Pencarian

Bidadari Delapan Samudra 1

Joko Sableng 38 Bidadari Delapan Samudra Bagian 1


SATU YANG tegak di tempat terbuka yang banyak ditebari
bongkahan batu itu adalah seorang gadis muda berpa-
ras jelita. Rambutnya hitam lebat disanggul ke atas.
Sepasang matanya bundar dihias bulu mata lentik. Hi-
dungnya mancung dengan bibir merah tanpa polesan.
Kulitnya putih bersih. Dadanya membusung kencang
dipadu pinggul mencuat padat. Gadis itu mengenakan
pakaian warna biru.
"Telingaku jelas mendengar suara seorang laki-laki
yang hampir ku yakini adalah suara pemuda bernama
Joko Sableng itu. Tapi mengapa yang muncul adalah
seorang gadis"! Telingaku yang salah dengar atau me-
mang gadis itu memiliki suara seperti suara laki-laki"!"
Bidadari Pedang Cinta membatin sambil pandangi ga-
dis baju biru yang baru muncul.
Tidak jauh dari tempat tegaknya Bidadari Pedang
Cinta, Bidadari Tujuh Langit tersenyum lebar. Bola
matanya berputar liar tatapi sosok gadis berbaju biru.
Diam-diam perempuan bertubuh sintal berbaju putih
tipis ini membatin dengan dada mulai dibuncah nafsu.
"Hem.... Hari ini aku bernasib baik! Satu yang kuca-
ri, dua yang kudapat! Dan dua-duanya bertubuh
menggairahkan! Lebih dari itu aku yakin keduanya be-
lum pernah mereguk kenikmatan bercinta dengan
permainan sepertiku...."
Seperti dituturkan dalam episode: "Istana Lima Bi-
dadari", ketika Bidadari Pedang Cinta hendak lepaskan senjata pedang lentur yang
melilit pada pinggangnya
untuk menghadang gerakan Bidadari Tujuh Langit
yang mulai melangkah ke arahnya dengan nafsu yang
sudah menggelegak, mendadak terdengar suara tegu-
ran. Bidadari Pedang Cinta yang sudah merinding den-
gan sikap dan ucapan Bidadari Tujuh Langit diam-
diam merasa lega karena dari suara menegur yang ter-
dengar dia yakin yang perdengarkan suara adalah
Pendekar 131 Joko Sableng yang diketahuinya terus
mengikuti ke mana dia berkelebat.
Di lain pihak, suara teguran membuat Bidadari Tu-
juh Langit langsung marah, karena dia yakin yang
perdengarkan suara adalah seorang laki-laki. Dan na-
danya jelas hendak menghadang niatnya.
Bidadari Pedang Cinta dan Bidadari Tujuh Langit
segera berpaling. Ternyata dugaan keduanya keliru.
Yang muncul justru seorang gadis berparas jelita mengenakan baju warna biru.
Hingga membuat Bidadari
Pedang Cinta sedikit merasa kecewa. Namun sebalik-
nya Bidadari Tujuh Langit menjadi sangat gembira.
Karena sebenarnya perempuan ini punya kelainan.
Yakni lebih suka pada seorang perempuan dibanding
dengan seorang laki-laki.
Bidadari Tujuh Langit sendiri sesungguhnya adalah
istri Datuk Kala Sutera yang pada enam belas tahun
silam berhasil merebut Sepasang Cincin Keabadian
bersama suaminya dari tangan Dewi Keabadian.
Sepasang Cincin Keabadian adalah sepasang cincin
yang dikenal bisa membuat si pemakainya tetap terli-
hat muda meski usianya sudah lanjut. Hingga walau
usia sebenarnya Bidadari Tujuh Langit sudah lebih setengah abad, namun perempuan
ini masih tetap tam-
pak muda dan tubuhnya tetap sintal seperti saat dia
merebut Sepasang Cincin Keabadian enam belas tahun
silam dari tangan Dewi Keabadian.
"Siapa namamu, Gadis Jelita?" Bidadari Tujuh Lan-
git pecah kesunyian dengan ajukan tanya.
Gadis jelita berbaju biru tidak segera buka suara.
Dia perhatikan sekilas pada Bidadari Tujuh Langit dan Bidadari Pedang Cinta.
Lalu putar pandangan. Gadis
Ini berkata dalam hati.
"Di tempat ini masih ada seorang lagi. Dari suara-
nya jelas dia adalah seorang laki-laki! Mengapa dia tidak tunjukkan diri meski
baru saja menegur"!"
Gadis berbaju biru arahkan pandang matanya lagi
pada Bidadari Tujuh Langit. Lalu teruskan membatin.
"Aku cuma dengar percakapan terakhir mereka! A-
ku belum bisa menduga lebih jauh. Tapi dari percaka-
pan terakhir itu, aku merasa ada yang tak beres den-
gan perempuan berbaju putih ini!"
Karena tidak segera menjawab, Bidadari Tujuh Lan-
git segera berucap lagi. "Gadis jelita.... Kalau kau keberatan memberitahukan
namamu, tak apa-apa. Tapi
kuharap kau tidak menolak jika kuajak ikut serta bersama gadisku itu." Bidadari
Tujuh Langit berpaling
pada Bidadari Pedang Cinta yang perlahan-lahan ber-
anjak bangkit dengan kedua tangan terus siap le-
paskan pedang berkilat yang melilit di pinggangnya.
"Urusan nama, biarlah sementara Ini tidak kita ma-
salahkan...."
"Dan berarti tidak ada masalah juga dengan tawa-
ranku, bukan"!" Bidadari Tujuh Langit sudah menya-
hut sebelum gadis berbaju biru lanjutkan ucapan.
"Kau telah ajukan tawaran. Tapi kau belum katakan
apa maksud di balik tawaranmu!"
"Kau tak usah khawatir dan punya prasangka, Je-
litaku.... Aku mengajakmu ikut untuk bersama-sama
menikmati satu keindahan cinta...!"
"Keindahan cinta bagaimana"!" tanya gadis berbaju
biru dengan suara agak tinggi dan alihkan pandangan
pada Bidadari Pedang Cinta. Lalu karena masih yakin
akan adanya seorang laki-laki di sekitar tempat itu, matanya terus mengedar
berkeliling. "Karena nikmatnya keindahan itu, aku tak bisa me-
nemukan kata-kata yang tepat untuk mengucapkan-
nya.... Yang pasti kau akan merasa bahagia menikma-
ti-nya...."
"Dia perempuan gila yang punya kelainan!" Bidadari
Pedang Cinta berteriak menyahut.
Sahutan Bidadari Pedang Cinta bukannya membuat
Bidadari Tujuh Langit marah, malah tertawa cekikikan lalu berkata.
"Keindahan cinta tidak pernah memandang kelai-
nan atau tidak! Keindahan cinta bukan untuk dibica-
rakan, tapi untuk dinikmati.... Dan aku ingin menik-
matinya dengan kalian berdua...!" Kepala Bidadari Tujuh Langit bergerak pulang
balik ke arah Bidadari Pedang Cinta dan gadis berbaju biru.
"Kau salah menerapkan ucapanmu! Kau memutar
balik keagungan cinta demi kesenangan sendiri! Uca-
pan itu hanya layak diucapkan seseorang yang menga-
gungkan cinta untuk kesejahteraan umat manusia!
Bukan mendewakan cinta demi hawa nafsu apalagi
pada sesama jenis!" Gadis berbaju biru menyambut
ucapan Bidadari Tujuh Langit.
"Kau sudah termakan apa yang selama ini sering
terjadi, Jelitaku... kau tahu. Banyak manusia meng-
umbar ucapan-ucapan cinta yang sepertinya demi ke-
sejahteraan umat manusia. Namun di balik itu mereka
membelokkan cinta demi kepentingan sendiri! Semen-
tara aku tidak. Aku berterus terang apa adanya. Tidak ada yang kututup-tutupi!"
"Otak perempuan ini telah dikotori dengan nafsu
laknat! Mana mungkin dia bisa menerima ucapan
orang lain"!" Bidadari Pedang Cinta kembali menyahut.
"Gadisku...," ujar Bidadari Tujuh Langit dengan
memandang pada Bidadari Pedang Cinta. "Aku sudah
muak dengan ucapan-ucapan manusia yang kadang-
kadang hanya sebagai topeng untuk menutupi be-
langnya!" "Tapi keterus-teranganmu bukan pada tempatnya!"
bentak Bidadari Pedang Cinta.
"Hem.... Begitu"! Lalu aku harus bagaimana"! Ber-
pura-pura suci lalu menelikung di balik kesucian itu"!
Aku ingin tanya. Mana yang lebih gila, seorang yang
berlagak suci lalu diam-diam merobek kesuciannya,
atau seseorang yang berkata apa adanya"!"
Baik Bidadari Pedang Cinta maupun gadis berbaju
biru terdiam tidak ada yang buka suara. Sesekali me-
reka saling lontar pandang.
"Tapi kau harus sadar! Tindakanmu tidak layak di-
ucapkan! Apalagi dengan terus terang!" Akhirnya Bi-
dadari Pedang Cinta angkat suara.
"Aku percaya. Semua itu kau katakan karena kau
belum pernah merasakan. Jika saja kau sekali mera-
sakan, pasti kau akan merubah ucapanmu!"
"Itu hanya pendapat perempuan cabul sepertimu!"
sahut Bidadari Pedang Cinta seraya tertawa pendek
penuh ejekan. Sahutan-sahutan Bidadari Pedang Cinta tampaknya
membuat Bidadari Tujuh Langit mulai jengkel. Sambil
mendelik angker dia berteriak.
"Aku akan membuatmu lebih cabul dariku!"
Teriakannya belum usai, Bidadari Tujuh Langit su-
dah melompat ke arah Bidadari Pedang Cinta. Namun
gerakan perempuan bertubuh sintal berbaju putih ini
tertahan ketika tiba-tiba gadis berbaju biru sudah melompat mendahului dan tegak
menghadang sambil
berkata. "Kurasa lebih baik kau mencari orang yang mau
kau ajak menikmati kesenanganmu dengan suka rela!
Jangan memaksakan kehendak pada orang yang tidak
suka!" "Sayang.... Aku bukan manusia yang suka dipe-
rintah! Dan Bidadari Tujuh Langit pantang kehen-
daknya ditolak!"
"Itu akan menimbulkan masalah!" sergah gadis ber-
baju biru. "Selama hidup, tidak ada masalah yang tak dapat
diselesaikan oleh Bidadari Tujuh Langit! Termasuk
masalah denganmu jika kau menolak tawaran baikku!"
"Kau menawarkan. Bukan berarti aku harus mene-
rima tawaranmu!"
"Itulah yang justru akan menimbulkan masalah!"
"Kata-katamu hanya pantas diucapkan seorang pe-
mimpi!" Bidadari Tujuh Langit tertawa bergelak, lalu berka-
ta. "Aku memang seorang pemimpi. Tapi impianku ti-
dak ada yang tak jadi kenyataan! Bahkan aku mampu
membuatmu melayang-layang dalam impian! Dan aku
yakin, kau akan selalu membayangkan impian itu!"
"Hem.... Tampaknya tak ada gunanya meladeni pe-
rempuan tak beres seperti dia!" bisik gadis berbaju bi-ru dalam hati. Lalu
berpaling pada Bidadari Pedang
Cinta dan berkata.
"Sebaiknya kita segera pergi dari sini!"
Sebelum Bidadari Pedang Cinta sempat menyahut,
Bidadari Tujuh Langit sudah angkat suara.
"Kalian tidak akan meninggalkan tempat ini sebe-
lum merasakan bagaimana nikmatnya keindahan cinta
bersamaku!"
"Kita tak usah hiraukan ucapannya!" bisik gadis
berbaju biru. Lalu memberi isyarat pada Bidadari Pe-
dang Cinta. Bidadari Pedang Cinta tampak bimbang beberapa
saat. Namun setelah berpikir, akhirnya dia memu-
tuskan untuk tinggalkan tempat itu.
Tapi baru saja Bidadari Pedang Cinta dan gadis ba-
ju biru gerakkan kaki, Bidadari Tujuh Langit perde-
ngarkan tawa bergelak panjang. Sekali membuat gera-
kan, sosoknya sudah melayang di atas sosok Bidadari
Pedang Cinta dan gadis berbaju biru! Saat lain terdengar seruan tertahan dua
kali berturut-turut!
Sementara itu, Pendekar 131 yang berada di balik
batangan pohon sempat terkejut dengan munculnya
gadis berbaju biru. Dia tadi sudah hendak berkelebat keluar, namun niatnya
dibatalkan ketika mendapati
gadis berbaju biru sudah tegak tidak jauh dari tempat Bidadari Tujuh Langit.
Pendekar 131 hanya bisa melihat sekilas dan buru-buru selinapkan diri lagi ke
balik batangan pohon seraya mendengarkan pembicaraan
orang dengan seksama.
Beberapa kali murid Pendeta Sinting sempat mem-
belalakkan mata dan terbengong, membuatnya ingin
sekali melompat keluar dan melihat bagaimana tam-
pang Bidadari Tujuh Langit dari jarak dekat. Namun
dia selalu berusaha menahan diri.
Begitu telinganya mendengar dua kali seruan terta-
han, tanpa pikir panjang dia sudah menduga apa yang
terjadi. Dia cepat melompat keluar dan tegak di tempat terbuka seraya layangkan
pandangan ke depan.
Di seberang sana, terlihat Bidadari Pedang Cinta
dan gadis berbaju biru terduduk di atas tanah dengan paras berubah pucat. Sosok
keduanya bergetar. Lima
langkah di hadapan Bidadari Pedang Cinta dan gadis
berbaju biru, Bidadari Tujuh Langit tegak memperha-
tikan dengan bibir sunggingkan senyum. Matanya liar
pandangi dada kedua gadis di hadapannya dengan
mendelik tak berkesip. Sosoknya bergetar. Tapi jelas getaran itu akibat gelegak
nafsu yang sudah memburu.
Hal ini membuat Bidadari Tujuh Langit tak sadar ka-
lau Joko sudah keluar dan tengah tegak memperhati-
kannya. "Gadisku.... Jelitaku.... Kalian sudah membuktikan
sendiri, bukan" Bidadari Tujuh Langit pantang kehen-
daknya ditolak! Tapi kalian harus bersyukur. Karena
sebentar lagi kalian akan menikmati sesuatu yang tak mungkin kalian lupakan
seumur hidup.... Bahkan kalian akan mencariku untuk mengajak kembali menik-
mati keindahan cinta ini. Hi.... Hi.... Hi...!"
Bidadari Pedang Cinta dan gadis berbaju biru hanya
saling pandang tanpa ada yang membuat gerakan atau
buka suara menyahut. Paras wajah mereka jelas mem-
bayangkan ketakutan dan perasaan jijik.
"Aneh.... Mengapa mereka diam saja"! Padahal ta-


Joko Sableng 38 Bidadari Delapan Samudra di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

di...." Pendekar 131 tidak lanjutkan membatin. Dia
memandang sekali lagi pada Bidadari Pedang Cinta
dan gadis baju biru dengan seksama. "Astaga! Mereka
telah tertotok! Luar biasa sekali perempuan cantik
berbaju putih yang sebut dirinya Bidadari Tujuh Langit itu.... Tapi aku tak
boleh berdiam diri dengan apa yang akan dilakukannya!"
Baru saja Joko membatin begitu, Bidadari Tujuh
Langit bergerak mendekati Bidadari Pedang Cinta dan
gadis berbaju biru yang memang telah tertotok hingga tak dapat buka mulut atau
membuat gerakan.
"Harap tidak lanjutkan langkah!" Pendekar 131 ber-
seru. Bidadari Pedang Cinta dan gadis berbaju biru putar
bola mata masing-masing mengikuti gerakan satu
bayangan putih yang berkelebat lalu tegak tidak jauh dari Bidadari Tujuh Langit
yang mendadak hentikan
langkah dengan sentakkan kepala ke samping.
DUA LAKSANA dibeliakkan tangan setan, sepasang mata
Bidadari Tujuh Langit mendelik angker. Gelegak nafsunya, padam seketika berganti
hawa kemarahan luar
biasa. Hingga dadanya bergerak turun naik dengan
dagu mengembung besar.
Di lain pihak, kemunculan Pendekar 131 membuat
Bidadari Pedang Cinta sedikit lega. Sementara gadis
berbaju biru gerakkan bola matanya pandang silih berganti pada Bidadari Pedang
Cinta dan murid Pendeta
Sinting. "Hem.... Pasti pemuda ini yang tadi sempat menegur
sebelum aku datang.... Siapa dia"! Dari pandangan
mereka, sepertinya mereka sudah saling kenal!" Gadis berbaju biru membatin lalu
putar bola matanya ke
arah Bidadari Tujuh Langit. "Perempuan tak beres ini ternyata memiliki gerakan
luar biasa cepat. Belum
sempat aku membuat gerakan, tahu-tahu dia telah
berhasil sarangkan totokan padaku dan gadis berbaju
hijau itu.... Bidadari Tujuh Langit. Sepertinya aku pernah dengar nama itu....
Sayang aku lupa siapa yang
mengatakannya! Aku harus cepat lakukan sesuatu!
Aku tidak ingin terus terlibat dalam urusan di tempat ini meski sebenarnya aku
penasaran dengan perempuan berbaju putih itu...."
Berpikir begitu, akhirnya gadis berbaju biru kerah-
kan tenaga dalam untuk lepaskan diri dari totokan
orang. Namun gadis ini jadi terlengak sendiri. Meski
dia telah kerahkan segenap tenaga luar dan dalam
yang dimiliki, tapi dia gagal buyarkan totokan yang
bersarang di tubuhnya!
Bukan hanya gadis baju biru yang terlengak, tidak
jauh dari sampingnya Bidadari Pedang Cinta tak kalah kagetnya mendapati dirinya
tidak berhasil lepaskan di-ri dari totokan yang bersarang di tubuhnya!
"Hem.... Pasti bangsat ini yang tadi perdengarkan
suara!" Bidadari Tujuh Langit mendesis: Lalu memben-
tak. "Laki-laki jahanam! Segera tinggalkan tempat ini!"
Pendekar 131 bukannya segera turuti bentakan o-
rang. Sebaliknya tersenyum dengan bola mata selusuri sekujur tubuh Bidadari
Tujuh Langit dari ujung rambut sampai ujung kaki.
"Hem.... Parasnya cantik. Potongan tubuhnya boleh.
Sayang.... Dia tidak tertarik dengan laki-laki.... Bagaimana bisa begitu"!" Joko
tegakkan kepala mem-
bayangkan. Bersamaan itu kedua bahunya berguncang
pulang balik. "Laki-laki tak dikenal! Lekas angkat kaki, atau tu-
buhmu akan kubuat terpotong bertabur!" Bidadari Tu-
juh Langit kembali membentak.
"Apakah diriku tidak menarik hatimu, Bidadari Tu-
juh Langit"!"
Bidadari Tujuh Langit tidak peduli dari mana orang
dapat mengenali dirinya. Dia tertawa bergelak. Lalu
angkat suara. "Kau memang memiliki wajah tampan. Potongan
bagus, hingga menjanjikan kenikmatan tersendiri da-
lam bercinta. Namun sayang, kau belum mencukupi
seleraku...! Di luaran sana, mungkin ada perempuan
lain yang tertarik dengan dirimu! Maka dari itu...."
Belum sampai Bidadari Tujuh Langit teruskan uca-
pan, murid Pendeta Sinting sudah memotong.
"Mau katakan padaku apa yang kurang menarik da-
ri diriku..."!"
"Pertama. Kau lancang datang dan ikut campur da-
lam urusanku! Kedua.... Potongan dan bentukmu tidak
membuat diriku berselera dan bergairah!"
"Hem.... Aku tahu mengapa kau sampai berucap
begitu. Pertama. Kau masih melihat bagian luar. Be-
lum tahu bagian dalamnya. Kedua.... Mungkin selama
ini kau terlalu banyak menikmati dengan para gadis
hingga belum pernah merasakan bagaimana keinda-
hannya dengan para pemuda. Dan ketiga. Mungkin ha-
timu pernah disakiti makhluk laki-laki, hingga kau..."
Sebelum Pendekar 131 lanjutkan ucapan, kini ganti
Bidadari Tujuh Langit yang menukas sambil tertawa
pendek. "Aku sudah hafal bagaimana potongan laki-laki luar
dan dalam! Aku sudah berpengalaman bagaimana me-
nikmatinya dengan laki-laki! Dan perlu kau dengar.
Aku tidak pernah patah hati!"
Jawaban Bidadari Tujuh Langit membuat murid
Pendeta Sinting tersenyum dengan anggukkan kepala.
Di lain pihak, wajah Bidadari Pedang Cinta dan gadis berbaju biru memerah. Jika
saja mereka dapat bergerak, mungkin mereka akan segera palingkan kepala.
"Kalau ketiga alasanku belum tepat, masih ada ala-
san lagi hingga mengapa kau tidak tertarik dengan la-ki-laki....!"
"Apa"!" sentak Bidadari Tujuh Langit.
"Suasana malam!"
Ketiga perempuan di tempat itu sama kerutkan da-
hi. Namun tak lama kemudian, Bidadari Tujuh Langit
sudah menyahut.
"Ucapanmu tidak masuk akal!"
Joko gelengkan kepala. "Kau mengatakan hafal po-
tongan laki-laki luar dalam. Tapi kau melihatnya di ke-remangan suasana malam.
Hingga yang kau lihat ha-
nyalah bayangan hitam. Dari situ lantas kau berpikir, makhluk laki-laki hanyalah
bayangan hitam yang selain bentuknya hitam tidak kelihatan, tapi juga jadi sama
persis dengan batangan pohon!"
Bidadari Tujuh Langit menyeringai dingin. "Siapa
pemuda ini sebenarnya" Belasan tahun malang me-
lintang dalam arena persilatan, baru kali ini bertemu dengan manusia yang pandai
bicara. Sikap dan ke-munculannya tadi sudah membuktikan kalau dia ber-
bekal ilmu. Hanya saja dari potongannya, dia bukan
berasal dari negeri ini...."
Setelah berpikir begitu, Bidadari Tujuh Langit ber-
tanya. "Siapa kau sebenarnya"!"
"Pertanyaan itu kau ajukan karena kau mulai terta-
rik denganku"!" Joko balik bertanya.
"Aku tidak berselera dengan laki-laki setampan apa
pun dia!" "Itu sudah tanda kalau kau belum pernah menik-
matinya dengan laki-laki. Kau masih menganggap po-
tongan laki-laki adalah batangan pohon dan apa saja
yang kelihatan hitam di malam hari!"
Ucapan Pendekar 131 membuat Bidadari Tujuh La-
ngit kertakkan rahang. Namun belum sampai perem-
puan bertubuh sintal ini buka suara, murid Pendeta
Sinting sudah teruskan bicaranya.
"Di sini ada dua orang yang sama denganmu. Kau
tadi sudah bisa menebak kalau mereka belum pernah
mereguk kenikmatan sepertimu. Tapi kalau mereka
kau tanya, pasti mereka akan lebih tertarik dengan la-ki-laki meski mereka belum
pernah merasakannya....
Kau tahu apa alasannya"!"
Tampang Bidadari Pedang Cinta dan gadis berbaju
biru berubah merah dengan mata mendelik. Walau
mereka tidak bisa berkata, namun dari mimiknya, jelas mereka tersinggung dengan
ucapan murid Pendeta
Sinting. Sementara Bidadari Tujuh Langit makin mera-
sa geram. Dia tidak segera jawab pertanyaan orang.
"Kau ingin tahu alasannya"!" Joko kembali ajukan
tanya. "Aku tak ingin dengar alasan! Yang kuinginkan, kau
segera angkat kaki dari hadapanku!"
"Aku tak akan pergi sebelum kau tahu alasannya!"
Lagi-lagi Bidadari Tujuh Langit tidak menjawab. Jo-
ko tersenyum dan diam beberapa lama karena dia
sendiri sebenarnya tidak tahu apa alasannya!
Karena Joko tidak buka mulut lagi, entah karena
apa Bidadari Tujuh Langit segera berseru lantang.
"Apa alasanmu, hah"!"
"Karena salah satu dari mereka adalah kekasihku!"
Bidadari Pedang Cinta dan gadis berbaju biru sama
tersentak kaget. Hampir bersamaan, bola mata kedua-
nya berputar menatapi sosok murid Pendeta Sinting
dengan wajah tidak mengerti. Saat lain bola mata me-
reka berputar saling pandang.
"Hem.... Aku tak tahu sejak kapan gadis jelita ini
mengikutiku. Tapi keberadaannya di sini bersamaan
dengan pemuda itu satu petunjuk kalau dia adalah
kekasih pemuda itu...."
Kalau Bidadari Pedang Cinta membatin begitu, lain
halnya dengan gadis berbaju biru. Diam-diam gadis ini juga berkata dalam hati.
"Mereka sudah saling kenal. Saat aku datang, me-
reka berdua sudah berada di tempat ini meski pemuda
itu tidak tunjukkan diri. Hem.... Mereka tampaknya
pasangan serasi. Yang laki-laki tampan, sedangkan
yang gadis berparas cantik...."
Baru saja gadis berbaju biru membatin begitu, Bi-
dadari Tujuh Langit tertawa panjang, lalu berujar.
"Yang mana kekasihmu"! Yang berbaju hijau atau
yang mengenakan pakaian warna biru"!"
Kembali Bidadari Pedang Cinta dan gadis berbaju
biru saling lempar pandang. Meski diam-diam mereka
sudah tahu apa jawabannya. Di lain pihak, Pendekar
131 gelengkan kepala. Lalu seraya tersenyum dia ber-
kata. "Kau tidak akan mendapat jawaban yang mana ke-
kasihku.... Karena itu, biarkan mereka tinggalkan tempat ini! Atau boleh saja
jika kau yang menghendaki untuk segera pergi!"
"Aku akan pergi dengan membawa kedua gadis je-
lita itu setelah membuatmu tetap di tempat ini dengan tubuh tanpa nyawa!"
"Hem.... Jangan-jangan kau berselera dan merasa
gairah bila melihat sosok laki-laki yang sudah tak ber-nyawa...."
Hawa kemarahan Bidadari Tujuh Langit sudah me-
muncak sampai ubun-ubun. Hingga tanpa sambuti
ucapan murid Pendeta Sinting, perempuan berbaju pu-
tih bertubuh sintal ini melompat ke hadapan Joko.
"Aku masih bisa menahan diri jika kau segera
enyah dari hadapanku!"
"Tanpa kau perintah aku akan enyah. Tapi harus
bersama kekasihku!"
Bidadari Tujuh Langit sudah membuat gerakan se-
belum murid Pendeta Sinting selesai berucap. Hingga
belum sampai Joko bergerak, dua buah tangan sudah
berkelebat di depan wajahnya!
Murid Pendeta Sinting berseru kaget. Buru-buru dia
angkat kedua tangannya menghadang pukulan yang
datang. Tapi tampaknya Joko tertipu. Meski tangannya yang
berkelebat lepaskan pukulan, sesungguhnya itu hanya
satu tipuan. Karena sejengkal lagi kedua tangan Bidadari Tujuh Langit membentur
kedua tangan Joko yang
terangkat, mendadak Bidadari Tujuh Langit tarik pu-
lang kedua tangannya. Saat bersamaan hampir tidak
dapat dilihat dengan mata biasa, kedua kaki Bidadari Tujuh Langit membuat
gerakan menendang dengan
kekuatan tenaga dalam tinggi.
Hampir saja Pendekar 131 terkecoh kalau dia tidak
bersikap waspada sejak tadi. Dengan petunjuk siuran
gelombang angin yang menderu ke arahnya, Joko su-
dah bisa meraba dari mana dan seberapa jarak puku-
lan yang menggebrak ke arahnya.
Joko cepat sentakkan kaki. Sosoknya mental bebe-
rapa tombak ke udara. Lalu melayang turun dengan
kedua kaki menyapu.
Bidadari Tujuh Langit tegakkan kepala mendongak.
Setelah mengukur jarak, perempuan bertubuh sintal
istri Datuk Kala Sutera ini tarik tubuh atasnya ke belakang. Sosoknya
melengkung. Dengan bertumpu pada kedua tangannya yang di-
tekankan di atas tanah, Bidadari Tujuh Langit angkat kedua kakinya ke atas
menghadang sapuan kedua ka-ki murid Pendeta Sinting.
Buukk! Buuukk! Terdengar benturan keras. Tubuh Pendekar 131 ter-
pental balik ke udara lalu turun dengan sosok tersentak-sentak! Dan tegak di
atas tanah setelah terhuyung-huyung beberapa saat dengan paras berubah pias. Ke-
tika dia memperhatikan kedua kakinya, ternyata sepa-
sang kakinya yang baru saja bentrok dengan kaki Bi-
dadari Tujuh Langit tampak mengembung merah!
Di lain pihak, Bidadari Tujuh Langit sempat terge-
tar. Kedua kakinya yang tersapu tendangan kaki murid Pendeta Sinting terlempar
balik lalu menghantam tanah. Tapi perempuan ini cepat tekankan kedua tan-
gannya. Hingga saat itu juga sosoknya yang me-
lengkung kembali tegak. Bidadari Tujuh Langit tidak
memeriksa kedua kakinya melainkan segera meman-
dang ke arah Joko yang telah tegak di seberang.
"Siapa sebenarnya pemuda ini..."! Dugaanku ter-
nyata tidak meleset. Dia berbekal ilmu yang tidak cekak. Tapi aku harus segera
selesaikan pemuda keparat itu. Jika tidak, bukan tak mungkin aku akan gagal
menik-mati keindahan cinta dengan kedua gadis itu!"
Berpikir sampai di situ, Bidadari Tujuh Langit sege-
ra kerahkan tenaga dalam. Sekali menyentak, terde-


Joko Sableng 38 Bidadari Delapan Samudra di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ngar deruan gelombang luar biasa dahsyat.
Murid Pendeta Sinting tidak mau bertindak ayal.
Dia segera kerahkan tenaga dalam siap lepas pukulan
'Lembur Kuning'.
Wuutt! Wuuutt! Ketika kedua tangan Joko mendorong, dua gelom-
bang dahsyat berkiblat disertai menebarnya hawa pa-
nas luar biasa dan satu gebrakan sinar kekuningan.
Byurr! Byuurr! Terdengar dentuman laksana gulungan gelombang
ombak. Tanah terbuka itu bergetar keras dan sebagian bongkahan batu langsung
tersapu porak-poranda. Gelombang yang melesat dari kedua tangan Bidadari Tu-
juh Langit semburat ke udara. Sementara sinar kuning pukulan sakti 'Lembur
Kuning' muncrat terpecah.
Tubuh Joko bergetar beberapa lama dengan kaki
goyah. Belum sempat dia mengerahkan tenaga untuk
imbangi diri, sosoknya telah tersapu beberapa langkah
dengan tangan bergetar dan dada berdenyut sakit. Ka-
lau saja Joko tidak segera kuasai diri dengan salurkan tenaga dalam, pasti dia
sudah muntahkan darah! Karena dia sudah merasakan perutnya mual dan tersen-
tak-sentak. Di seberang lain, Bidadari Tujuh Langit hanya ter-
surut tiga langkah. Rambutnya berkibar-kibar dengan
paras pucat pasi.
Sementara itu, karena tidak bisa membuat gerakan,
begitu terjadi bentrok pukulan, sosok Bidadari Pedang Cinta dan gadis berbaju
biru langsung terpental sebelum akhirnya terjengkang saling bertindihan!
TIGA BIDADARI Tujuh Langit tegak dengan rangkapkan
kedua tangan di depan dada. Sepasang matanya dipe-
jamkan. Kedua kakinya direntangkan melebar. Kejap
lain kedua tangan perempuan ini ditarik ke bawah lalu dihantamkan ke depan
dengan mata dibuka nyalang.
Wuutt! Wuutt! Wuss! Wuss! Dari kedua tangan Bidadari Tujuh Langit menyam-
bar dua gelombang dahsyat disertai bertaburnya hawa
panas menyengat. Namun gelombang ini ternyata
hanya pukulan untuk alihkan perhatian orang. Karena
hampir bersamaan dengan itu, dari sepasang mata Bi-
dadari Tujuh Langit berkiblat dua sinar hitam pekat
yang membuat pemandangan di tempat itu laksana di-
genggam kegelapan.
Pendekar 131 tercekat beberapa saat. Dia segera
melompat mundur beberapa tindak. Saat kemudian
dia sentakkan kedua tangannya.
Dari tangan murid Pendeta Sinting melesat serat-
serat biru bercahaya laksana benang. Inilah satu tanda jika Joko telah lepaskan
pukulan sakti 'Serat Biru'.
Gelombang angin dan dua sinar hitam tertahan be-
berapa lama di udara karena terlilit serat-serat biru yang terus berputar-putar.
Kejap lain terjadi pemandangan menakjubkan. Gelombang angin dan dua sinar
hitam yang melesat keluar dari kedua tangan dan bola mata Bidadari Tujuh Langit
bergerak cepat melambung
ke udara terdorong lilitan serat-serat biru. Lalu terde-ngarlah gelegar dahsyat
di atas udara berkali-kali!
Walau gelegar bentroknya pukulan itu berada di
atas udara, namun bukannya tidak membawa akibat.
Begitu gelegar terdengar, sosok murid Pendeta Sin-
ting langsung terpental beberapa tombak ke belakang
dan baru terhenti ketika sosoknya menghantam satu
bongkahan batu besar hingga bongkahan batu itu pe-
cah di bagian sisinya dan mencelat semburat.
Murid Pendeta Sinting perdengarkan batuk-batuk
beberapa kali sebelum akhirnya muntahkan darah
dengan tangan pegangi dadanya. Paras wajahnya lak-
sana tidak berdarah. Kedua tangannya bergetar keras
namun terasa kaku sulit digerakkan.
Di seberang sana, sosok Bidadari Tujuh Langit ter-
lempar beberapa tombak seraya perdengarkan seruan
tegang tertahan. Saat lain sosoknya terjengkang di atas tanah dengan darah
mengucur dari sudut bibirnya.
Sepasang matanya mendelik memejam, rasakan sakit
pada sekujur tubuhnya.
Bidadari Tujuh Langit cepat kerahkan hawa murni
untuk atasi luka dalam pada dirinya. Lalu seolah tidak merasakan sakit,
perempuan bertubuh sintal ini segera bangkit berdiri.
"Siapa sebenarnya pemuda jahanam ini"! Hampir
setengah abad malang melintang di rimba persilatan,
baru pertama kali ini aku bertemu dengan pukulan
yang mampu membuat pukulan 'Inti Gerhana'-ku ter-
tahan! Hem.... Kalau manusia satu ini tak segera di-
lenyapkan, bukan saja akan menghadang niatku me-
nikmati kemontokan kedua gadis itu, tapi juga akan
jadi batu sandungan semua tindakanku di kelak ke-
mudian hari!"
Habis membatin begitu, Bidadari Tujuh Langit arah-
kan pandang matanya pada murid Pendeta Sinting
yang juga sudah bergerak bangkit. Namun mendadak
perempuan ini kerutkan dahi dengan mata setengah
menyipit. Di depan sana, murid Pendeta Sinting tampak celi-
ngukan dengan bola mata mencari-cari. Wajahnya je-
las menunjukkan rasa aneh dan heran.
Bidadari Tujuh Langit ikuti ke mana mata Joko
mengedar. Saat itulah Bidadari Tujuh Langit tersentak.
Lalu membuat sikap yang sama seperti murid Pendeta
Sinting. Kepalanya bergerak dengan bola mata menca-
ri-cari! "Ke mana mereka"! Bagaimana mungkin hal ini bisa
terjadi"! Mungkinkah mereka berhasil buyarkan toto-
kanku"! Atau jangan-jangan ada manusia lain di tem-
pat ini yang tak kuketahui kehadirannya dan memba-
wa mereka pergi...! Atau barangkali pemuda jahanam
itu sendiri yang menyelamatkan mereka. Lalu pura-
pura mencari agar aku tidak menuduhnya...! Keparat
benar!" Bidadari Tujuh Langit membatin, karena ter-
nyata sosok Bidadari Pedang Cinta dan gadis berbaju
biru tidak kelihatan lagi.
Di lain pihak, lenyapnya Bidadari Pedang Cinta dan
gadis berbaju biru membuat murid Pendeta Sinting
terheran-heran dan celingukan mencari. Namun se-
jauh ini dia tidak bisa menemukan.
"Kapan mereka tinggalkan tempat ini"! Mereka telah
tertotok hingga tak bisa bicara atau membuat gerakan.
Bagaimana tahu-tahu mereka sudah lenyap"! Mung-
kinkah ada orang lain yang membawanya pergi"! Atau
mungkinkah perempuan cantik berbaju putih itu yang
melakukannya"! Siapa pun adanya orang itu, yang je-
las dia menyembunyikan kedua gadis itu saat suasana
gelap tadi...."
"Aku memberimu waktu agar kau mengembalikan
kedua gadis itu padaku!" Bidadari Tujuh Langit berteriak.
"Kau yang menyembunyikan! Kaulah yang harus
mengembalikannya padaku! Salah satu dari mereka
adalah kekasihku!" Joko ikut-ikutan membentak. Na-
mun sepasang matanya tidak mengarah pada sosok
Bidadari Tujuh Langit melainkan mengedar berkeliling.
Saat itulah terdengar suara orang tertawa bergelak
panjang. Bidadari Tujuh Langit tegakkan kepala ten-
gadah seolah ingin simak suara gelakan tawa yang ti-
ba-tiba terdengar. Sementara Pendekar 131 segera
berpaling. Di atas satu bongkahan batu, murid Pendeta Sin-
ting melihat satu sosok tubuh milik seorang laki-laki berusia sangat lanjut.
Parasnya lonjong dengan kulit putih pucat. Sosok orang tua ini kerempeng hingga
raut wajahnya hampir-hampir tidak tertutup daging.
Rambutnya panjang serta jarang. Sepasang matanya
membelalak besar seakan hendak mencelat keluar dari
dalam rongganya. Laki-laki kerempeng ini mengenakan
pakaian warna putih gombrong besar. Begitu besar
dan gombrongnya pakaian yang dikenakan, hingga
saat ada hembusan angin, sosok laki-laki tua ini terus bergerak-gerak meski dia
tidak membuat gerakan apa-
apa. "Mungkinkah dia yang mengambil Bidadari Pedang
Cinta dan gadis berbaju biru tadi..." Atau...." Joko tidak lanjutkan kata
hatinya. Karena bersamaan dengan
itu, dari balik bongkahan batu di mana laki-laki tua berpakaian gombrong tegak
berdiri, muncul seorang
perempuan. Walau usianya tidak muda lagi, namun
parasnya masih terlihat cantik. Perempuan berusia ki-ra-kira tiga puluh tahunan
itu berambut hitam lebat
dikuncir tinggi. Kulitnya putih bersih ditingkah hidung mancung dan bibir
dipoles merah menyala. Lehernya
jenjang. Dada besar mencuat dan pinggul padat meng-
goda dibalut pakaian tipis dan ketat warna biru.
"Hem.... Di negeri ini, aku banyak sekali menemu-
kan beberapa perempuan cantik...." Pendekar 131 ber-
gumam. Tanpa sadar di pelupuk matanya terbayang
beberapa perempuan yang sempat berurusan dengan-
nya. Antara lain muncul bayangan wajah Bidadari Bu-
lan Emas, Dewi Bunga Asmara, Mei Hua, dan Siao Ling
Ling yang beberapa waktu lalu sempat berkumpul di
Bukit Toyongga.
Laki-laki tua di atas bongkahan batu putuskan ta-
wanya. Lalu memandang pada murid Pendeta Sinting
dan Bidadari Tujuh Langit. Lalu angkat suara.
"Bidadari Tujuh Langit! Akhirnya kita bertemu juga!
Mudah-mudahan kau tidak lupa denganku! Kalaupun
tak ingat, kuharap kau tidak lupa dengan urusan yang terjadi antara kita!"
"Jangan banyak berharap pada perempuan jalang
macam dia! Yang jelas lupa atau tidak ingat, kita selesaikan urusan itu sekarang
juga!" Perempuan di
samping bongkahan batu menyahut.
Bidadari Tujuh Langit luruskan kepala memandang
dengan tampang dingin pada sosok laki-laki tua dan
perempuan di samping bawahnya.
"Iblis Muka Setan! Perempuan Kembang Darah!" Bi-
dadari Tujuh Langit mendesis. Lalu tertawa pendek.
Laki-laki di atas bongkahan batu berpaling pada pe-
rempuan di bawahnya. Lalu berujar.
"Tampaknya Bidadari mesum itu masih ingat pada
kita...." "Mungkin baru saja mendapat mangsa hingga piki-
rannya bersih!" si perempuan menyahut.
Tampang Bidadari Tujuh Langit merah padam den-
gan bola mata liar tatapi dua orang yang tegak di depan sana. Lalu berteriak.
"Iblis Muka Setan! Perempuan Kembang Darah!
Jangan kalian berlagak suci! Jangan kira aku tak tahu siapa adanya kalian!
Kalian adalah sepasang manusia
mesum yang hidup bersama-sama berpuluh-puluh ta-
hun tanpa kawin!"
Si laki-laki yang dipanggil Iblis Muka Setan tertawa.
Sementara si perempuan di bawahnya yang dipanggil
dengan Perempuan Kembang Darah menyeringai di-
ngin. "Kami memang mesum. Tapi kau lebih mesum!
Bahkan sebenarnya apa yang kami lakukan masih
pantas! Aku perempuan dan kekasihku Iblis Muka Se-
tan adalah laki-laki.... Sedang kau"! Kau adalah pe-
rempuan. Tapi kau lebih suka perempuan daripada la-
ki-laki!" "Hem.... Tampaknya mereka punya satu masalah!
Sebenarnya aku harus segera pergi. Tapi.... Terpaksa aku harus menunggu sampai
dapat kupastikan di ma-na kedua gadis tadi berada! Karena Bidadari Pedang
Cinta dapat memberiku keterangan di mana letaknya
Lembah Tujuh Bintang Tujuh Sungai! Sebab tak
mungkin lagi dapat kujajaki di mana Iblis Pedang Ke-
kasih dan Putri Pusar Bumi...." Pendekar 131 memba-
tin. Lalu melangkah mendekati satu bongkahan batu
agak besar dan duduk bersandar menunggu sambil
pulihkan tenaga.
"Apakah mereka yang menyembunyikan kedua ga-
dis cantik tadi"! Ah.... Tidak mungkin mereka yang melakukannya! Mereka memang
berilmu tinggi. Tapi aku
tak yakin mereka mampu membuat gerakan secepat
itu!" Bidadari Tujuh Langit juga membatin. Lalu kare-na tak sabar, perempuan
berbaju putih ini segera buka mulut.
"Iblis Muka Setan! Perempuan Kembang Darah! Ce-
pat katakan apa mau kalian sebenarnya!"
Iblis Muka Setan berpaling sesaat pada Perempuan
Kembang Darah. Bersamaan itu si perempuan mem-
buat satu kali gerakan. Sosoknya melesat dan tegak di atas bongkahan batu di
samping Iblis Muka Setan.
Perempuan Kembang Darah tersenyum. Lalu tanpa
malu-malu tangan kanannya melingkar pada pinggang
Iblis Muka Setan. Saat lain wajahnya disorongkan
mencium pipi kiri kanan Iblis Muka Setan yang keriput dan tanpa daging itu.
"Edan!" desis murid Pendeta Sinting melihat apa
yang dilakukan dua orang di atas bongkahan batu.
"Selain banyak bertemu perempuan cantik, di sini juga banyak kutemukan perempuan
bertabiat tak beres!"
Sementara melihat adegan di atas bongkahan batu,
Bidadari Tujuh Langit tersenyum dingin. Perempuan
bertubuh sintal ini sebenarnya akan buka suara. Tapi sebelum suaranya terdengar,
Iblis Muka Setan sudah
mendahului. "Bidadari Tujuh Langit! Kau pasti masih ingat akan
urusan kita pada beberapa tahun silam!"
"Hem.... Jadi kalian datang hendak selesaikan uru-
san itu"!"
Iblis Muka Setan geleng kepala. Lalu seraya balas
lingkaran tangan Perempuan Kembang Darah dengan
lingkarkan tangan kirinya pada pinggang Perempuan
Kembang Darah, dia berkata.
"Kami memang ingin selesaikan urusan itu! Nyawa
dua kakak seperguruanku masih belum bisa tenang
sebelum nyawamu melayang di tanganku! Dan perlu
kau tahu. Membuat nyawamu melayang bukan hal su-


Joko Sableng 38 Bidadari Delapan Samudra di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lit bagi kami berdua! Tapi kami tak akan lakukan hal itu! Terlalu enak jika kau
mampus begitu saja! Kami
ingin kau mampus dengan perlahan-lahan dan dengan
perasaan hancur!"
Mendengar ucapan Iblis Muka Setan, Bidadari Tu-
juh Langit tertawa bergelak. Lalu seraya tengadah dia berkata.
"Ucapanmu satu bukti kalau kau takut meng-
hadapiku!"
Perempuan Kembang Darah mendengus. Dia sudah
luruhkan tangan kanannya dari pinggang Iblis Muka
Setan dan siap hendak melompat. Tapi Iblis Muka Se-
tan menahan dengan isyarat palangkan tangan di de-
pan Perempuan Kembang Darah sambil berujar.
"Kekasihku.... Kita telah berjanji untuk tidak mem-
bunuhnya begitu saja. Kita ingin dan merasakan ke-
pedihan luar biasa di hari tuanya!"
Lagi-lagi Bidadari Tujuh Langit perdengarkan gela-
kan tawa keras mendengar ucapan Iblis Muka Setan.
Puas tertawa dia berkata.
"Bidadari Tujuh Langit tak akan pernah mengalami
masa tua! Buka mata kalian lebar-lebar! Apa ada pe-
rubahan pada diriku"!"
Iblis Muka Setan dan Perempuan Kembang Darah
sama tatapi raut wajah Bidadari Tujuh Langit. Mung-
kin karena tidak menduga akan bertemu dengan orang
yang dicari, mereka menjadi lupa memperhatikan pa-
ras wajah Bidadari Tujuh Langit. Dan baru sadar saat Bidadari Tujuh Langit
berkata tadi. "Hem.... Paras dan tubuhnya tidak berubah! Bagai-
mana hal ini bisa terjadi"! Dia dan suaminya memang
memiliki ilmu agar terlihat tetap awet muda. Tapi ilmu itu ada batasnya! Dan
seharusnya dia kini sudah berubah...." Iblis Muka Setan berbisik pada Perempuan
Kembang Darah. Perempuan Kembang Darah tidak menyahut. Iblis
Muka Setan lanjutkan bisikannya. "Sejak kita gagal
menemukannya pada enam belas tahun silam, perem-
puan itu kita dengar punya dua perubahan. Dia tetap
muda meski seharusnya dia telah berubah. Dan dia
kini punya kelainan! Dia menyukai perempuan daripa-
da laki-laki!"
"Iblis Muka Setan!" kata Bidadari Tujuh Langit.
"Mengapa hanya memandangku"! Terus terang saja.
Aku sekarang tidak begitu tertarik dengan laki-laki.
Tapi kalau kau suka, aku bersedia melayanimu....
Hik... Hik.... Hik.... Tapi dengan syarat. Kau serahkan kekasihmu itu beberapa
malam saja padaku...."
EMPAT TELINGA Perempuan Kembang Darah laksana dis-
ambar petir. Tampangnya berubah garang. Iblis Muka
Setan tak kalah berangnya. Sepasang matanya yang
melotot besar dijerengkan. Tulang-tulang pada wajah-
nya tampak bertonjolan bergerak-gerak.
Namun kedua orang ini masih coba menahan diri.
Iblis Muka Setan tegakkan wajah sesaat, lalu berkata.
"Bidadari Tujuh Langit! Aku bersedia menyerahkan
kekasihku ini padamu untuk beberapa malam. Tapi
tunggulah sampai saatnya datang! Tunggulah sampai
kau berperang dulu dengan perasaanmu sendiri! Dan
saat itu tidak akan lama lagi!
Habis berkata begitu, Iblis Muka Setan menoleh pa-
da kekasihnya Perempuan Kembang Darah. Lalu mem-
beri isyarat untuk segera tinggalkan tempat itu.
Tapi Bidadari Tujuh Langit tampaknya bisa memba-
ca gelagat. Sebelum kedua orang ini bergerak, Bidadari Tujuh Langit sudah
melompat. Lalu berseru.
'Iblis Muka Setan! Kudengar kau telah lama menca-
riku atas kematian guru dan kedua kakak seper-
guruanmu. Mengapa kau sekarang buru-buru hendak
pergi"!"
Belum sempat Iblis Muka Setan menyahut, Bidadari
Tujuh Langit sudah teruskan ucapan.
"Hari ini nyawamu masih kuampuni. Kau boleh
tinggalkan tempat ini! Tapi tanpa perempuan cantik di sampingmu itu! Biarkan dia
bersenang-senang dulu
beberapa malam denganku...!"
Perempuan Kembang Darah tampaknya sudah tak
sabaran mendengar ucapan Bidadari Tujuh Langit.
Namun lagi-lagi Iblis Muka Setan palangkan tangan
memberi isyarat agar Perempuan Kembang Darah me-
nahan diri. Menghadapi hal demikian, Bidadari Tujuh Langit
tertawa. Lalu berucap lagi. "Iblis Muka Setan! Mengapa kau halangi niat
kekasihmu yang hendak menyambut
tawaranku"! Kau takut dia tak akan kembali pada-
mu"!" Bidadari Tujuh Langit tertawa lagi sebelum ak-
hirnya lanjutkan ucapan.
"Percayalah.... Dia akan kukembalikan padamu da-
lam keadaan utuh! Bahkan aku akan memberi pelaja-
ran padanya bagaimana cara bercinta yang meng-
asyikkan!"
Kalau saja tidak ingat akan rencana yang telah dis-
usun, ingin rasanya Iblis Muka Setan berkelebat dan
menghantam. Namun begitu ingat, sekuat tenaga dia
menahan diri. Lalu berbisik pada Perempuan Kembang
Darah. "Kekasihku.... Kalau kita terus berada di tempat ini, bukan tak mungkin kita
akan terjebak bentrok dengannya. Hal ini akan membuat rencana kita bisa be-
rantakan! Kita harus segera pergi!"
Tanpa menunggu sahutan, Iblis Muka Setan cepat
tarik tangan Perempuan Kembang Darah lalu berkele-
bat. "Tinggalkan perempuan itu!" teriak Bidadari Tujuh
Langit seraya angkat kedua tangannya dan lepaskan
satu pukulan. Byurr! Byurr! Bongkahan batu di mana Iblis Muka Setan dan Pe-
rempuan Kembang Darah tegak, serta beberapa bong-
kahan di sampingnya langsung semburat pecah ter-
hantam gelombang angin yang berkiblat dari kedua ta-
ngan Bidadari Tujuh Langit. Namun sosok Iblis Muka
Setan dan Perempuan Kembang Darah sudah tidak ke-
lihatan lagi batang hidungnya! Hebatnya, saat itu juga terdengar suara disertai
tawa bergelak panjang.
"Bidadari Tujuh Langit! Kami pergi bukan karena
takut padamu! Kami hanya ingin melihatmu merasa-
kan dahulu bagaimana berperang dengan perasaan....
Tunggulah! Saat itu tidak lama lagi akan datang men-
jumpaimu! Ha.... Ha...."
Bidadari Tujuh Langit tegak dengan wajah dido-
ngakkan. Dia tahu pasti bahwa yang baru saja perde-
ngarkan suara adalah Iblis Muka Setan.
"Apa maksud ucapan manusia itu"!" pikir Bidadari
Tujuh Langit. Entah tak dapat menemukan jawaban,
akhirnya perempuan ini menenangkan diri dengan
bergumam. "Mungkin mereka takut menghadapiku! Lagi pula
untuk apa aku memikirkannya"!" Saat itulah Bidadari
Tujuh Langit ingat pada Bidadari Pedang Cinta dan
gadis berbaju biru. Dia cepat putar tubuh dengan mata mengedar berkeliling.
"Tak mungkin dua jahanam tadi yang sembunyikan
dua gadis itu! Jadi siapa"!" Mata Bidadari Tujuh Langit akhirnya sampai pada
sosok murid Pendeta Sinting
yang duduk bersandar di bongkahan batu.
"Dia juga tak mungkin! Hem.... Jangan-jangan ke-
duanya berhasil lepaskan diri dari totokanku! Tapi...."
Bidadari Tujuh Langit tampak bingung dan bimbang.
Hingga untuk beberapa lama dia hanya tegak dengan
pandangi Pendekar 131. "Gara-gara bangsat itu rejeki besar bisa lepas dari
tangan!" Bidadari Tujuh Langit berkelebat. Tahu-tahu sosok-
nya telah tegak delapan langkah di hadapan Joko.
"Pemuda bangsat! Kau harus bayar hilangnya dua
calon pengantinku dengan nyawa dan cincangan tu-
buhmu!" Pendekar 131 bergerak bangkit. Dia sudah hendak
menyahut ucapan Bidadari Tujuh Langit. Namun men-
dadak mulutnya dikatupkan lagi. Sepasang matanya
dijerengkan besar-besar. Bukan memandang pada Bi-
dadari Tujuh Langit, melainkan pada jurusan lain di
mana terlihat satu sosok tubuh tengah berjalan me-
nuju ke arahnya dengan bibir sunggingkan senyum.
"Hem.... Dia!" Joko berseru dalam hati mengenali
siapa adanya sosok yang melangkah di depan sana.
"Kalau dia berada di tempat ini, aku hampir merasa
yakin pasti dia yang membawa kedua gadis tadi!"
Di lain pihak, entah karena telah dibuncah dengan
hawa kemarahan karena lenyapnya Bidadari Pedang
Cinta dan gadis berbaju biru, serta karena datangnya orang yang melangkah ke
arahnya dari bagian belakang, Bidadari Tujuh Langit tidak bisa menangkap ke-
munculan orang yang teruskan langkah seraya se-
nyam-senyum. Setelah terdiam beberapa saat, akhirnya Joko buka
mulut lagi dan berkata.
"Bidadari Tujuh Langit! Bagaimana kalau aku me-
nawarkan seorang calon pengantin padamu sebagai
ganti dari kedua calon pengantinmu yang lenyap ta-
di"!"
Bidadari Tujuh Langit tidak menyahut. Sebaliknya
makin sengatkan pandangannya pada sosok murid
Pendeta Sinting.
"Bidadari.... Kau tak usah khawatir! Meski calon
yang kutawarkan padamu hanya satu orang, tapi aku
yakin, dia bisa membuatmu menikmati malam pengan-
tin seperti jika kau bersama dua calon pengantinmu
yang lenyap tiada kabar tadi...! Lebih dari itu, seandainya kecantikan dua calon
pengantinmu tadi dipadu ja-
di satu, pasti belum bisa menandingi kecantikan calon pengantin yang akan
kutawarkan padamu...!"
Karena Bidadari Tujuh Langit belum juga menya-
hut, murid Pendeta Sinting kembali angkat suara se-
raya senyum-senyum.
"Dan perlu kau tahu. Calon pengantin yang kuta-
warkan kujamin tidak akan bertindak macam-macam
apalagi menentang keinginanmu seperti halnya dua ca-
lon pengantinmu tadi!"
"Apa yang dikatakannya benar, Bidadariku...." Men-
dadak satu suara menyahut. "Dengan senang hati aku
akan menyediakan diri bersenang-senang menikmati
indahnya cinta bersamamu.... Ah.... Ah.... Lebih dari itu, aku sudah persiapkan
tempat indah buat kita! Ju-ga gaun pengantin berbulu domba...!"
Kepala Bidadari Tujuh Langit langsung berputar.
Memandang ke depan, ia melihat seorang nenek be-
rambut putih panjang menjulai hingga betis. Sosoknya tambun besar hingga
gumpalan daging di perutnya
tampak bergerak turun naik ketika nenek ini bergerak melangkah. Sepasang matanya
sipit. Bukan karena bo-la matanya sipit, namun karena tebalnya kulit wajah
yang dimilikinya. Hidungnya melesak masuk ke dalam
gumpalan kulit wajah yang tebal. Mulutnya hampir-
hampir tak kelihatan karena tertutup tebalnya kulit
pada kedua pipinya. Perempuan tua ini mengenakan
pakaian merah menyala dan sangat ketat.
"Putri Pusar Bumi!" desis Bidadari Tujuh Langit da-
pat mengenali siapa adanya nenek bertubuh tambun
besar berpakaian merah menyala. Dia terlihat tercekat beberapa saat melihat
kemunculan si nenek yang bukan lain memang Putri Pusar Bumi adanya.
Putri Pusar Bumi hentikan langkah sepuluh tindak
di hadapan Bidadari Tujuh Langit. Lalu buka mulut.
"Bidadari.... Telah lama aku dengar namamu.... Te-
lah lama pula aku mencarimu...." Sepasang mata milik Putri Pusar Bumi yang
seakan terlipat di dalam tebalnya kulit wajah mengerjap beberapa kali.
"Hem.... Tak kusangka kalau hari ini aku akan ber-
temu dengan beberapa manusia yang pada beberapa
puluh tahun silam punya urusan denganku! Kemun-
culan nenek gembrot ini pasti sama dengan niat Iblis Muka Setan dan Perempuan
Kembang Darah! Hendak
selesaikan urusan masa silam! Hem.... Perempuan
gembrot ini memang tidak bisa kutaklukkan pada be-
berapa puluh tahun silam. Tapi sekarang aku bukan-
lah Bidadari Tujuh Langit seperti beberapa puluh ta-
hun yang lalu...!" Bidadari Tujuh Langit bergumam dalam hati.
"Bidadari.... Kau jangan salah duga. Keberadaanku
di sini bukan untuk selesaikan masalah seperti halnya dua sahabatku yang baru
saja pergi! Masalah itu sudah kuanggap tidak pernah terjadi!" Putri Pusar Bumi
berkata seolah bisa menangkap apa yang baru digu-mamkan Bidadari Tujuh Langit.
"Hem.... Lalu apa maksudmu"!" bentak Bidadari Tu-
juh Langit. Putri Pusar Bumi tertawa melengking dahulu sebe-
lum berkata. "Kudengar sekarang kau memiliki satu hal aneh...."
Putri Pusar Bumi putuskan ucapan beberapa saat de-
ngan kepala diputar berkeliling. Lalu lanjutkan uca-
pan. "Di sini tidak ada perempuan. Jadi aku berani ber-
terus terang padamu.... Sebenarnya aku juga punya
hal aneh sepertimu! Mungkin ini sudah satu takdir
yang harus kita terima.... Kita memiliki rasa suka pada sesama perempuan!"
Bidadari Tujuh Langit tampak terkesiap kaget. Dia
perhatikan lebih seksama sosok Putri Pusar Bumi den-
gan dahi berkerut.
Yang diperhatikan tertawa ngakak, hingga gum-
palan daging di perut dan wajahnya bergerak-gerak.
Saat lain dia teruskan bicara.
"Hal aneh itulah yang membuatku selalu ingin ber-
temu dan mencarimu! Aku juga dengar kau telah me-
miliki Sepasang Cincin Keabadian! Sungguh satu kebe-
runtungan bagimu.... Karena dengan cincin itu, kau
akan tetap terlihat cantik dan awet muda.... Dan berar-
ti kesempatanmu untuk menikmati kesenangan hidup
bisa lebih lama...."
"Hem.... Dia tahu banyak tentang diriku.... Tapi aku tidak percaya pada apa yang


Joko Sableng 38 Bidadari Delapan Samudra di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

baru saja diucapkan! Tak mungkin dia suka sama perempuan!" Bidadari Tujuh
Langit terus membatin tanpa buka suara.
"Bidadariku.... Pemuda itu tadi telah menawarkan
satu calon pengantin padamu. Kau tahu siapa calon
yang ditawarkan!"
Lagi-lagi Bidadari Tujuh Langit hanya memandang
tanpa bersuara. Putri Pusar Bumi tersenyum lagi lalu berkata.
"Bidadariku.... Pemuda itu adalah orang keperca-
yaanku yang kuperintahkan mencari beberapa gadis
muda dan cantik...." Putri Pusar Bumi tunjuk murid
Pendeta Sinting. "Karena tak mungkin aku berjalan
mencari sendiri. Dengan umpan parasnya yang tam-
pan, akan banyak gadis yang tergaet olehnya. Lalu dia akan serahkan gadis-gadis
itu padaku.... Dan kalaupun hari Ini terpaksa aku berjalan sendiri, itu karena
kau!" "Hem.... Jangan kira aku tak tahu apa yang ada da-
lam benakmu, Perempuan Gembrot!" Tiba-tiba Bidada-
ri Tujuh Langit berteriak.
"Ah.... Ah.... Aku sangat senang kau telah tahu apa
yang ada dalam benakku. Jadi, apakah kita pergi sekarang"!"
"Siapa mau bercinta dengan nenek gembrot seper-
timu"!"
"Ah.... Ah.... Kau ini bagaimana"! Kau baru saja bi-
lang tahu apa yang ada dalam benakku. Tapi mengapa
kau meradang saat kuajak pergi"! Jangan-jangan kau
salah menebak apa yang ada dalam benakku!"
"Kau inginkan Sepasang Cincin Keabadian!"
Putri Pusar Bumi tertawa panjang hingga gumpalan
daging perutnya turun naik pulang balik. Lalu kepa-
lanya menggeleng saat berkata.
"Dugaanmu keliru, Bidadariku.... Tak terlintas da-
lam benakku untuk memiliki Sepasang Cincin Keba-
dian! Yang kuinginkan justru menjadi pengantinmu
mulai hari ini hingga waktu yang tak terhingga.... Itulah tujuanku selalu ingin
bertemu dan mencarimu!"
Sepasang mata Bidadari Tujuh Langit mendelik ang-
ker. Sosoknya bergetar keras. Lalu berteriak lantang.
"Kau kira aku sudi bercinta dengan nenek kedodo-
ran sepertimu, hah"!"
Habis berteriak begitu, tawa Bidadari Tujuh Langit
meledak keras. Putri Pusar Bumi surutkan langkah seolah ngeri
dengan jawaban Bidadari Tujuh Langit. Namun saat
lain kembali perempuan bertubuh tambun ini telah
maju selangkah dan berujar pelan setengah terisak.
"Bidadariku.... Telah kuhabiskan beribu-ribu hari
untuk merawat wajahku. Sudah kutelusuri beribu-ribu
tombak untuk mencari daun-daunan obat agar poto-
ngan tubuhku tetap menggairahkan saat dipandang!
Telah kuhabiskan berbatang-batang kayu cendana
agar aromaku seperti Bidadari sungguhan. Telah ber-
atus-ratus purnama tubuhku kutimpuki lulur beng-
kuang agar kulitku tetap padat dan kencang! Telah
kupergunakan beribu-ribu daun lidah buaya untuk
merawat rambutku. Malah telah berpuluh-puluh pe-
muda tampan yang kutolak keinginannya melamar di-
riku...!" Putri Pusar Bumi hentikan ucapannya lalu
tersedu-sedu keras. Saat lain dia pukul-pukulkan ke-
dua tangannya pada gumpalan daging di depan perut-
nya sambil berkata.
"Kalau pada akhirnya kau menolak kehadiranku di
sampingmu, tak mungkin semua itu kulakukan! Tak
mungkin! Tak mungkin! Ah.... Ah...."
LIMA BIDADARI Tujuh Langit perdengarkan dengusan ke-
ras mendengar ratapan Putri Pusar Bumi. Dia masih
tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya
dari mulut perempuan bertubuh tambun besar itu.
Namun sebelum dia sempat buka mulut, Pendekar 131
sudah menyahut.
"Bidadari Tujuh Langit.... Dia tidak berkata dusta!
Malah dia telah habiskan beribu-ribu tombak untuk
berlari-lari kecil tiap pagi dan sore agar tubuhnya tidak bergumpal kedodoran!
Dia telah lewatkan berjuta-juta suara yang terdengar di telinganya agar tidak
tergoda dengan rayuan beberapa pemuda yang tergila-gila padanya! Dia telah tutup
mata dan tutup mulut agar ti-
dak melihat sesuatu yang bisa membuat hatinya ter-
goda dan mulutnya mengatakan rasa cinta pada bebe-
rapa pemuda yang selalu menanti jawabannya! Malah
dia tidak berusaha membalas beberapa surat yang di-
kirim beberapa tokoh yang diam-diam mengharapkan-
nya.... Maka dari itu, kuharap kau tidak menolaknya!
Dia manusia sempurna.... Potongan yahut, wajah im-
ut-imut, sifat penurut, sikap pantang surut, hatinya lembut, pusarnya berambut,
dan...." "Diam!" Bidadari Tujuh Langit berteriak setengah
menjerit. Kepalanya pulang balik menghadap Putri Pu-
sar Bumi dan Pendekar 131 dengan unjuk tampang
berang. Sekonyong-konyong Putri Pusar Bumi dan Pendekar
131 putuskan tawa masing-masing. Sementara Bida-
dari Tujuh Langit mendongak sambil membatin.
"Aku memang telah memiliki Sepasang Cincin Kea-
badian walau cuma satu. Tapi itu sudah cukup mem-
buat ilmuku bertambah pesat. Namun bersama berla-
lunya waktu, bukan tak mungkin perempuan gembrot
itu juga bertambah pesat perkembangannya.... Hem....
Inilah saatnya aku mencoba! Tapi...."
Belum sampai Bidadari Tujuh Langit lanjutkan
membatin, Putri Pusar Bumi sudah angkat suara.
"Bidadariku.... Sebenarnya aku kecewa dengan pe-
nolakanmu ini. Karena kau telah dengar bagaimana
berat pengorbananku selama ini. Tapi rasa kecewa ini bisa lenyap kalau kau mau
dengar sedikit ucapanku...."
Tanpa menunggu jawaban dari mulut Bidadari Tu-
juh Langit, Putri Pusar Bumi berkata lagi. "Kembali-
kanlah Sepasang Cincin Keabadian pada orang yang
berhak memilikinya! Dengan begitu malapetaka besar
yang sudah menghadang di depanmu bisa hilang...!"
Bidadari Tujuh Langit tertawa pendek lalu berkata.
"Bidadari Tujuh Langit pantang mengembalikan
benda yang sudah berada di tangannya! Dan Bidadari
Tujuh Langit pantang surutkan langkah menghadapi
aral yang melintang! Jangan kau mimpi bisa merayuku
dengan ucapan kampungan seperti itu! Lagi pula...."
"Aku tidak merayumu!" Putri Pusar Bumi sudah
menyahut sebelum Bidadari Tujuh Langit lanjutkan
ucapannya. "Apa yang kukatakan adalah sesuatu yang
selama ini dapat kutangkap! Aral maha besar akan
menghadangmu jika kau tidak mengembalikan Sepa-
sang Cincin Keabadian pada orang yang berhak!"
"Aral apa, hah"!" Bidadari Tujuh Langit bertanya.
Putri Pusar Bumi geleng kepala. "Aku tidak bisa
mengatakannya. Yang jelas aral itu masih ada kaitan-
nya dengan tindakanmu saat mengambil Sepasang
Cincin Keabadian!"
"Kau keliru, Perempuan Gembrot! Sepasang Cincin
Keabadian bukan kuambil. Tapi diserahkan suka rela
padaku!" Lagi-lagi Putri Pusar Bumi gelengkan kepala. "Aku
memang tidak melihat bagaimana saat kau menda-
patkannya. Namun dari perubahanmu aku bisa mene-
bak apa yang terjadi saat itu!"
"Apa yang kau ketahui, hah?"
"Kau mengambilnya dengan paksa. Dan karena sia-
pa pun sudah tahu bagaimana si pemilik Sepasang
Cincin Keabadian, maka tanpa satu muslihat yang di-
rencanakan matang, tak mungkin Cincin Keabadian
dapat diambil dari tangannya!"
"Hem.... Kalau aku tak mau mengembalikan, kau
mau apa"!"
"Aku hanya memberi saran pada seorang sahabat.
Soal saranku diterima, aku akan berucap syukur. Ka-
lau tidak, terserah!"
"Lantas urusan kenikmatan Itu bagaimana"!" Pen-
dekar 131 menyela sambil memandang pada Putri Pu-
sar Bumi. "Pujaanku.... Aku tidak akan memaksakan kehen-
dak pada orang yang tidak suka. Meski karena Itu aku telah berkorban puluhan
tahun lamanya! Atau barangkali sahabat cantik kita itu sudah berubah. Dia
sekarang tidak lagi memiliki rasa suka pada perempuan
sepertiku. Tapi sudah kesengsem dengan pemuda se-
pertimu!" Tak tahan dengan ucapan Putri Pusar Bumi, Bida-
dari Tujuh Langit balikkan tubuh menghadap lurus
pada Putri Pusar Bumi. Kedua tangannya diangkat.
Anehnya, Putri Pusar Bumi tidak unjukkan rasa ta-
kut. Sebaliknya tersenyum lalu enak saja berkata dengan luruskan wajah ke arah
murid Pendeta Sinting.
"Kau pemuda beruntung. Datang jauh-jauh dari negeri
seberang lalu mendapat perempuan yang beraroma
bak kembang! Kuucapkan selamat padamu.... Juga se-
lamat tinggal!"
Dari ucapan orang tampaknya Bidadari Tujuh La-
ngit sudah bisa meraba apa lanjutan yang akan dila-
kukan Putri Pusar Bumi. Hingga belum sampai perem-
puan bertubuh tambun besar ini berkelebat pergi, Bi-
dadari Tujuh Langit sudah sentakkan kedua tangan-
nya lepas pukulan jarak jauh.
Wuutt! Wuuutt! Dua gelombang dahsyat perdengarkan deruan keras
berkiblat lurus ke arah Putri Pusar Bumi.
Putri Pusar Bumi pukulkan tangan kanan pada
gumpalan daging di depan perutnya.
Buunggg! Terdengar gaung menggelegar pekakkan gendang te-
linga. Lalu satu gulungan gelombang menggelundung
deras menghadang gelombang yang melesat keluar dari
kedua tangan Bidadari Tujuh Langit.
Busss! Busss! Busss!
Terdengar beberapa kali suara seperti hembusan
balon saat gelombang dari kedua tangan Bidadari Tu-
juh Langit bentrok dengan gulungan gelombang dari
gumpalan daging perut Putri Pusar Bumi. Hebatnya,
bersamaan dengan itu, tanah terbuka yang banyak di-
tebari bongkahan batu itu laksana dilanda gempa dah-
syat. Sosok Bidadari Tujuh Langit tersentak-sentak
mundur beberapa tindak dengan paras pucat. Semen-
tara meski tidak surutkan langkah, sosok besar Putri Pusar Bumi tampak
berguncang-guncang. Hingga
gumpalan daging pada wajah dan perutnya bergerak
pulang balik turun naik. Rambutnya yang panjang
menjulai berkibar-kibar.
Bidadari Tujuh Langit cepat kuasai diri. Lalu lipat
gandakan tenaga dalam. Sepasang matanya dipejam-
kan. Lalu kedua tangannya dirangkapkan di depan da-
da. "Bidadari.... Maaf kalau aku tak bisa melayanimu lebih lama lagi...." Putri
Pusar Bumi berkata. Suaranya jelas masih terngiang di tempat itu, tapi sosoknya
sudah berada jauh di depan sana! Hingga tatkala Bidada-ri Tujuh Langit buka
sepasang matanya dan luruhkan
kedua tangannya hendak lepaskan pukulan, perem-
puan bertubuh sintal ini menjadi tersentak sendiri.
"Gerakannya cepat sekali! Astaga! Jangan-jangan
dia yang mengambil dua gadis itu saat keadaan gelap
tadi!" Bidadari Tujuh Langit bergumam. Teringat akan kedua gadis itu, Bidadari
Tujuh Langit jadi lupa pada murid Pendeta Sinting yang masih tegak di tempat
itu. Hingga tanpa pikir panjang lagi dia hentakkan kaki.
Sosoknya melesat laksana kesurupan mengejar Putri
Pusar Bumi! "Hilang sudah satu kesempatan! Tak mungkin aku
ikut mengejar. Dan berarti aku harus mencari orang
lain yang bisa menjelaskan di mana letak Lembah Tu-
juh Bintang Tujuh Sungai! Hem.... Apakah aku harus
mencari orang selain Dewa Asap Kayangan untuk men-
jelaskan peta wasiat ini" Ah... itu tidak mungkin. Negeri ini banyak sekali
dirundung masalah! Satu urusan belum tuntas betul, kini ada urusan lagi yang
tampaknya tak kalah serunya dengan urusan peta wa-
siat.... Hem.... Ke mana aku harus pergi"!
Selagi Pendekar 131 dilanda kebimbangan, menda-
dak satu bayangan berkelebat lalu tegak sejarak dua
puluh lima langkah di seberang sana. Orang ini putar
pandangan beberapa saat. Lalu melangkah perlahan-
lahan ke arah murid Pendeta Sinting. Dia baru henti-
kan langkah saat berada tujuh tindak di depan Joko.
Joko memperhatikan beberapa lama. Namun sejauh
ini murid Pendeta Sinting tidak bisa melihat wajah
orang, karena orang ini mengenakan kerudung besar
hingga raut wajahnya hanya terlihat bagian hidung
dan sebagian bibirnya. Tapi dari sikap dan pakaian
yang dikenakan, Joko bisa menebak jika sosok orang
itu adalah seorang perempuan.
"Kalau tak salah lihat, bukankah yang tegak di ha-
dapanku saat ini adalah seorang pemuda dari negeri
asing yang dikenal dengan Pendekar 131 Joko Sab-
leng"!" sosok berkerudung perdengarkan suara. Suara
orang ini sangat merdu.
"Hem.... Aku yakin sekarang. Dia adalah seorang
perempuan! Herannya, dari mana dia bisa mengenali-
ku"! Padahal aku yakin. Baru kali ini bertemu dengan orang yang berciri seperti
dia!" Pendekar 131 membatin dengan wajah terkejut mendapati orang telah tahu
siapa dirinya. Joko pentangkan mata coba meneliti raut wajah
orang. Namun yang dilihat segera tarik kerudung be-
sarnya. Hingga hidung dan sebagian mulutnya tidak
kelihatan. "Siapa kau"!" Akhirnya Joko menegur setelah gagal
mengetahui siapa adanya orang dan orang itu tampak-
nya juga tidak ingin diketahui.
"Pendekar 131.... Siapa aku rasanya tidak begitu


Joko Sableng 38 Bidadari Delapan Samudra di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

penting. Dan kau tak usah paksakan diri untuk me-
ngetahui siapa adanya aku. Selain hal itu hanya
buang-buang waktu, juga tidak ada gunanya! Di anta-
ra kita tidak ada urusan. Namun aku bisa menangkap
satu hal dari dirimu. Kau tengah dilanda kebimbangan
tak tahu harus ke mana bertanya! Benar"!"
Untuk kedua kalinya Joko tersentak kaget men-
dapati orang seolah tahu apa yang tengah melanda di-
rinya. Joko sudah buka mulut hendak ajukan tanya.
Namun sebelum suaranya terdengar, orang perempuan
berkerudung di hadapannya sudah bersuara.
"Pendekar 131.... Waktu pertemuan kita tidak ba-
nyak.... Aku memberimu kesempatan kalau kau ingin
bertanya apa saja padaku! Aku tahu. Sebagai penda-
tang baru di negeri ini, kau masih belum kenal benar dengan orang-orang maupun
daerah sekitar sini! Aku
bersedia menjelaskan padamu kalau ada sesuatu yang
belum kau ketahui...."
"Hem.... Siapa orang ini sebenarnya"! Mengapa tiba-
tiba menawarkan jasa padaku"!" Joko terus membatin
dengan menduga-duga. Hingga untuk beberapa lama
dia tidak perdengarkan suara.
"Hem.... Kau tampaknya tidak percaya padaku. Tak
apa-apa! Kita memang harus waspada pada setiap
orang yang belum kita kenal. Tapi kau harus sadar.
Saat ini kau butuh penjelasan seseorang yang masih
ada kaitannya dengan urusanmu di puncak Bukit
Toyongga...."
Kali ini murid Pendeta Sinting tak dapat lagi sem-
bunyikan rasa kejutnya. "Dia tahu banyak sekali uru-
sanku! Apakah aku harus bertanya padanya"!"
Karena murid Pendeta Sinting tidak juga buka sua-
ra, akhirnya perempuan berkerudung putar diri seraya berkata.
"Pendekar 131.... Kuucapkan selamat jalan! Mudah-
mudahan kau bertemu dengan orang yang kau percaya
untuk menjelaskan semua urusanmu!"
Habis berkata begitu, perempuan berkerudung me-
langkah hendak tinggalkan tempat itu.
"Tunggu!" Pendekar 131 berteriak. Lalu melompat
dan tegak lima langkah di samping perempuan berke-
rudung. "Aku memberimu kesempatan untuk menimbang
dulu sebelum kau berbicara urusanmu denganku! Aku
tak ingin bicara dengan orang yang hatinya masih di-
rasuki perasaan curiga!"
"Mau katakan dahulu siapa kau adanya"!" tanya
Joko. "Ucapanmu satu petunjuk kalau kau masih curiga!
Berarti mustahil bagiku untuk terus berada di tempat ini!" Si perempuan
berkerudung kembali akan melangkah. Tapi Joko cepat-cepat menghadang di hadapan-
nya dan berujar.
"Aku percaya padamu.... Tapi kuharap kau nanti-
nya tidak berkata dusta!"
"Kau kira ada untungnya aku bicara dusta pada-
mu"! Kita tidak saling kenal sebelum ini meski aku ta-hu banyak siapa dirimu!
Dan kalaupun aku menawar-
kan jasa, semata-mata karena aku tahu siapa dirimu
sebenarnya, serta tugas apa yang ada di pundakmu!
Juga sebagai rasa terima kasih atas tindakanmu hing-
ga dunia persilatan tanah Tibet bisa selamat dari bencana yang makin besar!"
"Ucapanmu terlalu menyanjung.... Padahal aku ti-
dak merasa sebagai juru selamat tanah Tibet! Aku ti-
dak melakukan apa-apa...!"
Si perempuan berkerudung tertawa pelan. "Rasanya
sulit menemukan orang sepertimu di masa sekarang
ini! Kau telah berbuat banyak demi tenteramnya dunia persilatan tanah Tibet,
tapi kau tidak merasa berja-sa.... Jadi sudah selayaknya kalau dirimu mulai men-
jadi buah bibir beberapa orang di tanah ini!"
"Ah.... Kau terlalu mengada-ada. Kau terlalu mem-
besarkan urusan kecil!"
"Hem.... Urusan peta wasiat yang tersimpan di Per-
guruan Shaolin bukan urusan kecil, Pendekar 131....
Kalau tidak ada dirimu, aku tidak bisa membayangkan
apa yang terjadi! Pasti pertumpahan darah akan terus berlangsung! Dan rakyat pun
tak luput dari getahnya.
Karena kau tahu sendiri. Ternyata pihak kerajaan te-
lah turun tangan ikut campur!"
"Hem.... Jadi orang ini benar-benar tahu banyak
tentang urusanku.... Dan tampaknya bisa dipercaya!"
Joko membatin. "Pendekar 131.... Aku siap menjelaskan apa yang
belum jelas bagimu! Tapi kuminta kau tidak bicara
dusta! Karena sekali kau berdusta, jalan urusanmu ja-di berbelok!"
Pendekar 131 berpikir beberapa saat sebelum akhir-
nya buka suara.
"Kau tahu di mana letak Lembah Tujuh Bintang Tu-
juh Sungai"!"
Yang ditanya bukannya segera menjawab, melain-
kan tegakkan wajah mendongak seraya rapikan keru-
dung yang menutupi wajahnya!
ENAM KAU tahu letak Lembah Tujuh Bintang Tujuh Sun-
gai"!" kembali Pendekar 131 ajukan tanya setelah di-
tunggu agak lama perempuan berkerudung hanya te-
gak tanpa memberi jawaban.
"Pergilah ke utara. Kira-kira seratus tombak dari si-ni kau akan menemukan
sebuah lembah. Itulah lem-
bah yang kau cari!" Perempuan berkerudung akhirnya
buka mulut. Lalu ajukan tanya.
"Siapa yang hendak kau temui"!"
Kali ini Pendekar 131 yang terdiam beberapa lama.
Hingga akhirnya perempuan berkerudung ajukan
tanya lagi. "Kau keberatan mengatakan siapa orang yang akan
kau temui"!"
"Aku hendak menemui Dewa Asap Kayangan!"
Perempuan berkerudung perdengarkan tawa perla-
han, membuat murid Pendeta Sinting sedikit merasa
heran dan bertanya.
"Mengapa kau tertawa. Apa ada yang menggeli-
kan"!"
"Kau berjanji untuk jumpa di sana"!" Perempuan
berkerudung balik ajukan tanya.
"Bukankah Lembah Tujuh Bintang Tujuh Sungai
adalah tempat tinggal Dewa Asap Kayangan?"
"Siapa yang mengatakan begitu padamu"!"
"Jadi..."!" Pendekar 131 melongo.
"Aku tahu siapa Dewa Asap Kayangan. Karena dia
adalah salah seorang sahabatku. Kau boleh percaya
atau tidak. Yang jelas Dewa Asap Kayangan tidak me-
netap di sana!"
"Bagaimana ini..."! Apakah perempuan ini tidak
berdusta"! Tapi mengapa Dewa Asap Kayangan menga-
takan...." *
Belum sampai Joko teruskan membatin, perempuan
berkerudung sudah buka suara. "Pendekar 131! Lem-
bah Tujuh Bintang Tujuh Sungai memang dihuni sese-
orang. Tapi bukan Dewa Asap Kayangan!"
"Lalu siapa"!"
"Dia adalah adik kandung Dewa Asap Kayangan!"
"Hem...." Murid Pendeta Sinting bergumam seraya
anggukkan kepala. "Jadi Dewa Asap Kayangan sengaja
hendak menungguku di tempat adik kandungnya....
Mudah-mudahan perempuan ini berkata apa
adanya...!" Membatin murid Pendeta Sinting. Lalu berkata.
"Terima kasih atas penjelasanmu. Sebelum aku per-
gi, mungkin kau mau mengatakan siapa dirimu"!"
Perempuan berkerudung geleng kepala. "Untuk se-
mentara ini biarlah kita saling tahu dengan cara begi-ni. Dan sekali lagi
kuharap kau menganggap penjela-
sanku tadi sebagai rasa terima kasih atas semua tin-
dakanmu selama berkunjung di daratan Tibet!"
Pendekar 131 pandangi sekali lagi sosok berke-
rudung di hadapannya. Lalu putar diri hendak tinggalkan tempat ini.
"Tunggu!"
Pendekar 131 batalkan niat untuk melangkah. Ke-
palanya berpaling. Sebelum sempat buka mulut, pe-
rempuan berkerudung sudah mendahului.
"Aku tak bisa menerangkan mengapa. Yang jelas,
mungkin pertemuan kita hanya sekali ini. Untuk itu,
kalau memang masih ada yang belum kau ketahui,
aku masih bersedia memberi penjelasan padamu!"
Murid Pendeta Sinting sudah akan geleng kepala
ketika tiba-tiba teringat perbincangan Putri Pusar Bu-mi dan Bidadari Tujuh
Langit. Dia segera ajukan
tanya. "Kau tahu tentang Sepasang Cincin Keabadian"!"
Yang ditanya kembali tengadahkan kepala sebelum
akhirnya angkat suara.
"Sepasang Cincin Keabadian adalah sepasang cincin
yang selama ini diketahui dapat membuat si pema-
kainya tetap kelihatan muda dan cantik kalau dia adalah seorang perempuan. Dan
dapat membuat si pe-
makainya tetap muda dan tampan jika si pemakainya
adalah seorang laki-laki! Sepasang Cincin Keabadian
dimiliki seorang tokoh bergelar Dewi Keabadian! Tokoh ini sukar ditentukan di
mana tempat tinggalnya karena sering berpindah-pindah! Mengapa kau bertanya
mengenai Sepasang Cincin Keabadian"!"
Walau nadanya bertanya, namun perempuan ber-
kerudung tampaknya tidak mau memberi kesempatan
pada murid Pendeta Sinting untuk menjawab. Karena
bersamaan dengan itu, si perempuan berkerudung su-
dah angkat suara lagi.
"Pendekar 131.... Selama ini beberapa tokoh rimba
persilatan memang ada yang mengincar Sepasang Cin-
cin Keabadian. Karena selain diketahui mampu mem-
buat si pemakainya tetap awet muda, Sepasang Cincin
Keabadian mengandung tenaga dahsyat. Si pema-
kainya akan jadi seorang berilmu tinggi! Kau juga
menginginkan cincin itu, Pendekar 131?"
"Ah.... Aku tidak berpikir sampai sejauh itu. Bahkan setelah urusan di Lembah
Tujuh Bintang Tujuh Sungai
selesai, aku akan cepat-cepat pulang kampung!"
"Rindu pada kekasih..."!" tanya si perempuan ber-
kerudung seraya tertawa.
"Aku memang banyak mempunyai kenalan bebera-
pa gadis cantik. Namun sejauh ini mereka hanya seba-
gai sahabat biasa!"
"Bagaimana dengan beberapa gadis kenalanmu di
negeri ini"! Bukankah selama di negeri ini kau juga
punya kenalan beberapa gadis"! Malah di antaranya
kudengar telah menjalin hubungan tertentu dengan-
mu!" "Astaga! Dia benar-benar tahu banyak.... Siapa pe-
rempuan ini sesungguhnya"!" Joko membatin terhe-
ran-heran. Lalu menjawab.
"Seperti halnya beberapa gadis kenalanku di tanah
Jawa, beberapa gadis yang sempat kukenal di negeri
ini juga masih terbatas sebagai sahabat. Tidak ada
yang punya hubungan tertentu denganku...."
"Ah.... Sebenarnya aku lebih suka kalau kau punya
pilihan gadis di negeri ini! Kurasa putri Panglima Muda Lie atau putri Yang
Mulia Baginda Ku Nang serasi jika menjadi pilihanmu! Atau murid tokoh bergelar
Ratu Selendang Asmara itu.... Bukankah mereka juga gadis-
gadis cantik"!"
"Waduh.... Jangan-jangan perempuan ini juga tahu
kalau keperluanku menemui Dewa Asap Kayangan se-
lain minta petunjuk urusan peta wasiat ini juga untuk menjernihkan urusanku
dengan gadis bernama Dewi
Bunga Asmara, murid tokoh bergelar Ratu Selendang
Asmara yang kini tampaknya diambil murid oleh Dewa
Cadas Pangeran...!" Pendekar 131 berkata dalam hati
dengan dada berdebar.
Seperti diketahui, putri Panglima Muda Lie yang
bernama Mei Hua dan putri Yang Mulia Baginda Ku
Nang yang bernama Siao Ling Ling memang menyukai
murid Pendeta Sinting. Demikian pula murid tunggal
Ratu Selendang Asmara yang bergelar Dewi Bunga
Asmara juga diam-diam menyintai Pendekar 131. Bah-
kan keduanya sudah berjanji akan menemui gurunya
Ratu Selendang Asmara. Tapi urusan di Bukit Toyong-
ga yang akhirnya membuat Ratu Selendang Asmara
tewas, membuat urusan jadi berkepanjangan. Apalagi
setelah secara tak terduga, Dewi Cadas Pangeran men-
gambil Dewi Bunga Asmara menjadi muridnya. Dan
Dewa Cadas Pangeran meminta Pendekar 131 mene-
muinya dengan meminta bantuan pada Dewa Asap
Kayangan. Karena saat itu Dewa Cadas Pangeran tidak
memberitahukan di mana harus menemuinya dan
hanya meminta pada Joko agar bertanya pada Dewa
Asap Kayangan, akhirnya Joko minta penjelasan pada
Dewa Asap Kayangan di mana harus menemui Dewa
Cadas Pangeran. Di sinilah Dewa Asap Kayangan men-
gatakan pada Joko bahwa dia menunggu kedatangan
murid Pendeta Sinting di Lembah Tujuh Bintang Tujuh
Sungai. (Lebih jelasnya silakan baca serial Joko Sableng dalam episode: "Tabir
Peta Shaolin").
"Gadis-gadis di negeri ini memang cantik-cantik...."
Akhirnya Joko buka mulut setelah terdiam beberapa
lama. "Bahkan aku menduga di balik kerudungmu itu
tersimpan seraut wajah yang tak kalah cantiknya den-
gan beberapa gadis yang sempat kukenal!"
Perempuan berkerudung lagi-lagi perdengarkan ta-
wa perlahan. Lalu terdengar ucapannya.
"Kau salah menduga, Pendekar 131. Kalau aku me-
miliki raut wajah cantik, tak mungkin aku menutu-
pinya dengan kerudung! Ini semua kulakukan karena
aku malu dengan wajahku sendiri! Tapi ini memang
sudah suratan. Aku harus menerima apa yang telah


Joko Sableng 38 Bidadari Delapan Samudra di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

diberikan padaku...."
"Ah.... Seandainya saja kau mau memberitahukan
siapa dirimu, atau setidaknya mau mengatakan di ma-
na tempat tinggalmu, aku ingin sekali bicara lebih la-ma pada suatu hari
kelak...."
Perempuan berkerudung geleng kepala. "Hal itu ti-
dak usah kita persoalkan, Pendekar 131. Kalau sura-
tan menggariskan, tanpa kuberi tahu siapa diriku dan di mana tempat tinggalku,
kita tentu akan bisa ber-jumpa lagi...."
"Mudah-mudahan begitu.... Sekarang aku harus se-
gera pergi...."
Pendekar 131 memperhatikan sesaat pada sosok
perempuan berkerudung dengan harapan si perem-
puan akan membuka kerudungnya atau setidak-
tidaknya mau buka mulut mengatakan di mana tem-
pat tinggalnya. Namun setelah ditunggu agak lama ti-
dak juga ada tanda-tanda si perempuan hendak buka
kerudung atau buka suara, akhirnya Joko berkelebat
tinggalkan tempat itu.
Perempuan berkerudung putar diri menghadap ke
mana murid Pendeta Sinting berkelebat. Setelah agak
jauh, perempuan ini luruhkan kedua tangannya yang
memegangi kain kerudungnya untuk menutupi seba-
gian hidung dan mulutnya yang tadi sedikit terlihat.
Saat lain seraya perdengarkan gumaman tak jelas, dia berkelebat tinggalkan
tempat itu. *** Seakan takut terlambat, Pendekar 131 kerahkan
segenap ilmu peringan tubuhnya dan berlari menuju
arah yang ditunjuk perempuan berkerudung. Hingga
sosoknya menyerupai bayang-bayang yang melesat ce-
pat menerabas beberapa jajaran pohon dan semak be-
lukar. Sambil berlari, murid Pendeta Sinting menghi-
tung jarak. Dan begitu hitungannya sampai kira-kira
seratus tombak, Pendekar 131 hentikan larinya.
Memandang ke depan, terlihat hamparan lembah
terbuka yang terjal naik turun dan banyak ditebari ba-tu-batu cadas dan
ranggasan semak tinggi-tinggi.
Joko tegak dengan memandang berkeliling. Lalu
menghela napas panjang. Tangan kiri kanannya berge-
rak menyisir rambutnya yang basah oleh keringat.
"Apakah perempuan berkerudung itu tak salah tun-
jukkan tempat"! Yang kucari adalah Lembah Tujuh
Bintang Tujuh Sungai. Tapi di sini tidak ada hiasan
bintang atau aliran tujuh sungai.... Jangan-jangan...."
Murid Pendeta Sinting mulai didera perasaan bimbang.
Dia lepas pandangan sekali lagi. Mencari-cari berharap
menemukan sesuatu yang pantas hingga lembah yang
di hadapannya dinamakan Lembah Tujuh Bintang Tu-
juh Sungai. Namun hingga matanya pedih mendelik
mencari-cari, dia tidak juga menemukan sesuatu yang
layak untuk menamakan hamparan lembah di hada-
pannya adalah Lembah Tujuh Bintang Tujuh Sungai.
"Hem.... Aku sudah telanjur datang ke tempat ini.
Sementara tidak ada orang yang bisa kuminta penjela-
san. Aku akan menyelidik. Siapa tahu aku menemu-
kan satu petunjuk jika lembah inilah Lembah Tujuh
Bintang Tujuh Sungai. Lebih dari itu siapa tahu aku
Kisah Sepasang Rajawali 26 Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt Pendekar Bloon 19
^