Pencarian

Rahasia Hiolo Kumala 4

Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long Bagian 4


tak berguna" Berhubung masalahnya menyangkut tentang kegemaran jeleknya, Hoa In-liong merasa
pipinya jadi merah padam karena jengah, serunya terbata-bata. "Tentang soal ini....tentang
soal ini..." "Tak usah ini itu lagi" tukas Pek Siau-thian sambil ulapkan tangannya, "nenekmu
berwatak keras dan sangat disiplin, ia tak ingin menyaksikan engkau mengalami kejadian seperti
yang dialami ayahmu namun merasa tidak leluasa untuk memberitahukan kejadian ayahmu dimasa
lampau, 107 oleh sebab itu ia mengukir huruf 'benci' diatas telapak tanganmu itu, apa
tujuannya sekalipun tak usah diterangkan sudahlah jelas. Bila engkau tak dapat meresapi harapan dari
orang tuamu dengan merubah kebiasaan busukmu, maka sia-sialah engkau hidup sebagai putra
manusia, engkau akan dicap sebagai anak yang tidak berbakti"
"Gwa-kong, apakah engkau orang tua juga mempunyai pandangan yang sama seperti
nenek?" tanya Hoa In-liong ketakutan Pek Siau-thian tersenyum.
"Mengharapkan engkau jadi naga diantara manusia adalah harapan kita semua, tentu
saja Gwakong maupun nenekmu mempunyai pendapat serta pandangan yang sama"
Hoa In-liong membungkam dan tak bisa berbicara lagi, dengan dahi berkerut dia
tundukkan kepalanya rendah-rendah. Bagi Pek Siau-thianpun, sebenarnya persoalan ini memang sangat mengena di
hatinya. ketika ia kurang akur dengan istrinya tempo dulu, sampai manakah rasa rindunya terhadap
Kho-Hongbwe boleh dibilang hanya dia seorang yang tahu, kemudian putri bungsunya
Pek-Kun-gi mencintai Hoa-Thian-hong. sebelum berhasil menjadi istrinya yang kedua, banyak
penderitaan dan siksaan yang harus dialaminya, meski hanya putrinya namun kejadian itu
seakan-akan dia sendiri yang mengalami, kemudian diapun pernah mendengar tentang kasih cinta
Hoa-Thianhong dengan Giok-teng hujinIa beranggapan bahwa semua peristiwa itu
bisa terjadi lantaran gara-gara soal " cinta", maka
setelah sekarang ia saksikan cucunya yang binal dan romantis ternyata membawa
huruf 'benci' diatas telapak tangannya, otomatis diapun dapat menebak maksud hati Bun-Taykun,
tentu saja dia sendiripun berharap agar cucunya jadi naga diantara manusia, maka menumpang
kesempatan ini dia lantas memperingatkan pemuda itu agar merubah wataknya yang
jelek sehingga jangan sampai mengalami peristiwa pula yang menyangkut soal "
kebencian". Bagaimana dengan Hoa In-liong sendiri" Ia tundukkan kepalanya sambil termenung,
sementara dalam hati berpikir, "Benar demikian" Benahkah begitu artinya.."
Tatkala dilihatnya sianak muda itu termenung seperti menemui kesulitan, timbul
kembali perasaan sayang dihati Pek Siau-thian, kembali ia berkata, "Liong-ji, engkau tak
usah banyak berpikir lagi pokoknya baik gwa-kong, maupun ibumu dan nenekmu semuanya berharap
agar engkau selamat dari bencana, selamat dari penderitaan dan selalu aman sentausa,
asal engkau tahu bahwa 'benci' tumbuh karena "cinta" dan bersikap waspada serta mawas diri,
itu sudah lebih dari cukup." Tiba-tiba Hoa In-liong menengadah, lalu ujarnya dengan dahi berkerut, "Gwa-kong,
aku lihat belum tentu demikian maksudnya"
Pek Siau-thian agak terkejut, ia lantas berpikir, "Ada apa ini" Masakan ucapanku
sepatah kata pun tak dapat ditangkap olehnya?"
Mesti kaget ia bertanya juga, "Lalu bagaimana menurut pendapatmu?"
"Aku rasa huruf 'benci' ini, kemungkinan besar ada sangkut pautnya dengan
peristiwa berdarah ini" kata Hoa In-liong sambil mempertajam ujung bibirnya.
Ia membuka kembali telapak tangannya, lalu memperlihatkan huruf itu dihadapan
Pek Siauthian, kemudian ujarnya lebih jauh, "Tentu saja dibalik kesemuanya itu
baik ibu maupun nenek 108 juga bermaksud agar Liong-ji selalu mawas diri dan merubah sedikit perangai yang
jelek, tapi setelah Liong-ji pikir lebih jauh Liong-ji rasa persoalannya belum tentu
sesederhana itu" "Oooh iya" Bagaimana tidak sederhana itu?" seru Pek Siau-thian tercengang,
sepasang mata yang tajam mencorong keluar dari balik matanya itu.
"Menurut dugaanku kemungkinan besar anak buah perkumpulan Kiu-im kau sebagian
besar adalah kaum perempuan?"
"Kalau perempuan lantas bagaimana?" Pek Siau-thian balik bertanya dengan dahi
berkerut. "Cukup banyak kejadian yang telah berlangsung misalnya saja kaburnya Yu-beng
tiamcu secara diam-diam untuk menikah dengan Suma siok-ya, kemudian rasa cinta kasih Giok-teng
hujin terhadap ayah yang dibelainya mati-matian..."
"Kurang ajar, tidak tahu aturan masa urusan orang yang lebih tuapun boleh kau
bicarakan seenaknya?" tukas Pek Siau-thian sambil membentak dengan wajah serius.
"Liong-ji bukan tidak menaruh hormat terhadap angkatan yang lebih tua, Liong-ji
hanya membahas menurut kejadian yang sebenarnya." kata Hoa In-liong dengan alis mata
berkenyit. Melihat gerak gerik kebocahannya masih melekat ditubuh cucunya, Pek-siau-thian
tak tega untuk menegur lebih jauh, dalam keadaan apa boleh buat terpaksa dia ulapkan tangannya
sambil membentak, "Kalau begitu bicarakan secara singkatnya saja. tak usah diputar
balikkan lebih jauh lagi...." "Yaa gwa-kong," sahut Hoa In-liong, "kalau toh anak buah perkumpulan Kiu-im-kau
lebih banyak perempuannya, sedangkan Liong-ji bertanggung jawab untuk menyelidiki latar
belakang pembunuhan berdarah ini, pastilah nenek dan ibu kuatir kalau aku sampai
terjerumus pula dalam jaring cinta sehingga membuat persoalan antara "cinta" dan "dendam" tak bisa
dipisah pisahan, sedang merekapun. tak dapat menyelesaikan masalah ini sebagaimana mestinya, maka
nenek lantas mengukir sebuah huruf 'benci' pada telapak tangan Liong-ji dengan maksud
agar Liong-ji melalu mawas diri dan waspada" Ia tertawa sebentar lalu meneruskan.
"Padahal bicara yang sesungguhnya tindakan tersebut sebetulnya terlalu
berlebihan meskipun Liong-ji tak tega melukai hati perempuan, toh tak sampai keblinger tanpa
membedakan mana yang benar dan mana yang salahpun tak mampu"
Mendengar ucapan cucunya ini seketika Pek Siau-thian merasa murung, diapun
merasa cukup girang, karena Hoa In-liong disamping dia menerima peringatan dan nasehatnya,
malahan pengertiannya atas masalah yang pelik itu setingkat lebih mendalam daripada
pemecahan menurut jalan pikirannya, ini menunjukkan bahwa hatinya lebih halus pikirannya
lebih teliti dan sikapnya lebih waspada daripada diri sendiri, dengan bekal itu tak nanti ia akan
menderita kerugian selama melakukan perjalanan dalam dunia persilatan.
Sebaliknya dia murung karena dilihatnya Hoa In-liong tak dapat melepaskan
kegemarannya untuk bermain perempuan, dari sini dapat diketahui bahwa soal cinta ia sudah
terlampau mendalam dan entah sampai kapan baru bisa bertobat.
Sebab itu dengan wajah keren dan pura-pura, tak senang hati bekas ketua dari
perkumpulan sinkipang ini berkata, "Berapa besar toh usiamu sekarang" Berani
benar mengatakan bahwa soal
cinta dan dendam bisa kau bedakan dengan jelas" HmmBila kau anggap sepi maksud
hati dari 109 kaum angkatan tua bukankah itu berarti bahwa engkau telah menganggap perkataanku
tadi sebagai angin berlalu belaka?"
"Liong-ji tak berani berpikiran demikian, Liong ji masih cukup tahu diri," sahut
Hoa In-liong cepat, "Gwa-kong, coba analisalah, benarkah perkumpulan Hian-beng-kau yang
membuat keonaran sekarang benar-benar adalah jelmaan dari perkumpulan Kiu-im kau dimasa
lalu?" Tak dapat diragukan lagi bahwa semua perhatian dan tenaganya telah dicurahkan
untuk memecahkan misteri terbunuhnya Suma Tiang-cing, tapi bagi pendengaran Pek Siau-
thian, tak lebih sama artinya bahwa pemuda itu sengaja mengalihkan pembicaraan kesoal lain
sehingga telinganya tak sampai " dikoreki" lebih lanjut.
Dengan perasaan apa boleh buat dia gelengkan kepalanya berulang kali sambil
menggerutu, "Aaaaai..,. Kau bocah ini..."
"Gwa-kong tak usah kuatir" sela si anak muda itu dengan cepat, "perkataan kau
orang tua akan kuingat selalu dalam hati, tapi dewasa ini masalah yang terpenting adalah
bagaimana menemukan si pembunuh itu, bila kau orang tua tahu harap beritahukan kepada
Liong-ji" Jelas sekali ucapan tersebut, bahwa ia sudah tak sabar lagi untuk mendengarkan
persoalan lain yang tetek bengek. Pek Siau-thian amat memanjakan cucunya, ia ada maksud memberi teguran tapi tak
tega akhirnya sambil menghela napas ia berpikir, "Bukit dan sungai gampang dirubah,
tapi watak manusia sukar dirubah, bocah ini terlampau acuh tak acuh, agaknya sebelum
merasakan sedikit penderitaan ia tak akan kapok"
Setelah mengetahui bahwa banyak bicara tak ada gunanya, diapun pasrah, katanya
kemudian"Aku sendiripun, kurang begitu jelas, antara Kiu-im Hian-beng meski beda
tulisannya namun mempunyai arti yang tak jauh berbeda semestinya mempunyai hubungan yang erat"
"Liong-ji sendiripun berpendapat demikian" kata Hoa In-liong pula sambil
menyahut. "Gwa kong Apakah engkau tahu, di manakah Kiu-im kau mendirikan markas besarnya dimasa
lalu?" Pek Siau-thian berpikir sebentar, lalu menjawab, "Lima puluh tahun berselang,
perkumpulan Kiuim kau tak dapat menancapkan diri dalam dunia persilatan dan
terdesak untuk mengasingkan
diri, mereka baru muncul kembali dalam dunia persilatan setelah terjadinya
pertarungan sengit di selat ou-bu-kok, anak buah mereka sangat banyak dan terutama menguasahi ilmu
berperang dalam perahu. Sejak pembagian harta karun di- bukit Kiu-ci-san, ayahmu mendapat
sanjungan dan dukungan dari segenap umat persilatan yang kemudian diangkat menjadi Bu-lim
bengcu, sejak itu pula Kiu-im kau jauh mengasingkan diri dari keramaian dan tak
kedengaran kabar beritanya lagi, jadi di manakah mereka mendirikan markas besarnya, boleh
dibilang tak seorangpun yang mengetahuinya."
Hoa In-liong mengerutkan dahinya.
"Pandai sekali mengemudikan perahu dan berperang diatas air" Itu berarti mereka
mengasingkan diri disebelah selatan," katanya.
"Benar! Benar," sahut Pek Siau-thian cepat, "Suma siok-ya mu memang berjumpa
dengan siokcubo mu disebelah selatan, aku pikir tentu mereka mengasingkan diri
pula disebelah selatan"
110 Hoa In-liong menganggukkan kepalanya berulang kali, sesudah termenung sebentar
tiba-tiba ia bertanya lagi, "Gwa-kong, sepeninggal dari kota Lok-yang ini, engkau bermaksud
akan pergi ke mana?" Pek Siau-thian tertegun, lalu menjawab, "Aku tak pernah terikat oleh pikiranku,
kemana akan pergi disitu aku tuju, sebetulnya aku ada keinginan untuk berkunjung ke bukit
Im-tiong-san dan menjenguk kalian semua. Ada apa" Apakah engkau suruh Gwa-kong menemani engkau
berkunjung kewilayah Kang-lam?"
Dengan cepat Hoa In-liong gelengkan kepalanya.
"Aku tak berani merepotkan gwa-kong" sahutnya, "lebih baik engkau menyambangi
ibu saja setelah berjumpa dengan ibu tolong gwa-kong mewakili Liong-ji untuk menyampaikan
salam kepadanya, bukanlah bahwa Liong-ji tahu akan mawas diri dan sekarang telah
berkunjung ke wilayah selatan..." "Berkunjung kesitupun boleh-boleh saja, cuma benarkah engkau akan menuju ke
selatan?" tanya Pek Siau-thian, alis matanya yang memutih tampak berkenyit.
"Kalau toh Suma siok-cubo adalah Yu-beng Tiancu dari perkumpulan Kiu-im- kau
yang kabur secara diam-diam maka besar kemungkinan peristiwa berdarah ini ada sangkut
pautnya dengan Kiu-im kau cu, dan sama sekali tak ada hubungannya dengan Giok-teng hujin-
Lagipula antara kata Kiu-im dan Hian-beng toh mempunyai maksud yang sama" Liong-ji bertekal
untuk mengunjungi Kang lam dan baik atau buruk persoalan ini harus kuselidiki sampai
jelas." Tahun ini Pek Siau-thian sudah berusia lanjut, kegagahan dan ambisi besarnya
sudah hampir boleh dibilang lenyap tak membekas, ia jadi kuatir sekali setelah mengetahui


Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bahwa Hoa In-liong akan berkunjung kewilayah Kang lam, tapi bagaimanapun juga dia adalah seorang
bekas ketua perkumpulan besar yang pernah menguasahi separuh jagad, walaupun tidak lega
hatinya namun diapun tidak mencegah niat anak muda itu.
Setelah berpikir sebentar diapun menjawab, "Baiklah, sesampainya dibukit Im-
tiong-san, aku akan suruh anak see datang membantu dirimu"
Mendengar perkataan itu, Hoa In-liong segera goyangkan tangannya berulang kali.
"Jangan...jangan...jangan sekali-kali gwa-kong suruh toako meninggalkan rumah."
"Eeeh....... kamu ini kenapa tak tahu berat entengnya urusan?" omel Pek-siau-thian
serius, "menurut keteranganmu sendiri, katanya dunia persilatan sudah berada diambang
pintu kekacauan, hawa pembunuhan mengincar dari segala penjuru tempat dan kematian
Suma-siokya mu tak lebih cuma permulaan dari kekacauan ini, padahal engkau toh
tahu bahwa tenaga kekuatanmu seorang sangat terbatas, dari mana kau bisa memikul tugas seberat
ini...." "Gwa-kong, kau tak usah berbicara lagi" Hoa In-liong cepat menukas,
"bayangkanlah bagaimana
keadaan gwa-kong dimasa lalu" Bagaimana pula dengan ayah" sekarang Liong-ji
telah dewasa, sepantasnya kalau dia kuhadapi sendiri masalah itu dengan segala kemampuan yang
kumiliki." "Ngaco belo" bentak Pek siau-tian- "masa kau tidak tahu kalau gwa-kong mu
mengalami kekalahan total yang sangat mengenaskan" sekalipun ayahmu berjiwa keras dan
gagah perkasa, itupun karena ditunjang oleh nenekmu, sebaliknya kau masih muda tapi sikapmu
terlalu sok hebat dan jumawa." 111 Sebelum engkongnya menyelesaikan kata-kata itu, Hoa In-liong telah menukas
kembali, "Gwakong, mengapa kau bisa mengalami kekalahan total" Liong-ji adalah
seorang laki-laki sejati, bila
ayah bisa melakukan segala sesuatunya itu dengan baik, mengapa Liong-ji tak
dapat melakukannya?" Selama berada dirumah, baik terhadap nenek. Maupun terhadap ayahnya, hoa in-
liong tak berani membantah barang sekejappun, hanya terhadap Pek Siau-thian yang memanjakannya
semenjak kecil ia berani membantah tanpa meninggalkan batas-batas kesopanan, sebaliknya
Pek Siauthian yang amat menyayangi cucunya tak bisa berbuat lain kecuali
meringis. Demikianlah, ketika Hoa In-liong menyelesaikan kata-katanya, Pek Siau-thian
benar-benar dibikin mati kutunya, dia hanya bisa meringis sambil meneguk habis isi cawannya,
kemudian mengomel, "Kurang ajar" Betul-betul kurang ajar, makin hari kau si bocah nakal berkembang
makin takkaruan, baiklah Aku tak akan mengurusi dirimu-lagi, sesampainya dirumah
pasti akan kuceritakan semua yang kulihat dan kudengar kepada ayahmu" Meskipun geli dihati, diluaran
anak muda itu berkata pula, "Akupun tak mau ambil perduli, pokoknya aku tidak akan membiarkan
gwa-kong untuk berbicara" "Kalau begitu kuberitahukan kepada nenekmu!" seru Pek Siau-thian sambil memukul
meja, "Kalau nenek lantas kena...."
Mendadak anak muda itu merasa bahwa perkataannya kurang, sopan, seketika itu
juga ia membungkam dan memandang kakeknya dengan- wajah termangu-mangu.
Pek Siau-thian sendiri, sewaktu dilihatnya bocah itu tertegun, ia mengira
cucunya dibuat ketakutan oleh karenanya sang nenek. dia jadi tak tega, setelah menghela nafas
panjang, dengan nada yang lebih halus ia berkata lagi, "Liong-ji, dengarkan perkataanku,
kalau benar bahwa dunia persilatan telah diselimuti oleh hawa pembunuhan yang tebal,
lagipula mereka khusus memusuhi keluarga Hoa kalian, lebih baik persoalan ini laporkan saja
kepada ayah dan nenekmu sebab bila sampai terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, yang terkena
celaka bukan hanya keluarga Hoa saja melainkan segenap umat persilatan didunia ini, sekalipun
engkau gagah dan berjiwa ksatria, tidak seharusnya memandang enteng masalah yang menyangkut
keselamatan dan kepentingan orang banyak..."
Ketika Hoa In-liong mendengar bahwa nada suara gwa-kongnya sudah jauh lebih
lunak, buruburu diapun berkata, "Gwa-kong, dengarkan dulu penjelasanku,
persoalan ini toh baru merupakan berita sensasi yang Liong-ji dengar ditengah jalan, bagaimanakah
kejadian yang sesungguhnya sampai sekarang masih merupakan tanda tanya besar, yaa kalau
kenyataannya begitu, seandainya kemudian terjadi jauh menyimpang dari keadaan tersebut,
padahal gwa-kong sudah memberi tahukan kepada ayah dan nenek. bukan saja Liong-ji akan ditegur
bahkan dicaci maki, engkau orang tua pun akan di anggap orang sebagai manusia yang kurang
teliti, bukankah dosa Liong-ji akan semakin menumpuk-numpuk?"
Setelah mendengar penjelasan itu, sekarang Pek Siau-thian malahan yang dibuat
termangu. Kendati ia tahu bahwa alasan itu sengaja dibuat-buat oleh Hoa In-liong, tapi
bila dipikirkan kembali memang ada benarnya juga, sebab itu jago tua ini jadi terbungkam dan tak
sanggup membantah lagi. setelah berhenti sebentar, Hoa In-liong berkata lagi.
"Lagipula, sekalipun Liong-ji gegabah dan tak tahu keadaan, rasanya tak sampai
kalau Liong-ji menjadi seorang manusia yang tak tahu diri, sampai waktunya bila benar-benar
terjadi peristiwa seperti itu, tentu saja dengan segala daya upaya Liong-ji akan memohon bala
bantuan, tak nanti Liong-ji biarkan bibit itu berkembang jadi semakin besar sehingga merugikan umat
persilatan pada umumnya dan keluarga Hoa pada khususnya, Gwa-kong yang baik, turutilah
kehendak 112 Liong-ji- mu Dapatkah Liong-ji menanggulangi masalah ini seorang diri, sudilah
kiranya gwa kong memberi kesempatan kepadaku agar Liong-ji dapat mencoba dan membuktikan
kemampuanku" Hoa In-liong memang pandai merayu, mula-mula ia memberikan penjelasan menurut
suara hatinya, menyusul kemudian memohon dengan setengah merengek-rengek seperti anak
kecil, tentu saja Pek-siau-thian tak dapat berkutik lagi, terpaksa dia berpikir,
"Walaupun bocah ini berambisi besar, tapi maklumlah kalau anak muda bercita-cita tinggi kalau tidak
demikian tentu dia akan tenggelam dan tak bisa bangkit lagi. Baiklah Lebih baik kuperingatkan
saja dirinya kemudian biarkan ia pergi, siapa tahu dengan andalkan kecerdikan serta
kehebatannya, ia malahan bisa mendapat nama dalam dunia persilatan?"
Berpikir sampai disini, akhirnya dengan pura-pura berlagak kehabisan akal diapun
menyahut, "Baiklah untuk sementara waktu boleh saja kalau tak ingin kulaparkan kepada
nenek dan ayah mu, tapi engkaupun harus menuruti beberapa patah kataku" Diam-diam Hoa In-liong
merasa amat girang, cepat sahutnya, "Tentu saja gwa-kong yang baik, pesan gwa-kong
pasti akan Liong-ji perhatikan baik-baik"
Serius air muka Pek Siau-thian, katanya dengan nada bersungguh-sungguh,
"Pertama, engkau harus menghilangkan kebiasaanmu yang suka mengunggulkan diri dan meninggikan
derajat sendiri Ketahuilah dalam dunia persilatan banyak terdapat jago-jago yang berilmu
tinggi, dengan kepandaian yang kau miliki sekarang sebetulnya belum terhitung seberapa bila
dibandingkan dengan mereka" "Yaa gwa-kong Liong-ji pasti akan mengingat selalu peringatan ini, lain kali
Liong-ji tentu tak berani mengunggulkan diri lagi" sahut Hoa- In-liong sambil anggukkan kepalanya
berulang kali. Pek Siau-thian berkata lebih jauh, "Kedua, sebagai seorang manusia yang jujur,
engkau harus mengutamakan keberhasilan di kemudian hari, jangan berlagak sok pintar, apalagi
menggunakan akal dan tipu muslihat busuk untuk mencari keuntungan disaat itu. Tentang soal
ini gwa-kong dan ayahmu adalah contoh yang paling jelas engkau harus mengguruinya baik-baik"
"Yaa gwa-kong. "jawab Hoa In-liong dengan hormat, "Liong-ji pasti akan
mengutamakan kemantapan sebelum melakukan perubahan lain dalam menghadapi setiap persoalan"
Ketiga ibumu hanya melahirkan kau seorang, perduli dalam keadaan bahaya macam
apapun engkau harus mengingat selalu akan ibumu, jangan bertindak terlalu gegabah
sehingga mendatangkan kepedihan dan kemurungan bagi ibumu"
"Liong-ji akan mengingatnya selalu."
"Bagus." seru Pek Siau-thian, tiba-tiba ia bangkit berdiri, "aku rasa banyak
bicara tak ada gunanya asal ketiga hal itu bisa kau perhatikan dan laksanakan dengan sebaik-
baiknya, aku rasa itu sudah lebih dari cukup, Terutama dalam hal yang ke tiga, asal tiap
perbuatanmu tak sampai melupakan orang tua, berarti engkau berbakti kepada orang tuamu, dan ketahuilah
menteri yang jujur adalah anak yang berbakti, Nah, aku akan segera berangkat engkau harus
baik-baik menjaga diri." Hoa In-liong merasa terperanjat, sekarang ia baru merasakan bahwa melakukan
perbuatan tanpa melupakan orang tua meski gampang diucapkan namun susah untuk dilaksanakan,
ketika dilihatnya Pek Siau-thian sudah keluar pintu, tanpa berpikir panjang lagi ia
menyusul dari belakangnya seraya bertanya, "Malam sudah larut, Gwa-kong akan pergi ke mana?"
"Aku akan berkunjung kekuil Pek ma-si, setelah mengatur layon dari Suma Tiang-
cing suami istri aku akan langsung menuju bukit Im-tiong-san- Engkau pun segera berangkatlah
Kalau toh sudah 113 mengambil keputusan untuk berangkat keselatan, lebih baik segera lanjutkan
perjalanan, tak usah membuang waktu lagi di kota Lok-yang ini."
Berulang kali Hoa In-liong mengiakan, dia mengantar Pek Siau-thian sampai
dipintu depan, kemudian setelah berpisah baru kembali kekamarnya untuk beristirahat.
Keesokan harinya, selesai membereskan rekening berangkatlah Hoa In-liong menuju
selatan dengan melalui lam- yang dan menyeberangi wilayah Keng ou.
Sepanjang perjalanan tidak terjadi suatu kejadian penting, suatu senja akhirnya
sampailah pemuda itu di Keng-bun. Tiba-tiba ia mendengar suara derap kaki kuda yang sangat ramai berkumandang dari
belakang, sewaktu ia berpaling tampaklah debu mengepul setinggi langit, delapan sembilan
ekor kuda dengan membawa penumpangnya berpakaian ringkas semua bergerak dengan cepatnya
mendekat ke arahnya, dalam waktu singkat mereka sudah tiba dibela kang tubuhnya.
Anak muda ini masih ingat dengan pesan ibunya, ia tak ingin menimbulkan banyak
urusan, maka tali les kudanya ditarik dan menjalankan kuda nya ketepi jalan.
Ketika rombongan itu sudah lewat dan Hoa In-liong berhasil menyaksikan warna
pakaian yang di kenakan orang-orang itu, mendadak hatinya terperanjat, ia lantas berpikir,
"Sungguh aneh Beberapa orang ini semuanya berbaju ungu, menyoreng pedang dari berusia sebaya,
lagi pula mengenakan mantel berwarna hijau pupus, jangan-jangan mereka berasal satu
rombongan dengan ciu Hoa?" Berhubung debu beterbangan dengan tebalnya menyelimuti angkasa, dia tidak
berhasil melihat jelas tampang dari beberapa orang itu.
Sebagaimana telah diketahui, Ciu Hoa mengakui dirinya sebagai otak dari
pembunuhan berdarah atas keluarga Suma, lagipula diapun murid tertua- dari Hian-beng kaucu, setelah
timbul kecurigaannya, tentu saja anak muda itu tak sudi melepaskan sasarannya dengan
begitu saja. Kudanya lantas dicemplak dan menguntit di dibelakang beberapa kuda itu dari
kejauhan, sebentar kemudian mereka sudah memasuki pintu barat kota Keng-bunSetelah masuk
pintu kota, beberapa orang itu masih juga menghentak kudanya dengan
kencang, mereka tak ambil perduli apakah jalan raya itu ramai dengan manusia
yang berlalu lalang atau tidak, sesaat kemudian tampaklah banyak penduduk yang kabur pontang
panting untuk menyelamatkan diri dari tubrukanMenyaksikan kesemuanya itu, timbul
perasaan antipati dihati Hoa In-liong diam-diam ia
menyumpah dihati, "Sialan benar orang-orang itu, mereka bukan anak buah
perkumpulan Hianbeng-kiau, dengan perbuatan mereka yang semena-mena itu aku Hoa
leji patut memberi pendidikan kepadanya, kalau tidak begini, bukankah rakyat kecil akan sengsara
sepanjang tahun?" Sementara ia masih menyumpah, rombongan itu sudah tiba didepan sebuah rumah yang
megah dan mentereng, orang yang bermantel hijau pupus tadi lantas melongok sekejap
kedalam ruang

Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

penginapan itu kemudian sambil melompat turun dari atas pelana teriaknya
lantang, "Aaaah, dia
benar-benar ada disini."
Dengan langkah lebar orang itu lantas berjalan masuk kedalam ruang penginapan.
114 Melihat pemimpinnya sudah masuk orang-orang yang lainpun segera turun dari
kudanya dan menyusul dari belakang. Tatkala Hoa In-liong mengejar sampai didepan pintu, ia temukan sebuah kereta
kuda yang megah dan mewah diparkir dibalik pekarangan rumah penginapan itu, kereta
tersebut berdinding kuning mas kecil mungil tapi mentereng, sudah jelas merupakan kendaraan dari
kaum wanita, pada waktu itu orang pelayan sedang mengurusi kuda-kuda yang tertinggal di depan
pintu, sedangkan manusia bermantel hijau pupus beserta rombongannya sudah tak kelihatan
lagi. Sementara, sianak muda itu menjadi termangu- mangu, seorang pelayan munculkan
diri dan menyambut dan berkata, "Kongcu-ya mau menginap dalam rumah penginapan kami
paling bersih, paling megah dan pelayanan paling memuaskan dalam kota Keng-bun sukar
untuk menemukan keduanya" Hoa In-liong tidak segera menjawab, dalam hati-pikirnya,
"Ditinjau dari gerak gerik mereka tampaknya orang-orang itu tidak bermaksud baik, agaknya
mereka sedang mengincar pemilik kereta- kuda ini, lain cerita- kalau aku tidak menjumpainya,
sekarang setelah masalah ini kutemui, bagaimanapun juga tidak akan kubiarkan mereka untuk
bertingkah semaunya sendiri" Karena berpendapat demikian, dia pun mengangguk dan melompat turun dari atas
punggung kudanya. "Rawat kudaku ini baik-baik, besar ongkos nya dihitung dalam rekening besok"
serunya berlagak royal. Dengan kebiasaannya dilayani banyak orang, pemuda ini memang memiliki potongan
sebagai keturunan orang besar atau bangsawan, gagah dan mentereng, ini membuat para
pelayan mengira kalau mereka telah kedatangan seorang " cukong" kelas kakap. cepat
mereka sambut tali les kudanya, kemudian sambil munduk-munduk mengantar pemuda itu masuk ruang
tengah, katanya lagi dengan nada dibuat-buat, "Heeehh... heeehhh... Kongcu-ya suka tempat
yang ramai ataukah tempat yang agak sepi" Kalau suka tempat yang sepi, di ruang belakang
sana ada kamar-kamar yang bersih, sebalikya kalau suka tempat yang ramai di ruang tengah
terdapat kamar kelas satu, kamar termasuk air teh dan arak sudah tersedia komplit,
kongcu-ya...." Agak bosan Hoa In-liong mendengar ocehan propaganda dari pelayan itu, cepat dia
ulapkan tangan nya sambil menukas, "Beberapa orang laki-laki berbaju ringkas tadi
tinggal disebelah mana?"" Pelayan itu agak tertegun, lalu menyahut, "Mereka berada dihalaman
tengah, tapi belum memutuskan mau menginap atau tidak, kongcu-ya..."
"Sedang pemilik kereta kuda yang parkir didepan pintu itu" Dia tinggal dimana?"
Pelayan itu seperti orang yang baru sadar, dia lantas berseru, "Ooooh.,..Jadi
kongcu-ya satujalan dengan nona itu, ia tinggal dihalaman tengah, hamba segera akan hantar kongcu-
ya..." "Kalau begitu aku akan tinggal diruang tengah persis disebelah kamar nona itu"
Kembali pelayan itu tertegun, pikirnya dihati, "Aneh benar kongcu-ya ini, kalau toh berasal dari
satu rombongan, kenapa musti menginap dikamar sebelah?""
Tiba-tiba terdengar seseorang menegur dengan suara yang merdu dan halus seperti
suara keleningan, "Siapa disana" siapa yang ingin menginap dikamar sebelahku?""
Kiranya ruang sebelah depan dari rumah penginapan itu adalah rumah makan, kedua
belah sisi ruangan merupakah ruangan-ruangan mungil yang ditutup dengan tirai horden, waktu
itu 115 kebetulan Hoa In-liong sedang lewat di depan salah satu ruangan, dan suara
teguran yang merdu itu muncul dibalik ruangan tirai tersebut.
Hoa In-liong yang romantis dan suka main perempuan, kontan dibuat terkesima oleh
suara teguran yang merdu dan mengandung daya tarik yang hebat itu, ia merasa sekujur
tulangnya jadi kaku dan linu tak kuasa lagi dia berhenti seranya menyahut dengan girang.
"Aku yang berdiam dikamar sebelah, cayhe.. cayhe.."
Sebetulnya dia akan menyebutkan namanya, mendadak timbul rasa was-wasnya, maka
ucapan pun jadi gelagapan dan untuk sesaat tak sanggup dilanjutkan lebih jauh.
Menyaksikan sikapnya yang serba konyol itu sang pelayan cepat melengos sambil
menahan rasa gelinya, sedangkan nona di dalam ruanganpun ikut tertawa cekikikan seraya
berkata, "Cayhe"
siapakah cayhe.... In-ji, coba kau tengok keluar, siapakah cayhe itu?"
Tirai disingkap orang menyusul seorang dayang cantik berusia empat lima belas
tahunan munculkan diri, setelah memandang wajah In-liong sekejap ia lantas menyahut
dengan nyaring, "Lapor siocia, dia adalah seorang kongcu yang masih muda"
"Oooh, seorang kongcu yang masih muda?" suara merdu itu berkumandang lagi sambil
tertawa cekikikan, "kalau begitu suruh dia tak usah memesan kamar lagi, ruangan depan
yang kita pakai toh kosong dan tak ada orangnya. In-ji, undang dia segera masuk kedalam!"
Keadaan yang terpapar didepan matanya sekarang membuat Hoa-In-liong jadi
tercengang dengan alis berkerut ia berpikir, "Siaucia dari manakah itu" Kenapa sikap dan
perbuatannya begitu-jalang?" Belum habis ingatan tersebut melintas dalam benaknya, budak yang bernama- In-ji
telah berkata- lagi sambil tersenyum, "Kongcu, silahkan masuk Nona kami ada undangan-
...,." Timbul perasaan ingin tahu di hati Hoa In-liong, diapun tidak ambil perduli
kecengangan yang tertera di wajah pelayan itu, setelah membereskan pakaiannya ia masuk ke dalam
ruangan seraya berkata, "Setelah diundang oleh siocia mu, tentu saja cayhe harus
memenuhinya, nona In-ji silahkan" Setelah masuk kedalam ruangan Hoa In-liong merasa matanya jelalatan dan terasa
lebih terang bahkan untuk sesaat ia berdiri tertegun dengan mata terbelalak dan mulut
melongo. Cantik nian dara yang berada dalam ruangan itu nona itu mempunyai sepasang mata
yang jeli, hidung yang mancung dan bibir yang kecil mungil dari atas sampai ke bawah tidak
nampak cacad bahkan menyiarkan daya pesona yang amat tebal ketika itu dengan senyum manis
dikulum sedang memandang kearahnya tanpa berkedip, meski belum mencicipinya, Hoa In-
liong sudah merasa terpikat dan hampir mabok rasanya.
Nona cantik itu memandang sekejap kearah pemuda itu, lalu sambil tersenyum
katanya, "silahkan duduk"
Seperti baru sadar dari lamunannya, Hoa In-liong segera tertawa paksa sambil
menyahut, "Silahkan duduk, silahkan duduk."
Ia menarik sebuah kursi dan segera duduk.
116 Nona cantik itu mengerling kembali dengan genit, kemudian sambil menutupi
bibirnya ia berbisik, "Aku merasa amat beruntung dan berbangga hati bisa mendapat perhatian dan kasih
sayang dari kong-cu, terimalah penghormatanku ini"
Seraya berkata dia lantas bangkit memberi hormat.
Hoa In-liong ikut bangkit seraya menjura membalas hormat, sahutnya, "Kecantikan
nona bak bidadari dari khayangan cayhe bisa mendapat kesempatan untuk berkenalan dan
minum arak bersama, hal ini merupakan suatu keberuntungan pula bagiku"
Perempuan cantik itu tidak merendahkan diri-lagi, ia lantas berpaling kearah In-
ji seraya menegur, "Eeeh, In-ji, kenapa melongo saja" Hayo penuhi cawan kongcu dengan
arak." Mendadak In-ji seperti sadar akan kesilafannya-sambil tertawa cekikikan, ia
menyahut, "Kongcu ini terlampau tampan, In-ji sampai kesemsem rasanya dibuat..."
Ia mengambil poci arak dari atas meja, memenuhi cawan dihadapan kedua orang itu,
lalu melirik sekejap lagi kearah wajah Hoa In-liong.
Terhadap tingkah laku maupun perbuatan In-ji yang genit, nona cantik itu sama
sekali tidak melarang, bahkan seakan-akan tidak pernah dilihatnya sambil angkat cawan araknya
dan melirik lagi ke-arah pemuda itu ia memperkenalkan diri, "Aku she Cia bernama In,
terimalah penghormatan secawan arak dari aku yang rendah."
Sekali teguk dia lantas menghabiskan isi cawan tersebut.
Hoa-In-liong pun angkat cawan sendiri dan meneguknya sampai habis, kemudian
berkata pula, "Cayhe-she she Pek, Pek dari kata Hek pek (hitam putih) dan bernama Khi"
Meskipun ia sudah kesemsem, namun kewaspadaannya masih tetap ada dan nama yang
dilaparkan pun nama palsu.
Agaknya Cia-In mengira kalau pemuda itu jadi gugup lantaran baru pertama kali
bertemu dengan gadis, ia tidak memikirkannya dihati, sambil tertawa katanya pula, "Bila
didengar dari logat kongcu agaknya engkau bukan penduduk wilayah sini, apakah engkau sedang
mengembara sebagai seorang pendekar...?"
Hoa In-liong sangat terperanjat, terutama setelah mendengar kata-kata yang
terakhir, kesadaran yang sudah mulai terbuai oleh kecantikan wajah nona itu serta merta menjadi
sadar kembali, cepat sahutnya, "Cayhe berasal dari wilayah Cing-pak, kebetulan aku lewat di
wilayah Kang-ouw karena bermaksud untuk berpesiar ke wilayah Kang-lam, sungguh tak disangka telah
berjumpa dengan nona, inilah yang dinamakan apa mau dikata kalau sudah berjodoh, tak
kenalpun akhirnya harus bertemu"
Sekalipun jawabannya sudah lebih waspada dan hati-hati, toh sifat romantisnya
tak ketinggalan sehingga tanpa disadari terutarakan juga dibalik kata-kata itu.
Sekilas rasa kaget dan tercengang menghiasi wajah Cia-In setelah mendengar
ucapan itu, tapihanya sebentar saja sikap itu telah lenyap kembali, katanya
kemudian sambil tertawa getir, "Aku
yang rendah numpang tinggal dikota Kim-leng, baru saja kami pulang diri
sembahyang di bukit Go-bi. Kongcu Bila kau bermaksud untuk berpesiar ke selatan, kita bisa melakukan
perjalanan bersama-sama, bila tidak menampik akupun bisa untuk menjadi petunjuk jalan bagi
kongcu" 117 Sementara itu Hoa In-liong sudah dapat menguasai diri, kewaspadaannya makin
dipertingkat, tak kuasa lagi iapun berpikir, "Entah nona ini perawan dari keluarga mana" Dan siapa
dia yang sebenarnya" Kalau toh naik ke bukit Go-bi untuk sembahyangan kenapa tak ada
laki-laki yang mengiringi" Ia bilang numpang tinggal dikota Kim-leng, lalu di manakah asal
tempat tinggal yang sebenarnya?" Sebelum pelbagai persoalan itu dapat dipecahkan, In-ji si dayang itu sudah
memenuhi cawannya kembali dengan arak. kemudian berkata sambil tertawa, "Kongcu- ya, hayo minum
arak Kalau toh kita sudah berjodoh dan ditakdirkan bertemu apa salahnya kalau melanjutkan
perjalanan bersama-sama, siapa tahu jodoh ini makin lama semakin dalam" Kalau sikapmu masih
sangsi terus, bukankah itu berarti memandang asing diri kami" Hari-hari esok masih
panjang..." Setelah mendengar perkataan itu, meski rasa curiga mencekam perasaannya dan d
iapun merasa bahwa tingkah laku dia orang itu terlampau aneh, toh anak muda ini tak berhasrat
untuk memikirkan lebih jauh. Dia lantas mengangkat cawan arak sendiri dan berkata sambil tertawa nyaring,
"Benar Ucapanmu memang benar Kalau masih sangsi dan bertindak tanduk kaku. itu namanya
memandang asing. Nona Cia, kuhormati engkau dengan secawan arak" sekali teguk.
Ia menghabiskan isi cawannya.
Pemuda ini memang berlapang dada, kebiasaannya yang romantispun serta merta
diperlihatkan dengan nyata, maka cawan demi cawan air kata-katapun mengalir masuk ke dalam
perutnya, pembicaraan berlangsung dari barat sampai ke timur bahkan ia mulai main mata
dengan Cia In, saling mengerling saling menggoda dengan bebasnya.
Yang lebih hebat lagi, akhirnya yang satu memanggil "engkoh Khi" sedang yang
lain menyebut "enci In", seakan-akan mereka merasa kecewa mengapa tidak berjumpa sejak dulu
kata, saking

Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terbuainya kedua orang itu sampai lupa waktu.
Entah sampai kapan senda gurau itu berlangsung, akhirnya Cia In tak kuat menahan
pengaruhnya alkohol, dengan sempoyongan ia bangkit berdiri seraya berkata,
"Engkoh Khi, besok pagi pagi aku harus melanjutkan perjalanan lagi, maafkanlah daku, aku tak
dapat menemani kau minum lagi"
Sepasang lengannya diluruskan ke depan dan tubuhnya roboh kemuka, persis jatuh
dihadapan tubuh Hoa In-liong. Cepat sianak muda bertindak dengan merangkul pinggangnya erat-erat, serunya
pula, "Benar Benar Waktu dihari esok, masih banyak, kita memang harus pergi beristirahat."
Begitulah sambil berpeluk pelukan dengan dipimpin dayang In-ji mereka kembali
kedalam kamar meski dengan langkah sempoyongan.
Waktu itu Cia In entah benar-benar sudah mabok atau hanya berlagak belaka,
sekalipun sudah berada dalam kamar, ia masih memeluk tubuh Hoa In-liong kencang-kencang.
Hoa In-Iiong sendiri walaupun belum mabok. dasar suka main perempuan tentu saja
ia segan untuk melepaskan rangkulannya dari tubuh sang nona yang lembut, halus harum
baunya itu. In-ji si dayang itu lebih hebat lagi, ternyata ia segera menutup pintu, memasang
lentera dan dengan senyum dikulum ia mengawasi atraksi yang hot dihadapannya itu dengan mata
melotot 118 besar, seakan-akan ia sedang menikmati suatu pertunjukan indah yang amat
mempersonakan hatinya. Selang sesaat kemudian, terdengar Cia In mengeluh lirih kemudian telapak
tangannya pelahanlahan bergeser ke bawah, mula-mula meraba lengan Hoa In-liong
yang keras, lalu dadanya yang
bidang dan akhirnya turun kearah pinggangnya,......
Mendadak... telapak tangannya itu secepat kilat meraba punggungnya, dengan jari
tangan yang ditekuk seperti kaitan ia totok jalan darah Leng tay-hiat ditubuh anak muda itu.
Hoa In-liong masih belum merasa akan tibanya ancaman yang membahayakan jiwanya
itu, bila totokan tersebut bersarang telak, niscaya anak muda itu akan tewas atau paling
sedikit terluka parah. Untunglah disaat yang kritis, tiba-tiba pintu kamar, ditendang orang
sampai lebar "Blaaaaang........!"menyusul munculnya seseorang berdiri didepan pintu sambil
bertolak pinggang. "Bagus! Bagus!" teriak orang itu dengan marah "kiranya engkau si perempuan
anjing pandai berpura-pura suci, tak tahunya engkaupun suka bermain main dengan laki-laki.
Hmm! Aku orang she-Ciu ingin bertanya kepadamu, bagian yang manakah dari kongcu mu yang tak
dapat memadahi bocah keparat tersebut" "
Bentakan tersebut seketika mengejutkan dua orang muda-mudi yang sedang
bermesraan itu sehingga tersadar kembali.
Hoa In-liong memutar badannya menghadang di depan Cia In, kemudian bertanya
dengan tercengang, "Engkau she-Ciu?"
"Kongcumu bernama Ciu Hoa, jalan tidak berganti marga, duduk tidak berganti
nama, bila engkau tahu diri, cepat, menyingkir ke samping situ, kongcumu bukan datang untuk
mencari gara-gara dengan engkau!" teriak orang itu marah-marah.
Hoa In-liong semakin tertegun dan mengawasi orang itu tanpa berkedip, tapi makin
dilihat semakin tak percaya dengan telinga sendiri. makin dipandang ia semakin merasa
bahwa orang yang berada dihadapannya sekarang bukan Ciu Hoa.
Tapi..... mengapa ia mengaku dirinya sebagai Ciu Hoa" Kalau toh dia benar Ciu Hoa,
mengapa tampang wajahnya dapat berubah" Untuk sesaat ia jadi tertegun dan tak tahu apa
yang mesti dilakukan, pelbagai kecurigaan berkecamuk dalam benaknya.
Berbicara tentang dandanan, pakaian serta senjatanya, orang yang mengaku bernama
"Ciu Hoa" ini mempunyai kemiripan dengan Ciu Hoa yang dijumpainya dikota Lok-yang, bahkan
usia merekapun sebaya, hanya raut Wajahnya berbeda, watak dan tingkah lakunyapun tak
sama, jelas mereka bukan seorang manusia yang sama.
000000O000000 TANPA terasa Hoa In-liong lantas berpikir, "Orang ini beralis panjang bermata
sipit, hidung lebar dan mulut besar, tampangnya model kuda berwarna hijau menyeramkan, sinar matanya
cabul, kelopak matanya lebih banyak putih daripada hitamnya, jelas dia adalah seorang
manusia yang keji dan lagi cabul, jelas dia bukan Ciu Hoa yang kujumpainya dikota Lok-yang.
Tapi.... sekali pun nama bisa sama. masa dandanan, senjata sampai anak buah yang mengiringi pun
mempunyai corak yang tak berbeda" Sungguh aneh..."
119 Sementara itu dengan langkah yang gemulai Cia In sudah maju kedepan, ia berdiri
dekat sekali dengan Hoa In-liong, setelah membereskan rambutnya yang terurai kebawah, sapanya
sambil tertawa genit. "Kongcu, kita tak pernah bertemu yaa?"
Cia In adalah seorang nona yang cantik jelita bak bidadari dari kahyangan,
setiap tingkah laku dan gerak geriknya gampang menimbulkan rangsangan bagi yang memandang, maka
kendati "Ciu Hoa" itu datang marah-marah, tetapi setelah menyaksikan senyum manisnya
yang menawan hati padamlah hawa amarahnya itu, semua rasa mendongkol dan khekinya mendadak
seperti tersumbat didalam dada, sukar untuk dilampiaskan keluar lagi....
Setelah tertegun sesaat, tiba-tiba ia berteriak lagi, "Tidak pernah bertemu"
Hmmnn Kongcu mu dari keresidenan Han-sian telah mengejar sampai kekota Keng-bun, hari yang
manakah aku tak pernah berjumpa denganmu?"
"Aduuh mak, kalau begitu bukankah kita suiah pernah berjumpa enam sampai tujuh
kali?" seru Cia In sambil melirik genit.
Kemudian sambil berpaling kearah In-ji,serunya pula, "Eeeh.... In-ji, pernahkah
engkau berjumpa dengan kongcu ini?" In-ji cekikikan. "Setiap hari sebelum kentongan keempat kita sudah berangkat, sebelum senja
menjelang kita sudah beristirahat kapan bertemu dengan kongcu ini
"Aaai......" Cia In menghela napas panjang, seperti lagi menggerutu, ia bergumam
sendiri: "Memang begitulah penyakit yang kuderita semenjak kecil, aaai, penyakit itu
membuat aku jadi sengsara, kalau tidak demikian, kami tak akan berani menimbulkan kemarahan dari
Ciu kongcu" Setelah terhenti sebentar, ia mengerling sekejap kearah "Ciu Hoa" itu dengan
genit, lalu melanjutkan kata-katanya, "Ciu kongcu, kau tidak tahu, aku mempunyai penyakit
aneh yakni penyakit takut melihat setan terutama sekali bila ditengah hari bolong tiba-tiba
berjumpa dengan setan jelek bermuka hijau bergigi taring.....Hiiiiih...!Niscaya selembar jiwaku akan
kabur kembali keakhirat. oleh karena itu..."
"Karena ita kalian berangkat setiap kentongan keempat, dan beristirahat sebelum,
tiap hari selalu berusaha untuk menghindari kongcu-ya mu........?" sela Ciu Hoa dengan kemarahan yang
masih berkobar. Sekalipun kemarahan masih membakar hatinya adapun merupakan teguran namun
terdengar jelas bahwa suaranya lebih lembut dan halus, ini menunjukkan bahwa gerak-gerik
Ciu In yang genit dan mempersonakan hari itu telah mendatangkan hasil yang mujur,
Tampaklah Ciu In mengedipkan matanya yang lentik, lalu mengirim sebuah kerlingan
maut kearah lawannya, satelah itu dengan sedih itu dengan sedih ia berkata, "Kongcu-
ya, engkau benar-benar menuduh orang hingga hatiku jadi penasaran. dengan keberanian apa-
apa aku berani menghindari diri kongcu" Aku hanya terbiasa berangkat pagi istirahat agak
pagian saja, dan kebiasaanku ini sedikit diluar dugaan kongcu, kalau toh selama ini kita tak
pernah berjumpa, hal ini bukanlah suatu kejadian yang disengaja...."
120 Setelah berhenti sebentar, tiba-tiba sambil tertawa ujarnya lagi, "Kongcu-ya,
aku mempunyai sepatah kata yang rasanya tidak pantas untuk diucapkan keluar boleh ku utarakan
kepadamu?" Ciu Hoa dapat menyusul nona itu sepanjang jalan, sudah jelas ia telah tergiur
oleh kecantikan Ciu In, sebelum kejadian ini, ia selalu mengira Cia In memandang dirinya
terlampau jelek maka sengaja menghindarkan diri pertemuan, maka rasa penasaran, mendongkol dan
gusarnya berkecamuk didalam dada. Tapi setelah Cia In menunjukkan sikap yang aleman, genit dan merangsang dan lagi
diapun sudah memberikan "penjelasan", api gusar yang Semula membakar hatinya kini sudah
lenyap tak berbekas, Maka setelah mendengar perkataan itu, ia lantas tertawa terbahak-bahak, serunya
dengan girang, "Haaahh.... haaahhh...... whaaahhh.... katakan saja terus terang- ucapan tanpa
tedeng aling-aling, sekalipun ada hal-hal yang tak pantas, kongcumu tak akan
menyalahkan engkau" Hoa In-liong yang menyaksikan kesemuanya itu merasa geli juga didalam hati, ia
lantas berpikir; "Ciu Hoa memang sudah tergila-gila benar dengan nona itu sampai makian dari Cia
In pun tidak dirasakanolehnya,malahandiamerasasangat
bangga....haaahhh...haaahhh....haaaahhh......muka hijau gigi taring, meski tidak persis
sama sekali, kemiripan tetap ada.... haaahhh.... haaahhh... dasar tolol!"
Cia In sendiripun sedang tertawa cekikikan, lalu ujarnya kepada dayangnya In-ji,
"Jn-ji, pergilah keluar dan undang masuk beberapa orang tuan itu, jangan suruh mereka berdiri
terlampau lama, nanti kita lagi yang disalahkan kurang hormat melayani tetamu"
"Baik nona" sahut In-ji. dia lantas berjalan ke luar dari ruangan tersebut.
Ciu Hoa semakin gembira hatinya, mendadak ia tertawa terbahak-bahak seraya
berkata, "Engkau tak usah undang mereka lagi, orang-orang itu adalah anak buah kongcumu, biar
berdiri sebentar tak apa-apa" Mendengar perkataan itu In-ji lantas mutar badan dan membantah dengan merdu,
"Sekalipun mereka adalah anak buah kongcu toh tidak pantas kalau engkau suruh anak buahmu
menderita kedinginan diluaran sedangkan Kongcu ya mencari kesenangan disini?"
Cia In pura-pura menunjukkan wajah tak senang hati, lalu menegur, "Aaah, kamu
ini benarbenar dayang tak tahu aturan,masa engkau berani membangkang perintah
dari kongcu-ya?" "Ciu Hoa" semakin nyaman lagi hatinya sehabis mendengar perkataan itu saking
girangnya dia sampai terbahak-bahak. "Haaaabhh..... haaaaahhh....... haaaa...... apa yang dia ucapkan memang ada benarnya juga
baiklah! Aku akan suruh mereka pergi dari sini saja"
Ia lantas berpaling ke pintu luar dan berseru lantang, "Eeeh....kalian boleh
bubar, aku tidak membutuhkan kalian lagi ditempat ini!"
"Baik!" sahutan nyaring berkumandang dari luar pintu, diikuti suara langkah kaki
yang ramai memecahkan kesunyian dalam waktu singkat suasana lelah pulih kembali dalam
kesunyian. 121 Menggunakan kesempatan dikala "Ciu Hoa" berpaling, Cia In saling berpandangan
sekejap dengan In-ji sambil tertawa gerak-gerik mereka misterius sekali.
Hoa In-liong yang dapat menyaksikan kejadian Itu, dalam hati kembali menggerutu
pikirnya; "Apa yang sebenarnya telah terjadi" Diam-diam perempuan ini hendak menotok jalan
darahku caranya untuk turun tangan lihay sekali, dan sekarang diapun tahu kalau diluar
pintu ada orangnya ini menunjukkan kalau tenaga dalamnya luar biasa kalau toh benar ia
membenci tampang Ciu Hoa yang jelek, apa salahnya untuk menggebah pergi secara terang-
terangan" Mengapa ia gunakah segala macam tipu muslihat untuk berpura-pura berlagak
misterius" Jangan-jangan pandangankulah yang keliru, dia benar-benar adalah seorang
perempuan binal?" Sementara itu Ciu Hoa telah selesai mengundurkan anak buahnya, ia lantas
berpaling, sinar cabul dan tengik memancar keluar dari mata tikusnya, lalu sambil tertawa cekikikan
katanya, "Nona manis, sekalipun engkau tidak bermaksud menghindari aku, tapi perbuatanmu selama
enam hari ini telah menyiksa perasaanku, setelah kutemukan kembali jejakmu, tak nanti akan
kubiarkan engkau kabur dari cengkeramanku"


Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Aaaaah.... Koagcu ini memang kebangetan" omel Cia In sambil menggerutu tak tenang
hati "aku toh tidak bermaksud untuk kabur dari tempat ini..,.,?"
"Haaaahh.... haaaahh...... haaa.... benar.. perkataanmu memang benar, lebih baik memang
jangan kabur. Nah, kalau ingin mengucapkan sesuatu cepatlah katakan, aku telah
bersiap sedia untuk mendengarkannya"
"Benar"Kau suka mendengarkan perkataanku," kata Cia In pula sambil tertawa
manis, "begitu baru menurut namanya!"
Ia mengerling kearah Ciu Hoa kemudian sambil memberi hormat katanya, "Kongcu,
silahkaa duduk." Ciu Hoa tertawa terbahak-bahak tiada hentinya seakan-akan sukmanya telah digaet
pergi, katanya pula, "Duduk.... duduk.... engkaupun silahkan duduk!"
Dengan langkah lebar ia maju kedepan, menyeret sebuah kursi dan langsung duduk.
Cia In sendiri sambil merangkul lengan Hoa In-liong dengan mesra, selangkah demi
selangkah maju ke depan. Menghadapi keadaan begini, Hoa In-liong merasakan hatinya serba kacau, ia tak
tahu bagaimanakah perasaan hatinya disaat itu, dalam hati ia berpikir, "Sebenarnya
permainan apakah yang sedang di rencanakan Cia In ini" Memangnya ia suruh aku dan Ciu Hoa
ribut karena soal perempuan, sedang ia sendiri menonton dengan gembira" Hmmm! Kau anggap Hoa
loji adalah manusia macam apa" Tak nanti akan membiarkan harapanmu itu terpenuhi"
Betul juga, paras muka Ciu Hoa seketika, berubah hebat.
Pada mulanya, mungkin ia sudah terbiasa berbuat semena-mena, mungkin juga
menganggap kepandaian sendiri amat tinggi, ia tak pandang sebelah matapun terhadap Hoa In-
Liong, maka sejak awal sampai akhir ia tak menaruh perhatian terhadap pemuda itu,
Tapi sekarang setelah menyaksikan dua orang itu bermesrahan dan saling
berpelukan, karena merasa cemburu dan panas hatinya, ia mulai memperhatikan pemuda itu dengan
seksama. 122 Sekarang baru diketahui olehnya bahwa Hoa In-liong memang seorang pemuda yang
amat tampan dan di kolong langit jarang ditemui laki-laki ganteng semacam ini, kontan
api cemburunya berkobar, sinar bengis- memancar keluar dari balik matanya,
ditatapnya sianak muda itu tanpa berkedip, kalau bisa dia ingin menerkam kemuka dan menggigit
musuh cintanya itu, Cia In sama sekali tidak memperhatikan kebengisan dan kemarahan orang itu,
malahan seakanakan tak pernah terjadi apa-apa, dihadapan muka nya masih
bermesrahan dengan Hoa In-liong
ia berkata sambil tertawa
"Ciu kongcu. aku ingin menanyakan satu hal kepadamu apa benar engkau telah
mengejar aku mulai dari keresidenan Ban-sian sampai di kota Keng-bun ini?"
"Aaaah....omong melulu, memangnya kau anggap kongcu mu sedang membohongi kau?"
sahut Ciu Hoa tidak sabaran, ia tarik kembali tatapan matanya yang tajam itu.
Setelah hatinya dibakar oleh api cemburu dan rasa penasaran, kehalusan serta
serta keramahtamahannya sudah lenyap tak berbekas, sebagai gantinya ia mulai
menyeringai seram, matanya
bengis dan napsu membunuh terlintas diantara alis matanya,
Cia In masih juga tidak ambil perduli, malahan senyum manis masih dikulum.
"Kalau begitu, kongcu tertarik oleh kecantikan paras mukaku bukan..?" ujarnya
lagi. Pertanyaan ini terlampau blak-blakan dan tanpa tedeng aling-aling, dalam suasana
begini seharusnya "Ciu Hoa" sendiripun belum tentu bisa bersikap demikian tapi nona itu
dengan tanpa ragu-ragu telah mengucapkannya keluar, hal ini menyebabkan "Ciu Hua" jadi
gelagapan dan berdiri tertegun dengan mata terbelalak, untuk sesaat ia tak mampu memberikan
jawabannya lagi. Cia In tertawa cekikikan, merdu amat suaranya ibaratnya burung nuri yang
berkicau dipagi hari, sambil gelengkan kepalanya berulang kali ia berkata lagi, "Menurut pendapatku,
kongcu masih kurang bersungguh-sungguh, rasa tertarikmu hanya sambil lalu dan tak muncul dari
sanubari yang bersih, betul bukan?"
"Hey, sebenarnya apa yang lagi kau katakan" Mengapa tidak kau terangkan saja
secara blakblakan?" tukas Ciu Hoa tidak sabar, dahinya berkerut kencang, "engkau
adalah nona paling cantik di dunia, meski kongcu mu sudah banyak bertemu orang, belum pernah
kutemui nona secantik engkau bersungguh hati atau tidak buat apa kau tanyakan lagi" Andaikata
kongcu tidak menyukai dirimu, tak nanti kukejar engkau dari Ban-sian sampai ke kota Keng bun"
"Aaah, belum tentu begitu?" seru Cia In sambil mencibirkan bibirnya, "kau tidak
bersungguh hati hanya mulutmu saja pandai bicara manis. Andai kata kau benar-benar menyukai
diriku, semestinya setiap kali sesudah mencari rumah penginapan, sebelum naik
pembaringan toh tersedia waktu yang panjang dan berlebihan" Mengapa selama ini aku tak pernah
menjumpai kongcu?" Mendengar pertanyaan itu, "Ciu Hoa" tergagap, biji mata tikusnya jelalatan
memandang kesana kemari, bibirnya bergetar seperti mau membantah namun tak sepatah katapun mampu
diucapkan keluar, rasa heran, tercengang Cia In mengerutkan kening, kemudian
menghela napas panjang 123 "Aaaai... Kalian orang laki-laki..."
"Eeeh.....! tidak betul...." mendadak "Ciu-Hoa" menjerit melengking, keras dan tajam
suaranya. Jeritannya yang melengking ini bukan saja keras bahkan diluar dugaan, Cia In
benar-benar di bikin terperanjat. "Apanya yang tidak betul?" cepat ia bertanya.
"Ciu Hoa" mengeratkan dahinya rapat-rapat, matanya dipicingkan dan ia bergumam
tak hentinya, "Heran, Tanpa kuketahui jelas apa -sebabnya tiba-tiba aku merasa
sangat mengantuk lalu terlelap tidur- betulkah aku amat lelah sehingga perlu beristirahat?"
Lama sekali ia terbungkam, agaknya orang itu sudah terjerumus dalam pemikiran
yang mendalam dan bersungguh-sungguh, suasana jadi sepi, hening dan tak kedengaran
sedikit suarapun,. Sekilas senyum aneh terlintas diatas wajah Cia In, hanya sebentar saja senyum
itu lenyap kembali. terdengar ia berkata lagi, "Tidak diketahui sebabnya tiba-tiba
mengantuk lantas tertidur" Aneh! Belum pernah kujumpai keadaan seaneh ini! Kenapa tidak kau
lanjutkan perkataanmu itu?" "Ciu Hoa" segera menengadah, dengan tak kalah herannya ia berkata pula, "Memang
aneh sekali kejadian ini! Tiap senja menjelang tiba, setelah bersusah payah menemukan tempat
tinggalmu, dan setiap kali aku selesai membersihkan badan dan berdandanan. tiba-tiba aku
diserang rasa mengantuk yang hebat kemudian terjatuh di pembaringan dan tertidur pulas sampai
keesokan harinya ini....." "Aaah! Kau tak usah ini itu lagi!" tukas Cia In marah-marah sebelum orang itu
sampai menyelesaikan kata-katanya, "dari sini dapat dibuktikan sekarang, bahkan kongcu
sesungguhnya tidak berniat serius, engkau cuma iseng dan pakai bicara manis!"
"Kau....kau... jangan kau tuduh aku demikian!" bantah "Ciu Hoa" dengan gelisah.
"Kalau tidak begitu, lantas apa yang harus ku katakan" Bukankah setiap hari
katanya kau selalu mengejar aku" Kenapa setiap kali kau berhasil susul diriku, bukan datang
berkunjung melainkan malahan tertidur pulas......" Bukankah ini membuktikan bahwa kau tidak berniat
serius?" "Aku....aku..." Ciu Hoa semakin gelagapan.
"Engkau tak perlu aku aku melulu" kata Cia-In cepat, "biar aku saja yang
mewakili kongcu untuk memberi keterangan! Aku sama sekali tak berhasrat untuk tidur, tapi oleh karena
setiap hari harus melakukan perjalanan jauh, maka badan ku benar-benar merasa penat dan
perlu istirahat, bukankah begitu?" "Tak mungkin badanku penat" bantah Ciu Hoa dengan wajah bersungguh-sungguh,
"dengan ilmu silat yang kongcu miliki sekarang, sekalipun harus melakukan perjalanan,siang
malam selama tiga hari juga tak akan merasa penat atau kehabisan tenaga.."
"Oooh...,! Kiranya kongcu adalah seorang jago persilatan, tadinya aku mangira
kongcu menggempol pedang hanya sebagai hiasan belaka seperti juga halnya dengan engkoh
Pek Khi ini, biasa kan orang muda sekarang sok pamer"
124 Menyinggung soal Hoa In-liong! Ciu Hoa segera menunjukkan sikap muak dan benci,
dengan bengis ia melotot sekejap kearah sianak muda itu,- kemudian tegurnya, "Engkau
bernama Pek Khi?" "Benar, aku bernama Pek Khi!" Hoa In-liong mengangguk.
Ciu Hoa memutar biji mata tikusnya, kemudian sambil mendelik ia membentak lagi,
"Apa pekerjaanmu?" "Haaahhh....haahhh....haaahhh.". Ciu kongcu. caramu mengajukan pertanyaan kurang
sopan dan tak tahu adat, lantas kau sendiri apa pekerjaannya?"
Kontan Ciu-Hoa bangkit berdiri, teriaknya dengan marah, "Bagus! Bagus sekali
perbuatanmu! Engkau berani bersikap kurang adat kepada kongcumu?"
Hoa In-liong tetap tertawa ia menyahut,
"Soal ini tergantung pada Ciu kongcu sendiri, jika kau kurang adat maka akupun
tak perlu bersikap sungkan-sungkan terhadap dirimu!"
"Bagus! Bagus! Nyalimu memang terhitung besar...." teriak Ciu Hoa sambil tertawa
seram, ia benar-benar naik darah. Hoa In-liong jaga tak mau mengalah, cepat ia menukas sembari berseru, "Engkau
pernah membaca ajaran dari para Nabi dan pujangga belum" Bukankah disana dikatakan,
bila orang tahu adat dan sopan santun, maka peluruh jagat dapat dikunjungi, sebaliknya
kalau orang tak tahu adat dan sopan santun maka setengah jengkal tanahpun sukar didatangi, Cia
kongcu kalau toh engkau mengakui sebagai orang persilatan, rasanya ajaran itu itu pasti sudah
pernah diberikan oleh sesepuh perguruan kepadamu bukan......" Aku merasa tak pernah
melanggar adat dan tata kesopanan, tentu saja aku berani menghadapi keadaan macam apapun, apa
sangkut paut nya antara nyali besar dan kecil?"
Beberapa patah kata itu diutarakan dengan senyum dikulum, sedikitpun tidak emosi
atau marah, meski begitu dibalik kehalusan tetselip ketajaman, nada ucapannya jelas
merupakan suatu nasehat juga suatu teguran yang keras"
Sebagai orang yang pintar tentu saja Ciu Hoa dapat menerka arti kata dari ucapan
tersebut sontak ia naik darah, dengan muka menyeringai "Bocah keparat! Engkau berani
mencari garagara dengan kongcumu" Hmm! Agaknya memang engkau sudah bosan hidup"
Hoa In-Liong berbuat demikian karena ia mempunyai tujuan tertentu, bergiranglah
hatinya setelah melihat orang itu naik darah, sambil tertawa ujarnya lagi, "Sekarang
kita sedang berada dirumah penginapan, aku tidak percaya kalau Ciu kongcu berani membunuh orang
dengan semena-mena, memangnya dianggap hukum negara salah tidak berlaku lagi........"
Jilid 07 BELUM habis ia berkata, kemarahan ciu Hoa sudah tak terkendalikan lagi sambil
tertawa seram katanya, "Heeehhh....heeeahh....heeehhh....engkau betul-betul punya mata tak berbiji,
akan kongcu-ya cungkil dulu sepasang biji matamu sebelum membicarakan soal hukum
negara...." Secepat kilat lengan kanannya ditonjok ke muka, dengan ibu jari dan jari tengah
yang ditekuk seperti kaitan, ia ancam sepasang mata Hoa In-liong.
125 Sekalipun lengan kanannya itu bergerak tidak lambat pun tidak cepat, namun si
anak muda itu mengerti bahwa perubahan dibalik serangan jari tangannya itu banyak. rumit dan
tak terhingga, lagipula ganas dan keji, bagi jago persilatan pada umumnya, sulit untuk
menghindarkan diri dari ancaman tersebut. Namun bagi Hoa In-liong yang berilmu tinggi dan bernyali besar, rupanya ia sudah
mempunyai perhitungan sendiri yang jauh lebih matang. Bukannya berkelit atau coba
menangkis, dia malahan pura-pura berlagak tidak melihatnya sama sekali, menggubrispun tidak.
Lambat memang untuk diceritakan, namun cepatnya luar biasa, kejadian itu
berlangsung, dalam sekejap mata serangan jari tangan dari Ciu-Hoa itu sudah berada di depan mata,
disaat yang

Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kritis itulah mendadak Cia in menjulurkan tangannya ke muka dan mendorong sikut
Ciu Hoa sehingga tergeser ke samping.
"Ciu kongcu," omelnya dengan merdu, "apa-apaan kamu ini" Engkoh Pek Khi toh
tidak menyalahi apa-apa terhadap dirimu...."
Dalam pada itu, In-ji si dayang telah masuk sambil membawa air teh, ia berkata
pula, "Ciu kongcu, engkau datang kemari kan hendak mencari nona kami dan mencari
kesenangan" Apa gunanya marah-marah kepada orang lain" silahkan duduk. biarlah In-ji suguhkan
air teh untukmu." Lengan ciu Hoa yang terhenti ditengah udara, saat itu baru ditarik kembali,
dengan mata terbelalak dia awasi Cia In sekejap. kemudian ujarnya dengan suara berat, "Kau....
siapa kau" sebetulnya apa... apa pekerjaanmu?"
In-ji mengambil secawan air teh dan diletakkan dihadapannya, seperti heran
seperti pula tak disengaja, ia berseru, "Ada apa" Masa kau tidak tahu...."
Untuk kesekian kalinya dengan hati mendongkol Ciu Hoa duduk kembali ke atas
kursinya, lalu mendengus. "Hmm Dalam mata yang jeli tak akan kemasukan pasir, sebenarnya apa kerja kalian"
Hayo cepat jawab dengan terus terang"
Sementara itu In-ji sudah meletakkan secawan air teh pula dihadapan Hoa In-liong
kemudian sahutnya sambil tertawa, "Peduli amat kemasukan pasir atau tidak. kami tak paham
dengan kata-kata macam begituan, kami hanya tahu nona kami bernama Cia In. dengan nama
sebutan In ci-ji, dia adalah Hong-koan-jin (pelacur paling top) yang tiada taranya
dikota Kim-leng..." "Budak sialan pingin mampus?" tiba-tiba Cia In berteriak dengan suara
melengking, "memangnya
lantaran engkau adalah Cing-koan-jin maka kau merasa bangga untuk menyiarkannya
kepada umum." Perlu diterangkan disini, baik Hong-koan-jin maupun cing-koan-jin adalah
sebutan-sebutan khas bagi rumah pelacuran. Yang dinamakan Hong-koan-ji adalah para pelacur yang sudah tidak perawan lagi,
sebaliknya Cing-koan-jin adalah para pelacur yang masih perawan suci, tentu saja dengan
adanya tingkatan kedudukan maka hargapun bermacam-macam, lagi kaum lelaki yang suka bermain
pelacur, istilah seperti itu pasti akan diketahui dengan jelas.
126 Hoa In-liong masih muda dan lagi merupakan keturunan orang kenamaan, sekalipun
dia romantis dan gemar main perempuan, lagipula tidak terikat oleh pelbagai
peraturan, namun anak muda ini masih bersih, dalam arti kata belum pernah menginjakkan kakinya dirumah
pelacuran untuk berbuat mesum. Oleh karena itu, setelah mendengar ucapan tersebut ia jadi tercengang, heran dan
merasa tidak habis mengerti, sepasang matanya dibelalakkan lebar-lebar, sebentar memandang
kesini sebentar lagi memandang kesana, agaknya dia ingin mencari jawabannya diantara
perubahan wajah Cia In dan In-ji. Lain halnya dengan ciu Hoa, ia gemar bermain perempuan dasarnya memang berwatak
cabul dan tengik, memetik bunga adalah pekerjaannya yang boleh dibilang rutin, dan
selamanya tak pernah ambil perduli perempuan macam apakah lawan mainnya itu, otomatis diapun
mengetahui jelas tentang segala macam istilah yang berlaku dikalangan rumah pelacuran.
Tak heran kalau matanya terbelalak besar sehabis mendengar ucapan tersebut,
ditatapnya wajah Cia In dengan rasa heran, agaknya ia masih kurang percaya dengan pengakuan itu.
Tampak In-ji meleletkan lidahnya serta menunjukkan mata setan, lalu berkata,
"Yaa.. benar, nona maafkan akulah yang salah bicara, nona kami adalah Hong-ji (orang yang top)
dari kota Kim-leng, bukan Hong-koan-ji."
"Masa diulangi lagi?" bentak Cia In.
"Hiiihh..... hiiiiihhhh...... hiiiihhh..... ampun nona yang baik, aku bicara lagi Aku
tak akan bicara lagi...." cepat In-ji menambahkan sambil tertawa cekikikan.
Ia lantas berpaling, kepada Ciu Hoa ujarnya, "Kongcu-ya, minumlah air tehmu,
kenapa masih melongo- longo?" Ciu Hoa tersentak bangun dari lamunannya, ia lantas berseru dengan suara dingin,
"Hmm Keanehan dari peristiwa yang menimpa diriku tentu asalnya dari kalian berdua.
Ketahuilah, kongcu mu bukan manusia sembarangan, kalian tak usah berlagak pilon dan ingin
mengelabuhi diriku lagi. Hayo bicara, sebenarnya permainan busuk apakah yang telah kalian
lakukan sehingga membuat kongcu mu tertidur pulas?" Cia In mencibirkan bibirnya, sepasang alis
matanya berkenyit. "Ciu kongcu, kalau ingin bicara aku harap bicaralah sedikit tahu diri, kau
mengantuk dan ingin tidur toh karena badanmu kurang sehat dan terlalu penat karena melakukan
perjalanan jauh, apa sangkut pautnya hal itu dengan kami" Dan permainan busuk apa yang bisa kami
lakukan" Barusan toh In-ji telah menerangkan adanya tamu semacam Ciu kongcu justru
merupakan apa yang kuharap- harapkan selama ini, anehkan rasanya kalau aku sengaja membuat
engkau teridap tidur hingga tak bisa bangun lagi."
Selain daripada itu, aku toh cuma seorang pelacur biasa, darimana datangnya
kepandaian sehebat itu untuk mempermainkan engkau" Aku tahu Ciu kongcu adalah seorang
manusia yang pandai, tentunya kau mengerti bukan bahwa ucapanku ini bukan sengaja kubuat-
buat?" Nada ucapannya itu penuh dengan kehalusan, kelembutan dan kepedihan hati, persis
seperti permohonan dari kaum pelacur yang ingin minta belas kasihan dari orang lain.
127 Hoa In-liong yang berdiri disamping mengawasi perempuan itu lekat-lekat,
kemudian berpikir, "Tak kusangka kalau perempuan ini ternyata adalah seorang pelacur, tak aneh
kalau ia pandai merayu dan mempunyai daya pikat yang luar biasa, tapi.... tapi tidak betul Jelas
kuketahui bahwa ia berilmu silat, mengapa harus jadi pelacur" Ataukah mungkin dibalik kesemuanya
ini, tersembunyi tipu muslihat yang lain?"
Tampaknya manusia yang bernama "Ciu Hoa" itupun tidak bodoh, sekarang ia sudah
mempunyai suatu perasaan was-was terhadap Cia In, terdengar ia berkata dengan dingin.
"Bila tak ingin orang tahu, kecuali diri sendiri tak pernah berbuat.Tiap senja
kongcu mu mencari rumah penginapan kemudian terlelap tidur dengan begitu saja, jelas dibalik
kesemuanya ini bukan tanpa alasan, kemudian ditinjau dari gaya serangan Thian-ong-to-tha (raja
langit membawa pagoda ) yang kau gunakan untuk menangkis sikut kongcumu, jelas
menunjukkan bahwa engkau berilmu silat tinggi. HHm Merayu dengan kata-kata manis hendak
menutupi bayangan sendiri ..jangan mimpi Hayo jawab, sebenarnya apa kerja kalian berdua?"
Mula-mula Cia In agak tertegun, namun kemudian ucapnya dengan suara pedih, "
Kalau toh Ciu kongcu berkata demikian, aku tak dapat berbuat apa-apa lagi, In-ji Wakili aku
untuk mengantar tamu," seraya berkata, ia kebutkan ujung bajanya dan siap masuk ke dalam ruang
dalam. "Menghantar tamu?" jengek ciu Hoa sambil tertawa seram,
"Heheeehh..,.heehh....tidak gampang
untuk mengusir aku dari sini."
Cia In hentikan kembali langkahnya,, dengan dahi berkerut dia lantas menegur,
"Sebenarnya apa yang kau inginkan" Maksudku semula, aku hendak merubah suasana yang serba kaku
menjadi labih halus dan lembut, maka tiada bahan pembicaraan sengaja kuadakan bahan
pembicaraan dan sengaja menggoda dirimu, siapa tahu hasilnya malahan kebalikan, kongcu
malahan menuduh aku telah menggunakan pelbagai macam tipu muslihat untuk mencelakai
dirimu sehingga tertidur pulas. Kongcu-ya, mengapa tidak kau pikirkan, andaikata aku
benar-benar bermaksud jelek kepadamu, dan akupun mampunyai kepandaian yang hebat untuk
membuat engkau terlelap tidur, apa sebabnya sampai sckarangpun aku tidak bertindak apa-
apa terhadapmu dia membiarkan engkau ribut serta mengumbar hawa amarahnya terus
menerus?" Ucapan tersebut kedengarannya lunak namun hakekatnya keras sekali dan alasannya
juga sangat kuat, ini membuat Ciu Hoa untuk sesaat jadi terbelalak dan tak mampu
memberi jawaban. Setelah berhenti sebentar, tiba-tiba Cia In menghela napas panjang, kemudian
melanjutkan, "Pepatah kuno pernah berkata: 'Bila bertemu sahabat cocok dengan hati, minum
seribu cawan pun rasanya kurang, tapi bila menjumpai ketidakcocokan hati maka setengah
kecappun rasanya terlalu banyak.' Sebelum mengucapkan sesuatu aku toh sudah terangkan dulu bahwa
ucapanku rada kurang sesuai, sedang kongcu-ya sendiripun sudah setuju untuk tidak marah,
tapi akhirnya engkau tetap marah dan memusuhi diriku. Kalau toh memang begitu, sekalipun
suasana ini dilanjutkan lebih jauh juga akan sama dinginnya seperti es. daripada terjadi
hal-hal yang tak diinginkan lagi, kongcu-ya Lebih baik engkau berlalu saja dari sini."
Berbicara demikian, ia lantas menarik ujung baju Hoa In-liong sambil
menambahkan, "Engkoh
Khi, mari kita duduk didalam saja."
Dari keadaan tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa nona itu sudah mengambil
keputusan untuk mengusir tamunya. 128 Tentu saja Ciu Hoa tak sudi diusir dengan begitu saja, sambil memukul bangku
teriaknya, "Berhenti!" "Ada apa?" tanya Cia In sambil berhenti, "sebetulnya kongcu-ya tahu aturan
tidak" Engkau musti tahu bahwa tempat ini bukan rumah pelacuran dikota Kim-leng, tempat ini adalah
rumah penginapan, terima tamu atau tidak aku bisa mengambil keputusan sendiri."
Ciu Hoa betul-betul naik darah setelah didesak oleh perkataan yang tajam dan tak
enak didengar itu, saking gusarnya bukan saja sekujur badannya jadi gemetar, otot-otot
hijaunya pada keluar, sinar mata tikusnya memancarkan cahaya bengis, agaknya ia siap melancarkan
tubrukan ke arah depan. Siau In-ji menengok kekiri kekanan dengan bingung, kemudian ia coba melerai
sambil berkata, "Kongcu-ya, jangan marah-marah dulu, nona, engkaupun duduklah dengan hati sabar"
"Huuh mau apa duduk lagi?" kata Cia In dengan sinis, "meskipun badan kita
rendah, namun cengli tetap cengli dan di manapun cengli itu tetap sama. Kalau ada tamu yang
menyenangkan boleh saja kita terima, kalau toh tamunya tidak menyenangkan hati, buat apa kita
musti memandang rendah diri sendiri dan susah-susah menerima kemarahan orang?"
In-ji itu memang kecil orangnya tapi besar akal muslihatnya, sambil berkerut
kening ia berkata lagi, "Ooh.... siocia, kita harus berdagang dengan hati yang ramah dan suasana
yang damai, Ciu kongcu telah mengejar jauh-jauh dari Ban-sian sampai Keng-bun, ini menunjukkan
bahwa ia berniat keras terhadap diri siocia. Cukup kita tinjau dari tindakannya itu,
sekalipun harus menerima sedikit kemarahan rasanya juga tak terhitung seberapa......."
Kemudian ia berpaling ke arah Ciu Hoa dan katanya lagi, "Kongcu-ya, jangan marah
lagi siapa berlapang dada dia akan mendapat rejeki besar, kau tak usah ribut dengan nona
kami lagi. Nah Minumlah secawan air teh dulu, marahmu pasti lenyap"
Dia lantas mengambil cawan air teh dari atas meja dan diangsurkan kehadapan ciu
Hoa. Tadi Ciu Hoa bisa marah karena berulang kali ia dibuat tak mampu menjawab
perkataan orang, namun tuduhan yang dilontarkan tadi hakekatnya cuma tuduhan yang memang tanpa
dasar bukti yang kuat, maka setelah mendengar ucapan in-ji, ia semakin tak beralasan
lagi untuk mengumbar amarahnya, selain- itu ia merasa berat hati untuk meninggalkan si nona
cantik yang berada di depan matanya dengan begitu saja.
Dengan berdasarkan alasan itulah, meski dengan sikap yang masih kaku, ia ambil
cawan air teh itu, setelah diminum satu tegukan, katanya lagi, "Hmm Aku lihat kalian berdua
memiliki ilmu silat

Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang tangguh, asal usul pun sangat mencurigakan hati, sebenarnya ada rencana
busuk apakah yang hendak kalian lakukan" Menurut penglihatanku, lebih baik mengaku saja terus
terang, kalau tidak Hmm Hmm" Tiada kelanjutan dibalik kata-katanya itu, dari sini dapat diketahui bahwa ia
hendak menggunakan kata-kata tadi untuk melepaskan diri dari suasana yang serba runyam
baginya itu. Siau In-ji memang cerdik pandai sekali membawa diri setelah mendengar perkataan
itu ia lantas berkata lagi dengan serius, "Kongcu-ya disinilah letak kesalahanmu, masa kami
berdua mempunyai rencana tertentu" sekali-pun ada rencana tertentu paiing banter
rencana itu menyangkut bagaimana caranya untuk menggaet beberapa tahil perak lebih banyak
dari diri kongcu. Kongcu-ya Minum dulu air teh mu, kurangilah ucapan yang tak perlu, budak
akan coba membujuk pula nona kami."
129 "Benarkah kalau rencana kalian ingin mengincar beberapa tahil perak belaka?"
tanya Ciu Hoa. "Kongcu-ya, kami toh sudah menerangkan kedudukan kami yang sebenarnya kepadamu"
sebagai pelacur apa lagi yang ingin kami cari kecuali beberapa tahil perak"
siapakah didunia ini yang bersedia dipermainkan orang tanpa mendapat imbalan."
"Kalau memang begitu gampang sekali!" seru Ciu Hoa ketus, "malam ini kongcu
menginap di sini dan sepuluh tahil perak ini boleh kau terima dulu."
Dia lantas merogoh sakunya dan mengambil keluar sekeping perak yang beratnya
mencapai sepuluh kati kemudian 'plok' dibanting ke atas permukaan meja.
"Waaah tii.... tidak bisa!" tiba-tiba cia In berteriak lagi dengan gelisah.
"Kenapa tidak bisa?" sahut Ciu Hoa sambil mendelik "apakah engkau sudah lupa
akan apa profesimu yang sebenarnya?"
"Sekalipun begitu, untuk berjual beli toh perlu ada siapa yang datang lebih
dahulu" Malam ini Pek
kongcu telah membayar diriku, maka lebih baik kau...."
"Telur busuk!" tukas Ciu Hoa sambil membentak, "bagiku tidak berlaku siapa
datang duluan, lohu..eeeh.....?" Ia coba menggoncangkan kepalanya keras-keras, tapi sudah terlambat, sebelum
jeritan itu selesai di ucapkan, ia sudah roboh terjengkang ke atas tanah dan jatuh tak
sadarkan diri Ketika Ciu Hoa roboh terjungkal Cia In lantas menjerit ketakutan, "Aduuh mak,
apa yang telah terjadi"Jangan-jangan... jangan-jangan orang ini mengidap penyakit ayan?"
Hoa In-liong bukan orang bodoh, apalagi ia mengikuti kejadian itu dari samping,
tentu saja ia tahu kalau Cia In sedang berpura-pura main sandiwara dan iapun tahu kalau
penyakitnya terletak di dalam air teh yang disuguhkan itu.
Sebagai pemuda yang cerdik, cukup hebat pula reaksinya, ia tidak menunjukkan
wajah kaget, malahan seperti orang yang gembira karena melihat lawannya roboh, dia tertawa
terbahakbahak. "Haaahhhh..... haaahhhh...... haaaaah...... hah jangan gugup..... Jangan gugup, orang yang
mengidap penyakit ayan tak bakal mampus, sekalipun mampus itu juga kesalahan
sendiri, siapa suruh ia marah-marah dan mengumbar napsu setelah tahu kalau mengidap penyakit
aneh." sengaja dia mengambil cawan air tehnya dan menghirup satu tegukan.
"Aaah, enak benar kalau bicara!" seru Cia In pura-pura serius, " kalau ia benar-
benar sakit dan tak dapat bangun lagi, wah.... bisa jiwanya akan melayang"
"Mau melayang biar melayang Bila ia mampus lantaran marah-marah, kalau sampai
pengadilan mencari dirimu, biar akulah yang akan menjadi saksi bagi enci In."
Diam-diam Cia In merasa geli. tapi diluaran ujarnya, "Hoa kongcu memang berbeda
jauh bila di bandingkan orang lain, biarlah kuucapkan banyak terima kasih dulu kepadamu."
130 Betapa terkejutnya Hoa In-liong ketika secara tiba-tiba mendengar ia mengubah
sebutannya, sontak ia berteriak, "Apa" Engkau tahu...?"
"Siapa yang tidak kenal dengan Hoa kongcu dari Im tiong-san" Hiiiihhh hihihi...."
Cia In tertawa cekikikan. Hoa In-liong sejera bangkit berdiri, serunya agak gugup, "Kau... kau..."
Cepat Cia In menyingkir kesamping untuk menghindarkan diri lalu katanya, "Hoa
kongcu jangan marah-marah, kalau marah nanti akan ikut roboh juga..."
"Sebenarnya siapa engkau?" bentak Hoa ln-Iiong dengan kaget, "obat apa yang
telah kau campurkan ke dalam air teh itu?"
"Tidak apa-apa, cuma sedikit obat pemabok Jit-jit-im-hun-san (bubuk pemabok
tujuh hari) obat itu tak akan mencabut nyawa kongcu!"
Hoa In-liong marah sekali, sambil menggigit bibir katanya, "Obat pemabok dari
kalangan penyamun juga kalian gunakan" Hmm Sebenarnya apa tujuanmu.....!"
Belum habis ia berkata, mendadak tubuhnya jadi sempoyongan dan....
"Blaang!" diapun roboh terjengkang ke atas tanah.
Cia In benar-benar amat bangga, sambil tertawa cekikikan katanya lagi, "Tadinya
aku mengira keturunan dari keluarga Hoa tidak takut dengan sebala macam obat pemabok, Huuh
Tak tahunya engkau juga tak tahan terhadap obat tersebut. In-ji Cepat gusur si setan jelek
itu kekolong ranjang, kemudian suruh Hao Ie menyiapkan kereta, kita segera lanjutkan
perjalanan" In-ji mengiakan, ia lantas menyeret tubuh Ciu Hoa dan disembunyikan di bawah
pembaringan, setelah itu tanyanya dengan ragu, "Suci, benarkah dia adalah kongcu dari
keluarga Hoa?" Sebutannya bukan nona lagi, sekarang ia sebut Cia In sebagai "suci" atau kakak
seperguruan. Cia In sendiri tampak agak gelisah, dengan kurang sabaran ia menjawab, "Ia
sendiripun tidak membantah, apa gunanya engkau turut menguatirkan dirinya" Cepatan suruh Hao lo-
tia siapkan kereta, kalau sampai anak buahnya si setan jelek menyadari akan keadaan ini,
kita bakal menghadapi bahaya kerepotan lagi."
Hakekatnya waktu itu Hoa In-liong tidak semaput, ia cuma berlagak pingsan
belaka, Dengan tubuhnya yang tidak mempan terhadap racun, jangankan cuma obat pemabok.
sekalipun racun yang bisa memutuskan usus juga tak dapat berkutik terhadap dirinya.
Sekarang sambil berpura-pura, tiap kali ia picingkan sepasang matanya untuk
mengawasi gerak gerik cialn berdua secara diam-diam.
Sementara itu In-ji telah menyembunyikan tubuh Ciu Hoa dibawah kolong ranjang,
sambil bangkit berdiri ia bertanya lagi, "Aku lihat orang she-ciu ini mempunyai asal
usul yang besar, apa salahnya kalau sekalian kita bawa pergi?"
"Apa gunanya membawa manusia keroco seperti orang itu" Bila orang itu penting
artinya buat kita, semenjak tadi suci sudah turun tangan untuk membekuknya."
131 "Makin banyak yang kita peroleh semakin menguntungkan, bagaimanapun toh kereta
kita masih muat untuk ranjang angkut mereka berdua sekaligus!" seru In-ji
"Aaaah, kamu ini tahu apa?" bentak Cia In, "kita bisa menangkap anak cucunya
sekeluarga Hoaboleh dibilang sudah sangat beruntung, engkau tahu berapa besar
jasa kita dengan hasil yang
kita peroleh ini" Cepat siapkan kereta, jangan menunda waktu pemberangkatan
lagi." Kali ini In-ji benar-benar membungkam dalam seribu bahasa, ia lantas berlalu
dari ruangan itu. Sepeninggal In-ji, cia In bungkukkan badan untuk membopong tubuh Hoa In-liong.
kemudian sambil mencium dipipinya ia bergumam,
"Pemuda tampan, jangan marah kepadaku Bila bukan terpaksa, dengan tampangmu yang
ganteng dan tubuhmu yang kekar, aku tak akan tega- membiarkan engkau menderita
siksaan lahir dan batin" Sambil bergumam ia membopong pemuda itu dan dibaringkan diatas pembaringan,
kemudian jari tangannya bergerak dan mendadak ia totok jalan darah Ki-ciat di atas dada
pemuda itu. Jalan darah Ki-ciat-hiat disebut pula Huan-hun hiat (jalan darah pembalik
sukma), hiat-to tersebut termasuk salah satu diantara delapan buah jalan darah pingsan yang
terdapat ditubuh manusia. Kejadian ini berlangsung amat mendadak dan sama sekali di luar dugaan, sekalipun
anak cucu keluarga Hoa belajar kepandaian menggeser jalan darah, walaupun Hoa loji binal
dan cerdik, tapi la tak pernah menyangka kalau Cia in bakal menotok jalan darah pingsannya
walaupun sudah diberi obat pemabok. Sebab itulah, ketika totokan tersebut bersarang telak diatas dada Hoa In-liong,
si anak muda itu seketika jatuh pingsan dan kali ini benar-benar tidak sadarkan diri
Selang sesaat kemudian in-ji telah muncul kembali dalam ruangan, cia In
sendiripun telah selesai membenahi perbekalannya, dua orang perempuan itupun satu ke kiri yang lain di
kanan lantas memayang Hoa jiya yang mirip orang mabok itu keluar dari rumah penginapan, naik
ke atas kereta dan melanjutkan perjalanan menuju kearah timur.
Beberapa hari sudah lewat tanpa terasa, suatu tengah hari sampailah kereta kuda
yang kecil mungil itu diluar pintu barat kota Kim-leng.
Bila ditinjau dari kemunculannya di kota tersebut, dapat ditarik kesimpulan
bahwa ucapan cia in ada beberapa bagian memang boleh dipercaya sebab ia benar-benar menuju kekota
Kim-leng seperti yang dikatakan. Ketika itu kereta mereka sudah berada dua panahan dari pintu kota sebelah barat,
Hou lo-tia yang bertindak sebagai kusir telah bermandikan keringat karena lelah, ia
mencambuk kudanya keras-keras dan melarikan keretanya lebih cepat lagi untuk menerobos masuk ke
dalam kota. Mendadak dari balik semak belukar, ditepi telaga Mo-chiu-ouw muncul lima ekor
kuda jempolan, pada-kuda yang pertama duduklah seorang pemuda perlente yang memakai jubah
sutera halus. Terdengar kongcu itu menuding kearah depan sambil berseru nyaring, "Hey... coba
lihat siapa yang datang?" Kemudian teriaknya lagi dengan lebih keras.
132 "Hou lo-tia, apakah nona Cia telah pulang?" Sebelum Hou Lo-tia sempat menjawab,
cia-In yang berada didalam kereta telah berbisik lirih. "Jangan perdulikan mereka, cepat
kita kabur masuk ke dalam kota." Tentu saja Hoa lo-tia tidak berani membantah, ia mencambuk kudanya semakin
kencang lagi sehingga kereta itu lari masuk ke dalam kota dengan lebih cepat pula.
Ketika kongcu muda itu melihat tegurannya tidak digubris oleh Hou Lo-tia, ia
lantas membedal pula kudanya untuk mengejar, dengan wajah penuh kemarahan pemuda itu menyusul
kesamping kereta lalu membentak dengan suara berat.
"Hoa lo-tia, sebenarnya apa maksudmu" Apakah aku Sa beng Siang (Beng siang saku)
Yu-Siaulam tidak pantas untuk berkenalan dengan dirimu..."
Kudanya dicamplak kemuka dan menghadang jalan pergi kereta tersebut, karena ia
berdiri ditengah jalan serta merta Hou lo-tia tak dapat meneruskan pula perjalanaannya.
Padahal kereta itu sedang dilarikan dengan kencangnya, karena mendadak jalan
lebatnya terhadang, terpaksa ia harus menarik tali les kudanya kencang-kencang.
Diiringi ringkikan panjang, kuda menghela kereta itu mengangkat sepasang kakinya
keangkasa, dan keratapun seketika itu juga terhenti.
Selang sesaat kemudian beberapa ekor kuda yang ada dibelakang telah menyusul
datang pula mereka lantas berdiri berjajar dibelakang Yu Siau-lam.
Karena jalan perginya sudah terhadang, mau tak mau Cia In harus pura-pura
melongok keluar dari jendela sambil menegur dengan lagak tak habis mengerti.
"Hou lo-tia, ada urusan apa?" sesudah berheti sebentar ia baru menambahkan,
"oooh Rupanya Yu-ya yang telah datang..."
Ya Siau-lam tampak sangat gembira setelah bertemu dengan Nona Cia, ia segera
melompat turun dari atas kuda dan memburu kedepan, katanya, "Rupanya nona Cia benar-benar
telah pulang, nona Cia sejak engkau berangkat ke barat. setiap hari aku sangat
mengharap- harapkan kedatanganmu, kami rasakan seakan-akan sedang menghadapi musim kemarau yang
panjang. Haahhh haaaaahhh ...haaaaahhh akhirnya kau kembali juga hari ini."
Meski gelisah sekali perasaan hati Cia In waktu itu, ia tak dapat menunjukkan
sikapnya itu di luaran, terpaksa sahutnya dengan kata-kata merendah, "Aduuh...aku tak berani
menerima katakatamu itu, begini saja, Malam nanti aku akan mengadakan perjamuan
dalam kamarku, harap Yu-ya untuk memberi muka dan menghadirinya."
Yu Siau-lam tertawa terbahak-bahak.
"Haaahh...... haaaaahhh.... haaaahh untuk mengadakan perjamuan guna menyambut
kedatanganmu tidak pantas kalau engkau yang selenggarakan, sebab kamilah yang


Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

wajib mengadakan bagimu, biar kutemani nona Cia masuk ke dalam kota."
Seraya berkata ia lantas menarik pintu kereta dan melangkah marak ke dalam
ruangan kereta tersebut. 133 Cia In tak menduga kalau pemuda itu bakal bertindak demikian, dengan gelisah ia
lantas mendorongnya keluar sambil berseru, "Ruangan kereta amat kotor, kita berjumpa
saja malam nanti." Ruangan kereta itu luasnya cuma delapan, setelah pintu kereta terbuka maka semua
benda yang berada dalam keretapun terlihat jelas, Hoa In-liong berbaring diatas lantai
permadani tepat di hadapan cia In, tentu saja dapat terlihat dari luar dengan jelas.
Pada mulanya Yu Siau-lam tampak agak tertegun, menyusul kemudian ia tertawa
terbahakbahak "Haaaaahhhh....haaaaahhhhh, haaaaahhh aku masih merasa heran, kenapa Hou lo-tia
tak sudi menghentikan keretanya, ternyata nona Cia pulang dengan membawa seorang laki-
laki." Ia lantas mencengkeram pakaian Hoa In liong bagian dadanya dan mengangkat keluar
dari kereta. Cia Ia semakin gelisah lagi, ia menubruk kedepan untuk mengejar.
"Cepat lepaskan orang itu!" teriaknya cemas, "orang itu adalah...."
Tapi sebelum ia menyelesaikan kata-katanya, Yu Siau-lam telah melemparkan tubuh
Hoa In-liong ke tangan rekannya. "Saudara Ek hong, harap membawa bocah itu kerumahku, siau-te akan menemani nona
Cia masuk ke dalam kota!" serunya.
Sudah tentu Cia In tak memperkenankan orang itu membawa pergi Hoa In-liong,
sepasang kakinya menjejak permukaan tanah dan segera menubruk kedepan.
"Tidak boleh Tidak boleh Kalian tak boleh membawa pergi orang itu.... hayo cepat
kembalikan kepadaku!" teriaknya cemas.
Agak terkejut Yu Siau-lam menyaksikan kegesitan nona cantik itu, serta merta ia
berkelebat ke muka dan menghadang jalan pergi Cia In, bentaknya dengan suara dalam,
"Berhenti..Tak kusangka kalau nona Cia juga merupakan seorang pendekar perempuan dari kalangan
dunia persilatan, kalau begitu mata ku telah kau lamuri selama ini."
Cia In semakin gugup dan gelagapan, ia tak menyangka kalau saking paniknya tanpa
disadari ilmu meringankan tubuhnya telah dipergunakan, setelah ditegur oleh Yu Siau-lam
ia baru kaget dan termangu-mangu. Setajam sembilu sepasang mata Yu Siau-lam, ditatapnya perempuan itu tanpa
berkedip. kemudian ujarnya lebih jauh, "Nona Cia memiliki ilmu silat yang sangat lihay,
akan tetapi selama ini harus menyembunyikan diri dalam sarang pelacur, aku rasa dibalik kesemuanya
itu pasti ada sebab-sebabnya bukan" Yu Siau-lam memberanikan diri untuk minta penjelasan dari
nona, andai kata engkau mempunyai kesulitan, kamipun bersedia membantu kau untuk
menyelesaikannya ... " Setelah termangu- mangu beberapa waktu, Cia In dapat menenangkan kembali
perasaannya yang panik ia berkata, "Tuan Yu, buat apa kau musti mencampuri urusan orang
lain" Lebih baik serahkan kembali orang itu kepadaku."
134 Yu Siau-lam tertawa dingin.
"Heehhh heeehhh....heeehhh ....kau anggap julukan ku sebagai Say-beng-siang
kudapatkan dengan gampang" Berbicara dari soal hubungan, maka dengan persahabatan antara
nona dengan diriku, maka kesulitan yang nona hadapi sama pula dengan persoalanku,
bila aku mencampurinya maka tak bisa dikatakan bahwa aku sedang mencampuri urusan orang
lain, aku kira lebih baik nona terangkan saja kepadaku secara berterus terang..."
Cia in benar-benar amat gelisah bercampur panik, saking bingung, dan gugupnya ia
sampai tak mampu mengucapkan sepatah katapun.
Selang sesaat kemudian setelah ia berhasil menguasai pergolakan hatinya, nona
itu baru berkata- lagi dengan lembut, "Sudah lama aku dengar orang berkata tentang
kebesaran jiwa tuan Yu yang suka menolong orang, akupun merasa berterima kasih dan berhutang
budi atas perhatian dan bantuan yang telah Tuan Yu berikan kepadaku selama ini cuma...cuma
terus terang kukatakan bahwa aku mempunyai kesulitan yang tak dapat diutarakan kepada
orang lain, harap tuan Yu sudi memaklumi keadaanku dan memaafkan diriku ini."
Yu Siau-lam sama sekali tidak terpengaruh oleh bujuk rayunya, yang lemah lembut
itu, ia malahan mendengus. "Hmm Kalau kau telah mengetahui bahwa aku suka menolong orang, tentunya engkau
tahu bukan bahwa aku sangat membenci terhadap segala macam tindak kejahatan" sekarang
terbukti sudah bahwa engkau pandai bersilat, dan lagi menyembunyikan diri dalam rumah
pelacuran, bila tiada kesulitan apa-apa, berarti engkau mempunyai rencana busuk. Maka bila tidak
kau terangkan sekarang juga, terpaksa aku harus memaksa dirimu dengan memakai
kekerasan" Tercekat hati Cia In sesudah mendengar ucapan itu, kembali ia berusaha memohon
dengan lemah lembut, "Tuan Yu, kenapa kau musti menyusahkan diriku" Keuntungan dan
manfaat apakah yang bakal, tuan Yu dapatkan dari perbuatanmu itu?"
"Selamanya aku bertindak sesuatu tanpa memikirkan soal untung ruginya, yang
lebih kuutamakan adalah soal pantas atau tidaknya urusan itu kucampuri..." tukas Yu
Siau-lam. "Memaksa orang untuk membicarakan soal yang merupakan kesulitan bagi dirinya,
apakah ini juga terhitung perbuatan yang pantas?"
"Nona Cia Tak ada gunanya kau membela diri dengan pelbagai alasan, aku lihat
bicara sajalah secara terus terang, daripada hubungan kita jadi retak dan tak enak"
Diam-diam Cia In memeriksa situasi yang dihadapinya, ia lantas sadar bahwa
persoalan ini tak dapat diselesaikan secara damai lagi, maka sambil menarik muka ia berkata, "Tuan
Yu, jika engkau bersikeras untuk mencampuri urusan ini, itu berarti hubungan kita sudah
retak" "Haaabhh....haaahhh....haaahhh....tadinya aku masih menduga-duga kenapa kau pulang
dengan membawa seorang Laki-laki, tampaknya dugaanku memang tidak keliru, agaknya
engkau mempunyai rencana busuk dan tujuan tertentu!" seru Yu Siau-lam sambil terbahak-
bahak, setajam sembilu sorot matanya.
Sementara itu paras muka Cia In telah berubah jadi hijau membesi, dingin dan
kaku bagaikan balok es. 135 "Tuan Yu!" hardiknya lantang, "cepat serahkan kembali orang itu kepadaku, kalau
tidak, heehh.. heeehhh....heeehhh... jangan salahkan kalau aku akan bertindak keji dan tak kenal
ampun" Yu Siau-lam terbahak-bahak semakin keras, ia tidak menggubris ancaman itu,
sebaliknya sambil berpaling tanyanya. "Saudara Ek-hong, apakah orang itu juga seorang jago persilatan" Apakah jalan
darahnya tertotok?" "Paras muka orang ini rasanya sangat kukenal seakan- akan pernah kujumpai
disuatu tempat" sahut laki-laki yang bernama Ek-hong itu dengan nyaring, "jalan darahnya telah
kubebaskan, tapi ia masih juga tak sadarkan diri."
Yu Siau-lam jadi tertegun.
"Kalau begitu dia pasti sudah dikerjai dengan cara-cara yang lain, saudara Ek-
hong Tolong bawa pulang dulu orang itu kerumahku, mintalah kepada ayahku untuk memeriksa
kesehatan badannya." Sebelum laki-laki yang bernama "Ek-hong" itu bergerak, cia In telah berteriak
lagi dengan gelisah, "Hou lo tia In ji Hadang orang itu jangan biarkan mereka pergi, jangan
mereka kabur dengan membawa serta orang itu."
Baik In-ji maupun kakek si kusir kereta serentak bergerak ke depan dan
menghadang jalan pergi keempat penunggang kuda lainnya, gerak tubuh mereka enteng, lincah dan cepat
bagaikan sambaran kilat, jelas orang-orang itu merupakan jago kelas satu dalam dunia
persilatanTak terkirakan rasa kagetnya yang dialami Yu Siau-lam setelah
menjumpai keadaan tersebut,
sambil putar badan bentaknya, "Nona Cia, sebelum duduknya persoalan dibikin
jelas, aku tak ingin menyalahi dirimu, katakan saja siapa orang itu" Mengapa kau bekuk dia
kemari?" Cia In yang sekarang tidak nampak genit lagi ia sudah menarik kembali semua
senyum dan kegenitan yang dibuat-buat, wajahnya nampak dingin menyeramkan, bukan saja kaku
reperti patung ukiran bahkan penuh diliputi hawa napsu membunuh, siapapun tak akan
menyangka kalau perempuan secantik ini sebenarnya adalah seorang pelacur.
Dengan tatapan mata tajam, dan muka bengis nona itu berkata sepatah demi sepatah
kata, "Tuan Yu, sekalipun aku masih bukan tandinganmu, akan tetapi setelah engkau
bersikeras untuk mencampuri urusanku, terpaksa akupun tak akan berpikir panjang lagi, sebelum kau
serahkan kembali orang itu kepadaku, tak nanti akan kusudahi persoalan ini."
Sambil berkata ia lantas merogoh ke dalam sakunya dan mencabut keluar sebilah
pisau belati yang tajam dan memancarkan cahaya berkilat yang menyilaukan mata.
Yu Siau-lam semakin terkejut menghadapi kejadian tersebut, meski demikian ia
berusaha untuk menyimpan rasa kagetnya di hati, ujarnya kembali dengan tenang, "Nona Cia
sekalipun engkau coba menggunakan kekerasan, jangankan dianggap bahwa gertakanmu itu akan membuat
aku jadi takut, aku orang she-Yu tak akan mengenal apa artinya takut dan selamanya
aku tak pernah meninggalkan sesuatu pekerjaan ditengah jalan."
Sebelum ia menyelesaikan kata-katanya, Cia In telah menukas lagi dengan ketus,
"Engkau tak usah banyak bicara lagi, bila aku tak dapat menandingi kelihayanmu, orang itu
segera kau bawa pergi." 136 "Saudara Siau-lam!" tiba-tiba Ek-hong berteriak, "aku sudah teringat sekarang,
orang ini mirip Hoa tayhiap dari In-tiong-san."
Mendengar perkataan itu, Yu Siau-lam sangat terperanjat.
"Apa" "jeritnya sambit putar badan, mukanya penuh perasaan kaget yang tak
terkirakan, "Kau maksudkan Hoa tayhiap?"
"Bukan..... Bukan..... Hoa tayhiap pribadi, dia adalah putranya Hoa tayhiap"
Wan Ek-hong membenarkan keterangannya.
Yu Siau-lam telah memutar badannya kembali, kini mukanya makin keren, sinar
matanya tajam dan sikapnya amat bersungguh-sungguh.
"Ayoh katakan!" dia menghardik, "Benarkah orang ini adalah Hoa kongcu, putra Hoa
tayhiap?" "Hmm, semenjak tadi toh aku sudah terangkan," kata Cia In ketus, "jika aku bukan
tandinganmu, orang itu boleh kau bawa pergi Buat apa banyak bicara lagi?"
Perbagai ingatan berkecamuk dalam benak Yu Siau-lam, setelah mempertimbangkan
untung ruginya, akhirnya pemuda itu memutuskan untuk mengendalikan hawa amarah yang
semakin berkobar itu "Budi kebaikan yang telah diperbuat Hoa tayhiap bagi umat persilatan besar
sekali, kami orangorang dari keluarga Yu merasa berhutang budi kepadanya, tentu
saja tak nanti kubiarkan anak
cucu nya diganggu oleh orang walau hanya seujung rambutpun, kau tak lebih hanya
seorang perempuan, sejahat-jahatnya juga ada batasnya, akupun tak ingin bergebrak
melawanmu, lebih baik berlalulah dari sini," kata pemuda itu.
"Pergi?" jengek Cia In sambil tertawa dingin, "tinggalkan dulu orang itu
disini!" Pisau belatinya langsung diayun kemuka dan menyapu pinggang si anak muda itu.
Serangan itu sepintas lalu kelihatannya lambat sekali, pada hakekatnya begitu
cepat hingga sukar dilukiskan dengan kata-kata, terlihatlah cahaya kilat menyambar di udara,
tahu-tahu segulung hawa pedang yang tajamnya luar biasa telah menyergap tubuh Yu Siau-lam.
Waktu itu Yu Siau-lam baru saja memutar badannya, ketika merasakan munculnya
hawa pedang yang menyerang badan, tanpa berpaling cambuknya segera diputar ke belakang,
sementara kakinya melanjutkan perjalanan menuju ke depan.
"Saudara Ek-hong ayoh kita cepat pergi!" teriaknya lantang.
Gerakan tubuh dari si anak muda itu betul-betul cepatnya luar biasa, lagi pula


Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

serangan cambuknya itu penuh berisikan bawa serangan yang tajam dan kuat, hal ini bukan
saja menyebabkan serangan dari Cia In terbendung, bahkan ketika gadis itu akan
mengejar lebih jauh, Yu Siau-lam telah duduk dialas pelana kudanya dan membedal binatang itu ke
dalam kota. Empat orang rekannya tidak berayal lagi, masing-masing membedal pula kudanya dan
menyusul dari belakang. 137 Tinggi sekali kepandaian kelima orang itu dalam ilmu penunggang kuda, dan lagi
gerakan mereka pun terlampau cepat, menanti In-ji dan kakek she-Hek menyadari keadaan
itu dan siap menghadang, yang tertinggal hanya debu yang mengepul di angkasa, mau dihadangpun
tidak ada gunanya. Siau In-ji tampaknya tidak puas, dia lantas menjejakkan kakinya ketanah dan siap
memburu kedepan, namun cia In segera menghalanginya.
"Aaaai.... In-ji, tak usah kau kejar lagi," katanya sambil menghela nafas panjang,
"sungguh tak kusangka seorang laki-laki romantis yang suka main perempuan pun memiliki ilmu
silat yang tak terkirakan lihaynya, aaaai.... sekalipun berhasil kita kejar, tapi apa yang dapat
kita lakukan terhadap mereka?" "Lantas, apakah kita harus berpeluk tangan belaka?" seru In-ji tidak puas.
"Tidak berpeluk tangan lalu kita musti berbuat apa lagi" Ayolah naik ke atas
kereta Persoalan yang harus kita pikirkan sekarang adalah bagaimana caranya menghadapi mereka
jika orangorang itu mencari gara-gara lagi."
Diiringi helaan napas panjang perempuan itu naik ke dalam keretanya, Hek-Lotia
pun mencambuk kudanya dan cepat-cepat melarikannya ke dalam kota Kim-leng.
000000000000 KOTA Kim-leng disebut juga Kang-ning, disinilah letak bekas kerajaan dari enam
pahala yang silam. Kota Kim-leng yang sekarang adalah sebuah kota besar yang ramai dan paling sibuk
dalam perdagangan, bukan saja penduduknya padat, banyak pula terdapat tempat rekreasi
dan tempattempat bersejarah yang banyak dikunjungi kaum pelancong. Yaaa, kota
Kim-leng memang merupakan kota yang paling termashur di wilayah Kanglam.
Tepi sungai Chin-hway, samping kuil Hu-cu-bio penuh dikunjungi kaum pelancong
dipagi hari, penuh irama nyanyian dan aneka warna lampu di malam hari, tempat-tempat yang
termashur itu boleh dibilang sibuk siang ataupun malam, merupakan tempat paling ramai yang
dikunjungi orang tiap harinya. Sebuah gedung besar yang megah dan mentereng berdiri menghadap jalan besar
dengan membelakangi sungai Chin-hway, letaknya hanya kira-kira satu panahan dari kuil
Hu-cu-bio. Gedung mentereng itu berdinding merah dengan atap warna hijau, bangunan
lotengnya tinggi dan kokoh, beberapa sampan mungil bertengger ditepi sungai Chin-hway dibelakang
bangunan tersebut, lentera teng-liong yang besar dengan lilin merah yang memancarkan
sinar berkedip tergantung disisi pintu yang lebar, menyinari tulisan "Gi-sim-wan" merupakan
rumah pelacuran paling termashur dalam kota Kim-leng, bukan saja disana tersedia koki-koki
kenamaan, tersedia sampan mungil untuk berpesiar, tersedia juga gadis-gadis cantik jelita yang akan
siap melayani tetamu-tetamunya untuk makan minum serta mencari kesegaran hidup.
Banyak sekali langganan rumah pelacuran Gi-sim-wan, mereka bukan saja terdiri
diri kaum pedagang besar, pembesar-pembesar kenamaanpun kebanyakan mengenal rumah bordil
ini. 138 Kereta kuda yang ditumpangi Cia In telah berbelok-belok sekian lama dalam kota
Kim-leng akhirnya setelah tiba ditepi sungai Chin-hway, kereta itu meluncur masuk ke
dalam rumah pelacuran Gi-sim-wan. Gadis itu pernah mengaku sebagai pelacur dari kota Kim-leng, tampaknya pengakuan
itu memang benar. Tapi begitu kereta kuda itu masuk ke halaman Gi-sim-wan, tiba-tiba seluruh isi
rumah pelacuran itu jadi gaduh dan tidak tenang, lama sekali suasana itu baru pulih kembali
dalam keheningan. Apa yang terjadi" Mengapa demikian"
Sayang pagar dinding rumah pelacuran itu terlampau tinggi, apalagi bukan
waktunya menerima tamu, tentu orang lain tak ada yang tahu apa gerangan yang telah terjadi disana.
Kalau pihak Cia in kelihatan panik, maka keadaan Yu Siau-lam yang sedang kabur
masuk ke dalam kota pun tak kalah tegangnya.
Mereka merasa kurang leluasa untuk membedal kudanya ditengah jalan raya yang
ramai, maka kelima orang itu sengaja mencari jalan-jalan lorong yang sempit untuk memotong
jalan. Setelah melewati loteng, tambur, keluar dari pintu Hian-bu-hun, kuda-kuda mereka
dilarikan terus menuju ke sebuah gedung besar yang megah dan kokoh diteti telaga.
Sebelum pindah di tempat tujuan, dari atas kudanya Yu Siau-lam telah berteriak
keras-keras, "Siapa yang giliran ronda hari ini" Cepat undang Lo-tay-ya, katakan ada urusan
penting" Seorang Laki-laki kekar muncul dari balik pintu, sambil bungkukkan badan memberi
hormat sahutnya, "Lapor kongcu, hari ini giliran hamba Yu Bi yang meronda."
"Cepat! Cepat undang Lo tay-ya!" teriak Yu Siau-lam dari kejauhan sambil ulapkan
tangannya, "katakan kalau Hoa kongcu dari Im-tiong-san datang berkunjung!"
Yu Bo tampak agak tertegun, tapi cepat dia mengiakan.
"Baik," dengan langkah cepat dia putar badan dan lari masuk ke dalam gedung
megah itu. Yu Siau-lam sekalian larikan kuda mereka menerobos masuk ke dalam halaman dan
berhenti tepat di depan ruang tengah.
Setelah melakukan perjalanan cepat dalam suasana tegang, peluh telah membasahi
sekujur badan orang-orang itu, tapi pikiran Yu Siau-lam waktu itu diliputi kegelisahan
dan rasa cemas, tentu saja tak sempat baginya untuk memperdulikan keringat bau yang membasahi
badannya itu. "Saudara Ek-hong!" teriaknya setelah melompat turun dari kuda, "apakah keadaan
Hoa kong cu terjadi perubahan?" Pemuda yang disebut "saudara Ek-hong" juga seorang pemuda tampan yang bertubuh
tegap dan kekar, sambil membopong Hoa In-liong dia melangkah naik ke undak-undakan
batu di depan ruangan, ketika mendengar pertanyaan itu, dia berpaling.
"Hoa kongcu masih pingsan seperti sedia kala," sahutnya, "rupanya goncangan
dijalan tadi sama sekali tidak menyebabkan dia menjadi sadar kembali."
139 "Eeeh...... jangan-jangan isi perutnya terluka parah, makanya dia tak sadarkah diri
sampai kini?" tiba-tiba seorang pemuda kekar beralis tebal bermata besar yang ada dibela kang
menimbrung. "Aaah, tak mungkin," kata seorang pemuda jangkung dengan mata yang jeli di sisi
pemuda tadi, "coba kau lihat air muka Hoa kongcu tetap segar dan napasnya teratur bukan
begini macam orang yang terluka parah isi perutnya."
Pemuda bermuka persegi yang berjidat lebar disamping mereka menyela pula dengan
cepat, "Huuss, kalian jangan ngawur seenaknya, itulah tanda-tandanya orang yang
tertotok jalan darahnya, saudara Ek-hong Cepat baringkan Hoa kongcu di kursi, kita periksa lagi
keadaannya dengan lebih teliti, siapa tahu kalau kita temukan tanda-tanda lain yang bisa
kita jadikan petunjuk" " Diiringi pelbagai suara yang mengemukakan pendapatnya, pemuda-pemuda itu
mengiringi "saudara Ek-hong" masuk ke ruang tengah, Ek-hong membaringkan tubuh Hoa ln-
liong diatas sebuah meja besar, kemudian sambil menyeka peluh yang membasahi jidatnya dia
berkata, "Menurut pendapat siau-te, kemungkinan besar Hoa kongcu telah dicekoki sejenis
obat yang hebat sekali daya kerjanya."
"Aaaah.... masuk diakal!" teriak pemuda kekar yang ada disampingnya sambil
bertepuk tangan, "hahaha....haaaahhh......haaaahhh... memang harus diakui, diantara kita berlima, ilmu
silat saudara Ek-hong lah yang paling tinggi, andaikata cuma jalan darahnya yang
tertotok saudara Ek-hong tentu akan mengetahuinya, betul Aku yakin delapan puluh persen Hoa
kongcu sudah dicekoki obat racun yang lihay"
"Cong-gi te jangan berkaok-kaok macam kunyuk penasaran," tegur Yu Siau-lam
dengan dahi berkerut, "bagaimanapun toh sebentar lagi ayahku bakal sampai disini. asal
ayahku tiba, semua persoalan akan beres dengan sendirinya."
Sementara itu seorang pelayan masuk ke dalam ruangan dengan membawa sebuah baki,
di atas baki terletak beberapa cawan air teh panas.
"Letakkan air teh itu dimeja, dan cepat lapor kepada lotay-ya!" seru Yu Siau-lam
sambil ulapkan tangannya, "katakan kalau Hoa kongcu dari perkampungan Liok-soat-san-ceng berada
dalam keadaan pingsan, kini berada diruang depan, harap Lotay-ya cepat-cepat datang
kemari, minta agak cepatan sedikit."
"Baik" pelayan itu mengiakan, setelah meletakan baki air teh ke atas meja, dia
lari keluar dari ruangan. Sepeninggal pelayan itu, Yu Siau-lam memandang sekejap- kearah Hoa In-liong
tiba-tiba ia menghela napas panjang. "Aaai..... saudara-saudaraku dan sobat-sobatku menghargai diriku sebagai Say-beng-
siang (Beng siang sakti), tapi kalau kutinjau dari keadaan yang kuhadapi sekarang, yaa...
sekalipun tak sampai mengganggu khalayak umum sebetulnya julukanku itu terlalu berlebihan"
"Hey, saudara Siau-lam Kenapa tiba-tiba kau berkeluh kesah?" tegur cong-gi si
pemuda kekar beralis tebal itu sambil berkenyit, "Kim-leng ngo kongcu (lima tuan muda dari
kota Kim-leng) adalah saudara angkat yang saling hormat menghormati, cinta mencintai, siapa
yang tak tahu kalau kita adalah sahabat karib" orang bilang daripada punya satu sahabat, lebih
baik punya tiga 140 teman, apa salahnya kalau kita punya banyak sahabat" Kan banyak teman banyak
pula faedahnya." Perlu diterangkan disini, saudara Cong-gi itu bernama Coa Cong-gi, saudara Ek-
hong bernama Wan Ek-hong, pemuda yang bertubuh jangkung tadi bernama Li Pa-se sedang yang
berwajah persegi itu bernama Ko siong-peng, ditambah Yu Siau-lam seorang mereka disebut
Kim-leng-ngo kongcu lima tuan muda dari kota Kim-leng.
Kelima orang itu semuanya merupakan keturunan dari keluarga persilatan, usia
mereka hampir sebaya, jiwa dan semangat mereka sama-sama gagahnya, berjiwa pendekar dan suka
menolong yang lemah menindas yang kuat.
Dihari-hari biasa mereka paling suka berpesiar ke tempat yang indah dan minum
arak menikmati hidup, apalagi ilmu silat yang mereka miliki sangat lihay, bukan saja banyak
teman bahkan sering kali suka mencampiri urusan orang lain.
Sebab itulah hampir setiap penduduk kota itu mengenal siapakah Kim-leng-ngo
kongcu, sebagai pemuda-pemuda yang gemar nama besar, tentu saja tindak tanduk mereka semakin
dipelihara. Tapi sekarang, tiba-tiba saja Yu Siau-lam berkeluh kesah, bukan saja Coa Cong-gi
seorang yang dibuat keheranan, rekan-rekan yang lainpun sama-sama memandang rekannya dengan
muka tertegun, mereka ingin tahu apa sebabnya saudara tua mereka ini berkeluh-kesah.
Yu Siau-lam menjawab.. "Yaa. dalam hal ini tak aneh kalau saudara Cong-gi merasa tercengang," katanya,
"malahan aku sendiripun merasa sedikit bingung dan tak habis mengerti. Aai, bagaimanapun
juga, dihari-hari biasa aku memang terlalu suka bermain sehingga menghadapi urusan serius seperti
hari ini tibatiba saja sikapku jadi gugup dan gelagapan, tidak pantaskan kalau
aku selalu menggantungkan
kemampuan ayahku?" "Oooh.... jadi maksud saudara Siau-lam, dimasa lalu kau hanya tahu bermain dan
menghamburhamburkan waktu, sehingga kepandaian dari empek Yu tak dapat kau
warisi dengan sempurna?"
tanya Po-seng, si anak muda yang jangkung itu dengan dahi berkerut. Yu Siau-lam
mengangguk.

Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Konon kepandaian ayahku dalam soal ilmu pertabiban dan kepandaian mengenali
racun, memunahkan racun, kecuali masih kalah bila dibandingkan dengan kemampuan dari
Kiu-toksian-ci yang bercokol di wilayah Biau, boleh dibilang di dunia saat ini
tak ada yang bisa menandingi lagi tapi siau-te....yaa, siau-te paling banter cuma berhasil
mempelajari sedikit kulit
luar dari kepandaian ayahku, tidak pantaskah kalau hatiku jadi risau karena soal
ini" Tidak seharuskah aku berkeluh kesah?"
Coa Cong-gi yarg kekar dan berotot adalah pemuda kasar yang selamanya tak mau
berpikir dengan otaknya, mendengar perkataan itu sontak dia menjawab, "Aaaah, kalau cuma
soal itu apa susahnya" saudara Siau-lam tak usah berkeluh kesah lagi, aku lihat usiamu
juga masih muda, kalau ingin belajar dengan tekun, sekarang toh masih belum terlambat?"
Yu Siau-lam kembali tertawa getir.
"Tak salah memang ucapan itu, belum terlambat bila aku ingin belajar mulai
sekarang, tapi bagaimana dengan keadaan Hoa kongcu ini" seandainya dia sampai terjadi sesuatu,
kendatipun dikemudian hari ilmu pertabibanku lihay, lalu apa gunanya" Akhirnya toh siau-te
harus menanggung rasa menyesal sampai akhir hayat?"
141 Coa Cong-gi melotot besar-besar.
"Apa?" teriaknya dingin dan cemas bercampur kaget, "maksudmu Hoa kongcu..."
"Engkau toh bisa melihat sendiri keadaan Hoa kongcu pada saat ini?" tukas Yu
Siau-lam sambil tertawa getir, "coba lihatlah, keadaannya seperti terluka parah tapi tidak
terluka, seperti keracunan tapi bukan keracunan, kalau dibilang jalan darahnya yang tertotok,
Golok Sakti 5 Biang Ilmu Hitam Hek Hoat Bo Karya Rajakelana Seruling Samber Nyawa 10
^