Pencarian

Tiga Maha Besar 17

Tiga Maha Besar Karya Khu Lung Bagian 17


bangkit dan memberi hormat.
Po-yang Lojin segera tertawa terbahak-bahak, "Haaahh....
haaah.... haaah....Hoa kongcu sekarang marilah rundingkan
soal rencana besar ini lebih jauh!"
Hoa Thian-hong termenung dan berpikir sebentar,
kemudian berkata, "Boanpwe rasa, kata-kata yang telah kita
bicarakan di muka tadi tiada halangannya didengar orang luar,
tapi kata-kata berikutnya lebih baik untuk sementara waktu
kita rahasiakan dulu!"
"Apa maksudmu?" seru Suma Tiang-cing dengan wajah
berubah hebat. Sebelum anak muda itu memberikan jawabannya, dari luar
ruangan tiba-tiba terdengar seseorang tertawa tergelak
menyusul suara dari Kiu-im Kaucu berkumandang diudara,
"Hoa Thian-hong kuucapkan selamat kepadamu karena
memangku jabatan tinggi ini, nyonyamu bersedia
mendengarkan perin tahmu.... haaah.... haaah...."
Betapa gusarnya Suma Tiang-cing sukar dilukiskan dengan
kata-kata, cepat dia melejit dan melayang keluar ruangan itu,
kemudian dari atas atap dia melongok keluar.
Beberapa ratus kaki dari bangunan itu terlihatlah Kiu-im
Kaucu dengan tongkat kepala setannya sedang berlalu sambil
tertawa terbahak-bahak, sungguh cepat gerakan tubuhnya,
dalam waktu singkat ia sudah berada jauh sekali dari situ.
Suma Tiang-cing mendengus dingin, setelah mengitari kuil
itu satu kali, dia kembali lagi kedalam ruangan, tegurnya ke
arah Hoa Thian-hong, "Sedari kapan setan tua itu tiba disini?"
Keponakan menaruh curiga bahwa dia akan menguntit kita
semua, maka secara diam-diam kuperhatikan terus sekitar
tempat ini, benar juga, baru saja kita sampai disini, diapun
tiba pula keatas ruangan ini, keponakan ingin membuat dia
jadi kheki, maka sengaja kubiarkan dia berdiri agak lama
diluar sana setelah kita akan membicarakan so al yang
penting, barulah kita usir dia pergi
Kenapa muski begini! tanya Suma Tiang-cing dengan dahi
berkerut. Orang itu paling suka mencari urusan, sedikit saja ada
angin bertiup atau rumput bergerak, dia merasa harus ikut
ambil bagian, kini soal mencari harta karun sudah ketahuan
olehnya, makaa diapun pasti akan menyelidiki persoalan ini
sampai jelas, bila kita tidak membiarkan dia tahu setelah kita
semua pergi, dia pasti akan kembali kemari dan memaksa It
Pian suhu untuk menceritakan baginya, malahan mungkin juga
akan mencari gara-gara dengan Lan wangwe, padahal Ku Inging
juga masih berada ditangannya, karena itu keponakan
sengaja hendak membuyarkan perhatiannya"
Mendengar keterangan itu, Po-yang Lojin segera tertawa
terbahak bahak, "Haahh.... haaah.... haaah.... Hoa kongcu
engkau benar-benar amat teliti!"
"Locianpwe engkau tak tahu duduknya persoalan ini,
boanpwe jadi ketakutan dibuatnya oleh tingkah mereka!"
Po-yang Lojin mengelus jenggotnya dan tertawa, tanyanya,
"Apa rencana kongcu tentang tindakan kita selanjutnya?"
Hoa Thian-hong berpikir sebentar, kemudian jawabnya,
"Pertama-tama boanpwe ingin mohon bantuan dari Lau lo
wangwe untuk berkunjung ke perkampungan Liok soat san
ceng serta merundingkan rencana penggalian harta karun ini
dengan ibuku, istriku adalah seorang yang ahli dalam ilmu
racun, kemungkinan besar ia dapat memunahkan pula racun
kelabang yang bersarang di tubuh lo wangwe, menurut
pendapatku bila usaha pertolongan ini tidak berhasil, toh
masih ada kesempatan untuk menyusul ke kota Sam kang
stan. "Rencana ini bagus sekali" sahut Cu cing dengan girang,
"sudah lama aku dengar dan kagum atas nama besar to hujin,
memang ma salah besar ini harus diberitahukan kepada lo
hujin, sedangkan mengenai racun kelabang ini aku lebih baik
mati keracunan daripada musti tunduk dan minta belas
kasihan dari Tang Kwik-siu!"
"Cu cing! Keberangkatanmu kesana lebih banyak
manfaatnya dari pada kerugian" kata Po-yang Lojin, tentang
soal ini rasanya engkau sendiripun setuju bukan" sedangkan
kami empat saudara adalah kuda-kuda tua yang mengerti
jalan, sekalipun nyawa kami sebagai pertaruhan kami
berempat tetap akan ikut serta dalam perjalanan menuju bukit
kiu ci san, entah bagaimana menurut pendapat Hoa kongcu?"
Tentu saja Hoa Thian-hong tak dapat menolak keinginan
orang lain, terpaksa ia berkata.
"Apabila menuruti pendapat boanpwe, lebih baik locianpwe
berangkat lebih dahulu keselatan dengan ditemani oleh Cu Im
taysu, toh persoalan ini tak mungkin bisa diselesaikan dalam
satu dua hari belaka, sepanjang perjalanan menuju sana tentu
melelahkan badan, maka dari itu lebih baik boanpwe saja yang
berangkat kesana ini hari juga agar bisa meninjau situasi
dibukit Kiu ci sambil mengamat-amati gerak-gerik dari Tang
Kwik-siu!" "Bagus sekali, Lo Siansu! Bersediakah engkau menemani
kami berempat menuju bukit Kiu ci san?"
Cu Im taysu adalah seorang jago silat kawakan tentu saja
dia dapat memahami maksud hati pemuda itu.
Empat datuk dari bukit Huang-san memang sudah tua, ilmu
silatnya tak seberapa, itu berarti dia yang bertugas menemani
mereka disepanjang perjalanan sebagai pelindung.
Segera sahutnya setelah mandapat pertanyaan itu.
"Dengan senang hati pinceng bersedia menmani locianpwe
berempat, silahkan cianpwe berempat yang menetapkan
jadwal pemberangkatan!"
"Kami berempat tidak lebih hanya burung-burung bangau
liar yang terbang kesana kemari tanpa arah tujuan, baiklah,
kita segera berangkat sesudah tinggalkan tempat ini!"
Sementara itu Suma Tiang-cing telah berpaling ke arah Hoa
Thian-hong seraya bertanya, "Bagaimana dengan aku" Kalau
engkau ada perintah, silahkan diutarakan tanpa sungkansungkani"
Merah padam selembar wajah Hoa Thian-hong karena
jengah, katanya kemudian, "Setelah berita penggalian harta
karun ini tersiar keluar, kawanan jago silat dan orang gagah
dari seluruh pelosok dunia akan berdatangan kebukit Kiu ci
san, menurut pendapat boanpwee hanya empek Ciu seorang
yang tak akan munculkan diri karena masalah ini, sebab
sebagai seorang pendekar sejati yang berjiwa besar, tak
mengkin ia kesudian turut serta didalam perebutan harta milik
orang." "Benar, Ciu Thian-hau memang tak boleh ketinggalan
dalam gerakan ini!" komentar Cu Im taysu.
"Baiklah!" kata Suma Tiang-cing kemudian, "akan kuseret
dia untuk turun gunung kemudian menyusul kalian kebukiit
Kiu ci San!" "Lo siansu kalan toh kepntusan telah di ambil, bagaimana
kalau kita berangkat sekarang juga?" tiba-tiba Po-yang Lojin
berkata. Buru-buru Cu Im taysu melompat bangun, sahutnya, "Ini
tahun siau ceng baru berusia enam puluh dua tahun kata lo
didepan sebutan cianpwe tadi tak berani kuterima!"
Begitulah setelah pertandingan selesai, secara beruntun
mereka keluar dari ruangan itu siap berangkat, It piau hwesio
yang menghantar keberangkatan para tamunya beberapa kali
hendak buka suaranya, tapi setiap kali niat itu dibatalkan.
Cu Im taysu seperti memahami isi hatinya, ia lantas
bertanya, "Suheng, apakah engkau hendak menyampaikan
sesuatu pesan?" It piau hwesio termenung dan sangsi sebentar, akhirnya
sepatah demi sepatah kata sahutnya.
Dengan melewati seribu bukit selaksa sungai dan bersusah
payah, Tong Sam cong hoatsu berhasil mencapai negeri Thian
tok dan berkat belas kasih Sang Buddha, beliau dapat pulang
dengan membawa setumpuk kitab sembahyangan, kita
sebagai murid Buddha yang maha pengasih.
Ooh kiranya soal itu, Cu Im akan selalu mengingat
persoalan itu, seandainya kitab sembahyangan itu benar-benar
berada didalam is tana Kiu ci kiong, aku pasti akan berusaha
keras untuk mendapatkannya.
Sesudah berhenti sebentar, tiba-tiba bisiknya, "Apakah
suheng juga ingin ikut serta dalam perjalanan menuju kebukit
Kiu ci san?" It piau hwesio tampak agak tertegun setelah mendengar
pertanyaan itu, sahutnya tergagap, "Aku bukan orang
persilatan, biar.... biar lah aku mempertimbangkan lagi selama
beberapa hari!" Cu Im taysu mengangguk, ia lantas putar badan dan
berlalu mengikuti dibelakang para jago.
Suma Tiang-cing berangkat dulu seorang diri, karena dia
harus menuju ketelaga Tay su.
Sedangkan Hoa Thian-hong juga berpisah dengan
rombongan, dia langsung kembali ke rumah penginapannya.
Setelah bersantap malam udarapun kian menjadi gelap,
seorang diri si anak muda itu duduk termenung dalam
kamarnya, ia sedang memikirkan masalah yang menyangkut
diri Giok Teng Hujin, akhirnya pemuda itu mengambil
keputusan malam nanti dia akan sekali lagi menyelidiki kuil It
goan koan, bila perlu diapun akan melakukan perundingan
babak terakhir dengan Kiu-im Kaucu.
Sementara ia masih termenung melamunkan banyak
persoalan, tiba-tiba pintu kamarnya diketuk orang.
Hoa Thian-hong agak tertegun kemudian tegurnya, "Siapa
diluar?" "Aku!" jawaban itu amat rendah parau dia sepertinya
pernah dikenal. Berkerut dahi Hoa Thian-hong mendengar jawaban itu, ia
meraba gagang pedangnya dan perlahan-lahan membuka
pintu kamar. Tapi ketika sorot matanya membentur di atas wajah
pendatang itu, mendadak sekujur badannya gemetar keras.
"Oh, kau...." bisiknya lirih.
Ditengah kegelapan seorang gadis baju hitam berkain cadar
warna hitam berdiri di luar pintu, Pui Che-giok sambil
membopong Soat-ji berdiri dibelakang gadis berkerudung ini.
Begitu melihat kemunculan Pui Che-giok serta Soat-ji,
serta-merta Hoa Thian-hong lantas menduga bahwa gadis
berkerudung hitam yang berada dihadapan matanya sekarang
tak lain adalah Giok Teng Hujin.
Sekalipun sudah menduga sampai kesitu, pemuda itu masih
tampak agak sangsi, bukankah Giok Teng Hujin lebih gemuk
dan lebih montok dari pada gadis dihadapannya sekarang"
Dan lagi andaikata dia adalah Giok Teng Hujin, mengapa raut
wajahnya ditutup oleh kain cadar berwarna hitam"
Tatkala gadis berkerudung hitam itu menyaksikan
kekagetan Hoa Thian-hong, dua titik air mata tanpa terasa
menetes keluar membasahi pipinya dibalik kata cadar, bisiknya
lirih, "Thian-hong!"
Semakin tergetar perasaan hati Hoa Thian-hong sebelah
mendengar panggilan itu, ia genggam sepasang tangan gadis
itu erat-erat lalu bisiknya pula dengan gemetar, Gadis
berkerudung itu memang tak lain adalah Giok Teng Hujin, tapi
segala sesuatunya telah berubah, tubuhnya berubah jadi
kurus kering, dandanan serta pakaiannya jauh lebih
sederhana, gerak-gerik maupun suara pembicaraannya
berubah jadi berat dan kaku, gadis itu seolah-olah telah
berubah jadi manusia lain.
Lama sekali kedua orang itu berdiri saling berhadapan
muka, mereka tak bergerak maupun berkutik sementara
empat mata saling berpandangan dengan air mata jatuh
bercucuran. Pui Che-giok melewiti dua orang itu dan masuk kedalam
kamar sambil memasang lentera, bisiknya, "Kongcu silahkan
duduk!" Hoa Thian-hong menghela napas panjang, sambil
bergandengan tangan mereka masuk kekamar dan duduk
bersanding diatas pembaringan.
Pui Che-giok menampilkan sekulum senyvman paksa,
katanya, "Ini hari nona belum bersantap biarlah kuperintahkan
pelayan untuk siapkan hidangan."
Selesai berkata ia lantas berlalu.
Sepeninggal dayang itu, Hoa Thian-hong mengamati wajah
perempuan itu beberapa saat, kemudian sambil
memberanikan diri tanyanya, "Cici, bagaimana dengan
wajahmu?" "Wajahku kena penyakit, aku tak ingin menunjukkan di
hadapanmu!" jawab Giok Teng Hujin dengan lirih.
Setelah mengetahui kalau wajah gadis itu tidak cedera,
diam-diam Hoa Thian-hong menghembuskan napas lega, ia
tersenyum dan kembali katanya lagi, "Aaahh....! Kiranya cuma
urusan kecil, perlahan-lahan toh akan sembuh dengan
sendirinya, aku jadi menguatirkan kalau wajahmu cedera
berat!" Perlahan-lahan Giok Teng Hujin berpaling.
"Seandainya wajahku cedera dan rusak" bagaimana
perasaan hatimu?" ia bertanya.
"Aaai! Padahal apa bedanya ruasak atau tidak, asal pikiran
cici bisa lebih terbuka, bagi aku sih bukan soal"
"Coba rabalah wajahku tapi kau musti meraba dengan
memakai punggung tangan jangan pakai telipak tanganmu!"
Hoa Thian-hong tertegun dan tidak habis mengerti oleh
perkataannya tapi dia tahu gadis itu berkata demikian sudah
pasti dikarenakan ada sebab-sebab tertentu.
Tanpa terasa ia membayangkan kembali kejadian masih
berada dalam kuil It goan koan ketika sedang melaksanakan
siksaan api dingin melelehkan sukma, perempuan itu pun
berusaha menyembunyikan wajahnya dengan rambut yang
panjang, semakin gadis itu merahasiakan wajahnya Hoa
Thian-hong merasa makin curiga dan ingin tahu.
Akhirnya dia menyikap kain cadar itu dan merabanya
dengan punggung tangan, ia menemukan wajah dara itu
masih tetap utuh dan tidak mengalami cedera apa-apa, cuma
wajahnya sekarang bertambah kering dan kehilangan
kehalusan, kelembutan serta kekonyolannya dimasa lalu.
"Apakah sudah kau rasakan?" tanya Giok Teng Hujin
kemudian dengan nada murung.
Hoa Thian-hong tertawa geli.
"Aku tidak merasakan apa-apa, aku lihat engkau yang telah


Tiga Maha Besar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membesar-besarkan suatu masalah yang sebetulnya kecil!"
Dengan sedih Giok Teng Hujin menghela napas panjang,
kembali ia berkata, "Aaii....! Kau anggap siksaan api dingin
melelehkan sukma adalah suatu penyiksaan mainan yang bisa
dibuat sebagai bahan gurauan" Api dingin dari lentara itu
sudah memusnahkan masa mudaku, sekarang aku sudah
menjadi tua" Pertama-tama Hoa Thian-hong agak terperanjat, tapi
sebentar kemudian ia sudah tertawa seraya berkata, "Tua
biarkanlah jadi tua, toh makin meningkat usia seseorang,
wajahnya juga akan ikut berubah jadi tua, siapa yang dapat
awet muda terus?" Giok Teng Hujin tundukkan kepalanya dengan sedih.
"Tapi engkau toh belum tua bisiknya lirih, dahulu saja aku
tak bisa menangkan Chin Wan-hong serta Pek Run gie, apa
lagi setelah wajahku jadi tua dan peyot, lebih-lebih tak dapat
kutandingi kecantikan mereka berdua!"
Hoa Thian-hong tertawa, tertawa dengan suara dan nada
yang berat memilukan. "Aku tahu, bila aku terlalu banyak memberikan penjelasan
serta keterangan maka engkau malahan tak akan
mempercayai diriku lagi, pokoknya engkau boleh ingat baikbaik,
biar langit jadi gersang tanah jadi tua namun cintaku
padamu tak akan tua, bagaimanapun berubah jadi tua, dalam
hati kecilku engkau selamanya tetap kau. Aasai....Sekali pun
engkau secara tiba-tiba dapat berubah jadi seorang dara
berusia belasan aku tak dapat memberikan cinta yang lebih
banyak kepadamu sekalipun kau berubah jadi nenek-nenek
yang peyot dan rambut telah berubah semua, akupun tak
dapat memberikan cinta yang lebih sedikit padamu asal kau
ingat saja bahwa samudera boleh mengering batu boleh
menjadi lapuk namun cintaku padamu tidak akan berubah
untuk selama-lamanya!"
Giok teng hajin termenung untuk beberapa saat lamanya,
kemudian ia berkata lagi, "Rupanya semakin lama engkau
semakin pandai berbicara, perka-taanmu pun makin lama
semakin dewasa, apakah selama ini kau hidup dalam segala
kemurungan dan segala kesulitan?"
Hoa Thian-hong mengangguk.
"Pek Kun-gie terjatuh ke tangan Tang Kwik-siu dan
sekarang aku menemukan pula masalah pencarian harta
karun, jalan yang terbentang didepan mata jelas banyak
rintangan dan kesulitan, berhasil atau gagal sukar diramalkan
mulai sekarang, kalau tugasku tidak terlalu berat, kenapa tiap
hari aku musti bermuram durja" Aaaai! Engkaupun harus
mengepos semangat dan tenaga untuk membantu aku dalam
penyelesaian tugas-tugas ini."
"Apa sangkut pautnya antara aku dengan urusannya Pek
Kun-gie?" tanaya Giok Teng Hujin sambil tertawa.
0000O0000 85 Hoa Thian-hong miringkan kepalanya lalu tertawa,
sahutnya, "Untuk mengatasi masalah yang ada didunia ini,
segala sesuatunya tergantung pada diri sendiri, misalnya
dalam masalah Pek Kun-gie mau tak mau aku harus
mengurusinya, dan masalahku, mau tak mau engkau pun
harus mencampurinya pula, bila Thian telah mengatur segala
sesuatunya secara rapi, siapakah yang dapat membangkang
perintah Nya?" Setelah mendengar perkataan itu, tanpa sadar Giok Teng
Hujin merasakan dada dan perasaan hatinya jauh lebih segar,
lega dan terbuka, bagaimanapun juga ia merasa bahwa
didunia ini masih ada seseorang yang masih membutuhkan
hiburan serta bantuannya, hal ini membangkitkan kembali
gairahnya untuk hidup. Sambil tertawa cekikikan ujarnya, "Kalau toh Pek Kun-gie
berada dalam keadaan bahaya, kenapa engkau tidak merasa
sedih ataupun gelisah, mau apa engkau berkeliaran ke kota
Cho ciu bukannya pergi menolong si dia?"
Hoa Thian-hong tertawa getir.
"Kenapa lagi kalau bukan lantaran kau?" sahutnya.
Kemudian sambil menunjuk kedepan, dia melanjutkan,
"Sewaktu aku berjumpa muka dikota Cho ciu tempo hari
penemuan itu dilangsungkan dalam kamar itu maka setelah
datang kembali kesini tanpa kusadari aku telah kembali lagi
kekamar ini masa engkau masih belum paham dengan
perasaan hatiku pada dirimu?"
Giok Teng Hujin tertawa cekikikan meski pun dihati ia
merasa hangat dan mesra namun diluaran sahutnya dengan
suara hambar. "Jangan omong sembarangan, perempuan hidup lantaran
cinta, pokoknya separuh hidupku selanjutnya adalah tanggung
jawabmu." Hoa Thian-hong tertawa ringan.
"Eeh cici, aku adalah seorang laki-laki yang tak tahu budi,
lagipula nasibku jelek, kunasehati dirimu lebih baik cepatlah
sadarkan diri dan mencari tulang punggung yang lebih
baikkan!" Giok Teng Hujin tertawa cekikikan, setelah berhenti
sebentar dia lantas alihkan pokok pembicaraan kesoal lain,
ujarnya dengan suara lantang, "Setelah Kiu-im Kaucu tahu
bahwa engkau adalab penyelenggara pencarian harta karun
seketika itu juga aku dibebaskan, katanya hukuman siksaan
untuk sementara waktu di tunda dulu, ia perintahkan aku
membuat pahata untuk menebus dosa."
"Bagaimanakah jawabanmu?" tanya Hoa Thian-hong
dengan dahi berkerut kencang"
Giok Teng Hujin tertawa merdu.
"Aku jawab lihat saja perkembangannya nanti, aku akan
berbuat dengan segala kemampuanku. Hmmmm! Aku nyaris
mati ditangannya, sejak itu pula aku sudah tak pandang
sebelah matapun terhadap kancu itu."
"Aku tahu persoalan ini tak akan berakhir dengan begitu
saja, tampaknya ia memang harus dibikin mampus!" kata Hoa
Thian-hong sambil tertawa getir.
"Kembalikan kecantikan dan kelembutan wajahku!" tibatiba
Giok Teng Hujin berseru dengan manja.
"Tapi bagaimana caranya?" tanya Hoa Thian-hong dengan
sepasang mata terbelalak besar dan lagi engkau toh baru saja
menjalankan siksaan sudah tentu wajahmu jadi agak layu dan
kusut!" "Layu?" seru Giok Teng Hujin "wajahku sudah berkeriput,
sudah jadi tua!" Mula-mula Hoa Thian-hong agak tertegun kemudian sambil
tertawa sahutnya, "Aku tidak merasa keberatan sekalipun kau
jadi tua pokoknya kan hati kita telah berpadu menjadi satu?"
"Hmmm kau pintar omong kosong, janjimu muluk aku tak
punya gairah untuk hidup lebih lanjut!"
Setelah berhenti sebentar, sambungnya lebih jauh.
"Didalam istana Kiu ci kiong terdapat banyak sekali obat
mujarab, sekalipun harus pertaruhkan nyawamu engkau harus
mendapatkan untukku, agar keriput-keriput diwajahku hilang
semua dan kembali di masa muda, kalau tidak.... Hemm! Aku
akan mati didepan matamu...."
Hoa Thian-hong tertegun, serunya cepat.
"Istana Kiu ci kiong sudah hampir seratus tahun lebih
tenggelam keperut bumi, sekali pun ada obat mujarab yang
bagaimanapun bagusnya toh akhirnya akan berubah jadi
pasir." "Tidak mungkin, Kiu-ci Sinkun adalah seorang manusia
yang cerdas dan berpengetahuan tinggi, tidak mungkin dia
akan membiarkan obat obat mujarab itu hancur menjadi abu,
obat mujarab itu tentunya telah disimpan secara baik-baik!"
Setelah berhenti sebentar ia melanjutkan kembali katakatanya,
"Kalau engkau tidak dapat mencarikan obat mnjarab
yang bisa menghilangkan keriput-keriput diatas wajahku,
maka engkau harus carikan sejenis ilmu sakti yang dapat
mengembalikan kecantikan serta masa mudaku akan kucari
suatu tempat yang sepi dan terpencil untuk melatih ilmu
kepandaian tersebut, selama masa latihanku engkau hendak
mencari tiga istri empat gundik aku tak mau tahu, pokoknya
setiap setengah tahun sekali, engkau harus berkumpul selama
beberapa hari dengan aku, menanti benar-benar sudah
menjadi tua, hubungan kita baru putus jadi dua!"
Mendengar perkataan itu, Hoa Thian-hong lantas berpikir di
dalam hati kecilnya. "Po-yang Lojin selalu menegaskan bahwa penyelenggara
pencarian harta karun ini adalah seorang yang jujur dan tidak
punya jiwa korupsi, barang-barang yang bukan menjadi
miliknya tidak diperkenankan untuk diambil bagi diri sendiri,
kalau sekarang ku-sanggupi permintaan Ku Ing-ing untuk
mendapatkan kitab pusaka awet muda serta obat mujarab,
kemudian Kun gie juga pesan satu dua macam, Wan hong
juga pesan satu dua macam kemudian para cianpwe minta
pula satu dua macam, bagaimana caraku bisa membagi isi
harta karun itu secara adil dan bijaksana?"
Terdengar Giok Teng Hujin berkata lagi dengan murung,
"Aku lihat dahimu berkerut daa mulutmu membungkam,
perasaan hati mu tampak sangat berat, persoalan apakah
yang membuat engkau merasa serba salah?"
Hoa Thian-hong tertawa kering.
"Aku sedang berpikir, jujur dan tidak korupsi memang
gampang diucapkan tapi hakekatnya sukar untuk
dilaksanakan!" "Kalau manusia tidak berusaha untuk kepentingan diri
serdiri, dunia akan kiamat dengan cepat, perduli amat jujur
atau tidak korupsi atau tidak, selama engkau adalah manusia
maka kau tak akan terlepas dari sifat mementingkan diri
sendiri, kecuali bila engkau adalah seorang manusia super
ajaib." "Bagaimana maksudmu?" tanya sang pemuda sambil
tertawa. "Air yang jernih tak akan ada ikannya, manusia yang jujur
tak akan ada temannya, kalau engtau ingin menjadi seorang
manusia yang jujur, bijaksana dan tidak korupsi, maka
bersiap-siaplah untuk menjadi seorang manusia sebatang kara
yang tidak disenangi orang lain."
Setelah berhenti sebentar, dia menambahkan, "Pokoknya
bagaimanapun juga bila, kau tak dapat memenuhi harapanku
ini maka aku akan beradu jiwa dengan dirimu, biar kita
menjadi suami istri setan saja di alam baka!"
Hoa Thian-hong dibuat serba salah oleh tingkah laku
perempuan itu, untung Pui Che-giok masuk sambil
menghidangkan santapan sehingga si anak muda itupan bisa
terlepas dari keadaannya yang serba salah.
Sambil menggandeng tangan pemuda itu, Giok Teng Hujin
bangkit dan duduk di meja perjamuan, katanya, "Aku dan Che
giok akan bersantap, kau duduklah disini menemani aku
sambil menceritakan soal harta karun dibukit Kiu ci san,
kentongan ketiga tengah malam nanti kita segera berangkat"
"Biarlah aku berangkat lebih dulu, sedang kau dan Che giok
beirstirahat beberapa hari dulu dikota Cho chiu, setelah
kesehatan badanmu pulih kembali...."
Cepat Giok Teng Hujin gelengkan kepalanya.
"Tidak, aku malahan ingin bersayap sehingga bisa sekali
terbang tiba di bukit Kiu ci san dan angkat cangkul menggali
sendiri tempat terkuburnya harta karun itu"
xxxx xxxx Bukit Kiu ci san adalah serentetan bukit tinggi dengan
sembilan buah patahan yang terjal diantara patahan-patahan
terjal itu tergan tunglah air terjun yang tinggi dan deras.
Pada patahan terjal yang ketujuhlah istana Kiu ci kiong
terpendam, tempat itu merupakan bukit yang tertinggi
diantara sekian banyak bukit yang tersebut disana sini.
Seratus tahun berselang istana itu berdiri angker dipuncak
bukit tersebut warna keemasan ysng mentereng dapat terlihat
sendari puluhan li jauhnya.
Tapi setelah mengalami banyak kejadian yang berubahubah
kini istana Kiu ci kiong sudah lenyap dari permukaan
tanah bahkan puing-puingpun tidak nampak.
Pagi itu di atas bukit telah kedatangan berombongan
manusia yang berbaju kuning, rombongan itu dipimpin oleh
ketua Seng sut pay yang lebih dikenal sebagai ketua Mo-kauw,
Tang Kwik-siu. Satu-satunya anggota perempuan yang ikut serta
rombongan itu memang tak lain adalah Pek Kun-gie yang
cantik jelita bak bidadari dari kayangan, putri kesayangan
ketua Sin-kie-pang sedangkan keenam belas orang lainnya
terdiri dari murid-murid Tang Kwik-siu termasuk diantaranya
adalah Kok See-piauw. Rombongan itu akhirnya mencapai puncak bukit yang tinggi
itu, dihadapan mereka terbentanglah sebuah air terjun yang
deras airnya, lebar telaga penampang air di bawah air terjun
itu mencapai empat kaki dengan kedalaman lima depa.
Disamping telaga batu cadas tersebar disana sini semak
belukar yang tinggi hampir menyeltmuti seluruh permukaan
tanah. Lama sekali Kok See-piauw mengamati keadaan disekeliling
tempat itu, lalu tanyanya, "Suhu, masakah istana Kia ci kiong
terpendam di bawah air terjun ini?"
Tang kwik termenung sebentar lalu menggeleng.
"Aku rasa tidak, malahan mungkin berada dibawah tebing
yang terjal ini!" sahutnya
Seorang manusia aneh bermuka jelek berambut dan beralis
mata merah yang berada disisi kiri Tang Kwik-siu segera
berseru, "Kalau toh sasarannya sudah diketahui, kita segera
buntu aliran air ini dan mulai melakukan penggalian!"
Orang ini bertema Hong Liong murid tertua dari Tang Kwiksiu
dengan membawa sekawanan adik seperguruan belum
lama tiba didaratan Tionggoan untuk bergabung dengan
gurunya. Ketika mendengar perkataan tersebut, Tang Kwik-siu
segera mengerutkan dahinya rapat-rapat.
"Menurut petunjuk dari Cousu ya, istana Kiu ci kiong
didirikan diatas sebidang tanah yang luasnya mencapai seribu
hektar, begitu luas dan besarnya tempat itu sehingga hari
keempat setelah tanah merekah, semua bangunan itu baru
terkubur kedalam perut bumi, untuk melakukan penggalian
kita harus menemukan lebih dahulu pintu masuknya serta
jalan utama yang berhubungan dengan istana itu, sekalipun


Tiga Maha Besar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kita lakukan penggalian, sepuluh sampai setengah bulan pun
belum tentu bisa kita selesaikan pekerjaan penggalian ini.
"Lalu apa yang musti kita lakukan?" tanya Hong Liong
dengan dahi berkerut. "Untuk melakukan pekerjaan besar ini, kita harus bekerja
sama dengan orang-orang persilatan dari daratan Tionggoan,
kalau tidak begitu, kenapa kita tidak diam-diam saja meluruk
kesini untuk menggali tanah, sebaliknya musti memutar kayun
dan mengejutkan semua jago didaratan Tionggoan?"
Sementara itu Pek Kun-gie sedang berdiri ditepi kolam
sambil memandang pesona air terjun dihadapannya, keatika
mendengar perkataan itu dia lantas berpaling dan memandang
ke arah lawannya dengan sorot mata yang dingin dan tajam,
setajam sembilu. Tang kwik Sin segera tertawa terbahak-bahak.
"Haahh.... haaah.... haaaahh.... selama beberapa hari
belakangan ini sikapmu mengalami perubahan besar, seakanakan
telah berubah jadi manusia lain, bolehkah aku tahu apa
sebabnya?" Paras muka Pek Kun-gie dingin, ketus dan kaku, bukanya
menjawab dia malah bertanya, "Kalau kudengar dari
pembicaraanmu barusan, tampaknya engkau sengaja
membocorkan rahasia harta karun ini kedalam dunia
persilatan?" "Haaah.... haah.... haah...." Tang Kwik-siu tertawa angkuh,
"meskipun orang persilatan didatatan Tionggoan rata-rata licik
dan banyak akalnya, akupun bukan seorang manusia yang tak
betotak. Haaah haaah.... kalau aku sampai jatuh kecundang
ditangan seorang budak seperti kau bukankah itu namanya
perahu yang terbalik dalam selokan?"
Habis berkata, kembali dia tertawa terbahak-bahak.
Pek Kun-gie mendengus dingin.
"Hemm! Jadi kalau begitu, engkau memang sengaja
hendak menggunakan diriku untuk membocorkan rahasia
harta karun ini kepada dunia luar?"
"Boleh juga kalau engkau menuduh diriku, tapi tahukah
engkau dimanakah letak kelihayanku ini?"
Tanpa berpikir panjang, dara itu segera menjawab,
"Gampang sekali untuk menjawab pertanyaan ini, bukankah
engkau kuatir ditunggangi orang lain bila engkau yang
mencari orang lain untuk bekerja sama" Maka daripada
menguntungkan orang lebih baik engkau menanti orang lain
yang datang mencari dirimu sehingga dengan leluasa kau
dapat mengajukan syarat?"
Sekali lagi Tang Kwik-siu tertawa tebahak-bahakk,
"Haaah.... haaah.... haaah engkau memang sangat cerdik tapi
aku lihat sikapmu beberapa hari belakangan ini berubah jadi
dingin dan lamban mendatangkan antipati bagi mereka yang
memandang, apakah aku boleh tahu sebab musababnya?"
"Engkau toh mengakui dirimu sebagai seorang manusia
cerdik, Hmm! Rapanya soal inipun tidak kau pahami"
"Haaah.... haaah.... haaah.... hati orang perempuan
bagaikan jarum didasar samudra sekalipun aku sudah berpikir
selama beberapa hari toh tidak dapat kutemukan sebab
musababnya tapi aku yakin engkau bukan sengaja
memperlihatkan kepada kami"
Setelah berhenti sebentar, sambungnya lagi, "Bila kau tak
ingin racun dari kelabang langit itu bersarang dalam tubuhmu,
sekarang juga aku dapat memunahkannya dari bagimu"
"Tidak perlu!" jawab Pek Kun-gie ketus.
Kiranya orang-orang dari Seng Sut pay menyebut kelabang
tersebut sebagai kelabang langit, racunnya ganas dan luar
biasa kejinya. Pek Kun-gie telah digigit oleh kelabang tersebut setelah
ditangkap orang-orang Seng Sut pay ini, racun keji binatang
itu sudah lama bersarang dalam tubuhnya, dan kini Tang
Kwik-siu secara sukarela hendak memunhakan racun itu bagi
Pek Kun-gie, sebenarnya hal ini merupakan satu kesempatan
yang paling baik untuk membebaskan diri dari pengaruh racun
itu. Apa mau dikata, gadis itu malahan menolak tawarannya itu,
malahan sikapnya tetap dingin dan kaku, tindakannya ini tentu
saja membuat Tang Kwik-siu yang kejam dan berotak
tajampun jadi kebingungan sendiri.
Sementara itu Pek Kun-gie setelah menyelesaikan kata-kata
tersebut, sikapnya amat dingin dan hambar.
Kok See-piauw mengikuti semua gerak-gerik dara itu
dengan pandangan tajam, paras mukanya tampak berubah
hebat dan hawa gusar menyelimuti wajahnya tapi ia tak berani
mengatakan sepatah katapun.
Dengan mata melotot, Hong Liong mengamati bayangan
punggung Pek Kun-gie dengan mendelong, tiba-tiba tanyanya,
"Suhu, mungkinkah budak ini hendak mengakhiri hidupnya
dengan cara itu?" Orang ini termasuk seorang iblis yang ganas, bengis dan
memandang nyawa manusia bagaikan benda yang tak
berharga, tapi terhadap Pek Kun-gie yang cantik jelita ia
merasakan sesuatu perasaan yang aneh, ia merasa sekalipun
tak mungkin dirinya bisa memperoleh benda yang sangat
indah itu namun diapun kuatir kalau tiba-tiba benda yang
indah itu musnah dengan sendirinya.
Tiba-tiba Kok See-piauw mendengus dingin.
"Hmmm! Mungkin bagi toa suheng merasa agak asing
deagan gaya dan gerak-geriknya itu, buat siaute sih sudah
biasa.... lagu lama!"
"Ooh.... iya" Kenapa?" tanya Hong Liong dengan perasaan
tertarik, sinar matanya berkilat.
"Dulu-dulunya dia memang telalu bersikap demikian
sekalipun tatkala untuk pertama kalinya bertemu dengan
bocah keparat she Hoa sikapnya juga tetap dingin kaku dan
sedikitpun membawa ciri-ciri kewanitaannya"
"Bagaimana selanjutnya?" tanya Hong Liong semakin
tercengang Dengan gemas dan penuh kebencian, Kok See-piauw
melanjutkan kata-katanya lebih jauh, "Akhirnya dia bertemu
kembali dengan bocah keparat she Hoa itu dikota Cho ciu,
entah apa sebabnya tiba-tiba ia terpesona dan terpikat oleh
pemuda bangsat itu, sejak jatuh cinta sikapnya yang dingin
dan hambar itu tersapu lenyap, sebagai gantinya senyum dan
gelak tertawa selalu menghiasi wajahnya...."
"Lalu semanjak kapan sikapnya berubah kembali jadi dingin
dan hambar?" "Dua hari sebelum toa suheng tiba disini, padahal kamipun
tidak bersikap kasar kepadanya"
Tiba-tiba Tang Kwik-siu tertawa terbahak-bahak, lalu
serunya, "Haaahh haahh haaah kiranya begitu sekarang aku
paham sudah!" "Suhu, apa yang kau pahami?" cepat Hong Liong bertanya
dengan perasaan ingin tahu.
Menyaksikan sikap serta tingkah laku muridnya yang begitu
ingin tahu, kembali Tang Kwik-siu berpikir, "Aaai, rupanya
setiap orang memang suka akan gadis yang cantik, kembali
ada seorang yang akan cemburu olah karena soal
perempuan!" Sementara dalam hati ia berpikir demikian, dimulut
sahutnya sambil tertawa, Pastilah budak ini merasa gemas dan
jengkel lantaran Hoa Thian-hong tidak muncul juga ditempat
ini, maka akhirnya kemarahan dan kejengkelannya
dilampiaskan kepada kita.
Mendengar penjelasan dari gurunya ini, hawa nafsu
membunuh seketika menyelimuti wajah Hong Liong, serunya
dengan cepat, "Oooh kiranya begitu, mendingan kalau keparat
she Hoa ini tidak datang, kalau ia berani datang kesini maka
aku segera akan mencabut jiwa anjingnya, baik atau jelek kita
barus memboyong budak ini kembali ke Seng sut Pay!"
Tang Kwik-siu menarik muka, katanya, "Orang persilatan
didaratan Tionggoan rata-rata licik dan banyak akal, bubungan
masing-masing pihakpun sangat kacau dan tidak karuan,
engkau tahu kenapa aku tidak manfaatkan kesempatan yang
sangat baik ini untuk menyelesaikan soal penggalian harta
karun" Hal ini lantaran kau kurang cermat dan otakmu tidak
jalan, kepandauanmu juga tak mampu menandingi orangorang
persilatan didaratan Tionggoan, makanya aku tak berani
menyerahkan tugas mencari harta karun ini kepadamu."
Sepasang mata Hong Liong melotot besar, serunya dengan
penasaran, "Dengan tenagaku seorang aku bisa menaklukkan
sepuluh perkumpulan, masa dengan kemampuan seperti ini
aku tak dapat menandingi pula jago-jago silat dari daratan
Tionggoan" Hmm! Kalau prinsipku, ketemu satu bunuh satu,
ketemu sepasang bunuh sepasang, sekalipun mereka berakal
licik, akan kubuat mereka tak mampu untuk
menggunakannya...." Tang Kwik-siu tertawa dingin.
"Hemm! Kalau begitulah prinsipmu, maka selamanya
jangan harap kau bisa pulang ke wilayah Seng Sut hay"
Hong Liong sangat tidak puas dia malah hendak mencoba
membantah, akan tetapi selelah dilihatnya paras muka
gurunya rada aneh, terpaksa ia menahan diri.
Perlahan-lahan Tang Kwik-siu alihkan kembali
pandangannya ke arah bayangan punggung Pek Kun-gie, lalu
dengan suara dalam ia berkata, "Malam ini atau besok malam,
orang-orang dari Sin-kie-pang serta Hoa Thian-hong pasti
akan berdatangan kemari, selama aku tak ada di-tempat ini,
kemanapun Pek Kun-gie hendak pergi lebih baik kalian jangan
coba menghalangi dan kalianpun dilarang mencari gara-gara
dengan siapapun, mengerti?"
Diam-diam Kok See-piauw merasa amat gelisah, ia lantas
berseru, "Kalau toh memang begitu, kenapa kita musti
memboyong dirinya datang kemari?"
Tang Kwik-siu tersenyum. "Tentu saja aku mempunyai maksud-maksud tertentu dan
rahasia di balik rencanaku ini tak perlu kalian ketahui"
Selesai berkata, ia lantas perintahkan muridnya untuk
mencari kayu dan membangun rumah papan disitu sebagal
persiapan untuk tinggal lama disitu, sedang dia seorang diri
menuruni lembah dan bergerak menuju kealiran air dari kolam
itu.... Hong Liong memerintahkan adik seperguruannya untuk
bekerja, tatkala senja menjelang tiba mereka telah berhasil
mendirikan beberapa rumah kayu yang sederhana dan selang
sesaat rembulan telah muncul menerangi seluruh jagad.
Ditengah remang-remangnya suasana, belasan sosok
bayangan manusia dengan gerakan yang sangat cepat
bagaikan sambaran kilat bergerak mendekat, Hong Liong yang
bermata tajam segera menegur dengan suara lantang
"Siapa yang datang?"
Tiada jawaban hanya salah seorang perempuan diantara
anggota rombongan itu pun menyapa.
"Kun gie...." Pek Kun-gie masih termangu-mangu ditepi jurang ketika
secara tiba-tiba mendengar suara panggilan dari ibunya, ia
tampak terpe-ranjat sehingga tubuhnya bergetar keras, buruburu
dia menyongsng maju kedepan.
Tatkala menyaksikan putri kesayangannya tidak mengalami
cedera, Kho Hong-bwee merasa sangat lega, sinar matanya
segera dialihkan ke arah beberapa buah rumah kayu yang
barusan selesai dibangun itu.
Sementara itu, rombongan anak murid partai Seng sut hay
yang mendengar tibanya s kelompok musuh segera berlari
keluar dari rumah-rumah kayu itu, oleh sebab Tang Kwik-siu
telah memberikan pesannya maka mereka tak berani mencari
urusan. Pek Soh-gie memburu maju kedepan, sambil merangkul
adiknya dia menegur penuh perhatian, "Adikku, tidak apa-apa
bukan?" Pek Kun-gie menggelengkan kepalanya, biji mata yang jeli
kembali dialihkan ke arah rombongan yang baru tiba,
dugaannya ternyata tak meleset, kekasih hati yang selalu
dirindukan selama ini benar-benar belum munculkan diri.
Seketika itu juga dia merasa amat kecewa dan putus asa,
hatinya terasa jadi remuk redam, ingin sekali dia menggorok
lehernya untuk menghabisi hidupnya sendiri.
Para anggota perkumpulan Sin-kie-pang telah berdatangan
semua, mereka pada maju memberi hormat dengan wajah
berseri, sebaliknya Pek Kun-gie tetap menunjukkan wajah
yang dingin, kaku dan hambar tiada jawaban yang terdengar,
mulutnya selalu membungkam seakan-akan dia sama sekali
tidak merasa gembira karena bebas dari tawanan.
Kho Hong-bwee yang cermat segera dapat menemukan
keadaan yang kurang beres itu, dengan hati terperanjat
segera tanyanya dengan suara dalam, "Apakah engkau sudah
dirugikan!" Perlu diketahui kecantikan Pek Kun-gie bak bidadari dari
kahyangan, gadis cantik jelita seperti dia bila sampai terjatuh
ketangan lawan maka keadaan tersebut ibaratnya domba
dimulut harimau siapapun merasa tidak berlega hati.
Sebagai seorang dara muda, kesucian badan merupakan
hal yang kadangkala lebih penting dari pada nyawa sendiri,
tentu saja Kho Hong-bwee amat kuatir kalau putrinya telah
dinodai oleh lawan. Tentu saja dia tak menyangka kalau Pek Kun-gie bernasib
mujur lantaran kecantikan wajahnya itu, oleh karena
kecantikan wajahnya sukar dicarikan tandingan dikolong
langit, maka orang menganggapnya sebagai suatu benda seni
yang tak ternilai harganya membuat siapapun yang
memandang merasa suka dan setelah suka tak ingin
merusaknya siapapun merasa tak tega untuk
menghancurkannya dengan begitu saja.
Selama ini Pek Kun-gie memang telah mengiringi anak
murid partai Seng sut pay untuk melakukan perjalanan sejauh
sepuluh laksa li, sepanjang jalan siapa pun melamunkan hal
yang tidak-tidak, apalagi Tang Kwik-siu sebagai seorang ketua
dari suatu perguruan besar, tentu saja lamunannya jauh lebih
hebat daripada anak muridnya.
Sekalipun begitu ia selalu merasa bahwa memperkosa Pek
Kun-gie dengan suatu paksaan merupakan suatu tindakan
yang keliru besar, perbuatannya itu pasti akan merusak
pemandangan, dan lagi pihak Sin-kie-pang maupun Hoa
Thian-hong pasti tak akan melepaskan dirinya dengan begitu
saja, itu berarti pula dia akan merusak rencana besarnya


Tiga Maha Besar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

untuk menggali harta karun.
Dengan dasar pelbagai alasan inilah, Tang kwiw Siu selalu
mawas diri dan menahan nafsu untuk tidak sampai menodai
Pek Kun-gie yang cantik, ini bukan berarti dia telah
melepaskan dara itu dengan begitu saja, ia sendiripun masih
punya keinginan untuk melakukan perbuatan tersebut
bilamana dikemudian hari ada kesempatan.
Begitulah, tatkala mendengar pertanyaan dari ibunya, Pek
Kun-gie segera memahami arti yang dimaksudkan, cepat ia
menggeleng. "Aku belum dirugikan!" sahutnya hambar.
Setelah berhenti sebentar, sambungnya lebih jauh, "Ibu tak
usah kuatir, putri dari ketua Sin-kie-pang tidak mungkin akan
melakukan perbuatan yang memalukan ayah ibunya!"
"Bagus! Punya semangat" tiba-tiba seseorang memuji
dengan suara yang lantang.
Mendengar seruan tersebut, orang-orang dari perkumpulan
Sin-kie-pang pada terperanjat dan serentak mereka berpaling
ke arah mana berasalnya suara itu.
Hong Liong waktu itu berada didepan rumah, dia mengira
Hoa Thian-hong telah datang, segera tubuhnya berkelebat
kedepan dan menghalangi jalan lewat tempat itu seraya
membentak, "Bocah keparat she Hoa, temui dahulu taoya
mu!" Bong Pay ikut naik darat ia membentak, "Bangsat, kawanan
tikus darimana berani bertingkah disini, aku Bong Pay akan
menemui dirimu lebih dulu!"
Begitu selesai berkata, ia lantas menerjang kedepan tapi ia
keburu ditangkap oleh Kho Hong-bwee sehingga tak bisa
berkutik. Tampaklah tiga orang laki-laki munculkan diri dari balik
hutan siong kurang lebih seratus kaki didepan sana, orang
pertama adalah, seorang laki-laki besar dan jangkung dengan
bau warna merah wajahnya gagah dan jenggotnya panjang,
siapa lagi orang itu kalau bukan Pek Siau-thian ketua dari
perkumpulan Sin-kie-pang.
Melihat siapa yang muncul, Pek Kun-gie segera memburu
kedepan sambil menerjang kedalam pelukan kakek itu sambil
serunya, "Ayah!"
Air mata tak bisa dibendung lagi segera bercucuran dengan
derasnya. Perlu untuk diketahui, Pek Soh-gie dibesarkan oleh ibunya
sedangkan Pek Kun-gie dibesarkan oleh ayahnya jadi
hubungan maupun wataknya lebih mirip ayahnya dari pada
ibunya. Oleh sebab itu ketika Kho Hong-bwee yang datang, Pek
Kun-gie masih dapat menahan diri tapi begitu Pek Siau-thian
yang tiba, rasa sedih yang ditahan-tahan selama ini tak
mampu kendalikan lagi semuanya segera meluncur keluar.
Dengan halus dan penuh kasih sayang, Pek Siau-thian
membelai rambut putrinya, ia berkata dengan halus, "Anak
baik kejadian yang sudah lewat biarkanlah lewat, kenapa
musti kau bersedih, makanya mulai hari ini janganlah kau
tinggalkan ayah ibumu lagi"
Pek Kun-gie menganggguk berulang kali.
"Sekarang putrimu baru tahu bahwa hanya ayah dan ibu
saja yang benar-benar menyayangi diriku sedang lainnya
hanya cinta palsu.... sayang palsu"
"Benar untuknya, sadar saat inipun belum terlambat!"
Kho Hong-bwee maju kedepan, ujarnya pula kepada
suaminya itu, "Cepat amat kedatanganmu, siapakah kedua
orang itu?" Pek Siau-thian tertawa paksa, "Hujin, kau pasti lelah sekali
katanya" Kemudian sambil menuding ke arah dua orang yang berada
dibelakangnya ia melanjutkan.
"Kedua orang ini semuanya adalah toko-tokoh lihay dari
dunia persilatan dewasa ini, mereka terhitung pula sebagai
sahabat-sahabat karibku."
Dua orang laki-laki itu telah berusia empat puluh tahunan,
sebelum Pek Siau-thian menyeselesaikan kata-katanya, lakilaki
yang menyoren pedang dipunggung itu segera menjura
sambil memperkenalkan diri.
"Aku adalah Kiong Thian yu!"
Sedangkan laki-laki berdandan sebagai sastrawan itu
menyambung, "Aku adalah Thian sun pou, sudah lama
mengagumi budi kebaikan dari hujin...."
Kho Hong-bwee mengangguk sebagai tanda menghormat,
oleh sebab mereka adalah sahabat dari suaminya maka ia
perintahkan Kun gie serta Soh-gie untuk maju memberi
hormat. Baik Kiong Thian yu maupun Tiang sun Pou dalam hati
merasa keheranan, mereka lihat paras kedua kakak beradik itu
mirip satu sama lainnya, tapi sang kakak memancarkan
kehalusan serta kesederhanaan, sebaliknya sang adik lebih
lincah dan genit, timbullah kesan serta perasaan yang berbeda
pada kedua orang itu. Sementara itu Pek Siau-thian sendiripun sedang mengamati
wajah Bong Pay dengan sinar mata tajam.
Beberapa bulan berselang, wilayah disebelah selatan sungai
kuning berada dibawah pengaruh perkumpulan Sin-kie-pang,
dan kini diantara tiga musuh besar ada dua sudah runtuh,
sedangkan Sin-kie-pang tetap berdiri dengan kokoh, dengan
sendirinya sikap maupun gerak-gerik sang ketuanya ini tetap
gagah dan cukup menggidikkan hati.
Apa mau dikata yang dihadapi adalah Bong Pay yang tak
takut langit tak takut bumi, ketika Pek Siau-thian
mengawasinya diapun balas mengawasi orang itu dengan
sorot mata yang tak kalah tajamnya.
Kho Hong-bwee segera menemukan gelagat yang kurang
serasi itu, ia tahu jika saling melotot ini dibiarkan berlangsung
terus niscaya akhirnya akan terjadi hal yang kurang beres.
Buru-buru serunya. "Anak Pay, hayo cepat memberi hormat kepada empekmu!"
Agak tertegun Pek Siau-thian setelah menyaksikan
hubungan yang begitu akrab antara Bong Pay dengan Kho
Hong-bwee namun diapun bukan orang bodoh hanya berpikir
sebentar saja dia lantas mengetahui duduk persoalan yang
sebenarnya sudah pasti persoalan ini ada hubungan dengan
putri sulungnya. Dalam keadaan seperti ini, kendatipun dia adalah seorang
jago yang gagah perkasa toh tak urung dapat termangumangu
pula. Sementara itu Bong Pay sudah maju kedepan seraya
memberi hormat, katanya, "Aku Bong Pay memberi hormat
untuk empek!" Suara lantang dan amat nyaring sekali ibarat guntur yang
membelah bumi di siang hari bolong.
Diam-diam Pek Siau-thian tertawa getir, ia tak menyangka
kalau kedua orang putrinya sama sama jatuh cinta kepada
pemuda dari golongan kaum pendekar, seraya ulapkan
tangannya ia menyahut kaku.
"Tak usah banyak adat!"
Mendengar ucapan itu, Bong pay segera putar badan dan
mengundurkan diri kesamping Kho Hong-bwee.
Dari tingkah laku pemuda itu, Pek Siau-thian dapat melihat
pula suatu keanehan yakni sepanjang masa itu tak pernah
Bong pay melirik ke arah putri sulangnya, suatu perasaan
heran dan tak habis mengerti segera menyelimuti wajahnya.
Rupanya dalam pergaulannya yang berlangsung selama
berhari-hari, tanpa disadari kedua orang itu sudah saling jatuh
cinta, kendatipun demikian sebagai orang yang sederhana den
jujur mereka tetap berhubu ngan secara wajar tanpa suatu
penonjolan hubungan yang luar biasa.
Bong Pay dapat tunduk seratus persen kepada Kho bong
bwe adalah dikarenakan alasan lain, sedari kecil ia hidup
sebatang kara dan belum pernah merasakan cinta kasih
seorang ibu, kasih sayang dilimpahkan Kho Hong-bwee
kepadanya membuat ia tunduk kepada perempuan itu.
Memang disinilah letak kelemahan orang yang berhati
keras, bila orang kasar kepadanya maka dia bisa berbuat lebih
kasar kepada orang itu, sebaliknya kalau orang lembut
Kepadanya maka diapun akan lembut kepada orang itu.
Begitulah, setelah semua orang saling memberi hormat,
Pek Siau-thian alihkan sorot matanya ke arah Hong Liong yang
berada dikejauhan, kemudian serunya, "Beritahu kepada
suhumu, besok pagi aku hendak mengajak dia untuk bertemu
serta merundingkan soal penggalian harta karun!"
Hong Liong tahun ini berusia empat puluh tahunan, ia
sudah belajar ilmu selama tiga puluh tahun lebih, tak heran
kalau dia percaya dengan kemampuan ilmu silat yang
dimilikinya. Ketika ia saksikan Pek Siau-thian bersikap jumawa dalam
hatinya, kontan hatinya jadi murka dan tak senang hati dalam
pandangannya toh ilmu silat orang itu belum tentu bisa lebih
tinggi dari kepandaiannya.
Tanpa ia sadari pula, perasaan tak senang itu segera
tertera diatas wajahnya. Pek Siau-thian adalah seorang manusia ysng berotak
brillian, sudah tentu perubahan sikap lawannya tak lolos dari
pandangan matanya, cepat ia dapat menangkap maksud hati
orang itu, katanya dengan dingin, "Hmm! Kalau urusan ini bisa
kau putusi tak mungkin gurumu akan bersusah payah jauh
jaub datang serdiri kedaratan Tionggoan, huh bobotku
bukanlah bobot yang bisa kau tandingi"
Setelah berhenti sebentar, ia melanjutkan, "Kenyataan toh
menunjukkan bahwa kalian guru dan mnrid tidak sempai
merugikan putriku, aku sendiripun ogah untuk mencari
perkara dengan kalian, bila kau tak puas, nantikan saja
kedatangan bocah she Hoa dan tantanglah dia untuk berduel"
Habis berkata sambil ulapkan tangannya, ia lantas berlalu
dari tempat itu. Sudah puluhan tahun Pek Siau-thian meminpin dunia
persilatan tentu saja sikap maupun daya pengaruhnya
berbeda jauh dengan orang biasa apalagi Hong Liong hidup
diluar daratan Tionggoan, penga-lamannya juga amat cetek,
sekalipun ilmu silatnya lihay, ia masih kalah jauh bila
dibandingkan dengan Pek Siau-thian.
Dalam pada itu, ketua dari Sin-kie-pang telah membawa
orang-orangnys untuk berlalu dari situ, setelah mencari
daratan yang agak tinggi letaknya, ia perintahkan orang untuk
beristirahat dan besok pagi baru mencari bahan kayu untuk
membangun rumah buat persiapan untuk berdiam agak lama
disitu. Dengan dahi berkerut, Kho Hong-bwee berpaling kepada
suaminya, lalu tanyanya, "Engkau punya rencana untuk
tinggal berapa lama disini?"
"Paling capat dua bulan paling lama setengah tahun, aku
akan berdiam terus disini sampai istana Kiu ci kiong tergali
dan harta karunnya ditemukan kita!"
Tiba-tiba Pek Kun-gie menyela diri samping, katanya,
"Ayah, Tang Kwik-siu memiliki sejilid kitab yang isinya berupa
catatan rahasia ilmu silat, pada halaman yang terakhir dari
buku itu aku lihat seolah-olah tercantum sebuah peta bumi,
seringkali bila tak ada orang, diam-diam Tang Kwik-siu ambil
keluar peta tersebut dan memandangnya dengan wajah
mendelong" "Ooh....! iya?" seru Pek Siau-thian dengan wajah rada
berubah, "telah kuduga kalau Tang Kwik-siu mengandaikan
sesuatu dalam usaha pencarian harta karun ini, tak kunyana
kalau benda yang sangat diandalkan olehnya adalah sebuah
peta bumi!" Ia lantas berpaling ke arah Kiong Thian yu serta Thian sun
pou, kemudian sambungnya lebih jauh, "Kiong jiko, Thian sun
Lote, menurut dugaan kalian berasal darimanakah kitab serta
peta bumi yang dimiliki Tang Kwik-siu itu?"
Kiong Thian yu termenung sebentar, kemudian sahutnya,
"Mungkin juga kitab itu adalah benda yang berasal dari istana
Kiu ci kiong, tentang apa isi dari peta itu.... waah! Rada sulit
untuk menduganya." "Tang Kwik-siu memahami aneka ragam ilmu silat dari
pelbagai partai persilatan yang ada didunia ini" tukas Pek Kungie
lagi, jangan-jangan kitab tersebut adalah sumber dari
segala cabang ilmu silat yang berhasil dikuasainya itu?"
Tiangsun Pou yang selalu membungkam tiba-tiba berkata,
"Ada kemungkinan besar kalau isi peta bumi itu merupakan
petunjuk ke arah lorong rahasia yang menghubungkan tempat
penyim panan harta, tapi asal dapat kulihat sebentar saja aku
yakin letak tempat itu pasti akan segera kukenali"
Pek Kun-gie memutar sepasang biji matanya yang jeli,
kemudian ujarnya pula, "Empek Kiong, paman Tiangsun, ruparupanya
sudah lama kalian mengetahui rahasia tentang harta
karun ini?" Tiangsun Pou menghela napas panjang.
"Aaai....! seratus tahun berselang berita soal harta karun
sudah bukan rahasia lagi, hampir setiap manusia yang ada
didunia ini mengetahui akan berita tersebut tapi oleh karena
sering kali mengalami kegagalan maka banyak orang jadi
kecewa putus asa dan akhirnya masalah yang sangat hangat
ini menjadi dingin dengan sendirinya meskipun begitu bukan
berarti persoalan ini sudah dilupakan orang, tiap orang
seakan-akan hanya menunda pelaksanaan pencarian itu untuk
sementara waktu, menanti kesempatan yang sangat baik telah
tiba, barulah mereka kerjakan kembali. Leluhurku mempunyai
hubungan yang erat sekali dengan masalah harta karun ini,
setiap kali mereka akan menghembuskan nafas yang terakhir,
rahasia ini selalu diwariskan turun temurun kepada generasigenerasi
yang akan datang, kami selalu menganggap
permasalahan ini sebagai masalah besar, tapi oleh karena
besarnya hubungan soal ini dengan keluarga kami maka soal
inipun semakin kami rahasiakan. Dengan dasar itulah maka
kecuali mereka-mereka yang mempunyai hubungan erat
dengan persoalan ini, tak mungkin mereka akan mengetahui
duduk persoalan yang sebenarnya.
Jilid 30 : Persekutuan Sin Kie Pang dan Seng Sut Pay
PEK SIAU-THIAN yang berada di sampingnya lantas
menambahkan pula dengan lantang, "Empek Kiong mu ini
adalah ahli waris dari partai persilatan Hoa san pay, kitab ilmu
pukulan dan ilmu pedangnya sudah terampas dan tersimpan
dalam istana Kiu ci kiong"


Tiga Maha Besar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kiong Thian yu ikut menghela napas panjang.
"Yaaah....! leluhur paman Tiangsun mu adalah seorang
tokoh yarg amat tersohor pada waktu itu, orang sebut dirinya
sebaai Seng jin lu pan (Lu pan bertangan sakti) istana Kiu ci
kiong ini adalah hasil karyanya yang paling cemerlang, tapi
setelah ia selesai membangun istana Kiu ci kiong ini, sampai
tua ia disekap oleh Kiu-ci Sinkun dalam penjara hingga akhir
hayatnya, banyak sekali kitab-kitab bangunan yang penting
artinya terpendam didalam istana tersebut!"
Perlu diketahui Lu pan adalah seorang ahli dalam bidang
pembangunan yang amat tersohor sekali pada dynasti Ciu, ia
berasal dari negeri Lu, oleh karena lihaynya dalam konstruksi
bangunan maka namanya selain dipakai untuk julukan mereka
yang memiliki kemampuan setaraf dengan ahli bangunan kuno
itu. Tiangsun pou menghela napas panjang, kemudian dia
berkata pula, "Leluhur paman Kiong mu juga seorang jago
yang sangat lihay, beli au dapat melukis dua ekor naga
dengan dua belah tangannya secara bersamaan, begitu
lihaynya lukisan itu sehingga meskipun berbareng namun
kemiripannya tak jauh berbeda, aaai! Bila aku mempunyai
kemampuan setinggi itu maka menggali istana Kiu ci kiong
bukan pekerjaan yang sulit lagi bagiku."
"Paman tak usah murung ataupun kesal" hibur Pek Kun-gie,
menurut penilaian keponakanmu, usaha kita dalam menggali
harta karun kali ini seratus persen pasti akan berhasil.
Ia lantas membeberkan bagaimana Tang Kwik-siu
mempunyai rencana untuk bekerja sama dengan para jago
dari daratan Tionggoan serta siasat-siasat apa yang akan
dilakukan iblis tua itu. Selesai mendengar penjelasan tersebut Pek Siau-thian
tersenyum, lalu ujarnya, "Haahh.... haahhh.... haahhh....
keadaan ini ibaratnya tiga ekor binatang buas yang
menyeberangi sungai bersama, masing-masing pihak hanya
bisa menggantungkan pada nasib serta rejeki sendiri-sendiri,
siapapun bisa berhasil asal kan dia mempunyai rejeki yeng
baik tapi bagaimana hasilnya" untuk sementara waktu lebih
baik jangan dibicarakan lebih dulu"
Setelah berhenti, sebentar dia melanjutkan.
"Ana Kun, baju kuning itu kurang sedap dipandang mata,
cepatlah berganti pakaian!"
Pek Kun-gie mengangguk, ia lantas menghampiri encinya
unuk pinjam pakaian. Buru-buru Pek Soh-gie membuka buntalan dan mengambil
keluar pakaian sendiri lalu menemui adiknya masuk kehutan
untuk tukar pakaian. Orang-orang dari pihak Sin-kie-pang membawa rangsum
kering, setelah bersantap mereka duduk sambil kongkouw,
waktu itu Tang Kwik-siu telah kembali pula dari rondanya,
dengan membawa sekelompok anak muridnya mereka duduk
didepan rumah. Jarak antara kedua belah pihak hanya terpaut satu
panahan belaka, dari kejauhan mereka dapat saling
berpandangan. Selama ini Pek Kun-gie selalu tutup mulut dan
merahasiakan masalah dipagutnya pergelangan tangan kirinya
itu oleh kelabang langit, sebab itu hubungan antara pihak Sinkie-
pang dengan Seng sut pay bisa berlangsung dengan
tenang tanpa urusan, malahan mereka telah bersiap sedia
untuk bekerja sama dan saling memanfaatkan keuntungan
serta kelebihan yang dimiliki oleh pihak lawannya.
Rembulan telah memancarkan sinarnya dari tengah awangawang,
malam itu sunyi sepi dan tak kedengaran sedikit
suarapun, angin yang dingin berhembus sepoi-sepoi
menyejukkan badan. 0000O0000 86 DALAM keadaan sesejuk ini, mereka yang memiliki tenaga
dalam agak sempurna masih duduk bersemedi sambil
menggatur napas, sedangkan mereka yang bertenaga dalam
cetek sudah tertidur pulas.
Pek Soh-gie duduk didepan sebuah batu cadas,
punggungnya bersandar diatas batu itu sambil mengantuk,
sedangkan Pek Kun-gie berbaring diatas tanah dengan
menggunakan kaki kakaknya sebagai bantal, ditengah
keheningan suasana, diapun mulai terkantuk-kantuk.
Mendadak dari tempat kejauhan muncul belahan sosok
bayangan manusia, dengan cepatnya mereka berlari mendekat
dan menuju menuju ke arah mereka berada.
Pek Siau-thian yang bermata tajam, segera dapat
mengenali orang-orang itu sebagai anak buahnya, cepat ia
memburu kedepan dan menyambut kedatangan mereka.
Perkumpulan Sin-kie-pang tak malu disebut sebagai suatu
perkumpulan dengan organisasi yang bagus serta peraturan
perkumpulan yang ketat, sekalipun para pelindung hukum
maupun tongcunya kebanyakan adalah jago-jago persilatan
namun selelah bergabung dengan perkumpulan itu gerak-gerik
mereka jadi disiplin dan mentaati peraturan, berbeda jauh
dengan perbuatan kasar serta berangasan yang sering kali
diperlihatkan para jago dari rimba hijau.
Rupanya kedatangan rombongan inipun karena mendapat
perintah dari Pek Siau-thian, setelah tiba dan memberi hormat
serentak mereka membubarkan diri untuk mencari tempat
beristirahat, selang sesaat kemudian suasana diatas puncak
kembali pulih dalam keheningan.
Kurang lebih setengah jam kemudian anak buah
perkumpulan Sin-kie-pang rombongan yang kedua telah tiba
pula disana, menyusul beberapa jam kemudian rombongan
yang ketigapun tiba juga disitu, dalam semalaman saja sudah
lima puluh orang lebih jago-jago inti dari perkumpulan Sin-kiepang
yang telah berkumpul dibukit Kiu ci san.
Menjelang fajar tiba-tiba diatas bukit itu kedatangan
kembali segeromboagao jago persilatan rombongan itu
dipimpin oleh seorang perempuan berambut panjang dan
membawa tongkat hitam berkepala setan siapa lagi orang itu
kalau bukan Kiu-im Kaucu serta para anggota perkumpulan
Kiu-im-kauw nya. Pek Siau-thian paling benci dan mendendam terhadap
pihak Kiu-im-kauw, sebenarnya dia berambisi besar dan citacitanya
adalah merajai seluruh kolong langit tapi setelah
pertarungan berdarah dilembah Cu-bu-kok hampir boleh
dikata semua impian indahnya telah hancur lembur hingga
lenyap tak berbekas. Kekalahan pahitnya itu sekalipun berhubungan pula dengan
dahsyatnya pedang baja milik Hoa Thian-hong namun faktor
terpenting yang mempengaruhi kesalahannya ini adalah terlalu
banyak mata-mata Kiu-im-kauw yang menyusup kedalam
perkumpulannya, jumlah yang sangat banyak itu sangat
mempengaruhi kekuatan serta daya tempur pihak Sin-kiepang.
Sepanjang hidup, hanya kali itu saja Pek Siau-thian
mengalami kekalahan besar, tak heran kalau ia memandang
peristiwa tersebut sebagai suatu penghinaan, suatu peristiwa
yang paling memalukan sepanjang sejarahnya, ia telah
bertekad untuk membalas dendam hanya karena otaknya
memang cerdik, sebelum kesempatan baik tiba dia tak akan
melaksanakan niatnya itu secara gegabah.
Kendatipun demikian, ketika musuh besar saling
berhadapan muka, tak urung merah juga matanya karena
marah, ia mendengus dingin dan tertawa dingin tiada
hentinya. Mendadak Tang Kwik-siu tertawa tergelak, kemudian ia
berseru, "Pek lo pangcu, bersediakah engkau menerima
undangan Tang Kwik-siu untuk merundingkan sesuatu?"
Pek Siau-thian berpaling, ia lihat Tang Kwik-siu dengan
jubah kuningnya yang berkibar terhembus angin sedang
berjalan mendekat dengan santai.
Ia lantas maju menyongsong kedatangannya, sesudah
balas memberi hormat, sahutnya, "Tang Kwik heng, dari
puluhan laksa li kau bersusah payah datang kebukit Kiu ci san
untuk mencari harta karun, tampaknya semua persiapan
rencanamu sudah masak sekali!"
"Haahh.... haaahh.... haahh...." Tang kwik Sin tertawa
terbahak-bahak, "saudara Pek mengapa tidak kau katakan
saja bahwa aku datang kedaratan Tionggoan untuk mencari
harta karun daratan Tionggoan kenapa engkau ganti dengan
bukit Kia ci san?" "Dunia persilatan meliputi seluruh wilayah didaratan ini, apa
bedanya antara daratan Tionggoan dengan tepi perbatasan"
Saudara Tang kwik engkau terlalu memandang asing diri
kami." "Haahh.... haaahhh.... haaahh.... jadi kalau begitu maksud
saudara Pek bahwa kamipun berhak untuk menggali harta
karun itu?" "Setiap benda yang ada didunia ini adalah milik tiap
manusia yang hidup dibumi ini kalau toh aku berhak menggali
mengapa saudara Tang kwik tidak berhak untuk menggalinya
pula?" Sekali lagi Tang kwik Sin tertawa terbahak-bahak.
"Sudah lama aku dengar orang berkata bahwa Pek heng
adalah seorang tokoh persilatan yang sejati, setelah bertemu
hari ini dapat kubuktikan bahwa berita itu memang bukan
nama kosong belaka" "Terlalu memuji.... terlalu memuji...." sahut Pek Siau-thian
dengan cepat. Berbicara sampai disini dua orang jago silat itu saling
berpandangan kemudian kembali tertawa terbakak-bahak.
Belum habis tertawa mereka, dari bawah bukit sebelah
utara kembali muncul serombongan manusia, orang pertama
adalah seorang pemuda berwajah tampan dengan sebilah
pedang tersoren dipinggang, siapa lagi pemuda itu kalau
bukan Hoa Thian-hong.... Dibelakangnya mengikuti empat datuk dari bukit Huangsan,
Cu Im taysu, Suma Tiang-cing. Ciu Thian hay yang
khusus diundang dari telaga Tay ou dan paling terakhir adalah
Giok Teng Hujin yang berkain cadar hitam serta dayangnya
Pui Che-giok. Begitu menyaksikan hadirnya empat datuk dari bukit
Huang-san bersama dengan rombongan Hoa Thian-hong,
kontan sepasang alis mata Tang Kwik-siu berkeryit, ia lantas
berpaling ke arah Pek Siau-thian seraya berkata, "Saudara
Pek, merekalah yang merupakan rombongan penggali harta
karun yang sebenarnya, aaai.... memang kita hanya kebagian
tempat untuk menguntit dibelakang orang ini saja!"
Begitu dilihatnya Hoa Thian-hong munculkan diri, Pek Siauthian
sudah merasa kheki apa lagi setelah mendengar
perkataan dari Tang Kwik-siu kontan ia mendengus dingin.
Melihat siasatnya termakan, Tang Kwik-siu tertawa dalam
hati, selain itu diapun merasa lega dan menghembuskan
napas panjang lan-taran diketahuinya bahwa hubungan kedua
orang itu memang tak akur.
Setelah mendaki keatas bukit, ketika melewari disamping
Khe Hong bwe pemuda Hoa Thian-hong segera memberi
hormat sambil berkata, "Maaf bibi karena ada masalah lain
aku yang muda datang terlambat...."
Kho Hong-bwee yang cerdik tentu saja tahu bahwa
perkataan itu sengaja ditujukan kepda putrinya, ia tersenyum.
"Aku sendiri pun kemarin malam baru tiba, sepanjang jalan
tentunya kau merasa lelah bukan" Beristirahatlah dulu
disana!" Hoa Thian-hong mengiayakan berulang kali, kemudian ia
berpaling ke arah Pek Kun-gie, ketika dilihatnya gadis itu
bersikap diam dan hambar, seolah-olah sama sekali terasa
asing terhadap dirinya, kembali ia tertegun.
"Apakah racun keji yang bersarang ditubuhmu telah
punah?" tegurnya lirih.
"Racun keji apa?" seru Kho Hong-bwee dengan nada
terperanjat. "Dahulu aku sudah tergigit makhluk beracun tapi sekarang
sudah sembuh" sahut Pek Kun gie dingin.
Ketika dilihatnya sikap serta paras maka dara itu kurang
baik, Hoa Thian-hong segera maju kedepan dan
menggenggam tangan kirinya, kemudian ia singkap ujung
bajunya. Diatas pergelanggan tangannya yang putih dan halus
tampak dua bekas gigitan merah masih membekas disitu.
Sekuat tenaga Pek Kun-gie meronta dan melepaskan diri
dari cekalan si anak muda itu kemudian teriaknya dengan
mendongkol, "Kau tak usah mencapai urusanku, urusi
persoalanmu sendiri, soal mati hidupku tak usah kau
kuatirkan!" Hoa Thian-hong tertegun, paras mukanya berubah jadi
pucat kehijau-hijauan, selang sesaat kemudian dengan
langkah lebar ia berjalan menuju kehadapan Tang Kwik-siu
sambil menyalurkan tangannya kedepan, serunya lantang,
"Ciangbunjin kalau engkau mempunyai obat pemunahnya,
harap segera diserahkan kepadaku!"
Paras muka Pek Siau-thian berubah hebat, ditatapnya
wajah Tang Kwik-siu tajam-tajam kemudian ia mendengus
dingin. Menyaksikan perubahan wajahnya itu, Tang Kwik-siu
segera tertawa terbahak-bahak.
"Haah.... haahh.... haahh.... obat pemunah tentu saja ada,
apalagi hubunganku dengan saudara Pek sudah menjadi erat,
sekalipun saudara Pek tidak mengatakannya keluar siaute pun
akan mempersembabkan obat pemunah itu kepadamu"
Kiu-im Kaucu yang berada dipihak lain, tiba-tiba menyindir
sambil tertawa tergelak. "Haaahh.... haaahhh.... haahh....Hoa Thian-hong rupanya
tak berguna, engkau repot-repot begitu toh mereka adalah
sobat lama!" Mendadak Hong Liong menyelinap dibelakang tubuh Hoa
Thian-hong, kemudian sambil tertawa dingin, katanya, "Bocah
keparat, obat pemunahnya berada disaku toaya mu, kalau
engkau menginginkan obat pemunah itu, menangkan dulu
toayamu!" Tang Kwik-siu berkata sambil berkata tergelak, "Hoa
kongcu, dia adalah muridku Hong Liong, sudah lama ia
mengagumi nama besarmu dalam dunia persilatan dan
sekarang ingin minta beberapa petunjuk ilmu silat darimu,
harap engkau suka memberi pelajaran, obat pemunahnya


Tiga Maha Besar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pasti akan diserahkan kepadamu."
Berbicara sampat disini, ia lantas berpaling ke arah Hong
Liong dan berkata pula, "Hoa Kongcu adalah seorang
pendekar sejati dari daratan Tionggoan, ia bersedia melayani
dirimu berarti pula ia menaruh rasa hormat kepadamu,
bertempurlah dengan batas dua ratus gebrakan kalau kalah
mengaku saja kalah jangan sekali-kali main sabun!"
Hong Liong bertepuk tangannya sekali, lalu serunya, "Hey
bocah cilik, hayo majulah!"
Betapa gusar dan mendongkolnya Hoa Thian-hong melihat
kesombongan musuhnya, ia lantas berpikir, "Bila ingin
menaklukkan hati orang maka aku harus mendemon-trasikan
pula kemampuan yang kumiliki, tampaknya sukar bagiku
untuk menyelesaikan masalah harta karun dengan jalan
damai, aneka ragam manusia telah berkumpul disini, siapa
yang sudi memberi muka padaku?"
Berpikir sampai disitu ia lantas mengambil keputusan untuk
memamerkan kekuatannya dihadapan musuh.
Tanpa banyak bicara lagi telapak tangan kirinya segera
diayun kedepan melepaskan sebuah pukulan udara kosong.
Hong Liong tak berani bertindak gegabah, iapun tak sudi
bertindak sungkan-sungkan, melihat musuhnya sudah turun
tangan diapun membentak keras dan melepaskan pula
serentetan pukulan balasan.
Sejak terjun kedalam dunia persilatan hampir boleh dibilang
setiap hari Hoa Thian-hong berkecimpungan dalam
pertarungan-pertarungan seru, pengalamannya dalam
menghadapi pertempuran boleh dibilang sangat luas dan
banyak. Dengan dasar pengalamannya ini maka sekali bentrok dia
lantas tahu kalau Hong Liong benar-benar telah mendapatkan
warisan lang sung dari Tang Kwik-siu, berbicara dalam soal
ilmu pukulan, belum tentu dirinya bisa menangkan lawan.
Sementara dua orang jago silat itu baru saja bertempur,
dari bawah bukit kembali muncul serombongan manusia yang
dipimpin oleh seorang kakek tua berlengan tunggal, dia adalah
Jin Hian bekas ketua Hong-im-hwie yang telah buyar,
Dibelakang mengikuti pula seorang imam tua yang tak
berkaki lagi, imam itu berjalan dengan menopang dua batang
toya baja, orang itu tak lain adalah Thian Ik-cu bekas ketua
Thong-thian-kauw. Sedang jago-jago lainnya yang berjumlah hampir tujuh
puluh orang itu antara lain adalah Malaikat kedua Sim Ki an
serta bekas anggota Hong-im-hwie serta Thong-thian-kauw.
Kedua kelompok kekuatan itu terhitung kelompok yang
paling lemah, sewaktu melewati kota Sam kang sian, Hoa
Thian-hong telah bertemu dengan mereka, tapi toh
kedatangan mereka masih tetap tertinggal selangkah
dibelakang. Sementara itu pertarungan yang sedang berlangsung
antara Hoa Thian-hong melawan Hong Liong masih berjalan
dengan serunya, sekejap mata mereka telah bergebrak
sebanyak enam puluh jurus, menanti Jin Hian serta Tbian Ik
cu sudah tiba ditepi gelanggang, kedua orang itu sudah
bertempur hingga mencapai ratusan gebrakan.
Sepanjang pertarungan itu berlangsung, Hoa Thian-hong
selalu merasa gelisah dan tak tenang, pikirnya dihati, "Sejak
pihak Seng sut pay mendapat bantuan dari kitab Thian hua ca
ki, kemajuan ilmu silat yang mereka miliki telah peroleh
kemajuan yang pesat sekali, buktinya Hong Liong pun memiliki
tenaga dalam yang amat sempurna tak mungkin aku bisa
menangkan dirinya secara gam pang, padahal dia tak lebih
cuma seorang muridnya Tang Kwik-siu kalau iapun tak dapat
kumenangkan bagaimana caranya aku bisa menaklukan para
jago lainnya serta meminpin operasi pencarian harta karun?"
Berpikir sampai disini tanpa terasa ia lantas menggigit
bibirnya kencang-kencang, sengaja ia membuka pertahanan,
dia memancing musuhnya agar masuk jebakan.
Benar juga, ketika Hong Liong menemukan titik kelemahan
tersebut betapa kejut dan girang hatinya cepat ia membentak,
"Kena!" Sebuah pukulan dahsyat segera dilontarkan kedepan.
Semua peristiwa ini berlangsung dengan kecepatanb
sambaran kilat, sebelum semua orang sempat menjerit kaget
tiba-tiba Hoa Thian-hong mendengus dingin, telapak tangan
kirinya segera diayun kemuka dan mengirim pula sebuah
pukulan gencar. "Plaak!" Ketika sepasang telapak tangan itu saling beradu satu sama
lainnya, posisi Hoa Thian-hong tetap sekokoh bukit karang
sebaliknya tubuh Hong Liong bergetar keras
Tampaklah Hoa Thian-hong menggertak gigi dengan wajah
yang dingin menyeramkan, kaki kanannya melangkah maju
setindak, telapak tangan kirinya segera diayun kedepan
melepaskan sebuah pukulan kilat.
Serangan tersebut dilancarkan mengarah dada Hong Liong
kecepatan bagaikan sambaran petir dan lagi diluar dugaan,
dalam keadaan begini tak sempat lagi bagi Hong Liong untuk
mematahkannya, cepat-cepat ia tangkis keatas dan
menyambut kembali serangan tersebut dengan kekerasan.
"Plook....!" sekali lagi terjadi bentrokan dahsyat.
Sekujur badan Hong Liong gemetar keras, sambil
mendengus dingin ia muudur selangkah kebelakang, diatas
permukaan tanah jelas terteralah sebuah bekas telapak kaki
yang amat tajam. Dalam hal jurus serangan, Hoa Thian-hong memang tak
dapat merebut kemenangan maka ia pertaruhkan tenaga
dalamnya untuk menggertak tubuh sang lawan.
Maka begitu serangannya telah dilancarkan, ia melangkah
maju kemuka, pergelangan tangannya kembali diputar dan
melancarkan sebuah pukulan dahsyat kedepan.
Hong Liong betul-betul terdesak hebat, tiada jalan lain
baginya didalam keadaan seperti itu kecuali menangkis
ancaman tersebut den gan keras lawan keras.
"Ploook! Ploook! Ploook!" secara beruntun Hong Liong
harus menerima enam buah pukulan berantai yang memaksa
tubuhnya mundur pula enam tangkah kebelakang.
Bekas telapak kaki yang tertera diatas permukaan batupun
kian kebelakang kian nyata dan dalam sepasang mata Hong
Liong melotot besar mukanya merah padam.
Sedangkan Hoa Thian hon bersikap dingin menyeramkan,
hawa nafsu membunuh menyelimuti seluruh wajahnya.
Sungguh gelisah dan cemas perasaan hati Tang Kwik-siu
menghadapi kejadian itu, dia masih ingat ketika terjadi
pertarungan dikota Lok yang tempo hari, Hoa Thian-hong bisa
mengimbangi permainan silatnya setelah mendapat petunjuk
dari Hoa Hujin, oleh sebab itu diapun ingin memberi petunjuk
pula kepada Hong Liong, agar ia bisa melepaskan diri dari
pertarungan sistim bayangan menempel dengan bayangan
dari pemuda she Hoa. Apa mau dikata ia merasakan pula tenaga dalam yang
begitu sempurna dari Hoa Thian-hong, setiap pukulan-pukulan
yang dilancar kan selalu merupakan pukulan yang kuat dan
sederhana. Walaupun tidak banyak tipu muslihat yang terselip dibalik
pukulan-pukulan itu, namun jelas tenaga dalam Hong Liong
belum bisa memahami musuhnya, itu berarti kendati pun ia
memberikan petunjuknya, belum tentu Hong liong dapat
meloloskan diri dari kepungan lawan.
Bisa dibayangkan betapa gelisahnya iblis Tua dari Seng Sut
pay ini, dia ingin mencari jalan lain tapi selalu gagal, untuk
sesaat lamanya ia tak tahu apa yang musti di lakukan.
Perlu diketahui, seluruh inti ilmu silat yang dimiliki Hoa
Thian-hong hanya terhimpun dalam satu jurus pukulan serta
enam belas ilmu pedang ilmu, silat tersebut tiada tipu muslihat
yang jitu, semuanya datar dan sederhana, justru
keampuhannya terletak pada kehebatan srrta kecepatannya
dalam mengerahkan tenaga dalam.
Contohnya adalah pertarungan antara Hoa Thian-hong
dengan Kiu-im Kaucu tempo hari, dengan padang bajanya
secara beruntun dia lepaskan berpuluh-puluh buah bacokan
keatas toya kepala setannya Kiu in kaucu padahal ilmu silat
perempuan Kiu-im-kauw ini luar biasa lihaynya toh ia tak
mampu melepaskan diri dari kejaran pedang lawan, dari sini
dapat ditarik kesimpulan betapa dahsyat dan sempurnanya
kepandaian silat si anak muda itu....
Sementara itu Hoa Thian-hong sendiripun meresa kaget
bercampur tercekat ketika ia saksikan enam buah pukulan
berantainya belum berhasil merobohkan Hong Liong, tentu
saja diapun tahu jika Hong Liong sampai dibikin mampus
urusan tak akan selesai sampai disitu saja sebaliknya kalau ia
disuruh melepaskan musuhnya dengan begitu ssja ia pun tak
sudi. Akhirnya setelah putar otak dan berpikir beberapa saat
lamanya, tiba-tiba ia membentak keras, "Perduli amat, rasakan
pukulanku ini!" Sebuah pukulan gencar segera dilepaskan kedepan
mengarah dada lawannya. Pukulan itu sangat dahsyat dan menggunakan tenaga
sebesar dua belas bagian, lagi pula kecepatannya mengerikan
sekali. Kaget dan panik Hong Liong menghadapi kejadian tersebut,
mukanya yang semula berwarna merah padam, seketika
berubah jadi pucat keabu-abuan.
"Hoa kongcu, kau yang menang dalam pertarungan ini!"
tiba-tiba Tang Kwik-siu berseru sambil tertawa terbahakbahak.
Sambil berseru ia maju kedepan dan menempelkan telapak
tangannya diatas punggung Hong Liong, kemudiaa menyeret
muridnya untuk mundur sejauh beberapa kaki ke belakang.
Darah panas yang bergolak dalam dada Hong Liong
bergelora makin keras, bahkan meluap naik keatas
tenggorokan, untungnya Tang Kwik-siu bertindak cepat,
sehingga darah yang hampir dimuntahkan keluar dalam
dicegah kembali. Padahal Hoa Thian-hong sendiripun hanya menyiapkan
pukulan itu sebagai suatu gertak sambal belaka, setelah pihak
musuh menyerah kalah, iapun segera membuyarkan seluruh
tenaga pukulannya. Kendatipun kemenangan berhasil diraih, ia sendiri
merasakan suatu perasaan yeng kosong dan hambar....
Dari sakunya Tang Kwik-siu mengambil keluar sebiji obat
berwarna merah, seraya diberikan ketangan pemuda, itu
katanya sambil tertawa, "Telah lama aku dengar orang
berkata bahwa kongcu telah makan teratai racun empedu api
serta Leng-ci berusia seribu tahun sehingga tenaga dalammu
makin sempurna dan tiada tandingannya dikolong langit,
ternyata memang begitulah keadaannya!"
Apa yang dimaksudkan dalam kata-katanya itu sudah
cukup jelas, yaitu ia memujih kemenangan yang berhasil
diraih Hoa Thian-hong tidak lebih hanya lantaran bantuan
serta kasiat dari dua macam obat mustika itu belaka.
Tiba-tiba Ciu Thian bau menyindir dengan ketus, "Hmm!
Katanya saja yang kalah harns mengaku kalah, yang menang
harus mengaku menang, sekalipun kalah tak boleh main
sabun. Huuh....! Kenapa mesti menggunakan kata-kata yang
tak berguna itu?" Tang Kwik-siu segera berpaling, lalu menegur, "Jago lihay
dari manakah engkau" Maaf aku tidak mengetahuinya!"
"Hmm! Aku she Ciu bernama Thian hau."
Dalam pada itu, Hoa Thian-hong telah menerima obat
berwarna merah itu sambil menyela, "Tang kwik sianseng,
kedatanganmu kedataran Tionggoan kali ini bertujuaa
menggali harta ataukah ingin menjumpai orang gagah yang
ada didaratan Tionggoan?"
"Bagaimana kalau tujuanku menggali harta" Dan
bagaimana pula kalau tujuanku adalah ingin bertemu dengan
orang gagah didaratan Tionggoan....?"
"Bila tujuanmu hendak menggali harta maka kita tak perlu
saling cekcok dan bertengkar, kita harus bersatu padu uutuk
bersama-sama menyelesaikan pekerjaan besar ini, siapa yang
lebih banyak menge-luarkan tenaga dia berhak mendapatkan
jumlah yang banyak sebaliknya siapa yang mengeluarkan
tenaga sedikit, dia hanya mendapatkan jumlah yang lebih
sedikit, keadilan akan tetap dijaga dan semuanya akan
diselesaikan sebijaksana-bijaksananya!"
Meskipun sudah kalah rupanya Hong Liong belum puas,
kembali hardiknya dengan suara keras, "Bagaimana kalau
tujuan kami adalah untuk menemui para orang gagah
didaratan Tionggoan?"
Hoa Thian-hong tertawa. "Sebagian besar harta karun yang berada didalam istana
Kiu ci kiong ini adalah kitab pusaka ilmu silat, bila Seng sut
pay kalian merasa berilmu tinggi dan merasa yakin kalau
dapat menangkan orang gagah yang ada didaratan
Tioaggoan, lantas apa gunanya kalian mendapatkan kitabkitab
pusaka itu" Bukankah kehadiran kalian hanya akan
mengurangi jatah kami orang Tionggoan dalam pembagian
nanti" Kalau memang begini, apa salahnya kalau kami orang
Tionggoan beradu kepandaian dulu dengan kalian, Jika orang
Seng sut pay berhasil dikalahkan dan kembali kesarangnya,
kami baru menggali harta karun ini dan menikmati kitab-kitab
tersebut bagi kepentingan kami orang Tionggaan!"
Pek Siau-thian yang mengikuti jalannya pembicaraan
tersebut, dalem hati kecilnya lantas berpikir, "Hebat amat
binatang kecil ini! Bukan saja ilmu silatnya peroleh kemajuan
yang pesat, cara berbicaranya pun jauh lebih lihay dari
siapapun juga, ia tak boleh dipandang enteng....!"
Tiba-tiba Kiu-im Kaucu tertawa tergelak, kemudian katanya,
"Kedua cara itu memang bagus sekali, kami Kiu-im-kauw
bersiap sedia menempuh dengan cara apapun, baik urusan
main senjata, adu kekerasan maupun dalam urusan menggali
bumi mencari harta, kami orang-orang Kiu-im-kauw
memutuskan diri untuk berdiri dibelakang Hoa kongcu!"
Berbicara soal adu mulut, Hong Liong lebih-lebih kalah jauh
dari orang lain, dan lagi Tang Kwik-siu juga mengetahui
sampai dimanakah kelilayan dari Kiu-im Kaucu, karena kuatir
muridnya mencari gara-gara lagi, cepat katanya sambil
tertawa, "Kita semua adalah orang-orang persilakan, tentu
saja setiap orang berharap dapat mengukur ilmu dengan
orang lain, sayangnya Seng sut pay kami pun mempunya


Tiga Maha Besar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sejenis benda mustika yang tersimpan pula dalam istana Kiu ci
kiong, kami perlu menggali dulu istana ini dan mengambil
kembali benda tersebut, aku lihat lebih baik hubungan kerja
kita memang jangan sampai diganggu lebih dulu oleh urusan
sepele!" Pek Siau-thian juga berpikir, "Nenek setan itu sudah
mengutarakan sikapnya berdiri dibelakang binatang cilik itu,
entah apa maksud tujuannya dibalik kesemuanya itu?"
Berpikir sampai disini, segera ujarnya, "Kunci yang paling
utama dalam penggalian harta karun ini adalah bagaimana
cara menggalinya sehingga tidak sampai menyentuh nadi
bumi yang bisa mengakibatkan terjadinya tanah longsor,
gempa bumi, banjir serta tanah merekah. Untungnya
keturunan dari Seng jiu lu pan ahli bangunan yang mendirikan
istana Kiu ci kiong di masa lampau telah hadir pula disini saat
ini!" Semua orang sama-sama merasa terperanjat, beratus-ratus
pasang mata serentak dialihkan ke arah rombongsn Sin-kiepang.
Tiangsun Pou maju selangkah kedepan, sesudah memberi
hormat kepada semua jago ia memperkenalkan diri, "Aku yang
tak becus adalah Tiangsun Pou masih cetek dan serba
terbatas ilmu bangunan yang aku kuasahi.
Pek Siau-thian segera menyambung, "Tentang asal usul
dari Tiangsun lote rasanya tiada sesuatu yang perlu
dibicarakan lagi dan sekarang ia bersedia untuk turut campur
dalam pencarian harta karun ini, entah bagaimana dengan
saudara yang lain" Apakah kalian ada pendapat tentang soal
ini?" Maksud ucapan itu cukup jelas, dia sedang bertanya
kepada orang lain dengan mengandalkan apakah mereka akan
mencari harta. Tang Kwik-siu yang pertama-tama menjawab, "Seng sut
pay kami memegang selembar peta rahasia, tanpa peta
rahasia itu sekalipun orang yang pernah memasuki Kiu ci
kiong dimasa lalu belum tentu bisa mendekati tempat
penyimpanan harta" Berbicara sampai disini, dia lantas tertawa terbahak-bahak.
Tiba-tiba Kiu im kancu berkata.
"Empat datuk dari gunung Huang-san pernah menyaksikan
sendiri istana Kiu ci kiong, merekapun pernah ikut dalam
usaha pencarian harta karun, dalam pekerjaan ini tak bisa
ketinggalan tenaga mereka berempat, dan kini mereka hadir
dipihak Hoa kongcu itu berarti Hoa kongcu berhak pula untuk
ikut serta dalam usaha pencarian harta karun ini"
Tampaknya Pek Siau-thian memang bermaksud untuk
menyingkirkan pihak Kiu-im-kauw dari pekerjaan itu, cepat ia
berseru dengan dingin. "Lalu apa yang diandalkan Kiu-im-kauw?"
"Perkumpulan kami datang kesini hanya untuk membantu
usaha Hoa kongcu, waktu penggalian kami maju, waktu
pembagian harta kami mundur, harap para orang gagah tak
usah memikirkan persoalan ini"
Mendengar perkataannya yang begitu manis, Hoa Thianhong
dibuat serba salah, mau menangis tak bisa mau tertawa
pun tak dapat. Baik Pek Siau-thian maupun Tang Kwik-siu sama-sama
mempunyai dugaan kalau antara Kiu-im Kaucu dengan Hoa
Thian-hong telah mengadakan kontak secara rahasia maka
dari itu pihak Kiu-im-kauw selalu membantu Hoa Thian-hong
dan berdiri dibelakangnya.
Ini bisa dibuktikan oleh mereka dari ke munculan Giok Teng
Hujin yang selalu berada dibelakang pemuda itu dan tak
pernah memisahkan diri padahal mereka tahu bahwa Giok
Teng Hujin adalah tenaga yang sa ngat berkuasa dalam
perkumpulan Kiu-im-kauw, tak mungkin perempuan itu berada
dipihak Hoa Thian-hong bila antara dua kelompok kekuatan itu
tidak pernah mengadakan kontak apa-apa.
Lebih-lebih Tang Kwik-siu yang kurang begitu paham akan
seluk beluknya dunia persilatan didaratan Tionggoan ini lebih
percaya lagi dengan ucapan Kiu-im Kaucu tadi
Maka sorot matanya lantas dialihkan ke arah Jin Hian serta
Thong-thian-kauwcu, tegurnya, "Bagaimana dengan sahabatsahabat
dari kelompok ini" Tujuan kalian hanya ingin meramaikan
suasana ataukah bertujuan untuk turut serta dalam
pencarian harta karun?"
"Kami datang kemari untuk adu nasib" sahut Jin Hian
dengan suara yang berat dan dalam, "bisa menggali kami
akan menggali, ada harta kami akan mengambil harta benda
dalam perut bumi yang tiada pemiliknya, aku rasa setiap
orang berhak untuk mendapatkannya dan siapapun tak usah
memperdulikan tindakan kami"
Sepasang alis mata Tang Kwik-siu kontan berkeryit, ia
berpaling ke arah Pek Siau-thian minta penjelasan.
Dengan suara hambar Pek Siau-thian menerangkan,
"Mereka adalah bekas jago-jago lihay dari perkumpuiau Hongim-
hwie serta Thong-thian-kauw!"
Sementara pembicaraan berlangsung, mereka saling
berpandangan dengan penuh arti, dalam waktu singkat inilah
kedua belah pihak telah mengadakan kontak perjanjian secara
diam-diam untuk menyingkirkan rombongan terakhir ini dari
percarian harta karun, hanya mereka belum memastikan
bagaimana caranya turun tangan.
Sementara itu Hoa Thian-hong yang berdiri didekat mereka
berdua sempat mengikuti jalannya lirikan dari kedua belah
pihak, makin meningkat usianya makin banyak pengetahuan
yang dimilikinya, betapa terperanjatnya dis setelah
menyaksikan perilaku dua pemimpin golongsn besar ini....
Ia tahu Sin Ki Pang telah bersekongkol dengan pihak Seng
sut pay didalam masalah percarian harta karun ini, bila kerja
sama ini dibiarkan berlangsung terus niscaya pihaknya yang
bakal terjepit. Tiba-tiba terdengar Tang Kwik-siu berkata sambil tertawa,
"Hoa Kongcu, didalam masalah pencarian harta karun ini,
empat datuk dari gunung Huang-san, Tiangsun sianseng serta
peta rahasia milikku merupakan tiga faktor terpening yang tak
bisa dipisahkan antara yang satu dengan yang lain, karenanya
kami ingin bertanya kepadamu, bagaimanakah usul atau
saranmu dalam pekerjaan ini?"
Hoa Thian-hong tidak langsung menjawab, dalam hati
kecilnya dia berpikir, "Ditinjau dan situasi yang terpentang
didepan mata saat ini, permulaan dari penggalian harta karun
ini pasti akan diakhiri dengan derah manusia yang mengalir
dimana-mana, suatu hasil yang baik su dah pasti tak mungkin
terjadi, bila aku tak mampu mengendalikan tingkah laku
beberapa orang gembong iblis ini dengan kata-kata,
bagaimana caranya aku bisa mengatur serta menguasai
keadaan?" Untuk sesaat ia tak tahu apa yang mesti dilakukan,
akhirnya ia menjawab juga, "Menurut apa yang kuketahui,
masih banyak sekali jago persilatan yang belum hadir disini
dan beberapa hari mendatang mereka tentu akan berkumpul
semua ketempat ini, aku rasa bila kita bersatu padu maka
persoalan gampang diselesaikan, tapi bila kita tercerai berai
niscaya usaha ini akan mengalami kegagalan, apa salahnya
kalau kita undurkan sampai tengah hari besok berkumpul
kembali serta merunding-kan lagi masalah ini....?"
Tang Kwik-siu tertawa. "Betul....! Betul....! Persoalan yang sangat penting artinya
ini memang tak perlu dirundingkan dalam waktu singkat,
bagaimana pendapat saudara Pek?"
"Kalau akuu sih tak ada perkataan lain" jawab Pek Siauthian
hambar, dia lantas memberi hormat dan mengundurkan
diri dari situ. Hoa Thian-hong pun memberi hormat kepada Tang Kwiksiu
lalu ikut berlalu dari situ.
Perasaan hatinya pada saat ini terasa amat berat sekali, ia
tak akur dengan Pek Siau-thian, walaupun dengan Pek Kungie
dia ada hubungan yang luar biasa namun pada Waktu itu
sikap dara itupun kurang begitu menyenangkan, maka setelah
mempertimbangkan keadaannya beberapa saat, akhirnya ia
serahkan obat penawar itu kepada Kho Hong-bwee, dan iapun
kembali pada rombongannya.
Setelah berkumpul dengan kawanan jago kaum lurus, tibatiba
terdengar Ciu Thian bau berkata sambil menunjuk ke arah
puncak bukit sebelah kiri.
Tempat itu paling tinggi letaknya, lebih baik kita membuat
tenda disitu saja, selain letaknya terpencil, dan lagi kitapun
dapat mengawasi gerak-gerik kawanan bajingan itu.
Setelah semua orang setuju, maka berangkatlah kawanan
jago itu untuk bertenda di kaki bukit, sementara orang-orang
dari Kiu-im-kauw bertenda dipuncak bukit itu.
Jarak antara kedua belah pihak hanya beberapa puluh
tombak meski pun suara pembicaraan tidak kedengaran tapi
gerak-gerik mereka dapat saling terlihat.
Sementara Jin Hian dan Thian Ik-cu beristirahat ditempat
yang lebih kebelakang, merekapun memisahkan diri jadi dua
kelompok. Setelah melakukan perjalanan semalaman suntuk, semua
orang merasa amat lelah, setelah bersantap mereka duduk
bersemedi untuk mengatur pernapasan.
Hanya Hoa Thian-hong seorang yang kelihatan tidak
tenang, ia merasa banyak urusan yang memenuhi benaknya
semakin dipikir ia merasa semakin kalut, akhirnya dengan
wajah yang murung bercampur kesal ia duduk sambil
bertopang dagu. Cu Im taysu merasa tak tega, ia menghampiri si anak muda
itu dan bertanya, "Thian-hong marilah kita bicarakan
persoalaan yang sedangkan kau hadapi, siapa tahu kalau
dengan perundingan tersebut dapat mengu rangi
kemurunganmu?" Hoa Thian-hong segera menggeleng.
"Kekuatan pihak kita berlalu minim dan kecil, sekalipun
harta karun dapat tergali, itupun tak dapat kita milik sebab
mereka pasti akan saling merampas dan saling membunuh"
"Kalau ingin main rampas silahkan suruh mereka rampas!"
teriak Suma Tiang-cing dengan gemas, sampai waktunya
pilihkan buku-buku yang bagus-bagus dan rampaslah lebih
dulu kemudian lindungi empat datuk untuk mundur dari sini,
kami akan menghadang para pengejar dan menghancurkan
kawanan bajingan itu"
Dengan cepat Hoa Thian-hong menggeleng.
"Tujuan kita datang kesini bukanlah untuk merebut benda
mustika, kalau kita sampai terlibat pula dalam soal rampas
merampas maka tujuan kita yang sebenarnya akan menjadi
kabur artinya!" "Bagaimanapun juga kita harus mencari akal untuk
membantai lebih dulu kawanan iblis dan bajingan dan Cui
Thian hau mengusulkan dengan suaranya yang dingin, "biln
bajingan itu sudah terastasi urusan selanjutnya gampang
untuk diselesaikan" Hoa Thian-hong tertawa getir dan menggelengkan
kepalanya berulang kali. Kemenangan boanpwe atas diri Hong liong tadi sudah tidak
cemerlang, apalagi jumlah anggota mereka sangat banyak,
main kekerasan sudah pasti tak akan berhasil.
Siapa suruh kau tidak menggunakan pedang!" omel Suma
Tiang-cing dengan mendongkol, buat apa kita musti sungkansungkan
terhadap kawanan manusia yang memalukan itu!"
Kembali Hoa Thian-hong tertawa getir.
Bila aku musti bertempur memakai senjata, mungkin Pek
Siau-thian dapat kukalahkan, Kiu-im Kaucu dapat kutandingi
dan bila ditanding-kan deegan Tang Kwik-siu sedikitnya juga
selisih tak seberapa tapi kendatipun kita bisa menangkan
mereka toh belum sampai menaklukan mereka" apalagi
menggantungkan kepandaian pada sebilah pedang bukan lah
suatu kemampuaan yang cemerlang.
Lalu bagaimana dengan ilmu yang kau pelajari dari kitab
Kiam keng", tanya Cu Im taysu.
Aku selalu sibuk menyelesaikan pelbagai persoalan, boleh
di bilang tak ada waktu luang barang sedikitpun untuk
mempelajarinya, paling banter aku baru sempat membacanya
sekali" "Kalau begitu berlatihlah dengan tekun" seru Ciu Thian-hau
dengan suara dalam, "bila berbasil, jagal dulu Tang Kwik-siu!"
Hoa Thian-hong mengangguk, setelah termenung sebentar
akhirnya ia agak tenang dan memandang puncak
dibelakangnya, kemudian baru katanya lagi.
"Boanpwe hendak duduk semedi diatas puncak itu sambil
mengingat-ingat jurus pedangku, harap cianpwe semua
menunggu disini saja."
Semua orang mengangguk dan memandang bayangan
punggung si anak muda itu hingga lenyap dari pandangan
mata. Puncak bukit itu tingginya mencipai enam tujuh kaki, luas
dataran dipuncak itu paling cuma lima depa tapi datar dan
merata. Dudak seorang diri diatas puncak bukit itu, tanpa terasa
Hoa Thian-hong teringat kembali akan ibunya, duduk
menghadap ke utara benaknya segera dipenuhi oleh kenangan
sewaktu ibunya memberi petunjuk kepadanya waktu ia
berterangan melawan Tang Kwik-siu dikota Lok yang tempo
hari. Diam-diam pikirnya dihati, "Sumber dari ilmu silat
sebenarnya hanya satu yang kemudian ber ubah-ubah
menurut situasi serta keadaan yang sedang dihadapi, mi
salnya saja kitab Kiam keng, sekalipun yang dimuat adalah
ilmu pedang toh tiada tercantum jurus-jurus pedang yang
pasti, itu ber arti ilmu silat dapat dipakai untuk melawan
musnh hanya disebabkan orang itu pandai melihat gelagat
serta tahu bagaimana cara menghindari sergapan musuh serta
melepaskan serangan balasan dengan gerakan tercepat dan
terganas.... berarti pula teori ini tak akan berbeda pula kalau
diterapkan pada ilmu pukulan maupun ilmu totokan."
Kemudian ia berpikir lebih jauh, "Teori ilmn silat
mengatakan pula, untuk menghindari serangan musuh, maka
alangkah baiknya kalau kita gunakan serangan untuk
memunahkan serangan musuh, kalau toh teori ini sudah
kupahani, apa salahnya kalau kuleburkan teori ilmu pedang
yang kudapat kedalam permainan tangan kosong"
Bagaimanapun juga, daripada memakai pedang akan lebih


Tiga Maha Besar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

enak bertangan kosong belaka!"
Berpikir sampai disitu ia lantas mengambil keluar kitab
Kiam keng san dan sekali lagi membaca dari awal hingga
akhir. Sementara itu tulisan serta lukisan yang tercantum dalam
kitab Kiam keng telah dipahami olehnya, maka setelah
membacanya sekali lagi, ia simpan kitab tersebut dan mulai
mengupas serta membahas setiap teori serta rahasia yang
didapatkan dari kitab tadi.
Semakin dipikir ia merasa semakin tertarik dan akhirnya
semua perhatian ingatan serta pikiran terpadu menjadi satu
untuk meeesapi makna dari teori-teori tersebut, dan tanpa
disadari pula pemuda itupun melupakan hal-hal lain.
Tengah hari Cu Im taysu diam-diam naik ke atas bukit,
ketika menyaksikan keadaan tersebut, ia tahu bahwa pemuda
itu sedang konsentrasi mempelajari ilmunya, maka setelah
meninggalkan rangsum dan air, padri inipun mengundur diri
dari sana. Senja itu, Cu Im taysu berkunjung lagi ke atas puncak
bukit, tapi ketika dilihatnya pemuda itu tetap duduk tanpa
bergerak ma lahan ransum serta air yang disediakan tak
disentuhnya terpaksa ia turun lagi dari bukit itu.
Tengeh malam tiba-tiba Kiu-tok Sianci dari wilayah Biau
dengan membawa kedua belas orang muridnya tiba disana,
setelah di tanya oleh Cu Im taysu sekalian barulah diketahui
bahwa kitab pusaka Pek tok keng dari perguruan Kiu-tok
Sianci telah terjatuh pula didalam istana Kiu ci kiong, benda
tersebut merupakan kitab pusaka dari per-guruannya karena
itu mereka pandang tinggi peristiwa tersebut.
Sejak kitab itu lenyap, ilmu racun yang di miliki
perguruannya diwariskan berdasarkan ajaran mulut kemulut
tanpa dasar kitab bimbingan, lagi pula mereka kuatir kalau
kitab Pek tok teng tadi terjatuh ketangan orang lain, maka
begitu kabar tentang pencarian harta karun tersiar, buru-buru
berangkatlah mereka tinggalkab wilayah Biau menuju
kedaratan tionggoan, Chin Wan-hong adalah murid terakhir dari Kiu tok sian ki
sedangkan Hoa Thian-hong dianggap menantu perguruan
mereka yang paling baik, apalagi usia kedua belas orang
muridnya hampir sebaya dengan Hoa Thian-hong dimana
hampir setengah tahun lamanya mereka pernah hidup
bersama dikala pemuda itu merawat luka racunnya dilembah
Hu-liang-kok, dalam pandangan mereka Siau long adalah
pujaan semua orang. Oleh karena itu, dikala mereka saksikan pemuda itu cuma
duduk tak berkutik diatas puncak, semua orang lantas ribut
hendak menengok keatas puncak.
Kiu-tok Sianci kuatir muridnya membuat ribut, setelah
mencegah semua orang untuk ikut, seorang diri ia menengok
keatas bukit, setelah itu dia membakar dupa wangi disebuah
biolo dan memerintahkan muridnya yang paling besar Lau hoa
siaancu untuk mengangkutnya keatas bukit dan diletakkan
disamping Hoa Thian-hong.
Dupa wangi itu bukan sembarangan dupa, bila asap yang
berbau harum tersiar keluar, maka mereka yang mencium bau
dupa itu akan merasakan pikirannya jadi tenang dan segar
kembali. Sehari telah lewat dengan cepatnnya, tengah hari
berikutnya Pek Siau-thian, Tang Kwik-siu, Kiu-im Kaucu
beserta Jin Hian serta Thian Ik-cu telah berkumpul dibukit
untuk merundingkan soal penca rian harta karun, waktu itu
Hoa Thian-hong masih duduk tak berkutik diatas puncak
sambil mendalami ilmu silatnya.
Dalam keadaan seperti ini, semua orang jadi geiisah, baik
Kiu-tok Sianci dan Cu Im taysu sekalian maupun Giok Teng
Hujin dan Pek Kun-gie semua orang merasa cemas, mereka
kuatir si anak muda itu terserang jalan api menuju neraka,
karena suasana yang kacau dan hangat, sekalipun demikian
merekapun tak berani menyadarkan pemula itu.
Akhirnya Kiu-tok Sianci dan Ciu Thian-hau mengadakan
rapat kilat, mereka menyadari betapa pentingnya keselamatan
Hoa Thian-hong pada saat ini, maka diputuskan untuk
mengutus Kiu-tok Sianci yang mewakili kawanan jago dari
kaum lurus untuk hadir dalam perundingan tersebut.
Kiu-tok Sianci maju menghampiri kawanan jago lainya,
kepada mereka ia menerangkan, Pada saat ini Hoa Thian-hong
sedang melatih diri ia tak dapat menghadiri perundingan
tersebut, muka aku akan mewakili dirinya didalam
perundingan ini. Setelah berhenti sebentar, lanjutnya kembali, "Orang Biau
mempunyai sebuah mustika yang tersimpan pula di dalam
istana Kiu ci kiong, aku rasa kamipun berhak untuk mengambil
kembali benda milik kami itu, Hoa Thian-hong bukan manusia
yang ber ambisi uniuk merampas barang milik orang lain,
kalian tak usah menguatirkan dirinya, semua persoalan akan
diselesaikan seadil-adilnya!"
Tang Kwik-siu tahu bahwa Pek Siau-thian tak sudi berbicara
dengan Kiu-im Kaucu, sambil tertawa ia lantas berkata.
"Bagus sekali kalau memang begitu, lalu entah
bagaimanakah pendapat dari Kiu-im Kaucu?"
Kiu-im Kaucu tidak lengsung menjawab, dalam hati
pikirnya, "Hmm! aku justru akan menanti sampai tibanya
kesempatan yang baik, akan kutunggu sampai benda-benda
mustika itu muncul lebih dulu sebelum mengambil tindakan
selanjunya" Tentu saja jalan pikiran ini tak diutarakan keluar, sambil
tertawa jawabnya. "Kedatangan kami orang-orang dari Kiu-im-kauw adalah
demi membantu usaha Hoa kongcu untuk mencari harta kalau
toh bukan Hoa kongcu yang memimpin usaha pencarian ini,
lebih baik kamipun mengundurkan diri dari pekerjaan besar
ini!" Selesai berkata, dia lantas putar badan dan menyingkir dari
tempat tersebut. Baik Tang Kwik-siu maupun Pek Siau-thian bukan manusiamanusia
bodoh, tentu saja merekapun tahu apa yang sedang
dipersiapkan Kiu-im Kaucu, namun sebagai jago yang
berpengalaman dalam dunia persilatan, mereka tak ingin
membongkar rahasia tersebut sebelum tiba waktunya, maka
sambil menahan diri, Tang Kwik-siu berpaling ke arah Jin Hian
seraya bertanya, "Bagaimanakah rencana saudara Jin serta
Thian Ik totiang?" Rupanya antara Jin Hian dan Thian Ik-cu telah terjalin
perse-kongkolan yang erat, ketika mendengar pertanyaan itu,
Jin Hian segera menjawab, Sudah lama kami dengar orang
berkata bahwa istana Kiu ci kiong didirikan pada wilayah
seluas puluhan li yang luar biasa lebarnya, kami tak sudi
tunduk kepada orang lain dan kami berdiri sendiri tanpa
mengikuti siapapun, kalau orang lain menggali pintu depan,
kami akan menggali pintu belakang, kalau orang lain masuk
dari kiri maka kami akan masuk lewat pintu kanan, pokoknya
aku tak sudi melewati pintu yang digali orang lain.
Tang Kwik-siu tersenyum setelah mendengar perkataan itu.
"Bagaimana andaikata kalian menggali sehingga
menyentuh nadi bumi yang dapat mengakibatkan gempa
bumi, tanah longsor, serta air bah?" tanyanya.
Tiba-tiba Pek Siau-thian menyela, "Saudara Tang kwik,
tanah dan hutan tiada pemiliknya, kita bisa menggali orang
lainpun berhak menggali, biarlah mereka bekerja sambil
mengadu nasib toh bukan manusia yang berkuasa melainkan
Thian lah yang punya kuasa"
Mula-mula Tang Kwik-siu agak tertegun tetapi setelah
menyaksikan hawa nafsu membunuh yang menyelimuti wajah
Pek Siau-thian ia lantas dapat memahami maksud hatinya,
sambil tertawa terbahak sahutnya, "Perkataan dari saudara
Pek memang tak salah, agaknya dalam urusan menggali harta
karun ini hanya kita berdua saja yang harus mengeluarkan
tenaga!" Pek Siau-thian tersenyum kepada Kiu-tok Sianci, ia
memberi hormat dan katanya, "Didalam urusan pencarian
harta karun ini biarlah aku bekerja sama dengan Kiu-tok
Sianci, tapi berhubung sian ci serta anak muridnya kaum
wanita semua maka tak perlu kalian turun tangan sendiri,
silahkan empat datuk dari bukit Huang-san saja yang tampil
kedepan untuk memberikan petunjuknya!"
"Empat datuk dari bukit Huang-san telah menyatakan
kesanggupannya untuk membantu usaha pencarian ini,
bahkan telah menyatakan pula bahwa mereka tidak berani
mengambil satu bendapun yang berada didalam istana Kiu ci
kiong!" "Harta karun yang berada dalam istana Kiu ci kiong tak
terhingga banyaknya, sekalipun kami kemaruk juga tak
mungkin bisa memiliki semua kalau toh empat datuk itu tak
mau mengambil benda apapun biar kita beri pahala lain
kepada mereka sebagai tanda mata."
Begitulah keputusanpun segera diambil dan sejak itu
Tiangsun Pou serta empat datuk dari bukit Huang-san
berkumpul jadi satu untuk mempelajari situasi letak dari istana
Kiu ci kiong dimasa lalu, kemudian meneliti pula keadaan
medan yang terbentang didepan mata saat ini.
Dalam pada itu, Tang Kwik-siu telah mempelajari pula
situasi dari air terjun di sebelah atas, dengan membawa anak
muridnya serta sebagaian anggota Sin-kie-pang mereka
berangkat keatas untuk membendung selokan dan
mengalihkan aliran air terjun ketempat lain.
Selain itu diapun mengutus orang untuk turun gunung dan
membeli alat perlengkapan serta bahan rangsum.
Hampir semua pekerja yang berkumpul diatas bukit Kiu ci
san adalah jago-jago persilatan berilmu tinggi, oleh karenanya
tenaga mereka sepuluh kali lipat lebih dahsyat dari orang
biasa, selain itu gerak-gerik merekapun jauh lebih gesit.
Dengan kelebihan itulah hasil kerja mereka sangat
mengejutkan sekali, ketika malam menjelang tiba, aliran air
terjun tersebut sudah terbendung, dengan begitu telaga
dengan airnya mulai surut dan akhirnya mengering.
Empat datuk dari bukit Huang-san dan Tiangsun Pou
bekerja lembur, mereka berkumpnl diam sebuah rumah kayu
sambil mempelajari terus situasi istana.
Hoa Thian-hong sendiri masih tetap melatih ilmunya diatas
bukit, beberapa kali Pek Kun-gie dan Giok Teng Hujin hendak
naik ke bukit untuk menengok si anak muda itu, tapi oleh
karena mengetahui kelihayan dari Kiu-tok Sianci, mereka tak
berani mendekat. Tengah malam, Chin Pek-cuan dengan membawa putranya
Chin Giok Linng telah tiba pula dari kota Keng ciu, menjelang
fajar secara beruntun tiba pula berpuluh-puluh orang penggali
harta dari pelbagai pelosok dunia persilatan, kebanyekan
mereka adalah jago-jago yang ada hubungannya dengan
harta karun diistana Kiu ci kiong.
Tapi setelah tiba disana, dan mereka saksikan hampir
semua jago kenamaan daru dunia persilatan baik dari
golongan putih maupun dari golongan hitam berkumpul
semua disitu, malahan ketua Siu ki pang dan kaucu dari Mokauw
berada pula disana, terpaksa mereka hanya berdiri
termangu dengan mata mendelong, siapapun tak berani turun
tangan secara gegabah. Sampai menjelang tengah hari, telah seratus orang lebih
jago jago tanpa kelompok yang tiba dibukit itu, diantara
mereka terdapat pula keturunan dari pukulan sakti Huan Teng
dan pedang satu huruf Kongsun Tong, tentu saja diantara
mereka terdapat pula jago-jago yang datang untuk mencari
keuntungan diair keruh, malahan Tio Ceng tang yang berasal
satu desa dengan Hoa Thian-hong membatalkan niat nya
untuk menerima penyerahan kembali perusahaan piau kioknya
dikota Cho ciu dan buru-buru berkunjung pula ke bukit itu
Keika senja menjelang tiba, secara kasar Tiangsun Pou
telah berhasil membuat sebuah peta medan yang meliputi
lingkaran sekitar tempat itu.
Para jago dari Seng sut pay dan Sin-kie-pang mulai bekerja
mengangkuti batu dan membereskan keadaan medan dari
semua halangan, meskipun mereka terdiri dari kawanan jago
lihay, toh keadaanya tetap mengenaskan sekali.
Sebelum permukaan tanah disebelah kiri sempat
dibersihkan, Jin Hian dan Thian Ik-cu telah memerintahkan
anak buahnya untuk mulai menggali tanah disebehah lain.
Jarak antara kedua belah pihak sangat luas, tempat yang
rombongan dari Jin Hian dan Thian Ik-cu gali adalah sebidang
tanah dalam radius lima puluh kaki dari tempat yang
dikerjakand Pek Siau-thian, selain itu tanah yang mereka
galipun diluar daerah yang merupakan bekas selokan yang
dibendung pihak Sin-kie-pang.
Karenanya sepintas lalu orang akan mengatakan bahwa
pekerjaan mereka bebas, sedikitpun tadik menarik keuntungan
dari pihak lain, malahan boleh dibilang bagaikan air sungai tak
melanggar air sumur. Ketika malam menjelang tiba, mereka berhati-hati menggali
tanah selebar dua kaki dengan dalam lima depa.
Berdiri di tempat kejauhan, Pek Siau-thian mengamati
pekerjaan yang dilakukan orang-orang itu, kemudian dia
berpaling ke arah Tang Kwik-siu dan tanyanya sambil tertawa,
"Saudara Tang kwik, coba lihatlah liang besar itu, apakah
terasa terlalu kecil kalau dibuat untuk mengubur kurang lebih
tujuh puluh orang?" Dengan wajah serius Tang kwik Sio mengamati sekejap
tempat itu, kemudian sahutnya, "Aku rasa rada terlalu kecil,
kalau mereka mereka dibiarkan menggali satu hari lagi,
tentunya sudah cukup!"
"Kalau memang begitu, biarlah mereka menggali sehari
lagi!" kata Pek Siau-thian kemudian sambil mengangguk.
Selama dua orang tokoh silat itu melakukan perundingan,
Jin Hian maupun Thian Ik-cu sama sekali tak merasa kalau
ada orang yang sedang mengincar nyawa mereka apalagi para
jago yang datang tanpa kelompok semakin tak tahu akan
kejadian ini, malahan mereka telah bersatu untuk
merundingkan cara lain yang dirasakan dapat pula
mendatangkan hasil yang memuaskan.
oooOooo 87 SAMPAI keesokan harinya, ketika rombongan dari Pek Siauthian
mulai menggali tanah, para jago yang tidak berkelompok


Tiga Maha Besar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

juga mulai bekerja sama dan melakukan penggalian kurang
lebih empat lima puluh kaki jauhnya dari liang kecil yeng
dibuat rombongan Jin Hian.
Terhadap perbuatan orang-orang itu, baik Pek Siau-thian
maupun Tang Kwik-siu pura-pura tidak melihat, merekapun
tidak melarang o rang-orang itu untuk bekerja.
Suatu hari, diatas bukit tiba-tiba bermunculan tenda dan
rumah gubuk yang dibuat berjualan oleh rakyat disekitar bukit
itu, ada yang menjual teh, menjual arak, menjual barang
kebutuhan sehari-hari, menjual penggali tanah malahan ada
seorang nyonya setengah tua dengan membawa seorang dara
berusia lima enam belas tahanan menjual nyanyi di sana,
suasana jadi saut ramai sekali.
Malam ini adalah malam yang keempat, Hoa Thian-hong
belum juga turun dari puncak bukit, meskipun kebanyakan
orang tahu bahwa empat lima hari tidak tidur bukan suatu
pekerjaan yang luat biasa bagi seseorang yang telah memiliki
tenaga dalam amat sempurna, namun mereka kuatir apabila
pemuda itu menggunakan tenaga yang berlebihan dalam
pikiran maupun latihannya sehingga mengalami jalan api
menuju nereka Maka keesokan harinya pagi-pagi sekali, Kiu-tok Sianci
serta Ciu Thian-hau beberapa orang secara bergilir naik
kebukit dan duduk disamping Hoa Thian-hong sembari
berjaga-jaga atas segala kemung-kinan yang tidak diinginkan.
Malam itu sudah tanggal dua puluh, rembulan yang sudah
agak lonjong mulai mencorong ditengah awang, ketika
kentongan ke empat hampir tiba, mendadak Pek Siau-thian
serta anak buahnya meninggalkan tempat tidur dan serentak
bermunculan dari rumah rumah kayu.
Malam itu Pek Kun-gie tak dapat tidur, ia sedang berdiri
dibalik jendela sambil memandang Hoa Thian-hong yang
berada diatas puncak dengan termangu-mangu, maka
menyaksikan kejadian tersebut cepat ia memburu keluar
rumah dari sambil menarik ujung baju Pek Siau-thian
teriaknya dengan kaget, "Ayah!"
Kho Hong-bwee pun sudah berkelebat keluar dari rumah, ia
langsung menegur "Sau hat apa yang hendak kau lakukan?"
Pek Siau-thian rada menaruh rasa was-was dan jeri
terhadap istrinya ini, mendengar teguran tersebut sambil
tersenyum ia lantas menjawab, "Jin loji serta Ik cu masih
mendendam kepada kita lantaran kekalahan yang dialaminya
ketika ada dilembah Cu-bu-kok, sekarang mereka berencana
untuk menimbulkan tanah longsor dan hendak membasmi kita
semua dari muka bumi, oleh karena itu sebelum mereka
bertindak kita musti berusaha mendahului dan mencegah
perbuatannya itu. Sesudah berhenti sebentar ia melanjutkan .
"Kau toh mengetahui sendiri bahwa mereka adalah
manusia-manusia yang paling kejam dan bengis dikolong
langit dewasa ini, perbuatan jahat yang dilakukan selama ini
jaun lebih banyak daripadaku, aku kuatir menambah
keresahan serta kemurungan hatimu, maka keputusan untuk
bertindak sendiri tanpa berunding lebih dahulu dengan dirimu"
Setelah mengetahui bahwa kejadian itu sama sekali tak ada
hubungannya dengan Hoa Thian-hong, legalah perasaan hati
Pek Kun-gie, cepat ia melepaskan cekalannya pada ujung baju
ayahnya. Sementara Ko Hong bwe sendiri dengan dahi berkerut
segera menegur, "Sebagai umat manusia sayangilah
sesamanya dengan penuh cinta kasih, apa gunanya
melakukan dosa dengan membunuh orang" Bagai-manapun
juga engkau harus memikirkan pula bagi keturunanmu,
janganlah oleh karena perbuatanmu, anakmu yang harus
merasakan hukum karmanya!
Pek Siau-thian tersenyum.
"Aku bersusah payah memeras keringat dan tenaga
berusaha untuk menemukan harta karun itu, kalau bukan
disebabkan karena kau dan ke dua anakku, memangnya aku
suka mencari peti mati buat diri sendiri!"
Ia menuding kedepan dan melanjutkan, "Coba lihat! orangorang
dari pihak Seng sut pay telah bergerak, hal ini
menunjukkan bahwa persoalan ini menyangkut keselamatan
Lencana Pembunuh Naga 6 Kehidupan Para Pendekar Karya Nein Arimasen Pedang Keadilan 4
^