Pencarian

Suramnya Bayang Bayang 38

Suramnya Bayang Bayang Karya S H. Mintardja Bagian 38


rasa-rasanya jauh lebih jernih dari air di parit yang
manapun disepanjang perjalanan mereka.
Namun kerinduan di hati mereka pun terasa semakin
menekan untuk dapat segera bertemu dengan sanak
kadang. ----------oOo---------- Bersambung ke Jilid 33. Naskah diedit dari e-book yang diupload di website Tirai
kasih http://kangzusi.com/SH_Mintardja.htm
Terima kasih kepada Nyi DewiKZ
73 SH. Mintardja Jilid Ke tiga puluh tiga Cetakan Pertama Naskah ini disusun untuk kalangan sendiri:
Bagi sanak-kadang yang berkumpul / cangkrukan di,
"Padepokan" pelangisingosari atau di
http://pelangisingosari.wordpress.com.
Keberadaan naskah ini tentu melalui proses yang
panjang, mulai scanning, retype " editing dan
layouting sehingga menjadi bentuknya seperti
sekarang ini. Admin mempersilahkan mengunduh naskah ini
secara gratis dengan harapan buku yang mulai langka
ini dapat dibaca oleh sanak kadang di seluruh
Nusantara bahkan di seluruh dunia (WNI yang ada di
seluruh dunia). Untuk menghargai jerih payah beliau-beliau yang
telah bekerja dengan ikhlas demi menghadirkan buku
ini, maka dilarang menggunakan untuk tujuan
komersiil bagi naskah ini.
satpampelangi Koleksi: Ki Arema dan Ki Truno Prenjak
Scanning: Satpampelangi dan Ki Truno Prenjak
Retype: Nyi Dewi KZ di Web http://kangzusi.com/SH_Mintard
ja.htm Edit ulang: Ki Arema Lay-out: Satpampelangi 74 SH. Mintardja Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
1 SH. Mintardja DENGAN demikian maka gerak pasukan itu memang
menjadi semakin cepat. Ketika pasukan itu memasuki padukuhan yang pertama,
maka mereka telah merasakan kehangatan penerimaan
sanak kadang yang menyambut mereka, maka hati mereka
pun telah tergetar. Namun, diantara mereka yang menyambut kedatangan
para pengawal itu, terdapat beberapa orang perempuan
yang tidak sempat ikut melambaikan tangan mereka, karena
mereka dengan tekun sedang mengamati wajah-wajah yang
terdapat di antara para pengawal itu.
Jika mereka menemukan wajah yang mereka cari, maka
tiba-tiba saja ia melonjak dengan teriakan penuh
kegembiraan. Meskipun kemudian menitik juga air mata,
tetapi air mata yang menitikkan senyum dan tawa.
Sementara mereka yang tidak menemukan wajah yang
dicarinya masih harus menahan diri. Mungkin mereka
hanya tidak dapat menemukannya. Mungkin yang berada di
atas tandu atau mungkin tertutup oleh kawannya. Namun
mereka tidak mau dengan tiba-tiba mematahkan harapan
mereka. Karena itulah, maka sebagian dari mereka telah
mengikuti iring-iringan itu. Atau seorang di antara keluarga
mereka akan ikut bersama pasukan itu sampai ke banjar
padukuhan induk. Namun dalam pada itu, para pemimpin pasukan itu,
termasuk para pemimpin kelompok, menjadi berdebar-
debar. Pada saatnya mereka tidak akan dapat ingkar, bahwa
mereka harus menyebut nama kawan-kawan mereka yang
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
2 SH. Mintardja terpaksa mereka tinggalkan di medan perang setelah
mereka gugur. Perjalanan selanjutnya, seakan-akan sudah tidak terasa
lagi. Meskipun mereka masih harus menempuh perjalanan
beberapa bulak lagi, tetapi seakan-akan mereka sudah
berada di halaman sendiri sehingga langkah-langkah
mereka berikutnya pun sudah tidak terhitung lagi.
Sementara itu di banjar padukuhan induk, para
pemimpin Tanah Perdikan Sembojan telah siap menerima
pasukan yang baru datang itu. Namun sejak tengah hari,
halaman banjar itu rasa-rasanya sudah tidak sanggup lagi
menampung orang-orang Sembojan yang ingin ikut
menyambut kedatangan anak-anak mudanya. Bukan saja
mereka yang ingin tahu keadaan keluarganya yang ikut
serta, namun juga mereka yang sekadar ingin menyambut
kedatangan anak-anak mudanya yang telah berjuang bagi
kampung halamannya. Mereka ingin tahu, apakah
perjalanan anak-anak muda itu mencapai hasil
sebagaimana diharapkan. Beberapa orang pengawal yang berjaga-jaga di halaman
Banjar dan sekitarnya harus bekerja keras untuk mengatur
orang-orang yang semakin lama menjadi semakin banyak,
agar mereka tidak menutup jalan bahkan memenuhi
halaman sehingga tidak memberi kesempatan bagi pasukan
yang akan datang itu memasuki dan berada di halaman.
Sebenarnyalah, gejolak perasaan orang-orang itu sudah
hampir tidak tertahankan lagi ketika mereka melihat dua
orang pengawal yang datang lebih dahulu dan mengabarkan
bahwa pasukan sudah memasuki gerbang padukuhan
induk. Dengan demikian maka orang-orang yang berkumpul di
halaman dan sekitarnya itu mulai berdesakkan untuk dapat
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
3 SH. Mintardja berdiri di paling depan sehingga para pengawal pun
menjadi semakin sibuk karenanya.
Namun dalam pada itu, dalam kesibukan yang merampas
segenap perhatian, maka tidak seorang pun di antara orang-
orang yang berkumpul di halaman Banjar dan sekitarnya itu
memperhatikan dua orang yang asing bagi mereka. Dua
orang yang datang dari luar Tanah Perdikan Sembojan.
Dengan seksama kedua orang itu memperhatikan setiap
kejadian di halaman banjar itu.
"Ternyata perhitungan Ki Rangga benar," desis salah
seorang di antara mereka. "Kita akan dapat mencapai
Banjar padukuhan induk ini lebih dahulu dari pasukan itu."
"Pasukan itu membawa orang-orang yang terluka," sahut
kawannya perlahan-lahan. "Mereka merayap seperti siput
sakit-sakitan." Kawannya mengangguk-angguk. Sementara itu ia sempat
memperhatikan orang-orang yang mulai berada di pendapa
banjar itu. "Nah, perempuan yang berdiri dengan sombongnya
itulah Nyai Wiradana, yang sebenarnya sudah terusir dari
kedudukannya. Tetapi kesalahan Ki Wiradana saat itu
adalah, bahwa perempuan itu tidak diceraikannya, sehingga
ia masih tetap menjadi istrinya yang sah," berkata orang
yang asing itu. Tetapi kawannya menjawab, "Diceraikan atau tidak
diceraikan, sumber kekuasaannya itu adalah pada anak-
anak, Risang. Jika Risang mati, orang itu tidak akan
mempunyai kekuasaan apa-apa. Anak Nyai Wiradana muda
itu akan lebih berhak daripada Nyai Wiradana tua tanpa
anaknya. Nah, jika Puguh yang bakal mewarisi kuasa Ki
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
4 SH. Mintardja Wiradana atas Tanah Perdikan ini, maka yang akan berdiri
disana adalah Nyai Wiradana muda. Bukan Iswari itu."
Yang seorang mengangguk-angguk. Namun katanya,
"Tetapi penilaian Pajang menjadi bahan pertimbangan juga
sekarang." "Ya," jawab kawannya. "Sebenarnya langkah yang
diambil oleh Ki Wiradana sudah benar. Ia berusaha
membunuh Iswari itu dengan anaknya dalam kandungan.
Jika hal itu terjadi, maka tidak akan terjadi persoalan.
Agaknya Ki Wiradana pun tidak akan mati muda seperti
yang dialaminya. "Ternyata yang terjadi bukan demikian," berkata orang
yang pertama. Lalu, "Sekarang yang berkuasa adalah Nyai
Wiradana tua itu atas nama anaknya. Ia dikelilingi oleh
sanak kadangnya yang mengendalikannya. Tanpa mereka,
Iswari memang bukan apa-apa."
"Jadi apa usul kita kepada Nyai Wiradana itu nanti?"
bertanya kawannya. "Kita lihat dahulu, bagaimana sikapnya saat ia menerima
pasukannya. Apakah ia masih juga terlalu sombong, atau
bahkan menjadi semakin sombong," sahut orang yang
pertama. Keduanya pun kemudian terdiam. Sementara itu, maka
orang pun menjadi semakin berdesakan. Telah terdengar
teriakan-teriakan mereka yang sudah melihat ujung dari
pasukan yang datang itu. Demikianlah, sejenak kemudian maka pasukan yang baru
pulang dari tugasnya itu pun memasuki halaman banjar.
Para pengawal dengan susah payah menahan orang-orang
yang berdesakan di pinggir jalan, agar mereka tidak terlalu
ketengah. Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
5 SH. Mintardja Namun di antara teriakan-teriakan para pengawal yang
mencegah orang-orang yang berdesakan maju, terdengar
pula teriakan perempuan memanggil nama anaknya yang
ada di dalam barisan yang memasuki halaman itu.
Namun perempuan itu tidak mendapat kesempatan
untuk berlari memeluk anaknya yang pulang dari medan
perang dengan selamat. Sejenak kemudian maka barisan itu pun telah berada di
halaman. Nyai Wiradana dan beberapa orang pemimpin
Tanah Perdikan telah berdiri di tangga pertama. Dengan
wajah yang tegang Iswari melihat beberapa orang di antara
mereka yang terpaksa diusung dengan tandu. Kemudian
dilihatnya pula sekelompok anak-anak muda yang
nampaknya terluka, namun keadaannya sudah lebih baik,
sehingga mereka telah sanggup menempuh perjalanan
kembali dengan berjalan kaki, meskipun ternyata demikian
mereka memasuki halaman, keadaan mereka nampak payah
sekali. Melihat keadaan mereka, maka Iswari tidak menunda-
nunda waktu. Ia pun segera berdiri tegak dihadapan
pasukannya yang telah kembali. Kemudian dengan suara
lantang, Iswari telah menyatakan dengan resmi menerima
mereka kembali setelah mendengar laporan pendek yang
diberikan oleh Gandar. "Tidak ada pencapaian cita-cita tanpa pengorbanan. Jer
basuki mawa beya," berkata Iswari. "Namun kewajaran
pengorbanan itu bukannya berarti bahwa korban itu
bukannya apa-apa. Pengorbanan itu harus tetap kita
junjung tinggi, karena berlandaskan atas pengorbanan itu
maka kita akan mencapai sesuatu yang lebih baik, yang
lebih berarti dan yang lebih pasti bagi masa depan Tanah
Perdikan ini. Kita yang masih hidup mungkin masih akan
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
6 SH. Mintardja dapat menikmati hasil dari perjuangan ini. Tetapi mereka
yang telah menyerahkan dirinya, menyerahkan raga dan
nyawanya, justru tidak akan menikmati apapun juga dari
hasil pengorbanannya. Juga belum tentu sanak kadangnya
yang ditinggalkannya. Karena itu kewajiban kita adalah
memeliharadan mempertahankan apa yang sudah kita capai
ini." Suasana jadi hening. Namun terasa sentuhan-sentuhan
di hati para pengawal dan bahkan mereka yang
mendengarkan. Akhirnya Iswari mengakhiri kata-kata penerimaan
dengan ucapan terima kasih dan doa bagi Tanah Perdikan
Sembojan. Selanjutnya Iswari telah memerintahkan para pemimpin
pasukan untuk memberikan beberapa penjelasan yang
diperlukan kepada para pengawal dan untuk sementara
para pengawal itu masih harus tetap berada di banjar.
Kepada keluarga dan orang-orang Tanah Perdikan yang
berada di halaman Banjar dimohon untuk bersabar, karena
para pemimpin pengawal termasuk para pemimpin
kelompok akan berbicara di antara mereka lebih dahulu.
Khusus bagi mereka yang dalam keadaan sangat letih,
terutama yang luka-lukanya belum sembuh benar,
dipersilakan untuk naik kependapa dan duduk di atas
bentangan tikar pandan. Akhirnya oleh Gandar telah dipersiapkan sebuah urutan
nama yang menyebut anak-anak muda Tanah Perdikan
yang telah gugur dalam tugas mereka.
Suasana pun segera menghujam ke dalam keharuan.
Sementara itu Iswari masih juga berada di pendapa.
Bersama para pemimpin pengawal itu berdiri di tangga,
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
7 SH. Mintardja

Suramnya Bayang Bayang Karya S H. Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sedangkan para pemimpin kelompok telah kembali ke
kelompok mereka masing-masing.
Satu-satu Gandar menyebut nama mereka yang terpaksa
tidak dapat kembali ke Tanah Perdikan. Agaknya hal itu
mengingat kegelisahan orang-orang Tanah Perdikan
memang tidak akan dapat ditunda-tunda lagi.
Pada saat-saat yang demikian, dua orang yang agaknya
telah dikirim oleh Ki Rangga Gupita itu masih tetap tekun
mengikuti peristiwa itu lebih lanjut.
Di luar sadar, mereka telah hanyut pula dalam suasana
yang mencekam. Mereka berusaha untuk dapat mendengar
dengan jelas, nama-nama yang disebut oleh Gandar. Nama-
nama yang tidak lagi disertai dengan wadagnya.
Tangis pun mulai meledak di antara mereka yang
menunggu. Dengan penuh harap mereka datang ke halaman
banjar untuk menyongsong anak-anak mereka atau suami
mereka atau saudara-saudara mereka. Namun yang
didengar hanyalah namanya disebut oleh Gandar yang
berdiri di pendapa. Namun akhirnya Gandar pun sampai pada nama
terkahir. Dengan nada berat maka ia pun kemudian berkata,
"Mereka telah kembali kepangkuan bumi. Mereka gugur
untuk kepentingan Tanah ini, untuk kepentingan kita
bersama." Suasana yang campur baur telah terjadi dihalaman itu. Di
antara mereka yang menangis, terdapat pula mereka yang
mengucap syukur kepada Yang Maha Agung, karena
anaknya telah diperkenankan kembali ke kampung halaman
dengan selamat. Untuk beberapa saat halaman banjar tenggelam dalam
suasana yang mencengkam. Ketika Gandar kemudian ingin
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
8 SH. Mintardja menyampaikan sesuatu kepada Nyai Wiradana, ternyata
Nyai Wiradana sudah tidak berada lagi di pendapa.
"Dimana Nyai Wiradana?" bertanya Gandar kepada
seseorang yang berdiri disebelahnya.
"Masuk ke ruang dalam," jawab orang itu.
Gandar pun tergesa-gesa menyusul pula. Seharusnya
Nyai Wiradana masih berada di pendapa. Pasukan itu
belum dibubarkan, sehingga Nyai Wiradana masih harus
membubarkan pasukan itu, serta memberikan kesempatan
beristirahat kepada para pengawal yang baru datang itu
untuk waktu tertentu tanpa
mengemban kewajiban apapun bagi Tanah Perdikan
dan bagi padukuhannya. Ketika Gandar membuka pintu pringgitan dan melangkah masuk, maka ia pun tertegun. Sambil menutup pintu Gandar melangkah satu-satu mendekati Iswari yang duduk disebuah amben panjang di ruang dalam. "Nyai," desis Gandar.
Bagaimanapun juga Nyai Wiradana adalah seorang perempuan. Betapapun juga ia
berusaha menengadahkan wajahnya untuk menahan air
matanya agar tidak mengalir dipipinya, namun ia gagal.
Ketika suasana di halaman banjar itu dicengkam oleh
keharuan, karena Gandar menyebut nama-nama mereka
yang tidak kembali, Iswari benar-benar tidak dapat
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
9 SH. Mintardja menahan diri betapapun ia berusaha. Titik-titik air yang
mengembun dimatanya akhirnya meleleh juga dipipinya.
Ketika Gandar duduk disampingnya, maka Nyai
Wiradana itu mengusap matanya sambil berdesis, "Aku
merupakan salah satu sebab dari perselisihan itu."
"Kenapa Nyai tiba-tiba saja menyalahkan diri sendiri?"
bertanya Gandar. "Aku tidak menyalahkan diri sendiri," jawab Nyai
Wiradana. "Aku hanya mengatakannya. Di luar kehendakku
sendiri, aku seakan-akan telah melihat kembali saat-saat
aku pertama kali memasuki Tanah Perdikan ini. Ketika
kakek membawa aku dan mempertemukan aku dengan
kakang Wiradana." "Nyai," berkata Gandar. "Jangan menjadi cengeng seperti
itu. Nyai sekarang adalah orang yang menjadi tumpuan dari
segenap isi Tanah Perdikan ini. Karena itu Nyai harus
melepaskan diri dari perasaan bersalah. Tidak ada seorang
yang tahu apa yang akan terjadi kemudian di saat-saat Nyai
memasuki Tanah Perdikan ini. Bahkan seandainya Nyai
tidak berada di Tanah Perdikan ini, mungkin Tanah
Perdikan ini sudah jatuh sepenuhnya ke tangan Warsi."
Nyai Wiradana menarik nafas dalam-dalam. Tetapi
bahwa Gandar menyebut nama Warsi, ternyata telah
menyentuh hati Iswari. Bagaimanapun juga ia tidak rela jika
Warsi sempat mengendalikan Tanah Perdikan itu. Apalagi
bersama Ki Rangga Gupita.
Karena itu maka Iswari itu pun sekali lagi mengusap
matanya. Sementara itu Gandar pun berkata, "Nyai.
Pasukan itu menunggu Nyai. Sebaiknya Nyai memberi
kesempatan kepada semua orang yang berada di dalam
pasukan itu untuk beristirahat."
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
10 SH. Mintardja "Baiklah," berkata Iswari yang kemudian telah berdiri
tegak. Lalu, "Aku akan memberi waktu dua pekan bagi
mereka. Kecuali dalam keadaan yang sangat mendesak."
"Baik Nyai. Waktu itu cukup memadai," jawab Gandar.
Demikianlah maka Nyai Wiradana pun telah melangkah
keluar dari ruang dalam. Tidak ada kesan bahwa dipipinya
baru saja meleleh air mata. Ia tampil dihadapan pasukan
pengawal Tanah Perdikan sebagaimana seorang pemimpin.
Matanya dengan tajam beredar dari orang ke orang di
dalam pasukan itu. Dengan jelas Nyai Wiradana melihat
kegelisahan dan ketidaksabaran.
Karena itu, maka Nyai Wiradana pun kemudian telah
maju dan berdiri di tangga pendapa. Dengan suara mantap
ia berkata, "Anak-anak terbaik di Tanah Perdikan. Upacara
penerimaan ini telah selesai. Waktu kalian kemudian akan
kalian peruntukkan sepenuhnya bagi keluarga kalian.
Kalian mendapat istirahat dua pekan penuh kecuali terjadi
sesuatu yang sangat penting. Karena itu, upacara ini akan
diakhiri dan kalian dapat pulang kepada keluarga kalian
masing-masing." Terdengar sorak gemuruh dari para pengawal.
Kegembiraan mereka pun meledak.
Dengan ucapan terima kasih yang diulang-ulang, maka
Iswari pun kemudian telah menutup upacara itu.
Gandarlah yang kemudian memerintahkan
membubarkan barisan dan sekali lagi mengulang kata-kata
Iswari, "Kalian mendapat istirahat penuh selama dua
pekan." Demikian upacara itu selesai, maka para prajurit yang
masih menyandang senjata masing-masing itu pun telah
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
11 SH. Mintardja menghambur mencari keluarga masing-masing. Suasana
dihalaman itu pun menjadi hiruk pikuk.
Namun para pemimpin kelompok telah membantu para
pengawal yang bertugas untuk menertibkan suasana.
Mereka berusaha mengatur agar para pengawal dan
keluarga mereka tidak saling mendesak dan dorong-
mendorong karena saling mencari.
Beberapa orang anak muda yang tenang, justru tidak ikut
dalam suasana yang agak kisruh itu. Mereka justru
melangkah menjauh dan berdiri ditempat terbuka. Dengan
demikian maka keluarga mereka justru akan dapat melihat
dan datang mendekat. Iswari yang berdiri ditangga pendapa harus bertahan lagi
dari titik-titik air matanya. Ia tidak boleh menunjukkan
kelemahan perasaan dihadapan pasukannya. Karena itu ia
berusaha untuk tetap berdiri tegak sambil mengerutkan
keningnya. Gandar berdiri ditangga yang lebih rendah. Ia pun
merasa hatinya tersentuh melihat orang-orang yang saling
mencari itu. Sementara itu beberapa orang yang tidak akan
dapat menemukan keluarga mereka di antara para
pengawal yang pulang itu, telah kembali mendahului
tetangga-tetangga mereka sambil mengusap air matanya.
Dua orang yang dikirim oleh Ki Rangga Gupita dan Warsi
itu menyaksikan peristiwa itu dengan perasaan yang aneh.
Bahkan seorang di antara mereka berdesis, "Alangkah
bahagianya mereka." Kawannya mengerutkan keningnya. Tetapi ia tidak
segera mengetahui maksud kawannya itu. Karena itu maka
ia pun bertanya, "Apakah maksudmu" Apakah kau
merasakan sesuatu menyaksikan peristiwa itu?"
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
12 SH. Mintardja "Ya," jawab kawannya. "Ketika mereka kembali dari satu
tugas yang berat, maka masih ada keluarga mereka yang
datang menyambut. Manangisinya dengan gembira dan
haru. Mungkin orang tua mereka, mungkin istri dan
anaknya yang masih dalam dukungan."
"He, kau kenapa?" bertanya kawannya. "Tiba-tiba kau
menjadi cengeng." "Mungkin," jawab kawannya. "Tetapi hal semacam ini
tidak akan pernah kita alami. Tidak ada orang yang pernah
menunggu kita, apakah kita akan kembali atau tidak. Tidak
pernah ada orang menangisi kita. Apakah karena terharu
atau karena sedih. Kita adalah orang-orang yang dibiarkan
mengalami apapun juga tanpa perhatian orang lain."
Kawannya termangu-mangu sejenak. Namun ia pun
kemudian menarik nafas dalam-dalam sambil berkata, "Kita
adalah orang-orang yang tenggelam dalam perjuangan yang
khusus. Bukankah sebenarnya kita juga mempunyai
keluarga" Tetapi belum saatnya kita datang kepada mereka
dalam keadaan apapun juga."
"Dan mereka pun tidak akan segera tahu jika kita mati di
peperangan. Tubuh kita akan dilemparkan ke jurang dan
menjadi makanan binatang buas," desisnya.
"Tentu tidak," jawab kawannya. Namun suaranya
menjadi rendah. Rasa-rasanya iapun merasakan
sebagaimana kawannya itu. Ada perasaan iri bahwa mereka
tidak pernah mengalami penyambutan seperti itu. Yang
mereka alami adalah sikap keras Ki Rangga Gupita dan
Warsi. Untuk beberapa saat kedua orang itu terlepas dari
kesadaran tugas mereka. Tetapi mereka terayun oleh
sentuhan perasaan kemanusiaan mereka.
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
13 SH. Mintardja Ketika keduanya melihat seorang perempuan tua sambil
menitikkan air matanya mencium cucu laki-lakinya yang
baru pulang dari medan, maka kedua orang itu ikut
tersenyum. Diluar sadar mereka ikut merasakan
sebagaimana dirasakan oleh perempuan tua itu. Namun
merekapun merasa sedih ketika mereka melihat seorang
perempuan yang hampir pingsan dipapah oleh suaminya.
Diantara isaknya perempuan itu berdesah, "O Tuhan.
Kenapa kau ambil kembali anak yang kau berikan kepadaku
selama dua puluh tahun itu."
"Sudahlah Nyi" laki-laki yang agaknya suaminya itu
berusaha menghiburnya, "kita tidak lebih dari hamba yang
sekedar menerima, memelihara dan membesarkannya.
Namun segala sesuatunya memang akan kembali kepada-
Nya. Kapan saja Yang Maha Pencipta itu menghendakinya."
Kedua orang petugas yang dikirim oleh Ki Rangga itu
termangu-mangu. Mungkin anak orang itu telah terbunuh oleh mereka dipertempuran. Mungkin oleh orang lain. Namun seorang diantara keduanya tiba-tiba menggeram, "Kita tidak
boleh terseret oleh perasaan
cengeng seperti ini. Mungkin
anak yang mati itu akulah
yang membunuhnya. Tetapi anak itu tentu sudah membunuh kawan-kawan kita pula." Yang lain mengangguk-angguk. Iapun ingin melepaskan
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
14 SH. Mintardja diri dari suasana itu dan kembali kepada.tugas mereka
untuk mengamati saat-saat pasukan Tanah Perdikan itu
kembali. Ketika beberapa orang mulai meninggalkan halaman
banjar, dengan atau tidak dengan orang-orang yang mereka
jemput, maka kedua orang itupun mulai bersiapsiap pula
untuk pergi. Jika halaman itu menjadi semakin lengang,
maka mungkin ada satu dua orang yang perhatiannya tiba-
tiba tertarik atas kehadiran mereka.
"Marilah" berkata salah seorang dari mereka, "kita
jangan terlalu lama disini."
Keduanya pun mulai beringsut. Namun tiba-tiba


Suramnya Bayang Bayang Karya S H. Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

keduanya dengan tergesa-gesa melangkah meninggalkan
tempat itu, karena seorang diantara mereka berkata,
"Damar pernah mengenal aku."
Sebenarnyalah Damar memang berada dihalaman banjar
itu pula. Ia pun telah dijemput pula oleh keluarganya
sebagaimana Saruju. Keluarganya yang pernah mendapat
ancaman dari orang-orang yang menjadi pengikut Ki
Rangga Gupita;, "Bahkan ketika Damar dan Saruju tidak
ada, para pengawal masih juga mengawasi keluarga itu.
Beberapa saat kemudian, kedua orang pengikut Ki
Rangga itu sudah berada dijalan diluar padukuhan induk
Tanah Perdikan. Ternyata jalan-jalan menjadi bertambah
ramai. Kecuali orang-orang yang memang setiap hari lewat
jalan itu jika mereka pergi kepasar atau orang-orang yang
bepergian dari satu padukuhan ke padukuhan lain, atau
orang-orang yang lewat untuk keperluan apapun juga, maka
banyak pula orang yang datang dan pergi ke banjar dari
padukuhan-padukuhan di sekitar padukuhan induk.
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
15 SH. Mintardja Dengan tanpa menyapa dan disapa oleh seorang pun
diantara orang-orang yang lewat itu, maka kedua pengikut
Ki Rangga itu meninggalkan padukuhan induk semakin
jauh. "Tanah Perdikan ini memang berkembang pesat" desis
seorang diantara kedua orang pengikut Ki Rangga itu.
"Ya. Kita harus mengakui kenyataan ini" sahut yang lain,
"Tanah Perdikan ini sudah menjadi terlalu kuat. Selain
pasukan yang datang dari mengkoyak-koyak sarang kita,
maka ternyata: para pengawal yang masih berada di Tanah
Perdikan ini pun cukup kuat pula. Selama upacara
penerimaan di banjar padukuhan induk itu, maka di setiap
padukuhan agaknya masih juga nampak para pengawal
berjaga-jaga dengan tertib."
"Apakah kita masih mempunyai keinginan untuk
memasuki Tanah Perdikan ini?" desis kawannya
Yang lain terdiam. Rasa-rasanya memang hanya dapat
terjadi dalam mimpi saja. Tanah Perdikan ini sudah
menjadi terlalu kuat. Bahkan orang itu masih juga berkata
selanjutnya, "Juga usaha untuk membunuh Risang terlalu
sulit dilakukan." "Seandainya anak itu terbunuh, apakah masih mungkin
orang berpaling kepada Puguh. Juga apakah mungkin
Pajang dapat menerima kehadiran anak Ki Wiradana itu
meskipun tanpa Risang" Jika Nyai Wiradana muda itu
datang dengan membawa Puguh, bukan anak itu yang akan
menerima warisan kepemimpinan Tanah Perdikan ini,
tetapi Pajang justru akan menangkap Ki Rangga dan Warsi
sekaligus," berkata yang lain.
Keduanya mengangguk-angguk. Dengan melihat
kenyataan yang berkembang di Tanah Perdikan, maka rasa-
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
16 SH. Mintardja rasanya tidak ada lagi kemungkinan yang dapat mereka
lakukan di atas Tanah Perdikan ini. Tanpa pasukan Pajang
pun, kekuatan Tanah Perdikan ini akan mampu mengatasi
segala kemelut yang dapat ditimbulkan oleh pasukan Ki
Rangga dan Warsi, bahkan sebelum dihancurkan sekalipun.
Demikianlah, maka kedua orang itu telah membawa satu
kesimpulan. Mereka merasa harus mengatakan yang
sebenarnya ada di Tanah Perdikan ini. Bukan sekadar untuk
menyenangkan perasaan Ki Rangga dan Warsi, karena jika
terjadi salah penilaian seperti yang terdahulu, maka bisa
kekuatan yang sangat kecil itu akan dapat dipunahkan sama
sekali. Dalam pada itu, Tanah Perdikan Sembojan sendiri baru
diliputi oleh suasana yang aneh. Di antara kegembiraan
yang meledak, terdapat pula kepedihan karena orang yang
ditunggu-tunggu ternyata tidak kembali pulang.
Sementara itu, setelah banjar padukuhan induk itu
menjadi semakin lengang, maka Iswari pun telah duduk di
pendapa. Masih ada beberapa orang yang berada di banjar.
Mereka yang terluka parah dan tidak dapat berjalan pulang,
keluarganya sedang berusaha mendapatkan untuk
membawa mereka. Pada umumnya mereka berusaha
membawa pedati ke banjar. Yang tidak mempunyai pedati
sendiri di rumah berusaha meminjam tetangganya. Dalam
pada itu agaknya tidak seorang pun yang berkeberatan
untuk meminjamkan pedatinya kepada mereka yang akan
mengambil keluarganya yang terluka.
Tetapi bagi mereka yang lukanya masih berbahaya,
Iswari menganjurkan agar keluarganya bersedia
meninggalkan mereka di gandok banjar padukuhan induk
itu. Dengan demikian mereka akan mendapat perawatan
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
17 SH. Mintardja yang lebih baik dari mereka yang memang mengerti tentang
obat-obatan. "Jika mereka berangsur baik, maka mereka akan segera
dapat dibawa kembali," berkata Iswari.
Pada umumnya keluarga mereka pun tidak berkeberatan.
Ada empat orang pengawal yang masih tinggal di banjar
karena luka-lukanya itu. Sementara itu Gandar pun telah memberikan laporan
yang lebih terperinci kepada Iswari. Sambi Wulung dan Jati
Wulung pun mendampinginya pula. Dengan menyesal
Gandar melaporkan bahwa Ki Rangga dan Warsi telah luput
dari tangan mereka dan prajurit Pajang yang kuat.
"Dengan demikian, maka benih itu masih tetap ada. Satu
saat, benih itu akan tumbuh dan berkembang biak," berkata
Gandar. "Tetapi yang kalian lakukan adalah satu kerja yang paling
baik yang dapat dilakukan," desis Iswari. "Untuk sementara
kita akan terlepas dari gangguan mereka."
"Mungkin dalam benturan kekuatan yang besar," jawab
Gandar. "Tetapi kekuatan-kekuatan yang tersisa itu masih
mungkin mengacaukan ketenangan Tanah Perdikan ini,"
jawab Gandar. Iswari mengangguk-angguk. Bahkan ia pun kemudian
berdesis, "Kau benar Gandar. Tetapi yang lebih
mencemaskan lagi adalah Risang. Meskipun mereka tidak
lagi berharap untuk dapat mengalihkan hak Risang kepada
anak Kakang Wiradana yang lahir dari istrinya yang muda
itu, namun mereka akan dapat mengancam dan membunuh
Risang untuk membalas dendam. Atau jika mereka berhasil,
maka semua keturunan Wiradana akan gagal mewarisi
kedudukannya disini."
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
18 SH. Mintardja Gandar mengangguk-angguk. Pendapat itu agaknya
memang mungkin sekali terjadi. Karena itu, maka Gandar
pun berkata, "Jika demikian maka penjagaan atas Risang
harus semakin ditingkatkan. Tetapi ia tidak boleh merasa
dirinya terkekang karenanya agar ia dapat tumbuh wajar."
Iswari mengangguk-angguk. Namun tiba-tiba saja ia
telah teringat kepada Risang. Karena itu, maka ia pun telah
menjadi gelisah meskipun Bibi ada bersama Risang di
rumah. Sementara para pengawal pun masih juga tetap
berjaga-jaga. "Tetapi jika Ki Rangga dan Warsi sendiri bersama-sama
memasuki rumah itu, Bibi akan mengalami kesulitan,"
berkata Nyai Wiradana di dalam hatinya.
Dengan demikian maka Nyai Wiradana itu pun telah
menjadi tergesa-gesa untuk kembali, sementara tugasnya di
banjar memang sudah selesai.
Bersama orang-orang tua yang mendampinginya
memimpin Tanah Perdikan itu, maka Iswari pun segera
meninggalkan banjar padukuhan induk. Rasa-rasanya ia
ingin segera melihat, apakah Risang masih tetap berada di
rumahnya atau tidak. Ketika Iswari memasuki regol rumahnya dan melihat
Risang berada di pendapa berlari-lari bekejaran dengan
kawan sepermainannya yang rumahnya berseberangan
jalan, Iswari menarik nafas dalam-dalam. Sedangkan Bibi
duduk di sudut pendapa sambil mengawasinya bersama
pemomong Risang. Yang dilakukan oleh Iswari itu tidak terlepas dari
pengamatan orang-orang tua yang selalu dekat dengannya.
Orang-orang tua itu mengerti, betapa kecemasan di hati
Iswari sebagai seorang ibu terhadap anak laki-lakinya,
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
19 SH. Mintardja justru karena ia sadar, bahwa anak itu merupakan sasaran
utama dari dendam yang membakar jantung sekelompok
orang yang memusuhinya. Karena itu, maka agaknya orang-orang tua itu pun wajib
membantu menenangkan kegelisahan itu. Kegelisahan
seorang ibu kadang-kadang tidak lagi dapat dibendung
dengan penalaran. Meskipun Iswari sudah berusaha untuk
berdiri tegak sebagai seorang pemimpin di Tanah Perdikan
Sembojan, tetapi bagaimanapun juga ia tetap seorang ibu
yang mencintai satu-satunya anaknya melampaui segala-
galanya. Bukan karena anaknya akan dapat memberikan
kedudukan kepadanya. Tetapi anak baginya adalah belahan
nyawanya. Nyai Soka yang juga seorang perempuan dapat lebih
mengenali perasaan Iswari. Karena itu, maka ia pun justru
menjadi semakin dekat dengan cucu perempuannya itu.
Namun pada suatu saat terucapkan pula oleh Iswari yang
dibayangi oleh kecemasan itu kepada neneknya, "Nenek,
bagaimanakah nasib Risang itu kemudian."
Nyai Soka menarik nafas dalam-dalam. Iswari memang
sering menyebutnya dengan panggilan yang berbeda-beda.
Kadang-kadang ia memanggilnya Nyai. Kadang-kadang
Iswari itu memanggilnya guru. Namun jika Iswari itu benar-
benar tenggelam dalam kegelisahan, maka ia merasa dirinya
seorang cucu yang memohon kepada neneknya,
sebagaimana masa kanak-kanaknya jika permainannya
terlempar ketempat yang sulit digapainya.
"Iswari," desis Nyai Soka. "Kau jangan terlalu gelisah
memikirkan anakmu. Menurut pengamatan lahiriah maka
anakmu kini telah dikelilingi oleh kekuatan yang dapat
diandalkan. Disini ada Bibi yang mencintai anak itu seperti
anaknya sendiri, karena ia memang tidak mempunyai anak,
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
20 SH. Mintardja bahkan ia merasa ikut berhak atas anak itu. Kemudian
disini pun ada Gandar, ada Sambi Wulung dan Jati Wulung
yang menganggap Risang juga seperti cucunya sendiri. Dan
disini ada pula cicit-cicitnya."
Iswari mengangguk kecil. Namun tiba-tiba pula ia
berdesis, "Tetapi rasa-rasanya aku sendiri, ibunya, masih
belum mampu melindunginya jika benar-benar bahaya itu
datang. pada satu saat aku tentu tidak akan dapat sekadar
mengandalkan orang-orang lain untuk melindungi anak-
anak. Tetapi tumpuan perlindungan baginya adalah aku
ibunya." "Sudah aku katakan Iswari, bahwa disini ada orang-orang
lain yang mampu membantumu. Tetapi jika kau tarik
persoalannya kepada dirimu sendiri, maka menurut
perhitungan lahiriah pula, kau adalah seorang yang berilmu
tinggi. Kau mampu melindungi anakmu jika benar-benar
tersudut ke dalam satu peristiwa tanpa orang lain.
Sementara itu menurut sandaran jiwani, maka kau pun
harus pasrah kepada Yang Maha Agung. Umur seseorang
tidak ditentukan oleh dinding baja sekalipun," berkata Nyai
Soka. Iswari menarik nafas dalam-dalam. Ternyata kata-kata
terakhir Nyai Soka itu memang menyentuh perasaannya.
Bahkan Iswari pun kemudian menunduk dalam-dalam
sambil berdesis, "Maaf nek. Agaknya aku memang
terbelenggu oleh kepicikanku kepada Yang Maha Agung
itu." "Baiklah," berkata Nyai Soka. "Tetapi kau pun tidak
bersalah. Kita memang diwajibkan berusaha. Namun segala
sesuatunya harus dikembalikan kepada yang Maha Kuasa
itu dengan penuh kepercayaan bahwa Yang Maha Kuasa itu
pulalah Yang Maha Kasih."
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
21 SH. Mintardja Iswari mengangguk kecil. Ia memahami sepenuhnya
keterangan neneknya itu. Karena itu, maka ia pun
kemudian menarik nafas dalam-dalam sambil berkata,
"Nek. Bahwa yang terakhir, memang harus aku serahkan
kepada Yang Maha Agung itu."
Nyai Soka mengangguk-angguk. Namun kemudian
katanya, "Tetapi Iswari. Mungkin kami dapat membantu
mengurangi kecemasanmu itu. Kami akan dapat
membantumu meningkatkan ilmu untuk tahap akhir."
"Siapa yang nenek maksud?" bertanya Iswari.
"Aku, kakekmu Kiai Soka dan Kiai Badra," jawab Nyai
Soka. "Tetapi nenek sudah memberi terlalu banyak," desis
Iswari. "Masih ada sedikit yang tersisa. Justru mungkin akan
sangat berarti bagimu," berkata Nyai Soka.
Iswari termangu-mangu. Ia sudah menempuh laku yang
panjang untuk mewarisi ilmu neneknya. Namun neneknya
itu masih mempunyai sesuatu yang tersisa. Menurut
pendapatnya, ia sudah mempelajari sampai tataran terakhir
dari ilmu neneknya itu, yang perkembangan di dalam
dirinya tergantung pada dirinya sendiri.
Tetapi sudah barang tentu Iswari tidak akan menolak


Suramnya Bayang Bayang Karya S H. Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kesempatan yang belum diketahuinya dengan pasti itu,
karena ia mempunyai kepercayaan sepenuhnya kepada
neneknya sebagaimana kepada kakek-kakeknya.
"Iswari," berkata Nyai Soka. "Kau memerlukan beberapa
hari untuk itu. Bersiap-siaplah. Aku akan membicarakannya
dengan kedua kakekmu."
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
22 SH. Mintardja Iswari mengangguk kecil. Katanya, "Terima kasih nenek.
Tetapi bukan maksudku bahwa aku tidak merasa mapan
dengan apa yang sudah aku terima dari nenek. Aku
sebenarnya merasa bahwa yang nenek berikan telah banyak
sekali. Soalnya memang tergantung kepadaku, apakah aku
dapat mengembangkannya atau tidak."
Nyai Soka tersenyum. Katanya, "Kau adalah cucuku."
Iswari menundukkan kepalanya. Sementara itu Nyai
Soka berkata, "Aku akan berbicara dengan kedua kakekmu."
Nyai Soka pun kemudian meninggalkan Iswari sendiri.
Sekilas memang timbul penyesalan di hati Iswari, seakan-
akan ia menuntut lebih banyak bahkan terlalu banyak dari
neneknya yang juga gurunya. Tetapi ia pun kemudian yakin
bahwa neneknya tentu akan memaafkannya seandainya
memang timbul kesan yang demikian.
Sementara itu Nyai Soka pun benar-benar telah menemui
Kiai Soka dan Nyai Badra untuk berbicara tentang
kemungkinan sebagaimana dikatakannya kepada Iswari.
Kiai Soka menarik nafas dalam-dalam. Katanya, "Iswari
selalu dibayangi oleh kecemasan tentang keselamatan
anaknya. karena itu ia ingin menjadi seorang yang memiliki
kemampuan untuk melindungi anaknya itu."
"Tetapi ia ingin mendapat terlalu banyak," desis Kiai
Badra. "Jangan menangkap keinginan Iswari seperti itu kakang,"
berkata Nyai Soka. "Perasaannya didera oleh kecemasannya
sebagaimana dikatakan oleh Kiai Soka. Sebagai kakeknya,
bukankah kakang mengetahui bahwa bukan sifat Iswari
seperti itu?" Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
23 SH. Mintardja Kiai Badra mengangguk kecil. Katanya, "Ya. Aku kira
tanpa persoalan yang menyesakkan perasaannya ia tidak
akan merasa seperti itu."
"Karena itu, apakah kita dapat berbuat sesuatu
untuknya?" bertanya Nyai Soka. "Jika kalian sependapat,
maka kita akan dapat memberikan seikat kemampuan
kepadanya." "Apakah ia sudah siap untuk menerima Ilmu Janget
Tinatelon," bertanya Kiai Badra.
Nyai Soka mengerutkan keningnya. Namun kemudian katanya, "Aku kira
ia sudah cukup masak. Peristiwa demi peristiwa telah menempa hidupnya lahir dan batin. Karena itu,
maka aku kira ia akan mampu menerimanya. Laku terakhir yang dijalaninya
sudah menunjukkan bahwa Iswari adalah seorang yang
memiliki kelebihan dari orang lain. Ketahanan tubuhnya, kemampuannya dan terutama tekadnya yang
sangat besar telah membentuknya menjadi seorang yang
secara jasmaniah dan rohaniah akan mampu menerima
ilmu Janget Tinatelon."
Kiai Soka lah yang kemudian berkata, "Jika demikian,
baiklah kita serahkan saja kepadamu Nyai. Kau amati anak
itu. Kau jajagi dan kau persiapkan, sehingga ia benar-benar
siap menerima ilmu itu. Ilmu yang barangkali belum ada
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
24 SH. Mintardja orang lain yang memilikinya. Jika kita berhasil, maka Iswari
adalah orang yang pertama-tama memiliki ilmu itu. Tetapi
bukan berarti bahwa ilmu itu adalah ilmu yang terbaik."
"Baiklah Kiai," jawab Nyai Soka. "Kita memang tidak
boleh menjadi tergesa-gesa. Karena jika gagal, akibatnya
akan merusakkan tubuh Iswari sendiri. Sementara itu kita
masing-masing juga harus bersiap-siap untuk menilai sekali
lagi, bagian-bagian dari ilmu kita masing-masing yang
dapat diikat menjadi satu dalam Ilmu Janget Tinatelon ini.
Karena kesalahan dapat saja timbul karena keadaan Iswari
jasmaniah atau rohaniah, tetapi juga karena kita salah
memilih ilmu yang sejalan, sehingga akan dapat
menimbulkan pertentangan di dalam tubuh Iswari itu."
"Baiklah," berkata Kiai Badra. "Karena dasar ilmu anak
itu adalah ilmu yang kau berikan, maka landasannya adalah
ilmu itu." Demikianlah maka ketiga orang tua itu telah bersepakat
untuk mempersiapkan bagian ilmu mereka yang sejalan
yang dapat diperpadukan sesuai dengan landasan yang ada
pada Iswari. Namun kemudian ketiga orang itu pun harus
secara langsung mencoba untuk mengeterapkannya pada
anak itu. Jika semuanya sudah dianggap mapan, maka
barulah laku yang sebenarnya dapat dimulai untuk
mencapai ilmu yang lahir dari mereka bertiga, Janget
Tinatelon." Seperti yang dikatakan oleh Nyai Soka, selagi orang-
orang tua itu sedang mempersiapkan apa yang masih
mungkin diberikan, maka Nyai Soka telah mempersiapkan
Iswari untuk memasuki laku sebagai kelanjutan laku yang
pernah dijalaninya. Namun di samping itu, maka bergantian ketiga orang tua
itu telah menjajagi landasan ilmunya. Nyai Soka sendiri
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
25 SH. Mintardja ingin melihat seberapa jauh ilmunya berkembang di dalam
diri Iswari, sementara Kiai Soka dan Kiai Badra berganti-
ganti menilai kemampuan dan mengamati kedalaman
landasan ilmu yang telah dikuasai oleh cucu perempuannya
itu. Baru kemudian, setelah masing-masing beberapa kali
melakukannya, maka mereka pun telah mematangkan satu
ikatan ilmu yang akan diberikan kepada Iswari. Seseorang
yang pertamakali akan memiliki Ilmu Janget Tinatelon di
samping ilmu yang memang sudah ada di dalam dirinya.
Memang ada kemungkinan lain dapat terjadi pada
Iswari. Jika perhitungan ketiga orang itu salah atau ada
kelainan di luar kemampuan pengamatan mereka, maka
yang akan terjadi justru sebaliknya. Iswari tidak akan
menjadi semakin tinggi ilmunya, tetapi ilmu yang telah ada
di dalam dirinya akan larut. Mungkin sebagian kecil, tetapi
mungkin justru sebagian besar. Bahkan jika terjadi
kekeliruan yang lebih besar, maka tubuh Iswari akan dapat
menjadi korban. Hal itu sudah dikemukakan langsung oleh Nyai Soka.
Sebagai seorang guru yang jujur, ia tidak berahasia terhadap
muridnya. Dengan demikian maka tanggung jawab antara
guru dan murid akan terjadi timbal balik.
"Aku akan menerima segala akibatnya guru," berkata
Iswari kepada Nyai Soka. "Seperti yang guru katakan, kita
memang wajib berusaha. Tetapi segala sesuatunya kita
harus pasrahkan kepada Yang Maha Agung. Kita diberi
kemurahan untuk memohon kepada-Nya. Jika yang kita
mohon itu berkenan, maka kita tentu akan diberinya.
Bahkan kadang-kadang lebih banyak dari yang kita mohon
itu. Namun jika permohonan kita itu tidak dikabulkan,
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
26 SH. Mintardja maka tentu ada alasan yang dapat atau tidak dapat kita
mengerti." "Bagus Iswari," berkata Nyai Soka. "Dengan demikian
kau memang sudah memiliki kesiapan jiwani untuk
memasuki laku yang berat itu. Laku yang harus kau jalani
dibawah tuntunan kami bertiga berganti-ganti."
Iswari mengangguk-angguk. Ia memang sudah merasa
siap lahir dan batin saat Iswari benar-benar harus
memasuki sanggar dalam laku yang berat, maka tanggung
jawab Risang diletakkan di pundak Bibi, Gandar dibantu
oleh Sambi Wulung dan Jati Wulung. Meskipun demikian
Gandar masih juga disibukkan oleh kegiatan para pengawal
Tanah Perdikan Sembojan. Ketika waktu yang diberikan untuk beristirahat bagi para
pengawal lewat, maka kegiatan di Tanah Perdikan pun telah
meningkat. Bukan saja kegiatan anak-anak muda sebagai
pengawal Tanah Perdikan yang setiap saat siap menghadapi
ancaman, tetapi kegiatan anak-anak muda Sembojan
diberbagai macam segi-segi kehidupan.
Karena menurut perhitungan, maka kekuatan Ki Rangga
dan Warsi tidak lagi memadai untuk menyerang secara
terbuka Tanah Perdikan Sembojan, sehingga sebagian dari
tenaga yang tersimpan di Sembojan telah dialirkan untuk
meningkatkan kesejahteraan hidup. Parit-parit yang untuk
beberapa saat lepas dari perhatian, telah diperbaiki. Jalan-
jalan yang rusak dan gardu-gardu yang kurang terawat telah
mulai dijamah. Namun dalam pada itu, Warsi yang mendapat laporan
tentang Sembojan dan bahkan pengamanan yang terus-
menerus atas Tanah Perdikan itu membuat darahnya
semakin bergelora. Bahwa Sembojan tumbuh dan semakin
berkembang membuatnya seperti berdiri di atas api.
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
27 SH. Mintardja "Kenapa bukan aku yang memimpin Tanah itu,"
geramnya. "Perempuan itu sebenarnya tidak
berkemampuan apa-apa. Ia telah menemukan tikar yang
sudah terbentang. Ia tinggal duduk saja di atasnya bersama
saudara-saudaranya. Dan perkembangan Tanah Perdikan
itu berjalan dengan sendirinya."
"Kita tidak usah mengharapkannya lagi," berkata Ki
Rangga. "Kita harus mulai lagi dari permulaan. Tetapi aku
yakin, bahwa aku masih dapat menghimpun kekuatan jika
aku pergi ke Jipang."
"Apakah kau akan pergi ke Jipang?" bertanya Warsi.
"Ya. Meskipun Jipang kemudian nampak damai
sekarang, tetapi gejolak itu masih terdapat dibawah
permukaan. Selagi Pajang belum mantap, maka aku harus
bertindak cepat," berkata Ki Rangga.
"Kau sudah memperhitungkan segala sesuatunya?"
bertanya Warsi. "Semuanya sudah aku timbang untung dan ruginya,"
jawab Ki Rangga. "Lalu padepokan itu," bertanya Warsi pula.
"Kalau aku pergi ke Jipang itu bukan berarti bahwa aku
akan tinggal disana. Kita akan tetap berada di padepokan
itu," jawab Ki Rangga. Lalu, "Aku berharap bahwa kau dapat
ikut." Warsi mengangguk kecil. Jawabnya. "Aku tidak akan
berkeberatan. Tetapi dengan demikian maka yang akan kita
hadapi adalah langsung Pajang. Karena itu sebelumnya aku
ingin membuat perhitungan yang lain. Aku sendiri akan
membunuh Risang. Aku mampu membunuh Ki Gede
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
28 SH. Mintardja Sembojan waktu itu. Kenapa aku tidak dapat membunuh
bayi itu?" "Kau jangan hanyut oleh arus perasaanmu. Risang
sekarang tidak penting lagi bagi kita. Mati atau tidak mati.
Kita harus melepaskan mimpi kita tentang Tanah Perdikan
itu," berkata Ki Rangga.
"Tetapi sulit bagiku untuk melakukannya," berkata
Warsi. "Tanah itu telah memberikan satu pahatan ujud di
dalam hatiku. Karena itu, maka setiap saat aku akan selalu
mengenangnya." "Tetapi apa yang dapat kita temukan di tanah itu
sekarang?" bertanya Ki Rangga.
"Jika aku tidak dapat menguasai tanah itu, maka Iswari
pun harus tidak pula. Jika aku mampu membunuh Risang,
maka berarti kami berdua akan sama-sama gagal menguasai
tanah itu. Itu akan memberikan sedikit kepuasan padaku.
Tanpa Risang, Iswari pun bukan apa-apa lagi di Tanah
Perdikan itu. ia tidak akan dapat mendapatkan anak lagi
dari keturunan lurus Kepala Tanah Perdikan di Sembojan.
Kecuali jika kemudian ia menjual dirinya kepada laki-laki
yang akan mendapatkan hak untuk memimpin Tanah
Perdikan itu." "Jadi niatmu tetap?" bertanya Ki Rangga.
"Ya. Aku sendiri akan berusaha membunuh Risang,"
jawab Warsi. "Lalu bagaimana dengan anakmu sendiri?" bertanya Ki
Rangga pula. "Aku tidak memerlukannya lagi. Biar saja ia tumbuh
menurut jalurnya. Aku tidak peduli lagi," jawab Warsi.
"Ia hanya akan menyulitkanmu kelak," geram Ki Rangga.
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
29 SH. Mintardja "Tidak. Ia tidak akan berbuat apa-apa," jawab Warsi.
Ki Rangga hanya menarik nafas. Tetapi agaknya ia tidak
lagi dapat membendung keinginan Warsi untuk membunuh
Risang. Namun pekerjaan itu bukan pekerjaan yang mudah.


Suramnya Bayang Bayang Karya S H. Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Meskipun demikian Warsi telah mempersiapkan dirinya
untuk melakukannya. Ia telah mempersiapkan sebuah
sumpit yang akan dapat dipergunakannya untuk menyerang
dari jarak yang jauh. Dengan keberanian yang luar biasa, maka Warsi dan Ki
Rangga sekali-kali telah memasuki Tanah Perdikan
Sembojan di malam hari. Mereka menyusuri jalan-jalan di
bulak-bulak panjang. Jalan-jalan yang telah dikenalinya
dengan baik. Tetapi sekali-kali mereka telah memasuki
padukuhan pula. Tidak melalui pintu-pintu gerbang di
ujung-ujung lorong, karena di pintu-pintu gerbang pada
umumnya terdapat gardu-gardu peronda yang dipenuhi
oleh anak-anak muda. Keduanya memasuki padukuhan-padukuhan dengan
meloncati dinding yang lepas dari pengawasan para
pengawal padukuhan dan anak-anak muda yang meronda.
Tidak ada yang dilakukan oleh keduanya di padukuhan-
padukuhan itu kecuali sekadar ingin melihat kembali isi
dari Tanah Perdikan itu. Semakin banyak yang dilihatnya, maka semakin tidak
rela rasanya Tanah Perdikan itu dipimpin oleh Iswari.
Karena itu, maka seperti yang dikatakannya, jika ia tidak
mewarisi kedudukan di Tanah Perdikan itu, maka orang
lain pun tidak akan mewarisinya pula.
Karena itu, maka niatnya untuk membunuh Risang
menjadi semakin menyala dihatinya.
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
30 SH. Mintardja Pada hari-hari berikutnya, maka Warsi tidak hanya
memasuki padukuhan-padukuhan di Tanah Perdikan itu,
tetapi ia sudah berani memasuki padukuhan induk. Warsi
sengaja tidak membawa orang lain kecuali Ki Rangga
Gupita, karena orang lain itu hanya akan menghambat
rencananya saja. Tetapi ternyata memang tidak mudah untuk membunuh
Risang. Rumah Ki Wiradana itu cukup besar. Meskipun
Warsi mengenal dengan baik setiap bilik di rumah itu,
tetapi ia tidak dapat memperhitungkan, dimanakah Risang
itu tidur di malam hari. "Aku akan mencarinya," geram Warsi.
Tetapi Ki Rangga menggeleng. Katanya, "Jika kita masih
mempunyai cita-cita atau keinginan, jangan lakukan itu.
Setidak-tidaknya sekarang."
"Kenapa" Kau ragukan kemampuanku?" bertanya Warsi.
"Tidak. Kau mewarisi ilmu Kalamerta sepenuhnya,"
berkata Ki Rangga. "Tetapi kau pun tidak boleh ingkar dari
kenyataan, bahwa di dalam rumah itu banyak terdapat
orang berilmu tinggi. Seandainya kau mampu mengimbangi
mereka seorang demi seorang, tetapi jika kau menghadapi
mereka bersama-sama, maka rasa-rasanya kau akan
mengalami banyak kesulitan."
Warsi menarik nafas dalam-dalam. Ia memang tidak
dapat berkisar dari kenyataan itu.
Meskipun bagi Warsi, para pengawal di gerbang rumah
Kepala Tanah Perdikan Sembojan itu dapat diabaikan,
tetapi tidak demikian halnya para penghuni yang ada di
dalamnya. Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
31 SH. Mintardja Namun dalam pada itu, Warsi tidak mengetahui sama
sekali, bahwa pada saat-saat ia mengamati rumah itu, yang
dilakukannya tidak hanya semalam, tetapi beberapa malam,
Iswari sedang tekun berada di dalam sanggar. Iswari sedang
menempuh laku yang berat untuk menerima satu jenis ilmu
yang belum dikenal sebelumnya, yang disusun oleh tiga
orang tua yang berilmu tinggi. Tetapi dengan penjajagan
yang berulang kali, serta usaha untuk menyesuaikan
landasan ilmu yang ada dan beberapa kemungkinan lain,
maka seakan-akan ilmu yang dinamakan Janget Tinatelon
itu diciptakan khusus bagi Iswari.
Selagi Iswari hampir siang dan malam berada disanggar
pada saat ia menjalani laku, maka Warsi sibuk mencari
kesempatan untuk dapat membunuh Risang.
Bahkan keberanian Warsi yang sulit untuk ditakar itu
telah mendorongnya untuk lewat melalui jalan di
padukuhan induk itu tidak dimalam hari, tetapi di siang
hari. Meskipun Warsi dan Ki Rangga berusaha untuk
menyamarkan diri mereka, tetapi keberanian itu adalah
diluar perhitungan orang-orang Tanah Perdikan Sembojan,
sehingga justru karena itu, tidak seorang pun yang menduga
bahwa Warsi dan Ki Rangga akan memasuki Tanah
Perdikan itu di siang hari.
Hal itulah sebenarnya yang telah memberikan
kesempatan kepada keduanya. Orang-orang Tanah
Perdikan tidak tertarik untuk memperhatikan, ketika dua
orang laki-laki dan perempuan memakai tudung kepala
yang agak lebar dan runcing yang terbuat dari daun kelapa
yang dianyam rapi berjalan lewat jalan yang membelah
padukuhan induk. Jalan itu memang jalan yang cukup ramai dilalui orang
dari padukuhan-padukuhan sebelah menyebelah.
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
32 SH. Mintardja Jika orang-orang yang pergi dan kembali dari pasar
diujung padukuhan induk. Bahkan orang-orang dari
Kademangan di luar Tanah Perdikan yang memerlukan
untuk membeli sesuatu di pasar yang terhitung besar
dilingkungan Tanah Perdikan Sembojan dan sekitarnya. Di
pasar itu terdapat beberapa macam barang yang di pasar-
pasar yang lebih kecil lainnya tidak terdapat.
Orang-orang yang berpapasan dengan sepasang laki-laki
dan perempuan itu juga mengira bahwa keduanya adalah
orang-orang dari lingkungan tetangga mereka. Namun tidak
seorang pun yang menduga atau bahkan bagi mereka tidak
akan masuk akal, bahwa Ki Rangga Gupita dan Warsi
berjalan melalui jalan di padukuhan induk Tanah Perdikan.
Dalam pada itu ketika Warsi dan Ki Rangga berjalan
melalui jalan di depan rumah Kepala Tanah Perdikan
Sembojan keduanya sempat berhenti sejenak. Dihadapan
orang-orang yang bertugas di regol halaman, Ki Rangga
telah menjatuhkan batu thithikan yang dipakainya untuk
membuat api dengan emput aren. Pada saat Ki Rangga
mengambil batu thithikan itulah, Warsi sempat
memperhatikan halaman rumah yang cukup luas itu,
meskipun tidak seluas halaman banjar.
"Anak setan itu ada disana," geramnya.
Sebenarnya Warsi melihat Risang bermain-main di
pendapa bersama dua orang perempuan. Seorang
pemomongnya dan seorang lagi adalah Bibi. Namun di
sudut pendapa itu dua orang pengawal sedang bergurau
pula dengan anak yang sekali-kali berlari ke arah mereka
sambil membawa sepotong bambu yang dibuat sebagai
pedang-pedangan. Warsi menarik nafas dalam-dalam. Meskipun ia sempat
melihat Risang, tetapi ia tidak mempunyai kesempatan
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
33 SH. Mintardja untuk berbuat sesuatu atas anak itu. Ia tahu bahwa orang-
orang yang ada di pendapa itu tentu orang-orang yang
memiliki kemampuan di atas tataran orang dan pengawal
kebanyakan. Ketika Warsi menggeram, Ki Rangga telah mendapatkan
batu thithikannya. Bahkan ia pun sempat berdesis, "Kau
harus menahan diri disini. Kau tidak akan dapat berbuat
apa-apa sekarang." Warsi mengangguk, betapapun hatinya bergejolak.
Sejenak kemudian dua orang laki-laki dan perempuan itu telah melanjutkan perjalanan. Beberapa langkah dari pintu
gerbang itu Warsi berpaling
memandangi dinding- dinding halaman yang menurut pendapatnya tidak
begitu tinggi. Tetapi di siang hari ia memang tidak akan dapat berbuat apa-apa. Sementara
di malam hari tidak diketahuinya, dimana Risang
itu disembunyikan. Karena itu yang dapat dilakukan oleh Warsi adalah
menggeram sambil menggeretakkan giginya. Dengan penuh
kebencian ia berkata, "Tetapi aku bersumpah untuk
membunuh anak itu. Bukan hanya anaknya, tetapi juga
ibunya." Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
34 SH. Mintardja Ki Rangga tidak menyahut. Ia sadar, jika Warsi sedang
melepaskan kemarahannya, ia tidak mau mendengarkan
pembicaraan orang lain. Untuk melepaskan dendam dan kebencian yang
bergejolak di dalam dadanya, maka Warsi telah mengambil
kesempatan untuk mematangkan ilmunya. Bersama Ki
Rangga Gupita yang membawa bekal ilmu dari perguruan
lain, keduanya telah mempergunakan waktunya yang cukup
banyak untuk menempa diri. Baik jika mereka berada di
sarang-sarang mereka yang baru, tempat mereka
menyembunyikan harta benda yang sempat mereka
pindahkan, atau jika mereka sedang berada di padepokan
mereka. Meskipun keduanya tetap memelihara citra mereka
sebagai dua orang suami istri yang baik, namun di dalam
sanggar mereka telah menjadi sangat garang.
Sambil menempa diri sejadi-jadinya, Warsi selalu
bergumam, "Aku harus membunuh mereka. Anak dan
ibunya." Tetapi kesempatan itu tidak pernah didapatinya. Dalam
keadaan yang tidak tertahankan lagi, maka Warsi pun
kemudian berkata kepada Ki Rangga Gupita, "Aku akan
menempuh jalan lain." "Jalan apa?" bertanya Ki Rangga.
"Menurut pendengaranku, Iswari juga memiliki ilmu
yang sangat tinggi. Karena itu, untuk menyelesaikan
dendam dihati kami masing-masing, maka aku akan
menantang perang tanding."
"Apakah kau sudah gila?" sahut Ki Rangga.
"Kau tetap meragukan kemampuanku?" bertanya Warsi.
"Tidak. Selalu aku katakan tidak. Apalagi setelah kau
salurkan kemarahan dan dendammu pada latihan dengan
laku yang berat ini. Tetapi menantang Iswari berperang
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
35 SH. Mintardja tanding adalah sama dengan menyerahkan kepada orang-
orang tua di Tanah Perdikan Sembojan," sahut Ki Rangga.
"Tidak," jawab Warsi. "Perang tanding itu tidak akan
diganggu oleh orang lain. Aku atau perempuan itulah yang
akan mati." "Jika kau tidak dapat membunuhnya, maka gagallah
semua usahamu. Kau tentu juga tidak akan dapat
membunuh anaknya. Karena itu kita harus membunuh
anaknya lebih dahulu jika kau kehendaki. Baru kemudian
kau dapat menantangnya jika kau belum puas dengan
kematian anak itu," berkata Ki Rangga.
"Tetapi kesempatan itu tidak pernah aku dapatkan. Di
siang hari tidak dan di malam hari pun sulit. Aku pun
sebelumnya menganggap bodoh orang-orang kita yang
gagal membunuh anak itu. Tetapi kini aku percaya, bahwa
kesempatannya memang kecil sekali," jawab Warsi. "Karena
itu, aku akan langsung pada sasaran. Aku dan Iswari
mempunyai banyak persoalan yang pantas diselesaikan di
arena perang tanding."
"Aku percaya," jawab Ki Rangga. "Tetapi langkahmu
sudah bergeser. Semula kau hanya ingin menggagalkan
kemungkinan Iswari menurunkan pemimpin di Tanah
Perdikan itu. Jika kau tidak maka perempuan itu pun tidak.
Dengan demikian maka kau berusaha untuk membunuh
Risang. Tetapi jika kau berniat berperang tanding dengan
Iswari, bahkan seandainya kau berhasil membunuhnya,
maka Risang akan tetap mendapat kesempatan untuk
menjadi penguasa di Tanah Perdikan."
"Aku sudah tidak peduli lagi," jawab Warsi. "Tetapi aku
berharap, jika kita kelak sempat membangun kembali
Jipang, kapan pun waktunya, aku akan tetap membuat
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
36 SH. Mintardja perhitungan dengan Sembojan. Tetapi sementara itu, aku
atau Iswarilah yang harus mati."
Ki Rangga menarik nafas dalam-dalam. Perkembangan
keinginan Warsi menuju ke arah yang semakin berbahaya.
Dengan susah payah Ki Rangga berusaha untuk
mencegahnya," Warsi. Apakah kau yakin bahwa jika kau
menantang perang tanding itu, kau tidak akan dikhianati"
Misalnya tiba-tiba saja kau telah disergap oleh beberapa
orang atau bahkan sepasukan pengawal dipimpin oleh
orang-orang yang juga berilmu tinggi di Tanah Perdikan
ini?" "Jika demikian, aku akan mati dengan sangat terhormat.
Aku akan mati karena orang-orang Sembojan telah
berkhianat. Orang-orangku akan menceritakan kepada
semua orang Pajang, Jipang dan Demak. Bahwa pewaris
ilmu Kalamerta dibunuh dengan curang oleh orang-orang
Sembojan. Justru pada saat perang tanding.
"Jadi kau benar-benar akan melakukannya?" bertanya Ki


Suramnya Bayang Bayang Karya S H. Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Rangga. "Aku akan mencari kesempatan," jawab Warsi yang
sudah tidak dapat mengekang diri itu.
Ki Rangga termangu-mangu. Sebenarnya ia mempercayai
kemampuan Warsi yang semakin lama menjadi semakin
masak. Di setiap kesempatan, didorong oleh dendam dan
kebenciannya, ia selalu menempa diri dan mematangkan
ilmunya. Latihan-latihan yang berat dan mendasar.
Ternyata bahwa Warsi memang mempunyai satu
keinginan, menyelesaikan persoalannya dengan Iswari
melalui cara yang telah dipilihnya. Agaknya Warsi telah
memikirkannya beberapa lama meskipun seakan-akan
keinginan itu bangkit dengan tiba-tiba.
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
37 SH. Mintardja Ternyata Warsi tidak hanya berangan-angan tentang
perang tanding itu. Pada satu hari, ia benar-benar telah
memerintahkan seorang kepercayaannya pergi ke Tanah
Perdikan Sembojan. "Bertemulah dengan perempuan yang bernama Iswari
itu," berkata Warsi. "Sampaikan kepadanya, apakah ia
bersedia menyelesaikan persoalan di antara kami dengan
laku kesatria." "Apakah maksud Nyai?" bertanya orang itu.
"Aku tantang perempuan itu untuk berperang tanding.
Jika ia benar-benar memiliki sifat kesatria, maka
perempuan itu tentu tidak akan menolak. Tetapi jika
perempuan itu tidak lebih dari sekadar mainan, maka ia
tentu tidak akan berani turun ke arena perang tanding,"
berkata Warsi. Orang itu termangu-mangu sejenak. Ia membayangkan
betapa ngerinya memasuki lingkungan Tanah Perdikan
Sembojan. Mungkin ia diterima sebagai utusan, tetapi
mungkin tidak. Mungkin orang-orang Sembojan tidak
mengakuinya sebagai utusan yang harus dilindungi.
Karena orang itu tidak segera menjawab maka Warsi pun
telah membentaknya, "Apakah kau tuli he?"
Orang itu tergagap. Dengan serta merta ia menjawab,
"Aku mendengar Nyai. Jadi, aku harus pergi ke Tanah
Perdikan Sembojan." "Ya. Kau harus bertemu dengan perempuan yang
bernama Iswari. Mendengar?" Nyai Wiradana itu hampir
berteriak. Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
38 SH. Mintardja "Ya, ya Nyai. Aku mendengar," sahut orang itu. "Aku
harus mengatakan kepada perempuan itu, bahwa Nyai telah
menantangnya untuk berperang tanding."
"Nah, pergilah," geram Warsi.
Orang itu tidak mendapat kesempatan untuk minta
penjelasan. Jika sekali ia bertanya, mungkin beberapa
giginya akan rontok karenanya.
Namun ia sudah tahu maksud Warsi itu. Betapapun ia
merasa cemas untuk memasuki Tanah Perdikan Sembojan,
maka ia harus melakukannya. Jika ia sengaja tidak
melakukannya karena ia tidak ingin jatuh ketangan orang-
orang Sembojan yang marah, maka ia akan mengalami
perlakuan yang lebih parah dari Warsi. Bahkan mungkin Ki
Rangga pun akan ikut campur.
Karena itu, maka ia tidak berbicara lagi dengan Warsi. Ia
pun segera mempersiapkan diri untuk pergi ke Tanah
Perdikan Sembojan. Perjalanan ke Sembojan itu sendiri meskipun harus
bermalam di jalan, namun bukan merupakan satu kesulitan
bagi orang itu. Tetapi demikian ia mendekati batas Tanah
Perdikan, ia menjadi termangu-mangu. Jika ia tertangkap
sebelum menyatakan maksudnya, mungkin akibatnya akan
lain. Ia tidak akan pernah mendapat kesempatan untuk
bertemu dengan perempuan yang bernama Iswari.
Tetapi ketika ia menelusuri jalan yang ramai memasuki
Tanah Perdikan bersama dengan orang-orang yang pergi
dan kembali dari pasar, maka rasa-rasanya tidak akan ada
orang yang dapat dengan segera mengenalinya.
Ternyata orang itu tidak mau membuang banyak waktu.
Yang pertama-tama dilakukan setelah ia berada di Tanah
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
39 SH. Mintardja Perdikan Sembojan adalah benar-benar pergi ke pasar. Ia
membeli makan dan minum sepuas-puasnya.
"Jika terjadi sesuatu di Tanah Perdikan ini, maka aku
sudah makan dan minum dengan puas," berkata orang itu
di dalam hatinya. Dari pasar ia pun langsung menuju ke rumah perempuan
yang bernama Iswari itu. Ketika ia sampai di regol maka pengawal yang berjaga-
jaga di regol itu pun telah menghentikannya. Apalagi karena
orang itu belum pernah dilihatnya.
"Siapa kau?" bertanya seorang pengawal.
Orang itu tidak mau berteka-teki lebih panjang tentang
dirinya. Karena itu, maka ia pun telah menjawab dengan
terus terang, "Aku adalah utusan Nyai Wiradana."
"Utusan Nyai Wiradana", "He, apakah kau mengigau"
Aku belum pernah melihat tampangmu." sahut pengawal
itu. Orang itu mengerutkan keningnya. Namun iapun segera
menyadari, bahwa perempuan yang bernama Iswari itu juga
Nyai Wiradana. Karena itu maka iapun menjelaskan,
"Maksudku Nyai Wiradana yang muda yang bernama
Warsi." Pengawal itu menjadi tegang. Tiba-tiba saja tombaknya
merunduk. Katanya, "Kau jangan asal saja berbicara."
"Aku tidak berbohong. aku adalah utusan Warsi untuk
menghadap Nyai Wiradana yang bernama Iswari" jawab
orang itu. Lalu, "Aku tidak bersenjata sama sekali, karena
aku hanya utusan untuk menyampaikan satu persoalan."
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
40 SH. Mintardja Pengawal itu termangu-mangu. Ada dua dugaan yang
menggelepar didalam dadanya. Orang itu benar-benar tidak
berniat apapun kecuali menyampaikan satu pesan, atau
justru orang itu terlalu yakin akan kemampuannya,
sehingga ia menganggap orang-orang yang ada di rumah itu
tidak akan berdaya menghadapinya.
"Ki Sanak" berkata utusan itu, "berilah aku kesempatan
untuk menghadap Iswari. Aku tidak akan berbuat apa-apa
kecuali berbicara." Pengawal itu tidak mau melakukan kesalahan. Karena
itu, maka orang itu pun telah dibawanya kegardu. Katanya,
"Tunggu disini bersama pengawal-pengawal itu. Aku akan
menyampaikan persoalanmu lebih dahulu."
"Baik" jawab orang itu.
Dengan singkat pengawal itu memberitahukan kepada
tiga orang kawannya tentang orang yang baru datang,
sementara itu ia pun segera melaporkan tentang
kehadirannya. Yang pertama-tama dijumpai oleh pengawal itu adalah
Gandar. Kepada Gandar ia melaporkan, bahwa seorang
utusan Warsi telah datang untuk bertemu dengan Nyai
Wiradana yang bernama Iswari.
"Utusan Warsi?" Gandar mengulang, seolah-olah ia tidak
percaya kepada pendengarannya.
"Ya. Utusan Warsi." jawab pengawal itu.
"Sekarang ia berada dimana?" bertanya Gandar.
"Orang itu ada digardu bersama para pengawal yang
bertugas." jawab pengawal itu.
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
41 SH. Mintardja Kening Gandar nampak berkerut. Lalu katanya, "Baiklah.
Biarlah ia menunggu di gardu sampai aku memanggilnya.
Jangan biarkan orang itu pergi. Ia akan diterima oleh Iswari
sebagaimana ia inginkan."
Pengawal itu pun segera kembali ke gardu. Orang itu
ternyata telah duduk di sudut gardu sambil bersandar
dinding. Sebenarnyalah setelah menempuh perjalanan jauh,
ia pun memang merasa lelah.
"Aku sudah menyampaikannya" berkata pengawal itu,
"Gandar memerintahkanmu menunggu disini. Kau akan
diterima langsung oleh Nyai Wiradana."
"Terima kasih" jawab orang itu, "aku akan menunggu
sampai kapanpun." Pengawal itu mengerutkan keningnya. Namun ia pun
kemudian berkata kepada kawannya, "Jangan biarkan
orang itu pergi." Orang yang duduk di sudut itupun mendengar. Tetapi ia
tidak menanggapinya. Dalani pada itu, yang dilakukan pertama-tama oleh
Gandar tidak mencari Iswari. Tetapi ia langsung pergi ke
bilik Risang. Risang yang baru makan melihat
kehadirannya. Sambil meloncat turun dari amben ia
bertanya, "Paman. Apakah paman akan membawa aku
bermain" "Makan dahulu" jawab Gandar. Lalu, "nanti kita bermain
kejar-kejaran." "Aku tidak mau. Aku ingin bermain gulat." jawab Risang.
Gandar tersenyum sambil menjawab, "Baik. Kita akan
bermain gulat." Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
42 SH. Mintardja Namun dalam pada itu, ia telah berbisik kepada Bibi,
bahwa ada utusan Warsi yang mencari Iswari. Tetapi jika
sekedar alat untuk menarik perhatian, maka sasaran yang
sebenarnya tentulah Risang.
"Baik" sahut Bibi, "aku akan membawanya bermain di
serambi bersama pemomongnya setelah ia selesai makan.
Aku akan segera dapat melihat jika seseorang
mendekatinya." "Ingat, Ki Gede Sembojan dahulu terbunuh karena
serangan jarak jauh." berkata Gandar, "mungkin dengan
sumpit." Bibi mengangguk-angguk. Katanya, "Aku akan berhati-
hati." Baru setelah menemui Bibi, Gandar telah masuk ke ruang
tengah untuk mencari Iswari. Namun yang dijumpainya
bukan Iswari, tetapi Nyai Soka yang sedang berbincang
dengan Kiai Soka dan Kiai Badra.
GANDAR mengerutkan keningnya ketika ia melihat
ketiga orang itu nampak sangat letih. Sementara itu
dihadapan mereka dihidangkan minuman hangat dan
beberapa potong makanan. Namun Gandar pun segera memaklumi. Mereka bertiga
baru saja selesai dengan pewarisan ilmu mereka yang baru.
Janget Tinatelon. Ilmu yang di antara mereka bertiga tidak
ada yang memilikinya. Tetapi bersama-sama mereka telah
menurunkan ilmu yang mereka sebut Janget Tinatelon itu.
"Marilah Gandar," berkata Nyai Soka sambil tersenyum.
Gandar pun kemudian duduk di antara mereka. Namun
ia pun segera bertanya, "Dimana Iswari?"
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
43 SH. Mintardja Nyai Soka menarik nafas dalam-dalam. Katanya, "Ia baru
saja menyelesaikan laku. Ia letih sekali. Hampir saja ia
menjadi pingsan. Namun wadag Iswari, meskipun seorang
perempuan, ternyata kuat sekali."
"Apakah ia sekarang sedang tidur?" bertanya Gandar.
Nyai Soka menggeleng. Katanya, "Iswari baru mandi
keramas di pakiwan. Kenapa?"
Gandar mengangguk-angguk. Katanya, "Ada sesuatu
yang penting baginya. Tetapi aku akan menunggu."
"Apakah yang penting itu?" bertanya Nyai Soka.
"Di gardu disebelah regol, seorang yang mengaku utusan
Warsi akan menemuinya untuk menyampaikan suatu
pesan," berkata Gandar.
Nyai Soka, Kiai Soka dan Kiai Badra memang terkejut.
Dengan nada rendah Nyai Soka bertanya, "Untuk apa?"
"Aku belum bertanya kepadanya," jawab Gandar.
"Demikian aku mendengar dari pengawal yang bertugas,
maka aku telah memperingatkan Bibi. Mungkin orang itu
sekadar umpan untuk menarik perhatian."
Nyai Soka mengangguk-angguk. Katanya, "Ya. Aku
sependapat. Lalu bagaimana?"
"Apakah Iswari dapat menerimanya?" bertanya Gandar.
Nyai Soka pun kemudian telah bangkit. Katanya, "Aku
akan menyusulnya di pakiwan. Ia dalam keadaan lemah.
Jika ia mengalami serangan yang tiba-tiba ia tidak akan
dapat melawannya." Dengan tergesa-gesa Nyai Soka itu telah pergi ke
pakiwan. Ia masih mendengar percikan air di pakiwan itu.
Namun ia sempat pula memanggil, "Iswari. Kaukah itu?"
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
44 SH. Mintardja "Ya nenek," jawab Iswari. "Aku belum selesai."
"Baik. Aku akan menunggumu disini. Ada sesuatu yang
penting buatmu," berkata Nyai Soka.
"Ada apa nek?" bertanya Iswari.
"Selesaikan. Jangan berhenti," berkata Nyai Soka.
Iswari memang tidak berhenti. Ia menyelesaikan mandi
dan keramasnya dengan air abu merang.
Baru kemudian setelah selesai, dan kemudian
membersihkan badannya pula, Iswari keluar dari pakiwan.
Namun Iswari memang merasa aneh, bahwa Nyai Soka
seakan-akan telah menungguinya selama ia mandi. Dengan
demikian maka Iswari memang menjadi bertanya-tanya,


Suramnya Bayang Bayang Karya S H. Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

apa yang telah terjadi. "Kenapa nenek menunggu aku mandi?" bertanya Iswari
kemudian. Nyai Soka tersenyum. Katanya, "Tidak apa-apa. Tetapi
marilah. Kau segera berpakaian. Ada tamu ingin
menemuimu." "Tamu?" ulang Iswari.
"Tamu yang sangat khusus. Utusan seorang perempuan
yang bernama Warsi," jawab Nyai Soka.
"Warsi," Iswari terkejut. "Maksud nenek, Warsi istri
muda kakang Wiradana?"
Nyai Soka mengangguk sambil menjawab, "Ya. Tentu ada
sesuatu yang penting."
"Tetapi rambutku basah," jawab Iswari.
"Biarkan saja rambutmu terurai. Yang penting, kau
menemuinya dan mendengar kata-katanya. Mungkin
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
45 SH. Mintardja diperlukan sikap yang khusus menghadapi Warsi itu
sekarang," berkata Nyai Soka.
"Orang itu belum mengatakan apa-apa?" bertanya Iswari.
"Belum. Ia baru mengatakan bahwa ia ingin bertemu
dengan Nyai Wiradana, itu pun baru lewat Gandar. Orang
itu masih berada di gardu," jawab Nyai Soka.
Iswari pun kemudian segera pergi ke biliknya untuk
berpakaian. Tetapi karena rambutnya basah, maka
dibiarkannya rambutnya yang panjang itu terurai.
"Bawa orang itu kemari," berkata Iswari kemudian
kepada Gandar ketika ia sudah duduk di pringgitan bersama
orang-orang tua yang mendampinginya.
Demikianlah maka Gandar telah pergi ke gardu. Sejenak
kemudian ia pun telah membawa utusan Warsi itu ke
pringgitan untuk bertemu dengan Iswari yang telah
menunggunya. Ketika orang itu kemudian telah duduk di antara mereka
yang berada di pringgitan itu, maka Iswari pun telah
bertanya, "Ki Sanak. Apakah benar kau mengemban tugas
dari Nyai Wiradana muda?"
"Ya Nyai," jawab orang itu. "Aku memang hanya sekadar
utusan untuk menyampaikan pesan kepada Nyai."
"Apa pesannya?" bertanya Iswari.
Utusan itu memang tidak ingin berbelit-belit. Ia pun
kemudian menyampaikan langsung pesan Nyai Wiradana,
yang menghendaki agar kedua istri Wiradana itu
menyelesaikan semua persoalan dengan perang tanding
yang adil. Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
46 SH. Mintardja Pesan itu memang mengejutkan. Iswari seperti juga
orang-orang tua di Tanah Perdikan itu serta Gandar justru
tercenung untuk beberapa saat. Baru kemudian Nyai
Wiradana itu berkata, "Jika aku tidak salah pendengaranku,
Nyai Wiradana muda menantang aku untuk berperang
tanding." "Ya Nyai," jawab utusan itu. "Tetapi aku hanya sekadar
menyampaikannya. Bagaimana jawaban Nyai, itu pun akan
aku bawa dan aku sampaikan sebagaimana adanya kepada
Nyai Wiradana muda."
Iswari menarik nafas dalam-dalam. Namun ia pun
bertanya, "Bagaimana ujud dari perang tanding itu, dimana
dan kapan?" "Semuanya terserah kepada Nyai," jawab utusan itu.
"Pada dasarnya tantangan ini aku terima," jawab Iswari
tanpa berpikir panjang. "Iswari," desis Nyai Soka.
Iswari berpaling. Tetapi pada wajahnya nampak sikapnya yang mantap, yang
agaknya sulit untuk dapat
diubah. Karena itu, maka Nyai Soka pun berkata, "Iswari.
Jika kau memang menerima tantangan itu, maka semuanya harus jelas. Semuanya harus bersikap kesatria. Perang tanding adalah salah satu cara penyelesaian yang menurut
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
47 SH. Mintardja aku, tidak harus ditempuh. Namun jika cara itu sudah
dipilih, maka persoalannya harus tuntas."
"Nenek benar," jawab Iswari. "Karena itu, maka aku ingin
mengajukan beberapa syarat. Perang tanding itu tidak boleh
dicampuri oleh siapapun. Perang tanding itu harus sampai
pada satu kenyataan yang pasti, siapakah yang kalah dan
siapakah yang menang. Hidup atau mati bagi seorang yang
kalah, tergantung pada yang menang."
Utusan itu mengangguk-angguk. Syarat itu wajar bagi
perang tanding. Namun orang itu masih bertanya, "Kapan
menurut Nyai, perang tanding itu dilaksanakan?"
"Terserah," jawab Iswari. Lalu, "Kembalilah. Tanyakan
kepada Nyai Wiradana yang muda. Kapan ia menghendaki
perang tanding itu dan dimana."
Utusan itu mengangguk-angguk. Namun kemudian ia
pun berkata, "Baiklah Nyai. Aku minta diri. Aku akan
menyampaikannya kepada Nyai Wiradana. Tidak sampai
sepekan aku tentu sudah datang kembali untuk
menyampaikan jawaban-jawaban Nyai Wiradana yang
muda." Tetapi Iswari masih menahannya. Ia masih sempat
menghidangkan minuman panas dan beberapa potong
makanan kepada orang itu. Meskipun orang itu sudah
makan sepuas-puasnya di kedai, tetapi minuman hangat
dan beberapa potong makanan ternyata masuk juga ke
dalam perutnya. Ketika utusan itu kemudian meninggalkan rumah Iswari,
ia pun sempat menilai apa yang telah dialaminya. Ternyata
dari dalam dasar nuraninya orang itu sempat melihat
perbedaan yang sangat jauh antara dua orang istri
Wiradana itu. Iswari nampak lebih tenang dan berwibawa.
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
48 SH. Mintardja Bahkan orang itu sempat berkata kepada diri sendiri,
"Alangkah cantiknya. Kenapa Ki Wiradana masih juga
terpikat oleh Nyai Wiradana muda."
Sikap Iswari benar-benar telah menyentuh perasaannya.
Iswari tidak bersikap bermusuhan sama sekali tidak
terhadap dirinya. Bahkan Iswari itu sempat menghidangkan
minum dan makanan meskipun ia tahu, bahwa dirinya
adalah utusan Nyai Wiradana yang muda.
Tetapi ia tidak boleh menyebutnya dihadapan Nyai
Wiradana yang muda itu jika ia tidak ingin wajahnya
menjadi bengkak. Demikianlah maka orang itu pun kemudian telah
bergegas menuju ke jalan kembali. Ia harus berhati-hati
agar tidak seorang pun yang mengikutinya. Mungkin sikap
Nyai Wiradana itu hanya sekadar mengelabuhinya,
sementara ia lengah, maka seseorang atau lebih petugas
sandi Tanah Perdikan itu mengikutinya sampai ke sarang
yang dirahasiakan itu. Tetapi setelah orang itu keluar dari tlatah Tanah
Perdikan, maka ia pun menjadi yakin, bahwa tidak ada
seorang pun yang mengikutinya. Demikianlah, maka ia pun
kemudian mempercepat perjalanannya. Ia ingin segera
sampai ke sarangnya dan memberikan jawaban
sebagaimana dikatakan oleh Iswari serta beberapa
pertanyaan tentang pelaksanaan perang tanding itu.
Namun bagaimana pun juga berjalan secepat dapat
dilakukan, namun ia masih juga terhambat oleh malam
yang turun. Karena itu, maka orang itu harus mencari
tempat yang paling baik untuk bermalam. Tidak ditempat
yang sering dikunjungi orang, tetapi juga tidak ditempat
yang sering dikunjungi binatang buas.
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
49 SH. Mintardja Dalam sepinya malam, orang yang sendiri itu sempat
mengunyah makanan yang dibelinya diperjalanan. Tetapi
ketika ia merasa haus, maka ia tidak mempunyai bekal
minum. "Seharusnya aku membawa impes untuk tempat air,"
berkata orang itu kepada diri sendiri.
Tetapi ia pun kemudian dapat melupakannya karena ia
pun segera tertidur oleh perasaan letih yang mulai
mencengkam kakinya. Namun ia tidak membuang banyak waktu. Sebelum
matahari terbit ia sudah bangun dan meneruskan
perjalanannya. Ketika ia datang di sarang yang dirahasiakan itu, maka ia
masih mendapati Warsi dan Ki Rangga berada di tempat
itu. Warsi ternyata tidak sabar menunggu orang itu duduk.
Dengan lantang ia bertanya, "Apa jawab perempuan itu"
Takut, atau bagaimana?"
Utusan itu pun kemudian menjawab dengan serta merta
pula, "Ia menerima tantangan itu Nyai."
"He, apa katamu" Ia menerima tantanganku untuk
berperang tanding?" bertanya Nyai Wiradana yang muda
itu. "Ya Nyai. Ia siap berperang tanding," jawab orang itu.
"Siapa yang mengatakannya" Orang lain atau perempuan
itu sendiri?" bertanya Warsi.
"Perempuan itu sendiri," jawab utusan itu. "Ia menemui
aku dengan rambut terurai. Agaknya ia baru saja mandi
keramas, karena rambutnya itu basah."
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
50 SH. Mintardja "Persetan dengan rambut terurai," geram Warsi. "Tetapi
apa katanya?" Utusan itu pun kemudian melaporkan semua hasil
pembicaraannya dengan Iswari itu. Pada dasarnya
tantangan itu diterima. Kemudian Iswari memberikan
kesempatan kepada Warsi untuk menentukan tempat dari
perang tanding itu. "Anak iblis," geram Warsi. "Perempuan itu memang
bodoh. Kenapa ia berani menerima tantanganku."
"Kebetulan bagimu,"
sahut Ki Rangga. "Kau akan
dapat membunuhnya tanpa campur tangan orang lain.
Jika orang-orang Tanah Perdikan itu jujur sebagaimana kita harapkan,
maka kematian Iswari hanya
dapat ditangisi oleh orang-
orang Tanah Perdikan yang
bodoh dan masih saja mengaguminya. Jika kau berhasil, maka mungkin pandangan orang-orang Tanah Perdikan itu kepadamu akan berubah."
"Nah, bukankah rencana ini baik bagiku?" desis Warsi.
"Jika aku mengikuti pendapatmu, maka kesempatan seperti
ini tidak akan aku dapatkan."
"Mudah-mudahan orang-orang Tanah Perdikan bukan
orang-orang licik," desis Ki Rangga.
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
51 SH. Mintardja "Baiklah. Kita kesampingkan sikap orang-orang Tanah
Perdikan itu. Apapun yang mereka lakukan. Tetapi
bagaimana menurut penilaianmu dengan jujur. Apakah aku
akan dapat membunuhnya?" bertanya Warsi.
"Jika tidak terjadi keajaiban, maka kau akan dapat
melakukannya. Seorang memang pernah melaporkan,
bahwa telapak tangan Iswari itu dapat membekas dikulit
lawannya justru pada saat perempuan itu mendukung
anaknya. Itu memang harus kau perhatikan. Seorang yang
ilmunya belum matang, maka anak di dalam dukungannya
itu tentu akan ikut hangus. Tetapi Iswari mampu
menyalurkan ilmunya pada bagian-bagian anggota
badannya yang dikehendakinya. Itu satu pertanda bahwa ia
memiliki kematangan laku pada pengeterapan ilmu. Tetapi
kau tidak perlu gentar, kau juga mempunyai kekuatan
puncak yang dapat kau pergunakan. Selama ini kau
mempelajarinya pula. Bahkan dengan rantaimu itu, kau
akan mempunyai kelebihan. Kau mampu menyalurkan
kekuatan cadangan dan ilmumu tidak saja pada anggota
badanmu tetapi juga pada senjatamu yang jarang kau
pergunakan jika tidak pada saat-saat yang paling puncak
itu," berkata Ki Rangga.
Warsi mengangguk-angguk. Ia selalu mengadakan
latihan yang keras kepada Ki Rangga. Satu hal yang tidak
pernah dapat dilakukannya bersama Ki Wiradana yang
ilmunya sama sekali belum mapan.
Di samping itu, kemampuan lontaran senjata-senjata
kecil telah dipelajari dengan baik sekali oleh Warsi,
sehingga akan dapat dipergunakan untuk menghancuran
lawannya pada saat-saat yang gawat.
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
52 SH. Mintardja Karena itu, maka Warsi pun telah membicarakannya


Suramnya Bayang Bayang Karya S H. Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan Ki Rangga, kapan sebaiknya perang tanding itu
dilakukan. "Ambillah waktu yang terdekat yang menurut
pertimbanganmu paling baik," berkata Ki Rangga.
"Sehingga perempuan itu tidak sempat sama sekali untuk
melakukan sesuatu dengan ilmunya. Jika ia sudah terdesak
waktu, maka ilmunya tidak akan lebih dari yang dimilikinya
sekarang." Warsi mengangguk-angguk. Katanya, "Aku sependapat.
Aku sekarang sudah siap."
"Nah, karena kau sudah menentukan jalan yang paling
baik menurut pertimbanganmu, maka biarlah keputusanmu
itu segera disampaikan," berkata Ki Rangga.
"Baiklah," berkata Warsi. Lalu katanya kepada utusannya
itu, "Pergilah kembali ke Tanah Perdikan Sembojan.
Katakan kepada Warsi, bahwa aku menantangnya
berperang tanding pada saat bulan purnama tujuh hari
mendatang. Aku akan berada di padang rumput Serpihan,
di pinggir Kali Pideksa. Di lepas Tanah Persawahan. Aku
akan ke luar dari Alas Masaran memasuki padang perdu
dan kemudian padang rumput Serpihan. Terserah
perempuan yang bernama Iswari itu akan datang dari
mana. Kami akan melakukan perang tanding di tempat
terbuka. Aku akan membawa beberapa saksi. Biarlah
perempuan itu juga membawa saksi. Tetapi para saksi tidak
akan terlibat dalam permusuhan. Mereka hanya akan
menyaksikan dan kemudian menerima akhir dari perang
tanding itu sebagai satu keputusan. Kami akan
menyelesaikan persoalan ini dengan tuntas."
"Baiklah Nyai," jawab utusan itu. "Tetapi kapan aku
harus berangkat?" Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
53 SH. Mintardja "Kapan" Jadi kau masih bertanya?" bentak Nyai
Wiradana yang muda itu. Orang itu termangu-mangu. Namun Warsi itu pun telah
membentaknya lebih keras, "Pergi sekarang kepada
perempuan itu. Jangan kelambatanmu menjadi alasan
baginya untuk menggagalkan perang tanding itu."
Jantung orang itu pun hampir saja rontok karenanya.
Tetapi ia tidak berani bertanya lagi. Ia pun kemudian
beringsut sambil berkata, "Baiklah. Aku berangkat
sekarang." Warsi itu pun kemudian melemparkan beberapa keping
uang sambil berkata, "Nih bekalmu diperjalanan. Jika
kurang, ambil sendiri di rumah-rumah yang kau lalui."
Orang itu memungut uang yang dilemparkan oleh Warsi
sambil berkata, "Ini sudah cukup Nyai. Aku akan
mengatakan semua pesan itu. Tiga hari lagi aku akan datang
kembali untuk memberikan laporan perjalananku."
"Pergilah," geram Warsi kemudian.
Orang yang baru saja datang itu harus menempuh
perjalanan kembali. Bukan perjalanan yang dekat. Tetapi
perjalanan yang cukup jauh, karena ia harus bermalam di
perjalanan pula. Tetapi orang itu tidak dapat ingkar. Ia harus pergi karena
ia sadar, bahwa Warsi adalah orang yang memiliki watak
yang keras dan bahkan kasar. Apalagi jika perempuan itu
sedang dibayangi oleh persoalan-persoalan yang baur
seperti yang sedang dihadapinya itu.
"Aku dapat beristirahat diperjalanan," berkata orang itu.
Sebenarnyalah beberapa saat kemudian orang itu pun
telah berjalan menuju arah yang berlawanan dari beberapa
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
54 SH. Mintardja saat lalu. Ia harus kembali ke Tanah Perdikan Sembojan.
Tetapi karena ia tidak berangkat pagi-pagi, maka ia tidak
akan mencapai separuh perjalanan pada hari itu. Apalagi
karena ia memang merasa sangat letih, maka ia tidak dapat
berjalan terlalu cepat. Bahkan ia pada kesempatan pertama
telah berhenti di sebuah kedai yang dijumpainya
diperjalanan. Ternyata bahwa Warsi cukup banyak memberinya bekal.
Uang atau barang-barang berharga bagi Warsi seakan-akan
tinggal mengambilnya seberapa dikehendaki. Karena itu,
maka yang diberikan kepada orang itu pun ternyata lebih
dari cukup untuk bekal diperjalanan menuju ke Tanah
Perdikan Sembojan. Namun orang itu juga tidak berani terlalu sendat
berjalan, karena jika saatnya kembali ia belum juga datang,
maka akan mungkin saja ia menjadi sasaran kemarahan
Warsi yang nampaknya baru dicengkam oleh perasaan yang
buram. Demikianlah, maka segala sesuatunya telah
dilaksanakannya dengan baik. Ia telah menghadap
sebelumnya, ia sempat mendapat hidangan makan dan
minum. Bahkan Iswari telah memberinya kesempatan
untuk bermalam jika dikehendakinya, karena orang itu
datang menjelang senja. Utusan itu memang ragu-ragu. Namun agaknya lebih
baik tidur diserambi atau di gardu sekalipun daripada tidur
disemak-semak yang mungkin akan dapat menimbulkan
persoalan. Mungkin dengan orang yang kebetulan lewat
untuk berburu atau keperluan lain yang tidak diketahui,
atau mungkin binatang yang biasanya diburu itu
menemukannya tidur nyenyak karena kelelahan.
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
55 SH. Mintardja Karena itu, maka orang itu pun telah bermalam di rumah
Iswari. Ia mendapat tempat di gandok dekat longkangan
yang langsung dapat diamati dari serambi samping.
Ternyata bahwa dua orang penjaga khusus telah berada
diserambi itu bergantian semalam penuh.
Tetapi orang itu memang tidak akan berbuat apa-apa. Ia
memang hanya ingin dapat tidur nenyak semalam suntuk.
Sementara itu, di ruang tengah malam itu juga Iswari
telah berbicara dengan ketiga orang yang telah memberikan
kepadanya seikat ilmu yang dinamakan Janget Tinatelon.
"Iswari," berkata Nyai Soka. "Jika pada dasarnya kau
memang telah menerima tantangan itu, maka kau harus
bersiap menghadapinya. Purnama yang akan berlangsung
enam hari lagi, harus kau hadapi dengan tekad yang bulat.
Sementara itu, kau pasrahkan segala sesuatunya kepada
Yang Maha Agung. Namun satu hal yang kau genggam di
dalam tanganmu, adalah bahwa kau tidak berdiri dipihak
yang salah. Karena itu yakinlah, bahwa Tuhan akan
melindungimu." Iswari mengangguk-angguk kecil. Katanya "Tekadku
memang sudah bulat guru."
"Baik," berkata Kiai Badra. "Kau masih mempunyai
kesempatan untuk menilai kembali kemampuanmu.
Untunglah bahwa utusan itu datang untuk pertama kalinya
menemuimu, sesaat setelah kau menyelesaikan laku yang
paling berat itu. Waktu yang tersedia pun cukup panjang
untuk beristirahat dan memulihkan semua kekuatanmu.
Bahkan ilmu yang baru saja kau terima itu sudah mulai
mapan dan siap kau pergunakan."
"Ya guru," jawab Iswari. "Purnama yang akan datang, aku
akan memasuki padang rumput Serpihan di pinggir Kali
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
56 SH. Mintardja Pideksa meskipun sedikit berada di luar garis batas Tanah
Perdikan, tetapi itu bukan soal. Aku mohon guru bertiga
menjadi saksi dalam perang tanding itu, sebagaimana
disyaratkan oleh Warsi."
"Tentu kami bersedia," berkata Kiai Soka. "Meskipun
demikian, aku masih tetap curiga kepada mereka. Aku
minta sepasukan kecil tetap bersiaga untuk melakukan satu
tugas jika diperlukan. Namun pasukan itu tentu saja tidak
akan berada terlalu dekat. Mereka hanya akan
mengisyaratkan jika salah seorang di antara kita
mengisyaratkan dengan isyarat yang sudah saling
dimengerti." Iswari mengangguk kecil, jawabnya. "Aku sependapat
guru." "Nah," berkata Nyai Soka. "Sejak besok kau harus sudah
mempersiapkan diri lahir dan batin. Yang akan kau lakukan
tidak hanya sekadar menyangkut dirimu sendiri. Tetapi
akan menyangkut seluruh Tanah Perdikan Sembojan dan
hari-hari mendatang."
"Baik guru. Aku akan melakukan semua pesan itu," jawab
Iswari. "Sekarang beristirahatlah. Kau harus mengatur waktumu
sebaik-baiknya." Iswari mengangguk. Namun ia pun kemudian minta diri
untuk pergi ke biliknya. Ketika ia menyusuri ruang dalam, maka Iswari masih
sempat menengok bilik Risang yang tidur bersama
pemomongnya dan Bibi disebelah menyebelah. Ketika ia
menyingkapkan pintu sehingga berderit, maka Bibi pun
telah terbangun. Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
57 SH. Mintardja Iswari tersenyum sambil berdesis, "Aku Bibi. Kenapa
pintu tidak diselarak?"
"Aku tahu Nyai masih duduk di ruang tengah. Biasanya
Nyai menengok Risang sebelum pergi ke bilik," jawab Bibi.
Nyai Wiradana itu mengangguk. Senyumnya masih
terlukis dibibirnya. Sambil bergeser mendekat ia berkata,
"Selaraklah dari dalam. Aku akan tidur."
Nyai Wiradana mencium pipi Risang yang tertidur
nyenyak. Kemudian ditinggalkannya bilik itu menuju ke
biliknya sendiri. "Sebenarnyalah lebih baik bagi Risang jika ia tidur
seorang diri," berkata Nyai Wiradana kepada diri sendiri.
"Ia tidak akan menjadi terlalu manja. Tetapi mengingat
keselamatan jiwanya, ia memang memerlukan seorang yang
dapat melindunginya di waktu tidur."
Karena itulah, maka Iswari tidak membiarkan Risang itu
tidur sendiri meskipun ia sadar, bahwa hal itu akan lebih
baik bagi Risang dipandang dari satu sisi. Tetapi dari sisi
yang lain, hal itu akan dapat membahayakannya.
Namun dalam pada itu, meskipun Nyai Wiradana sudah
berusaha memejamkan matanya, namun ia memang tidak
dapat tidur nyenyak. Setiap kali ia memang dibayangi oleh
wajah Risang. Jika ia gagal keluar dari arena perang
tanding, maka Risang tentu akan menjadi yatim piatu.
Tetapi kembali Nyai Wiradana menyerahkan segalanya
dengan pasrah kepada Yang Maha Pencipta.
Menjelang fajar, maka utusan Nyai Wiradana yang muda
itu pun telah bangun. Ia pun segera pergi ke pakiwan.
Meskipun tidak semata-mata, para pengawal selalu
mengawasinya kemana ia pergi.
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
58 SH. Mintardja Namun agaknya orang itu memang dapat dipercaya. Ia
sekadar melakukan tugas yang dibebankan kepadanya
untuk membicarakan persoalan perang tanding yang akan
terjadi antara Nyai Wiradana yang tua dan Nyai Wiradana
yang muda. Pagi itu, utusan itu pun telah mendapatkan makan pagi
yang hangat serta minuman panas dengan gula kelapa.
Kemudian beberapa pesan telah diberikan oleh Nyai
iradana yang tua. Katanya, "Aku akan datang setelah malam
turun. Aku akan membawa beberapa orang saksi
sebagaimana dikehendaki oleh Nyai Wiradana yang muda
itu. Para saksi tidak akan melakukan apa-apa selain menjadi
saksi." "Baiklah Nyai," berkata utusan itu. "Aku mohon diri. Aku
harus segera memberitahukan jawaban Nyai kepada Nyai
Wiradana muda. Jika aku terlambat menurut perhitungan
waktunya, maka aku akan mendapat kesulitan."
Demikianlah, sepeninggal utusan Warsi itu, maka Iswari
benar-benar telah mempersiapkan diri. Setiap hari ilmu
yang telah diterimanya dari guru-gurunya itu pun selalu
dicobanya dan diterapkannya dalam latihan-latihan yang
cukup berat. Sehingga pada hari keempat dari saat ia
mewarisi ilmu itu, maka rasa-rasanya ilmu itu sudah
menyatu di dalam dirinya. Ia sudah mampu mengeterapkan
ilmu itu sebagaiman ia menggerakkan tangannya sendiri.
Tidak ada lagi kecanggungan dan tidak ada lagi keragu-
raguan. Sehingga dengan demikan, maka ilmu Janget Tinatelon
yang merupakan perpaduan antara kemampuan untuk
menyerang dan bertahan itu akan merupakan ilmu yang
benar-benar akan dapat melindunginya.
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
59 SH. Mintardja Pada malam menjelang purnama penuh, maka Iswari
pun telah pergi ke tempat sebagaimana di tunjuk oleh Warsi
untuk berperang tanding. Meskipun bulan belum bulat,
namun ketika mereka memasuki padang rumput Serpihan
dipinggir Kali Pideksa maka suasananya tidak berbeda
dengan saat purnama naik.
Iswari yang kemudian berdiri tegak di padang rumput itu
memang berkeliling. Ketika ia menengadahkan wajahnya ke
langit, maka dilihatnya bulan yang hampir bulat. Bahkan
tidak banyak berbeda dengan saat bulan bulat sepenuhnya.
Sinar bulan yang kekuning-kuningan itu jatuh ke tubuh
Iswari yang memang sudah berkulit kuning itu. Namun
Iswari yang sikapnya sama sekali tidak menunjukkan sikap
seorang perempuan yang lembut. Tetapi sikap Iswari adalah
sikap seorang kesatria jantan yang siap untuk berperang


Suramnya Bayang Bayang Karya S H. Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tanding. Ketiga orang gurunya yang menyertainya melihat sinar
bulan yang jatuh ketubuh Iswari itu. Seakan-akan sinar
bulan yang kekuning-kuningan itu telah menyatu dengan
landasan ilmu yang ada di dalam dirinya, sehingga sinar
bulan yang ajaib itu bagaikan mampu mematangkan ilmu
Janget Tinatelon yang ada di dalam diri Iswari.
Namun dengan demikian Nyai Soka itu pun berkata,
"Kiai, apakah Kiai pernah mendengar ilmu yang mekar pada
saat purnama naik?" Kiai Badra mengangguk-angguk. Ia mengerti maksud
Nyai Soka. Karena itu, maka katanya, "Aku pernah
mendengar Nyai. Tetapi seberapa peningkatan kadar
kemampuan seseorang karena pengaruh sinar purnama"
Seandainya demikian maka Iswari harus benar-benar siap
menghadapi ilmu lawannya dalam tataran yang meningkat
karena sinar rembulan itu."
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
60 SH. Mintardja "Satu ilmu yang dimiliki oleh orang-orang yang
menyembah kepada benda langit itu, yang dikiranya dapat
memberikan sesuatu kepada mereka. Tetapi menurut
perhitungan, kekuatan itu nampaknya memang meningkat
jika purnama naik, justru karena kepercayaannya penuh.
Dengan kepercayaan yang penuh itu, maka seakan-akan
benda langit itu benar-benar dapat meningkatkan ilmunya
yang sebenarnya tidak lebih karena dorongan dari dalam
dirinya sendiri yang dapat menumbuhkan kekuatan yang
cukup besar." "Aku sependapat Kiai," berkata Nyai Soka. "Karena itu,
maka Iswari harus mengetahuinya, sehingga ia akan dapat
menempatkan diri dihadapan Warsi yang menantangnya
justru pada saat purnama naik."
"Tetapi Iswari tidak perlu menempatkan diri pada
pengaruh cahaya bulan itu," berkata Kiai Badra.
"Tidak. Iswari tidak akan menengadahkan tangannya
kepada bulan untuk mendapatkan tambahan kekuatan.
Anak itu sudah tahu, bahwa satu-satunya sumber kekuatan
bagi kebenaran adalah Tuhan yang Maha Agung. Kepada-
Nya ia harus pasrah dan kepada-Nya ia boleh memohon,"
berkata Nyai Soka. "Jika demikian, maka tidak ada kecemasan sama sekali
meskipun Iswari akan bertempur dibawah sinar bulan yang
sedang purnama," berkata Kiai Badra.
Namun tiga orang tua itu tidak mengganggu saat-saat
Iswari memusatkan nalar budinya ditengah-tengah ara-ara
itu untuk mempersiapkan dirinya. Besok malam ia akan
berada ditempat itu untuk berperang tanding."
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
61 SH. Mintardja Beberapa saat lamanya Iswari berdiri ditempatnya.
Dikejauhan mulai terdengar suara binatang buas di hutan
Masaran. Dengan tajamnya Iswari memandang kearah hutan
Masaran itu. Dari sana besok perempuan yang bernama
Warsi itu akan datang bersama beberapa orang saksi.
Iswari menarik nafas dalam-dalam. Padang rumput
Serpihan itu memang padang rumput yang cukup lebat. Ada
beberapa gerumbul batang-batang perdu yang tumbuh di
antara lebatnya rumput dan ilalang.
Beberapa saat kemudian, maka Iswari pun telah puas
memandangi padang rumput yang bermandi cahaya bulan
ini. Besok bulan akan menjadi semakin terang. Tetapi bulan
itu akan menerangi dua orang perempuan yang akan berada
dalam putaran perang tanding yang ganas. Keduanya telah
sepakat, bahwa perang tanding itu harus tuntas.
Namun demikian, Nyai Soka, Kiai Badra dan Kiai Soka
memang melihat kemungkinan yang tidak dikehendaki jika
Warsi ingin curang. Di antara pohon perdu yang jarang,
beberapa orang akan dapat bersembunyi. Bahkan jika
seseorang bertiarap di antara rerumputan dan ilalang, maka
dari jarak yang agak jauh orang itu tidak akan dapat
dilihatnya. Tetapi Iswari tidak akan membawa pengawal yang akan
bersembunyi seperti itu. Sepasukan kecil pengawal dari
Tanah Perdikan Sembojan akan dipersiapkan di luar padang
rumput itu. Mereka setiap saat akan dapat cepat datang jika
memang diperlukan. Tetapi jika Warsi tidak membawa
pasukan, maka apapun yang terjadi, pasukan itu akan tetap
berada ditempatnya. Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
62 SH. Mintardja Menjelang tengah malam, maka nampaknya Iswari sudah
puas mengamati keadaan di padang rumput Serpihan itu. Ia
pun kemudian memberi isyarat kepada kedua kakek dan
neneknya untuk meninggalkan padang rumput itu.
Demikianlah maka mereka pun telah melangkah di
antara rerumputan yang lebat dan batang-batang ilalang.
Dengan nada rendah Iswari berkata, "Satu tempat yang
memang menarik untuk melakukan perang tanding itu."
"Ya," jawab Nyai Soka. "Mudah-mudahan tidak terjadi
kecurangan." "Padang ini cukup luas guru," berkata Iswari.
"Tetapi beberapa batang pohon perdu yang tumbuh di
antara batang ilalang yang tinggi itu akan dapat menjadi
tempat bersembunyi. Juga seseorang akan terlindung jika ia
bertiarap di antara batang ilalang," berkata Nyai Soka.
"Biarlah kita tidak berprasangka buruk," berkata Iswari.
"Perempuan itu agaknya benar-benar ingin menunjukkan
kemampuannya dalam perang tanding."
Nyai Soka mengangguk-angguk. Namun ia pun kemudian
telah mengatakan kepada Iswari tentang kepercayaan
bahwa bulan purnama itu akan dapat memberikan kekuatan
yang lebih besar pada jenis ilmu tertentu. Namun Nyai Soka
pun telah memberitahukan sikapnya serta dua orang kakek
Iswari itu tentang cahaya bulan.
Iswari mengangguk-angguk. Katanya, "Terima kasih
guru. Semuanya itu akan dapat aku jadikan bekal untuk
menghadapi lawanku besok. Seandainya ia percaya bahwa
sinar bulan itu akan mampu meningkatkan ilmunya, maka
aku pun yakin bahwa di atas kebenaran aku akan dapat
mengalahkannya. Semoga Yang Maha Agung melindungi
aku." Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
63 SH. Mintardja Nyai Soka mengangguk-angguk. Sementara itu mereka
pun telah ke luar dari padang rumput. Jika disebelah yang
lain terdapat hutan yang disebut hutan Masaran maka
Iswari bersama guru-gurunya telah memasuki pategalan
yang sepi. Apalagi di malam hari.
"Disini kita menempatkan sekelompok kecil pengawal,"
berkata Nyai Soka. Iswari mengangguk-angguk. Ia memang sudah
mendengar rencana neneknya itu. Namun ia pun sudah
berpesan, bahwa pasukan itu hanya digerakkan jika
lawannya berbuat curang. Jika tidak, apapun yang terjadi,
pasukan itu harus tetap berada ditempatnya.
Disisa malam itu Iswari mencoba untuk beristirahat. Ia
ingin tidur nyenyak. Meskipun beberapa saat lamanya,
perasaannya terasa nyeri juga. Sekilas ia telah
mengenangkan apa yang pernah terjadi pada dirinya sejak
ia berada di Tanah Perdikan itu. Terkilas diingatannya,
bagaimana ia disisihkan oleh Ki Wiradana karena kehadiran
perempuan yang bernama Warsi itu. Hampir saja ia telah
dibunuh oleh perempuan yang bernama Serigala Betina itu,
yang ternyata mempunyai kelembutan hati yang lebih halus
dari Ki Wiradana, suaminya. Dan apalagi perempuan yang
bernama Warsi itu. Jika saat itu perempuan yang disebut
Serigala Betina itu tidak membiarkannya hidup bersama
anak di dalam kandungannya, maka Tanah Perdikan
Sembojan itu tentu mempunyai cerita yang jauh berlainan
dengan yang terjadi saat itu.
Dalam pada itu, Iswari masih juga sempat memikirkan
Risang disaat ia berperang tanding besok malam. Jika
perang tanding itu sekedar merupakan pancingan untuk
memisahkan orang-orang yang berilmu tinggi di rumah itu
dari Risang, maka ia pun harus berhati-hati.
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
64 SH. Mintardja Dengan demikian maka Iswari memutuskan untuk
menyerahkan Risang kepada Bibi. Namun Gandar, Sambi
Wulung dan Jati Wulung akan tetap berada di rumah.
Mereka harus ikut bertanggung jawab seandainya yang
datang Ki Randukeling sekalipun.
Bahkan Iswari pun telah memikirkan kemungkinan
beberapa orang pengawal yang harus dengan cepat
menyampaikan isyarat dengan panah sendaren yang
bertunda jika terjadi sesuatu di rumahnya, sementara Warsi
tidak hadir di padang rumput Serpihan.
Di samping itu, maka seluruh pasukan pengawal Tanah
Perdikan harus dipersiapkan sebaik-baiknya untuk
mengatasi jika terjadi sesuatu. Para pengawal terbaik harus
berada disekitar rumahnya untuk menjaga segala
kemungkinan. Iswari itu menarik nafas dalam-dalam. Menjelang dini
hari, maka ia pun sempat tertidur beberapa lama.
Dihari berikutnya, menjelang malam purnama, Iswari
rasa-rasanya tidak mau berpisah dengan Risang. Hampir
sehari penuh Iswari telah bermain-main dengan anaknya
itu. Meskipun bagi Risang, ibunya tidak mengalami
perubahan sikap, namun bagi orang yang telah cukup
dewasa akan segera melihat, bahwa memang terjadi
kegelisahan di dalam diri Iswari.
Iswari sama sekali tidak menggelisahkan dirinya sendiri.
Tetapi setiap kali ia menatap wajah Risang, maka darahnya
serasa berdenyut lebih cepat.
Tetapi tekad didalam dada Iswari memang sudah bulat
seperti bulatnya purnama yang akan naik malam nanti. Ia
harus membuat perhitungan dengan perempuan yang
pernah menjadi madunya itu. Perempuan yang telah banyak
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
65 SH. Mintardja menyusahkan dirinya dan yang selalu mengancam
keselamatan anaknya. Menjelang sore, setelah makan siang, Iswari telah
menyempatkan diri untuk berada didalam sanggarnya.
Tetapi Iswari tidak melakukan latihan. Ia justru duduk di
sudut sanggar itu. Dipusatkannya nalar budinya dalam laku
samadi. Didekatkannya dirinya kepada Tuhannya untuk
memohon perlindungan serta mohon kekuatan agar ia
dapat menyelesaikan tugasnya.
Iswari sama sekali tidak berniat untuk membunuh
lawannya dalam ujud kewadagan. Tetapi ia ingin
menghentikan tingkah laku Warsi yang mendendamnya dan
mendendam anaknya. Salah satu ujud perlindungan bagi
anaknya adalah memadamkan sumber dendam itu.
Meskipun demikian bukannya kematian perempuan itu
satu-satunya jalan yang harus ditempuhnya. Tetapi jika
Tuhan menghendaki lain, dan dirinyalah yang justru
dipanggil menghadap, maka Iswari mohon agar anaknya
untuk seterusnya selalu mendapat perlindungannya serta
kelak akan dapat menjadi orang yang berarti.
Tidak seorang pun yang mengganggunya. Dibiarkannya
Iswari menyelesaikan samadinya, sampai akhirnya Iswari
itupun merasa bahwa ia telah cukup menyampaikan
permohonannya kepada Tuhannya.
Setiap permohonan tentu didengarnya. Yang baik tentu
akan diberikan-Nya sedangkan yang tidak sesuai dengan
kehendak-Nya tidak akan dikabulkannya.
Menjelang senja Iswari telah bersiap. Pada saat yang
demikian Gandar baru memanggil sekelompok pasukan
pengawal pilihan. Mereka harus hadir di halaman rumah
Pemangku Jabatan Kepala Tanah Perdikan dalam keadaan
siap untuk melakukan tugas yang penting.
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
66 SH. Mintardja Para pengawal itu memang bertanya-tanya didalam hati.
Tetapi mereka dengan patuh melakukan perintah itu.
Sekelompok pengawal pilihan yang terdiri dari lima belas
orang dalam waktu singkat sudah siap di halaman dalam
kesiagaan penuh. Para pengawal itu memang saling bertanya diantara
mereka. Tetapi mereka tidak mendapat jawaban yang
memuaskan, karena tidak seorang pun diantara mereka
yang mengetahui alasannya.
Para pengawal itu menjadi semakin heran, ketika dalam
bayangan langit yang mulai buram, Iswari dalam pakaian
khususnya berdiri di tangga pendapa. Disebelahnya berdiri
ketiga orang tua yang selalu menjadi pemomongnya lahir
dan batin. "Anak-anak terbaik dari Tanah Perdikan Sembojan"
berkata Iswari, "kalian berangkat bersama kami. Tujuannya
akan kami beritahukan kemudian. Yang lain akan diatur
oleh Gandar dibantu oleh paman Sambi Wulung dan paman
Jati Wulung." Perintah itu terlalu singkat. Namun Iswari tidak
menambahnya. Bahkan mengulangi pun tidak.
Ketika ia kemudian turun dari tangga, maka Bibi telah
mendukung Risang mendekatinya. Beberapa kali Iswari
mencium anaknya, kemudian katanya, "Ibu pergi sebentar
sayang." "Ibu pergi ke mana?" bertanya Risang.
Terasa sentuhan halus pada jantung Iswari. Sambil sekali


Suramnya Bayang Bayang Karya S H. Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lagi mencium anaknya Iswari berkata, "Ibu mau berburu
anak manis." Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
67 SH. Mintardja "Berburu?" bertanya anaknya, "apakah Risang boleh
ikut?" "O, jangan manis. Lain kali Risang boleh ikut." jawab
ibunya. Nampaknya Risang masih akan bertanya lagi. Tetapi
Iswari tidak memberinya kesempatan. Rasa-rasanya
jantungnya akan berdenyut semakin cepat jika ia berada
bersama Risang lebih lama lagi.
Karena itu, maka sejenak kemudian Iswari pun telah
turun ke halaman. Langit sudah menjadi semakin kelam.
Sementara itu cahaya sumirat mulai nampak disebelah
Timur. Sejenak kemudian Iswari itupun telah meninggalkan
halaman rumahnya bersama Nyai Soka, Kiai Soka dan Kiai
Badra. Di belakang mereka sepasukan pengawal terpilih
mengikutinya tanpa mengetahui apa yang harus mereka
lakukan. Namun sekelompok pengawal itu tahu dengan
pasti, bahwa sesuatu yang penting sekali akan terjadi.
Sementara Iswari meninggalkan halaman rumahnya,
Gandarpun mulai mengatur beberapa orang pengawal
dalam tugas penghubung dengan beberapa panah sendaren.
Dengan cermat Gandar memberitahukan kepada mereka,
bahwa mereka harus menyambung hubungan sendaren jika
hal itu terjadi. Gandar pun telah menunjukkan arahnya pula
sampai pada satu batas tertentu.
"Apa yang sebenarnya akan terjadi?" bertanya salah
seorang diantara mereka. Tetapi Gandar hanya menggelengkan kepalanya sambil
menjawab, "Bersiap-siap sajalah. Mudah-mudahan tidak
ada apa-apa yang terjadi."
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
68 SH. Mintardja Para pengawal itu hanya dapat mengangkat bahu.
Namun sejenak kemudian mereka pun telah melakukan
perintah Gandar. Mereka akan berada di padukuhan-
padukuhan tertentu yang akan dapat menyambung isyarat
panah sendaren jika hal itu diperlukan.
Iswari yang berjalan dengan cepat telah melintasi
beberapa padukuhan. Ternyata dilangit bulan purnama
telah mulai naik. Cahayanya yang kuning menusuk tajam
kededaunan disawah dan dipadukuhan.
Ketika mereka mulai menginjakkan kakinya diluar batas
Tanah Perdikan, pemimpin kelompoknya bertanya, "Kita
melangkahi batas Nyai."
"Sedikit" jawab Nyai Wiradana, "tetapi tidak seberapa.
Bukankah Ki Demang yang memiliki daerah ini kita kenal
dengan baik?" Pemimpin kelompok dari pengawal terpilih itu
mengangguk-angguk. Tetapi ia tidak bertanya lebih lanjut.
Ketika,mereka sampai di pategalan pada batas padang
rumput Serpihan, maka mereka pun berhenti.
Dengan singkat Iswari memberi penjelasan kepada
pemimpin kelompok itu. Juga tentang kemungkinan
didengarnya suara panah sendaren jika tantangan ini
sekedar pancingan untuk memisahkan Risang dari ibunya
dan orang-orang berilmu di Tanah Perdikan Sembojan.
Pedang Kunang Kunang 8 Senja Jatuh Di Pajajaran Trilogi Pajajaran Karya Aan Merdeka Suling Naga 19
^