Pencarian

Pisau Kekasih 2

Pisau Kekasih Karya Gu Long Bagian 2


tentang emas, giok, mutiara, dan barang-barang berharga
lainnya. Lalu apa maksud-nya?"
"Leng-ji, kata-kata itu seperti layaknya jarum bertemu d
arah." Lim Leng-ji menghela nafasnya sambil berkata:
"Kita sama sekali tidak membencinya karena dia
miskin." "Bagaimana mungkin?" kata Loo Cong.
"Dia nampaknya sangat kecewa."
"Kecewa sih boleh-boleh saja, tetapi jangan
menyamaratakan semua orang. Dia sepertinya sudah
terjangkit penyakit ini."
"Orang jaman dulu berkata, jika tidak mengendalikan
kelahiran maka kelak akan menyusahkan orang, jika tugas
penting ditukar dengan kesenangan maka kelak akan
kelelahan." "Leng-ji, di dalam hati aku merasa sangat sedih,
terutama ketika mengingat tentang kejadian di masa lalu."
Lim Leng-ji tenggelam dalam pikirannya.
Lim Leng-ji lagi-lagi menghela nafasnya dalam-dalam
dan berkata: "Kita harus menolongnya."
"Tentu saja, aku justru sedang berpikir bagaimana cara
kita menolongnya." "Cara untuk menolong orang banyak macamnya."
"Hanya saja kita harus tahu dulu orang yang seperti apa
yang mau kita tolong sehingga tahu harus memakai cara
apa untuk menolongnya. Kita harus tahu dulu pangkal
penyakitnya." Lim Leng-ji tiba-tiba menggeleng-gelengkan kepalanya:
"Aku tahu penyebab dari penyakitnya."
"Kau tahu" Benar-benar tahu?"
Lim Leng-ji menggangguk-anggukkan kepala
"Makanya dari dulu aku selalu menganggap kau sebagai
wanita yang genius."
Lim Leng-ji berkata: "Hanya saja alasannya, ketika kita bertiga m.mi bersamasama sewaktu masih anak-
anak dulu yang menjadi pengantin prianya selalu kau."
Loo Cong terpaku. "Kau tidak percaya?" kata Lim Leng-ji.
"Ucapan dari wanita genius, mana mungkin aku tidak
percaya?" "Apakah menurutmu penyakitnya?" ini bukan penyebab dari "Bisa jadi, tapi bisa juga bukan," Loo Cong menghela
nafas dan bertanya, "Waktu kita bertiga bermain bersamasama sewaktu masih anak-
anak dulu, memangnya dia tidak
pernah sekali pun menjadi pengantin prianya?"
Lim Leng-ji menggeleng-gelengkan kepalanya.
Loo Cong menggeleng-gelengkan kepalanya sambil
menghela nafasnya. "Mengapa kau menghela nafas seperti itu?"
"Aku sedang berpikir, mengapa kau tidak pernah
membiarkan dia melakukannya satu kali pun?"
"Bukankah kau yang tidak membolehkannya?"
"Aku sudah tidak bisa mengingatnya lagi."
"Kalian berdua sering berkelahi, tetapi selalu karena
diriku." "Sewaktu kita sering berkelahi, siapa yang sering
menang?" "Masing-masing pernah menang dan kalah." Loo Cong
mengangkat cangkirnya, berkata: "Mari kita bersulang demi
menolong Siau-kai." Arak sudah habis diminum.
Lim Leng-ji pelan menggelengkan kepalanya:
"Aku agak sedikit kesal."
"Kesal kenapa?"
"Jika kita menolongnya, aku takut dia nanti bicara
sembarangan di luaran! Jika kita tidak menolong nya, aku
juga sedikit tidak tega!"
Wajah Loo Cong memucat, lalu berkata:
"Leng-ji, hubungan persahabatan kita pada dasarnya
tidak selaras, betul tidak?"
"Betul!" "Apa yang dikatakan mungkin hanya mimpi."
"Tentu saja bukan!"
"Bagaimana kalau kita biarkan saja dia mau berkata apa"
Lagi pula kita berdua tahu kalau yang dia bicarakan hanya
omong kosong belaka."
"Siau-loo, dia mengatakan hal yang kurang ajar seperti
itu, apa kau tidak jengkel?"
"Jika mau dikata, sedikit pun tidak. Itu bukan perkataan
yang jujur dan terus terang. Tetapi hubung-an di antara kita
bertiga memang pada dasarnya benar-benar mengambang."
Kata-kata yang diucapkannya sangat serius dan penuh
martabat, serta disusun dengan cermat.
Siapa pun juga hanya dengan sekali pandang pasti akan
langsung tahu bahwa dia adalah orang yang setia kawan.
Demi teman dia tidak pernah menghitung untung dan rugi.
Ada orang yang mengatakan ... menolong teman sendiri
mudah, menolong istri dan gundik sulit, menolong pejabat
luar biasa sulitnya. Kata-kata ini walaupun benar adanya tetapi lidak
sepenuhnya benar. Sebenarnya untuk menolong teman sendiri juga tidaklah
mudah. Jika ada orang mengatakan bahwa hubungan kita
dengan orang tertentu sangat akrab, kemungkinan besar
justru hubungan mereka sama sekali tidak akrab.
Karena hubungan akrab adalah hubungan dengan hati,
bukan hubungan di mulut saja.
Yo Lim datang untuk mencari Wie Kai sambil
membawa serta seorang anak buahnya. Yo Lim berkata:
"Hari ini aku ingin bersulang secangkir arak dengan Wietayhiap."
Ini adalah kejadian yang langka.
Setiap kali mereka berdua bersama-sama, Yo Lim selalu
saja berkata kalau dia baru saja makan.
Tapi Wie Kai bisa mengerti dirinya.
Jika seorang Sun-cian tidak melakukan pemerasan
disana-sini, penghasilan bersih setiap bulannya sekitar 10
tail lebih, bagi mereka yang sudah memiliki rumah dan
sebagainya, tentunya banyak kesulitan yang harus diatasi
alias tidak cukup. Karena itu Wie Kai berkata:
"Tetap saja aku yangharus mentraktir."
"Tidak... tidak... kali ini biar aku yang membayarnya."
"Apakah hari ini ada sesuatu hal yang menggembirakan
bagi Yo-heng?" "Tidak juga, tahun lalu ada sebuah kasus yang kutangani
dengan sangat cekatan dan rapi, dan Pak Bupati sudah
melaporkannya ke pusat dan setelah dilakukan pemeriksaan
lalu diberi hadiah sebesar 50 tail."
Yo Lim bertanya kepada Wie Kai apakah dia menyukai
Ceng-sim-koan (rumah makan Ceng-sim)" Jawaban dari
Wie Kai sangat sederhana. Tempat makan yang bagaimana
pun dia suka. Ketika uang sedang melimpah ruah, dia justru tidak mau
pergi ke tempat makan yang terkenal. Ketika sedang tidak
ada uang, justru di mejanya terhidang semangkuk mie dan
beberapa jenis daging panggang.
Yo Lim memesan 4-5 macam masakan, benar-benar
berubah seperti orang lain saja.
Hanya dengan uang 50 tail saja ternyata sudah bisa
membuat seseorang menjadi berubah.
Jika bukan karena uangnya terlalu keras, tentu orangnya
lah yang terlalu lemah. "Yo Sun-cian, kasusnya bagaimana?"
"Kasusnya pasti segera terpecahkan."
"Apakah Cia Peng berhasil ditemukan?"
"Masih belum, menemukannya?" apakah Wie-tayhiap sudah "Belum." "Apakah sudah berhasil menemukan suami dan anak
perempuan Cia Peng?"
"Belum." Sesudah Yo Lim meminum araknya, Wie Kai sama
sekali tidak bisa melihat ada sesuatu yang disembunyikan
pada raut wajahnya. Ceng-sim-koan waktu tutupnya sampai tengah malam.
Hari ini waktunya untuk tutup sudah sampai, tetapi
mereka masih belum meminum habis arak mereka.
Pelayan sudah mulai menutup pintu masuknya, hanya
menyisakan sebuah pintu kecil yang masih terbuka.
Pada saat itu tiba-tiba ada sekilas bayangan manusia di
luar pintu kecil itu. Hanya bayangan sekilas, orangnya sama sekali tidak
masuk. Jika ada hal seperti ini, pandangan orang pada umumnya
pasti mengarah keluar pintu kecil itu untuk melihatnya.
Pada kenyataannya yang melihat bayangan sekilas itu
hanya Wie Kai seorang. Pada saat dia melihat bayangan orang yang sekilas itu,
pada saat yang bersamaan di lantai atas terdengar suara
jeritan. Suara jeritan ini serasa terdengar tidak asing lagi, Wie
Kai segera teringat akan Liauw Swat-keng.
Sebelum jeritan itu berakhir, Wie Kai sudah bangkit dari
tempat duduknya. Begitu terdengar jeritan itu, pemilik rumah makan dan
pelayannya tentu saja terkejut dan terpana sambil menatap
ke lantai atas karena mereka tabu di lantai atas sama sekali
tidak ada orang. Bahkan sebetulnya di lantai atas juga tidak ada lentera
sama sekali. Karena itu mereka sama sekali tidak melihat Wie Kai
yang sudah bangkit dari duduknya.
Tetapi Yo Lim yang duduk di kursi di hadapan Wie Kai
justru melihatnya dengan jelas sambil berteriak keras:
"Hebat!" Pada saat Wie Kai hendak sampai di lantai atas, dia
menyadari di lantai atas sama sekali tidak ada orang
sehingga baru setengah jalan dia langsung kembali
menuruni tangga. Dia melihat pemandangan mengerikan yang belum
pernah dilihatnya seumur hidupnya.
Wie Kai pernah membunuh orang bahkan pernah
melukai orang, tetapi pemandangan yang dilihat nya benarbenar membuat otot
jantungnya serasa dicabut, benar-benar
membuatnya mual. Kepala Yo Lim sudah terlepas dari tubuhnya, sedangkan
tubuhnya masih dalam keadaan duduk dan tangan
kanannya masih memegang sumpit.
Tentu saja ini taktik membunuh orang
mengacaukan suara dari arah yang berlawanan.
dengan Terlebih dulu melintas di pintu luar lalu membuat suara
teriakkan di lantai atas.
Lalu kemudian dari arah pintu luar terbanglah sebuah
pisau baja. Punggung Yo Lim menghadap ke pintu luar sehingga dia
sama sekali tidak tahu apa pun.
Sialnya pisau baja terbang itu menebas di posisi yang
tepat sehingga kepala pun langsung melayang bahkan mulut
pun masih menganga. Karena pada saat dia melihat Wie
Kai melesat ke atas dengan ilmu meringankan tubuhnya
dan berteriak "hebat", pada saat itu pula kepalanya terpisah
dari tubuhnya. Oleh karena itu seringainya masih terpatri di mukanya.
Tetapi ekspresi itu segera menjadi kaku.
Bahkan berangsur-angsur menghilang.
Darah terlihat mengalir deras jatuh bagaikan arak dari
lubang leher pada tubuh mayat itu dan juga pada lubang
yang ada di kepala yang tertebas itu.
Pemilik rumah makan dan pelayannya mengeluarkan
suara yang aneh, itu adalah suara ringkikan parau
ketakutan. Kalau dulu mereka disuruh mendengarkan suara yang
seperti itu, mereka pasti tidak akan meng-akui kalau suara
itu adalah suara yang mereka keluarkan dari mulut mereka.
Kepala Yo Lim yang tertebas masih belum jatuh sampai
ke tanah dan pisau baja itu baru saja keluar memutar
kembali ke arah pintu kecil itu, tubuh Wie Kai sudah
melesat ke luar pintu kecil itu.
Pisau yang cepat! Orang yang cepat! Wie Kai cepat, pihak lawan pun cepat. Karena itu begitu
Wie Kai keluar, yang dilihatnya hanyalah bayangan tubuh
manusia yang melesat dan meng-hilang di atas atap rumah.
Hujan di tengah malam. Mendengarkan suara hujan di tengah hutan rimba yang
liar di tengah gunung memiliki kesan menarik tersendiri.
Ini adalah sebuah rumah kayu yang terbuat dari kayu
gelondongan dari tengah hutan rimba, hanya terdiri dari
dua kamar. Ini adalah tempat berteduh bagi pemburu di kala ingin
menghindari angin dan hujan.
Tempat ini dulu dibangun oleh Hong Kie dan Hong Ku
ketika masih berburu. Sekarang Wie Kai dan Hong Kie sedang minum arak.
Hong Ku sedang berjaga-jaga di atas pohon yang ada di


Pisau Kekasih Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

luar sana. Kewaspadaan mereka sangat tinggi.
Sebab jangkauan musuh mereka sangat panjang.
Di dalam rumah kayu itu hanya terdapat sebuah meja
dari kayu dan sebuah kursi dari kayu, karena itu Hong Kie
minum arak sambil berdiri.
Tidak peduli Wie Kai mengganggapnya sebagai
bawahannya atau rekannya, Hong Kie tetap saja
menganggap dirinya sendiri sebagai budaknya.
Arak yang mereka minum adalah Cin-lian-hoa-toh,
tetapi sayangnya hidangan yang menemaninya hanya ada
daging sapi. Walaupun makanan kecilnya hanyalah
kegembiraan mereka tetap saja tidak berubah.
kacang, Hujan jatuh menimpa di atas pepohonan yang ada di
hutan rimba itu dan dari atas pohon itu air hujan jatuh ke
atas atap dari rumah kayu itu. Tidak ada yang lebih
menarik dari suara jatuhnya air di atap rumah kayu.
Hong Kie berkata: "Wie-ya (tuan Wie), dulu aku selalu mengira jika tidak
berpendidikan justru malah sangat menguntungkan."
"Tidak berpendidikan justru menguntungkan?" Kata Wie Kai
malah sangat "Ya, dulu aku memang selalu berpikir seperti itu karena
terlalu banyak membaca buku bagi orang yang belajar ilmu
silat juga tidak akan ada gunanya."
"Mengapa?" "Memangnya Wie-ya pernah bertemu dengan sarjana
yang lulus baik dalam bidang pelajaran maupun ilmu silat?"
Wie Kai menjawab: "Sampai saat ini memang belum pernah."
"Betulkan!" Hong Kie berkata, "Tetapi belakangan ini
aku baru menyadari bahwa jika tidak berpendidikan tidak
ada bedanya dengan orang buta. Jika pendidikannya tidak
banyak dan tidak memahami secara mendalam, dia benarbenar seorang yang
berpengetahuan dangkal."
"Seseorang memang harus merasakannya dahulu baru
dia bisa berkembang," Kata Wie Kai.
"Wie-ya, aku mendengar ada seorang yang misterius
yang berbicara dengan Cia Peng lalu ber-pesan padanya
tentang sesuatu hal, sepertinya sebuah sajak."
Wie Kai tertawa sambil berkata:
"Jika bisa mengerti sajaknya, bagaimana bisa
mengatakan dirimu orang yang berpengetahuan dangkal?"
Hong Kie menjawab: "Aku juga tidak berani memastikan apa sebenar nya yang
dikatakan oleh orang misterius itu kepada Cia Peng, hanya
saja kalimat itu terdiri dari empat rangkaian kalimat dan
aku langsung menebaknya bahwa itu adalah sajak."
"Coba perdengarkan padaku!" Kata Wie Kai.
Hong Kie berpikir sejenak lalu berkata:
"Hati keras bagaikan besi, mengantar Budha ke
langit barat, tiga hari tidak ada kabar, kapas terbang
musim semi sudah berakhir."
Wie Kai langsung berkata:
"Ini memang sebuah sajak yang menyindir."
"Itulah yang dikatakan oleh orang misterius itu kepada
Cia Peng. Cia Peng berhasil menebak tiga rangkaian
kalimat, kalimat yang pertama artinya hati besi yang
digantungkan." Wie Kai mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Apakah Wie-ya bisa menebak arti dari tiga kalimat yang
selanjutnya?" Kata Hong Kie.
"Waktu itu di ruangan kecil itu, apalagi yang kaulihat?"
tanya Wie Kai "Seorang Lama yang bernama Pan Lai datang menemui
Cia Peng dan bertingkah laku sangat sopan terhadap Cia
Peng." Kata Hong Kie
"Benar kalau begitu! Seharusnya memang ada seorang
Lama." "Mengapa seharusnya memang ada seorang Lama?"
Tanya Hong Ku "Sebab Yo Lim pernah berkata dulu sewaktu Lim hujin
memiliki kekasih gelap, yang paling dekat dengannya
adalah Liauw In dan Liauw In memiliki hubungan yang
misterius dengan seorang Lama."
"Dekatnya hubungan Liauw In dengan Lama itu, apa
hubungannya dengan Lim Hujin?" Tanya Hong Kie.
"Banyak hal-hal yang bisa disimpulkan hanya
berdasarkan satu hal saja, lalu segala sesuatunya menjadi
jelas." "Aku tidak mengerti."
"Almarhum Kaisar terdahulu sangat dekat dengan Lama,
besar kamungkinan dia mempelajari keahlian mereka, atau
mempelajari cara membuat dan memakan pil hidup abadi.
Ini semua dipelajari hanya untuk menaklukkan semua
wanita yang ada di istana. Tetapi ada kemungkinan besar
juga malah jadi pendek umur dan malah ditaklukkan oleh
wanita. Sudah banyak Kaisar dalam sejarah yang mati
justru karena memakan pil seperti ini."
Hong Kie berkata: "Apakah maksud Wie-ya, Pan Lai Lama mengajarkan
Liauw In cara memakan pil ini?"
"Paling tidak sedikitnya dia sudah mempelajari keahlian
para Lama itu." "Apakah ini alasannya mengapa Lim Hujin bisa jatuh
cinta kepadanya?" Tanya Hong Kie.
Wie Kai mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Bagaimana dugaan Wie-ya selanjutnya?"
"Kalimat yang kedua artinya adalah jika sudah berhasil
maka orang tersebut harus disingkirkan."
"Mengantar Buddha ke langit barat, apakah artinya
membunuh Lama?" Wie Kai menganggukkan kepalanya:
"Kalimat yang ke empat mengacu pada pembunuhan Yo
Lim, kelihatan sekali kapas terbang musim semi sudah
berakhir ditujukan kepada Yo Lim."
"Kalau kalimat yang ketiga?"
Wie Kai menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Apakah kalian berhasil menemukan Liauw Swat-keng?"
Hong Ku memasuki ruangan.
Hong Kie menyumpit 3-4 lembar daring sapi dan
menyuapkannya ke dalam mulut Hong Ku.
Sedangkan untuknya. Wie Kai menuangkan secangkir arak Hong Ku berkata dengan mulut yang terisi penuh:
"Aku baru saja melihat bayangan Liauw Swat-keng, dia
sangat licin sekali, aku tidak dapat mengejarnya."
Wie Kai berkata sambil menggerutu:
"Sewaktu Swat-keng sedang dalam keadaan bahaya, Cia
Peng tetap saja mementingkan keadilan daripada
keluarganya." Hong Kie dan Hong Ku tertegun.
Wie Kai berkata lagi: "Kata "tiga hari' dari kalimat tiga hari tidak ada kabar,
bukankah bukankah huruf 'Keng'?" (Dalam huruf kanji 'hari'
ditulis dengan huruf 'Jit' yang artinya matahari dan huruf
kanji 'Keng' terbentuk dari tiga buah huruf 'jit').
Pada saat yang bersamaan Hong Kie dan Hong Ku
menepuk dahi mereka sambil mengerang.
Kata Wie Kai: "Kita harus secepatnya menemukan Liauw Swat-keng,
pada dasarnya orang yang pernah di man-faatkan dan juga
yang berbahaya karena bisa mem-bocorkan rahasia, mereka
semuanya pasti akan di-bunuh."
Hong Ku berkata: "Hong Kie, kita pergi sekarang juga."
"Makanlah dulu sampai kenyang baru
mencarinya," Kata Wie Kai. Hong Ku berkata:
pergi "Mau makan apa begitu kita masuk kota?"
Baru saja Hong Ku dan Hong Kie keluar dari rumah
kayu itu, belum seberapa jauh.
Dari dalam hutan yang gelap, ada sebuah bayangan
manusia yang sangat besar seperti segumpal awan yang
jatuh dari langit, yang berkelebat di antara pepohonan.
"Hati-hati!" teriak Hong Kie.
Serangan tujuh buah pisau lidah api terbang menembus
di tengah hujan. Dan Hong Ku menyambut serangan itu dengan tebasan
goloknya. Terdengar suara teriakkan dan tidak lama kemudian
bayangan manusia yang besar itu akhirnya jatuh juga ke
tanah. Hong Ku dan Hong Kie hampir saja menjadi orang yang
tidak bernyawa lagi. "Seorang Lama." Hong Ku menggunakan kakinya untuk
membalikkan mayat itu. "Dia orangnya," kata Hong Kie
"Ilmunya ternyata tidak hebat-hebat amat!"
"Jika di tengah kegelapan tadi tidak ada orang yang turut
campur, mungkin sekarang dia masih bisa hidup."
"Apa" Ada orang yang mencelakakan dia secara diamdiam?"
Hong Kie mengarahkan jarinya menunjuk pada pusat
urat syaraf yang berada di tengah-tengah punggung mayat
itu. Hong Ku jadi mengamati dengan cermat dan ternyata
pada urat syaraf itu terdapat jarum sebesar tulang ikan.
Urat syaraf ini merupakan pusat dari seluruh tubuh yang
menghubungkan kinerja antara bagian atas tubuh dengan
bagian bawah tubuh, jika urat syaraf ini terkena senjata
rahasia maka hubungan antara bagian atas dan bagian
bawah tubuh akan terputus.
Hong Kie menghela nafas sambil berkata:
"Benar-benar mengantar Budha ke langit barat." (Dalam
agama Budha, langit barat adalah Nirwana).
"Siapa pula yang 'mengantarkan'nya ke langit barat?"
Kata Hong Ku. "Dia adalah sang majikan," Kata Hong Kie.
Wie Kai lagi-lagi sedang menuangkan arak.
Arak yang di dalam botol arak sudah tidak banyak lagi.
Tiba-tiba di luar ada orang yang berseru padanya:
"Jangan dituang, tolong sisakan sedikit untukku!"
Tentu saja Wie Kai segera berhenti menuang-kan arak,
bahkan dia segera melompat bangkit dari tempat duduknya.
Terdengar suara "Sing" sebuah pedang panjang
mengarah pada tempat kaki Wie Kai berpijak tadi dan
menghantam kursi yang didudukinya tadi, bahkan pedang
itu masih terus bergerak sambil menimbulkan suara
"wung...wung...".
Wie Kai mendarat tepat di atas batang pedang itu.
Terdapat gelombang air di bola mata Liauw Swat-keng.
Itu adalah salah satu bentuk emosi wanita pada saat ada
sesuatu yang tidak mau diungkapkan oleh seorang wanita.
"Jangan suka menyombongkan diri, bisa tidak" Cianthauw-siau-kai."
Wie Kai malah duduk sambil tetap menuang-kan arak ke
dalam cangkir yang tadi dipakai oleh Hong Ku sambil
berkata: "Aku bersulang untukmu."
Liauw Swat-keng berkata: "Aku sudah mencelakaimu dengan membuat orang lain
menyangka kau mengalami sakit ingatan, tapi kau malah
tidak membenciku?" "Mengapa aku harus membencimu?"
"Waktu aku pergi hari itu, Lim Leng-ji sudah
menganggapmu sebagai seorang penipu."
Wie Kai tertawa lalu berkata:
"Tidak masalah, yang penting asalkan jangan seumur
hidup orang beranggapan bahwa aku adalah seorang
penipu." Liauw Swat-keng menegak arak yang ada di cangkir lalu
tertawa masam. "Kau seharusnya percaya pada kata-kataku."
"Kata-kata apa?"
"Lim Leng-ji adalah saudara kembarmu."
"Mengapa aku harus percaya?"
"Apakah di dunia ini ada orang yang begitu serupa
denganmu?" Liauw Swat-keng hanya menegak arak, berkata: "Aku
rasa tidak semirip itu."
"Matamu kelihatan tidak terlalu jelek," Kata Wie Kai.
"Mataku memang tidak jelek."
"Hanya saja kau malah berkata kalau dia tidak mirip
denganmu." Liauw Swat-keng berkata: "Walaupun ada sedikit kemiripan, apakah pasti bahwa
mereka adalah kakak adik" Jika benar demikian, maka di
dunia ini akan ada banyak sekali kakak adik!"
"Aneh! Kau malah sama sekali tidak berharap untuk
diakui." "Aneh! Mengapa kau selalu memikirkan urusan orang
lain dan tidak memikirkan tentang diri sendiri."
"Diri sendiri" Aku sama sekali tidak kehilangan apa
pun!" "Apakah kau tidak menyadari bagaimana sikap Lim
Leng-ji terhadapmu?"
Tentu saja Wie Kai menyadarinya, hanya saja dia tidak
begitu mempedulikannya. Di depan mata Wie Kai lagi-lagi terbayang ilusi yang
samar-samar dan kabur.

Pisau Kekasih Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Di tepian sungai, di bawah naungan pohon-pohonan,
dan di atas pematang sawah, terlihat bayang-an tiga orang
anak-anak yang sedang berlari dan tertawa, lalu kemudian
terlihat bayangan anak-anak itu sedang bermain pengantinpengantinan atau
berkelahi. Terlintas lagi sebuah bayangan
di mana Lim Leng-ji menggunakan sebilah golok kayu
menebas ke arah Loo Cong dan Loo Cong membusungkan
dadanya serta menerima satu tusukan.
Semua bayangan akan ingatan ini terlihat samar-samar
serta seakan-akan sama sekali tidak saling berhubungan.
Lagi pula entah mengapa dia punya perasaan bahwa dia
pernah tidur bersama dengan Lim Leng-ji beberapa kali.
Dia memeluk tubuh Lim Leng-ji yang lembut bagaikan
tidak bertulang. Dia pun mencium leher dan dadanya yang
empuk itu serta pernah menghitung berapa banyak jumlah
bulu matanya. Tapi terbersit dalam ingatannya sepertinya Lim Leng-ji
adalah orang yang mampu menjadi otak dalam hal
memeras atau menculik anak orang kaya.
Wie Kai mulai tidak menyukai Lim Leng-ji.
Tapi entah mengapa sepertinya dia menyanggupinya untuk melakukan hal seperti itu.
pernah Mengapa dia bisa memiliki bayangan seperti itu, dalam
ingatannya yang bahkan dia sendiri tidak tahu apakah hal
itu nyata atau tidak" Bahkan dia sama sekali tidak bisa
menghubungkan antara ingatan yang satu dengan yang
lainnya. Walaupun dia tidak bisa menghubungkan satu dengan
yang lainnya, tetapi dia juga percaya kalau ini semua bukan
ilusi sembarangan, bahkan kejadiannya sepertinya belum
lama berselang. Jika semua ini benar adanya, mengapa dia sama sekali
tidak bisa mengingatnya dengan jelas"
Apakah penyakit hilang ingatan itu memang seperti ini"
Wie Kai, apa yang sedang kau pikirkan"'
"Aku sedang berpikir, mengapa kau tidak mengakui
saudara kandungmu itu" Aku benar-benar tidak mengerti?"
"Aku menghargai niat baikmu itu, mungkin suatu
saatnanti aku akan coba untuk memikirkannya."
Wie Kai menuangkan arak yang terakhir pada-nya dan
ketika hendak meminumnya, Wie Kai malah menahan
cangkir itu dengan tangannya, berkata:
"Tolong dengarkan dulu nasihatku!"
Liauw Swat-keng berkata dengan tidak sabar:
"Apa sebenarnya maumu dengan mencampuri urusan
orang lain?" "Ada orang yang hendak membunuhmu dan aku hanya
ingin memperingatkanmu agar kau lebih berhati-hati.
Apakah ini juga termasuk turut campur?"
"Siapa yang menghendaki nyawaku?"
"Cia Peng." Liauw Swat-keng tertawa dengan suara yang dapat
menggetarkan hati orang seperti tawa Lim Leng-ji,
walaupun tentu saja belum sebanding dengan tawa Lim
Leng-ji. "Kau sepertinya tidak percaya."
"Tentu saja tidak percaya, lagi pula untuk apa pakai kata
'sepertinya' segala?"
" Kata-kata Wie Kai memang agak menyindirnya karena
dia telah menyaksikan pembunuhan atas Yo Lim dan
pendeta Lama itu dengan mata kepalanya sendiri.
Liauw Swat-keng tetap saja tidak percaya.
Tetapi apakah dia benar-benar percaya atau tidak, tidak
seorang pun yang tahu karena hati manusia sukar ditebak.
Liauw Swat-keng berkata dengan seenaknya:
"Kalau begini bagaimana?"
"Apa maksudmu dengan bagaimana?"
"Sementara waktu aku akan mengikutimu dulu, untuk
membuktikan apakah perkataanmu itu benar atau tidak,
setelah itu baru kuputuskan untuk menemui Lim Leng-ji
atau tidak." Wie Kai menghela nafasnya sambil berkata:
"Kalau yang bersangkutan saja tidak peduli, bahkan
terhadap hidup dan mati pun hanya dianggap sebagai angin
lalu saja, untuk apa aku bersusah payah mengkhawatirkanmu?" Wie Kai bangkit serta melemaskan rubuhnya lalu
mengibaskan tangannya untuk memadamkan lentera.
Jangan berkata bahwa Liauw Swat-keng tidak pernah
waspada, sebab waspada sekali pun dia tetap tidak akan
bisa menghindar. Wie Kai menutup pintu lalu melesat pergi dengan
menggendong tubuh Liauw Swat-keng.
Wie Kai orang yang percaya bahwa di dunia ini terdapat
bermacam-macam orang. Tetapi dia juga percaya bahwa Lim Leng-ji juga punya
pemikiran yang sama seperti dirinya, di dunia ini
terdapatbermacam-macam orang.
Lim Leng-ji sudah tertidur.
Maka Wie Kai berdiri di depan pintu kamarnya serta
membangunkannya. Sebenarnya begitu Wie Kai tiba, dia sudah terbangun.
Hanya saja dia tidak mengeluarkan suara ter-lebih
dahulu karena menurutnya perempuan itu harus lebih
mementingkan etika daripada laki-laki.
Lim Leng-ji menggunakan jubahnya lalu pergi ke luar.
Dia memandanginya dengan tidak sabar, lalu tiba-tiba
dia menyadari di atas kursi yang ada di luar sana terdapat
sesosok tubuh seorang perempuan. Tidak terkatakan betapa
terkejutnya dia. Wie Kai berkata: "Maaf, sudah mengganggumu!"
"Tidak apa-apa." Lim Leng-ji bertanya, "Siapa gadis ini?"
"Coba kau perhatikan dulu baik-baik."
Lim Leng-ji berjalan mendekat dan memperhatikan
wajah Liauw Swat-keng dengan seksama, lalu tiba-tiba
bersuara dengan keras: "Dia!" "Mirip tidak denganmu?" Kata Wie Kai.
"Mirip, sangat mirip! Benar-benar seperti bayanganku
saja." "Dialah orang yang kubawa malam itu dan yang kusuruh
untuk bersembunyi dulu di atas pohon, Liauw Swat-keng
Kouwnio. Entah mengapa waktu itu dia tiba-tiba pergi lebih
dulu." Lim Leng-ji benar-benar kehilangan kata-kata, dia hanya
bisa mengatakan: "Cepat, bangunkan dia!"
"Aku beritahu, gadis ini benar-benar nakal sekali."
"Bagaimana pun nakalnya, tetap saja bisa tertangkap
olehmu, bukan?" "Kau saja yang tidak tahu!" kata Wie Kai.
Tetapi dia akhirnya membuka juga totokan pada Liauw
Swat-keng. Liauw Swat-keng bangun dan duduk sambil mengucekngucek matanya.
Dalam sekejap dia langsung tersadar tentang apa yang
sedang terjadi. Bagaimana pun juga dia mau berbuat sesuai dengan
caranya, karena itu dia langsung melompat ke samping Lim
Leng-ji sambil berkata: "Cici, cepat tolong aku, dia adalah seorang pria hidung
belang." Wie Kai berkata: "Liauw Swat-keng, jangan buat ulah lagi! Cepat
mengaku, dia adalah saudara kandungmu!"
"Cici, orang ini benar-benar bejat. Belum lama ini dia
telah sengaja merobek pakaian bawahku dan sekarang dia
menyuruhku untuk mengaku saudara."
Lim Leng-ji sama sekali tidak mengeluarkan suara.
Dia memandangi Wie Kai lalu memandangi Liauw
Swat-keng. Wie Kai tertawa pahit.
Lim Leng-ji tertawa dingin lalu berkata:
"Nona, bagaimana kau bisa membuktikan bahwa dia
benar-benar seorang pria hidung belang?"
"Pria hidung belang mudah sekali dikenali, orang seperti
itu selalu tersenyum kepada perempuan mana pun dan
senyumnya pun sangat memikat hati. Kata-kata yang
diucapkannya bisa memabukkan dan gombal. Bahkan dia
mengatakan hal yang tidak-tidak tentang hubungannya
denganmu." Lim Leng-ji memberikan tatapan yang tajam sambil
berseru: "Wie Kai!" "Leng-ji, kau percaya pada kata-katanya?"
"Bagaimana bisa membuktikan kalau kau bukan orang
semacam itu?" "Bukankah dia berkata kalau aku telah sengaja merobek
pakaian bawahnya?" Lim Leng-ji menjulurkan tangannya, menarik Liauw
Swat-keng ke dalam kamar sambil berkata:
"Coba ku lihat pakaian bawahmu."
"Cici, untuk apa repot-repot?"
"Untuk membuktikan bahwa seseorang
bersalah, terpaksa menyusahkanmu sebentar."
itu tidak "Baik!" Liauw Swat-keng merenggangkan ke dua
kakinya, Lim Leng-ji menundukkan tubuhnya untuk
melihatnya dan ternyata di bagian celana panjangnya
memangbenar terdapat sobekan.
Lim Leng-ji sedikit naik darah.
Dia benar-benar tidak ingin melihat bukti yang
menunjukkan bahwa Wie Kai benar-benar adalah seorang
hidung belang. Loo Cong sudah berkali-kali berpesan supaya jangan
karena kehilafan Wie Kai sesaat membuat hubungan
persahabatan mereka yang berharga menjadi terputus.
Tetapi batasnya. kesabarannya benar-benar sudah sampai Dia tidak bisa membiarkan orang bejat seperti dia berada
disampingnya. Wie Kai benar-benar terpana.
Wie Kai merasa perbuatan Liauw Swat-keng kali ini
benar-benar keterlaluan. Maka begitu Lim Leng-ji muncul, walaupun wajahnya
menunjukkan kemarahan, tetapi dia tetap tertawa dingin
sambil berkata: "Nona ini benar-benar banyak akalnya."
"Benar, gadis yang banyak akal bulusnya tidak hanya dia
seorang." "Leng-ji, kau tidak mungkin mempercayai semua omong
kosong yang dikatakannya, bukan?"
"Sebenarnya siapa yang sedang beromong kosong?" Lim
Leng-ji berkata sambil berdesis marah, "Memang dari
semula aku sudah salah menilaimu!"
"Leng-ji." "Sejak kau berkata kalau kita sering tinggal bersama dan
sudah seperti layaknya suami istri........."
Wie Kai tiba-tiba merasa orang-orang ini benar-benar
aneh. Dia merasa justru orang-orang inilah yang mungkin
hilang ingatannya. Yang satu tidak bersedia mengakui saudaranya sendiri,
malah air susu dibalas dengan air tuba.
Yang satu lagi entah mengapa tiba-tiba menjadi bodoh,
sesuatu yang anak kecil pun tidak akan percaya tapi justru
dia malah percaya. Wie Kai tertawa terbahak-bahak.
Wie Kai tertawa sambil berjalan ke luar. Tidak lama
kemudian tawanya tiba-tiba berhenti. Pada saat itu tiba-tiba
ada seseorang yang menghadangnya.
Orang itu adalah Loo Cong.
Sebenarnya dia sudah lupa akan keberadaan orang ini
tetapi Lim Leng-ji selalu saja mengingat-kannya sebagai
teman sepermainan mereka sewaktu kecil.
"Wie Kai, kau betul-betul tidak ingat padaku sama sekali
atau hanya berpura-pura saja?"
Wie Kai sangat gusar. Yang diingatnya pada waktu anak-anak dulu, selalu saja
Loo Cong yang memerankan pengantin laki-lakinya.
Dia berseru dengan suara keras: "Minggir!"
Loo Cong malah tidak beranjak sama sekali dari
tempatnya berdiri. Wie Kai mendorong Loo Cong dengan tenaga-nya yang
besar tetapi dia bisa berkelit.
Loo Cong lagi-lagi menghalanginya, katanya:
"Wie Kai, apakah kau masih ingat akan puisi panjang
Tiong-kan-seng'" Walaupun di dalam puisi itu hanya
mengisahkan tentang dua orang, dan kita memang ada tiga
orang, tetapi kasih sayang serta rasa persahabatan kita di
masa lalu jangan sampai terbelah dua hanya karena
permasalahan kecil belaka!"
"Minggir!" "Wie Kai!" "Kau tanya saja pada Lim Leng-ji."


Pisau Kekasih Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tanya apa padanya?"
"Dia anggap apa Wie Kai ini!"
Loo Cong bertanya dengan suara yang keras:
"Leng-ji, apa yang sebenarnya telah terjadi?"
"Mengapa tidak kau tanyakan sendiri pada gadis ini?"
jawab Lim Leng-ji "Leng-ji, urusan kita bertiga mengapa harus bertanya
pada orang lain?" "Benar!" Lim Leng-ji menjawab, "Hanya saja gadis ini
mengatakan Wie Kai telah merusak pakaian bawah gadis
ini dan sudah terbukti."
Loo Cong terkejut lalu bertanya:
"Wie Kai, menurutmu apakah kejadian seperti ini bisa
terjadi pada dirimu?"
Wie Kai berkata dengan dingin:
"Menurutmu bagaimana?"
Loo Cong berkata dengan suara lantang:
"Walaupun dipukuli sampai mati pun, aku tidak akan
bakal percaya!" Wie Kai tertegun sejenak.
Bagaimana pun juga sepermainan sejak kecil. mereka memang teman "Terima kasih, Loo Cong."
"Asalkan aku percaya padamu, buat apa aku harus
meributkan pandangan orang lain terhadapmu?"
"Pandangan Leng-ji terhadapku tidak semantap dirimu."
"Tidak mungkin, tidak ada satu pun yang bisa
menghalangi dan mengganggu hubungan di antara kita
bertiga!" Lim Leng-ji berkata dengan acuh tidak acuh: "Lain dulu
lain sekarang, bagaimana bisa disamakan?"
Wie Kai menghela nafas sambil berkata:
"Loo Cong, apakah kau masih ingat akan sajak Couwouw- pek?"
Loo Cong berpikir sejenak lalu berkata:
"Ingat! Di mana-mana misteri alam berubah menjadi
milikmu, di angkasa orang pintar setiap hari selalu muncul
yang baru, sebelumnya meninggalkan perasaan selama 500
tahun, tiba masa 1000 tahun baru tersadar bahwa semuanya
sia-sia. Betul kan sajak yang itu?"
"Benar!", sahut Wie Kai, "Sajak itu memang berbunyi
seperti itu yang artinya suka dengan yang baru dan bosan
pada yang lama memang sudah menjadi sifat dasar
manusia, maka tidak perlu mencela orang lain!"
Loo Cong terpana sejenak lalu berkata:
"Omong kosong, Wie Kai, kau jangan pergi!"
"Mengapa?" "Sudah susah payah kita bertemu, mengapa kau mau
pergi begitu saja?" "Betul juga, mengapa aku harus pergi?"
"Kalau begitu jangan pergi, malam ini kita minumminum sampai mabuk."
Dasar Loo Cong, begitu selesai bicara langsung saja
bergerak. "Bisa tidak kau urus dahulu masalah ini sampai tuntas?"
kata Wie Kai. Kata Loo Cong: "Nona, sebenarnya apa yang telah terjadi?",
"Dia telah merobek bagian bawah pakaianku, dia benarbenar seorang hidung
belang!" Loo Cong berpikir sejenak lalu ber:
"Jika seseorang telah meminum arak terlalu banyak dan
melakukan hal seperti itu dan jika kedua belah pihak saling
mengenal, mungkinkah ini adalah ketidak sengajaan?"
"Kau sengaja membuat dalih untuk membela dia!" Kata
Lim Leng-ji. "Mengapa kau tidak bisa memaafkan teman yang sudah
kau kenal sejak kecil malah percaya pada kata-kata orang
lain?" "Asalkan kenyataan yang sebenarnya, kata siapa puri
sama saja," kata Lim Leng-ji.
"Leng-ji, apakah kau sudah bertanya padanya dengan
jelas mengapa nona ini bisa bersama-sama dengan Wie
kai?" "Dalam situasi apa pun, hidung belang tetaplah hidung
belang!" Loo Cong berkata: "Nona, apakah kalian saling mengenal?"
"Hanya mengenal sekilas saja."
"Nona, ada pepatah mengatakan bahwa ada kalanya
hubungan antara pria dan wanita janganlah terlalu serius."
Liauw Swat-keng gadis ini benar-benar sangat keras
kepala. Apa yang dia mau bagaimana pun caranya harus
didapatnya. Jika tidak bisa mendapatkannya setidaknya
menfitnah pun sudah lumayan.
Dia berkata dengan suara keras:
"Demi membela seorang teman, kau tidak peduli seorang
wanita telah dirusak. Jika hal ini terjadi pada saudara
perempuanmu, apakah kau masih tetap menganggap ringan
masalah ini seperti angin lalu?"
Sejenak Loo Cong seperti dihempas oleh angin dingin.
Loo Cong tidak bisa mengejar Wie Kai, lalu berkata:
"Leng-ji, kau begitu tidak berperasaan kepada Wie Kai,
sungguh membuat orang kecewa. Selamat tinggal!"
Kata Lim Leng-ji: "Tidak ada yang mencegahmu jika kau ingin pergi.
Tetapi kau seharusnya menanyakan dulu dengan jelas
duduk perkara yang sebenarnya pada nona ini."
"Aku justru memang ingin bertanya!"
Lim Leng-ji membalikkan tubuhnya, berkata:
"Nona Liauw, masalah ini coba kau....."
Padahal tadi jelas-jelas orangnya berdiri di belakangnya,
tetapi sekarang sudah tidak ada.
"Nona Liauw, nona Liauw....."
Loo Cong berdiri dengan kaku dan berkata: "Leng-ji,
jangan lupa, celana tidak bisa mewakili orang berbicara juga
tidak bisa mewakili orang untuk menghukum."
Kemudian Loo Cong juga pergi.
Lim Leng-ji semakin membenci Wie Kai juga semakin
menghargai Loo Cong. "Biarkan aku pergi," kata Wie Kai.
"Kau tidak boleh pergi, juga tidak perlu pergi."
Wie Kai tetap ingin pergi tetapi Loo Cong justru malah
menghadangnya. Wie Kai mengerahkan tenaga dalam dengan telapak
tangannya ke arah Loo Cong hingga membuat-nya mundur
sampai tiga langkah. Wie Kai langsung melesat pergi.
Sebetulnya semakin kau setulus hati membantu masalah
orang lain, malahan semakin membantu semakin kacau,
bahkan sampai menyakiti orang lain.
Begitu Liauw Swat-keng keluar dari kediaman Lim
Leng-ji, dia langsung mengejar Wie Kai.
Aktingnya tadi memang hebat, tetapi dia percaya Wie
Kai tidak akan terlalu menyimpannya di dalam hati.
Alasan sebenarnya adalah karena dia benar-benar mirip
dengan Lim Leng-ji. Jika Wie Kai benar-benar menyukai Lim Leng-ji, maka
tidak ada alasan mengapa tidak menyukai diri-nya.
Liauw Swat-keng percaya dia bisa mengejar Wie Kai.
Tetapi sialnya dia malah bertemu Sang Sin.
Bertemu dengan Sang Sin ibaratnya hampir sama dengan
bertemu dengan orang tuanya.
Sang Sin adalah orang yang loyal.
Liauw Swat-keng dipaksakan. berkata dengan senyum yang "Sang Toa-siok, kebetulan sekali!"
Sang Sin berumur sekitar 32-33 tahun, berperawakan
kecil tapi tegas, wajahnya agak hijau, benar-benar mirip
dengan buah murbei yang belum matang.
"Apa yang kebetulan?" tanyanya.
"Aku baru saja mau pulang."
"Kalau begitu kita pulang sama-sama."
"Tetapi aku masih ada urusan yang belum selesai."
"Urusan apa?" "Aku sungkan membicarakan masalah perem-puan
dengan Sang Toa-siok."
"Lebih baik kau jangan banyak bertingkah, lagi pula aku
sudah katakan berulang kali kau cukup memanggilku Sang
Toako, tidak perlu pakai Toa-siok segala."
Liauw Swat-keng berkata: "Betul Toa-siok, aku benar-benar ada urusan penting."
"Tidak mau pulang bersamaku?"
"Siapa bilang" Tolong Sang Toa-siok tunggu aku di
penginapan semalam, besok aku akan pergi mencarimu dan
kita pulang sama-sama."
"Mereka ingin aku membawamu pulang dan aku juga
masih ada urusan penting yang harus kulaku-kan. Mengapa
kau selalu memanggilku Toa-siok?"
Liauw Swat-keng tentu saja menjawab:
"Melihat perbedaan umur kita, jika aku tidak
memanggilmu Toa-siok lalu harus memanggil apa" Untuk
apa ayah dan ibuku mencariku" Aku kan bukan-nya belum
pernah keluar dari rumah sebelumnya?"
Sambil berkata demikian, matanya mengamati ekspresi
wajah dari Sang Sin. Karena sebelumnya Wie Kai pernah berkata bahwa
orang tuanya mencari untuk membunuhnya.
Bagaimana pun juga Liauw Swat-keng sedikit menaruh
curiga akan hal ini. Ini disebabkan dia sedikit banyak percaya dengan
perkataan Wie Kai. Jika benar dia dan Lim Leng-ji adalah saudara kembar,
maka mereka adalah anak yang dilahirkan oleh Lim Hujin,
dsb... Sang Sin adalah pendekar sejati.
Dia tidak suka berkata bohong, tapi dia juga mungkin
tidak bisa berkata jujur untuk hal ini.
Sang Sin berkata: "Mereka memanggilmu pulang karena ada urusan
penting." Walaupun Liauw Swat-keng hendak melarikan diri, Sang
Sin pasti bisa mengejarnya.
"Sang Ta-siok, semua orang berkata, kau adalah orang
yang jujur dan kau melakukan perintah orang tuaku karena
demi membalas budi pada mereka."
"Benar!" "Jika ayah dan ibuku memerintahmu untuk melakukan
sesuatu yang jahat, apakah kau juga akan mendengarkan
peritah mereka?" "Sampai saat ini mereka belum pernah menyuruhku
untuk melakukan sesuatu yang jahat."
"Tetapi jika aku sampai dibawa pulang, aku pasti akan
dibunuh mereka!" Sang Sin terkejut, ini membuktikan bahwa dia sama
sekali tidak tahu menahu akan hal ini.
Pertama kali Sang Sin bertemu dengan Liauw Swatkeng, di wajahnya langsung
terlihat berbeda. Perempuan seperti Lim Leng-ji atau Liauw Swat-keng,
lelaki mana yang tidak tergerak hatinya begitu melihatnya"
Apa pun rencana Liauw In dan Cia Peng, Liauw Swatkeng adalah miliknya.
Hanya tentu saja dia tidak pernah memper-ingati kedua
orang tua Liauw Swat-keng seperti itu.
Dia selalu merasa bahwa rasa sukanya pada Liauw Swatkeng adalah urusan mereka
berdua dan dia harus berusaha
berjuang sendiri mendapatkannya.
Liauw Swat-keng hanya perlu berkata 'ingin' saja. Sang
Sin akan berusaha sekuat tenaga untuk memenuhi
keinginannya. Tetapi sayangnya Liauw Swat-keng sama sekali tidak
berniat untuk menikah dengannya.
Bahkan terpikirkan sedikit pun tidak.
"Kau ini bicara apa?" kata Sang Sin.
"Betul! Di atas ayahku masih ada majikannya dan kau
juga tahu akan hal ini."
"Tahu sedikit."
"Majikannya itulah yang menyuruh ayah dan ibuku
untuk membunuhku." "Mengapa?" "Dia mengira bahwa aku sudah membocorkan rahasia."
"Rahasia apa?" "Salah satunya seperti aku dan Lim Leng-ji tidak boleh
saling bertemu, dsb...."
Sang Sin mulai sedikit percaya, lalu berkata:
"Jangan takut, aku akan menanyakan dengan jelas
untukmu." Liauw Swat-keng tertawa dingin:
"Kau" Jangan bercanda. Jika atasannya itu ingin
membunuh orang, siapa pun tidak ada yang bisa
menghalanginya." "Aku bisa. Jika aku tidak bisa membunuhnya, aku rela
mati." "Untuk apa kau lakukan itu?"
"Karena ayah ibumu pernah berjanji padaku kalau aku
boleh meminangmu." Liauw Swat-keng terkejut sekali.
Hanya satu yang terlintas di benak Liauw Swat-keng
yaitu pria ini memiliki keberanian dan percaya diri yang
tinggi. Perkataan orang tua sangat mutlak, hanya dengan sahi
kata saja mereka bisa memberikan anak perempuan mereka
untuk menikah dengan pria manapun.
Sang Sin memandangi Liauw Swat-keng untuk melihat
reaksinya.

Pisau Kekasih Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Liauw Swat-keng terpaksa memanfaatkan keadaan ini
dan berkata: "Kau ingin meminangku atau ingin membawa-ku
pulang?" "Aku akan menjamin keselamatanmu, majikan hanya
memerintah harus pulang dalam waktu setengah tahun,
tidak boleh tidak." "Kau ingin memilikiku tidak?"
"Apa itu masih perlu ditanyakan lagi?"
"Kalau begitu tunggu aku di penginapan."
"Jika kau tidak pergi ke penginapan?"
"Jika tidak percaya padaku maka tidak ada lagi yang
harus dikatakan." "Aku percaya, tetapi tingkah lakumu itu yang membuat
orang tidak tenang."
"Kalau begitu aku tidak akan pulang."
Baru saja dia memutar tubuhnya dan berjalan 20 langkah
tiba-tiba dia melesat ke udara.
Sang Sin tertawa dingin dan segera mengejar. Liauw
Swat-keng tidak mungkin bisa lolos dari pengamatannya.
Sang Sin mengejar sampai ke depan pintu gerbang kota
Koh, tiba-tiba ada sekelebat bayangan orang yang
menghadangnya. Liauw Swat-keng pun hilang ditelan kegelapan malam.
Sang Sin memandang penghadangnya, ternyata adalah
Hong Kie. Mata Sang Sin melotot sampai hampir keluar,
katanya: "Kau cari mati, ya!"
"Sang-heng, jika aku ingin mati apakah aku akan
menyerah padamu?" "Untung kau tahu diri."
Hong Kie tertawa sambil berkata:
"Apakah di dunia ini ada orang yang lebih tahu diri
dibandingkan dengan aku ini?"
Sang Sin berkata dengan ketus:
"Apa maksudmu dengan melepaskannya?"
"Apakah dia sangat penting artinya bagimu?"
Sang Sin langsung ingin bertarung tetapi Hong Kie
mengangkat tangannya dan berkata:
"Sang-heng, bisakah kita tidak berkelahi", Aku janji dia
tidak akan bisa kabur."
"Kau berani jamin?"
"Apa yang aku janjikan padamu, kapan pernah tidak
kutepati?" "Itu ......, tetapi kau pernah tidak menepatinya satu kali."
"Satu kali?" "Dihianati satu kali saja sudah lebih dari cukup untuk
mencelakakan orang."
"Coba kau katakan kapan hal itu terjadi."
"Kau pernah berkata hendak membuat Wie Kai keluar
supaya aku dapat menangkapnya hidup-hidup."
Hong Kie menghibas tangannya sambil tertawa dan
berkata: "Aku memang pernah berkata seperti itu, tetapi apakah
pernah terpikirkan olehmu bahwa kau bukan-Iah
tandingannya?" "Aku?" "Kau boleh tidak tahu bagaimana Tuhan meniupkan
angin dan menurunkan hujan, tetapi dasar sendiri tentu saja
harus tahu." "Walaupun aku mati di tangannya, apakah orang she
Sang akan mengerutkan kening?"
"Memang betul kau bukan orang seperti itu. Maaf
..maaf..." "Tetapi orangnya telah kabur, lalu bagaimana?"
"Pelankan sedikit suaramu!" Bisik Hong Kie.
"Aku Sang Sin tidak takut pada apa pun."
Hong Kie berkata dengan suara kecil:
"Di dunia persilatan ini orang yang kau takuti tidaklah
banyak." "Bisa dibilang tidak ada."
"Kau takut tidak pada Liauw In dan Cia Peng?"
"Aku memang berhutang budi pada mereka, bukannya
takut!" " Baik... baik...! Lalu kau takut tidak pada majikan
kalian?" "Dia" Apa yang kau bicarakan?"
"Sang-heng, kau takut tidak?"
"Takut sih takut, tetapi dia tidak mungkin mem
bunuhku." "Itu sukar untuk di katakan, aku bacakan sebuah sajak
untukmu, bagaimana?"
"Apa" Kau juga bisa membaca sajak?"
"Kau terlalu meremehkan aku! Apakah membacakan
sajak orang lain juga adalah hal yang aneh?"
"Sajak siapa?" "Sajak milik majikanmu itu!"
Raut wajah Sang Sin langsung berubah.
Boleh dikatakan tidak ada satu orang pun di dunia ini
yang dia takuti, kecuali satu orang.
Mata Sang Sin sepertinya benar-benar bakal keluar dari
kelopaknya, diaberkata: "Mengapa kau selalu menyinggung tentang majikanku?"
"Bukankah kau ingin mendengar sajaknya?"
"Apakah benar sajak itu dari majikanku?"
"Apakah kau pikir aku yang membuatnya?"
"Memang betul juga. Tetapi kau bisa juga meng
ingatnya." "Tentu saja." Hong Kie berkata lagi, "Sang-heng pasti
bisa mengerti arti dibalik sajak itu."
Wajah hijau Sang Sin terlihat kusam, dia berkata: "Tentu
saja aku tahu, kau juga pasti tahu."
"Tolong Sang-heng jangan tertawa, aku tidak begitu
pandai dalam hal belajar, aku bukanlah tipe seorang
pelajar." "Kenapa" Kau juga tidak mengerti?"
"Sang-heng, ditilik dari nada suaramu seperti-nya kau
juga tidak mengerti."
"Bagaimana pun kita bukanlah sastrawan!"
"Hati keras bagaikan besi, bukankah mengacu pada kata
mati?" "Benar!" "Kalimat kedua mengantar Budha ke langit barat,
bukankah mengacu pada pembunuhan terhadap Lama?"
"Sialan! Kau tepat sekali. Lalu kalimat ketiga?"
"Kalimat ke tiga adalah tiga hari tidak ada kabar, kata
tiga hari mengacu pada huruf 'Keng'. Yang tidak bisa
dipercaya adalah majikanmu percaya dia telah
membocorkan rahasia dan kau jika suka padanya justru
jangan memaksanya untuk pulang."
Sang Sin sama sekali tidak mengeluarkan suara.
"Kalimat ke empat kapas terbang musim semi sudah
berakhir, itu mengacu pada pembunuhan terhadap Yo Lim,
apakah penafsiranku ini betul atau tidak?"
'Sing' Tiba-tiba Sang Sin melemparkan 9 buah pisau
terbang. Pisau-pisau terbang itu disertai dengan tenaga dalam
yang dahsyat, jika bukan Hong Kie tidak mung-kin mau
melayaninya. Hong Kie adalah salah satu pendekar yang terkenal di
dunia persilatan, tentu saja bukan lawan yang mudah
dikalahkan oleh Sang Sin.
Di jurus ke 20, Hong Kie terluka dan mundur sambil
berkata: "Sang-heng, aku mengaku kalah!"
"Memangnya kau pikir dengan mengaku kalah lalu
semuanya beres?" "Mengaku kalah tidak bisa, lalu kau mau apa?"
"Membunuhmu!" "Sang-heng, itu tidak layak kau lakukan. Apakah kau
masih tidak mengerti" Majikan kalian itu sangat kejam,
sesudah seseorang dianggap sudah tidak berguna lagi maka
pasti akan dibunuhnya."
"Kau ingin mengelak dan melemparkan kesalah an pada
orang lain?" "Sang-heng, kau adalah orang yang pintar. Apakah kau
tidak pernah penasaran akan asal usul nona Liauw dan
orang tuanya?" "Apakah kau pikir ini bisa mengadu domba
kami?" "Sang-heng, apakah kau masih menginginkan nona
Liauw?" "Jika iya lalu kenapa?"
"Aku bisa menjodohkan kalian berdua."
"Kau?" "Tentu saja, aku lebih mampu daripada orang tuanya."
"Di mana dia sekarang?"
"Hanya aku yang tahu. Dalam waktu 3 hari aku pasti
menuntaskan hal ini dengan menyerahkannya ke dalam
tangan Sang-heng." "Hong Kie, jika kau berani mempermainkan aku, hatihati dengan nyawamu!"
"Sang-heng ternyata sama sekali tidak percaya padaku!"
"Baiklah! Aku tinggal di penginapan Hui-peng."
BAB V Tengah malam. Ada hujan tetapi tidak ada angin.
Dalam sebuah ruangan, ada seorang setengah baya yang
sepertinya terpelajar sedang minum arak.
Parasnya lumayan, hanya saja sorot matanya sedikit
mendalam. Di atas meja hanya terhidang dua macam sayuran saja,
dari dalam ruangan dapur terdengar suara seorang gadis
yang berkata: "Ayah, makanlah pelan-pelan, masih ada dua sayur
lagi." "Hong-su, cukup masak saru macam lagi saja, tidak perlu
repot-repot, ayah makannya sudah hampir selesai...." Kata
orang setengah baya. Tiba-tiba di muka pintu berdiri seseorang.
Wajah Lan Ling yang baru saja menampakan senyum,
langsung lenyap oleh hawa kematian yang muncul dari raut
wajah orang yang baru datang itu.
Lan Ling pembunuh. sendiri juga terlahir sebagai seorang Seorang pembunuh memang memiliki pembawaan yang
lebih menekan dibandingkan dengan orang biasa.
Dari raut wajah dan tangan orang itu sudah dapat
ditebak tujuan kedatangannya jelas bukan untuk beramahtamah.
Lalu untuk apa dia datang kemari"
Walaupun dia tahu orang ini bukan datang secara baikbaik, tetapi dia sama sekali
tidak terpikir alasan bagi orang
ini untuk berbuat jahat padanya.
Lan Ling berdiri dan berkata:
"Kedatanganmu malam ini......"
"Sengaja datang untuk mengantarmu!"
Suara orang itu sangat pelan dan juga lemah tetapi
sangat dingin. "Mengantarku" Rencana kita masih belum rampung!"
"Bukan kita, kau yang harus segera berangkat dulu, sebab
saat ini orang yang menetapkan keputusan sudah berubah
dan kita harus mendengar perintah-nya."
"Siapa orang yang bisa mengendalikan kalian?"
"Kau tidak perlu tahu juga tidak boleh tahu.
Pengabdianmu dalam membesarkan Hong-su selama
beberapa tahun ini sudah cukup sampai di sini."
Dia membuka kepalan tangannya dan langsung melesat
sesuatu benda yang terasa dingin.
Uiar besi terbang dengan bebasnya.
Tentu saja bukan benar-benar sebuah uiar besi, tetapi
sebilah pisau kecil. Kepala Lan Ling langsung melayang.
Di dalam mulut Lan Ling sebenarnya masih ada sisa
arak yang belum diminumnya.
Begitu kepalanya melayang, arak pun keluar dari
mulutnya. Bola matanya masih terbuka menatap lebar-lebar.
Tubuhnya pun masih berdiri di sebelah meja, ini benarbenar pembunuhan yang
sangat cepat. Akhir kehidupan dari seorang pembunuh memang
seperti itu, tetapi dia sama sekali tidak menyangka bakal
mati di tangan orang sendiri.
Mereka berdua memang berbicara dengan suara rendah
sehingga Lan Hong-su yang sedang memasak di dapur pun
sama sekali tidak mendengar apa-apa.
Saat dia selesai memasak satu macam sayur, tiba-tiba
terdengar suara PENG.... Dia pergi mengantar sayur sambil melihatnya.
Prang. Piring yang berisi sayuran itu jatuh berantakan di
atas lantai. "Ayah......." Lan Hong-su segera berlari mendekati tubuh
jasad Lan Ling. Lan Ling hampir menghabiskan makanannya tetapi
seumur hidupnya dia tidak akan pernah bisa
menghabiskannya. Lan Hong-su mengenakan baju serba hitam sebagai
tanda berkabung. "A-ih (bibi), mengapa kematian ayah tidak boleh
diumumkan?" Cia Peng duduk di hadapannya juga mengena-kan
pakaian serba hitam, berkata:
"Untuk menunjukkan rasa baktimu pada ayahmu,
makanya untuk saat ini tidak perlu diumumkan."
"Bibi Cia, aku justru tidak mengerti."
"Hong-su, apakah kau masih tidak bisa menerima
kematian ayahmu?"

Pisau Kekasih Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ayahku mati dibunuh orang."
"Hal seperti ini mana boleh disebar luaskan?"
"Tetapi tentang kematian ayahku, lambat laun semua
orang pasti akan tahu."
"Tentu saja, di dunia ini tidak ada tembok yang tidak
bisa diterpa angin, tetapi kita justru mencari tembok yang
tidak bisa diterpa angin."
"Tembok yang tidak bisa diterjang angin" Mengapa?"
Lan Hong-su tentu saja tidak bisa menerimanya begitu
saja. Cia Peng berpikir sejenak baru berkata:
"Kematian ayahmu kemungkinan besar ada sangkut
pautnya dengan asal usul dirimu."
"Itu hanya omong kosong belaka!" bantah Lan Hong-su
"Mengapa kau berkata seperti itu?"
"Ayahku pernah berkata bahwa aku seharus-nya seorang
Toa-siocia dari keluarga kerabat kerajaan."
"Benar." "Benar" Mengapa aku bisa jadi seorang nona besar?"
"Mengapa tidak bisa?"
"Jika benar, mengapa aku terlahir dan dibesar-kan di
keluarga yang miskin?"
"Tentu saja ada rahasia besar di dalamnya."
"Tetapi selama ini ayah tidak pernah mengata-kan
padaku." "Karena waktunya belum tiba."
"Apakah sekarang sudah tiba waktunya?"
"Benar, sebab aku akan membuatmu menjadi seorang
nona besar." "Sekarang?" Dia membelalakkan matanya, jantungnya
berdegup kencang, dari seorang gadis miskin menjadi
seorang nona besar dari keluarga kaya, tentu saja hal ini
tidak pernah dibayangkan sebelumnya.
"Apakah kau tidak ingin melakukannya seka-rang juga?"
"Bibi, aku sama sekali tidak pernah membayangkannya."
"Apakah kau membayangkannya?" sedikit pun Lan Hong-su mendongakkan sebentar, lalu berkata: tidak pernah kepalanya ber-pikir "Bibi, ada kalanya aku bermimpi menjadi nona besar
dari keluarga kaya, makan enak dan memakai pakaian yang
indah, lauk pauknya ada ikan, keluar mengendarai
kendaraan, di mana pun ada orang yang melayani. Tetapi
aku selalu beranggapan miskin bukan lah suatu kejahatan
maka aku tidak pernah merasa malu."
"Benar! Justru karena itu kami ingin merftffeat-mu
menjadi seorang nona besar."
"Kami" Bibi, memangnya termasuk siapa lagi?"
"Eng.......tentu saja termasuk almarhum ayahmu."
"Memangnya di mana aku hendak dijadikan seorang
nona besar keluarga kaya?"
"Tentu saja di rumahmu sendiri."
"Bibi, apakah kau sedang bercanda?"
"Hari ini aku hendak mengatakan sebuah rahasia besar
kepadamu Baru saja Liauw Swat-keng kabur dari tempat tinggal
Wie Kai malah tertangkap oleh Sang Sin.
Dia terpaksa bertaruh mengadu nasib karena Sang Sin
yang dulu berbeda dengan Sang Sin yang sekarang.
Sang Sin yang dulu bisa diajak berunding, sedangkan
Sang Sin yang sekarang kelihatannya tidak bisa diajak
kompromi. Karena itu dia juga harus sedikit merubah
taktik. "Sang Toako, denganmu." aku beruntung bisa berpapasan Sang Sin baru pertama kali ini mendengar dia memanggil
dirinya "Toako"
Kali ini yang pertama kali juga dia melihat kegenitan di
sinar mata Liauw Swat-keng.
"Swat-keng moi-moi, kau harus ikut aku pergi."
"Apakah aku benar-benar harus ikut denganmu?"
"Ya!" "Apa tidak bisa ditunda?"
"Tidak bisa! Ini adalah perintah dari atasan."
"Jika kita bisa pergi berduaan ke mana pun kita mau dan
tidak peduli pada perintahnya, apa yang bisa
diperbuatnya?" "Kau!" "Apa kau bukan seorang lelaki sejati?"
"Memangnya harus bagaimana baru bisa di sebut lelaki
sejati?" "Lelaki sejati itu harus seorang yang punya semangat dan
berani." Sang Sin memandangi Liauw Swat-keng sambil
menimbang-nimbang, tentu saja dia bukan orang bodoh
hanya saja pintu mata hatinya benar-benar tertutup.
Dia harus menilik-nilik dulu apakah gadis ini benarbenar tertarik padanya atau
tidak" Dia juga harus menilik lagi apakah dirinya ini seorang
pemberani atau pengecut"
Liauw Swat-keng sudah mengeluarkan semua tipu
muslihat yang bisa dia buat dan dia berani sampai sejauh ini
karena tahu Sang Sin selalu merasa dirinya adalah seorang
pemberani. Hanya saja dia pun harus ekstra hati-hati. Lalu dia
berkata lagi: "Apakah kau pikir aku tidak mau pergi dengan mu?"
"Kalau begitu apakah kau
menyerahkan semuanya padaku?"
benar-benar akan "Lalu aku harus bagaimana agar kau percaya?"
Sang Sin takut Liauw Swat-keng jadi salah paham, buruburu berkata:
"Maksudku, lebih baik kita menjadi suami istri yang
sesungguhnya dulu." "Suami istri ya suami istri, mana ada yang tidak
sungguh-sungguh?" "Maksudku ....... maksudku......." Sang Sin berkata
terbata-bata. Ada kata yang sukar untuk diucapkannya pada Liauw
Swa t-keng. Tidak disangka Liauw Swat-keng mengerti apa yang
dimaksudnya. "Maksudmu melakukan hubungan suami istri?" . Wajah
Sang Sin terlihat bersemu merah.
"Tidak perlu jauh-jauh, kita hanya perlu mencari
penginapan terdekat dan menyewa sebuah kamar saja."
Sang Sin berkata: "Baiklah ...baiklah....., semuanya terserah padamu.
Pokoknya kita tidak akan menuruti perintah atasan dan
juga tidak akan kembali ke rumah orang tuamu."
"Itu tentu saja."
Liauw Swat-keng berkata lagi:
"Bahkan kita berdua tidak akan berpisah selamanya, jika
ada orang yang hendak berbuat jahat pada kita, kau harus
mati-matian melindungiku."
"Tentu." "Tetapi kau harus bersikap baik pada teman-temanku
juga." "Terserah padamu. Aku akan menuruti semua katakatamu."
"Kalau begitu, ayo kita pergi!"
Hari ini bagi Sang Sin merupakan hari yang paling indah
dan paling membahagiakan di dalam hidupnya.
Dia merasa langit lebih biru dibandingkan hari-hari
sebelumnya dan matahari lebih besar dibanding-kan
sebelumnya. Bahkan segala sesuatu dari segala penjuru serasa lebih
indah dan berwarna dibanding sebelum-nya.
Tiba-tiba dia berkata: "Apakah menurutmu kita harus membuat sepasang baju
pengantin?" "Untuk apa repot-repot" Lagi pula toh nantinya bakal
rusak juga." Mereka sampai di sebuah penginapan dan memesan arak
serta hidangannya. "Hal lain bisa diganti atau dipermudah," kata Liauw
Swat-keng, "Tetapi arak pengantin tetap tidak boleh tidak
diminum." "Swat-keng, tidak disangka kau mengerti akan hal-hal
seperti ini." "Bagaimana pun juga ini adalah hal terbesar dalam hidup
seseorang kan" Ayo, kita bersulang!"
Sang Sin langsung meminumnya dalam sekali teguk.
Mereka berdua minum sampai tiga cangkir.
Pengantin lelakinya yang terlihat paling tidak sabar
memikirkan hal yang akan terjadi selanjutnya.
Sang Sin sangat percaya bahwa dirinya adalah orang
yang sangat berani. Bahkan beberapa tahun belakangan ini, ter-nyata dia
sama sekali tidak salah menilai bahwa Liauw Swat-keng
jatuh cinta padanya. Perempuan adalah mahluk yang aneh, meng-apa
perasaan cinta yang begitu besar malah disimpan di dasar
hati yang paling dalam. Liauw Swat-keng membuka pakaian luarnya dan naik ke
atas tempat tidur terlebih dahulu.
Baru pertama kali seumur hidupnya Sang Sin merasa
tempat tidur adalah benda yang begitu teramat manis.
Dia sama sekali tidak pernah menyadarinya.
Liauw Swat-keng yang berada di atas tempat tidur
memandangi Sang Sin. Di saat seperti ini Sang Sin seharusnya meneteskan air
liur. Tapi dia malah terbengong-bengong.
"Sang Sin......." Suara desahan Liauw Swat-keng laksana
tali yang bisa menarik segala sesuatu untuk mendekat.
Sang Sin sama sekali tidak bersuara.
Desakan hasrat yang sebelumnya menggebu-gebu tibatiba menghilang.
Sang Sin justru sedang berpikir mengapa bisa begitu"
Kata orang jika terlalu bernafsu memang kadang bisa
seperti itu. Di depan pengantin perempuan, hal apa pun bisa terjadi,
hanya ini yang tidak boleh terjadi.
Tidak mampu adalah aib bagi seorang laki-laki.
"Sang Sin.....kau kenapa?"
"Aku .... Aku benar-benar minta maaf! Tidak tahu
mengapa, aku tiba-tiba......tiba-tiba......"
Wajah hijau Sang Sin tiba-tiba benar-benar sama seperti
seperti warna rumput liar.
Dia mengerang. Dia benar-benar kesal dan juga benci dirinya yang
tidakberguna. "Sang Sin, apakah kau hendak mengingkari janji?"
"Bukan Swat-keng, tiba-tiba aku sudah tidak ingin lagi."
"Tidak ingin" Kau ingin menelantarkan aku?"
"Tidak ...tidak bagaimana mungkin" Hanya saja tiba-tiba
aku kehilangan hasrat lelakiku. Swat-keng, ku mohon
maafkan aku." "Bagaimana mungkin ada kejadian seperti itu?"
"Aku sendiri tidak tahu, mungkin karena terlalu tegang."
"Apa bisa diobati?"
"Tentu saja bisa! Mungkin besok sudah tidak apa-apa."
"Huh! Kau benar-benar mengecewakan! Tapi aku ini tipe
orang yang menepati janji. Aku akan menunggu selama 3
bulan." "3 bulan" bagus sekali!" Sang Sin berkata dengan penuh
percaya diri, "Sebenarnya tidak perlu 3 bulan, 3-5 hari saja sudah
cukup." Malam yang tenang. Hembusan angin malam yang
lembut. Sinar lentera membayang di atas permukaan air
yang tenang. Hembusan angin membawa harum semerbak bunga.
Terlihat ada tiga orang sedang duduk di atas kursi.
Raut wajah Lim Leng-ji sangat datar.
Pada Wajah Wie Kai pun tidak terlihat senyuman.
Tapi Loo Cong bersikap di luar kebiasaannya, dia malah
terus menampakkan senyuman.
Dia sebenarnya sedang berusaha untuk mencair kan
suasana. Walaupun raut wajah Lim Leng-ji
memancarkan keadaan yang sangat dingin.
datar tapi "Wie Kai, kau bersulanglah dengan Leng-ji."
Wie Kai mengangkat cangkirnya, menggerakan nya
sebentar lalu menegaknya sekali teguk.
Loo Cong menuangkan arak untuk Wie Kai lalu
berpaling dan berkata: "Leng-ji, giliranmu."
Lim Leng-ji melakukan hal yang sama dengan Wie Kai.
"Bagus... .bagus...! Ini baru benar."
Loo Cong juga menuangkan arak pada Lim Leng-ji, lalu
berkata: "Kita bertiga boleh dikatakan teman sejak kecil. Di masa
yang akan datang jika ada kesalahpahaman, demi
hubungan persahabatan kita yang sudah lama ini, janganlah
membuat masalah kecil menjadi besar."
Wie Kai berkata:

Pisau Kekasih Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Setiap kali mengingat permainan pengantinan, aku jadi marah lagi."
pengantin- "Pengantin-pengantinan dan pengantin sebenar nya kan
tidak sama," kata Loo Cong
Lim Leng-ji mendelik padanya baru mengalihkan
pandangannya pada Wie Kai.
Pandangan itu mengandung banyak pertanyaan,
Hanya saja Wie Kai tidak memperhatikannya.
Loo Cong mendesah dan berkata.
"Aku sendiri tidak mengerti mengapa waktu itu aku
harus selalu menjadi pengantin lelakinya."
"Biar Leng-ji yang menjawabnya." Kata Wie Kai.
Lim Leng-ji mengelus-elus alisnya sambil tertawa
berkata: "Karena Wie Kai sering memukulku sedangkan Loo
Cong belum pernah sekali pun."
"Apa benar dia tidak pernah sekali pun memukulmu?"
Kata Wie Kai. Lim Leng-ji menggeieng-gelengkan kepalanya sambil
berkata: "Kan sudah kubilang belum pernah."
"Aku ingat pernah satu kali."
Loo Cong heran. Lim Leng-ji mengangkat alisnya.
Wie Kai berkata lagi: "Pernah satu kali. Kau tidak sengaja telah menjatuhkan
orang-orangan dari salju yang dibuatnya dan dia memukul
kepalamu sekali." "Apa benar ada kejadian seperti itu?" kata Lim Leng-ji.
Pertanyaan ini ditujukannya pada Loo Cong.
Loo Cong menggosok-gosokkan kedua lengannya sambil
berkata: "Sepertinya memang ada kejadian seperti itu. Kalau
begitu ingatanmu boleh dibilang tidak jelek."
"Lihat aku, ingatanku makin lama makin parah," kata
Ling Leng-ji. "Kau jadi pengantin laki-laki adalah tindakan yang
sewenang-wenang, apakah Leng-ji memang betul-betul
bersedia?" Kata Wie Kai.
Lim Leng-ji jawabannya. memandangi Loo Cong menunggu "Jadi kau selama ini mencari gara-gara dengan-ku karena
tidak setuju kalau aku yang selalu berperan menjadi
pengantin laki-lakinya....?" Kata Loo Cong.
Loo Cong ada urusan, jadi dia pergi terlebih dahulu.
Lim Leng-ji sepertinya tidak ingin cepat-cepat beranjak
dari tempat duduknya, malah berkata:
"Apa kau mau minum beberapa cangkir arak lagi
denganku?" "Mengapa?" "Anggap saja demi diriku."
"Jika untuk dirimu, aku bersedia melakukan apa pun,"
Kata Wie Kai. Lim Leng-ji mengambil teko arak dan menuangkannya,
lalu berkata: "Benarkah?" "Benar." "Apapun?" "Tentu." Lim Leng-ji berkata lagi:
"Walaupun demi membela Liauw Kouwnio, aku jadi
berselisih paham denganmu, untuk itu aku sudah
seharusnya meminta maaf padamu."
Wie Kai berkata dengan heran:
"Entah sudah berapa lama aku tidak pernah mendengar
kata-kata seperti ini."
"Ayo, bersulang!"
Setelah meneguk araknya, Wie Kai menuang-kan arak
bagi Lim Leng-ji lalu berkata:
"Sebelum ini aku berpikir kau tidak akan memperdulikan
aku lagi selamanya."
"Bagaimana mungkin" Kita sudah bersahabat sekian
lama." "Leng-ji, sikapmu agak lain dengan sebelum-nya."
"Apakah benar tidak sama?"
"Aku hanya bilang agak."
"Malam ini kau juga sama."
"Aku?" "Waktu itu kau sangat berapi-api, aku kira kau tidak
akan menginjakkan kakimu di tempat ini lagi "
"Memang, jika Loo Cong tidak menarikku kemari, aku
tidak akan datang." "Apa kau tahu, supaya aku setuju kau datang ke tempat
ini, Loo Cong sampai menumpang makan di sini selama
tiga hari?" Wie Kai terkejut setengah mati.
Malam semakin larut. Suasana di antara air dan pepohonan semakin senyap.
Kedua orang itu masih terus saling bersulang arak.
Entah sejak kapan, dia sendiri tidak menyadarinya kalau
kursi yang diduduki oleh Lim Leng-ji semakin dekat jarak
dengan dirinya. Dia hanya sadar kalau tawa Lim Leng-ji terasa semakin
dekat dan indah di telinganya.
"Siau-kai, seberapa jauh yang masih kau ingat tentang
masa lalu kita?" "Hanya masa-masa tertentu yang aku masih kurang jelas
mengingatnya." "Yang mana?" "Kalau aku katakan, kau janji tidak akan marah?"
"Malam ini, apa pun yang kau katakan tidak akan
membuatku marah." "Benarkah, hal apa pun yang kukatakan tidak akan
membuatmu marah?" "Tidak akan." "Betul semua hal?"
"Betul, aku berkata sungguh-sungguh, tidak akan
ingkar." Wie Kai menatap raut wajahnya sejenak:
"Aku samar-samar ingat, rasanya sebelum ini aku bukan
hanya bebas memeluk dan mendekapmu, kita juga telah
melakukan semua hal yang seharusnya dilakukan oleh
suami istri!" Wie Kai menyangka tentu dia akan marah besar, atau
setidaknya sedikit. Tetapi yang terjadi malah sebaliknya, dia malah tertawa
keras. Tidak tahu apakah dikarenakan arak ataukah hari ini
suasana hatinya sedang gembira"
Ataukah karena perbuatan Loo Cong yang telah
menumpang makan di sini selama 3 hari sehingga merubah
suasana hatinya" "Kau ternyata benar-benar tidak marah."
"Bukankah aku sudah janji sebelumnya?"
"Kau benar-benar berbesar hati pada apa yang telah
kaujanjikan." "Ah, tidak juga. Aku orang yang tidak akan mengingkari
apa yang telah kujanjikan."
"Nah, sekarang apa pendapatmu tentang ingatanku ini?"
Dia hanya tersenyum tapi tidak menjawab,
"Kau pasti menganggapnya hanya omong kosong belaka,
bukan?" Lim Leng-ji menggelengkan kepala:
"Aku hanya bisa berkata kalau ingatanmu itu tidak
bagus. Tidak bagus" "Ya. Contohnya kalau aku bertanya padamu tentang
sesuatu yang kau tahu tapi kau sendiri belum tentu tahu."
"Coba saja kau tanyakan."
Lim Leng-ji berpikir sejenak, lalu berkata:
"Dulu kau pernah menyinggung padaku tentang buku
silat Pit-kiau-tay-hoat (Ilmu menutup pikiran) dan Kai-kiautay-hoat (Ilmu
membuka pikiran), kau masih ingat?"
Wie Kai menggeleng-gelengkan kepalanya: "Sedikit pun
tidak ingat?" "Aku hanya pernah mendengar perkataan orang tentang
buku silat aneh ini, tapi tidak pernah melihatnya."
"Dulu kau berkata keluarga kalian memiliki buku silat
tentang Pit-kiau-tay-hoat dan Kai-kiau-tay-hoat tetapi tidak
tahu ada di mana." "Apa benar aku pernah mengatakannya?"
"Kalau bukan kau, memangnya aku ber-mimpi?"
Wie Kai mengurut-urut jidatnya sambil berkata:
"Leng-ji, maafkan aku, sepertinya otakku ini benar-benar
tidak berguna." Senyum Lim Leng-ji sangat manis, hanya sayang,
senyum itu tidak sampai di matanya.
Wie Kai keluar dari rumah keluarga Lim. Angin malam
yang dingin membuat mabuknya agak menghilang sedikit.
Malam ini dia lagi-lagi telah mengecewakan.
Harapan Lim Leng-ji adalah harapannya juga, hanya
saja malam ini dia merasa Lim Leng-ji telah berubah
banyak. Di saat seperti ini di jalan tidak ada seorang pun, bahkan
seekor anjing pun tidak ada.
Bulan pun mulai tenggelam di sebelah barat.
Inilah waktunya manusia untuk tidur.
Inilah waktunya hantu bermunculan.
Apakah di dunia ini benar-benar ada hantu"
Jika tidak mengapa Wie Kai tidak mendengar suara apa
pun padahal ada sesuatu yang berdiri di belakangnya,
sesuatu yang berbadan tetapi tidak berkepala.
Tidak, ada lengan dan kaki, ada setengah leher tetapi
tidak berkepala, bagaimana mungkin yang begitu bisa
disebut orang" Ini pasti hantu. Wie Kai adalah seorang pemberani, tetapi tetap saja kali
ini dia berkeringat dingin dan mundur dengan cepat
Wie Kai mundur dengan cepat.
Tetapi pada akhirnya jaraknya tetap tidak berubah,
dengan hantu tanpa kepala itu hanya berkisar dua langkah
saja. Kalau ini bukan hantu lalu apa"
Wie Kai semakin tersadar dari mabuknya lalu bertanya:
"Siapa kau" Aku tidak percaya di dunia ini ada hantu!"
Ilmu silat Wie Kai boleh dikata sudah termasuk tingkat
tinggi. Ini memang jurus andalannya. Setiap kali dia
mengeluarkan jurus ini, ujung mata pisau berembun seperti
es. Sebenarnya seberapa cepat pisaunya"
Begitu pisau ini berembun pasti langsung bertemu
kepala. Hantu itu sambil melangkah mundur, tiba-tiba dari
lengan jubah hitamnya keluar sebuah tangan yang pucat
dan di tangan itu menggenggam senjata yang berbentuk
seperti papan loh yang panjangnya + 17 cm.
Tring. Keduanya seketika langsung terdorong mundur
beberapa langkah. Begitu Wie Kai mendekat, hantu itu malah mundur.
Bagaimana pun juga jarak antara mereka berdua tetap
saja dua langkah. Jarak mereka berdua terus menerus hanya berbeda dua
langkah saja, benar-benar menjengkelkan.
Wie Kai tidak percaya ada kecepatan seperti itu di dunia
ini. Cian-thauw-siau-kai bukanlah julukan semba-rangan dan
dia tidak mungkin mempermalukan dirinya lebih jauh lagi.
Dia mengeluarkan dipergunakannya. pisau Dia sangat percaya menggunakan pisau ini. akan yang telah lama kemampuannya tidak dalam Karena pisau ini jarang sekali dipakainya dan selama ini
pisaunya tidak pernah sekali pun mengecewakan dirinya.
Siapa orang ini sebenarnya"
Siapa gerangan dia yang bisa menahan serang an
pisaunya" Dia tentu saja tidak percaya kalau lawannya itu adalah
hantu. Orang itu hanya menyembunyikan mukanya di dalam
jubah dan setengah leher yang dikeluarkannya hanyalah
palsu belaka. Hal ini tidak bisa menipu mata Wie Kai.
Tetapi yang membuatnya penasaran, pesilat mana di
dunia persilatan yang menggunakan senja ta seperti itu"
Siapa yang memiliki ilmu silat setinggi itu"
Siapa yang memiliki tenaga dalam sehebat itu"
Siapa yang memiliki ilmu meringankan tubuh dan gerak
cepat yang sehebat itu"
Mengenai ilmu meringankan tubuh dan gerak cepat,
sepertinya ilmu orang ini jauh di atasnya.
Dia rasa hanya orang dari komplotan penculik bayi yang
bisa. Karena komplotan penculik bayi itulah yang mencuri


Pisau Kekasih Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

buku silat Pit-kiau-tay-hoat dan Kai-kiau-tay-hoatitu.
Tetapi malam ini Lim Leng-ji justru bertanya padanya
mengenai buku silat Pit-kiau-tay-hoat dan Kai-kiau-tayhoat.
Malah mengatakan keluarga Wie memiliki buku silat ini.
Kembali ke sebuah kamar kecil. Begitu masuk langsung
tahu bahwa di dalam ruangan ada seseorang. "Siapa?"
Ruangan itu gelap dan tidak bersuara.
"Bau orang hidup, tidak akan bisa mengelabuiku!"
Terdengar suara tertawa seorang perempuan dan
perempuan itu berkata: "Tidak disangka kemampuan 'pendengaran 1000 li' mu
masih ada, hebat.... hebat....!"
"Kau lah yang kemampuan ini." hebat karena bisa mengetahui Tiba-tiba ruangan itu disinari oleh sinar lentera dan
Liauw Swat-keng terlihat duduk di atas ranjang-nya.
Di atas meja terdapat sekendi arak dan sebung-kus
hidangan yang baunya benar-benar meng-undang selera.
"Nona, apakah ranjangku juga tidak akan kau lewatkan?"
Saat seperti ini, dia tidak akan segan mengganggapnya
sebagai Lim Leng-ji. "Terserah apa pendapatmu, pokoknya malam ini aku
mau tidur di sini." "Tanpa tedeng aling-aling, kau tiba-tiba memarahi orang
lalu kabur begitu saja!"
"Wie Kai, aku tahu kau pergi ke rumah keluarga Lim."
"Ternyata kau tahu banyak juga."
"Aku kan hanya mengkhawatirkanmu!"
"Terima kasih banyak! Nah, sekarang silahkan keluar!"
"Pulang-pulang langsung mengusir tamu!"
"Bukankah kau mengkhawatirkan aku" Aku sudah
semalaman tidak tidur dan sekarang aku hendak tidur
dengan tenang." "Kau sedikit pun tidak khawatir padaku."
"Ada orang tua yang menjagamu, untuk apa kita repotrepot memikirkan dirimu?"
"Tetapi kau jelas-jelas tahu kalau mereka hendak
membunuhku." "Bukankah sudah ada Sang Sin yang menjagamu?"
"Bagaimana kau bisa tahu?"
"Apakah segala sesuatu yang aku ketahui harus
kulaporkan padamu?" "Apa lagi yang kau ketahui?"
Wie Kai tertawa lalu berkata:
"Kau membuat Sang Sin pusing tujuh keliling. Apa kau
tidak tahu ada pepatah mengatakan Ban-jin-sang-ti, Ban-busang-ci?"
(Mempermainkan orang kehilangan akhlak,
mempermainkan binatang/benda kehilangan cita-cita).
Liauw Swat-keng terdiam seribu bahasa.
Tidak lama kemudian, Liauw Swat-keng berkata dengan
wajahnya yang menjadi merah:
"Apa lagi yang kau ketahui?"
"Seorang pendekar yang gagah seperti naga dan lincah
seperti harimau, sekarang malah seperti kerbau yang
dicocok hidungnya, menjadi orang yang lemah dan tidak
berguna!" kata Wie Kai.
Wajah Liauw Swat-keng semakin memerah.
Walaupun dia berkelit tetapi sudah jelas dia bersikap
tidak jauh berbeda dengan seorang wanita penghibur.
Dia mendelik padanya: "Siau-kai brengsek! Siau-kai sialan! Kau seenak-nya saja
mengusik rahasia pribadi orang lain lalu kau ingin aku
meminta maaf." "Aku hanya mengambil kesempatan saja, bagitu melihat
si bodoh kau rajai seperti itu, malahan berpikir kalau dia
mungkin kelewat gugup."
"Ah, sudahlah! Siau-kai kita minum arak saja!"
"Nyonya, aku mana berani minum arakmu?"
"Kenapa, memangnya beracun?"
"Racun sih pastinya tidak ada, tapi takutnya sudah
dibubuhi obat entah apa dan nanti membuatku sama seperti
Sang Sin." "Siau-kai brengsek! Siau-kai sialan! Bagaimana mungkin
aku berbuat seperti itu padamu?"
"Kenapa tidak mungkin?"
"Tidak akan, aku kan......" Baru setengah bicara,
mukanya sudah merah padam.
"Tapi aku percaya sebaliknya. Silahkan keluar! Aku mau
istirahat!" "Aku tidak bisa pergi."
"Mengapa?" "Apa kau tidak lihat di luar sana ada orang yang
mengawasi?" Wie Kai tertawa lalu berkata:
"Itulah Sang Sin. Kau pernah berjanji padanya begitu
kemampuannya kembali pulih, kau akan membiarkan dia
memuaskan keinginannya. Tetapi jika tidak bisa lepas dari
pengaruhmu, bagaimana dia bisa pulih?"
Liauw Swat-keng bagaikan disiram air dingin.
Lalu berteriak: "Siau-kai sialan! Kau tahu segala hal."
Wie Kai berkata lagi: "Karena itu dia rela mati demi kau. Kemana pun kau
pergi dia akan mengikutimu, benar-benar bagaikan buah
delima di bawah rok." (sama halnya diperbudak).
Liauw Swat-keng menghela nafasnya, berkata:
"Siau-kai, kau sendiri tahu walaupun dia setia padaku,
jika ayah dan ibuku ingin membunuhnya, dia juga tidak
mungkin bisa lolos."
"Memang." "Jika dia mati dan aku ditangkap oleh mereka, kau pasti
tahu apa yang bakal terjadi nanti."
Wie Kai tidak mengeluarkan suara sedikitpun.
"Kenapa diam saja" Bukankah kau yang menyuruhku
jangan pulang" Bukankah kau yang mengatakan sang
majikan menyuruh ayah dan ibuku untuk membunuhku?"
"Apa yang hendak kau lakukan?" Kata Wie Kai.
"Ikut denganmu jauh lebih aman daripada ikut dengan
Sang Sin." Wie Kai duduk di sisi lain ranjang dan berkata:
"Jika kukatakan bahwa kau adalah anak dari Lim Puthoan, apa kau percaya?"
"Percaya." "Kalau begitu mengapa sewaktu di tempat Lim Leng-ji
kau malah menyulitkan aku?"
Dia hanya menjawab. meremas-remas tangannya tapi tidak "Jika kau tidak memberitahukan alasannya, maka aku
tidak akan menerimamu di sini."
Liauw Swat-keng terlihat masih ragu-ragu:
"Ai ya, walaupun tidak kukatakan seharusnya kau juga
sudah tahu." "Aku tahu apa?"
"Aku kan hanya takut kau terpikat dengan Lim Leng-ji,
karena itu sengaja kurusak namamu."
Wie Kai diam terpaku, dia benar-benar terkejut.
"Siau-kai, apa kau masih marah padaku?"
Wie kai tidak bisa berkata-kata.
Walaupun wajahnya sangat mirip dengan Lim Leng-ji,
tetapi tetap saja dia bukan Lim Leng-ji.
Di hatinya hanya ada satu, Lim Leng-ji, tidak boleh ada
yang kedua, terlebih lagi tidak mungkin ada yang kedua.
Tetapi gadis ini masih bisa dimanfaatkan.
Tentu saja memanfaatkan seorang gadis sama sekali
tidak dibenarkan, tetapi Wie Kai merasa apa yang akan
dikerjakan oleh gadis ini ada hubungannya dengan urusan
keluarga Lim. Lagi pula sebagai keturunan keluarga Lim,
mungkin dia sudah seharus-nya berbuat sesuatu demi suami
istri Lim Put-hoan. "Siau-kai, sebelum aku pergi kau tidak boleh tidur."
Tiba-tiba dari luar jendela terdengar suara orang yang
berbicara dengan suara kecil:
"Cian-thauw-siau-kai, Liauw Swat-keng adalah milikku,
kau tidak boleh menyentuhnya!"
"Sang Sin, memangnya kau anggap apa aku ini?" kata
Wie Kai "Sang Sin!" "Ada apa Swat-keng?"
"Jika aku mengatakan suatu rahasia kepadamu, kau
bakal percaya tidak?" Kata Wie Kai.
"Percaya!" "Bersediakah kau membantu keluarga Lim?"
"Tentu saja bersedia."
"Kalau begitu segeralah kau ikut pulang dengan Sang
Sin, nanti katakan bahwa kau pulang atas keinginan sendiri,
suami istri Liauw In pasti akan mengampunimu, lalu
mencari tahu tentang rahasia kalian."
"Tidak, aku tidak mau pulang."
"Mengapa" Apakah kau tidak mau berkorban demi
kedua orang tuamu?" "Kau hanya ingin menghindar dari diriku saja."
"Jika aku hendak menghindar darimu bukanlah perkara
yang sulit, sebenarnya kau mau atau tidak?"
"Jika aku dibunuh bagaimana?"
"Tidak akan, majikan itu memberikan waktu setengah
bulan. Jika kau kembali sekarang itu belum lewat waktu
setengah bulan, tetapi lebih cepat lebih baik."
Liauw Swat-keng mengejap-ngejapkan matanya dan
berkata: "Kapan aku bisa bertemu denganmu lagi?"
"Kau dengarkan aku, lain kali kau tidak boleh mencuri
dengar saat aku berbicara dengan temanku, jika tidak
hubungan kita langsung putus!"
"Swat-keng, lain kali tidak akan."
"Pergilah!" "Baik!" "Tidak akan terlalu lama." Wie Kai berkata, "Kasus Lim
Hujin sepertinya bisa selesai dalam waktu setengah tahun
ini, setelah itu kita bisa bertemu lagi."
"Kau sungguh-sungguh merasa kalau aku tidak akan
dibunuh oleh sang majikan itu?"
"Tidak akan." "Bagaimana kau tahu?"
"Firasatku mengatakan demikian. Pertama, orang tuamu
pasti akan membelamu dan Sang Sin akan melindungimu
sekuat tenaga bahkan akan bertaruh nyawa bagimu."
"Bukankah kau pernah berkata bahwa Liauw In dan Cia
Peng bukan orang tuaku yang sebenarnya?"
"Benar, tetapi mereka lah yang telah membesarkanmu,
layaknya menanam pohon buah-buahan."
"Menanam pohon buah-buahan?"
"Kau memang layaknya bibit buah-buahan yang telah
mereka pelihara hingga besar sampai meng-hasilkan buah,
bagaimana mungkin mereka mem-buangmu begitu saja?"
"Kalau tidak dibuang lalu bagaimana" Tidak mungkin
dibiarkan begitu saja ada dua orang gadis pada saat yang
sama mengambil haknya atas harta keluarga Lim?"
"Ada lima orang pun tidak jadi masalah, hanya saja sang
majikan itu tidak menghendaki begitu banyak."
"Dia hanya mau satu?"
"Benar." "Siau-kai, aku memutuskan untuk mengikutimu"
"Tetapi kau harus ingat, pulang nanti kau harus tutup
mulut, mereka tidak boleh tahu kalau kau dan Sang Sin
sudah tahu tentang hal ini. Satu hal lagi, setiap tanggal 1 &
15 tiap bulannya pada tengah malam, aku akan
menunggumu dijalan belakang rumahmu."
"Aku mengerti, aku juga akan menyuruh Sang Sin untuk
berha ti-hati." Di malam yang hujan dan berangin.
Dua orang teman baik berpapasan, benar-benar bagaikan
angin hujan yang menyulitkan mendatangkan kesengsaraan
bagi orang. Yang seorang adalah Sang Sin dan yang seorang lagi
adalah Hong Kie. Hanya saja, sepasang teman ini bertemu
berpamitan, bukan untuk menyambut kedatangan.
untuk Hong Kie berkata: "Apakah kau memang harus kembali?"
"Jelas-jelas kau tahu aku tidak bisa tidak harus kembali,"
Kata Sang Sin Hong Kie berbisik
"Apakah atasanmu tahu tentang hubungan kita berdua?"
"Sepertinya tidak tahu."
"Bahwa kita berasal dari satu perguruan yang sama,
jangan sampai Liauw Swat-keng mengetahui-nya."
"Jika suatu hari nanti dia telah menjadi istriku pun tetap
tidak boleh tahu?" "Tidak boleh." "Tidak boleh" Apakah tidak boleh mengatakan padanya
atau dia tidak boleh menjadi istriku?"
Kata Hong Kie: "Suheng, untuk apa kau berbuat sejauh ini?" Sang Sin
menggeleng-gelengkan kepalanya: "Sute, kau tidak tahu,
aku tidak bisa hidup tanpa dirinya dan lagi kedua orang
tuanya telah ber-janji padaku."
Hong Kie mengangkat kedua tangannya. Sang Sin
berkata lagi: "Kau selalu lebih pintar dariku dalam segala hal, apa kau
punya pandangan sendiri tentang hal ini?"
Hong Kie bertanya tanpa tedeng aling-aling:
"Suheng, siapa sebenarnya suami istri Liauw In?"
"Dulu mereka berdua adalah pembunuh."
"Pembunuh adalah bentuk suatu pekerjaan juga, tetapi


Pisau Kekasih Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

justru banyak orang yang memalsukan jati diri mereka."
"Maksudmu mereka berdua memalsukan jati diri mereka
sebenarnya?" "Tentu saja," Hong Kie berkata lagi, "Bertahun-tahun
yang lalu Liauw In adalah salah satu kekasih simpanan dari
Lim Hujin, Cia Peng adalah seorang bidan yang tidak
berperasaan. Kau masih percaya pada orang seperti
mereka?" "Mereka memperlakukanku dengan baik."
"Tentu saja mereka baik padamu sebab mereka ingin
memanfaatkanmu." "Jadi mereka berbohong saat
memberikan Swat-keng padaku?"
mengatakan akan "Jika mereka benar ingin memberikan Swat-keng
padamu, mengapa waktu Lim Hujin melahirkan anak
kembar mereka hanya membawa satu dan meninggalkan
yang satu lagi?" Ini adalah kenyataan yang sangat mudah.
Setiap orang pasti akan lansung bisa dengan mudah
menebaknya. Sekarang mata Sang Sin baru terbuka.
Dia berkata lagi dengan suara pelan:
"Lalu tentang masalah Swat-keng yang suka padaku,
bagaimana menurutmu?"
Hong Kie menggeleng-gelengkan kepala:
"Suheng, apakah kau pikir dia itu benar-benar ingin
menikah denganmu?" Sang Sin langsung pucat pasi.
Sang Sin sepertinya naik darah, karena itu Hong Kie
menepuk-nepuk punggung belakangnya. "Mau apa?"
"Suheng, suatu saat nanti kau pun pasti akan beristri dan
beranak bukan?" "Memangnya aku ini keturunan keledai, bodoh seumur
hidup?" "Bagus, jika kau juga mempunyai seorang putri sama
seperti Liauw Swat-keng, apakah kau juga akan
membiarkan menikah dengan orang seperti kita ini?"
Sang Sin sudah tahu sejak dulu bahwa dia bukanlah
seorang pria idaman para wani ta.
"Suheng, bagaimana kalau begini saja. Jika kau adalah
Liauw Swat-keng, apakah kau akan mau menikah dengan
orang seperti kita ini?"
Lagi-lagi raut wajah Sang Sin berubah lagi dari1
kehijauan menjadi kemerahan, lalu berkata dengan marah:
"Dia tidak seharusnya mau dengan ku!" Hong Kie
berkata: "Suheng, sebagai seorang perempuan, yang menjadi
musuh utama mereka adalah laki-laki."
"Laki-laki?" "Benar! Walaupun mereka setiap saat selalu mencari
laki-laki yang sesuai dengan keinginan mereka, justru selalu
saja merasa tidak ada yang cocok, selalu saja melukai lakilaki pilihan mereka."
"Ng!" "Tapi laki-laki justru berbeda dengan perempuan, jika
seorang laki-laki selesai bermain dengan seorang
perempuan, laki-laki tetap saja laki-laki, sedikit pun tidak
berubah. Sama seperti sebuah bola, dipukul bagaimana pun
tetap saja bola, tetap saja bundar."
Sang Sin mendelikkah matanya memandangi Hong Kie.
Selama ini dia tidak pernah merasa kalau Hong Kie tahu
lebih banyak dari dirinya.
Bahkan selama ini dia selalu merasa Hong Kie adalah
orang yang tidak punya prinsip sama sekali.
Tetapi sekarang jika dilihat, kemungkinan Hong Kie
lebih mengerti banyak hal dibandingkan dirinya.
Hong Kie lagi-lagi berkata:
"Perempuan jelas berbeda, sekali dia telah berhubungan
badan dengan seorang laki-laki, parasnya mulai
berubah,.garis pinggangnya berubah menjadi lebar,
perutnya juga jadi membesar, semuanya pasti berubah."
"Hong Kie, kau kedengarannya seperti bersimpati pada
Swat-keng," kata Sang Sin.
"Pokoknya jika kau mempertimbangkan kepen-tingan
orang lain tentu saja harus mengandaikan diri sendiri seperti
orang itu." "Tetapi dia tidak mungkin menggunakan tipuan, ini
karena aku terlalu kaget. Malah sempat terpikir bakal jadi
orang cacat seumur hidup."
"Suheng, jika seorang laki-laki sudah berjodoh dengan
seorang perempuan, tidak ada alasan tidak bisa
melakukannya. Kadang kala demi melindungi kesucian
nya, seorang perempuan memang menggunakan ramuan
tertentu dan hal itu bisa dimaafkan."
Sang Sin agak sedikit tidak tenang.
Hong Kie mengepalkan tangannya:
"Suheng, semoga kau selamat di perjalanan."
"Aku benar-benar tidak terima," kata Sang Sin. Hong Kie
menepuk-nepuk punggung belakang Sang Sin sambil
berkata: "Suheng, semua orang belajar dari pengalaman, itu lah
alasannya mengapa Sute memilih perempuan seperti Hong
Ku." Sang Sin terdiam seribu bahasa.
Loo Cong mengundang Wie Kai untuk minum arak. ,
Pemuda yang gagah berani memang berbeda. Arak yang
mereka minum adalah arak Ning-nei-beng.
Hidangan yang mereka makan adalah hidang-an yang
paling ternama di restoran terkenal di kota Koh.
Loo Cong pernah berkata bahwa makan ber-sama
dengan seorang teman baik itu tidak boleh setengahsetengah.
"Bangunan kecil semalaman mendengar hujan musim
semi." Kata Wie Kai.
"Terowongan dalam dinasti Beng menjual bunga
apricot." Keduanya tertawa seketika.
Ini adalah sajak gabungan yang mereka buat ketika
masih kecil. Bangunan kecil semalaman mendengar hujan musim
semi ini menunjuk kepada Loo Cong.
Terowongan dalam Dinasti Beng menjual bunga apricot
ini menunjuk kepada Wie kai.
"Loo Cong, mengapa malam itu kau pergi lebih dulu?"
"Tidak ada apa-apa, hanya ada urusan sedikit."
"Tidak, kau sedang mengelak."
Loo Cong mengeluh: "Mungkin hanya karena bagian peran menjadi pengantin
laki-laki sewaktu kecil jumlahnya terlalu banyak."
"Lalu sekarang mau menuntut ganti rugi?"
Loo Cong terdiam seribu bahasa.
"Apakah kau tidak bisa melihat kalau Leng-ji sangat
memandang rendah diriku?" kata Wie Kai.
"Ini semua kan karena ulah nona itu."
"Walaupun memang nona itu yang pertama berulah,
menurut bagian dari ingatanku, Leng-ji juga sangat marah."
Loo Cong melambaikan tangannya berkata:
"Jangan ingat terlalu banyak!"
"Pada dasarnya aku memang tidak bisa meng-ingat
banyak." "Jika kau memang ada waktu luang, mengapa tidak
mencari Leng-ji untuk berbincang-bincang?"
Wie Kai tertawa lalu berkata:
"Rasa-rasanya Leng-ji sudah banyak berubah."
"Tidak sama?" Loo Cong sangat perhatian terhadap
ekspresi Wie Kai. "Ada sedikit, mungkin aku yang terlalu banyak
berkhayal." "Menurutmu di bagian mana dari dirinya yang berbeda?"
"Tidak kah kau perhatikan ada kalanya ingatan Leng-ji
juga tidak begitu baik?"
"Kalau itu aku tidak begitu memperhatikan."
"Perempuan.......Perempuan......."
"Benar, perempuan selalu tidak sepaham dengan lakilaki."
"Loo Cong, kau sudah boleh berkeluarga."
"Aku?" "Tentu saja kau. Umur, kemapanan, semuanya sudah
mantap, tentu saja harus berkeluarga." "Dengan siapa?"
Wie Kai tertawa senang sambil berkata: "Loo Cong,
memangnya kau tidak suka pada Leng-ji?"
"Bagaimana mungkin aku tidak suka?"
"Kalau begitu tunggu apa lagi?" Kata Wie Kai Loo Cong
tertawa pahit sambil berkata: "Apakah kau tidak dapat
melihat" Perasaannya sampai sekarang belum berubah
hanya ditujukan untuk satu orang."
"Belum berubah?"
Wie Kai menggelengkan kepalanya lalu berkata, "Kau
jangan membohongiku."
"Aku pernah bohong padamu?"
"Memang belum pernah." Wie Kai berkata lagi, "Tetapi
kau bilang perasaannya hanya ditujukan untuk seseorang,
siapa orangnya?" "Kau." "Loo Cong, kali ini kau salah."
"Ada kalanya aku memang ingin hal ini tidak benar."
"Kali ini kau berkata bohong, Leng-ji sangat memandang
rendah padaku sedangkan padamu dia sangat kagum,
bahkan anak umur 3 tahun pun bisa melihatnya."
"Salah!" Loo Cong berkata lagi,
menunjukkan sikap hormat padaku."
"Dia "Hanya sikap hormat" Tidak ada yang lain?"
"Tidak ada, sedikit pun tidak ada."
"Kau pikir aku akan percaya"'
"Kalau kau tidak percaya, aku bisa apa?"
"Kalau begitu siapa sebenarnya yang dia sukai?"
"Kau." Wie Kai tertawa terbahak-bahak.
hanya Wie Kai sangat menghormati Loo Cong, malahan
mungkin lebih dari Lim Leng-ji. Apa pun bisa mengalah.
Hanya untuk urusan perempuan saja yang tidak
mengalah. Loo Cong menunggu sampai tertawanya habis, lalu
berkata: "Kau tentu saja boleh tidak percaya."
"Bukan 'boleh tidak percaya', aku justru sama sekali tidak
percaya," Kata Wie Kai.
"Lalu bagaimana caranya agar kau bisa percaya?"
"Bukankah ini hal yang mudah?" Kata Wie Kai.
"Hal yang mudah justru hal yang tidak terpikirkan oleh
manusia." Kata Loo Cong.
"Memang benar."
Loo Cong berkata: "Apa kau bisa memberitahukan kepadaku?" Wie Kai
berkata: "Bukankah tingkat kegalakan dan ekspresi nyata Lim
Leng-ji adalah bukti yang terbaik?"
Loo Cong tertawa sambil mendesah, berkata: "Kau tidak
bisa membedakan dengan jelas antara benci dan suka."
"Aku?" "Apakah kau pikir hormat sama dengan cinta?"
"Paling tidak tutur bahasa
mencerminkan perasaan cinta."
yang dingin Loo Cong berkata dengan suara yang keras:
tidak "Jika kau tidak selalu membuatnya cemas dan gelisah,
bukankah lama kelamaan perasaannya akan terlukakarenamu?" "Kata-katamu menurut Budha ada benarnya juga."
"Padahal kau tidak percaya pada Budha sedikit pun."
Wie Kai menggelengkan kepalanya sambil tertawa.
Loo Cong menghabiskan araknya dengan sekali teguk.
Lalu dia berkata: "Aku ingin agar kau mengerti."
"Kau ingin aku mengerti apa?"
"Leng-ji jatuh cinta padamu."
Wie Kai lagi-lagi tertawa terbahak-bahak:
"Coba kau hitung, di tubuhku ini ada berapa banyak
sayap?" "Bicaramu jangan berputar-putar."
"Aku?" "Kau tidak sepolos itu, paling tidak terhadap teman lama
sepertiku, kau tidak cukup setia."
Wie Kai menepuk-nepuk dahinya sambil menyandarkan
kepalanya ke sandaran kursi di belakang nya, lalu berkata:
"Ai ya! Tuhanku, aku ternyata sudah menjadi orang
yang tidak setia." "Apa kau masih ingat kejadian malam itu?"
"Malam yang mana?"
"Malam di mana kau pergi duluan."
Wie Kai melamun sejenak lalu berkata:
"Memangnya kenapa?"
"Justru aku yang mau bertanya begitu!"
"Tidak kenapa-kenapa!" Kata Wie Kai.
Loo Cong menyipitkan matanya menatap Wie Kai
sambil berkata: "Sesudah kau minum arak, apa ada sesuatu yang
terjadi?" Wie Kai lagi-lagi melamun sejenak.
"Ada tidak" Kau tidak akan berbohong padaku kan?"
"Apa maksudmu waktu dia
mendekatiku itu?" Kata Wie Kai.
menarik

Pisau Kekasih Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kursinya "Ada hal seperti itu?"
"Apakah kejadian itu begitu penting?"
"Apakah ada hal lain yang terjadi?"
"Hanya... hanya bertanya beberapa pertanya-an, aku
sendiri sudah tidak ingat jelas lagi."
"Berapa banyak yang bisa kau ingat?"
Wie Kai memajukan kepalanya dan berkata:
"Coba kuingat-ingat dulu."
Loo Cong menuangkan anggur bagi dirinya sendiri dan
membiarkan Wie Kai berpikir.
Wie Kai tiba-tiba memukul meja dan berkata:
"Oh iya! Rasa-rasanya dia bertanya padaku mengenai
buku Pit-kiau-tay-hoat dan Kai-kiau-tay-hoat."
"Itu dia!" "Apa hubungannya hal ini dengan hal sebelumnya?"
"Apa kau pikir tidak ada hubungannya?"
Wie Kai menggangguk-anggukkan kepalanya.
Kata Loo Cong: "Jika antara kau dan dia tidak ada perasaan yang dalam,
apakah hal ini akan kau katakan pada-nya?" kata Loo Cong
Wie Kai terpana. Loo Cong berkata lagi: "Apakah kau pemah merasa dulu pemah ada sesuatu
yang tidak lumrah yang terjadi?"
"Ada." "Aku .... Aku rasa-rasanya sudah memeluk pinggangnya
yang ramping, tadinya aku kira dia bakal marah. Tetapi itu
benar-benar tidak disengaja!"
"Bagus!" Loo Cong berkata lagi, "Dan kau masih berkata
kalau dia tidak ada perasaan apa pun terhadapmu?"
"Jangan lupa! 80%-90% karena pengaruh dari arak."
"Memangnya kau pikir jumlah yang dia minum sama
dengan jumlah yang kau minum?"
"Memangnya dia lebih hebat dariku?"
"Lebih hebat dariku!" Kata Loo Cong.
Wie Kai lagi-lagi terpaku, sebab waktu dulu kekuatan
minum Loo Cong jauh lebih bagus daripada dirinya.
Loo Cong berkata: "Apakah kau tahu efek ajaib dari arak?"
"Dulu tahu sedikit, sekarang mungkin agak lebih
banyak." "Efek dari arak sangatlah besar, ada yang menggunakan
arak untuk perlindungan, sengaja memabukkan diri, lalu
melakukan sesuatu yang tidak akan bisa dilakukan sebelum
mabuk." "Maksudmu dia bermaksud sengaja mendekatiku pada
saat aku mabuk atau ingin agar aku dengan sendirinya
mendekatinya?" "Kenapa" Kau masih tidak percaya?"
Wie Kai masih saja menggelengkan kepalanya dan
berkata: "Hanya saja waktu itu dia agak berlebihan, tetapi itu
tidak mencerminkan apa pun!"
"Memangnya di keluargamu benar ada buku yang
namanya Tay-hoat apa itu?"
"Mana ada?" kata Wie Kai tertawa pahit.
"Mengapa harus merendahkan diri" Kang-aw-to-pik
(Guratan pisau dunia persilatan) adalah ilmu yang terkenal
di dunia persilatan, bahkan jauh lebih terkenal dari pada
ilmu keluarga Lauw."
Wie Kai berkata: "Aku tidak ingat siapa yang pernah memberitahukan
padaku sebelumnya mengenai buku silat Pit-kiau-tay-hoat
dan Kai-kiau-tay-hoat."
"Benarkah sedikit pun tidak ingat?"
"Apa kau pikir aku akan berbohong pada sobat lama?"
Loo Cong bersulang!" menatapnya lalu berkata: "Ayo kita "Benarkah kekuatan minum Lim Leng-ji lebih hebat
darimu?" Kata Wie Kai.
"Tentu, usia memang bisa merubah seseorang."
"Apakah menurutmu aku sudah berubah?"
Wie Kai berkata lagi: "Jika iya, mungkin hanya soal ingatan ini yang sudah
tidak seperti sebelumnya."
"Kau tahu aku tidak akan berbohong padamu."
"Bagaimana mungkin aku tidak tahu?"
^ "Tidak akan lama lagi aku akan memastikan sesuatu hal
agar kau puas." Kata Loo Cong.
"Sifatmu ini sudah membuatku puas."
Loo Cong menggelengkan kepalanya:
"Aku tidak merujuk saat ini."
"Lalu kapan?" "Mungkin tidak akan lama lagi' Lalu Loo Cong berkata
dengan penuh percaya diri, "Kau akan menjadi pengantin
laki-laki Lim Leng-ji yang sesungguhnya."
Wie Kai tertawa keras. Loo Cong membiarkannya tertawa sampai habis, baru
berkata: "Kau sekarang masih bisa tertawa bebas."
"Waktu dulu saja ketika bermain pengantin-pengantinan
dia tidak pernah menunjukku dan jika bicara sekarang
menjadi pengantin laki-Iakinya, siapa yang bisa percaya?"
Loo Cong menuangkan arak bagi Wie Kai. "Sudah
cukup," kata Wie Kai.
Loo Cong menaruh uang 5 liang di atas meja lalu
berkata: "Bagaimana pun juga tidak lama lagi kau akan percaya
pada perkataanku." Loo Cong pun pergi.
Wie Kai memandang bayangan punggung Loo Cong
yang berlalu. 0oo0dd0ooo0 BAB VI Teman baik memang berbeda.
Manusia hidup harus akrab agar tidak menyesal.
Bukankah teman seperti Loo Cong sudah lebih dari
sekedar teman karib"
Sebenarnya perasaan Wie Kai terhadap Lim Leng-ji pada
dasarnya cinta dan juga memuja.
Bahkan di antara ingatannya, dia masih mengingatnya
sebagai gadis yang hangat dan juga bersemangat.
ji. Tetapi jika dilihat sekarang, betapa kejamnya Lim Leng-
Loo Cong sampai berkorban sedemikian rupa demi
hubungan antara dirinya dengan Lim Leng-ji.
Loo Cong juga berkata padanya, jika dia tidak percaya
pada perkataannya, maka dia akan mulai mogok makan.
Bagaimana pun juga Wie Kai tetap saja tidak percaya.
Karena itu Loo Cong mulai mogok makan.
Orang yang mogok makan harus duduk diam dan
dengan sendirinya harus ada orang yang menjaga-nya.
Orang yang sudah mogok makan 2-3 hari tidak ada
bedanya dengan orang yang Pit-koan. (=orang yang
menutup diri untuk berlatih ilmu silat).
Orang yang seperti itu akan sangat lemah.
Maka dari itu Wie Kai beserta Hong Kie dan Hong Ku
menjaganya. Ini adalah kelenteng leluhur milik keluarga Lim.
Jika Loo Cong hendak melakukan mogok makan di sini,
anggota keluarga Lim yang mana yang berani menolaknya"
Loo Cong duduk di atas bantalan di depan sebuah meja
pendek. Wie Kai berdiri di hadapannya.
Hong Kie dan Hong Ku masing-masing berdiri berjaga di
pintu depan dan pintu belakang.
Kata Wie Kai: "Hanya demi masalah ini kau sampai mogok makan, apa
tidak takut ditertawakan orang?"
Loo Cong duduk sambil memejamkan mata seraya
berkata: "Aku justru takut ditertawakan orang makanya aku
mogok makan." Wie Kai terpana dan berkata lagi:
"Apa benar karena takut di tertawakan orang?"
"Benar!" "Apa yang kau takutkan ditertawakan orang?"
"Berebut perempuan dengan sahabat karib."
"Loo Cong, kau benar-benar seperti anak kecil."
"Jika benar-benar masih anak-anak malah lebih mudah!"
Kata Loo Cong. Demi seorang teman berani mogok makan dan
ditetapkan selama 7 hari, ini memang hal yang jarang
dijumpai alias langka. Tetapi Wie Kai percaya apa yang telah diputus-kan Loo
Cong tidak akan ada orang yang bisa mengubahnya.
"Lebih mudah bagaimana?"
"Kita bisa berkelahi." Loo Cong berkata lagi, "Tapi
sialnya kita berdua sudah dewasa jadi tidak bisa berkelahi
lagi." "Sebenarnya kau mau bagaimana?"
"Sampai berapa kali aku harus mengatakan-nya?"
"Katakan satu kali lagi," Kata WieKai.
"Turuti kata-kataku, pergilah temui Lim Leng-ji,
buktikan apakah kalau kata-kataku bisa dipercaya?"
"Loo Cong, jika kata-katamu tidak bisa di-pegang,
bukankah nanti aku menjadi seorang perayu wanita?"
Loo Cong menggeleng-gelengkan kepalanya:
"Jika benar demikian, maka selamanya aku akan duduk
di atas bantalan ini."
"Selamanya?" "Ya, duduk seumur hidupku."
"Bukankah itu sama dengan menjadi hweesio?"
"Benar," katanya lagi, "Jika omonganku salah dan
membuatmu melakukan hal yang salah, tidak ada bedanya
dengan mati." Tiba-tiba Wie Kai tertawa terbahak-bahak.
Kata Loo Cong: "Ini adalah kelenteng leluhur milik keluarga Lim,
memangnya kau bisa seenaknya tertawa di sini?"
"Justru sangat kebetulan, sebab aku sekarang ini ada di
bawah tekanan dari sahabat karibku untuk melakukan
sesuatu hal yang tidak bersedia kulaku-kan."
"Tidak bersedia?" Loo Cong tiba-tiba nu-ml-nl "
matanya. Wie Kai tidak langsung menjawabnya. Tiba-tiba Loo
Cong berkata dengan |u-iuili tekanan:
"Katamu kau tidak bersedia?" Bagi Loo Cong, jarang
sekali dia menaikkan "uar* seperti itu.
"Kok marah begitu?" kata Wie Kai tertawa.
Loo Cong tidak berkata sepatah kata pun.
Pada saat yang sama Hong Ku dan Hong kir menatap
mereka berdua dengan heran.
Mereka berdua sama sekali tidak mengerti hubungan
persahabatan di antara mereka bertiga.
Walaupun Wie Kai pernah berkata baik kepada Hong
Kie maupun Hong Ku tentang hubungan antara dia, Lim
Leng-ji, dan Loo Cong. Mereka berdua tetap saja tidak mengerti.
Menurut pandangan mereka, hubungan antara mereka
bertiga tetap saja aneh. Loo Cong terdiam agak lama, baru berkata: "Aku
memutuskan akan merobah lamanya mogok makan
menjadi lOhari." Raut wajah Wie Kai langsung berubah, lalu berkata:
"Sebenarnya apa keinginanmu?" "Masalahnya jelas-jelas
sudah nyata di sana." Wie Kai tiba-tiba mendekat dan
menarik kerah baju Loo Cong.
Hong Kie dan Hong Ku tentu saja dibuat terkejut
karenanya. Apa yang sebenarnya sedang dilakukan mereka berdua"
Loo Cong yang kerah bajunya ditarik malah masih
menutup matanya. Wie Kai mengguncang-guncangkan tubuh Loo Cong
dengan kuat sambil berkata:
"Katakan! Apa maksudnya, masalahnya jelas-jelas sudah
nyata ada di sana?" Loo Cong menunggu guncangannya mereda bani
berkata: "Jika tidak percaya, coba saja. Jika dia tidak suka
padamu, maka aku akan berjalan sambil terbalik!"
Wie Kai gemas sekali. Pikirannya sangat kacau. Ada Lim Leng-ji yang polos dan menarik hati.
Ada Lim Leng-ji yang pandangannya berkabut dan
mempesona. Kepolosannya membuat memandangnya dari dekat. orang tidak berani Tiba-tiba Wie Kai mengibaskan tangannya:
"Hong Kie, bawa baki makanan itu, masuklah ke
dalam." Loo Cong lagi-lagi membuka matanya, berkata:
"Kau sengaja mengubah menu makanan dan meminta
juru masak yang terkenal untuk memasakkan makanan
baru, kau ingin membujukku bukan?"
Wie Kai tidak bersuara sama sekali.
Hong Ku membawakan baki berisi makanan ke dalam
sedangkan Hong Kie membawakan arak.
Masih berjarak sepuluh langkah, harum dan makanan
dan arak yang dibawa sudah sangat menggugah selera.


Pisau Kekasih Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Loo Cong berkata dengan suara keras: "Ini tidak akan
ada gunanya!" Wie Kai menaruh kotak itu di depan Loo Cong dan
Bende Mataram 45 Renjana Pendekar Karya Khulung Panji Sakti 11
^