Pencarian

Rahasia Hiolo Kumala 5

Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long Bagian 5


kita tak tahu jalan darah yang manakah yang telah tertotok, bila kita abaikan kesempatan yang sangat
baik ini untuk mengobati lukanya, kalau sampai terjadi apa-apa atas dirinya, bukankah
kita semua akan menyesal sampat akhir hayat" sebaliknya bila aku sudah berhasil menguasai ilmu
pertabiban dari ayahku, sekalipun mungkin sikapku masih kelabakan, toh perasaan hatiku jauh
lebih baikan daripada sekarang. Adik Cong-gi, ketahuilah pada saat ini aku bukan lagi
berkeluh-kesah, hakekatnya aku sedang menyesal, menyesal kenapa tidak sedari dulu baik-baik
mempelajari ilmu pertabiban tersebut dari ayahku."
Ketika perkataan itu berakhir, tanpa terasa semua orang mengalihkan sinar
matanya ke atas wajah Hoa In-liong, tampaklah air mukanya masih tetap segar seperti sedia kala,
napasnya sangat teratur dan gejala macam begini memang bukan gejala dari orang yang
keracunan atau menderita luka dalam yang parah, karenanya kelima orang pemuda dari Kim-leng
itupun berdiri membungkam dengan dahi berkerut. selang sesaat kemudian, tiba-tiba Coa Cong-gi
berseru dengan suara lantang, "Saudara Siau-lam, kalau dibicarakan lagi, kesemuanya ini
adalah salahmu, mengapa pada saat itu tidak kau tanyakan duduknya persoalan kepada Cia
In sampai jelas?" "Aaai memangnya Cia In bersedia untuk memberi keterangan kepada kita" selain itu
yaaa, waktu itu aku sendiripun sedang gelisah bercampur panik, tak sampai pikiranku untuk
berpikir sampai kesitu." "Huuuh, dengan andalkan apa dia berani tak menjawab?"
Coa Cong-gi masih juga melotot dengan mata mendelik, "Hmm..... sekarang juga aku
akan ke sana untuk bertanya kepadanya."
Dengan langkah lebar dia beranjak dari tempatnya semula dan melangkah ke pintu
luar. Ko siong-peng cepat melangkah ke depan menghadang jalan perginya.
"Kau tak usah cari tahu," katanya "Hoa kongcu toh berhasil kita rampas dari
tangannya" Itu berarti pada saat ini kita berhadapan sebagai musuh dengannya tak nanti
perempuan itu bersedia untuk memberi keterangan kepada kita-kita."
"Hmm...... Masa dia berani membungkam?" dengus Co Cong-gi dengan rasa penasaran.
Dia ingin melewati Ko siong-peng dan keluar dari ruangan itu, tapi baru beberapa
tindak ia berjalan, tiba-tiba terdengar suara yang serak-serak tua berkumandang dari
ruangan belakang, "Anak Lan, bagaimana keadaan Hoa kongcu?"
Berbareng dengan berkumandangnya ucapan tadi, dari balik pintu masuklah seorang
kakek yang berjenggot panjang berambut putih, dibelakangnya mengikuti seorang bocah laki-
laki yang membawa kotak berisi obat-obatan.
Kakek itu bernama Kanglam Ji-gi (Tabib sosial dari Kang- lam) Yu siang-tek. dia
tak lain adalah ayah Siau-lam seorang dermawan yang paling dikagumi dikota Kim-leng.
142 Coa Cong-gi segera membatalkan niatnya untuk keluar, bersama Yu Siau-lam
sekalian mereka sambut kedatangan kakek itu.
"Orang ini mirip sekali dengan Hoa tayhiap." kata Yu Siau-lam menerangkan
"ananda rasa tentulah dia adalah putranya Hoa tayhiap."
Sementara itu si Tabib sakti dari Kanglam telah melihat tubuh Hoa In-liong yang
berbaring dimeja, dia ulapkan tangannya dan menghampiri meja tersebut. "Apakah selama ini
dia pingsan terus?" tanyanya kemudian.
"Benar ayah, sampai sekarang dia tak sadarkan diri terus"
Kanglam Ji-gi menghampiri anak muda itu, dengan dahi berkerut diamatinya roman
mukanya lalu dia bergumam, "Dilihat dari roman mukanya, dia mirip sekali dengan Hoa tayhiap.
tapi alis matanya, bibirnya dan hidungnya mirip Pek hujin, aku rasa dia tentulah Ji kongcu
dari keluarga Hoa." Kakek itu membungkukkan badannya memeriksa lidah dan kelopak mata Hoa In-liong
kemudian mencekal urat nadinya dia memeriksa denyutan jantung anak muda itu.
Tiba-tiba paras muka kakek itu kian lama berubah kian serius, kurang lebih
setengah perminum teh kemudian cengkeramannya pada nadi anak muda itu baru dilepaskan.
"Hoa kongcu telah dicekoki obat pemabok," katanya kemudian, jalan darah Ci-kan-
hiat nya belum lama tersumbat"
Tiba-tiba ia berpaling, ditatapnya Yu Siau-lam tajam-tajam kemudian bertanya,
"Anak lam, dari mana engkau temukan Hoa kongcu ini?"
" Waktu itu ananda sedang berpesiar diluar kota sebelah barat, ketika tiba
diluar pintu sui-seebun, kami telah bertemu dengan telah bertemu dengan..."
Cia In adalah seorang pelacur kenamaan, tentu saja anak muda itu jengah untuk
menerangkan hubungannya selama ini dengan seorang pelacur, tak heran kalau dia jadi
gelagapan di hadapan ayahnya dan tak mampu melanjutkan keterangannya
"Anak lam, kalau bicara kenapa musti ragu-ragu?" tegur tabib sosial itu dengan
alis berkenyit, "kau telah berjumpa dengan siapa" Ayoh lanjutkan keteranganmu itu."
Yu Siau-lam tersipu-sipu, namun dia tahu tak mungkin keterangan tersebut
dirahasiakan terus, akhirnya sambil tebalkan muka ia terangkan semua yang dialaminya diluar pintu
Sui-see-bun tadi. Ketika selesai mendengarkan penuturan itu, Si tabib sosial dari Kanglam sama
sekali tiada maksud untuk menegur putranya, dengan tenang diamatinya wajah Hoa In-liong
tajam-tajam, seakan-akan ada satu persoalan yang sedang dipikirkannya persoalan apakah itu"
Tak seorangpun tahu. Bukan saja Kim-leng Ngo kongcu tak berani bergerak. bahkan sibocah laki-laki
yang membawa kotak obat pun tak berani menghembuskan napasnya terlalu keras, mereka kuatir
suara-suara yang mereka timbulkan akan mengganggu jalannya pikiran Kanglam Ji-gi, otomatis
suasana dalam ruang tengah itupun jadi sunyi sepi dan tak terdengar sedikit suarapun,
semua orang menanti dengan hati yang tegang dan detakan jantung berdebar dengan kerasnya.
143 Entah berapa lama sudah lewat, akhirnya si Tabib sosial dari Kanglam itu berseru
tertahan sambil manggut-manggut. "Oooh kiranya begitu," gumamnya, "aku mengerti ehm, aku sekarang sudah mengerti
suatu kepandaian yang sakti, hebat dan di luar dugaan... sungguh mengagumkan."
Berbicara sampat disitu dia lantas membungkukkan badannya dan pelan-pelan
mengangkat batok kepala Hoa In-liong kemudian dengan hati-hati dirabanya jalan darah Giok-
tin hiat di bagian belakang batok kepala itu.
Tiba-tiba wajahnya berseri, serta-merta digendongnya tubuh Hoa In-liong dari
atas meja. "Aaai... Hoa kongcu memang rejeki besar dan bernasib baik." katanya "sekalipun dia
sudah kalian bawa lari naik kuda, kemudian dilempar kesana kemari, toh jarum perak pembingung
sukma yang menancap diatas jalan darah Giok-tin-hiatnya sama sekali tak bergeser, anak
lam Kalian semua ikutilah diriku."
Dengan sikap yang amat berhati-hati ia berlalu dari ruangan itu dan menuju ke
belakang. Kim leng ngo kongcu saling berpandangan dengan hati terperanjat, dengan mulut
membungkam mereka mengikuti dibelakangnya dengan langkah lebar..
Setelah melewati beranda, si tabib sosial dari Kanglam kembali berkata, "Aku
lihat Hoa kongcu mempunyai kondisi badan yang istimewa sekali, tampaknya obat pemabok sama sekali
tidak bereaksi apa-apa atas dirinya, aku pikir asal jarum perak itu sudah dicabut
niscaya keadaannya akan pulih kembali seperti sedia kala, anak Lam Kau berangkatlah lebih duluan
dan beri kabar kepada ibumu, kemudian datanglah ke kamar baca, aku ada persoalan yang hendak
dibicarakan dengan kalian" Setelah mendengar perkataan itu, semua orang merasa hatinya jadi lega, Yu Siau-
lam pun mengiakan dan masuk ke ruang paling belakang lebih dahulu.
Selang sesaat kemudian, si Tabib sosial dari Kanglam telah membawa empat orang
kongcu lain nya masuk ke ruang baca. Ruangan baca itu sangat bersih dan semua perabotnya diatur sangat rapi dan
terawat, di sudut ruangan dekat jendela membujur sebuah pembaringan, dia membaringkan Hoa In-liong
diatas pembaringan tersebut, setelah mengambil kotak obatnya dari tangan bocah laki-
laki itu, ia siapkan barang-barang yang dibutuhkan, lalu mulai mencabut jarum perak itu.
Kendatipun sumber penyakitnya sudah ketahuan, ternyata untuk mencabut jarum
perak itu bukanlah suata pekerjaan yang gampang.
Ketika obat-obatan yang diperlukan sudah siap, si Tabib sosial dari Kanglam
meletakkan telapak tangan kanannya diatas jalan darah Leng-tay-hiat dari Hoa In-liong, sementara
tangan kirinya mencekal sebuah besi semberani, besi magnit itu tertuju diatas jalan darah Giok
tin-hiat dibelakang batok kepala, kemudian ditekannya besi magnit itu pelan-pelan
ditempat yang tertuju. Selang sesaat kemudian, besi magnit itu lambat-lambat ditariknya ke atas, semua
orang lantas melihat bahwa diatas besi magnit tadi tertempel sebatang jarum perak kecil yang
lembut dan 144 panjangnya setengah inci, setelah membuang jarum tadi, diapun mengambil sebuah
bungkusan berisi bubuk obat warna kuning dan dibubuhkan disekitar lubang jarum tadi.
Semula dari bekas lubang jarum itu meleleh darah kental, tapi sesudah dibubuhi
bubuk obat warna kuning tadi, darah itupun menggumpal dan berhenti meleleh.
Operasi itu tampaknya sederhana dan tidak makan banyak waktu, namun repotnya
bukan kepalang, ketika tugas itu telah selesai, keadaan si Tabib sosial dari Kanglam
ibaratnya orang yang baru saja melangsungkan suatu pertarungan sengit, peluh sebesar kacang
kedelai membasahi jidatnya, malahan empat orang kongcu yang mengikuti jalannya operasi
pertolongan itupun ikut tegang dan berdiri dengan jantung berdebar keras. selesai membubuhi
obat di mulut luka, Tabib sosial itu menghembuskan napas panjang.
"Huuh..... Untung, sungguh beruntung andaikata sedikit saja miring ke samping,
niscaya sepanjang hidup aku Yu siang-tek akan menanggung penyesalan yang tak
terkirakan," gumamnya. "Pek-hu!" Coa Cong-gi yang kasar dan tak pernah pakai otaknya itu tiba-tiba
menyela, "aku lihat,
mencabut jarum perak dengan magnit bukanlah suatu pekerjaan yang merepotkan."
"Aaaai, dasar bocah, dasar bocah, pendapatnya selalu memang lucu dan
menggelikan." Tabib sosial dari Kanglam gelengkan kepalanya berulang kali, dibereskannya alat-
alat pengobatan nya dan diserahkan kepada bocah laki-laki itu, kemudian dengan wajah
bersungguhsungguh dia melanjutkan, "Ketahuilah nak, jalan darah giok-tin-hiat
merupakan salah satu jalan
darah kematian dari tiga puluh enam buah jalan darah yang berada di tubuh
manusia, jalan darah itu merupakan pintu gerbang dari Ni-wan, kunci utama dari pusat, tok-meh
dan jalan penembus dari tiga belas urat penting lainnya, coba bayangkan betapa pentingnya
kedudukan jalan darah tersebut" Mana aku boleh bertindak main-main" Aku merasa tenaga
dalamku tak mampu untuk menghisap keluar jarum perak itu dari dalam badan, maka terpaksa
harus kubantu dengan besi magnit, sekalipun demikian bahaya dan resikonya tetap sangat besar."
"Apa resikonya?" kembali Coa Cong-gi bertanya keheranan.
"Resikonya" Aaai.. Coba bayangkan saja daya tarik yang terpancar dari besi
magnit terletak di seluruh permulaan besi itu. padahal untuk menghisap keluar jarum peraknya, maka
jarum itu harus keluar dari lubang luka yang sebenarnya, bukan saja cara kerja kita harus
tenang, mantap dan lurus, bahkan sedikit saja menggetarkan jarum perak itu akan segera
mengakibatkan luka pada urat syarafnya, kau tahu apa akibatnya jika urat syaraf seseorang terluka
andaikata tidak tewaspun akan lumpuh selama hidupnya, bayangkan sendiri besar atau tidak
resikonya?" Sekarang semua orang baru mengerti mengapa si Tabib sosial dari Kanglam harus
bekerja dengan begitu tegap, kaku, hati-hati dan bersungguh-sungguh, ternyata resikonya


Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

luar biasa besarnya. Lebih-lebih Coa Cong-gi, dia sampai terbelalak lebar-lebar dengan mulut melongo,
kadet dan ngerinya bukan kepalang. "Aduuuh mak. jadi resikonya sebesar itu?" serunya sambil menjulurkan lidah, "tak
heran kalau empek sampai bermandikan keringat"
Kanglam Ji gi tersenyum. 145 "Untunglah urusan sudah lewat, sekarang keadaan Hoa kongcu sudah tidak
merisaukan lagi seperti tadi!" serunya.
Setelah berhenti sejenak, ia memandang sekejap empat orang pemuda yang berada di
depannya, kemudian katanya lebih jauh, "Keponakanku semua, duduklah Ada sesuatu
persoalan yang selama ini mengganjal dalam hatiku, menggunakan kesempatan yang baik ini
hendak kubicarakan persoalan itu dengan kalian semua."
Semua orang tak tahu apa yang hendak dibicarakan kakek itu, dengan pelbagai
pikiran berkecamuk dalam benak mereka, masing-masingpun mengambil tempat duduk.
Suasana hening untuk sesaat, dari luar ruangan tiba-tiba terdengar suara tongkat
membentur lantai, mula-mula suara itu kedengaran masih jauh tapi sesaat kemudian sudah
berada di depan ruangan. Kanglam Ji-gi lantas berpaling kepada bocah laki-laki itu seraya berkata, "Hujin
telah datang, pergilah suruh orang siapkan sayur dan arak, menanti Hoa kongcu telah sadar
nanti, siapkan meja perjamuan untuk menghormatinya."
"Baik..." bocah laki-laki itu mengiakan dan mengundurkan diri dari ruangan itu.
Yu Siau-lam dengan menemani ibunya masuk ke dalam kamar baca, empat kongcu
lainnya cepat berdiri dan menyambut kedatangan pe-bo mereka.
Yu lo-hujin melirik sekejap ke arah Hoa In-liong yang masih belum sadar itu
setibanya dalam kamar lalu kepada suaminya ia bertanya, "Lo-yacu, keadaan Hoa kongcu tidak
menguatirkan bukan?" Nyonya tua ini rambutnya telah beruban semua, pada dadanya tergantung sebuah
tasbeh, sedang ditangan kanannya memegang sebuah tongkat berukir naga, sekilas pandangan
orang akan merasa bahwa tongkat itu berat sekali, ditambah pula sinar matanya sangat
tajam, siapapun akan tahu bahwa nenek tua ini memiliki ilmu silat yang tinggi.
"Keadaan Hoa kongcu sudah tidak menguatirkan lagi," sahut Kanglam Ji-gi cepat,
"jarum perak itu telah kucabut keluar, sepertanak kemudian dia pasti akan sadar kembali,
Hujin, silahkan duduk Menggunakan kesempatan yang sangat baik ini aku hendak bercakap-cakap
dengan anak Lam sekalian. "Apa yang hendak dibicarakan?" sambil bertanya Yu lo-hujin mengambil tempat
duduk "apakah menyangkut perbuatan anak Lam yang suka bermain perempuan ditempat luaran?"
"Persoalan main perempuan akan dibicarakan, urusan lainpun akan sekalian
dibahas" Jilid 08 TABIB tua itu berpaling ke arah putranya, kemudian ujarnya lebih lanjut dengan
wajah serius, "Anak Lam selama ini aku tak pernah memaksa kau berlatih silat, tak pernah paksa
kau belajar ilmu pertabiban. Sebaliknya membiarkan engkau mencari teman, bahkan mabok-
mabokan dan bermain pelacur dirumah bordil, tahukah engkau aku tidak menghalangi semua
perbuatan itu?" Merah padam selembar wajah Yu Siau-lam karena, jengah. "Sebodoh-bodohnya ananda
rasanya ananda masih dapat meraba maksud ayah yang sebenarnya," dia menjawab, "Mungkin
hal ini dikarenakan kita keluarga Yu adalah keluarga persilatan, maka kita tak boleh
lupa pada asalnya. 146 Mencari beberapa orang sahabat, membantu orang menyelesaikan kesulitan, aku rasa
perbuatan-perbuatan semacam ini hanya ada manfaatnya dan tak akan mendatangkan
kerugian, bukan begitu ayah?" Kanglam Ji-gi mengangguk. "Walaupun tidak terhitung mendatangkan manfaat, juga
tak sampai mendatangkan kerugian. Justru "tidak melupakan asal" itulah yang paling tepat,
hanya keteranganmu saja yang kurang cocok. Ketahuilah, dunia persilatan pada
hakekatnya adalah sumber dari segala bencana. Tempat semacam itu tidak pantas untuk di kenang,
sedangkan mengenai menolong kaum lemah merupakan kewajiban dari setiap manusia di dunia ini.
Sekalipun kita tidak melakukannya, orang lain tentu akan melaksanakannya. Jadi
perbuatan semacam itu hakekatnya tidak cocok dengan maksudku yang sebenarnya."
"Oooh.... Ananda sekarang mengerti, seperti telah memahami sesuatu, Yu-Siau-lam
berseru. "Ayah sengaja memberi kebebasan kepada ananda, tak lain tak bukan adalah
berharap agar kita jangan melupakan budi kebaikan dari Hoa tayhiap, betulkan?"
Kata-katanya itu sebetulnya sangat tak masuk diakal, bahkan boleh dibilang
bertolak belakang. Bayangkan saja memberi kebebasan kepada putranya dengan tujuan agar jangan
melupakan budi kebaikan dari seseorang, bukankah itu merupakan sesuatu lelucon yang
menggelikan" Tapi apa yang terjadi" Ternyata dugaan Yu Siau-lam itu tepat sekali.....
"Anak Lam, kau memang cerdik, memang itulah jalan pikiran ayahmu!" puji Kanglam
Ji-gi sambil manggut-manggut, mukanya jelas bercermin rasa kagumnya.
Semua orang mengerutkan dahinya setelah mendengar perkataan itu. Memang
keterangan tersebut cukup membuat orang jadi bingung dan tak habis mengerti.
"Loya-cu!" Yu Lo-hujin segera menyela, "Perkataanmu barusan sungguh membuat aku
si nenek tua jadi bingung dan tak habis mengerti. Budi kebaikan yang pernah diberikan Hoa
tayhiap kepada kita tentu saja tak boleh kita lupakan. Cuma sayang selama ini belum ada
kesempatan untuk membalasnya, maka terpaksa aku si nenek tua memelihara lukisan dari Hoa
tayhiap dan ibunya. Dan tiap pagi dan malam berdoa bagi keselamatan serta kesejahteraan
hidupnya. Dan kenyataannya, kau memanjakan anak Lam, memberi kebebasan kepada anak Lam, tak
pernah menggembleng anak Lam, mencapai kemajuan. Perbuatanmu itu sudah merupakan
kesalahan besar. Sekarang kau melimpahkan pula semua kesalahan itu keatas badan Hoa
tayhiap, apakah..... apakah itu bukan namanya dosa besar... pikirlah!"
Terbahak-bahak Kinglam Ji-gi mendengar ucapan istrinya. "Hujin.... Oooh.....
Hujin..... Haaaaa...... haaaaa....... haaa...... kau anggap anak Lam adalah seorang bocah yang tak ingin
mendapat kemajuan bagi kemampuannya?" ia bertanya.
Yu Lo-hujin tertegun, ia memandang sekejap ke arah putranya lalu berkata lagi,
"Eeeh.... Sebenarnya apa yang hendak kau katakan" Kenapa tidak kau katakan saja terus
terang" Kalau begini caramu berbicara dan berbelok-belok dulu kesana kemari, aku bisa
kebingungan akhirnya kau buat!" "Baik! Baik! Aku akan berbicara secara blak-blakan....." kata tabib tua itu sambil
mengangguk. Dia melirik sekejap ke arah Hoa In-liong, setelah itu membuka telapak tangannya
dan menimang-nimang jarum perak lembut yang berhasil dihisap keluar tadi, katanya
lebih lanjut, "Silihkan hujin periksa, jarum perak ini berhasil kuhisap keluar dari dalam
jalan darah 'hiok-tinhiat' dibelakang batok kepala Hoa kongcu, coba lihatlah
dengan seksama!" 147 Yu Lo-hujin menerima jarum itu kemudian diperiksanya sejenak, setelah itu baru
ujarnya, "Aku lihat diujung jarum perak ini masih tersisa sedikit bubuk obat pemabok, kenapa"
Apakah duduknya persoalan serius sekali?"
"Aaai....." Tampaknya persoalan yang selama ini selalu kukuatirkan, kini agaknya
sudah hampir meletuk!" "Apa?" teriak Yu Lo-hujin sangat terkejut, "Maksudmu dunia persilatan bakal
menjadi kekacauan?" Dengan sedih Kanglam Ji-gi mengangguk.
"Kalau sudah lama kacau dunia akan menjadi tenang, kalau sudah lama dunia tenang
maka itu berarti akan terjadi kekacauan. Sejak Hoa tayhiap berhasil lenyapkan hawa
siluman dari muka bumi, sejak terbasmi dan tersingkir dari dunia kangouw, apakah kau kira siluman-
siluman yang lolos dari jaring tempo hari dan pentolan-pentolan liok-lim yang sukar
ditundukkan dulu bersedia
takluk sepanjang masa" Aaaai.....! Dunia akan selalu berputar, sejarah selalu akan
berubah. Hanya tak kusangka kalau bencana kali ini bakal datang dengan begitu cepatnya."
Yu Lo-hujin tertegun, lama sekali dia membungkam, tapi akhirnya dia coba
menghibur diri sendiri, "Oooh..... loya-cu mungkin engkau merasa risau yang berlebih-lebihan!"
"Selama hidup aku selalu gembira dari pasrah tak pernah kualami kerisauan yang
berlebihlebihan" kata Kanglam Gi-ji. "Sejak diadakannya penggalian harta karun
dibukit Kiu-ci-san, berkat
di kebaikan dari Hoa tayhiap, perguruan yang sudah lenyap dan berhubung aku
gemar ilmu pertabiban dan obat-obatan, secara khusus Hoa tayhiap menghadiahkan pula sejilid
kitab Hoatuo Cin-keng kepadaku. Kesemuanya itulah membuat aku berhasil mendapat
sedikit kemajuan seperti yang kumiliki sekarang. Aaaai..... Justru karena aku terlalu gembira dan
pasrah, akupun sangat menaruh perhatian atas tindak tanduk Hoa tayhiap. Maka dalam pengamatanku
waktu itu selalu kurasakan bahwa watak Hoa tayhiap terlalu jujur, baik dan berbudi luhur,
bencana yang tak dibasmi sampai ke akar-akarnya, bila angin musim semi berhembus lewat, tentu
akan tumbuh kembali bibit baru. Karena peristiwa inilah beberapa tahun belakangan ini
tiap saat selalu kukuatirkan keselamatan jiwanya."
Rupanya Kanglam Ji-gi dahulunya adalah seorang tianglo dalam perguruan Thian-
tay-pay. Sejak penggalian harta karun dibukit Kiu-ci-sau dan berhasil mendapat kembali kitab
pusaka perguruannya, diserahkan kembali kitab itu kepada ketuanya. Lalu karena wataknya
suka hidup sepi menyendiri, ia berpamit dengan ciangbunjinnya dan menetap dikota kim-leng
dengan hidup sebagai seorang tabib. Akhirnya menjadi seorang tabib kenamaan. Setiap penduduk
kota Kimleng rata-rata mengetahui bahwa dia adalah seorang yang sangat baik.
Sungguh tak disangka sama sekali karena rasa berterima kasihnya atas budi
kebaikan yang pernah dilakukan Hoa Thian-hong kepadanya, diam-diam diapun memperhatikan setiap
gerakgerik dalam dunia persilatan, boleh dibilang perbuatannya ini mengandung
maksud yang amat mendalam. Maka dari situ, setelah si Tabib Sosial dari Kanglam menerangkan
sampai disitu, hampir semua orang mengetahui garis besar duduknya persoalan.
Coa Cong-gi memang orangnya kasar dan tak mau pakai otaknya untuk berpikir,
namun itu bukan berarti dia bodoh, ketika Kanglam Ji-gi menyelesaikan kata-katanya, dia
lantas berseru tertahan. "Oooh....... aku mengerti sudah sekarang" Serunya. "Jadi empek memberi
kebebasan kepada kita untuk makan minum dan berpesiar tanpa dikekang, tujuannya tak lain
adalah suruh kami memperhatikan gerak-gerik serta situasi dalam dunia persilatan?"
148 "Tujuan kaum siluman, iblis dan pentolan bajingan adalah membuat kekacauan.
Kalau hanya memperhatikan saja sama sekali tak ada gunanya," kata Kanglam Ji-gi. "Untuk itu
kalian harus belajar sedikit-sedikit hingga akhirnya merupakan kebiasaan dan tidak
meninggalkan jejak. Dengan begitu baru ada hasil yang kita peroleh. Misalnya saja dengan peristiwa
perempuan yang bernama Cia In itu, jikalau di hari-hari biasa kalian tidak melakukan pergaulan
hingga terbiasa, mungkinkah kamu semua berhasil menolong Hoa kong-cu?"
Setelah berhenti sebentar, tiba-tiba sambungnya lebih jauh, "Tapi aku percaya,
kalian semua adalah anak baik-baik, sekalipun tak pernah terkekang di hari-hari biasa, kalian
cukup mengetahui diri. Karenanya akupun dengan hati lega membiarkan kalian pergi
dengan bebas!" Merah padam wajah keempat orang kongcu lainnya karena jengah.
Wan Ek-hong cepat menyela, "Jika dugaan keponakan tak meleset, rupanya empek
masih mempunyai pesan lain bukan?"
Kanglam Ji-gi manggut-manggut sambil tersenyum. "Ek-hong, kau memang sangat
cerdik. Benar aku memang mempunyai dua maksud dengan perbuatan demikian. Pertama agar kalian
banyak melakukan pergaulan sehingga cakup memahami perubahan yang terjadi dalam dunia
persilatan. Kedua agar kalian banyak mempunyai teman, sehingga bila terjadi suatu peristiwa,


Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kamu semua dapat membantu Hoa tayhiap melakukan suatu usaha besar. Tentu saja semua
perbuatanku ini tak lain adalah membalas budi kebaikan Hoa tayhiap pada khususnya. Selain itu
akupun menguatirkan kepentingan umat persilatan pada umumnya. Tentunya kalian tidak
menyalahkan diriku bukan?" "Haaaa.....! Inilah tugas baik yang diberikan pek-hu kepada kita semua, siapa yang
berani menyalahkan" Hmn..... Siapa berani menyalahkan, akulah yang pertama-tama akan
putuskan semua hubungan dengannya!" teriak Coa Cong-gi dengan suara lantang.
Wan Ek-hong, Li Po-seng dan Ko Sieng-peng juga ikut berseru hampir berbareng,
"Perkataan adik Cong-gi memang benar. Inilah tugas baik yang pek-hu berikan kepada kami.
Tujuan pek-hu ibaratnya sang surya diangkasa. Tentu saja tak ada yang menyalahkan, apalagi
dapat membantu Hoa tayhiap membasmi kaum iblis dan hawa sesat serta melakukan usaha besar
adalah cita-cita kami semua. Dengan berbuat demikian kami tak akan sampai menyia-nyiakan kasih
sayang pekhu selama ini kepada kami....."
Belum habis ucapan tersebut, Kanglam Ji-gi sudah tertawa terbahak-bahak dengan
nyaringnya. "Haaaa..... haaaa....... haaaa...... Bagus, bagus sekali! Kalau keponakan semua dapat
membedakan mana yang salah mana yang benar, hatiku pun akan jadi tenteram
rasanya." Yu Lo-hujin yang selama ini membungkam, tiba-tiba mengayunkan jarum perak
ditangannya itu dengan kening berkerut. "Loya-cu!" tukasnya, "Apakah kemurunganmu itu bersumber
dari jarum perak ini?" Kanglam Ji-gi berpaling dan mengangguk. "Benar, jarum perak itulah penyebab
kemurunganku selama ini. Bayangkan saja hujin, perempuan she Cia itu pandai sekali
menyembunyikan jejaknya. Bukan saja dia rela menjadi pelacur bahkan memiliki pula ilmu silat
yang tinggi. Ditinjau pula obat pemabok yang dipoleskan di ujung jarum perak ini, serta caranya
menusuk jalan darah, lalu meninjau pula sasarannya adalah keturunan dari Hoa tayhiap, jika
kita gabungkan semua masalah itu menjadi satu, bukankah itu memberi isyarat kepada kita bahwa
dunia persilatan telah menjadi perubahan besar?"
149 Yu Lo-hujin berpikir sebentar, sementara dia akan mengucapkan sesuatu, tiba-tiba
Hoa In-liong yang ada diatas pembaringan telah rnenggerakan tubuhnya.
Cepat-cepat Kanglam Ji-gi berseru, "Hujin, tunggulah sebentar, lebih baik kita
tanyakan duduk persoalan yang sebenarnya kepada Hoa-kongcu."
Dia bangkit lalu menghampiri sianak muda itu. Hoa In-liong sudah duduk diatas
pembaringan. Terdengar ia mengeluh, "Aduuh..... Sesak amat napasku......!"
Kanglam Ji-gi lantas menggulur tangan kirinya dan membimbing pemuda itu. "Hoa
kongcu, berbiringlah sejenak lagi........" bisiknya.
Tiba-tiba Hoa In-liong membuka matanya lebar-lebar, dengan nada tercengang ia
berseru, "Aku........ aku barada dimana?"
"Kongcu berada di pasanggrahan tabib di kota Kim-leng, tempat tinggal aku si
orang tua." Hoa In-liong memandang sekejap sekeliling tempat itu, akhirnya sorot matanya itu
terhenti diwajah Kanglam Ji-gi. "Lotiang, siapa kau" Siapa namamu" Boleh aku tahu?"
sapanya. "Aku bernama Yu Siang-tek, orang-orang menyebut diriku sebagai Kanglam Ji-gi,
Tabib Sosial dari Kanglam!" "Parahkah luka yang kuderita kali ini?" Hoa In-liong bertanya lagi dengan wajah
bingung. "Tidak! Kong-cu hanya terkena suatu sistem pengendalian yang lihay, terkena
jarum perak yang dibubuhi obat pemabok."
"Jarum perak yang dibubuhi obat pemabok?" Hoa In-liong mengerutkan dahinya
rapat-rapat, "Lotiang, katakanlah yang jelas, betulkah tempat ini adalah kota Kim-leng?"
"Benar!" Kanglam Ji-gi mengangguk tenang.
Seperti teringat akan sesuatu, tiba-tiba Hoa In-liong berseru tertahan, rupanya
suatu hal telah dipahaminya. "Aaah, sekarang aku teringat sudah kejadiannya... eeeh, dimanakah
perempuan yang bernama Cia In itu?"
"Cia In adalah pelacur dari rumah pelacuran Gi-sim-wan" hela Yu Siau-lam dari
samping "tentu saja pada saat ini......"
Belum habis ucapan itu ketika tiba-tiba Hoa In-liong meronta bangun dan meloncat
turun dari pembaringannya, "Perempuan itu bukan perempuan sembarangan serunya dengan
gelisah, Rumah pelacuran Gi-sim-wan terletak dimana" Aku harus pergi mencarinya."
"Hoa kongcu, harap tenang dulu hatimu!" cegah Kanglam Ji-gi. "Aku tahu latar
belakang dari peristiwa ini bukanlah kejadian sederhana. Aku kuatir kalau pada saat ini
perempuan tersebut sudah tidak berada dirumah bordil Gi-sim-wan lagi."
Hoa In-liong tertegun, sekali lagi dia menyapu sekejap semua orang yang hadir
dalam ruangan itu dan akhirnya sinar matanya itu berhenti diatas wajah Kanglam Ji-gi.
"Lotiang, kau kenal aku?"
Bisiknya hampir tak percaya, "Apakah lotiang yang menolong aku sewaktu aku
terkena jarum perak yang berobat pemabuk itu?"
150 Kanglam Ji-gi tersenyum dan mengangguk, "Ketika diadakannya operasi penggalian
harta karun dibukit Kiu-ci-san dua puluh tahun berselang, aku pernah bertemu dengan ayah
ibumu. Tentang urusan yang amat kecil ini tak perlu kongcu pikirkan selalu, apa toh artinya
bantuan sekecil itu"
Oya, bagaimana keadaan Hoa kongcu sekarang" Apakah badanmu masih terasa kurang
enak?" Menyinggung sekali soal penggalian harta di bukit Kiu-ci-san, Hoa In-liong
segera mengetahui bahwa Kanglam Ji-gi adalah sahabat lama ayah ibunya. Cepat ia menjinjing bajunya
dan memberi hormat dengan penuh kesopanan. "Boanpwe Hoa In-liong, menghunjuk hormat
buat Yu locianpwe" katanya. "Tak berani, tak berani......" Cepat-cepat Kanglam Ji-gi membalas hormat itu, "Bila
Hoa kongcu merasa ada sesuatu bagian badan yang kurang enak katakan saja terus terang! Tapi
kalau memang tak ada, aku ada beberapa persoalan yang hendak ditanyakan kepadamu."
"Aneh benar Yu locianpwe ini," pikir Hoa In-liong diam-diam, "kenapa sikap
maupun cara berbicaranya begitu merendahkan diri?"
Dalam hati berpikir demikian, diluaran dia menyahut, "Obat pemabok atau
sebangsanya sama sekali tidak mempan terhadap diri boanpwe, sampai sekarang boanpwe merasa
tubuhku tetap sehat dan segar seperti biasa. Bila locianpwe ingin menanyakan sesuatu, silahkan
diutarakan keluar, boanpwe pasti akan mendengarkan dengan seksama."
"Kalau begitu bagus sekali, silahkan duduk dulu Hoa-kongcu!" kata tabib tua itu
sambil tertawa. Menyusul kejadian, diapun memperkenalkan semua orang yang hadir disana kepada
Hoa Inliong, sedang anak muda itu segera memberi hormat kepada Yu Lo-hujin dan
menyapa Kim-leng Nyo-kongcu sebelum akhirnya duduk kembali ke tempat semula.
Kanglam Ji-gi alihkan sinar matanya memandang putranya sekejap, kemudian
katanya. "Anak Lam. Coba kau ceritakan dulu kisah perjumpaanmu dengan Hoa kongcu, agar Hoa-
kongcu tidak terlampau curiga lagi."
Waktu itu Hoa In-liong merasa amat curiga dengan keadaan sekelilingnya, ketika
rahasia hatinya itu dipecahkan orang, dia agak kikuk jadinya. "Aaiia.... agak menyesal rahasia
hatiku ketahuan juga," batinnya didalam hati.
Yu Siau-lam sama sekali tidak memperhatikan perubahan wajah tamunya, ketika
mendengar perintah dari ayahnya, diapun menuturkan kembali kisah perjumpaannya dengan Cia
In sampai berhasil menyelamatkan anak muda itu dari tangan perempuan tersebut.
Menanti ia menutur sampai pertolongan yang diberikan di pesanggrahan tabib ini,
Yu lo-hujin segera mengacungkan jarum perak yang berada ditangannya itu sambil menambahkan,
"Tahukah Hoa kongcu kenapa selama ini jatuh tak sadarkan diri terus menerus"
Itulah disebabkan karena jarum perak yang mengandung obat pemabuk ini menancap di jalan
darah giok-tin-hiat dari Hoa kongcu."
"Jalan darah giok-tin-hiat?" ulang Hoa In-liong sambil menjerit kaget, matanya
sampai melotor besar. "Semua kejadian yang sudah lewat biarkan lewat" cepat Kanglam Ji gi menukas,
"Tenangkan hatimu Hoa kongcu, coba periksalah dulu apakah ada benda penting yang hilang?"
151 Mendengar ucapan itu Hoa In-liong merasa sangat terperanjat. Kalau barang lain
yang hilang, masih mendingan. Andaikata surat pribadi dari Giok teng hujin yang dijahit dalam
kutang pelindung badannya yang lenyap, entah apa jadinya" Padahal surat itu sudah di
wanti-wanti agar jangan hilang. Dengan jantung berdebar keras cepat ia meraba sakunya dan kaos kutang pelindung
badan itu. Untunglah kaos kutang pelindung badannya masih utuh. Tiga botol obat yang
diberikan ibunya Chin toa-hujin juga masih ada. Yang hilang cuma pedang mustika, baju yang
menjadi bekalnya serta kuda jempolan itu. Tapi benda-benda itu tak terlampau penting baginya.
Maka ketika ditemuinya surat wasiat itu masih ada dan kaos kutang pelindung
badannya tak diusik, diam-diam ia menghembuskan napas lega, "Tampaknya Cia In sama sekali
tidak menggeledah isi sakuku tentang pedang dan pakaian sih hilang biarlah hilang,
soalnya barangbarang itu tidak penting" katanya kemudian.
"Waaah, kalau begitu urusan ini jadi rada-rada aneh" seru Kanglam Ji-gi
keheranan. "Semestinya
perempuan she-Cia itu tentu akan menggeledah isi sakumu. Hoa kongcu, masih
ingatkah bagaimana kejadiannya sewaktu itu kau tertangkap tempo hari?"
Air muka Hoa In-liong agak semu merah. "'Aaaai.... bila diceritakan kembali,
sebetulnya kejadian itu adalah salah boanpwee sendiri. Tidak seharusnya kalau aku bertindak
terlampau gegabah." Pemuda itupun menceritakan bagaimana kisah perkenalannya dengan Cia In sampai
bagaimana kemudian jalan darahnya tertotok. Sebagai akhir kata ia menambahkan, "Boanpwee
terlalu percaya pada kondisi badanku sendiri. Karena aku yakin obat pemabok tak akan
berpengaruh apa-apa bagiku, apalagi cuma bubuk pembingung sukma yang bikin orang mabok
selama tujuh hari, maka aku pura-pura mabok. Sungguh tak kusangka kalau diam-diam jalan
darahku juga ikut tertotok. Menanti aku sadar akan gelagat yang tidak menguntungkan,
kesadaranku berangsur telah hilang. Karena itu boanpwee sama sekali tidak tahu kalau setelah
aku pingsan, dia menusuk pula jalan darah giok-tin-hiat ku dengan jarum yang dibubuhi obat
pemabok." Ketika Kim-leng ngo-kongcu mendengar bahwa Hoa In-liong tidak mempan diracuni,
mereka merasa sangsi dan setengah percaya setengah tidak. Sebaliknya Kanglam Ji-gi
mendengar semua kisah cerita itu dengan tenang sambil putar otaknya berpikir, menanti pemuda itu
selesai bercerita, dia masih juga dibikin tak habis mengerti kenapa Cia In tidak
menggeledah saku anak muda itu. Untuk sesaat suasana dalam ruangan baca itu jadi hening. Suasanapun ikut berubah
jadi agak tegang dan serius, seakan-akan disekitarnya terdapat sebuah jepitan besi yang
mencengkeram perasaan masing-masing. Setiap orang merasakan dadanya jadi sesak.
Akhirnya Coa Cong-gi yang tidak tahan, ketika ditunggunya belum ada juga yang
berbicara tibatiba ia berteriak lantang, "Eeeh..... sudah, sudahlah, kalian tak
usah berpikir lagi! Pek-hu
bagaimana kalau kami pergi mengunjungi rumah pelacuran Gi-sim-wan sekarang
juga?" "Benar!" Ko Siong-peng menanggapi dengan cepat "Perduli Cia In telah kembali ke
rumah pelacuran Gi-sim-wan atau tidak, mengunjungi rumah bordil itu memang tak ada
salahnya. Yu pek-hu! Keponakan akan menyaru sebagai laki-laki hidung belang malam nanti dan
mengunjungi rumah bordil itu untuk mencari keterangan"
'Hmmmm.... apa yang dikatakan Siong-peng memang masuk diakal" Yu Lo-hujin
mendukung usul itu sambil mengangguk "Cia In selama ini hidup dirumah pelacuran Gi-sim-wan,
kemungkinan 152 besar Gi-sim-wan itulah merupakan sarang yang sebenarnya dari komplotan mereka.
Aku akan pergi kesana mencari keterangan bukanlah suatu cara yang melanggar tata


Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kesopanan!" "Jangan.... Jangan..... kalian tak boleh kesana!" tukas Kanglam Ji-gi sambil
goyangkan kepalanya berulang kali "Kalau kalian kesitu, berarti tindakan ini merupakan memukul
rumput mengejutkan ular. Semua usulmu dimasa lampau segera akan sia-sa belaka."
"Aaaai.... Loya-cu, watakmu dari dulu sampai sekarang belum juga berubah?" omel Yu
Lo-hujin, "kalau sikapmu selalu ragu-ragu untuk mengambil keputusan, bagaimana mungkin
bisa melakukan, tugasmu dengan sebaik baiknya" Biarlah mereka pergi, aku si nenek tua
akan menjadi tulang punggung mereka."
Tertawa gelak tabib sosial itu mendengar ucapan isterinya. "Haaaa... Haaaah....
Haaaahhhh.... hujin kau sudah tua, kalau ingin menjual nyawa, lebih baik jual nyawamu
dikemudian hari saja. Sebab kemungkinan besar jiwamu lebih bermanfaat untuk dikorbankan dilain waktu.
Sedang dalam persoalan hari ini, yang akan dituju adalah rumah pelacuran Gi-sim-wan,
bukannya mencegah anak-anak pergi ke tempat itu, kenapa hujin malah mau menjadi tulang
punggung mereka" Kan lucu jadinya."
Mula-mula Yu Lo-hujin agak tertegun, menyusul kemudian paras mukanya berubah
hebat, tampaknya dia akan ribut-ribut.
Hoa In-liong yang merasa gelagat kurang enak cepat bangkit berdiri, katanya,
"Hujin harap jangan marah, bagaimana kalau dengarkan dulu sepatah dua patah kata boanpwe".
Semula, maksud boanpwe membiarkan diriku dibekuk adalah ingin menggunakan kesempatan itu
untuk menyelidiki asal usul Cia In yang sebenarnya dan sekarang kalau toh sudah
diketahui bahwa Cia In menang tinggal di rumah pelacuran Gi sim-wan, boanpwe dapat menyelesaikan
sendiri persoalan itu sebaik-baiknya. Untuk budi kebaikan dan budi pertolongan yang
telah Yutooianpwe serta saudara-saudara sekalian berikan kepadaku, biarlan
boanpwe ucapkan banyakbanyak terima kasih, soal pemberian bantuan, boanpwe
terima saja didalam hati."
Selesai berkata dia lantas merangkap tangannya dan menjura kepada semua orang
yang hadir dalam ruangan. Coa Cong-gi tak suka menerima penghormatan semacam ini, cepat-cepat ia berteriak
keras, "Hei..... Kau ini, kenapa jadi orang begitu seenaknya dan tak tahu diri......"
Wan Ek-hong kuatir saudaranya ini melakukan kesalahan dalam berbicara cepat-
cepat dia menukas, "Hoa kongcu, penolakanmu itu ini artinya memandang asing diri kami
semua. Kami tahu bahwa persoalan yang dihadapi ayahmu aneka ragam banyaknya dan diliputi
pelbagai macam persoalan. Sedang kami beberapa orang tak hanya ingin bekerja membonceng
keberhasilan orang. Masing-masing bekerja demi kepentingan pribadi. Jika kau
berbuat demikian, bukankah sama artinya bahwa semua persoalan hanya akan kau kangkangi sendiri
demi keuntungan pribadi?"
Ucapan itu tajamnya melebihi sebilah golok. Hoa In-liong merasa hatinya
terperanjat dan berdiri terbelalak. Untuk sesaat lamanya dia tak mampu mengucapkan sepatah katapun.
Wan Ek-hong segera merangkap tangannya memberi hormat. Setelah tertawa terbahak-
bahak katanya lagi, "Haaaa...... Haaaa..... haaa....... Hoa kongcu, anggap saja kata-kataku ini
hanya kata-kata mainan belaka, jangan kau anggap sebagai sungguhan. Maksud siau-te,
setiap perbuatan yang dilakukan pihak Liok-soat-sang-ceng adalah demi kebaikan orang
banyak. Sudah banyak manfaat yang diterima orang persilatan dari perbuatan kalian. Sedang
maksud kami 153 mengikuti jejakmu, pertama adalah ingin belajar cara kerja ayahmu. Kedua ingin
menggunakan segenap ke-mampuan yang kami miliki untuk melakukan suatu pekerjaan yang
bermanfaat bagi kepentingan umum. Jikalau Hoa kongcu tidak membiarkan kami ikut serta didalam
persoalan ini terus terang kami semua merasa tidak puas."
Kali ini perkataannya jauh lebih lunak dan halus, tapi nadanya masih tajam
setajam sembilu, membuat orang yang mendengar tak dapat menampik dengan begitu saja.
Untuk sesaat lamanya Hoa In-liong berdiri termangu-mangu. Akhirnya dia merangkap
tangannya memberi hormat. "Kalau toh saudara Wan telah berkata demikian, siau-te tak bisa
bicara apaapa lagi," katanya. "Cuma bila saudara sekalian memang benar-benar tak
pandang asing pada diriku, harap sebutan 'Hoa kongcu' jangan dipakai lagi. Siau-te menduduki urutan
nomor dua dalam keluarga, bernama Hoa Yang alias Hoa In-liong. Harap dikemudian hari
kalian panggil saja aku Hoa Yang atau Hoa In-liong atau Hoa loji, terserah pada kalian akan panggil
apa saja. Bila ada diantara kalian ada yang memanggil aku dengan sebutan kongcu lagi, jangan
salahkan jika siau-te akan segera angkat kaki tanpa pamit!"
Coa Cong-gi paling berangasan diantara saudaranya segera dia bersorak kegirangan
sambil bertepuk tangan. "Haaaaa... puas..... puas..... aku betul-betul puas! Hoa loji, kita tetapkan begini
saja, pokoknya siapa memanggil kongcu lagi kepadamu, dia itu manusia macam begini....."
Sambil berkata dia lantas tunjukkan gerakan tangan cucu kura-kura, seketika itu
juga semua orang tertawa terbahak-bahak.
Ditengah gelak tertawa yang sangat ramai, Yu Lo-hujin mengetokkan tongkatnya
berulang kali keatas tanah, disertai suara serak teriaknya keras-keras, "Sudah....... sudah......
jangan tertawa... Jangan tertawa lagi! Lebih baik kita bicarakan persoalan yang sebenarnya"
Dimulut nyonya tua itu mengatakan 'Jangan tertawa lagi', hakekatnya dialah yang
tertawa paling keras diantara orang-orang lain. Yu Siau-lam kuatir nafas ibunya jadi sesak,
sambil berusaha menahan gelak tertawanya dia uruti panggung ibunya berulang
kali. Saat itulah seorang pelayan datang melapor , "Lapor Lotay-ya, arak dan sayur
telah siap, tolong tanya perjamuan akan diadakan dimana?"
"Ruang tamu sebelah dalam!" jawab si Tabib Sosial dari Kanglam sambil menahan
rasa gelinya. Kembali ia bangkit berdiri, dengan sikap hormat lanjutnya, "Engkoh cilik Ling,
aku akan menurut kehendak hatimu dengan menyebut kau sebagai engkoh cilik. Mari, silakkan! Mari
kita sambil bersantap sambit bercakap-cakap, baik atau buruk kita harus merundingkan suatu
cara yang paling baik untuk mengatasi persoalan ini."
"Memang seharusnya begitu...." ucap Hoa In-liong.
"Aaaai..... Aku lihat engkau baru benar-benar sudah pikun" terdengar Yu Lo-hujin
sedang omeli suaminya, "Sudah beberapa hari Hoa lo-ji tak sadarkan diri, badannya tentu penuh
debu dan kotor. Sebelum dipersilahkan membersihkan badan dan menyisir rambut, masa
disuruh bersantap?" Gelak tertawa kembali berkumandang memenuhi seluruh ruangan. "Aaaah, iya, aku
memang betul-betul sudah pikun" gumam si Tabib Sosial itu, "Anak Lam, ajak Hoa.... Ajak
engkoh cilik 154 Liong untuk membersihkan badan, sedang hiantit sekalian silahkan menunggu
sebentar. Hujin! Mari kita menunggu di ruang tamu."
Dengan begitu, suasanapun jauh lebih santai dan ringan, suami istri yang sudah
tua itu berlalu lebih dulu menyusul kemudian masing-masing yang lainpun pergi membersihkan
badan. Perawakan tubuh Yu Siau-lam kebetulan seimbang dengan Hoa In-liong. Dari dalam
kamarnya dia siapkan satu stel baju baru dan diserahkan kepada anak muda itu untuk
menukar bajunya yang sudah kotor. Hoa In-liong memang seorang yang supel dan gemar berkawan, bahkan ia merasa
cocok sekali dengan rekan-rekan barunya. Selesai membersihkan badan dan berganti pakaian, ia
rampak lebih segar dan tampan. Secara beruntun pemuda-pemuda itu muncul kembali di ruang tamu sebelah dalam,
masingmasing bergaul dengan santai tanpa adanya pembatasan-pembatasan yang
membuat suasana jadi kaku. Dengan demikian suasanapun jauh lebih akrab dan penuh rasa
persaudaraan. Rupanya si Tabib Sosial dari Kanglam dan istrinya memang pandai bergaul dengan
kaum muda. Pesta perjamuan itu berlangsung sampai kentongan pertama sebelum akhirnya bubar
dengan masing-masing merasa sangat puas.
Dalam perjamuan itu, Kanglam Ji-gi sempat pula bertanya kepada Hoa In-liong
mengapa ia jauh meninggalkan rumah" Tanpa merahasiakan segala sesuatunya, Hoa In-liong membeberkan semua tugasnya
untuk menyelidiki pembunuh Suma siok-ya serta semua pengalaman yang dijumpainya
sepanjang jalan. Mendengar penuturan tersebut, selain merasa sedih dan murung atas kematian Kiu-
mia kiam-kek suami istri, semua orangpun merasa amat gusar dan benci atas kekejaman serta
kemisteriusan si pembunuh keji itu. Tapi didalam pembicaraan yang kemudian diadakan, semua orang
akhirnya berkesimpulan bahwa 'bencana besar sudah menjelang tiba'. Sejak itu dunia
persilatan yang sudah aman selama dua puluh tahun kembali akan dikacaukan oleh pelbagai
peristiwa besar. Berbicara soal bencana besar yang menjelang tiba, Kanglam Ji-gi selalu
menyinggung secara garis besarnya saja tanpa memberikan keterangan yang lebih terperinci.
Setiap kali membicarakan persoalan yang dibahas, atau manusia-manusia lihay yang
disinggung, ia selalu mengawali pembicaraan itu dengan perkataan 'mungkin persoalan ini ada
sangkut pautnya' atau 'mungkin orang ini ada sangkut pautnya'. Pokoknya semua
keterangannya tidak membahas sampai terperinci. Tiap kali Hoa In-liong mendesak lebih jauh, tiba-
tiba saja tabib itu mengalihkan pembicaraannya ke soal lain.
Kendatipun demikian, tabib tua ini sangat setuju kalau Hoa In-liong melakukan
perjalanannya menuju wilayah Lam-huang, sekalipun tanpa disertai alasan apapun.
Hoa In-liong sendiri, oleh karena merasa bahwa masalah Cia In adalah masalah
paling serius yang dihadapinya sekarang, maka tentang persoalan lainpun ia tidak banyak
bertanya lagi. Mengapa Cia In yang berilmu tinggi bersembunyi dalam sarang pelacuran". Semua
orang merasa hal ini merupakan suatu teka teki besar.
155 Lalu apa tujuan perempuan itu menculik Hoa In-liong" Kembali suatu teka teki
yang tak terjawab. Mengapa pula ia tidak menggeledah saku Hoa In-liong ketika pemuda itu berhasil
diringkus" Kembali suatu teka teki. Diberondong oleh serentetan teka teki yang membingungkan hati, pemuda Hoa In-
liong merasa pusing tujuh keliling, tentu saja ia segan membahas masalah lain sebelum
pertanyaanpertanyaan yang dianggap sangat penting itu belum memperoleh jawaban
yang memuaskan hati. Oleh karena itulah, setelah dilakukan pembicaraan yang lebih mendalam, akhirnya
si Tabib Sosial dari Kanglam setuju dengan pendapat Kim-leng ngo-kongcu yakni menyaru sebagai
laki-laki hidung bangor dan mencari berita ke rumah pelacuran Gi-sim-wan.
Sekalipun setuju mereka meninjau rumah pelacuran itu, tabib tua tadi hanya
setuju kalau Hoa In-liong cuma ditemani oleh Yu Siau-lam seorang sedangkan yang lain dilarang
ikut serta. Tabib tua itu beranggapan bahwa Cia In telah kabur bersama begundal-begundalnya,
jadi meninjau rumah pelacuran secara berombongan hanya merupakan tindakan yang
berlebihan. Sedang mengenai apa sebabnya dia hanya setuju kalau Hoa In-liong ditemani oleh
Yu Siau-lam seorang" Menurut kakek itu, karena persoalan ini mengangkut kepentingan mereka
berdua. Memang kalau dipikir, alasan itu cukup berbobot.
Katanya, "Andaikata rumah pelacuran Git-sim-wan adalah sarang bajingan, maka
orang-orang di rumah bordil itu pasti tahu tentang perbuatan Cia In menculik orang dan dapat
diduga perempuan yang bernama Cia In itu tentunya sudah menyembunyikan diri, maka untuk
melakukan penyelidikan harus dipilih orang-orang yang tepat.
Setelah Hoa In-liong tertolong, sewajarnya kalau Yu Siau-lam sebagai orang kota
Kim-leng yang mengenal jalan dan seluk beluk rumah pelacuran menghantar pemuda itu untuk
mencari tahu jajak Cia In, sekalipun mungkin penyelidikan mereka tidak mendatangkan hasil


Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

apa-apa, toh tak akan sampai perbuatan itu diketahui pihak Gi-sim-wan sehingga meningkatkan
kewaspadaan mereka. Perhitungan dari Tabib sosial ini memang cukup cermat disertai persiapan
langkah-langkah berikutnya. dia tak ingin kalau sampai jejak yang Cuma ada satu-satunya itu
putus di tengah. Tentu rekan-rekan dari Kim-leng ngo-kongcu yang lain tak ada yang mengajukan
keberatan, kecuali satu orang yakni Coa Cong-gi yang berangasan itu.
Agaknya Coa Cong-gi merasa amat cocok sekali dengan watak Hoa In-liong, ia tak
mau berpisah dengan pemuda itu malahan bersikeras membantu mengatakan bahwa diapun
berkepentingan dengan persoalan itu, sebab sewaktu menolong Hoa In-liong diapun ada disana.
Sampai perjamuan bubar, dia masih ribut terus tiada hentinya. Lama kelamaan
Tabib Sosial dari Kanglam dibikin kewalahan juga oleh tingkah polah anak muda itu. Terpaksa dengan
perasaan apa boleh buat ia menyetujui juga kehendak pemuda itu untuk ikut.
Mendengar persetujuan itu, tak terkirakan rasa girang Coa Cong-gi, sontak ia
meloncat bangun sambil berteriak, "Siapkan, kuda! Siapkan kuda!"
156 Melihat itu, Kanglam Ji-gi cuma bisa gelengkan kepalanya sambil mengurut dada.
"Cong-gi..... Cong-gi....." katanya, "Kau musti ingat jika kepergian kalian saat ini
bukan berpesiar, tapi untuk mencari berita. Bila kau tak dapat menahan diri dan berkaok-kaok
seperti saat ini, bisa jadi urusan engkoh In-liong akan terbengkalai di tanganmu!"
"Keponakan mengerti, keponakan sudah mengerti jelas," sahut Coa Cong-gi sambil
mangutmangut, "Pokoknya setelah tiba di rumah pelacuran Gi-sim-wan aku pasti
akan menutup mulutku rapat-rapat!" Semua orangpun pelan-pelan tinggalkan ruang tamu menuju ke halaman depan. Disana
pelayan telah siapkan tiga ekor kuda.
"Nah..... Naiklah keatas kuda!" ajak Kanglam Ji-gi kemudian sambil ulapkan
tangannya, "Cepatlah
pergi dan cepatlah kembali. Bila berhasil mendapatkan sesuatu keterangan, lebih
baik malam ini jangan sampai turun tangan lebih dahulu."
Beberapa patah kata terakhir itu mungkin saja tak dipahami orang lain, tapi Hoi
Liong yang cerdik segera dapat memahami arti dari perkataan itu.
Ia tersenyum, sahutnya sambil menjura, "Boanpwe tentu akan baik-baik menjaga
diri. Malam sudah makin kelam, udara amat dinguin, silahkan locianpwe masuk ke dalam
ruangan!" Setelah menerima tali les kuda dan meloncat naik keatas punggung kudanya, ia
berseru pula ke pada rekan-rekan lainnya, "Sampai jumpa lagi saudara-saudaraku!"
la lantas membedal kudanya menyusul Yu Siau-lam berdua.
Malam itu udara bersih, rembulan dan bintang memancarkan sinarnya dengan redup,
dengan ketajaman mata dari tiga orang itu mereka membedal kudanya cepat-cepat,
dalam suasana yang sepi dan lenggang mereka tidak kuatir terjadinya sesuatu diluar dugaan.
Akan tetapi setelah melewati loteng tambur dan masuk jalan besar See-ong-hu,
mereka terpaksa harus menjalankan kudanya pelan-pelan, sebab manusia yang berlalu lalang disitu
terjejal-jejal. Tiga orang itu semuanya berdandan sebagai putra hartawan, bukan saja wajahnya
tampan, kuda merekapun kuda jempolan. Sepanjang jalan mereka banyak menarik perhatian serta
pandangan kagum khalayak ramai. Yu Siau-lam mempunyai julukan sebagai Say-beng-siang (Beng Siang Sakti). Bagi
orang yang kenal Kim-leng ngo-kongcu tentu kenal pula pemimpinnya. Sepanjang jalan banyak
pula orangorang yang seagaja maju menyapa, hal ini menyebabkan perjalanan mereka
semakin lambat. Coa Cong-gi adalah seorang pemuda yang tak dapat menyembunyikan perasaan
sendiri. Sewaktu dalam hatinya ada urusan maka ia lantas tunjukkan sikap kurang sabar terhadap
mereka yang sengaja menyapa. Dengan sikap acuh tak acuh sepasang alis matanya yang tebal
berkenyit kencang. Hoa In-liong sendiri juga tak sabar lagi, tapi oleh karena baru pertama kali ini
ia berkunjung ke kota Kim-leng, apa yang terlihat di sekelilingnya terasa masih segar, maka untuk
membuang kekesalan hatinya sebentar-sebentar dia celingukan ke sana ke mari.
157 Selang sesaat kemudian, tiba-tiba Hoa In-liong menyaksikan Coa Cong-gi duduk di
kudanya dengan alis mata berkenyit. Tanpa terasa diperhatikannya pemuda itu dengan
seksama, kemudian pikir, "Saudara Coa paling blak-blakan dan suka bicara tanpa tedeng
aling-aling. Manusia beginilah terhitung manusia paling jujur dan tak kenal arti tipu
muslihat. Jangan dilihat alisnya tebal dan matanya besar, berbicara soal ketampanan, belum tentu dia
kalah dengan yang lain-lain, malahan bisa jadi dialah paling tampan diantara Kim-leng ngo-kongcu.
Cuma ketampanannya selalu tertutup oleh kerutan alisnya yang tebal itu. Aku tak boleh
menyia-nyiakan kesempatan yang sangat baik ini untuk berkenalan dirinya, sebab pemuda ini
sangat jujur dan merupakan sahabat yang paling dapat dipercaya!"
Berpikir sampai disitu, tiba-tiba saja kegembiraan hatinya berkobar kembali, dia
lantas menjalankan kudanya kes amping begitu, lalu tegurnya, "Saudara Cong-gi apakah
keluargamu juga menetap di kota Kim-leng ini?"
Waktu itu Cong-gi sedang merasa kesal sekali, ketika mendengar pertanyaan itu,
alisnya yang berkerut segera mengendor kembali, dan mukanyapun kembali berseri, "Haaa......
Haaa...... Haaa...... Benar, aku berasal dari kota Kim-leng. Bagaimana dengan kau?"
Tiba-tiba ia merasa bahwa pertanyaan macam itu sebenarnya tidak perlu ditanyakan
cepat lanjutnya kembali, "Eee......kita harus sebutkan tanggal lahir masing-masing, coba
lihat siapa yang lebih tua diantara kita! Dengan begitu untuk menyebut "kakak atau
adik" pun tak usah ngawur seenaknya bukan begitu saudara Hoa In-liong?"
Hoa In-liong tersenyum den mengangguk. "Siau-te dilahirkan pada tahun Jin-seng,
bulan Cingwe tanggal sembilan besar, tahun ini berusia delapan belas tahun,
bagaimana dengan saudara Cong-gi?" Pemuda ini masih teringat terus akan pesan neneknya maka dia selalu menghapalkan
tanggal dan tahun kelahirannya setahun lebih tua. Otomatis dalam setiap pembicaraanpun
tanpa terasa dia selalu menyebut tanggal kelahirannya secara komplit.
Cong-gi yang tak pernah mau berpikir dengan otaknya sudah tentu tak akan mengira
kalau tahun kelahiran pemuda itu sebetulnya palsu, ia lantas tertawa terbahak-bahak.
"Haaaa..... haaaa.....
Haa.....Kalau begitu akulah yang menang. Aku dilahirkan tahun Sim-wi, jadi persis
lebih tua satu tahun daripada kau......!" katanya
Hoa In-liong ikut tersenyum.
"Siau-te tidak merasa dirugikan dengan kemenangan Cong-gi heng, sebab itu di
kemudian hari aku akan diperhatikan baik-baik olehmu....."
"Haaa..... haaaa..... haaa..... sudah sepantasnya kita saling memperhatikan!
Sepantasnya kita saling memperhatikan!" gelak tertawa Coa Cong-gi amat nyaring. Ini menunjukkan
kalau pikiran maupun perasaannya telah lapang kembali.
Melihat sikap saudaranya itu, tiba-tiba Hoa In-Liong berpikir dalam hati, "Orang
ini mengetahui cara sopan santun dan merendahkan diri, ini berarti bahwa dia sebenarnya tidak
bodoh!" Selang sesaat kemudian ia bertanya lagi, "Cong-gi heng, siapakah gurumu?"
"Oooh..... ilmu silatku adalah warisan keluarga, jadi aku bisa bebas bergerak
tanpa musti dikekang oleh peraturan perguruan"
158 Diam-diam Hoa In-liong tertawa geli, katanya pula, "Apakah Pek-hu Pek-bo berada
dalam keadaan sehat walafiat" Berapa orang saudaramu?"
"Ayahku sudah meninggal banyak tahun. Di rumah aku cuma mempunyai seorang adik
perempuan" Tiba-tiba sepasang matanya dibelalakkan lebar-lebar, dengan wajah bersungguh-
sungguh ujarnya lebih jauh, "Eeh..... aku hendak memberitahukan satu hal kepadamu, tahukah
engkau bahwa adik perempuanku adalah harimau betina yang galaknya bukan kepalang" Kalau
kau bertemu dikemudian hari, mustilah sedikit berhati-hati."
Sebelum Hoa In-liong memberikan tanggapannya, tiba-tiba terdengar Yu Siau-lam
telah berseru, "Hati-hati sedikit! Kita sudah sampai di tempat tujuan."
Ternyata dalam bercakap-cakap tadi, tanpa terasa mereka sudah tiba di pintu
gerbang rumah pelacuran Gi-sim-wan. Ramai sekali suasana di sekitar tempat itu.
Sementara Hoa In-liong dan Coa Cong-gi masih tertegun keheranan, tiba-tiba
seorang pegawai rumah pelacuran itu maju menyongsong kedatangan mereka. Sambil membungkukkan
badannya memberi hormat kepada Yu Siau-lam katanya sambil tertawa tengik, "Yu-ya baru
sekarang kau datang" In cici telah siapkan meja perjamuan dan kini sedang menunggu di dalam
kamar" Kejadian ini benar-benar diluar dugaan. Ketika mendengar perkataan itu, untuk
sesaat mereka bertiga jadi tertegun dan lupa melompat turun dari kudanya.
Ketika Yu Siau-lam menghadang jalan pergi Cia In diluar pintu Gui-tee-bun
kemudian merampas tawanannya, perempuan itu pernah mencabut pisau belatinya untuk melakukan
perlawanan. Semenjak itu kedua belah pihak telah saling berhadapan sebagai musuh.
Kini, tawanannya telah ditolong orang, ternyata bukannya kabur jauh-jauh dari
situ Cia In malah tetap berdiam disana, bahkan telah siapkan meja perjamuan untuk menantikan
kedatangan mereka. Meski hal itu memang merupakan janji dari Cia In waktu masih berada
diluar kota, tapi yang mengherankan, apakah dia takut Hoa In-liong meluruk kesitu dan membongkar
rahasianya" Waktu itu kaum pelancong yang berpesiar di sekitar kuil Hui-cu-bio luar biasa
banyaknya, terutama tamu-tamu yang berkunjung ke rumah bordil Gi-sim-wan, boleh dibilang
bagaikan aliran air sungai yang mengalir silih berganti.
Yu Siau-lam tertegun sejenak, kemudian sempat berpikir panjang lagi dia melompat
turun dari kudanya seraya ulapkan tangan.
"Bawa jalan buat kami!" perintahnya.
"Baik tuan!" Pelayan itu bungkukkan badan sambil mengiakan, dia putar badan lalu
berteriak ke arah halaman rumah pelacuran itu, "Yu kongcu telah tiba!"
Dengan langkah yang sengaja dibuat tegap, ia membawa tamu-tamunya masuk ke
dalam. Dalam waktu singkat seruan 'Yu kongcu telah tiba' tadi sudah disampaikan secara
berantai ke ruang paling dalam. Suara yang keras bagaikan gembrengan itu membuat orang
merasa semangatnya berkobar kembali.
159 Yu Siau-lam tersenyum, dia berpaling dan memandang sekejap ke arah Hoa In-liong
serta Coa Cong-gi, lalu katanya, "Nona Cia betul-betul seorang yang dapat dipercaya.
Silahkan saudara sekalian!" Tali les kuda mereka telah diterima oleh seorang pelayan dan dibawa masuk ke
kandang. Hoa Inliong tidak banyak bicara lagi, dia manggut-manggut sambil
menirukan lagak rekannya.
"Ehmmm..... memang dapat dipercaya! Dapat dipercaya! Silahkan saudara Siau-lam"
Mereka bertiga masuk bersama dengan langkah lebar. Ditengah jalan, Yu Siau lam
diam-diam berbisik dengan menggunakan ilmu menyampaikan suara.
"Sungguh diluar dugaan Cia In tidak berusaha menghindarkan diri, Hoa-heng!
Bagaimana rencanamu berikutnya?"
"Lebih baik kita bertindak menurut keadaan, coba lihat dulu bagaimanakah
tanggapan serta tanggung jawabnya terhadap peristiwa itu!" sahut Hoa In-liong dengan ilmu
menyampaikan suara pula. "Jika dia bersikeras mungkir atau memberikan yang alasan berbelit-belit
bagaimana sikapnya pada kita" Atau bila perlu kita gunakan saja kekerasan untuk memaksa perempuan
itu mengaku" Kadang kala memang ada orang yang baru mau mengaku jika dipakai kekerasan!"
"Aku pikir tak usah gunakan kekerasan!"
ooooooOoooooo "CONG-GI adalah seorang pemuda yang ringan mulut dan seringkali gampang
menyemburkan kata-kata yang kasar tanpa tedeng aling-aling, aku kuatir kalau sampai waktunya
dia banyak mulut" kata Yu Siau-lam mengutarakan kekuatirannya.
"Aku pikir pendapat ayahmu sangat tepat. Bila jejak ini kita bikin putus dengan
kekerasan, tentu tiada hasil yang bisa kita capai. Alangkah baiknya kalau dalam segala tindak
tanduk nanti,

Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

nantikan dulu maksud hatiku," pesan Hoa In-liong.
"Baiklah!" sahut Yu Siau-lam sejenak kemudian, "Aku akan bertindak mengikuti
kerlingan mata Hoa-heng" Menyusul kemudian dengan ilmu menyampaikan suara diapun berpesan beberapa patah
kata kepada Coa Cong-gi. Semenjak permulaan tadi, Coa Cong-gi sudah menganggap Hoa In-liong sebagai
pemimpinnya, tentu saja ia tidak mengemukakan pendapat apa-apa. Pemuda itu hanya mangut
sebagai tanda bahwa semua pesan itu telah diingatnya semua.
Cahaya lampu menerangi seluruh ruangan Gi-sim-wan, suasana disitu ramai dan
gaduh. Suara tertawa, suara pembicaraan dan suara orang bergurau serasa memekakkan telinga.
Sementara mereka bertiga berjalan masak ke dalam, seringkali muncul perempuan-
perempuan cantik dengan aneka macam potongan badan serta kegenitan berjalan mondar-mandir
disana sambil tiap kali mengerling genit ke arah mereka.
160 Perlu diketahui, baik Yu Siau-lam maupun Coa Cong-gi kedua-duanya adalah
langganan tetap rumah pelacuran Gi-sim-wan. Hampir tiap hari mereka bermain disitu lagipula jadi
orang royal tak heran kalau sebagian besar pelacur-pelacur disana kenal dengan tampang
'cukong cukong muda' mereka ini. Berbeda sekali dengan kedatangan mereka kali ini. Dengan membeban tugas penting,
sejak masuk ke rumah pelacuran itu mereka telah pasang mata baik-baik memperhatikan
keadaan disekeliling tempat itu. Bukan saja mereka tidak merasakan pengaruh apa-apa oleh
kerlingan maut pelacur-pelacur tersebut, malahan memandang tubuh mereka yang berliuk-liuk
padat, tibatiba saja timbul rasa jijiknya yang tebal. Mereka segera merasa bahwa
itulah profil dari seorang
pelacur. Cia In berdiam di sebuah gedung berloteng yang mungil dan indah. Loteng itu
berpagar bambu dengan tirai tipis yang berwarna merah muda. Di sekeliling gedung penuh pohon
bambu yang rindang. Jauh di ujung sana terdapat sebuah kolam dengan air yang jernih.
Bebungaan yang beraneka macam menyiarkan bau harum semerbak, ditambah pula suara keliningan
yang dipasang diatas wuwungan rumah, suara 'ting-tang ting-tang' yang merdu membuat
semaraknya suasana disana. Seorang pelacur ternyata mempunyai tempat tinggal yang begitu tenang, nyaman dan
indah, dari sini dapat diketahui bahwa kedudukan Cia In di tempat itu boleh dibilang
cukup tinggi. Setelah tiba di tempat itu, pelayan rumah pelacuran yang membawa jalan tadi
segera berhenti. Sambil menuding ke dalam katanya, "Yu kongcu, silahkan melihat sendiri, In Ci-ji
sudah menanti ditepi pagar, silahkan masuk! Silahkan masuk! Tan-ji mohon diri lebih dahulu."
Meskipun diluaran dia bilang mau mengundurkan diri, tapi badannya cuma
membungkuk belaka sama sekali tak ada tanda-tanda akan mengundurkan diri dari situ.
Melihat sikap pelayan itu, sebagai langganan lama tentu saja Yu Siau-lam cukup
mengetahui akan maksudnya, dia tersenyum, "Terima kasih banyak, terima kasih banyak atas
bantuanmu. Nah! ini persen untukmu, harap saja tidak terlampau kurang bagimu.....!" Seraya
berkata dia mengambil satu tahil perak dan dilemparkan ke arah pelayan tadi.
"Tan-ji mengucapkan banyak terima kasih."
Cepat-cepat pelayan itu berseru dengan wajah berseri.
Ketika berbicara sampai disitu, uang perak itu sudah tiba di depan matanya,
cepat dia bangkit, berdiri dan menerimanya. Yu Siau-lam gemas oleh tingkah laku pelayan itu. Selain itu diapun ingin
menjajal apakah pelayan itu berilmu atau tidak" Maka ketika uang perak itu disentil ke depan, sengaja
dia menyertakan pula tenaga dalamnya yang lihay.
Maka bisa dibayangkan apa akibatnya ketika uang perak itu disambut oleh pelayan
tadi, bukan saja uang itu tak sempat ditangkap, malahan tonjolan yang menongol keluar pada
uang perak itu sempat menggesek telapak tangannya.
Pelayan itu menjerit kesakitan, sambil menggertakkan gigi dia mengaduh tiada
hentinya. Telapak tangan lecet dan berdarah, sekalipun sakitnya bukan kepalang rupanya
pelayan itu lebih mementingkan uangnya daripada badan sendiri. Tak sempat memeriksa luka lecet itu
lagi, cepat- 161 cepat dipungutnya uang perak itu kemudian sambil memegangi telapak tangannya
yang terluka ngeloyor pergi dari situ.
Melihat setelah pelayan itu berlalu, Hoa In-liong bertiga saling berpandangan
sambil tertawa mereka lantas menyeberangi kebun kecil itu dan naik ke atas loteng.
Cia In yang cantik jelita dengan dandanan yang indah telah menanti kedatangan
mereka di mulut anak tangga. Ketika tamunya muncul, dia lantas memberi hormat sambil berkata,
"Rembulan terasa redup, bintang amat jarang,
embun malam terasa dingin.....
Rumah nyanyian, gedung pelacuran, sudah berapa rumah kau kunjungi....."
Yu-ya, apakah kau sudah tidak kenal jalanan lagi?"
Mendengar bait syair tersebut, Yu Siau-lam segera tertawa tergelak.
"Kekasihku Lau dari Thian-tay terpikat oleh gua kuno..... Sekalipun harus mabok,
mati pun terima..... Setelah mengetahui nona Cia menyiapkan perjamuan untuk kami, sekalipun
aku sudah tak kenal jalan lagi, akan kupinjam burung bangau sakti untuk menghantar aku
kemari, haaaaa..... haaaaa.... haaaaaa....."
Cia In mengerling genit, bibirnya mencibir lalu serunya, "Eeeh..... kau pingin
mampus rupanya! Masa di hadapan sahabat baruku, begitu bertemu kau lantas hendak cari untung"
Sayang gua kuno sudah tertutup, mau terpikat, pergilah terpikat sendiri!"
Dia membalikkan tubuhnya, lalu dengan langkah yang lemah gemulai berjalan masuk
ke dalam ruangan. Untuk kesekian kalinya Hoa In-liong bertiga saling berpandangan sambil tertawa.
Tanpa berbicara lagi mereka ikut masuk ke dalam ruangan itu dibelakang Cia In.
Setelah berbelok ke arah timur, ditengah-tengah gedung itu merupakan sebuah
ruang tamu yang besar. Lampu lentera tergantung disana sini. Meja benar-benar telah tersedia
disana. Siau-in-ji segera maju menyongsong kedatangan tamu-tamunya, sambil memberi
hormat katanya, "Yaya bertiga, jika kalian tidak datang sesaat lagi, tentu arak dan
sayur telah menjadi dingin semua!" Ketika berjumpa dengan Siau-in-ji, tiba-tiba Coa Cong-gi merasakan hatinya agak
bergerak, dia lantas merogoh ke dalam sakunya dan mengambil sekeping uang perak, katanya
kemudian, "Selama kami minum arak, tolong layanilah kami baik-baik. Nah! Uang perak ini
persen bagimu untuk membeli pupur."
Jari tangannya lantas disentil ke depan. Uang perak itu dengan kecepatan
bagaikan kilat meluncur ke depan. Tiba-tiba Cia in maju ke depan, ujung bajunya segera dikebut kedepan, tiba-tiba
uang perak itu sudah tergulung masuk ke dalam ujung bajunya. "Coa-ya, kau benar-benar berjiwa
sempit" 162 katanya sambil tertawa genit. "Toh rahasiaku sudah ketahuan, buat apa Coa-ya
menjajal kami lagi?" Berbicara sampai disitu, dia lantas berpaling ke arah Siau-in ji dan
menambahkan, "Pergilah
kedalam dan ambil keluar pedang mustika serta buntalan milik Hoa kongcu, agar
dengan begitu orang yaya ini jadi berlega hati kalau kami memang tidak bermaksud jahat.'"
Perkataan itu diucapkan dengan blak-blakan namun dia sendiri sama sekali tidak
menunjukkan sikap marah. Hal ini membuat Coa Cong-gi merasa pipinya jadi merah karena
jengah. Untuk sesaat dia jadi gelagapan dan tak tahu apa yang musti dikatakan.
Hoa In-liong maupun Yu Siau-lam sendiri pun tertegun, mereka benar-benar merasa
tak habis mengerti, dengan maksud apakah Cia In menyiapkan meja perjamuan untuk menjamu
mereka" Selang sesaat kemudian, Siau-in-ji telah muncul kembali sambil membawa pedang
mustika dan buntalan milik Hoa In-liong, segera ujarnya sambil tertawa, "Hoa-ya, apakah
engkau akan periksa dulu barang-barang milikmu ini.......?"
Hoa In-liong tertawa terbahak-bahak. "Haaa..... haaa..... haaa..... aku tidak kuatir
kehilangan barang milikku, yang aku kuatirkan justru kalau sampai jalan darah giok-tin-hiat
ku ditusuk lagi dengan jarum!" Cia In ikut tertawa cekikikan sehabis mendengar sindiran tersebut.
"'Hiii..... hiii..... hiii..... Mungkin sepanjang hidupku sudah tak akan mempunyai
kesempatan lagi untuk membekuk engkau. Jika kau tidak takut bila arak dan sayur ini sudah
kucampuri racun, silahkan mengambil tempat duduk."
Hoa In-liong tertawa, dia tidak banyak berbicara lagi, segera pemuda itu
beranjak dan menuju ke meja perjamuan. Setelah masing-masing orang mengambil tempat duduk, In-ji maju memenuhi cawan
tamutamunya dengan arak. Tiba-tiba Hoa In-liong ulapkan tangannya mencegah dayang cilik itu bekerja lebih
jauh serunya, "Eeeh..... tunggu sebentar, akan kuperiksa dulu dengan seksama, apakah teko arak
ini adalah teko yen-yang-hu atau bukan?"
Senyuman lirik tersungging di ujung bibirnya, tentu saja pemuda itu tidak
berniat sungguhsungguh untuk memeriksanya.
Menggunakan kesempatan itu Cia In menjual lagaknya, dengan sikap manja
direbutnya teko arak itu dari tangan In-ji, kemudian serunya dengan muka cemberut, "Tidak boleh
dilihat!. Terus terang kuberitahu kepadamu, teko ini bukan teko yen-yang-hu, tapi araknya adalah
arak Yenyang-ciu, lebih baik Hoaya jangan minum!"
Yu Siau-lam segera membungkukkan badan dan merebut kembali teko arak itu dari
tangan Cia In, kemudian sambil memenuhi cawan araknya perlahan-lahan dia bersenandung,
"Dewi cantik bidadari ayo berkumpul dalam khayangan.....
Suasana semarak menghilangkan derita.....
163 Mengagumi burung yan-yang, jangan mencemooh bidadari....."
Cia In mengerdipkan matanya dan ditujukan sikap yang aleman, serunya kemudian
dengan manja, "Siapa toh yang kau maksudkan burung yan-yang dan siapa pula
bidadarinya". Iiiiih....
Yu-ya benar-benar tak tahu!"
Ia memutar biji matanya, lalu sambil berpaling kepada In-ji katanya lagi,
"Oooh..... In-ji yang
nakal! Uang persenan 'kan sudah kita terima, masakah kau benar-benar akan suruh
ya ya sekalian menuang arak sendiri?"
Setelah ada perintah dari majikannya, In-ji baru menerima teko arak itu dan
menuangkan arak bagi cawan-cawan tamunya.
Setelah semua isi cawan dipenuhi, Cia In mengangkat cawan araknya kehadapan Hoa
In-liong kemudian katanya, "Pertama-tama akan kuhormati dulu Hoa-ya dengan secawan arak.
Semoga dengan secawan arak ini Hoa-ya dapat memberi maaf kepadaku karena sepanjang
jalan telah menyiksa diri Hoa-ya."
Sekali teguk dia menghabiskan isi cawannya.
Hoa In-liong tertawa tergelak.
"Haa..... Haa..... haa..... kebetulan aku memang sedang berpesiar ke tempat-tempat
indah. Sudah lama aku punya rencana untuk berkunjung ke wilayah Kanglam. Haaaaa... ha.....
haaa..... Sekalipun sepanjang perjalanan tak sempat kunikmati keindahan alam, paling
sedikit 'kan aku sudah mengirit beberapa tahil perak ongkos jalan. Siapa bilang aku menderita"
Malahan aku bersedia merasakan keadaan semacam itu sekali lagi."
Dia ikut meneguk habis isi cawan sendiri.
Menggunakan kesempatan itu Yu Siau-lam melirik sekejap ke arah Hoa In-liong.
Ketika dilihatnya pemuda itu picingkan mata kanannya dan janggutnya ditarik sedikit sebagai tanda
anggukan, tahulah dia bahwa arak itu memang tak beracun.
Dengan hati lega pemuda she Yu ini mengangkat cawan araknya sendiri dan berkata
sambil tertawa, "Ditemani perempuan cantik dalam sekereta sekalipun tak dapat menikmati
keindahan alam, hal itu juga bukan kejadian yang patut disesali. Nona Cia aku pesan tempat
dulu ya", kalau lain waktu ada kesempatan semacam itu, tolong nona Cia beri kabar padaku. Hanya
suasana

Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

romantis macam begitu baiknya jangan dirusak karena jalan darahku kau totok..."
Tiba-tiba Cia In picingkan sebelah matanya sambil menyela, "Aduuh..... Aduuuh......
katanya saja seorang taki-laki sejati yang gagah perkasa, kenapa pandangan serta jiwamu
begitu picik". Aku 'kan sudah mengaku salah" Masa itu tidak cukup" kenapa musti pakai main sindir
terus menerus?" Cia Cong-gi yang tadi ikut-ikutan berbicara mengikuti jejak rekannya, siapa tahu
ketanggor batunya, sampai sekarang hatinya masih merasa tak enak. Sebagai seorang pemuda
yang berjiwa terus terang, ia selalu teringat akan tujuan kedatangan mereka. Maka
ketika dilihat datangnya kesempatan yang baik, dia lantas tertawa kering dan menyela, "Si
penjagal mau bunuh babi, tapi sudah salah bunuh manusia. Apakah kau anggap hanya mengaku
salah saja itu sudah cukup" Paling sedikit musti kau terangkan dulu apa sebabnya kau culik
saudara kita dari keluarga Hoa......?"
164 Mendengar ucapan tersebut, Yu Siau-lam merasa sangat gelisah. Dia menganggap
waktu itu belum tiba saatnya untuk mengutarakan maksud tujuan kedatangan mereka. Ia kuatir
jika suasana dibuat beku lebih dulu maka sampai saatnya nanti main kekerasan tak
bisa, tentu keadaan mereka malah akan jadi sulit sendiri.
Untunglah Cia In tidak memikirkan hal itu di dalam hati, dia tertawa cekikikan.
"Hiiii..... hiii...... hiii.... Coa-ya memang lucu benar orangnya, masa kau bandingkan
aku sebagai si penjagal dan membandingkan Hoa Kongcu sebagai babi. Hiiii..... hiiii..... perkataan
Coa-ya kurang tepat, kau musti di hukum dengan secawan arak"
Untuk mencari perumpamaan tersebut, dengan susah payah Coa Cong-gi harus memutar
otak, maksudnya dia akan membawa pembicaraan tersebut kepokok pembicaraan yang
sebenarnya. Siapa tahu perumpamaan itu telah digunakan lawannya untuk memukul diri sendiri.
Untuk sesaat dia jadi menjublak dan tak mampu berkata-kata lagi.
Yu Siau-lam sendiripun merasa agak lega setelah dilihat suasana tidak dibikin
rusak oleh persoalan itu. Cepat dia mengangkat cawan sendiri dan berkata sambil tertawa,
"Nona Cia, coba lihatlah benda apakah yang berada ditanganku ini?"
"Itukan secawan arak!" sahut Cia In rada tertegun.
"Benar, benda ini adalah secawan arak!" Yu Siau-lam membenarkan seraya
mengangguk "Aku lihat nona pun tidak berjiwa besar!"
"Eeeeh..... Apa sangkut pautnya antara cawan arak ini dengan kebesaran jiwaku?"
kembali Cia Jin disaat tertegun oleh perkataan dari si anak muda ini.
Yu Siau-lam tersenyum, "Semula kuangkat cawan dengan maksud mengucapkan beberapa
kata yang enteng lalu baru menghormati nona dengan secawan arak. Siapa tahu nona tak
pandai mengambil kesempatan itu untuk bergurau, malah menegur aku berpandangan dan
berjiwa sempit. Adik Cong-gi segera menyambung pula dengan beberapa banyolan ternyata
kau menyindir pula. Coba lihatlah, bukankah yang pantas dihukum adalah nona sendiri"
Hayo, sekarang kau musti dihukum dengan secawan arak!"
"Aaaah..... kalian jahat, kalian jahat semua!" seru Cia In manja, "Aku tak mau
kalau begitu, masa tiga orang laki-laki gede bekerja sama untuk menganiaya seorang perempuan macam
aku..... kalian curang!" "Haaa..... haaaa..... haa..... perkataan nona terlampau serius!"
Yu Siau-lam tertawa terbahak-bahak, "Baiklah, kalau begitu mulai sekarang kita
kemukakan larangan, barang siapa mulai dulu dengan kata-kata yang tak senonoh, maka dia
harus didenda tiga guci arak!" "Aduuuh.... mak, aku tidak mau ikut!" Cia In menjerit keras, "Aku sudah terbiasa
hidup menjual tertawa menjual banyolan. Menyambut orang she-Thio menghantar tuan she-Li sudah
menjadi kebiasaanku sehari-hari. Dan lagi kedatangan yaya sekalian ke Gi-sim-wan toh
untuk mencari hiburan dan kesenangan. Sekalipun malam ini harus kulayani kalian sampai mabok,
mencari kegembiraan adalah soal paling penting. Jika Yu-ya betul-betul perlakukan
larangan itu, akulah yang akhirnya bakal kesal. Tidak..... tidak mau..... Aku tidak mau ikut"
165 "Sudah..... Sudahlah! Gurauan kita stop sampai disini saja," sela Hoa In-liong
sambil tertawa, "Minum arak barulah urusan kita yang paling penting."
Menggunakan kesempatan itu Yu Siau-lam ikut memutar haluan mengikuti hembusan
angin. Cepat-cepat sambungnya, "Betul! Betul! minum arak barulah urusan kita yang
paling penting! In ji ayoh penuhi cawan arak. Aku akan menghormati nona kalian dengan secawan
arak." Hakekatnya In-ji masih kecil. Ketika mendengar beberapa orang ini cekcok dan
bersilat lidah, dia hanya bisa mendengarkan dengan muka tertegun, tentu saja diapun lupa untuk
menuang arak. Sekarang setelah ditegur oleh Yu Siau-lam, dengan wajah merah jengah ia baru
sadar kembali dari lamunannya. Cepat-cepat dia mengangkat teko arak itu dan memenuhi cawan
kosong dari Cia In serta Hoa In-liong dengan wajah tersipu-sipu.
Maka barulah adegan lain yang tak kalah serunya, mereka sambil membujuk sambil
saling melotot, cawan tak pernah lepas tangan, ternyata beberapa orang itu mulai minum
arak dengan bersungguh-sungguh. Keempat orang itu sama-sama mempunyai takaran minum arak yang besar sekali,
setiap cawan yang disodorkan kehadapannya segera diteguk hingga habis.
Cia In seperti akan mengucapkan sesuatu, tapi akhirnya maksud itu dibatalkan,
dia tahu kedatangan Hoa In-liong sekalian mempunyai maksud-maksud tertentu. Tapi tindak
tanduk mereka yang minum arak terus macam orang yang betul-betul datang untuk iseng,
sangat mencengangkan hatinya. Entah beberapa puluh cawan sadah mereka minum, paras muka Cia In telah berubah
jadi merah seperti bunga tho. Makin merah makin merangsang tampaknya, bikin hati orang
seperti dikilikkilik. Hanya Coa Cong-gi seorang yang selalu memikirkan tujuan kedatangan mereka
disana. Beberapa kali dia ingin buka suara, tapi selalu kuatir kalau
perkataannya kurang cocok sehingga
dicemooh orang, saking gelisahnya dia sampai garuk-garuk kepalanya yang tidak
gatal. Beberapa kali dia mengerling ke arah Hoa In-liong dan Yu Siau-lam memberi tanda
namun baik Hoa In-liong maupun Yu Siau-lam seakan-akan sama sekali tidak melihat kerlingan
itu, jangan toh menanggapi, menggubrispun tidak.
Keadaan tersebut ternyata tak lepas dari pengamatan Cia In yang tajam. Sepasang
alis matanya segera berkenyit, tapi hanya sebentar saja dia sudah tersenyum kembali.
"Yu-ya sudah lama kita tak berjumpa!" katanya dengan manja.
"Yaa...! Kalau dihitung hitung dengan jari, sudah hampir tiga puluh hari lebih"
Cia In tersenyum manis. "Sepanjang perjalanan, ku selalu merasa kesepian dan
tiada berkawan, tahukah kau bahwa aku selalu memikirkan engkau?"
Yu Siau-lam mengerutkan dahinya, sesaat kemudian dia menjawab agak takabur,
"Bila hati sudah bertemu dengan hati, memang sepantasnya kalau nona Cia selalu teringat
akan diriku." "Kalau memang begitu..... kau..... kau..... Bagaimana kalau kau tinggal disini saja!"
bisik perempuan itu. 166 Selesai berkata kepalanya ditundukkan rendah-rendah, sikapnya tersipu-sipu dan
mukanya merah padam seperti kepiting rebus.
Mendengar tawaran itu, Yu Siau-lam merasa amat terperanjat. Ia jadi terbelalak
dan gelagapan dibuatnya. "Soal ini..... Aku rasa soal ini......"
Yu Siau-lam memang seorang yang suka bermain cinta, apalagi kedatangannya kesitu
adalah menyaru sebagai laki-laki iseng yang mencari kesenangan akan tetapi ketika
secara tiba-tiba ia mendengar permintaan perempuan itu agar dia tinggal disana, sedikit banyak
kejadian itu diluar dugaannya. Ini membuat jago muda kita jadi gelagapan setengah mati.
Masih mendingan kalau ia datang tanpa tujuan. Kini maksud kedatangannya adalah
untuk menyelidiki asal-usul perempuan itu. Tidaklah heran kalau tawaran itu malahan
bikin jantungnya berdebar keras dan gelagapan dengan sendirinya.
Tiba-tiba terdengar Coa Cong-gi memukul meja keras sambil tertawa tergelak.
"Haaa..... haaa...... haaa..... Ada nona cantik yang bersedia menemani tidur. Oooh.....
Saudara Siau-lam, aku lihat rejekimu betul-betul amat besar. Aku rasa itulah yang
dinamakan orang kalau lagi Hok-kie..." Jilid 09 MERAH padam selembar wajah Yu Siau-lam karena jengah, dengan gelisah ia lantas
membentak. "Cong-gi te, kau jangan sembarangan berbicara"
"Siapa bilang aku sedang berbicara sembarangan.....?" Coa Cong-gi mengerutkan
dahinya rapatrapat, "haa... haa..... haa..... perpisahan yang terlampau lama
kadangkala memang memberi
kemesraan bagaikan pengantin baru, aku lihat.... heee.... heee..... heee..... Saudara
Siau-lam, kau tak usah pura-pura berlagak pilon lagi"
Tampaknya jago muda yang berwatak berangasan ini sudah lama menyimpan rasa
mendongkolnya atas sikap Hoa In-liong serta Yu Siau-lam yang selalu membicarakan
soal-soal tetek bengek yang sama sekali tak ada gunanya, maka dia menggunakan kesempatan
yang sangat baik itu untuk menyindir rekan-rekannya.
Yu Siau-lam jadi mendongkol bercampur penasaran oleh perkataan itu. ia tuding
rekannya sambil berseru tergagap. "Kau... kau....."
Tiba-tiba sinar matanya membentur wajah Hoa In-liong yang masih duduk dengan
senyum dikulum. Sontak saja satu ingatan melintas dalam benaknya, sekuat tenaga dia
mengendalikan rasa mangkel dalam hatinya, kemudian sambil berpaling kembali ke arah Cia In,
katanya lagi sambil tertawa lebar, "'Wah..... Nona Cia, aku lihat engkau memang suka sekali
memutarbalikkan perkataanmu". "Eeeh..... Yu-ya, Apa maksud perkataanmu itu?" Cia In pura-pura tertegun.
"Haaa..... haa..... haa..... Bukankah engkau telah berkata bahwa gua kuno sudah
tertutup. Kalau mau terpikat, pergilah terpikat sendiri"
167 Ia terbahak-bahak, setelah berhenti sejenak sambungnya lebih jauh, "Haaa..... haa...
haa... Aku tahu kalau nona sudah mempunyai sahabat baru dan hatimu sudah ada yang punya.
Asal aku orang she-Yu masih kebagian sedikit saja cintamu, aku sudah merasa puas sekali!"
Hoa In-liong tertawa nyaring tiba-tiba menyela, "Eeeh.... Saudara Siau-lam, yang
kau maksudkan sehabat-sahabat baru itu apakah diri siaute?"
Yu Siau-lam ikut tertawa. "Saudara In-liong romantis dan gagah perkasa, sedang
nona Cia adalah seorang perempuan sakti yang luar biasa. Siapakah sahabat baru nona itu
masakah musti siaute terangkan lebih terperinci?"
"Haaa..... haaa... haa...." Hoa In-liong segera tertawa terbahak-bahak, "Saudara Siau-
lam, mempunyai roman muka yang gagah, mempunyai tindak tanduk yang supel, apalagi
merupakan tamu kehormatan dari nona Cia, haaa..... haa..... siaute tak berani dianggap sebagai
sahabat karibnya kuatir ada yang cemburu!"
Yu Siau-lam segera berpaling ke arah Cia In, sambil menuding perempuan itu
katanya pula, "Kau tidak percaya" Kenapa tidak tanyakan sendiri kepadanya" Sudah bertahun-tahun
lamanya aku berkenalan dengannya, tapi kapankah aku pernah dipersilahkan masuk pintu
gerbangnya" Katakata tamu terhormat sudah tidak cocok lagi untukku, eeeh.....
Saudara In-liong, aku saja telah
bersedia mengalah, mengapa kau masih juga berusaha unjuk menampik kesempatan
baik ini?" Hoa In-liong sengaja menunjukkan sikap seperti monyet kepanasan. Sambil
menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal dia berpaling ke arah perempuan itu, ditatapnya wajah
Cia In dengan sinar mata berkedip, kemudian tanyanya sambil tertawa cengar-cengir, "Nona Cia
sungguhkah ini?" Sebenarnya saat inilah merupakan kesempatan yang sangat baik bagi mereka untuk
membawa pembicaraan kepokok persoalan yang sebenarnya.
Asal Yu Siau lam segera menyambung pembicaraan itu dengan kata-kata- "Kalau
tidak sungguh2 buat apa nona Cia harus bersusah payah menangkap dirimu ribuan li jauhnya datang


Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ke kota Kim-leng?" Niscaya Cia In akan terperangkap oleh pembicaraan tersebut dan
terseret untuk mengungkapkan alasan-alasan serta sebab musababnya yang sebetulnya.
Sayang Yu Siau-lam tidak berbuat demikian, terpaksa Hoa In-liong pun melanjutkan
sandiwaranya dengan mengedipkan matanya seperti monyet kepanasan.
Begitulah, dua orang pemuda ini saling memberi umpan untuk menjebak lawan.
Sementara diluaran mereka berbicara kesana kemari seakan-akan sudah melupakan sama sekali
akan tujuan kedatangan mereka yang sebenarnya ke sana.
Coa Cong-gi yang selalu tak mau berpikir dengan menggunakan otaknya jadi gusar
dan mendongkol sekali oleh tingkah laku kedua orang rekannya, tiba-tiba dia memukul
meja keraskeras, kemudian teriaknya marah-marah, "Sudah, kau tak usah banyak
bertanya lagi, mau tinggal disini kau boleh saja menginap dirumah ini. Hmmm......! Ternyata engkau
adalah manusia semacam ini, hitung-hitung anggap saja aku Coa Cong-gi mempunyai mata tak
berbiji sehingga tak dapat menilai kepribadianmu yang bobrok dan amoral itu!"
Sambil melampiaskan rasa dongkol dan marahnya, pemuda berangasan itu segera
bangkit berdiri dan berjalan menuju ke pintu depan.
168 Hoa In-liong masih tetap tenang dan sama sekali tak berkutik, sedangkan Yu Siau-
lam jadi panik sekali, dia segera membentak nyaring, "Kembali!"
Coa Cong-gi sama sekali tidak berhenti, dia hanya berkata lagi dengan dingin,
"Mau apa kembali kesitu" Hmmm, jika engkau pun terpikat oleh kecantikan wajahnya, silahkan tetap
tinggal disini... Dasar sama-sama cabulnya".
Tiba-tiba terdengar Cia In menghela napas panjang.
"Aaaaaai..... Hoa kongcu, aku benar-benar merasa takluk kepadamu!" katanya.
Helaan napas yang datang tanpa dikemudian asal mulanya jauh diluar dugaan
siapapun. Coa Cong-gi segera merasa hatinya bergerak, tanpa sadar ia putar badannya sambil
bertanya, "Eeeh.... kenapa kau takluk kepadanya?"
"Yaaa.... takluk oleh ketenangannya serta kemampuannya untuk mengendalikan diri".
"Ketenangan dan kemampuannya mengendalikan diri?" Coa Cong-gi mengerutkan
alisnya rapatrapat. "Benar, ketenangannya jauh melebihi ketenangan kalian berdua. Apalagi
kemampuannya untuk mengendalikan diri, kalian masih kalah jauh di bandingkan dengan dirinya.
Silahkan engkau kembali kedalam ruangan!" bisik Cia In dengan murung.
Coa Cong-gi mengedipkan matanya berulang kali. Tanpa sadar dengan wajah
tercengang dan tidak habis mengerti, selangkah demi selangkah, diapun masuk kembali kedalam
ruangan. Tiba-tiba dilihatnya Hoa In-liong juga bangkit, sambil menjura kepada nona itu,
lalu sambil tersenyum katanya, "Nona Cia... akupun merasa takluk kepadamu, takluk oleh
kecerdasan otakmu.....!" Cia In tertawa getir, "Apa gunanya kecerdikan" Toh akhirnya aku tak dapat
mengendalikan jaga perasaanku sendiri" katanya lirih.
Sekali lagi Hoa In-liong tertawa. "Apa gunanya kita membicarakan persoalan tetek
bengek yang sama sekali tak ada gunanya itu" Diam-diam aku telah mengerahkan tenaga dalamku
untuk memeriksa daerah disekitar tempat ini. Aku tahu dalam wilayah seluas tiga puluh
kaki tak ada orang yang mencuri dengar pembicaraan kita. Nona Cia! Apabila engkau tidak
menginginkan pembicaraan tersebut dilangsungkan diatas pembaringan sambil berbisik-bisik
lirih, silahkan kau utarakan saja saat ini secara blak-blakan!"
Sampai detik ini Coa Cong-gi baru mengerti apa gerangan yang sebenarnya telah
terjadi, dia lantas berteriak keras, "Ooooh...... Sekarang aku mengerti sudah, rupanya kau.....
haaa.... Haa.... Haa... ....Lote! Aku Coa Cong-gi ikut takluk benar-benar kepadamu!"
Diantara gelak tertawanya yang amat nyaring seperti suara geledek, dia masuk
kembali kedalam ruangan, dan langsung duduk kembali diatas kursinya semula.
Terdengar Cia In menghela napas lagi. "Aaaaaai.... Dia menginginkan aku berbicara
sendiri peristiwa itu tanpa paksaan. Dengan demikian maka bila usahanya yang pertama
tidak berhasil, lain kali dia masih bisa datang kemari untuk kedua kalinya. Yaaa........ kalau
kulihat dari sikap kalian ini, tampaknya kamu semua sudah menaruh kecurigaan terhadap rumah
pelacuran Gi-simwan kami ini....!"
169 Hoa In-liong hanya tersenyum belaka, mulutnya tetap membungkam tanpa memberi
komentar apa-apa. Setelah berhenti sejenak, tiba-tiba Cia In berkata lebih jauh, "Apa yang pernah
diucapkan guruku ternyata memang benar. Keturunan dari keluarga Hoa bukan manusia sembarangan.
Mereka pasti terdiri dari manusia-manusia hebat. Setelah aku berbuat secara gegabah
kali ini, tampaknya usaha yang telah kami bangun dengan susah payah selama ini, tak bisa
dipertahankan lebih lanjut". Hoa In-liong merasakan batinya bergetar keras, tak kuasa lagi dia bertanya,
"Ooooh..... jadi tempat ini adalah hasil dari usaha kalian selama bertahun-tahun. Siapakah
gurumu?" Cia In mengangguk tanda membenarkan. "Guruku she-Pui bernama Che-giok!"
sahutnya. "Pui Che-giok?" bisik Hoa In-liong dengan sepasang alis matanya berkenyit.
Sekali lagi Cia In mengangguk. "Benar, guruku bernama Pui Che-giok! Beliau
adalah adik angkat diri Giok Teng hujin. Ilmu silat yang dimilikinya adalah warisan dari Giok Teng
hujin juga. Oleh karena itu kalau dihitung-hitung maka akupun terhitung anak murid dari perguruan
Giok Teng hujin. Hoa kongcu tentunya engkau mengenal diri Giok Teng hujin bukan?"
Pucuk dicinta ulam tiba, begitulah keadaan Hoa In-liong pada saat itu. Kalau
ingin dicari susahnya sampai sepatu jadi bobrokpun belum ketemu juga, tapi kalau sudah
ditemukan paling paling yaa cuma begitu. Tak terkirakan rasa gembira anak muda itu setelah
mendengar ucapan tersebut. Hanya dia memang pandai membawa diri, sekalipun dihati rasa girangnya
meluap-luap, namun diluaran dia tetap bersikap wajar. "Ooooh, jadi nona Cia adalah anak murid
dari Giok Teng hujin! " katanya tenang, "Lantas pada saat ini Giok Teng hujin sendiri
berada dimana?" "Aaaai.... aku dengar dia sudah berpulang ke alam baka!" jawab Cia In dengan
sedih. Didengar dan nada perkataan itu, dapat dilihat betapa sedih dan kesalnya
perempuan tersebut. Hoa In-liong pandai melihat perubahan wajah orang, ketika menyaksikan mimik
wajahnya, diamdiam dia berpikir, "Macam apakah manusia yang bernama Giok Teng
hujin itu" Tampaknya Cia In
sendiripun kurang begitu kenal dengan perempuan tersebut. Tapi kenapa wajahnya
kelihatan begitu murung dan sedih sekali....?".
Dalam hati dia berpikir demikian diluarim segera tanyanya kembali dengan lembut,
"Sudah berapa lama Giok Teng hujin kembali ke alam baka" Apakah kau pernah berjumpa
dengannya?" Cia In menggeleng dan menghela napas panjang, murung dan sedih sekali mukanya.
"Dahulu aku memang pernah berjumpa dengar Giok Teng hujin, tapi itu sudah berlangsung lima belas
tahun berselang. Kecantikan wajahnya luar biasa, lagi pula sikapnya lemah
lembut, penuh daya tarik dan simpatik sekali...."
"Ooooh.... lalu..... lalu...... dari siapa kau mendengar tentang meninggalnya Giok Teng
hujin dia orang tua?" tukas Hoa In-liong kemudian.
"Aku mendengar dari cerita guruku, jadi aku pikir hal ini tak mungkin palsu!"
"Sekarang, gurumu ada dimana" Apakah kau bisa undang dia orang tua datang
kemari?" 170 Cia In gelengkan kepalanya berulang kali. "Semula guruku memang berdiam ditempat
ini, tapi dia sekarang telah pergi meninggalkan tempat ini" sahutnya.
"Sudah pergi" Kenapa dia meninggalkan tempat ini?" desak anak muda itu lebih
jauh. "Aaaaai....! Kesemuanya ini! adalah akibat aku telah salah melakukan pekerjaan.
Tidak sepantasnya kalau kubawa kongcu datang ke kota Kim Leng ini".
"Ooooh....! Jadi maksudmu, gurumu segan atau tidak bersedia untuk bertemu dengan
aku?" "Salah satu penyebabnya memang guruku tak ingin berjumpa dengan dirimu....." jawab
Cia In sedih, "Tapi yang terpenting adalah dia kuatir bila usaha yang berhasil kita
bangun dengan susah payah selama banyak tahun ini tak dapat dipertahankan lagi rahasianya, maka
guruku akan pergi ke tempat lain untuk membuat rencana berikutnya!"
"Nona Cia, selama ini kau selalu menyinggung tentang tak dapat dipertahankannya
usaha kalian selama banyak tahun, ada satu hal yang rasanya kurang enak bila tak kutanyakan
kepadamu. Tolong tanya nona, apakah gurumu telah mendirikan sebuah perkumpulan atau suatu
organisasi besar dalam dunia persilatan?" tiba-tiba Yu Siau-lam menimbrung dari samping
dengan penuh antusias. Sementara itu Hoa In-liong sendiripun diam-diam sedang berpikir dengan perasaan
tidak habis mengerti. "Aneh... kejadian ini betul-betul sangat aneh. Padahal aku sama sekali
tidak kenal dengan gurunya itu, tapi kenapa gurunya tidak bersedia untuk berjumpa dengan
aku". Aaaah..... benar! Dia tadi bilang kalau gurunya adalah saudara angkatnya Giok Teng hujin.
Kalau Giok Teng hujin telah meninggalkan dunia yang
fana ini, dus adalah tanda pengenal nyonya itu sudah terjatuh ke tangan gurunya.
Haaa... haa..... haa..... Jadi kalau urusan ini dihubungkan satu sama lainnya, delapan puluh persen
terbunuhnya Suma siok-ya berdua ada sangkut pautnya dengan perempuan she-Pui tersebut. Aku
harus mencari kesempatan yang baik menyelidiki latar belakang dari peristiwa
tersebut...." Dalam pada itu Cia In telah mengangguk tanda membenarkan pertanyaan dari Yu
Siau-lam. "Benar!" Demikian ia berkata, "Dengan hadirnya Hoa kongcu disini, rasanya akupun
tak mungkin akan merahasiakan persoalan ini lebih jauh. Yaaa memang, guruku telah mendirikan
suatu perkumpulan dan perkumpulan itu kami namakan perkumpulan Cha-li-kau (kumpulan
nonanona), cuma saja..........."
Tiba-tiba dia membungkam.
Sementara itu Hoa In-liong sudah mempunyai rencana yang cukup matang untuk
mengatasi masalah pelik yang sedang dihadapi. Ketika mendengar perkataan itu dia lantas
tertawa nyaring. "Haa...... haa..... haa...... Perkumpulan Cha-li-kau maksudmu?" tukasnya, "Apakah
perkumpulan itu adalah sebuah perkumpulan sesat yang khusus memikat hati orang dengan
kecantikan wajah perempuan?" "Eceeh..... Hoa kongcu, kau tidak boleh menuduh orang dengan kata yang bukan-
bukan!" seru Cia In dengan panik. "Kenapa" Memangnya aku sudah salah berbiara atau mungkin ada soal lain dibalik
kesemuanya itu?" 171 Dengan sedih Cia In menjawab, "Sebenarnya guruku memang mempunyai tujuan
tertentu, dia ingin...... dia ingin......"
"Haaa..... haaa...... haa....... Dia ingin apa?" seru Hoa In-liong terbahak-bahak. "Eeeh,
kenapa tidak kau lanjutkan perkataanmu lebih jauh?"
Cia In menggerakkan bibirnya seperti mau mengatakan sesuatu, tapi sesaat
kemudian dia telah membatalkan niatnya itu. Untuk sesaat suasana jadi hening, tiba-tiba ia berkata lagi dengan wajah serius.
"Hoa kongcu, maafkanlah aku. Hakekatnya apa yang kuketahui adalah sangat terbatas dan apa
yang bisa kukatakan juga hanya melulu sampai disini saja. Pokoknya sekalipun perkumpulan
Cha-li-kau mengandalkan kecantikan paras muka kaum dara, namun kami bukanlah perkumpulan
sesat seperti apa yang kau duga. Yang paling penting tujuan kami adalah membantu
keluarga Hoa kalian. Maka percaya atau tidak dengan perkataanku ini terserah padamu sendiri.
Hanya aku berharap untuk sementara waktu simpanlah rahasia ini baik-baik dan janganlah kau
siarkan tentang semua peristiwa ini ke dunia luar"
"Oooh...... tujuan perkumpulan kalian adalah membantu keluarga Hoa kami?" jengek Hoa
In-liong sinis. "Haa..... haaa..... haaa...... Andaikata keluarga Hoa kami harus minta bantuan
dari kaum perempuan......."

Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Belum habis ia berkata Cia In sudah menatap wajah anak muda itu tajam-tajam,
kemudian tukasnya dengan suara dalam, "Hati-hatilah, kalau mau bicara! Hoa kongcu
memangnya kau lupa bahwa nenekmu adalah seorang perempuan" Memangnya kau lupa kalau kedua orang
ibumu juga pendekar perempuan" Apakah kau lupa andaikata dimasa lampau ayahmu tidak
mendapat bantuan dari Giok Teng hujin, maka dia tak akan mempunyai kesuksesan seperti
yang dimilikinya sekarang...." Hoa kong cu....."
Perempuan itu seperti akan mengucapkan sesuatu lagi tiba-tiba suara In-ji telah
menukas, "Suci, kau......" Seperti baru sadar bahwa dia telah salah berbicara, paras muka Cia In berubah
hebat, sekujur badannya ikut bergetar keras, cepat-cepat ia tundukkan kepalanya dengan sedih.
"Hoa-kongcu, maafkanlah kesilafanku, harap kau jangan marah atau tersinggung oleh kata-kata
yang barusan kuutarakan!" Hoa In-liong bukan seorang pemuda yang bodoh, sudah tentu dia tahu bahwa keadaan
yang dihadapinya sekarang bukan suatu keadaan yang sederhana atau biasa saja.
Mendingan kalau begitu mengetahui latar belakang semua peristiwa yang pernah
terjadi di masa lampau. Saat ini boleh dibilang dia buta sama sekali atas peristiwa-peristiwa
itu, maka setelah mendengar pembicaraan itu, dia lantas menyusun rencana lebih jauh.
Maka ketika Cia In minta maaf diapun tidak banyak bicara atau menyinggung
kembali urusan itu. Ditatapnya perempuan tersebut tajam-tajam, kemudian ujarnya dengan dingin, "Kau
silaf atau tidak aku tak mau tahu. Baik bicaramu betul atau tidak akupun tak ambil pusing.
Pokoknya hanya ada satu keinginan dalam hatiku. Sekarang, aku ingin berjumpa dengan gurumu dan
aku harap nona bisa bantu aku mempersiapkan pertemuan itu!"
172 Cepat-cepat Cia In menggelengkan kepalanya, "Maafkanlah daku Hoa kongcu. Aku
betul-betul tak mempunyai kemampuan untuk memenuhi kehendak hatimu itu. Aku tak mungkin bisa
aturkan pertemuan bagimu dengan guruku!"
Hoa In-liong mendengus dingin. "Tidak bisa" Hmmm, bisa atau tidak aku tak akan
ambil pusing. Pokoknya bagaimanapun jaga pertemukan ini harus bisa terselenggara"
Melihat ketegasan si anak muda itu, tiba-tiba Cia In menghela napas panjang.
"Aaaai..... Tampaknya dugaan guruku memang
tidak meleset, tentunya kongcu menaruh curiga bukan bahwa pembunuh yang telah
mencelakai ji-wa Suma tayhiap adalah guruku?"
"Benar dia yang berbuat atau bukan, aku rasa gurumu jauh lebih jelas dari pada
siapapun jua, nona Cia tak usah pusing-pusing memikirkan persoalanmu. Tugasmu sekarang hanya
mengaturkan pertemuan antara diriku dengan gurumu dan itu sudah lebih dari
cukup" "Kongcu, kau keliru besar, keliru besar!" Cia In gelengkan kepalanya berulang
kali, "Peristiwa berdarah yang menimpa keluarga Suma, sama sekali tak ada sangkut pautnya dengan
guruku. Percayalah Hoa kongcu, tak nanti kami akan membohongi dirimu!"
"Nona Cia!" Hoa In-liong segera menukas pula dengan suara dalam, "Terus terang
pula kukatakan kepadamu, si pembunuh yang berhati keji itu telah meninggalkan sebuah
hiolo kecil berwarna hijau kumala selesai melakukan pembunuhan brutal itu dan hiolo kecil
yang terbuat dari batu kemala hijau itu tak lain adalah tanda pengenal dari Giok Teng hujin.
Kalau toh Giok Teng hujin benar-benar telah meninggalkan dunia yang fana ini, maka itu berani
gurumu yang paling dicurigai. Siapa tahu kalau dia benar-benar terlibat dalam peristiwa
berdarah itu" Coba bayangkan sendiri, seandainya gurumu tiada sangkut pautnya dengan peristiwa
berdarah itu, mengapa ia berusaha untuk menghindarkan diri dari pertemuannya dengan aku" Nona
Cia, aku bukan seorang manusia kasar yang tidak memakai aturan, sekalipun demikian akupun
tidak sudi mendengar segala pembelaan yang bertujuan menyangkal tanggung jawab itu tanpa
disertai dengan alasan yang cukup kuat!"
"Hoa kongcu, aku tidak melakukan pembelaan ataupun melakukan sangkalan yang
tanpa disertai alasan yang tepat, tapi pada hakekatnya apa yang kuucapkan adalah kenyataan yang
sebenarnya!" bantah Cia In lagi dengan sengit.
"Kalau engkau mengatakan bahwa apa yang kau ucapkan adalah suatu kenyataan,
tolong berilah bukti yang kuat kepadaku, apakah nona dapat mencarikan suatu bukti yang cukup
kuat yang menunjukkan bahwa garumu benar-benar tidak terlibat dalam peristiwa berdarah
itu" Bisa....."
Bisa........." Ayoh jawab!" desak Hoa In-liong ketus.
Mendengar perkataan itu Cia In tertegun. Untuk sesaat ia tak sanggup mengucapkan
sepatah katapun. Melihat gadis itu terbungkam tanpa berkata-kata, Hoa In-liong segera berkata
lebih lanjut, "Sudahlah nona kunasehati dirimu lebih baik tak usah bersilat lidah dengan
percuma. Ingat kau anggap karena aku ingin berjumpa dengan gurumu, maka aku lantas memvonis bahwa
gurumu itulah pembunuh gadis atau paling sedikit otak dari pembunuhan itu. Tidak! Aku
tak akan menuduh yang bukan-bukan tanpa disertai bukti yang nyata. Akupun tidak
memastikan bahwa gurumu itulah si pembunuh atau si otak yang mendalangi peristiwa berdarah itu.
Aku hanya ingin bertanya kepadanya, mengapa ia tak mau berjumpa dengan aku, bila dia mempunyai
alasannya, maka aku ingin mendengar apa alasannya itu!"
173 Cia In membuka bibirnya lebar-lebar seperti hendak mengucapkan sesuatu, tapi
sesaat kemudian ia batalkan niatnya itu, gadis itu termangu-mangu seperti orang bodoh.
Lama sekali.... Entah berapa lama sudah lewat akhirnya dia menghela nafas panjang,
"Aaaai.... Hoa kongcu, terus terang kuberi tahu kepadamu, guruku telah meninggalkan kota
Kim-leng. Sekalipun kusanggupi permintaan kongcu untuk mengaturkan pertemuan dengan
beliau, sayang aku ada kemauan tak mempunyai tenaga, maafkanlah daku!"
Tiba-tiba Hoa In-liong jadi berang, matanya jadi merah melotot besar, mukanya
menyeringai seram, dengan suara keras dia membentak, "Nona Cia, tampaknya baik-baik
kutawarkan arak kehormatan kau tolak pemberianku itu, Hmm! Jika kau memang lebih suka mencari
arak hukuman heee...... hee...... heee... Baik....! Baik.....! Jangan salahkan kalau aku akan
menggunakan kekerasan untuk memaksa engkau!"
Pada saat ini sinar matanya yang memancar keluar benar-benar tajam dan
mendatangkan rasa bergidik bagi siapapun yang melihatnya. Ditambah lagi mukanya yang menyeringai
dengan otot otot hijau pada menongol keluar semua, siapapun akan tahu bahwa kemarahan yang
berkobar dalam dada si anak muda itu benar-benar sudah mencapai pada puncaknya.
Yu-Siau-lam selama ini banyak berdiam diri sambil mengikuti jalannya pembicaraan
itu. Akhirnya ketika ia mengetahui bahwa rekannya sungguh-sungguh telah naik darah, cepat
ujarnya dengan cemas dari samping, "Saudara Hoa, harap bersabar dulu" Tenangkanlah perasaanmu
dan jangan mengumbar emosi.... Tenang! Tenang....! Mungkin juga apa yang barusan dikatakan nona
Cia dapat kita percayai. Sabarlah dulu, urusan kan bisa dirundingkan secara baik-
baik!" Hoa In-liong berusaha mengendalikan hawa amarah yang berkobar dalam dadanya
pelan-pelan dialihkan sinar matanya, lalu dengan tak sabaran tanyanya, "Ooooh..... jadi kau
percaya dengan semua obrolan dan pembicaraannya tadi.....?"
Yu-Siau-lam segera mengangguk. "Aku rasa mungkin juga gurunya memang benar-benar
telah meninggalkan kota Kim-leng, apa salahnya kalau kita mempercayai pernyataannya
ini?" "Ooooh....." Hoa In-liong tertegun untuk sesaat. Rupanya ia tidak habis mengerti
dengan perkataan rekannya itu, "Dengan alasan apa saudara Siau-lam bisa berkata
demikian" "Alasannya memang tak ada, cuma entah bagaimana siaute merasa bahwa ucapnya
memang benar!" "Bagaimana perasaan saudara Siau-lam itu" Apakah dapat kau terangkan lebih
terperinci?" "Bila kutinjau dari pembicaraan yang selama ini berlangsung antara nona Cia
dengan dirimu, aku lihat sikap, tindak tanduk maupun caranya berbicara seakan-akan menaruh
perhatian khusus kepada Hoa-heng dan perhatian itu mirip sekali dengan suatu rasa kagum dan
hormat yang amat besar. Bahkan aku lihat apa yang dapat dia katakanpun semuanya telah dia
utarakan keluar. Misalkan saja soal perkumpulan Cha-li-kau yang didirikan oleh gurunya, bukankah
hal ini merupakan suatu rahasia besar bagi perkumpulan mereka" Tadi karena Hoa-heng
hadir disini, maka tanpa ledeng aling-aling diungkapnya juga persoalan itu. Maka bila kita
tinjau dari keadaan tersebut, dapat kita tarik kesimpulan bahwa gurunya memang benar-benar telah
meninggalkan kota Kim-leng. Cuma ada satu hal yang masih kuherankan, yaitu mengapa setiap
kali membicarakan persoalan yang selalu nona Cia bicara berbelit-belit atau tergagap,
aku tidak mengerti mengapa dia bisa begini, apakah kalian tahu?"
174 "Aaah..... Memang masuk di akal, sekarang aku dapat memahami duduknya persoalan
ini!" tibatiba Coa Cong-gi yang selama ini membungkam berteriak keras.
"Apa yang kau pahami?" Hoa In-liong berpaling dengan sepasang alis berkenyit.
Wajah Coa Cong-gi tampak berseri-seri, katanya dengan kalem, "Apa lagi yang
kupahami" Tentu saja tentang gurunya nona Cia ini! Aku tahu, gurunya menghindari dirimu bukan
lantaran ia terlihat dalam peristiwa berdarah atas diri Suma tayhiap!"
"Engkau punya bukti?" tanya Hoa In-liong dengan, jantung berdebar keras.
"Kenapa musti mencari bukti" Toh asal alasannya bisa diterima dengan akal itu
lebih dari cukup" Coba bayangkan sendiri, seandainya gurunya memang benar-benar terlibat dalam
peristiwa berdarah yang menimpa keluarga Suma, apa gunanya nona Cia mengakui asal usul
perguruannya" Jika mereka terlibat bukankah mengakui asal-usul perguruannya sama
artinya mencari kesulitan buat diri sendiri" Betul tidak" Karena itu jadi agak yakin
kalau gurunya nona Cia pada hakekatnya memang tidak terlibat dalam peristiwa berdarah itu!"
Memang kalau dipikir beberapa patah kata itu sederhana sekali kedengarannya,
tapi justru ucapan yang amat sederhana itu mempunyai alasan yang kuat sekali.
Hoa In-liong kontan terbungkam tak mampu melanjutkan kembali kata-katanya. Untuk
sesaat dia cuma bisa duduk tertegun sambil memutar biji matanya.
Cia In segera tertawa lebat, agak lega juga hatinya setelah mendengar perkataan
itu. "Terima kasih banyak Coa kongcu atas bantuanmu, kau telah bantu aku melepaskan diri dari
kesulitan!" serunya. Coa Cong-gi terlampau jujur dan polos, ketika nona itu berterima kasih
kepadanya, cepat dia goyangkan tangannya berulang kali, "Jangan.... jangan....! Kau
tak usah berterima kasih kepadaku,
terus terang saja persoalan yang tidak kupahami mungkin jauh lebih banyak
daripada kalian semua!" Untuk sementara waktu suasana jadi hening. Hoa In-liong segera terjerumus dalam
pemikiran sendiri, tampaknya perkataan dari Yu Siau-lam dan Coa Cong-gi barusan telah
memberi reaksi dalam benaknya. Sikap Cia In pada saat ini jauh lebih santai dan lega. Senyum dan suara
tertawanya kedengaran jauh lebih merdu dan enak didengar.
Ketika mendengar ucapan dari Coa Cong-gi tadi, serta merta dia berkata sambil
bertanya, "Kau masih ada beberapa persoalan yang merasa kurang jelas" Kenapa tidak kau tanyakan
kepadaku" Asal aku mengetahuinya, pasti akan kuberikan jawaban yang selengkap-lengkapnya.,
tanggung tak akan membuat Coa kongcu jadi kecewa"
"Sungguhkah itu?" mencorong sinar tajam dari mata Coa Cong-gi, "Kalau begitu aku
ingin bertanya kepadamu, apa sebabnya kau culik Hoa lote dan membawanya ke kota Kim-
leng?" Sudah lama pertanyaan ini terpendam dalam hatinya, dan selama ini dia selalu
berharap-harap Yu Siau-lam atau Hoa In-liong lah yang mengajukan pertanyaan tersebut. Siapa
tahu kedua orang itu justru tak pernah mengajukan pertanyaan itu, seakan-akan kedua orang
itu sudah lupa dengan persoalan itu. Maka ketika ada kesempatan baginya serta-merta pertanyaan


Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

itulah yang pertama-tama diajukan. 175 Sebagai seorang pemuda polos yang lebih suka berbicara blak-blakan, semua
pertanyaan yang ingin diajukan selalu diutarakan tanpa tedeng aling-aling. Ia merasa hanya
berbicara secara berterus teranglah dapat membuat pikiran maupun perasaannya jadi lega.
Sampai matipun Cia In tidak menyangka kalau pertanyaan itulah yang bakal
diajukan kepadanya. Untuk sesaat dia jadi tertegun, gelagapan dan tak mampu berkata-kata.
Menyaksikan sikap perempuan itu, Coa Cong-gi merasa tak senang hati. Sinar
matanya berkilat tajam, segera teriaknya dengan suara lantang, "Eeeh.... kenapa sih kamu jadi orang
Panji Sakti ( Jit Goat Seng Sim Ki) 7 Kehidupan Para Pendekar Karya Nein Arimasen Misteri Bayangan Setan 2
^