Pencarian

Tiga Maha Besar 14

Tiga Maha Besar Karya Khu Lung Bagian 14


bahwa Hoa Thian-hong terhitung jagoan kelas satu di dunia
ini, cuma mimpipun ia tak mengira kalau permainan pedang
baja si anak muda itu demikian dahsyatnya hingga sukar
diatasi. Setelah memperhatikan sekejap permainan pedang lawan,
dengan paras muka berubah hebat teriaknya, "See piau, hayo
mundurl" Kok See-piauw bukanlah seorang yang goblok, meskipun ia
tahu bahwa kepandaian silatnya bukan tandingan lawan, akan
tetapi ia tetap menerjang dan mundur bagaikan seekor
harimau edan. Ketika mendengar panggilan tadi, cepat ia mundur
kebelakang dengan hati mengumpat.
Tiba-tiba dilihatnya Pek Kun-gie berada tak jauh dari
sisinya, cspat ia putar badan dan ganti menerjang si anak dara
itu. Betapa gusarnya Hoa Thian-hong menyaksikan kejadian itu,
ia meluncur kemuka dan menghadang dihadapan Pek Kun-gie,
sambil tertawa dingin pedangnya langsung disodok kedepan
dan menusuk dada lawan. Walaupun berada dalam keadaan gusar, Hoa Thian-hong
masih belum berminat untuk melukai musuhnya, bukan saja
tusukan pedang itu tidak ditujukan pada bagian tubuh yang
mematikan, bahkan sewaktu mencapai punggung musuh, dari
suatu seragan tusukan, tiba-tiba berubah jadi serangan
tabokan, dengan tenaga sebesar tiga bagian ia gebuk
punggung Kok See-piauw keras-keras.
Kalau dilihat kekuatannya memang amat kecil, namun
cukup telak bagi Kok See-piauw, ia menjerit keras dan roboh
terjengkang ke atas tanah, tulangnya amat sakit bagaikan
retak, untuk beberapa saat lamanya ia tak sanggup bangkit
kembali. Hijau membesi raut wajah Tang Kwik-siu, saking
mendongkolnya selangkah demi selangkah dia maju ke depan
lalu ujarnya. "Ilmu silat yang dimiliki Hoa kongcu memang terbukti
kehebatannya, sudah jelas anak muridku ini bukan
tandinganmu, biarlah untuk meriahkan suasana ijinkan pinto
untuk minta petunjuk barang satu dua jurus dari diri Hoa
kongcu!" Seraya berkata dia lantas melepaskan tali ikat pinggangnya
yang berwarna emas itu. Hoa Thian-hong tertawa dingin, tiba-tiba ia simpan kembali
pedang bajanya sembari menjawab, "Kalau Tang kwik kaucu
ingin bertarung, baiklah akan kusambut permainan pukulan
dari kaucu itu!" "Hey, apa yang ingin kau lakukan?" omel Pek Kun-gie
dengan suara terperanjat.
Hoa Thian-hong tersenyum.
"Kedua orang kaucu ini sama-sama tertarik pada pedang
bajaku ini, maka aku ingin mencoba bagaimana kalau kulayani
tanpa menggunakansenjata tajam!"
Kemudian ia menjura kepada Tang Kwik-siu dan
melanjutkan, "Silahkan kaucu!"
Tang Kwik-siu tertawa, ujarnya.
"Bila dalam dua ratus gebrakan pinto menderita kalah,
seketika itu juga aku akan pulang ke Seng sut hay dan
semenjak itu tak akan menginjak daratan Tionggoan barang
selangkahpun!" "Ikat pinggangmu harus ditinggal pula di sini!" teriak Pek
Kun-gie menambahkan. Jilid 24 : Hoa Thian Hong mencari dua kekasihnya
TANG KWIK-SIU tertawa tergelak, sambil menerjang
kemuka ia melepaskan sebuah pukulan dahsyat, serunya,
"Maaf, aku main kasar!"
Sekilas pandangan Hoa Thian-hong tahu kalau serangan
yang dilancarkan orang itu amat kuat dan hebat, sekalipun
mukanya jelek tapi ilmu silat yang dimiliki bukanlah omong
kosong. Tentu saja ia tak berani sembarangan bertindak, apalagi
bertindak secara gegabah, sepasang tangannya secepat petir
dirangkap menjadi satu, kemudian berbareng dilontarkan
kedepan. "Bagus!" seru Tang Kwik-siu, kesepuluh jarinya
direntangkan lebar-lebar seperti jepitan baja, dengan telapak
tangan menghadap udara, dia kirim satu pukulan udara
kosong dengan hebatnya. Meskipun ilmu pukulan udara kosong merupakan satu jenis
ilmu pukulan, akan tetapi jarang bisa ditemui dalam dunia
persilatan, bahkan Hoa Thian-hong baru pertama kali ini
menjumpainya, Untuk sesaat ia tak tahu dimanakah letak
keampuhan dan kesaktian ilmu pukulan yang tampaknya luar
biasa itu, dengan jurus Kun siu ci-tau, ia hadapi serangan
keras itu dengan pukulan keras juga.
Rupanya Tang Kwik-siu telah mencari tahu sampai jelas
tentang seluk beluk Hoa Thian-hong, begitu ia lihat anak
muda itu menyerang dengan telapak kirinya, sadarlah jago tua
itu bahwa musuhnya telah keluarkan ilmu simpanannya.
Sambil tertawa tergelak ia rubah pukulan kepalanya
menjadi suatu pukulan telapak, disambutnya serangan
tersebut dengan keras lawan keras.
"Blaang! ditengah benturan nyaune, sepasang telapak
tangan telah saling beradu satu sama lainnya, tubuh mereka
berdua segera bergetar keras.
Namun kedua belah pihak sama-sama tak mau buang
kesempatan baik itu dengan begitu saja, secepat kilat mereka
berputar satu ling karan lalu secepat kilat saling melancarkan
beberapa jurus pukulan. Sebagai jaro yang sama-sama lihaynya, cukup dalam sekali
bentrokan mereka telah mengetahui sampai dimanakah
kemampuan yang dimiliki musuhnya.
Mereka mengerti dalam hal tenaga dalam jelas kekuatan
mereka seimbang, siapapun tak bisa menangkan lawannya,
untuk merebut kemenangan,j elas harus mengandalkan
kesempurnaan jurus silat serta pengalaman dalam
menghadapi musuh. Tidak sampai dua gebrakan, Tang Kwik-siu telah berhasil
memaksa Hoa Thian-hong untuk keluarkan ilmu simpanannya,
begitu musuh sudah menggunakan ilmu andalannya maka
diapun ikut merubah gerak sera ngannya.
Mendadak tangan kirinya sebentar menyerang, sebentar
mencekeram, kadangkala menotok dan kadang pula
membacok, sebaliknya tangan kanannya mainkan pukulan Lei
sim toh si ciang hoat dari aliran Sing sut pay untuk meneter
lawannya habis-habisan. Dalam waktu singkat mereka telah saling bergebrak
sebanyak dua puluh jurus lebih.
Serentetan serangan bertubi-tubi itu dilancarkan secepat
samba-ran petir, jangankan mereka yang sedang bertempur,
bahkan para penonton yang berada disekitar gelanggang ikut
merasakan napasnya jadi sesak.
Tapi Hoa Thian-hong masih tetap melayani serangan
musuhnya dengan jurus Kun-siu-ci-tauw tersebut.
Untungnya dalam hal ilmu meringankan tubuh ia cukup
tangguh dan punya simpanan, dalam waktu singkat ia sudah
keluarkan ilmu I heng huan wi (geser badan tukar tempat),
Sut te tun sin (mengerutkan badan menyusup bumi) serta
Gong tiong toa I na (berjumpalitan ditengah udara) untuk
meloloskan diri dari bahaya maut.
Kendatipun posisinya masih terdesak dibawah angin,
namun ia berhasil mempertahakan diri sehingga tak sampai
menderita ke kalahan. Tang Kwik-siu yang secara beruntun sudah melancarkan
pelbagai serangan dengan jurus-jurus yang ampuh tanpa
berhasil mengalahkan Hoa Thian-hong, lama kelamaan timbul
juga niatnya untuk merebut kemenangan, tiba-tiba ia
membentak keras, tangan kiri menggunakan jurus sian ki ci
lek sedang tangan kanan memakai ilmu pukulan thian mo
ciang, Hua kut Sinkun serta Toa jin eng dari kalangan Buddha
untuk meneter lawannya habis-habisan
Jurus-jurus serangan yang dipergunakan rata-rata
merupakan serangan ampuh dengan peruba-han yang
terhitung banyaknya, dalam waktu singkat Hoa Thian-hong
sudah keteter hebat sehingga mundur terus kebelakang.
Betapa gelisahnya Pek Kun-gie menyaksikan kejadian itu,
sambil putar pedang lemasnya ia menjerit lengking.
"Kawan-kawan semua, hayo kita serbu bersama, mari kita
jagal seluruh manusia siluman dari Mo-kauw ini!"
Sambil menjejak permukaan tanah, ia langsung menerjang
lebih dahulu kedepan. Siapa tahu belum sempat tubuhnya meluncur kedepan,
tiba-tiba ia merasa lengan tangannya jadi kencang dan tahutahu
sudah kena dicengkeram oleh ibunya sendiri.
Paras Kho Hong-bwee amat murung dan serius, mulutnya
membungkam dalam seribu bahasa, sementara sorot matanya
yang tajam mengawasi jalannya pertarungan itu tanpa
berkedip. Pek Kun-gie seketika itu juga merasakan lengannya seolaholah
di jepit oleh suatu jepitan baja yang sangat kuat, ia
menjerit kesakitan sampai peluh membasahi seluruh
tubuhnya, akan tetapi Kho Hong-bwee tidak merasa dan
jepitan itupun lama sekali tidak mengendor.
Tang Kwik-siu memang seorang jago yang lihay dengan
ilmu silat yang beraneka ragam, sekalipun pertarungan baru
berlangsung enam tujuh puluh gebrakan, secara berutan ia
telah menggunakan belasan jenis ilmu pukulan yang rata-rata
merupakan ilmu tangguh yang sudah lama lenyap dari
peredaran Bu Lim. Jangan toh berpuluh-puluh macam, apabila orang biasa
berhasil mempelajari satu saja diantaranya, ilmu silat itu
sudah cukup diandalkan untuk menjago dunia kangou, bisa
dibayangkan sampai dimanakah kelihayan dari Tang Kwik-siu
tersebut. Sesudah mengikuti jalannya pertarungan itu, bukan saja
Kho Hong-bwee dan Cu Thong merasa terkejut dan berdebar
hatinya, malahan Kiu-im Kaucu sendiripus merasa tercekat
sehingga paras mukanya berubah jadi hijau membesi.
Jago lihay sebangsa Tang Kwik-siu boleh dibilang sukar
dijumpai dalam kolong langit, seorang menguasai berpuluh
jenis ilmu pukulan sakti yang beraneka ragam, bukan saja
semua jago merasa tak mampu untuk melampaui
kelihayannya, bahkan Kiu-im Kaucu sendiripun yakin bahwa
dia sendiripun belum temu sanggup mengalahkan jago dari
Mo-kauw ini. Dalam waktu singkat, Hoa Thian-hong sudah terdesak
hebat hingga keringat dingin membasahi seluruh tubuhnya,
ditengah hembusan angin pukulan yang menderu-deru, secara
lapat-lapat kedengaran pula dengusan napasnya yang
memburu. Untung saja ilmu pukulan Kun-siu-ci-tauw yang berhasil
dikuasainya itu memang suatu jurus pukulan yang tangguh,
semakin berbahaya situasi yang dihadapinya semakin dahsyat
pula daya pengaruh yang terpancar keluar dari ilmu pukulan
itu, makin hebat teteran musuh yang menekan datang
semakin besar pula daya tolakan yang dihasilkan.
Berulang kali Tang Kwik-siu melepaskan pukulan-pukulan
dengan jurus tangguh, namun senantiasa ia gagal untuk
mendepak musuhnya hingga terpojok, karena itu meskipun
pertarungan berjalan sengit dan gembong iblis dari Mo-kauw
ini berbasil menduduki posisi atas angin, namun menentukan
untuk menang atau kalah masih merupakan suatu pekerjaan
yang amat sulit.... Lama kelamaan Kho Hong-bwee merasa gelisah bercampur
cemas, apalagi setelah menyaksikan keadaan putrinya yang
setiap saat berusaha untuk terjunkan diri kegelanggang
pertarungan. Ia tahu dalam keadaan demikian, kekuatan yang dimilikinya
terlalu lemah dan tak mungkin bisa menguaiahi keadaan, apa
boleh buat lagi terpaksa ia berpaling ke arah Kiu-im Kaucu dan
berkata dengan suara hambar, "Ilmu silat yang dimiliki Tang
kwik kaucu sangat lihay dan aneka ragam kepandaian yang
dikuasainya sukar ditandingi oleh siapapun, tampaknya kursi
pimpinan dunia persilatan dalam daratan Tionggoan harus
terpindah tangan kepihak Seng sut pay. Aaai, mungkinkah
inilah masanya bagi perkumpulan Sin-kie-pang kami untuk
membubarkan diri?" Beberapa patah kata yang diucapkan Kho Hong-bwee itu
kedengaranya amat sederhana dan tiada sesuatu yang hebat,
tapi pada hakekatnya kata-kata itu justru tersimpan segulung
kekuatan yang luar biasa.
Sekujur badan Kiu-im Kaucu bergetar keras sehabis
mendengar perkitaan itu, cepat pikirnya dihati.
"Andaikata Hoa Thian-hong yang berhasil merajai dunia
persilatan, orang lain pasti masih ada kesempatan untuk
hidup, seba liknya kalau setan tua she Tang ini yang berhasil
malang melintang didaratan Tionggoan tanpa tandingan,
sudah pasti perkumpulan Kiu-im-kauw yang kudirikan akan
ikut tertumpas pula....Hmmm! Untuk menghindari segala
kemungkinan yang tidak diinginkan, terpaksa aku musti
singkirkan dahulu iblis tua itu...."
Sekalipun Kiu-im Kaucu dapat memahami keadaan tersebut
dalam sekilas pandangan, akan tetapi ia tak sudi membantu
Hoa Thian-hong, sebab rasa iri dan sifat mementingkan diri
sendiri yang dimilikinya terlalu tebal, ia lebih suka menghadapi
kesulitan dibelakang hari dari pada sekarang harus membantu
musuhnya. Tang Kwik-siu sendiri walaupun berada di tengah
pertarungan, akan tetapi semua perkataan yang di ucapkan
Kho Hong-bwee dapat di dengar olehnya dengan sangat jelas,
diam-diam ia merasa terperanjat.
Jago tua dari Seng Sut hay ini jadi terbayang kembali akan
nasib Siang Tang Lay yang pernah malang melintang
didaratan Tionggoan tanpa tandingan, tapi akhirnya toh mati
setelah dikerubuti oleh ketua Sin-kie-pang, ketua Hong-imhwiee,
ketua Thong-thian-kauw ditambah Bu liang sinkun dan
Ciu It Bong. Sebagai seorang cikal bakal dari suatu perkumpulan besar,
Tang Kwik-siu terhitung seorang jago lihay yang berotak
cerdik, setelah memahami dimanakah letak kelihayan dan


Tiga Maha Besar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bahaya yang mengancam posisinya, segera ia mengambil
keputussn untuk melakukan serangkaian serangkaian kilat
untuk merobohkan Hoa Thian-hong lebih dahulu, kemudian
sepenuh tenaga menghadapi pula Kiu-im Kaucu, asal dua
kelompok kekuatan terbesar dalam dunia persilatan dewasa ini
berhasil dipatahkan, maka untuk menguasai jasad dikemudian
hari tidaklah mengalami banyak rintangan.
Begitu keputusan diambil, gerak serangan pun ikut
berubah, tangan kirinya dengan lima jari yang dipentangkan
bagaikan cakar setan senantiasa mengancam hiat to penting
ditubuh Hoa Thian-hong, dimana jari tanggannya menyambar
lewat disitulah tersembur lima gulung hawa hitam yang
disertai bunyi desingan tajam.
Sebaliknya lengan kanannya dengan disertai suara
gemerusukan yang nyaring tiba-tiba memanjang empat cun
dari keadaan semula pukulan-pukulan yang kemudian
dilancarkan semuanya ditujukkan pada dada si anak muda itu.
Memang dahsyat dua macam ilmu serangan itu, dalam
sekejap mata Hoa Thian-hong semakin keteter hebat,
sehingga setiap saat ia terancam oleh bahaya maut.
Haputule yang berada disamping gelanggang, tiba-tiba
menjerit keras dengan nada amat terkejut, Haah bukankah
ilmu cengkeraman itu adalah Ngo kui in tong jiu (cakar lima
setan angin dingin) dan ilmu pukulan Tong pit mo ciang
(pukulan iblis berlengan panjang).
Mendengar seruan tersebut Kiu-im Kaucu segera berpikir
pula dalam hatinya. "Aaih.... kalau begitu, sekalipun ilmu silat yang dimiliki tua
bangka itu terdiri dari aneka ragam ilmu yang tangguh, toh
yang pa ling diandalkan adalah ilmu-ilmu semacam ini
Selama ini lengan tangan Pek Kun-gie masih dicengkeram
terus oleh ibunya setelah Hoa Thian-hong keteter hebat dan
jiwanya terancam mara bahaya, malahan paling banter ia
cuma bisa bertahan dua puluh gerakan lagi, dalam cemasnya
Kho Hong-bwee segera melemparkan tubuh putrinya
kebelakang seraya berseru, "Mundur jauh-kauh dari sini....!"
Berbareng iiu pula. ia cabul keluar pedangnya yang
tersoren di atas punggung.
"Bibi...." seru Kok See-piauw dengan sepasang alis matanya
berkenyit. "Ada apa" hardik Kho Hong-bwee dengan gusar, sekalipun
aku tidak kenal aturan dunia persilatan, aku lebih-lebih tak
kenal dengan sampah masyarakat macam dirimu!"
Kendatipun usia Kho Hong-bwee sudah mendekati
setengah abad, namun kecantikan wajahnya belum hilang,
sekalipan memakai jubah to koh yang kedodoran,
kecantikannya masih amat menonjol.
Sayangnya dia adalah seorang perempuan yang halus
diluar kasar didalam, kalau tidak begitu tentunya hubungan
suami istri mereka tak akan putus sejak belasan tabun yang
lampau. Apa lagi sekarang, setelah hawa nafsu membunuh yang
tebal menyelimuti seluruh wajahnya, kontan Kok See-piauw
jadi bergidik dan tak berani banyak bicara lagi.
Dengan demikian, situasi dalam gelanggang pertarungan
berubah semakin tegang, Kiu im kuicu segera ambil keputusan
dihati kecilnya, asal Hoa Thian-hong sudah terluka dan
mengalami kekalahan, dia akan turun tangan secepat kilat.
Asal ia bertindak tepat pada saatnya, Hoa Thian-hong pasti
tak akan mati dan selama pemuda itu masih hidup berarti
Tang Kwik-siu akan bertambah lagi seorang musuh yang
tangguh, dan selama pemuda itu terluka, diapun bisa
manfaatkan kesempatan yang sangat baik ini untuk merebut
kursi pertama dalam dunia persilatan.
Sementara itu Kho Hong-bwee dan Cu Thong yang masih
menderita luka parah telah loncat kedepan bersiap sedia,
mereka tidak langsung terjun kedalam gelanggang sebab
pertarungan Hoa Thian-hong melawan Tang Kwik-siu baru
berlangsung delapan sembilan puluh gebrakan, mereka
berharap agar pemuda itu bisa bertahan beberapa saat lagi
sehingga nama baik pemuda itu tidak sampai merosot karena
kejadian ini. Di pihak lain, Kok See-piauw serta dua orang murid Tang
Kwik-siu yang lain telah menghimpun tenaga murninya pula
untuk bersiap sedia asal situasi telah tegang dan serius,
mereka akan turun gelanggang untuk menghalangi setiap
bahaya yang mungkin akan diberikan kepada anak muda itu.
Di tengah penarungan sengit yang masih berlangsung, tibatiba
terdengar Tang Kwik-siu tertawa tergelak, lalu berseru,
"Hoa Thian-hong, berhati-hatilah, dalam sepuluh jurus
mendatang aku akan berusaha merobohkan dirimu!"
Berbareng dengan selesainya ucapan tersebut, tiba-tiba ia
merebut posisi Tiong kiong dengan langkah Ling ting poh
(ilmu langkah menyendiri), segera pukulan dahsyat langsung
dilontarkan ke depan. Waktu itn Hoa Thian-hong sudah kehabisan tenaga dan
tersengkal-sengkal napasnya, tatkala merasakan betapa
dahsyatnya ancaman yang meluncur datang, dan merasa tak
mampu untuk mematahkan ancaman tadi, buru-buru ia
menggeserkan badannya ke samping, kemudian balas
melancarkan serangan dengan ilmu Menyerang sampai mati.
Tang Kwik-siu tertawa terbahak-bahak, tangan kirinya
dibabat kemuka, desingan angin jari yang tajam segera
meluncur kemuka menotok sikut anak muda itu, sementara
telapak tangan kanannya merendah kebawah dan langsung
menjotos ke arah pusarnya.
Rupanya jago tua dari Seng sut hay ini telah
memperhitungkan masak-masak, asal ia menyerang maka Hoa
Thian-hong bakal menang kis dengan tangan kanannya, maka
berbareng itu pula serangan berikutnya yang disusulkan, boleh
dibilang telah disertai dengan hawa pukulan yang maha
dahsyat. Setelah menyadari kelihayan musuhnya, Hoa Thian-hong
tak berani melayani secara gegabah, sadari tadi seluruh
tenaga dan perhatiannya telah dipusatkan menjadi satu.
Begitu merasa tak mampu menghadapi serangan lawan,
sepasang kakinya segera menjejak permukaan tanah dan
mundur setengah depa kebelakang, dengan begitu loloslah si
anak muda itu dari kurungan musuhnya.
"Hebat amat ilmu ginkang yang dimiliki bocah ini!" pikir
Tang-kwik Siu dihati, "bila aku gagal membinasakan bocah ini
sekarang juga, entah bagaimana jadinya beberapa waktu
mendatang" Kepandaian silatnya pasti akan bertambah lihay!"
Berpikir sampai disitu, telapak tangannya segera dihimpun
ke depan dan mengejar kemana pergi si anak muda itu.
Kecepatan gerak tubuh Hoa Thian-hong boleh dibilang
sudah mendekati jalan pikiranya, akan tetapi perubahan jurus
yang di lancarkan Tang Kwik-siu boleh dibilang bagaikan
sukma gentayangan, jurus pertama belum habis dilancarkan,
jurus berikutnya telah menyusul tiba, ini memaksa Hoa Thianhong
keteter hebat dan tiada kesempatan untuk bertukar
napas lagi. Sementara situasi berubah jadi kritis dan Hoa Thian-hong
sudah didesak hingga tak sanggup mempertahankan diri lagi,
tiba-tiba dari kejauhan terdengar seorang perempuan berseru
dengan suara yang dingin tapi penuh kewibawaan, "Jangan
gugup, gunakan Siau ci lam thian (sambil tersenyum
menuding langit selatan)....!"
Kecuali Hoa Thian-hong, semua orang tertegun setelah
mendengar seruan itu, sebab ucapan tadi bukan saja sangat
mendadak tibanya bahkan nyaring dan amat menusuk
pendengaran. Lain halnya bagi si anak muda itu, seruan tadi sudah amat
dikenal olehnya bahkan boleh dibilang telah bersatu dengan
perasaan hatinya, begitu mendengar seruan tadi, spontan
lengannya disodok kedepan dan menggunakan jari tangannya,
ia menotok jalan darah tay yang hiat sepasang jidat Tang
Kwik-siu. Ketika pukulan yang dilancarkan Tang Kwik-siu mengancam
dada Hoa Thian-hong, serta-merta anak muda itu menyingkir
kesamping sambil menyodok kemuka.
Kejadian tersebut bukan berarti dapat membebaskan diri
dari ancaman telapak tangan Tang Kwik-siu, asal jago tua itu
membalikkan telapak tangannya niscaya sudah mampu
menghatam dada anak muda itu dengan telak.
Sekalipun begitu, asal Tang Kwik-siu berani melanjutkan
ancamannya, kendatipun ia berhasil menghantam dada
pemuda itu, jari tangan Hoa Thian-hong sendiripun akan
menyodok pula jalan darah tay yang hiat diatas jidatnya.
Siapapun tahu bahwa jurus siau ci thian lam ini hanya
suatu jurus serangan yang sederhana dan gampang, bahkan
setiap orang mampu untuk menggunakannya tapi yang hebat
justru jurus yang sederhana itu merupakan tandingan yang
paling jitu untuk mematahkan ancaman lawan.
Siapapun lebih suka dadanya kena dihantam dari pada
jalan darah tay yang niatnya tersodok.
Bisa di bayangkan betapa gusarnya Tang Kwik-siu
menghadapi kejadian tersebut, serta-merta ia lantas berkelit
kesamping. Berhasil dengan serangannya, semangat Hoa Thian-hong
makin berkobar, ia membentak keras telapak tangan kirinya
diayun kemuka dan segera mengirim lagi sebuah pukulan
gencar. Setelah sekian lama melakukan pertarungan, baru kali ini
Hoa Thian-hong melancarkan pukulan yang benar-benar
tangguh. Weeess....!" sebuah angin pukulan yang dahsyat bagaikan
gulungan ombak di tengah hembusan angin puyuh langsung
menggulung kedepan dan menghantam tubuh jago tua itu.
Belum habis rasa kaget yang menyelimuti dada Tang Kwiksiu,
angin pukulan yang maha dahsyat itu telah menggulung
tiba, dalam posisi begini ia tak berani mererima ancaman
tersebut dengan keras lawan keras.
Dalam paniknya ia putar badan sambil merendahkan tubuh,
berhasil menghindari serangan musuh, telapak tangannya
segera disodok ke depan menghajar iga lawan.
Pertarungan berlangsung makin cepat, dalam sekejap mata
dua jurus telah di lewatkan.
Namun kawanan jago sudah tidak berniat untuk
menyaksikan jalannya pertarungan lagi, semua orang samasama
alihkan sorot matanya ke arah mana berasalnya suara
itu. Tampaklah Hoa Hujin dengan wajah yang agung sedang
berjalan mendekat, langkah kakcinya amat cepat melebihi
sambaran petir, hanya sekejap mata ia sudah tiba ditengah
gelanggang. Tio Sam-koh dengan toya bajanya yang besar, Chin Wanhong
sambil menggandeng tangan Siau Ngo-ji mengikuti
dibelakangnya dengan langkah lebar.
Menyaksikan kesemuanya itu, Kiu-im Kaucu sangat
terperanjat, dalam hati ia lantas berpikir, "Menurut berita yang
tersiar, katanya Bun Siau-ih sudah kehilangan tenaga untuk
bertempur, bahkan badannya jadi lemah dan menjagal
ayampun tak mampu, kenapa secara tiba-tiba ilmu silatnya
bisa pulih kembali jadi begini lihay" atau mungkin apa yang
tersiar dalam dunia persilatan hanyalah berita kosong belaka?"
Jangankan dia, orang lainpun sama-sama kaget bercampur
tercengang sesadah menyaksikan kejadian itu, sebab berita
tentang punahnya ilmu silat yang dimiliki Hoa Hujin telah
tersebar luas ke mana-mana, justru karena tiadanya tandingan
yang tangguh maka Kiu-im Kaucu sekalian berani malang
melintang dengan pongahnya.
Sebagai jago lihay yang berpengalaman, hanya cukup
dalam sekilas pandangan saja, Kiu-im Kaucu sekalian telah
mengetahui bahwa kekuatan tubuh yang dimiliki perempuan
sakti ini telah pulih kembali seperti sedia kala, ini terbukti dari
kecepatan gerak tubuhnya.
Apabila bukan disaksikan dengan mata kepala sendiri,
siapapun tak akan menyangka kalau hal ini benar-benar
terjadi, untuk sementara waktu semua orang berdiri terbelalak
dengan mulut melongo, kaget dan herannya bukan kepalang.
Tang Kwik-siu sebagai jago dari luar daratan sama sekali
tidak kenal dengan Hoa Hujin, ditengah pertarungan dia tak
sempat menengok kekiri kanan, dia cuma merasa bahwa
suasana disekitar tempat itu anehnya bukan kepalang.
Dalam herannya terrpaksa dia menegur, "Jago lihay
darimanakah yang telah datang?"
"Bun Siau-ih?" jawab Hoa Hujin dengan dingin.
Tiba-tiba dengan dahi berkerut ia membentak, Pertahankan
diri, gunakan Boan thian hu tee (membongkar langit membalik
bumi), Siang cu soay siau (siang cu membanting seruling)
Untuk sukses dalam pemberian petunjuk atas jurus silat
yang akan dipergunakan orang, seseorang harus benar-benar
menguasai ilmu silat yang amat luas, pengalaman dalam
menghadapi musuh yang tinggi serta kecerdasan otak yang
luar biasa. Perlu diketahui, ilmu silat yang dimiliki Tang Kwik-siu bukan
berasal dari daratan Tionggon, selain itu selama hidupnya Hoa
Hujin sendiripun tak pernah menggunakan senjata tajam,
dengan begitu ilmu silat yang dimiliki perempuan itu belum
bisa dikatakan lebih hebat dari Tang Kwik-siu.
Cuma untungnya perempuan itu ada disisi gelanggang,
dengan kedudukannya sebagai penonton pandangannya justru
jauh lebih meluas daripada mereka yang langsung terlibat
dalam pertarungan itu, maka setiap kali ia berhasil memberi
petunjuk kepada Hoa Thian-hong untuk mendahului
musuhnya dan merebut posisi yang jauh lebih mengun
tungkan. Sekalipun jurus serangan berikutnya dari Tang Kwik-siu
sama sekali tak terduga olehnya, dengan hubungan batin yang
amat erat antara ibu dan anak berdua, asal Hoa Thian-hong
mendengar suara ibunya, segera ia gunakan jurus serangan
itu, maka pemuda ini berhasil memperbaiki kedudukannya
yang terdesak. Jurus Boan thian hu tee hanya suatu pukulan biasa,
sebaliknya siang cu soay siau adalah jurus serangan dari ilmu
delapan dewa mabok sempoyongan, jurus silat dasar yang
sering dilatih Hoa Thian-hong semenjak kecil, bila pemuda itu
diharuskan mengunakan sendiri jurus itu, tentu dia tak berani
melakukannya, tapi karena ia percaya dengan ibunya maka


Tiga Maha Besar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

jurus-jurus serangan itu segera digunakan.
Diluar dugaan, jurus yang sederhana itu ternyata justru
berhasil digunakan untuk menghindari serangan dahsyat yang
dilancarkan oleh Tang Kwik-siu.
Semangat Hoa Thian-hong semakin berkobar, ia sudah
tidak jeri lagi untuk menghadapi ilmu pukulan Tang Kwik-siu
yang lihay, serangan demi serangan dilancarkan secara tetap
dan mantap, setiap kesempatan yang ada segera
dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk meneter lawan.
Dengan begita maka pertarungan yang berlangsungpun
makin ganas dan hebat, Tang Kwik-siu yang sudah lama
mendengar akan nama besar Hoa Hujin, sedikit banyak
merasa waspada juga sesudah kehadiran ja go itu, ia tak
berani lanjutkan niatnya untuk membunuh si anak muda itu, ia
cuma berharap agar Hoa Thian-hong hentikan dulu serangan
itu dan diapun akan mengakhiri pertarungan ini sampai di sini
saja. Sebagai seorang tokoh silat yang punya nama besar, tentu
saja Tang Kwik-siu tak tudi menghentikan dulu serangan
tersebut. Tiba-tiba terdengar Hoa Hujin berseru dengan suara berat,
"Poo...." Begitu mendengar ucapan 'poo', Hoa Thian-hong langsung
membentak keras, dengan hawa murni yang melimpah ruah
dia lepaskan sebuah pukulan dahsyat ke arah musuhnya.
Jurus serangan itu bernama Po hau peng ho (harimau
ganas menyeberangi sungai), suatu jurus serangan dikala
menghadapi bahaya, mekipun sederhana gerakannya tapi
hebat pukulannya, sebagai seorang ketua perkumpulan besar
tentu saja Tang Kwik-siu malu untuk menghindarkan diri, dia
melepaskan pula sebuah pukulan dahsyat untuk menyambut
datangnya ancaman tersebut.
"Blaaram....!" ketika sepasang telapak tangan saling beradu
satu sama lainnya terdengarlah suara ledakan yang
memekikkan telinga. Kedua orang itu sama-sama bergetar keras, lengannya jadi
linu dan hampir saja tak sanggup digunakan lagi.
Kalau orang lain tentu akan segera mengakhiri
pertempuran itu, berbeda dengan Hoa Thian-hong, ternyata
makin bertempur ia semakin gagah, telapak tangan kirinya
segera dilontarkan kemuka melepaskan satu pukulan dahsyat.
Dalam keadaan begitu, tentu saja Tang Kwik-siu tak bisa
menyudahi pertarungan itu secara sepihak, terpaksa dia harus
melayani kembali pertarungan itu lebih jauh.
Pada saat itulah Yu beng tiamcu dari Kiu-im-kauw tiba-tiba
melayang masuk kedalam gelanggang dan membisikkan
sesuatu kesisi telinga ketuanya, Kiu-im Kaucu segera memutar
biji matanya berulang kali, tiba-tiba dia ulapkan tangannya
dan mengundurkan diri dari situ.
Tiamcu istana neraka dan Kek Thian-tok diam-diam
menyusul dari belakang, dalam waktu sekejap mata tiga sosok
bayangan manusia itu sudah lenyap dibalik kegelapan.
Betapa tercekatnya Kho Hong-bwee yang diam-diam
mengikuti gerak-gerik mereka, dalam hati segera pikirnya,
"Sampai sekarang Soh-gie dan Bong pay sekalian belum
sampai disini, jangan-jangan mereka telah menjumpai
hadangan?" Berpikir sampai disitu, dia jadi amat gelisah, tentu saja tak
mungkin baginya untuk berlalu dari situ sebelum pertarungan
selesai, maka dengan suara lantang dia berteriak keras, "Dua
ratus gebrakan sudah penuh!"
Mendengar seruan itu, Tang Kwik-siu segera melayang
mundur kebelakang, sambil tertawa tergelak Katanya, "Hoa
kongcu, kegagahan dan keberanian mu sungguh pinto merasa
amat kagum!" Maksud perkataan itu jelas berganda, yang dia maksudkan
adalah keberanian saja yang dimiliki pemuda itu, padahal ilmu
silatnya toh cuma begitu saja.
Hoa Thian-hong merasa tak senang hati apa lagi setelah
menyaksikan mimik wajahnya yang amat bangga dan bernada
mengejek, ia segera menjura dan menunjukkan sikap seolaholah
menghantar tamu untuk pergi, sementara mulutnya tetap
membungkam dalam seribu bahasa.
Tang Kwik-siu tertawa pongah, dengan sorot mata tajam ia
perhatikan sekejap wajah Hoa Hujin, lalu pikirnya dihati,
"Perempuan ini paling-paling bau berusia empat puluh
tahunan, tak disangka dulunya sudah menjadi seorang
pimpinan dari kaum pendekar didaratan Tionggoan. benarbenar
aneh....!" Berpikir sampai disitu, bibirnya lantas bergetar seperti mau
mengucapkan sesuatu, tapi ketika dilihatnya paras muka Hoa
Hujin amat serius dan hawa nafsu membunuh menyelimuti
seluruh wajahnya, ia batalkan maksudnya untuk bercakapcakap,
setelah tertawa dingin ia lantas membawa ketiga orang
muridnya untuk berlalu dari situ.
Setelah empat jagoan dari Seng sut hay itu berlalu, Hoa
Hujin baru bergerak maju kedepan dan saling menegur
dengan Dewa suka pelancongan Cu Thong.
Kemudian kepada Kho Hong-bwee, katanya sambil tertawa,
"Hian Moay, selamat berjumpa kembali! Aku dengar engkau
sudah belasantahun lamanya mengasingkan diri dan bertapa,
mengapa sekarang muncul kembali dalam dunia persilatan?"
Kho Hong-bwee tertawa getir dan gelengkan kepalanya.
"Yaa.... apa boleh buat lagi" Demi anak terpaksa aku harus
berbuat begini" Sementara itu Pek Kun-gie merasa sedih dan susah sekali
sejak Chin Wan-hong munculkan diri ditengah mereka, pada
mulanya dia masih dapat menguasai diri, akan tetapi setelah
mendengar perkataan dari ibunya, ia merasa perih hatinya
dan sedih sekali, tak tahan titik air mata jatuh berlinang
membasahi wajahnya, cepat ia putar badan membelakangi
semua orang sehingga siapapun tak melihat kalau dia sedang
meneteskan air mata. Hoa Hujin melirik sekejap bayangan punggung Pek Kun-gie
yang ramping dan halus, setelah menghela napas panjang,
bisiknya kepada diri Kho Hong-bwee dengan lirih, "Bocah itu
terlalu romantis dan besar cintanya, enci yang bodoh sih
memang amat suka kepadanya"
Mendengar perkataan itu, satu ingatan cepat melintas
dalam benaknya, segera ia berpikir, "Jangan-jangan ia
maksudkan bahwa karena sesuatu halangan maka ia tak bisa
menerima putriku?" Sementara masih termenung, sorot mata nya tanpa sadar
dialihkan keatas wajah Chin Wan-hong.
"Hong ji cepat kemari dan temui bibi dari keluarga Pek!"
buru-buru Hoa Hujin berseru.
Dengan langkah yang lemah gemulai Chin Wan-hong maju
kedepan, sambil memanggil Bibi ia memberi hormat.
Sambil tersenyum Kho Hong-bwee memperhatikan semua
tingkah laku Chin Wan-hong terasa olehnya gadis itu amat
supel, lemah lembut, halus dan agung, gayanya memang gaya
seorang perempuan dari keluarga yang terhormat, hal ini
membuat hatinya jadi sedih dan menghela nanas panjang,
pikirnya, "Aah sudahlah, Chin Wan-hong memang pantas jadi
menantunya keluarga Hoa, siapa yang berani mengatakan ia
tak pantas?" Berpikir sampai disitu, dengan perasaan putus asa ia
tertawa paksa dan katanya lagi kepada Hoa Hujin, "Putranya
gagah, menantunya pintar dan halus, enci Bun! Engkau
memang hok-ki dan sangat bahagia....!"
Hoa Hujin tersenyum, ia seperti mau mengucapkan sesuatu
tapi niatnya itu kemudian dibatalkan.
Perlu diketahui, dulunya Hoa Hujin dan Kho Hong-bwee
disebut sepasang perempuan tercantik dalam dunia persilatan,
itu berarti sejak dahulu mereka adalah sahabat lama.
Akan tetapi dikarenakan jalan yang di tempuh Hoa Goansiu
dan Pek Siau-thian berbeda maka hubungan antara Hoa
Hujin dengan Kho Hong-bwee juga tanpa sadar terhalang oleh
selapis selaput tipis, dengan adanya halangan ini dengan
sendirinya bubungan mereka berduapun semakin lama
semakin jauh. Apalagi sekarang setelah terjadinya affair cinta antara Hoa
Thian-hong dengan Pek Kun-gie, kedua belah pihak merasa
semakin serba salah untuk menanggulanginya.
Keluarga Hoa adalah keluarga besar dunia persilatan
dengan jumlah keluarga yang amat minim, berbicara menurut
hati pribadi Hoa hujjin sendiri, ia tidak menampik jikalau
putranya beristri muda lagi selain istrinya yang pertama.
Akan tetapi ia tak berani bertindak secara gegabah dengan
menyetujui perkara itu dengan begitu saja, sebab dengan
kecantikan dan keangkuhan Pek Kun-gie belum tentu dia
bersedia berada dibawah tingkatan orang lain.
Yang paling dikuatirkan Hoa Hujin adalah pertengkaran
yang bakal terjadi setelah ia dan Chin Wan-hong bersuamikan
satu orang. Jangankan Kiu-tok Sianci pasti menentang sekalipun Hoa
Hujin yang cerdik dan bijaksanapun merasa tak tega hati.
Sebaliknya kalau ditolak, ia juga tak tega, pertama karena
ia terharu sekali dengan penampilan Kho Hong-bwee dalam
pertemuan Kian ciau tay hwee untuk menegakkan keadilan,
kedua, iapun merata terharu oleh sikap Pek Kun-gie yang
begitu tergila-gila kepada putranya.
Bilamana ia tidak kuatirkan sikap Kiu-tok Sianci yang terlalu
keras dengan pendirian sudah pasti sedari dulu-dulu dia telah
memberikan persetujuannya.
0000O0000 77 KHO HONG-BWEE termasuk seorang perempuan bertinggi
hati, setelah merasakan betapa kakunya suasana di tempat
itu, timbullah pikiran untuk membawa putrinya berlalu dari
situ. Siapa tahu sebelum ia melaksanakan niatnya itu, tiba-tiba
Chin Wan-hong menghampiri Pek Kun-gie dan menggandeng
tangannya, kemudian kedua orang itu terlibat dalam suatu
pembicaraan yang mengasyikkan.
Menyaksikan itu dia tertegun, tapi segera dirasakan olehnya
bahwa gelagat semacam ini sangat menguntungkan putrinya,
maka niatnya untuk berlalu juga segera dibatalkan.
Kepada Hoa Hujin segera ujarnya sambil tersenyum.
"Menurut berita yang tersiar dalam dunia persilatan,
katanya tenaga dalam yang dimiliki enci Bun telah buyar dan
musnah rupanya berita itu cuma berita sensasi belaka,
kenyataannya engkau tetap tangguh dan hebat, kejadian ini
sungguh patut digirangkan!"
Hoa Hujin tertawa geli mendengar perkataan itu, sahutnya.
"Engkau ikut tertipu, pada hakekatnya tenaga dalam yang
enci miliki benar-benar telah buyar dan sekarangpun aku
sedang berlatih kembali dari permulaan, untungnya ilmu
meringankan tubuh yang ku miliki dengan cepat telah pulih
kembali satu dua bagian maka ketika kugertak Tang Kwik-siu
tadi sengaja kuhimpun segenap kemampuan yang kumiliki
untuk melayang dari situ kemari dengan kecepatan
semaksimal mungkin, padahal kakiku sekarang terasa jadi
lemas dan tak bertenaga hampir saja roboh keatas tanah!"
"Ooh, sungguh tak kusangka enci memiliki hati yang gagah
sampai setaraf itu, sungguh bikin Siau moay merasa sangat
kagum!" seru Kho Hong-bwee sambil tertawa.
"Aaai....! Keadaanku ibaratnya menunggang dipungung
harimau, apa daya kalau tidak terpaksa berbuat begitu?" sahut
Hoa Hujin sambil menggeleng dan tertawa getir.
Begitulah, makin berbicara kedua orang itu semakin asyik
sehingga melupakan segala-galanya.
Dipihak lain Chin Wan-hong masih tetap menggandeng
tangan Pek Kue Gie dan berbisik dengannya, tapi karena
suaranya lirih dan siapa pun tidak mendengar apa yang
sedang dibicarakan maka tak seorangpun yang tahu mereka
sedang membicarakan tentang soal apa.
Semua orang hanya melihat bagaimana Chin Wan-hong
berbisik lirih, sedang Pek Kun-gie berdiri tertegun dengan
kadangkala menggeleng kadangkala pula mengangguk,
Hoa Thian-hong paling gembira diantara beberapa orang
itu, ia sengaja melibatkan diri dalam pembicaraan yang asyik
dengan Tio Sam-koh dan Cu Thong.
Tio Sam-koh kelihatan penasaran sekali sekalipun sedang
ber cakap-cakap sepasang matanya mengawasi terus ke arah
Chin Wan-hong tanpa berkedip, kalau bukan Kho Hong-bwee
hadir pula di situ, niscaya ia sudah mendamprat gadis itu
habis-habisan. Yang paling gelisah adalah Siau Ngo-ji, sedari tadi ia sudah
bermaksud untuk memata-matai pembicaraan dari kedua
orang dara itu apa lacur Hoa Thian-hong memegangi terus
tangannya sehingga ia tak bisa meronta, dalam keadaan
begini bocah cilik yang brilian ini jadi mati kutu nya.
Tiba-tiba dari bawah wuwungan rumah sebelah utara situ
muncul seorang pengemis cilik, sekilas pandangan Siau Ngo-ji
segera kenal rekannya itu, teriaknya keras-keras.
"Hey, si bisul, siapa yang lagi kau cari?"
Pengemis cilik itu segera memburu datang sambil
menyodorkan secarik kertas, sahutnya, "Ko toako suruh aku
menyampaikan ini kepadamu!"
Siau Ngo-ji menerima kertas itu, lalu coba dibacanya
dengan suara lantang, "Ing telah ditangkap Kiu-im-kauw...."
"Apa itu Kiu-im-kauw?" tukas Hoa Hujin sambil berpaling"
Dengan setengah meringis Siau Ngo-ji menjawab, "Oooh....
aku.... sisa tulisan itu aku tak mengerti...."
Hoa Thian-hong menyambar kertas itu dan dibacanya
sekejap, paras mukanya kontan berubah jadi pucat pias, ia
maju menghampiri ibunya seraya berkata, "Ibu, surat ini
berasal dari saudara Ko Thay, katanya Ku Ing-ing telah
ditangkap oleh orang-orang dari Kiu-im-kauw....!"
Setelah berhenti sebentar, ia melanjutkan, "Ketika terjadi
pertarungan diatas perahu tempo hari secara terang-terangan
ia telah mengkhianati Kiu-im Kaucu, dan kini sesudah
tertangkap kembali, aku kuatir kalau siksaan yang
dideritanya...." "Hidup sebagai umat manusia, kita tak boleh melupakan
budi" ujar Hoa Hujin dengan wajah murung, "andaikata Ku
Ing-ing belum mati, maka kita harus pertaruhkan nyawa untuk
menolongnya lolos dari mara bahaya, sebaliknya kalau ia
keburu telah dibunuh, kitapun harus balaskan dendam bagi


Tiga Maha Besar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kematiannya" Sampai disitu, dia lantas menggape pengemis cilik itu
sambil serunya, "Hey, engkoh cilik, hayo kemarilah!"
Pengemis cilik itu maju mendekati dengan sikap yang
berbungkuk l karena kelewat menghormat sahutnya tergagap,
"Haa.... haamba.... be.... berr.... bernama.... sii.... si Bisul!"
Hoa Hujin tersenyum. "Saat ini Ko toako mu itu berada di mana?"
Pengemis cilik itu menunjuk fceudara dan menyahut.
"Ddd.... dia.... ma.... masih ada urusan, sekarang belum
bisa menyambangi hujin!"
Kembali Hoa Hujin termenung beberapa saat lamanya, lalu
sambil berpaling ke arah Hoa Thian-hong katanya.
"Seng ji, pergilah mengikuti engkoh cilik ini, disamping
menyambangi saudara dari keluarga Ko sekalian tanyakan
masalah tertangkapnya Ku Ing-ing serta arah perginya orangorang
Kiu-im-kauw!" "Baik ibu!" sahut Hoa Thian-hong dengan lurus kebawah,
lalu kepada pengemis cilik itu lanjutnya.
"Saudara cilik, hayo kita berangkat!"
Pengemis cilik itu segera melangkah pergi dari situ.
Betapa gelisahnya Siau Ngo-ji, cepat-cepat ia lari ke sisi
Chin Wan-hong seraya berbisik.
"Enso, hayo kita pergi bersama toako!"
Chin Wan-hong agak tertegun, ia lantas berpaling ke arah
mertuanya seraya berseru.
"Ibu, Siau Ngo-ji rindu dengan Ko toako nya, apakah dia
boleh ikut serta bersama engkoh Hong?"
"Suruh dia ikut pergi, sekalian berpamitan dengan Ko
toakonya itu!" Siau Ngo-ji agak tertegun sesudah mendengar ucapan
tersebut, tapi sesaat kemudian ia sudah menarik Chin Wanhong
kesamping sambil bisiknya lirih, "Enso, engkau jujur dan
terlalu welas kasih, jangan biarkan ada orang lain ikut naik
keatas pembaringanmu, apalagi Pek...."
Pucat pias wajah Chin Wan-hong karena terperanjat, dia
kuatir ibu dan anak dari keluarga Pek ikut mendengar ucapan
tersebut, buru-buru tukasnya.
"Anak kecil tahu apa" Hayo tutup mulut dan jangan
sembarangan berbicara, sana! Ikut dengan toako mu"
Stan ngo ji masih penasaran, sebelum berlalu mengikuti
disamping Hoa Thian-hong, dia masih sempat melemparkan
sebuah kerlingan yang sangat dingin ke arah Pek Kun-gie.
Belum jauh tiga orang itu berlalu, tiba-tiba pintu samping
sebuah warung kelontong ditepi jalan terbentang lebar,
menynsul seorang pemuda berkulit hitam, berwajah persegi
dengan dada yang bidang dan tubuh penuh berotot
munculkan diri didepan mata.
Begitu melihat kemunculan pemuda itu, dengan kejut
bercampur girang Siau Ngo-ji segera berteriak keras.
"Ko toako!" Begitu mengetahui kalau pemuda itu adalah Ko Thay,
dengan langkah cepat Hoa Thian-hong maju kedepan seraya
menjura. "Saudara Ko!" katanya, "telah lama ku kagumi nama
besarmu, sungguh beruntung hari ini kita dapat saling
berjumpa!" Ko Thay tertawa, ia balas memberi hormat sambil
sahutnya. Siaute merasa malu untuk berjumpa dengan Hoa toako....
"Aah, janganlah saudara memandang asing terhadap kami,
mari, kuperkenalkan saudara dengan ibuku!" kata Hoa Thianhong.
Ia tarik lengannya yang kekar dan berotot itu untuk diajak
maju ke arah depan. Setibanya dihadapan Hoa Hujin, Ko Thay melepaskan diri
dari cekalan dan segera jatuhkan diri berlutut keatas tanah,
serunya. "Hamba Ko Thay menjumpai hujin!"
Hoa Hujin ada maksud untuk menghalangi tapi tak sempat,
betapa terharunya perempuan ini, cepat serunya, "Nak, tak
usah banyak adat, Bun si tidak memiliki kebaikan budi apapun,
tak berani kuterima penghormatan sebesar ini!"
Sambil berkata ia lantas bangunkan Ko Thay dari atas
tanah. Sementara itu, dari terapat kejuhan tiba-tiba melayang
datang sesosok bayangan manusia, dalam sekilas pandangan
Kho Hong-bwee segera kenali orang itu sebagai pelayannya, ia
lantas berderu lantang. "Oh Sam, dimana para pelindung hukum yang lain?"
"Lapor Cubo!" seru Oh Sam sambil memberi hormat, "para
pelindung hukum telah mengejar orang-orang dari Kiu-imkauw
ke arah selatan, mungkin pada saat ini mereka sudah
berada seratus li lebih dari tempat ini!"
"Karena urusan apa mereka mengejar orang-orang Kiu-imkauw"
dan dimanakah Soh-gie?" tanya Kho Hong-bwee
dengan alis mata berkenyit.
"Toa siocia berada bersama-sama para pelindung hukum!"
jawab Oh Sam. Setelah berhenti sebentar, ia melanjutkan kembali
penuturannya. "Senja tadi, rombongan kami telah berjumpa dengan
orang-orang Kiu-im-kauw, kami lihat mereka telah berhasil
menawan Giok Teng Hujin yang berkhianat, menyaksikan
kejadian itu Bong sauhiap yang pernah berhutang budi dari
perempuan itu segera maju untuk memberikan
pertolongannya, toa siocia kami ikut pula memberikan
pertolongan maka kami semua terlibat dalam suatu
pertarungan yang sengit, Bong sauhiap yang begitu bernafsu
untuk menolong orang, berulang kali melakukan tubrukan
secara ganas dan gencar, tapi toh akhirnya bukan saja gagal
menolong orang, dia sendiri harus menderita luka...."
"Bagaimana keadaan lukanya"!" tanya Cu Thong dengan
gelisah. "Cukup parah lukanya, tapi semuanya adalah luka luar
sehingga tidak sampai membahayakan jiwanya!"
Bagaimana selanjutnya"! sela Cu Thong kemudian.
"Jumlah kekuatan dari Kiu-im-kauw jauh lebih banyak
daripada kami, karena itu walaupun pertarungan berlangsung
cukup sengit kami tetap gagal untuk memberikan
pertolongannya. Pihak Kiu-im-kauw sendi ripun tiada bernafsu
untuk melangsungkan pertarungan lama, setelah berhasil
meloloskan diri, mereka segera kabur mennju ke arah selatan,
karena Bong sauhiap mengejar terns, terpaksa kami semua
harus mengikuti juga kemana ia pergi....!"
Tidak menunggu Oh Sam menyelesaikan kata-katanya, Co
Thong telah terseru kepada Kho Hong-bwee, "Terima kasih
atas bantuan perkumpulanmu, kuucapkan banyak-banyak
terima kasih lebih dahulu!"
Sebelum Kho Hong-bwee sempat menyelesaikan katakatanya,
ia telah berseru pula kepada Hoa Hujin, "Sampai
jumpa lain kesempatan!" Sekali menjejak tanah, ia telah kabur
dari situ "Cu teng....!" cepat Hoa Hujin berteriak, "lengan kirimu toh
masih terluka...." Belum habis perkataan itu diutarakan, Cu Thong sudah
berada dimulut jalan sebelah depan sana dan lenyap dari
pandangan mata. Sesudah perginya Cu Thong, suasana untuk sesaat jadi
hening dan sepi, semua orang membungkam dalam pikirannya
masing-masing. Selang sesaat, Kho Hong-bwee baru buka suara dan
berkata setelah termenung beberapa saat lamanya.
Enci Bun, apakah engkau tahu kebaikan apa toh yang
pernah didapatkan Bong sauhiap dari diri Giok Teng Hujin?"
Hoa Hujin menghela nafas panjang.
"Asai! Beginilah kisahnya" kata perempuan itu kemudian,
"nona itu pernah menghadiahkan sebatang Lengci berusia
seribu tahun kepada putraku, dengan obat mujarab itulah
racun teratai yang terkandung didalam tubuhnya berhasil
dipunahkan, sedang sisanya yang separuh telah digunakan
untuk menolong nyawa tiga orang yang menderita luka parah
dikala sedang berlangsungnya pertemuan besar Kian ciau tay
hwe. Nah, Bong pay adalah seorang penerima budi tersebut!"
"Ooh jadi Bong sauhiap masih ingat dengan sumber
datangnya budi pertolongan itu" Kalau demikian, dia tentunya
seorang yang gagah dan bijaksana!"
Hoa Hujin tersenyum. Aku pernah memberi pelajaran ilmu silat kepadanya, bocah
itu terlalu mengerti akan perasaan orang lain dan lagi jujur
serta bersifat terbuka, memang anak semacam itu terhitung
sebagai seorang murid yang bagus dan menyenangkan!"
Berbicara sampai disini, mereka berdua saling
berpandangan sambil tertawa, tawanya penuh arti yang
mendalam. Maka Kho Hong-bwee pun minta diri, katanya, "Aku harus
buru-buru berangkat, sebab Kiu-im Kaucu sudah berangkat
keselatan, sedang budakku berada pula ditengah perjalanan,
kalau sampat saling bertemu.... waah, bisa berabe!"
Hoa Hujin termenung sebentar, kemudian dengan nada
yang membawa arti mendalam ia menyabut, "Aku sendiripun
harus segera berangkat keutara, hian moay! Bila engkau tidak
menampik, silahkan mampir dalam perkampungan Liok soatsan
ceng, marilah kita berbicara lebih serius selama beberapa
hari!" Diam-diam Kho Hong-bwe merasa bergirang hati, betapa
tidak" Dengan diutarakannya perkataan itu berarti pula kalau
janda dari Hoa tayhiap ini telah memberi perlambang
kepadanya bahwa ia bersedia merundingkan soal bubungan
anak-anak mereka dengan lebih serius.
Sudah tentu tawaran seperti ini tidak di tampik dengan
begitu saja, begitulah dengan wajah berseri ia lantas berlalu
dengan membawa serta Pek Kun-gie dan Oh Sam.
Pek Kun-gie sama sekali tidak membantah sebab dalam
hati kecilnya ia bisa menduga bahwa Hoa Thian-hong tentu
akan berangkat untuk menolong Giok Teng Hujin dan
bagaimanapun juga ia tak mungkin bisa tetap tinggal disana,
maka gadis itupun ambil keputusan untuk menanti ditengah
jalan. Dalam waktu sekejap ketiga orang itupun sudah berlalu
dari sana dan lenyap dari pandangan.
Sepeninggalnya Kho Hong-bwee bertiga, Hoa Hujin baru
menatap sekejap sisa jago yang masih ada disitu, tiba-tiba
serunya kepada Ha putule, "Eaah.... engkoh cilik, bukankah
dendam sakit hati perguruanmu telah kau tuntut balas" Kalau
tidak terburu-buru kembali ke See ih, bagaimana kalau
bermain dulu selama tiga tahun dalam perkampungan Lik soat
san ceng kami" Setelah itu baru berangkat pulang ke desa!"
"Bibi tak usah kuatir, aku bisa palang seorang diri, aku tak
takut menghadapi mara bahaya macam apapun sepanjang
perjalanan!" "Aku tidak bermaksud begitu, kata Hoa Hujin sambil
tersenyum, setelah berhenti sebentar, lanjutnya lebih jauh.
"Sudah lama kudengar orang berkata bahwa pengaruh dari
Mo-kauw sudah meluas sampai ke tepi perbatasan,
perbuatannya sewenang-wenang dan tidak mengenal arti
perikemanusiaan, oleh sebab itu aku pikir apa bila engkau
bersedia untuk mengikuti aku selama tiga tahun, maka akan
kugunakan waktu yang sebaik-baiknya untuk mewariskan
segenap kepandaian silat yang kumiliki kepadamu, dengan
harapan suatu ketika engkau bisa kembali ketempat asalmu
dan memberantas pengaruh Mo-kauw dari sekitar tempat itu"
"Saudaraku" ujar Hoa Thian-hong pula, perguruanmu telah
mengalami kehancuran, dan sekarang tinggal kau seorang
yang masih tetap hidup, bila kau bisa bangkitkan semangatmu
dan mengangkat kembali nama besar perguruanmu, aku yakin
arwah Siang locianpwe yang berada di alam baka pasti akan
bergiring hati menyaksikan kesukses anmu itu"
Merahlah sepasang mata Haputule sesudah mendengar
perkataan itu, katanya, "Berbahagialah aku setelah ada
kesediaan bibi untuk wariskan ilmu silatnya kepadaku akan
tetapi pedang emas itu adalah...."
Tiba-tiba ia berhenti berbicara dan mengalihkan pokok
pembica-raan kesoal lain, katanya, "Asalkan pedang emas itu
terjatuh ketangan Hoa toako, aku rela menyerahkannya
kepadamu!" "Tidak!" tampik Hoa Thian-hong dengan tegas, "belajarlah
ilmu silat lebih dahulu dengan ibuku, sedang aku akan
berusana keras untuk menemukan kembali pedang emas itu,
asal kutemukan pastilah akan kuserahkan kepadamu!"
Haputule berpikir sebentar, lalu menjawab.
"Aku sendiri cuma menginginkan pedang emas itu,
sementara kitab Kiam keng itu sendiri sama sekali tiada
hubungannya dengan perguruan pedang pendek kami,
sekalipun engkau hadiahkan kepadaku, aku belum tentu mau
menerimanya!" Hoa Thian-hong tersenyum, "Kalau toh ibuku bersedia
mewariskan ilmu silatnya kepadamu, itu berarti hubungan kita
ibaratnya antara sesama saudaru seperguruan, andaikata
kitab kiam keng benar-benar terjatuh ketanganku, perduli
menjadi siapa toh sama saja!"
"Macam apa toh pedang emas itu?" tiba-tiba Ko Thay
menyela dari samping gelanggang.
Dari sakunya Haputule mencabut keluar pedang peraknya,
kemudian menjawab, "Menurut keterangan guruku, pedang
emas itn dibentuk dari sari emas yang kuat, beratnya dua
puluh satu kali lebih mantap daripada bobot emas biasa,
dibandingkan besi tujuh belas kali lipat lebih berat dan
dibandingkan dengan baja beratnya empat belas kali lipat,
bukan saja pedang emas itu tajamnya luar biasa melebihi
pedang mustika apapun juga, bentuknya minim dan cuma
beberapa senti meter, pokoknya persis sekali bentuknya
dengan pedang perak ini"
Dengan seksama Ko Thay memperhatikan pedang perak itu
dia lihat bentuknya kecil dan panjangnya berikut gagang
pedang cuma enam cun, gagang maupun pedangnya melebur
menjadi satu bahkan jauh lebih pendek dari pada pisau belati
biasa, sepintas lalu orang akan mengira pedang itu sebagai
pedang mainan. Melihat akan hal itu, tak kuasa lagi pemuda kekar ini
menge-rutkan dahinya, tiba-tiba ia berpaling dan mengamati


Tiga Maha Besar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

jenasah Pia Leng-cu dengan seksama.
Menyaksikan gerak-gerik orang, Hoa Thian-hong berkata,
"Le Kiu dari Kiu-im-kauw telah menggeledah sekujur badan Pia
Leng-cu dengan seksama, dia adalah seorang jago yang
berpengalaman luas, andaikata pedang emas itu benar-benar
berada di badan Pia Leng-cu, aku pikir senjata itu tentulah
sudah didapatkan olehnya!"
"Aku rasa Pia Leng-cu adalah seorang manusia licik yang
mempunyai banyak tipu muslihat, tak mungkin ia tega dan
lega hati meletakkan pedang mustika yang disayangi itu di
tempat lain, aku cukup mengenal watak manusia semacam ini,
agar enak makan dan nyenyak tidur senjata tersebut pasti
digembol terus dalam sakunya apalagi kalau ia sudah tahu
bahwa pedang mustika itu setiap saat bakal lenyap pastilah
dia akan membawanya terus menerus dengan ha rapan bila
dia mati maka senjata itu akan dibawanya pula masuk keliang
kubur" "Benar juga pandanganmu ini, puji Hoa Hujin, kalau
pedang emas itu tidak berada ditubuh Pia Leng-cu, maka ia
tak bisa di hitung sebagai seorang manusia yang besar sekali
rasa curiganya!" Berbicara sampai disitu, tiba-tiba ia seperti merasakan
sesuatu, cepat sorot matanya di alihkan ke arah Pia Leng-cu.
"Boanpwe sendiripun hanya berpikir seandainya saja, benar
atau keliru sama sekali tidak mempunyai keyakinan, harap
kalian bersedia untuk memakluminya!" ujar Ko Thay tenang.
Selangkah demi selangkah ia menghampiri jenasah Pia
Leng-cu dan mulai periksa sepatu yang dikenakan olehnya.
Dengan perasaan ingin tahu semua orang merubung
kedepan, tampaklah Ko Thay mencabut keluar sebilah pisau
belati, kemudian dengan sekuat tenaga ia merobek sepatu
yang digunakan Pia Leng-cu itu sehingga robek menjadi dua
bagian, tapi disitu ia tak berhasil menemukan sesuatu apapun,
Ko Thay segera mencabut kembali pisau belatinya setelah
itu melirik sekejap ke arah kaki kiri Pia Leng-cu yang cacad, ia
keliha tan agak sangsi sehingga untuk beberapa saat lamanya
tidak berani turun tangan secara gegabah.
Hoa Hujin tersenyum sesudah menyaksikan kejadian itu, ia
berkata, "Siapapun tak dapat menduga kejadian dengan tepat,
apa salahnya kalau kita coba saja untuk memeriksanya, siapa
tahu kalau tebakan kita tidak meleset?"
Ko Thay tidak ragu-ragu lagi, pisau belatinya segera
ditekan kebawah dan merobeknya keras-keras pada sepatu
kiri yang dikenakan Pia Leng-cu, belum terlalu dalam ia
memotong, mendadak tangannya jadi enteng dan tahu-tahu
ujung pisau belatinya sudah kutung bebera pa bagian.
"Hoore.... kita berbasil temukan pedang itu!" seru Siau Ngoji
kegirangan. Lega juga perasaan hati Ko Thay, setelah
memperhitungkan arahnya dengan tepat, sekali lagi ia
menyobek sepatu kiri Pia Leng-cu, dalam waktu singkat
tampaklah cahaya emas memancar keempat penjuru, dari
dasar alas sepatu itu tampaklah terselip sebilah pedang
pendek. Pedang emas itu dibungkus oleh selapis kulit ular sehingga
hanya gagang pedangnya saja yang kelihaian dari luar, akan
tetapi gagang pedang itu berwarna emas dan memancarkan
cahaya yang tajam, sehingga siapapun merasa silau sesudah
memandangnya. Ko Thay cabut keluar pedang itu, habis dibersihkan kotoran
yang menempel pada pedang itu dengan bajunya, ia lantas
menyerahkan ketangan Hoa Hujin dengan sikap yang hormat.
Hoi hujin menerima pedang itu, setelah meloloskan sarung
kulit ularnya, ia angkat pedang yang sudah menggetarkan
sungai telaga selama puluhan tahun dan mengakibatkan
pertumpahan darah yang mengerikan itu keudara.
Meskipun para jago yang mengerubungi disekitarnya tiada
bernafsu serakah ataupun ingin mendapatkannya, tak urung
tergetar juga perasaan hati mereka.
Setelah semua orang mengamatinya beberapa saat, tibatiba
Hoa Hujin menghela napas panjang, lalu kepada Hoa
Thian-hong katanya, "Demi pedang kecil ini, Ciu It bong sudah
hidup menderita selama banyak tahun, di mana akhirnya
jiwapun ikut melayang tinggalkan raganya, sebagai orang
yang berhutang budi kepadanya engkau jangan melupakan
kebaikan yang pernah kau terima itu, ketahuilah keberhasilanmu
bertarung melawan Tang Kwik-siu sebanyak dua
ratus ge brakan sebagian benar adalah berkat pemberiannya!"
"Perkataan itu memang besar" sahut Hoa Thian-hong,
"ananda telah mempunyai rencana untuk mencarikan seorang
pewaris baginya, sehingga ilmu pukulan Kun siu ci tan
(pergulatan terakhir binatang yang terjebak) hasil ciptaannya
itu bisa terwaris hingga pada generasi yang akan datang,
dengan begitu akupun bisa pula membalas budi kebaikannya"
"Kalau engkau memang punya rencana itu, bagus sekali
kata Hoa hnjin sambil mengangguk. Ciu It bong adalah
seorang jago yang gagah berani dan hidup luntang lantung
seorang diri, ia terhitung seorang laki-laki sejati, seorang
enghiong hoohan, siapa pun akan berbangga hati apabila bisa
menjadi ahli warisnya"
Setelah berhenti sebentar, sambungnya lebih jauh, "Kuo siu
ci tan kurang sedap didengar dalam pendengaran, kita carikan
saja nama lain yang lebih bagus!"
Hoa Thian-hong berpikir sebentar, kemudian sahutnya,
"Sekalipun Ciu locianpwe suka hidup luntang lantung seorang
diri, ilmu pukulan hasil ciptaannya amat rumit dengan
perubahan yang tak terhitung jumlahnya dalam satu gebrakan
mungkin tersimpan beratus-ratus jenis perubahan lain, Ibu,
bagaimana kalau kunamakan saja jurus pukulannya itu
sebagai ilmu pukulan Hau in ciang hoat?" Hoa Hujin
mengangguk. "Bagus, nama Hau in ciang hoat memang sangat tepat!
Cuma, engkau harus ingat, bila engkau hendak menerima
murid maka pertama yang musti kau perhatikan adalah watak
serta perangainya, kedua dia musti berbakat baik, sedang
yang lain boleh tidak terlampau diperhatikan, ingat?"
Hoa Thian-hong mengangguk tiada hentinya tanda
mengerti. Tiba-tiba terdengar Tio Sam-koh berseru dari samping,
"Eeeh, hayo cepat ambil keluar kitab pedang Kiam keng itu,
aku ingin lihat macam apakah bentuk kitab itu?"
Hoa Hujin tertawa, ia serahkan pedang emas itu ketangan
Hoa Thian-hong lalu berkata, "Ambillah keluar kitab Kiam keng
itu, agar semua orang ikut menyaksikan bentuk kitab
tersebut!" "Tapi.... tapi.... ibu, pedang baja itu adalah barang
peninggalan ayah, tidakkah terlalu sayang kalau dirusak?" kata
Hoa Thian-hong dengan hati sangsi.
Hoa Hujin menghela napas panjang.
"Aaai.... kitab kiam keng adalah benda pokok, sedang
pedang baja itu hanya pelengkap yang digunakan sebagai
tempat penyimpanan belaka, sekalipun akhirnya harus rusak,
yaa apa boleh buat lagi?"
Hoa Thian-hong tak berani membantah perintah dari
ibunya lagi, pedang bajanya segeta dicabut keluar, sebelum
melakukan penebasan, ia sempat berpaling ke arah Haputule
seraya berkata, "Saudaraku, jikalau pedang emas ini sampai
rusak atau gumpil...."
"Toako tak usah sangsi ataupun ragu" tukas Haputule
dengan cepat, "sekalipun rusak juga tidak menjadi soal!"
Hoa Thian-hong tidak ragu lagi, ia pegang pedang bajanya
dengan tangan kiri dan memegang pedang emas dengan
tangan kanan, ketika senjata itu ditebas kebawah....
"Criing....!" diiringi suara dentingan nyaring dan kilatan
cahaya emas, patahlah pedang baja itu menjadi dua bagian.
Memang tak salah, ruang kosong terdapat dalam pedang
baja itu, dalam ruang kosong tadi terseliplah satu gulungan
kain warna kuning. Menyaksikan gulungan kain itu, Hoa Thian-hong
menghembuskan napas panjang, katanya, "Aaii!....! Untung
pedang baja ini tak terbuang dengan percuma ternyata
memang benar-benar ada isinya!"
Pedang emas itu diperiksa pula dengan seksama, ketika
dilihatnya senjata itu utuh dan sama sekali tidak cedera,
cepat-cepat diserah kan kepada Haputule.
Kemudian gulungan kain kuning itu baru dicabut keluar
dengan sangat hati-hati, lalu di serahkan kepada ibunya.
Menerima gulungan kain kuning itu, serta-merta Hoa Hujin
mem buka dan memeriksanya dengan teliti, ia lihat kain itu
terbuat dari bahan sebangsa nilon yang halus tapi sangat
kuno, panjangnya delapan cun dengan lebar enam tujuh depa,
tulisan yang terukir diatas kain itu sangat rapat dengan
sebesar kepala lalat, diantaranya terselip juga tulisan yang
dibuat dengan tinta merah yang menyolok, selain itu dihiasi
pala dengan seratus lebih gambaran manusia dengan bentuk
yang berbeda-beda. Sementara itu fajar baru saja menyingsing, di tengahtengah
remangnya cuaca tak mungkin bagi Hoa Hujin yang
tenaga dalamnya buyar untuk meneliti tulisan itu, karenanya
walaupun gulungan kain ada didepan mata, ia tak mampu
untuk membaca isinya. Kendatipun demikian, dari lukisan yang tertera disitu ia
tahu bahwa isinya benar-benar adalah kitab kiam keng.
"Tampaknya gulungin kain ini memang benarbenar
berisikan jeri payah dari malaikat pedang Gi Ko" pikirnya
dalam hati. Setelah diamatinya sekejap, gulungan kain itu lantas
diserahkan kepada Tio Sam tokoh, katanya, "Kurang jelas
penglihatanku, biar Sam-koh saja yang periksa, apakah isinya
benar-benar benda mustika atau bukan!"
Tio Sam-koh menerimanya, kemudian tanpa dilihat segera
dilipat dan diserahkan ke tangan Hoa Thian-hong sembari
berkata, "Aku malas untuk menelitinya lebih jauh
bagaimanapun toh isinya tetap berupa sejilid kitab kiam keng,
Nah, bawa saja dalam sakumu dan pelajarilah secara
perlahan-lahan!" Hoa Hujin yang ada disampingnya segera menambahkan
pula dengan nada serius. "Peninggalan orang kuno harus dipelihara dan dilindungi
dengan sebaik-baiknya, jangan aampai rusak atau hilang
dirampas orang!" "Ananda tak berani gegabah!" jawab Hoa Thian-hong
bersungguh-sungguh. Bicara sampai disini, dia lantas menyimpan baik-baik Kitab
kiam keng itu dalam sakunya, kemudian baru minta petunjuk
akan tugas yang harus dilakukan diwaktu mendatang.
Hoa Hujin termenung dan berpikir sebentar, lalu katanya.
"Kami harus pulang kerumah, sedang engkau berangkatlah
seorang diri menuju keselatan, berusahalah keras untuk
selamatkan Ku Ing-ing dari mara bahaya, aku tahu tugasmu
kali ini sangat berat dan sukar, dengan ilmu silat yang dimiliki
Kiu-im Kaucu saja ia sudah mampu menandingi dirimu, apalagi
kalau anak buahnya memberi bantuan. Aku sendiri tiada ide
atau pendapat lain yang bisa kuberikan kepadamu, aku rasa
lebih baik lakukanlah semua tugas itu menuruti suara hatimu
sendiri!" "Ilmu silat yang dimiliki Tang Kwik-siu jauh diatasmu"
sambung Tio Sam-koh pula, "sedangkan Kok See-piauw
bangsat cilik itu selalu bikin onar dari tengah, sudah pasti dia
akan mencari gara-gara lagi dengan dirimu, bila engkau
hendak mengatasi kesulitan ini maka satu-satunya jalan
adalah pergiat latihan ilmu silatmu, bila mendapatkan
kesempatan bereskan saja nyawa keparat cilik she Kok itu!"
Hoa Thian-hong mengiakan berulang kali, selesai
mendapatkan wejangan tersebut, dia baru berpaling ke arah
Ko Thay dan bertanya, "Saudara Ko, apakah engkau
mempunyai rencana lain?"
Ko Thay tersenyum. "Aah, siaute cuma seorang manusia biasa, buat manusia
macam aku sih tak ada rencana apa-apa, semua kesulitan
kuatasi setelah berada didepan mata!"
"Nak, ikut saja kami pulang keperkampungan Liok soat san
ceng, dan berdiamlah selama beberapa tahun disana!" tibatiba
Hoa Hujin mengusulkan dari samping.
Untuk sesaat Ko Thay kelihatan agak tertegun, tapi ia
segera menggeleng seraya menjawab.
"Aku merasa sangat berbangga hati apabila bisa mendapat
didikan langsung dari bibi, cuma aku tahu bibi repot dengan
urusan bibi sendiri, dan lagi bakat boanpwe untuk belajar silat
sangat cetek, ingin belajar dari depan rasanya sudah
terlambat karena usiaku sudah tua dan hasilnya dikemudian
haripun terbatas, karena itu aku lebih baik menolak saja
penawaran bibi yang sangat menggiurkan hati itu!"
Caranya menolak memang sangat halus tapi semua orang
tahu bahwa hatinya amat sedih dan pedih sehingga nada
suaranya ikut kedengaran agak gemetar....
Sejak perjumpaannya untuk pertama kali ini, rupanya Tio
Sam-koh menaruh kesan yang baik terhadap diri Ko Thay,
sesudah mendengar perkataan itu tiba-tiba ia menyela dari
samping, "Barusan, bukankah engkau mengatakan hendak
carikan seorang ahli waris bagi Ciu It bong" Menurut
pendapatku, Ko Thay adalah calon ahli waris yang paling tepat
untuk Ciu It bong!" Tampaknya Hoa Thian-hong merasa bahwa cara itu
memang berkenan di hatinya, cepat ia menegur.
"Saudara Ko, apakah engkau bersedia!"
"Tentu saja siaute bersedia!" jawab Ko Thay sambil
mengangguk. Setelah berhenti sebentar, ia melanjutkan
"Aku tahu, saat ini Hoa toako sedang repot dan banyak
urusan, maka siaute pikir alangkah baiknya kalau kugunakan
kesempatan ini untuk berkunjung dahulu kelembah Cu-bu-kok,
akan kucari jenasah dari Ciu locianpwe dan menguburnya
ditempat yang lebih layak, setelah kuangkat beliau sebagai
guruku, rasanya waktu itulah baru tepat bagiku untuk belajar
silat peninggalannya!"
Hoa Hujin lantas berpikir dihati, "Bocah ini memang tahu
diri, tebal sekali rasa setia kawan dan penghormatannya
terhadap golongan tua, aku gembira sekali bisa memperoleh
seorang rekan seperti dia!"


Tiga Maha Besar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dengan cepat katanya, "Baiklah, kalau memang begitu kita
tetapkan saja persoalan ini sampai disini, sekarang menolong
orang lebih penting, cepatlah pergi Seng ji....!"
Hoa Thian-hong tak berani membantah perintah tbunya,
terpaksa dia berpamitan dengan orang-orang itu dan segera
melanjutkan perjalanannya menuju keselatan.
Sementara itu, Hoa Thian-hong telah tinggalkan kota Lok
yang dan berangkat menuju ke selatan, ia tahu bahwa Pek
Kun-gie pasti akan menantikan dirinya ditengah jalan.
Siapa tahu, dugaan itu ternyata meleset, sekalipun sudah
melakukan perjalanan selama seharian suntuk, bayangan si
gadis cantik itu belum juga ditemukan.
Dalam keadaan begitu, dia merasa amat murung dan sedih
seolah-olah seperti telah kehilangan sesuatu, untungnya
pikiran itu segera terampas untuk memikirkan keselamatan
orang lain, maka untuk sementara waktu Pek Kun-gie dapat
dilupakan olehnya. Terbayang akan Ku Ing-ing yang tertawan, tanpa sadar ia
memba-yangkan pula kegenitan perempuan itu, cinta kasihnya
yang mendalam serta tingkah laku yang romantis, dengan
perasaan kesal dan murung, ia meneruskan perjalannya
dengan cepat. Jilid 25 : Pengorbanan tulus Giok Teng Hujien
TENGAH hari itu tibalah si anak muda itu didalam sebuah
dusun, karena merasa lapar dia ambil keputusan untuk
beristirahat dan mengisi perut lebih dahulu sebelum
melanjutkan perjalanannya lagi.
Dari kejauhan ia lihat ada sebuah warung dengan panji
tulisan "Arak" berkibar terhembus angin, dengan langkah lebar
ia lantas menghampiri warung itu, maksudnya ia hendak
minum arak untuk meng-hilangkan segala kemurungan yang
mencekam dirinya selama dua hari ini.
Ramai sekali warung arak itu apalagi letaknya ditepi sebuah
jalan raya, bukan saja bangunannya lebar dengan dua puluh
meja lebih, daganganpun ramai sekali.
Terutama disaat tengah hari, banyak orang bersantap
dalam warung itu sambil melepaskan dahaga, maka hampir
saja delapan bagian sudah penuh berisikan tamu.
Baru saja Hoa Thian-hong duduk disebuah meja kosong,
seorang pelayan yang basah oleh keringat telah datang
menghampiri sambil menyapa.
"Siangkong, engkan hendak pesan apa?"
"Siapkan sepoci arak dan beberapa macam sayur!" jawab
pemuda itu seenaknya. Pelayan itu segera mengiakan dan berlalu.
0000O0000 78 SELANG SESAAT, pelayan telah muncul menghidangkan
sepoci arak dan sepiring daging sapi yang tampak lezat.
Dasar anak dusun yang sudah banyak tahun hidup diatas
bukit dan siang malam hanya memikirkan soal belajar silat,
kemudian setelah terjun kedalam dunia persilatan harus
terlibat dalam masalah yang pelik, menyaksikan hidangan
yaog lezat, kontan si anak muda itu menyikatnya densan
lahap. Memang sudah lama ia terjun kedalam dunia persialatan,
selama luntang lantung kesana kemari tanpa tempat tinggal
yang tetap, entah sudah berapa ribu kali masuk kerumah
makan untuk bersantp, tapi mi num arak seorang diri baru
dialaminya sekarang untuk pertama kali.
Ketika pelayan arak itu mendengar bahwa tamunya hanya
memesan beberapa macam sayur yang sederhana, dikiranya
pemuda ini bukan seorang yang biasa makan minun, oleh
sebab itu arak yang dihidangkan juga arak biasa yang
terhitung dari kwalitet rendah.
Baru satu tegukan ia mencicipi, terasa arak itu amat keras
bagaikan tusukkan jarum, bukan saja susah ditelan bahkan
rasanya juga sangat tak enak.
Tanpa terasa ia menghela napas berat, dalam benaknya
terlintas pula kenangan dimasa silam.
Dia masih ingat ketika untuk pertama kalinya minum arak
dikota Cho ciu, waktu itu senja baru menjelang tiba dan ia
menghadiri pertemuan yang diadakan Giok Teng Hujin
didalam kuil It goan koan dari Thong-thian-kauw, ketika itu
Giok Teng Hujin dengan dandanan yang agung sambil
membopong Soat-ji makhluk aneh itu duduk di kursi utama,
sementara disampingnya didampingi Cing siu cu dan Ngo ing
cin jin dari Kuil It goan koan.
Pui Che-giok dayang Giok Teng Hujin yang cantik jelita
bertugas melayani Hoa Thian-hong, sementara kawanan gadis
cantik yang lain mengiringi diseputar ruang perjamuan.
Waktu itulah untuk pertama kalinya dia dihormati orang
sebagai tamu terhormat, untuk pertama kalinya disanjung dan
dipandang oleh seorang jago kenamaan.
Menyusul kemudian perjamuan yang diadakan Giok Teng
Hujin dalam pesanggrahan nya ditepi pantai, rumah yang
putih dengan ruangan yang serba indah.
Dan terakhir ketika berada dalam kota Lok yang, didalam
sebuah ruang loteng yang kecil mungil, dengan pembaringan
yang putih beralaskan kain seprei warna merah jambu, lilin
merah dengan ukiran naga dan burung hong, serta arak dewa
mabuk yang menggairahkan api asmara.
Aaai, dia hanya senantiasa melepaskan budi kepadaku,
melepaskan kebaikan kepadaku belum pernah mengucapkan
kata-kata yang tak sedap didengar, tak pernah menuntut
sesuatu balas jasa atas pertolongan yang pernah
dilakukannya, dia memang seorang perempuan yang cantik,
hebat dan luar biasa. Berpikir sampai disitu, tak kuasa lagi air mata jatuh bercucuran
membasahi pipinya. Haruslah diketahui, bibit cinta yang bersemi didalam hati
Hoa Thian-hong maupun Giok Teng Hujin bermula dari suatu
persahabatan yang erat akrab dan hangat, rasa persahabatan
yang begitu tebal dan mendalam sedikit demi sedikit terlanjur
masuk kedalam hati Hoa Thian-hong hingga akhirnya
menjurus kesoal citta. Bibit persahabatan diantara mereka berdua memang
tampaknya tidak terlalu hangat, tidak terlalu membekas dihati
sanubari malahan terasa agak cabul dan melanggar
kesusilaan, malahan boleh dibilang bagaikan permainan anakanak.
Pada hakekatnya hal itu disebabkan Giok Teng Hujin
merasa umurnya terlalu tua hingga tidak pantas mendampingi
si anak muda itu, oleh sebab ia kuatir bukan kebaikan yang
diperoleh sebaliknya justru cemoohan atau hinaan, maka cinta
kasih yang bersemi dalam hatinya hanya disampaikan secara
gurauan, sementara dalam hati kecilnya ia merasa sedih dan
menahan tetesan air mata.
Pada hakekatnya di masa lampau, Hoa Thian-hong sama
sekali tidak merasakan akan hal itu, ia tetap belum dapat
meresapi limpahan cinta yang ditujukan Giok Teng Hujin
kepadanya, ia selalu menganggap perempuan itu lincah
berwajah riang, romantis dan tidak bersungguh-sungguh
dalam menghadapi soal semacam apapun jua.
Tapi sekarang, secara tiba-tiba ia jadi paham, ia merasa
bahwa penghianatan Giok Teng Hujin terhadap
perkumpulannya adalah akibat dia, akibat ia hendak
menghalangi dirinya jangan sampai menyerahkan pedang baja
itu kepada orang lain. Dan sekarang kitab kiam keng sudah berada dalam
sakunya, ia semakin dapat meresapi kebaikan dari Gok teng
hujin itu, apalagi selelah terbayang akan ancaman siksaan In
hwe lian bun (api dingin melelehkan sukma) serta Ngo kiam
hua si (lima pedang menyincang badan), pemuda itu semakin
merasakan betapa pedih dan tersiksanya perasaan hatinya.
Ditengah helaan napas panjang dan pelbagai pikiran yang
berkecamuk dalam benaknya, tanpa terasa sepoci arak telah
berpindah kedalam perutnya.
Cepat dia angkat poci kosongnya seraya berseru, "Hey,
pelayan! Ambillah satu poci lagi!"
Seorang pelayan segera maju menghampiri sambil berkata.
"Harap yaya tunggu sebentar, hamba segera akan siapkan
satu poci arak lagi!"
Selang sesaat dia telah muncul kembali sambil membawa
sepoci arak, dalam keadaan murung karena memikirkan
banyak persoalan si anak muda itu sama sekali tidak
memikirksn apa sebabnya pelayan itu jadi lebih rajin dari pada
tadi. Melihat arak telah dihidangkan, diapun segera penuhi
cawannya dan meneguk isinya, hanya tiba-tiba saja ia merasa
arak yang dimi num jauh lebih harum dan sedap agaknya arak
pilihan yang telah puluhan tahun lamanya disimpan dalam
gudang. Dalam heran dan tercengangnya, tiba-tiba ia merasa
suasana disekitar ruangan itu menjadi hening dan serius,
hanya disudut kiri saja masih kedengaran ada orang sedang
berbicara. Cepat dia alihkan sorot matanya ke arah mana berasalnya
suara pembicaraan itu, ternyata mereka hanya sekelompok
pedagang belaka, sementara dari sisi mejanya duduk pula
seorang pemuda berdandan busu sedang melotot penuh
kegusaran ke arah kaum pedagang tadi, rupanya ia hendak
mencegah orang-orang itu buka suara.
Agak tertegun Hoa Thian-hong menghadapi kejadian
tersebut, dia alihkan kembali sorot matanya ke arah lain.
Tampaklah seorang kakek berusia lima puluh tahunan
duduk dikursi utama, enam orang yang masih muda dengan
pakaian ringkas dan masing-masing membawa sebuah
bantalan panjang yang tampaknya adalah senjata tajam
berada diseputarnya. Ketika kakek itu menyaksikan Hoa Thian-hong berpaling ke
arahnya, cepat ia bangkit berdiri seraya memberi hormat,
ujarnya sambil tersenyum.
"Kongcu ya, baik-baikkah engkau?"
Cepat Hoa Thian-hong bangkit berdiri dan balas memberi
hormat. "Baik-baikkah engkau lo enghiong?" sahutnya.
Sapa menyapa sudah lazim terjadi diantara kawanan jago
persilatan yang bertemu di suatu tempat, misalnya warung
makan atau rumah penginapan karena menganggap pihak
lawan lebih tua maka Hoa Thian-hong merasa sepantasnya.
Kalau ia baru duduk setelah lawannya duduk.
Siapa tahu rupanya kakek itupun sedang menunggu sampai
anak muda itu duduk lebih dahulu ia baru duduk, untuk sesaat
kedua orang itu sama-sama berdiri tertegun tanpa
mengucapkan sepatah kata pun.
Melihat itu, kawan-kawan lainnya yang ada di seputar meja
ikut bangkit berdiri untuk menunjukkan sikap hormatnya.
Setelah menyaksikan kesemuanya itu, Hoa Thian-hong
lantas berpikir dalam hatinya, "Orang-orang itu terlalu
sungkan terhadap diriku, aku jadi tak enak rasanya...."
Maka dia maju menghampiri orang-orang itu seraya
tegurnya dengan sekulum senyuman menghiasi bibirnya,
"Cayhe adalah Hoa Thian-hong, boleh aku tahu siapa nama
besar dari Lo enghiong"!"
Buru-buru kakek tua itupun melangkah keluar dari tempat
duduknya. "Ooh.... aku adalah Tio Ceng tang, sungguh beruntung aku
bisa bertemu dengan Hoa hongcu, pertemuan ni sangat
menggembirakan hidupku"
Dari sikap serta gerak-gerik Tio Ceng tang yang gagah dan
perkasa, siapapun akan tahu bahwa dia bukan seorang
manusia sem barangan, akan tetapi sikapnya yang begitu
menghormat terhadap Hoa Thian-hong membuat si anak
muda itu merasa jadi riku.
Dalam keadaan pusing oleh persoalan yang sedang
dihadapi, Hoa Thian-hong sebenarnya tidak berminat untuk
mengadakan hubungan lebih jauh dengan orang ini, akan
tetapi iapun tak mau kurang hormat sehingga mendatangkan
kesan kurang baik bagi orang lain, maka dengan sikap yang
tetap menghormat kembali ia berkata, "Ooh.... rupanya Tio lo
enghiong, sayur dan arak ditempat ini sangat lezat, bila lo
enghiong tidak terburu-buru melakukan perjalanan,
bagaimana kalau kita minum dulu satu dua cawan?"
Bagaikan orang yang kaget karena tiba-tiba mendapat lotre
tujuh puluh lima juta rupiah, Tio Ceng tang berdiri melongo
untuk beberapa saat lamanya, kemudian dengan gelisah
sahutnya, "Daripada menolak, baiklah kuterima penghormatan
ini, kongcu, silahkan duduk, silahkan duduk"
Setelah kedua orang itu anbil tempat duduk, pelayan
menambah cawan dan sumpit.
Terdengar Tio Ceng tang berseru dengan cepat.
"E?eb, pelayan.... siapkan lagi beberapa macam sayur,
apabila ada arak yang paling baik, harap siapkan sepoci lagi!"
Pelayan itu mengiakan berulang kali kemudian buru-buru
menuju kedalam dapur. Sementara itu dari logat suara Tio Ceng tang, pemuda kita
dapat menangkap bahwa suaranya membawa logat wilayah
San see yang barat, maka iapun menegur, "Tio lo enghtoog,
aku boleh tahu darimana asalmu?"
"Aku juga berasal dari In tiong san!" sahut Tio Ceng tang
dengan sekulum senyum kebanggaan tersungging diujung
bibirnya. "Oooh.... rupanya kita berasal dari desa yang sama, maap
maap...." kata Hoa Thian-hong sambil memberi hormat lagi.
"Kongcu tak usah banyak adat, beberapa hari berselang
aku dengar cerita dari para sahabat, katanya Hoa kongcu
sedang berangkat pulang ke desa dan bermalam di Lok yang,
mengapa...." "Boanpwee telah bertamu dengan suatu kejadian yang ada
diluar dugaan, ujar Hoa Thian-hong dengan wajah sedih,
maka aku harus berangkat menuju keselatan, apakah
locianpwe juga hendak pulang kedesa?"
"Bulan berselang aku baru saja berangkat dari desa,
sekarang kami hendak menuju ke kota Cho ciu. Haahh....
haah.... haah.... kongcu, janganlah bersikap sungkan-sungkan,
sebutan locianpwe tak berani kuterima....!"
Selang sesaat kemudian, pelayan telah menghidangkan
sayur dan arak baru, sambil minum arak dan bersantap Hoa
Thian-hong mengajak tamunya berbicara kesana kemari
Semula dia bermaksud antuk mencari tahu kabar tentang


Tiga Maha Besar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

orang-orang Kiu-im-kauw, tapi setelah tahu bahwa dia asal
utara mau kesela tan, maka niatnya itupun dibatalkan.
Setelah pembicaraan berlangsung sekian lama, tiba-tiba Tio
Ceng tang meletakan kembali cawan araknya keatas meja,
lalu ujarnya dengan muka serius, "Kami orang-orang dusun
telah mendapat kabar yang mengatakan bahwa lo hujin telah
kehilangan tenaga dalamnya sewaktu melakukan pertarungan
untuk menumpas kaum sesat, semua orang sangat
menguatirkan kesehatannya, bolehkah aku tahu bagaimana
keadaannya sekarang?"
"Terima kasih atas perhatian locianpwa semua, Ibuku telah
sehat kembali dan tenaga dalamnya telah pulih kembali
seperti sedia kala. Setelah berhenti sebentar, ia melanjutkan lebih jauh,
"Apakah locianpwe sekeluarga berada dalam keadaan sehat
walafiat juga?" Sambil menjura Tio Ceng tang tertawa, jawabnya,
"Berbicara terus terang, semenjak kecil aku sendiripun telah
luntang lantung dalam dunia persilatan, untungnya nasibku
agak mu jur sehingga berhasil mendirikan sebuah perusahaan
ekspedisi Toa tong piau kiok dikota Cho-Ciu, berkat bantuan
dari sahabat sa habatlah usahaku dapat berlangsung agak
lumayan." "Oohh rupanya Tio lo piau tai!"
Tio Ceng tang tertawa lebar.
"Setelah perusahaan itu berjalan beberapa tahun, sekalipun
hanya berupa usaha kecil-kecilan namun boleh dibilang aku
berhasil mendapatkan banyak kemajuan dari situ. Siapa tahu
setelah terjadinya pertarungan berdarah dalam pertemuan
Pek-beng-hwie kaum lurus banyak yang dibunuh dan kaum
sesat malahan mendapatkan kemenangan, kejadian itupun
segera merubah pula nasib kehidupan dari kami orang-orang
kecil dalam dunia persilatan...."
"Apakah usaha ekspedisimu tak boleh melewati wilayah
kekuasaan, malahan harus membayar pajak yang mencekik
leher kepada pihak perkumpulan....?" tanya Hoa Thian-hong
dengan sepasang alis matanya berkenyit
"Aiah, kalau cuma begitu sih urusan kecil" sahut Tio Ceng
tang sambil tertawa, "justru yang payah mereka main rampok
dan main rampas dengan begitu saja, sejak kaum iblis
memperoleh kemenangan maka perusahaan Toa tong piau
kiok ikut disita pula oleh orang-orang Hong-im-hwie, aku tahu
bahwa kekuatanku sangat minim, kalau main ribut jelas bukan
tandingan sebab ibaratnya telur melawan batu, terpaksa
selama banyak tahun kupendam terus rasa mangkel dan
dongkolku ini" "Siapa yang telah mengangkangi perusahaan Poa tong piau
kiok mu itu?" tanya Hoa Thian-hong dengan cepat, menurut
apa yang kuketahui orang-orang Hong im bwe Kebanyakan
sudah mampus atau terluka ketika berlangsungnya pertemuan
Kian Ciau tay hwe...."
Tio ceng tang goyangkan tangannya berulang kali, ia
bertanya sambil tertawa, "Kongcu tak usah gelisah, orang
yang mengangkangi perusahaan Toa totg piau kiok itu
bernama Hek Kun lun, dia masih belum berhak untuk
menghadiri pertemuan Kian ciau tay hwe"
Sesudah tertawa terbahak-bahak, sambungnya lebih jauh.
"Sejak pertarungan di lembah Cu-bu-kok kekuatan Hongim-
hwie telah runtuh dan mengalami kehancuran, dalam
keadaan demikian aku rasa hanya bajingan-bajingan cilik
macam Hek Kun lun yang berdiam di daerah pastilah sudah
kabur terbirit-birit sambil memboyong keluarganya dan
sekarang akupun sudth tiba waktunya untuk menerima
kembali warisan ku yang sudah lama terbengkelai setelah
belasan tahun hidup sebagai pemburu!"
Mendengar perkataan itu, tanpa terasa Hoa Thian-hong
terbayang kembali akan perkumpulan Sin-kie-pang dibawah
pimpinan Kho Hong-bwee, mungkinkah pendekar perempuan
itu berhasil merubah moral anak buahnya, soal ini masih
merupakan suata tanda tanya besar, selain itu Kiu-im-kauw
telah menyusupkan pula pengaruhnya kedalam dunia
persilatan, kalau dikatakan dunia sudah aman, sebenarnya
boleh dibilang ucapan ini terlalu pagi.
Walau begitu Hoa Thian-hong merasa tidak tega untuk
mengatakan keluar, dia kuatir mengurangi kegembiraan Tio
Ceng tang. Sementara itu Tio Ceng tang telah mengangkat cawan
araknya seraya berkata dengan serius, Hoa kongcu, bukannya
aku sengaja menyanjung atau menjilat pantat, tahukah
engkau berapa banyak sahabat persilatan dan rakyat kecil
yang merasa berterima kasih kepadamu" tak usah kita jauhjauh
mencari perumpamaan, cukup ambilah kedai ini sebagai
contoh, kalau tempo dulu yang berkunjung kemaii kebanyakan
adalah orang-orang perkumpulan, buka mulut lantas memaki,
gerak tangan lantai memukul orang, habis makan kalau
senang membayar, kalau tak senang lantas pergi dengan
begitu saja, maka sekarang keadaannya telah berubah,
manusia-manusia semacam itu sudah tergeser dari percaturan
dunia persilatan, usaha rakyat kecilpun berjalan lagi dengan
tertib tahu kah kongcu bahwa ketertiban dan keamanan ini
semuanya adalah pemberianmu...."
Merah jengah selembar wajah Hoa Thrao Hong, dengan
cepat dia menukas, Membasmi kaum durjana menolong kaum
lenah adalah kewajiban setiap umat persilatan didunia,
kemampuan apa yang kumiliki sebagai seorang manusia yang
masih muda dan berilmu cetek" Kalian tak usah memuji diriku,
aku tak lebih hanya menyumbangkan sedikit tenaga untuk
membantu kaum tua belaka...."
Pemuda itu kuaitir kalau di sanjung-sanjung lebih lanjut,
cepat dia alihkan pokok pembicaraan kesoal lain.
"Selama satu dua hari belakangan ini, apakah Lo piau tau
pernah melihat orang-orang dari Kiu-im-kauw?"
Agak tertegun Tio Ceng tang setelah mendengar perkataan
itu, sahutnya setelah termanggu sesaat.
Aku memang pernah mendengar kalau Kiu-im-kauw yang
sudah bubar telah bangkit kembali, tapi selama ini belum
pernah kutemui orang- orang dari pihak Kiu-im-kauw"
Setelah berhenti sebentar, sambungnya lebih jauh, "Cuma
selang pagi tadi aku telah berjumpa dengan sekawanan
manusia berbaju kuning yang dandanannya tosu bukan tosu,
pendeta bukan pendeta, kalau dugaanku tak salah mestinya
mereka adalah orang-orang Mo-kauw dari luar perbatasan"
"Kalau begitu mereka pastilah Tang Kwik-siu dan muridnya!
pikir Hoa Thian-hong di hati.
Cepat ia bertanya, "Berapa orana yang telah lo piau tau
temui" Mereka telah pergi ke arah sebelah manoa?"
Mereka semua berjumlah lima orang, empat pria dan
seorang wanita, arahnya kalau bukan menuju kota Cho Ciu,
pastilah menuju ke ke Ou kwang....!"
"Empat pria seorang wanita!" ulang Hoa Thian-hong
dengan dahi berkerut kencang, "kalau bukan menuju ke kota
Cho Ciu" Pastilah menuju ke Oa kwang...."!"
Sambil meletakkan kembali cawan araknya keatas meja,
Tio Ceng tang berkata lagi dengan wajah serius, "Putraku
pernah berjumpa dengan kongcu sewaktu ada dikota Cho-ciu,
maka tatkala kongcu masuk sedalam warung tadi, ia telah
menerangkan kepadaku, sebenarnya ketika itu juga akan
kusampaikan berita ini kepada diri kongcu, akan tetapi
berhubung...." Betapa gelisahnya Hoa Thian-hong tatkala dilihatnya orang
itu tidak langsung membicarakan urusan yang serius, cepat
dia menukas dengan hati gelisah.
"Seorang sahabatku telah terjatuh ketangan musuh
besarnya, karena memikirkan kesela-matannya aku jadi
sangat murung, harap lo piau tau jangan mentertawakan
kehilafanku itu!" "Ooh tidak, tidak boleh aku tahu sahabat kongcu itu
seorang laki-laki ataukah...."
"Dia adalah seorang nona, sahabat karib dari istriku,
menurut berita yang kuterima katanya ia kena ditangkap
orang-orang dari pihak Kiu-im-kauw!"
"Aaah! Kalau begitu kejadian ini aneh sekali!"
Tiba-tiba satu ingatan melintas dalam benak anak muda
itu, segera dia bertanya.
"Dimana letak keanehan itu" Apakah aku boleh tahu
perempuan yang lo pia tau temui itu berapa besar usianya dan
bagaimanakah dandanannya....?"
Tanpa berpikir panjang Tio Ceng tang segera menjawab,
"Dia adalah seorang nona yang cantik jelita bak bidadari yang
turun dari kahyangan, usianya belum mencapai dua puluh
tahunan, pakaian maupun dandanannya tidak berbeda jauh
dengan keempat pria tersebut, diapun mengenakan jubah
kuning dengan sepatu terbuat dari kain, ikat pinggangnya
berwarna kuning pula"
Sesudah berhenti sebentar, sambangnya lebih jauh,
"Bukannya aku sengaja mengibul atau omong kosong,
kecantikan nona itu benar-benar luar biasa, hampir saja aku
tidak percaya kalau dldunia ini ternyata terdapat seorang
perempuan yang memiliki kecantikan wajah yang begitu
hebatnya" Betapa terperanjatnya Hoa Thian-hong seteleh mendengar
perkataan itu, dalam hati dia lantas berpikir, "Aduuh....
jangan-jangan dia adalah Kun Gie?"
Ketika secara tiba-tiba Tio Ceng tang menyaksikan air muka
si anak muda itu berubah jadi pucat piat bagaikan mayat, dia
jadi sa ngat kuatir dengan penuh perhatian ujarnya, "Hoa
kongcu, kau...." Setelah berbasil menguasai diri, cepat-cepat Hoa Thianhong
berkata lagi. "Lo piau tau, harap terangkan dengan cepat, aku harus
segera selamatkan jiwanya, karena itu perjalanan pun harus
kulakukan sekarang juga"
"Terima perintah!" Tio Ceng tang.
Sesudah termenung sebentar, dia berkata, kembali.
"Kemarin malam kami menginap didalam sebuah rumah
penginapan yang memakai merek Kho ke ci, ketika baru saja
bangun tidur secara lapat-lapat kudengar ada suara gaduh
diluar halaman, mana secara iseng aku membuka jendela
menengok keluar, kutemukan empat laki-laki dan seorang
perempuan itu lagi bersiap-siap hendak berangkat, tapi
perempuan itu ribut terus dan tak mau pergi, katanya kalau
tidak naik kuda maka dia tak mau berangkat, waktu itu aku
tidak terlalu menaruh perhatian, siapa tahu tiba-tiba gadis
cantik itu berseru keras...."
Berbicara sampai disini, tiba-tiba ia membungkam dan tidak
melanjutkan kembali kata-katanya.
Hoa Thian-hong jadi sangat gelisah, cepat dia berseru,
"Apa yang dikatakan nona itu?"
Tio Ceng tang tidak langsunng menjawab, dengan sorot
mata yang tajam dia menyapu sekejap sekeliling tempat itu,
kemudian dengan suata yang lirih sahutnya, "Nona itu
berteriak demikian: 'Dari sini menuju ke Kiu ci masih ada lima
enam ribu li jauhnya, aku tak kuat jalan lagi, kalau kalian mau
menggali harta silahkan gali sendiri, aku tidak ingin kaya, aku
tidak ingin....'" "Dia tak ingin apa lagi?" sela Hoa Thian-hong.
Sayang ketika berbicara sampai disitu, kakek yang
tampaknya pemimpin rombongan itu sudah menghampirinya,
sambil tertawa kakek itu segera memaki, "Kamu si bocah
perempuan edan, kami toh mau pergi ke kota Cho ciu, siapa
bilang mau ke Kiu ci atau sip ci, tapi nona itu segera berteriak
lagi: 'Kalau pergi ke kota Cho ciu, maka kalian semua pasti
akan mampus semua! Baru saja berbicara sarpai disitu, nona
itu sudah diseret pergi oleh kakek tua tersebut."
Hoa Thian-hong semakin murung, dengan dahi berkerut dia
cuma bisa berguman seorang diri, "Kiu ci.... menggali
harta....Cho Ciu...."
Terdengar Tio Ceng tang berkata kembali, "Menurut
penilaianku, apa yang dikatakan nona itu sebagai Kiu ci
pastilah tujuan mereka yang sebenarnya, sedang kakek itu
sengaja mengucapkan kota Cho ciu untuk melamurkan
perhatian orang, sayangnya beberapa orang itu terlalu cepat
perginya, ketika kami berangkat ternyata jejak mereka sudah
tidak tampak lagi" "Lo piau tau, seingatmu nona itu berbicara dengan logat
darimana" Selain Lo piau tau apakah ada orang lain yang
pernah menyaksikan raut wajah nona itu?"
"Logat suara itu campuran, tapi sebagian besar sepertinya
logat dari orang-orang Ho lim, ketika itu fajar baru
menyingsing kebetulan aku bangun lebih pagi, maka ketika
semua orang bangun sesudah mendengar suara ribut-ribut
dari nona itu, mereka telah berlalu dari rumah penginapan
tersebut" Kalau begitu dia pastilah Kun gie ada nya, batin Hoa Thianhong
didalam hati. Tiba-tiba terdengar suara jeritan kaget menggema
memecahkan kesunyian disusul seorang dara berbaju hijau lari
masuk kedalam kedai dan berlutut dihadapan Hoa Thitan
Hong sambil menangis tersedu-sedu.
"Kongcu ya!" serunya dengan lirih, "jiwa siocia tak bisa
dilindungi lagi, berusahalah cepat untuk menyelamatkan
jiwanya...." Secara mendadak Hoa Thian-hong merasakan dadanya
amat sakit, cepat ia menarik napas panjang dan melancarkan
kembali udara yang tersumbat didalam dadanya, kemudian
ucapnya, "Che giok, bangunlah! Aku sudah mengetahui akan
persoalan ini, dan sekarang juga aku sedang berangkat
menuju kesitu!" Kiranya dara berbaju hijau itu bukan lain adalah dayang
kepercaysaa dari Giok Teng Hujin yakni Pui Che-giok adanya,
setelah melakukan perjalanan siang malam tanpa berhenti,
mukanya tampak kusut rambutnya awut-awutan tak karuan,
sekujur badan basah dan bau keringat, keadaannya benarbenar
sangat mengenaskan. Delam bopongannya tampak Soat-ji makhluk rase itu,
tampaknya Soat-ji menderita luka yang cukup parah mukanya
layu dan lesu, tubuhnya sama sekali tak mampu bergerak.
Tampaknya makhluk cerdik inipun menyadari bahwa
majikannya sedang kesusahan dan rupanya diapun tahu kalau
Hoa Thian-hong adalah orang yang paling akrab hubungannya


Tiga Maha Besar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan majikannya, sepasang ma ta yang merah dan pudar
menatap anak muda itu dengan sorot belas kasihan sementara
mulutnya memperdengarkan suara keluhan lirih.
Pui Che-giok bangkit berdiri dengan isak tangis yang
menjadi, ujarnya lirih. "Kongcu ya, cepatlah berangkat! Siocia sedang menderita
karena menjalani siksaan api dingin melelehkan sukma, siksian
itu terlalu sadis dan kejam.... oooh, kengcu ya cepatlah
selamatkan jiwanya!"
"Sekarang dia berada dimana?" tanya Hoa Thian-hong
dengan darah panas bergolak dalam dadanya.
"Dia ada di Cho ciu," sahut gadis itu dengan air mata
bercucuran membasahi wajahnya.
Hoa Thian-hong meaggertak gigi menahan emosi, katanya
kemudian, "Perjalanan amat jauh, tak mungkin bisa kita capai
tempat itu dalam waktu singkat, bersantaplah lebih dahulu!"
Seraya berkata ia lantas membopong Soat-ji, rase putih
salju itu. Pui Che-giok duduk di kursi dan berusaha untuk mengisi
perutnya, tapi air mata jatuh bercucuran dengan derasnya
membuat ia tak mampu menelan nasi dalam mulutnya itu,
akhirnya ia menggeleng sembari berkata, "Budak tak tega
untuk makan!" "Paksalah untuk makan sedikit aku akan berangkat duluan,
dan engkau boleh menyusul belakangan"
Diangkatnya cawan arak itu lalu melolob Soat-ji untuk
minum. Sambil melelehkan air matanya Pui Che-giok paksakan diri
untuk makan, katanya lagi, "Soat-ji kena dihajar oleh kaucu
dengan ilmu pukulan Yu seng ciang hingga isi perutnya
terluka, aku lihat dia sudah tiada harapan untuk hidup lagi."
Paras muka Hoa Thian-hong berubah jadi hijau membesi,
sahutnya dengan suara dalam, "Tak usah kuatir, aku pasti
berhasil enteng hidupkan kembali dirinya!"
Memang parah sekali luka dalam yang diderita Soat-ji,
begitu parahnya sampai nafsu untuk minum arakpun ikut
hilang. Hoa Thian-hong segera mengambil uang sekeping sebagai
pembayaran uang arak, tapi Tio Ceng tang buru-buru
membayarnya. Dalam keadaan begini, Hoa Thian-hong tidak berminat
untuk banyak bicara lagi, setelah saling memberi hormat,
serunya kepada Tio Ceng-tang, "Sampai jumpa lagi dikota Cho
cia!" Sekali berkelebat, sambil membopong Soat-ji berlalulah si
anak mada itu dari sana. Ia mulai sadar tahwa Pek Kun-gie telah terjatuh pula
ketangan musuh, bahkan keadaannya gawat sekali, sedikitpun
tidak berada dibawah keadaan Giok Teng Hujin, walaupun
demikian gadis itu masih lebih mujur, kenapa, ia masih
mempunyai orang tua, punya saudara dan lagi sebagai
seorang putri ketua Sin-kie-pang.
Berbeda jauh dengan Giok Teng Hujin yang hidup
menderita tanpa sanak tanpa saudara, kecuali orang dayang
dan seekor rase salju, boleh dibilang tiada sanak lain, maka
setelah mempertimbangkan sebentar pemuda ini mengambil
keputusan untuk tinggalkan dahulu urusan Pek Kun-gie dan
berusaha untuk selamatkan dahulu jiwa Giok Teng Hujin.
Rase salju itu dapat memahami perkataan manusia, dan
lagi pandai pula bertempur, sambil melanjutkan perjalanan
pemuda itu lantas salurkan hawa murninya untuk
menyembuhkan luka yang diderita makhluk tersebut.
Begitula, sembari melanjutkan perjalsaan ia salurkan terus
hawa murninya ke tubuh Soat-ji, dua tiga jam kemudian luka
yang diderita rase salju itu ada enam tujuh bagian telah
sembuh, waktu itulah makhluk tadi meronta bangun dan
melanjutkan perjalanan sendiri dengan berlarian disamping
pemuda itu. Mereka melakukan perjalanan siang malam tanpa berhenti,
ketika kentongan kedua baru menjelang, anak muda itu sudah
tiba di kota Cho ciu. Baru saja masuk kedalam kota, ia berjumpa dengan Oh
Sam yang muncul dari hadapannya, si anak muda itu segera
menegur, "Pek hujin berada dimana?"
"Cu to baru tiba siang tadi, sekarang ia dikantor cabang, Cu
amat mengguatirkan keselamatan kongcu maka beliau
perintahkan hamba untuk menunggu kedatangan kongcu di
sini!" Sesudah melirik sekejap kepada Soat-ji makhluk rase itu,
dia melanjutkan lebih jauh, "Apakah nona kedua tidak
melakukan perjalanan bersama-sama kongcu....?"
"Mungkin sudah terjadi kejadian yang tak terduga!" sahut
Hoa Thian-hong dengan suara mendalam, "aku sama sekali
tak bertemu dengannya, cepat bawa aku menghadap cu bo
mu!" Oh Sam amat terperanjat, tanpa mengucapkan sepatah
katapun ia segera putar badan dan lari kedepan.
Selang sesaat tibalah mereka berdua dikantor cabang
perkumpulan Sin-kie-pang, Oh Sam langsung membawa Hoa
Thian-hong menaju keruang dalam.
Ketika mendengar suara langkah manusia, Kho Hong-bwee
segera menyambut seraya menegur, "Thian-hong, dimana Kun
gie?" Hoa Thian-hong maju kedepan sambil memberi hormat,
lalu sahutnya dengan kepala tertunduk.
"Kemungkinan besar kun gie telah bertemu dengan Tang
Kwik-siu dan kena ditawan oleh mereka, semestinya
boanpwee akan mengejar ke arah Ou kwang...."
Mula-mula Kho Hong-bwee tampak agak terkejut, tapi
sejenak kemudian ia sudah tenang kembali, sambil bangunkan
Hoa Thian-hong dia berkata.
"Berbicara menurut cengli, memang sepantasnya engkau
datang ke Cho ciu lebih dulu engkau sama sekali tidak berbuat
salah!" Perempuan ini segera perintahkan pelayan untuk siapkan
hidangan dan arak wangi. Hoa Thian-hong tahu bahwa perempuan ini terkenal karena
bijaksana, akan tetapi berhubung ia merasa tak punya katakata
yang bisa diutarakan, maka sebagai gantinya ditatapnya
sekejap perempuan itu dengan pandangan penuh berterima
kasih. Setelah memberi hormat pula kepada Pek Soh-gie, iapun
menegur, "Cici, Bong toako ada dimana?"
"Dia ada didalam ruang tengah" jawab Pek Soh gi,
"beristirahatlah lebih dulu, tentunya engkau merasa lelah
bukan?" Ketika mereka bertiga masuk keruang tengah, tampaklah
Bong pay dengan badan dibalut sedang duduk bertopang
dagu, mukanya murung bercampur kesal, sekalipun tahu ada
orang yang masuki ruangan itu dia sama sekali tidak menegur
ataupun angkat kepalanya.
Hoa Thian-hong segera maju menghampirinya, lalu
menegur, "Toako, bagaimana keadaan lukamu?"
Bong pay gelengkan kepalanya dan tetap membungkam
dalam seribu bahasa. Kho Hong-bwee yang ada disampingnya segera tersenyum,
ujarnya. "Bocah ini bersikeras akan menantang Kiu-im Kaucu untuk
berduel, tapi aku justru telah melarang dia pergi kesana!"
Diam-diam Hoa Thian-hong menghela napas panjang, dia
tahu walaupun paras muka perempuan itu tampaknya tenang
dan tidak menunjukkan sikap gugup ataupun gelisah,
sebenarnya rasa kuatirnya terhadap keselamatan putrinya
sukar dilukiskan dengan kata-kata, ia lantas mencari tempat
duduk dan bermaksud mengisahkan pengalamannya
sepanjang perjalanan menuju kesana.
Pada saat itulah dua orang dayang masuk kedalam ruangan
sambil membawa nampan dan air teh.
Kho Hong-bwee segera ulapkan tangannya sembari
berkata, "Cucilah dulu mukamu, kemudian bersantap, setelah
itu barulah bercerita...."
Tanpa banyak berbicara Hoa Thian-hong cuci muka dan
makan hidangan ringan yang telah tersedia, ketika perjamuan
telah siap. Kho Hong-bwee segera mempersilahkan tamu nya
untuk duduk sementara ia bersama Bong Pay dan Pek Soh-gie
mengiringi disampingnya. Sudah belasan tahun lamanya Kho Hong-bwee bertapa
ditempat yang terpencil, kepandaiannya untuk menguasai diri
memang melebihi siapapun, sekalipun ia tahu bahwa
keselamatan putrinya terancam, namun sepanjang perjamuan
berlangsung, tak separah katapun yang dia ucapkan
menyinggung soal keselamatan putrinya itu.
Menanti sampai telah selesai, Hoa Thian-hong barulah
mence-ritakan apa yang telah didengarnya dari mulut Tio
Ceng tang. Mendengar keterangan tersebut, dengan dahi berkerut Kho
Hong-bwee termenung beberapa saat lamanya, kemudian ia
baru berkata, "Kalau memang rombongan itu benar-benar
terdiri dari empat pria dan seorang wanita, mereka yang pria
pastilah Tang Kwik-siu, Kok See-piauw beserta muridmuridnya,
sedang yang perempuan tak usah diragukan lagi
tentulah Pek Kun-gie budak binal Itu!"
"Bibi, aku sangat mengharapkan agar malam ini juga bibi
sekalian melakukan perjalanan untuk menghadang jalan pergi
mereka! ujar Hoa Thian-hong dengan wajah murung, apabila
berhasil menyusul Tang Kwik-siu, maka berusahalah untuk
mengadakan hubungan kontak dengan kantor cabang kota
Cho ciu, begitu urusan disini selesai, boanpwe segera akan
menyusul kalian kesana!"
"Ibu, beberapa orahg bajingan itu bukan manusia baikbaik"
ujar Pek Soh-gie pula, keadaan adik memang terlalu
bahaya, aku rasa asul Hoa toako memang sangat bagus, lebih
baik sekarang juga kita lanjutkan perjalanan!"
Kho Hong-bwee tertawa. "Untuk mengejar orang kita harus mempunyai arah
tertentu, kalau arahnya saja tidak tahu, bagaimana mungkin
pengejaran bisa di lakukan?" katanya cepat.
Menurut dugaanku, Kun gie memang sengaja berkaok-kaok
untuk menarik perhatian orang banyak, dia mengatakan
bahwa mereka akan berangkat ke Kiu ci untuk mencari harta,
rupa-rupanya rahasia itu memang sengaja dibocorkan olehnya
dengan harapan berita tersebut bisa terdengar oleh kita
orang. "Benar!" ujar Bong Pay pula, "kejadian yang sebenarnya
pastilah demikian. Hemm hemm hemm dia memang cerdik
dan punya banyak akal setannya, kalau yang dikatakan urusan
lain, belum tentu orang akan menaruh perhatian, tapi katakata
mencari harta cukup menghebohkan siapapun yang
mendengar, sudah tentu berita itu dengan cepat akan tersiar
keseluruh dunia persilatan"
"Ibu, Kiu ci yang dia maksudkan mungkinkah bukit Kiu ci
san yang letaknya di wilayah Yong kang?" tanya Pek Soh-gie
dengan wajah amat murung karena gelisah.
Kho Hong-bwee mengangguk tanda membenarkan.
"Benar, didaratan Tiooggoan memang terdapat beberapa
tempat yang bernama Kiu ci, tapi kalau dia katakan jaraknya
masih lima enam ribu li, maka tak bisa salah lagi yang dia
maksudkan tentulah bukit Kiu ci san yang terletak di wilayah
Yong kang!" "Bibi, apakah selama ini engkau dan toa ci berdiam diri
dibukit Huan keng san?" tanya Hoa Thiao Hong dengan dahi
berkerut. Kho Hong-bwee menghela napas panjang, ia mengangguk
dan menyahut, "Kedua tempat itu sama-sama nama dari
gunung dan sama-sama pula letaknya di barat daya"
Setelah berhenti sebentar, lanjutnya, "Aku jadi agak curiga,
wilayah utara maupun selatan wilayah keng ou merupakan
daerah kekuasaan Sin-kie-pang, dengan dandanan mereka
yang begitu menyolok, entah dengan cara apa mereka
lanjutkan perjalanannya?"
0000O0000 79 SEMUA orang tertegun sebab ucapan itu memang masuk
diakal, sementara suasana jadi bening dan tak seorangpun
yang mampu menjawab, tiba-tiba terdengar Pek Soh-gie
berseru, "Aah, aku punya akal!" Dia lantas bangkit berdiri dan
buru-buru lari masuk kedalam ruangan.
Selang sesaat gadis itu telah muncul kembali membawa
sebuah nampan beralasan kain kuning, dalam kain kuning itu
tersedialah seperangkat alat untuk meramal nasib.
Menyaksikan itu, Bong Pay langsung berteriak, "Aah, benar,
bibi adalah seorang pertapa, soal lihat nasib, meramal nasib
sudah menjadi ilmu pegangan yang paling diandalkan"
Cepat Pek Soh-gie menyingkirkan cawan dan sumpit dari
meja, kemudian sambil letakkan nampan itu dihadapan ia
berkata. "Ibu, silahkan engkau buatkan satu ramalan untuk melihat
nasib adik dewasa ini"
Kho Hong-bwee tertawa. "Banyak orang mengatakan bahwa gadis cantik umurnya
pendek sekalipun dalam kenyataan Kun gie terhitung seorang
gadis yang ayu tapi ia masih belum terhitung seorang gadis
rupawan, diapun tidak termasuk seorang manusia yang
berumur pendek, aku rasa nasibnya tak perlu diramalkan lagi!"
Dengan muka murung dan gelisah Pek Soh-gie memohon
lebih jauh. "Mencari rejeki menghindari bencana merupakan perbuatan
yang jamak bagi manusia, ibu haraplah engkau engkau suka
menghitungkan nasib adik!"
Sekali lagi Kho Hong-bwee tersenyum.
"Rahasia langit tak boleh dibocokan, daripada mengundang
kemarahan para malaikat, begini saja akan kubatasi dengan
sebuah ramalan saja dan aku lihat urusan Kun gie untuk
sementara waktu kita kesampingkan lebih dahulu akan kucoba
untuk hitungkan nasib bagi Giok Teng Hujin saja!"
Mendengar perkataan itu, dalam hati kecilnya Hoa Thianhong
menghela napas panjang, pikirnya.
"Satu gelombang belum tenang, gelombang lain telah
datang.... aai, akulah yang menjadi biang keladi hingga
terjadinya semua peristiwa ini!"


Tiga Maha Besar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Berpikir sampai disitu, diapun lantas bertanya.
"Bibi, tahukah engkau Kiu-im Kaucu pada saat ini berada
dimana?" "Semua kuil bekas milik Thong-thian-kauw telah dirampas
orang-orang Kiu-im-kauw, menurut laporan dari bawahanku,
Kiu-im Kaucu beserta kawanan jago lihaynya berkumpul
semua dalam kuil It goan koan sebelah timur kota, Giok Teng
Hujin sendiripun terkurung pula dalam kuil itu!"
Hoa Thian-hong menghela napas berat.
"Aaai....! Meskipun Kiu-im Kaucu menyatakan bahwa ia
sedang menghukum Ku Ing-ing lantaran penghianatannya,
pada hakekatnya ia justru sedang mencari gara-gara dengan
boanpwee!" "Kalau memang begitu tujuannya, itu berarti keselamatan
Ku Ing-ing untuk sementara waktu tidak terancam bahaya,
beristirahatlah semalam bila kekuatanmu sudah pulih kembali
barulah usahakan pertolongan....!"
"Boanpwe memang sudah menyiapkan suatu rencana
matang dalam soal ini," sahut Hoa Thian bong sambil
mengangguk, "oleh sebab itulah kukatakan bahwa
keselamatan Kun gielah justru yang bahaya, bibi! Lebih baik
ramalkan jejaknya dengan begitu kita pun bisa siapkan
pertolongan baginya"
Kho Hong-bwee berpikir sebentar, akhirnya dia
mengangguk. "Kalau memang begitu, baiklah!"
Sesudah cuci tangan dia lantas mengambil balok kura-kura
itu dan mulai membuat ramalannya
Ilmu silat yang dimiliki Hoa Thian-hong memang terhitung
tinggi, akan tetapi dalam ilmu ramal meramal ia sama sekali
tidak paham begitu pula dengan Bong pay, maka kedua orang
ini hanya duduk membungkam di samping meja sambil
menyaksikan Kho Hong-bwee membuat ramalannya.
Setelah melakukan ramalan dan memperhitungkan dalam
hati kecilnya, tiba-tiba dengan paras muka berubah hebat ia
berseru, "Aia....! kok aneh benar...."
"Bagaimina menurut isi ramalan" Apakah adik menemui
mara bahaya?" tanya Pek Soh-gie dengan terperanjat.
"Benar-benar sangat aneh!" ujar Kho Hong-bwee, "menurut
perhitungan ramalan, semestinya Kun gie masih berada dalam
kota ini!" Sesudah berhenti sebentar ia tertawa dan gelengkan
kepalanya berulang kali, ujarnya, "Sepandai-pandainya tupai
melompat toh pernah terjatuh juga, siapa tahu kalau
ramalanku ini meleset?"
Hoa Thian-hong segera bangkit berdiri seraya berseru,
"Cuaca kadang kala cerah kadang kala mendung, nasib
manusia kadangkala mujur kadangkala sial, aku rasa
persoalan ini tak dapat dibiarkan berlalu dengan begitu saja,
harap bibi beristirahat lebih bulu, biarlah boanpwe lakukan
penggeledahan diseluruh kota"
Setelah memberi hormat, dia siap berlalu dari situ.
Secara diam-diam Kho Hong-bwee mengawasi terus
perubahan mimik wajah si anak muda itu, melihat betapa
panik dan cemasnya Hoa Thian-hong, dalam hati dia lantas
berpikir, Kalau ditinjau dari kemurungan dan kegelisahan yang
mencekam hatinya, sudah jelas kalau ia menaruh rasa cinta
yang tebal terhadap diri Kun gie.
Sementara dia masih melamun, Bong Pay telah berteriak
keras, "Biarlah aku dan adik Soh-gie melakukan perjalanan
bersama, akan kami periksa setiap rumah penginapan yang
ada dalam kota ini!"
Tiba-tiba Kho Hong-bwee bangkit berdiri lalu berkata,
"Kalian tak usah memisahkan diri, kita laksanakan pencarian
bersama-sama, Soh-gie! Undang kemari Oh Sam!"
Oh Sam segere menyahut dan masuk kedalam ruangan,
sahutnya, "Hamba ada disini!"
"Perintahkan semua pelindung hukum agar siap diruang
tengah untuk menerima instruksi!"
Dengan hormat Oh Sam menyahut dan berlalu dari situ.
Sepeninggalnya Oh Sam, barulah Kho Hong-bwee
memandang sekejap ke arah pinggang Hoa Thian-hong,
kemudian tegurnya, "Kemana kaburnya pedang bajamu"!"
"Pedang baja telah patah, kitab Kiam keng berada dalam
sakuku!" "Ooh, kiong hi, kiong hi atas keberhasilanmu itu!" seru Kho
Hong-bwee kemudian. Setelah berhenti sebentar, dengan wajah serius dia
melanjutkan, "Andaikata Kiu-im Kaucu memaksa engkau untuk
menukar nyawa Ku Ing-ing dengan kitab Kiam keng tersebut,
apa yang hendak engkau lakukan"!"
Mula-mula Hoa Thian-hong agak tertegun, menyusul
sahutnya, "Kalau itulah syaratnya, maka boanpwe harus
pertimbangkan peraoalaa ini sebaik-baiknya!"
"Ah, dalam masalah ini tak mungkin bisa dipertimbangkan
lagi!" teriak Bong Pay dengan gusar, "sebagai seorang pria
sejati, tidaklah pantas kalau engkau tunduk pada perintah dan
tekanan musuh, sekalipun Ku Ing-ing akhirnya toh mati,
setelah engkau berhasil pelajari isi kitab Kiam keng bukankah
engkau dapat membunuh Kiu-im Kaucu untuk membalaskan
Panji Wulung 12 Laron Pengisap Darah Karya Huang Yin Bara Diatas Singgasana 7
^