Pencarian

Suramnya Bayang Bayang 39

Suramnya Bayang Bayang Karya S H. Mintardja Bagian 39


Setelah menyampaikan semua pesan dengan jelas, maka
Iswari pun telah membenahi diri. Untuk menghadapi
lawannya Iswari sudah benar-benar bersiap. Namun
demikian Iswari itu masih juga membawa sepasang pedang
pendek di kedua lambungnya.
"Marilah guru" ajak Iswari.
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
69 SH. Mintardja Nyai Soka lah yang kemudian menjawab, "Marilah. Kita
memasuki padang rumput Serpihan."
Demikianlah keempat orang itu telah memasuki padang
rumput Serpihan. Di langit bulan bulat memancar dengan
terangnya. Selembar-selembar awan lewat dihanyutkan
angin ke utara. Beberapa saat kemudian, maka mereka telah menjadi
semakin ketengah. Jantung Iswari memang menjadi
berdebar-debar ketika ia melihat dalam cahaya bulan, orang
yang menantangnya perang tanding itu sudah berada di
tengah-tengah padang. "Bukan sekedar pancingan" desis Iswari.
"Ya" sahut Nyai Soka, "perempuan itu benar-benar
datang." Iswaripun kemudian berjalan dipaling depan. Di
belakangnya ketiga gurunya mengikutinya. Bagaimanapun
juga ketiganya sebagaimana Iswari, juga menjadi berdebar-
debar. Ternyata perempuan yang menantang.itu Iswari telah
membawa lima orang saksi, termasuk Ki Rangga Gupita.
Sementara Iswari hanya diikuti oleh tiga orang saksi. Tetapi
ketiga-tiganya adalah kakek dan neneknya Terlebih-lebih
lagi mereka adalah gurunya.
"Ternyata kau datang anak manis," terdengar suara
seorang perempuan dengan lantang menyambut
kedatangannya. Iswari mengerutkan keningnya. Sementara Nyai Soka
berdesis, "Kau tidak boleh hanyut dalam arus perasaanmu.
Jika kau kehilangan penalaran, maka kemungkinan
membuat kesalahan akan lebih besar."
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
70 SH. Mintardja Iswari mengangguk. Ia sadar, bahwa lawannya agaknya
sengaja membuatnya marah.
Karena itu, maka Iswari tidak segera menjawab. Ia
berjalan dengan langkah tegap mendekati orang-orang yang
sudah menunggunya itu. Beberapa langkah dari perempuan
yang bernama Warsi itu Iswari berhenti. Tiga langkah
dibelakangnya, ketiga orang saksi yang dibawanya telah
berhenti pula. "Kau dengar pertanyaanku?" bertanya Warsi.
Iswari mengangguk. Jawabnya, "Aku dengar. Tetapi aku
tidak terbiasa berbicara sambil berteriak-teriak. Karena itu,
aku menunggu sampai aku mendekat untuk menjawab."
"O, begitu," Warsi mengerutkan keningnya. Namun
katanya pula, "Kau cantik sekali dibawah cahaya bulan."
Iswari mengerutkan keningnya. Ia masih tetap sadar,
bahwa perempuan itu tentu masih akan mengucapkan kata-
kata yang dapat menyinggung perasaannya. Karena itu, ia
pun justru menjawab, "Dibawah bulan purnama atau tidak,
aku memang cantik." "Gila," geram Warsi. Namun ia pun berusaha untuk
menahan dirinya. Seperti Iswari ia pun sadar, bahwa ia
tidak boleh marah dan kehilangan penalaran.
"Iswari," berkata Warsi. "Kau memang cantik. Tetapi
kenapa pada suatu saat suamimu menjadi jemu kepadamu
dan memilih orang lain" Bahkan suamimu sudah berusaha
untuk menyingkirkanmu dengan cara yang paling kasar?"
"Kau benar," jawab Iswari pendek.
"Ya, kenapa" Bukankah suamimu kemudian telah tergila-
gila kepadaku?" desak Warsi.
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
71 SH. Mintardja "Ya," jawab Iswari.
"Jika kau sadari itu, maka kau pun harus mengakui
bahwa meskipun kau cantik, ada orang lain yang lebih
cantik lagi," berkata Warsi. Lalu, "Dan orang yang lebih
cantik itu adalah aku."
"Tidak," jawab Iswari. "Aku tidak mengakui itu."
"Kenapa" Kau ingkar pada kenyataan?" bertanya Warsi.
"Kau telah mengguna-gunai suamiku. Dengan ilmu hitam
itu kau berhasil membuat suamiku lupa akan dirinya dan
lupa kepada apapun juga," jawab Iswari.
"Satu usaha untuk mengurangi cacat diri. Tetapi jika kau
jujur, marilah, bertanyalah kepada semua orang yang ada
disini sekarang. Juga kepada saksi-saksimu. Siapakah yang
lebih cantik di antara kita berdua," berkata Warsi.
"Aku tidak akan bertanya kepada orang lain. Tetapi
kepada suamiku. Ketika suamiku mengalami luka parah
karena pengkhianatanmu, maka ia masih sempat
mengatakannya, bahwa ternyata aku lebih cantik dari orang
yang bernama Warsi. Perempuan yang bernama Warsi itu
hanya cantik jika ia berada di bawah lampu yang remang-
remang yang terdapat pada pikulan gamelan selagi ia
menjadi penari jalanan. Namun ia telah memaksa suamiku
itu untuk menyebutnya cantik karena Warsi
mempergunakan kekerasan. Diakui oleh suamiku bahwa
Warsi memiliki kemampuan ilmu yang lebih tinggi.
Memang lebih tinggi dari suamiku. Tetapi tidak lebih tinggi
dari ilmuku," sahut Iswari.
"Cukup," Warsi berteriak memotong kata-kata Iswari.
Sementara Iswari tersenyum sambil berkata, "Kenapa
kau berteriak-teriak."
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
72 SH. Mintardja "Disini akan terjadi perang tanding. Kita akan mengadu
ilmu. Bukan mengadu kepintaran berbicara," bentak Warsi.
"Aku sudah siap. Aku memang datang untuk berperang
tanding. Bukan untuk memamerkan kecantikan. Bukankah
kau sendiri yang telah memuji kecantikanku. Meskipun aku
sadar, bahwa aku cantik, tetapi aku tidak mengira bahwa
kau juga akan memujinya," berkata Iswari sambil
tersenyum. ----------oOo---------- Bersambung ke Jilid 34. Naskah diedit dari e-book yang diupload di website Tirai
kasih http://kangzusi.com/SH_Mintardja.htm
Terima kasih kepada Nyi DewiKZ
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
73 SH. Mintardja Jilid Ke tiga puluh empat
Cetakan Pertama Naskah ini disusun untuk kalangan sendiri:
Bagi sanak-kadang yang berkumpul / cangkrukan di,
"Padepokan" pelangisingosari atau di
http://pelangisingosari.wordpress.com.
Keberadaan naskah ini tentu melalui proses yang
panjang, mulai scanning, retype " editing dan
layouting sehingga menjadi bentuknya seperti
sekarang ini. Admin mempersilahkan mengunduh naskah ini
secara gratis dengan harapan buku yang mulai langka
ini dapat dibaca oleh sanak kadang di seluruh
Nusantara bahkan di seluruh dunia (WNI yang ada di
seluruh dunia). Untuk menghargai jerih payah beliau-beliau yang
telah bekerja dengan ikhlas demi menghadirkan buku
ini, maka dilarang menggunakan untuk tujuan
komersiil bagi naskah ini.
satpampelangi Koleksi: Ki Arema dan Ki Truno Prenjak
Scanning: Satpampelangi dan Ki Truno Prenjak
Retype: Nyi Dewi KZ di Web http://kangzusi.com/SH_Mintard
ja.htm Edit ulang: Ki Arema Lay-out: Satpampelangi Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
74 SH. Mintardja Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
1 SH. Mintardja " TUTUP mulutmu," sekali lagi Warsi berteriak.
Sementara itu Ki Rangga yang menjadi cemas melihat
kemarahan Warsi itu pun berkata, "Nah, yang penting
kalian harus berperang tanding, bukan sekadar berbicara.
Aku berharap bahwa para saksi dari Tanah Perdikan pun
jujur. Terus terang aku mengakui, bahwa meskipun saksi dari Tanah Perdikan
hanya tiga orang, tetapi ketiganya adalah orang- orang tua yang berilmu tinggi. Namun dengan demikian aku justru menaruh harapan, bahwa mereka tidak akan mengorbankan harga diri mereka untuk berbuat curang dalam kesaksian mereka apapun yang terjadi.
Meskipun mereka akan mampu membunuh kami semuanya, tetapi seharusnya mereka mengakui kenyataan
yang terjadi dalam perang tanding ini."
"Kami datang untuk menjadi saksi," jawab Kiai Badra.
"Karena itu, kami hanya menyaksikan apa yang telah terjadi
disini. Sebenarnya aku berharap bahwa Ki Randukeling
akan datang juga menyaksikan perang tanding ini."
"Kami tidak merasa perlu untuk mengundangnya," jawab
Ki Rangga. "Pada saatnya kami hanya akan datang untuk
memberitahukan kepadanya bahwa Nyai Wiradana yang tua
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
2 SH. Mintardja sudah terbunuh dalam perang tanding. Perang tanding yang
jujur dan terhormat."
"Baiklah," berkata Kiai Badra. "Kami pun sudah siap
untuk menyaksikan perang tanding ini. Siapapun yang
menang atau kalah, maka penyelesaian itu adalah
penyelesaian yang terhormat bagi kedua belah pihak."
"Nah," berkata Ki Rangga. "Kita harus membuat arena.
Kita akan berdiri mengelilingi arena itu."
"Kita harus berdiri agak jauh dari arena," berkata Kiai
Badra. "Dengan demikian maka kita tidak akan
mengganggu perang tanding ini. Mungkin di antara mereka
memerlukan arena yang luas untuk mengembangkan
ilmunya dalam perang tanding itu."
"Aku setuju," berkata Warsi. "Kami memang
memerlukan jarak pada suatu saat."
"Baiklah," berkata Ki Rangga. "Kita akan melingkari satu
arena yang luas. Kita tidak akan mencampuri perang
tanding itu sampai yang menang mengambil keputusan atas
lawannya." Demikianlah, maka para saksi itu pun kemudian telah
berdiri melingkari satu arena yang luas. Ternyata Kiai
Badra, Kiai Soka dan Nyai Soka tidak berdiri berkelompok.
Mereka justru telah berpencar dan mengamati perang
tanding itu dari tiga arah. Dengan demikian maka mereka
bertiga akan dapat melihat perkembangan perang tanding
itu dengan seksama. Ki Rangga Gupita memang menjadi tegang. Tetapi ia
mengenali kemampuan Warsi. Ia hampir pasti, bahwa
Warsi akan dapat menyelesaikan perang tanding itu seperti
dikehendaki. Apalagi ketika ia melihat sepasang pedang
pendek dilambung Iswari. Sejenis senjata kebanyakan yang
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
3 SH. Mintardja dipakai oleh para prajurit dan pengawal. Tidak ada
kekhususan apa-apa. Betapapun terampilnya seseorang
memainkan pedang pendek yang sepasang itu, ia tidak akan
mampu mengimbangi kemampuan Warsi bermain dengan
rantainya. Demikianlah kedua orang perempuan yang perkasa itu
sudah siap. Tidak pernah terpikir oleh seorang di antara
mereka untuk melarikan diri. Bagi Iswari dan Warsi, akhir
dari perang tanding ittu adalah kematian.
Sekilas Iswari terbayang wajah anak laki-lakinya, Risang.
Namun kemudian wajah itu justru memberikan dorongan
kekuatan jiwani di dalam dirinya.
"Apa yang aku lakukan, adalah untuk kepentingannya,"
berkata Iswari di dalam hatinya.
Agak berbeda dengan Warsi yang sama sekali tidak
teringat lagi kepada anaknya. Ia tidak peduli apa yang
sedang terjadi atas Puguh saat itu. Yang penting baginya
adalah membunuh Iswari untuk mendapatkan kepuasan
pribadinya. Sekilas Warsi menengadahkan kepalanya.
Dipandanginya bulan bulat dilangit. Sejenak Warsi
memandang bulan itu, seakan-akan memohon sesuatu
kepada benda langit yang bulat bercahaya itu.
Iswari sama sekali tidak menghiraukannya. Baginya tiada


Suramnya Bayang Bayang Karya S H. Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kuasa yang lebih tinggi dari Kuasa Yang Maha Agung.
Namun betapapun besar kuasa-Nya, namun Yang Maha
Agung itu pun adalah Yang Maha Adil.
Sesaat kemudian maka terdengar gemeretak gigi Warsi.
Dengan datar ia menggeram,
"Aku akan mulai anak manis."
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
4 SH. Mintardja Iswari pun mulai bergeser. Ia sadar, bahwa pertempuran
itu tentu akan berlangsung lama. Karena itu ia harus
mampu tetap sadar untuk mengatur kekuatan dan
kemampuan diri. Ketika Warsi mulai melangkah, maka Iswari pun
melangkah pula. Keduanya bergeser melingkar, seakan-
akan masih ingin melihat bagaimana kaki masing-masing
bergerak. Namun dengan demikian keduanya menjadi semakin
yakin bahwa lawan masing-masing adalah orang yang
berilmu tinggi. Dalam pada itu, Warsi mulai mencoba menjajagi
lawannya. Ia telah bergeser selangkah maju sambil
menjulurkan tangannya ke arah dada Iswari. Namun Iswari
hanya sekadar beringsut surut. Warsi yang sudah
memperhitungkan sikap lawannya, tiba-tiba saja telah
meloncat sambil menjulurkan kakinya.
Sekali lagi Iswari bergeser surut. Namun kemudian ia
pun meloncat ke samping dengan tiba-tiba. Kakinya pun
berputar menyapu satu kaki lawannya yang bertumpu
diatas tanah sementara kakinya yang lain terentang.
Yang terjadi barulah sekedar memanaskan urat-urat
darah mereka. Dengan tangkas mereka saling menyerang
dan menghindar. Masih dengan kemampuan wajar mereka.
Meskipun semakin lama menjadi semakin cepat, namun
yang terjadi adalah tidak lebih dari semacam pameran
ketrampilan wadag mereka.
Namun demikian mereka yang menyaksikan
pertempuran itu menjadi semakin berdebar-debar.
Keduanya bergerak semakin cepat. Tanpa mengenal mereka
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
5 SH. Mintardja sebelumnya, tidak seorangpun menduga, bahwa yang
berada ditengah arena itu adalah dua orang perempuan.
Ketiga orang kakek dan nenek Iswari mengikuti
perkembangan pertempuran itu dengan ketegangan yang
memang meningkat. Meskipun mereka belum melihat
kelebihan perempuan yang mewarisi ilmu Kalamerta itu,
namun mereka sudah melihat, bahwa kesiagaan wadag
Warsi memang cukup tinggi.
Sekali-sekali dengan sengaja Warsi menunjukkan
kemampuan wadagnya yang dibanggakannya. Dari satu sisi
ia melenting langsung kesisi arena yang lain. Jarak yang
panjang itu diloncatinya seperti seekor tupai meloncat dari
satu dahan pohon kedahan yang lain. Demikian
dilakukannya beberapa kali. Namun tiba-tiba saja geraknya
berubah seperti seekor burung sikatan menyambar bilalang.
Menukik dengan paruhnya yang tajam, mematukdengan
garangnya. Namun ternyata lawannya bukan seekor bilalang. Tetapi
seekor elang. Itulah sebabnya, maka kadang-kadang Warsi justru harus
menarik serangannya, karena lawannya telah siap
menunggunya, dengan serangan balik yang sangat
berbahaya. Jika kemudian datang saatnya Iswari lah yang
menyerangnya, maka gerakannya tidak kalah cepatnya.
Berputaran seperti angin pusaran, namun kemudian
menyempit dan menerpa dengan dahsyatnya.
Tetapi Warsi dengan cepat melenting menghindari pusat
putaran serangan lawannya, sehingga sesaat kemudian, ia
telah berdiri lepas dari sentuhan serangan lawannya.
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
6 SH. Mintardja Demikianlah pertempuran itu menjadi semakin sengit
betapapun mereka masih dalam keadaan wajar. Merekapun
sama sekali belum mempergunakan senjata. Agaknya
mereka benar-benar ingin memanfaatkan perang tanding
itu untuk selain menyelesaikan persoalan diantara mereka
yang tidak akan mungkin dilakukan dengan cara lain, juga.
untuk mendapatkan kemenangan dengan kepuasan yang
sebesar-besarnya. Ki Rangga Gupita serta para saksi yang lain
memperhatikan setiap perkembangan dengan sakSama.
Meskipun merekapun mengerti, bahwa pertempuran itu
masih belum merambah ke kekuatan ilmu yang tinggi,
namun mereka sudah melihat, betapa sengitnya
pertempuran yang masih dalam batas kemampun wajar
kedua perempuan itu. Sementara itu keduanyapun masih
belum merasa , perlu untuk mempergunakan senjata.
Mereka masih mempercayakan kemampuan wajar mereka
serta kecepatan gerak yang memang melampaui kecepatan
gerak orang kebanyakan. Namun lambat laun, merekapun telah mulai melepaskan
tenaga cadangan yang tersimpan didalam diri mereka,
sehingga kekuatan wadag merekapun nampaknya menjadi
jauh lebih besar dari kekuatan wajar mereka.
Dengan demikian maka keduanya pun sudah mulai
dengan bersungguh-sungguh. Jika sekali mereka
melepaskan tenaga cadangan, maka tenaga cadangan itu
tentu akan mengalir seperti air sungai yang semakin lama
menjadi semakin deras, sehingga akhirnya menjadi banjir
bandang. Bendungan yang tidak mampu menahan tekanan
arusnya, tentu akan pecah berserakan terdorong menepi
atau hanyut dalam gejolak air yang bergelora.
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
7 SH. Mintardja Demikianlah pertempuran antara hidup dan mati itu
telah menjadi semakin kuat dan semakin cepat. Benturan-
benturan mulai terjadi. Serangan yang cepat, yang tidak
dapat dihindari harus ditangkisnya, sehingga dengan
demikian keduanya harus beradu kekuatan.
Namun agaknya mereka telah meningkatkan
kemampuan mereka dengan seimbang. Jika benturan-
benturan itu terjadi, mereka bersama-sama terdorong surut,
atau keduanya tetap bagaikan terpasak ditempatnya.
Ternyata bahwa kemampuan keduanya masih tetap
seimbang. Warsi agaknya telah memiliki pengalaman yang
lebih panjang dari Iswari dalam mendalami ilmunya. Ia
mulai sejak ia menginjak remaja. Kemudian kehidupannya
ditempa dalam kekerasan dan iapun telah bertualang dalam
dunia kanuragan. Sedangkan Iswari mulai setelah ia melahirkan anaknya.
Belum terlalu lama bagi satu usaha mempelajari ilmu
kanuragan. Tetapi ia ditangani oleh tiga orang kakek dan
neneknya. Orang-orang yang memiliki bukan saja
kemampuan secara pribadi. Teapi mereka tahu benar apa
yang harus mereka perbuat untuk meningkatkan
kemampuan wadag dan ilmu bagi cucunya. Iswari sendiri
telah menjalani segala macam laku yang wajib ditempuh
dengan tekun dan bersungguh-sungguh. Karena itu, maka
ilmunya pun dengan kecepatan yang berlipat, meningkat
menyusul kemampuan ilmu orang-orang yang jauh-jauh
sebelumnya sudah memulainya.
Pengalaman Iswari memang belum seluas pengalaman
Warsi. Baik dalam dunia kewadagan maupun kejiwaan.
Namun bimbingan, latihan latihan dan petunjuk-petunjuk
dari ketiga kakek dan neneknya telah mengisi
kekurangannya. Apa yang belum pernah dilihatnya dan apa
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
8 SH. Mintardja yang belum pernah dialaminya, telah dituangkan dari
kekayaan pengalaman ketiga kakek dan neneknya
kepadanya. Karena itulah, maka dengan segala kekurangan yang ada
padanya Iswari merupakan seorang perempuan yang sangat
berbahaya bagi lawannya. Demikianlah perang tanding itu berlangsung semakin
sengit. Warsi yang yakin akan kemampuannya menyerang
dengan kecepatan yang semakin tinggi. Tangannya dan
kakinya berganti-ganti menyambar tubuh lawannya.
Namun Iswari pun bertempur dengan hati-hati. Ia masih
berusaha untuk menghindari setiap serangan. Hanya jika
terpaksa saja ia membenturkan kekuatannya.
Ketika keringat mulai membasahi tubuh kedua orang itu,
maka detak jantung merekapun menjadi semakin cepat.
Darah mereka menjadi, semakin panas pula, sehingga
dengan demikian maka tata gerak merekapun menjadi
semakin keras. Warsi yang telah meningkatkan tenaga cadangannya
semakin tinggi masih juga belum berhasil mendapatkan
kelemahan-kelemahan lawannya yang akan dapat dijadikan
sasaran untuk menyelesaiKan pertempuran itu. Bahkan
menurut perhitungan Warsi, ia tidak perlu meningkatkan
kemampuannya apalagi ilmunya sampai ke puncak, maka ia
sudah akan dapat mengalahkan lawannya.
Tetapi kekalahan lawannya harus meyakinkan. Lawannya
harus sempat mengakui keunggulannya, menyesali sikapnya
untuk bersedia berperang tanding dan kemudian mohon
ampun kepadanya. Baru dalam keadaan penuh penyesalan,
ketakutan dan kengerian ia akan membunuh perempuan
yang paling dibencinya itu.
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
9 SH. Mintardja Namun ternyata bahwa masih belum ada tanda-tanda
bahwa Iswari mengalami kesulitan dalam perang tanding
itu. Meksipun Warsi sudah meningkatkan kekuatan tenaga
cadangannya hampir sampai pada batas kemampuannya.
Namun pertempuran itu memang benar-benar menjadi
semakin keras. Serangan Warsi datang bagaikan prahara
yang mengguncang hutan dan lereng pegunungan.
Mematahkan dahan-dahan kayu raksasa dan
menghamburkan bebatuan. Tetapi Iswari mengimbangi amuk lawannya dengan kecepatan
dan kekuatan pula. Ketika
serangan Warsi datang membadai, maka Iswari dengan cepat melenting kesamping, sehingga serangan Warsi meluncur disisinya. Begitu cepatnya,
Warsi menggeliat dan merubah serangannya. Kakinya memutar mendatar mengarah ke dada. Namun sekali lagi Iswari sempat
bergeser surut. Warsi yang menggeram pun dengan cepat
melenting dan menyerang dengan kaki menyamping.
Meluncur seperti anak panah yang meloncat dari busurnya.
Iswari yang sempat melihat serangan itu, memang
terpaksa harus meloncat kesamping. Tetapi 'ia tidak mau
menjadi sasaran serangan yang tidak berkesudahan. Karena
itu, maka demikian ia melenting maka ialah yang kemudian
datang menyerang. Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
10 SH. Mintardja Dengan cepatnya kaki Iswari telah menyapu sebelah kaki
Warsi yang kemudian menjejak tanah. Namun Warsi pun
melihat pula serangan itu. Dalam keadaan yang sulit, maka
ia justru telah menjatuhkan dirinya dan berguling beberapa
kali. Kemudian dengan tangkasnya ia telah melenting
berdiri. Tetapi tepat pada saat ia tegak, Iswari telah
menyerangnya dengan kedua tangannya yang terjulur lurus
kedepan didorong oleh sebuah loncatan yang panjang
dengan kaki kanan selangkah didepan. Tubuhnya yang
condong menunjukkan bahwa semua kekuatan yang
dilepaskannya telah .tertumpu,seluruhnya pada kedua belah
tangannya. Warsi terkejut. Serangan itu datang demikian cepatnya.
Karena itu tidak ada kesempatan untuk bergeser
kesamping. Sehingga dengan demikian maka sekali lagi
Warsi harus menjatuhkan diri dan berguling beberapa kali.
Namun ketika ia melenting berdiri, dimiringkannya
tubuhnya dan bersiap membentur kekuatan lawan jika
serangan serupa itu datang lagi.
Tetapi Iswari tidak menyerang dengan cara yang sama.
Tetapi ia telah menyerang dengan kakitya pula.
Demikianlah pertempuran itu semakin lama menjadi
semakin cepat dan semakin keras. Keduanya benar-benar
orang yang memiliki kemampuan raksasa, bahkan sebelum
mereka merambah ke ilmu mereka yang nggegirisi.
Orang-orang yang menyaksikan pertempuran itu menjadi
berdebar-debar. Ketika kakek dan nenek Iswari memang
sudah memperhitungkan. bahwa pertempuran itu akan,
sampai pada tingkat yang sangat cepat dan keras. Mereka
akan melihat bayangan yang berputaran di tengah padang
rumput berdebu, dibawah cahaya bulan yang penuh.
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
11 SH. Mintardja Namun seterusnya, apa yang bakal terjadi, ketiga orang


Suramnya Bayang Bayang Karya S H. Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kakek dan nenek Iswari itupun masih harus menunggu.
Agak berbeda dengan mereka adalah Ki Rangga Gupita
dan saksi-saksi yang dibawa oleh Warsi. Ki Rangga yang
juga berilmu tinggi memang menjadi heran, bahwa Iswari
memiliki kemampuan yang mampu mengimbangi
kemampuan Warsi yang telah melepaskan hampir segenap
kekuatan tenaga cadangannya.
"Agaknya Warsi memang harus menghancurkan
lawannya dengan ilmunya, meskipun bukan berarti bahwa
Iswari tidak memiliki ilmu. Tetapi waktunya untuk
mempersiapkan diri menghadapi peristiwa seperti ini
agaknya terlalu pendek."
Namun Ki Rangga tidak dapat menyembunyikan
kegelisahannya, sehingga setiap kali ia telah bergeser
selangkah kekiri dan kemudian kekanan. Seakan-akan
tempatnya berdiri itu menjadi sepanas bara.
Orang-orang lain yang menjadi saksi dari perang tanding
itupun menjadi tegang. Para pengikut Warsi dan Ki Rangga
menjadi lebih gelisah dari Ki Rangga, ketika mereka melihat
Rangga mulai gelisah. Namun Ki Rangga masih berusaha selalu menguasai
dirinya. Jika ia menyadari dirinya, maka iapun segera
berdiri tegak, kakinya bagaikan menghunjam keperut bumi
sehingga seakan-akan tidak ada kekuatan yang dapat
menggoyahkannya. Dilangit bulan yang bulat telah bergeser dari tempatnya.
Cahayanya semakin lama seakan-akan justru menjadi
semakin tajam menyiram mereka yang sedang berperang
tanding. Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
12 SH. Mintardja Ketika di kejauhan terdengar gonggong serigala, maka
suasana pun menjadi semakin mendebarkan.
Gonggong serigala itu semakin lama seakan-akan
menjadi semakin keras. Awan dilangit yang hanya selembar
telah hanyut keatas hutan, sehingga langit pun menjadi
bersih. Namun getar gonggong serigala itu rasa-rasanya tidak
juga menurun. Iswari pun mendengar juga suara serigala itu. Semula ia
sama sekali tidak menghiraukannya. Serigala itu tentu
berada di hutan. Jarang sekali segerombolan serigala ke
luar dan berkeliaran di padang rumput.
Namun agaknya keringat yang telah membasahi kedua
orang yang sedang berperang tanding itu telah tercium pula
oleh segerombolan serigala itu, ketika angin yang semilir
menghanyutkannya ke hidung mereka.
Tetapi suara serigala itu menjadi menarik ketika sejalan
dengan suaranya yang menjadi semakin keras, maka gerak
Warsi pun menjadi semakin keras pula.
Semula Iswari tidak mau menghubungkan antara
gonggongan serigala dan sikap serta tata gerak lawannya
berperang tanding. Bagi Iswari keduanya tidak ada
hubungannya sama sekali. Namun ketika diluar sadarnya ia sempat memandang
bulan sekilas, maka ia menjadi berdebar-debar. Menurut
dongeng yang pernah didengarnya di masa kanak-kanak,
serigala memang menjadi semakin liar disaat-saat bulan
bulat dilangit. Sementara itu, Warsi telah menuntutnya
berperang tanding justru pada saat bulan sedang purnama.
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
13 SH. Mintardja Untuk beberapa saat lamanya, pertempuran berlangsung
semakin cepat. Warsi menjadi semakin garang dan
serangan-serangannya terasa semakin keras.
Iswari memang mulai menghubungkan satu
kemungkinan tentang kemampuan Warsi dengan sinar
bulan purnama. Suara serigala dan ilmu yang dipengaruhi
oleh sinar bulan itu. Sebenarnyalah, bahwa tata gerak Warsi memang menjadi
semakin keras, semakin kuat dan semakin cepat. Suara
serigala dikejauhan seakan-akan memberikan getaran pada
jantung Warsi, sehingga kekuatan yang terpancar dari
dalam dirinya pun menjadi semakin meningkat.
Serangan-serangan yang membadai telah mendesak
Iswari beberapa langkah surut.
Arena yang luas itu seakan-akan telah dipenuhi dengan
tata geraknya. Warsi meloncat dari satu sisi ke sisi yang
lain. Dari satu sudut ke sudut yang lain.
Serangan-serangannya memang bagaikan serangan
berpuluh serigala liar yang ke luar dari dalam hutan. Di
bawah cahaya bulan purnama, maka serigala-serigala itu
telah menjadi semakin lama semakin liar.
Iswari untuk sesaat memang menjadi bingung. Sambaran
serangan Warsi beberapa kali telah menampar tubuhnya.
Bukan serangan itu sendiri. Tetapi angin yang menderanya
oleh ayunan ilmu Warsi yang nampaknya sudah semakin
dalam diterapkan. Meskipun serangan wadag Warsi itu sendiri belum
menengenainya, namun Warsi telah mulai menyakiti tubuh
Iswari. Sambaran angin itu telah membuat kulit Iswari
menjadi pedih. Bahkan karena debu yang menyambar
dibawah cahaya bulan maka ambaran angin yang
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
14 SH. Mintardja menghanyutkan debu itu menjadikan kulit Iswari semakin
pedih. Apalagi ketika keringat Iswari telah mulai
membasahi seluruh tubuhnya.
Iswari menyadarinya, bahwa lawannya benar-benar telah
mengeterapkan ilmunya. Karena itu, maka Iswari tidak akan membiarkan dirinya
selalu terdesak disisi dan disudut arena. Tidak membiarkan
dirinya seakan-akan sekadar diburu dan menjadi sasaran
serangan lawannya yang menjadi semakin garang.
Rangga Gupita melihat satu tingkat pertempuran yang
mendebarkan itu. Tiba-tiba saja ia tersenyum. Ia melihat
Warsi benar-benar luar biasa. Ia berada diseluruh arena.
Menyambar, melonjak, menerkam dan berusaha
mencengkam dengan kuku-kukunya.
"Perempuan yang luar biasa," berkata Ki Rangga. "Ia
akan dapat menjadi seorang perempuan yang tidak terlawan
dikemudian hari oleh sesamanya perempuan."
Menurut pengamatan Ki Rangga Gupita, maka Iswari
benar-benar berada dalam kesulitan.
Tetapi ketiga kakek dan neneknya masih belum terlalu
mencemaskannya. Mereka tahu, sampai pada tataran yang
manakah kemampuan Iswari yang telah dicurahkan untuk
melawan Warsi. Meskipun demikian, Nyai Soka kadang-kadang juga
harus menahan nafasnya. Ia telah melihat Iswari
mengalami terlalu banyak kesulitan. Namun ia masih belum
mengeterapkan tataran kemampuan ilmunya yang lebih
tinggi. "Apakah ia menjadi bingung dan kehilangan nalar
budinya?" bertanya Nyai Soka di dalam hatinya. "Sehingga
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
15 SH. Mintardja ia tidak sempat memasuki kemampuan ilmunya yang
berikutnya" Tetapi menilik latihan-latihan yang berat yang
pernah dilakukannya, maka hal itu agaknya tidak akan
terjadi." Namun akhirnya Nyai Soka itu pun menyerahkan segala
sesuatunya kepada Yang Maha Agung.
Sebenarnyalah bahwa Iswari kadang-kadang memang
agak terlambat. Bukan karena ia kehilangan kesempatan
untuk mengeterapkan ilmunya, tetapi ia memang ingin
mengetahui tataran demi tataran pada tingkat ilmunya
dengan lebih seksama. Namun akhirnya, ketika sambaran angin serangan Warsi
beberapa kali menerpa tubuhnya dan membuatnya merasa
pedih, ia pun menyadarinya, bahwa ia tidak boleh berbuat
demikian justru pada saat perang tanding antara hidup dan
mati itu berlangsung. Jika sedikit kesalahan dilakukannya, maka satu
kemungkinan bahwa ia tidak akan dapat melanjutkan
perang tanding itu dapat terjadi dan sebelum ia sempat
mempergunakan ilmunya, ia sudah terkapar di arena.
Karena itu, maka Iswari pun telah meningkatkan
kemampuannya pula. Ia tidak ingin terus menerus terdesak.
Sambaran-sambaran angin yang menghembuskan debu itu
benar-benar membuat kulit tubuhnya menjadi pedih.
Semakin lama semakin pedih.
Maka sesaat kemudian perubahan pun telah terjadi pula.
Serangan Warsi memang menjadi semakin garang.
Gonggong serigala terdengar semakin keras, seakan-akan
yang kelaparan itu menjadi semakin dekat pula dengan
arena. Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
16 SH. Mintardja Namun Iswari pun telah mengeterapkan ilmunya pula.
Belum sampai pada ilmu puncaknya. Tetapi ia telah mulai
dengan ilmu yang diwarisinya dari neneknya Nyai Soka.
Iswari pun kemudian telah memusatkan ilmunya pada
telapak tangan kanan dan kirinya. Dengan demikian telapak
tangan Iswari itu bagaikan mengepulkan asap tipis. Namun
karena debu yang sengaja dihamburkan oleh Warsi untuk
memberikan tekanan pada sambaran anginnya pada kulit
Iswari, maka asap tipis itu tidak segera dapat dilihat oleh
orang-orang yang berada diseputar arena itu. Bahkan Warsi
pun tidak segera melihatnya. Demikian pula Ki Rangga
Gupita. Sebenarnya hal itu justru telah merugikan Warsi sendiri.
Ia tidak segera mengetahui isyarat dari bahaya yang akan
dihadapinya. Karena dengan demikian, maka Iswari akan
benar-benar menjadi seorang perempuan yang sangat
berbahaya. Ketiga orang kakek dan nenek Iswari, meskipun juga
tidak segera melihat asap tipis di tangan cucunya karena
debu dan ayunan angin serangan Warsi, namun mereka
dapat membacanya dari sikap Iswari. Ketika Iswari
mengatupkan kedua telapak tangannya, maka ketiga orang
kakek dan neneknya segera mengetahui, bahwa Iswari telah
meningkat pada salah satu kemampuan ilmunya yang akan
dapat melawan ilmu Warsi yang garang.
Demikianlah, maka sejenak kemudian Warsi telah mulai
dengan serangannya kembali. Tangannya kadang-kadang
mengembang seperti sayap seekor elang yang menyambar
anak ayam. Namun kemudian terayun mendatar,
menerkam dan seakan-akan siap mengoyak dada lawannya
dengan kuku-kukunya yang tajam.
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
17 SH. Mintardja Tetapi Iswari sudah siap menghadapinya. Sekali-kali
Iswari memang harus bertahan dari sambaran angin yang
pedih pada kulitnya. Namun ia hanya memerlukan satu
sentuhan yang meskipun betapa lemahnya pada tubuh
lawannya. Ia tidak perlu mengerahkan kekuatannya untuk
merontokkan isi dada lawannya atau menghantam dengan
segenap tenaga cadangannya pada kening perempuan itu.
Karena itu, ketika tangan Warsi terayun dengan kerasnya
mematuk dadanya, maka Iswari telah bergeser sedikit
menyamping. Ia sadar, bahwa sambaran angin akan
memukul kulitnya dan membuat kulitnya itu menjadi pedih.
Apalagi debu yang kotor yang berhamburan karena kaki
Warsi telah menambah tamparan angin pada ayunan
tangannya. Tetapi ia tidak boleh menghindar terlalu jauh.
Demikian serangan lawannya itu lewat, dan demikian
angin berdebu itu membuat kulitnya bagaikan terkelupas,
maka Iswari telah meloncat dengan cepat menyerang
lawannya. Ia tidak mengerahkan segenap kekuatannya.
Tetapi hanya ingin menyentuh kulit lawannya itu. Kulit
seorang perempuan yang pernah dikagumi suaminya
sebagai penari jalanan. Warsi tidak terlalu banyak memperhatikan serangan itu.
Ia memang melihat tangan Iswari bergerak cepat menyusul
arah serangannya yang tidak mengenai sasaran. Tetapi
menurut perhitungan Warsi serangan itu sama sekali tidak
bertenaga, seperti seorang yang sedang menggamit kawan
bermainnya saja. Serangan Iswari memang tidak bertenaga. Ia memang
sekadar menggamit lengan Warsi. Tetapi ternyata bahwa
sentuhan tangan Iswari itu sangat mengejutkan.
Tangan Iswari itu telah dilambari dengan kekuatan
ilmunya itu memang telah berubah menjadi bagaikan bara.
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
18 SH. Mintardja Sentuhannya pada lengan Warsi telah membuat Warsi
melenting terkejut. Dengan cepat ia mengambil jarak untuk
mendapat kesempatan memperhatikan apa yang telah
terjadi pada dirinya. Sebenarnyalah bahwa lengannya yang tersentuh tangan
Iswari itu telah terluka sebagaimana lengan itu tersentuh
bara api yang menyala. "Gila," geram Warsi yang sudah berhasil mengambil
jarak dari Iswari. Iswari sengaja memberikan kesempatan kepada
lawannya untuk menilai ilmunya. Karena itu Iswari tidak
segera memburunya dengan serangan-serangan berikutnya.
"Kenapa?" bertanya Iswari.
"Ternyata kau memiliki ilmu iblis itu he" Aku memang
pernah mendengar bahwa sambil melindungi anakmu kau
telah melukai dada seseorang dengan bekas telapak
tanganmu," geram Warsi.


Suramnya Bayang Bayang Karya S H. Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Mungkin kau benar," desis Iswari.
"Kau ingin memamerkan bahwa kau telah matang
dengan ilmumu itu sehingga anakmu tidak hangus
meskipun ia berada dalam pelukan tanganmu," geram
Warsi. "Itu sudah lalu. Sekarang bagaimana dengan lenganmu?"
bertanya Iswari. Lalu, "Ilmuku sekarang tentu sudah
menjadi semakin baik."
"Cukup," teriak Warsi. "Kau memang seorang pembual."
Iswari tersenyum. Ia memang berharap lawannya itu
menjadi sangat marah dan kehilangan pengamatan diri.
Dengan demikian maka Warsi akan mudah menjadi lengah.
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
19 SH. Mintardja Tetapi ternyata bahwa Warsi itu telah mempersiapkan
diri untuk pertempuran selanjutnya. Dengan nada rendah ia
berkata, "Kau jangan membanggakan sentuhan apimu. Aku
sama sekali tidak gentar dengan ilmumu itu."
Iswari pun telah bersiap sebaik-baiknya. Pertempuran
tentu akan menjadi semakin tinggi.
Dalam pada itu, Ki Rangga mulai digelitik oleh kenyataan
tentang kemampuan Iswari itu. Ternyata bahwa Iswari
memiliki ilmu yang tangguh dan kemampuan
mengeterapkannya yang tinggi.
Tetapi menurut pengenalan Ki Rangga, Warsi tidak
hanya berlambaran pada satu jenis ilmu saja. Ia pun
memiliki berbagai macam ilmu yang akan dapat
membingungkan lawannya. Bahkan dalam keadaan
terdesak Warsi akan dapat mempergunakan ilmu dan
senjatanya sekaligus. Demikianlah, maka kedua perempuan itu telah terlibat
kembali dalam pertempuran yang sengit. Bagaimanapun
juga, Warsi memang harus berhati-hati menghadapi
lawannya yang ternyata telah meningkat memasuki
kemampuan ilmunya pula. Warsi telah menyerang semakin garang. Angin yang
dilepaskan pada setiap ayunan tangan dan kakinya, terasa
menampar tubuh Iswari semakin sakit. Tetapi sekali dua
kali Iswari telah berhasil menyentuh lawannya meskipun
hanya dengan ujung-ujung jarinya.
Namun sentuhan itu telah menimbulkan luka-luka bakar
pada tubuh lawannya. Tetapi ternyata luka-luka bakar itu telah membuat Warsi
menjadi semakin garang. Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
20 SH. Mintardja Ia merasa seakan-akan disakiti dengan cara yang tidak
wajar. Dengan demikian pertempuran itu pun menjadi semakin
sengit. Sambaran angin yang terlontar dari ayunan serangan
tangan dan kaki Warsi telah membuat Iswari merasa
kesakitan. Namun sebaliknya sentuhan tangan dan
benturan kekuatan, telah membuat kulit Warsi mengalami
luka-luka. Sementara itu, dikejauhan suara serigala terdengar
semakin keras. Beberapa saat terdengar seakan-akan
serigala yang menggonggong itu berpencar. Namun
kemudian suara itu mengental kembali. Bersahut-sahutan.
Warsi yang tersadar itu pun tiba-tiba telah meloncat
mundur beberapa langkah. Luka-luka dikulitnya
membuatnya semakin marah. Dengan kesempatan yang
sedikit itu, tiba-tiba Warsi menengadahkan kedua
tangannya ke bulan yang bulat dilangit.
Iswari terkejut. Ternyata memang ada hubungan antara
gonggongan serigala itu dengan ilmu yang dimiliki Warsi.
Sementara itu bulan dilangit seakan-akan memancar
semakin tenang. Selembar-selembar awan telah tersapu
bersih. Sedang bintang-bintang pun nampaknya menjadi
pudar. Dalam keadaan yang demikian Iswari tidak segera
meloncat menyerang. Ia justru bagaikan membeku melihat
sikap lawannya. Apalagi ketika ia seakan-akan melihat
seutas benang merah yang terjelujur panjang sekali dari
arah bulan yang bulat itu menyentuh ubun-ubun Warsi.
"Tidak" geram Iswari didalam hatinya, "hanya mataku
sajalah yang agaknya justru sudah menjadi kabur. Tidak ada
apa-apa dengan benda langit itu."
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
21 SH. Mintardja Namun tiba-tiba Iswari menjadi semakin terkejut.
Demikian benang itu hilang dari penglihatannya, tiba-tiba
wajah Warsi seakan-akan telah berubah. Wajah itu seakan-
akan menjadi semakin ganas mengerikan. Tatapan matanya
menjadi merah seolah-olah berdarah. Sementara tangannya
tidak lagi bersikap sebagaimana seorang yang memiliki
kemampuan olah kanuragan. Yang jari-jarinya kadang-
kadang terbuka lurus merapat, namun kadangkadang
mengepal kuat-kuat. Tetapi dalam pada itu sikap Warsi menjadi benar-benar
mendebarkan. Tangannya memang mengembang. Namun
seperti kaki seekor binatang yang buas siap menerkam dan
mengorek dengan kuku-kukunya yang tajam.
Namun yang lebih mengejutkan lagi, tiba-tiba
saja Warsi itu tertawa. Suara
tertawanya mula-mula masih
dapat dikenali sebigaimana
suara Warsi. Namun semakin
lama menjadi semakin keras
dan tinggi. Nadanya melengking melonjak-lonjak
diudara menusuk setiap telinga yang mendengarnya,
mengorek sampai kedalam dada. Iswari yang menjadi sasaran langsung serangan
yang aneh itu memang mengalami kesulitan, Suara tertawa
itu rasa-rasanya, telah mengguncang-guncang dadanya.
Semakin lama semakin keras.
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
22 SH. Mintardja Untuk beberapa saat Iswari merasa betapa dadanya
menjadi sakit. Suara tertawa yang semakin meninggi itu
telah benar-benar menyakitinya.
Dalam pada itu tiba-tiba saja terdengar suara Warsi, "Ayo
anak manis. Apa yang dapat kau lakukan sekarang"
Menangisi suamimu yang telah mati" Atau barangkali
meratapi nasib dan menyesali kesombonganmu?"
Iswari termangu-mangu melihat sikap Warsi yang
menjadi sangat bengis menurut penglihatannya. Wajahnya
semakin mengerikan dan dari matanya seakan-akan
membayang warna darah yang semaki merah.
Ketika Warsi kemudian tertawa lagi, jantung Iswari
benar-benar bagaikan rontok karenanya. Suaranya
bergaung di padang rumput yang. luas itu. Bahkan rasa-
rasanya seakan-akan telah bergelora dari pusat cahaya
bulan dilangit. Kiai Soka, Nyai Soka dan Kiai Badra memang-menjadi
cemas. Ia tidak menyangka bahwa Warsi telah memiliki
kekuatan yang jarang ada duanya itu. Bahkan mereka
bertiga itu pun harus memusatkan segenap daya tahan
mereka untuk menjaga agar jantung mereka tidak menjadi
rontok pula karenanya. Yang kemudian justru mengalami kesulitan paling besar
adalah para saksi yang dibawa oleh Warsi sendiri. Hanya Ki
Rangga sajalah yang masih tetap berdiri, betapa dadanya
rasa-rasanya akan pecah. Sementara yang lain telah jatuh
terduduk sambil memegangi dada mereka masing-masing.
Tetapi Warsi tidak menghiraukannya. Seandainya para
saksi yang dibawanya itu mati, ia tidak berkeberatan,
karena ia yakin bahwa meskipun dalam kesulitan Ki Rangga
masih akan dapat bertahan.
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
23 SH. Mintardja "Iswari," berkata Warsi kemudian disela-sela tertawanya
yang mereda. "Kau sekarang bulat-bulat berada dalam
kekuasaanku. Aku akan dapat melangkah beberapa langkah
maju dan mencekik lehermu atau mengelupas kulit
wajahmu yang halus itu."
Iswari masih berdiri tegak. Ia telah mengerahkan
segenap kemampuan daya tahannya untuk melindungi
dadanya yang terguncang-guncang.
"Nah. Mungkin kau masih mempunyai pesan yang dapat
kau sampaikan kepada ketiga orang saksimu itu" Barangkali
untuk Risang anakmu yang manis, sebelum kau akan
terkapar mati dipadang rumput ini?"
Iswari masih tetap tegak ditempatnya. Dengan tajamnya
dipandanginya Warsi yang memiliki ilmu Kalamerta itu
bagaikan ujud sesosok iblis betina yang mengerikan.
Namun ketika telinganya tersentuh nama Risang anak
laki-lakinya, maka darahnya benar-benar bergejolak. Ia
memang tidak mau menyerah apapun yang terjadi. Ia sudah
bersiap untuk berperang tanding. Hidup atau mati sudah
bukan persoalan lagi baginya.
Karena itu, ketika Warsi berjalan semakin dekat dan
masih saja berbicara berkepanjangan, maka Iswari telah
mempersiapkan dirinya. Meskipun dadanya masih terasa
terguncang-guncang, namun apapun akibatnya, ia sudah
bersiap sepenuhnya lahir dan batin.
Maka disebutnya nama Tuhannya. Kepada-Nya ia
bersandar. Ia tidak lagi menghiraukan benda langit yang
menyala kekuning-kuningan itu. Bulan hanya indah untuk
saat-saat tertentu. Tetapi bulan tidak dapat memberikan
apa-apa selain keindahannya itu.
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
24 SH. Mintardja Ketika Warsi menjadi semakin dekat, maka sorot
matanya pun menjadi semakin merah. Wajahnya yang
terkena sinar bulan itu justru tampak kehitam-hitaman
mengerikan. Giginya seakan-akan berubah menjadi lebih
besar dan runcing, sementara jari-jari tangannya yang
mengembang telah siap untuk menerkam leher Iswari.
Namun pada saat yang demikian, Iswari telah
mengerahkan sisa tenaga dan kemampuan yang ada
padanya. Ia sadar, bahwa sumber goncangan didadanya
adalah getaran yang terlempar dari kekuatan salah satu
jenis ilmu Kalamerta lewat suara tertawa itu. Getaran yang
mampu menerpa isi dadanya dan seakan-akan dapat
merontokkan jantungnya itu.
"Jika aku dapat menyumbat sumber getaran itu, maka
aku akan dapat menolong diriku sendiri," berkata Iswari
dalam hatinya. Demikian Warsi menjadi semakin dekat dengan
tangannya yang mengembang, maka Iswari telah bersiap-
siap. Sementara itu Warsi mengira bahwa Iswari benar-
benar telah kehilangan kemampuan untuk melawannya.
Semua yang menyaksikan pertempuran itu menjadi
berdebar-debar. Ki Rangga yang juga kesakitan itu sempat
tersenyum. Ia melihat bahwa pertempuran itu akan segera
berakhir. Jika Warsi sempat menanamkan kukunya yang
tajam ke leher Iswari, maka berakhirlah perang tanding itu.
Mungkin Iswari masih sempat merintih, minta ampun atau
barangkali menyesali nasibnya. Mungkin Iswari masih akan
menyebut nama suaminya yang sudah mati itu, atau
menyebut nama anaknya. Sementara itu ketiga orang kakek dan neneknya masih
juga berdoa agar Iswari mendapat petunjuk pada saat-saat
terakhir, karena ketiga kakek dan neneknya itu masih
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
25 SH. Mintardja mempunyai harapan. Hanya jika secara jiwani Iswari
mengalami keruntuhan, maka ia tidak akan dapat sempat
bangkit lagi untuk seterusnya, sementara ketiga kakek dan
neneknya itu tidak akan dapat membantunya, karena kedua
perempuan itu sudah bertekad untuk berperang tanding
sampai tuntas. Ternyata bahwa terang memang memancar dihati Iswari.
Dalam mengemban kebenaran maka tidak ada yang dapat
mencegahnya lagi. Ketika Warsi menjadi semakin dekat,
maka Iswari justru telah meloncat mendahului lawannya.
Iswarilah yang menerkam Warsi, bukan sebaliknya.
Sementara itu ia masih mengeterapkan ilmunya dikedua
telapak tangannya. Warsi terkejut bukan kepalang. Menurut penglihatannya,
Iswari telah berdiri dengan kaki gemetar, kepala menunduk
dan tangan yang terkulai lemah. Namun tiba-tiba
perempuan itu masih meloncat dengan garangnya,
menerkam wajahnya. Warsi justru meloncat surut. Namun Iswari telah
memburunya. Tangannya masih saja terjulur lurus ke
depan. Warsi yang tidak bersiap menghadapi serangan yang
sangat tiba-tiba itu telah meloncat kesamping. Namun
Iswari tidak melepaskannya. Kakinya telah berputar dan
bertumpu pada tumit kakinya yang lain. Demikian
kerasnya, kakinya telah mengenai tubuh Warsi yang hanya
sempat bergerak miring, sehingga tubuh itu terpental
beberapa langkah dan jatuh berguling di tanah.
Suara tertawa Warsi telah lenyap dari udara di padang
rumput itu. Karena itu, maka perlahan-lahan perasaan sakit
yang mencengkam jantung Iswari pun menjadi berkurang.
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/


Suramnya Bayang Bayang Karya S H. Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

26 SH. Mintardja Justru pada saat-saat ia sangat memerlukan waktu untuk
meningkatkan perlawanannya.
Warsi memang berusaha untuk dengan cepat melenting.
Ia harus menyerang lawannya dengan suara tertawanya
yang menggetarkan setiap dada itu.
Namun demikian Warsi itu berdiri tegak, maka Iswari
telah meloncat menyerangnya seperti amuk badai yang
garang. Warsi tidak sempat membangunkan serangan dengan
suara tertawanya. Ia harus menghindari serangan Iswari.
Apalagi serangan kakinya yang hanya menyakitkannya,
namun serangan tangan Iswari akan melukai kulitnya.
Untuk sementara Warsi terpaksa mempergunakan
kemampuan ilmunya yang lain. Ia telah melawan Iswari
dengan serangan-serangan pula. Yang terasa oleh Iswari
kemudian adalah sentuhan-sentuhan ayunan angin yang
menyertai serangan itu. Namun cukup membuat kulitnya
menjadi pedih. Tetapi Iswari masih mampu
mempergunakan daya tahannya untuk mengatasi rasa sakit
itu. Pertempuran menjadi kian sengit pula. Warsi yang
merasa kehilangan kesempatan yang menentukan menjadi
semakin marah. Terdengar mulutnya mengumpat kasar.
Umpatan yang sama sekali tidak pantas diucapkan oleh
seorang perempuan. "Kata-kata kotormu membuat telingaku sakit," desis
Iswari. "Persetan," geram Warsi.
"Bukan kata-kata yang pantas diucapkan oleh mulut
seorang perempuan yang baik. Apalagi istri muda seorang
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
27 SH. Mintardja pemangku jabatan Kepala Tanah Perdikan yang besar
seperti Sembojan," berkata Iswari pula. Jika Warsi
terpancing untuk berbicara saja, maka ia tidak akan dapat
melontarkan serangannya lewat mulutnya.
"Aku tidak peduli lagi dengan Wiradana, pengecut, licik
dan tidak tahu diri. Kaulah istrinya yang setia yang bersedia
pula mati untuknya," teriak Warsi.
Iswari yang sudah menemukan keseimbangannya
kembali tersenyum. Katanya, "Kenapa kau berteriak-teriak
seperti itu sebagaimana kau mengumpat-umpat" Laku yang
demikian tidak ubahnya laku perempuan jalanan yang
kasar." "Tutup mulutmu," Warsi berteriak semakin keras.
Iswari masih saja tersenyum Namun serangannya
menjadi semakin cepat. Sekali-kali ia memang berhasil
mengenai lawannya. Satu kali dengan kakinya, namun
kemudian ia berhasil menyentuh dengan tangannya pula,
sehingga membuat kuit Warsi terluka pula.
Terdengar setiap kali Warsi mengumpat. Namun
serangan Warsi pun menjadi semakin garang. Sambaran
angin serangannya benar-benar membuat kulit Iswari
bagaikan terkelupas. Debu yang sengaja dihamburkan oleh
kaki Warsi, membuat sambaran angin itu semakin pedih.
Ketiga kakek dan nenek Iswari yang melihat
perkembangan pertempuran itu menarik nafas dalam-
dalam. Mereka mengucap syukur kepada Yang Maha Agung,
yang memberikan petunjuk pada saat yang paling sulit bagi
Iswari, sehingga akhirnya ia telah mampu melepaskan
dirinya. Ternyata bahwa jiwa Iswari masih tetap tegar
menghadapi perempuan iblis yang bernama Warsi itu.
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
28 SH. Mintardja Namun yang menjadi kecewa adalah Ki Rangga Gupita.
Ki Rangga yang sudah memperhitungkan bahwa
pertempuran sudah hampir selesai, harus melihat satu
kenyataan yang lain. Ternyata bahwa Iswari mampu
memperbaiki keadaan, sehingga Warsilah yang justru
kembali menjadi terdesak.
"Kenapa ia tidak menyerang dengan ilmunya yang sudah
jelas sulit untuk dilawan oleh perempuan Sembojan itu?"
bertanya Ki Rangga di dalam dirinya.
Namun sebenarnyalah, Iswari sambil bertempur telah
memancing Warsi berteriak-teriak tidak menentu. Tetapi
bukan berarti bahwa serangan-serangan Iswari menjadi
kendor karenanya. Serangan-serangannya tetap berbahaya
dan menentukan. Dengan demikian, maka semakin lama menjadi semakin
jelas, bahwa Warsi lah yang kemudian menjadi terdesak.
Iswari sama sekali tidak memberi kesempatan kepadanya
untuk membangun serangan dengan suara tertawanya yang
mampu melontarkan getaran yang seakan-akan bersumber
dari bulan bulat dilangit.
Jika sekali-kali Warsi berusaha mengambil jarak, maka
Iswari segera menyusulnya dengan serangan-serangan yang
mengalir seperti banjir. "Perempuan gila," geram Warsi.
"Aku sudah tahu, dimana kau menggantungkan
kekuatanmu," sahut Iswari. "Aku tidak akan memberimu
kesempatan meneriakkan suara iblis itu lagi. Aku tidak mau
melihat matamu menjadi merah seperti darah dan wajahmu
menjadi hitam memancarkan cahaya kekelaman. Aku juga
tidak mau melihat gigimu berubah menjadi besar dan
runcing, seperti gigi serigala."
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
29 SH. Mintardja Tetapi Iswari tidak sempat berbicara lebih panjang.
Warsi memang menerkamnya seperti laku seekor serigala
yang lapar. Tetapi Iswari yang cekatan, sempat meloncat ke
samping, sehingga serangannya tidak mengenainya. Namun
sambaran angin dari ayunan tubuh Warsi itu benar-benar
telah mengguncangkan tubuh Iswari. Meksipun Iswari
sempat memalingkan wajahnya, namun bagian tubuhnya
yang lain, merasa betapa pedihnya.
Meskipun demikian Iswari tidak tergoyahkan kedudukannya. Ia masih tetap menyerang dengan garangnya. Jika tangannya
sempat menyentuh lawannya, maka Warsilah yang mengumpat kasar. Dalam keadaan yang semakin terdesak, serta luka-
luka yang semakin banyak dikulitnya, maka Warsi pun
kemudian sampai pada satu
tataran tertinggi dari perjuangannya untuk menyelesaikan perang tanding itu. Ia harus mendapat
kesempatan membangkitkan gelora yang menggetarkan
udara dipadang rumput itu. Ia harus mampu meremas
jantung lawannya sehingga lawannya tidak berdaya.
Karena itu, maka Warsi pun kemudian merasa perlu
masuk membangun jarak antara dirinya dengan Iswari yang
ternyata juga memiliki kegarangan seorang jantan.
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
30 SH. Mintardja Dengan demikian, maka sejenak kemudian Warsi telah
mengurai senjata yang jarang ada bandingnya. Seutas rantai
yang terbuat dari besi baja pilihan.
Pada saat Iswari memburu lawannya, tiba-tiba saja ia
tertegun ketika terdengar suara berdesing berputaran.
Dalam cahaya bulan Iswari melihat ditangan Warsi yang
garang itu seutas rantai berputar mengembang seperti
payung. Demikian keras dan kuatnya putaran itu, sehingga
menimbulkan suara yang menggetarkan udara, meskipun
tidak seganas suara tertawa Warsi itu sendiri.
Iswari terpaksa bergeser surut ketika Warsi melangkah
maju dengan putaran rantainya. Namun tiba-tiba Warsilah
yang meloncat menyerang sambil menyambar tubuh
lawannya dengan ujung rantainya.
Dengan loncatan panjang Iswari mengelak. Namun ujung
rantai itu seakan-akan telah menggeliat, dengan ayunan
yang cepat sekali rantai itu menyambar tubuh Iswari.
Iswari memang harus meloncat lagi menghindarinya.
Rantai itu akan sangat berbahaya baginya. Bukan saja
karena rantai itu sendiri, tetapi rantai itu sudah diayunkan
dengan kekuatan ilmu yang sangat garang. Karena itu maka
kekuatan dan ayunan rantai itu berlipat ganda dari
kewajaran serangan wadag.
Namun dengan demikian bagi Iswari menjadi jelas.
Apakah yang dihadapinya. Agaknya ia sudah berhadapan
dengan puncak kekuatan Warsi.
Sebenarnyalah Warsi memang sudah mengerahkan
segenap kekuatan dan kemampuannya. Dengan lambaran
kemampuan ilmunya yang paling tinggi, ia sudah
mempergunakan senjata yang paling diandalkannya.
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
31 SH. Mintardja Sementara itu, suara serigala dikejauhan masih saja
terdengar semakin jelas. Bahkan kemudian suara itu
menjadi riuh, seakan-akan serigala itu sedang berebut
seekor bangkai binatang yang dapat disergapnya.
Sedangkan dilangit bulan seakan-akan menjadi semakin
terang memancarkan cahayanya yang kuning.
Di tempat yang terlindung, sebelum memasuki
lingkungan padang rumput itu, sekelompok kecil pasukan
pilihan dari Tanah Perdikan Sembojan sedang menunggu di
pategalan. Mereka telah mendapat perintah tidak memasuki
padang rumput Serpihan malam itu jika mereka tidak
mendapat isyarat untuk melakukannya. Karena itu,
betapapun ketegangan mencengkam jantung mereka,
namun sekelompok pengawal itu masih tetap berada di
pategalan. Dari pategalan itu, ternyata para pengawal juga
mendengar suara serigala yang menggonggong bagaikan
berebut bangkai buruan mereka.
Suara serigala itu membuat para pengawal itu semakin
gelisah. Dalam kelompok yang besar serigala merupakan
bahaya yang jauh lebih besar dari seekor harimau yang
paling garang sekalipun. Apalagi pada saat bulan purnama.
Kulit tenguk para pengawal itu memang meremang.
Tetapi mereka sendiri tidak akan mengalami kesuitan
seandainya sekelompok serigala liar itu menyerang
memasuki pategalan, karena mereka akan dapat melawan
dalam sekelompok itu pula. Mereka bersenjata dan
seandainya diperlukan, maka mereka akan dapat
menghindarinya dengan meloncat memanjat pepohonan
yang ada di pategalan itu.
Tetapi bagaimana dengan mereka yang berada di padang
rumput Serpihan itu. Jika sekelompok serigala yang liar dan
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
32 SH. Mintardja apalagi lapar menyergap mereka, maka mereka akan
mengalami kesulitan. Meskipun orang-orang yang berada di padang rumput itu
berilmu tinggi, yang akan mampu menghadapi lawan yang
betapapun tangguhnya, namun apakah mereka tidak akan
mengalami kesulitan menghadapi segerombolan serigala
liar yang lapar itu. Dalam kegelisahan itu, seorang di antara para pengawal
itu berkata, "Apakah kita akan melihatnya?"
"Kami tidak mendengar isyarat apapun juga," berkata
pemimpin sekelompok pengawal itu. "Jika kami memasuki
padang rumput, maka kami akan melakukan kesalahan."
"Tetapi bagaimana jika tiba-tiba saja serigala itu
menyergapnya," bertanya yang lain.
Pimpinan pengawal itu termangu-mangu. Tetapi ia pun
berdesis, "Aku berpegang kepada perintah Nyai Wiradana
sendiri." Kawan-kawannya tidak dapat memaksa agar
pemimpinnya itu segera memerintahkan mereka memasuki
padang rumput Serpihan meskipun mereka merasa sangat
gelisah. Namun dalam kegelisahan itu tiba-tiba seorang di antara
mereka berkata, "Apakah kalian memang sering mendengar
sesuatu tentang serigala atau anjing hutan?"
Para pengawal itu termangu-mangu. Dengan ragu-ragu
seorang di antara mereka berdesis, "Aku jarang sekali
mendengar suara serigala. Suara itu agaknya bukan suara
anjing hutan. Tetapi tentu suara serigala."
"Cerita tentang serigala pun jarang sekali kita dengar,"
berkata yang lain. "Aku memang pernah mendengar tentang
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
33 SH. Mintardja segerombolan serigala. Tetapi dihutan yang agak jauh.
Namun tiba-tiba saja kini serigala itu berada di hutan
Masaran." "Memang mungkin saja. Serigala itu berkeliaran di dalam
hutan ke segala arah tanpa mereka sadari, asal saja mereka
mendapat makan yang cukup. Itulah sebabnya maka
serigala-serigala itu sampai ke hutan Masaran. Mungkin
mereka memburu sekelompok kijang atau sekelompok
binatang." "Bagaimana jika gerombolan serigala itu mencium bau
keringat mereka yang berperang tanding di padang rumput
Serpihan," bertanya seorang yang lain.
"Bagaimana pun juga aku tidak berani melanggar
perintah," jawab pemimpin pengawal itu. "Jika karena


Suramnya Bayang Bayang Karya S H. Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dugaan kita, maka terjadi sesuatu di padang rumput itu
karenanya, maka kita akan menjadi tumpuan kesalahan."
Para pengawal itu terdiam. Namun dalam pada itu, suara
serigala itu menjadi semakin riuh.
Dari pategalan para pengawal hanya dapat memandang
ke padang rumput Serpihan yang ditumbuhi perdu disana-
sini. Namun mereka tidak berhasil melihat orang-orang
yang ada di padang rumput itu, meskipun seorang di antara
mereka mencoba melihatnya sambil memanjat sebatang
pohon nangka yang cukup tinggi di pagar pategalan itu.
Dalam pada itu, di tengah padang rumput, Warsi dan
Iswari masih tetap bertempur dengan sengitnya. Namun
bagaimana pun juga ternyata bahwa senjata Warsi telah
mengubah keseimbangan pertempuran itu. Apalagi karena
Iswari mengetahui, setiap kali Warsi berusaha untuk
mendapatkan kesempatan untuk membangunkan ilmunya
yang dahsyat lewat suara tertawanya.
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
34 SH. Mintardja Dalam pada itu, maka tidak ada pilihan lain bagi Iswari.
Karena ia pun bersenjata, maka untuk melawan rantai yang
berputaran seperti baling-baling ditempuh angin itu, maka
sejenak kemudian Iswari pun telah menggenggam
senjatanya pula. Ia telah mencabut sepasang pedang pendek
yang tergantung dilambungnya.
Dengan pedang itu ia berusaha untuk memperkecil
kemungkinan Warsi mendapat kesempatan untuk
mempergunakan ilmu yang dapat dilontarkannya lewat
suara tertawanya. Demikianlah, dengan sepasang pedang Iswari telah
melawan ujung rantai yang berputaran dengan melontarkan
desing angin yang kencang. Namun rantai itu dengan cepat
berubah arah, menyambar menyilang, bahkan tegak.
Kemudian dengan cepatnya mematuk seperti seekor ular
gading yang meluncur dari seputar dahan pepohonan.
Namun dengan pedangnya di kedua tangannya, Iswari
pun telah mampu melindungi dirinya. Sepasang pedangnya
itu pun mampu berputaran melindungi seluruh tubuhnya
dari patukan ujung rantai Iswari. Demikian cepatnya
sepasang pedang itu berputar, sehingga yang nampak
seolah-olah semacam gumpalan awan putih yang
menyelubungi tubuhnya. Tetapi Warsi tidak semata-mata berusaha untuk
mengenai tubuh lawannya dengan ujung rantainya,
meskipun ia yakin, bahwa jika ia berhasil, maka kulit Iswari
tentu akan terkoyak. Tetapi yang penting baginya,
bagaimana ia mendapat kesempatan untuk dapat
mempergunakan ilmunya yang dapat dilontarkannya lewat
suara tertawanya. Dalam satu kesempatan, Warsi telah menyerang Iswari
dengan segenap kemampuannya bermain dengan
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
35 SH. Mintardja senjatanya dilambari dengan kekuatan tenaga cadangannya
dan hentakan-hentakan ilmunya, sehingga rantainya
kadang-kadang seakan-akan dapat berubah menjadi
sebatang tongkat yang panjang, yang menyambar lawannya
dengan dahsyatnya. Atau sebagai tombak yang dapat
dengan lurus mematuk ke arah dada. Meskipun tombak itu
tidak seruncing tombak yang sebenarnya, tetapi jika
tusukan itu mengenainya, maka rantai itu akan dapat
menghujam menusuk jantung.
Namun dengan tangkasnya Iswari menangkis serangan-
serangan itu. Ia sadar, bahwa ia tidak sekadar berhadapan
dengan seutas rantai. Tetapi rantai yang sudah dialiri
dengan kekuatan yang sangat dahsyatnya.
Karena itu, maka sepasang pedangnya pun telah
mengimbanginya. Dalam benturan-benturan yang terjadi,
ternyata bahwa kekuatan Iswari tidak berada dibawah
kekuatan Warsi. Bahkan kadang-kadang Warsi harus
menghindarinya. Justru karena itu, maka Warsi tidak berani berusaha
membelit senjata Iswari dan merenggutnya. Ketika ia
mencobanya juga, maka justru hampir saja ia kehilangan
rantainya. Karena demikian rantainya membelit, maka
Iswari menggenggam senjata demikian eratnya. Bahkan
kemudian Iswari sempat meloncat mendekat sambil
menjulurkan senjatanya yang lain.
Untunglah Warsi berhasil mengurai rantainya dan
dengan cepat melenting menghindar.
Karena itu, maka usaha Warsi terutama adalah untuk
mendapat kesempatan mempergunakan ilmunya yang
sudah jelas dapat mempengaruhi keadaan lawannya.
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
36 SH. Mintardja Ketika dikejauhan suara serigala itu meninggi, maka
Warsi telah berusaha mengerahkan puncak dari segala
macam kemampuan dan keterampilannya bermain dengan
rantainya. Ia memang berhasil mendesak Iswari. Namun
yang terpenting, bukannya keberhasilannya mendesak itu.
Namun tiba-tiba Warsi justru melenting menjauhi
lawannya. Tiba-tiba saja satu kesempatan telah terbuka. Dengan
cepat Warsi memanfaatkan kesempatan itu. Tiba-tiba saja
suara tertawanya telah bergema.
Iswari terkejut menghadapi serangan itu. Tetapi karena
serangan itu baru mulai, maka ia masih mampu mengatasi
rasa sakit yang mulai meremas dadanya. Dengan
tangkasnya ia menyerang dengan sepasang pedangnya.
Demikian cepatnya pedangnya berputar seperti kabut yang
perlahan-lahan mendekati Warsi yang sedang melontarkan
ilmunya. Warsi tidak dapat bertahan dalam kedudukannya. Kabut
itu adalah tajamnya ujung-ujung pedang. Karena itu, maka
ia pun telah memutar rantainya untuk melindungi dirinya.
Tetapi benturan-benturan yang telah terjadi memang
telah menggoyahkan kedudukannya. Sehingga ia harus
melepaskan kesempatan itu.
Iswari menarik nafas dalam-dalam. Sebenarnyalah
hampir saja ia kehilangan kesempatan. Untunglah, bahwa ia
cepat bertindak. Tetapi yang terjadi tidak hanya sekali. Tetapi dua tiga
kali. Dengan demikian maka isi dada Iswari mulai terasa
sakit meskipun setiap kali ia membungkam serangan ilmu
Warsi itu. Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
37 SH. Mintardja Dalam keadaan yang demikian, maka pemusatan
perhatian Iswari banyak tertuju kepada usahanya untuk
mengatasi serangan lawannya lewat suara tertawanya.
Sehingga karena itu, maka pada satu saat, ternyata Iswari
kehilangan pengamatan atas ujung rantai itu meskipun
hanya sekejap. Ternyata bahwa dalam waktu yang sekejap itu ujung
rantai Warsi telah berhasil menyentuh lengan Iswari.
Iswari sendiri terkejut. Meskipun tidak terlalu dalam,
tetapi ujung rantai itu telah melukainya. Darah telah mulai
mengalir dari luka itu. Wajah Iswari menjadi merah. Sementara itu Warsi
sempat berkata dengan suaranya yang bergetar, "Nah anak
manis. Kau telah mulai terluka. Bau darahmu yang wangi
itu telah membangkitkan seleraku lebih besar untuk
membunuhmu." Iswari memang terkejut ketika ia memandang wajah
Warsi. Warsi yang wajahnya menjadi kehitam-hitaman itu
telah benar-benar mencium bau darah seperti laku seekor
serigala. Tiba-tiba saja Warsi itu tertawa. Suara tertawanya
memang mulai mengguncang dada Iswari yang dengan
cepat menyadari, bahwa ia tidak boleh merenungi keadaan
itu. Iswari berhasil menghentikan suara tertawa Warsi,
namun yang terjadi kemudian telah terulang dan terulang
kembali. Bahkan semakin sering terjadi.
Ketika ujung rantai itu sekali lagi mengenai tubuh Iswari
dan membuat garis pada pundaknya, maka darah pun mulai
meleleh dari pundak itu. Bajunya yang ikut menganga telah
menjadi merah oleh darah.
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
38 SH. Mintardja Kemarahan Iswari memang sudah sampai di puncak.
Namun jiwanya masih tetap kokoh. Bahkan tidak ada
pilihan lain baginya, justru pada saat-saat ia mengalami
kesulitan, untuk mempergunakan ilmunya yang terakhir
diwarisinya dari ketiga kakek dan neneknya.
Sementara itu ketiga kakek dan neneknya pun memang
sudah menjadi gelisah. Kenapa Iswari masih membiarkan
dirinya diombang-ambing oleh kemampuan lawannya.
Ki Rangga yang melihat peristiwa terakhir, menjadi
semakin yakin akan kemampuan Warsi. Meskipun sekali-
kali ia mengalami kesulitan, namun ia telah berhasil
mengatasinya dan bahkan telah benar-benar dapat melukai
lawannya. Dari jarak yang tidak terlalu jauh Ki Rangga
melihat, bahwa baju dan kulit Iswari memang sudah
dikoyakkannya. Ketika Warsi merasa bahwa kemenangan memang sudah
berada diambang dengan cara yang ditempuhnya terakhir,
maka ia yakin, bahwa ia akan dapat melukainya sekali lagi
dan sekali lagi, sehingga akhirnya seluruh tubuh Iswari akan
tergores dan bajunya pun akan hancur sampai sesobek kain
yang terakhir, yang akan dihanyutkan oleh angin. Darah
akan mengalir dari luka-luka itu dan membasahi sisa
pakaian yang masih melekat ditubuhnya.
Tetapi Iswari tidak membiarkan dirinya mengalami
keadaan seperti itu. Ia pun menyadari, jika ia terpancing
pada kemampuannya pada tataran itu, ia memang akan
dapat dihancurkan oleh lawannya.
Karena itu, maka Iswari pun mulai mengeterapkan
ilmunya yang disebut oleh ketiga kakek dan neneknya
dengan ilmu Janget Kinatelon.
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
39 SH. Mintardja Ilmu yang bertumpu pada kekuatan yang ada di dalam
dirinya dan disekitar dirinya, yang diserapnya dengan laku
tertentu, dan yang kemudian dilontarkan kembali dalam
ujud yang telah mengental dalam kebulatan ilmu yang utuh.
Demikianlah, dengan menggenggam sepasang pedang
ditangannya, Iswari telah mempersiapkan dirinya dalam
landasan ilmunya. Namun kesempatan yang pendek itu, disaat-saat Iswari
memasuki puncak kekuatan ilmunya, maka Warsi pun telah
memanfaatkannya untuk menggetarkan ilmunya yang luar
biasa. Seperti gonggong serigala maka suara Warsi tidak lagi
mirip orang tertawa. Tetapi ia benar-benar telah menyerang
Iswari dengan ilmu yang ada di dalam dirinya, yang
terlontar lewat getaran suaranya yang semakin garang.
Orang-orang yang mendengar suara itu mengenalinya
bahwa ilmu itu bersumber pada ilmu Gelap Ngampar
meskipun tidak lagi utuh sebagaimana sumber ilmu itu.
Terasa dada Iswari bagaikan ditusuk dengan beribu
ujung pisau. Sakit dan pedih. Bahkan jantungnya seakan-
akan mulai berguncang dan akan rontok karenanya.
Namun Iswari berada pada landasan ilmu Janget
Kinatelon. Maka lewat tangan dan pedangnya, Iswari pun
segera mempergunakannya sebelum ia jatuh terkapar
karena serangan ilmu Gelap Ngampar yang dahsyat itu.
Sejenak kemudian, maka dengan kekuatan terakhir,
Iswari melenting menyerang lawannya. Kedua pedangnya
menggeletar dan kemudian berputaran.
Dari ayunan pedangnya itu, ternyata telah mengalir dan
berputaran pula udara disekitar tubuhnya. Semakin lama
semakin cepat dan semakin keras. Dalam keadaan
kesakitan, Iswari memang belum dapat mencapai puncak
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
40 SH. Mintardja kemampuannya. Tetapi ternyata bahwa ilmu Janget
Kinatelonnya yang diterapkan, benar-benar telah
berpengaruh terhadap lawannya.
Iswari tidak saja mampu membuat telapak tangannya
bagaikan membara. Tetapi dengan kekuatan api, maka rasa-
rasanya udara disekitar dirinya pun mulai memanas.
Bahkan sekaligus kabut yang seakan-akan mulai
menghembus dari dalam tubuhnya, yang kemudian
dihanyutkan oleh arus angin yang menderu, adalah uap air
yang panas, bagaikan uap air yang sedang mendidih.
Dengan sisa tenaganya, maka Iswari telah memburu
lawannya dengan selubang ilmunya. Kabut yang putih,
panasnya api dan udara yang bagaikan berputaran,
sementara tubuhnya bagaikan terlindung oleh putaran
sepasang pedangnya. Meskipun karena kesakitan di
dadanya, ia tidak lagi mampu memutar senjatanya lebih
cepat lagi. Ternyata bahwa serangan Iswari yang memang
menggoyahkan kedudukan Warsi. Ia tidak dapat tetap
berdiri tegak sambil melontarkan ilmu lewat getaran
suaranya, karena ia harus melindungi dirinya.
Namun betapa terkejutnya Warsi ketika kabut putih itu
mulai menyentuhnya. Ternyata kabut itu memang uap air
yang panas yang didorong oleh angin yang berputaran
sejalan dengan tata gerak serangan Iswari itu sendiri.
"Anak iblis," geram Warsi. Namun ia masih sempat
menyusupkan ujung rantainya, menusuk menembus kabut
yang tipis dan angin yang berputaran, justru mengenai


Suramnya Bayang Bayang Karya S H. Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lambung Iswari. Iswari memang terdorong surut selangkah. Justru karena
Warsi tidak lagi menyerangnya lewat getaran suaranya,
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
41 SH. Mintardja cengkraman di dadanya memang berkurang. Tetapi
ternyata bahwa lambungnya telah dikenai ujung rantai
lawannya yang mematuk seperti ujung tombak.
Agaknya lambung Iswari memang terlindung oleh
segulung ikat pinggang yang memang selalu dipakainya
meskipun ia berpakaian khusus sebagaimana dipakainya
saat itu. Namun demikian kerasnya tusukan ujung rantai
lawannya, ternyata bahwa gulungan ikat pinggang Iswari itu
telah dikoyaknya pula. Bahkan kulitnya pun sudah terluka
meskipun tidak menganga dalam. Namun, luka itu terasa
betapa sakitnya. Perutnya telah menjadi mual.
Warsi yang melihat keberhasilannya telah berusaha mengulangi serangannya. Tetapi Warsi
tidak mendapat kesempatan
lagi. Iswarilah yang kemudian
menyerangnya. Bukan saja dengan putaran pedangnya,
tetapi dengan kekuatan ilmunya yang diwarisinya dari ketiga kakek dan neneknya. Sekali lagi Warsi mengumpat kasar. Panasnya
udara yang mendorong uap air yang putih bagaikan kabut itu membuatnya
kebingungan. Iswari mempergunakan kesempatan itu sebaik-baiknya.
Tubuhnya yang telah basah oleh darah dan menjadi
semakin lama menjadi semakin lemah itu melenting maju.
Demikian cepatnya, sehingga Warsi harus berusaha
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
42 SH. Mintardja mengambil jarak sambil memutar rantainya. Namun sambil
menggeliat, Iswari mengubah serangannya. Ia berusaha
mendorong ujung rantai lawannya dengan sebelah
pedangnya. Namun tiba-tiba ia meloncat maju dengan
pedang yang lain terjulur.
Warsi berusaha menghindar. Tetapi pedang itu kemudian
bergerak mendatar. Warsi berteriak ketika ujung pedang itu menyambar
pundaknya pula. Justru agak dalam.
Dengan demikian maka kedua orang perempuan yang
berperang tanding itu telah terluka. Jika kemudian Warsi
berhasil sekali lagi mengenai paha Iswari, maka Iswari telah
berusaha untuk mengakhiri perang tanding itu.
Meskipun ia pun menjadi semakin lemah karena darah
yang telah banyak mengalir dari tubuhnya, serta kesakitan
yang telah mencengkam seluruh tubuhnya, bukan saja
perasaan pedih pada kulitnya karena sambaran-sambaran
angin serangan lawannya, serta luka-lukanya yang
mengalirkan darah, tetapi juga isi dadanya yang
terguncang-guncang, namun jiwanya masih tetap setegar
kuda pacuan di arena. Dengan pakaian yang telah terkoyak-koyak Iswari
menyerang Warsi yang dalam keadaan yang serupa. Darah
pun telah membasahi pakaiannya, serta keringatnya justru
membuat luka-luka bakarnya menjadi sangat pedih.
Namun panasnya kabut yang berwarna keputihan yang
didera angin rasa-rasanya selalu mengejarnya. Bahkan
disusul oleh ujung-ujung pedang Iswari yang berkilat-kilat
memantulkan cahaya bulan.
Tetapi cahaya bulan bulat itu ternyata tidak mampu
berbuat apa-apa selain menerangi arena perang tanding itu.
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
43 SH. Mintardja Dalam keadaan yang semakin terdesak Warsi berusaha
bertahan. Ia pun melihat bahwa keadaan Iswari sudah
menjadi semakin payah pula. Namun dirinya bagaikan
terpanggang dalam kabut yang panas itu, benar-benar tidak
mampu lagi mengangkat senjatanya.
Ketika Iswari mengayunkan pedangnya, Warsi masih
sempat menghindar. Namun ketika sekali lagi ia berusaha
melenting, maka tiba-tiba saja ia pun terhuyung-huyung
dan jatuh ditanah. Tangannya masih memegang rantainya
yang merupakan senjata yang paling diandalkannya.
Wajahnya menengadah ke langit, disinari cahaya bulan yang
lembut. Wajah itu tidak lagi kehitam-hitaman. Matanya tidak
bercahaya semerah darah, sementara giginya tidak nampak
dalam pandangan mata Iswari menjadi besar dan runcing.
Namun Warsi memang seorang perempuan yang cantik
yang telah berhasil memikat Wiradana dan
mempergunakan kecantikannya untuk memanjakan
ketamakannya. Iswari berdiri termangu-mangu. Namun keadaannya pun
telah menjadi semakin lemah. Ketika ia melihat Warsi
terbaring diam, maka ia tidak segera mengambil sikap.
Meskipun demikian ujung-ujung pedangnya teracu dengan
gemetar. Kabut yang putih yang panas serta angin yang melanda
berputaran, telah lenyap dari padang rumput itu. Iswari
yang berdiri mulai goyah. Tetapi ia belum mengambil
keputusan sikap bagi lawannya, meskipun ia masih akan
sempat melangkah maju dan menghujamkan ujung
pedangnya ke dada lawannya.
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
44 SH. Mintardja Suasana benar-benar menjadi tegang. Ki Rangga benar-
benar telah kehilangan akal melihat kenyataan itu.
Tetapi ternyata bahwa Ki Rangga masih tetap
menghormati paugeran perang tanding itu. Ia tidak
langsung meloncat memasuki arena untuk menolong Warsi.
Namun ia masih tetap menunggu sikap para saksi yang lain.
Para saksi itu memang masih menunggu sikap tertentu
atau tidak. Karena perang tanding itu merupakan perang
tanding yang menentukan. Tetapi untuk beberapa saat Iswari masih berdiam diri
memandang tubuh yang terbaring itu. Betapapun kebencian
mencengkam jantungnya, tetapi ketika ia melihat Warsi
yang terbaring dengan tubuh dan pakaian yang hampir
dipenuhi dengan luka dan koyak-koyak itu, ternyata sesuatu
telah mengekangnya untuk menggerakkan ujung
pedangnya. Pada saat ketegangan mencengkam suasana di padang
rumput itu, mereka telah dikejutkan oleh dua sosok
bayangan yang bagaikan terbang menuju ke arena.
Bayangan yang muncul dari balik gerumbul-gerumbul
perdu di padang rumput itu. Agaknya dua sosok bayangan
itu telah beberapa lama berada ditempat itu dan ikut
mengamati perang tanding yang sedang terjadi itu.
Ketika bayangan itu menjadi semakin dekat, maka orang-
orang yang ada disekitar itu terkejut. Para saksi dari kedua
belah pihak tidak mengira bahwa tiba-tiba saja orang itu
hadir di arena perang tanding.
"Ki Randukeling," desis Kiai Badra yang bergeser setapak
maju. Ki Randukeling berhenti beberapa langkah dari arena.
Sesosok lagi telah berdiri pula disampingnya.
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
45 SH. Mintardja Kiai Badra yang menjadi curiga telah melangkah
mendekatinya. Sementara Kiai Soka dan Nyai Badra telah
bergeser pula. "Aku tidak akan berbuat apa-apa Kiai," berkata Ki
Randukeling. "Aku tahu bahwa perang tanding ini telah
berlangsung dengan jujur. Kedua belah pihak telah
bertempur dengan alas kekuatan dan kemampuan mereka
masing-masing." "Lalu apa maksudmu datang kemari?" bertanya Kiai
Badra. "Sebenarnya aku sudah mempertanyakannya,
kenapa kau tidak menjadi saksi dalam perang tanding ini."
"Aku sudah lama meninggalkan Warsi," jawab Ki
Randukeling. "Namun ketika aku mendengar perang
tanding ini akan terjadi, maka aku tidak sampai hati untuk
tidak memperhatikannya. Karena itu aku telah memerlukan
untuk berada di padang rumput ini pada saat perang
tanding itu terjadi. Aku merasa perlu untuk segera
mendekat ketika suara serigala itu tiba-tiba telah terdiam."
"Dan kau jumpai Warsi dalam keadaannya," berkata Kiai
Badra. "Itulah yang akan aku katakan Kiai," berkata Ki
Randukeling. "Tetapi segala sesuatunya jika tidak
bertentangan dengan perjanjian yang telah dibuat bagi
perang tanding itu."
"Apa yang akan kau lakukan" Apa artinya pula bahwa kau
telah membawa seorang kawan?" bertanya Kiai Badra.
"Sudah aku katakan, bahwa aku tidak akan berbuat apa-
apa. Kawanku pun hanya menyertai aku. Bagaimana pun
juga ada kecemasan dihatiku, bahwa kalian akan berusaha
menangkapku," berkata Ki Randukeling.
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
46 SH. Mintardja "Dan kalian berdua akan melawan kami seandainya kami
ingin melakukannya?" bertanya Kiai Badra.
"Tidak," jawab Ki Randukeling. "Aku hanya minta
kawanku menjadi saksi kematianku. Ia tidak akan berbuat
apa-apa." Kiai Badra mengangguk-angguk. Namun ia pun
kemudian bertanya, "Siapakah kawanmu itu?"
Ki Randukeling berpaling kepada kawannya yang
umurnya sudah sebaya dengan dirinya. Baru kemudian ia
menjawab, "Aku tidak tahu, apakah kalian pernah
mendengarnya atau tidak. Namanya Ajar Paguhan."
"O," Kiai Badra mengangguk-angguk. Hampir di luar
sadarnya ia pun telah berpaling ke arah Kiai Soka dan Nyai
Soka. Dengan nada rendah ia berkata, "Jadi inilah orang
yang bernama Ajar Paguhan," ia berhenti sejenak, lalu
katanya, "Namanya telah dikenal bukan saja diseluruh
Jipang, tetapi diseluruh Demak. Ajar Paguhan. Dan kini
kami mendapat kehormatan untuk menerima
kedatangannya." "Kiai," berkata Ajar Paguhan. "Jangan berlebih-lebihan
menyebut seseorang. Aku tahu, justru karena itu aku
menjadi merasa diriku semakin kecil."
"Sudahlah," berkata Ki Randukeling. "Meskipun tidak
pasti, tetapi kita sudah mempunyai takaran di antara kita.
Sekarang, aku ingin menyampaikan maksud
kedatanganku." "Katakan," desis Kiai Badra.
"Sekali lagi, jika tidak bertentangan dengan perjanjian
yang telah kalian buat, atau Warsi belum telanjur mati,"
berkata Ki Randukeling. Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
47 SH. Mintardja "Apa yang akan kau lakukan?" bertanya Kiai
Badra. "Jika kalian tidak berkeberatan aku akan mengambil Warsi," jawab Ki
Randukeling. Suasana menjadi semakin menegang. Kiai Badra tidak
segera menjawab. Tetapi ia
pun kemudian berpaling kepada Iswari dan berkata,
"Kaulah yang berhak menjawab," lalu katanya
kepada Ki Randukeling. "Bertanyalah kepadanya."
Ki Randukeling menarik nafas dalam-dalam. Dengan
nada dalam ia berkata, "Kau sudah mendengar niatku untuk
mengambil Warsi. Ada dua hal yang perlu kau
pertimbangkan. Apakah kau dapat sedikit mengekang
kebencian dan dendammu untuk tidak membunuhnya
sekarang atau apakah kau tidak takut bahwa satu ketika
justru kaulah yang akan dibunuhnya."
Iswari mengerutkan keningnya. Ia masih harus bertahan
untuk tetap tegak dihadapan Ki Randukeling. Bahkan Iswari
sedikit pun tidak mau menunjukkan kelemahannya.
"Pertimbangkan Iswari," berkata Ki Randukeling
selanjutnya. "Aku tidak akan menolak keputusan yang akan
kau ambil, bahkan seandainya kau akan membunuh Warsi,
karena itu adalah hakmu. Jika aku datang dan minta
kepadamu untuk mengambil Warsi, maka aku sudah minta
belas kasihanmu. Namun seperti apa yang sudah aku
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
48 SH. Mintardja katakan, bahwa mungkin dalam waktu dua tiga tahun lagi,
Warsi sudah lain dari Warsi yang sekarang. Ia akan mampu
menyempurnakan ilmu yang dapat dilontarkannya lewat
getaran suaranya, sebagaimana sudah dilakukannya
meskipun belum sempurna. Karena itu mungkin yang
terjadi beberapa tahun mendatang tidak kita duga
sebelumnya. Mungkin Warsi sama sekali tidak merasa


Suramnya Bayang Bayang Karya S H. Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bahwa kau telah mengasihaninya dan membiarkan tetap
hidup. Tetapi Warsi justru akan menantangmu untuk
berperang tanding lagi."
Dada Iswari bagaikan bergejolak. Ia sadar bahwa Ki
Randukeling sengaja telah menyinggung harga dirinya.
Karena itu, maka sambil menahan diri ia menjawab,"Ki
Randukeling. Kau sebenarnya tidak perlu mengungkit
perasaanku dengan cara seperti itu. Kau berharap bahwa
dengan demikian aku akan dengan serta merta tersinggung
dan berkata, Ambil tubuh itu. Aku akan menunggu ia
datang kepadaku. Tidak, Ki Randukeling. Sejak semula aku
memang tidak ingin membunuhnya. Jika aku termangu-
mangu, maka soalnya bukan apakah aku akan membunuh
atau tidak. Tetapi siapakah yang akan memelihara dan
merawatnya agar ia tidak mati. Jika tubuh itu aku serahkan
kepada Ki Rangga, maka mungkin Warsi akan mati
diperjalanan. Dan sekarang tiba-tiba Ki Randukeling
datang. Karena itu, agaknya memang lebih baik bagi Warsi
untuk aku serahkan kepada Ki Randukeling. Mudah-
mudahan ia tidak mati di perjalanan. Kemudian apakah ia
akan datang lagi untuk membunuhku kelak, aku sama sekali
tidak memikirkannya, karena bagiku, jika Warsi mampu
meningkatkan ilmunya, maka aku pun akan dapat
melakukannya pula. Jika Warsi kemudian mendapat
bimbingan dari Ki Randukeling atau Ki Ajar Paguhan atau
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
49 SH. Mintardja siapapun juga, maka aku pun masih akan tetap berada
dalam bimbingan. Karena itu jangan persoalkan sekarang."
Ki Randukeling menarik nafas dalam-dalam. Sementara
Ajar Paguhan berdesis, "Luar biasa. Sejak aku melihat
caranya bertempur, ketenangannya, ketidak tergesa-
gesaannya melepaskan ilmu puncaknya dan saat-saat
lawannya sudah terbaring roboh membuat aku mengagumi.
Aku sudah tua. Karena itu yang aku katakan adalah
percikan nuraniku." "Cara apa lagi yang akan kau lakukan itu," berkata Iswari.
"Sudah aku katakan, bawalah."
Ki Randukeling menarik nafas dalam-dalam. Kemudian
ia pun berkata, "Baiklah Iswari, jika itu yang kau kehendaki.
Aku akan membawanya. Mudah-mudahan aku berhasil
menyelamatkannya. Aku tidak akan menyebut lagi, apa
yang akan dilakukannya kelak. Semuanya terserah
kepadanya." Iswari tidak menjawab. Ia pun tidak beringsut ketika Ki
Randukeling kemudian melangkah mendekati tubuh Warsi
yang terbaring diam. Namun demikian, Kiai Badra lah yang bergeser
mendekati Iswari. Bagaimanapun juga ia tetap harus
berhati-hati. Ki Randukeling yang datang membawa
seorang kawan itu akan dapat berbuat apa saja yang tidak
diduga. Sementara itu, kawannya yang bernama Ajar
Paguhan adalah seorang yang namanya sudah banyak
dikenal meskipun belum pernah bertemu sekalipun, apalagi
mengenal tataran ilmunya.
Kiai Soka dan Nyai Sokapun telah bergeser pula.
Ternyata mereka mempunyai perasaan yang sama seperti
Kiai Badra. Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
50 SH. Mintardja Tetapi Ki Randukeling memang tidak berbuat apaapa. Ia
hanya berjongkok disisi Warsi terbaring. Kemudian
memegang tangannya dan menggerakkannya. Namun
kemudian Ki Randukeling itu telah menempelkan
telinganya pada dada Warsi.
Sambil menarik nafas dalam-dal* iapun berkata, "Masih
ada.harapan." Semua orang yang ada di tengah-tengah padang rumput
itu bagaikan diam membeku ketika mereka melihat Ki
Randukeling mengangkat tubuh itu. Dengan wajah yang
muram ia pun berkata kepada Iswari, "Terima kasih Iswari.
Kau memang seorang yang pantas mendapat pujian. Bukan
saja dalam olah kanuragan. Tetapi jiwamu memang bersih."
Iswari tidak menjawab. Ia melihat Ki Randukeling
beringsut surut. Lalu katanya kepada Kiai Badra, "Selamat
tinggal Kiai. Terima kasih atas kesempatan ini. Kita orang-
orang tua akan dapat memperhitungkan apa yang mungkin
terjadi kemudian. Tetapi Iswari benar-benar seorang
perempuan yang luar biasa."
Kiai Badrapun mengangguk kecil. Katanya, "Terima kasih
atas segala pujian."
Ki Randukeling bergeser semakin jauh. Lalu katanya
kepada Ki Rangga, "Kau tidak usah mencarinya. Kau bukan
keluarganya, bukan sanak kadangnya."
"Ki Randukeling" jawab Ki Rangga, "beri aku
kesempatan." Ki Randukeling menarik nafas dalam-dalam.
Tetapi katanya, "Aku akan mempertimbangkannya."
Ki Randukeling tidak berbicara lagi. Ia pun memberi
isyarat kepada Ajar Paguhan untuk meninggalkan tempat
itu. Meninggalkan neraka bagi Warsi.
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
51 SH. Mintardja Dua sosok bayangan bagaikan terbang meninggalkan
arena pertempuran. Seorang diantaranya telah membawa
tubuh Warsi di kedua tangannya. Ternyata tubuh Warsi bagi
Ki Randukeling tidak lebih dari golek kayu yang ringan.
Semua mata telah mengikuti kedua orang yang semakin
lama menjadi semakin jauh dibawah cahaya bulan , yang
terang. Namun akhirnya keduanya pun hilang ditelan
gerumbul-gerumbul perdu yang berserakan di padang
rumput itu. Kiai Badra menarik nafas dalam-dalam. Sementara itu Ki
Rangga Gupitapun berkata, "Tugasku sudah selesai. Perang
tanding telah berakhir."
Kiai Badra memandanginya dengan tajamnya. Dengan
nada datar ia berkata, "Kalau saja kami mempergunakan
kesempatan ini untuk menangkapmu."
"Tetapi, tetapi itu tidak mungkin" suara Ki Rangga
menjadi gagap, "aku adalah saksi dari perang tanding
sebagaimana kalian."
Kiai Badra menarik nafas dalam-dalam. Katanya, "Perang
tanding telah terjadi dengan jujur. Persoalan diantara kita
adalah persoalan diluar perang tanding itu. Kau sudah
terlalu banyak membuat kesulitan Tanah Perdikan
Sembojan." "Tetapi aku masih tetap dilindungi dalam kedudukanku
sebagai saksi" berkata Ki Rangga yang menjadi semakin
cemas. "Siapa yang melindungi?" bertanya Kiai Badra.
Wajah Ki Rangga Gupita menjadi pucat. Namun dalam
pada itu Kiai Badra pun berkata, "Baiklah. Pergilah. Tetapi
pada satu kesempatan kau tentu akan dapat kami tangkap."
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
52 SH. Mintardja Ki Rangga memandang Kiai Badra dengan ragu-ragu.
Namun ia pun kemudian memberikan isyarat kepada
kawan-kawannya untuk meninggalkan tempat itu.
Dengan tergesa-gesa mereka pun kemudian
meninggalkan tempat itu dengan kesan yang dahsyat
didalam jantung mereka. Mereka menyaksikan bagaimana
perempuan yang mereka anggap tidak terkalahkan itu mulai
terdesak. Tetapi juga bagaimana perempuan itu dalam
beberapa saat menguasai lawannya. Namun akhirnya Warsi
harus terkapar jatuh dipadang rumput yang luas itu.
"Satu perang tanding yang mengerikan" geram Ki
Rangga. Namun dalam pada itu, ketika Ki Rangga dan orang-
orangnya sudah hilang dari pandangan mata mereka,
ternyata bahwa keseimbangan Iswaripun goyah. Dengan
suara yang dalam ia berdesis, "Nek" Kenapa tiba-tiba
mataku menjadi gelap?"
Ketika orang itu meloncat bersama-sama mendekati
Iswari yang kehilangan keseimbangannya. Untunglah Kiai
Badra dan Kiai Soka sempat menangkapnya, sehingga
Iswari tidak jatuh terbanting di tanah.
"Kita harus berbuat sesuatu," desis Kiai Badra.
"Kita terlalu mengagumi kemenangannya, sehingga kita
melupakan bahwa Iswari terluka parah," berkata Kiai Soka.
Iswari pun kemudian dibaringkannya di atas
rerumputan. Dengan ketajaman penglihatan seorang yang
mengerti tentang obat-obatan, maka Kiai Badra pun
berusaha untuk memberikan pertolongan sementara kepada
cucunya itu. Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
53 SH. Mintardja "Darahnya harus dipampatkannya lebih dahulu," berkata
Kiai Badra. Dengan obat-obatan yang dibawanya, maka Kiai Badra
telah menolong Iswari sejauh dapat dilakukan.
Ternyata bahwa karena luka-lukanya serta karena darah
yang banyak mengalir dari luka-lukanya, Iswari telah
menjadi pingsan. Untuk beberapa saat ketiga orang tua itu menjadi sibuk.
Namun akhirnya Kiai Badra berkata, "Marilah. Kita akan
membawanya ke pategalan ditepi padang rumput ini."
Kiai Badralah yang kemudian mendukung Iswari dikedua
tangannya sebagaimana dilakukan oleh Ki Randukeling
kepada Warsi. Kedatangan ketiga orang yang membawa Iswari dalam
keadaan yang parah itu sangat mengejutkan para pengawal.
Dengan serta merta seorang di antaranya berkata, "Apakah
Nyai Wiradana bertempur melawan serigala-serigala itu?"
Kiai Badra menggeleng. Tetapi ia kemudian bertanya,
"Apakah kalian dapat mencarikan air" Di pategalan ini
agaknya tentu ada sumur."
"Baik Kiai," jawab salah seorang di antara mereka. "Aku
akan mencarinya." Dengan menabur obat-obatan yang dibawanya, Kiai
Badra sudah banyak mengurangi arus darah yang ke luar
dari luka-luka ditubuh Iswari. Namun demikian Kiai Badra
memang memerlukan air. Sejenak kemudian memang terdengar derit senggot
timba. Agaknya memang tidak terlalu jauh. Karena itu,
maka sejenak kemudian pengawal yang mencari air itu telah
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
54 SH. Mintardja kembali membawa mangkuk yang besar yang terbuat dari
upih. "Kau bawa timbanya kemari?" bertanya Kiai Badra.
"Nanti aku kembalikan," jawab pengawal itu.
Dengan hati-hati Kiai Badra menitikkan air di bibir
Iswari. Dengan perawatan tertentu maka akhirnya Iswari
pun menjadi sadar. Namun betapa luka-lukanya terasa
sangat pedih. Ketika Iswari akan bangkit, ternyata kepalanya terasa
pening dan tubuhnya menjadi gemetar tidak berdaya.
"Berbaringlah dahulu," berkata Kiai Badra.
"Bagaimana dengan aku?" suara Iswari terlalu lemah.
"Kau tidak apa-apa," jawab Kiai Badra. "Tetapi kau telah
terlalu banyak mengeluarkan darah dari luka-lukamu,
sementara itu jantungmu juga terguncang oleh serangan
Warsi dengan ilmunya yang bersumber pada ilmu Gelap
Ngampar itu tentu masih terasa sakit pula."
Iswari menarik nafas dalam-dalam. Namun ia sempat
membayangkan apa yang telah terjadi, sehingga ia pun telah
mengucap syukur kepada Yang Maha Agung bahwa ia telah
luput dari usaha pembunuhan yang dilakukan oleh Warsi.
Namun bahwa Yang Maha Agung juga telah
mengendalikannya, sehingga ia pun tidak melakukan
pembunuhan di padang rumput itu.
Sekilas terbayang wajah anaknya Risang. Ia masih
diperkenankan untuk memelihara anaknya itu, sehingga
anaknya tidak menjadi yatim piatu.
Untuk beberapa saat Iswari beristirahat. Namun dalam
pada itu ternyata bulan telah jauh bergeser ke Barat. Karena
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
55 SH. Mintardja itu, maka Kiai Badra pun berkata, "Kita akan meninggalkan
tempat ini dan kembali ke Tanah Perdikan. Kita akan
mengusung tubuh Iswari yang masih sangat lemah.
Tetapi Iswari menyahut, "Aku akan berjalan sendiri
kakek. Tetapi sangat perlahan-lahan."
Kiai Badra mengerutkan keningnya. Namun kemudian
katanya, "Sebaiknya kau tidak berjalan sendiri Iswari.
Keadaanmu tidak memungkinkan."
"Perlahan-lahan sekali kakek," jawab Iswari. "Aku tidak
pantas untuk diusung, karena aku masih mempunyai
kekuatan betapapun lemahnya."
Kiai Badra dan Kiai Sokalah yang kemudian membantu
Iswari berjalan, karena ia berkeras untuk tidak mau diusung
oleh para pengawal. Ketika mereka kemudian meninggalkan pategalan itu,
setelah mangkuk upihnya dikembalikan pada senggot
timba, maka iring-iringan itu berjalan sangat lambat.
Sementara itu, seorag pengawal sempat bertanya kepada
Nyai Soka, "Apakah yang sebenarnya telah terjadi, Nyai"
"Biarlah nanti Iswari sendiri memberikan penjelasan",
jawab Nyai Soka. Namun kemudian katanya, "Tetapi kita
tidak perlu cemas dengan keadaannya. Ia telah mengatasi
satu tugas yang paling sulit dengan hasil yang sangat baik
meskipun ia menjadi. sangat lemah."
Pengawal itu tidak mendesaknya. Namun keadaan
pakaian dan tubuh Iswari menunjukkan bahwa ia tentu


Suramnya Bayang Bayang Karya S H. Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

baru saja melakukan kekerasan. Mungkin bertempur
melawan serigala, atau mungkin sesuatu yang lain.
Ketika bulan menjadi semakin rendah, maka iring-
iringan itu masih juga belum memasuki Tanah Perdikan.
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
56 SH. Mintardja Memang ada semacam kecemasan jika mereka diketahui
memasuki daerah Kademangan tetangga meskipun
hubungannya sangat baik. Tetapi perbatasan sudah dekat sekali.
Karena itu, demikian bulan bertengger dipunggung bukit,
maka iring-iringan itu benar-benar telah berada di belakang
perbatasan Tanah Perdikan Sembojan.
"Sokurlah" desis pemimpin pengawal, "kita telah berada
di rumah sendiri." "Ya" Nyai Soka mengangguk-angguk, "bagaimanapun
juga, persoalan batas akan dapat menjadi sangat rawan."
Demikianlah, sejenak kemudian iring-iringan itu telah
memasuki padukuhan pertama. Atas persetujuan Iswari
sendiri, mereka langsung menuju ke banjar padukuhan.
Setelah dibenahi sedikit, maka Iswari pun telah dibaringkan
di ruang dalam banjar padukuhan itu.
"Usahakan seekor kuda" berkata Nyai Soka, "pergi
kerumah dan katakan kepada Bibi, Nyai Wiradana
memerlukan ganti pakaian. Jangan katakan apapun juga,
kecuali Nyai Wiradana selamat."
Lewat anak-anak muda yang bertugas di banjar maka
seorang pengawal telah mendapatkan seekor kuda. Sejenak
kemudian, maka iapun telah berpacu meninggalkan
padukuhan itu, menuju ke padukuhan induk Tanah
Perdikan Sembojan. Sementara di padukuhan itu, suasana memang menjadi
sedikit ribut. Meskipun Kiai Badra dan Kiai Soka, dibantu
oleh para pengawal minta anak-anak muda yang bertugas di
banjar menjadi tenang, namun berita tentang kehadiran
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
57 SH. Mintardja Nyai Wiradana dalam keadaannya telah membuat isi
padukuhan itu bertanya-tanya.
"Batasi agar padukuhan ini tidak terbangun karenanya"
berkata Nyai Soka. Sebenarnyalah para pengawal dan anak-anak muda yang
bertugas di banjar itu sudah berusaha untuk membatasi
diri. Namun satu-satu telah terlepas juga pembicaraan
tentang kehadiran Nyai Wiradana yang dalam keadaan
gawat itu. "Tentu ada hubungannya dengan perintah Gandar"
berkata salah seorang pengawal padukuhan itu.
"Isyarat dengan panah sendaren itu?" bertanya
kawannya. "Ya" jawab yang pertama.
Kawannya mengangguk-angguk. Desisnya, "Aku
sependapat." Tetapi mereka tidak mengatakan sesuatu lagi. Mereka
hanya mengangguk-angguk saja. Sementara itu, suasana di
banjar nampaknya memang menjadi sangat gelisah.
Namun keadaan Iswari sendiri sudah menjadi berangsur
baik. Apalagi setelah para pengawal sempat membuat
minuman hangat dan menghidangkannya dengan gula
kelapa. Sementara itu, kedatangan seekor kuda yang berpacu di
padukuhan induk memang membuat orang-orang yang.
berada di rumah Nyai Wiradana menjadi terkejut.
Bibi yang sudah bermain-main dengan Risang yang
sudah terbangun diruang dalam terkejut ketika mendengar
keributan diluar. Ketika bibi menjenguk dipintu pringgitan,
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
58 SH. Mintardja maka pengawal yang berada di halaman sempat melihatnya
dan dengan serta merta rnemanggilnya, "Bibi."
Bibi termangu-mangu. Ketika ia berpaling dilihatnya
Risang duduk sambil bermain gerobag yang roda-rodanya
telah dilepasinya. Risang berusaha memasang kembali
roda-roda itu. Tetapi ternyata hal itu tidak mudah
dilakukannya. Dengan cepat Bibi menyambarnya dan mendukungnya.Ia
tidak mau meninggalkan anak itu sendiri jutru ketika
'sesuatu terjadi di luar.
Sambil mendukung Risang, maka Bibipun keluar dan
berdiri di pendapa. Namun ketika ia melihat para pengawal
ada dihalaman, maka ia menjadi tenang.
"Ada apa?" Risang justru bertanya, "gerobagku."
"Tunggu Risang. Agaknya ada sesuatu yang penting."
desis Bibi. Ketika Bibi kemudian turun ke tangga pendapa, maka
pengawal dari padukuhan di perbatasan yang mendapat
tugas untuk mengambil pakaian Nyai Wiradana itupun
berkata, "Aku mendapat perintah Kiai Badra."
"Kiai Badra?" jantung Bibi menjadi berdebaran. Namun
pengawal itu cepat menyahut, "Nyai Wiradana selamat.
Tetapi ia memerlukan ganti pakaian."
"Selamat?" ulang Bibi. "Jadi semuanya sudah selesai
dengan baik?" Pengawal itu justru kebingungan. Karena itu maka ia pun
bertanya, "Apa yang selesai?"
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
59 SH. Mintardja Ternyata Bibi pun tanggap. Pengawal itu belum
mengetahui seluruhnya apa yang terjadi. Karena itu, maka
Bibi pun berkata, "Baiklah. Aku akan menyiapkannya."
Demikianlah bibi sambil mendukung Risang telah
mempersiapkan pakaian Nyai Wiradana. Sementara itu
Risang yang mengenal pakaian ibunya sempat juga
bertanya, "Ibu dimana Bibi?"
"Ibu sedang melihat-lihat keadaan Tanah Perdikan kita
Risang," jawab Bibi.
"Sebentar lagi ibu akan kembali."
"Untuk apa pakaian ini?" bertanya Risang pula.
Bibi tersenyum sambil mencium pipinya. Katanya,
"Pakaian ibu basah oleh keringat. Semalaman ibu berjalan
berkeliling sehingga berkeringat. Karena itu ibu akan
berganti pakaian." "Kenapa ibu tidak pulang saja dan berganti pakaian di
rumah?" bertanya Risang pula.
Pertanyaan itu memang sulit untuk dijawab. Tetapi Bibi
mencoba menjawab, "Sebentar lagi hari akan terang. Tidak
pantas ibu berjalan di jalan yang menghubungkan
padukuhan-padukuhan dengan baju yang basah dan kotor."
Risang mengangguk-angguk. Tetapi ia tidak bertanya
lagi. Ketika Bibi kemudian ke luar sambil membawa pakaian
Nyai Wiradana dan mendukung Risang, maka dilihatnya
Gandar sudah ada di halaman itu pula. Agaknya ia sudah
tanggap pula akan keadaan Iswari.
Seperti Bibi sebenarnya mereka ingin sekali ikut bersama
pengawal itu menjemput Nyai Wiradana. Tetapi mereka
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
60 SH. Mintardja tidak dapat meninggalkan tugas mereka untuk mengamati
Risang dan seluruh Tanah Perdikan. Karena itu, maka baik
Bibi maupun Gandar tidak mengikuti pengawal yang
membawa pakaian Nyai Wiradana itu.
Namun ketika pengawal itu siap untuk kembali ke
padukuhan di perbatasan, Gandar sempat mendapat
beberapa keterangan tentang keadaan Nyai Wiradana.
"Nampaknya Nyai Wiradana letih sekali. Yang nampak
ada beberapa luka ditubuhnya. Tetapi Nyai Wiradana
menolak untuk diusung. Ia berjalan sendiri dari padang
rumput meskipun harus dibantu oleh Kiai Badra dan Kiai
Soka," jawab pengawal itu. Gandar menarik nafas dalam-
dalam. Baginya Iswari memang perempuan yang sangat
mengagumkan. Namun seperti dahulu, maka ia hanya dapat
mengaguminya. Sejenak kemudian maka pengawal itu pun telah berpacu
meninggalkan gerbang halaman rumah Nyai Wiradana
kembali ke padukuhan di perbatasan sambil membawa
pakaian Nyai Wiradana. Ketika kemudian matahari terbit, tidak banyak orang
yang mengetahui apa yang telah terjadi. Di padukuhan di
perbatasan itu pun orang masih selalu bertanya-tanya.
Kebanyakan di antara mereka tidak melihat keadaan yang
parah dari Nyai Wiradana. Tetapi ketika matahari yang
cerah di pagi hari mulai menyiram Tanah Perdikan
Sembojan, maka Nyai Wiradana telah mengenakan
pakaiannya yang utuh. Bahkan rambutnya pun telah
disisirnya halus sebagaimana kebiasaannya.
Meskipun geraknya masih lamban karena tubuhnya yang
sangat lemah, tetapi ketika Nyai Wiradana hadir dipendapa
banjar padukuhan, ia sudah kelihatan segar. Senyumnya
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
61 SH. Mintardja sudah tersungging dibibirnya dan sorot matanya menjadi
secerah matahari pagi. Nyai Soka yang mendampinginya pun nampak gembira
pula. Sorot matanya yang lembut memancar di bawah kerut
umur didahinya. Sementara itu Kiai Badra dan Kiai Soka
pun wajahnya nampak bersih pula.
Ki Bekel padukuhan itu, telah pula berada di banjar.
Seperti kebanyakan orang, maka ia pun tidak tahu, apa yang
telah terjadi di malam purnama yang baru lalu.
"Nanti pada saatnya, semuanya akan menjadi jelas Ki
Bekel," berkata Kiai Badra. "Tetapi sekadar untuk diketahui,
bahwa satu tugas yang besar dan berat telah diselesaikan
oleh Nyai Wiradana malam purnama yang lalu."
Ki Bekel tidak memaksa Kiai Badra untuk bercerita,
betapapun ia ingin mendengar keterangan lebih jauh.
Namun sedikit persoalannya telah dikatakan oleh Kiai adra.
Ternyata bahwa Iswari dan ketiga orang kakek dan
neneknya tidak terlalu lama berada di banjar padukuhan
itu. Dengan meminjam empat ekor kuda, maka Kiai Badra,
Kiai Soka dan Nyai Soka telah membawa Nyai Wiradana
kembali ke padukuhan induk.
Di padukuhan induk, Bibi telah menunggu di depan pintu
bersama Risang. Rasa-rasanya waktu berjalan terlalu
lamban, sehingga Bibi hampir tidak sabar lagi.
Namun akhirnya Nyai Wiradana itu pun datang pula.
Yang pertama-tama dilakukan oleh Iswari adalah
mencium pipi anak laki-lakinya yang berada di dalam
dukungan Bibi. Tetapi ternyata anak itu sempat bertanya,
"Ibu menangis?"
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
62 SH. Mintardja "Tidak Risang," jawab Nyai Wiradana. "Kenapa ibu
menangis?" "Tetapi pipi ibu menjadi basah," jawab Risang.
"Barangkali Risang sendirilah yang menangis," berkata
Nyai Wiradana kemudian. Risang menjadi ragu-ragu. Tetapi kemudian anak itu
bertanya, "Kenapa Risang menangis" Risang bermain-main
gerobag sejak pagi."
Nyai Wiradana mencoba untuk tersenyum. Tetapi air
matanya memang sulit untuk dibendung dipelupuk
matanya. Karena itu, meskipun tidak bertanya lagi, Risang
selalu memandangi wajah ibunya yang basah.
Tetapi Nyai Wiradana kemudian nampak gembira. Ketika
ia melihat Gandar berdiri dibawah tangga pendapa, maka ia
pun mendekatinya sambil berdesis, "Semuanya sudah
selesai." "Tuntas?" bertanya Gandar.
Nyai Wiradana mengerutkan keningnya. Namun
kemudian ia pun berkata, "Undang semua bebahu Tanah
Perdikan dan para Bekel dari setiap padukuhan. Aku akan
berbicara dengan mereka sekarang. Semua berita yang
simpang siur tentang peristiwa semalam harus dijernihkan."
Gandar mengangguk-angguk meskipun masih ada
pertanyaan yang menggelitik hatinya. Iswari belum
menjawab, apakah perang tanding itu benar-benar telah
tuntas. Jika demikian maka satu-satunya kemungkinan,
Warsi telah terbunuh. Namun menilik sikap dan jawaban
Iswari maka agaknya ada penyelesaian yang lain.
Demikianlah, maka Gandar telah mengatur para
pengawal yang ada. Mereka harus menghubungi para
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
63 SH. Mintardja bebahu dan para Bekel dari padukuhan-padukuhan saat itu
juga. Sementara itu sambil menunggu mereka, Iswari yang
lemah masih sempat berbaring dan minum obat yang
dipersiapkan oleh Kiai Badra untuk memulihkan kekuatan
tubuhnya yang masih sangat lemah.
Beberapa ekor kuda yang membawa para penghubung
telah berpencaran kesemua padukuhan serta ke rumah para
bebahu yang juga tersebar di seluruh Tanah Perdikan.
Mereka menyampaikan perintah Nyai Wiradana agar para
bebahu dan para Bekel di setiap padukuhan berkumpul
untuk mendapatkan penjelasan tentang peristiwa yang
terjadi semalam. Namun ada juga para bebahu dan para Bekel yang tidak
tahu sama sekali tentang peristiwa yang dimaksud. Tetapi
ada yang telah mendengar serba sedikit, yang memang
memerlukan penjelasan. Seperti yang dimaksud oleh Nyai Wiradana, maka para


Suramnya Bayang Bayang Karya S H. Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bebahu dan para Bekel itupun telah dengan serta merta
memenuhi perintah Nyi Wiradana. Mereka segera berpacu
menuju ke padukuhan induk. Para bekel yang sudah tua,
yang sudah tidak mampu lagi berpacu dengan kencang
diatas punggung kuda, berusaha juga agar kudanya berlari-
lari kecil melewati jalan jalan bulak.
Sebelum tengah hari, maka semua yang dipanggil Nyai
Wiradana sudah berkumpul. Diantara mereka terdapat juga
beberapa orang pemimpin pengawal Tanah Perdikan
Senabojan, Gandar, Sambi Wulung dan Jati Wulung serta
ketiga orang kakek dan.nenek Iswari yang telah menjadi
saksi dalam perang tanding yang terjadi.
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
64 SH. Mintardja Beberapa orang yang telah berkumpul itu telah saling
menanyakan apa yang telah terjadi. Tetapi semuanya
nampaknya masih belum jelas, sehingga akhirnya mereka
menunggu, apa yang akan dikatakan oleh Nyai Wiradana.
Demikianlah, maka betapapun masih lemah, namun Nyai
Wiradana telah hadir di pendapa. Bibi yang harus
mengawasi Risang bersama pemomongnya, mengajak anak
itu bermain di ruang dalam, sehingga sedikit-sedikit bibi
dapat mendengar apa yang dibicarakan di luar pintu.
Namun karena jaraknya agak jauh, maka Bibi pun akhirnya
terpaksa untuk tidak dapat mengikutinya.
Sementara itu di pendapa, Iswari telah memberikan
penjelasan terperinci tentang apa yang telah terjadi
semalam. Ia mulai dari awal keseluruhan peristiwa itu, sejak
kedatangan utusan Warsi yang memberikan tantangan
kepadanya untuk menyelesaikan persoalan mereka dengan
berperang tanding. Sehingga akhirnya, semua kesulitan
dapat diatasi oleh Iswari Karena itulah maka bukan saja
Iswari, tetapi seluruh isi Tanah Perdikan ini sudah
sepantasnya mengucap syukur kepada Yang Maha Agung.
"Jika akhir dari perang tanding itu lain; maka masa
depan Tanah Perdikan ini pun akan menjadi lain pula"
berkata Nyai Wiradana itu kemudian.
Orang-orang yang mendengarkan keterangan itu
mengangguk-angguk. Mereka dapat membayangkan apa
yang telah terjadi. Meskipun Iswari tidak mengatakannya,
tetapi menilik keadaannya, Iswari tentu telah menempuh
satu perjuangan yang sangat berat dalam perang tanding
yang telah dilakukannya. Namun akhirnya orang-orang itu memang menjadi
kecewa, ketika Iswari mengatakan bahwa Warsi tidak
terbunuh dalam perang tanding itu.
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
65 SH. Mintardja "Ki Randukeling datang ke arena. Ia minta agar diijinkan
membawa Warsi yang sudah dalam keadaan yang tidak
berdaya itu" berkata Iswari.
"Kenapa perempuan itu tidak kau bunuh saja?" bertanya
Gandar dengan serta merta, "ia akan tetap menjadi duri
didalam daging. Pada saatnya ia akan bangkit dan mulai lagi
dengan segala macam tingkahnya yang sangat megnganggu
Tanah Perdikan ini."
Iswari menarik nafas dalam-dalam. Ia dapat mengerti
kenapa Gandar menjadi sangat kecewa. Bersama pasukan
Pajang, Gandar juga pernah merasa kehilangan ketika
Warsi dan Ki Rangga berhasil melarikan diri dari sergapan
pasukan Tanah Perdikan Sembojan dan para prajurit Pajang
disalah satu sarangnya. "Aku mengerti" berkata Iswari, "tetapi aku tidak dapat
Pendekar Satu Jurus 6 Kucing Suruhan Karya S B Chandra Pedang Kayu Harum 4
^