang diberikan mendiang Tai-bong Kui-bo selama dua tahun ini.
701 Selendang itu cepat direntangkan di depan dadanya.
Seluruh tenaga sakti dia kerahkan di kedua lengannya, karena ia tahu bahwa dia
bukan tandingan Giam-lo Sam-kui. Namun yang jelas ia tak mau menyerah begitu
saja. "Mulutmu sangat tajam, maka tiada jalan lain bagi kami selain membungkam mulutmu
selama-lamanya! Nah, bersiaplah untuk mati!" Orang tertua dari Giam lo Sam-kui menggeram,
kemudian memberi aba-aba kepada saudaranya untuk menyerang.
Wuuuuuus! Singgggg! Taaaaak!
Giam-lo Sam-kui tidak peduli lagi akan pandangan orang. Sebagai seorang tokoh
Tai-bong-pai mereka tidak malu-malu lagi mengeroyok seorang wanita muda. Bagi
mereka yang penting adalah menunaikan tugas yang diberikan oleh Jcetua mereka.
Mereka tidak ingin kehilangan kesempatan itu. Mereka harus segera memanfaatkan
kesempatan untuk mendapatkan buku Tai-bong Pit-kip itu kembali.
Mereka bertiga menyerang tanpa belas kasihan lagi.
Seluruh kemampuan mereka tercurah untuk secepatnya membunuh Kwa Yung Ling,
kemudian mengeledahnya. Kwa Yung Ling memang tidak bisa berbuat banyak. Tai-bong Kui-bo saja kalah,
apalagi dia. Meskipun selendangnya yang berujung gelang itu sangat cepat dan bergerak lincah
melindungi diri, tapi ketiga lawannya memiliki ilmu yang lebih tinggi daripada
dia. Maka belasan jurus kemudian gerakan 702
selendang itu justru menjadi kacau dan menyulitkan dirinya sendiri. Beberapa
kali gelang di ujung selendang itu malah berbalik menyerang dirinya.
Bahkan tangkai selendang itu sering membelit dan membelenggu tangannya sendiri.
"Hihihi, kelihatannya selendangmu justru ingin menggantung lehermu sendiri.
Lihat saja...!" Saudara termuda dari Giam-lo Sam-kui tertawa mengejek.
Benar juga. Pertempuran selanjutnya ketiga Iblis Neraka itu selalu berusaha
untuk mempengaruhi jalannya ujung selendang Kwa Yung Ling. Mereka membuat
gerakan agar selendang itu selalu berbalik menyerang kepada tuannya. Dan hal itu
tidak sulit mereka lakukan karena kepandaian mereka memang jauh lebih tinggi
daripada Kwa Yung Ling. Beberapa jurus kemudian wanita cantik itu benar-benar dalam kesulitan. Beberapa
kali ia ingin membuang selendangnya, tapi Giam-lo Sam-kui selalu mencegahnya.
Selendang itu selalu berbalik kembali ke dalam genggamannya. Akhirnya dalam
keputusasaannya Kwa Yung Ling nekat untuk mengadu jiwa. Ia tidak lagi
mempedulikan keselamatannya. Selendang itu diputar di atas kepalanya, kemudian
ia hentakan dalam jurus yang tak terduga.
Giam-lo Sam-kui memang terkejut bukan main.
Dalam gerakan ilmu silat Tai-bong-pai, tidak ada jurus memutar senjata sambil
menghentak seperti itu. Gerakan itu justru sangat membahayakan keselamatan 703
sendiri, karena di dalam ajaran tenaga dalam Tai-bong-pai, gerakan tersebut
justru akan memecah himpunan tenaga sakti di dalam tubuh, kemudian menutup
seluruh jalan darah yang ada. Menggunakan gerakan seperti itu sama saja dengan
bunuh diri. Tapi justru itu memang sengaja diciptakan oleh Tai-bong Kui-bo, yang kemudian
diajarkan kepada Kwa Yung Ling, untuk sewaktu-waktu dipergunakan bila tidak ada
jalan lain lagi. -- o0d-w0o -- JILID XVII EMIKIANLAH, dalam keadaan kaget
Giam-lo Sam-kui tidak menyangka kalau selendang yang berputar di atas kepala
DKwa Yung Ling itu mendadak terputus
menjadi beberapa bagian. Dan mereka
juga tidak menduga pula ketika potongan-potongan selendang itu tiba-tiba
menerjang ke arah mereka. Ternyata hentakan tenaga Kwa Yung Ling tadi telah
memotong selendang itu menjadi beberapa bagian.
Mati-matian Giam-lo Sam-kui berusaha
menghindar dari potongan selendang itu. Mereka berjungkir balik sambil
mengibaskan lengan baju mereka yang longgar. Namun tetap saja beberapa 704
potongan selendang melesat mengenai mereka.
Ketiganya meringis menahan sakit. Ketika mereka berdiri tegak kembali, tampak
baju mereka telah terbuka di sana sini. Bahkan darah mulai mengalir membasahi
kain yang sobek itu. Beruntung bagi mereka karena memiliki sinkang lebih tinggi,
sehingga luka-luka itu tidak terlalu dalam.
"Keparat! Hampir saja dia membunuhku!" Orang termuda dari Giam-lo Sam-kui
mengumpat, karena dialah yang terparah lukanya.
Namun mereka tidak bisa menghukum Kwa Yung Ling lagi, karena sejalan dengan
jurus terakhirnya itu maka seluruh jalan darah wanita itu telah tertutup,
sehingga jantungnya juga berhenti berdenyut. Wanita cantik itu telah mati
mengikuti pengasuhnya. Giam-lo Sam-kui bergegas mengobati luka-lukanya, kemudian cepat-cepat
menggeledah tubuh kedua korbannya. Dan sebuah buku kecil mereka dapatkan di
balik pakaian Kwa Yung Ling.
"Ah, Tai-bong Pit-kip telah kita dapatkan kembali!"
Orang tertua dari Giam Lo Sam-kui berdesah kegirangan. Buku itu segera
dimasukkannya ke dalam saku. "Ji-te, Sam-te... ayoh, cepat kita tinggalkan
tempat ini! Kita harus segera melaporkan penemuan ini kepada Yok Ciangbun (Ketua
Yok)!" Namun belum sempat mereka melangkahkan kaki meninggalkan tempat itu, segera
seorang dara remaja berusia empat belas tahun menghambur datang. Gadis 705
itu berteriak setinggi langit begitu melihat mayat Kwa Yung Ling.
"Ibuuuuuu...!!!"
"Tahan! Bukankah anak ini... Yok Ting Ting?"
Orang tertua dari Giam-lo Sam-kui tiba-tiba mencengkeram lengan kedua
saudaranya. "Kita tak usah pedulikan dia. Kita sudah membunuh kedua buruan itu, dan sudah
mendapatkan buku mereka pula. Kita tak usah membuang-buang waktu untuk mengurusi
anak itu." Orang kedua dari Giam-lo Sam-kui memperingatkan kakaknya.
"Benar, Twako. Perjalanan kita masih panjang. Kita tak usah mencari perkara yang
lain. Biarlah anak itu mengurusi Ibu dan pengasuhnya." Orang termuda dari Giam-
lo Sam-kui berkata pula. "Ah, bodoh benar kalian ini! Bagaimanapun juga dia adalah puteri Yok Ciang-bun.
Kedatangan anak ini akan menambah kegembiraan beliau. Hmm, ayoh...
kita bawa anak ini!"
Orang kedua dan ketiga dari Giam-lo Sam-kui tidak mau membantah lagi. Sambil
saling memandang dan mengangkat pundaknya, mereka berdua cepat melangkah ke
depan untuk meringkus Yok Ting Ting.
"Nona Yok, Ibumu sudah mati. Tak perlu kautangisi lagi. Marilah sebaiknya kau
ikut kami untuk menemani Ayahmu."
"Pembunuh! Kalian bertiga benar-benar manusia busuk! Kalian telah membunuh Ibuku
dan Nenekku! Aku... aku... ah, kubunuh kalian bertiga!" Yok Ting 706
Ting berteriak tinggi, kemudian dengan nekad melompat dan memukul orang tertua
dari Giam-lo Sam-kui. Tapi hanya dengan sebelah tangan orang tertua dari Giam-lo Sam-kui menangkap
pergelangan tangan Yok Ting Ting. Kemudian hanya dengan sekali sentak gadis itu
terkulai lemas dalam pelukannya. Sebuah totokan jari telah membuat gadis itu tak
berdaya. Namun sebelum ketiga iblis itu beranjak pergi, dari balik air terjun terdengar
suara bentakan nyaring. "Lepaskan anak itu...!"
Dengan gesit Giam-lo Sam-kui membalikkan badan. Dan mata mereka segera menangkap
dua sosok bayangan wanita berkelebat menghampiri tempat itu.
Salah seorang dari bayangan itu tiba-tiba telah berdiri di depan mereka,
sementara bayangan yang lain melesat ke tempat di mana Tio Siau In tergeletak.
Sekejap ketiga iblis itu melongo menyaksikan wajah cantik berkesan agung itu.
"Engkau... siapa?" Di dalam kekagetan mereka orang tertua dari Giam-lo Sam-kui
itu bertanya. Wanita cantik di depan Giam-lo Sam-kui, yang tidak lain adalah Bibi Lian itu
berdesah pendek. "Kalian tak perlu tahu... siapa kami berdua. Kami hanya meminta agar anak itu
dilepaskan!" "Oh...!" Saudara tertua dari Giam-lo Sam-kui menggeram. Kulit wajahnya yang
pucat itu kembali memerah. Hatinya tersinggung. "Tahukah Kau... siapa gadis ini"
Dia puteri ketua kami yang hilang sejak dua 707
tahun lalu. Kami telah menemukannya kembali, dan akan membawanya ke Tai-bong-
pai. Nah, apakah kau tetap ingin mencampuri urusan kami?"
"Bohong...! Penjahat ini berbohong! Aku bukan anak Yok Si Ki! Orang-orang ini
justru telah membunuh Ibu dan Nenekku!" Tak terduga Yok Ting Ting berteriak
keras sekali. Tentu saja Giam-lo Sam-kui menjadi marah sekali.
Kelima jari-jari tangan kanannya tiba-tiba terayun ke ubun-ubun Yok Ting Ting.
Gadis itu menjadi pucat seketika. Dia tak mungkin bisa mengelak, karena tubuhnya
tertotok lemas dan tak bisa bergerak!
Namun di dalam situasi yang kritis itu mendadak terdengar suara berdesis seperti
suara bara api terjatuh ke dalam air. Cush! Dan Giam-lo Sam-kui tiba-tiba
melihat cahaya kebiruan melesat menerjang ke arah jari tangannya yang hendak
mencoblos kepala Yok Ting Ting!
Ujung jari yang hampir menembus ubun ubun Yok Ting Ting itu cepat ditarik
kembali. Sebagai gantinya orang tertua dari Giam-lo Sam-kui itu mengebutkan
ujung lengan bajunya ke arah cahaya yang datang.
Taaak...! Taaaak! Tak terasa lengannya bergetar hebat seperti menahan gempuran
pedang, sehingga Yok Ting Ting terlepas dari pelukannya! Dan pada saat itu pula
wanita cantik tersebut berkelebat menyambar tubuh gadis itu!
708 "Aaiiih...!?" Tiga Iblis dari Neraka itu membelalakkan mata mereka. Ujung lengan
baju saudara tertua mereka tampak berlubang di kedua sisinya. Lubang sebesar
ujung jari itu bagaikan lubang bekas tertembus anak panah.
"Kau... kau dari keluarga Souw?" Saudara tertua dari Giam-lo Sam-kui bertanya
gugup. "Benar! Ia memang puteri kesayangan Hong-gi-hiap Souw Thian Hai!" Tiba-tiba dari
pinggir arena terdengar suara lembut dan merdu.
Semuanya berpaling dengan cepat ke arah suara itu.
Di tepian kolam, di mana air terjun itu tertumpah tampak seorang gadis cantik
bak bidadari. Tubuhnya yang tinggi langsing itu melenggang gemulai bagaikan
pohon yang-liu tertiup angin. Sementara itu wajahnya yang bulat telur kelihatan
bercahaya laksana bintang kejora.
Kalau Giam-lo Sam-kui terbelalak matanya melihat kecantikan yang tiada tara itu,
sebaliknya Bibi Lian tersentak keheranan seperti melihat hantu!
"Kau... kau siapa" Bagaimana kau bisa mengenal aku?"
Gadis ayu itu tersenyum sambil memberi hormat kepada Bibi Lian. "Cici, kau tentu
telah melupakan Adikmu, karena aku pun hampir melupakan wajahmu pula. Tapi Ayah
telah memberikan ciri-ciri wajahmu, sehingga aku bisa mencarimu...."
"Kau... kau mencariku" Apakah kau... Souw Giok Hong?"
709 Gadis ayu yang kemarin berjumpa dengan Tio Siau In di atas kuburan itu
mengangguk. "Benar, Cici Lian Cu. Ayah sangat prihatin dan tidak pernah percaya
kalau kau mati dalam musibah kebakaran itu. Beliau tetap mencarimu ke mana-mana
bersama Ibu. Beruntunglah aku bisa melacakmu sampai di tempat ini. Cici, Ayah sangat kangen
padamu...." Terdengar suara tertahan di tenggorokan wanita bertangan buntung itu. Matanya
pun tampak berkaca-kaca. Perlahan-lahan tangannya yang memegang Yok Ting Ting
itu terkulai lemas, sehingga gadis remaja itu melorot turun ke atas rumput.
Sementara itu Giam-lo Sam-kui saling memberi isyarat untuk secara diam-diam
meninggalkan tempat tersebut, karena melihat kesaktian wanita buntung tadi
mereka sadar bahwa mereka tak mungkin bisa menghadapinya. Apalagi wanita itu
masih memiliki dua orang kawan yang belum mereka ketahui kepandaiannya. Namun
mereka percaya bahwa kedua orang itu tentu memiliki kesaktian yang serupa pula.
Tapi ketika Giam-lo Sam-kui mulai bergerak melangkahkan kakinya, gadis ayu yang
baru datang itu cepat membentak.
"Berhenti...! Kalian telah membunuh orang! Hmm, bagaimana mungkin pergi begitu
saja?" Bukan main malunya ketiga iblis neraka itu.
Mereka benar-benar menjadi marah sekarang.
Walaupun tahu berhadapan dengan tokoh sakti yang mereka perkirakan dari keluarga
Souw, tapi mereka 710 juga pantang dihina. Bagaimanapun juga mereka adalah tokoh dari
partai persilatan terkenal pula. "Hmmh! Peduli apa dengan engkau" Kami adalah petugas Pengawas Hukum dari Tai-bong-pai! Dan kedua wanita yang kami bunuh itu adalah anggota-anggota partai kami yang harus kami adili karena telah berbuat kesalahan! Apakah engkau hendak mencampuri urusan kami?"
Saudara tertua dari Giam-lo Sam-kui menggeram.
Ketiga Iblis Neraka itu lalu berdiri berdampingan, siap untuk bertempur.
Sebaliknya gadis ayu itu tergagap bingung mendengar ucapan lawannya.


Pendekar Pedang Pelangi Karya Sriwidjono di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Melihat hal itu Bibi Lian atau Lian Cu segera memunahkan totokan Yok Ting Ting
dan bertanya kepada gadis itu.
"Benarkah Nenek dan Ibumu anggota Partai Tai-bong-pai?"
711 Gadis remaja itu memandang jenazah ibu dan pengasuhnya. Air matanya kembali
bercucuran. "Orang-orang itu sangat jahat! Mereka adalah Giam-lo Sam-kui! Mereka... uhuk-
huk...!" "Jawablah pertanyaanku dulu! Benarkah Ibu dan Nenekmu itu anggota Partai Tai-
bong-pai seperti mereka?" Wanita bertangan buntung itu kembali mendesak.
Sambil tersedu-sedu Yok Ting Ting mengangguk.
"Tapi... tapi Ibuku dipaksa oleh...." Jawabnya tersendat, lalu tiba-tiba terdiam
kembali dan tak mau melanjutkan kata-katanya.
"Ya, sudah! Kalau begitu urusan ini memang urusan Partaii Tai-bong-pai sendiri!
Orang luar tidak berhak untuk mencampurinya." Wanita buntung itu melirik Souw
Giok Hong. "Tapi... dia telah membunuh Ibuku! Aku harus membunuhnya!" Yok Ting Ting
melengking tinggi. Wanita berlengan buntung itu melepaskan pegangannya. "Kalau engkau sendiri yang
hendak melawan mereka, silakan...! Kau dan mereka memang sama-sama anggota Tai-
bong-pai! Cuma... hm, rasanya kepandaianmu masih terlalu lemah dibandingkan
mereka. Melawan mereka sekarang, sama saja dengan bunuh diri. Dan hal itu
berarti dendam Ibu dan Nenekmu tidak ada yang membalaskan lagi."
Yok Ting Ting terbelalak. Di balik ucapannya wanita cantik itu seolah-olah
memberi harapan 712 kepadanya. Harapan untuk belajar ilmu silat kepadanya. Dan ketika menoleh, gadis
ayu bak bidadari tadi juga tampak mengedip-ngedipkan mata kepadanya.
Akhirnya Yok Ting Ting memberi hormat. "Bibi, kau... kau mau menerima aku
sebagai murid?" Katanya dengan suara gemetar.
Wanita cantik itu menghela napas.
Matanya menerawang jauh, seperti ada banyak masalah yang sedang membebani
pikirannya. "Sudahlah, hal itu bisa kita pikirkan belakangan.
Sekarang biarkanlah Giam-lo Sam-kui pergi. Lebih baik kita urus sendiri jenazah
Ibu dan Nenekmu." Akhirnya wanita cantik itu berdesah dengan suara berat. Lalu tangannya
dikibaskan untuk memberi isyarat agar lawannya segera pergi meninggalkan tempat
itu. Bagi Giam-lo Sam-kui yang penting adalah tugas yang diberikan oleh ketua mereka,
yaitu mencari Tai-bong Kui-bo dan Buku Pusaka Tai-bong Pit-kip.
Sekarang mereka telah berhasil menyelesaikan tugas tersebut dengan baik. Selain
sudah berhasil menemukan Tai-bong Kui-bo dan membunuhnya, mereka juga berhasil
mendapatkan Tai-bong Pit-kip pula. Oleh karena itu urusan Yok Ting Ting
sebenarnya tidak penting bagi mereka. Kalau tadi mereka berniat menangkap gadis
itu, sesungguhnya hanya untuk menyenangkan ketua mereka saja. Maka melihat Yok
Ting Ting sekarang dilindungi oleh 713
orang-orang yang lebih kuat, mereka tidak ingin mencari kesulitan lagi. Mereka
bergegas meninggalkan tempat tersebut.
Begitu ketiga iblis itu pergi, Yok Ting Ting segera menubruk mayat ibunya dan
menangis sekuat-kuatnya. Sementara itu dari arah lain Bibi Lan datang bersama Tio Siau In. Wanita cantik
itu, yang begitu tiba tadi langsung menghampiri tubuh Siau In, berhasil
menyelamatkan gadis itu dari maut.
Wajah Tio Siau In kelihatan pucat sekali. Meskipun dapat berjalan, namun gadis
itu masih tampak lemah sekali. Serangan Giam-lo Sam-kui dan Tai-bong Kui-bo tadi
benar-benar telah melukai bagian dalam tubuhnya dengan parah. Apabila tadi tidak
cepat-cepat ditolong oleh Bibi Lan, mungkin dia sudah mati.
"Cici Tui Lan..." Benarkah?" Melihat kedatangan wanita cantik itu, Souw Giok
Hong tiba-tiba berseru gembira.
Wanita cantik yang datang bersama Siau In itu terkejut. Matanya menatap Souw
Giok Hong dengan tajamnya. Karena merasa belum pernah kenal juga, maka ia
memandang Lian Cu, seakan-akan menuntut penjelasan.
"Lan-moi, kau masih ingat gadis kecil yang sering digendong Ayahku dahulu?"
Wanita bertangan buntung itu akhirnya berkata pelan.
"Maksudmu dia ini... Giok Hong?" Wanita yang datang bersama Siau In itu bertanya
ragu. 714 Lian Cu mengangguk sambil meraih pundak Giok Hong.
"Benar, Lan-moi entah bagaimana caranya dia sampai bisa menemukan persembunyian
kita ini. Padahal sudah dua belas tahun kita menghilang, dan kukira setiap orang juga
beranggapan bahwa kita sekeluarga telah terbakar hangus di dalam istana itu.
Aaah!" Wanita cantik itu berdesah sedih.
"Semua orang memang berpendapat begitu, karena perajurit yang memeriksa
reruntuhan istana itu telah menemukan mayat dua wanita yang sedang memeluk anak-
anaknya. Jadi semua orang menganggap bahwa Cici sekeluarga memang telah menjadi
korban kebakaran itu. Cuma... Ayah dan Ibu yang tidak percaya pada khabar itu.
Menurut Ayah, Cici bedua memiliki kepandaian tinggi. Tidak mungkin Cici mati
hanya karena kobaran api itu. Dan sampai sekarang pun Ayah tetap mencari Cici."
Sekali lagi wanita bertangan buntung itu berusaha menahan sedu-sedannya.
Terbayang kembali wajah Hong-gi-hiap Souw Thian Hai, ayahnya, yang kini tentu
sudah tua. "Aku bersama kakakmu Tui Lan memang dapat menyelamatkan diri. Tapi anak-anak..."
Ah, kasihan sekali mereka. .... "
Sementara itu Siau In yang tidak pernah melupakan wajah Giok Hong, menyapa
dengan suara lemah pula. "Hei, Cici... ternyata kita bertemu kembali."
715 "Ah, kau" Mengapa kau tampak kesakitan begitu"
Apakah engkau terluka?" Giok Hong menyahut kaget.
"Aku terkena pukulan Perempuan Bongkok yang kukatakan tadi malam itu. Kebetulan
aku menemukannya di dekat air terjun ini dan sedang berkelahi dengan lawan-
lawannya. Tetapi ketika mereka melihat aku, entah mengapa... tiba-tiba semuanya
berbalik menyerangku." Siau In bercerita dengan suara lirih dan agak gemetar.
"Begitukah" Padahal sebenarnya Perempuan Bongkok itu tidak begitu jahat.
Kelakuannya yang aneh itu disebabkan oleh keinginannya untuk melindungi anak dan
cucunya, lihatlah, dia telah menjadi korban lawan-lawannya!"
"Oooh! Lalu... ke mana tiga orang lawannya itu"
Apakah mereka menemukan anak dan cucunya?"
Souw Giok Hong mengangguk sambil menunjuk Yok Ting Ting yang sedang menangisi
mayat ibunya "Itu dia anak dan cucunya. Hampir saja mereka mati di tangan orang-orang itu."
"Sudahlah!" Tui Lan atau Bibi Lan menengahi.
"Kita urus dulu mayat mereka! Setelah itu kita bisa berbincang-bincang lagi
sepuasnya. Bagaimana"
Setuju?" Lian Cu dan Giok Hong mengangguk.
Mereka lalu membujuk Yok Ting Ting, agar merelakan kedua orang tuanya
dikuburkan. Semakin cepat dikuburkan akan semakin baik buat mereka.
716 Semula Yok Ting Ting menolak. Gadis yang sekarang merasa sebatangkara dan tidak
memiliki sanak saudara lagi itu tidak memperbolehkan ibunya dikubur. Namun
setelah Lian Cu dan Tui Lan membujuknya, gadis itu mau juga menurut.
Sambil menimbun tanah ke liang lahat, Lian Cu mendekati Giok Hong. Ia berbisik
ke telinga gadis ayu itu. "Eh, Giok Hong! Bagaimana dengan Pangeran Liu Yang
Kun" Apakah dia telah pulang ke istana?"
Tapi gadis ayu itu menggelengkan kepalanya.
"Belum, Cici. Sampai sekarang Pangeran Liu Yang Kun belum muncul juga. Entahlah,
semua orang juga sudah melupakannya. Malah sekarang Permaisuri Li telah
mengangkat puteranya sendiri untuk menggantikan Pangeran Liu Yang Kun menjadi
putera mahkota. Anehnya... Pangeran mahkota yang baru itu mendadak juga hilang
dari istana. Persis seperti peristiwa hilangnya Pangeran Liu Yang Kun pada lima
belas tahun yang lalu. Dan sekarang sudah lebih dari dua tahun pangeran muda itu
menghilang dari istana. Permaisuri Li sudah berkali-kali mengerahkan pasukan
rahasia untuk mencari puteranya itu."
Terdengar tarikan napas yang berat di dada Lian Cu. Matanya juga menerawang
jauh. Kenangannya bersama Pangeran Liu Yang Kun kembali terbayang di depan
matanya. "Apakah dia benar-benar sudah tiada...?" Lian Cu bergumam seperti kepada dirinya
sendiri. 717 Memang sebenarnyalah bahwa kedua wanita cantik itu adalah isteri Pangeran Liu
Yang Kun. Mereka bernama Han Tui Lan dan Souw Lian Cu. Mereka berdua merupakan
jago-jago silat berkepandaian tinggi, sebelum menjadi isteri Pangeran Liu Yang
Kun. Han Tui Lan adalah Anggota Aliran Im-yang-kau, sedangkan Souw Lian Cu
adalah puteri Hong-gi-hiap Souw Thian Hai dari isteri pertamanya.
Seperti telah dituturkan pada permulaan cerita ini, istana Pangeran Liu Yang Kun
terbakar habis bersama seluruh isinya. Semua orang berpendapat bahwa keluarga
Pangeran Liu Yang Kun habis terbakar api.
Namun anggapan itu ternyata tidak benar. Kedua isteri Pangeran Liu Yang Kun dan
putera puteri mereka ternyata dapat lolos dari malapetaka tersebut.
Semuanya selamat walaupun terpisah dan saling tidak mengetahui keadaan masing-
masing. Han Tui Lan dan Souw Lian Cu dapat
menyelamatkan diri dengan luka bakar di seluruh badan mereka. Sedangkan putera
puteri mereka dapat diselamatkan oleh Tabib Tong Kian Teng, walaupun akhirnya
anak-anak tersebut juga hilang di dalam perjalanan mereka.
Karena mengira anak-anak mereka sudah mati, apalagi mereka berdua juga menderita
luka bakar yang parah, maka Souw Lian Cu dan Han Tui Lan sengaja menyembunyikan
diri di gua itu sambil mengobati luka-lukanya. Sepuluh tahun telah berlalu dan
mereka sudah dapat melupakan peristiwa sedih 718
itu. Namun peristiwa tak terduga pada hari ini, telah membangkitkan kembali
kenangan lama mereka. Kenangan yang sangat menyakitkan, yang membuat luka di hati mereka seolah-
olah..terkoyak kembali. "Lalu... bagaimana dengan mayat para dayang dan anak-anak yang ditemukan setelah
kebakaran itu" Apakah mereka juga dikuburkan secara layak" Hmm, kasihan sekali para dayang itu!
Mereka tentu telah berusaha menyelamatkan anak-anak...." Souw Lian Cu meneruskan
pertanyaannya begitu upacara penguburan itu selesai.
"Benar, Cici. Mereka dimakamkan secara terhormat, karena semua orang memang
menyangka bahwa mereka adalah isteri dan putera-puteri Pangeran Liu Yang Kun.
Permaisuri Li malah mengadakan upacara kebesaran di seluruh negeri.
Ah... semua orang tentu akan kaget sekali kalau tiba-tiba Cici berdua muncul di
depan mereka." "Jangan dipikirkan dulu masalah itu! Sebaliknya kita mengatur rencana sebelum
melangkah. Dan pertama-tama... kita bicarakan dulu masalah Yok Ting Ting ini.
Eh... namamu Yok Ting Ting, bukan"
Kudengar Giam-lo Sam-kui menyebut namamu tadi...." Souw Lian Cu mengalihkan
pembicaraan kepada Yok Ting Ting.
Gadis yang masih dibalut kesedihan itu mengangguk.
719 "Kau boleh memilih, tinggal bersama kami atau pulang ke Tai-bong-pai?" Souw Lian
Cu bertanya dengan suara perlahan.
Yok Ting Ting menundukkan mukanya. Beberapa kali dia mengusap matanya yang
basah. "Aku... aku sudah tidak memiliki siapa-siapa lagi.
Semua orang Tai-bong-pai juga memusuhi aku.
Maka... kalau diperbolehkan aku akan tinggal di sini saja. Aku bisa membantu apa
saja. Memasak, menyediakan teh, mencuci pakaian...."
Ucapan itu benar-benar menyentuh lubuk hati Souw Lian Cu dan Han Tui Lan. Mereka
jadi ingat akan anak-anak mereka sendiri, yang tidak dapat mereka asuh karena
musibah itu. Mereka tentu telah tumbuh sebesar Yok Ting Ting atau Tio Siau In
ini apabila masih hidup. Dengan penuh kelembutan Han Tui Lan lalu mengelus rambut Yok Ting Ting. Bahkan
matanya tampak berkaca-kaca ketika berkata.
"Anak manis, jangan khawatir! Kau boleh tinggal bersama kami sesukamu. Sampai
kau bosan. Lihatlah, kau akan mempunyai banyak teman di sini. Gadis ayu yang ada
di depanmu ini bukan bidadari, tapi adik Bibi Lian Cu. Namanya ... Souw Giok
Hong. Dan gadis di dekatku ini bernama Tio Siau In, dari Aliran Im-yang-kauw.
Dia akan lama berada di sini, karena luka dalamnya sangat parah. Mudah-mudahan
aku dan Bibi Lian Cu bisa menyembuhkan lukanya."
720 Yok Ting Ting melelehkan air mata saking gembiranya. Ia segera berlutut di depan
Han Tui Lian dan Souw Lian Cu.
Han Tui Lan dan Souw Lian Cu saling pandang dengan tersenyum. Mereka berdua
benar-benar merasa bahagia, seolah-olah kehilangan mereka akan keluarga selama
ini sedikit terhibur dengan kedatangan mereka. Gua yang sepi itu tiba-tiba
terasa semarak. Mereka lalu saling menceritakan pengalaman mereka masing-masing. Souw Lian Cu
bercerita tentang penderitaannya bersama Han Tui Lan pada waktu menyelamatkan
diri dari istana dua belas tahun lalu. Mereka berdua berlari tanpa mengenakan
sepotong pakaian pun di tubuh mereka. Baju yang mereka pakai telah habis dimakan
api. Bahkan hampir semua kulit tubuh mereka melepuh, sementara rambut di kepala
mereka juga tidak ada yang tersisa sarna sekali. Oleh karena itu selain merasa
kesakitan, mereka juga malu bertemu orang. Keadaan mereka pada waktu itu lebih
pantas disebut mayat daripada manusia hidup. Begitulah, mereka lalu mencari
tempat sunyi untuk bersembunyi dan mengobati luka-luka mereka.
"Mengapa Cici tidak pulang saja ke rumah" Ayah dan Ibu tentu akan mengobati
luka-luka itu." Souw Giok Hong menyela keputusan kakaknya untuk menyendiri.
721 Han Tui Lan tersenyum. "Ah, saat itu kami benar-benar sudah putus asa. Suami
hilang, anak mati terbakar, sementara kami sendiri juga lebih pantas disebut
kuntilanak daripada manusia."
"Ya... mana ada keinginan untuk kembali lagi?"
Souw Lian Cu menambahkan sambil tersenyum.
"Tapi sekarang Cici berdua telah pulih menjadi cantik lagi." Souw Giok Hong
memuji. "Ah, kami telah menjadi tua sekarang. Dan kami berdua merasa betah di tempat
ini, sehingga kami tidak ingin ke mana-mana lagi."
"Cici, kau...?" Souw Giok Hong tiba-tiba cemberut.
"Sudahlah! Sekarang ganti kau yang bercerita.
Bagaimana kau dapat menemukan kami di sini?"
Souw Lian Cu cepat mengalihkan pembicaraan lagi.
Merasa belum puas bicara tentang kakaknya, Souw Giok Hong hampir saja tidak mau
bercerita tentang dirinya. Tapi dengan nada halus dan lembut akhirnya Han Tui
Lan bisa juga membujuknya, sehingga gadis itu lalu menceritakan pengalamannya.
"Ayah sering mengajak aku dan Ibu berkeliling ke seluruh pelosok negeri untuk
mencari jejak dan berita Cici. Walaupun semua orang menganggap kami gila, tapi
kami tak peduli. Dan bertahun-tahun kemudian, setelah aku selesai mempelajari
ilmu silat Keluarga Souw, aku berusaha mencari Cici sendiri. Setiap kali
mendengar berita tentang pendekar wanita yang muncul di dunia kang-ouw, aku
segera mencarinya." 722 "Giok Hong, kau memang gila... mencari orang yang sudah dianggap mati!" Souw
Lian Cu menyela. "Tetapi... bukankah jerih payahku tidak sia-sia"
Akhirnya aku juga dapat menemukan Cici berdua."
Souw Lian Cu menatap adik tirinya dengan perasaan haru. "Baiklah, teruskan
ceritamu!" Souw Giok Hong tersenyum, lalu melanjutkan ceritanya. "Sebulan yang lalu aku
mendengar dongeng tentang Dewi Bulan yang sering muncul di daerah pantai timur
ini. Malah selain Dewi Bulan aku juga mendengar cerita tentang Perempuan Bongkok
pula. Demikianlah, hampir sebulan lamanya aku berkeliaran di daerah ini untuk menemui
Dewi Bulan atau Perempuan Bongkok itu. Siapa tahu salah seorang di antara mereka
adalah Cici?" . "Benar. Aku malah melihat sendiri penduduk kampung di tepi sungai itu
mengadakan upacara memanggil Dewi Bulan di atas tebing. Ketika aku membuntuti


Pendekar Pedang Pelangi Karya Sriwidjono di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mereka, tiba-tiba datang Perempuan Bongkok menculik salah seorang di antara
mereka. Eh...?"" Tak terasa Siau In menyela. Tapi mulutnya segera terdiam manakala menyebut Si
Perempuan Bongkok. Dia segera sadar bahwa perempuan bongkok itu adalah pengasuh Yok Ting Ting.
Untunglah Yok Ting Ting tidak merasa tersinggung oleh ucapan Siau In. Bahkan
gadis itu mau memberi penjelasan kepada mereka.
723 "Maaf, Cici. Orang-orang Tai-bongpai memang memiliki sifat dan adat istiadat
aneh yang lain dari orang kebanyakan. Kami sering dianggap jahat dan disebut
sebagai pengikut ajaran ilmu hitam. Bahkan untuk mempelajari ilmu silat Tai-
bong-pai, sering dilakukan dengan cara-cara yang aneh. Dengan upacara-upacara
mistik serta menggunakan benda-benda yang dianggap bertuah. Dan salah satu di
antara benda bertuah yang dapat menambah kekuatan kami adalah... memanfaatkan
zat yang keluar dari mayat manusia."
"Mayat manusia...?" Siau In bergidik ngeri.
"Ya! Itulah yang dilakukan Tai-bong-Kui-bo selama ini. Untuk menambah kekuatan
Ilmu Perampas Ingatan yang sedang dia pelajari, dia harus banyak menyadap dari
bangkai manusia. Karena sudah kehabisan bangkai manusia, maka Tai-bong Kui-bo
mulai menculik orang kampung. Ah, kasihan dia. Dia melakukan hal itu karena
ingin membalaskan dendam kami kepada Ketua Tai-bong-pai."
"Hei! Bukankah mereka masih satu perguruan?"
Souw Giok Hong bertanya keheranan.
Wajah Yok Ting Ting tiba-tiba berubah. Mulutnya terdiam, tapi sinar matanya
menyimpulkan kesedihan, kegeraman, sekaligus juga keputusasaan yang dalam.
Souw Lian Cu cepat menepuk pundak Yok Ting Ting. "Sudahlah! Kau tak usah
menceritakannya kalau keberatan."
724 Sekonyong-konyong Yok Ting Ting memeluk Souw Lian Cu dan menangis sekeras-
kerasnya. Tentu saja kelakuannya itu mengagetkan yang lain. Namun dengan sabar
dan telaten Han Tui Lan dan Souw Lian Cu membujuk dan membesarkan hatinya.
Akhirnya Yok Ting Ting mau juga menceritakan siapa sebenarnya dia dan ibunya.
Siapa pula sesungguhnya Tai-bong Kui-bo itu. Dia juga bercerita tentang aib yang
disandang ibunya. Bagaimana penderitaan ibunya selama ini. Mereka sangat
membenci Yok Si Ki. Benci sekali. Tapi dia tak bisa berbuat apa-apa, karena
bagaimanapun juga orang itu adalah ayahnya.
Semuanya berdesah dan menggeram, seolah-olah ikut terbuai dalam kekalutan
pikiran Yok Ting Ting. Terutama Tio Siau In. Gadis yang biasanya acuh tak acuh dan suka berbuat
sekehendak hatinya itu, seperti bisa merasakan penderitaan Yok Ting Ting dan
ibunya. "Sudahlah, kau benar. Kau memang tidak boleh memusuhi Ayahmu sendiri.
Perbuatannya yang tak terpuji itu tentu akan mendapatkan balasan nanti.
Biarkan saja orang lain yang melakukannya. Sekarang tenangkanlah hatimu di sini.
Anggaplah kami semua ini sebagai pengganti keluargamu." Souw Lian Cu menghibur.
"Te-terima kasih! Terima kasih...!" Yok Ting Ting sekali lagi memberi hormat
sambil meneteskan air mata.
725 Untuk beberapa saat mereka hanyut dalam keharuan. Tapi Siau In segera mengganggu
keheningan itu dengan pertanyaannya.
"Cici Hong, kau belum selesai dengan cerita Dewi Bulanmu tadi. Selesaikan dulu,
dong!" Souw Giok Hong tidak menjawab. Justru Souw Lian Cu yang meneruskan kisah adiknya
itu. "Ternyata daya cium Giok Hong kali ini memang benar. Meskipun sempat dikacaukan
oleh keberadaan Tai-bong Kui-bo di sini, tapi tokoh yang dianggap sebagai Dewi
Bulan itu memang kami berdua adanya.
Dan anggapan penduduk itu berawal dari seringnya kami berdua membantu segala
macam kesulitan mereka secara diam-diam. Oleh karena kami hanya berani keluar di
malam hari, maka mereka menganggap kami sebagai seorang dewi. Dan sebagai
imbalan atas bantuan itu mereka mengadakan persembahan makanan kepada kami. Ah,
mereka memang terlalu bodoh dan sederhana...."
"Untunglah pada saat-saat terakhir aku bisa melihat Cici. Kalau tidak, ah... aku
tentu akan segera pergi begitu melihat perempuan bongok itu bukan Cici.
Dalam benakku perempuan bongkok itu juga... Dewi Bulan."
Souw Lian Cu memeluk adiknya. "Thian memang telah mentakdirkan kita bersua
kembali." Demikianlah, mulai hari itu Tio Siau In tinggal bersama mereka untuk memulihkan
kembali luka-lukanya. Dia memang selalu teringat kepada 726
kakaknya. Tapi dengan keadaannya sekarang, tidak mungkin dia bisa meninggalkan
tempat itu. SEMENTARA itu jauh di luar Kota Hang-ciu, di sebuah pondok kecil yang terpencil
di tengah-tengah rawa, Tio Ciu In benar-benar berada dalam keadaan putus asa.
Dengan badan lumpuh akibat totokan dan dada terbuka akibat kekasaran Ho Bing,
gadis itu meratapi nasibnya.
Tiada aib yang lebih menyakitkan dan memilukan hati seorang gadis selain
diperkosa oleh laki-laki yang dibencinya. Dan kini Tio Ciu In akan mengalami hal
seperti itu, diperkosa oleh seorang pengemis yang belum pernah dikenalnya.
Demikianlah, dalam keadaan putus asa segala macam usaha segera dicoba oleh Tio
Ciu In. Ketika tiba-tiba muncul bayangan Pendekar Buta di benaknya, maka gadis
itu segera ingat akan pesannya.
Apabila ingin berjumpa dengan orang tua itu dia harus menyanyikan lagu "Menanti
Kekasih". Dan harapan itulah yang sekarang dicoba oleh Tio Ciu In. Dia
menyanyikan lagu itu dengan penuh perasaan. Dia tak peduli lagi apakah lagu itu
dapat didengar atau tidak.
Apabila di malam gelap gulita,
Tiba-tiba muncul Bulan Purnama.
Malam pun bagai tersentak dari tidurnya, Menyambut hangatnya Sang Pelita Malam!
Kekasihku ........" 727 Aku selalu mengharap kedatanganmu!
Karena merasa tak berpengharapan lagi, maka suara itu bebar-benar bergetar dari
lubuk hati. Suaranya mengalun pedih penuh dengan dorongan perasaan.
Maka getaran suara yang tercipta pun mampu menggetarkan udara di sekitarnya.
Sementara itu Si Tongkat Bocor Ho Bing meninggalkan ruangan tersebut dengan hati mendongkol. Ketika menyanggupi perintah Mo Goat, dia sudah berpesan bahwa dia akan bekerja sendiri dan tidak mau diganggu sebelum selesai menunaikan tugasnya. Maka kedatangan seseorang di saat seperti itu benar-benar tidak
disukainya. "Bangsat kurang ajar! Kalau urusan yang dibawa cuma sepele, akan kubunuh orang
itu!" 728 Ho Bing agak terkejut juga ketika sampai di ruang tengah. Ruangan berukuran tiga
tombak persegi itu penuh dengan bangkai serigala. Begitu pula halnya dengan
ruangan depan. Bau darah terasa anyir memuakkan.
Ruangan depan itu tampak sepi. Halaman depan yang terlihat dari pintunya yang
terbuka juga kelihatan sunyi. Yang tampak hanya tumpukan bangkai serigala di
mana-mana. Ho Bing mulai curiga. Bbrrrrrrh! Tiba-tiba seekor elang putih menukik dari atas
dan terbang masuk ke dalam rumah. Ho Bing meloncat mundur. Namun sebelum kakinya
mendarat, matanya terbelalak kaget!
Entah dari mana datangnya, tiba-tiba di depan pintu telah berdiri seorang lelaki
berambut panjang. Wajahnya putih pucat, seputih warna pakaian yang dipakainya.
"Kau... kau siapa" Mengapa kau masuk rumah orang seenaknya" Kaukah yang
membunyikan lonceng tadi?" Di dalam kegugupannya Ho Bing membentak garang.
"Benar. Akulah yang menarik loncengmu. Tapi kau tak perlu tahu namaku, karena
aku hanya ingin mengambil gadis yang datang bersamamu tadi."
Orang yang berpenampilan aneh dan menakutkan itu menjawab dengan suara dingin.
Ho Bing menggeram. Jawaban orang itu benar-benar memuakkan hatinya, sehingga
hasratnya untuk membunuh orang benar-benar timbul sekarang.
729 "Kurang ajar! Enak saja kau bicara!
Kau kira mudah mengambil sesuatu dari tangan Si Tongkat Bocor Ho Bing?"
Tak terduga orang itu meludah. "Aku tidak peduli!
Untuk menyingkirkan kau tak perlu waktu lama.
Paling-paling cuma dua jurus saja! Itu pun nyawamu sudah melayang!"
Saking marahnya Ho Bing malah tak bisa bicara lagi. Tongkatnya segera terayun ke
depan dengan derasnya. Kekuatannya sungguh hebat luar biasa, sehingga tongkat
berlubang itu mengeluarkan suara melengking seperti suling.
Namun pada saat yang hampir bersamaan, orang itu juga melesat ke depan untuk
menyongsong tongkat Ho Bing. Tubuhnya berputar cepat di udara, sementara telapak
tangannya menyambar ke arah kepala Ho Bing. Kecepatannya benar-benar sulit
diikuti dengan pandang mata biasa. Ho Bing hanya bisa melihat lawannya menerjang
ke arah dirinya dengan cara berputar seperti gasing di udara. Tapi akibatnya
sungguh di luar dugaan! Rambut Ho Bing yang digelung ke atas itu tiba-tiba jatuh
ke tanah! Rambut itu seolah-olah dipangkas dengan pisau cukur!
Wajah Ho Bing seolah-olah tak berdarah lagi! Putih pucat seperti mayat! Apalagi
ketika menyadari bahwa rambut itu hanya ditabas dengan sisi telapak tangan saja!
Oh, kalau saja tebasan tangan itu sejengkal lebih ke bawah, pikirnya.
730 Ho Bing benar-benar menjadi lemas. Dia yang selama ini sangat ditakuti orang,
ternyata ditaklukkan orang dalam satu gerakan saja. Sungguh suatu kepandaian
yang amat mentakjubkan! "Tu-tuan... si-siapa?" Ho Bing bertanya dengan suara gemetaran.
Untunglah pada saat itu juga terdengar suara nyanyian Tio Ciu In, mengalun
perlahan melintasi ruangan tersebut. Hawa pembunuhan yang memenuhi ruangan itu
mendadak surut kembali. "Hmmh... sedang apa dia" Mengapa bernyanyi-nyanyi begitu" Apa dia sedang mandi,
heh?" Orang berambut panjang itu menurunkan tangannya, lalu melangkah ke ruang
dalam. Ho Bing mencoba menggerakkan kakinya untuk menghadang, tetapi tidak bisa.
Kekuatannya seperti tidak ada lagi. Dan pada saat itu pula sekonyong-konyong"
dari ruang dalam menyambar burung elang putih, yang tadi masuk ke dalam rumah.
Burung itu terus melesat keluar dan terbang tinggi ke udara.
"Hehehe....! Tampaknya kau ingin memanggil bantuan dengan burungmu itu?" Orang
berambut panjang itu berhenti melangkah, dan berpaling sambil tertawa menghina.
Ho Bing terkejut. Dia juga mengira burung itu milik lawannya. "Jadi... burung
itu... burung itu juga bukan milik Tuan?"
"Apa..." Jangan mengada-ada! Huh!"
731 Wajah Ho Bing menjadi merah! Hatinya sungguh amat sakit. Biarpun berpakaian
pengemis, tapi selama ini tak seorang pun berani membentak-bentak dirinya
seperti itu! Bahkan setiap orang cenderung segan dan takut kepadanya! Namun apa
boleh buat, sekali ini lawannya memang benar-benar bukan tandingannya.
Sedikit saja ia salah ngomong, nyawanya bisa melayang. Oleh karena itu dia tidak
boleh bermain kasar. Dia harus pandai-pandai melihat keadaan. Dia harus
menghadapinya dengan kecerdikan.
"Baiklah! Tuan boleh mengambil gadis itu. Tapi sebelumnya perkenankanlah aku
mengetahui nama besarmu agar hatiku merasa puas karenanya." Ho Bing memberi
hormat. Wajah pucat itu tampak sangat puas. "Apakah kau benar-benar ingin tahu namaku"
Hehehe, dengarlah! Namaku... Yok Si Ki! Kau pernah mendengarnya?"
"Yok... Si... Ki" Tuan ini... Ketua Tai-bong-pai?"
Suara Ho Bing menjadi gemetaran lagi.
"Nah... kau mulai ketakutan, bukan?"
Ho Bing menggeretakkan giginya. Nama itu memang sangat mengerikan baginya.
Meskipun baru sekarang melihat orangnya, tapi nama itu telah didengarnya sejak
dulu. Nama itu sangat terkenal di dunia persilatan. Setiap orang tentu tahu,
siapa Ketua Partai Tai-bong-pai yang ganas itu.
"Tidak! Aku hanya ingin bertanya sedikit..."
"Bertanya..." Apa yang hendak kautanyakan?"
732 "Tuan tadi mengatakan... bahwa Tuan ingin bertemu dengan gadis itu. Hemmm,
apakah Tuan mempunyai hubungan keluarga dengan dia?"
Tak terduga orang itu berkata kasar. "Kau gila!
Kaukira rupaku mirip dengan dia, hah" Aku ingin bertemu dia karena dia seorang
gadis yang cantik menggairahkan! Tahu" Sudah berbulan-bulan aku tidak menjumpai
gadis secantik dia. Hahaha... aku akan menyesal sekali kalau kesempatan ini tak
kupergunakan!" Bukan main kagetnya Ho Bing. Ternyata orang itu mempunyai keinginan yang sama
dengan dirinya. Sama-sama ingin menikmati tubuh cantik itu. Tiba-tiba timbul akalnya yang
cerdik. "Bagus! Kalau begitu... maksud Tuan tidak berbeda dengan tugas yang diberikan
kepadaku. Tidak ada bedanya, siapa yang harus menikmati gadis itu,"
Yok Si Ki bukan orang bodoh. Bahkan sebagai ketua sebuah partai persilatan
besar, yang terkenal tak disukai orang, maka otaknya juga penuh dengan akal dan
kelicikan pula. Namun demikian sekali ini Yok Si Ki tidak dapat menebak, apa
yang ada di belakang ucapan Ho Bing itu.
"Apa maksudmu" Katakan lekas!"
"Seseorang telah mengupah aku untuk memperkosa gadis itu sampai mati. Nah,
bukankah tidak menjadi soal bagiku... siapa yang harus memperkosanya"
Pokoknya gadis itu mati dalam keadaan sudah diperkosa. Habis perkara."
733 Yok Si Ki mengerutkan keningnya. Masa ada tugas seaneh dan seenak itu" Dibayar
pula" "Hei! Siapa yang mengupahmu itu" Apakah dia telah ditolak lamarannya oleh gadis
itu?" Ho Bing meringis. "Ditolak" Wah, bukan... bukan!
Dia juga seorang perempuan! Bukan karena itu...!"
"Perempuan" Oh, kalau begitu... tentu bersaing dalam kecantikan. Mereka tentu
bersaing dalam hal kecantikan. Karena kalah cantik, maka perempuan itu ingin
menghabisi saingannya. Lalu dia mengupahmu untuk membunuh gadis itu. Begitukah?"
"Tidak. Bukan begitu. Gadis yang mengupah aku itu juga cantik sekali. Bahkan
menurut pendapatku dia justru lebih menarik dan lebih bergaya."
Yok Si Ki mengerutkan dahinya. "Jadi, mengapa dia mengupahmu" Ooooh... apakah
mereka, saling berebut lelaki?"
Ho Bing menatap lawannya. Melihat wajah lawannya tidak sekeruh dan seganas tadi,
hatinya menjadi lega. "Aku juga tidak tahu persis sebabnya. Menurut keterangan beberapa orang pelayan
rumah makan di dalam kota, mereka memang pernah berkelahi. Malah pada waktu
berkelahi, masing-masing membawa teman, sehingga pertempuran mereka benar-benar
seru. Dan pertempuran itu baru berhenti setelah seorang lelaki buta datang
memisah mereka." 734 "Kalau begitu mereka mengupahmu karena...
dendam" Lalu... berapa dia memberi uang kepadamu?"
Ho Bing menatap lawannya sambil menghela napas. Tidak mungkin dia membohongi
orang itu. "Sepuluh tail emas! Dan akan ditambah lagi bila tugas itu bisa kuselesaikan
dengan baik." jawabnya singkat.
"Wah... begitu murahkah harga gadis secantik itu"


Pendekar Pedang Pelangi Karya Sriwidjono di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tapi, baiklah... sekarang serahkan saja uang itu kepadaku! Biarlah aku yang
melakukan tugasmu! Dan kau boleh mengambil uang tambahannya nanti.
Bagaimana...?" Ho Bing tak bisa mengelak lagi. Terhadap Yok Si Ki ia tidak bisa berbuat apa-
apa, karena orang itu dapat berbuat apa saja. Termasuk hal-hal yang tidak
mungkin dilakukan oleh manusia biasa. Jangankan harus menolak atau memilih,
dapat lepas dari keganasannya saja sudah untung bagi Ho Bing. Maka tiada jalan
lain baginya selain harus memenuhi perintahnya.
Yok Si Ki menerima uang itu dengan sorot mata dingin. "Nah, sekarang tunjukkan
tempat gadis itu! Awas, kau jangan bertingkah macam-macam di depanku!"
Ho Bing terpaksa membawa Yok Si Ki ke ruang bawah tanah. Mereka berjalan
beriringan. Ho Bing di depan, dan Yok Si Ki mengikuti di belakangnya.
Sayup-sayup masih terdengar alunan suara Tio Ciu In 735
menyanyikan lagu "Menanti Kekasih". Semakin lama suara itu semakin jelas.
"Dia menggunakan Coan-im-jib-bit. Tampaknya dia ingin menghubungi seseorang...."
Yok Si Ki bergumam perlahan.
"Menghubungi teman-temannya" Ah, mana mungkin! Temannya hanya Tabib Ciok ketika
datang ke mari tadi. Dan orang tua itu sudah pergi bersama pembantunya."
"Hanya Tabib Ciok" Bukankah kau tadi mengatakan bahwa temannya sangat banyak?"
"Yah... tapi mereka tidak ada gunanya dibandingkan Tuan. Hanya dengan sebelah
tangan saja Tuan mampu mengalahkan mereka."
"Jangan terlalu meremehkan kekuatan orang lain.
Satu persatu mereka mungkin tidak bisa melawanku.
Tapi kalau mereka maju bersama" Huh... bisa merepotkan juga!"
"Kalau begitu... apa yang hendak Tuan lakukan"
Membawa gadis itu pergi dari tempat ini?"
Yok Si Ki tersenyum. Senyum pertama sejak kemunculannya tadi. "Kau memang pandai
menebak hati orang. Aku memang baru saja memikirkannya."
Ho Bing juga tersenyum. Senyum lega karena jalan untuk mengambil hati orang itu
terasa kian licin. Namun senyumnya segera hilang begitu lawannya meneruskan ucapannya.
"Tapi... aku juga harus lebih berhati-hati terhadapmu! Orang seperti engkau
tentu sangat 736 berbahaya! Dan... aku tidak ingin terkecoh olehmu.
Ingatlah itu! Sedikit saja aku curiga, jangan harap kepalamu masih bertengger di
situ!" Ho Bing terkesiap. Ketua Tai-bong-pai itu ternyata lebih cerdik dan lebih
berbahaya dari yang ia duga.
"Lihat, Tuan! Itulah kamarnya!" ucapnya keras untuk menghilangkan rasa kecut di
hati. "Bagus! Masuklah! Aku ikut di belakangmu! Ingat, jangan berbuat yang
mencurigakan!" Tapi ketika Ho Bing meraih daun pintu, Yok Si ki membentak kembali. "Tahan! Ada
orang datang...!" "Siapa" Aku tidak mendengarnya...." Ho Bing berbisik.
"Mereka masih satu lie dari sini. Ah; banyak sekali...."
"Satu lie" Ah, masih jauh! mungkin mereka hanya lewat saja. Walaupun terpencil,
kadang-kadang tempat ini juga dilewati orang. Mungkin...."
"Diam! Mereka menuju ke tempat ini. Ada kira-kira sepuluh atau lima belas orang
banyaknya. Ah, lebih baik gadis itu kita bawa keluar dulu. Ayoh, cepat!"
Mereka bergegas masuk. Dan Tio Ciu In hampir saja bersorak begitu melihat
bayangan Yok Si Ki. Namun kegembiraan itu segera hilang begitu menyadari siapa yang datang. Sepintas
lalu penampilan Ketua Partai Tai-bong-pai itu memang mirip dengan Pendekar Buta.
Keduanya sama-sama jangkung dan berambut panjang.
737 Begitu datang mata Yok Si Ki dan Ho Bing tak pernah lepas dari dada Tio Ciu In
yang terbuka. Gadis itu benar-benar memiliki dada yang mulus dan indah.
Bahkan kulitnya yang bersih itu seperti mengeluarkan cahaya di dalam gelap.
"Gila! Sungguh sempurna! Ayoh, kita bawa dulu gadis ini keluar! Kita sembunyikan
agar tidak diketahui orang! Ah, sungguh beruntung sekali aku hari ini...!" Yok
Si Ki berkata sambil menyambar tubuh Tio Ciu In dan dibawa keluar.
"Ouuuugh! Lepaskan aku! Lepaskan ...!" Tio Ciu In menjerit-jerit, tapi ia tak
bisa berbuat apa-apa. Tubuhnya lemas bagai tak bertulang.
Yok Si Ki melompat dan berlari ke luar, diikuti oleh Ho Bing. Tapi langkah
mereka segera terhenti di halaman depan. Sekelompok pengemis tampak berdiri
bergerombol menantikan mereka. Dua pengemis tua tampak memimpin rombongan itu.
Mereka adalah Jeng-bin Lo-kai dan Pek-bi-kai.
Yok Si Ki terkejut. Ternyata ia salah perhitungan.
Tak disangka mereka datang begitu cepat. Yok Si Ki tidak tahu bahwa kaum
pengemis, terutama anggota Tiat-tung Kai-pang, mengenal daerah itu seperti
mengenal diri mereka sendiri. Mereka mengenal jalan pintas dan jalan setapak
yang biasa dilalui binatang-binatang buruan.
Ketika Yok Si Ki berusaha menghindar, Jeng-bin Lo-kai buru-buru menghadang.
738 "Maaf, Tuan! Ijinkanlah kami berbicara sebentar...." Orang tua itu cepat
menganggukkan kepalanya dan memberi hormat.
"Kalian siapa?" Yok Si Ki menggeram penuh kewaspadaan.
"Mereka anggota Tiat-tung Kai-pang ...." Ho Bing buru-buru membisiki Yok Si Ki.
Suaranya sedikit gemetar.
Sementara itu di dalam gendongan Yok Si Ki, Tio Ciu In seperti mengenal suara
orang-orang yang baru saja datang itu. Tapi karena dipanggul secara terbalik di
atas pundak Yok Si Ki, maka pandangannya terhalang oleh punggung orang itu.
"Kami adalah pengemis-pengemis hina dari Tiat-tung Kai-pang. Aku adalah Jeng-bin
Lo-kai dan di sebelahku ini... Pek-bi-kai. Dan kalau tidak salah lihat kami
sedang berhadapan dengan Ketua Tai-bong-pai.
Benarkah?" Yok Si Ki mengerutkan keningnya. Dia juga pernah mendengar nama-nama itu. Mereka
adalah orang-orang yang memiliki nama besar di dunia persilatan.
Walaupun demikian ia tidak peduli. Yang perlu diwaspadai adalah sahabat-sahabat
mereka, karena para pengemis itu bersahabat dengan tokoh-tokoh persilatan
ternama. "Benar, Lo-kai. Kau memang tidak salah lihat. Aku memang Yok Si Ki dari Tai-
bong-pai. Lalu... apa kehendak Lo-kai menghentikan aku?"
739 Tiba-tiba Jeng-bin Lo-kai mengalihkan pandangannya ke arah Ho Bing. "Maaf Yok
Ciangbun. Kami mempunyai urusan penting dengan kawan Yok Ciang-bun ini. Salah
seorang anggota kami melihat dan mendengar bahwa kawan Yok Ciang-bun ini mengaku
sebagai anggota Tiat-tung Kai-pang, bahkan mengaku sebagai tangan kananku.
Padahal setiap orang tahu, bahwa Ho Bing Si Tongkat Bocor bukan anggota kami
lagi. Dia kami keluarkan dari Tiat-tung Kai-pang karena telah berbuat kesalahan
besar terhadap perkumpulan.... Nah, Yok Ciang-bun, ijinkanlah kami bertanya
kepadanya. Apakah yang ia inginkan dengan kebohongannya itu" Apakah karena soal
wanita lagi seperti dulu?"
Yok Si Ki menghela napas lega. "Oh! Jadi Lo-kai ingin berurusan dengan dia" Aha,
silakan kalau begitu. Sebenarnya kami bukan sahabat atau kawan.
Kebetulan saja kami punya urusan kecil di sini. Nah, silakan! Aku akan pergi
dulu ...!" "Jeng-bin Lo-kai...! Jeng-bin Lo-kai, tolong...!"
Tiba-tiba Tio Ciu In berteriak begitu tahu siapa yang mencegat mereka.
Yok Si Ki dan Ho Bing terkejut. Mereka lupa bahwa tawanan mereka sudah terlepas
dari totokan gagunya. Namun hal itu justru sangat
menggembirakan hati Ho Bing, karena tidak mungkin para pengemis itu membiarkan
Yok Si Ki pergi. 740 "Hei, Nona Tio Ciu In rupanya! Ah, Yok Ciangbun... jangan pergi dulu!" Benar
juga. Pengemis tua itu buru-buru menghentikan Yok Si Ki.
"Kurang ajar! Apa sebenarnya kemauanmu, Pengemis Tua" Bukankah kau ingin
berurusan dengan Ho Bing" Mengapa tiba-tiba berubah pikiran" Apakah kau ingin
melihat darah anak buahmu berceceran di tempat ini?"
"Ah, ternyata benar juga dugaanku. Tidak ada masalah lain bagi Ho Bing selain
masalah wanita. Bahkan kali ini masalahnya menjadi besar dengan ikut campurnya ketua Tai-bong-
pai. Nah, Yok Ciang-bun, kami semua memang bukan lawan yang setimpal bagimu.
Tapi mengingat gadis itu adalah kawan kami, kami memberanikan diri memohon
kepadamu. Lepaskanlah dia...!"
Tak terduga Yok Si Ki tertawa panjang. "Ah-ah-ah... tampaknya kalian lebih
menyukai kawan daripada nyawa kalian sendiri. Baiklah, kalian boleh mengeroyokku
untuk merebut gadis ini. Aku siap melayani. Tapi jangan salahkan aku kalau nama-
namamu nanti akan tinggal kenangan bagi sahabat-sahabatmu yang lain, ho-ho-hoh-
ha-ha." "Jadi Yok Ciang-bun tetap tidak mau melepaskan gadis itu?" Jeng-bin Lo-kai
berdesah. "Jangan banyak bicara! Majulah!"
Jeng-bin Lo-kai tahu, Yok Si Ki merupakan tokoh paling terkemuka dari golongan
ilmu hitam. Selain ilmu silatnya yang berbau ilmu hitam itu sangat 741
tinggi, dia juga seorang ketua partai persilatan besar yang mempunyai banyak
anggota di dunia kang-ouw.
Walau ilmu silatnya tidak seganas dan sekeji ilmu silat orang-orang dari Lembah
Tak Berwarna, tapi Yok Si Ki sangat ditakuti orang.
Namun demi menyelamatkan teman Kwe Tek Hun, putera sahabat mereka, Jeng-bin Lo-
kai rela menyabung nyawa.
Sebelum maju ke depan pengemis tua itu memberi isyarat kepada Pek-bi-kai.
"Baiklah, Yok Ciang-bun. Aku Si Pengemis Tua ini minta pelajaran darimu."
Katanya kemudian sambil melangkah ke depan.
Jeng-bin Lo-kai lalu mengangkat tongkatnya.
Tongkat besi sepanjang satu setengah depa, yang selama ini telah mengangkat
namanya di dunia persilatan. Setelah memberi peringatan, orang tua itu lalu
memancing reaksi lawan dengan menyodokkan tongkat itu ke arah ulu hati. Sambil
menyodok kakinya siap bergeser ke kiri apabila lawannya menghindar. Sebaliknya
ia juga siap dengan jurus berikutnya apabila lawan menangkis serangan itu.
Tapi apa yang dilakukan oleh Yok Si Ki sungguh di luar perkiraan Jeng-bin Lo-
kai. Tokoh ilmu hitam itu ternyata tidak menangkis atau menghindari sodokannya.
Pada saat yang paling kritis, orang itu justru balas menyerang dengan
cengkeraman jari-jarinya. Wus! Jeng-bin Lo-kai segera mengendus bau bangkai dari
hembusan tangan itu! 742 Dan pada saat yang bersamaan pula, Pek-bi-kai tiba-tiba bersiul keras sekali!
Suara siulan itu segera disambut dengan suara suara siulan yang lain di
kejauhan. Bahkan di beberapa tempat kemudian tampak panah berasap meluncur ke
udara. Yok Si Ki dan Ho Bing terkejut. Otomatis jari tangan Yok Si Ki yang telah
mencengkeram ujung tongkat Jeng-bin Lo-kai itu dilepaskan kembali.
Tokoh ilmu hitam itu mundur selangkah. Sebaliknya Jeng-bin Lo-kai juga mundur
pula sambil mengamati tongkatnya yang telah melengkung dan penyot di ujungnya.
Ujung tongkat itu bagaikan meleleh dibakar api.
"Bukan main! Besi saja menjadi penyok begini, apalagi kulit dan daging manusia!"
Jeng-bin Lo-kai berkata di dalam hati.
Yok Si Ki mendengus dengan suara di hidung.
"Huh! Kau mau mengundang seluruh anggota Tiat-tung Kai-pang ke tempat ini"
Silakan kalau memang itu keinginanmu. Tempat ini akan menjadi kuburan masai bagi
Tiat-tung Kai-pang!"
Ho Bing yang dari tadi hanya diam di tempatnya, tiba-tiba melangkah maju. "Tuan,
mereka memberikan isyarat tanda bahaya kepada semua orang, kepada semua sahabat-
sahabat mereka yang kebetulan berada di sekitar tempat ini. Lebih baik kita
segera pergi, karena sebentar lagi mereka akan datang.
Mungkin sepuluh, dua puluh, atau lebih banyak lagi.
743 Kita berdua tak mungkin melawan mereka." Bisiknya dengan suara khawatir.
Sekali lagi Yok Si Ki mendengus. "Bagus! Biarlah mereka datang! Biar mereka
saksikan di sini, suatu kejadian yang takkan mereka lupakan seumur hidup mereka.
Musnahnya sebuah perkumpulan pengemis yang terkenal sejak dulu!"
"Tapi kalau hal itu benar-benar terjadi, justru Tuanlah yang tak bisa tidur
nyenyak setiap hari. Harap Tuan memikirkannya juga." Ho Bing yang tidak ingin mendapat kesulitan di
kemudian hari, mencoba membujuk Yok Si Ki.
"Apa katamu" Aku tak bisa tidur nyenyak"
Mengapa?" "Tuan memang dapat membantai mereka. Tapi selanjutnya seluruh kaum persilatan
akan memusuhi Tuan, bahkan memusuhi Tai-bong-pai. Semua orang akan datang
mencari Tuan..." Ho Bing berhenti sebentar, lalu lanjutnya pula. "Mungkin Tuan
tidak takut menghadapi mereka. Tapi tak mungkin Tuan melayani mereka terus
menerus. Satu kalah, tentu yang lain akan datang. Dua kalah maka berpuluh-puluh
yang lain akan datang pula. Belum lagi kalau mereka bersatu, beramai ramai
menghadapi Tuan. Apakah Tuan tidak akan menjadi kewalahan nanti?"
"Apa...?" Ketua Tai-bong-pai itu mendelik, namun kata-kata itu termakan juga di
hatinya. "Ingatlah, Tuan. Tuan tentu tahu juga, bahwa Tiat-tung Kai-pang selalu
bersahabat dengan Hong-gi-hiap 744
Souw Thian Hai dan Keh-sim Tai-hiap Kwe Tiong Li.
Bagaimana kalau salah seorang di antara mereka juga mencari Tuan" Apakah Tuan
juga sudah siap menghadapi mereka?"
"Aku tidak takut! Mereka tidak akan bisa mengalahkan aku." Yok Si Ki berteriak,
tapi tampak sekali perubahan wajahnya ketika Ho Bing menyebutkan nama Hong-gi-
hiap Souw Thian Hai. Ho Bing menarik napas panjang. Matanya menatap para pengemis yang mengepung
tempat itu. "Baiklah!
Kalau begitu, silakan Tuan bertempur dengan mereka!
Rahasia Kunci Wasiat 8 Han Bu Kong Karya Tak Diketahui Pendekar Sakti Suling Pualam 1
^