Pencarian

Pohon Kramat 1

Pohon Kramat Karya Khu Lung Bagian 1


POHON KRAMAT Karya : Khu Lung Sumber: http://kangzusi.com/
KATA PENGANTAR POHON penggantungan terletak di-dalam sebuah rimba
raya yang gelap,kecuali sebuah pohon gundul ditengahtengah rimba itu, semua
pohon-pohon bersemi berdaun
lebat. Pohon gundul itulah yang disebut sebagai Pohon
Penggantungan. Mengapa " Yang diartikan dengan pohon penggantungan ialah
pohon yang digunakan untuk menggantung sesuatu, disini
ialah menggantung manusia.
Cerita dimulai sedari tiga tahun yang lalu, pertama kali
pohon gundul yang sudah hampir mati itu memegang
sebagai peraturan cerita.
Pada suatu hari, diatas pohon gundul yang sudah hampir
mati itu tergantung seorang gadis, mati tidak bernapas.
Tahun kedua, ditempat yaog sama, tergantung pula gadis
lainnya. Demikian juga terjadi pada tahun ketiga, seorang gadis,
cantik pula yang kedapatan mati tergantung pada pohon
itu. Pohon tua, gundul tidak berdaun pohon yang sudah
hampir roboh itu dinamakan Pohon Penggantungan.
Mungkin terjadi dugaan yang menyaksikan seramnya
pohon penggantungan itu. Apa yang diherankan, bila
seseorang bunuh diri diatas sebuah pohon.
Tidak mungkin mereka bunuh diri saudara.
Ingin mengetahui alasan-alasannya"
Mari kita uraikan sebagai berikut.
1. Setiap orang yang mati digantung di-atas pohon
penggantungan ialah berupa anak gadis yang muda belia,
ciri ciri yang paling khas ialah mereka mempunyai wajah
yang cantik. 2. Bila perawan cantik yang tidak mempunyai ilmu
kepandaian, mungkin mudah dihina dan digantung orang.
Pokok persoalan ialah tidak seorangpun dari korban-korban
itu yang tidak berilmu tinggi. Mereka berupa tokoh tokoh
silat yang cukup ternama.
Waktu terjadinya drama penggantungan ialah disekitar
malam Tong ciu, hari Pek gwe Cap gwe.
Mengingat ketiga alasan diatas ini, putusan yang paling
tepat ialah, para korban yang mati diatas pohon
penggantungan bukan dikerenakan bunuh diri, tetapi
dibunuh atau digantung orang!
Di bunuh orang" Memeriksa tubuh para gadis yang digantung diatas
pohon penggantungan, tidak ada tanda tanda luka atau ciri
ciri dibunuh orang. Tidak ada tanda tanda bahwa mereka
mati diserang penyakit. Mati tua tentu tidak mungkin karena umur mereka masih
muda. Mati diserang wabah penyakitpun sulit di terima, karena
tidak mungkin terjadi pada waktu yang ditetapkan.
Inilah yang membikin pusing kepala. Bila tidak ada
keanehan lainnya, cerita ini sudah boleh ditutup segera.
Yang lebih aneh lagi ialah, dua hari setelah mereka mati
digantung diatas pohon penggantungan, jenazah jenazah
para gadis cantik itu lenyap tanpa bekas.
Bila tidak ada tangan jail yang menggantung para gadis
itu dan meletakkannya di atas pohon penggantungan, tentu
tidak mungkin" Bila tidak ada tangan usil yang menurunkan jenazah
jenazah itu dari atas pohon penggantungan, tentu tidak
mungkin. Siapa tangan jail itu "
Siapa tangan usil itu. Seoranglah yang memegang
peranan sebagai si tangan jail dan si tangan usil" Apa
maksud tujuannya" Baik" Atau jahat"
Mari kita mulai mengikuti jalan cerita...
-ooo000oo- Jilid 1 POHON Penggantungan pasti membawa korban.
Disebutnya nama Pohon Penggantungan menyebabkan
menggerindingnya bulu roma. teristimewa para gadis-gadis
yang berkepandaian ilmu silat.
Takhayul percaya bahwa dikala menjelang hari Tong
ciu, pencipta drama pohon penggantungan sedang
gentayangan mencari mangsa.
Pe gwee Tong ciu semakin mendekat, pesta kuweh yang
ramai itu mengingatkan nasib para gadis yang sudah dipilih
menjadi korban, para gadis yang akan mati diatas tiang
penggantungan. Inilah hari sebelum terang bulan. Tiga hari lagi, orangorang akan bersembahyang
dengan pesta kuweh, menghadangi bulan purnama yang indah.
Dikala matahari hampir terbenam. Ketegangan meliputi
sebuah ramah yang dibangun diantara rumpun bambu,
daerah ini dikelilingi oleh sungai kecil, dengan airnya yang
jernih, semakin menonjol ketenangan di sekitar itu.
Han san Siauw ciok, demikianlah nama rumah itu.
Penghuni Han-san Siauw ciok bernama Thung Lip dengan
gelar kependekarannya Hong tin Kie su atau Cendekiawan
Serba bisa, ia menatap dan melewatkan hari tuanya
ditempatini.Tidakseorangpunyangberani
mengganggunya, karena dia adalah tokoh silat yang
dihormati dan disegani. Sedari Thung Lip menetap di Han-san Siauw ciok, para
jago silat tidak berani mengganggu ketenangannya,
membiarkan jago tua itu hidup tenang tentram, bebas dari
kerusuhan, kerisauan dan pertengkaran pertengkaran yang
sering terjadi didalam rimba persilatan. Hari ini terkecuali.
Diempat sudut Han san Siauw Ciok, masing-masing
berdiri dua orang penjaga! Demikian juga daerah lainlainnya. tugas mereka adalah
menjaga keamanan dan ketentraman. Kepala keamanan adalah dua jago kenamaan,
mereka adalah Pendekar Pedang Keras Thiat Kiam Khek
dan jago Tanpa Tandingan didaerah Tui san Lie Kee Ceng.
Dari penjagaan yang kuat ini mudah diduga bahwa Hansan Siauw ciok. Bahkan,
perkara ini tentu sangat penting
sekali. Tiba tiba .... Suatu bayangan sedang melewati sungai perbatasan Han
san Siauw ciok, melewati rumpun bambu dan mendekati
bangunan rumah. Pendekar Pedang Keras Thiat Kiam Khek memapaki
kedatangan orang itu, seraya membentak.
"Siapa?" Orang yang datang adalah seorang pemuda, umurnya
berkisar diantara dua puluhan, wajahnya tampan dan
cakap. sayang terlalu sombong, dingin, tidak mudah
didekati. Si pemuda memandang Thiat Kiam Khek, Ia
menunjukkan wajahnya yang sangat tidak memandang
mata. Thiat Kiam Khek segera menduga tokoh silat golongan
muda yang berkepandaian tinggi, ia mengajukan
pertanyaan. "Saudara mencari siapa?"
"Thung Lip," Jawaban pemuda ini singkat. Thiat Kiam Khek marah,
belum pernah ada orang yang memanggil penghuni Hansan Siaw ciok seperti itu,
terlalu kurang ajar sekali, bila
tidak ingin mencari gara-gara. tak mungkin pemuda ini
menyebut nama Thung Lip langsung. Didalam rimba
persilatan, berapa orangkah yang mempunyai tingkatan
lebih tinggi dari si Cendekiawan Serba Bisa Thung Lip"
Kekurangan ajaran si pemuda tadilah yang membuat
Thiat Kiam Khek naik darah, dan marah,
"Saudara dari mana?"
Untuk menjaga ketenangan mereka yang masih
mengadakan rapat di dalam Han-san Siauw-ciok, Thiat
Kiam Khek menahan sabar. "Kau tidak berhak tahu,"
Jawaban pemuda itu semakin kurang ajar.
"Hm... " Thiat Kiam Khek mengeluarkan suara dari
hidung. "Ingin mengadakan kekacauan" Lihatlah dahulu,
siapa yang berada didepanmu."
"Kau kira aku tidak tahu bahwa Thung Lip mengundang
tokoh tokoh ternama untuk membantu usahanya ?"
"Kau juga termasuk salah seorang undangan?"
"Thung Lip mana mau memandang mata kepadaku"
"Oooo, begitu. Silahkan kau pergi lagi."
"Thiat Kiam Khek..." Pemuda itu langsung memanggil
nama orang "Kau tidak mau memberi tahu tentang
kedatanganku?" "Kurang ajar." Thiat Kiam Khek marah besar. "Kau
memang mencari mati!"
Cepat sekali, si Pendekar Pedang Keras Thian Kiam
Khek telah mengeluarkan pedang, gerakan dan ancaman
pedang Thiat Kiam Khek cepat sekali. Begitu terlihat sinar
pedang berkelebat, ujung pedang telah hampir mengenai
dada orang. Pemuda itu ada menggembol pedang, dengan kecepatan
yang tidak kalah gesitnya, ia telah meloloskan pedang
tersebut dan menyabet pedang lawan.
Terdengar suara pedang yang beradu. Thiat Kiam Khek
terpukul mundur. Pemuda itu tidak mendesak, sebaliknya
menyimpan kembali pedangnya.
Thiat Kiam Khek mematung ditempat. Sebagai seorang
ahli pedang, ia tidak sempat melihat bagaimana lawan itu
membikin pembelaan. Ia menyerang lebih dahulu, sebelum
si pemuda mengeluarkan pedang. Tetapi kenyataan ia dapat
dikalahkan. Pemuda itu tertawa dingin, katanya. "Thiat tayhiap.
dengan ilmu kepandaianku tadi, bolehkah kau memberi
tahu tentang kedatanganku?"
Thiat Kiam Khek tersadar dari lamunannya.
Kemarahannya yang meluap-luap tidak ada tempat, ia
membentak keras dan mengincar tiga bagian tubuh si
pemuda, cepat luar biasa.
Si pemuda lompat menyingkir, ringan dan gesit sekali.
Terjadinya kegaduhan telah memanggil si Jago Tanpa
Tandingan di daerah Tui San. Tubuhnya melayang dan
meletakkan kaki tidak jauh dari tempat kejadian.
Pemuda asing menudingkan jari tangannya kearah Thiat
Kiam Khek berkata. "Seranganmu pertama tidak kubalas karena harus
menghormati kau. Serangan kedua tidak kubalas karena
mengalah kepadamu. Bila sekali lagi kau menyerang
diriku..... Hm.... hm.... Hati hatilah menjaga batok
kepalamu." Inilah suatu ancaman"
Thiat Kiam Khek dapat mengukur betapa tinggi ilmu
pedang pemuda ini, dirinya bukan tandingan setimpal. Bila
ancaman itu dilaksanakan. memang besar kemungkinannya
bahwa batok kepalanya terpisah dari tempat asal.
Jago tanpa tandingan didaerah Tui san Lie Kee Ceng
belum mengerti duduk perkara, ia mengajukan pertanyaan.
"Saudara Thiat, apa yang telah terjadi?"
"Bccah ini mau mengacau rapat."
Thiat Kiam Khek menjawab pertanyaan kawannya,
"Ooo." Lie Kee Ceng memandang pemuda asing itu,
"Bagaimana dengan sebutan saudara yang mulia" Dengan
maksud tujuan apakah berkunjung ke Han san Siauw ciok?"
"Maksud kedatanganku kemari untuk bertemu muka
dengan Thung Lip." Jawaban pemuda itu tidak lebih dari dua patah kata.
Thiat Kiam Khek dan Lee Kee Ceng saling pandang,
Resiko membiarkan seorang berkepandaian tinggi seperti
pemuda itu masuk kedalam Hau san Siauw ciok menghadiri
rapatpenting,adalahsuatuperkarayang
menguntungkannya. Mereka tidak dapat membceri
putusan. Tiba tiba terdengar satu suara dari dalam Han-san Siauw
ciok. "Saudara Lie, silahkan ia masuk."
Itulah suara si Cendekiawan Serba Bisa Thung Lip.
Lie Kee Ceng dan Thiat Kiam Khek mengajak pemuda
itu masuk sendiri, kemudian kembali keluar.
Diluar, Lie Kee Ceng mengajukan pertanyaan
"Ia mencari keributan?"
"Kemungkinan ini memang besar." Berkata Thiat Kiam
Khek. "0ooo .." "Ilmu kepandaiannya tinggi."
"Hmm ... Bila ia berani menempur semua orang di sini,
tentunya sudah bosan hidup!"
Dan merekapun berpisah, mengadakan perondaan lagi.
Bercerita pemuda itu yang masuk kedalam ruang rapat
Han-san Siauw ciok. Begitu masuk dipintu, ia dapat melihat
jelas lima orang yang sedang merundingkan sesuatu. Kepala
dari lima orang tadi adalah seorang tua yang keren, itulah si
Cendekiawan Serba bisa Thung Lip.
"Siapa yang bernama Thung Lip?" Si pemuda
menghampiri lima orang itu dan mengajukan pertanyaan.
Thung Lip bangkit dari tempat duduknya,
"Apa yang pertanyaan. kau mau?" Ia langsung mengajukan Empat kawan Thung Lip turut bangkit, kedatangan si
pemuda seperti mengandung permusuhan, mereka harus
siap sedia.

Pohon Kramat Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pemuda itu memberi hormat kepada keempat kawan
Thung Lip. "Maafkan kedatanganku yang mengganggu ketenangan
rapat kalian!" Ia berkata kepada mereka.
Sungguh diluar dugaan, terpaksa keempat orang itu
membalas hormat si pemuda.
Thung Lip mengajukan pertanyaan. "Bagaimana nama
saudara?" "Tan Ciu." Berkata pemuda itu singkat.
"Oo..... Saudara Tan, mari kuperkenalkan mereka,....
yang disana ialah...."
"Kukira tidak perlu." Pemuda yang bernama Tan Ciu itu
memotong. "Aku sudah tahu. Urutan dari kanan ialah
Buddha Alim, Pengemis Sakti Bermata Satu, Pedang
Penebus Langit dan Juta Bisa. Ada yang salah?"
Semua orang terkejut. Bagaimana tidak" Mereka tidak
tahu menahu tentang pemuda yang bernama Tan Ciu ini,
tetapi asal usul dan nama julukan mereka, tidak satu pun
yang tidak diketahui olehnya.
Lebih dari pada itu. rapat mereka didalam Han-san
Siauw ciok sangat dirahasiakan. Bagaimana Tan Ciu dapat
mengetahui. Lip "Hebat!"Thung "Pengalaman luas".
memberikan pujiannya "Terima kasih. Siapakah yang tidak kenal kepada empat
cianpwe ini" Hanya tidak kusangka ditempat ini, kalian
berlima berkumpul menjadi satu. Tentunya menerima
undanganmu, bukan?" "Betul!". "Mengapa?" "Kedatanganmu untuk mengajukan pertanyaan yang
seperti ini?" Bertanya Thung Lip. Tan Ciu tertawa.
"Tentu saja bukan." Ia berkata tenang. "Pertanyaanku
diajukan karena iseng. Tetapi jangan kau kira aku tidak
tahu. Semua tidak dapat mengelabui mataku."
Wajah Thung Lip berubah. "Kau tahu?" Ia bertanya heran.
"Mengapa tidak?"
"Apa mata perbincangban?" acara "Pohon penggantungan."
"Aaaaaa....." yang yang sedang kami Hampir semua orang yang berada didalam ruangan itu
mengeluarkan suara tertahan. Mereka kaget, kagum,
bingung dan curiga. Bagaimana Tan Ciu tahu bahwa mereka sedang
memperbincangkan soal Pohon Penggantungan"
Siapakah pemuda ini"
Untuk mendapatkan jawaban yang tepat, Mari kita
melanjutkan cerita dibagian berikutnya.
00dw00 SUASANA didalam ruang rapat itu menjadi panas.
Tan Ciu adalah bibit granat keramaian.
Mata semua orang tertuju pada diri pemuda ini.
Thung Lip menduga kepada si pencipta drama pohon
penggantungan. Hanya umur pemuda itu masih terlalu
muda, mungkin hanya berupa mata mata saja.
Si Pengemis Sakti Bermata Satu mengerlip ngerlipkan
sinar tunggalnya, ia bertanya.
"Kau mempunyai dugaan yang pintar."
"Tidak salah bukan?" Tan Ciu tertawa.
"Mengapa kau segera memastikan kepada hal ini?"
Thong Lip mengajukan pertanyaan.
"Tiga hari lagi adalah hari Tong ciu. Siapa pun dapat
menduga dengan mudah."
"Setelah hari Tong-ciu, bagaimana?"
"Diatas pohon penggantungan segera bertambah mayat
seorang gadis cantik berkepandaian ilmu silat."
Wajah Thung Lip berubah segera. "Bagaimana kau
tahu?" Ia mendesak. "Mungkinkah dapat dihindari?" Tan Ciu tidak mau
kalah. Jawabannya dingin, tetapi beralasan kuat.
"Kau tahu, bahwa kejadian ini tidak dapat dihindari?"
Thung Lip masih mengajukan pertanyaan.
"Mungkinkah kau tahu, bahwa kejadian ini dapat
dihindarkan?" Tan Ciu tidak memberikan jawaban
langsung. Si Buddha Alim yang menempatkan dirinya dipaling
pinggir turut bicara "Kau tahu, apa yang kita sedang rundingkan di tempat
ini ?" "Mencari jalan Penggantungan!" untuk mengatasi drama pohon "Betul, bagaimana pandanganmu tentang usaha kami ?"
"Usaha kalian segera mengalami kegagalan!". Tan Ciu
menjawab. Wajah semua orang berubah. Kata-kata Tan Ciu
memberi suatu peringatan bahwa korban pohon
Penggantungan tidak mungkin dicegah.
Si Pedang Penembus Langit maju, ia menduga pasti
bahwa pemuda ini mempunyai hubungan rapat dengan
pencipta drama Pohon Penggantungan.
Si Juta Bisa maju, menahan gerakan kawannya. Ia
bertanya perlahan. "Bolehkan kau memberi tahu, gadis mana yang
dicalonkan menjadi korban tahun ini?"
Tan Ciu tertawa. "Kalian tentu menyangka bahwa aku mempunyai
hubungan dengan Pohon Penggantungan, bukan?"
Pemuda ini memang aneh sekali,
"Kau tidak mempunyai hubungan dengan drama Pohon
Penggantungan?" Bertanya si Juta Bisa.
"Tidak." "Apa maksud kunjunganmu kemari?" Bertanya si Pedang
Penembus Langit. Tan Ciu memandang Thung Lip. "Maksudku ingin
menemui dirinya." Ia memandang kearah si Cendekiawan Serba Bisa itu,
"Aku?"" Tbang Lip tidak mengarti. "Apa maksudmu?"
"Aku ingin bertemu dengan kakak perempuanku".
Berkata Tan Ciu tenang. "Kakak perempuan" Thung Lip mengkerutkan kening.
"Siapa kakak perempuanmu itu?"
"Nama kakak perempuanku Tan Sang".
Semua orang yang berada ditempat itu saling pandang.
Nama Tan Sang itu terlalu asing sekali. Sampaipun si
Pengemis Bermata Satu yang berpengalaman luaspun tidak
tahu, siapa gadis yang bernama Tan Sang itu.
"Aku tidak kenal dengan seorang gadis yang bernama
Tan Sang". Berkata Thung Lip kemudian.
"Aku tahu bahwa kau tidak kenal kepadanya?" Berkata
Tan Ciu. "Pada sepuluh hari yang lalu, kakak perempuanku
itu menuju kemari untuk menemuimu."
"Satu bulan yang lalu, aku pergi keluar, meninggalkan
Han-san Siauw Ciok. Dan baru kembali pada kemarin dulu.
Maka aku tidak berhasil menjumpainya".
Tan Ciu mempentang kedua biji matanya besar besar.
Jawaban Thung Lip sungguh berada diluar dugaan. Lama
sekali, ia mempertahankan posisi seperti itu.
"Saudara kecil." Berkata si Pedang Penembus Langit,
"kukira kau telah salah alamat!"
Tan Cui menggoyang goyangkan kepala. Dari dalam
sakubajunya, iamengeluarkansepucuk surat,
dilemparkannya surat itu kepada orang.
"Bacalah " Ia berkata.
Si Pedang Penembus Langit menyambut surat itu dan di
serahkan kepada Thung Lip. Maka Thung Lip mulai
membaca. Demikianlah isi bunyi surat itu.
"Adik Tan Ciu. Kakakmu menyelidiki keadaan musuh. Bila berhasil
mengetahui mereka, aku menunggumu di Han-san Siauw ciok.
Dari Kakakmu, Tan Sang."
"Mungkinkah ada dua Han-san Siauw-ciok?" Tan Ciu
menyapu wajah semua orang, sinar matanya sungguh
tajam. Thung Lip berhasil dibungkamkan.
"Kau tidak mengaku?" Bertanya lagi Tan Ciu.
"Sudah kujelaskan, bahwa aku baru kembali di Han-san
Siauw ciok kemarin hari. Mengapa kau tidak bisa diberi
mengerti?" Berkata si Cendekiawan Serba Bisa Thung-Lip.
"Siapa yang percaya kepada keteranganmu?"
"Lalu apa yang kau mau?" Si Cendekiawan Serba Bisa
telah dibuat marah. Si pedang Penerobos Langit maju berkata
"Aku adalah saksi yang mengetahui kebenaran dari
keterangan Thung tayhiap tadi."
Tan Ciu berpaling. Dan ia mengajukan pertanyaan "Apa
alasanmu?" "Aku melakukan perjalanan bersama sama dengannya."
berkata si Pedang Penembus Langit "Sepuluh hari yang
lalu, kami masih berada dikota Lok-yang."
Dengan adanya keterangan si Pedang Penembus Langit
yang membenarkan dan memperkuat keterangan Thung Lip
mau tidak mau Tan Ciu harus percaya.
Maka ia mengalihkan pandangan matanya dari Thung
Lip berpindah kearah si Pedang Penembus Langit Gie Kie.
"Pek tayhiap" panggilnya, "kau memberi keterangan dan
kesaksian ini dengan hati yang jujur?"
"Eh, kau tidak percaya kepada keteranganku"!" Si
Pedang Penembus Langit Pek Gie Kie menjadi marah.
"Beberapa gelintir manusiakah yang dapat dipercaya?"
"Tetapi aku memberi keterangan dengan hati jujur!"
Berkata Pek Gie Kie. "Tentang percaya atau tidaknya,
terserah kepadamu!" "Pek tayhiap, aku meminta sumpah keteranganmu!"
"Baik!" Si Pedang Penembus Langit Pek Cie Kie segera
mengadakan sumpah. "Bila aku Pek Gie Kie memberi
keterangan palsu aku mati dicincang orang!"
"Terima kasih, atas kesaksianmu." Berkata Tan Ciu.
"Hm... Hm... Hai... Bila terbukti ada permainan terjadi, aku
Tan Ciu tidak dapat memberi ampun lagi!"
Kemudian, ia membalikan meninggalkan ruang rapat itu.
badan dan pergi "Selamat tinggal!" berkata si pemuda yang segera
melesatkan diri. "Tunggu dulu." Terdengar teriakan si Cendekiawan
Serba Bisa Thung Lip. Tan Ciu balik kembali.
"Kau ingin mencegah kepergianku?" Ia menatap wajah
Thung Lip tajam tajam. "Bukan!" Thung Lip menggoyangkan kepala. "Aku ingin
mengajukan satu pertanyaan!"
"Katakanlah." "Kakak perempuanmu mengatakan ingin mengikuti jejak
musuh, musuh kakak perempuanmu tentunya musuhmu
juga, musuh keluarga kalian, bukan?"
"Betul!" "Siapakah musuh keluargamu itu?"
"Mungkin orang yang kini berada dihadapanku."
"Aku"!" Thung Lip menjadi terheran heran.
"Kukatakan mungkin, karena aku belum mendapatkan
bukti bukti yang nyata".
"Ha...Ha.... Kau memang sombong sekali".
"Sombong" Mungkinkah aku harus merendah merengek
rengek kepada kalian?"
"Aku tidak ingin menarik panjang urusan. Kini aku ingin
tahu. siapakah kedua orang tuamu!"
"Aku tidak tahu,"
"Ayahmu?" "tidak tahu." "Ibumu?" "Juga tidak tahu." Berkata Tan Ciu tidak sabar. "Sudah
kukatakan bahwa aku tidak mengetahui siapa yang menjadi
kedua ayah bundaku, bukan" Mengapa kau bertanya pelit
sekali?" Sekali lagi tubuh Tau Ciu melesat, tetapi kepergiannya
digagalkan oleh si Pengemis Sakti Bermata Satu yang
menghadang dijalan, "Eh, apa artinya ini?", Tan Ciu membawakan posisi siap
tempur. Sebelum si Pengemis Sakti Bermata Satu memberi
jawaban, si Juta Bisa telah menarik tangan bahu sang
kawan, dan memberi bisikan perlahan.
"Biarlah ia pergi."
Si Pengemis Sakti Bermata Satu memberi jalan.
Tan Ciu lenyap dari pandangan mata mereka.
Kedatangannya mendadak, kepergiannya pun cepat.
Segala gerak geriknya pemuda itu membawa kemisteriusan
bagi mereka, "Ia terlalu kurang ajar." terdengar si Pengemis Sakti
Bermata Satu ngedumel. "Ilmu kepandaianya tinggi. Ada lebih baik kita banyak
mengalah!" Berkata si Buddha Alim yang tidak banyak
bicara. "Tidak kusangka." Thung Lip menggeleng gelengkan
kepala. "Kukira ia mempunyai asal usul yang luar biasa."


Pohon Kramat Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Berkata si Pedang Penembus Langit Pek Gie Kie.
Si Juta Bisa menyambut komentar para kawan itu
dengan suara dingin. "Ia segera kembali lagi."
Semua orang terbelalak. "Kau menyebarkan sesuatu pada dirinya?" Pek Gie Kie
bertanya. "Tentang kakak perempuan yang dikatakan olehnya?"
"Percayakah keterangan ini?"
"Mungkin hanya satu tipu muslihat." Thung Lip
mengajukan dugaannya. "Untuk menyelidiki hasil rapat kita." Berkata si Juta
Bisa. "Maksudmu ia mempunyai hubungan rapat dengan
pencipta drama Pohon Penggantungan?"
"kemungkinan ini besar sekali!"
Taksiran taksiran mereka memang banyak, Segala
kecurigaan itu memang masuk diakal. Hanya sulit untuk
menyatukan kecurigaan dan kebenaran.
"Akh. kedatangannya mengganggu musyawarah kita."
berkata si Cendekiawan Serba Bisa Thung Lip. "Sampai
dimanakah perundingan kita tadi?"
"Betul. Kita harus berdaya upaya agar tak sampai terjadi
korban Pohon Penggantungan."
"Jumlah tenaga kita ada tujuh orang. Ku kira cukup
untuk menghadapi Pencipta Drama Pohon Penggantungan
." "Betul kita bersama-sama
Penggantungan ." menunggu di Pohon "Kemudian?" "Pe gwee Cap-go hari itu, kita mengurung Pohon
Penggantungan, mungkinkah masih ada orang yang
menggantung gadis?" "Betul!" "Ha, ha....!!" Mereka telah mendapat kesepakatan untuk menghadapi
si Pencipta Drama Pohon Penggantungan!
Dan mari kita menyusul sipemuda sombong Tan Ciu.
Keluar dari rumah Thung Lip,ia harus melewati rumpun
bambu. Disini Lie Kee Ceng dan Thiat Kiam Khek tak
mengganggunya. Tanpa banyak kesulitan, Tan Ciu
melewati sungai yang mengelilingi Han san Siauw ciok,
Didalam dunia yang lebar, kemana ia harus mencari
kakak perempuannya" Tan Ciu melakukan perjalanan tanpa tujuan
Mendadak...... Perut Tan Ciu dirasakan menjadi sakit, terpaksa ia
menghentikanperjalanandanmengaturjalan
pernapasannya. Latihannya memang hebat, rasa sakit itu dapat ditekan
olehnya. Tan Ciu belum pernah merasakan keganjilan yang
seperti ini, tentu saja ia tidak tahu, apa yang menyebabkan
sakit perut mendadak itu. Setelah melenyapkan rasa
sakitnya ia melakukan perjalanan lagi.
Seperti tadi, dikala ia mengerahkan tenaga melakukan
perjalanan. Perihnya seperti terpilin pilin. Lebih hebat dan
lebih sakit dari rasa pertama.
Tan Ciu mendekap perutnya kencang, rasa sakit ini
sungguh luar biasa sekali. ia terhenti dan mulai
mengeluarkan sedikit rintihan!
Otak si pemuda yang pintar segera menduga permainan
jahatnya si Juta Bisa, tentunya tokoh silat berbisa itulah
yang menyebar bibit racun kepada dirinya.
Tiba-tiba... Dari arah belakang si pemuda terdengar satu suara.
"Eh. Kau mengapa"!"
Tan Ciu terkejut, ia membalikkan badan cepat. Terlihat
seorang gadis berbaju putih dengan wajah cantik
memandang dirinya. Gadis inilah yang belum lama
menegur. Panca indra Tan Ciu tajam, bila bukan karena racun
yang menyerang perut, tentu ia dapat mengetahui
kedatangan gadis berbaju putih ini! Ia tidak tahu didatangi
orang karena sedang berkutet dengan rasa sakitnya.
Gadis berbaju putih itu tertawa,
"Eh, mengapa kau tidak bicara?" Ia mengajukan
pertanyaan. "Oooo!!!!! Uhhh!!!!! Uahh!!!!!"
"Kau luka?" "Ng......Tidak.....Hanya perutku yang dirasakan sakit"
"Kena tipu orang!"
"Ku.......Kukira...."
Sifat-sifat Tan Ciu sangat angkuh dan sombong biasanya
ia berlaku galak kepada orang dan belum pernah ditanya
seperti ini, hanya ialah yang mengajukan pertanyaan
kepada orang. Belum pernah di tanya beberapa kali oleh
orang pihak luar! Setelah dirasakan sakit yang menyerang perut berkurang,
timbul sifat-sifat kepribadian aslinya, dengan dingin Tan
Ciu berkata: "Siapa kau ?" "Aku?" Gadis berbaju putih itu menudingkan jari
halusnya ke hidung! "Betul! Siapakah namamu ?"
"Co Yong Yen. Kau tidak kenal"
"Apa maksudmu datang kemari ?"
"Aku ingin menemui suamiku"
"Suamimu" Siapakah nama suamimu itu"'
"Thung Lip" "Aaaaa... Thung Lip?" Tan Ciu terkejut. Mana mungkin
dipercaya, gadis cantik dan muda belia seperti gadis berbaju
putih ini menjadi istri Thung Lip yang sudah tua.
Tan Ciu memandang gadis berbaju putih itu, diduga
umurnya tidak lebih dari dua puluh tahun. Sedangkan si
Cendekiawan Serba Bisa Thung Lip telah lebih dari lima
puluh. Adakah suami istri yang terpaut sampai tiga puluh
tahunan" Gadis berbaju putih itu tersenyum, manis sekali.
"Kau tidak percaya?" Ia membuka suara, sangat merdu.
"Aku." "Suamiku sedang merundingkan cara-cara
menghadapi Pohon Panggantungan bukan".
untuk "betul!" "Aku tidak ingin mengganggu mereka, maukah kau
tolong memberi tahu kedatanganku padanya. Atau
sampaikan pesanku. katakanlah! Setelah selesai ia berapat
segera cepat pulang".
"Mengapa kau tidak mau langsung menemuinya?" Tan
Ciu mengajukan pertanyaan,
"Sebagai seorang wanita, tidak pantas gabung dengan
banyak laki-laki di tempat itu",
"Bila kau tidak menemuiku ditempat ini. bagaimana?".
Gadis yang berbaju putih mengaku bernama Co Yong
Yen itu kamekmek tetapi tidak lama ia menunjukkan
senyumnya lagi. "Apa boleh buat aku harus masuk menemuinya". Ia
berkata. "Eh! maukah kau menolong memberi tahu
padanya?". "Baik!" Tan Ciu memberi kesanggupan.
"Terima kasih." Bagaikan angin cepatnya bayangan gadis
berbaju putih itu terbang lenyap.
Tan Ciu masih merasakan perutnya yang sakit, dari
dalam saku bajunya, ia mengeluarkan sebutir obat,
ditelannya segera, kemudian duduk bersila mengatur
pernapasan. Berkat obat yang mujarab dan tenaga latihannya yang
hebat, Tan Ciu berhasil mengusir keluar bisa racun yang
disebarkan kepada dirinya.
Diantara sekian banyak orang yang belum lama ditemui,
si Juta Bisa-lah yang paling di curigai, tokoh silat itu
mempunyai beraneka macam bisa racun, dan pandai
memainkan bisa racun itu.
Hati si pemuda panas, kejadian ini harus dituntut segera.
Tubuhnya balik kembali ke-Han san Siauw ciok.
Tiba dipintu depan rumah Thung Lip, si Pendekar
Pedang Keras Thiat Kiam Khek telah menghadang, cepat
sekali membentak. "Hei, mengapa kau kembali lagi?"
"Aku ingin membunuh orang." Jawaban Tan Ciu
temberang. Thiat Kiam Khek kaget. "Membunuh orang?" Ia
bergumam. "Siapa yang ingin kau bunuh?"
"Si Juta Bisa."
Diketahui bahwa si Juta Bisa adalah salah seorang
kawan persepakatannya, Thiat Kiam Khek menganggap
kedatangan pemuda ini mempunyai niatan untuk
mengganggu usaha mereka, setidak tidaknya menyabot,
ingin mendongkel dan menggagalkan rencana.
"Kau ingin mengacau?" Ia membentak.
Tan Ciu tidak kalah. Suaranya lebih keras.
"Minggir!!" Thiat Kiam Khek tidak menunggu lawan itu bergerak, ia
telah meloloskan pedangnya dan menusuk sehingga
beberapa kali. Maksud tujuan Tan Ciu bukan si Pedang Keras, maka
tubuhnya melayang menghindari serangan, langsung masuk
kedalam pintu ruang rapat,
Orang pertama yang menyambut kedatangan Tan Ciu
adalah si Juta Bisa. Terlihat selaput hawa pembunuhan yang mengelilingi
wajah Tan Ciu, terdengar suara pemuda ini yang
mengandung marah "Juta Bisa, sungguh suatu julukan yang tepat. Kau
memang jahat. Hampir aku mati di bawah racunmu itu."
Si Juta Bisa tertawa tawar.
"Aku mengharapkan kekembalianmu." Ia berkata.
"Hem, Kau kira dapat memaksa aku tunduk dengan
bisamu tadi .. Salah...Aku masih cukup kuat untuk bertahan
dari serangan yang semacam itu."
"Dan apa maksudmu kembali lagi?"
"Membunuh!" "Kau ingin membunuh aku?"
Thung Lip, si Buddha Alim, Pengemis Sakti Bermata
Satu, Pedang Penembus Langit dan Jago dari daerah Tui
san Lie-Kee Ceng turut maju, mereka siap membela
kawannya. "Mengapa tidak?" Jawaban Tan Ciu memang sudah
berada didalam dugaan semua orang.
"Tahukah kembali?" kau Apa maksud kami memaksa kau "Apa?" "Kau sebagai anak keluarga Tan yang berkepandaian
tinggi, mungkinkah salah satu keturunan atau famili Tan
Kiam Lam?" "Aku tidak kenal siapa itu Tan Kiam Lam. Jangankan
menggunakannya sebagai alasan. Kukira kau ingin menjajal
kesaktianracunjahatmu"Ataumemaksaaku
mempertontonkan kepandaianku?"
"Aku memang ada niatan menjajal tenaga dalammu,
tidak kusangka kau dapat mempunahkan racun itu".
"Hmm...." Tan Ciu tertawa dingin. "Boleh kau ulang
kembali bisa racunmu. Aku memberi banyak kesempatan
kepadamu." Seolah olah Tan Ciu memaksa si Juta Bisa meracuninya.
Bila tidak, ia akan membinasakan akhli racun itu.
Si Juta Bisa tertawa dingin.
"Baik!" Membarengi kata katanya, Tan Ciu telah mendekati
lawan itu. Wajahnya dingin dan angkuh sekali. Disini
terlihat sifat sifatnya yang tidak mudah didekati orang.
Si Juta Bisa menungu serangan pemuda itu dengan
penuh kesiap siagaan. Semua orang menunggu datangnya angin topan,
serangan si pemuda tentunya hebat. Bila si Juta Bisa tidak
sanggup menahan mereka wajib membela kawan tersebut.
Tan Ciu masih belum bergerak. Ia mendelikkan mata
membentak: "Juta Bisa, mengapa kau tidak mulai?"
Si Juta Bisa tidak dapat menahan kesabarannya lagi, ia
menggeram keras, tangannya direntangkan, dan memukul
kearah pemuda itu. Diketahui bahwa pemuda ini
berkepandaian tinggi . Maka si Juta Bisa telah mengerahkan
semua tenaganya. Hanya menggunakan sebelah tangan, Tan Ciu mengusir
pergi serangan si Juta Bisa tadi Bahkan lebih dari itu, tubuh
akhli silat pandai main racun itu terpental mundur dari
kedudukan semula. Kini giliran Tan Ciu yang menyerang, kakinya dikasih
maju dua langkah, tangan mautnya bekerja dan.. Brukkk....
tubuh si Juta Bisa terpukul mundur semakin jauh, dari selasela bibirnya mengalir
keluar darah. Sampai disini, si Cendekiawan Serba Bisa Thung Lip
tidak berpeluk tangan terus menerus ia maju menghadang
kemajuan si pemuda kosen.
"Thung tayhiap, kau juga ingin main main denganku?"
Bertanya Tan Ciu kepada jago tua itu.
"Kau salah paham. Dapatkah menerima saranku, agar
kau mengampuni jiwanya?"
"Dia tidak ada niatan untuk membunuhmu, kesalahan
ini belum cukup untuk menerima kematian, bukan?" Thung
Lip main lidah. Masih Tan Ciu belum membuka suara.


Pohon Kramat Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"kuharap saja kau dapat memberi sedikit muka
kepadaku", berkata lagi Thung Lip "sebagai tuan rumah
Han san Siauw ciok, tentu aku mengharapkan keterangan".
"Baiklah," Akhirnya Tan Ciu menyerah.
Thung Lip, si Juta Bisa, Buddha Alim, Pengemis Sakti
Bermata Satu. Jago Tanpa Tandingan didaerah Tui san Lie
Kee Ceng, Pedang Penembus Langit Pek Gie Kie dan
Pendekar Pedang Keras Thiat Kiam Khek mengeluarkan
keluhan nafas lega. Tan Ciu telah menyelesaikan persengketaan dan ganjelan
hatinya kepada si Juta Bisa ia membalikkan badan dan
berjalan pergi. Tidak seorangpun yang menghadang kepergian pemuda
berkepandaian itu. Sampai didepan, tiba tiba Tan Ciu berjalan balik.
Langsung menghadapi Thung Lip dan berkata.
"Hampir aku lupa memberi tahu kepadamu".
"Tentang perkara apa?" Thung Lip bertanya dengan
heran. "Diluar Han san Siauw-ciok, aku bertemu dengan
istrimu" "Hei?" Thung Lip terlompat.
Hampir semua tertahan. orang turut mengeluarkan seruan Thung Lip membuka mulutnya dengan gugup.
"Kau...Kau..!!! Kau mengatakan istriku!!!"
Tan Ciu menganggukkan kepalanya.
"Kau tidak menggoda?" Thung Lip masih tidak percaya.
Giliran Tan Ciu yang dibuat heran. Dengan alasan apa
orang tua ini tidak percaya kepada kedatangan istrinya"
Terdengar suara si Pengemis Sakti Bermata Satu yang
keras. "Bocah, pandai sekali kau mempermainkan kita."
"Tugasku hanya menyampaikan pesannya saja" Suara
Tan Ciu acuh tak acuh. "Tidak mungkin." Berkata Thung Lip pasti.
"Apa yang tak mungkin?" Bertanya Tan Ciu.
"Keteranganmu tidak masuk diakal." berkata Thung Lip.
"Hei.." Pedang Penembus Langit turut berteriak.
"Siapakah yang tak tahu bahwa si Cendekiawan serba bisa
Thung Lip tidak beristri?"
Wajah Tan Ciu berubah pucat. Apa yang telah terjadi"
Sungguh membingungkannya.
Gadis berbaju putih itu mengatakan sebagai istri Thung
Lip. mengapa semua orang di tempat ini tidak mau
mengaku" Banyak orang tidak mungkin berbohong. Kecuali
keterangan gadis berbaju putih itu yang menyimpang dari
rel kebenaran. Mungkinkah hal ini bisa terjadi" Mungkinkah seorang
gadis mau sembarangan menyebut orang lain sebagai
suaminya. Apalagi mengingat orang tua sudah tua bangka.
Melihat wajah sipemuda yang seperti dirundung
kebingungan, Thung Lip maju kemudian bertanya.
"Baiklah kau menjumpainya?"
"Belum lama." "Berapakah umur wanita ini?"
"Kukira tidak lebih dari dua puluh tahun?"
"Ooooo... Hal ini betul betul heran. Aku sungguh belum
pernah beristri. Dari mana datangnya wanita ini" Apalagi
orang itu masih terlalu muda kukira masih gadis, semakin
tidak mungkin..." "Aku tidak mengarang cerita. Betul-betul aku
menjumpainya. Dikatakan olehnya bahwa dia adalah
istrimu, sebelum itu iapun menyebut namanya."
"Siapa nama yang digemakan olehnya?"
"Co Yong Yen." "Aaaa...Co Yong Yen..." Tubuh Thung Lip menggigil
segera, seolah olah diserang malaria. Wajahnya menjadi
pucat, hampir tidak terlihat tanda darah.
Perubahan Thung Lip tidak lepas dari semua orang.
Mereka menjadi heran, tidak mengerti. Dugaannya segera
jatuh pada istri piaraan si jago tua,
Terdengar suara si Cendekiawan Serba Bisa Thung Lip
yang bergumam. "Co Yong Yen"... Tidak mungkin .. Tidak mungkin
Dia... Dia sudah..."
Tiba tiba tubuhnya melesat keluar, mengagetkan semua
orang ditempat itu. Tidak seorangpun yang mengerti,
mengapa terjadi perobahan seperti ini. Berturut turut
mereka keluar dari Hin san Siauw Ciok.
Thung Lip lari keluar dan mengelilingi Hau san Siauw
ciok, tidak seorangpun yang dijumpai olehnya. Maka ia
balik kembali menemui semua orang. Ditariknya tangan
Tan Ciu keras-keras dan mengajukan pertanyaan.
"Apa yang dikatakan olehnya?" Suara ini agak gemetar.
"Setelah selesai kau berapat, segeralah cepat pulang".
"Aaaaaaaaaa......"
Alam pikiran Thung Lip mengalami getaran, tubuhnya
bergoyang goyang hampir jatuh.
Si Pengemis Sakti Bermata Satu cepat memayang tubuh
kawan itu. "Saudara Thung. kau mengapa?" Ia memberi peringatan.
Terdengar suara Thung Lip yang mengoceh. "Dia....Oo,
dia masih hidup...Tidak mungkin.... Tidak mungkin hal ini
dapat terjadi....Dia sudah mati ... Ia mati pada dua puluh
tahun yang lalu.... Akulah yang menguburkannya, Aku
menguburkannya sendiri. ya ... Telah kusaksikan ia
berkalang tanah.... Mana-mungkin bangkit kembali"..Ach
.." "Co Yong Yen itu istrimu?" Pengemis Sakti Bermata
Satu mengajukan pertanyaan.
"Seharusnya memang," Berkata Thung Lip. "Kuingat
jelas, pada dua puluh tahun yang telah silam, dikala para
jago mengadakan percakapan untuk menumpas Gadis
siluman dari Kutub Utara, dikala aku mengadakan rapat
digunung Oey san. sebelum aku menghadiri rapat itu, ia
pernah mengucapkan kata kata ini, 'Setelah selesai kau
mengadakan rapat segeralah cepat pulang'".
Bulunya mengerinding bangun, apa yang diucapkan oleh
seorang yang sudah mati dua puluh tahun dapat terulang
kembali disini. Mungkinkah ada arwah seseorang yang
gentayangan" "Setelah terjadi kejadian itu, bagaimana?" Tan Ciu
mengajukan pertanyaan dengan suara dingin.
"Diapun mati" "Mengapa?" "Dibunuh orang. Sebilah belati menembus dadanya!"
Suara si Cendekiawan Serba Bisa Thung Lip seperti
sedang didikte orang. Semakin lama semakin lemah.
Memang dunia yang sudah tua. bermacam macam
godaan mengganggu ketenangan manusia. Setelah tragedi
Pohon Penggantungan. di susul dengan urusan Tan Ciu
yang menyatakan kehilangan kakak perempuannya. kini
muncul dan bertambah lagi arwah Co Yong Yen yang
bangkit dari liang kubur, mengganggu ketenangan mereka.
"Pesan kata katanya telah kusampaikan kepadamu, kini
aku meminta diri!" Berkata Tan Ciu yang segera melesat,
meninggalkan Han san Siauw ciok!
Pemuda itu datang dan pergi bagaikan awan diudara
lepas! Kesan yang ditinggalkan oleh Tan Ciu kepada semua
orang ialah pertanyaan pertanyaan yang tidak mudah
dijawab! Si Juta Bisa yang menderita luka memandang si Buddha
Alim, dialah yang paling dekat dengannya!
"Dia sudah pergi?" Ia mengajukan pertanyaan,
"Betul" "Sudah dapat melihat asal usul ilmu kepandaiannya"
Dari aliran manakah pemuda itu?"
Si Budha Alim menggelengkan kepala.
Maksud mereka bergebrak dengan Tan Ciu ialah ingin
melihat gerak gerik ilmu silat pemuda itu. setiap aliran
mempunyai cara cara yang khas yang tersendiri,
harapannya ialah dapat mengetahui atau menduga dari
mana pemuda itu datang. Ternyata rencana inipun gagal.
Si Juta Bisa memandang Thung Lip. harapannya ialah
mendapat jawaban dari jago tua yang menjadi pemimpin
mereka. Thung Lip berhasil menguasai alam pikirannya yang
hampir terganggu. Kini ia memberi jawaban.
"Dugaanku jatuh pada ilmu pukulan Hian hong Ciang
dari si Putri Angin Tornado.."
"Pukulan Hian-hong-ciang dari Putri Angin Tornado?"
"Betul. Beberapa jurus pemuda tadi mempunyai ciri ciri
yang agak sama" "Bukankah Putri angin Tornado sudah lama mati?"
"Siapa yaag tahu" Orang telah lama tidak
menjumpainya. Karena tindak tanduknya yang banyak
melanggar kebajikan, banyak yang mengharapkan
kematiannya. Dan tersiarlah cerita burung yang
mengatakan Putri Angin Tornado sudah mati. Tentang
benar tidaknya berita ini, siapa yang dapat mengetahui
dengan pasti?" "Sudahlah. Acara kita adalah pohon penggantungan."
"Betul mari kita menjaga pohon maut itu!"
"Di sana kita dapat menemukan bukti-bukti, benarkah
pemuda tadi mempunyai sangkut paut, atau hubungan
dengan algojo Pohon Penggantungan."
Pengemis Sakti Bermata Satu, si Pedang Penembus
Langit Pek Giok Kie, Pedang Keras Thiat Kiam khek, si
Buddha Alim, si Juta Bisa dan Jago tanpa tandingan untuk
daerah Tui San Lie Kee Ceng, dibawah pimpinan Si
Cendekiawan Serba Bisa Thung Lip menuju ke Pohon
Penggantungan, o0dw0o TANGGAL LIMA BELAS. BULAN DELAPAN,
KUWEH Tong ciu piah tersebar disetiap rumah hari ini
adalah hari pesta kuweh, setiap orang berkumpul dengan
keluarganya sambil memandangi rembulan purnama.
Eetapi didalam sebuah hutan yang lebat terpeta tujuh
bayangan, disinari bulan terang, wajah wajah mereka masih
jelas. Itulah orang orang yang telah bermusyawarah di Han
Can Siauw Ciok, Thang Lip sekalian.
Bulan bulat diatas langit, Sinar cahaya kuning menyinari
bumi. Menembus bayangan-bayangan daun dihutan lebat itu
sinar rembulan menyinari Pohon Penggantungan yang
gundul dan tandus itu. Terpentanglah suatu bayangan cangkrang pohon, inilah
bayangan Pohon Penggantungan yang seram.
Setiap tahun. Pohon Pengantungan meminta korban.
Jiwa seorang gadis cantik yang pandai silat pasti direnggut
olehnya. Atas unsur unsur prikemanusiaan, dibawah pimpinan si
Cendekiawan Serba Bisa Thung Lip, para jago silat hendak
mencegah terjadinya drama maut itu,
Mereka telah berada didepan Pohon Penggantungan.
Thung Lip memberi perintah untuk menyebar diri. Maka
si Juta Bisa dan Pengemis Sakti Bermata Satu menjaga
sudut Utara. Budha Alim Thiat Kiam Khek menjaga daerah
Selatan, Pedang Penembus Langit dan jago Tui-san Lie Kee
Ceng menjaga timur, sedangkan si Cendekiawan Serba Bisa
Thung Lip menjaga posisi Barat.
Mereka mengurung pohon penggantungan.
Dibawah Pengawasan tujuh akhli silat ternama tentunya
Algojo Pohon Penggantungan tidak mungkin bergerak.
Malam berlarut Tiba-tiba berdesir saluran angin yang menggoyanggoyangkan daun daun pohon di
dalam rimba itu, bulu tengkuk setiap orang berdiri, Tujuh pasang mata menuju
kesana kemari, tidak sesuatupun yang dilihat.
Dibawah pengawasan tujuh tokoh silat kenamaan,
mungkinkah Algojo itu dapat membunuh semua orang
untuk diatas pohon maut itu"
Hanya satu kemungkinan, bila Algojo itu dapat
membunuh semua orang yang sudah nongkrong disana,
Kentongan malam telah dipukul dua kali, Thung Lip dan
kawan kawannya sudah tidak sabar. Tidak seorangpun
yang terlihat mendatangi tempat itu.
Kini kentongan malam dipukul tiga kali.
Suasana didalam rimba gelap itu telah dikurung oleh
selaput kabut putih. Dikala kentongan telah dipukul sehingga empat kali.
Halimun putih itu semakin tebal hawa semakin dingin.
Pandangan mata mereka mulai terhalang, kini tidak dapat
melihat jelas pemandangan yang berada pidepan mereka.
Pohon penggantungan tidak bergeming dari tempatnya.
Angin dan kabut tidak dapat mengganggu ketenangannya.
Ia mati, bahkan daun-daunnya pun sudah tidak ada.
Burung hantu yang terbang lewat diatas kepala mereka
semakin menambah keseraman malam itu.
Sinar kunang kunang berkelap kelip seperti mata hantu.
Waktu yang ditunggu tunggu seorang gadis cantik
digantung diatas Pohon Penggantungan tidak kunjung
datang. Tiba-tiba... Satu suara aneh memecah kesunyian, tujuh
tokoh silat yang telah lama menunggu itu tergerak, itulah
suara seperti ada seseorang yang melangkah datang, serta
tapak kaki yang bergerak diatas tanah. Semua orang
memasang mata lebar lebar.
Sayang Halimun pagi terlalu tebal, kabut ini menghalang
pandangan mata mereka. Tidak terlihat jelas ada orang
yang bergerak. Suara tapak kaki berjalan itu semakin dekat arah
tujuannya, ialah dimana ketujuh orang itu berada.
Ketegangan memuncak. Suara tapak kaki berjalan itu tiba tiba berhenti ditempat


Pohon Kramat Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang tidak jauh dari ketujuh tokoh silat itu berada.
Suasana menjadi sunyi lagi.
Satu bayangan, berdiri ditempat dua puluh tombak dari
jarak tempat itu. Thung Lip, Lie Kee Ceng, Thiat Kiam Khek, Pek Gie
Kia, Juta Bisa, Buddha Alim dan Pengemis Sakti Bermata
Satu bertujuh dapat melihat bayangan itu. Sayang kabut
halimun belum pudar, tidak terlihat jelas wajah orang itu,
juga tidak diketahui jenisnya, mungkin pria dan mungkin
juga wanita. Bayangan itu kaku tidak bergerak.
Hantu Setan" Tidak mungkin. Bagaimana itu adalah bayangan
manusia. Bila saja tidak diganggu oleh suasana alam yang
penuh kabut itu, tentu mereka dapat melihat jelas
wajahnya. Pengemis Sakti Bermata Satu tidak dapat menahan
sabar, ia mulai bangkit berdiri, Si Juta Bisa cepat menekan
kawan tersebut, Ia tidak ingin menggagalkan rencananya.
"Tunggulah sebentar lagi." Berkata si Juta Bisa perlahan.
Bayangan ini seperti mendapat firasat buruk, bahwa
dirinya sedang diancam oleh tujuh tokoh silat
berkepandaian tinggi. Ia tetap tidak bergerak ditempat yang
hanya berjarak dua puluh tombak.
Tiba-tiba.... Bayangan itu bergerak. Terapi arah
tujuannya bukan pohon Penggantungan, Ia berjalan pergi.
Meninggalkan Thung Lip cs,
Hal ini membingungkan ketujuh tokoh silat itu, semakin
lama bayangan itu semakin jauh dan akhirnya lenyap lagi.
Masih belum terlihat jelas oleh mereka, bagaimana
jenisnya orang itu. Thung Lip, Lie Kee Ceng, Thiat Kiam Khek si Juta Bisa,
Buddha Alim, Pedang Penembus Langit dan si Pengemis
sakti Bermata Satu memperhatikan Pohon Penggantungan,
Diatas ini belum terlihat gadis cantik yang mati di gantung.
Mungkinkah bayangan orang tadi yang menjadi algojo
Pohon Penggantungan"
Tidak seorangpun yang dapat memberikan jawaban
pasti. Mereka harus menunggu lagi. Menunggu terjadinya
drama penggantungan yang kejam.
Tiba tiba...... Untuk kedua kalinya, terlihat lagi sesuatu bayangan yang
bergerak datang. Kali ini gerakan kaki tapak semakin keras
dan semakin cepat, didalam sekejap mata, terlihat orang itu
telah berada dihadapan mereka.
Halimun pagi masih mengeruhi jagat. Kabut putih inilah
yang mengganggu pandangan mata sehingga tidak dapat
melihat jelas, siapa orang itu.
Orang itu telah masuk kedalam kurungan tujuh
orang....... sreeeeekkkk .... Serentak dan didalam sekejap
mata. Thung Lip dan enam kawan-kawannya bangkit dari
tempat persembunyian mereka.
Jarak mereka dekat sekali, kini jelas terlihat siapa yang
berada didepan mata mereka. Itu seorang kakek tua
berpakaian kotor, compang camping, rambut, jenggot dan
kumisnya tidak teratur. Si kakek aneh memandang tujuh orang itu, dilihat Pohon
Penggantungan tidak jauh darinya. Ia tertawa.
"Ha ha..ha......" Suaranya memecah kesunyian malam.
"Apa,maksud kalian mengurung pohon gundul ini?"
Si Cendekiawan Serba Bisa Thung Lip membuka suara.
"Apa maksudmu berkunjung kemari?"
"Ha, ha, na...." Kakek aneh itu tertawa.
"Bagaimana dengan Sebutanmu?" Sipengemis Sakti
Bermata Satu membentak kakek aneh itu.
"Aku?" Kakek berpakaian compang camping itu
menunjuk hidung sendiri. "Aku adalah orang yang hampir
sama denganmu" "Namun?" "Akh, lebih baik jangan dikatakan,"
Tujuh pendekar silat mengurung kakek aneh ini semakin
rapat, "Eth..Ekh..... hawa begini dingin apa guna kalian
mengurung pohon gundul?"
Kakek berambut kusut ini mempunyai banyak keanehan.
Tidak seorangpun yang memberi jawaban, Apa guna
mengajukan pertanyaan yang seperti ini" Bukankah dia
lebih tahu dari mereka" Kakek aneh itu tertawa berkakakan.
"Janganlah kalian menunggu orang yang akan mati.
Pergilah kalian." Berkata lagi kakek aneh itu.
Kini Thung Lip membuka suara.
"Kau sudah tahu bahwa diatas Pohon Penggantungan
bakal ada orang yang mati?"
"Ha, ha.ha..." Kakek aneh itu lucu sekali.
"Cerita Pohon Penggantungan telah tersebar luas, siapa
yang tahu?" "Apa maksud kunjunganmu?" Bentak si Juta Bisa.
"Maksudkunjunganku Penggantungan......"
bukan diatas Pohon "Diatas tempat apa?"
"Aku sedang mencari seseorang."
"Orang yang bagaimana?"
"Seorang anak muda yang sombong."
"Anak muda sombong?" Thung Lip tidak mengerti
Pemuda sombong seperti apa yang kakek aneh itu cari.
"Tidakkah kalian melihatnya?" bertanya lagi kakek aneh
itu. "Dia menggembol pedang dipunggungnya. Sifatnya
angkuh dan sombong. Bicaranya kurang ajar, tidak ada
aturan. Wajahnya dingin dan...."
"Aaa.... Tan Ciu?" Hampir semua orang menyebut
pemuda yang pernah mengganggu rapat mereka.
Mungkinkah Tan Ciu bakal berkunjung kemari"
Mungkinkah pemuda itu yang menjadi algojo pohon
penggantungan" Lalu bagaimana hubungannya dengan kakek aneh ini"
Pembantu algojo Pohon Penggantungan" Atau orang yang
main dibelakang layar"
Mereka tidak berani memikir terlalu banyak Seram dan
bergidik ..... "Hei, pernahkan kalian berjumpa dengannya?" Kakek
aneh mengulang pertanyaannya.
Si Cendekiawan Serba Bisa Thung Lip menatap wajah
kakek itu. "Mungkinkah ia akan mengajukan pertanyaan. datang kemari?" ia balik "Aku seperti melihat bayangannya menuju ketempat ini."
"Siapakah dia?"
"Mana kutahu" Hei, kau belum menjawab pertanyaanku,
pernahkah menjumpai dirinya?"
"kami tak melihat dia berkunjung kemari,"
"Heran.... Heran..." Orang tua menggeleng gelengkan
kepala. "Mungkinkah kau salah mata?"
Kemudian ia memandang ketujuh orang itu, satu persatu
ditatapnya tajam tajam. "Kalian adalah rombongan manusia goblok." Ia memaki.
"Alasanmu?" Pengemis
setapak. Sakti Bermata Satu maju "Apa yang bakal terjadi tidak mungkin di cegah. Malam
ini seorang gadis cantik akan tergantung diatas pohon botak
ini." Semua orang saling pandang. Mungkinkah kakek aneh
ini yang ingin menggantung Orang" Mereka belum
mendapatkan bukti nyata, bila perlu, mereka boleh
mengeroyoknya. "Pergilah kalian pulang ke tempat asal masing-masing!."
Berkata lagi kakek aneh itu.
Sebelum tujuh pendekar akhli silat itu mengambil suatu
putusan. Kakek aneh itu melesat tinggi, gerakannya gesit
sekali. Menerjang kurungan semua orang, melesat pergi.
Thung Lip cs membanting kaki. Ilmu kepandaian kakek
aneh tadi sungguh hebat sekali. Bila ia yang menjadi algojo
Pohon Penggantungan, tentu tidak mudah dihadapi.
Beruntung kakek itu telah pergi.
"Percayakah kepada membuka suara. keterangannya?" Kee "Aku tak percaya!" sahut Thiat Kiam Khek.
"Dikatakan drama penggantungan gadis cantik tidak
dapat dicegah!" "Bohong!" "Kita harus berusaha!"
-ooo000ooo- Jilid 2 Ceng "KITA harus mencegah orang menggantungkan gadis
cantik keatas pohon gundul itu."
"Kita boleh mengadu jiwa dengan algojo jahat dari
Pohon Penggantungan".
"Bagaimana ilmu kepandaian algojo itu?"
"Mungkinkah kakek jembel tadi?"
"Nanti kita dapat melihat."
"Dikatakan ia ingin mencari Tan Ciu, mungkinkah
bayangan yang pertama diam di depan kita itu".
"Mungkin bukan."
"Kukira dia. Potongan, badannya agak mirip."
"Tidak. Itulah potongan badan seorang wanita."
"Sudah" Thung Lip menutup perdebatan. "Yang penting,
kita tidak tidak boleh membiarkan orang itu menggantung
gadis silat diatas pohon kering itu. Siapa yang ingin
melakukankejahatanini,kitaberamaiharus
menempurnya". "Betul" Semua orang menunggu lagi.
Dikala hampir menjelang subuh, hari bertambah gelap,
kabut putih itu belum lenyap, Dan orang yang hadap
berhadapan pun sukar terlibat jelas.
Tiba-tiba angin berhembus masuk kedalam hutan lebat
itu menyerang semua orang. Mereka menggigil dingin.
Angin ini agak aneh sekali, kedatangannya mendadak dan
mencurigakan. Di-atas Pohon Penggantungan masih belum terlihat
korban, Mereka saling pandang dan disaat inilah kepala semua
orang menjadi pusing, pandanan matanya semakin gelap,
semakin gelap. "Celaka." si Juta Bisa yang biasa main racun kena diakali
orang juga. Ia tahu bahwa angin aneh tadilah yang
membawa malapetaka bagi mereka.
Mereka diserang obat bius dan tertidur.
Tujuh jago silat itu berpengalaman luas tapi masih kena
ditipu orang juga. termasuk si Juta Bisa yang pandai
memilih racun. Sebelum ingatan mereka lenyap semua samar samar
mereka dapat mendengar tapak langkah kaki orang yang
mendatangi, samar-samar seperti ada orang yang
menggantungkan sesuatu diatas Pohon Penggantungan.
Mulut mereka dipentang, maksudnya berteriak tetapi
gagal, tidak ada suara yang keluar.
Mereka ingin bergerak, sayang seluruh tubuhnya ngeloso
tidak bertenaga. Yang dapat disaksikan ialah bayangan orang itu
melakukan sesuatu diatas Pohon Penggantungan. Itulah si
Algojo Pohon Pengantungan
Laki laki" Atau wanita"
Mereka tidak tahu. Tua" Atau muda"
Merekapun tidak dapat melihat.
Kelopak mata mereka terkatup dan tertidurlah untuk
sementara! Waktu menjelang hampir pukul enam pagi. Mereka
tersadar dari kekangan obat tidur, hanya tubuhnya saja
yang masih lemah! Mereka masih tergeletak ditanah.
Kabut pagi telah buyar, hari telah berganti, Disana
menggeletak tubuh-tubuh dari enam orang yang masih ada
dalam keadaan payah. Enam orang" bagaimana mungkin hal ini dapat terjadi"
Mengapa bukan tujuh orang"
Thung Lip, Lie Kee Ceng, Pek Gie Kie, Thiat Kiam
Khek, si Juta Bisa, Buddha alim dan Pengemis Sakti
Bermata Satu, jumlah ini tujuh orang bukan" Mengapa
tubuh-tubuhyangmenggeletakdisekitarPohon
Penggantungan hanya enam orang"
Tentu saja, kerena diantara mereka telah berkurang
seorang. Siapa diantara tujuh orang itu yang lenyap tanpa bekas."
Mari kita melihat bagian berikutnya dari cerita ini.
oo0dw0oo ENAM orang itu bangun duduk. Mereka mengucek ucek
mata. jiwa mereka baru lolos dari lubang jarum. Mereka
ragu-ragu dan kurang percaya, bahwa mereka masih hidup.
Keenam orang itu saling pandang dengan perasaan
seram, curiga dan takut. Si Juta Bisa mengeluarkan hembusan napas dalam yang
panjang. Lima orang lainnya memandang kearah kawan tukang
main bisa ini. "Bagaimana?" Pengemis Sakti Bermata Satu mengajukan
pertanyaan. "Eh, mengapa kurang seorang ?"


Pohon Kramat Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Siapa ?" Mereka memeriksa dirinya dan betul saja disana telah
susut seorang, siapakah yang tidak ada itu"
"Thung tayhiap!!!" Lie Kee Ceng berseru keras.
Mengapa kepala pemimpin mereka yang tak ada"
Kemanakah perginya si Cendekiawan Serba Bisa itu"
Letak Thung Lip berada didekat si Juta Bisa, Pedang
Penembus Langit, mengapa kini tidak terlihat"
Terdengar lagi suara Si Buddha Alim,
"Hei lihat!" Mata semua orang tertarik kearah yang di tunjuk. Itulah
PohonPenggantungan.Entahkapan,disana
menggelantung seseorang, itulah gadis berbaju putih yang
mati dan menjadi korbannya tahun ini.
"Aaaaa...." Lagi-lagi. Pohon Penggantungan meminta
korban! Keenam orang itu diserang rasa takut yang tak
terhingga, diatas pohon masih berdayung-dayung jenazah
gadis itu. Sukma para jago hampir keluar dari tempatnya. Dalam
waktu yang singkat, diatas pohon Penggantungan telah
dijerat seorang, tanpa diketahui oleh mereka. Dan yang
aneh, si Cendekiawan Serba Bisa Thung Lip lenyap tanpa
bekas bekasnya. Untuk menghilangkan rasa takut, mereka segera
meninggalkan tempat itu dengan perasaan seram dan ngeri.
Berjalan tidak jauh, didepan mereka muncul seseorang,
datangnya sangat mendadak, lagi lagi enam orang itu di
kejutkan. Pengemis Sakti Bermata Satu yang berjalan dipaling
depan mengeluarkan suara keras.
"Kau!!" Orang yang menghadang kepergian mereka adalah si
pemuda angkuh Tan Ciu. Terlihat pemuda ini tersenyum aneh, dengan suara
dingin berkata. "Betul" Ke enam orang itu mundur ke belakang, Tan Ciu maju
dua langkah. "Eh, kalian mengapa?" Ia mengajukan pertanyaan.
Pengemis Sakti Bermata Satu memandang Pek Gie Kie.
Dengan satu kerlingan mata meminta pendapat kawan itu.
"Tentunya dia!" Berkata si Pedang Penembus Langit.
"Aku" apa?" Tan Ciu tidak mengerti. Maka
mengajukan pertanyaan. Semua orang telah dirundung ketakutan terus menerus,
hawa kumpulan ini menjadi suatu kemarahan yang tidak
dapat ditampung. Terlihat si Juta Bisa maju membentak
"Demi Thung tayhiap, mari kita menuntut balas!"
"Betul." "Minta pertanggung jawabannya."
"Bunuh saja." ia Pergolakkan itu semakin meningkat. Orang yang
pertama kali bergerak ialah si Pengemis Sakti Bermata Satu,
tangannya dikedepankan memukul pemuda itu.
Juta Bisa, Lie Kee Ceng, Thiat Kiam Khek dan Pedang
Penembus Langit tak tinggal diam, serentak, merekapun
memukul pemuda itu. Tan Ciu mendapat serangan lima orang tokoh kuat.
Kecuali si Buddha Alim, tak seorang pun yang menaruh
simpati pada pemuda angkuh ini, mereka menduga pasti,
bahwa Tan Ciu mempunyai hubungan yang erat dengan
Pohon penggantungan. Mendapat serangan itu, Tan Ciu menggeram. Tubuhnya
melesat tinggi, menghindari serangan-serangan tadi,
kemudian ia berteriak. "Tahan." Lima jago silat itu tidak mendengar peringatannya, lagilagi mereka menyerang.
Tan Ciu mempunyai ilmu kepandaian tinggi, ilmu
meringankantubuhnyapunhebat, lagi-lagi ia
mempertontonkan kepandaiannya melayang dari kurungan
semua orang dan berteriak.
"Hei, apa artinya permainan kalian?"
"Mengapa kau membius kami?" Pengemis Sakti Bermata
Satu mengajukan pertanyaan.
"Jangan bicara, dialah algojo Pohon Penggantungan."
Berkata si Juta Bisa. "Kemana kau sembunyikan pemimpin kita?" Pedang
Penembus Langit turut buka bersuara.
Tan Ciu termundur bingung.
"Eh, si Cendekiawan Serba Bisa telah mati?" ia
mengajukan pertanyaan. Pedang Penembus Langit membentak. "Jangan berpura
pura bodoh!" "lekas katakan." bentak Thiau Kiam Khek "Bagaimana
hubunganmu dengan Pohon pengantungan?"
"Bunuh saja," Berkata si Juta Bisa. dan enam tokoh silat
itu menyerang Tan Ciu lagi.
Tan Ciu dipaksa memberikan perlawanan, pedangnya
dikeluarkan dari tempatnya. Sret,, Sret... mendesak si
Penembus Langit dan Thiat Kiam khek.
Pengemis sakti Bermata Satu dan Juta Bisa mengisi
kekosongan kawan itu, Mereka mengancam punggung si
pemuda! Tan Ciu berhasil menghindari diri, tubuhnya diputar dan
menyerang lawan" Kali ini yang dijadikan sasaran ialah Lie
Kee San! Lie kee San adalah orang yang mempunyai ilmu
kepandaian terendah, tentu tidak berhasil menangkis,
tubuhnya jatuh terluka! "Kalian tidak bersedia mendengar keteranganku?"
Tau Ciu mengajukan pertanyaan.
"Tidak perlu " Dan si pemuda sudah dikurung lagi.
Bila Tan Ciu mau, didalam sekejap mata, ia dapat
membunuh lima tokoh silat itu, hanya pantangan
membunuh belum berani dilanggar, terpaksa ia harus
menggunakan siasat, melukai atau mendesak mereka.
Karena inilah tidak mudah untuk mencapai kemenangan
segera. Thiat Kiam Khek cs ingin membunuh pemuda itu, hanya
ilmu kepandaian mereka tidak dapat menandingi, keadaan
pertempuran berjalan terus.
Suatu ketika, Tan Ciu menengok kearah Pohon
Penggantungan, matanya terbelalak, ia berteriak.
"Aaaaaaa...." Suara ini mengejutkan semua orang, Berbareng Tan Ciu
melesat keluar dari kurungan dan menuju kearah Pohon
Penggantungan! Disaat yang sama. Juta Bisa mengirim pukulan maut,
Buddha Alim yang melihat kawan kawannya terdesak turut
memberi pukulan! Terdengar suara . Bukk ... Bukk, dua kali. tubuh Tan Ciu
yang melayang lepas itu kena pukulan dua orang. Dari
mulutnya keluar darah segar.
Tan Ciu tiba di Pohon Penggantungan, matanya tidak
lepas memandang gadis berbaju putih yang tergantung
dipohon tua itu, ia tidak memperdulikan lukanya. Keadaan
pemuda itu berubah sama sekali.
Enam jago silat tidak mengerti, mengapa pemuda itu
seperti kehilangan ingatan" Bukankah belum lama ia
menyerang dengan gagah sekali.
"Apa yang terjadi?" Buddha Alim
pertanyaan kepada kawan kawannya!
mengajukan "Heran, ia tidak berusaha menghindari pukulan kita!"
Berkata Juta Bisa, "Kukira ada sesuatu yang menarik perhatiannya!"
"Gadis berbaju putih itu !!!!"
"Mungkinkah kakak perempuannya ?"
"Inilah kesempatan baik untuk melenyapkan dirinya!"
"Betul...Bunuh saja lebih dulu!!"
Enam orang mendekati Tan Ciu. Si pemuda masih
berdiri didepan Pohon Penggantungan tanpa berkesiap.
Mengingat ilmu kepandaian pemuda angkuh yang sangat
tinggi, mereka tidak berani terlalu cepat bergerak, sehingga
dekat sekali, enam pasang tangan siap merenggut jiwa
pemuda yang hampir hilang ingatan tersebut. Keadaan
sungguh genting... , Tiba tiba terdengar suatu suara yang
mengguntur. Ditengah-tengah Tan Ciu dan rombongan lawan
bertambah seorang, itulah si kakek aneh yang belum lama
mencari carinya. Juta Bisa cs dipaksa menghentikan
gerakan. "Hei, apa yang kalian mau lakukan kepadanya?" Bentak
kakek aneh itu kepada semua orang.
"Membunuh." "Alasannya?" "Dia adalah algojo Pohon Penggantungan."
"Kalian telah membuktikan sendiri bahwa ia membunuh
orang diatas tiang Pohon Penggantungan?"
"Hanya dia yang muncul ditempat ini".
"Babi busuk! Akupun pernah muncul disini. Mengapa
tidakmendakwadirikusebagaialgojoPohon
Penggantungan?" Semua orang membentak lagi. dibungkamkan, Kakek aneh "Hanya kalian yang boleh datang" Orang lain tidak"
Hanya kalian yang bukan algojo" Orang lain dituduh
algojo". "Mungkin dia bukan algojo Pohon Penggantungan".
Bertanya Thiat Kiam Khek.
Kakek aneh itu mengangkat pundak.
Tiba-tiba terdengar suara Tan Ciu yang berteriak keras.
"Oh, Cie cie." Tubuhnya lompat dan menubruk gadis berbaju putih
yang mati tergantung diatas pohon gundul misterius itu!
Menyambung cerita lama, tatkala diatas Pohon
Penggantungan menggantung mayat seorang gadis berbaju
putih. Tan Ciu yang sedang dikeroyok oleh enam jago sitat
melibat tubuh itu, gerakannya menjadi lamban, otaknya
terganggu ingatan , jiwanya hampir tidak ada. Maka ia kena
pukulan-pukulan mereka. Disaat tegang inilah, datang kakek aneh yang menolong
jiwa si pemuda dari kematian.
Tan Ciu menubruk mayat gadis berbaju putih itu dan
berteriak. "Cie cie!" Diturunkannya mayat kakak perempuannya, matanya
menyalak merah. "Siapa yang membunuh kakakku?"
"Pohon Penggantungan." Berkata si kakek aneh.
itu Tan Ciu menggerakkan pedangnya dan di hantam Pohon
Penggantungan yang gundul dan tandus sudah mau kering
itu. Traaaanng, terdengar beradunya dua benda yang terbuat
dari logam, pedang Tan Ciu yang ingin memapas pohon
tepat mengenai sasaran, tetapi pohon itu tidak tumbang
atau patah, bila tangan Tan Ciu kurang kuat memegang
Pedang, senjata itu pasti terbang.
Tan Ciu, Kakek aneh itu dan enam orang lainnya
terbelalak. "Pohon besi?" Inilah suara Tan Ciu yang kaget.
Betul. Apa yang ditakutkan oleh banyak orang sebagai
Pohon Penggantungan itu adalah pohon yang terbuat dari
pada besi, pantas saja tidak tumbuh daun, pantas saja tidak
mati sampai bertahun tahun.
Hasil dari papasan pedang Tan Ciu hanya berupa lapisan
besi yang berbentuk kulit pohon.
Rahasia Pohon Penggantungan telah terbuka, ternyata
ada seseorang yang sengaja memasang besi maut ini!
Siapakah orang itu" Semua orang memikir dan mencari jawaban teisebut,
Tan Ciu menggeretek gigi. "Aku tahu."
"Apa yang kau ketahui?"
"Siapa yang membunuh kakakku."
"Siapa?" "Co Yong Yen!!".
Kakek aneh itu mengkerutkau keningnya!
"Siapa itu Co Yong Yen?" Ia mengajukan pertanyaan.
"Istri si Cendekiawan Serba Bisa Thung Lip."
"Thung Lip belum pernah beristri!"
"Mungkin!" Pengemis Bermata Satu turut bicara. "Tapi
tatkala saudara Tan ini meninggalkan Han san Siauw ciok
tiga hari yang lalu, ia pernah berjumpa dengan seorang
yang bernama Co Yong Yan, ialah istri Thung Lip. Thung
Lip tilak menyangkal tentang kebenarannya."
"Ooooooooooo .... Hal ini mempunyai hubungan
dengan Pohon Penggantungan?"
"Aku tidak peduli!!!" Berteriak Tan Ciu.
"Dialah tentunya yang membunuh kakakku, aku harus
menuntut balas ini".
"Tan Siauwhiap, semua terjadi karena salah paham.
Dengan ini aku mewakili semua kawan meminta maaf.
Selamat jumpa kembali".
"Silahkan Tan Ciu tidak menarik panjang".
Si Pengemis Sakti Bermata Satu mengajak, kawannya
meninggalkan tempat. Meninggalkan hutan hitam yang
penuh misterius itu. Tidak jauh dengan Pohon Penggantungan terlihat si
kakek aneh dan Tan Ciu, kecuali mereka, masih ada
sesosok mayatnya kakak Tan Ciu yang bernama Tan Sang
itu. Tiba-tiba terdengar suara tertawa cekikikannya seorang
wanita di luar rimba, tentunya memapaki munculnya Juta
Bisa sekalian,

Pohon Kramat Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Sungguh kebetulan bila mereka berkumpul menjadi
satu." Inilah suara wanita.
"Kau... Siapa?" Inilah suara Pengemis Sakti Bermata
Satu. "akan segera menemukan jawaban dialam baka".
Terdengar jeritan sampai berulang kali.
Semua kejadian terjadi di luar rimba.
Di dekat Pohon Penggantungan. Tan Ciu dan kakek
aneh itu dapat mendengar, wajah si kakek berubah menjadi
pucat. Tan Ciu tak dapat menahan sabar, tubuhnya bergerak,
diangkat mayat kakaknya dan siap melihat apa yang terjadi
dengan orang-orang tadi"
Tubuhnya kakek itu bergerak lebih cepat, ia menghadang
kepergian si pemuda. "Jangan," ia mencegah.
"Mengapa?" "Kau mau apa?" "Siapa wanita diluar rimba?"
"Kau tidak perlu kesana."
"Mengapa?" "Karena aku tahu dan dapat menjawab pertanyaanmu."
"Siapa dia?" "Si Jelita Merah."
"Mengapa tidak boleh menjumpai si Jelita Merah?"
"Kau bukan tandingannya. Jangan mengganggu!"
Wajah Tan Ciu berubah cepat.
"Minggir!!" ia membentak.
"Jangan!!" Kakek itu berusaha mencegah si pemuda
keluar rimba. Dengan mempelototkan mata, Tan Ciu membentak.
"Minggir.." Terpaksa kakek itu menyingkirkan diri dan membiarkan
Tan Ciu menggendong mayat Tan Sang meningggalkan
Pohon Penggantungan, Ia membuntuti dibelakang si
pemuda tanpa banyak komentar. Setelah kepergian dua
orang tadi, dari belakang Pohon Penggantungan keluar tiga
orang, mereka memandang bayangan belakang Tan Ciu.
Orang yang berada ditengah bertanya kepada mereka,
"Dia?"" "Betul" Orang yang dikanan memberi jawaban.
"Diselesaikan kapan?" Bertanya orang yang dikiri.
"Setelah keluar dari rimba ini, kita boleh turun tangan."
Berkata orang yang ditengah. agaknya orang inilah yang
menjadi pemimpin dari ketiga orang tadi. Mereka
membuntuti. "Kita lari kedepan dan menyusul Tan Ciu dan kakek
aneh itu". Suara jeritan jeritan sudah tidak, terdengar, ditanah
menggeletak enam sosek mayat, tidak jauh dari mayat
mayat itu berdiri seorang wanita yang mengenakan pakaian
warna merah. Wajah wanita itu cukup cantik, sayang
penuh kekejaman, ia memandang keenam mayat itu dan
bergumam. "Masih tinggal seorang Thung Lip." Disaat ini
Tan Ciu keluar rimba, dilihat enam mayat yang
menggeletak ditanah. itulah mayat mayat Thiat Kiam
Khek, Lie Kee Ceng, Juta Bisa, Buddha Alim, dan si
Pengemis Sakti Bermata Satu.
Kata-kata gumamnya wanita baju merah itu masih
terdengar jelas. Wanita inikah yang bernama si Jelita
Merah" Wanita itu melihat kearah Tan Ciu, lirikan matanya
melempar kerlingan yang menggiurkan,
Si Pemuda terkesima. Wanita baju merah maju mendekati Tan Ciu.
"Saudara kecil, siapa namamu ?" ia mengajukan
pertanyaan. "Kau tidak perlu tahu." Jawab Tan Ciu ketus. "Apa
permusuhanmu dengan mereka, mengapa membunuh
semuanya?" Wanita berbaju merah itu adalah si Jelita Merah yang
ditakuti oleh kakek aneh, mendapat pertanyaan Tan Ciu
seperti tadi, ia tertawa cekikikan!
"Hanya membunuh mati beberapa orang saja kau
bartanggur tengger seperti ini."
Ia sudah biasa membunuh orang maka dapat
mengucapkan kata kata ini dengan tertawa ha ha-ha hi hi hi
hi Tan Ciu masih menggendong kakaknya, ia mendelikan
mata. "Eh, siapakah yang kau gendong itu?" Bertanya si Jelita
Merah melemparkan lirikan mata lagi. "Kekasihmu?"
"Kentut" Tan Ciu membentak.
"Saudara kecil, hati.hati menjaga mulutmu agar tidak
kena tamparan." "Tutup mulut. Apa dendammu kepada mereka, mengapa
main bunuh saja?" "Bila tidak membunuh?" mempunyai dendam, tidak boleh "Memang." Wajah Tan Ciu berubah, ia meletakan tabuh kakaknya.
begitu bergerak tangannya telah menarik keluar pedang dari
punggung dan langsung menusuk wanita berbaju merah itu.
Jelita Merah memutar badan gerakannya gesit sekali,
melesat jauh dan mcnghindari tusukan pedang si pemuda.
Disaat ini, kakek aneh baru keluar dari dalam rimba.
Tepat berhadapan dengan wanita berbaju merah itu.
"Kau?" Si Jelita Merah memutarkan biji hitam matanya,
pada wajahnya masih tersungging senyuman. "Su Hay
Khek, kau belum mati?"
Kakek aneh ternyata itu bernama Su Hay Khek.
"Terima kasih" ia berkata. "Masih terlalu pagi untuk
mati..." "Hm.." "Sudah lama kita tidak bersua. Semakin lama kau
semakin cantik saja."
"Tua bangka mata keranjang, berani kau main main
kepadaku?" "Ha.... Umurku telah lebih dari enam puluh tahun. Mana
kuat main lagi?" Badan Jelita Merah bergerak, cepat sekali, tangannya
diangkat dan ... plak ... menampar pipi si kakek aneh itu!
Kakek aneh Su Hay Khek tidak menyingkir dari
tamparan tadi, tidak mungkin ia dapat menghindarkan diri
dari tamparan si Jelita Merah. Dan memang ia tidak ada
niatan untuk menghindarkan diri dari tamparan tadi.
Jelita Merah tertawa bahak bahak.
"Berhati-hatilah memainkan lidah," ia berkata.
Kakek aneh itu mengusap usap pipinya yang kena
ditampar orang, ia tidak marah.
"Nona kecil, tamparanmu ini keras sekali." ia masih bisa
berkelakar "Tua bangka kurang ajar, bila kau masih tidak berhatihati, kau akan menerima
yang lebih keras lagi".
"Terima kasih".
"Hei, bagaimana dengan perintahku" Sudah berhasil kau
temui". "Siapakah nama orang itu?"
"Kau belagak bodoh" Ingin mendapat tampar lagi?"
"Tan Kiam Lam yang kau maksudkan?"
"Betul!!" Wajah Tan Ciu berubah, lagi lagi ia mendengar nama
Tan Kiam Lam disebut, orang yang punya hubungan dekat
dengan dirinya, Kakek aneh Su Hay Khek berkata.
"Dikabarkan ia telah tiada."
"Mati?" "Betul". "Dimanakah jenazahnya di kuburkan?"
"Mana aku tahu!"
"Mati di tangan siapa ?"
"Istrinya," "Dan dimana kini istrinya itu berada ?"
"Aku tidak tahu juga."
Jelita Merah mempelototkan matanya. "Semua kau
jawab dengan serba tidak tahu!" Ia ngedumel.
Su Hay Khek tertawa cengar cengir. "Hei, di manakah si
Cendekiawan Serba Bisa itu berada?" Bertanya lagi Jelita
Merah. "Thung Lip belom lama lenyap".
"Belum lama?" "Betul. Mungkin dibawa oleh pencipta pohon besi."
"Pohon Besi?" "Pohon penggantungan, Itu yang kumaksudkan".
"Siapa orang yang membikin Pohon Penggantungan?"
"Tidak tahu." "Lagi lagi tidak tahu?"
"Memang aku tidak tahu."
"Kuberi waktu sepuluh hari untuk menyelidiki hal ini.
Dan kau harus memberi keterangan yang memuaskan
tentang Pohon Penggantungan".
Su Hay Khek mengangkat pundak.
"Sepuluh hari" kukira waktu ini terlalu singkat".
Ia pandai berkelakar. "Bila satu bulan, bagaimana?"
"Apa boleh buat".
"Nah, pergilah.. Segera cari keterangan tentang Pohon
Penggantungan." "Baik." Sebelum berangkat, si kakek aneh Su Hay khek
mendekati Tan Ciu, dengan suara yang disalurkan dengan
tekanan gelombang tinggi ia membisiki si pemuda
"Bocah, kukira kau adalah anaknya Tan Kiam Lam."
Tubuhnya melesat dan lenyap cepat.
Tan Ciu ingin mendapat keterangan yang lebih jelas. Ia
terlambat. Gerakan Su Hay Khek terlalu cepat sekali.
Betulkah keterangan kakek aneh itu yang mengatakan
bahwa ayahnya bernama Tan Kiam Lim"
Betulkah keterangan yang diberikan kepada si Jelita
Merah, bahwa Tan Kiam Lam mati dibawah tangan
istrinya sendiri". Mengapa" Ooo, sungguh kejam sekali. Hal ini tidak seharusnya
terjadi. Diharap saja Tan Kiam Lam bukan ayahnya.
Diharap saja ia tidak mempunyai ibu yang sekejam itu,
membunuh suami sendiri. Tetapi siapakah yang menjadi ayahnya" Tan Ciu teringat
kepada kakak perempuannya, gadis baju putih itu masih
menggeletak tidak jauh dari tempat ia berada. Hanya Tan
Sang yang dapat memberi keterangan ini, sayang Tan Sang
telah binasa. Si pemuda melamun terlalu banyak. Tidak disadari
bahwa Jelita Merah telah meninggalkan dirinya.
Meninggalkan mayat-mayat Juta Bisa sekalian.
Lima bayangan mulai bergerak. Tidak ada suara,
arahnya ialah dimana Tan Ciu berada.
Tidak jelas wajah lima bayangan yang baru datang,
mereka mengenakan pakaian yang serba merah,
diantaranya ialah seorang tua yang menjadi kepala
pemimpin rombongan itu. Mereka mengurung Tan Ciu di tengah.
Si pemuda tersentak, ia mendongakkan kepala dan
diketahui bahwa dirinya telah berada dibawah kurungan
orang. Orang tua berbaju merah membuka suaranya yang
dingin. "Namamu Tan Ciu?"
"Betul" Si pemuda membusungkan dada, "Murid si
Puteri Angin Tornado?" si Angin Tornado adalah nama
angin yang terhebat, rumah besarpun dapat diungsikan
olehnya. Sungguh seram...
Tiga hari yang lalu, si Cerdekiawan Serba Bisa Thung
Lip pernah mengatakan bahwa ilmu silat Tan Ciu
mempunyai banyak persamaan dengan si Puteri Angin
Tornado" Kini lagi lagi ada orang yang mengajukan
pertanyaan bahwa si pemuda adalah murid wanita itu.
Betulkah bahwa Tan Ciu mendapat pelajaran ilmu silat
dari Puteri Angin Tornado. Mari kita teruskan cerita,
Terdengar Tan Ciu membuka suara. "Kalian dari mana?"
Rombongan orang berbaju merah itu tidak menjawab. Si
orang tua yang menjadi pemimpin mereka memberi
jawaban. "Hal ini kau tidak perlu tanya. Kau belum
menjawab pertanyaanku tadi, gurumu Puteri Angin
Ternado?" "Umpama betul, apa yang kau lakukan" Bila bukan, apa
pula yang kau perbuat?"
Orang tua berbaju merah itu tertawa lepas.
"Berilah jawaban yang pasti," katanya dengan suara
tidak enak didengar. "Kau anak murid si Puteri Angin
Tornado?" Gerakan orang-orang berbaju merah ini aneh sekali. Tan
Ciu segera menduga komplotan Pohon Penggantungan.
Wajahnya berubah. "Betul. Aku adalah anak murid Puteri Angin Tornado."
Ia memberi jawaban pasti.
"Bagus." "Apa yang bagus?"
"Kau harus turut kami" Berkata orang tua berbaju merah
itu. "Kemana?" "Jangan bertanya?"
"Aku tidak bersedia turut dengan kalian,"
"Ingin dipaksa"."
"Bagaimana asal usul kalian
mengajukan pertanyaan. berlima?"

Pohon Kramat Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tan Ciu "Kau turut atau tidak?"
"Kukira kalian tak dapat memaksa orang?"
"Dengan kekerasan?"
"Boleh coba" Tan ciu menantang.
"Baik." Orang tua berbaju merah itu memberi isyarat kepada
keempat kawannya, serentak, mereka mengurung Tan Ciu
lebih rapat. Dugaan Tan Ciu kepada orang orang berbaju merah itu
telah dikesankan sebagai komplotan Pohon Penggantungan,
ia sengaja menarik perhatian orang, maksudnya menempur
mereka. Lima orang berbaju merah telah berada di dalam
keadaan siap tempur, orang tua yang menjadi pemimpin
mereka berkata. "Kesempatan terakhir untukmu, maukah turut?"
"Tidak." Orang tua berbaju merah menurunkan tangannya,
serentak lima orang itu menghujani Tan Ciu dengan
pukulan-pukulan, Memang hebat, bila tokoh silat biasa yang menghadapi
cara mereka bertempur ini, tentu kewalahan dan pasti
menjadi korban pukulan. Tan Ciu menarik keluar pedang yang disabetkan kepada
setiap tangan yang datang, tentu saja mereka tak berani
membentur senjata tajam itu dan mundur teratur.
Merekapun mengeluarkan pedang, dengan cara bergiliran
mereka mengurung pemuda itu.
Didalam beberapa jurus pertama, Tan Ciu dapat
menghadapi semua orang itu dengan tenang. Semakin
lama, tenaganya semakin berkurang, itu disebabkan oleh
luka pukulan-pukulan rombongan Juta Bisa, karena belum
sempat mengatur pembuluh pembuluh darah yang rusak,
tenaganya tentu terganggu.
Lima orang berbaju merah menyerang semakin gencar,
bergilir mereka maju dan mundur, dengan tapak-tapak kaki
yang teratur mereka mendesak Tan Ciu setelah
mengeluarkan pedang, maka semakin kuatlah desakan
mereka. Tan Ciu kewalahan. Bila saja ia tidak mempunyai
kepandaian istimewa, setelah mendapat pukulan orang,
dipaksa menempur lima orang, tentu telah jatuh lama.
Orang tua berbaju merah yang menjadi pemimpin
rombongan itu tertawa dingin, ia tahu sudah waktunya
mencari kemenangan, pedang dipindah ketangan kiri,
membiarkan keempat kawannya menyerang dari depan,ia
mengitari mereka dan berada dibelakang lawan mudanya,
Empat orang baju merah menyerang Tan Ciu dengan
empat pedang mereka. Tan Ciu menggunakan pedang menangkis senjata-senjata
itu. Pemimpin orang berbaju merah telah berada dibelatang
Tan Ciu, ia mengirim satu pukulan tangan.
Diserang dari depan dan belakang, dalam keadaan yang
sudah payah, Tan Ciu tidak berdaya.
Bek...... Melewati empat orang berbaju merah yang
berada didepannya, tubuhnya Tan Ciu terpental terbang
jauh, ia telah menerima satu pukulan orang tua baju merah
itu. dari mulutnya memuntahkan darah merah,
menggeletak ditanah. Tentu, saja, setelah menderita luka, tidak semestinya
menempur orang pula, den lebih jauh pantang menerima
pukulan dari belakang, Tan Ciu jatuh, tidak dapat bangun
lagi. Empat orang berbaju merah, dengan pedang ditangan
menyusul tubuh Tan Ciu yang melayang diatas kepala
mereka. Begitu tubuh si pemuda itu jatuh ditanah, empat
pedang itu pun menusuk. Terdeangar suara jeritan panjang.....
Darah berhamburan. Tan Ciu mati" Tidak.
Luka" Juga tidak. Jeritan tadi adalah suara jeritannya empat orang berbaju
merah yang menusukkan pedang meraka. Ternyata sesuatu
bayangan bergerak lebih cepat, sebelum keempat pedang
mengenai Tan Ciu, bayangan ini menggunakan
kepandaiannya membunuh keempat orang berbaju merah.
Tan Ciu membelalakkan mata. Orang tua berbaju merah
turut terkejut. mungkinkah ada orang yang berkepandaian
silat setinggi ini" Dapat membunuh keempat kawannya
dalam sekejap mata! Siapakah orang itu" Disana telah
bertambah seorang, dia adalah si Jelita Merah yang telah
pergi dan balik kembali. Orang tua berbaju merah tidak kenal, ia membentak,
"Siapa?" "Kau tak membentak. perlu tahu. Pergilah..." Jelita Merah Tan Ciu tidak mempunyai kesan baik kepada si Wanita
ini, didalam keadaan marah dan hati panas. ia mendorong
kedua tangannya dengan tenaga penuh.
Jelita Merah membelakangi si pemuda, ia sedang
berhadap hadapan dengan orang tua itu. Memperdebatkan
hasil dari pembunuhan yang yang dilakukan olehnya.
Hanya satu kali gebrak ia mengirim jiwa keempat kawan
orang tua itu pergi keakhirat. Dia datang dengan maksud
membantu Tan Ciu, menolong jiwa pemuda dari kematian.
Tentu saja ia tidak menduga sama sekali, bahwa dirinya
diserang seperti itu, karena jaraknya yang terlalu dekat,
tidak mungkin ia menyingkirkan diri dari serangan itu, tepat
sekali, punggungnya menerima pukulan Tan Ciu. Tubuh
Jelita Merah terpental jauh. Kini Tan Ciu berhadapan
dengan orang tua berbaju merah.
Terdengar geramannya si kakek, pedang yang ditangan
kiri telah pindah ketangan kanan, dan menusuk kearah si
pemuda. Tan Ciu memapaki dengan pedangnya.
TRAAA..NN..GG!!!! Tan Ciu sudah tidak bertenaga, hasil dari bentrokan dua
pedang itu, tubuhnya terdorong kebelakang.
Orang tua berbaju merah mengirim pukulan tangan
kosong, ternyata tangan kanan dan kiri dapat dikasih kerja
sama. Tan Ciu sudah lemas. Bergoyangan sukar. kini tak dapat
menyingkir dari serangan ini,
"Beekkk ..." Sekali lagi si pemuda memuntahkan darah segar,
tubuhnya jatuh ngeloso ditanah.
Orang tua baju merah menggerakkan pedang ditangan
kanan, maksudnya menusuk tembus perut sang korban.
Jelita Merah telah bangkit, ia menepuk pundak orang tua
itu. Aaaaaa!! Si kakek menyingkir kesamping, tusukkan pedang yang
hampir menembus perut Tan Ciu menjadi gagal.
Si Jelita Merah mengirim pukulannya yang kedua.
Kali ini, si kakek tidak sanggup bertahan, dengan satu
suara jeritan panjang, ia menghembuskan napasnya yang
penghabisan. Tan Ciu luka parah, tetapi belum mati. Kini ia merayap
bangun. Jelita Merah telah menghabiskan jiwa semua orang, ia
membalikkan badan dan memandang pemuda itu. Matanya
terlihat kilat sakit hati, pukulan Tan Ciu hampir merengut
jiwanya. Mungkinkah ia membiarkan si pemuda berlaku
kurang ajar" "Kau kejam"!" Kata-kata ini penuh dendam.
Tan Ciu tidak gentar. "Siapa yang menyuruhmu membunuh
Tuntutan si pemuda masuk diakal.
mereka?" "Salahkah membantu dirimu?"
"Aku tidak butuh bantuan!"
"Aku dapat membantu, tetapi dapat juga membunuh,
tahu?" "Aku percaya, apalagi didalam keadaan seperti ini!"
Jelita Merah tertawa. "Biarpun kau tidak terluka, biarpun kau berkepandaian
tinggi. Aku masih sanggup membunuhmu !"
"Belum tentu" Tan Ciu menantang.
Dari dalam saku bajunya, Jelita Merah mengeluarkan
sebutir obat. Dilemparkan kearah. Tan Ciu dan berkata.
"Makanlah. Agar kau sembuh. Aku menanti,"
Tan Ciu menyambuti obat itu. Memeriksa sebentar dan
dilempar balik lagi. "Siapakah yang dapat menjamin bahwa benda ini tidak
mengandung racun?" Ia tidak percaya itikad baik wanita itu.
Jelita merah mengkerutkan kedua alisnya.
"Kau tidak tahu budi!" ia berkata.
"Siapa yang sudi menerima budimu !"
"Sudah bosan hidup, he?"
"Kau kira aku takut?"
Karena tidak sanggup menerima dan menelan hinaan
hinaan si pemuda. Jelita Merah mengayun tangan..
Tan Ciu ingin menyingkir dari serangan itu, tetapi tidak
berdaya, kondisi badannya berada didalam keadaan yang
tidak mengijinkan. Pukulan Jelita Merah membuat Tan Ciu. memuntahkan
darah dalamnya. Beruntun beberapa kali, ia dipukul orang,
tubuh si pemuda ngusruk di tanah.
Tan Ciu memang kepala batu, ia bandel. Hanya
mendongakkan kepala, ia masih berani menantang.
"Jelita Merah lebih baik kau membunuh diriku."
"Tentu" "Kuanjurkan agar membunuh segera. Jangan tunggu
waktu sampai esok hati."
"Mengapa?" "Bila sampai aku tidak mati, dendam ini akan
mengendap seumur hidupmu."
"Baik." Jelita merah menganggukkan kepala. "Aku
mengabulkan permintaanmu"
Tan Ciu memeramkan mata. Ia siap menerima kematian.
Jelita Merah mengangkat tangannya tinggi, perlahan
lahan ia menurunkan tangan itu tepat berada diubun-ubun
Tan Ciu. Sampai disini, ia menghentikan gerakannya. Ia
memandang wajah si pemuda yang tampan menarik itu,
dan mengeluarkan keluhan panjang. Tangannya ditarik
kembali. Batal mengadakan pembunuhan.
Terlalu lama Tan Ciu menutup mata, dikala membuka
mata kembali dan melihat kejadian ini, ia menjadi heran
dan tidak mengerti. Lama sekali mereka saling pandang,..
"Mengapa kau batal turun tangan?" Si pemuda mulai
memecah kesunyian. "Aku..." Sinar mata Jelita Merah menyingkir dari
bentrokan. "Aku tidak membunuhmu di hari ini. Aku
memberi kesempatan agar kau mempunyai waktu untuk
memperdalam ilmumu dan menuntut balas kepadaku!"
Ia membalikkan tubuhnya, melesat dan meninggalkan
Tan Ciu. Kondisi badan Tan Ciu berada dalam keadaan yang
terburuk, ia dapat bertahan karena adanya lawan kuat. Kini
segala sesuatunya telah bebas, Ia tidak sanggup menguasai
segala galanya lagi. Kepalanyapun dirasakan berat dan
roboh menggeletak ditanah.
Mendadak, .... Ia seperti melihat sesuatu bayangan merah melayang
datang sangat samar-samar guram sekali.
Tau Ciu menyangsikan kebenaran ini. Mungkinkah
didalam khayalan" Tidak! Inilah hal yang benar. Apa yang disaksikan
olehnya betul-betul terjadi dihadapan pemuda itu. Hanya
daya ingatannya terlalu suram. Maka tidak jelas!
Lagi lagi datang bayangan lain melayang datang, kali ini
berwarna kelabu. Langsung mendekati tubuh Tan Ciu yang
terbaring ditanah. Bayangan kelabu itu mengangkat tangannya, bila tangan
ini turun, tentu jiwa si pemuda pasti akan naik ke sorga.
Tiba-tiba terdengar satu suara dingin membentak.
"Jangan!" Tangan sibayangan kelabu turun
menghantam tubuh sang mangsa.
perlahan, batal "Dia...." Agaknya ingin membantah.
"Kami masih membutuhkannya."
"Bila sampai terjadi....."
"Dengarlah perintahku."
"Bila ia berhasil menemui ayahnya."
"Ayahnya?" "Tan Kiam Lam itulah ayahnya."
"Tak mungkin... Tak mungkin mereka bersua" Si
bayangan kelabu dapat diberi mengerti,
"Pasti?" Ia masih ragu ragu.
"Pasti sekali!! Karena ayahnya sudah binasa.
Mungkinkah mereka bersua" Kecuali dialam neraka, inipun
tak perlu kita khawatirkan"
"Dimisalkan ayahnya tidak binasa?"
"Mudah diselesaikan. Kita dapat menggunakan
tangannya untuk membunuh Tan Kiam Lam"
"Baik. Pendapat kauwcu memang beralasan."
"Kau ..." Percakapan berikutnya tidak dapat masuk ke telinga Tan
Ciu. Ia telah jatuh pingsan, tidak sadarkan diri lagi.
ooodwooo BEBERAPA lama kemudian, Tan Ciu sadar dari
pingsan. Tenaganya dirasakan segar, bau harum masih


Pohon Kramat Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terkulum didalam mulut, tentunya ada seseorang yang
memberinya obat mujarab. Ia tersentak bangun, lompat berdiri. Matanya
memandang lepas, terlihat jelas ada seseorang yang berdiri
didepannya. Orang ini berdiri kaku, tidak bergerak.
Tan Ciu mengucurkan keringat dingin.
Sekian lama.... Tan Ciu dapat membedakan siapa yang
berdiri dihadapannya, itulah seorang sastrawan setengah
umur. Wajahnya dingin dan kaku, tentunya orang yang
tidak mudah dihadapi. Orang yang dihadapan Tan Ciu adalah orang setengah
umur yang berpakaian sastrawan, ia berdiri tidak
bergeming. Tan Ciu tidak kenal orang ini, ia memandang dengan
sinar mata penuh pertanyaan.
Sastrawan setengah umur itu tengah menyaksikan bahwa
si pemuda betul-betul telah sembuh, maka ia pun membuka
suaranya yang dingin. "Bagaimana dengan luka lukamu?"
Tan Ciu sadar, tentunya sastrawan ini yang menolong
dirinya. Ia memberi hormat berkata.
"Atas bantuan cianpwee, disini Tan Ciu menghaturkan
terima kasih." Orang itu hanya membalas hormat sipemuda, ia hanya
menganggukan kapala tanda kepuasan hatinya.
Tan Ciu memandang ketanah, matanya terbelalak.
"Mengapa?" Melihat gerak gerik si pemuda yang meragukan,
sastrawan setengah nmar itu mengajukan pertanyaan.
"Dimana jenazah kakak perempuanku?" Tan Ciu
kehilangan mayat saudara perempuannya.
Jenazah Tan Sang lenyap tanpa bekas.
Sastrawan setengah umur itu mengerutkan alisnya.
"Jenazah kakak perempuanmu?" ia bertanya
"Ng.... " Tan Ciu masih berusaha mencari jenazah itu.
Namun gagal. Tidak ada tanda-tanda kemana perginya
jenasah Tan Sang. Tan "Kau telah tolong mengebumikannya?"
mengajukan pertanyaan. "Tidak." kepastian. Sastrawan setengah umur itu memberi "Aneh. Kau telah memindahkan kelain tempat?"
"Jangan sembarang menuduh."
"Bagaimana ia lenyap?"
"Kukatakan bahwa aku tidak melihat jenazah ciciemu"
"kecuali kau, ada beberapa orang disini?"
"Kau memang bocah yang tidak tahu mati, selama kau
jatuh tak sadarkan diri kukira lebih dari 10 orang yang
berkunjung ketempat ini."
"Siapakah mereka".."
Ciu "Anak buah perkumpulan Iblis Merah atau Ang moKauw".
"Mengapa kau tahu?"
"Sedari kau berada dikota Kai Hong, aku telah mengikuti
perjalananmu!", "Mengikutiku" Apa maksudmu mengikuti orang?"
"Sebab pertama disebabkan ingin tahu".
"Sebab kedua?" "Aku ingin mengajukan pertanyaan, kepadmu!"
"Silahkan kau ajukan pertanyaan. Apakah yang ingin
kau ketahui." "cici mu telah menjadi korban Pohon Penggantungan?"
"Betul." "Mengapa?" "Mana kutahu alasan ini" Bila kuajukan pertanyaan
kepadamu. 'Mengapa para gadis Cantik berkepandaian silat
digantung diatas Pohon Penggantungan" Apa yang kau bisa
jawab?" "Kau pandai." "Terima kasih!"
"Namamu Tan Ciu?"
"Betul." "Anak Tan Kiam Lam?"
Hati Tan Ciu tergetar. Lebih dari satu kali, ia mendengar
orang mengatakan dirinya sebagai putra Tan Kiam Lam.
Siapa itu Tan Kiam Lam, ia tidak tahu... Mengapa mereka
itu menduga seperti itu"
Berdengung lagi percakapan dua orang yang mau
membunuh dirinya tadi, dikatakan Tan Kiam Lam telah
tiada, dan tidak mungkin ia dapat bertemu dengannya. Bila
betul Tan Kiam Lam itu Ayahnya, oh ...
Sastrawan setengah muda itu menyadarkan Tan Ciu dari
lamunan. "Kau belum menjawab pertanyaanku!";
Tan Ciu tersentak bangun.
"Aku tidak dapat memberi kepastian," ia menjawab.
"Siapa yang dapat memberi kepastian?"
"cicie-ku Tan Sang."
"Mungkinkah Tan Sang tidak memberi tahu kepadamu
siapa yang menjadi orang tua kalian."
"tidak!" "Aku tidak percaya."
"Terserah, sedari kecil aku turut guruku mempelajari
ilmu silat, Setiap sepuluh atau dua puluh hari, aku
diperolehkan bertemu dengan cicie-ku. Pada sepuluh hari
yang baru lalu, dikala aku kembali kerumah, ia
meninggalkan sepotong surat dan mengatakan ingin
menemui Thung Lip!" "Kalian tidak berjumpa lagi, sehingga sampai ia
digantung diatas Pohon Penggantungan."
"Betul" Wajah sastrawan itu dingin dan kaku, tidak terlihat
perubahan paras mukanya. Hanya pada sinar matanya yang
berkilat-kilat itu, membuktikan bahwa ia ragu ragu.
Giliran Tan Ciu yang mengajukan pertanyaan.
"Kau kenal dengan Tan Kiam Lam ?"
"Tan Kiam Lam mati dibawah tangan istrinya sendiri!"
Sastrawan setengah tua itu tidak memberi jawaban,
sebaliknya mengajukan pertanyaan lain.
"Inilah cerita orang." Berkata Tan Ciu.
"Tentang kebenarannya?"
"Aku tidak tahu." si pemuda menggoyangkan kepala.
"Dengan alasan apa seorang istri membunuh suami
sendiri?" "juga tidak tahu." Tan Ciu tidak masuk perangkap
pertanyaan. Tan Ciu mempunyai otak yang cerdas, dari pembicaraan
orang, ia paham bahwa tidak mungkin orang ini tidak kenal
dengan Tan Kiam Lam. Pertanyaan pertanyaan tadi hanya
alasan untuk menyingkirkan diri dari hubungannya dengan
Tan Kiam Lam. Siapakah orang ini" Mengapa ia tak mau menyebut namanya"
"Kau kenal dengan Tan Kiam Lam?"
Sekali lagi, Tan Ciu mengulang pertanyaannya yang
belum dijawab. Sastrawan itu memandang alam di tempat jauh,
"Kau tidak berani memberi jawaban?"
mendesak. "Dimisalkan kenal."
"Mengapa menggunakan perumpamaan?"
Tan Ciu "Karena aku baras mengetahui asal usulmu lebih dahulu.
Setelah itu baru boleh membuka rahasia pribadiku."
"Mengetahui asal usulku"."
"Betul. Aku belum dapat bukti yang menyatakan bahwa
kau adalah putra Tan Kiam Lam".
"Setelah terbukti aku betul menjadi anak Tan Kiam Lam,
bagaimana?" "Ku harap saja bukan!"
"Mengapa" Mengapa aku tidak diperbolehkan menjadi
anak Tan Kiam Lam?" "Bila betul ayahmu bernama Tan Kiam Lam, Tragedi
sedih segera menimpa dirimu".
"Tragedi sedih?"
Tan Ciu membuka mulut, mengeluarkan kata-kata
tadi."Mengapa ada tragedi sedih yang menimpa ayah Tan
Kiam Lam" Apa yang menyebabkan tragedi sedih itu?"
"Bagaimanakah kepribadian Tan Kiam Lam itu?" Si
pemuda mengajukan pertanyaan.
"Jangan kau tanya soal ini kepadaku." Berkata si
sastrawan. "Kecuali kau dapat membuktikan bahwa kau adalah
anaknya." "Cicie Tan Sang tahu. Sayang ia sudah tiada."
"Maka tidak mungkin kau tahu asal usul dirimu,
bukan"." "Aku akan berusaha mencari tahu?"
"Siapa yang menjadi sumber berita?"
"Aku akan mengajukan pertanyaan kepada semua
orang," "Jangan harap mereka dapat memberi tahu kepadamu!"
Wajah Tan Ciu berubah. "Tidak ada orang yang mau memberi tahu tentang Tan
Kiam Lam?" Ia bertanya.
"Betul." Jawab sastrawan setengah umur.
"Aku ingin kau yang memberi keterangan" Mata Tan
Ciu menjadi liar, "Oooo.... Kukira mengatakannya." kau tidak dapat memaksa aku "Kau tidak mau memberi keterangan?" Tan Ciu maju
selangkah, agaknya menggunakan kekerasan tangan.
Sastrawan itu marah, darahnya naik cepat. Ia menduga
pasti bahwa pemuda yang berada didepannya adalah anak
Tan Kiam Lam, Dan tentang hubungan Tan Kiam Lam
dengan dirinya.... "Sudah kukatakan.." katanya "Tidak seorangpun yang
mau memberi tahu tentang Tan Kiam Lam. Termasuk
diriku." "Aku dipaksa menggunakan kekerasan untuk memaksa
kau bicara." Tan Ciu semakin beringas.
"Eh, kau mau bergebrak?"
"Bila perlu." "Tidak mungkin."
Tan Cui tidak dapat menahan sabar lagi. ia memungut
pedangnya, dengan satu bentakan keras menyerang
sastrawan setengah umur itu.
Disaat yang sama sisastrawan telah mementulkan
dirinya, sangat tinggi, gesit dan cekatan sekali.
Tan Ciu mengejar naik. Gerakan sastrawan itu memang hebat, tanpa
menginjakkan kaki ketanah lagi ia melayangkan dirinya dan
pergi jauh. Tan Ciu terpaku ditempat.
Dari jauh sayup sayup terdengar suara sastrawan itu.
"Jangan pusingkan urusan Tan Kiam Lam, berusaha
carilah siapa yang telah membunuh cici-mu dan tuntutlah
balas untuknya." Tan Ciu hampir mau menangis. Rahasia ayah bundanya,
dendam gurunya dan kematian kakak perempuannya telah
jatuh disatu pundak, Suatu pikulan yang paling berat. Tidak
satupun dari ketiga soal tadi yang mudah diselesaikan.
Ia naik darah, Pedangnya dibontang bantingkan,
membabat apa yang berada disekitarnya, pohon, daun, batu
dan apa saja yang dapat dibuat tempat melampias
kemarahan. Beberapa waktu, Tan Ciu berada dalam keadaan
setengah gila. Akhirnya ia lelah dan menghentikan gerakan-gerakan
itu. Ia berjalan pergi, tanpa tujuan. Ia meninggalkan rimba
Pohon Penggantungan. Matahari sore memperpanjang bayangan Tan Ciu,
ditambah terlihat jalan bayangan yang kurus tinggi itu.
Suatu peringatan menghidupkan jiwa si pemuda. ia tidak
boleh menjadi putus asa. Ia harus hidup seperti sedia kala!
Wajah mengatasi kesulitan-kesulitan dan menyelesaikan
tugas yang jatuh diatas kedua pundaknya.
Yang penting, balas dendam kepada orang yang telah
membunuh cicienya, ia harus segera mencari algojo Pohon
Penggantungan. Siapa yang mempunyai hubungan dengan Pohon
Penggantungan" Segera teringat wanita berbaju putih Co Yong Yen. Dia
mengaku sebagai isteri Thung Lip, dan antara tujuh orang
tokoh silat yang masuk kedalam rimba Pohon
Penggantungan, hanya kehilangan Thung Lip seorang.
Hubungan ini sudah tentu dapat terjadi.
Segera mencari Co Yong Yen. Putusan ini segera
diperbulatkan. Dunia bukannya sedaun kelor, kemana ia harus
menemukan Co Yong Yen. Orang yang belum diketahui
alamatnya, dan mungkin tidak ada alamat sama sekali.
Biar bagaimana ia harus berusaha. Sampai ke ujung
langitpun akan dikejar juga.
Karena adanya putusan yang seperti ini penderitaan
batin si pemuda agak mereda, ia bebas menjadi seorang
manusia gila! Didalam perjalanan, ia teringat kepada lima orang
berbaju merah, itulah orang orang Ang mo Kauw atau
perkumpulan Iblis Merah.

Pohon Kramat Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dengan alasan apa orang orang Ang mo Kauw ingin
membunuh diriya" Karena gurunya bernama Putri Angin Tornado!
Mengapa" Tentunya ada sesuatu ganjelan diantara sang guru dan
pemimpin Ang Mo Kauw. untuk mengetahui lebih jelas
tentang hal ini, ia baru mencari perkumpulan Ang mo
Kauw. Mencari markas besar perkumpulan ada lebih
mudah dari pada mencari seseorang. Tan Ciu menangguh
dan pikirannya yang ingin mencari Co Yong Yen segera ia
ingin menyelesaikannya lebih dahulu.
Langkah kaki Tan Ciu tidak pernah berhenti. Beberapa
bayangan berkelebat, mereka menghadang jalan yang akan
dilewati oleh si pemuda. Terpaksa Tan Ciu menghentikan langkah kakinya.
Dua gadis berpakaian pelayan berdiri disana, warna baju
mereka merah semua. Mereka memandang Tan Ciu dengan
senyum kulum. Tan Ciu mengadakan teguran.
"Mengapa kalian menghadang jalan orang?"
Salah seorang dari gadis pelayan berbaju merah itu
bertanya. "Kau bernama Tan Ciu?"
"Betul!" "Kami mendapat tugas untuk menyambutmu."
"Mendapat tugas" Siapakah yang memberi tugas kepada
kalian"Denganalasanapainginmenyambut
kedatanganku?" Tan Ciu berhadapan dengan dua orang gadis berbaju
merah. Terlihat dua gadis pelayan itu tertawa.
"Tongcu kami ingin mereka. bertemu denganmu" Berkata "Siapakah tongcu kalian?" tanya Tan Ciu,
Tongcu berarti kepala bagian suatu perkumpulan, agak
mirip dengan kepala regu.
"Kau boleh langsung bertanya kepadanya,"
"Dimana dia?" "kami dapat memberikan petunjuk."
"Bila aku tidak mau turut?" Tan Ciu memandang dua
gadis pelayan tersebut. "Takut?" "Hm.. Belum pernah aku takut kepada orang!"
"Mengapa takut kepada tongcu kami?"
"Kalian dari golongan apa?"
"Ang Mo Kauw!" Hati Tan Ciu tergetar. Ia berniat pergi ke markas AngMo-Kauw menyelesaikan
pertikaian dengan perkumpulan
itu dengan gurunya, Hanya belum mendapat jalan, kini
mereka telah datang lebih dahulu.
"Bila kau tidak menerima undangan, terpaksa kami
menggunakan kekerasan." Berkata dua gadis pelayan itu!
Tan Ciu mengeluarkan suara dingin.
"Segera ajak aku kesana!"
Dua gadis pelayan berbaju merah itu mengajak si
pemuda ke suatu tempat. Disuatu puncak gunung terlihat sebuah joli dengan kain
penutup yang diturunkan, tidak terlihat siapa yang duduk di
dalamnya. Dua gadis pelayan berbaju merah mengajak Tan
Ciu kedepan joli itu. "kami mengundang Tan siauwhiap datang." Berkata dua
gadis pelayan berbaju merah kepada orang didalam joli.
Orang yang berada didalam joli itukah yang menjadi
tongcu perkumpulan Ang-mo kauw"
Tan Ciu masih menduga-duga.
Pria" Atau warita. Terdengar suara yang nyaring merdu keluar dari isi
tandu. "Kalian menyingkir."
Dua gadis pelayan menerima perintah,
meninggalkan Tan Ciu dan berdiri dibelakang joli.
mereka Tan Ciu mengeluarkan suara dengusan dari hidung. Ia
tidak merasa gentar. ia tidak pernah takut kepada siapapun
juga. Terdengar suara dari dalam joli.
"Kau tahu, mengapa aku mengadakan undangan?"
-ooo000ooo- Jilid 3 INILAH suara seorang gadis yang nyaring dan merdu.
Ternyata tongcu perkumpulan Ang-mo-kauw ini adalah
seorang wanita. "Kau belum memberi tahu, mana kutahu.." Berkata Tan
Ciu. "Aku ingin mengajukan pertanyaan" Berkata gadis
didalam joli. "Mengapa kau tidak mau keluar dari jolimu?" Tan Ciu
sangat sombong, "Aku tidak ingin memperlihatkan muka."
"Malu?" Tan Ciu mengeluarkan suara dari hidung!
"Mungkinkah bengkak sebelah?"
Dua gadis pelayan melesat, dengan suara marah mereka
membentak. "Berani kau menghina tongcu kami?"
Dan merekapun menyerang pemuda yang angkuh dan
sombong itu. "Minggir." Terdengar suara bentakan dari dalam joli.
Dua gadis pelayan membatalkan serangan mereka,
gerakan-gerakan para gadis pelayan berbaju merah ini gesit
luar biasa. Tan Ciu yang menyaksikan gerakan-gerakan itu terkejut,
tidak disangka, pelayan orang didalam joli mempunyai ilmu
kepandaian hebat, entah bagaimana ilmu kepandaian
tongcu itu" "Maafkan kelancangan pelayan pelayan itu."
"Aku tidak mengganggu mereka bukan?" Berkata Tan
Ciu. "Kau belum menjawab pertanyaanku"
"Aku tidak ingin memperlihatkan wajahku kepadamu.
Bukan karena malu atau sebab-sebab lainnya."
"Kau menyuruh orang mengundang, tapi tak mau
memperlihatkan diri, apa maksudmu?"
"Mengadakan tanya jawab seperti inipun boleh, bukan ?"
"Tentu saja boleh. Terlebih baik lagi, bila kita dapat
bicara dengan berhadapan muka"
"Jangan genit, aku tahu bahwa kau bukan seorang lelaki
yang gila wajah cantik."
Tan Ciu bungkam. "Hei..." panggil pada gadis dalam joli, "Dengan alasan
apa kau menbunuh lima orang perkumpulan Ang mo
kauw?" "Membunuh orang orang Ang-mo kauw?"
"Didepan Pohon Penggantungan?"
"Oooo ... Kau salah terka."
"Bukan kau yang membunuh mereka?"
"Memang bukan."
"Siapa yang membunuh kelima orangku."
"Jelita merah."
"Akh... Jelita Merah?"
"Betul" "Jelita Merah tak mempunyai dendam sakit hati dengan
perkumpulan Ang mo kauw, dengan alasan apa ia
membunuh lima orang itu?"
"Disini karena...."
"Gara garamu?" "Boleh dikata demikian. Aku tidak mempunyai dendam
permusuhan dengan Ang mo kauw, mengapa kau mengutus
mereka membunuhku?" "Lima orang itu ada niatan untuk membunuhmu?"
"Betul" "Oooo... Hal ini memang mungkin terjadi."
"Bagaimana mungkin terjadi?" Bertanya Tan Ciu,
"Maksud Ang mo-kauw hanialah mengundang dirimu.
Tidak ada perintah untuk membunuh orang undangan.
Ternyata mereka timbul niatan jahat, sudah seharusnya
mereka menerima hukuman."
"Hanya ini yang ingin kau katakan?" Tan Ciu sudah tak
sabar. "Maksudku mengundang
mengadakan perundingan..."
kau datang ialah ingin "Katakanlah!" "Kauwcu kami ada maksud untuk menerima dirimu,"
Kauwcu adalah kepala atau pemimpin perkumpulan.
Ajakan ini berada diluar dugaan Tan Ciu. Ia tidak kenal
siapa orang yang menjadi kepala rombongan Ang-mo
kauw, bagaimana diajak bekerja sama" Apakah maksud
mereka" "Siapakah yang menjadi Kauwcu kalian?" Si pemuda
bertanya. "Setelah kau menjadi anggauta Ang-mo kauw. Tentu kau
akan tahu dengan jelas akan hal ini."
"Bila aku menolak?"
"Lebih baik kau berpikir baik-baik."
Tan Ciu memutar otak. Memang tidak ada akal untuk
mengatasi soal ini cepat,
"Mungkin aku dapat menerima ajakan Kauwcumu."
Akhirnya ia berkata.. "Syukurlah." "Tetapi dengan syarat."
"Syarat" Apakah syarat yang kau ajukan?" Gadis
didalam joli kukuh tidak mau menampilkan diri.
"Beri keterangan tentang Pohon Penggantungan, siapa
orang yang menciptakan pohon maut itu" Dimana kini ia
berada?" Pertanyaan si pemuda menyulitkan itu tongcu wanita
dari perkumpulan Ang-mo kauw.
"Tidak sanggup?" Bertanya Tan Ciu.
"Baiklah." Akhirnya gadis didalam joli berkata. "Sudah
sepatutnya bila kau diberi tahu."
Hampir Tan Ciu lompat girang, sungguh diluar dugaan,
bahwa soal yang sulit ini dapat diselesaikan dengan mudah.
Mengikutikah ia mengetahui pasti siapa dan dimana
pencipta Pohon Penggantungan"
Dugaannya segera diperkuat oleh tafsiran-tafsiran
lamanya, tentu orang-orang Ang mo kauw yang memegang
peranan Pohon Penggantungan. Bila tidak, mana mungkin
dapat memberi jawaban ini"
Keadaan sepi lama ..., Tan Ciu membuka suara.
"Katakanlah." "Apa yang harus kukatakan?"
"Siapa pencipta Pohon Penggantungan?"
"Pertanyaan ini akan dijawab oleh kauwcu pribadi."
Berkata gadis didalam joli,
"Kau tahu pasti bahwa kauwcu kalian itu dapat
memberikan jawaban yang memuaskan?"
"Bila tidak memuaskan, kau boleh menolak tawarannya
bukan?" Tan Ciu dapat menerima saran si gadis didalam joli. Bila
ia tidak mendapat jawaban tentang Pohon Penggantungan.
Tentu ia tidak mau masuk perkumpulan itu"
Hal lainnya yang menambah keinginannya bertemu
dengan ketua Ang-mo kauw ialah dendam permusuhan
yang telah terjadi antara perkumpulan itu dengan gurunya.
"Baiklah." Ia menerima ajakan orang.
"Mari turut dibelakang." Berkata gadis didalam joli.
Dengan satu perintah lain, dua pelayan berbaju merah
menggotong joli dan berangkat.
Tiba-tiba ... Telinga Tan Ciu yang mengikuti joli itu dapat
menangkap satu suara yang seperti nyamuk bicara itulah
suara orang yang menyampaikan kata kata dengan saluran
tekanan gelombang tekanan tinggi.
"Kau telah masuk kedalam perangkapnya si Ular Golis."
Tan Ciu memeriksa keadaan disekelilingnya. Tidak
terlihat orang yang memberi pesan kata kata ini.
Ternyata gadis didalam joli mempunyai julukan Ular
Golis" Ular cantik bagaimanakah yang mendapat julukan
seperti itu" Hasratnyauntuk membongkar rahasiaPohon
Penggantungan tidak dapat ditahan. Niatannya untuk
bertemu dengan kanwcu Ang mo kauw semakin hebat.
Biarpun telah dapat peringatan, ia tidak menghentikan
langkah kakinya dan mengikuti joli si Ular Golis yang
digotong oleh dua pelayannya.
"Ia segera mengajakmu masuk kedalam Lembah Iblis
Merah, tempat yang menjadi sarang markas besar Ang mokauw." Orang yang mengirim
suara dengan tekanan suara
gelombang tinggi itu berdengung lagi. "Bila sampai
dimarkas besar mereka, jangan harap kau dapat keluar
lagi." Ilmu kepandaian Tan Ciu telah mencapai taraf kelas
satu, iapun dapat menggunakan ilmu Toan-im jib-bit atau
mengirim suara dengan tekanan gelombang tinggi. Maka ia
membalas peringatan orang dengan suara yang sama.
"Kauwcu Ang-mo kauw tidak tahu siapa yang menjadi
pencipta Pohon Penggantungan?"
Kegunaan mengirim suara dengan gelombang tekanan
tinggi jelas tidak dapat didengar oleh orang ketiga. Dua kali
orang itu memberi peringatan kepada Tan Ciu, kemudian
mendapat balasan dari si pemuda yang mengajukan
pertanyaan itu dengan menekan suara yang sama, hal ini
tidak dapat didengar oleh gadis di dalam joli si Ular Golis
dan dua pelayannya. "Ia tidak tahu!" Berkata orang yang memberi peringatan.


Pohon Kramat Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kutahu pasti bahwa maksud si Ular Golis menerima baik
syaratmu yaitu memancing kau masuk kedalam lembah
Iblis Merah. Percaialah keteranganku!".
Tan Ciu dapat diberi mengerti. Hal ini memang bukan
tak mungkin sama sekali, Kecuali bila orang yang memberi
perintah itu bermaksud tujuan lain, ada udang dibalik batu.
Siapakah orang yang memberi peringatan kepadanya
sehingga lebih dari satu kali "
Suara Toan Im jib-bit atau ilmu menekan suara yang
disalurkan kembali dengan tekanan suara bergelombang
tinggi itu tidak mudah dibedakan. Mungkin lelaki dan
mungkin pula suara perempuan. Tetapi dari logat dan laga
laga yang berirama enak, tentunya seorang wanita.
Orang yang dapat membela dirinya hanya beberapa
orang. Kakek aneh Su Hay Khek dan sastrawan setengah umur
itu seperti berada di pihaknya.
Bila wanita, kecuali ciecienya yang sudah mati, orang
kedua ialah gurunya. Tan Sang sudah mati. Hal ini pasti.
Mungkinkah sang guru dengan sebutan seram si Putri
Angin Tornado itu" Tan Ciu memandang kearah datangnya suara pemberi
tahu itu. Hal ini menimbulkan kecurigaan si Ular Golis
didalam joli. "Eh, kau sedang mengapa?" Si gadis didalam joli
mengajukan pertanyaan. Tan Ciu mengkerutkan kedua alisnya. Kini diketahui
pasti bahwa orang yang memberi peringatan itu bukanlah
gurunya. Logat-logat dan irama suara sang guru telah
dikenal baik. Bukanlah suara tadi.
Mengikuti petunjuk orang itu atau terima mengikuti si
Ular Golis masuk ke dalam lembah Iblis merah" Besar
kemungkinannya bahwa ketua Ang-mo kauw itu musuh
besar sang guru. Sebagai seorang murid yang mengenal
budi, Matipun ia harus membela kepentingan gurunya, Ia
wajib mengetahui bagaimana menjadi perseteruan diantara
mereka. Didalam keadaan seperti ini, soal Pohon Penggantungan
boleh diurus setelah selesai ia bereskan lawan garunya.
Tidak terasa, Tan Ciu menghentikan langkah kaki.
Didalam joli, si Ular Golis telah mendesak. "Hei, kau
mau turut tidak?" "Baik." Tan Ciu memberi putusan. Ia ingin menerjang
lembah Iblis merah. Dua gadis pelayan berbaju merah menggotong joli si
Ular Golis, Tan Ciu mengikuti dibelakangnya.
Suara peringatan berkumandang lagi. "Hei, kau bersedia
turut si Ular Golis?".
"Betul" Tan Ciu telah memberi sambutan dengan ilmu
Toan-im jib-bit pula. Hal ini tidak boleh diketahui oleh si
Ular Golis. "Sudah bosan hidup?" Bertanya orang dengan tekanan
suara gelombang tinggi. "Bukan urusanmu." Tan Ciu mulai marah dengan
gangguan-gangguan orang itu.
"Kau..!!!" Suara yang disalurkan dengan ilmu Toan im
jib-bit itu terputus. Tan Ciu meneruskan perjalanan dengan tenang.
Joli si Ular Golis tetap berjalan lenggang. Dua gadis
pelayannya mempunyai ilmu kepandaian yang tinggi.
Tentu saja ia merasa enak dan nyaman.
Tiba tiba satu bayangan putih menghadang ditengah
jalan, inilah jalan yang akan dilewati oleh joli si Ular Golis.
Dua gadis pelayan berbaju merah menghentikan langkah
mereka. Dilihatnya seorang gadis berbaju putih sudah
menghadang perjalanannya.
Tan Ciu mempunyai mata tajam, segera dikenali siapa
Dewi Ular 1 Sastrawan Cantik Dari Lembah Merak Kong Ciak Bi Siucai Karya Raja Kelana Pendekar Panji Sakti 24
^