Aji Wisa Dahana 1
Dewi Sri Tanjung 12 Aji Wisa Dahana Bagian 1
http://duniaabukeisel.blogspot.com
Pengantar Guna memudahkan para pembaca yang
budiman untuk dapat mengikuti cerita ini secara
baik, kiranya perlu diselami dulu peristiwa sebelumnya.
Secara tak terduga Mahisa Singkir bersama
Sarwiyah terjebak di lembah terasing dan menjadi tawanan Mpu Galuh. Karena
Mahisa Singkir di-paksa kawin dengan Ika Dewi dan Sarwiyah ka-
win dengan Rakit Cendana.
Kemudian kakak beradik (Rakit Cendana
dan Ika Dewi) itu walaupun tidak berjanji lebih dahulu telah mencampur racun
yang bisa menimbulkan rangsang birahi. Akibatnya Mahisa
Singkir yang tidak menyadari, lalu melakukan
hubungan suami isteri dengan Ika Dewi. Tetapi
sebaliknya bagi Sarwiyah beruntung, ia menyada-
ri perubahan dirinya setelah makan. Maka ketika
Rakit Cendana akan berbuat tidak senonoh, da-
pat ia pukul dadanya dan roboh tewas.
Berbareng dengan saat tersebut, datanglah
Julung Pujud dan Warigagung dan dapat meno-
long. Padahal Sarwiyah ini adalah calon isteri Warigagung, maka gadis ini
gembira sekali.
Mahisa Singkir pun tertolong oleh Mpu
Anusa Dwipa dan diajak lari meninggalkan lem-
bah terasing itu.
Dan ternyata lembah terasing itu sedang
diserbu oleh pasukan Majapahit. Perang campuh
terjadi dan kebakaran terjadi di sana sini. Penduduk panik dan kebingungan.
Setelah dapat mereka selamatkan ini, Sar-
wiyah mereka ajak menjauhi lembah. Lalu di se-
buah hutan Julung Pujud bertanya, mengapa
Sarwiyah di lembah terasing itu.
Sarwiyah menceritakan apa yang sudah
terjadi Kakeknya (Si Tangan Iblis) telah tewas dalam tangan Gajah Mada, ketika
berkelahi seorang
lawan seorang. (Peristiwa itu dapat Anda ikuti dalam buku "Mencari Ayah
Kandung".)
Mendengar penuturan ini Julung Pujud
dan Warigagung kaget sekali. Mereka berjanji un-
tuk menuntut balas.
Lalu Sarwiyah menceritakan perjalanannya
sekarang ini berteman dengan adik seperguruan-
nya bernama Mahisa Singkir, dalam usaha men-
cari Julung Pujud dan Warigagung untuk minta
bantuan. Mendengar penuturan Sarwiyah melaku-
kan perjalanan bersama seorang pemuda berbu-
lan lamanya, tiba-tiba saja Julung Pujud curiga
dan meragukan kesucian Sarwiyah. Maka tiba-
tiba ia memerintahkan kepada muridnya, agar
gadis ini ditangkap lalu ditelanjangi. Sebagai akibatnya Sarwiyah menjadi
pingsan saking malu.
(Baca buku berjudul "Jangan Kau Siksa Hatiku").
Julung Pujud melakukan perbuatan itu ti-
dak dengan maksud memalukan maupun meng-
hina calon menantunya. Tetapi oleh kecurigaan-
nya, ia ingin memeriksa apakah Sarwiyah masih
gadis suci atau sudah terjamah laki-laki. Tetapi caranya memeriksa sesuai dengan
cara dia sendiri. Mengerikan, dan membuat Warigagung sendiri
merasa tidak tega,
Namun setelah Julung Pujud mendapatkan
bukti, Sarwiyah masih perawan suci, maka kakek
ini menjadi gembira sekali, dan memuji Sarwiyah
yang pandai menjaga diri dan pantas menjadi
menantunya. Namun sebaliknya apabila terbukti
gadis ini sudah tidak suci lagi, ia tidak segan untuk membunuh saat itu juga.
Demikianlah yang terjadi dan telah diceri-
takan dalam buku berjudul "Jangan Kau Siksa Hatiku". Dan sekarang, marilah kita
ikuti secara seksama buku berjudi"! "Aji Wisa Dahana" ini.
Dengan cekatan Warigagung segera memu-
tuskan tali-tali yang mengikat Sarwiyah. Adapun
gadis ini terisak-isak, malu, tetapi juga merasa le-ga sekali. Lega, bahwa
Julung Pujud tidak ber-
maksud menghina. Dan lega bahwa selama ini di-
rinya pandai menjaga diri. Namun diam-diam ter-
getar hebat juga jantung gadis ini, jika teringat pengalamannya dalam kamar
tahanan. Hampir
saja dirinya celaka oleh pengaruh racun perang-
sang yang dicampurkan dalam makanannya oleh
Rakit Cendana. Hanya berkat kekebalan tubuh-
nya terhadap racun, membuat Rakit Cendana ti-
dak berhasil menjamah dirinya. Ngeri juga apabila teringat pengalamannya dalam
kamar tahanan itu. Sekarang setelah tali-tali yang mengikat
tubuhnya lepas, dengan tubuh gemetaran ia
mendeprok di tanah, dalam usahanya menyem-
bunyikan bagian tubuhnya yang rahasia.
Warigagung segera menolong dengan men-
gambilkan pakaian Sarwiyah. Kemudian ia meng-
hampiri gadis ini dengan langkah mundur. Agak-
nya pemuda ini tidak tega melihat calon isterinya bugil seperti itu.
- Pakailah!- katanya halus sambil membe-
rikan pakaian itu.
Sarwiyah melirik ke arah Warigagung dan
Julung Pujud. Gadis ini menjadi lega, ketika me-
lihat guru dan murid itu tidak memandang di-
rinya. Perhatian mereka kembali tertarik kepada
api yang berkobar di lembah dan juga terdengar
pula sorak sorai yang gemuruh.
Dalam waktu singkat Sarwiyah sudah sele-
sai berpakaian. Gadis ini dadanya lapang. Namun
terasa malu juga, jika teringat keadaannya tadi
ketika sedang diuji oleh Julung Pujud. Ia tidak
tahu, apa yang terjadi dengan dirinya ketika pingsan. Namun diam-diam ia menduga
pula, tentu guru dan murid itu tadi sudah menonton dirinya
dengan mata melotot dan tak berkedip, karena di-
rinya terikat erat pada sebatang kayu dan terku-
lai. Apabila menurutkan rasa malu dan pena-
sarannya, ingin sekali dirinya mengamuk. Tetapi
apabila teringat akan tujuannya mencari guru
dan murid ini, maka kemudian ia sadar tidak bo-
leh menurutkan kemarahan hati, dan sebaliknya
malah harus berusaha membuat guru dan murid
ini senang, agar bersedia membalaskan sakit ha-
tinya kepada Gajah Mada.
Sarwiyah sudah melangkah menghampiri
Warigagung dan Julung Pujud. Ia ikut pula me-
mandang ke arah lembah yang sudah menjadi
lautan api. Diam-diam gadis ini teringat kepada
Mahisa Singkir. Lalu di manakah pemuda yang
diam-diam ia cintai itu sekarang"
Sarwiyah amat khawatir akan keselamatan
Mahisa Singkir. Namun demikian manakah
mungkin gadis ini berani menanyakan tentang
pemuda itu" Gadis ini menjadi khawatir apabila
Warigagung dan Julung Pujud menjadi curiga la-
gi. Khawatir apabila cemburu sekalipun sudah
terbukti saat ini dirinya masih perawan suci. Tetapi apabila teringat akan apa
yang dilakukan Julung Pujud tadi diam-diam Sarwiyah gemetaran
tubuhnya. Sungguh aneh, mengapa mencari buk-
ti kesucian seorang gadis, harus menggunakan
cara demikian"
Api di lembah itu masih terus berkobar.
Langit di atasnya membara dan lembah itu seka-
rang menjadi lautan api. Jika teringat pengala-
mannya di lembah tadi, bagaimanapun ia bergidik
ngeri. Entah apa yang dialami dalam kamar taha-
nan itu, apabila dirinya tidak kebal racun"
- Biadab!- caci makinya dalam hati ia tuju-
kan kepada Rakit Cendana. - Terlalu! Bangsat
Rakit Cendana! Engkau sekarang sudah mampus
dan memetik buah perbuatanmu sendiri yang
terkutuk. - Akan tetapi tiba-tiba timbul rasa kekhawa-
tirannya. Sebab apabila Rakit Cendana menggu-
nakan racun untuk merobohkan dirinya, apakah
tidak mungkin Mahisa Singkir mengalami nasib
yang sama dengan dirinya" Dan apabila perem-
puan itu sudah menggunakan racun yang me-
rangsang itu, manakah mungkin Mahisa Singkir
dapat bertahan lagi berhadapan dengan Ika Dewi"
Guna menahan gangguan hatinya ini kemudian ia
menundukkan kepalanya. Ia tidak memandang ke
arah lembah yang terbakar itu, malah kemudian
ia menjatuhkan diri dan duduk di atas rumput.
- Kau letih"- Warigagung bertanya.
- Benar.- Sarwiyah mengangguk.
- Setelah kita tiba di rumah, kau bisa me-
lepaskan lelah sesuka hatimu. Dan untuk men-
cukupi kebutuhanmu, biarlah aku yang akan me-
layanimu.- - Heh heh hen heh!- Julung Pujud terke-
keh. - Engkau akan melayani kebutuhan calon is-
terimu" Lucu ..... lucu sekali.-
- Apanya yang lucu"- Warigagung kehera-
nan. - Dimanapun, di dunia ini, sudah kodrat-
nya manusia perempuan yang harus melayani
kebutuhan laki-laki. Tetapi kau malah kebalikan-
nya, akan melayani kebutuhan calon isterimu!-
- Guru! Antara laki-laki dan perempuan
mempunyai kedudukan yang sama, baik menurut
kodrat sebagai manusia maupun dalam tata hi-
dup. Sebab mereka sama-sama membutuhkan
dan sama-sama pula mengharapkan kebahagiaan
hidup. Perempuan sebagai seorang isteri, harus
memperoleh tempat yang wajar, harus mendapat
penghargaan dari suami. Hanya laki-laki yang ti-
dak tahu diri saja, yang beranggapan kedudu-
kannya lebih tinggi daripada perempuan.-
Warigagung berhenti sejenak. Setelah me-
nelan ludah ia meneruskan.
- Guru! Sebaliknya, apabila perempuan
yang semau gue, tidak dapat menghormati sua-
minya, suka menyeleweng, itupun perempuan ti-
dak tahu diri. Perempuan yang demikian mana-
kah mungkin dapat mendidik anak-anaknya seca-
ra baik dan menjaga ketenteraman rumah tang-
ganya"- - Heh heh heh heh, engkau seperti burung
beo belajar bicara,- Julung Pujud terkekeh. - Mari sekarang kita pergi. Hemm,
pada fajar ini aku
akan membalaskan sakit hati Si Tangan Iblis, ka-
kek Sarwiyah.- - Ahhh.....guru akan ke Majapahit dan me-
nantang Gajah Mada untuk bertanding"- Wariga-
gung kaget berbareng heran.
- Tak usah kita terlalu jauh pergi, Anakku.
Hemm, tahukah engkau bahwa pasukan yang
menyerbu lembah ini merupakan pasukan Maja-
pahit"- - Ohhh, Guru akan membunuh mereka"-
- Mengapa tidak" Aku akan menghancur-
kan pasukan itu. Hanya satu atau dua orang saja
yang akan aku beri hidup.-
- Untuk apa"-
- Agar orang itu dapat memberi laporan ke-
pada Gajah Mada. Dengan perantaraan orang itu
aku akan menantang Gajah Mada berkelahi di
puncak Gunung Tengger pada tiga bulan lagi.
Berkelahi secara ksatrya, seorang lawan seorang.-
- Ahhh, Guru, manakah mungkin bisa ter-
jadi" Gajah Mada adalah Patih Mangkubumi Ma-
japahit. Seorang yang kedudukannya amat tinggi
dan penting. Manakah mungkin mau datang seo-
rang diri" Dia tentu akan disertai oleh para pengawal dalam jumlah banyak. Guru,
murid menja- di khawatir sekali.-
- Heh heh heh heh, apakah engkau seka-
rang menjadi seorang penakut, setelah bertemu
dengan calon isterimu yang manis ini" Heh heh
heh heh jika engkau khawatir keselamatanmu
dan sayang pula akan calon isterimu, biarlah aku seorang diri yang akan
menerjang ke sana.-
- Ihh, tidak!- Sarwiyah berseru. - Paman,
aku takkan berdiam diri dan aku harus ikut ke
sana.- - Apakah sebabnya"-
- Kakekku akan penasaran apabila aku
menjadi pengecut dan membiarkan Paman berha-
dapan dengan bahaya. Apapun yang akan terjadi
aku menyertai Paman dan menghadapi Gajah
Mada!- - Heh heh heh heh, bagus! Engkau calon
menantuku yang terpuji. Hai Wiragagung. Apakah
engkau tidak malu kepada calon isterimu sendi-
ri"- - Guru, baiklah! Di sana Guru akan tahu
apakah aku ini murid yang baik ataukah murid
pengecut.- Julung Pujud terbelalak, namun hanya se-
jenak dan kemudian ia terkekeh lagi. Katanya.
- Heh heh heh heh, apakah yang akan kau
lakukan di sana"-
-Jika Guru berhadapan dengan Gajah Ma-
da, apakah murid tidak dapat berhadapan dengan
yang lain" Hemm, biarlah Guru tahu bahwa mu-
rid bukan penakut. Murid akan memilih salah
seorang pembantu Gajah Mada yang paling sakti.-
- Jika engkau sampai tak mampu melawan,
apakah jadinya"-
Dewi Sri Tanjung 12 Aji Wisa Dahana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
- Bukankah taruhannya hanyalah mati"
Apabila toh murid tewas dalam perkelahian itu,
bukankah murid akan mati dengan puas" Murid
mati membela nama baik kakek mertua dan da-
lam usaha membalaskan sakit hati keluarga.-
- Ha ha ha ha, engkau jangan mengacau
tak keruan.- Warigagung melongo, tak tahu maksud gu-
runya. - Hemm, Warigagung! Engkau sekarang
sudah mengerti, dirimu sekarang sudah lain den-
gan keadaanmu dua tahun lalu mau pun kema-
rin. Sekarang engkau sudah mempunyai calon is-
teri cantik jelita. Lalu bagaimanakah dengan Sarwiyah apabila kau tewas dalam
perkelahian itu"-
Warigagung memalingkan mukanya me-
mandang Sarwiyah. Akan tetapi gadis ini menun-
dukkan kepala, sehingga tidak membalas pan-
dang mata calon suaminya. Warigagung menghela
napas pendek, sekarang ia menjadi ragu sehingga
tidak kuasa membuka mulut.
Tetapi apakah yang terjadi dengan Sar-
wiyah sekarang ini" Dalam dada gadis ini seka-
rang terjadilah pergulatan dan pertentangan batin yang hebat sekali.
Apabila mengingat kata-kata kakeknya
yang ingin membalas dendam kepada Gajah Ma-
da, sesungguhnya hati gadis ini terharu berba-
reng bangga. Dan apabila Julung Pujud dan Wa-
rigagung sampai tewas dalam perkelahian itu, se-
harusnya dirinya sendiri harus pula berani men-
gorbankan nyawa.
Namun tiba-tiba dalam benak gadis ini ter-
bayang kembali wajah tampan Mahisa Singkir
dan wataknya yang sabar dan sikapnya yang
amat sopan. Dalam dada gadis ini tiba-tiba saja
malah timbul harapannya, agar Warigagung tewas
dalam perkelahian yang direncanakan itu. Sebab
bagaimanapun dalam hatinya tidak sepercikpun
api cinta kepada Warigagung. Ia setuju dipertu-
nangkan dengan pemuda ini tidak lain adalah
hanya menuruti kemauan kakeknya saja. Ternya-
ta sekalipun ia sudah berusaha mencintai Wari-
gagung, usahanya gagal. Api cinta itu tidak per-
nah menyala dan benih cinta itu tidak mau tum-
buh. Lebih lagi sekarang, setelah dadanya terisi oleh bibit cinta kepada Mahisa
Singkir, harapan
satu-satunya sekarang ini tidak lain hanya ingin hidup bersama, membentuk
keluarga bahagia
dengan Mahisa Singkir.
Sarwiyah tidak membuka mulut dan Wari-
gagung mengiakan. Kemudian dua orang muda
ini mengikuti Julung Pujud meninggalkan tempat
ini. Dugaan Julung Pujud bahwa pasukan Ma-
japahit yang dipimpin Mpu Kepakisan belum jauh
pergi memang tepat. Pasukan itu walaupun dalam
waktu singkat sudah dapat melumpuhkan lawan,
sehingga Mpu Galuh dan Hesti Pawana tewas,
namun yang harus diurus memang amat banyak.
- Bagaimanakah Sarwiyah" Bagaimanakah
perasaanmu, jika aku sampai tewas dalam perke-
lahian untuk membalaskan sakit hati kakekmu"-
Pertanyaan Warigagung ini membuat Sar-
wiyah terkesiap. Ia mengangkat mukanya, yang
agak pucat. Melihat wajah Sarwiyah yang pucat itu, Ju-
lung Pujud terkekeh gembira. Sebab kakek ini
menduga, kepucatan wajah gadis ini karena rasa
khawatir apabila calon suaminya sampai tewas.
Demikian pula Warigagung, pemuda ini menduga
sama. Lebih lagi ketika melihat gadis ini tidak
membuka mulut dan hanya mampu menggeleng.
Dugaan guru dan murid ini semakin kuat, jelas
gadis ini tidak menginginkan Warigagung sampai
tewas. - Sudah, sudah, Sarwiyah, engkau tak per-
lu khawatir dan sedih!- ujarnya dengan nada
menghibur. - Semua ini baru merupakan rencana
saja. Aku belum tahu, Gajah Mada sedia ataukah
tidak melayani tantanganku. Hemm, sekarang
marilah kita berangkat. Aku percaya, pasukan
Majapahit itu belum jauh pergi.-
Pasukan itu lebih dahulu harus membakar
semua jenazah yang tewas, baik pada pihak la-
wan maupun pihak sendiri. Disamping itu sesuai
dengan perintah Gajah Mada, mereka yang me-
nyerah harus diperlakukan sebaik-baiknya dan
dibawa ke Majapahit
Di antara tawanan yang jumlahnya amat
banyak itu, sebagian besar terdiri atas wanita dan anak-anak. Para tawanan itu
di sepanjang jalan
selalu menangis akibat kesedihan hatinya, oleh
tewasnya suami, ayah atau anaknya. Karena me-
nangis maka perjalanan menjadi lambat sekali.
Beberapa orang prajurit yang bertugas menjaga
para tawanan, mulai naik darah. Mereka kemu-
dian membentak-bentak dan ada pula yang tidak
kuasa lagi menahan tangannya dan main pukul.
Untung hal ini cepat diketahui oleh Rangga
Premana, putera Gajah Mada yang menyertai Mpu
Kepakisan. Sekalipun sekarang ini Rangga Pre-
mana menderita luka pada pundaknya, namun
pemuda ini tidak dapat tinggal diam. Ia cepat bertindak sekalipun tanpa
kekerasan, setelah men-
dengar laporan itu.
Rangga Premana yang semula mengendarai
kuda berjajar dengan Mpu Kepakisan di bagian
depan, pemuda ini menghentikan langkah ku-
danya untuk menunggu pasukan yang bergerak
di belakang. Ia baru menggerakkan kendali ku-
danya lagi, setelah pasukan penjaga tawanan itu
tiba di sampingnya. Dengan demikian pemuda ini
sekarang dapat mengawasi langsung semua ta-
wanan. Rangga Premana cukup bijaksana. Ia ti-
dak menegur maupun marah kepada para praju-
rit, dan ia hanya berdiam diri dan mengikutinya.
Sekalipun demikian, pengaruhnya amat besar.
Para prajurit tawanan itu sekarang tidak berani
main pukul dan galak lagi.
Waktu sudah fajar. Pasukan yang bergerak
menuju Majapahit itu baru tiba di Rambipuji.
Mendadak pasukan itu berhenti dan Rangga Pre-
mana yang dibelakang keheranan.
Pada saat itu seorang lurah prajurit berla-
rian menghampiri Rangga Premana. Setelah
memberi hormat, lurah prajurit ini melapor, per-
jalanan terhenti. Di depan telah menghadang seo-
rang kakek kerdil yang rambutnya awut-awutan
tidak keruan. Rangga Premana kaget. Ia kemudian berbi-
sik dan menugaskan lurah prajurit itu supaya
mengawasi para tawanan. Kemudian ia mengge-
rakkan kudanya ke depan. Dan ternyata laporan
itu benar belaka, ia melihat Mpu Kepakisan su-
dah berdiri berhadapan dengan kakek kerdil yang
tertawa terkekeh-kekeh.
- Heh heh heh heh, siapakah engkau kakek
tua"- tanya kakek kerdil ini yang bukan lain Ju-
lung Pujud. Mpu Kepakisan memandang tajam kepada
Julung Pujud. Timbul perasaan heran dalam hati
kakek ini, apakah sebabnya Julung Pujud berani
menghadang pasukannya" Orang yang waras
ataukah gila" Namun sebagai kakek yang berjiwa
besar, ia menjawab juga.
- Aku yang disebut orang dengan nama
Mpu Kepakisan. Siapakah engkau dan apa mak-
sudmu menghadang perjalanan kami"-
Julung Pujud mengerutkan alisnya yang
sudah putih mendengar nama Mpu Kepakisan. Ia
memang sudah pernah mendengar nama ini, dan
terkenal sebagai tokoh sakti mandraguna, yang
menjadi sahabat Gajah Mada.
Namun demikian Julung Pujud tidak men-
jadi gentar. Kakek ini malah ketawa terkekeh-
kekeh. - Heh heh heh heh, sungguh beruntung
pagi ini aku dapat berhadapan dengan tokoh sakti bernama harum. Ha ha ha ha, kau
ingin tahu namaku" Baik! Aku inilah yang disebut orang
dengan nama Julung Pujud, orang Belambangan.-
- Kau.....kau.....Julung Pujud"- Mpu Kepa-
kisan kaget. Nama Julung Pujud justru amat terkenal,
semenjak puluhan tahun lalu. Hanya sayang se-
kali tokoh sakti ini memilih jalan sesat, dan tidak segan-segan mengganas kepada
orang yang sama
sekali tidak berdosa. Julung Pujud melakukan
kekejaman dan membunuh orang justru untuk
hiburan dan kesenangan.
- Heh heh heh heh, kau kaget"- ejek Ju-
lung Pujud. - Hemm, apakah maksudmu menghadang
kami"- - Maksudku sudah jelas. Kenapa masih ju-
ga bertanya" Aku sengaja menghadang perjala-
nanmu pagi ini bukan lain karena aku tertarik.
Pasukan yang banyak jumlahnya ini dan bergerak
waktu fajar pula, pulang dari mana"-
Julung Pujud sengaja bertanya dan pura-
pura tidak tahu. Tetapi Mpu Kepakisan yang se-
karang ini berkedudukan sebagai panglima, ber-
sikap hati-hati. Ia belum tahu maksud Julung Pu-
jud yang sebenarnya. Kalau berbuat baik adalah
syukur, tetapi kalau jahat tidak boleh sembaran-
gan. - Hemm,- dengus Mpu Kepakisan dingin. -
Perjalanan kami pada pagi ini tidak ada sangkut
pautnya dengan kau. Maka maafkanlah aku tidak
dapat memberi keterangan.-
Julung Pujud berjingkrakan saking amat
marah. Ia mendelik dan tiba-tiba rambutnya yang
awut-awutan itu berdiri seperti sapu lidi dan kemudian bentaknya menggeledek.
- Jahanam! Setan Alas! Aku bertanya baik-
baik, jawabanmu menyebabkan orang marah.
Huh! Apakah sangkamu aku tidak tahu, kau baru
saja pulang menumpas sarang Mpu Galuh"-
Mpu Kepakisan kaget sekali mendengar ini.
Tetapi ia malah semakin hati-hati bersikap.
Karena ia cepat dapat menduga kakek ker-
dil ini tentu salah seorang sahabat Mpu Galuh,
dan agaknya kakek ini menghadang ingin membe-
la Mpu Galuh. - Hemm, kalau sudah menghadang, apa-
kah maksudmu "-
- Heh heh heh heh, maksudku jelas. Aku
tahu pasukan ini pasukan Majapahit. Dan aku
tahu pula, apa yang kau lakukan ini sesuai perintah jahanam busuk Gajah Mada!-
- Bangsat! Tutup mulutmu yang busuk!-
teriak Rangga Premana yang menjadi marah, ke-
tika mendengar kakek kerdil itu berani mencaci
maki ayahnya. Julung Pujud mendelik ke arah Rangga
Premana. Bentaknya.
- Hai orang muda yang lancang mulut. Sia-
pakah engkau ini"-
- Hemm, dengarkanlah baik-baik. Namaku
Rangga Premana, dan aku putra Maha Patih Ga-
jah Mada - - Kau, kau anak Gajah Mada" Heh heh heh
heh, sungguh kebetulan sekali. Engkau harus ku-
tangkap hidup-hidup!-
Belum juga lenyap suara Julung Pujud,
kakek kerdil ini sudah melesat ke arah Rangga
Premana. Gerakannya sungguh cepat. Dan kare-
na tubuhnya memang kerdil, maka tubuhnya
hampir tidak tampak.
Rangga Premana terkesiap. Ia sudah me-
loncat turun dari kuda dan secepat kilat meng-
hunus pedang. Sring......
Seleret sinar panjang dan warna ungu me-
nyambar. Inilah pedang pusaka Tunggul Naga.
Pedang pusaka milik Gajah Mada yang dipinjam-
kan anaknya supaya dalam tugasnya lebih man-
tap. Namun demikian sejak Rangga Premana ber-
tugas menyertai Mpu Kepakisan ini ia belum per-
nah menghunus pedang pusaka itu. Ketika me-
nyerbu ke sarang Mpu Galuh, ia hanya menggu-
nakan pedang biasa. Kenapa" Ia patuh pesan
ayahnya, tidak boleh sembarangan menggunakan
pedang pusaka itu kalau tidak terancam oleh ba-
haya. Tetapi sekarang ini ia sadar berhadapan
dengan bahaya. Maka tidak ragu-ragu lagi sudah
mencabut pedang pusaka Tunggul Naga itu.
Plakkk!....... Benturan tenaga terdengar cukup keras
dan Rangga Premana terbelalak. Ternyata Mpu
Kepakisan sudah bertindak tangkas ketika meli-
hat Julung Pujud menerjang ke arah Rangga
Premana. Kakek sakti itu tidak mau tinggal diam
dan sudah melompat menyambut pukulan kakek
kerdil itu. Akibat dua orang kakek ini turun ke bumi
dan terhuyung ke belakang beberapa langkah.
Dewi Sri Tanjung 12 Aji Wisa Dahana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kemudian dua orang kakek ini berdiri saling
mendelik. Agak lama mereka tukar pandang se-
perti sedang menaksir.
- Heh heh heh heh, bagus!- Julung Pujud
terkekeh. - Agaknya engkau cukup alot. Sudah
lama sekali aku tidak pernah bertemu tanding, ha ha ha ha. Pertemuan kita
sekarang ini sungguh
menggembirakan hatiku!-
Mpu Kepakisan hanya berdiam diri dan
hanya sepasang matanya tak berkedip, siap siaga
menghadapi segala kemungkinan.
Rangga Pramana yang sudah bersiap diri
dengan pedang pusaka, cepat memerintahkan pa-
sukan untuk mundur. Kemudian membentuk ba-
risan bentuknya seperti payung agung. Semua itu
bukan lain guna menjaga segala kemungkinan,
apabila kakek kerdil ini tidak sendirian.
- Hai Mpu Kepakisan! Agaknya engkau
menjadi besar hati berhasil menghancurkan sa-
rang Mpu Galuh. Heh heh heh heh, engkau jan-
gan mimpi. Engkau takkan dapat pulang ke Ma-
japahit dalam keadaan masih bernyawa.-
- Jangan membuka mulut sembarangan!-
bentak Mpu Kepakisan. - Apakah maksudmu se-
benarnya" Apakah engkau sekarang ini membela
pemberontak itu dan sengaja memusuhi Majapa-
hit"- - Heh heh heh heh, antara aku dan Mpu
Galuh tidak ada hubungan sama sekali. Aku ada-
lah aku, bukan pembela Majapahit dan bukan
pula pemberontak. Akan tetapi aku mempunyai
persoalan pribadi dengan Gajah Mada. Heh heh
heh heh, engkau dan seluruh pasukan harus
mampus pada pagi ini.-
- Uh sombongnya! Mari kita coba saja, sia-
pakah yang harus roboh dan mampus!-
Mpu Kepakisan melangkah maju perlahan,
ke arah kiri. Di pihak lain Julung Pujud juga bergerak maju ke arah kiri.
Langkah dua orang ka-
kek sakti ini perlahan saja, tetapi sekalipun demikian merupakan langkah yang
teratur. Be- danya, kalau lingkaran dari langkah yang dibuat
oleh Mpu Kepakisan tidak begitu lebar, lingkaran yang dibuat Julung Pujud lebar.
Untuk beberapa saat lamanya dua orang
kakek ini terus berputaran, seakan dua ekor
ayam jantan yang siap berlaga, saling menaksir
dan saling mencari kesempatan baik guna mener-
jang. Mpu Kepakisan sadar kakek kerdil yang ia
hadapi sekarang ini bukan tokoh sembarangan,
tetapi tokoh jahat, licik dan penuh tipu muslihat.
Mpu Kepakisan belum lupa terjadinya peristiwa
yang menggemparkan belasan tahun lalu. Tidak
sedikit jumlahnya orang tewas dalam tangan ka-
kek kerdil ini.
Keganasan kakek ini baru kemudian sirap,
setelah Mpu Anusa Dwipa turun tangan. Julung
Pujud dihajar babak belur, dan selanjutnya kakek ini menghilang tanpa kabar.
Sekarang dengan
munculnya Julung Pujud, diam-diam Mpu Kepa-
kisan khawatir juga kalau kekacauan akan timbul
lagi oleh keganasan Julung Pujud.
Dalam kedudukannya sebagai salah seo-
rang pejuang dan membela kepentingan Majapa-
hit, maka merupakan kewajibannya pula untuk
memberantas siapapun yang berbuat jahat.
Tiba-tiba Julung Pujud sudah menggeram
sambil meloncat tinggi, dan dua tangannya berge-
rak ke depan. Plak!..... plak!
Benturan telapak tangan dua orang sakti
ini di udara terdengar amat nyaring. Dua tubuh
orang sakti itu terpental ke belakang lagi bebera-pa langkah. Mereka kemudian
berdiri tegak saling berhadapan dalam jarak kira-kira empat depa.
Dua pasang mata saling mendelik, tetapi tampak
napas dua orang tua ini agak sesak, dada mereka
kembang kempis.
Apa yang sudah terjadi memang diluar ta-
hu orang yang melihat. Benturan telapak tangan
ini merupakan benturan yang tidak main-main,
tetapi benturan tenaga sakti tingkat tinggi yang hebat sekali. Benturan yang
dilambari tenaga ini akibatnya hebat. Isi dada masing-masing tergun-cang hebat
dan sesak. Ternyata dalam mengukur tenaga tadi, an-
tara Mpu Kepakisan dengan Julung Pujud dalam
keadaan seimbang. Sadar bertemu dengan tand-
ing, masing-masing bertindak lebih hati-hati. Ma-ka setelah sesak dadanya
hilang, Julung Pujud
sudah menerjang maju lagi dengan pukulan dan
cengkeram. Memang bukan sembarang pukulan, kare-
na pukulan ini mengandung racun, yang disebut
ilmu pukulan Wisa Dahana atau Aji Wisa Dahana.
Baik sambaran angin maupun akibat dari puku-
lan ini akan menyebabkan lawan keracunan dan
panas seperti terbakar.
Sesungguhnya memang Aji Wisa Dahana
yang amat beracun itu, yang selalu dibanggakan
dan mengangkat namanya di tempat cukup tinggi
sebagai tokoh sakti. Disamping itu sekarang ini
Julung Pujud ingin pula agar dapat mengalahkan
Mpu Kepakisan dalam waktu singkat. Dan ia sa-
dar pula, apabila berhasil merobohkan kakek ini, ia masih harus berhadapan
dengan para prajurit
yang banyak jumlahnya dan tidak gampang men-
gatasi. Disamping semua ini iapun sadar sekarang ini Warigagung hadir. Ia sudah
amat kenal watak
Warigagung yang setia dan patuh kepada guru.
Kalau melihat dirinya dikeroyok orang atau roboh di tangan Mpu Kepakisan, bocah
itu takkan dapat
dicegah lagi, tentu mengamuk. Dan jika sampai
terjadi demikian, keselamatan murid tunggalnya
itu terancam. Pertimbangan-pertimbangan ini menye-
babkan Julung Pujud langsung menggunakan Aji
Wisa Dahana yang beracun itu, menghadapi Mpu
Kepakisan. Maksud yang terutama agar dapat
mengalahkan lawan dalam waktu singkat. Tetapi
sungguh sayang, yang ia hadapi sekarang ini seo-
rang tokoh sakti sahabat Gajah Mada yang sakti.
Maka perkelahian secara ksatrya sekarang ini
berlangsung cepat dan sengit,
Saking cepatnya dua kakek ini bergerak,
menyebabkan pandang mata mereka menjadi ka-
bur dan kepala mereka menjadi pening. Jangan
lagi para prajurit itu sanggup mengikuti apa yang terjadi. Malah Rangga Premana
yang telah cukup
tinggi ilmu kesaktiaannya, masih tidak sanggup
untuk mengikuti perkelahian sengit itu.
Tanpa terasa matahari sudah bersinar. Se-
bagian dari pasukan itu, saking lelah dan men-
gantuk, telah tertidur di tempat dalam sikap duduk atau berdiri bersandar pada
batang pohon. Para tawanan wanita dan anak-anak pun,
yang semula pada menangis, mendapat kesempa-
tan melepaskan lelah dan tidur di tanah dan re-
rumputan. Hanya Rangga Premana dan beberapa per-
wira prajurit Majapahit saja yang masih kuasa
bertahan, sekalipun terasa amat lelah dan men-
gantuk. Perkelahian antara Julung Pujud dengan
Mpu Kepakisan telah berlangsung hampir seten-
gah hari. Tetapi ternyata dua orang itu masih tetap tangguh.
Diam-diam Julung Pujud heran sekali me-
lihat kegagahan Mpu Kepakisan. Pukulan-
pukulannya yang mengandung racun hebat, teta-
pi seperti tidak berdaya terhadap kakek itu. Dan herannya pula mengapa tenaga
lawan tidak juga
berkurang dan serangannya tetap hebat dan ber-
bahaya. Kenyataan yang tidak terduga ini menye-
babkan Julung Pujud harus berpikir dan berpikir
lagi. Munculnya matahari bumi, bagaimanapun
akan memberikan keuntungan pihak lawan dan
dirinya rugi. Apabila secara pengecut Mpu Kepa-
kisan memerintahkan para prajurit itu menge-
royok. Walaupun dirinya dapat membunuh pulu-
han orang, tidak urung keselamatannya sendiri
sulit ia pertahankan.
Sing.....sing.....wir.....wir......
Beberapa sinar hitam tiba-tiba saja me-
nyambar dari tangan kiri Julung Pujud ke arah
Mpu Kepakisan. Sambaran sinar hitam ini menge-
jutkan kakek itu. Karena itu ia cepat melenting
tinggi di udara sambil mengebutkan telapak tan-
gan kiri dan kanan secara bergantian. Angin yang dahsyat menyambar ke bawah
hingga sinar hitam
itu semuanya telah runtuh ke tanah.
- Kurang ajar! Lambat sedikit, nyawaku
tentu melayang!- desisnya setelah berdiri di bumi, sambil memandang Julung Pujud
yang berlarian seperti terbang, meninggalkan tempat perkela-
hian. - Apakah sebabnya tidak Kakek kejar"-
tanya Rangga Premana sambil menghampiri Mpu
Kepakisan. - Hemm, tak ada gunanya!- sahut Mpu Ke-
pakisan sambil menghela napas lega.
Akan tetapi tiba-tiba kakek ini tubuhnya
limbung, terhuyung dan kemudian jatuh terdu-
duk. Dan kakek ini kemudian bersila di tanah
sambil memejamkan mata.
- Kakek.....kau.....kau terluka!- tanya pe-
muda ini dengan gugup dan kaget.
Mpu Kepakisan tidak menyahut. Orang tua
ini hanya mengangkat tangan kirinya, memberi
isyarat agar pemuda itu tidak mengganggu dirinya lagi. Melihat isyarat itu
Rangga Premana segera
mundur dan tidak berani mengganggu lagi.
Tak lama kemudian Mpu Kepakisan sudah
membuka matanya, lalu bangkit berdiri. Ketika
melihat Rangga Premana masih berdiri tidak jauh
dari tempatnya duduk dan masih memegang pe-
dang terhunus. Mpu Kepakisan tersenyum, katanya halus.
- Sarungkan pedangmu! Bahaya sudah le-
wat!- - Apakah Kakek terluka"- tanya Rangga
Premana sambil menyarungkan pedangnya.
- Hemm, tidak!- sahut kakek ini sambil ter-
senyum. - Akan tetapi pengaruh dari pukulan Ju-
lung Pujud yang beracun itu amat berbahaya. Ji-
ka tidak dapat kuusir, akan dapat menimbulkan
bahaya bagi diriku.-
Rangga Premana terbelalak. Kemudian ia
bertanya. - Apakah yang Kakek maksudkan pukulan
beracun itu"-
- Hemm, Julung Pujud mempunyai nama
harum sejak puluhan tahun lalu, karena memiliki
ilmu pukulan beracun dan berbahaya bagi lawan.
Apabila lawan telah menghirup cukup banyak
hawa beracun dari sambaran pukulannya, orang
itu bisa tewas. -
Rangga Premana mengangguk-anggukkan
kepala dan diam-diam bergidik. Betapa ba-
hayanya pukulan yang mengandung racun itu.
- Begitu jarum beracun yang digunakan
sebagai senjata rahasia itu, siapapun yang terluka oleh jarum itu, sulit
ditolong lagi jiwanya.- Mpu Kepakisan menambahkan. - Hemm, aku tidak dapat
membayangkan apa yang akan terjadi kalau
saja dia tadi menghamburkan jarumnya yang be-
racun itu ke arah prajurit. -
Rangga Premana menghela napas pendek.
Ia mengerti ucapan Mpu Kepakisan. Memang sulit
sekali ia duga, bagaimanakah akibat dari jarum
yang beracun itu, kalau dipergunakan menyerang
para prajurit. Tentu akan segera jatuh korban puluhan orang. Sekalipun demikian
ia merasa lega pula bahwa Julung Pujud sudah melarikan diri,
sebelum menimbulkan korban.
- Hem, aku tahu maksud Julung Pujud
menghadang rombongan kita ini,- ujar Mpu Ke-
pakisan lagi. - Aku hanya mengerti amat sedikit, bahwa Julung Pujud menyinggung
nama ayahmu. Persoalan apakah yang menyebabkan Julung Pu-
jud membenci ayahmu"-
- Kalau Ayah banyak dimusuhi orang me-
mang tidak mengherankan.- Rangga Premana
menyahut. - Bukankah tidak sedikit orang yang
menjadi iri akan kedudukan Ayah yang terlalu
tinggi di Majapahit" Kakek, semua orang tahu
bahwa Ayah bukan keturunan bangsawan. Seja-
rah yang belum lama berlalu telah mencatat, ten-
tang terjadinya pemberontakan Dharmaputra.
Pada waktu itu kedudukan Ayah baru sebagai
Bekel Bhayangkara. Jelas bahwa di antara ketu-
runan bangsawan Majapahit selalu dilanda perpe-
cahan, akibat saling berebut kedudukan. -
Rangga Premana berhenti dan sejenak ke-
mudian lanjutnya.
- Dan kiranya Kakek tidak akan menutup
mata, sikap Ayah yang demikian keras dalam me-
Dewi Sri Tanjung 12 Aji Wisa Dahana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
nunaikan tugas. Tidak peduli siapapun apabila
salah harus memperoleh hukuman setimpal. Ten-
tu saja sikap Ayah yang keras dalam usaha mem-
bawa Majapahit ke puncak kejayaan ini, menim-
bulkan rasa tidak senang di hati mereka yang
memang sudah iri hati. Kakek, agaknya peristiwa
ini bukanlah peristiwa yang berdiri sendiri. Bu-
kanlah peristiwa pribadi antara Ayah dengan
orang bernama Julung Pujud itu.-
Mpu Kepakisan mengangguk-anggukkan
kepalanya. Katanya. - Ya! Orang besar yang jujur dan bijaksana serta mengabdikan
diri secara jujur untuk kepentingan masyarakat dan negara, bi-asanya malah
banyak orang memusuhi. Hal itu
tidak lain, terdorong rasa dengki dan iri hati.
Keinginan untuk memperoleh kedudukan setinggi
itu dengan memfitnah apabila memang perlu.-
Mpu Kepakisan menebarkan pandang ma-
tanya ke arah pasukan dan ia melihat sebagian
besar dari mereka tertidur di tempatnya. Melihat ini ia menghela napas dan
terharu. Ia mengerti
dan sadar, mereka kepayahan. Maka ia biarkan
pasukan ini untuk sementara istirahat.
- Rangga,- katanya lagi. - Perintahkan ke-
pada semua perwira, pasukan kita perlu istirahat di tempat ini juga guna
melepaskan lelah.-
Rangga Premana melaksanakan pula perin-
tah panglima ini. Dan ternyata kebijaksanaan
Mpu Kepakisan ini disambut oleh seluruh pasu-
kan dengan sorak sorai gembira. Mereka yang ti-
dak bertugas jaga segera berebut untuk tidur
maupun mengaso, memilih tempat di bawah po-
hon rindang maupun tempat yang rumputnya
tebal. Julung Pujud yang penasaran berlarian cepat seperti terbang.
- Guru! Guru!- Warigagung berteriak me-
manggil, kemudian bersama Sarwiyah memburu.
Tetapi Julung Pujud tidak segera menghen-
tikan larinya, tetapi mengurangi, hingga dua
orang muda ini dapat mengejar. Kemudian tiga
orang ini berlarian terus tanpa membuka mulut.
Warigagung mengerti, gurunya sedang gelisah,
karena usahanya mengalahkan Mpu Kepakisan
tidak berhasil. Sebaliknya Sarwiyah berdiam diri karena memang takut bicara.
Setelah cukup jauh berlarian dan kemu-
dian masuk ke dalam hutan barulah Julung Pu-
jud mau berhenti, dan kemudian kakek kerdil ini
membantingkan pantatnya di atas sebuah batu.
- Hemm,- Julung Pujud menghela napas.-
Ternyata Mpu Kepakisan memang cukup atos!-
- Ohhh .....jadi dia itu tadi yang bernama
Mpu Kepakisan"- Warigagung menatap gurunya
dan keheranan. Pemuda ini sudah cukup kenal sampai di
manakah kesaktian gurunya dan banyak kali pu-
la menyaksikan, setiap berkelahi kebanyakan la-
wanlah yang akan roboh tak bernyawa atau ber-
tekuk lutut. Tetapi apakah sebabnya kali ini gu-
runya malah melarikan diri"
- Apakah Paman kalah"- Sarwiyah membe-
ranikan diri bertanya sambil memandang kakek
itu. -Apa" Kalah"! Siapakah yang kalah"!- ben-
tak Julung Pujud sambil mendelik kurang se-
nang. Sarwiyah yang halus perasaannya menjadi
ketakutan lalu menundukkan kepalanya. Melihat
ini Warigagung menjadi iba, kemudian berkata.
- Guru! Kalau Guru tidak kalah, apakah
sebabnya lari"-
- Huh! Siapakah yang lari"- bentak Julung
Pujud. - Aku tidak lari dan juga tidak kalah. Ta-hu" Aku memang menghentikan
perkelahian itu,
sebelum salah seorang roboh mampus!-
- Apakah sebabnya"-
- Hemm, mengapa sebabnya engkau seka-
rang tambah tolol" Huh, kalau saja siang tadi tidak segera datang, aku akan
masih terus berke-
lahi. Huh! Kau harus tahu Mpu Kepakisan tidak
sendirian. Engkau harus pandai mengenal gela-
gat, sebab prajurit itu bisa dia perintahkan men-gurung dan mengeroyok aku. Dan
mungkin bisa pula mereka perintahkan agar menghujani den-
gan anak panah. Apakah itu tidak berbahaya"
Itulah sebabnya aku tadi lebih baik lari, semua
itu untuk menghindarkan hal-hal yang tidak aku
harapkan.- - Ahhhh.....- tiba-tiba saja Sarwiyah menge-
luh. - Kau ada apa"- tanya kakek kerdil ini.
- Tidak apa-apa, paman - sahut Sarwiyah
sekenanya. Tetapi sebenarnya, timbul rasa kecewa da-
lam hati gadis ini. Apabila baru berhadapan den-
gan pembantu Gajah Mada saja sudah tidak
mampu mengalahkannya, manakah mungkin ka-
kek ini mampu menghadapi Gajah Mada" Dan
manakah mungkin sakit hati keluarganya dapat
terbalas" Melihat perubahan wajah gadis ini, tiba-
tiba saja Julung Pujud terkekeh. Katanya kemu-
dian. - Hemm, Wiyah! Engkau jangan menjadi
khawatir dan salah sangka. Apa yang sudah ter-
jadi tadi bukannya aku kalah. Akan tetapi aku
menggunakan otakku untuk berpikir, agar tidak
sampai mati konyol. Siapakah yang akan mende-
rita rugi" Tidak urung engkau sendiri. Karena itu sekarang, mari sebaiknya kita
pulang dahulu. Engkau dan Gagung harus segera kawin. Di sana,
engkau akan aku didik, aku gembleng agar eng-
kau menjadi wanita perkasa. Dan yang kelak ke-
mudian hari akan berguna dalam membalas sakit
hati keluargamu, sebab engkau maupun suami-
mu akan menjadi pembantuku yang bisa aku per-
caya,- Sarwiyah menjadi sedih mendengar ajakan
ini dan untuk segera kawin dengan Warigagung.
Tiba-tiba saja terbayanglah kembali dalam be-
naknya, pemuda tampan Mahisa Singkir. Pemuda
yang amat ia cintai itu sekarang bagaimanakah
nasibnya" Sekalipun pemuda itu belum pernah
mengucapkan janji setianya, namun ia sudah me-
rasa pasti bahwa pemuda itu mencintai dirinya.
Kalau mendengar dirinya sudah kawin dengan
Warigagung, apakah pemuda itu tidak merana"
Akan tetapi sebaliknya tidak mungkin ia
dapat menolak kehendak Julung Pujud ini. Ia su-
dah kalah janji dan hal itu justru sudah mempe-
roleh restu kakeknya. Untung juga Sarwiyah se-
gera memperoleh alasan, katanya.
-Paman, memang sudah seharusnya aku
dan Kakang Warigagung segera kawin. Tapi.....-
- Tetapi apa" Apakah engkau mau berk-
hianat"-Julung Pujud mendelik.
- Paman .....ohh..... dengarlah dahulu ...... -
kata gadis ini. - Yang aku maksudkan, apakah
pada saat aku kawin, Mbakyu Sarindah tidak per-
lu hadir"-
- Ohh, heh heh heh heh, tentu. Kakakmu
perempuan itu memang harus hadir, sekalipun
mbakyumu malah belum kawin. Ahh, aku malah
mempunyai pikiran baru.-
- Pikiran baru tentang apa, Guru"- Wariga-
gung heran. - Betapa baiknya apabila Sarwiyah dan Sa-
rindah dapat rukun dan bersatupadu. Dengan
begitu pembantuku untuk membalaskan sakit ha-
ti keluargamu kepada Gajah Mada, bukan hanya
dua orang, tetapi malah tiga orang.-
-Tentu saja Paman. Selamanya aku dengan
Mbakyu selalu rukun dan bersatupadu. Aku dan
Mbakyu Sarindah bisa disebut satu hati.-
- Betul, heh heh heh heh. Kalau benar be-
gitu, engkau dan mbakyumu. harus bersedia
membuktikan. Maka sebaiknya engkau maupun
mbakyumu kawin saja dengan Gagung.-
- Ahhh.....!- Warigagung dan Sarwiyah ber-
seru tertahan hampir berbareng saking kaget.
- Tidak Guru!- bantah Warigagung. - Murid
cukup seorang isteri saja.-
- Goblok kau Gagung! Mempunyai isteri le-
bih seorang justru lebih enak, heh heh heh heh.-
Julung Pujud terkekeh. Agaknya kakek ini
menjadi senang sekali mendapat pikiran seperti
itu. Sebaliknya Sarwiyah menjadi pucat wajah-
nya. Gadis ini sama sekali tidak menduga apabila Julung Pujud mempunyai maksud
seperti ini. - Tidak Guru, tidak! Kasihan Adik Sar-
wiyah!- bantah pemuda ini.
- Apakah sebabnya kasihan"! Kalau me-
mang Sarwiyah dan Sarindah suka, tentu saja le-
bih baik heh heh heh heh. Dengan demikian aku
akan lebih mantap lagi dalam usahaku untuk
membalaskan sakit hati Si Tangan Iblis.-
Julung Pujud memandang Sarwiyah. Ke-
mudian ia bertanya.
- Hai Sarwiyah! Bagaimanakah pendapat-
mu" Apakah engkau tidak setuju dimadu dengan
mbakyumu sendiri "-
- Hal itu terserah kepada Paman dan
Mbakyu Sarindah. Apabila Mbakyu Sarindah se-
tuju, manakah aku dapat menolak" Karena itu,
sebaiknya Paman bicara langsung dengan
Mbakyu.- Jawaban Sarwiyah ini mempunyai alasan
yang cukup kuat. Ia kenal baik akan watak mba-
kyunya yang keras hati. Ia yakin mbakyunya tak
mungkin setuju dengan maksud kakek ini. Dis-
amping itu, ia juga yakin, mbakyunya yang cantik jelita itu, manakah sudi
menjadi isteri Warigagung" Sedangkan dirinya sendiripun, apabila ti-
dak kalah janji dengan kakeknya, lebih suka me-
milih Mahisa Singkir.
- Heh heh heh heh ha ha ha ha, bagus!-
Julung Pujud gembira sekali mendengar jawaban
ini. - Aku sendiri yang akan bicara dengan dia.
Marilah sekarang kita pergi ke Tosari.-
- Guru.....- - Ada apa lagi" Huh, laki-laki seperti kau
ini, laki-laki apa" -
- Guru, murid kasihan kepada Adik Sar-
wiyah apabila aku harus mempunyai dua isteri.-
- Apakah alasanmu"- Julung Pujud mende-
lik. - Guru! Murid mempunyai pendapat begini.
Adalah tidak adil apabila seorang laki-laki beristeri dua orang.-
- Apakah sebabnya tidak adil" Laki-laki
punya dua atau tiga isteri sudah jamak. Tetapi
sebaliknya, tidak lumrah apabila seorang perem-
puan mempunyai dua atau tiga orang suami. Heh
heh heh heh.- - Guru! Murid mempunyai pendapat tidak
adil, karena cinta itu tidak bisa dibagi-bagi. Padahal kalau murid mempunyai dua
isteri, bagai- manakah mungkin murid dapat membagi cinta
itu" Apakah ini adil" Kalau isteri memberikan cin-tanya kepada suami secara
utuh, tidak dibagi-
bagi, mengapa suami harus membagi-bagi cinta"
- - Sudah, sudah! Aku tidak mau berbanta-
han. Kawin dengan dua perempuan sekaligus,
dan ka-kak-adik pula.-
Warigagung tidak berani membuka mulut
lagi, sekalipun hati tidak setuju. Pemuda ini sudah kenal watak gurunya yang
tidak dapat ia bantah kehendaknya. Ia melirik ke arah Sar-
wiyah. Dan ia melihat wajah gadis ini menjadi pucat dan tampak kecewa sekali.
Namun demikian ia tidak berani berkata apa-apa, dan hanya me-
nundukkan kepalanya
- Hayo, sekarang kita berangkat ke Tosari!-
ajak Julung Pujud mantap.
Perintah ini tidak mungkin dapat mereka
bantah pula. Warigagung dan Sarwiyah segera
pula bangkit, mengikuti langkah Julung Pujud.
Untuk singkatnya cerita, mereka sudah ti-
ba di Tosari. Akan tetapi betapa kecewa tiga orang ini ketika tidak dapat ketemu
dengan Sarindah.
Rumah Si Tangan Iblis sudah kosong. Malah su-
dah banyak yang rusak dan halaman yang semu-
la bersih itu sekarang sudah ditumbuhi rumput
liar. Diam-diam Sarwiyah sedih melihat rumah ini yang sekarang kosong dan rusak.
Tentu saja mereka tidak dapat menemukan
Sarindah, yang sekarang jiwanya sudah tergang-
gu. Sebabnya tidak lain karena selalu menggeng-
gam laki-laki tampan yang sudah menjadi sua-
minya, bernama Dewa Asmara. Entah ke mana
sekarang Sarindah pergi, dan entah pula di mana
dia berada. Tetapi yang jelas Sarindah seorang gadis
yang keras hati dan bernasib malang. (Baca:
RAHASIA DEWA ASMARA, oleh pengarang dan
penerbit yang sama. Anda akan dapat menjenguk
gadis malang bernama Sarindah ini, dan tahu pu-
la sebabnya Sarindah sampai mendapat gangguan
jiwa). Gajah Mada disamping berkedudukan se-
bagai Mahapatih (Patih Mangkubumi) Majapahit,
Dewi Sri Tanjung 12 Aji Wisa Dahana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
juga merangkap kedudukan Rajajaksa. Dialah
yang mengawasi pelaksanaan Undang-Undang
Raja. Sedangkan sebagai Aspada, Gajah Mada ha-
rus menyusun suatu rencana penuntutan leng-
kap dalam soal-soal sengketa yang penting. Jadi
Patih Mangkubumi Majapahit yang bernama Ga-
jah Mada ini tidak saja menjalankan aturan Un-
dang-Undang Negara, tetapi juga menjaga supaya
aturan itu berjalan dengan baik. Dan kalau perlu menuntut segala pelanggaran
yang terjadi. Gajah Mada seorang yang berpengalaman
luas dalam urusan negara. Ia memperoleh penga-
ruh luas bukan karena keturunan bangsawan,
bukan karena keturunan ksatriya, akan tetapi
oleh kecakapan dan keberaniannya.
Selama mengabdikan diri di Majapahit, ia
memulai dari kedudukan yang paling bawah dan
berkat ketekunannya dapat mencapai puncak ke-
kuasaannya, sebagai Mahapatih Majapahit. Mula-
mula Gajah Mada mengabdikan diri di Majapahit
sebagai pesuruh. Kemudian ia menjadi prajurit
Bhayangkara. Kemudian naik tingkat menjadi
Bekel Jayanegara ia diangkat menjadi Patih Dha-
ha. Akan tetapi semua itu tidak mungkin bisa
terjadi, apabila Gajah Mada tidak memiliki kese-
tiaan dan semangat pengabdiannya yang diberi-
kan kepada Majapahit. Jadi, kedudukan Gajah
Mada yang mencapai puncak tertinggi itu bukan-
lah datang dengan sendirinya, tetapi oleh jerih
payahnya sendiri.
Namun sudah lumrah yang terjadi di dunia
ini, kemudian timbul perasaan orang yang menja-
di iri hati dan dengki, jika melihat orang lain
mencapai puncak kejayaan. Lebih pula Gajah
Mada bukan keturunan bangsawan Majapahit.
Maka sering kali pula Gajah Mada menghadapi
ancaman bahaya, baik yang terang-terangan
maupun gelap-gelapan. Ia mempunyai banyak
musuh gelap sekalipun ia tidak sadar dimusuhi
orang. Sekalipun demikian berkat kebijaksanaan-
nya, berkat kewaspadaannya, semua usaha orang
yang akan berbuat jahat selalu dapat digagalkan, baik oleh Gajah Mada sendiri
maupun oleh pembantu-pembantunya yang setia.
Disamping itu berkat kecakapan dan kese-
tiaan pembantu-pembantunya ini, maka sekali-
pun yang berkuasa di Majapahit seorang raja wa-
kil, Tribhuwanattunggadewi Jayawishnu-
warddhani, Gajah Mada dapat mengendalikan
keamanan Majapahit dengan baik.
Dan pagi ini dengan wajah berseri-seri, Ga-
jah Mada menerima kedatangan Mpu Kepakisan
di rumah tempat tinggalnya. Hadir pula Laksa-
mana Nala, Rangga Premana dan Adityawarman.
- Terima kasih atas bantuanmu, Paman
Mpu Kepakisan. Ahh, kalau saja engkau tidak ce-
pat memberi laporan dan cepat bertindak pula,
mungkin sisa-sisa pemberontak Sadeng itu akan
bisa menjadi bibit penyakit yang membahayakan
Majapahit!- Demikianlah ucapan Gajah Mada
dengan halus, setelah mendengar laporan Mpu
Kepakisan, sisa-sisa pemberontakan Sadeng su-
dah berhasil ditumpas.
Akan tetapi Mpu Kepakisan adalah seorang
pendeta yang tentu saja selalu jujur, dijauhkan
dari hal-hal yang dusta dan kurang patut. Sahut-
nya kemudian. - Bukan saya yang berjasa dalam masalah
ini.- - Ahh, kalau bukan, lalu siapakah"- Gajah Mada kaget, demikian pula Nala
maupun Adityawarman.
- Apabila tidak ada petunjuk dari Mpu
Anusa Dwipa manakah mungkin saya bisa tahu"-
- Ahhh..... Mpu Anusa Dwipa"-
- Benar, Ayah,- Rangga Premana ikut ber-
bicara. - Memang atas petunjuk orang tua itu,
Kakek Kepakisan tahu tentang sisa pemberontak
Sadeng. Disamping itu tanpa adanya petunjuk pe-
ta dari Mpu Anusa Dwipa pula, kiranya sulit kita menerobos masuk ke lembah yang
penuh jebakan dan jalan rahasia itu.-
- Ahh, menarik sekali! Ceritakanlah Rang-
ga, aku ingin sekali mendengar situasi lembah
itu!- ujar Adityawarman.
- Ceritakanlah yang jelas, Rangga,- pinta
Mpu Kepakisan pula sambil mengeluarkan peta
pemberian Mpu Anusa Dwipa.
Tiga orang pimpinan Majapahit itu menjadi
amat tertarik kepada peta yang dibentangkan di
atas meja. Adapun Rangga Premana segera mene-
rangkan segala sesuatunya dengan perlahan teta-
pi jelas sekali.
- Bukan main!- Mpu Nala menggeleng-
gelengkan kepalanya, kagum sekali. Demikian pu-
la Gajah Mada maupun Adityawarman.
Mereka menjadi kagum atas kepandaian
Mpu Galuh yang memilih lembah itu dan dia
lengkapi dengan jebakan-jebakan pintu rahasia di bawah tanah. Demikian rapi dan
tentu penggara-pannya membutuhkan waktu yang lama dan te-
naga yang banyak jumlahnya pula. Sebab, mem-
buat lorong di bawah tanah jauh lebih sulit di-
banding membuat jalan di atas tanah
- Benar-benar hebat dan cerdik,- puji Ga-
jah Mada. - Tetapi aku justru lebih tertarik kehe-batan dan kecerdikan Mpu Anusa
Dwipa. Lalu da-
ri manakah orang tua itu memperoleh pengeta-
huan keadaan lembah itu, kemudian bisa dia tu-
angkan dalam peta yang jelas dan terperinci se-
perti itu" Bukan saja pengetahuannya tentang je-
bakan, tetapi juga tahu semua pintu rahasia. -
Untuk beberapa jenak lamanya mereka ti-
dak ada yang membuka mulut. Pertanyaan Gajah
mada ini memang tidak mudah dijawab, kecuali
oleh yang berkepentingan sendiri, ialah Mpu Anu-
sa Dwipa. - Entahlah, saya sendiri tidak tahu dari
mana Mpu Anusa Dwipa memperoleh peta ini.
Saya bertemu dengan dia di pinggang Gunung Ke-
lud dan bertemu tidak sengaja!- jawab Mpu Kepa-
kisan. - Ohh, ya, dan secara tidak sengaja pula, aku bertemu dengan gadis jelita
murid Ki ageng Tunjung Biru.....-
- Ahhhh .....!- Mpu Nala kaget. - Katakan-
lah, di mana bocah itu sekarang"-
Mpu Kepakisan dan Rangga Premana he-
ran mendengar pertanyaan Mpu Nala yang begitu
besar perhatiannya kepada bocah perempuan itu.
- Lekas katakanlah, di mana bocah itu"
Dan apakah dia membawa pedang pusaka ber-
nama Tunggul Wulung"- desak Nala.
- Ahh, benar! Mengapa Bendara tahu"-
Mpu Kepakisan heran.
Sebenarnya Gajah Mada sendiri kaget, te-
tapi juga gembira mendengar pemberitahuan itu.
Sebab, Gajah Mada segera dapat menduga, tentu
bocah itu Dewi Sritanjung, putri Mpu Nala yang
sudah lama mereka cari.
- Paman Kepakisan!- ujar Gajah Mada ha-
lus. - Agar engkau tidak menjadi bingung meng-
hadapi pertanyaan Adimas Nala, maka sedikitnya
dengarlah dahulu ceritaku.-
Tetapi sebelum memulai ceritanya, Gajah
Mada menatap Nala dan bertanya.
- Adimas Nala, sekarang ini yang hadir ha-
nyalah terbatas dan bisa aku katakan keluarga
sendiri. Bolehkah aku menceritakan hal-ihwal bo-
cah itu"- - Silakan!- sahut Nala. - Aku percaya Bapa
Pendeta akan bersedia merahasiakan peristiwa
ini.- - Ahhh ada apakah"- Mpu Kepakisan kehe-
ranan. Rangga Premana tidak membuka mulut. Ia
memandang mereka yang hadir bergantian den-
gan pandang mata bertanya-tanya. Adapun Adi-
tyawarman yang sudah mengetahui perihal ini,
hanya berdiam diri.
Gajah Mada segera menceritakan tentang
peristiwa yang sudah belasan tahun berlalu. Keti-ka secara tidak sengaja, Mpu
Nala kawin dengan
salah seorang puteri Ra Kuti, seorang anggota
Dharma putra yang memberontak dan telah ter-
bunuh mati. Peristiwa itu memang tidak terduga
sama sekali, sebab Mpu Nala mengira, isterinya
seorang gadis desa.
Dari perkawinan ini hamillah si isteri dan
Mpu Nala gembira sekali. Kemudian pada suatu
ketika inginlah Mpu Nala memboyong isteri ini ke Kota Majapahit dan maksudnya
ini pun mendapat
persetujuan isterinya.
Namun sebelum ketentuan waktu boyong
ini mereka laksanakan, tiba-tiba Mpu Nala tahu,
isterinya itu sebenarnya puteri Ra Kuti. Pemberitahuan dari ibu angkat isterinya
ini mengejutkan Mpu Nala, sehingga pada malam harinya Mpu Na-la pergi ke
Majapahit tanpa pengetahuan siapa-
pun. Masalahnya, Mpu Nala merasa kecewa seka-
li, sudah kawin dengan gadis anak pemberontak.
Akibat penderitaan yang berat, maka ke-
mudian isteri setia ini meninggal dunia pada saat melahirkan anaknya. Bayi yang
lahir itu kemudian dibuang ke sungai oleh para tetangga, yang
akhirnya dirawat oleh Ki ageng Tunjung Biru. Da-
lam asuhan Ki ageng Tunjung Biru ini, anak ter-
sebut diberi nama Dewi Sritanjung, dan menjadi
seorang gadis jelita dan berilmu tinggi. (Baca: Bu-ku berjudul JASA SUSU HARIMAU, oleh penga-
rang dan penerbit yang sama).
Pada saat Sritanjung mendapat pendidikan
dan asuhan Ki ageng Tunjung Biru ini, Mpu Nala
sudah cukup lama berusaha mencari anaknya
yang hilang itu, namun belum pernah terkabul
harapannya. Baru kemudian harapannya ini bisa
terkabul dan diketahui Dewi Sritanjung adalah
puterinya yang hilang, setelah bocah ini oleh Ki ageng Tunjung Biru disuruh
pergi ke Kota Majapahit, dan kemudian diboyong ke rumah Mpu Na-
la. (Agar para Pembaca yang budiman bisa men-
getahui lebih jelas peristiwa ini, bacalah buku : MENCARI AYAH KANDUNG).
Akan tetapi pada malam harinya kemudian
bocah ini melarikan diri dari rumah tanpa pamit, seperti telah kita ceritakan di
dalam buku berjudul: TERSIKSA SEPERTI DI NERAKA.
Mendengar penuturan ini Mpu Kepakisan
menggeleng-gelengkan kepalanya. Apabila ia tahu
sebelumnya, tentu ia berusaha mengajak bocah
itu pergi bersama ke Majapahit.
- Ahhh.....kalau saja aku tahu, tentu dia
sudah kuajak kemari, - ujar Mpu Kepakisan ber-
nada menyesal. - Sayang sekali, hemm, aku tidak
tahu lagi di manakah sekarang bocah itu.-
- Pergi ke manakah dia"- desak Nala dan
hatinya tegang.
- Maafkanlah saya, Bendara, sungguh aku
tidak tahu ke mana dia, sebab terjadi peristiwa
yang kemudian menyusul.-
- Peristiwa apakah"-
Mpu Kepakisan kemudian menceritakan
tentang terjadinya peristiwa menyusul, terbu-
kanya sebuah lubang pintu jebakan, dan semen-
jak itu dia lenyap.-
Kiranya para Pembaca yang budiman akan
lebih asyik apabila berkenan membaca pula buku
berjudul: TERKURUNG DI PERUT GUNUNG, oleh
pengarang dan penerbit yang sama.
- Aduhhh.....anakku.....anakku ..... engkau
mati masuk perangkap" Aduhh.....aku lah yang
berdosa.....- Mpu Nala menutupi mukanya dengan dua
telapak tangan dan Adityawarman cepat menghi-
bur. - Belum tentu dia celaka, kenapa engkau
sudah menjadi khawatir" Sudahlah, sebaiknya
persoalan anakmu ini serahkan saja atas kehen-
dak dan perlindungan Dewata Agung (Tuhan).-
- Saya juga tidak yakin apabila celaka!-
Rangga Premana ikut pula menghibur, tetapi juga
amat terharu. - Lebih-lebih lagi, Mpu Anusa Dwi-
pa sudah menyanggupkan diri untuk menca-
rinya.- - Ahhh.....tetapi dia anak yang malang. Dia kasihan sekali karena tidak
sempat mengenal
ibunya sendiri.....- ujar Mpu Nala penuh rasa ses-al.
- Paman Kepakisan,- kata Gajah Mada. -
Aku mohon pertolonganmu. Sudilah Paman me-
nugaskan beberapa orang cucumu (muridmu)
ikut serta mencari bocah itu. Cirinya mudah se-
kali. Apabila ada seorang gadis memiliki pedang
pusaka yang bersinar biru, jelas pedang itu pe-
dang pusaka Tunggul Wulung dan itu pula dia.
Maka bujuklah agar bocah itu suka datang ke Ko-
ta Majapahit dan bawalah kemari.-
- Baiklah! Akan saya usahakan.-
Untuk beberapa saat lamanya keadaan
hening, tidak seorangpun membuka mulut. Agak-
nya mereka seperti terpengaruh oleh kekhawati-
ran Mpu Nala. Guna mengalihkan suasana yang kurang
menyenangkan ini kemudian Gajah Mada mema-
lingkan mukanya kepada Adityawarman.
Dewi Sri Tanjung 12 Aji Wisa Dahana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
- Bendara Adityawarman, saya mohon
khabar tentang Bali. Tidaklah mengherankan
apabila Gajah Mada menyebut Adityawarman
dengan sebutan "bendara" sekalipun kedudukan Gajah Mada di Majapahit demikian
tinggi. Hal ini bukan saja oleh kebiasaan lama, semenjak Gajah
Mada masih berpangkat rendah, memang sudah
menjadi sahabat Adityawarman. Akan tetapi dis-
amping itu juga pengaruh dari keadaan Gajah
Mada sendiri yang merasa bukan keturunan Ma-
japahit, dan juga karena ia memang berjiwa seo-
rang pemimpin yang rendah hati. Dan oleh penga-
ruh sikap Gajah Mada terhadap Dharmaputra
yang demikian menghargai mereka itu, maka se-
baliknya para Dharmaputra Majapahit juga
menghargai Gajah Mada.
- Ahhh, apakah tentang Tatagalapura Ger-
hastadara itu"- tanya Adityawarman.
- Benar.- - Sudah saya perintahkan untuk membuat
dan sudah selesai pula. Ya, mudah-mudahan
dengan berdirinya pura itu, maka orang-orang
yang berkuasa di Bali mengerti maksud baik Ma-
japahit.- - Benar. Harapan kita memang demikian,-
Gajah Mada mengangguk-angguk tampak puas.
Perlu kita ketahui, bahwa semenjak Maja-
pahit berdiri, hubungannya dengan Bali terputus.
Bali merasa bukan wilayah Majapahit dan Bali
merasa merdeka di atas rumahnya sendiri. Hal ini tentu saja menjadi perhatian
penuh bagi Gajah
Mada yang bercita-cita mempersatukan Nusanta-
ra dan bercita-cita demi kejayaan Majapahit.
Guna menarik perhatian Bali, bahwa Maja-
pahit ingin menyelenggarakan hubungan baik,
maka atas prakarsa Gajah Mada, didirikanlah pu-
ra itu, dan bernama Tatagatapura Gerhastadara.
Mendengar itu Mpu Nala bangkit seman-
gatnya, tergugah jiwa kesatrianya sehingga ia terlupa kepada urusan keluarga.
- Tetapi bagaimanakah apabila Bali tetap
membangkang"- tanyanya sambil menatap Gajah
Mada dan Aditywarman bergantian.
- Apabila Bali memang bandel, untuk apa
tidak kita hancurkan"- sahut Adityawarman pe-
nuh semangat pula.
Gajah Mada bersenyum. Diam-diam ia
bangga sekali terhadap keperwiraan dua orang
pemimpin ini. Katanya kemudian.
- Benar! Apabila Bali memang bandel, me-
mang tidak ada jalan lain lagi, kecuali kita gunakan kekerasan. Akan tetapi
selama masih bisa ki-
ta usahakan dengan jalan damai, bukankah itu
lebih baik"-
Ciri-ciri kebesaran Gajah Mada memang
seperti itu. Dalam mencapai cita-cita mempersa-
tukan seluruh Nusantara, apabila memang bisa
tercapai akan ia gunakan jalan halus dan damai.
Akan tetapi sebaliknya apabila jalan damai itu
sampai gagal, Gajah Mada akan menggunakan
kekerasan. Menggunakan kekuasaan pasukan
dan perang. - Paman Kepakisan,- kata Gajah Mada ke-
mudian. - Apakah tidak ada hal-hal yang engkau
sampaikan, sehubungan dengan tugasmu"-
- Memang ada yang perlu saya sampaikan,
ialah tentang terjadinya peristiwa yang menarik
perhatian saya, sehubungan dengan adanya usa-
ha pencegatan pasukan yang dilakukan oleh Ju-
lung Pujud.- - Siapakah Julung Pujud itu,- Adityawar-
man nampak heran, tetapi juga tertarik.
- Bendara, Julung Pujud adalah seorang
tokoh sakti yang sesat- Gajah Mada menjelaskan.
- Telah belasan tahun lamanya, tokoh itu tidak
pernah muncul. Ahh, menarik sekali, apabila to-
koh itu demikian muncul sudah berani mengha-
dang pasukanmu.-
- Benar! Memang amat menarik. Akan teta-
pi disamping itu juga membuat saya tak habis pi-
kir. Sebab dari ucapannya jelas sekali, maksud
penghadangan itu ada hubungannya dengan
Nakmas Gajah Mada.-
- Ahhh, ada hubungan dengan diriku" Ten-
tang apa saja"- Gajah Mada tidak kaget, hanya
tertarik perhatiannya saja. Karena bagi tokoh ini yang sudah terbiasa dimusuhi
orang, sudah menjadi kebal apabila ada orang yang berusaha me-
musuhinya. - Pada saat menghadang pasukan itu.....-
- Nanti dulu!- sela Mpu Nala. - Berapakah
jumlah kawan dia yang ikut menghadang"-
- Waktu itu saya tidak melihat yang lain,
kecuali Julung Pujud seorang saja.-
- Ahhh.....bukan main! Seorang diri berani
menghadang rombongan pasukan dalam jumlah
banyak. Sungguh menarik!-
- Benar! Memang itulah hebatnya Julung
Pujud. Dia seorang pemberani. Maka sekalipun
hanya seorang diri, tidak mengherankan pula
apabila berani menghadang kami. Akan tetapi
disamping keberaniannya, dia juga terkenal seba-
gai seorang pengecut, licik, dan penuh tipumuslihat.- Gajah Mada berusaha
memberi penjelasan.
Dan Mpu Kepakisan segera menambah pu-
la, - Ya! Watak Julung Pujud memang demikian.
Hal itu terbukti setelah merasa tidak mampu
mempertahankan diri saya, dia kemudian melari-
kan diri. Namun demikian sebelum melarikan di-
ri, diapun berusaha membunuh saya dengan ja-
rum beracun yang selalu dia banggakan keampu-
hannya.- Mpu Kepakisan berhenti. Sejenak kemu-
dian ia meneruskan.
- Tetapi terus terang bila dia tidak segera
melarikan diri, mungkin saja saya celaka.....-
- Apakah sebabnya"- Adityawarman kaget.
Demikian pula yang lain kecuali Rangga Premana
yang telah tahu.
- Karena Julung Pujud mempunyai ilmu
pukulan yang beracun. Dari sambaran tangannya
menyebarkan racun yang dapat merobohkan la-
wan. Apabila hanya dalam waktu singkat, kiranya
saya masih bisa menahan pengaruh dari hawa
beracun itu. Akan tetapi apabila waktunya cukup
lama, memang amat berbahaya. Seperti yang su-
dah terjadi dengan diri saya, setelah berkelahi
hampir setengah hari, begitu dia pergi saya harus lekas-lekas mengatur
pernapasan.......
- Apakah sebabnya!- Mpu Nala bertanya.
- Semua itu guna mengusir pengaruh dari
pukulan beracun itu.....-
- Ahhh, berbahaya juga!- Adityawarman
menggumam. - Benar! Julung Pujud memang amat ber-
bahaya!- Gajah Mada membenarkan pendapat itu.
- Dan saya masih ingat pada peristiwa belasan
tahun yang lalu, pada waktu Julung Pujud mela-
kukan keganasannya membasmi orang-orang ti-
dak berdosa. Setelah Mpu Anusa Dwipa turun
tangan, baru Julung Pujud kapok lalu menyem-
bunyikan diri.-
- Lalu, apakah maksud Julung Pujud
menghadang pasukan itu"- tanya Mpu Nala.
- Seperti yang tadi sudah saya kemukakan,
katanya untuk memusuhi Nakmas Gajah Mada.
Tentang apakah alasannya, saya sendiri kurang
jelas.- - Hemm, bagiku takkan kaget apabila ada
orang yang memusuhi diriku,- ujarnya dengan bi-
bir menyungging senyum. - Tetapi justru banyak
orang memusuhi diriku ini, menimbulkan gairah
dan semangatku untuk mencurahkan seluruh
perhatianku demi kejayaan Majapahit. -
- Namun persoalan ini tidak cukup kita ab-
aikan demikian saja.- Adityawarman memberikan
pendapatnya. - Sebab, kedudukan Patih Mangku-
bumi Majapahit merupakan kunci jaya dan han-
curnya Negara Majapahit kita.-
-Benar! Bendara Warman benar! Menurut
pendapat saya, Nakmas Gajah Mada harus lebih
waspada dan hati-hati. Sebab siapa tahu apabila
ada orang ketiga yang berdiri di belakang Julung Pujud" Lebih berbahaya lagi
apabila orang ketiga itu justru merupakan orang dalam.- Mpu Kepakisan mendukung.
- Pendapat Bapa Pendeta beralasan.- Mpu
Nala menjadi tertarik. - Siapa tahu apabila masih ada satu atau dua orang
Dharmaputra yang tidak
puas"- Adityawarman pun menduga seperti itu.
Maka katanya kemudian.
- Ya! Dugaan demikian memang tidak ber-
bantah. Seperti kita ketahui dan diakui pula oleh Paman Gajah Mada, di antara
Dharmaputra memang terdapat perasaan tidak puas, sehubungan
dengan pengangkatan Paman Gajah Mada sebagai
Patih Mangkubumi Majapahit. Alasannya ialah,
Paman Gajah Mada bukan keturunan bangsawan.
Hem. tetapi semua itu menurut pendapatku tidak
beralasan. Dengan kata lain, hanya merupakan
alasan yang mereka cari-cari. Bagi saya, tidaklah tepat apabila kedudukan itu
harus diukur dari
keturunan.- Ia berhenti lalu membasahi bibirnya. Seje-
nak kemudian baru ia meneruskan. - Lebih-lebih
kedudukan Patih Mangkubumi Majapahit. Wa-
laupun bukan keturunan bangsawan, apabila ca-
kap dan mampu tidak ada halangannya. Dan se-
baliknya, walaupun keturunan bangsawan akan
tetapi apabila tidak cakap, tentu saja saya memilih yang pertama.-
Adityawarman berhenti lagi sejenak. Sete-
lah menghela napas ia meneruskan.
- Timbul pikiran saya, untuk bisa menang-
kap Julung Pujud dalam keadaan masih hidup
atau mati. Syukur apabila bisa kita tangkap hi-
dup-hidup, dari mulut orang itu kemudian kita
akan memperoleh keterangan-keterangan yang
berharga, dan kiranya cita-cita ini baru terlaksa-na, kalamana kita memperoleh
bantuan Mpu Anusa Dwipa. Ehhh, Bapa Pendeta Kepakisan,
mungkinkah Bapa Pendeta bisa membujuk Mpu
Anusa Dwipa menangkap Julung Pujud"-
Mpu Kepakisan menghela napas pajang. Ia
tidak segera memberikan jawabannya. Karena ia
cukup kenal akan watak Mpu Anusa Dwipa yang
aneh bin ajaib itu dan yang lain dari yang lain.
Kalau saja Mpu Anusa Dwipa itu seorang yang gi-
la terhadap pangkat dan kedudukan, kekayaan
ataupun harta benda, adalah gampang sekali
mempengaruhi kakek itu dengan macam-macam
usaha dan janji.
Akan tetapi Mpu Anusa Dwipa bukan
orang macam itu. Bukan seorang yang gila terha-
dap pangkat, kedudukan, harta benda ataupun
kekayaan. Dia tidak membutuhkan apa-apa! Ka-
kek itu hidup bagai burung tanpa sarang. Dia be-
bas beterbangan ke manapun dia suka. Kadang-
kala tanpa diminta dia sudah mengulurkan tan-
gan memberi pertolongan kepada orang. Akan te-
tapi kadang-kadang pula, dia tidak peduli walau-
pun tahu orang dalam kesulitan. Juga walaupun
Mpu Anusa Dwipa telah mengetahui jelas terha-
dap watak seseorang dan jelas orang itu jahat,
namun kalau perlu dia bersedia pula memberi
pertolongan maupun sekedar ilmu kesaktian.
Sesudah berpikir sejenak lamanya, baru
Mpu Kepakisan memberi jawaban.
- Hemm, saya kurang yakin dan sulit pula
untuk dapat menduga, bagaimana tanggapannya
apabila saya mengajukan persoalan itu. Dia seo-
rang yang aneh! Dia hidup tidak membutuhkan
apa-apa, jadi sulitlah orang dapat mempengaruhi
maupun menarik perhatian dia. Akan tetapi seka-
lipun demikian saya akan berusaha juga menco-
ba, dan juga untuk merundingkan soal ini kepada
dia. Hemm, hanya saja ......
- Nampaknya Bapa Pendeta ragu. Katakan-
lah!- Adityawarman mendesak.
- Bendara, untuk mencari kakek gendut itu
tidak gampang, Sebab dia tidak mempunyai tem-
pat tinggal yang tetap. Dia bagai burung tanpa sarang.- - Ada cara untuk
mengundang dia.- Mpu
Nala mengemukakan pendapatnya.
- Dengan jalan apa"- Gajah Mada tertarik.
- Maklumat Raja Majapahit, guna mengun-
dang Mpu Anusa Dwipa datang ke Majapahit.-
Pendekar Pengejar Nyawa 14 Misteri Lukisan Tengkorak Seri 4 Opas Karya Wen Rui An Menuntut Balas 23
http://duniaabukeisel.blogspot.com
Pengantar Guna memudahkan para pembaca yang
budiman untuk dapat mengikuti cerita ini secara
baik, kiranya perlu diselami dulu peristiwa sebelumnya.
Secara tak terduga Mahisa Singkir bersama
Sarwiyah terjebak di lembah terasing dan menjadi tawanan Mpu Galuh. Karena
Mahisa Singkir di-paksa kawin dengan Ika Dewi dan Sarwiyah ka-
win dengan Rakit Cendana.
Kemudian kakak beradik (Rakit Cendana
dan Ika Dewi) itu walaupun tidak berjanji lebih dahulu telah mencampur racun
yang bisa menimbulkan rangsang birahi. Akibatnya Mahisa
Singkir yang tidak menyadari, lalu melakukan
hubungan suami isteri dengan Ika Dewi. Tetapi
sebaliknya bagi Sarwiyah beruntung, ia menyada-
ri perubahan dirinya setelah makan. Maka ketika
Rakit Cendana akan berbuat tidak senonoh, da-
pat ia pukul dadanya dan roboh tewas.
Berbareng dengan saat tersebut, datanglah
Julung Pujud dan Warigagung dan dapat meno-
long. Padahal Sarwiyah ini adalah calon isteri Warigagung, maka gadis ini
gembira sekali.
Mahisa Singkir pun tertolong oleh Mpu
Anusa Dwipa dan diajak lari meninggalkan lem-
bah terasing itu.
Dan ternyata lembah terasing itu sedang
diserbu oleh pasukan Majapahit. Perang campuh
terjadi dan kebakaran terjadi di sana sini. Penduduk panik dan kebingungan.
Setelah dapat mereka selamatkan ini, Sar-
wiyah mereka ajak menjauhi lembah. Lalu di se-
buah hutan Julung Pujud bertanya, mengapa
Sarwiyah di lembah terasing itu.
Sarwiyah menceritakan apa yang sudah
terjadi Kakeknya (Si Tangan Iblis) telah tewas dalam tangan Gajah Mada, ketika
berkelahi seorang
lawan seorang. (Peristiwa itu dapat Anda ikuti dalam buku "Mencari Ayah
Kandung".)
Mendengar penuturan ini Julung Pujud
dan Warigagung kaget sekali. Mereka berjanji un-
tuk menuntut balas.
Lalu Sarwiyah menceritakan perjalanannya
sekarang ini berteman dengan adik seperguruan-
nya bernama Mahisa Singkir, dalam usaha men-
cari Julung Pujud dan Warigagung untuk minta
bantuan. Mendengar penuturan Sarwiyah melaku-
kan perjalanan bersama seorang pemuda berbu-
lan lamanya, tiba-tiba saja Julung Pujud curiga
dan meragukan kesucian Sarwiyah. Maka tiba-
tiba ia memerintahkan kepada muridnya, agar
gadis ini ditangkap lalu ditelanjangi. Sebagai akibatnya Sarwiyah menjadi
pingsan saking malu.
(Baca buku berjudul "Jangan Kau Siksa Hatiku").
Julung Pujud melakukan perbuatan itu ti-
dak dengan maksud memalukan maupun meng-
hina calon menantunya. Tetapi oleh kecurigaan-
nya, ia ingin memeriksa apakah Sarwiyah masih
gadis suci atau sudah terjamah laki-laki. Tetapi caranya memeriksa sesuai dengan
cara dia sendiri. Mengerikan, dan membuat Warigagung sendiri
merasa tidak tega,
Namun setelah Julung Pujud mendapatkan
bukti, Sarwiyah masih perawan suci, maka kakek
ini menjadi gembira sekali, dan memuji Sarwiyah
yang pandai menjaga diri dan pantas menjadi
menantunya. Namun sebaliknya apabila terbukti
gadis ini sudah tidak suci lagi, ia tidak segan untuk membunuh saat itu juga.
Demikianlah yang terjadi dan telah diceri-
takan dalam buku berjudul "Jangan Kau Siksa Hatiku". Dan sekarang, marilah kita
ikuti secara seksama buku berjudi"! "Aji Wisa Dahana" ini.
Dengan cekatan Warigagung segera memu-
tuskan tali-tali yang mengikat Sarwiyah. Adapun
gadis ini terisak-isak, malu, tetapi juga merasa le-ga sekali. Lega, bahwa
Julung Pujud tidak ber-
maksud menghina. Dan lega bahwa selama ini di-
rinya pandai menjaga diri. Namun diam-diam ter-
getar hebat juga jantung gadis ini, jika teringat pengalamannya dalam kamar
tahanan. Hampir
saja dirinya celaka oleh pengaruh racun perang-
sang yang dicampurkan dalam makanannya oleh
Rakit Cendana. Hanya berkat kekebalan tubuh-
nya terhadap racun, membuat Rakit Cendana ti-
dak berhasil menjamah dirinya. Ngeri juga apabila teringat pengalamannya dalam
kamar tahanan itu. Sekarang setelah tali-tali yang mengikat
tubuhnya lepas, dengan tubuh gemetaran ia
mendeprok di tanah, dalam usahanya menyem-
bunyikan bagian tubuhnya yang rahasia.
Warigagung segera menolong dengan men-
gambilkan pakaian Sarwiyah. Kemudian ia meng-
hampiri gadis ini dengan langkah mundur. Agak-
nya pemuda ini tidak tega melihat calon isterinya bugil seperti itu.
- Pakailah!- katanya halus sambil membe-
rikan pakaian itu.
Sarwiyah melirik ke arah Warigagung dan
Julung Pujud. Gadis ini menjadi lega, ketika me-
lihat guru dan murid itu tidak memandang di-
rinya. Perhatian mereka kembali tertarik kepada
api yang berkobar di lembah dan juga terdengar
pula sorak sorai yang gemuruh.
Dalam waktu singkat Sarwiyah sudah sele-
sai berpakaian. Gadis ini dadanya lapang. Namun
terasa malu juga, jika teringat keadaannya tadi
ketika sedang diuji oleh Julung Pujud. Ia tidak
tahu, apa yang terjadi dengan dirinya ketika pingsan. Namun diam-diam ia menduga
pula, tentu guru dan murid itu tadi sudah menonton dirinya
dengan mata melotot dan tak berkedip, karena di-
rinya terikat erat pada sebatang kayu dan terku-
lai. Apabila menurutkan rasa malu dan pena-
sarannya, ingin sekali dirinya mengamuk. Tetapi
apabila teringat akan tujuannya mencari guru
dan murid ini, maka kemudian ia sadar tidak bo-
leh menurutkan kemarahan hati, dan sebaliknya
malah harus berusaha membuat guru dan murid
ini senang, agar bersedia membalaskan sakit ha-
tinya kepada Gajah Mada.
Sarwiyah sudah melangkah menghampiri
Warigagung dan Julung Pujud. Ia ikut pula me-
mandang ke arah lembah yang sudah menjadi
lautan api. Diam-diam gadis ini teringat kepada
Mahisa Singkir. Lalu di manakah pemuda yang
diam-diam ia cintai itu sekarang"
Sarwiyah amat khawatir akan keselamatan
Mahisa Singkir. Namun demikian manakah
mungkin gadis ini berani menanyakan tentang
pemuda itu" Gadis ini menjadi khawatir apabila
Warigagung dan Julung Pujud menjadi curiga la-
gi. Khawatir apabila cemburu sekalipun sudah
terbukti saat ini dirinya masih perawan suci. Tetapi apabila teringat akan apa
yang dilakukan Julung Pujud tadi diam-diam Sarwiyah gemetaran
tubuhnya. Sungguh aneh, mengapa mencari buk-
ti kesucian seorang gadis, harus menggunakan
cara demikian"
Api di lembah itu masih terus berkobar.
Langit di atasnya membara dan lembah itu seka-
rang menjadi lautan api. Jika teringat pengala-
mannya di lembah tadi, bagaimanapun ia bergidik
ngeri. Entah apa yang dialami dalam kamar taha-
nan itu, apabila dirinya tidak kebal racun"
- Biadab!- caci makinya dalam hati ia tuju-
kan kepada Rakit Cendana. - Terlalu! Bangsat
Rakit Cendana! Engkau sekarang sudah mampus
dan memetik buah perbuatanmu sendiri yang
terkutuk. - Akan tetapi tiba-tiba timbul rasa kekhawa-
tirannya. Sebab apabila Rakit Cendana menggu-
nakan racun untuk merobohkan dirinya, apakah
tidak mungkin Mahisa Singkir mengalami nasib
yang sama dengan dirinya" Dan apabila perem-
puan itu sudah menggunakan racun yang me-
rangsang itu, manakah mungkin Mahisa Singkir
dapat bertahan lagi berhadapan dengan Ika Dewi"
Guna menahan gangguan hatinya ini kemudian ia
menundukkan kepalanya. Ia tidak memandang ke
arah lembah yang terbakar itu, malah kemudian
ia menjatuhkan diri dan duduk di atas rumput.
- Kau letih"- Warigagung bertanya.
- Benar.- Sarwiyah mengangguk.
- Setelah kita tiba di rumah, kau bisa me-
lepaskan lelah sesuka hatimu. Dan untuk men-
cukupi kebutuhanmu, biarlah aku yang akan me-
layanimu.- - Heh heh hen heh!- Julung Pujud terke-
keh. - Engkau akan melayani kebutuhan calon is-
terimu" Lucu ..... lucu sekali.-
- Apanya yang lucu"- Warigagung kehera-
nan. - Dimanapun, di dunia ini, sudah kodrat-
nya manusia perempuan yang harus melayani
kebutuhan laki-laki. Tetapi kau malah kebalikan-
nya, akan melayani kebutuhan calon isterimu!-
- Guru! Antara laki-laki dan perempuan
mempunyai kedudukan yang sama, baik menurut
kodrat sebagai manusia maupun dalam tata hi-
dup. Sebab mereka sama-sama membutuhkan
dan sama-sama pula mengharapkan kebahagiaan
hidup. Perempuan sebagai seorang isteri, harus
memperoleh tempat yang wajar, harus mendapat
penghargaan dari suami. Hanya laki-laki yang ti-
dak tahu diri saja, yang beranggapan kedudu-
kannya lebih tinggi daripada perempuan.-
Warigagung berhenti sejenak. Setelah me-
nelan ludah ia meneruskan.
- Guru! Sebaliknya, apabila perempuan
yang semau gue, tidak dapat menghormati sua-
minya, suka menyeleweng, itupun perempuan ti-
dak tahu diri. Perempuan yang demikian mana-
kah mungkin dapat mendidik anak-anaknya seca-
ra baik dan menjaga ketenteraman rumah tang-
ganya"- - Heh heh heh heh, engkau seperti burung
beo belajar bicara,- Julung Pujud terkekeh. - Mari sekarang kita pergi. Hemm,
pada fajar ini aku
akan membalaskan sakit hati Si Tangan Iblis, ka-
kek Sarwiyah.- - Ahhh.....guru akan ke Majapahit dan me-
nantang Gajah Mada untuk bertanding"- Wariga-
gung kaget berbareng heran.
- Tak usah kita terlalu jauh pergi, Anakku.
Hemm, tahukah engkau bahwa pasukan yang
menyerbu lembah ini merupakan pasukan Maja-
pahit"- - Ohhh, Guru akan membunuh mereka"-
- Mengapa tidak" Aku akan menghancur-
kan pasukan itu. Hanya satu atau dua orang saja
yang akan aku beri hidup.-
- Untuk apa"-
- Agar orang itu dapat memberi laporan ke-
pada Gajah Mada. Dengan perantaraan orang itu
aku akan menantang Gajah Mada berkelahi di
puncak Gunung Tengger pada tiga bulan lagi.
Berkelahi secara ksatrya, seorang lawan seorang.-
- Ahhh, Guru, manakah mungkin bisa ter-
jadi" Gajah Mada adalah Patih Mangkubumi Ma-
japahit. Seorang yang kedudukannya amat tinggi
dan penting. Manakah mungkin mau datang seo-
rang diri" Dia tentu akan disertai oleh para pengawal dalam jumlah banyak. Guru,
murid menja- di khawatir sekali.-
- Heh heh heh heh, apakah engkau seka-
rang menjadi seorang penakut, setelah bertemu
dengan calon isterimu yang manis ini" Heh heh
heh heh jika engkau khawatir keselamatanmu
dan sayang pula akan calon isterimu, biarlah aku seorang diri yang akan
menerjang ke sana.-
- Ihh, tidak!- Sarwiyah berseru. - Paman,
aku takkan berdiam diri dan aku harus ikut ke
sana.- - Apakah sebabnya"-
- Kakekku akan penasaran apabila aku
menjadi pengecut dan membiarkan Paman berha-
dapan dengan bahaya. Apapun yang akan terjadi
aku menyertai Paman dan menghadapi Gajah
Mada!- - Heh heh heh heh, bagus! Engkau calon
menantuku yang terpuji. Hai Wiragagung. Apakah
engkau tidak malu kepada calon isterimu sendi-
ri"- - Guru, baiklah! Di sana Guru akan tahu
apakah aku ini murid yang baik ataukah murid
pengecut.- Julung Pujud terbelalak, namun hanya se-
jenak dan kemudian ia terkekeh lagi. Katanya.
- Heh heh heh heh, apakah yang akan kau
lakukan di sana"-
-Jika Guru berhadapan dengan Gajah Ma-
da, apakah murid tidak dapat berhadapan dengan
yang lain" Hemm, biarlah Guru tahu bahwa mu-
rid bukan penakut. Murid akan memilih salah
seorang pembantu Gajah Mada yang paling sakti.-
- Jika engkau sampai tak mampu melawan,
apakah jadinya"-
Dewi Sri Tanjung 12 Aji Wisa Dahana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
- Bukankah taruhannya hanyalah mati"
Apabila toh murid tewas dalam perkelahian itu,
bukankah murid akan mati dengan puas" Murid
mati membela nama baik kakek mertua dan da-
lam usaha membalaskan sakit hati keluarga.-
- Ha ha ha ha, engkau jangan mengacau
tak keruan.- Warigagung melongo, tak tahu maksud gu-
runya. - Hemm, Warigagung! Engkau sekarang
sudah mengerti, dirimu sekarang sudah lain den-
gan keadaanmu dua tahun lalu mau pun kema-
rin. Sekarang engkau sudah mempunyai calon is-
teri cantik jelita. Lalu bagaimanakah dengan Sarwiyah apabila kau tewas dalam
perkelahian itu"-
Warigagung memalingkan mukanya me-
mandang Sarwiyah. Akan tetapi gadis ini menun-
dukkan kepala, sehingga tidak membalas pan-
dang mata calon suaminya. Warigagung menghela
napas pendek, sekarang ia menjadi ragu sehingga
tidak kuasa membuka mulut.
Tetapi apakah yang terjadi dengan Sar-
wiyah sekarang ini" Dalam dada gadis ini seka-
rang terjadilah pergulatan dan pertentangan batin yang hebat sekali.
Apabila mengingat kata-kata kakeknya
yang ingin membalas dendam kepada Gajah Ma-
da, sesungguhnya hati gadis ini terharu berba-
reng bangga. Dan apabila Julung Pujud dan Wa-
rigagung sampai tewas dalam perkelahian itu, se-
harusnya dirinya sendiri harus pula berani men-
gorbankan nyawa.
Namun tiba-tiba dalam benak gadis ini ter-
bayang kembali wajah tampan Mahisa Singkir
dan wataknya yang sabar dan sikapnya yang
amat sopan. Dalam dada gadis ini tiba-tiba saja
malah timbul harapannya, agar Warigagung tewas
dalam perkelahian yang direncanakan itu. Sebab
bagaimanapun dalam hatinya tidak sepercikpun
api cinta kepada Warigagung. Ia setuju dipertu-
nangkan dengan pemuda ini tidak lain adalah
hanya menuruti kemauan kakeknya saja. Ternya-
ta sekalipun ia sudah berusaha mencintai Wari-
gagung, usahanya gagal. Api cinta itu tidak per-
nah menyala dan benih cinta itu tidak mau tum-
buh. Lebih lagi sekarang, setelah dadanya terisi oleh bibit cinta kepada Mahisa
Singkir, harapan
satu-satunya sekarang ini tidak lain hanya ingin hidup bersama, membentuk
keluarga bahagia
dengan Mahisa Singkir.
Sarwiyah tidak membuka mulut dan Wari-
gagung mengiakan. Kemudian dua orang muda
ini mengikuti Julung Pujud meninggalkan tempat
ini. Dugaan Julung Pujud bahwa pasukan Ma-
japahit yang dipimpin Mpu Kepakisan belum jauh
pergi memang tepat. Pasukan itu walaupun dalam
waktu singkat sudah dapat melumpuhkan lawan,
sehingga Mpu Galuh dan Hesti Pawana tewas,
namun yang harus diurus memang amat banyak.
- Bagaimanakah Sarwiyah" Bagaimanakah
perasaanmu, jika aku sampai tewas dalam perke-
lahian untuk membalaskan sakit hati kakekmu"-
Pertanyaan Warigagung ini membuat Sar-
wiyah terkesiap. Ia mengangkat mukanya, yang
agak pucat. Melihat wajah Sarwiyah yang pucat itu, Ju-
lung Pujud terkekeh gembira. Sebab kakek ini
menduga, kepucatan wajah gadis ini karena rasa
khawatir apabila calon suaminya sampai tewas.
Demikian pula Warigagung, pemuda ini menduga
sama. Lebih lagi ketika melihat gadis ini tidak
membuka mulut dan hanya mampu menggeleng.
Dugaan guru dan murid ini semakin kuat, jelas
gadis ini tidak menginginkan Warigagung sampai
tewas. - Sudah, sudah, Sarwiyah, engkau tak per-
lu khawatir dan sedih!- ujarnya dengan nada
menghibur. - Semua ini baru merupakan rencana
saja. Aku belum tahu, Gajah Mada sedia ataukah
tidak melayani tantanganku. Hemm, sekarang
marilah kita berangkat. Aku percaya, pasukan
Majapahit itu belum jauh pergi.-
Pasukan itu lebih dahulu harus membakar
semua jenazah yang tewas, baik pada pihak la-
wan maupun pihak sendiri. Disamping itu sesuai
dengan perintah Gajah Mada, mereka yang me-
nyerah harus diperlakukan sebaik-baiknya dan
dibawa ke Majapahit
Di antara tawanan yang jumlahnya amat
banyak itu, sebagian besar terdiri atas wanita dan anak-anak. Para tawanan itu
di sepanjang jalan
selalu menangis akibat kesedihan hatinya, oleh
tewasnya suami, ayah atau anaknya. Karena me-
nangis maka perjalanan menjadi lambat sekali.
Beberapa orang prajurit yang bertugas menjaga
para tawanan, mulai naik darah. Mereka kemu-
dian membentak-bentak dan ada pula yang tidak
kuasa lagi menahan tangannya dan main pukul.
Untung hal ini cepat diketahui oleh Rangga
Premana, putera Gajah Mada yang menyertai Mpu
Kepakisan. Sekalipun sekarang ini Rangga Pre-
mana menderita luka pada pundaknya, namun
pemuda ini tidak dapat tinggal diam. Ia cepat bertindak sekalipun tanpa
kekerasan, setelah men-
dengar laporan itu.
Rangga Premana yang semula mengendarai
kuda berjajar dengan Mpu Kepakisan di bagian
depan, pemuda ini menghentikan langkah ku-
danya untuk menunggu pasukan yang bergerak
di belakang. Ia baru menggerakkan kendali ku-
danya lagi, setelah pasukan penjaga tawanan itu
tiba di sampingnya. Dengan demikian pemuda ini
sekarang dapat mengawasi langsung semua ta-
wanan. Rangga Premana cukup bijaksana. Ia ti-
dak menegur maupun marah kepada para praju-
rit, dan ia hanya berdiam diri dan mengikutinya.
Sekalipun demikian, pengaruhnya amat besar.
Para prajurit tawanan itu sekarang tidak berani
main pukul dan galak lagi.
Waktu sudah fajar. Pasukan yang bergerak
menuju Majapahit itu baru tiba di Rambipuji.
Mendadak pasukan itu berhenti dan Rangga Pre-
mana yang dibelakang keheranan.
Pada saat itu seorang lurah prajurit berla-
rian menghampiri Rangga Premana. Setelah
memberi hormat, lurah prajurit ini melapor, per-
jalanan terhenti. Di depan telah menghadang seo-
rang kakek kerdil yang rambutnya awut-awutan
tidak keruan. Rangga Premana kaget. Ia kemudian berbi-
sik dan menugaskan lurah prajurit itu supaya
mengawasi para tawanan. Kemudian ia mengge-
rakkan kudanya ke depan. Dan ternyata laporan
itu benar belaka, ia melihat Mpu Kepakisan su-
dah berdiri berhadapan dengan kakek kerdil yang
tertawa terkekeh-kekeh.
- Heh heh heh heh, siapakah engkau kakek
tua"- tanya kakek kerdil ini yang bukan lain Ju-
lung Pujud. Mpu Kepakisan memandang tajam kepada
Julung Pujud. Timbul perasaan heran dalam hati
kakek ini, apakah sebabnya Julung Pujud berani
menghadang pasukannya" Orang yang waras
ataukah gila" Namun sebagai kakek yang berjiwa
besar, ia menjawab juga.
- Aku yang disebut orang dengan nama
Mpu Kepakisan. Siapakah engkau dan apa mak-
sudmu menghadang perjalanan kami"-
Julung Pujud mengerutkan alisnya yang
sudah putih mendengar nama Mpu Kepakisan. Ia
memang sudah pernah mendengar nama ini, dan
terkenal sebagai tokoh sakti mandraguna, yang
menjadi sahabat Gajah Mada.
Namun demikian Julung Pujud tidak men-
jadi gentar. Kakek ini malah ketawa terkekeh-
kekeh. - Heh heh heh heh, sungguh beruntung
pagi ini aku dapat berhadapan dengan tokoh sakti bernama harum. Ha ha ha ha, kau
ingin tahu namaku" Baik! Aku inilah yang disebut orang
dengan nama Julung Pujud, orang Belambangan.-
- Kau.....kau.....Julung Pujud"- Mpu Kepa-
kisan kaget. Nama Julung Pujud justru amat terkenal,
semenjak puluhan tahun lalu. Hanya sayang se-
kali tokoh sakti ini memilih jalan sesat, dan tidak segan-segan mengganas kepada
orang yang sama
sekali tidak berdosa. Julung Pujud melakukan
kekejaman dan membunuh orang justru untuk
hiburan dan kesenangan.
- Heh heh heh heh, kau kaget"- ejek Ju-
lung Pujud. - Hemm, apakah maksudmu menghadang
kami"- - Maksudku sudah jelas. Kenapa masih ju-
ga bertanya" Aku sengaja menghadang perjala-
nanmu pagi ini bukan lain karena aku tertarik.
Pasukan yang banyak jumlahnya ini dan bergerak
waktu fajar pula, pulang dari mana"-
Julung Pujud sengaja bertanya dan pura-
pura tidak tahu. Tetapi Mpu Kepakisan yang se-
karang ini berkedudukan sebagai panglima, ber-
sikap hati-hati. Ia belum tahu maksud Julung Pu-
jud yang sebenarnya. Kalau berbuat baik adalah
syukur, tetapi kalau jahat tidak boleh sembaran-
gan. - Hemm,- dengus Mpu Kepakisan dingin. -
Perjalanan kami pada pagi ini tidak ada sangkut
pautnya dengan kau. Maka maafkanlah aku tidak
dapat memberi keterangan.-
Julung Pujud berjingkrakan saking amat
marah. Ia mendelik dan tiba-tiba rambutnya yang
awut-awutan itu berdiri seperti sapu lidi dan kemudian bentaknya menggeledek.
- Jahanam! Setan Alas! Aku bertanya baik-
baik, jawabanmu menyebabkan orang marah.
Huh! Apakah sangkamu aku tidak tahu, kau baru
saja pulang menumpas sarang Mpu Galuh"-
Mpu Kepakisan kaget sekali mendengar ini.
Tetapi ia malah semakin hati-hati bersikap.
Karena ia cepat dapat menduga kakek ker-
dil ini tentu salah seorang sahabat Mpu Galuh,
dan agaknya kakek ini menghadang ingin membe-
la Mpu Galuh. - Hemm, kalau sudah menghadang, apa-
kah maksudmu "-
- Heh heh heh heh, maksudku jelas. Aku
tahu pasukan ini pasukan Majapahit. Dan aku
tahu pula, apa yang kau lakukan ini sesuai perintah jahanam busuk Gajah Mada!-
- Bangsat! Tutup mulutmu yang busuk!-
teriak Rangga Premana yang menjadi marah, ke-
tika mendengar kakek kerdil itu berani mencaci
maki ayahnya. Julung Pujud mendelik ke arah Rangga
Premana. Bentaknya.
- Hai orang muda yang lancang mulut. Sia-
pakah engkau ini"-
- Hemm, dengarkanlah baik-baik. Namaku
Rangga Premana, dan aku putra Maha Patih Ga-
jah Mada - - Kau, kau anak Gajah Mada" Heh heh heh
heh, sungguh kebetulan sekali. Engkau harus ku-
tangkap hidup-hidup!-
Belum juga lenyap suara Julung Pujud,
kakek kerdil ini sudah melesat ke arah Rangga
Premana. Gerakannya sungguh cepat. Dan kare-
na tubuhnya memang kerdil, maka tubuhnya
hampir tidak tampak.
Rangga Premana terkesiap. Ia sudah me-
loncat turun dari kuda dan secepat kilat meng-
hunus pedang. Sring......
Seleret sinar panjang dan warna ungu me-
nyambar. Inilah pedang pusaka Tunggul Naga.
Pedang pusaka milik Gajah Mada yang dipinjam-
kan anaknya supaya dalam tugasnya lebih man-
tap. Namun demikian sejak Rangga Premana ber-
tugas menyertai Mpu Kepakisan ini ia belum per-
nah menghunus pedang pusaka itu. Ketika me-
nyerbu ke sarang Mpu Galuh, ia hanya menggu-
nakan pedang biasa. Kenapa" Ia patuh pesan
ayahnya, tidak boleh sembarangan menggunakan
pedang pusaka itu kalau tidak terancam oleh ba-
haya. Tetapi sekarang ini ia sadar berhadapan
dengan bahaya. Maka tidak ragu-ragu lagi sudah
mencabut pedang pusaka Tunggul Naga itu.
Plakkk!....... Benturan tenaga terdengar cukup keras
dan Rangga Premana terbelalak. Ternyata Mpu
Kepakisan sudah bertindak tangkas ketika meli-
hat Julung Pujud menerjang ke arah Rangga
Premana. Kakek sakti itu tidak mau tinggal diam
dan sudah melompat menyambut pukulan kakek
kerdil itu. Akibat dua orang kakek ini turun ke bumi
dan terhuyung ke belakang beberapa langkah.
Dewi Sri Tanjung 12 Aji Wisa Dahana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kemudian dua orang kakek ini berdiri saling
mendelik. Agak lama mereka tukar pandang se-
perti sedang menaksir.
- Heh heh heh heh, bagus!- Julung Pujud
terkekeh. - Agaknya engkau cukup alot. Sudah
lama sekali aku tidak pernah bertemu tanding, ha ha ha ha. Pertemuan kita
sekarang ini sungguh
menggembirakan hatiku!-
Mpu Kepakisan hanya berdiam diri dan
hanya sepasang matanya tak berkedip, siap siaga
menghadapi segala kemungkinan.
Rangga Pramana yang sudah bersiap diri
dengan pedang pusaka, cepat memerintahkan pa-
sukan untuk mundur. Kemudian membentuk ba-
risan bentuknya seperti payung agung. Semua itu
bukan lain guna menjaga segala kemungkinan,
apabila kakek kerdil ini tidak sendirian.
- Hai Mpu Kepakisan! Agaknya engkau
menjadi besar hati berhasil menghancurkan sa-
rang Mpu Galuh. Heh heh heh heh, engkau jan-
gan mimpi. Engkau takkan dapat pulang ke Ma-
japahit dalam keadaan masih bernyawa.-
- Jangan membuka mulut sembarangan!-
bentak Mpu Kepakisan. - Apakah maksudmu se-
benarnya" Apakah engkau sekarang ini membela
pemberontak itu dan sengaja memusuhi Majapa-
hit"- - Heh heh heh heh, antara aku dan Mpu
Galuh tidak ada hubungan sama sekali. Aku ada-
lah aku, bukan pembela Majapahit dan bukan
pula pemberontak. Akan tetapi aku mempunyai
persoalan pribadi dengan Gajah Mada. Heh heh
heh heh, engkau dan seluruh pasukan harus
mampus pada pagi ini.-
- Uh sombongnya! Mari kita coba saja, sia-
pakah yang harus roboh dan mampus!-
Mpu Kepakisan melangkah maju perlahan,
ke arah kiri. Di pihak lain Julung Pujud juga bergerak maju ke arah kiri.
Langkah dua orang ka-
kek sakti ini perlahan saja, tetapi sekalipun demikian merupakan langkah yang
teratur. Be- danya, kalau lingkaran dari langkah yang dibuat
oleh Mpu Kepakisan tidak begitu lebar, lingkaran yang dibuat Julung Pujud lebar.
Untuk beberapa saat lamanya dua orang
kakek ini terus berputaran, seakan dua ekor
ayam jantan yang siap berlaga, saling menaksir
dan saling mencari kesempatan baik guna mener-
jang. Mpu Kepakisan sadar kakek kerdil yang ia
hadapi sekarang ini bukan tokoh sembarangan,
tetapi tokoh jahat, licik dan penuh tipu muslihat.
Mpu Kepakisan belum lupa terjadinya peristiwa
yang menggemparkan belasan tahun lalu. Tidak
sedikit jumlahnya orang tewas dalam tangan ka-
kek kerdil ini.
Keganasan kakek ini baru kemudian sirap,
setelah Mpu Anusa Dwipa turun tangan. Julung
Pujud dihajar babak belur, dan selanjutnya kakek ini menghilang tanpa kabar.
Sekarang dengan
munculnya Julung Pujud, diam-diam Mpu Kepa-
kisan khawatir juga kalau kekacauan akan timbul
lagi oleh keganasan Julung Pujud.
Dalam kedudukannya sebagai salah seo-
rang pejuang dan membela kepentingan Majapa-
hit, maka merupakan kewajibannya pula untuk
memberantas siapapun yang berbuat jahat.
Tiba-tiba Julung Pujud sudah menggeram
sambil meloncat tinggi, dan dua tangannya berge-
rak ke depan. Plak!..... plak!
Benturan telapak tangan dua orang sakti
ini di udara terdengar amat nyaring. Dua tubuh
orang sakti itu terpental ke belakang lagi bebera-pa langkah. Mereka kemudian
berdiri tegak saling berhadapan dalam jarak kira-kira empat depa.
Dua pasang mata saling mendelik, tetapi tampak
napas dua orang tua ini agak sesak, dada mereka
kembang kempis.
Apa yang sudah terjadi memang diluar ta-
hu orang yang melihat. Benturan telapak tangan
ini merupakan benturan yang tidak main-main,
tetapi benturan tenaga sakti tingkat tinggi yang hebat sekali. Benturan yang
dilambari tenaga ini akibatnya hebat. Isi dada masing-masing tergun-cang hebat
dan sesak. Ternyata dalam mengukur tenaga tadi, an-
tara Mpu Kepakisan dengan Julung Pujud dalam
keadaan seimbang. Sadar bertemu dengan tand-
ing, masing-masing bertindak lebih hati-hati. Ma-ka setelah sesak dadanya
hilang, Julung Pujud
sudah menerjang maju lagi dengan pukulan dan
cengkeram. Memang bukan sembarang pukulan, kare-
na pukulan ini mengandung racun, yang disebut
ilmu pukulan Wisa Dahana atau Aji Wisa Dahana.
Baik sambaran angin maupun akibat dari puku-
lan ini akan menyebabkan lawan keracunan dan
panas seperti terbakar.
Sesungguhnya memang Aji Wisa Dahana
yang amat beracun itu, yang selalu dibanggakan
dan mengangkat namanya di tempat cukup tinggi
sebagai tokoh sakti. Disamping itu sekarang ini
Julung Pujud ingin pula agar dapat mengalahkan
Mpu Kepakisan dalam waktu singkat. Dan ia sa-
dar pula, apabila berhasil merobohkan kakek ini, ia masih harus berhadapan
dengan para prajurit
yang banyak jumlahnya dan tidak gampang men-
gatasi. Disamping semua ini iapun sadar sekarang ini Warigagung hadir. Ia sudah
amat kenal watak
Warigagung yang setia dan patuh kepada guru.
Kalau melihat dirinya dikeroyok orang atau roboh di tangan Mpu Kepakisan, bocah
itu takkan dapat
dicegah lagi, tentu mengamuk. Dan jika sampai
terjadi demikian, keselamatan murid tunggalnya
itu terancam. Pertimbangan-pertimbangan ini menye-
babkan Julung Pujud langsung menggunakan Aji
Wisa Dahana yang beracun itu, menghadapi Mpu
Kepakisan. Maksud yang terutama agar dapat
mengalahkan lawan dalam waktu singkat. Tetapi
sungguh sayang, yang ia hadapi sekarang ini seo-
rang tokoh sakti sahabat Gajah Mada yang sakti.
Maka perkelahian secara ksatrya sekarang ini
berlangsung cepat dan sengit,
Saking cepatnya dua kakek ini bergerak,
menyebabkan pandang mata mereka menjadi ka-
bur dan kepala mereka menjadi pening. Jangan
lagi para prajurit itu sanggup mengikuti apa yang terjadi. Malah Rangga Premana
yang telah cukup
tinggi ilmu kesaktiaannya, masih tidak sanggup
untuk mengikuti perkelahian sengit itu.
Tanpa terasa matahari sudah bersinar. Se-
bagian dari pasukan itu, saking lelah dan men-
gantuk, telah tertidur di tempat dalam sikap duduk atau berdiri bersandar pada
batang pohon. Para tawanan wanita dan anak-anak pun,
yang semula pada menangis, mendapat kesempa-
tan melepaskan lelah dan tidur di tanah dan re-
rumputan. Hanya Rangga Premana dan beberapa per-
wira prajurit Majapahit saja yang masih kuasa
bertahan, sekalipun terasa amat lelah dan men-
gantuk. Perkelahian antara Julung Pujud dengan
Mpu Kepakisan telah berlangsung hampir seten-
gah hari. Tetapi ternyata dua orang itu masih tetap tangguh.
Diam-diam Julung Pujud heran sekali me-
lihat kegagahan Mpu Kepakisan. Pukulan-
pukulannya yang mengandung racun hebat, teta-
pi seperti tidak berdaya terhadap kakek itu. Dan herannya pula mengapa tenaga
lawan tidak juga
berkurang dan serangannya tetap hebat dan ber-
bahaya. Kenyataan yang tidak terduga ini menye-
babkan Julung Pujud harus berpikir dan berpikir
lagi. Munculnya matahari bumi, bagaimanapun
akan memberikan keuntungan pihak lawan dan
dirinya rugi. Apabila secara pengecut Mpu Kepa-
kisan memerintahkan para prajurit itu menge-
royok. Walaupun dirinya dapat membunuh pulu-
han orang, tidak urung keselamatannya sendiri
sulit ia pertahankan.
Sing.....sing.....wir.....wir......
Beberapa sinar hitam tiba-tiba saja me-
nyambar dari tangan kiri Julung Pujud ke arah
Mpu Kepakisan. Sambaran sinar hitam ini menge-
jutkan kakek itu. Karena itu ia cepat melenting
tinggi di udara sambil mengebutkan telapak tan-
gan kiri dan kanan secara bergantian. Angin yang dahsyat menyambar ke bawah
hingga sinar hitam
itu semuanya telah runtuh ke tanah.
- Kurang ajar! Lambat sedikit, nyawaku
tentu melayang!- desisnya setelah berdiri di bumi, sambil memandang Julung Pujud
yang berlarian seperti terbang, meninggalkan tempat perkela-
hian. - Apakah sebabnya tidak Kakek kejar"-
tanya Rangga Premana sambil menghampiri Mpu
Kepakisan. - Hemm, tak ada gunanya!- sahut Mpu Ke-
pakisan sambil menghela napas lega.
Akan tetapi tiba-tiba kakek ini tubuhnya
limbung, terhuyung dan kemudian jatuh terdu-
duk. Dan kakek ini kemudian bersila di tanah
sambil memejamkan mata.
- Kakek.....kau.....kau terluka!- tanya pe-
muda ini dengan gugup dan kaget.
Mpu Kepakisan tidak menyahut. Orang tua
ini hanya mengangkat tangan kirinya, memberi
isyarat agar pemuda itu tidak mengganggu dirinya lagi. Melihat isyarat itu
Rangga Premana segera
mundur dan tidak berani mengganggu lagi.
Tak lama kemudian Mpu Kepakisan sudah
membuka matanya, lalu bangkit berdiri. Ketika
melihat Rangga Premana masih berdiri tidak jauh
dari tempatnya duduk dan masih memegang pe-
dang terhunus. Mpu Kepakisan tersenyum, katanya halus.
- Sarungkan pedangmu! Bahaya sudah le-
wat!- - Apakah Kakek terluka"- tanya Rangga
Premana sambil menyarungkan pedangnya.
- Hemm, tidak!- sahut kakek ini sambil ter-
senyum. - Akan tetapi pengaruh dari pukulan Ju-
lung Pujud yang beracun itu amat berbahaya. Ji-
ka tidak dapat kuusir, akan dapat menimbulkan
bahaya bagi diriku.-
Rangga Premana terbelalak. Kemudian ia
bertanya. - Apakah yang Kakek maksudkan pukulan
beracun itu"-
- Hemm, Julung Pujud mempunyai nama
harum sejak puluhan tahun lalu, karena memiliki
ilmu pukulan beracun dan berbahaya bagi lawan.
Apabila lawan telah menghirup cukup banyak
hawa beracun dari sambaran pukulannya, orang
itu bisa tewas. -
Rangga Premana mengangguk-anggukkan
kepala dan diam-diam bergidik. Betapa ba-
hayanya pukulan yang mengandung racun itu.
- Begitu jarum beracun yang digunakan
sebagai senjata rahasia itu, siapapun yang terluka oleh jarum itu, sulit
ditolong lagi jiwanya.- Mpu Kepakisan menambahkan. - Hemm, aku tidak dapat
membayangkan apa yang akan terjadi kalau
saja dia tadi menghamburkan jarumnya yang be-
racun itu ke arah prajurit. -
Rangga Premana menghela napas pendek.
Ia mengerti ucapan Mpu Kepakisan. Memang sulit
sekali ia duga, bagaimanakah akibat dari jarum
yang beracun itu, kalau dipergunakan menyerang
para prajurit. Tentu akan segera jatuh korban puluhan orang. Sekalipun demikian
ia merasa lega pula bahwa Julung Pujud sudah melarikan diri,
sebelum menimbulkan korban.
- Hem, aku tahu maksud Julung Pujud
menghadang rombongan kita ini,- ujar Mpu Ke-
pakisan lagi. - Aku hanya mengerti amat sedikit, bahwa Julung Pujud menyinggung
nama ayahmu. Persoalan apakah yang menyebabkan Julung Pu-
jud membenci ayahmu"-
- Kalau Ayah banyak dimusuhi orang me-
mang tidak mengherankan.- Rangga Premana
menyahut. - Bukankah tidak sedikit orang yang
menjadi iri akan kedudukan Ayah yang terlalu
tinggi di Majapahit" Kakek, semua orang tahu
bahwa Ayah bukan keturunan bangsawan. Seja-
rah yang belum lama berlalu telah mencatat, ten-
tang terjadinya pemberontakan Dharmaputra.
Pada waktu itu kedudukan Ayah baru sebagai
Bekel Bhayangkara. Jelas bahwa di antara ketu-
runan bangsawan Majapahit selalu dilanda perpe-
cahan, akibat saling berebut kedudukan. -
Rangga Premana berhenti dan sejenak ke-
mudian lanjutnya.
- Dan kiranya Kakek tidak akan menutup
mata, sikap Ayah yang demikian keras dalam me-
Dewi Sri Tanjung 12 Aji Wisa Dahana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
nunaikan tugas. Tidak peduli siapapun apabila
salah harus memperoleh hukuman setimpal. Ten-
tu saja sikap Ayah yang keras dalam usaha mem-
bawa Majapahit ke puncak kejayaan ini, menim-
bulkan rasa tidak senang di hati mereka yang
memang sudah iri hati. Kakek, agaknya peristiwa
ini bukanlah peristiwa yang berdiri sendiri. Bu-
kanlah peristiwa pribadi antara Ayah dengan
orang bernama Julung Pujud itu.-
Mpu Kepakisan mengangguk-anggukkan
kepalanya. Katanya. - Ya! Orang besar yang jujur dan bijaksana serta mengabdikan
diri secara jujur untuk kepentingan masyarakat dan negara, bi-asanya malah
banyak orang memusuhi. Hal itu
tidak lain, terdorong rasa dengki dan iri hati.
Keinginan untuk memperoleh kedudukan setinggi
itu dengan memfitnah apabila memang perlu.-
Mpu Kepakisan menebarkan pandang ma-
tanya ke arah pasukan dan ia melihat sebagian
besar dari mereka tertidur di tempatnya. Melihat ini ia menghela napas dan
terharu. Ia mengerti
dan sadar, mereka kepayahan. Maka ia biarkan
pasukan ini untuk sementara istirahat.
- Rangga,- katanya lagi. - Perintahkan ke-
pada semua perwira, pasukan kita perlu istirahat di tempat ini juga guna
melepaskan lelah.-
Rangga Premana melaksanakan pula perin-
tah panglima ini. Dan ternyata kebijaksanaan
Mpu Kepakisan ini disambut oleh seluruh pasu-
kan dengan sorak sorai gembira. Mereka yang ti-
dak bertugas jaga segera berebut untuk tidur
maupun mengaso, memilih tempat di bawah po-
hon rindang maupun tempat yang rumputnya
tebal. Julung Pujud yang penasaran berlarian cepat seperti terbang.
- Guru! Guru!- Warigagung berteriak me-
manggil, kemudian bersama Sarwiyah memburu.
Tetapi Julung Pujud tidak segera menghen-
tikan larinya, tetapi mengurangi, hingga dua
orang muda ini dapat mengejar. Kemudian tiga
orang ini berlarian terus tanpa membuka mulut.
Warigagung mengerti, gurunya sedang gelisah,
karena usahanya mengalahkan Mpu Kepakisan
tidak berhasil. Sebaliknya Sarwiyah berdiam diri karena memang takut bicara.
Setelah cukup jauh berlarian dan kemu-
dian masuk ke dalam hutan barulah Julung Pu-
jud mau berhenti, dan kemudian kakek kerdil ini
membantingkan pantatnya di atas sebuah batu.
- Hemm,- Julung Pujud menghela napas.-
Ternyata Mpu Kepakisan memang cukup atos!-
- Ohhh .....jadi dia itu tadi yang bernama
Mpu Kepakisan"- Warigagung menatap gurunya
dan keheranan. Pemuda ini sudah cukup kenal sampai di
manakah kesaktian gurunya dan banyak kali pu-
la menyaksikan, setiap berkelahi kebanyakan la-
wanlah yang akan roboh tak bernyawa atau ber-
tekuk lutut. Tetapi apakah sebabnya kali ini gu-
runya malah melarikan diri"
- Apakah Paman kalah"- Sarwiyah membe-
ranikan diri bertanya sambil memandang kakek
itu. -Apa" Kalah"! Siapakah yang kalah"!- ben-
tak Julung Pujud sambil mendelik kurang se-
nang. Sarwiyah yang halus perasaannya menjadi
ketakutan lalu menundukkan kepalanya. Melihat
ini Warigagung menjadi iba, kemudian berkata.
- Guru! Kalau Guru tidak kalah, apakah
sebabnya lari"-
- Huh! Siapakah yang lari"- bentak Julung
Pujud. - Aku tidak lari dan juga tidak kalah. Ta-hu" Aku memang menghentikan
perkelahian itu,
sebelum salah seorang roboh mampus!-
- Apakah sebabnya"-
- Hemm, mengapa sebabnya engkau seka-
rang tambah tolol" Huh, kalau saja siang tadi tidak segera datang, aku akan
masih terus berke-
lahi. Huh! Kau harus tahu Mpu Kepakisan tidak
sendirian. Engkau harus pandai mengenal gela-
gat, sebab prajurit itu bisa dia perintahkan men-gurung dan mengeroyok aku. Dan
mungkin bisa pula mereka perintahkan agar menghujani den-
gan anak panah. Apakah itu tidak berbahaya"
Itulah sebabnya aku tadi lebih baik lari, semua
itu untuk menghindarkan hal-hal yang tidak aku
harapkan.- - Ahhhh.....- tiba-tiba saja Sarwiyah menge-
luh. - Kau ada apa"- tanya kakek kerdil ini.
- Tidak apa-apa, paman - sahut Sarwiyah
sekenanya. Tetapi sebenarnya, timbul rasa kecewa da-
lam hati gadis ini. Apabila baru berhadapan den-
gan pembantu Gajah Mada saja sudah tidak
mampu mengalahkannya, manakah mungkin ka-
kek ini mampu menghadapi Gajah Mada" Dan
manakah mungkin sakit hati keluarganya dapat
terbalas" Melihat perubahan wajah gadis ini, tiba-
tiba saja Julung Pujud terkekeh. Katanya kemu-
dian. - Hemm, Wiyah! Engkau jangan menjadi
khawatir dan salah sangka. Apa yang sudah ter-
jadi tadi bukannya aku kalah. Akan tetapi aku
menggunakan otakku untuk berpikir, agar tidak
sampai mati konyol. Siapakah yang akan mende-
rita rugi" Tidak urung engkau sendiri. Karena itu sekarang, mari sebaiknya kita
pulang dahulu. Engkau dan Gagung harus segera kawin. Di sana,
engkau akan aku didik, aku gembleng agar eng-
kau menjadi wanita perkasa. Dan yang kelak ke-
mudian hari akan berguna dalam membalas sakit
hati keluargamu, sebab engkau maupun suami-
mu akan menjadi pembantuku yang bisa aku per-
caya,- Sarwiyah menjadi sedih mendengar ajakan
ini dan untuk segera kawin dengan Warigagung.
Tiba-tiba saja terbayanglah kembali dalam be-
naknya, pemuda tampan Mahisa Singkir. Pemuda
yang amat ia cintai itu sekarang bagaimanakah
nasibnya" Sekalipun pemuda itu belum pernah
mengucapkan janji setianya, namun ia sudah me-
rasa pasti bahwa pemuda itu mencintai dirinya.
Kalau mendengar dirinya sudah kawin dengan
Warigagung, apakah pemuda itu tidak merana"
Akan tetapi sebaliknya tidak mungkin ia
dapat menolak kehendak Julung Pujud ini. Ia su-
dah kalah janji dan hal itu justru sudah mempe-
roleh restu kakeknya. Untung juga Sarwiyah se-
gera memperoleh alasan, katanya.
-Paman, memang sudah seharusnya aku
dan Kakang Warigagung segera kawin. Tapi.....-
- Tetapi apa" Apakah engkau mau berk-
hianat"-Julung Pujud mendelik.
- Paman .....ohh..... dengarlah dahulu ...... -
kata gadis ini. - Yang aku maksudkan, apakah
pada saat aku kawin, Mbakyu Sarindah tidak per-
lu hadir"-
- Ohh, heh heh heh heh, tentu. Kakakmu
perempuan itu memang harus hadir, sekalipun
mbakyumu malah belum kawin. Ahh, aku malah
mempunyai pikiran baru.-
- Pikiran baru tentang apa, Guru"- Wariga-
gung heran. - Betapa baiknya apabila Sarwiyah dan Sa-
rindah dapat rukun dan bersatupadu. Dengan
begitu pembantuku untuk membalaskan sakit ha-
ti keluargamu kepada Gajah Mada, bukan hanya
dua orang, tetapi malah tiga orang.-
-Tentu saja Paman. Selamanya aku dengan
Mbakyu selalu rukun dan bersatupadu. Aku dan
Mbakyu Sarindah bisa disebut satu hati.-
- Betul, heh heh heh heh. Kalau benar be-
gitu, engkau dan mbakyumu. harus bersedia
membuktikan. Maka sebaiknya engkau maupun
mbakyumu kawin saja dengan Gagung.-
- Ahhh.....!- Warigagung dan Sarwiyah ber-
seru tertahan hampir berbareng saking kaget.
- Tidak Guru!- bantah Warigagung. - Murid
cukup seorang isteri saja.-
- Goblok kau Gagung! Mempunyai isteri le-
bih seorang justru lebih enak, heh heh heh heh.-
Julung Pujud terkekeh. Agaknya kakek ini
menjadi senang sekali mendapat pikiran seperti
itu. Sebaliknya Sarwiyah menjadi pucat wajah-
nya. Gadis ini sama sekali tidak menduga apabila Julung Pujud mempunyai maksud
seperti ini. - Tidak Guru, tidak! Kasihan Adik Sar-
wiyah!- bantah pemuda ini.
- Apakah sebabnya kasihan"! Kalau me-
mang Sarwiyah dan Sarindah suka, tentu saja le-
bih baik heh heh heh heh. Dengan demikian aku
akan lebih mantap lagi dalam usahaku untuk
membalaskan sakit hati Si Tangan Iblis.-
Julung Pujud memandang Sarwiyah. Ke-
mudian ia bertanya.
- Hai Sarwiyah! Bagaimanakah pendapat-
mu" Apakah engkau tidak setuju dimadu dengan
mbakyumu sendiri "-
- Hal itu terserah kepada Paman dan
Mbakyu Sarindah. Apabila Mbakyu Sarindah se-
tuju, manakah aku dapat menolak" Karena itu,
sebaiknya Paman bicara langsung dengan
Mbakyu.- Jawaban Sarwiyah ini mempunyai alasan
yang cukup kuat. Ia kenal baik akan watak mba-
kyunya yang keras hati. Ia yakin mbakyunya tak
mungkin setuju dengan maksud kakek ini. Dis-
amping itu, ia juga yakin, mbakyunya yang cantik jelita itu, manakah sudi
menjadi isteri Warigagung" Sedangkan dirinya sendiripun, apabila ti-
dak kalah janji dengan kakeknya, lebih suka me-
milih Mahisa Singkir.
- Heh heh heh heh ha ha ha ha, bagus!-
Julung Pujud gembira sekali mendengar jawaban
ini. - Aku sendiri yang akan bicara dengan dia.
Marilah sekarang kita pergi ke Tosari.-
- Guru.....- - Ada apa lagi" Huh, laki-laki seperti kau
ini, laki-laki apa" -
- Guru, murid kasihan kepada Adik Sar-
wiyah apabila aku harus mempunyai dua isteri.-
- Apakah alasanmu"- Julung Pujud mende-
lik. - Guru! Murid mempunyai pendapat begini.
Adalah tidak adil apabila seorang laki-laki beristeri dua orang.-
- Apakah sebabnya tidak adil" Laki-laki
punya dua atau tiga isteri sudah jamak. Tetapi
sebaliknya, tidak lumrah apabila seorang perem-
puan mempunyai dua atau tiga orang suami. Heh
heh heh heh.- - Guru! Murid mempunyai pendapat tidak
adil, karena cinta itu tidak bisa dibagi-bagi. Padahal kalau murid mempunyai dua
isteri, bagai- manakah mungkin murid dapat membagi cinta
itu" Apakah ini adil" Kalau isteri memberikan cin-tanya kepada suami secara
utuh, tidak dibagi-
bagi, mengapa suami harus membagi-bagi cinta"
- - Sudah, sudah! Aku tidak mau berbanta-
han. Kawin dengan dua perempuan sekaligus,
dan ka-kak-adik pula.-
Warigagung tidak berani membuka mulut
lagi, sekalipun hati tidak setuju. Pemuda ini sudah kenal watak gurunya yang
tidak dapat ia bantah kehendaknya. Ia melirik ke arah Sar-
wiyah. Dan ia melihat wajah gadis ini menjadi pucat dan tampak kecewa sekali.
Namun demikian ia tidak berani berkata apa-apa, dan hanya me-
nundukkan kepalanya
- Hayo, sekarang kita berangkat ke Tosari!-
ajak Julung Pujud mantap.
Perintah ini tidak mungkin dapat mereka
bantah pula. Warigagung dan Sarwiyah segera
pula bangkit, mengikuti langkah Julung Pujud.
Untuk singkatnya cerita, mereka sudah ti-
ba di Tosari. Akan tetapi betapa kecewa tiga orang ini ketika tidak dapat ketemu
dengan Sarindah.
Rumah Si Tangan Iblis sudah kosong. Malah su-
dah banyak yang rusak dan halaman yang semu-
la bersih itu sekarang sudah ditumbuhi rumput
liar. Diam-diam Sarwiyah sedih melihat rumah ini yang sekarang kosong dan rusak.
Tentu saja mereka tidak dapat menemukan
Sarindah, yang sekarang jiwanya sudah tergang-
gu. Sebabnya tidak lain karena selalu menggeng-
gam laki-laki tampan yang sudah menjadi sua-
minya, bernama Dewa Asmara. Entah ke mana
sekarang Sarindah pergi, dan entah pula di mana
dia berada. Tetapi yang jelas Sarindah seorang gadis
yang keras hati dan bernasib malang. (Baca:
RAHASIA DEWA ASMARA, oleh pengarang dan
penerbit yang sama. Anda akan dapat menjenguk
gadis malang bernama Sarindah ini, dan tahu pu-
la sebabnya Sarindah sampai mendapat gangguan
jiwa). Gajah Mada disamping berkedudukan se-
bagai Mahapatih (Patih Mangkubumi) Majapahit,
Dewi Sri Tanjung 12 Aji Wisa Dahana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
juga merangkap kedudukan Rajajaksa. Dialah
yang mengawasi pelaksanaan Undang-Undang
Raja. Sedangkan sebagai Aspada, Gajah Mada ha-
rus menyusun suatu rencana penuntutan leng-
kap dalam soal-soal sengketa yang penting. Jadi
Patih Mangkubumi Majapahit yang bernama Ga-
jah Mada ini tidak saja menjalankan aturan Un-
dang-Undang Negara, tetapi juga menjaga supaya
aturan itu berjalan dengan baik. Dan kalau perlu menuntut segala pelanggaran
yang terjadi. Gajah Mada seorang yang berpengalaman
luas dalam urusan negara. Ia memperoleh penga-
ruh luas bukan karena keturunan bangsawan,
bukan karena keturunan ksatriya, akan tetapi
oleh kecakapan dan keberaniannya.
Selama mengabdikan diri di Majapahit, ia
memulai dari kedudukan yang paling bawah dan
berkat ketekunannya dapat mencapai puncak ke-
kuasaannya, sebagai Mahapatih Majapahit. Mula-
mula Gajah Mada mengabdikan diri di Majapahit
sebagai pesuruh. Kemudian ia menjadi prajurit
Bhayangkara. Kemudian naik tingkat menjadi
Bekel Jayanegara ia diangkat menjadi Patih Dha-
ha. Akan tetapi semua itu tidak mungkin bisa
terjadi, apabila Gajah Mada tidak memiliki kese-
tiaan dan semangat pengabdiannya yang diberi-
kan kepada Majapahit. Jadi, kedudukan Gajah
Mada yang mencapai puncak tertinggi itu bukan-
lah datang dengan sendirinya, tetapi oleh jerih
payahnya sendiri.
Namun sudah lumrah yang terjadi di dunia
ini, kemudian timbul perasaan orang yang menja-
di iri hati dan dengki, jika melihat orang lain
mencapai puncak kejayaan. Lebih pula Gajah
Mada bukan keturunan bangsawan Majapahit.
Maka sering kali pula Gajah Mada menghadapi
ancaman bahaya, baik yang terang-terangan
maupun gelap-gelapan. Ia mempunyai banyak
musuh gelap sekalipun ia tidak sadar dimusuhi
orang. Sekalipun demikian berkat kebijaksanaan-
nya, berkat kewaspadaannya, semua usaha orang
yang akan berbuat jahat selalu dapat digagalkan, baik oleh Gajah Mada sendiri
maupun oleh pembantu-pembantunya yang setia.
Disamping itu berkat kecakapan dan kese-
tiaan pembantu-pembantunya ini, maka sekali-
pun yang berkuasa di Majapahit seorang raja wa-
kil, Tribhuwanattunggadewi Jayawishnu-
warddhani, Gajah Mada dapat mengendalikan
keamanan Majapahit dengan baik.
Dan pagi ini dengan wajah berseri-seri, Ga-
jah Mada menerima kedatangan Mpu Kepakisan
di rumah tempat tinggalnya. Hadir pula Laksa-
mana Nala, Rangga Premana dan Adityawarman.
- Terima kasih atas bantuanmu, Paman
Mpu Kepakisan. Ahh, kalau saja engkau tidak ce-
pat memberi laporan dan cepat bertindak pula,
mungkin sisa-sisa pemberontak Sadeng itu akan
bisa menjadi bibit penyakit yang membahayakan
Majapahit!- Demikianlah ucapan Gajah Mada
dengan halus, setelah mendengar laporan Mpu
Kepakisan, sisa-sisa pemberontakan Sadeng su-
dah berhasil ditumpas.
Akan tetapi Mpu Kepakisan adalah seorang
pendeta yang tentu saja selalu jujur, dijauhkan
dari hal-hal yang dusta dan kurang patut. Sahut-
nya kemudian. - Bukan saya yang berjasa dalam masalah
ini.- - Ahh, kalau bukan, lalu siapakah"- Gajah Mada kaget, demikian pula Nala
maupun Adityawarman.
- Apabila tidak ada petunjuk dari Mpu
Anusa Dwipa manakah mungkin saya bisa tahu"-
- Ahhh..... Mpu Anusa Dwipa"-
- Benar, Ayah,- Rangga Premana ikut ber-
bicara. - Memang atas petunjuk orang tua itu,
Kakek Kepakisan tahu tentang sisa pemberontak
Sadeng. Disamping itu tanpa adanya petunjuk pe-
ta dari Mpu Anusa Dwipa pula, kiranya sulit kita menerobos masuk ke lembah yang
penuh jebakan dan jalan rahasia itu.-
- Ahh, menarik sekali! Ceritakanlah Rang-
ga, aku ingin sekali mendengar situasi lembah
itu!- ujar Adityawarman.
- Ceritakanlah yang jelas, Rangga,- pinta
Mpu Kepakisan pula sambil mengeluarkan peta
pemberian Mpu Anusa Dwipa.
Tiga orang pimpinan Majapahit itu menjadi
amat tertarik kepada peta yang dibentangkan di
atas meja. Adapun Rangga Premana segera mene-
rangkan segala sesuatunya dengan perlahan teta-
pi jelas sekali.
- Bukan main!- Mpu Nala menggeleng-
gelengkan kepalanya, kagum sekali. Demikian pu-
la Gajah Mada maupun Adityawarman.
Mereka menjadi kagum atas kepandaian
Mpu Galuh yang memilih lembah itu dan dia
lengkapi dengan jebakan-jebakan pintu rahasia di bawah tanah. Demikian rapi dan
tentu penggara-pannya membutuhkan waktu yang lama dan te-
naga yang banyak jumlahnya pula. Sebab, mem-
buat lorong di bawah tanah jauh lebih sulit di-
banding membuat jalan di atas tanah
- Benar-benar hebat dan cerdik,- puji Ga-
jah Mada. - Tetapi aku justru lebih tertarik kehe-batan dan kecerdikan Mpu Anusa
Dwipa. Lalu da-
ri manakah orang tua itu memperoleh pengeta-
huan keadaan lembah itu, kemudian bisa dia tu-
angkan dalam peta yang jelas dan terperinci se-
perti itu" Bukan saja pengetahuannya tentang je-
bakan, tetapi juga tahu semua pintu rahasia. -
Untuk beberapa jenak lamanya mereka ti-
dak ada yang membuka mulut. Pertanyaan Gajah
mada ini memang tidak mudah dijawab, kecuali
oleh yang berkepentingan sendiri, ialah Mpu Anu-
sa Dwipa. - Entahlah, saya sendiri tidak tahu dari
mana Mpu Anusa Dwipa memperoleh peta ini.
Saya bertemu dengan dia di pinggang Gunung Ke-
lud dan bertemu tidak sengaja!- jawab Mpu Kepa-
kisan. - Ohh, ya, dan secara tidak sengaja pula, aku bertemu dengan gadis jelita
murid Ki ageng Tunjung Biru.....-
- Ahhhh .....!- Mpu Nala kaget. - Katakan-
lah, di mana bocah itu sekarang"-
Mpu Kepakisan dan Rangga Premana he-
ran mendengar pertanyaan Mpu Nala yang begitu
besar perhatiannya kepada bocah perempuan itu.
- Lekas katakanlah, di mana bocah itu"
Dan apakah dia membawa pedang pusaka ber-
nama Tunggul Wulung"- desak Nala.
- Ahh, benar! Mengapa Bendara tahu"-
Mpu Kepakisan heran.
Sebenarnya Gajah Mada sendiri kaget, te-
tapi juga gembira mendengar pemberitahuan itu.
Sebab, Gajah Mada segera dapat menduga, tentu
bocah itu Dewi Sritanjung, putri Mpu Nala yang
sudah lama mereka cari.
- Paman Kepakisan!- ujar Gajah Mada ha-
lus. - Agar engkau tidak menjadi bingung meng-
hadapi pertanyaan Adimas Nala, maka sedikitnya
dengarlah dahulu ceritaku.-
Tetapi sebelum memulai ceritanya, Gajah
Mada menatap Nala dan bertanya.
- Adimas Nala, sekarang ini yang hadir ha-
nyalah terbatas dan bisa aku katakan keluarga
sendiri. Bolehkah aku menceritakan hal-ihwal bo-
cah itu"- - Silakan!- sahut Nala. - Aku percaya Bapa
Pendeta akan bersedia merahasiakan peristiwa
ini.- - Ahhh ada apakah"- Mpu Kepakisan kehe-
ranan. Rangga Premana tidak membuka mulut. Ia
memandang mereka yang hadir bergantian den-
gan pandang mata bertanya-tanya. Adapun Adi-
tyawarman yang sudah mengetahui perihal ini,
hanya berdiam diri.
Gajah Mada segera menceritakan tentang
peristiwa yang sudah belasan tahun berlalu. Keti-ka secara tidak sengaja, Mpu
Nala kawin dengan
salah seorang puteri Ra Kuti, seorang anggota
Dharma putra yang memberontak dan telah ter-
bunuh mati. Peristiwa itu memang tidak terduga
sama sekali, sebab Mpu Nala mengira, isterinya
seorang gadis desa.
Dari perkawinan ini hamillah si isteri dan
Mpu Nala gembira sekali. Kemudian pada suatu
ketika inginlah Mpu Nala memboyong isteri ini ke Kota Majapahit dan maksudnya
ini pun mendapat
persetujuan isterinya.
Namun sebelum ketentuan waktu boyong
ini mereka laksanakan, tiba-tiba Mpu Nala tahu,
isterinya itu sebenarnya puteri Ra Kuti. Pemberitahuan dari ibu angkat isterinya
ini mengejutkan Mpu Nala, sehingga pada malam harinya Mpu Na-la pergi ke
Majapahit tanpa pengetahuan siapa-
pun. Masalahnya, Mpu Nala merasa kecewa seka-
li, sudah kawin dengan gadis anak pemberontak.
Akibat penderitaan yang berat, maka ke-
mudian isteri setia ini meninggal dunia pada saat melahirkan anaknya. Bayi yang
lahir itu kemudian dibuang ke sungai oleh para tetangga, yang
akhirnya dirawat oleh Ki ageng Tunjung Biru. Da-
lam asuhan Ki ageng Tunjung Biru ini, anak ter-
sebut diberi nama Dewi Sritanjung, dan menjadi
seorang gadis jelita dan berilmu tinggi. (Baca: Bu-ku berjudul JASA SUSU HARIMAU, oleh penga-
rang dan penerbit yang sama).
Pada saat Sritanjung mendapat pendidikan
dan asuhan Ki ageng Tunjung Biru ini, Mpu Nala
sudah cukup lama berusaha mencari anaknya
yang hilang itu, namun belum pernah terkabul
harapannya. Baru kemudian harapannya ini bisa
terkabul dan diketahui Dewi Sritanjung adalah
puterinya yang hilang, setelah bocah ini oleh Ki ageng Tunjung Biru disuruh
pergi ke Kota Majapahit, dan kemudian diboyong ke rumah Mpu Na-
la. (Agar para Pembaca yang budiman bisa men-
getahui lebih jelas peristiwa ini, bacalah buku : MENCARI AYAH KANDUNG).
Akan tetapi pada malam harinya kemudian
bocah ini melarikan diri dari rumah tanpa pamit, seperti telah kita ceritakan di
dalam buku berjudul: TERSIKSA SEPERTI DI NERAKA.
Mendengar penuturan ini Mpu Kepakisan
menggeleng-gelengkan kepalanya. Apabila ia tahu
sebelumnya, tentu ia berusaha mengajak bocah
itu pergi bersama ke Majapahit.
- Ahhh.....kalau saja aku tahu, tentu dia
sudah kuajak kemari, - ujar Mpu Kepakisan ber-
nada menyesal. - Sayang sekali, hemm, aku tidak
tahu lagi di manakah sekarang bocah itu.-
- Pergi ke manakah dia"- desak Nala dan
hatinya tegang.
- Maafkanlah saya, Bendara, sungguh aku
tidak tahu ke mana dia, sebab terjadi peristiwa
yang kemudian menyusul.-
- Peristiwa apakah"-
Mpu Kepakisan kemudian menceritakan
tentang terjadinya peristiwa menyusul, terbu-
kanya sebuah lubang pintu jebakan, dan semen-
jak itu dia lenyap.-
Kiranya para Pembaca yang budiman akan
lebih asyik apabila berkenan membaca pula buku
berjudul: TERKURUNG DI PERUT GUNUNG, oleh
pengarang dan penerbit yang sama.
- Aduhhh.....anakku.....anakku ..... engkau
mati masuk perangkap" Aduhh.....aku lah yang
berdosa.....- Mpu Nala menutupi mukanya dengan dua
telapak tangan dan Adityawarman cepat menghi-
bur. - Belum tentu dia celaka, kenapa engkau
sudah menjadi khawatir" Sudahlah, sebaiknya
persoalan anakmu ini serahkan saja atas kehen-
dak dan perlindungan Dewata Agung (Tuhan).-
- Saya juga tidak yakin apabila celaka!-
Rangga Premana ikut pula menghibur, tetapi juga
amat terharu. - Lebih-lebih lagi, Mpu Anusa Dwi-
pa sudah menyanggupkan diri untuk menca-
rinya.- - Ahhh.....tetapi dia anak yang malang. Dia kasihan sekali karena tidak
sempat mengenal
ibunya sendiri.....- ujar Mpu Nala penuh rasa ses-al.
- Paman Kepakisan,- kata Gajah Mada. -
Aku mohon pertolonganmu. Sudilah Paman me-
nugaskan beberapa orang cucumu (muridmu)
ikut serta mencari bocah itu. Cirinya mudah se-
kali. Apabila ada seorang gadis memiliki pedang
pusaka yang bersinar biru, jelas pedang itu pe-
dang pusaka Tunggul Wulung dan itu pula dia.
Maka bujuklah agar bocah itu suka datang ke Ko-
ta Majapahit dan bawalah kemari.-
- Baiklah! Akan saya usahakan.-
Untuk beberapa saat lamanya keadaan
hening, tidak seorangpun membuka mulut. Agak-
nya mereka seperti terpengaruh oleh kekhawati-
ran Mpu Nala. Guna mengalihkan suasana yang kurang
menyenangkan ini kemudian Gajah Mada mema-
lingkan mukanya kepada Adityawarman.
Dewi Sri Tanjung 12 Aji Wisa Dahana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
- Bendara Adityawarman, saya mohon
khabar tentang Bali. Tidaklah mengherankan
apabila Gajah Mada menyebut Adityawarman
dengan sebutan "bendara" sekalipun kedudukan Gajah Mada di Majapahit demikian
tinggi. Hal ini bukan saja oleh kebiasaan lama, semenjak Gajah
Mada masih berpangkat rendah, memang sudah
menjadi sahabat Adityawarman. Akan tetapi dis-
amping itu juga pengaruh dari keadaan Gajah
Mada sendiri yang merasa bukan keturunan Ma-
japahit, dan juga karena ia memang berjiwa seo-
rang pemimpin yang rendah hati. Dan oleh penga-
ruh sikap Gajah Mada terhadap Dharmaputra
yang demikian menghargai mereka itu, maka se-
baliknya para Dharmaputra Majapahit juga
menghargai Gajah Mada.
- Ahhh, apakah tentang Tatagalapura Ger-
hastadara itu"- tanya Adityawarman.
- Benar.- - Sudah saya perintahkan untuk membuat
dan sudah selesai pula. Ya, mudah-mudahan
dengan berdirinya pura itu, maka orang-orang
yang berkuasa di Bali mengerti maksud baik Ma-
japahit.- - Benar. Harapan kita memang demikian,-
Gajah Mada mengangguk-angguk tampak puas.
Perlu kita ketahui, bahwa semenjak Maja-
pahit berdiri, hubungannya dengan Bali terputus.
Bali merasa bukan wilayah Majapahit dan Bali
merasa merdeka di atas rumahnya sendiri. Hal ini tentu saja menjadi perhatian
penuh bagi Gajah
Mada yang bercita-cita mempersatukan Nusanta-
ra dan bercita-cita demi kejayaan Majapahit.
Guna menarik perhatian Bali, bahwa Maja-
pahit ingin menyelenggarakan hubungan baik,
maka atas prakarsa Gajah Mada, didirikanlah pu-
ra itu, dan bernama Tatagatapura Gerhastadara.
Mendengar itu Mpu Nala bangkit seman-
gatnya, tergugah jiwa kesatrianya sehingga ia terlupa kepada urusan keluarga.
- Tetapi bagaimanakah apabila Bali tetap
membangkang"- tanyanya sambil menatap Gajah
Mada dan Aditywarman bergantian.
- Apabila Bali memang bandel, untuk apa
tidak kita hancurkan"- sahut Adityawarman pe-
nuh semangat pula.
Gajah Mada bersenyum. Diam-diam ia
bangga sekali terhadap keperwiraan dua orang
pemimpin ini. Katanya kemudian.
- Benar! Apabila Bali memang bandel, me-
mang tidak ada jalan lain lagi, kecuali kita gunakan kekerasan. Akan tetapi
selama masih bisa ki-
ta usahakan dengan jalan damai, bukankah itu
lebih baik"-
Ciri-ciri kebesaran Gajah Mada memang
seperti itu. Dalam mencapai cita-cita mempersa-
tukan seluruh Nusantara, apabila memang bisa
tercapai akan ia gunakan jalan halus dan damai.
Akan tetapi sebaliknya apabila jalan damai itu
sampai gagal, Gajah Mada akan menggunakan
kekerasan. Menggunakan kekuasaan pasukan
dan perang. - Paman Kepakisan,- kata Gajah Mada ke-
mudian. - Apakah tidak ada hal-hal yang engkau
sampaikan, sehubungan dengan tugasmu"-
- Memang ada yang perlu saya sampaikan,
ialah tentang terjadinya peristiwa yang menarik
perhatian saya, sehubungan dengan adanya usa-
ha pencegatan pasukan yang dilakukan oleh Ju-
lung Pujud.- - Siapakah Julung Pujud itu,- Adityawar-
man nampak heran, tetapi juga tertarik.
- Bendara, Julung Pujud adalah seorang
tokoh sakti yang sesat- Gajah Mada menjelaskan.
- Telah belasan tahun lamanya, tokoh itu tidak
pernah muncul. Ahh, menarik sekali, apabila to-
koh itu demikian muncul sudah berani mengha-
dang pasukanmu.-
- Benar! Memang amat menarik. Akan teta-
pi disamping itu juga membuat saya tak habis pi-
kir. Sebab dari ucapannya jelas sekali, maksud
penghadangan itu ada hubungannya dengan
Nakmas Gajah Mada.-
- Ahhh, ada hubungan dengan diriku" Ten-
tang apa saja"- Gajah Mada tidak kaget, hanya
tertarik perhatiannya saja. Karena bagi tokoh ini yang sudah terbiasa dimusuhi
orang, sudah menjadi kebal apabila ada orang yang berusaha me-
musuhinya. - Pada saat menghadang pasukan itu.....-
- Nanti dulu!- sela Mpu Nala. - Berapakah
jumlah kawan dia yang ikut menghadang"-
- Waktu itu saya tidak melihat yang lain,
kecuali Julung Pujud seorang saja.-
- Ahhh.....bukan main! Seorang diri berani
menghadang rombongan pasukan dalam jumlah
banyak. Sungguh menarik!-
- Benar! Memang itulah hebatnya Julung
Pujud. Dia seorang pemberani. Maka sekalipun
hanya seorang diri, tidak mengherankan pula
apabila berani menghadang kami. Akan tetapi
disamping keberaniannya, dia juga terkenal seba-
gai seorang pengecut, licik, dan penuh tipumuslihat.- Gajah Mada berusaha
memberi penjelasan.
Dan Mpu Kepakisan segera menambah pu-
la, - Ya! Watak Julung Pujud memang demikian.
Hal itu terbukti setelah merasa tidak mampu
mempertahankan diri saya, dia kemudian melari-
kan diri. Namun demikian sebelum melarikan di-
ri, diapun berusaha membunuh saya dengan ja-
rum beracun yang selalu dia banggakan keampu-
hannya.- Mpu Kepakisan berhenti. Sejenak kemu-
dian ia meneruskan.
- Tetapi terus terang bila dia tidak segera
melarikan diri, mungkin saja saya celaka.....-
- Apakah sebabnya"- Adityawarman kaget.
Demikian pula yang lain kecuali Rangga Premana
yang telah tahu.
- Karena Julung Pujud mempunyai ilmu
pukulan yang beracun. Dari sambaran tangannya
menyebarkan racun yang dapat merobohkan la-
wan. Apabila hanya dalam waktu singkat, kiranya
saya masih bisa menahan pengaruh dari hawa
beracun itu. Akan tetapi apabila waktunya cukup
lama, memang amat berbahaya. Seperti yang su-
dah terjadi dengan diri saya, setelah berkelahi
hampir setengah hari, begitu dia pergi saya harus lekas-lekas mengatur
pernapasan.......
- Apakah sebabnya!- Mpu Nala bertanya.
- Semua itu guna mengusir pengaruh dari
pukulan beracun itu.....-
- Ahhh, berbahaya juga!- Adityawarman
menggumam. - Benar! Julung Pujud memang amat ber-
bahaya!- Gajah Mada membenarkan pendapat itu.
- Dan saya masih ingat pada peristiwa belasan
tahun yang lalu, pada waktu Julung Pujud mela-
kukan keganasannya membasmi orang-orang ti-
dak berdosa. Setelah Mpu Anusa Dwipa turun
tangan, baru Julung Pujud kapok lalu menyem-
bunyikan diri.-
- Lalu, apakah maksud Julung Pujud
menghadang pasukan itu"- tanya Mpu Nala.
- Seperti yang tadi sudah saya kemukakan,
katanya untuk memusuhi Nakmas Gajah Mada.
Tentang apakah alasannya, saya sendiri kurang
jelas.- - Hemm, bagiku takkan kaget apabila ada
orang yang memusuhi diriku,- ujarnya dengan bi-
bir menyungging senyum. - Tetapi justru banyak
orang memusuhi diriku ini, menimbulkan gairah
dan semangatku untuk mencurahkan seluruh
perhatianku demi kejayaan Majapahit. -
- Namun persoalan ini tidak cukup kita ab-
aikan demikian saja.- Adityawarman memberikan
pendapatnya. - Sebab, kedudukan Patih Mangku-
bumi Majapahit merupakan kunci jaya dan han-
curnya Negara Majapahit kita.-
-Benar! Bendara Warman benar! Menurut
pendapat saya, Nakmas Gajah Mada harus lebih
waspada dan hati-hati. Sebab siapa tahu apabila
ada orang ketiga yang berdiri di belakang Julung Pujud" Lebih berbahaya lagi
apabila orang ketiga itu justru merupakan orang dalam.- Mpu Kepakisan mendukung.
- Pendapat Bapa Pendeta beralasan.- Mpu
Nala menjadi tertarik. - Siapa tahu apabila masih ada satu atau dua orang
Dharmaputra yang tidak
puas"- Adityawarman pun menduga seperti itu.
Maka katanya kemudian.
- Ya! Dugaan demikian memang tidak ber-
bantah. Seperti kita ketahui dan diakui pula oleh Paman Gajah Mada, di antara
Dharmaputra memang terdapat perasaan tidak puas, sehubungan
dengan pengangkatan Paman Gajah Mada sebagai
Patih Mangkubumi Majapahit. Alasannya ialah,
Paman Gajah Mada bukan keturunan bangsawan.
Hem. tetapi semua itu menurut pendapatku tidak
beralasan. Dengan kata lain, hanya merupakan
alasan yang mereka cari-cari. Bagi saya, tidaklah tepat apabila kedudukan itu
harus diukur dari
keturunan.- Ia berhenti lalu membasahi bibirnya. Seje-
nak kemudian baru ia meneruskan. - Lebih-lebih
kedudukan Patih Mangkubumi Majapahit. Wa-
laupun bukan keturunan bangsawan, apabila ca-
kap dan mampu tidak ada halangannya. Dan se-
baliknya, walaupun keturunan bangsawan akan
tetapi apabila tidak cakap, tentu saja saya memilih yang pertama.-
Adityawarman berhenti lagi sejenak. Sete-
lah menghela napas ia meneruskan.
- Timbul pikiran saya, untuk bisa menang-
kap Julung Pujud dalam keadaan masih hidup
atau mati. Syukur apabila bisa kita tangkap hi-
dup-hidup, dari mulut orang itu kemudian kita
akan memperoleh keterangan-keterangan yang
berharga, dan kiranya cita-cita ini baru terlaksa-na, kalamana kita memperoleh
bantuan Mpu Anusa Dwipa. Ehhh, Bapa Pendeta Kepakisan,
mungkinkah Bapa Pendeta bisa membujuk Mpu
Anusa Dwipa menangkap Julung Pujud"-
Mpu Kepakisan menghela napas pajang. Ia
tidak segera memberikan jawabannya. Karena ia
cukup kenal akan watak Mpu Anusa Dwipa yang
aneh bin ajaib itu dan yang lain dari yang lain.
Kalau saja Mpu Anusa Dwipa itu seorang yang gi-
la terhadap pangkat dan kedudukan, kekayaan
ataupun harta benda, adalah gampang sekali
mempengaruhi kakek itu dengan macam-macam
usaha dan janji.
Akan tetapi Mpu Anusa Dwipa bukan
orang macam itu. Bukan seorang yang gila terha-
dap pangkat, kedudukan, harta benda ataupun
kekayaan. Dia tidak membutuhkan apa-apa! Ka-
kek itu hidup bagai burung tanpa sarang. Dia be-
bas beterbangan ke manapun dia suka. Kadang-
kala tanpa diminta dia sudah mengulurkan tan-
gan memberi pertolongan kepada orang. Akan te-
tapi kadang-kadang pula, dia tidak peduli walau-
pun tahu orang dalam kesulitan. Juga walaupun
Mpu Anusa Dwipa telah mengetahui jelas terha-
dap watak seseorang dan jelas orang itu jahat,
namun kalau perlu dia bersedia pula memberi
pertolongan maupun sekedar ilmu kesaktian.
Sesudah berpikir sejenak lamanya, baru
Mpu Kepakisan memberi jawaban.
- Hemm, saya kurang yakin dan sulit pula
untuk dapat menduga, bagaimana tanggapannya
apabila saya mengajukan persoalan itu. Dia seo-
rang yang aneh! Dia hidup tidak membutuhkan
apa-apa, jadi sulitlah orang dapat mempengaruhi
maupun menarik perhatian dia. Akan tetapi seka-
lipun demikian saya akan berusaha juga menco-
ba, dan juga untuk merundingkan soal ini kepada
dia. Hemm, hanya saja ......
- Nampaknya Bapa Pendeta ragu. Katakan-
lah!- Adityawarman mendesak.
- Bendara, untuk mencari kakek gendut itu
tidak gampang, Sebab dia tidak mempunyai tem-
pat tinggal yang tetap. Dia bagai burung tanpa sarang.- - Ada cara untuk
mengundang dia.- Mpu
Nala mengemukakan pendapatnya.
- Dengan jalan apa"- Gajah Mada tertarik.
- Maklumat Raja Majapahit, guna mengun-
dang Mpu Anusa Dwipa datang ke Majapahit.-
Pendekar Pengejar Nyawa 14 Misteri Lukisan Tengkorak Seri 4 Opas Karya Wen Rui An Menuntut Balas 23