Pencarian

Si Tangan Iblis 1

Dewi Sri Tanjung 2 Si Tangan Iblis Bagian 1


SI TANGAN IBLIS Karya : Widi Widayat
Cover & Illustrasi: Arie
Penerbit: MELATI Jakarta
Cetakan pertama : 1987
HAK CIPTA dilindungi oleh Undang-undang
Penyiaran harus seizin Penulis.
Scan/E-Book: Abu Keisel
Juru Edit: Fujidenkikagawa
http://duniaabukeisel.blogspot.com/
1 Pagi itu amat cerah. Matahari
menyinarkan cahayanya yang gemilang.
Burung berkicau bernyanyi di atas dahan. Demikian gembira seakan burung-burung
itu menyambut datangnya pagi dengan penuh harapan baru. Dan jika hari ini tidak
hujan, jelas mereka akan mendapatkan kesempatan mencari makan sepanjang hari
tanpa rasa takut oleh hujan, dan anak yang ditinggalkan di sarang juga tidak
kehujanan dan kedingingan.
Penduduk desa Tosari menyambut
datangnya pagi yang cerah inipun dengan wajah yang berseri gembira.
Desa yang letaknya di pinggang Bronio ini bangun kembali sesudah semalam
istirahat. Dan seperti pagi hari sebelumnya, mereka telah membagi kewajiban ter-tentu
kepada setiap anggota keluarga dalam usaha mempertahankan hidup.
Mereka tidak pernah mengharapkan terlalu banyak, yang penting perut kenyang dan
sandang tidak robek.
Tetapi di halaman rumah yang
terpisah dengan pemukiman penduduk itu, terjadilah kesibukan yang kurang
mendapat perhatian penduduk desa ini.
Rumah Taruno atau lebih terkenal dengan sebutan Si Tangan Iblis ini
pekarangannya luas dan dipagar rapat
dengan batu gunung maupun pagar hidup.
Di halaman rumah yang luas dan
terlindung itu, murid-muridnya sedang berlatih dan ditilik langsung oleh Si
Tangan Iblis sendiri.
Akan tetapi setelah semua murid bubar untuk melakukan tugas masing-masing, maka
cucu tertua bernama Sarindah menghampiri Si Tangan Iblis sambil mendesak.
Kek, dahulu Kakek bilang, apabila aku dan Sarwiyah sudah dewasa, Kakek akan
segera membeberkan rahasia besar yang menyangkut ayah dan ibu. Tetapi apakah
sebabnya sampai sekarang Kakek masih saja pelit" Kakek selalu saja berdalih ilmu
Sarindah maupun Sarwiyah belum cukup tinggi. Hemm, kalau demikian, aku menjadi
tahu. Bukankah ayah bundaku dibunuh mati orang"
Kakek memang pelit! sambung
Sarwiyah. Dan melihat gelagatnya, dugaan Mbakyu benar. Ayah bunda tentu sudah
dibunuh orang. Kek, apakah ini benar" Kalau benar, lalu siapakah pembunuh itu,
dan sekarang terangkan-lah agar aku dapat membalas dendam.
Sentiko mengerutkan kening
mendengar ucapan kakak perempuannya itu. Lalu dengan mata berapi-api dan tangan
mengepal, ia berkata, Benarkah itu" Ayah bundaku sudah dibunuh orang"
Kalau benar demikian, sebagai anak
laki-laki akulah yang paling berhak untuk menuntut balas.
Taruno alias Si Tangan Iblis
mendelik ke arah dua cucu perempuannya. Sebab telah berkali-kali ia melarang
bicara tentang orang tuanya di depan Sentiko. Maksudnya untuk mencegah bocah
yang belum cukup umur itu mengetahui persoalan yang sebenarnya.
Melihat kakeknya tidak senang,
Sarindah cepat membela diri. Ujarnya, Mengapa sebabnya Sentiko tidak boleh tahu"
Diapun anaknya dan dia harus tahu pula persoalan sebenarnya.
Kakek itu menghela napas panjang.
Ia tidak bisa marah sekalipun hatinya penasaran. Disamping itu karena sudah
didengar oleh Sentiko, ia tidak bisa mungkir lagi.
Hemm, baiklah, katanya kemudian.
Marilah kita ke rumah dan bicara.
Setelah masuk di dalam rumah dan tiga cucunya duduk di depannya, Si Tangan Iblis
berkata, Mestinya masalah ini belum waktunya kita bicarakan.
Itulah sebabnya kepadamu bertiga, aku selalu bersikap keras dalam mendidik ilmu
kesaktian. Karena semua itu demi kepentinganmu sendiri untuk bekal membalaskan
sakit hati orang tuamu yang sudah dibunuh orang.
Nah, apa kataku" seru Sarindah
tertahan. Lalu siapakah orangnya yang sudah membunuh ayah bundaku"
Si Tangan Iblis tidak mungkin
menceritakan apa adanya. Oleh sebab itu ia mengarang cerita untuk memfitnah
Gajah Mada. Akan tetapi kamu jangan sembrono!
jawabnya tegas dan sungguh-sungguh.
Musuh besar itu bukan orang
sembarangan. Karena yang membunuh ayah bundamu bukan lain Mahapatih Gajah Mada
dan Panglima Nala!
Ahhh....! tidak urung tiga orang bocah ini kaget dan berseru tertahan.
Tidak pernah terpikir dalam benak tiga bocah ini musuh besarnya adalah tokoh
sakti Majapahit.
Memang baik Gajah Mada maupun
Nala menanjak hampir berbarengan.
Gajah Mada oleh jasa-jasanya kemudian diangkat menjadi Mahapatih Majapahit,
sedangkan Panglima Nala diangkat menjadi Panglima Angkatan Laut.
Nah, kamu sudah tahu sekarang"
ujar kakeknya. Musuh besarmu bukan orang sembarangan. Itulah sebabnya aku selalu
menekankan kepada kamu agar berlatih dengan rajin. Hemm, aku sudah tua, semua
ilmuku harus kamu kuras sampai habis. Dan kemudian hari kamu bertigalah yang
memikul kewajiban membalas sakit hati ini. Entah dengan cara apa, aku tidak
tahu. Pendeknya
ayah bundamu mengharapkan baktimu sebagai anak. Namun demikian kamu harus
bersabar, sedikitnya dua tahun lagi. Sebab kamu harus menunggu sesudah kamu
mahir menggunakan Aji Mega Langking. Karena hanya itu sajalah senjata pamungkas
bagimu bertiga untuk dapat mengalahkan musuh besarmu itu.
Kalau kakek yakin bisa menang
dengan Aji Mega Langking itu, mengapa Kakek tidak mencari musuh besar keluarga
itu" tanya Sentiko tiba-tiba.
Pemuda ini menjadi tidak senang oleh sikap kakeknya, yang dinilai sebagai
pengecut. Si Tangan Iblis kaget mendengar pertanyaan ini. Namun rasa kagetnya ini segera
ditutup dengan ketawanya yang terkekeh, lalu jawabnya.
Heh heh heh heh, bukannya kakekmu takut kepada musuh besar itu.
Ketahuilah, aku mempunyai maksud yang lebih dalam dan mulia. Aku tidak ingin
mengecewakan kamu sebagai anak
keturunan ayah-bundamu, dan agar di sana ayah bundamu menjadi puas.
Sentiko mengerutkan alis. Jawaban kakeknya ini menurut pendapatnya mengada-ada.
Jawaban seorang pengecut.
Sebab kalau benar kakeknya sakti yang tak kalah melawah Gajah Mada dan Mpu Nala,
mengapa tidak bertindak dan membalas dendam sendiri" Maka diam-
diam ia tidak puas dan mencela sikap kakeknya.
Nah, sekarang kamu sudah
mengetahui siapakah musuh besarmu itu.
Kelak kemudian hari setelah tiba saatnya, semua saudara seperguruanmu akan
membela dan membantu usahamu!
ujarnya dalam usaha menekankan
maksudnya. Sarindah yang juga belum puas
akan keterangan kakeknya dapat
bertanya, Kek, mengapa kau tidak menerangkan sebabnya ayah-bundaku terbunuh mati
oleh dua orang musuh besar itu"
Taruno terbatuk-batuk. Kemudian jawabnya, Ya, aku sampai lupa.
Dengarlah peristiwa yang terjadi ketika itu, justru kamu masih kecil.
Dahulu, ibumu seorang perempuan yang terkenal kecantikannya. Dan sebelum menjadi
isteri ayahmu, banyak laki-laki yang memperebutkan maupun
tergila-gila. Nah, para laki-laki yang tergila-gila kepada ibumu itu termasuk
Mpu Mada dan Mpu Nala. Ketika itu Mpu Mada masih berkedudukan sebagai Bekel
Bhayangkara Majapahit, sedangkan Mpu Nala belum panglima. Sebaliknya ayahmu
hanya seorang prajurit biasa.
Ia berhenti dan mendehem. Sejenak kemudian terusnya, Ternyata kemudian, kendati
sudah melahirkan tiga orang anak, kecantikannya tidak juga
berkurang dan malah bertambah matang hingga menarik perhatian Mpu Nala dan Mpu
Mada. Dua orang yang sama-sama jatuh cinta kepada ibumu itu kemudian menggunakan
akal busuk. Ketika itu ayahmu diperintahkan melaksanakan tugas di luar kota.
Sudah tentu ayahmu tunduk perintah itu tanpa rasa curiga dan pada waktu yang
.sudah ditetapkan berangkat tugas. Namun ketika ayahmu pergi meninggalkan
keluarga itu, datanglah dua orang manusia terkuluk itu. Mereka menggunakan
ancaman dan kekerasan. Tetapi ibumu tetap keras kepala dan menolak. Dan hal ini
menyebabkan dua orang itu penasaran, dan akibatnya ibumu diperkosa.....
Ihh..... seru Sarindah dan
Sarwiyah berbarengan.
Jahanam terkutuk! seru Sentiko
penasaran. Memang jahanam terkutuk mereka
itu karena sesudah itu ibumu
dibunuh.... Ahh.... Sarindah dan Sarwiyah
berseru kaget. Aku akan mencincang manusia
biadab itu! seru Sentiko.
Itu tepat sekali. Mereka memang patut dicincang.
Lalu bagaimanakah dengan Ayah"
tanya Sarwiyah.
Hemm, sesudah dua orang terkutuk itu memperkosa dan membunuh ibumu,
ayahmu tidak boleh pulang dan
ditugaskan di tempat lebih jauh. Namun ternyata ayahmu sudah dihadang oleh
pasukan yang diperintah oleh Mpu Mada dan Mpu Nala. Ayahmu mati terbunuh!
Tetapi mengapa Kakek bisa tahu
semuanya" selidik Sarwiyah.
Heh heh heh heh, tentu saja
kakekmu tahu, sahutnya bangga. Setelah aku mendengar kabar ibumu mati dan ayahmu
tewas dalam tugas dari seorang sahabat, aku menjadi curiga lalu menyelidik.
Akhirnya aku dapat memaksa seorang prajurit dan prajurit itu mengaku terus
terang. Dan tentang ibu" selidik Sentiko.
Aku tahu hal itu atas laporan
pengasuhmu yang ketika itu melindungi keselamatanmu.
Tiga orang muda itu saling
pandang tanpa membuka mulut. Di pihak lain Si Tangan Iblis ini menyesal terpaksa
harus membohong.
Kemudian timbul perasaan dendam dalam hati tiga orang bocah ini, setelah
mendengar keterangan kakeknya.
Ketika pagi tiba terjadilah
keributan kecil dalam rumah itu.
Keributan itu mula-mula timbul akibat ulah Sarindah dan Sarwiyah.
Kakeknya yang merasa terganggu
membentak, Hai, mengapa kamu ribut"
"Sentiko... Dia tidak ada... Kek sahut Sarindah dengan hati risau dan khawatir.
Ke mana bocah itu..." Si Tangan Iblis kaget.
Entahlah. Tetapi tidak biasanya dia pergi tanpa sepengetahuanku.
Sarwiyah yang diam-diam
menggeledah tempat simpanan pakaian Sentiko, wajahnya pucat ketika melihat semua
pakaian itu tidak ada. Malah tombak trisula, senjata bocah itu pun tidak ada. Ia
berlarian keluar kamar mendapatkan kakek dan kakak
perempuannya. Kek... ahh .... Sentiko sudah
pergi... lapornya gugup.
Celaka! Pergi ke mana..." Kakek itu pucat. Bocah itu tentu penasaran mendengar
riwayat ayah bundanya.
Cepat, perintahkan kepada saudara-saudara seperguruanmu untuk mengejar.
Bahaya! Manakah mungkin adikmu mampu menghadapi dua orang sakti mandraguna itu"
Hemm, semua ini kamu berdua yang menjadi gara-gara. Kalau kamu tidak mendesak
aku, adikmu takkan pergi!
Sarindah segera menuju ke pondok saudara-saudara seperguruannya untuk
menyampaikan perintah kakeknya.
Ributlah dua belas orang murid laki-laki itu.
Apa" seru Tanu Pada tertahan.
Kapankah Adik Sentiko pergi" Dan apa pula maksudnya"
Sekalipun hatinya tegang oleh
kepergian adiknya, Sarindah sempat mengerling ke arah pemuda tegap dan tampan
itu. Tetapi tentu saja Sarindah takkan menceritakan rahasia keluarga.
Tak mungkin ia bercerita jujur kepada orang lain.
Kalau tahu, tentunya Kakek tidak ribut, sahutnya. Ketahuilah dia pergi diam-diam
dan agaknya baru menjelang pagi tadi. Tentang ke mana dan juga maksud
kepergiannya, yang tahu hanya Sentiko sendiri.
Ahh... lalu bagaimana" tanya Kebo Pradah.
Kakek memerintahkan kalian, pergi dan mencari. Karena tidak diketahui kemana
tujuan bocah itu maka kalian diperintahkan mencari ke segala penjuru. Dia masih
bocah, dikhawatir-kan mendapat bahaya di perjalanan.
Bersiaplah kalian dan berangkatlah secepatnya. Untuk membagi tugas kepada semua
murid, aku serahkan kepada kakang Tanu Pada.
Tanpa menunggu jawaban Sarindah sudah pergi. Diam-diam gadis ini gelisah
memikirkan Sentiko. Ia bisa menduga bocah itu pergi ke Ibukota Majapahit,
mencari Mpu Nala dan Gajah
Mada. Manakah mungkin bocah itu dapat menghadapi dua orang sakti itu"
Begitu tiba kembali di depan
kakeknya, Sarindah masih mendengar kata-kata Sarwiyah yang setengah bertengkar
dengan kakeknya. Ketika itu Sarwiyah memprotes kakeknya.
Mengapa sebabnya Kakek melarang aku pergi mencari Sentiko" Apakah Kakek tega
kepada bocah yang belum dewasa itu, pergi seorang diri
menempuh bahaya"
Sarwiyah! jawab kakeknya. Tentu saja akupun tidak tega membiarkan bocah itu
pergi. Itulah sebabnya semua murid aku perintahkan mencari. Hemm, Sarwiyah, dan
kau Sarindah. Hendaknya kamu mau mengerti
jalan pikiran kakekmu. Janganlah ibarat kehilangan seekor kerbau, kita mempertaruhkan kerbau
lain dalam kandang.
Apakah maksud Kakek" tanya
Sarwiyah. Maksudku, janganlah kita yang
kehilangan Sentiko, lalu mempertaruhkan seluruh keluarga. Taruno menjelas-kan.
Biarkan sekarang murid-murid itu pergi mencari. Hemm, apabila benar mereka tidak
becus mencari, baru
kemudian kita pikirkan daya upaya.
Lebih penting kau sekarang berlatih Aji Mega Langking yang amat berguna sebagai
senjata pamungkas itu, dan sebagai senjata ampuh untuk mencapai
cita-cita. Sesudah kamu sempurna betul mempelajari aji tersebut, dadaku akan
lapang melepaskan kepergianmu. Sentiko juga penting bagi kita, tetapi
membalas dendam kepada Mpu Nala dan Mpu Mada adalah lebih penting lagi.
Mendengar keterangan kakeknya ini Sarindah dan Sarwiyah dapat mengerti.
Kemudian sambil menghela napas
panjang, mereka menyerahkan urusan Sentiko kepada murid yang lain. Dan sebelum
para murid ini mulai tugasnya, mereka minta diri kepada guru. Dan oleh gurunya
diberi batas waktu sampai tiga bulan. Apabila mereka belum dapat menemukan
Sentiko, secepatnya harus pulang. Dan semua murid mengiakan.
Tanu Pada memerlukan minta diri kepada Sarindah secara khusus. Sedang Kebo
Pradah juga minta diri kepada Sarwiyah secara istimewa. Memang diantara mereka


Dewi Sri Tanjung 2 Si Tangan Iblis di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

diam-diam telah tumbuh tunas cinta kasih. Maka tidak
mengherankan apabila mereka minta diri secara khusus.
Dua orang murid itu tidak sadar, apa yang mereka lakukan menimbulkan rasa iri
dan tidak senang bagi saudara seperguraan yang lain. Karena mereka-pun merupakan
saudara-saudara
perguruan dan sudah dewasa pula.
Memang secara diam-diam Sarindah dan Sarwiyah ini mereka perebutkan dan saling
berusaha menarik perhatian.
Kalau sekarang Tanu Pada dan Kebo Pradah mendapat perhatian khusus, tentu saja
yang lain menjadi iri dan tidak senang.
Huh! Tanu Pada kurangajar! gerutu Kidang Kaligis sambil mengepalkan tinjunya.
Huh, kuhajar mampus kau, di saat guru dan Sarindah tidak tahu!
Bagus! Jika engkau menghajar Tanu Pada, aku akan menghajar Kebo Pradah!
sambut Sangkan sambil mengepalkan tinjunya pula karena amat penasaran.
Mendengar rencana dua orang
saudara seperguraan itu, Kuda Ananto mengeratkan alis tidak senang.
Mengapa di dalam melaksanakan
tugas, melaksanakan perintah guru, masih memikirkan hal lain, dan malah
merupakan masalah pribadi" Sebagai salah seorang saudara seperguruan tentu saja
Kuda Ananto tahu rahasia hati murid yang lain. Karena itu sudah bukan rahasia
lagi di antara mereka, telah terjadi persaingan yang
memperebutkan Sarindah. Mereka ini
bukan lain Tanu Pada, Kidang Kaligis dan Kuda Sobrah. Disamping itu tiga orang
yang lain, saling bersaing dalam memperebutkan Sarwiyah. Pemuda ini tidak lain
adalah Kebo Pradah, Sangkan dan Senggring. Tetapi sekalipun demikian persaingan
ini tidak berani secara terang-terangan karena takut kepada sang guru.
Kakang Kaligis dan Kakang
Sangkan, kata Ananto halus. Bukankah kita ini sedang melaksanakan tugas untuk
mencari Adi Sentiko"
Kaligis dan Sangkan mendelik
marah. Hardik Kaligis, Apa katamu"
Engkau adik seperguraanku, saudara muda! Tahu" Tetapi apakah sebabnya kau
lancang mulut" Ketahuilah aku lebih tahu tugas dibanding kau. Huh, di dalam
rangka menunaikan tugas dari guru itu.
Sekalipun dirinya lebih muda umur dan dalam perguruan, Ananto tidak mau menyerah
begitu saja. Ia merasa benar dan ingin memperingatkan, agar di dalam
melaksanakan tugas tidak
selewengan memikirkan soal lain.
Karena merasa benar ia menjawab tanpa rasa gentar sedikitpun.
Kakang, sekalipun aku lebih muda, sebagai saudara seperguraan aku mempunyai hak
pula untuk berbicara.
Kakang, bukan maksudku untuk lancang mulut, tidak sama sekali. Tetapi mengingat
dalam tugas ini diriku ditugaskan bersama Kakang Kaligis dan Kakang Sangkan,
maka tentu saja aku mempunyai hak bicara.
Ananto berhenti dan mengamati dua orang saudara seperguraan itu. Sejenak
kemudian lanjutnya, Menurut
pendapatku, kurang baik apabila Kakang akan menggunakan kesempatan untuk
kepentingan diri sendiri. Itu namanya menggunakan kesempatan dalam kesempi-tan
dan berarti pula menohok kawan seiring. Bukankah Kakang Tanu Pada dan Kakang
Kebo Pradah saudara seperguraan kita sendiri dan sekarang melakukan tugas yang
sama" Oleh sebab itu aku berharap agar kalian mau sadar akan keadaan.
Ia berhenti lagi. Setelah
mengambil napas baru meneraskan, Disamping itu merupakan haknya kalau Mbakyu
Sarindah memilih Kakang Tanu Pada kemudian Mbakyu Sarwiyah memilih Kakang Kebo
Pradah. Tetapi mengapa sebabnya Kakang berdua tidak senang dengan peristiwa itu"
Bukan hanya tidak senang tetapi Kakang juga dendam dan sakit hati" Apakah Kakang
berdua lupa bahwa cinta itu tidak bisa dipaksakan"
Kurangajar kau! Anak kecil tahu apa tentang cinta" bentak Kaligis marah. Jika
engkau berani membuka mulut sembarangan, awas, kupukul mampus kau!
Kaligis yang memang berangasan
dan kasar itu tentu saja cepat menjadi tersinggung oleh ucapan Ananto yang masih
kecil itu. Berbeda dengan Sangkan, walaupun tidak senang oleh sikap Ananto,
tetapi ia cerdik dan licin. Bagi dirinya tiada gunanya marah-marah kepada
Ananto. Kakang Kaligis, sudahlah. Kita
tidak perlu marah kepada adik
seperguraan sendiri, cegahnya sabar.
Sangkan tidak memberi kesempatan kepada Kaligis membantah. Lalu
lanjutnya ditujukan kepada Ananto, Ananto, akupun minta kepadamu agar dapat
menempatkan dirimu sebagai saudara seperguraan yang lebih muda.
Di dalam melakukan tugas antara kita semua haras rukun dan bersatu padu.
Tentu saja! sahut Ananto kurang senang. Antara saudara seperguraan tak boleh
membenci dan mendendam, dan harus rukun bersatu. Akan tetapi apakah sebabnya
Kakang Kaligis mengancam Kakang Tanu Pada" Bukankah itu merupakan bibit permusuhan antara
saudara sendiri"
Jawaban Ananto yang baru berumur limabelas tahun ini menyebabkan Kaligis makin
panas dan marah.
Bentaknya tiba-tiba, Jahanam kau! Anak kecil berani lancang mulut dan
menggurui! Urusanku dengan Tanu Pada adalah urasan pribadiku sendiri.
Apakah sebabnya engkau mau campur urusan" Kalau kau senang boleh melihat jika
tak senang tak perlu tahu. Jika kau masih tetap membandel, tanganku masih bisa
menghajar mulutmu yang lancang itu.
Ananto yang merasa benar
tersinggung dan mendelik marah. Tiba-
tiba pemuda cilik ini bertolak
pinggang, berdiri menghadapi Kaligis dengan sikap menantang. Katanya, Kakang
Kaligis, apakah katamu" Engkau mau menghajar mulutku" Huh, sekalipun engkau
lebih besar dari diriku, boleh coba!
Sangkan cepat melompat dan
berdiri di antara mereka untuk
mencegah terjadinya perkelahian. Sebab Sangkan tahu, apabila terjadi
perkelahian, tidak urang Kaligis sendiri yang akan malu. Karena Kaligis tidak
mungkin menang melawan Ananto, sekalipun Kaligis sudah 20 tahun dan tubuhnya
lebih tinggi dan besar. Malah diam-diam Sangkan sendiri mengakui, dirinya juga
takkan menang melawan Ananto. Sudah berkali-kali setiap mereka berlatih Ananto
selalu unggul setiap menghadapi saudara-saudara seperguraan yang lebih tua. Dan
diantara murid laki-laki yang dapat mengalahkan Ananto hanyalah Sentiko.
Kemenangan itupun tidak dapat
dicapai dalam waktu singkat. Dan masalah ini bisa terjadi bukan
kesalahan gurunya yang mengajar dan pula bukan salah asuh dan pilih kasih.
Semua itu tergantung dari ketekunan berlatih disamping pula bakat dan
kecerdasan. Ananto seorang pemuda berotak cerdas dan disamping itu umurnya
sebaya dengan Sentiko.
Pengaruh usia yang sebaya ini
menyebabkan hubungan antara Sentiko dan Ananto erat sekali. Mereka
merupakan pasangan berlatih yang sepadan dan karena Si Tangan Iblis berusaha
menggembleng Sentiko menjadi pemuda perkasa, maka Ananto juga memperoleh
keuntungan pula dari setiap latihan yang dilakukan.
Kalau seorang lawan seorang,
Ananto takkan bisa dikalahkan.
Sebaliknya apabila harus mengeroyok dua, tentu saja Sangkan yang licin dan licik
ini menjadi malu. Ditambah lagi kalau kemudian hari Ananto lapor kepada guru,
tak urung mereka akan mendapat hukuman.
Mengingat kemungkinan itu Sangkan yang cerdik sudah mendapat siasat ampuh untuk
menundukkan Ananto. Yang penting sekarang ia harus cepat membujuk Kaligis, agar
bisa bersabar. Kakang Kaligis, katanya.
Sudahlah, yang lebih tua wajib
mengalah dan memberi contoh kepada yang muda. Mari kita sekarang
mempercepat perjalanan, agar lekas bisa bertemu dengan Adik Sentiko.
Ananto yang berdiri di belakang Sangkan tentu saja tidak tahu, dalam membujuk
Kaligis mata Sangkan memberi isyarat.
Baiklah, aku setuju pendapatmu
dan marilah kita mempercepat perja-
lanan, sahut Kaligis setelah menangkap isyarat mata itu. Kemudian ia
mengulurkan tangan kepada Ananto sambil berkata, Maafkanlah aku, Adik Ananto.
Aku menyesal sudah bersikap kasar kepadamu.
Ananto yang jujur cepat menerima tangan Kaligis dengan hati terharu.
Bagaimanapun ia merasa lebih muda, baik umur maupun kedudukannya dalam
perguruan. Maka tanpa malu-malu lagi, pemuda ini menjawab, Kakang, akulah
seharusnya yang minta maaf kepadamu, karena aku lebih muda.
Sudahlah, apa yang terjadi
anggaplah seperti tidak pernah
terjadi, ujar Sangkan. Mari kita mempercepat perjalanan.
Tiga orang saudara seperguraan
itu sekarang meneruskan perjalanan dan berdampingan. Mereka tampak kembali rukun
seperti tidak pernah terjadi apa-apa. Kaligis melangkah paling kiri, Sangkan di
tengah dan Ananto paling kanan. Akan tetapi sambil melangkah ini diam-diam
Kaligis bertanya dalam hati, apakah maksud isyarat mata Sangkan tadi"
Mereka menuju ke timur sesuai
dengan tugas yang sudah diatur oleh Tanu Pada. Tetapi perjalanan menuju timur
ini merupakan wilayah yang amat sulit. Wilayah ini terdiri dari hutan perawan,
di sana-sini terdapat jurang
dalam dan kadang harus melompat dari batu ke batu yang licin dan berbahaya.
Keadaan wilayah yang sukar ini
makin membuat hati Kaligis tambah penasaran dan dendam kepada Tanu Pada, dan
menurut pendapatnya pemuda
saingannya itu sengaja mempersukar dirinya.
Tanu Pada kurangajar! gerutunya.
Tentu saja dia sengaja memilihkan daerah yang paling sukar untuk diriku.
Ananto kembali tidak senang
hatinya mendengar gerutu Kaligis itu.
Maka kata pemuda cilik ini, Kakang Kaligis! Kita semua ini melaksanakan perintah
guru. Sedangkan Kakang Tanu Pada sebagai saudara kita yang tertua sudah membagi
tugas sesuai dengan wewenangnya. Kenapa sekarang Kakang menggerutu dan tidak
puas" Bagaimanapun sukarnya perjalanan kita ini, masih belum memadai kasih guru
terhadap kita semua.
Apa katamu" Kaligis mendelik
marah. Engkau selalu membela Tanu Pada. Apakah kau memang sengaja memusuhi aku"
Siapakah yang memusuhi" Hemm, aku tidak memusuhi siapapun, sahut Ananto tanpa
gentar. Aku hanya bicara sesuai dengan kata hatiku. Kalau kita sebagai murid
melaksanakan perintah guru, tiada alasan menggerutu dan tidak
puas. Kita harus bisa menempatkan diri sebagai murid yang baik.
Jahanam kau! Jadi engkau berani menghina aku sebagai murid tidak baik"
bentak Kaligis tambah marah.
Sangkan melerai lagi dengan
katanya yang sabar dan halus,
Sudahlah, mengapa kalian selalu bertengkar saja" Kita semua merupakan murid-
murid yang taat dan baik. Tugas yang kita pikul sekarang ini justru merupakan
ujian, siapa di antara kita yang dapat membawa kembali Adi Sentiko, dialah murid
teladan. Itulah dia murid yang pantas dipuji sanjung. Nah, yang penting sekarang
kita berusaha agar bisa menemukan dan membawa kembali Adi Sentiko menghadap
guru. Kaligis hampir membuka mulut,
karena hatinya masih sangat penasaran merasa dimusuhi Ananto. Namun lagi-lagi ia
menerima isyarat mata dari Sangkan yang sebenarnya, tetapi dalam hatinya timbul
kepercayaannya, adik seperguruannya yang cerdik ini tentu mempunyai maksud yang
menguntungkan dirinya.
Untuk sementara mereka tidak
membuka mulut, karena jalan yang dilewati tambah sukar dan licin. Tak lama
kemudian mereka sudah harus lewat jalan setapak yang lebih sukar lagi.
Sebelah kiri tebing gunung yang tinggi, sedang sebelah kanan merupakan
jurang yang amat dalam. Kalau tidak melangkah hati-hati, sekali terpeleset sulit
diharapkan bisa tertolong.
Mengingat sulitnya jalan yang
harus dilalui ini, Ananto yang diam-diam tidak senang dengan Kaligis, tak mau
melangkah paling depan. Karena pemuda ini khawatir, apabila Kaligis main curang
di tempat ini. Oleh sebab itu Ananto memilih paling belakang dan dengan demikian
akan lebih aman.
Akan tetapi Ananto yang masih
kecil ini kurang menyadari bahaya di antara mereka bertiga, Sangkanlah yang
paling licin, berbahaya dan tidak gampang diduga. Berbeda dengan
Kaligis, sekalipun kasar dan berangasan, masih suka berterus terang.
Kasar, namun sifat ksatryanya masih tebal dan tidak mau berbuat curang.
Sebaliknya Sangkan yang licik ini menghadapi sesuatu lebih banyak menggunakan
sikap pura-pura. Maka apabila berhadapan dengan orang yang tidak disukai, ia
tidak segan berbuat curang.
Dan tiba-tiba saja Sangkan
berhenti melangkah kemudian membalikkan tubuh. Ananto yang melangkah paling
belakang merasa heran, ikut menghentikan langkah di dekat Sangkan sambil
bertanya, Apakah sebabnya kau berhenti"
Aku mendengar suara orang
memanggil, sahut Sangkan sambil menebarkan pandang matanya. Kemudian ia menuding
ke arah belakang Ananto sambil berseru, Nah, lihatlah di sana dan dugaanku
ternyata benar. Aduh, ternyata guru menyusul kita.
Ananto tertarik dan membalikkan tubuh. Di saat bocah ini membalikkan tubuh
Sangkan tidak melepaskan
kesempatan sebaik ini. Kakinya
bergerak mengait kaki Ananto. Dan karena tidak pernah menduga dirinya bakal
diserang, Ananto kaget dan berusaha menghindar.
Sayang Ananto lupa, jalan yang
dilalui hanya jalan setapak, licin dan di sebelah bahwa menunggu jurang amat
dalam. Karena itu walaupun kaitan kaki Sangkan luput, tetapi Ananto menginjak
tempat kosong. Tangannya masih
berusaha menjambret apa saja yang dapat dipergunakan menahan tubuhnya, namun
tidak berhasil.
Yang terdengar kemudian hanyalah jerit kaget Ananto yang nyaring. Namun hanya
sesaat saja, karena tubuh pemuda itu sudah lenyap ke dalam jurang dan tertutup
kabut. Hai, apa yang terjadi" Kaligis
berteriak kaget, menyaksikan tubuh Ananto meluncur ke dalam jurang dan terdengar
jeritnya yang nyaring.
Sangkan ketawa terkekeh,
sahutnya, Itulah hukuman bagi bocah yang cerewet. Biarlah dia mampus tanpa kubur
di tempat ini. Bukankah dengan mampusnya bocah itu kita bisa lebih bebas"
Ah,... jadi dia sengaja kau
serang" Kaligis terbelalak.
Benar! Aku muak terhadap bocah
lancang mulut itu.
Tetapi.... tetapi bagaimanakah
cara kita menjawab kalau guru
bertanya" Sangkan terbahak-bahak, lalu, Ha ha ha ha, apakah sebabnya kau malah ribut" Apa
yang terjadi sekarang ini tidak ada orang lain yang tahu.
Katakan saja dalam perjalanan, Ananto sembrono tak mau mendengar nasihat kita
dan akhirnya dia masuk jurang karena terpeleset. Kita sudah berusaha menolong,
tetapi tidak berhasil, malah hampir saja aku dan kau ikut
terpeleset ke jurang. Ha ha ha ha, habis perkara dan guru kita pasti percaya.
Tetapi.... kenapa kau tega kepada Ananto" Kaligis masih khawatir dan menyesali
perbuatan Sangkan.
Ia memang benci kepada Ananto
yang memusuhi. Namun demikian ia tidak tega harus berbuat seperti itu.
Ha ha ha ha, apakah sebabnya
Kakang Kaligis malah ribut sendiri"
Aku toh berbuat untuk kepentinganmu pula, Kakang" Dengan mampusnya bocah itu


Dewi Sri Tanjung 2 Si Tangan Iblis di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berarti rahasia kita takkan diketahui siapapun. Engkau mencintai Sarindah tetapi
terhalang oleh Tanu Pada. Sebaliknya aku, cintaku kepada Sarwiyah tidak dapat
ditawar-tawar lagi. Tetapi celakanya manusia busuk Kebo Prada merupakan
halanganku terutama.
Kaligis terbelalak heran, tak
tahu apa maksud Sangkan yang
sesungguhnya. Tanyanya kemudian, Adi Sangkan, apakah maksudmu sebenarnya"
Hemm, engkau terlalu jujur,
Kakang, hingga tidak pernah terpikir olehmu, saat sekarang inilah yang paling
baik bagiku dan bagi dirimu...
Saat baik yang bagaimana" potong Kaligis.
Saat baik untuk bertindak, guna mencapai maksud kita masing-masing. Ha ha ha ha,
mumpung ada kesempatan baik dan terlepas dari pengawasan guru kita. Ketahuilah
Kakang, soal tugas mencari Sentiko bagi kita tidak penting.
Lalu menurutmu, apakah yang lebih penting"
Kita membuat perhitungan baik
kepada Tanu Pada maupun kepada Kebo Pradah, ha ha ha ha! Bukankah dua orang itu
merupakan penghalang kita"
Kalau mereka kita singkirkan,
bagaimanakah mungkin dapat main mata lagi dengan bunga cantik yang sama-sama
kita cintai itu" Nah, apakah kau masih juga belum tahu maksudku"
Yang terdengar kemudian hanyalah jerit kaget Ananto yang nyaring. Namun hanya
sesaat saja, karena tubuh pemuda itu sudah lenyap ke dalam jurang dan tertutup
kabut. Kaligis mengerutkan alis dan
tampak berpikir.
Kakang, mampusnya Ananto
merupakan tanggungjawab kita berdua, sambung Sangkan. Karena itu kita berdua
harus rukun dan kerjasama. Sekarang aku sudah mempunyai rencana bagus. Yang
lebih penting, kita harus menangguhkan perjalanan mencari Sentiko.
Ohh... lalu apalagi rencanamu"
Kaligis bingung.
Sekarang kita berbalik arah.
Engkau tahu, Tanu Pada dan Kebo Pradah pergi bersama dan marilah kita susul,
kita bunuh dengan jalan apapun juga, yang pokok berhasil.
Kaligis terbelalak pucat
mendengar rencana Sangkan ini. Bagi dirinya walaupun bersaing tetapi ingin
menggunakan jalan wajar. Ia tidak pernah berpikir untuk mencelakakan saudara
seperguruannya sendiri, lebih-lebih menggunakan siasat curang.
Namun Sangkan tak mau memberi
kesempatan Kaligis berpikir. Bujuknya setengah mengancam,
Kakang, kita jangan ragu
sedikitpun dalam usaha mencapai cita-cita. Orang bercita-cita harus
berusaha dengan jalan apapun juga.
Baik terang-terangan atau kalau perlu menggunakan akal dan tipu daya. Orang yang
tak mau menggunakan kesempatan baik yang ada, adalah sebodoh-bodohnya manusia.
Itu tolol! Dan orang yang demikian apa yang dicita-citakan tidak mungkin bisa
tercapai! Sangkan berhenti dan memandang
Kaligis mencari kesan. Sejenak
kemudian lanjutnya,
Kakang, dalam persoalan ini
antara engkau dan Tanu Pada
kedudukannya lebih kuat Tanu Pada.
Jelas Sarindah lebih tertarik kepada Tanu Pada. Dengan demikian dia
merupakan sainganmu. Maka tanpa usaha melenyapkan saingan itu, apa yang kau
harapkan tidak mungkin bisa terwujud.
Malahan Tanu Pada bisa memfitnah kau lewat mulut Sarindah. Engkau bisa celaka
sendiri jika kau kalah dulu untuk bertindak. Dan kau tentunya juga sadar bahwa
Sarindah adalah cucu guru kita. Bagi seorang kakek yang cinta kepada cucunya
tentu lebih percaya kepada cucu sendiri dibanding kepada murid.
Sangkan berhenti lagi dan menatap Kaligis mencari kesan. Ketika melihat
bujukannya mulai mempan ia cepat menambahkan,
Kakang Kaligis. Engkau bisa mati konyol oleh tangan guru sendiri jika engkau
lengah. Kalau saja pada suatu hari Tanu Pada mau mencelakakan engkau, gampangnya
seperti kita membalikkan telapak tangan sendiri.
Mencelakakan aku" Mana mungkin"
Dan bagaimana pulakah caranya"
Gampang saja, ha ha ha ha.
Menghadapi orang seperti kau yang jujur ini, apakah sulitnya" Tanu Pada bisa
bekerjasama dengan Sarindah.
Umpamanya saja begini. Sarindah meletakkan salah satu benda berharga di dalam
simpanan pakaianmu. Kemudian dia melaporkan kepada guru, kehilangan benda
berharga tersebut. Tentu saja engkau yang tak merasa berbuat salah akan
bersumpah engkau tidak mengambil.
Tetapi ketika dilakukan penggeledahan, ternyata benda itu di tengah tumpukan
pakaianmu. Bukti sudah ada,
bagaimanakah engkau akan mungkir" Guru yang sudah termakan hasutan Sarindah
takkan mau mendengar alasanmu lagi.
Padahal kau tahu bagaimanakah bunyi peraturan yang dibuat guru"
Wajah Kaligis pucat mendadak.
Sahutnya, S-tiap murid yang terbukti
mencuri dua belah tangannya harus dipotong...
Nah, bagaimanakah jadinya kau ini kalau hidup tanpa tangan" Hemm, engkau akan
menjadi manusia cacat tanpa guna lagi. Selama hidup kau akan menjadi beban
keluargamu. Karena itu sebelum terlambat kita harus bertindak lebih cepat.
Sebelum peristiwa itu terjadi dan menimpa dirimu, kita bunuh Tanu Pada dan Kebo
Pradah. Kaligis tidak cepat membuka
mulut. Ia masih ragu.
Akan tetapi tiba-tiba saja
bayangan wajah Sarindah yang cantik menggoda di depan matanya. Bibir yang merah
merekah itu tersenyum amat manis. Jantungnya tiba-tiba berdegup.
Kemudian ia mengangguk dan menjawab, Ya, engkau benar. Aku pikir
rencanamu lebih tnenguntungkan
dibanding jalan lain. Hemm, Adi Sangkan! Kita sudah membunuh Ananto.
Maka kita tidak boleh bertindak setengah mentah. Baik, marilah kita cari jahanam
itu dan kita bunuh!
Sangkan gembira sekali mendengar jawaban ini. Kemudian mereka melangkah menurut
jalan setapak yang tadi mereka lalui. Mereka putar haluan lalu menuju kembali ke
arah Tanu Pada dan Kebo Pradah melakukan tugas. Dan sambil melangkah ini, antara
dua orang ini mematangkan rencana dan siasat. Mereka
sadar tidak mudah membunuh Tanu Pada dan Kebo Pradah. Ilmu kepandaian di antara
mereka setingkat dan malah sebagai murid tertua, Tanu Pada sedikit lebih tinggi
ilmunya. Jelas apabila terang-terangan melawan dua orang saingannya itu sulit
terwujud. Karena itu jalan terbaik harus
menggunakan tipu daya.
2 Ke manakah sebenarnya pemuda
cilik Sentiko itu pergi" Dugaan keluarganya memang tepat. Bocah itu menjadi
panas dan penasaran sekali setelah mendengar orang tuanya tewas dibunuh secara
kejam. Ia merasa, dirinya sebagai keturunan laki-laki satu-satunya. Maka
dirinyalah yang merasa berkewajiban membalaskan sakit hati dan dendam orang
tuanya. Oleh pengaruh pikirannya ini kemudian ia menjadi nekad. Tanpa mengukur
kemampuan diri, malam itu juga ia pergi diam-diam.
Sentiko tidak peduli cuaca gelap ia terus bergerak cepat menuruni pinggang
gunung Bromo. Ia tidak ingin maksudnya gagal, baik dicegah oleh kakeknya maupun
yang lain. Pendeknya ia memilih mati daripada menjadi seorang anak tak berguna.
Sentiko membekal semua pakaian
yang dimiliki, sedangkan senjata trisula yang tangkainya dapat ditekuk itu,
disembunyikan di dalam bajunya.
Ia tidak pernah berpikir bahwa orang yang pergi melakukan perjalanan jauh
memerlukan bekal uang. Padahal ia tidak mempunyai uang simpanan, maka ketika
pagi tiba perutnya melilit minta diisi dan ia menjadi bingung sendiri.
Perut, mengapa sebabnya engkau
merengek minta isi" Hemm, perut, tunggu sebentar lagi setelah kita bertemu
dengan warung, nanti kita membeli nasi yang kau butuhkan.
Sentiko menghibur perutnya
sendiri dan sesaat kemudian bocah ini ketawa terpingkal-pingkal sendiri merasa
geli. Soalnya, manakah mungkin perutnya itu mau mendengar kata-katanya" Perut yang
lapar tidak bisa dihibur dengan kata-kata, tetapi membutuhkan isi.
Disamping itu ia tidak memiliki uang sepeserpun, mengapa begitu gegabah
menyanggupkan diri untuk membeli nasi"
Kemudian tibalah pada sebuah desa yang cukup makmur, bernama Purwosari.
Begitu masuk ke desa ini hidungnya segera kembang kempis dan perutnya semakin
merengek, ketika lubang hidungnya menghirup bau gurih dari dapur seorang
penduduk. Hidungnya cukup
kenal dengan bau khusus ini. Tentu seseorang sedang membakar ikan asin.
Terbayang dalam benaknya
kemudian, betapa nikmatnya sepagi ini makan nasi putih hangat, sambal dan ikan
asin dibakar. Sanggup rasanya untuk menghabiskan nasi tiga piring sekaligus.
Akan tetapi ah, bagaimanakan ia dapat makan seperti yang dibayangkan itu"
Dirinya tidak punya uang, dan haruskah ia minta-minta kepada
penduduk" Hemm, ia tidak sudi
merendahkan diri sebagai pengemis.
Betapa mendongkol hatinya kalau orang tidak mau memberi malah mencaci maki
sebagai seorang muda yang malas"
Apakah dirinya harus menjual tenaga dengan bekerja apa saja asal
memperoleh sesuap nasi" Tidak" Orang yang menjual tenaga tanpa diminta, tidak
urung direndahkan. Menurut pikirannya orang tentu tidak mau menghargai
tenaganya. Dan tentu terpaksa bekerja berat namun upah yang bakal diterima tidak
seimbang. Aku mempunyai ilmu kepandaian.
Mengapa tidak aku coba dan aku
pergunakan " katanya seorang diri sambil terus melangkah menyusuri jalan desa
itu. Kiranya lebih berharga dengan melakukan perampasan atau mencuri.
Dalam benaknya segera terbayang betapa enaknya merampas atau mencuri.
Tidak perlu banyak tenaga dirinya akan mendapat uang atau benda berharga yang
cukup banyak. Tiba-tiba saja ia melihat seorang perempuan desa yang berjalan seorang diri
menuju ke luar desa. Dilihatnya pula jalan desa itu menuju ke tengah ladang
jagung yang menghubungkan desa lain. Apakah sulitnya melakukan perampasan
terhadap perempuan lalu lari dan bersembunyi"
Setelah menetapkan hati bocah ini mempercepat langkahnya, dan sesaat kemudian
sudah berlarian cepat sekali mengejar perempuan desa itu.
Sungguh sayang bocah yang masih semuda Sentiko, sudah mempunyai pikiran sesat
seperti itu, yang beranggapan lebih terhormat merampas dan mencuri daripada
menjual tenaga kepada orang. Inilah akibat salah didik. Kakeknya kurang
memperhatikan usaha menggembleng batin dan watak.
Kakeknya lebih memperhatikan
penggemblengan ilmu kesaktian, guna bekal mencapai cita-cita. Karena salah
didik, menyebabkan bocah ini sudah tersesat.
Perempuan yang menggendong
tanggok itu kaget ketika tiba-tiba dihadang Sentiko. Akan tetapi karena Sentiko
masih kecil, rasa kaget perem-
puan ini cepat menghilang, kemudian tanyanya, Nak, apa maksudmu menghadang aku"
Berikan uangmu! hardiknya sambil mendelik. Kalau tidak, kupukul kau!
Perempuan ini terbelalak tidak
percaya. Benarkah bocah sekecil ini sudah berani menjadi perampok"
Anak, engkau jangan main-main,
ujarnya tak percaya. Tempat ini tak jauh dari desa. Apa yang akan terjadi kalau
aku menjerit minta tolong" Anak, engkau masih kecil, sayang sekali jika
tersesat. Kalau memang butuh uang, nih, aku beri sekadarnya untuk membeli nasi.
Perempuan ini kemudian mengambil pundi-pundi berisi uang yang disimpan di ujung
selendang. Melihat pundi-pundi yang jelas
berisi uang itu, timbul niatnya untuk merampas semuanya.
Aku tak mau pemberianmu. Sebab
engkau tentu hanya memberi sedikit!
Perempuan ini terbelalak dan
menghentikan gerak tangannya yang berusaha membuka ujung pundi-pundi itu.
Apa katamu, Nak" katanya tak
percaya. Kau tak mau aku beri sedikit"
Ih, mengapa masih sekecil engkau sudah serakah" Kau...
Perempuan ini mendadak
menghentikan ucapannya dan wajah
berubah pucat, ketika tahu-tahu pundi-pundi itu sudah direbut oleh Sentiko.
Hai... kembalikan...!
Sentiko ketawa mengejek. Hati
bocah ini menjadi besar ketika dengan gampang berhasil merampas uang itu.
Ha ha ha ha, uang ini aku
butuhkah. Maka tak mungkin aku
kembalikan. Apa" Jika kau membandel, aku
menjerit... ancam perempuan itu.
Sentiko khawatir juga kalau apa yang dilakukan diketahui orang oleh jeritan
perempuan ini. Ia tidak mau menghadapi bahaya. Ia sudah melakukan perampasan
mengapa tanggung-tanggung"
Pikirnya, Hemm, lebih baik kupukul saja perempuan ini. Jika aku bisa membuat
perempuan ini pingsan,
perbuatanku akan aman.
Kembalikan...! Kembalikan...!
teriak perempuan ini sambil menubruk dan berusaha merebut.
Kesempatan ini tidak disia-siakan oleh bocah ini. Kaki kanan menghadang dan
berbareng tinjunya memukul ulu hati.
Plakk.... bukk...
Dua macam serangan ini mengenai sasarannya secara tepat, karena perempuan itu
tidak dapat menghindar.
Maka tanpa dapat berteriak lagi perempuan ini sudah terkulai lalu
roboh miring, sedang tanggok masih dalam gendongannya.
Sentiko tertawa senang. Katanya, Huh, engkau terlalu pelit, inilah upahmu. Kecil
cabe rawit, sekalipun kecil aku tak kalah dengan kau, ha ha ha ha!
Ia mengamati perempuan itu dengan wajah berseri. Terbayang dalam
benaknya dengan memiliki pundi-pundi uang ini, kebutuhan mengisi perut terjamin.
Ia sudah melangkah meninggalkan perempuan yang roboh itu. Tetapi baru tiga
langkah ia berhenti dan
memalingkan muka memandang perempuan itu. Ia heran mengapa perempuan itu belum
juga bergerak" Hatinya tertarik lalu kembali. Ia membungkuk
memperhatikan dan benar perempuan ini tidak bergerak.
Eh, kenapa tidak bernapas"
Matikah" pikirnya.
Jarinya meraba dada. Dada itu
lunak dan tiba-tiba saja jantungnya berdegup. Mengapa dada perempuan lembut dan
lunak, tidak seperti dadanya sendiri" Namun pertanyaan aneh ini cepat berganti
dengan rasa kaget.
Ah benar, perempuan ini tidak bernapas lagi, sudah mati.
Celaka! Kenapa perempuan ini mati oleh pukulanku"
Bocah ini tegang dan kemudian
lari secepatnya meninggalkan
korbannya. Sentiko memang menjadi kaget dan ketakutan melihat perempuan yang dipukul itu
mati. Ia tidak sengaja membunuh. Ia tadi hanya ingin
merobohkan supaya pingsan saja.
Sentiko tidak pernah berpikir bahwa pukulannya amat berbahaya bagi seorang
perempuan desa ini.
Setelah Sentiko pergi, muncullah seorang kakek, tubuhnya tinggi besar dan semua
rambut sudah berubah putih, baik pada alis, jenggot maupun
kumisnya. Melihat perempuan yang menggeletak tewas ini, kakek tua tidak kaget


Dewi Sri Tanjung 2 Si Tangan Iblis di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan juga menyesali keganasan Sentiko, tetapi anehnya malah
terkekeh. Heh heh heh heh, bagus! gumamnya sambil meninggalkan perempuan itu.
Bagus sekali. Bocah sekecil itu tangannya sudah ganas! Heh heh heh heh, hari ini
aku beruntung. Pada usia tuaku seperti sekarang ini aku belum mempunyai murid
seorangpun. Tetapi bocah itu sungguh tepat untuk menjadi muridku.
Tak lama kemudian kakek ini
melihat, Sentiko sudah hampir masuk sebuah desa sebelah utara Lawang.
Bocah itu sudah tidak lari lagi dan sesaat kemudian bocah itu malah masuk
dalam warung, lalu duduk di dekat seorang laki-laki gagah
berumur sekitar empat puluh tahun.
Laki-laki itu brewok dan
menyeramkan. Namun demikian Sentiko tidak takut karena menurut jalan pikiran
bocah ini orang sama-sama butuh jajan. Berbeda dengan orang yang lain, mereka
yang jajan lebih suka duduk berhimpitan pada bangku panjang di meja lain. Entah
mengapa sebabnya, Sentiko sendiri tidak peduli.
Saking perutnya sudah merengek
kelaparan, Sentiko tidak peduli kepada yang lain. Ketika nasi diterima tanpa
membuka mulut lagi ia sudah makan dengan lahap. Seolah-olah bocah ini ingin
memasukkan semua nasi itu hanya sekali telan saja.
Melihat sikap Sentiko, laki-laki brewok itu mengerutkan alis. Ia menjadi kurang
senang, entah apa sebabnya.
Mendadak orang itu bersin.
Beberapa percik ludahnya menghambur ke nasi di depan Sentiko.
Sentiko kaget. Perutnya amat
lapar dan nasi baru separo ia makan.
Tetapi nasi itu sudah campur ludah orang, manakah mungkin ia mau makan lagi"
Bocah ini melirik tidak senang.
Tetapi laki-laki itu malah memandang ke arah lain. Karena yang penting
sekarang ini mengisi perut, maka Sentiko menahan kemendongkolan hatinya lalu
pesan nasi lagi.
Oleh si penjual pun cepat pula
dilayani. Ketika nasi sudah diterima, iapun mulai makan lagi. Namun baru tiga
suap nasi masuk ke perut, lagi-lagi orang itu bersin dan menyemprot nasinya
dengan ludah. Sekarang bukan saja laki-laki itu bersin, tetapi malah diikuti
dengan sindirannya.
Hemm, bocah tak tahu adat. Orang tua belum makan, bocah cilik sudah mendahului!
Sentiko tidak senang oleh sikap laki-laki ini. Mengapa makan
di warung, membayar dengan uang sendiri harus diatur orang"
Akan tetapi saat sekarang ini
hatinya gelisah, ingat kepada
perbuatannya tadi. Oleh karena itu tiada nafsu untuk bertengkar dengan orang,
dan lebih baik segera membayar harga makanan dan mencari warung lain.
Karena itu ia cepat mengeluarkan pundi-pundi sambil bertanya harga makanan yang
sudah dibelinya.
Celakanya baru saja mau membuka tali pundi-pundi, mendadak sudah pindah ke
tangan laki-laki itu. Dan laki-laki ini kemudian tertawa sambil bicara seenak
udelnya sendiri.
Heh heh heh heh, tak patut bocah cilik membawa banyak uang
Wajah Sentiko sebentar pucat dan sebentar merah. Apakah uang hasilnya merampas
sekarang harus ganti dirampas orang secara terang-terangan di warung ini" Apakah
harus dibiarkan saja perbuatan orang kasar ini" Dan kalau dibiarkan, apa yang
harus dipergunakan membayar harga makanan"
Kembalikan uangku! teriaknya
sambil menggerakkan tangan untuk merebut.
Plakkkk....! Tangan Sentiko ditangkis dan
terhuyung beberapa langkah ke belakang lalu menabrak tiang warung. Dan ia
meringis karena lengannya tergetar hebat dan sakit.
Tetapi sebaliknya laki-laki yang merebut pundi-pundi terbelalak heran hampir
tidak percaya akan pandang matanya sendiri. Benarkah bocah itu tidak roboh dan
patah lengannya"
Orang lain yang melihat bergegas meninggalkan warung. Mereka takut akibatnya dan
lebih baik menyingkir sebelum terlambat.
Pemilik warung sendiri menjadi
gemetar ketakutan. Namun yang ia takutkan hanyalah apabila terjadi kerusakan
pada benda-benda dalam warungnya.
Nak Jayus... kasihanilah aku,
bujuknya halus, jangan di warung ini.
Heh heh heh heh, jangan khawatir, tukasnya sambil terkekeh.
Setiap penduduk Purwosari dan
Lawang sekitarnya, memang sudah kenal siapa laki-laki ini. Dia seorang kasar,
lagaknya jagoan, sewenang-wenang dan merampas milik orang lain.
Memang sebenarnya saja laki-laki ini disebut gentho (Gali) oleh orang banyak.
Setiap orang kenal namanya, Kreto Jayus. Masih ada baiknya memang, sekalipun
penjahat, tidak mau
mengganggu milik tetangga. Jika melakukan kejahatan hanya kepada penduduk desa
yang jauh dan atau belum kenal. Sekalipun demikian, sebagai penjahat, orang yang
berani melawan kehendaknya akan dihajar babar belur.
Dan sekarang begitu melihat
Sentiko yang kecil dan makan
disampingnya tanpa mau menawarinya, ia menjadi tersinggung. Itulah sebabnya ia
bersin dan sengaja ditujukan ke nasi Sentiko, untuk mengobati
kemendongkolannya.
Akan tetapi demi melihat bocah
cilik itu mempunyai banyak uang tiba-tiba saja timbul keinginannya untuk
merampas. Namun ketika tangkisannya tidak membuat orang itu roboh, Kreto Jayus
menjadi penasaran.
Kembalikan uangku....! teriak
Sentiko. Heh heh heh heh, rebutlah kembali kalau bisa! ejek Kreto Jayus sambil keluar
dari warung. Sentiko mendelik marah. Sekalipun kecil ia
bocah berilmu di samping tabah dan berani.
Tantangan itu menyebabkan ia
penasaran. Teriaknya, Jahanam busuk!
Engkau hanya berani mengganggu anak kecil saja. Sangkamu aku takut"
Pemilik warung sudah pucat dan khawatir, bocah sekecil itu, mengapa berani
melawan Kreto Jayus" Ia sudah membayangkan tidak urung bocah cilik ini akan
mati. Di pihak lain orang-orang yang
tadi jajanpun menjadi tegang dan khawatir pula. Mereka tidak berani mencampuri,
namun demikian mereka menonton juga dari tempatnya
bersembunyi. Sentiko telah melompat mengejar Kreto Jayus. Laki-laki itu terkekeh
di tengah jalan sambil memamerkan pundi-pundi yang tadi ia rebut.
Hai Bocah! Engkau tak patut
memiliki uang sebanyak ini. Hayo, katakan dari mana kau mencuri"
Jahanam! Aku tidak mencuri.
Kembalikan uangku!
Sentiko sudah meloncat menyerang menggunakan tangan dan kaki yang kecil. Tangan
kiri dengan dua jari menyerang mata, sedang tangan kanan menyerang ulu hati,
ditambah pula dengan gerakan yang cepat menendang tangan kiri orang yang memegang pundi-pundi.
Aihh... kurangajar! Kreto Jayus, lalu terkekeh dan mengejek, Heh heh heh heh,
agaknya kau mempunyai sedikit kepandaian, lalu menjadi sombong dan tidak
memandang sebelah mata kepadaku.
Bagus, aku ingin mematahkan kaki dan tanganmu biar kapok.
Sentiko tidak peduli. Begitu
serangan pertama dihindari lawan, ia menerjang maju dengan kecepatan kilat.
Tubuh yang kecil itu dengan ringan melesat ke depan. Dua tangannya bergerak,
tangan kiri mengulang menyerang mata dan tangan kanan kembali menyerang uluhati.
Kreto Jayus berdiri dan tidak
menghindar. Setelah menyimpan pundi-pundi dalam bajunya ia mengangkat tangan
kiri untuk menangkis sambil merendahkan tubuh. Berbareng dengan itu tangan kanan
mencengkeram pundak.
Wut... wut... plak... Aihhh...!
Kreto Jayus kaget setengah mati, ketika tangkisan dan pukulan
balasannya luput, malah pundaknya terpukul. Sekalipun kecil tangan Sentiko,
namun pukulan itu menyebabkan Kreto Jayus kesakitan.
Orang yang menonton heran
mendengar teriakan Kreto Jayus karena mereka sulit percaya. Kreto Jayus yang
biasanya garang berhadapan dengan lawan itu, mengapa sekarang terpukul bocah
cilik saja sudah berteriak"
Apakah bocah ini bocah ajaib"
Kreto Jayus menjadi amat marah.
Kalau tadi ia melawan Sentiko dengan sikap mengejek dan merendahkan, sekarang
tidak berani sembrono lagi.
Diam-diam ia malu dan berjanji takkan melepaskan bocah ini sebelum mampus.
Karena itu sambil membentak lantang dua tangannya bergerak cepat untuk memukul
roboh lawan. Ia menubruk ke depan bermaksud
menangkap Sentiko. Namun Sentiko dapat bergerak gesit seperti bayangan. Tiba-
tiba tubuh bocah itu melesat cukup tinggi. Di udara berjungkir balik, kepala di
bawah dan kaki di atas. Lalu dua tangannya seperti kilat cepatnya menyambar ke
arah mata dan ubun-ubun.
Sekalipun bocah cilik, serangan ini amat berbahaya.
Akan tetapi Kreto Jayus merasa
jagoan dan bertenaga raksasa. Tangan Sentiko yang meluncur itu disambut dengan
tangkisan tangan kiri sedang tangan kanan berusaha mencengkeram pusar lawan.
Aduhhh...! Kreto Jayus berteriak kaget ketika dekat telinganya
terserempet pukulan lawan. Kepalanya sakit dan nanar.
Sungguh, tidak pernah dibayangkan oleh Kreto Jayus mengalami peristiwa ini. Ia
menjadi amat malu. Dirinya terkenal sebagai jagoan tanpa tanding di wilayah ini.
Haruskah sekarang menyerah di tangan anak kecil" Saking marah dan penasaran ia
menjadi lupa daratan dan mata gelap. Tiba-tiba saja ia mencabut goloknya yang
menghitam karena berkali-kali sudah minum darah korban. Dan sekarang golok ini
akan disuruh minum darah Sentiko.
Melihat orang mencabut golok
diam-diam Sentiko gentar. Bagaimanapun selama ini ia belum pernah berkelahi
sungguh-sungguh. Kalau berkelahi hanya berlatih dengan murid kakeknya.
Meskipun demikian bocah ini tidak takut. Ia sudah mendapatkan bukti bahwa ilmu
yang dimilikinya tidak kalah dengan ilmu lawan.
Tiba-tiba saja malah timbul
kegembiraan bocah ini.
Bukankah perkelahian ini malah bisa dijadikan semacam ujian" Kepergiannya sekarang ini
untuk mencari Gajah Mada dan Mpu Nala. Padahal dua orang itu terkenal sebagai
tokoh Majapahit yang sakti mandraguna. Kalau sekarang berhadapan dengan lawan
ini saja tak dapat mengalahkan, manakah mungkin bisa menang melawan dua tokoh itu"
Teringat itu Sentiko jadi makin mantap. Secepat kilat tangannya
mencabut tombak trisula dari balik baju. Tombak trisula yang dapat ditekuk itu
lalu diluruskan. Dan sambil melintangkan di depan dada bocah ini dengan garang
berkata, Kembalikan uangku habis perkara!
Tetapi jika tidak engkau kembalikan, akupun tidak takut! Kau punya golok akupun
punya tombak trisula!
Heh heh heh heh, Kreto Jayus
terkekeh mengejek. Bagus! Sungguh tidak nyana bayi kemarin sore berani melawan
aku. Huh, sesungguhnya aku malu melawan bocah. Tetapi karena kau sudah berani
memukul aku dua kali, sekarang rasakan pembalasanku!
Tanpa malu lagi Kreto Jayus sudah mendahului menerjang ke depan
menggerakkan goloknya menyerang Sentiko. Serangan itu cepat dan kuat,
menerbitkan angin menyambar-nyambar.
Orang yang menonton dari tempat sembunyi amal khawatir. Manakah mungkin bocah
itu dapat melawan golok Kreto Jayus"
Akan tetapi sekalipun belum
pernah berkelahi, ia seorang murid dan cucu tokoh Sakti. Ilmu yang dipelajari
merupakan ilmu tinggi. Begitu melihat golok menyambar, dengan senjata tombak
trisula Sentiko meloncat ke samping dan tak mau beradu senjata, karena sadar
tenaganya kalah. Dan apabila
terjadi benturan senjata sulit bagi dirinya mempertahankan senjatanya.
Sambil menghindar ke samping ini tombak trisulanya menikam lambung.
Kreto Jayus tak mau
memberikan lambungnya luka, menarik kembali goloknya dan membabat sambil
menggerakkan tangan kiri untuk
mencengkeram tangkai tombak trisula lawan.
Takk.... Ahh, aduhhh...!
Lagi-lagi Kreto Jayus berteriak kaget dan kesakitan. Ternyata
gerakannya kalah tangkas dan kalah cepat. Tangkai tombak trisula lawan yang akan
dicengkeram itu malah memukul lengannya. Kreto Jayus
meringis oleh pukulan itu karena lengan kiri hampir lumpuh.
Akan tetapi justru pukulan ini
menyebabkan Kreto Jayus tambah marah.
Kalau tadi ia masih melawan seorang bocah cilik, sekarang ia sudah lupa daratan.
Maka sambil membentak
nyaring, ia membabatkan goloknya.
Hiyaaaat.... hiyaaaaat....!
Babatan golok itu menyebabkan
hati Sentiko khawatir juga. Dapatkah ia mengalahkan lawan dan dapat
merampas kembali pundi-pundi uangnya"
Pengalamannya tadi berkali-kali ia berhasil memukul lawan. Teringat itu bocah
ini menjadi lebih mantap.
Rasa percaya kepada ilmu kesak-
tian yang dimiliki ini menyebabkan gerakan Sentiko semakin menjadi mantap.
Tombak trisulanya menyambar-nyambar dengan gerakan ilmu tombak yang bercampur
dengan ilmu pedang.
Memang si Tangan Iblis, kakek Sentiko, dahulu terkenal sebagai ahli senjata
tombak. Berdasarkan pengalamannya pula, ia kemudian berhasil menggubah ilmu
senjata yang dicampur antara ilmu tombak dan ilmu pedang pilihan.
Saat itu Kreto Jayus sudah
memuncak kemarahannya. Ia
membetak nyaring, berbareng merendahkan tubuh untuk menyerampang kaki lawan.
Maksudnya sekali membabat, akan segera buntunglah kaki lawan. Tetapi justru
gerakan membabat inilah kesalahan orang itu.
Sambil meloncat tinggi
menghindari serangan, Sentiko memukul tengkuk lawan. Kreto Jayus cepat
memiringkan tubuh sambil menggerakkan tangan kiri ke atas untuk mencengkeram
bawah pusar. Dan kesempatan ini tidak disia-siakan Sentiko yang masih mengapung
di udara. Ia memukulkan tombak trisulanya, namun Kreto Jayus menarik kembali
tangannya sambil melompat ke samping.
Tak..... bukk....! Tubuh Kreto
Jayus yang tinggi besar itu terguling-guling sambil meringis. Ia dapat
menyelamatkan nyawanya, namun pundak kanan terpukul dan goloknya lepas.
Disamping itu tendangan tendangan Sentiko yang tidak terduga-duga menyebabkan
dada sesak dan sulit bernapas.
Di saat Kreto Jayus bergulingan ini, pundi-pundi yang disimpan
menggelinding keluar. Sentiko tidak menyia-nyiakan kesempatan, dan cepat
disambar dengan tangan kiri, lalu disimpan di bank baju. Bagi Sentiko tak ada
maksud berkelahi. Maka apabila pundi-pundi sudah kembali, sudah cukup. Oleh
sebab itu bocah ini kemudian melangkah pergi.
Orang-orang yang menonton sambil bersembunyi terbelalak kaget. Benarkah apa yang
mereka lihat dan saksikan ini" Kreto Jayus yang suka berbuat sewenang-wenang dan
merupakan gentho yang ditakuti orang itu, sekarang babak belur hanya menghadapi
anak kecil saja" Diam-diam mereka senang, tentunya dengan peristiwa ini Kreto
Jayus akan berubah tabiatnya.


Dewi Sri Tanjung 2 Si Tangan Iblis di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Akan tetapi sudah tentu Kreto
Jayus tak mau berhenti sampai di sini.
Sekalipun dada sesak dan pundak sakit, tetapi tidak terluka. Ia harus
membalas kekalahannya, maka sambil menggeram marah, ia melompat berdiri kemudian
menyambar goloknya. Tanpa mempedulikan pakaiannya yang kotor, ia
sudah berteriak lantang sambil
mengejar. Bocah bangsat! Jahanam! Hayo
berhentilah! Makanlah golokku ini!
Sentiko kaget dan cepat melompat ke samping. Karena tak mungkin dapat melawan
tanpa senjata, maka secepat kilat ia mengambil senjatanya. Dan diam-diam bocah
ini marah juga, karena ia sudah bersikap lunak, tetapi ternyata orang tinggi
besar ini tak tahu diri.
Diam-diam bocah inipun menjadi
penasaran dan ingat kepada nasihat kakeknya yang antara lain, dalam berkelahi
menggunakan senjata apabila tidak mati terbunuh harus membunuh lawan. Karena itu
sebelum lawan sempat membunuh, engkau harus membunuh lawan lebih dahulu.
Nasihat yang berbau sesat ini
sudah tentu ditelan begitu saja oleh otak yang belum pandai
mempertimbangkan baik dan buruknya ini. Ia beranggapan setiap nasihat kakeknya
tentu benar dan baik. Maka sekarang menghadapi lawan bersenjata ini, ia harus
membunuh kalau tidak ingin dibunung orang. Karena itu tanpa membuka mulut bocah
inipun sudah melengking nyaring sambil menggerakkan senjatanya. Dan kemudian
terjadilah perkelahian yang cukup sengit, dua senjata itu menyambar dahsyat.
Apa yang terjadi itu tidak pernah lepas dari pengamatan kakek tua yang sejak
tadi membayangi Sentiko. Ia tadi merasa keheranan ada bocah cilik sanggup
membunuh perempuan desa.
Sekarang ia menjadi terbelalak, melihat gerak senjata Sentiko yang cepat tetapi
ganas, penuh tipu daya dan pancingan licik. Jelas bahwa ilmu bocah ini berbau
sesat. Dalam pada itu melihat gerakan
Sentiko yang mantap, kakek inipun bisa menduga, tentu guru bocah ini tokoh sesat
yang sakti mandraguna. Ahh, alangkah senangnya apabila ia dapat memiliki murid
tunggal seperti bocah ini, bocah yang berbakat, akan tetapi juga sesuai dengan
wataknya sendiri yang sesat. Ia sudah membayangkan betapa gempar dunia ini,
apabila beberapa tahun kemudian, muridnya ini mulai mengganas di sana sini.
Karena tak ingin bocah yang
diincar untuk menjadi muridnya ini terlalu lama berkelahi, kakek ini segera
membantu diam-diam. Ia memungut dua butir kerikil, dan ketika tangan bergerak,
dua butir kerikil ini meluncur amat cepat.
Bantuan yang diberikan ini justru sudah diperhitungkan secara tepat. Dua butir
kerikil itu memukul secara tepat pada pundak kiri dan pundak kanan Kreto Jayus
dan pada saat itu pula
tombak trisula Sentiko justru
menyambar. Pukulan kerikil itu menyebabkan pundak Kreto Jayus sakit dan panas.
Lengannya mendadak lumpuh dan
tangkisannya gagal, malah disusul kemudian goloknya runtuh di tanah. Ia kaget
sekali ketika melihat senjata lawan menyambar ke arah dada. Ia bermaksud
melompat menghindarkan diri, tetapi celaka! Di belakang tubuhnya seperti ada
benteng yang kuat menempel punggung dan tak dapat bergerak lagi.
Apa yang sudah terjadi" Benteng yang tidak tampak itu adalah tenaga dalam yang
dikirim kakek tua itu dan yang menyebabkan Kreto Jayus tak dapat menghindar
lagi. Crott....! Aduhhh.....!
Dada Kreto Jayus berlubang tiga tempat, terhunjam oleh tombak trisula.
Pekik mengerikan keluar dari mulut dan darah merah membanjir keluar dari dada.
Sentiko sendiri terbelalak dan
ngeri, melihat mengucurnya darah merah dari dada lawan. Ia cepat menarik
senjatanya, dan begitu lepas Kreto Jayus roboh, meregang sebentar lalu tak
bergerak lagi untuk selamanya.
Tadi, membunuh seorang perempuan tanpa sengaja saja, bocah ini sudah lari
terbirit-birit. Apa pula
sekarang, melihat korbannya roboh
mandi darah, Sentiko memekik nyaring lalu lari sipat kuping (cepat sekali), dan
tombak trisula yang bernoda darah itu masih dipegang tangan kanan. Tak lama
kemudian ia sudah masuk ke dalam sebuah hutan kecil tak jauh dari tempat itu.
3 Akan tetapi tiba-tiba Sentiko
roboh terguling dan tombak trisulanya lepas melesat agak jauh. Bocah ini
keheranan, merasa menabrak sesuatu yang lunak yang mempunyai daya membal dan
menyebabkan dirinya seperti dilemparkan. Maka cepat-cepat ia meloncat berdiri
dan kemudian....
Sentiko terbelakak.
Didepannya sudah berdiri seorang tua, tubuhnya tinggi besar, sedang tertawa
terkekeh kegelian. Munculnya kakek ini seperti setan saja, seperti muncul dari
dalam bumi. Karena itu Sentiko tadi merasa tidak ada orang, tetapi tahu-tahu
sudah menabrak.
Kakek! Apakah sebabnya Kakek
duduk di tengah jalan" tegurnya sambil membersihkan pakaiannya yang kena debu.
"Dan apakah sebabnya pula aku kau banting roboh"
Kakek itu tertawa semakin
terkekeh, Heh heh heh heh, lucu...
Sentiko tidak senang, protesnya, Apanya yang lucu" Aku tidak apa-apa, tetapi
apakah sebabnya kau banting"
Uah uah, engkau yang menabrak
aku, tidak minta maaf, sebaliknya malah marah-marah kepada orang.
Wajah yang semula berseri dan
terkekeh itu tiba-tiba berubah dan tampak sungguh-sungguh, sedangkan matanya tak
berkedip memandang Sentiko. Hai Bocah! Apakah engkau ini benar-benar bocah yang
tidak tahu aturan" Seharusnya kau minta maaf karena sudah menabrak aku. Tetapi
mengapa engkau malah menyalahkan aku"
Huh huh kurangajar.
Apa" Kaulah yang bersalah!
Sentiko membantah dengan lantang tanpa gentar. Engkau tahu, aku sedang lari.
Tetapi mengapa kau tak mau menyingkir dan malah membanting aku"
Siapakah yang membanting" Aku
tidak melakukan sesuatu.
Tetapi nyatanya aku terpental
roboh. Bukankah engkau telah sengaja membanting aku "
Melihat sikap bocah yang tabah
dan berani ini, kakek itu ketawa kembali. Katanya sambil mengusap jenggotnya
yang menjuntai panjang, Heh heh heh heh, luar biasa. Luar
biasa.... Kakek tua, kau bicara apa"
Engkau bocah luar biasa. Mestinya orang muda yang bersalah harus
mengakui kesalahannya, namun engkau tidak mau mengaku malah menyalahkan orang
lain. Aku tak bersalah. Mengapa
sebabnya harus mengaku salah" Kalau kakek tidak duduk di tengah jalan, dan mau
menyingkir pula di saat aku lewat, bukankah aku tidak akan menabrak"
Heh heh heh heh, bocah bandel,
tabah dan pandai pula berdebat, kakek itu memuji sambil memperhatikan Sentiko.
Terusnya, Mengapa sebabnya engkau lari setelah membunuh orang"
Sentiko terbelalak kaget. Kakek tahu..." Tentu saja! Malah perempuan yang kau
rampas uangnya dan kaupukul mampus itupun aku tahu.
Sentiko berjingkrak kaget.
Engkau... engkau tahu perbuatanku terhadap perempuan tadi " Kalau begitu... ahh,
siapa dia" Apakah dia anakmu.." Dan kau... mau menangkap aku" Heh heh heh
heh.... Tetapi aku tidak bersalah. Aku
tadi tidak bermaksud membunuh dia. Aku hanya ingin merampas uangnya saja.
Heh heh heh heh, merampas milik orang lain, kau tidak merasa bersalah"
Tetapi... tetapi aku melakukannya karena butuh. Perutku lapar! Tanpa uang aku
tak bisa mendapatkan nasi.
Kalau Kakek mau main paksa, tentu saja aku melawan.
Bagus, heh heh heh heh! Aku ingin melihat sampai di manakah kemampuanmu.
Hemm, agaknya setelah bisa mengalahkan gentho itu, engkau menjadi mabuk. Hai,
Bocah, engkau hanya mempunyai sedikit kepandaian. Katakanlah siapa gurumu"
Aku tidak punya guru, tetapi
kakekku sendiri yang mendidik. Dan kau, huh huh, engkau tentu takut dan
terkencing-kencing apabila mendengar nama kakekku.
Siapakah kakekmu itu yang dapat membuat orang ketakutan dan
terkencing-kencing" Heh heh heh heh, apakah kakekmu yang kau banggakan itu sakti
mandraguna seperti iblis"
Apa" Engkau berani menghina
kakekku" Keparat! Kakekku sakti tanpa tanding dan orang menyebutnya Si Tangan
Iblis. Sentiko menduga setelah memper-
kenalkan nama kakeknya yang
Harimau Mendekam Naga Sembunyi 16 Sejengkal Tanah Sepercik Darah Karya Kho Ping Hoo Pendekar Harpa Emas 5
^