Pencarian

Rahasia Hiolo Kumala 9

Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long Bagian 9


itu. 277 "Hmm....! Justru nonamu sengaja tak mau pegang janji. Akan kugantung kau selama
tujuh hari lagi, akan kulihat apa yang bisa kaulakukan....?" katanya ketus.
Indah nian gerakan tubuhnya, ganas, keji dan berat pula ancaman serangannya.
Andaikata serangan tersebut bersarang telak pada sasarannya, meski tubah Hoa In-liong
terlindung oleh kaos kotang pelindung badan, toh dia tetap akan roboh juga.
Hoa In-liong tidak panik. Ia tarik badannya hingga cekung ke dalam, kemudian
dengan entengnya anak muda itu mundur delapan depa ke belakang.
"Nona!" ujarnya dengan dahi berkerut, "Gurumu kan bermaksud menahan aku secara
baik-baik?" "Tak usah banyak cerewet!" tukas Bwee Su-yok sambil mengejar sasarannya bagaikan
bayangan. "Sengaja mau gantung kau selama tujuh hari, mau apa kau" kalau dilepaspun harus
tunggu tujuh hari kemudian"
"Oooh.... jadi kau hendak melepaskan aku pergi?" seru Hoa In-liong dengan wajah
tercengang. "Ya!" jawaban dari Bwee Su-yok sungguh-sungguh, serius dan tak nampak kalau cuma
bergurau belaka. Setajam sembilu sorot mata Hoa In-liong yang mengawasi wajah Bwee Su-yok, tiba-
tiba ia tertawa. "Haa.... haa.... haa.... Diantara anak cucu keluarga Hoa, hanya aku yang suka
berbohong. Haa.... haa.... haa.... Sungguh tak kusangka...."
"Apa kau bilang?" bentak Bwee Su-yok dengan sorot mata yang luar biasa tajamnya.
Hoa In-liong masih tergelak-gelak. "Haa.... haa.... haa.... Sekalipun nona tidak
bohong, aku yakin ucapanmu kau utarakan karena emosi belaka. Bila kau lepaskan aku pergi dari
sini, lantas bagaimanakah pertanggungan jawabmu dibadapan gurumu nanti?"
Benar juga perkataan ini! Bila anak muda itu dilepaskan secara pribadi, lantas
bagaimanakah pertanggung jawabnya dihadapan Kiu-im kaucu nanti" Kalau bukan begitu, bukankah
berarti bahwa nona itu sedang berbohong"
Tampaknya karena malu Bwee Su-yok jadi marah merah padam selembar wajahnya.
Sinar mata yang menyambar kesana kemari setajam pisau, menggidikkan keadaannya. "Kalau
memang begitu, lebih baik kau mampus saja!" teriaknya kemudian dengan lantang.
Berbareng itu juga sepasang telapak tangannya diayun ke depan deugan dahsyat.
Kalau dilihat dari gaya Bwee Su-yok melepaskan serangannya, dapat ditarik
kesimpulan kalau hati nona itu sedang gundah dan diliputi hawa amarah. Andaikata serangan
tersebut bersarang telak, dengan kekuatan yang terkandung dibalik pukulan itu, sedikit banyak akan
binasa juga Hoa In-liong bila terhantam.
Tak terkirakan rasa kaget dari dua orang dayang cilik itu sampai-sanpai mereka
berteriak keras, "Nona....!" Bukan saja lengking suaranya, diantara kelengkingan tersebut terbawa pula nada
gemetar yang jelas kedengaran. 278 Agak tertegun Bwee Su-yok mendengar jeritan tersebut, ia menunda serangannya
sambil membentak, "Apa-apaan kalian" Kenapa menjerit jerit macam orang edan?"
Sebelum dayang-dayang itu menjawab, Hoa In-liong telah menimbrung dari samping,
"Aku hendak berbicara nona!"
Oooo OOO oooo "HUUUUH! Kau anggap nonamu sudi mendengarkan segala ocehanmu yarg tak genah?"
Jengek Bwe-su yok seraya menatap lawannya dengan pandangan dingin.
"Mau mendengarkan atau tidak tentu saja urusan nona sendir. Aku hanya merasa tak
enak rasanya bila perkataan yang menyumbat tenggorokanku tidak kuutarakan keluar.
Terus terang kuberitahukan kepadamu nona, sebetulnya aku tak ingin pergi dari sini. Tapi
setelah dapat kupahami jalan pemikiran nona, maka aku merasa, andaikata aku tetap berdiam diri
disini malah justru akan menjerumuskan nona pada keadaan yang tidak berbudi, oleh sebab
itu...." "Hmm....! Nonamu berbudi atau tidak, kenapa musti kau risaukan?" tukas Bwee Su-yok
sangat mendongkol. Hoa In-liong tertawa ewa. "Bila persoalan ini sama sekali tak ada hubungannya
dengan diriku, tentu saja tak usah kurisaukan tapi berhubung persoalan ini timbulnya justru
lantaran aku. Jika nona sampai melakukan perbuatan-perbuatan yang tak berbudi, bukankah semuanya
itu adalah berkat dari dosa dan kesalahanku?"
Kembali Bwee Su-yok mendengus dingin. "Hmm.... Usil mulut pandai menjilat, rupanya
engkau sedang berusaha untuk membersihkan diri dari segala dosa dan kesalahan!
Begitupun bolehlah, ayoh cepat menyerah dan biarkan tubuhmu di ikat, kau musti digantung selama
tujuh hari lagi" "Aaah....! Bicara pulang pergi, nona toh bersikeras akan menggantung aku selama
tujuh hari lagi!" "Kalau tidak, maka engkau harus mampus!" sambung Bwee Su-yok dengan suara yang
menyeramkan. Paras muka Hoa In-liong tiba-tiba saja berubah jadi amat serius, dengan sungguh-
sungguh dia berkata, "Nona Bwee, engkau terlalu picik pikirannya, terlalu sempit jiwanya,
watak semacam ini patut segera dirubah!"
Kalau dihari-hari biasa Hoa In-liong selalu tertawa haha hihi dengan sikap yang
santai dan acuh tak acuh, sehingga orang menganggap dirinya sebagai laki-laki hidung bangor,
atau kalau serius pun wajahnya tetap tenang tanpa pancaran hawa gusar. Maka setelah air mukanya
menjadi serius dan nada pembicaraannya tiba-tiba berubah ber-sungguh-sungguh, kontan
saja Bwee Suyok dibikin tertegun olehnya.
Hoa In-liong berhenti sebentar, kemudian sambangnya lebih jauh, "Dengarkanlah
perkataanku selanjutnya. Pantangan paling besar bagi seorang manusia adalah tak tahu diri
dan kelewat sombong. Bagaimanapun juga aku kan sudah kau gantung selama tiga hari tanpa
melawan. Semestinya nona sudah harus puas dengan hasil tersebut. Tapi sekarang, lantaran
kau lihat keadaanku tak kekurangan sesuatu apapun, hatimu jadi panas. Maka dengan alasan
yang dibuatbuat kau ingin memancing aku masuk perangkap. Sekalipun aku percaya
dengan perkataanmu itu, bukankah soal kepercayaan bagi nona akan mengalami kerugian" Sebaliknya
bila pegang janji, setelah kau gantung aku selama tujuh hari lantas melepaskan aku pergi,
tidakkah engkau 279 merasa bahwa perbuatanmu itu telah melanggar perintah dari gurumu" Meskipun budi
dan dendam yang kau lakukan bukan dilakukan dengan tujuan tertentu, tapi akibat yang
dihasilkan semuanya merupakan suatu tindakan yang tidak berbudi. Nah, nona! Terus terang
kukatakan kepadamu, tak mungkin kaudapat menggantung aku selama tujuh hari lagi tanpa
perlawanan dariku. Padahal nafsu membunuh sudah menyelimuti wajah nona, bayangkan sendiri,
dengan kemampuan yang nona miliki, mampukah engkau untuk melaksanakan kesemuanya itu?"
Setiap perkataan yarg diutarakan anak muda itu boleh dibilang diucapkan dengan
nada yang tegas dan alasan yang tepat. Meskipun selama ini Bwee Su-yok bermaksud
membantah, ia tak tahu bagaimana harus membantahnya.
Tiba-tiba saja paras muka Hoa In-liong berubah semakin cerah, sambil tertawa
nyaring ujarnya kembali, "Nona Bwe, terus terang kukatakan, raut wajah serta keanggunan nona
amat mengagumkan aku Hoa Yang. Sayang kedudukan kita jauh berbeda, kita harus berdiri
pada posisi yang saling bermusuhan. lagipula nona sombong dingin dan tak berperasaan.
Kalau tidak demikian, mungkin kita bisa menjadi sahabat yang karib. Oleh sebab itu, bila
lantaran aku akan mengakibatkan nona terjerumus dalam keadaan yang tidak berbudi, sampai matipun
aku Hoa Yang tidak akan melakukannya. Maka setelah kupikir lebih jauh, aku rasa satu-
satunya jalan yang bisa kita tempuh sekarang adalah mohon diri darinu, kita putuskan dahulu
gejala "ketidak berbudi" tersebut, agar nona tak sampai rugi karenanya. Nona Bwee, aku ingin
mohon diri kepadamu, dihadapan gurumu nanti tolong sampaikan permintaan maafku yang mana
telah pergi tanpa pamit, semoga nona bisa jaga diri baik-baik!"
Selesai berkata dia menjura, putar badan dan berjalan menuju ke dinding
pekarangin dihalaman belakang. Selang sesaat kemudian ia sudah melewati dinding pekarangan dan lenyap
dari pandangan mata. Ia bilang pergi lantas pergi. Perkataannya terus terang dan blak-blakkan.
Sikapnya gagah perkasa, sedikitpun tidak menunjukkan tanda-tanda berat hati atau segan pergi.
Memandang bayangan punggungnya yang kekar dan lenyap dari pandangan mata, Bwee Su-yok
hanya bisa berdiri termangu dengan mata terbelalak dan mulut melongo. Dia lupa menjawab,
lupa menegur. Untuk sesaat hanya berdiri kaku bagaikan sebuah patung arca.
Sepintas lalu keadaan tersebut seakan-akan suatu kejadian yang diluar dugaan,
padahal memang demikianlah keadaan pada umumnya.
Perlu diterangkan disini, bahwasanya Hoa In-liong adalah seorang pemuda yang
tampan. Hal ini sudah terbukti jelas, manusia dengan tampang gagah seperti inilah merupakan
idaman dan incaran dari setiap gadis kaum remaja.
Meskipun Bwee Su-yok itu dingin dan kaku hatinya, bagaimanapun dia adalah
seorang gadis yang berwajah cantik. Dan selama manusia punya perasaan, tentu perasaan mereka
tak jauh berbeda, begitu pula dengan keadaan dara tersebut.
Sebelum itu, dia selalu barusaha menyusahkan Hoa In-liong, hal ini disebabkan
karena pertama hasil pendidikannya yang bertahun-tahun, kedua rasa dongkolnya terhadap Hoa In-
liong yang sama sekali tidak tergiur oleh kecantikan wajahnya.
Kedua hal tersebut diatas segera menimbulkan perasaan tak puas, perasaan
mendongkolnya atas diri pemuda itu, padahal terus terang dalam hati kecilnya diapun menaruh rasa
simpatik terhadap Hoa In-liong. Apalagi rasa simpatiknya lebih mendekati sebagai benih-benih
cinta. Bisa dibayangkan bagaimanakah perasaannya ketika itu.
280 Sekarang, dengan begitu terus terang, dengan begitu blak-blakan Hoa In-liong
telah mengutarakan perasaan cinta dan kagumnya terhadap dirinya. Tapi lantaran dia tak
ingin menjerumuskan dirinya dalam keadaan tak berbudi, dia rela pergi meski dengan
perasaan berat. Betapa terus terangnya pengakuan pemuda itu atas rasa cinta dan kagumnya" Betapa
dalamnya perasaan kuatir dan perhatiannya terhadap segala hal yang ncenyang-kut dirinya"
Tidak heran kalau Bwee Su-yok dibuat tertegun tanpa mengetahui apa yang harus dilakukan.
Malam semakin kelam, rembulan sudah muncul dari arah timur, secepat sambaran
kilat Hoa Inliong bergerak menuju ke kota Kim-leng.
Anak muda itu langsung berkunjung ke pesanggrahan pertabiban dan menyambangi
Kang-lam Jigi (Tabib Sosial dari Kanglam) Yu Siang-tek suami istri.
Dari mulut kedua orang tua inilah dia baru tahu bahwa Yu Siau-lam beserta Kim-
leng ngo-kongcu nya telah menyebarkan diri untuk mencari jejaknya semenjak ia tertangkap musuh.
Coa Cong-gi sendiri walaupun bertugas menjaga dikota Kim-leng, tapi sudah tiga hari Kang-lam
Ji-gi tidak menjunpai jejaknya. Setelah mengetahui tentang gerakan yang dilakukan oleh Kim-leng ngo-kongcu,
selain Hoa Inliong merasa berterima kasih atas perhatian serta simpatik Kim-leng
ngo-kongcu yang sudi mencari jejaknya dengan susah payah, diapun merasa kuatir atas keselamatan dari
Coa Cong-gi. Dia kuatir Coa Cong-gi telah berjumpa dengan orang-orang dari Kiu-im kau dan
kena ditangkap juga oleh mereka. Karena itu setelah buru-buru bersantap, dia mengambil senjata, menanyakan tempat
tinggal dari Coa Cong-gi, kemudian baru berpamitan dengan Yu Siang-tek suami istri dan lari
menuju kejalan raya sebelah timur Tempat tinggal Coa Cong-gi terletak di istana raja muda Kim-leng, meskipun Ko
Hoa sudah melepaskan diri dari jabatan tersebut, namun tempat tinggal itu masih ditempati
oleh anak keturunannya baik kewibawaan maupun keangkerannya tak jauh berbeda seperti dulu.
Sayang para pelayan yang ada dirumah tak ada yang tahu kemana perginya Coa Cong-
gi.

Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Menurut seorang pengurus rumah tangga she-Kok, sudah tiga hari majikan mudanya
tidak pulang ke rumah. Sedang majikan perempuannya beserta nona telah melakukan perjalanan jauh
pada tiga hari berselang.... Tentu saja Hoa In-liong tidak tahu kalau kesemuanya itu adalah hasil perbuatan
dari Goan-cing Taysu. Sepeninggalnya dari gedung Coa dijalan raya sebelah timur, perasaannya
jadi gundah, gelisah dan sangat tidak tenang.
Sekalipun demikian ia tidak merasa gelisah, karena setelah meninggalkan gedung
perkampungan yang misterius itu, ia telah mengambil keputusan akan menyelidiki kembali gerak-
gerik dari Kiuim kau tengah malam nanti. Seandainya Coa Cong-gi memang terbukti
sudah diculik orang-orang
Kiu-im kau, waktu itu kabar tersebut tentu akan diperoleh juga dan rasanya
melakukan pertolongan pada waktu itupun belum terlambat.
Karenanya setelah termenung dan berpikir sejenak, dia memutuskan untuk
berkunjung lebih dulu ke rumah pelacuran Gi-sim-wan untnk menemui Cia In.
281 Pemuda ini memang dasarnya suka bermain perempuan. Dimana saja ia berada,
disanalah ia pasti berkenalan dengan perempuan. Baru beberapa hari berkenalan dalam dunia
persilatan, sudah beberapa orang gadis yang selalu terkenang dalam benaknya.
Diantara sekian banyak gadis, Cia In terhitung perempuan yang istimewa bagi
pandangannya. Sejak ia membocorkan jejaknya dihadapan Ciu Hoa kemudian pada tiga hari
berselang dia menyaksikan kereta kudanya muncul dari daerah loteng sambur menuju keramaian
kota. Maka meskipun hatinya kangen, diapun sedikit curiga. Tanpa sadar langkah kakinya
telah bergerak menuju ke arah kuil Hu cu-bio.
Setelah memasuki sebuah lorong, sampailah pemuda itu disebelah barat rumah
pelacuran Gisim-wan. Dengan matanya yang jeli dia menengok kekiri kekanan.
Setelah yakin kalau disekitar
tempat itu tak ada orang, ia baru melompati pagar pekarangan dan masuk kedalam.
Setelah melewati beberapa bangunan akhirnya tibalah dia didepan loteng tempat tinggal
Cia In. Ruangan loteng itu terang benderang, dari kejauhan ia saksikan In-ji berdiri
ditepi pagar sambil memandang sekelling sana. Ketika ia pandang lebih seksama lagi, ternyata tidak
tampak bayangan tubuh dari Cia In. Diatas lotengpun tak kelihatan ada orang yang
berlalu lalang, meski sudah ditunggu beberapa saat lagi, ternyata keada-annya masin tetap dan tidak
berubah. Menyaksikan kesemuanya itu, Hoa In-liong mengerutkan dahinya seraya berpikir,
"Kemana perginya Cia In" Mengapa ia tidak tampak" Kalau pergi memenuhi undangan orang
kenapa In-ji tidak ikut" In-ji jelas ada diatas loteng, tapi disitu tak nampak ada tamu,
masa.... masa...." Belum habis kecurigaan tersebut terlintas dalam benaknya, tiba tiba serentetan
bisikan lirih berkumandang ke dalam telinganya, "Anak Liong kah disitu" Cepat kemari!"
Mula-mula Hoa In-liong agak terkejut, tapi segera ia kegirangan, dengan ilmu
menyampaikan suara pula sahutnya, "Ngo-siok, paman Ngo, engkau berada dimana?"
Ternyata orang yang membisiknya dengan ilmu menyampaikan suara itu bukan lain
adalah seorang murid Bun Tay-kun yang diterimanya ketika ia telah lanjut usia.
Muridnya ini dianggap sebagai murid juga dianggap sebagai putra sendiri, ia
bernama Hoa Ngo dan nama aslinya "Siau-ngo-ji"
Bocah itu tak berayah tak beribu, dulunya adalah seorang berandal kecil pimpinan
Ko Thay dari kota Lok-yang dan pernah menyumbangkan tenaganya bagi keluarga Hoa.
Bun Tay-kun yang kasihan atas kehidupan bocah itu dan lagi senang akan
kecerdasannya, kemudian Ko Thay dan Ngo-ji diterimanya menjadi murid serta diwarisi ilmu silat
yang tinggi. Sejak Ko Thay ditetapkan menjadi satu-satunya pewaris dari Ciu It-bong dan
memperoleh pelajaran silat Hu im-ciang-hoat, dia telah meninggalkan perkampungan Liok-soat-
san-ceng dan mendirikan perguruan sendiri, sebaliknya Hoa Ngo tetap berdiam di perkampungan
Liok-soatsan-ceng dan menjadi salah satu kekuatan dari keluarga Hoa. (untuk
mengetahui peristiwa diatas, silahkan membaca: Bara-maharani).
Sejak kecil Hoa Ngo sudah pintar, diapun termasuk seorang laki-laki yang binal
dan sukar diikat dengan segala peraturan, sejak berhasil memiliki ilmu silat yang tinggi, ia
seringkali berkelana diluaran, tapi bila berada di rumah Hoa In-liong lah yang paling disayang,
kebinalan dan kelicikan Hoa In-liong justru sebagian besar adalah berkat ajaran dan pengaruh dari paman
Ngo-nya ini. 282 Tidaklah heran kalau ia jadi sangat gembira setelah mengetahui babvva orang yang
mengirim suara kepadanya itu bukan lain adalah paman Ngo siok nya.
"Hati-hati....!" Suara dari Hoa-Ngo kembali berkumandang dengan nada serius, "Aku
ada disini. Disebelah sini ada sebuah ruangan mungil, kurang lebih satu panahan sebelah
tenggara bangunan loteng, kau harus menyusup kemari dengan pelan-pelan, jangan sampai
bersuara!" "Harus menyusup kesitu?" pikir Hoa In-liong kemudian dengan perasaan tegang,
"Benarkah dalam rumah pelacuran Gim-sim-wan terdapat hal hal yang aneh dan mencurigakan?"
Tapi dalam keadaan demikian, tidak sempat lagi baginya untuk berpikir lebih
jauh, buru buru ia menyusup ke arah tenggara seperti apa yang di perintahkan Paman Ngo nya.
Benar juga, disebelah tenggara terdapat sebuah bangunan mungil. Letaknya berada
dihalaman yang berbeda, hingga sepintas lalu orang akan mengira bangunan tersebut tidak
berhubungan sama sekali dengan rumah pelacuran Gi-sim-wan. Meski ada pintu yang
menghubungkan halaman yang satu dengan halaman lainnya.
Ia menyusup masuk kedalam halaman tersebut lewar pintu yang setengah tertutup.
Begitu keluar dari balik pintu, terlihatlah sebuah kereta kuda yang berwarna emas dan
mungil berhenti didepan pintu bangunan mungil itu, sebagai kusir keretanya adalah Hek lo-tia.
Sementara hatinya merasa terkesiap, tiba-tiba terdengar suara dari Cia In
berkumandang nyaring, "Hek lo-tia, sudah kau siapkan keretanya?"
"Lapor nona, kuda dan kereta telah siap menanti nona naik kedalam kereta"
Diantara cahaya lentera yang bergoyang terhembus angin, seorang dayang muncul
dipaling depan membawa alat penerangan. Cia In dengan mendampingi seorang perempuan
cantik berbaju ungu menyusul dari belakangnya, mereka semua muncul dari ruangan
tersebut. Perempuan cantik berbaju ungu itu memakai gaun sepanjang lantai. Rambutnya
disanggul tinggi dan berparas cantik jelita. sepintas lalu mirip seorang perempuan berusia tiga
puluh tahunan, mirip juga berusia dua puluh lima enam tahunan, berapa umurnya yang pasti sukar
rasanya untuk ditentukan. Hoa In-liong menyaksikan kesemuanya itu dengan wajah termangu mangu. Sebelum ia
tahu apa yang musti dilakukan, dayang itu sudah membuka pintu kereta dan mempersilahkan
Cia In berdua masuk ke dalam kereta.
"Anak Liong, cepat...." tiba-tiba bisikan dari Hoa-Ngo kembali berkumandang
datang. Belum habis ia berkata, Hek lo-tia sudah ayun cambuknya dan kereta itu pun mulai
bergerak meninggalkan tempat tersebut.
Meskipun tidak lengkap yang didengar Hoa In-liong, tapi ia mengerti bahwa paman
Ngo-siok nya memerintahkan dia untuk "membonceng kereta dan mengikuti kemana perginya orang-
orang itu." Dalam keadaan demikian, ia tak sempat untuk berpikir panjang lagi. Dengan
gerakan hampir menempel diatas permukaan tanah, dia menyusul ke belakang kereta lalu menerobos
ke bawah lantai kereta yang sedang berjalan itu.
283 Seenteng burung walet gerakan tubuhnya, selincah kucing terkamannya. Gerakannya
ini bukan saja tidak menggerakkan daun atau rumput, tidak mengejutkan dayang yang ada
didepan bangunan, bahkan orang yang berada dalam keretapun tidak akan merasa bahwa ada
seseorang telah membonceng kereta mereka.
Dengan berpegangan pada dasar ruang kereta, Hoa In-liong bergelantungan terus
sepanjang jalan. Ia cuma mendengar berputarnya roda kereta tanpa diketahui kemana kereta
itu akan pergi dan dimanakah paman Ngo-siok nya menyembunyikan diri.
Meski demikian, ia tahu bahwa kereta itu sudah melalui sebuah jalanan berbatu
datar yang sangat panjang, lalu bergerak dijalanan berlumpur, kurang lebih setengah jam
kemudian kereta mulai mendaki ditanah perbukitan, dan sepertanak nasi kemudian baru berhenti
disuatu tempat. Dengan tenangnya Hoa In-liong menunggu di bawah lantai kereta, setelah yakin
kalau orangorang diatas kereta sudah meninggalkan kereta tersebut, pelan-pelan
ia baru menerobos keluar dari tempat persembunyiannya.
Waktu itu sudah mendekati tengah malam, bintang bertaburan di angkasa. Dibawah
sinar rembulan yang redup terlihatlah sebuah to koan (kuil kaum beragama To) berdiri
anggun didepan sana sementara Hek lo-tia dengan kesiap- siagaan penuh duduk diatas
keretanya sambil memandang ke sana kemari. Rupanya ia bertugas mengawasi kea-manan sekitar
wilayah tersebut. Dengan gerakan yang sangat hati-hati, Hoa In-liong menyusup masuk ke dalam semak
belukar. Kemudian setelah berputar ke arah lain, ia baru membersihkan debu yang mengotori
bajunya. "Wah, tak sempat lagi bila aku hendak selidiki gerak-gerik dari orang orang Kiu-
im kau" pikirnya dalam hati. Sementara otaknya berputar, tubuhnya dengan enteng melayang kedepan menghampiri
To koan tersebut, cahaya lampau menyinari ruang tersebut terang benderang, dengan
menghindari cahaya lampu pemuda itu meryusup dikegelapan dan mendekati bangunan itu.
Saat itulah tiba-tiba ia dengar suara helaan napas seseorang yang amat nyaring,
"Aaai....! Che giok, tidak seharusnya engkau datang kemari...."
Begitu mendengar disebutnya nama "Che-giok" mendadak sontak Hoa In-liong
merasakan hatinya bergetar keras. "Oooh.... Sekarang aku baru tahu" pikirnya, "Jadi
perempuan cantik tadi adalah Pui Che-giok!"
Dengan perasaan kaget bercampur curiga, pemuda itu mendekati dinding jendela dan
menyembunyikan diri baik-baik. Ia membuat sebuah lubang kecil pada kertas
penutup jendela itu, lalu menempelkan mata kanannya dilubang itu dan mengintip ke dalam ruangan.
Ruangan tersebut adalah sebuah ruangan yang sederhana dan jelek. Seorang Tookoh
(rahib perempuan) berwajah cantik dan berkulit putih bersih duduk bersila diatas
pembaringan. Seorang Tookoh berusia lanjut yang berwajah bersih mendampingi disisinya.
Waktu itu Cia In berlutut diatas tanah, sedangkan perempuan cantik berbaju ungu
itu berdiri di hadapan Tookoh berwajah cantik tersebut dengan sikap menghormat.
"Heng tooyu!" terdengar Tookoh tua ilu berkata setelah mendehem periahan
"Bagaimanapun jua nona Pui sudah sampai disini, marilah persilahkan dia duduk dan berbicara dengan
sebaikbaiknya!" 284 "Bicara pulang pergi, yang dibicarakan toh tetap masalah keduniawian belaka"
sahut Too-koh cantik yang disebut Heng tooyu itu dengan suara hambar, "Tiang-heng telah
mengasingkan diri dari keramaian duaia, hidup mengasingkan diri sebagai pendeta, perasaan hatiku
saat ini sangat tawar dan tenang, persoalan apalagi yang hendak dibicarakan dengan diriku?"
"Nona...." seru Pui Che-giok agak emosi.
"Pin-ni Tiang heng, sudah lama bukan nonamu lagi!" tukas Heng tooyu cepat.
"Yaa, tootiang!" sahut Pui Che-giok sedih.
To-koh yang bernama "Tiang-heng" itu memberi kode tangan mempersilahkan tamunya
untuk duduk, lalu katanya, "Silahkan duduk, asal tidak menyinggung soal lampau, kita
boleh saja bercakap-cakap sebentar!"
"Yaa, tootiang!" kembali Pui Che-giok mengangguk, air mata bercucuran membasahi
wajahnya, hampir saja ia menangis tersedu.
"Jangan terlalu memikirkan satu masalah yang sama melulu" kata Tiang-heng Tookoh
hambar "Kejadian masa lampau sudah lewat bagaikan asap yang buyar di angkasa, buat apa
kau menangis dan bersedih hati" Silahkan duduk, lebih baik katakan apa yang hendak


Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kau ucapkan pada saat ini?" Kepada Cia In, diapun berkata lebih jauh, "Anak In, silahkan bangun! Pinni tak
berani menerima sembahmu yang berkepanjangan!"
Sambil masih sesenggukan Pui Che-giok duduk sedang Cia In menyembah lagi
beberapa kali di depan Tookoh cantik itu sebelum berdiri dibelakang Pui Che-giok dengan wajah
sedih dan murung. Untuk sesaat suasana jadi hening dan sepi....
Entah berapa saat kemudian, Pui Che-giok baru menyeka air matanya dengan ujung
baju, kemudian ia berkata , "Totiang, soal perkumpulan Cha-li-kau yang Che-giok
dirikan, tidak lama kemudian akan diresmikan dan diumumkan secara meluas keseluruh dunia persilatan.
Untuk keperluan itu sengaja Che-giok datang kemari mohon petunjuk dari totiang"
Mendengar perkataan tersebut, Hoa In-liong merasa amat terperanjat, ia semakin
pusatkan perhatiannya untuk mendengarkan semua pembicaan tersebut dengan lebih seksama.
"Kalau hanya soal meresmikan perkumpulan saja, kenapa kau musti minta petunjuk
pinto?" kata Tiang hengto koh dengan dahi berkerut.
"Sejak kecil Che-giok sudah dipelihara oleh totiang, kemudian mendapat pula
warisan Cha-li sim keng dari totiang. Segala sesuatu yang Che-giok miliki sekarang adalah pemberian
dari Totiang. Tak ternilai tebalnya budi yang Che-giok terima, sebelum ada persetujuan dari
totiang, darimana Cbe giok berani sembarangan ambil keputusan?"
Tiang-heng to koh menghela napas panjang. "Aaaai.... bila pinto belum jadi
pendeta, sudah pasti pinto tak akan terlalu setuju dengan tindakanmu mendirikan perkumpulan. Tapi
sekarang pikiran dan perhatian pinto hanya tertuju pada pelajaran agama To, dengan sendirinya
soal-soal ke duniawian pun tak akan terlalu banyak yang kuurusi"
285 "Harap Hoo.... tootiang berlega hati" tiba-tiba Pui Che giok berseru dengan cemas,
"Che-giok tidak akan melakukan segala tindakan yang menyusahkan keluarga Hoa"
"Kau...." Tiang heng Tookoh tiba-tiba berseru dengan wajah amat serius.
"Che-giok patut mampus!" seru Pui Che-giok lagi dengan takut, "Karena terlampau
emosi sehingga Che-giok melupakan peringatan dari diri totiang"
Tiang heng to koh menghela napas panjang. "Aaaaai.... Perkataan dari pinto memang
sedikit kelewat batas. Padahal kejadian sudah lewat, sekalipun disinggung kembali,
rasanya juga tak akan sampai menimbulkan pergolakan didalam hati"
Setelah berhenti sebentar, tiba-tiba sambungnya lebih jauh, "Secara tiba-tiba
kau terburu nafsu untuk mendirikan perkumpulanmu, apakah hal ini ada hubungannya dengan keluarga
Hoa?" "Benar! Oh, bukan.... bukan...." Pui Che giok gelagapan sekali menghadapi pertanyaan
tersebut. Melihat jawaban yang saling bertentangan itu, sekali lagi Tiang heng To koh
mengerutkan dahinya. "Jika engkau hendak mengucapkan sesuatu, katakanlah secara terus
terang, apa yang perlu kau takuti lagi?"
Pui Che-giok berusaha keras untuk menenangkan hatinya, kemudian ia baru berkata,
"Totiang, kau tidak tahu, Suma tayhiap suami istri telah dibunuh orang secara keji"
Mendengar kabar tersebut, sekujur badan Tiang heng Tookoh bergetar keras.
Rupanya ia merasa amat terkejut oleh kejadian tersebnt, tapi selang sesaat kemudian ia berhasil
menguasai perasaan hatinya itu. "Kau maksudkan Suma Tiang-cing suami isteri yang disebut
orang sebagai Kiu-mia-kiam-kek itu?"
"Yaa, Suma Tiang-cing tayhiap suami istri itulah yang kumaksudkan" sahut Pui
Che-giok seraya mengangguk, "Mereka berdua mati dirumahnya di kota Lok-yang. Menurut hasil
menyelidikan luka mematikan yang ditemukan ditubuh korban letaknya diatas tenggorokan,
tampaknya mati tergigit oleh binatang buas. Selain itu pembunuh tersebut juga meninggalkan
tanda yang biasanya digunakan totiang dimasa lalu"
Sebelum ucapan itu selesai diutarakan, paras muka Tiang-heng Tookoh sudah
berubah bebat, si nar matanya setajam sembilu. "Kau maksudkan hiolo kecil terbuat dari batu kemala
hijau?" teriaknya tertahan. Ketika Tiang-heng Tookoh mengucapkan kata-kata tersebut, maka Hoa In-liong yang
curi dengar pembicaraan itupun hampir saja menjerit tertahan.
"Gio-teng hujin" Yaa, dialah perempuan yang bernama Giok-teng hujin itu...."
Padahal sewaktu Pui Che-giok menyebut Tiang heng Tookoh sebagai "nona" tadi,
pemuda ini sudah curiga kesitu. Tapi oleh karena menurut pengertiannya Giok Teng Hujin
sudah wafat, apalagi surat wasiatnya masih berada disakunya, maka ia tak berani mempercayai
seratus persen. Dan sekarang setelah kenyataan membuktikan bahwa apa yang diduganya itu tidak
keliru. Tak terkendalikan golakan perasaan hatinya, telapak tangan kanannya segera diangkat
keatas, hampir saja ia menerobos masuk kedalam ruangan lewat jendela.
286 "Liong-ji. Jangan terburu nafsu!" untunglah pada saat itu suara peringatan dari
Hoa Ngo kembali berkumandang, "Dengarlah lebih lanjut apa yang mereka bicarakan!"
Tercekat hati Hoa In-liong. Cepat ia berpaling ke arah mana berasalnya suara
peringatan itu. Betul juga, dibawah jendela yang lain tampak sesosok bayangan manusia sedang
manggutmanggut ke arahnya.
Karena itu, ia segera mengendalikan golakan perasaan dalam hatinya, dengan ilmu
menyampaikan suara bisiknya pula, "Ngo siok, benarkah Tookoh itu adalah Giok-
teng hujin yang kita cari?" "Jangan banyak bertanya, dengarkan lebih lanjut apa yang mereka bicarakan!"
Sementara itu, suara dari Tiang-heng Tookoh telah berkumandang kembali dari
ruangan, "Hubungan Suma Tayhiap dengan keluarga Hoa dibukit Im-tiong-san bukan hubungan
persahabatan yang umum. Dengan terbunuhnya mereka berdua secara bersama, entah
tindakan apa yang telah dilakukan oleh pihak perkampungan Liok-soat san-ceng?"
Bila didengar dari pembicaraan tersebut, Hoa In-liong tahu bahwa diantara
pembicaraan mereka ada sepotong pembicaraan yang tak sempat terdengar olehnya, tentu saja ia makin
tak berani memecahkan perhatiannya. Cepat kepalanya ditempelkan kembali diatas jendela, dari situ dia mengintip
kembali kedalam kamar. Tampaklah Pui Che-giok dengan wajah yang iba sedang berkata, "Oleh karena hiolo
kecil kumala hijau itu, pihak Liok-soat-san-ceng telah mencurigai bahwa otak dari pembunuhan
ini adalah totiang, Dewasa ini putra Pek Kun-gi yang bernama Hoa Yang telah ditugaskan
turun kedunia persilatan untuk menyelidiki peristiwa pembunuhan berdarah itu!"
"Ehmmm.... Ternyata memang begitulah tindakannya! Kenapa Hoa Thian-hong tidak
turun tangan sendiri?" ucap Tiang-heng Tookoh agak dipengaruhi emosi.
Waktu itu, Tiang-heng totiang tidak berusaha untuk menyangkal pembunuhan itu
adalah hasi| perbuatannya, tapi malah bertanya dengan emosi mengapa Hoa Thian-hong tidak
turun tangan sendiri. Mendengar kesemuanya itu, Hoa In-liong merasa makin bingung dan tidak
habis mengerti. "Sekarang Hoa tayhiap sudah merasakan nikmat dan bahagianya kehidupan manusia
didunia. Siapa tahu kalau ia sudah melupakan sama sekali atas semua kejadian dimasa
lampau?" sambung Pui Che-giok dengan gemas bercampur marah.
Dibalik kegemasan dan kejengkelannya dalam pembicaraan tersebut, terselip pula
nada sedih dan murung yang menggenaskan. Sebagai pemuda yang berjiwa romantis Hoa In-liong
dapat merasakan pula suatu kelainan yang istimewa dibalik kata-katanya itu.
Tak aneh kalau matanya terbelalak semakin lebar, ia makin memperhatikan semua
pembicaraan tersebut. Sementara itu sepasang mata Tiang-heng Tookoh pun memancarkan sinar yang terang,
tapi hanya sebentar, katanya kemudian, "Aaaai....! Benih cinta dalam hati pinto sukar
rasanya untuk dipadamkan. Setiap saat tanpa kusadari suutu harapan untuk bertemu kembali dengan dirinya
287 selalu timbul didalam hati. Padahal usiaku makin lama makin lanjut, kenangan
lama tak mungkin bisa terwujud kembali, daripada berjumpa kembali bukankah lebih baik tak usah
bertemu lagi untuk selamanya...."
"Bagaimanapun juga Che-giok tetap penasaran karena persoalan ini" tukas Pui Che-
giok dengan cepat, "Bayangkan saja betapa besar dan tebalnya perasaan cinta totiang
terhadapnya. Bila tiada bimbingan dan bantuan dari totiang dimasa lampau, mungkinkah Hoa tayhiap bisa
memiliki keberhasilan seperti sekarang ini" Jangan kita bicarakan kalau Suma tayhiap itu
adalah angkatan tuanya, cukup berbicara dari tanda kepercayaan totiang, bertemu dengan bendanya
sama seperti bertemu dengan orangnya sendiri, seharusnya Hoa tayhiap turun tangan sendiri
untuk bertemu dengan lotiang serta menanyakan duduknya persoalan ini sampai menjadi jelas"
"Kau keliru besar Che-giok!" kata Tiang-heng Tookoh seraya gelengkan kepalanya
berulang kali, "Dia adalah seorang anak yang berbakti. Seandainya Lo-tay kun tidak menurunkan
perintah, sekali pun hasratnya untuk membalaskan dendam bagi kematian paman angkatnya amat
besar, tak nanti ia berani turun gunung dengan begitu saja"
"Meski demikian, Lo tay kun bukannya tidak tahu kalau budi dan cinta yang pernah
totiang limpahkan kepada keluarga Hoa setinggi langit" bantah Pui Che-giok lagi,
"Terutama dalam peristiwa ini menyangkut kematian yang menimpa Suma tayhiap suami isteri.
Menurut pendapat Che-giok, sepantasnya kalau Hoa-tayhiap turun gunung sendiri untuk menyelidiki
persoalan ini, terutama setelah bertemu dengan benda milik totiang!"
Kembali Tiang heng Tookoh menghela napas panjang. "Aaai....! selama hidupnya Lo
tay kun selalu disiplin pun bertindak cekatan. Andaikata persoalan ini tidak menyangkut
diri Suma tayhiap dan lagi tidak melihat pula hiolo kecil kumala hijau tersebut mungkin ia akan
memerintahkan Hoa tayhiap untuk turun gunung mencari pinto. Tapi sekarang, persoalan ini
menyangkut peristiwa pembunuhan berdarah. Budi dendam pinto dengan keluarga Hoa pun sukar dibedakan.
Tindakan dia orang tua mengutus cucunya untuk menyelidiki persoalan ini adalah suatu
tindakan yang sangat bijaksana. Kalau tidak begitu, bayangkan saja bagaimana mungkin Hoa
tayhiap bisa mengatasi persoalan yang serba pelik ini?"
Jilid 15 MENDENGAR sampai disitu, Hoa In-liong merasakan hatinya bergolak keras, diam-
diam pikirnya, "Tookoh ini boleh dibilang merupakan sahabat paling akrab dari keluarga Hoa
kami. Jika ayah mempunyai sobat semacam ini, kenapa nenek hanya diam diri belaka tanpa
mengurusinya" Kenapa nenek tidak berusaha untuk menjemputnya pulang kerumah?"
Sebagaimana diketahui pemuda ini adalah seorang pemuda yang romantis, ia tahu
"sahabat karib" macam begini paling sukar ditemukan, hingga tanpa disadari timbullah rasa
simpatiknya terhadap Tiang-heng Tookoh. Ia merasa tidak sepantasnya kalau nenek tidak
mengurusi persoalan itu sebijaksana mungkin.
Dalam pada itu Tiang-heng Tookoh telah berkata lagi setelah menghela napas
panjang, "Tentang persoalan ini lebih baik tak usah kita bicarakan lagi. Tadi bukankah kau bilang
kalau putranya Pek Kun-gi telah ditugaskan terjun ke dalam dunia persilatan untuk menyelidiki
peristiwa pembunuhan itu" Tahukah kau sekarang dia berada dimana?"
"Beberapa hari berselang, dia bersama putranya Kanglam Ji-gi telah berkunjung ke
Gi-sim-wan untuk menyelidiki asal usulnya. Anak itu kabarnya sekarang dia sudah ditangkap
oleh kaucu!" 288 "Kau maksudkan Kiu-im kaucu?" seru Tiang-heng Tookoh dengan terkejut, "Jadi Kiu-
im kaucu juga sudah datang ke kota Kim-leng?"
Pui Che-giok mengangguk. "Ya, dia sudah ditangkap Kiu-im kaucu. Ketika Che-giok
mendengar kalau ia sudah tertangkap segera kugerakkan semua anak murid kita untuk
menyelidiki persoalan ini sampai jelas. Tapi hingga kini kami masih belum berhasil menemukan tempat
tinggal Kiu-im

Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kaucu" Tiang-heng Tookoh termenung dan berpikir beberapa saat lamanya, tiba-tiba ia
berkata, "Pintar juga bocah itu, ia bisa mencari Kiu-im kaucu berarti sudah ia temukan sasaran
yang se-benarnya. PinTo-cukup memahami bagaimanakah watak dari Kiu-im kaucu itu. Dia licik banyak
akal dan kejam, tanpa tujuan tertentu tak mungkin ia muncul kembali didalam dunia
persilatan.... Aaaai.... bila bocah ini sampai terjatuh ke tangannya, bukan saja dia tak akan berhasil
mendapatkan sesuatu, mungkin nasibnya lebih banyak buruknya daripada beruntung"
Dugaan tersebut sama sekali bertolak belakang dengan kenyataan. Tapi lantaran
ucapan tersebut diutarakan Tiang heng Tookoh dengan nada kuatir den penuh perhatian,
bukan saja Hoa In-liong tidak merasa geli, sebaliknya malah semakin menambah kesan baiknya
terhadap perempuan itu. Sementara itu Pui Che-giok sudah berkata lagi, "Menurut hasil penyelidikan yang
berhasil Chegiok lakukan, peristiwa terbunuhnya Suma tayhiap mencakup suatu
hubungan persoalan yang luas sekali. Pembunuhan itu bukan dilakukan oleh pihak Kiu-im kau belaka. Tapi
berhubung tanda yang ditinggalkan pembunuh itu adalah lambang dari totiang, maka orang-
orang Liok-soatsan-ceng beranggapan bahwa totianglah merupakan orang yang paling
dicurigai. Menurut pendapat Che-giok, sudah waktunya bagi totiang untuk membersihkan diri dari
segala tuduhan tersebut, daripada harus menanggung kesalahan orang lain, totiang harus
membersihkan nama totiang dari segala taksiran yang salah!"
"Tak usah dinyatakan lagi, aku percaya engkau semua tak ada hubungannya dengan
peristiwa itu" pikir Hoa In-liong dalam hati.
Waktu itu Tiang-heng Tookoh sudah meaghela nafas lirih. "Aaaai.... Siapa yang
bersih dia akan bersih dengan sendirinya. Siapa kotor dia akan menjadi kotor dengan sendirinya.
Sekarang pinto sudah menjadi seorang paderi, apalah arti nama dan kebersihan bagi diriku"
Apalagi pinto sudah mengirimkan surat wasiatku ke perkampungan Liok-soat- san-ceng. Giok-teng-hujin
yang dulu sudah meninggal dunia banyak tahun berselang, itu berarti hiolo kecil kemala
hijau tersebut sudah tiada hubungannya lagi dengan pinto. Biarkanlah mereka pecahkan sendiri
persoalan tersebut?" Perasaan Hoa In-liong sangat sensitif. Ketika mendengar sampai disitu, ia merasa
darah paras yang bergolak dalam dadanya tiba-tiba menggelora hampir saja ia menerjang masuk
ke dalam kamar untuk membongkar jejaknya serta menghibur Tookoh tersebut.
Untunglah dihari biasa ia sudah mendapat pendidikan yang berdisiplin ketat,
disaat yang gawat ia masih mampu untuk mengendalikan golakan emosinya, hingga tindakan yang
gegabah itu tak sampai dilaksanakan dengan begitu saja.
Dengan cepat pemuda itu berpikir, "Giok-teng hujin telah merubah namanya menjadi
Tiangheng, itu berarti ia merasa benci yang tak terkirakan dalamnya. Jika
tindakan terlalu gegabah tanpa perhitungan, mungkin malahan akan memancing rasa antipatinya terhadap
diriku, bisa jadi malahan kejadian akan berobah makin kacau. Bagaimanapun juga aku tak boleh
bertindak semaunya sendiri." 289 Sesudah berpikir sampai disitu, emosinya dapat dipadamkan, dan diapun
mendengarkan pembicaraan tersebut lebih jauh.
Terdengar Pui Che giok menghela napas ringan lalu berkata. "Aaaai.... Tootiang,
apa gunanya engkau selalu menyiksa diri sendiri?"
Tiang-heng tookoh tertawa sedih. "Dan kau sendiri mengapa bersusah hati lantaran
aku?" balik tanyanya. "Kau mengatakan tak akan menyulitkan keluarga Hoa, tapi selalu
teringat untuk mendirikan perkumpulan Cha-li-kau. Dimanakah letak tujuanmu itu" Bukankah
perasaanmu tidak jauh berbeda dengan perasaan pinto sekarang?"
Tiba-tiba paras muka Pui-Che-giok bersemu merah, sambil tundukkan kepadanya dia
membantah, "Che-giok berbuat ini itu hanya berdasarkan perintah dari tootiang
belaka. Bila aku mampu, ingin sekali kuterbitkan hujan badai yang amat dahsyat dalam dunia
persilatan. Ingin kulihat bagaimanakah tindakannya untuk menyelesaikan persoalan itu"
"Yaa, meskipun demikian jalan pemikiranmu, tapi pada hakekatnya kau selalu
melindungi kepentingan orang-orang Liok-soat-san-ceng, bukankah begitu....?"
sambung Tiang-heng Tookoh
sambil tertawa geli. Warna merah yang menghiasi wajah Pui Che-giok makin membara. Tampaknya dia ingin
membantah, tapi tak tahu apa yang harus diucapkan untuk membantah ucapan
tersebut. Tookoh tua yang selama ini hanya membungkam tiba-tiba menghela napas lirih dan
menimbrung dari samping, "Aaaai.... Itulah dosa yang harus diterima oleh umat-ya. Kita
sebagai perempuan satu kali terlibat dalam urusan cinta, maka selamanya tak akan terlupakan lagi.
Heng tooyu, aku kuatir kalau dunia persilatan akan terlibat dalam banyak peristiwa besar lagi".
"Apakah tooyu mempunyai pendapat lain?" tanya Tiang-heng tookoh sambal berpaling
dengan wajah tercengang. "Kenyataan telah membuktikan dengan jelas bahwa Suma tayhiap bukan manusia
sembarangan. Sekalipun pinto juga tahu kalau hubungannya dengan pihak Liok-soat-san-ceng
akrab sekali dan sekarang suami istri berdua itu mati bersama dibunuh orang, bukankah peristiwa
ini sama artinya dengan suatu tantangan bertempur bagi keluarga Hoa dibukit Im-tiong-san"
Sekarang Kiu-im kaucu telah muncul kembali dalam dunia persilatan, apalagi menurut pernyataan
nona Pui tadi, tampaknya ada kelompok kekuatan lain yang bersekongkol dengan pihak Kiu-im
kau...." Sebelum tookoh itu menyelesaikan kata-katanya Pui Che-giok telah menyela dari
samping, "Itulah perkumpulan Hian-beng-kauw! Dalam tahun tahun belakangan ini anak murid
Hian-beng kau banyak yang berkeliaran dalam dunia persilatan. Pelbagai kejahatan mereka
lakukan dan kebanyakan orang-orang itu berhati kejam dan berilmu silat tinggi. Menurut hasil
pengamatan Che-giok secara diam-diam, telah kubuktikan bahwa ilmu silat yang dimiliki
orang-orang itu tampaknya berasal dari sumber yang sama. Dari bertindak gelap-gelapan sekarang
mereka sudah bertindak terus terang, malahan kian lama kian terang-terangan dan berani"
"Aaaah....! Siapakah yang menyelenggarakan perkumpulan Hian-beng-kauw itu?" seru
Tiangheng tookoh dengan perasaan terperanjat, hingga paras mukanya berubah.
"Sampai kini ketua dari perkumpulan Hian-beng-kauw belum pernah menampakkan diri
didepan umum tapi dia mempunyai anak buah yang semuanya mempunyai nama marga serta nama
sebutan yang sama yaitu Ciu Hoa. Mereka saring menerbitkan keonaran dimana-mana.
Malah, 290 konon dalam pembunuhan yang menimpa diri Suma tayhiap, salah seorang Ciu Hoa
turut terlibat dalam peristiwa itu"
"Beberapa puluh orang Ciu Hoa" Bukankah itu berarti mereka sengaja memusuhi
Thian-hong?" seru Tiang-heng tookoh dengan penuh golakan emosi
"Memang begitulah keadaannya. Oleh sebab itu Che-giok merasa bahwa too-tiang
harus bertemu dengan Hoa tayhtap atau paling sedikit menerangkan duduknya persoalan tentang
hiolo kecil kumala hijau tersebut"
Agak lama Tiang-heng tookoh termenung sambil berpikir keras akhirnya ia
menengadah dan menggeleng, "Tak perlu, jelas semua kejadian itu merupakan siasat busuk dari
Kiu-im kaucu" katanya "Pinto tahu maksudnya mencuri lambang milik pinto tak lain adalah
memancing diri pinto agar munculkan diri, kemudian dia akan menggunakan hubungan pinto dimasa lalu
untuk berusaha mencelakai Thian-hong sekeluarga. Andaikata pinto sampai berjumpa muka
dengan Thian-hong, justru tindakanku ini sama artinya terjebak dalam perangkap
busuknya. Apalagi pinto sekarang adalah seorang paderi. Aku tak mau terlibat lagi dalam urusan
budi dendam dalam dunia persilatan. Biarlah mereka beradu kekuatan sendiri!"
Pui Che-giok sangat terperanjat sehabis mendengar perkataan itu, serunya dengan
cemas, "Benarkah tootiang tak mau mencampuri urusan
Hoa tayhiap lagi....?"
Tiba-tiba Tiang-heng tookoh menghela napas panjang. "Aaai.... Serat Sutera akan
berhenti mengalir bila ulat suteranya telah mati. Api Hiolo baru padam bila lilin telah
meleleh jadi kering! Che-giok, dirikanlah Cha-li-kau mu dan bantulah dia. Perasaan pinto sudah hambar
dan tenagaku sudah musnah. Aku tidak berkemampuan apa-apa lagi sekarang"
"Tentang soal ini...." Pui Che-giok jadi gelagapan dan tergagap dibuatnya.
"Pergilah dari sini!" tukas Tiang-heng tookoh lebih jauh sambil ulapkan
tangannya "Anggaplah
dimasa lampau pinto sudah bertindak teledor, sehingga tidak kuketahui kalau
engkaupun menanam bibit cinta terhadap Thian-hong dan sekarang setelah kupahami, sayang
aku tidak berkemampuan spa apa lagi. Apa yang bisa pinto lakukan sekarang hanyalah membeli
nasehat padamu, Cintailah siapa yang kau cintai, walaupun belum tentu akan peroleh hasil
yang diharapkan. Maafkanlah kegagahan dan keberanianmu sebagai seorang pendekar
dimasa lampau, bangunlah suatu kejayaan dan kesuksesan oengan kemampuan yang kau
miliki" Sampai disitu, Hoa In-liong tak dapat membendung air matanya lagi. Ia bersandar
ditepi jendela dengan air mata bercucuran, hampir saja kesadarannya punah.
Selang sesaat kemudian, Hoa Ngo menyusup ke sampingnya, lalu berbisik dengan
ilmu menyampaikan suara, "Liong-ji, ayah kita pergi!"
Dengan terkejut Hoa In-liong sadar kembali dari lamunannya, ia merasa suasana
dihadapannya telah berubah jadi gelap gulita. Lampu dalam ruangan telah dipadamkan, sedang
Pui Che-giok dan muridnya entah sedari kapan telah mengundurkan diri dari situ.
Perasaannya waktu itu adalah suatu perasaan yang kosong, murung dan penuh
kesedihan. Tanpa mengucapkan sepatah katapun ia mengikuti di belakang Hoa Ngo meninggalkan
tookoan tersebut dan berlarian menuju ke arah bukit.
291 Diatas bukit terdapat sebuah gardu peneduh air hujan yang dibuat dari anyaman
jerami. Dalam gardu itulah Hoa Ngo menghentikan gerakan tubuhnya.
Setelah suasana hening untuk sesaat, ia berpaling dan memandang sekejap ke arah
Hoa Inliong, lalu bertanya, "Anak Liong, bagaimanakah perasaanmu pada saat ini?"
"Aaaai....!" Hoa In-liong menghela napas panjang, "Sungguh tak kusangka kalau
Giok-teng hujin sebenarnya adalah manusia macam begitu...."
Hoa Ngo manggut-manggut. "Duduklah. Ngo-siok hendak bercakap-cakap dengan
dirimu!" Hoa In-Iiong duduk dibangku panjang, lalu bertanya, "Ngo-siok, banyakkah yang
kau ketahui tentang masa lampau Giok-teng hujin?"
"Walaupun banyak yang ngo-siok ketahui, tapi kenyataan yang sesungguhnya
tidaklah begitu jelas. Tapi setelah berjumpa dengan orangnya sendiri barusan, apalagi sesudah
mendengarkan pembicaraan mereka, ngo-siok baru merasa bahwa cara berpikirku dimasa lampau
sedikit picik dan berjiwa sempit" "Ooh.... Jadi tempo dulu kaupun belum pernah bertemu muka dengan Giok Teng Hujin?"
tanya Hoa In-liong dengan alis mata berkenyit.
"Yaa, sampai sekarang baru kali ini kutemui diri Giok-teng hujin yang
sebenarnya. Dahulu, kesan
burukku terhadap Giok-teng hujin boleh dibilang sangat mendalam. Bila aku tahu
kalau dia sebetulnya adalah manusia macam begini, tak nanti kuperintahkan dirimu untuk
mengejar jejaknya sampai disini"
"Apa yang sebenarnya terjadi" Tampaknya dia selalu bersikap baik terhadap ayah!"
Hoa Ngo menghela napas panjang. "Justru lantaran dia menaruh perasaan cinta yang
mendalam tarhadap ayahmu, maka Ngo-siok baru menaruh pandangan yang sempit terhadap
karakternya. Aku selalu merasa bahwa pelimpahan rasa cinta harus dipusatkan pada satu titik.
Setelah ayahmu berhubungan deogan kedua orang lbumu, tidaklah pantas baginya untuk
berhubungan dengan perempuan-perempuan lain"
Rupanya Hoa In-liong tidak setuju dengan pandangan semacam itu, cepat bantahnya,
"Aaaaai.... Aku rasa hal ini tergantung pada perempuan macam apakah yang dihubungi. Kalau
perempuan itu macam Giok-teng hujin...."


Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Haa.... haaa.... haa.... Begitu ayah, begitulah anaknya. Dalam soal ini engkau banyak
kemiripannya dengan ayahmu. Cuma bedanya, kalau ayahmu sedikit membatasi diri,
maka kau menganggap setiap perempuan cantik yang ada di dunia ini kalau bisa jadi pacarmu
semua, bukan begitu anak Liong?"
Merah padam selembar wajah Hoa In-liong karena jengah, sahutnya tersipu-sipu,
"Baik laki-laki maupun perempuan semuanya kan manusia. Terhadap kaum laki-laki aku juga bersikap
sama baiknya!" Hoa-ngo tertawa. "Berbicara tentang soal ini, Ngo-siok hendak memperingatkan
dirimu dengan suugguh-sungguh. Ketahuilah antara laki-laki dan perempuan itu ada batasnya.
Banyak teman laki-laki itu baik dan menguntungkan tapi teman perempuan yang akrab lebih baik
satu-dua orang saja sudah cukup. Bila engkau tak dapat membatasi diri sendiri, sampai
waktunya untuk 292 kawin nanti, orang lainlah yang akan kau buat menderita karena urusan cinta.
Kejadian ini sangat merusak nama baikmu dan ngo-siok paling tidak setuju"
"Tak usah kuatir ngo-siok. Aku masih dapat membatasi diri dengan otak yang
sadar" Jawab Hoa In-liong sambil mengerutkan dahi.
"Mau dirubah atau tidak terserah kepadamu sendiri. Bila kau suka bermain
perempuan disanasini, suatu ketika Ngo-siok tentu akan menghajar dirimu habis-
habisan. Engkau harus menggunakan kejadian yang menimpa Giok-teng hujin sebagai suatu contoh, agar
tindakanmu selanjutnya tidak ceroboh"'
"Sudah tahu.... Ngo-siok, Aku sudah tahu! Apa hanya persoalan ini yang hendak kau
bicirakan denganku?" Hoa In-liong mulai tak sabaran dan membantah.
"Tentu saja ada persoalan lain yang hendak ku bicarakan denganmu!"
"Kalau begitu, bicarakan saja persoalan yang sesungguhnya, tak utah kuatir,
pesanmu tak akan kulupakan untuk selamanya"
Waktu kecil Koa Ngo tidak binal dan licik, tapi sekarang setelah bertemu Hoa In-
liong yang lebih binal, ia betul-betul mati kutunya, sama sekali tak mampu berbuat apa-apa.
Maka setelah tertegun beberapa saat lamanya ia pun menggelengkan kepalanya
berulang kali. "Baiklah! Kita bicarakan masalah yang serius saja. Apakah surat wasiat dari
Giok-teng hujin masih berada disakumu?"
"Eeeh....Ngo-siok. Kenapa secara tiba tiba kau singgung soal surat tersebut?"
"Sini, serahkan kepadaku!" perintah Hoa-Ngo sambil rentangkan tangan kanannya.
"Aneh, kenapa harus diberikan kepadamu?" tanya Hoa In-liong dengan wajah
tercengang, "Waktu nenek serahkan surat itu padaku, beliau telah berpesan kecuali
dikembalikan langsung kepada Giok-teng hujin pribadi, bilamana perlu surat itu harus dimusnahkan.
Siapapun tak boleh melihatnya, tentu saja termasuk Ngo siok sendiri!"
"Yaa, soal itu aku tahu" sahut Hoa Ngo sambil manggut-manggut, "Tapi neneklah
yang memerintahkan kepadaku untuk minta kembali surat wasiat tersebut"
"Oooh.... Jadi Ngo-siok sudah pulang ke gunung?" tanya anak muda itu sedikit
curiga. "Aku datang dari rumah!"
"Apa yang dikatakan nenek?"
"Nenek rupanya sudah tahu kalau Giok-teng hujin belum meninggal dunia. Beliau
kuatir surat itu bisa hilang kalau kau bawa terus kesana kemari, andaikata sampai ditemukan
orang, waah.... kalau itu orang lain pasti akan menggunakan surat tersebut untuk memeras kita
dan kejadian macam begitu bisa jadi akan merusak nama baik ayahmu".
Tiba tiba ia merasa tidak semestinya membicarakan persoalan semacam itu dengan
Hoa In Liong mendadak sontak ia menghentikan pembicaraannya, lalu dengan wajah berubah hebat
bentaknya lagi , "Cepat berikan padaku. Nenek suruh aku membawa surat itu pulang
kegunung" 293 Hoa In-liong tidak langsung menjawab, ia termenung sejenak kemudian baru
gelengkan kepalanya berulang kali. "Tidak bisa, Liong-ji tak dapat menyerahkan surat
wasiat itu kepada ngo-siok!" "Kenapa?" teriak Hoa-Ngo dengan mata melotot, rupanya jawaban tersebut sama
sekali diluar dugaannya "Memangnya kau tidak percaya lagi dengan Ngo-siok mu?"
"Bukannya liong-ji tidak percaya dengan Ngo-siok tapi lantaran Liong ji menemui
kesulitan untuk melakukannya!" "Kesulitan" Kesulitan apa yang kau jumpai?" Hoa Ngo bertanya dengan wajah
keheranan. "Pertama, surat itu sudah dijahit didalam kaos kutang pelindung badan, sukar
rasanya untuk mengambilnya keluar. Kedua, nenek sudah berpesan kepada Liong-ji, siapapun juga
dilarang melihat isi surat wasiat itu, maka Liong-ji pikir biarkanlah surat itu berada
ditempatnya semula sampai nanti kuserahkan kembali dihadapan nenek"
Hoa Ngo jadi tertegun, tapi sejenak kemudian sudah tertawa tergelak. "Haa....
haa.... haa.... Tak kunyana kalau kau begitu keras kepala! Bagaimana seandainya surat itu sampai
hilang?" "Tak mungkin hilang! Surat itu dijahit dalam kutang pelindung badan, dan kaos
pelindung ba-dan itu kukenakan terus kemanapun kupergi. Bayangkan saja bagaimana mungkin bisa
hilang" Andaikata sampai hilang, biar Liong-ji tanggung segala hubungannya dihadapan
nenek!" Mungkin lantaran terlalu sayang dengan keponakannya yang satu ini, setelah pikir
punya pikir Hoa-Ngo merasa cengli juga alasan tersebut, maka ia pun tertawa. "Yaa sudah,
terserah padamu sendiri. Tapi waktu aku tiba di kota Kim-leng beberapa hari yang-lalu, aku
dengar kau sudah ditangkap oleh Kiu-im kaucu. Bila kejadian macam begini berlangsung satu-dua
kali lagi, jangan toh baru sehelai kaos kutang pelindung badan, mungkin kulit badanpun bisa
disayat satu lapis. Lain kali kau musti lebih berhati-hati lagi!"
Merah padam selembar wajah Hoa In-liong karana jengah, jawabnya dengan tersipu-
sipu, "Tak mungkin ada kedua kalinya, tak usah kuatir paman Ngo-siok!"
"Tak usah kita bicarakan persoalan itu lagi! Kisahkan saja semua pengalamanmu
sejak kau tinggalkan gunung!" Hoa In-liong berpikir sebentar untuk mengumpulkan kembali pengalamannya. Lalu
diapun bercerita bagaimana sampai di kota Lok-yang. Bagaimana melakukan perjalanan Ke
selatan, berkenalan dengan Kim-leng ngo-kongcu. Bagaimana berpesiar dengan Coa Cong-gi,
bertemu dengan Kiu-im kaucu dibukit Ciong-san. Bagaimana dipecundangi Kiu-im kaucu,
digantung terbalik oleh Bwee Su-yok dibatang pohon. Bagaimana bertemu dengan tokoh sakti,
mendapat pelajaran Bu-sang-sim-hoat aliran darah terbalik, lalu melepaskan diri dan
belenggu Bwee Suyok, kembali ke kota Kim-leng dan sebagainya.... dan sebagainya.
Dlbalik kisah pengalaman tersebut, ada kejadian aneh, ada kejadian yang
berbahaya dan mendebarkan hati, ada pula kejadian yang boleh dibilang melanggar adat kesopanan
dan tata cara, tapi bagi pandangan Hoa Ngo, tingkah laku serta perbuatan keponakannya ini
masih belum merusak nama baik keluarganya. Dapat menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya
juga termasuk suatu perbuatan yang sukar.
Pokoknya sembari mendengarkan penuturan tersebut, dia manggut-manggut tiada
hentinya, kemudian pujinya. "Ehmm....! Besar amat keberanianmu, tingkah lakumu juga
terlampau 294 gegabah. Untung saja tak sampai mengakibatkan keadaan yang lebih gawat. Tapi,
menurut pandangan Ngo-siok, ada kemungkinan Bwee Su-yok si tiancu dari ruang Yu-beng-
tiam bakal mendatangkan banyak kesulitan bagimu dilain waktu"
"Kesulitan apa yang bisa ia berikan padaku?" Hoa In-liong tak mau mengakui,
malahan kepalanya semakin didongakkan, "Kan Liong-ji tak ada hubungan apa-apa dengan
dirinya. Jika ia pintar lebih baik tioggalkan Kiu-im kau secepat mungkin. Bila tidak, seperti
juga yang lain-lain akan Liong-ji sikat juga dirinya"
"Aaaah.... Kalau cuma ngomong memang gampang, tapi untuk melaksanakannya belum
tentu segampang apa yang kau ucapkan sekarang!"
Hoa Ngo berbenti sebentar, lalu mengalihkan pembicaraan ke soal lain, katinya
lebih jauh dengan wajah serius, "Liong-ji, soal melacaki jejak pembunuh keji itu boleh kita akhiri
dulu sampai disini!" "Kenapa?" tanya Hoa In-liong kurang paham, "Masa kita tak akan mencampuri lagi
dendam berdarah dari Suma siok-ya?"
"Bukannya kita tak mau mencampuri lagi, tapi ditunda untuk sementara waktu.
Hingga kini, boleh dibilang jejak pembunuh pembunuh keji itu sudah ketahuan identitasnya.
Mengenai pelaksanaan pembalasan dendam itu sepantasnya kalau kau serahkan kembali kepada
Jin kokohmu untuk melakukannya sendiri"
"Maksud Ngo-siok, Liong-ji harus pulang gunung?" bisik Hoa In-liong dengan
perasaan berat hati. "Oooh, kau sih tak usah pulang gunung. Apa yang kita saksikan malam ini, serta
semua pengalaman yang kau alami selama ini biar Ngo-siok yang laporkan kepada nenek.
Sedang kau boleh melanjutkan kelanamu dalam dunia persilatan. Cuma harus kau pertingkat
pula perjuanganmu untuk melenyapkan kaum durjana dari muka bumi serta menegakkan
keadilan serta kebenaran dalam dunia persilatan kita!"
Tak terkirakan rasa gembira Hoa ln-liong setelah Ngo-sioknya memutuskan dia tak
usah pulang kegunung. Sambil meloncat kegirangan serunya setengah bersorak, "Horeeee....!
Bagus sekali, aku tak usah pulang kegunung!"
Tiba-tiba patas muka Hoa-Ngo terubah jadi serius, tukasnya, "Dengarkan dulu
perkataanku lebih jauh. Ketahuilah tugasmu selanjutnya bukan bertambah enteng tapi justru
sebaliknya. Tugas yang akan dibebankan kepadamu berlipat-lipat lebih berat dari sekarang,
karenanya tak boleh sekali-kali kau buang sikap waspada dan seriusmu dalam menghadapi pelbagai
situasi. Tugas berat ini, akulah yang mintakan bagimu dihadapan nenek jika kau lakukan. Jika
kau lakukan tugas ini secara gegabah, merusak nama baik Ngo-siok sih urusan kecil, tapi nama
baik keluarga Hoa kita akan tenggelam untuk selamanya, inilah pertaruhan untukmu!"
"Oooh....! Seserius itukah persoalannya?" Seru Hoa In-liong sangat terkejut.
"Bukan serius saja, bahkan bencana yang mengancam diri kita semua kian hari kian
bertambah dekat dan makin lama semakin berat!"
"Apakah Ngo-siok dapat menyinggung satu dua diantaranya sebagai contoh...." pinta
Hoa Inliong berkerut dahi.
295 "Padahal seharusnya kau sudah dapat menduganya sendiri. Pergolakan yang terjadi
dalam dunia persilatan bukan baru berlangsung sehari
dua hari belaka. Hanya sekarang pergolakan itu semakin kentara saja, kepulangan
Ngo-siok kegunung kali inipun...."
"Oooh.... Ngo-siok maksudkan masalah Kiu-im kau dan Hian-beng-kauw?" tukas Hoa In-
liong tiba-tiba seperti baru saja memahami apa yang sebetulnya diartikan pamannya.
Hoa Ngo mendengus dingin. "Hmmm....! Coba lihatlah sikapmu yang acuh tak acuh,
betul-betul keterlaluan"* tegurnya.
Dengan terkejut Hoa In-liong menjulurkan lidahnya, ia tak berani memberi
komentar lagi. Tiba-tiba Hoa Ngo menghela napas panjang lalu berkata, "Liong-ji, persoalan ini
tidak seperti permainan kanak-kanak. Ketahuilah Kiu-im-kauw dan Hian-beng-kauw tidak lebih
cuma dua buah kelompok kekuatan yang agak lebih besar saja. Dibalik kesemuanya itu masih
terdapat unsurunsur iblis yang menggerakkan kekuatan tersebut. Memang keluarga
Hoa kita disanjung dan dikagumi kaum pendekar, tapi justru merupakan duri dalam mata bagi pandangan
orang-orang kaum sesat. Tak salah lagi kalau orang-orang itu sengaja mencari keonaran
terhadap keluarga Hoa kita. Orang bilang manusia itu hidup untuk mencari nama, pohon hidup karena
kulit. Soal nama memang kecil artinya, tapi bagaimanakah dengan keselamatan umat persilatan
di dunia ini" Bila semua umat manusia terancam bahaya, habislah pamor keluarga Hoa kita
dimata orang banyak" "Liong-ji mengerti akan seriusnya persoalan ini. Liong-ji akan akan
memperhatikannya dengan seksama" Kata Hoa In-liong kemudian dengan serius dia bangkit dan memberi
hormat.

Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kalau sudah mengerti, itu lebih bagus lagi" sahut Hoa Ngo sambil ikut bangkit
berdiri, "Aku pun tidak akan banyak berbicara lagi, segala sesuatunya boleh kau putuskan sendiri"
"Ngo-siok mau pergi?" buru-buru Hoa In-liong bertanya.
"Ehmmmm....!" Hoa-Ngo mengangguk, "Aku harus pulang ke gunung dengan sagera. Oya....
Beberapa waktu berselang kujumpai ada sekelompok orang-orang suku asing memasuki
kota Kim-leng. Beberapa orang itu mencurigakan sekali tindak-tanduknya. Bila bertemu
di lain waktu, berhati-hatilah sedikit"
Berbicara sampai disitu, dia lantas putar badan dan buru-buru turun gunung.
Memandang bayangan punggung Hoa Ngo yang menjauh, Hoa In-liong hanya bisa
berdiri termangu-mangu. Untuk sesaat dia tak tahu apa yang harus dilakukan....
Kepergian Hoa-Ngo sangat tergesa-gesa. Ketergesaannya itu justru mendatangkah
suatu tekanan batin yang besar bagi Hoa In-liong.
Sepsrti diketahui sejak kecil ia dibesarkan bersama Hoa-Ngo. Terhadap watak dan
kebiasaan pamannya boleh dibilang sangat hapal. Dia tahu Hoa Ngo itu suka bicara blak-
blakan dan cerdik, tak pernah ia serius menghadapi masalah macam apapun jua.
Setiap kali pulang dari bepergian, ia paling suka mengajak dirinya adu
kecerdasan dan berde-bat dalam segala hal. Meskipun tiap kali ia selalu kalah dan berada dibawah angin,
tapi pemuda ini tak segan segannya untuk menghadapi terus pamannya.
296 Dan kali ini, Hoa In-liong dapat merasakan bahwa Hoa Ngo telah menyembunyikan
perkata-an, rupanya ada sesuatu yang dirahasiakannya. Sikap yang berbeda dengan keadaan
biasanya ini segera mendatangkan suatu tanda tanya besar di hati Hoa In-liong.
Pikirannya mula bergolak. Ia merasa pelbagai persoalan seakan-akan berkecamuk
menjadi satu dalam benaknya. "Apa yang telah terjadi". Kiu-im-kauw tak lebih hanya suatu
kelompok kekuatan yang merangkak bangun dari liang kuburnya, sedang Hian-beng-kauw juga
tak lebih hanya suatu organisasi baru yang muncul belum lama berselang. Orang-orang dari
kedua perkumpulan itu pernah kujumpai semua. Merekapun tidak seseram apa yang
kubayangkan sebelumnya. Aku tahu Ngo-siok bernyali besar, berotak cerdik dan tak pernah
takut langit dan bumi. Sekalipun berada dihadapan nenek juga tak pernah tegang. Heran, kenapa
kali ini dia pergi dengan tergesa-gesa" Masa karena urusan ini saja, dia akan mengganggu
ketenangan nenek serta ayah ibuku....?"
Pemuda itu jauh berbeda bila dibandingkan denagan Hoa Thian-hong. Kalau ayahnya
Hoa Thianhong dibesarkan dalam suasana yang serba sulit dan penuh percobaan.
Sepanjang hidupnya tak ada yang dijadikan pegangan dan kesuksesannya berhasil didapat karena
perjuangannya yang betul-betul hebat, maka dalam setiap pembicaraan mau pun tindakannya selalu
serius dan tegas. Maka dia dibesarkan dalam suasana yang menyenangkan serta cukup. Lagipula ada
ayah bundanya sebagai pegangan yang kuat, sejak kecil tak pernah kenal arti takut.
Sekalipun ada orang memberi peringatan kepadanya dan mengerti bahwa keadaan sangat gawat,
namun ia tak pernah memperdulikannya. Bagi anak muda ini berlaku sistim pukul dulu urusan belakangan.
Orang bilang keadaan alam gampang dirubah, watak manusia susah diganti.
Begitulah keadaan pemuda itu, watak tak kenal tingginya langit dan tebalnya bumi sudah menempel
sangat dalamdalam tubuhnya.
Walaupun begitu, jelek-jelek diapun keturunan keluarga persilatan. Apalagi
kecerdasannya lebih tinggi dari orang lain. Kewaspadaannya tidak hilang sama sekali karena wataknya
itu. Sesudah berpikir sebentar diapun teringat kembali akan pesan dari Hoa Ngo.
Karenanya sambil berpikir, matanya celingukan kesana kemari, kemudian gumamnya
seorang diri, "Aaah.... peduli amat, fajar sudah hampir menyingsing. Ada urusan pikirkan
saja nanti setelah beristirahat, bagaimanapun jua berpikir melulu tak ada gunanya. Badai
yang melanda dunia persilatan dan hawa iblis yang menyelimuti angkasa tak mungkin in bisa
kuatasi hanya mengandalkah otak belaka...."
Karena berpikir demikian, dia lantas duduk bersandar tembok. Semua pikiran
dibuang jauh- jauh dari benaknya dan perhatiannya dipusatkan untuk mengatur pernapasan.
Siang itu, dengan pedang tersoren dipinggang buntalan menggembol dlpunggungm ia
berkunjung kembali ke kota Kim-leng.
oooOOOooo PEMUDA itu masuk kota lewat pintu Ki-bun dan menginap di rumah penginapan yang
memakai merek Ban-liong. 297 Ia tidak langsang menuju ke pasanggrahan pertabiban, ini menunjukkan bahwa
keputusan tersebut diambil setelah melalui pemikiran yang panjang dan seksama.
Selesai ganti pakaian dan bersantap, dengan mengenakan seperangkat baju sutera
warna biru laut, sepatu indah, menyoren pedang antik dipinggang dan menyimpan tiga botol
obat dan untaian mutiara kedalam sakunya, berpesanlah pemuda itu kepada pelayan bahwa ia
akan pergi melancong. Kemudian pura-pura sebagai kaum pesiar pelan-pelan ia menyusuri
jalanan dikota. Menurut hasil analisanya, kota Kim-leng yang sekarang merupakan kumpulan dari
para jago dari pelbagai golongan. Orang-orang dari Kiu-im-kauw ada disitu, orang orang Hian-
beng-kauw ada pula disitu. Malahan menurut pesan Hoa Ngo, dia harus memperhatikan pula
beberapa orang suku asing. Seandainya beberapa suku asing inipun bermaksud membuat keonaran
pula dalam dunia persilatan, berarti sudah ada tiga kelompok manusia hadir disana.
Bila ditambah lagi dengan kelompok Si Nio dan majikannya, Cia In dengan gurunya
dan ia serta Kim-leng ngo kongcu, berarti pertemuan beberapa kelompok manusia itu sekaligus
akan menerbitkan suatu kegoncangan yang luar biasa dalam dunia persilatan.
Walau demikian, diapun mengerti, Kim-leng ngo-kongcu tidak berada dikota
asalnya. Si Nio dan majikannya mungkin sudah kabur jauh-jauh bila mereka mau menuruti nasehatnya.
Sedang Cia In dan gurunya, oleh sebab perkumpulan Cha-li-kau mereka belum dibuka secara
resmi, tentu saja kelompok mereka tak akan tampilkan diri secara terus terang.
Sedangkan kelompok 'beberapa orang Suku asing' itu, hingga kini jejaknya belum
ketahuan. Pihak Hian-beng-kauw juga baru tunjukkan kedua orang 'Ciu-Hoa' serta
begundalnya. Itu berarti pertarungan tak mungkin berlangsung dalam waktu singkat. Sekalipun terjadi
bentrokan kekerasaan kekuatan pihaknya juga tidak terhitung terlalu minim.
Walaupun ia memandang remeh setiap masalah yang dihadapinya, tidak berarti
perbuatannya gegabah. Setelah mengalami suatu pemikiran yang serius dan mendalam, pemuda itu
merasa bahwa ada beberapa persoalan harus dilaksanakan lebih dahulu.
Pertama, siapa gerangan manusia-manusia yang disebut sebagai 'beberapa orang
suku asing' itu" Apa tujuan kedatangan mereka" Dimana mereka bercokol saat ini" Dan berapa
banyak jumlah kekuatan mereka"
Kedua, jejak Coa Cong-gi harus berusaha dilacak sampai jelas. Seandainya ia
sudah ditangkap oleh jago-jago Kiu-im-kauw, ia harus mengusahakan pertolongan lebih dahulu,
kemudian baru berusaha untuk mengumpulkan kembali seluruh kekuatan dari Kim-leng ngo-koancu.
Ketiga, Masihkah Kiu-im kaucu bercokol dalam gedung megah itu" Setelah
kepergiannya, tindakan apa yang dia lakukan" Ia pernah memerintahkan anak
buahnya untuk menjalin kontak
dengan orang-orang Hian-beng-kauw untuk bersama-sama menghadapi keluarga Hoa,
bagaimanakah keadaan situasinya saat ini"
Keempat. Garis besarnya ia sudah memahami tentang latar belakang pembunuhan atas
Suma Tiang-cing suami istri, tapi berhubung Giok-teng hujin tidak memberi perjelasan
yang lebih mendalam dalam pembicaraannya, seperti misalnya bagaimana caranya sampai hiolo
kecil kemala hijau itu bisa tercuri oleh Kiu-im kaucu, serta apa sebabnya Kiu-im kaucu
sampai bersekongkol dengan orang-orang Hian-beng-kauw, maka hingga kinii ia masih belum
menguasai penuh masalah tersebut. 298 Bila mana mungkin, dia ingin sekali bertemu dengan Giok-teng hujin, atau Cia In
serta guru-nya untuk membicarakan persoalan ini dengan lebih terperinci.
Oleh sebab itulah, tindakan pemuda itu menginap dirumah penginapan, berpesiar
dengan menyaru sebagai pelancong boleh dibilang mengandung dua maksud tertentu.
Pertama, dia tak ingin mendatangkan bibit bencana bagi pihak Kang lam Ji-gi.
Kedua dengan berbuat demikian maka jejaknya jadi cukup rahasia. Itu berarti ia
dapat bergerak dengan lebih bebss lagi tanpa kuatir diawasi gerak-geriknya oleh lawan.
Disamping itu semua, pemuda itu pun menyusun jadwal tugas-tugas yang harus
dilakukan lebih dulu dengan rapi dan teratur.
Menurut pandangan In-liong, menjumpai Giok-teng Hujin tak perlu dilakukan dengan
terburu nafsu, sebab hal itu merupakan suatu perbuatan yang tak bisa diminta tapi harus
menanti tibanya kesempatan baik. Untuk melakukan penyelidikan atas gerak-gerik pihak Kiu-im-kauw, waktu yang
paling baik adalah malam, daripada nantinya perbuatan itu menimbulkan gejala 'Memukul rumput
mengejutkan ular', mempertinggi kewaspadaan mereka.
Maka ia putuskan untuk menyelidiki lebih dulu indentitas "beberapa orang suku
asing" itu sekalian berpesiar di kota Kim-leng sambil menperhatikan apakah Kim-leng ngo-
kongcu telah kembali ke kota asalnya atau belum, diantaranya termasuk juga Coa Cong-gi.
Susunan rencananya ini memang cukup cermat teliti dan sempurna seakan-akan dalam
waktu setengah hari saja, ia telah kena digembleng sehingga jauh lebih matang.
Waktu itu dengan langkah yang santai Hoa In-liong berjalan menelusuri kota,
matanya Celingukan kesana kemari memperlihatkan orang yang berlalu lalang, sehingga
akhirnya tanpa terasa sampailah anak muda itu ditepi sungai.
Kota Kim-leng adalah kota niaga dijaman ahala Beng, juga merupakan bandar
penting waktu itu, terutama dibagian kota pusat perdagangan, suasana amat ramai. Banyak kaum
pedagang dan pelancong berlalu lalang disitu. Bukan saja banyak terdapat warung penjual
barang, perusahaan pengawal juga banyak, rumah makan banyuk, warung teh juga tak terhitung
jumlahnya Wilayah pusat perdagangan ini tak kalah ramainya dengan sekitar Hu-cu-bio. Kalau
didalam kota, kecuali kaum pedagang, kaum pelancong, tukang perahu, kuli kasar berkeliaran
disana-sini. Banyak pula laki-laki berwajah bengis yang luntang-lantung kesana kemari.
Percekcokan, perselisihan sudah sering terjadi disekitar sana, maka diapun terbiasa dengan
situasi macam begitu. Hoa In-liong membaurkan diri dengan para pelancong lainnya berputar kesana
kemari, ak-hirnya karena tidak menemukan orang-orang yang terasa menyolok dalam pandangan, diapun
masuk kedalam sebuah warung teh untuk beristirahat.
Seorang pelayan menyambut kedatangannya dengan badan terbungkuk-bungkuk.
"Silahkan masuk siau-ya!" katanya, "Diatas loteng masih tersedia tempat yang baik!"
Hoa In-lioog manggut-manggut, dia naik ke tingkat dua dan memilih sebuah tempat
yang de-kat dengan jendela. 299 Buru-buru pelayan itu mempersilahkan tamunya duduk, setelah itu baru ujarnya,
"Hee.... heee.... heee.... Jendela ini menghadap ke arah sungai Tiang-kang. Udara segar, pemandangan
indah dan tempat dudukpun strategis letaknya. Tuan mau minum teh apa?"
"Sediakan saja teh Bu-oh!" sahut Hoa In-liong sekenanya.
Pelayan itu segera tertawa paksa. "Hee.... hee.... hee.... Tentunya kau datang diri
propinsi Imlam bukan?" sapanya seramah mungkin. "Heee.... hee.... Padahal teh Bu-oh
kalah jika dibandingkan teh Bu-gi. Teh Bu-gi masih kalah kalau dibandingkan ten Kun-san.
Daripada teh Kun-san lebih baik teh Liong-keng, dan Mao-cian dari teh Liong-keng merupakan
teh nomor wahid didunia ini. Tuan, bagaimana kalau hamba sediakan sepoci teh Mao-cian
untuk dicobanya lebih dulu?" "Ehmm.... Tampaknya kau mendalam sekali pengetahuannya tentang soal air teh?" ujar
Hoa Inliong sambil menengadah dan tertawa.
Pelayan itu tertegun sejenak, lalu bungkukkan badannya berulang kali. "Tuan
terlalu memuji, tuan terlalu memuji!"
"Aku minta teh Bu-oh!" seru Hoa In-liong ketus. Paras mukanya berubah serius.


Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sekali lagi pelayan warung teh itu tertegun. "Tentang soal ini.... Tentang soal
ini...." "Apa ini itu?" seru Hoa In-liong sambil tertawa terbahak-bahak, "Bukankah teh
Bu-oh langka dicari?" "Yaa.... yaaa.... Benar, benar. Bu-oh memang teh yang langka, harap tuan suka
memaafkan" Jawab pelayan itu sambil menjura tiada hentinya dengan jawaban gagap.
Hoa In-liong tertawa tergelak tiada hentinya.... "Haa.... haa.... haaa.... Kalau sudah
tahu barang langka, buat apa kau banyak bicara lagi?" Hmm.... aku lihat kau menang lihay
berdagang!" Merah padam wajah pelayan itu karena jengah, kepalanya tertunduk rendah-rendah.
"Orang budiman tidak akan lihat kesalahan siau-jin. Harap yaya sudi maafkan!"
"Sana pergi! Sediakan saja air teh apapun, aku doyan air teh dari jenis manapun
juga!" kata Hoa In-liong kemudian sambil ulapkan tangannya.
Pelayan itu tak menyangga kalau urusan dapat selesai semudah itu. Ia menengadah
dengan jawab tertegun, kemudian setelah memberi hormat, buru-buru turun dari loteng.
Seketika itu juga, perhatian semua tamu yang berada diloteng sama-sama
dialihkannya ke arahnya. Pertama karena ia berpakaian ketat menyoren pedang dan bertubuh kekar. Sekilas
pandangan orang mengetahui bahwa ia berilmu.
Kedua, karena memilih secawan air teh saja ia telah ribut dengan pelayan warung
itu, orang lain mengira pemuda itu sengaja memang mencari gara-gara, maka perhatian orang pun
lebih dipertingkat. 300 Haruslah diketahui, kebanyakan peminum, teh di pagi hari adalah kaum pelancong
yarg tidak mempunyai pekerjaan tetap. Manusia bangsa begitu bukan saja gemar mencari
urusan. Mereka paling suka mengagumi seorang enghiong membantu kaum yang lemah dan suka nonton
keramaian. Tapi kenyataannya sikap Hoa In-liong sangat ramah, diapun cuma tertawa ringan
untuk menyudahi urusan, tak heran lalu banyak orang merasa kecewa atas tindakannya
itu. Hoa In-liong sendiripun tidak terlalu memperhatikan sikap orang. Ia memandang
sekejap raut wajah orang-orang itu, kemudian alihkan pandangan matanya keluar jendela,
sikapnya yang begitu santai ia sangat mencengangkan orang banyak.
"Ji-ko, tidak lemahkah kemampuan yang dimiliki orang itu?" tiba-tiba terdengar
seseorang bertanya. "Ehmm....! Orang ini tampan dan penuh bersemangat, jelas seorang jago silat yang
berilmu tinggi" sahut yang lain.
"Bila kita bisa mendapat bantuannya, tentunya tak perlu diam-diam pulang untuk
mencari bantuan lagi" Kata suara pertama dengan parau.
"Eeeh.... Sam-te, kau sudah jadi bodoh atau gimana?" tegur orang pertama. "Kita
kan tidak kenal dengan dia. Lagipula tidak tahu juga siapakah orang itu, darimana munculnya
ingatan semacam itu dalam benakmu?" Suara yang parau tadi menghela napas panjang. "Aaiiia.... Tapi menolong orang
bagaikan menolong api, kita sudah membuang waktu selama satu hari"
Waktu itu meskipun Hoa In-liong sedang menikmati pemandangan alam di sungai,
tapi ia memang datang kesitu dengan membawa tujuan tertentu. Sudah barang tentu
pembicaraan kedua orang itu dapat didengar olehnya sangat jelas.
Sebagai majikan muda dari Im Tiong-san, Sejak kecil dia memang sudah dididik
untuk ber-jiwa ksatria, sifat ingin menolong kaum yang tertindas selalu tertanam dalam jiwanya,
maka ketika mendengar kata-kata "menolong orang bagaikan menolong api" mendadak sontak
hatinya merasa bergetar keras. Kebetulan pelayan datang menghidangkan sepoci arak wangi, ia pun berpaling
sambil meneguk air tehnya. Menggunakan kesempatan tersebut ia berpaling ke arah mana berasalnya
suara itu. Disudut loteng ruangan, tepat berada dihadapannya duduklah dua orang laki-laki
berusia tiga puluh tahunan. Salah seorang diantaranya bercambang lebat dan bercodet pada
keningnya. Orang kedua berperawakan jangkung dan kurus. Di antara alis matanya terdapat
tahi lalat besar. Mereka mengenakan pakaian ringkas yang sama bentuknya, menggembol senjata
rahasia, tapi wajahnya ramah dan gagah. Hanya waktu itu terhias perasaan cemas dan tak tenang.
Ketika ia mengawasi kedua orang itu, kebetulan dua orang itupun sedang mengawasi
ke arahnya. Maka ketika mata saling bertemu, Hoa In-liong segera berkata sambil
tersenyum. "Saudara berdua, bila kalian tidak keberatan bagaimana kalau pindah ke mejaku
untuk bercakap cakap?" 301 Ucapan tersebut terdorong oleh jiwa pendekarnya, tapi ia sudah melupakan tujuan
kedatangannya yang sebenarnya. Bukan saja tidak berusaha untuk menjaga diri, dia
malah menyapa orang lain lebih dahulu.
Dua orang laki laki itu tampak ragu-ragu sebentar, akhirnya mereka bangkit dan
pindah tempat. Sambil menjura dan memberi hormat, laki-laki jangkung kurus itu memperkenalkan
diri: '"Aku bernama Liat Ceng-poh, sedang dia adalah sam-te ku bernama Be Si-kiat...."
Hoa In-liong segera balas memberi hormat, katanya pula dengan wajah serius, "Aku
bernama Pek-Khi, silahkan duduk!"
Diam-diam ia telah mengambil keputusan, sebelum mengetahui jelas identitas orang
yang dijumpainya, untuk sementara waktu dia akan menggunakan nama palsu.
"Oooh.... kiranya Pek-heng, selamat berjumpa muka, selamat berjumpa muka...." kata
Liat Cengpoh dan Be Si-kiat hampir bersamaan waktunya, masing-masingpun ambil
tempat duduk disisinya. Begitu kedua orang itu sudah duduk, Hoa In-liong pun bertanya secara langsung
dengan berterus terang: Dari pembicaraan saudara berdua, barusan dapat kudengar bahwa:
Menolong orang bagaikan menolong api: Boleh aku tahu siapa yang mendapat kesulitan"
Kesulitan apa pula yang sedang dihadapi" Bila tidak keberatan, aku bersedia untuk
mendengarkannya" Setelah ucapan tersebut diutarakan, Liat Ceng-poh dan Be Si-kiat segera saling
berpandangan tanpa menjawab, untuk sesaat mereka agak tertegun.
Hoa In-liong tersenyum, kembali ujarnya, "Aaah.... Aku memang terlalu gegabah.
Semestinya kalau kujelaskan dulu sikapku, agar kalian tidak sampai menaruh curiga lebih
jauh terhadap maksud baikku!" "Apa yang sebenarnya telah terjadi?" pikir Liat Ceng-poh dihati "Bila dilihat
dari tenaga dalamnya yang begitu sempurna, semestinya dia adalah seorang jago sakti yang berilmu
tinggi. Tapi mengapa sikapnya begitu polos dan blak-blakan. Seakan-akan seorang jago yang
sama sekali tidak berpengalaman sampai berbicara pun tidak dipikirkan lebih dahulu....?"
Be Si-kiat adalah seorang lelaki yang berangasan, dengan cepat dia menyambung"
"Aaah.... mana, mana, sungguh tak sangka. Pembicaraan kami yang lirih dapat didengar oleh
Pek-heng. Ketertegunan kami tadipun lantaran kejadian tersebut sedikit diluar dugaan.
Harap Pek-heng jangan menaruh curiga kepada kami!"
Hoa In-liong mengangguk, "Kalau toh demikian, apa salah kalau Bo-heng terangkan
secara langsung latar belakang persoalan yang membebani benak kalian" Asal tidak
melanggar soal kebenaran dan keadilan, bilamana memerlukan tenagaku, dengan senang hati aku
bersedia membantunya" Kembali suatu pembicaraan yang menunjukkan bahwa pengalamannya masih kurang,
sebab walaupun latar belakang persoalan diketahuipun tidak sepantasnya mengucapkan
kata- kata seperti itu. Dalam hati kecilnya Liat Ceng-poh menggerutu, tapi diluaran dia manggut berulang
kali. "Yaa.... Yaa.... Kami berdua memang sangat mengharapkan bantuan dari saudara Pek"
302 Sesudah berhenti sebentar, ujarnya kembali, "Beginilah duduk persolan yang
sebenarnya. Beberapa hari berselang, kami tiga bersaudara dengan mengikuti seorang sahabat
berangkat ke arah barat karena ada persoalan. Tak nyana sewaktu tiba disekitar kota Mong-yang
telah berjumpa dengan serombongan manusia-manusia yang berdandan aneh...."
Penbicaraan yang bertele-tele itu segera membuat Hoa In-liong jadi tak sabar,
dahinya berkerut. 'Saudara Liat, bersediakah engkau untuk bercerita seringkasnya saja....?"
Liat Ceng-poh jadi tersipu sipu. Dengan wajah merah ia tergagap tak mampu
berbicara. Be Si-kiat yang ada disampingnya segera menyela, "Jiko, biar aku saja yang
teruskan". Sambil berpaling ke arah Hoa In-liong dan menatapnya lekat-lekat, ia melanjutkan,
"Sebenarnya tujuan kami adalah mencari seseorang. Siapa tahu walau sudah sampai di kota Hongyang
pun tak ada kabar beritanya, sahabat kami itu pun mulai gelisah. Kebetulan dari
arah depan muncul serombongan manusia, maka diapun maju sambil numpang tanya. Siapa tahu
tatkala rombongan itu mendengar nama dari orang yang hendak kami cari, tanpa banyak
bicara lagi segera menyerang kami dengan kejinya. Suatu pertarungan sengitpun tak bisa
dihindari...." Selama pembicaraan berlangsung dia hanya menggunakan istilah, "sahabat" serta
"orang yang dicari". Sekalipun mengulanginya sampai beberapa kali tak pernah ia sebut nama
sebenarnya dari kedua orang tersebut.
Tentu saja Hoa In-liong dibikin tidak habis mengerti, akhirnya dia menyela,
"Sebenarnya siapakah sahabat kalian itu" Dan siapakah pula yang hendak kalian cari?"
Mendengar pertanyaan tersebut, Be Si-kiat tertegun, lalu ia menengadah dan
celingukan kesana kemari dengan perasaan tidak tenang.
Rupanya Hoa In-liong cukup memahami perasaan orang, dengan suara setengah
berbisik katanya, "Begini saja, tulislah nama itu diatas meja dengan menggunakan
air teh.... .!" Lian Ceng-poh ada maksud untuk menghalangi rekannya, tapi Be Si-kiat sudah
terlanjur manggut. Setelah celupkan jeriji tangannya ke air teh, diapun menulis tiga huruf
diatas meja....Hoa In-liong. Agak terkejut Hoa In liong sewaktu dilihat namanya tertulis dimeja, tapi sebelum
ingatan selanjutnya melintas didalam benak, Be Si-kiat telah menulis lagi tiga huruf....
Yu Siau-lam. Bagaikan disambar geledek ditengah hari bolong, Hoa In-liong menjerit tertahan,
"Apa" Yu...."
Tiba-tiba ia sadar bahwa dinding ada telinganya, maka sampai ditengah jalan ia
telah mentahkan ucapannya itu. Bersamaan waktunya juga Be Si-kiat maupur Liat Ceng-poh menjerit kaget. "Kau...."
Menyaksikan suara terkejut dari dua orang itu, Hoa In-liong tahu bahwa mereka
sudah salah paham. Diapun tertawa lirih. "Harap saudara berdua jangan meayalahkan diriku.
Pada hakekatnya akulah sebenarnya Hoa In-liong yang kalian cari"
Be Si-kiat dan Liat Ceng-poh agak tertegun, lalu saling berpandangan tanpa
mengucapkan sepatah katapun. Agaknya mereka tidak percaya dengan pengakuan tersebut.
303 Terpaksa Hoa In-liong memberi keterangan lebih jauh, "Sebetulnya aku diculik
oleh Kiu-im kaucu, tapi kemarin malam berhasil meloloskan diri dari mara bahaya. Telah
kujumpai pula Yu locianpwee. Pengakuanku dengan nama palsu tadipun kulakukan lantaran keadaan
yang terpaksa" Setelah diberi penjelasan demikian, percayanya kedua orang itu memang sudah
percaya. Sayang tenaga dalam yang mereka miliki sangat terbatas sehingga tak mampu untuk
mengutarakan isi hati mereka dengan ilmu menyampaikan suara.
Maka setelah berhubungan untuk sesaat lamanya, Liat Ceng-poh ambil keputusan
untuk mengutarakan isi hatinya dengan menulis dipermukaaan meja. Terbacalah ia
menulis demikian, "Yu
kongcu ditawan orang. Tujuannya adalah menyelidiki jejakmu. Kemarin saja mereka
masih berada di-kuil Ceng-si-koan sebelah barat kota Hong-yang. Bagaimana keadaannya
sekarang, agaknya tak usah dijelaskan lagi"
Hoa In-liong jadi amat cemas, dengan ilmu menyampaikan suara serunya kemudian.
"Kalau begitu, ayoh. kita segera berangkat!"
Liat Ceng-poh gelengkan kepalanya berulang kali. "Toako sedang masuk kota cari
bantuan. Bila

Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bantuan telah tiba kita baru berangkat"
"Apakah minta bantuan dari Yu locianpwe?" tanya Hoa In-liong dengan wajah
murung. "Ooooh.... Kami tak akan berani mengganggu ketenangan Yu locianpwe. Sebetulnya
kami bersaudara adalah tamu-tamu dari keluarga Yu. Rasanya tidak enak kalau
mengganggu ketenangan mereka, maka toako mencari bantuan dari rekan-rekan persilatan
lainnya, tak lama lagi mereka pasti sudah sampai disini"
Hoa In-liong mengerutkan dahinya semakin "Perpisahan dalam sehari, mungkin akan
terjadi pikir lebih baik Liat heng melukiskan saja bentuk berangkat. Daripada kalau
terlalu lama akan diinginkan." rapat sehabis mendengar ucapan tersebut, perubahan yang tak
terhitung banyaknya. Aku badan dan dandanan mereka. Aku akan segera mengakibatkan terjadinya hal-hal
yang tidak Liat Ceng-poh berpikir sebentar, maka diapun menulis diatas mejanya dengan air
teh: '"Musuh berjumlah empat orang. Seorang gadis baju merah, seorang laki-laki berdandan
pelajar, dua orang bersanggul tinggi berbaju imam warna kuning dengan lengan baju sebatas
sikut. Sekilas pandang seperti jubah pendeta, tapi kopiahnya bundar dengan bagian dadanya
terbuka, kaus putih setinggi lutut, sepatu bot kulit, tidak mirip dengan orang Tionggoan,
usianya antara...." Hoa In-liong tak sabar untuk membaca lebih jauh, setelah membuang sekeping
hancuran uang perak ke meja, ia berseru, "Sampai jumpa didepan sana!"
Dengan langkah tergesa-gesa, ia menuruni anak tangga dan berlalu dari sana.
Liat Ceng-poh dan Be Si-kiat saling berpandangan dengan wajah tertegun, selang
sesaat kemudian dia baru menghela napas panjang. "Aaai.... Sungguh tak malu menjadi
putranya Hoa tayhiap!" Dalam pada itu Hoa In-liong sudah kabur ke arah dermaga. Dengan menumpang perahu
peryeberang ia mendarat di dermaga Bu-ko. Setelah mencari tahu jalan menuju ke
Hong-yang, tanpa mengindahkan rasa kaget khalayak ramai, ia kabur menuju ke kota tersebut
dengan mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya.
304 Begitulah kalau orang selang diliputi kegelisahan, banyak tugas yang harus
diselesaikan ditinggalkan dengan begitu saja. Siang malam dia melakukan perjalanan cepat
untuk menolong orang, padahal apakah orang itu masih berada dikuil tak tahu.
Berbicara sesungguhnya, hal ini tak dapat salahkan dia kalau begitu terburu-
buru. Lantaran dia Yu Siau-lam melakukan perjalanan jauh. Lan taran diapun pemuda itu tertawan
musuh. Sebagai seorang pendekar sejati, dalam keadaan demikian walaupun nyawa harus
dikorbankan, pertolongan tetap harus diusahakan, mesti dia berada dimanapun.
Perjalanan sejauh enam ratus li ditempuh olehnya dalam waktu setengah hari satu
malam. Akhirnya menjelang fajar tibalah anak muda itu di tempat tujuan.
Selesai bersemedi untuk pulihkan kembali kekuatannya, kebetulan saja kuil Ceng-
si-koan baru saja buka pintu. Maka berpura-pura sebagai pelancong ia masuk kedalam ruangan
kuil itu. "Selamat pagi!" sapanya kepada imam penjaga pintu.
"Selamat pagi!" sahut toosu tersebut sambil balas memberi hormat.
Baru saja Hoa In-liong hendak menggunakan kesempatan tersebut untuk menanyakan
apakah ada sekelompok manusia asing menginap di kuil tersebut, tiba-tiba disudut
ruangan kuil itu ia saksikan berkelebatnya sesosok bayangan merah yang lenyap dalam sekejap mata.
Dia masih ingat, diantara penculik Yu Siau-lam terdapat seorang perempuan
berbaju merah. Maka tanpa berpikir panjang lagi ia menjejakkan kakinya ke tanah dan menyusup ke
depan. Mereka menerobos masuk lewat pintu berbentuk bulan, dibalik pintu adalah sebuah
halaman, semuanya berbentuk bulan, ketika ia tiba di pintu pertama, bayangan merah itu
lenyap dibalik pintu kedua. Sekarang ia sudah melihat jelas bayangan punggung bayangan merah itu. Bayangan
tersebut memang bayangan seorang perempuan, bahkan ia mengenal dengan potongan badan
orang itu. Setelah berpikir sejenak, tiba tiba gumamnya seorang diri, "Aneh, kenapa bisa
dia....?" Ternyata dara berbaju merah itu bukan lain adalah Giok-kou-niocu si perempuan
kaitan kema-la Wan Hong-giok adanya. Wan Hong-giok pernah menaruh rasa cinta terhadapnya, bahkan sikapnya begitu
hangat dan mesranya. Malahan sewaktu berpisah dia tunjakan sikap berat hati.
Tapi sekarang, bukan saja perempuan itu tidak menemuinya, bahkan kalau bisa
berusaha untuk menghindarkan diri jauh-jauh.
Pelbagai kecurigaan lantas melintas dalam benaknya. Dengan cepat ia menerobos
masuk ke halaman samping dan menelusuri serambi panjang.
Kebetulan dari arah depan situ muncul seorang tosu berusia pertengahan. Dengan
cepat Hoa Inliong membuang semua pikirannya yang kalut. Sambil maju ke muka dan
memberi hormat katanya seraya tertawa, "Tolong tanya totiang, apakah belakangan ini ada orang
yang menumpang disini?" 305 Mendengar pertanyaan tersebut, paras muka tosu berusia pertengahan itu berubah
hebat, tanpa sadar ia mundur selangkah ke belakang.
"Sicu.... sicu...." Ucapannya tergagap tak jelas, sepatah katapun tak mampu
dilanjutkan. Mengamati perubahan wajah orang, Hoa In-liong lantas mengerti apa yang dipikir
orang, dengan suara lirih, "Totiang tak usah takut. Aku menjumpai seorang
sahabat yang diculik oleh
beberapa orang itu. Aku datang kemari untuk menolong jiwanya...."
Agak tenang perasaan imam setengah baya itu setelah mendengar perkataan tadi.
Diamatinya sekejap anak muda itu dengan tajam, kemudian bertanya, "Apakah sicu dari marga
Hoa?" "Yaa, aku adalah Hoa Yang"
Sekali lagi paras muka imam setengah baya itu berubah hebat, serunya dengan
cemas, "Cepat pergi dari sini sicu. Beberapa orang itu justru sedang mencari dirimu!"
Tampaknya kebijaksanaan dan kemuliaan Hoat Thian-hong telah diketahui oleh
setiap orang sampai-sampai pendeta yang tidak mengerti ilmu silatpun menaruh hormat
kepadanya. Tak heran kalau Hoa In-liong terharu sekali dibuatnya oleh ketulusan imam tersebut.
Ia tertawa ewa, "Terima kasih banyak atas perhatian totiang. Aku tak dapat pergi
dengan begitu saja dari sini" Imam setengah baya itu semakin gelisah. Ia mulai mendorong pemuda itu dengan
paksa. "Ayoh, cepat pergi dari sini!. Beberapa orang itu mempunyai ilmu siluman yang
lihay. Ilmu hitam mereka tak mungkin ditandingi dengan ilmu silat. Bila ingin menolong orang
datanglah malam nanti. Mungkin pinto dapat usahakan suatu bantuan bagi diri sicu"
"Maksud baik tootiang biar kuterima dalam hati saja" tampik Hoa In-liong sambil
minggeleng "Aku percaya masih sanggup untuk menjaga diri. Beritahu saja kepadaku tootiang
dimana beberap orang itu tinggal. Aku percaya mempunyai akal untuk menyelamatkan
jiwanya" Ketika imam setengah baya itu tak berdaya mendorong tubuhnya, sekali lagi ia
awasi pemuda itu dengan tajam, tiba tiba ia menghela napas panjang. "Aaai.... Jika sicu bersikeras,
tentu saja pinto tak dapat memaksa lebih jauh. Harap sicu bersedia ingat baik-baik saja beberapa
persoalan. Yang terutama adalah kau harus berjanji kepada pinto agar segera mengundurkan
diri bila beberapa orang itu mulai menggotong keluar sebuah hiolo darahnya"
Hoa In-liong tersenyum, "Baik, aku kuturuti permintaanmu itu."
Setelah pemuda itu memberi kesanggupannya, imam setengah baya itu baru
mengerling ke belakang sambil berbisik, "Telusuri saja serambi ini, sampai diujung sana belok
kekiri. Disana ada halaman lagi. Sobatmu disekap dalam salah satu ruangan tersebut. Sedang beberapa
orang itu berada dikedua belah sisi ruangan tahanan. Hati-hati sicu, jangan gegabah"
Habis berkata imam itu berlalu dengan langkah tergesa-gesa, seakan akan dia
kuatir kalau perbuatannya diketuhui oleh orang-orang tersebut.
Hoa In-liong mententeramkan dulu hatinya. kemudian dengan langkah lebar maju
kedepan menelusuri serambi tadi. 306 Benar juga, diujung serambi itu terdapat sebuah bangunan yang berdiri terpencil
dengan dikelilingi sebuah lapangan luas. Dibelakangnya merupakan sebaris kamar kaum
toosu, semuanya berjumlah belasan buah. Mungkin tempat itu biasanya disediakan buat
tamu-tamu yang berziarah kesana....
Waktu itu, semua pintu ruangan tertutup rapat. Rupanya beberapa orang itu belum
bangun dari tidurnya. Berdiri ditengah lapangan kosong, Hoa In-liong termenung beberapa ssat lamanya,
lalu denga suara lantang ia mulai berteriak, "Saudara Siau-lam....! Saudara Siau-lam....! Kau
ada dimana?" Cara ini memang suatu cara yang paling tepat. Bila Yu Siau-lam masih bisa
mendengar, maka pemuda itu akan tahu bahwa dia sehat-wal'afiat. Asal lukanya tidak parah, Yu
Siau-lam-pun akan berusaha untuk menunjukkan kamar sekapannya. Dengan demikian lebih gampang bagi
In-liong untuk memberikan pertolongannya.
Sebaliknya jika luka yang diderita Yu Siau-lam parah sekali atau jalan darahnya
tertotok, diapun bisa segera merubah taktiknya untuk memberi pertolongan.
Selain itu, Hoa In-liong bermaksud pula untuk mengundang munculnya beberapa
orang itu. Ketika tiada jawaban yang terdengar, Hoa In-liong merasa hatinya semakin tegang,
sekali lagi ia berteriak, "Saudara Siau-lam, engkau ada dima....?"
Sebelum ia menyelesaikan kata-katanya, mendadak terdengar seseorang membentak
dengan suara yang aneh. "Bangsat dari mana yang berkaok-kaok macam gonggongan anjing?"
Berbareng dengan suara bentakan itu, pintu kamar terbuka lebar, menyusul
kemudian muncullah tiga orang manusia aneh. Dua orang yang berada dipaling depan mengenakan jubah warna kuning dengan rambut
digulung menjadi satu. Usianya antara tiga puluh tahunan, hidungnya besar
seperti singa, bibirnya tebal, tampangnya menyeramkan sekali.
Dibelakang kedua orang itu adalah seorang laki-laki berusia dua puluh lima enam
tahun. Berjubah pelajar dengan ikat kepala hijau. Alis matanya melentik keatas. Panca
inderanya sempurna cuma sayang wajahnya agak pucat, matanya licik. Sekilas pandangan dapat
diketahui bahwa dia adalah seorang manusia yang lebih banyak menggunakan akal busuk.
Dengan kerlingan tajam Hoa In-liong mengawasi beberapa orang itu, lalu seraya
menjura katanya dengan lantang, "Aku bernama Pek-khi. Konon seorang sahabatku
telah terjatuh ke tangan saudara sekalian. Karenanya sengaja aku datang kemari mohon kerelaan hati
saudara sekalian untuk melepaskan temanku itu. Untuk bantuan serta perhatian kalian, aku akan
merasa berterima kasih sekali"
Manusia berjubah kuning yang berada dipaling depan itu segera tertawa seram.
"Hee.... hee.... hee.... Enak benar kalau berbicara, apa yang kau andalkan untuk mengajukan
pemohonan tersebut?" Imam jubah kuning yang berada di belakangnya segera menanggapi dengan alis
berkerut dan dengusan dingin. "Hmmm....! Orang ini berkaok-kaok macan orang edan, sampai-sampai
tidurku juga ikut terganggu, lebih baik dimusnahkan saja daripada banyak ribut"
307 Tapi sebelum mereka sempat melakukan sesuatu tindakan, laki-laki berdandan
pelajar itu telah menyela, "Lapor susiok, orang ini usianya masih sangat muda tapi tampangnya
cukup keren dan gagah. Aku duga asal usulnya tentu luar biasa. Biar keponakan bertanya kepadanya
sebelum susiok meng ambil tindakan lebih lanjut...."
Orang yang ada dibelakang itu memutar biji matanya, kemudian mendengus dingin.
"Hmmm....! Coba tanya kepadanya, anaknya Hoa Thian-hong berada dimana....?"
Sementara dua orang itu bertanya jawab sendiri, Hoa In-liong diam-diam
menganalisa pula keadaan disekitar tempat itu, kemudian pikirnya di dalam hati, "Sorot mata kedua
orang ini aneh sekali, tampangnya juga jelek tak senang dilihatnya, tabiatnya juga jelek dan
garang. Mungkin merekakah yang dimaksudkan Nyo-siok sebagai suku-suku asing" Kalau dilihat dari
sikap mereka yang begitu ngotot menyelidiki jejakku, sudah pasti orang-orang itu datang


Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kemari dengan tujuan jelek" Sementara dia masih termenung, laki-laki berdandan pelajar itu sudah raaju
kedepan seraya berkata, "Pek-heng, boleh aku tahu saudara berasal dari perguruan mana" Apa
hubungannya dengan Yu Siau-lam" Bila engkau bersedia mengakui secara berterus terang, akupun
bisa saja berunding dengan susiokku untuk segera melepaskan orang, sebaliknya kalau
tidak.... hee.... hee.... Apa yang diucapkan susiokku barusan tentu sudah saudara Pek dengar bukan?"
Dalam hati kecilnya Hoa In-liong mendengus dingin, ia segera berpikir dihati,
"Hmmmm....! Gertak sambal juga mau digunakan terhadap diriku, huuh.... Percuma! Bila aku Hoa
loji begitu tak becusnya, tak nanti tugas berat ini akan kuterima!"
Sementara ia dihati berpikir demikian, sorot matanya sekali lagi menyapu sekejap
ke arah dua orang laki-laki berjubah kuning itu, kemudian menegur, "Siapakah nama saudara?"
"Tak usah saling menyebut nama, jawab saja pertanyaan yang kuajukan, lebih cepat
akan lebih baik" "Hoa In-liong tersenyum. "Aku lihat gerak-gerik maupun nada bicara saudara amat
halus dan sopan santun, lagi-pula mempunyai hubungan yang sangat akrab dengan suku asing.
Bila dugaanku tak keliru, tentunya saudara adalah seorang tokoh silat yang
berpengalaman luas dan berilmu tinggi. Sungguh beruntung aku bisa bertemu dengan saudara. Bila sekarang
saudara menampik untuk memberitahukan nama anda, ooh.... betapa menyesalnya aku!"
Berserilah air muka laki-laki pelajar itu sehabis mendengar kata-kata pujian
tersebut, tanpa disadari ia berkata, "Terima kasih banyak atas pujianmu, aku adalah Siau Khi-
gi...." Menggunakan kesempatan baik itu, Hoa In-liong bertanya lebih jauh, "Dan
susiokmu?" Karena bangga Siau Khi-gi telah lupa akan segala-galanya, spontan ia menjawab,
"Susiokku bernama Hong-Seng, dia berasal dari Seng...."
Tiba-tiba sadarlah laki-laki pelajar itu bahwa ia sudah tertipu oleh siasat Hoa
In-liong. kontan hawa amarahnya berkobar sampai dalam benak, dengan suara keras teriaknya,
"Bajingan cilik...." "Saudara Siau keliru besar, aku bernama Pek-khi!" tukas Hoa In-liong dengan
senyum dikulum. 308 Siau Khi-gi betul-betul naik darah, setengah kalap ia menjerit sekeras-kerasnya,
"Anak murid siapa" Ayoh jawab!"
Air muka Hoa In-liong berubah semakin keren, dengan angkuh ujarnya kembali,
"Lagakmu soknya bukan kepalang, dianggapnya dengan mengandalkan ilmu silat Seng sut-pay
aliran Mokao lantas bisa malang melintang tanpa tandingan?"
Hoa In liong memang cerdiknya luar biasa, sekalipun ia hanya mendengar kata"
Seng" belaka, tapi oleh karena sewaktu masih dirumah ia sudah sering mendengar kisah tentang
penggalian harta karun di bukit Kiu-ci-san dimana kaucu....
Jilid 16 DARI Seng-sut-pay yang bernama Tang Kwik-siu telah sesumbar sebelum kabur
kembali ke negeri asalnya bahwa dalam sepuluh atau seratus tahun mendatang, pihak Seng-sut-
pay akan mengirim jago lihaynya untuk minta kembali kitab pusaka perguruannya dan
mengetahui pula kalau murid pertama dari Tang Kwik-siu bernama Hong-Liong, maka begitu mendengar
Siau Khigi mengatakan bahwa susioknya bernama Hong Seng, teringat juga akan
perkataan dari tosu setengah baya tadi yang menyinggung soal "ilmu siluman" dan "hiolo darah".
Pahamlah pemuda itu siapa gerangan musuh yang sedang dihadapi.
Siau Khi-gi sendiri rada terperanjat sehabis mendengar perkataan itu. Untuk
sesaat ia termangu, tapi hanya sebentar, tiba-tiba sorot mata aneh memancar dari matanya lalu
tertawa seram. "Hee.... hee.... hee.... Sekarang aku sudah paham, kau tidak she Pek tapi she Hoa, kau
dilahirkan oleh Pek Kun-gi!" Tampaknya Hong Seng adalah seorang manusia kasar yang tidak mengerti menggunakan
otak. Ketika didengarnya Siau Khi-gi menyebut 'kau she Hoa', tanpa banyak berbicara
lagi dia lantas membentak, "Khi-gi, tangkap orang itu! Tangkap orang itu!"
Hoa In-liong sendiripun diam-diam merasa terperanjat, pikirnya, "Ia dapat
menebak aku she-Pek dari ibuku, kecerdikan serta daya kemampuannya untuk berpikir betul-betul bukan
sembarangan orang dapat menandangi. Bila ingin menangkan pertarungan ini, agaknya aku harus
bersikap lebih berhati-hati" Sekalipun dalam hati merasa terperanjat, paras mukanya sama sekali tidak
berubah. Pemuda itu merasa tak bisa memungkiri lagi setelah pihak lawan berhasil menebak jitu asal
usulnya. Kalau tidak, maka tindakannya ini sama artinya seperti tak berani mengakui nenek
moyang sendiri. Sementara itu, Siau Khi-gi telah maju ke depan setelah mendengus dingin katanya,
"Bagaimana" Mau menyerah kalah ataukah harus bertarung lebih dahulu sebelum takluk?"
Hoa In-liong mengerutkan dahinya, lalu tertawa, "Aku tak pernah takut terhadap
ilmu silat aliran Mo-kauw. Sebentar lagi aku pasti akan minta petunjuk dari saudara Siau. Tapi
sebelum itu, lebih baik kita bereskan dahulu sebuah persoalan. Bila kau tidak bisa mengambil
keputusan, biarlah aku bercakap-cakap secara langsung dengan gurumu"
Sekalipun perkataan itu diutarakan dengan blak blakan dan wajah yang cerah,
namun dalam pendengaran Siau Khi-gi ibaratnya sebilah pisau yang menusuk ulu hatinya. Saking
sakit hatinya ia sampai menggertak gigi dengan muka hijau membesi.
309 Hong Seng yang ada disampingnya segera menukas, "Tooyaa tidak ingin membicarakan
soal apapun jua, Khi-gi Sikat saja bajingan cilik itu!"
Sejak tadi Siau Khi-gi memang berharap bisa mendapat perintah tersebut, tanpa
banyak bicara lagi ia membentak keras, lalu melancarkan sebuah pukulan dahsyat kearah Hoa In-
liong. Serangan tersebut dilancarkan dalam keadaan amat gusar, bisa dibayangkan betapa
dahsyatnya pukulan itu. Diantara deruan angin yang mengerikan, bagaikan terbentuknya
selapis tembok hawa, secara langsung menerjang kedada pemuda itu.
Hoa In-liong tak tahu serangan itu suatu serangan sungguhan atau tidak. Ia tak
berani dengan gerakan keras lawan keras. Dengan suatu langkah yang cekatan dia mengigos
kesamping lawannya. Setelah lolos dari sambaran angin pukulan yang maha dahsyat itu,
segera bentaknya keras-keras, "Tunggu sebentar! Aku hendak mengucapkan sesuatu kepada kalian...."
Orang Mo-kauw paling tidak menurut aturan dunia persilatan. Dikala anak muda itu
sedang mengigos kesamping, terlihatlah seorang imam jubah kuning lainnya menyelinap ke
muka. Lengan kanannya segera menyambar ke depan mencengkeram punggung Hoa In-liong,
bentaknya dengan seram, "Mau bicara nanti saja bila sudah tertawan, too-ya tak
akan menyiksa dirimu" Serangan yang dilancarkan dari belakang adalah suatu sergapan yang memalukan.
Hoa In-liong paling benci menghadapi manusia-manusia macam begini.
Serta merta telapak tangan kirinya diayun ke bawah membacoh pergelangan tangan
kirinya. "Bangsat, tak tahu malu!" dia memaki.
Serangan tersebut dilancarkan dengan gerakan "Menyerang sampai mati gerakan
pertama". Babatan sisi telapak tangannya itu tak kalah tajamnya dengan pedang atau pisau
belati. Andaikata terbacok telak, niscaya pergelangan tangannya akan cacad.
Terkesiap orang baju kuning itu karena kaget, cepat-cepat sikutnya ditekuk ke
bawah tubuhnya dengan gerakan cepat mundur tiga langkah kebelakang.
Menggunakan kesempatan itu Hoa In-liong melompat mundur kebelakang dan langsung
menyusup kehadapan Hong Seng, dengan wajah penuh kegusaran dan tampang yang buas
ia membentak, "Sebetulnya kau pakai aturan tidak?"
Hong Seng mundur selangkah dengan hati keder, keberaniannya agak goyah oleh
keangkeran musuhnya. "Kenapa tooya tidak pakai aturan?" dia menyahut.
"Kalau pakai aturan itu lebih bagus lagi, lepaskan dulu tawananmu!" kata Hoa In-
liong lebih jauh dengan mata bersinar tajam.
Hong Seng mulai pulih kembali kesadarannya setelah mendengar ucapan itu, dia
semakin tertegun. "Kenapa tooya musti melepaskan tawanan?"
"Hmm ! Engkau benar-banar manusia yang tak tahu malu!" bentak Hoa In-liong
sambil melangkah setindak kedepan, "Sekalipun Yu Siau-lam adalah sahabat karibku, ia
sama sekali tak tahu kemana aku pergi. Sedang kau telah menyekapnya tanpa alasan yang kuat,
bahkan menanyakan pula jejakku. Cara semacam ini sudah terhitung suatu tindakan yang
tak tahu aturan. Sekarang aku kan sudah berdiri dihadapanmu" Bagaimanapun juga tujuanmu
menyekap 310 Yu Siau-lam sudah tercapai, mengapa tidak kau lepaskan juga dirinya" Atau memang
kau anggap aku tak bisa melakukan apa-apa terhadap dirimu?".
Pada waktu itu kemarahan telah menyelimuti seluruh benak Hoa In-liong.
Perkataannya kian lama kian bertambah kasar, tampangnya juga makin lama semakin keren. Didesak
secara begini oleh anak muda itu, kontan Hong Seng merasakan bulu kuduknya pada bangun
berdiri. Ia bergidik dan tanpa sadar mundur selangkah lagi ke belakang.
Walaupun demikian, bukan bukan berarti persoalan dapat diselesaikan dengan
begitu saja. Hoa In-liong benar-benar memandang rendah musuhnya yang bernama Hong Seng ini,
karena lawannya itu berhasil digertak sampai ketakutan setangah mati, walau cuma hanya
dengan katakata belaka. Dalam kesal dan jengkelnya, anak muda itu segera memutar badannya dan siap
berlalu dari situ. Tapi.... baru saja badannya berputar, tiba-tiba terasa ada desiran angin dingin
menyergap belakang tubuhnya, menyusul kemudian lima jari tangan yang tajam bagaikan kaitan
mengancam iganya. Ternyata reaksi dari Hoa In-liong cukup cepat, tiba-tiba ia tarik lambungnya ke
belakang, telapak tangan kanannya diangkat ke atas. Dengan jari tengah dan telunjuknya ia totok
pergelangan tangan musuh yang sedang menyambar tiba itu.
Diantara desingan angin jari yang menderu-deru, terdengar serentetan jeritan
ngeri yang menyayatkan hati berkumandang memecahkan kesunyian. Seorang imam berbaju kuning
terhuyung mundur kebelakang dengan sebuah lengannya terkulai kebawah.
Ternyata dalam serangannya tersebut, totokan jari tangan dari Hoa In-liong itu
berhasil mematahkan pergelangan tangan kanan lawannya.
Baru pertama tali ini Hoa In-liong melukai orang, tak kuasa jantungnya berdebar
keras. Sementara itu Siau Khi-gi menjadi ketakutan setengah mati. Diam diam ia
bersyukur. Bersyukur karena bukan dia yang melakukan serangan tersebut. Kalau tidak maka yang terluka
sekarang bukan imam baju kuning itu melainkan dirinya.
Mula-mula Hong Seng agak tertegun karena terperanjat, tapi sesaat kemudian
dengan wajah menyeringai seram dan sorot mita bertambah buas, ia membentak nyaring, "Khi-gi,
siapkan hiolo darah!" Menyaksikan kebuasan sorot mata Hong Seng, apalagi setelah mendengar ia
meneriakkan katakata "siapkan hiolo darah," Hoa In-liong merasakan hatinya
berdetak keras, segera pikirnya,
"Konon anak murid Mo-kauw dari Seng Sut-pai banyak yang memiliki ilmu sesat yang
rata-rata amat lihay dan luar biasa, seperti misalnya Hong Seng. Rupanya ia menitik
beratkan kepadanya pada "hiolo darah" tersebut. Aku tak boleh berbuat gegabah sehingga kena
dipecundangi olehnya" Walaupun dihati kecilnya ia merasa murung bercampur ngeri namun kewaspadaan sama
sekali tidak berkurang. Diawasinya Siau Khi-gi yang ada disampingnya dengan pandangan
tajam. 311 Sekulum senyuman dingin yang seram dan keji tiba-tiba menghiasi wajah Siau Khi-
gi. Kemudian ia putar badan dan pelan-pelan berjalan ke arah pintu ruangan yang tertutup
rapat. Sikap maupun air mukanya berubah jadi amat serius.
Sementara itu, Hong Seng sendiri jaga berdiri dengan wajah serius. Sepasang
matanya tertutup rapat, bibirnya bergetar kemak kemik seperti orang lagi membaca doa. Entah
mentera apa yang sedang dibaca oleh imam tersebut"


Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tindak tanduknya persis seperti upacara suatu aliran kepercayaan yang serba
misterius. Suasana penuh diliputi keangkeran, keajaiban, kemisteriusan, kengerian dan serba baru.
Berada dalam keadaan begini, Hoa In-liong merasa detak jantungnya tiba-tiba berdebar lebih
Pukulan Naga Sakti 3 Pendekar Binal Karya Khu Lung Jejak Di Balik Kabut 41
^