Pencarian

Rahasia Hiolo Kumala 14

Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long Bagian 14


dari tempat kami berbicara, masa suara kamipun tidak kedengaran". Apalagi diantara Kim-leng
ngo-kongcu engkaulah yang paling lihay dalam hal ilmu silat. Sekalipun tidak dapat
mengenali suara kami rasanya juga tak usah kabur. Hmmm! Kau tak berlagak pilon, mau tipu orang mesti
lihat dulu siapa yang hendak kau tipu. Hendak membohongi aku" Huuuh! jangan mimpi disiang
hari bolongi" Hoa In-liong yang menyaksikan percekcokan itu diam-diam tertawa geli, pikirannya
dalam hati, "Adik Wi betul-betul tidak pakai aturan. Itu namanya orang yang tidak salah
dituduh berbuat salah. Berbicara sampai tiga hari tiga malampun tak akan ada habisnya. Yaa,
mungkin kedua 451 orang itu memang sudah tidak cocok sedari dulu, atau mungkin gurauan saudara Ek-
hong dimana dulu sedikit keterlaluan, maka akibatnya adik Wi sampai sekarang masih
merasa mendongkol" Sementara dia masih terpikir, Wan Ek-hong telah tertawa serak untuk menutupi
perasaan jengahnya. "Aaaaai....! Kalau dibicarakan sungguh bikin hati menjadi menyesal. Aku
benar-benar tidak tahu kalau engkau yang berada disana. Terus terang saja kuakui, andaikata
pada dari yang terakhir kukenali suara teguran tersebut sebagai suara diri adik In-liong,
mungkin semenjak tadi aku sudah kabur ke dalam hutan dan melenyapkan jejakku disana"
"Hee....hee.... hee.... Mungkinkah kau bisa lolos dari cengkeraman?" ejek Coa Wi-wi
sambil tertawa dingin, mukanya tampak sinis sekali.
Agak tertegun Wan Ek-hong ketika menghadapi pertanyaan tersebut. "Bisa kabur
atau tidak, itu urusan lain. Pada hakekatnya andaikata aku sudah tahu bahwa orang yang ada
disitu adalah engkau buat apa aku musti melarikan diri" Bukan begitu adik In-liong?"
"Tidak boleh bertanya kepadanya" Coa Wi-wi sangat marah, "Kau juga tak boleh
menghindari yang sedang berkecamuk didalam benakmu?"
Nada tegurannya kian lama kian bertambah keras dan nyaring, seakan-akan gadis
itu tak mau menyadari persoalan tersebut sebelum urusan menjadi jelas keseluruhnya.
Lama-lama Hoa In-liong merasa tak tega, cepat selanya dari samping, "Adik Wi,
jangan keterlaluan! Kita semua toh mempunyai hubungan persaudaraan yang erat. Masa
saudara Ekhong bakal mempunyai ingatan jahat terhadap dirimu...."
"Aaaah....! Kamu ini tahu apa?" kembali Coa Wi-wi menukas, "Tampangnya saja
seperti orang yang tahu sopan santun dan halus budinya. Padahal. Huuuuh! otaknya busuk,
pikirannya jahat dan semua akal busuknya hanya bertujuan untuk perbuatan yang terkutuk...."
"Sudah....sudah....cukup, jangan seperti anak anak lagi" Hoa In-liong segera menukas
pula sambil tersenyum, "Saudara Ek-hong adalah saudara angkat dari kakakmu Cong-gi.
Dia memandang engkau sebagai adik sendiri juga. Kalau cuma bergurau atau menggoda
dirimu itu lumrah dan tak bisa dihindari. Buat api kau musti pikirkan di dalam hati,
apalagi menggunakan kata-kata yang kurang didengar untuk mencari maki dirinya, itu kurang baik"
Berbicara sampai disitu diapun lantas berpaling ke arah Wan Ek-hong seraya
bertanya, "Saudara Ek-hong, karena urusan apa engkau datang kemari" Apakah kau sedang mencari diri
siau-te?" Tentu saja tujuannya mengalihkan pokok pembicaraan adalah untuk menghilangkan
suasana kaku yang mencekam suasana disitu.
Siapa tahu sebelum Wan Ek-hong sempat menjawab pertanyaan tersebut, Coa Wi-wi
sudah menerjang kemuka sambil berteriak lagi, "Tunggu sebentar, biar dia menjawab dulu
pertanyaanku. Sebenarnya apa maksud dan tujuannya engkau bersembunyi dibelakang
batu disana?" Hoa In-liong tertegun. "Apa sebenarnya yang telah terjadi?" demikian
pikirnya, "Kenapa kali ini adik Wi demikian keras kepala" Meskipun saudara Ek-
hong berbuat salah, sepantasnya kalau ia memberi sedikit muka kepadanya, agar dia tak sampai
benar-benar 452 kehilangan muka. Mungkinkah.... Mungkinkah kepribadian dan akhlak saudara Ek-hong
memang benar-benar ada penyakitnya" Tapi...."
Berpikir sampai disitu, tanpa sadar sinar matanya ikut dialihkan pula keatas
wajah Wan Ek-hong. Diperhatikan orang dengan cara begini, Wan Ek-hong semakin kikuk dan serba
salah. Ia tertawa getir, lalu ujarnya dengan perasaan apa boleh buat, "Baiklah! Kalau toh hian-
moay memaksa aku untuk mengakuinya, akupun tak akan melindungi nama baikku lagi untuk mengaku
terus terang. Yaa, pada hakekatnya aku sedang dikejar kejar oleh beberapa orang perempuan
hingga kehilangan jalan. Dengan susah payah aku baru saja berhasil lolos dari kejaran
mereka. Aku merasa lelah dan kehabisan tenaga, ibaratnya burung yang ketakutan oleh bidikan.
Baru saja aku bersemedi mengatur tenaga dibelakang batu itu. Ketika kalian da-tang maka akupun
tak berani berbisik. Aku kuatir kalian adalah orang-orang yang mengejar diriku itu. Hian-
moay, aku sudah mengakui kelemahanku yang amat memalukan ini, ibaratnya kulit mukaku sudah kau
sayat, puaskah kau?" Begitu pengakuan diberikan, Hoa In-liong jadi tertegun bercampur kaget, ia
segera bertanya dengan nada terkejut, "Beberapa orang perempuan" Apakah mereka adalah anak buah
dari Kiuim kau?" "Huuuh....! Siapa yang tahu kalau cerita itu sungguhan atau bohong" Coa Wi-wi
kembali mengejek. "Aku tidak percaya kalau dengan andalkan beberapa orang perempuan, dia
bisa dibikin kalang kabut ketakutan selengah mati!"
"Tapi apa yang kuceritakan adalah kenyataan" seru Wan Ek-hong agak penasaran,
"Jika kau tidak percaya, silahkan ke belakang batu sana dan periksa sendiri. Disitu ada
sebuah kain putih, bila bukan lantaran desingan dari baju, mungkin aku belum sadar dari samadiku!"
"Tak usah dilihatpun aku juga tahu" kata Coa Wi-wi dengan alis mata berkenyit,
"Kain itu adalah baju luarku. Hanya sebuah jubah luar sana sudah bikin kau ketakutan sampai kabur
terbirit-birit. Hmmm! siapa yang akan percaya dengan obrolanmu?"
"Aku adalah ibaratnya burung yang baru kena dibidik" keluh Wan Ek-hong dengan
muka yang mengenaskan, "Apalagi aku dibikin samar ditengah kegelapan...."
"Huuuh....! hanya bertemu dengan seorang perempuan saja sudah dibikin ketakutan
setengah mati?" ejek Coa Wi-wi sambil mencibirkan bibirnya. "Hmmm, sayang seribu kali
sayang, bila ingin suruh aku percaya lebih baik karanglah alasan lain yang lebih tepat lagi"
Wan Ek-hong tertegun, dia alihkan pandangan matanya ke sekeliling tempat
tersebut, kemudian sesudah berpikir sebentar ujarnya, '"Aaaai....! berkata begini tidak percaya,
berkata begitu tidak percaya, tampaknya aku harus mohon diri saja dari tempat ini".
Coa Wi-wi mendengus dingin. "Hmmm! Mau pergi kek, mau tidak pergi kek, siapa
yang sudi mengurusi dirimu?" Hoa In-liong makin tercengang lagi sudah menyaksikan kejadian itu, dahinya
berkerut, "Sebenarnya apa yang terjidi?" demikian pikirnya, "Dengan susah payah ia memaksa
orang untuk menjawab, seakan-akan sebelum urusan dibuat terang ia tak mau menyudahi urusan
dengan begitu saja. Tapi setelah orang mau pergi, dia tidak menahannya, aneh benar
kejadian ini" Sementara itu Wan Ek-hong telah menghela napas panjang. "Aaaaai! Baiklah kalau
toh demikian. Baiknya aku mohon diri saja dari sini!"
453 "Eeeeh.... Jangan pergi.... Jangan pergi" dengan terkejut Hoa In-liong berusaha
menghalangi kepergiannya, "Adik Wi masih terlampau muda, harap saudara Ek hong jangan...."
Tapi sebelum ia sempat menyelesaikan kata-katanya, Coa Wi-wi kembali sudah
menukas, "Kalau dia mau pergi, kenapa kau musti menahan dirinya lebih lanjut....?"
Hoa In-liong tertegun, sambil berpaling teriaknya, "Adik Wi...."
Sekilas rasa benci dan gemas melintas diatlas wajah Wan Ek-hong, segera
sambungnya, "Adik Liong tak usah banyak berbicara lagi, aku sudah mengenali watak adik Wi.
Sekalipun kau paksa untuk menahan diriku juga percuma, paling-paling hanya membuat dia semakin marah
saja. Untuk sementara waktu biar aku menyingkir saja lebih dulu"
Coa Wi-wi mendengus dingin, ia melengos ke arah lain dan tidak menggubris lagi.
Hoa In-liong kuatir dia benar-benar akan pergi, segera ujarnya pula, "Aiaai,
perkataan apa itu, adik Wi tak ada alasan untuk marah. Harap saudara Ek-hong juga tak usah
tersinggung. Hayo berangkat,kita bercakap-cakap dalam kota saja"
Wan Ek-hong menggerakkan tubuhnya menyingkir ke samping, cepat tampiknya sambil
tersenyum, "Tak usah, melihat kau berada dalam keadaan segar bugar, hatiku juga
ikut lega, urusan lain kita bicarakan lain waktu saja!"
Selesai berkata ia lantas memberi hormat, kemudian putar badan dan berlalu dari
situ. Hoa In-liong betul-betul amat gelisah melihat kepergian pemuda itu, sebab masih
banyak urusan yang bendak dia tanyakan. "Eeeh.... tunggu sebentar!"' teriaknya kemudian, "Kau
hendak pergi kemana?". Cepat kakinya menjejak tanah dan siap mengejar kemuka, tapi sebelum ia sempat
bergerak, tangannya sudah terlanjur ditangkap Coa Wi-wi.
"Aku tak bisa menunggu lebih lama lagi" terdengar Wan Ek-hong sambil lari sambil
berteriak "Saudara Siau-lam sudah berangkat ke barat, aku harus menyusulnya dengan segera"
"Saudara Siau-lam mau apa berangkat ke barat?" Hoa In-liong semakin gelisah,
sehingga ia mendepak-depakkan kakinya berulang kali keatas tanah.
Makin lari Wan Ek-hong berlalu semakin cepat. Dari kejauhan sempat terdengar
suaranya mengalun tiba, "Konon empek Yu ditangkap orang orang Mokau, mati hidupnya belum
ketahuan" Meski orangnya sudah sangat juah, tapi suaranya lapat-lapat masih kedengaran,
tapi sampai akhirnya suara itu tak terdengar lagi.
Hoa In-liong tak berani menggunakan tenaga terlampau besar, maka ketika ia gagal
untuk melepaskan diri dari cengkeraman Coa Wi-wi, kakinya didepak-depakkan keatas
tanah dengan gelisah. "Lepaskan tanganku adik Wi. Persoalan ini bukan permainan anak-anak,
kita musti menyusul saudara Ek-hong dengan cepat!"
454 Tapi Coa Wi-wi tetap memegang tangannya erat-erat, malahan sambil menatap wajah
pemuda itu dia berseru, "Kau amat percaya dengan perkataannya?"
Hoa In-liong menghela napas panjang. "Aaai.... Kau terlalu nakal. Urusan ini
menyangkut mati hidup empek Yu, masa bisa kabar bo-hong belaka?"
"Lantas, kau tidak akan mengurusi urusan Toako lagi" "Tiba-tiba Coa Wi-wi
menegur. Hoa In-liong tertegun, ia jadi serba salah, malahan untuk menjawabpun bingung.
Tiba-tiba Coa Wi-wi bertanya lagi, "Tahukah kau, orang she-Wan itu pergi
kemana?" Kembali Hoa In-liong tertegun. "Bukankah dia bilang mau menyusul saudara Siau-
lam?" pemuda itu balik bertanya. "Berarti dia seharusnya ke barat bukan" Sayang dia mengatakan mau ke barat
padahal sekarang mungkin ada di timur. Kalau tidak percaya, silahkan kau susul dirinya"
Tangannya direntangkan menunjukkan sikap terserah, lalu pelan-pelan dia
berangkat ke kota Citin. Hoa In-iong makin serba salah dibuatnya, jangan toh dia niscaya tak tega
meninggalkan urusan Hoa Si, sekalipun sekarang disusul juga bayangan tubuh dari Wan Ek-hong sudah
lenyap tak berbekas. Apa lagi dibalik ucapan Coa Wi-wi terkandung arti yang amat mendalam.
Sebagai seorang pemuda yang pandai membawa diri, setelah berpikir sebentar dan
mengetahui bahwa disusulpun tak ada gunanya, dia memutuskan untuk menyelesaikan dulu
masalah yang menyangkut Toakonya Hoa Si.
Karena itulah dia percepat langkah kakinya dan menyusul diri Coa Wi-wi....
Ketika dilihatnya pemuda itu menyusul datang Coa Wi-wi segera tertawa cekikikan,
seraya berpaling tegurnya, "Kenapa tidak kau susul dirinya?"
"Lebih baik kita cari Toako lebih dulu!"
"Seharusnya memang begitu" Coa Wi-wi berkata dengan wajah berseri, "Orang she-
Wan itu adalah manusia paling busuk, semua perkataannya tidak dapat dipercaya"
Mendengar perkataan tersebut, Hoa In-liong segera mengerutkan alisnnya. "Adik
Wi! Tampaknya engkau menaruh prasangka jelek yang amat mendalam atas diri saudara Ek-hong?"
"Prasangka jelek?" Ejek Coa Wi-wi, sambil berkerut kening, "Hmmm.... Manusia macam


Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

begitu itu lain dimulut lain dihati. Aku paling benci kepadanya. Andaikata saudaraku tidak
mempunyai hubungan baik dengannya, hee.... hee.... heee sejak dulu dulu aku sudah memberi
pelajaran yang setimpal kepadanya"
"Lain dimulut lain dihati?" ulang Hoa In-liong dengan wajah makin tercengang,
"Aku lihat saudara Ek-hong itu...."
"Aaaah.... Engkau tak usah menyebut saudara Ek-hong saudara Ek-hong melulu. kalau
bisa aku malah menganjurkan dirimu untuk putus hubungan dan tak usah berhubungan dengan
dirinya lagi" tukas Coa Wi-wi dengan nada jemu.
455 Hoa In-liong semakin berkerut kening, diapun berpikir, "Benar-benar suatu
kejadian aneh. Tampaknya rasa benci adik Wi terhadap dirinya bukan terbatas cuma benci saja,
bahkan sudah meningkat menjadi suatu dendam kesumat, yang seakan-akan sedang berhadapan
dengan musuh bebuyutan saja. Apa yang telah terjadi" Aku lihat saudara Ek-hong tampan,
gagah dan setia kawan. Dia tidak mirip seorang manusia yang busuk atau memuakkan"
Walaupun ia sudah putar otak dan memikirkan persoalan itu berulang kali, namun
pikirannya tak pernah dia bawa ke bagian yang jelek. Dia selalu beranggapan bahwa Coa Wi-wi
masih muda, berdarah panas, dan rasa sentimennya terhadap Wan Ek-hong hanya lantaran
pandangannya yang tidak cocok. Karena itu meski dihati ia berpikir demikian, senyum manis masih tersungging
diujung bibirnya. "Adik Wi, engkau suruh aku putus hubungan dengannya, tentu anjuran ini disebabkan
oleh alasan yang kuat bukan" Nah, tolong ajukanlah suatu contoh yang membuktikan
bahwa dia adalah seorang manusia lain dimuka lain dihati. Jika ada dasar, buktimu itulah
akan kupertimbangkan haruskah hubunganku dengannya diputuskan atau tidak".
Coa Wi-wi segera mencibirkan bibirnya. "Aku sudah tahu kalau kamu ini manusia
yang susah diberitahu. Baiklah! Akan kuberitahukan kepadamu. Orang itu luarannya saja yang
gagah dan tampan, seakan-akan dia itu manusia yang jujur. Manusia yang gagah perkasa,
terutama didepan kakakku sekalian waduh.... Lagaknya macam orang yang sok mulia, sok
bijaksana dan sok setia kawan.... Padalah hanya, huuh.... ! Dia adalah seorang busuk, manusia
munafik, manusia rendah tak tahu malu"
"Kau punya bukti?" tanya Hoa In-liong kemudian setelah tertegun dan melongo.
Coa Wi-wi manggut-manggut, "Tentu saja! Bukan saja kusaksikan dengan mata kepala
sendiri, bahkan mengalaminya juga sendiri. Oleh karena dia mempunyai hubungan yang sangat
baik dengan kakakku sekalian, dulu akupun memanggilnya sebagai "Wan-suko". Siapa tahu
dia selalu saja menggoda aku. Waktu itu meski aku rada jemu dan sebal, itupun hanya
terbatas pada rasa sebal belaka. Hingga pada suatu ketika.... hingga.... hingga pada suatu ketika...."
Tiba-tiba ia jadi tergagap dan tak mampu menerusnya kembali kata-katanya.
"Kenapa" Apakah dia kurangajar kepadamu?"
Coa Wi-wi mendengus dingin. "Hmmm! Dia berani" Kalau dia berani kurang ajar
kepadaku, sejak dulu dulu aku sudah beri pelajaran yang paling pahit kepadanya"
Mendengar jawaban itu, Hoa In-liong merasa agak lega, dia menghembuskan napas
lega. "Bagus sekali, lanjutkan ceritamu!"
"Aaaah.... tak usaH diceritakan lagi,!" Coa Wi-wi gelengkan kepalanya beberapa
kali, "Dibayangkan saja keki, apalagi diceritakan!"
Hoa In-liong mengerdipkan matanya berulang kali, diam-diam ia mulai berpikir,
"Agaknya saudara Ek-hong adalah seorang laki-laki yang gemar main perempuan dan mata
keranjang. Mungkin ada sesuatu perbuatan jeleknya yang ketangkap basah oleh adik Wi. Karena
malu maka adik Wi segan untuk menceritakan kembali...."
456 Walaupun masih banyak persoalan yang mencurigakan hatinya, namun persoalan
persolan itu tak sampai diutarakan keluar. Dia hanya melanjutkan perjalanannya dengan mulut
membungkam. Melihat pemuda itu membungkam dalam seribu bahasa, tiba-tiba Coa Wi-wi berkata
lagi, "Apakah engkau masih belum percaya" Baiklah akan kuceritakan kepadamu. Dia telah
mempermainkan dayang dari Ko Samko, Ko Siong-peng. Dayang tersebut dia totok
jalan darahnya, tapi ketika hendak melucuti gaun dayang tersebut telah ketahuan aku.
Sejak itulah aku tak sudi menyebut Suko lagi kepadanya. Coba bayangkan, manusia macam begitu
apa patut disebut laki-laki sejati" Tampangnya saja gagah, padahal diam-diam melakukan
perbuatan terkutuk yang sangat memalukan. Tidak pantaskah kalau manusia seperti itu
disebut manusia munafik" Jika engkau tak mau putuskan hubungan dengannya, lain kali kau musti
akan merasakan pahit getir di tangannya"
Perkataan itu diucapkan dengan tegas dan sungguh-sungguh. Bahkan makin berbicara
semakin panas hatinya. Sekalipun orang lain yang mendengar, tidak percaya juga akhirnya
jadi percaya. Tapi lain halnya dengan Hoa In-liong. Dia tak mempercayai perkataan orang dengan
begitu saja. Sekalipun dia lebih percaya lagi beberapa bagian atas kisah tersebut, sekalipun
ia merasa terkejut dihati. Tapi lantaran kejadian itu tidak disaksikan sendiri, maka
diapun tak ingin memberi tanggapan atau komentar apapun jua.
Sesudah termenung sebentar, akhirnya iapun berkata, "Adik Wi, kita tak usah
membicarakan tentang dia lagi. Hayo kita percepat perjalanan kita"
Coa Wi-wi tertegun. "Kenapa kau masih tidak percaya juga" Kau masih akan
berhubungan lagi dengannya?" Hoa In-liong tersenyum. "Asal aku lebih waspada kan beres" sahutnya, "Pepatah
bilang: Siapa yang tidak jujur berarti dia sedang bunuh diri. Andaikata dia benar-benar
seorang manusia yang jahat dan busuk, lain kali akulah yang pertama-tama tak akan lepaskan dia, tak
usah kuatir" Coa Wi-wi termenung sejenak, akhirnya diapun menghela napas. "Baiklah! Terserah
kepadamu. Kau mempunyai pandangan sendiri sedang aku tak bisa memaksakan pandanganku
kedalam pandanganmu. Cuma kalau bertemu lagi lain kali, kuharap engkau bersedia
meningkatkan kewaspadaanmu. Jangan sampai kau tertipu oleh akal muslihatnya"
Hoa In-liong hanya bisa manggut-manggut belaka. Maka kedua orang itupun
melanjutkan perjalanan sambil bergandengan tangan.
Selang sesaat kemudian mereka sudah tiba kembali d kota Ci-tin, tepatnya di
loteng Cwan-senglo. Waktu itu Coa Wi-wi mengenakan pakaian wanita, maka pelayan yang bernama Go Bei-
ci sudah tidak mengenalnya lagi. Berbeda dengan Hoa In-liong yang mengenakan pakaiah
sama, hanya mantelnya sekarang penuh debu. Maka hanya sekilas pandangan saja pelayan itu
sudah mengenalinya kembali. Dengan wajah penuh senyuman pelayan itu buru-buru maju menyongsong
kedatangannya. "Kongcu-ya sudah kembali" "sapanya, "Kiong-hi, tidak sia-sia rasanya
perjalananmu kali ini. Haa.... haa.... haa.... silahkan.... silahkan naik ke oteng"
Jelas ia telah salah menganggap Coa Wi-wi sebagai Wan Hong-giok.
457 Hoa In-liong sendiripun tidak memberi penjelasan lebih jauh. Sambil naiki tangga
loteng dia berkata sambil tersenyum, "Tak nyana engkau masih mengenali diriku. Tolong tanya
apakah selama dua hari belakangan ini ada orang yang menyolok mata berkunjung kemari?"
"Orang-orang yang menyolok" Oooh...." Pelayan yang menyusul dari belakang itu
mendadak berseru tertahan, lalu sambil merendahkan suaranya dia berbisik, "Ada beberapa
orang, bahkan sekarang masih berada di atas loteng!"
Mendengar kabar tersebut dengan kaget Hoa In-liong menghentikan langkah kakinya,
kemudian ikut berbisik, "Ada berapa orang" Bagaimana dandanan mereka?"
Pelayan itu mengerling sekejap ke atas loteng, lalu sambil pura-pura sok
misterius sahutnya, "Tiga orang nona cantik, potongan, badannya menggiurkan, parasnya juga menarik.
Belum pernah kota ini dikunjungi nona secantik itu, mereka mirip.... mirip...."
Dia ada maksud menggunakan Coa Wi-wi sebagai perumpamaan. Siapa tahu begitu
sorot matanya terbentur dengan wajah gadis tersebut, seketika itu juga ia merasakan
bahwa kecantikan Coa Wi-wi tiada tandingannya dikolong langit.
Maka pelayan itu hanya bisa menjulurkan lidahnya gelagapan dan tak mampu
melanjutkan kembali kata-kata. Ketika Coa Wi-wi mendengar bahwa di atas loteng hanya beberapa orang bocah
perempuan saja, ia lantas membentak nyaring, kemudian melanjutkan langkahnya keatas loteng.
Hoa In-liong juga tertawa rawan, sambil ulapkan tangannya dia berkata kemudian,
"Sediakan saja beberapa sayur, selesai bersantap kira masih harus melanjutkan perjalanan.
Siapkanlah buat kami" Habis berkata pemula itu memutar badannya dan pelan-pelan naik ke atas loteng.
Loteng itu hampir penuh oleh tamu yang sedang bersantap. Coa Wi-wi sedang
berdiri didepan tangga sambil celingukan kesana-kemari. Sementara tiga orang "bocah perempuan"
yang dimaksudkan pelayan duduk disudut barat dekat jendela. Bila ditinjau dari
dandanan mereka, memang wajahnya cakup ayu dan menarik hati.
Disuatu sudut timur dekat jendela ia mencari tempat duduk lalu menggandeng
tangan Coa Wi-wi untuk duduk. Menggunakan kesempatan tersebut matanya memandang sekejap
sekeliling tempat itu untuk memeriksa apakah disekitar sana ada orang persilatan yang
menyolok pandangan mata atau tidak.
Ternyata tamu yang bersantap disana sebagai besar adalah penduduk kota. Yang
bisa disebut sebagai "rnenyolok" memang tak lain hanya tiga orang "bocah perempuan itu".
Nona nona tersebut tidak terlalu besar usianya. Yang paling tuapun baru berusia
delapan sembilan belas tahunan. Diantaranya satu mengenakan baju warna hijau pupus, satu
mengenakan baju warna merah menyala dan terakhir mengenakan baju warna kuning
telur. Mereka itu sama-sama memakai gaun panjang dengan celana ketat. Ikat pinggangnya
memakai warna yang sama. Pada sanggulnya memakai pita kupu-kupu dengan warna yang sama.
Kecuali berdandan sebagai gadis remaja, tiada tanda-tanda lain yang istimewa.
458 Selang sesaat kemudian, pelayan muncul menghidangkan sayur dan arak, maka sekali
lagi Hoa In-liong berseru, "Eeeh.... pelayan, tolong tanya, tengah hari tadi apakah ada
seorang kongcu berbaju biru yang mampir dikedai ini?"
Pelayan itu termenung dan berpikir sebentar, kemudian balik bertanya, "Apakah
dia manyoren pedang dan usianya agak sedikit tua dari kongcu....?"
Diam-diam Hoa ln-liong merasa gembira. Cepat dia mengangguk berulang kali.
"Yaaa, Betul. Betul. Apakah kau tahu setelah berlalu dari warung ini dia telah pergi kemana?"
Pelayan itu segera menggeleng. "Kongcu itu bertampang keren dan penuh wibawa,
berbeda dengan engkau yang ramah dan suka bergaul. Hee.... hee.... hee.... karenanya hambapun
tidak berani banyak bertanya"
"Lantas dia pergi ke arah mana" Apakah kau masih ingat?" desak Hoa In-liong
lebih jauh dengan wajah sedih. Pelayan itu segera tertawa serak. "Maaf, seribu kali maaf, hamba betul-betul
tidak memperhatikannya!" Hoa In-liong merasa hatinya makin tercekam kemurungan, akhirnya ia ulapkan
tangannya dengan sedih. "Terima kasih atas pemberitahuanmu. Lanjutkanlah pekerjaanmu...."
katanya kemudian. "Yaa.... yaa...." pelayan itu mengiakan berulang kali sambil membungkukkan badannya,
kemudian mengundurkan diri dari situ.
Setelah gagal untuk mencari tahu kabar berita tentang kakaknya, Hoa In-liong
berpikir sebentar sambil menatap wajah Coa Wi-wi katanya, "Mari kita bersantap dulu, kemudian kita
putar mengelilingi kota. Coba lihat adakah sesuatu tanda yang mencurigakan?"
Selesai berkata dia lantas mengambil sumpit dan mangkuk dan bersantap dengan
lahapnya. Terhadap sepoci arak yang disediakan, ia sama sekali tidak memandangnya.
Pada dasarnya Coa Wi-wi sendiripun tak pandai minum arak, sambil bersantap


Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dlapun berbisik, "Eeeeh.... Jiko, Aku lihat apa yang dikatakan Wan Ek-hong ada beberapa bagian yang
bisa dipercayai" Hoa In-liong tertegun, tapi ketika dilihatnya gadis itu bersikap sok misterius,
maka tanpa terasa diapun ikut berbisik, "Kenapa begitu" Bukankah kau sendiri yang mengatakan bahwa
perkataannya tak dapat dipercaya?"
Diam-diam Coa Wi-wi mencibirkan bibirnya ke arah barat, kemudian bisiknya lebih
jauh, "Coba kau lihat! Diam-diam saja kalau melirik, agaknya ilmu silat yang dimiliki tiga
orang gadis itu sangai tangguh. Mungkin benar juga kalau dia berkata bahwa ia sedang dikejar-
kejar oleh beberapa orang gadis hingga musti melarikan diri terbirit-birit"
Dengan suatu lirikan seperti tak sengaja Hoa In-liong menperhatikan sekejap
gadis-gadis disudut barat itu, lalu sahutnya, "Meskipun ketiga orang gadis itu adalah orang-orang
persilatan, tapi kalau dikatakan ilmu silat mereka lebih tangguh daripada Wan Ek-hong, bahkan
dapat memaksa Wan Ek-hong sampai melarikan diri terbirit-birit, aku rasa hal itu suatu hal
yang tak masuk diakal. Ayolah bersantapl Paling penting kita harus temukan Toako. Jangan sampai
menimbulkan kecurigaan orang hindari segala kerepotan dan perselisihan-perselisihan yang tak
penting!" 459 Coa Wi-wi mengerling sekejap kearahnya, kemudian dengan wajah bersungguh-sungguh
katanya, "Engkau bisa mengatakan demikian lantaran kau tidak memperhatikannya
secara sungguh-sungguh. Coba periksa sekali lagi, lihat sinar mata mereka, bukankah
cahaya matanya berbeda jauh dibandingkan dengan orang lain?"
Ketika didengarnya bahwa perkataan itu diucapkan dengan wajah serius, tanpa
sadar Hoa Inliong berpaling lagi kearah barat.
Kali ini ia memperhatikan lebih seksama lagi. Betul juga, ia temukan sesuatu
yang sebelumnya tak ditemukan olehnya. Ketiga orang gasis duduk dengan dua orang menghadap ke barat, seorang menghadap
ke timur. Dua orang yang duduk menghadap kearahnya dapat dilihat betapa tajamnya sinar
mata mereka, terutama kerlingan-kerlingan matanya yang tajam. Ini semua menunjukkan bahwa
tenaga dalam yang mereka miliki sudah mencapai pada puncak kesempurnaan.
Yang lebih aneh lagi, bukan saja ketiga orang gadis itu masih muda-muda dan
memiliki paras muka yang cantik jelita bahkan raut wajah mereka sangat dikenal olehnya, seakan-
akan pernah di jumpai disuatu tempat....
Sambil putar otak memikirkan soal itu ia berpikir lebih jauh, "Aneh benar aku
seperti pernah bertemu dengan mereka, tapi dimana" Sejak turun gunung memang tak sedikit
perempuan yang pernah kujumpai, tapi belum pernah rasanya berjumpa dengan beberapa orang ini.
Janganjangan.... jangan- jangan.... Aaaah benar! mereka adalah anak muridnya Pui
Che-giok. Ya pasti! Mereka pasti anak muridnya Pui Che-giok. Tak salah lagi!"
Akhirnya ia teringat anak Pui Che-giok, teringat akan sekawanan perempuan geait
yang pernah dijumpainya di rumah pelacuran Gi-sim-wan di kota Kim-leng. Ia teringat juga
akan perkumpulan Cha-li-kau yang oleh Pui Che-giok katanya segera akan diresmikan, maka dari itu
sinar matanya segera ditarik kembali dan diapun manggut-manggut ke arah Coa Wi-wi.
"Sudah melihat jelas?" bisik Coa Wi-wi kemudian, "Bukankah sinar mata mereka
sedikit agak istimewa?" Sambil tundukkan kepalanya bersantap, Hoa In-liong segera menyahut dengan lirih,
"Ehmmm. Mereka semua adalah anak murid dari perkumpulan Cha-li-kau!"
"Perkumpulan Cha-li-kau?" diam-diam Coa Wi-wi merasa amat terkejut. Bukankah
suatu perkumpulan kaum sesat" Darimana kau bisa tahu tentaag perkumpulan tersebut?"
"Aku sudah pernah berjumpa dengan kaucu mereka. Meskipun nama dari perkumpulan
itu kurang begitu sedap didengar, pada hakekatnya mereka tidak merugikan bagi kita"
"Benarkah itu" "tanya Coa Wi-wi dengan dahi berkerut. Ia tidak percaya dengan
perkataan tersebut. Hoa In-liong tersenyum. "Tentu saja benar, buat apa kubohongi dirimu" Hayo cepat
bersantap, jangan membuang waktu dengan percuma"
Tiba-tiba Coa Wi-wi tertawa. "Yaa, sekarang aku baru mengerti, tentu Wan Ek-hong
mencari gara-gara dengan mereka, akibatnya ia kena batunya dan musti melarikan diri
terbirit-birit!" 460 Pada mulanya dia yang menganggap Wan Ek-hong itu orang yang tidak jujur, seorang
laki-laki yang halus diluar tapi busuk didalam. Menjadi agak kaget dan rada curiga ketika
mendengar nama "Cha-li kau" tersebut.
Tapi setelah mendapat tahu bahwa perkumpulan "Cha-li-kau" hanya tak sedap dalam
nama sebutan tapi nyatanya merupakan suatu perkumpulan yang lurus dan kebetulan cocok
dengan jalan pikirannya, maka dengan hati yang lega diapun mengucapkan beberapa patah
kata itu. Menyinggung kembali tentang diri Wan Ek-hong tiba-tiba Hoa In-liong merasa
hatinya agak tergerak, segera pikirnya, "Yaaa, kenapa saudara Ek-hong mengganggu mereka"
Siapa tahu kalau merekalah yang mengganggu saudara Ek-hong" Kedua belah pihak sama sama
tidak mengenali asal-usul masing-masing. Siapa yang mengganggu siapa rasanya semua ada
kemungkinannya. Jika merekalah yang mencari gara gara dengan saudara Ek-hong,
lalu terjadi perselisihan dan saudara Ek-hong kabur lantaran tak sanggup menandingi
kepandaian mereka, ini toh kemungkinan bisa terjadi juga. Andaikata demikianlah kejadiannya,
bukankah berarti bahwa perkataan dari saudara Ek-hong dapat dipercayai?"
Perlu diketahui, Hoa In-liong adalah seorang pemuda yang selalu ingat akan
persahabatan lama. Dalam benaknya ia selalu tak berharap kalau Wan Ek-hong itu seorang manusia
cabul yang sesat. Kalau tidak demikian. andaikata menuruti wataknya yang amat
membenci akan segala bentuk kejahatan, mungkin anak muda itu sudah dilabraknya semenjak semula.
Tapi, seandainya Wan Ek-hong itu seorang manusia yang dapat dipercaya, bagaimana
pula penjelasannya atas sikap Coa Wi-wi yang bicara tegas-tegas"
Pelbagai persoalan yang saling bertentangan ini seketika itu juga membuat anak
muda itu kebingungan sendiri. Mana yang benar mana yang salah untuk sesaat sulit baginya
untuk membedakan. Tentu saja Coa Wi-wi tak dapat merasakan betapa kalutnya pikiran si anak muda
itu, dia malahan diam-diam merasa gembira karena pendapatnya benar.
Karenanya sewaktu ia saksikan Hoa In-liong hanya termangu-mangu belaka, sambil
tersenyum segera ujarnya, "Jiko, hayo cepat bersantap! Selesai bersantap kita harus segera
berangkat. Jangan sampai urusan penting jadi tertunda!"
Tuguran itu seketika itu juga menyadarkan Hoa In-liong dari lamunan. Ketika
dirasakan bahwa ia sudah berbuat sifat, cepat kepalanya ditundukkan untuk melanjutkan santapannya.
Selesai membayar rekening dan keluar dari rumah makan Cwan-seng-lo, kedua orang
itu berunding sebentar sebelum melanjutkan perjalanannya menuju kearah timur.
Dalam perundingan tersebut mereka telah memutuskan untuk melakukan pemeriksaan
yang teliti dari timur kearah barat lalu dari barat ke arah timur dengan melingkari selatan
menuju utara. Bila pencarian itu tidak mendapatkan hasil, maka mereka akan melakukan pencarian
lagi dengan menelusuri sungai hingga ke kota Kim-leng untuk melihat keadaan dari
pesanggrahan pertabiban, setelah itu rencana baru di susun kembali.
Sedang mengenai kejadian apakah yang dialami Hoa Si, lantaran waktu amat
mendesak maka terpaksa mereka harus mencari kabar dengan sebisanya.
Waktu malam sudah menjelang tiba, rembulan belum muncul diangkasa. Suasana amat
gelap gulita, untunglah kedua orang itu memiliki ketajaman mata yang melebihi orang
lain. Meski 461 demikian pencarian yang sudah dilakukan hampir makan waktu setengah jam lamanya
itu sama sekali tidak mendatangkan hasil apa-apa.
Makin lama kedua orang itu semakin mendekati tempat yang dijanjikan Kiu-im Kaucu
sebagai tempat pertemuannya dengan Hoa Si.
Tempat itu adalah sebuah hutan yang tidak terlampau luas. Ditengah hutan
terdapat sebidang tanah lapangan yang berumput. Di atas rumput tertera dengan jelasnya bekas-bekas
telapak kaki yang masih baru, cuma anehnya disana tak terlihat sesosok bayangan manusiapun.
Coa Wi-wi tak dapai menahan sabar, dia celingukan sebentar kesana kemari,
kemudian bisiknya, "Mereka telah pergi?"
Hoa In-liong mengangguk. "Yaa, sudah pergi, agaknya belum sampai terjadi
bentrokan kekerasan....!" "Darimana kau bisa tahu?"
Hoa In-liong menuding bekas-bekas telapak kaki diatas tanah. "Coba kau lihat
bekas-bekas telapak kaki itu, jumlah seluruhnya hanya belasan saja. Bahkan bekas tongkat
baja kepala setan dari Kiu-im Kaucu pun tertera amat jelas. Bekas-bekas telapak kaki itu bersih,
teratur dan sama sekali tidak kalut. Ini menandakan bahwa disini belum sampai terjadi suatu
pertarungan" "Lantas dimanakah Toako?" tanya Coa Wi-wi lebih jauh dengan perasaan tidak
mengerti, "Kenapa Toako tidak langsung balik keatas puncak bukit?"
"Aku sendiripun tidak jelas dengan masalah tersebut" sahut Hoa In-liong sambil
celingukan kesana kemari, "Semestinya Toako adalah seorang laki-laki yang tak pernah
merubah katakatanya. Diapun laki laki yang pegang janji. Anehnya ternyata ia
tidak balik lagi ke atas puncak
bukit." Coa Wi-wi murung sekali, pikirannya ikut menjadi kusut. "Jangan-jangan Kiu-im-
kaucu turun tangan secara tiba-tiba dengan menotok jalan darah dari Toako, kemudian menculik
Toako pergi dari sini?" "Tidak mungkin!" Hoa In-liong gelengkan kepalanya berulang kali, "Toako berbeda
dengan aku. Kalau aku kadang kala memang bisa berpikiran cabang hingga kena dikecundangi
orang, sedang Toako orangnya serius dan selalu waspada...."
Berbicara sampai disitu, tiba-tiba ia tertawa tergelak. "Haa.... haa.... haa....
Sahabat darimanakah yang telah berkunjung kemari" Jika tidak keluar lagi dari tempat
persembunyianmu, jangan salahkan kalau aku Hoa loji terpaksa harus mengundangnya dengan cara
kekerasan!". Baru saja Coa Wi-wi merasa terperanjat, dari dalam hutan disebelah kanan sana
berkumandang serentetan suara yang merdu dan nyaring bagaikan suara genta, "Ilmu silat yang
dimiliki jikongcu memang benar-benar luar biasa. Kami mengira tempat
persembunyian kami ini cukup
rapat dan rahasia. Tak tahunya masih tidak berhasil juga untuk melolos diri dari
pengawasanmu" Ditengah pembicaraan tersebut, bayangan manusia berkelebat berulang kali, secara
beruntun munculah tiga orang dari dalam hutan.
Ketiga orang gadis itu bukan lain adalah gadis-gadis yang telah dijumpainya
dirumah makan Cwan-seng-lo. 462 Maka begitu berjumpa muka, Coa Wi-wi berseru, "Oooh.... kiranya kalian!"
Dengan langkah yang lemah gemulai tiga orang gadis itu maju kedepan. Setelah
berada dihadapan kedua orang muda-muda itu serentak mereka memberi hormat. "Apakah ji-
kongcu mengetahui asal-usul kami?" Dara baju kuning diantara tiga orang gadis itu
mennyapa. Sambil balas memberi hormat jawaban Hoa In-liong, "Jika dugaanku tidak keliru,
kalian bertiga semestinya adalah anak murid dari perkumpulan Cha-li-kau"
"Keliru!" tiba-tiba dara baju kuning itu gelengkan kepalanya, "Kami adalah murid
perkumpulan Cian-li-kau!" Jawaban tersebut membuat Hoa In-liong terbelalak dengan mulut melongo, ia benar-
benar dibuat tertegun. Kembali dara berbaju kuning itu tertawa cekikikan, kemudian katanya lebih jauh,
"Namun dugaan ji-kongcu juga tidak keliru se-bab perkumpulan Cian-li-kau bukan lain adalah
berkumpulan Cha-likau. Hanya namanya saja mengalami perubahan beberapa saat
berselang" Selesai berbicara, bersama dua orang gadis lainnya mereka tertawa cekikikan
dengan santainya, sama sekali tidak tampak rikuh.
Menyaksikan keadaan mereka, diam-diam Coa Wi-wi mengerutkan dahinya dan
berpikir, "Apakah anggota dari perkumpulan Cian-li-kau adalah manusia-manusia yang tidak pakai


Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

aturan dan bergaul bebas seperti itu?"
Lain halnya dengan Hoa In-liong yang sudah pernah menyaiksikan keanehan mereka,
sambil tersenyum ujarnya, "Menurut apa yang kuketahui, nama dari perkumpulan kaliau itu
berasal mula dari kitab pusaka Cha-li-cin-keng, kenapa nama yang sudah baik diganti
lagi?" "Bukankah kau pernah mengatakan bahwa perkumpulan Cha-li-kau adalah suatu
perkumpulan sesat yang memikat orang dengan mengandalkan kecantikan perempuan" "ujar dara
berbaju kuning itu. Mendengar perkataan itu, Hoa In-liong segera tertawa terbahak-bahak karena geli.
"Haa.... haa.... haa.... Perkataan itu kuucapkan ketika lagi jengkel. Sungguh tak nyana kalau
kaucu kalian menanggapinya dengan serius"
Dara berbaju kuning itu kembali tertawa cekikikan. "Hiih.... hiih.... hiih.... Sekali
lagi kau keliru besar. Apa yang kau katakan kendatipun merupakan salah satu dari alasan kami,
tapi yang paling penting hal ini adalah merupakan saran dari sucou kami. Dia orang tua
suka segala yang berbau ketenangan. Tak mau lantaran nama "Cha-li" hingga menyebabkan ketenangan
dan kesuciannya terganggu. Selain daripada itu kaucu kamipun bermaksud demikian,
maka atas dasar pelbagai alasan itulah maka nama perkumpulan kami mengalami penggantian"
Hoa In-liong benar-benar dibikin serba salah, mau tertawa tak bisa mau menangis
juga sungkan. "Lantas bagaimana pula dengan maksud hati kaucu kalian?" tanyanya kemudian.
"Maksud kaucu kami, lebih baik nama perkumpulan itu dirubah dengan nama yang
sekarang ini. Hal tersebut mengingatkan beliau akan kisah cerita yang berjudul Cian-li-lei-hun
(gadis ayu kehila-ngan sukma). Pernah baca ceritanya tidak?"
463 Hoa ln Hong sebagai seorang pemuda romantis yang suka berganti pacar, tentu saja
pernah membaca cerita Cian-li-lei-hun tersebut. Bahkan sudah pernah membacanya beberapa
kali, tentu saja ia tahu akan isi cerita tersebut.
Maka sambil tersenyum ia manggut berulang kali, bahkan sengaja berseru tertahan
sambil berkata, "Oooh....kiranya begitu. Jadi perkumpulan kalian sudah dibuka secara
resmi" Lantas dimanakah markas besar dari perkumpulan kalian itu" Bagaimana pula organisasi
itu tersusun" Apa pula jabatan dari nona bertiga" Apakah aku boleh tahu semuanya?"
"Tentang soal itu tak bisa kukatakan" tiba-tiba si nona baju kuning itu berkata
dengan serius, "Sebab urusan menyangkut tentang rahasia perkumpulan. Bila kukatakan, niscaya
kami akan dijatuhi hukuman yang sangat berat. Karenanya maafkanlah kami, terpaksa kami
musti membungkam dalam seribu bahasa"
Menyaksikan sikap serius dan bersungguh-sungguh yang ditunjukkan nona itu,
hingga tampaklah jelas raut wajah kegadisan mereka yang sebenarnya, Coa Wi-wi tak bisa menahan
rasa gelinya lagi, dia tertawa cekikikan.
Mendengar suara tertawa itu, si nona baju kuning pun berpaling, tiba-tiba ia
menyapa, "Bukankah cici ini adalah adik perempuan dari Coa Cong-gi, Coa kongcu....?"
Coa Wi-wi tertegun. "Yaa, benar! Aku bernama Coa Wi-wi, adik da-ri Coa Cong-gi
tapi darimana kalian bisa tahu?" tegurnya.
Nona baju kuning itu segera tersenyum. "Terus terang kukatakan kepadamu, setiap
orang yang mempunyai hubungan dengan Hoa kongcu tak pernah lepas dari pengawasan kami.
Semuanya dapat kami ketahui dengan jelasnya"
Berbicara sampai disini diapun melemparkan sebuah kerlingan maut ke arah Hoa In-
liong. Kerlingan tersebut betul betul memiliki daya pikat yang mempesonakan hati
siapapun jua, jangankan manusia yang terdiri dari darah daging, manusia dari bajapun akan
melumer. Kurang senang Coa Wi-wi menyaksikan tindak-tanduk lawannya, keningnya berkerut
kencang, sementara dalam hati kecilnya menggerutu terus, "Silahkan.... Silahkan.... entah
perempuanperempuan ini perempuan genah atau perempuan nakal". Kalau dibilang
perempuan baik-baik, kerlingan matanya aduhai, kalau dihilang perempuan nakal, lagaknya tampak alim"
Berbeda dengan Hoa In-liong, terhadap kerlingan tersebut boleh dibilang ia tak
ambil perduli, melirikpun tidak. "Perhatian dan bantuan dari perkumpulan kalian sangat
mengharukan hatiku" demikian ujarnya, "Aku hanya dapat mengucapkan terima kasih yang tak terkirakan
besarnya. Cuma.... bolehkah aku tahu, ada urusan apa hingga nona-nona sekalian menyusul aku
sampai disini?" Mendapat pertanyaan itu, si nona baju kuning segera merogoh kedalam sakunya dan
mengeluarkan selembar kertas, lalu sambil diangsurkan ke muka katanya, "Apa yang
hendak kukatakan sudah tercantum semua diatas kertas itu, silahkan periksa sendiri"
Ketika Hoa In-liong menerima surat itu dan siap untuk dibacanya, tiba-tiba nona
baju kuning itu putar badan seraya ulapkan tangannya. "Ngo-moay, kiu-moay, ayoh kita pergi!"
464 Kemudian bagaikan burung-burung walet yang terbang di angkasa, mereka melayang
ke udara dan meluncur ke dalam hutan. Cepat, gesit dan lincah sekali gerakan tubuh ketiga
nona itu sudah lenyap dari pandangan.
Tindakan yang diambil ketiga orang gadis itu sungguh diluar dugaan Hoa In-liong
maupun Coa Wi-wi. Mereka tak menyangka kalau gadis-gadis itu akan segera pergi begitu
mereka mengatakan akan pergi, bahkan sepatah kata pun tak diucapkan. Untuk sesaat
lamanya mereka berdua hanya bisa berdiri melongo dengan muka tercengang.
Selang sesaat kemudian, Coa Wi-wi baru serentak bangun dari lamunannya. Dengan
nada tertegun dan keheranan ia bergumam sambil gelengkan kepalanya berulang kali,
"Manusia aneh.... benar-benar manusia aneh...."
Ia berpaling, ketika dilihatnya Hoa In-liong masih berdiri termangu, maka diapun
berteriak, "Eeeh Jiko.... Orangnya sudah pergi jauh, kenapa masih melamun terus" Coba kita periksa
dulu apa isi surat tersebut" Siapa tahu kalau kita akan menemukan kabar berita tentang
Toako!" "Oya....benar.... benar.... Memang benar....kata-katamu itu" seperti baru sadar, Hoa In-
liong manggut-manggut, "Kemarilah, hayo kita.... baca bersama isi surat ini."
Coa Wi-wi melompat ke muka, mereka berdua segera alihkan sinar matanya ke atas
surat tersebut. Dan terbacalah surat itu berbunyi demikian...., "Sinar iblis memancar sampai di
Kiu-ciu. Semak berduri banyak di depan sana. Kembali dan lapor kepada Thian-cu kiam, waspada
terhadap orang di depan mata"
Itulah selembar kertas kecil yang mungil dan tulisan yang indah. Hanya isi surat
tersebut tanpa diberi pembukaan maupun surat penutup. Hanya diujung paling bawah terlukis
sebuah lukisan perempuan cantik yang menunggal. Lukisan tersebut hanya tunggal ibaratnya ayam
emas yang berdiri di satu kaki. Meski huruf tulisannya amat minim tapi lukisannya hidup
dan mempersona hati. Begitu selesai membaca beberapa huruf tulisan itu, kontan saja Coa Wi-wi
menyumpah, "Sialan, setan kepala gede. Berani betul menulis yang bukan-bukan, biar kurobek saja
kertas sialan ini!" Seraya berkata dia lantas merampas kertas surat itu dan siap dirobek-robek jadi
berkeping. "Eeeeh.... Tunggu sebentar!" Hoa In-liong bertindak cepat, pergelangan tangan
gadis itu segera dicekal. "Kenapa?" teriak Coa Wi-wi penasaran, "Isi surat itu bukankah bermaksud agar
engkau selalu waspada terhadap diriku" Apa kau mempercayai perkataan mereka?".
Hoa Ia liong gelengkan kepala berulang kali. "Aaaah.... Engkau banyak curiga,
Bukan demikian yang dimaksudkan isi surat tersebut. Arti yang tercakup dalam surat itu amat
luas lagi pula belum tentu engkau yang mereka maksudkan. Toh sampai sekarang aku masih belum
mempercayainya?" "Sungguh?" tanya Coa Wi-wi dengan wajah tertegun.
Hoa In-liong tersenyum, "Tentu saja sungguh, kalau tidak percaya coba periksa
lagi isi surat itu kemudian camkan benar-benar"
465 Dia menundukkan kepalanya dan sekali lagi membaca isi surat itu kemudian
menganalisa maksud yang sebenarnya. Selang sesaat kemudian, ia sudah angkat muka kembali,
kemudian ujarnya dengan wajah serius, "Jiko! Aku rasa situasinya kok makin lama semakin
serius, apakah kau juga merasakannya?"
"Apakah yang dimaksudkan adalah situasi di dalam dunia persilatan?" tanya Hoa
In-liong. Coa Wi-wi mengangguk dengan wajah sungguh-sungguh.
oooOOOooo "YAAA, memang begitulah" sahutnya, "Kalau toh perkumpulan Cian-li-kau bukan
suatu perkumpulan kaum sesat dan lagi agaknya kedatangan mereka memang khusus untuk
menghantar surat pemberitahuan ini, maka semestinya mereka membawa suatu
peringatan yang mempunyanyai sangkut paut yang amat serius dengan kepentingan kita. Kalau tidak,
bukankah maksud dari isi surat itu jadi serba kacau, tidak sesuai dengan kenyataan dan
sedikttpun tak ada harganya?" "Hmmmm! Memang masuk diakal "sahut Hoa In-liong kemudian sambil tersenyum,
"Yaa.... terutama kata-kata yang mengatakan: 'Sinar iblis memancar sampai di Kiu-ciu,
semak berduri banyak di depan sana.' Dua kalimat tersebut bukan saja mengandung nada
peringatan, bahkan situasi dalam dunia persilatan dewasa inipun sudah mereka terang dengan sejelas
jelasnya" "Betul" sambung Coa Wi-wi, "Kalau pada kalimat pertama mereka terangkan bahwa
bencana dan hawa iblis sudah timbul dari empat penjuru dan seluruh dunia persilatan mulai
tercekam, maka pada kalimat yang kedua mereka terangkan bahwa pelajaran selanjutnya banyak
rintangan dan kesulitan dimana saja mara bahaya bisa datang mengancam. Sedang kalimat
berikutnya, mereka menganjurkan kepadamu agar pulang dulu kerumah dan melaporkan keadaan situasi
dunia kepada empek. Aku rasa dalam kalimat ini mereka bukan bermaksud memberi
peringatan saja, bahkan menganjurkan kepadamu agar dalam menghadapi masalah besar, setiap
tindakan mesti dilakukan dengan hati hati cermat dan waspada. Jangan sekali-kali bertindak
dengan sembrono ataupun menempuh marah bahaya"
"Apakah engkau berpendapat begitu?" tanya Hoa In-liong sambil tersenyum. Sinar
terang mencorong keluar dari sepasang matanya.
"Tentu saja. Kalau tidak, buat apa orang-orang Cian-li-kau menghantar surat itu
kepadamu?" "Haa.... haa.... haa.... Bukankah tadi kau bilang bahwa mereka suruh aku waspada
terhadap dirimu?"goda Hoa In-liong sambil tergelak.
"Aaah.... Bagaimana sih kamu ini! "omel Coa Wi-wi sambil berkerut kening, "Aku kan
lagi berbicara serius, tapi kau selalu berusaha untuk mengorek borokku. Memangnya aku
musti ngaku salah dan minta maaf dulu kepadamu?"
Melihat gadis itu cemberut Hoa In-liong jadi senang, apalagi dalam keadaan
demikian nona itu tampak lebih cantik dan menawan hati, tak tahan lagi dirangkulnya gadis itu dan
serunya sambil tertawa, "Perduli amat! Setibanya di mulut jembatan, perahu akan lurus dengan
sendirinya, kenapa kita musti risau dulu sejak sekarang?"
Coa Wi-wi meronta dengan sepenuh tenaga. Setelah lepas dari rangkulannya dia
lantas mencibirkan bibirnya yang kecil. "Coba lihat tampangmu itu "omelnya, "Tidak
serius, tidak genah 466 dan sok mata keranjang. Kalau berani main gila lagi, awas! Lihat saja nanti,
kuhajar dirimu atau tidak" Dalam hati kecilnya Hoa In-liong merasa geli, tapi diluaran jawabnya berulang
kali, "Baik! Baik! Aku tidak main gila lagi, aku tak akan mata keranjang, Nah, sekarang bicaralah
yang serius!" Dengan muka yang lebih lembut. Coa Wi-wi pun bertanya, "Mereka menganjurkan
kepadamu agar pulang dan melaporkan situasi ini kepada empek, apakah kau mau pulang?"
"Tidak! Aku tidak akan pulang!"


Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mendengar jawaban dari si anak muda ini singkat tapi jelas, Coa Wi-wi malahan
tertegun dibuatnya. "Kenapa" "tanyanya kemudian.
"Ayah paling mementingkan soal tugas. Kalau aku musti pulang kerumah dan
melaporkan semua kejadian ini, ibaratnya baru melihat angin lantas menduga bakal hujan. Waaah....
Bukan pujian yang didapat, bisa jadi aku bakal dicaci maki habis-habisan"
"Kalau hendak dimaki biar saja dimaki. Kan lebih baik dicaci maki ayah sendiri
daripada menempuh bahaya deagan percuma"
"Jadi kau berharap aku dicaci maki oleh ayahku" tiba tiba Hoa In-liong balik
bertanya sambil tersenyum "Aaaah.... kamu ini, kalau bicara yang betul sedikit. Siapa yang mengharapkan kau
di caci maki"' omel Coa Wi-wi dengan kening berkerut "Aku bisa berkata demikian karena
mengingat bahwa perkumpulan Cian-li-kau adalah suatu organisasi yang memiliki anggota yang
sangat banyak. Mereka bisa menyampaikan peringatan kepadamu dan menganjutkan kepadamu agar
pulang dulu dan melaporkan kejadian ini kepada ayahmu. Tentu saja semua masalah telah
mereka bahas. Semua situasi telah mereka teliti sebelum akhirnya memutuskan demikian.
Aku yakin anjuran tersebut bukan mereka ajukan tanpa disertai oleh alasan yaig kuat!"
"Apa yang mereka bahas". Apa yang mereka analisa?" kata Hoa In-liong sambil
tertawa, "Apakah lantaran usiaku masih muda" Lantaran ilmu silatku masih terbatas dan tak becus
untuk memikul tanggung jawab yang sangat berat ini?"
Coa Wi-wi lantas menuding ujung hidungnya sambil mengomel, "Aaaah! Kamu ini!
Sudah benar diberi tahu, kamu hanya tahunya pingin cari menangnya sendiri!"
Meuggunakan kesempatan itu Hoa In-liong segera menangkap jari-jari tangannya
yang lembut dan halus, lalu katanya dengan wajah bersungguh-sungguh, "Bicara sesungguhnya
adik Wi, aku bukan ingin cari menangnya sendiri, tapi hal ini menyangkut soal semangat.
Seseorang tak boleh tidak memiliki semangat, bukan demikian?"
"Semangat?" Coa Wi-wi sedikit tertegun ketika dilihatnya pemuda itu bicara
serius, "Jadi engkau
hendak memikul tanggung jawab yang maha berat ini, menyapu hawa siluman dan
menegakkan keadilan serta kebenaran dalam dunia persilatan?"
Hoa In-liong tersenyum. "Kalau dikatakan aku hendak memikul tanggung jawab yang
maha berat ini, maka ucapan tersebut terlampau latah, terlampau sombong dan tak tahu diri.
Jelek jelek begini aku masih tahu bekas kemampuan yang kumiliki. Maksudku, sekalipun cahaya
iblis sudah 467 bermunculan dimana-mana, toh keadaan yang sebenarnya masih belum kita ketahui
dengan jelas. Maka kita musti selidiki lebih dulu keadaan situasi yang sebenarnya
sebelum mengambil sesuatu tindakan sebagai pence-gahnya"
"Kalau toh demikian, apa salahnya jika kita laporkan dulu keadaan tersebut
kepada empek" "tanya Coa Wi-wi sambil berkerut kening.
"Itulah yang dinamakan semangat, mengerti kamu?" sahut Hoa In-liong, "Ketika
ayah mulai berkelana tempo dulu, usianya jauh lebih muda dibandingkan aku. Ilmu silat yang
dimiliki juga lebih rendah dari aku. Tapi bagaimana hasilnya, dia orang tua toh masih mampu
untuk menanggulangi semua kesulitan. Semua kejadian besar serta semua hadangan yang
merintangi kariernya, akhirnya dia juga berhasil dengan sukses. Justru keadaan semacam
inilah merupakan kesempatan yang paling baik bagi diriku untuk melatih diri. Ibaratnya pisau yang
tumpul, sekaranglah waktunya untuk diasah agar menjadi tajam. Bila aku serahkan kembali
tugas ini kepada ayahku, lalu sampai kapan aku baru dapat membasmi hawa sesat dari muka
bumi" Sampai kapan aku baru bisa menciptakan ketenangan dan keadilan didalam
persilatan?" Ketika pemuda itu berbicara sampai disitu, Coa Wi-wi telah menggerakkan bibirnya
seperti hendak mengatakan sesuatu.
Melihat itu, dengan cepat Hoa In-liong menukas, "Adik Wi tak usah berbicara
lagi. Pokoknya jelek-jelek begini, Jiko masih terhitung seorang laki-laki sejati, seorang pria
jantan yang tak jeri menghadapi segala rintangan dan mara bahaya. Seorang-laki-laki yang masih
mempunyai ambisi untuk menciptakan suatu keberhasilan dalam karier. Andaikata aku penakut,
seorang pengecut dan tak berani menghadapi kenyataan, jangankan orang lain, mungkin engkau pun
tak akan memandang sebelah mata kepadaku".
Coa Wi-wi berpikir sebentar, akhirnya dengan sedih ia berkata, "Baiklah!
terserah padamu. Pokoknya aku tak akan meninggalkan dirimu lagi!"
Belum habis ia berkata, Hoa In-liong sudah memeluk pinggangnya dan berseru
dengan penuh kegembiraan, "Bagus.... Horee.... Asal kau membantu aku, sekalipun ada kejadian yang
lebih mengerikan Aku juga tak akan takut!"
Kali ini pelukan itu dilakukan dengan muka berhadapan dengan muka, dada dan
perut masingmasing saling menempel satu sama lainnya. Coa Wi-wi bukan saja tidak
meronta, dia malah balas memeluk anak muda itu, kemudian sambil mengangkat dagu Hoa In-liong keatas
katanya lembut, "Tapi kau musti menurut perkataanku! Aku tak akan mengijinkan engkau
berbuat gegabah, tidak acuh terhadap segala urusan. Misalnya saja sebelum racun ular
sakti yang mengeram dalam tubuhmu punah, kau dilarang bertarung dengan siapapun. Kemudian....
kemudian.... ucapan dari perkumpulan Cian-li-kau juga harus dituruti. Siapa tahu
kalau diantara sobat karibmu atau teman perempuanmu ada yang hendak mencelakai dirimu. Daripada
terlanjur kena dicelakai, kan lebih baik sedia payung sebelum hujan, bukan begitu?"
Waktu mengucapkan kata-kata tersebut, gadis itu berbicara dengan serius. Hoa In-
liong hanya merasakan biji matanya yang jeli berkedip penuh tantangan. Makin dilihat makin
menawan hati, akhirnya ia tak dapat mengendalikan perasaannya lagi, diciumnya pipi kanannya
dengan mesra. "Tentu saja, sekalipun tidak kau katakan, aku juga bisa bertindak lebih hati-
hati" katanya. Coa Wi-wi mencibirkan bibirnya yang kecil dan memukul bahu anak muda itu dengan
gemas. "Aaaah.... benci!" serunya manja, "Hayo turunkan aku, kita musti segera mencari
Toako" "Jangan keburu napsu, biar kucium lagi pipimu yang lain!"
468 Habis berkata betul juga, dia lantas mencium pula pipi kiri Coa Wi-wi dengan
mesra. Tentu saja Coa Wi-wi dibikin tersipu-sipu, ia memukuli bahu pemuda itu dengan
manja, dan serunya berulang kali, "Benci....! Benci....! Benci....!"
Hoa In-liong terbahak bahak, sambil turunkan Coa Wi-wi dari pelukannya ia
berkata, "Adik Wi, tahukah engkau bahwa kau itu cantik?"
Coa Wi-wi mengerling sekejap kearah dengan gemas, lalu sahutnya manja, "Masih
ngoceh terus" Kau ini paling tengik, tahunya cuma menggoda orang saja"
"Siapa yang menggoda kau" Aku berbicara yang sesungguhnya. Kau memang benar-
benar cantik, jauh lebih cantik dibandingkan dengan Kiu-im Kaucu"
"Berani bicara lagi" Sekali lagi berbicara, aku akan benar-benar menghajar
dirimu!" ancam si nona sambil ayun tangan kanannya.
Jilid 24 DITENGAH keheningan malam hanya cahaya bintang yang menerangi seluruh jagad,
pemandangan yang tertera disitu benar-benar merupakan suatu pemandangan yang
sangat indah. Menyaksikan kesemuanya itu, Hoa In-liong bergirang dihati. Walaupun demikian ia
tak mau kehilangan martabatnya sebagai seorang laki-laki sopan. Ia tahu mana yang boleh
dilakukan dan mana yang tak boleh dilakukan.
Atau dengan perkataan lain, pada saat itu dia tidak mempunyai pikiran lain.
Tindakannya memeluk dan mencium mesra gadis itu dilakukan karena spontan dan tindakan
spontan tersebut tak jauh bedanya dengan kasih sayang seorang kakak yang lebih tua terhadap adik
perempuannya yang cantik dan menawan hati.
Sebab itulah sesudah mendengar perkataan ilu dengan wajah berseri sahutnya,
"Baik.... Baiklah, aku tidak akan berkata lagi.... aku tidak akan berkata lagi! Bicara sesungguhnya,
kita memang seharusnya mulai memikirkan kemana perginya Toako"
Caranya mengalihkan pokok pembicaraan benar benar amat sempurna, bukan saja
lembut dan wajar, malahan sama sekali tidak meninggalkan bekas apa-apa.
Coa Wi wi malah dibikin tertegun. "Memikirkannya...." ia bergumam.
"Yaa, kita harus mulai memikirkan" lanjut Hoa In-liong, "Coba lihatlah bekas
bekas telapak kaki ditanah semuanya menunjukkan bahwa ketiga orang nona dari Cian-li-kau sudah
pernah menampakkan diri disini dan mengetahui juga kalau Toako sudah berlalu agak lama
dari sini. Tapi mereka tak tahu bagaimana keselamatannya dan kemana ia telah pergi, sebab
itulah kita harus memikirkannya secara baik-baik".
"Masa dengan kemunculan orang-orang Cian-li-kau disini sudah cukup membuktikan
kalau Toako betul-betul meninggalkan tempat ini?" Coa Wi-wi bertanya lagi dengan perasaan
tak habis mengerti. 469 "Yaa, kaucu dari Cian-li-kau mempunyai hubungan yang sangat akrab dengan ayahku.
Kalau toh anak buahnya bisa mengejar Wan Ek-hong disekitar tempat ini, hal tersebut
membuktikan kalau mereka sudah agak lama tiba disini. Seandainya mereka telah bertemu dengan Toako
atau Kiuim kaucu, masa tadi tidak mereka singgung-singgung?"
"Aku kan hanya menduga saja kalau Wan Ek-hong telah dikejar-kejar oleh ketiga
orang nona dari Cian-li-kau, masa kau gunakannya sebagai suatu dasar untuk analisa?"
Hoa In-liong tersenyum, "Aku tahu, akupun hanya menduga saja. Cuma dugaanku ada
dasardasarnya yang kuat"
"Oya...." Lantas dasar apakah yang kau pakai" mencorong sinar tajam dari sepasang
mata Coa Wi-wi. "Tujuan dari perkumpulan Cian-li-kau!".
"Apakah tujuan mereka" "desak gadis itu lebih lanjut.
"Kalau dibicarakan kembali sebetulnya amat panjang, tapi kalau kau ingin tahu,
maka biarlah aku bercerita mulai depan saja"
"Yaa, kau musti bicara sejujurnya, sebab lain kali aku toh musti membantu kau,
maka aku harus mengetahui sedikit banyak tentang latar belakang perkumpulan Cian-li-kau"
Setelah pembicaraan dibuka, mau tak mau Hoa In-liong harus berbicara sejujurnya.
Setelah berpikir sebentar, maka diputuskan untuk mengatakan hal-hal yang penting saja.
Secara ringkas diapun menceritakan semua pembicaraan yang pernah berlangsung
antara PuiChe-giok dengan murid-muridnya, serta pembicaraan Pui Che-giok dengan
Giok-teng hujin. Di balik kisah tersebut, sudah tentu dia harus menerangkan juga semua hubungan
yang diketahui olehnya. Diapun menyinggung juga tentang diri Giok-teng hujin yang
sudah menjadi seorang Tookoh dengan julukan Tiang-heng.
Coa Wi-wi mendengar penuturan tersebut dengan seksama, selesai itu dia
menghembuskan napas panjang, katanya dengan gegetun, "Sungguh tak kusangka....benar-benar tak
kusangka.... kiranya kaucu ini diam-diam mencintai juga diri empek, maka dibentuknya
perkumpulan Cian-likau untuk mendukungnya. Aaaia.... cinta yang murni dan sedalam
ini benar-benar jarang ditemui
didunia ini" Hoa In-liong lebih tersentuh, dia menghela napas panjang. "Yang jarang ditemui
ini justru Tiangheng cianpwe itu" katanya, "Terhadap ayahku bukan saja ia
menaruh rasa cinta yang mendalam,
bahkan ia sangat memahami watak serta tindak tanduk ayahku. Ia rela dirinya yang
tersiksa, rela dirinya menderita. Tapi ia tak rela membiarkan ayahku merasakan pahit getirnya.
Lain kali.... Aku pasti akan berusaha dengan segala kemampuan untuk memapak orang tua itu pulang
Im Tiongsan". "Yaa benar" sambung Coa Wi-wi pula dengan bersemangat, "Kalau dibilang bercinta
dapat mempunyai rasul, maka Tiang-heng cianpwe lah yang paling cocok dengan kedudukan
tersebut. Jiko! lain kali kita harus mencarinya bersama-sama, mau bukan?"
Setelah pembicaraan berlangsung sampai disitu perasaan kedua orang itupun
mengalami banyak perubahan, sampai-sampai tujuan mereka yang semulapun terlupakan.
470 Padahal, membicarakan cita-cita dan tujuan perkumpulan Cian-li-kau dalam keadaan
semacam

Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ini hanyalah suatu perbuatan yang tak ada gunanya.
Tiba-tiba ditengah keheningan yang mencekam kegelapan malam, dari sisi hutan itu
berkumandang suara helaan napas yang rendah dan lirih.
Demikian rendah dan lirihnya helaan napas tersebut hingga boleh dibilang sukar
diketahui. Namun dalam pendengaran Hoa In-liong serta Coa Wi-wi yang merupakan jago tangguh
dalam dunia persilatan, suara tersebut dapat didengar dengan amat jelasnya.
Tak heran kalau mereka berdua jadi tertegun sesudah mendengar suara helaan napas
itu mereka berusaha pasang telinga untuk mencari sumber suara itu, namun tiada suara apa-
apa lagi yang kedengaran. Lama kelamaan Hoa In-liong tak dapat mengendalikan perasaannya lagi, dia lantas
berseru dengan lantang, "Jago silat dari manakah yang telah berkunjung kemari" Kenapa
tidak munculkan diri untuk bertemu?"
Tiada jawaban yang terdengar Hoa In-liong mengulangi kata katanya sekali lagi,
nanum tiada jawaban juga. "Mari kita geledah sekitar tempat ini!" bisik Coa Wi-wi kemudian.
"Tak usah digeledah!" tiba-tiba dari balik hutan berkumandang suara jawaban yang
cukup nyaring, "Nak, sebetulnya aku tak ingin mengganggu
kalian, orang yang sedang kalian cari sekarang berada di...."
"Eeeh.... Bukankah engkau adalah Ku locianpwe?" sebelum ucapan itu selesai, Hoa
In-liong telah bersorak kegirangan, "Boanpwe ingin sekali bertemu dengan kau!"
"Aaaai.... Engkau si bocah cilik" kata orang itu sambil hela napas. "Sebetulnya
pinto tak ingin membuat kalian tahu akan kehadiranku. Sungguh tak nyana daya ingatanmu bagus
sekali. Yaah.... setelah tebakanmu jitu, akupun tak akau mengelabuhi engkau lagi. Pinto
memang Tiangheng adanya....!"
Begitu mengetahui kalau orang itu adalah Tiang-heng atau Giok-teng hujin, cepat-
cepai Coa Wiwi berseru, "Bagus sekali! Baru saja kami membicarakan tentang
dirimu! Apakah kau orang tua
mengijinkan kami untuk menyambangi dirimu?"
"Tak usah!" tampik Tiang heng Tookoh "Ketahuilah nak, pinto adalah seorang
pendeta yang telah melepaskan diri dari urusan. Apa gunanya kita berjumpa" Lebih baik
selesaikan urusan kalian lebih dulu....!"
"Aku sudah berpikir sampai ke situ" ujar Coa Wi-wi manja, "Dan aku percaya
urusan yang sesungguhnya telah kau selesaikan untuk kami, maka aku tetap berharap untuk
berjumpa denganmu!" Sewaktu mengucapkan kata-kata itu, bukan saja nada suaranya sangat menawan hati,
rasa kagum dan hormatnya tercermin amat jelas.
471 Ini membuat Tiang-heng Tookoh memuji tiada hentinya. "Oooh.... Anak cerdik.... Anak
pintar, siapa namamu?" "Aku bernama Coa Wi-wi, ibu memanggil aku Wi-ji, kau juga boleh panggil anak Wi
kepadaku!" buru-buru gadis itu menyahut.
"Pinto akau mengingatnya selalu lain waktu kita boleh berjumpa lagi!"
"Tidak! Tidak! Aku sangat ingin bertemu denganmu. Sekarang aku ingin sekali
bertemu denganmu" teriak Coa Wi-wi dengan gelisah, "Cianpwe, kenapa kau tidak ijinkan
diriku untuk menyambangimu?" "Aaaai.... Pinto kan sudah berkata bahwa aku tak lebih cuma seorang Pendeta. Tak
ada gunanya kita saling bertemu muka. Apalagi pujianmu tadi juga keliru besar, pinto menjadi
pendeta lantaran harus menahan rasa benci. Mana cocok menjadi Cing-seng Rasul cinta
seperti yang kau maksudkan?" Dalam waktu singkat Coa Wi-wi yang menguasai semua pembicaraan, sepatah demi
sepatah ia mendesak dan memohon terus kepada Tiang-heng Tookoh agar diijinkan untuk bertemu
muka dengannya. Hoa In-liong yang tidak sempat ikut menimbrung, terpaksa hanya bisa pusatkan
perhatiannya untuk menangkap sumber dari suara tersebut.
Apa mau dikata rupanya Tiang-heng Tookoh tidak berharap untuk berjumpa muka
dengan mereka. Sumber suara itu terkandang muncul dari arah timur, sebentar beralih
kebarat, seakanakan orang yang berbicara itu berpindah-pindah tempat.
Maka setelah didengarnya sesaat ia berhasil juga menemukan asal suara yang
sebenarnya. Pemuda itupun berubah rencana, dia menukas dari samping, "Engkau pantas untuk
mendapat julukan itu locianpwe. Terus terang katakan bahwa apa yang engkau bicarakan
dengan Pui Chegiok cianpwe malam itu telah kudengar semua. Apa yang terjadi
ketika itu juga kusaksikan
semua. Kalau toh di dunia ini ada Bun-seng (Rasul Sastra), ada Bu-seng (Rasul
Silat) maka engkau orang tua adalah Ciang-seng (Rasul Cinta). Sesungguhnya aku tidak
mengetahui banyak akan dirimu, tapi malam itu aku telah menangis karena terharu"
Tiang-heng Tookoh menghela napas sedih. "Aaaai....! Tampaknya engkau juga seorang
pemuda yang romantis, engkau bernama Hoa Yang nak?"
"Yaa benar, boanpwe Hoa Yang alias In-liong. Semua angkatan tua menyebutku
sabagai Liong-ji" sahut Hoa In-liong dengan hormat. "Berbicara sesungguhnya boanpwe pantas
memanggil I-ih (bibi) kepadamu. Locianpwe. Bolehkah kusebut kau dengan panggilan itu" Dan kau
tentu bersedia memanggil Liong-ji kepadaku bukan?"
Ketika mengucapkan kata-kata tersebut suaranya penuh bernada kasih sayang.
Selain rasa kagum dan hormat yang bersungguh-sungguh, membuat siapapun yang mendengar dapat
ikut merasakan bahwa ucapan tersebut benar-benar diucapkan dengan hati yang tulus.
Rupanya Tiang-heng Tookoh dibuat terharu oleh perkataan itu, ia menghela napas
panjang, "Pinto bukan seorang yang manja. Apabila delapan atau sepuluh tahun berselang
kau sebut aku dengan panggilan I-ih atau Kokoh, belum tentu pinto akan merasa puas! Tapi
sekarang, pinto hanya seorang pendeta, sebutan sebutan bagi orang awam itu sudah terlampau asing
bagi diriku" 472 Mendengar sampai disitu, mendadak satu ingatan melintas dalam benak Coa Wi-wi,
pikirnya, "Yaaa benar! Kenapa tidak kumanfaatkan kesempatan yang sangat baik ini untuk
menemukan tempat persembunyiannya" Bila kuberhasil temukan tempat persembunyiannya,
sekalipun dia tak ingin berjumpa dengan akupun tak bisa. Hmmm.... suatu ide yang sangat bagus, aku
harus segera melaksanakannya"
Begitu ingatan tersebut melintas dalam benaknya, ia segera melaksanakannya tanpa
memberitahukan hal itu kepada Hoa In-liong lagi. Diam-diam ia menyelinap ke
dalam hutan dan lenyap di-balik kegelapan.
Hoa In-liong sendiripun segera mengimbangi tindakan dara itu, katanya kemudian,
"Bibi Ku, apa asingnya dalam soal panggilan" Sekalipun dia seorang Pendeta toh ia masih
mempunyai sanak keluarga" Bibi Ku, sudikah kau panggil aku dengan sebutan Liong-ji" Tahukah kau,
semenjak bertemu dengan kau malam itu, andaikata tiada kejadian diluar dugaan yang
menghalangiku, semenjak dulu Liong-ji sudah pergi mencarimu"
Panggilan itu adalah suatu panggilan yang tulus tentu saja Tiang-heng Tookoh
dapat menangkapnya, karena itu sesudah termenung sebentar ia menghela napas sedih.
"Nak, sejak dulu sampai sekarang banyak bercinta hanya meninggalkan kebencian, perasaanmu
terlalu sensitif...." "Kelirukah aku" Bibi Ku, apakah Liong-ji tak pantas menaruh perasaan hormat dan
sayang kepadamu?" "Pinto tak bisa mengatakan kalau pandanganmu keliru. Tapi akupun tidak setuju
dengan caramu berpikir. Ingatkah engkau dengan dua bait syair kono yang berbunyi demikian"
Bila Thian punya perasaan Thian akan ikut tua, Bila rembulan tiada rasa benci rembulan akan
selalu purnama" Nak, perasaanmu terlalu kaya dan sensitif, lain waktu banyak penderitaan yang
bakal kau rasakan...." "Liong-ji tidak percaya" bantah Hoa In-liong, "Burung belibis selalu sepasang.
Burung manyar terbang berombongan. Burung dan binatangpun masih mempunyai perasaan apalagi
manusia" Bila manusia tak berperasaan bukankah sama halnya dengan makhluk berdarah
dingin?" "Aaaai.... Pengalaman hidupmu belum banyak, jalan pikiranmu terlampau polos.
Ketahuilah perubahan yang dialami manusia hidup itu tak terhitung banyaknya. Banyak
kesulitan yang tak bisa diatasi dengan kekuatan manusia, bahkan kadangkala sampai waktunya kasih
sayang Thian juga tak dapat mengatasi kebencian yang tertanam ditaati. Waktu itulah engkau
baru akan tahu bahwa manusia dan binatang tak dapat dibanding-bandingkan!"
"Apakah Bibi Ku maksudkan ayahku" "tanya Hoa In-liong.
"Ibumu juga sama saja, ketika ia jatuh cinta kepada ayahmu, mereka juga
mengalami pelbagai siksaan dan penderitaan, bahkan sampai nyawa sendiripun tidak...."
Sebelum kata-kata itu diucapkan sampai selesai Hoa-In-liong telah menyela dari
samping, "Bibi Ku keliru. Kedua orang tua Liong-ji saling cinta mencintai, saling hormat
menghormati. Sekalipun dimasa lalu harus mengalami banyak penderitaan, itu juga berharga!"
Begitulah mereka berdua segera terlibat dalam pembicaraan yang serius untuk
memperdebatkan perlukah seseorang berperasaan. Mereka tak ada yang tahu bahwa Coa Wi-wi sudah
hilang. 473 Hoa In-liong cerdik dan pandai berbicara, lagi pula reaksinya juga cekatan,
makin berbicara ia semakin berhasil membawa Tiang-heng Tookoh untuk masuk jebakan. Dalam gugupnya
untuk sesaat rahib perempuan itu tak mampu berkata-kata.
Ketika ditunggunya Tiang heng Tookoh belum juga bersuara, buru buru Hoa In-liong
berkata lagi, "Bibi Ku, engkau tak usah bersedih hati. Bicara sesungguhnya engkaupun
tidak salah. Yang salah adalah orang orang keluarga Hoa kami. Tidak seharusnya kami
mengesampingkan bibi Ku sehingga membuat engkau harus memendam cinta menahan benci dan menjadi seorang
rahib. Dulu Liong-ji tidak mengetahui akan hal ini, tapi sekarang setelah mengetahuinya
Liong-ji tak dapat berpeluk tangan belaka. Bibi Ku, bolehkah Liong-ji bertemu muka denganmu?"
Tiang-heng Tookoh menghela napas panjang. "Aaaai....kau sibocah cilik pandai benar
bersilat lidah, apakah engkau hendak menaklukan hati pinto?"
"Oooh.... tidak.... tidak demikian" buru-buru Hoa In-liong menyahut, "Bibi Ku, ibuku
(Chin Wanhong yang dimaksudkan) juga mengatakan bahwa
keluarga Hoa kami sangat berhutang budi kepadamu. Kalau tidak percaya, kau boleh
tanyakan soal ini kepada nenek. Bila Liong-ji mengucapkan sepatah kata bohong saja, kau
boleh rangket pantatku dengan sepuluh kali gebukan....!"
Mendengar perkataan itu, Tiang-heng Tookoh tertawa geli. "Aaah.... kamu si bocah
cilik.... Aaaai.... pinto merasa tak mampu menangkan pembicaraanmu. Aku tak mau tertipu oleh
siasat busukmu lagi...." Setelah berhenti sebentar dia alihkan pokok pembicaraan ke soal lain, ujarnya
lagi dengan wajah bersungguh-sungguh, "Dengarkanlah Liong-ji, kakakmu sudah ditotok jalan darahnya
oleh seorang manusia berkerundung. Sekarang oleh orang-orang dari Cian-li-kau mudah
dikirimi ke Kim-leng. Cara manusia berkerundung itu melancarkan totokannya istimewa sekali.
Pinto tak sanggup membebaskan totokan itu, maka ada baiknya cepat-cepatlah pergi kesana"
Begitu mendengar perkataan itu, Hoa In-liong merasa amat terkejut, lagi pula
dari nada ucapan tersebut ia tahu bahwa Tiang-heng Tookoh ada niat meninggalkan tempat itu.
Dalam begini salahnya, tanpa terasa lagi dia menukas, "Tunggu sebentar bibi Ku,
Liong-ji ingin bertemu denganmu!" "Tidak bisa menunggu lagi, sebab kalau aku menunggu lebih lama lagi maka telinga
pinto jadi tidak berhasil lagi. Liong-ji harus penurut, segera berangkat ke Kim-leng dan
bilamana perlu hantarlah kakakmu ke perkampungan Liok-son-soat-ceng. Kau punya jodoh dengan
diriku, lain waktu kita pasti ada kesempatan untuk bertemu lagi, Nah, pinto berangkat lebih
dulu....!" Begitu kata-kata itu berakhir, terdengarlah suara ujung baju tersampok angin
memecahkan kesunyian. Hoa In-liong merasa amat gelisah, segera teriaknya dengan suara lengking, "Bibi
Ku! Bibi Ku!

Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kau jangan pergi dulu, bagaimana keadaan yang sebenarnya" Kenapa tidak kau
terangkan dulu kepada Liong-ji hingga lebih jelas?"
Disaat yang kritis, akhirnya ia teringat kembali tentang kakaknya, bahkan dia
hendak menggunakan urusan Hoa Si untuk menahan Tiang-heng Tookoh beberapa saat lagi.
474 Itulah hubungan persaudaraan yang amat erat juga merupakan kecerdikan dari Hoa
In-liong. Sayang Tiang-heng Tookoh tidak menjawab lagi, tampaknya ia sudah berlalu dari
situ. Dalam waktu yang amat singkat tadi, ia telah menggunakan segala daya upayanya
untuk berjumpa muka dengan Tiang-heng Tookoh. Bahkan ada niat untuk menaklukkan hati
rahib tersebut hingga apa yang diharapkan dapat tercapai. Siapa tahu Tiang-heng Tookoh
dapat menyelami perasaannya, bahkan begitu mengatakan akan pergi, saking cemasnya ia
sampai mendepak-depakkan kakinya ketanah. Meski tiada sesuatu apapun yang bisa
dilakukan lagi. Sementara ia sedang cemas sambil mendepakkan kakinya ketanah, tiba-tiba
terdengar Coa Wi-wi tertawa cekikikan. "Hiiiihh.... hiiihh.... hiiih.... Bibi Ku, sudah lama anak Wi
menantikan dirimu. Benarkah kau orang tua tidak sudi bertemu dengan kami....?"
Sementara Hoa In-liong tertegun, Tiang-heng Tookoh telah menjerit kaget lalu
menghela napas panjang. "Aaai....anak pintar. Otakmu memang luar biasa, bagaimana caramu
menemukan tempat persembunyianku?"
"Kepandaian cianpwe dalam merubah irama memancarkan suara memang luar biasa
sekali" ucap Coa Wi-wi dengan nakalnya, "Darimana anak Wi bisa menemukan tempat
persembunyianmu" Dewa lah yang mengatakan itu kepadaku. Bibi Ku, Jiko lagi gelisah, mari kita
turun bersamasama!" Setelah mendengar percakapan tersebut, Hoa In-liong baru sadar akan apa yang
sebenarnya telah terjadi. Dengan cepat dia menerjang ke arah hutan sebelah kiri, kemudian
soraknya dengan penuh kegembiraan, "Bibi Ku! Bibi Ku! Rupanya engkau masih belum meninggalkan
tempat ini....!" Tiang-heng Tookoh memang belum pergi. Waktu itu dia masih bertengger diatas
sebuah dahan pohon diatas sebuah pohon yang tak jauh letaknya dalam hutan itu. Sementara Coa
Wi-wi yang berdiri ditengah hembusan angin berada tak jauh di belakang punggungnnya.
Jadi dua orang itu berada diatas sebuah dahan yang sana. Hanya Tiang-heng Tookoh
sama sekali tidak merasakan akan kehadiran si nona tersebut. Dari sini dapat
diketahui bahwa ilmu meringankan tubuh yang dimiliki Coa Wi-wi sudah mencapai pada puncak
kesempurnaan. Setelah Hoa In-liong tiba dibawah pohon Tiang-heng Tookoh pun sebentar memandang
ke arah Coa Wi-wi sebentar memandang pula kearah Hoa In-liong akhirnya dengan perasaan
boleh buat katanya, "Baik! Mari kita turun bersama. Setelah bertemu dengan dua orang bocah
cerdik seperti kalian, terpaksa pinto harus mengaku kalau.... Yaa, apa boleh buat?"
Berbicara simpai disitu, pelan pelan dia bangkit berdiri lalu melompat turun
keatas tanah. Coa Wi-wi ikut melompat pula kebawah, katanya dengan wajah berseri, "Anak Wi
membohongi dirimu. Bibi Ku, ilmu kepandaianmu memang betul-betul sangat lihay. Barusan
andaikata engkau tidak menjatuhkan selembar daun pohon karena kurang sengaja sehingga menimbulkan
suara yang mendesis, mungkin aku masih belum berhasil menemukan tempat
persembunyianmu...."
Mendengar perkataan itu, tanpa terasa Tiang-heng Tookoh tersenyum, "Kau tak usah
mengadaada lagi, bagaimanapun juga toh persembunyian pinto sudah kalian temukan.
Apa yang ingin dibicarakan lebih baik katakan saja secara terus terang!"
475 Sementara itu Hoa In-liong sudah menyongsong kedepan, mendengar perkataan itu
cepat sembungnya, "Apa yang diucapkan bibi Ku memang benar. Silahkan duduk, mari kita
bercakapcakap disini saja"
Tiang-heng Tookoh memandang sekejap sekeliling tempat itu lalu mengangguk, maka
diapun mencari sebuah batu gunung didekat sana dan duduk.
Hoa In-liong serta Coa Wi-wi saling berpandangan sekejap lalu tertawa, mereka
ikut mencari batu dan duduk dihadapannya.
Waktu itu malam sudah semakin kelam, rembulan sudah menyinari jagad. Sinar yang
kelabu memancar masuk lewat celah-celah daun pohon yang rimbun, serta membiaskan
beratus-ratus titik perak yang membiaskan sinar redup.
Seorang Tookoh yang cantik dan bertubuh indah duduk bersila diatas sebuah batu
cadas. Dihadapannya duduk pula sepasang muda mudi yang tampan dan cantik jelita. Itulah
suatu pemandangan yang sangat indah, sangat menawan dan mempersonakan hati.
Mereka bertiga duduk saling bertatapan tanpa mengucapkan sepatah katapun. Selang
sesaat kemudian Tiang-heng Tookoh baru buka suara memecahkan keheningan yang mencekam
sekeliling tempat itu. "Anak bodoh buat apa kalian memaksa terus" Apakah cuma
ingin menyaksikan keadaan pinto ini?"
Hoa In-liong tidak menjawab, dia hanya menatap perempuan itu tak berkedip.
Sedangkan Coa-Wi-wi segera mengangguk seraya memuji, "Hmmm.... Cantik nian bibi
Ku...." Tiang-heng Tookoh tersenyum. "Pinto adalah seorang pendeta, dalam pandangan,
orang yang beribadat cantik atau jelek sama sekali tiada artinya"
"Aaaai....! Cantik atau jelek dapat saja dibandingkan!" bantah Coa-Wi-wi lagi
dengan alis berkeryit, "Sesungguhnya, kau memang benar-benar cantik jelita. Andaikata tidak
mengenakan jubah pendeta, Wi-ji percaya kecantikanmu tentu luar biasa. Bibi Ku, kenapa kau
memilih jadi seorang pendeta" Kenapa kau suka mangenakan jubah kependetaan yang longgar dan
serba kedodoran?" Gadis itu adalah seorang yang belum dapat menyelami perasaan orang. Caranya
berbicarapun seenaknya sendiri dan tanpa dipikirkan dulu. Ia tak menyangka kalau pertanyaan
yang diajukan itu justru sudah menyentuh bagian yang paling menyedihkan bagi Tiang-heng
Tookoh. Sekejap kemudian, rahib perempuan itu merasakan hatinya jadi kecut, wajahpun
ikut jadi murung dan sedih. Untunglah bagaimanapun juga dia adalah seorang perempuan yang berpengalaman dan
pandai menyusaikan diri dengan keadaan. Hanya sebentar ia merasa sedih kemudian pulih
kembali seperti sedia kala. Ia menengadah lalu tersenyum. "Mungkin pinto akan membuat engkau merasa sangat
kecewa!" demikian katanya. "Apakah bibi Ku tidak bersedia untuk mengucapkannnya keluar?" ia bertanya
keheranan. 476 Tiang heng Tookoh segera tersenyum. "Pinto justru menjadi pendeta karena ingin
menjadi pendeta. Akupun mengenakan jubah pendeta ini karena senang memakainya. Nah, puas
bukan dengan jawaban ini?"
Mendengar jawaban tersebut, Coa Wi-wi tertegun dan berdiri terbelalak dengan
mulut melongo. Jawaban tersebut benar-benar berada diluar dugaannya.
Sayang jawaban yang ibaratnya menghindar yang berat memilih yang enteng ini
tidak dapat memuaskan Hoa In-liong yang cukup mengenal latar belakang penghidupan perempuan
itu. Dengan dahi berkerut Hoa In-liong yang cukup segera menukas, "Aaaah.... tidak
benar!...." Tiang-heng Tookoh berpaling lalu tertawa. "Kalau toh engkau sudah tahu tidak
benar, buat apa mesti banyak bertanya lagi?"katanya.
Mula-mula Hoa In-liong tertegun menyusul kemudian berkata, "Tapi.... Aku tahu
bahwa perasaan kau orang tua benar-benar amat tersiksa!"
Mendengar jawaban tersebut, diam-diam Tiang-heng Tookoh merasa terperanjat
segera pikirnya, "Dua orang ini sungguh amat cerdik. Mereka semua adalah manusia-manusia yang
kaya akan perasaan. Aku harus memangguhkan perasaan sendiri. Akupun harus mempergunakan
akal sehatku. Jangan lantaran godaan perasaan yang mereka lontarkan membuat aku
bertepuk lutut. Kalau sampai begitu habislah sudah karierku"
Setelah timbul kewaspadaan dalam hatinya, ia semakin hambar lagi dalam jawaban:
'Bukankah pinto banyak berbicara dan banyak tertawa" Malahan Wi-ji memuji pinto masih amat
cantik! Ketahuilah, pinto adalah seorang yang telah berusia empat puluh tahunan lebih,
jauh lebih tua daripada ibumu. Bila aku sangat menderita, bila batinku tersiksa, mana mungkin
Wi-ji masih memuji kecantikanku?"
"Yaa, tentu saja kau masih cantik karena kau sudah melatih ilmu Cha-li cinkeng
yang bisa bikin orang awet muda. Apa artinya seseorang yang baru berusia empat puluh, tahunan"
Pada dasarnya engkau memang seorang perempuan yang cantik jelita! Bibi Ku, buat apa
kau mengatakan kesemuanya itu" Tahukah kau bahwa engkau sendiri pun bersalah?"
Tiang-heng Tookoh tertawa. "Liong-ji, tak usah mengucapkan kata-kata yang sok
mengagetkan orang. Kau juga tak perlu berlagak sok pintar" tegurnya.
"Liong-ji sama sekali tidak sok pintar, apa yang Liong-ji katakan semuanya
mempunyai dasar fakta yang bna dipertanggung jawabku!" teriak Hoa In-liong agak emosi.
Dalam hati Tiang-heng Tookoh merasa terkejut, sementara diluar ia pura-pura
tercengang. "Ooooh.... Kalau begitu sungguh aneh sekali" katanya" katanya, "Benarkah batin
pinto tersiksa" Fakta apakah yang kau miliki?"
"Bibi Ku, apakah kau mengira bahwa apa yang kuketahui tidak banyak?" ujar Hoa
In-liong sambil berkerut dahi. "Ketahuilah gwa-kong pernah menceritakan kisah tentang kejadianmu
dimasa lampau kepadaku. Malam itu, semua perkataan dan semua tindak tanduk yang kau
lakukan dalam kuil ditengah hutan juga Liong-ji saksikan dengan mata kepala sendiri!"
Begitu perkataan tersebut diucapkan keluar, paras muka Tiang-heng Tookoh berubah
hebat. "Apa yang telah diucapkan gwa-kong mu?" serunya dengan gelisah.
477 Perlu diketahui Pek-Siau-Thian engkong luar dari Hoa In-liong dulunya adalah
seorang psmimpin dunia persilatan yang disegani banyak orang. Bukan saja ia memiliki nama besar
dan kedudukan, wataknya agak aneh. Jalan pikirannya agak sempit dan ia paling suka membelai
orang sendiri. Ia termasuk seorang manusia yang mempunyai pandangan istimewa terhadap cinta dan
benci. Tiang-heng Tookoh tidak takut semua perkataan maupun gerak-geriknya dalam To
koan diketahui Hoa In-liong. Tapi ia sangat kuatir kalau Pek Siau-thian menambahi
bumbu dalam pembicaraannya, sehingga apa yarg dikatakan kepada Hoa In-liong sama sekali
bertolak belakang dengan kenyataan.
Padahal Pek Siau-thian yang sekarang berbeda jauh dengan Pek Siau-thian yang
dulu. Jago tua ini kini sudah menjadi seorang pendeta besar yang budiman dan baik hati, hanya
perempuan itu tidak mengetahuinya. Tidak aneh kalau paras mukanya berubah dan hatinya jadi gelilah setelah
mendengar ucapan itu. Hoa In-liong tidak terlalu memperhatikan perubahan wajahnya, dia lantas
menyahut. "Kejadian dikota Cho-ci, kata gwa-kong waktu itu kau sedang menderita siksaan Im-hwe-lian-
hun (Api dingin melelehkan sukma). Ketika ayahku mengetahui kejadian ini beliau segera
menyusul kesana untuk menolongmu. Konon ayah di pancing kesana oleh Kiu-im-kau memang
bertujuan untuk memaksa ayahku menyerahkan pedang bajanya agar ditukar dengan jiwamu. Ayah
tidak menolak syarat tersebut, tapi kau malah selalu memikirkan bagi kepentingan ayah,
kau malah berpesan kepada ayah agar jangan mau tunduk kepada orang lain, jangan mau
ditundukkan oleh ancaman musuh...." Menyinggung kembali kejadian mata lalu, Tiang-heng Tookoh merasa seakan-akan
bayangan tubuh dari Hoa Thian-hong yang berdiri dengan badan gemetar, mata merah membara
dan sikap mendekati seperti orang gila itu melintas kembali dalam benaknya. Ia merasa
hatinya sakit sekali, ia tak ingin mendengarkan lebih lanjut.
"Apakah gwakongmu hanya membicarakan tentang soal ini?" segera tukasnya.


Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tentu saja masih ada yang lain, Gwvakong berkata pula bahwa engkau orang tua
bukan perempuan sembarangan. Cinta kasihnya terhadap ayah benar-benar lebih dalam dari
samudra, budi yang dilimpahkan lebih tinggi dari langit. Ia mengatakan juga bahwa bahwa
siksaan Imhwe-lian-hun merupakan siksaan yang tidak berperi kemanusiaan, membuat
siapapun yang menyaksikan akan jadi marah dan sukar mengendalikan emosinya. Tapi kau orang tua
lebih rela disiksa oleh siksaan yang bukan kepalang kejinya itu daripada menyaksikan ayahku
harus tunduk dibawah tekanan orang lain. Bibi Ku, Liong-ji ingin bertanya kepadamu, dulu kau
adalah sahabat paling karib dari ayahku tapi sekarang kau menjadi pendeta karena menahaan rasa
kebencian lantaran putus asa dan sedih hati. Apakah tindakanmu ini bukan sama artinya
bahwa kau merasa tak suka dengan tindakan keluarga Hoa kami yang telah melupakan kau, sebaliknya
kaupun tak ingin menyalahi keluarga Hoa kami...."
Mendengar perkataan itu, Tiang-heng Tookoh merasakan pipinya jadi panas, tapi
hatinya juga lega. Setelah berpikir sebentar, maka pikirnya kembali, "Untunglah, apa yang
dikisahkan Pek loji adalah kejadian yang sesungguhnya. Tapi Liong-ji, bocah ini terlalu cerdik dan
cermat. Iapun pandai bersilat lidah. Kalau pembicaraan dilangsungkan terus, niscaya akhirnya
aku yang tak tahan dan kewalahan dibuatnya"
478 Berpikir demukian, buru-buru katanya sambil tersenyum, "Anggap saja apa yang kau
duga memang tak salah. Tapi urusan kan sudah lewat, hutang lama pun sudah basi.
Apalagi kedua belah pihak tiada yang menderita rugi, bukankah hal ini bagus sekali?"
"Maka dari itu aku mengatakan bahwa engkau pun bersalah! "sambung Hoa In-liong
dengan sinar mata mencorong tajam.
"Salah juga boleh, tidak salah juga tak mengapa yang pasti urusan sudah lewat
dan menjadi basi, tak perlu kita singgung-singgung lagi" potong Tiang-heng Tookoh.
Berbicara sampai disitu, satu ingatan melintas kembali dalam benaknya, buru-buru
ujarnya lebil jauh. "Oya....! Pinto teringat sekarang, bukankah tadi kau menahan diriku lantaran
ingin menanyakan soal kakakmu dengan lebih jelas?"
"Yaa benar. Persoalan tentang diri kau orang tua, aku musti bertanya sampai
jelas. Lebih-lebih lagi persoalan tentang diri kau orang tua, aku musti bertanya sampai jelas pula"
jawab Hoa Inliong tanpa ragu-ragu lagi.
Tiang-heng Tookoh segera membenahi bajunya yang kusut seraya menjawab dengan
lirih, "Kalau begitu, bertanyalah cepat urusan tentang kakakmu!"
Ucapan ini mengandung dua arti rangkap, selain arti yang sebenarnya, iapun
maksudkan bila pemuda tersebut tidak menanyakan soal tentang Hoa Si maka dia akan segera pergi.
Tindakan tersebut memang lihay dan sangat jitu, Hoa ln-liong benar-benar dibuat
serba susah. Kalau bertanya" Selesai memberikan keterangannya Tiang-heng Tookoh tentu akan
pergi, sepeninggal rahib perempuan itu, kemana dia harus pergi untuk menemukan jejaknya
kembali. Sebaliknya kalau tidak bertanya" Saudara kandung sendiri sedang berada dalam
keadaan bahaya, bukankah itu sama artinya dengan tidak mengindahkan keselamatan saudara
sendiri" Apalagi ia sendiri memang selalu menguatirkan persoalan tersebut.
Ketahuinya, sebab musabab mengapa ia begitu berhasrat dan berusaha dengan
sepenuh tenaga untuk memancing Tiang-heng Tookoh masuk perangkapnya, ini dikarenakan ia
bermaksud untuk menaklukan perasaan si rahib perempuan tersebut. Ia selalu merasa bahwa
membencinya Tiangheng Tookoh terhadap kegagalan bercinta adalah merupakan suatu
peristiwa yang patut disesalkan. Dalam hal ini, walaupun dikatakan lantaran perasaan serta emosinya yang membara
serta persesuaian didalam watak, tapi pada hakekatnya hal itu merupakan hasil dari
didikan serta peraturan rumah tangga keluarga Hoa yang turun temurun.
Keluarga Hoa mereka mengutamakan prinsip yang tak boleh melupakan kebaikan
orang. Tapi justru pada diri ayahnya telah terjadi peristiwa yang masih merupakan suatu
ganjalan sampai kini. Hoa In-liong sebagai putranya sudah tentu berusaha sedapat mungkin untuk
melenyapkan ganjalan itu, tidak aneh pula kalau dia jadi banyak urusan dan berusaha mencapai
apa yang diharapkan. Akan tetapi, nyatanya apa yang diharapkan sukar tercapai, apa yang musti dia
lakukan?" Hoa In-liong memang cerdik dan mempunyai banyak akal muslihat, tapi tak urung ia
dibikin tertegun juga. 479 Sementara dia masih termangu, tiba-tiba ia merasa sikut Coa Wi-wi menyentuh
pinggangnya, kemudian terdengar dara itu berseru, "Yaaa betul! Kau memang seharusnya
menanyakan soal tentang diri Toako...."
Ketika mendengar perkataan itu, sekali lagi Hoa In-liong tertegun. Tapi lantaran
Coa Wi-wi menyikut pinggangnya lebih dulu, dengan perasaannya yang tajam ia lantas tahu bahwa
Coa Wiwi telah mempunyai rencana tertentu.
Sayang ia tak tahu rencana apakah yang telah dipersiapkan dari itu dan lagi
diapun tak dapat menanyakan secara langsung. Maka setelah mengeriing sekejap kearahnya, dia pura-
pura berkata dengan suara tak senang hati, "Bertanyalah sendiri! Aku.... aku mau...."
Sambil pejamkan mata, sepasang tangannya bertopang dagu lalu pelan pelan
membaringkan diri di tanah. "Aaah.... kamu ini!" omel Coa Wi-wi sambil menuding ujung hidung pemuda itu.
Setelah mendengus dingin, diapun membatalkan niatnya untuk berbicara lebih jauh.
Tiang-heng Tookoh yang menjumpai keadaan itu segera tersenyum. "Anak Wi, engkau
saja yang bertanya" ujarnya, "Dia lagi ngambek! Tak usah digubris lagi"
Sekali lagi Coa Wi-wi mendengus dingin, kemudian ia baru berpaling seraya
berkata, "Baiklah! Tolong tanya Bibi Ku, sebetulnya jalan darah yang manakah dari Hoa Si Toako yang
tertotok" Masa engkaupun tak mampu untuk membebaskannya"'
"Jalan darah Ki-tong-hiat!"
"Ki-tong-hiat" "Coa Wi-wi melongo dengan perasaan heran, "Itu kan jalan darah
tertawa!?" "Yaaa, justru disinilah letak keanehan tersebut" kata Tiang-heng Tookoh lebih
jauh, "Ketika jalan darah tertawa itu tertotok, bukan saja tidak tertawa, sang korban malahan jatuh
tak sadarkan diri. Pinto sudah periksa sekujur badan Hoa Si dan tidak menjumpai luka ditempat
lain. Diapun tidak tampak seperti keracunan"
"Oooooh....! Masa sampai terjadi begitu" "teriak Coa Wi-wi dengan nada tercengang,
sepasang matanya sampai terbelalak lebar.
"Yaa. memang demikianlah kenyataannya. Yang aneh justru terletak pada caranya
menotok jalan darah. Pada umumnya cara orang menotok jalan darah itu sama semua. Tapi
kenyataan yang pinto jumpai ternyata jauh berbeda dari keadaan pada umumnya. Bila Hoa Si tak
dapat sadar sendiri dari pingsangnya, maka didunia pada saat ini hanya ayahmu seorang yang
dapat membebaskan pengaruh totokan tersebut"
Meskipun tercengang dan merasa keheranan, jelas tujuan Coa Wi-wi bukan disitu.
Maka ketika mendengar sampai disana, diapun terhenti sebentar sebelum akhirnya bertanya lagi
"Macam apakah manusia berkerudung itu" Apakah bibi Ku pernah menjumpainya?"
"Dia adalah seorang laki-laki berperawakan sedang, berdada bidang dan berotot
kekar. Paras mukanya tidak kelihatan, tapi tampaknya dia masih muda"
"Mungkin orang itu adalah anak buah Kui-im-kau" Coa Wi-wi mengajukan dugaannya.
480 "Mereka sealiran, bukan anak buah. Ketika pinto menjumpai keadaan Hoa Si ketika
itu, si orang berkerudung tersebut justru sedang ribut-ribut dengan Kiu-im kaucu"
Berbicara sampai di sini, paras muka Tiang-heng Tookoh berubah jadi murung.
Setelah merenung sebentar ia baru berkata lebih jauh, "Kiu-im kaucu yang sekarang
bernama Bwee Suyok. Orangnya cantik dan berasal dari angkatan muda. Ketika itu
Hoa Si berada didalam dukungannya, si orang berkerudung mengatakan bahwa Hoa Si ditangkap olehnya,
sepantasnya kalau diserahkan kepadanya untuk dibawa pergi. Tapi Bwee Su-yok segera menjawab:
'Apabila kau tidak menyergap dikala orang tak siap, tak nanti engkau adalah tandingan
dari anak keturunan keluarga Hoa. Dihadapanku, aku tak akan mengijinkan kau melukai orang
dengan cara serendah itu'. Kebetulan tempo dulu pinto mempunyai hubungan dengan perkumpulan
tersebut. Hitung-hitung aku masih merupakan seorang cianpwe dihadapan Bwee Su-yok. Maka
ketika pinto munculkan diri, Bwee Su-yok menyebut cianpwe kepadaku. Sikapnya terhadap pinto
juga sangat menaruh hormat. Si manusia berkerudung yang tak tahu duduknya perkasa salah
menganggap diriku sebagai pembantu dari Bwee Su-yok, sambil mendengus buru-buru ia
mengundurkan diri dari sana" Ketika berbicara sampai disini, tiba-tiba ia menghela napas lalu menghentikan
ceritanya, Apa arti dari helaan napas itu" Jangankan Coa Wi-wi, Hoa In-liong sendiripun
merasa tercengang dan tidak habis mengerti. Sampai-sampai dia harus bangun dan membuka matanya.
Tujuan Coa-Wi-wi tidak disana, iapun segan untuk bertanya lebih lanjut, maka
ujarnya kembali, "Kapan peristiwa itu terjadi" Dan dimanakah
peristiwa itu berlangsung....?"
Tiang-heng Tookoh berpikir, lalu menjawab, "Mungkin tengah hari kemarin
kejadiannya disuatu tempat kurang lebih lima puluh li disebelah timur dari sini"
"Jadi kalau bagitu bibi Ku datang dari Kim-leng" "tanya Coa Wi-wi kemudian.
Tiang-heng Tookoh mengangguk, sementara dia mau berkata lebih jauh, Coa Wi-wi
telah menyambung kembali kata-katanya, "Tahukah bibi Ku kemana perginya Kui-im kaucu
serta manusia berkerudung itu?"
Sebelum mendapat jawaban, tiba-tiba saja nona itu melanjutkan kembali dengan
pertanyaannya, kesemuanya itu segera menggerakkan hati Hoa In-liong. Ia seperti memahami akan
sesuatu. "Oooh.... Rupanya begitu" pikirnya.
Baru saja ingatan tersebut melintas didalam benaknya, terdengar Tiang-heng
Tookoh telah berkata lagi, "Manusia berkerudung itu menuju kearah timur laut. Bwee Su-yok
sendiri sesudah berpisah dengan pinto juga berangkat kearah timur laut. Dimanakah ia sekarang,
pinto kurang begitu tahu" "Bibi Ku datang dari kota Kim-leng, apakah kau telah bertemu dengan seorang
hwesio tua yang tinggi dan kurus?" Mendapat pertanyaan itu Tiang-heng Tookoh tampak tertegun. "Seorang hwesio tua"
Pinto tidak menjumpainya" ia menyahut.
481 "Oooo, Wi-ji tidak menerangkan secara jelas, tak aneh kalau bibi Ku jadi heran"
kata Coa Wi wi lebih jauh, "Hwesio tua itu adalah kongkong ku. Jika bibi Ku tidak menjumpainya,
tentu dia kalau bukan pergi ke selatan sudah pasti telah ke lautan timur!"
Tiang-heng Tookoh tertawa geli. "Aaah.... kamu si bocah cilik, kenapa kalau bicara
menclamencle begitu" kalau ke selatan ya katakan saja ke selatan, kalau ke
lautan timur katakan saja
kelautan timur, mana ada orang yang berbicara macam kamu itu" Tampaknya dalam
hati kecilmu ada urusan, bukan begitu?"
"Yaa, memang! Dihati Wi ji memang ada persoalan. Itulah disebabkan racun ular
sakti yang mengeram ditubuh Jiko. Kongkong ku pernah berkata, katanya di dalam beberapa
hari ini jika ia tidak berada di Kim-leng, berarti sudah barangkat ke laut timur. Bila tidak
berada di laut timur berarti sudah pergi keselatan. Maka...."
Hoa In-liong yang mendengar pembicaraan tersebut makin lama dibawa makin jauh
dari pokok pembicaraan, dihati kecilnya lantas menyumpah, "Silahkan.... omongan setan kok
tiada habisnya. Sampai kapan pembicaraan itu akan berlangsung?"
Sebaliknya Tiang-heng Tookoh jadi terperanjat tanpa sadar ia berpaling kearah
Hoa In-liong dan mengawasi wajahnya dengan seksama.
"Racun ular sakti" "serunya tercengang, "Apakah racun ular sakti itu" Kenapa
diatas wajahnya tidak tampak gejala apa apa?"
"Racun tersebut merupakan sejenis siksaan racun dari Mo-kau_yang bernama Sin-
hui-si-sim (Ular Sakti Menggigit Hati). Jiko kena dikecundangi oleh orang orang Mo-kau secara


Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

licik. Racun tersebut sudah meresap didalam tubuhnya. Hanya kongkong ku seorang yang bisa
membantu dirinya untuk memunahkan racun tersebut"
"Ooooh.... jadi sudah berlangsung peristiwa seperti itu?" Tiang-heng Tookoh
mengerutkan keningnya. "Yaa benar!" Coa Wi-wi mengeluh sedih, "Karenanya bila kali ini bibi Ku hendak
pergi ke lautan timur atau selatan, maka bila bertemu dengan kongkongku tolong sampaikanlah
pesan dari Wi-ji, katakan kalau Wi-ji nantikan kedatangannya di kota Kim-leng, mau bukan?"
Tiang-heng-Tookoh menengok sekejap ke arah Hoa In-liong, kemudian dengan nada
minta maaf katanya, "Pesan tersebut mungkin.... mungkin tak dapat pinto sampaikan....
sebab....sebab...." Begitu ucapan tersebut diucapkan keluar, Coa Wi-wi tak dapat mengendalikan
emosinya lagi. Siapa tahu dalam gembiranya ia berbuat kurang hati-hati, suara tertawanya
menyelinap keluar dari bibirnya. Menanti ia buru-buru tutup mulutnya dan sekali lagi berlagak sedih. Tiang heng
Tookoh sudah keburu berpaling dan menyaksikan kesemuanya itu dengan amat jelasnya.
Jelek jelek Tiang-heng Tookoh terhitung juga sebagai seorang prrempuan yang
cerdik dan berpengalaman. Tindak tanduk Coa Wi-wi yang diam-diam tertawa geli dan sikapnya
yang takut diketahui olehnya itu segera mengundang kecurigaan hatinya. Dari curiga diapun
jadi memahami akan duduk persoalan yang sebenarnya.
Kontan saja ia melotot besar, dengan lagak seperti marah tapi bukan marah
bentaknya keraskeras, "Bagus sekali setan cilik, rupanya kau sedang menjebak aku
dengan siasat yang licik.
482 Hmm, pinto peringatkan kepadamu, jika kau berani mengintil ke barat, lihat saja
kutabok tidak pantatmu!". Mula-mula Coa Wi-wi rada sedikit kikuk, tapi setelah Tiang beng Tookoh berkata
begitu, ia malahan mengerutkan dahinya seraya mencibirkan bibirnya yang mungil. "Kalau mau
pukul aku pukullah. Kan aku tidak bertanya, kau sendiri yang memberitahukan kepadakui"
katanya. Hoa In-liong sendiri, setelah menyaksikan keadaan tersebut tak dapat
mengendalikan perasaannya lagi, ia bangkit dan ikut tertawa terbahak-bahak.
Tiang-heng Tookoh tertegun, lalu berpikir, "Yaa, benar juga perkataannya. Sejak
awal sampai akhir si budak cilik ini toh tidak menanyakan kepadaku akan kemana" Aaai....
Sungguh tak nyana karena kurang berhati-hati, bukan saja arah Kepergianku ketahuan, bahkan kata-
kata ku malah dibuat untuk menyerang diriku kembali"
Siapa tahu, belum habis ingatan tersebut melintas dalam benaknya, tiba-tiba
terdengar Coa Wiwi berteriak lagi, "Hayo tertawa.... hayo tertawa terus. Bibi Ku
marah kepadaku, kau malah
gembira, senang yaa melihat aku dimarahi?"
Sambil terbahak-bahak karena geli dan tersengkal napasnya karena kehabisan napas
Hoa Inliong menyahut! "Baik aku tidak tertawa lagi....Ooooh.... Ooooh.... lepaskan
dulu tanganmu. Aku tidak akan tertawa lagi Hii.... hii.... hi.... haa.... haa.... haa...."
Ketika Tiang-heng Tookoh berpaling, tampaklah Coa Wi-wi sedang mencibirkan
bibirnya dengan wajah cemberut, tangan kanannya mencekal pergelangan tangan Hoa In-liong.
Sementara targan kirinya menggelitik pinggang pemuda tersebut.
Kena dicekal kedua buah tangannya, apalagi pinggangnya digelitik terus menerus,
pemuda itu jadi kegelian. Ia melenggak-lenggok seperti lagi tari perut. Suara tertawanya
yang tersendatsendat pun makin terputus-putus. Bagaimanapun juga sudah tentu
suara tertawanya tak dapat
berhenti. Menyaksikan sdrgan itu, paras muka Tiang-heng Tookoh berubah jadi lembut
kembali. Dia malah ikut tertawa. "Sudah....Sudah cukup, kalian tak usah bersandiwara lagi" teriaknya,
"Cukup banyak permainan kalian yang kusaksikan. Lebih baik pinto sampai disini dulu, kalau ada
persoalan utarakan saja secara berterus terang....!"
Mendengar kata-kata itu, Coa Wi-wi benar-benar menghentikan perbuatannya, dengan
mata yang jeli ia berpaling kemudian serunya, "Sungguh" Perkataan yang telah
diucapkan tak boleh dipungkiri lagi lho!"
Tiang-heng Tookoh tersenyum. "Orang yang beribadah tak pernah bicara bohong.
Kecuali kau menanyakan tempat pemondokanku, persoalan apapun pasti akan kujawab, setuju
bukan....?". oooOOOOooo COA WI-WI mengerdipkan matanya, tiba-tiba ia berpaling ke arah Hoa In-liong,
"Sudah, sekarang giliranmu untuk bertanya!" katanya.
Hoa In-liong tersenyum, satelah mengucapkan terima kasih. Sorot matanya
dialihkan kembali ke wajah rahib tersebut, ujarnya dengan nada minta maaf, "Bibi Ku, maafkanlah daku.
tidak seharusnya kami bersikap demikian kepadamu...."
483 "Tak usah kau bicirakan tentang permintaan maaf" tukas Tiang-heng Tookoh seraya
ulapkan tangan, "Kesemuanya ini adalah hasil keteledoran pinto sendiri. Coba kalau pinto
tidak gegabah dari bersikap lebih cermat, tak mungkin aku sampai terjerumus dalam perangkap
kalian" "Terima kasih atas kebesaran jiwa bibi Ku. Padahal sekalipun bibi Ku
meninggalkan alamat, belum tentu kami akan sering mengganggu ketenanganmu"
"Nah! Lagi-lagi soal ita, memangnya kau anggap pinto tak bisa membaca suara
hatimu?" tegur Tiang-heng Tookoh serius.
Merah dadu wajah Hoa In-liong karena jengah.
Terdengar Tiang-heng Tookoh melanjutkan kembali kata-katanya, "Liong-ji, kau
musti tahu segala kesukaran yang ada didunia ini hanya suara iblis dihati manusia yang
paling sukar diatasi. Sudah hanyak tahun pinto berjuang dengan susah payah dan mengalami banyak
penderitaan sebelum berhasil memandang rawan urusan keduniawian dan berhasil menenangkan
hatiku. Kau adalah seorang laki-laki yang kaya akan perasaan. Bila kau masih simpatik atas
segala penderitaan yang telah kualami selama ini, seandainya kau bersedia mengurangi
kemurungan dan kesukaran yang bakal dijumpai kedua orang tuamu, sepantasnya kalau niatmu
ini kau batalkan, padamkan saja cita-citamu itu"
Perkatan ini diucapkan cukup jelas dan cukup tegas. Sayangnya Hoa In-liong bukan
seorang manusia yang akan mundur setelah menjumpai kesulitan. Ia merasa tanggungjawabnya
walau berat namun keputusannya tak boleh dibaikan dengan begitu saja.
Setelah merenungkan sebentar, dia mengangguk. "Apa yang bibi Ku katakan memang
sangat beralasan. Kalau toh demikian Liong-ji juga tidak akan berbelok-belok lagi dalam
pembicaraan. Aku akan berkata pula dengan terus terang".
"Memang seharusnya demikian!" jawab Tiang-heng Tookoh meski hatinya terasa
menegang. Dengan wajah serius Hoa In-liong menatap perempuan itu beberapa waktu lamanya,
kemudian berat, "Bibi Ku, tahukah kau bahwa pandanganmu, itu sebenarnya keliru besar....?"
Tiang-heng Tookoh tertegun. "Berkorban diri sendiri demi menyempurnakan kedua
orang tuamu, kelirukah pandangan pinto tersebut?"
"Paling sedikit demikianlah pandangan Liong-ji" sahut anak muda itu, "Tolong
tanya bibi Ku, apa yang diartikan oleh Siang Tiong-san dari An-leng setiap kali kudanya minum air
disungai Wi-sui, dia lantas melemparkan tiga biji mata uang kedalam sungai".
"Siang Tiong-san adalah seorang manusia yang jujur dan bijiksana. Ia merasa air
yang diminum kudanya harus dibayar. Karena ia tak ingin merugikan orang lain dengan perbuatan
kudanya yang minum air disungai Wi-sui....!"
"Aku rasa sepanjang pesisir sungai Wi-sui jarang ditemui penduduk ynag berdiam
disitu. Apakah bibi Ku merasa cukup dengan penjelasan bahwa ia melemparkan uang kedalam sungai
hanya, disebabkan karena dia itu orang jujur dan tak ingin merugikan orang lain?"
Tiang-heng Tookoh tertegun. "Apakah engkau masih mempunyai penjelasan lain
kecuali itu?" dia balik bertanya. 484 "Yaa, Liong-ji masih ada sedikit tambahan. Liong-ji rasa perbuatan Siang Tiong-
san melemparkan mata uang kedalam sungai setiap kali kudanya selesai minun hanya dimaksusudkan
untuk mencari ketentraman bagi hatinya sendiri. Kalau tidak begitu maka dia boleh
dianggap sebagai manusia yang mencari nama dengan menipu dunia, tak pantas dinamakan seorang
manusia yang jujur dan bijaksana"
Tiang-heng Tookoh berpikir sebentar, ia merasa benar juga perkataan itu. maka
diapun manggut-manggut. Hoa In-liong tersenyum, kembali ujarnya, "Bibi Ku, liong-ji ingin bertanya lagi
kepadamu apa lagi yang dimaksudkan dengan Membuka pintu mempersilahkan maling masuk?"
Begitu mendengar pertanyaan, tersebut kontan saja Tiang-heng Tookoh mengenyitkan
alis matanya. "Ada apa?" tegurnya, "Jadi kau anggap penderitaan tak lebih adalah
lantaran mencari penyakit bagi diri sendiri?"
Cepat-cepat Hoa In-liong menggeleng, "Bibi Ku telah salah menafsirkan maksudku.
Lam-Si pernah berkata begini, "Bila buka pintu mempersilahkan maling masuk, itu berarti
buang rejeki mencari kesialan. Kemudian Go-Ki pernah berkata pula, "Bila para penjahat mulai
bersaing, kejahatan akan merajarela. Saudara sendiri dirampok, peraturan diinjak-injak.
Karenanya bila buka pintu mempersilahkan maling masuk, keadilan dan kebenaran akan tumbang.
Liong-ji tidak begitu mengetahui tentang keadaan kau orang tua. Tapi aku percaya kau orang tua
adalah seorang yang sangat mementingkan kesetiaan kawan....!"
Sengaja ia berhenti sebentar, kemudian baru melanjutkan, "Walaupun begitu, Liong
ji tetap merasa bahwa caramu berpikir terlampau picik. Selain itu liong-ji juga rada
sangsi, benarkah yang dimaksudkan sebagai 'memandang remeh soal keduniawian, hati akan jadi
tenteram' itu benar-benar bisa dipercaya?"
Beberapa patah kata yang terakhir ini boleh dibilang sedikit menyudutkan posisi
rahib perempuan itu. Tiang-heng Tookoh jadi terdesak hebat, maka sambil melototkan matanya ia
balik bertanya: Jadi maksudmu, pinto sedang membohongi engkau?"
"Oooh.... Sudah tentu liong-ji tak berani sekurang ajar itu. Maksud Liong-ji.
sekalipun kau orang tua sudah hidup menyepi, belum tentu perasaanmu setenang air. Paling tidak kau
hanya berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengendalikan diri, agar perasaan serta
emosinya tidak sampai meluap dan tak terbendungkan lagi"
"Tapi.... Aku rasa itu toh tidak keliru!" seru Tiang-heng Tookoh setelah tertegun.
"Kelirunya memang tidak, cuma terlampau berlebihan, Ketahuilah bahwa manusia
hidup didunia ini mempunyai kewajiban. Kewajiban tersebut bukan hanya buat diri sendiri, tapi
juga demi orang lain. Bukan hanya untuk sekelompok manusia kecil tapi untuk sekawanan
manusia dalam jumlah yang lebih banyak. Apa gunanya hidup mengasingkan diri" Sekalipun
persoalan pribadi juga belum tentu dapat diselesaikan"
Setelah berhenti sebentar, pemuda itu berkata lebih lanjut, "Mari kita ambil
contoh dalam persoalanmu dengan ayah. Menurut anggapan bibi Ku, asal hidup mengasingkan diri
dalam biara maka ketenangan yang didambakan pasti akan didapat. Kepusingan hidup pasti bisa
teratasi. Yaaa. memang datlam soal tata cara kau memang berhasil. Dalam soal cita-cita
kaupun terpenuhi sebab dengan demikian kau tidak mengalutkan perasaan ayahku lagi. Tapi
bagaimanalah dengan dirimu sendiri" Bibi Ku merasakan siksaan batin. Merasakan
penderiraan. Merasaka...." 485 "Pinto tidak merasa menderita" tukas Tiang-heng Tookoh dengan lantang sebelum
pemuda itu sempat menyelesaikan kata-katanya, "Pinto tak merasa tersiksa batinnya. Pinto
malah merasa pandangan hidup serta jalan pikiranku makin terbuka"
"Liong-ji bukan bermaksud mengajak bibi Ku untuk berdebat. Liong-ji hanya ingin
bertanya, apakah kau orang tua masih kangen dan memikirkan ayahku?".
"Pinto kan sudah berkata, jangan singgung-singgung lagi kenangan masa lampau.
Aku telah melupakan kesemuanya itu!"


Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hoa In-liong berar-benar tidak membantah atau mendebat lagi ucapan tersebut. Ia
tersenyum, "Bibi Ku, tahukah engkau bahwa ayahku masih seringkali kangen dan memikirkan
dirimu?" katanya kemudian secara tiba tiba.
Sementara Tiang heng Tookoh masih tertegun, Hoa In-liong telah berkata lebih
jauh, "Bibi Ku, Liong-ji berani berbicara sesungguhnya, ayahku pasti selalu memikirkan dirimu
baik siang ataupun malam. Bukan ayahku saja, bahkan nenekku, ibuku (Chin Wan-hong) maupun
mamaku mereka juga selalu memikirkan engkau. Aku percaya apa latar belakang dari
kejadian tersebut kau orang tua pasti lebih memahami dari pada aku"
Tiang-heng Tookoh tidak menjawab, tapi ia mendengus dingin.
Ketika Hoa In-liong tidak mendapat jawaban darinya, ia tampak berpikir sebentar,
tiba-tiba ujarnya lagi, "Bibi Ku, pernahkah engkau memikirkan tentang ayahku?"
Kisah Sepasang Rajawali 31 Pendekar Laknat Pendekar 3 Jaman Karya S D Liong Kisah Si Naga Langit 8
^