Pencarian

Pohon Kramat 6

Pohon Kramat Karya Khu Lung Bagian 6


Cang Ceng Ceng tergoyah, kini ia berpaling ketempat Tan
Kiam Lam. "Membunuh orang Ini?" Ia meminta ketegasan
"Betul," berkata Tan Kiam Lam.
"Mengapa?" Bertanya Cang Ceng-ceng
"Jangan banyak tanya." Bentak ketua Benteng
Penggantungan itu. "Lupakah bahwa pemuda inilah yang
menggangu kesenangan kita?"
"Kesenangan kita?" Cang Ceng-ceng berkemat-kemik.
"Betul, bila bukan kedatangannya orang ini kau telah
berada didalam sorga kesenanganmu,"
"Sorga kesenangan?"
"Dia adalah pemuda yang pernah mempermalukan
dirimu, tahu." Menerangkan lagi Tan Kiam Lam.
"Ng ..." Cang Ceng ceng menganggukkan kepalanya, "ia
telah mempermainkan aku" ... . Ng . . . Aku harus
membunuhnya." "Itulah dengar perintah dan membunuhnya segera."
"Baik. segera kubunuh." Cang Ceng-ceng menuju kearah
Tan Ciu kembali. "Kau memang pintar." Pujian Tan Kiam Lam kepada
Bonekanya. "Maka aku cinta padamu. Aku adalah orang
baik! Dan dia jahat. Kau harus membunuh orang jahat.
Kau harus cinta kepada orang baik?"
"Kau seorang baik!" Berkata Cang Ceng-ceng, "maka aku
cinta padamu." Kata-kata tadi ditunjukkan kepada Tan Kiam Lam!
Maka orang yang bersangkutanlah yang diberikan kata-kata
cinta tadi! Hal ini maklum, mengingat semua perasaan dan ingatan
Cang Ceng-ceng masih berada dibawah kekuasaan ketua
Benteng Penggantungan itu! Cang Ceng ceng sudah ditekad
bulatkan untuk membunuh Tan Ciu. kaki gadis tersebut
menuju kearah Tan Ciu! Tan Ciu menunggu datangnya malaikat elmaut dengan
perasaan takut. Inilah kematian yang paling disegani oleh
setiap manusia, tidak selayaknya, Kita mati dibawah tangan
orang yang dikasih dan mengasih.
Jarak Cang Ceng-ceng dan Tan Ciu semakin dekat....
Si pemuda berteriak. "Nona Cang, inilah aku."
Suara itu adalah suara orang yang sudah berada didepan
pintu kematian. "Siapa kau?" Berkata Cang Ceng-ceng.
"Aku Tan Ciu." "Tan Ciu?" Cang Ceng ceng berusaha menarik kesannya
kepada orang ini. "Betul. Tan Ciu."
Selak Tan Kiam Lam, "Nona orang itu Tan Ciu, pemuda
yang telah mempermainkan cintamu, maka kau harus
membunuh." "Aku harus membunuh Tan Ciu?" Berkata Cang Cengceng.
"Tentu. Dia adalah orang jabat." berkata Tan Kiam Lam.
"Orang jahat?" Berkata Cang Ceng.ceng. "Orang jahat
harus dibunuh. Aku harus membunuhmu."
"Nona Cang." si pemuda masih berusaha. "Lupakah kau
kepada Tan Ciu?" "Tan Ciu harus taat kepada perintah nasib, alam telah
mentakdirkan kejadian ini, agaknya tidak dapat ditolak
lagi." Si pemuda menatap wajah Cang Ceng.ceng, sangat
pucat, tidak bercahaya, itulah wajah seorang mayat hidup.
Cang Ceng-ceng telah berada didepan Tan Ciu, gadis itu
berkata. "Hayo, bangun. Lekas mengadakan perlawanan. Aku
tidak akan membunuh kepada orang yang tidak dapat
perlawanan," Tan Ciu telah kehilangan kekuatan geraknya, ia ngelepot
ditanah, tidak ada niatan untuk menangkis setiap serangan
yang akan dilontarkan kepada dirinya.
"Eh. kau tidak mau melawan?" Berkata lagi Cang Cengceng.
"Melawan?" Tan Ciu menyengir kuda.
"Betul. Kau harus melawan. Tidak mau aku membunuh
orang yang sudah tidak dapat mengadakan perlawanan
sama sekali." Tan Ciu menggeleng-gelengkan kepalanya, ia berkata,
"Aku sudah tidak mempunyai
mengadakan perlawanan!"
kekuatan untuk "Tidak ada tenaga?" Cang Ceng-ceng mengkerutkan
keduaalisnya,"Tetapikauharusberusaha
mempertahankan diri untuk hidup. Larilah. .. Seharusnya
kau berusaha untuk melarikan diri."
"Lari" , . . Melarikan diri?"
"Betul." Jawab Cang Ceng-ceng. "Kau harus melarikan
diri. Maka aku mempunyai cukup alasan untuk
membununmu." 'Aku tidak akan melarikan diri." Berkata Tan Ciu tegas.
"Bagaimana aku boleh membunuhmu?" Cang CengCeng berkata.
Tan Kiam Lam segera membentak. "Pukul saja sudah."
Bagaikan didalam kekuasaan oleh seorang iblis, tangan
Cang Ceng Ceng bergerak. memukul Tan Ciu sudah tidak
berdaya itu. Setiap orang wajib mempertahankan jiwanya dari
kehidupan yang lebih lama, menerima serangan, walaupun
mengetahui bahwa dirinya tidak mempunyai kekuatan
untuk menangisnya Tan Ciu mengangkat tangan memapaki
datangnya pukulan! Huuuuukkk........ Tubuh Tan Ciu terpukul pergi. Sangat jauh sekali.
Kemudian jatuh diatas tanah lagi, dari mulutnya si pemuda
sudah mengeluarkan darah yang lebih banyak. Mengelepot
beberapa kali, kepala Tan Ciu terkulai, berciuman dengan
tanah dan tidak ingat orang. Ia pingsan.
CangCengCengtelahkehilanganrasa
prikemanusiaannya, ia melayangkan diri, mengikuti
terbangnya tubuh lawan itu, siap mengakhiri jiwa pemuda
tersebut. Disaat ini....... Melayang datang satu bayangan. langsung menubruk
ketubuh Tan Ciu dan berteriak.
Itulah wakil ketua murid Benteng Penggantungan Co
Yong Yen yang bernama Co Yong gadis yang belum lama
disembuhkan penyakit ingatannya,., .
Tangan Cang Ceng Ceng tertarik mundur. Belum ada
perintah untuk membunuh gadis baru datang, maka ia
diam. Co Yong menengadahkan kepalanya, air mata telah
membanjir kanal dikedua pipinya, ia memandang Tan
Kiam Lam, seolah-olah memohon pengampunan.
Tan Kiam Lam menyengir kejam.
"Tidak kusangka, kau berani melarikan diri, keluar dari
Benteng Penggantungan."
Co Yong membuka suara. "Pocu, bebaskanlah dirinya
dari siksaan." "Maksudmu ingin meminta pengampunan."
". ..." Co Yong mengiyakan jawaban ini tanpa suara.
"Kau mengimpi." Berkata Tan Kiam Lam.
"Pocu, kau boleh menahanku lagi." Berkata Co Yong.
"Tidak perlu." "Kau boleh membunuhku." Berkata Co Yong.
"Hm... Enak, he" Ingin mati bersama-sama?" Tan Kiam
Lam memang seorang kejam. Sedikit pun orang tidak boleh
tidak menerima siksaan. "Pocu,aku membunuhnya." memohon kepadamu, Janganlah "Tidak....!" Didalam keadaan yang serba buntu itu. Co Yong
menjadi nekat, wajahnya berbangkit kembali, timbul
niatannya untuk mengadu jiwa,
"Aku tidak mengiiinkan kau membunuhnya." Sigadis
berkata dengan gagah. "Kau belum kuat untuk menjaga keamanannya."
"Aku akan berusaha." Berkata Co Yong.
Tan Kiam Lam tidak banyak debat, ia memandang Cang
Ceng-ceng dia berkata. "Bunuh Tan Ciu dahulu."
"Baik." Cang Cang-ceng menotok jalan kematianya
pemuda itu. Co Yong telah siap sedia, ia menangkis serangan Cang
Ceng-ceng tadi. Ilmu kepandaian Cang Ceng Ceng berada diatas Tan
Kiam Lam, walau pun berada didalam keadaan otak
kosong, ilmu kepandaian itu belum dilenyapkan, ia tidak
mau mengantarkan dirinya dipukul orang, menyingkir
sebentar dan menyerang dari lain jurusan.
Untuk sementara, jiwa Tan Ciu dapat bebas dari
ancaman. Bagaikan seekor kucing mempermainkan mangsanya. Co
Yong adalah 'tikus' dari jago wanita muda itu.
Manakala Co Yong sudah tidak dapat mempertahankan
diri, satu aliran tenaga menyelak masuk, menangkis
pukulan Cang Ceng-ceng, menolong Co Yong.
Itulah si bungkuk dari dalam kamar taha-nn Benteng
Penggantungan. Tan Kiam Lam sangat terkejut, segera ia membentak.
"Hei, mengapa kau keluar dari kamar tahanan?"
"Betul aku telah keluar dari kamar tahanan." Berkata
otang tua bungkuk tersebut.
"Apa maksud dan tujuanmu meninggalkan tempat itu?"
"Ingin berolah raga sebentar. Tulang-tulangku telah
terasakan sangat pegal, sudah dua puluh tahun aku tidak
memainkan ilmu silat."
Tan Kiam Lam membentak. "Manusia bungkuk, jangan kau mengganggu. usahaku."
"Aku tidak akan mengganggu usahamu, bila tidak ada
hubungannya dengan pemuda ini, tapi kini telah
menyangkutkan soal ini dengannya, aku harus turut serta."
"Ma k s u d m u ?"
"Bebaskanlah dirinya."
"T i d a k !" Orang tua bungkuk itu tertawa terkekeh-kekeh. Katanya,
"Tan Kiam Lam, kau lebih kejam dari pada binatang.
Diketahui bahwa harimau tidak akan menelan anaknya
sendiri, tapi, kau, seorang yang sudah menjadi ayah, ingin
membunuh anak kandung?"
"Kau,ingin mengadakan larangan?" Suara Tan Kiam
Lam sangat tidak puas. "Aku tidak menginginkan adanya tragedi sedih ini
terbentang dihadapan kedua mataku." Berkata orang tua
bungkuk itu. "Lalu?" "Kuharap, supaya kau dapat membatalkan maksudmu."
"Manusia bungkuk sudah lupakah kepada janjimu
sendiri?" Tan Kiam Lam memberi peringatan.
"Ha, ha, ha....." Orang tua bungkuk itu tertawa. "Belum
pernah ketelan janji sendiri. Tidak mungkin aku dapat
melupakan janji yang telah kulepas kepada orang. Aku
tidak pernah mengobral janji. Maka dapat mengingat setiap
janji yang kuberikan itu. Kujamin bukan chegue kosong."
"Bagus. Segeralah kembali kedalam kamar tahananmu."
Berkata Tan Kiam Lam. "Janjiku tidak akan keluar dari Lembah Sing-kiat. Tidak
terbatas berada didalam kamar tahanan saja."
"Putusanmu telah bulat, ingin turut campur urusan ini?"
Bertanya Tan Kiam Lam meminta ketegasan.
"Tentu." "Perhatikanlah gadis itu baik-baik." Tan Kiam Lam
menunjuk Cang Ceng-ceng. Orang tua bungkuk menengok kearah gadis yang
ditunjuk dan ia menunjukkan tertawanya.
"Bagus." ia memberikan pujian.
"Matamu belum lamur tentu dapat menyelami betapa
tinggi ilmu kepandaian gadis ini bukan?" Berkata Tan Kiam
Lam. Orang tua bangkuk menganggukkan kepala, "Tentu
tahu." Tentu saja ia tahu, ia pernah menyaksikan bagaimana
Cang Ceng-ceng mengetengahi pertempuran Tan Kiam
Lam dan Sin Hong Kiap diluar Benteng Penggantungan.
"Mungkinkah kau dapat mengalahkan dirinya?" Tan
Kiam Lam buka suara. "Aku belum pernah menempurnya, bukan?" Berkata
orang tua itu. "Ilmu kepandaiannya berada diatasku." Berkata Tan
Kiam Lam, "Kukira kau tidak akan sanggup
menandinginya. "Aku dapat berusaha mengimbangi kekuatan setiap
orang." Berkata orang tua bungkuk.
"Bila aku turut serta pertempuran itu mungkin kau dapat
melayani gabungan dua jago kelas satu."
"Boleh dijajal." Berkata orang tua bungkuk menantang.
"Bagus." Dan Tan Kiam Lam memandang Cang Cengceng berkata. "Bunuh kakek usil
ini." "Segera kubunuh." Berkata Cang Ceng-ceng.
Membarengi kata-katanya, tubuh gadis yang telah
dimayat hidupkan itu bergerak luar biasa gesitnya,
ketangkasannya belum dipunahkan, ia masjh digolongkan
kedalam jago kelas satu. Didalam sekejap mata, telah
menyerang orang tua bungkuk sampai dua kali. Orang tua
bungkuk itupun seorang yang tanpa tandingan, bila Cang
Ceng ceng dapat menyerang cepat, ia pun dapat menangkis
lebih cepat lebih dari pada itu, tangannya pun tidak kosong
sambil bertahan, ia pun memberi kiriman serangan balasan.
Cang Ceng-ceng dan orang tua bungkuk telah bergulat.
Co Yong membelakangi Tan Ciu yang sudah jatuh
pingsan, ia dapat turut menyaksikan pertandingan hebat itu.


Pohon Kramat Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Suatu ketika, orang tua bungkuk melesat. lewat ditempat
yang tidak jauh dari Co Yong, dan berkata kepada gadis
tersebut. "Lekas bawa Tan Ciu meninggalkan tempat ini." Dan ia
merangsek Cang Ceng Ceng dengan kekuatan hebat.
Co Yong sadar akan bahaya. Ia menggendong tubuh Tan
Ciu, siap melarikan diri meninggalkan Benteng
Penggantungan. Tan Kiam Lam tertawa kepergiannya dan berkata.
seram, ia menghadang "Kau kira mudah meninggalkan tempatku?"
Orang tua bungkuk sudah dapat memperhitungkan hal
ini, sebelum Tan Kiam Lam dapat menahan kepergian Co
Yong dan Tan Ciu. ia mengirim satu serangan maut kearah
ketua Benteng Penggantungan itu.
Gerakan Tan Kiam Lam terhadang.
Co Yong melesat dengan punggung menggendong tubuh
Tan Ciu. Cang Ceng-ceng tidak tinggal diam, dengan gerakannya
yang gesit, ia pun memukul orang bungkuk. maka kakek ini
dipaksa meninggalkan Tan Kiam Lam,
Gerakan tadi terjadi didalam waktu yang sangat singkat
sekali, boleh dikata pada saat yang sama, karena tidak satu
gerakan pun yang lambat, maka agak sulit diikuti dengan
mata biasa. Orang tua bungkuk tidak berani lengah, ia harus berhatihati melayani Cang Ceng-
ceng. Tan Kiam Lan mendapat
kebebasan lagi. Tapi bayangan Co Yong dan Tan Ciu telah
lenyap dari pandangan mata. Tanpa membuang-buang
waktu, ketua Benteng Penggantungan itu segera membikin
pengejaran. Orang tua bungkuk tidak dapat memisahkan diri.
serangan-serangan Cang Ceng-ceng terlalu berbahaya,
lengah sedikit, darahnya akan mengambang ditempat itu.
Meninggalkan pertempuran Cang Ceng-ceng dan orang
tua bungkuk, mengejar kejadian Tan Kiam Lam, Co Yong
dan Tan Ciu. Ilmu Co Yong jauh berada dibawah Tan Kiam Lam.
Pada tubuh gadis itu pun menggendong orang, hal ini
mengurangi kecepatan larinya.
Tan Kiam Lam telah berhasil mengejar.
Tangan kejam Tan Kiam Lam terjulur ke depan. Dengan
suaranya yang seperti kepala bajingan itu, ia berkata.
"Kemana kau pergi?"
Co Yong menyengot kesamping.
Tapi Tan Kiam Lam lebih cepat, ia memukul gadis
tersebut. . . . Hukkk! . . . Tubuh Tan Ciu lepas dari
gendongan Co Yong sedangkan si gadis jaruh terperosok.
Tan Kiam Lam tidak bernama Tan Kian Lam bila ia
tidak mempunyai kekejaman yang melebihi manusia biasa.
Tangan mautnya menjulur lagi ....
Tiba tiba .... Terdengar satu suara dingin membentak.
"Hentikan gerakkan itu?"
Seorang wanita berpakaian merah telah menampilkan
dirinya, penuh kewibawaan pada wajahnya terbayang
keagungan, Tan Kiam Lam gagal membunuh orang. Wajahnya
memandang wanita baju merah itu dan terjadilah
perubahan, wajah si ketua Benteng Penggantungan menjadi
pucat. hampir ia berteriak saking kagetnya, ia terus mundur
sampai tiga tombak. Kejadian ini belum pernah dialami oleh Tan Kiam Lam
Mahluk manapun tidak pernah ditakuti olehnya. Hanya
munculnya wajah inilah yang paling mengejutkan.
Mengapa" Mengapa Tan Kiam Lam takut berhadapan dengan
wajah wanita berbaju merah itu "
Dengan ilmu kepandaiannya yang sangat tinggi dengan
otaknya yang sangat cerdas, mungkinkah masih ada
persoalan yang tidak dapat diatasi olehnya "
Kunci jawaban berada pada wanita berbaju merah itu.
Jelas, bahwa Tan Kiam Lam kenal kepada wajah tersebut.
Dan munculnya wanita berbaju merah ini sungguh berada
diluar dugaannya. -ooo000ooo- Jilid 13 MANAKALA Tan Kiam Lam ingin mengadakan
pembunuhan, muncul seorang wanita berbaju merah,
gerakan Tan Kiam Lam berhasil dihentikan olehnya.
Dilihat sepintas lalu, Tan Kiam Lam kenal kepada
wanita berbaju merah ini, sebaliknya. wanita tersebut tidak
mengenali wajah Tan Kiam Lam, terdengar ia berkata.
"Siapa kau?" Tan Kiam Lam disadarkan dari lamunannya, ia terkejut
sekali, suatu peringatan kepada dirinya bahwa wanita baju
merah itu sudah tidak mengenali wajahnya.
"Kau siapa?" Seolah-olah tidak kenal. Tan Kiam Lam
mengajukan pertanyaan yang sama.
"Kau belum menjawab pertanyaanku." Berkata wanita
baju merah itu. "Aku adalah ketua Benteng Penggantungan." Tan Kiam
Lam berkata. "Kesalahan apa yang telah dilakukan oleh mereka" Tega
benar kau menurunkan tangan jahat?" Bertanya wanita baju
merah itu yang menunjuk Tan Ciu dan Co Yong.
"Kau tidak perlu tahu." Berkata Tan Kiam Lam.
"Mengapa tidak boleh tahu?" Berkata wanita baju merah.
"Aku kenal kepada pemuda itu. Namanya Tan Ciu,
bukan?" "Betul." "Kau telah melukainya?"
"Ng. . ." "Aku mempunyai urusan dengannya." Berkata wanita
baju merah, "Aku akan membawa pergi dirinya."
Wajah Tan Kiam Lam berubah.
"Hanya dengan alasan ini, kau ingin mengambil orang?"
Ia tidak puas. "Alasan apa yang kau mau?" Berkata Wanita tersebut
suaranya sangat dingin. "Alasan yang harus masuk diakal."
"Huh. Siapa yang berani melarang kemauanku?"
"A k u." "Bagus! Kau kira, namun itu dapat menakutkanku ?"
"Bila kau berani mengambil dirinya dari tanganku,
mengapa aku tidak berani melarangmu!"
"Bagus . . . Bagus.. . Lihatlah . . . Aku segera mengambil
dan membawa dirinya." kata wanita itu, ia bergeser
langkah, mendekati Tan Ciu.
Tan Kiam Lam ada niatan untuk mencegah, tapi
kepandaian sang lawan luar biasa, dapatkah dia mencegah"
Badannya gemetaran Wanita itu menoleh, disaksikan gerakkan diam itu, lalu
tertawa, "Bagaimana?" Ia mengeluarkan
"Mengapa tidak mencegahku?"
suara cemooh, Tan Kiam Lam tidak berhasil menguasai diri tubuhnya
bergerak disertai dengan gerakkan keras ia menyerang
wanita itu. Wanita berbaju merah itu menyingkir kesamping dari
sini ia mengirim serangan balasannya.
Tan Kiam Lam merendahkan dirinya, maka serangan
itupun tidak mengenai sasaran dari sini, ia menempatkan
dirinya kearah yang menguntungkan, dan mengirim serang
balasan. Tatkala cepat untuk diceritakan, didalam waktu satu
tepukan tangan mereka telah bergebrak empat kali, masingmasing mengirim empat
serangan dan menghindari empat
ancaman lawan. Manakala Tan Kiam Lam dan wanita baju merah itu
saling gebrak dengan kecepatan kilat. Co Yong telah
sadarkan diri, lukanya sangat parah, pukulan Tan Kiam
Lam bukanlah pukulan biasa. seluruh isi jereonnya bergergeseran dari tempat
semula. Dilihat olehnya ada dua
gulungan yang saling gumul itu, matanya terbelalak, tidak
diketahui. jago dari mana yang sedan menolong dirinya.
Bertepatan pada saat itu . . .
Dua bayangan yang bergumul itu terpisah, Tan Kiam
Lam mundur dari tempat kedudukannya sampai beberapa
tombak. Wanitaberbaju "Bagaimana?" merah mengeluarkan suara. Tan Kiam Lam semakin seram untuk meneruskan
pertandingan, tubuhnya pun mulai bergoyang lagi. Ia tak
menjawab pertanyaan itu. Wanita tersebut telah memenangkan pertandingan tadi,
dengan puas ia tertawa, kemudian berkata.
"Wahai, ketua Benteng Penggantungan, dengarkan aku
baik-baik, pemuda itu harus kubawa. Dan kau dilarang
mengadakan pengejaran."
Ia menoleh kearah Tan Ciu berbaring.
"Aaaaa... .!" Tiba-tiba wanita baju merah itu mengeluarkan suara
jeritan. Tempat dimana tadi Tan ciu terbaring sudah
kosong, tidak ada selembar mahlukpun ditempat itu.
"Kemanakah lenyapnya Tan Ciu?" Wanita baju merah
itu bergumam. "Siapa yang melarikan lagi?"
Pertanyaan yang sama sedang menyerang Tan Kiam
Lam. Manusia pandai manakah yang dapat membawa
orang dari samping sisinya dan wanita baju merah ini" Hal
ini sungguh-sungguh memecahkan kepala mereka.
Wanita itu telah mengambil langkah cepat, tubuhnya
melesat dan mengadakan pengejaran.
Tan Kiam Lam terbenam didalam lamunannya, hal itu
berlangsung untuk beberapa saat. Bagaimana ia tidak
terpatung, mengetahui bahwa orang-orang berkepandaian
tinngi mulai bermunculan kembali"
"Dia"... Bagaimana hidup lagi?" Tan Kiam Lam
bergumam, "Aku tak mengimpi" Tapi... ia hidup lagi... Ilmu
kepandaiannya lebih tinggi....Darimana didapat ilmu silat
itu"...Sudah waktunya aku menyembunyikan, diri.... Bila
tidak... Huh... Aku harus melatih ilmu yang dapat
mengatasinya... ilmu yang dapat mengatasinya semua
orang. setelah itu.,, Hm... Aku harus memperdalam
ilmuku...." Bagaimana sekian lama, Tan Kiam Lam telah
menebalkan keyakinannya, tubuhnya melesat. dan
meninggalkan tempat kejadian.
Pulang kebenteng Penggantungankah orang ini"
Tidak!. Tan Kiam Lam mengetahui, bahwa penyamarannya
segera terbuka. Benteng Penggantungan tidak dapat
dijadikan sarang lagi. Mengambil arah yang bertentangan
dengan benteng itu, ia pergi.
Sampai disini. cerita telah meningkat kearah klimaks,
cerita berikutnya menanjak langsung keatas.
Menyusul Tan Ciu . . . Tatkala matahari pagi bercahaya terang.
Tan Ciu telah berada disebuah rumah gubuk, Ia masih
belum sadarkan diri. Orang yang menolong sipemuda bukan Co yong. Si
gadis juga berada didalam keadaan luka. tidaklah mungkin
mempunyai itu kekuatan untuk menggendongnya.
Siapakah yang menolong kedua orang ini"
Seorang wanita berbaju hitam yang mengenakan
kerudung tutup muka berwarna hitam juga berada diluar
rumah gubuk itu. Wanita inilah yang telah menolong Tan
Ciu dari segala bahaya. Bukan satu kali saja, ia
mengeluarkan tangan bantuannya.
Siapa dia " Hal ini masih berupa satu kabut teka teki. Wanita baju
hitam itu melongok kedalam. dilihat dua sosok tubuh masih
terbaring. Itulah Tan Ciu dan Co Yong.
Seorang gadis berbaju hitam berjalan mendekatinya.
Wanita berkeruduug itu diam saja. Si gadis turut melongok
kedalam dan berteriak. "Adik Ciu!" Wanita berkerudung bangunkan dirinya." cepat mencegah. "Jangan Gadis itu tidak menyetujui usul ini, Ia ingin mengajukan
usul protes, katanya. "Tapi. ..."
Wanita berkerudung membentak. "Jangan membantah."
"Ibu. . ." "Tan Sang." Bentak wanita berkerudung. "Lupakah
kepada pesanku?" Tan Sang" Mungkinkah Tan San tidak mati" Siapa yang tergantung
pada pohon Penggantungan"
Terdengar gadis baju hitam yang dipanggil Tan Sang itu
berkata, "Apa ia bisa mati ditempat ini?"
"Belum waktunya."
"Mengapa?" "Hal ini akan mengganggu dirinya."
Tan Sang dapat diberi mengerti iapun menganggukkan
kepalanya. Menyetujui pendapat itu. Walau agak berat
untuk berpisah dengan sang adik, Tan Ciu adalah adik
kandung satu-satunya itulah yang membuat ia berat.
"Mari." Berkata wanita berkerudung hitam "Kuatkan
imammu. Mari kita pergi."
Mata Tan Sang basah dengan butiran2 yang bening,


Pohon Kramat Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

itulah air mata. Dua wanita itu meninggalkan rumah gubuk dimana Tan
Ciu dan Co Yong masih terbaring.
Beberapa saat kemudian.....
Co Yong sadarkan diri lebih dahulu. dilihat Tan Ciu
yang terbaring disampingnya, ia sangat terkejut segera ia
berteriak. "Tan Ciu.....!"
Tidak ada jawaban, seolah-olah memanggil sesosok
mayat yang menunggu dikebumikan.
Didorongnya tubuh itu. tidak ada reaksi, Didorongdorongnya lagi sehingga
beberapa kali. Co Yong masih
mengharapkan keajaiban. Masih tidak ada reaksi. Co Yong menangis senggukkan. Ia sangat bersedih,
sangkanya Tan Ciu telah meninggal dunia. Manakala ia
memegang denyutan nadi si pemuda, saking lemahnya
gerakaan itu, ia tidak dapat merasakannya.
Tiba tiba ... Satu suara derap langkah kaki bertindak kearahnya,
datang dari arah belakang sigadis. Co Yong berlompat
balik, segera ia membentak,
"S i a p a"!"
Satu bayangan merah telah berada di dalam gubuk itu,
Co Yong segera mengenali kepada wanita yang ingin
menolong mereka dari cengkraman Tan Kiam Lam.
Co Yong menduga, wanita berbaju merah inilah
tentunya yang menolong mereka dari kesulitan.
Segera ia memberi hormat, berkata. "Cianpwe, terima
kasih kepada pertolonganmu."
Wanita berbaju merah ini mendekati Co yong dan Tan
Ciu. ia menggelengkan kepala katanya. "Bukan aku yang
menolong kalian." Co Yong sadar, dikala ia mendapat totokkan. wanita
baju merah ini masih menempur Tan Kiam Lam. siapakah
yang menjauhkan mereka dari Tan Kiam Lam"
Wanita baju merah itu masih berjalan maju. Co Yong
menaruh curiga, apa maksud kedatangannya" Segera ia
mengajukan pertanyaan. "Cianpwe, kau?"
"Aku mencarinya," Tukas wanita baju merah itu yang
menudingkan jari kearah tempat dimana Tan Ciu masih
berbaring. "Ada urusankah denganya?" Bertanya Co yong.
Wanita baju merah itu tertawa. berkata. "Jangan
khawatir. aku mencarinya bukan mencari urusan."
"Maksud cianpwe?"
"Anak Tan Kiam Lam, bukan?"
"Betul." "Aku ingin bertanya kepadanya. dimanakah ayahnya itu
berada." Berkata wanita baju merah.
Mata Co Yong terbelalak. "Cianpwee ingin mencari Tan Kiam Lam." Ia bergumam
tidak mengerti. "Belum lama mereka bertempur seru.
Bagaimana ingin menanyakannya lagi?"
Wanita baju merah tidak dengar akan gumam Co Yong,
ia sudah berada didepan Tan Ciu, memperhatikannya
sekian lama dan berkata. "Biar kutolong dirinya dahulu." Dari dalam saku
bajunya, mengeluarkan obat berwarna merah diselipkan
kedalam mulut Tan Ciu, dan menepuk-nepuk beberapa
jalan darah pemuda itu. Sebentar kemudian, Tan Ciu telah siuman, Ia mengeliat
bangun. Co Yong berteriak girang. "Tan Ciu, akhirnya kau
bangun juga!" Tan Ciu memandang keadaan disekeliling itu rumah
gubuk tersebut masih terlalu asing baginya.
Co Yong memanggil lagi. "Bagaimana perasaanmu?"
"Agak baik." si pemuda memberi jawaban.
"Syukurlah." "Eh, bagaimana aku dapat berada ditempat ini?" Tan Ciu
mengajukan pertanyaan. "Cianpwe inilah yang
memberikan keterangan. menolongmu." Co Tan Ciu memberi hormat. "Terima kasih kepada
Cianpwe.". "Ada sesuatu yang ingin kutanyakan kepadamu."
Berkata wanita berbaju merah itu.
"Boanpwe akan memberikan segala jawaban" Berkata
Tan Ciu. Yong "Namamu Tan Ciu?"
"Betul." "Putra Tan Kiam Lam.
"Tidak boanpwe sangkal."
"Pertanyaanku yang pertama ialah. pertanyaan tentang
ayahmu. Dan sekalian mengucapkan terima kasih
kepadamu." "Terima kasih kepada boanpwe?" Tan Ciu mengkerutkan
jidatnya. "Kau telah menolong Ong Leng Leng, dan aku adalah
gurunya". Wanita berbaju merah itu memberi keterangan.
Oooo... Ternyata wanita ini adalah guru dari si Jelita
Merah Ong Leng Leng! Tan Ciu mengerti akan duduk perkara, ia berkata. "Nona
Ong baik?" "Satu tahun lalu, pernah dikatakan olehnya bahwa kau
pernah memberikan pertolongan. Hutang budi ini tidak
akan kami lupakan. Setelah itu ia pergi entah kemana, kami
belum berjumpa lagi."
"Ng..." "Tentang ayahmu, dimanakah kini ia berada?" Berkata
lagi guru si Jelita Merah.
"Tan Kiam Lam yang cianpwe maksudkan?" Tan Ciu
tidak mengerti. "Ayahmu bernama Tan Kiam Lam, bukan?"
"Cianpwe ingin mencarinya?"
"Betul. Ada dengannya." urusan yang belum kuselesaikan "Ketua Benteng Penggantungan itulah yang bernama
Tan Kiam Lam." "Hee !"....." Wanita berbaju merah berteriak keras. Bila
diketahui bahwa ketua Benteng Penggantungan itulah yang
bernama Tan Kiam Lam, ia tidak akan melepaskannya.
Co Yong juga sangat terkejut.
Wanita baju merah berkata lagi. "Kau katakan bahwa
ketua Benteng penggantungan itu yang bernama Tan Kiam
Lam?" "Tidak salah lagi. Cianpwe kenal dengannya!"
"Tidak. Bila kukenal. Tentu tidak akan kubiarkan ia
pergi begini saja." "Cianpwe berhasil mengalahkannya?"
Co Yong menceritakan kejadian tadi, dimana wanita
baju merah ini menempur Tan Kiam Lam.
"Cianpwe ingin menemui Tan Kiam Lam, ada urusan
apakah yang penting?"
"Aku ingin menanyakan seseorang."
"Bagaimanakah gelar nama orang itu?"
"Si Telapak Dingin Han Thian Chiu"
Tan Ciu terkejut. Bila keterangan Tan Kiam Lam tidak
salah, orang yang bernama Han Thian Chiu itu adalah
musuh dirinya. Bagaimana guru si Jelita Merah bertanya
tentangnnya. Tan Ciu mengajukan pertanyaan.
"Tan Kiam Lam mengetahui tempat bersemayamnya
Han Thian Chiu?" "Sebarusnya. ia tahu dimana Han Thian Chiu itu
menetap. "M e n g a p a ?"
"Mereka adalah kawan yang terbaik."
"Kawan yang terbaik?" Lagi-lagi Tan Ciu berteriak.
mungkinkah hal ini terjadi"
Dikatakan oleh Tan Kiam Lam bahwa orang yang
bernama Han Thian Chiu itulah yang ditakuti, maka ketua
Benteng Penggantungan tersebut menyembunyikan diri
didalam lembah sepi, membuat satu benteng kokoh untuk
menghindari diri dari kejarannya.
Bagaimana boleh dibantah bahwa Tan Kiam Lam kenal
baik dengan Han Thian Chiu" Bahkan mereka bersahabat
baik" -oo-OdwO-oo- TAN CIU masih bingung dan tidak mengerti.
Wanita baju merah berkata. "Tan Kiam Lam dan Han
Thian Chiu adalah kawan baik, mereka pasti tahu tempat
kediaman dari kawan kawan itu."
"Tidak mungkin." Tan Ciu berteriak.
"Mengapa tidak mungkin?"
"Dikatakan oleh Tan Kiam Lam" bahwa Han Thian
Chiu itu adalah musuh besar dirinya."
"Keterangan ini tidak benar. Mereka adalah saudara
seperguruan, suheng dan sutee."
"A a a a a a a ...!"
Tan Ciu jelas dan mengerti, ternyata Tan Kiam Lam
telah menipu dirinya, segala obrolan kosong. dasar penipu
ulung. Dengan alasan apa, Tan Kiam Lam menceritakan
kejadian itu" Tan Ciu menggoyang-goyangkan kepala, berkata,
"Tidak benar. Kau tahu jelas tentang keadaan Tan Kiam
Lam dan Han Thian Chiu mengapa tidak kenal kepada
wajah mereka?" Wanita baju merah memberi keterangan.
"Yang kukenal adalah waiah Han Thiam Chiu, dari
orang ini kuketahui bahwa masih ada saudara
seperguruannya yang bernama Tan Kiam Lam. Tapi aku
belum pernah menjumpai Tan Kiam Lam."
Tan Ciu diam tepekur. Wanita baju merah berkata lagi. "Ong Leng Leng tidak
menceritakan hal ini kepadamu?"
"Ia pernah mengatakan, pada suatu hari ia akan
menceritakan keadaan dirinya. Kukira termasuk juga
kejadjan ini. Tapi sehingga saat ini, ia belum mempunyai
itu kesempatan untuk bercerita."
Wanita berbaju merah berkata. "Ong Leng Leng tidak
pernah menyebut namaku?"
"Belum." "Pernah dengar nama Permaisuri dari Kutub Utara?"
"Cianpwe pribadikah yang mendapat julukan itu?"
"Kau memang pandai." Permaisuri dari kutub Utara
menganggukkan kepala. "Aaaaaa. . ." "Diluar dugaan ?"
"Diceritakan orang bahwa cianpwe telah tiada."
"Sampai hari ini, aku masih dapat bernapas."
"Dikatakan oleh mereka, setelah kau dibunuh orang,
mereka menggantung jenazahmu di atas Pohon
Penggantungan." "Disana, aku berhasil ditolong orang."
"Siapa yang menggantung cianpwe
Penggantungan?" diatas Pohon "Si Telapak Dingin Han Thian Chiu."
"Han Thian Chiu!"
"Kukatakan kepadamu, bahwa Han Thian Chiu adalah
orang yang kucintai, itu waktu, aku belum cukup dewasa,
maka mudah masuk kedalam perangkapnya, dergan katakata yang manis dengan janji-
janji yang seperti madu aku
menyerahkan diri. Tidak lama, aku melahirkan seorang
anak perempuan, ternyata Han Thian Chiu tidak cinta
kepadaku, setelah bosan ditinggalkan begitu saja."
Mata si Permaisuri dari Kutub Utara basah dengan air
mata. "Demikian Ong Leng Leng terlahir?"
"Bukan. Dia bukannya Ong Leng Leng."
"Kemanakah kemudian anak itu?"
"Hampir kubunuh putri yang tak kenal dosa itu. selain
terbayang kenangan wajah ayahnya yang kejam. Karena
kepergian Han Thian Chiu, sifatku berubah, mulai
membenci semua lelaki yang hidup didunia. Tidak sedikit
yang telah kujadikan korban, kematian-kematian orang2
banyak ini menimbulkan kemarahan umum si
Cendekiawan Serba Bisa Thung Lip mengajak orangorangnya mengeroyok aku, sehingga
terjadi drama Pohon Penggantungan, aku digantung diatas pohon itu."
"Bagaimana cianpwe?" Han Thian Chiu itu menggantung "Suatu hari ia kembali. Tentu saja rasa senangku tidak
kepalang. Kukira ia sudah insaf dan betul-betul cinta
kepadaku, maka ia kembali lagi, Ia pandai membujuk rayu,
dibawah buaian asmara yang sudah hampir menjadi abu,
sekali lagi kuserahkan diriku. Didalam keadaan setengah
sadar dan tidak sadar, ia menotok jalan darahku.
menggantungkan diatas pohon Penggantungan."
Tan Ciu menggeretek gigi. "Sungguh kejam."
"Maka dengan tekun, aku melatih diri maksud ingin
menuntut balas kepadanya." Berkata si Pemaisuri dari
Kutub Utara.

Pohon Kramat Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Hanya Tan Kiam Lam yang mengetahui tempat
persembunyian Han Thian Chiu?"
"Kukira Tan Kiam Lam harus tahu."
"Mudah diselesaikan, kau boleh pergi ke Benteng
penggantungan bertanya kepadanya."
"Segera kudatangi Benteng Penggantungan itu."
"Ketua Benteng Penggantungan itulah yang bernama
Tan Kiam Lam." "Heran." Tiba-tiba Permaisuri dari Kutub Utara
mengerutkan alisnya. "Tan Kiam Lam adalah ayahmu,
mengapa begitu kejam, ingin menurunkan tangan jahat
membunuh putra sendiri?"
"Diantara kami tak ada keserasian paham."
"Keserasian paham tidak akan memisahkan hubungan
keluarga. Tidak mungkin ada seorang ayah yang ingin
membunuh anaknya, kecuali bukan hasil kandungan ayah
itu?" "Maksudmu, Tan Kiam Lam itu bukan ayahku ?"
"Aku agak kurang percaya."
Tan Ciu menundukkan kepala, bagaimana ia tidak
bingung menghadapi persoalan yang sangat rumit seperti
ini. Tiba-tiba si Permaisuri dari kutub Utara membentak.
"Siapa?" Tubuhnya melesat keluar dari gubuk rumah itu.
Tan Ciu dan Co Yong turut lari keluar. disana. terlihat
permaisuri dari Kutub Utara sedang berhadapan dengan
seorang penjemis tua. Itulah pengemis yang mengaku Serba
tahu menyebut dirinya sebagai si tukang Ramal Amatir.
"Kau " . . ." Tan Ciu agak heran.
Permaisuri dari Kutub Urara menurunkan tangannya
kebawah, dengan patuh memanggil. "Cianpwe . . ."
Tan Ciu mundur satu langkah, tak disangka, dengan
ilmu kepandaian permaisuri dari Kutub Utara yang disegani
itu pun memanggil Cianpwe, bukankah si Tukang Ramal
Amatir mempunyai tingkat derajat yang sangat tinggi"
Terlihat pengemis tua itu tertawa Ha ha-hi hi hi. ia
berkata, "Eh, kau belum mati?"
Kata-kata itu ditujukan kepada Permaisuri dari Kutub
Utara. Wanita baju merah itu berkata, "Atas kemurahan hati
Tuhan, kematian boanpwee dibatalkan."
"Masih ingin membunuh orang?" Tegas lagi pengemis
tua itu. "Mana boanpwee berani."
"Syukurlah! Sipatmu telah dapat berubah."
Tanpa memperdulikan Permaisuri dari Kutub Utara, si
pengemis Tukang Ramal Amatir memandang Tan Ciu dan
berkata. "Toh. berapa lama kucari-cari dirimu. Tidak kusangka,
kau berani menyelusup masuk kedalam Benteng
Penggantungan. Setengah mati aku meramalkan tempat
pesembunyianmu itu."
Tan Ciu maju mendebat kata-kata si pengemis.
"Di Pohon Penggantungan, kau telah meninggalkan aku
dahulu. Bagaimana menyalahkan orang. Mana kutahu.
kemana kau pergi menyembunyikan diri?"
"Ha, ha . , ." "Takut kucopot batang lehermu?" Bertanya lagi Tan Ciu
kepadanya. "Mengapa harus menyerahkan batok kepalaku?"
Cemooh sipengemis. "pertaruhan dikalahkan olehmu.
Akulah yang seharusnya memotes batang leher kecilmu
itu." "Huh, bagaimana kutahu, aku telah kalah?"
"Suatu hari kau akan tahu bahwa pertaruhan itu telah
dimenangkan olehku."
"Tidak mungkin."
"Ha...ha... kertas cacatanku masih berada padamu?"
"Masih." "Bagus! Jagalah baik-baik. Nasibmu ditentukan olehnya,
tahu?" "Huh . . . Hmm . . ."
Si Tukang Ramal Amatir berbalik kearah Permaisuri dari
Kutub Utara kepadanya ia berkata.
"Kudengar kalian sedang memperbincangkan urusan
Tan Kiam Lam maka aku turut campur."
Permaisuri dari Kutub Utara menganggukkan kepala. Ia
membenarkan kata-katanya si pengemis tua.
Pengemis itu berkata lagi. "Juga membicarakan soal Han
Thian Chiu?" "Betul." Berkata si wanita baju merah. "Semua urusanku
tidak luput dari pada mata cianpwee yang lihay."
"Ha . . .ha . , ." Si pengemis tua tertawa. "Sudah jelas
perkara apakah yang dapat mengelabui mataku" Dan
jangan kalian kaget kutahu Tan Kiam Lam itu sudah tiada!"
"Aaaaa...!" "Apa?" Tan Ciu dan Permaisuri dari Kutub Utara berteriak
bareng. Sebagai seorang yang masih mempunyai hubungan
keluarga. Tan Ciu tidak dapat melepas darah dagingnya
begitu saja. walau sang ayah berbuat jahat, sebagai seorang
anak yang berbakti. ia turut berprihatin.
"Cianpwe mengatakan bahwa ayahku sudah mati?" Ia
meminia ketegasan. Si Tukang Ramal Amatir menganggukken kepala seolaholah, ramalannya ini sudah
terlaksana. "Siapakah orang Penggantungan itu?" yang menjadi ketua Benteng "Kau percaya. bahwa si Ketua Benteng Penggantungan
sebagai jelmaan Tan Kiam Lam?"
"Mungkinkah bukan Tan Kiam Lam?"
"Dia bukan Tan Kiam Lam!"
Tan Ciu mengerutkan kedua alisnya. Mungkinkah katakata itu dapat dipercaya"
Segera ia mengutarakan kecurigaannya.
"Bagaimana kau tahu bahwa dia bukan Tan Kiam Lam?"
"Dia tidak mirip Tan Kiam Lam."
"Tidak mirip?" "Betul. Tidak mirip Tan Kiam Lam."
"Aku tidak mengerti."
"Heem......." Si pengemis tua itu berdehem. "Tahukah
kedatangan si pendekar Dewa Acgin Sin Hong Hiap ke
Benteng Penggantungan?"
"Pamanku yang bernama Tan Kiam Pek itu yang
menjanjikannyabertempurdidepanBenteng
Penggantungan." "Tepat. Tahukah alasannya. mengapa Tan Kiam Pek
menantang Sin Hong Hiap menempurkan dirinya didepan
Benteng Penggantungan?"
"Aku bukan tukang ramal! Aku tak tahu."
"Aku telah bertemu dengan Tan Kiam Pek dan ia telah
bercerita kepadaku." Berkata si tukang ramal Amatir itu.
"Apakah alasan yang dikemukakan olehnnya"
"Alasan pertama, ingin membuktikan bahwa ketua
Benteng Penggantungan bukanlah Tan Kiam Lam."
"Dan ia berhasil?"
"Tentu. Telah dipastikan olehnya bahwa ketua Benteng
Penggantungan itu bukanlah Tan Kiam Lam."
"Alasannya?" "Sebagai seorang saudara, Tan Kiam Pek tahu jelas akan
kebiasaan sang saudara, dan hal ini tidak terdapat pada Tan
Kiam Lam palsu." "Apakah kebiasaan Tan Kiam Lam yang paling khas."
"Manakala ia bertempur. pasti ia menggunakan tangan
kanan, sedangkan ketua Benteng Penggantungan itu pandai
menggunakan tangan kiri, ketidakserasian yang paling
menyolok mata." Tan Ciu dapat diberi mengerti. Pengemis tua itu berkata
lagi, "Tujuan berikutnya dari rencana Tan Kiam Pek sebagai
berikut, ia ingin mengetahui ilmu-ilmu silat dari kedua
orang yang bertempur itu, dengan demikian ia dapat
menambah pengalaman. Dimisalkan betul, ia berhasil
mempelajari ilmu silat dari kedua jago tersebut. pada suatu
hari, ia dapat menandingi Tan Kiam Lam."
Tan Ciu berkata. "Jadi. tidak dapat disangsikan lagi, bahwa Tan Kiam
Lam itu adalah Tan Kiam Lam palsu."
"Tentu saja." "Tapi. . . . Tapi....."
"Masih meragukan keteranganku?" Bertanya sipengemis
tua. Tan Ciu berkata. "Mengapa mempunyai wajah Tan Kiam Lam."
"Wajah itu mudah diubah."
"MaksudCianpwe,wajahsiketuaBenteng
penggantungan telah diubah oleh seorang tokoh make up
yang lihay?" Siapakah akhli make up yang sangat lihay ini"
Si Tukang Ramal Amatir tidak segera menjawab
pertanyaan ini, sebaliknya memandang kearah permaisuri
dari Kutub Utara, dengan perlahan-lahan dan tandas, ia
berkata. "Itulah si Telapak Dingin Han Thian Chiu,"
"Aaaaa . ..!" Permaisuri dari Kutub Utara mempentang kedua
matanya lebar-lebar. "Kau menuduh, seolah-olah bahwa ketua Benteng
Penggantungan itu sebagai jelmaan Han Thian Chiu?"
Permaisuri dari Kutab Utara meminta ketegasan.
"Betul." Si pemuda menganggukkan kepala. "Dengan
ilmu kepandaian menghias mukanya Han Thian Chiu dapat
mengubah siapa pun juga. Termasuk juga Wajah Tan Kiam
Lan." Permaisuri dari Kutup Utara mengoceh. "Han Thian
Chiu. .." Han Thian Ciu." Tiba-tiba ia bertepuk keras.
"Betul. ia pandai menggunakan tangan kiri. Tatkala baru
melihat wajahku, ia gemetaran takut. Ternyata ia bingung
karena kehadiran aku, ia bingung karena aku tidak mati."
Si Tukang Ramal Amatir berkata lagi. "Tentunya, Tan
Kiam Lam telah dianiaya olehnya. Dengan demikian,
dengan menggunakan wajah Tan Kiam Lam, ia
memunculkandirinyadidalam rimbapersilatan.
Menjadikan dirinya sebagai seorang ketua Benteng
Penggantungan." Tan Ciu mempunyai pendapat yang sepaham, sangatlah
masuk diakal. bila ketua Benteng Penggantungan itu ingin
membunuh dirinya mengingat bahwa dirinya bukanlah
putra si jahat. Permaisuri dari Kutub Utara menggerak tubuhnya, ia
melesat jauh. Terdengar suara bentakan si pengemis tua, "Hei. apa
yang kau ingin kerjakan?"
Tubuhnya turut melesat. sebentar kemudian berhasil
menghadang wanita baju merah itu.
"Ingin ke Benteng Penggantungan?" Demikian ia dapat
menduga isi hati orang. "Betul, aku harus segera membunuh Han Thian Chiu,"
"Akh..." sipengemis tua menghela napas.
"Telah dua puluh tahun, kunanti-nantikan saat yang
seperti ini." Berkata lagi Permaisuri dari Kutub Utara.
Tan Ciu turut membuka suara. "Aku turut serta."
"Bagus," berkata permaisuri dari Kutub Utara itu. "Mari
kita bersama-sama membikin perhitungan dengannya
Menghindari diri sipengemis tua, Tan Ciu dan
Permaisuri dari Kutub Utaramenuju Benteng
Penggantungan. Si tukang Ramal Amatir tidak mau ketinggalan,
diajaknya Co Yong dan berkata. "Mari kita turut
menyaksikan keramaian."
Co Yong telah mengikatkan hatinya kepada Tan Ciu,
kemana pemuda itu pergi. iapun terus turut serta, kini
diketahui bahwa Tan Ciu harus mencari orang yang telah
memalsukan ayahnya, bagaimana ia tidak turut serta"
Iring-iringan ini menuju kearah Benteng Penggantungan.
Sebagai perintis jalan adalah Permaisuri dari Kutub
Utara, direndengi oleh Tan Ciu. Dibelakang mereka adalah
sipengemis tua menyebutkan dirinya sebagai si Tukang
Ramal Amatir, tidak ketinggalan juga Co Yong.
Sebentar kemudian. Tan Ciu beserta ketiga kawannya telah didepan Benteng
Penggantungan. Keadaan sangat sepi, tidak ada penjagaan juga tidak
terlihat ada orang yang mencegat perjalanan mereka.
Mengapa" Mengapa dapat terjadi kejadian seperti ini"
Ternyata, didalam Benteng Penggantungan telah terjadi
perubahan. Munculnya Permaisuri dari Katub Utara sangat
mengejutKan ketua Benteng itu, mengetahui bahwa
penyamarannya segera terbuka, ia pun segera melarikan
diri. Keadaan di Benteng Penggantungan sangat tenang.
Tiba-tiba..... Keempat orang itu dikejutkan oleh terdengarnya suara
rintihan seseorang. Mereka mengikuti datangnya suara dan
menemukan seorag yang menggeletak ditanah dalam
keadaan luka. Tan Ciu bertindak gesit, segera dikenali orang tua
bungkuk yang telah membantu dirinya melarikan diri.
"Cianpwe....!" Ia berteriak.
Orang tua bungkuk itu tidak dapat melihat, ia berkata
lemah. "Siapa?"
"Aku." Jawab si pemuda. "Aku Tan Ciu."
Permaisuri dari Kutub Utara berteriak.
"Aaaa , . .! Kau berada ditempat ini?" Ternyata ia kenal
pada orang tua bungkuk itu.


Pohon Kramat Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tan Ciu mengajukan pertanyaan.
"Cianpwe kenal dengannya" Siapakah dia?"
"Dia adalah Kui Tho Cu," permaisuri dari Kutub Utara
memberikan jawaban. "Aaaa,..! si bungkuk Kui Tho Cu"!"
"Betul!" Tan Ciu tahu betul bahwa Cang Ceng-ceng juga mencari
seorang bungkuk yang bernama Kui Tho Cu, tidak disangka
bahwa orang yang mau dicari oleh gadis berbaju putih itu
telah dilukai olenya juga. Mereka telah bertemu, segera
mereka bertempur, dan tentunya Kui Tho Cu jatuh dibawah
tangan Cang Ceng Ceng. Tan Ciu pernah menanyakan keadaan Kui Tho Co
kepada ketua Benteng Penggantungan itu, demikian juga
Cang Ceng Ceng, tapi disangkal dan tidak diberi tahu.
Sehingga terjadi kejadian seperti ini.
Tan Ciu mengeluarkan dua butir obat Seng Hiat Hoan
hun-tan, ditelankannya kedalam mulut Kui Tho Cu.
Permaisuri dari Kutub Utara menggerak-gerakkan
jarinya, menotok beberapa jalan darah orang tua bungkuk
itu, ia ingin mempercepat proses pengobatan.
Luka Kui Tho Co sangat berat. masih ia menggeliat,
tidak ada tenaga untuk menengok lagi.
Tan Ciu memandang wanita baju merah itu dan
mengajukan pertanyaan. "Masih ada harapan?"
Ilmu kepandaian Permaisuri dari Kutub Utara tinggi
sekali dan lihai, ia tahu bagaimana keadaan luka yang
diderita oleh manusia bungkuk itu, ia berkata.
"Biar kuusahakan sedapat mungkin."
Dikerahkan tenaganya, dan siap memasangkan telapak
tangan kepunggung orang, maksudnya menyalurkan tenaga
dalam. Si Tukang ramal amatir segera menyusul dan berteriak.
"Tugas ini serahkan kepadaku."
Permaisuri dari Kutub Utara mengundurkan diri,
menyerahkan tugas tersebut padanya.
Pengemis tua itu segera menyalurkan tenaga kearah
sibungkuk. Permaisuri dari Kutub Utara berkata. "Mari kita
mencarinya." "Baik!" sahut Tan Ciu yang tidak sabar untuk
mengetahui rahasia ketua Benteng Penggantungan
Co Yong berteriak. "Tan Ciu...!"
Si pemuda menghentikan langkahnya. menoleh kearah
gadis itu dan berkata. "Ada apa ?" "Ilmu kepandaian gadis berbaju putih itu tidak berada
dibawah si ketua Benteng Penggantungan. Dibawah
kekuasaan Ie-hun Tay-hoat mana mungkin ia membedakan
kawan dan lawan. Ada lebih baik untuk menunggu
sebentar." "Jangan takut." Berkata Permaisuri dari Kutub Utara.
"Masih ada diriku bukan?"
Co Yong menggeleng-gelengkan kepala.
"Ada lebih baik menunggu cianpwe ini."
"Masakah aku kalah dengan Han Thian Ciu?" berkata
Permaisuri dari Kutub Utara tidak puas
"Kau akan dikalahkan oleh Cang Ceng Ceng."
"Belum tentu." "Ilmu kepandaianmu dapat memenangkan orang tua
bungkuk ini?" Permaisuri dari Kutub Utara tertegun, ilmu
kepandaiannya berada dibawah tingkat Kui Tho Cu.
sedangkan manusia bungkuk itu dapat dikalahkannya,
bagaimana ia dapat memenangkan pertandingan"
Permaisuri dari Kutub Utara dapat diberi mengerti, ia
harus menungga hasil dari penyembuhan Kui Tho Cu.
Beberapa saat kemudian Si Tukang Ramal Amatir
melepaskan saluran tenaganya, Kui Tho Cu menoleh dan
bersempokan mata dengan pengemis tua itu.
"Eh, kau belum mati?" Ia terkejut sekali.
"Kentut busuk, bila kau mati. Siapa yang
menyembuhkan lukamu?" Bentak pengemis tua yang
mempunyai sifat angin-anginan!
"Untung kau tiba pada saatnya," berkata Si manusia
bungkuk. Tan Ciu maju mengadakan pertanyaan. "Cianpwe,
bagaimana kau terluka ?"
Kui Tho Cu. mendelikkan mata, katanya. "Telah kau
saksikan, bukan" Aku ditempur oleh kawan wanitamu itu.
Dan tentu saja, aku kalah dibawah tangannya."
"Kini, dimanakah ia berada ?"
"Ia juga menderita luka."
Tan Ciu berteriak girang. "A a a a ... ia juga menderita
luka" Syukurlah, kita segera dapat mengalahkan mereka."
"Lukanya tidak lebih ringan dari luka yang kuderita."
berkata Kui Tho Cu memberi keterangan.
"Pernah lihat ketua Benteng Penggantungan itu?"
"Tidak, entah kemana ia telah pergi."
Bebetapa bayangan melayang datang, mereka adalah
wakil ketua Benteng Penggantungan Co Yong Yen, si
pemuda dingin Pek Hong, wanita berbaju hitam Kang
Leng, Cie Yan dan lain-lain.
Co Yong Yen menghadapi rombongan Tan Ciu dan
berkata. "Tan Ciu, tidak kusangka, kau dapat mengajak
konco-konco yang banyak sekali."
"Aku ingin menjumpai
membentak keras. ketua kalian." "Ia tidak ada." Berkata Co Yong Yen memberi
keterangan. Tan Ciu Pengemis tua turut maju, dengan senyuman yang anginanginan, ia berkata.
"Nona Co, masih kenalkah kepadaku?"
Co Yong Yen menatap tajam-tajam si Tukang Ramal
Amatir. Tiba-tiba terjadi perubahan yang mendadak.
wajahnya pucat pasi, dengan patuh ia memberi hormat.
"Cianpwe...." "Tidak kusangka," berkata si pengemis tua, "Kau telah
menduduki jabatan wakil ketua Benteng Penggantungan....
Syukur.... Syukur,.. Aku harus mengucapkan selamat
kepadamu." "Cianpwe pandai berkelakar."
"Beruntung kau masih ingat kepadaku."
"Bagaimana tidak" itu waktu, cianpwe telah menolong
diriku dari kesusahan. hal ini..."
"Tolonglah panggil keluar ketua kalian." Berkata si
Tukang Ramal Amatir singkat.
"Ia belum kembali kebenteng." Co Yong Yen yang
memberi keterangan. "Bohong." Bentak Tan Ciu keras.
"Sungguh." Berkata Co Yong Yen. "Kami pun sedang
berusaha mencarinya. Masih belum berhasil."
Tukang Ramal Amatir berpikir sebentar, ia berkata.
"Kukira ia telah melarikan diri."
"Melarikan diri?"
"Betul. Hal ini sudah berada didalam perhitungannya.
Munculnya kau didepan dirinya menggetarkan nafsu hidup
Han Thian Chiu." Ia memandang Permaisuri dari kutub utara. Wanita
berbaju merah itu menganggukkan kepala, ia dapat
menyetujui dugaan tersebut, katanya.
"Betul, kukira ia telah melarikan diri. Munculnya aku
dihadapannya telah meruntuhkan semua iman-imannya,
pasti aku menuntut balas, dan uutuk menghindari tekanan
itu, ia menyembunyikan diri jauh-jauh. Ia terlalu gesit
bagiku." Kui Tho Cu berkata. "Bila tidak mempunyai kegesitan yang melebihi orang,
mana mungkin dapat membangun itu Benteng
Penggantungan." Pengemis tukang ramal memandang Co Yong Yen
berkata, "Nona Co, bila kami ingin membakar Benteng
Perggantugan. apa langkah yang kau ambil."
"Kami akan mempertahankan sedapat mungkin." jawab
wakil ketua benteng itu. "Ketua kalian telah melarikan diri, apa yang harus
dipertahankan." "Demi kemulian benteng, jiwa kamipm akan kami
persembahkan." "Bagus! kata-kata yang penuh kekasatriaan. Tapi kalian
bukanlah tandingan kami."
"Budi Tan Kiam Lam terlalu besar."
"Dia bukan Tan Kiam Lam."
"Ha"!" "Percayalah keteranganku. Dia bukan Tan Kiam Lam.
Dia adalah si Telapak Dingin Han Thian Chiu. Ilmu
mengubah mukanya sangat mahir sekali. Tak seorang pun
yang dapat membedakan persamaan itu. Dan kau.... kau
pernah benci kepada si Cendekiawan Serba Bisa Thung Lip
itu orang yang pernah mempekosa tersebut itupun adalah
jelmaan Han Thin Chiu juga,"
"A a a a a a......."
Tan Ciu segera maju berkata. "Dimanakah nona Cang
berada?" "Didalam." Tubuh Tan Ciu melesat, menuju kearah yang telah
ditunjuk. Satu suara rintihan terdengar keluar dari salah satu
kamar. si pemuda melesatkan dirinya kedalam kamar
tersebut. Cang Ceng ceng terbaring disuatu tempat tidur, keadaan
lukanya tidak ringan, terlihat gadis berbaju putih itu sedang
menerima penderitaan. Tan Ciu berteriak sedih. "Nona Cang......"
Cang Ceng.ceng lompat bangun, reflek ilmu
kepandaiannya yang tertinggi belum lenyap, menengok dan
terlihat kedatangan si pemuda.
"Kau". . . ." Ia mengerutkan alisnya.
"Betul. Aku Tan Ciu."
"Apa maksudmu datang kembali lagi?"
"Aku harus menolongmu."
"Pergi! Aku tidak membutuhkan pertolonganmu."
Tan Ciu menghentikan langkahnya.
Wajah Cang Ceng ceng menunjukan kemarahan. ia
membentak, "Jangan kau maju lagi. Setapak saja lagi mendekatiku.
segera kubunuhmu." "Nona Cang... kau telah terluka... Tidak dapat kubiarkan
begitu saja." Tan Ciu mendekati tempat tidur itu.
Bagaikan berhadapan dengan maut, mata Cang Ceng
Ceng menjadi liar, gadis itu segera lompat dari tempat
tidurnya, ia menerkam si pemuda.
Tan Ciu berteriak. "Nona Ceng...!"
Dan ia menyingkirkan diri dari serangan Cang Ceng
Ceng, tidak mungkin ia dapat menerima serangan itu.
Tubuh si gadis menubruk tempat kosong, sempoyongan,
hampir menubruk tembok. Tan Ciu mengulurkan
tangannya, maksudnya memayang orang.
Cang Ceng Ceng membentak. "Pergi . . . Pergi kau . . ."
Satu pukulan pula dihadiahkan kepada si pemuda.
Tan Ciu tidak tega membiarkan tubuh gadis tersebut
menubruk benda lain, ia berusaha menghindari diri
perlahan, karena itulah terkena pukulan, beruntung Cang
Ceng Ceng menderita luka yang agak parah, maka pukulan
itu tidak merusak tubuhnya.
Walaupun demikian, karena menggunakan tenaga besar,
luka Cang Ceng Ceng membuat bibirnya si gadis telah
basah dengan darah. Memandang wajah sigadis, dengan adanya darah yang
berceceran, Tan Ciu menggigil dingin sangat seram.
Cang Ceng ceng membentak. "Masih tidak mau pergi ?"
Hanya kata-kata itu yang dapat dikeluarkan. tubuh si
gadis telah melemas, terjatuh ditanah. Tan Ciu segera
memayangnya, ia mengeluarkan obat Seng-hiat hoan-hun
tan, maksudnya ingin mengobatinya.
Terdengar satu suara yang membentak. "Jangan..!"
Si pengemis tua, orang yang menamakan dirinya sebagai
tukang ramal itu telah berada dibelakang Tan Ciu. Dialah
yang mengadakan pencegahan.
"Cianpwemelarangmemberikan
kepadanya?" Bertanya Tan Ciu.
pertolongan "Betul." "Mengapa ?" "Setelah disembuhkan. dengan ilmu kepandaiannya yang
tinggi, siapakah yang dapat mengalahkannya."
Kui Tho Cu turut masuk kedalam kamar itu. Tan Ciu
memandang si bungkuk, meminta pendapatnya.
Manusia bungkuk itu mengangkat pundak, saran apa
yang dapat diberikan olehnya. Diketahui betul Tan Ciu
menyintai gadis itu. bagaimana ia melarang memberi obat"
Bila disetujui maksud si pemuda, setelah Cang Ceng
Ceng sembuh, siapakah yang dapat mengalahkan dirinya"
Apa yang Tan Ciu dapat lakukan kepada Cang Ceng
Ceng" Tidak dapat menolongnya, juga tidak dapat membiarkan
begitu saja, gadis tersebut menderita luka berat.
Adanya Cang Ceng Ceng masuk kedalam Benteng
Penggantungan dikarenakan membela dirinya, sehingga
kena ilmu Ie-hun Tay-hoat Han Thian Chiu.
Ia harus turut tanggung jawab.
Tan Ciu memandang si Tukang Ramal Amatir.
Pengemis tua itu berkata. "Berusahalah membebaskan
dirinya dari kekangan ilmu Ie-hun Tay hoat itu."
"Cianpwe tidak dapat menolong ?"


Pohon Kramat Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Aku tidak mempunyai itu kepintaran."
Tan Ciu memandang Kui Tho Cu.
Dan sibungkuk pun berkata. "Aku tiada guna."
"Mungkinkahtidakadaorang
menghilangkan ilmu Ie-hun Tay-hoat?"
yang dapat "Kecuali si Telapak Dingin Han Thian Chiu."
"Mana mungkin . .."
Beberapa orang berjalan masuk lagi, mereka adalah
Permaisuri dari Kutub Utara, Co Yong dan wanita berbaju
hitam Kang Leng. Mata Co Yong basah dengan air mata, wajahnya kumel
sekali. Tan Ciu tak tahan mengajukan pertaayaan. "Eh, kau
mengapa ?" Co Yong menangis semakin sedih.
"Nona Co...." Panggil lagi Tan Ciu.
Kang Leng tampil memberi keterangan. "Sebelum kau
meninggalkan Benteng Penggantungan pernah kuceritakan
sedikit tentang keadaan Benteng Penggantungan, termasuk
asal usul Nona ini, bukan?"
"Aku tidak mengerti." Berkata Tan Ciu.
"Co Yong. . . Bukan . . . Namanya adalah Pek Co Yong,
pocu kami menyerahkannya kepada Hu Pocu, tegasnya
untuk mendidik ilmu surat dan juga ilmu silat, tapi tidak
diceritakan asal usul dirinya?"
Permaisuri dari Kutub Utara turut bicara. "Ternyata. dia
adalah putriku ini."
Tan Ciu berteriak! "Aaaaaa....!"
Kang Leng memberikan keterangan yang lebih jelas,
"Nama Cianpwee ini adalah Pek Pek Hap dan dia adalah
Pek Co Yong." Ditudingnya gadis yang sudah basah
dengan air mata itu! Tan Ciu pernah mengadakan janji untuk sehidup semati
dengannya. Tidak disangka perubahan situasi dapat
berkembang seperti ini, Tubuhnya gemetaran, menggigil
dingin! Pek Co Yong menangis semakin sedih!
Tan Ciu berkata, "Kau! Kau Putri Han Thian Cu?"
Pek Co Yong menganggukkan Kepala lemah.
Tan Ciu semakin bingung, Diketahui bahwa Han Thian
Cu itu sebagai musuh besar, bagaimana ia akan mengawini
putri musuh" Permaisuri dari Kutub Utara Pek Pek Hap berkata. "Oo,
anakku . . ." Pek Co Yong menangis sesenggukkan didalam rangkulan
ibunya. Pek Pek Hap mengelus-elus rambut putrinya, katanya.
"Janganlah kau bersedjh lagi . . ."
Pek Co Yong menjerit. "Tidak . . . Tidak . . .Aku tidak
mau menjadi putrinya. Dia bukan ayahku" Hal ini tak dapat
disangkal sama sekali, Aku tidak mau . . . Aku tidak mau!"
Pek Pek Hap menghela napas, "Aku mengerti
kesulitannya, tapi". . . Ia telah merusak kebahagian
hidupku. Tidak sedikit kebahagiaan orang yang telah rusak
dibawah tangan ayahmu itu."
"Uh . . . uh . .."
Tan Ciu maju menghampiri, ia berkata, "Nona Pek,
tidak seharusnya kita dirundung kemalangan ini."
"Aku tidak dapat melupakanmu." Berkata Pek Co Yong.
"Demikian juga dengan keadaan diriku."
"Kehilanganmu, aku akan kehilangan pegangan hidup."
Berkata si gadis. "Kau harus berani menerima kenyataan."
"Jodoh kita tidak mungkin terlaksana. . .." Suara Pek Co
Yong sangat perlahan sekali. Hanya Tan Ciu seorang yang
dapat mengikuti suara itu.
Tidak dapat disangka. Jodoh mereka terganggu! Biar
bagaimana Tan Ciu harus membunuh Han Thian Chiu,
sedangkan orang itu ayah si gadis.
Tan Ciu berkata, "Gagalnya perjodohan kita tidak akan
mengganggu masa depan, kau harus berusaha hidup. kita
harus berusaha menguasainya."
"Aku sudah bosan hidup, aku ingin mati,"
"Berpikirlah Secara tenang."
"Tentu saja kau dapat berpikir tenang." Berkata pek Co
Yong. "Setelah melepaskan diriku kau masih ada seorang
Cang Ceng Ceng. Tapi... bagaimana dengan keadaan
diriku?" Kata-kata yang sangat menyayatkan hati. Sangat masuk
diakal. Tan Ciu dapat melupakan kejadian itu. karena masih ada
calon lainnya, itulah Cang Ceng Ceng. Bagaimana dengan
keadaan Pek Co Yong yang tidak mempunyai pilihan
kedua" Tan Ciu berkata. "Kudoakan. agar kau menemukan seorang pemuda yang
lebih baik dariku..."
"Tidak mungkin sama sekali..."
"Kukira dapat. Berusahalah."
"Huh" Kau tidak dapat menyelami hati seorang gadis, ia
hanya dapat menerima satu kali ketukan pintu percintaan!
Hanya satu kali, seterusnya, itulah bukan cinta lagi."
"Kenyataan tidak dapat dielakan! Apa yang dapat kita
tinggalkan! Sudah tentu dapat dicari kembali!"
Permaisuri dari Kutub Utara Pek Pek Hap turut
menghibur sang putri, "Co Yong, kuatkanlah imanmu. Apa
yang dikatakan olehnya harus mendapatkan perhatian.
Walau pun kalian tidak dapat hidup bersatu. Kuharap saja
dapat mempertahankan hubungan baik itu."
"Tidak . . .Bukan persahabatan yang kubutuhkan . . .Aku
membutuhkan cintanya...."
Sang ibu berkata. "Kau .. .Tidak mungkin kau mendapat cintanya lagi."
Pek Co Yong memandang ibu itu tertegun beberapa saat.
tiba-tiba ia lompat keluar, meninggalkan semua orang.
"Co Yong. . ." Tan Ciu mencoba mencegah.
"Co Yong. . . ." Permaisuri dari Kutub Utara Pek Pek
Hap segera mengejar sang putri.
Sebentar kemudian, Pek Co Yong telah keluar dari
Benteng Penggantungan. Pek Pek Hap berusaha mengejar putri tersebut, beberapa
saat kemudian, ia berhasil, dicegatnya jalan lari gadis itu
dan membentak. "Co Yong. . ." Pek Co Yong menggeram. "Minggir."
"Jangan kau mengambil putusan nekad."
"Jangan kau ikut campur."
Butiran air mata membasahi wajah Permaisuri dari
Kutup Utara itu. Ia sangat bersedih. Ia hanya mempunyai
seorang putri. Telah lama dipisahkan Han Thian Chiu kini
berhasil berkumpul menjadi satu. Semua harapan dilepas
kepada putri tunggal tersebut, dengan demikian, kesedihan
yang ditimbulkan oleh Han Thian Chiu bisa terlupakan.
Tak disangka hanya persoalan cinta, Pek Co Yong
meninggalkan dirinya. Bagaimana tidak bersedih"
"Co Yong Yen. . ." Ia berkata dengan ratapan hati.
"Dengarlah kata-kata ibumu. . ."
"Cukup." Pek Co Yong berteriak. "Aku tidak mau
dengar.. . ." "Kau harus dengar kata-kata ibumu .. ." pek Pek Hap
berusaha mendekati putri itu.
"Tidak . . . tidak . . ."
"Dengar, jangan kau menjadi tolol."
"Jangan kau maju lagi dari tempat ini,"
-ooo000ooo- Jilid 14 "CO YONG. . ." Biar bagaimana. Pek Pek Hap harus
menarik kembali putri tersebut kedalam rangkulan dirinya.
Pek Co Yong membentak, tangannya dikibaskan,
memukul kearah sang ibu. Permaisuri dari Kutub Utara Pek Pek Hap menyingkir
dari serangan itu, gesit sekali, ia telah berada dibelakang
Pek Co Yong, tangannya bergerak menotok jalan darah
gadisnya. Pek Co Yong tidak berhasil mengelakkan lagi dari
totokan ibu lihay itu. Ia jatuh kedalam pelukkannya.
"Co Yong. . ." Pek Pek Hap memanggil perlahan. Air
mata seorang ibu telah membasahinya.
"Ibu.. ." Pek Co Yong menangis sesunggukan.
"Jangan kau berbuat tolol." kata sang ibu,
"Bu, aku sudah bosan hidup didunia yang seperti ini."
"Lihatlah dikemudian hari."
"Mengapa Tuhan tidak adil" Mengapa menjatuhkan
malapetaka ini kepada kita?"
"Kita wajib hidup. Setiap manusia yang hidup didunia
wajib mempertahankan dirinya dari segala macam
penderitaan. Seperti sekarang ibumu alami. berapa banyak
godaan hidup yang menekan. berapa banyak penderitaan
telah kualami. Haruskah aku menyerah" Haruskah
kubiarkan tak berakhir" Tidak. Semua telah terjadi. Segala
derita kupikul sehingga hari ini."
"Ibu. . ." "Kita wajib mempertahankan diri dari segala godaan
hidup. Hanya seorang putri yang kupunyai... tegakah kau
meninggalkan ibumu seorang diri"... Co Yong, kau adalah
putriku. Bila ibumu dapat mempertahankan hidup merana,
mungkinkah kau tidak sanggup menerimanya?"
"Ibu." "Kuatkan imanmu, hidup adalah penderitaan, kita wajib
mengatasinya. Kita akan bergandengan tangan, kita bahu
membahu menyingkirkan kesulitan-kesulitan itu.
Pek Co Yong dapat diberi mengerti, ia menganggukkan
kepalanya. Wajah si Permaisuri dari Kutub Utara Pek Pek Hap
bercahaya terang, terlihat senyuman walau penuh air mata.
senyuman itu sangat cerah sekali.
"Kau adalah anak gadisku yang baik." Ia berkata puas.
Dengan bergandengan tangan mereka balik kedalam
Benteng Penggantungan. Permaisuri dari Kutub Utara Pek Pek Hap berhasil
menahan kepergian gadisnya.
Didalam Benteng Penggantungan berkumpul banyak
orang, mereka adalah sipengemis Tukang Ramal Amatir, si
Bungkuk Kui Tho Cu, wakil ketua Benteng Penggantungan
Co Yong Yen, wanita berbaju hitam Kang Leng dan Tan
Ciu. Mereka sedang merundingkan cara-cara yang terbaik
untuk menyembuhkan penyakit Cang Ceng Ceng.
Memandang Co Yong Yen, Tan Ciu mengajukan
pertanyaan. "Nona Co, sebagai wakil ketua benteng mungkin kau
tahu, bagaimanakah untuk memunahkan ilmu Ie-hun Tayhoat?"
"Kukira sangat sulit."
Pengemis Tukang Ramal Amatir berkata. "Nona Co,
setelah kau berjanji untuk melepaskan diri dari Benteng
Penggantungan, tidak perlu kau takut kepada si Telapak
Dingin Han Thian Chiu. Kukira kau dapat memberi
petunjuk yang baik."
Sibungkuk Kui Tho Cu turut berkata. "Betul. Kita dapat
membangun suatu Benteng Penggantungan baru. Tanpa
takut kepada ancamannya manusia durjana itu."
Co Yong Yen dapat diberi mengerti, ia memberikan
keterangannya. "Kecuali ketua Benteng Penggantungan. hanya seorang
lagi yang dapat menghilangkan ilmu Ie-hun Tay-hoat."
"Si apakah orang itu?"
"Penghuni Guha kematian."
"A a a a a . . .!"
Pengemis Tukang Ramal Amatir dan si bungkuk
menunjukkan wajahnya yang tegang, sebagai dua tokoh
terkemuka, tokoh-tokoh golongan tua, hanya dua orang ini
yang mengetahui, siapa yang dimaksud dengan Penghuni
Guha Kematian itu. Diceritakan orang banyak bahwa Penghuni Guha
Kematian sangat kejam dan telengas, tidak ada orang yang
tahu pasti, lelaki atau wanita, tidak ada orang yang dapat
menceritakan dengan lebih terperinci, bagaimana sifat
Penghuni Guha Kematian itu.
Tan Ciu tidak tahu menahu tentang Penghuni Guha
Kematian, dan ia bertanya. "Bagaimana sifat-sifatnya
Penghuni Guha Kematian itu?"
Co Yong Yen menggelengkan kepala.
Memandang si Tukang Ramal Amatir, Tan Ciu
menyampaikan pertanyaan yang sama.
"Tentunya cianpwe tahu. . .."
Penghuni Guha Kematian adalah seorangg tokoh maut,
seorang tokoh silat yang menyeramkan. belasan tahun yang
lalu, tersiar berita tentang adanya Guha Kematian ini.
Beberapa tokoh silat ingin mengecek kebenarannya
beramai-ramai mereka memasuki Guha kematian . ."
"Satu persatu mati didalam guha itu?" Tan Ciu menduga
kepada kekejamannya. "Mereka tidak mati, hanya . . ."
"Tidak ada seorang pun yang mati ?"
"Betul." "Apa pula keseraman dari guha tersebut?"
"Tidak seorang pun dari tokoh-tokoh silat yang masuk
kedalam Guha Kematian yang mati, tapi tidak seorang pun
dari mereka yang hidup normal, mereka telah menjadi
linglung dan sinting, otak mereka telah dimiringkan."
"Ohhh . .." "Hidup seperti itu adalah lebih menderita daripada
kematian." "Apakah dibuktikan kebenaran ini?"
Kui Tho Co turut berkata.
"Tidak perlu disangsikan lagi. Aku pernah melihat
beberapa dari orang-orang berotak miring itu."
Tan Ciu mengerutkan alisnya. Dipandangnya keadaan


Pohon Kramat Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Cang Ceng Ceng yang telah dibaringkan ditempat tidur, ia
segera mengambil putusan, dengan mengertek gigi ia
berkata, "Sungguhkah bahwa si Penghuni Guha Kematian itu
dapat menyembuhkan orang yang telah di Ie-hun Tayhoat?"
Co Yong Yen memberikan kepastiannya. "Pasti!"
"Bagaimanakah kau tahu pasti ?"
"Pocu kami pernah menyebut hal ini." Yang dimaksud
dengan sebutan pocu adalah ketua Benteng Penggantungan
mereka. Tan Ciu segera mengambil putusan, katanya, "Baik.
Segera kutemukan Penghuni Guha Kematian itu."
Si pengemis tua tersentak kaget.
"Hei, kau ingin pergi kesana?" Ia menatap si pemuda itu.
"Hanya jalan yang satu ini yang dapat kuharapkan."
"Inipun jalan kematian."
"Kematian bagiku. Kehidupan baginya."
"Tidak dapat kami biarkan kau mencari kematian seperti
itu." "Hanya menjadi seorang sinting, orang yang sakit
ingatan, belum tentu mati, bukan?"
"Apa akibatnya, setelah kau menjadj seorang yang tiada
ingatan?" "Setiap jalan yang dapat menyembuhkannya harus
ditempuh." "Bila Penghuni Guha Kematian itu tidak mau menolong
Cang Ceng Ceng?" "Kukira ia mau."
"Berpikirlah masak-masak dahulu."
"Telah kupikir dengan masak."
Dan Tan Ciu meminta diri kepada semua orang.
Tekadnya yang ingin pergi keguha kematian tidak dapat
diubah lagi. Kui Tho Cu masih ingin mencegah, hanya tidak ada
alasan yang dapat diutarakan. Ia diam.
Pengemis Tukang Ramal amatir berkata. "Silahkan. Kau
boleh berusaha." "Dimanakah letak tempat Guha kematian itu?"
"Didaerah pegunungan Ceng-in."
"Terima kasih."
Digendongnya tubuhCang Ceng Ceng dan
meninggalkan ruangan itu. Tiba dipintu ia membalikkan
kepala memandang Co Yong Yen dan berkata kepadanya.
"Lupa memberitahu kepadamu. Cendekiawan Serba Bisa
Thung Lip menantikan dikamar tahanan bawah."
Co Yong Yen menganggukkan kepala. "Segera kutemui
dirinya." Tan Ciu siap pergi. Tiba-tiba ia teringat sesuatu, kini memandang si Tukang
Ramal Amatir dan berkata kepadanya.
"Cianpwe, ada sesuatu yang ingin menyusahkanmu."
"Tentang apa?" Dari dalam saku bajunya, Tan Ciu mengeluarkan sejilid
kitab. Diserahkannya kitab tersebut dan berkata.
"Didalam kitab ini tercatat ilmu silat maha tinggi, tidak
sejurus pun yang tidak luar biasa, Ambillah."
"Darimana kau dapat?" Bertanya si pengemis itu.
"Atas petunjuk guruku dengan adanya sebuah gambar
peta, disuatu guha dipegunungan yang sepi, aku telah
mendapatkannya sayang latihan tenagaku tidak sempurna.
tidak berani melatih terlalu banyak. Hanya sebagian dari
catatan-catatan ilmu silat yang dapat kupelajari."
Tukang Ramal Amatir tertegun, bertanya. "Mengapa kau
serahkan kepadaku?" "Kepergianku ini belum tentu dapat kembali lagi.
Sungguh sayang bila sejilid kitab pusaka turut terpendam.
Terimalah." "Biar kusimpan untuk sementara. Bila kau masih
membutuhkan kau boleh meminta kembali." berkata
pengemis tua itu. Tan Ciu mengayun langkahnya, sepasang mata si
pemuda berumbuk dengan lain pasang mata. Itulah
sepasang mata Pek Co Yong yang telah menghadang
dirinya. "Nona Pek....." Ia meminta jalan.
Pek Co Yong berkata dengan kejut, "Tekad kepergianmu
tidak bisa diubah lagi?"
Tan Ciu menganggukkan kepala.
"Baiklah." Co Yong menghela napas lemah. "Biar
kuantar dirimu sampai didepan."
Tan Ciu tidak menolak etikad baik ini, teringat hubungan
mereka yang sudah lama. mengingat belum tentu mereka
dapat berjumpa kembali dan mengingat hari depan mereka
yang sudah menjadi sangat suram.
Pek Co Yong mengiringi kepergian Tan Ciu, mereka
keluar dari Benteng Penggantungan.
Waktu menjelang magrib. bayangan mereka terpeta
panjang, dengan menggendong tubuh Cang Ceng Ceng,
Tan Ciu tidak bicara. Pek Co Yong membayangi pemuda itu dengan langkah
berat, tidak lama lagi, mereka segera berpisah, mungkin
perpisahan untuk seumur hidup mereka.
Mereka berjalan sama-sama, tapi tidak sebuah kata pun
yang diucapkannya. Setengah lie lagi. Tan Ciu menghentikan langkahnya.
Pek Co Yong menatap wajah sipemuda, ia ingin menanam
satu kenangan yang paling mendalam.
"Nona Pek." berkata si pemuda perlahan, "Terima kasih
kepada kesediaanmu yang mau mengantarkanku sampai
sejauh ini." "Baik-baiklah diperjalanan," Air mata Pek Co Yong
menjadi basah. "Selamat berpisah."
"Tidak kusangka. Begitu cinta kau kepadanya. Sehingga
bersedia mengorbankan diri sendiri untuk menyembuhkan
penyakitnya." "Apa yang telah kuberikan kepadamu. lebih dari pada
itu." Berkata si pemuda.
"Aku tidak percaya." Berkata si gadis.
"Aku nyaris binasa karena ingin menolongmu .... Itu
waktu kau terluka, dengan menerjang segala macam
bahaya, aku memasuki perkumpulan Iblis Merah.. aku
berhasil mengambil obat. Seharusnya kau tahu ....dalam
mataku, posisi kedudukanmu masih berada diatas nona
ini." "Sungguh?" Tidak dapat disangkal sama sekali. Pek Co Yong
mengucurkan air mata dengan deras. Tan Ciu turut
bersedih. ia berkata. "Sayang, nasib mempermainkan kita."
"Nasibku memang buruk." Pek Co Yong menyusut air
mata, "Pergilah. Selamat tinggal."
Tanpa menoleh lagi, Tan Ciu membawa Cang Ceng
CengmeninggalkanBentengPenggantungan,
meninggalkan lembah Siang-kiat.
Keluar dari mulut lembah. Tan Ciu mempercepat
langkahnya. Ia menuju kearah pegunungan Ceng-in. Tiba tiba terdengar ada suara
bentakan! "Dapatkah saudara itu menghentikan langkahnya?"
Tiga orang berbaju kuning telah melintang ditengah
jalan, mereka menghadang perjalanan si pemuda.
"Apa maksud kalian?" Bertanya Tan ciu kepada ketiga
orang itu. "Tempat inikah yang diberi nama lembah Siang-kiat?"
Berkata orang berbaju kuning yang ditengah, orang itu lebih
tua dan kedua kawannya. "Betul." Tan Ciu membenarkan pertanyaan.
"Dilembah inikah letak Benteng Penggantungan?"
"B e n a r ." "Terima kasih." Sambil mengajak kedua kawannya,
orang tua berbaju Kuning itu berkata. "Mari kita
melanjutkan perjalanan."
Cepat bagaikan kilat, ketiga bayangan itu langsung
masuk kedalam lembah Siang-kiat, tujuannya adalah
Benteng Penggantungan. Tan Ciu masih tertegun ditempat. Siapakah ketiga orang
berbaju Kuning itu" Dilihat dari gerak-gerik, tidak seorang
pun yang berkepandaian rendah, apa maksud tujuannya ke
Benteng Penggantungan"
Siapakah ketiga orang itu"
Mari kita mengikutinya. Ketiga orang berbaju kuning
menuju ke-arah Benteng Penggantungan.
Yang berjalan ditengah adalah seorang tua. dia adalah
kepala regu dari ketiga orang tadi. Satu dikanan dan satu
dikiri, mereka mengawasi si kepala regu Yang kanan
berhidung bengkung, inilah manusia yang paling
berbahaya. Yang disebelah kiri berwajah cakap, wajah
cakap belum berarti mempunyai hati yang bersih.
Siapakah yang tahu, dijelemitkan olehnya. rencana apa yang sedang Tiba-tiba si wajah cakap menghentikan langkanya.
"Tunggu dulu!" Ia berteriak.
Orang tua itu mengerutkan keningnya diketahui bahwa si
wajah cakap menjadi penasehat mereka. Tidak sedikit
rencana-rencana buruk keluar dari hatinya.
"Ada sesuatu yang aneh?" Ia mengajukan pertanyaan.
"Tidakkah kalian melihat keanehan?" Berkata si wajah
cakap itu. "Dimanakah bengkung. letak keanehan?" Bertanya sihidung "Pemuda tadi." "Mengapa?" Sang kepala regu bertanya.
"Darimana ia keluar ?"
"Aia ...." Si hidung bengkung terteriak. "Ia meninggalkan
lembah Siang kiat!" "Betul." "Bolehkah memisalkan,
Penggantungan." ia keluar dari Benteng "Aiaa. . ." 'Tentu kalian perhatikan wajahnya."
"A a a a . . ."
"Itulah wajah yang digambarkan olehnya."
"Betul!" "Pemuda inilah yang kita cari?"
"Pasti." "Hampir kita lepaskan kesempatan ini."
"Hampir saja ia terlolos dari tangan kita. Mari kita
tanyakan dirinya," berkata si orang tua berbaju kuning.
Ketiga-tiganya balik kembali mengejar Tan Ciu.
Tan Ciu yang sedang menggendeng Cang Ceng Ceng,
tidak hujan tidak angin telah dibentak-bentak oleh tiga
orang berbaju kuing. Kemudian ditinggalkan begitu saja. Ia
meneruskan perjalanan dengan rasa dongkol.
Berderu-deru aogin datang, tiga bayangan yang telah
pergi itu melesat kembali, mereka berteriak keras.
"Saudara didepan, diharap menahan langkah kakimu!"
TanCiuberbalik.menantangmerekadan
memperhatikannya. Seorang yang agak tua berjalan
ditengah, dikanan adalah si hidung bengkung. dikirinya
adalah sihati busuk. Apalagi yang ingin ditanyakan kepada dirinya"
Ketiga orang berbaju kuning itu memperhatikan wajah
dan potongan badan si pemuda lebih seksama dan lebih
lama. Tan Ciu menentang pandangan mereka!
"Masih ada pertanyaan lain?" Ia membuka suara lebih
dahulu, Orang tua berbaju kuning yang diapit oleh kedua
kawannya bergumam. "Betul! Sangat cocok dengan
gambaran yang diberikan olehnya."
Tan Ciu masih belum mengerti bahwa dirinya sudah
berada dibawah pengawasan orang. Ia bertanya.
"Apa yang kalian cocokkan."
Orang itu tertawa, sangat misterius sekali.
"Kau baru meninggalkan Benteng Penggantungan!" Ia
bertanya. Tan ciu menganggukkan kepala, "Betul."
"Orang yang bernama Tan Ciu?" Bertanya lagi orang tua
itu. Betapa buteknya pun pikiran si pemuda, mana pula
mendapat pertanyaan seperti ini, ia pun sadar bahwa ada
sesuatu yang tidak beres. Ia tidak segera menjawab
pertanyaan itu. Tentunya ada sesuatu yang dikandung oleh
ketiga orang berbaju kuning tersebut.
= o o OdwO o o = Tiga orang berbaju kuning tidak kenal Tan Ciu, tapi
mereka dapat menyebut nama si pemuda agak aneh! Tan
Ciu tidak segera memberikan jawaban.
"Siapa kalian bertiga?" Ia harus tahu, siapa dan
bagaimana nama sebutan ketiga orang itu.
"Kau belum lagi menjawab pertanyaanku." Berkata
siorang tua. "Mengapa haruss menjawab segala pertanyaan kalian?"
Wajah orang tua berbaju kuning ditekuk.
"Kau Tan Ciu?" Ia mengulangi pertanyaan,
"Apakah maksud pertanyaan ini?"
"Kau mengakui pertanyaan kami?"
"Aku tidak mengaku."


Pohon Kramat Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kau bukan Tan Ciu?"
"Ada urusan apa mencarinya?"
"Ada....." Orang tua itu menyeringai sinis dengan penuh
kemisteriusan, ia berkata. "Ada sesuatu rahasia yang harus
disampaikan kepadanya."
"Rahasia apa?" "Kau Tan Ciu." "Betul." Wajah ketiga orang berbaju kuning menunjukkan rasa
girang mereka. "Putra Tan Kiam Lam?" Bertanya lagi si orang tua baju
kuning. "Tidak salah." "Murid si Putri Angin Tornado."
"Sangat tepat."
"Hampir kami kehilangan jejakmu." Berkata orang tua
itu kejam. "Apa maksud kalian sebenarnya." Bertanya Tan Ciu.
"Kami mendapat tugas untuk menemukanmu."
"Tugas" Apa tugas kalian ?"
"Ikutlah kepada kami."
"Kemana ?" "Jangan tanya disaat ini. Nanti setelah tiba ditempat
tujuan kau akan segera mengerti sendiri."
Tan Ciu sangat tidak puas.
"Aku tidak ada waktu." Ia berkata ketus.
"Biar bagaimana, waktu ini harus kau ada kau." Berkata
ketiga orang berbaju kuning itu, mereka memaksa.
"Ingin menggunakan kekerasan?"
"Ha ha ha . . ."
"Ketahuilah bahwa nona ini sedang menderita sakit dan
harus segera disembuhkan, semuanya harus diselesaikan
setelah ia sembuh." "Berapa lama kau harus suruh kami menunggu sampai
dia sembuh?" "Waktu ini belum dapat kutetapkan."
"Mengapa ?" "Aku harus membawanya ke Guha Kematian."
"Apa" Ke Guha Kematian "! .. . Kau ingin masuk
kedalam guha maut itu ?"
"Betul." "Wah, permintaanmu tidak dapat kami kabulkan. Kau
harus ikut segera. Manusia manakah yang masuk kedalam
Guha kematian dapat muncul kembali didalam keadaan
normal." Wajah Tan Ciu berubah. "Bila aku menolak ?"
"Jumlah kami ada tiga orang. Kami dapat memaksa kau
segera turut serta."
"Baik, akan kulayani permintaan kalian."
"Dari golongan manakah kalian bertiga ?"
Dari baju seragam kuning itu, Tan Ciu menduga kepada
salah satu golongan dari dalam rimba persilatan.
"Belum waktunya kau tahu." Jawab orang tua yang
menjadi pemimpin mereka. "Kalian mau maju satu persatu, atau main keroyokan
yang kalian mau ?" Si wajah bajingan cakap mencalonkan dirinya.
"Tan Tongcu, serahkan kepadaku." Ia meminta tugas.
Orang tua yang dipanggil Tan Tongcu tidak segera
mengabulkan permintaan itu. Ia memandang kearah
sihidung bengkung. "Biar aku yang membantu keramaian." Ia berkata.
Tan Tongcu itu menganggukkan kepala. Ia setuju.
Dua orang berbaju kuning menjepit Tan Ciu. si hidung
bengkung dan disebelah kiri adalah si bajingan wajah
cakap. Tan Ciu masih diliputi oleh rasa bingung, siapakah
orang-orang berbaju kuning ini" belum pernah ada
permusuhan dengan golongan yang menggunakan seragam
kuning, mengapa mereka mengancamnya"
Terdengar sihidung bengkung berkata.
"Kami tidak suka menarik keuntungan dengan adanya
bebanmu itu. Letakkanlah gadis yang terluka itu ditanah,
agar kita dapat bertempur dengan lebih leluasa lagi."
Si hidung bengkung memang pandai bicara, maksud
sangat jelas, bila mereka tidak sanggup melawan pemuda
ini, Tan Tongcu, orang tua yang menjadi kepala regu
mereka itu dapat mencomot Cang Ceng Ceng dan
melarikannya ketempat jauh, dengan demikian, mereka
masih dapat memancing datang si pemuda.
Bila dikatakan tak mau menarik keuntungan. kata-kata
itu adalah kata-kata obrolan kosong. Dengan majunya
mereka berdua, sudah terang gamblang dan jelas, mereka
menarik keuntungan dari jumlah orang yang terlebih
banyak. "Hehem. . ." Tan Ciu mengeluarkan suara dari hidung.
"Apa yang kau denguskan?" Bentak si bajingan wajah
cakap. "Biar aku yang berunding dengannya." Berkata sihidung
bengkung. Ia mengirim satu kerlingan mata, kerlingan
tanda isyarat. Si wajah bajingan cukup mengerti. Ia mengundurkan
diri. Tan Tongcu segera berteriak. "Biarkan aku yang
menghadapinya." Ia khawatir pembantu-pembantunya
menghadapi Tan Ciu, maka ia sendiri turun,
tidak kuat Si hidung bengkung juga mengundurkan diri.
Orang tua berbaju kuning dan Tan Ciu telah berhadaphadapan.
Tan Ciu melepaskan Cang Ceng Ceng, dengan tenang, ia
siap menghadapi serangan lawannya.
Tan Tongcu ini menggeram. "keluarkan senjatamu."
Pada tangannya telah bertambah sebatang pedang,
gerakannya gesit sekali. Tidak terlihat bagaimana ia
mengeluarkan pedang itu. Tan Ciu juga menarik pedang dari tempatnya.
Tiba-tiba...... Orang tua berbaju kuning yang dipanggil Tan Tongcu itu
telah melejit, ia mengirim satu tusukan pedang.
Hebat. Dari jurus pertama serangan lawan. Tan Ciu
dapat membedakan betapa tingginya ilmu kepandaian
orang tua ini. Ia menutup serangan tersebut.
Tangkisan pedang si pemuda mengandung tiga
perubaban, bagaimana pun perubahan lawan pasti dapat
ditangkis olehnya. Dan betul saja Tan Ciu dapat
menyingkirkan serangan itu.
Traaaanngg..... Dua orang terpisah. Begitu cepat mereka terdesak
mundur, begitu cepat pula, masing2 merangsek. Setiap
orang mengirim tiga tusukan pedang. setiap tusukan
mengandung dua unsur, menyerang dan bertahan.
Wajah si orang tua baju kuning berubah. Hati Tan Ciu
menjadi gentar. Kepandaian lawan tidaklah berada dibawah
dirinya. Mengingat masih ada lawan yang menunggu giliran, Tan
Ciu harus cepat-cepat menyelesaikan pertempuran itu.
Timbul niatnya untuk mengadu jiwa.
Tan Tongcu telah menyerang lagi. Tan Ciu melayaninya
setiap serangan dengan serangan pula, itulah cara mati
untuk bersama. Semakin lama, pertempuran itu bertambah
Sebentar kemudian puluhan jurus telah dilewatkan.
seru. Si hidung bengkung dan si bajingan cakap gatal tangan.
"Lihat," berkata si
Pertempuran selesai?"
hidung bengkung. "Bilakah "Mereka sama kuat, sama hebat." Si bajingan cakap
menganggukkan kepala. "Meringkus si gadis yang terluka."
"Tapi Tongcu bisa celaka."
"Bila kau bersedia..."
"Apakah maksudmu, suruh
gelanggang pertempuran?"
"Betul." aku terjun kedalam Si wajah bajingan mengeluarkan pedang, benar saja ia
sudah mengirim dua tusukan, arahnya punggung belakang
Tan Ciu. Digempur seorang berbaju kuning, Tan Ciu berat untuk
menyingkirkan serangan-serangannya, kini ditambah
seorang musuh lagi, bagaimana ia tidak cepat kalah"
Keringat membasahi sekujur badannya.
Tan Tongcu menyerang dari bagian depan. si wajah
bajingan menusuk punggung pemuda itu.
Tan Ciu melupakan keselamatan jiwanya, Pedang
dibolak balikkan menyerang tiga kali.
Terdengar suara ceramah dua orang. Telah pada pecah
dan rusak kulit ditubuh Tan Ciu oleh si bajingan tampan,
karena masing-masing telah menerima satu tusukan.
Goyahlah posisi kedudukan mereka.
Tan Ciu bersedia memasang posisi baru, disaat ini
datang pukulan, tanpa dapat ditolak, ia terjatuh.
Itulah pukulan Tan Tongcu yang tepat mengenai
lawannya. Ditambah dua kali totokan lagi, Tan Ciu berhasil
dibuat mati kutu. Si wajah bajingan tampan menyeringai. "Kepandaiannya
hebat." "Lekas perintah. periksa tubuhnya." Tan Tongcu memberi Si hidung bengkung sudah merogoh seluruh kantong
baju Tan Ciu, agaknya sedang mencari sesuatu.
Apa yang diinginkan oleh ketiga orang berbaju kuning
ini " Didalam kantong baju Tan Ciu hanya terdapat satu botol
obat Seng-hiat-hoan-hun-tan. Tidak ada benda lain.
Si hidung bengkung tidak berhasil menemukan barang
yang dicari. Dikeluarkan botol obat Seng-hiat-hoan hun-tan
dan dimasukkan kembali. "Tidak ada." Ia memberi laporan.
Tujuan mereka bukan pada obat Seng-hiat hoan-hun-tan.
Apakah yang diingini olehnya"
Tan Tongcu memandang si wajah bajingan cakap dan
berkata. "Coba kau periksa sekali lagi."
Si wajah bajingan cakap mengulangi pemeriksaan,
sekujur badan Tan Ciu telah digerayangi, lebih jelas dan
lebih lama, ia pun gagal menemukan barang yang
dikehendaki. "Tidak ada." Ia putus harapan.
"Tidak mungkin!" Tan Tocgcu berteriak. "pasti berada
dibadannya." "Sangat mengherankan."
"Mengapa tidak ada padanya ?"
"Mungkiakah telah diserahkan kepada seseorang?"
"Oh. diserahkan kepada lain orang?"
"Pasti!" "Celaka, tidak ada pada dirinya."
"Tan Tongcu, kompes dirinya."
Tan Tongcu itu menganggukkan kepala. jarinya bergerak
cepat menghidupkan jalan-jalan darahnya Tan Ciu yang
telah dibekukannya. Tan Ciu siuman kembali. Luka yang diderita tidak
ringan, dan dibawah ancaman orang berbaju kuning itu, ia
belum dapat bergerak. "Katakan." Bentak Tan Tongcu. "Dimana kitab Thianmo Po-liok ?"
Segala kepangpetan hati sipemuda terbuka, ternyata
maksud tujuan orang-orang berbaju kuning ini pada kitab
pusaka yang telah diserahkan kepada si Tukang Ramal
Amatir. "Ooo.... Kalian menginginkan kitab tersebut." Ia tertawa
enteng. "Betul. Dimana kau letakkan kitab tersebut."
"Eh. bagaimana kau tahu, bahwa aku memiliki kitab
Thian mo Po-liok?" Adanya kitab Thian-mo Po-liok pada Tan Ciu hanya
diketahui oleh beberapa gelintir orang. Bagaimana dapat
tersebar luas" Tan Ciu harus menjetahui rahasia itu.
Tan Tongcu memberikan jawaban ketus. "Kau tidak
perlu tahu." Tan Ciu mengasah otak. Rahasia kitab didapat dari
gurunya. tidak ada orang ketiga, entah mengapa, mendadak
sontak, guru tersebut telah lenyap. Bila menghubungkan
kejadian hari ini. tentunya ada hubungan yang sangat erat.
Mungkinkah si Putri Angin Tornado Kim Hong Hong
telah celaka dibawah tangan orang-orang ini"
"Hei!" bentak Tan Tongcu, "mengapa kau tidak bicara?"
"Apa yang harus kukatakan?"
"Dimana kau sembunyikan kitab Thian-mo-po-liok?"
"Kalian ingin tahu?"
"Tentu." "Aku akan memberikan jawaban ini. setelah kalian
menjawab beberapa pertanyaanku, Tidak pantas, bila
kesempatan hak bertanya di monopoli oleh kalian. Sudah
waktunya aku mendapat giliran mengajukan pertanyaan."
"Sebutkan pertanyaan-pertanyaanmu itu."
"Dimana kini guruku berada?"
"Gurumu?" "Ya! Putri Angin Tornado Kim Hong Hong."


Pohon Kramat Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"O o o o o . . ."
"Tentunya kalian dapat tahu rahasia kitab Thian-mo Paliok darinya, bukan?"
"Betul." "Dimana ia berada?"
"Ia telah tiada."
"Mati!?" "Betul." "Oh. . .Siapa yang membunuhnya"."
"Ayahnya sendiri."
"Ayah guruku?" Tan Ciu memancarkan sinar mata
penasaran. "Mana mungkin! Tidak bisa! Mana mungkin
seorang ayah membunuh putri sendiri?"
"Mengapa tidak mungkin" Kenapa cinta kepada Sim In,
si Putri Angin Tornado Kim Hong Hong melarikan pusaka
ayahnya, itulah Singa Emas Kim Say Cu. dimana terdapat
gambar pusaka, ia telah berkhianat. dan hukuman itu ialah
mati." "Siapakah orang yang tidak mempunyuai hati manusia,
he" membunuh putri kandung sendiri?"
"Ketua kami." "Siapa ketua kalian"
dibangun olehnya?" Perkumpulan apakah yang "Jangan kau tanyakan tentang hal ini. Kini giliranmu
memberikan jawaban. Dimana kitab Thian-mo Po-liok
disembunyikan?" "Ceritakan dahulu tentang keadaan ketua kalian itu?"
Wajah Tan Tongcu berubah merah dan biru bergantian.
Ia membentak. "Kau ingin mati dibawah tanganku"!" berkata Tan
Tongcu. Ia menotok keras jalan darah pegal linu si pemuda.
Dengan tiba-tiba bagaikan ada ribuan semut menyerang
tubuh Tan Ciu, mendapat satu tekanan berat, suatu
penderitaan yang luar biasa.
Ia mengertak gigi dan masih tidak tahan, akhirnya
mengeluarkan gerengan. Tan Tongcu tertawa puas.
"Tidak mau mengatakan juga?" Ia mengancam.
"Kau mengimpi."
Tan Tongcu menambah siksaannya. Butiran2 keringat
yang besar-besar berjatuhan dari jidat Tan Ciu, Namun
demikian. si pemuda tetap berkukuh. Tidak mau ia
membuka rahasia. "Katakan." bentak lagi Tan Tongcu.
"Ti....dak." Tan Ciu sudah benar-benar tidak sanggup
menerima siksaan-siksaan itu, akhirnya ia jatuh pingsan.
Hal ini berada diluar dugaan orang-orang berbaju
kuning. "Dasar kepala batu." Mengoceh Tan Tongcu.
"Kita bangunkan lagi. Dan siksa dengan siksaan yang
lebih berat." "Seorang kepala batu tidak dapat dilawan dengan
kekerasan." "Gorok saja lebernya beres."
"Tapi bagaimana dengan kitab Thian mo Po-liok?"
"Betul, Hanya dia seorang yang tahu."
"Mengapa kaucu menginginkan kitab itu?"
Kaucu sama artinya dengan ketua sesuatu aliran.
"Siapakah yang tidak suka kepada kitab pusaka ?"
"Kita serahkan kepada kaucu?"
Tan Tongcu menganggukkan kepala. "Bagaimana
dengan gadis itu?" Ia menunjuk kearah Cang Ceng Ceng,
"Ia tidak ada gunanya bagi kita, tinggalkan saja."
"Mari kita berangkat."
Tiga orang berbaju kuning siap berangkat pergi, mereka
batal memasuki lembah Siang-kat. Pada punggung si
hidung bengkung tergendong Tan Ciu.
Hanya belasan tombak . . .
Tiba-tiba terdengar satu bentakan yang menggelegar
keras! "Berhenti !" Seorang berselubungkan kain hitam dimukanya telah
menghadang didepan ketiga orang berbaju kuning.
"Turunkan pemuda itu!" Demikian orang berbaju hitam
itu membentak. Siapa dan bagaimana sebutan tuan yang mulia?" Berkata
Tan Tongcu kepada yang menghadang jalan.
"Kukatakan, segera turunkan pemuda itu!" Bentak lagi si
kerudung hitam. "Bila kami tidak mau turut." Si wajah bajingan cakap
menantang. "Oh, ingin membangkang" Inilah bagianmu," Berkata
orang berselubung kain hitam itu, ia menggerakkan tangan.
Terdengar jeritan si wajah bajingan, tubuhnya pecah dan
darah merah bersemburan. Tubuh wajah bajingan itu telah
jatuh, tubuh Tan Ciu juga turut jatuh.
Tan Tongcu dan si hidung bengkung terkejut sekali
melihat itu. "Masih berani menantang?" Membentak lagi orang itu
dengan sikap galak. Tan Tongcu tidak dapat menahan kemarahannya, ia
membentak keras, tubuhnya menubruk maju, mengirim
satu pukulan. Ilmu tenaga dalam Tan Tongcu luar biasa, serangan tadi
pun memberi tahu lebih dahlu sangat jahat sekali.
Walau pun berkepandaian tinggi, tidak berani si baju
hitam menerima serangan itu, tubuhnya melesat mundur,
tapi secepat kilat. tubuhnya kembali mengarah Tan Tongcu.
Tan Tongcu berganti arah, memapaki pukulan tersebut.
Buummm . . .!! Terdengar suara yang sangat gemuruh, tubuh Tan
Tongcu terdesak mundur, sangat jauh.
"Bagaimana ?" Orang berbaju hitam itu mengejek.
"Ilmu kepandaianmu membuat orang takluk." Berkata
Tan Tongcu. "Terima kasih. Bila kau tahu diri. silahkan pergi."
"Tapi aku belum mengetahui nama tuan yang mulia."
"Pemilik Pohon Penggantungan."
"Aaaaaaaa......."
Tan Tongcu dan si hidung bengkung terkejut, nama
Pemilik Pohon Penggantungan terlalu seram, ternyata
mempunyai ilmu kepandaian luar biasa!
"Kau......kauyangmenjadi
Penggantungan?" Ia bertanya gugup.
pemilik Pohon "Tidak percaya."
"Hari ini kami menyerah kalah." Dan tanpa menengok
kearah tubuh Tan Ciu yang belum sadarkan diri. kedua
orang berbaju kuning itu minggat pergi. Meninggalkan
mayat si Wajah bajingan yang sudah tiada bentuk.
Orang berbaju hitam itu menyeret tubuh Tan Ciu.
berpikir sebentar. dan meletakkannya lagi, ia mengubah
rencana! Percayakah pembaca bahwa orang ini sebagai Pemilik
Pohon Penggantungan"
Dia seorang laki-laki, dan Tan Ciu harus kenal kepada
wajahnya, itulah si Ketua Benteng Penggantungan Tan
Kiam Lam. Bukan, bukan Tan Kiam Lam. Dia adalah si Telapak
Dingin Han Thian Chiu Hei, Mengapa Han Thian Chiu menolong Tan Ciu "
Jangan terburu napsu pembaca, Han Thian Chiu
mempunyai rencananya sendiri. terlihat ia mengeluarkan
gumaman, "Seharusnya aku tidak membunuhmu, tapi keadaan telah
berkembang seperti ini. Mau tidak mau aku harus
mengorbankan dirimu. Sengaja ia menolong Tan Ciu dari tangan orang-orang
berbaju kuning, sengaja dikatakan kepada mereka bahwa
dirinya sebagai Pemilik Pohon Panggantungan. Maka
orang-orang berbaju kuning yang berkekuatan besar itu
akanmenuntutbalaskepadaPemilikpohon
Penggantungan. Inilah maksud tujuan Han Thian Chiu.
Kini ia ingin membunuh Tan Ciu. Ia tidak puas
membunuh orang yang sedang meram seperti mayat, ia
membuka totokan pemuda itu.
Tan Ciu membuka kedua matanya. Masih terlalu suram,
samar-samar seperti ada seseorang berdiri dihadapannya.
Han Thian kepadaku?" Chiu tertawa kejam. "Masih kenal Tan Ciu dapat melihat jelas si wajah orang ini.
"Kau...." Hampir ia tidak percaya kepada kenyataan.
"Betul. Aku." Berkata Han Thian Chiu dengan jelas.
"Kau yang menolong diriku?"
"Betul!" "Dimana aku berada?"
"Sedang berada didalam perjalanan yang sedang menuju
kearah dunia alam baka."
"Bagus. Tapi sebelum aku mati, aku ingin mengetahui
lebih dulu tentang keadaan ayahku." Berkata Tan Ciu.
"Ayahmu telah mati." Berkata Han Thian Chiu.
"Dibawah tanganmu?"
"Boleh dikata demikian."
"Tidak takut mendapat tuntutan. Aku harus membikin
perhitungan denganmu. Hutang darah harus dibayar
dengan darah juga!" "Haaa, haaa .... Kau juga segera akan menyusul ayahmu
dilain dunia." Tan Ciu mendongakkan kepala yang tertunduk, dengan
gagah berkata. "Betul. Aku akan binasa, tapi masih banyak
orang yang akan mencari dirimu."
"Haa...haaa.....Siapakah yang berani mencari diriku?"
"Jangan terlalu cepat puas pada diri sendiri. Ketahuilah
bahwa tidak sedikit orang2 yang berkepandaian tinggi
seperti Cang Ceng Ceng . . ."
"Haa...ha, haaa....Cang Ceng Ceng telah memberikan
ilmu catatannya kepadaku, dengan ilmu kepandaianku,
ditambah dengan ilmu lain. siapakah yang dapat
mengalahkanku?" Han Thian Chiu sangat puas.
Han Thian Chiu memandang Tan Ciu, ia mengajukan
pertanyaan, "Masih ada soal lain yang belum jelas?"
Tan Ciu berdengus. "Bertekuk lututlah minta pengampunan." Kata Han
Thian Chiu. "Kau mengimpi," Jawab Tan Ciu ketus.
"Bagus, Pergilah kau menyusul ayahmu dialam baka."
Berkata Han Thian Chiu, ia mengangkat tinggi tangan itu,
siap membunuh si pemuda. Tiba-tiba . . . Terdengar satu bentakan yang keras. "Tahan!"
Seorang berkerudung hitam tampak muncul dihadapan
mereka, orang inilah yang mengadakan pencegahan!
"Siapa?" Memandang orang itu, Han Thian Chiu
bertanya. "Nama siapa yang telah kau gunakan?" Balik tanya orang
tersebut. "Kau Pemilik Pohon Penggantungan?"
"Betul!" Tan Ciu tersentak kaget, memandang orang yang baru
datang, mungkinkah orang itu yang menjadi ibunya.
Han Thian Chiu tertawa dingin.
"Ingin menolong anakmu ?"
Pemilik Pohon Penggantungan berkata dengan nada
dingin. "Jangan kau ingin mengorek rahasia orang, Dia anak
siapa, kau tidak perlu tahu."
Han Thian Chiu menggerakkan tangan, memukul kearah
ubun-ubun Tan Ciu. Orang berkerudung yang baru datang meraihkan tangan
dan melempar benda-benda halus kearah Han Thian Chiu.
Terlihat lima bintik hitam melayang kearah lima jalan
darah penting Han Thian Chiu.
Bila Han Thian Chiu meneruskan maksud yang ingin
membunuh Tan Ciu. setelah Tan Ciu mati. dia sendiri pun
tidak akan berhasil menghindari serangan senjata rahasia
musuh. Maka ia membatalkan niatnya, ia lompat tinggi. Lima
lembar daun menancap dipohon, daun itulah yang
menolong Tan Ciu dari kematian.
Dikala Han Thian Chiu melompat tinggi, setelah
menyerang dengan senjata rahasia, tubuh Pemilik Pohon
Penggantungan lompat maju, ia menerjang Han Thian
Chiu. Han Thian Chiu masih ada niatan untuk membunuh Tan
Ciu. tapi dirinya diserang, jiwa sendiri lebih penting, ia
mengerahkan telapak tangan menyambuti datangnya
serangan. Karena keterlambatan tersebut. Han Thian Chiu diserang
sehingga berulang kali. Pemilik Pohon Penggantungan
memang luar biasa, tanpa istirahat, ia menyerang sehingga
12 kali. Han Thian Chiu berusaha menyingkirkan diri dari hujan
serangan tadi. Ia lihay, walau pun terdesak, setiap langkah
penangkisan mengandung ancaman.
Tan Ciu terluka. Matanya masih dapat digunakan. orang
berkerudung hitam yang datang belakangan agak kecil,
itulah bentuk potongan seorang wanita, itulah orang yang
pernah menolong dirinya. Wanita berkerudung hitam ini disebut sebagai Pemilik
Pohon Penggantungan mungkinkah sang ibu, si Melati
Putih" Tan Ciu dikejutkan oleh suara bentakkan Han Thian
Chiu.

Pohon Kramat Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Terimalah hadiahku."
mengancam Tan Ciu. Tiga batang jarum halus Wanita berkerudung terkejut, ia harus menolong pemuda
itu, tubuhnya melayang, menyampok jatuh ketiga jarum
halus yang Han Thian Chiu lepas untuk membunuh Tan
Ciu. Han Thian Chiu tertawa berkakakan. tubuhnya telah
berada ditempat jauh, kesempatan tadi telah digunakan
baik-baik. "Pemilik pohon Penggantungan, selamat tinggal." Dan
tubuhnya melayang semakin jauh. Hanya satu titik kecil.
kemudian lenyap. Tan Ciu kemudian berteriak. "Jangan biarkan dia lari. Ia
adalah Telapak Dingin Han Thian Chiu!"
Pemilik Pohon teriakan si pemuda. Penggantungan tidak menggubris "Mengapa tidak kau bunuh dirinya." Bertanya lagi Tan
Ciu. "Ia bukanlah Tan Kiam Lam."
"Aku tahu." Pemilik Pohon Penggantungan berkata
singkat. "A a a a a a, kau . . .!"
Wanita berkerudung telah mengetahui penyamaran Han
Thian Chiu. Maka tidak terkejut lagi. Tan Ciu belum tahu
jelas, siapa wanita berkerudung ini. Diketahui Melati Putih
sakit hati kepada Hun Thian Chiu. bila betul orang yang
berada didepannya sebagai orang yang menjadi ibunya.
tentu mengejar Han Thian Chiu. Kini tidak. Siapakah
Pemilik Pohon Penggantungan"
Pemilik Pohon Penggantungan membalik badan, ia siap
pergi. Dengan suara gemetar Tan Ciu berteriak. "Tunggu
dulu!" Wanita berkerudung itu menghentikan langkah kakinya,
berbalik memandang Tan Ciu.
"Ada apa?" Ia bertanya.
"Kau....." "Aku adalah Pemilik Pohon Penggantungan."
"Pemilik Pohon Penggantungan adalah Melati Putih.
Kau Melati Putih." "Bukan." "Kau bukan ibuku?"
"ibumu" Bukan!" Suara itu tidak mengandung perasaan,
sangat dingin. Tan Ciu semakin bingung. Orang ini bukan ibunya,
mengapa berusaha menolong dirinya sampai lebih dari satu
kali" "Tidak mungkin!" Tan Ciu berteriak.
"Apa yang tidak mungkin?"
"Hal ini tidak mungkin terjadi.. .kau tidak berterus
terang." Wanita berkerudung itu gemetar, dibalik kerudung
hitamnya telah basah dengan air mata.
"Kau harus percaya dengan kenyataan." Ia berusaha
menahan getaran jiwanya. "Ada banyak orang yang mengatakan bahwa Pemilik
Pohon Penggantungan adalah ibuku." Berkata Tan Ciu.
"Siapa yang mengatakan"
Penggantungan tadi ?"
Si Ketua Benteng "Betul, Dan lain orang pun mengucapkan kata-kata yang
sama." "Siapa orang itu?"
"Tan Kiam Pek,"
Wanita berkerudung itu tersentak bangun.
"Tidak mungkin"
kepadanya." Ia berteriak. "Aku tidak kenal
"Betul-betul kau bukan ibuku?" Tan Ciu meminta
ketegasan. "Aku . . . Bukan."
"Baik." Berkata Tan Ciu. "Aku harus percaya. Tapi suatu
hari, bila terbukti akan kepalsuan dari keteranganmu ini,
aku Tan Ciu tidak dapat memaafkanmu."
"Aku tidak membutuhkan maafmu."
"Terima kasih atas pertolonganmu,"
"Tidak ada pertanyaan lain" Aku harus segera pergi."
"Tunggu dulu!" Tan Ciu dengan sendirinya tidak mau
membiarkan wanita berkerudung hitam itu pergi begitu
saja. "Apalagi yang ingin kau tanyakan?" Berkata Pemilik
Pohon Penggantungan. "Kau telah menolong diriku. Itu budi. Tapi kau juga
membunuh kakakku, itu dendam. Budi dan dendam tak
dapat dicampur baurkan."
"Ha, ha . . .. kakakmu" Tan Sang yang kau maksudkan ?"
"Betul." Tentu saja. Tan Ciu tidak tahu bahwa Tan Sang itu
belum mati. "Maksudmu?" Bertanya pemilik Pohon Penggantungan.
"Aku harus menuntut dendam buat kakakku." Berkata
Tan Ciu. "Berapa tinggikah ilmu kepandaianmu, sehingga berani
menantangku?" Cemooh Pemilik Pohon Penggantungan
itu. "Hari ini aku lemah. Tapi pada suatu hari, aku pasti
berhasil meyakinkan ilmu yang lebih tinggi."
"Bagus. Aku tunggu kedatanganmu." Dan tubuh wanita
berkerudung hitam itu melesat meninggalkan Tan Ciu.
Tan Ciu menemukan Cang Ceng Ceng yang masih
belum sadarkan diri. Ia menggendongnya dan melanjutkan
perjalanan. tujuannya adalah Guha Kematian. Gunung
Ceng in . . . Telah satu hari Tan Ciu berada digunung Ceng-in.
Hanya ini yang diketahui. Lebih jelas, ia sudah tidak tahu
lagi. Tan Ciu mempunyai tekad yang membaja, segala sesuatu
tidak dapat mengganggu usahanya tersebut. Ia meneruskan
usahanya untuk menemukan Guha Kematian.
Dari pagi, siang, sore dan akhirnya hari menjadi gelap.
Tan Ciu belum berhasil menemukan Guha Kematian.
Ia melakukan perjalanan dengan kaki yang amat berat
dirasa. Tiba-tiba .... Butiran-butiran air hujan mulai berjatuhan hari pun
segera bergemuruh. Tan Ciu berlari-lari di jalan pegunungan. Dihari gelap,
terlihat jelas adanya api penerangan. Tan Ciu membawa
Cang Ceng Ceng ketempat itu,
Itulah rumah kayu yang kecil, api penerangan keluar dari
jendela. "Ada orangkah didalam?" Tan Ciu mengetuk pintu.
"Siapa?" Terdengar suara seorang wanita.
"Aku orang yang sesat dijalanan." Tan Ciu memberikan
jawaban. Terdengar suara papan gemeresak, dan setelah itu
keadaan menjadi sunyi. Setelah menunggu beberapa saat, masih belum terlihat
pintu dibuka. Tan Ciu tidak sabar dan berkoar lagi.
"Nona. . ." Tidak ada jawaban. "Hei, Kemanakah tuan
mendorong pintu. rumah?" Tan Ciu ingin Juga tidak ada jawaban. Mengingat keadaan yang sudah mendesak dan
mengingat keadaan Cang Ceng Ceng yang tidak boleh
terlalu lama ketimpa hujan, Tan Ciu mendorong pintu itu.
Pintu rumah tidak terkunci, dengan mudah dapat dibuka
olehnya. Tan Ciu telah mendorong pintu rumah kayu disuatu
tempat sepi. digunung Ceng-in dengan menggendong tubuh
Cang Ceng Ceng. ia masuk kedalam rumah tersebut.
"A a a a a . ...!"
Tan Ciu mengeluarkan jeritan tertahan. Apakah yang
telah dilihat olehnya"
Sebuah peti mati menjogrok ditengah-tengah ruangan
tidak terlihat ada bayangan orang. Kemanakah suara
wanita tadi" Inilah yang sedang dipikirkan oleh Tan Ciu. Kemanakah
wanita tadi" Ia memandang ruangan tersebut, tidak ada orang.
Rumah kayu itu terlampau kecil. tidak ada ruangan lainnya,
kecuali ruangan yang dijogrokan peti mati tadi.
"Dimanakah pemilik rumah?" Tan Ciu berteriak.
Tidak ada jawaban. Tentunya ada sesuatu yang tersembunyi dibalik peti mati
merah itu, Tan Ciu meletakkan tubuh Cang Ceng Ceng,
menghampiri peti mati berwarna merah dan membuka kayu
penutup. dengan mudah. tutup peti mati dapat dibuka, ternyata tidak
dipantek mati. Tan Ciu memanjangkan leher, melongok isi peti mati.
Tan Ciu mundur kebelakang. Tubuhnya bergerak
merinding. Bulu tengkuknya tegak bangun. Tentunya ada
sesuatu didalam peti, mungkinkah jenazah orang mati"
Benar. Didalam peti mati terbaring sesosok tubuh yang
tidak bernapas. Masih utuh belum lapuk, tentunya mati
belum lama. Siapakah yang mati ditempat itu"
Seorang wanita" Bukan. Disana terbaring mayat seorang laki-laki masih
sangat muda, umurnya berkisar diantara belasan tahun.
Tan Ciu mengusap keringat
membasahi sekujur dirinya.
dingin yang telah Tiba-tiba...... Terdengar suara seorang wanita. "Lekas tutup kembali."
Arah datangnya suara adalah dari belakang Tan Ciu
Itulah suara wanita yang pertama tadi didengar.
Tan Ciu menjatuhkan tutup peti mati, maka terkatup
kembalilah tempat penyimpan jenazah tersebut.
Begitu Tan Ciu membalikkan kepala, lagi-lagi ia
dikejutkan oleh pemandangan yang dilihat.
"A a a a a a...!!"
Seorang wanita dengan rambut terurai panjang telah
menatapnya dengan sinar mata tajam, wanita berambut
panjang inilah yang menyuruh ia menutup peti mati.
"Siapa kau?" Tan Ciu membentak.
"Jangan takut." Berkata wanita berambut panjang itu.
"Aku adalah seorang manusia."
"Aku tidak mengatakan kau setan." Berkata Tan Ciu.
"Tapi gerakanmu tadi telah membuktikan perasaan
takutmu," Tan Ciu memberanikan diri, "Ha..ha.. Siapakah pemilik
rumah ini?" "Aku." Wanita berambut panjang itu memberi jawaban
singkat. "kau" Kau yang menjawab pertanyaanku pertama itu?"
"Betul." "Tatkala aku masuk kedalam rumah, mengapa tidak
berhasil menemukanmu?"
"Aku bersembunyi dibawah tanah."
"Dibawah tanah ?"
-0oooOdwOooo0- Jilid 15 "BETUL. Yang kuartikan tinggal di bawah tanah,
bukanlah berarti mati. Kamar tidurku yang kuartikan
berada dibawah tanah."
"Mengapa harus tinggal dibawah tanah?"
"Aku tidak ingin melihat peti mati itu. Maka
menempatkan diriku dibawah tanah. Tadi, bila kau tidak
membuka tutup peti mati aku pun tidak bersedia
memunculkan diri." "Mengapa"'* "Drama ini sangat sedih sekali."
"Drama?" Tan Ciu tidak mengerti, "Ada hubungankah
dengan pemuda yang berada didalam peti mati itu?"
Wanita berambut panjang menganggukkan kepalanya.
Maka rambut yang sudah terurai itu terbuka, terlihat
wajahnya, umurnya berkisar diantara empat puluhan.
"Siapakah laki-laki itu?" Bertanya Tan Ciu.
"Kekasihku." "Kekasih?" Tan Ciu lebih-lebih tidak mengerti, seorang
wanita yang sudah hampir empat puluh tahun mempunyai
seorang kekasih yang boleh dikatakan masih kanak-kanak.
Hujan diluar rumah semakin deras. bagaikan dituang
dari atas langit bergemuruh deras.
"Aku harus bermalam disini." Berkata Tan Ciu. "Dia
menderita luka, tidak boleh terlalu lama disiram hujan."
Tan Ciu menunjuk kearah Cang Ceng Ceng yang
terbaring disudut rumah kayu itu.
Wanita berambut panjang mengangukkan kepala. ia
tidak keberatan. "Seorang diri cianpwe tinggal dirumah ini?" bertanya lagi
Tan Ciu.

Pohon Kramat Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Wanita berambut panjang itu mengandung kabut
misterius. si pemuda mulai tertarik.
"Hanya seorang." Wanita tersebut membenarkan dugaan
Tan Ciu. "kecuali itu, dia tetap mengawani diriku," Ia
menunjuk kearah peti mati merah.
"Dia" ...."
"Betul. Dia bukan manusia lagi. Tapi aku tidak dapat
dipisahkan dengannya." Berkata wanita rambut panjang itu
dengan nada suara sedih. "Kau sangat cinta padanya?" Tan Ciu mengajukan
pertanyaan. "Sangat cinta sekali." Jawab orang yang ditanya.
"Dia telah mati. Maka. kau harus mengebumikan
jenazahnya." "Tidakmungkin."
menggelengkan kepala. "Mengapa?" Wanita berambut panjang "Setelah kutanam jenazahnya aku akan hilangan orang
yang satu-satunya paling dekat denganku. Aku tidak
mempunyai lain pamili lagi." Suaranya semakin sedih. Dan
akhirnya ia pun menangis. mengucurkan air mata.
Tan Ciu dapat memahami, betapa cintanya wanita
setengah umur ini kepada sang kekasih. Timbul rasa simpati
kepadanya. "Jenazah itu akan membusuk." Ia memberi peringatan
akan adanya pembusukan. "Tidak. Tubuhnya akan tetap seperti itu."
"Tidak mungkin. Setiap orang yang sudah tidak bernapas
akan membusuk. hanya tulang belulang yang dapat
ditinggalkan sebagai kenang-kenangan."
Wanita berambut panjang itu tertawa. "Tapi telah tiga
puluh tahun ia berbaring disitu. Tanpa ada pembusukan."
"Aaaa . . .!" Tan Ciu terbelalak. "Tiga puluh tahun?"
"Betul. Lebih dari tiga puluh tahun ia terbaring disitu."
Haruskah Tan Ciu percaya kepada keterangan itu"
Dilihat sikap orang yang bersungguh-sungguh. tentunya
bukan isapan jempol. Wanita berambut panjang berkata lagi.
"Sungguh! Lebih dari tiga puluh tahun ia terbaring
ditempat itu, seperti apa yang tadi kau lihat. Tidak ada
perubahan sama sekali."
"Belum pernah kudengar ada orang mati yang tidak
membusuk." Berkata Tan Ciu.
"Seharusnya. setiap ada orang mati membusuk. Tapi aku
telah meletakkan sebutir mutiara Jit goat-cu dengan mulut
mengulum mutiara tersebut, dagingnya tak akan
membusuk. Seperti apa yang kau lihat, ia tetap hidup."
Tan Ciu mengerti, mengapa jenazah didalam peti mati
tidak membusuk. Ternyata disertai dengan mutiara Jit-goatcu.
"Cianpwe menunggu dirumah ini sehingga lebih dari tiga
puluh tahun?" Tan Ciu menatap wanita berambut panjang
tersebut. "Betul." Tan Ciu ragu-ragu. "Berapakah umur cianpwe?" Ia bertanya.
"Dapatkah kau menduga?" Balik tanya wanita itu.
"Tentunya belum empat puluh tahun." Tan Ciu
mengeluarkan dugaan. "Salah. Umurku telah genap 55 tahun."
Tan Ciu agak kurang percaya, wanita ini tidak muda,
tapi juga belum tua. Rambutnya masih hitam mengkilat,
bagaimana berumur lima puluh lima tahun"
"Tidak percaya?" Wanita itu tertawa.
"Kulihat, cianpwe masih muda."
"Ha, ha, . . Aku sudah tua. Umurku sudah tua, lebih tua
lagi adalah hatiku yang tidak mempunyai kesegaran hidup.
Sudah waktunya aku menyusul dia dialam baka."
"Manakala ia tahu akan kesunyian hati cianpwe.
tentunya mati dengan puas, mati dengan mati tertutup
rapat." "Salah." Berkata wanita itu. "Ia sangat benci kepadaku."
"Benci?" "Tentu. Karena ia mati dibawah tanganku. Bagaimana
tidak membenci" Dialam baka, tentunya mengutuk-ngutuk
diriku." "Aaaa. . . . cianpwe yang membunuhnya?"
"Hal itu sudah terjadi lama sekali."
Tan Ciu dibuat bingung lagi. Bila wanita membunuh
seseorang, tentunya tidak cinta. Dan ini tidak mungkin,
wanita dihadapannya sangat cinta kepada sang kekasih,
mana mungkin mengadakan pembunuhan"
"Cianpwee, sangat cinta kepada laki-laki ini?" Bertanya
lagi Tan Ciu. "Bila tidak cinta padanya, tentu tidak mau menunggu
ditempat ini sehingga tiga puluh tahun bukan?"
"Cianpwe cinta padanya mengapa membunuhnya?"
"Sulit diterima bukan?"
"Memang agak tidak mudah dimengerti."
"Ingin mengetahui cerita yang menyangkut diri kami?"
Tan Ciu tertawa. "Hujan telah mengantarkan aku ketempat ini baiknya
Pendekar Panji Sakti 9 Kereta Berdarah Karya Khu Lung Naga Sasra Dan Sabuk Inten 42
^