Pencarian

Pendekar Baju Putih 5

Pendekar Baju Putih Karya Kho Ping Hoo Bagian 5


laut pulau Hiu bernama Huang-hai Sian-li."
"Ah, aku sudah mendengar tentang bajak laut Pulau Hiu yang merupakan
bajak laut yang berjiwa gagah dan tidak kejam seperti para bajak lainnya,"
kata Yang Kim Sun sambil memandang kepada Sian-li dengan kagum akan
279 tetapi juga heran mengapa wajah gadis yang memiliki bentuk tubuh sempurna
itu ditutupi cadar hitam.
"Akan tetapi mengapa engkau dapat berada di Pulau Iblis ini, saudara Yang?"
tanya Cin Po sambil memandang wajah pemuda ini.
Seorang pemuda yang tampan, pikirnya. Usianya sekitar duapuluh tiga tahun,
rambutnya hitam digelung ke atas dan diberi pita sutera kuning. Alis matanya
seperti bentuk golok dan sepasang matanya menunjukkan kecerdasan, tajam
dan lembut. Hidungnya mancung dan mulutnya amat ramah penuh senyum, dengan dagu
berlekuk. Tubuhnya sedang saja namun tegap dengan dada yang bidang.
"Ceritanya agak panjang," kata Kim Sun. "Aku adalah seorang murid Kun-lunpai. Beberapa tahun yang lalu, iblis yang bernama Bhok Seng Cun itu pernah
datang bertamu ke Kun-lun-pai dan diterima dengan penuh kehormatan dan
keramahan oleh para pimpinan Kun-lun-pai, bahkan diberi kesempatan
menginap sebagaimana layaknya seorang tamu agung dari dunia kang-ouw.
"Akan tetapi ternyata dia telah menyalah-gunakan keramahan pihak kami.
Pada suatu hari dia menghilang dan bersama dia hilang pula beberapa buah
kitab pusaka pelajaran ilmu silat Kun-lun-pai yang penting."
"Ihh, dasar pencuri, sampai tua pencuri juga!" kata Hui Ing. "Kami mencarinya
juga untuk mengambil kembali pedang ini yang dia curi dari Suhu kami!"
Kim Sun tersenyum dan memandang kagum. "Dan nona sudah begitu lihai
untuk dapat merampasnya kembali. Aku, setelah menyelesaikan pelajaran
280 ilmu silatku, mendapat tugas dari para pemimpin Kun-lun-pai untuk
menyelidiki di mana adanya kakek Bhok Seng Cun itu.
"Dalam perantauanku yang sudah berjalan setahun lebih akhirnya aku tiba di
pantai daratan sana dan aku mendengar tentang adanya Pulau Iblis yang
mencurigakan itu. Aku tertarik walaupun ketika itu aku tidak menghubungkannya dengan Bhok Seng Cun. Aku hanya tertarik untuk
mengetahui apa yang terdapat di pulau penuh rahasia ini.
"Aku membeli sebuah perahu dan mencari sendiri pulau ini setelah mendapat
petunjuk dari seorang nelayan. Akhirnya aku dapat juga mendarat di pulau
ini." "Wah, engkau seorang pemberani, saudara Yang!" kata pula Hui Ing kagum.
Ia sendiri tadi merasa berdiri bulu tengkuknya karena keseraman tempat itu.
Kim Sun tersenyum, girang dengan pujian itu.
"Aku tidak tahu bahwa Bhok Seng Cun berada di sini. Tiba-tiba dia muncul
dan setelah aku tahu bahwa dia adalah Bhok Seng Cun, lalu kuminta kitabkitab itu."
"Hemm, mana dia mau memberikan?" kata Cin Po.
"Bukan saja dia tidak mau menyerahkan, bahkan dia menyerangku. Dalam
hal ilmu pedang, aku masih sanggup melayaninya. Akan tetapi iblis itu
menggunakan ilmu hitam, ilmu sihir dan aku tidak berdaya.
281 "Aku lalu ditangkapnya, dibawa ke guhanya dan diikat kaki tanganku. Ketika
mendengar teriakan tantangan, dia pergi keluar meninggalkan aku, dan aku
lalu berusaha untuk melepaskan ikatan kaki tanganku.
"Akhirnya aku berhasil. Kuambil pedangku dan aku lalu mengejar keluar dan
melihat dia hendak melarikan diri maka aku lalu menyerangnya."
"Wah, hebat pengalamanmu, saudara Yang," kata Cin Po. "Dan sudah
berhasilkah engkau menemukan kembali kitab-kitab itu?"
"Aku belum sempat mencarinya, karena tadi begitu terbebas dari ikatan, aku
langsung mengejar keluar."
"Kalau begitu, mari kita mencarinya di guha tempat tinggalnya!"
Empat orang itu lalu menuju ke tengah pulau dan di sana memang terdapat
sebuah guha besar. Setelah mencari ke dalam guha, akhirnya Yang Kim Sun
menemukan tiga buah kitab milik Kun-lun-pai yang dicarinya itu. Dia merasa
girang sekali dan cepat menyimpan kitab itu.
"Sungguh aneh manusia itu," kata Huang-hai Sian-li, "Hidupnya menyendiri,
bersembunyi di tempat ini, usianya sudah begitu lanjut, lalu untuk apa dia
mencuri pedang dan kitab-kitab itu" Apakah hanya untuk menemaninya
sampai dia mati di sini?"
Cin Po menghela napas panjang. "Sukar diduga isi hati orang-orang kang-ouw
yang aneh. Akan tetapi sungguh sayang sekali bahwa dia mengakhiri hidupnya
secara demikian menyedihkan. Bahkan jenazahnyapun tidak dapat kita urus
dan makamkan sebagaimana mestinya."
282 Mereka lalu kembali ke perahu besar. Yang Kim Sun ikut pula karena setelah
dia cari-cari, perahunya yang kecil sudah tidak ada, terbawa hanyut ombak
samudera. Mereka semua pergi ke pulau Hiu, dan bermalam satu malam di sarang bajak
laut itu. Malam itu, kembali Huang-hai Sian-li Kui Ciok Hwa mengadakan
pertemuan dengan Cin Po di dalam taman.
"Twako, apakah engkau harus pergi juga besok?"
"Benar, Hwa-moi. Aku harus pergi karena masih banyak tugas yang harus
kuselesaikan, seperti yang telah kuceritakan padamu. Membersihkan Thiansan-pang dan juga mencari musuh besar pembunuh ayah kandungku."
"Setelah itu?" "Setelah itu aku akan mencari ayahmu, dan aku akan meminangmu, Hwamoi."
"Twako?"!" gadis itu berkata lirih, terharu sekali. "Sudah yakin benarkah
engkau?".?" "Tentu saja! Aku cinta padamu, Hwa-moi dan aku yakin benar akan hal ini."
"Akan tetapi aku belum yakin, twako. Mungkin engkau tidak memperdulikan
wajahku yang cacat, akan tetapi bagaimana kalau ibumu melihat aku seperti
ini" Tentu beliau tidak akan sudi memiliki mantu seperti aku, dan akan ngeri
melihatku." "Jangan berkata demikian, Hwa-moi. Ibuku seorang wanita bijaksana!"
283 "Aku ragu, twako. Akan tetapi, aku akan menanti di sini dengan setia. Hanya
ada satu hal yang membuat aku bingung, tentang enci Hui Ing?""
"Kenapa dengannya, Hwa-moi?"
"Ketahuilah, twako. Enci Ing amat mencintamu."
Cin Po tersenyum. "Tentu saja. Ia adalah adikku, tentu saja amat mencintaku
seperti juga aku sayang dan cinta kepada adikku itu."
"Bukan?". bukan itu yang kumaksudkan. Ia mencintamu seperti seorang
gadis mencinta seorang pemuda, bukan seperti adik mencinta kakaknya. Dan
aku merasa seolah-olah aku merampas engkau darinya."
"Ah, itu tidak mungkin. Biarpun kami bukan saudara sekandung, akan tetapi
kami dibesarkan bersama, bahkan minum dari dada wanita yang sama. Ibu
kandungku menganggap ia seperti anak kandungnya sendiri dan demikian
pula Ing-moi menganggap ibu seperti ibunya sendiri. Kalau benar katamu itu,
akan dapat aku mengingatkannya, Hwa-moi."
"Bagaimanapun, hatiku merasa tidak enak kalau harus menjadi orang yang
menyengsarakan hatinya. Ia begitu baik kepadaku."
"Sudahlah, Hwa-moi, jangan berpikir yang tidak-tidak. Engkau tunggu saja
aku di sini, pada suatu hari aku tentu akan membawa kabar baik dari
ayahmu." Demikianlah, pada keesokan harinya, Huang-hai Sian-li sendiri yang
mengantar Cin Po, Hui Ing, dan Kim Sun dengan perahu besarnya menuju ke
284 daratan besar. Setelah mereka semua turun dan berpamit, sepasang mata di
balik cadar itu menjadi basah air mata.
"Sampai jumpa, adik Sian-li. Percayalah, lain waktu kita pasti akan bertemu
kembali!" kata Hui Ing sambil merangkul gadis berkerudung itu.
"Adik Sian-li, selamat tinggal dan jaga dirimu baik-baik," kata Cin Po dengan
suara lembut penuh perasaan.
"Terima kasih atas segala kebaikan nona kepadaku,`selama aku berada di
Pulau Hiu," kata pula Kim Sun.
"Selamat jalan?" selamat jalan, jaga dirimu baik-baik," kata Ciok Hwa dan
matanya tidak pernah lepas dari Cin Po sampai tiga orang itu pergi jauh.
Barulah ia kembali ke perahunya dan perahu dilayarkan. Ciok Hwa memasuki
bilik perahu dan menangis tanpa suara, merasa betapa hidupnya menjadi
kosong dan kesepian setelah ditinggalkan Cin Po.
"Y" Setelah jauh meninggalkan pantai, Kim Sun berpamit dari ke dua orang kakak
beradik itu, karena dia harus kembali ke Kun-lun-pai untuk menyerahkan
kitab-kitab kepada para pimpinan Kun-lun-pai.
"Aku merasa beruntung sekali dapat berkenalan denganmu, saudara Cin Po
dan juga engkau, nona Hui Ing. Aku kagum sekali kepada kalian dan akan
kuceritakan kepada para pimpinan Kun-lun-pai tentang kalian. Kuharap, kelak
aku akan mendapat kesempatan untuk dapat bertemu kembali dengan ji-wi
(kalian)." Dia memberi hormat, dan matanya menatap wajah Hui Ing penuh
kagum. 285 Melihat sinar mata penuh kagum itu ditujukan kepada dirinya, Hui Ing menjadi
kemerahan wajahnya. "Aihh, Yang twako, engkau terlalu memuji. Engkau sendiri seorang murid Kunlun-pai yang gagah berani, memiliki ilmu pedang yang hebat!
"Yang twako, harap sampaikan hormat kami kepada para locianpwe di Kunlun-pai," kata Cin Po, menirukan adiknya menyebut twako kepada murid Kunlun-pai itu yang dianggapnya sebagai sahabat setelah mengalami hal yang
dahsyat di Pulau Iblis bersama-sama.
Tentu saja Yang Kim Sun girang sekali melihat keramahan dan keakraban
mereka. "Baik, Sung-te, akan kusampaikan kepada para Suhu di sana. Dan
Ing-moi, engkau sungguh baik dan ramah sekali. Nah, selamat berpisah, jaga
diri kalian baik-baik."
"Engkau juga berhati-hatilah di jalan, twako!" kata Hui Ing.
Mereka berpisah dan Cin Po melanjutkan perjalanannya bersama Hui Ing.
Melihat Cin Po berjalan sambil menundukkan mukanya yang kelihatan muram,
Hui Ing mengerutkan alisnya.
"Koko, engkau kenapakah?"
"Kenapa" Aku tidak apa-apa!"
"Aih, koko, jangan berbohong kepadaku. Engkau kelihatan lesu dan seperti
orang bersedih. Tentu karena meninggalkan adik Sian-li itu bukan" Maksudku,
adik Ciok Hwa. Bukankah ia bernama Kui Ciok Hwa?"
286 Cin Po menarik napas panjang. "Terus terang saja, Ing-moi. Aku memang
mengingat ia dan aku merasa amat kasihan kepadanya, juga aku merasa
berdosa sekali kepadanya."
"Eh" berdosa" Mengapa?"
"Bayangkan saja. Ia kini hidup menyendiri sebagai kepala bajak laut di Pulau
Hiu, meninggalkan kehidupan biasa dengan ayahnya. Semua itu karena aku.
"Ia membebaskan aku dari tawanan ayahnya dan karena itu ayahnya menjadi
marah, membuat ia terpaksa pergi dan akhirnya membawanya menjadi bajak
laut. Semua itu adalah karena aku! Bagaimana hatiku tidak akan merasa
berdosa kepadanya?" "Jadi engkau mencinta padanya karena merasa kasihan dan merasa berdosa?"
"Apa...... apa maksudmu".." Mencinta......?"
"Aihh, koko, tidak usah berpura-pura. Aku sudah tahu bahwa engkau
mencintanya, bukan" Pantas saja engkau menganggap aku adikmu sendiri,
berkeras menganggap aku sebagai adik, ternyata engkau mencinta adik Sianli.
"Sudahlah, aku tidak menyesal, koko, engkau berhak menentukan cintamu.
Hanya yang mengherankan hatiku, kalau memang engkau mencintanya,
mengapa dulu engkau menolak ketika hendak dijodohkan dengannya?"
Diam-diam Cin Po merasa terharu. Teringat dia akan peringatan Ciok Hwa
bahwa Hui Ing mencintanya, bukan seperti adik, melainkan seperti seorang
wanita terhadap pria. 287 Dan baru saja Hui Ing berterus terang. Gadis yang keras hati dan jujur itu
demikian jujurnya mengakui, akan tetapi tidak merasa menyesal karena dia
berhak menentukan cintanya! Sungguh suatu sikap yang gagah luar biasa,
bukan sikap cengeng seperti kebiasaan gadis kalau ditolak cintanya!
"Ing-moi, ah, bagaimana aku harus menerangkannya kepadamu" Dahulu,
ketika dua tahun yang lalu aku dijodohkan, aku sama sekali belum
memikirkan tentang perjodohan. Akan tetapi setelah pertemuanku yang
kedua kalinya dengannya, entah bagaimana, entah mengapa, hatiku tertarik
sekali, hatiku penuh iba, penuh kagum dan penuh terima kasih.
"Baru aku menyadari betapa besar cintanya kepada diriku, maka aku tak
dapat mengingkari hatiku sendiri bahwa aku mencintanya, Ing-moi. Adapun
engkau sudah kukatakan bahwa aku menganggap engkau adikku sendiri, lahir
batin, engkau adikku yang tersayang, tak mungkin aku memandangmu
sebagai orang lain kecuali sebagai adikku yang kukenal sejak masa kanakkanak."
Hui Ing menyapu ke dua matanya dengan tangan, mengusir beberapa butir
air matanya. "Sudah, jangan sebut-sebut aku, koko, membikin aku ingin menangis saja.
Mari kita bicara tentang adik Sian-li. Tentu engkau sudah melihat wajahnya
yang cacat itu, bukan?"
"Tentu saja, Ing-moi. Dan justru cacat di wajahnya itulah yang membuat aku
menjadi semakin iba kepadanya, membuat aku semakin menyayangnya."
"Akan tetapi aku memperingatkanmu, koko. Jangan anggap ringan soal
wajah. Mungkin karena cintamu kepada Sian-li, engkau tidak memperdulikan
288 cacat di wajahnya, bahkan cacat itu menimbulkan rasa iba hatimu, menambah
dalam cintamu. "Akan tetapi bagaimana kelak dengan perasaan ibu kalau melihat wajah calon
mantunya" Dan bagaimana pula kalau ia sudah menjadi isterimu dan engkau
hendak memperkenalkannya kepada orang lain" Bagaimana kalau wajah
isterimu kelak menjadi bahan tertawaan orang"
"Aku tidak iri, koko. Sudah kuusir semua rasa cemburu dari hatiku sejak aku
bicara dengan Ciok Hwa, akan tetapi aku hanya menggambarkan segala
kemungkinan yang pasti akan kauhadapi kelak."
"Aku mengerti, Ing-moi, dan terima kasih atas peringatanmu. Akan tetapi aku
siap menghadapi itu semua. Aku juga akan berusaha untuk mencari obat,
untuk menyembuhkan cacat di mukanya itu. Pendeknya, bagiku jelek atau
baik wajah Ciok Hwa, aku tetap mencintainya."
Hui Ing menghela napas dan tidak berkata-kata lagi. Di dalam hatinya ia
memang iri atas kebabagiaan Ciok Hwa yang mendapatkan cinta begitu murni
dari seorang pria yang diam-diam dicintanya.
Andaikata Ciok Hwa berwajah cantik, mungkin saja ia akan merasa penasaran,
akan merasa cemburu dan iri karena merasa bahwa ia dikalahkan. Akan tetapi
karena wajah Ciok Hwa demikian buruk, maka ia yakin bahwa cinta Cin Po
kepada gadis itu memang luar biasa, cinta yang tidak dipengaruhi oleh wajah
cantik dan menghadapi cinta seperti itu, ia rela mengalah.
Jantung mereka berdebar penuh ketegangan ketika mereka tiba di depan kuil
Ban-hok-si. Kuil itu nampak sunyi saja. Mereka memasuki halaman kuil dan
289 tiga orang nikouw yang sedang bekerja di situ, menengok dan mereka semua
terbelalak, lalu menangis menyongsong kedatangan Cin Po dan Hui Ing.
Hui Ing terkejut sekali melihat tiga orang nikouw itu menangis megap-megap
tanpa dapat bicara. Pada hal biasanya para nikouw itu berwatak tenang sekali.
Ia tahu bahwa tentu terjadi hal yang hebat, maka ia dan Cin Po lalu menuntun
mereka memasuki kuil. "Nah, katakanlah apa yang telah terjadi"! Mana ibu dan Su-kouw"!"
Para nikouw itu dengan suara terputus-putus lalu bercerita betapa dua tahun
yang lalu, ketika Hui Ing tidak pulang, ibunya dan Liauw In Nikouw pergi naik
ke Thian-san-pang untuk mencarinya di sana. Akan tetapi, ibu mereka tidak
pernah pulang lagi dan Liauw In Nikouw diantarkan oleh Ban Koan dalam
keadaan tidak bernyawa lagi.
"Menurut kata Ban Koan, Lauw In Nikouw terjatuh ketika naik ke Thian-sanpang dan tewas," kata mereka, dan mendengar ini, Hui Ing menangis. Mereka
lau pergi ke makam Lauw In Nikouw, dan melakukan sembahyang.
"Si keparat Ban Koan!" kata Hui Ing. "Sekarang juga akan kudatangi dia.
Siapa lagi yang membunuh Su-kouw kalau bukan dia! Dan bagaimana dengan


Pendekar Baju Putih Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ibu, tentu dia tahu di mana ibu!"
Melihat gadis itu hendak langsung pergi, Cin Po memegang tangannya.
"Sekarang malam hampir tiba, sungguh tidak baik kalau kita berkunjung ke
sana. Sebaiknya besok pagi saja kita pergi ke sana bersama-sama.
Bersabarlah, Ing-moi, sampai besok pagi."
290 Dibujuk oleh kakaknya, akhirnya Hui Ing setuju juga biarpun semalam itu ia
gelisah tidak dapat tidur memikirkan ibunya yang kabarnya lenyap setelah
mengunjungi Thian-san-pang. Ia khawatir kalau ibunya juga sudah dibunuh
seperti halnya Liauw In Nikouw, adik dari ayah kandungnya itu.
"Y" Pagi hari itu di Thian-san-pang sedang diadakan pesta untuk menjamu para
tamu penting yang datang berkunjung. Dua orang tamu itu bukan lain adalah
dua orang saudara Coa, ketua dan wakil ketua Tok-coa-pang yang datang
berkunjung. Mereka berdua, Coa Ta Kui (Setan Besar Coa) dan Coa Siauw Kui (Setan Kecil
Coa) kini telah menjadi sahabat baik Ban Koan sebagai ketua Thian-san-pang.
Mereka kemarin datang bertamu, bermalam di Thian-san-pang dan sebelum
mereka pergi, mereka telah dijamu dengan pesta kecil oleh Ban Koan yang
amat menghormati mereka karena sebetulnya dia sendiri sudah menjadi
anggauta Tok-coa-pang. Mereka tidak tahu bahwa di pintu gerbang Thian-san-pang terjadi keributan.
Cin Po dan Hui Ing telah tiba di depan pintu gerbang. Biarpun di antara para
penjaga pintu gerbang terdapat anggauta lama Thian-san-pang, namun tidak
ada yang mengenal Cin Po dan Hui Ing karena kedua orang itu meninggalkan
Thian-san-pang ketika mereka masih kecil, Cin Po ketika itu berusia sebelas
tahun dan Hui Ing sepuluh tahun.
Sikap para anggauta Thian-san-pang saja sudah membuat kedua orang muda
itu mengerutkan alisnya. Melihat Hui Ing, mereka menyeringai dan ada yang
bersuit-suit. 291 "Aih, nona manis hendak mencari siapakah?" tanya seorang di antara mereka
dan di sana sini terdengar ucapan yang tidak sopan terhadap Hui Ing. Tentu
saja wajah Hui Ing menjadi merah sekali.
"Panggil Ban Koan keluar menemui kami!" kata Hui Ing.
"Aih, nona manis. Ketua kami sedang menjamu tamu. Sebaiknya nona bicara
di sini dengan kami saja!"
Akan tetapi ada pula anggauta yang marah mendengar gadis itu menyebut
ketua mereka dengan namanya begitu saja bahkan menyuruh panggil ketua
mereka dengan sikap tidak menghormat sama sekali.
"Bocah perempuan yang tidak tahu sopan. Siapakah engkau menyuruh
panggil ketua kami?"
"Aih, twako, biarkan ia main-main dengan kita di sini!" kata orang lain yang
disambut tawa oleh semua orang. Jumlah mereka ada belasan orang.
"Anjing keparat, kalian sudah bosan hidup!" bentak Hui Ing dan ia sudah
hendak bergerak menerjang mereka akan tetapi Cin Po menahannya.
Lalu Cin Po melangkah maju dan menuding ke arah mereka semua. "Hai,
kalian anjing-anjing, kenapa tidak lekas beraksi, merangkak dan mencari-cari
jejak musuh" Hayo merangkak dan bersikap sebagai anjing-anjing yang baik!"
Terjadi keanehan setelah Cin Po berkata demikian. Empatbelas orang itu tak
terkecuali segera berlutut lalu merangkak-rangkak, ada yang mengendusendus seperti mencari jejak sesuatu, ada yang menyalak-nyalak, persis
seperti serombongan anjing.
292 Ternyata Cin Po telah menggunakan sihirnya untuk menghajar mereka yang
bersikap kurang sopan terhadap Hui Ing, mencegah adiknya melampiaskan
kemarahannya karena kalau dia membiarkan saja, tentu semua orang itu
telah tewas atau setidaknya luka-luka oleh amukan Hui Ing!
Pada saat itu ada dua orang anggauta Thian-san-pang datang dari dalam.
Mereka terbelalak melihat ulah empatbelas orang kawan mereka itu, dan
melihat di situ ada seorang pemuda dan seorang gadis, mereka terkejut dan
cepat melapor ke dalam. Ban Koan marah sekali mendengar laporan yang tidak karuan itu.
"Pang-cu, di luar terjadi hal yang mencurigakan sekali. Kawan-kawan kita
merangkak-rangkak dan ada yang menggonggong seperti anjing, dan di sana
terdapat seorang pemuda dan seorang wanita muda."
Ban Koan dan dua orang tamunya merasa curiga dan merekapun segera
bangkit, diikuti oleh duapuluh lebih anggauta, mereka lalu berlari keluar.
Setelah tiba di pintu gerbang, Ban Koan terbelalak karena dia melihat sendiri
betapa belasan orang anak buahnya itu merangkak-rangkak dan menggonggong, ada yang mengendus-endus, persis seperti anjing-anjing
yang kebingungan. "Sadarkan mereka!" katanya kepada anak buahnya.
Anak buah Thian-san-pang lalu berlari ke arah teman-teman mereka itu dan
mengguncang mereka. Sedangkan Ban Koan dan dua orang ketua Tok-coapang berloncatan menghadapi Cin Po.
293 Hui Ing tidak nampak lagi karena memang gadis ini oleh Cin Po disuruh
menyelinap lebih dulu memasuki perkampungan itu dan mencari di sebelah
dalam kalau-kalau dapat menemukan ibu mereka.
Ban Koan berhadapan dengan Cin Po, memandang dengan mata terbelalak.
Dia merasa seperti mengenal Cin Po, akan tetapi lupa lagi bilamana dan di
mana. "Orang muda, siapa engkau dan apa yang kaulakukan di sini?" bentaknya.
"Ban Koan, lupakah engkau kepadaku" Aku adalah Sung Cin Po."
Ban Koan terbelalak. Teringatlah dia ketika bocah yang ditendangnya ke
dalam jurang itu muncul kembali bersama Pat-jiu Pak-sian dan menghajarnya
setengah mati. Kini bocah itu kembali sebagai seorang pemuda yang
berpakaian putih, bocah anak kandungnya sendiri! Dia menjadi ketakutan dan
cepat memerintahkan anak buahnya.
"Tangkap dia! Bunuh dia?"
Para anak buah, apa lagi yang tadi bersikap sebagai anjing, segera menerjang
dan menyerang kepada Cin Po dengan dahsyat sekali, karena mereka semua
seperti srigala-srigala yang haus darah menerima perintah ketua mereka itu.
Akan tetapi Cin Po sudah siap siaga. Menghadapi pengeroyokan puluhan orang
yang semua memegang senjata pedang atau golok itu, dia dengan tenang
menyambut mereka dengan kaki tangannya. Bukan orang-orang itu yang
menyerangnya, bahkan dia yang mengamuk, membagi-bagi tendangan dan
tamparan dan tubuh para pengeroyok itu jungkir balik dan berpelantingan.
294 Dalam waktu beberapa menit saja semua anak buah Thian-san-pang sudah
roboh semua, ada yang patah tulang ada yang rontok gigi dan yang benjolbenjol kepalanya dan mulas perutnya. Mereka semua mengaduh-aduh dan
menjadi jerih, senjata mereka terpental ke mana-mana dan pemuda itu sama
sekali tidak pernah tersentuh senjata mereka.
Melihat kelihaian Cin Po, Coa Siauw Kui dan Coa Ta Kui yang lihai menjadi
marah. Mereka berdua segera berkelebat maju dan berbareng menyerang
pemuda itu. Harus diketahui bahwa ilmu kepandaian Coa Siauw Kui sudah hebat sekali,
apa lagi ilmu kepandaian Coa Ta Kui yang menjadi kakaknya dan ketua Tokcoa-pang. Pukulan mereka berdua mengandung racun ular yang amat
berbahaya, bahkan di balik pakaian mereka, mereka mengenakan baju kebal
yang dapat menahan serangan senjata tajam sekalipun.
Cin Po menghadapi mereka dengan tenang. Dia masih ingat bahwa dua orang
ini mengenakan baju yang tahan pukulan, bahkan tahan senjata tajam. Akan
tetapi begitu dia mengerahkan tenaga dan kedua tangannya mendorong ke
depan, dua orang kakak beradik itu terdorong dan terjengkang!
Mereka tentu akan terbanting jatuh kalau saja tidak cepat berjungkir balik ke
belakang sampai tiga kali dan mereka kini memandang dengan muka pucat.
Terkejut dan terheran. Kedua tangan pemuda itu tidak menyentuh mereka,
akan tetapi angin pukulannya saja mampu mendorong mereka sampai
terjengkang! Maklumlah mereka bahwa mereka menghadapi seorang pemuda yang
tangguh sekali maka keduanya lalu cepat menghunus golok mereka, golok
beracun ular! Golok itu bentuknya seperti kepala ular dan lidahnya menjadi
295 ujung golok, tajam dan mengeluarkan sinar hitam dan berbau amis! Sekali
saja tubuh dapat ditoreh golok itu, orangnya tentu akan mati seketika
keracunan. Melihat senjata yang berbahaya itu, Cin Po tidak mau mengambil resiko dan
diapun mencabut pedangnya. Pedang Yang-kiam berkilat mengeluarkan
cahaya kemerahan dan begitu dia menggerakkan pedang itu, nampak
gulungan sinar merah menyilaukan mata.
Haiiiittt?"!" Coa Siauw Kui menyerang lebih dulu, disusul kakaknya yang
menyerang dari sisi lain.
Cin Po mengelebatkan pedangnya ke kanan kiri.
"Cringgg?"! Tranggg?"!!" Kembali kedua orang saudara itu terkejut karena
mereka merasa betapa senjata mereka terpental dan tangan kanan mereka
tergetar hebat, tanda bahwa pemuda itu memiliki tenaga sin-kang yang luar
biasa kuatnya. Mereka lalu menyerang lagi dengan tenaga sepenuhnya, akan tetapi dengan
mudah, Cin Po berloncatan ke sana sini, mengelak dan kadang menangkis.
Pada saat itu, Hui Ing seperti terbang meloncat dengan pedang Im-kiam telah
terhunus dan begitu pedangnya menyambar menyerang Coa Siauw Kui, orang
kedua dari Tok-coa-pang ini terkejut sekali dan cepat menangkis.
"Cringggg?".!!" Kembali goloknya terpental dan tangannya tergetar hebat.
Gadis yang baru muncul ini ternyata juga lihai bukan main dan memiliki
pedang yang bersinar putih dan bergulung-gulung seperti seekor naga
296 bermain-main di angkasa. Dia mencoba untuk memutar goloknya lebih hebat,
akan tetapi kemana pun goloknya menyambar, tubuh gadis itu lebih dulu
berkelebat lenyap atau goloknya ditangkis pedang itu dan gadis itu membalas
dengan serangan bertubi-tubi yang membuat dia kewalahan.
Pada hal, ilmu pedang gadis itu adalah Thian-san-kiam-sut yang telah
dikenalnya! Bagaimana mungkin Thian-san-kiam-sut dimainkan seperti itu"
Demikian cepat, demikian mengandung tenaga mujijat dan sukar dibendung"
"Haitttt?"!" Tiba-tiba dia menekan alat rahasia pada gagang goloknya dan
beberapa batang jarum beracun menyambar ke arah Hui Ing.
Akan tetapi gadis ini tiba-tiba lenyap dan jarum-jarum itu tidak mengenai
sasaran. Dan tahu-tahu gadis itu menyerang dari atas, pedangnya menyambar dan biarpun Siauw Kui berusaha untuk membuang diri ke
belakang dia terlambat dan mukanya terbabat Im-kiam sehingga muka itu
terbelah dari telinga ke telinga! Tentu saja orangnya jatuh tersungkur dan
tewas seketika. Ketika Hui Ing menoleh. ternyata Cin Po juga sudah mendesak lawannya. Coa
Ta Kui kini hanya main mundur saja dan mencari kesempatan untuk melarikan
diri. Dia merasa takut sekali, apa lagi melihat adiknya tewas karena dia tahu bahwa
dia tidak akan menang melawan pemuda baju putih itu. Ketika mendapat
kesempatan, dia meloncat untuk lari.
"Berhenti!" terdengar bentakan di belakangnya dan seketika ke dua kakinya
seperti berubah menjadi batu tak dapat digerakkan. Ketika dia menoleh, dia
297 hanya melihat gadis cantik itu menggerakkan pedangnya dan?" sekali sabet
saja lehernya putus dan kepalanya menggelinding lepas dari tubuhnya!
Cin Po menoleh ke arah Ban Koan yang berdiri pucat. Semua anak buahnya
telah tak dapat melakukan perlawanan selain terluka juga agaknya ketakutan
dan ke dua orang pimpinan Tok-coa-pang yang dia andalkan itu telah tewas
dalam waktu singkat! Kini, Cin Po melangkah menghampirinya dan dia menjadi pucat, terbelalak
dan tidak mempunyai tenaga dan keberanian untuk melawan. Kalau ke dua
pimpinan Tok-coa-pang itu saja tewas dalam waktu singkat, apa lagi dia. Dia
mundur-mundur dengan ketakutan. Cin Po memandangnya dengan mata
mencorong. "Ban Koan, apa yang hendak kaukatakan sekarang" Engkau mengkhianati
Thinn-san-pang, engkau membunuh su-kong Tiong Gi Cinjin, engkau
membunuh pula nenek Lauw In Nikouw, engkau membunuhi banyak anggauta
Thian-san-pang yang setia?""
"Dan dia telah memenjarakan ibu selama dua tahun lebih!" kata Hui Ing.
"Koko, kitu butakan matanya, buntungi kaki tangannya dan biarkan dia hidup
seperti binatang tak berdaya agar tahu kesengsaraan yang telah dia berikan
kepada orang-orang lain!"
Ban Koan menjadi semakin pucat dan dia terus mundur menuju ke rumah
besar. Kemudian dia menjadi nekad. Dia menghunus pedangnya dan berteriak
nyaring, "Locianpwe, tolonglah saya?".!"
298 Berkata demikian, dia menerjang Cin Po dengan dahsyat. Akan tetapi sebuah
tendangan kaki Cin Po membuat pedangnya terlempar dan dia jatuh
terjengkang dan terpental sampai jauh.
Pada saat itu, tiba-tiba berkelebat bayangan orang yang tinggi besar
bersorban. Tanpa banyak cakap lagi, orang itu menyambar tubuh Ban Koan
dan melarikan diri seperti terbang cepatnya meninggalkan tempat itu.
"Kejar?".!" seru Hui Ing dan bersama Cin Po ia mengejar keluar kampung
Thian-san-pang. Akan tetapi, orang tinggi besar bersorban itu telah lenyap.
"Percuma dikejar juga. Orang itu memiliki ilmu yang amat tinggi. Dia adalah
See-thian Tok-ong. Entah bagaimana iblis tua itu dapat berada di sini," kata
Cin Po. "Biarlah, lain kali masih ada kesempatan untuk mencarinya dan membunuhnya. Mari kita temui ibu!"
Mereka lalu kembali dan melihat ibu mereka berdiri tegak dan semua
anggauta Thian-san-pang menjatuhkan diri berlutut di depan wanita itu sambil
beramai-ramai minta ampun.
"Ibu?".!" kata Cin Po yang segera memberi hormat.
"Cin Po, dan engkau Hui Ing, kalian lama sekali baru pulang. Akan tetapi
syukur belum terlambat. Aku nyaris tewas dalam kurungan jahanam Ban Koan
itu. Akan tetapi bagaimana dia dapat meloloskan diri" Siapakah orang tinggi
besar bersorban yang melarikannya tadi?"
299 "Dia adalah datuk besar dari Hou-han, namanya See-thian Tok-ong, ibu. Akan
tetapi, kelak kami pasti akan dapat mencari Ban Koan dan membunuhnya."
"Baik, biar sekarang kuurus dulu orang-orang sesat ini?" Bi Li menuding ke
arah empatpuluh orang lebih yang berlutut menghadapnya itu. "Heii, kalian
orang-orang sesat. Kalau sekarang aku menggunakan pedang membunuh
kalian semua, hal itu kiranya sudah sepatutnya. Kalian telah melakukan
penyelewengan menuruti semua kehendak Ban Koan si pengkhianat!"
Seorang anggauta tertua segera maju berlutut mewakili teman-temannya.
"Ampunkan kami, toanio. Kami tidak berdaya. Kalau kami menentang
kehendak Ban Koan, tentu kami sudah dibunuh seperti teman-teman yang
lain. Sungguh, kami tidak senang melakukan semua perintahnya, akan tetapi
kami terpaksa. Mohon ampun, toanio!"
"Hemm, aku bisa mengampuni kalian kalau kalian membuktikan bahwa kalian


Pendekar Baju Putih Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

benar-benar bertaubat. Sekarang, pimpinan Tok-coa-pang telah tewas.
Bagaimana kalau kalian kami pimpin untuk menyerbu Tok-coa-pang,
membasmi perkumpulan itu. Setuju dan beranikah kalian?"
"Kami setuju dan berani, toanio!" sorak mereka.
"Nah, Cin Po dan Hui Ing. Setelah kalian pulang dan memiliki kepandaian,
jangan kepalang. Membasmi ular harus sampai ke telur-telurnya. Mari kita
serang Tok-coa-pang dan membasmi perkumpulan jahat itu!"
"Baik, ibu!" Berbondong-bondong mereka lalu pergi ke Tok-coa-pang yang perkampungannya tidak tidak begitu jauh letaknya dari situ. Setelah
300 berkumpul semua, ternyata ada limapuluh orang lebih anggauta Thian-sanpang lama. Sedangkan para anggauta baru, dengan sendirinya menjadi
ketakutan dan sudah melarikan diri entah ke mana. Limapuluh tiga orang
anggauta Thian-san-pang dipimpin oleh Cin Po dan Hui Ing bersama Bi Li
menyerbu ke perkampungan Tok-coa-pang.
"Ingat baik-baik, serang bagian kaki mereka atau muka mereka. Jangan
serang tubuh atas mereka yang terlindung baju kebal," kata Bi Li
memperingatkan para anggauta Thian-san-pang.
Sebelum rombongan itu tiba di perkampungan Tok-coa-pang, sudah ada
anggauta yang tadi melarikan diri dari Thian-san-pang, memberi kabar bahwa
kedua orang ketua mereka telah tewas di Thian-san-pang. Maka ketika
penyerbuan itu tiba, para anak buah Tok-coa-pang menjadi panik karena
mereka tidak mempunyai pimpinan. Mereka melakukan perlawanan dengan
kacau balau dan banyak di antara mereka yang tewas di tangan Hui Ing dan
Cin Po. Juga Bi Li mengamuk dengan pedangnya, agaknya wanita ini hendak
membalaskan semua sakit hatinya pada para anggauta Tok-coa-pang. Setelah
pertempuran yang berat sebelah ini, akhirnya sisa para anggauta Tok-coapang melarikan diri dan banyak di antara mereka yang tewas,
Bi Li menyuruh bakar sarang mereka dan membebaskan para tawanan yang
dipenjarakan oleh orang-orang Tok-coa-pang. Banyak gadis yang diculik
mereka dan para gadis itu lalu disuruh pulang ke dusun masing-masing.
Dan biarpun Bi Li tadi mengatakan untuk membasmi ular sampai ke telurtelurnya, ketika melihat keluarga para anggauta, isteri dan anak-anak
301 mereka, tetap saja ia menjadi tidak tega. Dan membiarkan mereka melarikan
diri tanpa diganggu. Dengan kemenangan, rombongan Thian-san-pang kembali ke Thian-san dan
mulai saat itu, Bi Li mengetrapkan lagi larangan-larangan dan peraturanperaturan ketat dengan ancaman siapa yang berani melanggar akan
menerima hukuman seberat-beratnya.
Kemudian, ia mengajak Hui Ing dan Cin Po untuk bicara di dalam. Rumah
mereka masih utuh dan mereka membuangi barang milik Ban Koan,
membolehkan anak isteri Ban Koan meninggalkan tempat itu sambil
membawa semua barang mereka yang berharga.
"Ibu, keluarga Ban Koan itu kelak hanya akan menjadi penyakit bagi kita!"
celah Hui Ing. "Habis, apakah kita tega membunuhi orang-orang yang tidak bersalah sama
sekali" Kalau anak-anaknya kelak menjadi jahat seperti bapaknya, sudah
menjadi tugas kalian untuk membasminya. Akan tetapi mudah-mudahan tidak
demikian. Ibu-ibu mereka bukan orang jahat dan tentu akan membimbing
anak-anak mereka menjadi orang yang berguna."
Setelah membereskan semuanya, barulah mereka mendapat kesempatan
untuk bercakap-cakap menghilangkan rindu. "Hui Ing, engkau menjadi
penyebab kematian bibimu dan membuat aku dipenjara sampai dua tahun
lebih. Sebetulnya, apa yang terjadi denganmu dan ke mana saja engkau
selama ini pergi?" 302 "Ketika aku mengantar koko pergi sampai ke luar dusun dan ingin kembali,
tiba-tiba aku ditangkap penjahat, ibu. Yang menangkapku bukan lain adalah
datuk yang tadi menyelamatkan Ban Koan beserta muridnya.
"Mereka lihai sekali dan aku ditangkap, lalu dijadikan umpan untuk
memancing datangnya koko. Kami berdua ditangkap dan nyaris celaka. Seethian Tok-ong itu memang mempunyai hubungan dengan Tok-coa-pang maka
tidak mengherankan kalau tadi dia menyelamatkan Ban Koan.
"Ketika kami terancam bahaya itu, kami ditolong seorang sakti yang tidak
kami ketahui namanya, hanya kami sebut sebagai Orang Tua Tanpa Nama
saja. Dan kami dijadikan muridnya selama dua tahun.
"Demikianlah, ibu, maka selama dua tahun ini kami tidak pulang. Setelah kami
tamat belajar, kami memenuhi pesan Suhu untuk mencari sepasang
pedangnya yang dicuri penjahat. Dan kami berhasil menemukan pedang itu,
ibu. "Barulah kami pulang ke sini, sama sekali tidak mengira bahwa bibi Lauw In
Nikouw telah tewas dan ibu dijadikan tawanan si jahanam Ban Koan."
Bi Li menghela napas panjang. Dia girang bahwa Ban Koan tidak mati di
tangan puteranya, karena bagaimanapun juga, Ban Koan mencintanya dan
biarpun ia dijadikan tawanan, akan tetapi selalu diperlakukan dengan baik.
Biarlah lain waktu Ban Koan akan dapat terbunuh oleh Hui Ing yang lebih
berhak membalas dendam atas kematian ayah kandung dan bibinya.
"Cin Po, bagaimana dengan pembalasan dendam alas kematian ayah
kandungmu?" 303 "Maaf, ibu. Karena ketika dalam perjalanan mencari mereka aku seperti juga
Ing-moi menjadi murid Bu Beng Lojin, kemudian mencari sepasang pedang
Suhu. Setelah itu langsung ke sini maka aku belum melaksanakannya!"
Bi Li mengerutkan alisnya. "Hemm, kalau begitu sebaiknya cepat kau cari
musuh besar kita itu. Setelah engkau membunuh dia, barulah engkau dapat
melepaskan pakaianmu berkabung. Carilah Hek-siauw Siu-cai itu sampai
dapat, Cin Po. Hui Ing jangan ikut, karena ia harus membantuku membenahi
Thian-san-pang." "Baiklah, ibu. Besok aku akan berangkat."
"Bagus, memang lebih cepat lebih baik."
"Y" Para penduduk di dusun-dusun sekitar Bukit Harimau menjadi gempar.
Selama beberapa bulan ini muncul siluman yang mengganggu penduduk,
membunuh atau menculik wanita muda. Siluman itu tidak meninggalkan jejak
sama sekali dan setiap orang yang dibunuh, nampak bekas-bekas cakaran
seperti dicakar oleh kuku harimau.
Tak lama kemudian muncul desas desus bahwa semua itu dilakukan oleh
siluman harimau yang menjadi penghuni bukit Harimau. Memang, bukit itu
walaupun dinamakan Bukit Harimau, tak seorangpun penduduk pernah
melihat ada harimau di situ.
Maka desas-desus itu tentu saja termakan oleh akal pikiran penduduk yang
masih tahyul. Kiranya bukit itu disebut Bukit Harimau karena memang ada
"penghuni" nya, yaitu Siluman Harimau!
304 Kemudian muncul seorang tosu yang rambutnya panjang riap-riapan dan yang
mukanya seperti singa, penuh brewok, dan tubuhnya tinggi besar seperti
raksasa. Tosu ini begitu muncul di pedusunan sekitar Bukit Harimau, lalu
mengatakan dengan suara lantang.
"Siancai?"! Di sini penuh dengan hawa siluman! Kalau siluman harimau ini
tidak dibikin senang hatinya, dalam waktu setahun saja seluruh penduduk di
sini akan habis diterkamnya!"
Mendengar ucapan tosu ini, semua orang menjadi gempar dan segera tosu itu
diajak berkunjung ke rumah kepala dusun. Pada masa itu penduduk dusun
masih amat percaya akan tahyul, percaya akan setan dan siluman yang suka
mengganggu penduduk, dan percaya kepada bangsa pendeta yang katanya
pandai mengusir siluman! Dan penampilan tosu ini memang mengesankan sekali. Tubuhnya tinggi
besar, mukanya seperti singa, matanya mencorong seperti mata naga, dan
suaranya juga lantang seperti guntur.
"Totiang yang budiman," kata kepala dusun. "Kami memang menderita
selama beberapa bulan ini. Banyak penduduk yang tewas seperti bekas
dicakar dan digigit harimau, dan ada pula wanita yang lenyap digondolnya.
Akan tetapi tak seorangpun pernah melihat bayangannya."
"Tentu saja. Mana bisa melihat bayangan siluman" Dan yang digondol wanita
tentu karena dagingnya lebih lunak."
"Mohon pertolongan totiang agar siluman itu dapat dilenyapkan!" kata kepala
dusun dan dia segera menjatuhkan dirinya berlutut di depan tosu itu, diturut
oleh para penduduk dusun yang percaya benar kepadanya.
305 "Aih, mana bisa dilenyapkan" Para siluman tidak mungkin dilawan dengan
kekerasan, paling-paling bisa diajak berdamai agar tidak mengganggu. Kalau
kalian semua mau memberikan korban apa saja agar dia tidak mengganggu,
pinto mau menjadi penghubung dan pinto akan mencoba mengadakan
hubungan dengan dia."
Karena sudah ketakutan kalau-kalau dalam setahun semua orang dibasmi
habis oleh siluman, orang-orang itu tentu saja menyatakan setuju.
Dengan diikuti dari belakang, dalam jarak agak jauh oleh para penduduk di
lima buah dusun di sekitar bukit itu, sang pertapa lalu mendaki bukit dengan
rambut terurai, membawa pedang yang ditempeli hu (surat jimat) dan
membaca mantera di sepanjang jalan.
Di dekat puncak dia berhenti dan memutar tubuhnya, berkata kepada semua
orang yang mengikutinya, "Sudah dapat! Sudah ada hubungan! Dia tinggal di
dalam sumur di puncak!"
Kemudian dia melanjutkan perjalanannya, dan mantera yang dibacanya lebih
gencar lagi. Semua orang ketakutan dan mengikuti dengan tubuh gemetar.
Semua orang tahu bahwa di puncak memang terdapat sebuah lubang, akan
tetapi tidak berair dan tak seorangpun berani menuruni lubang yang tidak
diketahui berapa dalamnya itu. Memang dari dulu terdapat desas desus bahwa
lubang itu adalah bekas lubang ular naga yang tentu saja dianggap keramat!
Tadi sebelum berangkat, tosu itu minta disediakan segala keperluan
bersembahyang dengan segala macam korban, dari babi panggang, ayam dan
bebek panggang, roti dan kuih, juga buah-buahan. Setelah tiba di dekat
lubang atau sumur itu, dia berhenti dan memberi isyarat agar alat-alat
306 sembahyang itu dipersiapkan di dekat lubang. Kemudian dia menyalakan hio
(dupa) dan mulailah bersembahyang sambil berdoa dan berjalan mengitari
lubang. Para penduduk berlutut agak jauh dari situ, tidak ada yang herani mendekat,
seolah-olah takut kalau sewaktu-waktu siluman itu akan keluar dari lubang
dan menerkam mereka. Setelah bersembahyang beberapa lamanya, tosu itu lalu melempar- lemparkan hidangan yang menjadi korban itu ke dalam lubang, sampai habis
semua hidangan itu. Barulah dia menghadapi semua orang dan berkata,
"Percayalah, untuk seminggu ini, tidak akan ada gangguan. Harimau Putih
telah menjanjikan kepada pinto. Akan tetapi kalian terus berjanji bahwa
sewaktu-waktu dia membutuhkan apa-apa, kalian harus memberikannya.
"Baik dia meminta tebusan, makan, atau bahkan emas, atau kalau sewaktuwaktu
membutuhkan seorang gadis yang dipilihnya, kalian harus merelakannya. Kalau tidak tentu dusun-dusun di sini akan dibasminya."
"Baik, totiang. Kami berjanji, asalkan penghuni dusun kami tidak mendapat
gangguan!" kata kepala dusun mewakili para penghuni dusun.
Mereka turun dari bukit itu dan sang tosu lalu dijamu dengan penuh
kehormatan. Dia dianggap sebagai penolong oleh rakyat di situ. Dan diapun
memperkenalkan diri dengan nama Thian Beng Seng-cu! Kepala dusun segera
memberikan sebuah kamar di rumahnya untuk sang tosu yang mengaku
dukun pandai itu. 307 Dan benar saja, semenjak hari itu, selama seminggu tidak pernah ada
gangguan dari "siluman harimau putih" seperti telah dijanjikan kepada tosu
itu. Akan tetapi tidak ada yang mengetahuinya betapa pada malam hari tosu itu
lolos dari dalam kamarnya, menggunakan jalan melalui atap dengan gerakan
yang ringan sekali seperti terbang saja dan seorang diri pada malam hari itu
dia pergi ke lereng bukit itu. Ada sebuah batu besar sekali yang didorongnya
tergeser, lalu dia masuk di guha yang berada di balik batu, lalu menggeser
batu itu menutupi guha. Guha itu ternyata sebuah lorong yang panjang dan akhirnya dia tiba di
ruangan yang luas di perut bukit. Dan di situ terdapat dua orang lain yang
tampangnya seperti tampang penjahat.
Melihat tosu itu masuk, mereka tertawa bergelak dan tiga orang itu lalu
berpesta pora dengan barang-barang yang tadi dikorbankan dan dilempar ke
dalam sumur. Kiranya lubang itu menembus ruangan ini yang sengaja dibuat
oleh mereka bertiga selama beberapa bulan, dan di dasar lubang itu mereka
pasangi jaring sehingga apa saja yang dilempar dari atas lubang itu mendarat
dengan lunak di dalam jaring.
"Ha-ha-ha, toako. Kalau begini terus kita akan menjadi gemuk! Usaha kita
selama berbulan-bulan mulai memperlihatkan hasilnya!" kata seorang yang
mukanya bopeng. "Tunggu saja nanti kalau mereka sudah melemparkan segala macam
perhiasan dan barang berharga, dan melemparkan gadis-gadis tercantik dari
dusun, ha-ha-ha!" Mereka bertiga tertawa bergelak.
308 "Akan tetapi bagaimana dengan tiga orang gadis itu yang sudah beberapa
lama kita sekap di sini" Lama-lama kita menjadi bosan juga"..!" kata yang
bercodet pada dahinya. "Ah, jangan khawatir, akan datang yang baru dan tidak perlu lagi kita harus
menculik. Merekalah yang mengantarkan untuk kita, ha-ha-ha!" kata tosu
yang ternyata adalah tosu palsu itu.
Setelah makan minum dengan puas, tosu itu lalu menyuruh temannya
mengeluarkan tiga orang gadis yang disekap di dalam kamar dan yang selama
beberapa bulan ini semenjak mereka diculik menjadi permainan mereka.
Tiga orang gadis itu pucat-pucat dan kurus-kurus, keluar dari kamar dengan
sikap takut-takut. Orang yang mengaku bernama Thian Beng Seng-cu lalu
memasuki kamar dan menyuruh gadis itu satu demi satu masuk ke dalam
kamar. Seorang gadis berbaju hijau memasuki kamar dengan langkah perlahan,
sikapnya takut-takut. Selama ini ia menjadi semacam boneka hidup yang
mandah saja dipermainkan tiga orang pria itu sesuka hati mereka.
"Hei, nona manis, berbaringlah di sini!" kata tosu palsu itu.
Si gadis tidak membantah lalu merebahkan dirinya. Tosu itu yang berdiri di
tepi pembaringan lalu memandangnya dengan mata mencorong, lalu berkata
dengan suara yang mengandung kekuatan sihir.
"Engkau mengantuk dan ingin sekali tidur. Tidurlah, pejamkan matamu. Satu,
dua, tiga?"!" perlahan-lahan gadis ini memejamkan ke dua matanya.
309 "Engkau tidur dengan enak dan tidak ingat apa-apa lagi. Nanti kalau engkau
sudah sadar, engkau tidak ingat apa-apa lagi, yang teringat olehmu hanya
bahwa engkau menjadi pelayan si Harimau Putih!" Berulang-ulang tosu itu
menanamkan ingatan ini kepada orang yang disihirnya.
"Sekarang bangkitlah, engkau masih belum sadar dan berlututlah di sana,"
kata tosu itu. Dengan mata masih terpejam, gadis itu lalu bangkit, turun dari pembaringan
dan berlutut di sudut kamar itu.


Pendekar Baju Putih Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Gadis kedua yang berbaju merah disuruh masuk dan kembali disihirlah gadis
itu oleh Thian Beng Seng-cu sehingga iapun dibekali ingatan bahwa selama
ini ia dijadikan pelayan oleh Si Harimau Putih! Setelah itu iapun disuruh
berlutut seperti gadis pertama.
Setelah menyihir gadis ke tiga, tosu itu lalu memerintahkan mereka untuk
mengikutinya, melalui lorong dan tiba di luar guha di mana batu penutup
disingkirkan. Setelah itu, dia berkata kepada mereka yang masih berada
dalam kekuasaan sihirnya.
"Sebentar lagi kalian akan sadar kembali, akan tetapi kalian telah melupakan
semua yang terjadi dengan diri kalian, hanya satu yang kalian ingat, yaitu
bahwa kalian selama ini menjadi pelayan dari Si Harimau Putih di dalam bukit
Harimau! Nah, sadar dan pergilah kalian!"
Setelah melambaikan tangan ke arah mereka, tosu itu lalu cepat menyelinap
ke dalam guha sehingga tidak tampak oleh tiga orang gadis itu.
310 Tiga orang gadis dusun itu seperti orang baru terbangun dari tidur. Mereka
nampak nanar dan bingung sekali, tidak saling mengenal akan tetapi tahutahu mereka berada di tempat yang sama, di lereng bukit.
"Di mana aku?".?"
"Ahh, kenapa aku di sini?"
"Aku?" ingin pulang?"!"
Mereka bertiga lalu menuruni lereng itu seperti orang yang baru sembuh dari
sakit, kurus pucat dan pening. Tak lama kemudian, mereka bertemu dengan
beberapa orang penghuni dusun dan tentu saja para penghuni itu terkejut
mengenal mereka sebagai para gadis yang selama ini lenyap diculik siluman!
Ketika gadis-gadis itu dihujani pertanyaan, apa yang mereka dapat katakan
hanyalah, "Aku telah menjadi pelayan Sang Harimau Putih di dalam Bukit
Harimau!" Hanya itu saja yang dapat mereka katakan sehingga para penduduk dusun
menjadi semakin percaya kepada sang tosu bahwa benar-benar siluman
harimau putih yang telah mengganggu mereka selama ini. Dan mereka juga
bergembira bahwa gadis-gadis yang diculik itu telah dipulangkan, walaupun
dalam keadaan yang menyedihkan, kurus pucat dan lemah seperti orang
berpenyakitan. Sejenak Thian Beng Seng-cu menjadi perantara hubungan masyarakat lima
buah dusun itu dengan sang siluman harimau putih. Segala permintaannya
dipenuhi dan semua benda yang dimintanya dimasukkan ke dalam sumur.
Dan pada suatu hari, Thian Beng Seng-cu berkata kepada kepala dusun.
311 "Chung-cu, semalam aku mendapat perintah dari Harimau Putih bahwa besok
harus dikorbankan seorang gadis untuknya. Dan gadis itu harus seperti yang
dipilihnya, tidak boleh yang lain!" katanya dengan suara sungguh-sungguh.
Sang lurah terkejut. Korban gadis" Kalau makanan atau benda sih masih
mudah, akan tetapi seorang gadis"
"Akan tetapi bagaimana kalau gadis itu tidak mau?"
"Kenapa tidak mau" Gadis itu hanya dijadikan pelayan untuk sementara
waktu, kalau sudah tiba saatnya akan dikembalikan dalam keadaan selamat.
Ia harus mau, atau seisi dusun akan ditumpasnya!"
"Ya".. ya........ benar juga. Akan tetapi siapakan gadis yang dipilihnya itu?"
"Ada tiga orang gadis, dua orang gadis dari dusun ini dan seorang lagi dari
dusun seberang sungai."
"Dari dusun sini dua orang" Ah, siapakah mereka?"
"Hemm, menurut pesan dalam perintahnya, yang seorang adalah puterimu
yang bungsu, Chung-cu, dan yang kedua adalah anak perempuan si A-cun
yang rumahnya di dekat batu besar itu."
Lurah itu terbelalak dan mukanya menjadi pucat. "Tolonglah, totiang,
tolonglah beritahukan Sang Harimau Putih agar jangan puteriku yang
dijadikan pelayan, diganti dengan wanita lain saja."
312 "Tidak bisa, Chung-cu aku tidak berani. Bagaimana kalau marah dan
mengamuk. Pula, anakmu tidak apa-apa, hanya menjadi pelayan dan akan
dikembalikan kelak kalau tiba masanya."
Biarpun dengan hati berat sekali, terpaksa lurah itu membujuk anak
bungsunya yang paling cantik di antara saudara-saudaranya, berusia
enambelas tahun, untuk rela menjadi pelayan siluman Hariman Putih, sebagai
tumbal agar seisi dusun tidak dibasmi oleh siluman itu.
Demikian pula dengan gadis-gadis lainnya, dibujuk oleh para orang tua
masing-masing, dan oleh lurah mereka, agar mau menjadi korban karena
mereka hanya akan menjadi pelayan selama beberapa waktu dan akan
dipulangkan kembali kelak. Karena takut, para gadis itupun akhirnya hanya
dapat menangis. Malam itu, ketika tiga orang gadis bertangisan dengan orang tua mereka,
Thian Beng Seng-cu berpesta pora dengan dua orang pembantunya.
Sebetulnya mereka adalah tiga sekawan yang biasa melakukan kejahatan.
Ketika melihat keadaan di Bukit Harimau dan segala ketahyulan itu, mereka
lalu mengatur siasat untuk mencari kesenangan dengan cara yang paling
mudah. Mereka menggali terowongan sampai ke guha dalam tanah dan
menembus sumur itu dan diaturlah segala sesuatunya oleh Thian Beng Sengcu, nama baru yang diambil pemimpin tiga sekawan yang jahat itu.
"Twako, engkau enak-enak tinggal di rumah lurah dan dihormati, akan tetapi
kami berdua yang tidak enak sekali harus tinggal di tempat sunyi ini," kata si
codet. 313 "Benar, twako. Aku sudah tidak betah tinggal di sini lebih lama lagi," kata si
muka bopeng. "Ha-ha, bersabarlah sebentar lagi. Emas dan perhiasan kita sudah memperoleh cukup banyak untuk modal hidup dan besok pagi kita akan diberi
tiga orang gadis yang molek dan cantik. Puteri lurah itu untukku, dan yang
dua orang untuk kalian. Setelah tiga orang gadis itu diantarkan kepada kita,
barulah kita boleh menghilang dari sini, membawa gadis-gadis itu menjadi
isteri kita dan kita dapat hidup serba kecukupan. Ha-ha-ha!"
"Benarkah, twako" Wah, aku girang sekali," kata si codet.
"Bagus kalau begitu. Akupun mulai khawatir kalau-kalau ada yang curiga dan
memeriksa sumur. Bisa celaka kita!"
"Hemm, takut apa" Andaikata ada yang mengetahui akal kita, orang-orang
dusun itu akan dapat berbuat apa terhadap kita?" kata si tosu palsu dengan
sikap sombong. Dan ini bukan kesombongan kosong. Dua orang temannya juga merupakan
tukang-tukang pukul yang lihai dan dia sendiri, selain ilmu silatnya lebih tinggi
dari pada ketiga orang temannya, juga dia memiliki ilmu sihir yang dapat
mengalahkan lawan-lawannya tanpa menggerakkan kaki tangan! Apa yang
perlu ditakuti menghadapi orang-orang dusun yang bodoh itu"
Akan tetapi, mereka bertiga tidak tahu bahwa ada bahaya besar mengancam
mereka. Bahaya yang datangnya dari dua orang. Pertama, bahaya besar itu
datangnya dari seorang gadis bernama Hui Ing!
314 Seperti kita ketahui, Hui Ing tinggal di Thian-san-pang bersama ibu
angkatnya. Dengan bantuan Hui Ing, maka Thian-san-pang dapat ditegakkan
kembali sebagai sebuah perkumpulan orang gagah. Beberapa orang anak
buah yang sudah terlanjur sesat melakukan pelanggaran dihukum berat oleh
Bi Li, dilenyapkan kepandaiannya sehingga mereka menjadi penderita cacat.
Setelah itu, tidak ada lagi yang berani bermain gila dan semua anak buah
menjadi patuh seperti dahulu lagi. Banyak pula anggauta Thian-san-pang
yang ketika Ban Koan berkuasa melarikan diri, kini berdatangan dan masuk
menjadi anggauta kembali setelah mendengar bahwa yang menjadi ketua
sekarang adalah Sung Bi Li. Maka, dalam waktu beberapa bulan saja Thiansan-pang menjadi kuat lagi dan anak buahnya lebih dari seratus orang!
Setelah Thian-san-pang menjadi kuat kembali, Bi Li menjadi ketuanya, Hui
Ing pada suatu hari berpamit kepada ibunya.
"Ibu, aku ingin pergi dari sini!"
"Eh" Pergi ke manakah, Hui Ing?"
"Ibu tentu mengetahui bahwa yang membunuh ayah kandungku dan bibiku
adalah Ban Koan dan kini dia masih berkeliaran. Aku akan mencarinya dan
membalaskan dendam kematian ayah dan bibi. Hatiku tidak akan merasa
tenteram sebelum niat itu tercapai, ibu."
"Hemm, niatmu itu baik-baik saja. Akan tetapi ke mana engkau akan
mencarinya. Dia telah dibawa pergi oleh See-thian Tok-ong dan kakek itu lihai
bukan main." 315 "Aku tidak takut, ibu. Kalau See-thian Tok-ong melindunginya, aku akan
menggempurnya. Aku pernah mendengar dari koko Cin Po bahwa See-thian
Tok-ong tinggal di Bukit Menjangan, di daerah Hou-han. Aku akan mencari ke
sana." Demikianlah, Hui Ing berangkat untuk mencari musuh besar itu. Dan dalam
perjalanan menuju Hou-han inilah ia tiba di kaki Bukit Harimau itu.
Pada suatu pagi, selagi ia berjalan melalui hutan di kaki Bukit Harimau, ada
sesuatu yang membuatnya menengok dan ia melihat berkelebatnya orang
yang membayanginya. Tentu saja ia menjadi mendongkol dan ingin
mempermainkan orang yang membayanginya itu.
Ia berlari cepat dan ketika diam-diam menengok ke belakang, orang itupun
berlari cepat. Hemm, orang itu memiliki kepandaian ilmu berlari cepat pula.
Ia menjadi curiga dan cepat ia menyelinap, lalu meloncat dengan ringannya
ke atas pohon, bersembunyi di balik daun pohon yang rimbun.
Tak lama kemudian, orang itu lewat di bawahnya dan ketika melihat orang
itu, Hui Ing terbelalak girang. Orang itu bukan lain adalah Yang Kim Sun,
murid Kun-lun-pai itu"
Memang benar, pemuda yang membayanginya itu adalah Yang Kim Sun.
Seperti telah diceritakan di bagian depan, Kim Sun berhasil mendapatkan
kembali tiga buah kitab Kun-lun-pai dari tangan Bhok Seng Cun di Pulau Iblis
dan setelah dia mengantarkan kitab-kitab itu ke Kun-lun-pai yang diterima
penuh rasa syukur dan girang oleh para pimpinan, dia lalu pergi merantau.
Yang Kim Sun adalah seorang pemuda yatim piatu dan yang menjadi
pengganti orang tuanya adalah ketua Kun-lun-pai, maka setelah 316 menyerahkan kitab, dia lalu merantau sebagai seorang pendekar yang
menegakkan kebenaran dan keadilan, menentang kejahatan.
Ketika tiba di daerah Bukit Harimau itu, dia mendengar desas-desus akan
adanya Siluman Harimau Putih yang kabarnya mengganggu para penduduk
dusun di sekitar bukit itu, maka dia lalu mengambil keputusan untuk singgah
dan melakukan penyelidikan.
Pagi hari itu, dari jauh dia melihat seorang wanita yang berlari cepat di dalam
hutan. Tentu saja dia merasa curiga dan cepat diapun membayangi karena
tidak mungkin kalau wanita itu orang dusun. Ilmu lari cepatnya demikian
hebat. Akan tetapi tiba-tiba dia kehilangan jejak. Dia berhenti di bawah pohon besar,
sama sekali tidak pernah menduga bahwa orang yang dibayangi tadi telah
berada di atas pohon itu.
"Hemm, kemana ia pergi" Siluman barangkali, tiba-tiba saja menghilang!"
Dia mengomel dengan suara keras sehingga Hui Ing yang mendengarnya
menjadi dongkol hatinya. Ia dianggap siluman! Maka timbul pikirannya untuk
mempermainkan pemuda Kun-lun-pai itu. Ia mengerahkan kekuatan sihirnya
lala melompat turun, membuat suara dan ketika Kim Sun menengok, ia
terbelalak melihat seekor kijang yang bulunya berkilauan seperti emas!
"Kijang emas?".!" serunya dan segera ia menubruk untuk menangkap
binatang yang langka itu.
317 Akan tetapi kijang itu melompat dan mengelak, lalu berlari. Kim Sun mengejar
akan tetapi tiba-tiba, kijang itu lenyap pula. Selagi ia celingukan, ia
mendengar suara di belakangnya.
"Yang-twako, engkau mencari apakah?"
Dengan kaget dia memutar tubuh dan melihat kijang emas itu berdiri di
belakangnya! Wajahnya berubah agak pucat dan mulutnya mengomel.
"Engkau siluman!" Dan dia menubruk lagi untuk menangkap kijang emas yang
pandai bicara itu. Tiba-tiba kijang lenyap dan di situ berdiri Hui Ing!
"Eh..... ah".. kau, nona?" eh, adik Ing?""
Hui Ing tertawa kecil dan seketika lenyap lagi dan berubah menjadi kijang
emas, lalu berlari lagi. Sejenak Kim Sun melongo, akan tetapi dia lalu
mengejar sekali ini dapat menduga bahwa gadis yang pandai ilmu sihir itu
sengaja mempermainkannya.
Karena kijang itu lenyap lagi, Kim Sun yang sudah kelelahan, lalu duduk di
akar pohon dan mengomel panjang pendek. "Aih, Ing-moi, tega benar
mempermainkan orang......."
Tiba-tiba Hui Ing muncul dan gadis itu berkata dengan mulut diruncingkan,
"Siapa suruh engkau memaki aku siluman?"
Yang Kim Sun segera melompat berdiri dan memberi hormat kepada gadis itu.
"Ing-moi, maafkan aku, seribu kali maaf karena ketika itu aku tidak tahu akan
318 kehadiranmu dan mengira bahwa yang menggodaku itu siluman. Ini adalah
karena dikabarkan bahwa tempat ini sedang diganggu oleh Siluman Harimau
Putih." "Siluman Harimau Putih?"
"Jadi engkau belum mendengarnya, Ing-moi?"
"Aku baru saja datang dan tidak tahu apa yang terjadi di sini."
"Kalau begitu kebetulan sekali, kita dapat melakukan penyelidikan bersama.
Ketahuilah, sepanjang pendengaranku, di daerah Bukit Harimau ini muncul
siluman yang suka mengganggu penduduk di dusun-dusun sekitar bukit ini.
"Tentu saja aku tidak percaya bahwa ada siluman mengganggu manusia,
maka aku ingin menyelidiki. Ketika melihat engkau yang lenyap begitu saja
dan menjadi kijang emas, tentu saja aku mengira siluman yang mengganas
itu!" "Aih, menarik sekali! Mari kita menyelidiki ke dusun di depan itu!"
"Baik, Ing-moi. Dan aku girang bukan main dapat bertemu denganmu di sini.
Dan di mana adik Sung Cin Po" Mengapa dia tidak kelihatan?"
"Aku tidak datang bersama dia. Kami mengambil jalan masing-masing untuk
menunaikan tugas masing-masing pula. Hayo, kita ke dusun itu!"
Mereka lalu berjalan keluar dari hutan menuju ke dusun di depan. Akan tetapi
begitu tiba di luar pintu gerbang, mereka melihat penduduk dusun itu
berduyun-duyun keluar dari pintu gerbang dusun. Seperti ada keramaian.
319 Ada beberapa orang yang memikul bermacam barang. Ada makanan untuk
peralatan sembahyang, ada barang-barang dalam peti, dan ada pula tiga joli
yang terisi tiga orang gadis berpakaian indah!
Tentu saja mereka tertarik sekali dan mereka mengikuti dari belakang, lalu
bertanya kepada seorang warga dusun yang berjalan di belakang.
"Sobat, ada apakah keramaian ini" Apa yang sedang terjadi?"
"Ah, kalian tentu pendatang dari luar daerah ini. Apakah kalian tidak tahu
bahwa hari ini kami sedang mengantar korban untuk Dewa Harimau Putih?"
"Diantar ke mana?"
"Ke mana lagi kalau bukan ke Bukit Harimau, seperti biasa."
Hui Ing menjadi penasaran melihat tiga orang gadis dalam joli itu. "Dan gadisgadis itu" Hendak dibawa ke mana?"
Orang itu berbisik. "Merekapun hendak dikorbankan kepada Dewa Harimau
Putih." Tentu saja Kim Sun dan Hui Ing terkejut setengah mati, Hui Ing lalu menarik
tangan Kim Sun, diajak menyingkir. Kim Sun yang tangannya dipegang dan
ditarik, merasa betapa jantungnya berdebar tidak karuan.
Gadis ini sungguh ramah dan akrab bukan main. Menarik-narik tangannya
seolah mereka telah menjadi sahabat selama bertahun-tahun!


Pendekar Baju Putih Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kita harus bertindak sesuatu," bisik Hui Ing setelah mereka jauh dari orangorang itu.
320 "Tentu, akan tetapi bagaimana?"
"Aku ada akal. Aku akan menggantikan seorang di antara tiga orang gadis
itu." "Aihh, itu berbahaya sekali, Ing-moi!"
"Tidak ada bahaya. Bukankah ada engkau di sini yang mengamati dan
menjaga" Aku ingin bertemu dengan siluman yang minta korban tiga orang
gadis itu." "Apakah tidak lebih baik kalau kita memperingatkan mereka dan mencegah
agar mereka tidak mengorbankan para gadis itu?"
"Kurasa percuma saja, twako. Lihat, kepala dusun ikut pula memimpin.
Agaknya mereka semua sudah percaya benar dan tahyul itu. Nah, kau harus
mendahului aku bertindak. Keluarlah dan kau culik gadis di joli terakhir. Bawa
ia pergi dari sini dan sementara orang-orang ribut, aku akan menggantikannya di dalam joli."
"Akan tetapi mereka akan melihat perbedaan antara engkau dan gadis itu!"
"Percayalah kepadaku. Bukankah tadipun engkau melihat aku seperti seekor
kijang emas?" Wajah Kim Sun menjadi kemerahan. "Kau pergunakan sihir?"
Hui Ing mengangguk dan mereka lalu berbisik-bisik mengatur siasat.
Kebetulan sekali di jalan tikungan, pemikul joli gadis terakhir agak ketinggalan
di belakang. 321 Kesempatan ini dipergunakan oleh Kim Sun. Dia melompat ke depan, menotok
berturut-turut empat pemikul joli sehingga mereka menjadi lemas tak mampu
bergerak. Kim Sun membuka joli dan menotok pula gadis itu, lalu
memondongnya dari situ. Hui Ing melihat dengan jelas wajah gadis itu, kemudian dengan gerakan
seperti seekor burung ia sudah berada di dalam joli itu setelah membebaskan
totokan pada empat orang pemikul joli. Empat orang itu mampu bergerak lagi
dan mereka terheran-heran lalu menyingkap tirai joli untuk melihat apakah
gadis yang dipikulnya masih ada.
Setelah mendapat kenyataan bahwa gadis itu masih berada di dalam joli,
mereka berempat segera memikulnya dan setengah berlari-lari mengejar
kawan-kawan mereka karena mereka menjadi ketakutan!
Kim Sun mengajak gadis itu ke sebuah rumah dusun yang terpencil, berkata
kepada tuan rumah yang menjadi kebingungan,
"Paman dan bibi, harap sembunyikan dulu gadis ini. Aku sedang mengurus
dan akan membereskan siluman yang mengganggu kalian!"
Setelah berkata demikian, sekali berkelebat dia lenyap dari depan suami isteri
itu yang menjadi ketakutan dan mereka mengajak gadis yang tadinya hendak
dikorbankan kepada siluman itu ke dalam. Gadis itu hanya dapat menerangkan bahwa tiba-tiba ia diculik dari dalam joli dan tentu saja diamdiam ia merasa girang karena seperti para gadis lain, ia terpaksa saja mau
dijadikan korban karena takut kalau seluruh keluarga dusun dibasmi.
Iring-iringan itu diterima oleh Thian Beng Seng-cu di lereng bukit dekat sumur
yang kini sudah dibangun, diberi meja untuk sembahyang. Lalu semua barang
322 dan makanan diturunkan, juga tiga orang gadis dusun itu disuruh turun dan
disuruh berdiri di belakang meja sembahyang. Kemudian sembahyangan itu
dilakukan oleh Thian Beng Seng-cu yang diam-diam merasa girang sekali
melihat banyaknya benda berharga dan terutama melihat tiga orang gadis
yang cantik manis itu. Setelah selesai sembahyang, dengan suara nyaring dia memerintahkan untuk
memasukkan benda-benda dan makanan korban itu ke dalam lubang sumur.
Hui Ing diam-diam memperhatikan tosu itu dan ketika makanan dan bendabenda itu dimasukkan ke dalam lubang sumur, ia sudah dapat menduga apa
yang terjadi. Ia berani bertaruh bahwa di bawah sumur itu ada kawan si tosu
yang menyambut makanan dan benda-benda berharga itu. Ada segulung kain,
ada perhiasan dan guci-guci arak dan makanan lain.
Setelah semua benda itu habis, kini tiba giliran tiga orang gadis itu dan si tosu
berkata, "Mereka ini adalah calon-calon pelayan Dewa Harimau Putih, maka
tidak boleh disentuh tangan lain. Seperti biasa, pinto sendiri yang akan
menghaturkannya kepada beliau!"
Dia lalu menghampiri seorang gadis yang wajahnya menjadi pucat dan
tubuhnya gemetaran, lalu memondongnya dan memasukkannya ke dalam
lubang sumur. Terdengar gadis itu menjerit, lalu sunyi. Gadis kedua
diperlakukan sama dan ketika tiba giliran Hui Ing, gadis ini merasa betapa
ketika memondongnya, jari tangan tosu itu mencubit pinggulnya!
Iapun terpaksa diam saja dan ketika tubuhnya dilepaskan meluncur turun ke
dalam lubang sumur, ia sudah siap dengan gin-kangnya untuk menjaga segala
kemungkinan. Kalau dugaannya salah dan ia akan terjatuh ke dalam sumur,
ia sudah siap untuk turun dengan ringan agar jangan sampai terluka.
323 "Wuuutttt?".!" Tubuhnya diterima sebuah jaring yang lunak dan mengertilah
Hui Ing bahwa dugaannya tidak keliru. Ia melihat barang-barang dan
makanan, juga ke dua orang gadis tadi sudah berada di sebuah ruangan yang
luas di bawah tanah. "Wah, yang ini cantik sekali!" kata orang berwajah bopeng ketika dia
membantu Hui Ing keluar dari dalam jaring.
"Jangan sentuh dia sebelum twako datang. Kau akan mendapat marah besar.
Seperti biasa, twako yang akan memilih lebih dulu baru yang dua orang untuk
kita," kata yang bermuka codet.
Dapat dibayangkan kemarahan Hui Ing mendengar percakapan itu dan kini
sudah jelas semua baginya. Dua orang ini adalah kaki tangan tosu yang di
atas itu dan semua ini hanyalah tipuan belaka.
Orang-orang dusun itu ditipu karena ketahyulan mereka. Entah berapa
banyak sudah benda-benda berharga diserahkan kepada komplotan penipu ini
dan berapa banyak gadis yang menjadi korban!
Kalau menurutkan dorongan hatinya, ingin ia menghajar kedua orang itu
seketika itu jnga, akan tetapi karena mereka agaknya takut kepada twako
mereka dan tidak berbuat kurang ajar, maka Hui Ing juga menahan
kesabarannya, hendak menanti sampai twako itu datang. Iapun saling rangkul
dengan dua orang gadis lainnya, pura-pura ketakutan.
Sementara itu, setelah melihat Hui Ing dan dua orang gadis lain dilepaskan
ke dalam lubang sumur, Kim Sun lalu melompat ke atas tanah tinggi di dekat
meja sembahyang. Dia menghadapi para orang dusun yang berlutut di bawah
dan berseru, 324 "Saudara-saudara sekalian! Kalian telah tertipu! Tidak ada siluman, tidak ada
dewa yang minta korban. Semua ini adalah tipuan belaka!"
"Bukan tipuan!" terdengar jawaban lurah dari bawah. "Kami melihat sendiri
Dewa Harimau Putih mengamuk, membunuhi orang ketika kami tidak
melaksanakan permintaan beliau."
"Hemm, pembunuhan setiap kali dapat terjadi, dilakukan orang-orang jahat!"
"Pemuda jahanam, berani engkau menghina Dewa Harimau Putih!" Terdengar
bentakan nyaring dan ketika Kim Sun membalikkan tubuhnya, tosu tinggi
besar bermuka singa itu sudah menyerangnya dengan cengkeraman
tangannya yang berbentuk cakar setan. Kim Sun mengelak dengan cepat.
"Tosu palsu, tentu engkau yang menipu mereka ini!" bentaknya dan diapun
balas menyerang dengan pukulan tangan kanan.
"Dukkk!" Tosu itu menangkis dan ternyata dia memiliki tenaga yang kuat
sehingga pukulan tangan Kim Sun terpental. Keduanya memiliki tenaga yang
berimbang dan tosu itu lalu mencabut sebatang golok besar yang disembunyikan di balik meja sembahyang.
Melihat tosu itu mencabut golok besar, Kim Sun juga mencabut pedangnya
dan segera terjadi perkelahian yang seru di antara mereka. Meja sembahyang
terlanggar senjata mereka menjadi roboh.
Tentu saja para penduduk dusun yang melihat perkelahian itu menjadi
bingung. Mereka belum percaya sepenuhnya kepada pemuda itu, akan tetapi
mereka juga tidak mau membantu tosu yang betapapun juga sudah membuat
325 mereka semua menjadi miskin karena tosu itu sebagai penghubung Harimau
Putih telah menguras harta kekayaan mereka. Mereka hanya menonton saja.
Sementara itu, di bawah sumur, dua orang itu agaknya mulai tidak sabar. Tiga
orang gadis itu demikian cantik-cantik dan segar, membuat air liur mereka
menetes-netes. "Ji-ko (kakak kedua), twako sudah mengatakan bahwa puteri lurah ini
untuknya. Tentu dia akan memilih puteri lurah yang berpakaian biru ini. Nah,
sekarang yang dua orang untuk kita! Boleh kaupilih dulu yang mana. Bagiku
sama saja, keduanya sama cantik dan molek!"
Dua orang itu mulai mendekati Hui Ing dan gadis yang berbaju hijau. Melihat
ini Hui Ing tidak mampu menahan kemarahannya lagi.
"Hei kalian berdua, kalau hendak memilih kami, hayo kalian berkelahi dulu.
Siapa menang boleh mendapatkan aku!"
Begitu mendengar ucapan Hui Ing yang disertai dengan gerakan jari-jari
tangan itu, ke dua orang itu lalu mulai saling gebuk dan tonjok.
"Hei, kenapa engkau memukulku?"
"Kau juga menjotosku!"
Mereka berdua kini bertinju dan bergulat, saling serang dengan serunya di
dalam ruangan itu. Akhirnya, seorang di antara mereka terpukul roboh, yaitu
si muka bopeng dan tidak dapat bangkit kembali, agaknya pingsan. Dan si
muka codet yang mendapatkan kemenangan itu menghampiri Hui Ing, untuk
326 segera roboh kembali ketika Hui Ing meluncurkan kakinya menendang ke arah
dadanya. "Enci, jangan takut. Engkau tinggal dulu di sini, aku akan keluar untuk
menangkap tosu siluman itu!" Hui Ing lalu membungkus tubuh kedua orang
itu dengan jaring, lalu ia merayap naik melalui lubang sumur sambil membawa
tali jaring yang panjang dan kuat.
Semua orang dusun terkejut bukan main ketika dari dalam sumur tiba-tiba
muncul seorang gadis cantik yang belum pernah mereka lihat sebelumnya.
Gadis itu melompat begitu saja dari dalam sumur, kemudian menarik sebuah
tali yang panjang dan perlahan-lahan dari dalam sumur itu keluar segulung
jaring di dalam mana terdapat dua orang yang setengah pingsan!
Sementara itu, Thian Beng Seng-cu yang melihat munculnya seorang gadis
asing yang membawa keluar pula dua orang pembantunya yang nampaknya
ditawan, menjadi heran, terkejut dan juga panik.
"Orang muda, berlututlah engkau!" bentaknya dan mengangkat golok ke atas
sambil berkemak-kemik. Sungguh aneh, Kim Sun yang tadi sudah mulai
mendesak lawan dengan ilmu pedangnya, tiba-tiba saja menjatuhkan diri
berlutut. "Sun-ko, jangan berlutut! Bangkit!" teriak Hui Ing dan Kim Sun seperti diguyur
air dingin, segera menyadari keadaannya yang tidak wajar itu maka dari
keadaan berlutut dia menyerang dengan gerakan jurus Tit-ci-thian-lam
(Menuding ke Arah Selatan).
327 Serangan tiba-tiba ini membuat si tosu terkejut dan cepat menangkis dengan
goloknya. Dia terus main mundur dan mencari kesempatan untuk melarikan
diri. Kesempatan itu tiba ketika tangan kirinya menyebar jarum ke arah Kim Sun.
Pemuda ini memutar pedangnya menangkis sehingga jarum-jarum itu runtuh
semua. Dan ketika dia memandang, tosu itu sudah melompat jauh dan
melarikan diri. "Heii, Thian Beng Seng-cu, engkau hendak lari ke mana" Kembalilah ke sini!"
teriak Hui Ing. Sungguh aneh bukan main. Tosu yang sudah mulai lari agak jauh itu, tibatiba membalikkan tubuhnya dan lari kembali ke situ! Dia terbelalak heran dan
setelah tiba di depan Hui Ing, dia menyabetkan goloknya.
Akan tetapi Hui Ing berteriak, "Lepaskan golok!"
Seperti di luar kehendaknya, tosu itu melepaskan goloknya dan Kim Sun
sudah menotoknya dari belakang. Tosu itu roboh lemas dan tidak mampu
bergerak lagi. Kini Hui Ing menghadapi semua orang.
"Saudara saudara, kalian semua telah tertipu oleh komplotan tiga orang ini.
Siluman Harimau Putih tidak pernah ada. Yang ada adalah tiga siluman
berujud manusia ini, yang menipu kalian. Semua benda dan gadis yang
dilemparkan ke dalam sumur itu diterima oleh kedua orang pembantu tosu
gadungan ini dengan jaring.
328 "Mereka mengumpulkan kekayaan di perut bukit, dan bersenang-senang
dengan gadis-gadis yang dipaksa melayani mereka. Dan agaknya tosu ini
mengerti sedikit ilmu sihir untuk membius gadis-gadis itu sehingga mereka
tidak tahu apa yang terjadi.
"Sekarang terserah kalian bagaimana" Apakah masih percaya kepada siluman
harimau putih?" Orang-orang itu menjadi marah dan berteriak-teriak untuk menuntut balas,
kemudian, didahului oleh lurah mereka, mereka menyerbu dan memukuli dua
orang pembantu tosu dan tosu itu sendiri. Kim Sun dan Hui Ing tersenyum
dan cepat pergi dari situ, tidak akan mencampurinya lagi.
Tosu itu dan dua orang pembantunya tidak diampuni oleh penduduk dusun.
Mereka dihajar sampai mati.
Kemudian para penduduk itu menuruni sumur dengan tali dan menemukan
gadis yang selamat di dalam sumur, juga menemukan semua harta yang
sudah dikumpulknn oleh tiga orang komplotan yang sudah siap hendak
meninggalkan tempat itu membawa tiga orang gadis dan harta. Dua orang
gadis itu lalu diselamatkan melalui lobang rahasia yang ditemukan oleh orangorang dusun.
Batu penutup guha didorong beramai-ramai dan ketahuanlah sekarang semua
rahasia "Siluman Harimau Putih" itu. Gadis ketiga ditemukan orang di rumah
penduduk dusun dalam keadaan selamat sehingga semua orang menjadi
senang sekali. 329 Akan tetapi ketika mereka mencarinya, dua orang gadis dan pemuda yang
menolong mereka membongkar kejahatan tiga komplotan itu sudah lenyap
entah ke mana! Pesta besar-besaran diadakan oleh orang-orang dusun itu. Adapun mayat tiga
orang penjahat itu tidak dikuburkan, melainkan dimasukkan ke dalam sumur
itu yang kemudian ditutup batu-batu sehingga menjadi kuburan batu.
Sementara itu, Yang Kim Sun dan Kwan Hui Ing sudah lari jauh dari Bukit
Harimau. Mereka baru berhenti setelah tiba di sebuah hutan yang lebat.
Mereka duduk mengaso di bawah pohon, duduk di atas batu yang banyak
terdapat di tempat itu. Sejenak mereka saling pandang dan Kim Sun berkata dengan suara memuji.
`Wah, sungguh senang sekali aku dapat bekerja sama denganmu, Ing-moi.
Engkau memiliki ilmu kepandaian hebat sekali sehingga dengan mudah kita


Pendekar Baju Putih Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dapat menundukkan komplotan jahat yang mengacau di pedusunan itu."
"Jangan terlalu memuji, Sun-ko. Makin tinggi dipuji, akan makin sakit kalau
sampai jatuh. Kepandaianku biasa saja, kalau bertemu lawan yang lebih
pandai, tentu aku akan kalah.
"Eh, bagaimana engkau dapat muncul di sini begini tiba-tiba, Sun-ko" Engkau
hendak pergi ke mana dan dari manakah?"
"Begini, Ing-moi. Setelah menyerahkan kembali kitab-kitab yang dicuri oleh
Bhok Seng Cun itu kepada para pimpinan Kun-lun-pai, aku lalu merantau lagi.
Tanpa tujuan, hanya untuk melihat-lihat daerah yang indah dan juga untuk
mempergunakan ilmu yang selama ini kupelajari, menegakkan keadilan dan
kebenaran, menentang kejahatan."
330 "Wah, engkau memang seorang pendekar budiman dan aku kagum sekali,
Sun-ko!" "Nah-nah, kini engkau sudah berbalik memujiku, membuat aku malu saja.
Dan engkau hendak ke manakah, Ing-moi!"
"Aku sedang melaksanakan tugas, mencari seorang jahat pengkhianat Thiansan-pang yang bernama Ban Koan. Apakah engkau mengetahui atau mungkin
mendengar di mana dia berada, Sun-ko?"
"Mendengar namanyapun baru sekarang, Ing-moi. Kalau engkau tidak tahu
dia berada di mana, bagaimana engkau hendak mencarinya?"
"Dalam pertemuan terakhir, dia ditolong dan dibawa lari oleh datuk See-thian
Tok-ong. Nah, maksudku aku hendak mencari di kediaman datuk itu, di Bukit
Menjangan." "Maksudmu di Bukit Menjangan yang berada dalam wilayah Hou-han" Aku
mengenal daerah itu, Ing-moi. Kalau engkau tidak berkeberatan melakukan
perjalanan bersamaku, aku mau menjadi penunjuk jalan."
Hui Ing merasa girang sekali. Ia memang sudah tertarik kepada pemuda ini
sejak pertemuan mereka yang pertama kali di Pulau Iblis. Seorang pemuda
yang gagah perkasa dan berwatak baik, seorang pendekar sejati dari Kunlun-pai.
Bertemu pemuda ini merupakan hiburan besar baginya dari rasa nyeri di
hatinya karena melihat Cin Po mencinta seorang gadis lain yang cacat
mukanya, nyeri hatinya karena Cin Po menganggap ia sebagai adik sendiri
yang patut disayang akan tetapi tidak patut dicinta sebagai seorang gadis!
331 "Ah, terima kasih sekali, Sun-ko. Aku memang belum tahu jalan ke sana, apa
lagi termasuk wilayah Hou-han yang belum pernah kukunjungi."
"Jadi engkau tidak menolak melakukan perjalanan bersamaku, Ing-moi?" Kim
Sun bersorak gembira dalam hati. "Aku akan menunjukkan kepadamu, dan
akan menunjukkan pula tempat-tempat lain yang indah dari kerajaan Houhan. Akan tetapi, aku agak khawatir, Ing-moi."
"Apa yang kau khawatirkan?"
"See-thian Tok-ong adalah seorang datuk yang sakti. Ilmu kepandaiannya
hebat sekali dan terutama sekali, dia adalah seorang penasihat yang dihormati
oleh Kaisar Hou-han. Karena itu, kalau orang buruan itu itu dilindungi olehnya,
kurasa akan sukar sekali untuk dapat menemukannya. Andaikata dapat
dttemukan juga amat berbahaya kalau harus menentang See-thian Tok-ong."
"Jangan takut, Sun-ko. See-thian Tok-ong tidak berhak mencampuri urusan
Thian-san-pang. Urusanku dengan Ban Koan adalah urusan dalam Thian-sanpang. Kalau dia berkeras melindungi, apa boleh buat, aku akan melawannya!"
"Aku tidak takut, Ing-moi. Aku hanya memberitahu agar engkau berhati-hati.
Datuk itu mempunyai banyak anak buah. Sedapat mungkin kita menghindarkan bentrokan langsung dengan dia karena kalau dia dibantu oleh
pemerintah, mungkin saja kita bahkan dianggap sebagai pemberontakpemberontak di kerajaan itu dan menjadi orang orang buruan pemerintah."
"Baik, aku akan berhati-hati dan tidak bertindak dengan gegabah, karena
engkau yang menjadi penunjuk jalan, aku akan mentaati semua pesanmu."
332 Kim Sun tersenyum. "Bukan begitu, ilmu kepandaianmu jauh lebih tinggi dari
pada ilmu yang kumiliki. Kita bekerja sama dan untuk menghadapi setiap
persoalan kita rundingkan bersama. Setuju?"
"Akur!" Keduanya tertawa, merasa saling cocok dan mereka lalu melanjutkan
perjalanan menuju ke wilayah kerajaan Hou-han di daerah Shan-si.
"Y" Semalam suntuk Kui Ciok Hwa atau yang oleh semua bajak laut dikenal
sebagai Huang-hai Sian-li menangis di dalam kamarnya. Tidak ada seorangpun mengetahui akan kedukaan hati gadis ini.
Ia merasa sengsara dan kesepian setelah Cin Po meninggalkan Pulau Hiu. Ia
menjadi tidak betah lagi tinggal di situ. Pada keesokan harinya, pagi-pagi
sekali ia telah mengumpulkan semua pembantu dan para anggautanya.
"Sekarang tiba saatnya aku harus meninggalkan kalian," katanya.
Suaranya agak parau dan tidak ada yang tahu betapa sepasang mata itu
merah membengkak karena terlalu banyak menangis semalam. Muka itu tetap
tertutup cadar. Betapa ingin hati para anggauta bajak laut untuk memandang wajah ketua
mereka, akan tetapi tak seorangpun berani menyatakannya. Mereka telah
mengetahui bahwa membuka cadar merupakan pantangan besar bagi
ketuanya. Siapa berani menyingkap cadar akan kehilangan tangannya!
333 Begitu mendengar ucapan itu, semua orang terkejut. Juga Tok-gan Kim-go,
yang dahulunya merupakan kepala bajak laut yang kemudian oleh Huang-hai
Sian-li diangkat menjadi wakilnya atau pembantu utamanya, terkejut sekali.
"Sian-li, apa artinya ucapan Sian-li itu?" tanyanya heran.
"Artinya, aku akan meninggalkan kalian, meninggalkan tempat ini. Dan aku
menyerahkan kepimpinan kepadamu, Tok-gan Kim-go. Akan tetapi ingat,
jangan engkau membawa teman-teman melakukan kejahatan.
"Pakailah peraturan seperti yang telah kugariskan. Jangan membunuh
sembarangan, kecuali kalau dalam pertempuran menghadapi orang yang
melakukan perlawanan. Jangan membajak orang miskin.
"Dan pantangan yang paling besar, jangan menculik dan memperkosa wanita.
Kelak, sekali waktu aku akan datang mengadakan penelitian dan kalau ada
yang melanggar akan kuberi hukuman berat sekali."
Semua anggauta bajak laut Pulau Hiu itu merasa terharu sekali. Semenjak
dipimpin oleh Huang-hai Sian-li mereka memperoleh kemajuan pesat.
Bahkan mereka dapat menemukan tempat tinggal di Pulau Hiu dan sebagian
besar di antara mereka telah membentuk keluarga dengan berumah tangga.
Sebelum itu, kehidupan mereka liar, hanya mengenal membajak lalu
menghamburkan uang hasil bajakan sampai habis, membajak lagi dan
demikian selanjutnya. Akan tetapi keputusan Ciok Hwa sudah tetap. Ia harus pergi. Semenjak Cin
Po menyatakan cinta kepadanya, ia menemukan kebahagiaan luar biasa,
membuat hidupnya mempunyai arti yang gemilang.
334 Akan tetapi, perpisahan dengan pemuda yang dicintanya itu, membuat ia
tidak betah lagi tinggal di Pulau Hiu. Ia harus pergi, harus mencari pemuda
itu. Ia, tidak kuat lagi untuk berpisah dari Cin Po.
Dengan sebuah perahu kecil Ciok Hwa meninggalkan Pulau Hiu, diantarkan
oleh seluruh anggauta bajak laut sampai jauh. Baru setelah Ciok Hwa
memerintahkan mereka pulang, mereka itu tidak mengantar lebih jauh.
Dengan cepat perahu kecil itu meluncur menuju ke daratan. Dan Ciok Hwa
seolah merasa bahwa dirinya baru saja terlepas dari pada belenggu yang amat
kuat. Barulah ia merasakan betapa menjadi ketua bajak laut itu merupakan
belenggu bagi dirinya, membuat tidak dapat bebas. Kini ia merasa bebas dan
lega. Setelah tiba di pantai, ia melihat seorang nelayan tua sedang menjala ikan di
pantai. Ia melompat ke darat dan memanggil nelayan tua itu.
"Paman, maukah paman kuberi perahu ini?"
Tentu saja nelayan tua itu melongo, seolah tidak mengerti arti ucapan gadis
itu. Dia hanya memandang, dengan sinar mata penuh pertanyaan.
Ciok Hwa menjadi terharu. Tentu orang ini miskin sekali sehingga membeli
sebuah perahu merupakan suatu hal yang tidak mungkin baginya.
Dan kini tiba-tiba ada seorang yang sama sekali tidak dikenalnya hendak
memberikan sebuah perahu yang baik kepadanya. Tentu saja dia menjadi
heran dan tidak dapat berkata-kata.
335 "Paman, aku sudah tidak membutuhkan lagi perahuku ini. Kalau paman mau,
hendak kuberikan kepadamu," sekali lagi Ciok Hwa berkata ramah.
Nelayan itu memandang wajah yang tertutup cadar dan baru dia menyadari
bahwa orang tidak bermain-main dengannya.
"Diberi perahu" Mau" Tentu saja aku mau, nona. Akan tetapi?", kenapa nona
memberikannya kepadaku?"
"Aku melihat paman menjala ikan di sini, tentu hasilnya kurang sekali. Kalau
menggunakan perahu tentu lebih baik hasilnya untuk kehidupan keluarga
paman." "Terima kasih, ohhh, terima kasih, nona." Nelayan itu menghampiri dan
memegangi perahu itu, mengamatinya dan nampak gembira bukan main.
Ciok Hwa lalu meninggalkannya pergi, membiarkannya menikmati miliknya
yang seperti jatuh dari atas langit itu. Ia termenung sendiri dan merasa
terharu. Sekelumit peristiwa yang baginya tidak berarti apa-apa, kehilangan perahu
yang memang tidak dibutuhkannya lagi itu, bagi si nelayan mempunyai arti
yang luar biasa besarnya. Mungkin akan mengubah keadaan hidupnya!
Tanpa ia ketahui, ketika melakukan perjalanan menuju pulang ke tempat
tinggal ayahnya sambil melakukan perjalanan mencari jejak Cin Po ia tersesat
memasuki daerah Sung. Daerah itu masih berbatasan dengan daerah Wu-yeh,
akan tetapi ia tidak menyadari.
336 Pada suatu hari tibalah ia di sebuah dusun yang cukup ramai. Ketika ia sedang
berjalan itu, terdengar derap kaki kuda yang banyak dan serombongan orang
menunggang kuda memasuki dusun itu.
"Minggir! Minggir dan biarkan kami lewat!" Bentak seorang perwira dan
ternyata rombongan terdiri dari tigapuluhan orang berkuda itu adalah pasukan
kerajaan Wu-yeh. Di tengah-tengah terdapat sebuah kereta kecil yang ditumpangi seorang lakilaki tua yang nampak ketakutan. Di kanan kiri kereta dikawal oleh dua orang
perwira yang nampak gagah.
Ciok Hwa tertarik sekali ketika ia melihat orang tua itu melongok keluar
melalui tirai kereta yang tersingkap dan pandang mata orang laki-laki itu
penuh perasaan takut. Jelas bahwa laki-laki itu merupakan orang tangkapan,
atau setidaknya dia duduk di atas kereta itu da1am keadaan terpaksa. Ia
tertarik sekali dan bertanya kepada seorang laki-laki setengah tua yang juga
menonton iring-iringan berkuda itu.
"Paman, siapakah laki-laki tua dalam kereta itu?"
Orang itu menghela napas dan sejenak memandang gadis berkerudung
dengan curiga. Akan tetapi mendengar suara yang lembut dan ramah itu dia
menjawab juga. "Itu adalah Yok-sian (Dewa Obat) yang baru saja dibawa pergi oleh pasukan.
Mungkin sekali ada orang penting yang sedang sakit keras dan memerlukan
bantuan Yok-sian." 337 Ciok Hwa tidak merasa heran. Pada waktu itu, orang-orang berpangkat
kekuasaan yang tak terbatas besarnya, bahkan kuasa untuk memaksa setiap
orang. Dan iapun maklum bahwa keselamatan tabib itu tentu terancam.
Biasanya, orang berkedudukan tinggi mengharuskan seorang tabib untuk
menyembuhkan penyakitnya dan kalau sampai gagal, mungkin saja nyawa
tabib itu menjadi taruhannya! Terbayang kembali sinar mata tabib tua itu
yang seperti mata kelinci yang ketakutan, dan ia merasa kasihan sekali.
"Ke mana Yok-sian itu dibawanya, paman?"
"Ke mana lagi kalau bukan ke perbentengan pasukan Wu-yeh" Kalau ketahuan
oleh pasukan Sung, tentu bakal ramai dan terjadi pertempuran hebat. Yoksian itu adalah seorang warga negara Sung, dan dia dipaksa untuk mengobati
seorang Wu-yeh." Mendengar ini, Ciok Hwa tertarik sekali. Ayahnya, biarpun tidak aktif sekali,
adalah seorang yang dikenal baik oleh para pejabat tinggi Wu-yeh, bahkan
pernah ayahnya diterima raja Wu-yeh dan menerima penghargaan karena
ayahnya pernah membantu pasukan Wu-yeh memukul mundur pasukan
Sung. Dan kini pasukan Wu-yeh membawa seorang tabib ke daerahnya, pada hal
daerah ini masih termasuk perbatasan Sung, sehingga keadaannya berbahaya
sekali. Berpikir demikian, iapun lalu membeli seekor kuda dan menunggang
kudanya mengejar pasukan yang membawa tabib tadi.
Ternyata usahanya mengejar itu terlambat. Ketika ia dapat menyusulnya,
telah terjadi pertempuran hebat antara pasukan Wu-yeh tadi dengan pasukan
338 Sung yang jumlahnya jauh lebih banyak. Tigapuluh orang pasukan Wu-yeh
melawan limapuluh orang tentara Sung!
Tanpa diminta, Ciok Hwa lalu terjun ke dalam pertempuran membantu
pasukan Wu-yeh yang sudah terdesak itu. Begitu ia masuk dan mengamuk,
pasukan Sung menjadi kocar kacir. Sepak terjang gadis berkerudung ini hebat
sekali dan banyak tentara Sung jatuh bergelimpangan disambar pedang di
tangan Ciok Hwa. Seorang perwira mendekatinya. "Nona siapakah?" tanyanya dengan sikap
hormat. "Aku adalah puteri Tung-hai Mo-ong!" jawab Ciok Hwa. Kalau ia memperkenalkan namanya tentu perwira itu tidak akan tahu, akan tetapi
ayahnya lebih dikenal. Dan benar saja, mendengar ini, perwira itu lalu
berkata, suaranya terdengar girang.
"Kiranya lihiap yang menolong kami. Akan tetapi kuharap lihiap suka
melindungi tabib itu yang amat diperlukan oleh panglima kami!"
Mendengar ini, Ciok Hwa lalu melompat dan menuju ke kereta di mana telah
terjadi pertempuran di sekitar kereta. Akan tetapi, tiba-tiba ia melihat seorang
pemuda tampan berpakaian mewah, melompat dan beberapa kali suling
peraknya menyambar dan robohlah pengawal yang menjaga kereta, lalu
pemuda itu menyingkap tirai kereta, menotok tabib tua itu dan memanggulnya dibawa lari dari tempat itu.
"Heiii, berhenti?".!!" Ciok Hwa berteriak dan iapun melakukan pengejaran.
339 Pemuda itu melarikan Yok-sian sampai jauh dari tempat pertempuran. Larinya
cepat sekali dan Ciok Hwa harus mengerahkan seluruh kepandaiannya untuk
melakukan pengejaran. Ia masih belum tahu siapa pemuda itu dan apa


Pendekar Baju Putih Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

maksudnya melarikan si Tabib Dewa, maka ia hanya mengejar terus.
Setelah tiba di sebuah hutan, pemuda itu berhenti berlari dan membalikkan
tubuhnya. Melihat seorang gadis berkerudung dengan bentuk tubuh yang
demikian menggairahkan, pemuda itu tersenyum. Dia memang tampan dan
pakaiannya rapi mewah, tangan kanan memegang sebatang suling yang
berkilauan seperti perak, tangan kiri memanggul tubuh Yok-sian.
"Hemm, nona. Siapakah engkau dan apa maksudmu melakukan pengejaran
kepadaku?" tanya pemuda itu yang bukan lain adalah Kang-siauw Tai-hiap
(Pendekar Besar Suling Baja) Kam Song Kui, murid dari See-thian Tok-ong!
Tentu saja pemuda yang tinggi hati ini memandang rendah kepada Ciok Hwa,
akan tetapi karena diapun seorang yang mata keranjang, melihat bentuk
tubuh gadis bercadar itu dia sudah merasa tertarik sekali.
"Tidak perduli aku siapa, lepaskan dan bebaskan Yok-sian!" kata Ciok Hwa
sambil mencabut pedangnya.
"Wah, enak saja kau bicara. Susah-susah aku merampasnya, engkau suruh
membebaskan. Kami amat membutuhkan bantuannya, maka dia harus pergi
bersamaku dan tidak seorangpun boleh melarangnya."
"Aku yang akan melarangnya!" bentak Ciok Hwa dan ia sudah menerjang
pemuda itu dengan pedangnya.
340 "Trang! Trang!" Pedang bertemu suling dan Kam Song Kui terkejut setengah
mati. Lengan kanannya tergetar hebat ketika dia menangkis pedang itu,
berarti bahwa tenaga gadis berkerudung itu seimbang dengan tenaganya.
Karena dia memanggul tubuh Yok-sian, tentu saja gerakannya kurang leluasa
dan menghadapi lawan tangguh ini, berbahayalah kalau dia memanggul tubuh
Yok-sian. Karena itu dia melemparkan tubuh kakek tabib itu ke atas tanah
dan kini dia melawan dengan sulingnya.
Terjadilah perkelahian hebat antara dua orang ini. Song Kui adalah murid
datuk barat See-thian Tok-ong sedangkan Ciok Hwa adalah puteri datuk timur
Tung-hai Mo-ong. Maka perkelahian antara mereka terjadi dengan sengit dan
hebat dan seimbang. Terdengar bunyi derap kaki kuda. Dua orang perwira Wu-yeh dan empat orang
perajurit yang tadi ikut mengejar sudah tiba di situ dan mereka langsung saja
membantu Ciok Hwa yang telah dikenal perwira itu sebagai puteri Tung-hai
Mo-ong. Melihat ini, Ciok Hwa merasa perlu untuk lebih dulu menyelamatkan Yok-sian.
Ia lalu menghampiri orang tua yang masih menggeletak tertotok itu,
membebaskan totokannya dan menggandeng tangan orang tua itu diajak
berlari dari tempat itu. "Marilah, paman, kita lari dari tempat berbahaya ini!" kata Ciok Hwa sambil
menarik tangan kakek itu untuk berlari-lari meninggalkan Song Kui yang
dikeroyok enam orang itu.
341 Terengah-engah kakek itu setelah mereka lari agak jauh keluar dari hutan.
"Berhenti dulu, nona?" ah, napasku hampir putus?"!" kakek itu mengeluh
dan merekapun berhenti untuk mengatur pernapasan.
"Nona, engkau siapakah yang telah menolongku?"
"Namaku Kui Ciok Hwa, paman, dan aku puteri Tung-hai Mo-ong," kata Ciok
Hwa terus terang. Ternyata Tabib Dewa itu merupakan seorang tokoh kangouw juga dan mengenal semua datuk dan tokoh dunia kang-ouw.
"Aih, kiranya puteri Tung-hai Mo-ong. Nona, engkau telah menyelamatkan
aku. Sungguh aku berhutang budi kepadamu."
"Jangan berkata demikian, paman. Pula, belum tentu aku dapat menolongmu.
Engkau belum terbebas dari bahaya penculikan pemuda bersuling tadi."
"Biarpun demikian, setidaknya engkau sudah berusaha mati-matian, ini saja
sudah menunjukkan kebaikan hatimu. Sungguh tidak kusangka bahwa Tunghai Mo-ong dapat mempunyai seorang puteri sebaik engkau."
"Marilah kita lari lagi, paman."
"Hem, berlari juga apa gunanya" Ketahuilah, pemuda yang membawa aku lari
tadi adalah Kang-siauw Tai-hiap?"."
"Kang-siauw Taihiap?"
"Murid dari See-thian Tok-ong. Kalau ada muridnya, biasanya tentu ada juga
gurunya." 342 "Ha ha-ha-ha, ingatanmu masih baik sekali, Yok-sian!" terdengar suara
nyaring disertai tawa bergelak dan ketika keduanya menoleh, ternyata di situ
telah berdiri dua orang yang bukan lain adalah See-thian Tok-ong sendiri dan
muridnya, Kam Song Kui. Tahulah Ciok Hwa bahwa tentu para perajurit Wu-yeh tadi telah tewas oleh
mereka berdua ini, maka iapun menjadi nekat. Dengan pedang di tangan ia
menyerang ke arah See-thian Tok-ong, tangan kanan menusuk dan tangan
kiri menggunakan jurus ilmu silat Toat-beng-sin-ciang, menampar ke arah
muka. See-thian Tok-ong hanya meloncat ke kiri dan dua serangan itu luput,
kemudian tangan See-thian Tok-ong menyambar ke depan. Melihat sambaran
tangan ke arah mukanya ini, Ciok Hwa terkejut sekali dan cepat ia melompat
ke belakang untuk mengelak. Akan tetapi lengan tangan See-thian Tok-ong
mulur panjang dan di lain saat tanpa dapat dicegah lagi, Tok-ong telah
menyingkap kerudung yang menutupi muka gadis itu.
Mereka bertiga, See-thian Tok-ong, Kam Song Kui, dan juga Yok-sian sendiri
terkejut menyaksikan wajah yang amat buruk dari gadis itu, muka yang penuh
dengan benjolan-benjolan menghitam! Terutama sekali Kam Song Kui yang
tadinya sudah tergila-gila oleh bentuk tubuh dan warna kulit gadis itu, menjadi
terkejut dan memandang dengan jijik.
"Ihhh, Iblis?". siluman.......!" teriaknya dan dari suling bajanya menyambar
keluar banyak jarum beracun ke arah muka gadis itu.
Ciok Hwa yang masih tertegun kaget dan marah karena cadar hitamnya
tersingkap, tidak mengira akan diserang dengan senjata rahasia ini. Ia masih
343 mencoba untuk mengelak akan tetapi beberapa batang jarum mengenai pipi
dan lehernya. Iapun roboh tak sadar diri.
Kam Song Kui melangkah maju untuk menggerakkan sulingnya dan
membunuh wanita yang mukanya seperti setan itu, akan tetapi Yok-sian
berseru, "Jangan bunuh! Ia puteri Tung-hai Mo-ong!"
Mendengar ini, tangan kanan See-thian Tok-ong mulur dan menangkap
tangan muridnya yang memegang suling, mencegahnya untuk membunuh
gadis itu. "Puteri Tung-hai Mo-ong?" tanyanya, kaget dan heran.
"Benar, ia sendiri tadi mengaku kepadaku."
"Sudahlah, tinggalkan saja ia di sini. Yok-sian, mari engkau ikut dengan
kami!" kata See-thian Tok-ong.
"Aku harus mengobati gadis ini lebih dulu dan membiarkan ia pergi dengan
selamat." "Tidak! Membuang-buang waktu saja!" bentak See-thian Tok-ong.
Tabib itu bangkit berdiri dan tegak menantang: "See-thian Tok-ong. Engkau
adalah seorang datuk besar yang hendak membawa kemauanmu sendiri.
Akan tetapi aku juga Yok-sian dan aku tidak dapat dipaksa atau diancam.
Kalau engkau tidak membolehkan aku mengobati gadis ini, biar aku dibunuh
sekali pun, aku tidak akan sudi memenuhi permintaanmu!"
344 Sejenak kedua orang tua ini saling berhadapan saling berpandangan. Kalau
saja saat itu dia tidak membutuhkan tenaga Yok-sian, tentu sudah dipukulnya
mati tabib yang keras kepala itu. Akan tetapi dia tahu bahwa tabib itu juga
seorang tokoh kang-ouw yang aneh dan keras hati.
Kalau dia membunuh Yok-sian, tentu dia akan berhadapan dengan banyak
tokoh kang-ouw yang marah kepadanya dan juga, dia tidak akan dapat
mengharapkan pertolongan tabib itu. Pula, gadis yang akan ditolong tabib itu
adalah puteri Tung-hai Mo-ong. Tidak enak kalau sampai penyerangan
muridnya itu akan menewaskan puteri Tung-hai Mo-ong, hanya akan
membuat dia bermusuhan dengan Datuk Timur itu.
"Baiklah, obati ia cepat!" katanya sambil menghela napas panjang, lalu dia
berkelebat lenyap dari situ.
"Ah, Suhu memang aneh," Kam Song Kui mengomel. "Gadis setan seperti itu
untuk apa dibiarkan hidup" Kalau aku, sebaiknya dipukul mati agar kelak tidak
menimbulkan bencana!"
Tabib itu memandang dengan mata marah kepada pemuda itu. "Orang muda
yang kejam, tinggalkan kami sendiri, tak sudi aku, pekerjaanku ditonton
olehmu!" Biarpun Yok-sian seorang tabib yang lemah saja, namun sikap dan suaranya
mengandung wibawa besar. Pemuda itu menggerakkan pundaknya.
"Kutinggalkan juga, engkau akan mampu pergi ke mana?" Dia lalu ngeloyor
pergi meninggalkan tabib itu.
345 Setelah guru dan murid itu meninggalkannya, Yok-sian lulu memeriksa Ciok
Hwa. Jarum-jarum itu menancap di kedua pipi dan di dahinya, dan ada
sebatang lagi menancap di lehernya. Untung tidak masuk ke dalam daging.
Dengan hati-hati Yok-sian mencabuti jarum-jarum itu dan bekas tusukan
jarum nampak biru menghitam. Setelah membuang jarum-jarum itu, tabib
Dewa itu memeriksa kembali muka dan leher yang terluka tadi.
"Hemm, racun ular! Sedikitnya ada lima macam racun ular terkandung dalam
jarum itu. Keji! Sungguh keji sekali!"
Dia mengeluarkan obat bubuk, mencampurnya dengan arak lalu mengoles
dan menekan-nekankan pada luka jarum tadi. Kemudian dia mengeluarkan
jarum-jarum emas dan perak dan mulailah dia mengobati gadis itu dengan
tusukan jarum pada beberapa tempat di wajahnya dan di lehernya.
Setelah membiarkan jarum-jarum untuk sementara menancap di wajah dan
leher itu, Yok-sian lalu mengeluarkan alat-alat masak obat dari saku bajunya
yang lebar, dan pun mengeluarkan obat bubuk dan memasaknya.
"Obat menjadi racun dan racun menjadi obat, itu sudah menjadi kehendak
Thian! Orang yang berwatak baik selalu mendapatkan pertolongan, itupun
sudah menjadi kehendak Thian!" demikian katanya lirih.
Ciok Hwa merintih lirih. Yok Sian mendekatinya dan ketika gadis itu membuka
matanya, ia berkata lembut. "Nona, jangan bergerak, wajah dan lehermu
penuh dengan jarum. Aku sedang berusaha mengobatimu, maka tetap rebah
sajalah dan jangan banyak bergerak!"
346 Ciok Hwa menahan diri untuk tidak bergerak. Ia menggerak-gerakkan biji
matanya untuk memandang ke sana sini, akan tetapi di situ sunyi saja, hanya
ada mereka berdua. "Paman, di manakah mereka?"
"Mereka sudah pergi, guru dan murid iblis itu, walaupun mereka tidak pergi
jauh dan sewaktu-waktu dapat muncul," kata Yok-sian bersungut-sungut.
"Akan tetapi jangan khawatir, aku bersumpah bahwa kalau mereka
mengganggumu lagi, aku tidak akan sudi memenuhi permintaan mereka yang
kecil sekalipun." "Paman, parahkah lukaku" Aku tadi terkena senjata rahasia, bukan"
Beracun?" "Ya, senjata rahasia jarum. Keji sekali. Beracun amat jahat. Kalau tidak diobati
secepatnya, dalam waktu beberapa jam saja engkau tentu akan tewas dengan
tubuh hangus. Racun ular itu jahat sekali!"
"Terima kasih, paman. Engkau telah menyelamatkan nyawaku."
"Tidak ada artinya kalau dibandingkan dengan pengorbananmu untukku,
nona. Engkau berusaha menolongku dan engkau menderita begini justeru
karena aku. Engkau puteri Tung-hai Mo-ong, siapakah namamu tadi, nona?"
"Namaku Kui Ciok Hwa, paman."
"Baik, takkan kulupakan nama itu. Percayalah, pertolonganmu kepadaku tidak
akan sia-sia, nona."
347 "Engkau seorang yang baik hati sekali, paman."
"Itu mereka datang. Cepat tutupi mukamu lagi dengan cadarmu, dari pada
engkau menjadi bahan olok-olok mereka yang keji."
Ciok Hwa menutupkan cadarnya yang tadi disingkapkan secara paksa oleh
See-thian Tok-ong. Guru dan murid iblis itu datang dan mereka melihat
betapa Ciok Hwa sudah sembuh kembali.
"Ha-ha, kepandaianmu hebat, Yok-sian. Engkau dapat menyembuhkan gadis
itu dalam waktu singkat. Tentu engkau akan dapat menyembuhkan orang
kami yang sedang sakit berat.
"Nona, buka cadarmu, aku ingin bicara denganmu. Tidak enak bicara dengan
orang yang menyembunyikan wajahnya di balik kerudung!" kata See-thian
Tok- ong. Dengan suara dingin Ciok Hwa berkata, "Aku sudah mengeluarkan ucapan
bahwa siapa yang membuka cadarku akan kubuntungi tangannya. Aku tidak
sudi membukanya dan kalau hendak membukanya, harus melalui mayatku!"
"Ha-ha-ha, masih bicara besar. Kaukira aku takut kepada ayahmu, Si Datuk
Timur tua bangka" Hayo buka cadarmu!"
"Tidak sudi!" "Suhu, lebih baik biarkan saja jangan dibuka. Aku menjadi ngeri dan takut
melihat wajahnya yang seperti setan!" kata Kam Song Kui dan ucapan ini
dirasakan lebih menusuk perasaan hati Ciok Hwa, maka ia diam-diam berjanji
348 kepada diri sendiri bahwa kalau ada kesempatan dan saatnya tiba, ia akan
membunuh pemuda tampan bersuling baja disepuh perak itu.
"Ha-ha-ha, engkau benar juga. Nah, nona buruk rupa, kaukatakan kepada
ayahmu bahwa melihat mukanya, aku masih mengampunimu. Akan tetapi
kalau engkau berani lagi menentangku, aku tidak akan mengampunimu lagi.
Yok-sian, mari kita pergi!"
Yok-sian mengambil obat yang dimasaknya tadi, menyerahkan mangkok obat
kepada Ciok Hwa. "Nona, minumlah obat ini dan engkau akan sembuh sama
sekali!" Ciok Hwa tidak membantah dan minum obat dalam mangkok itu. Rasanya
sepat dan pahit, akan tetapi baunya sedap. Diminumnya habis semua obat itu
Pendekar Laknat 1 Keris Pusaka Dan Kuda Iblis Karya Kho Ping Hoo Pahlawan Harapan 7
^