Pencarian

Tamu Dari Gurun Pasir 1

Tamu Dari Gurun Pasir To Liong Keng Hong Karya Opa Bagian 1


Tamu Dari Gurun Pasir (TO LIONG KENG HONG) Bagian I
Saduran: OPA DJVU by Dewi KZ, buku sumbangan Aditya Edit teks by Sumahan
Daftar Isi : Bagian I Daftar Isi : Jilid ke 1 Bab 1 Bab 2 Bab 3 Jilid Ke 2 Bab 4 Bab 5 Jilid ke 3 Bab 6 Bab 7 Bab 8 Jilid Ke 4 Bab 9 Bab 10 Bab 11 Jilid Ke 5 Bab 12 Bab 13 Jilid Ke 6 Bab 14 Bab 15 Bab 16 Jilid Ke 7 Bab 17 Bab 18 Jilid Ke 8 Bab 19 Bab 20 Bab 21 Bab 23 Jilid ke 10 Bab 24 Bab 25 Bab 26 Jilid Ke 11 Bab 27 Bab 28 Bab 29 Jilid Ke 12 Bab 30 Jilid ke 13 Bab 31 Bab 32 Jilid Ke 14 Bab 33 Bab 34 Jilid ke 15 Bab 35 Bab 36 Bab 37 Jilid ke 16 Bab 38 Jilid Ke 17 Bab 39 Bab 40 Bab 41 TAMAT BAGIAN PERTAMA UDARA cerah, anginpun tidak meniup.
Teriknya matahari, telah membuat lautan pasir didaerah gurun pasir seperti dibakar hawa panas bisa membuat orang kelojotan.
Panas! Hanya panas! hawa panas saja yang seolah olah meliputi didaerah gurun pasir itu.
Diwaktu panas seperti itu, jangan kata manusia, yang tentunya pada merasa segan berjalan dibawah teriknya matahari, sekalipun diangkasa raya, juga tidak kelihatan ada burung terbang di daerah gurun pasir itu, keadaanya seperti mati.
Tapi, di lautan pasir yang tidak kelihatan batasnya itu, saat itu mendadak muncul seorang pemuda dengan paras muka kusut dan pakaian cumpang-camping, dengan jatuh bangun dan setengah merangkak, ia paksa menempuh perjalanannya.
Dilihat dari keadaan jasmaninya yang sangat letih serta wajahnya yang kusut dan penuh pasir, dapat diduga bahwa pemuda itu telah berjalan bukan cuma satu hari saja.
Kadang2 ia juga hentikan langkahnya untuk mengaso sebentar. Kalau lagi dalam keadaan demikian, ia lantas menengadah atau arahkan pandangan matanya kesekitarnya, dan apa yang terbentang didepan matanya, hanya padang pasir yang tidak kelihatan batasnya.
Terdengar ia mengeluh napas panjang, lalu menurunkan kantung air yang mengemblok dibelakang punggungnya. Ia haus bukan main, tapi kantong air itu ternyata sudah kosong, setetes air pun tidak ada.
Dalam perjalanan jauh didaerah gurun pasir pada waktu hawa panas demikian, kalau keputusan air berarti putusnya harapan untuk bisa melanjutkan perjalanannya. Seumpama persakitan yang sudah dijatuhi hukuman mati, hanya tinggal menantikan dilaksanakannya keputusan tersebut.
Diwajahnya pemuda yang tampan tapi kusut itu tampak suatu perasaan duka. Sambil menyeka keringatnya yang membasahi jidat dengan lengan bajunya yang sudah rombeng, ia kertak gigi dan paksa kakinya melanjutkan perjalanannya.
Tiba2.... Sebuah bukit yang menonjol, terbentang dihadapan matanya.
Bagi seorang yang sudah putus asa seperti pemuda itu, pemandangan didepan matanya itu merupakan suatu dorongan semangat, maka dengan sangat gembira ia lantas berseru sendiri: "Aha. Akhirnya aku telah tiba juga ditempat yang aku tuju....".
Ia lalu kerahkan sisa tenaganya yang masih ada, untuk melanjutkan perjalanannya. Akhirnya, ia tiba dibawahnya bukit tadi. Tapi, apa yang ia lihat, segera membuat ia merasa cemas.
Itu ternyata ada sebuah bukit tandus yang gundul, tidak kelihatan sebatang tumbuhan apapun juga, tidak ada sumber air yang mengeluarkan air. Yang ada hanya tumpukan2 dan malang melintangnya batu2.
Ditempat yang kosong sepi dan sunyi seperti itu, manusia dan binatang berjiwa lainnya, tidak mungkin bisa hidup lama, maka tempat itu juga merupakan satu tempat yang seram bagaikan neraka.
Pemuda itu merasa putus harapan karena ransum keringnya sudah habis, kantong airnya pun sudah kosong. Tenggorokan dirasakan kering, kepalanya sudah mulai puyeng, hingga badannya gemetaran. Tapi ia coba empos semangatnya, dengan susah payah ia berjalan menuju ke lembah, ia masih mengharapkan bisa menemukan setetes air.
Kuk! kuk! Terdengar suara diatas bukit secara tiba2, itu ternyata ada serombongan burung elang yang terbang me-layang2 sambil perdengarkan suaranya, mereka agaknya sedang menantikan suatu hidangan yang lezat.
Pikirannya pemuda itu pada saat ini, sebetulnya sudah sangat kacau, hingga dengan tanpa sadar ia sudah menjerit-jerit sendiri.
"Oh Tuhan, mengapa kau berlaku begitu kejam terhadap diriku....?"
Memang, keadaannya pemuda itu sesungguhnya sangat mengenaskan.
Ia ada seorang she Lim, namanya Tiang Hong. Anak piatu yang kehilangan ayah bundanya sejak ia masih kanak2. Ayahnya sebenarnya seorang gagaa dari rimba persilatan, tapi sudah menghilang sejak 14 tahun berselang, kabarnya pergi ke Gunung Dewa. Yang dinamakan gunung Thian gwa Sin san, yang sangat keramat. Ibunya telah meninggalkan ia begitu saja, entah kemana, mungkin ia sudah kawin lagi.
Pada waktu itu, Lim Tiang Hong baru berusia 3 tahun, dipelihara oleh satu imam yang bekerja sebagai satu tukang masak di kelenteng Tang gak-bio di kota Lok-yang.
Tetangga2 pada memandang rendah dirinya. Kawan2nya pada menghina padanya, imam2 dikelenteng Tang-gak bio sering memaki padanya sebagai anak haram, tidak seorang yang menaruh perasaan welas asih padanya.
Ia hampir tidak mempunyai keberanian untuk memandang sesamanya, ia merasa bahwa dirinya sudah diasingkan dari pergaulan oleh sesamanya. Dalam masyarakat sudah tidak ada tempat baginya.
Maka, dengan menempuh bahaya maut, ia mengarungi lautan pergi ke daerah gurun pasir menuju ke Gunung Dewa yang dipandang keramat itu. Untung2an, ia mengadu nasib hendak mencari orang pandai sekalian untuk menyelidiki ayahnya yang telah menghilang sejak banyak tahun.
Hakekatnya, perbuatan bukan cuma mengadu nasib saja, tapi juga merupakan satu perbuatan dengan pertaruhan jiwa.
Tapi, ia tidak memikirkan jiwanya sendiri. Pengharapannya. yang merupakan cita2 satu2nya, adalah mendapatkan kepandaian ilmu silat yang bisa mengangkat namanya, untuk mencuci segala hinaan dan kenistaan, yang selama ini telah diterimanya dari pergaulan hidup.
Apa lacur, ia telah kesalahan jalan. Disitu bukannya tempat seperti apa yang tersiar dalam cerita, ialah Gunung Dewa yang keramat.
Mungkin, Gunung Dewa itu keadaannya lebih sunyi, seram dan menakutkan dari pada tempat ini. Tapi, ia lebih suka binasa di tempat itu daripada menderita kesengsaraan disini.
Maka, dengan perasaan sangat masgul dalam hatinya berpikir: "Jika aku harus binasa di tempat sesunyi ini, sesungguhnya tidak ada harganya sama sekali".
Akhirnya, ia tidak tahan oleh teriknya matahari, hawa panas, dahaga dan kelaparan. Ia tidak sanggup mendengar jeritannya hati yang sakit, maka ia telah jatuh pingsan.
Entah berapa lama sang waktu telah berlalu, ia baru siuman. Ia rasakan sekujur badannya amat dingin, tatkala membuka matanya, ia baru tahu kalau dirinya berada didalam satu goa yang nyaman.
Barang cair berwarna putih seperti susu, tampak mengalir keluar dari sela2nya dinding batu dalam goa itu, setetes demi setetes jatuh ke dalam sebuah baskom batu. Diatas dinding, samar2 terlihat pahatan beberapa baris tulisan yang berbunyi:
"SUMBER AIR BERACUN YANG PALING BERBISA DI DALAM DUNIA. BARANG SIAPA YANG KESALAHAN MINUM, OTOT2 DAN TULANG2 AKAN HANCUR DAN BADANNYA AKAN BERUBAH MENJADI DARAH KENTAL"
Lim Tiang Hong saat itu sudah merasa tidak sanggup lagi menahan rasa hausnya yang semakin menjadi-jadi, maka dalam hatinya diam2 lantas berpikir: "daripada mati kehausan, lebih baik minum sumber air beracun ini, biarlah aku lekas mati".
Ia merangkak bangun dan minum air beracun itu sepuas-puasnya. Ia berdiri lagi dengan tegak dan menghela napas panjang. Saat itu ia baru ingat: "bukankah aku tadi jatuh pingsan diatas bukit" Bagaimana aku bisa berada disini" Siapakah gerangan orangnya yang menolong diriku?"
Ia memeriksa keadaan sekitarnya, dalam hatinya merasa terheran-heran.
Goa itu garis tengahnya kira2 satu tombak, seputarannya berbentuk bundar seperti sumur, ia tidak tahu entah ada berapa tingginya, juga tidak tahu dengan cara bagaimana ia bisa masuk ke dalamnya.
Ia garuk2 kepalanya yang tidak gatal, dalam hatinya diam2 berpikir: "apakah ini yang dinamakan neraka?"
Tiba2 perutnya dirasakan mulas, ususnya seperti dipelintir-pelintir.
"Celaka! racun sudah mulai bekerja!" Demikian ia berteriak sendiri. Dalam keadaan demikian, ia cuma bisa menantikan tangannya elmaut yang akan menjemput dirinya.
Disaat menghadapi kematian, rupa2 pikiran mengaduk dalam otaknya. Ia merasa sedih dan kecewa.
Ia tidak takut mati, sebab didalam dunia ini ia sudah tidak mempunyai apa2 yang diberati. Cuma apa yang membuat ia penasaran ialah: ia masih belum tahu siapakah ayahnya" Sekarang entah masih hidup atau sudah binasa"
Andai kata ia diberi kesempatan umuk melihat wajah ayahnya sekejap saja, ia sudah merasa puas dan bisa mati dengan mata meram.
Dalam keadaan demikian, tiba2 ada suara dengan nada yang dingin sekali terdengar ditelinganya: "Bocah, kau ingin mati atau masih kepingin hidup?"
Lim Tiang Hong terkejut. Entah dari mana suara itu" Kemudian terdengar pula suara tadi: "Bocah, siapa namamu" Dalam usia yang masih begini muda, apa perlunya kau datang ke gurun pasir yang tidak didiami oleh manusia ini" Lekas kau jawab terus terang"
Suara itu seperti di sampingnya, sayang tidak kelihatan orangnya.
Dalam keadaan demikian, ia tidak mempunyai lain jalan, maka ia lantas ambil keputusan memberitahukan maksud kedatangannya.
Sambil menahan rasa sakitnya. ia menjawab dengan suara nyaring: "Aku bernama Lim Tiang Hong, aku hendak pergi ke Gunung Dewa untuk mencari ayahku!"
"Haha, Gunung Dewa, sangat unik. 14 tahun berselang ada seorang yang hendak pergi ke Gunung Dewa itu dan sekarang kembali ada satu lagi yang ingin pergi ke gunung tersebut.... Bocah, aku beritahukan padamu, aku berdiam ditempat yang dinamakan "Sumber Segar di Gurun Pasir" ini sudah 60 tahun lamanya. Selama 60 tahun ini, hanya kau dan orang yang aku katakan tadi yang datang kemari. Sekarang lekas kau beritahukan padaku, kau ingin mati atau masih kepingin hidup?"
"Bagaimana kalau ingin mati" Dan bagaimana pula kalau kepingin hidup" Kau harus beritahukan padaku lebih dulu apa maksudnya, supaya aku bisa menjawab pertanyaanmu"
"Kalau kau ingin mati, itu ada sangat mudah sekali. Aku segera lemparkan keluar dirimu untuk umpan burung elang. Kalau kau kepingin hidup, kau harus mengabdi kepadaku di "Sumber Segar di Gurun Pasir" ini selama 10 tahun, apa kau sanggup?"
"Mati atau hidup bagiku tidak menjadi soal, juga aku tidak takut bekerja berat, tapi aku tidak suka menerima syaratmu."
"Loh, kenapa?" suara itu agaknya penuh rasa heran.
"Aku tidak kepingin hidup dibawah ancaman orang"
"Apa kau tidak akan menyesal" Kematian itu sesungguhnya tidak enak!"
"Tidak!" Setiap jawabannya Lim Tiang Hong diucapkan dengan tegas.
"Ha ha ha. tidak nyana kau bocah cilik ini masih mempunyai tulang2 yang keras."
Perkataannya orang itu disusul oleh suara ketawa bergelak-gelak dan kemudian sirap hingga keadaan menjadi sunyi kembali....
Pada saat itu, rasa sakit di perutnya Lim Tiang Hong semakin hebat, sampai ia bergulingan di tanah.
Tiba2 suara tadi terdengar pula di telinganya: "Bocah, sakitkah perutmu" Sekarang dengan tanpa syarat aku beri obat padamu, kalau sakit perutmu nanti sudah sembuh, kita berunding lagi tentang lain urusan."
"Plok!" Terdengar jatuhnya sesuatu benda, benar saja di sampingnya terdapat sebuah bungkusan kertas yang jatuh dari atas.
Semula ia tidak ingin makan, tapi rasa sakit diperutnya semakin menghebat. Setelah berpikir sejenak, lalu mengambil keputusan. Oleh karena orang tua itu telah berkata tidak ada syaratnya apa2, maka lebih baik sembuhkan dulu sakit perutnya, nanti setelah sembuh, tidak perduli permintaan apa saja yang akan diajukan, asal pantas, boleh diterima, tapi kalau tidak patut, boleh tidak usah digubris sama sekali!.
Setelah mengambil keputusan demikian, ia lantas ulur tangannya dan membuka bungkusan kertas tersebut, ternyata isinya hanya sebutir pil yang terbungkus karet lembek berwarna hijau hitam. Karena rasa sakit ada begitu hebat, ia lantas buka mulutnya dan telan pil itu.
Tidak antara lama, bukan rasa sakit lantas sembuh, malah sebaliknya dalam badannya dirasakan ada hawa panas yang mengalir diseluruh otot2 dan urat2nya,
14 penderitaan itu dirasakan lebih hebat daripada rasa sakit dalam perutnya tadi. Seumur hidupnya, baru pertama kali itu ia mengalami penderitaan hebat serupa itu. Dalam gusarnya, ia lantas berteriak dengan suara keras: "Kau siapa sebetulnya" Mengapa mempermainkan aku cara begini?"
"Aku adalah seorang yang menamakan diri "Orang Tua Pencipta", kau jangan coba2 main gila, lekas kau jalankan pernapasanmu menurut gambar dalam kertas bungkusan itu. Sebentar lagi kau akan tahu sendiri bahwa aku tidak mempermainkan dirimu." Demikian terdengar jawaban si orang yang mengatakan dirinya Orang Tua Pencipta, nada suaranya ternyata sudah berubah begitu sabar.
Karena mendengar perkataannya yang begitu sungguh2, Lim Tiang Hong buru2 mengambil lagi kertas bungkusan tadi. Ia lantas memeriksa dan benar saja diatas kertas itu ada terdapat lukisan 4 orang yang sedang duduk bersila, dibawahnya diberikan tulisan yang menerangkan bagaimana caranya menjalankan pernapasan atau bersemedi.
Dasar Lim Tiang Hong ada seorang pemuda cerdas, ia segera dapat menduga bahwa perlakuan orang tua ini kepada dirinya, mungkin ada mengandung maksud dalam.
Serta merta ia lantas mulai berlatih menurut petunjuk dalam lukisan itu.
Benar saja, tidak lama rasa sakit di dalam perutnya lantas kurangan dan akhirnya sembuh sama sekali. Bengkak2 di tangan kakinya juga sudah mulai kempes.
Dengan tekun ia melatih terus, tidak lama ia sudah hapal betul2. Dengan tanpa dirasa, ia sudah berada seperti dalam keadaan lupa diri.
Bagi Lim Tiang Hong, boleh dikata memang ada mempunyai bakat luar biasa, baru saja mulai melakukan latihan dari babak pertama, sudah mendapat hasil demikian, ini benar2 merupakan suatu keajaiban.
Dalam ruangan goa yang hanya diterangi oleh sinar remang2, ia sudah tidak tahu saat itu apa waktu siang atau malam. Setelah mendusin, ia sendiri juga tidak tahu sudah berapa lamanya bersemadi. Hanya perasaannya yang seolah-olah memberitahukan padanya, saat itu sekujur badannya agaknya penuh tenaga segar, sedikitpun tidak merasa sakit lagi.
Dalam hatinya lalu berpikir: "orang tua ini benar2 tidak membohong, cara ini sangat manjur sekali".
Setelah berpikir demikian, ia lalu memanggilmanggil dengan suara nyaring: "Lo-cianpwee, aku ucapkan terima kasih padamu. Sekarang sakit perutku sudah sembuh, lekas tunjukkan aku jalan keluar, aku hendak melanjutkan perjalananku ke Gunung Dewa."
Tiba2 ia dengar suara orang ketawa bergelak-gelak, orang tua yang menyebut dirinya sebagai Orang Tua Penyipta itu sudah berada diatas goa dan berkata padanya dengan suara nyaring: "Bocah, maksudmu ke Gunung Dewa, apakah hendak mencari ayahmu yang sudah menghilang sejak banyak tahun itu" Aku beritahukan padamu, tempat seperti impian itu, tidak ada peta yang dapat dipakai untuk mengunjuk jalan, kemana kau hendak mencarinya?"
Lim Tiang Hong anggap perkataan orang tua itu memang betul. Maka ia lantas berkata tambil menghela napas: "Kalau begitu aku terpaksa balik kembali...."
Tapi dalam hati berpikir ia ada seorang sebatang kara, sedang itu imam tukang masak dalam kelenteng yang memelihara padanya juga sudah wafat, kalau pulang harus pulang kemana dan akan berbuat apa"
Kalau mengingat pula, bahwa didalam dunia yang fana ini sudah tidak ada tempat yang aman untuk ia tancap kaki, ia lantas mengeluh napas dan wajahnya segera diliputi oleh perasaan duka.
Satu anak yang baru mangkat dewasa, sudah berubah seperti seorang tua yang sudah kenyang pahit getirnya dunia, siapa saja yang melihatnya pasti akan turut merasa sedih. Semua ini, sudah dapat dilihat oleh itu orang tua yang mengintai padanya secara sembunyi2
"Bocah, kepergianmu ini. Kecuali hendak mencari ayahmu apa masih ada keinginan lain lagi?" tanya orang tua itu tiba2
"Memang betul ada, tapi itu mungkin cuma satu keinginan kosong belaka...."
Tampak Lim Tiang Hong merasa sedih dan murung. Baginya penghidupan dan hari depannya masih merupakan satu pertanyaan. Sekalipun ia mempunyai ambekan besar, apa gunanya"
"Kau ceritakan saja, toh tidak halangan bukan?"
Lim Tiang Hong alisnya bergerak, lalu membusungkan dadanya dan gerak-gerakan kepalanya, kemudian berkata dengan suara tergetar: "Jika kiranya mendapat kesempatan, aku kepingin mempunyai kepandaian ilmu silat yang sangat tinggi sekali, yang sukar dicari tandingannya. Aku pasti berusaha sekuat tenaga untuk membersihkan orang2 jahat di dunia Kangouw dan membantu pihak yang lemah...."
Itu hanya satu jawaban sekedar untuk melampiaskan kekesalan hatinya. Ketika Ia ingat kembali segala kenyataannya, harus menghela napas lagi dan jatuhkan dirinya dengan lesu.
Orang Tua penyipta itu mendadak ketawa bergelak gelak dan kemudian berkata: "Anak baik. luhur cita2mu! biarlah aku bantu kau untuk mencapai cita2mu ini...."
Didepan mata Lim Tiang Hong tiba2 muncul sinar terang, pada dinding balu didekatnya tiba2 terbuka sebuah pintu. Seorang tua berambut dan berkumis putih meletak, sambil ketawa gapai2-kan tangannya kepadanya.
Dengan mengikuti petunjuk orang tua itu, ia naik ke atas melalui jalan berliku-liku. Lama sekali, baru tiba di sebuah goa yang sangat luas, dimana ada terdapat rupa2 barang2 yang aneh, tapi keadaannya morat-marti, tersebar disana sini. diantaranya barang2 itu terdapat kulit binatang, bulu burung, akar rumpur, buah2an, anglo peranti masak obat, pisau dan golok serta lain2nya.
Dibagian sebelah dalam, terdapat tumpukan bermacam-macam kitab.
Orang tua itu mempersilahkan Lim Liang Hong duduk, kemudian berkata padanya sambil ketawa bergelak-gelak: "Dahulu, ketika aku menemukan "Sumber Segar di Gurun Pasir" ini sebagai tempat kediamanku, pernah aku mengeluarkan sumpah, barang siapa yang ada jodoh datang kemari, aku pasti membantu dia untuk mencapaikan cita2nya. Empat belas tahun berselang, ada seorang yang kesasar jalan sampai ke sini. Dia ada mempunyai ambekan begitu besar, dia hendak menjagoi rimba persilatan.
"Supaya tidak melanggar sumpahku sendiri, aku telah memberi pelajaran padanya berbagai kepandaian ilmu silat yang luar biasa. Juga karena ketarik oleh kisikan hatiku hendak menciptakan hal2 yang aneh2, aku merasa orang itu sifatnya ada begitu buas, keji, kejam. Jika ditambah lagi beberapa sifat butuk, entah sampai dimana kejahatannya"
"Aku lantas menggunakan kepandaian ilmuku ketabiban dan ilmu kekuatan tenaga dalamku. Dengan menggunakan darahnya binatang beracun seperti ular, laba2, binatang srigala, bintang, rase, burung hantu dan sebagainya, aku masukkan kedalam darahnya. Dengan demikian, maka terkumpullah segala silat buas, kejam ganas, telengas, licik dll. dalam dunia pada dirinya seorang dan menjadikan dia manusia buas nomor satu didalam dunia...."
Lim Tiang Hong melengak mendengarkan ceritanya itu ia tidak membenarkan perbuatannya orang tua itu, maka lantas menyelak: "Dengan berbuat demikian, bukankah tindakan Lo cianpwee itu ada terlalu gegabah" Di kemudian hari apabila dia melakukan kejahatan dan membawa bencana bagi umat manusia, dosa itu Locianpwee harus turut memikulnya sebagian!"
"Kalau tidak begitu, bagaimana bisa mengunjukkan kegaibannya seorang pencipta" Orang itu begitu muncul didunia Kang-ouw benar saja seolah-olah utusan Melaikat, telah membuat seluruh dunia Kang ouw kacau balau...." jawabnya si orang tua sambil ketawa bergelakgelak.
Ia agaknya merasa sangat bangga terhadap buah hasil ciptaannya.
Lim Tiang Hong sebaliknya merasa gusar, ia anggap bahwa orang tua ini seperti kurang waras pikirannya.
Orang tua itu mengawasi Lim Tiang Hong sejenak, berkata pula sambil ketawa terbahak bahak: "Bocah, kau kira aku main gila, bukan" Hmm.... aku beritahu padamu, jikalau tidak ada orang jahat, bagaimana bisa muncul orang baik" Jikalau tidak ada kejahatan bagaimana bisa timbul kebenaran" Dengan munculnya kejahatan orang itu, justru dapat digunakan sebagai cambuk bagi orang2 rimba persilatan yang sudah tidak keruan keadaannya, supaya mereka insyaf dan mencari kemajuan. Lagi pula, aku si orang tua, sudah dapat menciptakan seorang jahat nomor satu didalam dunia sudah tentu dia dapat mendidik seorang kuat nomor satu didalam dunia untuk menaklukkan dia. Bocah, bukankah kau ingin belajar ilmu silat yang terhebat didalam dunia" Dalam waktu satu tahun, aku akan menjadikan kau seorang kuat nomor satu didalam dunia."
"Dalam waktu satu tahun"...." Tanyanya Lim Tiang Hong heran.
Meskipun ia tidak mengarti sama sekali terhadap ilmu silat, tapi ia tahu benar bahwa dalam waktu satu tahun mana mungkin dapat mempelajari ilmu silat yang cukup sempurna"
"Benar, hanya satu tahun saja sudah cukup." jawab si orang tua tegas. "Kau sudah minum sarinya emas murni dan getahnya batu giok, yang khasiatnya bisa membikin bersih sunsum dari segala racun. Kembali kau sudah makan nyalinya naga api. Bagi manusia biasa sekalipun sudah melatih kekuatan samoai 50 tahun, juga tidak mampu menandingi kekuatanmu yang kau dapatkan hanya dalam waktu satu malam saja. Dengan dasarmu seperti ini, kalau belajar ilmu silat, bukankah mudah berhasil?"
Lim Tiang Hong hampir tidak percaya telinganya sendiri, sambil pentang lebar kedua matanya ia berkata: "Ah, Lo-cianpwee.... apa bukan omong main2?"
Orang tua itu menyawab sambil bersenyum: "Disini ada suatu tempat seribu kaki di bawahi tanah, sumber air warna putih seperti susu yang mengalir itu, adalah "Sumber Segar di Gurun Pasir". Didalamnya mengandung getahnya batu giok dan sarinya emas murni dari dasar tanah." Dia lalu menunjuk seekor ular emas kecil sepanjang 2 kaki lebih yang tergantung di dinding dan berkata pula: "Itu ada ular yang mengeram didalam "Sumber Segar di Gurun Pasir" dan sudah lebih dari seribu tahun lamanya, biasanya disebui "Naga api" (Hweliong). Benda serupa kantong karet berwarna hijau hitam itu, adalah nyalinya, yang selalu dibuat idam-idaman bagi orang2 rimba persilatan, tapi dalam waktu seratus tahun belum tentu dapat menemukan seekor saja. Tentang ini, dikemudian hari kau akan tahu sendiri khasiatnya. Mulai hari ini, kau boleh mulai belajar dengan rajin!"
Lim Tiang Hong kegirangan, semangatnya terbangun seketika, ia sungguh tidak nyana bahwa dengan main seruduk, ternyata sudah menemukan kejadian mujijat yang akan merobah seluruh penghidupannya. Bahna girangnya ia lompat bangun dan berkata: "Kalau begitu...."
Orang tua itu agaknya sudah mengarti maksudnya Lim Tiang Hong, maka lantas memotong perkataannya sambil ulapkan tangannya: "Tidak perlu segala peradatan, aku toh tidak ambil kau sebagai murid. Aku hanya hendak menyiptakan kemujijatan, untuk mengunjukkan keajaibannya seorang Penyipta."
Pada saat itu, orang tua itu sudah mengambil sebilah pedang kuno, dan berikan kepada Lim Tiang Hong seraya berkata: "Selama tahun2 belakangan ini, aku telah berhasil menciptakan serangkai ilmu pedang dan tiga jurus ilmu pukulan tangan kosong. Hm! bukan aku si orang tua takabur, asal kau dapat mempelajari kedua ilmu silat itu dengan sempurna, sudah cukup untuk kau malang melintang didunia Kang-ouw. Mari, sekarang mulai melatih ilmu pukulan tangan kosong...."
Lim Tiang Hong anggukkan kepalanya.
"Gerak tipu pertama, dinamakan Liu kim Sok Ciok (Cairan emas melumerkan batu)" Kata si orang tua.
Jenggotnya yang putih panjang tampak bergerakgerak, kedua tangannya masing2 menggunakan kekuatan tenaga "Im" dan "Yang", sebentar kemudian tampak ia melancarkan satu serangan....
.Lim Tiang Hong tahu bahwa angin yang menyambar keluar dari serangan tangannya itu pasti hebat, maka ia buru2 menyingkir ke samping. Ia memperhatikan setiap gerakannya si orang tua itu, matanya tidak berani berkedip.
Pada saat itu, orang tua itu tiba2 membalikkan sepasang tangannya, dengan kecepatan bagaikan kilat sudah mengeluarkan serangannya yang kedua yang dinamakan "Hong ho Suatsu", atau "Angin menderu salju menari".
Kemudian ia membentak dengan suara keras "Awas! ini ada gerakan ketiga yang dinamakan "Si koan Kian khun" (Menggulung langit dan bumi)...."
Hanya tiga rupa gerak tipu serangan tangan kosong yang sangat sederhana, namun ada merupakan satu ilmu pukulan tangan kosong yang sangat dasyat dan hebat, setiap gerakan ada mengandung banyak perubahan yang sangat sulit dan sukar diduga oleh lawannya. Lim Tiang Hong yang menyaksikan dengan perhatian penuh, juga cuma dapat mengingat satu pertiga bagian saja.
Si orang tua itu agaknya tidak mau perdulikan itu, kembali menggunakan pedang berikut sarungnya, dan mulai mainkan ilmu pedangnya yang paling dibanggakan yaitu "To-liong Keng Hong" atau "Membunuh naga mengejutkan burung Hong".
Sejurus demi sejurus ia mainkan ilmu pedang yang amat dahsyat itu sehingga jurus terakhir....
Demikianlah, dengan penuh ketekunan si pemuda meyakinkan ilmu yang diturunkan oleh si orang tua.
Satu tahun telah dilewatkan dengan tanpa terasa.
Lim Tiang Hong dibawah asuhan dan gemblengan Orang Tua Pencipta, sudah berhasil mewarisi seluruh kepandaiannya orang tua aneh itu.
Pada suatu hari, orang tua itu tiba2 mengeluarkan sebuah patung Buddha kuno dan sepucuk surat, diberikan kepada Lim Tiang Hong seraya berkata: "Anak Hong, aku sudah menjadikan kau seorang terkuat, laksana setangkai bunga ajaib dalam rimba persilatan. Sekarang kau harus melakukan sesuatu untuk aku. Ingat! Diantara kita berdua hanya saling tukar menukar kepentingan masing2 saja, tidak ada bicara soal guru dengan murid. Kau boleh menjadi penggantiku, tapi bukan muridku"
Lim Tiang Hong buka sepasang matanya lebar2, dengan perasaan tidak mengerti ia memandang padanya. Entah apa maksudnya dengan perkataan orang tua itu"
Orang tua itu menepuk pundaknya, berkata pula sambil ketawa terbahak-bahak: "Pergilah, manusia terkuatku nomor satu didalam dunia! Dalam rimba persilatan yang akan datang, adalah kau yang mengusainya.... ha ha ha."
Ia merasa sangat bangga dengan usahanya kembali sudah berhasil menciptakan satu kemujijatan dalam rimba persilatan. Sambil urut2 jenggotnya yang putih panjang, ia tertawa bergelak-gelak. Kemudian ia berkata dengan sungguh2:
"Surat ini kau serahkan kepada seorang wanita yang bernama Heng-thian It-ouw, untuk membereskan persengketaan tahun dahulu. Ingat, ini ada soal pertama yang aku minta kau lakukan, betapapun kasarnya perlakuan dia terhadap dirimu, kau harus tetap bersabar. Kedua ialah kau harus berusaha supaya dapat membinasakan dirinya itu manusia buas nomor satu dalam dunia. Orang ini sudah melakukan banyak kejahatan didalam kalangan Kang-ouw, kalau tidak disingkirkan, dosaku akan bertambah besar"
Lim Tiang Hong menyambuti surat itu, lalu dimasukan ke dalam sakunya, dengan tanpa ragu2 ia lantas menjawab: "Boanpwee pasti akan lakukan pesan Lo-cianpwee sebaik-baiknya"
Orang tua itu memandangnya sejenak, kembali menunjuk pada itu patung Buddha seraya berkata dengan sikapnya yang sungguh2:
"Patung Buddha kuno ini, pernah dibuat rebutan secara mati2an oleh banyak orang2 rimba persilatan. Benda ini adalah barang peninggalannya Tat-mo Sian-su, yang menjadi pendiri dari Siao-lim-pay Dulu. ketika Tatmo Sian su muncul, sebelum tancap kaki di gereja Siao lim-sie. ada mempunyai sejilid kitab, yang disimpan di satu tempat yang tersembunyi. Gambar peta dari tempat menyimpan kitab itu, diukir diatas patung Buddha kuno ini. Aku dulu meski pernah mengasah otak dan menggunakan banyak tenaga hingga dapatkan benda ini. Tapi kemudian aku berpikir, sekalipun aku bisa dapatkan kitab mujijat itu, tapi kitab itu toh merupakan ilmu silat pusaka kepunyaannya Siao lim pay! Apa perlunya bagi aku si orang tua Penyipta" Masing2 ada pemiliknya, kau bawalah dan antarkan kembali kepada Siao lim pay!"
Selama mendengarkan penuturannya si orang tua, Lim Tiang Hong belum pernah geser kakinya barang setindak. Dan selama satu tahun itu, terhadap orang tua yang adatnya agak kukoay ini, ia sudah timbul kesannya yang sangat baik sekali. Begitu pula bagi si orang tua aneh itu, yang semula menyebut Lim Tiang Hong "bocah" kemudian berubah menjadi "anak Hong". Meski itu ada merupakan suatu sebutan yang lazimnya digunakan oleh orang2 dari tingkatan tua, tapi perasaan yang terkandung dalam sebutan ini, sesungguhnya tidak boleh disamakan dengan sebutan biasa.
Lim Tiang Hong yang sejak kanak2 belum pernah menyicipi kecintaan dan kehangatan dari sesama manusia, maka segala perhatian dan kecintaan yang dicurahkan kepadanya oleh orang tua itu selama setahun ini, membuat ia lebih mengenal sifat manusia, ternyata tidak semuanya sebangsa orang2 buas, jahat, serakah dan tipis perasaan, tapi masih ada juga orang2 yang baik, murah hati dan cinta kepada sesamanya.
.30 Kalau ia mengingat bahwa ia segera akan meninggalkan orang tua yang baik hati tapi dalam segala hal suka menuruti sifatnya sendiri ini, air matanya dengan tanpa dirasa telah mengalir keluar membasahi kedua pipinya. Ini adalah untuk pertama kalinya ia mengucurkan air mata sejak ia mengenai urusan, bahkan menangisnya itu ada demikian sedihnya.
Orang tua itu mendadak ketawa bergelak-gelak sembari berkata: "Anak Hong. kau menangis" Sudahlah, jangan menangis lagi. Kau toh akan menjadi orang kuat nomor satu dalam dunia, bagaimana bolehnya gampang2 mengucurkan air mata".... lekas pergilah! Kalau kau masih mengunjukan sikapmu seperti anak2 dan kaum wanita itu, aku si orang tua akan merasa tidak senang. Mengertikah kau?"
Padahal, orang tua itu meski mulutnya mengatakan demikian, tapi didalam sikapnya yang masih mengunjukkan riang dan ketawa2 itu, sebetulnya ada mengandung perasaan getir, sedih dan kesepian!
Lama baru Lim Tiang Hong dapat menyeka kering air matanya, tiba2 berlutut dihadapannya si orang tua seraya berkata: "Lo-cianpwee, untuk selanjutnya bagaimana boanpwee harus memanggil Lo-cianpwee" jikalau ada orang yang menanyakan ada hubungan apa antara kita, bagaimana boanpwee harus menjawab?"
Pertanyaan ini agaknya diluar dugaan si orang tua, maka seketika nampak tercengang. kemudian ia mengelah napas panjang dan berkata: "Bukannya aku tidak sudi menerima kau sebagai murid, sebab jika kau sudah masuk dalam golongan kita, kau nanti akan mengalami kerewelan dan permusuhan yang tidak ada habis2nya. Untuk menghindarkan segala keruwetan bagi dirimu dikemudian hari maka aku tidak mengijinkan kau mengangkat aku sebagai gurumu"
Tapi diluar dugaan si orang tua, ketika Lim Tiang Hong mendengar jawaban itu lantas berkata dengan tegas dan mantap: "Boanpwee yang sudah mendapat warisan seluruh kepandaian cianpwee, sekalipun sebagai murid tidak resmi, tapi terhadap segala urusan cianpwee yang masih belum diselesaikan, juga seharusnya turut memikul kewajiban untuk menyelesaikan sebaik-baiknya bagaimana boleh enak2 mengelakkan segala kerewelan?"
Dari badannya orang tua itu mendadak mengeluarkan tiga bilah pedang emas kecil yang panjangnya kira2 5 dim, ia letakkan ditangannya seraya berkata: "Suhumu adalah Bu Ceng Kiamkhek, yang pada 60 tahun berselang namanya sangat tersohor hingga menggetarkan jagat. Tiga bilah pedang pendek ini ada merupakan benda tanda kepercayaanku.... Ah! tentang urusan yang dulu2, sebaiknya tak usah diungkat ungkat lagi saja. Tiga biiah pedang ini, kau bawalah!"
Lim Tiang Hong tiba2 berseru kaget: "Suhu! Suhu telah menerima boanpwee sebagai muridmu....?"
Siapa nyana, selagi ia masih bicara dengan penuh kegirangan, orang tua itu sudah lenyap dari depan matanya.
Seorang diri Lim Tiang Hong berdiri tercengang sekian lamanya, kemudian baru angkat kakinya, untuk mulai perjalanannya yang jauh......
0-dw-sumahan-0 Bab 2 KOTA Lok-yang, adalah tempat kelahirannya Lim Tiang Hong. Meski didalam kota itu ia tidak mempunyai sanak atau kadang juga tidak ada apa2nya yang patut
.dibuat kenangan, tapi begitu keluar dari tempat "Pertapaannya", kota itu tetap merupakan tempat tujuannya yang pertama.
Tatkala matanya dapat menyaksikan pula segala pemandangan dalam kota yang sudah tidak asing lagi baginya, serta muka2 yang sudah dikenalnya dari para tetangganya yang lama, dalam hatinya timbul suaiu perasaan yang sukar dikatakan.
Pada satu tahun berselang, dikota itu ia merupakan seorang anak piatu yang keadaannya seperti satu pengemis kecil, tidak ada orang yang mau ambil perduli, tidak ada orang yang menaruh simpati, bahkan sebaliknya, semua orang pada menghina dan mengolokolok dirinya.
Tapi segala apa memang bisa berubah. Begitu pula dengan keadaannya Lim Tiang Hong, hanya dalam waktu satu tahun saja, ia sudah dapat menempatkan dirinya sebagai salah satu orang kuat dalam rimba persilatan, menjadi salah satu pendekar di kalangan Kang-ouw. Sekarang siapakah yang berani lagi menghina dan mengolok olok dirinya"
Kalau memikir sampai disitu, ia lantas gelembungkan dadanya, tangannya merabah-rabah gagang pedangnya yang diselipkan dipinggangnya. Dengan tindakan lebar ia berjalan menuju ke kelenteng Tang-gak-bio.
Memang benar, ketika ia unjukkan diri, tidak ada orang yang berani menghina dan mengolok-olok dirinya. Orang2 yang kenal padanya, ketika menampak kedatangannya sudah pada lari menyingkir jauh2, mengunjukkan sikap kaget dan ketakutan, bahkan ada beberapa diantaranya yang dengan diam2 sudah menutup pintu rumahnya rapat2.
"Ehh! apakah artinya ini" Apakah oleh karena melihat sikapku yang kurang manis" Apakah oleh karena melihat aku membawa-bawa pedang?" demikian Lim Tiang Hong menanya kepada hati kecilnya sendiri.
Tapi, pikiran itu kemudian dibantah sendiri: "Tidak! tidak mungkin. Didalam kota Lok yang ini, ada tempat banyak sekali orang Kang-ouw yang pada membawa bawa golok dan pedang dengan sikapnya yang keren, mengapa mereka perlu takuti satu anak yang dulu pernah dihina dan tidak dipandang mata?"
.Dalam hal ini pasti ada sebabnya. Dalam hati Lim Tiang Hong terus berpikir, sementara kakinya sudah menginjak masuk ke pintu kelenteng Tang-gak-bio.
Mendadak ia seperti mendapat firasat tidak baik. Kelenteng Tang gak bio yang biasanya ramai orang sembahyang, mengapa sekarang keadaannya begitu sepi sunyi tidak kelihatan jejaknya manusia"
Ia lalu mengadakan pemeriksaan keadaan sekitarnya. Matanya lantas dapat lihat, ditembok dinding dan diatas tiang, ada terdapat tanda darah. Meski tidak terdapat bangkai manusia, tapi dari tanda2 yang telah diketemukan, dapat ditarik kesimpulan bahwa belum lama berselang, dalam kelenteng itu pasti pernah terjadi suatu pembunuhan besar-besaran.
Para imam dari kelenteng Tang gak-bio, meski semuanya mengerti ilmu silat, tapi mereka tidak mempunyai partai, juga tidak ada yang bekelana dikalangan Kang ouw. Bagaimana mereka bisa mengalami malapetaka" Ini sesungguhnya sangat aneh!
Dengan pikiran ragu2 dan penuh tanda tanya ia berjalan keluar dari kelenteng Tang-gak-bio, ia ingin mencari salah seorang kenalan lama untuk menanya keterangan, sekalian untuk menyelidiki urusan ibunya yang telah kabur bersama lelaki lain.
Tapi dijalanan ia tidak menemukan kenalan lamanya, sekalipun ada, mereka juga pura2 tidak kenal dan berlalu dengan tundukkan kepala.
Menampak demikian, ia mulai gusar, maka lantas mengejar dan menarik tangan salah satu diantaranya, dengan sikap ramah-tamah ia menanya: "Toako, tahukah kau dikelenteng Tang gak bio pernah terjadi kejadian apa?"
Siapa nyana orang itu seperti juga berhadapan dengan sedang penjahat besar, seketika itu lantas ketakutan setengah mati, badannya menggigil, kakinya lemas dan kemudian berlutut di hadapannya Lim Tiang Hong. Ia tidak dapat menjawab, hanya ulap2-kan tangannya sebagai jawab tidak tahu,
Lim Tiang Hong ketika menyaksikan orang itu demikian ketakutan padanya, ia tahu ditanyapun tidak ada gunanya, maka ia lantas lepaskan tangannya, suruh ia pergi. Tapi karena demikian, semakin keras keinginannya untuk mencari keterangan. Pikirnya: "Disini banyak yang kenal aku. Tapi dijalan raya, tentu tidak banyak yang mengenal, mengapa aku tidak mencari keterangan kesana?"
Kota Lok-yang, pernah dijadikan ibu kota oleh beberapa kerajaan, maka kota itu keadaannya sangat ramai dan merupakan kota pusat perdagangan.
Lim Tiang Hong dengan tanpa tujuan berjalan seorang diri, melihat lihat keadaannya kota kemudian masuk ke salah satu rumah makan.
Saat itu, rumah makan tersebut keadaannya sangat ramai, seorang pelayan antar padanya kesalah satu meja yang kosong, setelah menerima pesan beberapa rupa hidangan, pelayan itu sudah pergi lagi untuk melayani tetamu yang lainnya. Maksudnya Lim Tiang Hong bukan untuk tangsal perut, maka setelah mendapat tempat duduk, matanya lantas ditujukan pada para tetamu lainnya.
Disitu ternyata terdapat banyak orang terdiri dari beberapa golongan, tapi yang paling menonjol ialah seorang pengemis berewokan yang badannya tinggi besar, tapi matanya tinggal sebelah, seorang wanita muda berpakaian warna hijau dengan pedang panjang di punggungnya. Selain dari pada itu, masih ada lagi 3 orang imam setengah tua yang jenggotnya melambailambai.
Orang2 itu jarang tertampak ditumah rumah makan umum seperti ini, maka ada sangat menarik perhatian Lim Tiang Hong.
Mendadak ia dapat lihat bahwa wanita baju hijau itu juga sedang mengawasi dirinya. Sepasang matanya yang lebar dan jeli, yang seolah-olah bisa menembus ulu hati orang, telah membuat Lim Tiang Hong merasa gugup. Ia coba berlagak seperti tidak sengaja melihat, lalu alihkan pandangan matanya kearah lain. Tapi disini matanya kembali kebentrok dengan 3 imam setengah tua itu, yang ternyata juga sedang mengawasi dirinya dengan mata melotot, sangat gusar.
Lim Tiang Hong yang memangnya sudah tidak mempunyai kesan baik terhadap para imam, ketika menampak mereka itu dengan tanpa sebab telah pelototi dirinya, diam2 hatinya merasa panas.
?"Apakah kalian kira aku masih seperti dulu2 yang mudah diperhina?" demikian ia berkata kepada dirinya sendiri.
.Mendadak ia juga pelototkan matanya memandang mereka Kemendongkolan yang timbul dari dalam hatinyia ini, dengan tanpa disadari telah mengunjukkan kekuatan tenaga dalamnya. Karena dari sepasang matanya itu telah memancarkan sinar tajam luar biasa, menyapu kearah ketiga imam tadi.
Serta merta tiga imam itu lantas unjukkan rasa kagetnya, dengan tergesa-gesa mereka lantas membayar uang makannya dan kemudian meninggalkan tempat tsb.
Wanita baju hijau itu tiba2 tertawa cekikikan, hingga membuat Lim Tiang Hong merasa heran dan mengawasi padanya dengan perasaan bingung, agaknya hendak mananya: "Mengapa mereka pergi?"
Wanita baju hijau itu sehabis ketawa, lalu tundukkan kepalanya sembari bersantap, tidak angkat kepalanya lagi.
Lim Tiang Hong buru2 dahar habis hidangannya, kembali ia coba minta keterangan dari beberapa orang, tapi jawabannya sami mawon, tidak ada seorangpun yang berani menjawab sejujurnya.
Karena merasa jengkel, ia lantas pulang ke penginapannya. Begitu masuk ke kamarnya, diatas meja teh ada terdapat sepotong kertas yang bertulisan: "NANTI JAM 3 MALAM, KAMI MENUNGGU KEDATANGANMU DI JEMBATAN LOK-YANG-KIO"
Tidak ada alamatnya, juga tidak ada nama penulisnya. Ia merasa heran, karena baru pertama kali menginjak dunia Kang-ouw, bagaimana ada orang yang menantang bertempur" Malahan mereka itu tahu kalau ia berdiam didalam rumah penginapan itu, bukankah ini ada suatu hal yang sangat langka"
Tatkala ia tiba ditempat yang dijanjikan pada waktunya yang tepat, hatinya merasa agak tegang, karena ini ada merupakan pertempuran pertama kaiinya sejak ia menginjak dunia Kangouw.
Tidak lama ia menunggu, dari arah kota tiba2
melesat 3 bayangan orang, dengan cepat lari ke atas jembatan dimana ia ada berdiri menanti. Setibanya 3
orang itu, lantas perdengarkan suara tertawa dingin. Ketika Lim Tiang Hong mengawasi ketiga orang itu, ternyata mereka adalah itu 3 imam yang tadi siang pernah berjumpa dengannya dirumah makan. Dalam hatinya diam2 merasa sangat mendongkol.
Tiga imam itu dengan mengambil posisi segi tiga, telah mengurung dirinya Lim Tiang Hong. Salah satu diantaranya lantas perkenalkan dirinya: "Pinto sekalian adalah Gian yang-cu, Siao yang-cu dan Ceng Yang-cu dari Bu tong-pay, yang didalam kalangan Kang-ouw dikenal dengan julukan "Bu tong Sam-ciu". Aku ingin menanyakan ada permusuhan apa para imam dan kelenteng Tang-gak-bio dengan kau" Mengapa kau begitu benci kepada mereka?"
"Mereka menghina aku, pandang rendah diriku, sudah tentu aku tidak senang terhadap mereka." Demikian Lim Tiang Hong menjawab sejujurnya dengan menuruti perasaan hatinya.
"Hanya urusan seperti itu saja, kau lantas turun tangan ganas terhadap mereka" Kau telah berlaku terlalu kejam" berkata Goan Yang-cu sambil ketawa dingin. "Apa kau kata?" berseru Lim Tiang Hong gusar. "Jangan berlagak pilon, apakah kau sendiri memangnya belum tahu" Malam ini kau harus mengganti dengan jiwamu!" Kata Goan yang-cu mengejek. Lim Tiang Hong masih belum mengerti, tapi ia merasa benci dengan sikap dan kelakuan mereka yang ber-putar2, tidak mau bicara secara terus terang. Maka lalu berkata sambil ketawa dingin: "Apa yang kalian ucapkan, aku sama sekali tidak mengerti. Kalau kau masih belum mau bicara terus terang, maafkan aku tidak ada tempo untuk meladeni segala urusan demikian."
"Apa kau kira malam ini kau masih mengharap kabur dari sini?" Kata pula Goan yang-cu sambil ketawa bergelak gelak.
"Siao-ya mu ingin kemana bisa saja pergi, siapa yang berani menahan perjalananku?" Kata Lim Tiang Hong yang sudah mulai naik darah.


Tamu Dari Gurun Pasir To Liong Keng Hong Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sehabis berkata, benar saja ia lantas memutar tubuhnya hendak berlalu.
Siao yang-cu dengan cepat lantas bergerak menghalangi. "Balik kau!" bentaknya.
Lengan jubahnya yang gerombongan berbareng dikebutkan, dari situ lalu meluncur keluar serupa kekuatan tenaga dalam yang amat dahsyat, menyambar ke mukanya si anak muda.
Lim Tiang Hong ada mempunyai sifat "badung", makin mendapat perlakuan kasar, ia semakin kasar pula membalasnya.
.Ketika mengetahui bahwa dirinya "dimaui" oleh para imam itu, ia lalu mengambil keputusan hendak memberi sedikit hajaran kepada mereka. Maka ketika diserang ia hanya ganda dengan ketawa dingin. Tapi jari tangannya diam2 menyentil, dari sentilan mana telah keluar kekuatan hawa serupa biji kacang, yang dengan memperdengarkan suara "srr", hawa itu menembusi serangannya imam tadi dan terus mengancam jalan darah "Kian kin hiat".
"Siokkhie Seng wan kang!" Demikian Goan Yang-cu berseru kaget.
Tapi seruan Goan yang-cu itu ternyata sudah terlambat, ketika kekuatan hawa itu mengenakan dirinya Siao yang-cu, kontan dirinya imam itu lantas sempoyongan, mundur setombak lebih, kemudian jatuh duduk numprah di tanah.
Lim Tiang Hong diam2 juga terkejut, ia sungguh tidak nyana hanya dengan satu sentilan saja sudah bisa melukai salah satu dari "Bu tong Sim ci" yang namanya sudah lama terkenal di dunia Kang-ouw dengan begitu mudah.
.Tapi ia tidak hentikan gerakan kakinya. Ia tidak tahu bahwa ilmu kepandaian yang ia gunakan tadi adalah ilmu kepandaian golongan "Hian bun" yang sudah lama menghilang dari dunia Kang-ouw, ilmu itu dinamakan "Siok-khie Seng wan kang" jalan memusatkan kekuatan hawa dan tenaga dalam menjadi sebutir biji sebesar kacang yang disentil keluar melalui jari tangannya. Bagi orang yang sudah mahir betul, bisa digunakan untuk membikin tembus batu atau barang logam dalam jarak seratus langkah.
Didalam kagetnya, Goan yang-cu lantas melayang ke depannya Lim Tiang Hong, lantas membentak dengan suara bengis: "Sungguh hebat kepandaian sicu! Pinto ada seorang tidak berguna, ingin minta pelajaran beberapa jurus saja."
Tangannya lalu bergerak, satu kekuatan tenaga dalam yang sangat lunak meluncur keluar menyerang dirinya si anak muda.
Lim Tiang Hong kenali ini adalah ilmu kepandaian golongan Bu-tong-pay yang dinamakan "Bian ciang-kang", ialah serupa tenaga yang lunak seperti kapas, maka dinamakan "tangan kapas".
.Ia bermaksud ingin mencoba kepandaian golongan Bu-tong-pay, terutama dari Bu-tong Sam cu ini, sebetulnya sampai dimana tingginya. Maka ia lalu memutar tangannya dengan kekuatan tenaga 7 bagian, untuk menyambuti serangan Goan yang-cu.
Kekuatan tenaga tangan yang termasuk ilmu keras atau "yang" lalu saling beradu dengan kekuatan lunak itu, sehingga menerbitkan suara gemuruh.
Wajahnya Goan-yang-cu nampak merah seperti dibakar, badannya mundur sampai 3 langkah, sedang Lim Tiang Hong masih berdiri tegak ditempatnya. Pada saat itu, tiba2 muncul dua pemuda berpakaian imam, dengan tanpa memberi peringatan lebih dulu, sudah menyerang Lim Tiang Hong dengan pedang masing2.
Lim Tiang Hong dengan cepat melesat mundur 5
kaki. Ketika menyaksikan caranya menyerang kedua pemuda itu, lantas berseru dengan suara kaget: "Ilmu pedang Yu Liong Kiam hoat dari Kun-lun-pay...." Belum lagi selesai ucapannya, dari belakang dirinya kembali terasa ada pedang menyambar dirinya maka ia lantas memutar tubuhnya demikian rupa, untuk menghindarkan serangan gelap itu. Ketika ia berpaling, segera dapat lihat seorang wanita muda berpakaian hitam, mengacungkan pedangnya lempeng kearah dirinya. Sesaat ia nampak terkejut, tapi kemudian semangatnya bangun secara mendadak.
"Ilmu pedang Thay-im Kiam hoat dari Ngo-bie-pay. benar2 lain daripada yang lain"
Tiba2 ia dengar pula suara bentakan dari belakang dirinya: "Kusuruh kau coba merasai lihaynya ilmu pedang Liang Gie Hun kong Kiam-hoat dari Ciong-Lam-pay lagi...."
Berbareng dengan suara itu, sinar pedang berkilauan sudah menyambar dari sampingnya.
Dalam keadaan demikian, Lim Tiang Hong lalu miringkan pundaknya, kakinya menggeser ke samping dan lompat 3 kaki, ketika ia mengawasi siapa orangnya yang menyerang secara pengecut itu, ternyata dia ada seorang imam tua pendek kurus kering, jenggotnya yang cuma beberapa lembar, kelihatannya mirip benar seperti badut di panggung komedi.
Pada saat itu Hoan yang-cu, Ceng Yang-cu juga sudah menghunus pedangnya masing2, mareka sudah mengambil sikap mengurung terhadap dirinya Lim Tiang Hong.
Sekalipun dikurung rapat oleh musuh2 kuat demikian rupa, tapi Lim Tiang Hong sedikitpun tidak merasa jeri atau takut. Ia hanya tidak habis mengerti, mengapa orang2 dari beberapa partai besar ini ada memusuhi dirinya begitu rupa"
"Jahanam, malam ini sudah habislah takaran kejahatanmu. Menyerahlah saja. Tapi, sekalipun kau harus mati, biar bagaimana juga supaya jelas dulu siapa2 orangnya yang mengantar kau ke neraka...." berkata Goan-yang-cu bengis.
Ia lalu menunjuk kepada dua imam muda yang menggunakan ilmu pedang Yu-liong Kian-hoat seraya berkata: "Dua imam muda ini adalah persaudaraan Lie, yang di kalangan Kang-ouw terkenal dengan julukannya Kun-lun Siang-kiam"
Kemudian ia menunjuk kepada wanita baju hitam: "Lihiap ini adalah murid tersayang dari Biauw In Suthay dari Ngo-bie-pay, Hian-ie Lie hiap Oh Bie Cu.... dan itu adalah Liang-gie Kiam-khek dari Ciong-lam-pay Bu Hiauw Cho locianpwee, kiranya kau juga sudah dengar nama ini."
Lim Tiang Hong setelah diperkenalkan kepada orang2 itu, lantas menyahut sambil ketawa dingin. "Aku si orang she Lim sungguh beruntung, baru saja muncul didunia Kang ouw, sudah bisa berkenalan dengan orang2 kuat. Cuma aku masih tidak mengerti, aku dengan kalian orang2 dari berbagai partai ini tidak mempunyai permusuhan apa2, mengapa kalian mendesak aku demikian rupa" Apakah maksud yang sebenarnya" Jikalau kalian mengandaikan itu beberapa jurus ilmu pedang saja, hendak menghina seorang tetamu dari jauh, ini kalian sungguh keliru besar." "Kau sengaja berlagak pilon atau memang benar tidak mengerti?" berkata Goan Yang-cu sambil ketawa dingin.
Tanpa menantikan Lim Tiang Hong membuka mulut lagi, Oh Bie Cu sudah menyerang dengan pedangnya sambil keluarkan bentakan keras.
Perbuatan itu lantas membangkitkan kegusarannya Lim Tiang Hong. Sambil ketawa nyaring, ia lalu sambuti serangan itu dengan telapakan tangannya. Karena hebatnya serangan tersebut, sampai pedangnya murid Ngo bie-pay itu tergetar dan mengeluarkan suara mengaung
Dua persaudaan Lie, Kun lun Siang-kiam, juga lantas turun tangan. Mereka menyranga dari kiri dan kanan dengan ilmu pedangnya yang seperti gerakan naga.
Berbareng dengan itu Hun kong-kiam-nya Liang-gie Kiam khek juga sudah menyerang dari arah belakang. Lim Tiang Hong yang diserang dari berbagai jurusan oleh 4 orang kuat, masih tetap berkeras kepala tidak mau menghunus pedangnya. Ia hanya melayani setiap serangan dengan sepasang telapakan tangannya. Setelah dapat mengelakkan setiap serangan yang mengancam dirinya, ia lantas melancarkan serangan pembalasan.
Enam orang kuat dari empat partai besar itu sudah bertekad bulat hendak membinasakan Lim Tiang Hong dibawah pedang mereka. Maka masing2 sudah mengeluarkan ilmu pedang mereka. Setiap serangannya selalu mengarah jalan darah penting dari anggota badan manusia. Sinarnya enam pedang yang berkilauan, nampak berseliweran ditengah udara.
Dimalaman terang bulan yang sunyi, saat itu cuma kelihatan berkelebatnya sinar pedang dan suara beradunya senjata serta suara bentakan orang, hingga suara itu semakin berkumandang dalam malam yang sunyi itu.
Entah sejak kapan, di atas jembatan kelihatan seorang pengemis tinggi besar dengan mata picak sebelah dan wajahnya yang bengis berewokan. Bersama seorang wanita baju hijau yang menggendong pedang di gegernya.
Wanita muda itu dengan sepasang matanya yang jeli, terus mengawasi setiap gerakannya Lin Tiang Hong dengan tanpa berkedip. Wajahnya sebentar2 berubah, kadang2 tersenyum, kadang2 kerutkan keningnya, kadang2 ia ingin ceburkan diri dalam medan pertempuran, tapi akhirnya ia terpaksa menahan sabar. Sebaliknya dengan si pengemis mata satu itu, sejak muncul disitu, ia tetap berdiri sebagai penonton, di wajahnya juga tidak mengunjukkan perubahan apa2. Pertempuran itu berjalan sudah seratus jurus lebih. Lim Tiang Hong mulai hilang sabar. Ketika matanya melirik keatas jembatan, ia segera dapat melihat dirinya si pangemis mata satu dengan wanita baju hijau. Karena menganggap mereka ada komplotan para imam itu, maka dalam hatinya diam2 lantas bepikir "pertempuran secara gila2an ini, entah sampai kapan baru bisa selesai" Lebih baik aku bereskan secepatnyal"
Setelah mengambil keputusan demikian, tiba2 ia bersiul nyaring, pedang To liong kiam nya lantas dihunus keluar dari sarungnya. Begitu pedang itu berada di tangannya, dari sana sini lantas terdengar suara jeritan kaget dan beradunya senjata. Dari antara enam bilah pelang lawannya, 3 telah terlepas dari tangannya, tapi lengannya sudah dirasakan ngilu, darah mengalir keluar dari sela2 jari tangannya. Hanya pedangnya Liang-gie Kiam-khek, yang masih tetap di tangannya. Cuma sedikit tergetar dan merasa kesemutan.
Selanjutnya Lim Tiang Hong dengan satu gerakan "Keng-hong Ca-ca (Bianglala membentang), telah berhasil mengundurkan keenam musuhnya, badannya lalu melesat setinggi 3 tombak, kemudian ditengah udara ia melengkungkan dirinya dan meluncur lagi seperti anak panah terlepas dari busurnya, sebentar saja sudah menghilang dari depan mata mereka.
Goan-sang cu lemparkan pedangnya ke tanah, lalu berkata sambil menghela napas panjang: "Iblis jahat ini kalau tidak disingkirkan, dunia Kang ouw tidak bisa aman lagi!"
Si pengemis tua mata satu itu lantas tertawa bergelak-gelak sembari berkata: "Apa kau sudah tahu benar kalau dia?"
"Kalau bukan dia, siapa lagi yang mempunyai kepandaian begitu tinggi?" berkata Liang-gie Kiam-khek sambil ketawa dingin
"Benar2 seperti melihat langit dari lobang mulut sumur. Apa kau kira luasnya langit cuma selobang mulut sumur saja. Apakah kecuali orang itu, didalam dunia ini sudah tidak ada orang lain lagi yang mempunyai kepandaian tinggi?" nyeletuk si wanita muda baju hijau. Liang gie Kiam-khek yang disindir demikian rupa oleh si wanita baju hijau, wajahnya merah seketika.
."Kalau begitu, kiranya nona juga ada seorang yang mempunyai kepandaian tinggi?" Berkata Liang-gie Kiam khek sambil ketawa dingin.
"Setidak-tidaknya aku tidak bisa berbuat seperti kalian, dengan mengandalkan kekuatan orang banyak, mengeroyok satu anak kemarin sore...."
Kadudukannya Liang gie Kiam khek didunia Kang ouw, ada lebih tinggi setingkat daripada Goan-yang-cu, Kun lun Siang-kiam dan lain2nya. Kalau ia ikut mengeroyok satu orang dari tingkatan muda, itu saja sudah merupakan satu perbuatan yang memalukan, apalagi malah sudah kena dikalahkan oleh lawannya. Setelah diejek demikian rupa oleh wanita baju hjjau itu, seketika lantas merasa malu, untuk menutup rasa malunya, ia lantas membentak dengan suara keras: "Kalau kau merasa kurang senang, boleh coba2 sambuti seranganku si orang tua!"
Dengan tenang si wanita baju hijau menghunus pedangnya, lalu dengan jari tangannya ia menyentil ujung pedangnya dua kali, sehingga terdengarlah suara mengaungnya pedang. Tapi ia segera masukkan lagi pedangnya kedalam sarungnya, kemudian berkata sambil ketawa terkekeh kekeh: "Ah, jangan menodai pedang mustikaku, sungguh sayang!"
Sehabis mengucap demikian, badannya lantas bergerak, dan sebentar saja sudah menghilang. Kelakuannya itu membuat Liang gie Kiam-khek sangat mendongkol, tapi ia tidak bisa berbuat apa2. Dalam keadaan demikian, tambah diejek oleh si pengemis mata satu sambil ketawu bergelak-gelak: "Diatasnya orang kuat masih ada yang lebih kuat lagi, diluar langit masih ada langit lagi. Ini namanya mencari malu sendiri...."
Baru mengucapkan demikian, orangnya sudah lompat melesat sejauh 20 tombak lebih, hingga sebentar saja sudah tidak kelihatan mata hidungnya.
Beberapa imam itu sudah kalah dalam pertempuran, kembali dihina oleh dua orang tersebut, terpaksa pada ngeloyor pergi dengan mulut menggerutu. Lim Tiang Hong setelah kembali ke rumah penginapannya, masih merasa bingung atas kelakuan para imam tadi terhadap dirinya. Tapi ia segera menduga bahwa dalam hal ini pasti ada sebabnya. Mungkin, mereka sudah salah lihat, dianggapnya ia ada itu orang yang mereka sedang cari. Kalau tidak demikian, ia sendiri yang baru saja muncul dari tempat "pertapaannya", bagaimana bisa mempunyai musuh" Bagaimanapun besar rasa curiganya, tapi ia sudah tidak tahu kepada siapa harus mencari keterangan.
Tiba2 ia ingat kepada Siao lim pay. Gunung Siongsan bukankah dekat sekali letaknya dengan kota Lokyang" Besok pagi ia boleh kembalikan patung kuno itu, sekalian mencari keterangan tentang kejadian tersebut. Siao lim pay sudah banyak tahun merupakan partai yang paling berpengaruh didunia Kang ouw, tentunya mengetahui banyak persoalan yang terjadi didunia Kangouw.
Esok harinya, pagi2 sekali didepan pintu gereja Siao lim-sie digunung Siong san, tiba2 kedatangan satu tetamu anak muda menyoren pedang. Anak muda yang berwajah tampan itu begini tiba di depan pintu gereja, lantas menjura memberi hormat kepada dua paderi kecil yang menjaga pintu seraya berkata: "Aku yang rendah bernama Lim Tiang Hong, ada urusan penting ingin menemui Ciang-bun jin, selain daripada itu, juga aku ada membawa satu benda yang akan kuberikan padanya, harap suhu kecil tolong melaporkannya"
Dua paderi kecil itu mengawasi anak muda yang bukan lain daripada Lim Tiang Hong itu deagan sorot mata terheran-heran, kemudian salah satu diantaranya menjawab dengan nada suara dingin: "Kau tunggu saja dulu. aku akan pergi melaporkan." sambil berjalan masuk.
Tidak antara lama, dari pendopo dalam ada keluar seorang paderi berbadan tinggi besar dengan pakaian jubah warna merah. Ia memandang Lim Tiang Hong dari atas sampai kebawah, kemudian menanya dengan suaranya yang ketus: "Kau hendak menemui Ciangbunjin ada urusan apa?"
"Aku hendak bertemu sendiri dengannya untuk memberikan serupa barang"
"Pinceng ada seorang yang ditugaskan uutuk menerima tetamu, nama pinceng Hong Hoat, kau serahkan saja barang itu kepada pinceng!" berkata paderi itu sambil ulurkan tangannya.
.57 "Tidak bisa, barang ini aku harus serahkan kepada Ciang-bun jin sendiri, kalau tidak, aku terpaksa bawa balik." sahut Lim Tiang Hong sambil goyang2 tangannya.
Hong Hoat tertawa ber-gelak2. "Bocah, kau ini betul2 masih kekanak-kanakan" katanya "Seorang berkedudukan sebagai Ciang bunjin, bagaimana boleh sembarangan menemui orang seperti kau" Barangmu itu kau boleh serahkan pada pinceng untuk disampaikan kepada beliau, kalau kau tidak suka, terserah padamu sendiri."
Lim Tiang Hong yang seumur hidupnya sudah kenyang menelan hinaan dan nistaan, sesungguhnya tidak menyangka bahwa kedatangannya yang hendak mengantarkan barang, masih disambut dengan sikap dingin demikian rupa, maka seketika itu lantas timbul sifat "badung" nya. sambil ketawa dingin ia lantas berkata: "Lebih dulu aku hendak memberi keterangan, bahwa barang ini aku sudah antarkan sendiri kesini, tapi kalian tidak mau, maka untuk selanjutnya kalian sudah tidak ada hak lagi untuk menanyakan barang itu."
Hong Hoat yang melihat usianya Lim Tiang Hong masih belasan tahun, dikiranya tidak akan bisa berbuat apa2, maka lantas membentak sambil ulapkan tangan: "Lekas enyah, jangan banyak rewel disini!"
Lim Tiang Hong sudah berubah wajahnya, ia sebetulnya sudah ingin umbar adatnya tapi kemudian berpikir lagi: "Dengan satu paderi tukang menyambut tetamu ada harganya apa untuk diladeni" Kelak aku akan suruh Ciangbunjin kalian minta maaf sendiri dihadapanku. Saat itu kalian baru tahu bahwa aku ada satu bocah yang tidak boleh dipandang rendah."
Ia balik ke kota Lok yang. Malam itu ia lantas laksanakan rencananya, sasudah selesai, ia balik lagi ke rumah penginapan untuk tidur.
Esok paginya dipuncaknya pagoda dari gereja Pekma-sie di luar kota Lok yang, tiba2 terpancang selembar kain putih selebar 3 kaki dan panjangnya 2 tumbak, diatasnya ada terdapat tulisan yang ditulis dengan huruf2 besar, bunyinya sebagai berikut:
"YANG BERTANDA TANGAN DIBAWAH INI, ADA MEMBAWA SEBUAH PATUNG BUDDHA KUNO DARI GADING. PENINGGALAN TAT-MO SIANSU. INGIN DIPERSEMBAHKAN KEPADA SAUDARA2 DARI DUNIA KANG OUW. MALAM INI JAM 3 MENJELANG PAGI, AKAN DITETAPKAN SIAPA YANG AKAN DAPAT BARANG TERSEBUT MELALUI SUATU PERTANDINGAN SILAT DI PEKUBURAN KOAN ONG-THENG DILUAR KOTA LOKYANG."
Tertanda: Tamu dari gurun pasir.
Dibawah tulisan itu diberikan sedikit keterangan yang berbunyi "Siao lim-sie tidak berhak mengikuti sayembara ini"
Berita munculnya sayembara yang aneh itu, sebentar saja telah menggemparkan kota Lok-yang. Sebagian orang menganggap bahwa perbuatan itu ada satu lelucon saja, tapi bagi orang2 dunia Kang-ouw yang kala itu berada dikota Lok-yang, telah terjadi kegemparan besar. Karena patung Buddha itu, pada 60 tahun berselang, sudah pernah menimbulkan kegemparan hebat didunia Kang-ouw, entah berapa banyak jiwa orang2 dunia Kang-ouw sudah melayang dalam perebutan patung kuno itu.
Selanjutnya, patung kuno itu telah lenyap. Siao-limpay pernah mengutus orang2nya yang terkuat untuk mencarinya tapi hampir 10 tahun lamanya masih belum berhasil menemukan.
Tidak dinyana, sekarang medadak ada orang yang mengaku dirinya tamu dari gurun pasir telah mengeluarkan pengumuman demikian. Kalau hal itu ada benar, maka orang yang membawa patung kuno itu, mengapa tidak mengambil sendiri saja kitab pelajaran ilmu silat dengan mengikuti gambar peta yang terlukis dalam patung kuno itu" Dan kalau itu hanya merupakan lelucon belaka apakah maksudnya"
Sejak munculnya kabar luar biasa itu, dirumah rumah makan, minuman dan dimana saja, selalu membicarakan soal patung kuno itu.
Lim Tiang Hong yang rnenyaksikan kejadian itu, diam2 merasa geli hatinya.
Dengan seorang diri ia lalu duduk bersemedi untuk menantikan saatnya tiba. Ketika sudah menjelang jam 3 malam. ia baru membawa patung kunonya. Dengan mengeluarkan ilmu lari pesat pelajarannya Orang Tua Penyipta, ia lari menuju ke pekuburan kuno Koan-ong theng.
.61 Pekuburan Koan ong theng letaknya ditengahtengah antara sungai Lokho dan sungai Ie-cui. Ditanah pekuburan itu, dari jauh sudah kelihatan batu2 kuburan dan arca2nya yang sangat megah, sedang disekitarnya ada keiihitan berkumpul banyak orang yang dari jauh cuma tertampak bayangannya yang hitam saja.
Diantara orang banyak itu, yang paling menarik adalah rombongannya kaum paderi. Dilihat dari dandanannya, ia segera mengetahui bahwa kawanan paderi itu adalah dari gereja Siao-iim sie.
Ketika Lim Tiang Hong tiba ditempat tersebut, tidak ada orang yang ambil perhatian. Hanya dari rombongan kawanan paderi itu, ada terdengar suara elahan napas perlahan.
Lim Tiang Hong yang menyaksikan keadaan di tempat tersebut, diam2 juga terperanjat. Tindakannya itu yang semula dimaksudkan bersifat main2, tidak nyana telah menimbulkan kegemparan begitu besar. Selain dari pada itu, kalau dilihat sikapnya orang2 yang datang hendak ambil bagian dalam perebutan benda berharga itu, boleh dikata tidak ada satupun yang tidak berkepandaian tinggi. Tapi kejadian sudah terlanjur begitu rupa, terpaksa dijalankan menurut rencananya semula.
Maka, ia lantas lompat berdiri diatas kepala arca kuburan, suatu tempat yang dianggap paling baik untuk ia pidato.
Dibawah sinar bintang2 di langit ia mengeluarkan patungnya, kemudian berkata dengan suara nyaring:
"Tuan2 sekalian, dengarlah! Aku yang rendah datang dari gurun pasir yang jauh, dengan membawa sebuah patung kuno ini datang kedaerah Tiong-goan. Sabetulnya patung kuno ini hendak kukembalikan kepada pemiliknya, ialah partai Siao-lim-pai. Tapi sungguh harus disesalkan, Ciang-bun-jin Siao lim-pay ada begitu sombong, tidak sudi menemui aku seorang yang hina dina dan rela membuang barang peninggalan dari Couwsunya. Buat aku sendiri, barang ini juga tidak ada gunanya, maka, aku mengadakan sayembara ini. Harap saudara2 sekalian suka mengeluarkan kepandaian masing2 untuk menetapkan siapa yang akan berhak mendapatkan barang pusaka ini...."
Belum habis ucrapannya, dari dalam rombongan orang banyak itu sudah terdengar suara riuh. Orang2 itu mendadak berpencaran, dan mengambil sikap mengurung terhadap Lim Tiang Hong. Masing2 pada mengambil sikapnya sendiri2, agaknya sudah akan segera turun tangan.
Lim Tiang Hong ada seorang "New Comer" dalam dunia Kang-ouw, ia tidak tahu bahayanya dikalangan Kang-ouw. Permainannya itu, seolah-olah satu anak kecil yang sedang bermain dengan api, salah2 bisa membakar dirinya sendiri.
Orang2 yang mengurung dirinya Lim Tiang Hong itu, diantaranya ada "Jie hay Sam-sian" (3 dewa dari Jiehay), "Bu-tong lt-kie" (Orang2 aneh dari Bu tong) "Pak-mo likoay" (Manusia2 aneh dari utara), "Lam hay Gia-mo" (Iblis dari Lam-hay), "Ang-hoat Lo lo" (Nenek rambut merah), "Hai thian Pian-hok" (Kampret terbang), "Thie-ie Sintiauw" (Sarung sakti sayap besi) dan "Hek liong Siang sat" (Sepasang manusia buas dari Hek-liong).
Orang2 itu semuanya terdiri dan manusia buat dan kejam dari berbagai tempat. Kalau mereka tidak lantas turun tangan dengan segera, itu bukan karena mereka takut kepada Lim Tiang Hong, melainkan satu sama lain masih hendak melihat gelagat dulu, terutama mereka rupanya agak merasa jeri terhadap Siao lim-pay. Sebab dengan diam2 mereka sudah menimbang-nimbang kekuatannya pihak Siao lim pay, bukan saja 4 paderi tua dari ranggon penyimpan kitab, Hui Beng, Hui Thong, Hui Kak dan Hui Kong sudah datang semuanya, tapi Ciangbunjin-nya sendiri Hui Hui Taysu juga turut datang. Sekalipun berhasil dapat merebut patung kuno itu, tentu tidak terluput dari kepungan orang2nja Siao-lim pay. Oleh karena itu, maka untuk sementara keadaan masih tetap saling menunggu.
Lim Tiang Hong matanya menyapu kearah rombongan orang2 yang mengurung dirinya, kemudian berkata dengan suara nyaring:
"Oleh karena pihak Siao lim pay ada begitu menghina kepada barang peninggalan Couwsunya sendiri, maka malam ini sudah tidak ada hak untuk turut ambil bagian dalam perebutan ini...."
Belum habis ucapannya, dari empat penjuru lantas terdengar suara bentakan, kemudian disusul oleh bergeraknya dua bayangan orang yang menerjang kearahnya, yang satu menyerang mukanya, yang lain berusaha hendak merampas patung didalam tangannya.
.Lim Tiang Hong sudah menduga akan hal ini, maka ketika bayangan hitam itu datang menerjang, ia lalu ketawa dingin. Tangannya lantas membalik, patung pusaka itu dibuat senjata. dengan secepat kilat mengetok urat nadi orang yang hendak merampas patung itu, sedang tangan kanannya dikibaskan, untuk menyerang orang yang menerjang padanya.
Kedua orang yang menyerang berbareng itu, adalah "Hek-liong Siang-sat", dua orang terkenal dari golongan rimba hijau di daerah Koan tong. Yang hendak merampas patung adalah si Lotoa atau yang tuaan, Siong Kang. Ketika jari tangannya sudah akan menyentuh patung kuno itu, tiba2 merasakan sambaran angin yang sangat hebat dan tahu2 palung kuno itu sudah menyentuh urat nadinya. Dalam keadaan gugup, tangannya dengan cepat lantas ditarik kembali, badannya juga lantas bergerak jumpalitan, kemudian melesat miring ke kanan.
Tapi, badannya belum sampai tiba di tanah, mendadak terdengar ia mengeluarkan suara jeritan ngeri, badannya melesat mumbul lagi setinggi 2 tombak, terus melayang keluar dari kalangan. Ternyata itu adalah perbuatannya "Pak-mo It koay (Manusia aneh dari Utara), yang telah menggunakan kesempatan selagi Siong Kang menyingkir kesamping, telah melancarkan serangan gelap secara mendadak, hingga Siong Kang binasa seketika itu juga.
Manusia buas yang kedua Gouw Lun, juga mendapatkan nasibnya yang serupa. Ia yang tubuhnya melesat ditengah udara, lantas mengadu kekuatan dengan Lim Tiang Hong. Sungguh sial baginya, begitu kedua kekuatan saling bentur, dengan tanpa ampun kekuatan Lim Tiang Hong lantas menggempur dirinya, hingga setelah mengeluarkan jeritan ngeri, badannyapun lantas melayang seperti layang2 putus talinya. Dan ketika badannya itu jatuh ditanah jantungnya sudah tidak bekerja lagi.
Lim Tiang Hong sungguh tidak menduga bahwa kekuatan tenaga dalamnya ada begitu hebat, sampai ia sendiri jadi melongo menyaksikan kematiannya Gouw Lun. Itulah ada untuk pertama kalinya ia memukul mati orang, maka dalam hatinya merasa agak menyesal. Ia berdaya untuk menenangkan pikirannya sendiri....
Tetapi ketika matanya terbentur dengan sorot matanya kawanan manusia disekitarnya, yang mengunjukkan sifat mereka yang tamak dan buas, kegusarannya timbul pula, ia lalu berkata dengan suara dingin: "Ini adalah dia sendiri yang mencari mampus, maksudku adalah mengundang kalian bertanding kekuatan ilmu silat untuk menetapkan siapa2 yang berhak mendapat barang pusaka ini, bukannya suruh kalian merampas!"
Oleh karena barusan dalam waktu segebrakan saja ia sudah membinasakan diri salah satu menusia buas dari Hek-liong, hal mana telah membuat terkejut semua kawanan manusia jahat itu maka ketika Lim Tiang Hong mengucapkan perkataan demikian dengan serentak lantas pada mundur satu tindak.
Cepat pada saat itu, dari luar kalangan tiba2 terdengar suara orang memuja2 Buddha dengan nyaring: "O Mie To Hud, terjadinya urusan malam ini, karena Siao Lim pay dengan sicu kecil ini sudah terbit sedikit kesalahan paham, tuan2 sebaiknya undurkan diri dari urusan ini."
.Rombongan kawanan paderi dari gereja Siao limsie, dengan serentak sudah membentuk suatu barisan setengah lingkaran, sehingga merupakan bentuk kipas. Dengan sikap agung, rombongan paderi itu per-lahan2 berjalan menuju kedalam kalangan.
Orang yang berbicara tadi adalah Hui Hui Taysu, ketua dari partai Siao lim-pay. Benar tidak kecewa ia sebagai ketua dari salaah satu partai besar yang memimpin rimba persilatan, gerakannya begitu agung, bicaranya sangat berwibawa, hingga orang banyak yang berkerumun itu lantas pada mundur untuk memberi jalan kepada rombongan paderi itu.
Hui Hui Taysu dengan perlahan menghampiri Lim Tiang Hong, lalu berhenti didepan anak muda itu sejarak 5 kaki. Sambil rangkapkan tangannya memberi hormat ia berkata dengan lambat2: "Dari mana sicu dapatkan patung Buddha kuno ini" Bolehkah kiranya diberi tahukan kepada lolap?"
Lim Tiang Hong sengaja berlaku sombong, sambil dongakkan kepala ia menjawab: "Barang permainan buat anak kecil, apakah ada harganya juga mendapat perhatian Ciang bun-jin dari Siao-lim pay?"
Hui Hui Taysu benar2 mempunyai kesabaran luar biasa, sekalipun diperlakukan demikian, sedikitpun tidak marah, ia masih berlaku sungguh2. "Patung kuno itu adalah barang peninggalan Cowsu kita" katanya. "Betapapun besarnya nyali Hui Hui, juga tidak berani menghina barang itu, sudah tentu pula tidak akan membiarkan barang itu terjatuh di tangan sembarang orang."
"Dengan terus terang kuberi tahukan padamu," jawab Lim Tiang Hong agak kasar "atas perintah seorang lo-cianpwee, patung ini aku bawa untuk dikembalikan padamu, tapi sayang aku tidak berhasil menemukan dirinya Ciangbunjin yang terhormat. Selain dari pada itu, paderi dari gereja Siaa-lim-sie juga sudah menyatakan hendak melepaskan haknya atas patung ini, maka terjadilah kejadian seperti malam ini. Sekarang aku hendak tanya kau, apakah Cowsu partai kalian pernah mengadakan suatu peraturan yang menetapkan siapa2 boleh menemui Ciangbunjin dan siapa2 tidak?"
Sebagai ketua dari satu partay besar, sebelulnya memang tidak sembarangan menemui orang luar, apa lagi partay yang mempunyai kedudukan begitu tinggi seperti Siao-lim-pay. Tapi kalau mau diusut siapa2 yang boleh menemui dan siapa yang tidak, menang juga tidak ada yang menetapkan itu aturan.
Hui Hui Taysu tercengang mendengar pertanyaan demikian, tapi dengan cepat ia sudah mengerti apa sebabnya.
Mendadak ia berpaling dan membentak dengan suara keras "Hong Hoat, mari sini!"
Hong Hoat sejak melihat dirinya Lim Tiang Hong, hatinya sudah ketar-ketir. Saat itu ketika dipanggil oleh Ciang bun-jinnya, wajahnya pucat seketika. Dengan badan gemateran ia berjalan menghampiri ketuanya, kemudian berlutut dihadapannya.
Hui Hui dengan sikapnya yang agung, berkata dengan suara dingin: "Apakah kau yang menetapkan aturan bagi aku, tidak mau menemui sembarang orang?"
Dengan suara gemetaran Hong Hoat menjawab: "Oleh karena teecu anggap dia ada satu bocah, toh tidak mungkin ada urusan penting, maka...."
Lim Tiang Hong lantas ketawa bergelak-gelak "Hari ini aku si bocah cilik ini benar2 sangat beruntung, telah mendapat kunjungannya Ciang-bunjin Siao-lim-pay. Sekarang sudah tidak ada apa2 yang perlu direcoki lagi, siapa yang ingin mendapatkan patung kuno ini, harus dapat mengundurkan orang2 gagah yang ada disini."
Hui Hui Taysu terperanjat, karena ini benar2 ada soal yang sengat sulit. Orang2 gagah yang malam ini berada disitu, hampir rata2 sulit dilayani, tidak begitu mudah untuk menjatuhkan mereka. Tapi keadaan sudah terlanjur begini rupa, kecuali jalan demikian, sudah tidak ada lain jalan iang lebih sempurna lagi. Dan apa yang lebih runyam, malam ini sekalipun bisa merebut kemenangan, tapi dikemudian hari Siao-lim-pay tentu akan dibikin repot oleh orang2 yang kepingin mendapatkan patung kuno itu. Memikir sampai disitu, ia cuma bisa menghela napas, dengan gemas memandang Hong Hoat.
Keadaan demikian, sudah disaksikan oleh semua orang yang ada disitu. Mereka tahu bahwa kalau tidak lekas2 turun tangan, nanti apabila Siao-lim pay bergerak, berarti sudah tidak mendapat kesempatan lagi. Maka orang2 itu lantas bergerak sambil kerahkan kekuatan masing2.
.72 Empat paderi dari ranggon penyimpan kitab dari gereja Siao lim sie yang berada diluar kalangan, juga sudah geser maju kaki mereka, serta membentak dengan suara keras: "Sicu sekalian kalau tidak hentikan tindakannya, pinceng terpaksa akan berlaku kurang sopan!"
Suaranya paderi itu begitu keras seperti geledek, sehingga membuat pengang telinga yang mendengarnya, mau tidak mau orang2 yang akan bertindak itu lantas pada hentikan kakinya untuk mempertimbangkan usul paderi itu.
Tapi selagi orang2 itu sedang ragu2, tiba2 terdengar suara bentaikan nyaring. "Si Burung sakti sayap besi" mendadak melesat tinggi ke atas, kemudian dengan kecepatan bagaikan kilat menyambar kepalanya Lim Tiang Hong. Dengan sikapnya yang sangat tenang Lim Tiang Hong geset kakinya, kemudian badannya bergerak melayang ke lain arca.
Si "Burung sakti sajap besi" kembali gerakkan sayapnya yang berada dibawah katiaknya, kembali dengan caranya tadi secepat kilat menubruk Lim Tiang Hong....
Berbareng terdengar suara bentakan keras, kemudian disusul oleh berkibarnya jubah Hui Beng Siansu. Di tengah udara paderi dari Siao lim-pay itu mengadu kekuatan tangan dengan si "Burung sakti sajap besi". Kesudahannya, dua2 terpental mundur dan melayang turun ke tempatnya masing2.
Saat itu keadaan menjadi kalut benar. Ang hoat Lolo dengan tongkatnya yang merah, tiba2 menyerang si anak muda.
Lim Tiang Hong tidak mau melayani kepada nyonya tua itu. Dengan menotolkan kakinya, kembali tubuhnya sudah menclok ke lain arca lagi. Berbareng dengan itu, tiba2 terdengar suara gemuruh, arca bekas Lim Tiang Hong berdiri tadi tenyata sudah tergempur oleh tongkatnya Ang hoat Lo lo, sehingga hancur berantakan.
Diantara suara gemuruh itu, si "Kampret terbang" dan "Manusia aneh dari utara" kedua-duanya sudah menerjang berbareng pada dirinya si pemuda.
Lim Tiang Hong melihat kawanan manusia iblis itu tidak ada satu yang mengenal aturan. Saking gusarnya, ia lantas menyimpan kembali patung kunonya, kemudian menggerakkan kedua tangannya. Karena ia berdiri diatasnya arca batu, maka serangan tangannya yang dilancarkan dari atas itu, seolah-olah menyambarnya angin puyuh yang dibarengi dengan halilintar, telah menyapu kawanan iblis itu.
Si "Kampret terbang" dan "Manusia aneh dari Utara" meski sudah tinggi kepandaian ilmu silatnya, tapi juga tidak berani menyambuti serangan yang amat dahsyat itu. Keduanya lantas memisahkan diri, masing2 melesat ke samping.
Si "Manusia aneh dari Utara" setelah mundur tiba2 maju lagi. Dengan serangan tangannya yang mengandung hawa dingin, telah menggulung dirinya Lim Tiang Hong seolah-olah gelumbang air laut.
Lim Tiang Hong saat itu benar2 sudah meluap hawa amarahnya, sambil ketawa dingin ia berkata: "Apa kalian benar2 ingin berkelahi?"
Mendadak badannya bergerak maju. Dengan kecepatan bagaikan angin, ia melancarkan serangan berantai sampai 7 kali, sehingga membuat "Manusia aneh dari Utara" itu sampai mundur berulang-ulang.
Pada saat itu, Lam hay Giam-mo seolah olah bayangan setan, tahu2 sudah melayang kebelakangnya Lim Tiang Hong. Dengan 5 jari kukunya yang seperti cakar burung, mencengkeram jalan darah "Kua-pang" dan "Hong-bwee".
Hui-kak Siansu lantas berseru dengan suara keras: "Sicu, awas belakang....!"
Lim Tiang Hong putar tubuhnya gesit sekali, tangannya menyambar laksana kilat dan penggelangan tangan Lam-hay Giam-mo sudah kena tercekal.
Gerakannya itu seolah-olah mendapat bantuannya dewa, sampai ia sendiri juga tidak mengerti, mengapa dengan cara demikian mudah sudah berhasil menguasai lawannya.
Lim Tiang Hong jadi tercengang karenanya.
Lam-hay Giam mo yang terkenal dengan kegesitannya. Menggunakan kesempatan selagi Lim Tiang Hong tercengang, ia berontak dan keluarkan bentakan keras, tangan kirinya segera menyerang hawa dingin dari kekuatan tenaga dalamnya.
Lim Tiang Hong karena harus menyambuti serangan itu, terpaksa melepaskan tangan lawannya. Ketika kekuatan kedua tangan beradu, lalu terdengar suara gempuran hebat, masing2 terpental mundur 2 tindak.
Gerakan keras lawan keras itu, membuat Lam-hay Giam-mo karena satu tangannya tercekal lebih dulu oleh Lim Tiang Hong, sudah tentu mengalami kerugian agak besar. Jikalau tidak, dengan kekuatannya yang sudah mempunyai latihan beberapa puluh tahun, Lim Tiang Hong pasti dirugikan.
Selagi Lim Tiang Hong turun tangan melayani kawanan iblis itu, orang2 yang berada didalam kalangan, sudah mengurung padanya begitu rapat. Masing2 sudah siap hendak turun tangan, begitu mendapat lihat kesempatan baik, hingga suasana nampak semakin tegang.
Hui Hui Taysu mendadak berkata dengan suaranya yang keras: "Sekali lagi lolap peringatkan tuan2, harap supaya suka keluar dari pertikaian ini"
Jie hay Sam sian, yang sedari muncul disitu belum pernah membuka suara, dan juga tidak mengunjukkan gerakan apa2, saat itu salah satu antaranya mendadak membuka mulutnya: "Kami hanya ingin tanya sepatah saja kepada sahabat kecil ini, tentang peraturan Pi-bu (Adu kepandaian ilmu silat), apakah masih berlaku?"
"Sudah tentu masih berlaku," Jawab Lim Tiang Hong. "Cuma saja bagi siapa yang sudah turun tangan hendak merebut patung ini, semua kehilangan haknya turut bertanding."
Baru saja selesai ucapannya, si "Kampret terbang" tiba2 membentak keras: "kentut busuk!"
Bentakan itu dibarengi dengan gerakan badannya yang bergerak laksana meluncurnya anak panah, menerjang Lim Tiang Hong. Tiba2 suatu kekuatan tenaga lunak telah menahan badannya si "Kampret terbang", hingga pada saat itu juga si iblis badannya seolah-olah kebentur dnding tembok dan terpental baik sampai sempoyongan.
Hui Hui Taysu entah sejak kapan sudah berdiri di sampingnya Lim Tiang Hong dengan sikapnya yang agung.
Ketua Siao lim pay ini, kepandaiannya benar2 ada lain dari pada yang lain. Dengan hanya mengebut secara ringan saja lengan jubahnya, sudah bisa membikin terpental dirnyja si "Kampret terbang", manusia buas yang sering mengganas di daerah Thian-lam.
Pada saat itu, 4 paderi dari ranggon penyimpan kitab, sudah berdiri berderet dikedua sisinya Hui Hui Taysu.
Biar bagaimana Siao lim-pay masih besar pengaruhnya. Kawanan iblis itu sesudah coba beraksi tapi gagal, akhirnya menjadi kuncup sendiri nyalinya.
Hui Hui Taysu sambil rangkapkan kedua tangannya dan anggukan kepalanya. berkata kepada Jiehay Sam sian: "Timbulnya persoalan ini, sebetulnya karena sedikit kesalahan paham. Lolap mengharap agar samwie (Tuan2 bertiga) suka undurkan diri dari pertikaian ini."
Sam-sian (Tiga dewa) yang sedang serba salah kedudukannya, setelah mendengar keterangan itu, satu sama lain lantas pada saling memandang, kemudian angkat kaki meninggalkan tempat tersebut.
Bu tong It kie sejak Siao lim-pay turun tangan, merasa tidak enak turut ambil bagian, saat itu ketika menyaksilan "Tiga dewa" itu sudah pergi, dengan diam2 ia juga berlalu.
.Didalam kalangan kini hanya tinggal Lam hay Giamnao, Manusia aneh dari Utara, si Kampret Terbang dan beberapa orang lagi. Mereka mengerti bukan tandingan Siao lim-pay. Supaya tidak kehilangan muka, Lam hay Giam-mo masih coba omong gede. Sambil ketawa aneh ia berkata: "Malam ini biarlah untuk sementara kalian orang2 Siao lim-pay boleh merasa bangga, lihat saja kelak dikemudian hari!"
Setelah mengucapkan perkataan demikian, dengan cepat ia lantas berlalu. Dengan berlalunya si iblis tua ini, yang lainnya juga lantas pada kabur, hingga sekejap saja sudah tidak ada satu yang ketinggalan.
Lim Tiang Hong dari dalam sakunya lantas mengeluarkan patung kuno dari gading. Dengan dua tangan ia serahkan kepada Hui Hui Taysu sembari berkata: "Aku yang rendah karena menuruti hawa napsu anak muda, tidak nyana sudah menimbulkan kerewelan begini besar, sebetulnya aku merasa tidak enak terhadap Taysu."
Hui Hui Taysu menyambuti patung Buddha itu dengan sikap menghormat, kemudian anggukan kepala dan berkata: "Terjadinya soal ini sebetulnya karena peraturan kita yang kurang keras, lolap sungguh merasa sangat malu terhadap sicu."
"Ah, Taysu terlalu merendah. Aku yang rendah sudah merasa bersyukur dan berterima kasih yang Taysu tidak memberi teguran pedas," berkata Lim Tiang Hong sambil ketawa.
Mereka ber-cakap2 sebentar lalu saling menyoja memberi hormat untuk berpisahan. Sebentar saja Lim Tiang Hong menghilang dalam kegelapan.
Sebetulnya apabila tidak ada perlakuannya paderi penjaga pintu yang pandang rendah dirinya Lim Tiang Hong, barang pusaka itu akan diserahkan oleh Lim Tiang Hong kepada Hui Hui Taysu sendiri dengan tanpa ada orang luar yang tahu. Kini setelah terjadinya kejadian malam itu, munculnya kembali patung pusaka itu telah menggemparkan dunia Kang ouw dan hampir semua orang sudah tahu. Hal mana telah membikin sulit kedudukan Siao-lim-pay, sehingga berlarut-larut sekian lamanya. Ini sesungguhnya diluar perhitungan Lim Tiang Hong.
-0dw-smhn0- Bab 3 DENGAN perasaan tidak enak Lim Tiang Hong pulang ke rumah penginapannya. Seorang diri ia duduk termenung memikirkan segala sepak terjangnya. Karena merasa keisengan, akhirnya ia keluar lagi dan berjalan di jalan raya.
Belum berapa jauh ia berjalan, telah berpapasan Liang gie Kiam khek bersama serombongan imam.
Terhadap kawanan imam, ia memang tidak mempunyai kesan baik, maka setelah mengawasi sejenak, lantas berjalan lagi sambil dongakkan kepala.
Mendadak Liang-gie Kiam khek ketawa dingin dan berkata dengan suara perlahan: "Bocah, kalau kau masih mempunyai nyali, nanti jam 3 malam, diatas Leecew-kok kita nanti mengadu kekuatan lagi, kau berani pergi kesana atau tidak?"
Lim Tiang Hong merasa sangat mendongkol, maka lantas menjawab: "Kalian kawanan imam busuk ini, mengapa selalu mencari setori dengan aku?"
Liang gie Kiam khek mengurut urut jenggotnya kambing dan berkata pula: "Aku cuma tanya kau, kau berani pergi kesana atau tidak?"
.Lim Tiang Hong aiisnya berdiri: "Kau boleh minta bantuan kepada siapa saja," jawabnya dingin "Siaoyamu sedikitpun tidak takut. Aku nanti pasti kesana lau aku mau lihat kalian bisa bikin apa terhadapku."
Dengan perasaan masih mendongkol ia meninggalkan kawanan imam itu, kemudian masuk kerumah makan untuk menghilangkan kemendongkolannya.
Ia merasa tidak habis mengerti, baru saja muncul di dunia Kang ouw, lantas bertemu dengan kawanan imam yang ia paling benci itu, dan apa lacur kawanan imam itu selalu mencari setori saja dengannya.
Ia minta pelayan menyediakan arak dan sayuran. Dengan seorang diri ia makan dan minum seenaknya, sedang dalam hatinya terus memikirkan persoalan yang telah terjadi.
1. Siapakah yang melakukan pembunuhan terhadap imam2 di kelenteng Tang-gak bio" ada permusuhan apa orang itu dengan imam2 itu"
2. Para imam dari Bu-tong, mengapa menuduh dirinya sebagai pembunuh" Apakah wajahnya pembunuh itu mirip dengan dirinya"
.3. Penduduk sekitar kelenteng Tang-gak-bio mengapa mendadak takuti dirinya begitu rupa" Apakah mereka sudah mengetahui kalau dirinya sudah mempunyai kepandaian tinggi" Tapi sekalipun kepandaian tinggi, toh tidak digunakan untuk membunuh orang secara serampangan.
4. Orang2 dari partai Kun lun, Ciong lam dan Ngobie, mengapa menuntut balas dendam terhadap dirinya" Bahkan mereka itu semuanya terdiri dari kawanan imam, apakah sebabnya"
Ia memikir bulak-balik, tapi tidak mendapatkan jawabannya. Selagi terbenam dalam alam pikirannya, mendadak ada bau harum yang menusuk hidung, kemudian terdengar satu suara halus merdu menegur padanya: "Adik kecil, dengan seorang diri kau minum arak, apa tidak merasa kesepian?"
Lim Tiang Hong yang ditegur secara tiba2, sudah tentu merasa kaget. Ketika ia berpaling, ia dibikin tercengang oleh siapa yang menegurnya tadi.
Kiranya orang yang menegur padanya itu adalah seorang wanita muda cantik yang berusia kira2 dua puluhan tahun, entah sejak kapan sudah berada
.84 didampingnya. Yang lebih mengherankan Lim Tiang Hong ialah parasnya wanita muda itu ada mirip benar dengan wajahnya sendiri. Cuma matanya dibawah alis yang lentik, agaknya ada mengandung sifat yang kejam.
Wanita muda itu ketika menampak Lim Tiang Hong mengunjukkan paras kaget, lantas tertawa geli, kemudian duduk dikursi sebelahnya. Setelah membereskan rambutnya yang terurai dipundaknya, lalu berkata: "Adik kecil, kau she apa?"
"Aku yang rendah she Lim, bernama Tiang Hong!" "Dan ayahmu?"
"Tidak tahu." Wanita itu merasa heran, "mengapa nama ayahnya
sendiri sampai tidak tahu?"
"Dan nama suhumu?" demikian ia menanya pula. "Tentang suhuku, maaf aku tidak bisa beritahukan
padamu." Oleh karena mananya terlalu melit, dalam hati Lim
Tiang Hong merasa tidak senang, maka lantas berkata
pula dengan suara agak ketus: "Apa perlunya kau
menanya begitu melit?"
"Mari kita bersahabat, sukakah kau" Aku she Im,
sahabat2 didunia Kang-ouw semua pada memanggil aku
"Im-san Mo-lie". Jika kau tidak menampik kau panggil
saja aku toaci, aku juga akan panggil kau jitee (adik
nomor dua), kau pikir baik tidak?".
Lim Tiang Hong yang sejak dilahirkan hidup
sebatang kara, bukan saja tidak mempunyai sanak
sudara, sekalipun ayah bunda-nya sendiri juga tidak
tahu. Walaupun ia tidak begitu suka terhadap wanita
muda yang mengaku "Im-san Mo-lie" ini, tapi ia merasa
bahwa menyebut enci padanya memang ada seharusnya,
maka seketika itu lantas anggukan kepalanya.
Wanita itu nampaknya sangat girang. Dengan
sangat mesra ia panggil Lim Tiang Hong "jitee". Setelah mengikat tali persahabatan itu, keduanya
dengan tanpa merasa sudah minum arak lebih banyak. Lim Tiang Hong yang sebetulnya tidak biasa minum
arak, setelah minum beberapa cawan, kepalanya
dirasakan mabuk. Wanita itu melihat ia tidak bisa minum
lagi, lantas berkata padanya: "Jitee, mari aku antar
pulang kau ke rumah penginapanmu?"
Setibanya di rumah penginapan, Lim Tiang Hong
lantas tidur pulas, oleh karenanya tentang perjanjiannya
dengan Liang-gie Kiang khek, ia sudah lupakan sama
sekali. Esok paginya ketika ia mendusin dari tidurnya, baru
ingat perjanjiannya semalam itu. Ia merasa sangat
menyesal, karena sebagai orang Kang-ouw, paling
mengutamakan kepercayaan, bagaimana soal sebesar itu
ia sampai lupa sama sekali"
Selagi masih merenungkan soal tersebut, satu
berita yang mengejutkan mendadak masuk ditelinganya.
Saat itu diluar terdengar suara ramai, orang banyak
sedang membicarakan soal kematiannya sepuluh lebih
kawanan imam, yang dibunuh mati di bawah ranggon
Lee cow-kok diluar kota. Lim Tiang Hong terkejut mendengar berita itu,
dalam hatinya diam2 berpikir: "Liang-gie Kiam khek
semalam berjanji mengajak bertempur dengan aku dan
aku tidak pergi menemui mereka, bagaimana bisa terjadi
pembunuhan itu?" Dengan mengikuti orang2 yang hendak
menyaksikan peristiwa itu, ia berjalan menuju ke Lee
.87 cow kok. Benar saja, disini tampak roboh menggeletak puluhan mayat imam. Mayatnya Liang gie Kiam khek yang nampak paling nyata. Begitu melihat, ia lantas dapat mengenali, hingga dalam hati diam2 merasa heran. Mendadak....
Ia dapat lihat dua imam yang menyoren pedang dibelakangnya, sedang mengawasi dirinya dengan sorot mata gusar. Hatinya Lim Tiang Hong tiba2 menjadi panas, ia lantas menegur mereka: "Toh bukan aku yang membunuh kalian mengawasi aku demikian rupa apa maksudnya" Lagi pula, beberapa kawanan imam ini dengan tanpa sebab mencari setori saja denganku, andai kata benar aku yang membunuh, juga sudah sepantasnya!"
Dalam gusarnya, ia juga mengawasi kedua imam itu dengan mata mendelik.
Dua imam itu agaknya merasa takut benar padanya. Ketika dipandang demikian rupa oleh Lim Tiang Hong, wajahnya lantas berobah pucat. Dengan cepat memutar tububnya dan menghilang diantara orang banyak.
.Lim Tiang Hong yang menyaksikannya kedua imam tadi, diam merasa geli sendiri.
Mendadak dibelakangnya terdengar suara orang berkata sambil ketawa dingin: "Hm! sungguh tidak nyana perbuatanmu ada begitu kejam!"
Ketika ia berpaling, lalu dapat lihat itu wanita baju hijau yang tempo hari pernah dilihatnya didalam rumah makan. Wanita itu sedang mengawasi dirinya dengan sorot mata dingin. Ketika melihat Lim Tiang Hong berpaling, lalu gapaikan tangannya seraya berkata: "Mari ikut aku, ada beberapa pertanyaan aku hendak menanya padamu."
Dua anak muda itu lantas berjalan menuju ketempat sepi, dengan si nona lantas hentikan kakinya. Sambil berdiri alisnya dan menuding Lim Tiang Hong ia membentak dengan suara keras: "Orang2 dari golongan dan partay baik, sebenarnya ada permusuhan apa dengan kau" Mengapa kau menggunakan tangan begitu kejam untuk menghadapi mereka?"
"Mengenai urusan ini, aku sendiri juga tidak mengerti. Adalah kawanan imam itu yang selalu mendesak aku dan mencari onar denganku!" jawabnya Lim Tiang Hong bingung.
"Kau toh ada mempunyai mulut, apakah tidak bisa memberi penjelasan" Mengapa harus dibunuh satu persatu?"
"Apakah kau kira kawanan imam itu adalah aku yang membunuhnya" Ini benar-benar ada satu fitnahan. Tadi malam sehabis makan dirumah makan dan balik kerumah penginapan aku lantas tertidur, belum penah keluar pintu lagi. Bagaimana bisa aku yang telah melakukan pembunuhan itu?"
"Hm! aku beritahukan padamu, dari gerak tipu ilmu silatmu aku sudah dapat menduga beberapa bagian tentang dirimu, maka aku turut campur tangan urusanmu ini. Tahukah kau siapakah gerangan orang2 yang mati itu" Mereka ada orang2 yang temasuk dalam 6 partay besar dari golongan Hian bun. Aku kepingin lihat bagaimana kau hendak menyelesaikan soal ini?"
Ucapan wanita itu seolah-olah petasan yang dibakar, cepat dan nyaring. Nampaknya ada begitu sengit, sehingga parasnya juga merah padam.
"Sejak aku menemukan kawanan imam di kelenteng Tang-gak bio mati terbunuh, terus menerus aku dikuntit oleh kawanan imam yang kau maksudkan itu. Tadi malam, Liang gie Kiam khek memang benar menantang aku bertempur didepan ranggon Li-cow-kok pada waktu jam 3 malam, tapi karena aku mabuk arak sehingga kepulesan dan tidak bisa pergi!" jawab Lim Tiang Hong sambil mengeluh napas.
"Kau kelihatannya seperti seorang jujur, tidak nyana pandai membohong juga. Imam2 yang turut ambil bagian dalam pertempuran semalam, tidak semuanya mati. Mereka yang masih hidup pernah menyaksikan dengan mata kepala sendiri, dan mereka itu dapat membuktikan kalau itu ada perbuatanmu. Apakah bisa menyangkal" Pembunuh kejam seperti kau ini, tidak usah orang lain membunuh kau, hari ini aku hendak menolongi suhumu untuk membersihkan nama baik perguruanmu."
"Srt!" Si nona menghunus pedangnya.
"Lekas keluarkan senjatamu!" katanya.
.Lim Tiang Hong geleng2kan kepala dengan suara lambat2 ia berkata; "Nona, apa kau tidak mengijinkan aku untuk memberi sedikit penjelasan?"
Wanita baju hijau itu masih tetap gusar, dengan alis berdiri ia membentak: "Bukti sudah cukup nyata, apa yang perlu dijelaskan lagi?" Ucapannya itu ditutup dengan serangan pedangnya yang hebat.
Lim Tiang Hong merasa ganas berbarang mendongkol. Ketika diserang secara tiba2, ia dengan cepat lantas lompat mundur 5 kaki.
Wanita baju hijau itu merangsek dan melakukan serangannya lagi bertubi-tubi.
Lim Tiang Hong yang tidak mempunyai maksud hendak bertempur dengan si nona, sekejapan saja sudah dikurung oleh sinar pedangnya yang berkilauan.
Ia sungguh tidak nyana, bahwa ilmu pedangnya nona itu ternyata ada begitu hebat. Oleh karena ia diserang lebih dulu secara demikian, lagi pula ia juga tidak mempunyai pikiran turun tangan terhadap si nona, maka akhirnya ia mengalami kesulitan dicecar terus2an.
Dengan terpaksa ia meiayani sampai 10 jurus lebih, tapi serangan si nona kelihatan semakin gencar dan bernapsu. Ia se-olah2 ingin segera dapat membinasakan pemuda itu, maka tidak ada maksud untuk menghentikan serangannya.
.Lim Tiang Hong jadi mendongkol, ia lantas membentak dengan suara keras: "Jikalau nona tidak hentikan seranganmu ini, aku yang rendah terpaksa berlaku kurang ajar!"
Wanita baju hijau itu tidak mau menggubris sama sekali, malah serangan pedangnya dilakukan semakin hebat pula.
Mendadak sinar hijau berkilauan berkelebat didepan matanya si nona. Pedang To-liong-kiam sudah berada ditangannya Lim Tiang Hong.
Dengan mengeluarkan suara mengaung, pedang itu lantas dimainkan oleh Lim Tiang Hong yang sudah gusar untuk melakukan serangan pembalasan.
Serangan2 si nona tampak mulai kendor dan akhirnya terdesak oleh pedangnya Lim Tiang Hong. Tapi karena maksudnya Lim Tiang Hong bukan untuk merebut kemenangan, maka begitu melihat si nona sudah keteter, dengan tiba2 ia tarik kembali serangannya dan lompat keluar dari kalangan. Kemudian ia berkata padanya sambil menjura: "Nona dengan aku sebetulnya tidak mempunyai permusuhan apa2, perlu apa kita harus berkelahi" Barusan nona memberi teguran kepadaku, itu
.93 meski seharusnya, tapi aku memang benar2 tidak melakukan pembunuhan terhadap mereka. Hal ini harap supaya nona suka mengerti."


Tamu Dari Gurun Pasir To Liong Keng Hong Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Wanita baju hijau itu amarahnya sudah agak reda, tiba2 ia menanya: "Siapakah namamu" Kapan kau datang ke kota Lok-yang?"
"Namaku Lim Tiang Hong, baru beberapa hari saja tiba di kota Lok-yang, lantas menemukan kejadian ini."
"Apakah kau ada mempunyai musuh?"
"Aku baru saja muncul di dunia Kang ouw, dari mana datangnya musuh?"
"Apakah kau pernah pikir bahwa didalam hal ini ada apa2 yang mencurigakan?"
"Aku juga beranggapan demikian, bahkan sudah coba mencari keterangan, tapi hasilnya nihil."
"Kalau begitu, kau sebaiknya harus berlaku hati2! Dengan memandang suhumu, aku nanti juga akan membantu kau untuk mencari keterangan."
"Siapa nama nona yang mulia" Bagaimana bisa tahu suhuku?"
"Namaku Henghay Kouw-loan. Soal bagaimana aku bisa tahu suhumu, hal ini kau nanti bisa tahu sendiri. Sekarang aku masih ada sedikit urusan yang harus dibereskan, aku hendak pergi dulu."
Setelah mengucapkan perkataannya, sebentar saja ia sudah menghilang dari depan matanya si pemuda.
Lim Tiang Hong dibikin bingung oleh kelakuannya nona baju hijau itu. Tentang partay dari perguruannya, ia sendiri masih belum jelas, apa lagi berbicara tentang partay2 persilatan di dunia Kang ouw, sudah tentu tidak tahu sama sekali. Dari golongan mana dirinya si nona itu" Sudah tentu pula ia merasa gelap.
Setelah si nona itu sudah tidak kelihatan bayangannya sama sekali ia baru balik kerumah penginapannya dengan tindakan lesu.
Tiba didepan pintu rumah penginapan, Im san Molie sudah berdiri menantikan padanya dengan senyuman yang manis. Begitu menampak Lim Tiang Hong, ia lalu menegur sambil bersenyum: "Jietee, selama setengah hari ini, kemana saja kau sudah pergi?"
"Panjang kalau mau dicerilakan...." Jawabnya Lim Tiang Hong sambil kerutkan keningnya.
Begitu tiba di kamarnya, ia lantas menceritakan apa yang telah terjadi atas dirinya kepada sang "enci".
"Di dalam dunia ini, tidak ada satu imam yang baik. Selanjutnya apabila kau ketemu dengan kawanan imam yang mencari setori denganmu, kau jangan kasih hati." berkata Im-san Mo lie sambil ketawa dingin.
"Bukan karena aku takut urusan, tapi dengan tanpa sebab menanam bibit permusuhan secara membabi buta, sebetulnya tidak ada perlunya."
"Mereka toh tidak mengenal aturan, bagaimana kau hendak kasih mereka mengerti?"
Lim Tiang Hong diam, tapi dalam hati terus berpikir, cara bagaimana supaya ia bisa membikin terang kasalahan faham ini.
Im-san Mo-lie menyaksikan ia diam saja, kembali berkata dengan sengit: "Aku beritahukan padamu, manusia didalam dunia ini, kebanyakan suka menghina kepada yang baik dan takut kepada yang jahat. Misalnya, binatang lindung yang mempunyai bentuk badan bagaimana panjangnyapun, tidak seorang yang takuti padanya. malahan ditangkap dan dimakan, Tapi ular berbisa meskipun bentuknya kecil sekali, orang pada takuti setengah mati. Begitu pula dengan manusia, kalau kau mengalah terus terusan, mereka berani menginjak
.96 kepala kau. Tapi jika kau berlaku sedikit galak mereka lantas mundur dan merasa jeri. Dengan sejujurnya, seorang yang mempunyai kepandaian seperti kau ini, apakah masih perlu takut terhadap kawanan imam busuk itu?"
Lim Tiang Hong setelah mendengarkan "filsafat"nya Im-san Mo-lie yang agaknya benar tapi sebetulnya keliru itu, lalu timbul perasaannya, bahwa manusia didalam dunia ini memang demikian sifatnya. Tapi apabila suruh ia berbuat demikian, ia sesungguhnya tidak bisa melakukan.
Im-san Mo lie ketika menampak Lim Tiang Hong tidak mengeluarkan pendapatnya, sambil bersenyum ia alihkan pembicaraannya ke lain soal: "Jietee, kedatanganmu ke kota Lok-yang ini ada keperluan apa?"
"Selain hendak mencari jejak ayah bundaku, juga hendak mengantarkan sebuah patung gading kuno ke gereja Siao lim sie."
"Patung gading kuno"...." Im-san Mo iie berteriak tanpa berasa karena kagetnya. "Ya, sebuah patung kuno peninggalan Tat-mo siansu." Lim Tiang Hong masih menjawab seenaknya, tidak memperhatikan keadaan Im san Mo-lie.
Diwajahnya Im-san Mo-lie mendadak timbul suatu perubahan aneh, tapi sebentar saja sudah pulih seperti biasa.
"Sekarang kau hendak kemana lagi?" Demikian ia menanya pula.
"Sekarang masih belum tahu, tapi sekalipun sampai keujung langit dan dasar lautan, aku hendak mencari juga ayah bundaku."
"Kalau begitu untuk sementara kita berpisahan dulu, kemudian hari aku bisa mencari kau lagi."
Lim Tiang Hong tidak menahan juga tidak mengantar, membiarkan ia pergi begitu saja.
Dalam hatinya pada saat itu dirasakan kosong melompong. Baru beberapa hari datang di Lok-yang, bukan saja tidak berhasil mencari keterangan tentang diri ayah bundanya, sebaliknya malah dihadapi dengan segala kerewelan. Ia kepingin lantas meninggalkan kota itu, tapi ia merasa sangat penasaran karena dituduh sebagai pembunuh kawanan imam itu.
Sebagai seorang yang beradat ulet dan keras, ia pikir bahwa biar bagaimana, ia harus selidiki sampai terang bagaimana duduk perkara sebenarnya tentang peristiwa pembunuhan beberapa kawannan imam yang sangat misterius itu.
Malam itu, dengan secara diam2 ia lompat keluar dari jendela kamarnya dan terus lari menuju keluar kota. Ia hendak mencari beberapa tempat kediamannya beberapa imam, supaya dari mulut mereka mendapatkan keterangan yang ada bersangkutan dengan peristiwa berdarah itu.
Baru saja hendak keluar, kota, tiba2 ia melihat berkelebatnya dua bayangan orang.
Ia mempunyai pandangan mata sangat tajam, segera dapat lihat bahwa dua bayangan itu adalah dua imam yang menyoren pedang digegernya. Maka ia lantas urungkan maksudnya hendak keluar kota dan balik mengikuti jejaknya dua imam itu, yang terus lari menuju kesebuah kuil tua diluar kota timur.
Tidak antara lama dua imam tadi sudah masuk kedalam kuil. Ia lantas sembunyi diatas pohon besar yang terdapat diluar kuil.
.Ia melongok kedalam, segera dapat lihat bahwa didalam kuil tua itu ada terdapat 3 imam tua kurus kering yang sedang duduk disekitar sebuah meja bobrok dengan sebatang liiin besar yang menyala ditengahtengahnya.
Tiga imam kurus kering itu, beda jauh keadaan kalau dibandingkan dengan Liang-gie Kiam-khek dan lain2nya. Dari sorot mata mereka yang begitu tajam, bisa diduga bahwa tiga iman itu pada mempunyai kepandaian ilmu silat dan kekuatan tenaga dalam yang sangat tinggi.
Salah satu diantara tiga imam, yang mukanya tirus, mendadak berkata: "Tidak nyana satu bocah yang masih bau pupuk bawang, ternyata ada mempunyai kepandaian begitu tinggi. Jiwie Toheng, apakah sekiranya sudah dapat tahu sedikit saja asal usulnya bocah itu?"
Seorang imam yang wajahnya buruk lantas menyahut: "Kabarnya bocah itu datang dari gurun pasir, tapi sebaliknya kepandaiannya ilmu silat yang digunakan ada dari golongan Hian-bun (golongan baik2) seratus persen. Siapakah gerangan orang dari golongan Hianbun yang mendidik murid demikian rupa?"
Seorang imam lainnya yang wajahnya berewokan lantas berkata dengan suaranya yang dingin: "Bocah itu selalu bermusuhan dengan imam2 dari golongan Hianbun, entah apa sebabnya" Malam ini Ciang bunjin dari Ngo-bie pay, Kun lun pay dan Ciong lampay sudah datang semuanya. Biar bagaimana kita harus bikin terang peristiwa ini."
Tiba2 diluar kuil ada suara orang tertawa bergelakgelak, kemudian disusul dengan ucapannya "Bukan saja ketua dari 3 partay itu sudah datang, kita orang dari Hengsan dan Khong tong juga sudah siang2 berada didalam kota, bahkan ada membawa kabar baik yang akan kita sampaikan kepada samwie Totiang."
Tiga imam dalam kuil itu hampir berbarang menanya "Kabar baik apa?"
"Bocah itu sudah pergi menyatroni Siao-lim sie di gunung Siong-san."
"Oh! begitu?" Tiga imam itu agaknya tidak menduga sama sekaii akan hal itu.
Bukan cuma imam itu saja yang merasa diluar dugaan, sedang Lim Tiang Hong sendiri juga merasa heran. Sebab dari keterangan dua imam itu, yang dimaksudkan adalah dirinya sendiri, tapi ia yang tidak pernah pergi kemana-mana, bagaimana mendadak bisa menyatroni gereja Siao lim-sie" Apakah benar2 ada seorang lain yang wajah dan pengawakannya ada mirip dengan dirinya sendiri"
Selagi masih merasa terheran-heran, 5 bayangannya kawanan imam itu sudah bergerak dengan serentak keluar dari pendopo dan lari menuju kegunung Siong-san.
Itu adalah satu kesempatan yang paling baik buat ia menyelidiki keadaan yang sebenarnya mengenai serentetan peristiwa yang sangat misterius itu, maka ia tidak mau sia siakan begitu saja. Dengan cepat ia juga lantas bergerak, diam2 mengikuti jejaknya 5 imam tadi, yang menuju kegunung Siong san.
Baru saja Lim Tiang Hong meninggalkan pohon besar tempat sembunyinya, dari belakang kuil tiba2 ada satu bayangan orang tinggi besar, yang mengikuti dirinya dari jarak jauh.
Pedang Kayu Harum 19 Kemelut Blambangan Seri Pecut Sakti Bajrakirana Karya Kho Ping Hoo Kedele Maut 21
^