Pedang Golok Yang Menggetarkan 7
Pedang Golok Yang Menggetarkan Pedang Penakluk Golok Pembasmi Ka Thian Kiam Coat To Thian Kiam Coat To Karya Wo Lung Shen Bagian 7
"Dengan mata tertutup kau bisa berkelit dari beberapa seranganku, itulah bukti lihaynya ilmu silatmu. Dan, selagi aku terancam bahaya, tak dapat tidak. mesti aku mengandalkan
bantuan pengaruhmu. Maka juga aku mengatakan kata kataku itu, yang membingungkan kau untuk membuat kau terpaksa membantuku..." Siauw Pek masih tidak mengerti.
"Kau bukan oey Yan asli, buat apa mengangkut jenazah ketua Kwan ong Bun" cobalah dijelaskan"
Si nona tertawa manis. "Benarkah kamu percaya isi peti mati itu mayat manusia ?" Si anak muda melengak.
"Apa" Apakah kau telah pindahkan jenazah oey Loocianpwee?"
"Sudah beberapa lama curiga, nyata kecurigaanku tepat" oey Eng menyela.
Siauw Pek menghela napas pula.
"Kau menyamar sebagai oey Yan, nona, kau berhasil
menyelundup ke Kwan ong Blo," katanya "Sungguh kau cerdik dan
teliti. Nona apakah maksudmu ialah patung Kwan Tee kun itu?"
"Masih ada lagi, isinya peti mati itu," oey Eng tambahkan-Mata tajam si nona menyapu muka kedua anak muda itu.
"Patung Kwan Tee kun itu memang benda berharga," sahutnya kemudian, "cuma sampai dimana berharganya itu, aku belum dapat membuktikan- Tentang isi peti mati, aku sendiri belum melihatnya..."
"Nona belum lihat?" tanya Siauw Pek heran.
"Memang belum," sinona pastikan-
"Nona," kata si pemuda, "apakah ini artinya di belakang tirai ada
lain orang yang memegang peranan ?" Mata nona itu berputar.
"Kelak dibelakang hari, jikalau kau ada waktu senggang, aku undang kau datang ke Soat Hong San-" katanya mengelakkan pertanyaan. "Tinggallah kau disana beberapa hari, mungkin aku dapat membantu kau memperoleh penjelasan, dan keadaan yang sebenarnya..."
"Soat Hong San luas ratusan lie andaikata kami dapat kesana, pasti kami tak dapat mencarimu," berkata Kho Kong, yang sedari tadi diam saja.
"Asal kami tiba di walayah soat Hong San, tuan tuan, aku akan
segera mendengar kabar pasti ada orang yang menyambut kamu"
Sampai disitu, Siauw Pek berkata pula. Tapi, sebelum dia membuka mulut, lebih dahulu memperlihatkan sikap yang sungguh sungguh katanya : "Nona, kau telah ketahui asal usulku karena itu, aku mohon perhatianmu. Sekarang ini aku belum menghendaki namaku tersiar di muka umum, sebab asal namaku tersiar, pasti dunia Kang ouw pasti akan membadai.Jikalau itu sampai terjadi, aku khawatir nanti ada orang, atau orang orang yang tidak bersalah yang terembet atau celaka."
"Baik mari kita sama sama berjanji, tidak kita saling mencelakai" berkata sinona, juga bersungguh sungguh. Dan begitu menutup mulutnya, begitu dia melompat keatas keretanya yang terus dikaburkan
"Bengcu, benar benarkah bengcu mau melepaskan dia?" oey Eng berbisik. Siauw Pek mengangkat kepala memandang langit. Ia menghela napas.
"Terkecuali kita berniat merampas patung Kwan Kong itu serta isinya peti mati," katanya. "Jika tidak. harus membiarkannya pergi..."
"Memang demikianlah layaknya," berkata oey Eng. "cuma seharusnya kita buka peti mati itu untuk melihat apa isinya, agar lenyap kecurigaan kita." Siauw Pek tersenyum.
"Andaikata isi itu kita ingini, maukah kita merampasnya?" oey Eng melengak.
"Ya, Toako benar," katanya.
Baru saja saudara ini menutup mulut, Siauw Pek mengerutkan alis. Dengan tiba tiba mereka mendengar pula derap kuda mendatangi.
" Heran, entah telah terjadi peristiwa apa didalam kota Gakyang..." katanya yang terus pergi menyembunyikan diri pula. oey Eng dan Kho Kong turut mengumpat.
Kali ini yang datang itu tiga penunggang kuda, semuanya berpakaian serba hitam. Dan yang luar biasa ialah mereka masing masing membawa sesosok mayat.
Siauw Pek mengintai, ia terkejut. Ia lihat di dadanya ketiga mayat itu tertancap pedang pendek.
"Kembali pedang Kiu Heng cie Kiam..." serunya perlahan-
Ketiga ekor kuda dikaburkan bagai terbang maka itu, hanya sekejap mata, mereka semua sudah melewati rimba, lenyap dikejauhan di antara gelapnya sang malam.
Siauw Pek keluar dari tempat persembunyiannya. Ia mendongak. melihat bintang-bintang di langit.
" Kembali Kiu Heng cie Kiam..." katanya perlahan. Dia menarik napas.
"Rupa rupanya seluruh kota Gakyang telah diliputi kehebohan Kiu Heng cie Kiam," kata oey Eng.
Pada benak Siauw Pek timbul suatu pikiran-
"Tidak salah" katanya. "Agaknya terdapat banyak jago Rimba Persilatan yang telah datang kekota Gakyang. Mungkin semuanya bersangkut paut dengan Kiu Heng cie Kiam, dan dia itu sendiri ada hubungan dengan peristiwa Pek Ho Po..."
"Benar" kata oey Eng yang tiba tiba mencelat. "Hal itu kita mesti cari tahu hingga kita ketahui jelas"
oey Eng berdua Kho Kong teringat kejadian yang mereka lihat di Pek Ho Po.
"Peristiwa Pek Ho Po telah menggemparkan dunia Rimba Persilatan," berkata Siauw Pek, "Aku kuatir ada orang yang menggunakan itu sebagai bahan untuk menimbulkan onar..."
Suara anak muda ini terhenti karena ia lihat tiba tiba ia mendengar suara tangisan yang sangat memilukan hati. oey Eng heran-
"Bengcu, mari kita bersembunyi," oey Eng berkata perlahan- "Tengah malam buta ini tak mungkin ada orang melakukan penguburan.Jangan jangan tangisan itu ada hubungannya dengan Kiu Heng cie Kiam..."
Bengcu itu menurut, dan mengajak dua saudaranya mas ik kedalam.
Boleh dikata pada saat itu juga, tibalah suara tangisan itu. Terlihat empat orang bertubuh besar, yang mengenakan pakaian serba hitam sedang menggotong sebuah peti mati, dan seorang wanita, yang berpakaian berkabung, mengiringi sambil memegangi pinggiran peti mati itu. Wanita itulah yang menangis sedih sekali mengalun dimalam gelap gulita itu.
Disisi wanita itu berjalan mengikuti seorang bocah usia dua belas atau tiga belas tahun, yang kedua tangannya memegangi lengpay. Dia mengenakan baju kasar. Dia ini pula diiringi dua anak muda yang masing masing lengannya dilibat dengan sehelai kain putih. Pengiring lainnya, jumlahnya puluhan, terdiri pria dan wanita. Semua mereka tampak sangat berduka.
Kata Kho Kong kepada oey Eng: "Kau bisa menerka jitu, kali ini kau gagal..."
"Apa?" "Toh terang ini upacara penguburan" oey Eng menggeleng kepala.
"Kau lihat biar tegas. Perhatikanlah sianak laki-laki dan perempuan yang mengenakan pakaian berkabung itu"
Kho Kong membuka matanya lebar-lebar. Sekarang dia dapat melihat tegas. Di balik jubah berkabung dari anak anak itu tersoren senjata tajam. Maka ia mengerutkan alisnya. Ia pun berkata "Kau benar. coba kita bisa menyelip diantara mereka itu, kita tentu akan mengetahui hal yang sebenarnya."
"Bagus" seru oey Eng sambil menepuk bahu saudardanya itu. "Kau cerdik, saudaraku "
Untung tangisan sinyonya keras dan berisik hingga suara orang she Oey ini tidak terdengar orang banyak itu. Kho Kong mengawasi ketuanya. "Bagaimana pendapat bengcu?" tanyanya.
"Bagus" ketua itu menyatakan setuju. "Sekarang ini rupanya sedang muncul taufan diantara kaum Rimba Persilatan, kita malah menimbulkan kekeliruan, ada baiknya apa bila kita bisa mencampurkan diri didalam rombongan yang sedang berbelasungkawa itu."
"Hanya dari mana kita bisa mendapatkan pakaian putih?" tanya Oey Eng.
"cukup asal kita menyembunyikan senjata kita," kata Siauw Pek.
oey Eng dan Kho Kong menurut, maka bertiga mereka keluar dari tempat sembunyi mereka, secara hati hati, tetapi wajar, mereka menghampiri rombongan itu. Untung bagi mereka, orang berjumlah banyak dan jalannya tidak teratur. Maka mudahlah mereka mencampurkan diri.
oey Eng teliti, sembari jalan ia memikirkan jalan untuk mendapatkan tiga perangkat pakaian putih. Bila nanti sampai terang tanah, mereka akan kepergok, atau sedikitnya mereka akan menimbulkan keheranan atau kecurigaan-
"Sebelum fajar kita perlu mendapatkan pakaian putih," katanya pada ketuanya. Ia menggunakan saluran Toan im cie sut, supaya orang lain tidak dengar pembicaraan mereka.
"Kau benar tetapi tidak dapat kita merampas atau terpaksa membunuh orang," kata si ketua
"Bagaimana jikalau kita menotok tiga orang, guna merampas pakaiannya?"
"Sulit. Dengan begitu tiga orang itu toh masih dapat bicara. Kita mesti mendapatkan akal lain-.."
Mereka menggunakan Toan Im cie-sut, tidak urung mereka mendatangkan kecurigaannya seorang yang berjalan disisi mereka. Memang mereka tidak bicara keras akan tetapi mulut mereka berkemak-kemik dan mata mereka juga memain satu dengan yang lain- Kebetulan saja orang itu melihatnya. Dia seorang yang berusia kurang lebih tiga puluh tahun. Bahkan dia segera menghampiri dua saudara angkat itu. Siauw Pek menerka maksud orang. Ia menjadi khawatir.
"Terpaksa aku mesti turun tangan," pikirinya. Maka segera ia menyambut orang itu. Ia menyambar lengan orang itu berbaring
menotok otot gagunya. orang itu kaget. Tak sempat ia membuka
mulut, dia sudah jadi kurban. oey Eng lekas maju, untuk mengalingi.
Ketika itu tangisan sinyonya makin menjadi jadi, lebih keras dan lebih gencar. Pula anehnya rombongan itu juga lalu berjalan lebih cepat. Mereka seperti hendak mencapai tempat tujuan pada saat yang telah ditetapkan atau dijanjikan-
Siauw Pek mencekal nadi orang, yang diajak jalan bersama. Sembari berjalan, ia mengancam, katanya "Jangan kau meronta, nanti aku mampuskan kamu "
Orang itu mengawasi, bingung. Ia jeri melihat mata keren sianak muda. Tapi ia sedikit lega mendengar ancaman itu.
"Kami tidak bermaksud jahat," Siauw Pek menjelaskan, perlahan, "kau jangan takut."
Walaupun ia berkata demikian, Siauw Pek mengerahkan tenaganya.
Orang itu kaget. Ia merasakan tubuhnya lemas seluruhnya, sampai bergerakpun sulit.
Kho Kong berjalan dibelakang orang itu, dengan sebelah tangannya, ia menolak punggung orang itu, buat membantu dia berjalan terus.
Siauw Pek melihat wajah orang itu menyeringai, itulah tanda bahwa orang itu tidak tahan siksaan- ia segera menotok pula, untuk membebaskannya. Didalam sekejap. kesehatan orang itu pulih dan dia dapat berjalan seperti biasa.
Siauw Pek batuk-batuk perlahan, setelah itu ia berbicara. Ia menggunakan Toan Im cie-sut. Katanya: "Aku heran terhadap sesuatu, aku mau minta keterangan kau, saudara. Jikalau kau suka bekerja sama, mengangguklah." orang itu mengangguk, bahkan sampai tiga kali.
"Kami membutuhkan tiga perangkat pakaian berkabung, dapatkah saudara mengusahakannya" Siauw Pek tanya.
orang itu mengangguk. "Bagus Sekarang aku bebaskan tanganmu, segera kau cari pakaian itu, setelah kau berhasil aku akan lenyapkan gagumu ini." oRang itu mengangguk pula.
Siauw Pek mang ancam: "Ilmu totokku ini ilmu istimewa, didalam dunia ini tak ada orang lain yang mempelajarinya, jadi kecuali aku, tidak ada siapapun yang bisa menolongmu."
Begitu dia habis berkata, Siauw Pek melepaskan cekalannya.
orang itu memandang sianak muda, lalu ia berjalan pergi, dan lenyap diantara orang banyak.
Melihat lagak orang, hati Siauw Pek tidak tenang, Kata dia: "Jikalau dia membuka rahasia, bisa pusing kita..."
"Dia masih gagu, tak mungkin dia kabur," berkata oey Eng. "Sekarang ini kita lihat saja."
Biar bagaimana, Siauw Pek tetap ragu.
Tidak lama, orang tadi sudah muncul. Dia menghampiri Siauw Pek, terus menyingkap bajunya . Disitu tampak tiga perangkat pakaian putih .
sebelum fajar, cuaca masih gelap. gerak gerik seorang itu tidak mencurigakan-
Siauw Pek berlaku sebat. Ia mengambil tiga perangkat pakaian itu, yang dua ia serahkan pada oey Eng dan Kho Kong masing masing satu, setelah itu, ia berdandan dengan sebat. Kemudian, ketika ia menotok bebas gagu orang itu, sebagai gantinya, ia mencekal pula tangannya erat erat.
"Katakan kepadaku, siapa wanita yang berkabung itu?" tanyanya separuh berbisik. "Didalam peti mati itu mayat siapakah ?"
Siauw Pek sengaja memperlahan tindakannya, supaya mereka ketinggalan berapa tombak dari orang banyak itu.
orang itu menghela napas, guna melegakan hatinya.
"Yang mati itu adalah Uh Tay Hong, tongu atau ketua cabang, dari partai cit Seng IHwee pusat cabang Kanglam. Wanita itu ialah isterinya" dia menjawab.
"Bagaimana matinya Uh Tay Hong itu?"
"Aku tidak tahu, sebab aku tidak melihat sendiri, hanya kata orang, dia mati tertikam pedang Kiu Heng cie kiam. Atas kejadian itu, cabang sini lalu mengirim laporang kilat kepada pusatnya di Kanglam. Mereka menggunakan burung merpati. Dari pusat lantas diutus tiga wakilnya, yang jabatannya sebagai tay-hu-hoat
pelingung partai, untuk mengurus upacara penguburan ini.
Kabarnya ketua cit Seng Hwee pun bakal segera datang kesini."
"Kalau Uh Tay Hong ketua cabang, kenapa jenazahnya diangkat pada malam malam seperti ini?"
"Entahlah duduk perkara yang sebenarnya, tapi katanya Nyonya Uh telah mendapat petunjuk untuk membawajenazah suaminya
kesuatu tempat." Siauw Pek mengawasi tajam muka orang itu. Ia percaya orang itu bicara jujur.
"Apakah kau juga anggota cit Seng Hwee ?"
"Aku belum masuk jadi anggota, aku cuma pegawai."
"Kau bukan anggota, kenapa kau dapat bekerja didalam markas?"
"Kau siapakah ?" dia tanya sebelum menjawab lebih jauh. "Ada hubungan apakah diantara kau dan cit seng hwee ?"
"Tidak ada sangkut pautnya," Siauw Pek menggelengkan kepala. "Aku tidak punya hubungan dengan partai mana juga."
"Jikalau begitu, kenapa kamu menyampurkan diri didalam rombongan ini ?"
"Nampaknya kota Gak yang kacau sekali." sahut Siauw Pek. "Disini pula banyak orang kaum Rimba Persilatan- Kami tak bersangkut paut dengan siapa juga tapi kami kuatir nanti dicurigai atau terjadi salah paham, maka itu kami datang kemari, untuk mengurangi ancaman keruwetan yang tidak tidak itu."
"Oh, begitu. Aku kira kami orang orang cit Seng Hwee..." orang ini agak ragu ragu.
Siauw Pek mengawasi pula, katanya. "Saudara, aku percaya kau tidak bakal membuka rahasia kami "
orang itu berdiam sejenak. baru dia berkata. "Disini ada banyak orang, kecuali ketiga hu hoat itu, banyak sanak keluarga dan sahabat sahabatnya Uh Tay Hong dan isterinya, walaupun demikian, asal kamu berhati hati, mungkin kami tidak bakal kepergok." Siauw Pek heran-
"Dialah orang baru, kenapa dia begini baik hati menasehati kami?"
Tapi ia lekas berkata. "Terima kasih, saudara "
orang itu masih mengawasi Siauw Pek, kelihatannya dia mau bicara tetapi yang, lalu terus dia berjalan pergi.
Siauw Pek mengikuti. Ia tetap curiga. Ia pikir, asal orang itu main gila, ia ingin menghajarnya .
Rombongan berjalan terus, sampai akhirnya mereka tiba disebuah rumah besar dengan pekarangan yang luas.
Sampai disitu, Nyonya Uh segera berhenti menangis, segera dia memerintahkan supaya peti mati diturunkan, dia sendiri terus masuk kedalam gedung. Tatkala itu sudah mulai fajar, langit putih guram nampak disebelah timur. Hanya sebentar, muncullah seorang muda yang menggantung golok dipinggangnya.
"Para tami, dipersilahkan masuk " ia berseru kepada orang banyak. lalu ia memutar tubuh guna memimpin jalan-
Siauw Pek bertiga mengikut masuk. Mereka tetap bercampuran diantara orang banyak itu.
Diatas pintu besar dan hitam itu tampak selembar papan merk bunyinya "Hok ciu Po", hurufnya besar besar. Selewatnya pintu, terlihat sebuah halaman besar dan luas. Diatas pintu yang kedua ada digantungkan dua buah lentera.
Anak muda yang membawa golok itu memimpin orang masuk kemar disisi kanan- Kata dia merendah, "Dalam beberapa hari ini Hok ciu Po mendapat kunjungan banyak sahabat seorang Kang ouw, sedangkan persediaan kamar tidak mencukupi, karena itu terpaksa kami mohon tuan tuan sudi beristirahat didalam kamar ini saja."
Berkata begitu, dia mengawasi semua orang itu, pria dan wanita yang bergabung sebagai anak laki laki dan perempuan- Dia mengerutkan alisnya. Kemudian bertanya, "Tuan-tuan, apakah diantara kamu ada yang menjadi pengurus ?"
Sebagai jawaban terdengar suara batuk batuk. terus muncul seorang tua berusia kira kira lima puluh tahun- Dia ini bertindak dengan perlahan- Kepalanya ditutup dengan ikat kepala putih, dan
tangan bajunya tergantungkan sapu tangan putih juga. Sambil memberi hormat, dia berkata, " Ketika nyonya masuk ke dalam, kami belum sempat bicara, maka itu sekarang kami lagi menantikan segala titah nyonya." Anak muda itu membalas hormat. Ia terus menanyakan nama orang itu. Orang tua itu menyebut dirinya Nio cu Peng.
"Aku sendiri Gouw Sian Kie," sianak muda memperkenalkan diri.
Kemudian, ia tanya, "apa jabatan cu Peng didalam cit Seng Hwee." "Hu hoat," sahutnya. Itulah pelindung hukum partai.
Kemudian Tju Peng memandang bocah yang membawa lengpay seraya berkata: "Inilah putera ketua cabang kami."
Gouw Sian Kie mengawasi bocah itu, ia menganggukkan kepala. "Maaf." katanya.
Anak itu sejak tadi berdiri diam sambil tunduk. atas kata-kata Sian Kie, dia mengangkat kepalanya dengan perlahan katanya: "Ayahku bercelaka hingga sekarang kami terpaksa merepotkan kau, saudara Gouw Untuk kebaikanmu itu, aku mengucapkan banyak- banyak terima kasih " lalu ia menekuk lutut, mengunjuk hormatnya. Repot Sian Kie membalas hormat.
"lbumu sudah masuk kedalam, silahkan kau masuk juga," katanya. Anak itu tidak menolak.
"Tolong saudara Gouw mengantarkan," katanya, yang terus menoleh pada cu Peng, lalu meneruskan : "Aku minta paman Nio yang urus segala sesuatu disini."
"Jangan kuatir, kongcu," kata Tju Peng membungkuk.
Sian Kie berkata: "Saudara Nio, aku akan menyuruh orang menyiapkan barang hidangan,"
Ia memandang pula bocah itu seraya berkata: "Uh kongcu, mari
" "Kongcu" ialah sebutan bocah itu sebagai putera Uh Tay Hong.
Bocah itu mengangguk. ia berjalan. Ia masih kecil tetapi ia sudah tahu aturan, sikapnya wajar. Karena ia bertindak pergi, ia terus diikuti oleh dua orang muda yang lengannya memakai ikatan kain putih.
Gouw Sian Kie melihat dua pengiring ini, ia hendak membuka mulut, tetapi gagal, terus ia berjalan didepan-
Menyaksikan semua itu, dengan saluran toan im cie sut, Oey Eng tanya ketuanya: "Tempat ini terpisah dari kota Gakyang cuma beberapa puluh lie, apakah dulu bengcu pernah mendengar tentang dusun Hok Siu Po ini ?"
Siauw Pek menggelengkan kepala, ia menjawab tidak. Tadinya ia mau bicara terus, tetapi ketika ia melihat ada sepasang mata mengawasi tajam kearahnya, terus ia membungkam.
Ketika itu cu Peng menghampiri sianak muda.
"Tuan, apakah kau sanak Uh Tong cu?" dia bertanya, suaranya keren-
Siauw Pek menggoyangkan kepala. "Bukan. Aku sanaknya Nyonya Uh."
Dengan sinar mata tajam, cu Peng mengawasi oey Eng dan Kho Kong. Tapi segera dia mengundurkan diri lagi.
"Rupanya dia mencurigai kita," kata oey Eng.
"Kita lihat gelagat saja," berkata Siauw Pek, "kecuali sudah sangat terpaksa, kita jangan turun tangan-"
Waktu itu terlihat beberapa orang datang dengan barang hidangan yang masih mengepul, untuk disuguhkan kepada orang banyak. Mereka ini nampaknya sudah lapar, kemudian semua makan dengan lahapnya.
Siauw Pek bertiga turut bersantap. untuk tidak mendatangkan kecurigaan, mereka makan dengan bernafsu juga.
cu Peng masih terus memperhatikan sianak muda, yang ia sering lirik sedangkan terhadap oey Eng dan Kho Kong perhatiannya kurang.
Siauw Pek mengerti juga, dengan pura-pura menggayam, ia berkata pada oey Eng: "si orang she Nie sangat memperhatikan aku, asal rahasiaku bocor, aku akan segera mengangkat kaki kamu berdua diam saja disini dulu."
Meski ia menggunakan saluran Toan Im cie sut, pemuda ini tidak berani bicara terus. cu Peng tengah mengawasinya.
Disaat itu terdengar tindakan kaki orang, lalu nampak Gouw Sian Kie muncul dengan diikuti seorang toosu, imam, setengah umur, yang mengenakanjubah bersulam patkwa, garis delapan, yang rambutnya disanggul, punggungnya menggembok pedang, tangannya mencek kebutan- Dia berjanggut panjang.
Hati Siauw Pek bercekat ketika ia melihat sinar mata imam itu yang tajam sekali. Sinar mata itu menandakan mahirnya lweekang, ilmu tenaga dalam.
Atas tibanya imam itu, cU Peng segera menyambut, agaknya dia tersipu sipu. Dia menyambut sambil membungkuk, jari tangan jempol dan tengah kanannya ditempel satu den lain- Dia pun memperkenalkan nama dan jabatannya.
Si imam tak menunjukkan perubahan sikap apa-apa, hingga dari wajah dan geraknya sukar orang menerka isi hatinya. Dengan tawar
dia bertanya. "Diwaktu Uh Tongcu hendak menghembuskan
napasnya yang terakhir apakah dia telah menunjuk ahli warisnya ?" "Ya. Ia menunjuk Nyonya Uh," sahut cu Peng.
"Setelah Uh Tongcu terbokong mati, apakah segala galanya diurus oleh Nyonya Uh?" si imam bertanya pula.
"Ya," sahut cu Peng pula setelah dia diam sejenak. "Kami semua bekerja menuruti perintah nyonya."
Si imam meperdengarkan suara bagaikan menggumam. Terus ia memandang orang banyak. "Apakah mereka ini semua murid murid cit Seni Hwee?" cu Peng memandang dahulu orang banyak itu.
"Ya," jawabnya, "Sebagian yang kecil adalah sanak tongcu dan nyonya."
Imam itu mengerutkan alisnya. Katanya: "Peraturan partai kami keras sekali, bunyinya pun jelas. Segala rahasia partai, orang luar tak boleh tahu. Pembokong terhadap Uh Tongcu adalah suatu perkara besar, karena itu kenapa sekarang orang luar diijinkan hadir disini ?"
cu Peng agak ragu ragu. "Soal itu hambamu kurang jelas, semua ini adalah urusan nyonya."
"Hm" si imam memperdengarkan suara dingin, "Nyonya Uh demikian berkeberanian besar dan lancang, aku khawatir dia tak akan lolos dari kesalahan membocorkan rahasia partai..." Ia mengawasi tajam beberapa puluh orang pria dan wanita yang berbelasungkawa itu. Lalu ia bertanya dingin- "Nio Hu-hoat, apakah telah lama kau menjabat dicabang wilayah Kanglam ini?"
"Sudah delapan tahun lebih," jawab cu Peng.
"Bagus Kau tentu kenal semua anggota cabang sini, bukan?" "Kebanyakan kenal."
"Bagus Kau periksa disana Siapa bukan anggota, kau pisahkan"
cu Peng terdiam. Dia merasa sulit. Pikirnya: "Kecuali anggtota, semua mereka itu sanak keluarga Nyonya Uh, kalau aku pisahkan mereka, mungkin nyonya gusar..." Si imam melihat orang ragu ragu, ia menerka apa yang dipikirkannya.
"Tahukah kau siapa punco ?" dia tanya.
"Aturan partai kami melarang bawahan menanyakan atasan, kalau siatasan tidak memberitahukan, sibawahan tidak berani
banyak bicara." (atasan ialah siangco, dan bawahan hee siok. siatasan menyebut dirinya sendiri : punco)
"Aku adalah Heng seng Tongcu clo Tiat Eng dari pusat," si imam perkenalkan dirinya. "Jadi dialah ketua penegak hukum (heng seng)"
Hati ciu Peng goncang. "Maaf hee siok tak tahu," katanya.
"Hwee cu mengutusku kemari dengan kekuasaan penuh, untuk mengadakan penyelidikan dalam hal ini aku dapat menjalankan hukuman tanpa setahu hweecu lagi" si imam memberi tahukan kemudian (Hweecu ialah ketua partai).
cu Peng mengangguk. "Selain punco sendiri, punco datang bersama dua toahu hoat," si imam meberitahukan lagi. Toahu hoat ialah atasan pelindung hukum.
"Kalau begitu, hee siok menemuinya," kata cu Peng.
"Tak usah. Sekarang coba pisahkan orang-orang bukan anggota kita " cu Peng menjawab
"Ya" terus dia bertindak. Paling dulu dia mendekati Siauw Pek "Kau sanak nyonya, bukan?" tanyanya dingin-
"Benar," sahut sianak muda terpaksa, walaupun ia curiga. "Ada titah apakah hu hoat?"
"Sanaknya nyonya, walaupun aku belum lihat semua, umumnya aku kenal, tetapi kau, tuan aku belum kenal denganmu" katanya pula.
" Karena penghidupanku, aku biasa merantau," siauw Pek mendusta. "Aku jarang menemui orang orang cabang."
"Apakah hubunganmu dengan nyonya?" cu Peng tanya pula. "Nyonya Uh adalah kakak sepupuku."
siauw Pek berpikir cepat. ia tak mau menyebutkan sanak terlalu jauh supaya tidak dicurigai.
Mendengar itu, cuPeng berkata cepat, dengan perlahan sekali: "imam itu penegak hukum kami, kalau sebentar dia menanyakan kau, hati-hatilah menjawabnya. Mari ikut aku " lantas dia memutar tubuh dan berjalan-
Siauw Pek mengikuti. ia heran juga atas sikap pelindung hukum ini.
cic Tiat Eng menatap tajam pada si anak muda, dia seperti
hendak menembusi hati orang. Siauw Pek bersikap tenang sekali. "Nic Hu hoat, apakah jabatannya orang ini?"
"Dia sanak keluarga Nyonya Uh."
"Apakah kau kenal dia?"
"Pernah ketemu, tapi tidak kenal baik."
cu Peng tahu siimam telengas, tanpa terasa dia melindungi Siauw Pek. Tiat Eng menatap pula si anak muda. "Apakah kau mengerti silat?"
" Nyonya Uh menjadi kakakmu, kenapa dia tidak ajak kau masuk menjadi anggota?"
"Hal itu pernah aku bicarakan dengan kakakku, soalnya ialah waktunya belum tiba. Kakak belum dapat mengajakku."
" Kenapa waktunya belum tiba?"
"Kata kakak, aturan partai sangat keras, dia kuatir kalau aku menjadi anggota, aku nanti banyak lagak apa bila sampai terjadi sesuatu meski dialah kakakku, tak dapat dia melindungi aku, katanya aku perlu menati satu atau dua tahun lagi, sesudah aku bertambah usia."
"Kalau begitu, Nyonya Uh berhati-hati..."
" Diantara saudara saudari, biasa orang saling memperhatikan-"
Tiat Eng menoleh pada Tju Peng. "Nio Hu-hoat, benarkah kata-kata dia ini?"
"Itu.... itu... sahut si Hu hoat ragu ragu.
"Itu, itu apa?" tegaskan si imam, suaranya dingin- "Benar atau tidak katanya ini ?"
"Benar," sahut bawahan itu terpaksa.
Tiba-tiba si imam tertawa dan tangannya menepuk lengan si anak muda.
"Terlalu kakakmu itu " katanya. "kau toh berbakat baik Kalau nanti punco kembali ke pusat, akan punco perkenalkan kau kepada ketua kami "^
"Terima kasih" kata Siauw Pek cepat.
Habis tertawa, mendadak si imam memperlihatkan wajah keren.
"Nio Hu hoat," tanya dia, "disaat Uh Tong cu terbunuh, apakah kau berada bersama.?"
"Malam itu hee slok tak pernah meninggalkan kamar."
"Bagaimana dengan Nyonya Uh?" tanya pula si imam, hanya kali ini hampir berbisik.
"Nyonyapun berada bersama."
"Didalam cabang kita disini banyak anggotanya yang pandai,
kenapa orang membokong Tongcu tetapi tidak ada yang tahu ?"
"Setahuku, malam itu tidak ada orang yang menyelundup masuk.
Yang dikuatirkan jalan ada yang menyelit masuk sejak siangnya..." "Eh, bagaimana kau dapat menerka demikian"
cu Peng terkejut, hingga ia merasai punggungnya dingin- "Hee siok cuma menduga saja."
Ketika itu terdengar suara tambur tiga kali, seorang muda berlari keluar.
"cio toaya diundang masuk untuk menghadiri upacara" katanya.
"Aku tahu " si imam berkata sambil mengulapkan tangan, terus dia menatap cu Peng, "Nio Hu-hoat, siapakah diantara orang-orang ini yang harus turut menghadiri upacara ?" dia tanya.
"Inilah hee siok akan atur," sahut cu Peng, yang terus memilih dua belas orang. Tapi ia tidak memilih Siauw Pek.
" Kenapa dia tidak dipilih?" tanya Tiat Eng sambil menunjuk si anak muda.
"Baik, siangeo," kata bawahan itu. ia mengajak sianak muda, sambil menarik tangannya.
oey Eng maju dua tindak. ia berkata peralahan kepada si orang
she Nio: "Aku bersyukur aku diterima datang disini, karena itu sudah
seharusnya jikalau aku turut masuk untuk menghunjuk hormatku."
cu Peng mengerutkan alis, ia hendak membuka mulut tetapi batal. ia kuatir nanti ditegur si imam. Terpaksa ia mengulapkan tangan, mencegah. oey Eng melihat lagak orang, ia dapat menduga sebabnya, tetapi ia berpura tidak melihat cegahan itu, ia berjalan terus mengikuti ketuanya.
Melihat kedua saudara itu berjalan masuk. Kho Khong menyusul, tanpa minta ijin lagi dari cu Peng. Dan si hu hoat, yang telah terlanjur, membiarkan saja. Dia tetap berpura tak melihat. Akan tetapi, didalam hatinya, dia curiga. Seingatnya, belum pernah ia bertemu dengan oey Eng dan Kho Kong. Bahkan dia merasa asing sekali.
"Ah, mesti aku berdaya mengetahui siapa mareka " pikir dia akhirnya.
Sementara itu didalam rombongan, oey Eng dan Kho Kong tampak seperti orang biasa saja, mereka tidak menimbulkan kecurigaan. Tidak demikian dengan Siauw Pek, yang mirip seorang pemuda sastrawan-
Segera orang berada didalam sebuah halaman besar, setelah mendaki tujuh undak tangga batu, mereka mulai memasuki tangga halaman yang kedua. Dan segera hidung mereka diserbu bau yang harum halus dari kayu cendana.
siauw Pek mengangkat kepala. Ia melihat dua buah peti mati yang dilatar belakangi tirai putih ditaruh didepan sebuah ruang a, karangan bunga teratur rapi, dan empat pasang liling putih menerangi ruang itu. Kedua peti ditaruh berjajar. Dua nona berbaju putih berdiri dikiri dan kanan pintu.
cio Tiat Eng berjalan dimuka bagaikan mengepalai rombongan, selagi dia hendak memasuki ruang, tiba-tiba dia mendengar bunyinya tetabuhan dengan irama sedih, yang disusul dengan munculnya dua rombongan orang dari kedua sisi ruang besar, semua menuju kedalam ruang besar itu.
Diam-diam Siauw Pek memasang mata. Di sebelah kiri, orang yang berjalan dimuka rombongan ada seorang tua berusia lebih kurang lima puluh tahun, bajunya biru, lengannya terlibat sepotong kain putih. Dia mempunyai janggut yang panjang. orang yang kedua berumur kira kira tiga puluh tahun, matanya besar, mukanya persegi, dan wajahnya muram.
Yang ketiga ialah seorang nyonya muda, wajahnya tak terlihat sebab dia menutupi mukanya dengan saputangan yang terang ialah dia sangat berduka.
"Mungkin dialah nyonya Uh...." pikir Siauw Pek. Dibelakang
sinyonya ada enam atau tujuh orang dengan pakaian berlainan.
Disebelah kanan, rombongan dipimpin oleh seorang tua dengan baju panjang kuning muda," mukanya panjang bagaikan "muka kuda", sinar matanya tajam seperti " kilat berkelebat" sedangkan kedua belah tangannya panjang luar biasa, hampir sampai kelututnya. Dia diiringi oleh dua orang kacung berpakaian hijau, yang satu membawa pedang, yang lain tongkat. Dua dua mereka itu tampan- Dibelakang mereka ada seorang nona cantik dengan baju biru muda.
Dengan begitu maka mereka semua merupakan tiga rombongan, yang sama-sama menghampiri ruang besar itu. Setibanya didepan ruang, tetabuhan berhenti dengan tiba tiba. Dua orang nona dengan baju putih lantas memutar tubuh, berlari kedalam ruang, untuk mengambil tiga tabung bunga putih buat dibagikan kepada para pemimpin dari ketiga rombongan itu, kemudian bertiga mereka ini maju kedepan, guna memberi hormat. Habis menjura, ketiganya dengan cepat berdiri tegak.
Si orang bertubuh besar dan bermuka panjang mirip kuda itu melemparkan bunganya, sesudah itu ia menghadapi si orang tua berjanggut panjang danputih disebelah kiri, sambil mengangguk memberi hormat ia berkata: "Tak beruntung partai kami telah mengalami bencana ini, hingga membuat kedua pocu banyak kesal dan pusing. Untuk kebaikan pocu itu kami sangat bersyukur dan berterima kasih".
"Berat kata katamu ini saudara siang", berkata si orang tua berjanggut panjang sambil tersenyum, "justru akulah yang harus berterima kasih sebab saudara sekalian memandang tinggi kepadaku, karena mana senang aku meminjamkan ruangku ini untuk upacara perkabungan- Tak berani aku menerima kata kata banyak kesal dan pusing itu".
---ooo0dw0ooo--- JILID 13 cie Tiat Eng menyela, katanya: "Sebenarnya ketua kami hendak datang sendiri kemari, sayang ia sangat repot dengan urusan partai, maka ia telah mengutus aku saja. ia memesan menyampaikan hormat dan terima kasihnya kepada pocu berdua."
orang tua berjanggut panjang dan ubanan itu memberi hormat serada mengucapkan terima kasih.
" Kapankah kiranya ketuamu akan datang?" tanya si muka seperti kuda itu.
"Sukar untuk menentukan, pocu," sahut Tiat Eng "Sekarang ini partai kami kebetulan lagi berselisih dengan pihak Siauw Lim-sie, benar soalnya soal kecil akan tetapi apabila pengurusannya tidak sempurna, akibatnya itu bisa menjadi onar hebat.Jikalau saudara Siang hendak bicara, silahkan bicara denganku saja." Si muka panjang itu mengawasi kesegala penjuru ruang.
" orang-orang macam apakah itu yang tubuhnya ditutupi dengan kain putih?" tanya dia kemudian-
Memang selain kedua peti mati, ditengah ruang besar itu pula rebah beberapa mayat yang tubuhnya ditutupi cuma dengan kain putih.
"Sukar untuk menjelaskannya," jawab si orang tua ubanan- "
Umumnya merekalah anggota anggota partai partai besar."
Pedang Golok Yang Menggetarkan Pedang Penakluk Golok Pembasmi Ka Thian Kiam Coat To Thian Kiam Coat To Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dengan kakinya, si muka panjang itu menyingkap kain putih penutup satu mayat.
Siauw Pek menggunakan kesempatan itu untuk turut melihat mayat itu seorang yang usianya belum tinggi, yang dadanya ditancapkan sebatang pedang Kiu Heng cie Kiam.
"Dia ini murid bukan pendeta dari Siauw Lim sie," kata si muka panjang.
"Benar," kata si orang tua ubanan- "Pengetahuan saudara Siang luas sekali hingga orang tak mudah menandinginya."
Kembali dengan kakinya, si muka panjang menyingkap tutup satu mayat lainnya. Ia mengawasi, lalu ia kata: "Inilah seorang murid dari Liong Hong Pang."
"Liong Hong Pang" ialah partai "Naga Burung Hong". (Burung Hong - phoenix).
"Tidak salah " kata pula si orang tua ubanan- "Tidak kecewa saudara Siang menjadi seorang ketua partai."
Agaknya si muka panjang itu bangga. Terus ia menyingkap tutup mayat yang ketiga. Tetap ia menggunakan kakinya.
Siauw Pek melihat mayat itu bermuka hitam legam pakaiannya hangus terbakar di sana sini, kecuali secabik potongan jubah di atas perutnya. Didalamnya itupun nancap sebatang pedang Kiu Heng cie Kiam
"Mungkinkah dia ini seorang imam?" tanya si muka panjang. Beberapa lama ia mengawasi, agaknya dia ragu-ragu. si orang tua ubanan melengak.
"Bagaimana saudara Siang dapat tahu dialah Sam ceng ?" tanyanya.
"Sam ceng" ialah tri-tunggal dari Too Kauw. Inilah suatu sebutan buat agama Nabi Loo cu (LaoTze).
Si muka panjang tertawa terbahak. agaknya dia puas sekali.
"Aku melihatnya dari robekan jubah di atas dadanya Benar, bukan ?" sahutnya ganti menanya.
Memang, sepotong kain yang menutup dada mayat itu adalah sobekan jubah imam.
"Benar," menjawab siorang tua ubanan- "Dia ini murid dari Kun Lun Pay."
"Eh puco yang baik, mengapa kau ketahui itu?" menegaskan simuka panjang.
"Aku tahu karena aku melihat dari senjatanya." Kembali simuka panjang menyingkap tutup mayat yang keempat.
"Dia ini murid Pat Kwa Bun " katanya setelah mengawasi sejenak.
Menyusul kata-kata simuka panjang ini, sesosok tubuh terlihat melompat menghampiri mayat itu, setelah diamat amatinya, dia segera mencabut pedang Kiu Heng cie Kiam didada mayat itu.
orang yang berlompat ini adalah seorang kate kecil yang membawa sepotong tiatpay di punggungnya dan sebuah golok pendek tergantung dipinggangnya. Simuka panjang berpaling, keningnya berkernyit.
"Saudara menjadi apa didalam Pat Kwa Bun?" sapanya.
"Aku orang she ouw," sahut orang itu tawar. Dia bukan menjawab hanya memberitahukan she nya.
si orang tua ubanan lekas lekas menyela: "Tuan tuan belum tahu satu sama lain" Mari aku perkenalkan-" ia menunjuk simuka panjang.
"Inilah saudara Siang put tong, ketua Thay Im bun, yang namanya kesohor karena kepandaian ilmu tongkat bergabung ilmu pedang."
"oh, nama yang telah lama aku dengar " berkata orang she ouw yang kate kecil itu.
si orang tua menunjuk siorang kate yang membawa tiatpay pada punggungnya. Katanya: "Inilah saudara oue Bwee, anggota keamanan dari Pat Kwa Bun."
Mendengar itu, dengan dingin Siang put tong berkata: "sering aku mendengar didalam dunia Rimba Persilatan orang membicarakan nama saudara ouw, hari ini kita dapat bertemu aku merasa beruntung." Tiba-tiba ia merandak sejenak. kemudian menanya: "Apakah ketua saudara tidak ikut datang?"
"Suhengku sudah lama tidak muncul lagi dalam dunia Kang ouw," sahut ouw Bwee tawar. Jikalau saudara Siang hendak menunjukkan sesuatu harap tunjukkan saja kepadaku." ouw Bwee ini ialah yang bergelar si Tua Terbang.
"Aku kenal ketuamu itu," berkata Siang Put Tong. "Dulu selagi malam-malam menyerbu Pek Ho Po, aku pernah bertemu satu kali..."
Selama itu Siauw Pek terus memasang mata dan telinga, ia tertarik mendengar kata kata Siang PUt Tong itu. Tiba tiba ada yang menolak punggungnya, hingga tubuhnya terjerumus. Ia berdiri didekan Nyonya Uh, tanpa dapat dicegah, tubuhnya membentur sinyonya. Ia terperanjat. Lekas lekas menenangkan dirinya.
Nyonya Uh menoleh, dengan sinar mata tajam dia mengawasi si anak muda, sepasang alisnya berdiri. Agaknya ia hendak membuka mulutnya, tetapi segera sudah terdengar pula suaranya ouw Bwee suara yang dalam: "Itulah peristiwa belasan tahun yang lampau. Selama belasan tahun itu, suhengku tak pernah lagi meninggaikan Pat Kwa peng."
ouw Bwee memanggil "suheng", kakak seperguruan kepada
ketuanya itu. Pat Kwa peng adalah tempat kedudukan Pat Kwa Bun.
Karena kata-kata ouw Bwee itu. batallah si nyonya berbicara.
Sementara itu Siang PUt Tong berkata pula: "Ketua kamu itu bersemangat besar, pastilah dia sedang menyekap diri untuk mempelajari suatu kepandaian yang istimewa, untuk persiapan nanti setelah tiba saatnya untuk muncul pula guna menggemparkan dunia Kang ouw."
ouw Bwee tersenyum, dia tak menjawab. Sebaliknya dia menoleh kepada siorang tua berjanggut panjang dan ubanan.
"Saudara Ma," tanyanya, " apakah saudara pernah mengirim orang membuat penyelidikan-" orang tua yang ditanya menggelengkan kepala.
"Sungguh malu saudara ouw," sahutnya. "Aku telah mengirim tiga belas orangku akan tetapi selama satu bulan lebih kami belum juga berhasil memperoleh suatu keterangan-.."
"Satu hal aku tidak mengerti," berkata ouw Bwee, si Tua Terbang. " orang seperti hendak memusuhi kita kaum Rimba Persilatan- Kita dari pelbagai partai agaknya hendak dijadikan sasaran pembalasan sakit hati pihak sana itu. Setelah memikir lama, aku cuma melihat kemungkinan-.."
Kata kata ouw Bwee terputus oleh satu suara keras yang datangnya dari arah luar: "Siapa bilang pintoo tidak boleh melihat lihat" Bagaimanapun pintoo mesti masuk kedalam" menyusul itu, orang banyak mendengar suara seperti robohnya sesosok tubuh orang.
si orang tua berjenggot panjang segera berpaling kepada seorang bertubuh besar bermuka persegi disisinya, seraya berkata. "Jiet te, coba kau pergi lihat Yang datang itu orang gagah dari mana, kenapa dia demikian galak?"
orang yang dipanggil "jie tee" itu adik yang nomor dua, menyahuti. Akan tetapi belum lagi kakinya digerakkan untuk bertindak, orang yang dikatakan galak itu yang tadi menyebut dirinya pintoo, kata kata "aku" untuk murid Too Kauw, sudah muncul dengan tindakannya yang lebar. Dia benar seorang murid San ceng, yang mengenakan jubah dan menggantungkan pedang dipinggangnya. Memang kaum Too Kauw yang paham silat semua menggunakan pedang sebagai senjatanya. Melihat imam itu, ouw Bwee tertawa terbahak bahak. "Aku kira siapa, kiranya kau si imam hidung kerbau," sapanya nyaring. Memang ada suatu kebiasaan bahwa seorang imam diejek "si hidung kerbau".
"Saudara ouw kenal imam itu?" tanya orang tua berjanggut panjang.
"Dialah sahabatku dulu," jawab Hui Siu. "Kita sudah berkenalan dua puluh tahun dan telah juga bertempur belasan kali."
"Jikalau begitu, lekas saudara kenalkan aku dengannya" kata si orang tua agak terburu. "Seorang tetamu yang dihormati tak dapat disambut secara sembrono "
"Baiklah" jawab ouw Bwee yang terus membuka tindakan lebar memapak si imam sambil berkata. "Eh, imam tua hidung kerbau, tempat ini bukan tempat dimana kau dan mengganas." Tapi, habis berkata begitu, dia menunjuk kepada si orang tua berjanggut panjang untuk memperkenalkan- "lnilah Toapocu Ma Goan Hok dari Hok Siu Po."
"Toa po cu" ialah "tuan rumah yang besar" tertua.
Ma Goan Hok merangkapkan kedua tangannya, memberi hormat. "Too heng, terima kasih banyak atas kunjungan tooheng ini, katanya."
Imam itu juga merangkapkan tangannya.
"Terima kasih atas pujian pocu," sahutnya. "Sudah lama pintoo mendengar nama besar pocu bagaikan guntur menulikan telinga, sekarang kita dapat bertemu, sungguh beruntung "
ouw Bwee segera menunjuk orang yang bermuka persegi. :"inilah jie pocu Ma Goan Siu dari Hok siu Po " ia memperkenalkan lebih jauh. Jiepocu, ialah tuan rumah yang nomor dua.
Kedua pihak saling memberi hormat. Ma Goan Siu batuk batuk dua kali.
"Dapatkah kami mengetahui gelar too- heng ?" dia bertanya.
"Too heng", kakak dari golongan Too Kwan adalah panggilan untuk seorang imam.
"Pintoo ialah Kim cong," si imam menjawab.
Tiba tiba Siang Put Tong menyela : "Apakah Tootiang murid dari Bu Tong Pay?"
"To tiang" juga panggilan lain untuk imam.
"Tidak salah", sahut Kim cong. "Mohon tanya nama sicu?"
"Siang Put Tong," jawab Put Tong, dingin. "Satu nama yang tidak masuk buku, mungkin too tiang tidak kenal "
"oh, maaf, maaf," berkata si imam lekas lekas. "Kiranya ketua dari Thay Im bun "
"Tootiang mengenal aku, itulah bukti bahwa pengetahuan
tootiang luas sekali," berkata ketua Thay Im bun itu. Dia puas.
Berkata pula Kim cong. "Seorang yang ternama sekali, siapakah didalam dunia Kang ouw yang tidak kenal ?"
"Tooheng, silakan masuk." Ma Goan Hok mengundang.
Siang Put Tong tetap membawa sikap yang sombong, dia tidak segan segan dengan tindakan lebar dia kembali kedalam ruang.
Selagi berjalan, tiba tiba ouw Bwee menghampiri kedua peti mati, untuk mengawasi dengan teliti. ia melihat didepan peti yang kanan diletakkan sebuah lengpay dengan tulisan yang berbunyi "Jenazah Uh Tay Hong, ketua cabang pusat wilayah Kang lam dari cit ceng Hwee" Ia mengerutkan keningnya. Kemudian diawasinya peti mati yang disebelah kiri, yang juga ada lengpaynya, "yang bertuliskan cu Eng dari Thay Im bun." Membaca itu, tiba tiba jago tua ini menjadi panas hati.
" celaka betul Pengaruh uang, oh, pengaruh uang " serunya.
Ma Goan Siu, yang berjalan disebelah belakang, menjadi heran- Segera dia berpaling.
"Ada apakah, saudara ouw ?" dia bertanya.
Dari berseru gusar, si Tua Terbang tertawa terbahak2. Dia menjawab : "Kami dari Pay Kwa Bun dengan Hok Siauw Po persahabatan kita bukannya baru. Persahabatan kita tak dapat dibandingkan dengan kit seng Hwee tetapi toh jauh lebih erat daripada Thay Im Bun Mengapa selain orang orang cit Seng Hwee dan Thay Im Bun, mayat mayat dari lain lain partai dimasukkan peti mati ?"
Mendengar itu, Ma Goan Siu berkata cepat: "Saudara ouw, harap
jangan salah mengerti. Jenazah saudara tongcu Uh Tay Hong ini
telah dibawa kemari oleh cit seng hwee cabang pusat kang lam..."
"Bagaimana dengan jenazah pihak Thay Im Bun itu, adakah bawaan dari lain tempat?" tanya lagi ouw Bwee.
"Bukan," sahut Goan Siu.
"Habis, apakah Kok siupo hanya mempunyai sebuah peti mati ?" Berkata begitu, si Tua Terbang tertawa dingin.
Wajah Ma Goan Siu berubah. Katanya : "Kami pihak Kok siupo bukanlah tempat menerima dan mengurus mayat orang, maka itu buat apa kami mesti menyiapkan banyak peti mati?"
"Jikalau peti mati tidak ada, toh selayaknya apabila mayat dibungkus dengan kain putih. Kenapa cuma pihak Thay Im Bun yang diistimewakan dan yang lainnya diabaikan?"
"Saudara ouw, apakah artinya ini ?" tanya Goan Siu. "Sungguh aku tidak mengerti..."
"sangat sederhana " ouw Bwee tertawa pula, tetap nadanya dingin. "Saudara Ma mengurus mayatnya pihak Thay Im Bun dengan diberi peti tetapi mayat pihak kami dari pihak Pat kwa Bun dan lainnya digeletakkan saja dilantai, cuma tubuhnya dikerobongi sehelai kain putih Bukankah itu perlakuan berat sebelah yang nyata sekali" Apakah didalam hal ini aku perlu membuka suara bagaikan tambur ditimpali gembreng ?" Sampai di situ, Ma Goan Siu pun tertawa dingin.
"Kami dari pihak Hok siu Po, kami biasa bersahabat dengan pelbagai partai. Buat kami, merawat mayat atau tidak juga sama saja."
"Bukan niatku menegur," kata ouw Bwee, "aku hanya merasa inilah perlakukan membeda bedakan, perlakuan yang akan memperkecil hati orang orang kosen diseluruh negara, bahkan ini merugikan nama besar Hok Siu Po."
Ma GOan siu tetap bersikap dingin. Katanya pula : "Kami pihak hok siu kami memandang kau, saudara ouw, sebagai sahabat. Kami sekali bukannya takut terhadap nama besarmu Jikalau semua orang yang datang kemari bersikap seperti kau ini, habislah kami semua, mana kami mempunyai muka untuk menaruh kaki di muka bumi ini ?"
Sepasang alis ouw Bwee bangun berdiri, dia agaknya hendak meluapkan kemurkaannya, tetapi segera dia dapat menindasnya. Sebaliknya dia lalu tertawa tergelak.
"Maaf, saudara Ma " katanya. "Aku hanya bertanya sambil lalu, harap tidak saudara pikirkan-"
Berkata begitu, segera dia meneruskan bertindak kedalam.
Ma Goan Siu mendongkol tetapi ia tidak berani umbar itu. Iapun bertindak masuk.
Ketika itu, semua orang sudah berkumpul di dalam ruang, duduk menghadapi sebuah meja besar.
ouw Bwee melihat orang yang duduk dikursi pertama ialah Siang Put Tong, hatinya panas pula. tapi ia coba menguasai dirinya, tapi tidak urung, didalam hati, ia berpikir : "Heran, nama Thay Im Bun didalam kalangan Rimba Persilatan tidak terlalu kenal dan Siang Put Tong juga tidak ternama, mengapa Ma Goan Siu serta saudara bersikap begini menghormat kepadanya ?"
Oleh karena kemendongkolan itu, walaupun dia membungkam, wajah situa Terbang berubah. Ma Goan Ho melihat itu, hatinya bercekat. Ia kuatir nanti terbit onar. Maka lekas ia bangkit seraya berkata : "Saudara ouw, mari duduk disini "
ouw Bwee bersuara "Hm" perlahan sekali, ia pura-pura tidak mendengar perkataan tuan rumah, ia terus duduk disebelah Kim cong Tojin.
Goan Hok merasa tersinggung akan tetapi dia tidak memperlihatkannya, sikapnya tenang saja. ia dapat menguasai diri, tidak seperti Goan Siauw, si adik.
"Saudara-saudara," terdengar suara Siang Put Tong : "Aku ingin bicara, apakah saudara-saudara mau mendengarnya ?"
"Saudara siang mau bicara apa, silahkan " berkata Kim cong.
Imam ini,jago Bu Tong pay, biasa memandang rendah lain-lain partai yang termasuk partai cabang. Dia bisa memandang tinggi partainya sendiri, yang termasuk partai besar dan murni. Ketika dia bicara, nadanya tawar.
"Maksudku yang rendah," berkata siauw Put Tong tawar, "aku berpikir meminta saudara-saudara memilih seorang kepala yang ilmu silatnya liehay untuk mengepalai upacara disini."
"Pintoo pikir orang itu tak usah repot-repot dipilih lagi," kata Kim
cong Tojin. "Baik Siang ciangbun saja yang mengetahuinya."
"ciang bun atau lengkapnya "ciang bunjin" ialah ketua partai.
ciangbun biasa dipakai sebagai panggilan : ketua, atau tuan ketua.
"Akupun pikir begitu," ouw Bwee turut mengutarakan pikirannya.
siang Put Tong mengawasi tajam dua orang itu. "Apakah saudara saudara bicara dengan setulus hati ?" dia bertanya.
"Itulah soal lain," sahut ouw Bwee. "Kami bicara cuma disebabkan mendengar nama besar ketua,prihal kepintaran dan kepandaian tuan, belum pernah kami melihatnya, jadi kalau dikehendaki suara hati kami yang setulusnya, itulah kehendak. atau permintaan, yang keterlaluan-"
Siang Put Tong batuk batuk dua kali.
"Saudara ouw memikir buat belajar kenal bukan ?"
"Jikalau saudara Siang sudi memberi pelajaran, aku suka sekali menerimanya," sahut si Tua terbang.
siauw Pek bertiga mendengar dan melihat semua, karena merekapUn turut masuk kedalam ruang itu, cuma mereka tidak dapat tempat duduk. Mereka tidak memperhatikan urusan itu sebab mereka datang untuk mencari tahu segala sesuatu yang mengenai uruasn mereka sendiri, urusan coh Ke Po.
Sampai disitu, tiba-tiba cio Tiat Eng campur bicara.
"Saudara siang, saudara ouw " katanya. "Harap sabar sedikit
Bagaimana kalau saudara-saudara dengar beberapa kata-kataku ?"
"Bagaimanakah pendapatmu, saudara $cio ?" tanya Siang Put Tong.
"Kita berkumpul di Hok Siupo, ini untuk menyelidiki urusan Kiu Heng cie Kiam." berkata orang she cio itu "sekarang ini kita belum mendengar apapun juga, lalu kita hendak saling bunuh, bukankah itu sangat tidak berguna ?"
"Habis, bagaimanakah pikiran saudara ?"
"Kita semua adalah orang orang yang sedang menerima tugas," kata Tiat Eng pula, " apabila kita tidak berhasil dengan penyelidikan kita, selain tidak dapat pulang untuk bertanggung, juga kita bakal ditertawakan-Jikalau kemudian kita dijadikan buah pembicaraan dalam dunia Kang ouw, tidakkah itu akan merusak sangat nama kita ?"
"Bicara memang sangat mudah " Kim ciong Toosu turut bicara. "Paling benar kau utarakanlah rencanamu"
Tiat Eng sabar akan tetapi hatinya panas juga. Dia merasa sangat tersinggung.
"Bu tong pay terpuji sebagai suatu partai besar mengapa
tootiang bicara begini rupa?" dia menegur, wajahnya merah padam.
"Hei kau mencaci siapakah?" menegur Kim ciong. Dia
menganggap kata kata orang she cio ini sebagai dampratan- "Jikalau aku memaki kau, lalu bagaimana ?"
Heng Seng tongcu ini mau jadi juru pemisah, tapi tak disangka, dia justru terlibat sendirinya.
Ma Goan Hok bingung sekali, lekas lekas ia bangkit.
"Saudara tenang " dia berkata. "Mari dengar kata kataku siorang she Ma. Sebenarnya akulah yang keliru, yang tak menyediakan lebih banyak peti mati untuk merawat para korban itu, hingga hati saudara saudara terasa pedih. Sebenarnya Hok Siu po memandang sama semua saudara kaum Sungai Telaga. Kami tidak membeda bedakan. Sekarang ini justru aku amat berterima kasih karena para korban telah dibawa kemari, karena itulah bukti cinta kasihnya saudara saudara terhadap kami. Mohon maaf buat segala kelalaian kami " Berkata begitu, tuan rumah ini memberi hormat pada para hadirin-
Sebenarnya ouw Bwee dan Kim ciong tak puas terhadap pihak Hok siu Po karena perbedaan pelayanannya terhadap para korban
itu tapi karena mereka tak mau bentrok dengan keluarga Ma itu, mereka melampiaskannya terhadap pihak cit Seng Hwee dan Thay Im bun sekarang menyaksikan sikap ma Goan Hok. mereka malu hati. Kim ciong membalas hormat seraya berkata:
"Kami tidak menyesaikan kedua pocu, bahkan kami bersyukur
bahwa pocu telah sudi ketempatan mayat murid murid partai kami."
Ma Goan Hok berkata pula: "Sekarang ini aku sudah memerintahkan orang buat mencari peti mati sebanyak bisa didapat, maka sebentar setelah memperoleh, kami akan rawat baik baik semua mayat mayat ini."
Siang Put Tong yang berdiam sejak tadi itu, tertawa kering.
"Kiranya kau berselisih karena urusan ini" katanya mengejek. ia melirik pada ouw Bwee lalu dia menyambung, "sebetulnya aku tidak suka sembarang bicara, atau kalau aku bicara mesti ada buktinya. Saudara ouw gusar terhadapku, baiklah, harap saudara jangan bicara lebih banyak. Kita atur begini saja:
Masing masing kita memberi satu pertunjukkan, lalu pertimbangannya kita serahkan kepada para hadirin, mereka yang menilainya bagus buruknya." ouw Bwee tak mau menunjukkan kelemahannya sendiri.
"Saudara siang satu ketua partai, silahkan kau yang memulainya" katanya.
"Tak biasa aku berlaku segan, baiklah, aku akan lebih dulu memperlihatkan permainanku yang buruk."
Berkata begitu, ketua Tay im bun meluruskan tangannya, mengangkat cawan didepannya.
Para hadirin memasang mata. cawan teh itu diletakkan segera di telapak tangan, airnya tidak tumpah.Justru air itulah yang aneh perlahan lahan air itu beku bagai es.
Siang Put Tong tertawa lebar, agaknya dia puas dan bangga. Dia membalikkan cawan teh hingga teh es itu jatuh kelantai. Mengenai lantai es itu pecah berantakan.
"Telah aku pertunjukkan kepandaianku yang buruk" akhirnya dia kata, tertawa. "Kini persilahkan kau, saudara ouw." Hati ouw Bwee gentar.
"Tidak aku sangka tenaga dalamnya begini liehay," pikirnya. Tentu saja, tak dapat dia mundur." Dengan terpaksa, dia berkata. "Saudara siang tenaga dalammu amat mahir, aku kuatir tak sanggup menandinginya. Baiklah, aku juga mau pinjam air teh untuk mempertunjukkan keburukanku."
Berkata begitu, si Tua Terbang meletakkan tangannya diatas cawan teh. ia menekan-Sambil berbuat begitu, diam diam dia mengarahkan tenaga dalamnya.
Dengan perlahan lahan, cawan itu melesak masuk kedalam meja, kemudian menjadi rata dengan permukaan meja
Menyaksikan pertunjukkan itu, Ma Goan Hok tertawa.
"Saudara saudara, kamu memiliki masing masing kepandaianmu yang istimewa" katanya. " Dengan begini maka terbuka lebarlah mataku " Walaupun demikian, ouw Bwee tahu bahwa dia kalah seurat. Siang Put Tong tertawa.
"Saudara ouw, sungguh lihay kau " dia memuai.
"Inilah kepandaian yang tidak berarti, aku cuma menyebabkan buah tertawaan saja," berkata si Tua Terbang.
"Sudahlah " kata Put Tong kemudian- "Yang penting sekarang
ialah bagaimana kita harus berdaya mencari ciu Heng cie kiam "
ciu heng cie kiam. Pedang sakit hati itu, telah ditakuti oleh Put Tong sekalian, baik pedang nyama upun pemiliknya .
"Aku telah mengirim delapan orang ku pergi melakukan penyelidikan," Ma Goan Siu memberitahukan.
"Apakah telah ada hasilnya ?"
"Menyesal, belum. ciu heng cie kiam mirip dengan apa yang dikatakan orang, naga terlihat kepalanya, tidak ekornya. Dia tak dapat diterka dimana adanya. Sebaliknya, siapa pernah melihatnya, dia pastilah hilang jiwanya "
" Tentunya dia lihay sekali, kalau tidak. tidak nanti dia tidak melihat mata pada semua partai di wilayah kang lam ini " kata siang Put Tong pula
" Hanya masih menjadi suatu pertanyaan, dia sendiri atau berkelompok..." kata Tiat Eng.
"Aku kira bukan satu orang," kata Tiat Eng lagi. "Dia cerdik sekali."
"Jka dia berani menunjukkan diri, biarpun dia lihay berlipat
ganda, pasti dia tidak akan sanggup menghadapi semua partai."
"Pintoo mempunyai satu tipu untuk memancingnya keluar," Kim cung Toojin turut berbicara.
"Apakah itu tooheng?" tanya Put Tong.
"Kita sukar mencarinya, maka itu, mengapa kita tak menjebaknya
" Biarlah dia datang sendiri masuk kedalam jaring."
"Perangkap apakah itu ?"
"Aku telah memikir dayanya, hanyalah aku masih ragu ragu akan hasilnya..." menjawab si imam, matanya berputar putar. Ketika ia melihat Siauw Pek bertiga, tiba tiba ia berhenti bicara. Inilah karena ia mendapatkan ketiga orang itu sedang memasang telinga.
Siang Put Tong liehay sekali. Dia melihat gerak gerik imam itu, dia menerka tentu ada sebab sebabnya. Maka dia berpaling kepada ciu Tiat Eng. "Saudara ciu, apakah mereka semua anggota cit Seng Hwee?" tanyanya.
"Benar, saudara Siang. Ada titah apakah untuk kami?" sahut tongcu dari cit Seng Hwee.
" Dapatkah kau menitahkan mereka keluar dulu dari ruangan ini?"
"Dapat," sahut Tiat Eng, terus dia mengulapkan tangan terhadap Siauw Pek. Anak muda itu segera memutar tubuhnya, untuk berjalan keluar.
"Tunggu" ouw Bwee mencegah sambil dia bangkit. Siauw Pek memutar pula tubuhnya, ia berdiri diam, kepalanya tunduk. ouw Bwee menghampiri pemuda itu.
"Siapakah kau ?" tanyanya. "Rasanya aku mengenal kau. Dimanakah kita pernah sua ?"
"Aku tak kenal kau," sahut Siauw Pek. Ia menggelengkan kepala.
"Ingatan aku melebihi kebanyakan orang" kata siorang tua dingin. "Tak mungkin aku salah ingat" Dia menatap tajam muka orang.
Mendengar suara si Tua Terbang, Siang Put Tong turut menatap. Ia melihat tegas orang tampan bertubuh kekar. Diam diam ia kagum sekali. Katanya di dalam hati, "sungguh suatu bakat bagus untuk belajar silat"
oey Eng dan Kho Kong mendampingi ketuanya, mereka bersiap sedia turun tangan-
Siauw Pek berdiri tegak, kepalanya tunduk terus, matanya dipejamkan- ia menerka ancaman bahaya, tetapi ia bersikap tenang. ouw Bwee jalan mengelilingi sianak muda dua kali putaran-
"Anak kau she apakah?" dia tanya.
"she coh" sahut si anak muda.
"she coh?" mengulangi jago tua itu, matanya mengimplang. "Haha Aku ingat Ketika kita bertemu dulu kami masih seorang bocah cilik Iyakan...?"
Siauw Pek menggelengkan kepala. "Aku belum pernah bertemu dengan tuan-" Hut Siu tertawa dingin.
"Seumur hidupku aku telah menjelajah dunia Kang ouw, mana dapat aku membiarkan mataku ini kemasukan pasir?" katanya. "Bukankah kau ini turunan dari coh Kam Pek ketua dari Pek Ho Po ?"
Mendengar disebutnya nama Pek Ho Po, semua hadirinpun terkejut. Mereka masih ingat baik sekali peristiwa yang hebat itu. Bahkan banyak diantaranya turut di dalam rombongan penyerbu. Tak mudah melenyapkan kesan.
"Bukankah turunan si orang she coh telah mati di Seng Su Kio?" Siang Put Tong tanya.
"Aku hadir di tempat peristiwa ketika itu" kata ouw Bwee pula. "Siapa bilang dia mati dijembatan maut?"
"Semua orang Kang ouw ketahui itu." kata Put Tong.
"Aku justru melihat dia berjalan d iatas jembatan dan tak jatuh..." ouw Bwee memastikan- Terus dia menoleh kepada Kim cong Toojin, kemudian meneruskan kata katanya.
"Tatkala itu tooheng juga hadir bersama. Apakah tooheng
melihat anak coh Kam Pek tergelincir jatuh dari jembatan itu?"
"Benar seperti katamu, saudara ouw, pintoo tidak melihat bocah itu jatuh tergelincir kedalam jurang." sahut si imam. Seng Su Kio tertutup kabut tebal, selama seratus tahun entah berapa banyak jago Rimba Persilatan yang telah mengubur dirinya didalam jurang disana. Pada waktu itu, anak coh Kam Pek belum mengerti ilmu silat, mana bisa dia melintasi jembatan" Menurut dugaanku, dia tentu telah tergelincir masuk kedalam jurang."
"Tapi pandanglah ini" ouw Bwee masih berkukuh. Dia tertawa hambar. "Lihat, dia mirip coh Kam Pek atau tidak ?"
Kim cong bangkit, ia bertindak menghampiri si anak muda. Tiba tiba dia menyambar tangan kanan anak muda itu. Siauw Pek menarik tangannya.
Si imam heran sekali, sampai dia tercengang. orang bergerak gesit luar biasa.
"Dia mencurigakan, dia harus diperiksa" kata Siang Put Tong,
yang terus menoleh pada cie Tiat Eng, untuk bertanya. "Dia menjadi
anggota cit Seng Hwee, saudara tentu ketahui asal usulnya bukan?"
"Jumlah anggota kami banyak sekali," sahut tongcu itu. "Dia berasal dari cabang pusat Kang lam, mungkin Nyonya Uh mengenal tentang dirinya." Dia segera berpaling kepada nyonya janda itu dan bertanya: "Apakah nyonya kenal dia ?" Nyonya Uh mengawasi Siauw Pek.
Diluar dugaan, diantara Kim cong dan si anak muda telah terjadi pertempuran, yang berat sebelah. Sebab si imam penasaran gagal mencekal tangan Siauw Pek. segera dia mengulangi menyambar pula, ketika percobaan yang kedua kalinya. selama itu, Siauw Pek terus mengelut diri. Lalu, karena mendongkol si imam menyambar terus menerus, dia menggunakan capjie ciauw Kim na ciu, ialah ilmu mencekal Dua belas Jurus.
oey Eng dan Kho Kong terus berdiam diri. Mereka mentaati pesan
ketuanya untuk tidak turun tangan kecuali sudah sangat terpaksa.
"Apakah nyonya kenal dia ?" Siang Put Tong pun bertanya karena si nyonya hanya mengawasi saja.
"Aku terhalang imam itu," sahut Nyonya Uh. Kim ciong mengalinginya.
"Nanti aku cegah mereka," kata Put Tong yang terus lompat sambil berseru. "Too heng, tahan " sedang kedua tangannya dipentang, untuk menghalang.
Kim ciong menghentikan serangannya. cegahan Put Tong menyenangkan hatinya. Dia memang lagi bingung sebabtakadajalan buat mundur teratur.
"Nyonya, silakan lihat " kata Put Tong sambil bergerak kesisi.
Nyonya Uh memandang dengan leluasa kepada si anak muda, yang tidak terhalang siapa juga.
"Aku tidak kenal dia." sahutnya sejenak kemudian- Dia pun
menggeleng kepala. cie Tiat Eng berlompat kepada si anak muda.
"Bagus, bocah" bentaknya. "Betapa berani kau menyamar sebagai anggota cit Seng Hwee" Siang Put Tong menggerakkan tangan, mencegah tongcu itu.
"Percuma kau bergusar, saudara cie " berkata ketua Thay Im Bun ini. "Sekarang lebih baik kita menanya jelas dahulu kepadanya." Tiat Eng masih gusar, dia menghunus pedangnya.
"Tidak perduli dia siapa, sebab dia memalsukan anggota partai kami, kematianlah bagiannya " katanya sengit.
Berkata begitu, tongcu ini berpaling. ia tidak melihat Nio Su Heng si hu hoat, pelindung hukum cit Peng Hwee.
Ini disebabkan karena orang nio itu, yang melihat gelagat buruk. diam-diam sudah mengundurkan diri.
"Kau berani menyebut shemu. Kau betul berani " berkata Put Tong kepada si anak muda. "sekarang aku tanya kau, beranikah kau menyebut juga namamu ?"
Siauw Pek melihat sekelilingnya, sinar matanya tajam sekali.
"Namaku Siauw Pek " ia menjawab, berani. "Aku coh Siauw Pek "
"coh siauw Pek... coh Siauw Pek..." ouw Bwee berkata kata seorang diri, perlahan-Tapi tiba-tiba, dia menghunus pedang pendeknya, untuk menghadapi anak muda itu: "Kau apanya coh Kam Pek ?"
Pertanyaan itu membuat ruang sunyi sekali sampai terdengar suara napas orang. Semua diarahkan kepada anak muda itu, semua heran, semua menantikan jawabannya. Siauw Pek tetap membawa sikapnya tenang dan agung.
"Sudah pastikah tuan-tuan ingin mengetahui siapa aku ?" ia tanya kepada para hadirin- Ia menatap mereka dengan sinar mata bengis.
"Bukan hanya kami disini," sahut Siang Put Tong, "semua kaum Rimba Persilatan juga sama ingin mengetahuinya "
Siauw Pek segera menjawab, tanpa ragu-ragu : "coh Kam Pek ialah ayahku " Siang Put Tong melengak. begitupun para hadirin semuanya.
"Benar benarkah kau anaknya coh Kam Pek ?" kemudian Put Tong menegaskan- Dia mendengar nyata setiap kata kata tetapi ia masih sangat ragu ragu.
Sebelum menjawab, ouw Bwee telah menyela. "Benarkah kau tidak tergelincir mampus di dalam jurang dijembatan maut itu ?" suaranya sangat dingin- Siauw Pek memandang lagi kesekitarnya, dengan sabar ia menyingsatkan bajunya yang panjang untuk menghunus pedangnya. Setelah itu, ia berkata dingin: "Tidak niatku membinasakan orang baik baik. Tapi diantara kami kebanyakan tentulah ada orang orang yang dahulu turut menyerbu Pek Ho Po, maka mengingat pepatah " Kutangang darah bayar darah hari ini aku hendak membuka pantangan membunuh "
"Kukira tidak mudah " ouw Bwee mengejek. Dia mengangkat tangannya kebelakang, guna menurunkan Pat Kwa Tiatpay, senjatanya yang istimewa itu. orang tua ini bicara besar akan tetapi didalam hati, tak berani dia memandang ringan kepada si anak muda. Kim ciong Tojin juga menghunus pedangnya.
"Bagus" serunya. "Hari ini kami hendak mewakilkan kaum Kang ouw menyingkirkan satu ancaman bahaya yang tersembunyi "
Dia mengatakan : " ancaman tersembunyi" sebab Siauw Pek masih sangat muda dan belum dikenal siapa juga, kecuali baru pada detik ini. Menyaksikan perubahan suasana itu, oey Eng dan Kho Kong segera menyiapkan senjatanya masing masing. Siauw Pek telah memperkenalkan dirinya, maka mau tak mau mereka harus menghadapinya.
Sekonyong konyong Ma Goan Hok mengangkat kepalanya, terus dia mengeluarkan seruan yang nyaring dan panjang, hingga suaranya itu mendengung telinga para hadirin.
oey Eng menerka bahwa orang ini memberi isyarat guna mengumpulkan anak buah Hok Siu Po. ia percaya, segera mereka bertiga bakal dikurung musuh. Tapi ia melihat ketuanya tetap berdiri tenang, tanpa bergerak tanpa bersuara, iapun berdiam, cuma diam2 ia waspada.
Menyaksikan sikap si anak muda, Siang Put Tong jadi berpikir.
"TUantuan, sabar dulu..." ia mencegah ouw Bwee dan Kim ciong. ia menatap pula si anak muda, terus ia menanya tenang : "Aku masih hendak menanyakan sesuatu, entah coh siauw pocu sudi menjawab atau tidak "..."
sekarang ia memanggil "Siauwpocu", tuan ketua muda (dari coh Kee Po)
"Jangan kau mencoba memandang panas hatiku " kata siauw Pek, keren. "Aku ingin lihat dulu urusan apa itu yang hendak kau tanyakan "
"Hendak aku tanyakan apakah siu Heng cie Kiam itu karyamu yang istimewa ?" tanya Siang Put Tong.
"Bukan" jawab Siauw Pek, cepat dan tegas. "Didalam dunia ini pastilah bukan hanya satu keluargaku yang tercelakai secara kejam itu Dan aku percaya, sakit hati siu Heng cie kiam tentulah melebihi sakit hati keluargaku " Siang Put Tong heran dan kagum.
Anak muda ini tenang dan berkeberanian besar sekali. Dia bicara keras dan bengis tetapi wajanya tidak sebengis suaranya itu. Wajahnya agung sedikitpun tak sombong. Karena ini ia menjadi ragu: Mungkinkah anak ini liehay kepandaiannya "
Dan juga ouw Bwee dan Kim ciong Toojin, orang orang ulung kaum sungai telaga, menjadi ragu dan curiga. Sikapnya putra Coh Kam Pek ini amat mengesankan.
oleh karena kedua belah pihak itu yang satu tenang, yang lain ragu ragu, keduanya sama sama berdiam saja.
Akhirnya Kho Kong yang kalah sabar. ia telah bersiap siap bersama oey Eng ia merasa sudah menunggu lama sekali, hingga tak dapat ia mengendalikan lagi hatinya. Demikianlah, di luar tahu ketuanya, ia berseru sambil berlompat menerjang ouw Bwee dengan poan koan pit, sepasang senjatanya yang mirip alat tulis itu pit. Itulah senjata istimewa untuk menotok jalan darah. ouw Bwee waspada, apa pula penyerang nyapun berseru. ia menangkis dengan Tiatpay, sambil menangkis, ia membacok. ia memegang tiatpay dengan tangan kiri dan golok pendek dengan tangan kanan. Memang lazimnya ditimpali dengan golok. bahkan habis menangkis dan membacok itu, ia terus mengulangi bacokannya itu dua kali saling susul
Mau tidak mau, Kho Kong terpaksa mesti membela diri sambil mundur.
Siauw Pek tidak mencegah tindakan kawannya itu, ia hanya memasang mata. Dilihatnya ilmu golok ouw Bwee liehay sekali, dan kalau Kho Kong didesak terus, itulah berbahaya.
"Kho Kong masih kurang pengalaman- Maka, untuk melindungi saudara itu, ia segera maju mewakili si saudara menangkis serangan orang tua itu, dan seterusnya dialah yang menyambut dan melayani.
ouw Bwee telah memikir merobohkan anak muda yang bergenggaman pian koan pit itu, tidak tahunya, orang merintanginya, tetapi kebetulan sekali, ini jurus Siauw Pek adanya, ia pikir baik sekalian saja ia gempur anak muda ini. Tanpa ragu ragu lagi, segera ia menggunakan "Hoan Inpat-sie" atau delapan jurus ilmu golok "Mega terbalik" suatu ilmu silat istimewa dari partai Pat Kwa Bun.
Dengan senjatanya itu, si Tua Terbang biasa menangkis menolak dan membacok- membabat, demikian dia lalu mendesak si anak muda. Tapi baru dua gebrakan, dia sudah menjadi heran- Si anak
muda tidak kena terdesak, sebaliknya dia sendiri yang kena tertahan lalu terkuurng sinar pedangnya lawan-
"Eh, hebat ilmu pedangnya bocah ini " pikirnya.
Dari heran, segera juga ouw Bwee menjadi terperanjat. Tidak dapat dia meloloskan diri dari kurungan sinar pedang walaupun dia sudah mengeluarkan seluruh kepandaiannya. Tidak ada gunanya ilmu Mega Terbalik yang sebenarnya liehay itu. Didalam beberapa jurus, dia masih dapat membalas menyerang, setelah itu, dia habis daya, dia cuma bisa menangkis atau berkelit saja. Diapun tidak tahu, ilmu pedang lawan itu ilmu pedang apa, sebab dia tidak dapat mengenalinya.
Kim ciong Toojin heran menyaksikan si Tua Terbang mati daya. Si Tua Terbang adalah rekannya selama pembasmian terhadap Pek Ho Po, maka ia telah memikir untuk memberikan bantuannya pada saat saat genting. Ia mengerti kalau ouw Bwee roboh, si anak muda tentu bakal menyerang padanya. ia berpikir lebih baik ia mendahului mengeroyok. Hanya sekarang...
Luar biasa ilmu pedang anak muda itu. ouw Bwee sudah bermandikan peluh. Repot dia melindungi diri dengan tameng dan goloknya, kacau ilmu silatnya. Rasa heran, kaget dan kuatir lalu menyelubunginya.
Tdiak hanya Kim ciong Toojin, juga hadirin yang lainnya heran dan bingung menyaksikan cara berkelahi si anak muda. Dia sudah menang diatas angin, tetapi dia tidak merobohkan lawannya
"Pocu," Pat Tong kepada Goan Hok. "kenalkah pocu ilmu pedang anak muda itu?"
"Aku tidak kenal," jawab tuan rumah. "Saudara berpengetahuan luas, mungkin saudara tahu..."
Siang Put Tong tersenyum getir.
"Tidak." sahutnya, jengah. "Hanya seorang aku ingat seorang tertua dari Rimba Persilatan yang termashur karena ilmu pedangnya..."
"Siapakah jago tua itu, saudara siang?"
Pedang Golok Yang Menggetarkan Pedang Penakluk Golok Pembasmi Ka Thian Kiam Coat To Thian Kiam Coat To Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Siang Put Tong mau menjawab, tapi ia tercegah oleh seruannya Kim ciong Toojin-
"ouw si katai, jangan takut Mari aku membantumu" demikian suara si imam, yang segera lompat masuk ke dalam kalangan pertempuran, untuk segera menikam Siauw Pek.
Si anak muda mendengar suara, ia melirik. Ketika ujung pedang mengancam, dengan gesit ia berkelit, kemudian, dengan satu kelebatan, ujung pedangnya segera meluncur ketulang rusuk penyerangnya itu.
Kim ciong kaget sekali, dengan gugup dia melompat mundur sambil tangannya menangkis tikaman itu.
Kho Kong gusar sekali melihat ketuanya dikeroyok.
"Imam hidung kerbau bangkotan, kau curang" teriaknya. Lalu dia
hendak menyerang, guna membantu pihaknya. Tapi tiba-tiba, ada
yang meraba tangannya hingga dia batal maju dan terus menoleh.
Itulah oey Eng, yang mencegah majunya. Ia heran- Tapi, ketika ia melihat saudara itu mengedipkan mata, ia terdiam. Terus ia memandang kearah pertempuran-
ouw Bwee terus terkurung sinar pedang. Kim cong yang akan
membantu atau menolong, tergetar diluar kalangan, setiap
serangannya dapat dihalau. Jago Bu Tong itu tampak tidak berdaya.
Girang hati Kho Kong menyaksikan jalannya pertempuran itu, sampai ia lupa maksudnya membantu sang ketua. Bahkan didalam hati, ia berpikir: "Ilmu pedang apa ilmunya bengcu" Melihat ini, andaikata ada lagi dua musuh maju membantu konconya, pasti bengcu tak akan kalah."
oey Eng juga kagum hanya dia berbareng heran- Dia heran sebab agaknya Siauw Pek ayal-ayalan menjatuhkan kedua lawannya. Dari heran dia menjadi bingung.
"Toako mau menanti apa lagi"..." pikirnya. "Disini masih ada Siang put tong, seorang ketua partai yang liehay, begitu juga kedua tuan rumah she Ma itu. Disini pula d isarang musuh, keadaan kita berbahaya sedangkan kita cuma bertiga. Seharusnya Toako bertindak cepat, guna memenangkan waktu..."
Akhirnya saking bingungnya pemuda she oey ini berseru: "Toako, sabar dulu Untuk mencuci bersih sakit hati, waktunya masih banyak ..."
Itulah pemberian ingat, atau nasehat, untuk sang ketua
bertindak lekas, untuk bisa mengundurkan diri dari sarang musuh...
Siauw Pek tengah mengurung kedua lawannya ketika ia mendengar suara oey Eng itu. Saat itupun, Kim ciong telah didesak masuk ke dalam kurungan sinar pedangnya. Tanpa merasa, ia bergerak lambat.
ouw Bwee dan Kim ciong sangat gelisah dan bingung, repot mereka membela diri, salah sedikit, jiwa mereka bisa melayang. Tentu saja, sendirinya hati mereka menjadi kecil. Justru itu, mereka mendapatkan si anak muda berlaku ayal itu. Mendadak saja mereka memperoleh harapan- Walaupun tanpa berjanji lagi, serempak keduanya berlompat mundur, keluar dari kalangan arena. Segera saja mereka berdiri diam, berendeng, napas mereka bekerja keras sekali.
untuk sejenak. Siauw Pek berdiam mengawasi kedua lawan yang licik itu. Dibenaknya, teringat ia akan kesengsaraan ayah bundanya, kedua kakaknya dan sendiri disaat mereka dikejar kejar rombongan musuhnya, yang tak sudi mengasih hati kepada mereka. Didepan matanya pula terbayang saat-saat pertempuran mati hidup yang dilakukan ayahbunda dan kakak kakaknya guna mempertahankan jiwa mereka. Mereka dibasmi di Pek Keepo, dikejar dan dikeroyok dipelbagai tempat, dan pelbagai waktu. Tak ada orang yang merasa kasihan terhadap mereka yang telah tidak berdaya itu, puncak kehebatannya ialah didepan jembatan maut Seng Su Klo, hingga selanjutnya ia mesti hidup sebatang kara
"Ayah, ibu, kakak kakak " ia berseru dalam hati. "Lihatlah bagaimana anakmu membalaskan sakit hati kamu"
Dengan pertempuran tertunda, sunyilah ruang itu, sedangkan tadinya ramai dengan suara bentroknya pedang dan golok serta tameng. Sekalipun suara napas memburu dari ouw Bwee dan Kim ciong tak terdengar pula. Mereka heran menyaksikan si anak muda berdiam saja, tapi mulutnya berkelemak kelemik dan wajahnya suram sekali. Semua hadirin lainnya juga bungkam, semua mata mereka diarahkan kepada si pemuda.
Tak lama kesunyian itu menguasai ruang yang besar dan luas itu. otak Siauw Pek sudah berhenti bekerja, matanya tak berbayang- bayang lagi. Sadar ia akan keadaan yang dihadapinya itu. Tiba tiba dia berseru menggeledek: "Hutang jiwa bayar jiwa " Segera dia menuding dengan pedangnya, tubuhnya lompat mencelat kepada kedua musuhnya.
Semua orang terperanjat melihat lompatan yang pesat itu, yang disusul dengan berkelebatnya sinar pedang.
ouw Bwee kaget bukan main- Tak sempat ia mundur untuk menolong diri, tak keburu ia mengangkat tameng dan goloknya, guna melakukan pembalasan, bahkan didalam hati ia mengeluh,
"Habislah aku..." Ia merasai bersiurnya hawa dingin, sinar pedang
lewat didepan matanya, lalu... sehelai rambutnya terpapas kutung
Kim ciong Toojin sebaliknya masih ada sisa ketabahan hatinya. Tak mau ia mati konyol. Tatkala pedang lawan dari kepala ouw Bwee membabat terus kearahnya, ia menangkis dengan pedangnya.
Maka beradulah senjata mereka berdua, atas mana, ia terhuyung. ia
menangkis keras, tetapi karena kalah kedudukan ia kalah tenaga.
Siauw Pek tidak berhenti dengan serangannya itu, ia memutar balik tangannya dan membabat pula. Kalau tadi pedangnya menyambar dari kanan kekiri, sekarang dari kiri kekanan, sedikit menurun, mengikuti tubuh si imam yang doyong karena dia terhuyung. Didalam keadaan seperti itu, Kim ciong tidak sanggup menangkis atau berkelit lagi, ujung pedang menggores bahunya,
merobek jubahnya, melukai kulit dagingnya, hingga darahnya lantas keluar bercucuran
Masih Siauw Pek tidak mau berhenti, selagi kedua lawan itu tidak berdaya, kembali ia mengurung dengan sinar pedangnya.
Siang Put Tong menyaksikan pemandangan didepan matanya itu, ia heran, kagum dan berkuatir menjadi satu. Ia heran dan kagum pada ilmu pedang si anak muda, ia kuatir buat ouw Bwee dan Kim ciong serta dirinya. Kalau dua orang itu terbinasa, ia bakal terancam si anak muda.
"Baiklah aku coba..." pikirnya. Ia masih mempunyai kepercayaan atas kegagahannya sendiri.
"Saudara ouw, Kim ciong Tootiang, jangan takut " dia berseru. "Aku akan bantu kamu " seruan itu disusul dengan lompatan tubuhnya kepada Siauw Pek, yang ia terus serang dengan tangan kosong.
Itulah serangan tenaga dalam yang lihay.
Siauw Pek mendengar suara orang, ia juga melihat datangnya serangan, dengan sebat ia memutar diri dan tangannya, maka tepat sekali, serangan itu dapat ia tangkis. Siang Put Tong terkejut.
"Mari senjataku " ia menyerukan kedua kacungnya, yang berdiri diluar garis. ia tahu tidak dapat ia melawan musuh dengan tangan kosong.
Kedua kacung itu menyahut, keduanya lalu lompat maju, yang satu mengangsurkan peda yang lain menyodorkan tongkat besi. Ketua Thay Im bun itu meyambut senjatanya pedang ditangan kanan, tongkat di tangan kiri. Sama sebatnya, ia berseru dan menyerang, tongkatnya menggunakan tipu silat "Sin Liong cut Im", "Naga Sakti Keluar dari Gumapan Awan".
"Tak tahu malu " berteriak Kho Kong, yang hendak maju pula. Tapi lagi lagi ia dicegah oey Eng. Saudara ini tetap berlaku sabar dan kata : "Saudaraku, tenang Mari kita lihat dulu"
Kho Kong batal maju, ia melengak. Lalu ia mengawasi ketuanya yang lagi melayani Siang Put Tong serta ouw Bwee dan Kim ciong, tiga orang musuh.
Heran Siauw Pek itu. Melayani satu orang, dua orang, tiga orang, sama saja gerak geriknya. Dia bertempur tenang tetapi lincah juga Siang Put Tong, si tenaga baru, sudah kena dikurung sinar pedang seperti dua rekannya itu.
"Bukankah Siang Put Tong paling lihay diantara kawan kawannya?" tanya orang she Kho itu kepada kawannya.
"Diantara mereka bertiga, memang dia yang paling lihay," Oey Eng menjawab.
" Entah kedua tuan rumah itu..."
"Aku duga mereka tak lebih tangguh daripada si orang she Siang..."
Berkata begitu, oey Eng melirik si nona berbaju hijau. Katanya,
menyambung: "Yang sulit diterka ialah nona berbaju hijau itu.
Melihat dari sikapnya yang tenang ayem itu, mungkin dia lihay..."
Ketika itu ouw Bwee terkurung hingga dia bermandikan peluh dan Kim ciong bingung sekali. Siang Put Tong paling kosen diantara mereka bertiga, dia pula tenaga baru tetapi diapuntelah dikekang sinar pedang si anak muda.
Tiba tiba terdengar suara nyaring dari Ma Goan Hok si tuan rumah: "Hei, apakah kamu kira Hok Siu Po ini dapat membiarkan orang main gila disini ?"
Mendengar itu, oey Eng berbisik pada Kho Kong: "Rupa rupanya tuan rumah ini lagi mencari alasan turun tangan-.."
Belum berhenti suaranya itu, Ma Goan Hok sudah berlompat maju dan menyerang
Siauw Pek menyambut serangan tuan rumah ini yang bersenjatakan golok yang mirip gergaji. Ia berlaku sangat sebat,
dengan lekas ia mengurung seperti ia mengurung tiga lawannya yang pertama.
"Tak dapat kita membiarkan bengcu dikeroyok " kata Kho Kong.
"Sabar," oey Eng mencegah. "Jikalau kita maju, mungkin tidak ada faedahnya, salah salah kita membuat bengcu kurang leluasa menggunakan pedangnya."
Kho Kong mengawasi tajam, ia melihat bagaimana Ma Goan Hok juga sudah terkurung sinar pedang, goloknya sampai tak leluasa lagi bergeraknya.
Sementara itu Ma Goan Siu, tuan rumah yang kedua, menjadi penasaran- Ia telah menyaksikan bagaimana musuh muda itu sia sia belaka dikurung tiga orang. Pikirnya: " Entah ilmu silat apa ilmu pedang bocah ini... Bagaimana dia dapat melawan tiga orang jago" Sudah sekian lama dia bertempur, masih belum letih dia... Baiklah akupun maju..."
Setelah berpikir begitu Goan Siu berlompat menerjang. Dia pun menggunakan golok, yang diberi nama cit chee too golok Tujuh Bintang.
"Bagus betul " teriak Kho Kong. "Ma Goan Siu juga turun tangan
" "Eh, kau melihat atau tidak?" tanya oey Eng.
"Melihat apa ?" saudara itu tegaskan-
" Hebat ilmu pedang toako, demikian banyak perubahannya. Aku percaya, meski maju lagi beberapa orang, toako masih sanggup melayaninya. Baik kita tak usah berkuatir " selagi dua saudara ini berbicara, Goan Siu sudah menerjang Siauw Pek.
Si anak muda menyambut tambahan lawan ini, hatinya tidak gentar. Ia tenang, malah nampak lebih bersemangat. Dengan cepat ia membuat musuh ini kena dikurung seperti tiga yang lainnya.
Dari berkuatir, Kho Kong menjadi heran.
"Aneh ilmu pedang toako " katanya. "Ilmu itu luas bagaikan lautan Semua orang terkekang sinar pedangnya itu"
Tak dapat si tabiat aseran ini melanjutkan kata katanya, matanya segera tertarik si nona berbaju hijau. Dengan sabar nona itu bertindak menghampiri kalangan pertempuran-
" Lihat, lihat nona itu " katanya pada oey Eng. "Rupanya diapun mau maju mengepung toako..."
"Biarkan saja," kata oey Eng, yang hatinya menjadi besar. "Dengan berjumlah banyak. mereka tak leluasa bergerak."
Si nona maju bukan untuk mengeroyok. setelah datang dekat kalangan, dia berhenti, sambil menggendong tangan, dia mengawasi jalannya pertempuran
---ooo0dw0ooo--- JILID 14 Tetap kelima orang itu terkurung sinar pedang. Diantara mereka, Siang Put Tong yang paling bingung. Dia maju dengan maksud untuk menonjolkan kepandaiannya, sebaliknya dia gagal dan kecele, bahkan dia segera dia menjadi kuatir sekali. Buat membalas menyerang, dia tidak memperoleh kesempatan- Seperti empat kawannya, dia cuma mampu menangkis dan berkelit, terus dia dibuat repot oleh lawannya.
"Saudara ouw, bagaimana kau lihat ilmu pedang bocah ini?" kemudian Put Tong mengambil kesempatan menanya ouw Bwee siTua Terbang. Dia menggunakan ilmu saluran suara "Toan Im Jip bit." sama dengan "Toan Im cie- sut". Mulutnya berkelemik tetapi tanpa suaranya, sebab suara itu cuma dapat didengar oleh orang yang diajak bicara, orang yang mengerti ilmu saluran itu.
"Inilah ilmu pedang yang luar biasa, yang aku tidak tahu apa namanya. Seumurku belum pernah aku melihatnya," sahut ouw Bwee.
orang she ouw ini dapat berbicara, walaupun dia repot dan agaknya terancam ujung pedang Siauw Pek. Sebab, meskipun serangan si anak muda senantiasa mengancam tetapi belum pernah diteruskan menikam lawan hingga terluka.
"Secara begini, kita akan menghadapi bahaya?" kata Put Tong pula. "Kenapa kita tidak mau menerjang bahaya guna meloloskan diri kita?"
"Kalau saudara Siang mau mencoba, mari kita bekerja sama."
"Baiklah saudara Ouw. Dengan perisaimu, kau kekang pedangnya, nanti aku hajar dia dengan lm Hong Touw Put ciang, untuk melukai dia."
"Im Hong Touw Put ciang" ialah pukulan tangan kosong, dengan angin tinjunya. Nama tipu silat itu berarti "Angin jahat menembuskan tulang".
ouw Bwee menyetujui ajakan itu sebab ia ingat Siauw Pek tentunya sangat membencinya dan menghendaki jiwanya, dari itu, baik ia mencoba menempuh bahaya, siapa tahu ia bisa meloloskan diri dari ancaman maut.
Segera juga orang nekad ini menggerakkan perisainya untuk memecah kurungan sinat pedang, guna membuka jalan-
Siang Put Tong sudah bersiap sedia. Pedangnya dari tangan kanan segera dipindahkan ke tangan kiri. Lalu ia mengerahkan tenaga dalam menyalurkan ketangan kanan itu.
Untuk sejenak. Siauw Pek merasa pedangnya tertahan, tetapi dilain detik, la sudah dapat menguasai pula. Ia mendesak. memaksa semua lawan tak dapat merangsek.
ouw Bwee kaget. Baru saja dia berhasil mendesak. tapi dia segera terkekang kembali, sinar pedang berkelebatan didepan matanya, mengecilkan hatinya.
"celaka" dia berseru tertahan- Ujung pedang meluncur ketangan
kirinya, lolos dari tangkisan perisai. Guna menolong diri, dia mundur
sambil melepaskan perisainya, hingga tiatpay itu jatuh kelantai
Sedang siauw Pek hampir melukai lengan lawan itu, tapi tiba-tiba ujung pedangnya langsung mengancam Siang Put Tong. Ketua Thay Im Bun terkejut. Dia telah bersiap sedia tetapi diapun gugup, Dalam gugupnya dia menerjang dengan im Hong Touw Kut ciang.
Tanpa dapat dicegah lagi, ujung pedang berkenalan denganjari tangan- Kalahkah sang jeriji-jeriji manis yang terkutung seketika dan darahnya lalu mengucur keluar. Kaget dan nyeri, Siang Put Tong berlompat mundur.
Tapi juga Siauw Pek terganggu serangan tinju angin dari
lawannya yang liehay itu, siuran angin membuat tubuhnya
menggigil hingga dengan begitu gerakan pedangnya sedikit ayal.
Kim ciong Toojin bersama ouw Bwee dan dua saudara Mamelihat kelambatan sianak muda serentak mereka lompat mundur, keluar dari medan laga itu.
siauw Pek melihat orang mundur, ia tidak mengejar. Diam-diam ia mengerahkan tenaga dalamnya, pedangnyapun sudah ditarik kembali. Ia berkata dingin: "Seratus lebih jiwa Pek Ho Po telah terbinasa, buat itu aku siorang she coh akan membayar hutang darah dengan darah. Akan tetapi, aku tidak mau sembrono membunuh, lebih dahulu aku hendak mengadakan penyelidikan yang seksama. Aku hanya hendak menghabiskan jiwa mereka yang menjadi kepala atau biang keladi, satu demi satu. Malam ini aku cuma mau memperlihatkan kepandaianku, aku hendak meminjam mulut kamu untuk memperkenalkan namaku "
Sudah terlanjut, anak muda ini tidak mau menyembunyikan diri lagi. Habis berkata, iapun memasukkan pedangnya kedalam sarungnya, segera ia memutar tubuh, buat mengeloyor pergi.
Tidak ada orang yang berani untuk menghalang-halangi pemuda itu.
siang Put Tong mengerahkan tenaga dalamnya, guna menghentikan keluarnya darah, dengan mendelong ia mengawasi belakang sianak muda, mulutnya berkata seorang diri:
"Jikalau bocah ini tidak dimampuskan maka pastilah pula Sungai Telaga akan menjadi tidak aman-"
Ma Goan Hok sebaliknya menghela napas panjang dan berkata: "Aku telah berpengalaman puluhan tahun tetapi belum pernah aku mengalami kekecewaan sebagai hari ini. Kita beramai tetapi kita tidak mampu menahan seorang bocah. Jikalau peristiwa ini sampai tersiar luas, masihkah kita mempunyai muka menaruh kaki didalam Rimba Persilatan ?"
ouw Bwee dengan lesu menjemput tamengnya katanya masgul : "Didalam pertempuran ini, semua kita tidak berhasil merebut kemenangan sekalipun setengah jurus, apa bila kejadian ini sampai tersiar, memang nama baik kita bakal rusak sendirinya..."
Mendadak si Tua Terbang menutup mulutnya tak disengaja ia melihat si nona berbaju hijau.
oleh karena IHui Siu merandak bicara dan menatap kesuatu arah, dengan sendirinya mata lain-lain hadirin menjurus kearah yang
serupa semua bersatu hati, mungkin si nonalah yang bakal menebus
kekalahan mereka ini. Ma Goan Hok menghela napas perlahan. "Saudara Siang, bagaimana lukamu ?" tanyanya.
siang Put Tong bertindak untuk memungut jari manisnya yang menggeletak dilantai, untuk dimasukkan kedalam sakunya.
"cuma terkutung sebuah jari tangannya, tidak apa," sahutnya.
Kim ciong Toojin merobek ujung jubahnya, dengan itu dia membalut luka ditangannya. Dia menghibur diri dengan berkata: "Kalah atau menang adalah hal lumrah, tuan-tuan baik jangan berduka karena kesudahan pertempuran ini..."
ouw Bwee mengalihkan pandangannya. Ia mengawasi muka cio Tiat Eng.
"Aku dengar bahwa cit Seng Hwee paling pandai menyimpan rahasia," katanya, "cit Seng Hwee yang menjadi nomor satu diantara tiga Hwee, maka aku tidak sangka sama sekali bahwa seorang musuh diakui sebagai anggotanya, bahkan dia diajak masuk kedalam Hok Siu Po ini, terang sudah bahwa cerita diluar itu tak dapat dipercaya."
Jago ini mendongkol karena kelalaiannya, maka ia melampiaskan
itu kepada cio Tiat Eng, sengaja dia menghina cit Seng Hwee.
Belum lagi Tiat Eng menunjukkan sesuatu sikap. ruangan telah tertawa nyaring halus dari sinona berbaju hijau, tiba tiba dia menjadi mendongkol. Ejekan ouwBwee memang membuatnya terasa tertikam. Maka sekarang dia alihkan perasaan tak senangnya terhadap sinona.
"Apakah yang kau tertawakan ?" dia menegur.
Nona itu berhenti tertawa. Dia tidak tersenyum lagi. Bahkan cepat sekali. Wajahnya menjadi dingin bagaikan es.
"Kau orang cit Seng Hwee apakah jabatanmu ?" ia menegur. "Akulah Heng Tong Tong cu," Tiat Eng jawab.
Mengetahui orang menjadi hengtong tong-cu kepala penegak hukum nona itu berkata dengan keren : " Dengan memandang kepada Thei bin Losat dan cit Seng Sin Kiam, aku beri ampun kepadamu dari kematian, maka ayolah kau gaplok mukamu dua kali Dengan itu kau menebus dosa kepadaku buat kata-katamu tadi "
cit Seng Sin-kiam, Pedang Sakti TUjuh Bintang, yang disebutkan sinona adalah ketua dari cit Seng Hwee, perkumpulan Tujuh Bintang itu. Dia membangun perkumpulan itu dengan mengandalkan senjatanya, yang berupa pedang. Dan Thie-bin Lo-sat, si Raksasa Bermuka Besi, adalah isterinya ketua cit Seng Hwee itu. Ilmu silat si nyonya lebih unggul dari pada ilmu silat suaminya. Dia berwajah dingin berhati es, berhati keras bagaikan batu dan besi. Karenanya
dia memperoleh julukannya itu. Dia ditakuti dan dihormati anggota- anggotanya melebihi ketuanya. Tiat Eng heran ia melengak.
"Kau kenal ketua kami?" dia bertanya.
Nona itu tidak menjawab hanya berkata: "Jikalau aku tidak pandang suami isteri itu, sekalipun kau tidak mampus, akan aku
beset kulitmu " suaranya dingin dan bengis sekali. Tiat Eng panas
hati. Ia merasa terhina. Mereka toh berada diantara banyak orang.
"Ketua kami suami istri sangat terkenal, di kolong langit ini, tidak ada yang tidak mengetahuinya " katanya keras, suaranya dingin. "Sekalipun kau dapat menyebut nama ketua kami itu, belum tentu kau kenal mereka pribadi " Sinona tertawa dingin pula. Ia tidak mau melayani bicara.
"Jikalau kau tidak hendak menampar muka sendiri, aku yang akan lakukan " katanya mengancam.
Semua hadirin melongo. orang tidak kenal nona itu. orang heran atas kesombongan dan kegarangannya itu.
Karena pedagak hukum cit Seng Hwee itu terdiam, sinona segera tertawa pula: "Aku hendak menambah hukumanmu menjadi dua lipat dua tamparan menjadi empat tamparan"
Serentak dengan ucapan itu, sekonyong-konyong tubuh sinona mencelat maju kepada Tiat Eng, kedua tangannyapun dipentang, sebelum hengtong tong cu tahu apa-apa, terdengar sudah suara kelepak kelepok yang nyaring
Tiat Eng gelagapan, hendak dia menangkis sudah terlambat. Tentu saja, tak mampu dia balas menyerang.
Semua mata diarahkan kepada penegak hukum cit Seng Hwee itu, yang mukanya kontan menjadi merah bengap. sedangkan dari mulutnya mengalir darah segar. Semua orang terperanjat dan heran-
"Saudara Siang, kenalkah kau siapa wanita ini ?" Ma Goan Hok berbisik pada Put Tong.
"Tidak," sahut orang yang ditanya.
"Bukankah dia datang bersama-sama saudara?" Put Tong menyeringai likat.
"Kami bertemu ditengah jalan, maka itu kami berjalan bersama sama..."
Si nona memandang semua orang, habis itu dia berkata, tetap dengan dingin: "sebatang Kiu Heng cie Kiam telah menggemparkan dunia Kang ouw, membuat hantu-hantu tidak tenang hatinya. Kamu semua menjelajahi ke timur dan kebarat, keselatan dan keutara
untuk mencari pedang itu. sayang sedang dia berada di antara
kamu, kamu tidak tahu..." Tiba-tiba ouw Bwee menepuk pahanya.
"Nona benar" katanya. "Pemilik Kiu Heng cie Kiam itu pastilah sibocah coh Siauw Pek tadi"
"Kau menerka dia?" tanya sinona. "Apakah buktinya ?"
"Dahulu," ouw Bwee menerangkan, " empat hwee, tiga bun, dua pang bersama-sama sembilan partai besar sudah bergabung menyerbu Pek Ho Po dan telah membinasakan orang orang keluarga coh seratus jiwa lebih, tentu sekali bagi keluarga itu, itulah sakit hati yang besar sekali, dendam yang tak dapat dilupakannya. Sekarang coh Siauw Pek muncul, dia menggunakan Kiu Heng cie Kiam dia main melakukan pembunuhan tidakkah terkaanku ini tepat?"
Beda dari tadi-tadinya, si nona berbaju hijau itu tertawa.
"Jadi menurut kau, tepat orang menggunakan ciu Heng cie Kiam itu?" tanya.
"Tepat jikalau sipemilik pedang benar coh Siauw Pek adanya."
Selama itu Tiat Eng berdiam saja, ia gusar tetapi ia tidak berani bertindak sembrono, ia cuma meraba-raba kedua belah pipinya yang bengkak dan masih meninggalkan rasa nyeri. Ia tidak tahu siapa nona itu.
Segera terdengar pula suaranya sinona: "Tuan tuan, kamu percaya turunan keluarga coh masih hidup dan juga telah memakai
pedang maut itu membuat dunia Rimba Persilatan menjadi tidak tenang tentram, sampai orang ketakutan setiap saat, kenapa kamu tidak dari dulu berdaya untuk menghadapinya?"^
"Kau benar, nona," berkata ouw Bwee "Memang setelah kita ketahui siapa pemilik pedang maut itu, sudah selayaknya kita berdaya untuk menentangnya."
"coh Siauw Pek lihay, kita bukanlah lawannya," Kim ciong Toojin turut bicara, "maka itu pintoo pikir baiklah lekas-lekas memberi kabar kepada semua partai, untuk mengundang mereka berkumpul, buat kita bekerja sama menentang musuh. Seharusnya kita dapat dengan satu gerak saja membinasakannya, guna melenyapkan ancaman petaka dibelakang hari..."
"Air yang jatuh tidak dapat menghilangkan dahaga yang sedang diderita," berkata Ma Goan Hok. "Lagi juga coh Siauw Pek berada disini, sembarang waktu dia dapat datang pula, jikalau kita menanti datangnya kawan kawan, kita membutuhkan waktu sedikitnya tiga bulan- selama itu, mungkin dia sudah pergi jauh, atau kita keburu mati ditangan Kiu Heng cie Kiam."
Siang Put Tong berpikir. "Aku ada akal," katanya.
"Apakah itu ?" tanya Ma Goan Hok bernapsu. Tuan rumah ini sangat menghawatirkan coh siauw Pek nanti keburu datang lagi hingga Hok Siu Po bisa dihancurkan dia itu.
"Siauw Pek lihay, akan tetapi menurut penglihatanku, dia kurang pengalaman, maka itu kita mengirim kepelbagai tempat, untuk menghadapi rumah-rumah penginapan, asal ketahuan dia singgah disuatu penginapan atau bersantap kita dapat meracuni dia," demikian Put Tong mengutarakan pikirannya .
"Akal yang bagus, saudara Siang Dasar seorang ketua partai " Goan Hok memuji.
"Bagaimana jikalau dia tidak singgah dipenginapan tapi dia
mondok ditempat terbuka atau didalam rumah suci ?" tanya sinona. "Ya, benar juga" kata Goan Hok.
"Bagaimana sekarang?"
"Mungkin dia tidak bermalam tetapi apakah dia tidak bersantap?"
"ini benar juga," kata Goan Hok. yang cuma bisa nimbrung. "Memang dia mesti makan dan minum. Soalnya sekarang cara bagaimana kita bisa mendekati dia..." ouw Bwee batuk-batuk.
"Aku ada mempunyai satu pendapat, entah dapat dipakai atau tidak." ujarnya.
"Silakan jelaskan, saudara Ouw," Goan Hok menganjurkan-
"Siapa cepat pandangan, dia bukan seorang kuncu," kata ouw Bwee. "Siapa tidak kejam dia bukan seorang laki laki sejati, jikalau coh Siauw Pek tidak disingkirkan dalam dunia ini kaum Kang ouw tidak bakal merasai hari hari yang aman, bahkan Hok Siu Po kamu ini, saudara Ma, bakal jadi sasaran yang pertama " Hati Goan Hok berCekat. Dia terkejut.
"Itu aku tahu," katanya "Memang siang-siang aku telah menerkanya. Nah, saudara ouw, silahkan kau utarakan tipu dayamu itu"
"Pikiranku ini adalah sebagai tambahan pikiran saudara Siang," ouw Bwee menjelaskan-"Sebaiknya Hok siu Po memilih sejumlah orangnya, pria dan wanita, yang cerdik dan pandai bekerja, guna mengintai coh Siauw Pek dan menyelidiki dimana dia mondok, tetapi kita harus jaga jangan sampai menimbulkan kecurigaannya. Setelah itu kita kirim seorang yang gagah, untuk pergi berkenalan dengannya dan berusaha mendapatkan kepercayaannya. Tentu saja orang kita itu mesti menyamar, umpama sebagai seorang yang bercacat..." Selagi berkata kata itu, ouw Bwee melihat kesekitarnya. Tiba tiba ia berhenti bicara.
" Kemudian?" Goan Hok tanya. ouw Bee mengawasi tuan rumah. "Saudara Mamari, aku bisiki," katanya.
Majikan dari Hok Siu Po menghampiri, untuk mendekatkan telinganya. Begitu si Tua Terbang sudah berbisik, dia mengangguk
angguk. "Bagus, saudara ouw Aku akan segera perintahkan orangku," katanya.
"Pek Ho Po telah muncul ahli warisnya, bahkan sangat gagah,"
berkata Kim ciong Toojin, "karena itu perlu aku lekas pulang guna
memberitahukan kepada ketua . Nah, disini aku memohon diri "
Imam ini segera merangkap kedua belah tangannya didepan
dadanya, memberi hormat pada para hadirin, setelah itu, tanpa
menanti kata kata siapapun, dia memutar tubuh berangkat pergi.
"Baik baik dijalan, tootiang" kata Ma Goan Hok seraya membalas hormat. "Maaf kami tak dapat mengantar "
"Tak berani pintoo memberabekan poCu " kata si imam yang sudah sampai diluar ruang. Si nona baju hijau mengawasi lenyapnya si imam, terus dia menghela nafas.
" Wajah imam itu sangat suram, kalau dia tidak mampus, sedikitnya selapis kulitnya bakal copot..." katanya.
Ma Goan Hok tidak menghiraukan kata kata si nona, dia memandang Siang Put Tong, terus kepada Nyonya Uh. Kemudan berkata "Sebenarnya aku hendak mengurus para kurban ini, siapa tahu, mendadak telah terjadi peristiwa ini, terpaksa aku harus merubah rencanaku..."
" Itu sudah selayaknya, saudara Ma," berkata ouw Bwee. "Memang sekarang ini tindakan yang pertama ialah mencari tahu tentang coh Siauw Pek." ia menoleh mengawasi kedua peti mati dan mayat mayat, lalu ia menyambungi : "Semua jenazah itu baiklah dipindahkan dulu..."
Ma Goan Hok mengangguk, ia menggapai, maka salah seorang datang menghampiri. ia berbisik pada orang itu, yang terus mengangguk angguk dan mengundurkan diri.
Tidak lama muncullah beberapa puluh orang yang terus bekerja mengangkut pergi semua mayat berikut kedua peti mati, hingga ruang itu menjadi lega.
ouw Bwee melihat kesekitarnya, lalu tiba-tiba dia terperanjat dan berseru: "Eh, manakah sinona berbaju hijau?" Semua orang kaget, mereka menjadi heran-Memang nona tadi sudah lenyap dari ruangan.
"Disini terdapat banyak orang tetapi dia bisa pergi tanpa
ketahuan..." kata siang Put Tong yang juga turut merasa sedih.
Kata kata itu terputuskan oleh satu suara keras dari robohnya satu manusia, hingga orang menjadi terperanjat dan heran, lebih
lebih ketika semua hadirin sudah melihat bahwa yang roboh itu ialah
Nio cupeng,hu hoat, pelindung undang undang, dari cit Seng Hwee.
cio Tiat Eng kaget dan mendongkol. Dia menghampirkan cu Heng, yang dia sambar lengan kanannya dan menegur: "Kau tahu..." Tapi baru dia berkata sampai disitu, mendadak dia
melepaskan cekalannya, mukanya menjadi pucat, separuh mencelat,
dia mundur tiga langkah. Dia mendelong mengawasi tubuh orang.
Hadirin lainnya pun segera menjadi heran dan kaget sebagai tongcu itu. Karena mereka segera melihat bahwa didada cu Peng nancap sebatang pedang bahkan itulah Kiu Heng cie Kiam pedang sakit hati
Ketika itu napas cu Peng sudah berhenti berjalan.
Hati semua hadirin terguncang keras, juga saling mengawasi...
"Teranglah sipenjahat ciu Heng cie Kiam berada diantara kita " kata Ma Goan Hok kemudian-
"Dia demikian liehay, terang kita bukanlah lawannya," berkata ouw Bwee. "Dia berada di sini, dan turun tangan, lalu dia berlalu, semua itu diluar tahu kita bersama Sanggupkah kita mendandingi dia?" Siang Put Tong menoleh kepada Tiat Eng.
"Saudara, tahukah kau sudah berapa lama matinya bawahanmu ini ?" tanyanya.
"Sungguh memalukan-.." sahut orang yang ditanya, menggeleng kepala, "aku tidak tahu..."
"Bagus kalau begitu " kata Put Tong kemudian "Didalam waktu
yang pendek akan kita ketahui siapa Kiu Heng cie Kiam itu " "Siapakah dia ?" tanya Goan Hok heran-
"Mudah untuk mengetahuinya" menjawab ketua Thay Im Bun itu. "Kita disini terdiri dari tiga rombongan. Yang pertama coh Siauw Pek serta dua orang kawannya. Dua yang lainnya ialah Kim ciong Toojin dan si nona berbaju hijau yang tidak dikenal itu. Diantara mereka bertiga pasti ada salah satu si pemilik pedang maut "
"Kalau Kim ciong Toojin, tak mungkin," berkata ouw Bwee "Dialah kenalanku sejak beberapa puluh tahun dan tadi pun dia telah menempur coh Siauw Pek. coh Siauw Pek bertiga sudah pergi sekian lama. Menurut aku, baik Siauw Pek dan Kim ciong Toojin tidak dapat dicurigai. Sekarang tinggallah si nona baju hijau seorang."
"Selama disini nona itu tidak pernah mendekat cupeng..." berkata Goan ciu.
Tiat Eng berpikir sejenak. dia berkata: "Itulah betul. Seingatku, nona itu selalu berada dekatku sejarak satu tombak. Mungkinkah dia dapat menyerang dari jarak jauh" Mustahil dia demikian liehay. Tapi biar bagaimana, aku percaya pembunuh itu pasti yang berada didalam ruang ini."
"Kalau coh Siauw Pek bukan dan si nona juga bukan," berkata
Siang Put Tong, "kecurigaan jadi jatuh atas diri Kim ciong Toojin-.."
"Tuan-tuan, kata kata kalian semua beralasan," berkata Ma Goan Hok. "tapa akupun mempunyai suatu pikiran- Rasanya si pembunuh masih ada didalam ruang ini..."
Kembali semua hadirin terperanjat. Segera mereka masing masing saling melirik dan hati mereka semua berdenyut karena kekhawatiran- Semua takut menjadi sasaran pedang maut itu. Ruang besar itu menjadi sunyi sekali.
"Terkaan saudara Ma beralasan," berkata Siang Put Tong, "Kiu Heng cie Kiam turun tangan didepan mata kita, tikamannya telak
sekali. Kalau dia tidak berada dekat Nlo cu Peng, mana bisa dia menyerang demikian rupa" Tapi coh Siauw Pek dan si nona berbaju hijau tidak dapat dituduh. Habis, siapakah Bukankah yang paling dapat dicurigai hanya Kim ciong Toojin" Atau kalau semua hadirin disangsikan, yang terutama ialah cio Tiat Eng..."
"Aku?" tanya Tiat Eng terkejut.
"Benar Kau berada paling dekat dengan cu Peng, kalau kau turun tangan, lain orang tak akan dapat lihat..."
" omong kosong" bentak tongcu itu. Dia tertawa hambar.
"Jangan salah mengerti, saudara cio," kata Put Tong. "Aku cuma mengatakan orang yang dapat dicurigai, bukan aku menuduh kau sebagai si pembunuh." Tiat Eng masih tidak puas.
"Bagaimana jikalau aku menuduh kau, Siang ciang bun?" dia tanya. "Boleh saja Memang akupun termasuk salah seorang yang harus dicurigai "
Menjawab begitu, ketua Thay Im Bun itu segera berpaling kepada nyonya Uh. Dia hanya bersangsi sejenak. lalu dia melanjutkan: "Melihat keadaan maka Nyonya Uh adalah orang kedua yang harus turut dicurigai..."
Nyonya yang tengah mengenakan pakaian berkabung itu memandang ketua Thay Im Bun itu. Ia heran dan mendongkol. Tapi ia masih dapat mengendalikan diri.
"Apa katamu?" tanyanya, menegaskan-
"Aku cuma tengah memahami si pemilik pedang maut," sahut Put Tong.
"Lalu apakah sangkut pautnya dia dengan aku?" suara si nyonya tawar sekali.
"Nlo cu Peng terbinasakan didalam ruang ini, dihadapan kita, karena itu, siapapun disini dapat dicurigai," Put Tong menjelaskan-
"Sudahlah," ouw Bwe menyela. "Sekarang ini tindakan kita yang paling utama ialah membicarakan soal untuk menghadapi coh Siauw Pek dan kedua mencari pembunuhnya Nlo cu Peng..."
"Bukankah aku justru tengah memikirkannya" balik bertanya Put Tong.
"Aku hanya tidak mengerti cara kerjamu, Siang ciangbun," kata ouw Bwee.
"Emas tulen pastilah tidak takut api, saudara ouw, berkata siang Put Tong terus terang, kau juga terhitung orang yang dapat dicurigai."
"Aku?" kata si Tua Terbang, mengejek. "Tak pernah aku berkisar dari tempatku berdiri ini dan aku juga orang yang pertama menempur coh Siauw Pek."
"Soalnya segalanya masih gelap..." Put Tong membela terhadap anggapannya sendiri. ia terus mengawasi dua saudara Madan menyambung i: "Kamu juga dapat giliran, saudara saudara."
Ma Goan Hok tertawa terbahak.
"Mungkinkah kami bersaudara sudi mencari kesulitan kami sendiri?" kata dia.
"Siapa juga dapat dicurigai, karenanya kamu pun tak terkecuali. Put Tong berkata pula. Sudah tentu diantara kamu berdua, sang adik yang harus lebih dicurigakan-.."
"Jadi akulah yang paling dicurigai?" Ma Goan Siu tegaskan- Dia gusar. Siang Put Tong tertawa.
" Itulah karena kau berdiri disitu dan kau lebih mudah bergerak dibanding dengan kakimu," Put Tong menjelaskan-
"Saudara Siang, harap kau jangan sembarang membuka mulut ini bukan sebuah lelucon Kalau hal ini tersiar luas, bagaimana harus mencegahnya ?"
Put Tong tertawa pula. "Inilah pendapat kakakmu sendiri, saudara. Dia yang mengatakan bahwa semua hadirin di sini bisa dicurigai si pemilik pedang maut "
"Kiranya, saudara, kau menyangka kami " kata GOan Siu.
"Tentang kata kataku ini benar atau salah, tinggal harus dipikirkan saja. Menurut aku, rasanya tak sulit buat mencari sipenjahat..."
Kemelut Di Majapahit 19 Pendekar Super Sakti Serial Bu Kek Siansu 7 Karya Kho Ping Hoo Pendekar Binal 12
"Dengan mata tertutup kau bisa berkelit dari beberapa seranganku, itulah bukti lihaynya ilmu silatmu. Dan, selagi aku terancam bahaya, tak dapat tidak. mesti aku mengandalkan
bantuan pengaruhmu. Maka juga aku mengatakan kata kataku itu, yang membingungkan kau untuk membuat kau terpaksa membantuku..." Siauw Pek masih tidak mengerti.
"Kau bukan oey Yan asli, buat apa mengangkut jenazah ketua Kwan ong Bun" cobalah dijelaskan"
Si nona tertawa manis. "Benarkah kamu percaya isi peti mati itu mayat manusia ?" Si anak muda melengak.
"Apa" Apakah kau telah pindahkan jenazah oey Loocianpwee?"
"Sudah beberapa lama curiga, nyata kecurigaanku tepat" oey Eng menyela.
Siauw Pek menghela napas pula.
"Kau menyamar sebagai oey Yan, nona, kau berhasil
menyelundup ke Kwan ong Blo," katanya "Sungguh kau cerdik dan
teliti. Nona apakah maksudmu ialah patung Kwan Tee kun itu?"
"Masih ada lagi, isinya peti mati itu," oey Eng tambahkan-Mata tajam si nona menyapu muka kedua anak muda itu.
"Patung Kwan Tee kun itu memang benda berharga," sahutnya kemudian, "cuma sampai dimana berharganya itu, aku belum dapat membuktikan- Tentang isi peti mati, aku sendiri belum melihatnya..."
"Nona belum lihat?" tanya Siauw Pek heran.
"Memang belum," sinona pastikan-
"Nona," kata si pemuda, "apakah ini artinya di belakang tirai ada
lain orang yang memegang peranan ?" Mata nona itu berputar.
"Kelak dibelakang hari, jikalau kau ada waktu senggang, aku undang kau datang ke Soat Hong San-" katanya mengelakkan pertanyaan. "Tinggallah kau disana beberapa hari, mungkin aku dapat membantu kau memperoleh penjelasan, dan keadaan yang sebenarnya..."
"Soat Hong San luas ratusan lie andaikata kami dapat kesana, pasti kami tak dapat mencarimu," berkata Kho Kong, yang sedari tadi diam saja.
"Asal kami tiba di walayah soat Hong San, tuan tuan, aku akan
segera mendengar kabar pasti ada orang yang menyambut kamu"
Sampai disitu, Siauw Pek berkata pula. Tapi, sebelum dia membuka mulut, lebih dahulu memperlihatkan sikap yang sungguh sungguh katanya : "Nona, kau telah ketahui asal usulku karena itu, aku mohon perhatianmu. Sekarang ini aku belum menghendaki namaku tersiar di muka umum, sebab asal namaku tersiar, pasti dunia Kang ouw pasti akan membadai.Jikalau itu sampai terjadi, aku khawatir nanti ada orang, atau orang orang yang tidak bersalah yang terembet atau celaka."
"Baik mari kita sama sama berjanji, tidak kita saling mencelakai" berkata sinona, juga bersungguh sungguh. Dan begitu menutup mulutnya, begitu dia melompat keatas keretanya yang terus dikaburkan
"Bengcu, benar benarkah bengcu mau melepaskan dia?" oey Eng berbisik. Siauw Pek mengangkat kepala memandang langit. Ia menghela napas.
"Terkecuali kita berniat merampas patung Kwan Kong itu serta isinya peti mati," katanya. "Jika tidak. harus membiarkannya pergi..."
"Memang demikianlah layaknya," berkata oey Eng. "cuma seharusnya kita buka peti mati itu untuk melihat apa isinya, agar lenyap kecurigaan kita." Siauw Pek tersenyum.
"Andaikata isi itu kita ingini, maukah kita merampasnya?" oey Eng melengak.
"Ya, Toako benar," katanya.
Baru saja saudara ini menutup mulut, Siauw Pek mengerutkan alis. Dengan tiba tiba mereka mendengar pula derap kuda mendatangi.
" Heran, entah telah terjadi peristiwa apa didalam kota Gakyang..." katanya yang terus pergi menyembunyikan diri pula. oey Eng dan Kho Kong turut mengumpat.
Kali ini yang datang itu tiga penunggang kuda, semuanya berpakaian serba hitam. Dan yang luar biasa ialah mereka masing masing membawa sesosok mayat.
Siauw Pek mengintai, ia terkejut. Ia lihat di dadanya ketiga mayat itu tertancap pedang pendek.
"Kembali pedang Kiu Heng cie Kiam..." serunya perlahan-
Ketiga ekor kuda dikaburkan bagai terbang maka itu, hanya sekejap mata, mereka semua sudah melewati rimba, lenyap dikejauhan di antara gelapnya sang malam.
Siauw Pek keluar dari tempat persembunyiannya. Ia mendongak. melihat bintang-bintang di langit.
" Kembali Kiu Heng cie Kiam..." katanya perlahan. Dia menarik napas.
"Rupa rupanya seluruh kota Gakyang telah diliputi kehebohan Kiu Heng cie Kiam," kata oey Eng.
Pada benak Siauw Pek timbul suatu pikiran-
"Tidak salah" katanya. "Agaknya terdapat banyak jago Rimba Persilatan yang telah datang kekota Gakyang. Mungkin semuanya bersangkut paut dengan Kiu Heng cie Kiam, dan dia itu sendiri ada hubungan dengan peristiwa Pek Ho Po..."
"Benar" kata oey Eng yang tiba tiba mencelat. "Hal itu kita mesti cari tahu hingga kita ketahui jelas"
oey Eng berdua Kho Kong teringat kejadian yang mereka lihat di Pek Ho Po.
"Peristiwa Pek Ho Po telah menggemparkan dunia Rimba Persilatan," berkata Siauw Pek, "Aku kuatir ada orang yang menggunakan itu sebagai bahan untuk menimbulkan onar..."
Suara anak muda ini terhenti karena ia lihat tiba tiba ia mendengar suara tangisan yang sangat memilukan hati. oey Eng heran-
"Bengcu, mari kita bersembunyi," oey Eng berkata perlahan- "Tengah malam buta ini tak mungkin ada orang melakukan penguburan.Jangan jangan tangisan itu ada hubungannya dengan Kiu Heng cie Kiam..."
Bengcu itu menurut, dan mengajak dua saudaranya mas ik kedalam.
Boleh dikata pada saat itu juga, tibalah suara tangisan itu. Terlihat empat orang bertubuh besar, yang mengenakan pakaian serba hitam sedang menggotong sebuah peti mati, dan seorang wanita, yang berpakaian berkabung, mengiringi sambil memegangi pinggiran peti mati itu. Wanita itulah yang menangis sedih sekali mengalun dimalam gelap gulita itu.
Disisi wanita itu berjalan mengikuti seorang bocah usia dua belas atau tiga belas tahun, yang kedua tangannya memegangi lengpay. Dia mengenakan baju kasar. Dia ini pula diiringi dua anak muda yang masing masing lengannya dilibat dengan sehelai kain putih. Pengiring lainnya, jumlahnya puluhan, terdiri pria dan wanita. Semua mereka tampak sangat berduka.
Kata Kho Kong kepada oey Eng: "Kau bisa menerka jitu, kali ini kau gagal..."
"Apa?" "Toh terang ini upacara penguburan" oey Eng menggeleng kepala.
"Kau lihat biar tegas. Perhatikanlah sianak laki-laki dan perempuan yang mengenakan pakaian berkabung itu"
Kho Kong membuka matanya lebar-lebar. Sekarang dia dapat melihat tegas. Di balik jubah berkabung dari anak anak itu tersoren senjata tajam. Maka ia mengerutkan alisnya. Ia pun berkata "Kau benar. coba kita bisa menyelip diantara mereka itu, kita tentu akan mengetahui hal yang sebenarnya."
"Bagus" seru oey Eng sambil menepuk bahu saudardanya itu. "Kau cerdik, saudaraku "
Untung tangisan sinyonya keras dan berisik hingga suara orang she Oey ini tidak terdengar orang banyak itu. Kho Kong mengawasi ketuanya. "Bagaimana pendapat bengcu?" tanyanya.
"Bagus" ketua itu menyatakan setuju. "Sekarang ini rupanya sedang muncul taufan diantara kaum Rimba Persilatan, kita malah menimbulkan kekeliruan, ada baiknya apa bila kita bisa mencampurkan diri didalam rombongan yang sedang berbelasungkawa itu."
"Hanya dari mana kita bisa mendapatkan pakaian putih?" tanya Oey Eng.
"cukup asal kita menyembunyikan senjata kita," kata Siauw Pek.
oey Eng dan Kho Kong menurut, maka bertiga mereka keluar dari tempat sembunyi mereka, secara hati hati, tetapi wajar, mereka menghampiri rombongan itu. Untung bagi mereka, orang berjumlah banyak dan jalannya tidak teratur. Maka mudahlah mereka mencampurkan diri.
oey Eng teliti, sembari jalan ia memikirkan jalan untuk mendapatkan tiga perangkat pakaian putih. Bila nanti sampai terang tanah, mereka akan kepergok, atau sedikitnya mereka akan menimbulkan keheranan atau kecurigaan-
"Sebelum fajar kita perlu mendapatkan pakaian putih," katanya pada ketuanya. Ia menggunakan saluran Toan im cie sut, supaya orang lain tidak dengar pembicaraan mereka.
"Kau benar tetapi tidak dapat kita merampas atau terpaksa membunuh orang," kata si ketua
"Bagaimana jikalau kita menotok tiga orang, guna merampas pakaiannya?"
"Sulit. Dengan begitu tiga orang itu toh masih dapat bicara. Kita mesti mendapatkan akal lain-.."
Mereka menggunakan Toan Im cie-sut, tidak urung mereka mendatangkan kecurigaannya seorang yang berjalan disisi mereka. Memang mereka tidak bicara keras akan tetapi mulut mereka berkemak-kemik dan mata mereka juga memain satu dengan yang lain- Kebetulan saja orang itu melihatnya. Dia seorang yang berusia kurang lebih tiga puluh tahun. Bahkan dia segera menghampiri dua saudara angkat itu. Siauw Pek menerka maksud orang. Ia menjadi khawatir.
"Terpaksa aku mesti turun tangan," pikirinya. Maka segera ia menyambut orang itu. Ia menyambar lengan orang itu berbaring
menotok otot gagunya. orang itu kaget. Tak sempat ia membuka
mulut, dia sudah jadi kurban. oey Eng lekas maju, untuk mengalingi.
Ketika itu tangisan sinyonya makin menjadi jadi, lebih keras dan lebih gencar. Pula anehnya rombongan itu juga lalu berjalan lebih cepat. Mereka seperti hendak mencapai tempat tujuan pada saat yang telah ditetapkan atau dijanjikan-
Siauw Pek mencekal nadi orang, yang diajak jalan bersama. Sembari berjalan, ia mengancam, katanya "Jangan kau meronta, nanti aku mampuskan kamu "
Orang itu mengawasi, bingung. Ia jeri melihat mata keren sianak muda. Tapi ia sedikit lega mendengar ancaman itu.
"Kami tidak bermaksud jahat," Siauw Pek menjelaskan, perlahan, "kau jangan takut."
Walaupun ia berkata demikian, Siauw Pek mengerahkan tenaganya.
Orang itu kaget. Ia merasakan tubuhnya lemas seluruhnya, sampai bergerakpun sulit.
Kho Kong berjalan dibelakang orang itu, dengan sebelah tangannya, ia menolak punggung orang itu, buat membantu dia berjalan terus.
Siauw Pek melihat wajah orang itu menyeringai, itulah tanda bahwa orang itu tidak tahan siksaan- ia segera menotok pula, untuk membebaskannya. Didalam sekejap. kesehatan orang itu pulih dan dia dapat berjalan seperti biasa.
Siauw Pek batuk-batuk perlahan, setelah itu ia berbicara. Ia menggunakan Toan Im cie-sut. Katanya: "Aku heran terhadap sesuatu, aku mau minta keterangan kau, saudara. Jikalau kau suka bekerja sama, mengangguklah." orang itu mengangguk, bahkan sampai tiga kali.
"Kami membutuhkan tiga perangkat pakaian berkabung, dapatkah saudara mengusahakannya" Siauw Pek tanya.
orang itu mengangguk. "Bagus Sekarang aku bebaskan tanganmu, segera kau cari pakaian itu, setelah kau berhasil aku akan lenyapkan gagumu ini." oRang itu mengangguk pula.
Siauw Pek mang ancam: "Ilmu totokku ini ilmu istimewa, didalam dunia ini tak ada orang lain yang mempelajarinya, jadi kecuali aku, tidak ada siapapun yang bisa menolongmu."
Begitu dia habis berkata, Siauw Pek melepaskan cekalannya.
orang itu memandang sianak muda, lalu ia berjalan pergi, dan lenyap diantara orang banyak.
Melihat lagak orang, hati Siauw Pek tidak tenang, Kata dia: "Jikalau dia membuka rahasia, bisa pusing kita..."
"Dia masih gagu, tak mungkin dia kabur," berkata oey Eng. "Sekarang ini kita lihat saja."
Biar bagaimana, Siauw Pek tetap ragu.
Tidak lama, orang tadi sudah muncul. Dia menghampiri Siauw Pek, terus menyingkap bajunya . Disitu tampak tiga perangkat pakaian putih .
sebelum fajar, cuaca masih gelap. gerak gerik seorang itu tidak mencurigakan-
Siauw Pek berlaku sebat. Ia mengambil tiga perangkat pakaian itu, yang dua ia serahkan pada oey Eng dan Kho Kong masing masing satu, setelah itu, ia berdandan dengan sebat. Kemudian, ketika ia menotok bebas gagu orang itu, sebagai gantinya, ia mencekal pula tangannya erat erat.
"Katakan kepadaku, siapa wanita yang berkabung itu?" tanyanya separuh berbisik. "Didalam peti mati itu mayat siapakah ?"
Siauw Pek sengaja memperlahan tindakannya, supaya mereka ketinggalan berapa tombak dari orang banyak itu.
orang itu menghela napas, guna melegakan hatinya.
"Yang mati itu adalah Uh Tay Hong, tongu atau ketua cabang, dari partai cit Seng IHwee pusat cabang Kanglam. Wanita itu ialah isterinya" dia menjawab.
"Bagaimana matinya Uh Tay Hong itu?"
"Aku tidak tahu, sebab aku tidak melihat sendiri, hanya kata orang, dia mati tertikam pedang Kiu Heng cie kiam. Atas kejadian itu, cabang sini lalu mengirim laporang kilat kepada pusatnya di Kanglam. Mereka menggunakan burung merpati. Dari pusat lantas diutus tiga wakilnya, yang jabatannya sebagai tay-hu-hoat
pelingung partai, untuk mengurus upacara penguburan ini.
Kabarnya ketua cit Seng Hwee pun bakal segera datang kesini."
"Kalau Uh Tay Hong ketua cabang, kenapa jenazahnya diangkat pada malam malam seperti ini?"
"Entahlah duduk perkara yang sebenarnya, tapi katanya Nyonya Uh telah mendapat petunjuk untuk membawajenazah suaminya
kesuatu tempat." Siauw Pek mengawasi tajam muka orang itu. Ia percaya orang itu bicara jujur.
"Apakah kau juga anggota cit Seng Hwee ?"
"Aku belum masuk jadi anggota, aku cuma pegawai."
"Kau bukan anggota, kenapa kau dapat bekerja didalam markas?"
"Kau siapakah ?" dia tanya sebelum menjawab lebih jauh. "Ada hubungan apakah diantara kau dan cit seng hwee ?"
"Tidak ada sangkut pautnya," Siauw Pek menggelengkan kepala. "Aku tidak punya hubungan dengan partai mana juga."
"Jikalau begitu, kenapa kamu menyampurkan diri didalam rombongan ini ?"
"Nampaknya kota Gak yang kacau sekali." sahut Siauw Pek. "Disini pula banyak orang kaum Rimba Persilatan- Kami tak bersangkut paut dengan siapa juga tapi kami kuatir nanti dicurigai atau terjadi salah paham, maka itu kami datang kemari, untuk mengurangi ancaman keruwetan yang tidak tidak itu."
"Oh, begitu. Aku kira kami orang orang cit Seng Hwee..." orang ini agak ragu ragu.
Siauw Pek mengawasi pula, katanya. "Saudara, aku percaya kau tidak bakal membuka rahasia kami "
orang itu berdiam sejenak. baru dia berkata. "Disini ada banyak orang, kecuali ketiga hu hoat itu, banyak sanak keluarga dan sahabat sahabatnya Uh Tay Hong dan isterinya, walaupun demikian, asal kamu berhati hati, mungkin kami tidak bakal kepergok." Siauw Pek heran-
"Dialah orang baru, kenapa dia begini baik hati menasehati kami?"
Tapi ia lekas berkata. "Terima kasih, saudara "
orang itu masih mengawasi Siauw Pek, kelihatannya dia mau bicara tetapi yang, lalu terus dia berjalan pergi.
Siauw Pek mengikuti. Ia tetap curiga. Ia pikir, asal orang itu main gila, ia ingin menghajarnya .
Rombongan berjalan terus, sampai akhirnya mereka tiba disebuah rumah besar dengan pekarangan yang luas.
Sampai disitu, Nyonya Uh segera berhenti menangis, segera dia memerintahkan supaya peti mati diturunkan, dia sendiri terus masuk kedalam gedung. Tatkala itu sudah mulai fajar, langit putih guram nampak disebelah timur. Hanya sebentar, muncullah seorang muda yang menggantung golok dipinggangnya.
"Para tami, dipersilahkan masuk " ia berseru kepada orang banyak. lalu ia memutar tubuh guna memimpin jalan-
Siauw Pek bertiga mengikut masuk. Mereka tetap bercampuran diantara orang banyak itu.
Diatas pintu besar dan hitam itu tampak selembar papan merk bunyinya "Hok ciu Po", hurufnya besar besar. Selewatnya pintu, terlihat sebuah halaman besar dan luas. Diatas pintu yang kedua ada digantungkan dua buah lentera.
Anak muda yang membawa golok itu memimpin orang masuk kemar disisi kanan- Kata dia merendah, "Dalam beberapa hari ini Hok ciu Po mendapat kunjungan banyak sahabat seorang Kang ouw, sedangkan persediaan kamar tidak mencukupi, karena itu terpaksa kami mohon tuan tuan sudi beristirahat didalam kamar ini saja."
Berkata begitu, dia mengawasi semua orang itu, pria dan wanita yang bergabung sebagai anak laki laki dan perempuan- Dia mengerutkan alisnya. Kemudian bertanya, "Tuan-tuan, apakah diantara kamu ada yang menjadi pengurus ?"
Sebagai jawaban terdengar suara batuk batuk. terus muncul seorang tua berusia kira kira lima puluh tahun- Dia ini bertindak dengan perlahan- Kepalanya ditutup dengan ikat kepala putih, dan
tangan bajunya tergantungkan sapu tangan putih juga. Sambil memberi hormat, dia berkata, " Ketika nyonya masuk ke dalam, kami belum sempat bicara, maka itu sekarang kami lagi menantikan segala titah nyonya." Anak muda itu membalas hormat. Ia terus menanyakan nama orang itu. Orang tua itu menyebut dirinya Nio cu Peng.
"Aku sendiri Gouw Sian Kie," sianak muda memperkenalkan diri.
Kemudian, ia tanya, "apa jabatan cu Peng didalam cit Seng Hwee." "Hu hoat," sahutnya. Itulah pelindung hukum partai.
Kemudian Tju Peng memandang bocah yang membawa lengpay seraya berkata: "Inilah putera ketua cabang kami."
Gouw Sian Kie mengawasi bocah itu, ia menganggukkan kepala. "Maaf." katanya.
Anak itu sejak tadi berdiri diam sambil tunduk. atas kata-kata Sian Kie, dia mengangkat kepalanya dengan perlahan katanya: "Ayahku bercelaka hingga sekarang kami terpaksa merepotkan kau, saudara Gouw Untuk kebaikanmu itu, aku mengucapkan banyak- banyak terima kasih " lalu ia menekuk lutut, mengunjuk hormatnya. Repot Sian Kie membalas hormat.
"lbumu sudah masuk kedalam, silahkan kau masuk juga," katanya. Anak itu tidak menolak.
"Tolong saudara Gouw mengantarkan," katanya, yang terus menoleh pada cu Peng, lalu meneruskan : "Aku minta paman Nio yang urus segala sesuatu disini."
"Jangan kuatir, kongcu," kata Tju Peng membungkuk.
Sian Kie berkata: "Saudara Nio, aku akan menyuruh orang menyiapkan barang hidangan,"
Ia memandang pula bocah itu seraya berkata: "Uh kongcu, mari
" "Kongcu" ialah sebutan bocah itu sebagai putera Uh Tay Hong.
Bocah itu mengangguk. ia berjalan. Ia masih kecil tetapi ia sudah tahu aturan, sikapnya wajar. Karena ia bertindak pergi, ia terus diikuti oleh dua orang muda yang lengannya memakai ikatan kain putih.
Gouw Sian Kie melihat dua pengiring ini, ia hendak membuka mulut, tetapi gagal, terus ia berjalan didepan-
Menyaksikan semua itu, dengan saluran toan im cie sut, Oey Eng tanya ketuanya: "Tempat ini terpisah dari kota Gakyang cuma beberapa puluh lie, apakah dulu bengcu pernah mendengar tentang dusun Hok Siu Po ini ?"
Siauw Pek menggelengkan kepala, ia menjawab tidak. Tadinya ia mau bicara terus, tetapi ketika ia melihat ada sepasang mata mengawasi tajam kearahnya, terus ia membungkam.
Ketika itu cu Peng menghampiri sianak muda.
"Tuan, apakah kau sanak Uh Tong cu?" dia bertanya, suaranya keren-
Siauw Pek menggoyangkan kepala. "Bukan. Aku sanaknya Nyonya Uh."
Dengan sinar mata tajam, cu Peng mengawasi oey Eng dan Kho Kong. Tapi segera dia mengundurkan diri lagi.
"Rupanya dia mencurigai kita," kata oey Eng.
"Kita lihat gelagat saja," berkata Siauw Pek, "kecuali sudah sangat terpaksa, kita jangan turun tangan-"
Waktu itu terlihat beberapa orang datang dengan barang hidangan yang masih mengepul, untuk disuguhkan kepada orang banyak. Mereka ini nampaknya sudah lapar, kemudian semua makan dengan lahapnya.
Siauw Pek bertiga turut bersantap. untuk tidak mendatangkan kecurigaan, mereka makan dengan bernafsu juga.
cu Peng masih terus memperhatikan sianak muda, yang ia sering lirik sedangkan terhadap oey Eng dan Kho Kong perhatiannya kurang.
Siauw Pek mengerti juga, dengan pura-pura menggayam, ia berkata pada oey Eng: "si orang she Nie sangat memperhatikan aku, asal rahasiaku bocor, aku akan segera mengangkat kaki kamu berdua diam saja disini dulu."
Meski ia menggunakan saluran Toan Im cie sut, pemuda ini tidak berani bicara terus. cu Peng tengah mengawasinya.
Disaat itu terdengar tindakan kaki orang, lalu nampak Gouw Sian Kie muncul dengan diikuti seorang toosu, imam, setengah umur, yang mengenakanjubah bersulam patkwa, garis delapan, yang rambutnya disanggul, punggungnya menggembok pedang, tangannya mencek kebutan- Dia berjanggut panjang.
Hati Siauw Pek bercekat ketika ia melihat sinar mata imam itu yang tajam sekali. Sinar mata itu menandakan mahirnya lweekang, ilmu tenaga dalam.
Atas tibanya imam itu, cU Peng segera menyambut, agaknya dia tersipu sipu. Dia menyambut sambil membungkuk, jari tangan jempol dan tengah kanannya ditempel satu den lain- Dia pun memperkenalkan nama dan jabatannya.
Si imam tak menunjukkan perubahan sikap apa-apa, hingga dari wajah dan geraknya sukar orang menerka isi hatinya. Dengan tawar
dia bertanya. "Diwaktu Uh Tongcu hendak menghembuskan
napasnya yang terakhir apakah dia telah menunjuk ahli warisnya ?" "Ya. Ia menunjuk Nyonya Uh," sahut cu Peng.
"Setelah Uh Tongcu terbokong mati, apakah segala galanya diurus oleh Nyonya Uh?" si imam bertanya pula.
"Ya," sahut cu Peng pula setelah dia diam sejenak. "Kami semua bekerja menuruti perintah nyonya."
Si imam meperdengarkan suara bagaikan menggumam. Terus ia memandang orang banyak. "Apakah mereka ini semua murid murid cit Seni Hwee?" cu Peng memandang dahulu orang banyak itu.
"Ya," jawabnya, "Sebagian yang kecil adalah sanak tongcu dan nyonya."
Imam itu mengerutkan alisnya. Katanya: "Peraturan partai kami keras sekali, bunyinya pun jelas. Segala rahasia partai, orang luar tak boleh tahu. Pembokong terhadap Uh Tongcu adalah suatu perkara besar, karena itu kenapa sekarang orang luar diijinkan hadir disini ?"
cu Peng agak ragu ragu. "Soal itu hambamu kurang jelas, semua ini adalah urusan nyonya."
"Hm" si imam memperdengarkan suara dingin, "Nyonya Uh demikian berkeberanian besar dan lancang, aku khawatir dia tak akan lolos dari kesalahan membocorkan rahasia partai..." Ia mengawasi tajam beberapa puluh orang pria dan wanita yang berbelasungkawa itu. Lalu ia bertanya dingin- "Nio Hu-hoat, apakah telah lama kau menjabat dicabang wilayah Kanglam ini?"
"Sudah delapan tahun lebih," jawab cu Peng.
"Bagus Kau tentu kenal semua anggota cabang sini, bukan?" "Kebanyakan kenal."
"Bagus Kau periksa disana Siapa bukan anggota, kau pisahkan"
cu Peng terdiam. Dia merasa sulit. Pikirnya: "Kecuali anggtota, semua mereka itu sanak keluarga Nyonya Uh, kalau aku pisahkan mereka, mungkin nyonya gusar..." Si imam melihat orang ragu ragu, ia menerka apa yang dipikirkannya.
"Tahukah kau siapa punco ?" dia tanya.
"Aturan partai kami melarang bawahan menanyakan atasan, kalau siatasan tidak memberitahukan, sibawahan tidak berani
banyak bicara." (atasan ialah siangco, dan bawahan hee siok. siatasan menyebut dirinya sendiri : punco)
"Aku adalah Heng seng Tongcu clo Tiat Eng dari pusat," si imam perkenalkan dirinya. "Jadi dialah ketua penegak hukum (heng seng)"
Hati ciu Peng goncang. "Maaf hee siok tak tahu," katanya.
"Hwee cu mengutusku kemari dengan kekuasaan penuh, untuk mengadakan penyelidikan dalam hal ini aku dapat menjalankan hukuman tanpa setahu hweecu lagi" si imam memberi tahukan kemudian (Hweecu ialah ketua partai).
cu Peng mengangguk. "Selain punco sendiri, punco datang bersama dua toahu hoat," si imam meberitahukan lagi. Toahu hoat ialah atasan pelindung hukum.
"Kalau begitu, hee siok menemuinya," kata cu Peng.
"Tak usah. Sekarang coba pisahkan orang-orang bukan anggota kita " cu Peng menjawab
"Ya" terus dia bertindak. Paling dulu dia mendekati Siauw Pek "Kau sanak nyonya, bukan?" tanyanya dingin-
"Benar," sahut sianak muda terpaksa, walaupun ia curiga. "Ada titah apakah hu hoat?"
"Sanaknya nyonya, walaupun aku belum lihat semua, umumnya aku kenal, tetapi kau, tuan aku belum kenal denganmu" katanya pula.
" Karena penghidupanku, aku biasa merantau," siauw Pek mendusta. "Aku jarang menemui orang orang cabang."
"Apakah hubunganmu dengan nyonya?" cu Peng tanya pula. "Nyonya Uh adalah kakak sepupuku."
siauw Pek berpikir cepat. ia tak mau menyebutkan sanak terlalu jauh supaya tidak dicurigai.
Mendengar itu, cuPeng berkata cepat, dengan perlahan sekali: "imam itu penegak hukum kami, kalau sebentar dia menanyakan kau, hati-hatilah menjawabnya. Mari ikut aku " lantas dia memutar tubuh dan berjalan-
Siauw Pek mengikuti. ia heran juga atas sikap pelindung hukum ini.
cic Tiat Eng menatap tajam pada si anak muda, dia seperti
hendak menembusi hati orang. Siauw Pek bersikap tenang sekali. "Nic Hu hoat, apakah jabatannya orang ini?"
"Dia sanak keluarga Nyonya Uh."
"Apakah kau kenal dia?"
"Pernah ketemu, tapi tidak kenal baik."
cu Peng tahu siimam telengas, tanpa terasa dia melindungi Siauw Pek. Tiat Eng menatap pula si anak muda. "Apakah kau mengerti silat?"
" Nyonya Uh menjadi kakakmu, kenapa dia tidak ajak kau masuk menjadi anggota?"
"Hal itu pernah aku bicarakan dengan kakakku, soalnya ialah waktunya belum tiba. Kakak belum dapat mengajakku."
" Kenapa waktunya belum tiba?"
"Kata kakak, aturan partai sangat keras, dia kuatir kalau aku menjadi anggota, aku nanti banyak lagak apa bila sampai terjadi sesuatu meski dialah kakakku, tak dapat dia melindungi aku, katanya aku perlu menati satu atau dua tahun lagi, sesudah aku bertambah usia."
"Kalau begitu, Nyonya Uh berhati-hati..."
" Diantara saudara saudari, biasa orang saling memperhatikan-"
Tiat Eng menoleh pada Tju Peng. "Nio Hu-hoat, benarkah kata-kata dia ini?"
"Itu.... itu... sahut si Hu hoat ragu ragu.
"Itu, itu apa?" tegaskan si imam, suaranya dingin- "Benar atau tidak katanya ini ?"
"Benar," sahut bawahan itu terpaksa.
Tiba-tiba si imam tertawa dan tangannya menepuk lengan si anak muda.
"Terlalu kakakmu itu " katanya. "kau toh berbakat baik Kalau nanti punco kembali ke pusat, akan punco perkenalkan kau kepada ketua kami "^
"Terima kasih" kata Siauw Pek cepat.
Habis tertawa, mendadak si imam memperlihatkan wajah keren.
"Nio Hu hoat," tanya dia, "disaat Uh Tong cu terbunuh, apakah kau berada bersama.?"
"Malam itu hee slok tak pernah meninggalkan kamar."
"Bagaimana dengan Nyonya Uh?" tanya pula si imam, hanya kali ini hampir berbisik.
"Nyonyapun berada bersama."
"Didalam cabang kita disini banyak anggotanya yang pandai,
kenapa orang membokong Tongcu tetapi tidak ada yang tahu ?"
"Setahuku, malam itu tidak ada orang yang menyelundup masuk.
Yang dikuatirkan jalan ada yang menyelit masuk sejak siangnya..." "Eh, bagaimana kau dapat menerka demikian"
cu Peng terkejut, hingga ia merasai punggungnya dingin- "Hee siok cuma menduga saja."
Ketika itu terdengar suara tambur tiga kali, seorang muda berlari keluar.
"cio toaya diundang masuk untuk menghadiri upacara" katanya.
"Aku tahu " si imam berkata sambil mengulapkan tangan, terus dia menatap cu Peng, "Nio Hu-hoat, siapakah diantara orang-orang ini yang harus turut menghadiri upacara ?" dia tanya.
"Inilah hee siok akan atur," sahut cu Peng, yang terus memilih dua belas orang. Tapi ia tidak memilih Siauw Pek.
" Kenapa dia tidak dipilih?" tanya Tiat Eng sambil menunjuk si anak muda.
"Baik, siangeo," kata bawahan itu. ia mengajak sianak muda, sambil menarik tangannya.
oey Eng maju dua tindak. ia berkata peralahan kepada si orang
she Nio: "Aku bersyukur aku diterima datang disini, karena itu sudah
seharusnya jikalau aku turut masuk untuk menghunjuk hormatku."
cu Peng mengerutkan alis, ia hendak membuka mulut tetapi batal. ia kuatir nanti ditegur si imam. Terpaksa ia mengulapkan tangan, mencegah. oey Eng melihat lagak orang, ia dapat menduga sebabnya, tetapi ia berpura tidak melihat cegahan itu, ia berjalan terus mengikuti ketuanya.
Melihat kedua saudara itu berjalan masuk. Kho Khong menyusul, tanpa minta ijin lagi dari cu Peng. Dan si hu hoat, yang telah terlanjur, membiarkan saja. Dia tetap berpura tak melihat. Akan tetapi, didalam hatinya, dia curiga. Seingatnya, belum pernah ia bertemu dengan oey Eng dan Kho Kong. Bahkan dia merasa asing sekali.
"Ah, mesti aku berdaya mengetahui siapa mareka " pikir dia akhirnya.
Sementara itu didalam rombongan, oey Eng dan Kho Kong tampak seperti orang biasa saja, mereka tidak menimbulkan kecurigaan. Tidak demikian dengan Siauw Pek, yang mirip seorang pemuda sastrawan-
Segera orang berada didalam sebuah halaman besar, setelah mendaki tujuh undak tangga batu, mereka mulai memasuki tangga halaman yang kedua. Dan segera hidung mereka diserbu bau yang harum halus dari kayu cendana.
siauw Pek mengangkat kepala. Ia melihat dua buah peti mati yang dilatar belakangi tirai putih ditaruh didepan sebuah ruang a, karangan bunga teratur rapi, dan empat pasang liling putih menerangi ruang itu. Kedua peti ditaruh berjajar. Dua nona berbaju putih berdiri dikiri dan kanan pintu.
cio Tiat Eng berjalan dimuka bagaikan mengepalai rombongan, selagi dia hendak memasuki ruang, tiba-tiba dia mendengar bunyinya tetabuhan dengan irama sedih, yang disusul dengan munculnya dua rombongan orang dari kedua sisi ruang besar, semua menuju kedalam ruang besar itu.
Diam-diam Siauw Pek memasang mata. Di sebelah kiri, orang yang berjalan dimuka rombongan ada seorang tua berusia lebih kurang lima puluh tahun, bajunya biru, lengannya terlibat sepotong kain putih. Dia mempunyai janggut yang panjang. orang yang kedua berumur kira kira tiga puluh tahun, matanya besar, mukanya persegi, dan wajahnya muram.
Yang ketiga ialah seorang nyonya muda, wajahnya tak terlihat sebab dia menutupi mukanya dengan saputangan yang terang ialah dia sangat berduka.
"Mungkin dialah nyonya Uh...." pikir Siauw Pek. Dibelakang
sinyonya ada enam atau tujuh orang dengan pakaian berlainan.
Disebelah kanan, rombongan dipimpin oleh seorang tua dengan baju panjang kuning muda," mukanya panjang bagaikan "muka kuda", sinar matanya tajam seperti " kilat berkelebat" sedangkan kedua belah tangannya panjang luar biasa, hampir sampai kelututnya. Dia diiringi oleh dua orang kacung berpakaian hijau, yang satu membawa pedang, yang lain tongkat. Dua dua mereka itu tampan- Dibelakang mereka ada seorang nona cantik dengan baju biru muda.
Dengan begitu maka mereka semua merupakan tiga rombongan, yang sama-sama menghampiri ruang besar itu. Setibanya didepan ruang, tetabuhan berhenti dengan tiba tiba. Dua orang nona dengan baju putih lantas memutar tubuh, berlari kedalam ruang, untuk mengambil tiga tabung bunga putih buat dibagikan kepada para pemimpin dari ketiga rombongan itu, kemudian bertiga mereka ini maju kedepan, guna memberi hormat. Habis menjura, ketiganya dengan cepat berdiri tegak.
Si orang bertubuh besar dan bermuka panjang mirip kuda itu melemparkan bunganya, sesudah itu ia menghadapi si orang tua berjanggut panjang danputih disebelah kiri, sambil mengangguk memberi hormat ia berkata: "Tak beruntung partai kami telah mengalami bencana ini, hingga membuat kedua pocu banyak kesal dan pusing. Untuk kebaikan pocu itu kami sangat bersyukur dan berterima kasih".
"Berat kata katamu ini saudara siang", berkata si orang tua berjanggut panjang sambil tersenyum, "justru akulah yang harus berterima kasih sebab saudara sekalian memandang tinggi kepadaku, karena mana senang aku meminjamkan ruangku ini untuk upacara perkabungan- Tak berani aku menerima kata kata banyak kesal dan pusing itu".
---ooo0dw0ooo--- JILID 13 cie Tiat Eng menyela, katanya: "Sebenarnya ketua kami hendak datang sendiri kemari, sayang ia sangat repot dengan urusan partai, maka ia telah mengutus aku saja. ia memesan menyampaikan hormat dan terima kasihnya kepada pocu berdua."
orang tua berjanggut panjang dan ubanan itu memberi hormat serada mengucapkan terima kasih.
" Kapankah kiranya ketuamu akan datang?" tanya si muka seperti kuda itu.
"Sukar untuk menentukan, pocu," sahut Tiat Eng "Sekarang ini partai kami kebetulan lagi berselisih dengan pihak Siauw Lim-sie, benar soalnya soal kecil akan tetapi apabila pengurusannya tidak sempurna, akibatnya itu bisa menjadi onar hebat.Jikalau saudara Siang hendak bicara, silahkan bicara denganku saja." Si muka panjang itu mengawasi kesegala penjuru ruang.
" orang-orang macam apakah itu yang tubuhnya ditutupi dengan kain putih?" tanya dia kemudian-
Memang selain kedua peti mati, ditengah ruang besar itu pula rebah beberapa mayat yang tubuhnya ditutupi cuma dengan kain putih.
"Sukar untuk menjelaskannya," jawab si orang tua ubanan- "
Umumnya merekalah anggota anggota partai partai besar."
Pedang Golok Yang Menggetarkan Pedang Penakluk Golok Pembasmi Ka Thian Kiam Coat To Thian Kiam Coat To Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dengan kakinya, si muka panjang itu menyingkap kain putih penutup satu mayat.
Siauw Pek menggunakan kesempatan itu untuk turut melihat mayat itu seorang yang usianya belum tinggi, yang dadanya ditancapkan sebatang pedang Kiu Heng cie Kiam.
"Dia ini murid bukan pendeta dari Siauw Lim sie," kata si muka panjang.
"Benar," kata si orang tua ubanan- "Pengetahuan saudara Siang luas sekali hingga orang tak mudah menandinginya."
Kembali dengan kakinya, si muka panjang menyingkap tutup satu mayat lainnya. Ia mengawasi, lalu ia kata: "Inilah seorang murid dari Liong Hong Pang."
"Liong Hong Pang" ialah partai "Naga Burung Hong". (Burung Hong - phoenix).
"Tidak salah " kata pula si orang tua ubanan- "Tidak kecewa saudara Siang menjadi seorang ketua partai."
Agaknya si muka panjang itu bangga. Terus ia menyingkap tutup mayat yang ketiga. Tetap ia menggunakan kakinya.
Siauw Pek melihat mayat itu bermuka hitam legam pakaiannya hangus terbakar di sana sini, kecuali secabik potongan jubah di atas perutnya. Didalamnya itupun nancap sebatang pedang Kiu Heng cie Kiam
"Mungkinkah dia ini seorang imam?" tanya si muka panjang. Beberapa lama ia mengawasi, agaknya dia ragu-ragu. si orang tua ubanan melengak.
"Bagaimana saudara Siang dapat tahu dialah Sam ceng ?" tanyanya.
"Sam ceng" ialah tri-tunggal dari Too Kauw. Inilah suatu sebutan buat agama Nabi Loo cu (LaoTze).
Si muka panjang tertawa terbahak. agaknya dia puas sekali.
"Aku melihatnya dari robekan jubah di atas dadanya Benar, bukan ?" sahutnya ganti menanya.
Memang, sepotong kain yang menutup dada mayat itu adalah sobekan jubah imam.
"Benar," menjawab siorang tua ubanan- "Dia ini murid dari Kun Lun Pay."
"Eh puco yang baik, mengapa kau ketahui itu?" menegaskan simuka panjang.
"Aku tahu karena aku melihat dari senjatanya." Kembali simuka panjang menyingkap tutup mayat yang keempat.
"Dia ini murid Pat Kwa Bun " katanya setelah mengawasi sejenak.
Menyusul kata-kata simuka panjang ini, sesosok tubuh terlihat melompat menghampiri mayat itu, setelah diamat amatinya, dia segera mencabut pedang Kiu Heng cie Kiam didada mayat itu.
orang yang berlompat ini adalah seorang kate kecil yang membawa sepotong tiatpay di punggungnya dan sebuah golok pendek tergantung dipinggangnya. Simuka panjang berpaling, keningnya berkernyit.
"Saudara menjadi apa didalam Pat Kwa Bun?" sapanya.
"Aku orang she ouw," sahut orang itu tawar. Dia bukan menjawab hanya memberitahukan she nya.
si orang tua ubanan lekas lekas menyela: "Tuan tuan belum tahu satu sama lain" Mari aku perkenalkan-" ia menunjuk simuka panjang.
"Inilah saudara Siang put tong, ketua Thay Im bun, yang namanya kesohor karena kepandaian ilmu tongkat bergabung ilmu pedang."
"oh, nama yang telah lama aku dengar " berkata orang she ouw yang kate kecil itu.
si orang tua menunjuk siorang kate yang membawa tiatpay pada punggungnya. Katanya: "Inilah saudara oue Bwee, anggota keamanan dari Pat Kwa Bun."
Mendengar itu, dengan dingin Siang put tong berkata: "sering aku mendengar didalam dunia Rimba Persilatan orang membicarakan nama saudara ouw, hari ini kita dapat bertemu aku merasa beruntung." Tiba-tiba ia merandak sejenak. kemudian menanya: "Apakah ketua saudara tidak ikut datang?"
"Suhengku sudah lama tidak muncul lagi dalam dunia Kang ouw," sahut ouw Bwee tawar. Jikalau saudara Siang hendak menunjukkan sesuatu harap tunjukkan saja kepadaku." ouw Bwee ini ialah yang bergelar si Tua Terbang.
"Aku kenal ketuamu itu," berkata Siang Put Tong. "Dulu selagi malam-malam menyerbu Pek Ho Po, aku pernah bertemu satu kali..."
Selama itu Siauw Pek terus memasang mata dan telinga, ia tertarik mendengar kata kata Siang PUt Tong itu. Tiba tiba ada yang menolak punggungnya, hingga tubuhnya terjerumus. Ia berdiri didekan Nyonya Uh, tanpa dapat dicegah, tubuhnya membentur sinyonya. Ia terperanjat. Lekas lekas menenangkan dirinya.
Nyonya Uh menoleh, dengan sinar mata tajam dia mengawasi si anak muda, sepasang alisnya berdiri. Agaknya ia hendak membuka mulutnya, tetapi segera sudah terdengar pula suaranya ouw Bwee suara yang dalam: "Itulah peristiwa belasan tahun yang lampau. Selama belasan tahun itu, suhengku tak pernah lagi meninggaikan Pat Kwa peng."
ouw Bwee memanggil "suheng", kakak seperguruan kepada
ketuanya itu. Pat Kwa peng adalah tempat kedudukan Pat Kwa Bun.
Karena kata-kata ouw Bwee itu. batallah si nyonya berbicara.
Sementara itu Siang PUt Tong berkata pula: "Ketua kamu itu bersemangat besar, pastilah dia sedang menyekap diri untuk mempelajari suatu kepandaian yang istimewa, untuk persiapan nanti setelah tiba saatnya untuk muncul pula guna menggemparkan dunia Kang ouw."
ouw Bwee tersenyum, dia tak menjawab. Sebaliknya dia menoleh kepada siorang tua berjanggut panjang dan ubanan.
"Saudara Ma," tanyanya, " apakah saudara pernah mengirim orang membuat penyelidikan-" orang tua yang ditanya menggelengkan kepala.
"Sungguh malu saudara ouw," sahutnya. "Aku telah mengirim tiga belas orangku akan tetapi selama satu bulan lebih kami belum juga berhasil memperoleh suatu keterangan-.."
"Satu hal aku tidak mengerti," berkata ouw Bwee, si Tua Terbang. " orang seperti hendak memusuhi kita kaum Rimba Persilatan- Kita dari pelbagai partai agaknya hendak dijadikan sasaran pembalasan sakit hati pihak sana itu. Setelah memikir lama, aku cuma melihat kemungkinan-.."
Kata kata ouw Bwee terputus oleh satu suara keras yang datangnya dari arah luar: "Siapa bilang pintoo tidak boleh melihat lihat" Bagaimanapun pintoo mesti masuk kedalam" menyusul itu, orang banyak mendengar suara seperti robohnya sesosok tubuh orang.
si orang tua berjenggot panjang segera berpaling kepada seorang bertubuh besar bermuka persegi disisinya, seraya berkata. "Jiet te, coba kau pergi lihat Yang datang itu orang gagah dari mana, kenapa dia demikian galak?"
orang yang dipanggil "jie tee" itu adik yang nomor dua, menyahuti. Akan tetapi belum lagi kakinya digerakkan untuk bertindak, orang yang dikatakan galak itu yang tadi menyebut dirinya pintoo, kata kata "aku" untuk murid Too Kauw, sudah muncul dengan tindakannya yang lebar. Dia benar seorang murid San ceng, yang mengenakan jubah dan menggantungkan pedang dipinggangnya. Memang kaum Too Kauw yang paham silat semua menggunakan pedang sebagai senjatanya. Melihat imam itu, ouw Bwee tertawa terbahak bahak. "Aku kira siapa, kiranya kau si imam hidung kerbau," sapanya nyaring. Memang ada suatu kebiasaan bahwa seorang imam diejek "si hidung kerbau".
"Saudara ouw kenal imam itu?" tanya orang tua berjanggut panjang.
"Dialah sahabatku dulu," jawab Hui Siu. "Kita sudah berkenalan dua puluh tahun dan telah juga bertempur belasan kali."
"Jikalau begitu, lekas saudara kenalkan aku dengannya" kata si orang tua agak terburu. "Seorang tetamu yang dihormati tak dapat disambut secara sembrono "
"Baiklah" jawab ouw Bwee yang terus membuka tindakan lebar memapak si imam sambil berkata. "Eh, imam tua hidung kerbau, tempat ini bukan tempat dimana kau dan mengganas." Tapi, habis berkata begitu, dia menunjuk kepada si orang tua berjanggut panjang untuk memperkenalkan- "lnilah Toapocu Ma Goan Hok dari Hok Siu Po."
"Toa po cu" ialah "tuan rumah yang besar" tertua.
Ma Goan Hok merangkapkan kedua tangannya, memberi hormat. "Too heng, terima kasih banyak atas kunjungan tooheng ini, katanya."
Imam itu juga merangkapkan tangannya.
"Terima kasih atas pujian pocu," sahutnya. "Sudah lama pintoo mendengar nama besar pocu bagaikan guntur menulikan telinga, sekarang kita dapat bertemu, sungguh beruntung "
ouw Bwee segera menunjuk orang yang bermuka persegi. :"inilah jie pocu Ma Goan Siu dari Hok siu Po " ia memperkenalkan lebih jauh. Jiepocu, ialah tuan rumah yang nomor dua.
Kedua pihak saling memberi hormat. Ma Goan Siu batuk batuk dua kali.
"Dapatkah kami mengetahui gelar too- heng ?" dia bertanya.
"Too heng", kakak dari golongan Too Kwan adalah panggilan untuk seorang imam.
"Pintoo ialah Kim cong," si imam menjawab.
Tiba tiba Siang Put Tong menyela : "Apakah Tootiang murid dari Bu Tong Pay?"
"To tiang" juga panggilan lain untuk imam.
"Tidak salah", sahut Kim cong. "Mohon tanya nama sicu?"
"Siang Put Tong," jawab Put Tong, dingin. "Satu nama yang tidak masuk buku, mungkin too tiang tidak kenal "
"oh, maaf, maaf," berkata si imam lekas lekas. "Kiranya ketua dari Thay Im bun "
"Tootiang mengenal aku, itulah bukti bahwa pengetahuan
tootiang luas sekali," berkata ketua Thay Im bun itu. Dia puas.
Berkata pula Kim cong. "Seorang yang ternama sekali, siapakah didalam dunia Kang ouw yang tidak kenal ?"
"Tooheng, silakan masuk." Ma Goan Hok mengundang.
Siang Put Tong tetap membawa sikap yang sombong, dia tidak segan segan dengan tindakan lebar dia kembali kedalam ruang.
Selagi berjalan, tiba tiba ouw Bwee menghampiri kedua peti mati, untuk mengawasi dengan teliti. ia melihat didepan peti yang kanan diletakkan sebuah lengpay dengan tulisan yang berbunyi "Jenazah Uh Tay Hong, ketua cabang pusat wilayah Kang lam dari cit ceng Hwee" Ia mengerutkan keningnya. Kemudian diawasinya peti mati yang disebelah kiri, yang juga ada lengpaynya, "yang bertuliskan cu Eng dari Thay Im bun." Membaca itu, tiba tiba jago tua ini menjadi panas hati.
" celaka betul Pengaruh uang, oh, pengaruh uang " serunya.
Ma Goan Siu, yang berjalan disebelah belakang, menjadi heran- Segera dia berpaling.
"Ada apakah, saudara ouw ?" dia bertanya.
Dari berseru gusar, si Tua Terbang tertawa terbahak2. Dia menjawab : "Kami dari Pay Kwa Bun dengan Hok Siauw Po persahabatan kita bukannya baru. Persahabatan kita tak dapat dibandingkan dengan kit seng Hwee tetapi toh jauh lebih erat daripada Thay Im Bun Mengapa selain orang orang cit Seng Hwee dan Thay Im Bun, mayat mayat dari lain lain partai dimasukkan peti mati ?"
Mendengar itu, Ma Goan Siu berkata cepat: "Saudara ouw, harap
jangan salah mengerti. Jenazah saudara tongcu Uh Tay Hong ini
telah dibawa kemari oleh cit seng hwee cabang pusat kang lam..."
"Bagaimana dengan jenazah pihak Thay Im Bun itu, adakah bawaan dari lain tempat?" tanya lagi ouw Bwee.
"Bukan," sahut Goan Siu.
"Habis, apakah Kok siupo hanya mempunyai sebuah peti mati ?" Berkata begitu, si Tua Terbang tertawa dingin.
Wajah Ma Goan Siu berubah. Katanya : "Kami pihak Kok siupo bukanlah tempat menerima dan mengurus mayat orang, maka itu buat apa kami mesti menyiapkan banyak peti mati?"
"Jikalau peti mati tidak ada, toh selayaknya apabila mayat dibungkus dengan kain putih. Kenapa cuma pihak Thay Im Bun yang diistimewakan dan yang lainnya diabaikan?"
"Saudara ouw, apakah artinya ini ?" tanya Goan Siu. "Sungguh aku tidak mengerti..."
"sangat sederhana " ouw Bwee tertawa pula, tetap nadanya dingin. "Saudara Ma mengurus mayatnya pihak Thay Im Bun dengan diberi peti tetapi mayat pihak kami dari pihak Pat kwa Bun dan lainnya digeletakkan saja dilantai, cuma tubuhnya dikerobongi sehelai kain putih Bukankah itu perlakuan berat sebelah yang nyata sekali" Apakah didalam hal ini aku perlu membuka suara bagaikan tambur ditimpali gembreng ?" Sampai di situ, Ma Goan Siu pun tertawa dingin.
"Kami dari pihak Hok siu Po, kami biasa bersahabat dengan pelbagai partai. Buat kami, merawat mayat atau tidak juga sama saja."
"Bukan niatku menegur," kata ouw Bwee, "aku hanya merasa inilah perlakukan membeda bedakan, perlakuan yang akan memperkecil hati orang orang kosen diseluruh negara, bahkan ini merugikan nama besar Hok Siu Po."
Ma GOan siu tetap bersikap dingin. Katanya pula : "Kami pihak hok siu kami memandang kau, saudara ouw, sebagai sahabat. Kami sekali bukannya takut terhadap nama besarmu Jikalau semua orang yang datang kemari bersikap seperti kau ini, habislah kami semua, mana kami mempunyai muka untuk menaruh kaki di muka bumi ini ?"
Sepasang alis ouw Bwee bangun berdiri, dia agaknya hendak meluapkan kemurkaannya, tetapi segera dia dapat menindasnya. Sebaliknya dia lalu tertawa tergelak.
"Maaf, saudara Ma " katanya. "Aku hanya bertanya sambil lalu, harap tidak saudara pikirkan-"
Berkata begitu, segera dia meneruskan bertindak kedalam.
Ma Goan Siu mendongkol tetapi ia tidak berani umbar itu. Iapun bertindak masuk.
Ketika itu, semua orang sudah berkumpul di dalam ruang, duduk menghadapi sebuah meja besar.
ouw Bwee melihat orang yang duduk dikursi pertama ialah Siang Put Tong, hatinya panas pula. tapi ia coba menguasai dirinya, tapi tidak urung, didalam hati, ia berpikir : "Heran, nama Thay Im Bun didalam kalangan Rimba Persilatan tidak terlalu kenal dan Siang Put Tong juga tidak ternama, mengapa Ma Goan Siu serta saudara bersikap begini menghormat kepadanya ?"
Oleh karena kemendongkolan itu, walaupun dia membungkam, wajah situa Terbang berubah. Ma Goan Ho melihat itu, hatinya bercekat. Ia kuatir nanti terbit onar. Maka lekas ia bangkit seraya berkata : "Saudara ouw, mari duduk disini "
ouw Bwee bersuara "Hm" perlahan sekali, ia pura-pura tidak mendengar perkataan tuan rumah, ia terus duduk disebelah Kim cong Tojin.
Goan Hok merasa tersinggung akan tetapi dia tidak memperlihatkannya, sikapnya tenang saja. ia dapat menguasai diri, tidak seperti Goan Siauw, si adik.
"Saudara-saudara," terdengar suara Siang Put Tong : "Aku ingin bicara, apakah saudara-saudara mau mendengarnya ?"
"Saudara siang mau bicara apa, silahkan " berkata Kim cong.
Imam ini,jago Bu Tong pay, biasa memandang rendah lain-lain partai yang termasuk partai cabang. Dia bisa memandang tinggi partainya sendiri, yang termasuk partai besar dan murni. Ketika dia bicara, nadanya tawar.
"Maksudku yang rendah," berkata siauw Put Tong tawar, "aku berpikir meminta saudara-saudara memilih seorang kepala yang ilmu silatnya liehay untuk mengepalai upacara disini."
"Pintoo pikir orang itu tak usah repot-repot dipilih lagi," kata Kim
cong Tojin. "Baik Siang ciangbun saja yang mengetahuinya."
"ciang bun atau lengkapnya "ciang bunjin" ialah ketua partai.
ciangbun biasa dipakai sebagai panggilan : ketua, atau tuan ketua.
"Akupun pikir begitu," ouw Bwee turut mengutarakan pikirannya.
siang Put Tong mengawasi tajam dua orang itu. "Apakah saudara saudara bicara dengan setulus hati ?" dia bertanya.
"Itulah soal lain," sahut ouw Bwee. "Kami bicara cuma disebabkan mendengar nama besar ketua,prihal kepintaran dan kepandaian tuan, belum pernah kami melihatnya, jadi kalau dikehendaki suara hati kami yang setulusnya, itulah kehendak. atau permintaan, yang keterlaluan-"
Siang Put Tong batuk batuk dua kali.
"Saudara ouw memikir buat belajar kenal bukan ?"
"Jikalau saudara Siang sudi memberi pelajaran, aku suka sekali menerimanya," sahut si Tua terbang.
siauw Pek bertiga mendengar dan melihat semua, karena merekapUn turut masuk kedalam ruang itu, cuma mereka tidak dapat tempat duduk. Mereka tidak memperhatikan urusan itu sebab mereka datang untuk mencari tahu segala sesuatu yang mengenai uruasn mereka sendiri, urusan coh Ke Po.
Sampai disitu, tiba-tiba cio Tiat Eng campur bicara.
"Saudara siang, saudara ouw " katanya. "Harap sabar sedikit
Bagaimana kalau saudara-saudara dengar beberapa kata-kataku ?"
"Bagaimanakah pendapatmu, saudara $cio ?" tanya Siang Put Tong.
"Kita berkumpul di Hok Siupo, ini untuk menyelidiki urusan Kiu Heng cie Kiam." berkata orang she cio itu "sekarang ini kita belum mendengar apapun juga, lalu kita hendak saling bunuh, bukankah itu sangat tidak berguna ?"
"Habis, bagaimanakah pikiran saudara ?"
"Kita semua adalah orang orang yang sedang menerima tugas," kata Tiat Eng pula, " apabila kita tidak berhasil dengan penyelidikan kita, selain tidak dapat pulang untuk bertanggung, juga kita bakal ditertawakan-Jikalau kemudian kita dijadikan buah pembicaraan dalam dunia Kang ouw, tidakkah itu akan merusak sangat nama kita ?"
"Bicara memang sangat mudah " Kim ciong Toosu turut bicara. "Paling benar kau utarakanlah rencanamu"
Tiat Eng sabar akan tetapi hatinya panas juga. Dia merasa sangat tersinggung.
"Bu tong pay terpuji sebagai suatu partai besar mengapa
tootiang bicara begini rupa?" dia menegur, wajahnya merah padam.
"Hei kau mencaci siapakah?" menegur Kim ciong. Dia
menganggap kata kata orang she cio ini sebagai dampratan- "Jikalau aku memaki kau, lalu bagaimana ?"
Heng Seng tongcu ini mau jadi juru pemisah, tapi tak disangka, dia justru terlibat sendirinya.
Ma Goan Hok bingung sekali, lekas lekas ia bangkit.
"Saudara tenang " dia berkata. "Mari dengar kata kataku siorang she Ma. Sebenarnya akulah yang keliru, yang tak menyediakan lebih banyak peti mati untuk merawat para korban itu, hingga hati saudara saudara terasa pedih. Sebenarnya Hok Siu po memandang sama semua saudara kaum Sungai Telaga. Kami tidak membeda bedakan. Sekarang ini justru aku amat berterima kasih karena para korban telah dibawa kemari, karena itulah bukti cinta kasihnya saudara saudara terhadap kami. Mohon maaf buat segala kelalaian kami " Berkata begitu, tuan rumah ini memberi hormat pada para hadirin-
Sebenarnya ouw Bwee dan Kim ciong tak puas terhadap pihak Hok siu Po karena perbedaan pelayanannya terhadap para korban
itu tapi karena mereka tak mau bentrok dengan keluarga Ma itu, mereka melampiaskannya terhadap pihak cit Seng Hwee dan Thay Im bun sekarang menyaksikan sikap ma Goan Hok. mereka malu hati. Kim ciong membalas hormat seraya berkata:
"Kami tidak menyesaikan kedua pocu, bahkan kami bersyukur
bahwa pocu telah sudi ketempatan mayat murid murid partai kami."
Ma Goan Hok berkata pula: "Sekarang ini aku sudah memerintahkan orang buat mencari peti mati sebanyak bisa didapat, maka sebentar setelah memperoleh, kami akan rawat baik baik semua mayat mayat ini."
Siang Put Tong yang berdiam sejak tadi itu, tertawa kering.
"Kiranya kau berselisih karena urusan ini" katanya mengejek. ia melirik pada ouw Bwee lalu dia menyambung, "sebetulnya aku tidak suka sembarang bicara, atau kalau aku bicara mesti ada buktinya. Saudara ouw gusar terhadapku, baiklah, harap saudara jangan bicara lebih banyak. Kita atur begini saja:
Masing masing kita memberi satu pertunjukkan, lalu pertimbangannya kita serahkan kepada para hadirin, mereka yang menilainya bagus buruknya." ouw Bwee tak mau menunjukkan kelemahannya sendiri.
"Saudara siang satu ketua partai, silahkan kau yang memulainya" katanya.
"Tak biasa aku berlaku segan, baiklah, aku akan lebih dulu memperlihatkan permainanku yang buruk."
Berkata begitu, ketua Tay im bun meluruskan tangannya, mengangkat cawan didepannya.
Para hadirin memasang mata. cawan teh itu diletakkan segera di telapak tangan, airnya tidak tumpah.Justru air itulah yang aneh perlahan lahan air itu beku bagai es.
Siang Put Tong tertawa lebar, agaknya dia puas dan bangga. Dia membalikkan cawan teh hingga teh es itu jatuh kelantai. Mengenai lantai es itu pecah berantakan.
"Telah aku pertunjukkan kepandaianku yang buruk" akhirnya dia kata, tertawa. "Kini persilahkan kau, saudara ouw." Hati ouw Bwee gentar.
"Tidak aku sangka tenaga dalamnya begini liehay," pikirnya. Tentu saja, tak dapat dia mundur." Dengan terpaksa, dia berkata. "Saudara siang tenaga dalammu amat mahir, aku kuatir tak sanggup menandinginya. Baiklah, aku juga mau pinjam air teh untuk mempertunjukkan keburukanku."
Berkata begitu, si Tua Terbang meletakkan tangannya diatas cawan teh. ia menekan-Sambil berbuat begitu, diam diam dia mengarahkan tenaga dalamnya.
Dengan perlahan lahan, cawan itu melesak masuk kedalam meja, kemudian menjadi rata dengan permukaan meja
Menyaksikan pertunjukkan itu, Ma Goan Hok tertawa.
"Saudara saudara, kamu memiliki masing masing kepandaianmu yang istimewa" katanya. " Dengan begini maka terbuka lebarlah mataku " Walaupun demikian, ouw Bwee tahu bahwa dia kalah seurat. Siang Put Tong tertawa.
"Saudara ouw, sungguh lihay kau " dia memuai.
"Inilah kepandaian yang tidak berarti, aku cuma menyebabkan buah tertawaan saja," berkata si Tua Terbang.
"Sudahlah " kata Put Tong kemudian- "Yang penting sekarang
ialah bagaimana kita harus berdaya mencari ciu Heng cie kiam "
ciu heng cie kiam. Pedang sakit hati itu, telah ditakuti oleh Put Tong sekalian, baik pedang nyama upun pemiliknya .
"Aku telah mengirim delapan orang ku pergi melakukan penyelidikan," Ma Goan Siu memberitahukan.
"Apakah telah ada hasilnya ?"
"Menyesal, belum. ciu heng cie kiam mirip dengan apa yang dikatakan orang, naga terlihat kepalanya, tidak ekornya. Dia tak dapat diterka dimana adanya. Sebaliknya, siapa pernah melihatnya, dia pastilah hilang jiwanya "
" Tentunya dia lihay sekali, kalau tidak. tidak nanti dia tidak melihat mata pada semua partai di wilayah kang lam ini " kata siang Put Tong pula
" Hanya masih menjadi suatu pertanyaan, dia sendiri atau berkelompok..." kata Tiat Eng.
"Aku kira bukan satu orang," kata Tiat Eng lagi. "Dia cerdik sekali."
"Jka dia berani menunjukkan diri, biarpun dia lihay berlipat
ganda, pasti dia tidak akan sanggup menghadapi semua partai."
"Pintoo mempunyai satu tipu untuk memancingnya keluar," Kim cung Toojin turut berbicara.
"Apakah itu tooheng?" tanya Put Tong.
"Kita sukar mencarinya, maka itu, mengapa kita tak menjebaknya
" Biarlah dia datang sendiri masuk kedalam jaring."
"Perangkap apakah itu ?"
"Aku telah memikir dayanya, hanyalah aku masih ragu ragu akan hasilnya..." menjawab si imam, matanya berputar putar. Ketika ia melihat Siauw Pek bertiga, tiba tiba ia berhenti bicara. Inilah karena ia mendapatkan ketiga orang itu sedang memasang telinga.
Siang Put Tong liehay sekali. Dia melihat gerak gerik imam itu, dia menerka tentu ada sebab sebabnya. Maka dia berpaling kepada ciu Tiat Eng. "Saudara ciu, apakah mereka semua anggota cit Seng Hwee?" tanyanya.
"Benar, saudara Siang. Ada titah apakah untuk kami?" sahut tongcu dari cit Seng Hwee.
" Dapatkah kau menitahkan mereka keluar dulu dari ruangan ini?"
"Dapat," sahut Tiat Eng, terus dia mengulapkan tangan terhadap Siauw Pek. Anak muda itu segera memutar tubuhnya, untuk berjalan keluar.
"Tunggu" ouw Bwee mencegah sambil dia bangkit. Siauw Pek memutar pula tubuhnya, ia berdiri diam, kepalanya tunduk. ouw Bwee menghampiri pemuda itu.
"Siapakah kau ?" tanyanya. "Rasanya aku mengenal kau. Dimanakah kita pernah sua ?"
"Aku tak kenal kau," sahut Siauw Pek. Ia menggelengkan kepala.
"Ingatan aku melebihi kebanyakan orang" kata siorang tua dingin. "Tak mungkin aku salah ingat" Dia menatap tajam muka orang.
Mendengar suara si Tua Terbang, Siang Put Tong turut menatap. Ia melihat tegas orang tampan bertubuh kekar. Diam diam ia kagum sekali. Katanya di dalam hati, "sungguh suatu bakat bagus untuk belajar silat"
oey Eng dan Kho Kong mendampingi ketuanya, mereka bersiap sedia turun tangan-
Siauw Pek berdiri tegak, kepalanya tunduk terus, matanya dipejamkan- ia menerka ancaman bahaya, tetapi ia bersikap tenang. ouw Bwee jalan mengelilingi sianak muda dua kali putaran-
"Anak kau she apakah?" dia tanya.
"she coh" sahut si anak muda.
"she coh?" mengulangi jago tua itu, matanya mengimplang. "Haha Aku ingat Ketika kita bertemu dulu kami masih seorang bocah cilik Iyakan...?"
Siauw Pek menggelengkan kepala. "Aku belum pernah bertemu dengan tuan-" Hut Siu tertawa dingin.
"Seumur hidupku aku telah menjelajah dunia Kang ouw, mana dapat aku membiarkan mataku ini kemasukan pasir?" katanya. "Bukankah kau ini turunan dari coh Kam Pek ketua dari Pek Ho Po ?"
Mendengar disebutnya nama Pek Ho Po, semua hadirinpun terkejut. Mereka masih ingat baik sekali peristiwa yang hebat itu. Bahkan banyak diantaranya turut di dalam rombongan penyerbu. Tak mudah melenyapkan kesan.
"Bukankah turunan si orang she coh telah mati di Seng Su Kio?" Siang Put Tong tanya.
"Aku hadir di tempat peristiwa ketika itu" kata ouw Bwee pula. "Siapa bilang dia mati dijembatan maut?"
"Semua orang Kang ouw ketahui itu." kata Put Tong.
"Aku justru melihat dia berjalan d iatas jembatan dan tak jatuh..." ouw Bwee memastikan- Terus dia menoleh kepada Kim cong Toojin, kemudian meneruskan kata katanya.
"Tatkala itu tooheng juga hadir bersama. Apakah tooheng
melihat anak coh Kam Pek tergelincir jatuh dari jembatan itu?"
"Benar seperti katamu, saudara ouw, pintoo tidak melihat bocah itu jatuh tergelincir kedalam jurang." sahut si imam. Seng Su Kio tertutup kabut tebal, selama seratus tahun entah berapa banyak jago Rimba Persilatan yang telah mengubur dirinya didalam jurang disana. Pada waktu itu, anak coh Kam Pek belum mengerti ilmu silat, mana bisa dia melintasi jembatan" Menurut dugaanku, dia tentu telah tergelincir masuk kedalam jurang."
"Tapi pandanglah ini" ouw Bwee masih berkukuh. Dia tertawa hambar. "Lihat, dia mirip coh Kam Pek atau tidak ?"
Kim cong bangkit, ia bertindak menghampiri si anak muda. Tiba tiba dia menyambar tangan kanan anak muda itu. Siauw Pek menarik tangannya.
Si imam heran sekali, sampai dia tercengang. orang bergerak gesit luar biasa.
"Dia mencurigakan, dia harus diperiksa" kata Siang Put Tong,
yang terus menoleh pada cie Tiat Eng, untuk bertanya. "Dia menjadi
anggota cit Seng Hwee, saudara tentu ketahui asal usulnya bukan?"
"Jumlah anggota kami banyak sekali," sahut tongcu itu. "Dia berasal dari cabang pusat Kang lam, mungkin Nyonya Uh mengenal tentang dirinya." Dia segera berpaling kepada nyonya janda itu dan bertanya: "Apakah nyonya kenal dia ?" Nyonya Uh mengawasi Siauw Pek.
Diluar dugaan, diantara Kim cong dan si anak muda telah terjadi pertempuran, yang berat sebelah. Sebab si imam penasaran gagal mencekal tangan Siauw Pek. segera dia mengulangi menyambar pula, ketika percobaan yang kedua kalinya. selama itu, Siauw Pek terus mengelut diri. Lalu, karena mendongkol si imam menyambar terus menerus, dia menggunakan capjie ciauw Kim na ciu, ialah ilmu mencekal Dua belas Jurus.
oey Eng dan Kho Kong terus berdiam diri. Mereka mentaati pesan
ketuanya untuk tidak turun tangan kecuali sudah sangat terpaksa.
"Apakah nyonya kenal dia ?" Siang Put Tong pun bertanya karena si nyonya hanya mengawasi saja.
"Aku terhalang imam itu," sahut Nyonya Uh. Kim ciong mengalinginya.
"Nanti aku cegah mereka," kata Put Tong yang terus lompat sambil berseru. "Too heng, tahan " sedang kedua tangannya dipentang, untuk menghalang.
Kim ciong menghentikan serangannya. cegahan Put Tong menyenangkan hatinya. Dia memang lagi bingung sebabtakadajalan buat mundur teratur.
"Nyonya, silakan lihat " kata Put Tong sambil bergerak kesisi.
Nyonya Uh memandang dengan leluasa kepada si anak muda, yang tidak terhalang siapa juga.
"Aku tidak kenal dia." sahutnya sejenak kemudian- Dia pun
menggeleng kepala. cie Tiat Eng berlompat kepada si anak muda.
"Bagus, bocah" bentaknya. "Betapa berani kau menyamar sebagai anggota cit Seng Hwee" Siang Put Tong menggerakkan tangan, mencegah tongcu itu.
"Percuma kau bergusar, saudara cie " berkata ketua Thay Im Bun ini. "Sekarang lebih baik kita menanya jelas dahulu kepadanya." Tiat Eng masih gusar, dia menghunus pedangnya.
"Tidak perduli dia siapa, sebab dia memalsukan anggota partai kami, kematianlah bagiannya " katanya sengit.
Berkata begitu, tongcu ini berpaling. ia tidak melihat Nio Su Heng si hu hoat, pelindung hukum cit Peng Hwee.
Ini disebabkan karena orang nio itu, yang melihat gelagat buruk. diam-diam sudah mengundurkan diri.
"Kau berani menyebut shemu. Kau betul berani " berkata Put Tong kepada si anak muda. "sekarang aku tanya kau, beranikah kau menyebut juga namamu ?"
Siauw Pek melihat sekelilingnya, sinar matanya tajam sekali.
"Namaku Siauw Pek " ia menjawab, berani. "Aku coh Siauw Pek "
"coh siauw Pek... coh Siauw Pek..." ouw Bwee berkata kata seorang diri, perlahan-Tapi tiba-tiba, dia menghunus pedang pendeknya, untuk menghadapi anak muda itu: "Kau apanya coh Kam Pek ?"
Pertanyaan itu membuat ruang sunyi sekali sampai terdengar suara napas orang. Semua diarahkan kepada anak muda itu, semua heran, semua menantikan jawabannya. Siauw Pek tetap membawa sikapnya tenang dan agung.
"Sudah pastikah tuan-tuan ingin mengetahui siapa aku ?" ia tanya kepada para hadirin- Ia menatap mereka dengan sinar mata bengis.
"Bukan hanya kami disini," sahut Siang Put Tong, "semua kaum Rimba Persilatan juga sama ingin mengetahuinya "
Siauw Pek segera menjawab, tanpa ragu-ragu : "coh Kam Pek ialah ayahku " Siang Put Tong melengak. begitupun para hadirin semuanya.
"Benar benarkah kau anaknya coh Kam Pek ?" kemudian Put Tong menegaskan- Dia mendengar nyata setiap kata kata tetapi ia masih sangat ragu ragu.
Sebelum menjawab, ouw Bwee telah menyela. "Benarkah kau tidak tergelincir mampus di dalam jurang dijembatan maut itu ?" suaranya sangat dingin- Siauw Pek memandang lagi kesekitarnya, dengan sabar ia menyingsatkan bajunya yang panjang untuk menghunus pedangnya. Setelah itu, ia berkata dingin: "Tidak niatku membinasakan orang baik baik. Tapi diantara kami kebanyakan tentulah ada orang orang yang dahulu turut menyerbu Pek Ho Po, maka mengingat pepatah " Kutangang darah bayar darah hari ini aku hendak membuka pantangan membunuh "
"Kukira tidak mudah " ouw Bwee mengejek. Dia mengangkat tangannya kebelakang, guna menurunkan Pat Kwa Tiatpay, senjatanya yang istimewa itu. orang tua ini bicara besar akan tetapi didalam hati, tak berani dia memandang ringan kepada si anak muda. Kim ciong Tojin juga menghunus pedangnya.
"Bagus" serunya. "Hari ini kami hendak mewakilkan kaum Kang ouw menyingkirkan satu ancaman bahaya yang tersembunyi "
Dia mengatakan : " ancaman tersembunyi" sebab Siauw Pek masih sangat muda dan belum dikenal siapa juga, kecuali baru pada detik ini. Menyaksikan perubahan suasana itu, oey Eng dan Kho Kong segera menyiapkan senjatanya masing masing. Siauw Pek telah memperkenalkan dirinya, maka mau tak mau mereka harus menghadapinya.
Sekonyong konyong Ma Goan Hok mengangkat kepalanya, terus dia mengeluarkan seruan yang nyaring dan panjang, hingga suaranya itu mendengung telinga para hadirin.
oey Eng menerka bahwa orang ini memberi isyarat guna mengumpulkan anak buah Hok Siu Po. ia percaya, segera mereka bertiga bakal dikurung musuh. Tapi ia melihat ketuanya tetap berdiri tenang, tanpa bergerak tanpa bersuara, iapun berdiam, cuma diam2 ia waspada.
Menyaksikan sikap si anak muda, Siang Put Tong jadi berpikir.
"TUantuan, sabar dulu..." ia mencegah ouw Bwee dan Kim ciong. ia menatap pula si anak muda, terus ia menanya tenang : "Aku masih hendak menanyakan sesuatu, entah coh siauw pocu sudi menjawab atau tidak "..."
sekarang ia memanggil "Siauwpocu", tuan ketua muda (dari coh Kee Po)
"Jangan kau mencoba memandang panas hatiku " kata siauw Pek, keren. "Aku ingin lihat dulu urusan apa itu yang hendak kau tanyakan "
"Hendak aku tanyakan apakah siu Heng cie Kiam itu karyamu yang istimewa ?" tanya Siang Put Tong.
"Bukan" jawab Siauw Pek, cepat dan tegas. "Didalam dunia ini pastilah bukan hanya satu keluargaku yang tercelakai secara kejam itu Dan aku percaya, sakit hati siu Heng cie kiam tentulah melebihi sakit hati keluargaku " Siang Put Tong heran dan kagum.
Anak muda ini tenang dan berkeberanian besar sekali. Dia bicara keras dan bengis tetapi wajanya tidak sebengis suaranya itu. Wajahnya agung sedikitpun tak sombong. Karena ini ia menjadi ragu: Mungkinkah anak ini liehay kepandaiannya "
Dan juga ouw Bwee dan Kim ciong Toojin, orang orang ulung kaum sungai telaga, menjadi ragu dan curiga. Sikapnya putra Coh Kam Pek ini amat mengesankan.
oleh karena kedua belah pihak itu yang satu tenang, yang lain ragu ragu, keduanya sama sama berdiam saja.
Akhirnya Kho Kong yang kalah sabar. ia telah bersiap siap bersama oey Eng ia merasa sudah menunggu lama sekali, hingga tak dapat ia mengendalikan lagi hatinya. Demikianlah, di luar tahu ketuanya, ia berseru sambil berlompat menerjang ouw Bwee dengan poan koan pit, sepasang senjatanya yang mirip alat tulis itu pit. Itulah senjata istimewa untuk menotok jalan darah. ouw Bwee waspada, apa pula penyerang nyapun berseru. ia menangkis dengan Tiatpay, sambil menangkis, ia membacok. ia memegang tiatpay dengan tangan kiri dan golok pendek dengan tangan kanan. Memang lazimnya ditimpali dengan golok. bahkan habis menangkis dan membacok itu, ia terus mengulangi bacokannya itu dua kali saling susul
Mau tidak mau, Kho Kong terpaksa mesti membela diri sambil mundur.
Siauw Pek tidak mencegah tindakan kawannya itu, ia hanya memasang mata. Dilihatnya ilmu golok ouw Bwee liehay sekali, dan kalau Kho Kong didesak terus, itulah berbahaya.
"Kho Kong masih kurang pengalaman- Maka, untuk melindungi saudara itu, ia segera maju mewakili si saudara menangkis serangan orang tua itu, dan seterusnya dialah yang menyambut dan melayani.
ouw Bwee telah memikir merobohkan anak muda yang bergenggaman pian koan pit itu, tidak tahunya, orang merintanginya, tetapi kebetulan sekali, ini jurus Siauw Pek adanya, ia pikir baik sekalian saja ia gempur anak muda ini. Tanpa ragu ragu lagi, segera ia menggunakan "Hoan Inpat-sie" atau delapan jurus ilmu golok "Mega terbalik" suatu ilmu silat istimewa dari partai Pat Kwa Bun.
Dengan senjatanya itu, si Tua Terbang biasa menangkis menolak dan membacok- membabat, demikian dia lalu mendesak si anak muda. Tapi baru dua gebrakan, dia sudah menjadi heran- Si anak
muda tidak kena terdesak, sebaliknya dia sendiri yang kena tertahan lalu terkuurng sinar pedangnya lawan-
"Eh, hebat ilmu pedangnya bocah ini " pikirnya.
Dari heran, segera juga ouw Bwee menjadi terperanjat. Tidak dapat dia meloloskan diri dari kurungan sinar pedang walaupun dia sudah mengeluarkan seluruh kepandaiannya. Tidak ada gunanya ilmu Mega Terbalik yang sebenarnya liehay itu. Didalam beberapa jurus, dia masih dapat membalas menyerang, setelah itu, dia habis daya, dia cuma bisa menangkis atau berkelit saja. Diapun tidak tahu, ilmu pedang lawan itu ilmu pedang apa, sebab dia tidak dapat mengenalinya.
Kim ciong Toojin heran menyaksikan si Tua Terbang mati daya. Si Tua Terbang adalah rekannya selama pembasmian terhadap Pek Ho Po, maka ia telah memikir untuk memberikan bantuannya pada saat saat genting. Ia mengerti kalau ouw Bwee roboh, si anak muda tentu bakal menyerang padanya. ia berpikir lebih baik ia mendahului mengeroyok. Hanya sekarang...
Luar biasa ilmu pedang anak muda itu. ouw Bwee sudah bermandikan peluh. Repot dia melindungi diri dengan tameng dan goloknya, kacau ilmu silatnya. Rasa heran, kaget dan kuatir lalu menyelubunginya.
Tdiak hanya Kim ciong Toojin, juga hadirin yang lainnya heran dan bingung menyaksikan cara berkelahi si anak muda. Dia sudah menang diatas angin, tetapi dia tidak merobohkan lawannya
"Pocu," Pat Tong kepada Goan Hok. "kenalkah pocu ilmu pedang anak muda itu?"
"Aku tidak kenal," jawab tuan rumah. "Saudara berpengetahuan luas, mungkin saudara tahu..."
Siang Put Tong tersenyum getir.
"Tidak." sahutnya, jengah. "Hanya seorang aku ingat seorang tertua dari Rimba Persilatan yang termashur karena ilmu pedangnya..."
"Siapakah jago tua itu, saudara siang?"
Pedang Golok Yang Menggetarkan Pedang Penakluk Golok Pembasmi Ka Thian Kiam Coat To Thian Kiam Coat To Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Siang Put Tong mau menjawab, tapi ia tercegah oleh seruannya Kim ciong Toojin-
"ouw si katai, jangan takut Mari aku membantumu" demikian suara si imam, yang segera lompat masuk ke dalam kalangan pertempuran, untuk segera menikam Siauw Pek.
Si anak muda mendengar suara, ia melirik. Ketika ujung pedang mengancam, dengan gesit ia berkelit, kemudian, dengan satu kelebatan, ujung pedangnya segera meluncur ketulang rusuk penyerangnya itu.
Kim ciong kaget sekali, dengan gugup dia melompat mundur sambil tangannya menangkis tikaman itu.
Kho Kong gusar sekali melihat ketuanya dikeroyok.
"Imam hidung kerbau bangkotan, kau curang" teriaknya. Lalu dia
hendak menyerang, guna membantu pihaknya. Tapi tiba-tiba, ada
yang meraba tangannya hingga dia batal maju dan terus menoleh.
Itulah oey Eng, yang mencegah majunya. Ia heran- Tapi, ketika ia melihat saudara itu mengedipkan mata, ia terdiam. Terus ia memandang kearah pertempuran-
ouw Bwee terus terkurung sinar pedang. Kim cong yang akan
membantu atau menolong, tergetar diluar kalangan, setiap
serangannya dapat dihalau. Jago Bu Tong itu tampak tidak berdaya.
Girang hati Kho Kong menyaksikan jalannya pertempuran itu, sampai ia lupa maksudnya membantu sang ketua. Bahkan didalam hati, ia berpikir: "Ilmu pedang apa ilmunya bengcu" Melihat ini, andaikata ada lagi dua musuh maju membantu konconya, pasti bengcu tak akan kalah."
oey Eng juga kagum hanya dia berbareng heran- Dia heran sebab agaknya Siauw Pek ayal-ayalan menjatuhkan kedua lawannya. Dari heran dia menjadi bingung.
"Toako mau menanti apa lagi"..." pikirnya. "Disini masih ada Siang put tong, seorang ketua partai yang liehay, begitu juga kedua tuan rumah she Ma itu. Disini pula d isarang musuh, keadaan kita berbahaya sedangkan kita cuma bertiga. Seharusnya Toako bertindak cepat, guna memenangkan waktu..."
Akhirnya saking bingungnya pemuda she oey ini berseru: "Toako, sabar dulu Untuk mencuci bersih sakit hati, waktunya masih banyak ..."
Itulah pemberian ingat, atau nasehat, untuk sang ketua
bertindak lekas, untuk bisa mengundurkan diri dari sarang musuh...
Siauw Pek tengah mengurung kedua lawannya ketika ia mendengar suara oey Eng itu. Saat itupun, Kim ciong telah didesak masuk ke dalam kurungan sinar pedangnya. Tanpa merasa, ia bergerak lambat.
ouw Bwee dan Kim ciong sangat gelisah dan bingung, repot mereka membela diri, salah sedikit, jiwa mereka bisa melayang. Tentu saja, sendirinya hati mereka menjadi kecil. Justru itu, mereka mendapatkan si anak muda berlaku ayal itu. Mendadak saja mereka memperoleh harapan- Walaupun tanpa berjanji lagi, serempak keduanya berlompat mundur, keluar dari kalangan arena. Segera saja mereka berdiri diam, berendeng, napas mereka bekerja keras sekali.
untuk sejenak. Siauw Pek berdiam mengawasi kedua lawan yang licik itu. Dibenaknya, teringat ia akan kesengsaraan ayah bundanya, kedua kakaknya dan sendiri disaat mereka dikejar kejar rombongan musuhnya, yang tak sudi mengasih hati kepada mereka. Didepan matanya pula terbayang saat-saat pertempuran mati hidup yang dilakukan ayahbunda dan kakak kakaknya guna mempertahankan jiwa mereka. Mereka dibasmi di Pek Keepo, dikejar dan dikeroyok dipelbagai tempat, dan pelbagai waktu. Tak ada orang yang merasa kasihan terhadap mereka yang telah tidak berdaya itu, puncak kehebatannya ialah didepan jembatan maut Seng Su Klo, hingga selanjutnya ia mesti hidup sebatang kara
"Ayah, ibu, kakak kakak " ia berseru dalam hati. "Lihatlah bagaimana anakmu membalaskan sakit hati kamu"
Dengan pertempuran tertunda, sunyilah ruang itu, sedangkan tadinya ramai dengan suara bentroknya pedang dan golok serta tameng. Sekalipun suara napas memburu dari ouw Bwee dan Kim ciong tak terdengar pula. Mereka heran menyaksikan si anak muda berdiam saja, tapi mulutnya berkelemak kelemik dan wajahnya suram sekali. Semua hadirin lainnya juga bungkam, semua mata mereka diarahkan kepada si pemuda.
Tak lama kesunyian itu menguasai ruang yang besar dan luas itu. otak Siauw Pek sudah berhenti bekerja, matanya tak berbayang- bayang lagi. Sadar ia akan keadaan yang dihadapinya itu. Tiba tiba dia berseru menggeledek: "Hutang jiwa bayar jiwa " Segera dia menuding dengan pedangnya, tubuhnya lompat mencelat kepada kedua musuhnya.
Semua orang terperanjat melihat lompatan yang pesat itu, yang disusul dengan berkelebatnya sinar pedang.
ouw Bwee kaget bukan main- Tak sempat ia mundur untuk menolong diri, tak keburu ia mengangkat tameng dan goloknya, guna melakukan pembalasan, bahkan didalam hati ia mengeluh,
"Habislah aku..." Ia merasai bersiurnya hawa dingin, sinar pedang
lewat didepan matanya, lalu... sehelai rambutnya terpapas kutung
Kim ciong Toojin sebaliknya masih ada sisa ketabahan hatinya. Tak mau ia mati konyol. Tatkala pedang lawan dari kepala ouw Bwee membabat terus kearahnya, ia menangkis dengan pedangnya.
Maka beradulah senjata mereka berdua, atas mana, ia terhuyung. ia
menangkis keras, tetapi karena kalah kedudukan ia kalah tenaga.
Siauw Pek tidak berhenti dengan serangannya itu, ia memutar balik tangannya dan membabat pula. Kalau tadi pedangnya menyambar dari kanan kekiri, sekarang dari kiri kekanan, sedikit menurun, mengikuti tubuh si imam yang doyong karena dia terhuyung. Didalam keadaan seperti itu, Kim ciong tidak sanggup menangkis atau berkelit lagi, ujung pedang menggores bahunya,
merobek jubahnya, melukai kulit dagingnya, hingga darahnya lantas keluar bercucuran
Masih Siauw Pek tidak mau berhenti, selagi kedua lawan itu tidak berdaya, kembali ia mengurung dengan sinar pedangnya.
Siang Put Tong menyaksikan pemandangan didepan matanya itu, ia heran, kagum dan berkuatir menjadi satu. Ia heran dan kagum pada ilmu pedang si anak muda, ia kuatir buat ouw Bwee dan Kim ciong serta dirinya. Kalau dua orang itu terbinasa, ia bakal terancam si anak muda.
"Baiklah aku coba..." pikirnya. Ia masih mempunyai kepercayaan atas kegagahannya sendiri.
"Saudara ouw, Kim ciong Tootiang, jangan takut " dia berseru. "Aku akan bantu kamu " seruan itu disusul dengan lompatan tubuhnya kepada Siauw Pek, yang ia terus serang dengan tangan kosong.
Itulah serangan tenaga dalam yang lihay.
Siauw Pek mendengar suara orang, ia juga melihat datangnya serangan, dengan sebat ia memutar diri dan tangannya, maka tepat sekali, serangan itu dapat ia tangkis. Siang Put Tong terkejut.
"Mari senjataku " ia menyerukan kedua kacungnya, yang berdiri diluar garis. ia tahu tidak dapat ia melawan musuh dengan tangan kosong.
Kedua kacung itu menyahut, keduanya lalu lompat maju, yang satu mengangsurkan peda yang lain menyodorkan tongkat besi. Ketua Thay Im bun itu meyambut senjatanya pedang ditangan kanan, tongkat di tangan kiri. Sama sebatnya, ia berseru dan menyerang, tongkatnya menggunakan tipu silat "Sin Liong cut Im", "Naga Sakti Keluar dari Gumapan Awan".
"Tak tahu malu " berteriak Kho Kong, yang hendak maju pula. Tapi lagi lagi ia dicegah oey Eng. Saudara ini tetap berlaku sabar dan kata : "Saudaraku, tenang Mari kita lihat dulu"
Kho Kong batal maju, ia melengak. Lalu ia mengawasi ketuanya yang lagi melayani Siang Put Tong serta ouw Bwee dan Kim ciong, tiga orang musuh.
Heran Siauw Pek itu. Melayani satu orang, dua orang, tiga orang, sama saja gerak geriknya. Dia bertempur tenang tetapi lincah juga Siang Put Tong, si tenaga baru, sudah kena dikurung sinar pedang seperti dua rekannya itu.
"Bukankah Siang Put Tong paling lihay diantara kawan kawannya?" tanya orang she Kho itu kepada kawannya.
"Diantara mereka bertiga, memang dia yang paling lihay," Oey Eng menjawab.
" Entah kedua tuan rumah itu..."
"Aku duga mereka tak lebih tangguh daripada si orang she Siang..."
Berkata begitu, oey Eng melirik si nona berbaju hijau. Katanya,
menyambung: "Yang sulit diterka ialah nona berbaju hijau itu.
Melihat dari sikapnya yang tenang ayem itu, mungkin dia lihay..."
Ketika itu ouw Bwee terkurung hingga dia bermandikan peluh dan Kim ciong bingung sekali. Siang Put Tong paling kosen diantara mereka bertiga, dia pula tenaga baru tetapi diapuntelah dikekang sinar pedang si anak muda.
Tiba tiba terdengar suara nyaring dari Ma Goan Hok si tuan rumah: "Hei, apakah kamu kira Hok Siu Po ini dapat membiarkan orang main gila disini ?"
Mendengar itu, oey Eng berbisik pada Kho Kong: "Rupa rupanya tuan rumah ini lagi mencari alasan turun tangan-.."
Belum berhenti suaranya itu, Ma Goan Hok sudah berlompat maju dan menyerang
Siauw Pek menyambut serangan tuan rumah ini yang bersenjatakan golok yang mirip gergaji. Ia berlaku sangat sebat,
dengan lekas ia mengurung seperti ia mengurung tiga lawannya yang pertama.
"Tak dapat kita membiarkan bengcu dikeroyok " kata Kho Kong.
"Sabar," oey Eng mencegah. "Jikalau kita maju, mungkin tidak ada faedahnya, salah salah kita membuat bengcu kurang leluasa menggunakan pedangnya."
Kho Kong mengawasi tajam, ia melihat bagaimana Ma Goan Hok juga sudah terkurung sinar pedang, goloknya sampai tak leluasa lagi bergeraknya.
Sementara itu Ma Goan Siu, tuan rumah yang kedua, menjadi penasaran- Ia telah menyaksikan bagaimana musuh muda itu sia sia belaka dikurung tiga orang. Pikirnya: " Entah ilmu silat apa ilmu pedang bocah ini... Bagaimana dia dapat melawan tiga orang jago" Sudah sekian lama dia bertempur, masih belum letih dia... Baiklah akupun maju..."
Setelah berpikir begitu Goan Siu berlompat menerjang. Dia pun menggunakan golok, yang diberi nama cit chee too golok Tujuh Bintang.
"Bagus betul " teriak Kho Kong. "Ma Goan Siu juga turun tangan
" "Eh, kau melihat atau tidak?" tanya oey Eng.
"Melihat apa ?" saudara itu tegaskan-
" Hebat ilmu pedang toako, demikian banyak perubahannya. Aku percaya, meski maju lagi beberapa orang, toako masih sanggup melayaninya. Baik kita tak usah berkuatir " selagi dua saudara ini berbicara, Goan Siu sudah menerjang Siauw Pek.
Si anak muda menyambut tambahan lawan ini, hatinya tidak gentar. Ia tenang, malah nampak lebih bersemangat. Dengan cepat ia membuat musuh ini kena dikurung seperti tiga yang lainnya.
Dari berkuatir, Kho Kong menjadi heran.
"Aneh ilmu pedang toako " katanya. "Ilmu itu luas bagaikan lautan Semua orang terkekang sinar pedangnya itu"
Tak dapat si tabiat aseran ini melanjutkan kata katanya, matanya segera tertarik si nona berbaju hijau. Dengan sabar nona itu bertindak menghampiri kalangan pertempuran-
" Lihat, lihat nona itu " katanya pada oey Eng. "Rupanya diapun mau maju mengepung toako..."
"Biarkan saja," kata oey Eng, yang hatinya menjadi besar. "Dengan berjumlah banyak. mereka tak leluasa bergerak."
Si nona maju bukan untuk mengeroyok. setelah datang dekat kalangan, dia berhenti, sambil menggendong tangan, dia mengawasi jalannya pertempuran
---ooo0dw0ooo--- JILID 14 Tetap kelima orang itu terkurung sinar pedang. Diantara mereka, Siang Put Tong yang paling bingung. Dia maju dengan maksud untuk menonjolkan kepandaiannya, sebaliknya dia gagal dan kecele, bahkan dia segera dia menjadi kuatir sekali. Buat membalas menyerang, dia tidak memperoleh kesempatan- Seperti empat kawannya, dia cuma mampu menangkis dan berkelit, terus dia dibuat repot oleh lawannya.
"Saudara ouw, bagaimana kau lihat ilmu pedang bocah ini?" kemudian Put Tong mengambil kesempatan menanya ouw Bwee siTua Terbang. Dia menggunakan ilmu saluran suara "Toan Im Jip bit." sama dengan "Toan Im cie- sut". Mulutnya berkelemik tetapi tanpa suaranya, sebab suara itu cuma dapat didengar oleh orang yang diajak bicara, orang yang mengerti ilmu saluran itu.
"Inilah ilmu pedang yang luar biasa, yang aku tidak tahu apa namanya. Seumurku belum pernah aku melihatnya," sahut ouw Bwee.
orang she ouw ini dapat berbicara, walaupun dia repot dan agaknya terancam ujung pedang Siauw Pek. Sebab, meskipun serangan si anak muda senantiasa mengancam tetapi belum pernah diteruskan menikam lawan hingga terluka.
"Secara begini, kita akan menghadapi bahaya?" kata Put Tong pula. "Kenapa kita tidak mau menerjang bahaya guna meloloskan diri kita?"
"Kalau saudara Siang mau mencoba, mari kita bekerja sama."
"Baiklah saudara Ouw. Dengan perisaimu, kau kekang pedangnya, nanti aku hajar dia dengan lm Hong Touw Put ciang, untuk melukai dia."
"Im Hong Touw Put ciang" ialah pukulan tangan kosong, dengan angin tinjunya. Nama tipu silat itu berarti "Angin jahat menembuskan tulang".
ouw Bwee menyetujui ajakan itu sebab ia ingat Siauw Pek tentunya sangat membencinya dan menghendaki jiwanya, dari itu, baik ia mencoba menempuh bahaya, siapa tahu ia bisa meloloskan diri dari ancaman maut.
Segera juga orang nekad ini menggerakkan perisainya untuk memecah kurungan sinat pedang, guna membuka jalan-
Siang Put Tong sudah bersiap sedia. Pedangnya dari tangan kanan segera dipindahkan ke tangan kiri. Lalu ia mengerahkan tenaga dalam menyalurkan ketangan kanan itu.
Untuk sejenak. Siauw Pek merasa pedangnya tertahan, tetapi dilain detik, la sudah dapat menguasai pula. Ia mendesak. memaksa semua lawan tak dapat merangsek.
ouw Bwee kaget. Baru saja dia berhasil mendesak. tapi dia segera terkekang kembali, sinar pedang berkelebatan didepan matanya, mengecilkan hatinya.
"celaka" dia berseru tertahan- Ujung pedang meluncur ketangan
kirinya, lolos dari tangkisan perisai. Guna menolong diri, dia mundur
sambil melepaskan perisainya, hingga tiatpay itu jatuh kelantai
Sedang siauw Pek hampir melukai lengan lawan itu, tapi tiba-tiba ujung pedangnya langsung mengancam Siang Put Tong. Ketua Thay Im Bun terkejut. Dia telah bersiap sedia tetapi diapun gugup, Dalam gugupnya dia menerjang dengan im Hong Touw Kut ciang.
Tanpa dapat dicegah lagi, ujung pedang berkenalan denganjari tangan- Kalahkah sang jeriji-jeriji manis yang terkutung seketika dan darahnya lalu mengucur keluar. Kaget dan nyeri, Siang Put Tong berlompat mundur.
Tapi juga Siauw Pek terganggu serangan tinju angin dari
lawannya yang liehay itu, siuran angin membuat tubuhnya
menggigil hingga dengan begitu gerakan pedangnya sedikit ayal.
Kim ciong Toojin bersama ouw Bwee dan dua saudara Mamelihat kelambatan sianak muda serentak mereka lompat mundur, keluar dari medan laga itu.
siauw Pek melihat orang mundur, ia tidak mengejar. Diam-diam ia mengerahkan tenaga dalamnya, pedangnyapun sudah ditarik kembali. Ia berkata dingin: "Seratus lebih jiwa Pek Ho Po telah terbinasa, buat itu aku siorang she coh akan membayar hutang darah dengan darah. Akan tetapi, aku tidak mau sembrono membunuh, lebih dahulu aku hendak mengadakan penyelidikan yang seksama. Aku hanya hendak menghabiskan jiwa mereka yang menjadi kepala atau biang keladi, satu demi satu. Malam ini aku cuma mau memperlihatkan kepandaianku, aku hendak meminjam mulut kamu untuk memperkenalkan namaku "
Sudah terlanjut, anak muda ini tidak mau menyembunyikan diri lagi. Habis berkata, iapun memasukkan pedangnya kedalam sarungnya, segera ia memutar tubuh, buat mengeloyor pergi.
Tidak ada orang yang berani untuk menghalang-halangi pemuda itu.
siang Put Tong mengerahkan tenaga dalamnya, guna menghentikan keluarnya darah, dengan mendelong ia mengawasi belakang sianak muda, mulutnya berkata seorang diri:
"Jikalau bocah ini tidak dimampuskan maka pastilah pula Sungai Telaga akan menjadi tidak aman-"
Ma Goan Hok sebaliknya menghela napas panjang dan berkata: "Aku telah berpengalaman puluhan tahun tetapi belum pernah aku mengalami kekecewaan sebagai hari ini. Kita beramai tetapi kita tidak mampu menahan seorang bocah. Jikalau peristiwa ini sampai tersiar luas, masihkah kita mempunyai muka menaruh kaki didalam Rimba Persilatan ?"
ouw Bwee dengan lesu menjemput tamengnya katanya masgul : "Didalam pertempuran ini, semua kita tidak berhasil merebut kemenangan sekalipun setengah jurus, apa bila kejadian ini sampai tersiar, memang nama baik kita bakal rusak sendirinya..."
Mendadak si Tua Terbang menutup mulutnya tak disengaja ia melihat si nona berbaju hijau.
oleh karena IHui Siu merandak bicara dan menatap kesuatu arah, dengan sendirinya mata lain-lain hadirin menjurus kearah yang
serupa semua bersatu hati, mungkin si nonalah yang bakal menebus
kekalahan mereka ini. Ma Goan Hok menghela napas perlahan. "Saudara Siang, bagaimana lukamu ?" tanyanya.
siang Put Tong bertindak untuk memungut jari manisnya yang menggeletak dilantai, untuk dimasukkan kedalam sakunya.
"cuma terkutung sebuah jari tangannya, tidak apa," sahutnya.
Kim ciong Toojin merobek ujung jubahnya, dengan itu dia membalut luka ditangannya. Dia menghibur diri dengan berkata: "Kalah atau menang adalah hal lumrah, tuan-tuan baik jangan berduka karena kesudahan pertempuran ini..."
ouw Bwee mengalihkan pandangannya. Ia mengawasi muka cio Tiat Eng.
"Aku dengar bahwa cit Seng Hwee paling pandai menyimpan rahasia," katanya, "cit Seng Hwee yang menjadi nomor satu diantara tiga Hwee, maka aku tidak sangka sama sekali bahwa seorang musuh diakui sebagai anggotanya, bahkan dia diajak masuk kedalam Hok Siu Po ini, terang sudah bahwa cerita diluar itu tak dapat dipercaya."
Jago ini mendongkol karena kelalaiannya, maka ia melampiaskan
itu kepada cio Tiat Eng, sengaja dia menghina cit Seng Hwee.
Belum lagi Tiat Eng menunjukkan sesuatu sikap. ruangan telah tertawa nyaring halus dari sinona berbaju hijau, tiba tiba dia menjadi mendongkol. Ejekan ouwBwee memang membuatnya terasa tertikam. Maka sekarang dia alihkan perasaan tak senangnya terhadap sinona.
"Apakah yang kau tertawakan ?" dia menegur.
Nona itu berhenti tertawa. Dia tidak tersenyum lagi. Bahkan cepat sekali. Wajahnya menjadi dingin bagaikan es.
"Kau orang cit Seng Hwee apakah jabatanmu ?" ia menegur. "Akulah Heng Tong Tong cu," Tiat Eng jawab.
Mengetahui orang menjadi hengtong tong-cu kepala penegak hukum nona itu berkata dengan keren : " Dengan memandang kepada Thei bin Losat dan cit Seng Sin Kiam, aku beri ampun kepadamu dari kematian, maka ayolah kau gaplok mukamu dua kali Dengan itu kau menebus dosa kepadaku buat kata-katamu tadi "
cit Seng Sin-kiam, Pedang Sakti TUjuh Bintang, yang disebutkan sinona adalah ketua dari cit Seng Hwee, perkumpulan Tujuh Bintang itu. Dia membangun perkumpulan itu dengan mengandalkan senjatanya, yang berupa pedang. Dan Thie-bin Lo-sat, si Raksasa Bermuka Besi, adalah isterinya ketua cit Seng Hwee itu. Ilmu silat si nyonya lebih unggul dari pada ilmu silat suaminya. Dia berwajah dingin berhati es, berhati keras bagaikan batu dan besi. Karenanya
dia memperoleh julukannya itu. Dia ditakuti dan dihormati anggota- anggotanya melebihi ketuanya. Tiat Eng heran ia melengak.
"Kau kenal ketua kami?" dia bertanya.
Nona itu tidak menjawab hanya berkata: "Jikalau aku tidak pandang suami isteri itu, sekalipun kau tidak mampus, akan aku
beset kulitmu " suaranya dingin dan bengis sekali. Tiat Eng panas
hati. Ia merasa terhina. Mereka toh berada diantara banyak orang.
"Ketua kami suami istri sangat terkenal, di kolong langit ini, tidak ada yang tidak mengetahuinya " katanya keras, suaranya dingin. "Sekalipun kau dapat menyebut nama ketua kami itu, belum tentu kau kenal mereka pribadi " Sinona tertawa dingin pula. Ia tidak mau melayani bicara.
"Jikalau kau tidak hendak menampar muka sendiri, aku yang akan lakukan " katanya mengancam.
Semua hadirin melongo. orang tidak kenal nona itu. orang heran atas kesombongan dan kegarangannya itu.
Karena pedagak hukum cit Seng Hwee itu terdiam, sinona segera tertawa pula: "Aku hendak menambah hukumanmu menjadi dua lipat dua tamparan menjadi empat tamparan"
Serentak dengan ucapan itu, sekonyong-konyong tubuh sinona mencelat maju kepada Tiat Eng, kedua tangannyapun dipentang, sebelum hengtong tong cu tahu apa-apa, terdengar sudah suara kelepak kelepok yang nyaring
Tiat Eng gelagapan, hendak dia menangkis sudah terlambat. Tentu saja, tak mampu dia balas menyerang.
Semua mata diarahkan kepada penegak hukum cit Seng Hwee itu, yang mukanya kontan menjadi merah bengap. sedangkan dari mulutnya mengalir darah segar. Semua orang terperanjat dan heran-
"Saudara Siang, kenalkah kau siapa wanita ini ?" Ma Goan Hok berbisik pada Put Tong.
"Tidak," sahut orang yang ditanya.
"Bukankah dia datang bersama-sama saudara?" Put Tong menyeringai likat.
"Kami bertemu ditengah jalan, maka itu kami berjalan bersama sama..."
Si nona memandang semua orang, habis itu dia berkata, tetap dengan dingin: "sebatang Kiu Heng cie Kiam telah menggemparkan dunia Kang ouw, membuat hantu-hantu tidak tenang hatinya. Kamu semua menjelajahi ke timur dan kebarat, keselatan dan keutara
untuk mencari pedang itu. sayang sedang dia berada di antara
kamu, kamu tidak tahu..." Tiba-tiba ouw Bwee menepuk pahanya.
"Nona benar" katanya. "Pemilik Kiu Heng cie Kiam itu pastilah sibocah coh Siauw Pek tadi"
"Kau menerka dia?" tanya sinona. "Apakah buktinya ?"
"Dahulu," ouw Bwee menerangkan, " empat hwee, tiga bun, dua pang bersama-sama sembilan partai besar sudah bergabung menyerbu Pek Ho Po dan telah membinasakan orang orang keluarga coh seratus jiwa lebih, tentu sekali bagi keluarga itu, itulah sakit hati yang besar sekali, dendam yang tak dapat dilupakannya. Sekarang coh Siauw Pek muncul, dia menggunakan Kiu Heng cie Kiam dia main melakukan pembunuhan tidakkah terkaanku ini tepat?"
Beda dari tadi-tadinya, si nona berbaju hijau itu tertawa.
"Jadi menurut kau, tepat orang menggunakan ciu Heng cie Kiam itu?" tanya.
"Tepat jikalau sipemilik pedang benar coh Siauw Pek adanya."
Selama itu Tiat Eng berdiam saja, ia gusar tetapi ia tidak berani bertindak sembrono, ia cuma meraba-raba kedua belah pipinya yang bengkak dan masih meninggalkan rasa nyeri. Ia tidak tahu siapa nona itu.
Segera terdengar pula suaranya sinona: "Tuan tuan, kamu percaya turunan keluarga coh masih hidup dan juga telah memakai
pedang maut itu membuat dunia Rimba Persilatan menjadi tidak tenang tentram, sampai orang ketakutan setiap saat, kenapa kamu tidak dari dulu berdaya untuk menghadapinya?"^
"Kau benar, nona," berkata ouw Bwee "Memang setelah kita ketahui siapa pemilik pedang maut itu, sudah selayaknya kita berdaya untuk menentangnya."
"coh Siauw Pek lihay, kita bukanlah lawannya," Kim ciong Toojin turut bicara, "maka itu pintoo pikir baiklah lekas-lekas memberi kabar kepada semua partai, untuk mengundang mereka berkumpul, buat kita bekerja sama menentang musuh. Seharusnya kita dapat dengan satu gerak saja membinasakannya, guna melenyapkan ancaman petaka dibelakang hari..."
"Air yang jatuh tidak dapat menghilangkan dahaga yang sedang diderita," berkata Ma Goan Hok. "Lagi juga coh Siauw Pek berada disini, sembarang waktu dia dapat datang pula, jikalau kita menanti datangnya kawan kawan, kita membutuhkan waktu sedikitnya tiga bulan- selama itu, mungkin dia sudah pergi jauh, atau kita keburu mati ditangan Kiu Heng cie Kiam."
Siang Put Tong berpikir. "Aku ada akal," katanya.
"Apakah itu ?" tanya Ma Goan Hok bernapsu. Tuan rumah ini sangat menghawatirkan coh siauw Pek nanti keburu datang lagi hingga Hok Siu Po bisa dihancurkan dia itu.
"Siauw Pek lihay, akan tetapi menurut penglihatanku, dia kurang pengalaman, maka itu kita mengirim kepelbagai tempat, untuk menghadapi rumah-rumah penginapan, asal ketahuan dia singgah disuatu penginapan atau bersantap kita dapat meracuni dia," demikian Put Tong mengutarakan pikirannya .
"Akal yang bagus, saudara Siang Dasar seorang ketua partai " Goan Hok memuji.
"Bagaimana jikalau dia tidak singgah dipenginapan tapi dia
mondok ditempat terbuka atau didalam rumah suci ?" tanya sinona. "Ya, benar juga" kata Goan Hok.
"Bagaimana sekarang?"
"Mungkin dia tidak bermalam tetapi apakah dia tidak bersantap?"
"ini benar juga," kata Goan Hok. yang cuma bisa nimbrung. "Memang dia mesti makan dan minum. Soalnya sekarang cara bagaimana kita bisa mendekati dia..." ouw Bwee batuk-batuk.
"Aku ada mempunyai satu pendapat, entah dapat dipakai atau tidak." ujarnya.
"Silakan jelaskan, saudara Ouw," Goan Hok menganjurkan-
"Siapa cepat pandangan, dia bukan seorang kuncu," kata ouw Bwee. "Siapa tidak kejam dia bukan seorang laki laki sejati, jikalau coh Siauw Pek tidak disingkirkan dalam dunia ini kaum Kang ouw tidak bakal merasai hari hari yang aman, bahkan Hok Siu Po kamu ini, saudara Ma, bakal jadi sasaran yang pertama " Hati Goan Hok berCekat. Dia terkejut.
"Itu aku tahu," katanya "Memang siang-siang aku telah menerkanya. Nah, saudara ouw, silahkan kau utarakan tipu dayamu itu"
"Pikiranku ini adalah sebagai tambahan pikiran saudara Siang," ouw Bwee menjelaskan-"Sebaiknya Hok siu Po memilih sejumlah orangnya, pria dan wanita, yang cerdik dan pandai bekerja, guna mengintai coh Siauw Pek dan menyelidiki dimana dia mondok, tetapi kita harus jaga jangan sampai menimbulkan kecurigaannya. Setelah itu kita kirim seorang yang gagah, untuk pergi berkenalan dengannya dan berusaha mendapatkan kepercayaannya. Tentu saja orang kita itu mesti menyamar, umpama sebagai seorang yang bercacat..." Selagi berkata kata itu, ouw Bwee melihat kesekitarnya. Tiba tiba ia berhenti bicara.
" Kemudian?" Goan Hok tanya. ouw Bee mengawasi tuan rumah. "Saudara Mamari, aku bisiki," katanya.
Majikan dari Hok Siu Po menghampiri, untuk mendekatkan telinganya. Begitu si Tua Terbang sudah berbisik, dia mengangguk
angguk. "Bagus, saudara ouw Aku akan segera perintahkan orangku," katanya.
"Pek Ho Po telah muncul ahli warisnya, bahkan sangat gagah,"
berkata Kim ciong Toojin, "karena itu perlu aku lekas pulang guna
memberitahukan kepada ketua . Nah, disini aku memohon diri "
Imam ini segera merangkap kedua belah tangannya didepan
dadanya, memberi hormat pada para hadirin, setelah itu, tanpa
menanti kata kata siapapun, dia memutar tubuh berangkat pergi.
"Baik baik dijalan, tootiang" kata Ma Goan Hok seraya membalas hormat. "Maaf kami tak dapat mengantar "
"Tak berani pintoo memberabekan poCu " kata si imam yang sudah sampai diluar ruang. Si nona baju hijau mengawasi lenyapnya si imam, terus dia menghela nafas.
" Wajah imam itu sangat suram, kalau dia tidak mampus, sedikitnya selapis kulitnya bakal copot..." katanya.
Ma Goan Hok tidak menghiraukan kata kata si nona, dia memandang Siang Put Tong, terus kepada Nyonya Uh. Kemudan berkata "Sebenarnya aku hendak mengurus para kurban ini, siapa tahu, mendadak telah terjadi peristiwa ini, terpaksa aku harus merubah rencanaku..."
" Itu sudah selayaknya, saudara Ma," berkata ouw Bwee. "Memang sekarang ini tindakan yang pertama ialah mencari tahu tentang coh Siauw Pek." ia menoleh mengawasi kedua peti mati dan mayat mayat, lalu ia menyambungi : "Semua jenazah itu baiklah dipindahkan dulu..."
Ma Goan Hok mengangguk, ia menggapai, maka salah seorang datang menghampiri. ia berbisik pada orang itu, yang terus mengangguk angguk dan mengundurkan diri.
Tidak lama muncullah beberapa puluh orang yang terus bekerja mengangkut pergi semua mayat berikut kedua peti mati, hingga ruang itu menjadi lega.
ouw Bwee melihat kesekitarnya, lalu tiba-tiba dia terperanjat dan berseru: "Eh, manakah sinona berbaju hijau?" Semua orang kaget, mereka menjadi heran-Memang nona tadi sudah lenyap dari ruangan.
"Disini terdapat banyak orang tetapi dia bisa pergi tanpa
ketahuan..." kata siang Put Tong yang juga turut merasa sedih.
Kata kata itu terputuskan oleh satu suara keras dari robohnya satu manusia, hingga orang menjadi terperanjat dan heran, lebih
lebih ketika semua hadirin sudah melihat bahwa yang roboh itu ialah
Nio cupeng,hu hoat, pelindung undang undang, dari cit Seng Hwee.
cio Tiat Eng kaget dan mendongkol. Dia menghampirkan cu Heng, yang dia sambar lengan kanannya dan menegur: "Kau tahu..." Tapi baru dia berkata sampai disitu, mendadak dia
melepaskan cekalannya, mukanya menjadi pucat, separuh mencelat,
dia mundur tiga langkah. Dia mendelong mengawasi tubuh orang.
Hadirin lainnya pun segera menjadi heran dan kaget sebagai tongcu itu. Karena mereka segera melihat bahwa didada cu Peng nancap sebatang pedang bahkan itulah Kiu Heng cie Kiam pedang sakit hati
Ketika itu napas cu Peng sudah berhenti berjalan.
Hati semua hadirin terguncang keras, juga saling mengawasi...
"Teranglah sipenjahat ciu Heng cie Kiam berada diantara kita " kata Ma Goan Hok kemudian-
"Dia demikian liehay, terang kita bukanlah lawannya," berkata ouw Bwee. "Dia berada di sini, dan turun tangan, lalu dia berlalu, semua itu diluar tahu kita bersama Sanggupkah kita mendandingi dia?" Siang Put Tong menoleh kepada Tiat Eng.
"Saudara, tahukah kau sudah berapa lama matinya bawahanmu ini ?" tanyanya.
"Sungguh memalukan-.." sahut orang yang ditanya, menggeleng kepala, "aku tidak tahu..."
"Bagus kalau begitu " kata Put Tong kemudian "Didalam waktu
yang pendek akan kita ketahui siapa Kiu Heng cie Kiam itu " "Siapakah dia ?" tanya Goan Hok heran-
"Mudah untuk mengetahuinya" menjawab ketua Thay Im Bun itu. "Kita disini terdiri dari tiga rombongan. Yang pertama coh Siauw Pek serta dua orang kawannya. Dua yang lainnya ialah Kim ciong Toojin dan si nona berbaju hijau yang tidak dikenal itu. Diantara mereka bertiga pasti ada salah satu si pemilik pedang maut "
"Kalau Kim ciong Toojin, tak mungkin," berkata ouw Bwee "Dialah kenalanku sejak beberapa puluh tahun dan tadi pun dia telah menempur coh Siauw Pek. coh Siauw Pek bertiga sudah pergi sekian lama. Menurut aku, baik Siauw Pek dan Kim ciong Toojin tidak dapat dicurigai. Sekarang tinggallah si nona baju hijau seorang."
"Selama disini nona itu tidak pernah mendekat cupeng..." berkata Goan ciu.
Tiat Eng berpikir sejenak. dia berkata: "Itulah betul. Seingatku, nona itu selalu berada dekatku sejarak satu tombak. Mungkinkah dia dapat menyerang dari jarak jauh" Mustahil dia demikian liehay. Tapi biar bagaimana, aku percaya pembunuh itu pasti yang berada didalam ruang ini."
"Kalau coh Siauw Pek bukan dan si nona juga bukan," berkata
Siang Put Tong, "kecurigaan jadi jatuh atas diri Kim ciong Toojin-.."
"Tuan-tuan, kata kata kalian semua beralasan," berkata Ma Goan Hok. "tapa akupun mempunyai suatu pikiran- Rasanya si pembunuh masih ada didalam ruang ini..."
Kembali semua hadirin terperanjat. Segera mereka masing masing saling melirik dan hati mereka semua berdenyut karena kekhawatiran- Semua takut menjadi sasaran pedang maut itu. Ruang besar itu menjadi sunyi sekali.
"Terkaan saudara Ma beralasan," berkata Siang Put Tong, "Kiu Heng cie Kiam turun tangan didepan mata kita, tikamannya telak
sekali. Kalau dia tidak berada dekat Nlo cu Peng, mana bisa dia menyerang demikian rupa" Tapi coh Siauw Pek dan si nona berbaju hijau tidak dapat dituduh. Habis, siapakah Bukankah yang paling dapat dicurigai hanya Kim ciong Toojin" Atau kalau semua hadirin disangsikan, yang terutama ialah cio Tiat Eng..."
"Aku?" tanya Tiat Eng terkejut.
"Benar Kau berada paling dekat dengan cu Peng, kalau kau turun tangan, lain orang tak akan dapat lihat..."
" omong kosong" bentak tongcu itu. Dia tertawa hambar.
"Jangan salah mengerti, saudara cio," kata Put Tong. "Aku cuma mengatakan orang yang dapat dicurigai, bukan aku menuduh kau sebagai si pembunuh." Tiat Eng masih tidak puas.
"Bagaimana jikalau aku menuduh kau, Siang ciang bun?" dia tanya. "Boleh saja Memang akupun termasuk salah seorang yang harus dicurigai "
Menjawab begitu, ketua Thay Im Bun itu segera berpaling kepada nyonya Uh. Dia hanya bersangsi sejenak. lalu dia melanjutkan: "Melihat keadaan maka Nyonya Uh adalah orang kedua yang harus turut dicurigai..."
Nyonya yang tengah mengenakan pakaian berkabung itu memandang ketua Thay Im Bun itu. Ia heran dan mendongkol. Tapi ia masih dapat mengendalikan diri.
"Apa katamu?" tanyanya, menegaskan-
"Aku cuma tengah memahami si pemilik pedang maut," sahut Put Tong.
"Lalu apakah sangkut pautnya dia dengan aku?" suara si nyonya tawar sekali.
"Nlo cu Peng terbinasakan didalam ruang ini, dihadapan kita, karena itu, siapapun disini dapat dicurigai," Put Tong menjelaskan-
"Sudahlah," ouw Bwe menyela. "Sekarang ini tindakan kita yang paling utama ialah membicarakan soal untuk menghadapi coh Siauw Pek dan kedua mencari pembunuhnya Nlo cu Peng..."
"Bukankah aku justru tengah memikirkannya" balik bertanya Put Tong.
"Aku hanya tidak mengerti cara kerjamu, Siang ciangbun," kata ouw Bwee.
"Emas tulen pastilah tidak takut api, saudara ouw, berkata siang Put Tong terus terang, kau juga terhitung orang yang dapat dicurigai."
"Aku?" kata si Tua Terbang, mengejek. "Tak pernah aku berkisar dari tempatku berdiri ini dan aku juga orang yang pertama menempur coh Siauw Pek."
"Soalnya segalanya masih gelap..." Put Tong membela terhadap anggapannya sendiri. ia terus mengawasi dua saudara Madan menyambung i: "Kamu juga dapat giliran, saudara saudara."
Ma Goan Hok tertawa terbahak.
"Mungkinkah kami bersaudara sudi mencari kesulitan kami sendiri?" kata dia.
"Siapa juga dapat dicurigai, karenanya kamu pun tak terkecuali. Put Tong berkata pula. Sudah tentu diantara kamu berdua, sang adik yang harus lebih dicurigakan-.."
"Jadi akulah yang paling dicurigai?" Ma Goan Siu tegaskan- Dia gusar. Siang Put Tong tertawa.
" Itulah karena kau berdiri disitu dan kau lebih mudah bergerak dibanding dengan kakimu," Put Tong menjelaskan-
"Saudara Siang, harap kau jangan sembarang membuka mulut ini bukan sebuah lelucon Kalau hal ini tersiar luas, bagaimana harus mencegahnya ?"
Put Tong tertawa pula. "Inilah pendapat kakakmu sendiri, saudara. Dia yang mengatakan bahwa semua hadirin di sini bisa dicurigai si pemilik pedang maut "
"Kiranya, saudara, kau menyangka kami " kata GOan Siu.
"Tentang kata kataku ini benar atau salah, tinggal harus dipikirkan saja. Menurut aku, rasanya tak sulit buat mencari sipenjahat..."
Kemelut Di Majapahit 19 Pendekar Super Sakti Serial Bu Kek Siansu 7 Karya Kho Ping Hoo Pendekar Binal 12