Pencarian

Pedang Golok Yang Menggetarkan 5

Pedang Golok Yang Menggetarkan Pedang Penakluk Golok Pembasmi Ka Thian Kiam Coat To Thian Kiam Coat To Karya Wo Lung Shen Bagian 5


Hanya sebentar, terdengar satu suara perlahan- Kemudian suara itu lenyap pula. Tapi Siauw Pek mengenalinya, itulah suara tindakan kaki. Maka ia segera memasang mata dan waspada.
Ditengah toa tian itu tampak duduk bercokol patung Kwan Kong yang besar dan tinggi setombak lebih, dikedua sisinya mendampingi ia Kwan Peng bersama ciu cong, putra serta pengikut pribadinya yang gagah dan setia. ciu cong mencekal chee Liong Yan goat too. golok besar dan tajam kepunyaan Kwan Kong. Dia berewokan kaku dan pendek, sepasang matanya mendelik, maka juga dia nampak bengis sekali. Kecuali ketiga patung itu, seluruh ruang kosong melompong.
Dengan tibanya sang magrib, toa tian menjadi makin guram. "Apakah bengcu mendengar sesuatu?" oey Eng berbisik.
"Ia, rupanya tindakan kaki sangat perlahan," sahut sang ketua.
"Peduli apa suara itu" kata Kho Kong sengit, "Mari kita periksa"
"Jangan sembrono," oey Eng peringati. "Penghuni kuil dan segalanya aneh semuanya."
Kho Kong mengeluarkan senjatanya poan koanpit. Katanya: "Aku akan masuk dari kiri kekanan Kau, kakak oey, dari kanan ke kiri Bengcu sendiri harap berdiam ditengah, untuk bersiap membantu ke kiri dan ke kanan" Dan tanpa menanti jawaban, dia terus bertindak ke kiri.
Kini mata Siauw Pek telah menjadi biasa.
Maka ia dapat melihat ditembok kanan dari patung Kwan Kong tergantung sehelai gambar lukisan. Tong geret disinar rembulan yang bergoyang perlahan- Ia menjadi curiga^ "Benar katanya oey Eng, didalam kuil ini orang dan segala sesuatunya aneh"
Berpikir lebih jauh, tiba tiba pemuda ini ingat sesuatu. Mungkin itulah sebuah pintu rahasia. Ia jadi ingat juga suara tindakan perlahan tadi. Suara itu rasanya datang dari arah itu. Maka ia ingin maju menghampiri untuk memeriksa. Tapi tepat itu waktu, ia mendengar tindakan kaki datang dari belakangnya. Tidak ayal lagi, sambil mengumpul semangat, ia berpaling. Maka ia melihat sikacung imam yang tua itu, entah kapan datangnya, sudah berada didalam ruangan itu. Ia terkejut, berpikir: "Dia muncul tanpa suara apa-apa, terang dialah seorang berkepandaian tinggi."
Sepasang mata Imam itu tajam sekali, dia menatap wajahnya si
anak muda, setelah itu dia menegur: "Tuan-tuan lancang memasuki
toa tian dan telah merusak pintu juga, apakah maksud kalian?"
Dalam keadaan terlanjur itu, Siauw Pek terpaksa berlaku seenaknya saja. Ia tertawa tawar dan berkata. "Kami datang buat
memuja tentulah ini bukan perbuatan yang terlarang. Tentang pintu
yang rusak ini, aku yang rendah bersedia ganti dengan uang"
Imam itu tertawa dingin. "Tuan, tidakkah kau bicara terlalu ringan?"
" Habis bagaimana pikiran lootiang?"
"Menurut aku si tua, karena kau telah lancang memasuki kuil ini dan merusak pintunya maka kamu harus dihukum menurut aturan di kuil kami." Mendengar suara orang itu keras, Siauw Pek segera berpikir:
"Dia menutup mulutnya rapat rapat. Tentu sulit akan mengorek keterangan darinya telah terlanjur, harap saja aku berhasil mendapatkan sesuatu." Karena ini, iapun lantas bicara dengan roman keren:
"Sebuah kuil dan patungnya biasa dipuja orang dari segala penjuru arah, pintunya senantiasa dibuka terpentang, tetapi aneh kuilmu ini justru ditutup rapat dan kamu menolak orang datang bersujud. Ada apakah sebenarnya?" Mendadak si imam tertawa nyaring.
"Tak sedikit si tua menemukan orang orang sembrono sebagai kau bertiga, tuan-tuan Ya, pintu ini juga bukan baru pertama kali ini didubrak orang, hanyalah, semua pendobrak itu sudah menerima hukuman menurut aturan kuil kami "
"Bagaimana aturan kuilmu itu?" tanya oey Eng nyaring. "Dan bagaimana dihukumnya orang yang lancang masuk kependopo ini" Kami ingin mendengarnya dahulu."
oey Eng telah muncul kembali bersama Kho Kong. Mereka menggeledah tanpa hasil, maka mereka lekas kembali, hingga mereka mendapat dengar kata kata si imam. Imam itu tertawa dingin.
"Rupanya tuan tuan, sebelum kamu melihat peti mati tak kamu mengucurkan air mata " katanya. Dan mendadak dia menyampok dengan sebelah tangannya dengan telapak tangan-
"Hebat tangan orang ini..." pikir Siauw Pek.
SI imam menyampok tembok disampingnya, suaranya terdengar keras sekali. Tapi yang luar biasa ialah tembok dikedua sisi bergerak dengan tiba tiba, menutup pintu toatian Hingga sekejap itu, gelap gulitalah pendopo besar ini
oey Eng terkejut tapi dia telah siap sedia, dengan pedangnya dia
lantas menerjang si imam. Tapi imam itu lenyap seketika
Pendopo jadi demikian sunyi hingga dapat terdengar suara nafasnya tiga pemuda itu.
"Jangan sembrono, waspada" Siauw Pek memperingatkan-
Kho Kong menyiapkan senjatanya didepan dadanya. Dia gusar sekali hingga dia berkata keras. "Tak usah kau main sembunyi
sembunyian. Jikalau berani, mari kita bertempur secara terang terangan. Jangan kau membuat tuan Kho kamu gusar, nanti aku bakar kuilmu ini " Sia sia saja suara keras itu. Tidak datang jawabannya.
"Sudah saudara Kho" Oey Eng mencegah. "Jangan kau membuka
suara, itu sama juga memberitahukan kita berada di arah mana"
"Benar" kata Siauw Pek. "Kita mesti berdiam saja " Kho Kong mendengarnya, dia lantas menutup mulut.
oey Eng sebaliknya berbisik. "Mari kita pergi kepojok. untuk mengumpatkan diri, disitu kita mencari jalan untuk keluar dari sini..."
"Kau benar. Mari kita menyembunyikan diri dulu," Siauw Pek setuju.
Bertiga mereka bertindak ke pojok timur. Disitu mereka duduk
seraya memasang mata dan telinga, guna melihat perubahan-
Mungkin baru seminuman teh lamanya, tiba tiba terdengar suara dingin si imam tua. "Sekarang ini jalan hidup kamu cuma satu Ialah meletakkan senjata kamu dan manda ditelikung tanganmu, lalu turut aku menghadap ketua kuil kami. Jikalau kamu mengandalkan kepandaian yang tidak berarti itu dan kamu membangkang terus, tak mau menyerah, jangan nanti kamu katakan aku si orang tua kejam "
Siauw Pek pernah memperhatikan suara itu, ia menerka datangnya dari belakang patung, ia lalu menggunakan "Toam Im cie Sut" ilmu menyalurkan suara berbisik berbicara dengan kedua kawannya:
"Dia belum tahu tempatnya sembunyi kita, jangan layani dia bicara."
Suara dingin itu terdengar pula: "Bagus, ya Kamu mau main diam diam saja untuk mengulur waktu. Jikalau aku tidak mempertunjukkan kepandaianku, kamu belum tahu punya kelihayan"
Siauw Pek mendengar jelas. Benar orang bersembunyi di belakang patung Kwan Kong.
Kho Kong memasang mata, dia menggunakan Toan Im cie Sut terhadap ketuanya. "Tua bangka itu berada di belakang patung Bengcu dan saudara oey siap siaga, nanti aku hajar dia"
Siauw Pek menarik tangan kawannya. "Jangan sembrono. Kita nanti sebentar lagi."
Suaranya si imam tua tidak terdengar pula, Siauw Pek bertiga tak sabaran.
Justru itu mendadak dua mata Kwan Kong menyoroti sinar terang tajam, menyapu keseluruh pendopo.
Siauw Pek terkejut pikirnya, "oh, kiranya pendopo ini penuh dengan pelbagai alat alat rahasianya..."
Karena sorotan itu tiga pemuda tak dapat bersembunyi lagi.
Segera terdengar tertawa dingin yang lama, disusul tawa si imam pula. "Jikalau sekarang aku menjalankan alat alat rahasiaku, segera ribuan senjataku yang beracun akan menyapu kamu diempat penjuru ruang. Inilah kesempatan terakhir Lekas letakkan senjata kalian-Jika mau main ayal ayalan, berarti mencari mati sendiri" Kho Kong bertingkat bangun, dia telah habis sabar.
"Jikalau kau laki laki sejati, mari melayani Tuan Kho kamu dan bertempur selama tiga ratus jurus"
Sorotan itu membuat Siauw Pek bertiga itu silau hingga mereka sukar melihat apapun juga dilain pihak. gerak gerik mereka tampaklah nyata. oey Eng menarik tangan Kho Kong.
"Janganlah sembrono" ia memperingatkan- "Kita dengar putusan bengcu"
Siauw Pek menenangkan diri.
"Kita kurang pengalaman," katanya pelan-
"Ketika tadi dia menyampok, kita tak menyangka dia mau menggerakkan alat rahasianya. Menurut dugaanku, biang pesawat
berada di patung Kwang Kong itu, dari mana suara si tua itu keluar.
Mungkin tubuh patung kosong dan si tua sembunyi di dalam..." "Aku dugapun begitu." kata oey Eng.
"Bagaimana kalau kita rusak saja patung itu?" Kho Kong mengusulkan-
"Musuh ditempat gelap. kita di tempat yang terang, keadaan kita berbahaya," berkata sang ketua, "jangan kita sembrono, terkecuali kita sudah sangat terdesak."
"Toh, kita tidak dapat main diam diam saja?" kata Kho Kong tak sabar.
"Sabar saudaraku. Bengcu akan dapat mengatur," oey Eng memperingatkan-Ketika itu, mendadak hilang sinar bersorot itu. Dalam sekejap. pendopo gelap gulita.
"Bengcu, saudara Kho, mari kita menukar tempat." oey Eng berbisik.
Siauw Pek dan Kho Kong sama pikiran, keduanya segera bergeser diri kepinggir. oey Eng mengikuti.
"Rupanya si imam tua bukan pemimpin di sini." Siauw Pek berbisik. "Dia tentu lagi minta petunjuk ketuanya .Jikalau dia siketua, tentu dia sudah turun tangan-"
"Tak dapat diam saja," Kho Kong kata pula "Dari pada menanti diserang, lebih baik kita mendahului menyerbu. Bagaimana pikir bengcu ?"
"Kau benar, tetapi kita harus sabar. Mari kita menanti sebentar lagi."
"Bukankah kita jadi memberi kesempatan bekerja kepada lawan- .."
"Tapi inilah daya kita satu satunya. Pepatah mengatakan : memanah penunggang kuda, panah dahulu kudanya, membekuk orang jahat bekuk dulu kepalanya. Si imam belum tentu ketua disini, kalau dia bukan, percuma kita menawannya, bahkan sebaliknya kita bagaikan menggebrak rumput membuat ular kaget kita membuat musuh dapat bersiap siaga "
Bertiga mereka bicara dengan saluran Toan Im cie sut, supaya musuh tidak dapat dengar.
Selagi mereka berdiam, tiba tiba terdengar suara dingin yang memecah kesunyian:
"Selama beberapa puluh tahun, belum pernah ada seorang jua yang dapat lolos dari pendopo ini, disekeliling tembok terdiri dari batu batu hijau yang kuat keras, sedangkan di pelbagai tempat telah dipasang pesawat pesawat Jikalau kamu tahu selatan, lekas letakkan senjata kamu masing masing lantas kamu pergi ketengah tengah pendopo, menanti keputusan, dengan begitu mungkin kamu akan memperoleh keselamatan jiwa kamu " Kho Kong gusar tak terkendalikan.
"Jahanam " cacinya. "Jikalau kau laki laki, kau keluarlahJikalau Tuan Kho kamu tidak hancur luluhkan batok kepalamu, aku akan buang sheku ini "
"Siapa terkurung, sembilan bagiannya adalah mati" kata pula suara dingin tadi. "Bagaimana kau masih sombong begini" Rupanya kau benar benar laki laki sejati"
Siauw Pek dan oey Eng tidak mencegah kepada Kho Kong .Justru pembicaraan itu membuat mereka mendapat kesempatan akan memperhatikan suara dingin itu darimana keluarnya.
"Siapa kesudian dipuji kamu?" bentak Kho Kong. "Buat seorang laki laki, nanti tak ditakuti."
Sekonyong konyong terdengar suara halus lembut:
"Seorang manusia cuma mati sekali, kau berani mati, kau dapat dipuji, tetapi matimu secara begini, sungguh tak setimpal"
Kho Kong melengak. Ia mengenali suara seorang wanita. Ini yang tak dikira. Siauw Pek dan oey Eng pun heran. Kuil Kwan Kong ini aneh. Kho Kong tertegun tidak lama, lalu habis sabarnya. "Siapakah kau?" tegurnya.
Pertanyaan itu dijawab tawa yang nyaring halus, yang sedap untuk telinga. Tawa itu Seperti juga membuyarkan suasana seram dari pendopo. Tidak lama, terhentilah tawa itu, diganti pula oleh suara merdu tadi:
"Akulah si ketua yang kamu ingin ketemukan. Sejak tadi kamu memasuki toa tian, aku telah melihat kalian-.."
"Tetapi tadi kamu tidak melihat seorang wanita jua" kata Kho Kong.
"Aku pandai menyamar, menyalin wajahku" kata pula suara merdu itu. "Mana dapat kamu mengetahui penyamaranku yang lihay ini"
Mendengar suara orang itu, berkuranglah hawa marahnya Kho Kong sisembrono
"Aku hendak menanyaimu," katanya. "Kita tidak kenal satu dengan yang lain, seumpama air sumur yang tidak menyerbu air kali, kenapa kau mengurung kami didalam pendopo ini" Apakah maksudmu?"
sementara itu Siauw Pek membisiki oey Eng "Aneh.. Seingatku, kuil ini tidak mempunyai ketua wanita..."
"Inilah mungkin disebabkan perubahan suasana dunia," oey Eng berkata. " pula sekarang dunia Kang ouw mempunyai orang orang perempuan yang luar biasa, siapa tahu kalau ada wanita yang mengambil alih pimpinan kuil ?"
"Tentu ada maksudnya" demikian jawab suara merdu tadi. "Menurut terkaanku, kamu adalah orang orang muda yang baru keluar dari rumah perguruan serta mempunyai kepandaian silat yang baik sekali."
"Kami mengerti silat, apakah sangkut pautnya itu dengan kau?" Kho Kong tanya.
" Kenapa kau mengurung kami disini?" Wanita itu tertawa pula.
"Pasti ada sangkut pautnya" jawabnya. Dia diam sejenak. lalu menambahkan : "Kamu adalah orang orang yang baru keluar dari rumah perguruan, kamu sangat cocok untuk syarat syarat kami" Kho Kong tidak mengerti.
"Syarat syarat apakah ?" tanyanya. Ia menjadi suka melayani orang bicara.
"Aku hendak mengambil kamu menjadi orang pihak Kwan ong Bio" sahut wanita itu.
"Bagaimana pikiran kamu bertiga?"
"Kalau begitu, buanglah pikiranmu itu" bentak Kho Kong, "Kami adalah laki laki sejati..."
Wanita itu memotong: "Apakah kau kira cuma kamu bertiga laki laki" Apakah kamu sangka kami pihak Kwan ong Blo tidak mempunyai" Hm Kamu sudah terkurung, tak dapat kamu dibebaskan biar bagaimana, kamu telah datang kemari dan mengetahui juga sedikit dari rahasia kami"
"Kau dapat mengurung kami tetapi belum tentu kami tak dapat lolos" kata Kho Kong "coba kami menggunakan senjata, belum tentu kami akan roboh ditangan kamu"
"Sudahlah" kata wanita itu. "Rupanya sebelum kelelap didalam sungai Hong Hoo, kamu belum mau menyerah Karena aku tidak sudi dengar nasehatku, maaf tak dapat aku melayani kamu lebih lama lagi. Tunggu saja sampai kamu telah merasai liehay kami, baru kamu akan memohon kepadaku"
Diakhiri tertawa merdu, lenyaplah suara wanita itu. Kho Kong menyesal.
"Sayang," katanya didalam hati. " Dialah ketua disini, kalau dia pergi, aku dapat bicara dengan siapa lagi" orang lain toh tak dapat mengambil keputusan-.."
Selagi menyesal, Kho Kong ingat sesuatu suara dingin tadi. Ia rasa pernah mendengar suara itu, entah dimana...
Segera setelah lenyap suara si wanita, Siauw Pek melompat maju
juga Oey Eng. Lompat mereka itu tidak mendengarkan suara.
Kho Kong si tak sabaran melihat gerak gerik kedua kawannya itu menerka bahwa tentu kedua kawan itu sudah ketahui tempat darimana suara tadi datangnya, maka segera ia berkata keras: "Jikalau kamu tidak mau membuka pintu pendopo, dan melepaskan kami keluar, aku akan bakar kuilmu ini hingga musnah tanpa kerana
" Inilah siasat si sembrono, untuk menimbulkan suara berisik,
supaya musuh tidak mendengar suara bergeraknya Siauw Pek.
siauw Pek dan oey Eng pun menggunakan kesempatan itu untuk menghampiri patung Kwan Kong (Kong Kong she Kwan bernama Ie alias In Tiang. Kong adalah sebutan terhormat untuknya karena ia telah dipandang sebagai malaikat, iapun disebut Tee Kun Kwan Tee Kun Kwan Mee, Kwan Seng, Kwan Looya da Kwan Hutju. Ia dipuja sebagai dewa Perang.
Ketika oey Eng mengulur tangannya meraba patung Kwan Kong itu, ia mengerutkan alis. Patung itu dingin sekali. Terang itulah patung besi. Maka lekas lekas ia bicara dengan menggunakan suara salurannya. "Bengtju, jangan seenaknya turun tangan- Patung ini terbuat dari besi belaka "
siauw Pek tercengang. Ia lalu berkata. "Tapi setelah keadaan kita begini rupa, tak dapat tidak, kita mesti turun tangan juga. Mari kita mencoba, dapat kita merobohkan patung ini atau tidak..."
oey Eng terpaksa menurut. Ia lalu menaruh kedua tangannya pada patung sambil terus mengerahkan tenaganya.
siauw Pek meluncurkan tangan kanannya. Dengan satu isyarat, ia mengerahkan tenaganya. oey Eng menelan- Namun, patung tak bergeming sedikitpun juga.
"Mari" kata ketua itu sambil menarik tangan kawannya. Tetapi, tiba tiba dari empat matanya patung patung Kwan Peng dan Tjiu Tjong yang berada dikedua sisi patung Kwan Kong itu mengeluarkan sinar merah marong, disusul dengan sehembusan bau harum sekali, hingga segera hidung kedua anak muda itu menciumnya, seketika itu juga keduanya roboh tak sadarkan diri.
juga Kho Kong tidak luput dari hembusan wewangian itu.
Entah telah lewat berapa lama, tatkala ketiga pemuda itu tersadar, mereka mendapatkan diri mereka terkurung didalam sebuah penjara air, kedua tangan dan kaki mereka terbelenggu rantai rantai besi sebesar jeriji tangan, sedangkan tubuh mereka juga dilibat dengan tambang-tambang otot kerbau, ditambat pada sebuah tiang batu. Kaki mereka semua, sebatas dengkul ke bawah, terendam didalam air. oey Eng membuka matanya, melihat kesekitarnya.
"Apakah bengtju sudah sadar?" tanya dia perlahan. "Ya," Siauw Pek menyahut.
"Asal mereka membuka pintu air, tidak ada satujam, pasti kita sudah kelelap mampus." kata oey Eng pula. "Sekarang baik kita mencoba bersabar..."
"Mereka ahli ahli tukang ringkus." berkata Kho Kong. "Dengan diringkus cara begini, tak dapat kita meronta."
"Yang hebat ialah libatan tambang otot ini" kata Siauw Pek. "Tak dapat kita lolos kecuali kita mengerti Siu kut hoat, yaitu ilmu meringkaskan tulang tulang dan daging. sekarang ini, mengarahkan tenaga dalampun sulit."
"Masih sulit juga," kata oey Eng. " Dengan Siu kut hoat dapat kita bebas dari libatan, tapi bagaimana kita bisa keluar dari penjara air ini?"
"Habis, kakak oey, apa sekarang kita diam saja menerima binasa?" tanya Kho Kong.
"Bukan begitu, saudaraku. Kita sabar dulu, untuk melihat salatan atau kesempatan-Mereka mengurung kita secara begini, itu tanda bahwa mereka belum menginginkan jiwa kita. Mungkin mereka
mempunyai suatu keperluan- Menurut aku, sekarang baik kita
mengumpulkan tenaga, untuk menunggu saat menggunakannya..."
"Benar, kita harus sabar," Siauw Pek pun kata. "Kita beristirahat untuk sekalian menantikan saat yang baik."
Karena sering menderita semenjak masih kecil, pemuda ini mempunyai kesabaran luar biasa, bisa ia menguasai diri.
Kho Kong mendongkol sekali, dia hendak mengumbar hawa amarahnya, tetapi karena ketua itu berlaku tenang, ia terpaksa menutup mulutnya.
Sekira waktu sesantapan, tiba tiba mereka bertiga mendengar satu suara berisik, ketika mereka menoleh, mereka melihat sebuah pintu terpentang disebelah kanan mereka. Disitu muncul seorang pemuda yang tangannya memegang sebuah lentera tengloleng (orang biasa menyebut tanglung, harusnya teng-lung, atau teng long dalam dialek Hokkian. "E" dari teng long dibaca dengan "e" dari "tenggara, tentara," sedangkan "e" dari tenglong dengan "e" dari "besok, beres". Tenglungbah. Kucyu.)
Perlahan lahan pemuda itu sambil mengawasi ketiga orang tawanan itu, dia berkata tawar: "Tuan tuan, paling baik kamu jangan memikir untuk meloloskan diri dari sini."
Akan tetapi, walaupun dia berkata demikian, mendadak dia
menghunus pisau belati dengan apa dia memotong putus tambang
otot kerbau yang melibat tubuhnya ketiga pemuda itu.
Menggunakan kesempatan itu, Siauw Pek mengerahkan tenaga dalamnya, maka dilain detik putuslah rantai besi yang mengekang tangannya. Pembawa tengloleng itu kaget, dia segera menikam dengan pisaunya.
Siauw Pek mengegos kesamping sambil berkata: "Tuan, tak ada maksudku untuk menempurmu "
orang itu tidak menyerang lebih jauh, dia hanya mengangkat tinggi lenteranya. "Tuan, liehay tenaga dalammu, kau sangat mengagumkan," katanya. "Aku kagum"
Siauw Pek tertawa hambar, ia tidak menyahut. Inilah karena ia
sendiri heran dengan hasil pengerahan tenaga dalamnya itu.
Pemuda pembawa lentera itu mengeluarkan tiga helai saputangan hitam dari sakunya.
"Tuan tuan, silahkan kamu tutup mata kamu," katanya. "Aku hendak meloloskan rantai pada kaki kamu."
"Silahkan, saudara," kata Siauw Pek. "Bagaimana jikalau aku tolong kau memegangi lenteramu?"
Pemuda itu berpikir sejenak. segara ia angsurkan lenteranya itu.
"Terima kasih," ucapnya. Tapi, sebelum membuka rantai itu, dia memasang dahulu saputangan hitam itu pada mata Kho Kong, oey Eng dan Siauw Pek. terus dia menambahkan-"Dengan dibukanya rantaipada tangan dan kaki tuan tuan bertiga, itu berarti kebebasan kamu telah pulih, karena itu, sebelumnya, hendak aku memakaikan lain macam alat belengguan"
"Silakan " kata pula Siauw Pek yang terus berlaku sabar.
"Bagus, tuan " puji si pemuda. "Kau jujur, kau membuat orang kagum "
Setelah mata mereka ditutup, Siauw Pek bertiga tidak tahu mereka akan dirampas kemerdekaannya dengan alat apa, mereka hanya menerka pastilah itu semacam borgol, barulah mereka kaget sekali ketika mereka merasai bahu kiri dan kanan sebuah senjata tajam. Hilang rasa nyeri, terus bahu itu beku kaku
Pemuda itu tertawa dan berkata: "Tuan tuan jalan darah pada pundak kamu telah ditusukkan sebatang jarum emas, maka itu,
sekalipun liehay sekali ilmu silat kamu, kamu tak akan dapat
berdaya lagi, karenanya sekarang baiklah kamu mengenal salatan-"
Siauw Pek diam diam mengerahkan tenaga dalamnya, ia terkejut. Memang kedua lengannya tak dapat diangkat lagi.
"Sungguh jahat " pikirnya. "Dasar aku yang bodoh..."
Terdengar pula suara pembawa lentera itu. "Tuan-tuan lihay, walaupun kedua tangan tuan tuan tidak dapat digunakan lagi, tetapi tidak demikian dengan kaki kamu, kamu masih bisa berjalan seperti biasa dan dapat mendengar dengan sempurna. Sekarang silakan kalian mengikutiku "
Siauw Pek bertiga tidak membantah, mereka lalu mengintil. oey Eng dibelakang pengantarnya itu, Siauw Pek ditengah dan Kho Kong paling belakang.
--ooo0dw0ooo" JILID 9 Kemudian mereka merasa bahwa mereka berjalan naik, seperti mendaki tangga. Ketika mereka tiba ditanah datar lagi, lalu mereka tersampok angin yang adem. Itulah tanda bahwa mereka sudah keluar dari penjara air. Sekarang mereka merasa menginjak sesuatu yang lunak. rupanya rumput.
Mereka berjalan sekira sehirupan teh, kemudian terdengar
kembali suara pengantarnya itu. "Tuan tuan, silahkan duduk "
Siauw pek bertiga menurut. Memang, untuk membantahpun sudah tidak ada gunanya.
Setelah mereka duduk. pemuda itu berkata dingin. "Disekitar sini ada berjagajaga tak sedikit orang kosen, mereka juga pada membekal senjata senjata rahasia beracun, jikalau tuan tuan mencoba hendak melarikan diri, tak ampun lagi tuan tuan bakal
dibinasakan-" Dia diam sejenak, kemudian menambahkan- "Ketua kami bakal segera datang kesini, maka itu, sebentar aku harap sukalah kamu tak usah mengalami siksaan lahir "
Kho Kong sengit, berkata dia: " Lelaki itu takut mati, apapula
segala siksaan-Jikalau dia hingga keleluhur nenek moyangnya "
Gusar si pemuda mendengar ancaman itu. Kata dia bengis. "Asal kau berani mencaci ketua kami dengan sepatah kata saja, aku akan hajar rontok gigimu, dan kubetot lidahmu" "Saudara Kho, sudah diam," oey Eng membisiki saudaranya itu. Segera setelah itu terdengar tindakan kaki yang pergi jauh.
oey Eng mendekam ditanah, setelah itu, dia tanya Siauw Pek. "Apakah bengcu dapat menyingkirkan jarum dibahu kita ini?" Siauw Pek menghela napas.
"Telah aku coba, tetapi gagal..."
"Kalau begitu, aku ada akal..."
"Apakah itu" Lekas katakan " Kho Kong lantas mendesak.
"Inilah cara sangat sederhana, asal kita dapat bebas dari pengawasan sekalian penilik kita. Mari, bengcu, akan aku cabutjarummu dengan gigiku..."
"Ya, akal sederhana sekali " kata Kho Kong
"Mengapa aku tak dapat memikirkannya?"
siauw Pek baru hendak mendekati kawannya tetapi dia mendadak berkelit kesamping, menyusul sesuatu yang berkelebat dan berhawa dingin menyambar kearah mukanya, jatuh tiga kaki dari dekatnya. Segera ia mendengar suara halus dan merdu serta pujian, "Sungguh ilmu ringan tubuh yang mahir sekali"
Nyatalah pengawas itu mengawasi gerak gerik, oey Eng dan Siauw Pek, maka dia mencegah maksud oey Eng dengan serangan senjata.
Terang dia telah mendengar pembicaraan ketiga orang tawanan itu.
siauw Pek bertiga berdiam. Segera mereka mendengar pula suara tadi, suaranya seorang wanita: "Pergilah, kini kamu tak dibutuhkan pula"
Terdengar suara dua orang menyahut: "Ya" disusul suara tindakan kaki mereka itu.
"Kiranya benar tetap ada orang mengawasi kita," pikir Siauw Pek.
Ketika itu terasa tiupan angin yang halus sekali, tiga orang itu kemudian mencium bunga...
bau wangi dari yanci dan pupur, Siauw Pek bertiga tidak dapat melihat orang tetapi bau itu membuktikan bahwa ada orang yang telah datang dekat sekali kepada mereka.
Hanya sedikit, lalu terdengar pula suara si wanita: "Kamu harus bicara secara terus terang padaku, supaya kamu tak usah dipaksa bicara dengan siksaan-"
'Dalam hal itu, terserah kepada pertanyaanmu,' sahut Siauw Pek.
'Percuma saja kalau hal yang ditanyakan tak kami ketahui." "Pasti kamu dapat menjawabnya...'
Agaknya wanita itu ragu ragu, dia diam sejenak, baru dia mulai bertanya: "Tuan tuan, apa she dan nama kamu yang besar" Dan apa maksud kamu datang kemari"'
'Aku yang rendah Tjoh Siauw Pek.' sipemuda menjawabnya sejujurnya. 'Dan kawanku ini saudara saudara oey Eng dan Kho Kong. Kami datang kemari tanpa maksud apa apa, aku percaya nona tentu telah mengetahuinya.'
'Tetapi, tuan tuan, telah masuk kedalam kuil kami ini,' kata sinona.
Dengan telah datang kemari, pasti kamu mengetahui tak sedikit rahasia kami. Karena itu, walaupun kami dapat memikir untuk membebaskan kamu, alasan untuk itu tipis sekali...'
'Habis, kau mau apakah"' siauw Pek tanya,
"Satu yaitu masuk kedalam rombongan Kwan ong Bie kami, yang kedua yaitu kami masukkan kamu pula kepenjara air untuk merendam kamu hingga mati kelelap'
siauw Pek menggumam, lalu menjawab: 'Kalau begitu silahkan nona bawa kami kembali ke penjara air"
Sinona tidak segera mengatakan sesuatu, dia hanya mengawasi oey Eng dan Kho Kong, kemudian menanya "Bagaimana pikiran kami berdua, tuan tuan Kamu mau mati bersama kawanmu ini atau kamu suka masuk kedalam rombongan kami"'
oey Eng menjawab segera: "Kami bertiga telah bersumpah akan sehidup semati, maka itu kami bersedia mengikuti kakak kami pergi ke dunia baka"
"Jikalau kami mati, kami bakal jadi setan setan" kata Kho Kong nyaring. "Kami akan masuk kedalam delapan belas neraka, kemudian kami akan mengamuk dirumah kami hingga kamu serumah tangga tak akan hidup tenteram dan tenang"
Wanita itu tertawa dingin.
"Aku telah membunuh tak sedikit orang, belum pernah aku melihat setan- katanya. Jikalau kamu sudi mati bersama sama, baiklah, akan aku penuhkan keinginan kamu itu ' Siauw Pek bangun berdiri.
'Nah, nona, silahkan antar kami ' katanya. Dan ia maju kedepan oey Eng.
oey Eng sudah siap sedia, begitu bahu ketua itu lewat di depan mukanya, ia segera membuka mulut, untuk menggigit ujung jarum. cepat gerakannya itu.
Wanita itu telah melihat perbuatan itu, dengan gerakannya yang
lebih gesit, dia maju untuk menyampok dengan tangan kanannya.
Siauw Pek pun mendengar gerakan si wanita, ia segera menyepak.
"Plok" demikian satu suara nyaring, dan pipi oey Eng kena tergaplok hingga tubuhnya limbung, ketika ia dapat berdiri tetap. pipi kanannya sudah bengap dan merah
Kesebatan si wanita diluar dugaan siauw Pek dan oey Eng, maka gagallah usaha mereka.
Dan wanita itu tidak kena didupak. sebab dia keburu lompat menyingkir. Hanya dia kaget sekali sampai dia mengeluarkan peluh dingin. Hampir dia roboh sebagai kurban dupakan itu. Oey Eng menahan nyerinya.
"Bengcu," kata dia. " walaupun kita tidak dapat melihat apa-apa, tidak dapat kita berdiam saja menanti kematian '
"Benar" Kho Kong turut bicara, 'Sedikitnya kita mesti mengadu jiwa "
"Baik " sahut Siauw Pek. "Mari kamu berdiam di belakangku, supaya kita dapat saling membantu "
Kho Kong menurut, segera ia lompat kebelakang ketuanya.
Baru saja pemuda itu bergerak. tiba tiba sebatang golok menyambar kearahnya.
siauw Pek telah memasang telinga, ia mendengar suata, maka dia menarik kembali serangannya itu.
Tiba tiba si nona tertawa terkekeh.
"Bagus" serunya, memuji. "Sungguh kamu sangat akur satu dengan lain Baiklah, suka aku menerima pengajaran dari kamu " Kata kata itu ditutup dengan satu serangan pedang.
Dengan matanya tertutup, Siauw Pek cuma mengandaikan telinganya. Maka itu, dalam beberapa gebrak saja, repotlah ia. Ia mesti membela diri sambil melindungi kedua saudaranya.
oey Eng pandai berpikir. Ia tahu waktu tidak dapat dibiarkan berlarut larut. Karena itu ia menjadi nekad. Kalau mesti mati, ia mesti mati sesudah berdaya. Maka ia lalu mencoba pula. Ia memasang telinganya. Ia tunggu sampai pedang menyambar,
mendadak ia berseru: "Bengcu, awas" serentak dengan itu, ia
melesat maju. Dan ia merasai iganya sakit, karena tusukan pedang. Siauw Pek menendang, untuk menolong saudara itu.
"Kau terluka, saudara oey?" tanya dia.
oey Eng tidak menjawab. Kalau ia membuka mulut, ia kuatir tak dapat ia bertahan diri. Sekarang ia bisa mempertahankan terus tenaga dalamnya. Bahkan ia melompat kebelakang ketuanya, ia membuka mulutnya dan menggigit kebelakang leher siketua, mencabut jarum beracun yang liehay itu
Tepat orang gagah ini berhasil, ia memperdengarkan suaranya
"Ya, aku telah terlukakan pedang" dan ia terus roboh terguling.
Sementara itu Siauw Pek telah bebas, dapat ia menggunakan tangan kanannya. Dengan sebat ia menyingkirkan tutup matanya, sedangkan kakinya dilayangkan guna menolong oey Eng dari tikaman susulan- Menyusul itu ia mencabut jarum dipunggung kirinya, sehingga dua-dua tangannya merdeka. Dengan tangan kirinya ia menyambar tubuhnya oey Eng untuk dipondong, sedang tangan kanannya, ia cabut j a rum pad a pundak Kho Kong, ketika itu datang pula serangan ia berkelit.
Disaat yang sangat berbahaya itu, walaupun ia bertangan kosong, Siauw Pek dapat menggunakan dua jurus tipu muslihat pedang Tay Pek Kiam Hoat. Ia pakai kedua jeriji tangannya sebagai pengganti pedang. Dengan begitu ia bisa menolong diri serta kedua kawannya itu.
Setelah jarum dipundak kirinya tercabut, Kho Kong segera bisa menggunakna tangannya, sambil berteriakn dia menyingkirkan tutup matanya.
Tepat waktu itu Siauw Pek bertiga mendengar seruan yang nyaring halus: "Sungguh hebat luar biasa" Menyusul itu, tak ada lagi pedang menyambar-nyambar.
Baru sekarang siauw Pek dapat memandang kearah lawannya. Dan didepannya sejarak setombak lebih, ia melihat ada berdiri seorang nona usia delapan atau sembilan belas tahun yang mengenakan baju hijau, yang tangannya mencekal sebilah pedang. Tampaknya nona itu terkejut dan kagum.
Kho Kong sendiri segera menghampiri oey Eng. " Luka mu parah, saudara oey?" ia tanya. oey Eng membuka matanya. "Aku tak bakal mati" sahutnya. segera Kho Kong menghadapi sinona.
"Apakah kau yang melukai kakakku ini?" dia menegur, bengis. "Tidak salah " menjawab sinona, mengangguk.
"Bagus" seru nya dengan gusar sekali. 'Perhitungan kita masih belum selesai Sebelum aku gempur Kwan ong Blo kamu ini, itu belum dikata bahwa aku telah selesai menuntut balas'
Siauw Pek mencegah saudaranya maju. Terus dia menghadapi si nona, dengan sikap gagah ia tanya: 'Pedangmu beracun atau tidak ?"
"Tidak " sahut si nona menggelengkan kepala.
"Kau mempunyai obat luka atau tidak ?" Siauw Pek tanya pula.
"Ada" sahut nona itu yang merogoh sakunya lalu melemparkan sebuah kantong sulam.
Siauw Pek menyambut, meletakkan tubuhnya oey Eng, setelah itu baru ia buka kantong itu dimana terdapat obat bubuk warna putih. Ia memeriksa dahulu obat itu, sesudah merasa bahwa itu bukan racun, baru ia buka baju saudaranya itu, untuk segera mengobatinya. Sambil berbuat begitu, dengan perantaraan Toan lm Tjie sut, ia berkata pada Kho Kong: 'Awasi nona itu, jangan dibiarkan dia pergi Sekarang kita masih belum bebas dari bahaya '
Kho Kong mengerti. Ia segera melihatnya kesekitarnya. Ia mendapatkan mereka berada di dalam sebuah pendopo besar, cuma d is ini tak ada patungnya seperti pendopo tadi. Ketika ia
mengawasi si nona, nona itu masih berdiri tenang, dan
pandangannya yang tadi diangkat naik, perlahan lahan diturunkan-
sebat Siauw Pek mengobati saudaranya, terus ia kata perlahan pada Kho Kong: "Baik baik kau jaga saudara oey, aku hendak pergi mengambil senjata kita," Habis berkata, ia bertindak menghampiri si nona. Kho Kong menaati kata-kata ketuanya itu.
Si nona melihat pemuda itu mendatangi, dia tak memperlihatkan sikap bermusuhan-
Siauw Pek memperhatikan nona itu, lalu ia berhenti dihadapannya. Ia menanya: "Apakah nona hendak menggunakan akal muslihat buat mencelakakan kami bersaudara" Aku katakan terus terang, aku sendiri tidak biasa berbuat curang.
Nona itu balik memandang, ia berkata: "Kau dapat meloloskan diri dari tikaman pedangku, dari jurus Twie IHunTji Kiam, itulah bukti ilmu silatmu memang jauh daripada ilmu silatku Biasanya aku paling bangga dengan ilmu pedangku ini, tapi sekarang bertempur dengan kau, nyata kepandaianku tidak berarti. Ah, nyatalah bahwa mereka itu, yang setiap memuji-muji aku, mengangkat-angkat aku, mereka hanya memperdayakan " Pedang si nona Toan Hun Tjie Kiam ialah pedang "Memutus roh".
Siauw Pek heran, hingga ia melengak.
"sebenar siapakah kau?" ia bertanya. "Dan apakah hubunganmu dengan kuil ini ?"
"Akulah ketua dari Kwan ong Bio ini. Mereka itu mengangkat aku sebagai pengganti ketua yang lama. Tapi mulai saat ini, tak sudi aku menerima pengangkatan itu ' Kembali Siauw Pek heran-'Memang kenapa, nona."
'Kau bertangan kosong, aku bersenjatakan pedang,'jawab nona itu, 'Toh aku tidak sanggup melayani kau Bagaimana aku mempunyai muka buat terus menjadi ketua mereka ?"
'Oh, begitu " Nona, sejak kapan kau menjadi ketua kuil ini ?"
"Sejak setahun yang lampau, ketika kakekku mau meninggalkan Kwan ong Blo, dia memanggil aku, dia sudah memikir buat mengangkat aku sebagai penggantinya. Dan ketika kakek mau pergi, dia berpesanpadaku, seandainya didalam waktu satu tahun dia tetap belum kembali, aku mesti langsung menggantikannya. Kwan ong Blo ini adalah sebuah partai yaitu Kwan Ong Bun."
Siauw Pek heran dan kagum terhadap nona ini. Nyata dialah seorang jujur dan polos, yang tak licik. Pikirnya: 'Kalau begitu, kakeknya ialah ketua kuil ini. Aneh orang tua itu Kenapa dia angkat cucunya sendiri menjadi ketua " Apakah disini bukan terselip suatu rahasia ?" Karena herannya, ia bertanya : "Nona, kemana perginya kakekmu itu ?"
Si nona menggelengkan kepala.
"Aku tidak tahu, kakek cuma berkata dia pergi untuk memenuhkan janji seseorang sahabatnya, siapa tahu sudah satu tahun lebih kakek pergi, ia masih belum kembali."
Siauw Pek melihat kesekitarnya. "Apakah kakekmu itu kakek benar ?"


Pedang Golok Yang Menggetarkan Pedang Penakluk Golok Pembasmi Ka Thian Kiam Coat To Thian Kiam Coat To Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ya." Pemuda itu mengerutkan alis. Tak habis ia berpikir. "Apakah ayah bunda nona masih ada ?"
Dengan matanya yang jeli, nona itu menatap tajam pemuda didepannya ini. Dia agak tak sabar. "Kau aneh " katanya. "Pertanyaanmu ini sungguh tidak pantas Kalau kakekku masih ada, pasti ayah bundakupun masih hidup "
Siauw Pek tidak mau bertanya melit lagi, tak ingin ia berbantah mulut. "Nona, benarkah kau mengakui bahwa kau bukanlah lawanku ?" ia tanya sabar.
"Ya, aku memang tak dapat melawanmu." si nona mengaku jujur.
"Nona, walaupun kau telah melukai kawanku, tetapi karena laki laki sejati tak pantas melayani seorang wanita, aku tidak ingin menariknya panjang." kata sipemuda kemudian-"Hanya nona, aku minta supaya kau serahkan dahulu pedangmu kepadaku."
Siauw Pek bersikap begini karena ia kuatir nanti datang orang lain kependopo itu hingga tanpa senjata, ia dan kawan kawannya akan mendapat kesulitan lagi.
Nona itu segera menjawab, sebaliknya dia menatap anak muda didepannya ini. Dia agaknya memikirkan permintaannya itu. Tapi hanya sejenak. ia lalu memberikan jawabannya: "Kau tunggu saja sebentar disini, aku akan ambilkan alat senjata kami," Habis berkata, ia memutar tubuhnya.
Siauw Pek bertindak maju, akan menghalangi orang pergi.
"Tidak usah " katanya, tawar, "Nona pinjamkan saja pedangmu, itu saja saja "
Nona itu mundur dua tindak.
"Inilah pedang istimewa milikku, mana dapat aku berikan kepadamu "' katanya.
"Kau pinjamkan sebentar saja, nona. Setelah nona mengembalikannya.'
Sabar bicara pemuda ini, tapi tangannya diulurkan, sambil menyambar tangan orang yang kanan yang memegang pedang. Geakan itu hebat luar biasa, sedangkan sinona tidak bersedia dan tangannya sudah tercekal, maka pedangnya terus terampas
Secepat dia bersenjatakan pedang, Siauw Pek membulang balingkannya dua kali, hingga cahaya pedang berkelebatan. Setelah
itu dia menanya dingin : 'Nona, apakah nona orang yang tadi memeriksa kami ?"
Si nona terperanjat, tapi dia sadar. "Benar Mengapa ?" ia balik bertanya.
siauw Pek tertawa dingin. Dia menatap. "Nona bicara halus dan polos, terang nona belum berpengalaman," katanya. "Sebaliknya, yang tadi memeriksa kami, dialah seorang Kang ouw kawakan. Hanya di dalam sekejap. kamu berdua telah bertukar orang, sungguh aku tidak tahu apakah artinya ini Tapi mata kami ditutup, kami tidak dapat melihat apa apa, akan tetapi suaramu, nona, suaramu tak dapat memperdayakan telingaku "
'orang itu akulah adanya ' si nona memastikan- "Jikalau kau tidak percaya, tak ada dayaku lagi.' Siauw Pek tetap percaya.
'Mungkin nona menjadi salah seorang yang turut hadir tadi,' katanya pula ia mengancam dengan pedangnya pada tubuh nona itu. 'Ke mana perginya nona tadi itu" Lekas katakan "
Dengan perlahan si nona mundur dua tindak.
"Dia sudah pergi..." ujarnya perlahan sekali, hingga mungkin dia sendiri tidak mendengarnya .
siauw Pek berpikir cepat: "Benar-benar nona ini belum berpengalaman, dia masih polos sekali. Ternyata nona yang pertama itu sengaja memakai orang sebagai ganti dirinya. Hanya entah sikakek itu, dia sebenarnya orang macam apa. Kalau aku ketahui she dan namanya, mungkin tak sulit mencarinya tentang asal usul nona ini." Berpikir begitu, ia tanya pula: "Apakah kau ketahui jalan untuk meninggaikan tempat ini?"
"Tahu " sahut si nona sambil tunduk.
Dengan pedang ditangannya, si pemuda mengancam punggung nona itu. ia berkata: Jikalau kau dapat membawa kami meninggaikan tempat ini dengan selamat, aku tidak akan ganggu sekalipun selembar rambutmu, nona. Tetapi jikalau sebentar terjadi sesuatu, jangan kau sesaikan aku "
Tanpa banyak bicara lagi, sinona bertindak pergi. Tak pernah ia menoleh kebelakang. "Saudara Kho, lekas pondong saudara oey" siauw Pek kata pada kawannya. ikut aku
sejarak lima atau enam tindak. supaya mudah aku bergerak andaikata ada rintangan ditengah jalan-
Kho Kong menyahuti, kemudian dipondongnya oey Eng, untuk dibawa berjalan.
siauw Pek menggerakkan pula pedangnya sampai ujung pedang menembusi baju sinona. Kata ia dingin.
"Aku tahu Kwan ong Blo kamu ini mempunyai banyak pesawat rahasia, tapi walaupun demikian, aku mengharap nona tidak timbul niatan jahat dalam hatimu dan nona akan mengantarkan kami dengan tak kurang suatu apa meninggaikan tempat ini ' Tetap si nona tidak mau bicara. ia menuju kesebuah pojok.
Masih Siauw Pek mengancam dengan pedangnya, hanya sekarang, dengan tangan kiri, cekal lengan kiri si nona. Dengan suara yang sengaja dikeraskan, ia berkata:
"Aku tahu, hati manusia sangat sukar diterka, karena itu nona... maafkan aku... tolong nona menemani kami berjalan bersama sama
" Nona itu masih tidak membuka mulutnya, ia juga tidak meronta. ia membiarkan anak muda itu memegangi lengannya.
Sampai di situ Siauw Pek pun bungkam. Tapi ia tetap curiga, dan bahkan semakin keras kecurigaannya itu. ia hanya pikir, bila bahaya sudah dilalui, baru ia hendak menanya pula si nona.
Segera mereka tiba di pojok tembok. Mendadak nona itu
menggunakan tangan kanannya menekan pada tembok itu. "Apakah ini pintu rahasia ?" akhirnya Siauw Pek menanya jug a. "Kau sudah tahu, buat apa kau tanya ?" balas si nona, dingin.
"Aku hendak memperingatkan kepada kau, nona" kata Siauw Pek pula, 'yang benar kau jangan mikir yang tidak tidak Kau ketahui sendiri, asal masih ada kesempatan, walaupun sedikit, dapat aku ambil jiwa"
Hampir serentak dengan kata kata sipemuda mereka mendengar suara keras dan berisik sekali. Mendadak saja pada tembok tidak ada bekas dan tandanya itu muncul sebuah pintu
si nona tunduk. la mau melewati pintu itu. Tapi, baru ia bertindak satu kali, siauw Pek sudah menariknya kembali.
"Pintu rahasia ini menembus kemana ?" tanya si anak muda. Si nona agaknya mendongkol. ia seperti diperbuat penasaran-
"Kau begini bercuriga, mana dapat aku bekerja benar?" katanya, dingin. "Andaikata pintu ini tembus ke neraka, aku toh akan menemani kamu pergi kesana "
siauw Pek merasa kulit mukanya panas. Dia jengah sekali. Tapi malu atau tidak. ia berkata:
"Aku tidak takut mati, meskipun demikian, aku tidak membiarkan kedua adikku turut binasa"
Nona itu tertawa dengan tiba tiba.
"Aku menerka usia mereka itu jauh terlebih tua daripada usiamu, bagaimana kau mengakui dirimu kakak Tidak malukah kau?" demikian dia mengejek. Siauw Pek mengelak.
"Ini urusan kami bersaudara, tak usah kau turut campur, nona"
"Siapa usil kepada kami" nona itu membaliki. "Kaulah yang menarik tanganku dan tak mau melepaskannya "
siauw Pek melengak. Kembali ia jengah sendirinya. Memang ia masih memegangi erat erat tangan lunak nona itu. Lekas lekas ia melepaskannya. "oh.. Maaf, nona " katanya.
Tiba-tiba nona itu tertawa pula. Tapi dia tidak berkata apa apa. Lagi sekali dia tunduk untuk kemudian masuk kepintu rahasia itu, yang tak terlalu tinggi.
'Saudara Kho, hati hati ' pesan Siauw Pek yang terus menelad si nona melewati pintu rahasia itu.
Berada disebelah dalam pintu itu, yang gelap. Siauw Pek tidak merasa pepat napas. Itu ruang dalam tanah, yang buatnya sempurna. ia tetap berlaku waspada. Asal si nona main gila ia pasti akan segera membunuhnya.
Jalan sejauh empat atau lima tombak. mereka mulai menanjak. bertindak d ia nak tangga batu Baru jalan beberapa undak. mendadak si nona berhenti dan memasang telinganya. Siauw Pek turut merandak juga. Hanya sejenak. mereka berjalan pular
si anak muda heran, tetapi la terus menutup mulut. Mereka naik dua belas undakan-Tiba tiba saja si nona mengangkat kedua belah tangannya, untuk menolak keras, hanya sekejap. terlihat sinar terang langit.
'Sudah sampai ' begitu si nona membuka mulutnya. "Nah, naiklah
" Kho Kong mempercepat tindakannya, dan hingga ia berada dekat si nona. ia menatap nona itu.
'Tempat apa ini"' tanyanya.
'Itu disana pintu belakang dari Kwan ong Bio,' menjawab si nona, 'tempat ini tanah belukar, amatjarang orang lalu lalang disini.Jangan kuatir apa apa, pergilah '
siauw Pek mengeluarkan kepalanya, melihat sekelilingnya. ia mendapatkan tempat itu benar sunyi. Lalu ia menolak tubuh Kho Kong buat membantu dia naik membawa oey Eng. ia naik paling belakang, tapi sebelumnya ia memberi hormat seraya berkata:
'Nona, kau musuh atau kawan, inilah aku tak tahu pasti,
walaupun demikian, kebaikanmu hari ini akan kuingat baik baik, di
belakang hari, akan aku coba membalasnya.' Nona itu bergumam.
'Sekarang ini, di tempat ini, tak dapat kita bicara banyak," katanya. " Lekas kamu berangkat Di belakang hari, apabila ada perlunya, dapat aku pergi mencarimu"
"Tapi senjataku, yang menjadi hadiah guruku, perlu aku ambil
kembali". berkata Siauw Pek. "Maukah nona menolongnya ?" Nona itu berpikir.
"Di saat aku pergi mencari kami, aku akan bawa senjatamu itu," sahutnya
"Apabila nona tidak pergi mencari kami ?" tegaskan Siauw Pek. Alis lentik si nona berkerut.
Jikalau sampai terjadi begitu, terpaksa buat sementara senjata itu dibiarkan di sini dahulu," jawabnya. Kho Kong mendongkol, dia berkata dingin:
"Kali ini kami tidak bersiap siaga, kami dapat dirugikan, tapi lain kali, apabila kami datang pula, tak dapat tidak. akan kami beri rasa kepada sekali Siauw Pek sebaliknya berlaku tenang.
"Jikalau kau tidak mencari kami, nona..." katanya sabar, "aku minta nona tolong simpan saja senjataku itu. Di dalam waktu satu bulan aku akan datang pula kemari untuk mengambilnya "
"Baiklah, begini janji kita" kata si nona. "Silahkan berangkat"
"Semoga kita akan bertemu pula" Siauw Pek masih mengucapkan- Lalu, dengan satu kali mengapungi diri, ia telah berlompat naik keatas.
Si nona baju hijau, sebaliknya, dengan cepat menutup pula pintu rahasia itu.
Siauw Pek memperhatikan pula sekelilingnya, terutama pintu rahasia itu, yang dari atas tampak merupakan sepotong batu
persegi lima kaki ketika ia mencoba memegang dan menggesernya, batu itu tidak berkutik. Teranglah pintu itu telah dirantai mati dari bawah.
Lagi sekali ia memperhatikan sekelilingnya, barulah ia mengajak Kho Kong meninggalkan tempat itu.
Ketika itu fajar. Makin lama, langit akan makin terang.
Siauw Pek mencari sebuah tempat sunyi dimana ia mengajak Kho Kong berhenti. Ia periksa luka oey Eng, parah tetapi tak membahayakan karena tidak mengganggu otot dan tulang. Ia lalu menotok beberapa jalan darah, agar darah kawan itu tersalurkan rapi. Memang tadi, selagi memberi obat, ia telah totok kawan itu, guna mencegah dia mengeluarkan terlalu banyak darah yang mana berbahaya.
Hanya sebentar, oey Eng membuka matanya, lalu mengeluarkan napas lega, kemudian ia menggerakkan tubuhnya, terus bangun duduk. "Terima kasih, bengcu " katanya, bersyukur.
"Diantara saudara, jangan kita berlaku sungkan," kata siauw Pek. "Apakah kau tak merasa nyeri lagi?"
oey Eng melompat bangun, ia menggerakkan seluruh tubuhnya.
"jangan kuatir, bengcu " katanya, " luka ku tidak mengganggu otot dan tulang igaku."
Hati Kho Kong lega, tapi mendadak dia menghela napas dan berkata: "Aku tidak mengerti, bahkan makin lama, aku menjadi makin bingung..." Siauw Pek pun lega hatinya. Si nona tadi telah memberikan obat yang tepat. "Kau bingungkan apa, saudara Kho" ia bertanya kepada si tabiat keras.
"Pihak Kwan ongBun bukan musuh kita, kenapa dia kurung kita didalampenjara airnya itu?" kata saudara itu. "Ada waktu bagi mereka membunuh kita tetapi mereka tidak lakukan itu, dan si nona bahkan membebaskan kita Mengapa " Nampaknya seperti musuh tetapi bukan musuh, bagaikan sahabat tapi bukan kawan Tidakkah ini membingungkan ?"
"Memang aneh mereka bersikap bermusuh, lalu bersahabat, kata Siauw Pek. "Nona tadipun luar biasa. Dia dapat ditaklukkan dengan kepandaian, hingga dia suka membebaskan kita Didalam hal ini mesti ada sebab musababnya.
"Biarlah, setelah aku sembuh, kita nanti pergi pula kesana," berkata oey Eng.
"Sekarang disaat belum terang tanah, mari kita menjenguk dahulu kampung halamanmu bengcu, untuk memberi hormat kita kepada almarhum ayah bundamu."
Lukamu belum sembuh, mungkin tak leluasa buatmu melakukan perjalanan, kata Siauw Pek. oey Eng tertawa.
"Jangan kuatir bengcu," katanya, "luka tak berarti ini tak usah dipikirkan " Habis berkata, kawan ini lantas memutar tubuh untuk berangkat mendahului
Hati Siauw Pek lega, ia segera mendahului untuk jalan didepan
sebagai pengantar. Tujuannya ialah langsung ke Tjoh Kee Po.
Perjalanan ada belasan lie tetapi dengan mereka bertiga berjalan cepat, dalam waktu yang pendek. mereka sudah tiba didusun keluarga Tjoh itu. Hanya setibanya, Siauw Pek menampak dusun telah berubah. Tembok gempur disana sini, rumput tumbuh lebat tak teratur, suasana dusun sangat sunyi bahkan menyedihkan. Disekitar tiga lie, Tjoh Kee Po tidak ada penghuninya, sebab penduduk telah pindah, kedua daun pintu besar catnya sudah luntur rusak.
Masih ada kesannya Siauw Pek mengenai rumahnya itu, mengenai peristiwa tiga belas tahun yang lalu, karenanya ia menjadi ingat kesengsaraannya selama delapan tahun, bagaimana ayah bunda dan saudara saudaranya dibasmi musuhnya. Ia jadi sangat bersedih sehingga air matanya tidak dapat dicegah mengucur keluar.
oey Eng dan Kho Kong berdiri diam disisi ketua itu. Mereka tahu kedukaan siketua, mereka tidak dapat membujuk dan menghibur.
Lama Siauw Pek memandangi rumahnya, lama ia berdiri bagaikan tonggak. baru ia mengangkat tangannya dan menepas air matanya, kemudian ia membuka tindakannya untuk menuju kerumahnya yang telah runtuh itu.
Setelah pintu besar, yaitu pintu terdepan, di dalam situ tampak sebuah pekarangan yang luas. Ia ingat pekarangan yang dulu terawat b arik tetapi kini penuh dengan rumput, dan tinggi sebatas lutut. Ia maju hingga menaiki undakan tangga tujuh tingkat, sampai dipintu yang kedua. Disinipun penuh dengan daun-daun, bahkan tembok juga telah berlumutan.
oey Eng memperhatikan rumah besar itu, tak terawat tapi masih ada pengaruhnya bekas sebuah gedung besar.
Siauw Pek bertindak dilantai batu hijau, untuk masuk terus kedalam, kebelakang, disana ada sebuah ruang terbuka tempat Tjoh Kam Pek mengajari siat pada anak anak dan muridnya. Disitu, dikiri kanan ada para-para alat senjata yang telah rusak tidak karuan- Disebelah timurnya ada sebuah kuburan tinggi dan besar, penuh ditumbuhi rumput.
Menunjuk kepada kuburan besar itu, sambil menghela napas Siauw Pek berkata: "Seratus lebih jiwa penghuni Tjoh Kee Po, semua terkubur didalam situ."
Mendadak oey Eng memutus kata-kata ketuanya. Dia terkejut dan berseru : "Bengcu, lihat disana "
Siauw Pek terperanjat, ia segera menoleh kearah yang ditunjuk kawan itu. Maka ia melihat dua orang yang dandanannya rapi, tengah berlutut disisi kuburan, lagi menghunjuk hormat dengan hikmad. Ia heran hingga ia melengak.
"Ayah bundaku dimusuhi delapan belas partai besar hingga dikejar-kejar, siapa mereka ini yang datang menyambangi dan berbela sungkawa?" tanyanya.
'Mari kita hampiri mereka' kata Kho Kong yang terus bertindak maju.
Ditempat seperti itu, tindakan kaki si aseran dapat terdengar nyata, apalagi dia diikuti Siauw Pek dan oey Eng. Walaupun begitu,
selagi mereka mendekati, dua orang itu tetap berlutut, mereka tidak
tahu atau tidak menghiraukan-Kho Kong sengaja berbatuk-batuk.
'Sahabat-sahabat, apakah gerangan she dan namamu yang besar"' menyapa si aseran ini, 'Sudi kiranya aku menerima hormat kami '
Teguran itu tidak mendapat jawaban, sekalipun Kho Kong telah mengulanginya beberapa kali.
'Tak usah memanggil mereka terlebih jauh, saudara Kho," berkata oey Eng, yang telah mengawasi tajam kedua orang itu, "Menurut terkaanku dua orang ini pasti telah tidak ada nyawanya lagi..."
"Sudah mati?" seru Kho Kong heran- ia melompat kesisi dua orang itu, dan dengan kedua tangannya ia menyambar pundak mereka, untuk membalik tubuh mereka itu.
Benar seperti terkaan oey Eng, dua orang itu adalah mayat mayat dengan masing-masing dadanya bagian tempat yang berbahaya, tertancap pedang pendek yang melesak sampai dibatas gagangnya Siauw Pek mengerutkan alisnya. "coba cabut pedang pendek itu dan periksa" katanya. Kho Kong mencabut kedua pedang pendek itu.
Waktu itu matahari mulai naik diufuk timur, cuaca sudah terang benderang. Maka kedua senjata itu dapat dilihat dengan tegas, ketiga pemuda itu jadi kaget sekali. Sebab pada masing masing pedang terukir empat hurf besar bunyinya : "Kiu Heng cie Kiam", Pedang sakit Hati dan Penasaran-
"Hebat seru si anak muda. " Kembali Kiu i Heng cie Kiam Pemilik pedang itu liehay sekali, dia tak dapat dipandang ringan- Mendadak ia memutus kata katanya itu, karena ia ingat sesuatu. Ia lalu berpikir keras.
"Bengcu, apakah bengcu menyangka pemilik kiu heng cie kiam ini ada hubungannya dengan peristiwa Pek HoBun dahulu?" oey Eng tanya ketuanya, perlahan-
siauw Pek tidak segera menjawab, hanya ia berkata pada Kho Kong: "Saudara Kho, coba periksa, sudah berapa lama mereka itu mati ?" Kho Kong memeriksa nadi dua orang itu
"Belum ada dua jam," ia memberitahukan-
"coba periksa lagi, mereka mengerti silat atau tidak ?"
Kho Kong meraba-raba tubuh kedua mayat itu, "Ya, mereka pernah belajar silat,' ia memberitahukan pula .
Baru setelah itu, Siauw Pek berpaling pada oey Eng.
'Tidak dapat aku pastikan ada hubungannya atau tidak, tapi terang ini adalah satu soal baru,' ia berkata. Ia menghela napas perlahan, kemudian menambahkan- 'Sejak ayah bundaku dimusuhi sembilan partai besar dan konco-konconya itu, negara begini luas tidak ada satu pojoknya dimana kami dapat mendiamkan diri,
dimana-mana terdapat musuh musuh kami, dimana mana kami
disebut. Dua orang ini aneh Lainlah orang kita, bersembunyipun
sulit, tapi mereka ini justru datang kemari untuk menunjukkan bela sungkawa Aneh pula pemilik Kiu Heng cie Kiam senjatanya luar biasa bahkan juga diukirkan huruf huruf "
"Jikalau ini bukannya jebakan, mestinya kiu heng cie kiam ada hubungannya dengan keluarga Tjoh," kata oey Eng. Ia mengawasi ketuanya, lalu menambahkan-
"Tak mungkinkah dialah salah seorang murid Pek HoBun yang dahulu dapat meloloskan diri ?"
"Aku rasa itu tak mungkin," kata Siauw Pek menggelengkan kepala.
"Segala sesuatu sukar diterka, baik hal ini tak usah bengcu terlalu pikirkan,' oey Eng kemudian menghibur. 'Nanti saja kita menyelidikinya dengan perlahan-lahan-'
Baru saja oey Eng menutup mulutnya, tiba tiba mereka mendengar satu siulan panjang yang datang dari tempatjauh. Dengan ia mengambil kedua batang pedang dari tangannya Siauw Pek sambil menyerahkan itu pada Kho Kong, ia kata 'Saudara, lekas kembalikan pedang ini ditubuhnya si korban, lebih baik tetap di tempat lukanya'
Kho Kong menyambut pedang, dengan cepat ia mengembalikannya ditubuh kedua mayat itu. 'Mari kita bersembunyi, supaya orang tak dapat melihat kita ' oey Eng mengajak.
Disekitar itu banyak gombolan rumput tinggi, mudah saja tiga pemuda itu mencari tempat sembunyi
Tak lama tampaklah dua orang dengan pakaian hitam sedang mendatangi. Selagi mendekati, terdengar orang yang disebelah kiri berkata. 'Aku lihat bahwa hari ini tak seperti biasanya...'
'Apakah yang luar biasa?" tanya orang yang di kanan-
'Aku melihat roman pangcu kurang wajar, ia rada tegang sendirinya.'
"Benar Dengan menyebut ini kau membuat aku ingat sesuatu. Tanpa sebab tanpa alasan mendadak pangcu mau datang ke Pek Ho Po ini Lihatlah suasana sunyi dan suram disini, ini bukanlah alamat baik"
Sekonyong konyong orang yang dikiri itu merendak.
" Lihat disana, saudara Sun" kata dia, terperanjat. Lihat itu dua orang yang berlutut didepan kuburan Aneh atau tidak ?"
orang yang disebelah kanan, yang dipanggil "saudara Sun" itu agak terperanjat. Dia segera mengawasi kearah kuburan.
"Ya, aneh, katanya. Kenapa tubuh mereka kaku mirip mayat."
Teranglah dua orang itu adalah orang orang Kang ouw yang berpengalaman maka mereka bisa segera menerka bahwa kedua orang dipinggir kuburan itu bukan orang hidup, "Saudara Sun,
kauberjagajaga" kata orang dikiri itu. Aku hendak pergi melihat.' Begitu berkata ia berlari lari, terus dia berlompat kedepan dua mayat itu.
Sekarang Siauw Pek dapat melihat tegas orang ini berusia kurang tiga puluh tahun dan pada bahunya tergemblok sebatang golok. Dia segera memegang bahu kedua mayat, tetapi segera dia menjadi kaget, mukanya menjadi pucat, sambil berteriak. dia melompat mundur. 'Kenapa, saudara Kim"' tanya si orang she Sun-si orang she Kim masih gugup. 'Kembali Kiu Heng Tjie Kiam..." jawabnya tak tegas.
si orang she Sun melompat menghampiri, goloknya dihunus, matanya memandang sekelilingnya. Ini yang keberapa kalikah kita melihatnya," ia bertanya.
"Yang ketiga kali " sahut si orang she Kim. "Aku kuatir
ketegangan pangcu disebabkan ini golok Kiu I Heng Tjie Kiam..."
"Kau benar, saudara Kim. Tempat ini sangat sunyi. Lebih baik kita lekas berlalu dari sini."
Nyata kedua orang itu rada jeri.
orang she Kim menyusut peluh dimukanya.
"Tapi pangcu akan segera datang kemari kita tunggu saja."
si orang she Sun memb alingkan pedangnya yang sinarnya jadi berkelebat menyilaukan-Agaknya dia hendak membangunkan semangatnya.
"Aku dengar kuburan ini kuburannya keluarga Tjoh yang terdiri dari seratus jiwa lebih dan karenanya, keluarga itu lenyap dari dunia ini. Benarkah ?"
"Tentang kuburannya benar, tetapi menurut apa yang aku dengar, ada dua orang anggota keluarga itu yang lolos dari bencana kemusnahan, yaitu anaknya lelaki dan perempuan-Katanya si anak lelaki berhasil menyeberangi jembatan maut Seng Su Klo, dan si
anak perempuan telah ditolong seorang rahasia yang tak diketahui she dan namanya, yang membawanya lari."
"Sungguh aneh" si orang she sun berseru. " Kabarnya Seng Su Klo telah memendam entah berapa banyak roh roh penasaran. dan selama beberapa puluh tahun belum pernah ada orang yang sanggup melintasinya, maka heran kenapa bocah itu berhasil menyeberanginya?"
Kho Kong gusar mendengar kata kata dua orang itu. Pikirannya: "Dua manusia ini kurang ajar" Kenapa mereka berani menghina begitu" Dia mesti diajar adat" lalu ia mau terbangkit hendak lompat menghampiri dua orang itu.
"Saudara Kho, jangan sembrono", oey Eng berbisik, menasehati,
dan tangannya mencekal untuk menarik tangan kawan itu. Sambil
berkata begitu, ia menoleh kepada ketuanya. Ia menjadi terharu.
Siauw Pek tengah menangis, airmatanya meleleh turun dengan deras. Rupanya kesedihannya dibangkitkan oleh kata kata kedua orang she Sun dan she Kim itu.
"Ya, itu justru yang paling mengherankan", terdengar si orang she Kim berkata pula. "Kabarnya keluarga Tjoh itu dikejar kejar beberapa puluh jago silat, yang hendak membasminya habis habisan- Beberapa jago, yang liehay luar biasa, menyusul anak lelaki itu menyeberangi Seng Su Kic Aneh anak itu, dia dapat melintas dengan tidak kurang suatu apa, sebaliknya para pengejarnya, semua roboh terguling kekolong jembatan maut itu..."
" Kenapa anak itu tidak turut jatuh ?"
" Entah lah. Kalau dia jatuh, tentu tak ada cerita kita ini "
Selagi dua orang itu bicara sampai disitu, di sana terdengar suara
tindakan kaki mendatangi. Mereka terkejut, lalu mereka berdiam.
Siauw Pek bertigapun mendengar suara itu, mereka lalu menoleh.
Semua mata lantas diarahkan kejurusan dari mana suara tindakan itu datang. Disana tampak dua orang tengah mendatangi. Merekalah orang orang yang tubuhnya kate, yang mengenakan baju
hijau. Yang luar biasa, baju mereka yang panjang dipakai begitu rupa sampai menutupi kepala mereka, hingga terlihat seperti manusia manusia tak berkepala...
Si Sun dan si Kim memang sudah jeri, melihat dia orang baru ini, hati mereka menjadi terkejut. Tapi si orang she Sun toh mengangkat goloknya, dia lalu menegur keras : "Siapa kamu" Kenapa kamu berlagak begini rupa" Ketahui olehmu, akulah Sun Djle ya kamu Telah aku menjelajah kedua Sungai Besar di Selatan dan Utara telah aku mengalami angin besar dan gelombang dahsyat, semua itu tidak membikin gentar hatiku Apakah kamu mau mencari penyakitmu sendiri ?"
Dua orang kate yang aneh itu tidak menghiraukan suara orang.
tetap mereka berjalan kearah orang orang she SUn dan Kim itu.
Si orang she Kim pun menjadi nekad, dia menghunus goloknya, lalu dengan berdiri berendeng dengan kawannya, dia memas ng mata, mengawasi dua orang kate itu.
Masih saja dua orang itu berjalan terus. Mereka sudah mendekati si Sun dan si Kim sampai tiga atau empat kaki lagi, tetap mereka belum mau menghentikan tindakan kaki mereka. Agaknya mereka mau melanggar dua orang itu.
Si orang she Sun habis sabar, mendadak dia maju dan membacok Dia segera diikuti kawannya
Benar benar aneh dua orang kate itu. Mereka sudah diserang, bukan mereka mundur, hanya mereka berkelit, setelah itu kembali maju lagi, merangkak ke tubuh lawan
Hanya segebrakan itu, tubuh si orang she Kim menjadi limbung, sebelum dia bisa berdiri tegak. dia sudah roboh terguling. Karena ia rebah terlentang, didadanya tampak menancap sebuah pedang pendek.
Si orang she Sunjuga tidak bergebrak lama. Dia roboh seperti kawannya dan dadanyapun tertikam pedang pendek
Setelah itu kedua orang kate aneh itu lalu bekerja, mayat mayat si Sun dan si Kim diatur berlutut seperti dua mayat yang semula. Selesai bekerja mereka mengundurkan diri, terus berlompat pergi, dan menghilang cepat bagaikan angin Kho Kong menentang matanya, dan kagum sekali.
"Sungguh orang orang yang sehat" dia memuji setelah menghela nafas kagum. Tubuh mereka juga sangat ringan '
oey Eng sebaliknya. Dia tampak suram. Ketika dia menoleh pula kepada Siauw Pek, ketua itu sedang tertegun mengawasi arah dimana kedua orang berbaju hijau itu lenyap. Dilihat dari wajahnya, ketua ini tengah berpikir keras.
Selagi tiga orang ini berdiam, kembali mereka mendengar siulan, panjang seperti tadi, hanya kali ini, siulan bukan datang dari satu arah, melainkan disambut tiga arah lainnya. hingga empat arah menjadi saling sahutan-
'Entah siapa mereka itu?" berkata Kho Kong mengerutkan alis. "Agaknya mereka liehay sekali '
Tiba tiba terdengar Siauw pek ngoceh seorang diri: 'Aneh Aneh Siapakah kedua orang berbaju hijau itu" Tapi kecuali aku, siapakah anggota Pek HoBun yang masih hidup"'
Siulan terdengar terus, makin lama datang makin dekat, sampai akhirnya tampak dua belas orang dengan dandanan ringkas muncul dari tiga arah selatan, barat dan utara. Mereka bertubuh besar dan semua membawa Kwie tauw too, golok golok yang dinamakan 'golok kepala hantu,' Mereka datang dengan berlari lari.
oey Eng hendak menyapa ketuanya tapi ia batal sendirinya, sebab orang telah datang semakin dekat. Dia segera menarik tubuh Kho Kong seraya membisik: "Lekas, sembunyi' Ketika itu Kho Kong telah memunculkan kepalanya.
Dlantara dua belas orang itu, salah satunya berkata dengan nyaring: 'Saudara saudara apakah kamu telah melihat" Lihatlah empat orang yang berlutut dimuka kuburan itu'
'Ya, aku melihat' menjawab seorang, suaranya parau. Bahkan dia melompat maju, dengan mengulur sebelah tangannya, dia mau menjambak punggung satu diantara empat sosok mayat itu.
"Jangan sembrono' berseru orang yang pertama. 'Sebelum pang cu datang, kita mesti membiarkan keadaan dan suasana disini seperti sediakala. angan kita ganggu sebatang pohon atau selembar rumputjuga'
Kembali orang ini menyebut nyebut 'pangcu" seperti dua orang yang lain, yang baru terbinasakan itu. Sengcu ialah ketua, atau kepala rombongan, atau kaum. orang yang maju kemuka itu menyahut, kemudian mundur pula.
Sekarang maju orang yang memberikan peringatan itu, dia ditemani kawan kawannya. segera setelah mereka mendekati keempat mayat, semuanya kaget serentak mereka mengundurkan diri, rata rata mereka mengeluarkan seruan tertahan.
oey Eng mengintai, ia melihat dua belas orang itu berkumpul menjadi satu, satu dengan lain berkasak kusuk.
Siauw Pek melihat kedua saudaranya, ia berbicara dengan saluran Toan Im cie sut: 'Kecuali orang memergoki kita, jangan kita sembarang a n bergerak"
Kho Kong memungut dua buah batu besar, bersiap untuk menyambut serangan-
Kecuali Siauw Pek, yang merampas pedang sinona, oey Eng dan sahabatnya bertangan kosong. Senjata mereka masih tertinggal didalam kuil.
Tak berapa lama mereka menanti, didengarnya seruan: "Pengcu datang" Kemudian dua belas orang itu membagi diri sebuah tim barisan rahasia, semua menghadap ke arah kuburan besar, golok mereka melintang didepan dadanya masing masing, golok mereka itu dihiasi runce, yang bergerak gerak diantara tiupan angin-
Hanya sebentar kemudian semua orang itu menurunkan golok mereka sambil menjura. Itulah karena terlihat datangnya seorang
tua umur kira-kira lima puluh tahun, yang mendatangi dengan tindakan perlahan. Dia berbaju hijau. Dibelakangnya turut seorang kate umur lebih kurang empat puluh tahun. kumisnya pendek, sudah kate, diapun kurus kering. Berdua mereka itu bertangan kosong. Mereka diiringi empat anak muda umur kira kira dua puluh tahun yang pakaiannya sings at, punggungnya menggondol busur, pinggangnya tergantung kantung anak panah, bahunya tertancapka n pedang dengan rumbai merah. "Hm, dia mirip seorang agung" berkata Kho Kong didalam hati. Sebab dia melihatnya. si orang tua mengawasi keempat sosok mayat, matanya bersinar tajam. "Apakah empat orang itu telah melayang jiwanya?" bertanya dia.
"Mereka sudah mati lama," menjawab seorang diantara dua belas orang yang merupakan tim itu. Dengan segera dia menambahkan: "Kami telah menjaga tempat ini hingga tidak ada terjadi perubahan apa jug a. Sila h ka n bengcu memeriksanya' orang tua itu mengerutkan alisnya.
"Apakah mereka itu terbinasakan pedang Kiu I Heng Tjie Kiam?" dia tanya pula.
"Dada mereka masing masing tertancapkan golok pendek," sahut orang tadi. 'Teetju tidak berani mencabut senjata itu. Melihat dari bentuknya, senjata itu memang mirip Kiu I Heng Tjie Kiam"
Dia membahasakan dirinya "tee-cu", itu artinya dialah murid siorang tua. Orang tua itu mengangguk perlahan. "coba cabut, biar aku lihat" perintahnya.
Laki laki itu mencabut, dia menghampiri keempat sosok mayat. Dengan sebat dia cabut keempat senjata maut itu, yang benar- benar berukiran masing masing empat huruf "Kiu I Heng Tjie Kiam" "Pedang sakit hati dan penasaran- singkatnya 'pedang sakit hati'. Si orang tua tidak menyambut keempat buah pedang itu, yang diangsurkan kepa dainya.
'Simpan saja,' katanya seraya menghela napas. Dia berlaku sabar, tetapi dia toh lalu berkata-kata seorang diri: Jikalau begini, tidak kelirulah terkaanpunco. Teranglah pada pihak Pek IHoBun ada
anggotanya yang belum mati danperbuatan ini adalah perbuatan sisa dari rombongan celaka ini '
si kate kurus kumis pendek menggunakan dua buah jarinya, jempol dan telunjuk, mengurut kumisnya yang pendek itu. kedua matanya bersinar tajam, mengawasi keempat sosok mayat itu, setelah kata-kata ketuanya itu, dia tertawa dan kata: 'Sangcu menerka jitu bagaikan malaikat Memang tidak salah bahwa sisa-sisa celaka dari Pek IHoBun telah muncul pula di dalam kalangan sungai
Telaga...' Dia diam sejenak. kemudian menambahkan: 'sebelum kita
disini, kukira telah ada orang lain yang sudah sampai disini ' Mendengar itu, Siauw Pek heran.
"Si kate kurus ini liehay," pikirnya. "Terang dia licin dan cerdas serta pandai berpikir."
Si orang berbaju hijau bertanya: "Bagaimana kau dapat menerka demikian?" si kate batuk-batuk.
"Apakah Sangcu tidak memperhatikan luka keempat orang ini?" dia balik bertanya. Kedua hio-clo kita itu, darahnya masih segar, maka jelaslah sudah bahwa mereka menemui ajalnya belum lama. Tidak demikian dengan darah dua orang yang lainnya, darah mereka sudah berubah dan beku, bahkanpedang mereka juga pernah ada yang pegang. inilah sebab kenapa aku menerka demikian-Jelasnya sebelum kedua hiocu tiba d is ini, orang telah cabut kedua pedang itu, kemudian dia menaruhnya pula secara terburu ketika mendengar suara kita mendatangi..."
Kembali siauw Pek kagum sekali, ia bahkan terperanjat. orang
bicara seperti dia manyaksikan peristiwa dengan matanya sendiri.
"Benarlah manusia tak dapat dilihat dari romannya saja,
sebagaimana dalam air laut tak dapat diduga," pikirnya. Dia kurus
kering, dia katetok. tetapi dia sangat cerdas dan pandai berpikir." slorang tua mengangguk-angguk,
"sianseng, keteranganmu ini menambah pengetahuan punco bukan sedikit," dia memuji. Ketua ini membahasakan diri punco",
kata kata halus merendah pengganti "aku" sebagai seorang ketua partai (pang) dilainpihak dia memanggil "sianseng", suatu istilah menghormati terhadap seorang yang dihormati atau dipandang tinggi.
'Pengcu terlalu memuji," berkata sikate kurus merendah. 'Mengenai orang yang telah datang terlebih dahulu dari pada kedua hlo cu kita itu, jikalau aku tidak menerka salah, mungkin sekali dia, atau mereka, masih belum berlalu mungkin mereka sedang bersembun diantara rujuk rumput disekitar ini"
"Si kate menyebut nyebut "hlo cu", itu berarti bahwa kedua kurban yang belakangan itu adalah anggota pengurus dari partai mereka, dan mereka berdua menjadi kepala sesuatu bagian dari partainya.
Kembali siauw Pek bertiga terkejut. I Hebat sikate kurus ini, dia dapat menerka dengan jitu.
"si kate ini liehay sekali," kata Kho Kong di dalam hatinya. "Dia dapat menebak sebagai seorang dewa"
Si orang tua berbaju hijau lalu menoleh ke empat penjuru.
"Asal mereka tidak ada hubungannya dengan Kiu I Heng cee Kiam, tak usah kita cari mereka," katanya. "Sekarang ini jam berapa?" si kate mengangkat kepalanya melihat langit.
Kira-kira jam Sin sie," sahutnya.jam Sin-sie itu antara jam 7-9 pagi.
Terdengar siorang tua berbaju hijau berkata pula: "Kita telah menjanjikan pertemuan dengan ketua Pat Kwa Bun, waktunya hampir tiba, mari kita berangkat," Lalu dia mendahului memutar tubuh berjalan pergi.
si kate kurus memesan kepada orang yang berbicara tadi, setelah itu dia menyusul siorang tua.
Dibelakangnya, mengikuti empat peng iringnya .
Kedua belas orang yang bersenjatakan golok membungkuk kepada ketua mereka, setelah si orang tua pergi jauh, lalu mereka menghampiri keempat mayat, untuk dipondong dan dibawa pergi sambil berlari lari keras sekali, hingga dilain detik tempat kuburan itu sudah menjadi sunyi seperti semula tadi.
Baru sekarang siauw Pek bangkit berdiri, matanya mengawasi
kearah dimana siorang tua berbaju hijau dan kawan kawannya
menghilang. Kemudian, ia berpaling kepada dua saudaranya.
"Saudara saudaraku, tahukah kamu mereka itu dari partai apa ?"
ia bertanya. oey Eng dan Kho Kong menggelengkan kepala.
"Mereka tidak membawa atau memakai tanda apa apa, sulit untuk mengenalnya," kata oey Eng.
"Penyerbu penyerbu Pek I HoBun terdiri dari Pay besar, empat Bun, tiga hwee dan dua Pang," kata pula Siauw Pek. "tadi orang itu menyebut dirinya pangcu, mungkin dialah salah seorang biang keladi penyerbuan "
"Tidak apa kita tidak ketahui dia dari pang yang mana,' kata Kho Kong. "Telah kita ketahui wajah mukanya, mudah untuk mencarinya nanti '
'Kita baru memasuki dunia Sungai Telaga tidak mudah kita mengenal pelbagai partai, karena itu aku pikir, kita harus berusaha untuk mereka satu demi satu, oey Eng berkata.
siauw Pek menghela napas, ia mengangguk banyak partai, tapi aku tak mau memusuhi
semua orang Rimba Persilatan-" katanya. "Buatku cukup asal aku
cari dan bunuh mereka yang menjadi kepala atau biang keladinya "
"Bengcu bijaksana sekali, pasti bengcu akan memperoleh berkah Tuhan " berkata oey Eng.
siauw Pek lalu menjura tiga kali kepada kuburan besar itu, terus dia mengacak kedua saudaranya meninggaikan Pek I Ho Po. Mereka kembali kekota Gakcin (Gakyang) dimana mereka lebih dahulu
mencari rumah penginapan- Lalu s i pemuda memeriksa luka oey Eng, lalu berkata : " Luka mu ini sudah tidak berbahaya, tetapi kau masih perlu beristirahat beberapa hari lagi. Setelah kau sembuh, kita kembali ke Kwan ong Blo untuk minta kembali senjata kita, kemudian baru kita berangkat kegunung Slong Lan-" "Kita pergi ke kuil Siauw Lim Sie ?" Kho Kong menegasi, gembira.
"Benar" Aku hendak cari ketua Siauw Lim Pay, untuk menanya Pek I HoBun telah melakukan pelanggaran besar apa terhadap dunia Kang ouw maka semua kaum Rimba Persilatan memusuhi dan membasminya, hingga seratus jiwa lebih terbinasakan secara kejam dan mengerikan "
"Bagus Bagus" Kho Kong tertawa seraya bertepuk tangan- "Sudah lama aku mendengar siauw Lim Sie sebagai tanah suci kamu persilatan, sudah lama aku merindukannya, sekarang aku bisa berkunjung kesana, dapat nanti aku membuka mataku "
"Hus, jangan bicara keras keras " oey Eng tegur saudara itu. Kemudian dia berkata kepada ketuanya: " ingin aku bicara, bengcu, tapi harap bengcu memaafkan dahulu jikalau kata kataku kurang menggembirakan. Tidak puas hatikujikalau aku tidak mengutarakan apa yang kupikir ini."
"Silahkan, saudaraku," berkata Siauw Pek. "Kamu telah mengangkat aku sebagai bengcu, aku bersyukur. Sebenarnya malu aku menerima kedudukan ketua ini. Baiklah selanjutnya kita berkakak adik saja."
"Bukan begitu, bengcu," kata oey Eng. "Aturan tidak dapat dirobah. Tapi,jika bengcu setuju, baiklah selanjutnya kami memanggil toako menjadi ketua kami, hal itu tak usah membuat toako malu. Toako pandai silat, jauh melebihi kami berdua, dan diatas itu kebijaksanaan toako tak sanggup kami melampaui." Siauw Pek hendak merendah tetapi Kho Kong memegatnya. "Sudah cukup, toako " berkata si tak sabaran. Jangan toako menampik lagi '
oey Eng tersenyum, dia kata pula. 'Kalau nanti toako berhasil mengetuai dunia Rimba Persilatan, maka kami berdua akan turut
menikmati kemuliaannya " 'Itulah diluar harapanku," berkata Siauw Pek
"Sekarang, toako, tentang niat kepergian kita ke Siauw Lim Sie di Slong Kan," kata oey Eng pula. "Siauw Lim Sie termashut, pendetanya tak kurang dari pada seribu orang, mereka juga liehay semuanya, sedangkan kita cuma bertiga, sulit untuk kita menghadapi mereka semua. Dan maksud kita yang utama ialah memecahkan rahasia keluarga toako. Adalah berbahaya sekalijikalau seluruh kaum Rimba Persilatan menjadi musuh kita. Menurut pikiranku, lebih baiklah kita membuat penyelidikan secara diam- diam dahulu, setelah nanti kita berhasil, baru kita umumkan siapa- siapa itu si biang keladi yang menjadi musuh utama kita, baru toako memperkenalkan dirimu yang sebenarnya. Sampai waktu itu, masih belum terlambat untuk kita nanti mengadakan sembahyang besar buat arwahnya Tjoh Lootjianpwee"


Pedang Golok Yang Menggetarkan Pedang Penakluk Golok Pembasmi Ka Thian Kiam Coat To Thian Kiam Coat To Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Siauw Pek mengangguk. la menyetujui pikiran ini.
'Sayang Laue Lootjianpwee telah dibinasakan orang,' katanya kemudian- "Barang barang titipan ayahku telah diperdayakan orang dan dibawa pergi, bagaimana kita harus mencarinya?"
"Sabar, toako. Menurut apa yang kita saksikan tadi, aku percaya Pek I Ho Po belum musnah seluruhnya, masih ada satu atau lebih anggotanya yang tinggal. Bukankah pedang Kiu I Heng Tjie Kiam itu membuktikan bahwa orang mengandung penasaran besar" Baiklah kitapun mencoba mencari tahu siapa orangnya si Pedang Sakithati itu..." Siauw Pek tersadar.
"Benar, saudara oey. hampir aku lupakan Kiu I Heng Tjle Kiam." Sampai d is itu, mendadak Kho Kong bangkit.
"Toako, saudara oey " katanya. "Silahkan menanti disini, aku
hendak keluar guna melakukan penyelidikan, buat mencari kabar"
orang she Kho ini tak sabaran tetapi kadang-kadang otaknya terang, dapat dia mengingat sesuatu, hanya dia tetap polos. Begitulah, sehabis berkata, dia lalu lari keluar, menghilang diluar
kamar. Siauw Pek mau mencegah tetapi sudah tidak keburu. oey Eng tersenyum.
"Jangan kuatir, toako," katanya. Saudara Kho sembrono tetapi teliti, "dia pasti kembali dengan tidak kurang suatu apa."
Selagi dua saudara ini berbicara, Kho Kong sudah berada dijalan besar dimana dia mengawasi yang berlalu lintas. Dia berdiri diam, untuk berpikir bagaimana dia harus mulai dengan penyelidikannya. Kemudian dia jalan sejalannya saja, melewati beberapa lorong dan gang. Ia baru merandak ketika didepannya tampak sebuah kedai teh yang besar dan ramai. Di situ berkumpul banyak macam orang: Yang berbaju panjang, yang berbaju pendek, yang terpentang dadanya. Suara mereka itupun berisik, sangat membisingkan.
"Disini berkumpul orang dari segala golongan," pikir si anak muda, "baiklah aku mampir sebentar untuk mendengar kata2 mereka," lalu ia bertindak kedai teh itu, terus ia mencari tempat duduk d iba g ia n yang paling ramai.
" Did a la m kota Gakyang kita ini," terdengar seorang yang suaranya parau berkata, "tidak lama lagi kita bakal menyaksikan suatu pertunjukan yang menarik hati Lihat saja, selama beberapa hari ini tak hentinya terjadi perkara jiwa, bahkan yang tersangkut semua orang orang kenamaan kaum Sungai Telaga. Begitulah tadi malam, kabarnya jago dari kota Barat telah dibunuh, dengan golok nancap didadanya, bahkan golok itu berukiran huruf huruf Kiu Kiam..."
"Kau maksudkan Kiu I Heng Tji Kiam ' 'Ya, ya, benar Kiu I Heng Tji Kiam .
'Peristiwa itu hebat" kata orang yang kedua. "Kabarnya Kang Toaya menjadi sangat gusar hingga dia mengirim orang orang kosen buat mencari pembunuh itu"
"Kabarnya," kata orang yang ketiga, peristiwa itu ada hubungannya dengan Pek I Ho Po
dikota timur belasan tahun yang lampau, sayang kemusnahannya Pek I Ho Po. Semasa hidupnya ketua Pek I Ho Po bun itu, kota Gakyang dan sekitarnya seratus lie belum pernah mendapat gangguan apapunjuga..."
Seorang turut campur bicara, katanya: " Dahulu itu aku tinggal didekat Pek I Ho Po, sering aku bertemu dengan ketuanya, coh Pocu. Ketika penyerbuan terjadi, kebetulan aku turut menyaksikan- oh, sungguh sangat hebat Sinar golok dan pedang berkelebatan, darah dan daging bermuncratan ...
-ooo0dw0ooo- JILID 10 Sejenak itu keadaan sunyi. Semua orang mendengarkan dengan perhatian penuh. Tetapi, kata-kata siorang tua terputus hanya sampai disitu.
Kho Kong yang tertarik hati berpikir: " orang tua ini penduduk sini, dia menyaksikan peristiwa itu, kalau aku ajak dia menemui toako, dia tentu dapat memberikan banyak keterangan-"
"Kemudian bagaimana ?" tanya seorang lain-
Pertanyaan itu tidak dijawab, si orang tua bungkam terus walaupun orang mendesaknya.
Kho Kong menjadi heran, ia memandang berkeliling. Disebuah pojok ia melihat seorang usia kira kira lima puluh tahun, tubuhnya besar, dia berdiri menyandar pada sebuah tiang. Dia diam saja, tetapi matanya dengan sorot bengis tengah mengawasi siorang tua yang bercerita itu
"Tentulah dia yang takuti orang tua itu," pikir Kho Kong. Ia pula menerka, orang itu mesti mengerti silat.
Hanya sejenak itu, mendadak seorang berseru tajam: "celaka Tuan Tjiu mati "
Semua orang terkejut, semua pada bangkit dengan serempak mereka pada mengangkat kaki, lari keluar. Rupanya perkara jiwa sangat menakutkan mereka itu.
Kho Kong bingung ia heran sekali. Setelah ruang kosong, ia tidak melihat lagi orang bertubuh besar itu. Maka iapun segera bertindak pergi. Ia menembusi sebuah pintu kecil, hingga ia tiba disebuah pekarangan luas. Disitu ia melihat orang tadi tengah berjalan memasuki sebuah pintu kecil.
Rupanya orang itu peka sekali. Dia seperti mengetahui Kho Kong
mendatangi. Dengan mendadak dia menoleh dan menegur: "Siapa?"
serentak dengan itu, dia mengayun tangan kanannya, menimpukkan sebuah benda halus yang putih mengkilap. yang menyambar kedada si anak muda.
Inilah diluar dugaan Kho Kong. ia lalu berkelit tetapi hampir ia menjadi mangsa. Dengan mendesir senjata rahasia itu lewat disamping telinga, ia menjadi gusar.
"Hei, kau main gila ya?" tegurnya. "Berapa banyak senjata rahasiamu, lekas keluarkan Apakah kau dapat melukain Tuan Kho kamu ?"
Tanpa menjawab orang itu menyerang pula. Bahkan sampai lima kali, dan senjata rahasia itu bagaikan bunga bwee, menyerang kearah sasarannya.
Kho Kong membuka mulut besar, iapuan berhati hati. Ia menerka senjata itu adalah Bwee hoa-ciam, jarum bunga Bwee. Jarum rahasia seperti itu biasanya diberi racun yang berbahaya sekali. Maka ia tidak mau menangkis, hanya dengan sebat ia lompat mundur berlindung di dalam pintu yang baru dilewatinya, kelima senjata rahasia itu menancap semuanya pada daun pintu.
Benar, itulah jarum rahasia, yang panjangnya kira-kira satu dim setengah. Nancapnya jarum pun bundar rapi seperti bunga bwee.
Setelah berkelit itu, Kho Kong mengawasi kepada penyerangnya. Betapa herannya, didapatinya orang telah lenyap. entah kemana perginya. Tak mungkin dia memasuki rumah di depannya itu. Pekarangan itu kosong, kecuali setumpuk kayu bakar. Ia penasaran, diambilnya sepotong kayu, untuk dijadikan senjata. Lalu ia menghampiri rumah kecil itu. Ia tidak berani sembarangan masuk. Lebih dahulu, ia melongok kedalam. Kamar itu kosong, kabang kabangnya, penuh dengan pecahan cangkir teh dan lainnya. Agaknya rumah itu sudah lama dikosongkan.
"Heran-.." pikirnya. Karena ini, ingin ia masuk kedalam rumah itu. Tetapi mendadak ia merasa belakang lehernya dingin disebabkan tersentuh sebuah benda, sebelum ia menoleh, telinganya sudah mendengar satu suara dingin
"Jikalau kau sayang jiwamu jangan bergerak Golokku beracun, asal melukai, dia menutup kerongkongan "
" celaka betul " pikir si anak muda, ia menyesal. "Aku lupa bahwa orang mungkin pandai Pek Houw Kang..."
"Pek Houw Kang" adalah ilmu " cicak", ilmu merayap naik ditembok.
Walaupun sudah dikekang, pemuda ini tidak mau menyerah. Diam diam dia bersiap untuk melakukan perlawanan- Tetapi, baru dia berpikir begitu, orang sudah menotok bahunya disusul dengan dua totokan lain, maka serentak dengan terlepas kayu ditangannya, tubuhnyapun jatuh ngusruk ketanah. Setelah itu ia merasai kedua matanya ditutup, terus tubuhnya dipondong, dibawa pergi. Didengarnya orang melanggar cangkir dan lainnya hingga suaranya jadi berisik.
Dengan mata tertutup, Kho Kong tidak tahu bahwa dirinya sudah dibawa masuk keterowongan didalam tanah. Ia gusar dan mendongkol, ia menahan sabar, tetapi lama lama, ia kalap juga. Begitulah akhirnya ia mencaci: "Jahanam, manusia celaka, kemana kau hendak bawa Tuan Kho kamu ?"
"Plok" begitu pemuda itu dengar, terus pipinya terasa nyeri sekali. Sebab orang telah menggeploknya, menampar pipinya yang kiri, sedang gaplokan susulan mengenai telinganya, hingga ia merasa nyeri dan pusing. Tamparan kepipipun menyebabkan mulutnya mengeluarkan darah. Bukan main gusar hatinya, hingga ia mencaci kalang kabut. Sia sia saja dampratan itu, malah mengundang gaplokan berulang ulang, hingga mukanya menjadi bengap bengkak dan darahnya mengucur terus. Tapi ia bandel dan kuat, terus ia mengumpat caci
"Bocah ini sangat berkepala batu " kata satu suara halus. "Baiklah totok saja otot gagunya, sebentar malam baru kita urus pula " Tiba tiba Kho Kong berhenti memaki.
"Ah, suara ini aku kenal baik sekali," pikirnya. "Dimanakah aku pernah mendengarnya"
Hanya sebentar, ia lalu ingat. Itulah suara dikedai teh tadi. Maka ia lalu tersadar.
"Dasar aku yang tolol," pikirinya pula. "orang rupanya telah memasang jebakan untuk aku, hingga aku bagaikan mengantarkan diri sendiri masuk kedalam jaring..."
Dilain saat Kho Kong menerka bahwa ia telah dibawa kedalam sebuah kamar dimana ia terus dibelenggu kedua tangan dan kakinya. Tapi belum lama, orang telah mengangkat pula tubuhnya, dibawa pergi entah kemana, dalam perjalanan sehirupan teh. Ia masih tidak dapat melihat, tapi ia tahu, dikamar, atau ruang ini, terdapat banyak orang.
Akhirnya pemuda ini mendengar pertanyaan- "Apakah kau yang membinasakan orang orang itu?"
Tergerak hatinya Kho Kong. Ia ingat sesuatu.
"Mataku ditutup, aku tak dapat melihat apa apa," katanya. "Buka tutup matanya" ia mendengar suara memerintah.
Hanya sebentar, kemudian pemuda ini dapat melihat kembali. Ia berada disebuah ruang besar, yang diterangi dua puluh empat batang lilin besar besar. Karena disekitarnya diluar ruang gelap. tahulah ia bahwa hari sudah malam.
Seorang tua duduk menghadapi sebuah meja. Dia beruban dan berjanggut panjang, mukanya lebar, telinganya besar, romannya keren, tetapi pada waktu itu, samar-samar tampak kedukaan- Di belakangnya duduk kira kira tiga atau empat puluh orang yang tubuhnya tinggi dan kate dan besar tak rata, yang jelas ialah mereka itu mestinya jago jago Rimba Persilatan- Dibelakang orang tua itu berdiri seorang setengah umur yang tubuhnya besar. Dan Kho Kong mengenali baik, dialah orang yang tadi bertempur dengannya.
Disampingnya ada satu pemandangan yang mengerikan- Diatas lantai ditengah ruang itu berserakan delapan sosok mayat, semua berdarah pada bagian dadanya, sedangkan diatas meja kayu dihadapan siorang tua itu, terletak delapan buah pedang pendek yang bahagian tajamnya berkilauan- Hanya sekelebatan Kho Kong mengenali Kiu Heng cie Kiam, pedang sakit hati.
Alis panjang siorang tua terbangun.
"Apakah kau telah melihat delapan mayat ini" dia tanya sianak muda.
"Ya" sahut Kho Kong.
siorang tua menunjuk delapan pedang pendek itu.
"Kau kenalkah delapan pedang pendek ini?" dia tanya pula.
"Tentu aku kenal" sahut pula Kho Kong. " Itulah Kiu Heng cie Kiam yang menggemparkan dunia Rimba Persilatan-"
"Kau telah melihat delapan mayat itu, bukan ?" orang tua itu tegasan-
"Ya" "Tahukah kau dada mereka itu terluka senjata apa?" kembali siorang tua itu bertanya. sekarang dengan suara keras.
"Disini ada delapan buah pedang pendek. sudah tentu mereka terbinasakan oleh pedang pendek itu"
"sekarang aku tanya kau: Kenalkah kau dengan aku ?"
Kho Kong menggeleng kepala. "Tidak " jawabnya.
"Kenalkah kau kedelapan mayat itu?" menyela seorang kate kurus, yang duduk disisi orang tua itu.
"Tidak " si kate kurus bangun dari kursinya.
"Jikalau kau tidak disiksa, kau tentu tidak suka mengakui" katanya, bengis. Terus dia bertindak mendekati sianak muda.
Kho Kong menerka orang hendak menyiksanya ia menggerakkan kedua tangannya untuk melakukan perlawanan, tetapi ia menjadi terkejut. Tak dapat ia menggerakkan tangannya itu. orang telah menggunakan cara busuk melukai ototnya
Si kate kurus setengah tua sudah datang dekat, dia telah mengangkat tangannya untuk menotok jalan darah Ngo im ciat yang berbahaya dari Kho Kong, tetapi dia mendadak menunda gerakan tangannya itu.
"Saudara Tam, tahan dulu" demikian tiba tiba dia mendengar suara siorang tua.
"Ada perintah apa chungcu ?" tanya sikate kurus sambil menoleh. Dia menanya orang tua itu, yang dia bahasakan "chungcu", ialah tuan pemilik desa." (Baca " chungcu" dengan suara "ceng" dari "cengkrik, cengkih". Lazimnya chung, atau cun, diartikan kampung, desa, atau dusun. dan cu pemilik, atau tuan- Maka itu chungcu ialah pemilik kampung. Adalah biasa kalau seorang hartawan atau hartawan cabang atas atau hartawan gagah, mendiami suatu tempat, maka tempat itu disebut sebagai kampungnya dengan juga memakai she nama keluarganya sendiri).
"Aku yang rendah mempunyai suatu pikiran sederhana," sahut siorang tua. Dia rendah hati sekali hingga dia menyebut dirinya "aku" dengan ditambahkan "yang rendah". "Aku pikir bahwa
sebelum memperoleh bukti bukti yang nyata, tak usah kita
menggunakan cara yang kejam untuk mengorek keterangan-.."
"Dialah seorang kuncu," pikir Kho Kong mendengar suaranya orang tua itu.
Si kate kurus she Tam memberi hormat pada orang tua itu, dia berkata: "Sungguh chungcu murah hati sekali. Tapi manusia biasa sangat licik, jikalau dia tidak disiksa, dia tak akan bicara terus terang. Sikapku yang rendah lain- Sikapku ialah kita siksa dahulu dia, supaya dia mengaku, sesudah itu baru kita obati luka bekas siksaan itu."
orang tua berjanggut panjang itu tertawa tawar.
"Saudara Tam, didalam segala hal, janganlah kita terburu napsu," katanya pula.
Sikate kurus tahu bahwa dia tak dapat berselisih dengan orang tua itu, dia lalu kembali ke tempat duduknya.
orang tua itu mengangkat kepalanya, dia mengawasi Kho Kong.
"Kalau satu laki-laki berani berbuat sesuatu, dia harus berani bertanggung jawab" katanya keren. "Maka itu, katakanlah kau atau bukan yang membinasakan delapan orang ini" Kau pandai silat, kau tentunya ketahui baik nadi Ngo im ciat dimana ada beberapa otot yang lemah, bahwa kalau otot itu ditotok. hebatlah siksaannya, biar orang bagaimana gagah, dia tentu bakal tidak berdaya. Jikalau kau suka bicara terus terang, loo hu jamin kau tak akan tersiksa dan bersengsara."
orang tua itu manis budi, dia menyebut dirinya "loo hu", aku siorang tua.
Kho Kong tahu, ia tidak bisa melawan, ia akan celaka kalau si kate kurus menyiksanya, tetapi ia memang tidak tahu apa-apa, terpaksa ia mesti menyangkal. Maka ia menjawab dengan sabar.
"Dengan sebenarnya aku yang rendah tidak kenal kedelapan mayat ini dan juga bukannya aku yang rendah yang membunuhnya.Jikalau kamu tidak percaya aku, aku tidak dapat berbuat apa apa."
orang tua itu mengawasi dengan tajam. "Benar benarkah kau tidak kenal loohu?" dia menegaskan-
"Kita belum pernah bertemu satu dengan lain tentu saja aku
tidak kenal." jawab Kho Kong sambil menggoyang kepala.
Mendengar jawaban itu, semua mata mengawasi si anak muda. Mereka itu heran ada orang tidak kenal chungcu mereka. Si orang tua mengurut janggutnya.
"Tahukah kau sekarang kau berada dimana?" tanyanya untuk kesekian kali.
"Tidak " jawab Kho Kong setulusnya.
"Sekarang kau berada dirumahku Untuk dunia Rimba Persilatan tempatku itu ada juga namanya. Ialah cit Tok Tee it Kee. Mungkin kau pernah mendengarnya, bukan?" Kho Kong menggumam.
"cit Tok it kee cit Tok it kee" katanya perlahan, berulang ulang, sampai empat atau lima kali. "Tidak. aku yang rendah ini tidak mendengarnya..."
Kembali banyak orang itu heran, bahkan sekarang mereka menjadi tak senang, semua lalu menunjukkan roman gusar. Bahkan dua anak muda, yang bertubuh besar, berlompat bangun sambil berkata dengan nyaring:
"Teranglah manusia mau menghina cungcu Dia harus dihukum mampus menjadi berkeping keping"
Si orang tua berjanggut panjang mengibaskan tangannya. "Mungkin dia benar benar tidak tahu," katanya sabar.
Ruang menjadi sunyi. orang tua itu sangat dihormati, kata katanya membuat semua orang berdiam.
Kembali si orang tawanan didepannya itu.
"Kau tidak tahu cit Tok Tee it kee," katanya, "dengan begitu kau pasti tidak tahu juga nama loohu?"
Kho Kong memang sangat kurang pengalamannya, tidak kenal ia orang orang Hek Too dan Pek Too golongan hitam dan kalangan putih maka tak dapat ia menyebut nama orang itu. Maka ia menjawab tenang:
" Walaupun aku tidak kenal cit Tok Tee it kee, mungkin pernah aku mendengar yang bernama cungcu."
"Kau tahu ataupun tidak itulah sama saja" kata siorang tua akhirnya, "Aku orang she oey dan namaku Thian Hong."
Seorang yang duduk di sebelah kanan menambahkan cungcunya itu: "Walaupun kau telah diberitahu she dan nama cungcu, kau tentu belum kenal juga. Mari aku beritahukan. Bukankah kau kenal Tong Teng ong Ngo Ouw Sin Liong" Ketua umum yang mengepalai delapan belas benteng kota air di telaga Tong Teng serta tiga puluh enam benteng air disungai Tiang kang?"
Tong Teng ong ialah Raja dari Tong Teng ouw, telaga Tong Teng, dan ^go ouw Sin Liong ialah si Naga Sakti dari Ngo ouw, lima telaga itulah gelaran oey Thian Hong. Sedangkan cit Tok Tee it kee ialah Rumah Tunggal Tujuh Perairan.
Mendengar penjelasan itu, Kho Khong lantas berkata: "oh, kiranya Tong Teng ong Itulah nama besar yang telah lama kudengar yang mendengung bagaikan guntur menulikan telinga dan aku bersukur sekali dapat berkenalan dengan Tong Teng ong"
Itulah kata kata memuji yang biasa. Mendengar itu si kate kurus kata perlahan-"Melihat wajahnya selagi dia bicara, mungkin dia benar benar tidak ketahui tentang kau, saudara oey."
"Saudara Tam benar," berkata si orang tua.
"Rupanya dia tak biasa hidup di dalam dunia Sungai Telaga."
Si kate kurus setengah tua itu berkata pula, sengit : "Dua hari empat muridku telah terbinasakan Kiu Heng Tjie Kiam, sakit hati itu
tidak dapat tidak dibalaskan. Jikalau aku membiarkan saja dan hal itu tersiar dikhalayak ramai pasti aku tidak dapat menaruh kaki lagi didalam dunia Kang ouw. Tapi bocah ini, sekalipun nama saudara, dia tak ketahui, rasanya besar dia baru pertama kali ini muncul dari gubuknya "
" Itulah benar, saudara Tam."
"Sekarang ini dunia Kang ouw digemparkan Kiu Heng Tjie Kiam," berkata lagi orang she Tam itu. "Benar kita belum tahu dia siapa dan orang macam bagaimana, tetapi anak muda ini, mungkin dialah salah seorang anggota Kiu Heng Tjie Kiam itu. Bagaimana pendapat saudara oey?"
Tiba tiba Oey Thian Hong bangkit berdiri, dengan tindakan lebar dia menghampiri Kho Kong, terus dengan dua buah jeriji tangannya dia menotok jalan darah Tjeng Hiat anak muda itu
Kedua lengan Kho Kong bagaikan mati, tiada dayanya untuk melawan atau berkelit, dia kaget ketika Ngo ouw Kin Liong mentotoknya. Tapi selagi menotok itu, tjhungcu itu tertawa bergelak dan tertawa nyaring: "Muridku tidak tahu apa-apa, dengan menggunakan Touw Kut Hoat dia melukai kedua lenganmu, dan kini loohu menghaturkan maaf."
Dalam kagetnya telah Kho Kong mengeluh hati: "Habislah aku ... semua orang disini ingin menyiksa kau, cuma orang tua ini yang berpikir lain, tapi biar begitu, aku tetap bakal menderita..."
Dugaan Kho Kong melesetjauh sekali, percuma saja dia berkuatir tidak keruan-siorang tua bukannya menotok dia untuk disiksa, tetapi justru untuk membebaskannya. Ketika dia mengerahkan tenaganya, hatinya menjadi lega. Dapat dia menggerakkan kedua tangannya seperti biasa. Maka tidak ayal lagi, dia mengangkat tangannya memberi hormat kepada orang tua itu sambil menghaturkan terima kasih. Habis menotok bebas, Thian Hong menanyakan she dan nama orang. Kho Kong menyebut namanya.
"silahkan duduk" tuan rumah mengundang.
Semua hadirin melongo. Mereka heran mengapa chungcu itu memperlakukan orang tawanannya demikian hormat. Namun tiada seorang pun yang berani menyanyakan-Oey Thian Hong memandang semua hadirin.
"Hari sudah jauh malam, silahkan tuan-tuan beristirahat," katanya. Tapi ia terus menatap si kate kurus, kemudian berkata kepadanya: "Saudara Kam pandai minum, silahkan kau menemani tetamu ini "
Si kate kurus mengerutkan alis, ia hendak bicara tetapi batal.
Oey Thian Hong memegang tangan Kho Kong ia mengajaknya berjalan melintasi pintu angin terus ke dalam.
Semua orang bangkit memberi hormat, mengantar keberangkatan mereka.
Sambil berjalan, Kho Kong berpikir. ia tak habis mengerti akan sikap tuan rumahnya ini. Akhirnya ia jadi curiga: "Baiklah aku berhati hati. Mungkin dia bermaksud sesuatu." Ketika ia menoleh kebelakang, ia melihat si kate kurus mengikuti, sepasang alisnya mengerut dan dia nampak sekali merasa sangat berduka, dia berjalan tanpa suara, mungkin hatinya sangat mendongkol
Thian Hong mengajak dua orang itu melintasi sebuah lorong, sampai dikamar kecil yang tertutup gorden diempat buah pojok terpasangkan masing masing sebuah lilin merah. Di tengah kamar terdapat sebuah meja yang sudah tersajikan penuh barang hidangan- Dua orang pelayang perempuan berdiri menantikan, kedua tangan mereka merapat dikiri kanan tubuhnya.
Kho Kong sudah lapar, mencium bau barang hidangan itu,
terbitlah nafsu makannya. Kalau dapat ingin dia mengganyangnya.
Thian Hong mengundang kedua tamu untuk duduk, lalu ia mengibaskan tangan, memberi tanda supaya kedua pelayannya mengundurkan diri. Maka mereka itu kemudian berlalu.
Si orang she Tam duduk menghadapi Kho Kong, mukanya merah padam. ini disebabkan walaupun ia telah coba mengendalikan diri, tetapi mendongkolnya tampak pada wajahnya.
"Tuan tuan, masih mengiringi dahulu cawan ini" tuan rumah menyilahkan- ia mengangkat cawannya dan lalu mendahului minum ia tertawa ramah.
Kho Kong sudah lapar, ia menenggak araknya, setelah itu, ia makan tanpa segan segan lagi.
Tidak demikian dengan sikate kurus, dia tak menyentuh
sumpitnya, bahkan dia duduk diam sikapnya sangat tawar.
Setelah tiga edaran, tuan rumah berkata pada Kho Kong: "Saudara Tam ini ahli silat Heng Ie Bun. iapun sahabatku dari beberapa puluh tahun, erat sekali persahabatan kami. Dalam hidupku, sangat sedikit sahabatku yang sangat karib."
Kho Kong tahu diri. ia berbangkit, menjura kepada orang she Tam itu.
"Namaku Kho Kong " ia memperkenaikan diri.
Si kate kurus tidak puas tetapi dia membalas hormat.
"Aku Sam Seng," dia juga memperkenalkan dirinya.
Thian Hong menoleh kepada Sam Seng, lalu ia memandang Kho Kong, sembari tertawa, ia berkata: "Rupanya pemilik Kiu Heng cie Kiam sangat menghormatik kau, saudara Kho Benarkah ?"
Hati Kho Kong berCekat. ia berkata dalam hati: "Membaki aku, kiranya dia mau memancing keteranganku. Sayang aku tidak tahu hal Kiu Heng cie Kiam itu... Tuan, sia sia saja daya upayamu ini" Walaupun dia memikir demikian, ia toh menjawab cepat: "Dengan sesungguhnya aku yang rendah tidak tahu apa apa tentang Kiu Heng cie Kiam..."
"Satu keluarga ada aturan kekeluargaannya sebuah toko ada aturan tokoknya sendiri," berkata pula tuan rumah, "demikian juga pelbagai partai, partai yang manapun mempunyai peraturannya
masing masing yang istimewa. Rupa rupanya Kiu Heng cie Kiam
keras luar biasa, bengis dan kejam, hingga orang orang
bawahannya tidak berani membelokan urusan partainya..."
Mendengar kata kata tuan rumah, sekitar Tam Sam Seng sadar
hingga dia menjadi jengah, malu sendirinya. Rupanya Thian Hong
membaiki orang tawanannya ini untuk menjalankan siasatnya itu.
Kemudian Sam Seng memandang Kho Kong. ia melihat orang sudah hampir mabuk. Tidak ayal lagi, ia mengangkat cawannya seraya berkata: "Tuan Kho, aku yang rendah juga mau menghormati kau. Mari minum " Kho Kong menenggak araknya. "Sungguh arak yang sedap " ia memuji.
Tuan rumah senantiasa memperhatikan tetamunya, melihat orang sudah mulai mabuk, ia tahu tak dapat sitetamu minum lebih banyak lagi, pasti dia pusing dan roboh. Maka ia menarik poci arak. Sambil tertawa ia berkata: "Menurut apa yang loohu dengar, ketua dari Kiu Heng cie Kiam adalah seorang wanita muda yang cantik sekali."
Biasanya pertanyaan ini tak pernah gagal dihadapkan kepada orang yang mulai mabuk arak.
Kho Kong menjawab tuan rumah. Akan tetapi, karena ia memang tidak ketahui tentang Kiu Heng cie Kiam, jawaban atau keterangannya itu tidak jelas, tidak memuaskan-Sepasang alis Sam Seng menjadi berkerut rapat satu dengan lain-
"Saudara Kho, sungguh aneh, nona yang memakai sebutan Kiu Heng cie Kiam" ia berkata "Itulah suatu nama yang bagus."
Arak Thian Hong arak simpanan istimewa, sifatnya keras. Dilain pihak. Kho Khong bukan jago minum, maka dia lekas kena dipengaruhi air kata-kata itu. Sam Seng berkata dengan maksud memancing, nyatanya dia gagal.
Bukannya Kho Kong menjawab, ia justru roboh dengan tiba-tiba karena ia sudah tidak dapat bertahan lagi
Jago Heng IeBun bangkit, dengan sebelah tangannya dia menyambar dan mengangkat tubuh orang.
"Tuan Kho.. Tuan Kho" dia memanggil manggil, "Tuan Kho, mari minum lagi "
Kho Kong tidak menjawab, hanya dari mulutnya lalu keluar arak dan barang makanan yang baru saja ia makan dan minum itu. Arak mulai membuat dia mual dan muntah.
Hampir Sam Seng kena tersembur, syukur dia keburu mengelak tubuh sambil cekalannya dilepaskan- Hingga menimbulkan suara berisik, tubuh sianak muda jatuh kelantai dimana ia terus rebah, bahkan dilain saat, napasnya lantas menggeros hebat Dia tidur nyenyak
"Tak kuasa dia tak kuat minum," kata Thian Hong menggelengkan kepalanya.
"Jikalau menurut aku, aku telah mengompasnya" berkata Tam Sam Seng yang masih penasaran- " Dengan dipaksa mungkin ia sudah memberikan keterangannya sejak tadi "
"Tak usah," kata si chungcu sabar. "Jikalau ia benar orangnya Kiu
Heng cie Kiam, ketentuannya bakal datang mencarinya."
"Sekarang aku memikir satu jalan, bagaimana pikiran saudara," kata Sam Seng.
"Apakah pikiranmu itu, saudara Tam?" tuan rumah bertanya.
"Sekarang kita merdekakan dia, lalu diam diam saudara memerintahkan dua belas orang menguntitnya. Mereka itu harus pada menyamar dengan begini aku percaya kita akan dapat menemui tempat singgah atau sarangnya."
Pikiran itu baik, Thian Hong suka menerima baik. Bahkan ia mengangkatjempolnya memuji kawannya itu.
"Kita harus mengirim orang-orang yang pandai bekerja, supaya kita tidak sampai membangkitkan kecurigaan orang she Kho ini," Sam Seng berpesan.
Thian Hong mengangguk dan tersenyum. ia menggapai kebelakang, memanggil dua orang budak perempuan, yang ia suruh memimpin Kho Kong untuk tidur.
Nyenyak tidurnya siorang she Kho, baru ia tersadar sesudah
besok lohor. Ketika ia membuka kedua matanya, ia heran. Dua
orang budak perempuan menantikannya disamping pembaringan-
"Kamu siapa nona-nona?" tanyanya terkejut. "Aku berada dimana ?" Kedua budak itu tersenyum.
"Kami diperintahkan menunggui tuan," sahut diantaranya. Mata Kho Kong terbuka lebar.
"Mana dia oey Tjhungtju ?" tanyanya pula.
"Tjhungtju mempunyai urusan, ia telah melakukan perjalanan jauh," sahut budak yang di kanan yang romannya elok. "Baru
setengah bulan kemudian, chingcu bilang akan pulang. Ketika
cingcu mau pergi, ia memesan kami untuk melayani tuan baik baik."
"chingcu kami paling senang menyambut tetamu," kata budak yang lain- "Sahabat sahabat dari selatan atau utara Sungai Besar, dekat atau jauh, asal mereka mengunjungi chungcu kami, pasti mereka disambut dan dilayani sebagai tetamu agung. Bukanlah tanpa alasan kenapa cit Tok Tee It Kee mendapat pujian kaum Kang ouw "
Selainnya cantik manis, kata budak ini pandai bicara. Yang dikiri menambahkan kawannya "chungcu mengatakan pula kepada kami
untuk menyampaikan kepada tuan, andaikata tuan sudi berdiam
disini, untuk menantikan kembalinya chungcu, itulah baik sekali.
"Andaikata aku mau pergi?" tanya Kho Kong. " chungcu pesan," kata budak yang dikanan, " apa bila tuan memaksa mau pergi juga, kami dilarang mencegah."
Kho Kong berpikir : "Satu malam aku tidak pulang, Bengtju dan kakak oey pasti menanti aku, maka itu, tak dapat aku berdiam lama lama disini..." Memikir demikian, ia berkata kepada kedua budak itu. "silahkan mundur, aku hendak bangun."
Kedua budak itu tertawa. "Mari aku membantu tuan berdandan "
"Tak usah Pria dan wanita tak dapat bersentuh tangan " Kedua budak itu tidak memaksa, sambil tertawa mereka berlalu. Kho Kong berbangkit dengan lekas, dengan cepat ia merapikan pakaiannya.
Tembang Tantangan 23 Pendekar Tongkat Dari Liongsan Liong-san Tung-hiap Karya Kho Ping Hoo Naga Sasra Dan Sabuk Inten 9
^