Karma Manusia Sesat 2
Joko Sableng 43 Karma Manusia Sesat Bagian 2
rena...." "Simpan dulu nasihatmu! Aku ingin tahu di mana bera-
danya keparat itu!"
*ak* LIMA PADUKA Seribu Masalah tertawa.
"Sahabatku Nenek Selir.... Aku tak takut mengatakan
kalau kau punya sengketa besar dengan Wang Su Ji alias
sahabatku Manusia Tanah Merah...."
"Kalau kau sudah tahu, mengapa kau masih tidak mau
mengatakan di mana beradanya bangsat itu"!"
"Saat untuk hal itu akan tiba! Sekali lagi kuharap kau
bersabar! Karena masih ada hal penting di tempat ini...."
"Persetan dengan segala hal penting! Aku hanya ingin
tahu di mana bangsat itu berada!"
"Sahabatku Nenek Selir. Jangan takut kalau kukatakan
jika hal penting itu masih ada kaitannya dengan dirimu!"
"Setan! Kau tahu apa tentang diriku, hah"! Dalam hi-
dupku, hal yang paling penting adalah mencari sekaligus
mencabut selembar nyawajahanam itu!"
Paduka Seribu Masalah kembali perdengarkan tawa.
"Sebenarnya aku takut mengatakannya. Tapi hari ini ter-
paksa kuberanikan diri. Semua ini kukatakan demi kebena-
ran dan tenteramnya arena negeri Tibet...."
"Kau terlalu sok tahu masalah orang!"
"Silahkan kau mau bilang apa. Yang jelas, bukankah se-
lama ini kau tengah mencari seseorang yang pernah lahir
dari rahimmu"!"
Nenek Selir terdiam. Tegaknya tampak bergetar. Mulut-
nya komat-kamit namun tak perdengarkan suara. Sepasang
matanya mendelik pada sosok Paduka Seribu Masalah. Lalu
mengedar berkeliling.
htfpu?t! urai-n-:uukzis-:Lulog s pluLculn
"Sahabatku Nenek Selir.... Kau harus bersyukur. Karena
mungkin segala yang jadi ganjalan hatimu selama ini akan
terungkap!"
"Kau memang digelari orang Paduka Seribu Masalah! Se-
lama ini banyak orang mencarimu untuk bertanya! Tapi ha-
ri ini angan berharap aku percaya dengan ucapanmu!"
"Aku tidak memintamu untuk percaya! Tapi jika nan-
tinya bukti yang akan mengungkapkan, apakah kau masih
tidak akan percaya"!"
"Bukti apa yang akan kau ungkapkan, hah"!"
"Untuk hal itu sekali lagi waktunya akan tiba! Sekarang
akan kita selesaikan dahulu urusan beberapa orang di tem-
pat ini!" . "Urusan apa"! Urusan siapa"!" tanya si nenek dengan
suara melengking.
"Kau dengar saja.... Nanti kau akan mengerti. Tapi harap
nantinya kau tidak terkejut apalagi tidak percaya!"
Nenek Selir terdiam beberapa lama. Sebenarnya dia su-
dah tak sabar. Tapi entah karena apa, setelah berpikir se-
saat, nenek berselempang kain hitam ini perlahan-lahan
surutkan langkah ke belakang.
Seakan dapat melihat gerakan orang, Paduka Seribu Ma-
salah segera putar duduknya menghadap Putri Pusar Bumi
seraya berkata.
"Sahabatku Putri Pusar Bumi. Aku tidak punya banyak
waktu. Harap segera kau mulai saja bicara!"
Putri Pusar Bumi anggukkan kepala. Lalu arahkan pan-
dang matanya pada Bidadari Tujuh Langit dan Datuk Kala
Sutera. "Ada urusan apa ini"!" Diam-diam Bidadari Tujuh Langit
membatin. Hatinya jadi tak enak. Apalagi kini sepasang ma-
ta Putri Pusar Bumi menatap lekat-lekat ke arahnya.
Di lain pihak, Datuk Kala Sutera tidak begitu peduli
dengan apa yang didengar dan tatapan Putri Pusar Bumi.
Karena begitu melihat kemunculan Paduka Seribu Masalah,
pemuda berjubah hitam ini jadi geram. Dalam hati dia ber-
htfpuslt! urai-n-:uukzis-:Lulog s pluLculn
kata. "Ternyata dia yang asli Paduka Seribu Masalah! Hem....
Dia telah menipuku dengan menunjuk orang lain sebagai
Paduka Seribu Masalah!" Datuk Kala Sutera ingat akan per-
temuannya dengan Paduka Seribu Masalah beberapa hari
berselang. Di mana saat itu Paduka Seribu Masalah tidak
mau berterus terang mengatakan siapa dirinya. Malah ju-
stru saat itu Pendekar 131 yang mengaku sebagai Paduka
Seribu Masalah.
"Bidadari Tujuh Langit..." Putri Pusar Bumi angkat sua-
ra setelah agak lama hanya diam dan pandangi sosok Bida-
dari Tujuh Langit.
"Menurut kabar yang kudengar, kau mempunyai lima
anak perempuan. Harap jujur jawab pertanyaanku. Benar
atau tidak apa yang baru kukatakan"!"
Dada Bidadari Tujuh Langit berdebar. "Apa maksud per-
tanyaan manusia satu Ini" Dia pernah punya silang sengke-
ta denganku pada beberapa puluh tahun silam. Apa ada
hubungannya dengan urusan sengketa itu"!"
"Apa maksud pertanyaanmu"!" Bidadari Tujuh Langit
balik bertanya.
"Aku hanya ingin membuktikan kebenaran berita itu!"
"Untuk apa"! Kalau kau ingin meneruskan sengketa la-
ma, kau tak usah membicarakan urusan itu!"
"Sengketa lama Itu telah kukubur dalam-dalam!"
"Kau takut"!" tanya Bidadari Tujuh Langit seraya terta-
wa. "Waktu telah mengubah segalanya! Seandainya aku ma-
sih seperti pada beberapa puluh tahun silam, mungkin ti-
dak ada gunanya aku bicara denganmu! Yang akan bicara
adalah kedua tanganku!"
"Hem.... Aku tak tahu pasti. Ucapanmu itu hanya karena
takut menghadapiku atau.. . . "
"Bidadari Tujuh Langit.... Kau telah dengar ucapanku.
Aku tidak punya waktu banyak untuk duduk di tempat ini!
Harap jawab saja apa yang ditanyakan padamu!" Yang per-
htfpuslt! urai-n-:uukzis-:Lulog s pluLculn
dengarkan suara adalah Paduka Seribu Masalah.
"Aku tak punya urusan denganmu! Kalau kau tak punya
waktu banyak, mengapa kau tidak segera angkat kaki dari
tempat ini"!"
"Kepergiannya hanya akan membuatmu menyesal, Bida-
dari Tujuh Langit!" Kali ini Iblis Pedang Kasih yang bicara.
"Menyesal"!" Bidadari Tujuh Langit tertawa panjang.
"Jangankan hanya pergi angkat kaki. Dia mampus pun
aku tak akan merasa menyesal!"
"Harap jangan berdebat. Aku takut mendengarnya! Kalau
memang dia tak mau jawab pertanyaan, untuk apa kita
memaksa"! Bukankah dengan begitu dia akan lebih mende-
rita"! Karena selama hidupnya kelak dia tidak akan pernah
tahu siapa anak-anak yang pernah dilahirkannya!"
"Jahanam! Apa kaitannya semua ini dengan ucapan-
mu"!" tanya Bidadari Tujuh Langit dengan melompat bebe-
rapa langkah. "Jawab saja pertanyaanku dahulu. Nantinya kau akan
mengerti!" Putri Pusar Bumi menyahut.
Bidadari Tujuh Langit tergagu diam. Matanya silih ber-
ganti memandang pada sosok Putri Pusar Bumi, Iblis Pe-
dang Kasih, dan Paduka Seribu Masalah.
"Bidadari Tujuh Langit... Kau tak usah malu-malu men-
gatakannya! Semua ini demi kebaikanmu!" kata Putri Pusar
Bumi. "Aku memang memiliki lima orang anak perempuan!"
Akhirnya Bidadari Tujuh Langit buka mulut dengar suara
bergetar. "Kau tahu di mana mereka saat ini"!" tanya Putri Pusar
Bumi. Bidadari Tujuh Langit geleng kepala. Sementara Datuk
Kala Sutera tampak terkejut dan palingkan kepala pada Bi-
dadari Tujuh Langit. Diam-diam pemuda berjubah hitam ini
membatin. "Aneh.... Sepertinya ada kesamaan antara aku
dengan perempuan ini. Dia memiliki lima orang anak pe-
rempuan. Namun dia Juga tak tahu di mana beradanya
htfpu?t! urai-n-:uukzis-:Lulog s pluLculn
anak-anaknya! Herannya lagi, dia juga pernah sebut-sebut
Istana Lima Bidadari... Siapa perempuan ini sebenarnya"!
Dia mengenakan salah satu cincin dari Sepasang Cincin
Keabadian. Dia juga sempat kujumpai saat aku baru saja
mendapatkan salah satu dari Sepasang Cincin Keabadian!"
Baru saja Datuk Kala Sutera membatin begitu, Putri Pu-
sar Bumi sudah perdengarkan suara lagi.
. "Bidadari Tujuh Langit.... Kau mengenal siapa adanya
pemuda berjubah hitam itu?"
"Kalau kau belum tahu. Kau bisa menanyakan sendiri
siapa dia!"
"Semua orang sudah tahu siapa nama pemuda itu! Yang
kumaksud, apakah kau kenal lebih dari hanya sekadar na-
manya"!"
Bidadari Tujuh Langit tersenyum dingin. "Bagiku laki-
laki adalah sampah! Jadi jangan tanya apakah aku menge-
nalnya lebih dari sekadar nama!"
"Bidadari... Aku tidak memaksamu. Tapi ada baiknya
kau lihat sekali lagi wajah pemuda berjubah hitam itu.
Mungkin kau akan ingat sesuatu...."
"Walau wajahmu penuh gumpalan daging dan siapa pun
akan muak melihatnya, namun bagiku lebih baik melihat
wajahmu daripada melihat tampang laki-laki itu! Tanpa ku-
beri tahu kau tentu sudah bisa menebak apa sebabnya!
Hik.... Hik.... Hik...!"
"Ah.... Ah.... Jadi kau masih tertarik padaku"!" tanya Pu-
tri Pusar Bumi sambil dongakkan kepala lalu putar tubuh-
nya dengan pantat digoyang-goyang.
Bidadari Tujuh Langit putuskan tawanya. Lalu memben-
tak. "Jangan mengalihkan urusan! Kau telah bertanya ba-
nyak padaku. Sekarang jawab! Apa maksud semua perta-
nyaanmu tadi"!"
Putri Pusar Bumi hentikan gerakannya begitu lurus
menghadap Bidadari Tujuh Langit. Lalu angkat suara.
"Pertanyaanku belum selesai! Dan kau tak usah khawa-
htfpu?t! urai-n-:uukzis-:Lulog s pluLculn
tir. Setelah semua pertanyaanku terjawab, aku akan men-
gatakan apa maksud semua ini!" Putri Pusar Bumi melirik
sesaat pada Bidadari Tujuh Langit. Lalu sambung ucapan-
nya. "Kalau kau punya anak. Berarti kau pernah punya sua-
mi! Bisa mengatakan padaku siapa nama suamimu"!"
"Dengar telingamu! Bagiku laki-laki adalah sampah! Jika
kau bertanya yang ada kaitannya dengan makhluk laki-laki,
kau tak akan mendapat jawaban apa- apa!"
"Hem.... Jadi kau tidak kenal suamimu"!"
Bidadari Tujuh Langit tidak menjawab. Sebaliknya melo-
tot dengan mulut terkancing rapat.
Putri Pusar Bumi nyengir. Lalu berpaling pada Iblis Pe-
dang Kasih dan berbisik.
"Pekerjaanku selesai! Sekarang tiba giliranmu!"
Iblis Pedang Kasih maju satu tindak. Sepasang matanya
terarah pada Datuk Kala Sutera.
Menangkap gelagat jika Iblis Pedang Kasih hendak bicara
dengan sang Datuk, Bidadari Tujuh Langit buru-buru men-
dahului. "Aku tidak mau disela!"
"Bidadari Tujuh Langit!" kata Iblis Pedang Kasih. "Harap
kau bersabar. Aku akan bicara dulu dengan pemuda itu!"
Tanpa menunggu sahutan orang, Iblis Pedang Kasih su-
dah ajukan tanya pada Datuk Kala Sutera.
"Datuk! Dari keterangan seorang sahabatku, kau tengah
mencari lima orang anak-anakmu! Betul"!"
Datuk Kala Sutera tidak segera menjawab. Sebaliknya
arahkan pandang matanya pada Pendekar 131. Lalu beralih
pada sosok Paduka Seribu Masalah. Kej ap lain dia buka
mulut. "Aku akan jawab pertanyaanmu. Tapi aku minta aminan
kau nanti akan memberi keterangan yang benar!"
"Bukan hanya keterangan benar yang akan kau da-
patkan! Tapi lebih dari itu!" ujar Iblis Pedang Kasih.
"Hem.... Bagus! Jika nantinya ucapanmu dusta, jangan
htfpu?t! urai-n-:uukzis-:Lulog s pluLculn
mimpi kau bisa lolos dari tanganku seperti yang pernah ter-
jadi pada beberapa puluh tahun lalu!"
"Nyatanya kau masih ingat peristiwa itu...."
"Katakan. Pertanyaan apa lagi yang harus kujawab!" Da-
tuk Kala Sutera segera menyahut seolah tak sabar.
"Kau belum awab pertanyaanku tadi...."
"Aku memang tengah mencari kelima anak-anak-
ku!" "Kau tahu bagaimana raut wajah mereka"!"
"Aku meninggalkannya saat mereka masih bayi!"
"Kalau kau punya anak, pasti kau punya seorang istri
yang melahirkan kelima anak-anakmu! Kau bisa mengata-
kan siapa istrimu"!"
"Aku tak bisa menjawab!"
Iblis Pedang Kasih tersenyum.
"Mengapa"! "
"Aku tak bisa mengatakannya padamu! Masih ada yang
perlu kujawab"!"
"Kau mengenal siapa adanya perempuan berbaju putih
berparas cantik jelita itu"!" Iblis Pedang Kasih arahkan
pandang matanya pada Bidadari Tujuh Langit.
"Menurut yang kudengar dia hanyalah seorang perem-
puan binal yang punya kelainan!"
Ucapan Datuk Kala Sutera bukannya membuat Bidadari
Tujuh Langit marah. Sebaliknya perempuan ini tertawa
panjang; Iblis Pedang Kasih mundur satu tindak. Lalu berbisik
pada Paduka Seribu Masalah.
"Sahabatku... Sesuai perjanjian kita tadi, sekarang tiba
giliranmu!"
"Hai! Kau ingat dengan aminan tadi"!" Datuk Kala Sute-
Joko Sableng 43 Karma Manusia Sesat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ra berteriak. "Aku masih ingat! Tapi harap kau tunggu dahulu. Saha-
batku ini akan bicara!"
"Bidadari Tujuh Langit.... Datuk Kala Sutera...!" Paduka
Seribu Masalah sudah perdengarkan suara menyahut uca-
htfpuslt! urai-n-:uukzis-:Lulog s pluLculn
pan Iblis Pedang Kasih tanpa memberi kesempatan pada
Datuk Kala Sutera untuk buka mulut.
"Menurut beberapa orang sahabatku, kalian berdua
mengenakan Sepasang Cincin Keabadian. Kalian ingat ba-
gaimana hingga bisa mendapatkan cincin itu"!"
Baik Bidadari Tujuh Langit maupun Datuk Kala Sutera
tidak ada yang buka mulut menjawab. Kedua orang ini
hanya saling pandang sesaat.
"Baik! Itu urusan kalian... Tapi harap kalian tahu. Sepa-
sang Cincin Keabadian tak mungkin lepas dari pemiliknya
secara satu-persatu! Dan ini menjadi satu petunjuk jika ka-
lian berdua pernah saling kenal tidak hanya sekadar nama!
Bagaimanajawab kalian"!"
Lagi-lagi Bidadari Tujuh Langit dan Datuk Kala Sutera
tidak ada yang menyahut. Namun diam-diam kedua orang
ini coba mengingat. Hanya saja meski keduanya telah beru-
saha, mereka tidak ingat lagi apa yang pernah mereka la-
kukan! "Kalian tidak ada yang menyahut. Mengapa"!" tanya Pa-
duka Seribu Masalah.
"Kalian takut"!"
"Kau tadi bicara tak punya waktu banyak! Sekarang kau
banyak mulut!" Bidadari Tujuh Langit membentak.
"Katakan saja terus terang! Ada apa ini sebenarnya!"
"Begitu maumu"! Baik.... Harap kalian berdua tidak ta-
kut mendengarnya! Sebenarnya kalian berdua adalah pa-
sangan suami-istri! Dan kalaupun sampai akhirnya kalian
berdua tidak saling kenal, kalian tentu lebih tahu apa se-
babnya...."
*ak* htfpu?t! urai-n-:uukzis-:Lulog s pluLculn
ENAM BIDADARI Tujuh Langit simak ucapan Paduka Seribu
Masalah dengan kepala didongakkan. Sementara Datuk Ka-
la Sutera pandangi sosok sang Paduka dengan mulut ter-
kancing rapat. Mendadak Bidadari Tujuh Langit tertawa
bergerai. Namun hanya sesaat. Kejap lain perempuan ini
membentak dengan mata nyalang menatap sosok Paduka
Seribu Masalah.
"Mulutmu lancang bicara! Kau sepertinya lebih tahu sia-
pa diriku daripada aku!"
"Bidadari Tujuh Langit.... Dalam hal ini, aku tidak takut
mengatakan jika semua orang di daratan Tibet tahu kalau
kau adalah istri Datuk Kala Sutera!"
"Aku tidak kenal dengan pemuda itu sebelum ini!"
"Bagaimana dengan dirimu, Datuk Kala Sutera"!" Padu-
ka Seribu Masalah bertanya pada sang Datuk yang sedari
tadi hanya diam.
"Enam belas tahun lalu, aku memang pernah berjumpa
dengannya! Tapi tidak lebih dari sekadar jumpa! Jadi ada-
lah lucu kalau kau mengatakan aku adalah suaminya! Apa-
lagi telingamu dengar sendiri. Perempuan itu lebih suka ja-
sad perempuan daripada sosok laki-laki!"
"Bidadari Tujuh Langit, Datuk Kala Sutera! Kalian ten-
gah menjalani suratan hidup yang harus kalian terima apa
pun kenyataannya! Kalian adalah pasangan suami-istri dan
kalian memiliki lima orang anak perempuan! Dan harap ka-
lian tidak tersinggung kalau kukatakan, kalian tidak saling
kenal karena ulah kalian sendiri pada masa enam belas ta-
hun silam! Saat mana kalian mendapatkan Sepasang Cin-
cin Keabadian dari tangan Dewi Keabadian!"
"Kau boleh bicara panjang lebar! Yang jelas aku tidak
pernah mengenalnya sebelum ini!"
"Sekarang masalahnya bukan mengenal atau tidak sebe-
lum ini! Kau mengatakan memiliki lima orang anak. Semen-
tara Datuk Kala Sutera juga tengah mencari lima orang
htfpu?t! urai-n-:uukzis-:Lulog s pluLculn
anaknya! Kalian juga mengenakan...."
"Cukup!" potong Bidadari Tujuh Langit.
"Selama kau dikenal sebagai manusia yang tahu banyak
masalah orang! Sekarang coba katakan di mana kelima
anakku"!"
"Sebelum kujawab, aku minta kau memperhatikan keli-
ma gadis yang saat ini berada di tempat ini!"
Galuh Sembilan Gerhana, Galuh Empat Cakrawala, Bi-
dadari Pedang Cinta, Bidadari Delapan Samudera, dan
Dayang Tiga Purnama, serentak saling pandang satu sama
lain dengan dada berdebar tidak enak.
Sementara Bidadari Tujuh Langit langsung sapukan
pandangannya memperhatikan satu persatu kelima gadis di
tempat itu. Datuk Kala Sutera ikut-ikutan gerakkan kepala
memandang berganti-ganti.
"Apa pendapatmu"!" bertanya Paduka Seribu Masalah.
Bidadari Tujuh Langit kancingkan mulut tidak menja-
wab. "Aku memang tidak pernah melihat mereka. Tapi dari
beberapa orang sahabat, aku diyakinkan kalau wajah me-
reka hampir mirip! Benar"!"
Entah karena apa, walau tanpa buka mulut, Bidadari
Tujuh Langit sambuti pertanyaan Paduka Seribu Masalah
dengan anggukkan kepala.
"Bidadari Tujuh Langit! Seandainya saat ini kau bertemu
dengan anak-anakmu, apakah ada sesuatu yang mem-
buatmu mengenalnya"!"
"Apakah mereka anak-anakku"!" Mendadak Bidadari Tu-
juh Langit ajukan tanya dengan suara sedikit bergetar.
"Aku tanya.. Seandainya saat ini kau bertemu dengan
anak-anakmu, apakah ada sesuatu yang membuatmu men-
genal mereka"!" Paduka Seribu Masalah ulangi pertanyaan.
"Aku memberi tanda pada kelima anakku! Jadi meski
aku tidak pernah bertemu, aku bisa mengenali mereka!"
Belum sampai ucapan Bidadari Tujuh Langit selesai, Pa-
duka Seribu Masalah putar duduknya menghadap Bidadari
htfpu?t! urai-n-:uukzis-:Lulog s pluLculn
Delapan Samudera. Si gadis jadi terkejut dan makin berde-
bar. "Gadis cantik baju biru! Selama ini kau mencari seseo-
rang yang bisa membuka rahasia hidupmu. Kau tidak kebe-
ratan jika Bidadari Tujuh Langit..."
"Aku tidak sudi!" Bidadari Delapan Samudera sudah
menukas. "Bukan dia yang bisa membuka rahasia hidupku! Tapi
manusia berjubah hitam itu!" Tangan Bidadari Delapan
Samudera menunjuk lurus pada Datuk Kala Sutera.
Paduka Seribu Masalah putar duduknya. Lalu berucap
lagi. "Gadis baju hijau bernama Bidadari Pedang Cinta. Dan
kau gadis baju ungu bernama Dayang Tiga Purnama...
Apakah kalian..."
Hanya sampai disitu ucapan yang terdengar dari Paduka
Seribu Masalah. Karena hampir bersamaan Bidadari Pe-
dang Cinta dan Dayang Tiga Purnama sudah buka mulut.
"Aku tak akan pernah percaya kalau dia adalah manusia
yang melahirkanku!" kata Bidadari Pedang Cinta.
"Bukti apa pun yang akan diucapkan, aku tak akan per-
nah mau mengakui dia sebagai seorang ibu!" timpal Dayang
Tiga Purnama. Paduka Seribu Masalah gerak-gerakkan kepalanya di be-
lakang rangkapan kedua kakinya. Lalu putar duduknya
menghadap Galuh Sembilan Gerhana dan Galuh Empat
Cakrawala. Namun belum sampai dia perdengarkan suara,
Galuh Empat Cakrawala dan Galuh Sembilan Gerhana su-
dah mendahului.
"Dia bukan saja tak layak dipanggil ibu. Tapi mampus
pun sebenarnya masih tidak pantas!" kata Galuh Sembilan
Gerhana. "Bagi dia seharusnya malu untuk mencari anak-
anaknya!" sahut Galuh Empat Cakrawala.
"Aku tanya sekali lagi. Apakah mereka anak-anakku"!"
tanya Bidadari Tujuh Langit sambil arahkan pandang ma-
htfpuslt! urai-n-:uukzis-:Lulog s pluLculn
tanya pada Paduka Seribu Masalah.
"Sebenarnya aku takut untuk mengatakannya. Tapi..."
"Aku tak ingin dengar alasan!"
"Mereka memang anak-anak yang pernah kau lahirkan!"
Tampang Bidadari Tujuh Langit berubah. Dia men-
dongak dengan perdengarkan gumaman tak elas. Sementa-
ra semua orang di tempat itu terdiam tak ada yang buka
suara atau membuat gerakan.
Namun keheningan itu hanya beberapa saat. Karena ti-
ba-tiba murid Pendeta Sinting yang sedari tadi diam simak
perbincangan orang membuat gerakan berkelebat ke arah
Pedang Keabadian.
Nenek Selir hanya bisa berteriak marah karena terlambat
untuk membuat gerakan menghadang. Sementara Bidadari
Tujuh Langit dan Datuk Kala Sutera buru-buru sentakkan
tangan masing-masing.
Dua jengkal lagi tangan kanan Joko menyentuh kotak
kuning berukir berisi Pedang Keabadian, mendadak ter-
dengar deruan gelombang angin dari arah samping.
Pukulan Bidadari Tujuh Langit dan Datuk Kala Sutera
langsung ambyar di tengah jalan tanpa perdengarkan leda-
kan! Sementara sosok murid Pendeta Sinting langsung ter-
j engkang dan bergulingan di atas tanah!
Semua orang terkesiap kaget. Semua kepala berpaling ke
arah sumber datangnya gelombang yang mampu membuat
buyar pukulan Bidadari Tujuh Langit dan Datuk Kala Sute-
ra serta membikin sosok murid Pendeta Sinting terjengkang
bergulingan. Namun semua orang jadi terlengak kaget. Karena mereka
tidak melihat siapa-siapa!
"Jahanam! Jangan-jangan ini ulah manusia bangsat
Wang Su Ji! Bukankah Paduka Seribu Masalah mengata-
kan dia tidak berada jauh dari tempat ini"!" Nenek Selir
menduga-duga. Dia pentang mata besar-besar lalu meman-
dang liar ke arah sumber datangnya gelombang angin. Tapi
dia tetap tidak melihat siapa-siapa"
htfpu?t! urai-n-:uukzis-:Lulog s pluLculn
Selagi semua orang terkesima begitu rupa, Bidadari Tu-
juh Langit tidak buang kesempatan. Dia cepat melompat ke
arah kotak kuning.
Datuk Kala Sutera tampaknya sudah bisa membaca ge-
lagat. Hingga begitu Bidadari Tujuh Langit melompat, pe-
muda berjubah hitam ini segera pula berkelebat memotong.
Bukk! Bukk! Kedua kaki Bidadari Tujuh Langit berbenturan dengan
sepasang kaki Datuk Kala Sutera. Sosok Bidadari Tujuh
Langit langsung terjungkal roboh tidak jauh dari kotak
kuning berukir. Sementara Datuk Kala Sutera terbanting
menghantam tanah dua tombak dari sosok Bidadari Tujuh
Langit. Mungkin karena khawatir Bidadari Tujuh Langit segera
menyambar kotak kuning di sebelahnya, Datuk Kala Sutera
segera bangkit. Sekali berkelebat, sosoknya sudah berada di
hadapan Bidadari Tujuh Langit dengan kaki kanan mem-
buat sapuan menendangi
Wuutt! Satu sinar hijau berkiblat ganas menyongsong kepala
Bidadari Tujuh Langit yang berusaha bergerak.
Bidadari Tujuh Langit tersentak kaget. Terlambat ba-
ginya untuk angkat kaki kiri menghadang tendangan kaki
kanan sang Datuk. Tapi perempuan ini berpikir cepat. Dia
segera ulurkan tangan kanan ke arah gagang pedang pada
kotak berukir yang menancap di atas tanah.
Walau sadar dirinya tidak mampu menahan hawa dingin
pada kotak kuning dan belum tahu mengapa pada salah sa-
tu sisi kotak terdapat gagang pedang, namun sang Bidadari
tampaknya maklum kalau kotak itu mengandung kekuatan.
Hingga dengan salurkan hawa saktinya, dia teruskan gera-
kan tangan ke arah gagang pedang.
Untuk sesaat hawa dingin memang menyelimuti tangan-
nya. Namun Bidadari Tujuh Langit kuatkan diri. Dengan
berteriak dia sentakkan tangannya ke atas.
Wuutt! htfpu?t! urai-n-:uukzis-:Lulog s pluLculn
Terdengar suara berdesing. Tangan kanan Bidadari Tu-
juh Langit terangkat ke udara. Semua orang di tempat itu
tercengang melihat bagaimana ternyata tangan kanan Bi-
dadari Tujuh Langit sudah memegang sebuah pedang putih
berkilat! Begitu tangannya terangkat, mendadak Bidadari Tujuh
Langit berteriak lagi. Karena dia merasakan sekujur tubuh-
nya sudah regang kaku tak bisa digerakkan.
Di lain pihak, Datuk Kala Sutera sempat terkesiap kare-
na bersamaan dengan terhunusnya pedang, dia merasakan
sosoknya tersapu mental. Hingga tendangan kaki kanannya
bukan saja tertahan di udara, namun juga tersurut.
Datuk Kala Sutera lipat gandakan tenaga dalam. Dia
makin khawatir apalagi melihat Bidadari Tujuh Langit su-
dah memegang pedang. Hingga sambil lipat gandakan tena-
ga dalam, dia kembali sentakkan kaki kanannya.
Karena merasa sekujur tubuhnya tegang kaku tak bisa
digerakkan, sementara tendangan kaki sang Datuk makin
dekat, akhirnya tanpa banyak pikir lagi Bidadari Tujuh
Langit babatkan pedang di tangan kanannya seraya dilepas.
Praass! Datuk Kala Sutera menjerit seakan merobek langit. So-
soknya terhuyung ke belakang dengan bertumpu pada satu
kaki. Karena kaki kanannya telah terputus sebatas perge-
langan dan kucurkan darah.
Pedang putih meluncur dan menancap di atas tanah.
Sementara Bidadari Tujuh Langit terbanting lagi menghan-
tam tanah. Tapi bersamaan dengan itu hawa dingin yang
sesaat tadi membuat sekujur tubuhnya kaku sirna seketi-
Joko Sableng 43 Karma Manusia Sesat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ka. Datuk Kala Sutera memandang sesaat pada pergelangan
kakinya. Lalu beralih pada putusan kakinya yang tergeletak
tidak jauh dari menancapnya pedang. Saat berikutnya
mendadak pemuda berjubah hitam ini melompat ke arah
pedang putih berkilat.
Begitu tangan kanannya berhasil memegang gagang pe-
htfpuslt! urai-n-:uukzis-:Lulog s pluLculn
dang, Datuk Kala Sutera cepat kerahkan hawa sakti untuk
menahan hawa dingin. Lalu dengan bentakan garang dia
sentakkan tangan kanannya.
Wuutt! Pedang putih tercabut dari tanah terangkat ke udara
perdengarkan desingan tajam.
Bidadari Tujuh Langit berpaling. Namun tiba-tiba ma-
tanya membeliak. Darahnya laksana sirap melihat bagai-
mana sekonyong-konyong Datuk Kala Sutera tahu-tahu su-
dah gerakkan tangan kanannya yang memegang pedang ke
arah kaki kirinya yang mengenakan cincin berwarna merah
dari Sepasang Cincin Keabadian!
Dalam kagetnya, Bidadari Tujuh Langit masih sempat
lepas pukulan ke arah Datuk Kala Sutera dengan sentak-
kan kedua tangan.
Dess! Craass! Datuk Kala Sutera terpental dengan mulut perdengarkan
seruan dan hamburkan darah. Karena pukulan Bidadari
Tujuh Langit tepat menghantaIn sosoknya.
Di lain pihak, Bidadari Tujuh Langit tercengang dalam
beberapa saat. Namun saat lain perempuan ini menjerit
tinggi. Ketika pukulan Bidadari Tujuh Langit tepat menghantam
sosok Datuk Kala Sutera, pemuda berjubah hitam ini cepat
sentakkan pedang di tangan kanannya. Walau sosoknya
sempat terpental, hebatnya pedang putih berkilat di
tangannya terus menderu. Bidadari Tujuh Langit memang
sempat sentakkan kaki kirinya untuk menghindari luncu-
ran pedang. Tapi luncuran pedang itu lebih cepat gerakan-
nya. Hingga meski Bidadari Tujuh Langit sudah sekuat te-
naga hindarkan kaki kirinya, namun tak urung pedang itu
masih mampu membabat dan tepat membelah setengah te-
lapak kaki Bidadari Tujuh Langit!
Beberapa orang di tempat itu, terlebih murid Pendeta
Sinting, sesaat tadi memang sudah hendak membuat gera-
kan melerai. Tapi karena cepatnya peristiwa, dan karena
htfpu?t! urai-n-:uukzis-:Lulog s pluLculn
khawatir dengan pedang yang telah berada di tangan orang,
Joko adi urungkan niat.
Sementara melihat apa yang terjadi, Galuh Sembilan
Gerhana dan Galuh Empat Cakrawala sama-sama mem-
buat isyarat. Dendam dalam diri kedua gadis ini memang
sudah tak bisa ditahan lagi. Hingga begitu melihat kesem-
patan, keduanya segera saling memberi isyarat. Kejap lain
keduanya melompat ke arah Bidadari Tujuh Langit.
Saat bersamaan, Bidadari Delapan Samudera yang men-
dapat pesan dari gurunya agar membunuh Datuk Kala Su-
tera tidak lama menunggu. Dia segera pula berkelebat ke
arah sang Datuk.
"Harap tidak ada yang membuat gerakan!" Mendadak
terdengar orang bersuara. Lalu dua gelombang mengham-
par. Satu menghantam pada sosok Bidadari Tujuh Langit.
Satu lagi menyapu ke arah sosok Datuk Kala Sutera.
Galuh Sembilan Gerhana dan Galuh Empat Cakrawala
serta Bidadari Delapan Samudera tidak ada yang hiraukan
seruan orang. Ketiganya teruskan gerakan meski saat itu
mereka tahu ada dua gelombang yang tengah memotong ge-
rakan mereka dan menghantam ke arah sosok Bidadari Tu-
juh Langit dan Datuk Kala Sutera.
Beberapa langkah lagi Galuh Sembilan Gerhana dan Ga-
luh Empat Cakrawala sampai di hadapan sosok Bidadari
Tujuh Langit dan Bidadari Delapan Semudera mencapai so-
sok Datuk Kala Sutera, tiba-tiba ketiga gadis ini berseru te-
gang. Sosok ketiganya mental balik lalu sama jatuh terdu-
duk di atas tanah tersambar dua gelombang yang tengah
menyapu ke arah Bidadari Tujuh Langit dan Datuk Kata
Sutera! Saat lain sosok Bidadari Tujuh Langit dan Datuk Kala
Sutera terpelanting ke udara. Lalu secara aneh mendadak
sosok keduanya tersapu ke arah satu jurusan sebelum ak-
hirnya jatuh punggung diatas tanah saling berdampingan!
*ir* htfpu?t! urai-n-:uukzis-:Lulog s pluLculn
TUJUH ANEHNYA, semua orang di tempat itu tidak langsung in-
gin tahu siapa gerangan orang yang baru saja perdengarkan
suara dan jelas baru saja lepas dua gelombang angin aneh
yang membuat sosok Bidadari Tujuh Langit dan Datuk Kala
Sutera atuh berdampingan di seberang depan.
Sebaliknya semua mata terpaku pada sosok Bidadari Tu-
juh Langit dan Datuk Kala Sutera yang dengan sekuat te-
naga berusaha bangkit duduk.
"Gila! Apa mataku tidak salah lihat"!" Nenek Selir pen-
tangkan mata lalu kucek-kucek matanya dengan tangan
kanan yang tidak menggenggam pedang. Saat lain kembali
memelototi sosok Bidadari Tujuh Langit dan Datuk Kala Su-
tera. "Heran! Apa yang terjadi dengan mereka"!" Joko ikut
bergumam. Lalu sapukan pandangan pada semua orang di
tempat itu. "Mereka juga tampak terkejut! Berarti mataku tidak me-
nipu! Mereka juga melihat perubahan itu!"
Di seberang depan, begitu berhasil duduk, Bidadari Tu-
juh Langit segera berpaling. Dia sudah akan buka mulut.
Namun tiba-tiba mulutnya terkancing kembali. Sepasang
matanya melotot pada sosok Datuk Kala Sutera.
Di sebelahnya, sang Datuk segera pula menoleh begitu
mampu bergerak duduk. Seperti halnya Bidadari Tujuh
Langit, pemuda berjubah hitam ini buru-buru urungkan
niat untuk buka mulut. Sebaliknya memandang lekat-lekat
pada sosok Bidadari Tujuh Langit.
Secara aneh, dalam pandangan orang-orang di tempat
itu, baik sosok Bidadari Tujuh Langit maupun sosok Datuk
Kala Sutera perlahan-lahan berubah. Rambut hitam lebat
milik kedua orang ini berubah menjadi hitam bercampur
putih. Lalu kulit sekujur tubuh keduanya juga berubah
berkerut-kerut. Dan hanya beberapa saat, sosok keduanya
telah menjadi seorang laki-laki dan perempuan paruh baya!
htfpu?t! urai-n-:uukzis-:Lulog s pluLculn
"Aneh.... Mengapa dia berubah"!" Bidadari Tujuh Langit
sempat menduga-duga.
"Tapi mengapa dia memandangku begitu rupa"! Jangan-
jangan ada yang...." Sang Bidadari tidak lanjutkan guma-
mannya. Sebaliknya alihkan pandang matanya ke arah di-
rinya sendiri. Saat yang sama Datuk Kala Sutera juga
memperhatikan dirinya.
Bidadari Tujuh Langit dan Datuk Kala Sutera sama-
sama berseru tegang. Keduanya hampir saja terlonjak jika
saja tidak terdengar satu suara.
"Bidadari Tujuh Langit! Datuk Kala Sutera! Harap kalian
tidak terkejut! Lebih lagi kuharap kalian masih mengenali-
ku!" Satu sosok bayangan putih berkelebat dari arah mana
tadi dua gelombang menyapu sosok Bidadari Tujuh Langit
dan Datuk Kala Sutera. Lalu satu sosok tubuh tahu-tahu
telah duduk berselonjor kaki sepuluh langkah di hadapan
Bidadari Tujuh Langit dan Datuk Kala Sutera.
Paduka Seribu Masalah renggangkan rangkapan kedua
kakinya. Sementara semua orang di tempat itu segera alih-
kan pandang mata masing-masing pada orang yang baru
muncul. Mereka melihat seorang nenek berambut putih menge-
nakan pakaian putih. Kedua kakinya yang berselonjor tam-
pak terputus hingga nenek ini tidak memiliki telapak kaki.
"Kau tahu siapa nenek itu"!" Putri Pusar Bumi berbisik
pada iblis Pedang Kasih.
Yang ditanya geleng kepala. "Aku tidak pernah bertemu
dengan nenek itu! Mungkin sahabat kita Paduka Seribu
Masalah bisa mengenalinya!"
Baru saja Iblis Pedang Kasih berucap begitu, nenek be-
rambut putih yang duduk berselonjor kaki berpaling pada
Putri Pusar Bumi. Bibirnya tersenyum. Lalu terdengar dia
berucap. "Kita memang belum pernah bertemu. Tapi aku mungkin
bisa mengenalimu. Bukankah kau Putri Pusar Bumi"!"
htfpu?t! urai-n-:uukzis-:Lulog s pluLculn
Belum sampai Putri Pusar Bumi menyahut, si nenek be-
rambut putih sudah alihkan pandangannya pada Iblis Pe-
dang Kasih seraya berkata.
"Dan kau, bukankah Iblis Pedang Kasih..."!"
Lagi-lagi belum sampai yang disapa angkat bicara, si ne-
nek sudah beralih memandang pada Paduka Seribu Masa-
lah sambil sambung ucapannya.
"Paduka Seribu Masalah.. Senang bisa Jumpa denganmu
lagi. Maaf kalau aku tadi menyela pembicaraanmu!"
"Siapa dia"!" Iblis Pedang Kasih berbisik pada Paduka
Seribu Masalah.
"Jangan bertanya... Aku tidak berani memberi kete-
rangan!" Tanpa menunggu sahutan, si nenek segera gerakkan ke-
pala. Kini pandangan matanya tertuju pada sosok Pendekar
131. "Kuharap kau betah berada di negeri ini untuk sementa-
ra waktu, Pendekar Pedang Tumpul 131 Joko Sableng...
Walau kau harus menghadapi kenyataan yang mungkin be-
lum kau mengerti..."
Murid Pendeta Sinting tersentak kaget mendapati orang
telah tahu siapa dirinya. Hingga begitu si nenek selesai
berucap, Joko buru-buru menjura hormat seraya berkata.
"Terima kasih kau telah mengenaliku. Namun kuharap
kau tidak keberatan untuk mengatakan siapa dirimu...."
"Permintaanmu akan kupenuhi. Tapi bukan sekarang!
Nanti kau akan tahu sendiri!" kata nenek berselonjor kaki
seraya berpaling pada Bidadari Tujuh Langit dan Datuk Ka-
la Sutera. "Sialan! Siapa nenek putih tak punya telapak kaki ini!
Dia seolah memandang sebelah mata padaku!" Nenek Selir
mendesis sendirian karena merasa tidak disapa oleh orang.
"Jangan-jangan dia simpanan Wang Su Ji! Dia cemburu
padaku lalu..."
Nenek Selir menyeringai. Saat lain dia edarkan pan-
dangan berkeliling lalu terhenti pada tempat dimana nenek
htfpu?t! urai-n-:uukzis-:Lulog s pluLculn
yang berselonj or kaki tadi melesat keluar. Karena tidak juga
melihat tanda-tanda adanya orang, Nenek Selir tampaknya
tidak sabar. Dia segera berkelebat lalu tegak tidak jauh dari
nenek yang duduk selonjorkan kaki.
"Nenek Selir.... Ada apa"!"
Nenek Selir terperanjat mendapati nenek yang berselon-
jor kaki langsung bertanya dan dapat mengenali siapa
adanya si nenek berselempang kain hitam ini.
"Kurang ajar betul! Dia juga telah mengenaliku! Pasti ja-
hanam laki-laki itu yang memberi tahu!" desis Nenek Selir
dengan mata melotot. Lalu buka mulut dengan suara keras
membahana. "Kau siapa, hah"!"
"Mungkin kedua orang itu nanti bisa menjawab perta-
nyaanmu!" "Aku ingin tahu dari mulutmu sendiri! Bukan dari mere-
ka!" "Ah.... Sudahlah.... Tidak ada untungnya kita berdebat.
Hanya kuharap kau tidak segera pergi dari tempat ini!"
"Jangan memberi aturan padaku! Pergi atau tidak, itu
urusanku!"
Nenek berambut putih yang duduk berselonj or terse-
nyum. "Nenek Selir.... Kuminta waktu padamu. Aku ingin bicara
dulu dengan kedua orang itu!"
Tanpa menunggu lagi, si nenek berambut putih berbaju
putih sambungi ucapannya ditujukan pada Bidadari Tujuh
Langit dan Datuk Kala Sutera.
"Bagaimana"! Kalian masih mengenaliku"!"
Bidadari Tujuh Langit dan Datuk Kala Sutera meman-
dang tanpa ada yang buka suara. Sebaliknya kedua orang
ini membuat gerakan untuk bangkit berdiri meski mereka
tahu jika salah satu kaki mereka telah putus dan kucurkan
darah. Tapi kedua orang ini jadi terkesiap mendapati bukan sa-
ja mereka tidak mampu untuk bergerak bangkit, namun ju-
htfpuslt! urai-n-:uukzis-:Lulog s pluLculn
ga tidak kuasa untuk alihkan pandang matanya dari sosok
perempuan tua berambut putih yang duduk selonjorkan
kaki! "Bidadari Tujuh Langit, Datuk Kala Sutera! Kalian tidak
akan mampu bergerak bangkit jika belum jawab perta-
nyaanku!" Berkata nenek berambut putih.
Bidadari Tujuh Langit dan Datuk Kala Sutera tersentak
diam. Namun diam-diam keduanya sama kerahkan tenaga
dalam. Si nenek berambut putih tersenyum seraya gelengkan
kepala. "Kalian telah terluka seperti yang kualami enam belas
tahun silam.... Kalian ingat"!"
Bidadari Tujuh Langit dan Datuk Kala Sutera ter-
cengang. Bukan hanya karena ucapan orang, namun juga
ternyata keduanya tidak mampu bergerak walau mereka te-
lah kerahkan segenap tenaga dalam yang dimiliki!
"Siapa kau sebenarnya"!" tanya Bidadari Tujuh Langit
dengan suara serak parau.
"Malam itu kalian datang ke sebuah pulau sepi. Kalian
menginginkan sesuatu yang semestinya bukan menjadi hak
seorang manusia! Kalian ingin tetap hidup dengan tubuh
Joko Sableng 43 Karma Manusia Sesat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tidak berubah selamanya..."
Nenek yang duduk selonjorkan kaki hentikan ucapannya
sesaat. Lalu dongakkan kepala. Di depannya, Bidadari Tu-
juh Langit dan Datuk Kala Sutera kernyitkan dahi masing-
masing dengan mulut terbuka menganga tanpa perdengar-
kan suara. "Malam itu...," kata si nenek berambut putih berucap la-
g1. "Dengan licik kalian telah menipu seseorang dan bertin-
dak jahat padanya hanya gara-gara kalian menginginkan
benda berupa sepasang cincin... Peristiwa itu terjadi enam
belas tahun silam...."
"Dewi Keabadian!" hampir bersamaan Bidadari Tujuh
Langit dan Datuk Kala Sutera bergumam.
htfpu?t! urai-n-:uukzis-:Lulog s pluLculn
"Syukur kalian masih mengingatnya... Sekarang kuharap
kalian juga ingat siapa orang yang ada di samping kalian
masing-masing. . . . "
Entah karena apa, walau sebenarnya tidak ingin mem-
buat gerakan, namun seakan ada kekuatan dahsyat, kepala
Bidadari Tujuh Langit dan Datuk Kala Sutera sama berpal-
ing saling berhadapan!
Sementara mendengar gumaman Bidadari Tujuh Langit
dan Datuk Kala Sutera yang mengucapkan nama si nenek,
Nenek Selir tersurut kaget hingga melotot besar pandangi
sosok orang di sampingnya lekat-lekat. Di lain pihak, Putri
Pusar Bumi dan Iblis Pedang Kasih saling berpandangan.
Pendekar 131 ikut-ikutan terkejut lalu ikut pula arahkan
matanya pada sosok nenek yang duduk berselonjor kaki.
Di depan, tiba-tiba baik Bidadari Tujuh Langit maupun
Datuk Kala Sutera seakan tersadar dari lamunan panjang.
Secara aneh, mereka mendadak dapat mengenali siapa
adanya orang di hadapannya!
"Bidadari Tujuh Langit istriku...," desis Datuk Kala Sute-
ra dengan suara seakan tercekat di tenggorokan.
"Kau.... Datuk Kala Sutera...!" gumam Bidadari Tujuh
Langit setengah berbisik.
Seakan lupa pada keadaan masing-masing, Bidadari Tu-
juh Langit dan Datuk Kala Sutera bergerak hendak julur-
kan tangan. Namun keduanya tercengang ketika menyadari
tangan mereka tak bisa digerakkan!
"Apa yang terjadi dengan diriku"!" gumam Bidadari Tu-
juh Langit seraya berpaling pada nenek yang duduk berse-
lonjor kaki dan bukan lain memang Dewi Keabadian. Se-
mentara Datuk Kala Sutera tergagu heran lalu perlahan-
lahan arahkan pandang matanya pula pada Dewi Keaba-
dian. "Bidadari Tujuh Langit, Datuk Kala Sutera. Aku datang
hanya untuk memperingatkan! Bahwa sebagai manusia bi-
asa, tidak layak untuk minta sesuatu yang bukan menjadi
haknya! Keabadian hanya berhak dimiliki yang Maha Abadi!
htfpu?t! urai-n-:uukzis-:Lulog s pluLculn
Dan kalaupun ada Sepasang Cincin Keabadian yang me-
mang mampu membuat si pemakainya terlihat tetap awet
muda dan tidak berubah, itu hanyalah bersifat sementara.
Pada saatnya, si pemakai itu akan menuruti kodratnya un-
tuk kembali kehadapan Sang Pencipta dengan apa pun ja-
lannya! Dan satu hal lagi.... Setiap perbuatan, kelak pasti
akan menumbuhkan hasil!"
Dewi Keabadian hentikan ucapannya sejenak. Lalu tarik
kedua kakinya dan ditekuk membuat sikap seperti orang
duduk bersila. Saat kemudian kembali dia berkata.
"Pada satu malam enam belas tahun silam, kalian ber-
dua telah memotong kedua kakiku untuk mengambil Sepa-
sang Cincin Keabadian. Hari ini, kalian berdua mendapat
hasil apa yang telah kalian lakukan padaku! Mudah-
mudahan hal ini bisa kalian jadikan satu pelajaran berhar-
ga! Masih banyak waktu bagi kalian untuk menebus segala
yang telah kalian lakukan!"
Seperti diketahui, pada enam belas tahun silam, Bidada-
ri Tujuh Langit bersama suaminya Datuk Kala Sutera seca-
ra licik telah memotong kedua kaki Dewi Keabadian karena
keduanya menginginkan Sepasang Cincin Keabadian yang
dikenakan pada ibu ari kedua kaki sang Dewi.
Begitu kedua kaki Dewi Keabadian putus, dan Sepasang
Cincin Keabadian berpindah ke ibu jari kaki Bidadari Tujuh
Langit dan Datuk Kala Sutera, sosok Dewi Keabadian yang
sebelumnya terlihat cantik jelita berubah menjadi sosok
seorang nenek-nenek.
Tapi sebelum Bidadari Tujuh Langit dan Datuk Kala Su-
tera berkelebat pergi, tiba-tiba kedua orang ini secara aneh
tidak mampu meneruskan gerakan. Inilah kehebatan Dewi
Keabadian. Dia mampu mengerahkan tenaga dalam untuk
membuat sosok orang tidak mampu bergerak. Dan saat itu-
lah Dewi Keabadian mengucapkan kata-kata jika suatu saat
kelak Bidadari Tujuh Langit dan Datuk Kala Sutera akan
mengalami nasib yang sama seperti apa yang telah mereka
lakukan pada sang Dewi. Dan lebih dari itu, keduanya akan
hnpu?t! urai-n-:uukzis-:Lulog s pluLculn
berubah! Mereka tidak akan saling mengenali satu sama
lain! Bahkan mereka tidak akan mengenali siapa anak-anak
mereka! "Dewi.... Harap..."
"Bidadari Tujuh Langit!" Dewi Keabadian menukas uca-
pan Bidadari Tujuh Langit.
"Tidak perlu kau mengucapkan kata maaf! Semuanya
sudah terjadi...!"
Habis berkata begitu, Dewi Keabadian putar diri. Saat
lain dia berkelebat ke arah potongan telapak kaki kiri Bida-
dari Tujuh Langit dan pergelangan kaki kanan Datuk Kala
Sutera yang masih tergeletak di atas tanah.
Begitu potongan kedua kaki itu berada di tangan, Dewi
Keabadian segera lepaskan cincin berwarna merah pada ibu
jari potongan kaki kiri Bidadari Tujuh Langit dan cincin
berwarna hijau pada ibu jari potongan kaki kanan Datuk
Kala Sutera. Saat kemudian sang Dewi mengenakan kedua
cincin yang dikenal dengan Sepasang Cincin Keabadian itu
pada ibu ari kedua tangannya sambil duduk bersila. Begitu
Sepasang Cincin Keabadian masuk pada kedua ibu jari tan-
gan Dewi Keabadian, secara perlahan-lahan sosok sang
Dewi berubah. Rambutnya yang putih berubah jadi hitam
lebat. Kulitnya yang pucat keriput menjadi putih kencang.
Hingga dalam beberapa saat saja sosoknya yang tadi seperti
nenek-nenek telah berganti menjadi sosok gadis muda ber-
paras cantik jelita!
Semua orang di tempat itu sempat terlengak. Dan belum
sampai ada yang buka suara, Dewi Keabadian telah putar
duduknya menghadap murid Pendeta Sinting dan berkata.
"Pendekar 131! Kutitipkan Pedang Keabadian padamu!"
"Dewi... Rasanya aku tak sanggup!" Pendekar 131 segera
menyahut ingat jika dia tidak mampu menahan hawa
dingin yang dipancarkan Pedang Keabadian. Dewi Keaba-
dian tersenyum. Tiba-tiba dia angkat kedua tangannya lalu
didorong ke arah Joko!
hnpu?t! urai-n-:uukzis-:Lulog s pluLculn
DELAPAN KARENA tidak tahu apa yang hendak dilakukan orang,
Pendekar 131 sempat terkejut dan cepat-cepat berkelebat
hindarkan diri, walau dari dorongan kedua tangan Dewi
Keabadian tidak terdengar adanya deruan atau berkiblatnya
gelombang angin.
Namun belum sampai Joko bergerak lebih jauh, dia me-
rasakan sekujur tubuhnya tegang kaku tak bisa digerak-
kan! Saat bersamaan dia merasakan aliran hawa dingin
menusuk hingga untuk beberapa saat sosok murid Pendeta
Sinting menggigil dan terhuyung-huyung.
Di seberang depan, Dewi Keabadian tarik pulang kedua
tangannya. Hawa dingin dan huyungan sosok Pendekar 131
terhenti seketika.
"Ambil pedang Itu, Pendekar 131!" Dewi Keabadian beru-
cap. Joko menghela napas. Matanya memandang beberapa
saat dengan pandangan bimbang. Tapi dia merasakan satu
keanehan. Mendadak ada satu dorongan yang membuat
kedua kakinya bergerak melangkah meski sebenarnya dia
belum berniat untuk bertindak!
"Ambil pedang itu, Pendekar 131!" Kembali Dewi Keaba-
dian berkata saat langkah-langkah Joko mendekati Pedang
Keabadian yang masih berada di atas tanah.
Apa yang dilakukan sang Dewi membuat Joko sadar jika
perempuan itu tidak berniat jahat. Maka dengan tangan se-
dikit bergetar, Joko bungkukkan tubuh. Lalu perlahan-
lahan tangan kanannya dijulurkan ke arah pedang.
Sesaat murid Pendeta Sinting masih terlihat ragu-ragu,
khawatir masih belum mampu untuk kuasai hawa dingin
yang memancar dari Pedang Keabadian. Hingga dia diam-
diam kerahkan hawa sakti untuk menahan hawa dingin.
Lalu teruskan gerakan tangan kanan.
Ketika tangan kanannya menyentuh Pedang Keabadian,
sesaat hawa dingin memang masih terasa menjalar pada
hnpu?t! urai-n-:uukzis-:Lulog s pluLculn
tangannya. Namun cuma sekejap. Saat lain Joko sudah ti-
dak lagi merasakan hawa dingin. Hingga dengan tenang Jo-
ko mengambil Pedang Keabadian. Lalu melangkah ke arah
kotak kuning berukir yang masuk amblas ke dalam tanah
tidak jauh dari tergeletaknya Pedang Keabadian.
Kotak kuning berukir dicabut dengan tangan kiri. Lalu
perlahan-lahan ujung Pedang Keabadian dimasukkan ke
dalam lobang yang ada pada salah satu sisi kotak kuning
berukir. Untuk beberapa saat semua mata yang ada di tempat itu
memandang tak berkesip. Mereka seolah hampir tak per-
caya jika kotak berukir yang hanya dua jengkal itu mampu
menahan panjangnya tubuh pedang.
Begitu ujung pedang sudah masuk, Dewi Keabadian
arahkan pandang matanya pada Putri Pusar Bumi, Iblis Pe-
dang Kasih, dan Paduka Seribu Masalah yang tetap duduk
rangkapkan kaki.
"Sahabat sekalian. Sebenarnya aku masih ingin berbin-
cang dengan kalian. Namun rasanya waktunya kurang baik.
Mudah-mudahan kita kelak akan dipertemukan lagi!"
Habis berucap begitu, Dewi Keabadian putar pandangan
ke arah sosok Nenek Selir dan berkata.
"Nenek Selir... Maaf kalau aku tidak bisa membicarakan
urusanmu. Tapi aku percaya. Apa yang selama Ini menjadi
ganjalan hidupmu akan segera berakhir!"
Sebenarnya si nenek akan buka mulut. Namun sebelum
suaranya terdengar, Dewi Keabadian sudah putar duduk-
nya menghadap Pendekar 131 dan berucap.
"Pendekar 131! Sekali lagi kutitipkan Pedang Keabadian
padamu! Pergunakan pedang itu sebagaimana mestinya! In-
gat... Pedang itu hanya titipan... Mungkin satu hari kelak
pedang itu harus rela kau serahkan pada orang lain!"
Joko anggukkan kepala.
"Terima kasih, Dewi. . . . "
Dewi Keabadian tersenyum. Lalu putar pandangan ber-
keliling ke arah Galuh Sembilan Gerhana, Galuh Empat
hnpu?t! urai-n-:uukzis-:Lulog s pluLculn
Cakrawala, Bidadari Pedang Cinta, Bidadari Delapan Sa-
mudera, dan Dayang Tiga Purnama.
"Gadis-gadis cantik... Aku tidak bisa memberikan penje-
lasan panjang lebar. Aku hanya berpesan agar kalian mau
menerima suratan kenyataan ini dengan lapang dada dan
tabah! Kalian tidak bersalah dalam hal ini! Dan kalian ha-
rap menerima apa adanya Bidadari Tujuh Langit dan Datuk
Kala Sutera! Siapa pun mereka adanya, apa pun yang me-
reka lakukan, terimalah mereka sebagai manusia yang telah
melahirkan kalian berlima!"
Dewi Keabadian rangkapkan kedua tangannya. Lalu
edarkan pandangan sekali lagi pada semua orang yang ada
di tempat itu. "Aku harus segera pergi...."
"Tunggu!" Nenek Selir menahan seraya melompat ke ha-
dapan Dewi Keabadian.
"Nenek Selir!" Dewi Keabadian sudah mendahului berka-
ta sebelum si nenek sempat angkat suara. Siapa yang kau
cari tidak jauh dari tempat ini! Percayalah dia akan muncul
menemuimu dan menyelesaikan urusannya! Hanya satu hal
yang dapat kukatakan. Jangan terburu mengambil keputu-
san! Karena kau masih ada hubungannya dengan peristiwa
di tempat ini!"
Si nenek tersentak kaget.
"Apa hubungannya"!"
"Orang yang selama ini kau cari ada di tempat ini!"
"Aku sudah tahu! Aku sudah mencium bau bangkainya!"
sahut Nenek Selir.
Dewi Keabadian geleng kepala.
"Maksudku bukan orang yang selama ini kau cari untuk
membalas dendam. Tapi darah dagingmu sendiri yang hi-
lang dari tanganmu pada beberapa puluh tahun silam!"
Nenek Selir tegak dengan sosok bergetar dan mulut
ternganga. Tanpa sadar sepasang matanya liar mengedar
berkeliling. "Yang dimaksud perempuan ini pasti anakku! Tapi yang
hnpu?t! urai-n-:uukzis-:Lulog s pluLculn
mana..."! Menurut ucapannya, kelima gadis di tempat ini
adalah anak-anak Bidadari Tujuh Langit dan Datuk Kala
Sutera. Sementara sudah tidak ada perempuan lain yang
sepertinya pantas menjadi anakku!" Diam-diam Nenek Selir
membatin. Saat itulah pandang matanya tertumbuk pada
sosok Bidadari Tujuh Langit. Dada si nenek jadi berdebar
tidak enak. "Mungkinkah..." Mungkinkah dia"! Tapi tak mungkin..."
Kepala si nenek bergerak menggeleng. Lalu berpaling pada
Dewi Keabadian dan berkata dengan suara tersendat parau.
"Dewi.... Kalau yang kau maksud ucapanmu adalah
anakku, harap tunjuk yang mana!"
Dewi Keabadian gelengkan kepala.
"Sebagai orang yang telah melahirkan, firasatmu sudah
dapat menebak. Lain daripada itu, kau tentu memiliki se-
Joko Sableng 43 Karma Manusia Sesat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
suatu yang tidak bisa kau lupakan dari darah daging yang
telah kau lahirkan!"
Habis berkata begitu, Dewi Keabadian membuat gerakan
memutar duduknya. Mula-mula pelan. Namun makin lama
putaran tubuhnya makin kencang hingga hanya beberapa
saat sosoknya hanya merupakan putaran bayang-bayang.
Kejap lain bayangan sosok Dewi Keabadian melesat dan le-
nyap dari tempat itu!
"Sialan betul! Dia tinggalkan tempat ini dengan meng-
gantung masalah! Tapi aku memang memiliki sesuatu yang
tak bisa kulupakan dari tubuh anakku!" desis Nenek Selir
seraya memperhatikan kelebatan sosok bayangan Dewi
Keabadian. Hanya beberapa saat setelah lenyapnya sosok bayangan
Dewi Keabadian, mendadak Putri Pusar Bumi angkat suara
seraya arahkan pandangan pada Dayang Tiga Purnama.
"Cucuku.... Kau telah dengar sendiri ucapan Dewi Kea-
badian! Sekali lagi kuharap kau mau menerima kenyataan
ini! Bidadari Tujuh Langit dan Datuk Kala Sutera adalah
orangtuamu! Enam belas tahun silam aku mengambilmu
dari Lima Istana Bidadari, tempat tinggal kedua orangtua-
hnpuslt! urai-n-:uukzis-:Lulog s pluLculn
mu!" "Cucuku Bidadari Pedang Cinta..." Kali ini Iblis Pedang
Kasih yang menyahut seraya arahkan matanya pada Bida-
dari Pedang Cinta.
"Enam belas tahun lalu, aku juga mengambilmu dari Is-
tana Lima Bidadari! Jadi terimalah Bidadari Tujuh Langit
dan Datuk Kala Sutera sebagai kedua orang yang telah me-
lahirkanmu ke atas dunia!"
Dayang Tiga Purnama dan Bidadari Pedang Cinta sama
berpaling pada Putri Pusar Bumi dan Iblis Pedang Kasih.
Lalu saling berpandangan satu sama lain. Mereka berdua
seolah masih belum percaya dengan keterangan Dewi Kea-
badian dan ucapan yang baru didengarnya. Kedua gadis ini
seakan masih tak mau bergeming dengan kenyataan diha-
dapan mereka apalagi jika ingat akan tindakan Bidadari Tu-
juh Langit yang pernah hendak melakukan tindakan tidak
senonoh pada mereka.
Sementara diseberang depan, begitu sosok bayangan
Dewi Keabadian lenyap, Bidadari Tujuh Langit dan Datuk
Kala Sutera sama arahkan pandang mata masing-masing
pada kelima gadis yang berada di tempat itu. Lalu begitu
mendengar ucapan Putri Pusar Bumi dan Iblis Pedang Ka-
sih, keduanya serta merta arahkan pandang mata masing-
masing pada Dayang Tiga Purnama dan Bidadari Pedang
Cinta. Bidadari Tujuh Langit menghela napas panjang. Lalu
terdengar dia berucap.
"Bidadari Pedang Cinta... Dayang Tiga Purnama... Dari
keterangan Dewi Keabadian dan Putri Pusar Bumi serta Ib-
lis Pedang Kasih, aku percaya jika kalian berdua adalah
dua dari kelima anakku... Tapi percayalah! Aku tidak mera-
sa kecewa jika kalian berdua tidak mau mengakui aku dan
Datuk Kala Sutera sebagai orangtuamu! Karena kami ber-
dua memang tidak pantas dikatakan sebagai orangtua!" Bi-
dadari Tujuh Langit hentikan ucapannya. Sepasang ma-
tanya terlihat berkaca-kaca.
hnpu?t! urai-n-:uukzis-:Lulog s pluLculn
"Aku dan Datuk Kala Sutera tidak akan ingkari kenya-
taan! Kami berdua memang telah bertindak licik dan jahat!
Kami berdua terlalu serakah untuk mencari sesuatu yang
memang bukan semestinya menjadi hak kami! Hingga aki-
batnya bukan saja kami berdua yang harus menanggung
akibatnya, tapi kalian berdua juga harus menerima pahit-
nya... Kuharap kalian berdua mau memaafkan kami...."
Habis berkata begitu, Bidadari Tujuh Langit mendongak.
Kedua bahunya tampak berguncang keras. Lalu terdengar
isakannya. Saat kemudian dia luruskan kepala memandang
silih berganti pada Bidadari Pedang Cinta dan Dayang Tiga
Purnama. Tanpa pedulikan kaki kirinya yang kucurkan da-
rah dan luka dalam yang dideritanya, perempuan yang kini
telah berubah menjadi sosok seorang wanita paruh baya ini
bergerak merangkak ke arah Bidadari Pedang Cinta. Aneh-
nya, kalau sesaat tadi dia laksana tegang kaku tak bisa
bergerak saat Dewi Keabadian berkata, kini dia kembali da-
pat menggerakkan anggota tubuhnya!
Semua orang yang ada di tempat itu tegak tanpa ada
yang buka suara atau membuat gerakan. Mata mereka ter-
tuju pada gerakan Bidadari Tujuh Langit yang terus me-
rangkak perlahan-lahan ke arah Bidadari Pedang Cinta.
Begitu lima tindakan di hadapan Bidadari Pedang Cinta,
mendadak Bidadari Tujuh Langit melompat lalu jatuhkan
diri di kaki Bidadari Pedang Cinta.
"Anakku...." Suara Bidadari Tujuh Langit laksana teng-
gelam dalam isakan tangisnya. Kedua tangannya pegangi
pergelangan kedua kaki Bidadari Pedang Cinta. "Terakhir
kalinya aku minta maaf padamu... Karena setelah ini kema-
tian adalah hal terbaik yang akan kuambil.... Manusia se-
pertiku tidak layak lagi berada di atas dunia apalagi harus
berhadapan dengan anak-anak yang kulahirkan tapi harus
menerima derita sengsara akibat ulahku... Aku malu den-
gan apa yang pernah kulakukan padamu... Aku sekarang
pasrahkan diri padamu... Seandainya kau mau, aku minta
tanganmulah yang mengakhiri hidupku agar terlepas beban
hnpu?t! urai-n-:uukzis-:Lulog s pluLculn
deritaku ini..."
Bidadari Pedang Cinta mula-mula tidak bergeming den-
gan ucapan Bidadari Tujuh Langit. Malah gadis Ini sempat
hendak lepaskan dan tarik mundur kedua kakinya yang di-
pegang Bidadari Tujuh Langit.
"Anakku... Kedua tanganku memang sudah tak pantas
membelaimu... Tapi izinkanlah untuk terakhir kalinya aku
memegang kedua kakimu..." Bidadari Tujuh Langit eratkan
pegangannya pada kedua pergelangan kaki Bidadari Pedang
Cinta. Saat kemudian dia sorongkan wajahnya lalu menci-
umi kedua kaki Bidadari Pedang Cinta dengan hamburkan
tangis. Bagaimanapun tegar dan kokohnya hati Bidadari Pedang
Cinta, melihat apa yang dilakukan Bidadari Tujuh Langit,
perlahan-lahan hati gadis ini luluh juga. Dia tengadahkan
kepala dengan mata dipejamkan. Lalu tekuk kedua kakinya
dan bergerak melorot ke bawah dengan bahu berguncang
dan sosok bergetar menahan tangis.
Bidadari Pedang Cinta ulurkan kedua tangannya men-
gambil kepala Bidadari Tujuh Langit lalu diangkat tenga-
dah. Saat kemudian dia bungkukkan wajah lalu menciumi
wajah Bidadari Tujuh Langit dengan mata berlinang dan
berkata terisak.
"Ibu...." Hanya itu suara yang terdengar dari mulut Bi-
dadari Pedang Cinta meski sebenarnya mulutnya masih
terbuka hendak mengucapkan kata-kata selanjutnya.
Melihat apa yang terjadi, tampaknya Dayang Tiga Pur-
nama tak bisa menahan diri. Dia berlari menghampiri Bida-
dari Tujuh Langit yang masih saling berciuman dengan Bi-
dadari Pedang Cinta. Lalu ikut jatuhkan diri dan berkata.
"Ibu... Aku mohon maaf... Aku..." Belum sampai sua-
ranya berlanjut, tangisnya sudah menghambur.
Bidadari Tujuh Langit tarik pulang wajahnya dari wajah
Bidadari Pedang Cinta. Lalu berpaling pada Dayang Tiga
Purnama. Saat kemudian kedua orang ini sudah saling ber-
pelukan dengan terisak-isak tanpa ada yang sempat buka
hnpu?t! urai-n-:uukzis-:Lulog s pluLculn
suara. Ketika Bidadari Tujuh Langit dan Dayang Tiga Purnama
saling berpelukan, di seberang sana Datuk Kala Sutera
tampak mendongak dengan sosok bergetar.
Sepasang matanya terpejaIn rapat. Walau laki-laki ini ti-
dak perdengarkan tangisan, tapi sikapnya jelas jika dia ten-
gah menahan diri. Kejap lain pemuda berjubah hitam yang
kini telah berubah menjadi laki-laki paruh baya ini lu-
ruskan kepalanya memandang ke arah Bidadari Tujuh Lan-
git. Lalu perlahan-lahan menoleh pada Bidadari Delapan
Samudera yang tegak dengan menghela napas panjang be-
rulang kali. Tanpa buka mulut, Datuk Kala Sutera membuat gerakan
seperti orang hendak merangkak. Lalu bergerak ke arah Bi-
Pedang Tetesan Air Mata 2 Pertempuran Di Lembah Bunga Hay Tong Karya Okt Kampung Setan 7
rena...." "Simpan dulu nasihatmu! Aku ingin tahu di mana bera-
danya keparat itu!"
*ak* LIMA PADUKA Seribu Masalah tertawa.
"Sahabatku Nenek Selir.... Aku tak takut mengatakan
kalau kau punya sengketa besar dengan Wang Su Ji alias
sahabatku Manusia Tanah Merah...."
"Kalau kau sudah tahu, mengapa kau masih tidak mau
mengatakan di mana beradanya bangsat itu"!"
"Saat untuk hal itu akan tiba! Sekali lagi kuharap kau
bersabar! Karena masih ada hal penting di tempat ini...."
"Persetan dengan segala hal penting! Aku hanya ingin
tahu di mana bangsat itu berada!"
"Sahabatku Nenek Selir. Jangan takut kalau kukatakan
jika hal penting itu masih ada kaitannya dengan dirimu!"
"Setan! Kau tahu apa tentang diriku, hah"! Dalam hi-
dupku, hal yang paling penting adalah mencari sekaligus
mencabut selembar nyawajahanam itu!"
Paduka Seribu Masalah kembali perdengarkan tawa.
"Sebenarnya aku takut mengatakannya. Tapi hari ini ter-
paksa kuberanikan diri. Semua ini kukatakan demi kebena-
ran dan tenteramnya arena negeri Tibet...."
"Kau terlalu sok tahu masalah orang!"
"Silahkan kau mau bilang apa. Yang jelas, bukankah se-
lama ini kau tengah mencari seseorang yang pernah lahir
dari rahimmu"!"
Nenek Selir terdiam. Tegaknya tampak bergetar. Mulut-
nya komat-kamit namun tak perdengarkan suara. Sepasang
matanya mendelik pada sosok Paduka Seribu Masalah. Lalu
mengedar berkeliling.
htfpu?t! urai-n-:uukzis-:Lulog s pluLculn
"Sahabatku Nenek Selir.... Kau harus bersyukur. Karena
mungkin segala yang jadi ganjalan hatimu selama ini akan
terungkap!"
"Kau memang digelari orang Paduka Seribu Masalah! Se-
lama ini banyak orang mencarimu untuk bertanya! Tapi ha-
ri ini angan berharap aku percaya dengan ucapanmu!"
"Aku tidak memintamu untuk percaya! Tapi jika nan-
tinya bukti yang akan mengungkapkan, apakah kau masih
tidak akan percaya"!"
"Bukti apa yang akan kau ungkapkan, hah"!"
"Untuk hal itu sekali lagi waktunya akan tiba! Sekarang
akan kita selesaikan dahulu urusan beberapa orang di tem-
pat ini!" . "Urusan apa"! Urusan siapa"!" tanya si nenek dengan
suara melengking.
"Kau dengar saja.... Nanti kau akan mengerti. Tapi harap
nantinya kau tidak terkejut apalagi tidak percaya!"
Nenek Selir terdiam beberapa lama. Sebenarnya dia su-
dah tak sabar. Tapi entah karena apa, setelah berpikir se-
saat, nenek berselempang kain hitam ini perlahan-lahan
surutkan langkah ke belakang.
Seakan dapat melihat gerakan orang, Paduka Seribu Ma-
salah segera putar duduknya menghadap Putri Pusar Bumi
seraya berkata.
"Sahabatku Putri Pusar Bumi. Aku tidak punya banyak
waktu. Harap segera kau mulai saja bicara!"
Putri Pusar Bumi anggukkan kepala. Lalu arahkan pan-
dang matanya pada Bidadari Tujuh Langit dan Datuk Kala
Sutera. "Ada urusan apa ini"!" Diam-diam Bidadari Tujuh Langit
membatin. Hatinya jadi tak enak. Apalagi kini sepasang ma-
ta Putri Pusar Bumi menatap lekat-lekat ke arahnya.
Di lain pihak, Datuk Kala Sutera tidak begitu peduli
dengan apa yang didengar dan tatapan Putri Pusar Bumi.
Karena begitu melihat kemunculan Paduka Seribu Masalah,
pemuda berjubah hitam ini jadi geram. Dalam hati dia ber-
htfpuslt! urai-n-:uukzis-:Lulog s pluLculn
kata. "Ternyata dia yang asli Paduka Seribu Masalah! Hem....
Dia telah menipuku dengan menunjuk orang lain sebagai
Paduka Seribu Masalah!" Datuk Kala Sutera ingat akan per-
temuannya dengan Paduka Seribu Masalah beberapa hari
berselang. Di mana saat itu Paduka Seribu Masalah tidak
mau berterus terang mengatakan siapa dirinya. Malah ju-
stru saat itu Pendekar 131 yang mengaku sebagai Paduka
Seribu Masalah.
"Bidadari Tujuh Langit..." Putri Pusar Bumi angkat sua-
ra setelah agak lama hanya diam dan pandangi sosok Bida-
dari Tujuh Langit.
"Menurut kabar yang kudengar, kau mempunyai lima
anak perempuan. Harap jujur jawab pertanyaanku. Benar
atau tidak apa yang baru kukatakan"!"
Dada Bidadari Tujuh Langit berdebar. "Apa maksud per-
tanyaan manusia satu Ini" Dia pernah punya silang sengke-
ta denganku pada beberapa puluh tahun silam. Apa ada
hubungannya dengan urusan sengketa itu"!"
"Apa maksud pertanyaanmu"!" Bidadari Tujuh Langit
balik bertanya.
"Aku hanya ingin membuktikan kebenaran berita itu!"
"Untuk apa"! Kalau kau ingin meneruskan sengketa la-
ma, kau tak usah membicarakan urusan itu!"
"Sengketa lama Itu telah kukubur dalam-dalam!"
"Kau takut"!" tanya Bidadari Tujuh Langit seraya terta-
wa. "Waktu telah mengubah segalanya! Seandainya aku ma-
sih seperti pada beberapa puluh tahun silam, mungkin ti-
dak ada gunanya aku bicara denganmu! Yang akan bicara
adalah kedua tanganku!"
"Hem.... Aku tak tahu pasti. Ucapanmu itu hanya karena
takut menghadapiku atau.. . . "
"Bidadari Tujuh Langit.... Kau telah dengar ucapanku.
Aku tidak punya waktu banyak untuk duduk di tempat ini!
Harap jawab saja apa yang ditanyakan padamu!" Yang per-
htfpuslt! urai-n-:uukzis-:Lulog s pluLculn
dengarkan suara adalah Paduka Seribu Masalah.
"Aku tak punya urusan denganmu! Kalau kau tak punya
waktu banyak, mengapa kau tidak segera angkat kaki dari
tempat ini"!"
"Kepergiannya hanya akan membuatmu menyesal, Bida-
dari Tujuh Langit!" Kali ini Iblis Pedang Kasih yang bicara.
"Menyesal"!" Bidadari Tujuh Langit tertawa panjang.
"Jangankan hanya pergi angkat kaki. Dia mampus pun
aku tak akan merasa menyesal!"
"Harap jangan berdebat. Aku takut mendengarnya! Kalau
memang dia tak mau jawab pertanyaan, untuk apa kita
memaksa"! Bukankah dengan begitu dia akan lebih mende-
rita"! Karena selama hidupnya kelak dia tidak akan pernah
tahu siapa anak-anak yang pernah dilahirkannya!"
"Jahanam! Apa kaitannya semua ini dengan ucapan-
mu"!" tanya Bidadari Tujuh Langit dengan melompat bebe-
rapa langkah. "Jawab saja pertanyaanku dahulu. Nantinya kau akan
mengerti!" Putri Pusar Bumi menyahut.
Bidadari Tujuh Langit tergagu diam. Matanya silih ber-
ganti memandang pada sosok Putri Pusar Bumi, Iblis Pe-
dang Kasih, dan Paduka Seribu Masalah.
"Bidadari Tujuh Langit... Kau tak usah malu-malu men-
gatakannya! Semua ini demi kebaikanmu!" kata Putri Pusar
Bumi. "Aku memang memiliki lima orang anak perempuan!"
Akhirnya Bidadari Tujuh Langit buka mulut dengar suara
bergetar. "Kau tahu di mana mereka saat ini"!" tanya Putri Pusar
Bumi. Bidadari Tujuh Langit geleng kepala. Sementara Datuk
Kala Sutera tampak terkejut dan palingkan kepala pada Bi-
dadari Tujuh Langit. Diam-diam pemuda berjubah hitam ini
membatin. "Aneh.... Sepertinya ada kesamaan antara aku
dengan perempuan ini. Dia memiliki lima orang anak pe-
rempuan. Namun dia Juga tak tahu di mana beradanya
htfpu?t! urai-n-:uukzis-:Lulog s pluLculn
anak-anaknya! Herannya lagi, dia juga pernah sebut-sebut
Istana Lima Bidadari... Siapa perempuan ini sebenarnya"!
Dia mengenakan salah satu cincin dari Sepasang Cincin
Keabadian. Dia juga sempat kujumpai saat aku baru saja
mendapatkan salah satu dari Sepasang Cincin Keabadian!"
Baru saja Datuk Kala Sutera membatin begitu, Putri Pu-
sar Bumi sudah perdengarkan suara lagi.
. "Bidadari Tujuh Langit.... Kau mengenal siapa adanya
pemuda berjubah hitam itu?"
"Kalau kau belum tahu. Kau bisa menanyakan sendiri
siapa dia!"
"Semua orang sudah tahu siapa nama pemuda itu! Yang
kumaksud, apakah kau kenal lebih dari hanya sekadar na-
manya"!"
Bidadari Tujuh Langit tersenyum dingin. "Bagiku laki-
laki adalah sampah! Jadi jangan tanya apakah aku menge-
nalnya lebih dari sekadar nama!"
"Bidadari... Aku tidak memaksamu. Tapi ada baiknya
kau lihat sekali lagi wajah pemuda berjubah hitam itu.
Mungkin kau akan ingat sesuatu...."
"Walau wajahmu penuh gumpalan daging dan siapa pun
akan muak melihatnya, namun bagiku lebih baik melihat
wajahmu daripada melihat tampang laki-laki itu! Tanpa ku-
beri tahu kau tentu sudah bisa menebak apa sebabnya!
Hik.... Hik.... Hik...!"
"Ah.... Ah.... Jadi kau masih tertarik padaku"!" tanya Pu-
tri Pusar Bumi sambil dongakkan kepala lalu putar tubuh-
nya dengan pantat digoyang-goyang.
Bidadari Tujuh Langit putuskan tawanya. Lalu memben-
tak. "Jangan mengalihkan urusan! Kau telah bertanya ba-
nyak padaku. Sekarang jawab! Apa maksud semua perta-
nyaanmu tadi"!"
Putri Pusar Bumi hentikan gerakannya begitu lurus
menghadap Bidadari Tujuh Langit. Lalu angkat suara.
"Pertanyaanku belum selesai! Dan kau tak usah khawa-
htfpu?t! urai-n-:uukzis-:Lulog s pluLculn
tir. Setelah semua pertanyaanku terjawab, aku akan men-
gatakan apa maksud semua ini!" Putri Pusar Bumi melirik
sesaat pada Bidadari Tujuh Langit. Lalu sambung ucapan-
nya. "Kalau kau punya anak. Berarti kau pernah punya sua-
mi! Bisa mengatakan padaku siapa nama suamimu"!"
"Dengar telingamu! Bagiku laki-laki adalah sampah! Jika
kau bertanya yang ada kaitannya dengan makhluk laki-laki,
kau tak akan mendapat jawaban apa- apa!"
"Hem.... Jadi kau tidak kenal suamimu"!"
Bidadari Tujuh Langit tidak menjawab. Sebaliknya melo-
tot dengan mulut terkancing rapat.
Putri Pusar Bumi nyengir. Lalu berpaling pada Iblis Pe-
dang Kasih dan berbisik.
"Pekerjaanku selesai! Sekarang tiba giliranmu!"
Iblis Pedang Kasih maju satu tindak. Sepasang matanya
terarah pada Datuk Kala Sutera.
Menangkap gelagat jika Iblis Pedang Kasih hendak bicara
dengan sang Datuk, Bidadari Tujuh Langit buru-buru men-
dahului. "Aku tidak mau disela!"
"Bidadari Tujuh Langit!" kata Iblis Pedang Kasih. "Harap
kau bersabar. Aku akan bicara dulu dengan pemuda itu!"
Tanpa menunggu sahutan orang, Iblis Pedang Kasih su-
dah ajukan tanya pada Datuk Kala Sutera.
"Datuk! Dari keterangan seorang sahabatku, kau tengah
mencari lima orang anak-anakmu! Betul"!"
Datuk Kala Sutera tidak segera menjawab. Sebaliknya
arahkan pandang matanya pada Pendekar 131. Lalu beralih
pada sosok Paduka Seribu Masalah. Kej ap lain dia buka
mulut. "Aku akan jawab pertanyaanmu. Tapi aku minta aminan
kau nanti akan memberi keterangan yang benar!"
"Bukan hanya keterangan benar yang akan kau da-
patkan! Tapi lebih dari itu!" ujar Iblis Pedang Kasih.
"Hem.... Bagus! Jika nantinya ucapanmu dusta, jangan
htfpu?t! urai-n-:uukzis-:Lulog s pluLculn
mimpi kau bisa lolos dari tanganku seperti yang pernah ter-
jadi pada beberapa puluh tahun lalu!"
"Nyatanya kau masih ingat peristiwa itu...."
"Katakan. Pertanyaan apa lagi yang harus kujawab!" Da-
tuk Kala Sutera segera menyahut seolah tak sabar.
"Kau belum awab pertanyaanku tadi...."
"Aku memang tengah mencari kelima anak-anak-
ku!" "Kau tahu bagaimana raut wajah mereka"!"
"Aku meninggalkannya saat mereka masih bayi!"
"Kalau kau punya anak, pasti kau punya seorang istri
yang melahirkan kelima anak-anakmu! Kau bisa mengata-
kan siapa istrimu"!"
"Aku tak bisa menjawab!"
Iblis Pedang Kasih tersenyum.
"Mengapa"! "
"Aku tak bisa mengatakannya padamu! Masih ada yang
perlu kujawab"!"
"Kau mengenal siapa adanya perempuan berbaju putih
berparas cantik jelita itu"!" Iblis Pedang Kasih arahkan
pandang matanya pada Bidadari Tujuh Langit.
"Menurut yang kudengar dia hanyalah seorang perem-
puan binal yang punya kelainan!"
Ucapan Datuk Kala Sutera bukannya membuat Bidadari
Tujuh Langit marah. Sebaliknya perempuan ini tertawa
panjang; Iblis Pedang Kasih mundur satu tindak. Lalu berbisik
pada Paduka Seribu Masalah.
"Sahabatku... Sesuai perjanjian kita tadi, sekarang tiba
giliranmu!"
"Hai! Kau ingat dengan aminan tadi"!" Datuk Kala Sute-
Joko Sableng 43 Karma Manusia Sesat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ra berteriak. "Aku masih ingat! Tapi harap kau tunggu dahulu. Saha-
batku ini akan bicara!"
"Bidadari Tujuh Langit.... Datuk Kala Sutera...!" Paduka
Seribu Masalah sudah perdengarkan suara menyahut uca-
htfpuslt! urai-n-:uukzis-:Lulog s pluLculn
pan Iblis Pedang Kasih tanpa memberi kesempatan pada
Datuk Kala Sutera untuk buka mulut.
"Menurut beberapa orang sahabatku, kalian berdua
mengenakan Sepasang Cincin Keabadian. Kalian ingat ba-
gaimana hingga bisa mendapatkan cincin itu"!"
Baik Bidadari Tujuh Langit maupun Datuk Kala Sutera
tidak ada yang buka mulut menjawab. Kedua orang ini
hanya saling pandang sesaat.
"Baik! Itu urusan kalian... Tapi harap kalian tahu. Sepa-
sang Cincin Keabadian tak mungkin lepas dari pemiliknya
secara satu-persatu! Dan ini menjadi satu petunjuk jika ka-
lian berdua pernah saling kenal tidak hanya sekadar nama!
Bagaimanajawab kalian"!"
Lagi-lagi Bidadari Tujuh Langit dan Datuk Kala Sutera
tidak ada yang menyahut. Namun diam-diam kedua orang
ini coba mengingat. Hanya saja meski keduanya telah beru-
saha, mereka tidak ingat lagi apa yang pernah mereka la-
kukan! "Kalian tidak ada yang menyahut. Mengapa"!" tanya Pa-
duka Seribu Masalah.
"Kalian takut"!"
"Kau tadi bicara tak punya waktu banyak! Sekarang kau
banyak mulut!" Bidadari Tujuh Langit membentak.
"Katakan saja terus terang! Ada apa ini sebenarnya!"
"Begitu maumu"! Baik.... Harap kalian berdua tidak ta-
kut mendengarnya! Sebenarnya kalian berdua adalah pa-
sangan suami-istri! Dan kalaupun sampai akhirnya kalian
berdua tidak saling kenal, kalian tentu lebih tahu apa se-
babnya...."
*ak* htfpu?t! urai-n-:uukzis-:Lulog s pluLculn
ENAM BIDADARI Tujuh Langit simak ucapan Paduka Seribu
Masalah dengan kepala didongakkan. Sementara Datuk Ka-
la Sutera pandangi sosok sang Paduka dengan mulut ter-
kancing rapat. Mendadak Bidadari Tujuh Langit tertawa
bergerai. Namun hanya sesaat. Kejap lain perempuan ini
membentak dengan mata nyalang menatap sosok Paduka
Seribu Masalah.
"Mulutmu lancang bicara! Kau sepertinya lebih tahu sia-
pa diriku daripada aku!"
"Bidadari Tujuh Langit.... Dalam hal ini, aku tidak takut
mengatakan jika semua orang di daratan Tibet tahu kalau
kau adalah istri Datuk Kala Sutera!"
"Aku tidak kenal dengan pemuda itu sebelum ini!"
"Bagaimana dengan dirimu, Datuk Kala Sutera"!" Padu-
ka Seribu Masalah bertanya pada sang Datuk yang sedari
tadi hanya diam.
"Enam belas tahun lalu, aku memang pernah berjumpa
dengannya! Tapi tidak lebih dari sekadar jumpa! Jadi ada-
lah lucu kalau kau mengatakan aku adalah suaminya! Apa-
lagi telingamu dengar sendiri. Perempuan itu lebih suka ja-
sad perempuan daripada sosok laki-laki!"
"Bidadari Tujuh Langit, Datuk Kala Sutera! Kalian ten-
gah menjalani suratan hidup yang harus kalian terima apa
pun kenyataannya! Kalian adalah pasangan suami-istri dan
kalian memiliki lima orang anak perempuan! Dan harap ka-
lian tidak tersinggung kalau kukatakan, kalian tidak saling
kenal karena ulah kalian sendiri pada masa enam belas ta-
hun silam! Saat mana kalian mendapatkan Sepasang Cin-
cin Keabadian dari tangan Dewi Keabadian!"
"Kau boleh bicara panjang lebar! Yang jelas aku tidak
pernah mengenalnya sebelum ini!"
"Sekarang masalahnya bukan mengenal atau tidak sebe-
lum ini! Kau mengatakan memiliki lima orang anak. Semen-
tara Datuk Kala Sutera juga tengah mencari lima orang
htfpu?t! urai-n-:uukzis-:Lulog s pluLculn
anaknya! Kalian juga mengenakan...."
"Cukup!" potong Bidadari Tujuh Langit.
"Selama kau dikenal sebagai manusia yang tahu banyak
masalah orang! Sekarang coba katakan di mana kelima
anakku"!"
"Sebelum kujawab, aku minta kau memperhatikan keli-
ma gadis yang saat ini berada di tempat ini!"
Galuh Sembilan Gerhana, Galuh Empat Cakrawala, Bi-
dadari Pedang Cinta, Bidadari Delapan Samudera, dan
Dayang Tiga Purnama, serentak saling pandang satu sama
lain dengan dada berdebar tidak enak.
Sementara Bidadari Tujuh Langit langsung sapukan
pandangannya memperhatikan satu persatu kelima gadis di
tempat itu. Datuk Kala Sutera ikut-ikutan gerakkan kepala
memandang berganti-ganti.
"Apa pendapatmu"!" bertanya Paduka Seribu Masalah.
Bidadari Tujuh Langit kancingkan mulut tidak menja-
wab. "Aku memang tidak pernah melihat mereka. Tapi dari
beberapa orang sahabat, aku diyakinkan kalau wajah me-
reka hampir mirip! Benar"!"
Entah karena apa, walau tanpa buka mulut, Bidadari
Tujuh Langit sambuti pertanyaan Paduka Seribu Masalah
dengan anggukkan kepala.
"Bidadari Tujuh Langit! Seandainya saat ini kau bertemu
dengan anak-anakmu, apakah ada sesuatu yang mem-
buatmu mengenalnya"!"
"Apakah mereka anak-anakku"!" Mendadak Bidadari Tu-
juh Langit ajukan tanya dengan suara sedikit bergetar.
"Aku tanya.. Seandainya saat ini kau bertemu dengan
anak-anakmu, apakah ada sesuatu yang membuatmu men-
genal mereka"!" Paduka Seribu Masalah ulangi pertanyaan.
"Aku memberi tanda pada kelima anakku! Jadi meski
aku tidak pernah bertemu, aku bisa mengenali mereka!"
Belum sampai ucapan Bidadari Tujuh Langit selesai, Pa-
duka Seribu Masalah putar duduknya menghadap Bidadari
htfpu?t! urai-n-:uukzis-:Lulog s pluLculn
Delapan Samudera. Si gadis jadi terkejut dan makin berde-
bar. "Gadis cantik baju biru! Selama ini kau mencari seseo-
rang yang bisa membuka rahasia hidupmu. Kau tidak kebe-
ratan jika Bidadari Tujuh Langit..."
"Aku tidak sudi!" Bidadari Delapan Samudera sudah
menukas. "Bukan dia yang bisa membuka rahasia hidupku! Tapi
manusia berjubah hitam itu!" Tangan Bidadari Delapan
Samudera menunjuk lurus pada Datuk Kala Sutera.
Paduka Seribu Masalah putar duduknya. Lalu berucap
lagi. "Gadis baju hijau bernama Bidadari Pedang Cinta. Dan
kau gadis baju ungu bernama Dayang Tiga Purnama...
Apakah kalian..."
Hanya sampai disitu ucapan yang terdengar dari Paduka
Seribu Masalah. Karena hampir bersamaan Bidadari Pe-
dang Cinta dan Dayang Tiga Purnama sudah buka mulut.
"Aku tak akan pernah percaya kalau dia adalah manusia
yang melahirkanku!" kata Bidadari Pedang Cinta.
"Bukti apa pun yang akan diucapkan, aku tak akan per-
nah mau mengakui dia sebagai seorang ibu!" timpal Dayang
Tiga Purnama. Paduka Seribu Masalah gerak-gerakkan kepalanya di be-
lakang rangkapan kedua kakinya. Lalu putar duduknya
menghadap Galuh Sembilan Gerhana dan Galuh Empat
Cakrawala. Namun belum sampai dia perdengarkan suara,
Galuh Empat Cakrawala dan Galuh Sembilan Gerhana su-
dah mendahului.
"Dia bukan saja tak layak dipanggil ibu. Tapi mampus
pun sebenarnya masih tidak pantas!" kata Galuh Sembilan
Gerhana. "Bagi dia seharusnya malu untuk mencari anak-
anaknya!" sahut Galuh Empat Cakrawala.
"Aku tanya sekali lagi. Apakah mereka anak-anakku"!"
tanya Bidadari Tujuh Langit sambil arahkan pandang ma-
htfpuslt! urai-n-:uukzis-:Lulog s pluLculn
tanya pada Paduka Seribu Masalah.
"Sebenarnya aku takut untuk mengatakannya. Tapi..."
"Aku tak ingin dengar alasan!"
"Mereka memang anak-anak yang pernah kau lahirkan!"
Tampang Bidadari Tujuh Langit berubah. Dia men-
dongak dengan perdengarkan gumaman tak elas. Sementa-
ra semua orang di tempat itu terdiam tak ada yang buka
suara atau membuat gerakan.
Namun keheningan itu hanya beberapa saat. Karena ti-
ba-tiba murid Pendeta Sinting yang sedari tadi diam simak
perbincangan orang membuat gerakan berkelebat ke arah
Pedang Keabadian.
Nenek Selir hanya bisa berteriak marah karena terlambat
untuk membuat gerakan menghadang. Sementara Bidadari
Tujuh Langit dan Datuk Kala Sutera buru-buru sentakkan
tangan masing-masing.
Dua jengkal lagi tangan kanan Joko menyentuh kotak
kuning berukir berisi Pedang Keabadian, mendadak ter-
dengar deruan gelombang angin dari arah samping.
Pukulan Bidadari Tujuh Langit dan Datuk Kala Sutera
langsung ambyar di tengah jalan tanpa perdengarkan leda-
kan! Sementara sosok murid Pendeta Sinting langsung ter-
j engkang dan bergulingan di atas tanah!
Semua orang terkesiap kaget. Semua kepala berpaling ke
arah sumber datangnya gelombang yang mampu membuat
buyar pukulan Bidadari Tujuh Langit dan Datuk Kala Sute-
ra serta membikin sosok murid Pendeta Sinting terjengkang
bergulingan. Namun semua orang jadi terlengak kaget. Karena mereka
tidak melihat siapa-siapa!
"Jahanam! Jangan-jangan ini ulah manusia bangsat
Wang Su Ji! Bukankah Paduka Seribu Masalah mengata-
kan dia tidak berada jauh dari tempat ini"!" Nenek Selir
menduga-duga. Dia pentang mata besar-besar lalu meman-
dang liar ke arah sumber datangnya gelombang angin. Tapi
dia tetap tidak melihat siapa-siapa"
htfpu?t! urai-n-:uukzis-:Lulog s pluLculn
Selagi semua orang terkesima begitu rupa, Bidadari Tu-
juh Langit tidak buang kesempatan. Dia cepat melompat ke
arah kotak kuning.
Datuk Kala Sutera tampaknya sudah bisa membaca ge-
lagat. Hingga begitu Bidadari Tujuh Langit melompat, pe-
muda berjubah hitam ini segera pula berkelebat memotong.
Bukk! Bukk! Kedua kaki Bidadari Tujuh Langit berbenturan dengan
sepasang kaki Datuk Kala Sutera. Sosok Bidadari Tujuh
Langit langsung terjungkal roboh tidak jauh dari kotak
kuning berukir. Sementara Datuk Kala Sutera terbanting
menghantam tanah dua tombak dari sosok Bidadari Tujuh
Langit. Mungkin karena khawatir Bidadari Tujuh Langit segera
menyambar kotak kuning di sebelahnya, Datuk Kala Sutera
segera bangkit. Sekali berkelebat, sosoknya sudah berada di
hadapan Bidadari Tujuh Langit dengan kaki kanan mem-
buat sapuan menendangi
Wuutt! Satu sinar hijau berkiblat ganas menyongsong kepala
Bidadari Tujuh Langit yang berusaha bergerak.
Bidadari Tujuh Langit tersentak kaget. Terlambat ba-
ginya untuk angkat kaki kiri menghadang tendangan kaki
kanan sang Datuk. Tapi perempuan ini berpikir cepat. Dia
segera ulurkan tangan kanan ke arah gagang pedang pada
kotak berukir yang menancap di atas tanah.
Walau sadar dirinya tidak mampu menahan hawa dingin
pada kotak kuning dan belum tahu mengapa pada salah sa-
tu sisi kotak terdapat gagang pedang, namun sang Bidadari
tampaknya maklum kalau kotak itu mengandung kekuatan.
Hingga dengan salurkan hawa saktinya, dia teruskan gera-
kan tangan ke arah gagang pedang.
Untuk sesaat hawa dingin memang menyelimuti tangan-
nya. Namun Bidadari Tujuh Langit kuatkan diri. Dengan
berteriak dia sentakkan tangannya ke atas.
Wuutt! htfpu?t! urai-n-:uukzis-:Lulog s pluLculn
Terdengar suara berdesing. Tangan kanan Bidadari Tu-
juh Langit terangkat ke udara. Semua orang di tempat itu
tercengang melihat bagaimana ternyata tangan kanan Bi-
dadari Tujuh Langit sudah memegang sebuah pedang putih
berkilat! Begitu tangannya terangkat, mendadak Bidadari Tujuh
Langit berteriak lagi. Karena dia merasakan sekujur tubuh-
nya sudah regang kaku tak bisa digerakkan.
Di lain pihak, Datuk Kala Sutera sempat terkesiap kare-
na bersamaan dengan terhunusnya pedang, dia merasakan
sosoknya tersapu mental. Hingga tendangan kaki kanannya
bukan saja tertahan di udara, namun juga tersurut.
Datuk Kala Sutera lipat gandakan tenaga dalam. Dia
makin khawatir apalagi melihat Bidadari Tujuh Langit su-
dah memegang pedang. Hingga sambil lipat gandakan tena-
ga dalam, dia kembali sentakkan kaki kanannya.
Karena merasa sekujur tubuhnya tegang kaku tak bisa
digerakkan, sementara tendangan kaki sang Datuk makin
dekat, akhirnya tanpa banyak pikir lagi Bidadari Tujuh
Langit babatkan pedang di tangan kanannya seraya dilepas.
Praass! Datuk Kala Sutera menjerit seakan merobek langit. So-
soknya terhuyung ke belakang dengan bertumpu pada satu
kaki. Karena kaki kanannya telah terputus sebatas perge-
langan dan kucurkan darah.
Pedang putih meluncur dan menancap di atas tanah.
Sementara Bidadari Tujuh Langit terbanting lagi menghan-
tam tanah. Tapi bersamaan dengan itu hawa dingin yang
sesaat tadi membuat sekujur tubuhnya kaku sirna seketi-
Joko Sableng 43 Karma Manusia Sesat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ka. Datuk Kala Sutera memandang sesaat pada pergelangan
kakinya. Lalu beralih pada putusan kakinya yang tergeletak
tidak jauh dari menancapnya pedang. Saat berikutnya
mendadak pemuda berjubah hitam ini melompat ke arah
pedang putih berkilat.
Begitu tangan kanannya berhasil memegang gagang pe-
htfpuslt! urai-n-:uukzis-:Lulog s pluLculn
dang, Datuk Kala Sutera cepat kerahkan hawa sakti untuk
menahan hawa dingin. Lalu dengan bentakan garang dia
sentakkan tangan kanannya.
Wuutt! Pedang putih tercabut dari tanah terangkat ke udara
perdengarkan desingan tajam.
Bidadari Tujuh Langit berpaling. Namun tiba-tiba ma-
tanya membeliak. Darahnya laksana sirap melihat bagai-
mana sekonyong-konyong Datuk Kala Sutera tahu-tahu su-
dah gerakkan tangan kanannya yang memegang pedang ke
arah kaki kirinya yang mengenakan cincin berwarna merah
dari Sepasang Cincin Keabadian!
Dalam kagetnya, Bidadari Tujuh Langit masih sempat
lepas pukulan ke arah Datuk Kala Sutera dengan sentak-
kan kedua tangan.
Dess! Craass! Datuk Kala Sutera terpental dengan mulut perdengarkan
seruan dan hamburkan darah. Karena pukulan Bidadari
Tujuh Langit tepat menghantaIn sosoknya.
Di lain pihak, Bidadari Tujuh Langit tercengang dalam
beberapa saat. Namun saat lain perempuan ini menjerit
tinggi. Ketika pukulan Bidadari Tujuh Langit tepat menghantam
sosok Datuk Kala Sutera, pemuda berjubah hitam ini cepat
sentakkan pedang di tangan kanannya. Walau sosoknya
sempat terpental, hebatnya pedang putih berkilat di
tangannya terus menderu. Bidadari Tujuh Langit memang
sempat sentakkan kaki kirinya untuk menghindari luncu-
ran pedang. Tapi luncuran pedang itu lebih cepat gerakan-
nya. Hingga meski Bidadari Tujuh Langit sudah sekuat te-
naga hindarkan kaki kirinya, namun tak urung pedang itu
masih mampu membabat dan tepat membelah setengah te-
lapak kaki Bidadari Tujuh Langit!
Beberapa orang di tempat itu, terlebih murid Pendeta
Sinting, sesaat tadi memang sudah hendak membuat gera-
kan melerai. Tapi karena cepatnya peristiwa, dan karena
htfpu?t! urai-n-:uukzis-:Lulog s pluLculn
khawatir dengan pedang yang telah berada di tangan orang,
Joko adi urungkan niat.
Sementara melihat apa yang terjadi, Galuh Sembilan
Gerhana dan Galuh Empat Cakrawala sama-sama mem-
buat isyarat. Dendam dalam diri kedua gadis ini memang
sudah tak bisa ditahan lagi. Hingga begitu melihat kesem-
patan, keduanya segera saling memberi isyarat. Kejap lain
keduanya melompat ke arah Bidadari Tujuh Langit.
Saat bersamaan, Bidadari Delapan Samudera yang men-
dapat pesan dari gurunya agar membunuh Datuk Kala Su-
tera tidak lama menunggu. Dia segera pula berkelebat ke
arah sang Datuk.
"Harap tidak ada yang membuat gerakan!" Mendadak
terdengar orang bersuara. Lalu dua gelombang mengham-
par. Satu menghantam pada sosok Bidadari Tujuh Langit.
Satu lagi menyapu ke arah sosok Datuk Kala Sutera.
Galuh Sembilan Gerhana dan Galuh Empat Cakrawala
serta Bidadari Delapan Samudera tidak ada yang hiraukan
seruan orang. Ketiganya teruskan gerakan meski saat itu
mereka tahu ada dua gelombang yang tengah memotong ge-
rakan mereka dan menghantam ke arah sosok Bidadari Tu-
juh Langit dan Datuk Kala Sutera.
Beberapa langkah lagi Galuh Sembilan Gerhana dan Ga-
luh Empat Cakrawala sampai di hadapan sosok Bidadari
Tujuh Langit dan Bidadari Delapan Semudera mencapai so-
sok Datuk Kala Sutera, tiba-tiba ketiga gadis ini berseru te-
gang. Sosok ketiganya mental balik lalu sama jatuh terdu-
duk di atas tanah tersambar dua gelombang yang tengah
menyapu ke arah Bidadari Tujuh Langit dan Datuk Kata
Sutera! Saat lain sosok Bidadari Tujuh Langit dan Datuk Kala
Sutera terpelanting ke udara. Lalu secara aneh mendadak
sosok keduanya tersapu ke arah satu jurusan sebelum ak-
hirnya jatuh punggung diatas tanah saling berdampingan!
*ir* htfpu?t! urai-n-:uukzis-:Lulog s pluLculn
TUJUH ANEHNYA, semua orang di tempat itu tidak langsung in-
gin tahu siapa gerangan orang yang baru saja perdengarkan
suara dan jelas baru saja lepas dua gelombang angin aneh
yang membuat sosok Bidadari Tujuh Langit dan Datuk Kala
Sutera atuh berdampingan di seberang depan.
Sebaliknya semua mata terpaku pada sosok Bidadari Tu-
juh Langit dan Datuk Kala Sutera yang dengan sekuat te-
naga berusaha bangkit duduk.
"Gila! Apa mataku tidak salah lihat"!" Nenek Selir pen-
tangkan mata lalu kucek-kucek matanya dengan tangan
kanan yang tidak menggenggam pedang. Saat lain kembali
memelototi sosok Bidadari Tujuh Langit dan Datuk Kala Su-
tera. "Heran! Apa yang terjadi dengan mereka"!" Joko ikut
bergumam. Lalu sapukan pandangan pada semua orang di
tempat itu. "Mereka juga tampak terkejut! Berarti mataku tidak me-
nipu! Mereka juga melihat perubahan itu!"
Di seberang depan, begitu berhasil duduk, Bidadari Tu-
juh Langit segera berpaling. Dia sudah akan buka mulut.
Namun tiba-tiba mulutnya terkancing kembali. Sepasang
matanya melotot pada sosok Datuk Kala Sutera.
Di sebelahnya, sang Datuk segera pula menoleh begitu
mampu bergerak duduk. Seperti halnya Bidadari Tujuh
Langit, pemuda berjubah hitam ini buru-buru urungkan
niat untuk buka mulut. Sebaliknya memandang lekat-lekat
pada sosok Bidadari Tujuh Langit.
Secara aneh, dalam pandangan orang-orang di tempat
itu, baik sosok Bidadari Tujuh Langit maupun sosok Datuk
Kala Sutera perlahan-lahan berubah. Rambut hitam lebat
milik kedua orang ini berubah menjadi hitam bercampur
putih. Lalu kulit sekujur tubuh keduanya juga berubah
berkerut-kerut. Dan hanya beberapa saat, sosok keduanya
telah menjadi seorang laki-laki dan perempuan paruh baya!
htfpu?t! urai-n-:uukzis-:Lulog s pluLculn
"Aneh.... Mengapa dia berubah"!" Bidadari Tujuh Langit
sempat menduga-duga.
"Tapi mengapa dia memandangku begitu rupa"! Jangan-
jangan ada yang...." Sang Bidadari tidak lanjutkan guma-
mannya. Sebaliknya alihkan pandang matanya ke arah di-
rinya sendiri. Saat yang sama Datuk Kala Sutera juga
memperhatikan dirinya.
Bidadari Tujuh Langit dan Datuk Kala Sutera sama-
sama berseru tegang. Keduanya hampir saja terlonjak jika
saja tidak terdengar satu suara.
"Bidadari Tujuh Langit! Datuk Kala Sutera! Harap kalian
tidak terkejut! Lebih lagi kuharap kalian masih mengenali-
ku!" Satu sosok bayangan putih berkelebat dari arah mana
tadi dua gelombang menyapu sosok Bidadari Tujuh Langit
dan Datuk Kala Sutera. Lalu satu sosok tubuh tahu-tahu
telah duduk berselonjor kaki sepuluh langkah di hadapan
Bidadari Tujuh Langit dan Datuk Kala Sutera.
Paduka Seribu Masalah renggangkan rangkapan kedua
kakinya. Sementara semua orang di tempat itu segera alih-
kan pandang mata masing-masing pada orang yang baru
muncul. Mereka melihat seorang nenek berambut putih menge-
nakan pakaian putih. Kedua kakinya yang berselonjor tam-
pak terputus hingga nenek ini tidak memiliki telapak kaki.
"Kau tahu siapa nenek itu"!" Putri Pusar Bumi berbisik
pada iblis Pedang Kasih.
Yang ditanya geleng kepala. "Aku tidak pernah bertemu
dengan nenek itu! Mungkin sahabat kita Paduka Seribu
Masalah bisa mengenalinya!"
Baru saja Iblis Pedang Kasih berucap begitu, nenek be-
rambut putih yang duduk berselonjor kaki berpaling pada
Putri Pusar Bumi. Bibirnya tersenyum. Lalu terdengar dia
berucap. "Kita memang belum pernah bertemu. Tapi aku mungkin
bisa mengenalimu. Bukankah kau Putri Pusar Bumi"!"
htfpu?t! urai-n-:uukzis-:Lulog s pluLculn
Belum sampai Putri Pusar Bumi menyahut, si nenek be-
rambut putih sudah alihkan pandangannya pada Iblis Pe-
dang Kasih seraya berkata.
"Dan kau, bukankah Iblis Pedang Kasih..."!"
Lagi-lagi belum sampai yang disapa angkat bicara, si ne-
nek sudah beralih memandang pada Paduka Seribu Masa-
lah sambil sambung ucapannya.
"Paduka Seribu Masalah.. Senang bisa Jumpa denganmu
lagi. Maaf kalau aku tadi menyela pembicaraanmu!"
"Siapa dia"!" Iblis Pedang Kasih berbisik pada Paduka
Seribu Masalah.
"Jangan bertanya... Aku tidak berani memberi kete-
rangan!" Tanpa menunggu sahutan, si nenek segera gerakkan ke-
pala. Kini pandangan matanya tertuju pada sosok Pendekar
131. "Kuharap kau betah berada di negeri ini untuk sementa-
ra waktu, Pendekar Pedang Tumpul 131 Joko Sableng...
Walau kau harus menghadapi kenyataan yang mungkin be-
lum kau mengerti..."
Murid Pendeta Sinting tersentak kaget mendapati orang
telah tahu siapa dirinya. Hingga begitu si nenek selesai
berucap, Joko buru-buru menjura hormat seraya berkata.
"Terima kasih kau telah mengenaliku. Namun kuharap
kau tidak keberatan untuk mengatakan siapa dirimu...."
"Permintaanmu akan kupenuhi. Tapi bukan sekarang!
Nanti kau akan tahu sendiri!" kata nenek berselonjor kaki
seraya berpaling pada Bidadari Tujuh Langit dan Datuk Ka-
la Sutera. "Sialan! Siapa nenek putih tak punya telapak kaki ini!
Dia seolah memandang sebelah mata padaku!" Nenek Selir
mendesis sendirian karena merasa tidak disapa oleh orang.
"Jangan-jangan dia simpanan Wang Su Ji! Dia cemburu
padaku lalu..."
Nenek Selir menyeringai. Saat lain dia edarkan pan-
dangan berkeliling lalu terhenti pada tempat dimana nenek
htfpu?t! urai-n-:uukzis-:Lulog s pluLculn
yang berselonj or kaki tadi melesat keluar. Karena tidak juga
melihat tanda-tanda adanya orang, Nenek Selir tampaknya
tidak sabar. Dia segera berkelebat lalu tegak tidak jauh dari
nenek yang duduk selonjorkan kaki.
"Nenek Selir.... Ada apa"!"
Nenek Selir terperanjat mendapati nenek yang berselon-
jor kaki langsung bertanya dan dapat mengenali siapa
adanya si nenek berselempang kain hitam ini.
"Kurang ajar betul! Dia juga telah mengenaliku! Pasti ja-
hanam laki-laki itu yang memberi tahu!" desis Nenek Selir
dengan mata melotot. Lalu buka mulut dengan suara keras
membahana. "Kau siapa, hah"!"
"Mungkin kedua orang itu nanti bisa menjawab perta-
nyaanmu!" "Aku ingin tahu dari mulutmu sendiri! Bukan dari mere-
ka!" "Ah.... Sudahlah.... Tidak ada untungnya kita berdebat.
Hanya kuharap kau tidak segera pergi dari tempat ini!"
"Jangan memberi aturan padaku! Pergi atau tidak, itu
urusanku!"
Nenek berambut putih yang duduk berselonj or terse-
nyum. "Nenek Selir.... Kuminta waktu padamu. Aku ingin bicara
dulu dengan kedua orang itu!"
Tanpa menunggu lagi, si nenek berambut putih berbaju
putih sambungi ucapannya ditujukan pada Bidadari Tujuh
Langit dan Datuk Kala Sutera.
"Bagaimana"! Kalian masih mengenaliku"!"
Bidadari Tujuh Langit dan Datuk Kala Sutera meman-
dang tanpa ada yang buka suara. Sebaliknya kedua orang
ini membuat gerakan untuk bangkit berdiri meski mereka
tahu jika salah satu kaki mereka telah putus dan kucurkan
darah. Tapi kedua orang ini jadi terkesiap mendapati bukan sa-
ja mereka tidak mampu untuk bergerak bangkit, namun ju-
htfpuslt! urai-n-:uukzis-:Lulog s pluLculn
ga tidak kuasa untuk alihkan pandang matanya dari sosok
perempuan tua berambut putih yang duduk selonjorkan
kaki! "Bidadari Tujuh Langit, Datuk Kala Sutera! Kalian tidak
akan mampu bergerak bangkit jika belum jawab perta-
nyaanku!" Berkata nenek berambut putih.
Bidadari Tujuh Langit dan Datuk Kala Sutera tersentak
diam. Namun diam-diam keduanya sama kerahkan tenaga
dalam. Si nenek berambut putih tersenyum seraya gelengkan
kepala. "Kalian telah terluka seperti yang kualami enam belas
tahun silam.... Kalian ingat"!"
Bidadari Tujuh Langit dan Datuk Kala Sutera ter-
cengang. Bukan hanya karena ucapan orang, namun juga
ternyata keduanya tidak mampu bergerak walau mereka te-
lah kerahkan segenap tenaga dalam yang dimiliki!
"Siapa kau sebenarnya"!" tanya Bidadari Tujuh Langit
dengan suara serak parau.
"Malam itu kalian datang ke sebuah pulau sepi. Kalian
menginginkan sesuatu yang semestinya bukan menjadi hak
seorang manusia! Kalian ingin tetap hidup dengan tubuh
Joko Sableng 43 Karma Manusia Sesat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tidak berubah selamanya..."
Nenek yang duduk selonjorkan kaki hentikan ucapannya
sesaat. Lalu dongakkan kepala. Di depannya, Bidadari Tu-
juh Langit dan Datuk Kala Sutera kernyitkan dahi masing-
masing dengan mulut terbuka menganga tanpa perdengar-
kan suara. "Malam itu...," kata si nenek berambut putih berucap la-
g1. "Dengan licik kalian telah menipu seseorang dan bertin-
dak jahat padanya hanya gara-gara kalian menginginkan
benda berupa sepasang cincin... Peristiwa itu terjadi enam
belas tahun silam...."
"Dewi Keabadian!" hampir bersamaan Bidadari Tujuh
Langit dan Datuk Kala Sutera bergumam.
htfpu?t! urai-n-:uukzis-:Lulog s pluLculn
"Syukur kalian masih mengingatnya... Sekarang kuharap
kalian juga ingat siapa orang yang ada di samping kalian
masing-masing. . . . "
Entah karena apa, walau sebenarnya tidak ingin mem-
buat gerakan, namun seakan ada kekuatan dahsyat, kepala
Bidadari Tujuh Langit dan Datuk Kala Sutera sama berpal-
ing saling berhadapan!
Sementara mendengar gumaman Bidadari Tujuh Langit
dan Datuk Kala Sutera yang mengucapkan nama si nenek,
Nenek Selir tersurut kaget hingga melotot besar pandangi
sosok orang di sampingnya lekat-lekat. Di lain pihak, Putri
Pusar Bumi dan Iblis Pedang Kasih saling berpandangan.
Pendekar 131 ikut-ikutan terkejut lalu ikut pula arahkan
matanya pada sosok nenek yang duduk berselonjor kaki.
Di depan, tiba-tiba baik Bidadari Tujuh Langit maupun
Datuk Kala Sutera seakan tersadar dari lamunan panjang.
Secara aneh, mereka mendadak dapat mengenali siapa
adanya orang di hadapannya!
"Bidadari Tujuh Langit istriku...," desis Datuk Kala Sute-
ra dengan suara seakan tercekat di tenggorokan.
"Kau.... Datuk Kala Sutera...!" gumam Bidadari Tujuh
Langit setengah berbisik.
Seakan lupa pada keadaan masing-masing, Bidadari Tu-
juh Langit dan Datuk Kala Sutera bergerak hendak julur-
kan tangan. Namun keduanya tercengang ketika menyadari
tangan mereka tak bisa digerakkan!
"Apa yang terjadi dengan diriku"!" gumam Bidadari Tu-
juh Langit seraya berpaling pada nenek yang duduk berse-
lonjor kaki dan bukan lain memang Dewi Keabadian. Se-
mentara Datuk Kala Sutera tergagu heran lalu perlahan-
lahan arahkan pandang matanya pula pada Dewi Keaba-
dian. "Bidadari Tujuh Langit, Datuk Kala Sutera. Aku datang
hanya untuk memperingatkan! Bahwa sebagai manusia bi-
asa, tidak layak untuk minta sesuatu yang bukan menjadi
haknya! Keabadian hanya berhak dimiliki yang Maha Abadi!
htfpu?t! urai-n-:uukzis-:Lulog s pluLculn
Dan kalaupun ada Sepasang Cincin Keabadian yang me-
mang mampu membuat si pemakainya terlihat tetap awet
muda dan tidak berubah, itu hanyalah bersifat sementara.
Pada saatnya, si pemakai itu akan menuruti kodratnya un-
tuk kembali kehadapan Sang Pencipta dengan apa pun ja-
lannya! Dan satu hal lagi.... Setiap perbuatan, kelak pasti
akan menumbuhkan hasil!"
Dewi Keabadian hentikan ucapannya sejenak. Lalu tarik
kedua kakinya dan ditekuk membuat sikap seperti orang
duduk bersila. Saat kemudian kembali dia berkata.
"Pada satu malam enam belas tahun silam, kalian ber-
dua telah memotong kedua kakiku untuk mengambil Sepa-
sang Cincin Keabadian. Hari ini, kalian berdua mendapat
hasil apa yang telah kalian lakukan padaku! Mudah-
mudahan hal ini bisa kalian jadikan satu pelajaran berhar-
ga! Masih banyak waktu bagi kalian untuk menebus segala
yang telah kalian lakukan!"
Seperti diketahui, pada enam belas tahun silam, Bidada-
ri Tujuh Langit bersama suaminya Datuk Kala Sutera seca-
ra licik telah memotong kedua kaki Dewi Keabadian karena
keduanya menginginkan Sepasang Cincin Keabadian yang
dikenakan pada ibu ari kedua kaki sang Dewi.
Begitu kedua kaki Dewi Keabadian putus, dan Sepasang
Cincin Keabadian berpindah ke ibu jari kaki Bidadari Tujuh
Langit dan Datuk Kala Sutera, sosok Dewi Keabadian yang
sebelumnya terlihat cantik jelita berubah menjadi sosok
seorang nenek-nenek.
Tapi sebelum Bidadari Tujuh Langit dan Datuk Kala Su-
tera berkelebat pergi, tiba-tiba kedua orang ini secara aneh
tidak mampu meneruskan gerakan. Inilah kehebatan Dewi
Keabadian. Dia mampu mengerahkan tenaga dalam untuk
membuat sosok orang tidak mampu bergerak. Dan saat itu-
lah Dewi Keabadian mengucapkan kata-kata jika suatu saat
kelak Bidadari Tujuh Langit dan Datuk Kala Sutera akan
mengalami nasib yang sama seperti apa yang telah mereka
lakukan pada sang Dewi. Dan lebih dari itu, keduanya akan
hnpu?t! urai-n-:uukzis-:Lulog s pluLculn
berubah! Mereka tidak akan saling mengenali satu sama
lain! Bahkan mereka tidak akan mengenali siapa anak-anak
mereka! "Dewi.... Harap..."
"Bidadari Tujuh Langit!" Dewi Keabadian menukas uca-
pan Bidadari Tujuh Langit.
"Tidak perlu kau mengucapkan kata maaf! Semuanya
sudah terjadi...!"
Habis berkata begitu, Dewi Keabadian putar diri. Saat
lain dia berkelebat ke arah potongan telapak kaki kiri Bida-
dari Tujuh Langit dan pergelangan kaki kanan Datuk Kala
Sutera yang masih tergeletak di atas tanah.
Begitu potongan kedua kaki itu berada di tangan, Dewi
Keabadian segera lepaskan cincin berwarna merah pada ibu
jari potongan kaki kiri Bidadari Tujuh Langit dan cincin
berwarna hijau pada ibu jari potongan kaki kanan Datuk
Kala Sutera. Saat kemudian sang Dewi mengenakan kedua
cincin yang dikenal dengan Sepasang Cincin Keabadian itu
pada ibu ari kedua tangannya sambil duduk bersila. Begitu
Sepasang Cincin Keabadian masuk pada kedua ibu jari tan-
gan Dewi Keabadian, secara perlahan-lahan sosok sang
Dewi berubah. Rambutnya yang putih berubah jadi hitam
lebat. Kulitnya yang pucat keriput menjadi putih kencang.
Hingga dalam beberapa saat saja sosoknya yang tadi seperti
nenek-nenek telah berganti menjadi sosok gadis muda ber-
paras cantik jelita!
Semua orang di tempat itu sempat terlengak. Dan belum
sampai ada yang buka suara, Dewi Keabadian telah putar
duduknya menghadap murid Pendeta Sinting dan berkata.
"Pendekar 131! Kutitipkan Pedang Keabadian padamu!"
"Dewi... Rasanya aku tak sanggup!" Pendekar 131 segera
menyahut ingat jika dia tidak mampu menahan hawa
dingin yang dipancarkan Pedang Keabadian. Dewi Keaba-
dian tersenyum. Tiba-tiba dia angkat kedua tangannya lalu
didorong ke arah Joko!
hnpu?t! urai-n-:uukzis-:Lulog s pluLculn
DELAPAN KARENA tidak tahu apa yang hendak dilakukan orang,
Pendekar 131 sempat terkejut dan cepat-cepat berkelebat
hindarkan diri, walau dari dorongan kedua tangan Dewi
Keabadian tidak terdengar adanya deruan atau berkiblatnya
gelombang angin.
Namun belum sampai Joko bergerak lebih jauh, dia me-
rasakan sekujur tubuhnya tegang kaku tak bisa digerak-
kan! Saat bersamaan dia merasakan aliran hawa dingin
menusuk hingga untuk beberapa saat sosok murid Pendeta
Sinting menggigil dan terhuyung-huyung.
Di seberang depan, Dewi Keabadian tarik pulang kedua
tangannya. Hawa dingin dan huyungan sosok Pendekar 131
terhenti seketika.
"Ambil pedang Itu, Pendekar 131!" Dewi Keabadian beru-
cap. Joko menghela napas. Matanya memandang beberapa
saat dengan pandangan bimbang. Tapi dia merasakan satu
keanehan. Mendadak ada satu dorongan yang membuat
kedua kakinya bergerak melangkah meski sebenarnya dia
belum berniat untuk bertindak!
"Ambil pedang itu, Pendekar 131!" Kembali Dewi Keaba-
dian berkata saat langkah-langkah Joko mendekati Pedang
Keabadian yang masih berada di atas tanah.
Apa yang dilakukan sang Dewi membuat Joko sadar jika
perempuan itu tidak berniat jahat. Maka dengan tangan se-
dikit bergetar, Joko bungkukkan tubuh. Lalu perlahan-
lahan tangan kanannya dijulurkan ke arah pedang.
Sesaat murid Pendeta Sinting masih terlihat ragu-ragu,
khawatir masih belum mampu untuk kuasai hawa dingin
yang memancar dari Pedang Keabadian. Hingga dia diam-
diam kerahkan hawa sakti untuk menahan hawa dingin.
Lalu teruskan gerakan tangan kanan.
Ketika tangan kanannya menyentuh Pedang Keabadian,
sesaat hawa dingin memang masih terasa menjalar pada
hnpu?t! urai-n-:uukzis-:Lulog s pluLculn
tangannya. Namun cuma sekejap. Saat lain Joko sudah ti-
dak lagi merasakan hawa dingin. Hingga dengan tenang Jo-
ko mengambil Pedang Keabadian. Lalu melangkah ke arah
kotak kuning berukir yang masuk amblas ke dalam tanah
tidak jauh dari tergeletaknya Pedang Keabadian.
Kotak kuning berukir dicabut dengan tangan kiri. Lalu
perlahan-lahan ujung Pedang Keabadian dimasukkan ke
dalam lobang yang ada pada salah satu sisi kotak kuning
berukir. Untuk beberapa saat semua mata yang ada di tempat itu
memandang tak berkesip. Mereka seolah hampir tak per-
caya jika kotak berukir yang hanya dua jengkal itu mampu
menahan panjangnya tubuh pedang.
Begitu ujung pedang sudah masuk, Dewi Keabadian
arahkan pandang matanya pada Putri Pusar Bumi, Iblis Pe-
dang Kasih, dan Paduka Seribu Masalah yang tetap duduk
rangkapkan kaki.
"Sahabat sekalian. Sebenarnya aku masih ingin berbin-
cang dengan kalian. Namun rasanya waktunya kurang baik.
Mudah-mudahan kita kelak akan dipertemukan lagi!"
Habis berucap begitu, Dewi Keabadian putar pandangan
ke arah sosok Nenek Selir dan berkata.
"Nenek Selir... Maaf kalau aku tidak bisa membicarakan
urusanmu. Tapi aku percaya. Apa yang selama Ini menjadi
ganjalan hidupmu akan segera berakhir!"
Sebenarnya si nenek akan buka mulut. Namun sebelum
suaranya terdengar, Dewi Keabadian sudah putar duduk-
nya menghadap Pendekar 131 dan berucap.
"Pendekar 131! Sekali lagi kutitipkan Pedang Keabadian
padamu! Pergunakan pedang itu sebagaimana mestinya! In-
gat... Pedang itu hanya titipan... Mungkin satu hari kelak
pedang itu harus rela kau serahkan pada orang lain!"
Joko anggukkan kepala.
"Terima kasih, Dewi. . . . "
Dewi Keabadian tersenyum. Lalu putar pandangan ber-
keliling ke arah Galuh Sembilan Gerhana, Galuh Empat
hnpu?t! urai-n-:uukzis-:Lulog s pluLculn
Cakrawala, Bidadari Pedang Cinta, Bidadari Delapan Sa-
mudera, dan Dayang Tiga Purnama.
"Gadis-gadis cantik... Aku tidak bisa memberikan penje-
lasan panjang lebar. Aku hanya berpesan agar kalian mau
menerima suratan kenyataan ini dengan lapang dada dan
tabah! Kalian tidak bersalah dalam hal ini! Dan kalian ha-
rap menerima apa adanya Bidadari Tujuh Langit dan Datuk
Kala Sutera! Siapa pun mereka adanya, apa pun yang me-
reka lakukan, terimalah mereka sebagai manusia yang telah
melahirkan kalian berlima!"
Dewi Keabadian rangkapkan kedua tangannya. Lalu
edarkan pandangan sekali lagi pada semua orang yang ada
di tempat itu. "Aku harus segera pergi...."
"Tunggu!" Nenek Selir menahan seraya melompat ke ha-
dapan Dewi Keabadian.
"Nenek Selir!" Dewi Keabadian sudah mendahului berka-
ta sebelum si nenek sempat angkat suara. Siapa yang kau
cari tidak jauh dari tempat ini! Percayalah dia akan muncul
menemuimu dan menyelesaikan urusannya! Hanya satu hal
yang dapat kukatakan. Jangan terburu mengambil keputu-
san! Karena kau masih ada hubungannya dengan peristiwa
di tempat ini!"
Si nenek tersentak kaget.
"Apa hubungannya"!"
"Orang yang selama ini kau cari ada di tempat ini!"
"Aku sudah tahu! Aku sudah mencium bau bangkainya!"
sahut Nenek Selir.
Dewi Keabadian geleng kepala.
"Maksudku bukan orang yang selama ini kau cari untuk
membalas dendam. Tapi darah dagingmu sendiri yang hi-
lang dari tanganmu pada beberapa puluh tahun silam!"
Nenek Selir tegak dengan sosok bergetar dan mulut
ternganga. Tanpa sadar sepasang matanya liar mengedar
berkeliling. "Yang dimaksud perempuan ini pasti anakku! Tapi yang
hnpu?t! urai-n-:uukzis-:Lulog s pluLculn
mana..."! Menurut ucapannya, kelima gadis di tempat ini
adalah anak-anak Bidadari Tujuh Langit dan Datuk Kala
Sutera. Sementara sudah tidak ada perempuan lain yang
sepertinya pantas menjadi anakku!" Diam-diam Nenek Selir
membatin. Saat itulah pandang matanya tertumbuk pada
sosok Bidadari Tujuh Langit. Dada si nenek jadi berdebar
tidak enak. "Mungkinkah..." Mungkinkah dia"! Tapi tak mungkin..."
Kepala si nenek bergerak menggeleng. Lalu berpaling pada
Dewi Keabadian dan berkata dengan suara tersendat parau.
"Dewi.... Kalau yang kau maksud ucapanmu adalah
anakku, harap tunjuk yang mana!"
Dewi Keabadian gelengkan kepala.
"Sebagai orang yang telah melahirkan, firasatmu sudah
dapat menebak. Lain daripada itu, kau tentu memiliki se-
Joko Sableng 43 Karma Manusia Sesat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
suatu yang tidak bisa kau lupakan dari darah daging yang
telah kau lahirkan!"
Habis berkata begitu, Dewi Keabadian membuat gerakan
memutar duduknya. Mula-mula pelan. Namun makin lama
putaran tubuhnya makin kencang hingga hanya beberapa
saat sosoknya hanya merupakan putaran bayang-bayang.
Kejap lain bayangan sosok Dewi Keabadian melesat dan le-
nyap dari tempat itu!
"Sialan betul! Dia tinggalkan tempat ini dengan meng-
gantung masalah! Tapi aku memang memiliki sesuatu yang
tak bisa kulupakan dari tubuh anakku!" desis Nenek Selir
seraya memperhatikan kelebatan sosok bayangan Dewi
Keabadian. Hanya beberapa saat setelah lenyapnya sosok bayangan
Dewi Keabadian, mendadak Putri Pusar Bumi angkat suara
seraya arahkan pandangan pada Dayang Tiga Purnama.
"Cucuku.... Kau telah dengar sendiri ucapan Dewi Kea-
badian! Sekali lagi kuharap kau mau menerima kenyataan
ini! Bidadari Tujuh Langit dan Datuk Kala Sutera adalah
orangtuamu! Enam belas tahun silam aku mengambilmu
dari Lima Istana Bidadari, tempat tinggal kedua orangtua-
hnpuslt! urai-n-:uukzis-:Lulog s pluLculn
mu!" "Cucuku Bidadari Pedang Cinta..." Kali ini Iblis Pedang
Kasih yang menyahut seraya arahkan matanya pada Bida-
dari Pedang Cinta.
"Enam belas tahun lalu, aku juga mengambilmu dari Is-
tana Lima Bidadari! Jadi terimalah Bidadari Tujuh Langit
dan Datuk Kala Sutera sebagai kedua orang yang telah me-
lahirkanmu ke atas dunia!"
Dayang Tiga Purnama dan Bidadari Pedang Cinta sama
berpaling pada Putri Pusar Bumi dan Iblis Pedang Kasih.
Lalu saling berpandangan satu sama lain. Mereka berdua
seolah masih belum percaya dengan keterangan Dewi Kea-
badian dan ucapan yang baru didengarnya. Kedua gadis ini
seakan masih tak mau bergeming dengan kenyataan diha-
dapan mereka apalagi jika ingat akan tindakan Bidadari Tu-
juh Langit yang pernah hendak melakukan tindakan tidak
senonoh pada mereka.
Sementara diseberang depan, begitu sosok bayangan
Dewi Keabadian lenyap, Bidadari Tujuh Langit dan Datuk
Kala Sutera sama arahkan pandang mata masing-masing
pada kelima gadis yang berada di tempat itu. Lalu begitu
mendengar ucapan Putri Pusar Bumi dan Iblis Pedang Ka-
sih, keduanya serta merta arahkan pandang mata masing-
masing pada Dayang Tiga Purnama dan Bidadari Pedang
Cinta. Bidadari Tujuh Langit menghela napas panjang. Lalu
terdengar dia berucap.
"Bidadari Pedang Cinta... Dayang Tiga Purnama... Dari
keterangan Dewi Keabadian dan Putri Pusar Bumi serta Ib-
lis Pedang Kasih, aku percaya jika kalian berdua adalah
dua dari kelima anakku... Tapi percayalah! Aku tidak mera-
sa kecewa jika kalian berdua tidak mau mengakui aku dan
Datuk Kala Sutera sebagai orangtuamu! Karena kami ber-
dua memang tidak pantas dikatakan sebagai orangtua!" Bi-
dadari Tujuh Langit hentikan ucapannya. Sepasang ma-
tanya terlihat berkaca-kaca.
hnpu?t! urai-n-:uukzis-:Lulog s pluLculn
"Aku dan Datuk Kala Sutera tidak akan ingkari kenya-
taan! Kami berdua memang telah bertindak licik dan jahat!
Kami berdua terlalu serakah untuk mencari sesuatu yang
memang bukan semestinya menjadi hak kami! Hingga aki-
batnya bukan saja kami berdua yang harus menanggung
akibatnya, tapi kalian berdua juga harus menerima pahit-
nya... Kuharap kalian berdua mau memaafkan kami...."
Habis berkata begitu, Bidadari Tujuh Langit mendongak.
Kedua bahunya tampak berguncang keras. Lalu terdengar
isakannya. Saat kemudian dia luruskan kepala memandang
silih berganti pada Bidadari Pedang Cinta dan Dayang Tiga
Purnama. Tanpa pedulikan kaki kirinya yang kucurkan da-
rah dan luka dalam yang dideritanya, perempuan yang kini
telah berubah menjadi sosok seorang wanita paruh baya ini
bergerak merangkak ke arah Bidadari Pedang Cinta. Aneh-
nya, kalau sesaat tadi dia laksana tegang kaku tak bisa
bergerak saat Dewi Keabadian berkata, kini dia kembali da-
pat menggerakkan anggota tubuhnya!
Semua orang yang ada di tempat itu tegak tanpa ada
yang buka suara atau membuat gerakan. Mata mereka ter-
tuju pada gerakan Bidadari Tujuh Langit yang terus me-
rangkak perlahan-lahan ke arah Bidadari Pedang Cinta.
Begitu lima tindakan di hadapan Bidadari Pedang Cinta,
mendadak Bidadari Tujuh Langit melompat lalu jatuhkan
diri di kaki Bidadari Pedang Cinta.
"Anakku...." Suara Bidadari Tujuh Langit laksana teng-
gelam dalam isakan tangisnya. Kedua tangannya pegangi
pergelangan kedua kaki Bidadari Pedang Cinta. "Terakhir
kalinya aku minta maaf padamu... Karena setelah ini kema-
tian adalah hal terbaik yang akan kuambil.... Manusia se-
pertiku tidak layak lagi berada di atas dunia apalagi harus
berhadapan dengan anak-anak yang kulahirkan tapi harus
menerima derita sengsara akibat ulahku... Aku malu den-
gan apa yang pernah kulakukan padamu... Aku sekarang
pasrahkan diri padamu... Seandainya kau mau, aku minta
tanganmulah yang mengakhiri hidupku agar terlepas beban
hnpu?t! urai-n-:uukzis-:Lulog s pluLculn
deritaku ini..."
Bidadari Pedang Cinta mula-mula tidak bergeming den-
gan ucapan Bidadari Tujuh Langit. Malah gadis Ini sempat
hendak lepaskan dan tarik mundur kedua kakinya yang di-
pegang Bidadari Tujuh Langit.
"Anakku... Kedua tanganku memang sudah tak pantas
membelaimu... Tapi izinkanlah untuk terakhir kalinya aku
memegang kedua kakimu..." Bidadari Tujuh Langit eratkan
pegangannya pada kedua pergelangan kaki Bidadari Pedang
Cinta. Saat kemudian dia sorongkan wajahnya lalu menci-
umi kedua kaki Bidadari Pedang Cinta dengan hamburkan
tangis. Bagaimanapun tegar dan kokohnya hati Bidadari Pedang
Cinta, melihat apa yang dilakukan Bidadari Tujuh Langit,
perlahan-lahan hati gadis ini luluh juga. Dia tengadahkan
kepala dengan mata dipejamkan. Lalu tekuk kedua kakinya
dan bergerak melorot ke bawah dengan bahu berguncang
dan sosok bergetar menahan tangis.
Bidadari Pedang Cinta ulurkan kedua tangannya men-
gambil kepala Bidadari Tujuh Langit lalu diangkat tenga-
dah. Saat kemudian dia bungkukkan wajah lalu menciumi
wajah Bidadari Tujuh Langit dengan mata berlinang dan
berkata terisak.
"Ibu...." Hanya itu suara yang terdengar dari mulut Bi-
dadari Pedang Cinta meski sebenarnya mulutnya masih
terbuka hendak mengucapkan kata-kata selanjutnya.
Melihat apa yang terjadi, tampaknya Dayang Tiga Pur-
nama tak bisa menahan diri. Dia berlari menghampiri Bida-
dari Tujuh Langit yang masih saling berciuman dengan Bi-
dadari Pedang Cinta. Lalu ikut jatuhkan diri dan berkata.
"Ibu... Aku mohon maaf... Aku..." Belum sampai sua-
ranya berlanjut, tangisnya sudah menghambur.
Bidadari Tujuh Langit tarik pulang wajahnya dari wajah
Bidadari Pedang Cinta. Lalu berpaling pada Dayang Tiga
Purnama. Saat kemudian kedua orang ini sudah saling ber-
pelukan dengan terisak-isak tanpa ada yang sempat buka
hnpu?t! urai-n-:uukzis-:Lulog s pluLculn
suara. Ketika Bidadari Tujuh Langit dan Dayang Tiga Purnama
saling berpelukan, di seberang sana Datuk Kala Sutera
tampak mendongak dengan sosok bergetar.
Sepasang matanya terpejaIn rapat. Walau laki-laki ini ti-
dak perdengarkan tangisan, tapi sikapnya jelas jika dia ten-
gah menahan diri. Kejap lain pemuda berjubah hitam yang
kini telah berubah menjadi laki-laki paruh baya ini lu-
ruskan kepalanya memandang ke arah Bidadari Tujuh Lan-
git. Lalu perlahan-lahan menoleh pada Bidadari Delapan
Samudera yang tegak dengan menghela napas panjang be-
rulang kali. Tanpa buka mulut, Datuk Kala Sutera membuat gerakan
seperti orang hendak merangkak. Lalu bergerak ke arah Bi-
Pedang Tetesan Air Mata 2 Pertempuran Di Lembah Bunga Hay Tong Karya Okt Kampung Setan 7