Pencarian

Tiga Maha Besar 19

Tiga Maha Besar Karya Khu Lung Bagian 19


hua ca ki tersebut kepada Tiangsun Pou, kemudian dari sana
untuk mencari Huang-san su lo.
Setelah bertemu muka, pemuda itu menghela napas
panjang, katanya dengan lirih, "Aaai.... sungguh menyesal aku
tak dapat melindungi keselamatan kalian berempat entah
bagaimanakah caranya cianpwe berempat melarikan diri dari
bencana tersebut?" Po-yang Lojin tertawa berbahak bahak, sahutnya,
"Haahhh.... haaahah.... haaaah.... pada waktu itu suasana
dalam liang galian gelap gulita, dimana tangan kami
menyentuh, di situ hanya lautan manusia yang berjejal jejal,
kemanapun kami coba berlalu semua jalan tersumbat dan tak
tembus, akhirnya kami empat orang tua malahan tertinggal
paling buncit, untunglah Jin tongkeh dan Thian Ik totiang
datang membantu, kalau tidak begitu haaahah.... haaaah
terpaksa kami hanya bisa duduk sambil menunggu tibanya
saat kematian!" Liu lojin ikut berbicara, katanya, "Hoa kongcu, bila
dikemudian hari barang pusaka itu berhasil ditemukan semua,
maka bagian kami telah kami putuskan untuk di berikan untuk
Jin tongkeh serta Thian Ik totiang!"
"Aaah....! Kami menolong orang hanya berdasarkan
desakan suara hati, janganlah kalian mencampur baurkan
dengan soal harta karun!" cepat-cepat Thian Ik-cu menampik.
Hoa Thian-hong segera berkata, "Totiang, Jin tongkeh!
Tindakan kalian menolong orang dikala orang sedang
menghadapi mara bahaya merupakan suatu tindakan yang
terpuji, kami semua mengucapkan terima kasih atas
pertolongan tersebut, seandainya dikemudian hari barangbarang
pusaka itu benar benar berhasil ditemukan, sudah
sepantasnya kalau kami harus memberi suatu balas jasa yang
setimpal bagi kalian."
Kemudian sambil berpaling kepada Kho Hong-bwee,
tanyanya, "Bibi, apakah ada saudara-saudara dari
perkumpulan Sin-kie-pang yang mengalami musibah?"
"Tang Kwik-siu telah menyebarkan sekawanan makhluk
beracun yang dipeliharanya dipermukaan liang galian itu,
belasan orang anggota perkumpulan kami yang kena digigit
makhluk itu hingga keracunan, aku libat belasan orang dari
Kiu-im-kauw juga mengalami nasib yang sama!"
Hoa Thian-hong sangat menguatirkan keselamatan jiwa
orang-orang itu, cepat ia pergi mencari istrinya untuk memberi
pertolongan. Chin Wan-hong datang mendekat, serunya dengan lantang,
"Harap bibi dan kaucu suka memerintahkan setiap orang yang
keracunan agar supaya datang ketempat boanpwe sini"
Habis berkata ia putar badan dan kembali kebaraknya.
Kho Hong-bwee dan Kiu-im Kaucu tidak tingkat sungkansungkan
lagi, dia lantas memerintahkan anak buahnya untuk
menggotong mereka yang keracunan hebat guna peroleh
pengobatan dari Chin Wan-hong.
Perlu diterangkan, malam itu giliran kerja dari orang-orang
Thong-thian-kauw, Hong im bwe serta kawanan jago tanpa
kelompok, sewaktu berita tentang ditemukannya istana Kiu ci
kiong tersiar keluar, orang-orang dari Sin-kie-pang serta Kiuim-
kauw segera berdatangan kesitu dan berdesakan dilapisan
paling atas dari liang tersebut.
Oleh sebab itu makhluk beracun yang disebarkan Tang
Kwik-siu hanya melukai orang-orang dari kedua golongan itu
belaka. Sebaliknya korban yang mati terpijak lebih banyak berasal
dari jago-jago tanpa kelompok, mereka merupakan kelompok
terlemah dengan ilmu silat paling cetek, apalagi sedang giliran
kerja di dasar liang penggalian, maka sewaktu air bah
melanda tiba, orang-orang Hong-im-hwie dan Thong-thiankauw
serentak melarikan diri mendahului mereka, bahkan ada
pula yang ditumpuk, di terjang temannya, tidaklah heran kalau
banyak diantara mereka mati terpijak ataupun tergulung oleh
air bah. Sementara itu Hoa Thian-hong sudah memeriksa keadaan
diseke-liling tempat itu, tatkala dilihatnya Bong Pay beserta
kakak beradik dari keluarga Pek berada dalam keadaan sehat
wal afiat, diapun mohon pamit kepada Kho Hong-bwee serta
kembali ke dalam rombongannya, tapi sesaat melewati
rombongan dari Kiu-im-kauw, tak tahan dia mampir disana.
Giok Teng Hujin masih mengenakan kain kerudung hitam
untuk menu tupi raut wajahnya, ketika melihat kekasih hatinya
menghampiri, dia tertawa rendah, serunya menegur, "Berkat
perlindungan Thian yang maha kuasa, sungguh beruntung aku
tak sampai mati konyol!"
Hoa Thian-hong tersenyum, ketika melihat Soat ji yang
berada dalam pelukan Pui Che-giok mendesis lirih, dia maju
dan membelainya dengan penuh kasih sayang, kemudian baru
menuju ke rombongan dari Kiu-tok Sianci, jago racun dari
wilayah Biau. Melihat kedatangan pemuda itu, Lan-hoa Siancu segera
acungkan jempolnya, ia berkata sambil tertawa, "Siau long,
hari ini engkau betul-betul menunjukkan kelihayan, bila lain
waktu ada kesempatan, aku pasti akan mengajak kau untuk
berduel adu kepandaian!"
Hoa Thian-hong tersenyum, sorot matanya perlahan-lahan
menyapu sekejap rombongan itu sementara mulutnya
berkemak-kemik menghitung jumlah orangnya.
Melihat perbuatan si anak muda itu, Ci-wi Siancu tertawa
dan berkata. "Kau tak usah menghitung lagi, berikut suhu jumlahnya
adalah tiga belas orang tak bakal keliru!"
Kiu-tok Sianci ikut berkata sambil tertawa.
"Keadaan pada waktu itu sungguh kalut, ketika engkau
berteriak dari atas, suasana didasar liang itu seketika jadi
gelap gulita, semua jalan lewat jadi buntu, dalam keadan
begitu kamipun sama-sama berpegangan tangan antara satu
dan lainnya, aku menarik tangan Lan hoa tanpa ambil pusing
lagi keadaan disana sambil menyeret mereka, kami semua
kabur melewati batok kepala orang banyak"
Murid yang kesembilan Bong Tin tin berkata pula sambil
tertawa, "Yaa, waktu itu memang gawat keadaannya,
siapapun jadi gugup dan gelagapan, ada seorang tosu bau
bahkan memeluk pinggangku kencang kencang dalam
paniknya, aku lancarkan satu tinju keras keatas kepala tosu
bau itu, mungkin batok kepalanya sudah kuhantam sampai
remuk jadinya. Mendengar penuturan tersebut, Hoa Thian-hong hanya bisa
meringis sambil tertawa getir, betapa tidak, dari rombongan
jago yang datang dari wilayah Biau ini. kecuali Chin Wan-hong
seorang boleh dibilang yang lain bertindak tanpa memandang
bulu, mereka tidak ambil perduli apakah perbuatannya itu baik
atau buruk, yang diutamakan adalah melindungi orang-orang
goloagannya sendiri. Sekalipun sepanjang sejarah, mereka tak pernah
melakukan perbuatan yang kelewat jahat, tapi kalau
dibandingkan dengan cara kerja kaum pendekar dari daratan
Tionggoan, maka perbuatan serta tindak laku mereka tak bisa
dianggap benar. Kendatipnn begitu, Kiu-tok Sianci amat menyayangi Hoa
Thian-hong, kasih sayangnya pada pemuda itu melebihi kasih
sayangnya antara seorang ibu terhadap anaknya, dengan
kawaaan muridnya pemuda itupun mempunyai hubungan
yang lebih akrab dari pada saudara kandung sendiri, sebab
itulah Hoa Thian-hong tak berani mengatakan apa-apa
terhadap mereka. Kebetulan pada waktu itu lewat seorang anggota dari
perkumpulan Sin kie pang, dia adalah seorang kakek berjubah
hijau, sambil goyangkan tangannya menuding kesana kemari,
terdengar dia berkata kepada rekannya yang ada disisinya,
"Hmm.... hmmmm.... untung ji siocia kita cukup cekatan dan
cerdik, dalam peristiwa ini dan ia berhasil mengetahui rencana
busuk dari Tang Kwik-siu, kalau terlambat sedetik lagi, entah
berapa banyak orang lain yang bakal tewas didalam liang itu,
bahkan mungkin saja jago-jago yang mengatakan dirinya
lihaypun ikut terkubur untuk selamanya dalam liang yang tiada
terkira dalamnya itu. Terdengar rekannya segara menanggapi pula, "Ji siocia kita
itu memang luar biasa sekali, andaikata tak ada dia, mungkin
kitab Thian hua ca ki itupun tak diketahui kemana lenyapnya!"
"Hmm! ca ki apaan lagi...." orang ketiga menyela, "mungkin
kendatipun harta karun yang ada disini sudah diboyong pulang
ke wilayah Ceng hay pun, kita semua masih tidur mendengkur
disini" Kakek berjubah hijau yang bicara paling dulu itu segera
berkata lagi, "Tentu saja begitu. Hmm! Hmm! Tang Kwik-siu
itu manusia apa" Rahasia pencarian harta karun itu telah dibeli
oleh Ji siocia kita dengan pertaruhan nyawa!"
Murid kedua belas dari Kiu-tok Sianci bernama Lan cui,
usianya cuma setahun lebih tua daripada Chin Wan-hong, dia
adalah seorang gadis suku Biau yang masih polos dan bersifat
kekanak-kanakan, mendengar beberapa orang itu memujimuji
kebaikan dan jasa Pek Kun-gie, hatinya jadi mangkel
karena tak bisa mengolok-olok, maka sambil memandang
bayangan punggung beberapa orang itu, ia lantas meludah
keras-keras ke atas tanah.
Dalam sekejap mata, suara meludah berkumandang saling
menyusul, kecuali Kiu-tok Sianci serta Biau-nia Sam-sian,
sembilan orang suku Biau lainnya ikut meludah keatas tanah.
Tiba-tiba Lan-hoa Siancu berkata dengan jengkel, "Siau
long, kalau engkau berani berbicara lagi dengan Pek Kun-gie
walau hanya sepatah katapun, aku akan menghukum kau
untuk berlutut dihadapan orang banyak. Ketahuilau apa yang
kukatakan dapat kulaksanakan, aku tak akan ambil peduli
engkau sudah dewasa atau belum!"
Tertegun Hoa Thian-hong setelah mendengar perkataan itu
tapi dengan cepat dia anggukan kepalanya berulang kali.
"Siaute akan mengingat selalu peringatan dari enci hoa!"
katanya. "Melirik sekejap kepadanya pun tak boleh tahu?" hardik Lan
cui pula dengan lantang. Dengan muka pucat pias seperti mayat Hoa Thian-hong
menganguk. "Siaute akan mengingat selalu perkataan dari enci Cui!"
kembali dia menyahut. Haruslah diketahui hubungan batin antara manusia dengan
manusia lain memang aneh sekali.
Sebagaimana telah diketahui, sewaktu Hoa Thian-hong
telah makan Teratai racun empedu api sehingga jiwanya
terancam, mereka inilah yang telah merenggut kembali
jiwanya dari alam baka. Waktu itu Lan cui bertugas untuk mengurusi makanan dan
minuman Hoa Thian-hong selain itu membantu pula Chin
Wan-hong untuk mengurusi soal membersihkan badan si anak
muda itu selama banyak bulan, pekerjaan yang amat rendah
dan kasar itu dilakukan olehnya dengan seksama dan senang
hati, boleh dibilang budi kebaikan sebesar ini tak bisa dibayar
dengan apapun jua. Sekalipun Hoa Thian-hong berhasil merampas semua harta
karun yang ada dalam istana Kiu ci kiong ini dan seluruhnya
diserahkan kepadanya, belum tentu budi sebesar itu dapat
terlunasi apalagi mereka anggap pemuda itu sebagai saudara
sendiri dan Hoa Thian-hong pun menganggap mereka sebagai
kakak sendiri, lama kelamaan hubungan batin mereka boleh
dibilang sudah erat sekali.
Siapapun tak akan menyesal untuk saling menyayang dan
Hoa Thian-hong yang merasa berhutang budi, tentu saja
harus tunduk kepada mereka, kalau tidak maka kendatipun
dari pihak Kiu-tok Sianci tak bisa berbuat apa-apa tapi sertamerta
Hoa Thian-hong akan dianggap sebagai seorang
manusia munafik, seorang manusia yang tak tahu budi....
Sepanjang anak muridnya berbicara, Kiu-tok Sianci sendiri
membungkam dalam seribu bahasa, tanpa sadar pikirannya
terbayang kembali kejadian pada malam tadi, sewaktu ada
dalam liang penggalian dan ia melotot gusar kepada Pek Kungie,
waktu itu bukan saja kegusarannya tak terlampiaskan,
malahan ia sendiri yang rugi.
Ia tahu Pek tok keng, kitab pusaka perguruannya masih
tersimpan dalam istana Kiu ci kiOng, bagai manapun juga
kitab tersebut harus dimilikinya kembali, tapi dipikir kembali
kesemuanya itu toh berkat bantuan dari Pek Kun-gie, ia
sebagai seorang ketua suatu perguruan yang berjiwa angkuh
merasa amat tak gembira dengan kejadian ini, sebab ia tak
sudi dibantu orang lalu apalagi orang yang membantunya
adalah orang yang paling tak disukai.
Hoa Thian-hong sendiripun tahu bahwa kawanan kakakkakak
perempuannya ini adalah manusia yang tak bisa diajak
berbicara, mereka tak mungkin bisa diajak untuk berbicara
secara cengli, maka timbullah niatnya untuk cepat-cepat
menyingkir saja dari sana.
Tiba-tiba dilihatnya Kiu-tok Sianci menunjukkan wajah
murung dan kesepian, dia cepat tertawa paksa seraya berkata,
"Kian nio, enci Hong sedang mengobati luka-luka yang diderita
sebagian jago, apakah engkau tak mempunyai kegembiraan
untuk memberi petunjuk kepadanya?"
Menyinggung tentang muridnya yang terkecil semangat
Kiu-tok Sianci berkobar kembali, sahutnya dengan cepat,
"Betul! Mari kita bersama-sama menengok Hong ji, jangan
biarkan dia kurang mahir sehingga merusak nama baikku!"
"Betul, hayo kita kesana dan membantu adik Hong", Lao
hoa siancu segera memberi tanggapannya, habis berkata
tanpa menunggu rekan rekannya ia kabur lebih dulu.
Orang-orang suku Biau memang paling simpatik dan
hangat, dalam waktu singkat dari gusar mereka jadi gembira,
terentak berbondong bondong meninggalkan tempat itu, soal
yang baru terpikirpun seketika lenyap dari benaknya.
Tiga puluh orang lebih jago-jago persilatan yang keracunan
ber-kumpul dalam sebuah rumah kayu, waktu itu Chin Wanhong
sedang mengobati luka-luka keracunan mereka dengan
tusukan jarum emas. Tapi oleh karena makhluk beracun yang dipelihara Tang
Kwik-siu mencapai puluhan jenis dan lagi semuanya termasuk
jenis-jenis aneh yang langka didunia ini, untuk pengobatanpun
mengalami banyak kesulitan, Chin Wan-hong yang harus


Tiga Maha Besar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bekerja seorang diri, dibuat kerepotan setengah mati.
Memunahkan racun dengan tusukan jarum emas
merupakan sejenis ilmu khusus yang memerlukan
pengetahuan serta pelajaran yang sangat mendalam, diantata
sekian banyak murid Ki tok sian ci, hanya empat orang yang
betul-betul menguasai kepandaian tersebut, diantaranya
hanya Lan-hoa Siancu dan Li hoa siaccu yang sudah mencapai
kesempurnaan. Sebaliknya murid-murid seperti Beng Tin tin dan Lan cui
sekalian mereka lebih terterik untuk mempelajari
menggunakan racun untuk melawan racun, sedang soal ilmu
mengobati orang yang keracunan boleh dibilang selisih jauh
sekali bila dibandingkan dengan siau sumoay mereka ini.
Tatkala Kiu-tok Sianci tiba dalam rumah kayu itu, pertamatama
dia mengawasi dahulu pekerjaan dari Lan-hoa Siancu
serta Li-hoa Siancu, dia kuatir kalau muridnya berbuat salah
sehingga menimbulkan korban yang tak diinginkan.
Ketika itu Lan-hoa Siancu sedang menusuk jalan darah
Hong bu hiat ditubuh seseorang yang tak sadarkan diri,
sewaktu melihat gurunya datang, sambil tertawa segera
katanya, "Orang ini dipagut oleh seekor laba-laba bermata
tiga, Hong ji telah mengobati seseorang dan sudah ada
pengalaman, suhu! Kau tak usah kuatir kalau aku sampai
salah tangan" Kiu-tok Sianci pun mengawasi muridnya yang kedua yaitu
Li hoa ciancu, ia lihat muridnya ini sedang mengobati
seseorang yang dilukai oleh kelabang langit, kecuali mulut
lukanya merah mem-bengkak, tak ada gejala lain yang
tampak. Chin Wan-hong pernah mengobati racun keji yang
bersarang di tubuh Liu cu cing akibat dipagut kelabang langit,
dan ia memberikan keterangan yang mendetail kepada Li-hoa
Siancu, tak heran kalau kakak seperguruannya ini bisa
memberikan pengobatan dengan gampang.
Perlu diterangkan sebelum seseorang memberikan
pertolongannya untuk mengobati luka racun dengan tusukan
jarum maka terlebih dahulu orang itu harus memahami sifat
dari racun yang mengeram ditubu si-penderita kemudian baru
menggunakan jarum emas untuk menembusi urat urat nadi
penting dan memunahkan sari racun tersebut dengan tusukan
jarum. Tapi ada bahayanya pula pengobatan dengan cara ini,
bilamana sifat racun yang di duganya ternyata keliru atau
tusukan jarum itu tidak tepat pada sasarannya, bukannya
sembuh, orang yang keracunan itu malahan akan semakin
cepat menemui ajalnya, sebab hawa racun itu justru
melambung lebih keatas lagi hingga menyerang jantung.
Dalam pada itu Chin Wan-hong sedang memeriksa sifat
racun yang mengeram ditubuh seorang korban sedangkan Ciwi
Siancu sekalian mengerubuti disekelilingnya, Kiu-tok Sianci
berjalan mondar-mandir sambil bergendong tangan, diamdiam
dia mengawasi muridnya yang terkecil ini menjalankan
praktek. Mendadak dari pintu luar berkumandang suara gaduh
menyusul Dewa yang suka pelancongan, Cu Thong dengan
membopong seseorang melangkah masuk dengan langkah
lebar. Dibelakang jago tua itu menyusul Ko Thay murid atas nama
dari Ciu It Bong, dengan membawa bungkusan panjang
disampingnya berjalan seorang kakek tua bemuka hitam, Bong
pay berjalan dipaling belakang sendiri.
Buru-buru Hoa Thian-hong menyambut manusia ada dalam
bopongan Cu Thong itu tegurnya, "Locianpwe apa sebenarnya
yang telah terjadi?"
Sambil menuding orang yang jatuh tak sadarkan diri itu,
Dewa yang pelancongan Cu Thong menjawab, "Orang ini
bernama Cing Cu gan, seorang ahli tanah dan paling suka
menggunakan bahan peledak, sudah tiga puluh tahun lamanya
dia tak pernah melakukan perjalanan dalam dunia persilatan,
ketika kulihat Tang Kwik-siu datang kemari untuk mencari
harta maka sengaja kuajak dia datang ke sini untuk diaduken
langsung dengan Tang kwik tua bangka itu, siapa tahu ketika
kami naik gunung kebetulan sekali kami jumpai Kok See-piauw
bajingan cilik itu sedang menghancurkan berdungan"
Setelah berhenti sebentar, tambahnya lebih jauh dengan
gelisah, "Cerita selanjutnya nanti saja dibicarakon kembali,
tatkala Ciang lote ini beradu satu pukulan dengan Kok Seepiauw
bajingan cilik itu, sungguh tak nyana sepasang telapak
tangan bajingan cilik itu penuh dengan racun. Sian ci!
Cepatlah turus tangan memberi ban tuan, selamatkan dulu
selembar jiwa tuanya. Cepat-cepat Chin Wan-hong mempersiapkan jarum
emasnya untuk melakukan pertolongan.
Kiu-tok Sianci yang berada disisinya lantas tersenyum, ia
berkata, "Anak Hong, engkau saja yang turun tangan, akan
kuawasi pekerjaaamu ini dan samping!"
Chin Wan-hong tak banyak bicara lagi, secepat kilat dia
menusukkan lima batang jarum emas sepanjang tujuh inci itu
keseku jur dada Ciang cu gan, maksudnya untuk melindungi
detak jantung dari jago tersebut, menyusul kemudian ia tusuk
pula sepasang ibu jari tangan orang itu dengan dua batang
jarum emas. Kiu-tok Sianci rupanya tahu kecemasan orang, ia tertawa
dan berkata sambil menghibur, "Saudara Cu, kau tak kuatir,
selama aku dan murid murid ku masih berada disini tak
mungkin ada orang yang bakal mati karena keracunan, hayo
lanjutkan ceritamu!"
Dewa yang suka pelacongann Cu Thong menghembuskan
napas panjang, kemudian katanya, "Aaaai! Sayang sekali
kedatangan kami terlambat satu langkah, waktu itu bajingan
cilik she Kok itu sudah berhasil menghancurkan sebagian dari
bendungan air itu. Aku dan Ciang lotau segera maju untuk
menghadang serta berusaha untuk menghalangi niatnya,
bajingan Kok See-piauw cukup licik, rupanya dia tahu bahwa
kekuatannya tak mungkin bisa menandingi kepandaian kami
berdua, ia lantas kabur terbirit-birit ke arah Ciang lotau
hendak memerseni sebiji telur kepadanya"
"Telur apa itu" Telur ayam, itik?" sela Ci-wi Siancu tiba-tiba.
"Bukan telur ayam, telur itu bersama Pek lek san, peluru
guntur yang punya daya ledakan maha dahsyat. Tetapi oleh
karena bendungan itu sudah bocor, kami buru-buru harus
membendungnya kembali, terpaksa bajingan Kok See-piauw
itu kami biarkan kabur dari sana.... aai.... sayang sungguh
sayang, air bah yang tersimpan banyak dan tekanannya
terlampau dahsyat, akhirnya toh kami gagal juga untuk
membendungnya.... Bagaimana keadaan disini, apakah banyak
korban yang jatuh?" Dengan wajah menyesal Hoa Thian-hong mengangguk.
"Sampai kini kami semua masih terlelap dalam tidur,
mimpipun tak pernah menyangka kalau jiwa kami sebetulnya
nyaris akan melayang tersapu oleh air bah tersebut, aaii.
Seandainya locianpwee tidak tiba tepat pada waktunya, Kok
See-piauw bajingan terkutuk itu pasti telah berhasil
menghancurkan semua bendungan tersebut, waktu itu air bah
yang menyapu wilayah sekitar tempat ini pasti sepuluh kali
lipat lebih dahsyat apa yang telah dialami selama ini,
andaikata sampai terjadi keadaan seperti itu entah bagai mana
akibatnya!" Jilid 33 : Kursi kebesaran buat keluarga Hoa (Tamat)
MAKLUMLAH, kalian memang kurang bisa memahami
betapa busuknya hati Teng kwik Siu dan komplotannya!
ujar Cu Thong, "sejak menjumpai bendungan air itu,
Ciang lotau sudah menyadari bahwa ada orang sedang
mempersiapkan siasat air bah menyapu enam pasukan
berkuda, sejak datang kesini pada hakekatnya Tang
Kwik-siu telah mempunyai maksud jahat, tentu saja
kalian semua tak akan mampu untuk menebak siasat
busuknya yang amat dirahasiakannya itu"
Setelah berhenti sebentar, dia melanjutkan lagi,
"Bagaimana nasib bangsat tua itu" Apakah sadah kalian
usir untuk pulang ke akherat?"
"Apanya yang di usir pulang keakherat" bangsat tua itu
sudah dilepaskan hidup-hidup!" sahut Ci-wi Siancu
dengan gusar. Mendengar perkataan itu, Dewa yang suka pelancongan
Cu Thong segera tertawa terbahak-bahak
"Haaahh.... haahh.... haaahh dilepaskan memang jauh
lebih baik daripada dibunuh, anggap saja kita sudah
membeli kura-kura busuk dari pasar, karena kura-kura
itu cuma beraninya sembunyi melulu maka kita buang
kembali ke lain toh tak ada rugiuya bukan" Baiklah tak
usah kita bicarakbn soal ini, coba kau lihat seluruh bukit
ini sudah dipenuhi oleh bapaknya bajingan, anaknya
bajingan, dan cucunya bajingan, bagaimana caramu
untuk menggali harta karun itu?"
Buru-buru Hoa Thian-hong menjawab dengan wajah
serius, "Locianpwe, dewasa ini kita harus membuang
jauh-jauh semua kerugian kita di masa lampau, pada
saat inilah segenap kekuatan yang ada dalam dunia
persilatan harus bersatu padu dan bekerja sama untuk
menyelesaikan pekerjaan maha besar ini. Kemarin malam
istana Bin yu tiau dari Kiu ci kiong sudah tergali keluar
tapi kini penemuan tersebut telah tenggelam oleh air bah
yang maha dahsyat, boanpwe ada maksud untuk
menunda pekerjaan ini dan berunding lebih dulu dengan
pemimpin dari pelbagai pihak, setelah itu membendung
kembali aliran air dan menghisap air bah yang
menggenangi liang galian ini, sebab hanya dengan
berbuat begitulah pekerjaan besar ini baru bisa
dilanjutkan kembali."
Tertegun Dewa yang suka pelancongan Cu Thong setelah
mendengar perkataan itu, lama sekali ia baru bisa
berkata, "Apa" Jadi setelah lolos dari terkaman air bah,
kau masih punya keberanian untuk bekerja sama lagi
dengan kawanan manusia telur busuk itu?"
Hoa Thian-hong kualir perkataannya yang amat pedas
dan tak sedap didengar ini akan menyinggung perasaan
halus orang lain, buru-buru menjawab.
"Locianpwe, sebusuk-busuknya seorang manusia, aku
yakin dia masih mempunyai hati yang baik dan liangsim
yang mulia, bila kita bersikap luhur dan percaya kepada
orang lain, lama kelamaan orang itupun da pat
menyelami pula perasaan tulus kita!"
Ia menunjuk ke arah Bong Pay, lalu sambil sambil
lanjutnya lebih jauh, "Sekarang toako sudah menjadi
menantu kesayangan dari Sin-kie-pangcu, itu berarti
orang-orang seperkumpulan sudah merupakan saudara
pula dengannya, masa kita harus menganggap asing diri
mereka pula?" Dewa yang suka pelancongan Cu Thong melototkan
sepasang matanya bulat-bulat, mendadak ia berpaling ke
arah Bong Pay, rupanya orang tua ini ingin menyelami
sikap pemuda itu. Buru-buru Bong Pay bungkukan badan memberi hormat,
katanya dengan suara lirih, "Wan-hong mengatakan
bahwa ini merupakan perintah dari supe, Pay ji tak
berani membangkang perintah dari kau orang tua
maka.... maka Pay ji telah...."
"Aduh, bagus.... bagus.... tata kesopananpun rupanya
sudah kau kuasahi, nada perkataan pun lebih luwes dan
sedap didengar, coba katakan, semuanya ini adalah hasil
pelajaran dari Pek loji ataukah ajaran dari nona Soh-gie
binimu itu?" teriak Cu Thong.
Merah padam selembar wajah Bong Pay karena jengah,
cepat-cepat dia memberi hormat lagi seraya menjawab,
"Apabila Pay ji mendapat sedikit kemajuan dalam segala
bidang maka semuanya ini adalah hasil dari jasa supek
sendiri!" Sekali lagi Dewa yang suka pelancongan Cu Thong
tertegun, akhirnya ia merasa bahwa tidak pantas untuk
bicara sembarangan lagi, sesudah termangu-mangu
beberapa saat lamanya, dengan suara agak gemetar dia
berkata lagi, "Baik! Engkaupun sudah pantas menjadi
manusia, Pek Siau-thian memang tidak melantur
matanya, ia maui kau sebagai menantlunya ini
menandakan kalau pandangan matanya memang cukup
tajam. Aku menghormati keagungan Pek hujin dan
menganggap nona Soh-gie adalah seorang dara yang
saleh dan dapat merawat serta memperhatikan engkau
sepanjang hidup, karena itu aku beranikan diri untuk
memesan kepada Wan hong untuk menjadi mak
comblang dalam perkawinan ini, Dan sekarang
perkawinan sudah terlaksana maka semuanya
tergantung pada dirimu sendiri, kalau engkau tak dapat
menjadi seorang enghiong hohan yang akan meneruskan
warisan dari Pek Siau-thian maka hal ini akan merupakan
penyesalan bagi Pek loji, sebaliknya kalau engkau tak
bisa menjadi seorang kuncu, seorang lelaki sejati yarg
akan menyemarakkan nama besar perguruanmu, maka
inilah dosa serta kesalahan dari aku yang menja-di
supekmu, aku dan gurumu sudah saha bat sehidup
semati, maka sampai waktunya aku hanya bisa
menggorok leher sendiri untuk menebus dosa pada
gurumu. Sebaliknya hidup diantara manusia persilatan
yang kasar dan tak beraturan tapi tak hilang sifat gagah
dan jiwa pendekarnya, itulah perbuatan yang teramat
sukar, semoga engkau dapat menguasainya!"
Air mata jatuh bercucuran membasahi wajah Bong Pay,
dengan penuh rasa hormat dia memberi hormat kepada
orang tua itu, katanya, "Apa bila Pay ji tak dapat
memenuhi apa yang supek harapkan tak usah supek
memberi teguran, Pay ji dapat menyelesaikan
kehidupanku sendiri untuk menebus dosa-dosaku kepada
mendiang guruku!" Dewa yang suka pelancongan Cu Thong merasa terbaru
sekali setelah mendengar perkataan itu sampai-sampai
sekujur badannya ikut gemetar keras, katanya kemudian,
"Bagus, bagus, bagus sekali, pulanglah dahulu, demi
engkau aku Cu Thong rela untuk tundukkan kepala
kepada Pek Siau-thian, pulang dan berilah kabar lebih


Tiga Maha Besar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dulu kepadanya, katakan sebentar lagi aku akan datang
menyambanginya" "Baik!" sahut Bong Pay dengan penuh perasaan hormat.
Selesai menjura, ia mengundurkan diri dari ruangan itu
dan berlalu dari sana. Pepatah kuno pernah mengatakan: Jika seorang kuncu
mempunyai kedudukan yang tinggi maka serta-merta
akan muncullah suatu kewibawaan yang besar pada
dirinya. Ini berarti pula bila orang itu dahulunya hanya seorang
manusia biasa saja, tapi ketika suatu ketika secara
mendadak meningkat kedudukannya, secara otomatis
pula akan muncullah suatu kewibawaan pada dirinya,
yang mana membuat rekan-rekannya tak berani pandang
remeh dirinya lagi. Begitulah keadaan dari Bang Pay saat ini, selelah ia
menjadi menautuaya keluarga Pek maka secara lapatTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
lapat iapun sudah menjadi satu-satunya ahli waris yang
akan memimpin perkumpulan Sin-kie-pang yang maha
besar dan maha pengaruh ini, berhadapan muka dengan
anak buah anak buahnya yang rata-rata berilmu silat
tinggi, tentu saja ia harus pandai membawa diri serta
tahu kedudukan dan derajat sendiri pada waktu itu.
Karena itu tanpa ditegur atau diberi peringatan oleh Pek
Siau thinn, dengan sendiri Bong pay telah berubah jadi
seorang manusia yang lain.
Siapapun juga yang bertemu dengan Bong pay, maka
tanpa disadari semua orang akan merasa bahwa tindak
tanduk maupun cara berbicara pemuda itu ternyata
membawa suatu pengaruh besar yang membuat orang
mau tak mau harus mematuhinya.
Tentuu saja bila keadaan pada saat ini dibandingkan
dengan keadaannya di masa lampau, boleh dibilang
perbedaannya ibarat langit dan bumi, jauh sekali
bedanya. Suatu hari tatkala fajar baru saja menyingsing diufuk
sebelah timur, semua orang yang berada dibukit Kui ci sa
telah berkumpul diatas sebuah puncak tebing yang amat
tinggi berhadapan dengan sebuah selokan besar.
Semua jago persilatan baik itu dari golongan hitam, dari
golongan putih maupun dari empat samudera lima
telagan semuanya telah berkumpul ditanah perbukitan
tersebut. Sinar mata mereka yang setajam sembilu bersama-sama
tertuju pada sebuah liang besar yang menganga dibawah
tebing tepat di seberangnya, setiap orang dengan
membawa perasaan gembira, perasaan tegang dan
perasaan bercampur aduk yang sukar dilukiskan dengan
kata-kata menantikan tibanya saat yang telah ditunggutunggu
sekian lama. Tidak semua jago silat yang hadir ditempat itu datang
dengan tujuan mencari harta ada yang datang kesana
oleh karena demi orang orang dikasihi, karena ingin
membantu orang yang dicintainya mereka rela
menyumbang tenaga dan ikat menyingsingkan lengan
baju serta bekerja keras.
Kendatipun demikian, oleh karena mereka sudah
menyumbangkan tenaga dan waktu yang cukup lama
untuk menyukseskan gerakan pencarian harta karun ini,
maka menjelang detik-detik yang terakhir ini tak urung
mereka ikut berdebar juga.
Malahan ketegangan serta kegembiraan yang mencekam
perasaan hati orang-orang ini tak kalah hebatnya dengan
mereka yang maksud kedatangannya memang khusus
untuk mencari harta karun.
Liang penggalian yang tergenang air bah itu sudah
dibikin kering setelah airnya di pompa keluar, sekarang
kedalaman liang tersebut telah bertambah dua puluh kaki
lagi. Atas hasil pemikiran dari Hung san su lo, Tiang sun Pou,
Ciang Cu gan, Hoa Thian-hong, Pek Siau-thian serta KiuTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
im Kaucu akhirnya dugaan mereka dapat diseragamkan
yakni letak tempat penyimpanan harta karun yang
berada dalam istana Kiu ci kiong sebenarnya berada
didalam lambung bukit karang itu.
Menurut hasil catatan peta yang tertera dalam halaman
terakhir kitab puaska Thian hua ca ki letak tempat
penyimpanan harta karun itu dikelilingi oleh pelbagai
lereng dan jalan berliku-liku serta banyak cabangnya,
selain itu pintu serta jalan tembusnya banyak, sukar
dihitung jumlahnya, tempat itu ibaratnya dikelilingi oleh
barisan pembingung sukma yang bisa membetot nyawa.
Tapi apa kenyataannya" Kendatipun mereka telah
bersusah payah selama berbulan-bulan lamanya,
jangankan tempat penyimpanan harta karun itu, pintu
serta jalan tembus yang dimaksudkan pun tak kelihaian
sebuah pun. Tanpa pintu tak mungkin orang bisa mencapai letak
tempat penyimpanan harta karun itu dan percuma saja
mereka berada di sekitar tanah perbukitan itu tanpa
dapat mendekati tempat yang tertuju.
Setelah mengalami patah semangat dan kemurungan
selama berhari hari lamanya, terakhir mereka putuskan
untuk meledakkan tanah perbu-kitan tersebut untuk
mencari pintu masuknya. Setelah diambil keputusan yang bulat ini, maka oleh
Tiangsun Pou beserta Ciang Cu gan, kedua orang itu
mulai memenentukan letak daerah yang akan diledakkan.
Mula-mula mereka menggali dahulu sebuah tanah lorong
yang menjorok masuk kedalam perut bumi dari dasar
liang penggalian itu, setelah lorong itu dirasakan cukup
dalam, maka bahan peledakpun ditutupi kedalam lorong
tersebut, sumbunya diatur jauh diluar liang itu dan akan
disulut oleh Hoa Thian-hong.
Hari inilah yang telah ditetapkan oleh kawanan jago itu
untuk meledakkan tanah perbukitan itu.
Selang sesaat kemudian, dari dasar liang penggalian
yang sangat dalam itu berkumandang suara suitan yang
amat panjang dan nyaring, menyusul kemudian kabut
yang berwarna hitam dan tebal menggulung keluar dari
dasar liang itu. "Blaaam!!" suatu ledakan dahsyat yang
meenggoncangkan seluruh permukaan bumi
menggelegar di angkasa, pasir, debu dan batu
beterbangan di angkasa. Li-hoa Siancu paling tak dapat menahan diri, begitu
melihat kabut tebal muncul dari dasar lembah, ia segera
goyangkan tangannya berulang kali sambil berteriakteriak
keras, "Siao long cepat lari.... ! Siau long cepat
lari!" Gadis-gadis suku Biau adalah gadis yang tak kenal apa
arti malu, seorang mulai berteriak maka rekan-rekan
yang lainpun ikut berteriak teriak keras.
Mendingan kalau gadis-gadis suku Biau ini tidak
berteriak, begitu mereka berteriak serentak memancing
pula kekuatiran dari kawanan jago lainnya.
Perlu diketahui, selama ini Hoa Thian-hong telah
menunjukkan tekadnya yang besar untuk menemukan
harta karun itu, kesediaannya untuk berkorban demi
kepentingan orang banyak ini, telah menimbulkan rasa
kagum dan haru dihati setiap jago, tanpa sadar perasaan
tersebut tertanam pula dihati mereka dalam-dalam,
siapapun tak mengharapkan terjadinya sesuatu atas diri
si anak muda itu pada detik-detik yang terakhir ini....
Dalam waktu singkat, teriakan-teriakan keras dan jeritanjeritan
peringatan berkumandang dari mulut setiap umat
jago yang hadir diseputar tanah perbukitan itu, suaranya
cukup keras dan menggema diseluruh angkasa.
Pada hal setiap orang tahu bahwa Hoa Thian-hong
berilmu tinggi, dengan kecepatan gerakan tubuhnya tak
mungkin ia bakal terpengaruh oleh gelombang ledakan
yang keras itu. Namun, kendati begitu toh mereka berseru agar pemuda
itu lebih cepat lagi menyingkir dari sana, hal ini bisa
menunjukkan betapa hormat dan kasih sayangnya
kawanan jago tersebut pada pemuda itu.
Andaikata kejadian ini tidak berlangsung dalam keadaan
begini melainkan berhadapan muka secara satu dan satu
mungkin saja diantara mereka ada yang tak bisa
melupakan dendam lama serta menghilangkan rasa
dengki, benci serta dendamnya.
Tapi sekarang mereka dalam keadaan bersama-sama,
dengan sendiri nya suasanapun jauh berbeda.
Dalam pada itu, Hoa Thian-hong setelah memegang
sumbu bahan peledak itu dengan kecepatan penuh ia
lantas melayang keluar dari lorong bawah tanah dan
kabar menuju ketebing sebelah depan.
Waktu itu ia mendengar bahan peledak dalam lambung
bukit sudah mulai meledak, kemudian terdengar
teriakan-teriakan keras, ber kumandang diri atas puncak,
ia tercekat dan kebingungan, pemuda itu tak tahu apa
yang terjadi diatas puncak bukit itu.
Maka pemuda itu semakin tancap gas dengan kecepatan
yang lebih luar biasa, ia menerjang naik keatas puncak
tersebut. Terdengarlah ledakan keras yang memekikkan telinga
menggelegar di angkasa menyusul kawanan jago yang
berada diatas puncak tersebut sama-sama berseru kaget
dan menghela napas panjang.
Tampaklah bukit karang yang telah didiami oleh kawanan
jago itu banyak hari, kini sudah meledak dan retak-retak
pada bagian pinggangnya, malahan puncak bukit itu
sudah ambruk longsor kebawah.
Dalam waktu singkat terjadilah gempa bumi yang sangat
keras diatas tanah bukit tadi semua tanah yang dipinjak
kawanan jago itu mulai bergoncang keras, pepohonan
dan batu kurang bergetar keras sekali, lama.... lama
sekali goncanggan itu bergetar tiada hentinya.
Semangkin banyak tanah dan batu karang yang longsor
dan bertaburan kedalam jurang, pepohonan serta
bangunan darurat yang dipakai oleh kawanan jago
selama ini bertumbangan, keadaan betul-betul
mengerikan sekali. Mendadak dari antara celah-celah tanah bukit yang
merekah dan longsor itu muncullab sebuah air terjun
yang sangat besar dan deras, dengan disertai suara
gemuruh yang sangat keras, gulungan air bah itu
meluncur datang dengan cepatnya, dalam waktu singkat
air terjun tersebut telah berada dihadapan muka mereka.
Dewa yang suka pelancongan Cu Thong sangat terkejut
segera serunya dengan keras
"Celaka jangan-jangan Kok See-piauw bajingan cilik itu
bermain gila lagi dengan kita?"
Ciang Cu gan setera menggeleng.
"Tak mungkin bajingan cilik itu berani main gila lagi, aku
rasa kejadian tersebut mungkin terjadi lantaran kerak
bumi bergoncang keras yang mengakibatkan bendungan
tersebut menjadi retak karena air bah pun mengalir
kembali melalui saluran yang telah ada seperti sedia
kala!" Setelah berhenti sejenak, dia melanjutkan kembali.
"Oleh sebab kerak bumi mengalami menyusutan setelah
terjadinya ledakan ditanah perbukitan seberang sana,
tanah pada sekitar lambung bukit itu mengalami retakanTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
retakan yang hebat, aai! Sebelumnya aku tak pernah
menghitung sampai kesitu, kalau tidak pasti akan ku
kurangi kekuatan bahan peledak yang kita tanam
disana!" "Saudara Ciang, akibat dari ledakan yang kelewat
takaran ini, mungkinkah bisa mengakibatkan hancurnya
tempat penyimpanan harta karun itu?" tanya Thian Ik-cu
secara tiba-tiba. Ciang Cu gan termenung dan berpikir sebentar,
kemudian sabutnya, "Pertanyaanmu itu sulit bagiku
untuk menjawabnya pada saat ini. Aaaiiii....! seandainya
harta karun itu mengalami kerusakan hebat semuanya
itu adalah dosa dari aku Ciang Cu gan, mungkin aku akan
merasa menyesal untuk selamanya!"
"Ciang locianpwe, apa gunanya kau mengucapkan katakata
seperti itu?" tegur Hoa Thian-hong mendadak,
"sepandai-pandainya tupai melompat akhirnya akan jatuh
juga, secerdik-cerdiknya seseorang dalam suatu bidang,
kegagalan bukanlah suatu kejadian yang aneh, lagipula
masalah ini menyangkut tentang mengerutnya kerak
bumi yang berada didalam tanah dan tak bisa dilihat
manusia, siapa yang dapat menduganya sampai kesitu"
Kalau toh harta karun tersebut akhirnya musnah, kita
hanya bisa mengatakan bahwa takdir memang
menghendaki demikian!"
Sementara pembicaraan masih berlangsung, aliran air
tersebut telah memancar lewat dengan cepatnya, liang
besar itu untuk kedua kalinya tergenang kembali oleh air
bah. Dalam pada itu, retakan-retakan pada dinding tebing
masih berlangsung terus tiada hentinya, batu-batu cadas
yang besar dan berukuran raksasa menggelinding jatuh
kebawah dan lenyap dibalik genangan air yang menutupi
seluruh liang penggalian tersebut.
Kurang lebih setengah jam kemudian, ledakan dan
retakan-retakan dari tebing bukit seberang sana
perlahan-lahan mulai mereda kembali, namun peredaran
darah ditubuh kawanan jago itu malahan terasa berpu
tar makin cepat, jantung mereka serasa berdebar keras.
Tiba-tiba Thian Ik-cu berseru dengan suara lantang,
"Hoa kongcu, aku rasa keadaan pada saat ini sudah
mulai menjadi tenang kembali, bagaimana kalau kita
bersama-sama menengok keadaan dibekas tanah


Tiga Maha Besar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ledakan tersebut?" "Baik! mari kita maju bersama-sama kesitu, tapi
sebelumnya aku harap saudara sekalian suka
mencamkan beberapa patah kataku, ketahuilah peti mati
lebarnya cuma enam depa, dan benda sekecil itu tak
akan makan tempat selebar satu kaki, selama manusia
masih hidup didunia ini maka semuanya takdirlah yang
menentukan, ada manusia yang bernasib baik ada pula
manusia yang bernasib jelek. Tentunya kalian
mengetahui bukan tentang cerita Say-ang yang
kehilangan kudanya" Siapa tahu kalau kudanya yang
hilang justru mendatangkan rejeki padanya" Kemudian
Say-ang mendapat kudanya kembali, tapi siapa yang
mengira kalau ditemukannya kembali kuda tersebut
justru merupakan bencana baginya?"
"Saudara-saudara sekalian, andaikata dalam bukit
sebelah sana banar-benar terdapat harta karunnya maka
kalian boleh mengambilnya, sebab itulah hasil dari jerih
payah saudara sendiri, itulah buah yang harus kalian
terima setelah memeras keringat dan tenaga.
"Kita semua tak ada yang menjadi pemimpin rombongan,
tak ada seorangpua yang berhak untuk menentukan
pilihan bagian saudara sekalian, lagipula berbicara
tentang nilai dari harta pusaka itu setiap orang memiliki
pandangan yang berbeda-beda, setiap orang mungkin
saja bisa mengalami sengketa karena pilihan yarg sama,
oleh karena itu untuk mengatasi segala hal yang tak
diinginkan pada hari ini aku mohon kepada saudra
sekalian untuk bertindak menuruti suara hati masingmasing,
ambillah benda yang sudah menjadi hak bagi
kalian dan bagi mereka yang telah mendapat bagian
menyingkirlah dengan segera dan bagilah sisa bagi orang
yang lain. Aku harap janganlah disebabkan karena harta
yang tak ada harganya ini sehingga menimbulkan bibit
bencana dan harus diakhiri dengan pertumpahan darah
yang tak berguna, aku rasa saudara-saudara sekalian
tentunya bisa menangkap serta memahami apa yang
kumaksudkan dan apa yang ku katakan barusan bukan?"
Ketika Hoa Thian-hong menyelesaikan kata-katanya
dengan suara keras tapi tegas, Kho Hong-bwee
menambahkan pula, "Apa yang barusan Hoa kongcu
ucapkan semuanya merupakan kata kata mutiara yang
besar dan dalam sekali artinya, semoga kalian dapat
mencamkan kata-kata tersebut kemudian meresapi serta
melaksana kannya secara baik-baik, dalam menghadapi
segala persoalan lebih baik berpikirlah tiga kali sebelum
akhirnya mengambil keputusan.
Ia berpaling lantas membentak lagi, "Saudara-saudara
dari perkumpulan Sin-kie-pang harap dengarkan baikbaik
kata-kata ku ini: 'Bila kami punya rejeki dan
keuntungan maka semua anggota perkumpulan dari atas
sampai tingkat paling bawah akan mendapat bagian
bersama-sama meresapi keuntungan tersebut', Pangcu
sekeluarga tidak akan memeras dan melupakan
kesolidaritasan saudara-saudara sekalian, kendatipun
demikian aku minta kalian jangan melupakan peraturan
perkumpulan, siapapun asal dia anggota perkumpulan
Sin-kie-pang, sebelum mendapat perintah dari pangcu
dilarang untuk maju kedepan, barang siapa berani
menentang peraturan ini maka akan dijatuhi hukuman
setimpal dengan peraturan yang telah tercantum, aku
minta peringatan ini suka diindahkan oleh saudara
saudara sekalian, sehingga dapat dihindari segala hal
yang tidak diinginkan. Begitu selesai mendengar perintah itu, para anggota
perkumpulan Sin-kie-pang serentak menyahut, suaranya
keras dan serentak ibarat guntur yang menggelegar di
udara. Thian Ik-cu pun ikut berbicara dengan suara lantang,
"Hoa kongcu, kamipun hanya ingin cepat-cepat melihat
harta karun itu tapi jangan kau artikan ingin cepat-cepat
mendapatkan bagian dari harta karun tersebut, bilamana
ada orang ingin menggunakan kesempatan ini untuk
menguntungkan dan memperkaya diri sendiri, cukup Hoa
kongco memberi komando, serentak kami akan se-kuat
tenaga melawan manusia-manusia rakus itu, walau
kepala bakal kutung, darah bakal mengalir, kami semua
tidak akan merasa gentar atau mundur!"
"Akan ku ingat selalu perkataan dari totiang! ujar Hoa
Thian-hong dengan wajah bersungguh-sungguh.
Ia lantas berpaling ke arah Kiu-im-kauwcu, setelah
memberi hormat ujarnya kembali, "Kaucu, cianpwe dan
para enghiong semua mari kita berangkat untuk
menengok keadaan disana!"
Kiu-im Kaucu tertawa terbahak-bahak.
"Haaah.... haaah.... haaah.... saudara-saudara sekalian,
silahkan berangkat!" katanya pula.
Padahal semenjak tadi semua orang sudah terburu nafsu
ingin menuju ketempat penyimpanan harta itu, setelah
dipersilahkan maka siapapan tidak ingin banyak berbicara
lagi. Maka ketika berangkat menuju kemuka sekalipun tidak
diatur, secara otomatis kawanan jago itu membentuk
barisan sendiri secara teratur dan rapi.
Tampaklah Hoa Thian-hong berjalan dipaling depan
dengan Pek Siau-thian, Kiu im kancu, Jia Hian serta
Thian Ik-cu mendampingi disisinya, dibelakang kelima
orang itu menyusul pula para jago lainnya yang
menyusun diri jadi lima orang tiap baris, memandang
jauh sebelakang sana, barisan itu sangat teratur dan
siapapun tiada bermaksud untuk saling mendahului
ataupun saling berdesakan.
Pada aliran selokan yang muncul setelah terjadi tempa
bumi itu penuh berserakan batu-batu cadas yang
mencapai beberapa kaki diameternya, dengan melewati
batu-batu cadas tersebut Hoa Thian-hong berlima
memimpin kawanan jago lainnya mendaki bukit batu
karang itu dan menuju kepuncak bukit yang sudah
terbelah oleh ledakan bahan peledak serta goncangan
gempa bumi itu. ooooOoooo 90 SETIBANYA dtatas puncak bukit yang terbelah itu, Hoa
Thian-hong tak dapat menahan pergolakan emosinya
lagi, timpaklah sekujur tubuhnya gemetar keras, helaan
napas panjang segera berkumandang saling menyusul
dari mulut kawanan jago tersebut.
Pemandangan yang terbentang di depan mata pada saat
ini adalah suatu pemandangan yang aneh serta
menakjubkan, puncak bukit yang sudah terbelah oleh
ledakan bahan peledak serta goncangan gempa bumi itu
sekarang telah berubah jadi sebidang tanah datar yang
luasnya mencapai tiga ratus kaki persegi, diatas dataran
itu penuh dengan jalan-jalan lorong yang berlika liku dan
tak terhitung jumlahnya. Luas lorong yang seolah-olah dipapas dengan pisau itu
cuma beberapa kaki, tapi rata teratur dan rapi,
panjangnya mencapai sepuluh li atau lebih.
Meskipun panjang lorong mencapai sepuluh li lebih
naumn berlika liku kian kemari tak menentu, besar
kecilnyapun berbeda satu dengan lainya, berderet-deret
bangunan batu seperti sarang tawon berserakan disana
sini, hanya saja pada waktu itu hampir separuh bagian
bangunan ruang batu serta lorong rahasia itu terbentang
diluaran sedang sisanya yang separuh masih terbenam
dalam lambung bukit dan tertindih oleh bukit karang
yang tinggi dan padat. Beberapa orang diantara mereka yang merasa berilmu
tinggi lantas melompat masuk kedalam lorong rahasia
yang terbelah jadi dua itu, mereka mencoba untuk
mendekati pusat bangunan tersebut dengan melalui
lorong-lorong yang terbentang lebar itu.
Apa yang terjadi" Kendatipun beberapa orang jago itu
telah berusaha untuk berputar kesana kemari dengan
mengikuti barisan pat kwa ataupun barisan ngo heng
yang mereka kuasai, jangankan mendekati puing
bangunan yang dimaksudkan untuk mendekati pun
ternyata tak mampu. Lama.... lama sekali.... akhirnya Pek Siau-thiang
menuding ke arah tebing sebelah depan sana lalu
berkata, "Daripada saudara semua membuang waktu dan
tenaga dengan percuma, bagaimana kalau kita jangan
melalui jalan lorong yang membingungkan itu?"
"Asal melewati jalanan bekas sawah yang ada disebelah
sana, kemudian meloncat ke pusat bangunan, toh
dengan gampang sekali kita bisa masuk kedalam ruang
batu itu?" Oleh karena tak seorangpun yang memberikan
tanggapan atau usul lain, maka kawanan jago itupun
meninggalkan jalan lorong yang membingungkan dan
menelusuri jalan perbukitan yang tinggi rendah tak
menentu di samping lorong-lorong tadi, dengan sangat
gampang semua orang dapat mencapai pusat ruang batu
di tengah-tengah kurungan lorong rahasia tersebut.
Setelah tiba didekat bangunan tadi, sebagaimana tadinya
maka kawanan jago itupun mengatur diri lima orang satu
barisan untuk meneruskan perjalananya kedepan.
Semua orang tahu setelah tempat penyimpanan harta
karun itu dilindungi oleh lorong-lorong rahasia yang amat
membingungkan pikiran serta susah untuk dilewati itu,
sebenarnya tanpa dipasangi alat jebakan di sekitar ruang
penyimpananpun tak mengapa, sebab tidak gampang
orang bisa mencapai ketempat itu.
Berdasarkan analisa inilah, maka setelah rombongan tiba
diluar ruang batu itu, semua orang tidak kuatir akan
tersesat atau terjebak lagi oleh alat-alat rahasia yang
mengerikan, dengan mengatur diri menjadi barisan
mereka lanjutkan perjalanan kedalam ruangan.
Perlu diketahui, pada saat ini rombongan kawanan jago
itu berada di bukit karang yang letaknya jauh lebih tinggi
daripada bangunan istana itu sendiri, ditambah pula
separuh bagian bangunan tersebut sudah longsor oleh
gempa sehingga boleh dibilang semua bangunan istana
Kiu ci kiong seolah-olah terkupas separuh, maka
siapapun dapat melihat jelas keadaan di dalam istana
tersebut dengan amat jelas.
Tanpa menemui banyak kesulitan, mereka telah berhasil
mencapai depan pintu sebuah ruang batu dan memasuki
ruangan tersebut. Ruangan itu panjang sekali dan terbuat dari batu-batu
cadas yang sangat kuat, kurang lebih beberapa kaki
kemudian sampailah mereka di depan sebuah pintu lagi.
Pintu batu itu tertutup rapat, Kiu-im Kaucu lantas maju
kedepan dan mendorong pintu tadi kebelakang.
"Kraaakk!" Pintu batu itu ternyata tak terkunci, sewaktu
didorong lantas terbuka lebar, cahaya hijau yang
menyilaukan mata seketika itu juga memancar keluar
dari balik ruangan. Apa isi ruangan ini" Sinar mata semua orang tanpa
terasa tertuju kedalam ruangan itu.
Luas sekali ruang batu disana, isinya adalah benda-benda
terbuat dari batu kumala yang bertumpuk-tumpuk
segudang penuh, terbesar benda kumala itu besarnya
seperti pembaringan yang panjangnya delapan depa
sedang terkecil sebesar biji kelereng untuk perhiasan.
Selain itu terdapat pula botol porselen, kaleng porselen,
golok kumala, pedang kumala dan semua benda-benda
lain yang terbuat dari kumala bertumpuk disana semua.
Suatu pemandangan yang indah, menawan dan
mempersonakan hati, namun cukup membuat nafsu
rakus, nafsu tamak pada manusia ber munculan diatas
wajah masing-masing. Setelah memandang sekejap benda-benda kumala itu,
mendadak Kiu-im Kaucu berpaling lalu membentak keras,
"Sebelum mendapat perintah dariku, siapapun dilarang
untuk menyentuh benda-benda yang ada disini!"
Sehabis berkata ia melanjutkan kembali perjalanannya
menuju keruang yang lebih dalam.
Benda-benda kumala yang berhasil dikumpulkan Kiu-ci
Sinkun didalam ruangan itu memang tak terhitung
jumlahnya, barang siapa berhasil memiliki benda-benda
tersebut, tak ragu lagi niscaya dia akan menjadi seorang
manusia yang kaya raya. Terlihatlah beberapa orang kawanan jago silat itu sudah
mulai tak kuasa menahan diri, wajah mereka berubah
hebat dan jantungnya serasa berdebar keras.
Tiba-tiba Cu Im taysu maju beberapa langkah kedepan
lalu serunya dengan lantang, "Thian-hong, aku rasa
cukup bagiku untuk melihat sampai diruang ini saja!"
Selesai berkata, ia lantas putar badan dan berlalu dari
ruangan penyimpanan benda-benda kumala ini.
Ciu Thian-hau tertawa dia ikut berkata, "Haaahh....
haahhh.... haahh aku juga kuatir tak dapat menguasai
perasaan hati sendiri setelah melihat begitu banyak
barang bagus, lebih baik tugaskan saja kami untuk
berjaga-jaga disebelah atas sana. sekalian menjadi
pengawal bagi kamu semua!"
"Betul," cepat Suma Tiang cing menambahkan,
"sekalipun mata melihat seolah tidak memandang, hati
berpikir seolah tidak merasakan namun yang terbaik
adalah sama sekali tidak melihat dan sama sekali tidak
merasakan. Aku juga mundur saja dari tempat ini."
Selesai berkata, tanpa banyak berbicara lagi, ketiga
orang itu lantas mengundurkan diri dari dalam ruangan.
Sepeninggalnya ketiga orang jago itu yakni Cu Im taysu,
Ciu Thian-hau serta Suma Tiang cing, rombongan
melanjutkan kembali perjalanannya menembusi ruanganruangan
batu berikutnya. Setelah melewati gudang penyimpan barang-barang
kumala, kawanan jago itu memasuki gudang tempat


Tiga Maha Besar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

penyimpanan barang-barang antik.
Kemudian setelah keluar dari gudang penyimpanan
barang-barang antik, mereka memasuki sebuah ruangan
yang menyimpan pelbagai macam lukisan serta tulisan
orang kenamaan, rata-rata tulisan maupun lukisan yang
tersimpan dalam ruangan itu merupakan hasil karya dari
orang-orang kenamaan banyak pula yang usianya sudah
tua sekali, tentu saja barang-barang seperti ini tak
ternilai harganya. Ruangan berikutnya adalah sebuah ruangan luas tempat
penyimpanan pelbagai macam alat musik, banyak alat
musik yang ada disitu merupakan bentuk-bentuk yang
aneh serta jarang sekali dijumpai didunia luaran, ada
pula alat musik yang sudah langka didunia.
Dari seruling sampai khiem dan tambur tersimpan semua
ditempat itu, malahan ada pula alat-alat musik yang
terbuat dari emas murni. Ruang selanjutnya adalah ruang batu tempat
penyimpanan intan permata serta mutu manikam yang
tak ternilai harganya, bukan saja jumlahnya bertumpuktumpuk
segudang penuh, bahkan intan permata yang
tersimpan disana rata-rata besar dan bercahaya tajam,
paling kecil sebesar buah kelengkeng dan paling besar
sebongkah batu, bisa dibayangkan sampai dimanakah
nilai dsri barang-barang itu.
Rata-rata kawanan jago yang menyaksikan intan
permata tersebut sama menjulurkan lidahnya, belum
pernah mereka jumpai benda-benda mustika sebesar itu,
tak heran kalau banyak diantara mereka yang mulai
goyah imannya.... Sementara itu rombongan jago sudah memasuki ruang
batu separuh yang terakhir, ruangan itu sudah tertutup
oleh lapisan batu pada langit-langitnya karena letaknya
sudah menjorok jauh dalam lambung bukit.
Sekalipun gelap suasananya, itu buka berarti sama sekali
gelap gulita sehingga melihat kelima jari sendiri pun tak
dapat, mutiara mutiara besar yang memancarkan sinar
gemerlapan tercecer diantara dinding ruangan dan
merupakan alat penerangan yang sangat bagus.
Setelah berjalan sekian lama, tiba-tiba dihadapan mereka
muncul sebuah ruangan batu, pintu gerbangnya satu kali
lipat lebih besar dari pintu-pintu ruangan lainnya, sebuah
papan nama yang terbuat dari batu kumala tergantung
diatas pintu gerbang tersebut dan berukirkan tiga huruf
besar terbuat dari emas, "Ciang keng cay! atau ruang
penyimpan kitab" Kontan saja kawanan jago itu merasakan hatinya
tercekat dan jantung serasa berdebar keras. Kiu-im
Kaucu dan Pek Siau-thian serentak maju bersama
kemuka, masing-masing melancarkan sebuah pukulun
untuk mendorong pintu gerbang itu.
Pek Kun-gie maupun anak murid dari Kiu-im Kaucu
selama ini selalu membuntuti di belakang beberapa
orang pemimpin itu, begitu pintu batu terbuka, serentak
mereka sama-sama melongok kedalam.
Masih mendingan kalau tidak melihat, begitu mereka
mengintip kedalam seketika itu juga beberapa orang itu
menjerit keras saking kagetnya, dengan rasa kaget dan
gugup serentak mereka mengundurkan diri ke belakang.
Ruangan penyimpan kitab itu luasnya enam kaki persegi,
disamping kiri dan kanannya masing-masing terdapat
sebuah pintu gerbang. Diatas pintu gerbang yang disebelah kiri tergantung
sebuah papan nama bertulisian, Wan Si atau ruang obat.
Sedangkan diatas pintu sebelah kanran tergantung
sebuah papan nama tertuliskan dua huruf besar, Bu Gu
atau Gudang silat. Kalau diruang sebelah kiri yang menurut catatan papan
nama itu merupakan ruangan penyimpan obat terdapat
kukusan-kukusan besar dan kukusan-kukusan kecil,
maka dibalik ruangan yang bertuliskan gudang silat itu
terdapatlah rak-rak buku yang bersusun-susun dengan
banyaknya. Sekilas pandangan saja, semua orang akan melihat dan
mengetahui bahwa dalam rak-rak buku itulah tersimpan
kitab-kitab pusaka ilmu silat yang diincar serta diidamkan
oleh setiap umat persilatan.
Ruangan itu tidak kosong tapi ada penghuninya, sebuah
tempat duduk yang bulat datar terbuat dari batu kumala
hijau terletak ditengah ruangan itu, diatas tempat duduk
bersila seorang kakek berambut perak sepanjang bahu
dan berjenggot panjang sedada.
Kakek itu memakai jubah panjang berwarna merah
darah, sepasang telapak tangannya berhenti ditengah
udara dengan posisi jurus Hun hoa hud liu atau
memisahkan bunga mengeburkan pohon liu, matanya
terbelalak besar dan senyum manis menghiasi bibirnya,
orang itu persis seperti manusia hidup lainya.
Disekitar tempat itu penuh berkerumun manusia-manusia
dengan pelbagai dandanan yang aneh, ada yang sedang
menjotos, ada yang sedang melepaskan pukulan, ada
yang bersikap hendak menubruk, ada pula sedang
melompat mundur kebelakang, rupanya orang-orang itu
sedang mengerubuti kakek baju merah yang duduk
bersila ditengah ruangan itu.
Diatas tanah tampak terkapar pula beberapa orang,
tampaknya orang-orang itu menggeletak karena dilukai
oleh kakek tersebut. Setelah memandang sekejap pemandangan disekitar
tempat itu, Po-yang Lojin lantas menuding ke arah kakek
berbaju merah darah itu kemudian katanya dengan
lantang, Orang inilah yang bernama Kiu-ci Sinkun sedang
sisanya adalah anak murid orang itu kecuali Cho Thianhua,
tiga puluh lima orang muridnya semua berkumpul
disini. Kiu-im Kaucu mengerutkan dahinya rapat-rapat
kemudian berkata, Kalau dilihat dari keadaan disini,
tampaknya dalam istana Kiu ci kiong sudah terjadi
pemberontakan secara besar-besaran, kawanan anak
muridnya telah bersatu padu untuk menghadapi gurunya
serta berusaha untuk melenyapkannya dari muka bumi.
Pek Siau-thian mendengus dingin, katanya pula, "Baik
gurunya maupun muridnya semua bukan orang baikbaik,
rasanya kita tak perlu untuk memikirkan tentang
diri mereka lagi, lebih baik dari masing-masing pihak
mengeluarkan dua orang wakil untuk menggotong pergi
mayat-mayat dari mereka ini, bukankah urusanpun akan
menjadi beres den an sendirinya?"
Pertama-tama orang orang dari Sin-kie-pang
memberikan reaksinya lebih dulu, muncullah dua orang
untuk menggotong pergi mayat yang bergelimpangan
disana, menyusul kemudian dari empat penjuru
bermunculan dua orang wakil untuk menyingkirkan
semua mayat disana. Kelompok mayat-mayat yang berserakan disana itu
sudah mati seratus tahun lebih, sekalipun tampaknya
masih utuh seperti sedia kala, akan tetapi begitu
diangkat maka mayat itu lantas hancur menjadi abu dan
tulang belulang mereka lantas berserakan di atas tanah.
Namun kawanan jago yang bertugas mengangkuti mayat
itu tidak ambil pusing apakah kotor atau tidak, dalam
keadaan seperti ini mereka hanya ingin cepat-cepat
mendapat bagian dari harta karun itu, maka ada yang
lantas melepaskan jubahnya untuk mengangkuti abu dan
tulang belulang itu, ada pula yang manyapu dengan
ujung bajunya lantas diangkut begitu saja dengan
tangan. Diantara sekian banyak jago yang bekerja terdapat pula
Tio Ceng tang, ia mendapat tugas untuk mengangkut
mayat dari Kiu-ci Sinkun.
Siapa tahu tatkala jari tangannya menyentuh tubuh Kiu-ci
Sinkun, mendadak ia melompat mundur sejauh lima depa
sembari berteriak keras, "Aduh mak!!"
Apa yang terjadi" Hoa Thian-hong segera menegur
dengan perasaan terperanjat.
Sekujur badan Tio Ceng tang gemetar keras seperti
orang ketakutan sambil menuding ke arah mayat Kiu-ci
Sinkun dengan jari tangan yang gemetar ia berbisik,
"Ii.... ituu.... tubuhnya masih hangat mu.... mungkin dia
dia masih hidup!" Suaranya terbata-bata dan nadanya Kurang jelas.
Hoa Thian-hong berkerut kening ia berpaling kepada Hoa
In yang berada dibelakangnya, lalu memerintahkan.
"Coba engkau pergilah kesana dan periksalah apa yang
sebenarnya telah terjadi"
Hoa in mengiakan dan lantas maju kedepan, sekali
cengkeram dia sudah mengangkat mayat Kiu-ci Sinkun
dari tempat duduknya kemudian sambil meraba tempat
duduk bulat pipih yang terbuat dari batu kumala hijau
itu, katanya, "Aaai! Siapa bilang dia belum mati"
Rupanya tempat duduknya ini terbuat dari batu kumala
hangat yang telah berusia sepuluh laksa tahun, oleh
karena hawa hangat yang terpancar keluar dari tempat
duduk ini maka mayat Kiu-ci Sinkun selama ini tidak
sampai mengalami kerusakan atau pembusukan!"
Hoa Thian-hong alihkan sinar matanya ke arah tempat
duduk bulat pipih yang terbuat dari batu kumala hijau
itu, terbaca olehnya empat huruf besar terukir diatas
tempat duduk tersebut. "BU LIM CI CUN" atau Maharaja dari dunia persilatan.
Tanpa terasa diapun berpikir dihati, "Orang ini memang
sungguh jumawa dan berlagak sombong aaai! akhirnya
toh dia tewas dalam keadaan begini tak ada harganya,
inilah yang dinamakan mencari penyakit buat diri sendiri.
Berpikir sampai disitu tak kuasa lagi dia menarik napas
panjang panjang. Setelah berusaha dan bekerja keras, sebentar kemudian
semua mayat yang berada dalam ruangan itu sudah
disingkirkan, kawanan jago yang berbondong masuk
keruangan inipun segera memenuhi setiap sudut ruangan
yang ada disana. Luas ruangan batu itu kurang lebih enam kaki tapi untuk
menghindari segala kemungkinan yang tidak diinginkan,
beberapa orang pemimpin persilatan itu tak mau
memasuki ruangan itu terlalu dalam maka orang-orang
yang sempat ikut masuk ke dalam ruangan itupun cuma
sebagian kecil belaka....
Sisanya yang berjumlah ratusan orang hanya bisa saling
berhimpit dan berdesakan diluar ruangan, ada yang
berdiri pada tu-mit ada yang menjulurkan lehernya,
adapula yang mementangkan matanya lebar-lebar untuk
mengawasi keadaan dalam ruangan itu.
Semua sinar mata dan perhatian kawanan jago itu sudah
tertuju pada kurungan-kurungan yang berisi obat
mujarab serta rak-rak buku yang berisikan kitab-kitab
pusaka ilmu silat. Mereka dapat melihat jelas bahwa kitab-kitab pusaka itu
diatur dengan sangat rapi, setiap ujung kitab terdapat
selembar kain kecil yang bertuliskan nama diri kitab itu
karenanya tanpa harus menarik keluar kitab itu, orang
akan tahu buku apakah yang tersimpan disana
Hanya sayangnya tulisan diatas lembaran kain itu kecil
sekali, dan lagi pula banyak sekali jumlahnya, kecuali
beberapa orang jago silat yang memiliki ketajaman mata
luar biasa, boleh dibilang yang lain tak mampu melihat
apa-apa kecuali pandangan yang muram.
Tiba-tiba Tio Sam-koh ambil keluar sebuah karung goni
yang amat besar, sambil merentangkan tersebut lebarlebar
ia berteriak dengan suara lantang, "Heey! Ada yang
mau turun tangan tidak" Kalau semua orang segan untuk
mengambil kitab-kitab itu, aku si nenek tua segera akan
mengambilkan semua!"
Hoa Thian-hong sangat terperanjat setelah mendengar
perkataan itn, dengan cemas ia berkata, "Nenek, engkau
jangan bergurau, apa gunanya kita miliki kitab kitab
pusaka ilmu silat itu?"
"Kalau engkau tidak mau apa salahnya kalau aku mau"
Toh aku bisa menghadiahkan kembali kitab-kitab itu
untuk orang lain!" sahut Tio Sam-koh dengan kasar.
Tanpa sungkan-sungkan lagi, selesai berbicara dia lantas
meren-tangkan karung goninya lebar-lebar kemudian
melangkah maju kedepan menghampiri rak-rak kitab itu.
Hoa Thian-hong jadi serba salah dibuatnya, ia cuma bisa
merintis sambil mengerling dengan penuh kecemasan
kepada istrinya. Chin Wan-hong tentu saja mengetahui apa maksud dari
suaminya itu, cepat dia memburu maju kedepan, sambil
menyeret tangan Tio Sam-koh katanya seraya tertawa,
"Sam popo kita kan sudah berjanji bahwa kedatangan
kita kemari hanya untuk jalan-jalan saja, kenapa kau
angkuti semua kitab-kitab pusaka ilmu silat itu?"
"Sekalipun kedatanganku kesini hanya untuk jalan-jalan
belaka, masakah aku tak boleh mengambil kitab itu" Toh
orang lain tidak mau, apa salahnya kalau aku sinenek
mengambilnya?" Hoa Thian-hong semakin gelisah lagi setelah mendengar
perkataan itu, cepat ia berseru lantang, "Semua kitab
pusaka ilmu silat telah berada didepan mata, barang
siapa punya minat untuk mendapatkan kitab tersebut,
silahkan maju untuk mengambilnya sendiri, tapi setiap
orang terbatas hanya boleh mengambil sejilid saja,
benda-benda yang ada pemiliknya lebih baik jangan
diambil, ambil saja kitab yang tak punya tuan!"
Begitu ucapan tersebut diutarakan keluar, tiba-tiba
terdengar seseorang berseru lantang, "Dalam usaha
pencarian harta karun, Ji sioca dari perkumpulan Sin-kiepang
yang paling berjasa sepantasnya kalau ji sioca kami
mendapat penghormatan untuk memilih pertama kali!"
Tentu saja Hoa Thian-hong tahu bahwa orang yang
berbicara itu adalah anak buah dari perkumpulan Sin-kiepang,


Tiga Maha Besar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

meskipun ia tahu bahwa alasannya memang tepat,
namun pada hakekatnya ia tak ingin membiarkan Pek
Kun-gie memilih nomor satu, hanya saja ia merasa tak
enak untuk menolaknya secara terang-terangan, maka
setelah termenung sebentar diapun berkata, "Saudarasaudara
sekalian, disebelah kiri sana terdapat kamar obat
mujarab didalamnya mungkin saja terdapat obat mustika
yang dapat membuat orang awet muda dan tetap sehat,
disebelah belakang sana ada gudang senjata, didalamnya
tentu tersimpan pelbagai senjata mustika yang luar biasa
dahsyatnya, berhadapan dengan barang sebanyak ini
siapa mengambil dulu belum tentu mendapat
keuntungan apa-apa, sebaliknya mereka yang mengambil
belakangan juga bukan berarti bakal rugi, bagaimanapun
juga setiap orang hanya terbatas boleh memilih satu
jenis barang saja, aku anjurkan kepada kalian agar
memilihnya secara perlahan-lahan, tunggu saja lah
sampai mereka yang punya barang terjerumus dalam
istana ini mengambil kembali barangnya yang lainnya
barulah mulai memilih!"
Benda mustika yang tersimpan dalam istana itu memang
terlalu banyak jumlahnya, siapapun tak berani punya
pikiran untuk membegal atau merampok maka siapapun
akan memilih bagian yang terbaik dan terlihay untuk diri
sendiri tapi oleh kerena jumlahnya terlalu banyak
siapapun merasa sulit untuk menentukan pilihannya.
Tiba-tiba terdengar Pek Kun-gie berkata, "Ayah bolehkah
aku memilih lebih dahulu?"
"Tentu saja siapa berani menghalangi niat mu?" sahut
Pek Siau-thian dengan angkuh.
Pek Kun-gie tertawa manis, dengan lemah gemulai dia
maju kedepan dan menghampiri rak-rak buku itu.
Berbicara yang sesungguhnya Pek Kun-gie menang
terhitung manusia yang paling berjasa dalam usaha
pencarian harta karun kali ini, maka keputusan untuk
mempersilahkan dia memilih lebih dahalu bukanlah suatu
keputusan yang kelewat batas.
Sebab itulah baik Kiu-im Kaucu maupun Kiu-tok Sianci
berlagak bodoh seolah-olah mereka tidak melihat akan
kejadian itu. Pek Siau-thian dengan sinar matanya setajam sembilu
mulai menyapu sekejap ke arah rak-rak buku yang ada
dihadapannya, dia berharap bisa menemukan sejilid kitab
pusaka yang luar biasa dan dapat digunakan untuk
menandingi kelihayan kitab Kiam keng yang berhasil
dipelajari Hoa Thian-hong, kemudian memberi petunjuk
kepada putrinya untuk mengambil.
Apa mau dikata,jumlah kitab pusaka yang tersimpan
dalam ruangan itu tak terhitung jumlahnya, setiap jilid
Kitab yang ada disana sudah cukup digunakan untuk
merajai kolong langit, untuk sesaat ia jadi bingung tak
tahu harus memilih yang mana.
Sungguh gelisah dan cemas perasaan Pek Siau-thian
pada waktu itu terpaksa dengan ilmu menyampaikan
suara ia memberi kisikan kepada putrinya agar mengulur
waktu, "Berlagaklah sedang memilih dengan perlahanlahan,
jangan keburu nafsu menjatuhkan pilihannya, bila
aku sudah menemukan pilihannya, segera kukirim kabar
kepadamu untuk mengambilnya!"
Akan tetapi Pek Kun-gie berlagak pura-pura tidak
mendengar, mendadak ia mengambil sejilid kitab pusaka
yang amat tebal sekali dari rak buku itu, kemudian
dengan suara manja serunya, "Ayah, dalam perkumpulan
Sin-kie-pang kita sudah terdapat banyak sekali kitab
pusaka ilmu silat, aku lihat kitab racun Pek tok keng ini
luar biasa sekali, bila kuambil rasanya tidak akan
merugikan dirimu bukan?"
Mendengar perkataan itu, baik Hoa Thian-hong maupun
Kiu-tok Sianci dan murid-muridnya meresa terperanjat.
Karena sudah diberi peringatan oleh Lan-hoa Siancu agar
jangan bercakap-cakap dengan Pek Kun-gie, Hoa Thianhong
tak berani melanggar pantangan tersebut, maka
diapun menengadah keatas dan berseru dengan suara
lantang, "Saudara-saudara semua mohon perhatian! Bila
benda yang diambil ternyata punya pemiliknya, lebih baik
janganlah diambil toh isi ruangan ini banyak tak terhitung
jumlahnya, ada yang bisa membuat di ri menjadi sakti
dan luar biasa, ada pula yang bisa melatih diri sehingga
tetap awet muda...."
Tiba-tiba Giok Teng Hujin mendehem berat dan menukas
ucapan Hoa Thian-hong yang belum selesai.
Si anak muda itu segera tersadar kembali bahwa ia
sudah salah berbicara, ia hanya berusaha mencegah Pek
Kun-gie untuk mengambil kitab pusaka Pek tok keng tapi
hampir saja sudah membengkalaikan urusan dari Giok
Teng Hujin. Pek Kun-gie bukan seorang manusia bodoh, dengan
cepat ia dapat menangkap maksud dari deheman itu,
tiba-tiba ia berpaling ke arah ayahnya kemudian
bertanya, "Ayah, kitab pusaka apakah yang bisa melatih
diri menjadi cantik jelita dan tetap awet muda?"
Pek Siau-thian berpikir sebentar lalu menjawab, "Sudah
lama aku dengar orang berkata bahwa kitab pusaka Tuo
li sim keng merupakan pelajaran sim hoat tenaga dalam
yang membuat seseorang gadis tetap awet muda,
katanya bila seseorang dapat melatih tenaga dalamnya
hingga mencapai puncak kesempurnaan, maka bukan
saja paras mukanya akan bertambah cantik, bahkan akan
tetap awet mada dan segar bugar!"
"Ayah, bagaimana kalau kuambil saja kitab pusaka Pek
tok keng ini?" Pek Siau-thian menghela napas panjang, dalam hatinya
ia berpikir, "Aaai.... budak ini memang keterlaluan
dianggapnya perempuan perempuan dan suku Biau itu
bisa diganggu seenaknya?"
Berpikir demikian diapun menjawab dengan lantang,
"Kelompok kita adalah kelompok yang mengkhususkan
diri berlatih ilmu silat apa bila ilmu yang kita pelajari
sudah mencapai puncak kesempurnaan maka sekalipun
orang memiliki racun yang lihay juga tak akan mampu
mengapa-apakan kita buat apa kita musti mencabut gigi
taring orang lain?" Pek Kun-gie memutar sepasang biji matanya, kemudian
menyahut, "Baiklah, aku rasa perkataan ayah sudah pasti
tak bakalan salah!" Maka ia mengembalikan kitab Pek tok keng itu ketempat
semula, lalu sambil berpaling kembali dia bertanya,
"Ayah, kitab pusaka Tuo li sim keng berada dimana?"
"Baris ketiga dinding sebelah kiri, dihitung dari bawah
maka berada pada rak nomor dua!"
Pek Kun-gie lantas berjalan menuju ketempat yang
ditunjuk dan mengambil keluar kitab Tuo li sim keng dari
dalam rak tersebut. Menyaksikan perbuatan putrinya, Pek Siau-thian jadi
keheranan, dia lantas bertanya, "Anak gie, engkau
adalah seorang dara yang canik jelita, didunia dewasa ini
sukar untuk mencari gadis yang lebih cantik daripada
dirimu, apa gunanya kau ambil kitab tersebut, bukankah
tindakanmu ini sama artinya dengan menyia-nyiakan hak
pilihmu yang bagus ini?"
Pek Kun-gie sama sekali tidak tergerak hatinya oleh
perkataan tersebut, ia menjawab dengan manja,
"Kecantikan sama dengan ilmu silat, sekalipun orang
sudah berilmu tinggi pasti menginginkan ilmu yang lebih
tinggi, begitu pula dengan kecantikan, sekalipun orang
sudah cantik toh masih ingin lebih cantik lagi!"
Habis berkata, dengan wajah berseri dan penuh
kegembiraan ia membawa kitab pusaka Tuo li sim keng
itu kembali ketempat semula.
Sungguh gelisah dan panik Hoa Thian-hong menghadapi
kejadian ini, mukanya telah berubah jadi merah padam,
sepasaag matanya merah berapi-api, ia pernah
menyanggupi permintaan Giok Teng Hujin untuk
mencarikan ilmu yang dapat memulihkan kembali
kecantikan wajahnya tapi sekarang setelah janjinya itu
akan dipenuhi ternyata Pek Kun-gie telah mendahului
dirinya, dengan begitu bukankah ia jadi tak dapat
memenuhi janjinya" Kendatipun begitu, berhubung Pek Kun-gie juga seorang
gadis dan pantaslah bagi seorang dara untuk mengambil
kitab pusaka Tuo li sim keng, maka walaupun dalam hati
merasa gelisah, ia tak mampu untuk menghalangi
niatnya itu. Bagaimana pun juga Chin Wan-hong adalah seorang istri
yang saleh, ia dapat merasakan kebingungan serta
kepanikan suaminya, selain itu diapun dapat meresapi
betapa pentingnya kitab tersebut bagi Giok Teng Hujin
maka diapun tertawa. "Adik Kun gie!" katanya dengan lembut, "hayo cepat
kembalikan kitab tim keng itu pada tempatnya semula!"
"Kenapa?" tanya Pek Kun-gie dengan wajah tercengang.
Kembali Chin Wan-hong tertawa.
"Dengan wajahmu yang cantik jelita ini kutanggung
engkau masih bisa kawin dengan seorang pemuda
tampan, bila kecantikan mu bertambah lipat ganda, lagi
pula mana ada lelaki tampam dikolong langit ini yang
pantas uutuk mendampingimu" Bukankah selama hidup
jangan harrap bisa kawin lagi"
Pek Kun-gie bukanlah gadis yang bodoh, sejak
permulaan tadi ia sudah dapat meresapi betapa gusar
dan paniknya Hoa Thian-hong, apa lagi sekarang
sesudah mendengar bahwa ucapan dari Chin Wan-hong
itu mengadung arti lain, ia tak berani bertindak gegabah
lagi, terpaksa kitab pusaka Tio li sim keng itu
dikembalikan ketempatnya semula.
Setelah itu sambil tertawa cekikikan katanya, "Aaaai! Ini
tidak cocok itu tidak jadi biarlah kupilih sembarangan
saja!" Habis berkata dia lantas membopong batu pipih terbuat
dari batu kumala itu sambil tertawa cikikkan kembali
ketempat semula. Tindakannya ini sama sekali diluar dugaan Pek Siauthian,
ia jadi tertegun dan tidak habis, mengerti pikirnya,
"Tolol amat budak ini, meskipun lohu adalah seorang
ketua dari suatu perkumpulan besar, tak akan berani
kududuki kursi singgasana yang berukiran kata-kata
Maha raja dari dunia persilatan itu, apa gunanya kau
ambil benda itu!" Tentu saja ia tak akan tahu bahwa apa yang dipikirkan
Pek Kun-gie bukanlah dirinya, gadis itu tak pernah
melayangkan ingatannya untuk menukilkan kepentingan
ayahnya. Semenjak ia melangkah masuk kedalam ruangan tadi,
sorot matanya sudah tertuju pada tempat duduk pipih
kumala itu, pikirnya dihati.
"Kalau aku tidak menikah itu lain soal, andaikata menikah
maka kursi kebesaran itu merupakan barang tanda mata
yang terbaik dariku akan kusuruh dia mencicipi
bagaimana rasanya menjadi Maharaja dari dunia
persilatan, otomatis akupun akan menjadi nyonya
maharaja alias ratonya.... tentu nikmat rasanya"
Apa yang dipikir gadis itu tentu tak terpikirkan oleh Hoa
Thian-hong, pemuda itu hanya merasa bahwa dengan
susah payah akhirnya toh persoalan yang maha sulit itu
dapat juga teratasi olehnya, maka diapun berpaling ke
arah Kiu-im Kaucu. "Dari pihak Sin-kie-pang sudah ada satu wakil yang
maju" katanya, mengapa kaucu tidak maju juga untuk
memilih satu macam benda sebagai tanda mata dari
gerakan pencarian harta karun dibukit Kiu ci San ini?"
Kiu-im Kaucu tertawa. "Bukannya aku sengaja bicara sombong atau tinggi hati,
terus terang kukatakan bahwa benda yang ada disini tak
sebuahpun yang menarik perhatianku!"
Hoa Thian-hong menghela napas panjang.
"Aaai.... kaucu bermata emas, tentu pilihannya juga
merupakan benda-benda yang tak ternilai harganya, aku
sudah dapat memahami akan perasaan hatimu itu.
Aaaai! Bila engkau ingin mendapatkan kitab pusaka yang
jauh lebih hebat dari kitab Kiam keng, aku rasa hal ini
merupakan suatu pekerjaan yang amat sulit!"
Kiu-im Kaucu tertawa. "Mari kita masuk dulu kedalam ruang obat-obatan, bila
disanapun tak berjodoh, anggap saja takdir memang
menghendaki demikian!" katanya.
Hoa Thian-hong pun tidak banyak bicara lagi, ia
berpaling dan menyapu sekejap kawanan jago yang
berada dihadapannya, kemudian menegur, "Apakah
masih ada para enghiong dari perkumpulan Kiu-im-kauw
yang ingin tampil kedepan untuk mengambil harta?"
Giok Teng Hujin segera tampil kemuka, ujarnya dengan
lantang, "Harap cianpwe sekalian suka memberi maaf
atas kelancangan Ku Ing-ing yang tak kenal adat,
sebenarnya aku tak berani berhati tamak, tapi lantaran
satu dan lain hal, terpaksa aku harus mendahului kalian
semua!" Tanpa sungkan-sungkan lagi ia maju kedepan dan
mengambil kitab pusaka Tuo li sim keng tersebut.
Sebagian besar jago silat yang hadir di tempat itu
mengetahui bahwa Giok Teng Hujin mempunyai
hubungan yang luar biasa dengan Hoa Thian-hong,
karena itu berada dalam keadaan dan saat seperti ini,
Pek Siau-thian sendiripun segan untuk banyak bicara,
tentu saja orang lain lebih-lebih tak berani banyak bicara
apalagi kitab pusaka itu hanya berguna bagi kaum
wanita. Setelah menyimpan kitab pusaka tersebut kedalam
sakunya, Giok Teng Hujin maju ke hadapan Kiu-im Kaucu
lalu jatuhkan diri berlutut katanya dengan lirih, "Sudah
lama Ing ing mendapatkan pendidikan serta kasih sayang


Tiga Maha Besar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dari kaucu, untuk semua budi kebaikan itu, selama ini
terjadi suatu kericuan yang bikin kita jadi sama-sama tak
enak, namun Ing ing tak berani untuk mendendamnya.
Semoga dengan perpisahan ini kaucu suka menunjukkan
kebesaran jiwanya serta melupakan diriku uniuk
selamanya" Hoa Thian-hong ikut memberi hormat, katanya.
"Kaucu adalah seorang pemimpin dunia persilatan,
tentunya tak akan mempersulit seorang gadis bukan"
Lagipula bila kaucu suka melepaskan pergi maka akupun
ikut merasa berhutang budi!"
Sinar mata Kiu-im Kaucu yang setajam sembilu berputar
kian kemari menyapu wajah kedua orang itu, mendadak
ia menengadah dan tertawa terbahak-bahak.
"Haaahh.... haaaahh.... haaaahh.... pergilah, semoga
suatu ketika perkumpulan Kiu-im-kauw dapat menguasai
kembali seluruh jagad, waktu itu bila kau sudah sadar
kembali, maka pulanglah kepangkuan perkumpulanmu!"
"Terima kasih atas kebearan jiwa kaucu!" kata Giok Teng
Hujin sambil bangkit berdiri kemudian dengan membawa
Pui Che-giok berlalu dari tempat itu.
Sepeninggal ruangan itu, Giok Teng Hujin sama sekali
tidak memandang sekejap pun ke arah Hoa Thian-hong,
ia cuma memandang ke arah Chin Wan-hong seraya
tertawa, ini membuat pemuda tersebut jadi melongo
tercengang dan merasa tidak habis mengerti.
Dalam kasus peristiwa ini, Giok Teng Hujin adalah
seorang gadis yang memiliki kekuatan untuk
mempersona hati kaum pria, sebaliknya Hoa Thian-hong
adalah pemuda yang berilmu tinggi sekalipun Kiu-im
Kaucu tidak ingin melepaskan perempuan itu dengan
begitu saja, toh akhirnya harus mengabulkannya juga,
namun kegusaran yang berkobar dalam dadanya sukar
dikendalikan lagi. Tiba-tiba ia berteriak keras, "Saudara sekalian, dihadapan
mata kalian tersedia beratus-ratus jilid kitab pusaka ilmu
silat yang dapat membuat tubuh kalian jadi kuat dan ilmu
silat kalian jadi lihay, mengapa kalian tetap berdiam diri
saja" Hayo majulah dan rampaslah kitab-kitab itu!"
Kiu-tok Sianci mendengus dingin, tiba-tiba ia berseru,
"Lan hoa maju kesana dan ambil kembali kitab pusaka
Pek tok keng milik kita!"
Semenjak tadi Lan-hoa Siancu sudah tak sabar
menunggu, mendengar perintah itu dengan langkah
lebar dia lantas maju kemuka dan ambil kembali kitab
Pek tok keng milik perguruannya dari susunan rak buku
itu. Hoa Thian-hong diam-diam merasa cemas, tatkala
dilihatnya suasana yang semula aman, tenang dan damai
itu mendadak terancam oleh ledakan amarah dan sifat
tamak manusia, cepat ia menjura kepada Yu ming tiancu
seraya berkata, "Disebelah kiri sana terdapat kitab hiat
im ceng ciat, sesuai sekali dengan perrguruan Kiu-imkauw
kalian, apa salahnya kalau tiancu pergi
mengambilnya?" Sebagaimana telah diceritakan diatas, Yu ming tiamcu
dan Suma Tiang cing pernah melakukan pertempuran
yang amat sengit bahhan saling mempertaruhkan jiwa
raganya masing-masing oleh karena usia mereka hampir
sebaya dan ilmu silatpun seimbang sejak peristiwa
tersebut entah apa sebabnya dalam benak Yu ming
tiancu selalu timbul bayangan tubuh dari Suma Tiang
cing Kejadian tersebut merupakan rahasia pribadinya yang
paling besar tak pernah ia bocorkan kepada siapapun
juga hanya karena perasaan itu maka tanpa disadari,
timbulah pikiran dan ingatan untuk membantu pihak
kaum pendekar. Sekarang ketika ia dengar seruan dari Hoa Thian-hong,
setelah tertawa tanpa minta persetujuan dari kaucunya
lagi ia maju kemuka dan mengambil kitab hiat im ceng
ciat yang dimaksudkan. Hoa Thian-hong berpaling pula kepada Pek Soh-gie,
kembali ia berseru. "Cici, dibarisan kedua rak paling bawah terdapat
setengah jilid kitab Ci yu jit ciat, kitab itu sepantasnya
diberikan kepada toako, pergi dan tolong ambilkan
baginya!" Padahal yang sebenarnya sedari tadi Pek Soh-gie sudah
mendapat petunjuk dari ibunya untuk melaksanakan soal
itu tapi oleh sebab belum mendapat giliran ia cuma panik
dalam hati. Sekarang setelah dipanggil namanya, sambil tersenyum
dia lantas tampil kedepan setelah mengambil kembali
setengah jilid kitab Ci yu jit ciat tersebut, dara itu kembali
kesamping Bong pay. Waktu itu sebenarnya Pek Siau-thian sedang mendongkol
dan tak senang hati karena Hoa Thian-hong membaiki
pihak Kiu-im-kauw, akan tetapi setelah kejadian ini
perasaan hatinyapun merasa reda lebih baikan
Terdengar Hoa Thian-hong melanjutkan kembali
seruannya, "Huan heng, kitab pusaka Poh ka kun boh
berada di rak sebelah kanan dekat pintu, Konsun
cianpwe, pedang it ci hui kian berada disudut ruangan
dekat dinding kiri cianpwe."
Tampaknya sebelum itu Hoa Thian-hong sudah
menyelidiki baik-baik siapa saja ahli waris dari pemilik
pemilik kitab lama yang hadir dalam penggalian tersebut,
maka sekarang dengan lancar dan hafalnya satu per satu
ia sebutkan nama ke tiga puluh satu orang itu untuk
mengambil kembali barang-barang miliknya.
Selang sesaat kemudian, semua orang yang merasa
pernah kehilangan bukunya karena dicuri atau dirampas
oleh Kiu-ci Sinkun, kini sudah mendapatkan kembali
barang miliknya. Walau demikian, barang yang telah diterima oleh
kawanan jago itupun baru seperempat dari jumlah buku
yang terdapat didalam ruaagan itu, sisanya tiga
perempat masih tetap berada ditempat semula.
Hoa Thian-hong lantas berpaling ke arah Thian Ik-cu dan
Jin Hian, katanya, "Aku rasa kalianpun boleh segera maju
untuk mengambil kitab yang kalian senangi!"
"Tunggu sebentar!" sela Pek Siau-thian.
Kontan saja Jin Hian melototkan sepasang matanya
lebar-lebar, katanya dengan nada seram, "Hmm....
jangan dianggap sudah tiba giliranmu untuk unjukkan
kegagahan disini!" Pek Siau-thian tertawa dingin, katanya, "Hhmmm! Bila
aku orang she Pek ingin ribut dengan kau pada saat ini,
aku pikir kau pasti tak akan puas, mau berlagak pun
akan ku tunggu sampai kau bangkit kembali kedunia
persilatan!" Setelah berhenti sebentar sambungnya lebih jauh, "Mulai
saat ini, setiap benda setiap barang yang ada dalam
ruangan ini harus dibagi menjadi lima bagian, dan
barang-barang itu akan diterima oleh masing-masing
kelompok yang kemudian dibagi secara rata diantara
anggotanya!" Hoa Thian-hong, Kiu-im Kaucu, Jin Hian serta Thian Ik-cu
saling berpandangan sekejap, mereka merasa bahwa
cara pembagian tersebut memang sangat adil, tidak akan
menerbitkan pertentangan ataupun pertikaia, maka
siapapun tak suka banyak bicara lagi.
Tiba-tiba Kho Hong-bwee berkata sambil tertawa
nyaring, "Thian bong, pekerjaan ini memang agak
menyusahkan dirimu, tapi aku rasa sangat adil dan
bijaksana, aturlah pembagian ini seadil adilnya!"
"Boanpwe turut perintah!" sahut Hoa Thian-hong sambil
menjura. Dia lantas maju kedepan dan katanya dengan lantang,
"Saudara-saudara sekalian, tentunya kalian tahu bukan
bahwa aku masih punya janji dengan pihak Seng sut
pay" Maka aku minta, seandainya diantara kalian ada
yang mendapatkan barang milik mereka, harus segera
ditukarkan kepadaku!"
"Thian-hong....!" mendadak dari luar pintu kembali
terdengar seseorang memanggil.
Hoa Thian-hong menengadah, ia lihat Cu Im taysu
dengan membawa seorang hwesio sedang berjalan
masuk kedalam ruangan itu, ia pernah berjumpa dengan
padri itu karena dia bukan lain adalah It biau hwesio
yang pernah ditemuinya diluar kota Lok yang ketika
berunding dengan Huang-san su lo tempo hari.
Terdengar Cu Im tayau berkata, "It biau suheng tidak
terhitung seorang manusia persilatan, dia hanya ingin
mengembangkan ajaran Buddba didunia ini, oleh karena
didengarnya bahwa dalam istana Kiu ci kiong tersimpan
setumpuk kitab Buddha, sengaja ia datang kemari untuk
mencari derma, semoga saudara sekalian sudilah kiranya
memenuhi apa yang dia harapkan!"
"Ucapan itu memang benar, banyak pelajaran kitab
Buddha yang tersimpan disini."
"It biau suhu! Silahkan masuk" kata Hoa Thian-hong.
Dengan kepala tertunduk, It biau hwesio masuk kedalam
ruangan mengikuti dibelakang Cu Im taysu, kedua orang
inipun lantas berdiri disisi pintu gerbang.
Mendadak salah satu anggota Hong im bwe berseru
dengan suara dingin. "Hmm.... hwesio ini tidak punya kepandaian apa-apa, tapi
datang-datang lantas mencari untung, sialan.... siapa
yang kesudian memberi bagian kepadanya!"
Walaupun perkataan itu sangat lirih tapi cukup tajam dan
pedas dalam pendengaran. Seketika itu juga paras muka Cu Im taysu berubah jadi
merah padam seperti kepiting rebus, cepat-cepat
katanya. "Sebenarnya It biau suheng juga ingin datang kemari
untuk menyumbangkan tenaganya, tapi karena ia tak
pandai silat maka perjalanannya dilakukan lambat sekali.
Aaaii Sayang aku sendiripun tak pernah menyumbangkan
tenagaku, kalau tidak niscaya bagianku akan kuserahkan
kepadanya!" "Aku akan menyumbangkan bagian untuk It biau suhu!"
cepat Hoa Thian-hong berseru dengan lantang, "asalkan
kalian mendapatkan kitab ajaran Budha, silahkan di
serahkan kepadaku untuk ditukar dengan kitab pusaka
ilmu silat!" Tidak menunggu tanggapan dari orang lain lagi ia lantas
maju kedepan dan mulai membagi kitab.
Tangannya yang satu mengambil kitab dari deretan rak
buku sementara tangannya yang lain memindahkan kitab
tersebut keatas tanah dan dibagi rata jadi lima tumpuk,
semua Kitab ajaran Buddha dan ajaran agama To
semuanya diambil atas nama pribadinya.
Buku yang tersimpan dalam ruang batu itu memang
banyak tapi tak bisa menandingi kelincahan Hoa Thianhong,
dalam setengah jam pembagian kitab silat telah
selesai. Pada saat ini siapapun tidak sungkan-sungkan lagi,
masing-masing pibak segera mengu tus orsng untuk
maju dan membungkus kitab-kitab bagiannya dengan
kain kemudian mengutus pula jago lihaynya untuk
membawa kitab itu serta menyusun pasukan penjaga
untuk melindungi kitab-kitab tersebut.
Haruslah diketahui, walaupun kitab-kitab pusaka itu sama
sekali tak dipandang sebelah matapun oleh Hoa Thianhong
serta Kiu-im Kaucu, akan tetapi dikolong langit
dewasa itu tidak ada dua tiga orang yang memiliki ilmu
silat selihay Hoa Thian-hong serta Kiu-im Kaucu, maka
bisa dibayangkan betapa penting dan berharganya kitab
kitab ilmu silat itu bagi mereka.
Hoa Thian-hong dengan membawa setumpuk kitab
ajaran Budha menghampiri dihadapan It biau hwesio,
sambil mengangsurkan kitab tersebut, katanya dengan
lembut. "Toa suhu, disini terdapat dua puluh tujuh jilid kitab
ajaran Buddha, mungkin semuanya terdiri dari sembilan
puluh buku, harap kau terima dengan senang hati, aku
rasa kalau toh kitab itu disimpan Kiu-ci Sinkun ditempat
ini, tentu tak ternilai harganya!"
Cepat It biau hwesio merangkap tangannya memberi
hormat. "Semoga amal dan bakti siau sicu dapat di berkahi dan
dilindungi oleh Budha maha pengasih."
Sesudah terhenti sebentar, tambahnya lagi.
"Cukup dengan sejilid kitab Tay pe sim huo lo ni keng
nilainya sukar dilukiskan dengan kata-kata, amal bakti
siau sicu benar-benar mengharukan hatiku"
Ia lantas meroioh sakunya dan ambil keluar sebuah
karung kain. Hoa Thian-hong pun masukan setumpuk kitab tersebut
kedalam karung tadi, kemudian dengan membawa
setumpuk buku ajaran-ajaran agama To, ia menghampiri
Kho Hong-bwee. Melihat perbuatan si anak muda itu Kho Hong-bwee
tertawa terbahak bahak, katanya, "Pay ji serta Soh-gie
masih membutuhkan perawatanku, aku sedang
mempertimbangkan untuk melepaskan jubah pendeta ini,
baiklah kuterima dulu kitab ini dan dibicarakan lagi
dikemudian hari!" Tio Sam-koh maju kemuka sambil membuka kantung
kain yang dibawanya ia berseru, "Hayolah, sekarang tiba
giliranku untuk menerima bagian!"
Melihat itu Hoa Thian-hong hanya bisa tertawa paksa,
katanya, "Popo, banyak orang telah menolong serta
membantu aku dalam mengerjakan penggalian ini,
pepatah mengatakan: manusia mati lantaran harta,
burung mati karena makanan, bagi orang yang belajar
silat maka benda itulah yang paling mereka sukai.
Tio Sama koh segera melototkan sepasang matanya


Tiga Maha Besar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bulat-bulat, ia berkata dengan lantang.
Sekalipun harus dibagi, akulah yang akan membagi kitabkitab
ini kepada mereka, selain haarus kuperhatikan cara
kerja mereka akan kuselidiki pula tabiat dan tindak
tanduknya, aku tak akan berikan kitab ini semaunya
sendiri. Hoa Thian-hong dibuat apa boleh buat, terpaksa semua
kitab pusaka ilmu silat bagiannya dimasukkan kedalam
karung goni milik Tio Sam-koh.
Tio Ceng tang segera menunjukkan muka cemas dan
gelisah, sikapnya sangat tidak tenang.
Chin Wan-hong yang melihat itu cepat berseru dengan
suara keras. "Tio locianpwe, ilmu silatmu toh sudah mencapai puncak
kesempurnaan, sukar untuk mencari tandingan didunia
ini apa gunanya kau mengangkangi semua kitab pusaka
itu." "Hmm! Aku tak parnah bertarung diatas panggung Lui
tay, siapa bilang ilmu silatku sudah tiada tandingannya
lagi?" Tio Sam-koh menjengek dengan dingin.
Sebelum gadis itu memberi tanggapan lagi, Kiu-im Kaucu
telah membuka pintu dari ruang obat obatan, maka
semua orangpun lantas mengikuti masuk kedalam
ruangan itu. Begitulah, selanjutnya semua orang membagi obatobatan,
membagi alat senjata, membagi barang antik,
lukisan kenamaan dan akhirnya membagi intan permata
serta mutu manikam, sampai senja hari kedua,
pembagian tersebut baru selesai.
Orang-orang dari pihak Hong-im-hwie dan Thong-thiankauw
kuatir barang mustika mereka dibegal orang begitu
pembagian harta telah selesai, cepat-cepat mereka kabur
dari situ dan lenyap entah kemana.
Menyusul kemudian orang-orang dari Kiu-im-kauw
berlalu dari sana, akhirnya pihak Sin-kie-pang baru
menyusul. Sebelum masuk kedalam istana harta karun itu, baik Kiuim
Kaucu maupun Pek Siau-thian mempunyai niat untuk
merampok dan mengangkangi barang pusaka itu, tapi
kemudian setelah dilihatnya bahwa diantara kitab pusaka
itu tidak terdapat sejilid kitabpun yang bisa melatih ilmu
silat mereka sehingga dapat mengalahkan Hoa Thianhong,
diam- diam mereka merasa murung dan tak
tenang hati. Apa mau dikata, harta karun yang berada dalam bukit
Kiu ci san memang tak terhitung jumlahnya, sebelum
mereka berangkat pulang, mereka lihat bagian dari
perkumpulannya begitu banyak dan berlimpah sedikit
banyak rasa kecewa merekapun sedikit terobati dimana
kemudian perasaan hati merekapun lebih terbuka.
Pada akhirnya mereka sama sekali tidak punya ingatan
untuk mengalahkan Hoa Thian-hong lagi.
Setelah rombongan itu berangkat semua, Hoa Thianhong
serta Tio Sam-koh pun ikut bubaran.
Tio Ceng tang dengan mengandalkan hubungan famili
serta selembar mulutnya yang pandai merayu, tak
sampai satu hari ia telah berhasil menipu Tio Lo tay ini
jadi pusing tujuh keliling, bukan saja akhirnya nenek itu
tidak berhasil mendapatkan apa-apa, kitab pusaka yang
semula berada dalam karungnya pun habis dibagikan
kepada kawan kawan jago tak berkelompok yang telah
membantu dalam usaha penggali an tersebut.
Rombongan dari Hoa Thian-hong adalah rombongan
terakhir yang meninggalkan tempat itu, setiap orang
pulang dengan tangan kosong, kecuali senjata masingmasing,
boleh dibilang siapapun tidak membawa hasil
apa-apa. Ditengah jalan Tio Sam-koh merasa mendongkol
bercampur menyesal, akhirnya saking penasarannya ia
mengisi karung goninya dengan batu batu cadas yang
amat bessar, kemudian meneruskan perjalanan dengan
memanggul batu-batu itu. Hoa Thian-hong hendak mewakili untuk menggotong
karung tersebut, tapi sampai matipun nenek itu tak sudi
melepaskan panggulannya. Sepanjang jalan, tiba-tiba Chin Wan-hong mulai
mengeluh, ia mengatakan terlalu sayang kalau batu pipih
kumala hijau itu di dapatkan Pek Kun-gie, sepantasnya
kalau kursi kebesaran itu didapatkan oleh Hoa Thianhong,
sebab dialah yang memimpin operasi ini.
Semua orang merasa keluhan tersebut ada benarnya
juga, mereka lantas mengusulkan untuk mengejar orangorang
dari Sin-kie-pang dan merampas kembali kursi
kebesaran itu, tapi dicegah oleh Hoa Thian-hong.
Menyesal kemudian Chin Wan-hong berkata lagi, bahwa
kursi kebesaran tersebut kalau didapatkan dengan cara
merampas pasti akan kehilangan nilainya, lebih baik lagi
kalau orang lain yang mempersembahkan kursi
kebesaran itu kepada mereka.
Maka para jago itupun sibuk putar otak memeras pikiran
untuk mencari akal serta memaksa orang Sin-kie-pang
untuk menyerahkan kursi kebesaran itu secara sukarela.
Tatkala semua orang sudah bingung tujuh keliling dan
tak menemukan jalan keluar, Chin Wan-hong yang cerdik
segera mengusulkan kembali untuk meminang Pek Kungie
dan dijodohkan kepada Hoa Thian-hong, dengan
perkawinan itu niscaya kursi kebesaran tersebut akan
diboyong kembali kepihak para pendekar kaum lurus.
Biau-nia Sam-sian menolak tegas-tegas usul tersebut,
Kiu-tok Sianci pun menyatakan tidak setuju, tapi Chin
Wan hong sudah terlalu terpesona oleh kursi kebesaran
itu, sepanjang jalan dia ribut terus, malahan setelah
berpisabpun dia ngotot terus.
Ketika Hoa Thian-hong berangkat keutara untuk
menemui ibunya, Chin Wan-hong meninggalkan
suaminya dan ikut gurunya pulang ke wilayah Biau,
entah kemudian dengan cara apa, akhirnya jalan yang
buntu ini berhasil ditembusi olehnya.
Tahun berikutnya Bong Pay dan Pek Soh-gie secara
resmi menikah, kemudian bulan empat tanggal enam
belas berikutnya Pek Kun-gie juga keluar rumah.
Apa yang diduga semula memang tidak melesat, beserta
kursi kebesarannya kumala hijau itu ia diboyong kembali
ke san see. Setelah menikah dengan Pek Kun-gie, Hoa Thian-hong
masih saja tak berani untuk menduduki kursi kebesaran
itu walaupun akhirnya ia duduk juga diatas kursi
kebesaran itu sejenak, itupun karena Chin Wan-hong dan
Pek Kun-gie yang menarik tangannya dan memaksa ia
untuk menduduki tempat tersebut.
Semua harta karun yang berada dalam istana Kiu ci
kiong telah diangkut hingga ludes yang tersisa, tinggal
pintu dan ruang batu yang kosong melompong, tak lama
setelah Hoa Thian-hong sekalian berlalu dari sana, dari
balik batu-batu cadas muncullah Kok See-piauw.
Dengan langkah yang gontai, paras muka yang pucat,
Kok See-piauw menerjang masuk keruang penyimpannn
kitab tapi ketika ditemuinya ruangan tersebut telah
kosong melompong tak ada isinya ia jadi amat sedih,
sambil memukul dadanya sendiri menangislah pemuda
itu sejadi jadinya. Tiga hari tiga malam Kok See-piauw menangis terisak
dengan sedihnya ditempat itu, sungguh tak nyana justru
karena isak tangisnya itulah dia malahan berhasil
menemukan suatu penemuan yang sama sekali diluar
dugaan. Sebagaimana telah diketahui, Kiu-ci Sinkun adalah
seorang manusia yang mempelajari kembali semua jurus
silatnya, setiap hari ia melatih diri dan berhasil ia
ciptakan serangkaian ilmu telapak dan serangkaian Sim
hoat tenaga dalam yang maha dahsyat.
Semua hasil penemuan itu ditambah pula
pengetahuannya tentang pelbagai macam ilmu silat telah
ia catat dalam sejilid kitab yang bernama kitab pusaka
KIU CI CIN KENG. Kitab Kiu ci cin keng itu disimpan dalam balik dinding
ruang penyimpan kitab tersebut, oleh karena terlalu
banyak harta pusaka yang berada dalam istana tersebut,
tak pernah terpikir oleh Hoa Thian-hong untuk
melakukan pencarian jauh lebih kedalam.
Dan akhirnya kitab pusaka Kiu ci cin keng yang maha
sakti dan maha luar biasa itu berhasil didapatkan oleh
Kok See-piauw. Akan tetapi, menanti Kok See-piauw telah berhasil
menguasai isi pelajaran dari kitab Kiu ci cin keng
kemudian muncul kembali dalam dunia persilatan dengan
gelar Kiu-ci Sinkun, banyak tahun sudah lewat tanpa
terasa. Pada waktu itu putra Hoa Thian-hong yang dilahirkan Pek
Kun-gie telah seringkali melakukan keonaran dalam dunia
persilatan. Sampai dimanakah kehebatan dari bocah itu, sampai di
mana tampannya anak itu dan betapa romatisnya putra
Hoa Thian-hong dengan Pek Kun-gie ini sukar dilukiskan
dengan kata-kata. Bila anda ingin mengetahui bagaimana kelihayan dan
keromantisan sang bocah yang hebat itu, serta
bagaimana caranya Kok See-piauw yang muncul dengan
gelar Kiu-ci Sinkun melaksanakan pembalasan
dendamnya, silahkan membaca cerita silat lanjutan dari
kisah ini dengan judulnya yang baru,
"RAHASIA HIOLO KUMALA"
TAMAT MAKLUMLAH, kalian memang kurang bisa memahami
betapa busuknya hati Teng kwik Siu dan komplotannya! ujar
Cu Thong, "sejak menjumpai bendungan air itu, Ciang lotau
sudah menyadari bahwa ada orang sedang mempersiapkan
siasat air bah menyapu enam pasukan berkuda, sejak datang
kesini pada hakekatnya Tang Kwik-siu telah mempunyai
maksud jahat, tentu saja kalian semua tak akan mampu untuk
menebak siasat busuknya yang amat dirahasiakannya itu"
Setelah berhenti sebentar, dia melanjutkan lagi,
"Bagaimana nasib bangsat tua itu" Apakah sadah kalian usir
untuk pulang ke akherat?"
"Apanya yang di usir pulang keakherat" bangsat tua itu
sudah dilepaskan hidup-hidup!" sahut Ci-wi Siancu dengan
gusar. Mendengar perkataan itu, Dewa yang suka pelancongan Cu
Thong segera tertawa terbahak-bahak
"Haaahh.... haahh.... haaahh dilepaskan memang jauh lebih
baik daripada dibunuh, anggap saja kita sudah membeli kurakura
busuk dari pasar, karena kura-kura itu cuma beraninya
sembunyi melulu maka kita buang kembali ke lain toh tak ada
rugiuya bukan" Baiklah tak usah kita bicarakbn soal ini, coba
kau lihat seluruh bukit ini sudah dipenuhi oleh bapaknya
bajingan, anaknya bajingan, dan cucunya bajingan,
bagaimana caramu untuk menggali harta karun itu?"
Buru-buru Hoa Thian-hong menjawab dengan wajah serius,
"Locianpwe, dewasa ini kita harus membuang jauh-jauh
semua kerugian kita di masa lampau, pada saat inilah segenap
kekuatan yang ada dalam dunia persilatan harus bersatu padu
dan bekerja sama untuk menyelesaikan pekerjaan maha besar
ini. Kemarin malam istana Bin yu tiau dari Kiu ci kiong sudah
tergali keluar tapi kini penemuan tersebut telah tenggelam
oleh air bah yang maha dahsyat, boanpwe ada maksud untuk
menunda pekerjaan ini dan berunding lebih dulu dengan
pemimpin dari pelbagai pihak, setelah itu membendung
kembali aliran air dan menghisap air bah yang menggenangi
liang galian ini, sebab hanya dengan berbuat begitulah
pekerjaan besar ini baru bisa dilanjutkan kembali."
Tertegun Dewa yang suka pelancongan Cu Thong setelah
mendengar perkataan itu, lama sekali ia baru bisa berkata,
"Apa" Jadi setelah lolos dari terkaman air bah, kau masih
punya keberanian untuk bekerja sama lagi dengan kawanan
manusia telur busuk itu?"
Hoa Thian-hong kualir perkataannya yang amat pedas dan
tak sedap didengar ini akan menyinggung perasaan halus
orang lain, buru-buru menjawab.
"Locianpwe, sebusuk-busuknya seorang manusia, aku yakin
dia masih mempunyai hati yang baik dan liangsim yang mulia,
bila kita bersikap luhur dan percaya kepada orang lain, lama
kelamaan orang itupun da pat menyelami pula perasaan tulus
kita!" Ia menunjuk ke arah Bong Pay, lalu sambil sambil lanjutnya
lebih jauh, "Sekarang toako sudah menjadi menantu
kesayangan dari Sin-kie-pangcu, itu berarti orang-orang
seperkumpulan sudah merupakan saudara pula dengannya,
masa kita harus menganggap asing diri mereka pula?"
Dewa yang suka pelancongan Cu Thong melototkan
sepasang matanya bulat-bulat, mendadak ia berpaling ke arah
Bong Pay, rupanya orang tua ini ingin menyelami sikap
pemuda itu. Buru-buru Bong Pay bungkukan badan memberi hormat,
katanya dengan suara lirih, "Wan-hong mengatakan bahwa ini
merupakan perintah dari supe, Pay ji tak berani
membangkang perintah dari kau orang tua maka.... maka Pay
ji telah...." "Aduh, bagus.... bagus.... tata kesopananpun rupanya
sudah kau kuasahi, nada perkataan pun lebih luwes dan sedap
didengar, coba katakan, semuanya ini adalah hasil pelajaran
dari Pek loji ataukah ajaran dari nona Soh-gie binimu itu?"
teriak Cu Thong. Merah padam selembar wajah Bong Pay karena jengah,
cepat-cepat dia memberi hormat lagi seraya menjawab,
"Apabila Pay ji mendapat sedikit kemajuan dalam segala
bidang maka semuanya ini adalah hasil dari jasa supek
sendiri!" Sekali lagi Dewa yang suka pelancongan Cu Thong
tertegun, akhirnya ia merasa bahwa tidak pantas untuk bicara
sembarangan lagi, sesudah termangu-mangu beberapa saat


Tiga Maha Besar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lamanya, dengan suara agak gemetar dia berkata lagi, "Baik!
Engkaupun sudah pantas menjadi manusia, Pek Siau-thian
memang tidak melantur matanya, ia maui kau sebagai
menantlunya ini menandakan kalau pandangan matanya
memang cukup tajam. Aku menghormati keagungan Pek hujin
dan menganggap nona Soh-gie adalah seorang dara yang
saleh dan dapat merawat serta memperhatikan engkau
sepanjang hidup, karena itu aku beranikan diri untuk
memesan kepada Wan hong untuk menjadi mak comblang
dalam perkawinan ini, Dan sekarang perkawinan sudah
terlaksana maka semuanya tergantung pada dirimu sendiri,
kalau engkau tak dapat menjadi seorang enghiong hohan
yang akan meneruskan warisan dari Pek Siau-thian maka hal
ini akan merupakan penyesalan bagi Pek loji, sebaliknya kalau
engkau tak bisa menjadi seorang kuncu, seorang lelaki sejati
yarg akan menyemarakkan nama besar perguruanmu, maka
inilah dosa serta kesalahan dari aku yang menja-di supekmu,
aku dan gurumu sudah saha bat sehidup semati, maka sampai
waktunya aku hanya bisa menggorok leher sendiri untuk
menebus dosa pada gurumu. Sebaliknya hidup diantara
manusia persilatan yang kasar dan tak beraturan tapi tak
hilang sifat gagah dan jiwa pendekarnya, itulah perbuatan
yang teramat sukar, semoga engkau dapat menguasainya!"
Air mata jatuh bercucuran membasahi wajah Bong Pay,
dengan penuh rasa hormat dia memberi hormat kepada orang
tua itu, katanya, "Apa bila Pay ji tak dapat memenuhi apa
yang supek harapkan tak usah supek memberi teguran, Pay ji
dapat menyelesaikan kehidupanku sendiri untuk menebus
dosa-dosaku kepada mendiang guruku!"
Dewa yang suka pelancongan Cu Thong merasa terbaru
sekali setelah mendengar perkataan itu sampai-sampai sekujur
badannya ikut gemetar keras, katanya kemudian, "Bagus,
bagus, bagus sekali, pulanglah dahulu, demi engkau aku Cu
Thong rela untuk tundukkan kepala kepada Pek Siau-thian,
pulang dan berilah kabar lebih dulu kepadanya, katakan
sebentar lagi aku akan datang menyambanginya"
"Baik!" sahut Bong Pay dengan penuh perasaan hormat.
Selesai menjura, ia mengundurkan diri dari ruangan itu dan
berlalu dari sana. Pepatah kuno pernah mengatakan: Jika seorang kuncu
mempunyai kedudukan yang tinggi maka serta-merta akan
muncullah suatu kewibawaan yang besar pada dirinya.
Ini berarti pula bila orang itu dahulunya hanya seorang
manusia biasa saja, tapi ketika suatu ketika secara mendadak
meningkat kedudukannya, secara otomatis pula akan
muncullah suatu kewibawaan pada dirinya, yang mana
membuat rekan-rekannya tak berani pandang remeh dirinya
lagi. Begitulah keadaan dari Bang Pay saat ini, selelah ia menjadi
menautuaya keluarga Pek maka secara lapat-lapat iapun
sudah menjadi satu-satunya ahli waris yang akan memimpin
perkumpulan Sin-kie-pang yang maha besar dan maha
pengaruh ini, berhadapan muka dengan anak buah anak
buahnya yang rata-rata berilmu silat tinggi, tentu saja ia harus
pandai membawa diri serta tahu kedudukan dan derajat
sendiri pada waktu itu. Karena itu tanpa ditegur atau diberi peringatan oleh Pek
Siau thinn, dengan sendiri Bong pay telah berubah jadi
seorang manusia yang lain.
Siapapun juga yang bertemu dengan Bong pay, maka
tanpa disadari semua orang akan merasa bahwa tindak tanduk
maupun cara berbicara pemuda itu ternyata membawa suatu
pengaruh besar yang membuat orang mau tak mau harus
mematuhinya. Tentuu saja bila keadaan pada saat ini dibandingkan
dengan keadaannya di masa lampau, boleh dibilang
perbedaannya ibarat langit dan bumi, jauh sekali bedanya.
Suatu hari tatkala fajar baru saja menyingsing diufuk
sebelah timur, semua orang yang berada dibukit Kui ci sa
telah berkumpul diatas sebuah puncak tebing yang amat
tinggi berhadapan dengan sebuah selokan besar.
Semua jago persilatan baik itu dari golongan hitam, dari
golongan putih maupun dari empat samudera lima telagan
semuanya telah berkumpul ditanah perbukitan tersebut.
Sinar mata mereka yang setajam sembilu bersama-sama
tertuju pada sebuah liang besar yang menganga dibawah
tebing tepat di seberangnya, setiap orang dengan membawa
perasaan gembira, perasaan tegang dan perasaan bercampur
aduk yang sukar dilukiskan dengan kata-kata menantikan
tibanya saat yang telah ditunggu-tunggu sekian lama.
Tidak semua jago silat yang hadir ditempat itu datang
dengan tujuan mencari harta ada yang datang kesana oleh
karena demi orang orang dikasihi, karena ingin membantu
orang yang dicintainya mereka rela menyumbang tenaga dan
ikat menyingsingkan lengan baju serta bekerja keras.
Kendatipun demikian, oleh karena mereka sudah
menyumbangkan tenaga dan waktu yang cukup lama untuk
menyukseskan gerakan pencarian harta karun ini, maka
menjelang detik-detik yang terakhir ini tak urung mereka ikut
berdebar juga. Malahan ketegangan serta kegembiraan yang mencekam
perasaan hati orang-orang ini tak kalah hebatnya dengan
mereka yang maksud kedatangannya memang khusus untuk
mencari harta karun. Liang penggalian yang tergenang air bah itu sudah dibikin
kering setelah airnya di pompa keluar, sekarang kedalaman
liang tersebut telah bertambah dua puluh kaki lagi.
Atas hasil pemikiran dari Hung san su lo, Tiang sun Pou,
Ciang Cu gan, Hoa Thian-hong, Pek Siau-thian serta Kiu-im
Kaucu akhirnya dugaan mereka dapat diseragamkan yakni
letak tempat penyimpanan harta karun yang berada dalam
istana Kiu ci kiong sebenarnya berada didalam lambung bukit
karang itu. Menurut hasil catatan peta yang tertera dalam halaman
terakhir kitab puaska Thian hua ca ki letak tempat
penyimpanan harta karun itu dikelilingi oleh pelbagai lereng
dan jalan berliku-liku serta banyak cabangnya, selain itu pintu
serta jalan tembusnya banyak, sukar dihitung jumlahnya,
tempat itu ibaratnya dikelilingi oleh barisan pembingung
sukma yang bisa membetot nyawa.
Tapi apa kenyataannya" Kendatipun mereka telah bersusah
payah selama berbulan-bulan lamanya, jangankan tempat
penyimpanan harta karun itu, pintu serta jalan tembus yang
dimaksudkan pun tak kelihaian sebuah pun.
Tanpa pintu tak mungkin orang bisa mencapai letak tempat
penyimpanan harta karun itu dan percuma saja mereka
berada di sekitar tanah perbukitan itu tanpa dapat mendekati
tempat yang tertuju. Setelah mengalami patah semangat dan kemurungan
selama berhari hari lamanya, terakhir mereka putuskan untuk
meledakkan tanah perbu-kitan tersebut untuk mencari pintu
masuknya. Setelah diambil keputusan yang bulat ini, maka oleh
Tiangsun Pou beserta Ciang Cu gan, kedua orang itu mulai
memenentukan letak daerah yang akan diledakkan.
Mula-mula mereka menggali dahulu sebuah tanah lorong
yang menjorok masuk kedalam perut bumi dari dasar liang
penggalian itu, setelah lorong itu dirasakan cukup dalam,
maka bahan peledakpun ditutupi kedalam lorong tersebut,
sumbunya diatur jauh diluar liang itu dan akan disulut oleh
Hoa Thian-hong. Hari inilah yang telah ditetapkan oleh kawanan jago itu
untuk meledakkan tanah perbukitan itu.
Selang sesaat kemudian, dari dasar liang penggalian yang
sangat dalam itu berkumandang suara suitan yang amat
panjang dan nyaring, menyusul kemudian kabut yang
berwarna hitam dan tebal menggulung keluar dari dasar liang
itu. "Blaaam!!" suatu ledakan dahsyat yang meenggoncangkan
Raja Silat 1 Kemelut Blambangan Seri Pecut Sakti Bajrakirana Karya Kho Ping Hoo Dendam Si Anak Haram 7
^