Pencarian

Karma Manusia Sesat 1

Joko Sableng 43 Karma Manusia Sesat Bagian 1


Ehttp:Attunmahukdisdlblugsputcum
SATU BIDADARI Tujuh Langit tegak terbungkuk-bungkuk den-
gan mata memandang liar pada sosok Datuk Kala Sutera
yang juga beranjak bangkit. Untuk beberapa saat kedua
orang ini saling perang pandang. Bidadari Delapan Samu-
dera terbujur kaku di atas tanah tak bisa bergerak karena
ditotok oleh Pendekar 131 Joko Sableng. Sementara murid
Pendeta Sinting sendiri tegak dihadapan Nenek Selir dengan
sikap bimbang dan mulut terkancing rapat. Sepasang ma-
tanya melirik pulang balik ke arah si nenek dan Bidadari
Tujuh Langit serta Datuk Kala Sutera. Di lain pihak, Nenek
Selir melotot angker pada murid Pendeta Sinting. Di sebe-
rang agakjauh, Galuh Sembilan Gerhana dan Galuh Empat
Cakrawala saling pandang satu sama lain dengan Wajah ra-
gu-ragu tak tahu apa yang harus diperbuat.
"Kuperintahkan kau untuk lepas cincin di ibu Jarimu!"
Mendadak Datuk Kala Sutera perdengarkan bentakan ga-
rang seraya maju satu tindak.
Bidadari Tujuh Langit menyeringai dingin. Tanpa sambu-
ti bentakan orang, laksana terbang dia berkelebat ke arah
Datuk Kala Sutera.
Namun Bidadari Tujuh Langit tahan gerakan tatkala ti-
ba-tiba dia merasa ada sambaran angin menderu disamping
kanannya. Berpaling, perempuan bertubuh sintal ini meli-
hat berkelebatnya satu bayangan hijau.
"Kaul" Bidadari Tujuh Langit berseru dengan bibir mere-
bak sunggingkan senyum.
"Aku tahu... Kau pasti akan kembali!"
Sosok di hadapan Bidadari Tujuh Langit yang ternyata
adalah seorang gadis berparas cantik berpakaian Warna hi-
jau berambut panjang dikepang dua, salah satu kepangan
rambutnya dilingkarkan pada lehernya yang jenjang putih,
memandang sosok Bidadari Tujuh Langit dari ujung kaki
hingga ujung rambut. Saat kemudian gadis ini alihkan
htfpu?d urai-n-:uukzh-:Ixjog s pluLculn
pandang matanya pada sosok Datuk Kala Sutera.
Gadis berbaju hijau yang bukan lain adalah Bidadari Pe-
dang Cinta menghela napas panjang berulang kali. Tiba-
tiba dia angkat tangan kanannya. Lalu menunjuk silih ber-
ganti pada Bidadari Tujuh Langit dan Datuk Kala Sutera se-
raya berseru. "Katakan siapa adanya kalian sebenarnya!"
"Dan jangan berani sembunyikan sesuatu!" Satu suara
mendadak terdengar menimpali. Satu sosok tubuh berkele-
bat dan tahu-tahu di samping Bidadari Pedang Cinta telah
tegak seorang gadis berwajah jelita mengenakan pakaian
Warna ungu. Dia tidak lain adalah Dayang Tiga Purnama.
Seperti diketahui, saat terjadi ketegangan di hutan bam-
bu, mendadak terdengar suara gaung dahsyat yang mem-
buat semua orang merasakan telinga masing-masing laksa-
na ditusuk-tusuk. Belum sampai orang tahu siapa yang
membuat ulah, mendadak satu benda hitam meluncur ke
atas langit lalu menukik dan ambyar perdengarkan suara
keras. Bersamaan itu suasana berubah menjadi gelap guli-
ta. Dan ketika suasana terang kembali, ternyata sosok
Dayang Tiga Purnama, Bidadari Pedang Cinta, Manusia Ta-
nah Merah, serta Paduka Seribu Masalah sudah tidak keli-
hatan lagi di tempat terjadinya ketegangan.
Ternyata Dayang Tiga Purnama dan Bidadari Pedang
Cinta dibawa lari oleh Putri Pusar Bumi yang ternyata ada-
lah eyang guru Dayang Tiga Purnama. Dan saat berikutnya
muncullah Iblis Pedang Kasih eyang guru Bidadari Pedang
Cinta yang muncul bersama Manusia Tanah Merah dan Pa-
duka Seribu Masalah.
Putri Pusar Bumi akhirnya berterus terang mengatakan
siapa sebenarnya orangtua Bidadari Pedang Cinta dan
Dayang Tiga Purnama. Namun kedua gadis ini tidak per-
caya. Hingga karena penasaran dan ingin membuktikan,
Bidadari Pedang Cinta segera berlari kembali ke arah terja-
dinya ketegangan di hutan bambu. Dayang Tiga Purnama
tidak tinggal diam. Dia pun segera berkelebat menyusul.
htfpu?d urai-n-:uukzh-:Ixjog s pluLculn
"Kau telah tahu siapa aku...!" Bidadari Tujuh Langit
menjawab seraya melirik pada sosok Dayang Tiga Purnama.
"Aku ingin tahu asal-usulmu!" kata Bidadari Pedang Cin-
ta. Walau merasa heran dengan pertanyaan orang, naInun
Bidadari Tujuh Langit segera buka mulut.
"Bukan di sini tempatnya untuk memenuhi permin-
taanmu!" "Aku ingin mendengarnya di tempat ini!" Kali ini Dayang
Tiga Purnama yang angkat suara.
"Hem.... Mau katakan padaku. Ada apa sebenarnya
dengan kalian berdua"!"
"Jawab saja pertanyaan!" hampir bersamaan Bidadari
Pedang Cinta dan Dayang Tiga Purnama berteriak menya-
hut pertanyaan Bidadari Tujuh Langit.
Bidadari Tujuh Langit geleng kepala. "Aku tak bisa me-
menuhi permintaan kalian di tempat ini! Dan kalaupun
nantinya aku mau turuti apa permintaan kalian di tempat
lain, aku akan ajukan beberapa..."
"Tidak ada tempat lain dan tidak ada syarat!" Bidadari
Pedang Cinta sudah menukas ucapan Bidadari Tujuh Lan-
git. Bidadari Tujuh Langit tersenyum. Tanpa buka mulut lagi
dia arahkan pandang matanya pada Datuk Kala Sutera.
Dayang Tiga Purnama tampaknya bisa membaca gelagat.
Sebelum Bidadari Tujuh Langit buka mulut atau membuat
gerakan, Dayang Tiga Purnama mendahului.
"Kau tidak akan selesaikan urusan dengan siapa saja di
tempat ini sebelum kau jawab pertanyaan tentang asal-
usulmu!" Bidadari Tujuh Langit tidak peduli dengan ucapan orang.
Dia segera melompat ke arah Datuk Kala Sutera.
Karena sudah bisa membaca gelagat, Dayang Tiga Pur-
nama segera berkelebat memotong gerakan Bidadari Tujuh
Langit dan tegak menghadang seraya berseru.
"Jangan anggap pertanyaan kami main-main!"
htfpu?d urai-n-:uukzis-:Lulog s pluLculn
"Perlu kau dengar, Jelitaku... Untung kau punya wajah
yang menarik seleraku. Jika tidak, mungkin mulutmu su-
dah kubuat tidak bisa terbuka lagi!" Berkata Bidadari Tujuh
Langit tanpa memandang pada sosok Dayang Tiga Purna-
ma. Dayang Tiga Purnama mendengus. Dia sudah hendak
berkelebat. Namun Bidadari Tujuh Langit ternyata menda-
hului. Perempuan berbaju putih bertubuh bahenol ini mele-
sat ke arah Dayang Tiga Purnama dengan kedua tangan
bergerak hendak sarangkan totokan.
Melihat gerakan Bidadari Tujuh Langit, Bidadari Pedang
Cinta tidak tinggal diam. Dia segera melompat menghadang
gerakan Bidadari Tujuh Langit seraya kelebatkan kedua
tangan. Bukk! Bukkk! Kedua tangan Bidadari Pedang Cinta bentrok dengan ke-
dua tangan Bidadari Tujuh Langit yang sesaat tadi hendak
lepas totokan ke arah Dayang Tiga Purnama. Sosok Bidada-
ri Pedang Cinta terjajar beberapa langkah ke belakang. Se-
mentara Bidadari Tujuh Langit hanya tertahan gerakannya.
Saat itulah Dayang Tiga Purnama berkelebat dengan kedua
tangan lepas pukulan.
Bidadari Tujuh Langit hadapi serangan tanpa membuat
gerakan apa-apa. Namun begitu kedua tangan Dayang Tiga
Purnama sejengkal lagi melabrak ke arah kepalanya, dia ta-
rik sedikit kepalanya ke belakang. Saat bersamaan kaki ki-
rinya membuat gerakan menendang dengan putar tubuh-
nya setengah lingkaran.
Dayang Tiga Purnama sempat terkejut. Namun gadis Ini
tidak kehilangan akal. Dia tahan gerakannya. Lalu kedua
tangannya di hantamkan ke arah kaki Bidadari Tujuh Lan-
git. Bukkk! Dayang Tiga Purnama perdengarkan seruan tertahan.
Sosoknya terpental terbang. Lalu tegak terhuyung-huyung
di atas tanah dengan kedua tangan dikibas-kibaskan. Ke-
htfpu?d urai-n-:uukzis-:Lulog s pluLculn
dua tangan gadis ini tampak mengembung merah.
Bidadari Tujuh Langit melirik sesaat. Lalu berkelebat ke
arah Dayang Tiga Purnama.
Saat itulah mendadak terdengar deruan dahsyat. Satu
gelombang angin berkiblat. Gerak Bidadari Tujuh Langit
tertahan di udara beberapa saat, lalu terdorong ke samping.
Sambil angkat kedua tangannya, Bidadari Tujuh Langit
turun dan sentakkan kepala berpaling ke arah mana tadi
gelombang yang menahan gerakannya bersumber.
"Jahanaml" bentak Bidadari Tujuh Langit dengan mata
mendelik angker saat tahu murid Pendeta Sinting angkat
kedua tangannya di atas udara, pertanda dialah yang baru
saja membuat hadangan.
"Aku tidak bermaksud merecoki urusanmu!" berkata
Pendekar 131. "Aku hanya ingin..." Belum sampai ucapan Joko selesai,
Bidadari Tujuh Langit sudah hantamkan kedua tangannya
dengan mata dipentang besar-besar.
Wuutt! Wuuutt! Wuuss! Wuusss! Dari kedua tangan Bidadari Tujuh Langit melesat dua
sinar merah. Bersamaan dengan itu dua sinar hitam mela-
brak keluar dari sepasang matanya, membuat suasana be-
rubah kelam. Pendekar 131 yang sudah pernah bentrok dengan Bida-
dari Tujuh Langit tidak mau menghadang serangan orang.
Sebaliknya segera berkelebat menghindar.
Gerakan Joko membuat Nenek Selir yang tegak tidak
jauh darinya jadi terkesiap kaget. Bukan saja dua sinar me-
rah hantaInan kedua tangan Bidadari Tujuh Langit itu kini
harus dihadang, namun dia juga harus menyelamatkan Bi-
dadari Delapan Samudera yang dalam keadaan tertotok ti-
dak auh di depannya!
"Sialanl Mengapa kau melarikan diri"! Kau sengaja men-
gumpankan diriku"!" Nenek Selir berteriak seraya maju sa-
tu tindak. Kedua tangannya yang memegang pedang dihan-
htfpusld urai-n-:uukzis-:Lulog s pluLculn
tamkan ke depan. Saat yang sama, kaki kanannya digerak-
kan ke arah bawah sosok Bidadari Delapan Samudera lalu
disentakkan ke atas.
Wuuss! Wuuss! Dari kedua pedang si nenek melesat keluar dua kobaran
api yang membuat suasana gelap terbelah. Lalu terdengar
gelegar dahsyat tatkala dua sinar merah bentrok dengan
dua kobaran api.
Ketika gelegar dahsyat terdengar, di tempat itu ada dua
suara seruan tegang. Lalu dua sosok tubuh tampak melam-
bung ke udara. Sosok pertama adalah Bidadari Delapan Samudera. Ga-
dis ini perdengarkan seruan tegang ketika merasakan tu-
buhnya tersentak ke udara akibat gerakan kaki kanan Ne-
nek Selir. Namun hal ini menyelamatkan dirinya dari han-
taman dua sinar merah yang dilepas Bidadari Tujuh Langit.
Sosok kedua adalah Nenek Selir sendiri. Begitu bentro-
kan terjadi, sosok nenek ini terjengkang hampir roboh di
atas tanah. Namun kedua tangannya yang memegang pe-
dang segera bergerak menghantam.
Clep! Cleep! Dua pedang si nenek menancap di atas tanah. Gerakan
si nenek terhenti. Kejap lain kedua tangannya menyentak.
Sosoknya melenting ke udara menyongsong sosok Bidadari
Delapan Samudera yang mulai meluncur ke bawah.
Dengan bergumam tak jelas, Nenek Selir cepat menyam-
bar tubuh Bidadari Delapan Samudera. Lalu melayang tu-
run tepat di samping kedua pedangnya. Dan enak saja so-
sok Bidadari Delapan Samudera dicampakkan di atas ta-
nah. Lalu kedua tangannya kembali menyambar dua pe-
dangnya dan berpaling ke arah murid Pendeta Sinting den-
gan mata dijerengkan besar-besar.
Pendekar 131 saat itu tengah pentangkan mata. Bukan
membalas pandangan angker Nenek Selir, melainkan me-
mandang ke arah sosok Dayang Tiga Purnama!
Ketika baru saja lepas pukulan ke arah murid Pendeta
htfpu?d urai-n-:uukzis-:Lulog s pluLculn
Sinting dan suasana berubah gelap, Bidadari Tujuh Langit
cepat berkelebat ke arah Dayang Tiga Purnama. Dayang Ti-
ga Purnama memang merasakan sambaran angin di sam-
pingnya. Dia pun sempat berpaling.
Dalam gelapnya suasana, dia masih mampu melihat sia-
pa gerangan adanya sosok yang berkelebat ke arahnya.
Namun belum sampai dia membuat gerakan, mendadak be-
berapa tusukan telah melanda lambung dan bahunya. Ga-
dis ini berseru tegang karena sekujur tubuhnya sudah ke-
jang kaku tak bisa digerakkan!
Sadar apa yang terjadi, Dayang Tiga Purnama cepat ke-
rahkan tenaga dalam untuk lepaskan diri dari totokan yang
telah bersarang di tubuhnya. Namun baru saja dia kerah-
kan tenaga dalam, gelegar dahsyat bentroknya pukulan Bi-
dadari Tujuh Langit dan Nenek Selir terdengar.
Sosok Dayang Tiga Purnama terpental beberapa tombak.
Sementara sosok Bidadari Tujuh Langit yang baru saja sa-
rangkan totokan pada Dayang Tiga Purnama terdorong.
Namun perempuan ini masih sempat menyambar sosok
Dayang Tiga Purnama. Hingga tatkala sosoknya terdorong,
sosok Dayang Tiga Purnama terseret di dekatnya.
"Nekl Harap kau lepaskan aku...!" Bidadari Delapan Sa-
mudera buka suara.
Nenek Selir tidak menyahut. Dia terus pandangi murid
Pendeta Sinting yang saat itu masih juga arahkan pandang
matanya pada sosok Dayang Tiga Purnama yang terbujur
diam di dekat Bidadari Tujuh Langit.
"Nek.... Kuharap kau mau menolongku.... Aku akan...."


Joko Sableng 43 Karma Manusia Sesat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Diaml" bentak Nenek Selir tanpa berpaling.
"Seharusnya kau sudah bersyukur tidak sampai mam-
pus! Jangan minta yang bukan-bukan! Lagi pula bukan aku
yang membuatmu tidak bisa bergerak!"
"Tapi tidak ada salahnya..."
"Sialanl" Lagi-lagi Nenek Selir sudah menukas sebelum
Bidadari Delapan Samudera lanjutkan ucapan.
"Kalau kau tidak bisa diam, aku tak segan membuatmu
htfpu?d urai-n-:uukzis-:Lulog s pluLculn
tak bisa buka mulut!"
Bidadari Delapan Samudera menghela napas. Lalu per-
lahan-lahan alihkan pandang matanya pada Pendekar 131.
Mendadak mata gadis ini berubah garang. Karena akibat to-
tokan Joko, dia hanya bisa perdengarkan suara tanpa bisa
berbuat sesuatu.
"Pendekar 131! Harap kau lepaskan diriku kalau kau tak
ingin membuat panjang masalah!" Bidadari Delapan Samu-
dera berteriak.
Belum sampai Joko buka suara menyahut atau berpal-
ing, di depan sana Bidadari Tujuh Langit sudah melesat ke
arahnya. Kedua tangannya dihantamkan lepas pukulan ja-
rak jauh! *ak* DUA WALAU masih ada kesempatan untuk membuat gerakan
menghadang pukulan, tapi murid Pendeta Sinting tidak
mau membuang tenaga. Apalagi dia mulai yakin ada sesua-
tu yang perlu diselesaikan antara Bidadari Tujuh Langit
dengan Bidadari Pedang Cinta dan Dayang Tiga Purnama
serta Galuh Sembilan Gerhana dan Galuh Empat Cakrawa-
la. Maka begitu Bidadari Tujuh Langit melesat dan lepas
pukulan, Pendekar 131 cepat berkelebat menghindar.
Bummm! Bummm! Tanah di mana tadi Joko tegak berdiri tampak muncrat
ke udara. Hutan bambu kembali bergetar keras.
Bidadari Tujuh Langit cepat putar diri ke arah murid
Pendeta Sinting berkelebat menghindar. Namun belum
sampai perempuan cantik ini membuat gerakan lebih lan-
jut, mendadak Datuk Kala Sutera sudah melompat dan te-
gak di hadapan Bidadari Tujuh Langit.
"Pemuda itu masih punya tanggungan denganku! Jan-
gan berani mengusik nyawanya!" kata Datuk Kala Sutera
htfpu?t! urai-n-:uukzis-:Lulog s pluLculn
dengan tangan kiri menunjuk pada murid Pendeta Sinting.
"Persetan dengan segala macam tanggungan!" bentak Bi-
dadari Tujuh Langit.
"Tunggu!" tahan Datuk Kala Sutera ketika melihat Bida-
dari Tujuh Langit sudah angkat kedua tangannya.
"Di antara kita ada sesuatu yang harus diselesaikan.
Namun harap kau bersabar dahulu!" Datuk Kala Sutera pu-
tar diri menghadap Pendekar 131. Bidadari Tujuh Langit
sudah gerakkan kedua tangan. Tapi entah karena apa,
mendadak perempuan ini hentikan gerakan kedua tangan-
nya. Di lain pihak, begitu menangkap gelagat Bidadari Tujuh
Langit tahan gerakan kedua tangannya, Datuk Kala Sutera
buka mulut berteriak pada Joko.
"Sebenarnya waktumu sudah lewat! Tapi aku masih
memberi kesempatan padamu untuk buka suara menjawab
pertanyaanku tempo hari!"
"Sebenarnya kau salah alamat, Datuk Kala Sutera! Aku
bukan Paduka Seribu Masalah seperti yang kau duga!"
"Hem.... Lanjutkan keteranganmu!" desis Datuk Kala Su-
tera. "Kau sudah tahu kelanjutannya!"
"Baik! Siapa pun kau adanya, yang jelas kau berjanji
akan jawab pertanyaanku! Sekarang aku menunggu jawa-
banmu!" "Saat itu aku bercanda.... Jadi..."
Joko putuskan ucapan, karena saat itu Datuk Kala Su-
tera sudah berkelebat dan tegak beberapa langkah di hada-
pan murid Pendeta Sinting.
"Aku butuh jawaban atau...."
"Berani kau menyentuh tubuhnya, kau membuka uru-
san denganku!" Mendadak Nenek Selir berteriak. Saat ber-
samaan dia melompat ke arah Pendekar 131. Tangan ki-
rinya yang memegang pedang menunjuk lurus pada Joko.
Lalu terdengar sambungan ucapannya.
"Tanganku yang paling berhak menentukan hidup dan
htfpu?t! urai-n-:uukzis-:Lulog s pluLculn
matinya pemuda sialan ini!" Datuk Kala Sutera pandangi
sosok Nenek Selir dengan dagu terangkat. Tanpa buka mu-
lut dia angkat kedua tangannya.
"Hem.... Dengan mampusnya kedua manusia itu, urusan
akan lebih ringan!" diam-diam Bidadari Tujuh Langit mem-
batin. Lalu lipat gandakan tenaga dalam pada kedua tangan
seraya melirik silih berganti pada Nenek Selir dan Pendekar
131. Begitu Datuk Kala Sutera sentakkan kedua tangannya,
Bidadari Tujuh Langit serta-merta ikut lepas pukulan ke
arah Nenek Selir dan Pendekar 131.
Dari kedua tangan Datuk Kala Sutera melesat dua sinar
kehijauan. Sementara dari kedua tangan Bidadari Tujuh
Langit melabrak dua sinar merah.
Nenek Selir menggerendeng panjang pendek. Kedua pe-
dang di tangannya segera dihantamkan ke depan. Dua ko-
baran api melesat keluar perdengarkan deruan dahsyat dan
semburkan hawa panas luar biasa.
Melihat apa yang terjadi, Joko tidak berdiam diri. Dia se-
gera sentakkan kedua tangan lepas pukulan sakti "Lembur
Kuning!. Hingga saat itu juga dua gelombang berkiblat
membawa sinar berwarna kekuningan serta hawa panas
menyengat. Blaarr! Blarr! Dua ledakan dahsyat mengguncang tempat Itu ketika
empat pukulan orang bertemu di udara. Empat sosok sama
terpental dan terjajar duduk di atas tanah.
Datuk Kala Sutera cepat bergerak bangkit. Lalu menoleh
pada Bidadari Tujuh Langit yang juga terhuyung-huyung
berdiri. Untuk beberapa saat kedua orang ini saling pan-
dang. "Aku tidak bermaksud membantumu!" Berkata Bidadari
Tujuh Langit sambil kerahkan tenaga dalam kembali. "Ke-
dua manusia itu telah membuat dosa besar padaku! Aku
berhak mencicipi kedua nyawa mereka!"
"Hem.... Baik! Agar urusan di antara kita nanti segera
tuntas, aku tawarkan padamu untuk menghabisi kedua
htfpu?t! urai-n-:uukzis-:Lulog s pluLculn
manusia itu bersama-sama!" kata Datuk Kala Sutera sambi
alihkan pandangan.
"Aku setuju!" kata Bidadari Tujuh Langit.
Di seberang, Nenek Selir dan murid Pendeta Sinting
langsung saling berpandangan begitu mereka tegak berdiri.
"Nek.... Lebih baik kita menyingkir saja dari tempat ini!
Tak ada gunanya kita meladeni mereka!"
Nenek Selir tertawa cekikikan panjang. "Percuma kau
menyingkir dari tempat ini! Kau kira nyawamu bisa selamat
dengan angkat kaki dari sini"!" Kepala si nenek menggeleng.
"Kau salah duga, Manusia Asing! Menyingkir atau tidak,
nyawamu tidak akan selamat! Dan kau tak perlu khawatir.
Bukan kedua makhluk itu yang akan membuatmu mam-
pus. Tapi kedua tanganku sendiri!"
Baru saja Nenek Selir berucap begitu, laksana dikoman-
do Bidadari Tujuh Langit dan Datuk Kala Sutera sama
membuat gerakan berkelebat. Dan tahu-tahu keduanya su-
dah tegak lima langkah di hadapan Nenek Selir.
"Kuingatkan pada kalian berdua! Kalian masih...." Hanya
sampai di situ ucapan yang terdengar dari mulut Nenek Se-
lir. Karena bersamaan dengan itu Datuk Kala Sutera dan
Bidadari Tujuh Langit sudah sama melompat ke depan. Bi-
dadari Tujuh Langit angkat kaki kirinya lalu membuat ge-
rakan menendang. Sementara Datuk Kala Sutera angkat
kaki kanannya dan dihantamkan!
Wuutt! Wuutt! Dari kaki kiri Bidadari Tujuh Langit berkiblat sinar me-
rah menyala. Sementara dari kaki kanan Datuk Kala Sutera
melesat sinar hijau menyala terang. Belum sampai kedua
sinar itu menggebrak, Nenek Selir sudah merasakan sosok-
nya laksana tersapu kekuatan dahsyat. Sosok nenek ini
bergetar dan tersentak-sentak. Hingga begitu kedua tan-
gannya membuat gerakan mengangkat pedang, sosoknya
terhuyung. "Nek! Mundur!" teriak murid Pendeta Sinting sekali sen-
takkan tangan kiri lepas pukulan "Serat Biru!.
htfpu?t! urai-n-:uukzis-:Lulog s pluLculn
Dari tangan kiri Pendekar 131 melesat beberapa sinar bi-
ru terang laksana benang. Nenek Selir tidak hiraukan te-
riakkan Joko. Dengan sosok terhuyung, kedua tangannya
bergerak membabatkan pedang.
Namun sebelum dua kobaran api melesat keluar dari tu-
buh pedang di kedua tangan si nenek, kaki kiri Bidadari
Tujuh Langit dan kaki kanan Datuk Kala Sutera sudah da-
tang mendahului!
Tapi tiba-tiba Bidadari Tujuh Langit dan Datuk Kala Su-
tera tersentak kaget ketika merasakan kaki masing-masing
yang dibuat tumpuan tegaknya bergetar keras. Memandang
ke bawah, kedua orang ini tercengang menyaksikan bebe-
rapa sinar biru terang telah melilit kaki masing-masing
yang dibuat tumpuan.
Dengan perdengarkan bentakan keras, Bidadari Tujuh
Langit dan Datuk Kala Sutera hantamkan tangan masing-
masing ke arah serat biru. Sementara kaki masing-masing
yang membuat gerakan menendang diteruskan.
Namun sebelum dari tangan Bidadari Tujuh Langit dan
Datuk Kala Sutera menggebrak gelombang angin memotong
serat biru, Joko sentakkan tangan kirinya.
Bidadari Tujuh Langit perdengarkan seruan tertahan ke-
tika merasakan kaki satunya terdorong ke depan, hingga
kaki kirinya yang tengah menendang tersentak balik ke be-
lakang! Saat lain perempuan ini terhuyung sebelum akhir-
nya atuh terduduk di atas tanah.
Saat yang sama, Datuk Kala Sutera merasakan kakinya
yang dibuat tumpuan tegak, goyah, dan tersentak. Pemuda
berjubah hitam ini memang sempat hentakkan kakinya
yang terlilit serat biru di belakang. Namun di seberang de-
pan, murid Pendeta Sinting cepat melompat ke belakang
dua tindak. Kaki Datuk Kala Sutera kembali tersentak ke
depan dengan keras sebelum akhirnya dia terjengkang ja-
tuh. Di hadapan Bidadari Tujuh Langit dan Datuk Kala Sute-
ra, Nenek Selir yang sesaat tadi sempat tercengang menda-
htfpu?t! urai-n-:uukzis-:Lulog s pluLculn
pati kaki dua orang berkelebat menggebrak ke arahnya se-
mentara dirinya sudah tidak punya kesempatan lagi untuk
membuat kedua tangannya bergerak, cepat ayunkan kedua
pedang menyilang ke arah Bidadari Tujuh Langit serta Da-
tuk Kala Sutera yang terduduk di hadapannya.
"Tahan serangan!" Joko berteriak. Nenek Selir seolah ti-
dak mendengar teriakan. Dia teruskan saja gerakan kedua
tangannya. Sementara Bidadari Tujuh Langit dan Datuk
Kala Sutera sudah siap menghadang dengan angkat tangan
masing-masing. Setengah depa lagi kedua pedang si nenek menghantam,
dan Bidadari Tujuh Langit serta Datuk Kala Sutera siap
sentakkan tangan masing-masing, Pendekar 131 berkelebat
ke depan menyergap Nenek Selir.
Si nenek perdengarkan makian tak karuan ketika mera-
sakan ada satu sosok tubuh menggelayuti pinggangnya dan
menahan gerak kedua tangannya. Dengan hentakkan kaki
kanan, Nenek Selir hantamkan kedua sikunya ke belakang.
Bukkk! Bukkk! Pendekar 131 berseru tegang. Kedua tangannya yang
menelikung pinggang si nenek sempat terpental lepas. Na-
mun Joko cepat menyergap kembali dan lagi-lagi meneli-
kung pinggang Nenek Selir!
"Jahanam bangsat!" maki Nenek Selir seraya putar per-
gelangan kedua tangannya yang memegang pedang. Lalu
serta-merta kedua tangannya ditusukkan ke belakang!
"Nek! Awas di depan!" Joko berteriak ketika mendapati
Bidadari Tujuh Langit dan Datuk Kala Sutera sama sentak-
kan tangan masing-masing.
Nenek Selir tampaknya tak peduli. Dia teruskan saja tu-
sukan kedua pedangnya ke belakang!
"Celaka! Kita bisa mampus, Nek!" teriak Joko sambil sen-
takkan kedua tangannya yang menelikung pinggang Nenek
Selir. Sementara dia makin rapatkan tubuhnya pada sosok
si nenek! Bukkk! Bukkk! htfpu?t! urai-n-:uukzis-:Lulog s pluLculn
Pendekar 131 dan Nenek Selir jatuh bergedebukan di
atas tanah. Saat bersamaan, gelombang sinar merah dan
hijau hantaman tangan Bidadari Tujuh Langit dan Datuk
Kala Sutera lewat dua engkal di atas mereka!
Mendapati pukulannya lolos, Bidadari Tujuh Langit dan
Datuk Kala Sutera cepat bergerak bangkit. Lalu kembali
sama sentakkan tangan masing-masing ke arah Nenek Selir
dan Pendekar 131 yang masih terbujur di atas tanah.
"Nek! Awas pedangmu!" Lagi-lagi Joko berteriak. Lalu
hantamkan kaki kanan kirinya ke atas tanah. Sementara
kedua tangannya makin dirapatkan pada pinggang si ne-
nek. Kali ini tampaknya Nenek Selir mulai sadar akan bahaya
yang mengancam dirinya. Maka begitu mendengar teriakan
Joko, kedua tangannya yang tadi menusuk ke belakang se-
gera ditarik ke depan. Nenek ini sebenarnya hendak meng-
hadang pukulan yang dating dengan hantamkan kedua pe-
dangnya. Namun belum sampai kedua tangannya bergerak,
sosoknya sudah terseret di atas tanah akibat hentakan kaki
Joko. Bumm! Bumm! Hantaman Bidadari Tujuh Langit dan Datuk Kala Sutera


Joko Sableng 43 Karma Manusia Sesat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menghantam tanah di mana tadi Nenek Selir dan Joko ter-
bujur. Sosok Nenek Selir dan Pendekar 131 yang masih saling
bertempelan dan terseret, laksana disapu gelombang dah-
syat akibat bias pukulan Bidadari Tujuh Langit dan Datuk
Kala Sutera yang lolos menghantam sasaran. Sosok kedua-
nya terpelanting ke udara dan sempat terbanting di atas
udara membuat kedua tangan Joko yang memegang ping-
gang si nenek terlepas!
Bukkk! Nenek Selir melayang atuh terlebih dahulu di atas tanah
dengan posisi telentang. Nenek ini cepat kerahkan tenaga
dalam lalu bangkit. Namun baru saja tubuhnya terangkat
ke atas, dari udara sosok Joko melayang deras dan....
htfpu?t! urai-n-:uukzis-:Lulog s pluLculn
Bukkk! Pendekar 131 terbanting keras dengan posisi menelung-
kup. Namun Joko jadi tersentak kaget. Karena dia bukan
jatuh di atas tanah, melainkan di atas sosok Nenek Selir!
Kepalanya masuk ke dalam sela paha si nenek, sementara
kedua kakinya sendiri sempat menghantam bahu kanan ki-
ri Nenek Selir, hingga bagian atas tubuh nenek ini yang tadi
akan terangkat terdorong balik dan menghantam tanah!
"Sialan edan! Mengapa kau ciumi pahaku"!" Nenek Selir
berseru. Bahu kiri kanannya disentakkan.
"Nek! Apa enaknya mencium pahamu"! Kau yang meng-
gelitiki pahaku!"
"Keparat!" maki Nenek Selir dengan sekali lagi sentak-
kan bahu kanan kirinya.
Kaki kanan kiri Joko yang melintang di atas bahu si ne-
nek terpental ke udara. Saat yang sama Nenek Selir angkat
kaki kanannya dan dihantamkan pada tubuh murid Pende-
ta Sinting. Bukkk! Breett! Joko mengeluh tinggi. Kepalanya tersentak keluar dari
paha si nenek. Lalu sosoknya terbanting ke samping dan te-
lentang di samping Nenek Selir! Pakaian yang dikenakan
robek di bagian pinggang kanan.
Nenek Selir berpaling. Dan ketika dilihatnya Joko
cengar-cengir, si nenek jadi geram. Pedang di tangan ka-
nannya dilepas. Dengan putar tubuhnya, tangan kanan di-
hantamkan ke arah sosok Pendekar 131!
Joko tidak tinggal diam. Dia tahu hantaman si nenek ti-
dak main-main. Maka dia cepat gulingkan diri menjauh.
Walau Joko sempat lolos dari hantaman tangan kanan
Nenek Selir, tapi ternyata tangan si nenek masih mampu
menyambar pinggang kanan Joko yang robek.
Breett! Pakaian murid Pendeta Sinting makin menganga. Nenek
Selir tercekat dengan tangan bergetar. Karena tangannya
merasakan memegang sesuatu yang makin lama membuat
htfpu?t! urai-n-:uukzis-:Lulog s pluLculn
sekujur tubuhnya laksana dihimpit bongkahan es!
*ak* TIGA DALAM keterkejutannya, Nenek Selir cepat bangkit ber-
diri. Lalu tarik pulang tangan kanannya didekatkan pada
wajahnya. Namun baru setengah jalan, tampaknya si nenek
sudah tak mampu menggerakkan tangan lebih jauh. Dia
merasakan tangan kanannya kaku tak bisa digerakkan.
"Jahanam! Benda apa ini"!" teriak Nenek Selir seraya
campakkan benda yang berada di tangan kanannya ke atas
tanah. Lalu pentangkan mata memandang tak berkesip.
"Bentuknya mirip kotak.... Warnanya kuning. Anehnya
pada salah satu sisinya terlihat seperti sebuah gagang pe-
dang! Sialannya, mengapa aku merasakan hawa dingin luar
biasa"!" Nenek Selir membatin dengan mata terus memper-
hatikan benda yang tadi sempat disambarnya dari pinggang
Joko yang ternyata adalah sebuah kotak berwarna kuning
berukir. Pada salah satu sisinya terlihat sebuah gagang pe-
dang. Di lain pihak, begitu lolos dari hantaman tangan kanan
Nenek Selir, Pendekar 131 segera bangkit. Dia tersenyum
sesaat lalu tundukkan kepala pandangi pakaiannya yang
robek menganga. Tiba-tiba senyumnya laksana dirobek se-
tan. Matanya terpentang besar-besar.
"Celaka! Ke mana Pedang Keabadian itu"! Jangan-
jangan...."
Murid Pendeta Sinting cepat sentakkan kepala meman-
dang ke arah Nenek Selir. Dan saat dilihatnya mata si ne-
nek tak berkesip memandang ke satu arah, Joko perlahan-
lahan ikut arahkan pandang matanya ke arah mana mata si
nenek tengah memandang.
"Astaga! Pedang itu...." Joko mendesis. Laksana terbang
dia berkelebat ke arah mana kotak berukir kuning yang ti-
htfpuslt! urai-n-:uukzis-:Lulog s pluLculn
dak lain adalah Pedang Keabadian tergeletak di atas tanah.
"Jangan berani teruskan gerakan!" Tiba-tiba Bidadari
Tujuh Langit berteriak. Tangan kanannya didorong ke arah
Pendekar 131 yang tengah berkelebat.
Joko buru-buru tahan gerakan seraya putar arah. Lalu
tegak dengan mata memandang pada Pedang Keabadian.
Saat bersamaan mendadak Bidadari Tujuh Langit berkele-
bat ke arah Pedang Keabadian dengan tangan kiri terangkat
ke udara sementara tangan kanan menyambar ke arah pe-
dang. Begitu cepat gerakan Bidadari Tujuh Langit, hingga Ne-
nek Selir, Datuk Kala Sutera, dan Pendekar 131 sendiri su-
dah sangat terlambat untuk membuat gerakan mengha-
dang. Begitu sejengkal lagi tangan kanan Bidadari Tujuh Lan-
git menyentuh kotak berukir, perempuan ini lipat gandakan
tenaga dalam pada tangan kirinya yang terangkat ke udara.
Dia tidak mau bertindak ayal. Dia siap sentakkan tangan
kiri menghadang segala kemungkinan. Saat bersamaan
tangan kanannya bergerak menyambar Pedang Keabadian.
Begitu kotak kuning berukir tergenggam tangan kanan,
Bidadari Tujuh Langit teruskan berkelebat lalu tegak men-
jauh. Tapi baru saja sepasang kakinya berpijak di atas tanah,
perempuan cantik bertubuh bahenol ini perdengarkan se-
ruan lirih. Tangan kanannya bergetar keras. Air mukanya
berubah. Bidadari Tujuh Langit cepat sentakkan kepala dengan
mata terpentang besar pandangi kotak kuning berukir di
tangan kanannya. Dia bergumam tak jelas dengan kepala
pulang balik menggeleng. Perempuan ini merasakan aliran
hawa dingin menusuk menjalari tangan kanan. Kejap lain
hawa dingin itu sudah merasuki hampir sekujur tubuhnya!
Tangan kanannya mulai terasa tegang kaku. Namun Bida-
dari Tujuh Langit tak hendak lepaskan kotak di tangannya.
Dia mulai yakin kotak di tangan kanannya bukan kotak
htfpu?t! urai-n-:uukzis-:Lulog s pluLculn
sembarangan. Maka dia segera kerahkan hawa sakti untuk
menahan tusukan hawa dingin.
Tapi Bidadari Tujuh Langit jadi terlengak. Begitu dia
alirkan hawa sakti untuk menahan hawa dingin, tusukan
hawa dingin itu makin menggila! Dan perlahan-lahan dari
tangan kanannya mulai tebarkan asap putih!
Apa yang terjadi membuat Bidadari Tujuh Langit makin
yakin kalau kotak di tangan kanannya mengandung kekua-
tan hebat. Hingga meski dia mulai merasakan separo dari
tubuhnya sudah tegang laksana tak bisa digerakkan, dan
penyaluran hawa sakti makin membuat hawa dingin meng-
gila, perempuan ini nekat tidak juga lepaskan kotak dari
tangan kanannya. Bahkan dia lipat gandakan penyaluran
hawa sakti! Tiba-tiba Bidadari Tujuh Langit menjerit. Dia merasakan
sekujur anggota tubuhnya laksana dihimpit bongkahan sal-
ju. Makin dia berusaha kerahkan hawa sakti, hawa dingin
itu makin menggila! Bahkan kini dari sekujur anggota tu-
buhnya telah kepulkan asap putih!
"Benda jahanam!" Akhirnya Bidadari Tujuh Langit me-
maki seraya lepaskan kotak berukir di tangan kanannya.
Pendekar 131 bernapas lega. Sementara semua orang di
tempat itu terkesima hingga tak ada yang buka suara atau
membuat gerakan.
"Hem... Ada keanehan lagi dengan pedang itu!" memba-
tin murid Pendeta Sinting.
"Ketika pedang telah masuk ke dalam kotak, aku tidak
lagi merasakan hawa dingin. Aku merasakan hawa dingin
gila itu saat pedang berada di luar! Kini walau pedang itu
berada dalam kotak, namun hawa dingin itu sepertinya su-
dah terasa!"
"Kalau nenek dan Bidadari Tujuh Langit tidak mampu
memegang kotak itu, pasti benda itu barang mustika!
Hem...." Datuk Kala Sutera berkata dalam hati. Lalu lempar
lirikan pada semua orang yang tegak di tempat itu.
Joko bisa membaca gelagat orang. Hingga belum sampai
htfpu?t! urai-n-:uukzis-:Lulog s pluLculn
Datuk Kala Sutera membuat gerakan, dia perdengarkan ta-
wa bergelak panjang dan berkata.
"Terus terang. Apa yang kalian lihat adalah sebuah ben-
da mustika keramat! Untuk memegangnya diperlukan bebe-
rapa persyaratan!"
"Siapa percaya mulut manusia asing sepertimu! Kau
hanya mengada-ada! Kau kira aku tidak tahu benda apa
itu, hah"!" Nenek Selir berteriak.
Murid Pendeta Sinting terdiam beberapa saat.
"Kekasih nenek ini yang bercerita banyak tentang pedang
itu! Hem.... Mungkin saja benar ucapannya kalau dia tahu
benda apa yang ada di hadapannya itu. Tapi aku yakin dia
tidak tahu bagaimana cara mengatasi hawa dingin yang ke-
luar dari pedang itu.... Terbukti dia tidak mampu untuk
memegangnya!"
Berpikir begitu, akhirnya seraya tengadahkan kepala,
Joko buka mulut.
"Nek! Sebagai seorang tokoh ternama negeri ini, aku per-
caya kalau kau tahu benda apa yang ada di hadapanmu!
Tapi aku tidak percaya kalau kau tahu bagaimana cara
memegangnya! Kau telah membuktikan sendiri!"
Nenek Selir tidak menyahut. Sebaliknya melangkah
mendekati kotak kuning berukir berisi Pedang Keabadian.
"Nek! Harap tidak berlaku nekat! Juga jangan memaksa-
kan kehendak niat! Hal itu hanya akan membawa kiamat!"
Nenek Selir hentikan langkah seraya tawa cekikikan
panjang. Namun tiba-tiba dia putuskan tawanya lalu mem-
bentak. "Kau kira aku takut dengan gertakanmu, hah"! Kau pikir
aku tak tahu apa yang ada dalam benakmu hingga kau ke-
luarkan gertakan, hah"!" Si nenek menyeringai. Lalu seraya
ikut dongakkan kepala dia lanjutkan ucapan.
"Aku tahu! Kau takut benda itu jatuh ke tangan orang
lain! Tapi kau harus sadar dan tahu diri! Benda itu berasal
dari negeri ini, dan pantang dibawa kabur ke negeri lain!"
"Hem.... Jadi kau menginginkannya"!" tanya Joko.
htfpu?t! urai-n-:uukzis-:Lulog s pluLculn
"Aku sampai di tempat ini mencari nyawa orang! Tapi ji-
ka ternyata takdir menuliskan aku mendapatkan benda
sakti, apa salahnya kalau aku mengambilnya"!"
"Nek! Aku hanya memperingatkan! Untuk memegang
benda itu diperlukan beberapa syarat!"
"Kau tahu apa tentang benda itu"! Kau manusia asing!"
Habis berkata begitu, Nenek Selir teruskan langkah. Se-
mentara Bidadari Tujuh Langit yang tegak tidak jauh dari
kotak kuning berukir tampak ragu-ragu. Dia pandangi ko-
tak kuning dan langkah-langkah Nenek Selir silih berganti.
Tapi entah karena apa, mendadak perempuan ini melang-
kah mundur seolah memberi kesempatan pada si nenek.
Mendapati Bidadari Tujuh Langit surutkan langkah, Ne-
nek Selir makin percepat langkah. Namun nenek ini tidak
bodoh. Secara diam-diam dia kerahkan tenaga dalam pada
kedua tangan dan kakinya.
"Nek! Jauhi benda itu!" Sekali lagi Joko buka mulut
memperingatkan ketika dilihatnya Nenek Selir sudah tegak
satu langkah di samping kotak kuning berukir.
Yang diperingati tertawa pendek, membuat Joko mau tak
mau adi berdebar tidak enak.
"Jangan-jangan nenek ini tahu bagaimana cara menga-
tasi hawa dingin itu! Tapi, mengapa dia tadi...."
Joko tidak lanjutkan membatin karena bersamaan
dengan itu Nenek Selir sudah membuat gerakan membung-
kuk. Tangan kanannya yang tidak memegang pedang di-
ayunkan ke bawah.
Kotak kuning berukir tahu-tahu sudah berada di tangan
kanan Nenek Selir. Untuk beberapa saat nenek ini memang
mampu memegang kotak kuning meski diam-diam dia mu-
lai merasakan hawa dingin menusuk sekujur tubuhnya.
"Ah... Apa yang harus kulakukan"! Dia mampu meme-
gang kotak itu!" gumam Pendekar 131 dengan dada makin
berdebar. Di lain pihak, Bidadari Tujuh Langit sempat tercengang
dan hendak buka mulut melihat Nenek Selir seolah tidak
htfpu?t! urai-n-:uukzis-:Lulog s pluLculn
merasakan hawa dingin seperti saat dia memegangnya.
Namun belum sampai perempuan ini perdengarkan suara,
tiba-tiba Nenek Selir perdengarkan seruan tertahan. Malah
sosoknya sempat terlonjak dan tersurut beberapa langkah!
Saat lain mendadak si nenek kibaskan tangan kanannya.
Kotak kuning berukir mencelat ke udara!
Murid Pendeta Sinting tidak menunggu lama. Dia cepat
berkelebat. Namun gerakannya tertahan ketika tiba-tiba
Datuk Kala Sutera sudah mendahului melesat ke udara.
Tangan kiri kanannya bergerak menyambar kotak yang me-
layang di udara. Karena sudah melihat apa yang terjadi, se-
raya menyambar sang Datuk kerahkan segenap tenaga da-
lam serta salurkan hawa sakti.
Begitu tegak di atas tanah, Datuk Kala Sutera yang mu-
lai merasakan hawa dingin langsung gerakkan tangan ka-
nan ke arah gagang pedang. Namun baru saja tangan ka-


Joko Sableng 43 Karma Manusia Sesat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

nannya menyentuh gagang pedang, pemuda berjubah hitam
ini rasakan sekujur tubuhnya kaku. Tangan kanannya te-
gang beku tak bisa digerakkan! Makin dia lipat gandakan
hawa sakti, hawa dingin yang mendera sekujur tubuhnya
makin menusuk. Hingga beberapa saat kemudian, sosoknya
bergetar keras. Lalu dengan satu sentakan keras, kotak
kuning berukir di tangan kirinya dicampakkan hingga me-
lesak masuk hampir setengahnya ke dalam tanah!
"Apa kubilang"! Untuk memegang benda itu diperlukan
beberapa syarat!" Joko buka mulut setelah beberapa saat
terdiam dengan wajah tegang menyaksikan Nenek Selir dan
Datuk Kala Sutera yang sesaat tadi sepertinya mampu
mengatasi hawa dingin yang keluar dari kotak berisi Pedang
Keabadian. Bidadari Tujuh Langit, Datuk Kala Sutera, dan Nenek
Selir berpaling pada Joko.
"Pemuda asing sialan! Jangan kau terus mengada-ada!
Bagaimana kau bisa mengatakan untuk memegangnya per-
lu beberapa syarat"! Padahal kau bukan berasal dari negeri
ini. Sementara benda itu adalah milik seorang tokoh yang
htfpu?t! urai-n-:uukzis-:Lulog s pluLculn
dilahirkan di negeri ini!" Yang angkat suara adalah Nenek
Selir. "Aku tak bisa mengatakan bagaimana. Yang jelas, kalian
lihat sendiri. Benda itu tadi berada di pinggangku. Lalu apa
kalian lihat aku merasa kedinginan"!"
"Hem.... Bagus! Sekarang katakan apa syarat yang diper-
lukan! Jika kau tidak mengatakannya, jangan harap kau
bisa menyentuhnya!" Nenek Selir kembali berteriak.
"Kalau aku mengatakan syaratnya, apa kau...."
"Itu kita putuskan nanti setelah kau mengatakan apa
syaratnya!" Nenek Selir sudah memotong.
Pendekar 131 gelengkan kepala.
"Peraturan itu enak padamu, tapi tidak enak padaku!"
"Terserah! Yang pasti kau telah dengar peraturannya!"
"Tidak bisa.... Tidak bisa...," gumam Joko berulang
kali. "Bagus! Berarti kau telah tahu akibatnya!" ujar Nenek
Selir seraya angkat tangan kirinya yang masih memegang
pedang. Sementara tangan kanannya ditarik ke belakang.
Bidadari Tujuh Langit dan Datuk Kala Sutera tidak ber-
diam diri. Tahu apa yang diperbuat si nenek, kedua orang
ini cepat pula angkat kedua tangan masing-maslng.
"Celaka! Mengapa jadi begini"! Kalau mereka maju satu
persatu mungkin aku masih mampu menahan. Tapi kalau
mereka berbarengan...." Kuduk Joko jadi merinding dingin.
Tampangnya berubah.
"Pemuda asing! Dalam satu hal aku dan kedua makhluk
itu memang berbeda! Namun dalam hal satu ini, mungkin
kami punya persamaan! Jadi kau harus berpikir dan angan
berlaku bodoh!" Nenek Selir berucap. Lalu tertawa cekiki-
kan. "Baik... Baik... Akan kukatakan apa yang kau inginkan!"
Akhirnya Joko buka mulut seraya alihkan pandangan ke
jurusan lain. Lalu sambung! ucapannya.
"Kalian tahu hidung"!"
Nenek Selir mendengus. Bidadari Tujuh Langit mengge-
htfpuslt! urai-n-:uukzis-:Lulog s pluLculn
ram. Sedangkan Datuk Kala Sutera gerak-gerakkan jari
tangannya hingga perdengarkan suara berkeretekan tanda
dadanya makin geram.
"Aku tanya. Mengapa kalian tidak ada yang buka mulut
menjawab"!" Joko bertanya seraya mendongak.
"Jangan kau bicara main-main!" bentak si nenek.
"Siapa main-main"! Kau yang bercanda! Aku tanya hi-
dung kau jawab jangan bicara main-main!"
"Keparat!" maki si nenek seraya bantingkan kaki.
"Aku tidak buta! Aku tahu mana hidung, mana mulut,
dan mana perut!"
Joko luruskan kepala seraya tersenyum.
"Bagus! Aku bersyukur kau sudah tahu malah bisa
membedakan!" Joko arahkan pandang matanya pada Bida-
dari Tujuh Langit dan Datuk Kala Sutera silih berganti. La-
lu angkat suara.
"Bagaimana dengan kalian"! Kalian belum ada yang bu-
ka suara menjawab!"
Walau dengan tampang sama berubah akhirnya hampir
bersamaan kedua orang yang ditanya buka mulut.
"Aku tahu mana yang disebut hidung!"
"Bagus! Bagus! Harap kalian tidak salah sangka dengan
pertanyaanku tadi. Hal itu penting kutanyakan, karena aku
khawatir apa yang disebut hidung di negeri asalku berbeda
dengan yang disebut hidung di negeri ini! Dan agar nan-
tinya tidak terjadi salah paham, aku ingin agar kalian tun-
juk mana yang kalian sebut hidung!"
Nenek Selir, Bidadari Tujuh Langit, dan Datuk Kala Su-
tera saling lirik. Tampang masing-masing jelas mem-
bayangkan rasa marah. Malah si nenek sudah buka mulut
hendak membentak. Namun Joko buru-buru mendahului.
"Harap tidak marah dahulu! Hal ini harus dibuktikan
agar nantinya tidak terjadi salah paham! Aku tidak mau
disalahkan hanya gara-gara salah sebut!"
Walau dengan seringai dingin dan dada panas, namun
karena memang ingin tahu apa yang menjadi persyaratan,
htfpu?t! urai-n-:uukzis-:Lulog s pluLculn
akhirnya Nenek Selir, Bidadari Tujuh Langit, dan Datuk Ka-
la Sutera angkat tangan masing-masing dan menunjuk pa-
da hidungnya! *ak* EM PAT PENDEKAR 131 picingkan mata dengan kepala di so-
rongkan ke depan ke belakang. Lalu sapukan pandangan ke
arah Bidadari Tujuh Langit, Nenek Selir, dan Datuk Kala
Sutera. Bidadari Tujuh Langit, Nenek Selir, dan Datuk Kala Su-
tera saling pandang dengan tampang berubah merah
mengelam. "Mengapa kau tertawa ngakak, hah"!" Si nenek yang su-
dah tak sabaran membentak.
Murid Pendeta Sinting putuskan tawanya.
"Untung aku ingin membuktikan dahulu. Jika tidak, ten-
tu kalian akan salah paham!"
"Apa maksudmu"!" tanya Nenek Selir.
"Di negeri asalku, benda di atas mulut yang kalian tun-
juk namanya bukan hidung!"
"Jahanam! Kau terlalu mengada-ada! Sampai ujung du-
nia pun yang namanya hidung adalah benda di atas mulut
ini!" kata Nenek Selir dengan suara keras seraya pencet hi-
dungnya sendiri.
Joko gelengkan kepala.
"Kalian boleh percaya boleh tidak! Di negeri asalku apa
yang kalian tunjuk bukan hidung. Tapi ketiak!"
"Baik!" Kali ini Bidadari Tujuh Langit yang buka suara.
"Lalu menurut negeri asalmu, mana yang disebut hidung"!"
"Pangkal tangan kalian masing-masing adalah hidung
menurut negeri asalku!"
"Keparat! Itu ketiak!" bentak Nenek Selir.
"Ya, memang keparat! Tapi apa boleh buat. Yang kau se-
htfpuslt! urai-n-:uukzis-:Lulog s pluLculn
but ketiak itu di negeri asalku disebut hidung!"
"Teruskan keteranganmu!" Bidadari Tujuh Langit buka
mulut lagi tak mau berdebat.
"Hidung menurut negeri asalku dan ketiak menurut ne-
geri ini, kalian tahu memiliki hiasan rambut. Kalian harus
mencari tujuh helai rambut itu yang sebelah kanan."
"Kau jangan berani bicara dusta! Bagaimana mungkin
syaratnya begitu mudah"! Aku tidak percaya!" kata Nenek
Selir masih dengan suara tinggi.
"Aku belum selesai bicara, Nek! Harap tidak memotong
dahulu!" kata Joko seraya sentakkan wajah mendongak.
Lalu sambungi ucapannya.
"Untuk menahan hawa dingin benda kuning berukir itu.
kalian harus mencari tujuh helai rambut hidung sebelah
kanan dari seorang nenek-nenek berusia tujuh puluh ta-
hun. Tujuh helai rambut itu harus berasal dari nenek yang
berbeda! Jika sudah terkumpul, kalian harus membakarnya
di bawah cahaya bulan purnama. Lalu abunya kalian te-
lan!" "Kau menyindirku!" Nenek Selir kembali membentak.
"Mentang-mentang kau tahu ketiakku tidak ada bu-
lunya!" Joko tertawa panjang seraya geleng kepala.
"Nek.... Aku bicara apa adanya! Lagi pula mana aku tahu
kalau hidungmu tidak ada bulunya"!"
Untuk beberapa saat Nenek Selir, Bidadari Tujuh Langit,
dan Datuk Kala Sutera saling pandang.
"Kau percaya dengan ocehannya"!" tanya Nenek Selir
pada Bidadari Tujuh Langit.
Yang ditanya tidak menjawab. Sebaliknya mendengus se-
raya alihkan pandangan ke jurusan lain.
Nenek Selir tertawa cekikikan. Lalu arahkan pandang
matanya pada Datuk Kala Sutera dan bertanya.
"Kau sendiri percaya dengan keterangan pemuda asing
sialan itu"!"
"Itu urusanku!"
htfpu?t! urai-n-:uukzis-:Lulog s pluLculn
Nenek Selir makin keraskan cekikikannya. Lalu alihkan
pandangan pada murid Pendeta Sinting dan kembali buka
mulut. "Kau tidak bicara dusta"!"
"Itu urusanmu!" Enak saja Joko menjawab.
"Kau menduga aku bicara dusta silakan. Jika sebalik-
nya, juga terserah! Yang jelas, kalau sampai aku dapat ber-
tahan dari hawa dingin itu, tidak lain berkat aku menelan
abu tujuh helai raInbut tujuh hidung tujuh nenek berusia
tujuh puluh tahun pada malam purnama!
"Hem.... Sebenarnya hari ini adalah hari terakhirmu
menghirup udara di kolong bumi! Tapi kau beruntung...,"
ujar si nenek. "Beruntung bagaimana, Nek"!"
"Untuk sementara ini nyawamu kuperpanjang sampai
aku dapat membuktikan kebenaran keteranganmu! Jika
nanti ternyata keteranganmu dusta, kau harus mampus
dua kali di tanganku! Kau dengar"!"
Joko anggukkan kepala. Lalu tanpa buka mulut lagi dia
melangkah ke arah kotak kuning berukir.
"Tahan gerakanmu!" Bidadari Tujuh Langit berteriak.
"Aku juga memperpanjang usia selembar nyawamu! Se-
karang berbalik dan tinggalkan tempat ini!"
"Aneh.... Lalu bagaimana dengan kotak itu"! Bukankah
di antara kalian tidak ada yang mampu menyentuhnya"!"
"Itu urusan mudah! Kami nanti dapat memutuskan!"
"Keputusan apa pun yang nantinya kalian ambil, tidak
akan menyelesaikan masalah! Karena kalian bertiga belum
ada yang memenuhi syarat!"
"Jangan banyak mulut!" Kali ini Datuk Kala Sutera yang
buka suara. "Lekas angkat kaki dari sini atau nyawamu akan me-
layang hari Ini Juga!"
"Betul! Cepat enyahlah dari tempat ini! Tapi harus kau
ingat! Semua ini hanya sementara waktu. Jika saatnya tiba,
tidak ada tempat di kolong langit ini untuk kau jadikan
htfpu?t! urai-n-:uukzis-:Lulog s pluLculn
liang persembunyian!"
"Eh, jadi kalian menginginkan kotak kuning itu"!, tanya
Joko. "Dasar manusia asing bodoh! Kau kira untuk apa aku
bertanya tadi, hah"!" bentak Nenek Selir.
"Aku tidak menduga sejauh itu! Aku tadi menyangka
pertanyaan itu hanya sekadar kalian ingin tahu agar nan-
tinya dapat menyentuh kotak itu! Tidak terlintas dalam be-
nakku kalau kalian ternyata menginginkan kotak itu!"
"Hem.... Sekarang katakan. Kalau aku menginginkan ko-
tak itu, kau mau apa"!" tanya Bidadari Tujuh Langit.
"Aku tidak akan berbuat apa-apa! Tapi harap kau tahu.
Aku sampai di tempat ini dengan membawa kotak itu. Jadi
kalaupun aku kalian usir dari tempat ini, kotak itu harus
tetap kubawa serta!"
"Kau harus enyah tanpa membawa kotak itu!" kata Da-
tuk Kala Sutera.
"Kotak itu harus tetap berada di sini!" Bidadari Tujuh
Langit menimpali.
"Benar! Kotak itu berasal dari negeri ini! Tidak layak kau
membawanya!" Nenek Selir ikut menyahut.
"Siapa yang membikin aturan begitu"!" tanya Joko se-
raya sapukan pandangan.
Belum sampai ada yang buka mulut menjawab, tiba-tiba
terdengar suara lain menyahut.
"Harap lupakan dahulu urusan kotak itu! Ada yang lebih
penting dari itu!" Tiga sosok tubuh berkelebat. Lalu tegak
tidak jauh dari tempat terbujurnya sosok Bidadari Delapan
Samudera. Semua kepala berpaling. Yang tegak di sebelah kanan
sosok Bidadari Delapan Samudera adalah seorang perem-
puan bertubuh tambun besar mengenakan pakaian warna
merah ketat. Raut wajahnya bengkak besar disamaki kulit
hingga sepasang matanya hampir-hampir saja tidak keliha-
tan. Hidungnya melesak masuk ke dalam gumpalan kulit
kedua pipinya. Rambutnya putih panjang sebatas betis.
htfpu?t! urai-n-:uukzis-:Lulog s pluLculn
Nenek ini bukan lain adalah Putri Pusar Bumi.
Di sebelah Putri Pusar Bumi, tegak seorang laki-laki ber-
tubuh pendek berambut panjang menjulai hingga menyapu
tanah. Di punggungnya tampak sebuah punuk besar, se-
mentara pada pinggangnya terlihat melilit sebuah ikat ping-
gang dari pedang berkilat. Laki-laki cebol ini adalah Iblis
Pedang Kasih. Tidak jauh dari Iblis Pedang Kasih terlihat satu sosok
tubuh milik seorang laki-laki yang duduk dengan kedua
kaki dirangkapkan. Kepalanya dimasukkan dalam-dalam di


Joko Sableng 43 Karma Manusia Sesat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

belakang rangkapan kedua kakinya hingga raut wajah
orang ini tidak bisa dikenali. Dia tidak lain adalah tokoh
yang dikenal dengan julukan Paduka Seribu Masalah.
"Paduka Seribu Masalah! Harap lepaskan aku dari toto-
kan ini!" Berkata Bidadari Delapan Samudera seraya me-
mandang pada Paduka Seribu Masalah.
"Harap tidak meminta padaku, Gadis Cantik. Aku takut
memenuhi permintaanmu!"
Bidadari Delapan Samudera perdengarkan keluhan. Lalu
arahkan pandang matanya pada Putri Pusar Bumi dan Iblis
Pedang Kasih. Lalu buka mulut lagi.
"Kalian juga tak mau membantuku"!"
Putri Pusar Bumi sentakkan kepala berpaling. Bidadari
Delapan Samudera terkesiap kaget. Karena bersamaan
dengan itu rambut putih panjang milik Putri Pusar Bumi
menderu angker ke arahnya!
"Apa yang hendak kau lakukan"!" Bidadari Delapan Sa-
mudera masih sempat berteriak. Namun karena dalam kea-
daan tertotok, gadis ini hanya bisa berteriak tanpa mampu
membuat gerakan.
Sosok Bidadari Delapan Samudera tiba-tiba terangkat ke
udara. Gadis ini sudah akan berteriak lagi. Apalagi ketika
dia merasakan sosoknya meluncurjatuh ke bawah! Tapi be-
lum sampai suaranya terdengar, rambut putih Putri Pusar
Bumi kembali berkelebat.
Terdengar suara seperti orang tercekik. Sosok Bidadari
htfpu?t! urai-n-:uukzis-:Lulog s pluLculn
Delapan Samudera tahu-tahu sudah terlilit rambut si nenek
tambun di udara. Sosok gadis ini sesaat tertahan di udara
lalu melayang turun perlahan-lahan hingga akhirnya me-
nyentuh tanah. Begitu sosok Bidadari Delapan Samudera bersentuhan
dengan tanah, Putri Pusar Bumi sentakkan kepalanya lagi.
Sosok Bidadari Delapan Samudera terguling ke samping
beberapa kali. Bidadari Delapan Samudera sudah hendak berseru. Na-
mun tiba-tiba gadis ini kancingkan mulutnya lagi ketika ti-
ba-tiba dia merasakan dapat menggerakkan anggota tu-
buhnya! Sadar apa yang telah dilakukan Putri Pusar Bumi, Bida-
dari Delapan Samudera segera bergerak bangkit. Lalu men-
jura hormat dan berkata.
"Terima kasih...."
Putri Pusar Bumi tersenyum. Lalu berbisik pada Iblis
Pedang Kasih yang tegak di sampingnya.
"Kulihat Dayang Tiga Purnama dalam keadaan tak ber-
daya! Lakukan sesuatu padanya!"
Iblis Pedang Kasih arahkan pandang matanya pada so-
sok Dayang Tiga Purnama yang masih terbujur diam di atas
tanah karena ditotok oleh Bidadari Tujuh Langit. Kejap lain
tiba-tiba laki-laki bertubuh cebol ini luruskan kedua tan-
gannya ke depan. Lalu serta-merta ditarik ke belakang.
Di seberang depan, Dayang Tiga Purnama rasakan so-
soknya disedot kekuatan dahsyat. Hingga saat itu juga so-
soknya terseret ke arah Iblis Pedang Kasih!
Bidadari Tujuh Langit sebenarnya sudah hendak mela-
kukan gerakan menghadang dengan sentakkan kedua tan-
gannya memotong gerakan sosok Dayang Tiga Purnama.
Tapi karena sadar gerakannya akan kalah cepat, perem-
puan berpakaian putih ini akhirnya urungkan niat meski
dengan mata melotot angker dan dada panas dilanda hawa
kemarahan. Begitu sosok Dayang Tiga Purnama berada dua langkah
htfpu?t! urai-n-:uukzis-:Lulog s pluLculn
di depan Putri Pusar Bumi, Iblis Pedang Kasih luruhkan
kedua tangannya ke bawah. Seretan sosok Dayang Tiga
Purnama terhenti.
Putri Pusar Bumi bungkukkan tubuh. Jari tangan ka-
nannya bergerak beberapa kali pada beberapa bagian tubuh
Dayang Tiga Purnama. Begitu Putri Pusar Bumi angkat
tangan kanannya, Dayang Tiga Purnama mampu bergerak
bangkit. "Cucuku.... Harap kau bersabar! Mari kita selesaikan
semua ini dengan bicara baik-baik! Kekerasan hanya akan
mendatangkan penyesalan! Dan kekerasan tidak akan me-
nyelesaikan masalah!" berkata Putri Pusar Bumi.
"Eyang... Aku sudah mencoba bicara baik-baik! Tapi
ternyata tidak membawa hasil! Kedua manusia itu bung-
kaIn tidak mau menjawab!"
"Biar nanti aku yang bicara!" ujar Putri Pusar Bumi lalu
berpaling pada Bidadari Pedang Cinta yang sedari tadi
hanya tegak diam. Putri Pusar Bumi memberi isyarat
dengan lambaian tangan.
Sesaat Bidadari Pedang Cinta tampak bimbang. Namun
ketika dilihatnya Iblis Pedang Kasih anggukkan kepala, ga-
dis cantik berbaju hijau ini perlahan-lahan melangkah
mendekat. Begitu Bidadari Pedang Cinta tegak di samping Dayang
Tiga Purnama, Bidadari Delapan Samudera berkelebat ke
depan. "Sebenarnya aku takut bicara. Tapi kalau boleh aku
mengatakan, harap kau jangan terburu nafsu, Gadis Jeli-
ta..." Mendadak Paduka Seribu Masalah berucap.
Bidadari Delapan Samudera batalkan niat. Memandang
sesaat pada Datuk Kala Sutera lalu perlahan-lahan mende-
kati Paduka Seribu Masalah dan berkata.
"Aku perlu jawaban pasti dari pemuda berjubah hitam
itu! Sekaligus dia harus membayar nyawa eyang guruku!"
"Aku takut mengatakannya. Tapi aku tidak takut untuk
memberi penjelasan jika mungkin nantinya kau akan mem-
htfpuslt! urai-n-:uukzis-:Lulog s pluLculn
peroleh apa yang kau inginkan!" ujar Paduka Seribu Masa-
lah. "Kau dapat menduga ada apa di balik ucapan sahabat
kita itu"!" Putri Pusar Bumi berbisik pada Iblis Pedang Ka-
sih. Iblis Pedang Kasih gelengkan kepala.
"Aku tak tahu pasti. Namun satu hal. Aku pernah ber-
bincang dengan gadis baju biru itu. Sepertinya dia punya
masalah yang sama dengan Bidadari Pedang Cinta dan
Dayang Tiga Purnama!"
Di seberang depan, melihat munculnya Putri Pusar Bu-
mi, Iblis Pedang Kasih, dan Paduka Seribu Masalah, Pende-
kar 131 menghela napas lega. Tapi tidak demikian halnya
dengan Nenek Selir.
Nenek berselempang kain hitam itu mendelik lalu putar
pandangan berkeliling.
"Wang Su Ji lenyap bersama manusia yang duduk rang-
kapkan kaki itu! Sekarang dia muncul lagi tanpa si jaha-
nam Wang Su Ji! Pasti dia tahu di mana beradanya si kepa-
rat itu! Dan si perempuan gembrot itu.... Tempo hari dia
muncul menyelamatkan Wang Su Ji. Kalau kemunculannya
kali ini masih juga ada kaitannya dengan Wang Su Ji, dia
akan tahu dengan siapa dia harus berhadapan! Sekarang
manusia yang duduk rangkapkan kaki itu harus memberi
jawaban padaku!"
Berpikir begitu, Nenek Selir jadi lupa akan urusan kotak
kuning berukir. Dia berkelebat ke depan lalu tegak sepuluh
langkah di hadapan Paduka Seribu Masalah.
Namun belum sampai Nenek Selir buka mulut, Paduka
Seribu Masalah sudah perdengarkan suara mendahului.
"Sahabatku, Nenek Selir! Harap kau tidak takut men-
dengarnya. Orang yang kau cari berada di sekitar tempat
ini. Hanya saja dia belum mau tunjukkan diri. Kuharap kau
bersabar menunggu!"
"Bagus! Kau telah tahu sebelum aku bertanya! Tapi
sayang sekali. Aku tak bisa menunggu! Katakan di mana
beradanyajahanam itu!"
htfpu?t! urai-n-:uukzis-:Lulog s pluLculn
"Sekali lagi harap kau bersabar dan tabahkan hati! Ka-
Pendekar Elang Salju 11 Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan K L Telapak Setan 1
^