Pencarian

Rahasia Hiolo Kumala 10

Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long Bagian 10


keras, sampaisampai bernafas keras-keras pun tak berani.
Tiba-tiba satu ingatan melintas dalam benak Hoa In-liong, dengan cepat ia
berpikir, "Eeh.... Tidak
benar!. Bukankah kamar tengah adalah kamar yang dipakai oleh mereka untuk
menyekap saudara Siau-lam" Jangan-jangan.... Ya Jangan-jangan....?"
Dengan cepat ia menengadah, waktu itu Siau Khi-gi sudah melangkah di atas
serambi. Saking kagetnya peluh dingin telah membasahi sekujur badan Hoa In-liong, kakinya
lantas dijejakkan ke permukaan tanah sambil menerjang ke depan dengan cepat.
"Tunggu sebentar!" bentaknya lantang.
Menyusul suara bentakan itu, dia lancarkan sebuah pukulan dahsyat ke arah tubuh
Siau Khi-gi, sedang serangan yang lain ditujukan ke arah pintu kamar.
Gerakan tubuhnya itu terlampau cepat, dalam keadaan demikian tak sempat bagi
Siau Khi-gi untuk menghindarkan diri, ia terjatuh keluar dengan sempoyongan.
Tapi begitu pintu kamar terpentang lebar, suatu kejadian aneh pun segera
berlangsung di depan mata. Kecuali sebuah pembaringan bambu dalam ruangan tersebut, di lantai ada sebuah
bantalan untuk bersemedi. Di depan bantalan semedi tadi berdirilah sebuah hiolo setinggi
tiga depa dengan lebar beberapa depa dan berwarna merah bercahaya terang. Kecuali itu
tidak nampak benda apapun juga. Hoa In-liong sangat mengkuatirkan keselamatan Yu Siau-lam, menyaksikan
kesemuanya itu dia lantas berteriak keras, "Dimana orangnya" Orangnya.... kemana parginya dia?"
Sementara itu Hong Seng telah menyerbu masuk ke dalam ruangan, tapi ketika hiolo
itu dillongok sekejap, tiba-tiba ia menjerit setengah kalap. "Ooohbarang pusakaku....
kemana larinya Po hoat ku.... oooh.... Poo-hoat ku...."
Rupanya dalam hiolo berwarna merah bercahaya itulah terkumpul beratus-ratus
macam makhluk beracun yang paling jahat didunia.
Makhluk beracun serta hiolo darah ini merupakan bahan pokok terpenting bagi
orang Mo-kauw untuk melakukan ilmu Hiat-teng-toh-hun-tay-hoat (ilmu hiolo darah pembetot
sukma) yang maha dahsyat itu. 312 Selain kepandaian tersebut, terdapat juga sejenis kepandaian yang disebut Hua-
hiat-to (Pekikan pelumer jadi darah). Untuk melatih kepandaian tersebut, seseorang juga tak boleh
melupakan kedua jenis barang tersebut.
Sekarang hio!o pusakanya masih berada ditempat, tapi makhluk-makhluk beracunnya
justru sudah kempas-kempis melingkar dalam hiolo itu dalam keadaan sekarat. Kematian
pun caranya tidak terlalu jauh lagi. Tidaklah heran kalau Hong Seng jadi khekinya bukan
kepalang, sampaisampai perkataanpun terbata-bata.
Sementara semua orang diliputi rasa gugup dan keget, bayangan merah berkelebat
lewat disebelah samping, menyusul kemudian Giok-kou-nio-cu Wan Hong-giok munculkan
diri ditempai itu. Begitu Hong-giok munculkan diri, Siau Khi-gi pertama-tama yang menghampiri
seraya menyapa, "Adik Hong, sejak pagi tadi kau telah pergi kemana?"
Wan Hong-giok mengangkat kepalanya tidak menjawab, menggubris pun tidak. Dia
langsung menuju kepintu kamar dan berdiri bertolak pinggang disana, tiba-tiba serunya
dengan suara lirih, "Hong-susiok, kenapa bersedih hati" Apakah lantaran makhluk-makhluk beracunmu
itu?" Waktu itu Hong Seng sedang mendongkol dari kesalnya bukan kepalang, apalagi
tidak ada tempat penyaluran, matanya kontan melotot besar. "Hmm.... Gembira bukan karena
bencana yang menimpa aku?" Teriaknya, "Lain hari kau tak usah takut kepadaku lagi"
Wan Hong-giok mencibirkan bibirnya. "Huuuh.... konon kau sangat ahli dalam hal
makhluk beracun. Kenapa tidak kau periksa dulu dengan lebih seksama sebelum mengamuk
macam orang edan?". Mula-mula Hong Seng agak tertegun, menyusul kemudian merangkak kesisi hiolo
tersebut. Dimana dia bersuara aneh sesaat lamanya, selang kemudian sambil berjingkrak
karena kegirangan teriaknya: '"Hong-giok, kau memang hebat, kau....!"
"Tiada sesuatu yang perlu dihebatkan," tukas Wan Hong-giok ketus, "Aku cuma
menuruti caramu belaka. Siapa tahu darah manusia yang kuberikan kepada mereka rupanya terlalu
banyak sehingga jimat-jimatmu tak tahan lagi. Bukan keuntungan yang didapat justru satu
nyawa telah dibuang dengan percuma"
Tak terkirakan rasa kaget dan cemas Hoa In-liong setelah mendengar perkataan
itu, serunya dengan gelisah, "Apa kamu bilang?"
Wan Hong-giok melirik sekejap kearah pemuda itu, lalu sahutnya dengan angkuh,
"Tidak apaapa. Orang-orang dari perkumpulan kami sudah terbiasa menggunakan
darah sendiri untuk memberi makan kepada makhluk-makhluk beracun. Belum pernah nona saksikan ada
orang yang begitu tak becus setelah kehilangan darah. Sobatmu she-Yu itu memang orang tak
berguna, baru setengah jam saja ia sudah mampus dengan darah mengering"
"Kau bilang dia sudah mati?" Hoa In-liong merasa kaget bercampur gusar.
"Yaa, sudah mampus!"
Merah membara sepasang mata Hoa In-liong. "Dimana.... Dimana mayatnya" Aku
menginginkan mayatnya!" teriaknya keras-keras.
313 "Mayatnya berada lima ratus langkah disebelah timur kuil ini" jawab Wan Hong-
giok dengan dingin, "Aku rasa saat ini sudah habis dimakan anjing liar"
Seketika itu juga Hoa In-liong merasakan darah didalam tubuhnya bergolak keras,
mukanya hijau membesi. Ketika mendengar berita duka ini, hampir saja ia kehilangan
ketenangannya seperti dihari-hari biasa. Sekujur badannya gemetar keras, giginya saling bergemerutuk
keras, teriaknya dengan penuh kebencian, "Kau.... Kau.... Hitung-hitung aku sudah mengenali watakmu
yang sebenarnya" Pemuda itu buru-buru ingin menemukan kembali jenasah dari sahabatnya, ia tak
rela membiarkan jenasah temannya terlantar ditengah hutan sebagai umpan anjing, maka
sambil menahan rasa sedih dan gusarnya, begitu selesai berkata ia segera lari meluncur
kearah timur. Wan Hong-giok segera mendengus dingin, ia mengejar dari belakangnya seraya
membentak. "Masih ingin kabur. " Lihat senjata rahasia".
Serentetan cahaya kilat mengikuti ayunan telapak tangannya segera menyergap
punggung Hoa In-liong.... oooOOOooo HOA IN-LIONG merasa amat perih batinnya. Apa yang terpikir olehnya pada saat ini
adalah secepatnya menemukan diri Yu Siau-lam. Bagaimanakah keadaan sobatnya itu itu
apakah masih hidup atau sudah mati, ia tidak berniat untuk memikirkannya lebih jauh.
Sama sekali tak terduga olehnya, Wan Hong-giok yang pernah menaruh hati
kepadanya tiba-tiba seperti berubah jadi orang lain. Bukan dia yang mendesak gadis itu lebih jauh,
ternyata malahan gadis itulah yang mengejarnya sambil menyerang senjata rahasia. Seakan-akan nona
itu amat mendendam kepadanya sehingga hatinya baru puas bisa dapat membinasakan dirinya.
Mendengar bentakan tersebut, dengan hati yang mangkel pemuda itu lantas
berpikir, "Bagus sekali! Tempo hari saja cintamu padaku begitu berkobar-kobar, sekarang hatimu
sudah jadi busuk, bukan saja sobatku kau celakai, sampai kepadaku pribadi juga tak mau
lepas tangan" Sebelum ingatan tersebut habis melintas dalam benaknya, desingan angin tajam
telah menyergap punggungnya. Dalam keadaan demikian, serta merta Hoa In-liong menjatuhkan diri kebelakang.
Begitu senjata rahasia itu menyambar lewat, lengan kanannya segera menyambar kemuka, ujung
kakinya menjejak permukaan tanah dan secepat kilat menyambar senjata rahasia yang
menyambar lewat diatas punggungnya tadi. Anak muda itu sungguh merasa amat gusar, dia ingin menangkap senjata rahasia itu
untuk disambit kembali kearah nona itu.
Tapi apa yang kemudian terjadi" Ternyata senjata rahasia yang berhasil
ditangkapnya itu adalah segumpal kertas kecil. Meudapatkan gumpalan kertas tersebut, Hoa In-liong semakin tertegun sehingga
untuk sesaat lamanya tak mampu berbuat apa-apa.
Pada waktu itutah, tiba-tiba Hong Seng membentak dengan suara yang amat nyaring,
"Kenapa cuma berdiri termangu saja" Ayoh dikejar!"
314 Waktu itu Hoa In-liong akan membuka kertas tersebut untuk diperiksa apa isinya,
tapi ketika mendengar bentakan itu, hatinya jadi amat tercek kat, segera pikirnya, "Hong
Seng sudah merasakan hal ini, aku.... aku harus cepat-cepat kabur dari sini"
Cepat-cepat gumpalan kertas itu disusupkan ke dalam saku, kemudian ia melompat
kedepan dan naik keatas atap rumah. Baru saja badannya lenyap disudut tembok, tiba-tiba terdengar suara deruan ujung
baju tersampok angin menyambar lewat diatas kepalanya dan kabur menuju ketimur.
Hoa In-liong termenung dan berdiam diri sesaat lamanya disana, kemudian ia putar
badannya kembali dan balik menuju kearah ruangan semula.
Satelah melalui suatu pemikiran yang cukup panjang, Hoa In-liong dapat mengambil
kesimpulan bahwa sikap Wan Hong-giok bukanlah sikap yang sungguh-sungguh, melainkan suatu
kesengajaan agar pihak lawan tak curiga. Tujuannya tentu saja agar dia cepat-
cepat tinggalkan kuil Cing-siu-koan tersebut.
Menurut analisanya, sikap gadis itu pasti mengandung arti yang mendalam sekali.
Mungkin juga Hong Seng sekalian masih memiliki kepandaian lainnya yang sakti dan belum
dikeluarkan, maka iapun menggunakan alasan bahwasanya Yu Siau-lam sudah mampus dan mayatnya
terlantar ditimur kota untuk mengelabuinya.
Kendatipun anak muda itu mulai mengerti bahwa Yu Siau-lam belum mati, tapi
sebelum bertemu dengan orangnya ia belum juga berlega hati. Apalagi menurut anggapannya kendati
Hong Seng sekalian memiliki ilmu silat yang lebih sakti, sembilan puluh persen juga
mengandalkan keampuhan "hiolo darah" nya. Maka setelah dipikir pulang pergi akhirnya dia
memutuskan untuk menggunakan kesempatan yang sangat baik ini untuk memusnahkan" hiolo darah" itu.
Asal benda yang mereka andalkan musnah, berarti pertarungan andaikata sampai
berlangsung, kedua belah pihak terpaksa harus bertarung dengan andalkan kepandaian sejati.
Cepat nian gerakan tubuhnya, tak lama kemudian ia sudah tiba didepan pintu
halaman tersebut. Pintu kamar sebelah tengah masih terpentang lebar, hiolo darah masih ada dalam
kamar, tapi seorang imam jubah kuning dengan mata yang jelalatan berdiri ditengah serambi
panjang dengan sikap siap siaga penuh.
Kembali Hoa In-liong memutar otaknya. Ia merasa bahwa kekuatan imam jubah kuning
itu minim sekali. Asal diserang musuh pasti dapat ditaklukkan, berarti inilah kesempatan
yang terbaik baginya untuk musnahkan" hiolo darah" itu. Sebab kalau sampai Hong Seng sekalian
balik lagi kesana, dia harus mengeluarkan tenaga yang lebih besar lagi untuk
mengalahkannya. Sementara pemuda itu sedang mempersiapkan diri untuk membekuk imam jubah kuning
itu dengan suatu serangan yang tak tarduga, tiba-tiba ia menyaksikan berkelebat
lewatnya sesosok bayangan manusia. Dengan terkejut ia berpaling, sinar matanya tanggung ditujukan kearah mana
berasalnya bayangan tadi. Ternyata orang itu adalah imam setengah baya yang pernah mencegahnya masuk
keruang belakang tadi 315 Waktu itu dengan wajah yang amat gelisah si imam tersebut berpaling kearahnya
sambil menggape tiada hentinya. "Aneh, ada urusan apa totiang ini mencari aku?", pikir Hoa In-Liong kemudian
dengan dahi berkerut.

Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Walau berpikir begitu, ia maju pula menghampirinya, lalu bertanya lirih
setibanya didepan imam tersebut, "Ada urusan apa tootiang mencari aku?".
"Ikutilah pinto?" jawab imam itu sambil ulapkan tangannya.
Lalu dengan wajah tegang dan serius, ia putar badan dan berlalu dari situ.
Pelbagai pertanyaan berkecamuk dalam benak Hoa In-liong. Tapi diapun tidak
banyak bertanya, terpaksa diikuti dibelakangnya dengan mulut membungkam
Setelah melewati serambi samping, mereka berbelok ke halaman sebelah kiri. Di
bawah dinding pekarangan dekat halaman samping terdapat dua buah hiolo tempat pembakaran abu
yang besar. Dengan mata yang tajam, imam itu celingukan kesana kemari. Dengan cepat imam
tersebut menggape kearah Hoa In-liong dan menerobos masuk kedalam hiolo pembakaran tadi.
Tak terkirakan rasa heran Hoa In-liong menyaksikan tindak-tanduk imam itu, tapi
dia ikut masuk juga. Ternyata didalam hiolo pembakaran itu terdapat sebuah pintu rahasia yang
menghubungkah tempat ruangan dengan ruang bawah tanah. Ketika itu imam setengah baya sedang
membungkukkan badan dan menyingkap sebuah batu persegi yang amat besar.
Dibawah batu datar itu merupakan sebuah liang goa yang gelap. Imam setengah baya
itu melompat turun lebih dulu, disana ia menyulut api dan memasang otor yang ada
diatas dinding. Hoa In-liong ikut melompat turun, setelah menutup kembali batu datar itu pada
tempatnya semula, imam setengah baya itu baru putar badan dan menuruni anak tangga batu.
Diujung trap-trapan tersebut merapikan sebuah lorong sempit. Bau apek tersiar
kemana-mana menimbulkan bau tak sedap yang menusuk penciuman.
Melihat kesemuanya itu, Hoa In-liong mengerutkan dahinya, diam-diam ia berpikir,
"Mau diajak kemana aku...." Heran, kenapa dalam kuil Cing-siu-koan disediakan lorong bawah
tanah yang begini rahasia letaknya?"
Sementara dia masih termenung, tibalah mereka didepan sebuah pintu baja yang
tebal dan berat. Imam setengah baya itu menekan tombol dia tas dinding tersebut kemudian
baru berkata, "Hoa kongcu, sobatmu menderita luka yang amat parah. Hawa murninya mendapat
cedera hebat, ditambah pula racun yang menyerap ditubuhnya sudah menyusup terlampau
dalam". Belum habis perkataan tersebut diutarakan ke luar, Hoa In-liong sudah merasakan
hatinya bergetar, baru-buru serunya dengan nada amat gelisah, "Dimana orangnya?"
"Kraaaaak!" 316 Pintu baja itu terpentang lebar dan dan imam setengah baya itupun menyahut, "Dia
berada disini, ikutilah diri pinto, kongcu!"
Detik itu, Hoa In-liong betul-betul merasa terkejut bercampur girang. Girang
karena Yu Siau-lam yang dicari-cari berhasil ditemukan jejaknya. Terkejut karena Yu Siau-lam
menderita keracunan hebat dan hawa murninya menderita cedera hebat.
"Tapi, bagaimanapun jua, ia merasa perjalanannya tidak sia-sia belaka, sebab toh
mendatangkan hasil seperti yang diharapkan.
Dengan jantung berdebar keras, ia mengikuti dibelakang imam setengah baya itu
masuk ke ruang dalam. Ruangan itu adalah sebuah ruangan batu yang lebar dan luas. Dalam ruangan
terdapat sebuah meja, beberapa buah kursi, sebuah hiolo, sebuah kasur semedi dan dua pintu lain
yang berhubungan dengan ruangan lainnya.
Setelah masuk kedalam ruangan, imam setengah baya itu belok menuju kepintu
sebelah kanan. Hoa In-liong betul-betul merasa amat gelisah dia memburu maju lebib dulu masuk
keruangan sebelah kanan. Disitu ditemuinya sebuah pembaringan. Di atas pembaringan
berbaringlah seorang laki-laki berbaju perlente dan bermuka warna hitam pekat. Orang itu tak
lain adalah Yu Siau-lam! Berdebarlah jantung Hoa In-liong menyaksikan kesemuanya itu. Dengan langkah
terburu-buru dia berebut maju ke depan, lalu membungkukkan badan dan memeriksa keadaan
lukanya. Untuk sesaat ia sampai melupakan kehadiran dari imam setengah baya itu.
Suasana diliputi keheningan, selang sesaat kemudian imam setengah baya itu baru
maju ke muka sambil menghela napas panjang. "Aaaai.... Nona baju merah itulah yang
menghantar sobatmu kesini. Waktu dibawa kemari, keadaannya sudah begini rupa!"
"Wan Hong-giok kah yang menghantar kemari" Apa yang dia katakan?" seru Hoa In-
liong seraya menengadah. "Pinto tidak menanyakan nama nona itu, tapi tahu kalau dia berasal dari satu
rombongan dengan suku-suku asing tersebut. Pada mulanya, lantaran pinto lihat sikapnya dingin dan
ketus, tindak tanduknya buas dan kejam, kuanggap dia juga orang jahat. Aaaai.... Sungguh tak
nyana .... sungguh tak nyana ...."
Rupanya imam ini merasa menyesal sekali dengan perasaannya waktu itu, hingga
saking terharunya ia tak mampu melanjutkan kembali kata-katanya.
Tapi Hoa In-liong tidak berniat untuk mendengarkan pembicaraan tentang seal itu,
cepat tukasnya dengan nada berat, "Tentang soal itu tak usah kau bicarakan. Tolong
tootiang beritahukan saja kepadaku, apa yang telah dia pesankan?"
"Waktu itu, sikap nona tersebut sangat gugup dan tidak tenang. Ia pesan kepada
pinto agar di luar pengetahuan suku-suku asing tersebut berusaha untuk menghubungi kongcu,
kecuali itu tiada pesan apa-apa lagi. Kenapa" Apakah kongcu juga tak mampu untuk membebaskan
racun yang mengeram ditubuh sobatmu ini?"
317 Orang beribadah memang selalu berhati welas, meski Yu Siau-lam bukan sanak
keluarganya, akan tatapi perhatian serta rasa gelisahnya atas keselamatan pemuda itu sangat
mempengaruhi hatinya. Terbukti dari wajah serta sikapnya yang amat gelisah.
Hoa In-liong tidak langsung menjawab, kembali ia membungkukkan badannya untuk
memeriksa lagi keadaan luka yang diderita Yu Siau-lam. Kelopak mata pemuda itu juga
disingkap dan diperiksa, lalu membuka bibirnya dan memeriksa lidahnya. Setelah selesai
melakukan pemeriksaan baju bagian dadapun dibuka.
Tampaklah sekujur badannya telah berubah jadi hitam pekat. Hanya diseputar
dadanya terlihat bercak-bercak warna-warni yang amat menyolok pandangan, namun warna hitam itu
sudah mulai menembusi kulit berwarna-warni itu.
Ibu pertama dari Hoa In-liong yakni Chin Wan-hong adalah anak murid dari Kiu-
tok-sian-ci yang berada di lembah Hu-hiang-kok dalam wilayah Biau. Perempuan itu sangat
menguasahi tentang pelbagai ramuan dan obat-obatan, terutama dalam ilmu memunahkan racun. Boleh
dibilang kepandaian tersebut merupakan kepandaian yang tak terkalahkan didunia dewasa
ini. Semenjak kecil Hoa In-liong mengikuti terus ibunya ini. Tentu saja terhadap ilmu
racun dan ilmu pertabiban amat menguasai.
Kendati demikian sepanjang hidupnya belum pernah ia jumpai penyakit bercak-
bercak warna warni macam begini. Tak heran kalau ia jadi terbelalak kaget setelah menyaksikan
kesemuanya itu. Imam setengah baya itu semakin gelisah lagi, teriaknya tertahan, "Aduuuh mak,
digigit oleh makhluk beracun apa ini" Kenapa kulitnya berubah jadi begini tak sedap dilihat?"
Hoa In-liong sendiri, walaupun dihati kecilnya merasa kaget bercampur terkesiap,
namun ia masih sanggup menguasahi diri. Sesudah berpikir sejenak diapun bertanya,
"Dapatkah tootiang sediakan segentong cuka asli?"
"Cuka asli" Kongcu minta cuka buat apa?" tanya imam setengah baya itu tertegun.
Tentu saja untuk memunahkan racun yang mengeram ditubuh sahabatku. Sekarang tak
sempat bagiku untuk memberi penjelasan lebih jauh. Bila ada cuka tolong siapkan satu
gentong, harus cepat-cepat!" "Wah .... kalau cepat rada susah" Imam setengah baya itu mengerutkan dahinya,
"Sebab pinto harus mengirim orang untuk membelinya lebih dahulu" Setelah berhenti sebentar,
katanya kembali, "Konon cuka itu dibuat dari arak. Dalam kuil kami terdapat arak air
untuk menjamu tamu, apakah arak itu bisa dipakai sebagai penggantinya?"
Hoa In-liong mengangguk. "Boleh juga kalau memang tak ada cuka asli, tapi harus
ada gula dan harus digarang dengan api"
"Kalau gula ada persediaan dalam kuil, sekarang juga pinto akan
mempersiapkannya" Selesai berkata, diapun putar badan dan berjalan keluar dari ruangan tersebut.
"Eeehtootiang!" seru Hoa In-liong kembali, "Jangan lupa menyiapkan kayu bakar
serta setengah gentong air bersih, sebab air itu perlu
318 untuk membersihkan badan"
Imam setengah baya itu mengiakan dan buru-buru berlalu dari ruangan bawah tanah.
Selang sesaat kemudian, arak, gula, kayu bakar dan air sudah diangkut kedalam
ruang bawah tanah. Hoa In-liong lantas menggali tanah untuk dipakai sebagai tungku darurat
dan disanalah gentong air disiapkan. Setelah arak dari gula dilarutkan menjadi satu, kayu
bakarpun disuluti api. Setelah semua pekerjaan dibereskan, dari sakunya Hoa In-liong mengeluarkan dua
buah botol yang putih seperti susu kambing. Dari salah satu botol itu dia mengambil sebiji
pil Cing-hiat-wan yang berwarna kuning emas, dan pil pah-tok-san yang berwarna putih dari botol
yang lainnya. Separuh bungkus dari obat puyer pah-tok-san itu ia larutkan pula kedalam gentong
arak, sedang separuh yang lain diminumkan kepada Yu Siau-lam bersama-sama dengan obat cing-
hiat-wan dan air putih. Selesai minum obat, baru menelanjangi pemuda itu dan merendamkan
tubuhnya kedalam gentong berisi larutan arak bercampur obat.
Perlu diterangkan disini, ibu tua dari Hoa In-liong yakni Chin hujin atau lebih
dikenal dengan namanya Chin Wan-hong merupakan seorang perempuan yang barhati sekokoh baja.
Ketika Hoa Thian-hong terkena racun jahat Tan-hwee-tok-lian (teratai racun empedu api),
dengan semangat yang berkobar dan tidak mengenal putus asa ia berusaha melakukan percobaan demi
percobaan untuk menciptakan obat penawar racun yang dapat melenyapkan kadar racun jahat
tersebut dari tubuh suaminya. Pil cing-hiat-wan (obat pembersih darah) seria pah-tok-san
(bubuk pencabut racun) merupakan dua diantara sekian jenis obat penawar racun yang berbasil
diciptakannya pada waktu itu. Baik cing-hiat-wan maupun pah-toh-san bernama amat sederhana dan tiada sesuatu
yang aneh, tapi justru dibalik kesederhanaan nama itu terseliplah suatu daya kemampuan
untuk menawarkan racun yang maha dahsyat. Tak selang setengah perminuman teh kemudian,
seluruh hawa hitam yang menyelimuti sekujur badan Yu Siau-lam telah berhasil dibikin
luntur dan mulai menghilang. Walau begitu Yu Siau-lam masih berada dalam keadaan tak sadar.
Lewat beberapa waktu kemudian, kulit muka-baru mulai tampak berkerut dan
mengalami kejangkejang. Dari sikap serta mimik wajahnya itu dapat diketahui
bahwa ia sedang mengalami suatu
penderitaan yang luar biasa hebatnya.
Rada gemetar si tosu setengah baya itu menyaksikan penderitaan orang, mula
pertama ia masih dapat menahan diri, tapi lama kelamaan akhirnya tak tahan juga, iapun menegur,
"Hoa kongcu, sobatmu itu tidak apa-apa bukan keadaannya?"
Waktu itu, Hoa In-liong sedang menyalurkan bawa murninya untuk menguruti seputar
jalan darah Pek-hwi hiat di ubun-ubun Yu Siau-lam dengan telapak tangan kanannya,
sementara tangan yang lain menahan tubuh anak muda itu. Maka ia cuma gelengkan kepalanya
belaka ketika mendengar pertanyaan tersebut.
Kembali si tosu setengah baya itu mengerutkan dahinya. "Aku lihat sobatmu sedang
mengalami penderitaan yang cukup hebat" Serunya lagi dengan kuatir, "Jangan-jangan kadar
racun ditubuhnya lagi kambuh?"
Melihat kekuatiran orang, Hoa In-liong tersenyum. "Bukan kumat. Penderitaan
tersebut dialaminya lantaran racun mulai membuyar dan larut ke luar dari badannya.
Tootiang tak usah

Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

319 kuatir, cing-hiat-wan serta pah-toh-san bikinan ibuku sangat manjur dan punya
daya kemampuan amat mujarab. Racun apa saja dapat dipunahkan secara mudah. Memang!
Sobatku terluka oleh banyak jenis makhluk beracun, tapi keadaannya sudah tidak
membahayakan lagi jiwanya" "Apa kau bilang" Jadi jadi ia dilukai oleh banyak jenis makhluk beracun?" seru
tosu setengah taya itu agak kaget. "Yaa! ini dapat kita ketahui dari kulit dadanya yang berwarna-warni dengan
bercak-bercak panca warna. Warna warni itu dihasilkan oleh gigitan khas dari ular beracun, kala
jengking beracun, laba-laba beracun, kelabang beracun dan lain jenis makhluk beracun. Tapi racun-
racun itu sudah ditawarkan semua, keadaannya sudah tidak berbahaya lagi"
Tanpa sadar tosu setengah baya itu melirik lagi kearah Yu Siau-lam, tapi apa
yang terlihat olehnya" Kali ini, bukan saja sekujur badannya mengejang keras bahkan mulai gemetar
keras. Keadaan semacam ini tentu saja tak bisa diartikan sebagai keadaan yang "tidak berbahaya"
lagi, maka dia pun jadi setengah percaya setengah tidak.
"Aku lihat penderitaan yang dialami sobatmu itu kian lama kian bertambah hebat!"
katanya kemudian dengan lirih. "Penderitaan memang tak bisa dihindari. Lantaran sari racun sudah menyerang ke
dalam hati, sobatku kehilangan daya kesadarannya. Jika pertolongan diberikan satu jam lebih
terlambat niscaya jiwanya tak ketolongan lagi. Sekarang sobatku sudah mendapat pengobatan
dari luar maupun dalam. Daya kerja obatpun mulai reaksi, hawa racun menyebar ke empat
penjuru. Kesadarannya sedikit demi sedikit akan pulih kembali seperti sedia kala.
Lihatlah tootiang! Bukankah kulit badan sobatku mulai berubah jadi normal kembali?"
Betul juga! Hawa hitam yang semula menyelimuti tubuh Yu Siau-lam sekarang sudah
mulai luntur bahkan selang sesaat kemudian, keadaannya sudah pulih kembali seperti
sedia kala. Menyaksikan kesemuanya itu legalah hati si tosu setengah baya itu.
Percayanya dia memang sudah percaya, tapi anehnya ia malah semakin berkerut
kening, bibirnya bergetar seperti hendak mengucapkan sesuatu tapi akhirnya maksud itu dibatalkan
jua. Melihat itu Hoa In-liong tertawa geli "Apakah tootiang masih kuatir?" tanyanya
kemudian. Cepat-cepat tosu setengah baya itu menggeleng. "Oooh.... tidak! Pinto tidak
kuatir. Maksud pinto ...." Ia seperti agak sangsi, tapi akhirnya ujung bajunya digulung juga, sambil
memperlihatkan lengan kirinya dihadapan Hoa In-liong dia berkata lebih jauh, "Lihatlah Hoa kongcu,
bekas gigitan yang tertera diatas lengan pinto ini. Gigitan itu adalah bekas gigitan dari seekor
kelabang raksasa yang berwarna bercak-bercak hitam diatas merah, dua puluh tujuh orang murid pinto
yang berdiam dalam kuil ini menjadi korban gigitan yang sama semua"
Hoa In-liong memeriksa bekas gigitan itu dengan seksama, terlihatlah pada
seputar pergelangan tangan muncul dua bintik warna merah sebesar ka cang kedelai yang berdempetan,
kulit tubuh yang diseputarnya mencekung kedalam, bentuknya memang bentuk gigitan kelabang.
Murkalah sianak muda itu, serunya dengan gusar, "Kenapa" Semua orang penghuni kuil sudah
di gigit oleh kelabang beracun:....?"
320 "Yaa begitulah...."sahut tosu setengah baya itu dengan muka sedih bercampur marah.
Setelah berhenti sejenak, ia turunkan kembali lengan bajunya, lalu berkata lebih
jauh, "Tiga hari berselang, suku-suku asing itu dengan membawa sobatmu datang kemari dan memaksa
untuk menginap dikuil kami. Sebetulnya pinto segan menerima mereka lantaran
menyaksikan tingkah pola mereka yang bengis dan buas. Aaai........ siapa tahu orang-orang itu memang
buas dan liar. Bukan saja mereka memaksa diri untuk menginap dan minta makan disini, bahkan
semua murid yang ada dikuil ini telah mereka kumpulkan. Kemudian dari dalam hiolo merah
darah itu mereka tangkap seekor kelabang raksasa dan digigitkan pada lengan masing-masing orang.
Setelah itu merekapun menitahkan kepada pinto sekalian agar merahasiakan betul-betul jejak
mereka semua. Katanya jika kami tak menurut perintahnya, merekapun tak akan memberi
obat pemunah kepada kami semua. Bila racun keji dari kelabang itu sudah bercampur dengan
darah dan waktu mencapai tujuh kali tujuh empat puluh sambilan hari, maka kambuhnya sari racun
dalam tubuh kami akan mengakibatkan kematian bagi kami semua"
Diam-diam Hoaln-liong menggertak gigi menahan rasa mendongkolnya, dia berpikir
dihati, "Hati Hong Seng betul-betul sangat busukdan beracun. Padahal mereka toh tahu bahwa
tosu-tosu penghuni kuil Cing-siu-koan bukan orang-orang persilatan, tapi mereka gunakan
juga cara dan tindakan yang begitu buas dan kejam untuk menindas serta memaksa mereka.
Hmmm....! Aku Hoa In bersumpah akan musnahkan hiolo darah milikmu itu!"
Rasa benci dan mendongkolnya itu untuk sementara hanya disimpan dalam hati.
Selain itu diapun dapat memahami arti serta maksud pembicaraan dari tosu setengah baya itu,
jelas imam tersebut sedang memohon obat penawar racun bagi anggota-anggota kuilnya, maka
diapun mengangguk tanda setuju. "Enmm! Orang-orang itu memang kelewat kejam dan bias" sahutnya, "Tapi kau tak
usah kuatir, racun kelabang akan segera punah begitu menelan sebutir pil cing hiat-
wan milikku. Obat tersebut cukup banyak persediaannya dalam sakuku, totiang boleh menggunakannya
untuk menolong murid-murid totiang!"
Lega juga perasaan sitosu setengah baya itu sehabis mendengar kesanggupan orang.
"Sebetulnya pinto memang ada maksud untuk meminta obat. Sekarang setelah koagcu
menyanggupi, pinto pun dengan tebalkan muka menerima kebaikan kongcu tersebut!"
Selesai berkata, dia lantas menjura dalam-dalam kearah Hoa In-liong
Buru-buru Hoa In-liong goyangkan tangannya terulang kali, "Jangan begitu....
Jangan begitu.... Rasa terimasih totiang terlampau berlebihan. Apalagi jika totiang tidak tepat
pada waktunya menemukan diriku, selembar jiwa sobatku ini terus lebih banyak berbahaya
daripada selamat." Belum selesai ia berkata, tiba-tiba terdengar Yu Siau-lam menghembuskan nafas
panjang seraya mengeluh, "Oooh.... Sesak amat nafasku!"
Dalam pada itu keadaan Yu Siau-lam sudah membaik, hawa hitan yang semula
menyelimuti sekujur badannya, kini sudah luntur dan putih kembali seperti sedia kala.
Hoa In-liong cepat berpaling dengan perasaan kaget, lalu serunya dengan gelisah,
"Bersabarlah sedikit saudara Siau-lam, kau keracunan hebat. Jika semua bibit racun itu tidak
sekalian dibersihkan, banyaklah kesulitan yang akan kau hadapi dikemudian hari"
321 Yu Siau-lam membelalakkan sepasang matanya lebar-lebar, kemudian sambil
menggigit bibir menahan sakit sahutnya agak terbata-bata, "Oooh.... Ruurupanya saudara In-liong,
konon kau kau ditangkap oleh Kiu-im kaucu. Aku.... Aku...."
"Kejadian yang sesungguhnya akan kuceritakan nanti saja" tukas Hoa In-liong
dengan cepat, "Yang paling penting sekarang adalah membersihkan sisa racun dari dalam tubuhmu.
Jika saudara Siau-lam masih sanggup untuk menyalurkan tenaga dalam, cepatlah atur
pernafasan dan bantu untuk mendesak keluar sisa hawa racun yang masih mengeram dalam
tubuhmu, siaute akan membantu dari depan"
Tidak menunggu sampai Yu Siau-lam memberikan jawaban, hawa murni lantas
disalurkan keluar. Dalam waktu singkat segulung aliran hawa murni yang panas sekali menyusup
kedalam tubuh Yu Siau-lam melalui jalan darah Pek-hwi-hiat diatas ubun-ubun.
Yu Siau-lam menggerakkan bibirnya seperti hendak mengucapkan sesuatu, tapi
ketika dilihatnya Hoa In-liong telah menyalurkan hawa murninya dengan serius, maka sesudah agak
sangsi sejenak, akhirnya diapun membungkam, mata dipejamkan dan hawa murnipun
dikerahkan untuk bantu mengusir racun dalam tubuhnya.
Si-tosu setengah baya sendiri mengamati kedua orang pemuda dihadapannya dengan
wajah penuh rasa kagum. Sebentar ia menengok Hoa In-liong yang sedang menyalurkan
tenaga dalamnya, sebentar lagi ia berpaling kearah Yu Siau-lam yang sedang bersemedi,
entah ia sedang merasa berterima kasih lantaran pemberian obat mujarab dari Hoa In-liong
ataukah dia kagum karena dengan usianya yang begitu masih muda, ternyata memiliki tenaga
dalam yang amat sempurna. Selang sesaat kemudian, kekuatan maupun paras muka Yu Siau-lam telah jauh
membaik. Warna wajahpun kian lama kian bertambah semu merah, sedang air arak dalam gentong yang
dipakai untuk mererdam diri, saat itu warnanya sudah berubah jadi bitam pekat. Dari sini
dapat diketahui betapa lihaynya racun yang mengeram ditubuh Yu Siau-lam.
Tak lama kemudian, semua sisa racun yang ma sih berada dalam tubuh Yu Siau-lam
telah luntur tak berbekas. Mereka berdua serentak menghentikan semedinya. Yu Siau-lam
sendiripun melancar keluar dari dalam arak.
"Saudara Siau-lam!" ujar Hoa In-liong kemudian sambil tertawa nyaring, "Kita
adalah sesama saudara, aku rasa omong kosong sama sekali tak ada gunanya. Tapi kalau toh ingin
omong kosong, maka aku harus berterima kasih lebih dulu kepadamu, sebab lantaran aku
kau telah lakukan perjalanan jauh hingga mengakibatkan keracunan hebat"
Yu Siau-lam memang ada maksud menyampaikan rasa terima kasihnya, tertegunlah
sianak muda itu sehabis mendengar ucapan tersebut, tapi menyusul kemudian ia terbahak-bahak,
"Haa.... haa.... ha.... Bagus.... Bagus! Bagus! Jadi kalau bagitu, perasaanmu memang jauh lebih
tajam lalu dibandingkan dengan perasaanku!"
Hoa In-liong tersenyum. "Kalau toh saudara Siau-lam menyetujui, maka harap
engkau keringkan badan dan mengenakan pakaian lebih dahulu!"
Yu Siau-lam tundukkan kepalanya, kontan merah padam selembar wajahnya, cepat-
cepa ia bersihkan badan dengan air bersih, lalu mengeringkan badan dan mengenakan
pakaian. 322 Walaupun dalam ruangan bawah tanah cuma ada tiga orang pria belaka, toh
bertelanjang bulat adalah suatu pemandangan yang kurang sopan. Karenanya meski ia sudah kenakan
pakaian, warna merah diwajahnya belum juga luntur.
Untuk menghilangkan rasa malunya, Yu Siau-lam berpaling kearah toiu setengah
baya itu sambil berkata, "Tootiang ini adalah...."
Cepat tosu setengah baya itu memberi hormat, "Pinto Bu-jian, koancu dari kuil
ini." sahutnya. "Hoa In-liong yang berada disampingnya cepat menyambung, "Tempat ini adalah
ruang bawah tanah dari kuil Cing-siu-koan. Tahukah saudara Siau-lam" Di kala nyawamu berada
diujung tanduk lantaran racun jahat yang mengeram dalam tubuhmu mulai kambuh, Bu jian
tootiang lah yang sudah menyelamatkan dirimu?"
Mendengar ucapan tersebut, buru-buru Yu Siau lam menjura kearah Bu-jian
tootiang.v"Oooh.... rupanya tootiang adalah Cing-siu koancu!" katanya, "aku yang muda Yu Siau-lam
mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan serta pertolongan yang telah koancu berikan"
"Keliru.... Keliru.... Yu kongcu harus mengetahui dulu duduk persoalan yang
sebenarnya" Tukas Bu jian tootiang seraya goyangkan tangannya berulang
kali, "Pinto hanya melaksanakan permintaan dari nona Wan Hong-giok untuk
menyembunyikan kongcu disini, kemudian secara kebetulan kujumpai pula Hoa kongcu. Bila
berbicara soal budi dan kebaikan. Oh.... Pinto tidak berani menerima penghargaan tersebut!"
Hoa In-liong tertawa, ia menyambung dari samping, "Tootiang, engkau terlalu
merendahkan diri. Sekalipun hanya menyembunyikan saudara Siau-lam, tapi bila perbuatanmu tidak kau
lakukan dengan berhati-hati, bisa jadi akan mendatangkan bencana yang mengakibatkan
kematianmu. Bayangkan saja, bttapa besarnya pahala yang telah kau berikan kepadanya" Cuma,
aku rasa soal

Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

budi dan kebaikan cuma hiasan bibir yang hanya dibicarakan saja. Marilah, kita
bercakap-cakap di luar saja" Bu-jian tootiang tidak dapat berbicara lagi, sedang Yu Siau-lam dengan pelbagai
pertanyaan yang memusingkan kepalanya menurut saja atas perkataan sobatnya. Merekapun
menuju ke ruang depan. Setelah mereka bertiga tiba diluar, Yu Siau-lam dengan tidak sabaran lagi segera
menanyakan kisah tertangkapnya Hoa In-liong oleh Kiu-im- kaucu serta bagaimana caranya
hingga dia tahu kalau dirinya sudah kena ditangkap oleh Hong Seng beserta komplotannya"
Hoa In-liong pun menerangkan satu demi satu hingga akhirnya ia berhasil
menyelamatkan jiwanya, Selesai bercerita, pemuda itu menambahkan, "Saudara Siau-lam, apakah racun yang
bersarang ditubuhmu adalah akibat dari gigitan makhluk beracun yang dipelihara dalam hiolo
darahku?" Yu Siau-lam segera mengangguk. "Yaa benar!" Sahutnya dengan murung bercampur
marah, "Dalam hiolo darah itu, mereka pelihara berpuluh-puluh jenis makhluk beracun
yang rata-rata merupakan makhluk paling berbahaya didunia ini. Setiap satu jam sekali mereka
gunakan makhluk beracun yang berbeda untuk menyiksa aku dan melukai dadaku. Mereka paksa
aku untuk memberi tahukan jejak yang berhubungan dengan kau. Sebetulnya idee jahat
ini diusulkan 323 oleh si nona baju merah. Sungguh tak kusangka rupanya ia adalah seorang nona
yang punya maksud tertentu, akhirnya dia juga yang telah selamatkan selembar jiwaku"
Tiba-tiba Hoa In-liong bangkit berdiri. "Harap kalian berdua duduk sejenak
disini akan kumusnahkan lebih dulu hiolo darah yang jahat itu!" serunya.
Mula-mula Yu Siau-lam agak tertegun menyusul kemudian cegahnya sambil goyangkan
tangannya berulang kali. "Eeeheehnanti dulu!, nanti dulu! Jangan terburu napsu!
Setelah gagal menyandaki dirimu, aku pikir Hong Seng pasti sudah balik ke
ruangannya. Dari pembicaraan yang berhasil siau-te sadap selama ini, dapat kuketahui bahwa mereka
miliki serangkaian ilmu Hiat-teng-toh-han-tay-hoat (ilmu hiolo darah pembetot sukma)
yang luar biasa lihaynya. Sebelum mengambil sesuatu tindakan lebih baik kita rundingkan dulu
semasakmasaknya" "Aku rasa tak perlu dirunding lagi!" tolak Hoa In-liong dengan wajah yang
membara, "Dari sebutan ilmu Hiat-teng-toh-hun-tay-hoat mereka itu, dapat kuketahui bahwa
kepandaian itu lebih mengandalkan keampuhan dari makhluk-makhluk beracun yang dipelihara dalam hiolo
berdarah daripada mengandalkan kekuatan sendiri. Bila hiolo darah itu berhasil
kupunahkan, niscaya merekapun tak mampu mencelakai orang lain lagi "
"Eeeh.... Nanti dulu!" kembali Yu Siau-lam mencegah, "Bukankah tadi kau katakan
bahwa nona baju merah itu telah memberi segumpal kertas untukmu" Kenapa tidak kau baca dulu
isi suratnya sebelum mengambil keputusan lebih jauh?"
Setelah diingatkan kembali, Hoa In-liong baru teringat kalau surat yang
dilemparkan Wan Honggiok kepadanya belum diperiksa. Cepat kertas itu dirogoh
keluar dari sakunya dan diperiksa isi
surat tersebut. Maka terbacalah surat itu berbunyi demikian, "Ditujukan buat Hoa Kongcu In-liong
yang terhom at, Sejak berpisah di kota Lok-yang, nasib tak mujur telah menimpa diriku. Tak
kusadari diriku telah berjumpa dengan orang-orang dari Mo-kauw. Waktu itu lantaran aku dengar
dalam pembicaraan mereka bermaksud tidak baik terhadap kongcu, naaka sepanjang jalan
kuikuti jejak mereka. Aku ingin tahu apa yang hendak mereka lakukan.
Ai, memang nasib lagi buruk, ternyata karena tindak tandukku yang amat gegabah
ini telah diketahui oleh kawanan bajingan itu, akhirnya aku kena ditangkap dan diperkosa
oleh Siau Khigi. Tubuhku telah tak suci lagi, aku sudah ternoda ditangan orang. Selama hidupku
kini tak punya muka lagi untuk bertemu dengan kongcu"
Membaca sampai disini, Hoa In-liong tak dapat menahan rasa terkejutnya lagi, ia
berseru tertahan, "Apa" Ia dinodai orang?"
Haruslah diketahui, walaupun Hoa In-liong itu romantis dan suka bermain
perempuan, tapi dia adalah seorang lelaki yang menitik beratkan pada kesetiaan.
Lantaran menyelidiki rencana busuk Hong Seng sekalian yang hendak mencelakai
jiwanya, Wan Hong-giok telah diperkosa orang. Bagaimanapun juga peristiwa itu baru terjadi
karena persoalannya, maka tak aneh kalau ia menjerit tertahan saking kaget dan
terkesiapnya. Yu Siau-lam sendiri juga kaget ketika mendengar seruan kaget itu. Sambil
melompat bangun segera teriaknya. "Siapa yang ternoda?"
324 Sesudah ditegur orang, Hoa In-liong baru menyadari kesilafannya, cepat surat itu
diangsurkan kepada Yu Siau-lam. "Nona baju merah itulah yang kumaksudkan" Sahutnya kemudian,
"Ia sudah dinodai deh Siau Khi-gi, laki-laki berdandan sastrawan itu!"
"Apakah kau tahu dari isi surat itu?"tanya Yu Siau-lam tercengang, "Mari kita
membacanya bersama-sama!" Surat itu tidak diterimanya, tapi ia maju kemuka dan berdiri bersanding
disamping Hoa In-liong. Bu-jian tosu ikut maju pula, merekapun membaca bersama isi surat selanjutnya,
"Setelah ternoda, sebenarnya aku ingin menghabisi nyawa sendiri. Tapi mengingat rencana
busuk mereka menyangkut keselamatan umat persilatan yang ada didunia ini dan lagi
membayangkan pula kelangsungan hidup dari keluarga ayahmu, maka dengan menahan derita dan siksaan
kulanjutkan hidupku yang terhina ini.
Kuikuti terus kemanapun mereka pergi. Aku ingin menyelidiki rencana busuk mereka
lebih jauh serta berharap dapat bertemu sekali lagi dengan diri kongcu.
Tapiyaa, aku tak tahu dimanakah kongcu berada pada saat ini. Maka dalam keadaan
terpaksa, aku hanya bisa menganjurkan kepada Hong
Seng si iblis itu agar menggunakan siksaan paling keji untuk menyiksa sahabatmu
" Membaca sampai disini, Yu Siau lam lantas menjadi paham aku duduk persoalan yang
sebenarnya, ia lantas berpikir, "Ternyata ia memang bermaksud tertentu dengan
perbuatannya, aku tak boleh menyalahkan dia kalau begitu"
Maka diapun melanjutkan membaca isi surat itu, "Tetapi, aku yang rendah telah
memberi obat pemunah untuk sahabatmu itu, musti tidak lengkap obat pemunahnya, namun aku
rasa cukup untuk mempertahankan jiwanya.
Setelah membaca surat ini, harap kongcu segera mencari Bu-jian kongcu, dia dapat
menghantar dirimu untuk bertemu dengan sahabatmu"
Dibawahnya tak ada tanda tangan melainkan terdapat lagi sebaris tulisan yang
lembut, kecil dan rapat, tulisan itu berbunyi demikian, "Surat ini kubuat dengan tergesa-gesa.
Banyak lagi persoalan yang tak dapat kubicarakan disini. Tiga hari kemudian pada kentongan
ketiga tengah malam akan kunantikan kedatangan kongcu dipuncak bukit Yan-san. Selain akan
kuserahkan sisa obat penawar yang tak sempat kuberikan, akan kuterangkan juga segala sesuatu
yang kuketahui. Semoga kongcu bisa datang tepat pada waktunya, jangan lupa! Jangan
lupa.'" Surat itu ditulis secara tergesa-gesa, terutama sekali kata-kata terakhir yang
berupa tulisan "jangan lupa" itu, bisa diketahui betapa gelisahnya Wan Hong-giok waktu itu.
Selesai membaca isi surat tersebut, pertama-tama Bu-jian tootiang yang menghela
napas lebih dulu, katanya, "Begitu dalam perasaan cinta nona Wan, begitu pedih perasaan
hatinya, mungkin sukar ditemukan keduanya didunia ini"
Betapa tidak" Setelah ternoda ia rela mengikuti musuhnya, setelah tahu bakal
celaka ia mengikuti terus kemana musuhnya pergi.
325 Bahkan walaupun dia tahu bahwa Yu Siau-lam adalah sahabatnya Hoa In-liong, ia
rela dirinya dimaki kejam dan telengas asal jejak Hoa In-liong dapat diketahuinya. Dan ia
melakukan kesemuanya itu hanya berharap bisa bertemu dengan Hoa In-liong dan menyampaikan
semua rahasia yang diketahuinya kepada kekasih hatinya itu.
Dari sini dapat diketahui betapa dalamnya rasa cinta Wan Hong-giok terhadap
sianak muda itu, terbukti dari isi suratnya yang begitu memilukan hati.
Untuk sesaat lamanya Hoa In-liong hanya berdiri termangu-mangu seperti orang
bodoh hatinya betul-betul terharu dan sedih.
Yu Siau-lam sendiri gelengkan kepalanya berulang kali, katanya dengan hati yang
sedih, "Nona Wan terlalu polos pikirannya. Coba pandangannya tidak secupat itu, tentu lain
pula keadaannya" Ditepuknya bahu Hoa In-liong dengan lembut, kemudian menambahkan, "Saudara In-
liong aku lihat nona Wan ada maksud untuk menghabisi nyawa sendiri. Tiga hari kemudian
siau-te akan temani dirimu pergi ke bukit Yan-san. Akan kunasehati dengan sungguh-sungguh ia
ternoda bukan karena kesilafan sendiri melainkan karena dipaksa orang lain. Rasanya ia
tak usah malu terhadap nenek moyangnya, menyesali diri sendiri itu tak ada gunanya"
"Ternoda menahan derita, ternoda menahan derita
" Gumam Hoa In-liong dengan wajah aneh.
Tiba-tiba ia putar badan dan lari menuju ke pintu luar.
Cepat Yu Siau-lam ikut bangkit dan menyusul dari belakangnya. "Saudara In-liong,
mau kemana kau?" teriaknya keras.
"Akan kujagal Siau Khi-gi bangsat terkutuk itu" Sahut Hoa In-liong sambil lari
terus ke muka, "Akan kubalaskan dendam sakit hati dari nona Wan!"
"Jangan ngaco belo!"' bentak Yu Siau-lam dengan gelisah, "Kalau toh seorang
perempuan sudah ternoda, sudah semestinya kalau ia tidak menikah lagi dengan pria lain, karena
tidak kau tanyakan dulu pendapat dari nona Wan" Mana boleh kau lakukan tindakan yang
ngawur hanya menuruti nafsu sendiri?"
Teguran itu ibaratnya guyuran air dingin sebaskom yang menimpa kepalanya, untuk
sesaat Hoa In-liong jadi tertegun dibuatnya, langkah kakinya ikut menjadi lambat.
Yu Siau-lam melompat kemuka dan menghadang dihadapannya, katanya lebih jauh
dengan lembutt, "Saudara In-liong, aku lebih tua beberapa tahun dari padamu, maukah
engkau menuruti perkataan ku?" Hoa In-liong bukannya seseorang yang tak tahu diri, Ia sendiripun merasa bahwa
tindakan seperti itu tidak pantas dilakukan oleh seorang jago seperti dia, maka diapun
tertawa menyesal. "Aaaai.... Siau-te memang sedikit terburu nafsu dan terlalu menuruti emosi"
Ujarnya kemudian sambil menghela napas panjang, "Menyesal tindakanku tadi telah mencemaskan
saudara Siaulam.... Yaa, jika engkau ada nasehat, katakaalah keluar, siau-te akan mendengarkan
dengan seksama!" "Tak usah kau bicarakan tentang kata-kata sopan" tukas Yu Siau-lam dengan
tenang. Digenggamnya tangan pemuda itu erat-erat, "Aku hanya berharap agar kau suka
berpikir lebih 326 cermat lagi. Tahukah kau kenapa nona Wan menahan segala penderitaan dan
penghinaannya setelah mengalami perkosaan?"
Hoa In-liong termenung sebentar sebelum menjawab, "Terus terang kukatakan, nona
Wan merasa tertarik dan jatuh hati kepadaku. Dalam pandangannya yang pertama, ia
bersedia menanggung semua derita dan penghinaa, tak lain karena soal cinta. Ia
menguatirkan keselamatan siaute, takut siaute tak tahu keadaan yang sebenarnya dan kena
digarap orangorang Mo-kauw"
Yu Siau-lam mengangguk beberapa kali. "Nah, itulah dia. Jika pihak Mo-kauw tidak
memiliki suatu tindakan yang sangat lihay. Tidak merencanakan suatu rencana busuk yang
besar dan berbahaya, apa gunanya nona Wan bersikap seserius itu" Buat apa bersikeras ingin
berjumpa muka denganmu dan ingin menyampaikan sendiri semua persoalannya kepadamu" Lebih-
lebih lagi sikapnya yang menggunakan setiap kesempatan yang ada untuk berkomunikasi
denganmu, contohnya ia menyampaikan gumpalan surat tersebut ke padamu?"
Pelan-pelan Hoa In-liong mengangguk. "Lalu bagaimana menurut pendapatmu?"
tanyanya kemudian. "Siau-te sih tidak mempunyai pendapat lain. Aku cuma merasa bahwa persoalan ini
tak boleh

Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dihadapi secara gegabah. Apalagi didalam suratnya nona Wan telah peringatkan
bahwa persoalan ini menyangkut keselamatan umat persilatan, dan keselamatan hidup dari
ayahmu sekeluarga, "Aku pikir jika Hong Seng dan komplotannya tidak memiliki suatu
kekuatan yang bisa diandalkan, belum tentu nona Wan bersedia mempercayai ucapan mereka dengan
begitu saja, bila sekarang kau ambil tindakan secara gegabah. Kalau sampai menemui
marabahaya, betapa menyesalnya kau dan lagi bukankah tindakanmu itu akan menyia-nyiakan jerih payah
serta pengorbanan nona Wan selama ini?"
Keadaan Hoa In-liong pada saat ini benar-benar sudah menjadi tenang, sebagai
seorang pemuda yang berotak cerdas, setelah mengalami pemikiran yang lebih mendalam, dapat
disadari olehnya dimana letak kelihayan dari persoalan itu, masalah semacam ini memang benar-
benar tak boleh ditanggapi secara gegabah,
"Aaai.... Agaknya kita baru bisa menyusun rencana lagi sehabis berjumpa dengan
nona Wan" keluhnya kemudian sambil menghela napas panjang.
"Itu sih tidak perlu" seru Yu Siau-lam lagi, "Atau paling sedikit, rencana busuk
pihak Mo-kauw sedikit banyak sudah kita ketahui lebih duhulu"
"Tentang soal ini, siau-te sendiripun sudah memikirkannya. Apalagi ketika
diadakan penggalian harta karun dibukit Kiu-ci-san, justru Mo-kauw kaucu Tang Kwik-siu menderita
kekalahan total ditangan ayahku. Waktu itu dia pernah sesumbar demikian: Barang pusaka milik
Seng sut-pay untuk sementara waktu dititipkan kepada ayahku. Sepuluh tahun atau seratus tahun
kemudian bila dari Seng-sut-pay muncul orang yang berbakat, barang pusaka itu pasti akan
diminta kembali. Dan kini urusan telah menyangkut keluargaku, ini berarti mereka pasti
sudah merasa bahwa saatnya membalas dendam telah tiba. Tang-kwik kaucu pasti menganggap
kekuatannya sudah mampu untuk melawan ayahku, maka kedatangannya ketimur kali ini bukan saja
untuk menuntut kembali barang pusakanya, tentu diapun akan membalas pula sakit atas
kekalahan yang pernah dideritanya dahulu"
Yu Siau-lam mangut-mangut. "Yaa.... Yaa....
lebih tak boleh menempuh bahaya."
Aku rasa tentu begitu. Karenanya kau lebih-
327 Hoa In-liong tersenyum, selanya, "Aku tak takut menempuh bahaya, cuma aku merasa
tak ada keperluannya untuk menempuh bahaya"
"Kalau kau sudah paham, itu lebih baik lagi" Yu Siau-lam ikut tertawa pula,
"Mari kita bercokol beberapa waktu lagi disini. Jika Hong Seng tidak berhasil temukan jejakmu, dia
pasti akan pergi tinggalkan tempat ini"
Bu-jian tootiang yang selama ini hanya membungkam terus disamping, tiba-tiba
menyela, "Pinto rasa cara ini memang paling tepat. Biar pinto yang ke atas untuk melihat
keadaan, sekalian akan ku bawakan pula sedikit makanan untuk kongcu berdua"
"Terima masih atas perhatian koancu!" seru Yu Siau-lam sambil berpaling dan
tertawa. Cepat Bu-jian tootiang goyangkan tangannya kali. "Aaah.... Tidak terhitung
seberapa.... Tidak terhitung seberapa....kalian tak usah sungkan-sungkan!"
Walaupun diluaran dia berkata begini, ternyata kakinya sama sekali tidak
beranjak dari tempat semula. Menyaksikan kesemuanya itu Hoa In-liong lantas mengerti maksud orang, cepat ia
meroboh ke dalam sakunya dan mengangsurkan sebuah botol porselen ke tangannya seraya
berkata, "Isi botol porselen ini adalah pil cing-hiat wan. Siapa saja yang keracunan tentu
akan sembuh kembali bila menelan satu butir saja. Bawalah pergi botol ini tootiang!"
Setelah menerima botol porselen itu, Bu-jian tootiang segera memberi hormat.
"Terima kasih atas pemberian Hoa kongcu"
"Waaah....waaah.... tadi kan sudah bilang, tak usah pakai segala macam adat dan
sanjungan yang kosong" Tukas Hoa In-liong sambil tersenyum, "Silahkan tootiang berlalu,
minumkan mereka dengan air putih"
Bu-jian tootiang ikut tertawa terbahak-bahak. "Haa.... ha.... ha.... Hoa kong cu
memang pandai sekali bergurau" Ia ingin mengucapkan terima kasih lagi, tapi ketika teringat sesuatu kata-kata
selanjutnya lantas ditelan kembali ke dalam perutnya. Selesai memberi hormat diapun berlalu dari
situ. Yu Siau-lam dan Hoa In-liong saling berpandangan sekejap. Menanti bayangan
punggung dari Bu jian tootiang sudah lenyap dari pandangan, mereka baru putar badan dan masuk
kembali ke dalam. Siapa tahu ketika mereka berdua hampir masuk ke pintu utama, tiba-tiba
didengarnya Bu-jian tootiang sedang menjerit-jerit seperti orang kalap, "Kebakaran....! Kebakaran....!"
Jeritan itu bernada kaget, ngeri dan memilukan hati. Tanpa tanpa terasa Yu Siau-
lam dan Hoa In-liong berdiri berpandangan dengan hati terkesiap
Salang sesaat kemudian, terdengar Bu-jian tootiang berteriak teriak lagi,
"Kalian.... Kalian....
Betul-betul amat kejam!"
Ucapan tersebut diulangi sampai beberapa kali. Dari sini dapatlah diketahui
bahwa dalam kuil Cing-siu-koan telah terjadi perubahan besar yang sama sekali diluar dugaan.
328 Hoa In-liong merasakan jantungnya berdebar keras, cepat serunya dengan hati
cemas, "Ayoh jalan! Kita lihat apa yang telah terjadi"
Tidak menanti jawaban dari rekannya lagi, ia putar badan dan lari keluar,
kemudian berkelebat menuju ke pintu masuk ruang bawah tanah.
Yu Siau-lam ikut memburu dari belakapg, selang sejenak kemudian mereka sudah
berada diluar ruang rahasia tersebut. Apa yang terlihat"
Ternyata kuil Cing-siu koan telah berubah menjadi puing puing yang berserakan.
Hanya dalam beberapa jam yang amat singkat, kuil Cing-siu-koan yang begitu mewah
tinggal puing-puing yang berserakan dimana-mana. Amukan jago merah masih tampak disana
sini. Ruang tengah yang megah juga masih berada di tengah kobaran api. Jilatan api
yang menyala disana-sini mendidihkan pula darah dalam tubuh Yu Siau-lam serta Hoa In-liong.
Mereka rasakan kemarahan yang memuncak sampai ke ubun-ubun.
Sesosok bayangan manusia berlarian tiada hentinya diantara jilatan api sambil
menjerit-jerit seperti orang kalap. Bayangan itu bukan lain tubuh dari Cing-siu koancu.
Jilid 17 MENYAKSIKAN kemusnahan yang melanda kuil Cing-siu-koan, Bu-jian totiang sebagai
koancu dari kuil tersebut merasa kehilangan ketenangannya sebagai seorang yang
beribadah. Tingkah polahnya saat itu lebih mirip perbuatan dari orang gila.
Sambil menggertak gigi menahan geramnya, Hoa In-liong berdiri tertegun beberapa
saat lamanya disana. Tiba-tiba ia ulapkan tangannya seraya berseru, "Ayoh jalan! Kita
suruh Bu-jian totiang tenang lebih dulu sebelum berunding lebih jauh"
Mereka berdua berjalan diantara atap dan bata yang hangus, melewati tiang-tiang
kayu yang masih membara dilantai. Disana sini terlihatlah mayat-mayat yang telah hangus
menjadi arang. Ada diantara mayat itu yang berada dalam posisi memeluk tiang, melompat jendela,
ada yang terkapar ditanah, ada yang bergaya ingin kabur, ada pula yang tertindih dibawah
reruntuhan hingga cuma kelihatan kepalanya atau sepasang kakinya belaka.
Tak dapat disangsikan lagi bahwa seluruh penghuni kuil Cing-siu-koan telah
dibantai secara keji. Pemandangan semacam ini bukan saja menggetarkan perasaan, bahkan membuat orang
merasa tak tega. Mendekati ruangan tengah, Hoa In-liong segera berteriak keras-keras,
"Tootiang....! Tootiang....!
Kau jangan lari kesana kemari seperti orang hilang ingatan. Yang penting adalah
tenangkan hatimu untuk menghadapi masalah yang jauh lebih penting...."
Ketika mendengar seruannya itu, bukannya berhenti, Bu-jian tootiang justru
menerkam datang seperti harimau kelaparan. "Bajingan keparat!" teriaknya setengah menjerit, "Apa
kesalahan toyamu sehingga kau bertindak begitu kejam?"
329 Telapak tangannya segera dilontarkan ke muka segulung angin pukulan hawa panas
yang amat dahsyat segera menyergap datang.
Hoa In-liong miringkan badannya kesamping. Begitu angin serangan berhasil
dihindari, lengan kanannya segera bergerak maju ke depan, kali ini ia mengancam pergelangan tangan
imam tersebut. "Tenangkan hatimu!" sekali lagi dia membentak, "Kesedihan yang kelewat batas tak
mungkin bisa mengatasi persoalan...."
Siapa tahu, sebelum ia menyelesaikan kata-katanya, terasalah Bu-jian tootiang
menggetarkan lengannya keras-keras sehingga tergetar lepas dari cengkeramannya, menyusul
kemudian telapak tangan kanannya melancarkan bacokan kembali ke depan membabat bahunya.
"Kembalikan nyawa muridku!" Jeritnya lengking.
Dahsyat sekali angin serangan yang ia lancarkan ini bahkan kecepatannya bagaikan
sambaran kilat. Menghadapi ancaman seperti ini Hoa In-liong jadi kaget. Cepat ia menutul
permukaan tanah dan mengigos delapan depa kesamping.
Kebetulan Yu Siau-lam yang berada dibelakang menyusul kedepan. Begitu serangan
dari Bu-jian tootiang mengena disasaran yang kosong, tiba-tiba ia alihkan terkamannya kearah
pemuda itu, bahkan melepaskan sebuah bacokan dengan penuh tenaga.
"Bajingan, mau kabur kemana kau?" bentaknya, "Rasakan dulu sebuah pukulan dari
toyamu!" Pukulan demi pukulan dilancarkan secara berantai. Dari caranya melancarkan
serangan dapat diketahui bahwa ia sudah nekad dan ingin beradu jiwa. Dari sini dapat dibuktikan
pula bahwa kesadaran otaknya sudah mulai luntur, ia tak dapat membedakan lagi mana kawan
dan mana lawan. Sementara itu Hoa In-liong berdiri tegap delapan depa diluar gelanggang
pertarungan. Ia awasi jalannya pertarungan dengan seksama.
Tampaklah seluruh rambut dan janggut Bu-jian tootiang berdiri kaku seperti
landak. Matanya melotot besar dan berwarna merah membara. Waktu itu tosu tersebut sedang
mengawasi gerakan tubuh Yu Siau-lan lekat-lekat. Jeritan demi jeritan berkumandang tiada
hentinya sementara telapak tangannya diobat-abitkan kesana kemari.
Anehnya, semua serangan yang ia lancarkan beraturan sekali dan menurut aturan
yang ada. Sedikitpun tidak mirip orang yang kehilangan kesadaran.
Mula-mula ia merasa agak curiga, tapi setelah diperhatikan lebih jauh, akhirnya
ia berhasil temukan keadaan yang sebenarnya.
Ternyata Bu-jian tootiang juga merupakan seorang jago yang berilmu tinggi,
bahkan kungfunya terhitung luar biasa. Bila ditinjau sepintas lalu maka dapat diketahui bahwa
tenaga dalamnya diatas kemampuan Yu Siau-lam, kemampuannya sudah terhitung kelas satu.
330 Mengapa selama ini Bu-jian tootiang menyimpan ilmu silatnya rapat- rapat" Hoa
In-liong tidak punya waktu untuk berpikir lebih jauh. Apa yang dipikirkannya sekarang adalah
bagaimana caranya untuk mengenangkan pikiran si koancu yang makin sinting ini.
Karenanya sesudah termenung sejenak, iapun berseru dengan lantang, "Perhatikan
baik-baik saudara Siau-lam, tenaga dalam yang dimiliki Bu-jian tootiang sangat tinggi.
Tapi ia sudah dibuat sinting karena kobaran hawa amarahnya mencapai otak. Nah, sekarang harap
tenangkan pikiranmu, siau-te akan menyergap dari belakang, mari kita bekuk dulu tootiang
ini sebelum berbicara lebih jauh"
Sebenarnya dengan tenaga gabungan Yu Siau-lam dan Hoa In-liong, bukan suatu
perbuatan yang sulit bagi mereka untuk menaklukkan Bu-jian tootiang. Sulitnya justru
mereka harus menyerang tanpa melukai korbannya apalagi Bu-jian tootiang sudah mendekati
sinting. Ia hanya tahu beradu jiwa dan tak mengenal berkelit. Bila salah turun tangan hingga
mengakibatkan halhal yang tak diinginkan, bukankah hal ini akan merupakan suatu


Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

penyesalan sepanjang jaman"
Waktu itu, Yu Siau-lam sedang berada dalam kurungan angin serangan yang
menggulung-gulung bagaikan amukan hujan badai. Sementara ia makin keteter dan merasakan betapa
beratnya daya tekanan yang dilancarkan Bu-jian tootiang, maka begitu mendengar seruan dari Hoa
In-liong, anak muda itupun lantas sadar akan apa yang telah terjadi.
Dengan cepat taktik pertarungannya dirubah. Sekarang ia mulai bertempur dengan
sikap yang berhati-hati. Setiap menghadapi serangan dipatahkan dengan serangan. Menghadapi
sergapan dibalas dengan sergapan. Seluruh perhatiannya dipusatkan pada gerakan ilmu silat
dari Bu-jian tootiang sedapat mungkin ia hindari pertarungan keras lawan keras dan sistim
yang dianut adalah pertarungan ala gerilya.
Betul juga keadaan Bu-jian tootiang ibaratnya orang gila. Sekalipun Hoa In-liong
berbicara keras namun ia sama sekali tidak mendengarnya. Imam tersebut masih juga menyerang Yu
Siau-lam dengan garangnya diiringi teriakan-teriakan kalap.
Setajam sembilu sorot mata Hoa In-liong, diam-diam ia menyusup kebelakang imam
itu. Kemudian begitu kesempatan baik telah tiba, jari tangannya lantas disentil
kemuka. Seketika itu juga tiga buah jalan darah penting dibelakang punggung Bu-jian
tootiang kena di totok, tanpa mengeluh toosu itu terkapar ditanah dan tak mampu berkutik lagi.
Yu Siau-lam yang ada dihadapannya segara maju menyambut badannya, kemudian
sambil menghembuskan nafas panjang keluhnya, "Aaai....Sungguh tak kusangka kalau totiang
ini juga seorang jago lihay dari dunia persilatan. Seandainya ia tidak sinting dan
kesadarannya tersumbat, jelas siaute bukan tandingannya"
"Bukan waktunya bagi kita untuk membicarakan masalah tersebut pada saat ini.
Ayoh kita geledah sekitar reruntuhan kuil ini. Coba lihat apakah masih ada yang hidup
diantara para korban yang tergeletak disini....!"
Yu Siau-lam menengadah dan memandang sekejap sekeliling tempat itu, kemudian
sahutnya, "Aku rasa tak usah diperiksa lagi. Percuma, sekalipun diperiksa juga tak ada
gunanya. Buat apa kita buang tenaga dengan percuma" Coba lihatlah reruntuhan disini, paling
sedikit api sudah berkobar selama satu jam lebih. Bila ada yang belum mampus, seharusnya suara
rintihan mereka sudah kedengaran semenjak tadi"
331 Hoa In-liong berpikir sejenak, ia merasa perkataan itu ada benarnya juga. Tapi
ketika sinar matanya memandang mayat-mayat yang tergeletak bagaikan arang dan mencium bau
sangit yang menusuk penciuman, dendam juga perasaannya, dengan gemas ia berseru, "Orang
yang melepaskan api untuk membakar kuil ini betul-betul jahat dan buas!. Jika sampai
kutemukan lagi dikemudian hari, Hoa loji pasti akan menjatuhkan hukuman yang paling keji
kepadanya" "Lebih baik dilalap juga dengan api, biar dia rasakan bagaimana rasanya kalau
badan terbakar oleh api. Tapi siapakah yang melepaskan api dan membakar kuil ini?" tanya Yu
Siau-lam raguragu. "Huuuh.... Siapa lagi" Tentu saja perbuatan dari Hong Seng" Teriak Hoa In-liong
dengan gemas, "Karena gagal menyusul diriku, dia jadi kalap dan dalam kalapnya timbullah niat
jahatnya untuk membantai seluruh anggota imam yang tinggal dikuil Cing-siu-koan ini, kemudian
melepaskan api membakar kuil ini untuk melampiaskan rasa gemasnya. Hmm.... Manusia berhati
serigala macam begini betul-betul manusia yang tak berperi kemanusiaan buat apa manusia macam
begitu dibiarkan hidup didunia?"
Yu Siaulam manggut-manggut berulang kali "Yaa, masih mendingan kalau mereka
adalah suku asing! Yang paling menggemaskan justru Siau Khi-gi yang membuat kaum penjahat
asing melakukan kekejaman serta kejahatan. Manusia macam begini bukan saja telah
melupakan nenek moyang sendiri, bahkan dia telah bertekuk lutut kepada suku asing. Dalam
benaknya penah berisi akal-akal jahat untuk mencelakai bangsanya sendiri. Bila dugaanku
tak keliru, pasti dialah yang mengeluarkan ide tentang pembakaran terhadap kuil ini"
"Yaa, kemungkinan besar ucapanmu benar" Hoa In-liong mengangguk, "Karena itu
lain waktu kita musti lakukan penyelidikan yang seksama, jika terbukti memang dia yang
ajukan usul tersebut, bangsat itu harus kita tangkap lalu kita cincang dengan keji"
"Yaa, manusia macam begitu memang pantas dicincang jadi berkeping-keping" Yu
Siau-lam membenarkan. Ia memandang sekejap keadaan Bu-jian tootiang, kemudian sambil menengadah
ujarnya lagi, "Bagaimana dengan koancu ini" Bagaimana kalau kita bebaskan dulu jalan
darahnya?". Hoa In-liong memandang sekejap sekeliling tempat itu, lalu berkata pula, "Tempat
ini letaknya sangat dekat dengan kota. Aku rasa kebakaran yang barusan terjadi tentu sudah
diketahui pula oleh penguasa setempat. Daripada mencari kesulitan yang tak berguna, lebih baik
kita tinggalkan dulu tempat ini" "Benar!" Yu Siau-lam mengangguk, "Kita memang harus pergi dulu dari sini!"
Setelah mengambil keputusan, ia lantas membopong Bu-jian koancu dan berjalan
lebih dulu menuju ke tenggara. Setelah berjalan beberapa saat lamanya, Hoa In-liong berkata lagi, "Jalanan ini
adalah jalan yang siau-te tempuh sewaktu datang kemari. Apakah kita akan kembal ke kota Kim-leng?"
"Yaa, kita sedang bergerak menuju ke kota Kim-leng, bagaimana pendapat saudara
In-liong?" "Saudara Siau-lam apa tahu dimana letaknya bukit Yan-san?"
"Bukit Yan-san terletak disebelah barat kota Kim-leng, sebelah selatan kota
Cian-siok. Dari kota Cian-siok paling banter juga cuma seratus li lebih sedikit. Arah yang kita ambil
sekarang justru 332 sejalan dengan tujuan kita. Kenapa" Apakah saudara In-liong hendak langsung
menuju bukit Yan-san untuk memenuhi janji pertemuanmu dengan nona Wan?"
"Aaah.... mengadakan pertemuan sih, masih pagi. Yang siau-te pikirkan adalah soal
janji nona Wan dengan kita untuk bertemu tiga hari kemudian di bukit Yan-san. Kalau toh ia
bisa berkata begini berarti dia sudah tahu kalau Hong Seng sekalian hendak menuju sekitar
bukit Yan-san. Apa salahnya kalau kita langsung menuju bukit Yan-san, sekalian menyelidiki
gerak-geriknya?" Sehabis mendengar perkataan itu, Yu Siau-lam segera memahami akan kebsnaran
ucapan tadi, kontan pujinya, "Waaah.... kecerdasanmu memang satu tingkat lebih hebat dari pada
orang lain. Didepan sana ada persimpangan jalan. Ayoh kita segera menuju ke bukit Yan-san"
Begitulah, meskipun pembicaraan dilangsungkan terus namun langkah kaki mereka
tak pernah berhenti. Setelah berlarian satu jam lebih, sampailah mereka didepan sebuah
hutan yang lebat. Hoa In-liong memandang sekejap Yu Siau-lam yang berada disampingnya. Melihat
peluh sudah membasahi sekujur badannya, dia pun berkata, "Saudara Siau-lam, mari kita
beristirahat sebentar dihutan sebelah depan sana, sekalian kita tanyai keadaan Bu-jian
tootiang" "Begitupun boleh juga" Yu Siau-lam menjawab sambil tertawa, "Badan Bu-jian
tootiang besar dan berat, aku memang sedikit merasa lelah!"
Maka kedua orang itupun saling berpandangan sambil terbahak-bahak, perjalanan
dilakukan lebih cepat lagi menuju kearah hutan lebat didepan sana.
Hutan itu letaknya disuatu tikungan jalan raya, ketika mereka berdua berhasil
mencapai tepi hut?an tersebut tiba-tiba dari depan sana muncul segerombol manusia.
Lantaran kedua belah pihak sama-sama sedang melakukan perjalanan cepat, maka
ketika berjumpa muka secara mendadak, kedua belah pihak sama-sama kaget dan tertegun.
Setelah rombongan semakin dekat, barulah terlihat bahwa rombongan yang datang
dari sebelah depan sana berjumlah belasan orang lebih. Diantara mereka tampak pula Coa Cong-
gi serta LiPoh-seng. Selain itu ada pula Liat Ceng-poh dan Be Si-kiat diiringi
delapan sembilan orang lakilaki berpakaian ketat. Mereka semua bersenjata
lengkap. Jelas datang untuk memberi bantuan.
Tapi karena perjalanan terlalu lambat maka sampai waktu itu baru tiba ditempat
tujuan. Setelah masing-masing pihak mengetahui siapakah lawannya, meledaklah teriakan-
teriakan gembira yang gegap gempita.
Coa Cong-gi pertama-tama yang lari ke depan lebih dulu. Sambil mencekal tangan
Hoa In-liong erat-erat serunya kegirangan, "Saudara Hoa, sungguh amat payah kucari diri...."
Tiba-tiba ia berpaling ke arah Yu Siau-lam dan melanjutkan, "Sudah kuduga, asal
saudara Hoa tiba tepat pada waktunya, saudara Siau-lam pasti akan selamat tanpa kekurangan
sesuatu apapun. Haa.... haa.... haa.... Ternyata tebakanku memang tidak keliru. Aku lihat
paras muka Siau-lam heng merah bercahaya, tentu banyak bukan keuntungan yang berhasil kau
dapatkan?" Matanya celingukan kesana kemari, sikapnya hangat sekali. Kalau bisa ia
mempunyai dua lembar mulut sehingga semua perasaan gembiranya dapat di utarakan keluar sekaligus.
333 Yu Siau-lam dan Hoa In-liong sendiripun merasa amat gembira sekali, sebelum
pemuda she-Hoa itu sempat buka suara, sambil tertawa nyengir Yu Siau-lam telah berkata lebih
duluan, "Tahukah engkau, hasil apakah yang berhasil kudapatkan?"
Coa Cong-gi mengernyitkan alis matanya yang tebal, kemudian sambil menuding
kearah Bu-jian tootiang sahutnya, "Bukankah dia adalah hasil yang diperoleh" Waaah.... Emangnya
kau anggap aku ini bodoh dan ceroboh, sehingga seorang toosu segede itupun tidak
kelihatan?" Ternyata dia menganggap Bu-jian tootiang sebagai tawanan yang berhasil ditangkap
dalam pertarungan yang barusan berlangsung.
Sebetulnya Yu Siau-lam hanya bermaksud iseng saja dan sengaja menggoda dirinya,
tapi setelah menyaksikan keseriusan orang, selain merasa tak tega, diapun merasa geli sekali
sehiagga tak kuasa lagi dia tertawa terbahak-bakak. "haa.... haa.... haa.... Betul.... Betul, Mari
kita bercakapcakap disana saja"
Dicengkeramnya lengan pemuda itu, lalu diajak menuju kedalam hutan lebat situ.
Hoa In-liong sendiri sambit memegang perut sendiri menahan geli, diapun manggut-
manggut ke arah Liat Ceng-poh dan Be Si-kiat untuk mengucapkan terima kasih.
Kemudian sambil berjalan bersanding dengan Li Poh-seng katanya, "Demi siau-te,
saudara Pohseng harus melakukan perjalanan jauh. Atas kesediaan saudara bersusah
payah, tak lupa siau-te ucapkan banyak banyak terima kasih"
Li Poh-seng tertawa rawan. "Aaaah.... Terhadap sesama saudara, apa gunanya
berbicara sungkan-sungkan" Keadaan ini tak ada bedanya dengan tindakanmu sewaktu semalam
suntuk berangkat ke Hong-yang"
"Tidak bisa dikatakan sama jelas berbeda jauh" Tukas Hoa In-liong sambil
gelengkan kepalanya, "Saudara Siau-lam mendapat kesusahan lantaran persoalan siau-te. Maka sudah
menjadi kewajiban siau-te untuk memberi bantuan secepatnya"
Mendengar perkataan itu, Li Poh-seng tertawa terbahak-bahak. "Haa.... haa.... ha....
Apa bedanya antara kewajibanmu memberi bantuan dengan kerelaan kami membantu dirimu"
Bagaimanapun juga toh kita sama sama bermaksud membantu yang sedang susah dan menolong yang
sedang terluka" Jika diantara sahabatpun tak boleh melakukan sedikit jasa seperti ini,
lantas apa gunanya kita mengikat diri menjadi sahabat?"
Hoa In-liong tak ingin mendebat lebih lanjut, diipun segera mengangguk berulang
kali, katanya sambil tertawa, "Apa yang saudara Poh-seng katakan memang cengli, siaute
mengakui tak mampu mengalahkan muridmu"
Sementara pembicaraan masih berlangsung, rombongan mereka sudah tiba dalam hutan
lebat itu. Seorang laki-laki setengah baya yang berwajah bersih maju kedepan dan memberi
hormat kepada Yu Siau-lam, katanya, "Tentu kongcu Sudah mendapat banyak penderitaan
yang mengejutkan hati bukan" Siau-te tak punya kepandaian hebat, ilmu silat juga
biasa-biasa saja. Sungguh menyesal hatiku karena tak mampu menjalankan tugas untuk melindungi
keselamatan kongcu dengan sebaik-baiknya"
334

Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Cepat Yu Siau-lam goyangkan tangannya berulang kail seraya menukas dengan
lantang, "Harap saudara Lo jangan berkata demikian. Meskipun aku sendiri terkejut oleh kejadian
itu, pada hakekatnya jiwaku tidak terancam bahaya maut. Justru aku merasa berterima kasih
sekali karena saudara sekalian begitu baik hati melakukan perjalanan jauh untuk mencari bala
bantuan. Perbuatan kalian sudah cukup menunjukkan kesetia-kawanan kamu semua kepadaku.
Jika saudara Lo berkata lebih jauh, bagaimana mungkin aku bisa mengatasi semua hal
ini" Mari.... mari.... Kuperkenalkan kalian semua dengan saudaraku ini"
Setelah membaringkan tubuh Bu-jian tootiang ditanah, dia lantas perkenalkan
mereka semua ke pada dia Hoa In-liong. Ternyata laki-laki berpakaian ringkas yang membawa senjata lengkap itu adalah
orang-orang yang pernah mendapat bantuan dari Yu Siau-lam dimasa lalunya.
Ada yang pernah mendapat bantuan berupa uang karena soal ekonomi yang macet, ada
yang mendapat pengobatan sewaktu menderita luka. Ada pula yang pernah tinggal
dirumahnya selama banyak waktu tanpa bekerja apa-apa.
Laki-laki setengah baya yang berwajah bersih itu bukan lain adalah saudara
tertua dari Liat Ceng poh dan Be Si-kiat. Dia she-Lo bernama Pek-sian. Dia juga yang menjadi komandan
dalam operasi pertolongan terhadap diri Yu Siau-lam di kota Hong-yang.
Hoa In-liong menjura berulang kali sebagai balasan rasa hormatnya, kemudian
sambil berpaling kearah Coa Cong-gi katanya, "Saudara Cong-gi, aku dengar engkau bertugas menjaga
di kota Kim-leng. Tapi sewaktu aku lepas dari bahaya dan mencari dirimu kemana-mana,
ternyata jejakmu tidak berhasil kutemukan, sebetulnya kau telah pergi kemana?"
oooOOOOooo "WAAAH.... Waaah....Apa lagi yang musti kukatakan" sahut Coa Cong-gi dengan cepat.
"Kalau kau mencari aku, memangnya aku tidak sedang mencari dirimu" Setelah
berlatih kungfu selama tiga hari, aku lantas berada disana lagi"
"Lho....! Bagaimana sih" Jadi kau tahu dimana aku telah disekap musuh?" tanya Hoa
In-liong tercengang. Dari nada ucapannya itu, dapat ditarik kesimpulan bahwa ia sedikit kurang
percaya terhadap pengakuan rekannya. Sebab ia tahu Coa Cong-gi adalah seorang pemuda yang
berangasan. Lagi pula ia saogat menitik beratkan dalam soal kesetiaan kawan tanpa mengindahkan
resiko terhadap diri sendiri. Berdasarkan wataknya itu, maka seandainya ia sudah tahu dimana ia disekap musuh,
makaseharusnya kalau pemuda itu langsung turun tangan memberi pertolongan.
Ternyata keadaan berbicara lain, ia bersikap lebih cerdas dan berotak dingin.
Setelah menyadari bahwa kekuatannya seorang diri terlalu minim dan tak mungkin bisa menolong
rekannya, ternyata ia malah berlalu untuk melatih diri selama tiga hari.
Baik Yu Siau-lam maupun Li Poh-seng juga tak berani mempercayai pengakuannya
itu. Sinar mata mereka berdua sama-sama ditujukan ke atas wajahnya dengan pandangan
tercengang. 335 Coa Cong-gi masih belum menyadari akan sikap aneh rekan-rekannya, ia masih juga
berkata lebih jauh, "Tentu saja! Kalau kalau tidak begitu, darimana aku bisa segera
kirim kabar untuk mencari kembali saudara Poh-seng sekalian untuk berkumpul kembali?"
"Oooh.... Jadi kalau begitu, sewaktu kau utus orang untuk mengirim kabar, waktu
itu kau sendiripun belum tahu jiwa Hoa-heng sudah terlepas dari mara bahaya?" kata Li
Poh-seng seperti baru menyadari. "Andaikata aku tidak berjumpa dengan saudara Ceng-poh dan Si-kiat, siapa tahu
kalau dia sudah terlepas dari mara bahaya?"
Hoa In-liong yang berada disampingnya segera menyambung. "Itulah kalau takdir
berbicara lain. Apa gunanya kita bicarakan lebih jauh" Yang paling penting adalah dimanakah
saudara Ek-hong dan Siong-peng pada saat ini?"
"Kalau toh saudara Cong-gi sudah utus orang untuk mengirim kabar, aku pikir
mungkin mereka sudah kembali semua di kota Kim-leng" Jawab Li Poh-seng.
Setelah berhenti sebentar, tiba-tiba sambungnya lebih jauh, "Mari kita duduk
sambil berbicara. Kita bicarakan saja kisah tentang keadaan saudara Siau-lam sejak lolos dari
bahaya!" "Betul!" sambung Coa Cong-gi pula, "Apa yang sebenarnya terjadi dengan toocu
itu" Kalian harus berbicara sejelas-jelasnya"
Maka mereka semuapun duduk bergerombol di atas tanah sambil mendengarkan kisah
cerita. Tentang pengalaman Hoa In-liong sewaktu meloloskan diri dari bahaya, boleh
dibilang kejadiannya sederhana tanpa sesuatu yang aneh. Setelah disinggungpun berlalu
dengan begitu saja. Lain halnya dengan kisah lolosnya Yu Siau-lam dari ancaman bahaya. Oleh karena
peristiwa itu menyangkut tentang diperkosanya Wan Hong-giok oleh Siau Khi-gi, disiksanya Yu
Siau-lam secara keji, dibakar dan dibantainya anggota kuil Cing-siu-koan serta bangkitnya
kembali perguruan Seng-sut-pay dari puing-puing kehancurannya. Maka bukan saja kisah ini
sangat menarik hati, bahkan membangkitkan bawa amarah dalam benak masing-masing orang.
Diantara sekian banyak orang yang hadir disana, Coa Cong-gi paling tak tahan
mendengar kisah kekejamaan dan kebuasan orang yang tak kenal peri kemanusiaan. Apalagi setelah
mengetahui bahwa sintingnya Bu-jian tootiang adalah lantaran dibantainya semua anggota kuil
Cing-siu-koan oleh gembong-gembong iblis, kemarahan yang berkobar dalam benaknya tak
terbendung lagi. Tiba-tiba ia memukul tanah keras-keras, kemudian berteriak dengan penuh
kegusaran, "Gembong iblis sialan! Aku Coa Cong-gi bersumpah tak akan hidup sebagai manusia
bila tak mampu mencingcang tubuh kalian hingga hancur berkeping-keping!"
Karena teriaknya yang menggeledek ini, penuturan kisah cinta itupun terputus
untuk sementara waktu. Li Poh-seng yang duduk disampingnya segera berkata dengan serius, "Kau
jangan marahmarah dulu. Bila kita tinjau dari situasi yang terbentang didepan
mata sekarang, jelas hawa iblis
sudah menyelimuti seluruh jagad. Kita tak mungkin bisa menganggur terus. Asal
dilain hari kita jagal beberapa orang diantara mereka, bukankah sakit hati itu bisa segera
dilampiaskan?" 336 Sewaktu mengucapkan kata-kata itu, suaranya tenang dan datar, sama sekali tidak
dipengaruhi emosi. Dari sini dapat diketahui bahwa pemuda itu berpandngan jauh dan lebih
pandai menguasai diri daripada rekan-rekannya.
Mula pertama Coa Cong-gi sudah busungkan dada sambil mengucapkan kata-kata yang
bernada panas, tapi setelah mendengar perkataan itu, biji matanya lantas berputar lalu
manggutmanggut. "Ehmm.... Betul juga perkataanmu, hawa iblis memang sudah
menyelimuti seluruh jagat, kemarin malam, aku telah menyaksikan sendiri orangorang dari Hian-beng-
kau berkasak-kusuk dengan Kiu-im kaucu"
Menyinggung soal Kiu-im kaucu, tanpa sadar Hoa In-liong merasa semangatnya
berkobar kembali, cepat selanya, "Dimanakah kau berhasil mendengarkan kasak-kusuk
mereka...." Cepat beritahu kepadaku!" Dengan wajah berseri-seri karena bangga Coa Cong-gi tertawa ringan, lalu
sahutnya, "Tempatnya" Tak lain dalam ruang sebelah depan dimana kau disekap tempo hari,
waaah....! Banyak sekali yang berhasil kujumpai malam itu.... .!"
"Eeeh.... Sebenarnya apa saja yang berhasil kau jumpai?" tanya Hoa In-liong dengan
dahi berkerut, "Mengapa tidak kau terangkan sejelas-jelasnya?"
"Tentu saja akan kuterangkan. Coba jawablah dulu sebuah pertanyaanku, apakah
kenal dengan seorang cianpwe yang bernama Ko Thay?"
"Apalah kau maksudkan seorang laki-laki berperawakan tinggi kekar, berwajah
tampan dam berwibawa sekali?" "Benar! Benar!" Coa Cong-gi mengangguk berulang kali. "Memang dialah yang
kumaksudkan. Usianya antara tiga puluh lima enam tahunan...."
"Tentu saja aku kenal. Dia adalah ahli waris dari Ciu-it-bong, Ciu-locianpwe.
ilmu silatnya berasal dari bimbingan nenekku dan ayahku, aku sebut dia sebagai paman. Kenapa" Apa kau,
telah berjumpa muka dengan dirinya?"
Paras muka Coa Cong-gi makin berseri setelah mendengar pertanyaan itu, jawabnya,
"Bukan saja telah berjumpa, bahkan kusaksikan dengan mata kepala sendiri bagaimana dia
lancarkan sebuah pukulan yang enteng untuk mengirim Kiu-im kaucu kabur pulang kesarangnya.
Ha....ha....ha.... Kegagahannya waktu itu sungguh mengagumkan"
Hoa In-liong berdiri tertegun dengan mata terbelalak lebar, diam-diam pikirnya,
"Sebenarnya apa yang telah terjadi" Kiu-im kaucu sudah mampus" Sejak kapan tenaga dalam yang
dimiliki Paman Ko mengalami kemajuan yang demikian pesatnya?"
Karena curiga dan tidak habis mengerti, ia lantas berseru, "Eeeh.... Kalau bicara
sedikitlah lebih jelas. Lebih baik kau terangkan dari awal sampai akhir. Daripada aku dibikin
kebingungan oleh ceritamu itu!" "Apanya yang membuat kau kebingungan" Yaa begitu saja, sekali jotos dia lantas
pulang ke rumah neneknya!" 337 Seraya berkata Coa Cong-gi lantas mengayunkan telapak tangan kirinya membuat
gerakan seperti mau melancarkan satu jotosan. Li Poh-seng yang ada dihadapannya nyaris
termakan bogem mentahnya itu. Cepat-cepat Li Poh-seng mundur dan mengigos dari ancaman tersebut, kemudian
sambil mencengkeram pergelangan tangan kirinya dia berkata lebih dulu, "Eeeh.... Kalau
sedang bicara jangan main tangan, hati-hati kalau sampai kena orang! Ayoh terangkan dulu,
apakah Kiu-im kaucu sudah mampus?"
Dengan tersipu-sipu Coa Cong-gi menarik kembali serangannya. "Dia belum mampus,
cuma pulang kerumahnya dengan terbirit-birit" Jawabnya.
"Ooooo.... Tahu aku sekarang!" sambung Yu Siau jam yang berada disampingnya sambil
tertawa, "Pukulan yang dilancarkan Ko tayhiap tentunya sudah membuat Kiu-im kaucu terluka
berat bukan, sehingga ia terpaksa harus pulang kesarangnya untuk merawat luka dalamnya
yang teramat parah itu?" "Tebakanmu cuma betul separuh" Cepat Coa Cong-gi memberi penjelasan dengan wajah
serius, "Kabur pulang kesarangnya memang betul cuma ia sama sekali tidak terluka"
Semakin diterangkan semakin membikin orang jadi bingung dan tidak habis
mengerti. Untuk sesaat semua orang jadi tertegun dan tidak habis mengerti.
Kalau toh Kiu-im kaucu tidak terluka, sebagai seorang tokoh persilatan yang
berambisi besar mengapa ia rela meninggalkan musuhnya untuk ke bur kembali kesarangnya"
Hoa In-liong mengernyitkan alis matanya. "Aaaah.... Ceritamu itu cuma bikin orang
makin mendengarkan semakin tak habis mengerti.
Lebih baik kau ceritakan sejak awal saja! Misalnya saja apa yang dibicarakan
Kiu-im-kaucu dengan orang-orang dari Hian-beng kau" Secara bagaimana paman Ko-ku itu dapat
berjumpa muka dengan Kiu-im-kaucu" Apa sebabnya Kiu-im kaucu kabur pulang ke sarangnya
setelah terpukul oleh paman Ko ku itu" Dan waktu itu engkau
berada disana sehingga menyaksikan kesemuanya itu" Kalau mau bicara harus
terangkan satu persatu sehingga yang mendengarkan tak sampai bingung dibuatnya"
Mula-mula Coa-cong-gi tertegun, tapi lantaran sorot mata setiap orang sama-sama
tertuju kearahnya dengan mata melotot. Lagipula sorot mata mereka semua terselip
perasaan bingung dan tak habis mengerti maka dengan perasaan apa boleh buat dia manggut-manggut.
"Baiklah!" katanya kemudian, "Akan kuterangkan sejak awal sampai akhir dengan sejelas-
jelasnya!" Matanya segera dipejamkan untuk mengumpulkan kembali semua kenangan dan
pikirannya, lalu berkata, "Kemarin dulu malam, ketika aku baru pulang dari puncak bukit Ciong-san
selesai berlatih silat, waktu itu sudah menjelang tengah malam. Karena sudah tiga hari
tidak kujumpai dirimu, maka aku ingin menengok bagaimanakah keadaan waktu itu. Maka akupun
tidak masuk kota tapi menelusuri kaki bukit kearah barat dan menuju ke tempat dimana kau


Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

disekap" Berbicara sampai disini, sinar matanya lantas dialihkan kewajah Hoa In-liong,
kemudian lanjutnya, "Tahukah kau, tiga hari berselang aku telah berkunjung pula kedalam
gedung itu. Waktu itu kau sedang digantung orang diatas dahan pohon dengan kepala dibawah"
338 Tentu saja Hoa In-liong tidak akan tahu kalau rekannya pernah berkunjung kesitu,
tapi diapun tidak membantah atau membenarkan, sambil tersenyum ujarnya, "Lanjutkan ceritamu
lebih jauh! Hal yang bertele-tele tak perlu disinggung!"
Coa Cong-gi mengangguk, setelah tarik nafas panjang sambungnya lebih jauh, "Aku
lari menuju ke halaman yang berada di paling belakang, namun di atas pohon tidak kujumpai
dirimu lagi. Dalam gedung juga tak nampak sinar lampu. Waktu itu kukira kau sudah mendapat
musibah diluar dugaan. Dalam cemasnya ingin kutangkap seseorang untuk mendapat tahu
keadaanmu yang sebenarnya. Tapi oleh karena aku pernah merasakan betapa lihaynya ilmu
silat yang mereka miliki, maka akupun tahu bahwa ilmu silat yang mereka miliki rata-rata
luar biasa sekali. Untuk menghindari segala kemungkinan yang tak diinginkan, gerak-gerikku sengaja
bertindak sangat hati-hati dan tidak gegabah. Selangkah demi selangkah aku menyusup ke
arah halaman depan...." Mendengar sampai disini, diam-diam Yu Siau-lam berpikir dalam hati, "Heran, jadi
kaupun tahu bagaimana harus berhati-hati dan tidak gegabah" Tumben amat nih!"
Meskipun geli dalam hati, diluaran ia berkata pula, "Ayoh cepatan sedikit kalau
bicara, yang tidak penting lebih baik jangan disinggung-singgung"
Coa Cong-gi melotot sekejap kearahnya, kemudian baru menyambung kembali kata-
katanya, "Ruangan didepan sana terang benderang bermandikan cahaya. Ketika kuintip dari
balik jendela, terlihatlah bayangan manusia berkumpul dalam ruangan itu, jumlahnya mencapai dua
puluh orang lebih. Waktu itu akupun berpikir: Mungkinkah
mereka sedang mengadili adik In-liong" Begitu ingatan tersebut melintas dalam
benakku, mendidihlah darah yang mengalir didalam badan. Aku lupa akan pantangan dan
segera menjejakkan kaki siap menyerbu ke dalam ruang tengah"
"Aduuh mak....! Bukankah jejakmu akan segera ketahuan mereka....?" teriak Be Si-kiat
sambil berseru tertahan. "Huuh.... Aku saja tidak gelisah waktu itu. Kenapa kau malahan yang gelisah" Jika
jejakku ketahuan, dari mana kejadian selanjutnya dapat kuketahui?"
Setelah berhenti sebentar, diapun menyambung lebih jauh, "Ada kalanya watakku
memang berangasan, tapi untunglah ketika itu pikiranku masih dingin. Tiba-tiba saja
satu ingatan melintas dalam bsaakku kembali aku berpikir: Aaah, tidak benar! Andaikata mereka betul-
betul sedang mengadili adik In-liong, bila kuserbu dengan begitu saja, mana mungkin adik In-
liong bisa kuselamatkan" Oleh karena itu dengan bersusah payah kutekan pergolakan perasaan
dalam hatiku. Diam-diam aku menyelinap kesana dan memanjat sebatang pohon besar dari
situ aku dapat mengintai keadaan dalam ruangan dengan amat jelas sekali".
Li Poh-seng segera menganggukkan kepalanya berulang kali, katanya sambil
tertawa, "Benar juga kata pepatah kuno: Sekalipun kasar pasti ada kelembutan. Bila setiap saat
kau bisa cekatan dan bertindak waspada, kami semua pun dapat berlega hati"
Mendengar ucapan itu contoh Coa Cong-gi mendelik besar. "Sialan, kenapa kau
menukas terus pembicaraanku?" Teriaknya, "Kamu tahu, ceritaku sudah mencapai pada bagian-
bagian yang terpenting?" 339 Li Poh-seng mengernyitkan alis matanya, dia lantas membungkam dan tidak
berbicara lagi. Setelah suasana hening untuk beberapa saat lamanya, Coa Cong-gi melanjutkan
kembali kisahnya, "Ternyata dalam ruangan itu tersedia dua buah meja perjamuan. Diantara
tamu yang hadir aku lihat ada seorang kakek bermuka merah berambut putih duduk dikursi
utama pada meja tamu, sedangkan Kiu-im-kaucu mengeringinya dimeja lain. Sedang sisanya
dipenuhi oleh para jago dari Kiu-im kau dan Hian-beng kau. Dari sikap serta hubungan mereka
kelihatan sekali kalau hubungan kedua belah pihak sangat akrab. Hanya yang aneh tidak kujumpai
bayangan tubuh dari adik In-liong"
"Oooh.... Kalau begitu, kakek bermuka merah berambut putih itu adalah kaucu dari
Hian-beng kau?" tanya Hoa-In-liong.
"Bukan, dia cuma Thamcu dari markas besar perkumpulan Hian-beng-kau. Aku hanya
tahu dia she-Toan bok, sedang namanya kurang jelas"
"Lantas yang kau maksudkan kasak-kusuk adalah kejadian setelah perjamuan itu
berakhir?" "Tidak, kasak-kusuk berlangsung dalam perjamuan itu juga" Hoa In-liong tertawa
geli. "Kalau pembicaraan berlangsung dalam perjamuan itu juga, maka bukan kasak-kusuk
lagi namanya!" "Aaaai.... Istilah kasak-kusuk adalah aku sendiri yang memberinya. Waktu itu
bersembunyi di atas sebuah pohon besar kurang lebih dua kaki dari ruangan karena terhalang oleh
sebuah jendela, lagipula pembicaraan mereka berlangsung keras dan lirih tak menentu. Maka aku
jadi kurang begitu jelas menangkap isi pembicaraan mereka. Jadi dalam pandanganku,
pembicaraan mereka bukankah berubah fungsinya menjadi pembicaraan kasak-kusuk?"
Begitu ucapan itu selesai di utarakan ke luar, kontan semua orang terbahak-bahak
dengan kerasnya karena geli. Coa Cong-gi mengerutkan dahinya melihat ia ditertawakan orang, segera bentaknya
dengan suara dalam, "Eeeeh.... Apa yang kalian tertawakan" Apa yang salah dengan
pembicaraanku barusan" Memangnya pembicaraan mereka untuk merundingkan bagaimana caranya
mencuri ayam menggaet kantong dan melakukan pembunuhan serta kejahatan tidak pantas
dikatakan sebagai kasak-kusuk yang berniat jahat?"
Sebenarnya semua orang ingin tertawa semakin keras, tapi lantaran mendengar
kata-kata soal pembantaian dan kejahatan, sadarlah semua orang bahwa urusan yang mereka hadapi
adalah serius. Mungkin juga pemuda itu memang berbasil menemukan suatu rahasia yang
maha besar, maka sekalipun merasa geli tak seorangpun berani tertawa lebih jauh.
Ketika Hoa In-liong merelakan dirinya dibelenggu dan digantung secara terbalik
oleh Bwee Suyok, tujuannya yang terutama adalah ingin menyelidiki latar belakang
persekongkolan antara perkumpulan Kiu-im kau dengan perkumpulan Hian-beng kau. Selain itu diapun ingin
mencari tabu bagaimana cara mereka hendak menghadapi keluarga Hoa beserta latar belakang
pembunuhan terhadap Suma Tiang-cing suami isteri.
340 Sekarang, pembunuhan berdarah atas keluarga Suma sudah jelas dan tak perlu
diselidiki lagi, tapi latar belakang persekongkolan antara dua perkumpulan sesat ini masih belum
diketahuinya hingga kini. Maka begitu mendengar pembicaraan dari Coa Cong-gi tersebut, hatinya jadi
terkesiap, buruburu serunya, "Sudah.... Sudahlah.... Tak usah mencari kebenarran
diatas huruf tulisan. Lanjutkan ceritamu apa saja yang berhasil kau dengar?"
"Benar-benar sialan" gerutu Coa-cong-gi sambil mengerutkan dahinya, "Ketika
pembicaraan berlangsung hingga mencapai pada bagian yang terpenting, tiba-tiba mereka
merendahkan nada suaranya, sehingga aku tak dapat mendengarkan dengan jelas"
"Kalau begitu, terangkan saja apa yang sempat kau dengar!"
"Jika digabungkan menjadi satu, maka persoalan tersebut mencakup dalam lima hal.
Pertama mereka sedang berdaya upaya untuk menghadapi ayahmu. Kedua mereka menyinggung
pula soal Giok teng hujin. Ketiga...."
"Apa yang hendak mereka lakukan terhadap diri Giok-teng hujin?" tukas Hoa In-
liong lagi dengan hati tercekat. "Toan-bok thamcu yang mengusulkan persoalan ini. Dia berharap agar Kiu-im kaucu
bisa berusaha sedapat mungkin untuk menemukan Giok-teng Hujin. Mengenai tujuannya....
Sayang aku tak sempat mendengarnya dengan jelas"
Diam diam Hoa In-liong menghela napas panjang. "Aaaai.... Kalau begitu, baiklah!
Harap lanjutkan ceritamu lebih jauh...." katanya kemudian.
"Ketika perkumpulan Hian-beng kau akan di buka secara resmi pada bulan enam
tanggal enam mereka bilang mengharapkan bantuan serta dukungan dari Kiu-im kau"
"Benar-benar sangut aneh" seru Hoa In-liong dengan dahi berkerut "Kalau toh
kedua perkumpulan itu telah bersekongkol satu sama lainnya, didirikannya perkumpulan
Hian-beng kau secara resmi, pasti sudah disetujui pula oleh pihak Kiu-im kau. Apalagi yang
perlu dirundingkan secara khusus" Aku rasa dibalik kesemuanya itu pasti terselip rencana busuk
lainnya!" "Benar ada rencana busuk atau tidak, aku sendiri juga tak tahu, apa yang
kudengar hanya itu-itu saja" Hoa In-liong termenung, dia berpikir sejenak, lalu bertanya lagi, "Tahukah kau
dimana letaknya markas besar dari perkumpulan Hian-beng kau?"
Coa Cong-gi berpikir sebentar sebelum menjawab, "Aku rasa agaknya dibukit See-
mong-sanshia!" "Bukit See-mong-san-shia" Kok rasanya belum pernah kudengar nama perbukitan
itu?" Li Poh-seng yang berada disampingnya lantas menyela, "Kalau bukit See-mong-san-
shia tidak ada, mungkin yang dimaksudkan adalah tanah perbukitan Gi-mong-san-ci"
Coa Cong-gi mengerdipkan matanya, tiba-tiba ia berteriak, "Yaa.... Yaa.... Betul!
Tanah perbukitan Gi-mong, tempatnya dataran Ui-gou-peng ditanah perbukitan Gi-mong"
341 Kembali Li Poh-seng tersenyum. "Aku rasa saudara Cong-gi kembali salah dengar.
Aku pernah berkunjung ke Thay-an, Lay-wa,
Sim-thay, Mong-in dan sekitarnya. Kemudian dari Thay-an berbelok ke tenggara
melalui bukit Lay-san sampai perbukitan Mong-san. Disekitar
kota Sin-thay memang terdapat sebuah dataran yang bernama Hong-goa-peng"
"Kau pernah berkunjung ke bukit Gi-san?"
"Belum pernah!" Li Poh-seng gelengkan kepalanya berulang kali.
"Nah, itulah dia. Kalau kau sendiripun belum pernah berkurjung ke situ, dari
mana kau bisa tahu kalau sama yang kusebutkan keliru" Kalau toh di bukit Gi Mong-san ada dataran
Hong Gou-peng, kenapa tak mungkin kalau dibukit Gi-san ada pula dataran Ui Gou-peng?"
Yu Siau-lam segera tertawa tergelak-gelak. "Ha.... haa.... haa.... Sudah! Sudahlah!
Jangan ribut lagi. Baik daratan Hong Gou-peng maupun daratan Ui Gou-peng, yang berbeda cuma
satu huruf. Asal kita sudah tiba di tanah perbukitan Gi Mong-an, rasanya tak sulit untuk
menemukan letak tempat itu. Adik Cong-gi, sekarang boleh kau sebutkan soal keempat"
Coa Cong-gi rada termangu-mangu lalu menjawab, "Aku bakal mati menggantikan
siapa?" Yu Siau lam kontan tertawa tergelak. "Haa.... haa.... haa.... Kembali keliru besar.
Coba katakan dalam soal keempat, siapa yang bakal mati menggantikan dirimu?"
Merah padam selembar wajah Coa Coag-gi, dengan wajah tersipu-sipu katanya,
"Waah! Rupanya aku memang kembali salah dengar!"
Hoa In-liong tanpa terasa tersenyum sendiri sambil ulapkan tangannya memberi
tanda ia berkata, "Tidak menjadi soal, harap kau lanjutkan penuturan itu, mungkin dari
kisah selanjutnya kita dapat menarik suatu kesimpulan!"
"Berbicara yang sesungguhnya, maka dalam masalah yang keempat ini, sasaran yang
mereda tuju sebetulnya adalah kau. Maka gerak gerikmu dikemudian hari harus lebih
waspada dan berhati-hati. Jangan sampai kena ditunggangi musuh!"
"Apa maksudmu?" seru Hoa In-liong dengan perasaan terperanjat.
"Ketika membicarakan tentang dirimu, mereka berbicara paling banyak dan paling
lama. Pokoknya mereka berusaha sekuat tenaga untuk menangkap dirimu hidup-hidup!"
"Apakah Bwee Su-yok yang mengusulkan ide tersebut?" tanya Hoa In-liong tanpa
sadar. "Bukan! Malam itu sikap gadis she Bwee itu sangat hambar dan dingin. Sepanjang
perundingan berlangsung, ia cuma membungkan terus dalam seribu bahasa"


Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Lalu ide siapakah itu" Masa pendapat dari Kiu-im kaucu pribadi...." Seru Hoa In-
liong tercengang. Coa Cong-gi menggelengkan kepalanya lagi. "Menurut pengakuan Toan-bok thamcu,
katanya ide ini adalah ide dari kaucunya dan ia minta Kiu-im kaucu bersedia menyumbangkan
tenaganya dalam kerja sama itu"
342 Hoa In-liong semakin tercengang setelah mendengar kata-kata itu, serunya, "Apa
alasan mereka untuk berbuat demikian aku kan seorang diri Bu beng siau cut (prajurit tak
bernama). Mengapa Hian beng kaucu begitu memandang tinggi akan diriku?"
"Yaa, dewasa ini kau memang masih merupakan seorang Bu beng-siau-cut yang tak
bernama. Tapi akhirnya kita toh harus mengerjakan suatu perjuangan untuk menghasilkan
suatu karya yang gemilang. Sekalipun Kiu-im kaucu dan Hian-beng kaucu akan terbitkan
keonaran dan kekacauan dalam dunia persilatan, namun kita semuapun sudah bersiap sedia
menerima pimpinanmu untuk memberi pelajaran yang setimpal kepada mereka. Waktu itu
tentunya kau bukan seorang Bu-beng-siau-cut yang tidak terkenal lagi"
"Benar!" Sambung Yu Siau-lam pula, "Generasi kita ini harus mempunyai juga
seorang pemimpin yang pantas dan kaulah orang yang paling pantas untuk jabatan ini"
Li Poh-seng ikut berkata juga, "Jika markas besar dari perkumpulan Hian-beng kau
betul-betul berada diperbukitan Gi-mong-san, maka keadaan dari generasi kita sekarang tak
akan berbeda jauh dengan keadaan generasi yang lampau. Pada generasi yang lalu, Tong-thian-
kau, Sin kipang dan Hong-im-hwe merupakan tiga kekuatan yang menguasahi jagad.
Sementara pihak kaum pendekar dipimpin oleh ayahmu. Sekarang setelah tiba pada generasi kita,
maka musuh yang kita hadapi adalah kaum Mo-kauw dari Seng-sut-pay di barat, Kiu-im-kau
diselatan dan Hian-beng-kau ditanah perbukitan Gi-mong-san. Itu berarti ada tiga kekuatan juga
yang menguasahi jagad. Maka aku rasa dari generasi muda sekarang, engkaulah yang
paling cocok untuk mengisi jabatan pemimpin itu"
Ucapan yang saling susul menyusul dari ketiga orang itu sungguh membuat terharu
hati Hoa Inliong. Tapi diapun bukan seorang manusia yang takabur dan tinggi
hati. Apa yang dia pikirkan
sekarang boleh dibilang jauh dari angan-angan untuk menjadi seorang pemimpin,
maka dengan tersipu-sipu ia berkata, "Aaah, saudara bertiga terlampau menyanjung diriku. Aku
merasa bahwa diriku hanya seorang manusia tak berguna. Tugas seberat ini tak berani kupikul
dengan begitu saja. Apalagi perloalan ini bukanlah persoalan yang kupikirkan. Kalau toh Hian-
beng kaucu begitu memandang tinggi diriku, tentu saja hal ini sama sekali tak ada hubungannya
dengan kepandaian silatku, kemampuanku serta kecerdasanku. Alasan dibalik kesemuanya
ini masih merupakan suatu tanda tanya besar bagiku. Lebih baik saudara bertiga jangan
membicarakan tentang yang lain lebih dahulu, tapi bantulah diriku untuk memikirkan persoalan
ini" "Sudahlah, tak usah kau pikirkan lagi" kata Coa Cong-gi, "Pokoknya persoalan ini
ada sangkut pautnya dengan ayah ibumu"
"Darimana kau bisa tahu?"
"Ayahmu adalah lambang kebenaran dari umat persilatan dari golongan lurus!
Sedang ibumu adalah nyonya dari Thian-cu-kiam! Padahal tujuan mereka merajai dunia persilatan
adalah untuk membuat buat keonaran dan kejahatan. Gembirakah dan legakah perasaan mereka
selama ayah ibumu mengganggu usaha mereka itu?"
"Betul juga perkataan ini" diam-diam Hoa In-Liong berpikir, "Tampaknya tujuan
mereka menangkap diriku adalah hendak dijadikan sandera untuk menggertak ayah ibuku"
Karena berpendapat demikian, maka diapun tidak mendebat lebih jauh, kembali
katanya, "Memangnya mereka anggap ayah ibuku gampang digertak orang sehingga mandah
menyerah begitu saja" Jika mereka berpendapat demikian, maka sia-sialah jalan pikiran
tersebut. Yaa.... Sudahlah. Urusan ini tak usah dibicarakan lagi, cepat katakan soal yang kelima"
343 Sembari putar otaknya untuk berpikir, Coa Cong-gi bergumam seorang diri,
"Kelima.... Kelima...."
Tiba-tiba ia menengadah seraya berseru. "Sudah tidak ada lagi"
Jawaban ini membuat Hoa In-liong tertegun. Untuk sesaat dia tak mampn
mengucapkan sesuatu. L i Poh-seng yang berada disampingnya segera menyela, "Bukankah kau katakan
bahwa kalau digabungkan semua maka jumlahnya meliputi dalam lima hal?"
"Yaa, tapi yang lain cuma tetek bengek yang tak ada artinya, tentu saja tak bisa
hitung an" "Apa yang kau artikan tetek bengek?" sela Yu Siau-lam pula, "Kenapa tidak kau
katakan juga agar bisa kita bahas dan analisa bersama-sama....?"
"Aku rasa tiada berharga bagi kita untuk membahas dan menganalisanya kembali"
Tukas Cong-gi cepat. Hoa In-liong tersenyum. "Bukankah kau katakan bahwa mereka merundingkan
persoalan yang menyangkut tentang keamanan dunia persilatan serta rencana melakukan pembunuhan"
Aneh, mengapa sampai sekarang belum kudengar sesuatu hal yang menyangkut tentang
kenyataan tersebut" Apa sebabnya bisa demikian?"
Coa Cong gi mengerutkan dahinya. "Tapi memang begitu kenyataannya! Apa yang
berhasil kudengar telah kuucapkan semua, yang belum kusinggung juga melulu nama dari
beberapa orang, tak ada alasan lain yang dapat kukatakan lagi...."
"Nama-nama siapa yang mereka singgung?"
"Waaah banyak sekali ! Siapa itu Sim Cia" Siapa itu Jin Hian! Cu-im tauto!
Thiaa-ek lo-to! Ciu Thian-hau dari Hong-san! Pokoknya banyak sekali nama-nama orang yang mereka
sebutkan. Lagipula sewaktu menyebutnya tidak bersamaan tapi berputus-putus. Untuk sesaat
aku rada susah untuk mengingatnya semua secara bersama. Sekalipun masih ingat, namun tak
berani kupastikan apakah namanya itu benar atau tidak. Coba bayangkan sendiri, mana
mungkin hal ini bisa kugabungkan menjadi satu soal serta menerangkannya secara jelas?"
Dalam anggapannya hal ini sama sekali tak berguna, ia anggap persoalan itu hanya
urusan tetek bengek yang sama sekali tak ada artinya. Siapa tahu justru nama-nama yang
disebutnya itu bagi pendengaran Hoa In-liong merupakan geledek yang menyambar ditengah siang hari
bolong, seketika itu juga hatinya jadi tercekat.
"Waah.... Waah.... Itu namanya suatu komplotan yang berencana, nama-nama yang mereka
singgung itu sudah pasti bukan bertujuan untuk dihubungi untuk diajak berkomplot
tapi menyusun rencana untuk membinasakannya. Seperti juga ketika mereka mencelakai
jiwa Suma siok-ya dan isterinya. Kalau tidak ada gunanya mereka singgung-singgung kembali
para tokoh persilatan yang sudah banyak yang mengasingkan diri dan tak ketahuan jejaknya
lagi itu?" Namun mesti ia berpikir demikian dalam hatinya, perasaan kaget dan terkejutnya
sama sekali tidak diperlihatkan diatas wajah. Ia merasa lebih baik tak usah menyinggung lagi
persoalan itu karena tiada bukti nyata yang didapatkan, dikuatirkan pengungkapan persoalan itu
justru malah mengacaukan pikiran orang banyak.
344 Maka sambil tersenyum lirih Hoa In-liong berkata, "Jadi kalau begitu, hanya
sedemikian banyak saja persoalan kasak kusuk yang kau maksudkan itu?"
"Akukan menyinggungnya secara garis besar. Padahal dalam kenyataannya mereka
sambil makan sambil berbicara, perjamuan itu berakhir setelah lewat tengah malam"
"Bagaimana kemudian setelah perjamuan selesai"'"
"Yaa bubaran tentunya!" jawab Coa Cong-gi polos.
Hoa In-liong tersenyum. "Aku tahu, mereka pasti bubaran, maksudku apakah setelah
bubaran orang-orang dari Hian-beng kau juga pada angkat kaki?"
"Lho.... Aneh benar! Dari mana kau bisa tahu....?" seru Coa Cong-gi tertegun.
Kembali Hoa In-liong tertawa, "Apanya yang susah untuk menduga sampai disitu"
Mungkin tak lama setelah kejadian itu paman Ko-ku itupun muncul disana. Seandainya orang-
orang dari Hianbeng kau masih hadir disana, suatu pertarungan yang amat serupun
akan segera berlangsung dan berada dalam keadaan seperti ini tak mungkin Kiu-im kaucu sampai angkat kaki
kabur pulang kesarangnya...."
Coa Cong-gi bertepuk tangan sambil bersorak memuji. "Betul.... Betul.... memang
begitulah keadaannya. Nah, dengarkan kisahku selanjutnya "
Timbul kembali kegembiraannya untuk berbicara. Sebelum Hoa In-liong buka suara,
ia telah berkata lebih dulu, "Selesai perjamuan, orang-orang dari Hian-beng kau pada
pamit dan berlalu dari sana. Kiu-im kaucu sendiri rupanya sedang dirunding banyak persoalan yang
memusingkan kepalanya. Setelah membuyarkan anak buahnya, seorang diri ia berjalan mondar-
mandir dalam halaman itu sambil bergendong tangan. Menggunakan kesempatan yang sangat baik
itulah aku berputar satu lingkaran disekitar gedung untuk mencari jejakmu. Menanti aku
balik lagi ke halaman depan, ternyata dihadapan Kiu-im kaucu telah tertambah dengan seseorang
dan orang itu tak lain adalah paman Ko mu itu. Cctt.... ctttt.... Paman Ko mu itu memang luar
biasa, badannya tinggi tegap, wajahnya keren, berwibawa dan berilmu tinggi juga. Waah!
hebat sekali!" Diam-diam Hoa In-liong tertawa geli, pikirnya, "Begitu saja sudah kagum, apalagi
kalau sampai berjumpa dengan ayahku...."
"Apa sebabnya paman Ko ku itu ditengah malam buta pergi mencari Kiu-im kaucu?"
"Dia mencari kau1" Sahut Coa Cong-gi dengan dahi berkerut.
Setelah berhenti sebentar, tiba-tiba sambungnya lebih jauh, "Kewibawaan Kiu-im
kaucu memang luar biasa sekali. Ketika aku tiba kembali ditempat semula, kusaksikan raut
wajahnya dingin kaku seperti es dan sedang membentak dengan suara ketus, "Siapa kau" Tengah malam
buta begini kenapa datang berkunjung ke rumah orang?" ternyata paman Ko mu itu juga amat
gagah, dia lantas menjawab dengan lantang:" Aku Ko Thay, khusus datang kemari untuk minta
keringanan tanganmu. Haa.... haa.... haa.... Jawaban ini memang tepat sekali. Mungkin sepanjang
hidup aku Coa Cong-gi tak dapat menirukannya dengan persis"
Hoa In-liong kuatir kalau ia membawa pokok pembicaraan itu kesoal lain, maka
cepat-cepat, timbrungnya, "Bagaimana selanjutnya" Bagaimana jawaban dari Kiu-im kaucu....?"
345 "Mula-mula Kiu-im kaucu tampak agak tertegun. Menyusul kemudian setelah
mendengus dingin ia menjawab, "Hmm, manusia yang tak punya namapun berani mintakan ampun bagi
orang lain! Betul-betul tak tahu diri!". Paman Ko itu pun tidak tersinggung. Dia langsung
menjawab lagi, "Aku memang seorang manusia yang tak punya nama. Tapi nama besar dari Hoa Thian-
hong tentu tak asing bukan bagi pendengaran Kaucu" Nah, aku datang kemari untuk
meminta kembali kongcunya". Setelah perkataannya itu diutarakan keluar, bukan saja Kiu-im kaucu
dibuat tertegun seketika itu juga, sekalipun aku juga ikut tertegun"
"Tak aneh kalau dia tertegun" kata Hoa In-liong kemudian, "Waktu itu aku sudah
pergi. Tentu ia tak tahu bagaimana musti menghadapi
persoalan ini. Tapi entah bagaimana jawabannya kemudian?"
"Ia tertegun untuk sesaat lamanya, kemudian katanya, "Suruh Hoa Thian-hong
datang sendiri!" Tapi tindakan paman Ko lebih cerdik, dia tidak menanggapi ucapan tersebut.
Sebaliknya mengangkat lengan kirinya dan langsung menyodok kemuka. Ketika itu aku dibuat
terheran heran oleh tindakan itu. Sedangkan Kiu-im-kaucu tiba-tiba berteriak dengan rasa
terperanjat, "Kun-siu-ci-tau! Apa hubunganmu dengan Hoa Thian-hong?". Jawab paman Ko mu itu:"
Yaa benar, tempo dulu pukulan ini memang bernama Kun-siu-ci-tau, tapi sekarang
bernama Hu-imsin-ciang. Entah pukulan tersebut apakah pantas mewakili Hoa Thian-
hong?" Baru saja perkataannya selesai diutarakan tiba-tiba terdengar suara gemuruh yang amat
nyaring berkumandang memecahkan kesunyian. Ternyata sebatang pohon besar yang tingginya
lima kaki disebelah kiri telah terhajar patah jadi dua bagian, dengan menimbulkan suara
keras pohon itu tumbang ketengah halaman"


Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ia berhenti sebentar untuk tukar napas, kemudian lanjutrya lebih jauh, "Ternyata
sikap Kiu-imkaucu cukup gagah, segera ujarnya dengan suara dingin, "Perduli ilmu
pukulan itu ilmu pukulan sakti apa. Yang pasti ilmu silatmu berasal dari Hoa Thian-hong. Itu berarti kau
memang berkewajiban untuk datang minta kembali putranya. Tapi akupun ada sepatah dua
patah kata hendak dikatakan kepadamu. Cuma takutnya kau tidak mau percaya." Paman Ko-pun
menyahut, "Kau adalah ketua dari suatu perkumpulan besar, tentu saja apa yang kau katakan
akan kupercayai sepenuhnya. "Kiu-im-kaucu kembali berkata, "Senja berselang, Hoa In-
liong telah pergi tanpa pamit, percayakah kau?" Bila di katakan pergi tanpa pamit, siapa
yang mau percaya" Waktu itu aku langsung mengumpat didalam hati, "Sialan, ngomong juga seenaknya
sendiri!" Siapa tahu setelah tertegun sejenak, paman Ko segera memberi hormat seraya
berseru, "Maaf, mengganggu!" diapun putar badan dan berlalu dari sana"
Yu Siau-lam lantas menyela dari samping. "Apakah lantaran Ko tayhiap berhasil
mematahkan sebatang pohon dengan pukulannya, maka Kiu im kaucu kabur pulang kesarangnya?"
"Tentu saja tidak sesederhana itu" jawab Coa Cong-gi, "Aku sangat kagum
menyaksikan kegagahan serta kewibawaan Ko tayhiap. Tampaknya Kiu-im kaucu dibuat jengkel
oleh polah musuhnya. Ketika Ko tayhiap hendak berlalu dari sana, ia lantas mendengus dingin
sambil menegur, "Hmm, mau datang lantas datang, mau pergi lantas pergi. Sikapmu itu
betul-betul tak pandang sebelah matapun terhadap diriku". Mendengar teguran tadi, Ko tayhiap
menghentikan langkahnya seraya menjawab, "Apakah kaucu tidak senang hati dan ingin memberi beberapa jurus
petunjuk ilmu silat kepadaku?". Kiu-im kaucu berkata kasar, "Yaa benar, sebelum pergi dari
Naga Sasra Dan Sabuk Inten 40 Si Tangan Sakti Karya Kho Ping Hoo Istana Pulau Es 2
^