Pencarian

Suramnya Bayang Bayang 40

Suramnya Bayang Bayang Karya S H. Mintardja Bagian 40


berbuat sesuatu terhadap orang yang sudah tidak berdaya.
Aku memang dapat mendekatinya dan menikamnya
menembus jantung. Tetapi apa katamu jika aku
melakukannya, sementara lawanku sudah terbaring diam
tanpa dapat berbuat sesuatu apalagi melawan?".
Gandar menarik nafas dalam-dalam. Namun seorang
pemimpin pengawal Tanah Perdikan Sembojan berkata,
"Kenapa tidak, sejak semula langsung dibunuhnya tanpa
membiarkannya pingsan?"
Iswari tersenyum. Jawabnya, "Ketika aku-menyadari
keadaan, ia sudah pingsan."
Yang lain hanya mengangguk-angguk saja meskipun
mereka pun merasa kecewa. Sebagaimana Gandar mereka
sama sekali bukan didorong oleh sekedar satu keinginan
membunuh. Tetapi mereka dapat membayangkan apa yang
mungkin terjadi kemudian. Sementara Warsi dan Ki Rangga
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
66 SH. Mintardja akan dapat bertemu kembali dalam usaha mereka untuk
mengacaukan Tanah Perdikan itu.
Namun dalam pada itu, Kiai Badra pun kemudian
berkata, "Ki Sanak. Marilah segala sesuatunya kita serahkan
kepada Yang Maha Kuasa. Iswari sudah melakukan sejauh
dapat dilakukannya. Namun ia masih belum dapat sampai
pada puncak kepuasan, karena masih ada sesuatu yang
tertinggal. Tetapi hal itu adalah diluar kuasanya. Yang dapat
kita lakukan kemudian adalah berdoa, semoga Yang Maha
Kuasa menerangi hati mereka, sehingga mereka tidak akan
terperosok kembali kedalam dunianya yang hitam."
Orang-Orang yang hadir di pertemuan itu masih
mengangguk-angguk. Sementara Nyai Wiradana berkata,
"Marilah kita bergembira. Setidak-tidaknya dalam beberapa
tahun kita mendapat kesempatan untuk membangun Tanah
Perdikan ini tanpa gangguan. Kekuatan yang akan
mengganggu Tanah Perdikan ini secara wadag telah
dihancurkan. Para pengikut Ki Rangga Gupita dan
Kalamerta hampir semuanya telah digulung oleh pasukan
pengawal Tanah Perdikan ini bersama-sama dengan
prajurit Pajang. Kemudian pemimpin yang memegang
kekuasaan telah menjadi timpang. Warsi untuk beberapa
tahun tidak akan mampu berbuat sesuatu."
Masih nampak orang-orang di pendapa itu mengangguk-
angguk. Tetapi mereka masih saja berkata kepada diri
sendiri, "Andaikata Warsi terbunuh dan Ki Rangga itu
ditangkap?" Tetapi bagaimanapun juga, maka rasa-rasanya dada
orang-orang Tanah Perdikan Sembojan tidak lagi merasa
sesak. Setidak-tidaknya untuk beberapa tahun. Sementara
itu Tanah Perdikan Sembojan sudah akan menjadi semakin
kuat. Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
67 SH. Mintardja Dalam pada itu Iswari pun berkata selanjutnya, "Segala
sesuatunya untuk selanjutnya terserah kepada kita. Apakah
kita akan mempergunakan kesempatan yang terbuka
dihadapan kita dengan sebaik-baiknya, atau justru kita akan
tenggelam ke dalam kepuasan yang tidak bertepi. Namun
kita harus ingat, bahwa kita adalah jembatan dari masa
lampau ke masa yang akan datang. Jika kita bergeser dari
sumbernya dan berkisar arah, maka kita akan dikutuk oleh
para pendahulu kita, namun kita juga akan disumpah oleh
anak-anak kita dimasa mendatang."
Para bebahu, para Bekel dan para pemimpin pengawal
serta orang-orang yang mendengarkan sesorah Nyai
Wiradana itu mengangguk-angguk. Mereka yang sejak
semula mempunyai kepercayaan yang tinggi kepada Nyai
Wiradana, semakin menumpukkan kepercayaan mereka.
Ternyata bahwa Nyai Wiradana tidak hanya pandai
memerintah, memberi petunjuk, berbicara dan marah-
marah. Ia pun telah turun ke arena dengan
mempertaruhkan jiwanya bagi Tanah Perdikan Sembojan.
Dengan demikian, maka kedudukan Nyai Wiradana di
mata para bebahu, para bekel dan pemimpin pengawal dan
orang-orang yang hadir dalam pertemuan itu menjadi
semakin kokoh. Ketika pertemuan itu kemudian dibubarkan dan para
bebahu, para Bekel dan para pemimpin yang lain telah
kembali ke rumah mereka masing-masing. Berita tentang
peristiwa semalam itu pun kemudian telah tersebar
menurut keterangan yang langsung mereka dengar dari
Nyai Wiradana. Keterangan itu telah menjawab berbagai
pertanyaan yang berkembang di kalangan orang-orang
Tanah Perdikan Sembojan yang sudah mendengar
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
68 SH. Mintardja beritanya, tetapi tidak jelas sampai keperincian
peristiwanya. Di hari-hari berikutnya, Tanah Perdikan Sembojan
memang merupakan seolah-olah udaranya menjadi
semakin segar. Keluarga mereka yang pernah diancam
sebagaimana terjadi pada Damar dan Saruju, merasa hidup
mereka menjadi tentram. Namun ketentraman hati orang-orang Tanah Perdikan
Sembojan itu telah diimbangi pula dengan kerja keras.
Dalam kesempatan itu, Tanah Perdikan Sembojan telah
berusaha untuk membangun Tanah Perdikan mereka
sebaik-baiknya. Ternyata bahwa Pajang pun tidak begitu saja
membiarkan Tanah Perdikan Sembojan bekerja sendiri.
Seperti saat-saat Sembojan berusaha untuk menghancurkan
kekuatan yang selalu membayangi Tanah Perdikannya,
dengan mengirimkan pasukan yang kuat, maka saat-saat
Sembojan membangun, Pajang pun telah memberikan
banyak sekali bantuan. Dari hari ke hari, maka wajah Tanah Perdikan Sembojan
pun menjadi semakin cantik. Jalan-jalan menjadi semakin
rata. Parit-parit menjadi semakin pajang menusuk ke bulak-
bulak yang luas, sehingga sawah pun menjadi semakin hijau
disepanjang tahun. Lereng-lereng pegunungan menjadi
pepat oleh hutan-hutan yang lebat. Dan pasar-pasar pun
semakin berkumandang gaungnya di saat-saat temawon.
Dalam pada itu, Nyai Wiradana sendiri telah ikut serta
dalam kerja keras rakyat Tanah Perdikan Sembojan. Ia
hadir disetiap kerja yang besar di Tanah Perdikannya.
Beberapa kali Nyai Wiradana nampak memimpin
pembuatan bendungan. Menaikkan air untuk
menyalurkannya ke sawah-sawah.
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
69 SH. Mintardja Sementara rakyat Tanah Perdikan bekerja keras, maka
Risang pun tumbuh semakin besar. Ia merupakan seorang
anak yang cerdas, yang pandai dan rajin. Dalam usianya
yang masih kanak-kanak Risang telah berusaha untuk
membuat mainan sendiri dibawah tuntunan Gandar.
Dengan bambu Risang dapat membuat gerobag-gerobag
kecil. Dengan bambu pula Risang membuat pedang-
pedangan yang panjang. Dengan pedang-pedangan itu maka Risang menantang
orang-orang yang sering berada didekatnya. Risang tidak
begitu puas, mereka bermain dengan anak-anak sebayanya.
Beberapa kali ia bermain pedang-pedangan dengan kawan-
kawannya. Namun kebanyakan mereka menangis karena
Risang bermain terlalu keras bagi mereka.
Tetapi Risang mendapat kepuasan bermain pedang
melawan Gandar dan Bibi atau ibunya sendiri. Bahkan
kadang-kadang dengan para pengawal yang bertugas di
halaman rumahnya. Nyai Wiradana mengikuti perkembangan anaknya
dengan hati yang kadang-kadang masih juga disentuh oleh
kecemasan. Memang kadang-kadang ada juga penyesalan,
bahwa perang tanding itu tidak selesai dengan tuntas. Ki
Rangga Gupita dan Warsi masih tetap hidup.
Seperti yang dikatakan oleh Ki Randukeling, bahwa pada
suatu saat mungkin Warsilah yang akan datang kepadanya
untuk membunuhnya. Seperti saat ia mendengar ancaman itu, maka Iswari
sama sekali tidak menjadi ketakutan. Ia siap menghadapi
Warsi kapan pun juga. Tetapi yang dicemaskannya adalah
Risang. Semakin Risang menjadi besar, maka ia akan
mempunyai jarak bermain yang lebih jauh. Ia tidak akan
dapat dikekangnya di halaman rumah terus-terusan. Pada
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
70 SH. Mintardja satu saat Risang tentu ingin bermain dengan kawan-
kawannya ke luar dari padukuhan induk. Mungkin ke
sungai, mungkin ke gunung atau ke padukuhan-padukuhan
lainnya. Anak itu tentu tidak akan dapat selalu dibayangi
oleh satu atau dua orang pengawal. Karena dengan
demikian maka ia akan merasa tidak mempunyai kebebasan
sebagaimana kebanyakan kawan-kawannya.
Hal seperti ini sudah pernah dikemukakannya pula
kepada ketiga orang kakek dan neneknya. Bagaimanakah
sebaiknya mereka membesarkan Risang.
"Untuk sementara, biarlah ia selalu mendapat
pengawasan. Jika Risang mulai gelisah untuk bermain
sendiri, mungkin dengan kawan-kawan sebaya atau
memenuhi keinginannya melihat jarak yang lebih luas,
biarlah orang yang mengawasinya tidak mendekatinya, agar
ia tidak selalu merasa terganggu," berkata Kiai Badra.
"Ya kakek," sahut Iswari. "Namun semakin besar ia akan
menjadi semakin berusaha melepaskan diri dari
pengawasan seperti itu, yang baginya terasa akan sangat
mengekang. Atau mungkin kawan-kawannya langsung atau
tidak langsung mengejeknya seolah-olah Risang tidak
berani bermain sendiri."
"Kegelisahan yang dapat dimengerti," berkata Nyai Soka.
"Tetapi Iswari, biarlah kami mendapat waktu untuk
memikirkannya. Persoalan Risang memang bukan hanya
persoalanmu. Tetapi persoalan kita seluruhnya. Ki Rangga
dan Warsi pada suatu saat tentu masih akan
mempersoalkan anak itu, justru karena Warsi juga
mempunyai anak laki-laki yang dinamainya Puguh.
Menurut beberapa orang pengikutnya yang pernah
menyaksikannya, Warsi mendidik Puguh dengan keras
sekali. Ia menanamkan perasaan dendam pada anak itu.
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
71 SH. Mintardja Bahkan sejak kanak-kanak Puguh telah mendapat
pengertian tentang kebencian. Seakan-akan justru menjadi
landasan hidupnya. Kita tidak dapat mengatakan, apa yang
kemudian dilakukan oleh Warsi, setelah Warsi berada di
padepokan Ki Randukeling. Apakah Puguh juga diambil
oleh Ki Randukeling atau ditempatkan di tempat lain
sementara Warsi menempa diri untuk membalas dendam
pada satu saat yang akan datang."
"Bukankah Warsi masih mempunyai seorang ayah?"
bertanya Kiai Soka. "Ya. Ayah Warsi masih ada," desis Iswari.
"Satu kemungkinan, bahwa Puguh ada di rumah
kakeknya itu," berkata Kiai Soka. "Tetapi kemungkinan lain
dapat saja terjadi."
"Warsi ternyata memang mempunyai kesempatan yang
lebih baik. Ia tahu pasti dimana Risang tinggal," gumam
Iswari. Ketiga kakek dan neneknya itu mengangguk-angguk.
Namun kemudian Kiai Badra pun berkata, "Iswari. Kita
akan melihat perkembangan keadaan. Kita memang tidak
boleh menjadi lengah. Tetapi kita masih mempunyai
kesempatan berpikir. Pada satu saat mungkin kita akan
menjajagi satu kemungkinan, bahwa sebaiknya Risang
tinggal di salah satu padepokan. Mungkin padepokanku,
mungkin padepokan Kiai dan Nyai Soka."
"Satu kemungkinan yang dapat dipertimbangkan
kakang," desis Nyai Soka. "Aku pun pernah berpikir
demikian. Tanpa mengurangi hubungan antara anak itu
dengan ibunya. Seandainya Risang berada di salah satu
padepokan, pada saat-saat tertentu ia akan berada disini.
Sementara itu, masih ada kewajiban kami. Kau tidak boleh
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
72 SH. Mintardja berhenti dengan usaha mengembangkan ilmumu. Aku yakin
bahwa Warsi telah menempa diri. Kehadiran Ajar Paguhan
tentu bukannya tidak punya maksud."
Kiai Badra menarik nafas dalam-dalam. Katanya, "Kita
agaknya belum mengenali kemampuan ilmu Ajar Paguhan
selain sekadar pernah mendengar namanya. Kita juga tidak
tahu latar belakang kerja sama antara Ajar Paguhan dan Ki
Randukeling. Tetapi bahwa Warsi ada ditangan kedua orang
itu, kita memang harus memperhatikannya dengan
sungguh-sungguh." "Nah, bukankah persoalan ini masih akan dapat
berkembang kelak?" bertanya Iswari kemudian, "betapapun
tinggi landasan ilmuku, namun aku mencemaskan anakku.
Ia adalah jalur yang menghubungkan aku dengan masa
depan. Ia pun harus meneruskan kepemimpinan kakeknya,
Ki Gede Sembojan di Tanah Perdikan ini. Sementara itu,
hidupnya selalu terancam oleh ketamakan dan keganasan
sepasang manusia yang bengis itu."
"Keselamatan Risang memang berada dalam tanggung
jawab kita, Iswari. Sebagai kanak-kanak ia memang
tergantung sekali kepada orang yang merawatnya. Karena
itu, seperti yang dikatakan oleh kakekmu, Kiai Badra, kita


Suramnya Bayang Bayang Karya S H. Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

akan melihat perkembangan keadaan. Perkembangan
Tanah Perdikan ini dan perkembangan Risang itu sendiri.
Iswari mengangguk-angguk. Memang masih ada waktu.
Sementara Risang masih berada dalam dunia kanak-
kanaknya, beberapa orang terpercaya masih saja dapat
mengawasinya. Bibi masih dapat selalu dekat dengan anak
itu. Bahkan tidur pun Bibi selalu ada di dekatnya.
Namun pada satu hari Risang mulai berkata, "Risang
sudah berani tidur sendiri."
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
73 SH. Mintardja Tetapi pernyataan itu masih dapat diabaikan. Ternyata
Risang masih tetap, tidak berkeberatan Bibi tidur
bersamanya. Sementara itu disiang hari, jika Bibi sedang melakukan
pekerjaan lain, ia tidak menolak bermain dengan Gandar.
Kadang-kadang Risang betah juga duduk dibawah sebatang
pohon jambu air untuk mendengarkan Sambi Wulung
berceritera. Sambi Wulung memang senang berceritera. Ia
dapat menceriterakan tentang kejayaan masa lampau di
Tanah yang sedang berkembang itu. Jauh sebelum Pajang
lahir, maka di Tanah ini berdiri sebuah kerajaan yang besar.
-Namanya Majapahit" berkata Sambi Wulung.
Ternyata Risang senang sekali mendengarkan nama-
nama pahlawan yang telah ikut serta membangun
kebesaran masa lampau. "Jika kelak kau sudah besar" berkata Sambi Wulung,
"kau juga mempunyai kesempatan untuk berbuat
sebagaimana dilakukan oleh Jayabaya atau oleh Prabu
Brawijaya atau oleh Jaka Tingkir yang menjadi Sultan
Pajang yang sekarang. Risang mendengarkan sambil mengangguk-angguk.
Dengan bangga Risang kadang-kadang mengucapkan
nama-nama yang- pernah didengarnya itu. Bahkan
kemudian sambil berlari-lari dengan pedang/bambu
ditangan ia berteriak, "Itulah Sultan Jaka Tingkir."
Sainbi Wulung tersenyum. Tingkah laku Risang sangat
menarik bukan saja bagi Sambi Wulung. Tetapi bagi setiap
orang yang sempat memperhatikannya.
Sementara itu Jati , Wulung mempunyai kebiasaan lain.
Ia sering membuat wayang dari tangkai daun ketela pohon.
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
74 SH. Mintardja Dengan wayang yang dibuatnya Jati Wulung banyak
berceritera tentang Wira Carita Mahabarata dan Ramayana.
Dalam suasana yang demikian itulah Risang tumbuh dan
berkembang. Namun seperti yang dilakukan sebelumnya,
Iswari selalu memberinya kesempatan bermain seperti
kebanyakan anak-anak diantara kawan-kawannya yang
sebaya. Meskipun kadang-kadang nampak bahwa Risang
mempunyai beberapa kelebihan dari mereka. Kadang-
kadang Risang memang tidak puas bermain dengan kawan-
kawannya yang sebaya itu, karena mereka tidak dapat
mengikuti kemauan, keinginan dan kecepatan berpikir
Risang yang masih kanak-kanak itu.
Dalam-pada itu, jauh dari Tanah Perdikan Sembojan,
tumbuh pula seorang anak yang bernama Puguh. Ternyata
bahwa Ki Randukeling tidak sekedar membawa Warsi ke
padepokannya, tetapi ia pun telah mengambil Puguh Pula.
Ki Randukeling tahu, apa yang telah dilakukan oleh Warsi
terhadap Puguh. Karena itu, maka dengan nada marah Ki
Randukeling berkata, "Hentikan kelakuanmu yang tidak
wajar itu. Aku tidak tahu apa yang akan dikatakan ayahmu
jika ia tahu bahwa kau disini. Tetapi sebagai 'orang tua,
akupun merasa mempunyai kewajiban untuk berbuat
sesuatu atasmu. Atas Puguh dan masa depan kalian. Puguh
adalah anakmu. Kau sendirilah yang melahirkannya."
Warsi yang telah sembuh pula dari luka-lukanya mulai
memikirkan kata-kata Ki Randukeling itu. Tetapi ia tetap
menganggap bahwa Puguh sudah tidak berarti apa-apa lagi
baginya. Namun bagaimanapun juga, kedua anak-anak itu
tumbuh dalam dunianya masing-masing.
Tetapi keduanya adalah keturunan darah Tanah Perdikan
Sembojan yang mempunyai pertanda, kedudukan bagi
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
75 SH. Mintardja Kepala Tanah-Perdikannya, sebuah bandul yang
bertatahkan kepala seekor burung elang yang garang.
Sebagai anak burung elang, maka keduanya pun akhirnya
mulai ditumbuhi dengan bulu-bulu pada sayapnya.
Paruhnya yang semakin runcing dan pandangan matanya
yang semakin tajam. Yang pada saatnya, sayap dari anak-
anak elang ini akan mulai berkembang.
----------oOo---------- TAMAT Pada jilid ini, rangkaian ceritera tentang Tanah Perdikan
Sembojan babak I yang berjudul "Suramnya Bayang-bayang"
telah selesai. Segera akan dilanjutkan dengan rangkaian ceritera
tentang Tanah Perdikan Sembojan babak II yang berjudul "Sayap-
sayap Yang Terkembang".
Dalam babak ini akan diceriterakan perkembangan anak-anak
Elang Tanah Perdikan Sembojan, yang sayap-sayapnya mulai
terkembang. Hanya sepasang anak elang. Tetapi yang hidup dan
tumbuh didunia yang berbeda, dengan bekal pandangan hidup
yang berbeda, serta cila-cita yang berbeda pula. Latar belakang
permusuhan induk-induknya yang tidak kunjung padam
mewarnai jejak sepak sayap-sayap mereka yang menggores
diputihnya awan. Tunggu bulan berikutnya :
"SAYAP-SAYAP YANG TERKEMBANG"
Naskah diedit dari e-book yang diupload di website Tirai
kasih http://kangzusi.com/SH_Mintardja.htm
Terima kasih kepada Nyi DewiKZ
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
76 Document Outline Pengantar Daftar Isi Jilid Pertama Jilid Kedua Jilid Ketiga Jilid Keempat Jilid Kelima Jilid Keenam Jilid Ketujuh Jilid Kedelapan Jilid Kesembilan Jilid Kesepuluh Jilid Kesebelas Jilid Ke dua belas Jilid Ke tiga belas Jilid Ke empat belas Jilid Ke lima belas Jilid Ke enam belas Jilid Ke tujuh belas Jilid Ke delapan belas Jilid Ke sembilan belas Jilid Ke dua puluh Jilid Ke dua puluh satu Jilid Ke dua puluh dua Jilid Ke dua puluh empat Jilid Ke dua puluh lima Jilid Ke dua puluh enam Jilid Ke dua puluh tujuh Jilid Ke dua puluh delapan
Jilid Ke dua puluh sembilan
Jilid Ke tiga puluh Jilid Ke tiga puluh satu Jilid Ke tiga puluh dua Jilid Ke tiga puluh tiga Jilid Ke tiga puluh empat
Tapak Tapak Jejak Gajahmada 3 Kisah Para Penggetar Langit Karya Normie Pendekar Latah 30
^