Pencarian

Bocah Berdarah Hitam 1

Dewi Ular Bocah Berdarah Hitam Bagian 1


1 Dongeng sebelum tidur...
Sebuah tradisi lama yang sampai sekarang masih
ada. Yang berbeda hanya materi ceritanya. Dulu ada
dongeng yang paling populer dan digemari anak-anak: "Si.
Kancil Mencuri Ketimun". Barangkali jika disesuaikan
zaman sekarang materinya berubah, judulnya pun bisa
diganti: "Si Kancil Mencuri Sepeda", atau yang lainnya.
Secara psikologis seorang anak menyukai suara
orang .bertutur di saat menjelang tidur. Kesukaan
inendengar orang berceritabisa juga dikarenakan suatu
kebiasaan. Barbie mempunyai kebiasaan baru sejak ia
tinggal bersarna Rayo Paska, pacarnya Kumala Dewi.
Kebiasaan itu adalah mendengarkan dongeng sebelum ia
tidur. Maka, ketika Barbie fidur bersama Kumala, anak itu
pun menuntut kebiasaan tersebut. Mau tak mau Kumala
harus mendongeng sebuah cerita yang dapat meninabobokan gadis kecil berwajah mungil bak wajah
boneka itu. "Kalau Kak Mala nggak kasih dongeng aku, kayak
Kak Ray, aku nggak mau tidur. Aku Mau meleeeeek...
sampai mataku capek."
"Ya, udah... kakak punya cerita nih, ceritanya tentang
seekor kancil yang..."
"Judulnya dulu dong," protes Barbie. "Judul .ceritanya
apa?" "Judulnya, ... Si Kancil Membeli Ketimun. Begini..."
"Hiiik, hiiik, hiiik.. !" Barbie tertawa cekikikan. Kumala
tak jadi menuturkan dongengannya.
"Kamu kenapa ketawa" Ntar nggak tidur-tidur lho."
"Habis, Kak Mala ngaco niihh... ! Seingatku, Kak
Rayo beberapa kali mendongeng tentang seekor kancil,
hmmm, judulnya... Si Kancil Mencuri Ketirnun, bukan Si
Kancil Membeli Ketimun "
"Mencuri itu kan perbuatan nggak baik. Merugikan
orang lain. Melanggar hokum. Jadi, supaya kamu bisa
beaain mana yang baik dan mana yang benar, maka kakak
mau cerita: Si Kancil Membeli Ketimun."
"membeli sama mencuri baik yang mana sih?"
"Baik membeli, sebab membeli tidak merugikan
orang lain, tapi menguntungkan orang lain. Siapa yang
diuntungkan" Pedagang ketimun itulah yang untung. Coba
kalau mencuri, pedagang ketimun nggak dapat untung
kan" Barang dagangannya malah Hilang."
"Iya... kasihan, ya. Kak?"
"Kasihan sekali. Nanti anak-anaknya Si pedagang
mau dikasih makan apa kalau dagangan ketimunnya
dicuriin orang terus, hayo?"
"Hmmm, dikasih , dikasih makan humberger aja,
kayak waktu aku dibeliin Kak Rayo dulu. Kakak tahu nggak
humberger, itu tuh... roti tingkat. Hmmm, ada yang tingkat
tiga lho, Kak."
Dewi Ular, atau Kumala Dewi, tertawa kecil
mendengar celoteh si bocah temuannya yang krits dan
cerdas itu. Apa yang dikatakannya adalah suatu kejujuran
dan ungkapan emosi dan rasa. Pola pikir yang sederhana
dan selalu apa adanya rnembuat gadis kecil berwajah
mungil dan cantik sekali itu sering membuat orang tertawa.
Dalam keadaan tidak kambuh kebandelannya,Barbie
memang lucu dan menggemaskan. Tapi dalam keadaan
kambuh kebandelannya, Barbie adalah bocah yang
membahayakan dan mengkhawatirkan. Manakala anak itu
sedang ngambek, banyak orang yang merasa takut
dijadikan sasaran atau terkena imbasnya.
Sebab, kemarahan gadis kecil itu dapat mendatangkan bencana bagi orang di sekelilingnya Ia akan
menggunakan kesaktiannya untuk melampiaskan kemarahan, tanpa berpikir lagi apakah tindakannya akan
mencelakai seseorang atau tidak.
Kadang energi gaibnya bekerja dengan sendirinya, di
luar keinginan hatinya, atau terlepas tanpa disengaja.
Kemarin siang, Mak Bariah diberi tugas oleh Kumala
Dewi untuk mengawasi tidur siangnya Barbie. Kumala ingin
agar anak itu belajar disiplin pribadi. Maka, sebelum pergi
Kumala mewanti-wanti Barbie agar tepat pukul dua siang;
Barbie harus tidur. Anak itu menyanggupi, dan Kumala
menugaskan pelayan setianya untuk mengingatkan
sekaligus mengawasi Barbie pada pukul dua siang itu.
Benarkah anak itu tidur siang tanpa merasa takut
kepada Kumala, atau justru bermain dengan bebas karena
merasa tidak ada Kumala.
Tepat pukul dua siang, Mak Bariah mengingatkan
pesan Kumala untuk Barbie. Setelah diberitahu bahwa
saat, itu ,adalah pukul dua siang, maka Barbie pun
berhenti bermain rumah-rumahan di halaman belakang.
Ia cuci kaki, cuci tangan, lalu naik ke atas tempat
tidurnya. Memeluk guling dengan mata terpejam. Mak
Bariah tersenyum sambil memuji dalam hatinya. "Syukurlah
kalau anak itu sekarang sudah bisa dijinakkan. Nggak
seperti dulu, buandelnya bukan main."
Mak Bariah segera ke belakang untuk mengangkat
jemuran yang sudah kering. Tetapi alangkah terkejut hati
Mak Bariah ketika ia melihat di halaman belakang Barbie
sedang bermain rumah-rumahan sendirian.
"Lho, tadi kayaknya dia tidur tuh"! Kok tahu--tahu dia
udah ada di sana sih"!" Mak bariah berjalan cepat-cepat
menuju ke kamar khusus untuk Barbie. Ia rnembuka pintu
kamar itu dan rnelihat Barbie ada di atas ranjangnya
sambil memeluk guling.
Mak Bariah mengucal-ngucal mata beberapa kali.
Pandangan matanya tidak salah, memang Barbie yang
dilihatnya sedang memeluk guling di atas ranjangnya itu.
Sekali lagi Mak Bariah masih kurang percaya. la berlari
kecil ke halaman belakang. Di situ ia juga melihat Barbie
sedang bermain. Jelas, dan nyata sekali. Padahal Mak
Bariah tahu bahwa Barbie bukan anak kembar.
Setidaknya ia tahu persis bahwa Kumala Dewi suatu
hari datang dari alam gaib hanya berdua dengan Barbie,
bukan bertiga. "Lalu. yang kulihat di kamar itu siapa"!" gumam hati
Mak Bariah dengan bulu kuduknya merinding. Meski pun
siang hari tapi kalau ada sesuatu yang bersifat gaib muncul
di dapan matanya, maka bulu kuduknya tetap akan
merinding. Mak Bariah tidak tahu bahwa memecah
bayangan raga menjadi dua bagian adalah salah satu
bentuk kesaktian yang dimiliki. Barbie.
Entah dilakukan secara sadar atau tidak, yang jelas
kesaktian semacarn itu sering membuat Mak Bariah dan
yang lainnya menjadi takut, ngeri, atau terkagum-kagum.
Kumala Dewi menangkap beberapa fenomena mistis yang
tersimpan dalam diri anak tersebut. Selain kesaktiannya
tergolong kesaktian tingkat tinggi, anak itu juga memiliki
lapisan penangkal gaib yang menyatu dalam darahnya.
Lapisan penangkal gaib itu dalam istilah kanuragan
disebut: Perisai Maya. Perisai ini melindungi seluruh energi
sakti yang ada, sehingga ia tampak seperti anak biasa-
biasa saja tanpa kesaktian. Hanya yang memiliki kesaktian
setara atau lebih tinggi yang bisa menembus Perisai Maya
itu. Atau,apabila Perisai Maya sedang tidak aktif, maka
kesaktian Barbie bisa dideteksi lawannya. Tapi jika Perisai
Maya dalam keadaan aktif, siapa pun tak bisa mendeteksi
energi kesaktiannya. Sebab, sifat Perisai Maya,ini seperti
HP, bisa di-on-kan bisa juga di-off-kan.
Kumala Dewi juga memiliki Perisai Maya, termasuk
dewa-dewa lainnya. Tetapi belum bisa dipahami dengan
jelas apakah anak sekecil Barbie itu sudah bisa
mengaktifkan Perisai Maya-nya dengan sengaja, atau
Perisai Maya itu bekerja on-off secara otomatis, dalam arti
bekerja diluar kesadaran dan keinginan Barbie.
Letupan emosi yang bersifat spontanitas dapat
membuat kesaktiannya bekerja pula secara reflek. Ini
sangat berbahaya, Bisa membuat orang lain celaka atau
bahkan mati karena letupan energi saktinya anak itu.
Oleh karenanya Kumala Dewi bertekat untuk
ciptakan filter dalam emosi Barbie agar kesaktiannya
terkontrol dan tidak liar. Untuk menciptakan filter
dibutuhkan Waktu agak lama. Sedangkan, saat ini masih
ada persoalan lain yang lebih urgent dan hams segera
ditangani secara serius, yaitu menyingkirkan bayi dalam
perut Barbie. Gadis kecil berambut panjang poni depan itu
sekarang sedang hamil. Sungguh memalukan dan fantastis
kedengarannya. Tetapi kehamilan itu bukan karena suatu
perzinahan. Bayi yang ada di perutnya terhisap oleh
kesaktiannya sendiri ketika is sedang bersama Rayo Pasca,
(Baca serial Dewi.Ular dalam episode: "Terjerat Asmara
Gaib"). Rayo Pasca sebagai lelaki yang tampan dan gagah
sempat hamil karena ulah Dewa Bahakara. atau Dewa
Jenaka, (Baca serial Dewi Ular dalam episode:, "Misteri
Santet Iblis").
Bayi dan perangkat kandungannya itu sebenarnya
milik seseorang. Belum lama ini baru. diketahui siapa
pernilik kandungan itu, setelah kedatangan Samon dan
temannya, Fardan. Pada mulanya Samon hanya ingin
memperkenalkan Fardan kepada Kumala sebagai orang
yang terjerat asmara mistiknya Mak Ayu.
Fardan ingin minta saran bagaimana baiknya
menghadapi Mak Ayu, karena Mak Ayu sudah berjanji akan
mengembalikan kandungan istrinya yang hilang secara
misterius itu. Dari situlah Kumala dan orang-orang dekatnya
mengetahui bahwa kandungan yang diambil dan
dipindahkan oleh Dewa Jenaka ternyata adalah kandungan
milik istri Fardan; Ranni. Lalu dengan hati--hati sekali
Kumala berusaha menjelaskan duduk persoalan sebenarnya , Bahkan waktu itu ada Buron di samping
Kumala. Jelmaan dari Jin Layon sempat m?nambahkan
kata kepada Fardan.
"Soal dukun perempuan yang mengaku bemarna
Mak Ayu itu, sebaiknya kau lupakan sajalah. Dia sudah
kembali ke alamnya; Tanah Ladang Mistik. Dia bukan
perempuan biasa."
"Oo, pantas tadi siang saya coba datang ke sana,
rumahnya kosong. Tidak dikunci, tapi tidak ada
penghuninya satu pun. Bahkan pelayannya juga nggak
ada." "Pelayannya itu pasti juga ikut pulang ke Tanah
Ladang Mistik. Kamu pikir pelayannya orang biasa. Bukan!
Makhluk alam sana juga itu!"
Kumala berkata dengan kelembutannya, "Soal
bayimu itu, jangan khawatir, kami akan menjaga dan
merawatnya. Aku bertanggung jawab penuh atas
keselamatan bayi pertamamu itu, Fardan. Dan, secepatnya
aku akan berusaha mengembalikan ke raga istrimu. Kalian
tenang saja. Sekarang kalian sudah tahu kan, kandungan
dan bayinya "ada di sini. Tinggal menunggu waktu saja
untuk bisa kembali secepatnya kepada istrimu."
Keterangan dan alasan yang diberikan oleh kumala
kepada Samon dan Fardan memang tidak secara detil.
Kumala punya cara sendiri untuk menjelaskan mengapa
kandungan itu bisa ada di perut anak-anak seusia enam
tahun. Dan, ternyata mereka bisa menerima penjelasan
tersebut, walau pun disertai dengan keheranan yang luar
biasa. Demi menjaga citra dan kerahasiaan Kahyangan,
Kumala tidak menyinggung-nyinggung tindakan Dewa
Jenaka, bahwa kandungan itu sengaja diambil serta
dipindahkan oleh Dewa Jenaka ke dalam perut Rayo,
tujuannya untuk mengancam Kumala alias Dewi plar. agar
mau memenuhi undangan pihak Kahyangan. Kandungan
itu tidak bisa diusik atau disingkirkan oleh siapa pun
karena dipenuhi energi kesaktiannya Dewa Jenaka.
Jadi, hanya dewa Penabur Tawa itulah yang bisa
mengambil dan mengembalikannya
pada pemilik kandungan sebenamya. Diluar dugaan ternyata kandungan
dan bayi itu terhisap oleh kesaktian Barbie. Dengan
sendirinya yang bisa menyingkirkan bayi dan perangkat
kehamilan dalam perut Barbie adalah Dewa Jenaka.
Repotnya, sampai sekarang Dewa. Jenaka masih
dalam keadaan koma akibat suatu pertarungan di Hutan,
Kutukan. Dalam deteksiny?, Kumala berkesimpulan bahwa
kesaktian Dewa Jenaka telah dibuat beku oleh lawannya
menjadi gumpalan keras, sekeras besi baja. Praktis
kesaktian itu tidak akan bisa digunakan oleh Dewa Jenaka
sebelum dipulihkan menjadi normal kernbali.
Proses memulihkan kesaktian itu tidak cukup sehari-


Dewi Ular Bocah Berdarah Hitam di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dua hari, dan tidak mudah dilakukan karena jenis
kesaktian tersebut adalah kesaktian dewa. Meski demikian
Kumala berusaha keras agar dapat secepat mungkin
memulihkannya, karena dialah yang paling membutuhkan
bantuan Dewa Jenaka untuk saat ini.
"Kenapa nggak minta bantuan salah satu dewa di
sana " Mungkin dengan bantuannya proses pemulihan
dapat segera teratasi."
"Para dewa di Kahyangan sedang mengecamku.
Buktinya aku berusaha mengadakan kontak dengan
mereka dari sini, tak ada jawaban dan tak ada respon dan
mereka." "Sudah kau lakukan menghubungi mereka?"
"Sudah, sambil melaporkan keadaan Dewa Jenaka.
Tapi mereka tak memberi tanggapan apapun, termasuk
ayah dan ibuku juga ikut-ikutan diam waktu kuberi tanda
panggilan dari sini."
"Kenapa kau sampai didiamkan oleh mereka "
"Karena aku menolak upacara agung penobatan
diriku sebagai Senopati Perang Khayangan."
"Ooo..., lalu kenapa kau menolak" Kurasa kau
memang layak dan mampu untuk menjadi Senopati
Perang." "Bukan soal mampu atau tidak mampu, yang kutolak
adalah upacara agung itu. Kamu tahu, yang namanya
upacara agung di Kahyangan itu merupakan upacara
besar-besaran, sangat sakral dan sangat. terhormat.
Pestanya pun besar-besaran, Mewah sekali deh pokoknya.
Nah, aku tuh nggak suka digitukan. Diagung-agungkan,
disanjung-sanjung, dan diarak-arak dalam pestamewah
begitu. Tahu sendiri kan, mewahnya pesta Kahyangan itu
kan seratus kali lipat mewahnya pesta di bumi."
"Hmmmm...., ya, ya, ya..."
"Tapi untuk menjadi Senopati Perang, aku sanggup!
Kalau nanti terjadi Perang Dirgandani, aku bersedia tampil
paling depan dalam peperangan tersebut. Aku nggak takut.
Tapi aku nggak mau kalau dimewah-mewahkan, sementara
aku di bumi menjadi penyelamat dan pelindung umat
manusia yang s?rba kekurangan. Di sini aku berhadapan
dengan mereka yang sering kelaparan, dilanda kemiskinan,
dicekam teror dan sebagainya. Mana tega aku di sana
menikmati kernewahan"!"
"ck, ck... kamu emang bidadari bandel. Berani
mbalelo terhadap kebijakan Kahyangan. Tapi; yaaahh...
aku bisa memahami maksudmu, dan bisa ngertiin gimana
perasaanmu."
"Kupikir sih, kalau kamu nggak bisa ngertiin juga
nggak apa. Nggak harus bikin aku kesel. Itu hakmu.
Soalnya, aku sengaja undang kamu ke sini bukan buat
ngomongin upacara agung, tapi jujur saja... aku mau minta
bantuanmu menangani kedua kasus berat ini. Yang paling
utama aku minta bantuanmu dalam masalah memulihkan
kesaktian Dewa Jenaka. Mungkin kamu punya saran-saran
yang sangat membantu mempercepat proses pemulihannya."
"Hmmmm...," orang yang diajak bicara Kumala itu
manggut-manggut.
Penampilannya tetap tenang. Tidak tampak merasa
bangga atau merasa hebat karena dimintai tolong Dewi
Ular. Tapi dia justru merasa ikut prihatin atas kesulitan
yang dihadapi Kumala Dewi.
Sepertinya dia mengetahui banyak tentang Kumala
yang terlahir sebagai putri tunggalnya Dewa Permana dan
Dewi Nagadini. Dan, agaknya orang itu punya pengetahuan
tentang kesaktian alam gaib, sehingga Kumala Dewi
mengharapkan sarannya. Siapa sebenarnya orang yang
dimintai tolong oleh Kumala itu"
*** Sebuah sedan merah maroon meluncur di kegelapan
malam. Irama musik jazz mengalun dalam kelembutan
khasnya memenuhi ruangan dalam sedan merah itu.
Agaknya si pengemudi merasa sepi berada dalam mobil
sendirian, sehingga mematar musik kesukaannya sebagai
penghalau kesepian.
Jalur tol lancar. Sedan merah itu memilih masuk tol
daripada sering terhambat kemacetan di lampu merah.
Ketika berhenti di gerbang masuk tol, pemuda yang
bertugas melayani ticket masuk tol sempat menatap si
pengemudi sedan merah dengan senyum rasa kagum.
"Busyet... , cantik banget tuh cewek"! Wajahnya
napsuin!" pikir si pemuda sambil menghitung uang
kembalian untuk diserahkan kepada si pengemudi sedan
merah. Ketika menyerahkan uang kembalian, si pengemudi
sedang merah itu mengerdipkan sebelah matanya. Senyum
yang dipamerkan saat itu adalah senyum penggoda iman.
Petugas penjualan ticket tol itu langsung sesak
napas karena detak jantungnya menjadi sangat cepat.
Debar-debar yang dirasakan begitu indah, sampai
membuatnya merasa melambung sesaat.
"Hay, .. ," wanita cantik yang mengemudikan Audi
Quarto S warna merah maroon itu memberi sapaan setelah
dilihatnya di belakang tak ada mobil lain yang mengantri.
"Hmm, iya... met malem juga," sahut pemuda
penjaga tol, Tulalit.
"Namamu keren juga, Rickson," seraya ia menunjuk
ID name si petugas tol yang terpasang di bawah jendela
ruang ticket. "Iyaa, nama saya... memang ...," ia menjawab masih
gugup karena debar-debur di dalam dadanya semakin
kuat. "Tugas sampai pagi, ya?"
"Hmm, sampai pukul 12 udah off, Tante."
"Jangan panggil Tante. Jelek. Panggil ajaAudy."
"Oo, iyy... iya, Tante Audy..."
"Nggak usah pakai Tante."
"Ooh, maaf iya deh nggak pakai."
Audy tersenyum kalem tapi sangat menggoda.
Karena ada mobil lain mau masuk tol juga, Audy pun
segera meninggalkan pemuda bernama Rickson itu.
Weess... ! Di pihak lain, Rickson merasa rugi atas
kemunculan mobil lain, karena peluangnya bicara dengan
wanita cantik yang menggairahkan itu hilang seketika.
"Rese mobil jeep ini!" gerutunya dalam hati. "Padahal
gue masih kepengen ngobrol lama ama cewek tadi,
hmmm... siapa namanya" Oo, Audy. Bagus juga namanya.
Kayak mobil yang dipake. Pasti dia udah punya cowok, atau
malah udah married. Aah, sayang sekali... !"
Di dalam mobil itu Audy pun bicara sendiri. "Boleh
juga tuh cowok. Rickson, hmm... namanya nggak
kampungan kok. Keren. Wajahnya juga gemesin banget.
Ganteng-ganteng imut. Kayaknya tipe cowok yang patuh
pada perintah mesum tuh dia, hahaha.... ! Kalau dibawa ke
apartemen, mau nggak ya" Hmmm, kayaknya sih, pasti
mau! Kalau nggak mau ya harus mau! Aku jadi bergairah
ngebayangin dia jadi budak kemesraanku. Oohh... !"
Sebuah Escudo yang meluncur tepat di belakang
sedan merah itu sempat oleng dengan suara rem menjerit.
Pengemudi Escudo itu rnenggeragap dan hampir saja
menabrak besi pagar jalan tol ketika ia membuang arah
laju mobil ke kiri. Lelaki berusia separoh baya itu tersentak
kaget ketika dilihatnya mobil sedan merah maroon tiba-tiba
saja memercikkan cahaya api dalam sekejap.
Crlaaap... ! Kemudian sedan merah itu lenyap dan
pandangan mata. Beruntung sekali pengemudi Escudo itu
tidak sendirian. Ia bersama pria sebaya juga yang duduk di
samping kirinya. Mereka sama-sama gaduh mempeributkan lenyapnya sedan merah tadi.
Sementara jantung mereka berdebar cepat ketika
mobil nyaris menabrak besi pagar jalanan. Setelah
menyadari mobil dalam keadaan normal kembali, napas
mereka pun menjadi lega, dada diusap berkali-kali sambil
mengucap syukur berulang-ulang. Mereka sempat sibuk
mencari-cari di mana sedan merah yang tadi, sedang
mereka bicarakan warna merahnya yang menyolok itu.
"Hay... !"
Rickson terkejut melibat sedang merah itu sudah
berada di sampingnya. Audy mengulurkan uang
pembayaran ticket tol. Rickson ragu menerima uang itu,
karena belum ada dua menit mobil merah itu memasuki
gerbang tol, sekarang sudah mau masuk lagi.
"Baru aja dia lewat, sekarang Udah mau lewat lagi"!"
pikir Rickson terheran-heran, bahkan jelas-jelas terbengong
dengan mata menatap Audy tak berkedip.
"Hey, kok bengong sih"!"
Teguran itu membuat Rickson menggeragap dan
buru-buru mengambil uang yang disodorkan Audy. Uangnya
sama dengan yang tadi, lembaran nominal seratus ribu.
Rickson menghitung uang kembalian sambil sesekali
melirik dan tersenyum malu. Hatinya yang berdesir-desir itu
tak dapat dinikmati sepenuhnya, karena batin selalu
bertanya-tanya, bagaimana mungkin sedan merah itu bisa
dalam posisi mau masuk tol lagi.
"Kalau dia harus putar balik arah, kayaknya nggak
ada jalur putaran sepanjang tol ini. Terus, dia muter di
mana, ya" Kalau dia keluar dulu lewat gerbang timur, terus
memutar balik ke arah sini, dia harus memutar balik di
depan sana, aaah... nggak mungkin! Memakan waktu
sedikitnya 20 menit kalau menggunakan jalur gerbang
timur. " "Rick, pulang bareng aku, mau?"
"Hmm, eeh... boleh, tapi... tapi..."
"Aku jemput kamu lima menit sebelum kamu off, ya"
Okey?" "Ook... ookey, yaaa.... ya Okey."
"Di mana kujemput kamu?"
"Di... di..."
"Di seberang sana, ya" Dekat telepon darurat."
"Boo... boleh, Tante... eeh, hmm..."
"Audy... !"
"Iyya, Audy... !"
Barangkali inilah maksud yang terkandung dalam
peribahasa gayung bersambut itu. Audy melirik, Rickson
tertarik. Pemuda tampan berperawakan tegap dan masih
bujangan itu tak keberatan ketika Audy menawarkan-
tumpangan di mobilnya. Bahkan, ketika Audy mengajak
singgah ke apartemennya, Rickson pun tak menolak
ajakan tersebut, meski mulanya ia berusaha untuk
menghindar. Tapi itu hanya basa-basi.
"Udah punya. cewek kamu, Rick?"
"Udah... maksudku...-udah lama putus."
"Eeh, sama dong. Waah, kayaknya kita senasib nih "
"Putus juga kamu, ya" Waah, bego banget cowok
yang mau mutusin kamu. Kalau aku nggak akan mau putus
ama kamu," kata Rickson setelah saling buka kartu tentang
usia, ternyata usia mereka sama-sama 25 tahun. Tak
canggung Rickson untuk bersikap makin akrab selayaknya
teman biasa. Namun bagaimana pun juga Rickson merasa masih
kalah PD dari Audy. Keberanian perempuan muda itu
sering membuat Rickson tersipu malu dan dihinggapi rasa
minder. Apalagi setelah ia berada di dalam apartemennya
Audy, cahaya lampu terang membuat segalanya serba
jelas, termasuk kecantikan Audy.
Audy berkulit kuning langsat, berperawakan tinggi,
sekal, dengan dada montok membusung kencang:
Rambutnya yang selewat pundak berpotongan shaggy
disemir coklat sebagian, membuat kecantikan Audy
menjadi lebih menarik lagi, seakan percampuran antara
kecantikan klasik dan kecantikan ala bule Eropa.
Rickson sering berdecak dalam hati manakala
memandang pinggang Audy yang. ramping itu memiliki
pinggul yang lebar dengan bokong padat berisi.
"Kamu seorang foto model, ya?" tanya Rickson
ketika Audy melangkah untuk menutup pintu balkon.
Setiap melangkah pinggul dan bokongnya terayun-ayun
bagai lambaian tangan yang mengajak lawan jenis untuk
segera bercinta.
"Kenapa kamu menyangka aku foto model?"
"Pantas kalau menjadi seorang foto model Bodymu,
pakaianmu, kecantikanmu, semuanya pantas dimiliki
seorang model."
"O,ya ..."! " Audy kembali menuju sofa dengan
senyum yang mencengangkan hati Rickson. Senyuman itu
bukan hanya manis, tapi juga menggoda hasrat setiap
lelaki untuk berkhayal tentang kehangatan.
"Jujur saja, aku bukan seorang model kok."
"Atau... seorang selebritis?"
"Juga bukan," jawabnya sambil meluruskan
pandangan mata hingga beradu dengan tatapan Rickson.
Tatapan mata itu telah membuat sentakan beruntun pada
jantung Rickson. Seolah-olah ada sesuatu yang berontak
dan ingin meledak dalam diri pemuda itu, namun terpaksa
harus tetap ditahannya. Sesuatu yang beronta ingin
meledak itu sekarang hanya bisa menyentak-nyentak.
"Kalau kau mau tahu profesiku, kau harus lebih
sering bertemu denganku, Rickson. Kalau perlu kau tinggal
di apartemen ini bersamaku. Karena tanpa sering bertemu
denganku, sulit bagiku untuk menjelaskan profesiku dan
siapa diriku ini."
Rickson tersenyum mendapat tantangan seperti itu.
"Kalau aku tinggal di sini, bisa berbahaya."
"Kenapa berbahaya?" seraya ia bergeser lebih


Dewi Ular Bocah Berdarah Hitam di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mendekat lagi. "Kau bisa hamil nanti," Rickson memberanikan diri
melempar pancingan itu. Ternyata disambut hangat oleh
Audy. "Apa kau bisa menghamiliku?"
"Wah, nggak tahu deh," Rickson tertawa malu.
"Bagaimana kalau kita coba saja?"
"Mmmhh, eeehh, maksudmu...?"
Rickson nyaris tak bisa bicara, karena tatapan mata
Audy semakin dekat. Mata yang sedikit lebar itu sudah
menjadi sayu. Dengus napasnya menghangat di
permukaan pipi Rickson. Aroma parfumnya tercium jelas
dan menghadirkan debar-debar yang kian bergemuruh
dalam dada. Suara Audy mulai bercampur desah. "Cobalah untuk
menghamiliku. Awali dengan sentuhan bibirmu. Aku suka
bibir tanpa nikotin begini," jari tangannya meraba bibir
Rickson dengan pelan-pelan sekali.
Rickson sedikit merenggangkan mulut. Jari Audy
masuk pelan-pelan. Rickson menghisap jari itu dengan
lidah bergerak lincah. Audy mendesah panjang dengan
mata nyaris terpejam.
"O000000uuuhhh.. . !"
Lampu padam sendiri bersamaan dengan hembusan
napas panjang Audy tadi. Tapi ada lampu sudut yang masih
menyala dengan kap lampu berwarna ungu. Suasana
remang membuat Rickson merasa semakin ditenggelamkan ke telaga asmara oleh Audy. Ia pun
menggigit jari Audy tak terlalu keras. Audy berbisik sambil
mendesis. "Jangan itu yang digigit..."
Rickson melepaskan jari Audy.
"Mana yang hams kugigit?"
Audy menyingkirkan kain blus di pundaknya.
"Ini . ," suaranya sedikit parau, bernada merengek.
Menunjukkan bahwa ia sangat menginginkan gigitan mesra
Rickson. Maka, pemuda yang sudah dibakar hasrat
kernesraan itu segera melakukannya.
Tepat sekali dugaan Audy saat di dalam mobil tadi.
Rickson tipe laki yang senang menuruti perintah asmara
pasangannya. Karena di atas sofa panjang itu, Audy dapat
memerintah Rickson sesuai dengan apa yang ia inginkan.
Malam tanpa hujan, justru membuat sekujur tubuh
Audy dan Rickson dihujani peluh kenikmatan. Audy takingin
tidur. Ia ingin menghabiskan malam dengan sejuta
kenikmatan cumbu pria berwajah imut itu. Rickson tak
pernah menolak perintah Audy, tak pernah menggelengkan
kepala saat Audy menyatakan keinginannya. Bahkan, ia
bersedia pulang esok siangnya, langsung ke tempat kerja.
Tetapi tiba-tiba dering HP Audy terdengar. Rickson
sempat heran, karena tadi ia melihat jelas Audy mematikan
HP-nya. Kenapa sekarang HP itu bisa berdering sendiri
tanpa diaktifkan pemiliknya.
"Sebentar, aku nggak bisa menolak telepon dari yang
satu ini," kata Audy seraya meraih HP-nya. Ia sudah tahu
siapa yang menelepon dirinya dalam keadaan HP tidak
aktif . "Ya, kenapa?"
"Tolong datang ke rumahku, aku ada masalah."
"Kapan?"
"Sekarang."
"Kau gila apa " Ini jam berapa?"
"Okey, kalau nggak bisa, jangan dipaksakan..Besok
siang saja temui aku di rumah, ya?"
"Ya.... tapi... ," Audy tampak ragu-ragu. " Ada apa sih
sebenarnya " Tumben kamu minta aku datang jam segini?"
"Aku agak suntuk. Aku butuh teman bicara. Tapi, ya
udahlah... besok aja. Tuntaskan dulu aktivitasmu saat ini.
Kasihan dia kalau harus kamu tinggal kemari."
"Hmmm, nggak apa-apa kok. Okey, aku ke sana
deh!" "Nggak usah sekarang, Audy. Kamu kan sedang..."
"Dengar, Kumala... kalau kau bisa mengetahui apa
yang sedang kulakukan malam ini, aku pun bisa
merasakan kegundahan hatimu malam ini. Kamu nggak
usah cerewet lagi. Aku datang!"
Tegas sekali kata-kata itu. Ternyata dialah orang
yang dimintai saran oleh Kumala Dewi. Audy tak pernah
bisa menolak panggilan Kumala, karena ia merasa pernah
dikalahkan oleh Kumala dan berjanji akan membantu
segala kesulitan Kumala. Kapan saja ia dibutuhkan, akan
datang secepatnya. Janji itu dibuktikan.
Dia ingin tunjukkan pada Kumala bahwa ia sekarang
sudah bukan Nyimas Kembangdara , pelindung para
selirnya Dewa Kegelapan, alias Lokapura. Ia sudah
menyeberang ke alam kehidupan manusia , dan siap
membantu Kumala Dewi dalam melindungi dan
menyelamatkan kehidupan manusia di bumi.
Rickson terpaksa diantar pulang lebih dulu, baru
Audy melesat dengan sedan merahnya ke rumah Kumala.
Rickson memang tampak kecewa, tapi dia akan lebih
kecewa lagi seandainya dia tahu siapa Audy sebenarnya.
Rickson akan merasa bersyukur sekali tak jadi
menginap di apartemen itu seandainya ia melihat sosok
aslinya Audy sebagai Nyimas Kembangdara yang bermata
merah tanpa kelopak mata, bermulut panjang seperti tikus,
bergigi runcing-runcing dengan sepasang taring panjang,
dan berperawakan tinggi, besar, mirip raksasa betina,
(Baca serial dewi Ular dalam episode: "Kupu-kupu Iblis").
Sebagai mantan pelindung para selirnya Dewa
Kegelapan tentunya Audy memiliki kesaktian di atas rata-
rata kesaktian manusia. la sudah termasuk jenis iblis
betina yang kini berpihak pada manusia. Tetapi apakah
kesaktian Audy benar-benar bisa membantu Dewi Ular
dalam memulihkan kesaktiannya Dewa Jenaka " .
Sebab Jika tidak, maka tidak ada orang yang bisa
menyingkirkan janin dan kandungan dalam perut Barbie.
Gadis keeil yang masih berusia sekitar enam tahun itu
akan melahirkan seorang bayi yang bukan darah dagingnya
sendiri. Sungguh menyedihkan sekali nasib anak itu.
*** 2 VILLA indah milik Niko Madawi di kawasan Puncak
sudah tiga hari ditinggalkan Kumala. Apalagi saat itu Rayo
Pasca sudah tidak hamil lagi. Sisa jejak gaib tidak terdapat
dalam perut Rayo Pasca. Oleh karena itu, Kumala
memutuskan untuk membawa Dewa Jenaka ke rumahnya.
"Kalau kamu masih ingin menggunakan villa itu,
pakai saja. Jangan sungkan-sungkan," kata Niko ketika
ditelepon Kumala.
"Sesuai perjanjianku, aku hanya memakai villamu
untuk mengasingkan Rayo dari pandangan umum.
Sekarang Rayo sudah normal kembali, jadi aku harus
kembali ke rumahku. Terima kasih banyak atas
bantuanmu, Nik,"
"Tapi, bukankah katamu ada dewa yang kau bawa
pulang ke bumi dan sekarang dalam keadaan koma?"
"Iya, tapi itu bisa kuatasi di rumah. Artinya, tidak
harus disembunyikan. Keberadaan fisiknya toh sama
seperti manusia biasa. Tidak ada keanehan dan kelebihan,
kecuali dalam darah dan auranya."
Dewa bermuka tua itu ditempatkan pada sebuah
kamar berukuran besar. Kamar itu memang diperuntukkan
tamu-tamu khusus yang bermalam di rumah Kumala,
seperti ibunya sendiri: Dewi Nagadini, atau ayahnya: Dewa
Permana, atau kakeknya dan sebagainya. Kenyamanan di
dalam kamar tidur itu sangat diutamakan.
Bahkan dilengkapi dengan perabot 'kelas satu;
ranjang dan kasurnya memang buatan dalam negeri tapi
kualitas ekspor. Demikian pula satu set mebel yang
diletakkan di sudut kamar. Sebuah kolam kecil berisi ikan
hias dan dinding karang buatan yang selalu mengucurkan
air juga melengkapi kamar tersebut.
Kumala sendiri jarang tidur di situ. Sandhi, Buron
apalagi Mak Bariah, tidak ada yang berani tidur di situ.
Mereka hanya berani masuk untuk mengambil atau
meletakkan sesuatu. Tapi pria pujaan hati, Rayo Pasca,
pernah beberapa kali tidur di kamar tersebut, walau pun
sebenarnya Rayo lebih suka menempati kamar tidur
bersebelahan dengan ruang tamu.
Kali ini Kumala membawa Audy ke kamar itu. Di atas
ranjang bertiang empat namun tanpa kelambu itulah Dewa
Jenaka berbaring mirip orang tertidur nyenyak.. Wajah tua
itu memiliki tulang pipi sedikit menonjol dan sepasang
alisnya yang berwarna abu-abu lebat hampir menyatu.
Tubuhnya yang agak kurus tetap mengenakan jubah
aslinya, tapi sekarang ditambah selimut tebal berwarna
hijau lembut. Melihat wajah tua terbaring di ranjang dengan mulut
sedikit terbuka, Audy langsung mengerjapkan matanya.
Berpaling sambil menyilangkan tangan di depan mata .
"Auuh.. !"
"Kenapa" !" Kumala kaget.
"Mataku nggak kuat melihatnya!" Audy mencoba
menatap ke arah ranjang. Tapi kepalanya kembali
disentakkan ke. samping sambil memejamkan mata.
"Uuuh... ! Nggak kuat. Bener Mataku sakit dan perih.
Duuuh, kepalaku jadi ikut sakit nih!"
"Kenapa bisa begitu"!"
"Silau sekali.... !! Aku di luar aja.."
Kumla Dewi bergegas ikut keluar juga. Pintu kamar
ditutupnya, agar udara AC yang sudah diatur
temperaturnya tida.k merambah keluar . Belum sempat
bertanya Kumala sudah mendengar penjelasan Audy yang
disertai ekspresi wajah agak tegang.
"Aku melihatnya seperti genangan cahaya putih yang
sangat menyilaukan. Sumpah, aku nggak mengada-ada!"
"Iya, aku percaya. Tapi kenapa bisa begitu"
Bukankah kamu sudah sering melihat pengejawantahan
sosok dewa?"
"Masalahnya bukan itu. Bukan karena beliau dewa
lantas aku menjadi silau melihatnya.. Bukan."
"Lalu, karena apa?" suara Kumala tetap pelan dan
kalem. "Ada sesuatu di dalam dirinya. Pasti ada sesuatu
yang memancar kuat, dan nggak bisa diterima dengan
mataku. Cahayanya putih seperti kertas timah. Tapi kuat
sekali pancarannya. Dan, menurutku itu adalah medan
gaib. Entah milik siapa."
Saat tertegun hati Kumala berkata, "Aneh. Aku dan
yang lainnya tidak melihat tubuh paman dewa bercahaya,
kenapa penglihatan Audy berbeda, ya" Apakah karena
Audy bukan dari jenis manusia atau bukan keturunan dari
Kahyangan, maka matanya nggak kuat melihat aura
kedewaan paman Jenaka" Hhhmmm...kasihan Audy, bola
matanya sampai agak merah begitu."
Setelah rasa sakit di mata dan kepala bisa diatasi
sendiri dengan menyalurkan hawa gaib penyembuh, Audy
pun kembali bicara penuh keseriusan. "Ada medan gaib
yang melapisi auranya. Medan gaib itulah yang membuat
paman Dewa Jenaka seperti orang tidur, nggak sadar, atau
istilah medisnya, dalam keadaan koma."
"Kenapa aku nggak bisa melihat medan gaib itu?"
"Karena kau keturunan dari Kahyangan. Medan .
gaib itu sepertinya memang diciptakan untuk mengelabuhi
mata penghuni Kahyangan. Dan, menurutku medan gaib
itu sangat kuat. Kuat sekali!"
Begitu antusiasnya Audy meyakinkan Kumala
sampai terkesan berapi-api dalam bicaranya. Buron yang
tadinya masih tertidur menjadi bangun mendengar suara
ribut-ribut. Ia pikir ada tamu yang cekcok dengan Kumala.
Melihat yang bicara ternyata Audy, jelmaan Jin Layon
masuk kamar lagi. Rupanya sekedar untuk ganti kaos
oblong, lalu ikut nimbrung dalam pembicaraan itu.
Tentunya setelah ia cuci muka dulu dan gosok gigi
alakadarnya. Mendengar penjelasan ulang mengenai medan gaib,
Buron akhirnya berkomentar juga. Membenarkan pendapat
Audy. "Dalam perjalananku sebagai jin yang berkelana ke
sana-sini, aku pernah dengar ada kesaktian yang disebut
medan gaib, berguna untuk mengelabuhi mata dewa-dewi
Kahyangan. Tapi aku nggak tahu apa fungsinya dan
bagaimana bentuk kesaktian itu."
"Kamu juga lihat cahaya medan gaib itu?" tanya
Audy. "Nggak lihat tuh."
"Sedikit pun kamu nggak lihat sesuatu yang ganjil
dalam diri paman dewa itu?" cecar Audy, penasaran.
"Nggak lihat apa-apa. Yang kulihat ya, sosok
biasa,Seperti inanusia. Dan, gumpalan-gumpalan hitam di
sekujur tubuh beliau."
"Itu energi yang dibekukan menjadi sekeras besi
baja," sahut Kumala. "Itu yang harus dihancurkan.
Maksudku, dikembalikan ke bentuk aslinya."
"Tapi, kenapa aku melihatnya sampai silau sekali
gitu, ya" Sedangkan dia ... nggak lihat?" sambil Audy
menunjuk Buron.
Buron menyahut dengan tenang.
"Mungkin karena aku berasal dari keturunan bangsa
jin, sedangkan kamu kan dari bangsa... bukan jin, bukan
manusia." Kumala dan Audy sama-sama paham maksud
ucapan Buron. Rupanya Buron tidak enak hati jika harus
mengatakan bahwa Audy dari jenis iblis betina yang
memiliki aura berbeda dengan manusia dan jin.


Dewi Ular Bocah Berdarah Hitam di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kamu punya kacamata hitam?" tanya Audy kepada
Kumala. "Kacamata hitam" Buat apa?"
"Setidaknya bisa kupakai untuk mengurargi
ketajaman cahaya perak medan gaib itu."
Mengerti maksud Audy, Dewi Ular bergegas
mengambil kacamata hitam yang sering dikenakan dalam
keadaan bepergian di siang hari. Setelah mengenakan
kacamata hitam, Audy masuk ke kamar tadi didampingi
Kumala dan Buron.
"Ehhmmm ... "!"
"Masih silau?" tanya Kumala.
"Masih. Tapi mendinganlah daripada tadi."
"Kurang tebal warna hitamnya," kata Buron. "Pakai
kacamataku saja. Lebih tebal dari itu."
Buron segera pergi mengambil, kacamata hitamnya.
Lalu, Audy mengenakan kacamata milik Buron yang
memang lebih tebal dari kacamatanya Kumala Dewi.
"Bagaimana?"
"Nah, ini lebih enak buat melihat. Nggak sesilau
tadi." Kacamata hitam digunakan untuk menahan cahaya
medan gaib. Tapi mata gaibnya pun digunakan untuk
melihat kondisi dewa berwajah tua itu. Gelombang gaib
yang disalurkan melalui sepasang matanya kini dapat
melihat apa sebenarnya yang ada dalam diri Dewa
Bahakara itu. "Kau lihat gumpalan-gumpalan hitam itu?" tanya
Kumala pelan. "Ya, ya... aku melihatnya sekarang."
"Sudah kucoba menggemburnya dengan Aji Cakra
Salju, tapi tidak berhasil membuatnya lumer. Dengan cara
lain pun belum berhasil."
"Aku boleh pegang bagian kakinya?"
"Peganglah..."
Audy mendekati tubuh kurus yang terbaring tanpa
gerakan itu. Tapi ketika tangan Audy ingin memegang kaki
dewa Jenaka, tiba-tiba ia tersentak cukup kuat, hingga
mengeluarkan suara pekikan pendek tapi cukup keras.
"Aauuww !!"
Gubraak... ! Audy tak sempat tertangkap tangan
Buron. Ia terpental dan jatuh terkapar di depan pintu
kamar mandi. Audy pun mengerang dengan memegangi
tangan kanannya.
"Aaaauuww... !! Gilaaaa... ! Huuuuwwh... !"
"Coba lihat," Dewi Ular meraih tangan kanan Audy. Ia
terperanjat, Buron terperangah. Tangan itu mengalami luka
bakar cukup serius pada bagian telapak tangan hingga
pergelangannya. Warnanya biru kehitaman. matang.
"Kenapa bisa sampai begini"!" gumam Dewi Ular
yang segera memberi usapan di atas tangan yang terluka,
namun tidak menyentuh.
Hawa saktinya dialirkan melalui usapan tangan
beberapa kali. Ekspresi wajah Audy tidak sekeras tadi.
Seringainya berkurang, karena ia rasakan kesejukan yang
menjamah lukanya. Berkurangnya rasa sakit seiring
dengan perubahan luka yang makin lama makin pulih
seperti sediakala. Untuk urusan pengobatan seperti itu,
dari dulu Audy mengakui keunggulan Kumala Dewi.
Memang tiada duanya.
"Apa yang kamu rasakan tadi?"
"Tenaga nya, seperti strom listrik tegangan tinggi,"
jawab Audy masih tetap memakai kacamata. Ia bertolak
pinggang dengan sisa napas masih sedikit terengah-engah.
Dari balik kacamatanya ia menatap ke arah dewa Jenaka.
Pada saat itu Buron mencoba memegang kaki Dewa
Jenaka. Tapi tak ada reaksi apa-apa yang dirasakannya.
"Nggak ada apa-apa tuh," ujar Buron masih dengan
berkerut dahi. Kumala ikut memegang, bahkan mendeteksi dengan
getaran kesaktiannya, tapi ia juga mengaku tidak
merasakan apa-apa. Audy masih diam bertolak pinggang,
membiarkan Dewi Ular dan membicarakan tentang jejak
gaib yang tidak ditemukan Kumala dalam diri Dewa
Jenaka, sehingga tidak bisa dilacak siapa lawan yang
melumpuhkan dewa Panabur Tawa itu.
"Aku tahu... !" tiba-tiba Audy nyeletuk dengan suara
agak keras, membuat Kumala dan Buron berpaling cepat
kearahnya. Audy menjentikkan jarinya dengan bersemangat.
Kliik .. ! " Ya aku tahu sekarang!" wajahnya berseri-seri, tapi
kakinya melangkah keluar dari kamar. Dewi Ular dan Buron
segera mengikuti.
"Tahu apaan sih?" tanya Buron setelah di luar kamar.
Audy melepas kacamata hitamnya .
"Aku mengenali getaran energinya tadi. Aku ingat
siapa yang pernah menghajarku dengan energi kesaktian
seperti tadi."
"Siapa?" desak Buron.
"Energi kesaktian itu miliknya selir kesayanganya
Lokapura, yang sering disebut-sebut sebagai selir-mas."
Kumala Dewi langsung menyahut, "Auro ... "!"
"Tepat. Memang cuma Auro yang punya kesaktian
seperti itu. Aku pernah dihajarnya ketika melakukan
kesalahan yang menurutnya fatal. Dan, aku merasakan
getaran hawa panas yang seperti tadi sekujur tubuhku
seperti dicongkel-congkel dengan ribuan jarum."
Kumala Dewi dan Buron sama-sama diam. Audy
mempertegas lagi keterangannya yang perlu digarisbawahi.
"Seperti dicongkel jarum panas, bukan seperti
ditusuk-tusuk jarum!" sambil menirukan gerakan mencongkel. "Apakah hanya dia yang memiliki energi kesaktian
serti itu?"
"Ya. Hanya dia. Sebab, dia anaknya si Penghulu Iblis
yang bernama Bahoddam. Sebelum aku menjadi Pelindung
Para Selir di Istana Hitam, lebih dulu aku pernah mengabdi
pada Penghulu Iblis. Makanya,,. sedikit banyak aku tahu
ciri-ciri ilmu kesaktian yang berasal dari Bahoddam."
"Cukup masuk akal," kata Kumala Dewi sambil
duduk. Merenung sebentar, mengingat sesuatu, lalu
kembali bicara lagi sambil sesekali memandang Buron,
sesekali memandang Audy.
"Aku temukan paman dewa terkapar di Hutan
Kutukan, yang konon Hutan Kutukan dan menurut
pemanduku..."
"Hutan Kutukan"!" sahutAudy. "Dekat dengan Bukit
Neraka?" "Benar. Kau tahu banyak tentang tempat itu?"
"Hutan Kutukan itu terjadi akibat Bahoddam marah
dan melontarkan kutukannya kepada para penghuni
tempat itu, sehinggamereka berubah menjadi pohon, batu
dan... itulah yang dinamakan Hutan Kutukan."
"Ya, menurut keterangan pemanduku memang
begitu. Tapi yang belum kuketahui dengan jelas, apakah
tempat itu menjadi wilayah kekuasaannya Bahoddam?"
"Tepat sekali!" jawab Audy bersemangat. "Seingatku
Auro punya pesangrahan di sana. Beberapa saudaranya
masih ada yang tinggal di sekitar lereng Bukit Neraka."
"Apakah Bahoddam masih ada sampai se-karang?"
"Tentunya masih. Dia akan turunkan seluruh
kesaktiannya kepada cucunya yang berdarah hitam. Cucu
itu akan lahir dari. Auro, karena Auro akan hamil dan
melahirkan anak hanya satu kali. Usia kandungannya pun
akan memakan waktu sembilan tahun, bukan sembilan
bulan." "Pantaslah kalau Auro menjadi selir masnya
Lokapura," sela Buron berkomentar. "Pasti yang diincar
oleh Lokapura adalah darah keturunan hasil perkawinan
dengan anak Penghulu lblis."
"0, ya. Jelas begitu!" kata Audy. "Perpaduan darah
Lokapura dengan darah keturunan Penghulu Iblis akan
menghasilkan keturunan yang mampu menampung
seluruh kesaktian Bahoddam. Nanti setelah seluruh
kesaktian Bahoddam diturunkan semua kepada cucunya,
barulah Bahoddam akan moksa. Lenyap selamanya ."
"Dan, itulah sebabnya pihak Kahyangan ingin
menobatkan diriku sebagai Senopati Perang. Tugas
utamaku adalah berhadapan dengan anaknya auro yang
kesaktiannya membahayakan penghuni Kahyangan."
"Kuingatkan, hati-hatilah kau berhadapan dengan
keturunannya Auro, sebab kesaktian Bahoddam diwariskan
padanya, dan Bahoddam punya banyak kesaktian yang
membahayakan lawan. Maka, dia menolak untuk
menyandang gelar Raja Iblis, dan memilih menjadi,
Penghulu Iblis, karena tingkatannya lebih tinggi Penghulu
Iblis daripada Raja Iblis, si Damasscus itu."
Dewi Ular menarik napas. Informasi itu tidak
membuatnya gentar membayangkan pertarungannya
dengan anak Auro yang bernama Athila Darapura itu:
Sekarang yang terpikirkan dalam benak Kumala adalah
bagaimana cara memulihkan kembali kesaktian Dewa
Jenaka. Jika berlarut-larut Dewa Jenaka dalam keadaan
koma begitu, Kumala Dewi khawatir bayi yang ada di perut
Barbie itu akan lahir.
Audy ikut memikirkan hal itu. la berjalan mondar-
-mandir di depan Buron dan Kumala, sambil mengingat-
ingat kehidupan masa lalunya di alam sana. la coba
mengenang masa kelahiran Auro dari istri Bahoddam
kesembilan, yaitu yang bernama: Urami.
"Urami itu dulunya seekor lintah yang hidup di lautan
api," kata Audy sambil berjalan mondar-mandir. Tak jelas
kata-katanya ditujukan kepada siapa, tetapi Kumala dan
Buron menyimaknya.
"Dia disebut Puteri Lintah Neraka. Karena ketika
Urami bertapa untuk memperoleh kesaktian tertinggi,
Urami justru bertemu dengan Bahoddam, lalu dengan
kesaktian manteranya Bahoddam merubah lintah neraka
itu menjadi iblis betina berwajah cantik, yang kemudian
diberi nama Urami."
"Berarti... Auro memiliki sifat-sifat lintah pada
umumnya," ujar Kumala Dewi mencoba menyimpulkan
cerita itu. Audy membenarkan.
"Ya, itu benar. Tapi kesaktian Urami juga hasil
menyerap energi saktinya Bahoddam, terutama pada
waktu mereka bercinta."
"Umumnya lintah menghisap darah, tapi Urami lintah
yang menghisap energi kcsaktian. Boleh juga tuh ilmunya,"
komentar Buron cukup pelan sambil sedikit tersenyum geli.
"Sebagian besar kesaktian Auro darimana ?" tanya
Kumala. "Dari ayahnya atau dari ibunya?"
Audy semakin tajam tnenen-ibus daya ingatnya.
" Hmmmmm ....... Kayaknya cenderung lebih banyak
menguasai kesaktian dari ibunya."
"Kesaktian lintah?"
"Kira-kira seperti itu."
"Kalau begitu, akan kucoba menggunakan garam!"
kata Kumala dengan nada mantap, sepertinya ia yakin
sekali dengan pendapatnya.
"Garam" Untuk apa garam?" Audy mengernyitkan
alisnya. "Banyak cara untuk menyingkirkan atau mematikan
lintah, antara lain dengan menggunakan garam yang
ditaburkan di tubuhnya."
Audy diam, tak berani menyangkal tak berani
membenarkan. Buron pun demikian. Dalam keraguan
pendapatnya. "Tentu saja bukan hanya murni garam saja yang
akan kupakai nanti, tapi juga harus dibubuhi energi saktiku
supaya bisa menyerap masuk bersama garam itu. Sebab,
sekarang aku baru tahu kalau sejak kemarin aku gagal
memasukkan energi gaibku, karena rupanya ada lapisan
medan gaib yang membungkus diri paman dewa."
"Hmm, ya, ya ya... !" Andy tampak bersemangat lagi.
"Aku paham maksudnu. Waah... hebat kamu. Cerdas sekali
otakmu, ha?" Audy tertawa sambil menepuk pundak
Kumala Dewi. "Karena bantuanmu aku menjadi cerdas," senyum
anggun Kumala pun mekar di awal fajar.
"Memang seharusnya kau hancurkan dulu medan
gaib itu, supaya energi saktimu dapat menembus lapisan
gaibnya Dewa Jenaka. Tanpa menjebol Medan gaib,
kurasa... dewa mana pun nggak akan bisa menyentuh
gumpalan energi saktinya Dewa Jenaka. Tepat sekali cara
berpikirmu, Kumala!"
Audy mengacungkan jempol dengan senyum bangga.
Ia sangat bangga terhadap kecerdasan dan kesaktian Dewi
Ular, sehingga kadang ia merasa sangat rendah dan hina
berada di depan Kumala Dewi.
Sementara itu, Kumala sendiri merasa dirinya biasa-
-biasa saja, yang sesekali berada dalam kondisi telmi
manakala puncak kelelahan berpikir menyerang otaknya.
Menurut dia, siapa pun dapat mengalami kelelahan
berpikir dan menjadi seperti orang bodoh .
Ketika suara kokok ayam menyongsong fajar telah
tak terdengar lagi, Audy pun bermaksud mau pulang ke
Apartemennya tapi pada saat itu mereka mendengar-suara
aneh yang cukup mengecurigakan. Suara itu terdengar
seperti benda berat jatuh dari ketinggian. Gleduuuhg I
Mereka bertiga spontan saling berpandangan.
"Suara apa itu"!" Andy bertanya lebih dulu.
Buron masih melacak dengan telinga kirinya sedikit
dimiringkan. Kumala Dewi memang tampak diam, tapi indera
keenamnya segera melacak datangnya suara tersebut.


Dewi Ular Bocah Berdarah Hitam di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Maka, seketika itu terbayang wajah Barbie yang sejak tadi
ditinggalkan dalam kamar anak-anak. Bersebelahan
dengan kamar tidurnya Kumala.
"Barbie, Ron "! " sentaknya dengan wajah sedikit
tegang, cemas. Buron berkelebat lebih dulu menuju kamar Barbie
menggunakan gerakan gaibnya. Seeet... Sementara
Kumala Dewi juga melangkah kesana dengan. tergesa-
-gesa. Buron lebih dulu masuk ke kamar itu. Tak lama
kemudian keluar dengan wajah tegang.
"Nggak ada tuh."
"Hah .... "!"
Kumala Dewi segera masuk ke kamar, tak berselang
lama Audy juga ikut masuk Wajah cantik sang bidadari
tampak semakin tegang setelah mengetahui-"Barbie... "!
Barbie, di mana kamu, Sayang ..... "!" Kumala memanggil
sambil memeriksa kamar mandi yang ada di sudut. Kamar
mandi ternyata kosong. Di dalam lemari besar pun tak ada
Barbie. Audy dan Buron ikut mencari dengan kekuatan
gaibnya masing--masing, namun mereka tidak menemukan
jejak gaib di sekitar kamar tersebut.
Bayang-bayang kesedihan mulai membias dan sorot
mata sang Dewi Ular. "Yaaaah, ke mana anak itu sih ..... "! "
Kumala mulai mengeluh sedih.
Tanpa diperintah Buron segera menggunakan
kesaktiannya dengan merubah dirinya menjadi sinar
kuning. ! Sinar kuning kecil seperti bintang berekor itu
melesat menembus jendela kamar. Zzlaaap... ! Sinar itu
bergerak cepat di antara lapisan alam nyata dan alam gaib.
"Tadi waktu kau tinggal dia benar-benar sudah
tidur?" tanya Audy.
"sudah. Dia tidur dengan nyenyak setelah aku
mendongengkan tiga cerita," jawab Kumala Dewi.
Audy ikut tegang juga. Tapi ia sudah mencoba
menyebarkan radar gaibnya, namun tak menangkap
getaran hawa gaib asing di sekitar rurnah tersebut.
Dewi Ular semakin sedih dan penasaran. la
memeriksa setiap jengkal rumahnya sambil berseru
memanggil anak itu. "Barbieee... ! Kamu di mana, Sayang...
Barbieee .... !"
Sandhi dan Mak Bariah terbangun dan ikut mencari
anak itu. *** 3 PERJALANAN malam ditempuh juga, karena esok
hari ada urusan bisnis yang tak bisa ditangguhkan. Jaguar
warna silver itu dikemudikan sendiri oleh Pramuda. Ia
sengaja tak menggunakan sopir pribadi, karena ia merasa
puas jika bisa membawa keluarganya berlibur tanpa
bantuan seorang sopir. Mereka pulang berlibur dari villanya
yang ada di kawasan perkebunan teh.
"Capek, Pa?" tanya Emafie, istri tercintanya
Pramuda. "nggak"
"Kalau capek biar ganti aku yang stir."
"Nggak usah. Selama bersama keluarga aku nggak
pernah ada capeknya disuruh apa saja. Apalagi disuruh
naik turun ranjang .."
"Huuuhh.. !"
Emafie yang cantik itu mencubit lengan suaminya .
Mereka Berani bercanda begitu karena mereka tahu anak
mereka sudah tertidur di jok belakang, dipangkuan baby
sitter Anifa, yang juga sudah tertidur. Mereka kecapekan
setelah seharian bermain di perkebunan teh yang berhawa
sejuk itu. Dahulu sebelum Pramuda menjadi orang sukses
seperti sekarang ini, ia pernah menemukan seorang gadis
yang kehujanan di jalan tol. Gadis itu dibawanya pulang,
dirawatnya dengan baik, dan ternyata gadis itu sangat
cantik. Waktu itu Pramuda belum menikah dengan Emafie.
Namun entah mengapa Pramuda tak berani jatuh
cinta pada gadis itu. Yang ia rasakan hanya persaudaraan
begitu dalam, sehingga gadis itu sampai sekarang
menganggap Pramuda adalah kakak angkatnya., Gadis itu
tak lain adalah Dewi Ular, alias Kumala Dewi, (Baca serial
pertama Dewi. Ular dalam episode: "Roh Pemburu Cinta").
Menjelang pukul sembilan hujan turun. Tidak terlalu
deras, tapi angin yang bertiup cukup kencang. Lewat sorot
lampu mobil dapat terlihat butiran hujan terhempas ke
sana-sini. "Hati-hati
aja, Pa... Jalanan licin," Emafie mengingatkan suaminya. Meski tak ada jawaban, namun
Emafie yakin suaminya mau mendengar sarannya.
Kecepatan mobil memang berkurang sedikit. Tapi Emafie
merasakan ada sesuatu yang mengganjal di parasaannya.
"Perasaanku kok nggak enak, ya Pa?"
"Kamu mikir apaan sih" Jangan macem-macemlah.
Tidur aja."
Emafie diam. Tapi ia mengusap tengkuknya sambil
berkata pelan, seakan bicara pada diri sendiri.
"Kenapa aku jadi merinding sih.?"
Pramuda mengurangi temperatur AC, karena
disangkanya Emafie merinding karena udara AC terlalu
dingin. Tetapi toh saat itu Emafie masih merinding juga.
Hampir tiga menit sekali badannya bergidik merinding.
Dan, ia tak mau bilang pada suaminya karena tak ingin
sang suami terganggu konsentrasinya.
Ternyata diam-diam Pramuda juga mengalami
kegundahan dalam hati. Kegundahan itu timbul akibat
jalanan yang sepi dan hujan yang makin deras.
Pemandangan yang ada di kanan-kiri jalan hanya pohon-
-pohon liar berukuran besar.
Seperti hutan beringin. Akar-akar pohon sebesar
lengan orang dewasa bergelantungan dengan jumlah tak
dapat diperkirakan. Anehnya, semua pohon yang ada di
pinggiran jalan adalah dari jenis pohon beringin. Daunnya
rindah, akarnya bergelantungan, batang pohonnya pun
berkerut-kerut dalam ukuran besar.
"Kayaknya waktu berangkat kita nggak lewat sini
deh, Pa." Emafie juga memperhatikan keganjilan itu.
Pramuda bersikap tenang supaya istrinya tak ikut tegang.
"Kita lewat jalan alternatif secara nggak sengaja.
Mungkin tadi mestinya kita belok ke kanan, bukan lurus
aja." "Papa udah pernah lewat sini?"
"Kayaknya sih udah," jawab Pramuda berbohong.
Padahal ia sendiri tak tahu, tembus ke mana jalan yang
baru ia lewati pertama kali ini. Pramuda sengaj a
menyimpan kecemasan dalarn hatinya. "Nggak ada mobil
satu pun yang berpapasan?" pikir Pramuda. "Di belakang
juga nggak ada mobil lain yang searah denganku. Hmmrn,
kayaknya bener-bener salah jalan nih. Harus mutar ke
mana, ya?"
Di tengah jalan terdapat jalur pemisah dari pagar
besi. Jalur yang dilalui saat itu hanya untuk satu arah. Jalur
yang berlawanan arah ada di seberang sana. Tapi untuk
memutar balik ke arah berlawanan sangat tidak mungkin
dilakukan, karena Pramuda tak menemukan jalur untuk
putar balik arah . Pagar besi tebal memanjang memagari
pemisah jalur. "Wah, gawat! Kayaknya jalan ini nggak wajar
nih...," bisik hati Pramuda semakin' cemas. Tapi
penampilannya tetap tenang agar istrinya tak terpengaruhi
oleh kecemasan itu.
"Ada yang nggak-beres nih kayaknya," Emafie pun
ternyata memendam kecemasan yang sama. Ia mulai
berdoa. Apa saja doa yang ia ingat ia ucapkan dalam hati .
Hujan sedikit reda. Tak terlalu deras. Sedikit lega
hati Emafie. Tapi pemandangan hutan beringin yang masih
asing bagi mereka masih tetap menggelisahkan hati. Lebih-
lebih suasana lengang jalanan itu telah membuat Pramuda
menarik napas, karena dalam logika pikirannya, tidak
mungkin jalanan bisa sebegitu sepinya, tanpa satu pun
kendaraan yang melintas selain mobil Jaguarnya.
"Ada kabut. . "!" gumam hati Pramuda "Semakin
aneh tempat ini." Kabut tipis menyelimuti jalanin beraspal.
Tak terlalu tinggi. Sekitar setengah meter dari permukaan
aspal. Tetapi kabut di kanan dan kiri jalan tampak tebal.
Kabut itu menutupi separoh pohon besar yang tumbuh
bagaikan hutan angker.
"Adhella masih tidur, Ma?" Pramuda mencoba
mengalihkan suasana agar istrinya tak hanyut dalam
kecemasan. Ia yakin sang istri juga sedang menyembunyikan kecemasan, batin, karena dari tadi
sebentar-sebentar berpaling memandangi suasana sekitar
dengan heran. Emafie menengok ke belakang.
"Masih. Sama nyenyaknya dengan susternya."
"Syukurlah...
," ucap Pramuda sambil menghembuskan napas lega.
"Pa...," suara Emafie mulai mencurigakan hati
Pramuda. Agaknya apapun yang akan diketahui Emafie,
Pram harus siap menanggapinya..
"Kabutnya makin tebal, ya Pa?"
"Iya. Maklum habis hujan."
" Tapi kayaknya kita salah jalan, Pa. Terlalu jauh."
"Aku sedang cari jalur putaran, buat putar balik."
Emafie diam, merasa bersyukur dalam hati karena
suaminya menyadari hal itu. Pramuda pun diam, tak mau
memperpanjang masalah supaya sang istri tidak terlalu
tegang. "Ada orang di tengah jalan, Pa! Hati-hati!"
Pramuda sedikit kaget, tapi segera dapat menguasai
diri. Ia juga melihat seseorang berdiri di tengah jalan. Di
antara gumpalan kabut yang menutupi separoh betisnya.
Orang itu tampak melambaikan tangan di atas kepala,
menyilang-nyilangkan kedua tangan dengan maksud agar
mobil yang menyorotkan lampu jauh itu. berhenti.
"Hati-hati, Pa. Jangan-jangan dia orang nggak beres:"
"Tenang aja, aku mengerti apa yang harus
kulakukan!"
Rupanya orang itu berdiri di pertigaan jalan. Ia
seorang lelaki tua berambut panjang warna putih dengan
pakaian warna putih lusuh, basah kuyup. Ia melambai-
lambaikan kedua tangannya sambil yang satu memegangi
caping tudung kepala dari anyaman pandan.
"Apa maksud Pak Tua itu, ya?" gumam Pramuda
sambil sedikit demi sedikit mengurangi kecepatan
mobilnya. "Jangan berhenti. Siapa tahu dia kawanan
perampok!"
Pramuda tidak berkomentar. Ia berpikir sendiri,
mempelajari situasi dengan pertimbangan otaknya.
Menurutnya, lelaki setua itu tak mungkin menjadi kawanan
perampok. Tapi bagaimana pun juga ia tetap harus
waspada, sebab kejahatan kadang tidak mempertimbangkan usia tua maupun muda.
Semakin pelan laju mobil Jaguar silver itu. Semakin
tampak jelas wajah pak tua yang mengucapkan kata--kata
namun tak terdengar. Hanya mulutnya saja yang tampak
bergerak-gerak.
Tapi kedua tangan lelaki itu kini terayun ke arah kiri,
seakan menyuruh Pramuda berbelok ke arah kiri. Bahkan
dengan sedikit membungkuk sopan lelaki tua itu
menggunakan bahasa isyarat agar Pramuda mengarahkan
mobilnya ke jalan sebelah kirinya.
"Dia melarang kita lurus terus, Ma. Bagaimana ini?"
"Aneh. Tiba-tiba aku kasihan sama orang itu.
Naluriku berkata lain. Kita harus belok ke kanan, Pa."
"Kita ikuti perintah dia?"
"Hmmm, ya! Ikutin saja."
"Kalau di jalan itu ternyata dia sudah siapkan
komplotannya buat menghadang kita, bagaimana?"
"Hmmm, kayaknya nggak deh. Naluriku mengatakan,
dia orang baik. Entah kenapa aku jadi nggak curiga lagi
sama dia . Ikuti aja petunjuk Pak Tua itu, Pa."
Dari dulu Pramuda mempercayai naluri istrinya. Ia
sangat yakin bahwa feeling perempuan biasanya tajam dan
tepat sasaran. Oleh sebab itu, dengan membunyikan
klakson dua kali sebagai tanda terima kasih, Pramuda
membelokkan mobilnya ke arah kanan. Jalanan itu tanpa
kabut. Tapi masih lengang tanpa kendaraan lain. Jika
Pramuda memaksakan diri untuk tetap terus, maka
jalanan di sana masih berkabut. Keadaan jalan yang tanpa
kabut inilah yang membuat hati Emafie mempercayai
petunjuk pak tua tadi.
"Gila. Sudah pukul sepuluh belum masuk
Jakarta,Pa?"
"Sebentar lagi kita sampai," jawab Pramuda, dengan
masih tetap berusaha membuat tenang hati sang istri.


Dewi Ular Bocah Berdarah Hitam di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Hey, lihat .... "! Jalanan kering"!" Emafie bersuara
sedikit keras, karena ia sempat terperanjat dan merasa
sangat heran. "Busyet"! Kering krontang"!" gumam Prarnuda "Di
sini nggak ada hujan dan nggak ada kabut sedikit pun,
Ma." "Aneh banget" Tadi di sana hujan deras dan kabut
makin tebal saja, Lagipula... coba perhatikan kanan kiri
jalan." "Iya, ya..." Sudah nggak ada pohon besar yang
rnenakutkan seperti di sana tadi. Naah, itu ada mobil dari
depan! Tadi satu pun nggak ada kendaraan yang
berpapasan dengan kita" !"
Mobil lain pun tampak menyorotkan lampunya dari
arah belakang. Lewat kaca spion Pramuda dapat melihat
lampu mobil belakang berkedap-kedip memberi tanda ingin
melintas lebih dulu. Pramuda sedikit menepi, mobil dari
belakang pun menduluinya.
"Nah, kok mobil itu kering, Pa" Nggak basah kayak
mobil kita"!"
Wuuueeng... ! Mobil lain menyalipnya. Mobil itu juga kering. Tanpa
air hujan setetes pun.. Makin lama makin banyak mobil
yang menyalip maupun yang berpapasan dengan Jaguar
silver itu. Suasana di kanan-kiri jalan juga semakin ramai,
Banyak rumah penduduk yang masih tampak belum tidur
penghuninya. Tanaman yang tumbuh pun sudah beraneka
jenis, termasuk pohon pisang yang umum ditanam
penduduk. "Kalau begitu kita tadi benar-benar tersesat, Pa
Tersesat ke alam yang nggak jelas penghuninya."
"Ya, dari tadi aku sudah curiga begitu. Tapi nggak
berani bilang sam? kamu. Takutnya kamu malah panik.
Beruntung tadi pak tua mengarahkan kita ke sini. Coba
kalau tadi kita nekat lurus saja, mungkin kita Makin
terperosok ke alam lain, Ma."
"Jantungku sekarang sudah nggak deg-degan kayak
tadi. hampir saja kita nggak bisa balik ke Jakarta, ya Pa:"
Pramuda juga menghembuskan napas panjang. Pria
berwajah tampan itu. merasakan kelegaan dalam hatinya.
Sangat bersyukur atas kembalinya arah perjalanan ke.
Jalur sebenarnya.
"Kalau begitu, Pak Tua itu tadi siapa, ya Pa?"
"Pasti bukan orang biasa."
Adhella terbangun. Suara rengekannya terdengar
Anifa sang baby sitter juga terbangun. Emafie segera
mengambil alih Adhella. Anak berusia empat tahun itu kini
berada di pangkuannya. Anak itu merengek minta minum.
Diberi minuman mineral dalam botol, tapi tak mau. la
minta minuman susu dingin.
"Di depan kayaknya ada restoran tuh. Kita singgah
sebentar, Pa. Siapa tahu ada yang jual susu dingin di sana"
"Boleh juga,sambil aku mau buang air kecil dulu."
Ada beberapa restoran yang masih. buka. Para
pedagang makanan siap saji itu sengaja membuka usaha
dalam satu kaveling tanah berukuran luas. Mereka
membuka usaha secara berderetan, tanpa persaingan
nakal. Banyak pula mobil lain yang singgah di situ, temasuk
dua bus rombongan wisata dari Jakarta. Emafie memilih
restoran yang ada di samping pedagang aneka macam .
Karena , dilihatnya di situ ada yang menjual susu dingin
kesukaan Adhella.
Seperti biasa, di tempat peristirahatan seperti itu,
banyak anak-anak usia tanggung menawarkan cinderamata. Ada pula yang sudah dewasa, bahkan
beberapa dari mereka tampak dua orang ibu menawarkan
makanan kering khas daerah tersebut. Pramuda pulang
dari toilet, langsung memesan kopi panas pada pelayan
restoran. "Nyonya, saya minta izin mau ke toilet juga, boleh?"
kata suster Anifa dengan sikap hormatnya.
"Hmm, ya, ya. sana ke toilet dulu, dari pada nanti
kamu kencing di dalam mobil " kata Emafie dalam
kelakarnya. "Toiletnya sebelah mana, Tuan?"
"Situ, di ujung sana, belok.kiri. Ada uang
receh,seribu" Kalau nggak ada minta Nyonya tuh. Buat
bayar toilet."
"Ada, Tuan Saya masih simpan uang beli roti kemarin
kok." Anifa sudah lama menjadi pengasuhnya Adhella.
Sudah seperti saudara sendiri. Tapi sikapnya tetap sopan
dan bertanggung jawab sekali terhadap tugas dan
kewajibannya. Itulah yang membuat Pramuda dan Emafie merasa
sayang kalau harus kehilangan Anifa. Di sisi lain, Adhella
sendiri sudah terlanjur lengket dengan Anifa, sehingga
anak itu akan merasa kehilangan kalau sampai Anifa
berhenti bekerja sebagai suster pengasuhnya.
"Selamat malam, Tuan, Nyonya.'.. barangkali
membutuhkan cinderamata , Tuan" Kalung, gelang... buat
oleh-oleh bisa kok. ,.."
Seseorang menawarkan cinderamata berupa aneka
asesoris yang terbuat dari tempurung kelapa. Ada gelang,
kalung, cincin, bahkan ikat pinggang dari tempurung
berukir pun ada padanya.
"Maaf, Pak. Lain kali aja," kata Pramuda menolak.
Tapi bapak penjual asesoris itu meletakkan tiga buah
kalung di meja.
"Silakan dilihat-lihat dulu, Tuan. Siapa tahu
berminat."
Setelah itu pergi menawarkan dagangannya ke
pengunjung yang ada di meja seb?lah. Tiga kalung di meja
Pramuda ditinggalkan.
'"SSst... !" Emafie memberi isyarat agar suaminya
yang duduk di seberang meja mendekatkan telinganya.
Pramuda mendekatkan wajah.
"Apaan?"
"Coba perhatikan, bapak yang jualan cinderamata itu
kayak pak tua yang tadi mengarahkan mobil kita ke jalan
sini. Perhatikan deh!"
Pramuda melirik dengan curi-curi pandang. Lalu, ia
berbisik pada istrinya dengan menjulurkan kepala ke
depan. "Bukan, ah! Ngaco aja kamu."
"Iya! ntar deh kalau dia pas menghadap ke sini,
perhatikan tonjolan tulang pipinya dan bentuk alisnya yang
lebat itu."
"Cuma kebetulan aja mirip. Rambutnya putih
panjang,pakaiannya putih lusuh, tapi tingginya nggak
sama. Masih tinggi pak tua yang tadi kita temui di jalan itu,
Ma." "Ah, Papa kok nggak percaya sih."
Mereka diam, karena pedagang cinderamata
kembali ke meja mereka, menanyakan penawarannya.
"Bagaimana, Tuan... ada yang berminat" Kalung ini
bagus untuk adik yang cantik ini lho..."
"Hmm, eeh...," Pramuda bingung memutuskan,
karena kaki Emafie di bawah meja menendang-nendang
kakinya. Matanya berkedip-kedip, memberi isyarat agar
Pramuda membeli souvenir itu. Sedangkan hati kecil
Pramuda kurang berminat dengan souvenir yang sangat
sederhana dan kurang menarik itu .
"Hmmm,nanti deh... nanti saya panggil lagi kalau
anak saya mau, ya Pak. Maaf, ya... ?"
"Iya deh... nggak apa-apa," kemudian orang itu pergi
menawarkan kepada pengunjung lainnya.
"Papa gimana sih" Beli aja satu sebagai ucapan
terima kasih dia yang udah selamatkan kita dari jalan maut
itu." "Mama... dia itu bukan orang yang kita temukan di
jalan tadi. Lagi pula kalau dia orang yang tadi, kenapa
tubuhnya udah kering" Kenapa dia cepat sampai sini"
Coba pikir deh!"
"Ya, udahlah... kalau Papa nggak percaya!" Emafie
agak kesal. Masalah itu buru-buru dilupakan. la tak mau
psoalan sepele menjadi, pertengkaran berlarut-larut.
"Udah, yuk... biar kita cepat sampe rumah," ajak
Emafie, dan Pramuda pun setuju. Tapi suster Anifa belum
pulang dari toilet.
"Tunggu aja di mobil! Ngapain sih suster lama-lama
di toilet"!" gerutu Emafie, Lalu ia segera bangkit. Adhella
tak mau jalan sendiri. Minta digendong. Emafie yang
menggendongnya. Mereka menuju mobil.
Pedang Pelangi 22 Sepasang Pendekar Daerah Perbatasan Giok Bun Kiam Lu Karya Chin Yung Manusia Harimau Jatuh Cinta 1
^