Pencarian

Munculnya Keris Kiyai Jaran 2

Dewa Linglung 17 Munculnya Keris Kiyai Jaran Goyang Bagian 2


Karena tiada lain dari Kuntari. Gadis ini dengan keberanian yang luar biasa
mengayuh perahu kecilnya me-
nempuh gelombang untuk menyeberangi selat.
Walaupun kekuatan tenaga dalamnya tak se-
hebat si nenek Musang Betina, tapi dia dapat membuat sampannya meluncur cukup
pesat membelah ombak.
Sementara itu perahu layar besar dibelakang-
nya hampir mendekati dan berhasil menyusulnya da-
lam waktu singkat.
Ternyata Kuntari telah mengetahui kalau dibe-
lakangnya sebuah perahu layar meluncur pesat ke
arah perahunya.
"Heh, mau apa perahu layar besar itu menyu-
sulku?" sentak si gadis dalam hati. Terasa ombak tiba-tiba jadi bergelombang
besar-besar ketika perahu dibe-
lakangnya tinggal kira-kira 10 tombak.
Ternyata perahu besar itu terus merapat di sisi
perahunya. Hati Kuntari semakin resah. Tapi tekadnya te-
lah membaja. Bencana apapun akan dihadapinya demi
menjaga kehormatan dirinya.
Saat itulah terdengar suara teriakan dari arah
perahu tersebut.
"Heeeiii, nona cantik! Apakah tak sebaiknya
kau naik keperahuku" Jangan khawatir, aku si Walet
Perkasa bersedia mengantar ketempat tujuanmu kalau
kau sudi berkenalan denganku!"
Ternyata si Walet Perkasa telah melihat bahwa
gadis pemilik sampan kecil itu ternyata seorang gadis manis. Keberanian gadis
yang mengagumkan itu
membuat dia berhasrat untuk mengenalnya.
Kuntari menoleh dan melihat siapa yang ber-
teriak itu. Dia tercenung beberapa saat, tanpa menjawab. Akan tetapi hatinya
membathin. "Hm, aku tak tahu apakah aku bisa memper-
cayai mulut laki-laki itu" Tapi kalau cuma berkenalan saja aku tak perlu
menolak. Bukankah lebih baik aku
menumpang perahu besar" Siapa tahu mereka semua
orang baik-baik. Apalagi tenangakupun sudah hampir
terkuras habis..."
Saat itu Walet Perkasa telah mengulangi kata-
katanya, dan mempersilahkan gadis itu pindah pera-
hu. "Baik, aku terima tawaranmu! Sebelumnya
kuucapkan terima kasih atas kesudian kalian meng-
antarkan aku!" teriak Kuntari.
Ternyata anak-anak buah Walet Perkasa telah
mempersiapkan tali-tali untuk memudahkan sang dara
cantik itu pindah ke perahu mereka.
Akan tetapi sebelum anak-anak buah laki-laki
itu melemparkan tambang-tambang ke perahu sampan
itu, Kuntari telah gerakkan tubuhnya melesat terlebih dulu. Satu lompatan salto
ke udara membuat beberapa
diantaranya berseru kaget dan kagum. Ringan sekali
kaki si gadis ketika injakkan sepasang kakinya dilantai papan perahu, hanya
mengeluarkan suara pelahan. Dalam sekejap saja dara cantik itu telah berada
diatas perahu mereka.
"Hebat, hebat, hebat! Benar-benar mengagum-
kan... sungguh mengagumkan sekali!" puji Walet Perkasa dengan mata membelalak.
Segera saja tujuh pasang mata dari para awak
kapal termasuk si setan laut Walet Perkasa menatap
ke arah Kuntari.
"Kenalkan aku... Walet Perkasa si Setan Laut!"
berkata laki-laki kekar bertampang gagah namun agak
angker dengan jembrosnya yang lebat itu, seraya men-
jura. "Hm, namaku... Kuntari..." kata gadis ini balas menjura. Akan tetapi sejak
melompat ke perahu itu
Kuntari telah melipatgandakan kewaspadaan.
"Kemanakah tujuan anda, nona Kuntari?"
tanya si pemimpin perahu layar besar itu.
"Aku akan kepantai pulau Jawa, terserah men-
darat dimana saja...! Tapi benarkah kau akan mengan-
tarkan aku?" sambung Kuntari. Matanya menatap laki-laki itu seperti ingin
melihat lebih jelas apakah pada wajah laki-laki itu ada tanda-tanda yang
tersembunyi dibalik keramahannya"
"Ah, dengan senang hati, nona Kuntari..." sahut Walet Perkasa dengan tersenyum.
Lalu dia memberi
tanda pada keenam anak buah untuk segera jalankan
perahu. Tak lama perahu layar itu kembali mengarungi
lautan selat dengan gagah, membelah gelombang.
TUJUH Sementara itu disebuah daratan dekat pantai
pulau Jawa tengah terjadi satu huru-hara. Sebuah
rumah terbakar hebat oleh amukan api. Tampak
orang-orang berlarian panik. Ada yang berteriak-teriak minta tolong sambil
menjerit-jerit. Ada yang terpana dengan mata membelalak. Api yang tak diketahui
entah datangnya dari mana itu tiba-tiba berkobar mem-
bakar sebuah rumah penduduk.
Seorang wanita tua menjerit-jerit menangis de-
ngan air mata bercucuran dan wajah pucat. Lengannya
menunjuk-nunjuk ke arah rumah yang terbakar dialah
si pemilik rumah itu.
"Anakku...! Tolong anakku ada didalam! Cepat
tolong...! Mengapa kalian semua diam saja, anakku
akan terbakar hangus. Dia tengah sakit! Tolooong...!"
Akan tetapi tak seorangpun yang berani me-
rambas api untuk memasuki rumah itu. Api telah me-
lahap hampir sebagian rumah, dan terlalu berbahaya
untuk nekat menolong anak wanita itu.
Pada saat itu seorang pemuda kumal muncul
dari sudut desa. Matanya menatap ke arah kebakaran.
Ketika mendengar jeritan si wanita yang panik dan
menangis berkepanjangan tanpa ada seorangpun yang
memperdulikan, dia berkelebat ke arah wanita tua itu.
"Benarkah anakmu ada didalam rumah yang
terbakar itu, ibu?" tanyanya. Melihat kemunculan pemuda itu serta-merta wanita
tua itu memeluk kakinya
dan menyembah-nyembah dengan meratap tangis.
"Benar, tuan.... tolonglah anakku tuan muda
anak gadisku sedang sakit. Dia berada dikamarnya.
Ketika kejadian kebakaran itu aku baru saja dari la-
dang. Tahu-tahu api telah besar. Dan... dan..."
Belum habis kata-kata wanita tua itu, si pemu-
da bertampang kumal itu telah berkelebat lenyap dari hadapan si wanita tua.
Tentu saja membuat dia terlon-gong, karena menyangka orang tadi sebangsa
dedemit. Dia tak mengetahui kalau pemuda tadi adalah seorang
yang memiliki ilmu tinggi.
Bagi pandangan mata orang yang berilmu, da-
pat melihat berkelebatnya sosok tubuh laki-laki itu
dengan gerakan pesat menerobos kobaran api. Selang
tak lama semua orang yang cuma jadi penonton me-
nyaksikan kebakaran itu terperangah dengan belalak-
kan mata. Tampak oleh mereka wuwungan rumah ro-
boh ambruk karena tiang-tiang kayunya telah terba-
kar. Pada detik itulah si wanita tua pemilik rumah
menjerit panjang dan roboh pingsan. Akan tetapi didetik yang sama tampak
berkelebat sesosok bayangan
tubuh melesat bagaikan bayangan melompat dari ko-
baran api.... Ternyata dialah si pemuda bertampang kumal
itu. Dikedua lengannya tampak memondong sesosok
tubuh wanita. Dalam waktu beberapa saat saja dia te-
lah berada di depan wanita tua itu.
Melihat wanita tua itu dalam keadaan terkapar
pingsan, dia geleng-gelengkan kepala seraya menghela napas. Lalu cepat letakkan
gadis dalam pondongannya
didekat wanita tua itu.
Dalam waktu singkat belasan orang telah ber-
larian dan berkerumun disekitar pemuda itu. Mereka
ternganga memandang si penolong yang luar biasa itu
seolah tak percaya.
Gadis itu dalam keadaan tak sadarkan diri.
Ujung pakaiannya tampak hangus bekas terbakar api.
Pemuda itu cepat bangkit berdiri, lalu memandang
berkeliling. "Tolong kalian rawat ibu dan anak ini..." kata si pemuda kumal. Beberapa orang
cepat mengangguk.
"Baik, den... terima kasih atas pertolongan an-
da...! Bolehkah kami mengetahui siapa gerangan Ra-
den..?" Akan tetapi pertanyaan laki-laki itu belum lagi mendapat jawaban, yang
ditanya telah lenyap dari
pandangan mata mereka. Hanya nampak terasa berke-
lebatnya angin halus menyambar hidung, tahu-tahu
pemuda itu telah lenyap...
"Oh...apakah dia itu sebangsa manusia atau...
peri" Begitu cepat dia lenyap" Aneh...!?" sentak salah seorang dengan
membelalakan mata lebar-lebar.
"Ssst! Sudahlah... jangan sembarangan bicara!
Cepat bawa mereka kerumahku! Sebagian mengawasi
rumah-rumah yang lain, Jangan sampai api menjalar
dan memusnahkan desa kita!" kata seorang laki-laki tua yang telah maklum siapa
adanya pemuda penolong
itu. Tak lama kedua ibu dan anak itu telah dipon-
dong untuk dibawa ketempat yang aman dan layak,
agar mendapat perawatan. Masih terdengar suara-
suara pertanyaan dari mereka yang penasaran.
"Kukira pemuda itu orang biasa...! Tapi dia
memiliki ilmu tinggi, tidak seperti kita...!"
"Benar, akupun yakin begitu. Dugaanku dia
adalah seorang pendekar gagah yang secara kebetulan
lewat didesa kita..."
Yang lainnya manggut-manggut. "Untung ada
pendekar itu. Kalau tidak kita akan kehilangan seo-
rang warga desa..."
Suara-suara celoteh mereka semakin lenyap ke-
tika para penduduk tersebut semakin menjauh dari
tempat terjadinya kebakaran itu. Sementara rumah
yang terbakar itu telah ludes dimakan api...
DELAPAN Siapakah adanya pendekar muda bertampang
kumal mirip orang bangun tidur itu yang menghilang
setelah memberikan pertolongan" Dia tak lain dari si Dewa Linglung, alias
Nanjar. Dalam pelacakannya mencari jejak Jaka Kum-
bara selama hampir dua bulan, telah membawa lang-
kah kakinya kewilayah tersebut.
Akan tetapi sampai selama itu dia belum me-
nemukan jejak atau tanda-tanda dimana adanya pe-
muda pemilik keris Kutukan Iblis itu...
Nanjar melompat turun dari sebatang pohon.
Tampak matanya jelalatan memperhatikan sekitarnya.
Telinganya dipertajam untuk mendengar suara yang
mencurigakan. Ketika tadi dia melompat pergi setelah menolong seorang gadis yang
nyaris terbakar. Nanjar
melihat berkelebatnya sebuah bayangan ke arah hu-
tan. Sebagai seorang pendekar yang sudah banyak
pengalaman, Nanjar cukup curiga dengan gerakan so-
sok tubuh itu. Tak ayal dia segera mengejar. Namun
didalam hutan yang rimbun itu dia kehilangan jejak...
"Heh, kemana minggatnya orang itu?" desis si Dewa Linglung. Akan tetapi Nanjar
tiba-tiba tersenyum. Dalam hati dia berkata.
"Ada orang yang sengaja mengajak aku main
kucing-kucingan rupanya. Entah dia bermaksud baik
atau jahat" Tapi bagiku tak soal! Akan kulihat, apakah
yang diperbuat orang itu selanjutnya kalau aku tak
memperdulikannya?"
Dibawah pohon itu sangat teduh, karena pohon
besar itu berdaun rindang. Nanjar bersihkan rumput
di bawah pohon itu, lalu jatuhkan tubuhnya ke atas
rumput. Duduk di bawah pohon rindang ditiup angin
sejuk sepoi-sepoi membuat mata Nanjar jadi mengan-
tuk. Setelah beberapa kali menguap, akhirnya si
Dewa Linglung membaringkan tubuhnya. Dan selang
tak lama telah terdengar dengkurnya menggeros.
Tak jauh dari tempat itu dibalik semak belukar,
sepasang mata jeli berbulu lentik memperhatikannya.
Siapa adanya orang ini tak lain dari seorang dara jelita berbaju hijau. Agaknya
karena warna bajunya inilah
yang membuat Nanjar kehilangan jejak. Karena sukar
membedakan antara warna baju dan dedaunan.
Melihat Nanjar tertidur menggeros di bawah
pohon itu tanpa mencari jejak dirinya, sejenak dia tertegun. Agak lama dia
menunggu. Bahkan sampai kesal
hatinya karena Nanjar tak juga kunjung bangun. Ak-
hirnya pelahan-lahan dia keluar dari tempat persem-
bunyiannya. Ternyata dia seorang gadis yang ditaksir baru
berusia sekitar enam belas tahun. Raut wajahnya bu-
lat sirih. Bermata jeli dengan bulu-bulu mata yang lentik. Hidungnya mancung dan
bibir yang agak tebal me-
rekah. Sangat serasi dan sukar untuk mengatakan
bahwa dia bukan seorang dara yang cantik.
Dengan hati-hati tanpa menimbulkan suara,
dia terus merayap mendekati. Seekor nyamuk yang
mendarat dipipi Nanjar telah mengusik tidurnya sang
Dewa Linglung ini. Hingga lengannya bergerak mene-
puk nyamuk nakal itu.
"Kurang ajar! Berani kau menggangguku" Bah,
kuhajar kau!" bentak Nanjar. Dan... Plok! Akan tetapi sang nyamuk cepat melesat
terbang. Hingga tangan
Nanjar hanya menepuk pipinya sendiri.
Bentakan itu telah mengejutkan gadis ini. Nya-
ris dia melompat dari tempat sembunyinya, karena dia menyangka Nanjar telah
mengetahui kehadirannya.
Tapi dia jadi tersenyum menahan geli. Kiranya hanya


Dewa Linglung 17 Munculnya Keris Kiyai Jaran Goyang di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

seekor nyamuk yang telah mengganggu tidurnya.
Tak lama sudah terdengar lagi dengkur si Dewa
Linglung. Entah beberapa saat gadis itu memperhatikan
Nanjar. Dan entah berapa kali dia menghela napas pe-
lahan. Kalau saja Nanjar dapat mendengar kata-kata
dalam hati gadis ini, tentu dia akan tersenyum.
"Aku yakin..... pemuda gagah inilah jodohku!
Haih, bagaimana caranya aku berkenalan dengan dia"
Kalau tak gara-gara ada asap membumbung yang ku-
lihat dari jauh, dan aku ingin tahu apa yang terjadi...
tak nantinya aku bisa berjumpa dengan pemuda ini..."
Lagi-lagi dia menghela napas, dan tundukkan
wajahnya ke tanah. Hatinya mendadak tergetar dan
jantungnya berdebaran tak keruan rasa bila lama-lama menatap pemuda dihadapannya
yang tertidur pulas.
Akan tetapi ketika dia mengangkat kembali wa-
jahnya, sepasang mata jeli dara ini jadi terbelalak lebar. Karena pemuda itu
tahu-tahu telah lenyap!
"Hah" Kemana perginya dia?" desis si gadis seraya melompat keluar dari semak
belukar tempat sem-
bunyinya. Dara ini menoleh kesana-kemari, tapi tak
ada tanda-tanda dimana berkelebatnya sosok bayan-
gan pemuda yang dicarinya.
Pada saat itulah tiba-tiba sesosok tubuh me-
lompat dari atas pohon besar diiringi suara tertawa gelak-gelak.
"Haha.. ha., siapakah yang kau cari, nona?"
Ternyata Nanjar tak jauh-jauh menghilang. Dia cuma
sembunyi diatas dahan pohon tadi. Melihat pemuda itu tiba-tiba muncul
dihadapannya, seketika merahlah wajahnya. Apa yang akan dilakukannya" Pergi
secepatnya dari tempat itu, atau... Dia tak sempat memikirkan lagi kecuali
menunduk menyembunyikan wajahnya.
"Aneh, tadi kau melarikan diri ketika kukejar.
Tapi sekarang kau diam terpaku tak menjawab perta-
nyaan orang. Siapakah kau sebenarnya, nona" Dan
apa yang kau inginkan dariku?" berkata Nanjar dengan menggaruk-garuk tengkuknya.
Pelahan sang dara ini mengangkat wajahnya.
Sepasang matanya yang bulat itu kini menatap Nanjar.
"Namaku... Gayatri! bolehkah aku mengetahui
namamu, sobat pendekar?" balik bertanya si gadis setelah memperkenalkan diri.
"Hm, namamu bagus, sebagus dan secantik
orangnya. Tapi dari mana kau dapat mengatakan aku
seorang pendekar" Aku hanyalah seorang pengembara
yang kebetulan lewat ditempat ini..." sahut Nanjar.
"Kau terlalu merendah, sobat! Aku melihat sen-
diri ketika kau menolong seorang gadis yang nyaris
terbakar ketika terjadi kebakaran didesa tadi..." tukas si gadis.
"Hm, begitukah" Ya, ya, tak apalah kau
menyebutku demikian. Namaku, Nanjar. Memang aku
dapat dibilang orang dari golongan kaum persilatan.
Kaum Rimba Hijau menjuluki aku si Dewa Linglung!"
sahut Nanjar setelah menghela napas.
"Julukan yang aneh, lucu, tapi apakah kau ju-
ga seorang yang suka linglung?"
"Kadang-kadang..." sahut Nanjar seenaknya.
Diam-diam dia membathin dalam hati. "Gadis ini tam-paknya bicara wajar saja. Tak
ada tanda-tanda dia
berniat tidak baik. Tapi jelas dia bukan gadis semba-
rangan. Setidak-tidaknya dia murid seorang tokoh silat yang punya nama besar
didunia persilatan. Entah siapa gurunya..."
Si gadis tersenyum. Lagi-lagi dia menundukkan
wajah. Nanjar kembali bertanya. "Kau belum menjawab pertanyaanku. Apa maksudmu
sebenarnya" Men-
gapa tadi berlari ketika aku mengejar?"
"Sebenarnya aku... aku hanya mau berkenalan
denganmu. Kukira kau akan mengejar terus. Aku me-
mang mau mengajak kau ketempat tinggalku..." sahut si gadis bernama Gayatri itu.
"Aneh! Apakah ketika terjadi kebakaran didesa,
tadi, kau telah berada ditempat itu?"
"Aku baru saja tiba. Asap tebal dari tempat itu terlihat olehku dari jauh, dan
aku bergegas untuk melihatnya. Ketika kau mendekati seorang ibu tua yang
menangis dan kau mendengarkan keterangannya,
aku berada tak jauh dari tempat itu. Tahu-tahu kau
telah melompat cepat ke arah rumah yang terbakar,
dan berhasil menyelamatkan jiwa anak gadis ibu tua
itu. Ketika kau pergi sebelum mereka sempat mena-
nyakan dirimu, aku diam-diam membuntutimu. Aneh,
aku sendiripun tak tahu, mengapa aku tiba-tiba ingin berkenalan dengan kau. Maka
kucari akal agar kau
mengejarku. Aku sengaja melintas didepanmu. Benar
saja, kaupun mengejar aku. Tapi... kau memang aneh.
Mendadak kau berhenti memburu aku, dan tertidur
pulas di bawah pohon. Rupanya kau... kau sengaja
menjebakku agar aku keluar dari tempat persembu-
nyian..." tutur Gayatri dengan tersipu.
Nanjar tertawa geli. Tapi dalam hati diam-diam
dia membathin. "Aneh, gadis ini baru berkenalan sudah bicara panjang lebar
seperti orang yang sudah la-ma kenal saja, dan tak sungkan-sungkan bicara. Aku
jadi ingin tahu siapa gurunya?"
"Kukira kau tak keberatan bukan untuk sing-
gah ketempatku, sobat Dewa Linglung" Aku ingin
memperkenalkan kau pada guruku...!"
"Bagus, aku memang ingin tahu siapa guru ga-
dis cantik seperti kau yang pandai bicara, tapi juga berilmu tinggi. Apakah
gurumu perempuan atau laki-
laki?" tanya Nanjar.
"Kau lihat saja nanti!" sahut Gayatri, seraya balikkan tubuh dan berkelebat dari
tempat itu. Tak ayal Nanjar segera mengikuti gadis itu. Da-
lam hati dia membathin lagi. "Walaupun kelihatannya gadis itu berniat baik, tapi
aku harus hati-hati karena siapa tahu dia bermaksud menjebakku!"
SEMBILAN Sementara itu disebuah pantai pesisir pulau
Jawa sebelah tenggara sebuah perahu besar berbende-
ra kuning dengan gambar burung Walet membuang
sauh. Sebuah perahu kecil diturunkan. Tampak seo-
rang gadis berbaju putih turun ke dalam perahu itu.
Sementara diatas geladak seorang laki-laki jembros
berdiri memandang kebawah, ke arah sang gadis. Ter-
nyata dialah si Setan Laut, Walet Perkasa.
Saat itu salah seorang dari anak buahnya tiba-
tiba mendekati.
"Kakang Walet Perkasa! Akupun akan turun di-
sini saja..." kata laki-laki berperawakan sedang berku-lit putih itu. Sejenak
Walet Perkasa menatap laki-laki itu.
"I Made Galung! Apakah kau tak jadi ke Madu-
ra" Aku baru bisa mengantarmu sekitar satu pekan la-
gi kalau tak ada halangan, karena aku harus menyele-
saikan urusanku. Karena mengantar gadis itu, mung-
kin tertunda dua atau tertunda dua-tiga hari" kata Walet Perkasa.
"Itulah sebabnya, kakang! Sebenarnya bukan
aku tak mau membantu-bantumu dikapalmu, tapi...
entah mengapa tiba-tiba aku mengurungkan niat ku
ke Madura" sahut laki-laki itu.
Walet Perkasa tiba-tiba tersenyum. "Kau ter-
tarik pada gadis itu?" tanyanya berbisik. "Boleh juga kau berkenalan dengannya.
Cukup cantik untuk peng-ganti istrimu...!" bisik laki-laki jembros ini.
"Ah, kakang, aku belum memikirkan itu!" laki-laki ini tersenyum menggeleng.
"Tapi tak ada salahnya kalau kau mengantar-
kan dia ketempat tujuannya."
"Ya, memang tak ada salahnya..."
"Kalau begitu, baiklah..aku tak dapat mengha-
langi kemauanmu. Semoga kau dapat menempuh jalan
hidupmu dengan lurus!" kata Walet Perkasa seraya menepuk-nepuk pundak laki-laki
itu. Keduanya segera turun ke dalam perahu kecil.
Gadis itu memang Kuntari. Dia agak mengkerutkan
kening, karena salah seorang anak buah Walet Perkasa turut serta.
Ketika perahu kecil itu mulai bergerak melun-
cur menuju kedaratan, Walet Perkasa berkata. "Adik Kuntari.... sahabatku ini
ingin turun pula di pantai ini.
Dia adalah I Made Galung. Aku lupa memperkenalkan
padamu. Dia akan menemanimu dalam perjalanan.
Mungkin akan mengantar sampai ke tempat tujuan-
mu..." Hati Kuntari agak tersentak mendengar nama itu. Karena si nenek Musang
Betina Mata Empat pernah menyebut-nyebut nama itu. Akan tetapi dia beru-
saha menutupi keterkejutannya.
"Oh, kebetulan sekali!" sahut Kuntari dengan tersenyum cerah. "Aku sangat
berterima kasih sekali kalau ada yang mau mengantar diriku..." sahut Kuntari
tersenyum cerah seraya manggutkan kepala pada I
Made Galung. Laki-laki ini balas menjura, seraya berkata. "Kalau nona tak
keberatan..."
"Ah, tentu tidak! Bukankah tadi adik Kuntari
telah mengatakan sangat berterima kasih kalau ada
yang mau mengantar dan menemaninya dalam perja-
lanan. Bukankah begitu, adik Kuntari?" Yang menjawab terlebih dulu adalah si
Walet Perkasa. "Benar, apa yang dikatakan kakak Walet Perka-
sa!" kata Kuntari dengan tersenyum dan manggutkan kepala. Tak lama perahu kecil
itupun menggelosor dite-pian pantai berpasir. Kuntari melompat kedarat. Diiku-ti
I Made Galung. "Nah, selamat jalan dan selamat tinggal adik
Kuntari dan kau I Made Galung. Semoga kalian dapat
bersahabat dengan akrab". kata Walet Perkasa.
"Terima kasih, kakak Walet Perkasa... kau
sungguh sangat baik hati. Entah bagaimana aku harus
membalas budimu...!"
Tapi Walet Perkasa cuma lambaikan tangannya
dengan tersenyum, lalu cepat mendorong perahu den-
gan dayungnya. Dan... sesaat kemudian perahu kecil
itu dengan cepat kembali ke arah perahu besar itu.
Beberapa saat kemudian tampak perahu layar
berbendera kuning dengan gambar burung Walet itu-
pun kembali bergerak meluncur meninggalkan pantai
untuk mengarungi lautan.
Keduanya melambai-lambaikan tangan mengi-
ringi kepergian perahu besar itu dengan pandangan
mata. Semakin lama semakin jauh dan semakin men-
gecil. Barulah Kuntari tersadar ketika mendengar sua-ra I Made Galung.
"Kemana tujuanmu, nona Kuntari?"
"Aku... oh, aku sendiri belum menentukan ke-
mana tujuanku. Tapi... tapi baiknya aku menemui seo-
rang sahabat baik guruku. Apakah kau mengetahui
arah kemanakah yang menuju kegunung Pendil?"
Tanya Kuntari setelah berpikir sejurus.
"Gunung Pendil?" I Made Galung naikkan alisnya. "Ah, kebetulan sekali! Akupun
baru ingat kalau aku juga punya seorang ayah angkat dilereng gunung
itu. Dia bernama Ki Lesat! Kalau kesana tujuanmu,
tentu tak ada kesukaran bagiku untuk mengantar-
mu...!" sahut I Made Galung dengan wajah cerah.
"Hebat, serba kebetulan. Mari kita berangkat!"
Kuntari hampir berjingkrak karena girangnya. Tentu
saja tanpa berayal Kuntari segera mengajak I Made Galung untuk segera mulai
melakukan perjalanan.
Dalam waktu singkat keduanya menjadi akrab.
Dan dalam perjalanan itu tentu saja keduanya menu-
turkan masing-masing pengalaman serta asal-usul diri mereka. Kuntari seorang
gadis yang masih hijau dalam Rimba Persilatan akhirnya telah bertambah
pengalaman. Lagi-lagi sangat kebetulan! Karena I Made Galung adalah anak laki-
laki si Musang Betina Mata Empat
yang telah menjadi gurunya, walau hanya waktu sing-
kat. SEPULUH Dalam perjalanan ke gunung Pendil, I Made Ga-
lung menceritakan riwayat hidupnya yang didengarkan
Kuntari dengan penuh perhatian.
"Jadi yang merawat kau adalah Ki Lesat?" tanya
Kuntari. "Benar! Selain sebagai ayah angkat, juga me-
rangkap sebagai guruku. Aku juga punya seorang adik
seperguruan. Dia seorang gadis seusiamu..." kata I Made Galung.
"Oh...aku bisa berkenalan dengannya nanti!"
ujar Kuntari girang. I Made Galung mengangguk. "Tentu, Kuntari. Aku akan
memperkenalkannya padamu.
Dia tentu senang sekali punya sahabat selincah kau!"
I Made Galung memang telah menyebut nama
gadis itu demikian, dan menghilangkan sebutan nona
atas permintaan Kuntari.
"Kau beruntung mendapat ilmu dari ibuku. Aku
anaknya sendiri tak satu juruspun ilmu yang diwa-
riskannya. Tapi aku tak kecewa. Ibuku banyak mende-
rita entah karena apa. Dia sering pergi bertahun-tahun dan jarang sekali
menemuiku sampai aku dewasa!" ka-ta I Made Galung.
"Oh...ya, boleh aku mengetahui, siapakah Ktut
Malini itu" Benarkah dia istrimu?" tanya Kuntari tiba-tiba. "Hm, agaknya ibuku
telah menceritakan padamu. Sebenarnya Ktut Malini adalah adikku sendiri lain
ayah! Ibuku sengaja membuat sandiwara seolah-olah
aku telah kawin dengan gadis itu. Bahkan semua
orang diselat Bali tak mengetahui urusan yang sebe-
narnya termasuk sahabatku Walet Perkasa. Karena
aku dilarang membuka rahasia itu. Tujuan ibuku ada-
lah agar aku dapat memiliki keris Kyai Jaran Goyang
milik pamanku si Cerpelai Sakti!"
Kuntari manggut-manggut. "Lalu siapakah
orang yang bernama Wayan Gde Nepsu, seorang du-
kun sakti dari Kelungkung yang juga disebut-sebut
ibumu?" tanya Kuntari. Kuntari merasa keterangan si Musang Betina dengan anaknya
ini berbeda. Manakah
yang benar" I Made Galung tersenyum hambar.
"Wayan Gde Nepsu itulah suami Ktut Malini se-
benarnya!" sahut I Made Galung pendek. Kuntari tersentak. Jelaslah kini
permainan sandiwara yang dibuat si Musang Betina Mata Empat itu memang bertujuan
untuk merebut keris Kyai Jaran Goyang dari tangan si Cerpelai Sakti. Wanita yang
pernah menjadi gurunya
itu sengaja tak menceritakan yang sesungguhnya ter-
hadap dia. Namun masih ada satu pertanyaan yang
membuat dia penasaran, yaitu mengenai keris pusaka
itu. "Kata ibumu keris pusaka Kyai Jaran Goyang
telah lenyap setelah mengobati penyakit Ktut Malini, lalu dimanakah keris itu


Dewa Linglung 17 Munculnya Keris Kiyai Jaran Goyang di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kini" "Keris itu ada padaku!" sahut I Made Galung seraya menyibakkan bajunya. "Inilah
keris Kyai Jaran Goyang itu!"
"Oh.......kalau begitu semua rencana ibumu
sungguh sangat matang!
"Menurut ibumu kepergian si Cerpelai Sakti ke
Kelungkung adalah untuk memulangkan Ktut Malini
kembali pada orang tuanya! Apakah bukan untuk me-
nanyakan keris pusaka itu, dan menuntut tanggung
jawab atas hilangnya keris pusaka miliknya?" tanya Malini penasaran.
Laki-laki ini menghela napas, dan tersenyum
hambar. Tampak wajahnya diliputi kemurungan;
"Semuanya sudah kuketahui! Ibuku memang
punya kemelut dengan seseorang yang dicintainya, ta-
pi juga dibencinya! Dialah ayahku! Ayah yang syah,
walaupun pada dasarnya kedua orang tuaku belum te-
rikat menjadi suami istri..." Kemudian I Made Galung menceritakan peristiwa
setelah kepergiannya menghilang dari wilayah pantai barat pulau Bali.
Ternyata dia masih berada disekitar Kelung-
kung. Bahkan kemunculan si Cerpelai Sakti pun dia
mengetahui, ketika menyatroni tempat kediaman
Wayan Gde Nepsu. Laki-laki tua itu marah besar pada
si Musang Betina yang telah menipu dirinya, setelah
mendengar penuturan Wayan Gde Nepsu yang hanya
diperalat oleh wanita sahabatnya itu.
Adanya satu bukti yang ditunjukkan Wayan
Gde Nepsu, telah membuat si Cerpelai Sakti percaya
dan yakin kalau Wayan Gde Nepsu adalah anak kan-
dungnya sendiri. Adapun Ktut Malini telah dibunuh
oleh si Musang Betina Mata Empat.
Diketahuinya hal itu adalah karena I Made Ga-
lung sendiri yang menemukan mayatnya tergantung
didahan pohon, didalam sebuah hutan.
Wayan Gde Nepsu sendiri telah diberi racun
yang sangat sukar ada obatnya. Racun itu bekerjanya
lambat dan dalam jangka waktu yang ditentukan akan
merenggut jiwanya.
Saat kematian Wayan Gde Nepsu sangat men-
genaskan. Tapi dia telah membeberkan rahasia kebu-
sukan si Musang Betina Mata Empat. Bahkan meng-
hembusnya napas terakhir laki-laki itu telah disaksikan oleh I Made Galung.
"Jadi... si Cerpelai Sakti telah mengetahui keris pusakanya berada ditanganmu?"
tanya Kuntari membelalak. "Benar, bahkan dia merelakan keris itu untuk aku yang
mewarisinya!" sahut I Made Galung dengan wajah menampakkan kesedihan.
"Bahkan aku menyaksikan pula pertarungan
ibuku dengan si Cerpelai Sakti, dan... akupun me-
ngetahui bahwa laki-laki tua itu ternyata adalah ayah-ku sendiri!" Kata-kata I
Made Galung seperti tersekat dikerongkongannya. Dia mengepal erat kedua
lengannya. Hatinya terasa remuk redam mengetahui kemelut
keluarganya yang begitu runyam.
Sejenak Kuntari terdiam. Hatinyapun ikut tre-
nyuh mendengar keterangan laki-laki itu. Dia menatap I Made Galung dengan rasa
kasihan. Ya, sungguh seorang laki-laki yang patut dikasihani karena menjadi
korban api kecemburuan ibunya sendiri.
"Mereka bertarung... dan bertempur untuk
mengadu jiwa! Aku tak tahu selanjutnya, karena aku
segera pergi dari tempat persembunyianku. Aku tak
mau menyaksikan salah satu dari mereka terkapar tak
bernyawa..." Demikian akhir dari penuturan I Made Galung. Lalu terdengar dia
menghela napas panjang
seperti melepaskan beban kepedihan yang menyesak-
kan dadanya. Kuntari pun terdiam tak bertanya apa-apa lagi.
Matahari mulai menggelincir ketika mereka tiba dile-
reng gunung Pendil.
Keduanya mempercepat perjalanan. Tujuan I
Made Galung adalah mengajak gadis itu ketempat Ki
Lesat sang ayah angkatnya...
SEBELAS Mendaki lereng sepanjang jalan setapak me-
nuju ketempat Ki Lesat agak tertahan-tahan, karena I Made Galung agak lupa arah
jalan ketempat sang ayah
angkat tersebut.
Tiba-tiba cuaca berubah agak mengejutkan.
Angin bertiup keras yang diawali oleh hawa dingin me-nelusup ketulang. Kuntari
tersentak dan mendongak
kelangit. Dilihatnya awan hitam bergulung-gulung.
Cuacapun berubah gelap. "Celaka hari mau hujan! Kita harus mencari tempat
meneduh!" kata gadis ini.
I Made Galung yang berjalan di depan gadis itu
meraba keris Kyai Jaran Goyang dipinggangnya. Dia
merasakan ada sesuatu yang ganjil. Karena hidungnya
mencium bau amis darah. Sementara kilatan-kilatan
petir merobek langit sesaat, memantulkan cahaya yang berkilatan.
Kuntari pun merasa hatinya berdebaran.
Hidungnya kembang kempis karena bau amis
darah itu mulai tercium olehnya.
Dia merasa ada sesuatu ketidak wajaran. Kun-
tari mencekal lengan I Made Galung dan menatap laki-
laki itu. Sementara I Made Galung sendiri juga mena-
tapnya. "Ada sesuatu yang aneh...?" tanyanya berbisik.
"Ya, aku mencium bau amis darah...!" desis Kuntari. Diam-diam gadis ini pun
mulai waspada, dan
mempertajam panca indranya. Sepasang mata Kuntari
memutari sekitar tempat itu.
Sebuah dahan yang bergoyang-goyang tertiup
angin mendadak patah. Mengejutkan Kuntari ketika
jatuh ke tanah, menimbulkan suara berkrosakan.
Mendadak gadis ini memekik kaget seraya melompat,
karena sebuah benda hitam menggelinding ke arah
kakinya. Napas gadis ini tersengal. Wajahnya berubah
pucat. Untunglah I Made Galung telah memburunya.
"Ada apa Kuntari?" tanya laki-laki ini, seraya mencekal pergelangan tangan gadis
itu. Gadis ini tak menjawab, kecuali menelan ludah dan jatuhkan kepala didada
pemuda itu. Tenggorokannya terasa kering. Yang dita-
kutinya saat itu adalah apa yang namanya hantu.
Namun sebagai seorang gadis persilatan, pera-
saan itu seketika lenyap. Hatinya kembali tegar. Dan dia telah siap untuk
menghadapi apa yang bakal terjadi dengan berdiri tegak disamping I Made Galung.
Sementara itu I Made Galung telah mencabut
keris Kyai Jaran Goyang dari pinggangnya. Satu kea-
nehan mendadak kembali muncul, karena tiba-tiba
cuaca berangsur-angsur berubah terang. Angin yang
bertiup kencang mendadak lenyap. Dilangit tak ada
segumpal awan hitampun yang terlihat.
Perubahan cuaca itu membuat mereka menarik
napas lega. Akan tetapi kembali Kuntari menjerit ka-
get. ketika matanya tertatap dua buah benda di sisi semak tak jauh dari ujung
kakinya. Membelalak mata I Made Galung, karena melihat dua buah benda itu adalah
dua buah kepala manusia...!
Seketika pucatlah wajah laki-laki ini. Dengan
membimbing lengan Kuntari, I Made Galung melompat
menjauhi tempat itu.
Sementara itu... dibalik semak belukar, tampak
sesosok tubuh nampak punggungnya saja, karena ten-
gah membungkuk seperti orang yang tengah menghi-
rup sesuatu. Sepasang kaki tersembul dari semak be-
lukar. Ketika mengangkat kepala, tampak wajah seo-
rang laki-laki yang menyeringai. Mulutnya penuh ber-
tetesan darah segar. Ketika laki-laki ini bangkit berdiri, ternyata dibawahnya
tergeletak sesosok tubuh manusia tanpa kepala.
Siapa adanya laki-laki ini tak lain dari Jaka
Kumbara. Apa yang sedang dilakukannya adalah
menghirup darah manusia yang kepalanya telah dipi-
sahkan dari batang tubuhnya. Tubuh seorang wanita
tanpa pakaian selembarpun yang penuh berlepotan
darah. Jaka Kumbara menyeka bibirnya yang ber-
lepotan darah. Keningnya mengernyit, dengan mata
agak disipitkan. Ternyata kehadiran dua orang yang
memasuki lereng gunung Pendil telah terendus hi-
dungnya. Akan tetapi hatinya tersentak, karena peru-
bahan cuaca barusan seperti ada sesuatu yang meng-
ganggu kekuatan ilmu iblis yang dipergunakannya.
"Hm, akan kulihat siapa manusia konyol yang
muncul ditempat ini" Dan berani main-main dengan
ilmu warisan iblisku?" kata Jaka Kumbara dalam hati.
Sesaat tubuhnya telah melesat bagai asap menembus
semak. Dan lenyap tak berbekas.
Tubuh Jaka Kumbara tiba-tiba menjelma lagi,
tepat di belakang I Made Galung dan Kuntari yang
agak bergegas mempercepat langkah ketempat tujuan.
Jaka Kumbara segera mengenali gadis itu. Mendadak
wajahnya menyeringai seraya berkata dalam hati. "Bagus, pucuk dicinta, ulam
tiba! Jauh-jauh aku mencari ternyata orang yang kucari muncul sendiri di depan
mataku! Hahaha... agaknya dia memang sudah berjo-
doh untuk jatuh dalam pelukanku!"
"Kali ini kau takkan kulepaskan lagi, Kuntari!"
desis Jaka Kumbara.
Bhusss! Tubuh laki-laki inipun lenyap menjadi
asap dan lenyap. Angin keras mendadak membersit
disamping Kuntari. Gadis ini merasakan ada hawa
dingin yang menyambar ke arahnya. Secara reflek dia
melompat. Kalau saja dia dapat melihat melalui mata
bathin. Akan terlihat si Jaka Kumbara tengah menju-
lurkan sepasang lengannya untuk memeluk pinggang-
nya. Jantung Kuntari berdetak keras. Dia merasa
ada bahaya yang tak kelihatan oleh mata. Sementara I Made Galung siap melindungi
gadis itu. Sekali gerakkan tangan, keris Kyai Jaran Goyang telah tercekal di-
lengannya. Satu kekuatan hebat yang tak kelihatan telah tersalur dari cahaya
kuning keris pusaka tersebut.
Dan hal itu adalah Jaka Kumbara yang dapat merasa-
kannya. Cahaya kuning itu menyilaukan pandangan
matanya. Dia terpekik kaget, karena tahu-tahu pipinya seperti kena tampar.
Teriakan kaget itu justru memu-
nahkan kekuatan ilmunya. Hal itu diketahui dari ben-
takan I Made Galung.
"Hai, siapa kau!!?"
Tahulah Jaka Kumbara kalau dirinya telah da-
pat dilihat oleh mereka. Sebaliknya Kuntari membela-
lakkan matanya melihat siapa laki-laki itu. "Jaka Kumbara! Manusia terkutuk
pembunuh bibiku! Bagus,
kau muncul untuk menyerahkan jiwamu!" bentak
Kuntari dengan wajah bringas.
Detik itu juga dia telah melompat dan mengu-
rung laki-laki itu bersama I Made Galung.
Jaka Kumbara tertawa menyeringai. Matanya
jelalatan seperti menguliti tubuh dara dihadapannya.
Hasrat yang tak terlaksana dilampiaskan laki-laki ini ketika diatas perahu di
tengah laut terhadap gadis itu, membuat Jaka Kumbara menelan ludah.
"Haha... aku memang Jaka Kumbara! Hm,
agaknya kau telah punya seorang kawan yang men-
dampingimu, nona manis" Bagus, ingin kulihat, apa-
kah dia mampu melindungi dirimu?" berkata Jaka
Kumbara. Tapi diam-diam hatinya tersentak. Keris di-
tangan pemuda itu telah menggetarkan kerisnya yang
berada dibalik bajunya. Hatinya mendadak agak dili-
puti kekhawatiran. Jelas tadi hawa panas dan sinar
kuning yang aneh telah menyambar ke arahnya ketika
laki-laki itu mencabut keris pusakanya.
"Jangan-jangan itulah keris besi kuning..!" Oh, kalau benar, akan celakalah
aku!?" pikir Jaka Kumbara. "Aku harus hati-hati. Mudah-mudahan laki-laki itu tak
mengetahui keampuhan keris pusakanya...!" Jaka Kumbara tak menunjukkan rasa
terkejutnya. Kuntari tak dapat menahan kemarahannya un-
tuk membalas dendam atas kematian bibinya yang di-
bunuh oleh manusia telengas itu. Tahulah dia kalau
lawannya bukanlah lazim seperti manusia lagi, tapi
sudah setengah iblis. Bahkan dua kepala manusia tadi tentu korban keganasannya.
Setelah memberi tanda
pada I Made Galung, detik itu juga dia menerjang...!
"Kubunuh kau manusia iblis!" teriak Kuntari seraya lancarkan serangan ganas
menghantam ke arah
lawan. I Made Galung ternyata belum bergerak dari
tempatnya. Serangan Kuntari mengeluarkan deru yang
menggidikkan. Tapi dengan gerakan mengegos Jaka
Kumbara berhasil membuat serangan itu luput. Tapi
serangan-serangan berikutnya membuat dia terperan-
gah kaget. Nyaris saja dia jadi korban pukulan beruntun sang gadis yang datang
secara tiba-tiba.
Jurus-jurus maut Kuntari segera dipergunakan
untuk membunuh manusia pembawa malapetaka itu.
Akan tetapi anehnya Jaka Kumbara seperti dengan
mudah membuat serangan-serangannya lolos. Bahkan
lengannya seperti memukul angin. Dan dalam waktu
singkat Jaka Kumbara berhasil berada diatas angin.
Kini dialah yang terdesak hebat.
Untunglah disaat itu I Made Galung melompat
untuk membantu. Kerisnya meluncur menyambar ke
arah Jaka Kumbara. Jaka Kumbara tersentak kaget.
Lengannya cepat menyambar keris Kutukan Iblis.
Akan tetapi sebelum keris Kyai Jaran Goyang
berbenturan dengan keris Kutukan Iblis, tiba-tiba tubuh Jaka Kumbara lenyap jadi
gumpalan asap. Dan
lenyap dari pandangan mata kedua orang dihadapan-
nya. I Made Galung dan Kuntari terperangah dengan
mata membelalak. Tiba-tiba cuaca kembali berubah
gelap. Petir diangkasa menyambar-nyambar.
Mendadak bumi seperti diguncang gempa. Ke-
duanya terhuyung-huyung dengan panik. Dan detik
itulah Jaka Kumbara tiba-tiba muncul di belakang I
Made Galung. Satu tendangan keras membuat tubuh
laki-laki itu terlempar bergulingan. Keris ditangannya terlempar kesemak
belukar. Kuntari menjerit kaget ketika sepasang tangan
berbulu telah memeluk pinggangnya. Gadis ini meron-
ta-ronta untuk melepaskan diri dengan rasa takut
yang sangat luar biasa. Makhluk apakah yang telah
menyambar pinggangnya"
Ketika dia menengadah, seketika gadis itu men-


Dewa Linglung 17 Munculnya Keris Kiyai Jaran Goyang di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

jerit panjang dan terkulai pingsan. Karena seraut wajah yang sangat menyeramkan
tampak menyeringai
memperlihatkan taring dan lidah yang terjulur pan-
jang. Makhluk ini juga mengeluarkan bau busuk yang
sangat memuakkan.
I Made Galung mencoba bangkit berdiri. Namun
sebuah tendangan kembali membuat dia terlempar un-
tuk kedua kalinya, Kaki ini dia tak bangkit lagi. Tampak darah menggelogok dari
mulutnya. Pemuda ini
terkapar tak sadarkan diri.
"Hahaha... bagus, kemarikan gadis itu, saha-
batku! Dia harus merasai kelaki-lakianku. Dan., haha..
tentu darahnya pun manis semanis orangnya!
DUA BELAS Nanjar tersentak melihat tetes-tetes darah segar
sepanjang semak belukar. Darahnya tersirap. Hatinya
mulai waswas, karena gadis bernama Gayatri yang di-
tunggu-tunggunya belum menampakkan diri. Seperti
diceritakan tadi, Nanjar tertarik untuk mengetahui
guru gadis manis berilmu tinggi yang ditemuinya keti-ka terjadi kebakaran didesa
dimana dia menjejakkan
kaki. Gadis itu mengajak dia untuk singgah ditempat kediamannya. Dalam
perjalanan setelah berlari-lari
menelusuri hutan dijalan setapak, mendadak gadis itu memberi isyarat agar
berhenti. "Tunggulah sebentar sobat Dewa Linglung.
Akan kulihat digoa batu tempat guruku bersemedhi.
Siapa tahu guruku ada disana, jadi kita tak usah ke-
pondok untuk menemui beliau..."
"Apakah pondokmu masih jauh?" tanya Nanjar.
"Tidak jauh lagi, setelah melewati hutan ini lalu mem-belok ke selatan memutari
bukit kecil. Nah di belakang bukit itulah pondok tempat tinggal kami." sahut
Gayatri. "Baiklah, tapi jangan lama-lama!" kata Nanjar.
"Hihi... kau macam anak kecil saja! Apakah kau
takut ditinggal sendirian" Sejak belasan tahun aku
berdiam dilereng gunung Pendil, belum pernah aku
menjumpai hantu!" Gayatri tertawa memperlihatkan sebaris giginya.
"Siapa tahu hantu itu akan muncul disiang hari
dan pada saat-saat ini!" gurau Nanjar.
"Jangan ngaco! Justru aku mau melihat guru
digoa batu itulah karena aku tak ingin kau terlalu la-ma menunggu guruku!"
"Haha... kau pintar juga! Ya, sudah... kau be-
rangkatlah!" ujar Nanjar. "Awas, kau jangan pergi!" ancam gadis itu.
"Tentu tidak, sayangku.." sahut Nanjar sambil tertawa.
Gayatri berkelebat menuruni lereng batu-batu
gunung. Lalu lenyap terhalang pepohonan. Nanjar me-
nunggu dan menunggu... Tapi yang ditunggu tak kun-
jung muncul. Dia menjadi tak sabar untuk berdiam di-
ri lebih lama. Lalu diputuskan untuk menyusul Gaya-
tri. Alangkah terkejutnya Nanjar ketika menemu-
kan dimuka goa batu seonggok pakaian. Itulah pa-
kaian gadis yang telah sobek-sabek tak keruan. Ha-
tinya tersentak bahwa telah terjadi sesuatu. Dengan
nekat namun penuh kewaspadaan Nanjar memeriksa
isi goa. Tapi tak dijumpai siapa-siapa.
Akhirnya Nanjar menemukan jejak tetes-tetes
darah diantara bebatuan. Dengan jantung berdetak ke-
ras, dia segera mengikuti tetes-tetes darah itu. Nanjar yakin gadis itu telah
dicelakai orang jahat. Tapi dia tak mengerti, macam apakah tingginya ilmu
manusia yang mencelakai Gayatri" Sedangkan dia mengetahui gadis
itupun memiliki ilmu kedigjayaan. Tentunya akan ter-
dengar bila terjadi pertarungan.
Tapi kemudian Nanjar sadar, kalau didunia ini
banyak macam-ragam kelicikan. Kalau tak kena diper-
dayai dengan cara busuk tak nantinya Gayatri mudah
dirobohkan. Nanjar menduga pasti penjahat keji itu
seorang yang berilmu tinggi tapi juga berakal licik!
Tetes-tetes darah itu membawanya kebalik se-
mak belukar. Dan hampir dia berteriak karena terke-
jut. Karena Nanjar menjumpai sesosok tubuh membu-
gil penuh berlepotan darah terkapar ditanah tanpa kepala. Itulah tubuh seorang
wanita. Tubuh siapa lagi
kalau bukan tubuh Gayatri" Nanjar masih mengenali
gelang akar kayu yang membelit dipergelangan tangan
gadis itu. Tetes tetes darah itu ternyata belum berakhir.
Dan baru berakhir ketika Nanjar menjumpai kepala
gadis yang malang itu tergolek di sisi jalan setapak.
Seketika wajah Nanjar berubah tegang. Yakinlah dia
kalau manusia yang dihadapinya sudah bukan manu-
sia lagi, karena teramat sadis.
"Jangan-jangan si Jaka Kumbara!" sentak Nanjar dalam hati. Tak terasa lengan
Nanjar bergerak
mencekal gagang pedang mustika Naga Merah.
*** JAKA KUMBARA tertawa menyeringai me-
mandang gadis dalam pondongannya. Sementara si
makhluk berbulu itu kembali berubah menjadi asap
dan menjelma menjadi keris Kutukan Iblis dalam
genggaman tangan pemuda itu.
Akan tetapi baru saja Jaka Kumbara mau me-
nindakkan kaki, tiba-tiba terdengar bentakan keras
membelah udara.
"Lepaskan gadis itu, manusia iblis."
Sesosok bayangan putih berkelebat, dan tahu-
tahu telah berdiri tegak dihadapannya. Siapa adanya
yang muncul ini tiada lain dari si Dewa Linglung
adanya. Melotot besar mata Jaka Kumbara melihat
kemunculan orang yang baru datang ini. "Keparat, siapa kau?" bentaknya sangar.
"Manusia bejat, aku akan menjawab perta-
nyaanmu kalau kau memperkenalkan dulu siapa diri-
mu. Dan... kalau tidak salah bukankah gadis itu ada-
lah yang bernama Kuntari, orang perguruan Tongkat
Suci?" Jaka Kumbara tertawa menyeringai. "Haha..
ha., tumben ada gelandangan muda yang nyasar ke-
mari. Baiklah aku akan mengatakan siapa diriku, ge-
landangan bau apek! Aku bernama JAKA KUMBARA!
Orang yang akan merajai dunia persilatan dalam wak-
tu tak lama lagi. Benar, seperti dugaanmu. Gadis ini memang bernama Kuntari yang
kuculik dari pesanggrahan Tongkat Suci!"
"Bagus, kalau begitu dugaanku tidak salah
kaulah orang yang selama ini kucari-cari! Kau harus
kutangkap untuk dibalsem hidup-hidup untuk mum-
mi, dan akan dimuseumkan. Agar kelak para generasi
penerus kaum Rimba Hijau dapat mengetahui macam
mana tampang si manusia gelandangan bau apek!"
berkata Nanjar dengan seenaknya. Walau sebenarnya
hatinya cukup tegang menghadapi si pemilik keris Ku-
tukan Iblis. "Kaulah si gelandangan bau apek!" bentak Jaka Kumbara berang, karena pemuda itu
meniru-niru uca-pannya.
"Ya, tak apalah..tapi kau kacungnya si gelan-
dangan bau apek! Nah, kita sama-sama bau apek!" ka-ta Nanjar dengan cengar-
cengir. "Keparat, kau mau mampus berani menghina-
ku?" bentak Jaka Kumbara.
"Sialan kau kacung busuk mau mampus berani
menghinaku?" balas Nanjar membentak. Merah padam seketika wajah Jaka Kumbara.
Baru untuk pertama
kalinya dia dicemooh sedemikian rupa.
Tipu daya Nanjar untuk memancing kemarahan
Jaka Kumbara berhasil. Pemuda ini melemparkan tu-
buh Kuntari kesemak belukar. Dan... dengan meng-
gembor marah dia menerjang dengan keris pusakanya.
Nanjar telah siap sejak tadi. Sekali lengannya
bergerak, pedang mustika Naga Merah telah tergeng-
gam ditangannya.
Trang! Benturan keras itu memercikkan lelatu api ke-
tika sinar merah membersit dan kedua senjata pusaka
itu saling beradu. Diantara percikan lelatu api tampak kepulan uap putih dan
hitam di udara.
Nanjar berteriak kaget. Tubuhnya terlempar
kebelakang, terdorong oleh satu kekuatan hebat yang
tersalur dari badan keris Kutukan Iblis. Sedangkan
Jaka Kumbara pun mengalami akibat yang sama. Dia
berteriak kaget. Tubuhnya terasa terdorong oleh arus kuat yang membekukan aliran
darahnya. Akibatnya
dia terlempar beberapa tombak bergulingan.
Akan tetapi cepat dia melompat bangkit berdiri.
Untunglah kerisnya tak sampai terlepas dari tangan-
nya. Sementara Nanjar juga telah melompat berdiri
dengan pedang Naga Merah disilangkan di depan dada.
"Heh, ternyata pedangmu juga sebuah pedang pusaka!
Bagus! Ingin kulihat apakah kau mampu menghadapi
keris Kutukan Iblisku?" berkata Jaka Kumbara dengan wajah membesi.
Pemuda ini tiba-tiba acungkan senjata saktinya
ke atas. Bibirnya berkemak-kemik membaca mantera-
mantera. Tampak asap hitam mengepul dari ujung ke-
ris. Asap itu mendadak berubah menjadi sesosok
makhluk menyeramkan. Makhluk yang menimbulkan
bau busuk. Nanjar terperangah kaget. Akan tetapi dia tak
sempat untuk berdiam lebih lama, karena makhluk
menyeramkan itu telah menerjang ke arahnya. Sepa-
sang lengannya yang berbulu menyambar tubuh Nan-
jar. "Makhluk iblis!" sentak Nanjar seraya melompat menghindar. Pedangnya menabas
beberapa kali mengeluarkan suara bersiutan.
Kalau saja tubuh lawannya adalah tubuh kasar
dan bukan tubuh makhluk ghaib, tentu akan menjadi
beberapa potong. Akan tetapi tabasan itu seperti juga menabas angin. Nanjar
terkejut. Bahkan satu senta-kan lengan si makhluk berbulu telah membuat dia ter-
lempar bergulingan.
Jaka Kumbara tertawa gelak-gelak. "Hahaha...
takkan kubiarkan seorang pendekar macam kau hidup
lebih lama!" Selesai mengumbar kata, pemuda inipun melompat mengurung Nanjar
yang telah melompat
berdiri. Pada saat itulah terdengar bentakan meng-
getarkan udara.
"Manusia iblis kau telah membunuh muridku?"
Bentakan itu disusul dengan berkelebatnya sesosok
tubuh dari arah samping, dan segelombang angin ke-
ras menghantam Jaka Kumbara. Pemuda ini kibaskan
lengannya memapaki serangan lawan.
PLAK! Tampak uap hitam dan uap putih membaur di
udara. Dan bersamaan dengan benturan kedua tenaga
dalam itu, terdengar teriakan si penyerang. Tubuh si Penyerang terdorong
beberapa langkah terhuyung-huyung. Dari mulutnya mengalir darah. Wajahnya
tampak pucat pias.
Itulah wajah seorang kakek bertubuh jangkung
berjubah abu-abu yang menyeringai menahan sakit,
dengan memegangi dadanya. Siapa adanya laki-laki
tua ini tiada lain dari Ki Lesat.
Sementara itu I Made Galung telah mulai sa-
darkan diri. Dia merasakan dadanya sesak. Pung-
gungnya terasa sakit sampai ketulang. Namun dia ce-
pat melompat bangun, karena melihat pertarungan se-
ru yang berlangsung dihadapannya.
Nanjar gunakan jurus-jurus pukulan dan taba-
san pedangnya untuk merobohkan lawannya yang me-
rupakan makhluk aneh menyeramkan. Namun semua
serangannya tak berarti apa-apa. Bahkan dia sendiri
yang kewalahan menghindarkan diri dari cengkeraman
tangan si makhluk berbulu yang terus memburunya
kemanapun dia melompat. Apalagi bau busuk yang di-
timbulkan dari makhluk itu membuat perutnya mual
mau muntah. Sementara dilain pihak, Ki Lesat telah terlihat
lagi dalam pertarungan. Karena Jaka Kumbara terus
mencecarnya dengan serangan-serangan mematikan.
Untung si kakek ini telah tahu kehebatan lawan. Hing-ga dia bertarung dengan
hati-hati. Sedangkan Jaka
Kumbara sangat bernafsu untuk cepat membunuh la-
wan. Kembali dia membaca mantera, untuk menam-
bah kekuatan dirinya. Selesai membaca mantera,
mendadak tubuhnya lenyap jadi gumpalan asap. "Iblis pengecut, bertarunglah
dengan kesatria, jangan dengan ilmu setan!" teriak Ki Lesat menggembor.
Pada saat itu I Made Galung melompat mende-
kati. "Guru...!" teriak laki-laki ini. Kakek ini balikkan tubuhnya. "I Made
Galung anakku.... apakah kau
membawa keris Kyai Jaran Goyang?" bisik kakek ini.
"Ya, guru! Tapi senjata itu terpental dari tan-
ganku, ketika aku menempur manusia iblis itu!" sahut I Made Galung dengan wajah
pucat, "Cepat cari benda itu, biar aku yang mengha-
dapi manusia iblis ini!" bisik Ki Lesat. "Dia hanya dapat dikalahkan dengan
pusaka besi kuning itu!" I Made Galung terperangah. Tapi cepat dia menjawab.
"Baik, guru..." lalu melompat cepat dari tempat itu. Bersamaan dengan lompatan I
Made Galung, terdengar jeritan parau Ki Lesat. Tubuh kakek ini ter-
huyung-huyung, lalu terjungkal roboh ke tanah
Dan sosok tubuh Jaka Kumbara kembali mun-
cul ditempat itu,
"Hahaha... rupanya kau guru gadis cantik yang
nyawanya sudah ku hantar ke Akhirat" Hehe...haha...
percuma kau membalas dendam. Kau tak kan dapat
mengalahkan si Jaka Kumbara!"
I Made Galung ternyata telah menahan langkah
mendengar teriakan gurunya. Melihat nasib sang ayah
angkat hatinya ngenas. Ingin dia melabrak manusia iblis itu. Tapi dia harus bisa
menahan diri, karena tanpa keris Kyai Jaran Goyang takkan ada artinya. Sama sa-
ja dengan mengantar nyawa sia-sia. Cepat dibalikkan
tubuh, dan menghilang disemak belukar.
Sementara itu Nanjar terpaksa gunakan lompa-
tan-lompatan jauh untuk menghindari serangan si
makhluk berbulu, sambil mencari akal bagaimana ca-
ranya membunuh makhluk itu.


Dewa Linglung 17 Munculnya Keris Kiyai Jaran Goyang di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ternyata Jaka Kumbara tak membiarkan I
Made Galung meloloskan diri. Dia tersenyum menye-
ringai. "Hehe... kau kira semudah itu untuk mencari keris pusaka keparat itu
yang sudah lenyap entah kemana?" berdesis pemuda ini. Tiba-tiba lengannya meraba
kepinggang. Sekejap diantara kedua ujung jaringan terjepit sebuah tusuk konde
Emas. Itulah tusuk
konde si Musang Betina Mata Empat. Tubuhnya berke-
lebat mengejar dan lengannya mengibas. Benda itu
meluncur deras menembus semak, dan... terdengarlah
jeritan menyayat hati I Made Galung.
Pemuda ini terjungkal roboh! Tusuk Konde
maut itu telah menembus pangkal lehernya. Tubuh
pemuda Bali ini mengejang. Lalu kepalanya terkulai.
Sesaat kemudian sudah tak bergerak lagi dengan kea-
daan sekujur tubuh berubah membiru. Siapa mengira
kalau tusuk konde Emas itu mengandung racun
maut" Dan I Made harus menebus kekalahannya den-
gan kematian yang mengenaskan.
Ki Lesat ternyata masih hidup. Dia berusaha
bangkit dengan keadaan mengenaskan. Jubahnya ba-
gian dada tampak hangus akibat pukulan Jaka Kum-
bara yang dilakukan secara licik. Agaknya jeritan kematian I Made Galung sempat
terdengar olehnya. Laki-
laki tua ini menundukkan wajah. Air matanya me-
netes. "Aku harus membunuh manusia iblis itu! Kese-lamatan manusia akan terancam
karena ilmu manusia
iblis itu adalah ilmu setan, ilmu sesat..!" berdesis Ki Lesat. Pandangan matanya
tiba-tiba tertumbuk pada
sebuah benda yang mengeluarkan sinar kuning dis-
emak-semak tak jauh didekatnya. Mata Ki Lesat mem-
belalak. Mulutnya ternganga. Jantungnya berdetak ke-
ras bercampur rasa sakit yang luar biasa.
"Ah.... bukankah itu keris Kyai Jaran Goyang?"
sentaknya dalam hati. "Ya, Tuhan.... terima kasih atas kemurahanMU...!" Tubuh
laki-laki ini tergetar. Keringat dingin telah mengucur disekujur tubuh. Dengan
mengerahkan segenap kekuatannya Ki Lesat merang-
kak untuk menjumput keris pusaka itu.
Sementara itu cuaca tiba-tiba berubah. Angin
keras kembali bertiup bersiutan. Perubahan cuaca itu membuat, Ki Lesat kerutkan
keningnya. Tapi dia tak
perduli. Dia harus segera mendapatkan benda itu.
Lengannya semakin dekat dan semakin dekat terjulur
ke arah keris besi kuning yang terangkut di tengah
semak belukar. Dilain pihak tampak Jaka Kumbara tertawa
terbahak-bahak. Kedua lengannya direntangkan ke
atas. "Hai para iblis, bantulah aku mencapai kejayaan!
Kejahatan harus menang! Demi kepuasanku aku ber-
sedia menghamba padamu, hai para iblis!"
Mendadak awan hitam bergulung-gulung. Ter-
dengarlah suara tertawa menyeramkan dari perbagai
penjuru. Nanjar tersentak kaget. Tengkuknya meremang.
Ternyata hal itulah yang membuat dia bernasib naas.
Satu hantaman lengan si makhluk berbulu membuat
tubuh si Pendekar Naga Merah terlempar bergulingan
beberapa tombak. Kalau bukan si Dewa Linglung tentu
jiwanya sudah melayang karena entah beberapa kali
tubuh dan kepala pemuda ini terbentur batu dan da-
han. Dan baru berhenti setelah tubuhnya menghantam
pohon sebesar sepemeluk yang nyaris tumbang karena
terbongkar akarnya.
Nanjar menyeringai menahan sakit. Sekujur
ulang tubuhnya terasa remuk. Untunglah pedang mus-
tika Naga Merah tak terlepas, dan tetap tergenggam di-
tangannya. Akan tetapi keadaan Nanjar sudah sangat
parah. Nanjar merasa bumi berputar membuat mata
Nanjar menjadi nanar. Kepalanya terasa berat.
"Ooh... aku pingsan...!" keluh Nanjar. Tubuhnya roboh terkulai. Akan tetapi
ternyata dia tidak pingsan. Ketika dia mengangkat kepala, matanya jadi melotot
lebar. Apa yang dilihatnya" Ternyata sesosok tubuh
tersuruk-suruk merayap mendekati. Nanjar baru ter-
sadar kalau orang tua inilah yang turut membantu da-
lam pertarungan menghadapi Jaka Kumbara.
Ternyata orang ini tak lain dari Ki Lesat. Dilen-
gannya tercekal keris lekuk tujuh berwarna kuning.
Nanjar terperangah ketika kakek yang luka parah itu
berkata. "Tuhan telah mengabulkan do'aku... anak mu-
da. Kau... kau pergunakanlah keris ini untuk membu-
nuh manusia iblis itu..."
Lengan Nanjar menggetar ketika menerima ke-
ris itu dan menggenggamnya. Setelah memberikan
benda itu, si kakek tersenyum. Matanya menatap Nan-
jar dengan sayu. Tapi masih nampak memancarkan
cahaya harapan. Harapan yang cuma berada diatas
pundak pemuda itu.
"Kakek... siapakah kau?"
Namun belum sempat menjawab, tubuh kakek
ini telah terkulai, dan nyawanya melayang... Nanjar
tertegun menatap dengan mata mendelong.
Baru saja Nanjar menarik napas, mendadak,
makhluk berbulu itu telah menjelma lagi dihadapannya.
Bau busuk yang menusuk hidung nyaris mem-
buat Nanjar benar-benar pingsan. Tapi justru dirinya sedang dalam keadaan gawat.
Karena tampak makhluk
itu belum puas sebelum membunuhnya. Ternyata se-
mua itu adalah atas perintah Jaka Kumbara. Pemuda
ini mengawasi dari jauh. Bahkan gadis bernama Kun-
tari itu telah berada dalam pondongannya lagi.
Nanjar menggigit bibir. Nyawanya berada di-
ujung rambut. Karena sepasang lengan makhluk itu
telah terjulur untuk melumatkan tubuhnya. Detik itu-
lah dengan kekuatan terakhir Nanjar melemparkan ke-
ris ditangannya.
Terdengarlah lengkingan yang membangunkan
bulu roma. Makhluk itu lenyap menjadi gumpalan
asap hitam yang membumbung ke udara. Akan tetapi
menyebarkan bau sangit yang menusuk hidung. Seke-
jap kemudian terjadilah keanehan. Bumi seperti digoncang gempa. Kepala Nanjar
terasa semakin berdenyu-
tan. Matanya semakin nanar...
"Nah, kali ini aku benar-benar pingsan..." keluh Nanjar dalam hati. Nanjar
merasa tubuhnya bagaikan
mengambang. Seluruh tenaganya serasa lenyap sudah.
Akan tetapi jeritan seorang wanita yang terde-
ngar ditelinganya membuat dia kembali membuka ma-
ta. "Ah... celaka gadis itu dalam bahaya. Aku... aku tak boleh pingsan. Dia
harus diselamatkan dari cengkeraman si Jaka Kumbara. Aku... aku akan adu jiwa
den- gan manusia iblis itu!" Nanjar tersadar bahwa bahaya belum lagi habis. Jaka
Kumbara si manusia setengah
iblis itu masih hidup. Dan tengah mencengkeram seo-
rang gadis yang akan dijadikan korbannya.
Entah dari mana datangnya, tahu-tahu ke-
kuatan si Dewa Linglung kembali muncul ketika len-
gannya menggenggam gagang pedangnya.
"Eh, kemanakah keris sakti itu?" sentak Nanjar ketika teringat pada senjata
pusaka pemberian si kakek yang telah tewas mengenaskan itu. Mata Nanjar
jelalatan mencari benda pusaka itu. Akan tetapi keris
Kyai Jaran Goyang memang telah lenyap.
Tanpa seorangpun yang mengetahui, keris Kyai
Jaran Goyang telah lenyap dan berubah menjadi asap
tipis berwarna kuning. Asap itu meluncur ke arah pe-
dang mustika Naga Merah. Satu keanehan terjadi.
Asap tipis jelmaan dari keris Kyai Jaran Goyang lenyap seperti masuk ke dalam
gagang pedang pusaka Naga
Merah yang tergeletak ditanah. Kejap selanjutnya Nanjar sudah berlari bagaikan
terbang memburu ke arah
si gadis. Apa yang dilakukan Jaka Kumbara" Nyaris leh-
er Kuntari menjadi korban gigitan si manusia setengah iblis ini untuk dihisap
darahnya. Karena pemuda itu
tiba-tiba merasakan sekujur tubuhnya menjadi lemah
lunglai. Musnahnya si makhluk berbulu asal jelmaan
keris Kutukan Iblis, berarti lenyap pulalah kekuatan ghaib yang dimiliki Jaka
Kumbara alias Sucitro.
Tapi kebiasaan menghisap darah untuk me-
nambah kekuatan tubuhnya masih tetap melekat pada
sirkuit syaraf pemuda ini. Di saat dia siap membenamkan taring dan giginya
kekulit mulut sang korban, justru saat itulah si gadis tersadar.
Kuntari menjerit seraya meronta dari ceng-
keraman laki-laki itu. Didetik itulah secercah cahaya merah membilas udara...
Mendadak tubuh Jaka Kumbara terjungkal roboh berdebuk ditanah. Darah segar
menyiram bumi. Manusia pembawa malapetaka itu te-
was tanpa sempat berteriak lagi. Kuntari melompat
berdiri. Matanya membelalak menatap pemuda diha-
dapannya. "Dewa Linglung...!" teriak girang gadis ini.
"Kuntari.... kau tak apa-apa...?" teriak Nanjar dengan wajah cerah berseri. "Kak
Nanjar! Oh..." detik berikutnya gadis itu telah menghambur dan jatuhkan
diri dalam pelukan pemuda itu
Akan tetapi lagi-lagi si gadis berteriak, karena
pemuda yang dipeluknya justru roboh terjengkang.
Tentu saja gadis itupun terbawa jatuh menindih tubuh si Dewa Linglung.
"Kak Nanjar! Kak Nanjar! Oh... kenapakah kau"
Kau... terluka?" Kuntari mengguncang-guncang tubuh si Dewa Linglung.
Nanjar membuka matanya. Dilihatnya gadis itu
menatap padanya dengan penuh kekhawatiran, den-
gan sepasang mata basah berkaca-kaca.
Nanjar kepalanya didada gadis itu yang segera
mendekapnya erat-erat. Mendadak Nanjar mengeluh,
matanya tampak meredup. Lalu terkatup. Kepalanya
pun terkulai didada sang gadis yang semakin erat
mendekapnya. "Kali ini aku benar-benar mau pingsan...! seka-
lian istirahat, mumpung ada bantal empuk..."
TAMAT Scan/E-Book: Abu Keisel
Juru Edit: Fujidenkikagawa
https://www.facebook.com/pages/Dunia-
Abu-Keisel/511652568860978
Jodoh Rajawali 18 Sarang Perjudian Karya Gu Long Pedang Ular Mas 15
^